Smaak Proof
Smaak Proof
Smaak Proof
Pemuliaan Tanaman
SMAAK PROOF
Disusun Oleh :
Nama
: Yusnita Suni
NIM
: G111 15 346
Kelas
: D
Kelompok
: 1 (Satu)
Asisten
: 1. Baso Panguriseng
2. A. Tenri Ika Sari
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pemuliaan tanaman padi dipusatkan baik pada kuantitas maupun kualitasnya.
Penilaian kuantitas hasil ditunjukkan dengan adanya produksi yang semakin
meningkat. Penilaian kualitas tanaman padi didasarkan pada kualitas dari
hasil yang diberikan, apakah hasil tersebut mampu memenuhi kebutuhan
dengan baik, memuaskan atau tidak. Beberapa faktor yang menentukan
kualitas pada tanaman padi adalah faktor rendemen, bentuk butir,
kekerasan dan rasa (Hasyim dkk, 2010).
Faktor rasa sebagai penentu kualitas suatu tanaman, misal pada tanaman padi,
muncul karena adanya perbedaan kandungan atau kadar amylose yang terkandung
pada pati dalam butir-butir beras. Sehingga rasa yang didapatkan adalah berbeda
untuk tiap varietas tanaman. Dimana semakin tinggi kandungan atau kadar
amylose yang terkandung, maka akan semakin berkurang keenakan rasanya
karena semakin tinggi kadar amylose yang terkandung, maka struktur nasi yang
diperoleh akan semakin keras dan mempunyai struktur pisah-pisah.
Suatu varietas baru akan berarti dan mempunyai nilai bilamana mendapat
apresiasi yang baik dari petani. Untuk tanaman pangan seperti padi, rasa
merupakan faktor penentu kualitas hasil pertanian tanaman pangan yang sangat
berarti. Oleh karena itu arah pemuliaan tanaman padi perlu memperhatikan faktor
rasa. Faktor rasa merupakan faktor yang paling relatif. Namun kini penilaian
kualitas rasa dapat dilakukan dengan model rancangan serta metode analisis data
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Padi (Oryza sativa)
Tanaman padi merupakan tanaman budidaya yang sangat penting bagi umat
manusia karena lebih dari setengah penduduk dunia tergantung pada tanaman ini
sebagai sumber bahan pangan. Hampir seluruh penduduk Indonesia memenuhi
kebutuhan pangannya dari tanaman padi. Dengan demikian, tanmana padi
merupakan tanaman yang mempunyai nilai spritual, budaya, ekonomi, dan
politik yang penting bagi bangsa Indonesia karena memengaruhi hajat
hidup orang banyak (Zulman, 2015).
Tanaman padi cocok dibudidayakan di daerah tropis seperti di Indonesia.
Sejarah perkembangan asal-usul tanaman padi sebagai komoditi tanaman pangan
penting di dunia tidak diketahui dengan pasti karena sejarahnya yang teramat
panjang dan sudah amat tua. Sebagian pakar berpendapat bahwa tanaman padi
kemungkinan berasal dari Asia Tengah, tetapi ada juga yang mengemukaan bahwa
tanama padi berasal dari daerah Himalaya, Afrika Barat, Thailand, Myanmar, dan
Tiongkok. Catatan sejarah mengenai sejak kapan tanaman padi mulai
dibudidayakan di Pulau Jawa (Indonesia) juga tidak diketahui dengan pasti.
Bahkan dari hasil penelusuran pada relief-relief di Candi Borobudur, juga tidak
ditemukan adanya pahatan tanaman padi. Hal ini merupakan suatu hal yang sangat
mengherankan, sehingga menimbulkan pertanyaan apakah masyarakat waktu itu
belum mengenal tanaman padi (Zulman, 2015).
Adanya perbedaan tinggi dari suatu varietas disebabkan oleh suatu pengaruh
keadaan lingkungan. Bila syarat-syarat tumbuh baik, maka tinggi tanaman padi
sawah biasanya 80-120 cm. Pada tiap-tiap buku, duduk sehelai daun. Di dalam
ketiak daun terdapat kuncup yang tumbuh menjadi batang. Pada buku-buku yang
terletak paling bawah mata-mata ketiak yang terdapat antara ruas batang-batang
dan upih daun, tumbuh menjadi batang-batang sekunder yang serupa dengan
batang
primer.
Batang-batang
sekunder
ini
pada
gilirannya
nanti
terdapat pada pati dari butir-butir berasnya. Pati beras tersusun atas rangkaian
unit-unit gula (glukosa) yang terdiri dari fraksi rantai cabang amilopektin, dan
rantai lurus amilose (Yuliana, 2013).
Faktor rasa sebagai penentu kualitas suatu tanaman, misal pada tanaman
padi, muncul karena adanya perbedaan kandungan atau kadar amylose yang
terkandung pada pati dalam butir-butir beras. Sehingga rasa yang didapatkan
adalah berbeda untuk tiap varietas tanaman. Dimana semakin tinggi kandungan
atau kadar amylose yang terkandung, maka akan semakin berkurang
keenakan rasanya karena semakin tinggi kadar amylose yang terkandung,
maka struktur nasi yang diperoleh akan semakin keras dan mempunyai
struktur pisah-pisah (Yuliana, 2013).
2.3 Deskripsi Varietas yang Di Uji
Varietas padi yang berbeda-beda akan menentukan mutu beras yang berbeda
pula. Tanaman padi yang dibudidayakan di Indonesia dibagi dalam dua golongan,
yaitu varietas bulu dan varietas cere. Pada umumnya varietas bulu mempunyai
rasa nasi yang enak. Nasi dalam keadaan panas atau dingin memb erikan tekstur
yang lembut dan lunak serta butir-butir nasinya satu sama lain lengket. Pada
varietas cere yang terjadi justru sebaliknya, dimana nasi yang dihasilkan kurang
enak dan butirannya lepas-lepas (Sutanto dkk, 2013).
Mutu yang baik dan rasa nasi yang enak memegang peranan penting dalam
perdagangan dan perkembangan suatu varietas. Banyak varietas unggul yang
mempunyai potensi hasil tinggi, tahan terhadap penyakit namun tidak populer di
kalangan masyarakat petani karena mutu berasnya kurang baik dan rasanya tidak
sesuai dengan selera konsumen. Masing-masing varietas atau galur padi
mempunyai sifat dan mutu beras serta rasa nasi yang berbeda (Sutanto dkk, 2013).
2.3.1 Deskripsi Varietas Ciherang
Menurut Romdon dkk (2014), deskripsi padi varietas ciherang adalah
sebagai berikut :
Asal persilangan
: IR 18349-53-1-3-1-3/IRI1966113131///IR64////IR
64
Golongan
: Cere
Umur tanaman
: 116-125 hari
Bentuk tanaman
: tegak
Tinggi tanaman
: 107-115 cm
Anakan produktif
: 14-17 batang
Warna kaki
: hijau
Warna batang
: hijau
: putih
: putih
Warna daun
: hijau
Muka daun
Posisi daun
: tegak
Daun bendera
: tegak
Bentuk gabah
: panjang ramping
Warna gabah
: kuning bersih
Kerontokan
: sedang
Kerebahan
: sedang
Tekstur nasi
: pulen
: 27-28 g
Kadar amilosa
: 23%
Rataan hasil
Ketahanan terhadap penyakit : tahan terhadap bakteri hawar daun (HDB) strain
III dan IV
Keterangan
Dilepas tahun
: 2000
Asal persilangan
Golongan
: cere
Umur tanaman
: 121 hari
Bentuk tanaman
: tegak
Tinggi tanaman
: 101 cm
Anakan produktif
: banyak
Warna batang
: hijau
Posisi daun
: tegak
Daun bendera
Bentuk gabah
Warna gabah
: kuning bersih
Kerontokan
: sedang
Kerebahan
: tahan
Rasa nasi
: enak
: 23 g
Kadar amilosa
: 22%
Rataan hasil
: 4,8 t/ha
Ketahanan terhadap penyakit : tahan terhadap tungro dan bakteri hawar daun
(Xanthomonas oryzae)
Dilepas tahun
: 1988
: IR3240-108-2-2-3/IR9129209-2-2-2-1, introduksi
dari IRRI Philipina
Golongan
: cere (indica)
Umur tanaman
: 110-120 hari
Bentuk tanaman
: tegak
Tinggi tanaman
: 90-99 cm
Anakan produktif
Warna kaki
: hijau tua
Warna batang
: hijau tua
: tidak berwarna
: tidak berwarna
Muka daun
: kasar
Posisi daun
: tegak
Warna daun
: hijau
Daun bendera
Bentuk gabah
: ramping
Warna gabah
Kerontokan
: sedang
Kerebahan
: tahan
Tekstur nasi
: agak pulen
: 25 g
Kadar amilosa
: 25%
Potensi hasil
: 4,5-5,0 t/ha
1989
: IR56/IR8411
Golongan
: cere (indica)
Umur
: 117 hari
Bentuk tanaman
: tegak
Tinggi tanaman
: 92 cm
Anakan produktif
Warna kaki
: hijau
Warna batang
: hijau
: tidak berwarna
: tidak berwarna
Warna daun
: hijau
Muka daun
: kasar
Posisi daun
: tegak
Daun bendera
Bentuk gabah
: sedang
Warna gabah
: kuning
Kerontokan
: sedang
Kerebahan
: tahan
Tekstur nasi
: pulen
: 23 g
Kadar amilosa
: 17%
Potensi hasil
Penciri
Dilepas tahun
: 1993
: IR42/IRBB5//Ciherang///Towuti
Umur tanaman
: 118 hari
Bentuk tanaman
: tegak
Tinggi tanaman
: 103 cm
Daun bendera
: tegak
Bentuk gabah
: panjang
Warna gabah
: kuning bersih
Kerontokan
: sedang
Kerebahan
: tahan
Tekstur nasi
: pulen
Kadar amilosa
: 21,9%
Rataan hasil
: 5,8 t/ha
Potensi hasil
: 7,9 t/ha
: agak
biotipe 1, 2, dan 3
Ketahanan terhadap penyakit : tahan terhadap hawar daun bakteri strain III, agak
terhadap patotipe IV dan VIII, tahan terhadap
blas ras 033, agak tahan terhadap ras 133 dan
073, rentan terhadap ras 137, rentan terhadap
tungro
Keterangan
Dilepas tahun
: 2012
mengeras serta lekat tidaknya nasi. Rasio amilosa/amilopektin tersebut dapat pula
dinyatakan sebagai kadar amilosa saja. Semakin kecil kadar amilosa atau semakin
tinggi
kadar
amilopektin,
semakin
lekat
nasinya.
Kandungan
amilosa
mempengaruhi sifat pemekaran volume nasi dan keempukan serta kepulenan nasi.
Semakin tinggi kandungan amilosanya, semakin mekar nasinya. Sebaliknya,
semakin rendah amilosa, semakin pulen nasi tersebut. Beras dengan amilosa
rendah biasanya menghasilkan nasi dengan sifat tidak kering dan teksturnya
pulen, tidak menjadi keras setelah dingin, dan rasanya enak dan nasinya
mengkilat. Semakin mengkilat nasi, semakin enak rasa nasi tersebut. Jadi enaknya
nasi dapat diukur dengan derajat mengkilatnya nasi (Sutrisno, 2010).
Beras merupakan sumber energi yang cukup murah. Sebagian besar beras
dikonsumsi dalam bentuk beras sosoh. Melalui penyosohan dan pemutihan,
sebagian kecil kandungan gizi beras akan hilang. Namun karena konsumen juga
mempertimbangkan kenampakan beras (derajat kilap dan putih) sebagai salah satu
penentu kualitas standar beras, maka beras sosoh lebih disukai konsumen
dibandingkan dengan yang tidak disosoh (Sutrisno, 2010).
BAB III
METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum Smaak Proof (Pengujian Rasa) dilaksanakan pada hari Jumat,
tanggal 07 Oktober 2016 pukul 10.00 WIB sampai selesai di Laboratorium
Fisiologi dan Nutrisi, Jurusan Agronomi, Fakultas Pertanian, Universitas
Hasanuddin, Makassar.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum Smaak Proof (Pengujian Rasa) yaitu
alat memasak nasi (rice cooker).
Bahan yang digunakan yaitu beras dari berbagai varietas diantaranya
Ciherang, Ciliwung, IR 66, Bengawan, dan Inpari 22.
3.3 Metode Pelaksanaan
Adapun metode pelaksanaan praktikum identifikasi struktur alat reproduksi
tanaman yaitu :
1.
2.
3.
4.
5.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Tabel 1. Pengamatan Rasa
Treatment
Blok
1
2.4
1.4
2.8
2.1
1.8
2.5
2.7
2.5
3.5
9.2
2.7
6.7
8.9
36,6
2
3
4
3.2
2.5
1.5
8.1
4.9
Total (Bi)
F
H
6.6
7.1
6
7
Total (Ti)
6.7
t=Qt(k/b)
Ti Adjusted
8.1
22.5
8.1-(22.5/3)=0.6
0.6(3/5)=0.36
2.7-0.36=2.34
4.9
20.4
4.9-(20.4/3)=-1.9
-1.9(3/5)=-1.14
1.63-(-1.14)=2.77
6.7
20.7
6.7-(20.7/3)=-0.2
-0.2(3/5)=-0.12
2.23-(-0.12)=2.35
23.3
8-(23.3/3)=0,24
0.24(3/5)=0.14
2.66-0.14=2.52
8.9
22.9
8.9-(22.9/3)=1.27
1.27(3/5)=0,76
2.96-0.76=2.2
6
7
No
Varietas
Padi
Ti
(Adjusted)
Ciherang
2.34
Ciliwung
2.77
IR 66
2.35
Bengawan
2.52
Inpari 22
2.2
Ket :
i = Nomor Blok/Treatment
B= blok (5)
t = treatment
k = jumlah treatment pada tiap blok (3)
= berapa kali pasangan treatment muncul bersama dalam tiap blok
Bt = total blok (Bi) dgn suatu treatment tertentu. Misalnya Bt
untuk T1 adalah jumlah dari B1+B5+B7 dst.
4.2 Pembahasan
Dalam praktikum kali ini akan dicoba untuk membedakan dan
membandingkan antara rasa nasi dari beberapa varietas yang berbeda. Varietas
yang digunakan dalam praktikum ini terdiri dari lima varietas. Macam varietas ini
terdiri atas varietas Ciherang, Ciliwung, IR 66, Bengawan, dan Inpari 22.
Dari hasil perhitungan di atas diperoleh nilai Ti adj menunjukkan tidak
enaknya rasa nasi. Semakin tinggi nilai Ti adj semakin tidak enak rasa nasinya.
Nilai Ti adj paling rendah pada T5 adj yaitu untuk varietas Inpari 22 yang berarti
rasa nasinya paling enak, kemudian disusul Ciherang, IR 66, Bengawan, dan
Ciliwung. Sedangkan Ti adj yang bernilai paling tinggi pada varietas Ciliwung
yang berarti rasa nasinya paling tidak enak di antara kelima nasi yang diuji. Rasa
enak suatu varietas beras tersebut sangat relatif dan juga bersifat subyektif
tergantung dari orang yang menilainya. Hal ini didukung oleh pendapat dari
Sutrisno (2010) yang menyatakan bahwa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
penilaian seseoang terhadap rasa nasi antara lain kepekaan rasa lidah yang
berbeda-beda serta kebiasaan memakan varietas nasi tertentu saja yang menurut
seseorang enak. Adanya perbedaan rasa antar varietas mungkin disebabkan oleh
variasi fisikal atau chemical yang dimiliki pati dalam butir-butir beras pada
masing-masing varietas. Variasi chemical berarti kandungan kimia bahan atau
kadar amylosa dan amylopektin pada beras. Oleh karena itu tabel tingkat
keenakan rasa nasi di atas juga dapat mengindikasikan tingkat kadar amylosa.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan, dapat diperoleh kesimpulan
bahwa:
1. Nasi dari varietas Inpari 22 memiliki rasa yang paling enak karena memiliki
nilai Ti adj yang paling tinggi, diikuti oleh nasi dari varietas Ciherang, IR 66,
Bengawan, dan Ciliwung.
2. Rasa enak suatu varietas beras tersebut sangat relatif dan juga bersifat
subyektif tergantung dari orang yang menilainya.
5.2 Saran
Adapun saran saya untuk praktikum ini yaitu ada baiknya apabila praktikan
tidak terlalu ribut saat praktikum sedang berlangsung di laboratorium. Saran untuk
asisten yaitu agar lebih mengifisienkan waktu dan menjelaskan lebih detail
bagaimana menyelesaikan perhitungan yang harus diselesaikan pada bab hasil dan
pembahasan.
DAFTAR PUSTAKA
Hasyim, Soedyanto, dkk. 2010. Pengantar Pemuliaan Tanaman. Institut Petanian
Bogor. Bandung.
Malian, A. H., Mardianto, S., & Ariani, M. 2015. Faktor-faktor yang
mempengaruhi produksi, konsumsi, dan harga beras serta inflasi bahan
makanan. Jurnal Agro Ekonomi, 22(2), 119-146.
Norsalis, E., 2011. Padi Gogo Dan Padi Sawah. Skripsi Universitas Sumatera
Utara, Medan.
Romdon, dkk. 2014. Kumpulan Deskripsi Varietas Padi. Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian Jawa Tengah. BPTP Jateng.
Sumardi, Kasli, M. Kasim, A. Syarif dan N. Akhir, 2012. Aplikasi Zat Pengatur
Tumbuh untuk Meningkatkan Kekuatan Sink Tanaman Padi Sawah. Jurnal
Akta Agraria Edisi Khusus No. 1 hlm 26-35, 2012.
Susanto, U., Daradjat, A. A., & Suprihatno, B. 2013. Perkembangan pemuliaan
padi sawah di Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian, 22(3), 125-131.
Sutrisno, K. 2010. Teknologi Pengolahan Beras (Teori dan Praktek).
eBookPangan.com.
Yuliana, N., Pramono, Y. B., & Hintono, A. 2013. Kadar Lemak, Kekenyalan dan
Cita Rasa Nugget Ayam yang disubstitusi dengan Hati Ayam Broiler.
Animal Agricultural Journal, 2(1), 301-308.
Zulman, Harja. 2015. Budidaya Padi pada Lahan Marjinal. Yogyakarta: Penerbit
CV. Andi Offset.