Hipokalemia
Hipokalemia
Hipokalemia
PEMBIMBING:
Dr. R.A.H.I. Ariestina, Sp.PD
PENYUSUN:
Efbri Chauresia Dalitan
030.07.077
BAB I
STATUS ILMU PENYAKIT DALAM
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH
CAWANG, JAKARTA TIMUR
Nama Co-Ass
NIM
: 030.07.077
Tanda Tangan
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Ny. T
Jenis kelamin
: Perempuan
Umur
: 41 tahun
Agama
: Islam
Status pernikahan
: Menikah
Pendidikan
: SMA
Pekerjaan
Alamat
: 27-3-2016
A. ANAMNESIS
Diambil dari
: Autoanamnesis
Tanggal
: 1April 2016
Pukul
: 10.00 WIB
1. Keluhan utama
Muntah-muntah sejak 3 hari SMRS
2. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang dengan keluhan muntah-muntah sejak 3 hari SMRS.
Pasien muntah setiap makan dan minum. Pasien juga merasa lemah,
lemas di kedua kaki, nyeri otot dan juga kram pada tangan. Nafsu
makan menurun dan berat badan turun 3 kg. Pasien mengaku frekuensi
BAK meningkat. Diare disangkal, konsumsi obat yang membuat
kencing banyak disangkal. Saat ini pasien masih mengeluh mual.
3. Riwayat penyakit dahulu
Pasien mengaku pernah dirawat di RS Budhi Asih dengan keluhan
yang sama pada tahun 2012. Riwayat sakit maag (+). Riwayat
penyakit ginjal (-). Alergi (-). DM (-). Hipertensi (-). Penyakit Jantung
(-)
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Menurut pasien dalam keluarganya tidak ada yang memiliki keluhan
yang sama. Riwayat penyakit ginjal (-). Alergi (-). DM (-). Hipertensi
(-). Penyakit Jantung (-)
5. Riwayat Kebiasaan
Pasien tidak suka makan daging-dagingan, tetapi masih konsumsi
buah dan sayur. Pasien mengaku banyak minum air putih. Konsumsi
alkohol (-). Merokol (-). Narkoba (-)
6. Riwayat Pengobatan
Pasien konsumsi obat Omeprazole untuk sakit maag.
Anamnesis menurut sistem
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
Umum
Kepala
Muka
Mata
THT
Leher
Thoraks
Abdomen
Ekstremitas
: BB menurun, lemas
: Tidak ada keluhan
: Tidak ada keluhan
: Sklera ikterik -/-, konjungtiva anemis -/: Tidak ada keluhan
: Tidak ada kelainan
: Tidak ada keluhan
: Mual (+)
: Tidak ada keluhan
B. PEMERIKSAAN FISIK
1 April 2016
Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran
: Compos Mentis
Tanda Vital
: Tekanan darah
100/90 mmHg
: Nadi
60 x/menit
: Pernapasan
20 x/menit
: Suhu
36,7o C
Status Generalis
Kepala
: Normosefali
Muka
Mata
Hidung
Mulut
Leher
: Jejas (-), hematoma (-), KGB dan tiroid tidak membesar, JVP
5+2
Jantung
Inspeksi
Palpasi
midklavikularis kiri
Perkusi
redup), batas kiri (ICS V, 1 jari medial linea midklavikula kiri dengan suara
redup), batas kanan (ICS IV linea sternalis kanan dengan suara redup)
Auskultasi
Paru
Inspeksi
Perkusi
Hepar (pada titik di garis midsternalis dextra ICS V terdengar bunyi pekak),
ketika dilakukan peranjakan pada titik di garis midsternalis dextra ICS V
terdengar bunyi redup, sedangkan pada titik garis midsternalis dextra ICS VI
terdengar bunyi pekak sehingga peranjakan paru hepar 1 cm.
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
Palpasi
: supel, nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), hepar dan lien, tidak
Auskultasi
Ekstremitas
Atas
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Pemeriksaan
Hasil
Nilai normal
Leukosit
8.9
3.6-11 ribu/L
Eritrosit
4.5
3.8-5.2 juta/L
Hemoglobin
10.6
11.7-15.5 g/dL
Hematokrit
31
35-47%
Trombosit
347
150-440 ribu/L
MCV
69.2
80-100 fL
MCH
23.3
26-34 pg
MCHC
33.8
32-36 g/dL
RDW
13.4
<14%
122
<110 mg/dL
Natrium
109
135-155 mmol/L
Kalium
1.1
3.6-5.5 mmol/L
Klorida
66
98-109 mmol/L
HEMATOLOGI
DARAH LENGKAP
METABOLISME KARBOHIDRAT
Glukosa Darah jam 16.00
ELEKTROLIT
ELEKTROLIT SERUM
28 Maret 2016
Laboratorium
KIMIA KLINIK
ANALISA GAS DARAH
pH
7.55
7.35-7.45
pCO2
23
35-45
pO2
195
80-100
HCO3
20
21-28
Total CO2
21
23-27
Saturasi O2
99
95-100
Kelebihan Basa
-0.3
-2.5-2.5
0.81
<1.1
Natrium
126
135-155 mmol/L
Kalium
2.8
3.6-5.5 mmol/L
Klorida
84
98-109 mmol/L
GINJAL
Kreatinin
Laboratorium
ELEKTROLIT
ELEKTROLIT SERUM
Laboratorium
ELEKTROLIT
ELEKTROLIT SERUM
Natrium
130
135-155 mmol/L
Kalium
2.2
3.6-5.5 mmol/L
Klorida
88
98-109 mmol/L
Natrium
133
135-155 mmol/L
Kalium
3.8
3.6-5.5 mmol/L
Klorida
100
98-109 mmol/L
Laboratorium
ELEKTROLIT
ELEKTROLIT SERUM
EKG
D. RINGKASAN
Pasien datang dengan keluhan muntah-muntah sejak 3 hari SMRS. Pasien
muntah setiap makan dan minum. Pasien juga merasa lemah, lemas di kedua
kaki, nyeri otot dan juga kram pada tangan. Nafsu makan menurun dan berat
badan turun 3 kg. Pasien mengaku frekuensi BAK meningkat. Saat ini pasien
masih mengeluh mual. Pasien mengaku pernah dirawat di RS Budhi Asih
dengan keluhan yang sama pada tahun 2012. Riwayat sakit maag (+).Pasien
tidak suka makan daging-dagingan, tetapi masih konsumsi buah dan sayur.
Pasien mengaku banyak minum air putih. Pasien konsumsi obat Omeprazole
untuk sakit maag. Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan. Pada
10
ditegakkan
berdasarkan
anamnesis
dan
pemeriksaan
Non medikamentosa
-
Monitoring :
Keadaan umum
Tanda-tanda vital
Tanda-tanda perdarahan
Mengedukasikan kepada pasien dan keluarganya mengenai
kondisi pasien
11
Medikamentosa
1.
2.
3.
4.
5.
2. Hiponatremi
Hiponatremi pada pasien ini ditegakkan berdasarkan hasil laboratorium.
Hiponatremi bias disebabkan karena kehilangan cairan pada pasien yang
disebabkan oleh vomitus.
Rencana terapi pada masalah ini, antara lain :
Non medikamentosa
-
Medikamentosa
1. NaCl 3%/24jam
G. PROGNOSIS
Ad vitam
: ad bonam
Ad functionam
: dubia ad bonam
Ad sanationam
: dubia ad malam
12
FOLLOW UP KOASS
2 April 2016
S
O
: 36,50C
Muka
Mata
: CA -/-, SI -/-
Leher
Thoraks
detik
1. Hipokalemia e.c suspect Sindroma Gitelman
1. Assering + Kcl 40 meq/12jam
2. Episan Syrup 4xCI
3. KSR 3x2
4. Rantin 2x1
5. Ondancetron 2.1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
13
HIPOKALEMIA
2.1 Definisi
Hipokalemia adalah suatu keadaan dimana konsentrasi kalium dalam darah
dibawah 3.5 mEq/L yang disebabkan oleh berkurangnya jumlah kalium total di tubuh
atau adanya gangguan perpindahan ion kalium ke sel-sel. Penyebab yang umum
adalah karena kehilangan kalium yang berlebihan dari ginjal atau jalur
gastrointestinal.1
2.2 Etiologi
Secara garis besar penyebab Hipokalemia adalah 1). Intake yang berkurang,
2).Pengeluaran yang banyak, 3).Perpindahan kalium ke sel akibat alkalosis.2
Selain itu, penyebab hypokalemia lainnya didapatkan pada keadaan:
Deplesi Kalium
Hipokalemia juga bisa merupakan manifestasi dari deplesi cadangan kalium
tubuh. Dalam keadaan normal, kalium total tubuh diperkirakan 50 mEq/kgBB dan
kalium plasma 3,5--5 mEq/L. Asupan K+ yang sangat kurang dalam diet
menghasilkan deplesi cadangan kalium tubuh. Walaupun ginjal memberi tanggapan
yang sesuai dengan mengurangi ekskresi K+, melalui mekanisme regulasi ini hanya
cukup untuk mencegah terjadinya deplesi kalium berat. Pada umumnya, jika asupan
kalium yang berkurang, derajat deplesi kalium bersifat moderat. Berkurangnya
asupan sampai <10 mEq/hari menghasilkan defisit kumulatif sebesar 250 s.d. 300
mEq (kira-kira 7-8% kalium total tubuh) dalam 710 hari.3 Setelah periode tersebut,
kehilangan lebih lanjut dari ginjal minimal. Orang dewasa muda bisa mengkonsumsi
sampai 85 mmol kalium per hari, sedangkan lansia yang tinggal sendirian atau lemah
mungkin tidak mendapat cukup kalium dalam diet mereka.1
14
Redistribusi ke Sel
Alkalosis metabolik banyak berhubungan dengan hipokalemia dimana kalium
mengalami redistribusi kembali ke dalam sel atau pengeluaran banyak kalium lewat
ginjal.4
Ekskresi kalium meningkat pada keadaan dieresis osmotic, sehingga pada pasien
ketoasidosis diabetic dapat terjadi kekurangan kalium.Zat terlarut yang dapat
menyebabkan poliuria ialah glukosa dan anion asam-asam keton.Asidosis dan
kekurangan insulin menyebabkan kalium berpindah ke ekstrasel sebagai pertukaran
ion H+ ke intrasel dalam rangka kompensasi asidosis.Maka yang terlihat adalah kalim
serum tetap berada dalam batas normal, meskipun kalium tubuh total menurun oleh
karena secara kalium akan tetap dieliminasi oleh ginjal secara kontinyu. Koreksi
ketoasidosis diabetikum juga dapat mengakibatkan hipokalemia karena induksi
insulin.Insulin menyebabkan peningkatan perangsangan pada pompa Na-K-ATP-ase.
Pada keadaan yang lain seperti hiperglikemia yang tak terkontrol, dapat menyebabkan
hipokalemia karena osmosis dieresis (yang selanjutnya menyebabkan poliuria
peningkatan laju aliran urin).4
Katekolamin yang menginduksi stress, atau penggunaan agonis B2 adrenergik akan
meningkatkan kemampuan ambilan sel terhadap kalium dan menstimulasi sekresi
insulin dari sel-sel beta pancreas. Paralisis periodic karena hipokalemia merupakan
suatu kondisi ditandai oleh kelemahan atau paralisis berulang yang episodik.5
15
16
Aldosteron adalah hormon yang mengatur kadar potasium. Penyakit tertentu dari
sistem endokrin, seperti aldosteronisme, atau sindrom Cushing, dapat menyebabkan
kehilangan kalium.1 Tingginya kadar hormone glukokortikoid dapat memengaruhi
efek mineralokortikoid (aldosteron) sehingga terjadi hipokalemia. Dengan demikian
hipokalemia dapat terjadi pada sindroma Cushing atau pada pemberian pengobatan
kortikosteroid eksogen.Beberapa antibiotic, seperti karbenisilin dapat menyebabkan
terjadinya hipokalemia dengan bekerja sebagai anion dan meningkatkan ekskresi
kalium.Deplesi magnesium juga dapat mengakibatkan deplesi kalium melalui urin
dan feses meskipun mekanismenya belum sepenuhnya diketahui. Hipomagnesemia
dan hipokalemia sering terjadi bersamaan pada peminum alkohol.5
Derajat Hipokalemia
Hipokalemia moderat didefinisikan sebagai kadar serum antara 2,5--3 mEq/L,
sedangkan hipokalemia berat didefinisikan sebagai kadar serum < 2,5 mEq/L.
Hipokalemia yang < 2 mEq/L biasanya sudah disertai kelainan jantung dan
mengancam jiwa.6
2.3 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis hipokalemia sangat bervariasi di tiap-tiap individu, dan
keparahannya tergantung dari derajat hipokalemia yang terjadi. Gejala biasanya
jarang terlihat jelas kecuali pada konsentrasi kalium <3 mmol/L. Fatigue, mialgia,
dan kelemahan otot pada ekstrimitas inferior merupakan keluhan yang lazim dan
disebabkan oleh potensial membrane istirahat yang dalam (hampir negative).
Parastesia dan menurunnya refleks tendon dalam adalah tanda-tanda lainnya.
Keparahan lebih lanjut dari hipokalemia dapat menyebabkan kelemahan progresif,
hipoventilasi oleh karena keterlibatan otot pernapasan, dan akhirnya terjadi paralisis
komplit. Fungsi otot polos juga akan terganggu dan dimanifestasikan sebagai ileus
paralitik dan distensi abdomen (kembung).2
2.4 Diagnosis Hipokalemia
17
18
Terapi oral dengan garam kalium sesuai jika ada waktu untuk koreksi
dan tidak ada gejala klinik.
19
c. Diet Kalium
Diet yang mengandung cukup kalium pada orang dewasa rata-rata 50100 mEq/hari (contoh makanan yang tinggi kalium termasuk kismis,
pisang, aprikot, jeruk, advokat, kacang-kacangan, dan kentang).
20
21
KOREKSI HIPOKALEMI
Hipokalemi adalah penurunan kadar Kalium (K+) serum < 3,5 mEq/L.Koreksi
dilakukan menurut kadar Kalium :
1. Kalium 2,5 3,5 mEq/L
Berikan 75 mEq/kgBB per oral per hari dibagi tiga dosis.
2. Kalium < 2,5 mEq/L
Ada 2 cara, berikan secara drip intravena dengan dosis :
a) [(3,5 kadar K+ terukur) x BB (kg) x 0,4] + 2 mEq/kgBB/24 jam, dalam 4
jam pertama.
[(3,5 kadar K+ terukur) x BB (kg) x 0,4] + (1/6 x 2 mEq/kgBB/24 jam),
dalam 20 jam berikutnya.
b) (3,5 kadar K+ terukur) + (1/4 x 2 mEq/kgBB/24 jam), dalam 6 jam.
Keterangan :
Kalium diberikan secara intravena, jika pasien tidak bisa makan atau hipokalemi
berat.
Pemberian kalium tidak boleh lebih dari 40 mEq per L (jalur perifer) atau 80 mEq per
L (jalur sentral) dengan kecepatan 0,2 0,3 mEq/kgBB/jam.
Jika keadaan mengancam jiwa dapat diberikan dengan kecepatan s/d 1
mEq/kgBB/jam (via infuse pump dan monitor EKG).
ATAU
Koreksi kalium secara intravena dapat diberikan sebanyak 10 mEq dalam 1 jam,
diulang s/d kadar K+ serum > 3,5 mEq/L.
Jika keadaan mengancam jiwa, kalium diberikan secara intravena dengan kecepatan
maksimal 20 mEq/jam.
Pemberian kalium sebaiknya diencerkan dengan NaCl 0,9% bukan dekstrosa.
Pemberian dekstrosa menyebabkan penurunan sementara K+ serum sebesar 0,2 1,4
mEq/L.
22
23
pasien dengan sindrom Gitelman. Baik tungkai asendens anse Henle maupun tubulus
distal sama- sama mengabsorpsi natrium klorida tanpa air, sehingga menurunkan
osmolalitas cairan tubular di bawah plasma; ekskresi cairan dilut ini memerlukan
ketiadaan ADH untuk mencegah reabsorpsi air di tubulus koligentes.
Defek tubular pada transpor natrium klorida dipikirkan memulai sekuens berikut ini,
yang hampir sama dengan yang dilihat pada asupan kronik diuretik ansa atau tipe
tiazid. Kehilangan garam awal menghasilkan kekurangan cairan, kemudian
mengaktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron. Kombinasi hiperaldosteronisme
dan peningkatan aliran distal (oleh karena defek reabsorptive) meningkatkan sekresi
kalium dan hidrogen pada lokasi sekretorik pada tubulus koligentes, kemudian
menyebabkan hipokalemia dan alkalosis metabolik.
24
Tabel
1.
Perbedaan
antara
sindrom
Gitelman
dan
Bartter
Oleh karena adanya kecenderungan kebocoran garam ginjal, pasien dengan sindrom
Bartter dan Gitelman mempunyai tekanan darah yang lebih rendah dibandingkan
dengan populasi umum. Penyebab lain dari tekanan darah rendah pada sindrom
Bartter adalah pelepasan prostaglandin vasodilator (prostaglandin E2 dan
prostasiklin). Tekanan darah yang lebih rendah juga dilihat pada bentuk heterozigot
kedua kelainan.
Sindrom Bartter
25
Sindrom Bartter klasik umumnya timbul pada usia dini, seringkali namun tidak
selalu, dikaitkan dengan retardasi pertumbuhan dan mental. Sebagai tambahan
hipokalemia dan alkalosis metabolik, kelainan seperti poliuria, polidipsia dan
penurunan kemampuan konsentrasi juga sering didapatkan. Ekskresi kalsium urin
juga sering meningkat dan konsentrasi magnesium plasma juga antara normal atau
menurun ringan pada sebagian besar pasien. Temuan-temuan urin ini sesuai dengan
defek prime reabsorpsi natrium klorida pada tungkai asendesn ansa Henle; segmen ini
memainkan peranan sentral untuk menciptakan gradien arusbalik yang diperlukan
untuk mengekskresikan urin terkonsentrasi dan juga kalsium serta magnesium yang
direabsorpsi
secara
pasif
pada
daerah
ini.
26
27
Pasien dengan sindrom Gitelman mempunyai mutasi dalam gen yang mengkode
kotransporter Na-Cl sensitif tiazid pada tubulus distal, yang seringkali menyebabkan
gangguan rute selular kotransporter (gambar 2). Gangguan pada transporter ini dapat
menyebabkan baik kebocoran magnesium dan juga seringkali penurunan ekskresi
kalsium, serupa dengan yang diinduksi oleh terapi tiazid dan berlawanan dengan
hiperkalsiuria
yang
dijumpai
pada
sindrom
Bartter
klasik.
28
29
penelitian oleh karena besarnya ukuran sebagian besar gen yang bertanggung jawab,
banyaknya mutasi yang dikenali dan ketiadaan penanda spesifik gen, heterogenesitas
intrafamilial serta harganya yang mahal.
Terapi
Kelainan tubular pada sindrom Bartter dan Gitelman tidak dapat diperbaiki, sebagai
akibatnya terapi harus seumur hidup dan bertujuan untuk meminimalkan peningkatan
prostaglandin aldosteron sekunder. Kombinasi antiinflamasi nonsteroid (NSAID) dan
diuretik hemat kalium (spironolakton atau amilorid, dengan dosis 300-400 mg per
hari untuk menyekat sempurna sekresi kalium distal) dapat meningkatkan konsentrasi
kalium
plasma
ke
arah
normal,
mengkoreksi
alkalosis
metabolik
dan
30
DAFTAR PUSTAKA
1. Daryadi. Hiperkalemia dan Hipokalemia. Available at:
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000479.htm.
Accessed on Mei 3rd 2016.
9. Kurtz, I. Molecular pathogenesis of Bartter's and Gitelman's
31
Hypertension 2009;53;893-897.
11.Knoers NV, Levtchenko E. Gitelman Syndrome. Orphanet Journal of
2000; 93:207215.
32