Asma Pada Anak
Asma Pada Anak
Asma Pada Anak
Disusun Oleh :
Michael Steven
112017161
Pembimbing :
dr. Sriandayani, SpA
Identitas Pasien
Nama : An. Nadya Salwa N
Tempat/Tanggal Lahir : Lampung, 12 Januari 2001
Umur : 17 tahun 8 bulan
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Mulyosari, Metro Barat
Suku Bangsa : Jawa
Tanggal Masuk : 15 Agustus 2018
No. RM : 2913xx
Identitas Orang Tua
Ayah Ibu
Nama : Tn. Dedi Irwanto Ny. Anjarsari
Umur : 39 tahun 34 tahun
Agama : Islam Islam
Pendidikan : Sarjana Ekonomi SMA
Pekerjaan : Karyawan Kantor Wiraswasta
Riwayat Makanan :
Pada saat lahir sampai usia 6 bulan anak mendapatkan ASI. Setelah itu dilanjutkan
dengan tambahan susu formula pada usia 6 bulan - 9 tahun. Ibu memberikan bubur halus
sejak anak berusia 1 tahun. Ibu memberikan nasi tim saat anak berusia 2 tahun. Anak sudah
mengikuti menu makanan keluarga saat berusia 3 tahun.
Riwayat Imunisasi Dasar :
Vaksin Dasar (umur)
HEPATITIS B Lahir 1 bulan 6 bulan
DPT / DT 2 bulan 4 bulan 6 bulan 2 tahun 5 tahun
POLIO 2 bulan 4 bulan 6 bulan 2 tahun
BCG 2 bulan
CAMPAK - 9 bulan 18 bulan 7 tahun
Pemeriksaan Fisik
Status Lokalis
Keadaan Umum : Sakit Sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda Vital : Frekuensi Nadi : 94 x/menit
Frekuensi Pernafasan : 30 x/menit
Suhu : 36,5oC
Status gizi
Gizi : BB = 60 kg
TB = 154 cm
Status Generalis
Kepala : Normocephali
Rambut berwarna hitam, tidak mudah dicabut (rontok), tumbuh teratur
Mata : Konjungtiva : Anemis (-/-)
Sklera : Ikterik (-/-)
Pupil : bulat, dan isokor
Hidung : Bentuk normal
Tidak ada deviasi septum nasi
Mulut : Sianosis (-)
Uvula tidak deviasi
Lidah tidak deviasi ke kiri, permukaan bersih
Leher : Pembesaran KGB (-), Kelenjar Thyroid (-)
Trakea ditengah (tidak deviasi kanan atau kiri)
Thorax :
Pulmo : Inspeksi : Kedua hemithorax kanan-kiri simetris pada keadaan statis dan
dinamis. Tidak terdapat sikatrix ataupun jejas
Palpasi : Fremitus vokal simetris kanan-kiri
Fremitus taktil simetris kanan-kiri
Perkusi : Hemitorak kanan : Sonor di seluruh lapang paru kanan
Hemitorak kiri : Sonor di seluruh lapang paru kiri
Auskultasi : Vesikuler +/+
Wheezing +/+
Ronkhi -/-
Cor : Inspeksi : Pulsasi iktus kordis terlihat
Palpasi : Pulsasi iktus kordis teraba di ICS 5 linea midclavicula sinistra
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : ▫ BJ 1- BJ 2 murni reguler
▫ Murmur (-)
▫ Gallop (-)
Abdomen : Inspeksi : Perut tampak datar, pelebaran vena (-), jejas (-)
Auskultasi : BU (+) normal, Undulasi (-), Shiffting Dulness (-)
Palpasi : Hepar : Tidak teraba pembesaran
Lien : Tidak teraba pembesaran
Nyeri tekan (+) kuadran kanan atas
Nyeri lepas (-)
Perkusi : Timpani di seluruh kuadran abdomen
Ekstremitas : ▪Akral hangat + +
+ +
▪ Oedema - -
- -
Pemeriksaan Penunjang
Hasil Lab. Tanggal 15 Agustus 2018
Laboratorium darah
Hemoglobin : 13,3 g/dl
Hematokrit : 38,5 %
Leukosit : 23.900 /mm3
Trombosit : 448.000 /mm3
Eritrosit : 4,5 juta/mm3
LED : 8,8 mm/jam
Resume
Pasien datang dengan diantar kedua orang tuanya ke IGD RS Mardi Waluyo Metro
Lampung dengan keluhan sesak nafas yang dirasakan sejak ± 3 jam SMRS. Keluhan dirasakan
semakin lama semakin memberat. Keluhan sesak nafas sebenarnya sudah dirasakan hilang
timbul sebanyak 3 kali selama 1 minggu ini. Keluhan sesak hilang ketika pasien diberikan
nebulisasi meptin. Saat ketiga kali pasien kembali merasakan sesak nafas dan kembali diberikan
nebulisasi keluhan dirasakan tidak kunjung membaik hingga akhirnya pasien dibawa ke rumah
sakit. Keluhan sesak nafas sering dirasakan pasien terutama bila cuaca dingin dan apabila banyak
debu. Pasien mempunyai riwayat penyakit asma sejak 10 tahun yang lalu. Orang tua pasien juga
mengaku nenek dari pasien mempunyai sakit yang sama.
Diagnosis Kerja
Asma Eksaserbasi Akut
Rencana Penatalaksanaan
O2 3 Lpm
Nebulisasi meptin 0,3cc + Pulmicort 1 amp/8 jam Nebu combivent+ NaCl 0,9%/4 jam
IVFD Rl 500cc / 24 jam
Ceftriaxon 2 x 3 g dalam NaCl 100cc
Inj Dexametason 1 amp / 8 jam
Inj Ranitidine 1 amp / 12 jam
Prognosis
Ad Vitam : Dubia ad Bonam
Ad Fungtionam : Dubia ad Bonam
Ad Sanactionam : Dubia ad Bonam
ASMA PADA ANAK
Definisi
Asma merupakan suatu kelainan inflamasi kronis pada saluran nafas yang melibatkan sel
dan elemen-elemen seluler. Inflamasi kronis tersebut berhubungan dengan hiperresponsif dari
saluran pernafasan yang menyebabkan episode wheezing, apneu, sesak nafas dan batuk-batuk
terutama pada malam hari atau awal pagi. Episode ini berhubungan dengan luas obstruksi saluran
pernafasan yang bersifat reversibel baik secara spontan ataupun dengan terapi.
Definisi asma menurut WHO pada tahun 1975, yaitu keadaan kronik yang ditandai oleh
bronkospasme rekuren akibat penyempitan lumen saluran napas sebagai respon terhadap
stimulus yang tidak menyebabkan penyempitan serupa pada banyak orang.
Defenisi terbaru yang dikeluarkan oleh Unit Kerja Koordinasi (UKK) Respirologi IDAI
pada tahun 2004 menyebutkan bahwa asma adalah mengi berulang dan/atau batuk persisten
dengan karakteristik sebagai berikut; timbul secara episodik, cenderung pada malam / dini hari
(nokturnal), musiman, setelah aktifitas fisik serta terdapat riwayat asma atau atopi lain pada
pasien dan/atau keluarganya.
Etiologi
1. Alergen
Faktor alergi dianggap mempunyai peranan penting pada sebagian besar anak dengan asma
(William dkk 1958, Ford 1969). Disamping itu hiperreaktivitas saluran napas juga
merupakan factor yang penting. Sensitisasi tergantung pada lama dan intensitas hubungan
dengan bahan alergenik sehingga dengan berhubungan dengan umur. Pada bayi dan anak
kecil sering berhubungan dengan isi dari debu rumah. Dengan bertambahnya umur makin
banyak jenis alergen pencetusnya. Asma karena makanan biasanya terjadi pada bayi dan anak
kecil.
2. Infeksi
Biasanya infeksi virus, terutama pada bayi dan anak kecil. Virus penyebab biasanya
respiratory syncytial virus (RSV) dan virus parainfluenza. Kadang-kadang juga dapat
disebabkan oleh bakteri, jamur dan parasit.
3. Cuaca
Perubahan tekanan udara (Sultz dkk 1972), suhu udara, angin dan kelembaban (Lopez dan
Salvagio 1980) dihubungkan dengan percepatan dan terjadinya serangan asma.
4. Iritan
Hairspray, minyak wangi, asap rokok, cerutu dan pipa, bau tajam dari cat, SO2, dan polutan
udara yang berbahaya lainnya, juga udara dingin dan air dingin.Iritasi hidung dan batuk dapat
menimbulkan refleks bronkokonstriksi (Mc. Fadden 1980). Udara kering mungkin juga
merupakan pencetus hiperventilasi dan kegiatan jasmani (strauss dkk 1978, Zebailos dkk
1978).
5. Kegiatan jasmani
Kegiatan jasmani yang berat dapat menimbulkan serangan pada anak dengan asma (Goldfrey
1978, Eggleston 1980). Tertawa dan menangis dapat merupakan pencetus. Pada anak dengan
faal paru di bawah normal sangat rentan terhadap kegiatan jasmani.
6. Infeksi saluran napas bagian atas
Disamping infeksi virus saluran napas bagian atas, sinusitis akut dan kronik dapat
mempermudah terjadinya asma pada anak (Rachelesfsky dkk 1978). Rinitis alergi dapat
memperberat asma melalui mekanisme iritasi atau refleks.
7. Refluks gastroesofagitis
Iritasi trakeobronkial karena isi lambung dapat memberatkan asma pada anak dan orang
dewasa (Dess 1974).
8. Psikis
Tidak adanya perhatian dan tidak mau mengakui persoalan yang berhubungan dengan asma
oleh anak sendiri atau keluarganya akan memperlambat atau menggagalkan usaha-usaha
pencegahan. Dan sebaliknya jika terlalu takut terhadap serangan asma atau hari depan anak
juga tidak baik, karena dapat memperberat serangan asma. Membatasi aktivitas anak, anak
sering tidak masuk sekolah, sering bangun malam, terganggunya irama kehidupan keluarga
karena anak sering mendapat serangan asma, pengeluaran uang untuk biaya pengobatan dan
rasa khawatir, dapat mempengaruhi anak asma dan keluarganya. 2
Faktor risiko
Berbagai faktor dapat mempengaruhi terjadinya serangan asma, kejadian asma, berat
ringannya penyakit, serta kematian akibat penyakit asma.beberapa faktor tersebut sudah
disepakati oleh para ahli, sedangkan sebagian lain masih dalam penelitian. Faktor-faktor tersebut
antara lain :
1. Jenis kelamin, menurut laporan dari beberapa penelitian didapatkan bahwa prevalens
asma pada anak laki-laki sampai usia 10 tahun adalah 1,5 sampai 2 kali lipat anak
perempuan. Namun pada orang dewasa, rasio ini berubah menjadi sebanding antara laki-
laki dan perempuan pada usia 30 tahun.
2. Usia, umumnya pada kebanyakan kasus asma persisten gejala asma timbul pada usia
muda, yaitu pada beberapa tahun pertama kehidupan.
3. Riwayat atopi, adanya riwayat atopi berhubungan dengan meningkatnya risiko asma
persisten dan beratnya asma. Beberapa laporan menunjukan bahwa sensitisasi alergi
terhadap alergen inhalan, susu, telur, atau kacang pada tahun pertama kehidupan,
merupakan prediktor timbulnya asma.
4. Lingkungan, adanya alergen di lingkungan hidup anak meningkatkan risiko penyakit
asma, alergen yang sering mencetuskan asma antara lain adalah serpihan kulit binatang
piaraan, tungau debu rumah, jamur, dan kecoa.
5. Ras, menurut laporan dari amerika serikat, didapatkan bahwa prevalens asma dan
kejadian serangan asma pada ras kulit hitam lebih tinggi daripada kulit putih.
6. Asap rokok, prevalens asma pada anak yang terpajan asap rokok lebih tinggi daripada
anak yang tidak terpajan asap rokok. Risiko terhadap asap rokok sudah dimulai sejak
janin dalam kandungan, umumnya berlangsung terus setelah anak dilahirkan, dan
menyebakan meningkatnya risiko.
7. Outdoor air pollution,
8. Infeksi respiratorik.
Patofisiologi
Obstruksi Saluran Respiratorik
Inflamasi saluran respiratorik yang ditemukan pada pasien asma diyakini merupakan hal
yang mendasari gangguan fungsi : obstruksi saluran respiratorik menyebabkan
keterbatasan aliran udara yang dapat kembali secara spontan atau setelah pengobatan.
Perubahan fungsional yang dihubungkan dengan gejala khas pada asma : batuk, sesak,
wheezing dan disertai hipereaktivitas saluran respiratorik terhadap berbagai rangsangan.
Batuk sangat mungkin disebabkan oleh stimulasi saraf sensoris pada saluran respiratorik
oleh mediator inflamasi dan terutama pada anak, batuk berulang bisa jadi merupakan
satu-satunya gejala asma yang ditemukan. Penyempitan saluran respiratorik pada asma
dipengaruhi oleh banyak faktor. Penyebab utama penyempitan saluran respiratorik adalah
kontraksi otot polos bronkus yang diprovokasi oleh pelepasan agonis dari sel-sel
inflamasi. Yang termasuk agonis adalah histamine, triptase, prostaglandin D2 dan
leukotrien C4 dari sel mast; neuropeptida dari saraf aferen setempat, dan asetilkolin dari
saraf eferen postganglionic. Kontraksi otot polos saluran respiratorik diperkuat oleh
penebalan dinding saluran napas akibat edema akut, inflamasi sel-sel inflamasi dan
remodeling, hiperplasia dan hipertrofi kronis otot polos, vaskuler, dan sel-sel sekretori
serta deposisi matriks pada dinding saluran respiratorik. Selain itu, hambatan saluran
respiratorik juga bertambah akibat produksi secret yang banyak, kental, dan lengket oleh
sel goblet dan kelenjar submukosa, protein plasma yang keluar melalui mikrovaskular
bronkus dan debris selular.
Hiperreaktivitas Saluran Respiratorik
Penyempitan saluran respiratorik secara berlebihan merupakan patofisiologis yang secara
klinis paling relevan pada penyakit asma. Mekanisme yang bertanggung jawab terhadap
reaktivitas yang berlebihan atau hiperreaktivitas ini belum diketahui tetapi mungkin
berhubungan dengan perubahan otot polos saluran napas (hiperplasi dan hipertrofi) yang
terjadi secara sekunder yang menyerbabkan perubahan kontraktilitas. Selain itu, inflamasi
dinding saluran respiratorik terutama daerah peribronkial dapat memperberat
penyempitan saluran respiratorik selama kontraksi otot polos.
Hiperreaktivitas bronkus secara klinis sering diperiksa dengan memberikan stimulus
aerosol histamin atau metakolin yang dosisnya dinaikan secara progresif kemudian
dilakukan pengukuran perubahan fungsi paru (PFR atau FEV1). Provokasi/stimulasi lain
seperti latihan fisik, hiperventilasi, udara kering dan aerosol garam hipertonik, adenosine
tidak mempunyai efek langsung terhadap otot polos (tidak seperti histamin dan
metakolin), akan tetapi dapat merangsang pelepasan mediatordari sel mast, ujung serabut
saraf, atau sel-sel lain pada saluran respiratorik. Dikatakan hipereaktif bila dengan cara
histamin didapatkan penurunan FEV1 20% pada kosentrasi histamine kurang dari 8mg%.
Klasifikasi
Pembagian derajat penyakit asma yang dibuat oleh Phelan dkk, (dikutip dari Konsensus
Pediatri Internasional III tahun 1998). Klasifikasi ini membagi derajat asma menjadi 3 (tiga),
yaitu sebagai berikut :
1. Asma episodik jarang ( Asma ringan)
Golongan ini merupakan 70–75% dari populasi asma anak. Biasanya terdapat pada anak
umur 3–6 tahun. Serangan umumnya dicetuskan oleh infeksi virus saluran napas atas.
Banyaknya serangan 3–4 kali dalam satu tahun. Lamanya serangan paling lama hanya
beberapa hari saja dan jarang merupakan serangan yang berat. Gejala-gejala yang timbul
lebih menonjol pada malam hari. Mengi dapat berlangsung sekitar 3–4 hari dan batuknya
dapat berlangsung 10–14 hari. Waktu remisinya bermingu-minggu sampai berbulan-bulan.
Manifestasi alergi lainnya misalnya eksim jarang didapatkan. Tumbuh kembang anak
biasanya baik. Di luar serangan tidak ditemukan kelainan lain.
2. Asma episodik sering (Asma sedang)
Golongan ini merupakan 28% dari populasi asma anak. Pada dua pertiga golongan ini
serangan pertama terjadi pada umur sebelum 3 tahun. Pada permulaan, serangan
berhubungan dengan infeksi saluran pernapasan atas. Pada umur 5–6 tahun dapat terjadi
serangan tanpa infeksi yang jelas. Biasanya orang tua menghubungkannya dengan perubahan
udara, adanya alergen, aktivitas fisik dan stress. Banyaknya serangan 3−4 kali dalam satu
tahun dan tiap kali serangan beberapa hari sampai beberapa minggu. Frekuensi serangan
paling banyak pada umur 8−13 tahun. Pada golongan lanjut kadang-kadang sukar dibedakan
dengan golongan asma kronik atau persisten. Umumnya gejala paling buruk terjadi pada
malam hari dengan batuk dan mengi yang dapat mengganggu tidur.
Pemeriksaan fisik di luar serangan tergantung pada frekuensi serangan. Jika waktu
serangan lebih dari 1−2 minggu, biasanya tidak ditemukan kelainan fisik. Hay fever dan
eksim dapat ditemukan pada golongan ini. Pada golongan ini jarang ditemukan gangguan
pertumbuhan.
3. Asma kronik atau persisten (Asma Berat)
Pada 25% anak serangan pertama terjadi sebelum umur 6 bulan, 75% sebelum umur 3
tahun. Pada 50% anak terdapat mengi yang lama pada 2 tahun pertama dan pada 50% sisanya
serangan episodik. Pada umur 5−6 tahun akan lebih jelas terjadinya obstruksi saluran napas
yang persisten dan hampir selalu terdapat mengi setiap hari. Dari waktu ke waktu terjadi
serangan yang berat dan memerlukan perawatan di rumah sakit. Obstruksi jalan napas
mencapai puncaknya pada umur 8–14 tahun.
Pada umur dewasa muda 50% dari golongan ini tetap menderita asma persisten atau
sering. Jarang yang betul-betul bebas mengi pada umur dewasa muda. Pada pemeriksaan
fisik dapat terjadi perubahan bentuk toraks seperti dada burung (pigeon chest), dada tong
(barrel chest) dan terdapat sulkus Harrison. Pada golongan ini dapat terjadi gangguan
pertumbuhan, yaitu bertubuh kecil. Kemampuan aktivitas fisiknya sangat berkurang, sering
tidak dapat melakukan kegiatan olahraga dan kegiatan biasa lainnya. Sebagian kecil ada juga
yang mengalami gangguan psikososial.
Selain itu juga pembagian asma menurut GINA adalah sebagai berikut :
Tabel klasifikasi derajat berat asma berdasarkan gambaran klinis
Derajat Gejala Gejala Faal paru
asma malam
Intermitten Bulanan ≤ 2x/bulan APE ≥ 80%
Gejala < 1x/minggu VEP1 ≥ 80% nilai
Tanpa gejala diluar serangan prediksi APE ≥ 80%
Serangan singkat nilai terbaik
Variabilitas APE <
20%
Persisten Mingguan > 2x/bulan APE > 80%
ringan Gejala > 1x/minggu tetapi < VEP1 ≥ 80%
1x/hari nilai prediksi APE ≥
Serangan dpt mengganggu 80% nilai terbaik
aktivitas dan tidur Variabilitas APE
20-30%
Persisten Harian > APE 60-80%
sedang Gejala setiap hari 1x/minggu VEP1 60-80% nilai
Serangan mengganggu prediksi APE 60-80%
aktivitas dan tidur nilai terbaik
membutuhkan bronkodilator Variabilitas APE >
setiap hari 30%
Persisten Kontinua Sering APE ≤ 60%
berat Gejala terus menerus VEp1 ≤ 60% nilai
Sering kambuh prediksi ≤ 60% nilai
Aktivitas fisik terbatas terbaik
Variabilitas APE >
30%
Pada umumnya penderita sudah dalam pengobatan, dan pengobatan yang telah
berlangsung seringkali tidak adekuat. Pengobatan akan mengubah gambaran klinis bahkan faal
paru, oleh karena itu penilaian berat asma pada penderita dalam pengobatan juga harus
mempertimbangkan pengobatan itu sendiri.
Manifestasi Klinis
Gejala asma terdiri dari trias dispnea, batuk dan mengi. Pada bentuk yang paling khas,
asma merupakan penyakit episodik dan keseluruhan tiga gejala tersebut dapat timbul bersama-
sama. Berhentinya episode asma kerapkali ditandai dengan batuk yang menghasilkan lendir atu
mukus yang lengket seperti benang yang liat.
Pada serangan asma ringan:
Anak tampak sesak saat berjalan.
Pada bayi: menangis keras.
Posisi anak: bisa berbaring.
Dapat berbicara dengan kalimat.
Kesadaran: mungkin irritable.
Tidak ada sianosis (kebiruan pada kulit atau membran mukosa).
Mengi sedang, sering hanya pada akhir ekspirasi.
Biasanya tidak menggunakan otot bantu pernafasan.
Retraksi interkostal dan dangkal.
Frekuensi nafas: cepat (takipnea).
Frekuensi nadi: normal.
Tidak ada pulsus paradoksus (< 10 mmHg)
SaO2 % > 95%.
PaO2 normal, biasanya tidak perlu diperiksa.
PaCO2 < 45 mmHg
Pada serangan asma sedang:
Anak tampak sesak saat berbicara.
Pada bayi: menangis pendek dan lemah, sulit menyusu/makan.
Posisi anak: lebih suka duduk.
Dapat berbicara dengan kalimat yang terpenggal/terputus.
Kesadaran: biasanya irritable.
Tidak ada sianosis (kebiruan pada kulit atau membran mukosa).
Mengi nyaring, sepanjang ekspirasi ± inspirasi.
Biasanya menggunakan otot bantu pernafasan.
Retraksi interkostal dan suprasternal, sifatnya sedang.
Frekuensi nafas: cepat (takipnea).
Frekuensi nadi: cepat (takikardi).
Ada pulsus paradoksus (10-20 mmHg)
SaO2 % sebesar 91-95%.
PaO2 > 60 mmHg.
PaCO2 < 45 mmHg
Pada serangan asma berat tanpa disertai ancaman henti nafas:
Anak tampak sesak saat beristirahat.
Pada bayi: tidak mau minum/makan.
Posisi anak: duduk bertopang lengan.
Dapat berbicara dengan kata-kata.
Kesadaran: biasanya irritable.
Terdapat sianosis (kebiruan pada kulit atau membran mukosa).
Mengi sangat nyaring, terdengar tanpa stetoskop sepanjang ekspirasi dan inspirasi.
Menggunakan otot bantu pernafasan.
Retraksi interkostal dan suprasternal, sifatnya dalam, ditambah nafas cuping hidung.
Frekuensi nafas: cepat (takipnea).
Frekuensi nadi: cepat (takikardi).
Ada pulsus paradoksus (> 20 mmHg)
SaO2 % sebesar < 90 %.
PaO2 < 60 mmHg.
PaCO2 > 45 mmHg
Pada serangan asma berat disertai ancaman henti nafas:
Kesadaran: kebingungan.
Nyata terdapat sianosis (kebiruan pada kulit atau membran mukosa).
Mengi sulit atau tidak terdengar.
Penggunaan otot bantu pernafasan: terdapat gerakan paradoks torakoabdominal.
Retraksi dangkal/hilang.
Frekuensi nafas: lambat (bradipnea).
Frekuensi nadi: lambat (bradikardi).
Tidak ada pulsus paradoksus; tanda kelelahan otot nafas.
Diagnosis
Diagnosis asma didasari oleh gejala yang bersifat episodik, gejala berupa batuk, sesak
napas, mengi, rasa berat di dada dan variabilitas yang berkaitan dengan cuaca. Anamnesis yang
baik cukup untuk menegakkan diagnosis, ditambah dengan pemeriksaan jasmani dan pengukuran
faal paru terutama reversibiltas kelainan faal paru akan lebih meningkatkan nilai diagnostik.
Riwayat penyakit atau gejala :
1. Bersifat episodik, seringkali reversibel dengan atau tanpa pengobatan.
2. Gejala berupa batuk berdahak, sesak napas, rasa berat di dada.
3. Gejala timbul/memburuk terutama malam/dini hari.
4. Diawali oleh faktor pencetus yang bersifat individu.
5. Responsif terhadap pemberian bronkodilator.
Hal lain yang perlu dipertimbangkan dalam riwayat penyakit
1. Riwayat keluarga (atopi).
2. Riwayat alergi/atopi.
3. Penyakit lain yang memberatkan.
4. Perkembangan penyakit dan pengobatan.
Serangan batuk dan mengi yang berulang lebih nyata pada malam hari atau bila ada
beban fisik sangat karakteristik untuk asma. Walaupun demikian cukup banyak asma anak
dengan batuk kronik berulang, terutama terjadi pada malam hari ketika hendak tidur, disertai
sesak, tetapi tidak jelas mengi dan sering didiagnosis bronkitis kronik. Pada anak yang demikian,
yang sudah dapat dilakukan uji faal paru (provokasi bronkus) sebagian besar akan terbukti
adanya sifat-sifat asma.
Batuk malam yang menetap dan yang tidak tidak berhasil diobati dengan obat batuk biasa
dan kemudian cepat menghilang setelah mendapat bronkodilator, sangat mungkin merupakan
bentuk asma.
Pemeriksaan fisik
o Gejala asma bervariasi sepanjang hari sehingga pada asma ringan dan sedang
tidak ditemukan kelainan fisik di luar serangan.
o Pada inspeksi terlihat pernapasan cepat dan sukar, disertai batuk-batuk
paroksismal, kadang-kadang terdengar suara mengi, ekspirasi memanjang, terlihat
retraksi daerah supraklavikular, suprasternal, epigastrium dan sela iga. Pada asma kronik
bentuk toraks emfisematous, bongkok ke depan, sela iga melebar, diameter
anteroposterior toraks bertambah.
o Pada perkusi terdengar hipersonor seluruh toraks, terutama bagian bawah
posterior. Daerah pekak jantung dan hati mengecil.
o Pada auskultasi bunyi napas kasar/mengeras, pada stadium lanjut suara napas
melemah atau hampir tidak terdengar karena aliran udara sangat lemah. Terdengar juga
ronkhi kering dan ronkhi basah serta suara lender bila sekresi bronkus banyak.
o Pada serangan ringan, mengi hanya terdengar pada waktu ekspirasi paksa. Mengi
dapat tidak terdengar (silent chest) pada serangan yang sangat berat disertai gejala
sianosis, gelisah, sukar bicara, takikardi, hiperinflasi dan penggunaan obat bantu napas.
o Tinggi dan berat badan perlu diperhatikan dan bila mungkin bila hubungannya
dengan tinggi badan kedua orang tua. Asma sendiri merupakan penyakit yang dapat
menghambat perkembangan anak. Gangguan pertumbuhan biasanya terdapat pada asma
yang sangat berat. Anak perlu diukur tinggi dan berat badannya pada tiap kali kunjungan,
karena akibat pengobatan sering dapat dinilai dari perbaikan pertumbuhannya.
Uji faal paru
Berguna untuk menilai asma meliputi diagnosis dan penatalaksanaannya. Pengukuran
faal paru digunakan untuk menilai :
1. Derajat obstruksi bronkus
2. Menilai hasil provokasi bronkus
3. Menilai hasil pengobatan dan mengikuti perjalanan penyakit.
Pemeriksaan faal paru yang penting pada asma adalah PEFR, FEV1, PVC, FEV1/FVC.
Sebaiknya tiap anak dengan asma di uji faal parunya pada tiap kunjungan. “peak flow meter”
adalah yang paling sederhana, sedangkan dengan spirometer memberikan data yang lebih
lengkap. Volume kapasitas paksa (FVC), aliran puncak ekspirasi (PEFR) dan rasio FEV1/FVC
berkurang > 15% dari nilai normalnya. Perpanjangan waktu ekspirasi paksa biasanya ditemukan,
walaupun PEFR dan FEV1/FVC hanya berkurang sedikit. Inflasi yang berlebihan biasanya
terlihat secara klinis, akan digambarkan dengan meningginya isi total paru (TLC), isi kapasitas
residu fungsional dan isi residu. Di luar serangan faal paru tersebut umumnya akan normal
kecuali pada asma yang berat. Uji provokasi bronkus dilakukan bila diagnosis masih diragukan.
Tujuannya untuk menunjukkan adanya hiperreaktivitas bronkus. Uji Provokasi bronkus dapat
dilakukan dengan :
1. Histamin
2. Metakolin
3. Beban lari
4. Udara dingin
5. Uap air
6. Alergen
Yang sering dilakukan adalah cara nomor 1, 2 dan 3. Hiperreaktivitas positif bila PEFR, FEV1
turun > 15% dari nilai sebelum uji provokasi dan setelah diberi bronkodilator nilai normal akan
tercapai lagi. Bila PEFR dan FEV1 sudah rendah dan setelah diberi bronkodilator naik > 15%
yang berarti hiperreaktivitas bronkus positif dan uji provokasi tidak perlu dilakukan.
Penatalaksanaan
Pengobatan asma menurut GINA ( Global initiative for Asma). Program penatalaksanaan
asma diantaranya melalui 6 komponen dalam dibawah ini :
1. Edukasi pada anak / keluarganya
Dengan bantuan dokter dan tenaga kesehatan lainnya, anak dan keluarganya akan secara
aktif turut serta dalam penatalaksanaan penyakit asmanya untuk mencegah timbulnya
masalah dan dapat hidup secara produktif. Sehingga dapat menjauhi faktor resiko,
berobat dengan benar, mengetahui perbedaan obat ‘controller’ dan ‘reliever’, monitoring,
mengenali gejala serangan asma dan mencari pertolongan medis secara apropriate.
2. Menilai dan monitor berat asma secara berkala
penilaian dan monitor berat asma baik melalui pengukuran gejala, pemeriksaan uji faal
paru, dan analisis gas darah sangat diperlukan untuk menilai hasil pengobatan. Seperti
telah dikemukakan sebelumnya, banyak penderita asma yang tanpa gejala, ternyata pada
pemeriksaan faal parunya menunjukkan adanya obstruksi saluran nafas.
3. Mengidentifikasi dan menghindari factor pencetus
Mengidentifikasi dan menghindari factor pencetus yang dapat menimbulkan proses
inflamasi saluran nafas merupakan tahap pertama pada penatalaksaan penyakit asma.
Menghindari factor pencetus dapat mengurangi gejala dan dalam jangka panjang dapat
menekan proses inflamasi maupun hiperreaktivitas saluran nafas. Yang termasuk induced
trigger antara lain allergen, bahan-bahan kimia yang iritatif, obat-obatan, infeksi virus.
Sedang inciter trigger antara lain exercise, udara dingin, dan emosi, dll.
4. Program penatalaksanaan asma jangka panjang
Program ini meliputi 3 hal yang harus dipertimbangkan yaitu obat-obatan asma,
pengobatan secara farmakologis berdasarkan system anak tangga, pengobatan
berdasarkan sistem zona atau wilayah bagi penderita.
5. Merencanakan pengobatan asma akut
Serangan asma ditandai dengan gejala sesak nafas, batuk, mengi atau kombinasi dari
gejala-gejala tersebut. Derajat serangan asma bervariasi dari yang ringan sampai berat
yang dapat mengancam jiwa. Serangan bisa mendadak atau bisa juga perlahan-lahan
dalam jangka waktu berhari-hari. Satu hal yang perlu diingat bahwa serangan asma akut
menunjukan rencana pengobatan jangka panjang telah gagal atau pasien sedang terpajan
faktor pencetus.
6. Berobat secara teratur
Untuk memperoleh tujuan pengobatan yang diinginkan, pasien asma pada umumnya
memerlukan pengawasan yang teratur dari tenaga kesehatan. Kunjungan yang teratur
diperlukan untuk menilai hasil pengobatan, cara pemakaian obat, cara menghindari factor
pencetus serta penggunaan alat peak flow meter. Makin baik hasil pengobatan, kunjungan
ini akan semakin jarang.
Tatalaksana awal
Nebulisasi b-agonis 1-3x, selang 20 menit
Nebulisasi ketiga + antikolinergik
Jika serangan berat, nebulisasi b-agonis + antikolinergik
Catatan:
Jika tidak ada alatnya, nebulisasi dapat diganti dengan adrenalin subkutan 0,01 ml/kgBB/kali,
maksimal 0,3 ml/kali
Untuk serangan sedang dan terutama berat, oksigen 2-4 l/menit
DAFTAR PUSTAKA