Contoh Laporan Praktikum Budidaya Sagu

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN

BUDIDAYA TANAMAN SAGU

KELOMPOK 1

Nurazila Atika J3W412023

M. Prayoga J3W412014

Rusmidar J3W412024

Salim Borahima J3W412046

Siti Rohamah J3W412035

PROGRAM KEAHLIAN

PRODUKSI DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN TERPADU

PROGRAM DIPLOMA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Tanaman sagu (Metroxylon sp) merupakan salah satu komoditi bahan pangan yang
banyak mengandung karbohidrat, sehingga sagu merupakan bahan makanan pokok untuk beberapa
daerah di Indonesia seperti Maluku, Irian Jaya dan sebagian Sulawesi. Sagu juga dapat
dimanfaatkan sebagai bahan baku industri pangan yang antara lain dapat diolah menjadi bahan
makanan seperti bagea, mutiara sagu, kue kering, mie, biskuit, kerupuk dan laksa (Harsanto,
1986).

Luas areal tanaman sagu di Indonesia sampai saat ini belum diketahui secara pasti.
Beberapa literatur yang ada memberikan data yang berbeda-beda, tetapi berdasarkan perkiraan M.
Yusuf Samad (2002) luas areal sagu di Indonesia sekitar.1.000.0000 hektar.

Beberapa hasil penelitian yang dirangkum oleh Wahid (1987) menyimpulkan bahwa
tanaman sagu mempunyai beberapa keuntungan dibandingkan dengan tanaman penghasil
karbohidrat lainnya, yaitu : (1) pohon sagu dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang berawa-
rawa dimana tanaman lain tidak dapat tumbuh dengan baik; (2) panen tidak tergantung musim,
tahan dan mudah dalam menyimpannya; (3) pohon sagu mengeluarkan anakan sehingga panen
dapat berkelanjutan tanpa melakukan penanaman ulang.

Sagu juga sangat akrab dengan lingkungan. Karena sagu memerlukan lingkungan yang
banyak mengandung air,maka lingkungan sagu akan dipertahankan dalam keadaan mengandung
banyak air.Halini berarti bahwa sagu akan mempertahankan air dalam jumlah yang banyak
sehingga dapat menghemat air. Seperti yang kita ketahui pasokan air saat ini sangat terbatas.

Sagu yang merupakan tanaman penghasil karbohidrat yang potensial di Indonesia dapat
digunakan untuk penganekaragaman pangan sesuai dengan INPRES No. 20 tahun 1979 (Haryanto
dan Pangloli dalam Bintoro, 2008). Sagu merupakan sumber karbohidrat penting di Indonesia dan
menempati urutan ke-4 setelah ubikayu, jagung dan ubi jalar (Lestari et al., 2009).

Tanaman sagu memiliki kandungan jumlah pati yang cukup banyak. Jika dihitung jumlah
pati yang dapat sagu hasilkan, maka akan terlihat perbandingan yang cukup besar antara jumlah
pati yang dihasilkan oleh tanaman sagu satu hektar dengan tanaman jagung atau padi satu hektar.

Pati yang terdapat dalam satu batang sagu berkisar 200-400 kg. Beberapa peneliti jepang
menemukan pohon sagu yang mengandung pati 800-900 kg/batang sagu. pati sagu mengandung
84.7% karbohidrat yang terdiri atas 73% amilopektin dan 27% amilosa (Wiyono dan Silitonga
dalam Bintoro, 2008). Pengolahan sagu hanya menghasilkan pati sekitar 16-18% dari bobot total
batang sagu yang termanfaatkan.
Selain itu sagu merupakan tanaman asli Indonesia. Lebih dari 95% tanaman sagu tersebar
luas di Indonesia, Papua Nugini, dan Malaysia. Sekitar 55% sagu dunia terdapat di Indonesia.
Sayangnya, sampai saat ini tanaman sagu belum mendapat perhatian sebagaimana mestinya.
Apabila ada pemekaran wilayah, areal sagu akan dikorbankan. Luas areal sagu akan semakin
menyusut karena digunakan untuk perkebunan lain. Saat ini sulit mendapatkan sagu bahkan di
daerah penghasil sagu tertinggi yaitu Papua.Sementara itu peneliti jepang di luar sana sedang
meneliti secara intensif karena FAO menyatakan bahwa sagu berpotensi untuk mengatasi
kekurangan pangan dunia.

B. Tujuan

Tujuan dari praktikum ini adalah agar mahasiswa mengetahui cara budidaya tanaman
sagu dan mengaplikasikannya di lapang. Selain itu, agar mahasiswa dapat melakukan pengamatan
terhadap tanaman yang dibudidayakan untuk mengetahui titik tumbuh sagu pada semua media
persemaian. Praktikum budidaya sagu juga bertujuan agar mahasiswa dapat mengetahui gejala-
gejala hama dan penyakit yang menyerang tanaman sagu, sehingga ketika di lapang mahasiswa
diharapkan dapat melakukan pencegahan dan penanggulangan terhadap serangan OPT dengan
tepat.

BAB II METODOLOGI PRAKTIKUM

A. Pertumbuhan Bibit Sagu Terhadap Bobot Sucker dipersemaian Rakit


1. Waktu dan tempat

Percobaan di laksanakam pada hari sabtu, 14 september 2013 bertempat di lahan


budidaya sagu kampus Gunung gede, program Diploma IPB.

2. Bahan dan Alat

Bahan yang di gunakan dalam percobaan pertama adalah sukcer dengan bobot kurang
dari 2 kg dan 2-4 kg yang diambil dari tanaman sagu yang dewasa, antracol ( fungisida) dan air.
Alat yang digunakan adalah bambu, pisau atau golok, kawat, paku, tali, ember, gergaji dan
peralatan budidaya lainnya.

3. Metode percobaan

Percobaan akan dilaksanakan menggunakan rencana percobaan acak kelompok dengan


satu faktor yaitu bobot sucker( 2 kg dan 2-4 kg ). Percobaan tersebut diulang sebanyak tiga
kali(setiap ulangan terdapat 20 satuan percobaan ).
Berdasarkan kombinasi dari taraf tiap-tiap faktor maka didapatkan empat perlakuan
sebagai berikut :

1. Media rakit dengan bobot sucker < 2 kg.


2. Media rakit dengan bobot sucker 2-4 kg.

Setiap perlakuan diulang 3 kali sehingga didapatkan 6 unit percobaan. Populsi setiap unit
percobaan sebanyak 20 sucker sehingga dibutuhkan 60 sucker dengan bobot < 2 kg, dan 60
sucker dengan bobot 2-4 kg.

4. Pelaksanaan percobaan

4.1. Pengambilan sucker

Percobaan dilaksanakan dengan menggunakan sucker sagu berbentuk ” L” yang diambil


dari tanaman induk dengaan kriteria sebagai berikut :

a. Sucker sagu diambil dari tanaman induk yang telah dupanen.


b. Taman induk yang digunakan berasal dari jenis sagu molat(tidak berduri)
c. Bobot sucker sagu < 2kg dan 2-4 kg.
d. Sucker yang diambil bebas dari serangan hama dan penyakit.
e. Sucker dibersihkan dari tanah yang masih menempel.
f. Akar sucker dipangkas dan disisakan kurang lebih 4-5 cm.
g. Bagian tajuk sucker dipangkas hingga panjangnya 30 cm dari banirnya.
Setelah sucker diambil sucker diletakkan pada tempat yang terhindar dari sinar
matahari langsung untuk menghindari transpiraasi yang berlebihan sebelum bibit
dipindahkan kepersemaian. Pemangkasan dimaksudkan untuk mengurangi transpirasi
berlebihan dan mempercepat terinisiasinya daun baru pada sucker ketika dipersemaian.
Pemangkasan juga untuk mempercepat terinduksinya akar-akar baru yang bermanfaat
bagi bibit sagu. Mengabsorbsi hara dan mineral selama fase pertumbuhannya. Akar-akar
awal sebelum perlakuan persemaian akan mengalami kematian jaringannya dan berwarna
kehitaman seiring dengan terinisiasinya akar-akar baru atau akar nafas.

4.2. Pembuatan rakit

Rakit dibuat dari potongan bambu dengan ukuran 2,5 m x 1 m x 30 cm. Potongan bambu
disusun bertingkat dengan 3 bagian. Potongan bambu yang dibutuhkan untuk membuat satu rakit
adalah 15 buah dengan rincian 11 potongan bambu dengan panjang 2,5 m dan 4 potongan bambu
dengan panjang 1 m. Rakit disusun dengan menggunakan kawat dan paku agar terikat secara
kuat. Setelah rakit siap rakit dimasukkan kedalam kolam. Agar rakit tidak bergerak rakit
dipancang/ditegakkan didalam kolam.

4.3. Penanaman

Sucker ditanam dipersemaian rakit. Sebelum sucker ditanam, sucker tersebut direndam
terlebih dahulu kedalam fungisida( antracol) 5 menit dengan konsentrasi 2 g/liter air. tahapan
penanaman dilakukan sebagai berikut penanaman dipersemaian rakit :

a. Daun sucker sagu dipangkas dan disisakan 30-40 cm,


b. Akar sucker sagu juga dipangkas dan disisakan 5-10 cm.
c. Sucker yang telah ditanam, disusun kedalam rakit,
d. Akar sucker sagu harus terendam kedalam air

Lama persemaian untuk sucker sagu yaitu 3-4 bulan atau sampai keluar 3-4 daun baru
dengan perakaran yang banyak.

4.4. Pemeliharaan

Pemeliharan yang dilakukan dengan menjaga kondisi bibit dirakit agar tetap tegak,
permukaan air tidak melewati leher banir dan pengendalian hama penyakit tanaman dengan
penyemprotan menggunakan fungisida.

4.5. Pengamatan

Peubah yang diamati adalah peubah vegetatif yang terdiri atas :

1. Persentase hidup bibit (%)

Persentase hidup bibit dihitung berdasarkan jumlah bibit yang bertahan hidup dn tumbuh dengan
baik untuk setiap perlakuan sampai kemunculan daun ketiga dengan rumus :

jumlah bibit hidup px ( n)


persentase hidup bibit= x 100 %
jumlah bibit yang di tanam

keterangan

px (n) = pengamatan bulan ke – n( 1,2,3,) setiap perlakuan

1. Jumlah daun
Jumlah daun di hitung pada jumlah daun yang membuka secara sempurna. Pengamatan
dilakukan setiap minggu.
2. Panjang akar
Panjang akar diukur pada panjang akar terpanjang. Pengamatan dilakukan setiap minggu.
B. Respon Pertumbuhan Bibit Sagu Terhadap aplikasi Dosis Pupuk N Dan Bobot Sucker
Di Persemaian Polibag

1. Waktu dan Tempat

Percobaan akan dilaksanakan mulai bulan september –januari 2013 bertempat dikebun
percobaan, program diploma IPB.

2. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam percobaan pertama adalah sucker sagu dengan bobot < 2kg
dan 2-4 kg yang diambil dari tanaman sagu yang telah dewasa, pupuk kandang, pupuk N, (dosis
0,3 dan 6 g/suckera). Pupuk P dan K diberikan untuk keseluruhan satuan percobaan. Alatayang
digunakan adalah polibag, bambu, parang, dan peralatan budidaya lainnya.

3. Metode Percobaan

Percobaan akan dilaksanakan dengan menggunakan rancangan percobaan acak


kelompok dengan dua faktor. Faktor yang pertama adalah pemberian dosis pupuk N yang terdiri
atas 3 taraf yaitu 0,3 dan 6 g/bibit. Faktor yang kedua yaitu bobot sucker (abut) yaitu < 2 kg dan
2-4 kg.

Berdasarkan kombinasi dari taraf tiap-tiap faktor maks didapatkan 6 perlakuan sebagai
berikut.

1. Bobot sucker < 2kg tanpa pemupukan N.


2. Bobot sucker < 2kg dosis n 3 gram per bibit.
3. Bobot sucker < 2 kg dosis 6 gram per bibit.
4. Bobot sucker 2-4 kg tanpa pemupukan N.
5. Bobot sucker 2-4 kg dosis N 3 gram per bibit.
6. Bobot sucker 2-4 kg dosis N 6 gram per bibit.

Populasi setiap unit percobaan sebanyak 20 sucker sehingga dibutuhkan 360 sucker dengan
bobot 2-4 kg.
4. Pelaksanaan Percobaan

4.1. Persemaian dimedia persemaian polibag.

Komposisi media tanam terdiri atas tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 1:1.
Pupuk kandang yang digunakan adalah pupuk kandang yang berasal dari kotoran sapi yang telah
terdekokposisi sempurna. Tanah dan pupuk kandang dicampur hingga rata dan dimassukkan
kedalam polibag yang berukuran 40 x 40 cm.

4.2. Penanaman

Sucker ditanam didalam polibag dan didalam rakit. Sebelum sucker ditanam, sucker
tersebut dicelupkan terlebih dahulu kedalam larutan fungisida selama 2 menit dengan konsentrasi
2 g/l air. Tahapan penanaman dilakukan sebagai berikut.

Penanaman dalam media tanam polibag.

a. Isi polibag dengan media tanam sebanyak 2/3 bagian.


b. Daun sucker sagu dipangkas dan disisakan 30-40 cm.
c. Akar sucker sagu juga dipangkas dan disisakan 5-10 cm.
d. Sucker yang telah siap ditanam, dimasukkan kedalam polibag.
e. Isi kembali media tanam ke dalam polibag yang telah ditanami sucker sagu.
f. Polibag disussun sesuai dengan perlakua nnya.

4.2. Aplikasi pupuk

Pupuk N diaplikasikan sesuai dengan perlakuannya dengan cara ditaburkan secara


melingkar sekitar 4 cm dari bagian banir bibit, kemudian ditutup dengan tanah. Selain pupuk N,
akan diaplikasikan juga pupuk P dan K dengan dosis 5 gram per bibit dengan cara yang sama.
Pupuk diaplikasikan pada minggu ke 2 tanam.

4.3. Pemeliharaan

Pemeliharan yang dilakukan adalah penyiraman, pengendalian hama dan penyakit tanaman, serta
gulma pada saat pembibitan. Penyiraman dilakukan dengan menyiramkan air diatas permukaan
media didalam polibag sampai basah dua kali sehari (pagi dan sore ).
4.4. Pengamatan

Peubah yang diamati adalah peubah vegetatif yang terdiri atas :

1. Persentase hidup bibit (%)


Persentase hidup bibit dihitung berdasarkan jumlah bibit yang bertahan hidup dan
tumbuh dengan baik untuk setiap perlakuan sampai kemunculan daun ketiga dengan
rumus :

jumlah bibit hidup PX(n)


Persentase hidup bibit == jumlah bibit yang ditanamx100 %

Keterangan :

P X (n) = pengamatan bulan ke-n(1,2,3), setiap perlakuan.

2. Jumlah daun
Jumlah daun dihitung pada daun yang telah membuka secara sempurna. Pengamatan
dilakukan setiap dua minggu sekali sampai bibit memiliki 3 daun.
3. Panjang akar.
Panjang akar diukur pada panjang akar terpanjang. Pengamatan dilakukan pada akhir
percobaan.
4. Jumlah bibit yang berakar.
Jumlah bibit yang berakar dihitung pada akhir percobaan dengan menghitung akar baru
yang muncul pada bibit.
5. Rasio akar, banir (rizoma), dan tajuk.
Rasio akar, banir, dan tajuk didapatkan dengan menimbang bobot kering akar, banir, dan
tajuk.
C. Penanaman Bibit Sagu Terhadap Aplikasi Daun yang disungkup Dan Tidak Disungkup

1. Waktu dan tempat

Penanaman di laksanakan pada tanggal 7 desember 2013 bertempat dilahan budidaya


tanaman sagu program diploma IPB

2. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penamanan adalah sucker sagu dengan bobot <2 kg yang
diambil dari tanaman sagu yang dewasa dan pupuk SP- 36 sebanyak 5 gr dan furadan untuk
masing - masing satuan percobaan. Alat yang digunakan adalah cangkul, gunting,hetter, pancang
atau ajir,alat tulis (penggaris, pena),kertas.

3. Metode percobaan

Penanaman dilakukan dengan rancangan percobaan sucker bobot < 2 kg dengan dua
faktor. Faktor pertama adalah bibit sucker di tanam dengan cara di beri sungkup atau tutup
dengan kertas. Faktor yang kedua bibit sucker tiadak diberi sungkup atau tutup.

Setiap perlakuan di ulang 3 kali sehingga dibutuhkan 30 sucker dengan bobot <2 kg.
Tiap- tiap faktor maka didapatkan 2 perlakuan setiap kelompok sebagai berikut;

1. Penanaman sucker bobot <2 kg ditutup dengan kertas oleh kelompok 1-5
2. Penanaman sucker bobot < 2kg tidak ditutup oleh kelompok 6-10.

4. Pelaksanaan percobaan

4.1. Penanaman

Sebelum sucker ditanam, bibit sagu yang dipilih untuk di tanam sudah memiliki 2-3
helai daun baru. Sucker yang memiliki banyak pelepah harus di potong, dengan menyisakan 3
batang pelepah dan daun pada bibit di pangkas agar bibit sagu tidak mengalami transpirasi dan
respirasi berlebihan. Di lanjutkan Tahapan penamanan di lakukan sebagai berikut:

a. Lubang tanam disiapkan untuk penanaman bibit sagu yang telah disiapkan sebelumnya.
Ukuran lubang tanam yang dibuat adalah 30 cm x 30 cm x 30 cm.
b. Penanaman dilakukan dengan membenamkan banir kedalam lubang tanam,dan berikan
sedikit furadan.bagian pangkal banir ditutupi dengan tanah.
c. Taburkan pupuk sp-36 pada setiap piringan sucker
d. bibit sagu ditanam menyandar tegak pada sisi lubang tanam
e. ajir tetap dipancang disamping lubang tanam agar tanaman menjadi kokoh dan tidak
mudah tumbang.
f. bibit sagu ditutup dengan kertas khusus untuk perlakuan yang yang ditutup dengan
kertas

4.2. Pengamatan

peubah yang diamati adalah peubah vegetatif yang terdiri atas :

1. persentase hidup bibit


persentase hidup bibit dihitung berdasarkan jumlah bibit yang bertahan hidup dan
tumbuh dengan baik untuk setiap perlakuan denagn rumus :

julmah bibit hidup px (n)


persentase hidup bibit= x 100 %
jumlah bibit yang di tanam

keterangan:
px (n)= pengamatan bulan ke – n ( 1,2,3,) setiap perlakuan.
BAB III TINJAUAN PUSTAKA
A. Botani Tanaman Sagu

Tanaman sagu ( Metroxylon spp.) merupakan tanaman monokotil,secara taksonomi dapat


dijelaskan sebagai berikut.
Ordo : Spadiciflora
Famili : Palmae
Genus : Metroxylon
Spesies: Metroxylon spp
Sagu dari genus metroxylon, secara garis besar digolongkan menjadi dua yaitu , tanaman
sagu yang berbunga atau berbuah dua kali ( pleonanthic) dengan kandungan pati rendah dan
tanaman sagu yang berbunga atau berbuah sekali ( Hepaxanthic) yang mempunyai nilai
ekonomis penting ,karena kandungan patinya lebih banyak ( Bintoro)
Sagu ( Metroxylon spp) termasuk tumbuhan monokotil dari kelurga palmae. Terdapat
lima marga plamae yang kandungan ptinya banyak dimanfaatkan , yaitu Metroxylon spp, Arenge
sp, Coripha sp,Euqeissona sp, dan cariota sp.( Ruddle et al, 1978).
Sagu (Metroxylon sagu Rottb.) termasuk tanaman monokotil dari famili Palmae, genus
Metroxylon dan ordo Spadiciflorae merupakan jenis tanamanyang menyimpan pati pada bagian
batangnya (Haryanto dan Pangloli, 1992). Tanaman sagu secara botani digolongkan menjadi dua,
yaitu tanaman sagu yang berbunga dan berbuah satu kali (Hapaxanthic) dan tanaman sagu yang
berbunga dan berbuah dua kali atau lebih (Pleonanthic). Golongan yang pertama sangat penting
nilai ekonominya karena kandungan patinya tinggi (Haryanto danPangloli, 1992).
Bagian yang terpenting dari sagu adalah batang . batang merupakan tempat untuk
menyimpan cadangan makanan berupa karbohidrat. Batang sagu berbentuk silinder dengan kulit
luar yang keras dan bagian dalam berupa empulur yang mengandung serat-serat dan pati. Sagu
memiliki daun sirip , menyerupai daun kelapa yang tumbuh pada tangkai daun. Bunga sgu
majemuk yang keluar dari ujung batang sagu, berwarna merah kecoklat-coklatan seperti
karat.(Bintoro et al,2010)
Batang sagu terdiri atas lapisan kulit luar bagian luar yang keras dan bagian dalam berupa
empulur yang mengandung serat-serat dan pati. Tebal kulit luar yang keras sekitar 3 – 5 cm.
pohon sagu yang masih muda mempunyai kulit yang tipis dibandingkan sagu dewasa ( Haryanto
dan pangloli, 1992)
Lapisan kulit paling luar berupa lapisan sissa-sisa pelepah daun sagu yang terlepas,
sehingga yang terlihat hanya lapisan kulit tipis pembungkus kulit dalam yang keras. Pada
tanaman sagu yang masih muda , kulit dalam tersebut tipis dan tidak begitu keras. Serat dan
empulur pada sagu muda dan banyak mengandung air, sedangkan pada sagu dewasa sampai
umur panen empulur dan serat sudah mulai kering dan keras.(Bintoro et al ,2010)
Struktur batang sagu dari arah luar terdiri atas lapisan sisa pelepah daun,lapisan kulit luar
yang tipis yang berwarna kemerah-merahan, lapisan kulit dalam yang keras dan padat berwarna
kehitam-hitaman, lapisan serat, serta lapisan empulur yang mengandung pati (Rumalatu,1981).
Menurut Haryanto dan Pangloli ( 1992), kandungan pati dalam empulur batang sagu
berbeda-beda tergantung umur ,jenis,dan lingkungan tumbuh. Penurunan kandungan pati dalam
batang sagu biasanya ditandai dengan mulai terbentuknya primordia bunga.
Daun sagu memiliki anak daun dengan panjang 1,5 m bertangkai dan berpelepah.
Panjang daun sagu dapat mencapai 7 m. daun merupakan bagian tanaman sagu yang memilki
peranan penting karena merupakan tempat pembenntukan pati melalui proses fotosintesis.
Tanaman sagu membentuk satu daun setiap bulan dan diperkirakan daun sagu dapat
berumur rata-rata 18 bulan, kemudian akan gugur setelah tua (Flack, 1983). Tanaman sagu akan
berbunga setelah setelah mencapai usia dewasa antara 10-15 tahun tergantung jenis dan kondisi
pertumbuhannya. Munculnya bunga pada tanaman sagu dewasa menandakan bahwa sagu
tersebut sudah mendekati akhir pertumbuhannya. Bunga sagu merupakan bunga majemuk,
sedangkan buahnya berbentuk bulat dan berbiji menyerupai buah salak.
B. Syarat Tumbuh Sagu
Sagu merupakan palma penting penghasil tepung dan pati yang secara alami tanaman
sagu tersebar dari Melanesia di Pasifik Selatan di sebelah Timur sampai ke India di sebelah Barat
(90º-180º BT) dan dari Mindanau di sebelah Utara sampai di Pulau Jawa di sebelah Selatan (10º
LU- 10ºLS) (Johnson dalamDjoefrie, 1999).
Sagu umumnya tumbuh baik di daerah 10o LS- 15o LU dan 90º-180º BT pada ketinggian
0-700 m dpl. Pertumbuhan optimum sagu terjadi pada ketinggian 400 m dpl ke bawah (Manan
dan Supangkat, 1984). Hutan sagu ditemukan di lahan-lahan di sepanjang dataran rendah tepi
pantai hingga ketinggian 1000 m di atas permukaan laut (m dpl), di sepanjang tepi sungai, dan di
sekitar danau atau rawa (Djoefrie, 1999). Jika ketinggian tempat lebih dari 400 m dpl maka
pertumbuhannya akan terhambat dan produksinya rendah (Bintoro et al., 2010).
Derajat kemasaman (pH) yang dikehendaki oleh tanaman sagu berkisar antara 3.7- 6.5.
Kisaran keadaan hidrologi tempat tumbuh tanaman sagu sangat luas, jikahanya dilihat dari
kemungkinan hidup, tanaman sagu dapat hidup pada daerah yang tergenang sampai yang tidak
tergenang asalkan kelembaban tanah cukup tinggi. Pertumbuhan sagu pada daerah tergenang
tetap pada tahap semai masih baik, akan tetapi pada tahap pembentukan batang laju
pertumbuhannya sangat lambat (Djoefrie, 1999).
Tanaman sagu menghendaki tanah berlumpur dan kaya dengan mineral dan bahan
organik. Sagu juga dapat hidup pada tanah berpasir asalkan mempunyai kandungan bahan
organik yang tinggi. Sagu dapat tumbuh dengan baik pada tanah vulkanik, latosol, andosol,
podzolik merah kuning, grumosol, alluvial, dan hidromorfik. Secara alami tanaman sagu
merupakan vegetasi yang mendominasi lahan berawa (Djoefrie, 1999).
Suhu udara terendah bagi pertumbuhan tanaman sagu yaitu 15o C danm pertumbuhan
terbaik terjadi pada suhu 25o C dengan kelembaban udara sekitar 90% dan intensitas penyinaran
matahari sekurang-kurangnya 900 joule/cm2/hari (Bintoro et al., 2010).
Sagu tumbuh di daerah-daerah yang berair tawar , rawa yang bergambut, sepanjang aliran
sungai, sekitar sumber air dan hurtan-hutan rawa yang kadar garamnya tidak terlalu tinggi
(haryanto dan pangloli, 1992). Di Papua dan Maluku, sagu tumbuh liar dirawa-rawa dataran
rendah dengan daerah yang luas. Di Sumatra sagu banyak di tanaman yang membentang dari
provinsi Sumatera Selatan sampai Sumatra tara melalui Jambi dan Riau.sagu dapat tumbuh
dengan baik pada tanah vulkanik, podzolik merah kuning, grumosol, alluvial, dan hidromofik
(Bintoro 1999).
Bintoro, (1999) menyatakan bahwa satu hal yang menarik dari tanaman sagu yaitu
tanaman tersebut dapat tumbuh dikawasan tanaman lain tidak dapat tumbuh dan apabila tanaman
lainnya seperti padi, jagung, umbi-umbian dan palawija hasilnya akan membusuk jika terendam
>1 m, tetapi pati yang terdapat dibatang sagu tidak akan rusak jika terendam >1m selama
beberapa hari.
Lahan ganbut yang masih luas di Indonesia dapat dioptimalkan pemanfaatannya secara
efektif dan efisien dengan mengikuti kaidah-kaidah pemanfaatan lahan gambut. Pemanfaatan
tersebut harus tetap mengutamakan kelestarian lingkungan. Menurut sarwani dan Thamrin
(1994), Radjagukguk (1997) karet dan kelapa tanaman perkebunan lainnya yang dikenal cocok
untuk dikembangkan di lahan gambut adalah kopi, kelapa sawit, cokelat, sagu dan nanas.

C. Persiapan Bahan Tanam


Persiapan bahan tanam tanaman sagu merupakan kegiatan pengadaan bahan tanaman yang di
butuhkan oleh kebun. Kegiatan tersebut meliputi seleksi bibit, perlakuan terhadap bibit dan
persemaian. Keseluruhan dari kegiatan persiapan bibit bertujuan mendapatkan bibit yang
berkualitas baik, bebas dari hama penyakit tanaman sehingga bibit tersebit dapat ditanam
dilapangan dengan persentase hidup yang tinggi.
Bibit yang diambil sebagai bahan tanaman adalah bibit yang telah matang atau tua. Bibit
sagu umumnya dapat ditemukan pada kebun yang sudah dipanen 3- 4 kali terhadap pohon
induknya. Bibit yang baik dengan berat 2-5 kg, sedangkan bentuk yang baik dengan bonggol
bentuk ”L”.
Bibit yang digunakan dapat berasal dari biji (generatif) dan bibit yang berasaldari tunas
atau anakan sagu (vegetatif). Perbanyakan tanaman secara generatif belum optimal
keberhasilannya, terutama dalam perkecambahan biji (Flach dalam Haryanto dan Pangloli,
1992). Bahan tanam (sucker) yang digunakan untuk pembiakan secara vegetatif harus berasal
dari tunas atau anakan sagu dari induk yang mempunyai produksi pati yang tinggi. Teknik
pembibitan yang dilaksanakan pada bibit sagu adalah pesemaian
rakit.
Pesemaian rakit dilaksanakan pada parit dengan air mengalir. Rakit bisa terbuat dari
bambu atau pelepah tua tanaman dewasa. Keuntungan menggunakan teknik persemaian rakit
adalah kemampuan tumbuh bibit tinggi serta pemeliharaan tanaman sangat sedikit. Dalam satu
rakit berukuran 3 x 1 meter dapat disemaikan 60 – 100 anakan sagu tergantung pada ukuran
bonggolnya dan anakan sagu diatur searah dengan rakit. Selain menggunakan rakit, persemaian
juga bisa dilakukan dengan menggunakan teknik kolam dan polibag. Pada persemaian dengan
menggunakan polibag digunakan tanah gambut ke dalam polibag tersebut (Bintoro, 2008).
Bibit yang diambil sebagai bahan tanam adalah bibit yang masih baru (segar), telah matang
atau tua, mempunyai pelepah dengan pucuk yang masih berwarna hijau segar, bibit mudah bergerak
jika digoyang-goyangkan, posisi bibit tersebut tidak tumbuh menempel pada induk sagu, tidak
terserang hama dan penyakit, memiliki akar yang cukup, tempat penyimpanan bahan makanan
(banir) berwarna merah muda dan keras, dan diutamakan bibit yang memiliki banir berbentuk “L”
karena memiliki jumlah cadangan makanan yang lebih banyak dibandingkan bibit dengan bentuk
banir yang lainnya sehingga presentase hidupnya lebih tinggi. Semakin berat suatu bibit, maka
pertumbuhannya akan lebih cepat (Bintoro et al., 2010). Berdasarkan penelitian Pinem (2008) bibit
dengan perlakuan persemaian kanal dengan bobot 4 kg menghasilkan pertumbuhan yang paling baik.
Perlakuan sebelum persemaian yaitu pemangkasan dari atas banir 30 cm dan konsentrasi
Rootone-F 1500 ppm menunjukkan hasil pertumbuhan yang baik(Listio, 2007). Selain itu, penelitian
Asmara (2005) menunjukkan bahwa perendamanbibit menggunakan Rootone-F selama 4 jam
berpengaruh terhadap panjang akar tetapi tidak berpengaruh terhadap panjang, jumlah, dan lebar
daun. Tujuanpemangkasan yaitu agar evaporasi dapat ditekan dan mempercepat pemunculan
tunas.
Persemaian merupakan satu tindakan budidaya tanaman yang bertujuan untuk mempercepat
pertumbuhan vegetatif suatu bibit atau bahan tanam di dalam suatu wadah tertentu dengan suatu
wadah atau tempat tertentu dengan suatu tindakan pemeliharaan tertentu. Persemaian bibit sagu
dilakukan dengan menggunakan sistem kanal (Irawan, 2004). Bibit ditata dalam rakit yang terbuat
dari tulang daun sagu (gaba-gaba) atau dari bambu/kayu yang berukuran 3 m x 0.5 m.
Rakit tersebut sangat ringan sehingga mengapung di air dan mudah dilangsir ke lokasi
penanaman. Setiap rakit dapat menampung 70 – 80 bibit. Bibit dalam rakit diletakkan dalam kanal
sampai batangnya terendam, setelah 3 bulan akan ada 2-3 helai daun baru dan perakarannya sudah
berkembang dengan baik, saat itu bibit sagu dapat dipindahkan ke lapangan (Bintoro, 2008).
Kegiatan persemaian merupakan kegiatan lanjutan dari penyeleksian abut (anakan sagu).
Persemaian bertujuan memberikan kondisi yang sesuai atau akli-matisasi untuk abut-abut yang akan
di tanam di lapangan. Aklimatisasi bertujuan agar abut tersebut tidak stres, sehingga selama proses
persemaian kondisi abut ba-ik dan sehat untuk ditanam di lapangan. Lama bibit di persemaian yaitu
selama ti-ga bulan, bibit memiliki rata-rata jumlah daun 2-3 helai dan perakaran yang baik sehingga
bibit sudah siap dipindah ke lapang (Bintoro et al., 2010).
Bibit yang digunakan dapat berasal dari biji (generatif) dan dari tunas atau anakan sagu
(vegetatif). Perbanyakan tanaman secara generatif belum optimal keberhasilannya, terutama
dalam perkecambahan biji (Flach dalam Haryanto dan Pangloli, 1992).
Teknik pembibitan yang dilaksanakan pada bibit sagu adalah persemaian rakit. Persemaian rakit
dilaksanakan pada parit atau kanal dengan air mengalir.7

Rakit bisa terbuat dari bambu atau pelepah tua tanaman sagu. Keuntungan meng-gunakan
persemaian rakit adalah kemampuan tumbuh bibit tinggi serta peme-liharaan sangat sedikit.
Selain menggunakan rakit, persemaian juga bisa dilakukan dengan menggunakan teknik kolam
dan polibag. Pada persemaian menggunakan polibag digunakan tanah gambut ke dalam polibag
tersebut (Bintoro, 2008). Menurut Pinem (2008), perlakuan persemaian dengan polibag
menghasilkan nilai rata-rata panjang tunas yang rendah jika dibandingkan dengan sistem rakit
dan ko-lam. Hal ini karena kadar air polibag cukup rendah, sedangkan bibit sagu membutuhkan
kadar air yang tinggi untuk pertumbuhannya.

D. Pupuk dan Pemupukan


Pupuk adalah setiap bahan yang diberikan ke dalam tanah atau di-semprotkan pada tanaman
dengan maksud menambah unsur hara yang diperlukan tanaman. Pemupukan adalah setiap usaha
pemberian pupuk yang bertujuan me-nambah persediaan unsur-unsur hara yang dibutuhkan oleh
tanaman untuk me-ningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman (Sarief, 1985).
Menurut Hardjowigeno (2007), agar pemupukan efisien maka dalam pe-mupukan harus
diketahui beberapa hal, yaitu tanaman yang akan dipupuk, jenis tanah, jenis pupuk, dosis pupuk,
waktu dan cara pemupukan. Dosis pupuk yang diberikan berhubungan dengan kebutuhan tanaman
akan unsur hara, kandungan unsur hara yang ada dalam tanah dan kadar unsur hara yang terdapat
dalam pupuk.
Menurut Harjadi (1996), pada banyak tanaman, N diberikan beberapa kali se-lama musim
tanam karena N mudah tercuci dan mudah berubah ke bentuk gas yang tidak tersedia bagi tanaman.
Pupuk terbagi menjadi pupuk alami dan buatan. Pupuk alami adalah pupuk yang telah tersedia di
alam dan dapat diserap tanaman, sedangkan pupuk buatan adalah pupuk yang sengaja dibuat dengan
menambahkan unsur hara tertentu. Selain itu pupuk buatan terdiri atas pupuk tunggal dan pupuk
majemuk. Pupuk tunggal adalah pupuk yang hanya mengandung satu unsur hara saja, sedangkan
pupuk majemuk mengandung lebih dari satu unsur hara.
Urea adalah salah satu bentuk pupuk N buatan dan tergolong pupuk tung-gal. Rumus
kimianya adalah CO(NH2)2. Pupuk urea mengandung 45% N dan termasuk golongan pupuk yang
higroskopis. Pada kelembaban nisbi 73% sudah mu-lai menarik air dari udara. Reaksi fisiologisnya
agak masam dengan ekivalen ke-masaman 80 tetapi tidak terlalu mengasamkan tanah. Pupuk urea
dibuat dari amo-niak dan gas asam arang, berbentuk kristal berwarna putih atau butir-butir bulat
berdiameter kurang lebih 1 mm. Pupuk urea sering dilapisi suatu bahan pelapis untuk mengurangi
sifat higroskopisnya. Untuk dapat diserap tanaman, nitrogen dalam urea diubah dahulu menjadi
ammonium dengan bantuan enzim tanah urea-se melalui proses hidrolisis. Apabila diberikan ke tanah
proses hidrolisis tersebut cepat sekali terjadi sehingga mudah menguap menjadi amonia. Amonia
mudah bereaksi dengan air dan akan membentuk hidroksi amonium, sehingga untuk se-mentara tidak
akan hilang dari tanah (Sarief, 1985 ; Hardjowigeno, 2007).

1. Nitrogen
Nitrogen merupakan unsur yang termasuk ke dalam salah satu unsur esensial bagi tanaman.
Menurut Miftahudin et al., (2010) unsur esensial diartikan sebagai hara mineral yang sangat
dibutuhkan oleh tanaman. Bila salah satu dian-taranya tidak tercukupi dalam tanah maka
pertumbuhan dan perkembangan tana-man tidak dapat optimal. Senyawa nitrogen sebagai sumber
nitrogen yang dapat diasimilasikan oleh tanaman dan dapat dibagi menjadi empat golongan besar,
yaitu: nitrogen nitrat (NO3-), nitrogen ammonia, nitrogen organik dan nitrogen molekul lain (N 2).
Sum-ber utama unsur nitrogen bagi tanaman diantaranya atau yang terpenting adalah ion nitrat (NO 3)
dalam larutan tanah. Ion nitrat diserap oleh bulu-bulu akar melalui proses respirasi anion
dandiakumulasikan dalam vakuola. Sumber lain dari nitrogen anorganik adalah dalam bentuk ion am
monium (NH4+). Masuknya ion ammonium ke dalam sel karena adanya gradien listrik akibat
pengambilan ion secara aktif (Suseno, 1974).
Kandungan nitrogen di udara sekitar 79%. Nitrogen tersebut tidak lang-sung dapat
dimanfaatkan oleh tanaman sebelum mengalami perombakan menjadi senyawa nitrat (NO 3-) dan
ammonium (NH4+). Sumber nitrogen udara berasal dari vulkan, pembakaran, denitrifikasi dan
pelapukan sedimen. Nitrogen udara diok-sidasi oleh cahaya kilat dan bereaksi dengan air hujan
membentuk nitrat. Fiksasi biologi dapat dilakukan oleh mikroorganisme seperti bakteri,
aktinomisetes dan ganggang hijau biru. Molekul nitrogen (N2) akan bereaksi dengan oksigen (O2)
membentuk ammonium (NH4+) yang tersedia bagi tanaman.
Menurut Hardjowigeno (2007), perubahan-perubahan bentuk nitrogen da-lam tanah dari
bahan organik melalui beberapa macam proses, yaitu aminisasi, amonifikasi, nitrifikasi dan
denitrifikasi. Aminisasi adalah pembentukan senyawa amino dari bahan organik (protein) oleh
berbagai mikroorganisme. Amonifikasi adalah pembentukan ammonium dari senyawa-senyawa
amino oleh mikroorganis-me. Nitrifikasi adalah perubahan dari ammonium (NH4+) menjadi nitrit
(NO2-) oleh bakteri Nitrosomonas, kemudian menjadi nitrat oleh bakteri Nitrobacter. Faktor-faktor
yang mempengaruhi nitrifikasi adalah tata udara (nitrifikasi berjalan baik jika tata udara tanah baik),
pH tanah (baik pada pH sekitar 7.0) dan suhu. Denitrifikasi adalah proses reduksi nitrat (NO 3-)
menjadi bentuk N2 oleh mikroorganisme dan proses reduksi kimia (terjadi setelah terbentuk nitrit).
Syarat terjadinya denitrifikasi adalah di tempat yang tergenang, drainase buruk dan tata udara tidak
baik.
Nitrogen merupakan penyusun semua protein dan asam nukleat, sehingga merupakan
penyusun protoplasma (Sarief, 1985). Menurut Hardjowigeno (2007) N berfungsi memperbaiki
pertumbuhan vegetatif tanaman. Apabila tanaman keku-rangan nitrogen maka terlihat gejala seperti
tanaman menjadi kerdil, pertumbuhan akar terbatas dan daun - daun kuning dan gugur. Menurut
Sarief (1985), jumlah N yang terlalu banyak mengakibatkan menipisnya bahan dinding sel sehingga
mu-dah diserang oleh hama dan penyakit, serta mudah terpengaruh oleh keadaan bu-ruk seperti
kekeringan dan kelebihan air.
E. Penanaman

Lubang tanam disiapkan untuk penanaman bibit tanaman sagu yang telah dipersiapkan
sebelumnya. Ukuran lubang tanaman yang dibuat adalah 30 x 30 x 30 cm atau dengan menyesuaikan
dengan ukuran bibit. Bagian bawah bibit yang akan ditanam diusahakan meyentuh permukaan air
agar terhindar dari kekeringan. Apabila permukaan air tanah sangat dalam, lubang tanam digali
sampai kedalaman 60 cm. setelah lubang tanam selesai dibuat maka bibit dapat segera ditanam.
(Bintoro.et al, 2010).
Kegiatan penanam bibit tanaman sagu dilakukan setelah bibit disemai selama tiga bilan dan
telah memiliki 2-3 helai daun baru serta memiliki perakaran yang baik. Penanaman saat musim hujan
persentase hidupnya lebih tinngi dari oada penanaman di musim kemarau. Hal tersebut disebabkan
bibit yang ditanaman pada musim kemarau mengalami transpirasi dengan cepat sehingga mengalami
kekeringan. Kondisi tanah yang lembab dan suhu udara yang terlalu tinggi menentukan persentase
hidup bibit sagu. (Bintoro.et al, 2010).
Proses pengangkutan abut dari rakit persemaian kelapangan harus dilakukan dengan hati-hati
agar tidak merusak tunas dan daun yang baru tumbuh. Pemotongan daun dan pucuk muda dilakukan
untuk menghindari kerusakan karena pengangkutan. Pada saat penanaman, bagian akar biibit harus
tertutup tanah dengan baik untuk menghindari serangan penyakit, dan bibit tidak mudah rebah.
(Bintoro.et al, 2010).
Cara penanaman dilakukan dengan membenamkan benir ke dalam lubang tanam. Bagian
pangkal banir ditutup dengan tanah remah bercampur gambut. Tanah penutup di letakkan diatur
sehingga banir tidak sampai bergerak. Tanah lapisan atas di masukkan sampai separuh lubang
tanaman. Ikit kedalam tanah. Pada bibit kemudian diberi dua batang kayu yang diletakkan.
(Bintoro.et al, 2010).
Akar-akar dibenamkan pada tanah penutup lubang dan pangkalnya agak ditekan secara
bersilangan pada bibit. Pemasangan kayu tersebut dimasukkan agar bibit lurus dan tegak, sehingga
pada saat tanaman sudah dewasa, tanaman menjadih kokoh dan tidak mudah tumbang. (Bintoro.et al,
2010).
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Media persemaian polibag

Pada media persemaian dipolibag ada beberapa perlakuan yang pertama menggunakan
pupuk N dan tanpa N, yang kedua berdasarkan bobot bibit ( < 2 kg dan > 2 kg ). Pada praktikum
ini perlakuan tersebut dilakukan beberapa ulangan dalam hal ini ulangan satu sampai ulangan
delapan. Ulangan disini maksudnya setiap perlakuan tersebut dilakukan disetiap kelompok
dengan cara dibagi sesuai pembagian yang telah ditentukan untuk masing – masing kelompok.
Dan dalam proses pembibitan ini juga dilakukan beberapa pengamatan bibit dengan peubah –
peubah yang telah ditentuka diantaranya adalah tinggi tanaman, persentase muncul daun, dan
persentase bibit hidup. Setiap peubah tersebut diamati disetiap ulangan dengan rentan waktu satu
minggu sekali. Berikut data hasil pengamatan selama praktikum :

Tinggi Tanaman (cm) Rata-


Perlakuan
U1 U2 U3 U4 U5 U6 U7 U8 rata
< 2kg 0 g N/sucker 33,7 33,5 39 26,3 27,7 31,7 31,7 20,3 30,5
< 2 kg N 3g/sucker 25,7 34,4 39,5 - - - - - 33,2
< 2 kg N 6g/sucker 36,7 28,5 39,3 - - - - - 34,8
2-4 kg –N - - - - - - - - -
2-4 kg N 3g/sucker 42,1 42,9 - - - - - - 42,5
2-4 kg N 6g/sucker - -

Table diatas adalah data pengamatan untuk peubah tinggi tanaman dengan perlakuan
berat bobot bibit < 2 kg 0g N/sucker, berat bobot bibit < 2 kg menggunakan N 3 g/ sucker,berat
bobot bibit < 2kg menggunakan N 6 g/sucker,berat bobot bibit 2 – 4 kg tanpa menggunakan
N,berat bobot bibit 2 – 4 kg menggunakan N3 g/sucker, dan perlakuan terakhir adalah berat
bobot bibit 2 – 4 kg menggunakan N 6 g/ sucker.

Dari data table diatas dapat diabaca bahwa setelah dilakukan pengamatan tinggi tanaman
disetiap ulangan dari mulai awal pengamatan sampai akhir pengamatan setiap ulangan memiliki
data hasil pengamatan tinggi tanaman yang berbeda. Data disetiap ulangan tersebut ialah data
yang telah dirata-ratakan selama pengamatan.

Dalam perlakuan berat bobot bibit < 2kg 0g N ulangan 1 memiliki rata-rata tinggi
tanamannya ialah 33,7 cm, ulangan 2 memiliki rata-rata 33,5 cm, ulangan 3 memiliki rata-rata 39
cm, ulangan 4 memiliki rata-rata 26,3 cm, ulangan 5 memiliki rata-rata 27,7 cm, ulangan 6
memiliki rata- rata 31,7 cm, ulangan 7 memiliki rata-rata 31,7 cm, dan ulangan 8 rata-ratanya
20,3 cm. sehingga dapat disimpulkan bahwa pada perlakuan berat bobot bibit < 2kg 0g N rata-
rata tinggi tanamannya ialah 30,5 cm.

Dalam perlakuan berat bobot bibit < 2 kg 3g N tidak semua ulangan melakukan
perlakuan ini hanya ulangan 1 sampai ulangan 3 saja, sedangkan untuk ulangan 4 sampai 8 tidak
melakukan perlakuan ini. Untuk ulangan 1 memiliki rata-rata tinggi tanaman 25,7 cm, ulangan 2
memiliki rata-rata 34,4 cm, dan ulangan 3 memiliki rata-rata 39,5 cm. sehingga dapat
disimpulkan bahwa dari ketiga ulangan ini perlakuan berat bobot bibit < 2kg 3 g N memiliki
rata-rata tinggi tanaman 33,2 cm.

Dalan perlakuan berat bobot bibit < 2kg 6 g N tidak semua ulangan juga melakukan
perlakuan ini hanya ulangan 1 sampai ulangan 3, sedangkan untuk ulangan 4 sampai 8 tidak
melakukan ulangan perlakuan ini. Untuk ulangan 1 memiliki rata-rata tinggi tanaman 36,7 cm,
ulangan 2 memiliki rata-rata 28,5 cm, dan ulangan 3 memiliki rata-rata 39,3. Sehingga dapat
ditarik kesimpulan bahwa dari ketiga ulangan ini perlakuan berat bobot bibit < 2 kg 6 g N
memiliki rata-rata tinggi tanaman 34,8 cm.

Dalam perlakuan berat bobot bibit 2 sampai 4 kg tanpa N tidak dilakukan perlakuan ini
diulangan mana pun karana ketersediaan bibit 2 sampai 4 kurang mencukupi sehingga tidak
dilakukan perlakuan ini.

Dalam perlakuan berat bobot bibit 2 – 4 kg 3g N tidak semua ulangan melakukan


perlakuan ini,hanya ulangan 1 dan 2 saja yang melakukan perlakuan ini karena lagi-lagi
ketersedian bibit kurang mencukupi. Untuk ulangan 1 memiliki rata-rata tinggi tanaman 42,1cm
dan ulangan 2 memiliki rata-rata 42,9 cm. sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa daru kedua
ulangan tersebut perlakuan berat bobot bibit 2 – 4 kg 3 g N memiliki rata-rata tinggi tanaman
42,5 cm.

Dalam perlakuan berat bobot bibit 2 – 4 kg 6 g N juga tidak dilakukan percobaanya


karana ketersediaan bibit yang kuarang mencukupi.

Dari uraian data diatas dan setelah diketahui petumbuhan tinggi tanaman disetiap
perlakuan maka dapat disimpulkan dari semua perlakuan tersebut pertumbuhan tinggi tanaman
yang paling tinggi ialah pada perlakuan berat bbobot bibit 2 – 4 kg yang menggunakan 3 g N
yaitu rata-rata tingginya ialah 42,5 cm dan pertumbuhan tinggi tanaman yang paling rendah
ditunjukan pada perlakuan berat bobot bibit < 2 kg tanpa menggunakan N/ 0g N yaitu rata-rata
tingginya ialah 30,5 cm.
Persentase Muncul Daun (%)
Perlakuan Rata-rata
U1 U2 U3 U4 U5 U6 U7 U8
<2kg –N 33,8 0 13,6 0 0 26,9 0 0 9,3
< 2 kg N 3g/sucker 0 0 0 - - - - - 0
< 2 kg N 6g/sucker 29,2 0 0 - - - - - 9,7

2-4 kg -N - - - - - - - - -
2-4 kg N 3g/sucker 17,4 38,2 - - - - - - 27,8
2-4 kg N 6g/sucker - - - - - - - - -

Tabel diatas adalah tabel data pengamatan untuk peubah persentase muncul daun dalam
peubah ini ada beberapa perlakuan perlakuan pertama ialah perlakuan berat bobot bibit < 2 kg
tanpa pupuk N, perlakuan berat bobot bibit < 2 kg menggunakan pupuk N 3g/sucker, perlakuan
berat bobot bibit < 2 kg menggunakan pupuk N 6 g /sucker,perlakuan berat bibit 2 – 4 kg tanpa
pupuk N ,perlakuan berat bibit 2 – 4 kg menggunakan pupuk N 3g/ sucker dan perlakuan terakhir
ialah perlakuan berat bibit 2 – 4 kg mengunakan pupuk N 6 g / sucker.

Dari data table diatas dapat diabaca bahwa setelah dilakukan pengamatan persentase
muncul daun disetiap ulangan dari mulai awal pengamatan sampai akhir pengamatan setiap
ulangan memiliki data hasil pengamatan persentase muncul daun yang berbeda. Data disetiap
ulangan tersebut ialah data yang telah dirata-ratakan selama pengamatan.

Dalam perlakuan berat bibit < 2kg tanpa N untuk ulangan 1 memiliki persentase muncul
daun 33,8% , ulangan 2 persentase muncul daunnya ialah 0%, ulangan 3 memiliki persentase
muncul daunnya 13,6 %, ulangan 4 dan ulangan 5 persentase muncul daunya masih 0% ,ulangan
6 memiliki persentase muncul daunya 26,9 % dan untuk ulangan 7 dan ulangan 8 persentase
muncul daunnya masih 0 %, 0 % disini artinya daunnya belum muncul sehingga belum bias
diamati. Jadi dari data yang terkumpul untuk perlakuan berat bibit < 2kg tanpa N persentase
muncul daunya ialah 9,3 %.

Dalam perlakuan berat bibit < 2kg N 3 g tidak semua ulangan melakukan perlakuan
ini,hanya ulangan 1 sampai ulangan 3 saja,namun dari ketiga ulangan yang melakukan perlakuan
ini ketiga-tiga ulangan ini persentasenya muncul daunnya masih 0% artinya daunnya belum
muncul sama sekali.

Dalam perlakuan berat bibit < 2kg N 6g juga tidak semua ulangan melakukan perlkuan
ini ,hanya ulangan 1 sampai ulangan 3,namun dari ketiga ulangan tersebut hanya ulangan 1 saja
yang memiliki persentase muncul daun yaitu 29,5 %,sedangkan untuk ulangan 2 dan 3 masih 0%
dan artinya daunnya belum muncul. Sehingga dapat ditarik kesimpulan untuk perlakuan ini
persentase muncul daunnya 9,7 %.

Untuk perlakuan berat bibit 2 – 4 kg tanpa N tidak bisa dilakuan percobaa karena lagi-
lagi ketersedian bibit untuk berat diatas 2 – 4 kg ketersediannya tidak cukup untuk dilakuakan
percobaan ini.

Dalam perlakuan berat bibit 2 – 4 kg N 3 g tidak semua ulangan melakukan perlakuan ini
hanya ulangan 1 dan ulangan 2, untuk ulangan 1 memiliki persentase muncul daun 17,4 % dan
ulangan 2 memiliki persentase muncul daun 38,2 %, sehingga dapat disimpulkan bahwa pada
perlakuan ini persentase muncul daunnya 27,8 %.

Dan dalam perlakuan berat bibit 2 – 4 kg N 6 g lagi-lagi tidak bisa dilakukan percobaan
lagi karna ketersedian bibit juga tidak ada.

Dari uraian data diatas dan setelah diketahui persentase muncul daun disetiap perlakuan
maka dapat disimpulkan dari semua perlakuan tersebut persentase muncul daun yang paling
tinggi ialah pada perlakuan berat bobot bibit 2 – 4 kg yang menggunakan 3 g N yaitu 27,8 % dan
persentase muncul daun yang paling rendah ditunjukan pada perlakuan berat bobot bibit < 2 kg
menggunakan N 3 g yaitu 0%.
Persentase Bibit Hidup (%)
Perlakuan Rata-rata
U1 U2 U3 U4 U5 U6 U7 U8
55,6 39,4 48,9 32,2 30,5 46,7 46, 66,2 45,8
<2kg -N
7
< 2 kg N 3g/sucker 28,9 23,3 68,3 - - - - - 40,2
< 2 kg N 6g/sucker 35,5 27,2 28,3 - - - - - 30,3

2-4 kg -N - - - - - - - - -
2-4 kg N 3g/sucker 57 43,3 - - - - - - 50,2
2-4 kg N 6g/sucker - - - - - - - - -

Tabel diatas adalah tabel data pengamatan untuk peubah persentase bibit hidup dalam
peubah ini ada beberapa perlakuan, perlakuan pertama ialah perlakuan berat bobot bibit < 2 kg
tanpa pupuk N, perlakuan 2 berat bobot bibit < 2 kg menggunakan pupuk N 3g/sucker,
perlakauan berat bobot bibit < 2 kg menggunakan pupu N 6 g /sucker, perlakuan berat bibit 2 – 4
kg tanpa pupuk N, perlakuan berat bibit 2 – 4 kg menggunakan pupuk N 3g/ sucker, dan
perlakuan terakhir ialah perlakuan berat bibit 2 – 4 kg mengunakan pupuk N 6 g / sucker.

Dari data tabel diatas dapat dibaca bahwa setelah dilakukan pengamatan persentase bibit
hidup disetiap ulangan dari mulai awal pengamatan sampai akhir pengamatan setiap ulangan
memiliki data hasil pengamatan persentase bibit hidup yang berbeda. Data disetiap ulangan
tersebut ialah data yang telah dirata-ratakan selama pengamatan.

Dalam perlakuan berat bibit < 2kg tanpa N untuk ulangan 1 memiliki persentase bibit
hidup 55,6% , ulangan 2 persentase bibit hidupnya ialah 39,4%, ulangan 3 memiliki persentase
bibit hidup 48,9 %, ulangan 4 memiliki persentase bibt hidup 32,2%, ulangan 5 persentase bibit
hidupny 30,5% ,ulangan 6 memiliki persentase bibit hidup 46,7 %, untuk ulangan 7 memiliki
persentase bibit hidup 46,7 % dan ulangan 8 persentase bibit hidupnya 66,2 %. Jadi dari data
yang terkumpul untuk perlakuan berat bibit < 2kg tanpa N persentase bibit hidupnya ialah 45,8
%.

Dalam perlakuan berat bibit < 2 kg N 3 g tidak semua ulangan melakukan perlakuan ini
hanya ulangan 1 sampai 3 yang melakukan perlakuan ini. Unuk ulangan 1 persentase bibit
hidupnya 28,9 % ,ulangan 2 memiliki persentase bibit hidup 23,3 %,dan untuk ulangan 3
memiliki persentase bibit hidup 68,3 %. Dari itu dapat ditarik kesimpulan bahwa pada perlakuan
ini persentase bibit hidupnya hanya 40,2 %.
Dalam perlakuan berat bibit < 2kg N 6 g juga tidak semua ulangan melakukan perlakuan
ini hanya ulangan 1 sampai 3,untuk ulangan 1 persentase bibit hidupnya 35,5 %,ulangan 2
memiliki persentase bibit hidup 27,2 %, dan untuk ulangan 3 memiliki persentase bibit hidup
28,3 %. Sehingga pada perlakuan ini persentase bibit hidupnya hanya 30,3 %.

Untuk perlakuan berat bibit 2 – 4 kg tanpa N tidak bisa dilakukan percobaan perlakuan
ini karena ketersediaan bibitnya tidak mencukupi untuk melakuan percobaan perlakuan ini.

Dalam perlakuan berat bibit 2 – 4 kg N 3g tidak semua ulangan melakuakan perlakuan ini
hanya ulangan 1 dan ulangan 2 yang melakukan perlakuan ini. Ulangan 1 memiliki persentase
bibit hidup 57 % dan untuk ulangan 2 memiliki persentase bibit hidup 43,3 %. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa pada perlakuan ini persentase bibit hiduonya hanya 50,2 %.

Dan dalam perlakuan berat bibit 2 – 4 kg N 6 g lagi-lagi tidak bisa dilakukan percobaan
karena ketersedian bibitnya tidak mencukupi untuk melakukan percobaan ini.

Dari uraian data diatas dan setelah diketahui persentase bibit yang hidup disetiap
perlakuan maka dapat disimpulkan dari semua perlakuan tersebut persentase bibit hidup yang
paling tinggi ialah pada perlakuan berat bobot bibit 2 – 4 kg yang menggunakan 3 g N yaitu 50,2
% dan persentase bibit hidup yang paling rendah ditunjukan pada perlakuan berat bobot bibit < 2
kg menggunakan N 6g yaitu 30,3%.
B. Media persemaian dirakit
Pada media persemaian dirakit juga ada satu perlakuan yaitu perlakuan berdasarkan berat
bobot bibit ( < 2 kg dan > 2 kg ). Pada praktikum ini perlakuan tersebut dilakukan beberapa
ulangan dalam hal ini ulangan 1 sampai ulangan 10. Ulangan disini maksudnya setiap perlakuan
tersebut dilakukan disetiap kelompok dengan cara dibagi sesuai pembagian yang telah ditentukan
untuk masing – masing kelompok. Dan dalam proses pembibitan atau persemaian ini juga
dilakukan beberapa pengamatan bibit dengan peubah – peubah yang telah ditentukan diantaranya
adalah tinggi tanaman, persentase muncul daun, dan persentase bibit hidup. Setiap peubah
tersebut diamati disetiap ulangan dengan rentan waktu satu minggu sekali. Berikut data hasil
pengamatan selama praktikum.

Tinggi Tanaman (cm) Rata-


Perlakuan
U1 U2 U3 U4 U5 U6 U7 U8 U9 U10 rata
< 2kg 54,3 59,2 52,4 46,2 48,6 53,2 36,4 36,4 38,5 38,5 46,37
>2kg 61,4 46,5 46,7 - - - - - - - 51,5

Tabel diatas adalah tabel untuk peubah tinggi tanaman untuk kedua perlakuan tersebut.
Untuk perlakuan berat bobot bibit < 2kg untuk ulangan 1 memiliki rata-rata tinggi tanaman 54,3
cm, ulangan 2 memiliki rata-rata 59,2 cm, untuk ulangan 3 memiliki rata-rata 52,4 cm, ulangan 4
memiliki rata-rata 46,2 cm, ulangan 5memiliki rata-rata 48,6 cm, untuk ulangan 6 memiliki rata-
rata 53,2 cm, ulangan 7 memiliki rata-rata 36,4 cm, ulangan 9 memiliki ulangan 38,5 cm dan
untuk ulangan ke 10 memiliki rata-rata tinggi tanaman 38,5cm ,sehingga dari semua ulangan
dapata dirata-ratakan serta dapat disimpulkan pada persemaian dirakit untuk perlakuan berat
bobot bibit < 2 kg memiliki rata-rata tinggi tanaman 46,37 cm.

Untuk perlakuan berat bobot bibit > 2 kg,tidak dilakukan disemua ulangan hanya ulangan
1 sampai ulangan 3. Untuk ulangan 1 memiliki rata-rata tinggi tanamannya 61,4 cm, untuk
ulangan 2 memiliki rata-rata 46,5 cm, dan ulangan 3 memiliki rata-rata tinggi tanaman 46,7 cm.
sehingga dapat disimpulkan bahwa untuk perlakuan ini memiliki rata-rata 51,5 cm.

Dari uraian diatas mengenai kedua perlakuan tersebut maka dapat dibandingkan bahwa
pertumbuhan tinggi tanaman yang paling tinggi ditunjukan pada perlakuan berat bobot bibit >
2kg yaitu 51,5%, dan pertumbuhan tinggi tanaman terendah ditunjukan pada perlakuan berat
bobot bibit < 2kg yaitu 46,37 %.
Persentase Muncul Daun (%) Rata-
Perlakuan
U1 U2 U3 U4 U5 U6 U7 U8 U9 U10 rata
< 2kg 0 0 17,4 0 19 14,2 14,2 16,9 16,9 0 22,64
>2kg 35,2 85,8 0 - - - - - - - 60,5

Tabel diatas adalah tabel untuk peubah persentase muncul daun untuk kedua perlakuan
tersebut. Pada perlakuan berat bobot bibit < 2kg ulangan 1dan ulangan 2 persentase muncul
daunya adalah 0%, ulangan 3 sendiri persentase muncul daunnya adalah 17,4 %, ulangan 4
persentase muncul daunnya adalah 0%, ulangan 5 persentase muncul daunya adalah
19%,ulangan 6 persentase muncul daunya adalah 14,2 %, ulangan 7 memiliki persentase muncul
daunya adalah 14,2 %, ulangan 8 persentase muncul daunya adalah 16,9, ulangan 9 persentase
muncul daunnya adalah 16,9 %, untuk ulangan ke 10 persentase muncul daunnya adalah 0%. 0%
disini artinya adalah daunnya belum muncul sehingga tidak dapat diamati. Pada perlakuan berat
bobot bibit < 2kg berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa rata-rata persentase muncul
daunya adalah 22,64 %.

Untuk perlakuan berat bobot bibit > 2kg ,tidak dilakukan disemua ulngan hanya ulangan
1 sampai ulangan 3. Untuk ulangan 1 persentase muncul daunnya dalah 35,2 % ,untuk ulangan 2
persentase muncul daunya adalah 85,8%, dan untuk ulangan 3 persentase muncul daunya masih
0%. Dari data tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa pada perlakuan ini rata-rata persentase
muncul daunnya adalah 60,5%.

Dari uraian diatas mengenai kedua perlakuan tersebut maka dapat dibandingkan bahwa
persentase muncul daun yang paling tinggi ditunjukan pada perlakuan berat bobot bibit > 2kg
yaitu 60,5%, dan persentase muncul daun terendah ditunjukan pada perlakuan berat bobot bibit <
2kg yaitu 22,64 %.
Perlakuan Persentase Bibit Hidup (%) Rata-
U1 U2 U3 U4 U5 U6 U7 U8 U9 U10 rata
< 2kg 62,2 47,2 60 42,2 31,4 58,3 19,7 19,7 62,8 62,8 46,6
>2kg 42,9 57,2 52,5 - - - - - - - 50,9

Tabel diatas merupakan tabel untuk peubah persentase bibit hidup yang ada dipersemaian
rakit. Untuk perlakuan berdasarkan berat bobot bibit < 2 kg pada ulangan 1 persentase bibit
hidupnya adalah 62,2%, ulangan 2 persentase bibit hidupnya adalah 47,2%,ulangan 3 persentase
bibit hidupnya adalah 60%, ulangan 4 persentase bibit hidupnya adalah 42,2%,ulangan 5
persentase bibit hidupnya adalah 31,4%, ulangan 6 persentase bibit hidupnya adalah
58,3%,ulangan 7 persentase bibit hidupnya adalah 19,7%,ulangan 8 persentase bibit hidupnya
adalah 19,7%,ulangan 9 persentase bibit hidupnya adalah 62,8% dan ulangan ke 10 persentase
bibit hidupnya adalah 62,8%. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa pada perlakuan ini
rata-rata persentase bibit yang hidup adalah 46,6 %.

Pada perlakuan berdasarkan bobot bibit > 2kg tidak semua ulangan mndapatkan
perlakuan ini hanya ulangan 1 sampai ulangan 3,hal ini disebabkan krena ketersediaan bibit
dengan bobot > 2kg tidak mencukupi. Untuk ulangan 1 persentase bibit yang hidup adalah 42,9
%, ulangan 2 persentase bibit yang hidup adalah 57,2 %, dan untuk ulangan ke-3 persentase bibit
yang hidup adalah 52,5%. Dari semua data tersebut dapat dirata-ratakan dan disimpulkan bahwa
pada perlakuan ini persentase bibit yang hidup adalah 50,9%.

Dari uraian diatas mengenai kedua perlakuan tersebut maka dapat dibandingkan bahwa
persentase bibit yang hidup paling tinggi ditunjukan pada perlakuan berat bobot bibit > 2kg
yaitu 50,9%, dan persentase bibit yang hidup terendah ditunjukan pada perlakuan berat bobot
bibit < 2kg yaitu 46,6 %.
C. Perbandingan antara media persemaian polibag dan rakit
Dari data- data diatas maka dapat diperbandingkan beberapa peubah-peubah tersebut
untuk membandingkan mana yang lebih baik diantara kedua media persemaian yaitu media
polibag dan rakit. Berikut hasil dari data perbandingan tersebut:

Persemaian Peubah Pengamatan


Tinggi Tanaman Persentase Daun Muncul Persentase Bibit Hidup
(Cm) (%) (%)
Polibag 35,25 11,7 41,6
Rakit 48,9 41,57 48,75

Tabel atas adalah tabel perbandingan antara media persemaian polibag dengan media
persemaian dirakit. Perbandingan tersebut berdasarkan beberapa peubah diantara peubah tinggi
tanaman,persentase daun muncul,dan persentase bibit yang hidup. Dari peubah-peubah tersebut
dapat dibandingkan perlakuan mana yang paling baik ,paling tinggi pertumbuhannya,paling
cepat tumbuhnya dan paling banyak persentase hidupnya.

Untuk peubah tinggi tanaman dapat dilihat berdasarkan data diatas bahwa persemaian
dimedia rakit lebih tinggi pertumbuhannya yaitu 48,9 cm sedangkan untuk persemaian dipolibag
hanya 35,25 cm.

Untuk peubah persentase daun yang muncul juga dapat dilihat bahwa persemaian dirakit
masih menunjukan hasil yang lebih baik dibandingka dengan yang dipersemaian polibag yaitu
41,57% sedangkan yang dipolibag hanya memiliki persentase daun yang sudah muncul 11,7 %.

Untuk peubah persentase bibit yang hidup dapat dilihat bahwa persemaian dirakit masih
lebih menunjukan hasil yang lebih baik dibandingaka dengan yang dipolibag yaitu 48,75 %
sedangkan untuk yang dipolibag hanya 41,6 % bibit yang hidup.

Kenapa pada persemaian bibit sagu dirakit lebih baik hasilnya dibandingkan dengan
persemaian dipolibag hal ini sesuai dengan habitat asli sagu itu sendiri. Menurut haryanto dan
pangloli (1992), sagu tumbuh didaerah-daerah rawa yang berair tawar, rawa yang
bergambut,sepanjang aliran sungai,sekitar sumber air dan hutan-hutan rawa yang kadar
garamnya tidak terlalu tinggi. Maka dari itu pada persemaian dirakit bibit sagu dapat tumbuh
baik dibandingkan persemaian dipolibag. Kreana pada media rakit sagu langsung bersentuhan
dengan air jadi kebutuhan air yang diperlukan bibit sagu dapt dipenuhi secara terus menerus.
Kerana pada dasarnya tanaman sagu adalah tanaman yang suka terhadap air.
Menurut pinem (2008) dalam bintoro et al ( 2010) perbedaan antara media tumbuh
kanal,polibag dan lumpur karena perbedaan kadar airnya.pembibitan sagu di media kanal
mendapatkan air yang selalu tersedia sehingga mendukung daun baik jumlah mapupun lebarnya.
berdasarkan pendapat pinem (2008) beliau menjelaska bahwa perbedaan dintara media
persemaian kanal atau rakit itu adalah pada kadar airnya,sudah jelas bahwa dikanal atau dirakit
aiarlah yang menjadi media untuk pertumbuhan bibitnya namun apad media polibag air yang
tersimpn dalam tanah ketersediannya belum mampu mencukupi kebutuhan air yang dibutuhkan
oleh bibit sagu untuk melakukan pertumbuhan.

Menurut Bintoro(2008) penanaman bibit sagu dikantong plastic (polibag) memiliki


beberapa kelemahan yaitu pemeliharaanya lebih intensif sehingga penyiraman harus sering
dilakukan, pemberian hara harus cukup, rawan terhadap serangan hama, sehingga
pertumbuhannya tidak maksimal. Dari pernyataan tersebut juga termasuk kedalam faktor kurang
baiknya hasil pembibitan pada media persemaian dipolibag.

Selain itu faktor lainnya juga memepengaruhi kenapa pada media polibag kurang baik
hasilnya dibandingka dengan yang dirakit,seperti faktor hama seperti rayap,larva kumbang
monjong,karena rwan terserang hama,namun jika dirakit itu akan mengurangi bibidari serangan
hama. Namun faktor perlakuan juag mempengaruhi,sperti berat bobot bibit yang digunakan
semangkin berat bibit yang digunkan pertumbuhannya akan semangkin baik dibandingkan bibiit
yang beratnya dibawah 2 kg.
BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari uairaian-uraian yang telah dibahas sesuai pembahasan diatas amak dapat diarik
beberapa kesimpulan diantaranya dapat disimpulkan bahwa dalam persemian bibit sgu atau
sucker dapat dilakukan dibeberapa media semai atau media pembibitannya, yaitu pada media
kanal atau rakit, media polibag dan media lumpur. Dari ketiga media persemaian tersebut media
rakit tetap menjadi media persemaian yang baik untuk pertumbuhan bibit sagu.

B. Saran

Saran buat para pratikan yang melakukan praktikum ini agar lebih serius dalam
melakukan praktikum dan lebih aktif dalam hal untuk hal melakukan pekerjaan dalam
praktikum.

Untuk tim dosen agar lebih focus dan lebih pelan – pelan dalam memberikan intruksi
karena ada beberapa mahasiswa yang sulit dalam hal menangkap sebuah intruksi secara cepat.

BAB VI DAFTAR PUSTAKA

Bintoro,HMH.,Purwanto,MYJ.,Amarillis,S.2010.Sagu dilahan gambut.bogor:IPB press.

Bintoro,HMH.,2008.Bercocok tanam sagu.bogor:IPB press.

Dewi,RK.,2009. Pengelolaan Sagu (Metroxylon Spp.) Khususnya Aspek Pemupukan Di Pt.


National Timber And Forest Product, Selat Panjang, Riau[skripsi]

Listio,D.2007.Pengelolaan perkebunan sagu(Metroxylon Spp.) Aspek persemaian dipt. National


timber and forest product unit Hti Murni sagu,selatpanjang,Riau.[skripsi]

Pinem,A.2008. Pengelolaan Perkebunan Sagu (Metroxylon Spp.) Di Pt. National Timber And
Forest Product Unit Hti Murni Sagu, Selatpanjang, Riau, Dengan Studi Kasus
Persemaian Menggunakan Berbagai Media Dan Bobot Bibit.[skripsi]
Lampiran

Persemaian di media rakit

Gambar 1. Pembuatan rakit Gambar 2. Penempatan rakit di dalam kolam

Gambar 3. pemangkasan sucker Gambar 4. fungisida yang digunakan

Gambar 5. Perendaman dilarutan fungisida Gambar 6. Penjemuran sucker


Gambar 7. Pemasangan paranet Gambar 8. penyusunan bibit didalam rakit

Gambar 9. Pembusukan pada sucker Gambar 10. Cendawan pada sucker

Gambar 11. Pengukuran tinggi bibit sagu Gambar 12. Tunas yang sudah muncul
Gambar 13. Daun yang sudah muncul Gambar 14.bibit yang mati

Gambar 15.gejala terserang hama


Persemaian di poly bag

Gambar 1. penyiapan tanah Gambar 2. Pencampuran tanah dengan


pupuk kandang

Gambar 3. Penanaman di poly bag Gambar 4. pemangkasan pelepah

Gambar 5. Penyemprotan fungisida Gambar 6. bibit yang hidup dan yang mati
Gambar 7. Daun yang muncul Gambar 8. daun yang telah membuka

Gambar 9. Gejala terserang hama Gambar 10.gejala terserang hama

Penanaman di lapang

Gambar 1. pemilihan lokasi penanaman sucker Gambar 2. Pembersihan lahan tanam


Gambar 3. Pengukuran lebar dan tinggi lubang tanam Gambar 4. Pemotongan pelepah

Gambar 5. Pemotongan daun Gambar 6. Penimbunan dengan tanah

Gambar 7. penentuan posisi banit sagu Gambar 8. Penimbunan dengan tanah


Gambar 9. Merpikan bekas timbunan Gambar 10. Pemasangan kayu secara
bersilang pada banir

Gambar 11. penaburan pupuk SP-36 Gambar 12. Persiapan untuk pencungkupan

Gambar 13. Pengsungkupan Gambar 14. Menghetter hasil Sungkupan

Anda mungkin juga menyukai

pFad - Phonifier reborn

Pfad - The Proxy pFad of © 2024 Garber Painting. All rights reserved.

Note: This service is not intended for secure transactions such as banking, social media, email, or purchasing. Use at your own risk. We assume no liability whatsoever for broken pages.


Alternative Proxies:

Alternative Proxy

pFad Proxy

pFad v3 Proxy

pFad v4 Proxy