Kesetaraan Gender Dalam Organisasi Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara
Kesetaraan Gender Dalam Organisasi Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara
Kesetaraan Gender Dalam Organisasi Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara
SKRIPSI
Oleh :
160902045
MEDAN
2021
KESETARAAN GENDER DALAM ORGANISASI MAHASISWA FAKULTAS
ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
SKRIPSI
Oleh:
160902045
MEDAN
2021
i
Telah diuji pada
ii
PERNYATAAN
Judul Skripsi
KESETARAAN GENDER DALAM ORGANISASI MAHASISWA FAKULTAS
ILMU SOSIL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Dengan ini penulis menyatakan bahwa skripsi ini disusun sebagai syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Sosial pada Program studi Kesejahteraan Sosial Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara adalah benar merupakan
tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan skripsi ini, telah penulis
cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan
ilmiah.
Apabila di kemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian skripsi ini
bukan hasil karya penulis sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian tertentu,
penulis bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang penulis sandang
Penulis,
iii
KESETARAAN GENDER DALAM ORGANISASI MAHASISWA FAKULTAS
ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRAK
iv
GENDER EQUALITY IN STUDENT ORGANIZATIONS FACULTY OF
SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE
UNIVERSITY OF NORTH SUMATRA
ABSTRACT
v
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat,
penyertaan dan kasih karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul
Kesetaraan Gender Dalam Organisasi Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Selama melakukan penelitian dan penulisan skripsi ini, penulis banyak menerima
bantuan moril dan materil dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan
1. Kedua orang tua penulis. Alm. Bapak Drs. Faogohuku Hulu, M.Pd dan Mamaku
tersayang ibu Mawarti Hia, terima kasih untuk semua cinta, kasih sayang dan
dukungan tiada henti yang selalu diberikan kepadaku. Untuk mamaku yang
paling baik sedunia, terima kasih karena selalu ada, selalu mendegarkan setiap
keluh kesahku dan selalu memberi kata-kata yang positif serta semua doa-doa
yang selalu mama panjatkan untukku. Untuk alm. Bapakku tersayang yang
sekarang sudah tenang di surga, yang dari awal daftar kuliah di beberapa
ditengah-tengah proses pengerjaan skripsi ini, tapi support dan cinta Bapak
2. Bapak Dr. Muryanto Amin, S.Sos, M.Si, selaku Rektor Universitas Sumatera
Utara.
vi
3. Bapak Drs. Hendra Harahap, M.Si, PhD, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan
Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
5. Ibu Dra. Berlianti, MSP selaku dosen pembimbing yang telah membantu penulis
menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih ibu untuk waktu, arahan dan bimbingan
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, terima kasih banyak
sudah memberikan ilmu, dan bantuan selama perkuliahan sampai saat ini.
7. Saudara-saudara penulis. Abang Bonny Hulu, adek Mopo dan adek Bryan, terima
kasih ya untuk suuport kalian selama ini. Kita harus tetap kompak seperti pesan
alm. Bapak. Kita juga harus tetap jaga mama dan selalu melakukan yang terbaik
8. Sister from another motherku, Liberty Oktorianty Zendrato manusia yang paling
kusayang setelah keluargaku. Terima kasih ya Berty sayang karena tetap menjadi
saudara untukku, untuk semua waktu yang kau berikan padaku, telingamu yang
selalu siap mendengar ceritaku, dan supportmu yang luar biasa. Walaupun aku
terlahir sebagai anak perempuan tunggal, tapi aku percaya kalau kau adalah
9. Manusia-manusia luar biasa yang Tuhan hadirkan dalam hidupku. Fenny Rifka
Simbolon, Monica Kristiyanthi, Novaerita Puspa Sari Zega dan Mulia Raja
Napitupulu, kalian adalah support system terbaikku. Tidak akan pernah lelah
bibir dan hatiku mengucapkan syukur kepada Tuhan karena telah menjadikan
kita teman, bahkan lebih dari itu. Terima kasih untuk semua waktu dan semua hal
vii
yang sudah kita lakukan bersama, canda, tawa, dan tangis. Kalian tidak pernah
hari yang buruk. Kalian juga yang membuatku menjadi lebih baik seperti
10. Kak Niscaya Hia, orang yang dari awal sekali menemaniku. Mulai dari mencari
11. Chrisvon Lase, orang yang selalu meluangkan waktunya untuk meladeni
kebodohanku dan kegilaanku. Maaf kalau aku suka marah-marah dan terima
12. Yohanes Hulu, Priscila Naibaho, Lidia Putri dan Yusma, terima kasih karena
13. Keluarga „GOMO‟ di Medan, Kak Rika, Bang Tona, Sadartina dan Kak Santi,
14. Iin, Milka dan Bei teman seperjuangan sejak kecil. Walaupun sekarang kita
kasih untuk semua waktu yang sudah kita lalui bersama selama masa
perkuliahan. Terima kasih juga untuk bantuan yang diberikan selama proses
penelitian. Semoga kelak kita dapat berguna bagi masyarakat dan negara ini.
16. Seluruh informan dan responden penelitian yang telah meluangkan waktu untuk
17. Esrani, Anggi Rikky, Mikael, orang-orang yang banyak sekali membantu
mencari responden dan informan penelitian, serta semua pihak yang terlibat dan
proses penyelesaian skripsi ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak
sekali kekurangan dan tidak sempurna. Namun besar harapan penulis semoga skripsi ini
Penulis,
ix
DAFTAR ISI
Pengesahan ..................................................................................................... i
Abstrak ............................................................................................................ iv
xii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesetaraan gender merupakan salah satu isu yang semakin sering dibicarakan
akhir-akhir ini. Pembahasan seputar isu kesetaraan tetap faktual bahkan semakin kuat
dari waktu ke waktu. Tuntutan kesetaraan gender tidak hanya digaungkan di negara-
negara maju atau yang memiliki peradaban tinggi, tetapi sudah mulai menjadi salah
satu isu hangat di negara – negara berkembang. Salah satunya Indonesia. Ann Oakley
mengartikan gender sebagai konstruksi sosial atau atribut yang dikenakan pada
manusia yang dibangun oleh kebudayaan manusia (Oakley dalam Nugroho, 2008:3).
Artinya gender merupakan hasil ciptaan manusia untuk membuat perbedaan peran
antara perempuan dan laki-laki. Peran gender yang berlaku dalam suatu kelompok
masyarakat ditentukan oleh pandangan masyarakat itu sendiri tentang laki-laki dan
perempuan dan hal tersebut belum tentu berlaku pada kelompok masyarakat lainnya.
Gender tidak bersifat universal namun bervariasi dari masyarakat yang satu ke
masyarakat yang lain dari waktu ke waktu (Nugroho, 2008:6). Perbedaan gender
pada dasarnya bukanlah sekedar persoalan setengah populasi penduduk yang berbeda
1
2
adalah setengah dari populasi penduduk (lelaki) belum semuanya peduli gender dan
keras, akan tetap berlangsung dan sebaliknya stereotipe pencitraan peran yang
dunia. Menurut Bressler, patriarki adalah sebuah sistem sosial yang menempatkan
laki-laki sebagai sosok otoritas utama yang sentral dalam organisasi sosial. Ayah
memiliki otoritas terhadap perempuan, anak-anak dan harta benda. Secara tersirat
sistem ini melembagakan pemerintahan dan hak istimewa laki-laki dan menuntut
bahwa laki-laki lebih kuat (superior) dibandingkan perempuan, baik dalam kehidupan
pribadi, keluarga, masyarakat, maupun bernegara. Kultur patriarki ini secara turun-
temurun membentuk perbedaan perilaku, status, dan otoritas antara laki-laki dan
2002). Masyarakat yang menganut sistem patriarki meletakkan laki-laki pada posisi
3
memandang perempuan sebagai seorang yang lemah dan tidak berdaya. Ini dapat
dilihat dari data KEMENPPA tahun 2019, tingkat IPM (Indeks Pembangungan
Manusia) wanita di Indonesia masih berada di bawah laki-laki. IPM laki-laki sudah
masuk dalam kategori pencapaian tinggi (antara 70 sampai dengan 80), sedangkan
IPM perempuan masih dalam taraf sedang (antara 60 sampai dengan 70). IPM sendiri
adalah suatu tolak ukur capaian pembangunan manusia berbasis sejumlah komponen
dasar kualitas hidup. Hal ini menunjukkan bahwa konstruk sosial yang dibangun
dalam budaya patriarki dalam melihat perbedaan gender telah melahirkan berbagai
perempuan.
tingkat partisipasi wanita hanya mencapai 51% dibandingkan pria yakni sebanyak
83,7%. Perempuan juga masih mengalami kesulitan dalam mencari pekerjaan tetap
di sektor informal yang tidak menyediakan hak khusus seperti asuransi kesehatan,
4
rencana pensiun, maupun hak cuti berbayar. Dalam kepemimpinan di bidang bisnis,
hanya sekitar dua dari sepuluh wanita yang memiliki posisi sebagai pemimpin 23,5%
stereotype atau melalui pelabelan negatif, kekerasan, beban kerja lebih banyak, serta
sosialisasi ideologi nilai peran gender (Fakih, 2013:12). Misalnya, salah satu akibat
dasarnya disebabkan oleh ketidaksetaraan kekuatan yang ada dalam masyarakat. Dari
data CATAHU (Catatan Tahunan Kekerasan terhadap Perempuan) tahun 2020 dalam
langsung sebanyak 1.419 kasus. Jumlah ini mengalami perubahan dari tahun ke
adalah ranah privat/ personal sebanyak 944 kasus (74%), publik/ komunitas 291
kasus (23%) dan negara 42 kasus (3%). Pengaduan tertinggi atas kasus kekerasan
terhadap perempuan banyak dilakukan oleh orang terdekat yang mempunyai relasi
personal dan sangat dikenal oleh korban. Relasi personal nampak dari hubungan
tumbuh sekitar dekade 1980-an, contohnya Yayasan Annisa Swasti di Yogya dan
tenaga kerja perempuan (buruh perempuan). Buruh perempuan adalah realitas kelas
tertindas yang digempur oleh patriarki di dalam rumah tangga, militerisme dan
kapitalisme.
kekerasan terhadap perempuan yang memusatkan aspek seksualitas dan gender. Pada
Perempuan yang dikenal dengan Komnas Permpuan pada tahun 1999 lewat Instruksi
Preiden. Ini merupakan jawaban atas tuntutan sejumlah tokoh perempuan kepada
Tetapi, semua hal itu belum juga membawa angin segar bagi perempuan.
Seperti dalam dunia pendidikan. Perjuangan persamaan hak antara laki-laki dan
wujud perlawanan atas ketidakadilan terhadap kaum perempuan pada masa itu.
Dalam dunia pendidikan, subordinasi karena gender juga sering sekali menimpa
perempuan. Sudah sejak dahulu ada pandangan yang menempatkan kedudukan dan
peran perempuan lebih rendah dari laki-laki. Sebagai contoh dalam memperoleh hak-
6
hak pendidikan, biasanya anak perempuan tidak mendapat akses yang sama
dibanding laki-laki. Data BPS tahun 2018 mencatat persentase laki-laki 15 tahun ke
atas yang telah menamatkan pendidikan SMA ke atas lebih tinggi dibandingkan
perempuan dengan besar persentase masing-masing 37,70 persen dan 32,53 persen
(bps.go.id). Seperti anggapan yang sudah sangat lama berada dalam masyarakat, yaitu
bahwa perempuan tidak perlu sekolah tinggi-tinggi, toh akhirnya akan ke dapur juga
Indonesia hampir setara antara laki-laki dan perempuan. Namun, saat mereka bekerja,
hanya ada sekitar 20% posisi middle management yang diisi oleh perempuan. Makin
Officer (CEO) diduduki oleh perempuan (katadata.co.id). Jika berkaca dari pemilihan
umum DPR tahun 2019 yang lalu, sebanyak 118 kursi atau 21% dari total 575 kursi
di DPR diisi oleh perempuan. Jumlah tersebut meningkat 22% dari pemilu
sebelumnya yang hanya mengisi sebanyak 97 kursi dan untuk pertama kalinya di
perempuan juga dapat berprestasi dan dapat menduduki posisi sebagai pengambil
keputusan. Meskipun ini merupakan salah satu capaian keberhasilan perempuan, akan
tetapi tetap saja tantangan terbesarnya adalah seksisme yang kuat dalam budaya
tinggi. Karena perguruan tinggi memiliki peranan penting dan strategis untuk
mahasiswa dan organisasi mahasiswa memiliki posisi strategis untuk dapat ambil
mahasiwa yang pertama berdiri pada masa prakemerdekaan adalah Budi Oetomo.
Salah satu bukti berhasilnya gerakan mahasiswa melalui organisasi mahasiswa adalah
kekuasaan Presiden Soeharto dan melahirkan reformasi. Pada tahun 2019 organisasi
mahasiswa juga kembali menunjukkan taringnya melalui demo menolak RUU KUHP
dan Revisi UU KPK. Mahasiswa dari berbagai kota di Indonesia melakukan demo
besar-besaran pada saat itu. Bahkan sampai menjadi trending topic dunia di salah satu
platform media sosial (tirto.id). Mahasiswa yang dipercaya masyarakat sebagai agen
wacana kesetaraan gender dalam bentuk yang konkrit untuk mencapai semua
golongan masyarakat hingga ke akar rumput Kesetaraan gender merupakan salah satu
8
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu-ilmu Politik Universitas Sumatera Utara (FISIP
wilayah geraknya cukup luas bahkan sampai pada tingkatan nasional. Beberapa
organisasi eksternal di FISIP USU seperti GMNI, HMI, GMKI, SAPMA PP,
SAPMA IPK, AMPI, GEMAPRODEM. dan UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) dalam
hal ini terdapat tiga UKM, yaitu UKM SEPAK BOLA, UKMI, dan UKM KMK
FISIP USU. Hampir semua organisasi tersebut dipimpin oleh laki-laki. Menurut
pengurus organisasi eksternal Fakultas Imu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Sumatera Utara, dalam dua periode terakhir 8 dari 10 organisasi eksternal tersebut
dipimpin oleh laki-laki. Hanya terdapat dua organisasi yang pernah dipimpin oleh
dan organisasi masih dibatasi oleh budaya dan masyarakat. Pro kontra budaya
patriarki di Indonesia dan stigma pada kaum perempuan sering sekali menjadi alasan
untuk bersikap tidak adil pada perempuan (Fibrianto, 2016). Pada umumnya
sekretaris, bendahara, atau anggota biasa. Jarang yang condong ke arah pemimpin
organisasi. Hal tersebut dan beberapa data yang telah dipaparkan sebelumnya yang
“Kesetaraan Gender Dalam Organisasi Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam
Organisasi Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera
Utara.
Berdasarkan rumusan masalah di atas, adapun tujuan dari penelitian ini yaitu
1. Secara akademis, sebagai tambahan referensi dan kajian ilmu pengetahuan bagi
ketidakadilan gender.
BAB I PENDAHULUAN
2. Rumusan Masalah
4. Sistematika Penulisan
1. Landasan Teoritis
3. Kerangka Pemikiran
4. Definisi Konsep
1. Jenis Penelitian
2. Lokasi Penelitian
3. Populasi danSampel
3. Keterbatasan Penelitian
1. Kesimpulan
2. Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teoritis
2.1.1 Gender
Transformasi Sosial mengatakan bahwa gender merupakan suatu sifat yang melekat
pada laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural.
kultural yang berupaya membuat pembedaan (distinction) dalam hal peran, perilaku,
merupakan bentuk simbolik dari aksi masyarakat yang mengikuti kebiasaan yang
dilakukan. Sejalan dengan pendapat tersebut, pendapat lain berasal dari Hillary M.
terhadap laki-laki dan perempuan (cultural expectations for woman and men) (Lips
Gender dapat pula diartikan sebagai konsep analisis yang dapat digunakan
menyatakan gender adalah sebuah variabel sosial untuk menganalisa perbedaan laki-
laki dan perempuan yang berkaitan dengan peran, tanggung jawab dan kebutuhan
serta peluang dan hambatan. Gender adalah suatu sifat yang dijadikan dasar untuk
12
13
mengidentifikasi perbedaan antara laki – laki dan perempuan dilihat dari segi kondisi
sosial budaya, nilai dan perilaku, mentalitas, emosi dan berbagai faktor nonbiologis
lainnya.
kodrati. Ini merupakan pemahaman yang salah dan sudah dianut sejak lama. Padahal
kedua hal ini jelas berbeda. Menurut Echols (1983) secara etimologis kata gender
berasal dari bahasa Inggris yang berarti jenis kelamin. Menurut Hillary M. Lips
perempuan dan laki – laki(Lips dalam Marzuki, 2007). Gender adalah hasil
konstruksi sosial yang membedakan peran perempuan dan laki – laki dalam suatu
masyarakat. Menurut WHO gender merupakan sifat perempuan dan laki-laki, seperti
norma, peran, dan hubungan antara kelompok pria dan wanita, yang dikonstruksi
secara sosial. Gender dapat berbeda antara satu kelompok masyarakat dengan
masyarakat lainnya, serta dapat berubah sering waktu. Gender tidak bersifat kodrati.
atau anatomis manusia secara biologis (Setiadi, 2011:2). Jenis kelamin merupakan
pembagian dua jenis kelamin (penyifatan) manusia yang ditentukan secara biologis
yang melekat pada jenis kelamin tertentu (Nugroho, 2008:2). Studi seks menekankan
pada perkembangan aspek biologis dan komposisi kimia dalam tubuh perempuan dan
laki – laki, studi gender lebih menekankan pada aspek maskulinitas dan feminitas
seseorang.
14
perempuan dan laki – laki. Meissner (2005) mengartikan identitas gender sebagai
pengalaman internal diri tentang gender dan menjadi bagian dari identitas diri sendiri.
sebagai perempuan atau laki – laki dari jenis kelaminnya (Meissner dalam Nurohim,
2018). John Money (1955) mengatakan bahwa idenitas gender merupakan sesuatu hal
yang dapat dibentuk dengan pengaruh dari apakah seorang anak dibesarkan sebagai
perempuan atau laki – laki. Identitas gender yang berkembang sejak usia dini
kemudian diperkuat karena interaksi dengan orang dewasa. Orang dewasa akan
cenderung menampilkan identitas dirinya, sikap dan perannya yang merupakan hasil
konstruksi sosial budaya. Melalui interaksi tersebut dan kehidupan dalam masyarakat,
seorang anak akan belajar mengenai peran gender untuk masing – masing jenis
kelamin. Lambat laun bayi tersebut akan terus berkembang, memahami peran gender
seseorang mencakup sikap tentang dirinya yang berlangsung secara sadar maupun
perempuan dianggap tidak rasional, emosional, dan lemah lembut, sedangkan laki-
laki dianggap rasional, kuat, dan perkasa. Perbedaan gender kemudian melahirkan
sebuah sistem nilai yang diberi makna tertentu secara kultural. Ortner menempatkan
pemahaman antarbudaya dan alam yang kemudian dibandingkan dengan posisi laki-
laki dan perempuan pada peran sosialnya (Winarno, 2014:373). Untuk memahami
terdapat salah satu bentuk pemiskinan atas satu jenis kelamin tertentu yang
disebabkan oleh gender, dalam hal ini terjadi pada perempuan. Ada perbedaan
jenis dan bentuk, tempat dan waktu serta mekanisme proses marginalisasi
perempuan kerena perbedaan gender. Bila ditinjau dari sumbernya, bisa berasal
green revolution (revolusi hijau) yang hanya memfokuskan pada petani laki-laki
sudah terjadi sejak di rumah tangga dalam bentuk diskriminasi atas anggota
keluarga laki-laki dan perempuan. Marginalisasi juga diperkuat oleh adat istiadat.
gender terjadi dalam segala macam bentuk yang berbeda dari tempat ke tempat
dan dari waktu ke waktu. Misalnya dalam sebuah kelompok atau organisasi , jika
yang sudah ada sejak lama dalam masyarakat, bahwa perempuan tidak perlu
sekolah tinggi-tinggi toh akhirnya akan ke dapur jugaa. Hal seperti ini
4. Beban ganda; artinya beban pekerjaan yang diterima salah satu jenis kelamin
lebih banyak dibandingkan jenis kelamin laiinya. Adanya anggapan bahwa kaum
perempuan memiliki sifat memelihara dan rajin, serta tidak cocok untuk menjadi
kepala rumah tangga, berakibat bahwa semua pekerjaan domestik rumah tangga
menjadi tanggung jawab kaum perempuan (Arbain, dkk., 2015). Bias gender
dianggap dan dinilai lebih rendah dibandingkan dengan pekerjaan yang dianggap
dilakoni perempuan umumnya meliputi peran domestik dan peran publik yang
umumnya terdapat di tempat kerja di luar rumah. Tugas dan tanggung jawab
rumah untuk mencari tambahan nafkah keluarga, maka ia memikul beban kerja
integritas mental psikologis seseorang. Salah satu kekerasan yang terjadi pada
jenis kelamin tertentu lebih disebabkan oleh gender. Kekerasan yang disebabkan
b Serangan fisik atau tindakan pemukulan yang terjadi dalam rumah tangga
abuse).
a Perkosaan
c Pelecehan seksual
d Eksploitasi seksual
f Prostitusi paksa
g Perbudakan seksual
i Pemaksaan kehamilan
j Pemaksaan aborsi
l Penyiksaan seksual
mendiskriminasi perempuan
dan agama.
demi kepentingan orang lain yang pada akhirnya menunjukkan peran dan posisi
“siapa melayani siapa” dan “siapa melindungi siapa”; Posisi pertama menunjukkan
gender yang terjadi perempuan. Kaum feminis mengembangkan konsep gender pada
tahun 1970 sebagai alat untuk mengenali bahwa perempuan tidak dihubungkan
konsep gender equality atau kesetaraan gender sebagai mainstream gerakan mereka
(Thisisgender.com).
bidang social poltik dan ekonomi antara laki-laki dan perempuan. Keadilan gender
adalah suatu perlakuan yang sesuai dengan hak dan kewajiban sebagai manusia yang
bermartabat dalam keluarga dan masyarakat. Perempuan dan laki-laki adalah mahluk
sebagai kesempatan yang sama bagi gender laki-laki dan perempuan dalam hal
22
mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, hukum, ekonomi, sosial
setara antara perempuan dan laki-laki, anak perempuan dan laki-laki terhadap
sumberdaya yang akan dibuat. Sebagai contoh dalam hal pendidikan bagi
anak didik perempuan dan laki-laki diberikan secara adil dan setara atau tidak.
dalam kegiatan dan atau dalam pengambilan keputusan. Dalam hal ini
1. Diri Sendiri
keadilan
sendiri.
2. Keluarga
setiap individu
3. Masyarakat
24
4. Negara
gender adalah masalah yang sangat intens dan proses pencarian solusinya perlu
tidak adanya diskriminasi antara sesama manusia berdasarkan jenis kelamin dan
identitas gender mereka, semua manusia mendapat perlakuan yang sama dalam segala
lini kehidupan.
memahami masalah kesetaraan gender. Patriarki berasal dari kata patriarkat yang
berarti struktur yang menempatkan laki – laki sebagai penguasa tunggal, sentral dan
segala-galanya (Rokhmansyah dalam Sakinah dan Siti A., 2017). Menurut Bressler
seperti peran politik, hak sosial, kepemilikan properti dan otoritas moral (Susanto,
2017). Sejalan dengan pendapat Nandika Ajeng Guamawarti (2009) dominasi laki –
laki tidak hanya terjadi pada ranah personal saja, tetapi menyentuh ranah lain seperti
pendidikan, ekonomi, sosial, politik, hukum dan ranah lainnya. Dalam ranah
dialamatkan oleh laki-laki kepada perempuan. Atas dasar "hak istimewa" yang
dimiliki laki-laki, mereka juga merasa memiliki hak untuk mengeksploitasi tubuh
sebuah sistem struktur sosial dan praktik–praktik yang memosisikan laki – laki
Maka dapat dikatakan bahwa sistem patriarki yang dianut masyarakat saat ini
keuntungan dalam hal ini, misalnya akibat kontrasepsi modern dan liberalisasi
Teori ini melihat perbedaan perempuan dan laki – laki adalah produk dari
sosial budaya sehingan menghasilkan peran dan tugas yang berbeda. Teori ini disebut
teori Nurture karena konstruksi sosial budaya menghasilkan dan memelihara atribut
gender dan stereotype dari jenis kelamin tertentu. Misalnya perempuan tidak bisa
menjadi ketua organisasi karena bersifat emosional, lemah lembut dan dianggap tidak
kelas antara laki – laki dan perempuan. Laki – laki diindentikkan dengan kelas borjuis
dan perempuan sebagai kelas proletar. Penganut teori ini berusaha menghilangkan
dalam masyarakat. Perfect equality pertama kali digaungkan oleh kelompok feminis
27
internasional, yang pada awalnya dikenal sebagai konsep 50:50 (fifty-fifty) (Khuza‟I,
menggunakan pendekatan sosial konflik yang diilhami oleh beberapa pemikir dunia
seperti Karl Marx (1818-1883) dan Machiavelli (1469-1527), lalu David Lockwood
(1957), untuk mencapai segala upaya persamaan antara perempuan dan laki – laki,
tempat – tempat yang selama ini didominasi oleh laki – laki (Purba, 2010). Tentu saja
program khusus ini banyak ditentang oleh laki – laki yang kemudian disebut perilaku
man backlash.
kebudayaan. Teori ini memandang masyarakat sebagai sebuah sistem yang memiliki
keragaman dan elemen yang saling berkaitan. Keragaman tersebut yang kemudian
sesuai dengan posisi seseorang dalam struktur sebuah sistem (Marzuki, 2007).
Robert K Merton berasumsi bahwa setiap masyarakat memilik unsur – unsur yang
unsur, dan menerangkan bagaimana fungsi dari unsur – unsur tersebut dalam
elemen terus menerus mencari keseimbangan (equilibrium) dan harmoni agar dapat
dengan cepat akan menyesuaikan diri untuk mencapai keseimbangan kembali. Jika
Terkait dengan gender, teori ini percaya bahwa, struktur dan fungsi yang
terdapat dalam masyarakat tidak pernah lepas dari pengaruh budaya, norma dan nilai
yang terdapat dalam masyarakat tersebut. Menurut teori ini pembagian peran secara
seksual adalah hal yang wajar. Terdapat perbedaan peran laki – laki dan perempuan
yang merupakan hasil konstruksi sistem sosial dalam masyarkat. Misalnya dalam
organisasi yang paling kecil dalam masyarakat yaitu keluarga. Kedudukan seseorang
berfungsi secara efektif. Seperti peran suami lebih banyak diluar rumah dan
mengambil peran instrumental, sementara peran istri terbatas hanya di dalam rumah,
mengurus urusan domestik rumah tangga. Relasi gender dalam teori ini ditentukan
oleh :
1) Kekuasaan dan status. Laki – laki memiliki kekuasaan dan status lebih
3) Relasi kuasan dan status yang berbeda antara laki – laki dan perempuan
Jika dilihat dari sudut pandang teori ini, kesetaraan gender agaknya sulit
mengaitkan peran sosial dengan jenis kelamin dan melanggengkan dominasi laki –
laki terhadap perempuan. Selain itu, masih sangat banyak masyarakat yang menganut
perlahan dan mengabaikan konflik sebagai sebuah perubahan sosial, maka teori –
teori tersebut lebih mendasar atas konflik. Menurut Lockwood, konflik akan selalu
mata uang dalam semua teori perubahan dan pembangunan (Nisbet dalam Fakih,
2013:34). Teori ini menekankan faktor ekonomi sebagai basis ketidakadilan yang
Keluarga menurut aliran ini bukan suatu yang bersifat normatif (harmonis dan
seimbang), melainkan lebih dilihat sebagai sebuah sistem yang penuh konflik yang
terpolarisasi dalam dua kelas yang selalu bertenangan, kelas yang mengeksploitas dan
penindasan yang berkuasa, bukan karena perbedaan biologis. Laki – laki ibarat kaum
borjuis yang mengeksploitas perempuan sebagai kaum proletar. Maka dengan kata
lain, ketimpangan peran gender yang terjadi dalam masyarakat bukan karena kodrat
30
Tuhan, melainkan karena adanya perbedaan kelas dalam masyarakat yang merupakan
Teori feminisme hadir untuk menyuarakan isu yang diabaikan oleh sebagian
besar teoritis laki–laki. Seorang aktivis sosialis utopis bernama Charles Fourier
adalah orang yang memunculkan istilah feminisme pada tahun 1837. Feminisme
dan masyarakat yang melanggengkan dominasi laki – laki atas perempuan (Retnani,
sekali dianggap sebagai kelompok yang hanya berisi perempuan – perempuan yang
membenci laki – laki. Pada faktanya, tujuan feminis sejak awal adalah
bentuk penindasan terhadap kaum prempuan dan memperoleh hak – hak perempuan.
Jika perempuan setara dengan laki – laki, itu berarti perempuan memilik kebebasan
perempuan dan laki – laki yang merindukan keadilan dalam kehidupan masyarakat.
1. Feminisme Liberal
31
Teori ini berasumsi bahwa diantara perempuan dan laki – laki tidak ada
perbedaan. Dasar asumsi yang dipakai adalah doktrin John Locke tentang
natural rights (hak asasi manusia), bahwa setiap manusia mempunyai hak
asasi yaitu hak untuk hidup, mendapatkan kebebasan dan hak untuk mencari
individual. Tokoh feminis liberal menyatakan John Stuart Mill bahwa setiap
dalam Mustopa, 2016). Aliran ini percaya bahwa kesetaraan perempuan dan
laki – laki dapat terwujud jika semua struktur, sistem, dan hukum yang
2. Feminisme Radikal
Teori ini muncul pada pertengahan tahun 1970-an sebagai reaksi atas kultur
yang dapat dilihat setiap hari dalam kehidupan masyarakat. Sesuai namanya,
individu dan berusaha agar perempuan dapat hidup bahkan tanpa bantuan laki
– laki. Fokus aliran ini pada keluarga yang melegitimasi dominasi laki – laki.
mencapai kesetaraan hak saja, tetapi juga meliputi hal transformasi secara
3. Feminisme Marxis/Sosialis
Aliran ini berpandangan bahwa kapitalis adalah akar dari segala macam
kekayaan pribadi (private property) yang semuanya dimiliki oleh laki – laki
kekuasaan apa – apa. Perempuan hanya akan terbebas dari penindasan jika
egaliter tanpa kelas – kelas. Di mulai dari keluarga, di mana istri dibebaskan
33
dahulu agar ia dapat menjadi dirinya sendiri, bukan milik suaminya. Sebab,
4. Feminisme Psikoanalisis
kanak perempuan. Kultur patriarki dalam masyarakat yang sudah ada sejak
perempuan dan laki – laki dilahirkan, menjadi akar dari semua permasalahan
perempuan untuk melihat dirinya sebagai feminin dan laki – laki sebagai
maskulin. Pada saat yang sama juga menganggap feminitas lebih rendah
perkembangan super ego perempuan sangat jauh berbeda dengan laki – laki,
telah menyuguhkan satu dogma, bahwa laki – laki adalah pemimpin yang
5. Feminisme Eksistensialis
Aliran ini beranggapan bahwa perempuan selalu berada pada posisi kedua
dan tidak lebih penting daripada laki – laki. Dalam bukunya The Second Sex,
kontrol dan belas kasihan laki – laki. Pernyataan Beauvior “One is not born,
but rather becomes a woman” menjadi kekuatan penganut aliran ini. Bahwa
sebagai perempuan secara biologis. Tidak ada perbedaan antara laki – laki
6. Feminisme Postmodern
perempuan untuk menjadi feminis dengan cara mereka sendiri. Tujuan aliran
7. Ekofeminisme
penindasan terhadapa perempuan oleh laki – laki (Wulan, 2007). Maka para
hubungan kekuasaan yang tidak adil, adanya model relasi dominasi di dalam
laki – laki. Laki – laki ditempatkan sebagai pusat dari setiap pola dan sistem
ekspansif atas alam sejalan dengan apa yang dialami kaum perempuan.
pada keduanya (Fahimah, 2017). Perempuan yang selama ini selalu menjadi
kaum yang didominasi oleh laki – laki, diposisikan sebagai bagian dari alam
semesta. Menurut Françoise ada hubungan antara opresi yang dialami alam
seperti ras, kebudayaan, tradisi dan etnisitas. Feminis harus mengakui dan
dalam relasi seks dan gender, tetapi merupakan hubungan keterkaitan antara
agama (praktik penafsiran agama), dan juga stereotip yang berlaku (Nugroho,
prinsip dasar.
yang memiliki visi dan misi yang sama dalam mencapai suatu tujuan tertentu.
dalam satuan waktu yang relative permanen, memiliki tujuan yang diingin dicapai,
memiliki aturan untuk pencapaian tujuan yang dirumuskan, dan memiliki anggota
serta pengurus (Hubeis, 2010:419). Dalam KBBI mahasiswa diartikan sebagai orang
perguruan tinggi yang diselenggarakan dengan prinsip dari, oleh dan untuk
mahasiswa. Organisasi ini adalah wahana dan sarana pengembangan diri mahasiswa
sendiri (Padang, 2017). Organisasi mahasiswa dikategorikan dalam dua jenis, yaitu:
Penelitian ini didasari oleh beberapa penelitian terdahulu yang relevan baik dari
segi kesamaan tema dan tujuan, serta referensi. Berikut beberapa penelitian terdahulu
yg relevan :
menjadi pemipin atau ketua. Penelitian ini relevan dengan penelitian yang
dan anggota. Realitanya belum ada kesetaraan dan keadilan gender (KKG)
memiliki tema yang sama. Tujuan penelitian ini dan penelitian yang akan
adalah memilik topik yang sama yaitu isu perempuan. Penelitian ini
dilakukan.
mahasiswa jurusan Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
secara bertahap yang akan memakan waktu yang cukup lama. ORMEK
teori penting juga terdapat dalam penelitian ini sehingga menjadi sumber
gender dalam pembagian kerja antara pegawai laki – laki dan pegawai
pembagian kerja pegawai laki – laki dan perempuan, dan mengetahui bias
gender yang terjadi pada pegawai laki – laki dan perempuan di TK Islam
aktifitas reproduksi dan aktifitas sosial terdapat porsi yang sama antara
pegawai perempuan dan laki – laki. Serta dalam urusan akses dan control
pegawai perempuan dan laki – laki juga memiliki porsi dan kesempatan
laki – laki sebagai pusat dan nomor satu, terpatahkan dengan kenyataan
Semarang” oleh Puji Astuti (2012). Penelitian ini bersifat deskriptif untuk
bahwa ketimpangan antara perempuan dan laki – laki di ranah publik akan
tetap ada, karena meskipun ada pengakuan akan hak – hak perempuan
tetapi jika tidak dibarengi dengan gerakan yang nyata akan sia – sia.
jabatan structural, tetapi yang ditempati oleh PNS perempuan hanya 749
delapan (8) orang atau sekitar (21,6 %) dari 37 SKPD yang ada.
dalam penelitian ini adalah kualitatif menekankan pada aspek gender lebih
saat ini, komisioner perempuan ini masih sangat minim akibat belum
Suku Bugis” oleh Sri Nurohim (2018). Data dikumpulkan dengan studi
bugis yang memiliki tradisi dan kebudayaan yang begitu unik dan berbeda
bugis tersebut. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa identitas dan
Peran gender masih tetap melekat pada setiap individu walau dengan
Normatif dan Sosiologis” oleh Zulkifli Ismail, Melanie Pita Lestari, Panti
keadilan, antara laki-laki dan perempuan harus sejajar dan tidak boleh ada
manusia, dimana hak tersebut sudah ada sejak manusia dilahirkan. Hasil
gender dan jenis kelamin (sex) berbeda. Hungu (2007) mengatakan jenis kelamin
seseorang lahir. Jenis kelamin adalah pembedaan dua jenis kelamin secara biologis
atau sering dikatakan sebagai ketentuan Tuhan. Linda L. Lindsey (1990) menganggap
46
gender sebagai semua ketetapan masyarakat perihal penentuan perempuan dan laki –
laki. Gender merupakan pembedaan perempuan dan laki – laki oleh masyarakat.
Artinya gender adalah produk konstruksi sosial masyarakat, bukan perbedaan secara
Perguruan tinggi menjadi salah satu tempat yang tepat untuk menggaungkan
kesetaraan gender. Perguruan tinggi memiliki peranan penting dan strategis untuk
bangsa, tidak terkecuali kesetaraan gender. Mahasiswa adalah kaum muda terpelajar,
agen perubahan (agent of change) yang identik sebagai kekuatan moral, senantiasa
merupakan salah satu wadah aktualisasi diri mahasiswa sebagai kaum terpelajar.
– hak masyarakat dan nilai – nilai demokrasi. Kesetaraan gender adalah suatu usaha
mewujudan nilai – nilai demokrasi, yaitu persamaan dan demokrasi. Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Unversitas Sumatera Utara memiliki 10 organisasi eksternal
mahasiswa. Dalam setiap organisasi tersebut minim sekali perempuan yang berperan
KESETARAAN GENDER
Akses
Partisipasi
Kontrol
Manfaat
dikaji yang dinyatakan melalu rangkaian kata (lambing bahasa). Konsep berarti suatu
kesatuan pengertian tentang suatu hal yang dirumuskan dan dikaji. Defenisi konsep
merupakan proses dan upaya penegasan dan pembatasan makna konsep dalam suatu
penelitian (Siagian, 2018). Untuk memahami banyak teori dalam penelitian ini, maka
1. Organisasi Mahasiswa
ekstra kampus Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara,
dalam hal ini terdapat 10 organisasi mahasiswa ekstra kampus, diantaranya HMI,
2. Kesetaraan Gender
perlakuan yang sama atau setara dalam berbagai hal baik bagi perempuan juga
bagi laki-laki dalam organisasi mahasiswa ekstra kampus FISIP USU. Adapun
FISIP USU.
seluruh anggota.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian dengan
peneliti dalam mengungkap hal-hal yang menjadi tujuan penelitian, serta dapat
memperoleh data dan informasi yang valid, reliabel dan objektif. Metode kombinasi
digunakan bila metode kuantittatif dan metode kualitatif secara sendiri-sendiri tidak
Peneliti memilih Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik sebagai lokasi
penelitian. Alasan peneliti memilih lokasi tersebut, karena peneliti melihat kondisi
organisasi – organisasi mahasiswa di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik cenderung
masih banyak dipegang oleh laki – laki. Selain itu universitas merupakan salah satu
50
51
perguruan tinggi yang memiliki peranan penting dan strategis untuk menyebarluaskan
pengetahuan, nilai, norma, dan ideologi serta pembentukan karakter bangsa, tidak
3.3 Informan
penelitian ini. Informan dalam penelitian ini meliputi tiga jenis informan, yaitu:
1. Informan Kunci
informasi pokok yang diperlukan dalam penelitian. Informan kunci dalam penelitian
2. Informan Utama
Informan adalah mereka yang terlibat langsung dalam interaksi sosial yang
dieliti. Informan utama dalam penelitian ini adalah 5 anggota organisasi eksternal
3. Informan Tambahan
walaupun tidak terlibat langsung dalam interaksi sosial yang diteliti. Informan
mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
52
3.4.1 Populasi
akan dikaji dalam suatu penelitian, yang memiliki ciri atau sifat yang sama. Populasi
boleh saja berbeda dalam banyak hal, namun harus memiliki persamaan sehingga
dapat berlaku ukuran khusus bagi seluruh populasi (Siagian, 2018). Dalam penelitian
ini populasinya adalah seluruh mahasiswa yang menjadi anggota aktif organisasi
eksternal Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara yang
3.4.2 Sampel
Sampel berarti contoh. Sampel adalah suatu bagian dari keseluruhan serta
karakteristik yang dimiliki oleh sebuah populasi (Sugiyono, 2008). Sampel harus
ini di gunakan apabila populasi mempunyai anggota atau unsur yang tidak homogen
terpilih sebagai sampel, dipilih lagi sampel elemen dari masing-masing kelompok.
Berdasarkan notasi rumus besar sampel penelitian minimal oleh Slovin, maka
dengan 536 mahasiswa yang menjadi anggota aktif organisasi Fakultas Ilmu Sosial
53
dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara dapat ditentukan sampel yang akan
diteliti dengan persen kelonggaran ketidaktelitian (margin of error) yang masih dapat
keterangan :
n : jumlah sampel
N : jumlah populasi
e : margin of error
maka :
n=
n=
n=
n = 84.27
Jika dibulatkan makan besar sampel minimal dari 536 pada margin of error
10% maka jumlah sampel adalah 84 mahasiswa. Adapun cara pengambilan sampel
keterangan :
n1 : sampel setiap organisasi
54
1. HMI 33 5
2. UKMI 127 20
3. GMNI 45 7
4. GMKI 50 8
5. PP 40 6
6. IPK 60 9
7. AMPI 33 5
8. GEMAPRODEM 17 3
9. UKM SEPAK BOLA 20 4
10. UKM KMK 111 17
JUMLAH 536 84
1. Data Primer
Data primer adalah data yang diambil dari sumber data pertama (primer) secara
b Wawancara, adalah proses memperoleh data dengan cara tanya jawab yang
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah sumber data penelitian yang diperoleh melalui media
berhubungan dengan masalah penelitian melalui buku, jurnal, surat kabar, dan
Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknis analisis data
kualitatif, dimana aktifitas dalam analisis data menurut Miles and Huberman (1984)
yaitu data reduction, data display, dan verification (Miles and Huberman dalam
1. Data Reduction
Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak, untuk itu
yang penting, dicari tema dan polanya. Maka data yang telah direduksi
dalam penelitian ini untuk memilah semua data yang telah ditemukan,
2. Data Display
singkat, bagan, hubungan antar kategori atau yang paling sering adalah
dipahami.
3. Verification
Tahap ketiga dalam analisis data kualitatif menurur Miles and Huberman
4.1 Letak Geografis Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera
Utara
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sumatera Utara
(USU) terletak di Kelurahan Padang Bulan, Kecamatan Medan Baru, Kota Medan,
Provinsi Sumatera Utara. Kampus FISIP USU mulai digunakan pada tahun 1957,
yang tersebar di kota medan termasuk diantaranya berlokasi di jalan Seram, jalan Cik
tengahtengah kota. Kampus ini memiliki luas sekitar 122 Ha, dengan zona akademis
seluas 100 Ha yang berada ditengahnya. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sumatera Utara berada di Jalan Dr. Sofyan Nomor 1 kampus USU
4.2 Sejarah dan Perkembangan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Sumatera Utara
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara (FISIP
USU) berdiri sejak tahun 1982 berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik
Indonesia Nomor 36 Tahun 1982 dan menjadi fakultas yang ke-9 (kesembilan) di
58
59
USU hanya membuka dua jurusan, yaitu 1) Jurusan Ilmu Administrasi Negara; dan 2)
Jurusan Ilmu Komunikasi. Pembukaan dua jurusan ini tentunya didasarkan pada
1983/1984, FISIP USU membuka dua jurusan baru yaitu 1) Jurusan Sosiologi; dan 2)
4.3 Profil Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara (FISIP
pemikiran bagi kemajuan daerah yang dikenal sangat multikultural. Melalui Tri
Dharma Perguruan Tinggi sebagai tugas utama, FISIP USU telah melakukan kegiatan
Provinsi Sumatera Utara dan provinsi tetangganya. Meskipun tidak sedikit layanan
pendidikan yang diberikan FISIP USU dirasakan oleh putra-putri terbaik dari seluruh
provinsi di Indonesia.
Kegiatan Tri Dharma Perguruan Tinggi menjadi ciri khas FISIP USU dalam
merancang program dan produk berupa hasil penelitian yang dipublikasikan, model
USU menyebutnya sebagai Tri Dharma untuk Negeri yang memberikan kontribusi
pemantapan demokrasi dan kesejahteraan rakyat. Prioritas utama dari kegiatan Tri
Dharma yang dilakukan FISIP USU sejak 1980 telah mengalami berbagai
perkembangan terutama terkait program studi dan sumber daya manusia (SDM)
0535/0/83 Tahun 1983 tentang jenis dan jumlah jurusan pada fakultas di lingkungan
1 Jurusan Sosiologi,
didukung oleh ketersediaan staf pengajar, FISIP USU kembali membuka Program
Studi Ilmu Politik dengan SK Dikti No. 108/Dikti/Kep/2001 tanggal 30 April 2001.
61
Tahun 2009 FISIP USU membuka Program Studi Administrasi Bisnis dengan SK
dan D3, FISIP USU juga telah membuka Program S2 Program Studi Studi
serta Program Studi S2 Ilmu Komunikasi tahun 2011 dengan SK Rektor USU
studi sejak tahun 2005 dilakukan seiring dengan perubahan statuta Universitas
Sumatera Utara menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN) dan sejak tahun 2016
Indonesia Nomor 16 Tahun 2014 Tentang Statuta Universitas Sumatera Utara. Tahun
2015 berdiri Program Studi S2 Ilmu Politik yang ditetapkan dengan Surat Keputusan
Program Diploma
1. Perpajakan
Program Sarjana
2. Ilmu Komunikasi
62
4. Ilmu Politik
5. Sosiologi
6. Antropologi
Program Magister
1. Studi Pembangunan
2. Ilmu Komunikasi
3. Sosiologi
4. Ilmu Politik
Program Doktoral
1. Studi Pembangunan
kepada masyarakat (kuliah kerja nyata, kuliah kerja lapangan dan sebagainya).
63
dan keilmuan, minat dan kegemaran, upaya perbaikan kesejahteraan mahasiswa dan
Selain keberadaan organisasi intra, terdapat juga organisasi ekstra yang tidak
maupun TLO USU. Baik organisasi intra maupun organisasi ekstra sama-sama
dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (Ad/Rt) masing-masing organisasi.
Organisasi eksternal ini tetap beraktifitas dikampus dan mengambil peran sebagai
Pada umumnya organisasi ekstra kampus adalah organisasi yang terkait dengan aliran
organisasi yang telah dipaparkan, maka setiap organisasi ekstra FISIP USU
mempunyai kedudukan tertinggi pada tingkatan kota yang dikenal dengan sebutan
cabang. Berhubung FISIP USU masih dalam teritorial Kota Medan secara geografis,
maka setiap organisasi ekstra di FISIP USU mempunyai kedudukan struktural tinggi
pada tingkatan kota dengan sebutan Cabang Medan. Wilayah operasional cabang
organisasi eksternal FISIP USU banyak dilakukan di lingkungan FISIP USU dan di
a. HMI
b. GMKI
c. GMNI
d. GEMAPRODEM
e. SAPMA PP
f. SAPA IPK
g. AMPI
i. UKMI
4.4 Visi, Misi dan Tujuan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Sumatera Utara
4.4.1 Visi
khususnya yang terkait dengan otonomi daerah, demokratisasi, globalisasi dan lain
publikasi, dan pengabdian masyarakat yang aplikatif. Oleh karena itu, agar program
studi lebih fokus pada kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan selama kurun waktu
dalam Pengembangan Ilmu dan Riset Terapan Kebijakan Publik Bidang Sosial
Visi FISIP USU diharapkan dapat menjadi motivasi yang tinggi bagi seluruh
USU pada umumnya melalui pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi, yaitu
menjadi fakultas yang unggul di bidang pendidikan dan riset terapan kebijakan publik
bidang sosial dan politik. Melalui kegiatan Tri Dharma Perguruan Tinggi tersebut
diharapkan FISIP USU tidak hanya unggul dalam bidang pendidikan dan riset sosial
politik, tetapi juga berkontribusi bagi pembangunan masyarakat yang berkualitas dan
berkarakter.
4.4.2 Misi
Untuk mencapai Visi FISIP USU, maka disusunlah misi yaitu kegiatan yang
harus dilaksanakan organisasi. Melalui misi yang jelas, diharapkan seluruh anggota
peran serta dan hasil-hasil yang akan diperoleh organisasi di masa yang akan datang.
66
Kompetisi yang semakin ketat menuntut FISIP USU untuk segera dan bergerak lebih
(NGO).
4.4.3 Tujuan
lulusan yang dapat mengembangkan ilmu sosial dan ilmu politik agar mampu
3 Meningkatnnya jumlah riset terapan dibidang sosial dan politik yang berdaya
saing tinggi dan digunakan sebagai dasar kebijakan publik untuk menambah
5 Meningkatnya kerja sama dengan instansi pemerintah, pihak swasta dan Non
4.5 Struktur Organisasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Sumatera Utara
mercancang, mengelompokan dan membagi tugas diantara anggota organisasi. Hal ini
bagian dalam struktur tersebut. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Sumatera Utara memiliki struktur organisas seperti yang tertera dalam bagan
dibawah.
68
Klien yang dimaksud dalam penelitian ini adalah responden dan informan.
Responden adalah anggota aktif organisasi eksternal Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Sumatera Utara serta informan adalah Gubernur PEMA FISIP
USU Ibnu Prayetno, BPH (Badan Pengurus Harian) dan anggota aktif organisasi
eksternal Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, terakhir
perwakilan demisioner organisasi eksternal Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
4.7 Sarana dan Prasana Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Sumatera Utara
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), Universitas Sumatera Utara
FISIP USU bisa mengembangkan segenap potensinya untuk menjadi manusia yang
unggul. FISIP USU akan senantiasa terus melakukan standardisasi layanan sejajar
dilakukan dengan tujuan membuat kampus FISIP USU nyaman, hijau, rapi, teratur,
dan memudahkan aktivitas civitas akademika. Berikut ini rincian sarana dan
a Gedung Dekanat
b Ruang Dekan
h Ruang Dosen
j Kantin
k Musholla
l Sky Cross
m Selasar
71
BAB V
HASIL PENELITIAN
Pada bab ini peneliti akan menyajikan data yang diperoleh hasil penelitian.
Baik melalui penyebaran kuesioner atau daftar pertanyaan kepada 84 responden yang
orang informan kunci, lima orang informan utama dan tiga orang informan tambahan.
“Iya, saat ini organisasi yang masih aktif menurut data dari Dinas
Artinya 10 organisasi ini yang masih aktif berkegiatan di FISIP. Tapi perlu diralat,
setiap kepemimpinan itu laki-laki selalu berdiri di depan karena dari segi kekuatan
fisik laki-laki jauh lebih kuat, emosinya juga lebih terkontrol. Misalnya dalam rumah
tangga juga selalu dipimpin oleh laki-laki, karena laki-laki masih lebih layak
berkembang pada masyarakat FISIP. Permpuan juga ada, tapi biasanya tidak terlalu
pun untuk menjadi seorang pemimpin organisasi juga butuh pengakuan, harus
pemegang hak suara. Akses untuk menjadi seorang pemimpin dalam organisasi pasti
mencalonkan dirinya, yang berarti pada masa kontestasi itu jumlah calon laki-laki
lebih banyak.”
dirinya dalam pemilihan yang malah bisa saja berujung tidak jadi mencalonkan.
Laki-laki biasanya jauh lebih siap menerima resiko yang akan terjadi, karena seperti
yang saya katakana tadi, laki-laki itu lebih kuat mengontrol emosinya. Itu mungkin
yang membuat laki-laki lebih berani tampil atau mencalonkan dirinya saat ada
73
pemilihan ketua sebuah organisasi. Karena kepercayaan diri itu juga maka biasanya
laki-laki selalu menang. Tapi sebenarnya perempuan juga ada yang powerfull dan
ketua. Tapi mungkin tidak sebanyak laki-laki dan memang benar dalam setiap
mendiskriminsasi salah satu jenis kelamin dalam pemilihan ketua organisasi atau ada
juga berbeda. Begitu pula dalam teknik pemilihan pimpinannya. Setiap organisasi
sudah pasti memiliki aturan dan kriteria tersendiri. Tapi tentu saja tidak ada aturan
mengsahkan sebuah kebijakan, tentu saja dirundingkan dulu bersama semua pihak
dalam organisasi tersebut kan, jika dirasa merugikan salah satu jenis kelamin, maka
bisa dirubah dan ditunda pengesahannya. Kita semua kan mahasiswa, orang-orang
intelektual, tentu saja setiap kebijakan yang disusun itu harus disusun tanpa
terpengaruh oleh budaya yang dianut masyarakat saat ini, misalnya budaya patriarki:
berbeda-beda. Karena kita hidup dalam masyarakat yang patriarkal, bisa saja itu
berorganisasi tentu saja menjunjung tinggi nilai-nilai kesetaraan, tidak ada jenis
kelamin yang dinomor satukan atau diutamakan. Semua pasti diperlakukan setara.”
Pertanyaan peneliti yang pertama adalah apakah pada saat pengkaderan ada
untuk semua mahasiswa tanpa adanya pembatasan jumlah yang akan diterima. Kita
75
menampung semua mahasiswa yang ingin bergabung, baik itu laki-laki atau
perempuan.”
organisasi selalu didominasi oleh laki-laki dan laki-laki akan selalu terpilih:
“Karena saat pengkaderan tadi lebih banyak laki-laki, jadi wajar ketika ada
pemilihan pimpinan dan BPH organisasi laki-laki mendominasi. Akan tetapi hal
tersebut tidak menjamin laki-laki selalu menang atau terpilih. Mahasiswa yang sudah
emosional dan laki-laki lebih maskulin, apakah hal tersebut bisa menjadi dasar
“Pandangan seperti itu sudah pasti tetap ada. Tapi kembali lagi jika sudah
berorganisasi hal tersebut sudah tidak lagi menjadi tolak ukur. Kredibilitas,
keaktifan, kontribusi dalam organisasi dan kualitas yang menjadi tolak ukurnya.”
“Teknik pemilihan seorang ketua organisasi sudah diatur dalam AD/ART dan
selama ini tidak pernah ada kriteria yang menyangkut identitas gender. Semua
76
kriteria dan aturannya adalah aturan-aturan umum yang tidak berkaitan dengan
jenis kelamin.”
sebuah peran, maka peran itu akan diberikan kepada anggota tersebut tanpa melihat
identitas gender.”
“Karena dalam pemikiran banyak orang perempuan lebih rapih dan lebih
teliti . Jadi orang-orang lebih mempercayakan posisi tersebut pada perempuan. Laki-
laki juga bisa menjabat posisi tersebut, tetapi perempuan selalu lebih dipercaya
Peneliti juga menanyakan jika akses terbuka lebar untuk setiap anggota
menjadi ketua, kenapa dalam dua periode terakhir 8 dari 10 organisasi mahasiswa
“Karena lebih banyak laki-laki yang mencalonkan diri. Pemilih hanya akan
memilih orang yang mencalonkan dirinya. Kebetulan dalam organisasi yang saya
ikuti, periode sebelumnya dipimpin oleh perempuan, beliau terpilih karena dia
mencalonkan dirinya. Begitu juga dengan laki-laki. Ketika tidak ada perempuan yang
mengekspresikan diri dengan adanya divisi khusus perempuan. Tetapi untuk secara
khusus kesetaran gender belum ada. Hanya dibahas dalam ruang diskusi dan dalam
kehidupan berorganisasi pun tidak ada lagi pembedaan perlakuan kepada laki-laki
dan perempuan.”
Nama : Meilinda
Tapi tidak menjadi jaminan laki-laki akan selalu terpilih. Semua tergantung cara
“Untuk kriteria biasanya loyalitas, sehat jasmani dan rohani, kriteria umum,
tidak ada krieteria khusus. Seperti hanya laki-laki atau hanya perempuan yang boleh
mencalonkan dirinya.”
emosional dan laki-laki dengan sifat maskulin menjadi dasar seseorang untuk
memilih pemimpinnya:
“Itu adalah stereotipe yang diberikan kepada perempuan dan laki-laki. Hal
itu seharusnya tidak menjadi dasar untuk memilih seorang pemimpin. Meskipun sifat
dan karakter calon pemimpin itu penting untuh diperhatikan, tapi bukan itu tolak
ukur utamanya.”
79
“Pembagian peran atau tugas tentu saja didasari pada kemauan masing-
masing dan kemampuan. Tidak ada tugas –tugas yang hanya dikhususkan untuk laki-
“Perempuan cenderung lebih rapih dan teliti jika dibandingkan dengan laki-
laki.”
Peneliti juga menanyakan jika akses terbuka lebar untuk setiap anggota
menjadi ketua, kenapa dalam dua periode terakhir 8 dari 10 organisasi mahasiswa
siapa saja yang ingin mencalonkan dirinya menjadi ketua. Tetapi biasanya laki-laki
memang selalu lebih berani untuk mencalonkan dirinya, perempuan terlalu banyak
ragu”
80
“Untuk kesetaraan gender secara khusus, belum ada. Tapi ada bidang
“Sebenarnya tidak ada pembatasan jumlah, tapi memang jarang sekali ada
perempuan yang ingin bergabung. Bahkan bisa saja tidak ada perempuan sama
Peneliti juga menanyakan apakah saat masa pemilihan ketua organisasi, calon
ketua selalu didominasi oleh laki-laki dan laki-laki akan selalu terpilih:
“Karena jarang sekali ada perempuan yang bergabung, maka saat ada
pemilihan pimpinan baru sudah pasti laki-laki yang dominan, bahkan semua
81
calonnya bisa saja laki-laki. Tapi kalau ada perempuan yang mencalonkan dirinya,
emosional dan laki-laki dengan sifat maskulin menjadi dasar seseorang untuk
memilih pemimpinnya:
“Tidak. Sifat-sifat seperti itu kan belum tentu dimiliki semua orang. Ada laki-
laki yang lebih emosional dari perempuan. Ada juga perempuan yang lebih tegas
daripada laki-laki. Sifat-sifat seperti itu tidak bisa dipukul rata ke semua orang. Hal
itu juga tidak seharusnya dijadikan dasar atau patokan dalam memilih seorang
pemimpin.”
“Tidak ada pembagian peran yang didasari atas identitas gender. Biasanya
pasti diduduki oleh perempuan. Bukan berarti laki-laki tidak teratur, tapi ini fakta
Peneliti juga menanyakan jika akses terbuka lebar untuk setiap anggota
menjadi ketua, kenapa dalam dua periode terakhir 8 dari 10 organisasi mahasiswa
“saya juga baru data ini. Mungkin karena saat pemilihan ketua, jumlah laki-
laki yang mencalonkan dirinya lebih banyak. Jadi mereka yang lebih banyak terlihat
gender baik itu melalui program, kebijakan atau kegiatan yang sengaja dilakukan
berorganisasi, anggota laki-laki dan perempuan itu diperlakukan setara. Tidak ada
pembedaan. Semua diberi akses yang sama, diberi tugas dan tanggu jawab sesuai
83
“Tidak ada pembatasan jumlah saat pengkaderan, baik itu jumlah laki-laki
maupun perempuan.”
posisi itu. Hanya saja, jumlah anggota laki-laki lebih banyak daripada perempuan.
Maka yang sering terlihat dalam kontestasi adalah laki-laki. Selain itu, laki-laki lebih
“Kalau aturan-aturan yang seperti itu tidak ada, aturannya lebih bersifat
general.”
emosional dan laki-laki dengan sifat maskulin menjadi dasar seseorang untuk
memilih pemimpinnya:
“Bisa saja. Karena dua sifat itu melekat sekali pada laki-laki dan perempuan,
“Dibagi atas dasar kapasitas dan kemauan. Sebelum tugas itu diberikan
kepada seseorang dan sebelum orang itu menerimanya, tentu saja dilihat dulu
apakah ia mampu atau tidak. Tapi tanpa memandang identitas gendernya. Tidak ada
“Karena ada stigma bahwa perempuan itu lebih teliti, tertata dan lebih
pandai mengurus keuangan. Jadi sepertinya jabatan itu memang lebih layak dijabat
oleh perempuan. Laki-laki juga bisa menjabat, tapi mungkin perempuan jauh lebih
dipercaya.”
85
sengaja ditutupi atau hanya diberikan kepada beberapa orang saja. Semua bisa
Peneliti juga menanyakan jika akses terbuka lebar untuk setiap anggota
menjadi ketua, kenapa dalam dua periode terakhir 8 dari 10 organisasi mahasiswa
ruang untuk setiap orang mencalonkan dirinya menjadi ketua. Hasil akhirnya
ditentukan oleh kemampuan setiap calon. Kebetulan pada periode ini banyak laki-
laki yang jadi ketua, karena itu tadi saat masa pencalonan mereka mungkin lebih
gender baik itu melalui program, kebijakan atau kegiatan yang sengaja dilakukan
hari Kartini, diskusi seputar kesetaraan gender dan banyak kegiatan lain yang
mendukung kesetaraan.”
86
“Pembatasan jumlah tidak ada. Tapi untuk UKM KMK sendiri yang banyak
laki-laki itu mundur sampai akhirnya jumlah perempuan lebih banyak. Mungkin
“Tidak juga. Calon ketua tidak selalu didominasi oleh laki-laki. Untuk siapa
yang akhirnya terpilih, itu hak tim regenerasi untuk memutuskan siapa yang menjadi
ketua.”
dan perempuan. Tidak ada kriteria khusus yang mungkin saja bisa memberatkan
emosional dan laki-laki dengan sifat maskulin menjadi dasar seseorang untuk
memilih pemimpinnya:
“Karakter pasti dilihat. Siapa yang lebih bisa mengayomi dan siapa yang
jiwa kepemimpinannya lebih terlihat. Orang-orang seperti itu biasanya yang lebih
mereka. Jika mereka mampu menjalankan amanah disalah satu bidang tertentu,
maka tugas dan tanggung jawab bidang itu akan diberikan kepada mereka. Semua
Kebetulan perempuan bisa diandalkan untuk dua peran ini. Laki-laki kadang kurang
Peneliti juga menanyakan jika akses terbuka lebar untuk setiap anggota
menjadi ketua, kenapa dalam dua periode terakhir 8 dari 10 organisasi mahasiswa
Jabatan ketua itu berat sekali tanggung jawabnya. Kita memimpin satu organisasi
mahasiswa. Jadi jika jumlah laki-laki yang menjadi ketua lebih banyak, itu wajar-
wajar saja.”
gender baik itu melalui program, kebijakan atau kegiatan yang sengaja dilakukan
“Belum ada. Kami lebih fokus pada pengembangan karakter dari segi
keimanan.”
89
oleh laki-laki, apakah ini berhubungan dengan masa pengkaderan yang mungkin
membatasi jumlah anggota yang diterima berdasarkan jenis kelamin dan apakah
tidak ada pembatasan jumlah seperti itu. Perempuan ada juga yang mencalon kan
dirinya. Untuk siapa yang akhirnya terpilih, itu tergantung kemampuan setiap calon.
Peneliti juga menanyakan jika akses terbuka lebar untuk setiap anggota
menjadi ketua, kenapa dalam dua periode terakhir 8 dari 10 organisasi mahasiswa
“Kebetulan pada periode itu posisi ketua banyak diduduki oleh laki-laki saja.
Tidak ada hubungannya akses. Mungkin pada periode itu pemilih melihat calon laki-
organisasi, apakah ada aturan-aturan terkait identitas gender, atau dirasa menyulitkan
kemampuan setiap anggota dan kemauannya. Tidak ada peran-peran yang hanya
Peneliti juga menanyakan apakah ada aturan, kebijakan, program yang dirasa
“Sejauh ini tidak ada aturan yang seperti itu. Semua kebijakan dan program
disusun untuk menunjang kehidupan organisasi lebih baik. Jika dirasa ada yang
dikaji ulang.”
gender melalui program, kebijkan, kegiatan yang sengaja diadakan untuk mendukung
kesetaraan:
91
2020
yang baru, calon ketua selalu didominasi oleh laki-laki? Apakah ini berhubungan
dengan masa pengkaderan yang mungkin membatasi jumlah anggota yang diterima
berdasarkan jenis kelamin dan apakah laki-laki juga akan selalu terpilih:
“Sejauh ini tidak pernah ada pembatasan jumlah anggota yang diterima, baik
laki-laki atau perempuan. Semua mahasiswa memiliki akses yang sama. Tetapi ada
beberapa proses seleksi yang dilalui, ada tes tertulis, wawancara hingga terakhir
nanti forum LK1. Selama mengikuti semua proses itu pun, tidak ada pembedaan
setiap pemilihan ketua yang baru, calon-calonnya selalu didominasi oleh laki-laki.
Tapi bukan berarti perempuan tidak diperbolehkan mencalonkan dirinya. Selama ini
92
juga ada beberapa perempuan yang ikut serta dalam kontestasi tersebut, tapi
memang jumlah calon laki-laki selalu lebih banyak. Ini tidak menjadi jaminan akan
selalu laki-laki yang terpilih. Perempuan juga ada yang terpilih menjadi ketua,
dibuktikan beberapa organisasi eksternal lainnya di FISIP ada yang pernah dipimpin
oleh perempuan.”
Peneliti juga menanyakan jika akses terbuka lebar untuk setiap anggota
menjadi ketua, kenapa dalam dua periode terakhir 8 dari 10 organisasi mahasiswa
perempuan tidak, tetapi selama ini memang yang sering terlihat adalah laki-laki.
Pemegang hak suara yang merupakan anggota organisasi pasti memilih salah satu
dari calon ketua yang menurutnya mampu memegang jabatan itu, jadi ketika laki-laki
lebih banyak yang terpilih, itu kembali pada pemegang hak suara tadi.”
Apakah ada aturan yang berkaitan dengan identitas gender calon ketua:
“Dari dulu semua kriteria calon ketua tertuang dalam konstitusi HMI, namun
yang ingin ditambahkan sesuai kebutuhan setiap komisariat. Namun, selama ini
belum pernah ada aturan yang berhubungan dengan identitas gender. Semua kriteria
“Sejauh ini tidak ada perarturan tertulis atau budaya organisasi yang
sama.”
Peneliti juga menanyakan apakah ada aturan, kebijakan, program yang dirasa
setiap kebijakan yang baru disusun. Jika kebijakan itu dirasa merugikan salah satu
gender melalui program, kebijkan, kegiatan yang sengaja diadakan untuk mendukung
kesetaraan:
“Ini menjadi salah satu topik yang selalu dibahas dalam organisasi. Dalam
baru, calon ketua selalu didominasi oleh laki-laki? Apakah ini berhubungan dengan
berdasarkan jenis kelamin dan apakah laki-laki juga akan selalu terpilih:
“Pertama tidak ada batasan jumlah baik laki-laki atau perempuan yang
tidak cukup percaya diri untuk menjadi pemimpin, ini masalah kesadaran secara
personal, bukan karena diciptakan dalam organisasi. Kemudian laki-laki juga tidak
FISIP.”
Peneliti juga menanyakan jika akses terbuka lebar untuk setiap anggota
menjadi ketua, kenapa dalam dua periode terakhir 8 dari 10 organisasi mahasiswa
“Seperti yang tadi saya katakana, kesadaran perempuan belum cukup kuat
untuk berani menduduki posisi pemimpin organisasi., tapi ini sedang dalam proses
95
yang terus dibangun agar baik laki-laki maupun perempuan memiliki hak yang
Apakah ada aturan yang berkaitan dengan identitas gender calon ketua:
“Mengajukan diri, menyampaikan visi dan misi. Tidak ada aturan yang
seperti itu.”
masing. Bahkan biasanya langsung ditunjuk tanpa memandang apa jenis kelaminnya.
perempuan.”
Peneliti juga menanyakan apakah ada aturan, kebijakan, program yang dirasa
gender melalui program, kebijkan, kegiatan yang sengaja diadakan untuk mendukung
kesetaraan:
“Di GMNI sendiri ada materi pengantar Sarinah yang diikuti setiap calon
anggota laki-laki dan perempuan, materi ini diberikan untuk memberi kesadaran
96
program dan sop yang tidak bias gender, memberi kesempatan kepada anggota laki-
penelitian ini merupakan 84 orang anggota organisasi eksternal FISIP USU. Berikut
a Akses
1. Tabel Akses 1
Tabel Akses 1
Berdasarkan tabel 1 diketahui bahwa 96% atau 81 orang dari total 84 orang
responden tidak setuju jika mereka mengikuti organisasi yang membatasi jumlah
anggota perempuan. Hal ini juga diperkuat dengan hasil wawancara dengan informan,
97
bahwa organisasi eksternal mahasiswa FISIP USU tidak membatasi jumlah anggota
2. Tabel Akses 2
Tabel Akses 2
Mahasiswa laki-laki dan perempuan mempunyai hak yang sama untuk berorganisasi
Dari tabel 2 diketahui bahwa 81 orang dari total 84 orang responden setuju
bahwa laki-laki dan perempuan mempunyai hak yang sama untuk berorganisasi.
Hanya 2 orang saja yang tidak setuju akan pernyataan tersebut. Data ini diperkuat
oleh hasil wawancara yang mana setiap organisasi membukakan pintu selebar-
lebarnya kepada siapa saja yang ingin ikut berorganisasi. Tidak ada perbedaan dalam
pemberian hak untuk berorganisasi kepada mahasiswa FISIP USU. Semua dapat
3. Tabel Akses 3
Tabel Akses 3
Dalam organisasi yang saya ikuti, perempuan sulit mendapatkan jabatan/posisi yang
diinginkannya walaupun sebenarnya dia mampu menjabat jabatan/posisi tersebut
pernyataan tersebut. Hal ini diperkuat dengan hasil wawancara dengan informan yang
menyatakan bahwa setiap organisasi memberi akses atau kesempatan yang sama
4. Tabel Akses 4
Tabel Akses 4
Berdasarkan tabel 4 diketahui bahwa 54 orang dari total 84 orang responden tidak
setuju dengan pernyataan tersebut. Hal ini diperkuat dengan hasil wawancara bersama
berhubungan dengan dunia perkuliahan dapat diakses dengan mudah oleh semua
anggota. Tetapi masih terdapat 15 orang yang setuju dan ragu-ragu dengan
pernyataan tersebut.
5. Tabel Akses 5
Tabel 5
Saya merasa peran perempuan dalam organisasi yang saya ikuti terbatas
setuju dengan pernyataan bahwa organisasi yang diikuti membatasi peran perempuan.
Hal ini juga diperkuat dengan hasil wawancara yang menyatakan bahwa, tidak ada
pembatasan peran atau pembagian peran berdasarkan jenis kelamin. Tetapi 12 orang
b Partisipasi
1. Tabel Partisipasi 1
Tabel Partisipasi 1
Dalam organisasi yang saya ikuti, perempuan selalu diperlakukan dengan lembut
karena dianggap lemah dan butuh perlindungan
Dari tabel 5.6 diketahui bahwa 38,10% responden setujua jika dalam
orang responden dari total 84 orang responden tidak setuju dan 18 orang ragu-ragu.
2. Tabel Partisipasi 2
Tabel Partisipasi 2
Perempuan dalam organisasi yang saya ikuti mendapat peran sesuai kemauan dan
kemampuannya
dalam organisasi yang diikuti perempuan mendapat peran sesuai dengan kemauan
dan kemampuannya. Hasil wawancara juga memperkuat hal tersebut, yang mana
101
menurut informan setiap peran yang diberikan kepada anggota organisasi berdasarkan
kemampuan dan kemauan mereka. Hanya 4,76% yang tidak setuju dengan pernyataan
3. Tabel Partisipasi 3
Tabel Partisipasi 3
Peran perempuan dalam organisasi yang saya ikuti hanya seputar urusan
domestik, untuk urusan dilapangan menjadi tanggung jawab laki-laki
Tanggapan Jumlah (orang) Persentase (%)
S 22 26,19
R 14 16,67
TS 48 57,14
TOTAL 84 100,00
Sumber : Hasil olah data, 2021
Dari tabel 3 diketahui bahwa 57,14% responden tidak setuju dengan pernyataan yang
ke 11. Hal ini juga diperkuat dengan hasil wawancara yang menyatakan pembagian
peran atau tanggung jawab kepada setiap responden tidak berdasarkan jenis kelamin.
4. Tabel Partisipasi 4
Tabel Partisipasi 4
Sekretaris dalam organisasi selalu perempuan karena perempuan lebih rapih
Berdasarkan tabel 4 diketahui bahwa 45,24% responden tidak setuju jika perempuaan
selalu menjadi sekretaris organisasi karena lebih rapih. Sementara itu 33,33%
responden setuju dan 21,43% ragu-ragu. Hal ini menarik karena dari hasil wawancara
ditemukan fakta bahwa 5 informan utama setuju dengan pernyataan diatas. Stereotype
seperti ini nyatanya masih ada dalam kehidupan organisasi mahasiswa FISIP USU.
5. Tabel Partisipasi 5
Tabel 5
Perempuan lebih layak menjadi bendahara karena lebih bijak mengatur keuangan
daripada laki-laki
Berdasarkan tabel 5 diketahui bahwa 42 orang dari total 84 orang responden setuju
jika perempuan lebih layak menjadi bendahara organisasi karena lebih bijak mengatur
keuangan. Hal ini juga diperkuat oleh hasil wawancara dengan informan yang
menyatakan bahwa perempuan selalu menjadi bendahara karena dirasa lebih teliti,
tertata dan lebih bijak mengatur keuangan. Tetapi 26 orang responden tidak setuju
dan 16 ragu-ragu.
103
6. Tabel Partisipasi 6
Tabel Partisipasi 6
Suara/pendapat laki-laki dalam organisasi yang saya ikuti biasanya lebih
didengarkan
Berdasarkan tabel 6 diketahui bahwa 67 orang dari total 84 orang responden tidak
setuju dengan pernyataan tersebut. Sementara yang setuju berjumlah 8 orang dan
7. Tabel Partisipasi 7
Tabel Partisipasi 7
Jika ada kegiatan organisasi, maka yang menjadi kordinator lapangan dan yang
melakukan survei lokasi kegiatan adalah laki-laki karena mereka lebih kuat.
Berdasarkan tabel 7 diketahui bahwa 53,57% atau 45 orang responden dari total 84
orang responden setuju dengan pernyataan tersebut. 32 orang responden tidak setuju
8. Tabel Partisipasi 8
Tabel Partisipasi 8
Tugas yang diberikan kepada perempuan dalam organisasi yang saya ikuti,
biasanya lebih ringan
tersebut, sedangkan 27 orang dari total 84 orang responden setuju dan 18 orang ragu-
ragu.
c Kontrol
1. Tabel Kontrol 1
Tabel Kontrol 1
Laki-laki lebih mampu menjadi pimpinan organisasi daripada perempuan
Dari tabel 1 diketahui bahwa 49 orang dari total 84 orang responden tidak setuju
2. Tabel Kontrol 2
Tabel Kontrol 2
Budaya yang dianut saat ini (budaya patriarki) juga mempengaruhi saya dalam
memilih ketua organisasi
Berdasarkan tabel 2 diketahui bahwa 56 orang atau 66,67% tidak terpengaruh dengan
budaya patriarki yang dianut saat ini ketika memilih ketua organisasi. Tetapi masih
ada 17 orang yang setuju dengan pernyataan tersebut, yang berarti mereka masih
terpangaruh dengan budaya yang dianut masyarakat saat ini ketika memilih ketua
organisasinya.
3. Tabel Kontrol 3
Tabel Kontrol 3
Saya tidak mau dimpimpin oleh perempuan karena lebih emosional dan cengeng
Berdasarkan tabel 3 diketahui bahwa 61 orang dari total 84 orang responden tidak
setuju dengan pernyataan di atas. Data hasil wawancara juga menyatakan bahwa
sifat-sifat seperti itu tidak menjadi dasar terpilihnya seseorang sebagai ketua.
4. Tabel Kontrol 4
Tabel Kontrol 4
Sebaiknya organisasi dipimpin oleh laki-laki karena laki-laki lebih tegas dalam
mengambil keputusan dan lebih maskulin
organisasi dipimpin oleh laki-laki karena laki-laki lebih tegas dalam mengambil
keputusan dan lebih maskulin. Hasil wawancara juga menyatakan jika sifat-sifat
seperti itu tidak menjadi dasar untuk memilih seorang ketua. Terdapat 26 orang yang
5. Tabel Kontrol 5
Tabel Kontrol 5
Sebenarnya baik peremuan maupun laki-laki dapat menjadi ketua organisasi, jika
sesuai dengan kapabilitasnya
Berdasarkan tabel 5 diketahui bahwa 79 orang responden setuju jika baik peremuan
maupun laki-laki dapat menjadi ketua organisasi, jika sesuai dengan kapabilitasnya.
Hal ini juga diperkuat dengan hasil wawancara bersama informan yang menyatakan
bahwa laki-laki dan perempuan bisa menjadi ketua organisasi. Terdapat 2 orang yang
6. Tabel Kontrol 6
Tabel Kontrol 6
Sifat perempuan yang cenderung manja akan menghambat perkembangan
organisasi
Berdasarkan tabel 6 diketahui bahwa 40 orang tidak setuju dengan pernyataan di atas.
Tetapi terdapat 28 orang atau 33,33% yang setuju jika sifat perempuan yang
yang ragu-ragu.
d Manfaat
1. Tabel Manfaat 1
Tabel Manfaat 1
Dalam organisasi yang saya ikuti, laki-laki menjadi prioritas utama untuk setiap
program organisasi
Berdasarkan tabel 1diketahui bahwa 64 orang atau 76.19% tidak setuju dengan
utama untuk setiap program. Hal ini juga diperkuat dengan hasil wawancara yang
2. Tabel Manfaat 2
Tabel Manfaat 2
Kegiatan-kegiatan dalam organisasi yang saya ikuti memberi dampak positif bagi
anggota laki-laki maupun perempuan
3. Tabel Manfaat 3
Tabel Manfaat 3
Sebaiknya kebijakan dan program dalam organisasi memihak setiap anggota tanpa
mendiskriminasi berdasarkan jenis kelamin
sebaiknya kebijakan dan program dalam organisasi memihak setiap anggota tanpa
wawancara yang mana tidak ada aturan atau AD/ART organisasi yang berkaitan
dengan jenis kelamin. Terdapat 3 orang ragu-ragu dan 2 orang tidak setuju.
4. Tabel Manfaat 4
Tabel Manfaat 4
Saya merasa ada aturan dalam organisasi yang menyulitkan perempuan
bidang social poltik dan ekonomi antara laki-laki dan perempuan. Keadilan gender
adalah suatu perlakuan yang sesuai dengan hak dan kewajiban sebagai manusia yang
bermartabat dalam keluarga dan masyarakat. Perempuan dan laki-laki adalah mahluk
yang memiliki potensi sama (Gultom, 2014:80). Adapun indikator kesetaraan gender
perempuan dan laki-laki dalam organisasi. Indikator kedua yaitu partisipasi yang
111
hal ini perempuan dan laki-laki apakah memiliki peran yang sama dalam oragnisasi
atau dalam pengambilan keputusan. Indikator ketiga adalah kontrol, yaitu penguasaan
atau wewenang atau kekuatan untuk mengambil keputusan. Dalam hal ini apakah
tertentu atau tidak. Indikator terakhir adalah manfaat, yaitu kegunaan yang dapat
dinikmati secara optimal. Semua aktifitas organisasi harus memberikan manfaat yang
5.2.1 Akses
eksternal mahasiswa FISIP USU memberi akses yang sama kepada seluruh
Ini merupakan salah satu jawaban dari 5 informan utama yang telah
diwawancarai, yang menyatakan bahwa organisasi sama sekali tidak membatasi akses
kepada siapa saja yang ingin bergabung dengan organisasi mahasiswa serta tidak
perkuliahan, seperti informasi beasiswa atau seminar juga dapat diakses dengan
mudah oleh semua anggota. Hasil kuesioner juga menyatakan jika 64,29% tidak
lebih mudah didapatkan oleh laki-laki. Data kuesioner juga memperkuat hasil
wawancara, di mana 96,43% setuju jika organisasi eksternal mahasiswa FISIP USU
Selanjutnya 96,43% juga setuju jika laki-laki dan perempuan mempunyai hak yang
sama untuk berorganisasi, serta 75,00% juga tidak setuju jika perempuan sulit
mendapat posisi yang diinginkannya dalam organisasi dan untuk mengakses peran
atau tugas yang diinginkan juga tidak dibatasi sama sekali atau tidak ada
mereka. Jika mereka mampu menjalankan amanah disalah satu bidang tertentu,
maka tugas dan tanggung jawab bidang itu akan diberikan kepada mereka. Semua
Temuan ini juga sama dengan hasil penelitian yang berjudul “Eksistensi
strategis terbilang terbuka tidak ada salah satu jenis kelamin dianggap istimewa
113
semuanya dianggap sama. Hal tersebut sesuai dengan pokok pemikiran feminisme
liberal yang diungkapkan John Stuart Mill bahwa setiap orang memiliki suatu
kebebasan untuk memperoleh apa yang dikehendaki atau yang diinginkanya selama
5.2.2 Partisipasi
atau partisipasi seseorang atau setiap anggota ogrnaisasi dalam kegiatan maupun
peran kepada setiap anggota organisasi sama saja baik untuk laki-laki maupun
“Dibagi atas dasar kapasitas dan kemauan. Sebelum tugas itu diberikan
kepada seseorang dan sebelum orang itu menerimanya, tentu saja dilihat dulu
apakah ia mampu atau tidak. Tapi tanpa memandang identitas gendernya. Tidak ada
kesempatan kepada setiap anggotanya untuk berpartisipasi dalam setiap kegiatan atau
pengambilan keputusan. Artinya semua anggota baik laki-laki atau perempuan dapat
berpartisipasi dalam organisasi. Setiap organisasi juga tidak memiliki aturan yang
membatasi peran salah satu jenis kelamin. Hasil kuesioner juga menyatakan jika
78,57% tidak setuju jika peran atau partisipasi perempuan dalam organisasi yang
114
dikuti terbatas. Lalu 91,67% juga setuju jika perempuan dalam organisasi eksternal
FISIP USU mendapat peran sesuai dengan kemauan dan kemampuannya. 79,76%
tidak setuju dengan pernyataan suara atau pendapat laki-laki dalam organisasi yang
saya ikuti biasanya lebih didengarkan. Ini menunjukkan bahwa tidak ada suara atau
dengan hambatan sosial seperti sebuah stereotype yang merupakan hasil konstruksi
sosial.
terhadap kelompok atau jenis kelamin tertentu. Banyak sekali bentuk stereotype
peran gender yang seksis, ketidakadilan baik bagi laki-laki maupun perempuan. Peran
gender yang seksis ini dipercaya oleh penganut teori struktur fungsional. Struktur dan
fungsi yang terdapat dalam marsyarakat tidak pernah lepas dari pengaruh budaya,
norma dan nilai yang terdapat dalam masyarakat. Pembagian peran menurut jenis
kelamin diwajarkan oleh teori struktut fungsional. Anggapan tersebut jika dianalisis
lebih jauh dengan teori nurture dimana konstruksi sosial budaya menghasilkan dan
dari jenis kelamin tertentu, maka ditemukan peran gender yang bias dalam organisasi
eksternal mahasiswa FISIP USU, meskipun tidak begitu mencolok. Di mana terdapat
label “laki-laki lebih kuat” masih berkembang dalam budaya organisasi eksternal
115
mahasiswa FISIP USU. 53,57% setuju jika ada kegiatan organisasi, maka yang
menjadi kordinator lapangan dan yang melakukan survei lokasi kegiatan adalah laki-
“Perempuan cenderung lebih rapih dan teliti jika dibandingkan dengan laki-
laki.”
tersebut, serta stereotype (pelabelan) perempuan lebih teliti dan lebih bijak mengatur
keuangan membuat 50% setuju jika perempuanlah yang lebih layak menjadi
bendahara dan masih terdapat 33,33% yang setuju jika perempuan lebih layak
menjadi sekretaris karena lebih rapih. Pelabelan (stereotype) seperti ini membatasi
posisi tidak penting. Fakta yang sama juga ditemukan dalam penelitian yang berjudul
2015 oleh Ni‟matun Naharin. Ditemukan fakta bahwa dalam organisasi mahasiswa
membatasi partisipasi perempuan dan laki-laki, tetapi stereotype dan perbedaan peran
gender sebagai hasil kosntruksi sosial tetap ada. Kesetaraan gender merupakan
kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan serta
hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan
politik, hukum, ekonomi, sosial budaya, pendidikan dan pertahanan dan keamanan
116
Berdasarkan teori tersebut, maka dapat dikatakan bahwa temuan di atas belum
5.2.3 Kontrol
adalah penguasaan atau wewenang atau kekuatan untuk mengambil keputusan. Dari
hasil wawancara dengan informan dan hasil kuesioner, 94,05% sepakat jika laki-laki
tidak setuju jika organisasi dipimpin oleh laki-laki karena lebih tegas dalam
“Teknik pemilihan seorang ketua organisasi sudah diatur dalam AD/ART dan
selama tidak pernah ada kriteria yang menyangkut identitas gender. Semua kriteria dan
aturannya adalah aturan-aturan umum yang tidak berkaitan dengan jenis kelamin.”
mendiskriminasi salah satu jenis kelamin, diskriminasi tetap ada karena stigma laki-
laki lebih tegas dan lebih rasional dan karena masih terdapat label (stereotype) yang
berkembang dalam kehidupan organisasi mahasiswa FISIP USU, maka hal ini juga
menjabat posisi itu. Hanya saja, jumlah anggota laki-laki lebih banyak daripada
117
perempuan. Maka yang sering terlihat dalam kontestasi adalah laki-laki. Selain itu,
laki-laki lebih berani speak up, maka mereka terlihat lebih mendominasi.”
organisasi yang baru, calon-calon ketua didominasi oleh laki-laki, menjadi bukti
“saya juga baru tahu data ini. Mungkin karena saat pemilihan ketua, jumlah
laki-laki yang mencalonkan dirinya lebih banyak. Jadi mereka yang lebih banyak
Hasil pra survey yang dilakukan peneliti pada tahun 2020, ditemukan
fakta bahwa 8 dari 10 organisasi eskternal mahasiswa FISIP USU dalam dua periode
terakhir dipimpin oleh laki-laki. Melihat dari teori patriarki yang merupakan sistem
peran, seperti peran politik, hak sosial, kepemilikan properti dan otoritas moral
(Susanto, 2015). Hasil akhir dari ajang pemilihan pimpinan baru memang ditentukan
oleh kualitas setiap kandidat, tetapi perempuan selalu terbentur dengan nilai-nilai
tradisional yang memang sudah melekat dalam konstruksi sosial budaya masyarakat,
bendahara selalu diduduki oleh perempuan, karena perempuan lebih teliti dan 50,00%
pasti diduduki oleh perempuan. Bukan berarti laki-laki tidak teratur, tapi ini fakta
Pola pikir seperti ini akhirnya menempatkan perempuan pada posisi yang
pada perempuan. Hasil penelitian lainnya, yaitu penelitian yang berjudul “Kesetaraan
Tahun 2016” oleh Alan Sigit Fibrianto, mahasiswa Program Studi Magister Sosiologi
menduduki jabatan sebagai ketua umum atau selaku pemimpin organisasi adalah
sosok seorang laki-laki. Sedangkan peran perempuan rata-rata terletak pada posisi
sekretaris dan bendahara umum. Tidak jauh berbeda dengan peran perempuan di
organisasi eksternal mahasiswa FISIP USU. Jika dianalisis dengan teori nurture yang
menyatakan jika perbedaan laki-laki dan perempuan adalah produk konstruksi sosial
yang menghasilkan atribut gender dan pelabelan kepada jenis kelamin tertentu maka
gender. Peran seorang perempuan masih terkesan minim dalam menduduki jabatan-
jabatan sekretaris, bendahara, atau wakil ketua karena dari awal dalam pikiran sudah
119
terpatri bahwa yang lebih mampu memimpin adalah laki-laki. Tidak disadari jika
mahasiswa, sebuah ketimpangan yang tidak disadari. Teori konflik juga memperkuat
analisis di atas, yang mana teori tersebut percaya bahwa ketimpangan gender yang
terjadi karena adanya perbedaan kelas dalam masyarakat yang merupakan hasil
kontruksi sosial. Teori kesetaraan gender percaya apabila perempuan dan laki-laki
adalah mahluk yang memiliki potensi sama. Kerjasama mereka dapat mempercepat
5.2.4 Manfaat
dimaksud adalah kegunaan yang dapat dinikmati secara optimal. Semua aktifitas
organisasi harus memberikan manfaat yang sama, baik bagi perempuan dan juga laki-
laki. Merujuk pada arti organisasi mahasiswa yang merupakan wadah pengembangan
penalaran, keilmuan, minat, bakat dan kegemaran mahasiswa itu sendiri (Padang,
2017). Maka organisasi eksternal mahasiswa FISIP USU sudah seharusnya memberi
manfaat yang sama untuk setiap anggotanya, baik itu laki-laki atau perempuan.
“Kalau aturan-aturan yang seperti itu tidak ada, aturannya lebih bersifat
general.”
aturan yang membatasi setiap anggota ketika ingin menjadi ketua organisasi dan
120
diperkuat dengan hasil kuesioner di mana sebanyak 94,05% setuju jika kebijakan dan
berdasarkan jenis kelamin. Data ini juga diperkuat oleh hasil kuesioner lainnya
dimana 97,62% merasakan manfaat positif dari organisasi eksternal mahasiswa FISIP
USU yang diikuti. Tidak ada program, kebijakan dan kegiatan yang tidak memberi
manfaat positif bagi semua anggotanya. Serta tidak ditemukan program dan kebijakan
jika 80,95% anggota organsisasi eksternal mahasiswa FISIP USU setuju jika tidak
ada aturan dalam organisasi yang mempersulit perempuan. Temuan ini sama dengan
Gerakan Kesetaraan Gender di ORMEK HMI DAN LMND Cabang Surabaya) pada
tahun 2007 oleh Hanny Christina. Hasi penelitiaan ini juga menyatakan bahwa
hari Kartini, diskusi seputar kesetaraan gender dan banyak kegiatan lain yang
mendukung kesetaraan.”
Setiap organisasi eksternal mahasiswa FISIP USU yang terdiri atas HMI,
AMPI, GMKI, GMNI, GEMAPRODEM, SAPMA IPK, SAPMA PP, UKMI, UKM
KMK, dan UKM SEPAK BOLA menjalankan organisasi sesuai dengan visi dan misi
setiap organisasi. Visi dan misi organisasi tidak ada yang berkaitan dengan jenis
kelamin. Selain itu AD/ART setiap organisasi juga tidak memuat aturan atau
mahasiswa FISIP USU juga memberi kesempatan yang sama untuk setiap anggotanya
patriarki juga tetap nyata dalam kehidupan organisasi eksternal mahasiswa FISIP
kepemilikan properti dan otoritas moral (Bressler dalam Susanto, 2015). Tidak begitu
menonjol, tetapi diskriminasi gender tersebut dapat dilihat jika merujuk pada teori
nurture yang menyatakan bahwa perbedaan perempuan dan laki – laki adalah produk
dari sosial budaya sehingga menghasilkan peran dan tugas yang berbeda. Masyarakat
melalui perbedaan biologis antara laki-laki dan perempuan melegitimasi peran gender
yang seksis. Hal ini juga diperkuat oleh teori konflik yang mempercayai bahwa
ketimpangan peran gender terjadi karena hasil kontruksi sosial. Konstruksi sosial
budaya menghasilkan dan memelihara atribut gender dan stereotype (pelabelan) dari
122
jenis kelamin tertentu. Atribut gender yang dimaksud seperti peran laki-laki dan
perempuan, bagaimana sifat laki-laki dan perempuan yang diatur oleh masyarakat.
kelompok atau jenis kelamin tertentu. Peran gender yang bias atau lebih
subordinasi merupakan salah satu wujud ketimpangan gender yang meletakkan salah
satu jenis kelamin pada posisi tidak penting atau posisi kedua. Akhirnya kesetaraan
gender hanya menjadi topik bahasan dalam diskusi dan wacana semata.
peneliti, yaitu :
terbatas.
123
6.1 Kesimpulan
bagaiamana kesetaraan gender dalam organisasi mahasiswa FISIP USU serta merujuk
jenis kelamin tetap ada. Kesimpulan berdasarkan indikator kesetaraan gender sebagai
berikut:
1. Akses
tokoh feminis liberal John Stuart Mill bahwa setiap orang memiliki suatu
124
125
2. Partisipasi
peran yang lebih memihak atau merugikan salah satu jenis kelamin.
3. Kontrol
4. Manfaat
6.2 Saran
harus terlihat, tidak hanya dalam aturan AD/ART tetapi juga dalam
praktiknya.
hanya dilihat dari segi fisiknya saja, akan tetapi lebih kepada
DAFTAR PUSTAKA
Sumber buku
Sumber Jurnal
Sumber Online
https://www.kemenpppa.go.id/
https://www.mastercard.com/news/
https://komnasperempuan.go.id/catatan-tahunan
https://katadata.co.id/
https://tirto.id/
https://thisisgender.com/
https://www.kemenkeu.go.id/
131
LAMPIRAN
KUESIONER
Nama :
Nim :
Jenis Kelamin :
Organisasi :
Jurusan :
Hp/Telepon :
Petunjuk pengisian
1. Kuesioner semata-mata untuk keperluan penelitian
2. Baca dan pahami setiap pertanyaan maupun pernyataan yang tersedia dengan
teliti
3. Berilah tanda pada kolom pilihan jawaban yang telah disediakan
4. Terima kasih dan selamat menjawab.
Keterangan
S = Setuju
R = Ragu-ragu
TS = Tidak Setuju
No Pernyataan Jawaban
S R TS
PEDOMAN WAWANCARA
Informan Kunci:
oleh laki-laki?
2. Kenapa saat pemilihan ketua organisasi calon ketua berjenis kelamin laki-laki
3. Apakah ada aturan atau kebijakan yang mendiskriminasi salah satu jenis
Apakah ada program, kegiatan atau kebijakan dalam organisasi yang disusun
Informan Utama:
1. Apakah pada masa pengkaderan ada pembatasan jumlah antara laki-laki dan
2. Kenapa saat pemilihan ketua organisasi calon ketua berjenis kelamin laki-laki
sifat maskulin, apa kedua hal ini memang menjadi dasar terpilih atau tidaknya
dalam organisasi?
dalam organisasi
oleh laki-laki?
10. Apakah ada program, kegiatan atau kebijakan dalam organisasi yang disusun
Informan Tambahan :
1. Kenapa pada masa pemilihan ketua organisasi, calon ketua selalu didominasi
diterima?
oleh laki-laki?
136
5. Apakah ada program yang dirasa mempersulit atau lebih memihak jenis
kelamin tertentu?
Apakah ada program, kegiatan atau kebijakan dalam organisasi yang disusun
DOKUMENTASI