Contoh Laporan Praktikum Budidaya Sagu
Contoh Laporan Praktikum Budidaya Sagu
Contoh Laporan Praktikum Budidaya Sagu
KELOMPOK 1
M. Prayoga J3W412014
Rusmidar J3W412024
PROGRAM KEAHLIAN
PROGRAM DIPLOMA
A. Latar belakang
Tanaman sagu (Metroxylon sp) merupakan salah satu komoditi bahan pangan yang
banyak mengandung karbohidrat, sehingga sagu merupakan bahan makanan pokok untuk beberapa
daerah di Indonesia seperti Maluku, Irian Jaya dan sebagian Sulawesi. Sagu juga dapat
dimanfaatkan sebagai bahan baku industri pangan yang antara lain dapat diolah menjadi bahan
makanan seperti bagea, mutiara sagu, kue kering, mie, biskuit, kerupuk dan laksa (Harsanto,
1986).
Luas areal tanaman sagu di Indonesia sampai saat ini belum diketahui secara pasti.
Beberapa literatur yang ada memberikan data yang berbeda-beda, tetapi berdasarkan perkiraan M.
Yusuf Samad (2002) luas areal sagu di Indonesia sekitar.1.000.0000 hektar.
Beberapa hasil penelitian yang dirangkum oleh Wahid (1987) menyimpulkan bahwa
tanaman sagu mempunyai beberapa keuntungan dibandingkan dengan tanaman penghasil
karbohidrat lainnya, yaitu : (1) pohon sagu dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang berawa-
rawa dimana tanaman lain tidak dapat tumbuh dengan baik; (2) panen tidak tergantung musim,
tahan dan mudah dalam menyimpannya; (3) pohon sagu mengeluarkan anakan sehingga panen
dapat berkelanjutan tanpa melakukan penanaman ulang.
Sagu juga sangat akrab dengan lingkungan. Karena sagu memerlukan lingkungan yang
banyak mengandung air,maka lingkungan sagu akan dipertahankan dalam keadaan mengandung
banyak air.Halini berarti bahwa sagu akan mempertahankan air dalam jumlah yang banyak
sehingga dapat menghemat air. Seperti yang kita ketahui pasokan air saat ini sangat terbatas.
Sagu yang merupakan tanaman penghasil karbohidrat yang potensial di Indonesia dapat
digunakan untuk penganekaragaman pangan sesuai dengan INPRES No. 20 tahun 1979 (Haryanto
dan Pangloli dalam Bintoro, 2008). Sagu merupakan sumber karbohidrat penting di Indonesia dan
menempati urutan ke-4 setelah ubikayu, jagung dan ubi jalar (Lestari et al., 2009).
Tanaman sagu memiliki kandungan jumlah pati yang cukup banyak. Jika dihitung jumlah
pati yang dapat sagu hasilkan, maka akan terlihat perbandingan yang cukup besar antara jumlah
pati yang dihasilkan oleh tanaman sagu satu hektar dengan tanaman jagung atau padi satu hektar.
Pati yang terdapat dalam satu batang sagu berkisar 200-400 kg. Beberapa peneliti jepang
menemukan pohon sagu yang mengandung pati 800-900 kg/batang sagu. pati sagu mengandung
84.7% karbohidrat yang terdiri atas 73% amilopektin dan 27% amilosa (Wiyono dan Silitonga
dalam Bintoro, 2008). Pengolahan sagu hanya menghasilkan pati sekitar 16-18% dari bobot total
batang sagu yang termanfaatkan.
Selain itu sagu merupakan tanaman asli Indonesia. Lebih dari 95% tanaman sagu tersebar
luas di Indonesia, Papua Nugini, dan Malaysia. Sekitar 55% sagu dunia terdapat di Indonesia.
Sayangnya, sampai saat ini tanaman sagu belum mendapat perhatian sebagaimana mestinya.
Apabila ada pemekaran wilayah, areal sagu akan dikorbankan. Luas areal sagu akan semakin
menyusut karena digunakan untuk perkebunan lain. Saat ini sulit mendapatkan sagu bahkan di
daerah penghasil sagu tertinggi yaitu Papua.Sementara itu peneliti jepang di luar sana sedang
meneliti secara intensif karena FAO menyatakan bahwa sagu berpotensi untuk mengatasi
kekurangan pangan dunia.
B. Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah agar mahasiswa mengetahui cara budidaya tanaman
sagu dan mengaplikasikannya di lapang. Selain itu, agar mahasiswa dapat melakukan pengamatan
terhadap tanaman yang dibudidayakan untuk mengetahui titik tumbuh sagu pada semua media
persemaian. Praktikum budidaya sagu juga bertujuan agar mahasiswa dapat mengetahui gejala-
gejala hama dan penyakit yang menyerang tanaman sagu, sehingga ketika di lapang mahasiswa
diharapkan dapat melakukan pencegahan dan penanggulangan terhadap serangan OPT dengan
tepat.
Bahan yang di gunakan dalam percobaan pertama adalah sukcer dengan bobot kurang
dari 2 kg dan 2-4 kg yang diambil dari tanaman sagu yang dewasa, antracol ( fungisida) dan air.
Alat yang digunakan adalah bambu, pisau atau golok, kawat, paku, tali, ember, gergaji dan
peralatan budidaya lainnya.
3. Metode percobaan
Setiap perlakuan diulang 3 kali sehingga didapatkan 6 unit percobaan. Populsi setiap unit
percobaan sebanyak 20 sucker sehingga dibutuhkan 60 sucker dengan bobot < 2 kg, dan 60
sucker dengan bobot 2-4 kg.
4. Pelaksanaan percobaan
Rakit dibuat dari potongan bambu dengan ukuran 2,5 m x 1 m x 30 cm. Potongan bambu
disusun bertingkat dengan 3 bagian. Potongan bambu yang dibutuhkan untuk membuat satu rakit
adalah 15 buah dengan rincian 11 potongan bambu dengan panjang 2,5 m dan 4 potongan bambu
dengan panjang 1 m. Rakit disusun dengan menggunakan kawat dan paku agar terikat secara
kuat. Setelah rakit siap rakit dimasukkan kedalam kolam. Agar rakit tidak bergerak rakit
dipancang/ditegakkan didalam kolam.
4.3. Penanaman
Sucker ditanam dipersemaian rakit. Sebelum sucker ditanam, sucker tersebut direndam
terlebih dahulu kedalam fungisida( antracol) 5 menit dengan konsentrasi 2 g/liter air. tahapan
penanaman dilakukan sebagai berikut penanaman dipersemaian rakit :
Lama persemaian untuk sucker sagu yaitu 3-4 bulan atau sampai keluar 3-4 daun baru
dengan perakaran yang banyak.
4.4. Pemeliharaan
Pemeliharan yang dilakukan dengan menjaga kondisi bibit dirakit agar tetap tegak,
permukaan air tidak melewati leher banir dan pengendalian hama penyakit tanaman dengan
penyemprotan menggunakan fungisida.
4.5. Pengamatan
Persentase hidup bibit dihitung berdasarkan jumlah bibit yang bertahan hidup dn tumbuh dengan
baik untuk setiap perlakuan sampai kemunculan daun ketiga dengan rumus :
keterangan
1. Jumlah daun
Jumlah daun di hitung pada jumlah daun yang membuka secara sempurna. Pengamatan
dilakukan setiap minggu.
2. Panjang akar
Panjang akar diukur pada panjang akar terpanjang. Pengamatan dilakukan setiap minggu.
B. Respon Pertumbuhan Bibit Sagu Terhadap aplikasi Dosis Pupuk N Dan Bobot Sucker
Di Persemaian Polibag
Percobaan akan dilaksanakan mulai bulan september –januari 2013 bertempat dikebun
percobaan, program diploma IPB.
Bahan yang digunakan dalam percobaan pertama adalah sucker sagu dengan bobot < 2kg
dan 2-4 kg yang diambil dari tanaman sagu yang telah dewasa, pupuk kandang, pupuk N, (dosis
0,3 dan 6 g/suckera). Pupuk P dan K diberikan untuk keseluruhan satuan percobaan. Alatayang
digunakan adalah polibag, bambu, parang, dan peralatan budidaya lainnya.
3. Metode Percobaan
Berdasarkan kombinasi dari taraf tiap-tiap faktor maks didapatkan 6 perlakuan sebagai
berikut.
Populasi setiap unit percobaan sebanyak 20 sucker sehingga dibutuhkan 360 sucker dengan
bobot 2-4 kg.
4. Pelaksanaan Percobaan
Komposisi media tanam terdiri atas tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 1:1.
Pupuk kandang yang digunakan adalah pupuk kandang yang berasal dari kotoran sapi yang telah
terdekokposisi sempurna. Tanah dan pupuk kandang dicampur hingga rata dan dimassukkan
kedalam polibag yang berukuran 40 x 40 cm.
4.2. Penanaman
Sucker ditanam didalam polibag dan didalam rakit. Sebelum sucker ditanam, sucker
tersebut dicelupkan terlebih dahulu kedalam larutan fungisida selama 2 menit dengan konsentrasi
2 g/l air. Tahapan penanaman dilakukan sebagai berikut.
4.3. Pemeliharaan
Pemeliharan yang dilakukan adalah penyiraman, pengendalian hama dan penyakit tanaman, serta
gulma pada saat pembibitan. Penyiraman dilakukan dengan menyiramkan air diatas permukaan
media didalam polibag sampai basah dua kali sehari (pagi dan sore ).
4.4. Pengamatan
Keterangan :
2. Jumlah daun
Jumlah daun dihitung pada daun yang telah membuka secara sempurna. Pengamatan
dilakukan setiap dua minggu sekali sampai bibit memiliki 3 daun.
3. Panjang akar.
Panjang akar diukur pada panjang akar terpanjang. Pengamatan dilakukan pada akhir
percobaan.
4. Jumlah bibit yang berakar.
Jumlah bibit yang berakar dihitung pada akhir percobaan dengan menghitung akar baru
yang muncul pada bibit.
5. Rasio akar, banir (rizoma), dan tajuk.
Rasio akar, banir, dan tajuk didapatkan dengan menimbang bobot kering akar, banir, dan
tajuk.
C. Penanaman Bibit Sagu Terhadap Aplikasi Daun yang disungkup Dan Tidak Disungkup
Bahan yang digunakan dalam penamanan adalah sucker sagu dengan bobot <2 kg yang
diambil dari tanaman sagu yang dewasa dan pupuk SP- 36 sebanyak 5 gr dan furadan untuk
masing - masing satuan percobaan. Alat yang digunakan adalah cangkul, gunting,hetter, pancang
atau ajir,alat tulis (penggaris, pena),kertas.
3. Metode percobaan
Penanaman dilakukan dengan rancangan percobaan sucker bobot < 2 kg dengan dua
faktor. Faktor pertama adalah bibit sucker di tanam dengan cara di beri sungkup atau tutup
dengan kertas. Faktor yang kedua bibit sucker tiadak diberi sungkup atau tutup.
Setiap perlakuan di ulang 3 kali sehingga dibutuhkan 30 sucker dengan bobot <2 kg.
Tiap- tiap faktor maka didapatkan 2 perlakuan setiap kelompok sebagai berikut;
1. Penanaman sucker bobot <2 kg ditutup dengan kertas oleh kelompok 1-5
2. Penanaman sucker bobot < 2kg tidak ditutup oleh kelompok 6-10.
4. Pelaksanaan percobaan
4.1. Penanaman
Sebelum sucker ditanam, bibit sagu yang dipilih untuk di tanam sudah memiliki 2-3
helai daun baru. Sucker yang memiliki banyak pelepah harus di potong, dengan menyisakan 3
batang pelepah dan daun pada bibit di pangkas agar bibit sagu tidak mengalami transpirasi dan
respirasi berlebihan. Di lanjutkan Tahapan penamanan di lakukan sebagai berikut:
a. Lubang tanam disiapkan untuk penanaman bibit sagu yang telah disiapkan sebelumnya.
Ukuran lubang tanam yang dibuat adalah 30 cm x 30 cm x 30 cm.
b. Penanaman dilakukan dengan membenamkan banir kedalam lubang tanam,dan berikan
sedikit furadan.bagian pangkal banir ditutupi dengan tanah.
c. Taburkan pupuk sp-36 pada setiap piringan sucker
d. bibit sagu ditanam menyandar tegak pada sisi lubang tanam
e. ajir tetap dipancang disamping lubang tanam agar tanaman menjadi kokoh dan tidak
mudah tumbang.
f. bibit sagu ditutup dengan kertas khusus untuk perlakuan yang yang ditutup dengan
kertas
4.2. Pengamatan
keterangan:
px (n)= pengamatan bulan ke – n ( 1,2,3,) setiap perlakuan.
BAB III TINJAUAN PUSTAKA
A. Botani Tanaman Sagu
Rakit bisa terbuat dari bambu atau pelepah tua tanaman sagu. Keuntungan meng-gunakan
persemaian rakit adalah kemampuan tumbuh bibit tinggi serta peme-liharaan sangat sedikit.
Selain menggunakan rakit, persemaian juga bisa dilakukan dengan menggunakan teknik kolam
dan polibag. Pada persemaian menggunakan polibag digunakan tanah gambut ke dalam polibag
tersebut (Bintoro, 2008). Menurut Pinem (2008), perlakuan persemaian dengan polibag
menghasilkan nilai rata-rata panjang tunas yang rendah jika dibandingkan dengan sistem rakit
dan ko-lam. Hal ini karena kadar air polibag cukup rendah, sedangkan bibit sagu membutuhkan
kadar air yang tinggi untuk pertumbuhannya.
1. Nitrogen
Nitrogen merupakan unsur yang termasuk ke dalam salah satu unsur esensial bagi tanaman.
Menurut Miftahudin et al., (2010) unsur esensial diartikan sebagai hara mineral yang sangat
dibutuhkan oleh tanaman. Bila salah satu dian-taranya tidak tercukupi dalam tanah maka
pertumbuhan dan perkembangan tana-man tidak dapat optimal. Senyawa nitrogen sebagai sumber
nitrogen yang dapat diasimilasikan oleh tanaman dan dapat dibagi menjadi empat golongan besar,
yaitu: nitrogen nitrat (NO3-), nitrogen ammonia, nitrogen organik dan nitrogen molekul lain (N 2).
Sum-ber utama unsur nitrogen bagi tanaman diantaranya atau yang terpenting adalah ion nitrat (NO 3)
dalam larutan tanah. Ion nitrat diserap oleh bulu-bulu akar melalui proses respirasi anion
dandiakumulasikan dalam vakuola. Sumber lain dari nitrogen anorganik adalah dalam bentuk ion am
monium (NH4+). Masuknya ion ammonium ke dalam sel karena adanya gradien listrik akibat
pengambilan ion secara aktif (Suseno, 1974).
Kandungan nitrogen di udara sekitar 79%. Nitrogen tersebut tidak lang-sung dapat
dimanfaatkan oleh tanaman sebelum mengalami perombakan menjadi senyawa nitrat (NO 3-) dan
ammonium (NH4+). Sumber nitrogen udara berasal dari vulkan, pembakaran, denitrifikasi dan
pelapukan sedimen. Nitrogen udara diok-sidasi oleh cahaya kilat dan bereaksi dengan air hujan
membentuk nitrat. Fiksasi biologi dapat dilakukan oleh mikroorganisme seperti bakteri,
aktinomisetes dan ganggang hijau biru. Molekul nitrogen (N2) akan bereaksi dengan oksigen (O2)
membentuk ammonium (NH4+) yang tersedia bagi tanaman.
Menurut Hardjowigeno (2007), perubahan-perubahan bentuk nitrogen da-lam tanah dari
bahan organik melalui beberapa macam proses, yaitu aminisasi, amonifikasi, nitrifikasi dan
denitrifikasi. Aminisasi adalah pembentukan senyawa amino dari bahan organik (protein) oleh
berbagai mikroorganisme. Amonifikasi adalah pembentukan ammonium dari senyawa-senyawa
amino oleh mikroorganis-me. Nitrifikasi adalah perubahan dari ammonium (NH4+) menjadi nitrit
(NO2-) oleh bakteri Nitrosomonas, kemudian menjadi nitrat oleh bakteri Nitrobacter. Faktor-faktor
yang mempengaruhi nitrifikasi adalah tata udara (nitrifikasi berjalan baik jika tata udara tanah baik),
pH tanah (baik pada pH sekitar 7.0) dan suhu. Denitrifikasi adalah proses reduksi nitrat (NO 3-)
menjadi bentuk N2 oleh mikroorganisme dan proses reduksi kimia (terjadi setelah terbentuk nitrit).
Syarat terjadinya denitrifikasi adalah di tempat yang tergenang, drainase buruk dan tata udara tidak
baik.
Nitrogen merupakan penyusun semua protein dan asam nukleat, sehingga merupakan
penyusun protoplasma (Sarief, 1985). Menurut Hardjowigeno (2007) N berfungsi memperbaiki
pertumbuhan vegetatif tanaman. Apabila tanaman keku-rangan nitrogen maka terlihat gejala seperti
tanaman menjadi kerdil, pertumbuhan akar terbatas dan daun - daun kuning dan gugur. Menurut
Sarief (1985), jumlah N yang terlalu banyak mengakibatkan menipisnya bahan dinding sel sehingga
mu-dah diserang oleh hama dan penyakit, serta mudah terpengaruh oleh keadaan bu-ruk seperti
kekeringan dan kelebihan air.
E. Penanaman
Lubang tanam disiapkan untuk penanaman bibit tanaman sagu yang telah dipersiapkan
sebelumnya. Ukuran lubang tanaman yang dibuat adalah 30 x 30 x 30 cm atau dengan menyesuaikan
dengan ukuran bibit. Bagian bawah bibit yang akan ditanam diusahakan meyentuh permukaan air
agar terhindar dari kekeringan. Apabila permukaan air tanah sangat dalam, lubang tanam digali
sampai kedalaman 60 cm. setelah lubang tanam selesai dibuat maka bibit dapat segera ditanam.
(Bintoro.et al, 2010).
Kegiatan penanam bibit tanaman sagu dilakukan setelah bibit disemai selama tiga bilan dan
telah memiliki 2-3 helai daun baru serta memiliki perakaran yang baik. Penanaman saat musim hujan
persentase hidupnya lebih tinngi dari oada penanaman di musim kemarau. Hal tersebut disebabkan
bibit yang ditanaman pada musim kemarau mengalami transpirasi dengan cepat sehingga mengalami
kekeringan. Kondisi tanah yang lembab dan suhu udara yang terlalu tinggi menentukan persentase
hidup bibit sagu. (Bintoro.et al, 2010).
Proses pengangkutan abut dari rakit persemaian kelapangan harus dilakukan dengan hati-hati
agar tidak merusak tunas dan daun yang baru tumbuh. Pemotongan daun dan pucuk muda dilakukan
untuk menghindari kerusakan karena pengangkutan. Pada saat penanaman, bagian akar biibit harus
tertutup tanah dengan baik untuk menghindari serangan penyakit, dan bibit tidak mudah rebah.
(Bintoro.et al, 2010).
Cara penanaman dilakukan dengan membenamkan benir ke dalam lubang tanam. Bagian
pangkal banir ditutup dengan tanah remah bercampur gambut. Tanah penutup di letakkan diatur
sehingga banir tidak sampai bergerak. Tanah lapisan atas di masukkan sampai separuh lubang
tanaman. Ikit kedalam tanah. Pada bibit kemudian diberi dua batang kayu yang diletakkan.
(Bintoro.et al, 2010).
Akar-akar dibenamkan pada tanah penutup lubang dan pangkalnya agak ditekan secara
bersilangan pada bibit. Pemasangan kayu tersebut dimasukkan agar bibit lurus dan tegak, sehingga
pada saat tanaman sudah dewasa, tanaman menjadih kokoh dan tidak mudah tumbang. (Bintoro.et al,
2010).
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Media persemaian polibag
Pada media persemaian dipolibag ada beberapa perlakuan yang pertama menggunakan
pupuk N dan tanpa N, yang kedua berdasarkan bobot bibit ( < 2 kg dan > 2 kg ). Pada praktikum
ini perlakuan tersebut dilakukan beberapa ulangan dalam hal ini ulangan satu sampai ulangan
delapan. Ulangan disini maksudnya setiap perlakuan tersebut dilakukan disetiap kelompok
dengan cara dibagi sesuai pembagian yang telah ditentukan untuk masing – masing kelompok.
Dan dalam proses pembibitan ini juga dilakukan beberapa pengamatan bibit dengan peubah –
peubah yang telah ditentuka diantaranya adalah tinggi tanaman, persentase muncul daun, dan
persentase bibit hidup. Setiap peubah tersebut diamati disetiap ulangan dengan rentan waktu satu
minggu sekali. Berikut data hasil pengamatan selama praktikum :
Table diatas adalah data pengamatan untuk peubah tinggi tanaman dengan perlakuan
berat bobot bibit < 2 kg 0g N/sucker, berat bobot bibit < 2 kg menggunakan N 3 g/ sucker,berat
bobot bibit < 2kg menggunakan N 6 g/sucker,berat bobot bibit 2 – 4 kg tanpa menggunakan
N,berat bobot bibit 2 – 4 kg menggunakan N3 g/sucker, dan perlakuan terakhir adalah berat
bobot bibit 2 – 4 kg menggunakan N 6 g/ sucker.
Dari data table diatas dapat diabaca bahwa setelah dilakukan pengamatan tinggi tanaman
disetiap ulangan dari mulai awal pengamatan sampai akhir pengamatan setiap ulangan memiliki
data hasil pengamatan tinggi tanaman yang berbeda. Data disetiap ulangan tersebut ialah data
yang telah dirata-ratakan selama pengamatan.
Dalam perlakuan berat bobot bibit < 2kg 0g N ulangan 1 memiliki rata-rata tinggi
tanamannya ialah 33,7 cm, ulangan 2 memiliki rata-rata 33,5 cm, ulangan 3 memiliki rata-rata 39
cm, ulangan 4 memiliki rata-rata 26,3 cm, ulangan 5 memiliki rata-rata 27,7 cm, ulangan 6
memiliki rata- rata 31,7 cm, ulangan 7 memiliki rata-rata 31,7 cm, dan ulangan 8 rata-ratanya
20,3 cm. sehingga dapat disimpulkan bahwa pada perlakuan berat bobot bibit < 2kg 0g N rata-
rata tinggi tanamannya ialah 30,5 cm.
Dalam perlakuan berat bobot bibit < 2 kg 3g N tidak semua ulangan melakukan
perlakuan ini hanya ulangan 1 sampai ulangan 3 saja, sedangkan untuk ulangan 4 sampai 8 tidak
melakukan perlakuan ini. Untuk ulangan 1 memiliki rata-rata tinggi tanaman 25,7 cm, ulangan 2
memiliki rata-rata 34,4 cm, dan ulangan 3 memiliki rata-rata 39,5 cm. sehingga dapat
disimpulkan bahwa dari ketiga ulangan ini perlakuan berat bobot bibit < 2kg 3 g N memiliki
rata-rata tinggi tanaman 33,2 cm.
Dalan perlakuan berat bobot bibit < 2kg 6 g N tidak semua ulangan juga melakukan
perlakuan ini hanya ulangan 1 sampai ulangan 3, sedangkan untuk ulangan 4 sampai 8 tidak
melakukan ulangan perlakuan ini. Untuk ulangan 1 memiliki rata-rata tinggi tanaman 36,7 cm,
ulangan 2 memiliki rata-rata 28,5 cm, dan ulangan 3 memiliki rata-rata 39,3. Sehingga dapat
ditarik kesimpulan bahwa dari ketiga ulangan ini perlakuan berat bobot bibit < 2 kg 6 g N
memiliki rata-rata tinggi tanaman 34,8 cm.
Dalam perlakuan berat bobot bibit 2 sampai 4 kg tanpa N tidak dilakukan perlakuan ini
diulangan mana pun karana ketersediaan bibit 2 sampai 4 kurang mencukupi sehingga tidak
dilakukan perlakuan ini.
Dari uraian data diatas dan setelah diketahui petumbuhan tinggi tanaman disetiap
perlakuan maka dapat disimpulkan dari semua perlakuan tersebut pertumbuhan tinggi tanaman
yang paling tinggi ialah pada perlakuan berat bbobot bibit 2 – 4 kg yang menggunakan 3 g N
yaitu rata-rata tingginya ialah 42,5 cm dan pertumbuhan tinggi tanaman yang paling rendah
ditunjukan pada perlakuan berat bobot bibit < 2 kg tanpa menggunakan N/ 0g N yaitu rata-rata
tingginya ialah 30,5 cm.
Persentase Muncul Daun (%)
Perlakuan Rata-rata
U1 U2 U3 U4 U5 U6 U7 U8
<2kg –N 33,8 0 13,6 0 0 26,9 0 0 9,3
< 2 kg N 3g/sucker 0 0 0 - - - - - 0
< 2 kg N 6g/sucker 29,2 0 0 - - - - - 9,7
2-4 kg -N - - - - - - - - -
2-4 kg N 3g/sucker 17,4 38,2 - - - - - - 27,8
2-4 kg N 6g/sucker - - - - - - - - -
Tabel diatas adalah tabel data pengamatan untuk peubah persentase muncul daun dalam
peubah ini ada beberapa perlakuan perlakuan pertama ialah perlakuan berat bobot bibit < 2 kg
tanpa pupuk N, perlakuan berat bobot bibit < 2 kg menggunakan pupuk N 3g/sucker, perlakuan
berat bobot bibit < 2 kg menggunakan pupuk N 6 g /sucker,perlakuan berat bibit 2 – 4 kg tanpa
pupuk N ,perlakuan berat bibit 2 – 4 kg menggunakan pupuk N 3g/ sucker dan perlakuan terakhir
ialah perlakuan berat bibit 2 – 4 kg mengunakan pupuk N 6 g / sucker.
Dari data table diatas dapat diabaca bahwa setelah dilakukan pengamatan persentase
muncul daun disetiap ulangan dari mulai awal pengamatan sampai akhir pengamatan setiap
ulangan memiliki data hasil pengamatan persentase muncul daun yang berbeda. Data disetiap
ulangan tersebut ialah data yang telah dirata-ratakan selama pengamatan.
Dalam perlakuan berat bibit < 2kg tanpa N untuk ulangan 1 memiliki persentase muncul
daun 33,8% , ulangan 2 persentase muncul daunnya ialah 0%, ulangan 3 memiliki persentase
muncul daunnya 13,6 %, ulangan 4 dan ulangan 5 persentase muncul daunya masih 0% ,ulangan
6 memiliki persentase muncul daunya 26,9 % dan untuk ulangan 7 dan ulangan 8 persentase
muncul daunnya masih 0 %, 0 % disini artinya daunnya belum muncul sehingga belum bias
diamati. Jadi dari data yang terkumpul untuk perlakuan berat bibit < 2kg tanpa N persentase
muncul daunya ialah 9,3 %.
Dalam perlakuan berat bibit < 2kg N 3 g tidak semua ulangan melakukan perlakuan
ini,hanya ulangan 1 sampai ulangan 3 saja,namun dari ketiga ulangan yang melakukan perlakuan
ini ketiga-tiga ulangan ini persentasenya muncul daunnya masih 0% artinya daunnya belum
muncul sama sekali.
Dalam perlakuan berat bibit < 2kg N 6g juga tidak semua ulangan melakukan perlkuan
ini ,hanya ulangan 1 sampai ulangan 3,namun dari ketiga ulangan tersebut hanya ulangan 1 saja
yang memiliki persentase muncul daun yaitu 29,5 %,sedangkan untuk ulangan 2 dan 3 masih 0%
dan artinya daunnya belum muncul. Sehingga dapat ditarik kesimpulan untuk perlakuan ini
persentase muncul daunnya 9,7 %.
Untuk perlakuan berat bibit 2 – 4 kg tanpa N tidak bisa dilakuan percobaa karena lagi-
lagi ketersedian bibit untuk berat diatas 2 – 4 kg ketersediannya tidak cukup untuk dilakuakan
percobaan ini.
Dalam perlakuan berat bibit 2 – 4 kg N 3 g tidak semua ulangan melakukan perlakuan ini
hanya ulangan 1 dan ulangan 2, untuk ulangan 1 memiliki persentase muncul daun 17,4 % dan
ulangan 2 memiliki persentase muncul daun 38,2 %, sehingga dapat disimpulkan bahwa pada
perlakuan ini persentase muncul daunnya 27,8 %.
Dan dalam perlakuan berat bibit 2 – 4 kg N 6 g lagi-lagi tidak bisa dilakukan percobaan
lagi karna ketersedian bibit juga tidak ada.
Dari uraian data diatas dan setelah diketahui persentase muncul daun disetiap perlakuan
maka dapat disimpulkan dari semua perlakuan tersebut persentase muncul daun yang paling
tinggi ialah pada perlakuan berat bobot bibit 2 – 4 kg yang menggunakan 3 g N yaitu 27,8 % dan
persentase muncul daun yang paling rendah ditunjukan pada perlakuan berat bobot bibit < 2 kg
menggunakan N 3 g yaitu 0%.
Persentase Bibit Hidup (%)
Perlakuan Rata-rata
U1 U2 U3 U4 U5 U6 U7 U8
55,6 39,4 48,9 32,2 30,5 46,7 46, 66,2 45,8
<2kg -N
7
< 2 kg N 3g/sucker 28,9 23,3 68,3 - - - - - 40,2
< 2 kg N 6g/sucker 35,5 27,2 28,3 - - - - - 30,3
2-4 kg -N - - - - - - - - -
2-4 kg N 3g/sucker 57 43,3 - - - - - - 50,2
2-4 kg N 6g/sucker - - - - - - - - -
Tabel diatas adalah tabel data pengamatan untuk peubah persentase bibit hidup dalam
peubah ini ada beberapa perlakuan, perlakuan pertama ialah perlakuan berat bobot bibit < 2 kg
tanpa pupuk N, perlakuan 2 berat bobot bibit < 2 kg menggunakan pupuk N 3g/sucker,
perlakauan berat bobot bibit < 2 kg menggunakan pupu N 6 g /sucker, perlakuan berat bibit 2 – 4
kg tanpa pupuk N, perlakuan berat bibit 2 – 4 kg menggunakan pupuk N 3g/ sucker, dan
perlakuan terakhir ialah perlakuan berat bibit 2 – 4 kg mengunakan pupuk N 6 g / sucker.
Dari data tabel diatas dapat dibaca bahwa setelah dilakukan pengamatan persentase bibit
hidup disetiap ulangan dari mulai awal pengamatan sampai akhir pengamatan setiap ulangan
memiliki data hasil pengamatan persentase bibit hidup yang berbeda. Data disetiap ulangan
tersebut ialah data yang telah dirata-ratakan selama pengamatan.
Dalam perlakuan berat bibit < 2kg tanpa N untuk ulangan 1 memiliki persentase bibit
hidup 55,6% , ulangan 2 persentase bibit hidupnya ialah 39,4%, ulangan 3 memiliki persentase
bibit hidup 48,9 %, ulangan 4 memiliki persentase bibt hidup 32,2%, ulangan 5 persentase bibit
hidupny 30,5% ,ulangan 6 memiliki persentase bibit hidup 46,7 %, untuk ulangan 7 memiliki
persentase bibit hidup 46,7 % dan ulangan 8 persentase bibit hidupnya 66,2 %. Jadi dari data
yang terkumpul untuk perlakuan berat bibit < 2kg tanpa N persentase bibit hidupnya ialah 45,8
%.
Dalam perlakuan berat bibit < 2 kg N 3 g tidak semua ulangan melakukan perlakuan ini
hanya ulangan 1 sampai 3 yang melakukan perlakuan ini. Unuk ulangan 1 persentase bibit
hidupnya 28,9 % ,ulangan 2 memiliki persentase bibit hidup 23,3 %,dan untuk ulangan 3
memiliki persentase bibit hidup 68,3 %. Dari itu dapat ditarik kesimpulan bahwa pada perlakuan
ini persentase bibit hidupnya hanya 40,2 %.
Dalam perlakuan berat bibit < 2kg N 6 g juga tidak semua ulangan melakukan perlakuan
ini hanya ulangan 1 sampai 3,untuk ulangan 1 persentase bibit hidupnya 35,5 %,ulangan 2
memiliki persentase bibit hidup 27,2 %, dan untuk ulangan 3 memiliki persentase bibit hidup
28,3 %. Sehingga pada perlakuan ini persentase bibit hidupnya hanya 30,3 %.
Untuk perlakuan berat bibit 2 – 4 kg tanpa N tidak bisa dilakukan percobaan perlakuan
ini karena ketersediaan bibitnya tidak mencukupi untuk melakuan percobaan perlakuan ini.
Dalam perlakuan berat bibit 2 – 4 kg N 3g tidak semua ulangan melakuakan perlakuan ini
hanya ulangan 1 dan ulangan 2 yang melakukan perlakuan ini. Ulangan 1 memiliki persentase
bibit hidup 57 % dan untuk ulangan 2 memiliki persentase bibit hidup 43,3 %. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa pada perlakuan ini persentase bibit hiduonya hanya 50,2 %.
Dan dalam perlakuan berat bibit 2 – 4 kg N 6 g lagi-lagi tidak bisa dilakukan percobaan
karena ketersedian bibitnya tidak mencukupi untuk melakukan percobaan ini.
Dari uraian data diatas dan setelah diketahui persentase bibit yang hidup disetiap
perlakuan maka dapat disimpulkan dari semua perlakuan tersebut persentase bibit hidup yang
paling tinggi ialah pada perlakuan berat bobot bibit 2 – 4 kg yang menggunakan 3 g N yaitu 50,2
% dan persentase bibit hidup yang paling rendah ditunjukan pada perlakuan berat bobot bibit < 2
kg menggunakan N 6g yaitu 30,3%.
B. Media persemaian dirakit
Pada media persemaian dirakit juga ada satu perlakuan yaitu perlakuan berdasarkan berat
bobot bibit ( < 2 kg dan > 2 kg ). Pada praktikum ini perlakuan tersebut dilakukan beberapa
ulangan dalam hal ini ulangan 1 sampai ulangan 10. Ulangan disini maksudnya setiap perlakuan
tersebut dilakukan disetiap kelompok dengan cara dibagi sesuai pembagian yang telah ditentukan
untuk masing – masing kelompok. Dan dalam proses pembibitan atau persemaian ini juga
dilakukan beberapa pengamatan bibit dengan peubah – peubah yang telah ditentukan diantaranya
adalah tinggi tanaman, persentase muncul daun, dan persentase bibit hidup. Setiap peubah
tersebut diamati disetiap ulangan dengan rentan waktu satu minggu sekali. Berikut data hasil
pengamatan selama praktikum.
Tabel diatas adalah tabel untuk peubah tinggi tanaman untuk kedua perlakuan tersebut.
Untuk perlakuan berat bobot bibit < 2kg untuk ulangan 1 memiliki rata-rata tinggi tanaman 54,3
cm, ulangan 2 memiliki rata-rata 59,2 cm, untuk ulangan 3 memiliki rata-rata 52,4 cm, ulangan 4
memiliki rata-rata 46,2 cm, ulangan 5memiliki rata-rata 48,6 cm, untuk ulangan 6 memiliki rata-
rata 53,2 cm, ulangan 7 memiliki rata-rata 36,4 cm, ulangan 9 memiliki ulangan 38,5 cm dan
untuk ulangan ke 10 memiliki rata-rata tinggi tanaman 38,5cm ,sehingga dari semua ulangan
dapata dirata-ratakan serta dapat disimpulkan pada persemaian dirakit untuk perlakuan berat
bobot bibit < 2 kg memiliki rata-rata tinggi tanaman 46,37 cm.
Untuk perlakuan berat bobot bibit > 2 kg,tidak dilakukan disemua ulangan hanya ulangan
1 sampai ulangan 3. Untuk ulangan 1 memiliki rata-rata tinggi tanamannya 61,4 cm, untuk
ulangan 2 memiliki rata-rata 46,5 cm, dan ulangan 3 memiliki rata-rata tinggi tanaman 46,7 cm.
sehingga dapat disimpulkan bahwa untuk perlakuan ini memiliki rata-rata 51,5 cm.
Dari uraian diatas mengenai kedua perlakuan tersebut maka dapat dibandingkan bahwa
pertumbuhan tinggi tanaman yang paling tinggi ditunjukan pada perlakuan berat bobot bibit >
2kg yaitu 51,5%, dan pertumbuhan tinggi tanaman terendah ditunjukan pada perlakuan berat
bobot bibit < 2kg yaitu 46,37 %.
Persentase Muncul Daun (%) Rata-
Perlakuan
U1 U2 U3 U4 U5 U6 U7 U8 U9 U10 rata
< 2kg 0 0 17,4 0 19 14,2 14,2 16,9 16,9 0 22,64
>2kg 35,2 85,8 0 - - - - - - - 60,5
Tabel diatas adalah tabel untuk peubah persentase muncul daun untuk kedua perlakuan
tersebut. Pada perlakuan berat bobot bibit < 2kg ulangan 1dan ulangan 2 persentase muncul
daunya adalah 0%, ulangan 3 sendiri persentase muncul daunnya adalah 17,4 %, ulangan 4
persentase muncul daunnya adalah 0%, ulangan 5 persentase muncul daunya adalah
19%,ulangan 6 persentase muncul daunya adalah 14,2 %, ulangan 7 memiliki persentase muncul
daunya adalah 14,2 %, ulangan 8 persentase muncul daunya adalah 16,9, ulangan 9 persentase
muncul daunnya adalah 16,9 %, untuk ulangan ke 10 persentase muncul daunnya adalah 0%. 0%
disini artinya adalah daunnya belum muncul sehingga tidak dapat diamati. Pada perlakuan berat
bobot bibit < 2kg berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa rata-rata persentase muncul
daunya adalah 22,64 %.
Untuk perlakuan berat bobot bibit > 2kg ,tidak dilakukan disemua ulngan hanya ulangan
1 sampai ulangan 3. Untuk ulangan 1 persentase muncul daunnya dalah 35,2 % ,untuk ulangan 2
persentase muncul daunya adalah 85,8%, dan untuk ulangan 3 persentase muncul daunya masih
0%. Dari data tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa pada perlakuan ini rata-rata persentase
muncul daunnya adalah 60,5%.
Dari uraian diatas mengenai kedua perlakuan tersebut maka dapat dibandingkan bahwa
persentase muncul daun yang paling tinggi ditunjukan pada perlakuan berat bobot bibit > 2kg
yaitu 60,5%, dan persentase muncul daun terendah ditunjukan pada perlakuan berat bobot bibit <
2kg yaitu 22,64 %.
Perlakuan Persentase Bibit Hidup (%) Rata-
U1 U2 U3 U4 U5 U6 U7 U8 U9 U10 rata
< 2kg 62,2 47,2 60 42,2 31,4 58,3 19,7 19,7 62,8 62,8 46,6
>2kg 42,9 57,2 52,5 - - - - - - - 50,9
Tabel diatas merupakan tabel untuk peubah persentase bibit hidup yang ada dipersemaian
rakit. Untuk perlakuan berdasarkan berat bobot bibit < 2 kg pada ulangan 1 persentase bibit
hidupnya adalah 62,2%, ulangan 2 persentase bibit hidupnya adalah 47,2%,ulangan 3 persentase
bibit hidupnya adalah 60%, ulangan 4 persentase bibit hidupnya adalah 42,2%,ulangan 5
persentase bibit hidupnya adalah 31,4%, ulangan 6 persentase bibit hidupnya adalah
58,3%,ulangan 7 persentase bibit hidupnya adalah 19,7%,ulangan 8 persentase bibit hidupnya
adalah 19,7%,ulangan 9 persentase bibit hidupnya adalah 62,8% dan ulangan ke 10 persentase
bibit hidupnya adalah 62,8%. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa pada perlakuan ini
rata-rata persentase bibit yang hidup adalah 46,6 %.
Pada perlakuan berdasarkan bobot bibit > 2kg tidak semua ulangan mndapatkan
perlakuan ini hanya ulangan 1 sampai ulangan 3,hal ini disebabkan krena ketersediaan bibit
dengan bobot > 2kg tidak mencukupi. Untuk ulangan 1 persentase bibit yang hidup adalah 42,9
%, ulangan 2 persentase bibit yang hidup adalah 57,2 %, dan untuk ulangan ke-3 persentase bibit
yang hidup adalah 52,5%. Dari semua data tersebut dapat dirata-ratakan dan disimpulkan bahwa
pada perlakuan ini persentase bibit yang hidup adalah 50,9%.
Dari uraian diatas mengenai kedua perlakuan tersebut maka dapat dibandingkan bahwa
persentase bibit yang hidup paling tinggi ditunjukan pada perlakuan berat bobot bibit > 2kg
yaitu 50,9%, dan persentase bibit yang hidup terendah ditunjukan pada perlakuan berat bobot
bibit < 2kg yaitu 46,6 %.
C. Perbandingan antara media persemaian polibag dan rakit
Dari data- data diatas maka dapat diperbandingkan beberapa peubah-peubah tersebut
untuk membandingkan mana yang lebih baik diantara kedua media persemaian yaitu media
polibag dan rakit. Berikut hasil dari data perbandingan tersebut:
Tabel atas adalah tabel perbandingan antara media persemaian polibag dengan media
persemaian dirakit. Perbandingan tersebut berdasarkan beberapa peubah diantara peubah tinggi
tanaman,persentase daun muncul,dan persentase bibit yang hidup. Dari peubah-peubah tersebut
dapat dibandingkan perlakuan mana yang paling baik ,paling tinggi pertumbuhannya,paling
cepat tumbuhnya dan paling banyak persentase hidupnya.
Untuk peubah tinggi tanaman dapat dilihat berdasarkan data diatas bahwa persemaian
dimedia rakit lebih tinggi pertumbuhannya yaitu 48,9 cm sedangkan untuk persemaian dipolibag
hanya 35,25 cm.
Untuk peubah persentase daun yang muncul juga dapat dilihat bahwa persemaian dirakit
masih menunjukan hasil yang lebih baik dibandingka dengan yang dipersemaian polibag yaitu
41,57% sedangkan yang dipolibag hanya memiliki persentase daun yang sudah muncul 11,7 %.
Untuk peubah persentase bibit yang hidup dapat dilihat bahwa persemaian dirakit masih
lebih menunjukan hasil yang lebih baik dibandingaka dengan yang dipolibag yaitu 48,75 %
sedangkan untuk yang dipolibag hanya 41,6 % bibit yang hidup.
Kenapa pada persemaian bibit sagu dirakit lebih baik hasilnya dibandingkan dengan
persemaian dipolibag hal ini sesuai dengan habitat asli sagu itu sendiri. Menurut haryanto dan
pangloli (1992), sagu tumbuh didaerah-daerah rawa yang berair tawar, rawa yang
bergambut,sepanjang aliran sungai,sekitar sumber air dan hutan-hutan rawa yang kadar
garamnya tidak terlalu tinggi. Maka dari itu pada persemaian dirakit bibit sagu dapat tumbuh
baik dibandingkan persemaian dipolibag. Kreana pada media rakit sagu langsung bersentuhan
dengan air jadi kebutuhan air yang diperlukan bibit sagu dapt dipenuhi secara terus menerus.
Kerana pada dasarnya tanaman sagu adalah tanaman yang suka terhadap air.
Menurut pinem (2008) dalam bintoro et al ( 2010) perbedaan antara media tumbuh
kanal,polibag dan lumpur karena perbedaan kadar airnya.pembibitan sagu di media kanal
mendapatkan air yang selalu tersedia sehingga mendukung daun baik jumlah mapupun lebarnya.
berdasarkan pendapat pinem (2008) beliau menjelaska bahwa perbedaan dintara media
persemaian kanal atau rakit itu adalah pada kadar airnya,sudah jelas bahwa dikanal atau dirakit
aiarlah yang menjadi media untuk pertumbuhan bibitnya namun apad media polibag air yang
tersimpn dalam tanah ketersediannya belum mampu mencukupi kebutuhan air yang dibutuhkan
oleh bibit sagu untuk melakukan pertumbuhan.
Selain itu faktor lainnya juga memepengaruhi kenapa pada media polibag kurang baik
hasilnya dibandingka dengan yang dirakit,seperti faktor hama seperti rayap,larva kumbang
monjong,karena rwan terserang hama,namun jika dirakit itu akan mengurangi bibidari serangan
hama. Namun faktor perlakuan juag mempengaruhi,sperti berat bobot bibit yang digunakan
semangkin berat bibit yang digunkan pertumbuhannya akan semangkin baik dibandingkan bibiit
yang beratnya dibawah 2 kg.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uairaian-uraian yang telah dibahas sesuai pembahasan diatas amak dapat diarik
beberapa kesimpulan diantaranya dapat disimpulkan bahwa dalam persemian bibit sgu atau
sucker dapat dilakukan dibeberapa media semai atau media pembibitannya, yaitu pada media
kanal atau rakit, media polibag dan media lumpur. Dari ketiga media persemaian tersebut media
rakit tetap menjadi media persemaian yang baik untuk pertumbuhan bibit sagu.
B. Saran
Saran buat para pratikan yang melakukan praktikum ini agar lebih serius dalam
melakukan praktikum dan lebih aktif dalam hal untuk hal melakukan pekerjaan dalam
praktikum.
Untuk tim dosen agar lebih focus dan lebih pelan – pelan dalam memberikan intruksi
karena ada beberapa mahasiswa yang sulit dalam hal menangkap sebuah intruksi secara cepat.
Pinem,A.2008. Pengelolaan Perkebunan Sagu (Metroxylon Spp.) Di Pt. National Timber And
Forest Product Unit Hti Murni Sagu, Selatpanjang, Riau, Dengan Studi Kasus
Persemaian Menggunakan Berbagai Media Dan Bobot Bibit.[skripsi]
Lampiran
Gambar 11. Pengukuran tinggi bibit sagu Gambar 12. Tunas yang sudah muncul
Gambar 13. Daun yang sudah muncul Gambar 14.bibit yang mati
Gambar 5. Penyemprotan fungisida Gambar 6. bibit yang hidup dan yang mati
Gambar 7. Daun yang muncul Gambar 8. daun yang telah membuka
Penanaman di lapang
Gambar 11. penaburan pupuk SP-36 Gambar 12. Persiapan untuk pencungkupan