Lapkas Internship PEB

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

Pre-eklampsia atau eklampsia sampai saat ini merupakan salah satu


penyebab morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi yang tertinggi di Indonesia di
samping perdarahan dan infeksi. Preeklampsia didefinisikan sebagai hipertensi
disertai proteinuria yang timbul setelah usia kehamilan 20 minggu. Gangguan
multisistem ini merupakan salah satu penyulit kehamilan yang dapat terjadi pada
saat ante, intra, dan postpartum. Preeklampsia dan eklampsia dikenal dengan
nama Toksemia Gravidarum merupakan suatu sindroma yang berhubungan
dengan vasospasme, peningkatan resistensi pembuluh darah perifer, dan
penurunan perfusi organ yang ditandai adanya hipertensi, edema dan proteinuria
yang timbul karena kehamilan. Adanya kejang dan koma lebih mengarah pada
kejadian eklampsia. Berdasarkan gejala – gejala klinik preeklampsia dibagi
menjadi preeklampsia ringan dan preeklampsia berat. Preeklampsia berat
merupakan preeklampsia dengan tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan
darah diastolik ≥ 110 mmHg disertai proteinuria lebih 5 g/24 jam.1
Preeklampsia meningkatkan morbiditas dan mortalitas baik bagi ibu hamil
maupun janin yang dikandungnya. Preeklampsia dan eklampsia berkontribusi
terhadap 10 – 15% dari total kematian ibu di dunia.2 Data statistik menunjukkan
bahwa angka kematian ibu (AKI) di Indonesia masih merupakan salah satu yang
tertinggi di Asia Tenggara yakni mencapai 228 per 100.000 kelahiran hidup.3
Millenium development goal (MDG) menargetkan penurunan AKI
menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015. Meskipun tidak semua
kematian ibu tersebut disebabkan oleh preeklampsia, namun preeklampsia
diketahui bertanggung jawab atas 25% dari kejadian tersebut. Angka kejadian
preeklampsia di Indonesia mencapai 128.273 per tahun atau sekitar 5,3%. Hal
tersebut sesuai dengan insidensi preeklampsia yang terjadi di negara berkembang
lainnya yaitu sekitar 1,8% - 18%.4
Terdapat banyak faktor risiko yang dapat mempermudah ibu hamil untuk
jatuh dalam kondisi preeklampsia. Faktor-faktor risiko tersebut antara lain
primigravida, primipaternitas, umur yang ekstrim, hiperplasentosis, riwayat

1
pernah mengalami preeklampsia, riwayat keluarga yang pernah mengalami
preeklampsia, penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil, dan
obesitas.1 Faktor risiko umur > 35 tahun meningkatkan risiko preeklampsia
berkaitan dengan kerusakan endotel pembuluh darah seiring dengan penuaan ibu.5
Hamil diusia yang ekstrim dapat terjadi karena pada saat ini tidak jarang seorang
wanita memilih untuk tidak segera menikah dengan alasan pekerjaan sehingga
pada akhirnya harus hamil di usianya yang sudah mencapai 35 tahun atau bahkan
diatasnya.5
Etiologi dan patofisiologi preeklampsia masih belum dapat dipahami
dengan jelas sehingga pencegahan penyakit tersebut menjadi tantangan. Penyakit
yang disebut sebagai disease of theories ini, masih sulit untuk ditanggulangi.
Strategi untuk mengatasi preeklampsia dan komplikasinya difokuskan pada
deteksi dini penyakit dan tatalaksana terapi yang tepat. Tatalaksana terapi
preeklampsia dan eklampsia bergantung pada ketersediaan pelayanan obstetri
emergensi seperti antihipertensi, magnesium sulfat (antikonvulsan), dan fasilitas
yang diperlukan untuk persalinan.6 Pengontrolan tekanan darah ibu dengan
antihipertensi penting untuk menurunkan insidensi perdarahan serebral dan
mencegah terjadinya stroke maupun komplikasi serebrovaskular lain akibat
preeklampsia dan eklampsia.7 Antikonvulsan diberikan untuk mencegah
terjadinya kejang pada preeklampsia dan mengatasi kejang pada eklampsia.8
Oleh karena itu diagnosis dini preeklampsia yang merupakan tingkat
pendahuluan eklampsia, serta penanganannya perlu dilaksanakan untuk
menurunkan angka kematian ibu dan anak. Perlu ditekankan bahwa sindrom
preeklampsia ringan dengan hipertensi, edema, dan proteinuri sering tidak
diketahui atau tidak diperhatikan; pemeriksaan antenatal yang teratur dan secara
rutin mencari tanda preeklampsia sangat penting dalam usaha pencegahan
preeklampsia berat dan eklampsia, di samping pengendalian terhadap faktor-
faktor predisposisi yang lain.

2
BAB II
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS
Nama : Ny. SP
Umur : 28 tahun
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Kapeta
Bangsa : Indonesia
Agama : Kristen
Nama suami : Tn. RB
Pekerjaan : Tidak bekerja
MRS : 7 Juli 2018

B. ANAMNESIS
a. Anamnesis Utama
Anamnesis diberikan oleh penderita.

Keluhan Utama:
Pasien datang dengan keluhan utama nyeri perut bagian bawah hilang-
timbul didiagnosa G1P0A0 28 tahun hamil aterm inpartu kala I + PEB. Janin
intra uterin tunggal hidup letak kepala.

Riwayat Penyakit Sekarang:


Nyeri perut bagian bawah (+) dirasakan hilang-timbul, pelepasan lendir
campur darah (+), keluar air-air dari jalan lahir (+), pergerakan janin (+)
sebelum masuk rumah sakit. BAB dan BAK biasa tidak ada keluhan,
penglihatan terganggu (+).

3
Riwayat Penyakit Dahulu:
Penyakit jantung, paru, hati, ginjal, kencing manis, dan hipertensi disangkal
oleh penderita.

Riwayat Penyakit Keluarga:


Tidak ada riwayat penyakit hipertensi, DM, dan Asma.

Riwayat Psikososial:
Tidak merokok dan minuman beralkohol.

Riwayat Pengobatan:
Tidak mengkonsumsi obat apapun sebelum MRS.

b. Anamnesis Kebidanan
Riwayat Kehamilan Sekarang:
Pemeriksaan Ante Natal (PAN)
PAN dilakukan sebanyak 2 kali di Puskesmas di Tahuna.

Riwayat Haid
Pertama kali haid (menarche) pada usia 12 tahun dengan siklus teratur dan
lamanya haid tiap siklus 3-4 hari. Hari pertama haid terakhir (HPHT) 1
Oktober 2017 dan taksiran tanggal partus 8 Juli 2018.

Riwayat Keluarga
Penderita menikah satu kali dengan suami sekarang selama 1 tahun.

Keluarga Berencana
Penderita belum pernah memakai KB.

Riwayat Kehamilan Terdahulu


Saat ini merupakan kehamilan pertama penderita

4
C. PEMERIKSAAN FISIK
a. Pemeriksaan Fisik Umum
Status Praesens
Keadaan Umum : Sehat
Kesadaran : Compos mentis.
Tekanan darah : 180/120 mmHg
Nadi : 88x/m reguler, isi cukup
Pernapasan : 30x/m
Suhu badan : 36,70C
Berat badan : 98 kg
Tinggi badan : 160 cm
Gizi : Berlebih
Kepala : Kepala berbentuk simetris.
Mata : Kedua konjungtiva tidak anemis, kedua sklera tidak
ikterik.
Telinga : Telinga berbentuk normal dan tidak ada sekret yang
keluar dari liang telinga.
Hidung : Hidung berbentuk normal dengan kedua septum intak,
tidak ada sekret yang keluar dari hidung.
Gigi & Mulut : Pada gigi tidak ditemukan adanya karies dentis.
Tenggorokan : Tonsil T1/T1 tidak hiperemis, faring tidak hiperemis
Leher : Tidak ditemukan adanya pembesaran kelenjar getah
bening leher
Dada : Bentuk simetris normal
Jantung : Bunyi jantung I dan II normal, tidak terdengar bising
jantung.
Paru-paru : Tidak ditemukan adanya ronki dan “wheezing” di kedua
lapang paru.
Abdomen : Cembung, bising usus (+)
Alat kelamin : ♀, tidak ada kelainan.
Anggota gerak : Akral hangat, Edema (-)

5
Reflek : Refleks fisiologis positif normal, tidak terdapat refleks
patologis.
Kulit : Turgor normal.

Status Obstetri
Pemeriksaan luar
Tinggi fundus uteri : 38 cm.
Letak janin : Letak kepala,  , punggung kanan
Detak jantung janin : 140-145x/m
His : (+)
Pemeriksaan dalam (PD)
Effacement 50 %, pembukaan 1-2, ketuban (+), PP: kepala H I

Riwayat Persalinan
No Tempat Penolong Thn Aterm Jenis Penyulit Anak
Bersalin Persalinan JK Keadaan
1 Kehamilan
sekarang

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium:
7 - 7 - 2018
Hb : 10.5 gr/dL
Hematokrit : 40.7%
Leukosit : 15200/uL
Eritrosit : 4.60 10^6 /uL
Trombosit : 320000/uL
SGOT : 24 U/L
SGPT : 16 U/L
GDS : 75 mg/dL

6
Urine : Proteinuria +++

EKG:
Kesan: dalam batas normal.

USG:
Plasenta implantasi dari fundus
Kesan : Hamil aterm + letak kepala

E. RESUME MASUK
G1P0A0, 28 tahun MRS tanggal 7 Juli 2018 jam 22.00 WITA dengan
keluhan utama nyeri perut bagian bawah dirasakan hilang timbul. Riwayat darah
tinggi pasien sejak kehamilan 24 minggu. Sakit kepala (+), tanda - tanda inpartu
(+), pelepasan lendir campur darah (+), keluar air-air dari jalan lahir (+).
Pergerakan janin masih dirasakan saat masuk rumah sakit. Riwayat penyakit
hipertensi sebelum melahirkan tidak ada. HPHT: 01-10-2017, TTP: 08-07-2018.

Status Praesens : KU: TS; Kes: CM; TD: 180/20 mmHg; N: 88 x/mnt;
R: 30x/mnt; SB: 36.70C

Status Obstetri : TFU: 38 cm; Letak kepala


BJA: 140-145x/m; His: (+)
Inspeksi : Fluksus (-), fluor (-), Vulva t.a.k.

Inspekulo : Fluksus (-), fluor (-), vagina t.a.k, OUE tertutup, portio

livide (+).

USG : Hamil aterm + letak kepala

F. DIAGNOSIS KERJA
G1P0A0, 28 tahun, hamil aterm inpartu kala I + PEB
Janin intrauterin tunggal hidup, letak kepala

7
G. SIKAP/ TERAPI/ RENCANA
- Sectio Sesarea CITO
- Informed Consent
- Cek darah lengkap
- USG
- EKG
- Cross match
- Obs. TTV, His, BJJ

KU post Operasi : TD: 160/130, N: 90 x/m, R: 34 x/m S: 36.5


Kontraksi uterus baik
Perdarahan 400 cc
Diuresis 200 cc
Diagnosa Post Op : P1A0, 28 tahun, post SCTP a.i = PEB
Lahir bayi ♂ /SCTP/3250 gr/47 cm/ 6-8
Sikap : IVFD RL + Oxytocin 10 IU 28 gtt/m
IVFD RL + MgSO4 28 gtt/m
Inj. Ceftriaxone 3x1 gr IV
Inj. Metronidazole 2x500 mg drips
As. traneksamat 3x500 mg IV
Kaltrofen supp 1x2 supp (kp)
Cek DL 6 jam Post Operasi
Kontrol tanda vital, diuresis dan perdarahan

H. FOLLOW UP
Follow Up Ruangan
08 Juli 2018
Keluhan: Nyeri luka operasi
Pemeriksaan Fisik:
KU: Cukup; Kes: CM
Status Praesens:
T: 150/100 mmHg; N: 88 x/mnt; R: 20 x/mnt; SB: 36,3 0C

8
Kepala : Conj.Anemis : -/- sklera ikterik:-/-
Leher : Pem.KGB (-)
Thoraks : Cor: BJ 1-II reguler, bising (-)
Pulmo: Sp.Vesikuler , Rh:-/- Wh -/-
Abdomen : cembung, lemas, bising usus (+) normal, luka operasi
terawat
Ekstrimitas: Hangat, Edema (-)
Status Puerpuralis:
Payudara : Laktasi -/- ; Tanda-tanda infeksi: -/-
TFU : 2 jari dibawah pusat, kontraksi baik
Lochia : rubra
BAB (+), BAK (+) pasang kateter
Diagnosis:
P1A0, 28 tahun, post SCTP a.i = PEB
Sikap:
- IVFD RL + MgSO4 28 gtt/m
- Ceftriaxone Inj 3 x 1 g IV
- Metronidazole 2 x 500 mg drips
- Dopamet 3x500 mg
- Kaltrofen supp 1 x 2
- Rawat luka
- Aff kateter
- Kontrol tanda vital, diuresis, perdarahan

09 Juli 2018
Keluhan: (-)
Pemeriksaan Fisik:
KU: Cukup; Kes: CM
Status Praesens:
T: 140/90 mmHg; N: 86 x/mnt; R: 20 x/mnt; SB: 36,7 0C
Kepala : Conj.Anemis : -/- sklera ikterik:-/-
Leher : Pem.KGB (-)

9
Thoraks : Cor: BJ 1-II reguler, bising (-)
Pulmo : Sp.Vesikuler , Rh:-/- Wh -/-
Ekstrimitas: Hangat, Edema (-)

Status Puerpuralis:
Payudara : Laktasi -/- ; Tanda-tanda infeksi: -/-
Abdomen : cembung, lemas, bising usus (+) normal, luka
operasi terawat
TFU : 2 jari bawah pusat, kontraksi baik
Lochia : rubra
BAB (+), BAK (+) pasang kateter
Diagnosis:
P1A0, 28 tahun, post SCTP a.i = PEB hari II
Sikap:
- IVFD RL + MgSO4 28 gtt/m
- Ceftriaxone Inj 3 x 1 g IV
- Metronidazole 2 x 500 mg drips
- Kaltrofen supp 1 x 2 (k/p)
- Rawat luka

10 Juli 2018
Keluhan: (-)
Pemeriksaan Fisik:
KU: Cukup; Kes: CM
Status Praesens:
T: 140/90 mmHg; N: 88 x/mnt; R: 20 x/mnt; SB: 37 0C
Kepala : Conj.Anemis : -/- sklera ikterik:-/-
Leher : Pem.KGB (-)
Thoraks : Cor: BJ 1-II reguler, bising (-)
Pulmo: Sp.Vesikuler , Rh:-/- Wh -/-
Ekstrimitas: Hangat, Edema (-)
Status Puerpuralis:

10
Payudara : Laktasi -/- ; Tanda-tanda infeksi: -/-
Abdomen : cembung, lemas, bising usus (+) normal, luka
operasi terawat
TFU : 2 jari bawah pusat, kontraksi baik
Lochia : rubra
BAB (+), BAK (+)
Diagnosis:
P1A0, 28 tahun, post SCTP a.i = PEB hari III
Sikap:
- Aff infus
- Cefadroxil 3 x 500 mg
- Metronidazole tab 3 x 500 mg
- Dopamet 3x500 mg
- Amlodipin 1 x 10 mg
- Rawat luka

11 Juli 2018
Keluhan: (-)
Pemeriksaan Fisik:
KU: Cukup; Kes: CM
Status Praesens:
T: 130/90 mmHg; N: 88 x/mnt; R: 20 x/mnt; SB: 37 0C
Kepala : Conj.Anemis : -/- sklera ikterik:-/-
Leher : Pem.KGB (-)
Thoraks : Cor: BJ 1-II reguler, bising (-)
Pulmo: Sp.Vesikuler , Rh:-/- Wh -/-
Ekstrimitas: Hangat, Edema (-)
Status Puerpuralis:
Payudara : Laktasi -/- ; Tanda-tanda infeksi: -/-
Abdomen : cembung, lemas, bising usus (+) normal, luka
operasi terawat
TFU : 2 jari bawah pusat, kontraksi baik

11
Lochia : rubra
BAB (+), BAK (+)
Diagnosis:
P1A0, 28 tahun, post SCTP a.i = PEB hari IV
Sikap:
- Cefadroxil 3 x 500 mg
- Metronidazole tab 3 x 500 mg
- Dopamet 3x500 mg
- Amlodipin 1 x 10 mg
- Rawat luka
- Rencana pulang
Prognosis
Dubia ad Bonam

12
BAB III
PEMBAHASAN

A. Definisi
Menurut American College Obstetric and Gynaecologist (ACOG). Hipertensi
adalah suatu keadaan dengan tekanan darah diastolik minimal 90 mmHg atau
tekanan sistolik minimal 140 mmHg atau kenaikan tekanan diastolik minimal 15
mmHg atau kenaikan tekanan sistolik minimal 30 mmHg. Tekanan darah harus
diukur 2 kali dengan selang waktu 6 jam.9
Beberapa definisi yang berhubungan dengan hipertensi dalam kehamilan
adalah sebagai berikut :
• Preeklampsia adalah suatu keadaan hipertensi yang disertai proteinuria,
edema, atau keduanya (trias) yang terjadi akibat kehamilan di atas 20 minggu dan
paling sering mendekati aterm dan dapat timbul sebelum kehamilan 20 minggu
bila terjadi penyakit trofoblas.9,10,11
• Eklampsia adalah keadaan terjadinya kejang-kejang pada wanita dengan
kriteria klinis preeklampsia yang bukan disebabkan penyakit neurologi seperti
epilepsi. 9,10,11
• Superimposed preeklampsia adalah suatu keadaan preeklampsia-eklampsia
yang terjadi pada wanita yang sebelumnya telah menderita hipertensi vaskuler
kronis atau penyakit ginjal.9,10,11
• Hipertensi kronis adalah keadaan hipertensi yang menetap dengan penyebab
apapun yang sudah diderita sebelum konsepsi atau sebelum kehamilan 20 minggu
atau menetap selama 6 minggu post partum.9,10,11
• Transient hipertension atau hipertensi gestasional yaitu timbulnya hipertensi
dalam kehamilan sesudah trimester II atau dalam 24 jam pertama post partum
tanpa ada tanda-tanda hipertensi kronis atau preeklampsia-eklampsia dan gejala
ini akan hilang setelah 10 hari post partum.10,11
Preeklampsia merupakan sindrom spesifik kehamilan berupa kelainan
malafungsi endotel pembuluh darah atau vaskular yang menyebar luas sehingga
terjadi vasospasme setelah usia kehamilan 20 minggu, mengakibatkan terjadinya
penurunan perfusi organ dan pengaktifan endotel yang menimbulkan terjadinya

13
hipertensi, edema nondependen, dan dijumpai proteinuria 300mg per 24 jam atau
30mg/dl (+1 pada dipstick) dengan nilai sangat fluktuatif saat pengambilan urin
sewaktu.12

B. Etiologi Preeklampsia Berat


Terdapat beberapa faktor risiko untuk terjadinya preeklampsia dan eklampsia
yang dapat dikelompokkan sebagai berikut:
a. Faktor kehamilan
Primigravida mempunyai faktor risiko lebih besar terjadinya hipertensi
dalam kehamilan jika dibandingkan dengan multigravida karena pada
primigravida pembentukan antibodi penghambat (blocking antibodies) belum
sempurna.13 Wanita yang belum pernah melahirkan bayi yang mampu hidup
di luar rahim disebut nullipara. Kejadian preeklampsia meningkat pada
nullipara karena ibu berada pada masa awal terpapar trofoblas yang berasal
dari janin.5 Pada wanita dengan kehamilan kembar lebih berisiko terkena
preeklampsia dengan insidensi antara wanita hamil kembar dan wanita hamil
tunggal yaitu 13% versus 5% (dari seluruh kehamilan).13 Mola hidatidosa
merupakan penyimpangan pertumbuhan dan perkembangan kehamilan yang
tidak disertai janin dan seluruh vili korialis mengalami perubahan hidrofik.
Mola hidatidosa dapat menyebabkan gangguan invasi sel trofoblas ke dalam
arteri spiralis sehingga terjadi preeklampsia dengan onset lebih cepat yaitu
sebelum usia kehamilan 20 minggu.14,15
b. Faktor sosiodemografi:
Wanita berusia < 20 tahun berhubungan dengan usia kehamilan yang
terlalu muda dan keterkaitan dengan status nullipara. Usia > 35 tahun
meningkatkan risiko preeklampsia berkaitan dengan terjadinya kerusakan
endotel pembuluh darah yang progresif seiring dengan penuaan ibu dan
obstruksi lumen arteri spiralis ibu oleh aterosis.5
Preeklampsia pada wanita ras Afrika dan Amerika terjadi dengan onset
yang lebih cepat dan efek yang lebih parah dibandingkan wanita ras lainnya
tanpa sebab yang jelas. 16
c. Faktor genetik:

14
Riwayat preeklampsia dalam keluarga dapat diturunkan kepada anak
perempuan dengan sifat bawaan yang resesif.17
d. Faktor gaya hidup maternal:
Obesitas meningkatkan risiko kejadian preeklampsia dari 4,3% (dari
seluruh kehamilan) untuk wanita dengan indeks massa tubuh < 20 kg/m2
menjadi 13,3% (dari seluruh kehamilan) untuk mereka dengan indeks massa
tubuh > 35 kg/m2.13
e. Riwayat penyakit sebelumnya:
Wanita dengan preeklampsia pada kehamilan pertama berisiko tujuh kali
lipat mengalami preeklampsia pada kehamilan selanjutnya. Wanita dengan
hipertensi kronik berisiko mengalami preeklampsia dengan insidensi
dibandingkan wanita normotensi yaitu 12,1% versus 0,3% (dari seluruh
kehamilan). Diabetes mellitus sebelum hamil berisiko empat kali lipat
mengalami preeklampsia pada kehamilannya.18

Setiap teori mengenai etiologi dan patofisiologi preeklampsia harus dapat


menjelaskan alasan mengapa hipertensi pada kehamilan cenderung terjadi pada:
1. Wanita yang terpapar dengan villi korionik untuk pertama kali
2. Wanita yang terpapar oleh vili korionik dalam jumlah besar, seperti
pada kehamilan kembar atau kehamilan mola.
3. Wanita dengan predisposisi penyakit vaskuler sebelumnya.
4. Wanita dengan predisposisi genetic ada yang pernah menderita
hipertensi selama kehamilan.
Vili korionik yang dapat mencetuskan preeclampsia tidak harus berada di
dalam rahim. Sedangkan ada atau tidaknya janin bukanlah suatu syarat untuk
terjadinya preeklampsia. Namun demikian, terlepas dari etiologinya, kaskade
peristiwa yang mengarah ke sindrom preeklampsia ditandai dengan sejumlah
kelainan yang mengakibatkan kerusakan endotel vaskular dengan vasospasme,
transudasi plasma, dan sequelae iskemik dan trombotik. Menurut Sibai (2003),
penyebab potensial saat ini masuk akal adalah sebagai berikut:
1. Invasi trofoblas abnormal pada pembuluh darah rahim.

15
Pada preeclampsia, terjadi invasi trofoblas namun tidak sempurna dan tidak
terjadi invasi sel-sel trofoblas pada lapisan otot arteri spiralis. Dalam hal ini,
hanya pembuluh darah desidua (bukan pembuluh darah miometrium) yang
dilapisi oleh endovaskuler trofoblas. Akibatnya, lapisan otot arteri spiralis
tetap kaku dan keras serta tidak memungkinkan untuk mengalami distensi dan
dilatasi. Ini menciptkan suatu keadaan di mana arteri spiralis mengalami
vasokonstriksi relative
2. Intoleransi imunologi antara jaringan ibu dan fetoplacental.
Plasenta pada hipertensi dalam kehamilan, terjadi penurunan ekspresi Human
Leucocyte Antigen Protein G (HLA-G), yang berperan penting dalam
modulasi respon imun, sehingga si ibu tidak menolak hasil konsepsi
(plasenta). Berkurangnya HLA-G menghambat invasi trofoblas kedalam
desidua. Invasi trofoblas sangat penting agar jaringan decidua menjadi lunak,
dan gembur sehingga memudahkan terjadinya dilatasi arteri spiralis. HLA-G
juga merangsang produksi sitokin, sehingga memudahkan terjadinya reaksi
inflamasi. Selain itu, pada awal trimester kedua kehamilan, perempuan yang
mempunyai kecenderungan terjadi preeklampsia, ternyata mempunyai
proporsi Helper sel yang lebih rendah dibanding pada normotensive.
3. Maladaptasi ibu terhadap perubahan kardiovaskular atau perubahan respon
inflamasi dari kehamilan normal.
Disfungsi sel endotel yang berkaitan dengan preeclampsia disebabkan oleh
gangguan adaptasi intravaskuler ibu terhadap kehamilan sehingga memicu
proses inflamasi intravaskuler sistemik. Dalam teori ini dinyatakan bahwa
preeclampsia timbul akibat adanya leukosit aktif dengan jumlah yang ekstrem
dalam sirkulasi ibu. Singkatnya, sitokin-sitokin seperti Tumor Necrosis Factor
(TNF) dan interleukin (IL) dapat memicu stres oksidatif yang berkaitan
dengan preeklampsia. Stres oksidatif ini ditandai oleh spesies oksigen reaktif
dan radikal bebas yang memicu terbentuknya peroksida lipid. Proses ini
selanjutnya menghasilkan radikal beracun yang merusak sel-sel endotel,
mengacaukan produksi nitrit oksida, dan mengganggu keseimbangan
prostaglandin. Akibat lainnya adalah terbentuknya sel makrofag yang
mengandung lipid (sel foam) di dalam atherosis; aktivasi proses koagulasi

16
mikrovaskuler menyebabkan trombositopenia; dan peningkatan permeabilitas
kapiler menyebabkan terjadinya edema dan proteinuria.
4. Faktor defisiensi nutrisi.
Hipertrigliseridemia yang terjadi berhubungan dengan patogenesis dari
hipertensi yang terjadi saat kehamilan. Adanya lemak yang berlebihan juga
berperan dalam patofisiologi kerusakan endotel pada preeklampsia. Tingginya
trigliserida akan meningkatkan resiko kelainan pembuluh darah plasenta yang
akan merangsang terjadinya kelainan endotel, atherosceloris, dan thrombosis.
Atherosclerosis pada wanita preeklampsia terjadi pada arteri spiralis pada
plasenta.
5. Faktor genetic.13

Saat di anamnesis keluhan utama pasien adalah nyeri perut bagian bawah
dirasakan hilang timbul, pelepasan air dari jalan lahir (+), pelepasan lendir dan
darha (+), pergerakan janin (+), sakit kepala hebat. Pasien mengatakan ia
menderita darah tinggi saat melakukan pemeriksaan rutin pada dokter saat usia
kehamilan 20 minggu. Riwayat nyeri kepala dan pandangan kabur pada pasien
ada sejak sekitar 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Pada pasien ini
didapatkan tekanan darah 180/120 mmHg. Pada pemeriksaan labroratorium
ditemukan pasien terdapat proteinuria +++. Sesuai dengan teori mengatakan
preeklampsia menimbulkan terjadinya hipertensi pada usia kehamilan 20
minggu disertai dengan proteinuria, edema, sakit kepala, penglihatan kabur,
nyeri ulu hati, dan kegelisahan. Pada pemeriksaan laboratorium sesuai dengan
teori di temukan proteinuria.12
Faktor risiko preeklampsia pada pasien ini yang paling memungkinkan
adalah kehamilan pertama (primigravida). Hal ini sesuai dengan teori
intoleransi imunologik antara ibu dan janin yang menyatakan bahwa hasil
konsepsi yang memapar ibu untuk pertama kali cenderung menimbulkan
reaksi penolakan dari ibu sehingga meningkatkan risiko terjadinya
preeklampsia.13
Selain itu, teori defisiensi nutrisi juga tidak dapat disingkirkan sebagai
faktor risiko terjadinya preeklampsia pada pasien ini. Beberapa defisiensi atau

17
kelebihan suatu bahan makanan tertentu telah dijadikan penyebab
preeklampsia. Bahan makanan yang tidak diperbolehkan seperti daging,
protein, purin, lemak, produk susu, garam dan bahan makanan lain. Ada
beberapa penelitian yang menemukan bahwa ada hubungan antara defisiensi
zat tertentu dangan kejadian preeklampsia. Penelitian ini didahului oleh
penelitian tentang suplementasi zinc, kalsium, dan magnesium yang dapat
mencegah preeklampsia. Penelitian lain menunjukkan bahwa diet tinggi buah
dan sayuran memiliki efek anti oksidan sehingga dapat menurunkan tekanan
darah.13 Pada umumnya orang dengan obesitas memiliki pola makan dengan
rendah serat serta tinggi kalori dan lemak. Rendahnya serat mengakibatkan
sedikitnya konsumsi buah dan sayur dan penurunan antioksidan yang
merupakan salah satu penyebab meningkatnya risiko preeklampsia. Pada
orang dengan obesitas, biasanya aktivitas fisik juga menurun sehingga akan
meningkatkan resiko preeklampsia pada pasien ini.

C. Diagnosis
Diagnosis preeklampsia dapat ditegakkan dari gambaran klinik dan
pemeriksaan laboratorium. Dari hasil diagnosis, maka preeklampsia dapat
diklasifikasikan menjadi 2 golongan yaitu :1
1) Preeklampsia ringan, bila disertai keadaan sebagai berikut:
a) Tekanan darah 140/90 mmHg, atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau
lebih, atau kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih setelah 20 minggu
kehamilan dengan riwayat tekanan darah normal.
b) Proteinuria kuantitatif ≥ 0,3 gr perliter atau kualitatif 1+ atau 2+ pada
urine kateter atau midstream.
2) Preeklampsia berat, bila disertai keadaan satu atau lebih gejala sebagai
berikut:
a) Tekanan darah sistolik/diastolik > 160/110 mmHg sedikitnya enam
jam pada dua kali pemeriksaan. Tekanan darah ini tidak menurun
meskipun ibu hamil sudah dirawat di rumah sakit dan telah menjalani
tirah baring.
b) Proteinuria > 5 g/24 jam atau > 3 + dipstik pada sampel urin sewaktu

18
yang dikumpulkan paling sedikit empat jam sekali.
c) Oliguria < 400 cc / 24 jam.
d) Kenaikan kadar kreatinin plasma > 1,2 mg/dl.
e) Gangguan visus dan serebral: penurunan kesadaran, nyeri kepala
persisten, skotoma, dan pandangan kabur.
f) Nyeri epigastrium pada kuadran kanan atas abdomen akibat
teregangnya kapsula glisson.
g) Edema paru dan sianosis.
h) Hemolisis mikroangipatik karena meningkatnya enzim laktat
dehidrogenase.
i) Trombositopenia ( trombosit < 100.000 mm3)
j) Oligohidroamnion, pertumbuhan janin terhambat, dan abrupsio
plasenta.
k) Gangguan fungsi hepar karena peningkatan kadar enzim ALT dan AST.
l) Sindrom HELLP
Pada pasien ini didapatkan tekanan darah 180/120 mmHg, didapatkan
proteinuria +3 pada pemeriksaan laboratorium serta gangguan visus.
Berdasarkan ketiga gejala berikut, pada pasien ini dapat ditegakkan diagnosis
Preeklampsia Berat.

D. Penatalaksanaan Preeeklampsia
Prinsip penatalaksanaan preeklamsia berat adalah mencegah timbulnya
kejang, mengendalikan hipertensi guna mencegah perdarahan intrakranial serta
kerusakan dari organ-organ vital, pengelolaan cairan, dan saat yang tepat untuk
persalinan. Perawatan pada preeklmapsia adalah perawatan aktif yang berarti
kehamilan segera diakhiri. Indikasi terminasi bila didapatkan usia kehamilan lebih
dari dari 37 minggu, adanya tanda-tanda terjadinya impending eklampsia,
kegagalan terapi pada perawatan konservatif, adanya tanda-tanda gawat janin,
pertumbuhan janin terhambat serta adanya sindroma HELLP.1, 15,19
Pengobatan Medikamentosa yaitu dengan pemberian obat MgSO4 40%
dalam larutan RL 500 cc (60-125 cc/jam), diet cukup protein, rendah karbohidrat,
lemak dan garam, diuretikum diberikan bila ada edema paru, payah jantung

19
kongestif, atau anasarka. Magnesium sulfat yang diberikan secara parenteral
diekskresikan hampir seluruhnya melalui ginjal. Intoksikasi magnesium sulfat
dapat dihindari dengan memastikan bahwa terdapat refleks patella, tidak terdapat
depresi pernafasan, dan pengeluaran urin memadai.13
Syarat-syarat pemberian magnesium sulfat antara lain:19
a) Refleks patella normal.
b) Respirasi > 16 kali/menit.
c) Produksi urin dalam 4 jam sebelumnya > 100 ml.
d) Tersedia antidotum kalsium glukonat 10% dalam 10 ml.
Diuretikum yang dipakai adalah furosemid. Pemberian antihipertensi
apabila TD ≥160/110 mmHg. Anti hipertensi lini pertama adalah nifedipin dosis
10-20 mg per oral, diulangi setiap 30 menit, maksimum 120 mg dalam 24 jam.15
Pengelolaan Konservatif, yang berarti kehamilan tetap dipertahankan atas
indikasi kehamilan kurang bulan (< 37 minggu) tanpa disertai tanda-tanda
impending eklamsi dengan keadaan janin baik.15
Pada pasien ini, kehamilan segera diakhiri dengan tindakan Sectio
Caesarea atas beberapa indikasi yaitu preeklampsia, ibu dengan high risk
pregnancy obesitas. Pada kasus preeklamsia itu sendiri jika tidak ditangani secara
segera akan menimbulkan kematian pada bayi maupun ibunya sesuai dengan teori
yang dinyatakan oleh Saiffudin AB, (2002), bahwa terdapat beberapa kondisi ibu
yang mengalami Pre Eklampsia berat yang memungkinkan dilakukan tindakan
Sectio Caesarea, yaitu bila dalam 24 jam persalinan tidak dapat diselesaikan,
serviks yang belum matang dengan janin yang masih hidup, serta terdapat tanda-
tanda gawat janin dengan DJJ < 100 x/menit atau > 180x/menit yang
menyebabkan pengakhiran kehamilan dengan tindakan SC dilakukan pada ibu
yang mengalami preeklampsia berat yang bertujuan untuk mencegah terjadinya
bahaya eklampsia serta untuk menyelamatkan nyawa ibu dan janin. Jadi Post
Sectio Caesaria dengan indikasi preeklamsia berat adalah masa setelah proses
pengeluaran janin yang dapat hidup di luar kandungan dari dalam uterus ke dunia
luar dengan menggunakan insisi pada perut dan uterus karena adanya hipertensi,
edema dan proteinuria.

20
Perawatan yang penting pada preeklampsia berat adalah pengelolaan
cairan karena penderita preeklamsia mempunyai risiko tinggi untuk terjadinya
udem paru. Bila terjadi tanda-tanda udem paru segera dilakukan tindakan koreksi.
Cairan yang dapat diberikan berupa (a) 5% Ringer-dekstrose atau cairan garam
faali jumlah tetesan < 125cc/jam atau (b) infus Dekstrose 5% yang tiap 1 liternya
diselingi dengan infus Ringer Laktat (60-125cc/jam) 500 cc.
Pemberian MgSO4 sebagai regimen penatalaksanaan preeklampsia berat.
Pada pasien ini, pemberianya sudah tepat yaitu dengan pemberian obat MgSO4
40% dalam larutan RL 500 cc (60-125 cc/jam). Obat antihipertensi yang diberikan
pada pasien ini adalah metildopa. Metildopa merupakan antihipertensi yang
bekerja denganmenstimulasi reseptor α2 adrenergik. Terapi dengan metildopa
dilaporkan dapat mencegah progresifitas keparahan hipertensi pada wanita hamil
dan tidak menimbulkan efek yang merugikan pada perkembangan janin,
uteroplasenta, dan hemodinamika janin.20

E. Prognosis
Penderita preeklampsia yang terlambat penanganannya akan dapat
berdampak pada ibu dan janin yang dikandungnya. Pada ibu dapat terjadi
perdarahan otak, dekompensasi kordis dengan edema paru dan payah ginjal. Pada
janin dapat terjadi kematian karena hipoksia intrauterin dan kelahiran prematur.1
Pada pasien ini prognosisnya baik karena umur kehamilan janin sudah
aterm sehingga saat dilakukan sectio sesarea secara elektif ibu dan bayi dapat
selamat dan sehat.

21
BAB IV
PENUTUP

KESIMPULAN
 Diagnosis preeklampsia berat pada kasus ini ditegakkan
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang dimana tekanan darah pasien 180/120mmHg dengan
adanya proteinuria +3
 Penatalaksanaan preeklamsia diberikan langsung setelah dilakukan
penegakan diagnosis, yaitu dengan melakukan terminasi kehamilah
dengan tindakan seksio caesarea
 Setelah dilakukan operasi ibu dirawat di ruangan pemulihan
dengan observasi ketat TTV
 Evaluasi TTV dan produksi urin menjadi tolak ukur dan alat
evaluasi keadaan pasien
 Penyebab preeklamsia dewasa ini masih belum ditemukan secara
pasti.

SARAN
 Penyuluhan bagi para ibu dengan kehamilan untuk melakukan Ante
Natal Care secara teratur di RS atau Bidan.
 Pemeriksaan USG minimal 3x selama kehamilan, 1x pada setiap
trimester untuk mendeteksi dini adanya kelainan pada
kehamilannya dan untuk pemantauan kesejahteraan janin.
 Penyuluhan pada para ibu dengan kehamilan untuk dapat
melakukan pemantauan kesejahteraan janinnya sendiri dengan cara
sederhana, misalnya menghitung gerakan janin dengan cara Cardif
count untuk deteksi dini.
 Pengaturan pola makan pada ibu hamil harus cukupan akan nutrisi,
vitamin dan mineral, karbohidrat kompleks, protein dan
mengkonsumsi makanan rendah lemak.

22
DAFTAR PUSTAKA
1. Prawirohardjo S. Hipertensi dalam kehamilan. Ilmu Kebidanan. 4 ed.
Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2014.

2. Turner, J.A., 2010, Diagnosis and Management of Preeclampsia: An


Update, International Journal of Women’s Health, 2, 327 – 337

3. Depkes. Ibu Selamat, Bayi Sehat, Suami Siaga. Jakarta 2010; Available
from:
http://www.depkes.go.id/index.php/berita/pressrelease/790ibuselamat-
bayisehatsuami-siaga.html diakses pada tanggal 4 Juni 2016

4. Depkes. Lima Strategi Operasional Turunkan Angka Kematian Ibu.


Jakarta 2011; Available from:
http://www.depkes.go.id/index.php/berita/pressrelease/1387limastrategiop
erasional-turunkan-angka-kematian-ibu.htm. Diakses pada tanggal 4 Juni
2016

5. Luealon, P., dan Phupong, V., 2010, Risk Factors of Preeclampsia in Thai
Women, Journal of The Medical Association of Thailand, 93 (6), 661 –
666.

6. Hezelgrave, N.L., Duffy, S.P., dan Shennan, A.H., 2012, Preventing The
Preventable: Pre-eclampsia and Global Maternal Mortality, Obstetrics,
Gynaecology, and Reproductive Medicine, 22 (6), 170 – 172

7. Sidani, M. dan Siddik-Sayyid, S.M., 2011, Preeclampsia, A New


Perspective in 2011, The Middle East Journal of Anesthesiology, 21 (2),
207 – 216.

23
8. Duley, L., Henderson-Smart. D.J., Walker. G.J.A., dan Chou, D., 2010,
Magnesium Sulphate Versus Diazepam for Eclampsia (Review), Cochrane
Database of Systematic Reviews, 12, 1 – 14.

9. Cunningham, F.G., Gant, N.F., Leveno, K.J., Gilstrap, L.C., Hauth, J.C.,
dan Wenstrom, K.D., 2001, Obstetri Williams, diterjemahkan oleh
Hartono, A., Suyono, J.Y., dan Pendit, B.U., Edisi XXI, Volume I, 624 –
673, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

10. Biswas MK and Craigo DS. Hypertensive States of Pregnancy in


Dechemey AH, Pernoll ML (eds).A.Lange Medical Book. Current
Obstetric and Gynaecologic, Diagnosa and Treatment, 8th ed. by Apleton
and Lange. USA. 1994

11. PB-POGI. Standar Pelayanan Medik Obstetri dan Ginekologi. Gestosis


bagian I, Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 1991; 1-8

12. Brooks MD., 2011. Pregnancy, Preeclampsia. Dalam: Wulan, S.K., 2012.
Karakteristik Penderita Preeklampsia dan Eklampsia di RSUP Haji Adam
Malik Medan Tahun 2009 – 2011. Medan

13. Cunningham, F.G., Leveno, K.J., Bloom, S.L., Hauth, J.C., Rouse, D.J.,
dan Spong, C.Y., 2010, Williams Obstetrics, 23th Edition, 706 – 749, The
McGraw-Hill Companies, New York

14. Turner, J.A., 2010, Diagnosis and Management of Preeclampsia: An


Update, International Journal of Women’s Health, 2, 327 – 337.

15. Nugroho, T., 2010, Buku Ajar Obstetri Untuk Mahasiswa Kebidanan, 77 –
86, Nuha Medika, Yogyakarta.

16. Burke-Galloway, L., 2013, Preeclampsia Strikes African American Women

24
Hard,
http://www.preeclampsia.org/component/lyftenbloggie/2013/01/30/168-
preeclampsia-strikes-african-american-women-hard, 8 Desember 2013

17. Manuaba, I.B.G., Manuaba, I.A.C., dan Manuaba, I.B.G.F., 2007,


Pengantar Kuliah Obstetri, 401 – 420, Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Jakarta

18. Duckitt, K., dan Harrington, D., 2005, Risk Factors for Pre-eclampsia at
Antenatal Booking: Systematic Review of Controlled Studies, British
Medical Journal, 330, 565 – 567.

19. POGI, 2006, Panduan Penatalaksanaan Hipertensi dalam Kehamilan,


Himpunan Kedokteran Feto Maternal POGI, Semarang

20. Podymow, T. dan August, P., 2008, Update on The Use of


Antihypertensive Drugs in Pregnancy, Hypertension, 51, 960 – 969.

25

Anda mungkin juga menyukai

pFad - Phonifier reborn

Pfad - The Proxy pFad of © 2024 Garber Painting. All rights reserved.

Note: This service is not intended for secure transactions such as banking, social media, email, or purchasing. Use at your own risk. We assume no liability whatsoever for broken pages.


Alternative Proxies:

Alternative Proxy

pFad Proxy

pFad v3 Proxy

pFad v4 Proxy