Makalah Perkembangan Kreativitas
Makalah Perkembangan Kreativitas
Makalah Perkembangan Kreativitas
Puji syukur kami panjatkan kehadiran Allah SWT, karena dengan taufik
dan hidayah-Nya kami bisa menyelesaikan tugas makalah dengan pokok bahasan
Perkembangan Kreativitas, dan subpokok bahasan Pengertian Kreativitas, Teori
Belahan Otak, Pendekatan Terhadap Kreativitas, Tahap perkembangan Kognitif,
Tahap-tahap kreativitas, Karakteristik kreativitas, Faktor Pengaruh Kreativitas,
Masalah serta upaya pengembangan Kreatifitas
Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Pengembangan
Peserta Didik yang telah diberikan oleh Dosen mata kuliah yang bersangkutan,
Prodi Pendidikan Bahasa Inggris Fakuktas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Tahun
2019.
Dalam kesempatan ini pula, kami hendak menyampaikan rasa terima kasih kepada
semua pihak yang membantu kami dalam menyelesaikan tugas kelompok mata
kuliah Pengembangan Pesera Didik dengan pokok bahasan Perkembangan
Kreativitas
Dalam menyelesaikan laporan ini, penyusun menyadari sepenuhnya, bahwa
masih banyak kekurangan-kekurangan dan masih jauh dari sempurna, akan tetapi
dengan kemampuan yang ada, kami mencoba untuk menyusun sebaik mungkin
dengan harapan dapat memperoleh manfaatnya. Semoga makalah ini bisa
bermanfaat tidak hanya bagi penulis khususnya, tetapi juga dapat bermanfaat bagi
pembaca pada umumnya.
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………...……………………………………..ii
DAFTAR ISI………………………….……………..………………………………….iii
Bab I PENDAHULUAN
1.2 Tujuan...........................……………………………………………….…….1
Bab II PEMBAHASAN
3.1 Kesimpulan…………………………………………………..…………….……11
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam hal ini perlu adanya pengembangan kreativitas pada diri manusia
agar dapat mengembangkan suatu gagasan yang inovatif untuk
menghadapi dan menyelesaikan masalah-masalah yang dapat terjadi kapan
saja.
1.2 Tujuan
Tujuan dibuatnya makalah ini adalah memenuhi tugas dari dosen mata
kuliah Pengembangan peserta didik yang berjudul Perkembangan
Kreativitas yang meberikan informasi tentang pengertian, karakter, tahap-
tahap, masalah serta upaya dalam perkembangan kreativitas, Sekaligus
menambah pengetahuan pembaca tentang perkembangan kreativitas
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
yang mencerminkan kelancaran, keluwesan, dan orisinalitas dalam berpikir
serta kemampuan untuk mengolaborasi suatu gagasan”
Jadi yang dimaksud dengan kreativitas adalah ciri-ciri khas yang dimiliki
oleh individu yang menandai adanya kemampuan untuk menciptakan sesuatu
yang sama sekali baru atau kombinasi dari karya-karya yang telah ada
sebelumnya, menjadi suatu karya baru yang dilakukan melalui interaksi dengan
lingkungannya untuk menghadapi permasalahan, dan mencari alternatif
pemecahannya melalui cara-cara berpikir divergen
3
mengindra, dan intuisi. Clark menganggap bahwa kreativitas itu mencakup
sintesis dari fungsi-fungsi thinking, feeling, sensing, dan intuiting.
Thinking merupakan berpikir rasional dan dapat diukur serta
dikembangkan melalui latihan-latihan yang dilakukan secara sadar dan
sengaja. Feeling menunjuk pada suatu tingkat kesadaran yang melibatkan
segi emosional. Sensing menunjuk pada suatu keadaan ketika dengan
bakat yang ada diciptakan suatu produk baru yang dapat dilihat atau
didengar oleh orang lain. Intuiting menuntut adanya suatu tingkat
kesadaran yang tinggi yang dihasilkan dengan cara membayangkan,
berfantasi, dan melakukan terobosan ke daerah prasadr dan tak sadar.
Pendekatan sosiologis berasumsi bahwa kreativitas individu merupakan
hasil dari proses interaksi sosial, di mana individu dengan segala potensi
dan disposisi kepribadiannya dipengaruhi oleh lingkungan sosial tempat
individu itu berada, yang meliputi ekonomi, politik, kebudayaan, dan
peranan keluarga.
Upaya mempelajari kreativitas dengan menggunakan pendekatan
sosiologis, pertama-tama dilakukan oleh Kroeber pada tahun 1914 yang
kemudian dilaporkan dalam sebuah karyanya yang berjudul Configuration
of Culture (Dedi Supriadi, 1989: 84). Dalam menganalisisnya, Kroeber
menggunakan tiga konfigurasi, yaitu waktu, ruang, dan derajat prestasi
suatu peradaban. Berdasarkan analisis yang dilakukan, Kroeber
mengambil suatu kesimpulan bahwa munculnya orang-orang kreatif tinggi
dalam sejarah merupakan refleksi dari pola perkembangan nilai-nilai
sosial.
Penelitian yang dilakukan oleh Gray pada tahun 1958, 1961, dan 1966,
kembali menekankan dominannya peranan sosial dalam perkembangan
kreativitas (Dedi Supriadi, 1989: 85). Dengan focus perkembangan
kebudayaan Barat, Gray menemukan bahwa faktor-faktor ekonomi, sosial,
politik, dan peranan keluarga yang kondusif menentukan dinamika dan
irama perkembangan kreativitas. Penelitian Naroll dan kawan-kawan
(1971) yang dilakukan di India, Cina, Jepang, dan Negara-negara Islam
menunjukkan bahwa ada periode-periode tertentu dalam setiap
perkembangan kebudayaan yang dapat mendorong berkembangnya
kreativitas secara maksimal sehingga dapat muncul orang-orang kreatif.
Sebaliknya, ada juga periode-periode tertentu yang justru mengekang
berkembangnya kreativitas.
Arieti (1976) mengemukakan beberapa faktor sosiologis yang kondusif
bagi perkembangan kreativitas, yaitu
1. Tersedianya sarana-sarana kebudayaan,
2. Keterbukaan terhadap keragaman cara berpikir,
3. Adanya keleluasaan bagi berbagai media kebudayaan,
4. Adanya toleransi terhadap pandangan-pandangan yang divergen, dan
4
5. Adanya penghargaan yang memadai terhadap orang-orang yang
berprestasi.
1. Tahap Sensori-metoris
Tahap ini dialami pada usia 0-2 tahun. Pada tahap ini anak berada dalam
suatu masa pertumbuhan yang ditandai oleh kecenderungan-
kecenderungan sensori-motoris yang amat jelas. Serta pada tahap ini pula
tindakan-tindakan anak masih berupa tindsakan-tindakan fisik yang
bersifat refleksif, pandangannya terhadap obyek masih belum permanen,
belum memiliki konsep tentang ruang dan waktu, belum memiliki konsep
tentang sebab-akibat, bentuk permainannya masih merupakan pengulangan
reflex-refleks, belum memiliki konsep tentang diri ruang dan belum
memiliki kemampuan berbahasa.
2. Tahap Praoperasional
Tahap ini berlangsung pada usia 2-7 tahun. Tahap ini disebut tahap
intuisi sebab perkembangan kognitifnya memperlihatkan kecenderungan
yang ditandai oleh suasana intuitif. Dalam arti semua perbuatan
rasionalnya tidak didukung oleh pemikiran tetapi oleh unsure perasaan,
kecenderungan alamiah, sikap-sikap yang diperoleh dari orang-orang
bermakna, dan lingkungan sekitarnya.
3. Tahap Operasional Konkrit
Tahap ini berlangsung antara usia 7-11 tahun, pada tahap ini anak mulai
menyesuaikan diri dengan realitas konkrit dan sudah mulai berkembang
rasa ingin tahunya. Mengenai kreativitasnya, menurut Jean Piaget, juga
sudah mulai berkembang. Faktor-faktor yang memungkinkan semakin
berkembangnya kreativitas itu adalah :
1. Anak sudah mulai mampu untuk menampilkan operasi-operasi
mental.
2. Mulai mampu berpikir logis dalam bentuk yang sederhana.
3. Mulai berkembang kemampuan untuk memelihara identitas diri.
4. Konsep tentang ruang sudah semakin meluas.
5. Sudah amat menyadari akan adanya masa malu, masa kini, dan
masa yang akan datang.
6. Sudah mampu mengimajinasikan sesuatu, meskipun biasanya
masih memerlukan bantuan obyek-obyek konkrit.
5
4. Tahap Operasional Formal
Tahap ini dialami oleh anak pada usia11 tahun ke atas. Pada masa ini
anak telah mampu mewujudkan suatu keseluruhan dalam pekerjaannya
yang merupakan hasil dari berpikir logis.
6
dan penyempurnaan terhadap karyanya itu berlangsung. (Conny R. Semiawan,
1998)
7
6. Lebih mampu menyesuaikan diri.
7. Senang berpetualang.
8. Toleran terhadap ambiguitas.
9. Kurang toleran terhadap hal-hal yang membosankan.
10. Menyukai hal-hal yang kompleks.
11. Memiliki kemampuan berpikir divergen yang tinggi.
12. Memiliki memori dan atensi yang baik.
13. Memiliki wawasan yang luas.
14. Mampu berpikir periodik.
15. Memerlukan situasi yang mendukung.
16. Sensitif terhadap lingkungan.
17. Memiliki rasa ingin tahu yang tinggi.
18. Memiliki nilai estetik yang tinggi.
19. Lebih bebas dalam mengembangkan integrasi peran seks.
Sedangkan Torrance (1981) mengemukakan karakteristik kreativitas sebagai
berikut.
1. Memiliki rasa ingin tahu yang besar.
2. Tekun dan tidak mudah bosan.
3. Percaya diri dan mandiri.
4. Merasa tertantang oleh kemajukan atau kompleksitas.
5. Berani mengambil risiko.
6. Berpikir divergen.
8
5. situasi yang menekankan inisiatif diri untuk menggali, mengamati,
bertanya, merasa, mengklasifikasikan, mencatat, menerjemahkan,
memperkirakan, menguji hasil perkiraan, dan mengomunikasikan.
6. Kedwibahasaan yang memungkinkan untuk pengembangan potensi
kreativitas secara lebih luas karena akan memberikan pandangan dunia secara
lebih bervariasi, lebih fleksibel dalam menghadapi masalah, dan mampu
mengekspresikan dirinya dengan cara yang berbeda dari umumnya yang
dapat muncul dari pengalaman yang dimilikinya.
7. Posisi kelahiran.
8. Perhatian dari orangtua terhadap minat anaknya, stimulasi dari lingkungan
sekolahnya, dan motivasi diri.
9
4. Memberikan kesempatan kepada anak atau remaja untuk belajar atas
prakarsanya sendiri dan memberikan reward kepadanya
5. Memberikan kesempatan kepada anak atau remaja untuk belajar dan
melakukan kegiatan-kegiatan tanpa suasana penilaian.
Torrance (1981) juga mengemukakan beberapa interaksi antara orang tua
dan anak (remaja) yang dapat menghambat berkembangnya kreativitas, yaitu
1. Terlalu dini untuk mengeliminasi fantasi anak
2. Membatasi rasa ingin tahu anak
3. Terlalu menekankan peran berdasarkan perbedaan jenis kelamin (sexual roles)
4. Terlalu banyak melarang anak
5. Terlalu menekankan kepada anak agar memiliki rasa malu
6. Terlalu menekankan pada keterampilan verbal tertentu;
7. Sering memberikan kritik yang bersifat destruktif.
Jadi menurut Torrance(1981), interaksi antara orang tua dengan anak atau
remaja yang dapat mendorong kreativitas bukanlah interaksi yang
didasarkan atas situasi stimulus respons, melainkan atas dasar hubungan
kehidupan sejati (a living relationship) dan saling tukar
pengalaman(coexperiencing).
10
memiliki keinginan yang seringkali berbeda dengan teman-teman pada
umumnya, serta tidak begitu senang untuk melekatkan diri kepada otoritas.
3. Perkembangan yang tidak selaras
Jika lingkungannya tidak dapat mengakomodasi keunggulan
potensi kreatifnya itu, dapat muncul masaalah dalam diri anak-anak kretif.
Masalah yang timbul disebut dengan istilah uneven development
(perkembangan yang tidak selaras) antara kematangan intelektual dengan
perkembangan aspek-aspek emosional dan sosialnya.
4. Tiadanya tokoh-tokoh ideal
Anak-anak kreatif cenderung memiliki tokoh-tokoh orang besar
yang sangat diidealkan dalam hidupnya. Tokoh-tokoh ideal bisa berada
dekat di lingkungan sekitarnya, tetapi dapt juga berada di tempat yang jauh
dan sulit dijangkau. Jika tokoh idealnya berada di tempat yang jauh dan
sulit dijangku. Jika tokoh idealnya berada ditempat yang jauh, anak-anak
kreatif cenderung berusaha untuk dapat menjangkau melalui cara mereka
sendiri. Kelangkaan tokoh ideal karena kelangkaan informasi dapat
mengakibatkan anak-anak kreatif tersesat kepada pilihan tokoh ideal yang
salah.
11
1. Pembimbing berusaha memahami berusaha memahami pikiran dan
perasaan anak.
2. Pembimbing mendorong anak untuk mengungkapkan gagasan-
gagasannya tanpa mengalami hambatan.
3. Pembimbing lebih menekankan pada proses daripada hasil sehingga
Pembimbing di tuntut mampu memandang permasalahan anak sebagai
bagian dari keseluruhan dinamika perkembangan dirinya.
4. Pembimbing berusaha menciptakan lingkungan yang bersahabat, bebas
dari ancaman, dan suasana saling menghargai.
5. Pembimbing tidak memaksakan pendapat, pandangan, atau nilai-nilai
tertentu kepada anak.
6. Pembimbing berusaha mengeksplorasi segi-segi positif yang dimiliki
anak dan bukan sebaliknya mencari-cari kesalahan anak.
7. Pembimbing berusaha menempatkan aspek berpikir dan perasaan secara
seimbang dalam proses bimbingan.
Supriadi (1994) mengemukakan sejumlah bantuan yang dapat digunakan
untuk membimbing perkembangan anak-anak kreatif, yaitu :
1. Menciptakan rasa aman kepada anak untuk mengekspresikan kreativitasnya
2. Mengakui dan menghargai gagasan-gagasan anak
3. Menjadi pendorong bagi anak untuk mengomunikasikan dan mewujudkan
gagasan-gagasan nya.
4. Membantu anak memahami dalam berpikir dan bersikap, dan bukan malah
menghukumnya
5. Memberikan peluang untuk mengomunikasikan gagasan-gagasannya
6. Memberikan informasi mengenai peluang-peluang yang tersedia.
12
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Menurut saya, para orang tua maupun guru harus memberikan perhatian
khusus untuk peserta didik dalam hal kreativitas dan juga mengembangkan
kemampuan otak kanan agar seimbang dengan kemampuan otak kiri. Karena
kebanyakan guru dan orangtua lebih memikirkan kemempuan berhitung dari
pada kemampuan berpikir kreatif dari peserta didik yang berakibatkan peserta
didik tidak dapat berpikir kritis dan kreativ di dalam lingkungan sekolah dan di
lingkungan sekolah.
13
DAFTAR PUSTAKA
14