BENIH KEDELAI JABALSIM 1 Di Tanah Masam Transmigran

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 14

SENTRA KEDELAI DI LUAR JAWA DAN DAERAH TRANSMIGRASI SEBAGAI PENYEDIA

BENIH KEDELAI JABALSIM 1)


Oleh: Ali Zum Mashar 2)
A.

PENDAHULUAN

Kebutuhan kedelai nasional dari tahun ke tahun terus meningkat, tetapi peningkatan kebutuhannya
tidak diikuti dengan peningkatan produksi di dalam negeri secara significant. Pada jumlah penduduk
Indonesia yang mencapai 120 juta jiwa pada tahun 2005 kebutuhan konsumsi kedelai mencapai 3 juta
ton. Saat ini kebutuhan total kedelai di Indonesia mencapai 2.765.149 ton yang terdiri produksi dalam
negeri 748.272 ton dan impor 2.021.877 ton (BPS, 2002). Impor kedelai sebagian besar dalam bentuk
kedelai biji ose 1.1362419 ton dan bungkil kedelai 1,082.949 ton (BPS, 2001). Untuk mengimpor kedelai
tersebut negara harus mengeluarkan devisa sekitar 4,6 triliun rupiah setiap tahunnya.
Kebutuhan kedelai di Indonesia sebagian besar adalah untuk bahan baku konsumsi langsung
masyarakat seperti untuk tahu, tempe, susu kedelai, kecap dan lainnya. Kedelai memang dipandang
sebagai komoditas strategis mengingat manfaat dan nilai gunanya yang tinggi. Keragaman produk olahan
dari komoditas kedelai ini memiliki nilai tinggi untuk digunakan sebagai bahan pangan langsung sampai
produk olahan industri tinggi seperti produk-produk pangan berprotein tinggi, tinta, bahan pakaian, dan
bahan baku industri lainnya.
Melihat nilai strategis pangan kedelai di Indonesia tersebut pengembangan komoditas ini di
Indonesia justru terus mengalami kemunduran. Salah satu penyebab adalah semakin berkurangnya lahan
pertanian kedelai di pulau Jawa karena bergeser ke pemukiman dan industri, dan petani beralih bertanam
hortikultura yang padat modal dan bernilai tinggi. Disamping itu, ketidak stabilan harga kedelai saat
panen raya dimana petani sering mendapatkan harga yang rendah saat panen karena masih buruknya tata
niaga kedelai.
Pada saat ini harga kedelai di dalam negeri membaik yaitu Rp. 4000/kg dari harga sebelumnya Rp.
2400/kg. Hal ini karena berkurangnya suplai kedelai dunia akibat berkurangnya produksi kedelai Negara
produsen dan meningkatnya permintaan dunia akan kedelai. Kondisi ini diharapkan sebagai peluang
untuk mendongkrak produksi kedelai dalam negeri, petani kembali tertarik untuk mengembangkan
kedelai sebagai bagian usaha taninya.
Tulisan ini bertujuan untuk memberikan alternative untuk peningkatan produksi kedelai melalui
optimalisasi pemanfaatan teknologi dan pengembangan lahan pertanian kedelai di luar jawa.
Memberikan alternatif pengembangan sentra kedelai diluar jawa melalui pemanfaatan dan pemberdayaan
daerah transmigrasi.
B. INDUSTRI BENIH DAN PRODUKSI KEDELAI DI LUAR JAWA
Industri benih penting untuk memacu peningkatan produksi kedelai. Benih yang bermmutu baik
akan menjamin kepastian tumbuh dan mampu berproduksi sesuai deskripsinya. Industri benih tidak dapat
berkembang jika hanya mengandalkan pengemabangan lahan kedelai di pulau Jawa yang semakin
menurun luasan tanamnya. Pengembangan kedelai di luar Jawa memiliki peluang yang besar untuk
bangkitnya industri benih kedelai dan lahan pertanian di luar jawa yang lebih maju cara budidayanya
adalah daerah yang memiliki transmigran.
Seiring padatnya penduduk di pulau Jawa keberadaan lahan tanaman pangan khususnya kedelai
terus mengalami alih fungsi untuk kebutuhan pemukiman dan komoditi yang memiliki nilai ekonomi
yang lebih tinggi seperti hortikultura. Upaya ekstensifikasi melalui pengemabngan kedelai di luar pulau
Jawa seperti daerah transmigrasi dipandang sebagai solusi peningkatan produksi untuk mengimbangi
tingginya permintaan konsumsi yang terus membengkak. Upaya ekstensifikasi melalui pembukaan lahan
pertanian baru tidak memberikan dampak terhadap peningkatan produksi jika tidak diikuti penerapan
teknologi, pola bertani yang benar dan kebiasaan bertani tanaman pangan seperti kedelai karena cara

1)

Disampaikan pada Seminar/Stadium General Kuliah umum dalam rangka jaringan kerjasama
antara peneliti, mahasiswa, Kelompok Tani Se Bogor, Industri Benih, dan PS teknologi Benih
IPB, 24 Mei 2004 di Bogor.
2)
Peneliti Puslibang Trans. Badan Litbang Nakertrans-Jakarta
bertani mereka yang masih alakadarnya dan subsisten. Daerah baru transmigrasi memiliki peluang
sebagai daerah sentra produksi karena petani transmigrannya sebagai perintis yang membuka wacana
baru dan memperkenalkan cara-cara bertani intensif budidaya tanamanan pangan bagi petani daerah
setempat.
Sesuai dengan tujuan transmigrasi dalam paradigma barunya bahwa dalam rangka pembangunan
daerah untuk mandiri maka kederadaan kawasan transmigrasi didorong untuk dapat bersama
berpartisipasi aktif memberikan sumbangan bagi pembangunan daerah diantaranya bagi
penyediaan pangan daerah, dan secara nasional dapat memacu pertumbuhan pembangunan
pertanian di daerah tujuan. Bersama dengan program pemerintah khususnya upaya untuk
meningkatkan produksi dan produktivitas secara nyata, membuka areal baru pertanian yang
dapat digunakan untuk komoditas pangan seperti kedelai dipandang penting.
Keberhasilan Negara berkembang menjadi Negara produsen kedelai dunia seperti Brasil dan India
adalah karena 60 % luas areal kedelainya adalah dari ekstensifikasi dengan membuka lahan barunya. Jika
hal ini tidak dapat dilakukan di Indonesia mustahil kebutuhan kedelaai dapat dipenuhi dari produksi di
dalam negeri.
Perluasan areal lahan petanian baru untuk tanaman pangan seperti kedelai dapat ditempuh melalui
upaya-upaya antara lain: (1) Memanfaatkan lahan lebak dan pasang surut, dan lahan kering di luar Jawa
(2) Mengoptimalkan lahan tidur dan lahan tidak produktif di pulau Jawa. Kedua pilihan di atas mutlak
harus di barengi dengan menerapkan teknologi produktivitas mengingat sebagian besar lahan baru untuk
kedelai tersebut tidak subur dan memiliki hambatan-hambatan fisik, kimia dan Biologi.
Potensi Luas lahan pasang surut dan Lebak di Indonesia diperkirakan mencapai 20,19 juta
hektar dan sekitar 9,5 juta hektar berpotensi untuk pertanian serta 4,2 juta hektar telah di reklamasi
untuk pertanian (Ananto, E.,2002). Memanfaatkan lahan lebak dan Pasang Surut dipandang sebagai
peluang terobosan untuk memacu produksi meskipun disadari bahwa produktivitas di lahan tersebut
masih rendah. Disamping untuk tanaman padi sebagai prioritas, lahan ini dapat digunakan untuk
tanaman Jagung dan Kedelai. Dilahan lebak/pasang surut dengan penerapan teknologi konvensional hasil
kedelai masih rendah yaitu antara 0,8 ton/ha sampai 1,5 ton/ha. Kendala utama pengembang di lahan ini
adalah keragaman sifat fisiko-kimia seperti pH yang rendah, kesuburan rendah dan keracunan tanah dan
kendala Bio fisik seperti pertumbuhan gulma yang pesat, OPT dan cekaman Air.
Sedangkan lahan kering di Indonesia ada sebesar 11 juta hektar yang sebagian besar berupa
lahan tidur dan lahan marginal sehingga tidak produktif untuk tanaman pangan. Di Pulau Jawa yang
padat penduduk, rata-rata pemilikan lahan usaha tani berkisar hanya 0,2 ha/KK sehingga seiring
berjalannya reformasi banyak lahan kering areal hutan yang kayunya telah habis dijarah dan tinggal lahan
tidur yang terlantar, kembali ditanami petani dengan tanaman jagung dan kedelai bahkan padi gogo dan
singkong. Ada 300.000 ha lahan kering terbengkelai di Pulau Jawa dari kawasan hutan yang menjadi
tanah kosong terlantar. Masyarakat sekitar hutan dengan desakan ekonomi dan tuntutan lapangan kerja
tidak ada pilihan lain untuk memanfaatkan lahan-lahan kritis dan lahan kering tersebut untuk usaha tani
pangan. Sedangkan lahan kering di luar pulau jawa masih sangat luas dan belum di kelola secara optimal
untuk mendukung pertanian tanaman pangan khususnya kedelai.
Budidaya konvensional di lahan
tersebut pada umumnya memiliki produktivitas rendah yaitu 0,6 1,1 ton/ha kedelai ose, tetapi
pemanfaatannya berdampak positif bagi peningkatan produksi secara kuantitatif.
Daerah bukaan baru transmigrasi pada umumnya memiliki kondisi yang tidak jauh berbeda dengan
kondisi tersebut. Namun seiring dengan waktu intensifikasi dan teknik budidaya menjadi semakin maju,
apalagi pada masa keterbukaan informasi dan teknologi saat ini. Seperti ditemukannya teknologi baru
misalnya Bio P 2000 Z dengan memanfaatkan mikroba penyubur dan pengendali kesuburan tanah di
lahan maeginal dan lahan baru tersebut produktivitas tanaman pangan seperti kedelai mampu

ditingkatkan lebih tinggi dibanding produktivitas di lahan subur yang dibudidayakan secara konvensional.
Ternyata dengan sistem demikian masalah tersumbatnya produksi komoditi pertanian dapat dipecahkan.
Efek mikroba memiliki manfaat yang besar dalam mengendalikan lingkungan mikro tumbuh
kembang tanaman yang secara sinergi memberikan manfaat: (1) diredamnya faktor penghambat tumbuh
kembang tanaman yang dijumpai dalam tanah termasuk menetralkan kemasaman lahan, (2) adanya
produksi senyawa bio-aktif seperti enzim, hormon, senyawa organik, dan energi kinetik yang memacu
metabolisme tumbuh kembang akar dan bagian atas tanaman (3) pasok dan penyerapan hara oleh akar
makin efesien, lancar, dan berimbang, (4) ketahanan internal terhadap hama dan penyakit meningkat.
Budidaya dengan menerapkan teknologi ini secara baik di lahan jenis tersebut mampu menghasilkan
produktivitas yang tinggi sehingga usaha tani pangan di lahan tersebut akan dapat bersaing.
Menjadikan bukaan baru seperti lahan lebak dan pasang surut untuk usaha pertanian harus didukung
dengan teknologi dan infrastruktur yang memadai sehingga luasan lahan ini memiliki prospek ekonomis
dan menjadi pendukung untuk peningkatan produksi kedelai dalam mencapai kemandirian pangan
Indonesia.
Prospek pengembangan kedelai di luar Jawa khususnya di lahan transmigrasi diinformasikan bahwa
Kedelai Teknologi Bio P 2000 Z yang diuji cobakan di daerah transmigrasi seperti di Balai pelatihan
transmigrasi di Palangkaraya Kalimantan Tengah dapat memiliki produktivitas rata-rata 3,4 ton/ha, hal yang
dianggap mustahil sebelumnya pada tanah yang didominasi pasir kuarsa. Uji coba lanjut yang dilakukan
bersama petani di kebun percobaan dihasilhkan rata-rata dari petak perlakuan sebesar 2,5 - 6,5 ton/ha (telah
di ekspose Sinar Tani edisi 17 Maret 1999). Pembuktian teknis oleh penemunya di lahan masam gambut,
sulfat masam dan berpirit di PLG Kapuas telah teruji sejak tahun 1998-2000, mampu melipatgandakan
produksi lebih dari 250% dari rata-rata setempat. Bahkan di lahan kritis yang memiliki tipe tanah marginal
pasir kuarsa (di Palangka Raya dan UPT Sei Gohong), teknologi ini mampu memberikan hasil produksi
dengan kisaran hasil mencapai 3,8 ton/ha jauh lebih tinggi dari hasil cara konvensional (umum petani)
hanya mampu 0,4 - 0,6 ton/ha. Pada tipe lahan sejenis, peningkatan produksi juga tercapai oleh petani di
Gagutur, Barito Selatan (Kalteng).
Hasil produksi Riil dari penanaman bulan Juni 2000 di lahan Gambut PLG Kapuas Kalteng dan lahan
pasang surut bergambut Masuji-Lampung telah dipanen oleh Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
dengan produksi rata-rata 2,5 ton/ha hingga mencapai 5,1 ton/ha dari penanaman 300 ha yang tersebar di
dua kawasan transmigrasi di atas; dan di Air Kubang Padang, Musi Banyuasin Palembang pada lahan
pasang-surut mampu menghasilkan 4,2 ton/ha sementara bila dibandingkan rata-rata umum produksi
konvensional di PLG hanya 0,6 - 0,8 ton/ha. Di Majalengka (2001) 3,2 3,8 ton/ha; potensi di hamparan
perak Sumut 3,5 5 ton/ha dari rata-rata umum setempat 0,8 1 ton/ha serta panen di Tanjung MorawaDeli Serdang (Sumut, 21 juni 2001) berhasil di ubin oleh wakil gubernur mencapai panen dengan hasil 2,58
4,16 ton/ha pada varietas kedelai lokal kipas putih. Untuk kedelai edamame basah, potensi yang
dihasilkan 8 -11 ton/ha dibanding rata-rata umum petani 4 - 5 ton/ha basah (hasil penerapan di parungbogor).
Di Jambi (Agustus 2002) di Tanjung Jabung Timur, telah di
BAGAIMANA CARA BUDIDAYA KEDELAI
Panen Gubernur Jambi hasil rata-rata mencapai 3,5 ton/ha (2,6
DENGAN TEKNOLOGI BIO PERFORASI (BIO P
ton/ha 4,6 ton/ha) dari kedelai uji coba 100 Ha bahkan teknologi
ini telah diterapkan oleh petani diuntuk ternak, ikan dan tanaman lainnya. Ujicoba maupun uji komersial
lain juga telah dilakukan di daerah-daerah sentra kedelai eks. Transmigrasi seperti di Lombok NTB,
Andonara NTT, Gorontalo, Makassar (Sulsel), Maluku Tengah, Nabire dan Merauke (Papua) yang
semuanya menunjukkan pelipat gandaan hasil yang significan.
Melihat kenyataan di atas maka solusi terbaik adalah:
(1) pemerintah memberikan dorongan pengembangan kedelai di luar Jawa dan melakukan
ekstensifikasi secara serius yang dibarengi dengan penerapan teknologinya

(2) memberikan bimbingan teknologi budidaya khususnya untuk menerapkan teknologi secara tepat
guna dengan menyertakan teknologi Bio/hayati guna meningkatkan kesuburan lahan dan menjamin usaha
tani yang berkelanjutan dan ramah lingkungan dan
(3) Melibatkan steak holder dan swasta yang memiliki komitmen menunjang dalam sistem
Agribisnis tanaman pangan sehingga akan menjamin kepastian pasar, Sarana Input teknologi
produktivitas dan nilai tambah dari usaha tani terpadunya.
Kontribusi daerah transmigrasi dapat diharapkan sebagai salah satu faktor pemacu pembangunan
pertanian pangan daerah untuk menuju kemandirian pangan. Sebagai contoh: jika 150.000 ha dari lahan
transmigran digunakan untuk budidaya kedelai dan jika dengan tambahan teknologi produktivitas
bio/organik dapat menghasilkan rata-rata 2,2 ton/ha yang dilakukan dengan 2 kali MT., maka akan terjadi
penambahan produksi sebesar: 660.000 ton kedelai, berarti akan mensubstitusi lebih dari 40% impor
kedelai. Multiple effek dari usaha tani komoditas tanaman ini sangat berarti dalam upaya penyediaan
benih yang disediakan oleh industri benih sebesar 6.000 ton setiap kali tanam. Produksi benih kedelai di
daerah transmigrasi akan dapat meningkatkan kesejahteraan petani dan masyarakat sekitar, sedangkan
peningkatan produksi yang dicapai berarti bagi kepentingan nasional yang sangat relevan dengan upaya
ketahanan pangan dan penghematan devisa.
C. BUDIDAYA KEDELAI DENGAN OPTIMALISASI TEKNOLOGI HAYATI/ORGANIK

Meningkatkan produksi kedelai seperti melalui intensifikasi dengan penerapan teknologi hayati
tepat guna yang mampu meningkatkan produktivitas bertujuan untuk menjamin efisiensi dan
kesinambungan usaha tani kedelai sehingga mampu terjamin keuntungannya dengan harga jual yang
bersaing di pasaran bebas. Kunci keberhasilan usaha diatas adalah harus ada kekuatan teknologi tepat daya
yaitu yang tepat, teruji dan adaptif berikut SDM penyertanya (ada pendamping dan transformator) yang mampu
memberdayakan sumber daya tanaman dan lingkungan, petani dan prilaku budaya serta kelembagaannya;
Jenis/komoditas pilihan yang cocok adaptif dan marketable/diterima, jumlah bibit/benih yang mencukupi
untuk pengembangannya sekala luas; ada lahan yang tersedia memadai dan tenaga trampil dalam jumlah
cukup, familier dengan teknologi maju berikut peralatan mekanisasi yang mempercepat kinerja; dan pasar
yang menjamin. Empat faktor diatas akan berjalan dengan baik jika di dukung adanya sumber pembiayaan
(dana) yang memadai dan keseriusan pemerintah untuk mandiri pangan.
Sebagai gambaran umum penerapan intensifikasi teknologi budidaya kedelai harus dapat dipastikan
tujuh tepat yang utama.
Tujuh tepat yang harus dipenuhi tersebut untuk mencapai keberhasilan adalah:
1. Penyiapan lahan yang tepat, sesuai dengan jenis tanah dan musim tanam yang tepat.
2. Penentuan dan penggunaan bibit unggul yang sehat dengan kemurnian tinggi dengan daya tumbuh
lebih dari 80 %, pola tanam yang tepat (Monokultur).
3. Waktu tanam yang tepat dan serempak dengan rencana penjadwalan kegiatan yang mendasarkan
kepastian waktu/musim, ketersediaan air dan tenaga kerja/mekanisasi.
4. Aplikasi Bio P 2000 Z dengan paket penuh termasuk rhizobium yang dilakukan secara tepat dan
disiplin serta inovatif.
5. Kontrol pengamatan tumbuh-kembang standar tanaman, laporan kemajuan (progress) sebagai
indikator keberhasilan tanam-tumbuh untuk memastikan panen dan luasan intensif; serta menentukan
pendekatan kebutuhan unsur hara (pemupukan).
6. Drainase yang tegas pada musin penghujan dan pengairan pada musim kering melalui pengaturan
ukuran bedengan dan saluran irigasinya untuk memastikan kondisi tanah tidak kebanjiran/becek dan
lembab, kadar air sekitar 50% - 75 % (kapasitas lapang).
7. Pengendalian hama secara preventif dengan tetap mewaspadai adanya serangan hama dan penyakit
dengan prinsip dan penerapan Pest Integrated Management.

Tujuh tepat tersebut dapat di penuhi melalui langkah-langkah teknis yang mendukung dan
sebagai standar budidaya, yaitu:
1. Pemilihan Lokasi
Lokasi budidaya yang dipilih harus memperhatikan yang sesuai dengan syarat ekologis hidup
tanaman (terutama syarat agronomis), ketersediaan air, dapat dijangkau untuk masuknya saprotan dan
pengangkutan hasil panen, mudah diawasi dan tidak bermasalah. Sebelum menetapkan lokasi
perkebunan kedelai maka perlu dikaji lebih mendalam karakter sosio-cultural masyarakat, ketepatan
musim dan kelayakan lokasi dengan melalui survey agar budidaya tepat teknologi dapat berjalan dengan
baik dan berkelanjutan
Syarat agro-ekologis untuk budidaya kedelai:
Ketinggian tempat yang sesuai untuk kedelai adalah: 0 meter 800 meter dpl. Ketinggian tempat
akan berpengaruh terhadap pertumbuhan, fisiologis dan umur tanaman, korelasinya dominan akibat: suhu
udara/lingkungan, lama penyinaran intensif, kelembaban udara, ketersediaan air tanah (lembab nisbi dan
untuk aplikasi teknologi), porositas tanah, kecepatan angin, populasi hama yang menghambat kecepatan
pertumbuhan tanaman dan umur/masa panen. Kondisi ideal untuk kedelai tumbuh normal di daerah
tropis dengan teknologi ini adalah suhu: 26 34 oC (optimal 28-32 oC), lama penyinaran 8 - 12 jam,
kelembaban nisbi 80% - 95%, kadar air tanah 75% (diatur dengan drainase dan irigasi), angin bertiup
sepoi-poi/tidak kencang, tanah cukup bahan organik. Pada agroklimat dan kondisi yang menyimpang
seperti penanaman kedelai di luar ketinggian tersebut maka perlu pemilihan varietas yang cocok dan
perlu perlakuan spesifik teknologi.
2. Penggunaan Benih dan Pemilihan Benih Bermutu
Pemilihan benih merupakan faktor penting dalam mencapai keberhasilan budidaya. Benih yang
bermutu tinggi/baik: adalah dari varietas unggul, adaptif/sesuai dengan lingkungan setempat, berdaya
tumbuh lebih dari 80 % dan seragam, asal-usul benih jelas (bersertifikat/jelas kualitas dan kemurnian).
Benih ini berasal dari proses produksi yang memenuhi kriteria 6 (enam) tepat yaitu: (tepat varietas, mutu,
waktu, lokasi jumlah dan harga). Pemilihan benih yang baik secara fisis dapat diketahui melalui ciri-ciri
sebagai berikut: bentuk dan fisik normal (tidak luka/terserang pengisap polong dan tidak hijau serta
ukuran relatif seragam); benih berwarna cerah (bening) mengkilap, calon radix (akar) tampak menonjol
bening dan tidak luka, hillum tampak tajam kuat dan bersih (tidak terinfeksi jamur bila dilihat dg kaca
pembesar), aroma benih tidak berbau tengik atau apeg (jawa), tidak berdebu bila dituang dari kantong,
bila di gigit langsung pecah (Kadar air = 9,5 11 %) dan bila diberi air dingin kulit cepat mengembang
diikuti dagingnya. Benih yang baik akan tumbuh 4 6 hari setelah ditanam. Benih yang unggul berasal
dari lokal setempat akan memudahkan adaptasi pemanfaatan teknologi Bio P 2000 Z.
Kebutuhan benih tiap satu hektar dapat dihitung sesuai dengan jarak tanam/populasi, berat biji, dan
jumlah tanaman per lubang. Sebagai contoh Benih kedelai varietas Slamet berat biji per 100 biji adalah
12,5 gr, dengan 2 sampai 3 biji (rata-rata 2 biji) per lubang dan jarak tanam 30 x 40 cm maka ada 83.333
populasi/ha.
Perhitungannya adalah:
1 Kg = 1000 gr./0,125 gr. = 8.000 biji ~ (1biji = 0,125 gr)
JT (30 x 40 cm) = 0,12 meter persegi; Rata2 per lobang = 2 - 2,3 biji; DT= 80%
1 Ha = 10.000 meter persegi; maka
Populasi tan./Ha = (Luas lhn /JT) = (10.000/0,12) = 83.333 populasi per-hektar.
Kebutuhan Benih/Ha
= 83.333 Pop x2 biji x 0,125 gr= 20.833 gr ~ 21 Kg benih (mutlak)
(Jika DT = 80%)
= 21 x 80% = 16,6 Kg (benih yang hidup)
Kekurangan benih
= 20,8 16,6 = 4,23 ~ 4,4 Kg (hrs hidup);
dan jika DT benih = 80% = 4,4 kg./0,8 = 5,5 kg. (untuk penyulaman)

Jadi kbth benih riil/Ha


= 21 kg + 5,5 kg = 26,5 Kg benih/Ha.
Dengan menerapkan teknologi budidaya kaidah Bio P 2000 Z maka pemakaian benih dapat
dihemat 30% sampai 50%. Standar penghitungan benih ini bisa digunakan untuk memprediksi luas
tanam intensif petani dengan cara berapa jumlah benih yang ditanam (sebelum sulam) dan berapa benih
yang diisikan per lubang tanam.
Benih yang berkualitas diperoleh dari sumber benih induk, pusat-pusat pembenihan (seed Centre)
dan perusahaan benih yang memiliki lahan dan budidaya yang jelas. Penyediaan benih unggul bermutu
Nasional baru dapat disediakan sekitar 10 % dari 50.000 ton kebutuhan benih kedelai per tahunnya.
Untuk itu Seed Centre sebaiknya disiapkan dari dalam lokasi pertanaman kedelai dan di daerah
pengembangan seluas 2 - 3 persen dari luas pertanaman sasaran. PT. Alam Lestari maju Indonesia telah
melakukan riset menciptakan dan pengujian ragam jenis benih yang familier/cocok dikembangkan
dengan teknologi dalam mendukung penyediaan benih unggul bermutu. Beberapa sumber benih unggul
lokal dan tipe simpang diperbaiki yang memiliki keunggulan produksi lebih dari 3 ton/ha dan berukuran
besar lebih dari 18 gram per 100 biji kedelai telah dan terus dikembangkan untuk mendukung program
kedelai Nasional seperti kedelai Baru Genjah jumbo Emas; kedelai Super Jumbo R-3, dll.
3.

Pengolahan Tanah
Pengolahan tanah untuk membuat tanah menjadi gembur, bersih dari gulma dan menciptakan
kesuburan fisik tanah sehingga sesuai untuk pertumbuhan tanaman dan penyebaran akar tanaman yang
lebih dalam. Pengolahan tanah perlu memperhatikan prinsip konservasi lahan, agar kesuburan tanah
dapat terjaga dan berkesinambungan dalam menunjang usahatani. Penggunaan peralatan mekanisasi
untuk pengolahan lahan dapat difungsikan sekaligus dengan pencetakan bedengan pada lahan berbentuk
hamparan homogen akan sangat efisien dan memudahkan tahap pekerjaan lanjut.
Parit cacing atau sistim guludan atau sistem surjan diperlukan pada tanah dan lahan yang
bermasalah dalam pengaturan tata air tanahnya seperti tanah pasir dan rawa/lahan basah dan sawah untuk
drainase. Pada penanaman di musim penghujan saluran drainase mutlak ada dan sempurna untuk
pengeringan bedengan, sedangkan parit cacing/drainase pada musim kering cukup bentuk cekungan jalan
air sedalam 7 cm - 15 cm Pada tanah pasir/gambut yang sering bermasalah dengan air tergenang dan
pemadatan, maka perlu dibuat bedengan-bedengan dengan lebar 1,5 3 meter (5 8 baris tanaman).
Pada dasarnya cara dan teknis pengolahan tanah disesuaikan dengan jenis dan sifat tanah serta
komoditas tanaman pangan yang akan diusahakan. Pemberian pupuk dasar, kompos dan pupuk
kandang pada tanah pasir dapat dilakukan bersama dengan pengolahan tanah akan menghemat
penggunaan tenaga kerja. Pemberian kompos dengan dosis 3 6 ton per hektar dapat meningkatkan hasil
secara nyata namun pada teknik Bio-perforasi disederhanakan melalui teknologi Kompos Hamparan yang
lebih efisien. Selain pengolahan tanah yang sempurna, teknik penyiapan lahan minimum tillage menjadi
salah satu alternatif yang dapat ditunjang pemanfaatan teknologi Bio-Porasi yang berasaskan pertanian
yang berwawasan lingkungan
4. Penanaman
Waktu tanam dipilih pagi hari (dan sebaiknya sore hari) pada kondisi tanah lembab (basah) dan
dilakukan secara serentak. Sebelum benih ditanam wajib diuji kembali daya tumbuhnya sebagai
kepastian pertumbuhan. Penggunaan mesin tanam modern sangat berguna sebagai upaya tanam serentak,
namun perlu diperhatikan efisiensinya dengan menyesuaikan kontur lahan. Pada penanaman dengan
menggunakan mesin tanam dapat sekaligus dilakukan aplikasi pupuk dasar. Penanaman dengan
menggunakan mesin agar memperhatikan kondisi tanah. Pada saat penanaman harus dipastikan betul
kelem-baban tanah 50%-75%, jika penanaman dilakukan pada musim kering maka penanaman dilakukan
sehari setelah lahan di leb/dibasahi secara merata supaya tanah lembab.
Jarak tanam disesuaikan dengan varietas dan umur tanaman dan memperhatikan sifat ketinggian
dan percabangan tanaman dan penggunaan mekanisasi budidaya. Varietas yang berumur 85 100 hari
jarak tanamnya 40 x 20 (kurang cabang) dan 40 x 30 (banyak cabang), sedangkan kedelai var. genjah

(umur 65 75 hari) jarak tanam 30 x 25 (tan. pendek 40 cm) dan 30 x 30 (tan. agak tinggi 60 - 85 cm)
dan kedalaman lubang tanam disesuaikan dengan kesuburan dan jenis tanah serta jenis tanaman yang
diusahakan. Pada penanaman musim kering jarak tanam dapat diperapat menjadi 75% -85% dari jarak
normalnya.
Kedalaman lobang tanam yang ideal adalah 3 cm dan tiap lubang 2 - 3 biji (rata-rata tumbuh 2
tanaman) dengan penutup kompos yang dicampur pupuk untuk memacu pertumbuhan awal. Tetapi
sebelum ditanam benih kedelai perlu diperlakukan seed treatment.
a.

Adapun cara seed treatment untuk benih ada dua perlakuan yang utama sbb:
Seed Treatment Rhizobium (baru ditanam kedelai), caranya adalah :
Pemakaian inokulum Rhizobium hanya dipakai jika tanah belum pernah ditanamai kedelai
untuk penyediaan bakteri bintil akar dan pada tanah yang ber pH 5,5 7,5. Tetapi jika telah
memaanfaatan aplikasi pupuk hayati mix culture seperti Bio P 2000 Z, maka inokulum Rhizobium
bisa tidak digunakan lagi. Apabila melakukan seed treatmen sebagai berikut:
- Siapkan inokulan rhizobium (misal: Rhizogen, dll) 1 sache (30 gr); Benih kedelai 5 8 kg;
gelas aqua bekas (200 ml) dan tempayan bambu; serta pengaduk kayu dicuci bersih.
- Isi gelas aqua dengan air (100 ml) dan aduk/larutkan 1 sache pada benih di tempayan sambil
di aduk-aduk dengan kayu (jangan pakai tangan) sampai rata dan kulit mulai mengembang
(ingat! Jangan sampai kulit pecah atau robek), maka sebaiknya pencampuran dengan cara
menggoyang/ ditampi dalam tempayam.
- Waktu pencampuran 3 5 menit dan setelah tercampur rata, kering anginkan 15 30 menit
(kering angin di tempat teduh tanpa sinar langsung); paling lama campuran sebelum ditanam
dibiarkan selama 6-8 jam.
- Dilarang merendam benih sebelum ditanam, kerena mempercepat kerusakan saat ditanam.

b.

Seed Treatment dengan Pestisida, Caranya adalah :


Saat akan ditanam benih hasil dari seed treament 1 dapat dicampur dengan pestisida (Marsall
atau Regent atau Furadan). Prosesnya sama dengan di atas, Larutkan pestisida Mashall atau Regent 10
ml dalam 50 - 100 ml air yang disiapkan, kemudian campurkan rata pada 5 8 Kg benih hasil seed
treatment I. Saat Pencampuran II ini jangan sampai benih rusak atau luka (jangan menggunakan tangan
untuk mencampurnya). Segera setelah seed treatment II ini benih harus segera ditanam dan habis
tertanam, tidak boleh menginap.
Benih yang kedaluwarsa (setelah dicek daya tumbuhnya jelek < 80%) sebaiknya jangan
digunakan sebab pertumbuhannya tidak serentak dan sulit dipacu (lambat pertumbuhan) dan tidak tahan
jamur tanah (kecambah membusuk). Biasanya tumbuh setelah 6-7 hari dan banyak dijumpai
perkecambahan yang abnormal. Benih dari hasil panen 3 hari 1 bulan setelah panen memiliki
pertumbuhan terbaik dan mudah dipacu pertumbuhan normalnya.
5.

Pemupukan Mineral
Pemupukan kedelai yang ideal dilakukan tiga kali: pertama saat 12 15 HST untuk menjaga
pertumbuhan awal vegetatif yang normal. Jumlah dan dosis pemupukan berimbangnya adalah 30 % dari
total kebutuhannya (N,P,K). Kedua, saat akan tanaman berbunga atau setelah pendangiran/penyiangan
pada rentang umur 21 34 HST sesuai jenis kedelai (mulai/akan berbunga) dengan dosis 50 %
berimbang dari total kebutuhan pupuk. Ketiga, adalah pada umur 40 45 HST pemupukan penyempurna
yang diberikan merata atau pada tanaman yang kurang pertumbuhannya dengan dosis sisa yaitu 20 %
berimbang dari kebutuhan total pupuk. Bersamaan atau sesaat setelah pemupukan, tanah dan tanaman
disemprot dengan Bio P2000 Z agar pupuk digunakan tanaman secara efektif.
Dosis total pemupukan disesuaikan dengan kebutuhan jenis varietas tanaman dan ketersediaan
hara dalam tanah berdasarkan rekomendasi setempat atau uji laborat tanah. Dosis umum untuk kedelai

adalah Urea/ZA 50 75 Kg, SP-36/TSP 50 - 100 Kg dan KCl 2575 Kg pemberian pupuk tunggal
tersebut dapat digantikan menggunakan NPK organic Ferre Soil dengan dosis 200 kg/ha. Ferre soil juga
bermanfaat menggantikan Pupuk kompos/kandang dapat diberikan pada lahan yang kesuburannya
rendah, seperti tanah pasir serta tanah yang berdrainase jelek. Jika menggunakan pupuk kandang jumlah
pupuk kandang dapat diberikan minimal jika telah ditunjang dengan pemakaian Bio P 2000 Z.
Waktu pemupukan terbaik adalah saat tanah agak basah (lembab) setelah hujan dan waktu
sore hari lebih baik dibanding pagi hari. Setelah pemupukan tanah tidak banjir/kehujanan selama 2 hari.
Cara pemupukan pupuk diletakkan di sebelah kiri atau kanan batang dengan jarak 5 8 cm. Cara
aplikasi pupuk terbaik adalah diletakkan dalam lubang tugal dan di tutup tanah dibanding cara lain seperti
sebaran. Keterlambatan pemupukan dan pemupukan yang salah mengakibatkan tanaman mengalami
stress.
Pemupukan lain yang dapat digunakan lewat daun yaitu berupa POC (pupuk organik cair) seperti
PHOSMIT. Aplikasinya melalui daun yang sekaligus berfungsi sebagai nutrisi saat aplikasi bersama Bio
P 2000 Z. Pupuk ini dapat dipakai untuk penguat bunga dan buah yang diaplikasikan pada saat
pertumbuhan 13 21 HST dan 35 60 HST. Agar diwaspadai penggunaan pupuk cair an-organik (PPC)
dan ZPT/hormonal yang dikhawatir-kan kontra/menghambat reaksi kerja Bio P 2000 Z, maka penggunaan
PHOSMIT harus simultan.
6.

Penyulaman
Penyulaman dimaksudkan agar jumlah populasi tanaman ideal dapat dipertahankan sehingga
hasil optimalnya tercapai, mempercepat penutupan tanah sehingga dapat menekan gulma yang tumbuh
pada pertanaman yang terbuka. Penyulaman dari biji langsung dilakukan pada umur 5-7 HST yaitu
setelah tanaman tampak tumbuh semua supaya selisih waktu tanam tersebut tidak terjadi perbedaan
menyolok yang mengganggu panen serentak. Penyulaman dilakukan dengan menggunakan jenis
benih/bibit dari varietas yang sama.
Cara penyulaman yang terbaik dilakukan dengan cara transplanting (pindah tanam) dari
tanaman yang seumur dari tanaman yang dipersiapkan di pinggir bedengan untuk sulam. Saat
penyulaman adalah pada umur tanaman 8 12 Hst dan waktunya sore hari dengan mencabut tanaman
berikut tanahnya agar akar tidak terluka, kemudian setelah ditanam segera disiram air.
7. Penyiangan dan Pendangiran
Dilakukan untuk menekan populasi gulma sehingga tidak mengganggu tanaman. Disamping itu,
agar tanah menjadi gembur sehingga membantu pertumbuhan tanaman dan akar tanaman. Pelaksanaan
penyiangan I dilakukan pada saat periode kritis tanaman biasanya dilakukan pada umur 2 - 3 minggu
setelah tanam dan sebelum berbunga atau 5 - 9 minggu HST. Stelah penyiangan I, II segera pemupukan
I, II dilakukan. Keterlambatan penyiangan akan mengganggu pertumbuhan tanaman dan kegiatan tahap
selanjutnya.
Penyiangan yang dilakukan bersamaan waktu pemupukan penting untuk membantu perataan dan
penutupan pupuk sehingga lebih efisien. Penyiangan yang dilakukan sekaligus dengan pembubunan
baik untuk merangsang akar lateral yang lebih banyak dan tanaman lebih kuat/tegar. Segera
setelah/bersamaan penyiangan dilakukan penyemprotan Bio P 2000 Z, penambahan nutrisi pupuk
daun untuk mempercepat Bio Fabrikasi serta membantu penyerapan hara yang efektif.
8. Pengairan/Pengaturan Air Irigasi
Pengaturan air di areal pertanaman sangat penting untuk menjaga ketersediaan air yang cukup
agar tumbuh-kembang tanaman optimal dan mikroba unggul Bio P 2000 Z bekerja dan berkembang
dengan normal, maka pengaturan drainase lahan (saluran drainase) diperlukan. Waktu kritis tanaman, air
harus tersedia dan diperlukan pada saat: pertumbuhan awal, fase vegetatif cepat dan saat pembungaan
serta pengisian polong sebagai periode kritis tanaman (12, 35, 45 dan 55 HST). Keterlambatan
pengairan atau kekurangan air mengakibatkan tanaman strees. Kekurangan air pada masa

pertumbuhan mengakibatkan tanaman stagnasi/berhenti tumbuh (kecil/kerdil pendek), pada masa akan
atau sedang berbunga menjadikan bunga rontok (gagal berbuah), dan pada masa pengisian polong
mengakibatkan panen lebih cepat dan biji kecil-kecil (under size). Keterlambatan dan kesalahan irigasi
pada tanaman akan menurunkan produksi 18% hingga 60 %.
Faktor yang mempengaruhi dalam irigasi teknis adalah: tipe dan jenis tanah, slope/ kemiringan
lahan, iklim/cuaca setempat, hujan lokal yang terjadi, dan adanya sumber air lain. Ada beberapa teknik
irigasi dan keunggulanya yang umum diketahui aantara lain: Irigasi dengan sistem irigasi alur
(Furrow/Flood) memiliki efisiensi air dari 50 % - 90 % tergantung slope lahan, cara sprinkle memiliki
efisiensi 65% - 75%, cara mikro sprinkle ( 75%-85%) dan cara penetesan (drip) memiliki efisiensi
lebih dari 85 %. Pemilihan cara irigasi ini disesuaikan dengan pertimbangan biaya, tenaga kerja,
ketersediaan dan kualitas sumber air, tipologi tanah dan topografi, kondisi lingkungan, peralatan yang
tersedia dan rencana irigasi dengan aplikasi pupuk. Penerapan sistem irigasi luapan/leb yang umum di
Indonesia mempersyaratkan lahan harus dilengkapi parit mikro (parit cacing), parit tertier, parit utama dan
saluran pembuangan sebagai saluran dalam lahan, kemudian dilengkapi pompa yang memenuhi
kebutuhan air sampai parit-parit lahan bedengan.
Pada daerah yang mengandalkan irigasi alam, faktor iklim/cuaca khususnya curah hujan (dari
data meteorologi) sebagai faktor penentu irigasi (ketersediaan air tanaman) untuk dijadikan sumber acuan
utama dalam menyusun waktu dan pola tanam komoditas di tiap daerah sentra produksi. Data primer
empirik spesifik lokasi khususnya yang berkaitan dengan faktor air sangat penting sebagai acuan rencana
waktu/musimtanam.
Jumlah air Irigasi yang harus di masukkan dalam lahan dengan cara irigasi alur (Furrow) maupun
leb (genangan) dihitung sebagai berikut:
Air yang diberikan (Qtu=m3/hari) = Ketebalan air di lahan (A=mtr x T) x Luas Lahan (A= ha) x 10.000 :
interval pemberian (T = hari)
Debit pengaliran (Qs = lt/dt/ha)
= (Qtu/86.400) x (1/(1- kehilangan air di petakan dan di saluran
L= %)).
L (faktor kehilangan air) termasuk kehilangan air evapotranspirasi per tanaman (kedelai : 2,5
3 / 4 - 5 mm/hari dan jagung 2,8 3,4 mm/hr) sebagai kehilangan rutin. Sedangkan Penentuan L1
rembesan pada irigasi cara alur untuk membasahi bedengan adalah dengan mengambil sampel tanah 1
meter persegi dan dibasahi air (kapasitas lapang) sampai kedalaman kedap (30 40 cm) jenuh air dan
didiamkan selama 0,5 jam, diketahui jumlah air yang diserap dan diikat tanah diperlukan sebagai faktor
kehilangan/rembesan.
Prosentase kehilangan air di saluran (Lps)dapat dicari dengan formula:
Lps = ( debit awal Qa debit akhir Qb)/debit awal Qa x 100%.
Pembuatan drainase menyesuaikan kondisi lahan (struktur tanah, kontur, dll.) dan penerapan mekanisasi
dan teknologi yang digunakan. Design Irigasi dan drainase mikro menyesuaikan kondisi tanah dan
hamparan
9.

Pengendalian Hama dan Penyakit


Daerah yang baru dibuka pada awalnya/umum rawan terhadap ledakan hama/ penyakit tanaman
seperti tikus, belalang, dan ulat serta babi hutan dan kera. Hama utama di lahan baru adalah babi, tikus
dan kera; dan yang perlu diwaspadai pada kedelai adalah Penggerek polong, lalat bibit, penggulung daun
dan kepik. Belalang kembara umumnya menyerang setelah tanaman lain tidak ada seperti jagung, padi
dan rumput-rumputan. Sedangkan penyakit tanaman yang sering dijumpai adalah jamur karat (saat
kelembaban tinggi), meskipun jarang terjadi, namun perlu diwaspadai adanya serangan virus mosaik yang
disebarkan aphis. Serangan hama dapat menyebabkan kehilangan panen 30 % - 85%.
Fase kritis tanaman terhadap serangan hama yang utama adalah saat mulai tumbuh 6 15 Hst
terutama oleh lalat bibit, belalang, burung atau jamur; saat berbunga 30 45 Hst oleh ulat tentara, ulat
jengkal, grayak dan aphis (vector virus); saat pengisian polong 4555 Hst dan lanjut oleh ulat
penggerek polong (Etiella sp), grayak, tentara dan kepik polong. Serangan hama pada fase ini jika tidak

dikendalikan dapat menurunkan produksi secara fatal sehingga langkah preventif harus selalu diambil
sebagai pilihan yang tepat dan lebih baik. Meskipun tidak fatal, serangan ulat pada umur 19 30 hst
adalah ulat penggulung daun dan lalat penggerek pucuk perlu dikendalikan.
Pengendalian hama harus dilakukan secara dini, hati-hati dan mendapatkan perhatian yang serius.
Pengenalan gejala serangan sangat penting seperti mengenal musim populasi tertinggi hama misal bulan
AgustusSeptember, hujan disertai angin saat panas/siang hari atau musim kering tidak ada hujan sama
sekali untuk serangan hama pada umumnya; bulan Oktober, Nopember dan Maret untuk lalat bibit;
Langkah pengendalian secara preventif adalah pilihan yang paling tepat seperti sanitasi lahan,
pemusnahan tanaman inang hama dan vektor penyakit, dan pemasangan perangkap seperti sex
pheramon, perangkap tikus; seed and soil treatment, dan pengaturan kultur teknis penetrasi sinar untuk
mencegah berkembangnya hama (aphis) dan hama lain yang berkembang pada darah kelembaba tinggi
dan gelap/teduh.
Pengendalian dengan pestisida sebagai pilihan jika ambang ekonomi dan populasi mulai
mengganggu melalui hasil monitoring lapangan yang intensif, harus dilakukan secara tepat dan hati-hati.
Pengendalian secara kimia ini dilakukan dengan prinsip pengendalian hama/penyakit terpadu secara
integral dan terkoordinasi yang dilakukan dengan gerakan serentak pada wilayah/daerah serangan.
Penggunaan pestisida kimia harus memenuhi kriteria lima tepat: tepat sasaran hama, tepat waktu
dan fase kritis hama, tepat dosis, tepat aplikasi dan tepat harga. Untuk itu pengendalian dengan racun
kimia harus sesui jenis racun hama dan berganti-ganti agar tidak terjadi resistensi. Pemilihan pestisida
pada pengendalian kimiawi ini harus memperhatikan keseimbangan ekologi dan keamanan mahluk lain
serta kelestarian alam. Keberhasilan dalam penerapan pengendalian hama terpadu dari monitoring sistem
pengendalian hama dan ketrampilan/kepekaan petugas/petani dalam mewaspadai tanda-tanda alamiah dan
gejala yang ditimbulkan dari adanya serangan di lapangan. Sistem monitoring, identifikasi dan
pengendalian hama dan penyakit terlampir dalam lampiran 2.
10. Panen dan Pembijian.
Panen dilakukan jika tanaman telah menunjukkan siap panen (atau 90 % polong telah masak)
di lapang. Pada tanaman kedelai tinggi > 90 cm sebelum panen tanaman ditegakkan dan sekaligus
mengkoyak daun yang tua agar gugur ke bawah untuk mempercepat pengeringan. Alat panen dipilih
dengan menggunakan sabit bergerigi atau tajam agar tidak terjadi kehilangan yang berarti akibat rontok
terkoyak. Jika panen menggunakan mesin potong, tanaman harus tegak dan kering seragam. Waktu
panen dipilih saat cuaca terang, tidak hujan, baik pagi atau sore hari agar terjaga kualitasnya dan tidak
cepat rusak dalam penanganan pasca selanjutnya. Setelah pemotongan segera brangkasan di jemur kering
(brangkasan terbalik) dan dibijikan segera.
Pembijian dapat dilakukan dengan cara manual (dipukul) dengan syarat bahwa alas pembijian
tidak keras dan brangkas terjemut dengan kering. Penggunaan mesin perontok polong perlu
memperhatikan kekeringan polong dan pengaturan kecepatan putaran mesin. Jangan menimbun hasil
brangkasan terlalu lama atau lembab sebab biji dalam polong yang kering dapat berkecambah dan
menurunkan kualitas biji. Keterlambatan panen biji pecah di lahan dan jika terkena hujan biji busuk
atau penampilan rusak sehingga kualitas turun. Akibat panen yang salah dapat terjadi kehilangan hasil
sebesar 2 % sampai 10 %.
Untuk keperluan produksi benih, biji yang kering harus segera diseleksi/disortasi agar memenuhi
kriteria benih yaitu: normal tidak keriput, sehat/tidak cacat serta tidak membawa penyakit atau berasal
dari tanaman sehat. Biji yang telah bersih dan disortasi, kemudian dikeringkan sehingga mencapai kadar
air 10 % 11%. Sortasiadalah untuk memperoleh benih yang sehat dan berkualitas dengan ciri fisis:
sebagai berikut: bentuk dan fisik normal (tidak luka/terserang pengisap polong dan tidak hijau serta
ukuran relatif seragam); benih berwarna cerah (bening) mengkilap, calon radix (akar) tampak menonjol

bening dan tidak luka, hillum tampak tajam kuat dan bersih (tidak terinfeksi jamur bila dilihat dg kaca
pembesar), aroma benih tidak berbau tengik atau apeg (jawa), tidak berdebu bila dituang dari kantong,
bila di gigit langsung pecah (Kadar air = 9,5 11 %) dan bila diberi air dingin kulit cepat mengembang
diikuti dagingnya. Benih yang baik akan tumbuh 4 6 hari setelah ditanam.
Setelah benih disortasi segera di keringkan dengan suhu pengeringan tidak boleh melebihi 60 oC.
Jika dikeringkan dengan Sinar matahari, waktu pengeringan yang tepat adalah pada jam 08.00 11.00
dan/atau 14.00 16.00 dan sering dibalik yang dimaksudkan suhu saat penjemuran tidak terlalu tinggi
yang dapat mematikan titik tumbuh. Setelah dingin dari pengeringan segera dikemas dalam karung
berlapis inner plastik kedap udara agar tidak menyerap air kembali dari kelembaban udara di luar.
Benih/biji kedelai selanjutnya di beri label dan selalu di periksa daya tumbuhnya dan setiap bulannya 2
3 kali pengecekan. Benih harus disimpan dalam gudang yang kering dan beralaskan pallet dipisahkan
space untuk sirkulasi udara dengan tumpukan tidak lebih dari 5 karung dan suhu ruang penyimpanan
benih terkendali 18 oC serta gudang bebas dari hama gudang seperti kumbang biji, tikus, rayap dll.
D. PENYEDIAAN BENIH KEDELAI SISTIM JABAL
Menurut Deptan (1996), Definisi JABAL (jalinan Arus Benih Antar Lapang) adalah suatu sistim
pengadaan dan penyaluran benih yang berlangsung secara tradisional dan merupakan suatu proses
mengalirnya benih antar daerah antar musim atau jalinan dinamis berdasarkan asas saling keterkaitan
dan ketergantungan sehingga merupakan suatu sistim yang dapat memenuhi kebutuhan akan benih
unggul bermutu di suatu daerah. Sistim ini berjalan karena adanya perbedaan jadual tanam, ekologi
lahan, maupun adanya perbedaan usaha tani di lapangan. Sistim ini berjalan karena benih kedelai yang
cepat turun daya tumbuhnya pada perlakuan normal penyimpanannya pada petani. Kebiasaan di lapangan
bahwa petani kedelai ingin segera menjual hasil panennya saat panen dan pihak penanam menghendaki
benih yang baru untuk segera di tanam.
Dengan demikian mekanisme ini lebih banyak didominasi oleh para pengumpul atau jika ada
kesepakatan-kesepakatan tertentu akan terjalin transaksi benih antar kelompok tani antar daerah yang
telah saling kenal. Pada kondisi seperti ini maka umumnya benih yang digunakan oleh petani
transmigran bukan benih yang berlabel dan merupakan varietas unggul local/nasional. Sehubungan
dengan sifat-sifat benih kedelai yang cepat mengalami penurunan kualitas maka sistim distribusi benih
JABAL sangat membantu pengembangan kedelai di daerah transmigrasi. Di daerah transmigrasi sistim
ini penting karena jangkauan lokasi yang akan memakan biaya lebih mahal jika oengadaan benih kedelai
dari antar pulau atau daerah yang berjauhan.
Untuk menjamin mutu benih yang baik di tingkat lapangan melalui sistim JABAL maka
mekanisme pembinaan dan pengaturan stake holder terkait antara petani penangkar benih, kelompok
tani, pedagang/penyalur dan instansi pemerintah terkait seperti BPSB harus dapat menjalankan fungsi
dan perannya dengan baik. Dinas pertanian harus mengadakan pembinaan, pelatihan dan monitoring
petani penangkar dan kelompok taninya. BPSB bertugas membina dan mengawasi mutu benih yang
dihasilkan dari petani penangkar. Penyalur seperti Pedagang benih/BUMN harus mampu menguasai
hasil panen petani penangkar dan memproses menjadi benih serta menyalurkannya ke daerah lain sebagai
sumber JABAL selannjutnya. Petani penangkar mendapatkan, sumber modal bimbingan, pelatihan dan
teknologi budidaya serta kepastian pengambilan hasilnya. Jika semua menjalankan fungsi dan perannya
maka system ini akan mampu menjamin ketersediaan benih yang tepat waktu, mutu dan jumlah
kebutuhan di lapangan.
Menurut Deptan (1996), sistim JABAL digolongkan menjadi tiga macam, yaitu: (a) JABAL antar
tipe ekologi lahan, yaitu lahan sawah, lahan tegalan, lahan pasang surut dan lain-lain; (b) JABAL antar
usaha tani, yaitu penanaman kedelai dari musim ke musim dimana selalu terdapat kedelai dalam pola
tanamnya; (c) Jabal antar Desa, Kecamatan, kabupaten dan Propinsi. Pembagian JAABAL tersebut yang

mendasari adalah karena perbedaan waktu musim tanam di suatu daerah dimana musim panen di suatu
daerah merupakan musim tanam di daerah lain. Perbedaan agroklimat di suatu daerah, dan benih kedelai
baru hasil panenan lebih baik dibandingkan benih yang sudah lama untuik menghindari penyimpanan
yang lebih lama.
E. USAHA TANI BENIH KEDELAI
Produksi kedelai yang akan digunakan sebagai sumber benih penting dalam menjamin
tersedianya benih unggul bermutu dari varietas unggul di lapangan dengan prinsip tepat jumlah, mutu,
lokasi dan harga. Pada umumnya d ilapangan penyediaan benih kedelai petani dilakukan alakadarnya
saja, sehingga mempengaruhi produktivitas hasil akhir dan penyediaaannya yang tepat jumlah saat
dibutuhkan. Harga benih kedelai di daerah sentra saat dibutuhkan deperti di awal musim tanam (awal
musim hujan) mampu mencapai dua kali lipat dari harga benih kedelai tertinggi pada kondisi normal yaitu
mencapai Rp. 15.000,-/kg karena pasokan benih selalu kekurangan.
Pada harga benih kedelai Rp. 12.000,-/kg saja usaha tani ini memiliki keuntungan yang cukup
tinggi sehingga menarik untuk diusahakan dalam usaha bisnis.
Analisa usaha tani benih kedelai per hektar memiliki B/C rasio 2,24. Biaya produksi yang
dibutuhkan untuk menghasilkan produktivitas benih 2 ton/ha adalah 4.176.000, sedangkan biaya
administrasi pelabelaan, gudang dan menejemen adalah 1.192.500.
Tampak bahwa penyerapan tenaga kerja langsung usaha benih kedelai ini sangat tinggi, sebagai berikut:
ANALISA USAHA TANI JAGUNG HIBRIDA, KEDELAI, PADI dan KACANG TANAH
TEKNOLOGI MIKROBA GOOGLE (BIOPERFORASI)
PER HEKTAR, 2013

HARGA
No.

KEGIATAN

(1)

(2)

SEWA LAHAN (3 Bulan)


SARANA PRODUKSI
UTAMA

II

a. Benih (kg)

KACANG
TNH *)

PADI

(SAT./Pcs)
kg.(Rp)

Jlh.Sat.

(3)

(4)
-

JAGUNG

KEDELA

CARA (PAKET)
Jlh.
Sat.
(5)

Jlh. Sat.

(6)
-

(7)
1

Jlh.Sat.

(8)
-

(9)
1

(10)

0.5

18,000

30

210,000

125

1,250,000

20

700,000

30

300,000

120,000

480,000

360,000

600,000

600,000

- Urea (Kg)

2,000

200

400,000

100

200,000

300

600,000

100

200,000

- TSP (Kg)

4,500

100

450,000

100

450,000

125

562,500

75

337,500

- KCL (Kg)

8,000

75

600,000

75

600,000

75

600,000

75

600,000

45,000

180,000

135,000

225,000

225,000

8,000

200

100

800,000

250

100

800,000

9,000

12

45,000

27,000

b. Bio P 2000 Z
c.Pupuk

- Bio Suplement
PHOSMIT
- NPK Organik Ferre
Soil

1,600,000

2,000,000

d. Insektisida (jika
diperlukan)
-Furadan 3G
(Kg)/regent

108,000

45,000

-Dursban/Regent (Ltr)

110,000

110,000

110,000

110,000

110,000

-Matador/ Atabron (Ltr)

325,000

0.5

162,500

0.5

162,500

325,000

1.5

487,500

-Sex Pheromon

10,000

60,000

e. Herbisida (Round
Up/Gramaxon)

75,000

300,000

225,000

300,000

f . Fungisida
JUMLAH
III

4,300,500

TENAGA KERJA

HOK

a. Olah tanah (Traktor),


Bedeng

225,000

4,337,500
HOK

650,000

b. Penanaman

30,000

30

c. Pemupukan I dan II

30,000

d.
Pembubunan/penyiangan

3,972,000
HOK

975,000

650,000

650,000

900,000

180,000

10

300,000

15

450,000

10

300,000

20

600,000

20

600,000

20

600,000

30,000

30

900,000

20

600,000

20

600,000

20

600,000

e. Pengendalian HPT

30,000

120,000

90,000

120,000

90,000

f. Panen dan pengeringan

30,000

12,5 %

40

1,200,000

20

600,000

25

750,000

g. Penanganan Hasil
Panen

30,000

10

300,000

150,000

10

300,000

10

300,000

h. Aplikasi

30,000

90,000

60,000

90,000

180,000

97.5

3,855,000

88

100

3,620,000

89

Total Biaya Produksi


ADMINISTRASI
Pendampingan Teknnologi
a.
Pengawas/dampingan(org)

1,300,000

6,067,500
HOK

1.5

Jumlah

IV

3,400,000

7,310,000
11,610,500

7%

Hsl Pan.

8,192,500

3,260,000
9,327,500

7,592,000

1,904,000

1,540,000

1,638,000

1,365,000

1,904,000

1,540,000

1,638,000

1,365,000

b. Mandor
c. Penjaga Gudang
d. Administrasi
JUMLAH

IV

8,000
Kg

PENJ. HASIL PANEN

Zakat

2,5 %

27,200,000

5,500
Kg

680,000

(segar
)

KEUNTUNGAN

13,005,500

VI

B/C RATIO

2.01

22,000,000

12,267,500
2.26

9,000
Kg

23,400,00
0

12,434,50
0
2.13

3,000
Kg

19,500,000

10,543,000
2.18

Anda mungkin juga menyukai

pFad - Phonifier reborn

Pfad - The Proxy pFad of © 2024 Garber Painting. All rights reserved.

Note: This service is not intended for secure transactions such as banking, social media, email, or purchasing. Use at your own risk. We assume no liability whatsoever for broken pages.


Alternative Proxies:

Alternative Proxy

pFad Proxy

pFad v3 Proxy

pFad v4 Proxy