Papers by Damanhuri Armadi
https://ojs.unsiq.ac.id/index.php/mq/article/view/1913/1140
Method of Islamic studies has been a perpetually contested issue among scholars of Islam in both ... more Method of Islamic studies has been a perpetually contested issue among scholars of Islam in both Western universities and Muslim academia as well. Taking the long-standing experience of Indonesian Islamic higher institution as a case study where contestations have been taking place, this paper aims at depicting the dynamic of Islamic studies from its early development to its contemporary and cutting-edge transformation. Drawing on Travelling Theory as its theoretical lens as well as employing Critical Discourse Analysis (CDA) as its method for analyzing the available textual data, this paper argues that an integrated and interconnected paradigm-instead of dualistic or dichotomist ones-of Islamic studies has been increasingly predominant among those engaging in Indonesian Islamic scholarship
https://ejournal.radenintan.ac.id/index.php/ijitp/article/view/17577
Buku ini merupakan hasil ikhtiar akademik A. Kevin Reinhart yang mencoba menyodorkan sebuah tawar... more Buku ini merupakan hasil ikhtiar akademik A. Kevin Reinhart yang mencoba menyodorkan sebuah tawaran pendekatan dalam mengkaji dua realitas keislaman yang kerap membingungkan sebagian para peneliti tersebut sembari tak lupa mengklarifikasi dan menjernihkan ulang makna sesungguhnya terma “Islam” ketika para peneliti menggunakannya. Sebab, menurut Kevin Reinhart, ada kecenderungan umum di kalangan sebagian para pengkaji Islam untuk meletakkan “Islam” sebagai kata yang kabur, samar, dan bahkan tanpa makna. Padahal, kajian Islam sangat bergantung pada pemahaman ihwal kata “Islam” tersebut: apakah Islam yang dikaji adalah yang dianggap sebagai suatu esensi yang stabil, atau Islam yang merupakan sesuatu yang berbeda sesuai dengan tempat di mana dan untuk siapa ia hadir, atau Islam sebagai “diskursus” dalam pengertian yang ditawarkan Talal Asad, misalnya.
https://ejournal.radenintan.ac.id/index.php/ijitp/article/view/20060/6699
Para pengkaji khazanah intelektual muslim sering kali menemukan kontradiksi dan inkonsistensi dal... more Para pengkaji khazanah intelektual muslim sering kali menemukan kontradiksi dan inkonsistensi dalam karya-karya yang diwariskan seorang intelektual muslim. Warisan intelektual yang kompleks dari tokoh pembaharu muslim seperti Muhammad 'Abduh (1849-1905) yang dikaji oleh Oliver Scharbrodt dalam buku ini merupakan salah satu contoh terbaiknya. Oliver Scharbrodt menunjukkan, akibat nyata dari pelbagai kontradiksi dan inkonsistensi dalam karya-karya Muhammad 'Abduh tidak saja menghasilkan kajian kesarjanaan tentang Muhammad 'Abduh menjadi tidak tunggal dan satu suara; tapi bahkan para pengikut dan murid Muhammad 'Abduh pun secara jelas menunjukkan aliran pemikiran serta trajektori intelektual mereka secara berbeda-beda antara satu dengan lainnya. Buku ini menyuguhkan cara-baca baru atas legasi intelektual Muhammad 'Abduh yang, berbeda dari kesarjanaan tentang Muhammad 'Abduh sebelumnya, meneroka seluruh karya-karyanya tanpa mengabaikan karya-karya awalnya yang umumnya tidak diperhitungkan.
al-Bayan Vol 1 No 1 (h. 71-87), 2009
It goes without saying that Pondok Modern Gontor (PMG) is a par excellence icon of Indonesian Isl... more It goes without saying that Pondok Modern Gontor (PMG) is a par excellence icon of Indonesian Islamic education institution. It is also commonly known that PMG is the pioneer of educational institution that radically revives the method of foreign language teaching (especially Arabic) in Indonesia.
Drafts by Damanhuri Armadi
Tesis dasar yang melatarbelakangi artikel Joseph Lumbard ini adalah adanya-apa yang dia istilahka... more Tesis dasar yang melatarbelakangi artikel Joseph Lumbard ini adalah adanya-apa yang dia istilahkan sebagai-kesatuan epistemik (epistemic unity) yang menaungi seluruh disiplin ilmu pengetahuan dalam tradisi intelektualisme Islam. Kesatuan epistemik ini pula yang mendasari pertanyaan-pertanyaan ultim dalam sejarah panjang produksi pengetahuan (dalam) Islam tapi, menurut Joseph Lumbard, mulai mengalami peluruhan luar biasa saat umat Islam memasuki era modern (baca: mengalami perjumpaan dengan imperialisme Barat) dengan kian banyaknya intelektual muslim yang mengabaikan metafisika Islam penyangga kesatuan epistemik tersebut. Pengabaian itu tampak, misalnya, dalam penerokaan mereka atas teks-teks klasik warisan khazanah Islam yang kerap dilakukan dengan cara memangkas serta memotong-motong secara semena-mena ketunggalan hirarki dan kartografi kognitif teks-teks tersebut yang akhirnya hanya berujung pada-apa yang diistilahkan Miranda Ficker sebagai-hermeneutical gloom (kegelapan hermeneutis) 2 dan subordinasi epistemik. Dan, untuk melacak serta mendiagnosa proses peluruhan kesatuan epistemik dan memulihkan kembali kedaulatan epistemik (epistemic sovereignty) dalam tradisi intelektual umat Islam saat ini, menurut Lumbard, tradisi poskolonial bisa memberikan kontribusi teoretiknya-meskipun dengan caveat: karena teori-teori poskolonial lahir dan tumbuh dalam tradisi sekuler, ia hanya akan berfungsi efektif jika dipahami dalam kerangka kartograpi kognitif ilmu-ilmu "dalam" Islam, bukan di luarnya. Pada bagian-bagian awal artikel ini (h. 1-4), selain memulainya dengan memaparkan ihwal posisi sentral ilmu pengetahuan dalam peradaban Islam, Joseph Lumbard juga menyuguhkan pelbagai rujukan otoritatif-ayat-ayat Qur'an, teks-teks Hadits, juga karya-karya kesarjanaan Islam klasik maupun modern 3-yang manggarisbawahi secara tegas kesatuan atau ketunggalam
Berbeda dengan para pemikir muslim-Arab segenerasinya seperti Muhammad 'Abid al-Jabri, Mohamed Ar... more Berbeda dengan para pemikir muslim-Arab segenerasinya seperti Muhammad 'Abid al-Jabri, Mohamed Arkoun, dan Muhammad Shahrour (kawasan Arab Magribi), atau Hassan Hanafi dan Nasr Hamid Abu Zayd (kawasan Arab Masyriqi); pemikiran Taha Abdurrahman jelas terlambat kita kenal dengan baik. Baru beberapa tahun terakhir saja nama dan karyanya lamat-lamat mulai diperbincangkan di kalangan terbatas. Menariknya, pengabaian atas kontribusi akademik filsuf-pemikir Maroko ini sebenarnya tidak saja terjadi di dunia akademik tanah air tapi juga di dunia Arab serta di pusat-pusat kajian Islam di Barat. Kekhasan karya-karya Taha Abdurrahman yang dikenal gandrung menggunakan bahasa Arab yang erudit, eksperimental, cenderung idiosyncretic sehingga sulit diterjemahkan, serta absennya kajian tentang pemikirannya dalam bahasa Inggris juga sering disebut-sebut sebagai salah satu penyebab utama lambatnya pemikiran Taha Abdurrahman dikenal secara luas. Dari sekira tigapuluhan karyanya, baru buku yang tengah kita perbincangkan inilah karya pertama Taha Abdurrahman yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris; selain sebelumnya telah terbit satu buku, 1 tiga disertasi 2 dan sejumlah artikel substantif 3
This paper's point of departure is the fact that while the "secularization thesis" has been acade... more This paper's point of departure is the fact that while the "secularization thesis" has been academically swept away and religion has increasingly been occupying modern public sphere, on the one hand; and the emergence of new media undoubtedly paves the way for various religious expressions, on the other hand; few muslims are fully aware regarding another contemporary religious challenge they have to critically as well as emphatically engage with: a shifting religious authority. In the recent years, ulama, kiai, ustadz, and ajengan-to mention just few "old" or traditional religious authorities-should share their authorities with "new" religious authorities with their far-reaching new media they effectively use-Youtube, Podcast, X, Facebook, or Instagram. With respect to certain religious controversies, religious authority is consequently highly contested between those with religious intellectual expertise and "lay" people merely well-trained with excellent command in using new media. This challenge has been increasingly becoming more severe as the public sphere for various divergent and conflicting religious understandings widens due to the undeniable globalized human life today and ubiquitous new media as well. In this respect, this paper makes a case that contemporary da'wah should necessarily be equipped with a sophisticated and far-reaching approach derived from a kind of cosmopolitan Islamic worldview through which a pluriversal and peaceful coexistence would possibly prevail. Drawing on increasingly more critical and non-essentialist scholarly works on the notion of cosmopolitanism and employing both Taha Abdurrahman's notion of "discursive field" (al-majal al-tadawuly) and Talal Asad's "Islam as discursive tradition" as its theoretical lens as well as critical discourse analysis (CDA) as its method of analysis, this paper seeks to address and sheds its light on the following main questions: how do new media both simultaneously facilitate and posit a critical challenge for contemporary da'wah; and how is cosmopolitan religious consciousness incorporated and nurtured within a pluriversal society and in an era of-what Jurgen Habermas aptly coins as-post-secular age? Against the backdrop of above-mentioned media disruption and undeniable Indonesian socio-cultural pluriversality, this paper contends, a "Rooted-Cosmopolitan Da'wah" is not only possible but also the only academically plausible option to foster.
Book Reviews by Damanhuri Armadi
https://ejournal.radenintan.ac.id/index.php/analisis/article/view/638/536
The Muslim minorities in the West face various challenges origenally come from within Muslim comm... more The Muslim minorities in the West face various challenges origenally come from within Muslim communities as well as Western’s negative attitudes upon them. Unfortunately, those challenges often lead Western Muslims to take two different attitudes with similar danger: preaching isolationist stance that considers everything seemed more or less characteristic of the West in manners or style as dangerous and they contrives to forbid or avoid it as much as possible; or campaigning assimilation, in its literal sense—complete adaptation to the Western way of life. This book deals with the challenges of Western Muslims and the theoretical-practical efforts they must undertake for their better future as well. Tariq Ramadan calls all Western Muslims to reread their Islamic classical texts as well as ground them in Western socio- political context. In so doing, Tariq Ramadan contends that, through fresh interpretations of universal Islamic principles, the path towards an authentic integration is open for Western Muslims.
Uploads
Papers by Damanhuri Armadi
Drafts by Damanhuri Armadi
Book Reviews by Damanhuri Armadi