Proses Karies Dan Kehilangan Gigi Lansia

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 16

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan
hidayah-Nya lah makalah blok 18 modul 5 ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah
ini disusun dari berbagai sumber ilmiah sebagai hasil dari pembelajaran mandiri.

Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu hingga
terselesaikannya makalah ini. Pertama-tama kami ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. drg. Silvia Anitasari, M. Si selaku penanggung jawab modul, yang telah membimbing
dalam melaksanakan pembelajaran dalam modul 5 blok 18 ini.
2. Teman-teman mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman khususnya
Program Studi Kedokteran Gigi angkatan 2013, segala fasilitas yang telah kami gunakan
untuk menambah pengetahuan tentang modul ini, serta pihak-pihak lain yang tidak dapat
disebutkan satu persatu.

Makalah ini sengaja diselesaikan untuk memenuhi salah satu tugas kuliah dengan sistem
PBL. Dan tentunya kami selaku penyusun juga mengharapkan agar makalah ini dapat berguna
baik bagi penyusun sendiri maupun bagi pembaca di kemudian hari.

Makalah ini sangat jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran serta kritik yang
membangun sangat saya harapkan demi tercapainya kesempurnaan dari isi makalah ini.

Samarinda, Oktober 2016

Hormat saya,

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................... 1


DAFTAR ISI................................................................................................................................... 2
I. STATUS KESEHATAN GIGI DAN MULUT PADA USIA LANJUT ................................ 3
II. KARIES ................................................................................................................................... 5
A. STRUKTUR GIGI ............................................................................................................... 5
B. PROSES KARIES ............................................................................................................... 8
III. KEHILANGAN GIGI ........................................................................................................ 11
A. DEFINISI KEHILANGAN GIGI ...................................................................................... 11
B. FAKTOR PENYEBAB KEHILANGAN GIGI................................................................. 11
C. DAMPAK KEHILANGAN GIGI ..................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 16

2
PROSES KARIES DAN KEHILANGAN GIGI PADA USIA LANJUT

I. STATUS KESEHATAN GIGI DAN MULUT PADA USIA LANJUT

Sistem mastikasi terdiri atas gigi geligi, mukosa mulut, kelenjar ludah, sistem
neuromaskular, tulang alveolar dan temporomandibular. Proses penuaan akan merubah
struktur dan keadaan rongga mulut baik bersifat fisiologis maupun patologis yang umumnya
sulit dibedakan. Proses penuaan fisiologis pada seluruh sistem tubuh bersama-sama dengan
faktor lokal, dapat mempengaruhi struktur dan fungsi rongga mulut. Perubahan pada sistem
mastikasi pada lansia juga dipengaruhi oleh kebiasaan, kebersihan rongga mulut dan
lingkungan.

Proses penuaan menyebabkan perubahan struktur dan tampilan gigi geligi. Beberapa
keadaan yang umumnya terjadi pada gigi seiring pertambahan usia, misalnya perubahan
warna menjadi gelap atau kekuningan. Seringkali terjadi keretakan, yang bersama dengan
produk korosif akan menyebabkan perubahan warna. Menipisnya lapisan enamel dapat
disebabkan atrisi, erosi atau abrasi.16 Hal ini akan berlanjut dengan tereksposnya dentin yang
menyebabkan terbentuknya dentin sekunder yang dalam waktu jangka lama menyebabkan
gigi kurang sensitif akan tetapi lebih rapuh, sehingga lebih beresiko terhadap terjadinya
karies dan fraktur.

Oral mukosa akan menjadi lebih tipis, halus, dan kering, sehingga lebih rentan terhadap
trauma. Pada lidah terlihat penurunan ketebalan epitel, penyederhanaan struktur epitel dan
rete peg yang kurang menonjol, sehingga lidah terlihat lebih halus. Penipisan pada mukosa
mungkin berhubungan dengan defisiensi diet. Tidak ada bukti nyata adanya penurunan
persepsi rasa yang signifikan sehubungan dengan bertambahnya umur. Perubahan indera
perasa dianggap kurang berpengaruh dibandingkan indera lain. Indera perasa bersama indera
penciuman berperan pada asupan makanan.

Penurunan fungsi kelenjar ludah merupakan keadaan normal pada proses penuaan. Pada
lansia yang sehat penurunan aliran saliva yang terjadi seiring bertambahnya usia, tidak

3
bermakna secara klinis. Penurunan aliran saliva yang menuju pada kekeringan mulut
(xerostomia) seringkali berkaitan dengan penyakit kronis atau pemakaian obat-obatan
tertentu.

Fungsi otot dan sistem persyarafan berkaitan erat. Tulang alveolar turut ambil bagian
dalam hilangnya mineral tulang karena usia melalui resorbsi matriks tulang. Proses ini dapat
dipercepat dengan tanggalnya gigi, penyakit periodontal, atau protesa yang kurang baik.
Keadaan yang berhubungan dengan sendi temporomandibular masih belum jelas. Sejumlah
kelainan termasuk atritis dan kerusakan meniskus telah disebutkan, tapi hubunganya dengan
usia, terpisah dari trauma lokal dan penyakit sistemik masih belum dapat dipastikan.

Dampak dari buruknya kesehatan gigi dan mulut mempengaruhi kehidupan sehari-hari
lansia. Lebih lanjut akan mempengaruhi kemampuan mengunyah, berkurangnya indera
perasa, bicara, estetik, dan seringkali mengakibatkan terbatasnya kehidupan sosial. Secara
umum status kesehatan gigi yang buruk pada lansia dapat terlihat dengan tingginya
kehilangan gigi, adanya karies gigi, tingginya pravelensi penyakit periodontal, xerostomia,
prakanker/kanker rongga mulut. Kehilangan gigi merupakan kondisi yang sering ditemui
pada lansia. Menurut penelitian-penelitian yang telah dilakukan, pravalensi kehilangan gigi
pada lansia masih tinggi. Keadaan tidak bergigi baik sebagian maupun seluruhnya
merupakan indikator kesehatan gigi dan mulut dalam suatu populasi.

4
II. KARIES

A. STRUKTUR GIGI

1. Enamel

Enamel merupakan struktur jaringan keras gigi yang dibentuk oleh sel yang
disebut ameleoblast yang dibentuk dari lapisan ektoderm. Ameleoblast memiliki
perluasan yang kecil ke arah dentino enamel junction (DEJ). Enamel membungkus
mahkota anatomis gigi dengan ketebalan yang berbeda pada setiap area. Enamel
tertebal terdapat di area insisal dan oklusal dan semakin tipis hingga mencapai daerah
cemento enamel junction (CEJ). Enamel biasanya sangat tebal pada cusp namun
menipis bahkan nol pada daerah pertautan fisur.

Bertambahnya usia mengakibatkan perubahan pada enamel, baik dari segi warna,
daya larut terhadap asam yang semakin menurun, volume pori enamel yang semakin
menurun, kandungan air, dan permeabilitas enamel yang semakin berkurang. Gigi
yang telah terbentuk sempurna memiliki enamel yang matang. Kandungan enamel 90
% merupakan bahan anorganik yaitu hydroxiapatit, sedikit kandungan organik, dan 4-
12% air.

Pemakaian gigi selama kita hidup akan mengakibatkan berbagai jenis cairan, ion,
substansi dengan berat molekul rendah, berbagai gangguan lainnya, fisiologi, dan
obat-obatan yang dapat mempengaruhi permeabilitas enamel. Akibatnya
permeabilitas enamel menurun.

Secara fisiologi pemakaian gigi dalam proses mastikasi akan mengakibatkan gigi
menjadi atrisi. Normalnya gigi akan mengalami pengurangan sekitar 29m/tahun. Hal
ini dapat memicu erupsi pasif agar proporsi gigi dan dimensi vertikal gigi dapat
dipertahannkan. Erupsi pasif akan mengakibatkan terjadi resesi gingiva dan lebih
rentan untuk terjadi karies akar. Atrisi tidak hanya terjadi sebagai suatu keadaan
fisiologis, namun beberapa keadaan patologis juga dapat menyebabkan atrisi pada
gigi, misalnya bruxism, maloklusi, bentuk gigi dll.

5
Pada umumnya enamel translusen. Warnanya dipengaruhi oleh ketebalan dan
warna lapisan dentin di bawahnya. Banyak faktor yang dapat menyebabkan enamel
menjadi tipis, misalnya penyikatan gigi yang terlalu kuat dan menimbulkan abrasi
pada gigi, penggunaan obat-obatan yang menghasilkan asam, dan berbagai zat
lainnya yang berpanetrasi ke dalam enamel. Pada lansia umumnya enamel berwarna
kuning, diduga kemungkinan adalah pengaruh warna dari sklerotik dentin.

2. Dentin

Dentin merupakan struktur jaringan keras gigi yang memiliki proporsi terbesar.
Secara external dentin dibungkus oleh mahkota antomis, dan secara internal dentin
dibungkus oleh sementum dan merupakan dinding dari kavitas pulpa (pulp chamber).
Tidak seperti enamel, dentin mulai dibentuk setelah gigi erupsi dan terus terbentuk.
Dentin yang terbentuk pada awal erupsi dikenal dengan dentin primer dan biasanya
terbentuk sempurna pada gigi permanen setelah 3 tahun.

Secara fisiologi dentin terus terbentuk, meningkat seiring bertambahnya usia dan
dikenal dengan istilah dentin sekunder. Dentin sekunder tebentuk pada seluruh area
kavitas pulpa, tapi pada daerah pulp chamber yang ada di dalam multiroot gigi lebih
tebal dibandingkan pada atap dan dasar dari dinding pulpa.

Reparatif dentin (dentin tersier) adalah suatu bentuk dentin yang digantikan oleh
odontoblast sebagai suatu respon terhadap berbagai iritan, seperti atrisi, abrasi, erosi,
trauma, moderat karies, dan prosedur operatif. Reparatif dentin biasanya terbentuk
pada daerah gigi yang mengalami tekanan mekanikal.

Selain itu, seiring bertambahnya usia sklerotik dentin juga terbentuk. Sklerotik
dentin merupakan suatu bentuk dari akibat penuaan dan iritasi ringan serta beberapa
perubahan pada komposisi dentin primer. Peritubular dentin menjadi lebih lebar, lebih
besar, dan tubulus berisi material yang telah terkalsifikasi sebagai suatu akibat dari
perkembangan pulpa ke daerah DEJ.

6
Dentin sklerotik merupakan suatu keadaan yang fisiologis. Namun apabila
terbentuk karena adanya iritasi ringan, maka hal tersebut merupakan suatu keadaan
yang patologis, membentuk reaktif dentin sklerotik. Dentin kurang termineralisasi
(lebih lunak) dibandingkan enamel, namun lebih termineralisasi dibandingkan
sementum.

3. Pulpa

Pulpa merupakan suatu kavitas yang berisi saraf bermielin dan tidak bermielin,
arteri, vena, sel konektif, substansi interseluler, odontoblast, fibroblast, makrofag,
kolagen, dan berbagai serat. Pulpa memiliki fungsi defensif. Iritan dari luar seperti
mekanis, kimia, thermal, maupun stimulus bakteri akan mengakibatkan degenerasi
dari odontoblast yang mengakibatkan terbentuknya odontoblast baru (dari sel
mesenkim) yang kemudian menstimulasi terbentuknya reparatif dentin.

Aksi deposisi dari reparatif dentin merupakan suatu respon terhadap iritasi.
Umumnya prosesnya lambat, 100 hari akan terbentuk lapisan 0,12 mm. Apabila iritasi
besar, maka akan diikuti dengan kerusakan jaringan. Seiring bertambahnya usia,
ruangan pulpa semakin kecil karena pertumbuhan dari dentin sekunder, diikuti
dengan pembentukan reparatif dentin. Akibatnya vaskularisasi menurun dan
mengakibat penurunan fungsi defensif pulpa serta penurunan sensasi rasa nyeri akibat
dari dentin sklerotik dalam tubulus dentinalis.

4. Sementum

Sementum merupakan jaringan keras gigi yang membungkus dentin pada akar
anatomis, dibentuk oleh sel sementoblast yang merupakan perkembangan dari sel
mesenkim yang tidak terdeferensiasi. Daerah tertebal terdapat pada ujung akar
sebagai akibat dari erupsi pasif. Pertautan antara dentin dan sementum sangat halus
dan pertautan antara sementum dengan enamel memiliki perlekatan yang kuat.

Seiring bertambahnya usia, sementum bertambah tebal karena adanya deposisi


atau kalsifikasi dari sementum seluler. Kalsifikasi tersebut merupakan suatu keadaan

7
yang fisiologis jika merupakan suatu bentuk kompensasi dari perubahan proporsi dan
atrisi dari gigi seiring penggunaanya selama kehidupan (mastikasi). Bentuk sementum
yang terkalsifikasi tersebut tidak beraturan atau irreguler. Hal inilah yang menjadi
salah satu faktor predisposisi mudahnya pembentukan plak.

B. PROSES KARIES

Karies gigi adalah penyakit infeksi dan merupakan suatu proses demineralisasi
yang progresif pada jaringan keras permukaan gigi oleh asam organis yang berasal dari
makanan yang mengandung gula. Karies gigi merupakan penyakit yang paling banyak
dijumpai di rongga mulut bersama-sama dengan penyakit periodontal, sehingga
merupakan masalah utama kesehatan gigi dan mulut.

Mekanisme terjadinya karies gigi dimulai dengan adanya plak di permukaan gigi.
Sukrosa (gula) dari sisa makanan dan bakteri berproses menempel pada waktu tertentu
berubah menjadi asam laktat yang akan menurunkan pH mulut menjadi kritis (5,5).Hal
ini menyebabkan demineralisasi email berlanjut menjadi karies gigi. Penurunan pH yang
berulang-ulang dalam waktu tertentu akan mengakibatkan demineralisasi permukaan gigi
yang rentan dan proses karies pun dimulai dari permukaan gigi (pits, fissur dan daerah
interproksimal) meluas ke arah pulpa.

Faktor Saliva

Saliva mempunyai peran yang sangat penting dalam menjaga kesehatan jaringan
lunak dan keras rongga mulut. Saliva yang diproduksi antara 1-1,5 liter setiap hari, atau
0,25-0,35 mililiter per menit. Saliva berperan penting melindungi gigi dan mukosa mulut
dari pengaruh asam, dehidrasi atau iritasi. Kualitas saliva sebagai anti karies alami
ditentukan oleh pH, kandungan fluor dan bikarbonat saliva. Bila jumlah saliva berkurang
akan terjadi penurunan pH dan fungsi sistem dapar.

Saliva memberikan perlindungan dengan mempertahankan mikro-organisme normal


dalam mulut dan mempertahankan keutuhan permukaan gigi, termasuk menghilangkan
bakteri, aktivitas anti bakteri, sistem dapar dan proses remineralisasi. Selain itu saliva

8
mempunyai efek membersihkan, melarutkan makanan, membantu pembentukan bolus
makanan, membersihkan makanan dan bakteri, lubrikasi mukosa rongga mulut,
membantu pengunyahan, penelanan dan bicara.

Kemampuan saliva melawan karies gigi, dibuktikan pada penderita xerostomia yang
mengalami kerusakan gigi yang cepat dan hebat karena kelenjar air liur tidak
memproduksi saliva. Hal itu terjadi akibat berbagai penyakit, penggunaan obat-obatan,
terapi radiasi, dan lain-lain.

Dampak dan penyebab akibat penurunan aliran saliva

a. Rentan karies

Penurunan aliran saliva menyebabkan penurunan fungsi saliva yaitu:

- Penurunan kemampuan saliva dalam menurunkan akumulasi plak gigi dan


pembersihan karbohidrat dari rongga mulut (self cleansing).
- Penurunan difusi kompenen saliva seperti kalsium, fosfat, ion OH, dan F kedalam
plak yang dapat menurunkan kelarutan email, dan reminiralisasi karies dentin.
- Penurunan jumlah antibakteri seperti lysozyme, lactoperoxydase, dan lactoferin.
- Penurunan sistem baffer asam karbonat-bikarbonat serta kandungan ammonia dan
urea dalam saliva yang dapat menyangga dan menetralkan penurunan pH yang
terjadi saat bakteri plak sedang memetabolisme glukosa.

b. Mukosa oral

Terjadi penurunan proteksi dan lubrikasi saliva sehingga memudahkan luka dan
terkena infeksi

c. Penguyahan

Penurunan produksi saliva dengan makanan yang membutuhkan penguyahan banyak


akan sukar dilakukan. Karena pengunyahan itu sendiri akan merangsang produksi

9
saliva maka walaupun masih ada kelenjar saliva yang aktif hal ini akan menimbulkan
ekserbasi

d. Berbicara

Kemampuan berbicara akan menurun karena berkurangnya fungsi lubrikasi.

e. Penggunaan gigi tiruan

Terjadi penurunan tegangan permukaan antar mukosa dengan gigi tiruan.

f. Infeksi candida dan gingivitis

Terjadi peningkatan akumulasi plak dan terjadi modifikasi flora plak sehingga jumlah
candida, laktobasilus, dan streptococcus mutans makin banyak. Oleh karena itu
pasien biasa mnegeluhkan terjadinya infeksi candida dan gingivitis.

10
III. KEHILANGAN GIGI

A. DEFINISI KEHILANGAN GIGI

Kehilangan gigi merupakan keadaan dimana satu atau lebih gigi seseorang lepas
dari soketnya. Kejadian hilangnya gigi normal terjadi pada anak-anak mulai usia 6 tahun
yang mengalami hilangnya gigi sulung dan kemudian digantikan dengan gigi permanen.
Kehilangan gigi permanen pada orang dewasa sangatlah tidak diinginkan terjadi,
biasanya kehilangan gigi terjadi akibat penyakit periodontal, trauma, dan karies.

Kehilangan gigi disebabkan masalah yang kompleks, meliputi faktor-faktor


predisposisi, status hormonal, penyakit-penyakit yang diderita, kebiasaan dalam
pemeliharaan rongga mulut, sosio budaya dan terdapatnya sarana perawatan gigi dan
mulut yang terjangkau. Pada lansia yang sering ditemui penurunan daya penglihatan,
berkurangnya indera penciuman dan indera perasa serta kemampuan motorik, yang
menyebabkan kesulitan dalam pemeliharaan kebersihan mulut. Berkurangnya aliran
saliva yang dikaitkan dengan penggunaan obat-obatan pada penyakit kronis sering
menyebabkan retensi plak yang akan menyebabkan karies, dan lebih lanjut menyebabkan
kehilangan gigi.

Kemungkinan adanya keterbatasan fisik dan penyakit yang diderita dapat


mengurangi perhatian dan atau kemampuanya untuk mengurus diri sendiri, yang
berdampak terhadap status kesehatan gigi dan mulutnya. Beberapa penelitian melaporkan
hubungan keadaan tidak bergigi dengan tingkat sosio ekonomi, ternyata pada masyarakat
berpenghasilan dan berpendidikan rendah mempunyai resiko lebih tinggi kehilangan
seluruh giginya. Penelitian lain menghubungkan masalah-masalah yang berkaitan dengan
kehilangan gigi dengan umur, jenis kelamin, merokok, daerah tempat tinggal, kunjungan
ke dokter gigi, dan asuransi kesehatan.

B. FAKTOR PENYEBAB KEHILANGAN GIGI

Kehilangan gigi dapat disebabkan oleh berbagai macam kejadian, baik gigi
tersebut dicabut oleh dokter gigi atau hilang sendirinya akibat penyakit periodontal atau

11
adanya trauma. Secara umum kehilangan gigi merupakan hasil dari suatu proses penyakit
sehingga dapat diklasifikasikan sebagai masalah rongga mulut. Kehilangan gigi geligi
lebih sering disebabkan oleh faktor penyakit seperti karies dan penyakit periodontal.
Faktor lain seperti trauma, sikap dan karakteristik terhadap pelayanan kesehatan gigi,
faktor sosio demografi serta gaya hidup juga turut memengaruhi hilangnya gigi.

Kehilangan gigi biasanya disebabkan oleh karies dan penyakit periodontal yang
dipengaruhi oleh beberapa faktor. Presentase keterlibatan kehilangan gigi akibat karies
dan penyakit periodontal tergantung pada usia dimana kehilanngan gigi pada usia lanjut
kebanyakan disebabkan oleh penyakit periodontal sedangkan kehilangan gigi pada usia
muda biasanya disebabkan oleh karies.

1. Faktor Penyakit

a. Karies

Karies gigi adalah salah satu penyebab kehilangan gigi yang paling sering
terjadi pada dewasa muda dan dewasa tua. Karies merupakan penyakit infeksi
pada gigi yang ditandai dengan adanya kerusakan jaringan, dimulai dari
permukaan gigi (pit, fisur dan daerah interproksimal) meluas ke arah pulpa.
Karies dapat timbul pada satu permukaan gigi dan dapat meluas ke bagian yang
lebih dalam seperti enamel meluas ke dentin atau ke pulpa. Karies pada gigi yang
tidak dirawat dapat bertambah buruk, sehingga akan menimbulkan rasa sakit dan
berpotensial menyebabkan kehilangan gigi.

b. Penyakit Periodontal

Penyakit periodontal merupakan penyakit infeksi pada jaringan


pendukung gigi yang apabila tidak dirawat akan menyebabkan hilangnya gigi.
Penyakit periodontal dibagi atas dua golongan yaitu gingivitis dan periodontitis.
Gingivitis adalah iritasi atau peradangan pada gusi yang disebabkan oleh bakteri
plak yang terakumulasi diantara gigi dan gusi. Jika gingivitis tidak dirawat maka
akan berkembang memengaruhi tulang alveolar, ligamen periodontal dan

12
sementum, keadaan ini disebut periodontitis. Selama proses periodontitis terjadi
resorbsi tulang secara progresif, apabila tidak dilakukan perawatan yang tepat
dapat menyebabkan kehilangan gigi. Penyakit periodontal akan meningkat dengan
meningkatnya umur

2. Faktor Bukan Penyakit

a. Usia

Beberapa penelitian menyatakan bahwa usia memiliki hubungan terhadap


terjadinya kehilangan gigi. Prevalensi kehilangan gigi akan meningkat seiring
dengan pertambahan usia. Hal ini dikarenakan semakin lama gigi berada di dalam
rongga mulut akan meningkatkan resiko terjadinya kerusakan gigi yang
menyebabkan kehilangan gigi.

b. Trauma

Trauma atau injuri baik yang langsung mengenai gigi maupun jaringan
sekitarnya dapat membuat gigi terlepas dari soketnya. Kehilangan gigi akibat
trauma dapat terjadi karena kecelakaan seperti kecelakaan bermotor, bersepeda,
serangan pada wajah, dan kontak ketika berolahraga.

c. Tingkat Pendidikan

Terdapat hubungan antara kehilangan gigi dengan tingkat pendidikan.


Masyarakat dengan pendidikan tinggi cenderung memiliki kesadaran untuk
memperbaiki kesehatan rongga mulut, menggunakan fasilitas kesehatan gigi dan
mulut serta gaya hidup yang lebih baik untuk memperhatikan kesehatan rongga
mulut.

C. DAMPAK KEHILANGAN GIGI

Kehilangan gigi sebagian maupun seluruhnya dapat menimbulkan dampak, seperti:

13
1. Dampak Emosional

Dampak emosional adalah perasaan atau reaksi yang ditunjukkan pasien


sehubungan dengan status kehilangan seluruh gigi yang dialaminya. Kehilangan gigi
dapat merubah bentuk wajah, tinggi muka dan vertikal dimensi serta rahang yang
prognasi sehingga menimbulkan reaksi seperti merasa sedih dan depresi, kehilangan
kepercayaan diri, merasa tua, perubahan tingkah laku, merasa tidak siap untuk
menerima kehilangan gigi dan tidak ingin orang lain melihat penampilannya saat
tidak memakai gigitiruan serta mengubah tingkah laku dalam bersosialisasi.
Kehilangan gigi dapat menimbulkan dampak emosional dalam kehidupan sehari-hari.
Kehilangan gigi terutama di regio depan dapat mengganggu estetis yang
memengaruhi aspek psikologis individu.

2. Dampak Fungsional

Dampak fungsional yang diakibatkan oleh kehilangan gigi dapat berupa gangguan
berbicara dan ganguan pengunyahan Kesehatan mulut yang rendah berdampak pada
kehilangan gigi yang dapat menyebabkan masalah pada pengunyahan dan pola makan
sehingga mengganggu status nutrisi. Individu yang kehilangan gigi sebagian atau
seluruhnya hanya dapat memakan makanan yang lembut sehingga nutrisi bagi tubuh
menjadi terbatas. Populasi yang mengalami kehilangan gigi terutama kehilangan
seluruh gigi akan mengubah pola konsumsinya, sehingga makanan yang keras dan
kesat seperti buah-buahan, sayur sayuran dan daging yang merupakan sumber
vitamin, mineral dan protein menjadi sesuatu hal yang sulit bahkan tidak mungkin
untuk dikunyah.

a. Gangguan Berbicara

Kehilangan gigi dapat menurunkan fungsi bicara karena gigi memiliki


peranan yang penting dalam proses berbicara. Beberapa huruf dihasilkan melalui
bantuan bibir dan lidah yang berkontak dengan gigi-geligi. Huruf-huruf yang
dibentuk melalui kontak antara lidah dan gigi-geligi adalah huruf konsonan
seperti s, z, x, d, n, l, j, t, th, ch dan sh. Sedangkan huruf yang dibentuk melalui

14
kontak antara bibir dan gigi-geligi yaitu f dan v. Individu yang mengalami
kehilangan gigi akan sulit menghasilkan huruf-huruf tersebut terutama pada gigi
di bagian anterior. Hal tersebut akan mengganggu proses bicara dan
berkomunikasi. Menurut Palmer (1974), pada individu yang masih memiliki gigi-
geligi yang lengkap maka gigi posterior berperan dalam membantu pergerakan
lidah saat berbicara.

b. Gangguan Pengunyahan

Sistem pengunyahan merupakan suatu unit fungsional yang terdiri dari


gigi, jaringan pendukung gigi, sendi temporomandibula, otot-otot termasuk bibir,
pipi, lidah, palatum, sekresi saliva dan peredaran darah serta persarafan.
Kehilangan gigi juga merupakan penyebab paling sering pada gangguan fungsi
pengunyahan. Jumlah gigi yang sedikit akan menurunkan efisiensi pengunyahan
makanan sehingga akan memengaruhi status makan dan status nutrisi. Kida dkk
(2008) melaporkan bahwa pada individu yang kehilangan gigi posterior akan
memiliki empat kali lebih banyak masalah dalam pengunyahan.

3. Dampak Sistemik

Kehilangan gigi dapat mempengaruhi kesehatan rongga mulut dan kesehatan


umum. Kehilangan gigi sering dihubungkan dengan penyakit sistemik serta penyakit
kronis pada orang tua dan merupakan faktor resiko terjadinya penurunan berat badan.
Kehilangan gigi menyebabkan pemilihan makanan sehingga pemasukan nutrisi yang
kurang dan terjadi defisiensi yang dapat memengaruhi kesehatan secara umum.

15
DAFTAR PUSTAKA

Nicholson, W. J. (2001). Biologic considerations. In B. J. Summitt, W. J. Robbins, S. R.


Schwartz, & J. Santos dos, Fundamentals of operative dentistry a contemporary approach 2th
(pp. 1-15). Singapore: Quintessence Books.

Roberson, M. T., Heyman, O. H., & Swift, J. E. (2002). Clinical significant of dental anatomi,
histology, physiology, and occlusion. In M. T. Roberson, Sturdevants art and science of
operative dentistry 4th (pp. 16-31). St. Louis: Mosby.

Sandam, F. (2006). Geriodontology. In R. Ireland, Clinical text book dental hygine and therapy
(pp. 362-365). Philadephia: Blackwell Munksgaard.

16

Anda mungkin juga menyukai

pFad - Phonifier reborn

Pfad - The Proxy pFad of © 2024 Garber Painting. All rights reserved.

Note: This service is not intended for secure transactions such as banking, social media, email, or purchasing. Use at your own risk. We assume no liability whatsoever for broken pages.


Alternative Proxies:

Alternative Proxy

pFad Proxy

pFad v3 Proxy

pFad v4 Proxy