Laporan Makanan Kaleng Fix
Laporan Makanan Kaleng Fix
Laporan Makanan Kaleng Fix
Koloni Bakteri
disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Mikrobiologi Pangan yang dibimbing oleh
Prof. Dr. Dra. Utami Sri Hastuti, M.Pd. dan Sitoresmi Prabaningtyas, S.Si, M.Si.
Oleh
Kelompok 2
Offering GHI-P
Bahan:
1. Medium NA
2. Larutan air pepton 0,1%
3. Aquades steril
4. Alkohol 70%
5. Makanan dalam kaleng yang masih layak untuk dikonsumsi (sarden asahi)
6. Makanan dalam kaleng yang tidak layak untuk dikonsumsi (sarden asahi).
D. Cara Kerja
Diperiksa kondisi kaleng kemasan makanan, lalu dicatat tanggal kadaluarsanya, kondisi
kaleng dan kondisi label dari makanan kaleng.
Dibersihkan tutup kaleng dengan tissue yang telah diberi alcohol 70%, lalu dibuka tutup
kaleng tersebut
Dilakukan pengenceran suspensi dengan tingkat pengenceran 10-3, 10-4, 10-5 dan 10-6
Suspensi makanan dalam kaleng diteteskan pada tingkat pengenceran 10-1 , 10-2 , 10-3, 10-
4
, 10-5 dan 10-6 masing-masing sebanyak 0,1 ml pada permukaan medium lempeng NA,
kemudian diratakan.
Semua medium lempeng NA yang telah diinokulasi dengan suspense tersebut diinkubasi
pada suhu 370C selama 1 x 24 jam. Medium lempeng diletakkan dengan posisi terbalik di
dalam inkubator
Jumlah total koloni bakteri dalam tiap gram atau ml makanan kaleng dihitung baik yang
masih layak untuk dikonsumsi maupun yang tidak layak untuk dikonsumsi
Kualitas mikrobiologi makanan dalam kaleng ditentukan, baik yang masih layak untuk
dikonsumsi maupun yang sudah tidak layak untuk dikonsumsi berdasarkan angka
lempeng total koloni bakteri dengan mengacu pada ketentuan dari DIRJEN POM
E. Data pengamatan
Tabel 1.1 pengamatan hasil perhitungan angka lempeng total koloni bakteri pada makanan
kaleng sarden dalam saos tomat merk ASAHI A1 kadaluarsa.
Kondisi Kaleng :
Tabel 1.2 Pengamatan hasil perhitungan angka lempeng total koloni bakteri pada makanan
sarden dalam saos tomat merk ASAHI A1
Kondisi Kaleng :
Macam macam rerata tingkat pengenceran tertinggi dan terendah pada makanan yang
kadaluarsa.
= 96 x 10 x 1
10-2
= 96.000
= 9,6 x 104
Berdasarkan SNI batas maksimum untuk produk ikan makanan kaleng sebesar < 1 x
10-1 cfu/g, sehingga makanan kaleng dari hasil perhitungan ALT tidak layak di konsumsi
karena memiliki nilai lebih dari batas maksimum yaitu 9,6 x 104.
Pada praktikum sampel makanan sarden kaleng ASAHI A1 yang telah kadaluarsa
pada tingkat pengenceran 10-1 setelah ingkubasi selama 24 jam mendapati jumlah koloni
bakteri sejumlah 13 koloni, sedangkan pada pengenceran 10-2 terdapat 96 koloni,
pengenceran 10-3 terdapat 94 koloni bakteri, pengenceran 10-4 terdapat 60 koloni bakteri,
pengenceran 10-5 terdapat 95 koloni bakteri dan pengenceran yang terakhir yaitu 10-6 terdapat
23 koloni bakteri. Kondisi kelayakan konsumsi setelah di analisis dengan ALT angka
menunjukkan bahwa bahan makanan salden kaleng ASAHI A1 yang telah kadaluarsa tidak
layak di konsumsi, sedangkan pada makanan kaleng sarden ASAHI A1 yang masih belum
kadaluarsa tidak di temukan koloni bakteri setelah uji ALT. sehingga makanan tersebut layak
di konsumsi sesuai standart layak pangan.
G. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini yaitu tentang uji kualitas mikrobiolohi makanan dalam kaleng
berdasarkan angka lempeng total koloni bakteri. Makanan kaleng yang kami gunakan adalah
sarden ikan laut produk dari asahi. Menurut Firman (2011) sarden adalah ikan laut yang
terdiri dari beberapa spesies dari famili Clupeidae. Ikan ini cocok digunakan sebagai
makanan dihidangkan dengan saus cabe atau saus tomat. Dimana kami menggunakan 2
sampel yaitu sampel pertama sudah tidak layak dikonsumsi atau sudah melewati batas
tanggal kadaluarsa dan sampel kedua masih layak untuk dikonsumsi atau tidak kadaluarsa.
Pengalengan ikan merupakan salah satu pengawetan ikan dengan menggunakan suhu
tinggi (sterilisasi) dalam kaleng. Pengalengan juga dapat didefinisikan sebagai suatu cara
pengawetan bahan pangan yang dikemas secara hermetis (kedap terhadap udara, air, mikroba
dan benda asing lainnya) dalam suatu wadah yang kemudian disterilkan secara komersial
untuk membunuh semua mikroba patogen (penyebab penyakit pada manusia khususnya) dan
mikroba pembusuk (penyebab kebusukan atau kerusakan bahan pangan) (Fadli 2011). Prinsip
pengalengan ikan adalah pengawetan ikan dengan cara memasukkan ikan ke wadah yang
tertutup dan dipanaskan dengan tujuan untuk mematikan atau menghambat perkembangan
mikroorganisme seperti bakteri, jamur, dan kapang, serta perombakan enzimatis. Proses
sterilisasi komersial pada pengalengan di desain untuk melindungi kesehatan konsumen dan
untuk melindungi produk dari mikroba pembusuk yang dapat menyebabkan kerugian secara
ekonomis (Saidah, 2005)
Menurut SNI 01 3548 1994 syarat mutu dan kriteria uji dari makanan kaleng jenis
sardine ini adalah keadaan kaleng, kehampaan, keadaan isi, media, PH, ruang kosong, zat
warna makanan tambahan, cemaran logam, cemaran As da cemaran mikroba.
Dalam praktikum ini, kami melakukan pengamatan pada keadaan kaleng serta cemaran
mikroba dengan menggunakan Uji Angka Lempeng Total. Pada pengamatan keadaan kaleng,
kaleng pada sampel pertama menunjukkan kaleng berkarat dan labelnya terkelupas pada
bagian bawah, sedangkan pada kaleng sampel kedua menunjukkan baik, tidak menggembung
maupun tidak berkarat dan label tidak cacat. Hal ini menunjukkan bahwa kaleng pada sampel
pertama mengalami kerusakan, sesuai dengan pendapat Mayasari (2013) kerusakan pada
produk kaleng terutama adalah kerusakan kimia yaitu perkaratan (korosi) adalah
pembentukan lapisan longgar dari peroksida yang berwarna merah coklat sebagai hasil proses
korosi produk pada permukaan dalam kaleng. Pembentukan karat memerlukan banyak
oksigen, sehingga karat biasanya terjadi pada bagian head space dari kaleng. Perkaratan pada
kemasan kaleng ini dapat menyebabkan terjadinya migrasi Sn ke dalam makanan yang
dikemas.
Pengamatan yang selanjutnya adalah uji cemaran mikroba dengan menggunakan Angka
Lempeng Total pada kedua sampel makanan kaleng tersebut. Setelah di uji ALT kaleng
sampel pertama pada pengenceran 10-1 menujukkan jumlah koloni 13, pengenceran 10-2
menunjukkan jumlah koloni 96, pengenceran 10-3 jumlah koloni 94, pengenceran 10-4 jumlah
koloni 60, pengenceran 10-5 jumlah koloni 95 dan pengenceran 10-6 jumlah koloni 23. Hasil
dari perhitungan analisis menunjukkan bahwa angka koloni total dari kaleng sampel pertama
adalah 9,6 x 104 cfu/g, namun berdasarkan SNI pada BPOM batas maksimum untuk produk
ikan makanan kaleng sebesar < 1 x 10-1 cfu/g. Hal ini menunjukkan bahwa makanan kaleng
sampel pertama tidak layak dikonsumsi karena memiliki nilai ALT diatas maksimum dari
standart yang sudah ditentukan. Menurut Mayasari (2013) Kerusakan pada makanan kaleng
secara mikrobiologis dapat disebabkan oleh meningkatnya resistensi mikroba terhadap panas
setelah proses sterilisasi, rusaknya kaleng setelah proses sterilisasi sehingga memungkinkan
masuknya mikroorganisme ke dalam kaleng. Kerusakan kaleng yang memungkinkan
masuknya mikroorganisma adalah pada bagian sambungan kaleng atau terjadinya gesekan
pada saat proses pengisian (filling). Menurut Afrianti (2013) kerusakan makanan kaleng
ditandai dengan :
1. Flat sour. Dimana isi kaleng menghasilkan rasa asam yang disebabkan oleh aktivitas
mikroorganisme tanpa menghasilkan suatu gas. Kerusakan disebabkan oleh aktivitas
bakteri berspora yang tahan panas dan tidak mati selama proses pemanasan
berlangsung.
2. Swells yaitu terjadinya proses penggelumbungan kaleng akibat terbentuknya gas
dalam kemasan.
3. Hydrogen swells dan springers atau penggelumbungan yang disebabkan oleh gas
hydrogen karena adanya korosi hasil reaksi dengan isi kaleng.
4. Stack burn yaitu kerusakan kaleng akibat penempata dan penumpukan kaleng selama
penyimpanan tidak sempurna.
5. Botulinum, dimana bakteri pembentuk spora akan tumbuh pada makanan yang
termasuk non acid food yang tidak diproses secara sempurna.
Mikroorganisme juga dapat masuk pada saat pengisian apabila kaleng yang digunakan
sudah terkontaminasi terutama jika kaleng tersebut dalam keadaan basah. Kerusakan juga
dapat disebabkan karena kaleng kehilangan kondisi vakumnya sehingga mikroorganisme
dapat tumbuh. Pada kaleng sampel kedua tidak menunjukkan tanda-tanda adanya koloni
bakteri, sehingga makanan kaleng pada sampel kedua masih layak untuk dikonsumsi.
Berdasarkan Badan Standarisasi Nasional 2007 mikroba yang terdapat pada makanan kaleng
yaitu Clostridium botulinum dan Bacillus. Bakteri yang terdapat pada suatu makanan
bermacam-macam. Umumnya bakteri yang dapat menyebabkan keracunan yaitu Salmonella,
Shigella, Campylobacter, Listeria monocytogenes, Yersinia enterocolityca, Staphylococcus
aureus, Clostridium perfringens, Clostridium botulinum, Bacillus cereus, Vibrio cholerae.
Vibrio parahaemolyticus, E.coli enteropatogenik dan Enterobacter sakazaki (BPOM RI,
2008).
H.DISKUSI
1. Adakah perbedaan antara jumlah total koloni bakteri dalam makanan kaleng
yang masih layak untuk dikonsumsi dan yang tidak layak untuk dikonsumsi?
Jelaskan mengapa terdapat perbedaan tersebut!
Ada, pada makanan kaleng yang masih layak untuk dikonsumsi tidak ada sedikit
tanda-tanda terdapat koloni bakteri sedangkan pada makanan kaleng yang sudah tidak
layak terdapat banyak sekali koloni bakteri. Hal ini dapat disebabkan oleh
meningkatnya resistensi mikroba terhadap panas setelah proses sterilisasi, rusaknya
kaleng setelah proses sterilisasi sehingga memungkinkan masuknya mikroorganisme
ke dalam kaleng. Kerusakan kaleng yang memungkinkan masuknya mikroorganisma
adalah pada bagian sambungan kaleng atau terjadinya gesekan pada saat proses
pengisian (filling). Mikroorganisme juga dapat masuk pada saat pengisian apabila
kaleng yang digunakan sudah terkontaminasi terutama jika kaleng tersebut dalam
keadaan basah. Kerusakan juga dapat disebabkan karena kaleng kehilangan kondisi
vakumnya sehingga mikroorganisme dapat tumbuh
2. Adakah perbedaan antara kualitas mikrobiologi makanan dalam kaleng yang
masih layak untuk dikonsumsi dan yang tidak layak untuk dikonsumsi
berdasarkan angka lempeng total koloni bakteri? Jelaskan mengapa terdapat
perbedaa tersebut!
Ada, pada makanan dalam kaleng yang masih layak dikonsumsi tidak ditemukan
adanya mikroba pada saat dilakukan pengujian, sedangkan pada makanan dalam
kaleng yang tidak layak dikonsumsi dari perhitungan analisis menunjukkan bahwa
angka koloni total dari kaleng yang kadaluarsa adalah 9,6 x 104 cfu/g, namun
berdasarkan SNI pada BPOM batas maksimum untuk produk ikan makanan kaleng
sebesar < 1 x 10-1 cfu/g. Hal ini menunjukkan bahwa makanan kaleng sampel
pertama tidak layak dikonsumsi karena memiliki nilai ALT diatas maksimum dari
standart yang sudah ditentukan. Perbedaan tersebut dikarenakan pada makanan kaleng
yang kadaluarsa terdapat mikroorganisme yang hidup akibat terjadi kerusakan kaleng.
BPOM. (2008). Pengujian Mikrobiologi Pangan. Jakarta: Pusat Pengujian Obat Dan
Makanan Badan Pengawasan Obat Dan Makanan Republik Indonesia.
Fadli, Wan Khairul. 2011. Manajemen proses pada pengalengan ikan lemuru (Sardinella
Longiceps) di PT. Pasific Harvest Banyuwangi Jawa Timur. Sidoarjo : Akademi
Perikanan
Frazier, W.C. and Westhoff ,D.C. 1988. Food Microbioloy, 4ed. Singapore : McGraw-Hill,
Inc.
Jay, J.M. 2000. Modern Food Microbiology, 6ed. Maryland : Aspen Publishers Inc.,
Gaithernburg.
Mayasari, Lina Dwi. 2013. pengaruh hasil tangkapan ikan lemuru terhadap produksi
pengalengan ikan PT. Maya Muncar Banyuwangi. Surabaya: Fakultas Ekonomi
Universitas Negeri Surabaya
Saidah, Zumi. 2005. Kajian ekuitas marek ikan kaleng dan implikasinya terhadap Bauran
(studi kasus di kota Bogor). Bogor: IPB
Supardi I., dan Sukamto. 1999. Mikrobiologi dalam Pengolahan dan Keamanan Pangan.
Bandung : Penerbit Alumni.
Lampiran
Kemasan Makanan kaleng yang kadaluarsa Kemasan Makanan kaleng yang tidak kadaluarsa
Kondisi Makanan kaleng yang kadaluarsa Kondisi Makanan kaleng yang tidak kadaluarsa