Hukum Perseroan Terbatas (M. Yahya Harahap, S.H.)

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 640

M. YAHYA HARAHAP, S.H.

B
SG.02.1Q.0717
HUKUM PERSEROAN TERBATAS

Oleh:
M. Yahya Harahap, S.H.

Diterbitkan oleh Sinar Grafika


J1. Sawo Raya No. 18
Jakarta 13220

Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak


buku ini sebagian atau seluruhnya, dalam bentuk dan dengan
cara apa pun juga, baik secara mekanis maupun elektronis,
termasuk fotokopi, rekaman, dan lain-lain tanpa izin tertulis
dari penerbit.

Cetakanperthlll~, JUl.1i 2009


Cetakan kedua, November 2009
Perancang kulit, Irene Anggraini
Dicetak oleh IkrarMandiriabadi

ISBN978-979-007-267-1

Perpustakaan Nasianal: K<l.talag Dalam Terbitan (KDT)

Hatahap, M.Yahya
Hukum perseroan terbatas/M. Yahya Harahap; editor, Tarmizi.
-Ed. I, cet. 2. - Jakarta: Sinar Grafika, 2009.
xliv, 600 hIm. ; 23 em

Bibliografi: hlm. 595


ISBN 978-979-007-267-1

1. Perseroan Terbatas I. Judul


II. Tarmizi
Alhamdulillah, berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa, penulis
kekuatan untuk mempersembahkan buku Hukum Perseroan
Terbatas ini kepada lingkungan atau kelompok masyarakat yang
memerlukannya.
Tinjauan dan pembahasan yang dikemukakan· dalam tulisan ini,
bertitik tolak dan bersumber dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 tentang Perseroan Terbatas sebagai pengganti Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1995.
Penulis mencoba memaparkan secara menyeluruh segala aspek
hukum yang menyangkut Perseroan Terbatas sebagaimana diatur
dalam undang-undang tersebut. Tujuannya, agar tulisan ini bisa mem-
berikan pemahaman dan manfaat kepada berbagai) lapisan dan
kalangan masyarakat termasuk lingkungan perguruan tinggi, praktisi
u.kum, dan dunia bisnis. Pemaparan tinjauan dan pembahasan yang
terkandung di dalamnya penguraiannya benar-benar penulis sajikan
dalam susunan kalimat dan bahasa yang komunikatif serta mudah
dicema bagi mereka yang membacanya.
Selain itu, dapat penulis jelaskan tinjauan dan, pembahasannya
<:lisampaikan secara sistematis mulai dari Bab 1 sampai dengan Bab 14
sesuai dengan urutan bab yang terdapat dalam Undang-Undang
omor 40 Tahun 2007. Cara ini penulis tempuh untuk menghindari
terjadinya tumpang-tindih dalam penulisan.
Penulis sadar tulisan :ini kemungkinan besar masih belum lengkap
dan sempurna sebagaimana yang diharapkan. Namun demikian,
paling tidak tulisan ini merupakan sumbangsih keeil memperkaya
khazanah kepustakaan dalam bidang hukum perseroan.

-
KATA PENGANTAR '.............. v

PENDAHULUAN:
EKSISTENSI HUKUM PERSEROAN DALAM
SISTEMHUKUM INDONESIA

Eksistensi Badan Usaha ,di Luar Badan Hukum Perseoran


Terbatas......................................................................................... 1
1. Persekutuan ; : ;.......................................... 2
a, Pengertian Persekuman 2
b. Klasifikasi Persekutuan ;................................... 2
c. PersekumanBukan Badan Hukurn 2
2. Perkumpulan ..•.., ;.......................•..;.;................................... 6
3. Firma ;; ;......................... 7
a. Landasan Hukurn Firma.................................... 8
b. Firma Bernaung di Bawah Sam Nama 8
c. Pengurusan dan TanggungJawab.............................. 9
d. Dang yang Terdapat dalam Firma Tetap Menjadi
Milik Masing-Masing:.' ; ' :................................. 11
e. Cam MendirikanFirma.;.;............................................ 11
f. Perubahan Anggaran Dasar......................................... 13
g. Berakhirnya Persekuman Firma... 13
h. Janji Firma Tetap Ada,.................................................... 14
i. Firma TidakPapat Dipailitkan, 15
4. Persekutuan Komanditer 16
a. Landasan Hukumnya 16
b. Status Sekutu Komanditer 17
c. Yang Bertindak Keluar 18
5. Persekutuan Komanditer Atas Saham 19
a. Cara Pemilikan Saham 19
b. Perbedaan Pemegang Saham Komanditaris dengan
Pemegang Saham Perseroan Terbatas 20
c. Persekutuan Komanditer Atas. Saham Bubar 21
B. Eksistensi Hukum Perseroan 21
1. Semula Diatur dalam KUHD 21
2. KUHD Diganti dengan UU No. 1 Tahun 1995 24
3. UU No.1 Tahun 1995 Diganti dengan UU No. 40 Tahun
2007 26
a. Alasan Penggantian 26
b. Pembaharuan yang Diakomodasi dalam UUPT 2007 27
c. Perluasan atau Perbaikan yang Signifikan .. 29
d. Peraturan Pelaksanaan Pendukung UUPT 2007 31

BAB 1 PRINSIP UMUM PERSEROAN 33


A. Perseroan Sebagai Badan Hukum Lahir Dari
Proses Hukum 33
1. Merupakan Persekutuan Modal 34
2. Didirikan Berdasar Perjanjian 34
3. Melakukan Kegiatan Usaha ~............. 35
4.. Lahimya Perseroan Melalui Proses Hukum
dalam Bentuk Pengesahan Pemerintah 36
B. Klasifikasi Perseroan....................... 38
1. Perseroan Tertutup :............................. 3.8
a. Murni Tertutup 39
b. Sebagian Tertutupl Sebagian Terbuka.. 40
2. Perseroan Publik 40
3. Perseroan Telbuka 41
a. Setiap Perseroan Publik yang Hendak
Melakukan· PenawaranUmum "Wajib"
Mendaftarkan Diri kepada BAPEPAM. 42
b. Bentuk dan IsiPendaftaran 42
4. PerseroanGrup (Group Company) 49
C. Personalitas Perseroan............................................ 52
1. Teori Personalitas Perseroan 54
a. TeoriFiksi.................................................... 54
b. Teori Realistik............................................. 55
c. Teori Kontrak 56
2. Ciri Pokok PersonalitasPerseroan 57
a. Perseroan Diperlakukan. Seba.gai Wujud
yang Terpisah dan Berbeda Dari Pemi-
liknya........................................................... 57
b. DapatMenggugat dan Digugat Atas Na-
ma Perseroarl itu Sendiri 58
c. PerseroanDapat Memperoleh, Mengu-
asai dan Mengalihkan Miliknya Atas Na-
manya Sendiri ... ~ .. ~ ..... ~;............................. 58
d. Tanggung]awabPemegang Saham, Ter-
ba.tas Sebesar Nilai Sahamnya................ 58
e. Pemegang Saham,.Tidak Mengurus Per-
seroan, Kecuali DiaDipilih Sebagai Ang-
gota Direksi ; 59
Melakukan· Kegiatan Terus-menerus Se-
suai Jangka Waktu yang Ditetapkan da-
lam AD ../ ~..................................... 60
D. Maksud.danTujuan> Perseroan;............................ 60
1. Pencantuman Maksud dan Tujuan dalam
AD Perseroan Bersifat Imperatif 61
2. Pencantuman •Maksud .dan Tujuan Meme-
gang Fungsi Prinsipil 61
3. Cara MerumuskartMaksud dan Tujuan 62
4. MaksuddanTujuan serta Kegiatan Usaha
yang Dilarang 64
5. Perubahan Maksud dan Tujuan serta Kegi-
atanUsaha, Termasuk Perubahan AD yang
HarusMendapat Persetujuan MENHUK &
HAM ~ ;..................................... 65
a.
Perubahan DisetujuiRUPS Sesuai deng-
an Ketentuan Pasal88 Ayat (1) 65
b. Apabila Kuorum Tidak Tercapai dapat
Diselenggarakan RUPS Kedua dengan
Acuan Penerapan sesuai dengan Keten-
tuan Pasal88 Ayat (3) UUPT 2007......... 65
6. Tindakan Direksi yang tidak Sesuai dengan
Maksuddan Tujuan......................................... 65
7. Setiap Pemegang Saham Dapat Mengajukan
Gugatan Terhadap Perseroan Atas Peristiwa
Ultra ilires..... 69
E. Separate Entity dan Limited Liability Serta Pier-
cing The Corporate Veil............................................ 70
1. Perseroan sebagai Badan Hukum Merupa-
. kart Entitas Terpisah .. :i..................................... 70
2. Tanggung JawabTerbatas Pemegang Saham 73
3. Hapusnya Tanggungjawab Terbatas............ 75
a. Pengertian Hapus Tanggung Jawab Ter-
batas.; ;;........................................... 76
b. Hal-Hal yang Menghapus Tanggung Ja-
wab Terbatas ;...................................... 76
4. Hapusnya Tanggung jawab Terbatas Holding
Terhadap Subsidiary 82
5. Hapusnya Tanggung Jawab Terbatas Peme-
gang Saham yang Bertindak SebagaiPenang-
gung ..'....;............................................................. 83
F. Ketentuan Hukum yang Berlaku Bagi Perseroan 83
1. Ketentuan Hukum yang Mengikat Terhadap
Perseroan...................................... 84
2. UUPT 2007 Lebih Unggul dari AD 86
3. Tidak Semua Ketentuan. UUPT 2007 Bersifat
Memaksa i........................................... 86
a. Ketentuan yang Bersifat Memaksa 87
b. Ketentuan yang Bersifat Mengatur 93
G. Nama dan TempatKedudukan 94
1. Pencantuman Nama Petseroan 95

Ii.

I. • •
2. Pengajuan Permohonan Pemakaian Nama
Perseroan '.................................... 96
a. Mengaju1<an Permohonan Kepada Men-
teri 97
b. Yang DapatMengajukanPermohonan. 98
c. Jangka Waktu Pemberian Persetujuan
atauPemberitahuan Penolakan Pema-
kaian Nama Perseroan 1............................ 99
d. PersetujuanMenteri atasPemakaian Na-
ma PerseroanDiikuti Kewajiban Penga-
juan Permohonan Pengesahan Badan
HukumPerseroan..................................... 99
e. Permohonan,' Persetujuan Pemakaian
Nama yang Ditolak.................................... 100
f. Mengutamakan Pemakaian Nama Per-
seroandalam Bahasa Indonesia.............. 101
g. Nama Perseroan yang Telah Memper-
oleh PersetujuaniDicatat dalam Daftar
Perseroan ,............................................... 101
3. Tempat Kedudukan .. H L................... 102
a. Tempat Kedudukan Perseroan Harus
Berada dalam "Wilayah'! Negara Repub-
lik Indonesia.:. 102
b. Tempat 'Kedudukanr ,Sekaligus Menjadi
!I Kantor .' Pusat" (Head Office)Perseroan
atau "DomisiliCC 102
c. Tempat Kedudukan'Menurut Hukum
SekaligusNAlamat" Perseroan 102
d. Tempat Kedudukan Selain di Ibu Kota
Negaradan Provinsi dapat Juga di Dae-
rah'Kota atau Kabupaten :.................. 103
4. Nama.yang Dilarang........................................ 104
5. Upayau\tas PenolakanNama 107
6. Perubahan,NamadanTempat Kedudukan 108
7. Nasional atau Kebangsaan Perseroan 109
a. Asas Wilayah 110
b. Teori Pendiri, Pengurus, dan Pemegang
Saham 110
c. Hukum yang Dijadikan Dasar Pendirian 111
H. Jangka Waktu Berdirinya 112
1. Cara Menyatakan Jangka Waktu Berdirinya 113
a. Jangka Waktu Terbatas 113
b. Jangka Waktu Tidak Terbatas 113
2. Perubahan JangkaWaktu Merupakan Peru-
bahan AD Tertentu.;.;....................................... 115
3. Permohonan Persetlljuan Perubahan AD
MengenaiPerpanjangan Waktu Berdiri....... 115
1. Tanggung Jawab PerdataPerseroan..................... 116
1. Tanggung Jawab Kontraktual Perseroan ..... 117
2. Tanggung Jawab Perbuatan Melawan Hukum
Perseroari ..;; ;............................................... 122
a. TanggungJawabPMH Berdasar Pasal
1365 KUH Perdata 122
b. Tanggung Jawab PMH Perseroan Berda-
sar Pasal1367 Ayat (3) KUH Perdata .... 127
J. Tanggung Jawab Pidana Perseroan (Corporate
Criminal Liability).................................................... 131
1. Pendahuluan ,. 131
2. Pertanggungjawaban Pidana Berdasar Perse-
orangan 134
3. Penerapan Vicarious Criminal Liability terha-
dap Majikan 138
4. Tinjauan Pertanggungjawaban Pidana Kor-
porasi (Corporate Criminal Liability) 142
5. Mengadopsi Doktrin Vicarious terhadap Per-
seroan .'/ :.......................... 145
6. Jangkauan Pertanggungjawaban Perseroan
Atas Tindakan Fungsional.............................. 147
7. Tinjauan Pertanggungjawaban Pidana Per-
seroan Dalam Hukum Positif 151
BAB 2 PENDIRIAN, ANGGARAN DASAR DAN PE-
RUBAHANANGGARAN DASAR DAFTAR
PERSEROAN, DANPENGUMUMAN 161
A. Pendirian Perseroan ..,............................................. 161
1. Syarat Sahnya Pendirian Perseroan.............. 161
a. Pendiri Perseroan 2 (Dua) Orang Atau
Lebih....:....................................................... 162
1) Didirikan Berdasar Perjanjian 162
2) Yang Dimaksud Dengan Orang 163
3) Pemegang Saham Kurang 2 (Dua)
Orang 164
4) Pengecualian terhadap Syarat Pen-
diri dan Pemegang Saham Terdiri
Dari 2 (Dua) Orang atau Lebih ....... 167
b. Akta Pendirian, Berbentuk Akta Notaris 168
1) Hal-Hal yang Harus Dimuat Dalam
Akta Pendirian 169
2) Pembuatan Akta Pendirian Dapat
Diwakili 172
3) Akta Pendirian Dibuat Dalam Baha-
sa Indonesia 172
c. Setiap Pendiri Wajib Mengambil Bagian
Saham 173
d. Memperoleh Keputusan Pengesahan
Status BadanHukum Dari Menteri ...... 173
1) Yang ·Mengajukan Permohonan Pe-
ngesahan, Notaris Sebagai Kuasa
Dari Pendiri ....::................................... 174
2) Permohonan Diajukan kepada Men-
teri atau Pejabat yang Ditunjuk ...... 175
3) Bentuk Pengajuan Permohonan Pe-
ngesahan,· Melalui Sistem Adminis-
trasi. BadanHukum (Sisminbakum) 176
4) Caranya·Merigisi Format Isian Akta
Notaris (Pian) 176
5) TenggangWaktu Mengaju.kan Per-
mohorianMelalui Sisminbakum .... 177
6)/ Menteri Atau DirjenAHU, Dapat
Menyatakan Tidak Keberatan Seca-
ra LangsungMelalui Sisminbakum 179
7) Berdasar Pemyataan Tidak Keberat-
an, Notaris Wajib Menyampaikan
Permohonan Pengesahan Secara
Fisik :.............................................. 180
8) Jika Semua Persyaratan Dipenuhi,
Menteri Atau Dirjen ABU Menerbit-
kan Keputusan Pengesahan Badan
Hukum Perseroan 181
9) MenteriAtau Dirjen AHU Membe-
ritahukankepada. Notaris, Apabila
PersyaratanTidak Dipenuhi 182
10) Proses Penyelesaian Apabila Pemya-
taan Tidak Keberatan Menjadi Gugur 183
11) Cara Penyelesaian Permohonan Pe-
ngesahan Badan Hukum Perseroan
bagi~Notariso;....................................... 184
2. Pertanggungjawaban·Hukum Pendiri dan
Direksi Atas Perbuatan Hukum yang Dila-
kukan .SebelumPerseroanMendapat Penge-
sahanSebagai.Badan~Hukum 185
a.
Perbuatan Hukum yang Berkaitan de-
ngan Kepemilikan Saham 185
b. Tanggung Jawab Atas Perbuatan Hukum
yang Dilakukan Calon Pendiri untuk
Kepentirtgan Perseroan yang Belum Di-
dirikan;.·..... :~ ... i:.;.;.....;.;................................ 187
c. Tanggting Jawab Perbuatan Hukum yang
Dilakukan Atas Nama Perseroan yang Be-
·~·lum~MernperolehStatus Badan Hukum 190
B. Anggaran Dasar·.... i.'.i:ii:........................................... 192
1. Hal-Hal yang Dimuat dalam AD 192
2. Kebolehan Men.cantumkan Ketentuan Lain 197
3. Ketentuan yang Tegas-TegasDilarang Dimu-
at dalamAD ; ; ;........................... 197
C. PerubahanAD.; 1.......................... 198
1. PerubahanAD Ditetapkan oleh RUPS ........ 198
a RUPSuntukMengubahAD................... 198
b. RUPS Kedua untuk Mengubah AD Da-
pat Diselen.ggarakan Jika RUPS Pertama
Tidal< Mencapai J(uorum Kehadiran .... 199
2. Perubahan AD Perseroan yang Dinyatakan
Pailit .;;. ;2.0; •••• .'. ; 1.................................. 199
3. Klasifikasi Perubahan AD 200
a. Perubahan AD Tertentu yang Harus
Mendapat Persetujuan Menteri 200
b. Perubahan AD Cukup Diberitahukan
KepadaMenteri ....;.................................... 201
4.Perubahan AD Dinluat Atau Dinyatakan
DalamAktaNotaris.;....;.................................. 201
a. Ten.ggang Waktu iPerbuatan Akta Per-
n.yataanAkta Notaris 201
b Tel1ggang Waktu Dilampaui 202
5. TenggangWaktuPengajuan Permohonan
Persetujuan. dan Penyampaian Pemberita-
huan .; : i.L ;;..................................... 202
6. Permohonan Hersetujuan Perubahan AD
Perpanjangan JangkaWaktu Berdirinya Per-
seroan ; ; ;; ;..................................... 203
7. PerubahanAD MulaiBerlaku........................ 204
8. Wajib Mengubah AD Perseroan Tertutup
Menjadi Perseroan Publik 205
a.1Perubahan AD Mulai Berlaku 205
b .. KewajibanMengubah Kembali AD 206
9; Mulai Berlakunya Pertibahan AD Dalam
RangkaPenggabul1gan Atau Pengambilalihan 207
10. PenolakanPermohonan Persetujuan Peru-
bahan AD ; ;.................................... 207
11. Tata Cara Pengajuan Permohonan untuk
Memperoleh Persetujuan Menteri Atas Peru-
bahan AD 208
a. Notaris Sebagai Kuasa Direksi Mengaju-
kan Permohonankepada Menteri 209
b. Pengajuan Permohonan Mela1ui Sismin-
bakum 210
1) Mengisi Fian Model II 210
2) Fian Model II, Dilengkapi Keterang-
an Mengenai Dokumen Pendukung 210
c. Permohonan Persetujuan Perubahan AD
Mengenai Nama Perseroan 211
d. Menteri Atau Dirjen AHU, Dapat Me-
nyatakan Tidak Keberatan Secara Lang-
sung Mela1ui Sisminbakum Perubahan
AD ; ;..................................... 211
e. Berdasar Pemyataan Tidak Keberatan,
Notaris Wajib Menyampaikan Permo-
honan Persetujuan Secara Fisik.............. 212
f. Jika Semua Persyaratan Dipenuhi, Men-
teriAtau Dirjen AHU Menerbitkan Kepu-
tusan Persetujuan Perubahan AD 213
g. Menteri Atau Dirjen AHU, Memberita-
hukan kepada Notaris Apabila Persya-
ratan Tidak Terpenuhi.............................. 213
h. Proses Penyelesaian Jika Pemyataan Ti-
dak Keberatan Menjadi Gugur.. 214
i. Cara Penyelesaian Bagi Notaris yang Wi-
layah Kerjanya Belum Mempunyai Ja-
ringan Elektronik :............................. 216
12. Penyampaian Pemberitahuan Akta Perubah-
an AD Perseroan dan Data Perseroan 216
a. Perubahan AD dan Data Perseroan yang
Hams Diberitahukan Kepada Menteri. 217
b. Pemberitahuan Disampaikan oleh No-
taris Selaku Kuasa Dari Direksi.............. 217
c.Pemberitahuan .piajukan Melalui Sis-
minbakum Dengan Cara Mengisi Fian
Model III j ••••• ; ;.............................. 218
1) Dokumen Pendukung Bagi Pembe-
ritahuan Perubahan AD.................... 218
2) Dokumen Pendukung Pemberitahu-
an Bagi Perubahan Data Perseroan 219
3) Dokumen Pendukung·Bagi Pembu-
baran Perseroan 219
4) Dokumen ·Pendukung Pemberita-
huan Bagi Berakhimya Status Badan
Hukum Perseroan Karena Hukum 220
5) Dokurn.en Pendukung Pemberita-
huan Telcili BerakhirnyaProses Li-
kuidasi Perseroan Berdasarkan Pasal
152 Ayat (3) .UUPT 2007................... 221
d. Menteri Atau Dirjen AHU Dapat Menya-
takan Tidak·Keberatan Secara Langsung
Atas PemberitahuanMelalui Sisminba-
kum ......•.....; ;........................................ 222
e. Berdasarkan Pemyataan Tidak Keberat-
an,.Notaris Wajib Menyampaikan Pem-
beritahuan Secara Fisik 223
f. Jika Semua Persyaratan Dipenuhi, Menteri
Atau .pirjenAHUMen~rbitkan Surat Pene-
rimaan Pemberitahuan .;................................. 224
g. Menteri Atau Dirjen. AHU Memberitahukan
kepada Notaris, Jika Persyaratan Pemberita-
huan Tidak Jerpenuhi ;.................................... 224
h. Proses Penyelesaian JikaPemyataan Tidak
Keberatan MenjadiGugur 225
i. Tata Cara Penyampaian Pemberitahuan Pe-
rubahan AD dan Data Perseroan oleh Notaris
yang Wilayah Kerjanya Belum Mempunyai
Jaringan Elektronik 226
D. Daftar Perseroan : :u...................................... 227
1. Yang Menyelenggarakan Daftar Perseroan. 227
2. Data yang Dimuat Dalam Daftar Perseroan 228
3. Tanggal Pe:£!lasukan Data Perseroan Dalam
Daftar Perseroan .... i.......................................... 229
E. Pengumuman Perseroan........................................ 229

BAB 3 MODAL DANSAHAM 232


A. Modal Perseroa:n.;.:................................................... 232
1. StrukturModal Perseroan 233
a. ModalDasar 233
b. Modal Ditempatkan 235
c. Modal Disetor 236
2. Setiap Pengeluaran Saham Portefel, Harns
Dibayar Lunas;.:.:.:............................................ 237
3. PenyetoranSaham Dalam Bentuk Lain 238
a. Syarat-Syarat yangHarns Dipenuhi 238
b. Penilaian Ditentukan Berdasar Nilai
c
Wajar ... ......................................................... 238
c. Pengumuman Penyetoran Saham yang
Berbentuk Benda Tidak Bergerak .......... 239
4. Kompensasi Tagihan Pemegang Saham Kre-
ditor Atas Kewajiban Penyetoran Harga
Saham i ' ;...................................... 240
a. Prinsipnya, HakTagihTidak Dapat Di-
gunakan 5ebagai Kompensasi Penyetor-
an Harga Saham ;.......................... 240
b. Kebolehan Mengkompensasi Hak Tagih 241
5. Larangan Mengeluarkan Saham untuk Di-
miliki 5endiri i ; ; :......................... 243
a. Jangkauan Larangan Meliputi Persero-
ancLain ; ;..;............................... 243
b. Kepemilikan Saham Seridiri yang Tidak
Dilarang ;............................................ 243
c. Kewajiban Mengalihkan kepada Piliak
Lain.............................................................. 244
B. Periindungan Modal dan Kekayaan Perseroan. 245
1. Perseroan DapatMembeli Kembali Saham
yang Telah Dikeluarkan.;..;............................. 245
a. PembelianKembali yang Bertentangan
dengan Undang-Undang 245
b. Saham yang Dibeli Kembali, Hanya Bo-
lehDikuasai Perseroan Paling Lama
Tiga Tahun.................................................. 246
2. Pembelian Kembali Atau Pengalihan Lebih
Lanjut, Harus Berdasar Persetujuan RUPS. 246
3. RUPS Dapat Menyerahkan Kewenangan
Kepada Dewan KomisarisuntukMenyetu-
jui Pelaksanaan Keputusan RUPS................. 247
4. Saham yang Dikuasai Kembali, Tidak Mem-
punyai Hak Suara dan Hak Dividen 248
C. PenambahanModal.................. 248
1. PenambahanModal Perseroan Berdasar Per-
setujuan RUPS 249
a. RUPS Dapat Menyerahkan kepada DK 249
b. RUPS untuk Menambah Modal Dasar,
Disamakan dengan RUPS Perubahan
AD Tertentu .....:.:....................................... 250
c. RUPS untuk Menambah Modal Ditem-
patkandan Disetor 250
2. Wajib Menawarkan Lebih Dahulu SeIuruh
Saham yang Dikeluarkan untuk Penambah-
an Modal· kepada. Setiap Pemegang Saham 251
a. Penawaran Atas Saham Klasifikasi yang
Sarna............................................................ 251
b. PenawaranKlasifikasi Saham yang Belum
Pernah Dikeluarkan .......;......................... 251
c. Pengeluaran Saham yang Tidak Periu
Ditawarkan kepada Pemegang Saham. 251
d. Menawarkan Sisa yang Tidak Diambil
Pemegang Saham kepada Pihak Ketiga 252
D. Pengurangan .Modal ,.......................... 253
1. Pengurangan Modal, Dikategori Sebagai Pe-
rubahan AD Tertentu ;............................. 253
2. Kewajiban Direksi Atas Pengurangan Modal 253
3. Prosedur Pengajuan Keberatan Atau Gugatan
oleh Kreditor terhadap Pengurangan Modal 254
a. Mengajukan Keberatan terhadap Kepu-
tusan RUPS 254
b. Perseroan Wajib ·Memberikan Jawaban 254
c. Timbulnya Hak Kreditor Mengajukan
Gugatan....................................................... 254
4. Syarat-Syarat Pemberian Persetujuan Men-
teri AtasPengurangan Modal,........................ 255
5. Cara Pengurangan Modal Ditempatkan dan
Modal Disetor ,................................... 256
a. PenarikanKembali Saham...................... 256
b. Penurunan Nilai Nominal Saham.......... 256
E. Saham Perseroan 257
1. Saham Yang Boleh Dikeluarkan Hanya Atas
Nama 258
2. Persyaratan Kepemilikan Saham 259
3. Nilai Nominal Saham 259
4. Direksi Wajib Mengadakan dan Menyimpan
Daftar Pemegang Saham (DPS) dan Daftar
Khusus................................................................ 260
a. Pengadaan dan Penyimpanan DPS ....... 261
b, Pengadaan danPenyimpanan Daftar
Khusus ,......................... 261
c. Direksi Wajib Mencatat Segala Perubah-
an Kepemilikan Saham............................ 262
d. Menyediakan DPSdan Daftar Khusus
di Tempat Kedudukan Perseroan 262
5. Bukti dan Hak KepeInilikan Saham 262
a. Bukti Pemilikan Saham 262
b. Hak Pemilik Saham.................................. 263
c. Setiap Saharn· Memberikan kepada Pe-
miliknyaHakyang Tidak Dapat Dibagi 263
6. Klasifikasi Saharn 264
a. Saharn Biasa 264
b. Saharn dengan Tanpa Hak Suara 265
c. Saham dengan Hak Khusus·urituk·Men-
calonkanAnggota Direksi dan/atau
Anggota DK ;..,..................................... 265
d. Saharn yang Dapat Ditarik Kembali ..... 266
e. Saharn yang Memberikan Hak Dividen
Lebih Dahulu 266
f. Saharn Utarna Menerima Lebih Dahulu
Pembagian Sisa; Kekayaan Perseroan
Dalarn Likuidasi ,......................... 267
7. Bentuk dan CaraPemindahan Hak Atas Sa-
ham , ; " ,.., ;......................... 268
a. Dilakukan, DenganAkta Pemindahan
Hak ; ,............................................. 268
b. .. Akta Atau Salinannya Disarnpaikan Seca-
ra Tertulis kepadaPerseroan 268
c. Direksi WajibMencatat dan Memberi-
tahukan Pemindahan Hak Atas Saharn 269
8. Syarat Pemindahan,HakAtas Saharn........... 270
a. KeharusanMenawarkan Terlebih Dahu-
lukepada Pemegang Saharn dengan Kla-
sifikasi Tertentu atau Pemegang Saharn
Lainnya , ' '................................... 270
b. KeharusanMendapatPersetujuan Ter-
lebihDahulu dari OrganPerseroan....... 272
c. Keharusan MendapatPersetujuan Ter-
lebih Dahulu dari Instansi yang Berwe-
nang.; 273
9. Saharn Dapat Diagunkan 274
a. Saharn MerupakanBenda Bergerak...... 274
b. Bentuk Pengagunan yang Dibenarkan
Hukum 274
10. Hak Pemegang Saham Mengajukan Gugatan 276
11. Hak Pemegang Saham Meminta Agar Per-
seroan Membeli Sahamnya............................ 277

BAB 4 RENCANA KERJA DAN LAPORAN TAHUNAN


DAN PENGGUNAAN LABA 279
A. Rencana Kerja 279
1. Rencana Kerja TahunanDisusun oleh Direksi 279
2. Mekanisme Persertujuan Rencana Kerja Ta-
hunan 279
3. Dimungkinkan Memberlakukan Rencana
Kerja Tahunyang Lalu 280
B. Laporan Tahunan 281
1. Mekanisme Penyampaian dan lsi Laporan
Tahunan ;........................................... 282
a. Mekanisme Penyampaian Laporan Ta-
hunan kepada RUPS 282
b. Tenggang Waktu Penyampaian Laporan
Tahunan kepada RUPS 282
c. Yang Hams Dimuat Dalam Laporan Ta-
hunaIl :....................................... 283
d. Laporan Keuangan Disusun Berdasar
Standar Akuntansi Keuangan 283
e. Penyampaian kepada Menteri Neraca
dan Laporan Laba Rugi Bagi Perseroan
yang WajibDiaudit 284
f. Yang Menandatangani Laporan Tahunan 284
2. Timbulnya Kewajiban Direksi.Menyampai-
kan LaporanKeuangan kepada Akuntan
Publik.; ; :............................. 285
3. Persetujuan· Laporan Tahunan dan Penge-
sahan Laporan Keuangan Serta Laporan Pe-
ngawasanDewan Komisaris Oleh RUPS ..... 288
Penggunaan Laba ;.................................... 289
1. Penyisihan Cadangan Wajib 289
2. PenggunaanLaoa Bersih Diputuskan oleh
RUPS : ;.; ' ;..:........................... 290
3. Pembagian Dividen :.:L.............................. 291
4. Pembagian. Dividen ;Interim 293
a. AD DapatMengatur Dividen Interim .. 293
b. Syarat Kebolehan' Melakl1kan Pembagi-
an Dividen Interim. 294
c. Kewajiban Mengembalikan Dividen In-
terim ;................................. 294
5. Dividen yang Tidak Diambil' Pemegang Sa-
ham ,' ' :...................................... 296
a. Dividen yang Tidak Diambil Setelah 5
(Lima) Tahun, Dimasukkan Dalam Ca-
danganKhusus •...........:..;........................... 296
b. Dividen yang;Telah Dimasuk.kan Cadang-
an Khusus/Tidak;Diambil Dalam Jangka
Waktu 10 (Sepuluh) Tahun, Jatuh Men-
jadiHak,Perseroan.................................... 296

BAB 5 TANGGUNG JAWAB.·SOSIALDANLINGKUNG-


AN i..•......:.•...:........................... 297
A. Tanggung Jawab Sosial Perseroan Merupakan
Tren Baru : ; ; ;.......................... 297
B. TJSL Hanya Terbatas Atas Perseroanyang Men-
jalankan. KegiataI1Usaha di Bidang Sumber Daya
Alam ::: '..:.......................................................... 300
1. Perseroan yangWajib Melaksanakan TJSL. 300
2. Pelaksanaan Kewajiban TJSL Dianggarkan
dan Diperhiturigkan Sebagai Biaya Perseroan 301
3. Perseroan yang"Tidak Me1aksanakan TJSL Di-
kenai; Sanksi ; :; :;............................... 301
C. Program Kemitraan dengan; Pengusaha Kedl
dan ProgramBina LingkunganBUMN Meru-
pakan Lex Specialis 302
BAB 6 RAPAT UMUMPEMEGANG SAHAM 305
A. Keberadaan dan Kewenangan RUPS 306
1. RUPS Adalah Organ Perseroan 306
2. Kewenangan RUPS.......................................... 306
B. Tempat RUPS Diadakan 309
1. RUPS Diadakan di Tempat Kedudukan Per-
seroan 309
2. Di Tempat Perseroan Melakukan Kegiatan
Usaha Utamanya 310
3. RUPS, Perseroan Terbuka 310
4. Dimungkinkan Mengadakan RUPS di Mana
Saja .., 311
C. RUPSMelalui Media Elektronik 312
1. Bentuk Elektronikyang Dibolehkan............ 312
2. Syarat· ForIlul.....;............................................... 312
3. Persyaratan Kuorum dan Pengambilan Kepu-
tusan , , ,..................................... 313
4. Pembuatan Risalah RUPS Melalui Media
Elektronik 314
D. Penyelenggaraari RUPS 315
1. Bentuk RUPS 315
a. cRUPSTahunan 315
b. RUPS Luar Biasa 316
2. PenyelenggaraRUPS ,................................... 316
a. Yang Berhak Meminta Dilakukan RUPS 316
b. Bentuk dan Alasan Permintaan 317
c. Direksi Wajib Mengadakan RUPS yang
Diminta ,......................................... 317
d. Direksi··Tidak Melakukan Pemanggilan
RUPS yang Diminta ...:............................. 318
3. Permintaan PenyelenggaraanRUPS kepada
Ketua Pengadilan Negeri 319
a. Terbukanya Hak Pemegang Saham Me-
ngajukan Permohonan kepada Ketua
PN 319
b. Sistem Pemeriksaan Pennohonan Secara
Kontradiktor.:............................................ 320
c. PemohonDibebani Wajib Bukti 320
d. lsi Penetapan : ,.................. 321
e. RUPS Hanya.Boleh Membicarakan Mata
Acara yang Ditetapkan Pengadilan 321
f. PenetapanPengabulan Pennohonan Ber-
sifatFinal..................................................... 322
g. Terhadap Penolakan PennohonaI\ Dapat
Diajukan Kasasi· ;................................... 322
4. Pemanggilan RUPS ;..................................... 323
a. Yang Wajib Memanggil RUPS, Direksi. 323
b: TenggangWaktu Pemanggilan RUPS 324
c. Bentuk dan lsi Panggilan 324
d. Akibat Hukum Pemanggilan yang Ti-
dak Sah :;.: " ; ;.............................. 326
e. Syarat Tambahan Pemanggilan RUPS,
Bagi Perseroan Terbuka 326
5. Hak Suara(Voting Right) .....: ;..................... 327
a. Prinsip Umum HakSuara .~ ;............ 327
b. Hak· Pemegang. Saham Menghadiri dan
Mengeluarkan Suaradalam RUPS 329
c. Larangan Mengeluarkan Suara yang
Berbeda 329
d. Yang Dilarang Bertindak Sebagai Kuasa
dalam Pemungutan Suara 330
e. Pemegang;Saham Hadirdalam RUPS,
Surat Kuasa Tidak Berlaku 330
6.: Kuorum :.;;;..;: ;;........................................ 331
a. Besarnya Kuorum RUPS untuk Mata
AcaraBiasa 331
b. Kuorum Kehadiran .dan Pengambilan
Keputusan RUPS untuk Mata Acara
PerubahanAD Perseroan 335
c.
Kuorum Kehadiran dan Pengambilan
Keputusan RUPS Atas Mata Acara yang
Disebut Pasal 89 Ayat (1) UUPT 2007... 337
7. Risalah RUPS 339
a. Pembuatan Risalah RUPS Bersifat Im-
peratif 340
b. Yang Wajib Menandatangani Risalah
RUPS yang Tidal< Dibuat dengan Akta
Notaris 340
c. Risalah RUPS yang Dibuat dengan Akta
Notaris, Tidal< Disyaratkan Ditandata-
ngani............................................................ 340
E. Pengambilan Keputusan di Luar RUPS.............. 341
1. Pengertian Pengambilan Keputusan di Luar
RUPS 341
2. Mekanisme Pengambilan Keputusan 341
3. Keputusan di Luar RUPS, Mengikat 341

BAB 7 DIREKSI 343


A. Direksi Salah Satu Organ Perseroan 345
1. Direksi Berfungsi Menjalankan Pengurusan
Perseroan 345
a. Pelaksanaan Pengurusan Meliputi Pengu-
rusan Sehari-hari 346
b. Kewenangan Direksi Menjalankan Pe-
ngurusan...... 346
2. Direksi Memiliki Kapasitas Mewakili Perse-
roan 349
a. Kualitas Kewenangan Direksi Mewakili
Perseroan, Tidal< Terbatas dan Tidal< Ber-
syarat 349
b. Setiap Anggota Direksi Berwenang Me-
wakili Perseroan 350
c. Dalam Hal Tertentu, Anggota Direksi
Tidal< Berwenang Mewal<ili Perseroan. 351
B. Pengangkatan Direksi 351
1. Jumlah Anggota Direi<sL................................ 3Q2
a. Perseroan yang Bersifat UmUIn, Boleh 1
(Satu) Orang .:; :;................................. 352
b. Perseroan yang Melakukan Kegiatan Usa-
ha Tertentu, Minimal 2 (Dua) Orang.... 352
2. Pembagian Tugas Anggota Direksi 353
3. Yang Dapat DiangkatMenjadi Anggota Di-
reksi i ;................................. 353
a: Syarat.Pokok ;.;..................................... 353
b. TidakAda SyaratKualifikasi Pendidikan 354
c. Tidak Disyaratkan Nasionalitas dan
Tempat Tinggal........................................... 355
d. Tidak Disyaratkan Harus Pemegang
Saham : ;.................................... 355
4. Yang Tidak Boleh DiangkatMenjadi Anggo-
ta Direksi : '.i•.•.'.. ; ;.................................. 355
5. Peraturan Perundang-undarigan Tertentu,
DapatMenetapkan Syarat Tambahan.......... 356
6. Pembuktian Persyaratan................................. 358
7. Yang BerwenangMengangkat Anggota Di-
reksi adalah RUPS :...;.....;................................. 359
a. Pengangkatan Anggota DirekSi Menjadi
Kewenangan Mutlak RUPS 359
b. Diangkat untuk!Jangka Waktu Tertentu 360
c. Tata Cara Pengangkatan, Penggantian
dan Pembethentian Anggota Direksi
Diatur dalam AD 361
d. Metode Pemilihan Anggota Direksi . 361
8. Direksi Wajib Memberitahukan Perubahan
Anggota DireksikepadaMenteri 362
a. Perubahan Anggota Direksi Dikategori
Perubahan Data Perseroan 363
b. Direksi WajibMemberitahukan Peru-
bahan Anggota DirekSi kepada Menteri 364
c. JangkaWaktuPemberitahuan Perubah-
an Anggota Direksi Paling Lambat 30
(Tiga Puluh) Hari dar~ Tanggal Kepu-
tusan RUPS 364
d. Perubahan Anggota Direksi Mulai Efek-
tit SejakDicatat Dalam Daftar Persero-
an ~................................................... 365
9. Pengangkatan Anggota Direksi yang Tidak
Memenuhi Syarat .. ~;........................................ 365
10. Gaji dan TunjanganAnggotaDireksi............ 369
a. Besarnya Gaji dan Tunjangan Anggota
DireksiDitetapkan Berdasar Keputusan
RUPS........................................................... 369
b. Kewenangan RUPS, Dapat Dilimpahkan
kepadaDewan Komisaris 370
c. Hak Memperoleh Ganti Rugi 370
C. Kewajibandan Tanggung JawabDireksi 371
1. Wajib dan Bertanggung Jawab Mengurus
Perseroan ..:............. 372
a. Wajib Menjalankan Pengurusan untuk
Kepentingan Perseroan....... 372
b. WajibMenjalankan Pengurusan Sesuai
Kebijaksanaan yang Dianggap Tepat .... 372
2. Wajib Menjalankan Pengurusan dengan
Iktikad Baik dan Penuh Tanggung Jawab.. 373
a. Kewajiban Melaksanakan Pengurusan,
Menjadi Tanggung Jawab Setiap Ang-
gota.Direksi 373
b. Pengurusan Wajib Dilaksanakan dengan
Iktikad: Baik 374
1) Wajib Dipercaya (Fiduciary Duty)... 374
2) Wajib Melaksanakan Pengurusan
untuk Tujuan Yang Wajar (Duty to
Act For a Proper Purpose) 374
3) Wajib Patuh Menaati Peraturan Per-
undang-undangan (Statutory Duty) 375
4) Wajib Loyal terhadap Perseroan (Lo-
yalty Duty) 376
5) ·Wajib Menghindari·Benturan Ke-
pentingan (Avoid Conflict of Interest) 376
c. Pengurusan· Perseroan Wajib Dilaksana-
kan dengan Penuh Tanggung Jawab..... 378
1) Wajib·Saksama dan Berhati-Hati Me-
laksanakan Pengurusan (The Duty
of the Due Care) 378
2) WajibMelaksanakan Pengurusan
Secara Tekun dan Cakap (Duty to
Be Diligeht and Skill) -381
3. Tanggung Jawab Anggota Direksi Atas Keru-
gian Pengurusan Perseroan 382
a. Anggota Direksi Bertanggung Jawab
Penuh SecaraPribadi 383
b. Anggota Direksi Bertanggung Jawab
Secara TanggungRenteng Atas Kerugi-
an Perseroan............................................... 384
c. PembebasanAnggota Direksi dari Tang-
gung Jawab SecaraTanggung Renteng. 386
4. Pemegang Saham Dapat Mengajukan Gu-
gatan terhadapAnggotaDireksi yang Mela-
kukan·KesalahanAtau Kelalaian 387
a~ SyaratKuantitas yang Hams Dipenuhi
Pemegang Saham 387
b ~Hak Mengajukan Gugatan Anggota Di-
reksi LaindaniatauAnggota Dewan Ko-
misaris ~ :.................................. 388
D. Direksi Berkapasitas Mewakili Perseroan 388
1. Kapasitas Difeksi Bertindak Mewakili Per-
seroan Berdasar Undang-Undang 389
2. KapasitasMewakili Perseroan Berdasar Un-
dang-Undang Melekat.Juga Pada Diri Kepa-
laCabang Perseroap........................................ 391
3. Sistem Perwakilan Direksi, ·Bersifat Kolegial 392
4. Kewenangan Direksi Mewakili
TanpaBatas dan Tidak Bersyarat................... 394
5. Kewenangan Anggota Direksi Mewakili
Perseroan Dapat Gugur ................................... 395
E. Kewajiban Administrasi dan Yuridis Direksi ..... 396
1. Kewajiban Membuat Daftar .......................... 396
a. Daftar Pemegang Saham (DPS) ............. 396
b. Daftar Kh.usus ............................................ 397
2. Wajib Membuat Risalah RUPS dan Risalah
Rapat Direksi ..................................................... 397
3. Kewajiban Membuat Laporan Tahunan ...... 397
4. Kewajiban Memelihara dan Menyimpan
Dokumen ........................................................... 398
a. Meme1ihara Se1uruh Dokumen ............. 398
b. Direksi Wajib Menyimpan Se1uruh Risa-
1ah dan Dokumen ..................................... 399
5. Kewajiban Direksi Memberi 1zin Memerik-
sa Dokumen .............;........................................ 399
6. Kewajiban Me1aporkan Saham yang Dimi-
liki Anggota Direksi ......................................... 399
7. Kewajiban Yuridis Meminta Persetujuan
RUPSAtas Pengalihan Atau Pengagunan
Kekayaan Perseroan ......................................... 400
a. Ambang Pengalihan Atau Pengagunan
yang'Wajib Mendapat Persetujuan RUPS 400
b. Ketentuan Kewajiban Meminta Perse-
tujuan RUPS, Tidak Ber1aku terhadap
Tindakan Transaksi Pe1aksanaan Kegiat-
anUsaha ..................................................... 401
c. Akibat Hukum Transaksi Tanpa Perse-
tujuan RUPS ......'........................................ 402
d. Kuorum Kehadiran dan.Pengambilan
Keputusan RUPS Dalam Persetujuan
Pengalihan Atau Penjaminan Kekayaan
Perseroan .................................................... 402
F. Hak Direksi Memberi Kuasa ................................ 404
1. Pengertian Pokok Pemberian Kuasa ............ 404
2. Bentuk Pemberian Kuasa ............................... 406

td
3. Sifatnya,> I<.uasa Khusus........................... 407
4. . Yang Dapat Diberi Kuasq....... 408
G. KewenanganclanTanggungJawab Anggota Di-
reksi Atas Kepailitan Perseroan ~.................. 409
1. Pengertian dan Tata Cara.Kepailitan Perse-
roan 409
2. Untuk .Mengajukan Voluntary Petition, Di-
reksiWajib LelJihDahulu Mendapat Perse-
tujuan .RUPS.:..................................................... 412
3. Direksi Bertanggung Jawab Secara Tanggung
Renteng terhadap Seluruh Kewajiban yang
Tak Terlunasi Dari Harta Pailit 413
4. Hal.Yang . Membebaskan .• Anggota Direksi
Bertanggung JawabSecara Tanggung Ren-
tengAtc}s Kepailitan l?er?erQan 414
Pemberhentian ·MggotaD!ryk?t;......................... 416
1. PrinsiB:remberh~ntianAnggota Direksi ..... 416
2. Pemberhentian Mggota.I)ireksi oleh Peme-
gang. Sallam. My1wui RU:r$ 420
a. Pel1llJerhe;t)tianAnggota Direksi oleh Pe-
l1legang·..S.aham palam .Forum RUPS
Secara Fisik................................................. 420
b. Pemberhe;t)tian AnggotaDiryk?i Berda-
sarKeputusan di Luar.Forum. RUPS
SecaraFisik................................................. 422
c. Tanggal Efektifnya Pemberhentian 424
3. Pel1lber~entian $el1lyntara Anggota Direksi
oleh Dewan Komisaris..................................... 425
a. Hak dan I(ewenangan.Dewan Komisa-
ris, Terbatas untuk. M~mberhentikan
Sementara................................................... 425
b. Pemberhentian Sementara. Disertai Ala-
san ; ;........................... 426
c. Pel1lb yrhe;t)tian Sementara, Wajib Dibe-
ritahukan kepada Ang-
gota Direksi yang Bersangkutan 426
d. Terhitung Tanggal Keputusan Pember-
hen.tian Sementara, Anggota Direksi
yang Bersangkutan Tidak Berwenang
Lagi Melaksanakan Tugas........................ 427
e. Paling Lambat 30 Hari Setelah Tanggal
Pemberhentian Sementara, Harus Dise-
lenggarakan RUPS 428
f. Wajib Memberi Kesempatan untuk Mem-
bela Diri Dalam RUPS 428
g. RUPS DapatMencabut Atau Menguat-
kan Keputusan Pemberhentian Semen-
tara 429
h. Hal-Hal yang Membatalkan Pemberhen-
tian Sementara........................................... 431
1. Pengunduran Diri Ariggota Direksi 432
1. Tata Cara PengunduranDiri Ariggota Direksi 433
2. Tata Cara pengisian. Jabatan Ariggota Direksi
yang Lowong 434
3. Pihak yang Berwenang Menjalankan Pengu-
rusan Dalam. Hal Seluruh Ariggota Direksi
Berhalangan·Atau Diberhentikan Sementara 435

BAB 8 DEWAN KOMISARIS 436


A. Tugas dan Kewenangan. DK.................................. 436
1. Eksistensidan Kedudukan DK...................... 436
2. Tugas DK 439
a. Melakukan Pengawasan 439
b. Memberi Nasihat 440
3. Jumlah Ariggota DK......................................... 441
4. DK Merupakan Majelis 442
B. Eksistensi dan Kedudukan. Hukum Dewan Pe-
ngawas Syariah '" 442
1. Eksistensi DPSy Wajib Pada Perseroan yang
Menjalankan Kegiatan Usaha Berdasarkan
Prinsip Syariah 443
2.
Kedudukan Hukum DPSy, Berdampingan de-
ngan DK............................................................. 443
3. Jumiah dan Pengangkatan Anggota DPSy.. 444
a. Jurnlah dan Syarat Anggota DPSy......... 444
b. Anggota DPSy Diangkat oleh RUPS Atas
Rekomendasi MUI 446
C. Pengangkatan Anggota DK 447
1. Syarat atau Kualifikasi Anggota DK 447
2. Yang Tidak Dapat Diangkat Anggota DK.... 448
3. Pemenuhan Persyaratan, Dibuktikan dengan
Surat 448
4. Anggota DK, Diangkat oleh RUPS 449
a. Yang Berwenang Mengangkat Anggota
DK................................................................ 449
b. Untuk Pertama Kali Pengangkatan Ang-
gotaDK Dilakukanoleh Pendiri 449
c. Masa JabatanAnggota DK 450
d. Efektifnya Pengangkatan 450
e. Pemberitahuan Pengangkatan, Penggan-
tian dan Pemberhentian Anggota DK
kepada Menteri 451
5. Pengangkatan Anggota DK yang Tidak Me-
menuhi Syarat 452
a. DK atau .Direksi Mengeluarkan Kepu-
tusan Kebatalan 452
b. Surat Keputusan Kebatalan Pengangkat-
an Disampaikan kepada Anggota DK
yang Bersangkutan 453
c. Direksi· Mengumumkan Kebatalan Pe-
ngangkatan................................................. 453
d. Perbuatan Hukum Anggota DK yang
Pengangkatannya Tidak Memenuhi
Syarat 453
6. Gaji Atau Honorarium dan"Tunjangan Ang-
gotaDK 454
D. Kewajiban dan Tanggung Jawab Pengawasan
DK 455
1. DK Wajib dan Bertanggung Jawab Atas Pe-
laksanaan Tugas Pengawasan 455
2. Wajib dengan Iktikad Baik dan Hati-Hati
Menjalankan Tugas Pengawasan dan Pern-
berian Nasihat 456
a. Kewajiban Tugas Tersebut Menjadi Tang-
gung Jawab Setiap Anggota DK 456
b. Tugas Pengawasan dan Pernberian Na-
sihat Wajib Dilakukan dengan Iktikad
Baik 456
c. Pengawasan dan Pernberian Nasihat,
Wajib Dilaksanakan dengan Kehati-hati-
an dan Bertanggung Jawab 458
3. Tanggung Jawab Yuridis Anggota DK Atas
Kesalahan Atau Kelalaian Melaksanakan
Tugas Pengawasan dan Pernberian Nasihat 460
a. Setiap Anggota DK Bertanggung Jawab
Secara Pribadi Atas Kerugian Perseroan 460
b. Hal yang Melepaskan Tanggung Jawab
Pribadi Anggota DK Atas Kerugian Per-
seroan 461
c. Hak Pernegang Saharn Menggugat Ang-
gota DK....................................................... 461
4. Tanggung Jawab Anggota DK Atas Kepailit-
an Perseroan 463
a. Faktor yang Menyebabkan Anggota DK
Bertanggung Jawab Atas Kepailitan Per-
seroan 463
b. Faktor yang Dapat Menggugurkan Tang-
gung Jawab Anggota DK Atas Kepailitan
Perseroan 464
5. Kewajiban Administratif dan Yuridis DK 465
a. Mernbuat Risalah Rapat DK 465

_ Hukum Perseroan Terbatas


b. Melaporkan kepada Perseroan Kepemi-
likan Sahamnya 465
c. MemberikanLaporan Tugas Pengawasan
kepada RUPS............................................. 465
E. Kewenangan ·Memberi Persetujuan Atau Bantu-
an 466
1. Kewenangan Memberikan Persetujuan 466
2. Kewenangan Pemberian Bantuan 469
F. Tindakan Pengurusan 470
1. Dalam Hal Tertentu 470
2. Untuk Jangka Waktu Tertentu 470
3. Selama Melakukan Tindakan Pengurusan
kepada DK Berlaku. Semua Ketentuan yang
Berlaku Terhadap Direksi 471
G. Pemberhentian Anggota DK 471
1. Prinsip PemberhentianAnggota DK 471
2. Tata Cara Pemberhentian Anggota DK Me-
lalui RUPS.......................................................... 472
a. Pemberhentian Anggota DK oleh Peme-
gang Saham Melalui Forum RUPS Se-
cara Fisik ~.......................................... 472
b. Pemberhentian Anggota DK di Luar Fo-
rum RUPS Secara Fisik 473
3. Efektifnya.Pemberhentian Anggota DK 474
H. Komisaris Independen dan Komisaris Utusan
Serta Komite............................................................. 474
1. Komisaris Independen 474
a. Eksistensi dan Kedudukan Komisaris In-
dependen 475
b. Jumlah Komisaris Independen................ 476
c. Pengangkatan Komisaris Independen
oleh RUPS.................................................. 477
2. KomisarisUtusan 478
a. Jumahnya 478
b. Kedudukan Hukumnya dan Penunju-
kannya......................................................... 478
c. Tugas dan Wewenang Komisaris Utusan 479
3. Komite 479
a. Yang Berwenang Membentuk Komite. 479
b. Keanggotaan dan Jumlahnya.................. 479
c. Komite yang Dapat Dibentuk 480
d. Komite Bertanggung Jawab kepada DK 480

BAB 9 PENGGABUNGAN, PELEBURAN, PENGAMBIL-


ALIHAN, DAN PEMISAHAN 481
A. Penggabungan 482
1. Pengertian Penggabungan 482
2. Akibat Hukum Penggabungan 485
3. Syarat Penggabungan...................................... 485
4. Rancangan Penggabungan 486
a. Penyusunan Rancangan Penggabungan 486
b. lsi Rancangan Penggabungan... 487
5. Sahnya Keputusan RUPS Mengenai Peng-
gabungan 490
a. Kuorum Kehadiran yang Soo 490
b. Keputusan RUPS yang Soo..................... 490
6. Direksi Wajib Mengumumkan Ringkasan
Rancangan Penggabungan 492
7. Kreditor Dapat Mengajukan Keberatan 492
8. Rancangan Penggabungan yang Disetujui
RUPS, Dituangkan Dalam Akta Penggabung-
an......................................................................... 493
9. Direksi Mengumumkan Hasil Penggabung-
an......................................................................... 495
10. Hak Pemegang SOOam yang Tidak Setuju
Atas Penggabungan 495
B. Peleburan 496
1. Pengertian Peleburan 497
2. Akibat Hukum Peleburan 498
3. Syarat Peleburan 499
4. Rancangan Peleburan 499
5. Meminta Persetujuan DK Atas Rancangan
Peleburan Sebelum Diminta Persetujuan
RUPS 501
a. Meminta Persetujuan DK........................ 501
b. Setelah Mendapat Persetujuan DK Dia-
jukan kepada RUPS 501
c. Keputusan RUPS Sah, Jika Sesuai dengan
Pasal87 Ayat (1) dan Pasal89 502
6. Direksi Wajib Mengumumkan Ringkasan
Rancangan Peleburan 503
7. Kreditor Berhak Mengajukan Keberatan.... 504
8. Rancangan Peleburan yang Telah Disetujui
RUPS, Dituangkan ke Dalam Akta Pelebur-
an......................................................................... 504
a. Rancangan Peleburan Dituangkan Da-
lam Akta Peleburan 505
b. Akta Peleburan Menjadi Dasar Pembu-
atan Akta Pendirian Perseroan Hasil Pe-
leburan 505
c. Salinan Akta Peleburan Dilampirkan
Pada Permohonan Pengesahan 505
9. Mengumumkan Hasil Peleburan.................. 505
10. Pemegang Saham BerhakMeminta Saham-
nya Dibeli Perseroan dengan Harga Wajar.. 506
C. Pengambilalihan 507
1. Pengertian Pengambilalihan 507
2. Syarat Pengambilalihan 510
3. Saham yang Dapat Diambil Alih dan Cara-
nya....................................................................... 510
a. Saham yang Dapat Diambil Alih '" 510
b. Cara Pengambilalihan 511
c. Pengambilalihan oleh Perseroan Harus
Berdasar Keputusan RUPS 511
4. Proses Pengambilalihan Melalui Direksi 512
a. Pihak yang Mengambil
nyampaikan Maksudnya 512
b. Menyusun Rancangan Pengambilalihan 512
c. Mendapat Persetujuan RUPS 513
d. Wajib Mengumumkan Ringkasan Ran-
cangan Pengambilalihan.. 514
e. Kreditor Berhak Mengajukan Keberatan 514
f. Rancangan Pengambilalihan Dituang-
kan ke Dalam Akta Pengambilalihan.... 515
g. Salinan Akta Pengambilalihan Dilam-
pirkan pada Penyampaian Pemberita-
huan kepada Menteri 515
5. Proses Pengambilalihan Secara Langsung
dari Pemegang Saham. 516
a. Proses yang Tidak Perlu Dilakukan 516
b. Proses yang Harus Dilakukan 517
6. Hak Pemegang Saham yang Tidak Setuju
Atas Pengambilalihan...................................... 519
D. Pemisahan................................................................. 519
1. Pengertian Pemisahan 520
2. Cara Pemisahan 521
3. Syarat Pemisahan 522
4. Proses Pemisahan 522
a. Pemisahan Hams Berdasar Keputusan
RUPS 523
b. Mengumumkan Ringkasan Rancangan
Pemisahan 523
c. Kreditor Berhak Mengajukan Keberatan 524
d. Menuangkan Rancangan Pemisahan
yang Telah Disetujui RUPS ke Dalam
Akta Pemisahan 524
5. Hak Pemegang Saham yang Tidak Setuju
Atas Pemisahan................................................. 524

BAB 10 PEMERIKSAAN TERHADAP PERSEROAN 526


A. Tujuan dan Syarat Permintaan Pemeriksaan..... 526
1. Tujuan Pemeriksaan 527
2. Syarat Permintaan Pemeriksaan 527
a.
Ada Dugaan PMH yang Dilakukan Per-
seroan, Anggota Direksi atau DK........... 527
b. Yang Diduga Melakukan PMH Adalah
Perseroan, Anggota Direksi atau DK..... 529
c. Merugikan Pemegang Saham, Perseroan
Atau Piliak Ketiga 529
d. Permintaan Data Atau Keterangan Se-
cara Langsung Ditolak oleh Perseroan.. 530
B. Ruang Lingkup Pemeriksaan................................ 531
1. Bentuk Permintaan Pemeriksaan 531
2. Permohonan Secara Tertulis 532
3. Yurisdiksi Peradilan 534
4. Yang Berhak Mengajukan Permohonan 534
a. Pemegang Saham 534
b. Piliak Lain................................................... 534
c. Kejaksaan.................................................... 535
5. Pengadilan Dapat Menolak Atau Mengabul-
kan Permohonan 535
a. Pengadilan Menolak Permohonan 536
b. Pengadilan Mengabulkan Permohonan 536
C. Tugas dan Kewajiban Ahli 540
1. Melakukan Pemeriksaan terhadap Perseroan 540
2. Ahli Wajib Merahasiakan Hasil Pemeriksaan 541
3. Ahli Wajib Membuat dan Menyampaikan
Laporan Hasil Pemeriksaan kepada Ketua
Pengadilan .. 541
4. Ketua Pengadilan Negeri Memberikan Sali-
nan Laporan Hasil Pemeriksaan kepada Pe-
mohon Perseroan 541
5. Pemohon Dapat Menentukan Sikap Selan-
jutnya terhadap Perseroan 542

PEMBUBARAN, LIKUIDASI, DAN BERAKHIR-


NYA STATUS BADAN HUKUM PERSEROAN. 543
A. Pengertian Tata Cara Pembubaran Perseroan 543
1. Pengertian Pembubaran 544
2.
Dasar Terjadinya Pembubaran Perseroan.... 545
a. Proses Pembubaran Perseroan Berdasar-
kan Keputusan RUPS 545
b. Proses Pembubaran Berdasar Jangka
Waktu Berdirinya Berakhir 548
c. Proses Pembubaran Berdasarkan Pene-
tapan Pengadilan Negeri 549
d. Proses Pembubaran Karena Harta Pailit
Perseroan Tidak Cukup untuk Mem-
bayar Biaya Kepailitan 552
e. Proses Pembubaran Karena Harta Pailit
yang Telah Dinyatakan Pailit Dalam Ke-
adaan Insolvensi 554
f. Proses Pembubaran Karena Izin Usaha
Dicabut 555
3. Pembubaran Wajib Diikuti dengan likuidasi 556
4. Perseroan Tidak Dapat Melakukan Perbuat-
an Hukum 557
5. Semua Ketentuan yang Berlaku terhadap
Direksi Mutatis Mutandis Berlaku Bagi Likui-
dator 558
a. Pengangkatan oleh RUPS........................ 558
b. Pemberhentian Likuidator oleh RUPS. 558
c. Pemberhentian Sementara Likuidator
Dilakukan DK 559
d. Kewajiban dan Tanggung Jawab Likui-
dator 560
e. Pengawasan terhadap Likuidator 561
B. Kewajiban Likuidator 562
1. Likuidator Wajib Memberitahukan Pembu-
baran Perseroan 562
a. Memberitahukan kepada Semua Kre-
ditor 562
b. Pemberitahuan kepada Menteri 564

.. Hukum Perseroan Terbatas


Akibat Hukum Tidak Atau Lalai Mem-
c.
beritahukan kepada Kreditor dan Men-
teri ................................................................ 565
2. Likuidator Wajib Melakukan Pemberesan .. 566
3. Kewajiban Likuidator Mengajukan Permo-
honan Pailit ........................................................ 566
C. Hak Kreditor ............................................................ 567
l. Kreditor Berhak Mengajukan Keberatan
Atas Rencana Pempagian Kekayaan Hasil
Likuidasi ............................................................. 568
a. Jangka Waktu Pengajuan Keberatan ..... 568
b. Kreditor Berhak Mengajukan Gugatan
ke PN, Apabila Likuidator Menolak Ke-
beratan ........................................................ 568
2. Hak Kreditor Mengajukan Tagihan .............. 569
3. Hak KreditorMengajukan Tagihan Melalui
PN ....................................................................... 571
a. Tagihan Diajukan Melalui PN ................ 571
b. Jangka Waktu Pengajuan Tagihan Mela-
lui PN .......................................................... 573
c. Tagihan Melalui PNDigantungkan pada
Syarat Apabila Terdapat Sisa ................... 573
d. PN Dapat Memerintahkan Penarikan
Kembali Sisa Kekayaan yang Telah Di-
bagikan kepada Pemegang Saham ........ 573
D. Penghentian dan Pengangkatan Likuidator Bam 574
l. Alasan Pemberhentian .................................... 574
2. Pemberhentian Berdasar Penetapan Ketua PN 575
3. Yang Berhak Mengajukan Permohonan Pem-
berhentian ....................................:..................... 575
4. Penetapan .Pemberhentian Disertai Pengang-
katan Likuidator Bam ..................................... 576
5. Likuidator yang Hendak Diberhentikan Di-
panggil dan Didengar ...................................... 577
E. Tanggung Jawab Likuidator .................................. 577
l. Pengertian Tanggung Jawab Likuidator ....... 578
2. Laporan Pertanggungjawaban Disampaikan
kepada RUPS, Pengadilan dan Hakim Pe-
ngawas 578
a. Pemberitahuan dan Pengumuman 581
b. Pemberitahuan Disampaikan kepada
Menteri 581
c. Pengumuman dalam Surat Kabar 582
d. Jangka Waktu Pemberitahuan dan Pe-
ngumuman 582

BAB 12 KETENTUAN LAIN-LAIN DAN KETENTUAN


PERALIHAN SERTA KETENTUAN PENUTUP. 583
A. Ketentuan Lain-Lain 583
1. Bagi Perseroan Terbuka Berlaku Ketentuan
UUPT 2007........................................................ 583
2. Tanggung Jawab Perdata Direksi dan/atau
DK, Tidak Mengurangi Tanggung Jawab Pi-
dana 586
3. Tim AhliPemantau Hukum Perseroan........ 587
a. Keanggotaan Tim Ahli Pemantau 587
b. Kewenangan Tim Ahli Pemantau 588
B. Ketentuan Peralihan 588
1. Eksistensi dan Validitas Perseroan yang Telah
Memperoleh Status Badan Hukum pada Saat
UUPT 2007 Mulai Berlaku 588
2. Perseroan yang Belum Memperoleh Status
Badan Hukum atau Perubahan AD Belum
Disetujui atau Belum Dilaporkan kepada
Menteri Sampai Saat UUPT 2007 Mulai Ber-
laku :............................. 589
3. Perseroan yang Telah Memperoleh Status
Badan Hukum pada Saat UUPT 2007 Mulai
Berlaku, Wajib Melakukan Penyesuaian ..... 590
4. Perseroan yang Tidak Memenuhi Pasal 36
pada Saat UUPT 2007 Mulai Berlaku 592
C. Ketentuan Penutup 593
1. Peraturan Pelaksanaan UUPT 1995 Tetap Ber-
laku Sarnpai Diganti dengan yang Baru 593
2. UUPT 1995, Tidak Berlaku lagi Sejak UUPT
2007 Mulai Berlaku 594

PUSTAKA 595

ROFIL PENULIS 599


Eksistensi Hukum
Perseroan dalam
Sistem Hukum Indonesia

dq.)bab ini, .akan dijelaskan dengan ringkas eksistensi Hukum


~?§roan (vennootschaperecht, corporate law) dalam sistem hukum
dpIl§sia. Akan tetapi, agar dipahami dengan baik di mana letak
~Mm. Perseroan dalamsistem hukum tersebut, ada baiknya
mukakan lebih dahulu hal-halpokok bidang hukum lain yang
§Iltu.llan dengan Hukum Perseroan. Antara lain Persekutuan dan
~vmpulan yang diatur dalam.Kitab Undang-Undang Hukum
data (selanjutnya KUH Perdata), serta Firma dan Komanditer yang
~r dalam Kitab Hukum Dagang (selanjutnya, KUHD).

Bertitik tolak dari penjelasan di atas, uraianyangakan dikemu-


dalam bab ini, dimulai dari penjelasan singkatmengenai
'~§Ilsi badan usaha yang berada di luar Hukum Perseroan Terbatas
?§lq,njutnya eksistensi hukum Perseroan Terbatas dalam sistem
urn Indonesia.

E,KSISTENSI BADAN USAHADI lUARBADAN HUKUM


PERSEROAN TERBATAS
~Hl'yang disinggung di atas di luar badan usaha yang berbentuk
roanTerbatas (selanjutnya disebut Perseroan), terdapat beberapa
tisaha lain dalam berbagai bentuk yang dijumpai dalam KUH
ata dan KUHD. Bentuk-bentuk badan usaha ini yang akan
ahgkan pada bagian ini secara ringkas.. Berturut-turut akan
arakan mulai dari Persekutuan, Perkumpulan, Firma, dan
anditer.
1. Persekutuan
Buku Ketiga, Bab Ketujuh KUH Perdata, mengatur tentang
persekutuan yang terdid atas Pasal 1618-1652.

a. Pengertian Persekutuan
Istilah Persekutuan terjemahan dari kata maatschap (partnership).
Persekutuan Perdata, terjemahan dari burgerlijk maatschap (civil
pantnership) yang berarti, dua orang atau lebih mengikat did untuk
membedkan suatu berupa uang, barang atau tenaga dalarn bentuk
suatu kerja sarna. Contoh yang paling mudah, persekutuan advokat
atau kedokteran.
Tujuan kerja sarna dalarn persekutuan, untuk membagi keun-
tungan dari hasil kerja sarna tersebut, dengan syarat masing-masing
anggota Persekutuan menyerahkan sesuatu (inbreng, contribution) ke
dalarn persekutuan sebagai modal kegiatan usaha. Jadi, masing-masing
anggota Persekutuan memberi atau membawa modal usaha (capital
brought into the business), dan keuntungan yang diperoleh dari modal
itu dibagikan kepada mereka secara pro rata sesuai dengan porsi atau
besarnya modal yang dimasukkan.

b. Klasifikasi Persekutuan
Persekutuan diklasifikasi sebagai bedkut.
1) Persekutuan seantero (algehele maatschap, general partnership):
• hanya dibolehkan Persekutuan atas keuntungan (algehele
maatschap van winst),
• dilarang Persekutuan seantero yang bersifat menyangkut
seluruh benda, seperti Persekutuan untuk segala usaha
kebendaan.
2) Persekutuan khusus (bijzondere maatschap; particular partnership),
hanya terbatas untuk usaha perdagangan barang tertentu. Bentuk
persekutuan ini yang lazim ditemukan.

c. Persekutuan Bukan Badan Hukum


Semua penulis sependapat, persekutuan sebagai bentuk kerja sarna
di bidang perdata, bukan badan hukum (rechtspersoon, legal person).
Memang hal itu tidak ditegaskaridalam undang-undang. Akan tetapi,
dapat disimpulkan dari struktur dan bentuk kerja sama, yang berisi
pokok-pokok berikut.

1) Ketentuan Inbreng (contribution) berdasar Pasal 1619 ayat (2) KUH


Perdata
Segala bentuk Persekutuan harus mengenai sesuatu usaha yang halal
dan harus dibuat untuk keuntungan atau manfaat bersama anggota
Persekutuan, dengan ketentuan:
masing-masing anggota Persekutuan wajib memasukkan (inbreng,
contribution) ke dalam Persekutuan sebagai modal (kapital) berupa
uang, barang lain atau tenaga (kerajinan),
sedang menurut Pasal1626 KUH Perdata anggota atau sekutu
Persekutuan yang tidak memasukkan kewajiban dimaksud, diang-
gap berutang bunga atas jumlah itu demi hukum.(van rechtswege,
ipso jure), terhitung sejak hari uang atau barang itu harus dima-
sukkan.

Pengurusan (Beheer, management) persekutuan


dasarnya pengurusan Persekutuan diatur dalam Pasal 636-1639
Perdata. Berdasar pasal-pasal tersebut, pembebanan pengurusan
dapat dilakukan dengan cara:
i. diatur sekaligus bersama-sama dalam akta pendirian Persekutuan.
Anggota sekutu dari Perseroan disebut sekutu. statuter (gerant
statutair).
diatur sesudah Persekutuan berdiri dengan akta khusus (bijzondere
geding) oleh anggota sekutu dan anggota sekutu yang ditetapkan
sebagai pengurus disebut. sekutu mandater (gerant mandater).
Terlepas dariapa yang dijelaskandi atas/ terda.pat lagi ketentuan
~g mengatur hal-hal. pengurusan sebagai berikut.

Pertama, pengurusan berdasar Pasal1637 KUH Perdata:


memungkinkan masing-masing anggota pesertaPersekutuan
mempunyaiwewenanguntuk melakukan semua hal yang berhu-
dengan tugas pengurusan Persekutuan,
• kecuali ada perjanjian yang membatasi berupa klausul bahwa
setiap tindakan pengurusan harus sepengetahuan anggota atau
pengurus lain.
Kedua, pengurusan atas bantuan pengurus lain, sesuai ketentuan
Pasal1638 KUH Perdata:
• berdasar kesepakatan, pengurusan dilakukan bersama-sama,
• dengan demikian, pengurus yang satu tidak dapat bertindak tanpa
bantuan pengurus yang lain.
Pada pasal ini, tidak ditentukan bagaimana melakukan cara pe-
ngurusan.
Ketiga, masing-masing anggota sekutu atau para sekutu dari
Persekutuan, boleh melakukan pengurusan dengan cara berikut:
• semua anggota sekutu atau para sekutu dianggap berwenang mela-
kukan pengurusan (behcer, management) dengan saling bergantian,
• tindakan anggota sekutu tersebut mengikat sekutu yang lain,
meskipun tindakan itu dilakukan tanpa izin dan persetujuannya,
• setiap sekutu, berwenang mewajibkan anggota sekutu yang lain
memikul biaya untuk keperluan persekutuan,
• anggota sekutu yang tidak punya hak pengurus, tidak boleh meng-
asingkan benda-benda maupun menggadaikan atau membe-
baninya.

3) Mengenai tanggung jawab


Tentang masalah tanggung jawab kepada pihak ketiga diatur pada
Pasal 1642-1645 KUH Perdata, yang dapat disimpulkan sebagai
berikut:
• prinsip umum, anggota atau para sekutu tidak terikat dan tidak
bertanggung jawab untuk seluruh utang Persekutuan, dan ma-
sing-masing anggota sekutu tidak dapat mengikat anggota sekutu
yang lain, jika mereka tidak diberi kuasa untuk melakukan hal
itu,
Dengan demikian sesuai dengan prinsip umum ini, yang bertang-
gung jawab kepada pihak ketiga, hanya anggota sekutu yang
melakukan tindakan hukum itu, dan tanggung jawab ini bersifat
pribadi (persoonlijke aanspraakelijkheid, personal liability),
h apabila para anggota sekutu bersama-sama melakukan tindakan
! rlhukum dengan pihak ketiga, maka pihak ketiga dapat menuntut
mereka masing-masing untuk jumlah dan bagian yang sarna,
meskipun bagian anggota sekutu yang satu kurang dari bagian
anggota sekutu yang lain.

Mengenai keuntungan
ntang keuntungan diatur pada Pasal 1633 KUH Perdata. Pada
;b~ipnya, setiap anggota sekutu berhak mendapat bagian keun-
gan "seimbang dengan jumlah modal yang dimasukkannya.
rJika yang dimasukkan hanya kerajinan atau tenaga, bagian yang
terimanya disamakan dengan anggota sekutu yang memasukkan
r4cli paling kedL
MeIIlperhatikan penjelasan di atas, pada diri persekutuan, tidak
IIlelekat unsur karakteristik badan hukum (rechts persoon, legal
qn), sesuai alasan berikut.
~fertama, tidak ada pemisahan yang jelas antara anggota sekutu
dengan Persekutuan, sedang salah satu karakteristik utama badan
hukum, terjadi pemisahan antara pemegang saham dengan
Perseroan, yang disebut separate entity dan distinctive entity.
Kedua, pada Petsekutuan, tanggung jawaba:nggota Perseklltuan
tidak terbatas (unlimited liability) hanya sebesar modal yangdima-
sukkannya ke dalam Persekutuan, tetapi tanggung jawabnya
IIleliputi harta pribadinya. Sebaliknya pada badan hukum, tang-
gung jawab anggota dalam hal ini pemegang saham adalah terbatas
(limited liability) sebesar modal yang dimasukkannya, tidak
eliputi harta pribadinya. 1)
Ketiga, eksistensi Persekutuan ditentukan oleh keterikatan anggota
sekutu, apabila salah seotanganggota sekutu ;keluar, meninggal
~dunia, jatuh pailit atauberadadi bawah kuratele, maka Perse-
kutuan dengan sendirinya berakhir. Hal itu disebabkc:ln kerja sama
dalam Persekutuan adalah bersifat perorangan. Sebaliknya

H.M.N. Purwosuljipto, s.H., Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Bentuk-Bentuk


Perusahaan, jilid 2, Djambatan, hhn. 36.
karakteristik pokok badan hukum, eksistensi dan hidupnya tidak
dipengaruhi oleh penggantian atau kematian pemegang saham
dan pengurus atau Direksi. 2)

2. Perkumpulan
Perkumpulan diatur dalam Buku Ketiga Bab Kesembilan KUH Perdata,
yang terdiri atas Pasal 1653-1665.
Berdasar Pasal1653 KUH Perdata, Perkumpulan diakui sebagai
badan hukum (rechtspersoon, legal person), Pasal ini menjelaskan:
• Perkumpulan yang diatur dalam KUH Perdata ini disamakan
dengan Perseroan yang diatur dalam Buku Kesatu, Bagian Ketiga
KUHD yang terdiri atas Pasal 36-56,
• Perkumpulan adalah perhimpunan atau perserikatan orang
(zedelijke lichamen, corporate body) baik yang didirikan dan diakui
oleh kekuasaan umum seperti daerah otonom, badan keagamaan,
atau yang didirikan untuk suatu maksud tertentu yang tidak ber-
tentangan dengan undang-undang, ketertiban umum dan kesu-
silaan yang baik, yang lazim disebut Perkumpulan.

Pokok-Pokok Eksistensi dan Karakteristik Perkumpulan


1) Mendapat pengesahan dari Menteri.
Menurut Staatsblad 1870-64, agar Perkumpulan mendapat status
badan hukum, diperlukan "pengakuan" dalam bentuk "penge-
sahan" anggaran dasar (selanjutnya AD) dari Menteri,
2) Perkumpulan dapat melakukan perbuatan hukum seperti person
manusia (naturlijke persoon, natural person) untuk dan atas nama
Perkumpulan,
3) Para pengurus Perkumpulan berwenang mewakili Perkumpulan
di dalam di luar pengadilan berdasar kuasa undang-undang
(wettelijke vertegenwoordig, statutory representative).

2) Aclnnad Thsan, S.H., Hukum Dagang, Lembaga Perserikatan, Surat-Surat Berharga, Aturan-
Aturan Angkutan, Pradnya Paramita, Jakarta, Cetakan Keempat, 1987, hIm. 113.

------_ _.._..
Pasal 1655 KUH Perdata menegaskan, hal itu:
para pengurus diberi kuasa bertindak untuk dan atas nama
Perkumpulan,
para pengurus bertindak mewakili Perkumpulan di depan
pengadilan,
semua tindakan pengurus mengikat kepada Perkumpulan,
sekiranya perbuatan atau tindakan pengurus menyimpang
dan kewenangan atau. kekuasaan yang diberikan kepadanya
dalam AD, tindakan itu tetap mengikat Perkumpulan, apabila
tindakan itu memberi manfaat kepada Perkumpulan atau
apabila tindakan itu disahkan rapat anggota.
l,(ewajiban pengurus
Pengurus Perkumpulan wajib memberi pertanggungjawaban
k:epada anggota atas kepengurusanperkumpulan yang
qisampaikan dalam rapat anggota,
Keputusan Rapat, menurut Pasal1659 KUH Perdata:
keputusan diambil dengan suara terbanyak, dan
masing-masing anggota mempunyai hak suara yang sama,
;............. LM1-.~.'M
jawabanggota
jawab anggota diatur pada Pasal1661 KUHPerdata.
para anggota tidak bertanggung jawab secara pribadi terhadap
perikatan-perikatan yang dibuat Perkumpulan,
segala utang hanya dapat dilunasi dari harta kekayaan Perkum-
pulan.
emikian gambaran singkat eksistensi dan karakteristik Per-
pufan. Pada dasarnya Perkumpulan bukan badan usaha yang
jual1 mencari keuntungan.

py~ti yangdijelaskan di atas, Persekutuan dan Perkumpulan adalah


ntllk usaha yang diatur dalam KUH Perdata. Sebaliknya bentuk
aha Firma diatur dalam KUHD, sebagaimana akan dijelaskan di
a. Landasan Hukum Firma
Bentuk perusahaan Firma diatur dalarn Buku Kesatu, Titel Ketiga,
Bagian Kedua KUHD, yang terdiri atas Pasall6-35. Judulnya, Tentang
persekutuan dengan firma dan tentang persekutuan dengan jalan
peminjarn uang atau disebut persekutuan komanditer. 3 )
Dapat dilihat, eksistensi Firma hanya diatur dalarn beberapa pasal.
Padahal yang diatur dalarn Pasal16-35 KUHD tersebut mengenai dua
bentuk badan usaha, yakni Firma dan Komanditer. Karena sangat
minimnya ketentuan yang mengatur firma, maka ketentuan tentang
Persekutuan (maatschap, partnership) yang terdapat pada Buku Ketiga,
Bab Kedelapan KUH Perdata yang terdiri atas Pasal1618-1652, berlaku
terhadap Firma. Hal itu ditegaskan sendiri oleh Pasal 15 KUHD yang
berbunyi:
Persekutuan-persekutuan yang disebut di dalam titel ini diatur oleh
perjanjian-perjanjian antara pihak-pihak oleh kitab undang-undang
ini dan oleh Hukum· Perdata.
Jadi, selain ketentuan yang diatur dalarn KUHD, terhadap Firma
berlaku juga ketentuan KUH Perdata, khususnya ketentuan yang
mengatur Persekutuan, sepanjang hal itu tidak bertentangan dengan
apa yang diatur dalarn KUHD sebagai lex specialis (special law) di bidang
hukum dagang. 4)

b. Firma Bernaung di Bawah Satu Nama


Firma biasa juga disebut Persekutuan Firma (vennootshap onder firma,
general partnership or commercial partmenship). Secara umum, Firma
berarti ternan, sekutu atau kawan. Kalau begitu, Firma sebagai perse-
kutuan (maatschap) adalah kerja sarna di antara orang yang bersifat
pertemanan atau perkawanan ataupun persekutuan. Bisa ternan
sesarna profesi atau ternan dalarn perdagangan. Oleh karena itu:
• faktor individu sangat memegang peranan penting, narnun yang
menonjol ke depan adalah kesatuan kerja sarnanya,

3) Ny. Siti Soemarti, S.H., KUHD & PK, Cetakan VIII, 1993, Diterbitkan Seksi Hukum Dagang
Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, Wm. 11.
4) Ibid.,AclunadIchsan, Wm. 120.
/cl~ngan demikian,· kesatuan kerja sama itu yang lebih memegang
'peranan penting daripada individu;..individu pesertanya,
itu>sebabnya ada yang berpendapat, bentuk kesatuan kerja sama
Eirma dapat dikatakan sudah merupakan Perseroan (vennootschap,
corporation), di mana para anggotanya sudah merupakan persero
dibawah naungan· Firma (vennootschap onder firma),
persetujuan kerja sama antara anggota. sekutu atau peserta, difo-
(~;uskan pada kesatuan bentuk kerja sama itu sendiri, sehingga
yang tampak keluar adalah bentuk kerja sama itu. sendiri sebagai
?i:ltu perusahaan,
gengan demikian, Firma bertindak sebagai satu perusahaan yang
di bawah satu nama.
sebabnya Firma dapat dianggap telah meningkat karaktemya
:agai .Perseroan yang bertindak keluar sebagai perusahaan yang
~PUnyai· nama bersama, yakni satu nama. Ciri ini yang membe-
~nI Firma denganPersekutuan (maatschap, patnership).Semua
p;uatanhukum dilakukan atas nama. Firma.: Dengan demikian,
a· adalah nama perusahaan yang diusahakan bersama oleh para
pt(l perseroannya.
~ngenai pilihan . nama· terdapat kebebasan dalam. batas-batas
k bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan
~MafUl' Biasanya nama bersama yang diletakkan pada Firma,
Pa1cfUl "kolllbinasi" dengm~ salah satu nama persero. Atau nama
tid.ak ada.hubungannya dengan nama salah seorang persero.

~ngurusan dan Tanggung Jawab


prinsipnya, setiap sekutu atau persero berwenang untuk berbuat
bertindak "keluar" atas nama Firma:
mdakan atau perbuatan itu, mengikat kepada sekutu atau anggota
Firma yang lain terhadap pemenuhan kewajiban yang timbul dari
tindakan itu kepada pihak ketiga,
lintuk bertindak keluar, anggota Firma tidak memerlukan kuasa
anggota yang lain, namun demikian semua anggota Firma
ertanggung jawab sepenuhnya secara "solider" (solidaire aans-
praakelijkheid) atau tanggung renteng(hootdelijke aanspraa-
kelijkheid, jointly and several liability) kepada pihak ketiga.
Menurut Pasal17 ayat (2) KUHD, pembebanan tanggung jawab
solider hanya dibebaskan apabila tindakan yang dilakukan anggota
Firma itu melampaui batas kewenangan dan kapasitas Firma. Tindakan
yang demikian dikategori ultra virus yang membebaskan anggota
Firma yang lain dari tanggung jawab solider kepada pihak ketiga.
Tanggung jawabnya menjadi tanggung jawab pribadi (personal liability)
dari anggota Firma yang bersangkutan.
Meskipun pada dasarnya Firma mempunyai modal yang terpisah
dari kekayaan para anggotanya:
• penerapan tanggung jawab tidak ditegakkan berdasar prinsip
tanggung jawab terbatas (beperkte aanspraaklijkheid, limited
liability) hanya kepada harta kekayaan Firma, tetapi menjangkau
kekayaan pribadi anggotanya,
• dengan demikian, kreditor tidak hanya berhak menuntut tang-
gung jawab pemenuhan pembayaran utang dari kekayaan Firma,
tetapi menembus terhadap milik pribadi anggota peserta Firma.
Tanggung jawab yang demikian ditegaskan pada Pasal 18 KUHD
yang berbunyi:
Di dalam persekutuan dengan firma setiap sekutu bertanggung jawab
secara pribadi dan untuk seluruhnya bagi perikatan-perikatan
persekutuan. 5 )
Memang dalam praktik tanggung jawab setiap anggota sekutu,
tidak dilakukan secara langsung kepada harta pribadi mereka. Akan
tetapi, penagihan lebih dulu dilakukan terhadap kas atau harta
kekayaan Firma. Apabila harta Firma tidak mencukupi, barulah peme-
nuhan ditimpakan terhadap kekayaan pribadi para sekutu secara
solider. 6)
Demikian gambaran singkat lingkup pengurusan dan tanggung
jawab dalam Firma.

5) Ibid., Ny. Siti Soemarti Hartono, S.H, hlm. 11.


6) Ibid., HM.N. Purwosutjipto, S.H, hlm. 65.
Uang yang Terdapat Dalam Firma Tetap Menjadi Milik Masing-
iMasing
'Hili uang yang dimasukkan masing-masing anggota peserta ke
Firma, tetap menjadi milik pribadi masing-masing.
Ketentuan hukum itu bertitik tolak dari peristiwa pailit. Apabila
an.seorang anggota Firma dinyatakan pailit uang atau modalnya
gada dalam Firma, termasuk menjadi budel pailit dari anggota
g bersangkutan

Cara Mendirikan Firma


ses pendirian Firma, dapat dijelaskan secara ringkas, sebagai

. Ha:rus dengan akta notaris


'. 22 KURD mengharuskan pendirian Firma berdasar persetujuan
lis dalam bentuk Akta Notaris. Namun ketentuan ini tidak
gClIldung sanksi, sehingga Akta Notaris tersebut tidak dapat
ggap sebagai probationes causa. Karena tidak ada ancaman yang
J'ii'/i~takan Firma tidak sah apabila tidak didirikan dengan Akta
faris. Bahkan kalimat selanjutnya Pasal 22 itu mengatakan,
i.Ctakadaan Akta Notaris tidak boleh dijadikan alasan untuk
rugikan pihakketiga.
Ketentuan Pasal 22 KURD ini, mengandung saling pertentangan.
segi, kalimat pertama menegaskan persekutuan Firma "harus"
ikan dan didaftarkan dalam bentuk Akta Notaris. Jadi, bersifat
memaksa (dwingendrieht,' mandatory rule). Akan tetapi, kalimat
'ikut memberikan kemungkinan Firma boleh didirikan dalam
'Hlk<ikta bawah tangan, dan tetap dianggap sah terhadap pihak

Didaftarkan kepada kepaniteraan pengadilan


V-dah akta pendirian dibuat harus didaftarkan di kepaniteraan
gadilan Negeri.

Ibid., H.M.N. Purwoslltjipto, S.H., hIm. 47.


~I

Pas31 23 KUHD menyatakan:


• sekutu-sekutu Firma wajib mendaftarkan akta pendirian da1am
daftar yang ditentukan untuk itu di Kepaniteraan Pengadilan
Negeri, d31am wilayah hukum mana Firma itu berkedudukan,
• tujuan pendaftaran, agar masyarakat umum atau pihak ketiga
dapat mengetahui keadaan dan keberadaan Firma tentang:
siapa saja anggota sekutunya,
apa tujuannya, dan
berapa besar modalnya.

3) Wajib diumumkan dalam berita negara


Pas3128 KUHD mengatakan, selain sekutu-sekutu diwajibkan mendaf-
tarkan, juga mereka diwajibkan untuk men8umumkan ikhtisar dari
akta pendirian d31am maj31ah resmi, yakni d31am Berita Negara.
Apabila pengumuman te1ah dilakukan sesuai proses dan prosedur,
maka pendirian Firma sah menurut hukum. Namun agar dapat
memu1ai aktivitas kegiatan usaha, sekutu pendiri hams memiliki:
• Surat izin usaha,
• Surat izin tempat berusaha,
• Surat izin gangguan usaha sesuai ketentuan Hinder Ordonantie
Staatsblad 1926-226 (hila diper1ukan).
Apabila tidak atau 131ai mendaftarkan dan mengumumkan, maka
Pas31 29 KUHD mengatakan:
• Firma itu terhadap piliak ketiga dianggap diadakan secara umum
untuk semua jenis usaha,
• juga dianggap didirikan untuk jangka waktu yang tidak terbatas
(unlimited priod),
• serta dianggap tidak ada anggota sekutu yang dike1uarkan dari
hak untuk berbuat dan menandatangani atas nama Firma.
K31au ada perbedaan antara yang didaftarkan dan yang diumum-
kan, yang berlaku menurut Pas31 29 ayat (2) KUHD adalah ketentuan
pas31-pas31 yang terdapat d31am pengumuman Berita Negara.
Perubahan AD
€llurut Pasal 31 KUHD, p€rubahan AD Firma harus dibuat dalam
(l1.tuk Akta Notaris. P€rubahan AD, t€rmasuk p€rpanjangan jangka
ktu b€rlakunya, p€ngakhiran s€b€lum jangka waktu yang
€Rtukan dalam p€rjanjian, p€ngh€ntian, dan juga s€gala p€rubahan
g b€rk€naan d€ngan pihak k€tiga:
harus (dibuat dalam b€ntuk Akta Notaris,
didaftarkan di k€panit€raan P€ngadilan N€gara,
diumumkan dalam B€rita N€gara.
K€lalaian m€m€nuhi k€t€ntuan p€rubahan yang dik€mukakan di
as)cmaka m€nurut Pasal 29ayat (2) KUHD Firma itu dianggap
idirikan s€cara umum untuk s€mua j€nis usaha. Dianggap juga
'rikan untukwaktu yang tidak t€rt€ntu, s€rta dianggap tidak ada
uwyang dik€luarkan dari hak untuk b€rbuat dan m€nandatangani
nama Firma.

J3erakhirnya Persekutuan Finna


ntitiktolak dari k€f€ntuan·Pasal 32 KUHD, Firma b€rakhir kar€na:
IT}'Y;aktu b€rlakunya habis .atau b€rakhir,
ik€s€pakatan para anggota untuk m€mbubarkan Firma,
salah s€orang anggota m€ninggal, k€luar atau di bawah p€rwakiIan,
tujuan Firma t€rcapai.

f,emberesan dan penyelesaian


bungan d€ngan p€mbubaran Firma, Pasal 32, 33, 34, dan Pasal
;r(UHD m€ngatur p€mb€r€san dan p€ny€l€saian (vereffening,
YJdatie, liquidation) t€rhadap harta k€kayaan Firma. Anggota yang
Iu b€rtindak m€ngurus Firma, harus m€lakukan tindakan:
) m€ny€l€saikan s€mua p€rs€tujuan yang masih b€rjalan (de nog
lopende zaken, the case still pending) d€ngan pihak yang b€rsang-
~utan,
~:p.€nagih,
m€mbayar, m€ng€mbalikan barang atau uang k€pada
b€rhak.
2) Kedudukan firma selama pemberesan
Selarna pemberesan dan penyelesaian belum selesai, Firma masih tetap
berjalan dalarn batas-batas kewenangan:
• hanya terbatas menyelesaikan pemberesan,
• apabila semua pemberesan selesai dan masih ada sisa, hal itu
dianggap merupakan "laba",
• sebaliknya apabila terjadi kekurangan, maka hal itu merupakan
"kerugian".

3) Kedudukan anggota yang bertugas melaksanakan likuidasi


• mempunyai kedudukan sebagai penerima kuasa (last hebber,
mandatory),
• tindakan-tindakan yang mereka lakukan mengikat kepada ang-
gota yang lain, karena itu mereka harus memberikan pertanggung-
jawaban kepada anggota yang lain tersebut.

4) Utang yang belum terbayar


Apabila temyata harta kekayaan Firma tidak cukup membayar utang
kepada pihak ketiga, pemenuhannya dapat dituntut kepada anggota
sekutu Firma secara pro-rata menurut perbandingan bagian masing-
masing dalarn Firma.

5) Anggota lain dapat melanjutkan firma apabila firma bubar


Anggota lain dapat melanjutkan Firma tersebut dengan mempergu-
nakan narna yang sarna, dengan syarat:
(1) kelanjutan itu dituangkan dalarn bentuk Akta Notaris,
(2) didaftarkan di kepaniteraan Pengadilan Negeri,
(3) diumumkan dalarn Berita Negara.

h. ]anji Firma Tetap Ada (Verblijvensbeding, Survivorship Clause)


Maksudnya, para anggota sekutu Firma dapat membuat perjanjian
yang menyatakan anggota yang tinggal, dapat melanjutkan keberadaan
dan kehidupan Firma apabila anggota yang lain keluar atau meninggal.
Firma tidak bubar dan berakhir, tetapi diteruskan oleh anggota sekutu
Firma yang bertahan.
$udah dijelaskan, pada dasarnya Firma tidak dapat berdiri terus-
enerus (perpetual). Apabila salah seorang anggota meninggal atau
luar,berhentilah eksistensiFirma. Hal itu sesuaidengan karak-
istik keanggotaan Firma·bersifat pribadi.
Akan tetapi dalam praktik, eksistensi Firma dapat diteruskan
ngan penggantian anggota:
untuk itu para anggota peserta Firma membuat perjanjian yang
menyatakan Firma dapat terus berjalan meskipun salah seorang
anggota meninggal dunia, dia dapat diganti oleh ahli waris, atau
dapat diteruskan tanpa diganti oleh waris,
atau apabila salah seorang mengundurkan diri, dapat diteruskan
tanpa penggantian dengan cara lebih dulu dilakukan perhitungan
dengan anggota yang mengundurkan diri tersebut.
cara yang disebut di· atas sah dan mengikat kepada pihak
iga, perubahan AD harus dibuat dalam bentuk Akta Notaris,
atta:rkan di kepaniteraan Pengadilan Negeri dan diumUmkan dalam
rita Negara
Kalau terjadi pengalihan kepada orang lain:
l~ggung jawab anggota yang keluar harus dialihkan kepada
l?~ngg~tinya,
kepada anggota baru, dapat ditawarkanalternatif:
apakah ikut bertanggung jawab sejak Firma didirikan, atau
hanya bertanggung jawab sejak masuk menjadi anggota.
isa juga ditempuh cara lain: Firmadibubarkan dan diadakan
~.~asi. Dengan demikian, dapat ditentukan hak dan kewajiban
ggota yang meninggal atau yang keluar, dan berdasar hal itu, diten-
kan hak dan kewajiban penggantinya.

Finna Tidak Dapat Dipailitkan


g dapat dipailitkan hanya perorangan (naturlijke persoon, natural
son) dan badan hukum (rechtspersoon, legal person). $edang Firma
em perorangan dan juga badan hukum:
oleh karena itu, Persekutuan Firmanya sendiri tidak dapat
1
dipailitkan, baik pailit melalui permohonan sendiri (voluntary
petition) maupun atas permohonan pihak lain (involuntary petition),
• yang dapat pailit baik atas permohonan sendiri atau pihak lain
adalah anggota Firma, dengan konstruksi:
utang Firma adalah utang para anggota Firma secara solider
(hoofdelijke aanprakelijkheid, jointly and several liability)
terhadap utang Firma,
dengan demikian, apabila diajukan pailit terhadap Firma
dalarn arti yang dirnohon pailit adalah para anggota Firma
secara pribadi, maka terdapat dua budel pailit,
(1) budel pailit para anggota Firma,
(2) budel pailit Firma itu sendiri.
Menghadapi hal yang dernikian, pailit berhadapan dengan dua
kategori kreditor:
(1) kreditor yang mempunyai tagihan utang terhadap Firma sehu-
bungan dengan transaksi dagang yang terjadi antara kreditor
dengan Firma dan orang ini disebut "kreditor dagang":
pemenuhan utang kepada kreditor dagang, pertarna-tarna
diarnbil dari kekayaan atau aset Firma,
apabila tidak cukup, sisanya dapat dituntut dari kekayaan
pribadi anggota Firma,
(2) kreditor yang punya tagihan utang terhadap pribadi anggota Firma:
• pertarna-tarna pembayaran pe1unasan utang kepada kreditor
ini, diarnbil dari harta kekayaan pribadi anggota Firma yang
bersangkutan,
• apabila tidak cukup, dapat diarnbil dari hak anggota Firma
tersebut yang ada dalarn kekayaan Firma, jika hal itu mungkin.
Dernikian garnbaran ringkas lingkup persekutuan Firma sesuai
yang diatur dalarn Pasal16-35 KUHD.

4. Persekutuan Komanditer
Bentuk perusahaan lain yang diatur dalarn Buku Pertarna, Titel Ketiga,
Bagian Kedua (Pasal16-35) KUHD adalah Komanditer

a. Landasan Hukumnya
Landasan hukumnya, mu1ai dari Pasa1 19-35 KUHD, Pasal 19
berbunyi:
ersekutuan dengan jalan meminjam uang atau disebut juga perseku-
fuan komanditer, diadakan antara seorang sekutu atau lebih yang
ertanggung jawab secara pribadi dan untuk seluruhnya dengan
'seorang atau lebih sebagai peminjaman uang. 8)
'Jadi, pada Persekutuan Komanditer(Commanditair Vennootschap)
tflimited partnership, terdapat satu atau beberapa orang sekutu
manditer. Sekutu Komanditer hanya menyerahkan uang, barang
:U!tenagasebagai pemasukan pada Persekutuan Komanditer. Sekutu
lUanditer yang hanya meminjamkan modal kepada Persekutuan,
al<turut campur tangan dalam pengurusan dan penguasaan dalam
rsekutuan.

. Status Sekutu Komanditer


s hukum seorang sekutu komanditer,dapat disamal<an dehgan
Hilig yang meminjamkan atau mananamkan modal pada suatu
rusahaan. Yang diharapkannya dari penanaman modal itu adalah
si.lkeuntungan dari modal yang ditanamkannya.
Sekutu Komanditer, sama sekali tidal< ikut terlibat mencampuri
ngurusan dan pengelolaan Persekutuan Komanditer. Seolah-olah
a tidal< berbeda dengan "pelepas uang" (geldschieter, financial backer)
. g diatur pada UU Pelepas Uang (Geldschietersordonantie Staatsblad
'8"::'523).9)
papat dilihat, pada Persekutuan Komanditer terdiri dari dua
··am sekutu:
Sekutu pengurus atau sekutu komplementer(complimentaris)
yang bertindak sebagai pesero pengurus dalam Persekutuan
'Komanditer. 10)
/ Selain dia sekutu Komanditer yang juga ikut memberi pemasukan
modal, sekutu komplementaris sekaligus menjadi pengurus
····Persekutuan Komanditer

I~id., Ny. Siti Soemarti Hartono, S.H, WID. 11.


'anne Termorshuizen, Kamus Hukum Belanda-Indonesia, Djambatan Jakarta 1999, WID.
·139.
) Ibid., MllIjanne Termorshuizen, WID. 82.
2) Sekutu Komanditer yang disebut juga sekutu tidak kerja, yang
statusnya hanya sebagai pemberi modal atau pemberi pinjaman.
Oleh karena sekutu komanditer tidak ikut mengurus Persekutuan
Komanditer, dia tidak ikut bertindak keluar. ll )
Di Indonesia menurut Pasal 20 KUHD, hanya dikenal komanditer
dengan penanaman modap2), di mana status dan tanggung jawab
mereka:
• tidak mencampuri pengurusan perusahaan atau tidak bekerja
dalam perusahaan Komanditer tersebut,
• mereka hanya menyediakan modal atau uang untuk mendapatkan
keuntungan dari laba perusahaan, sehingga mereka disebut sekutu
penanaman modal terbatas (commanditaire vennootschap, limited
by shares),
• kerugian Persekutuan Komanditer yang ditanggung sekutu ko-
manditer, hanya terbatas sebesar jumlah modal yang ditanamkan
(beperkte aansprakelijkheid, limited liability),
• nama sekutu komanditer tidak boleh diketahui, itu sebabnya
mereka disebut komanditer atau commanditaire vennoot yang
berarti sleeping partner atau silent partner.

c. Yang Bertindak Keluar


Anggota atau sekutu Persekutuan Komanditer yang bertindak keluar
adalah anggota yang melakukan pengurusan. Mereka ini yang disebut
sekutu "Komplementaris" (daden van beheer). Mereka berbeda dengan
kedudukan para Komanditaris atau sekutu komanditer yang hanya
berkedudukan sebagai penanam modal.
Sehubungan dengan itu, dapat dikemukakan patokan berikut:
• yang bertindak keluar hanya anggota pengurus, yang disebut
anggota "komplementaris",
• apabila anggota komanditaris ikut mencampuri pengurusan
perusahaan, dia akan memikul akibat hukum, yakni dianggap
dengan sukarela ikut mengikatkan diri terhadap semua tindakan

11) Ibid., H.M.N. Purwosutjipto, S.H., hlm. 73.


12) Ibid., Achmad Ichsan, hIm. 129.
pengurus, oleh karena itu, ia ikut bertanggung jawab secara pribadi
memikul seluruh utang persekutuan Komanditer secara solider,
~pada mereka berlaku ketentuan mengenai keanggotaanFirma,
sehingga ikut bertanggung jawab terhadap tindakan yang
gilflkukan anggota Firma lainnya sebelum mereka mencampuri
penyelenggaraan pengurusan itu.

etsekutuan Komanditer Atas Saham


telah terjadi perkembangan Persekutuan Komanditer.
kembangan yang terjadi, berkenaan dengan kedudukan permo-
'ani Apabila modal perusahaan dianggap belum mencukupi, maka
s'ekutuan Komanditer yangsemula atas nama perseorangan,
embangkan menjadi Persekutuan Komanditer atas saham". fI

lalui cara ini, diharapkan dapat dihimpun dana yang lebih besar.
:i:angan modal yang diperlukan dibagi-bagi atasbeberapa saham,
masing-masing pemegang saham bertindak sebagai anggota
..flP.ditaris dalam kedudukan mereka sebagai pemegang perseku-
Komanditer tersebut.

dua cara untuk memperoleh pemilikan saham oleh Komanditaris:


a, dibayar penuh secara tunai.
~5abila komanditaris membayar saham penuh dengan tunai,
flnya dapat diberikan saham atas tunjuk" atau pembawa
fI

efen aantonder, bearer shares) atau disebut juga share issue in bearer

'~ginama Komanditaris sebagai pemegang saham atau pemilik


aham tidak disebut,
~,~J?a yang dapat menunjukkan saham tersebut dianggap sebagai
emilik,
Qalam kehidupan sehari-hari, saham atas tunjuk yang tidak
but pemilik sering dinamai saham blanko". Peralihan haknya
II

~()rang lain, cukup dilakukan dengan penyerahan biasa tanpa


fllitas, namun dengan "persetujuan" komplimentaris atau pengu-
pe:rsekutuan Komanditer.
Kedua, tidak dibayar penuh secara tunaL
Kalau pengambilan saham oleh Komanditaris tidak dibayar penuh
secara tunai, yang diberikan kepadanya saham "atas nama" (aandelen
op naam, registered share):
• nama komanditaris disebut di atas saham, sehingga pemiliknya
tertentu,
• yang berwenang mengalihkannya kepada pihak lain, hanya dapat
dilakukan komanditaris yang bersangkutan atau penggantian
persero dengan cara "endosemen" yang disertai dengan
penyerahan saham tersebut:
Dalam hal ini dapat dilihat, terdapat persamaan kedudukan
pemegang saham (shareholder) dalam Perseroan dengan pemegang
saham Persekutuan Komanditer atas saham.

b. PerbedaanPemegang Saham Kom,anditaris dengan Pemegang


Saham Perseroan Terbatas
Di atas telah disinggung, terdapat kemiripan antara pemegang saham
Komanditaris dalam Persekutuan Komanditer atas saham dengan
pemegang saham dalam Perseroan Terbatas. Akan tetapi, terlepas dari-
pada adanya persamaan atau kemiripan itu, terdapat juga perbedaan,
antara lain:
• anggota atau pemegang saham dalam Persekutuan Komanditer
atas saham yang bertindak sebagai pengurus (daden van beheer)
yang disebut sekutu "komplimentaris", mempunyai tanggung
jawab yang tidak terbatas (unlimited liability) sampai meliputi harta
pribadi mereka,
• sebaliknya, anggota Direksi dalam Perseroan Terbatas yang bertin-
dak sebagai pengurus, tidak ikut memikul tanggung jawab pelak-
sanaan perjanjian maupun utang Perseroan. Mereka hanya ber-
tanggung jawab sebatas pelaksanaan tugas dan fungsi pengurusan
yang diberikan kepada mereka sesuai yang ditentukan dalam AD.
Dapat dikatakan, Persekutuan Komanditer atas saham merupakan
bentuk perusahaan antara Persekutuan Komanditer dengan Perseroan
Terbatas. Maka dalam praktik, terhadap bentuk Persekutuan Koman-
diter atas saham, berlaku ketentuan yang mengatur Persekutuan
Illanditer. Di samping itu, diterapkan juga secara analogis ketentuan-
entuan yang berlaku terhadap Perseroan Terbatas, terutama yang
kenaan dengan bidang yang mengatur perusahaan.

Persekutuan Komanditer Atas Saham Bubar, Apabila Anggota


].<pmplimentaris Meninggal Dunia
lau anggota Komanditaris atau pemegang saham persekutuan
<jfiditer atas saham meninggal dunia atau pailit, sama sekali tidak
PJ.p;trngaruhi eksistensi kelangsungan persekutuan tersebut.
$~baliknya,kalau yang meninggal dunia anggota Komplementaris
"1..1cmggota Pengurus, Persekutuan Komanditer atas saham, berakhir
bubar, dan selanjutnya diadakan "pemberesan". Hal ini berbeda
gan Perseroan Terbatas.Meninggalnya atau digantinya anggota
tidak mempengaruhi eksistensi kelanjutan kehidupan
er.oan.
Mengenai cara mendirikan ··Persekutuan Komanditer atas saham
alah "bebas". Tidak memerlukan formalitas dan tidak mesti
ntuk akta notaris.

EKSISTENSI HUKUM PERSEROAN


membicarakan eksistensi perusahaan yang berbentuk Perse-
Perkumpulan, Firma dan Komanditer, berikut ini akan dike-
an eksistensi bentuk perusahaan Perseroan Terbatas (naamloze
otshap, company limited by shares) dalam sistem hukum Indonesia.

~.emula
Diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
(KUHD)
·tWl Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut Perseroan) yang di-
kat dengan PT, di masa yang lalu bernama Naarhloze Vennootschap,
pany limited by shares), yang disingkat dengan NV. Mula-mula
fur dalam KUHD, pada:
Buku Pertama, Titel Ketiga, Bagian Ketiga, yang berjudul Tentang
Perseroan Terbatas,
terdiri dari Pasal 36-56, jadi hanya 26 pasal saja, sehingga
benar sangat singkat sekali.
Bertitik tolak dari singkatnya ketentuan yang mengatur Perseroan
dalam KUHD, maka Pasal 1 KUHD sendiri menegaskan berlakunya
KUH Perdata dalam bidang hukum dagang.
Pasal 1 KUHD berbunyi:
Kitab undang-undang Hukum Perdata berlaku juga bagi hal-hal yang
diatur kitab undang-undang ini, sekadar di dalam kitab undang-
undang ini tidak diatur secara khusus menyimpang. 13l
Memperhatikan ketentuan Pasal 1 KUHD dimaksud, KUHD
sendiri merupakan lex specialis (special law) berhadapan dengan KUH
Perdata. Kalau begitu pengaturan Perseroan dalam KUHD, merupakan
lex specialis atas bentuk-bentuk perusahaan Persekutuan (maatschap,
partnership) maupun Perkumpulan yang diatur dalam KUH Perdata
maupun yang diatur dalam peraturan perundangan yang lain14l :
• jadi hukum Perseroan yang diatur dalam KUHD, merupakan
ketentuan perdata khusus yang mengatur hukum perikatan atau
perjanjian antara pihak-pihak yang timbul khusus dari bidang
perusahaan Perseroan Terbatas,
• sedang hukum perikatan yang diatur dalam Buku Ketiga KUH
Perdata, merupakan aturan hubungan hukum antara perorangan
yang satu dengan yang lain dalam segala bidang usaha sesuai
dengan kehendak dan kebutuhannya sendiri.
Jika dihitung dari kelahiran KUHD, yakni pada tahun 1847 dengan
Staatsblad 1847-23, sampai diundangkan UU No.1 Tahun 1995 tentang
Perseroan Terbatas (UUPT 1995) sebagai pengganti Hukum Perseroan
Terbatas, kelangsungan eksistensinya hampir lebih 150 tahun. Selama
masa kolonial Belanda, ketentuan Pasal 36-56 yang mengatur
Perseroan Terbatas, boleh dikatakan, tidak pernah mengalami
perubahan. Pada saat dilakukan perubahan KUHD dengan Staatsblad
1924-556, ketentuan pasal-pasal yang mengatur Perseroan, tidak ikut
mengalami perubahan atau penambahan.

13) Ibid., Ny. Siti Soemarti Hartono, S.H., hlm. 9.


14) Ibid., H.M.N. Purwosntjipto, S.H., hlm. 2.
setelah era kemerdekaan, ketentuan pasal-pasal tersebut,
mengalami perubahan. Hal itu terjadi pada tahun 1971 dengan
20 Tahun1971 Lembaran Negara No. 20 Tahun 1971):
erubahan yang terjadi melalui UU No.4 Tahun 1971, masih tetap
(2mpertahankan keberadaan hukum Perseroan Terbatas, berada
qalam lingkap Buku Pertama KUHD,
~r-ubahan yang terjadi, tidak terlampau signifikan, karena tidak
aqa .penambahan lebih luas, tetapi hanya mengubah ketentuan
asal 54 saja:
semula pasal ini menentukan "maksimum" suara yang dapat
dimiliki oleh pemegang saham hanya 6 (enam) suara tanpa
mempermasalahkan berupa jumlah saham yang dimilikinya,
apabilaPerseroan mengeluarkan saham 100 (seratus) saham
atau lebih,
maksimum hanya 3 (tiga) suara, apabila Perseroan
mengeluarkan kurang 100 (seratus) lembar saham.
ettitik tolak dari ketentuan ini semula suara yang dimiliki peme-
saham, tidak boleh melebihi 6 (enam) suara meskipun dia
tinyai 1000 (seribu) lembar saham. Tidak ada perbedaan suara
dapat dikeluarkan antarapemegang saham yang memiliki 6
) saham dengan yang 100 (seratus) saham atau lebih. Akibatnya
.111asa itu, muncul praktik stroomannen Pemegang saham yang
·likibanyak saham, menunjuk "boneka" atau kaki tangan dengan
111embagi-bagikan sahamnya kepada beberapa orang yang ditun-
yat agarmemberi suara yang dapat menghasilkan keputusan
S sesuai dengan yang diinginkan pemegang saham tersebut.
etentuan Pasal 54 KUHD itulah yang diubah UU No.4 Tahun
[tang fundamental padaperubahan itu, pada dasarnya ditegak-
penerapan satu saham satu suara (one share one vote), kecuali
tukan lain dalamAD. Berdasar fakta ini, selama 134 tahun (1874-
),Hukum Perseroan yang diatur dalam KUHD, hanya mengalami
bahan satu kali saja.
2. KUHD Diganti dengan UU No.1 Tahun 1995
Pada tahun 1995, diterbitkan UU No.1 Tahun 1995 tentang Perseroan
Terbatas (selanjutnya disebut UUPT 1995).15) Terdiri atas 12 Bab (Bab
I-XII) dan 129 pasal (Pasal1-129).
Pasal 128 ayat (1) UUP 1995 menegaskan, Buku Kesatu, Titel
Ketiga, Bagian Ketiga yang terdiri atas Pasal 36 s.d. Pasal 56 KUHD
yang mengatur Perseroan Terbatas berikut segala perubahannya,
terakhir dengan UU No.4 Tahun 1971, dinyatakan tidak berlaku.
Alasan penggantian menurut konsiderans UUPT 1995, antara lain:
1) Ketentuan yang diatur dalam KUHD dianggap tidak sesuai lagi
Peraturan Perseroan Terbatas yang ditentukan dalam KUHD, tidak
sesuai lagi dengan perkembangan ekonomi dan dunia usaha yang
semakin pesat, baik secara nasional maupun intemasional.
2) Mencipta kesatuan hukum dalam Perseroan yang berbentuk
badan hukum (rechtspersoon, legal person, legal entity).
Selanjutnya dikatakan lagi, selain Perseroan sebagai badan hukum
yang diatur dalam KUHD, hingga saat ini masih terdapat badan
hukum lain dalam bentuk Maskapai Andil Indonesia, sebagaimana
yang diatur dalam Ordonansi Maskapai Andel Indonesia (Ordonantie
op de Indonesische Maatschappy, Staatsblad 1939-569 jo. 717).
Oleh karena itu, dalam rangka menciptakan kesatuan (unificatie,
unification) untuk memenuhi kebutuhan hukum bam yang dapat
memicu pembangunan nasional, dan menjamin kepastian penegakan
hukum, perlu dihapuskan dualisme pengaturan hukum tentang
Perseroan.
Selain daripada konsideran yang dikemukakan di atas, dalam
Penjelasan Umum juga dikemukakan hal-hal berikut, antara lain:
• sarana umum pembangunan, antara lain diarahkan kepada
peningkatan kemakmuran rakyat,
• untuk mencapai sasaran tersebut, sarana penunjang antara lain
tatanan hukum yang mampu mendorong dan mengendalikan
berbagai kegiatan pembangunan di bidang ekonomi.

15) Diundangkan pada tanggal 7 Maret 1995.


satu materi hukum yang diperlukan untuk itu adalah
~ di bidang Perseroan Terbatas yang menggantikan ketentuan
k.........., .....

yang lama. Oleh karena itu, kebutuhan akan penataan seluruh


attlran mengenai bidang hukum Perseroan, dirasakan sangat
ndesak.
S,qlain itu dikatakan lagi, KUHD tidak dapat lagi mengikuti dan
¢enuhi kebutuhan perkembangan perekonomian dan dunia usaha.
Clbal perekonomian Indonesia tidak dapat menutup diri terhadap
ngaruh dan tuntutan globalisasi tanpa mengurangi pengaturan
rseroan yang hams tetap bersumber dan setia pada asas perekono-
yang digariskan UUD 1945, yakni asas kekeluargaan. Dengan
·~ian, UUPT 1995 yang akan diberlakukan mengganti ketentuan
g diatur dalam Pasal36-56 KUHD, harus dapat melindungi kepen-
an. setiap pemegang saham dan kreditor, maupun pihak lain yang
?'it serta kepentingan Perseroan itu sendiri.
f;Ial itu diperingatkan dalam Penjelasan Umum, karena kenyataan-
adalam satu Perseroan dapatterjadi "pertentangan" atau benturan
C2:tltingan antara pemegang saham dengan Perseroan atau antara
q:tltingan pemegang saham minoritas dengan pemegang saham
ygritas. Oleh karena itu, kepada pemegang saham minoritas, perlu
hak, antara lain:
j~eminta kepada Direksi agar RUPS diadakan,
meminta kepada Pengadilan Negeri untuk dilakukan Pemeriksaan
jq1annya Perseroan.
Berdasar alasan-alasan yang dikemukakan di ataslah yang menjadi
ar motivasi diundangkan UUPT 1995, sebagai pengganti ketentuan
seroan yang diatur dalam KUHD. UUPT 1995, tidak lagi ditempat-
sebagai bagian dalam KUHD maupun KUH Perdata. Akan tetapi,
merupakan undang-undang yang terpisah dan berdiri sendiri di
KUHD maupun KUH Perdata.
3. UUPT 1995, Diganti dengan UU No. 40 Tabun 2007
Pada tanggal16 Agustus 2007, diundangkan UU No. 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas (UUPT 2007)16) sebagai pengganti UUPT
1995. Hal itu sesuai dengan ketentuan Pasal160 yang berbunyi:
Pada saat undang-undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor
1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas (Lembaran Negara Repub-
lik Indonesia Tahun 1995 Nomor 13, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3587), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

a. Alasan Penggantian
Dasar alasan penggantian UUPT 1995 dengan UUPT 2007 yang dike-
mukakan dalam konsideran maupun dalam Penjelasan Umum, antara
lain seperti yang dijelaskan di bawah ini.
• Perekonomian nasional harus diselenggarakan berdasar asas
demokrasi ekonomi sesuai dengan prinsip kebersamaan, efisiensi,
berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, keman-
dirian, dan kesatuan ekonomi nasional.
• Semua prinsip itu, perlu didukung oleh kelembagaan pereko-
nomian yang kokoh dalam rangka mewujudkan kesejahteraan
masyarakat dalam rangka lebih meningkatkan perkembangan
perekonomian nasional sekaligus memberi landasan yang kokoh
bagi dunia dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di era
globalisasi pada masa mendatang.
• Perlu diadakan undang-undang yang mengatur tentang Perseroan
Terbatas yang dapat mendukung terselenggaranya iklim dunia
usaha yang kondusif.
• Perseroan Terbatas sebagai salah satu pilar pembangunan pereko-
nomian nasionat perlu diberi landasan hukum untuk lebih
memacu pembangunan nasional yang disusun sebagai usaha
bersama atas dasar kekeluargaan.
Selanjutnya dikatakan, UUPT 1995 dipandang sudah tidak sesuai
lagi dengan perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat. Oleh
karena itu, perlu diganti" dengan undang-undang yang bam.
II

16) Lembaran Negara RI Tahilll2007 NomOI 106.


alasan yang disebut padakonsideran dimaksud, diperjelas
dalam Penjelasan Umum, antara lain:
?elama ini hukum Perseroan telah diatur dalam UUPT 1995 sebagai
~ngganti peraturan perundang-undangan yang berasal da:ri
aman kolonial Belanda,
amun dalam perkembangannya, ketentuan UUPT 1995, tidak
memenuhi perkembangan hukum dan kebutuhan
asyarakat, karena keadaan ekonomi serta kemajuan ilmu
p~ngetahuan, teknologi dan informasi sudah berkembang begitu
p~sat, khususnya pada era globalisasi.

§lain daripada itu, perlu diakomodasi tuntutan masyarakat akan


yang cepat, kepastian hukum dan tuntutan pengembangan
yang sesuai dengan prinsip pengelolaan perusahaan yang
corporate governance). Semua hal itu menuntut perlunya
UJ.'\A-.L'....
LLL penyempurnaan UUPT 1995.

O-Hfnn1f"11fJr'11 yang Diakomodasi dalam UUPT 2007


abenar UUPT 2007 telah menampung tuntutan perkembangan
kpnomian, ilmu. pengetahuan, dan teknologi secara substansial.
p.lit untuk menilai apakah pembaruan Hukum Perseroan yang
ur dalam UUPT secara substansiallebih baik dan lebih pasti
dengan UUPT 1995. Juga sulit untuk mengatakan apakah
1[2007 sudah sempurna.dan memuaskan? Untuk itu barang kali
ih tetap relevan ungkapan Poltaris yang mengatakan tidak mung-
wencipta undang-undang yang sempurna. Sebab bagaimanapun
dan sempurnanya undang-undang pada saat dibahas dan
erdebatkan di parlemen, namun pada saat undang-undang itu
9-i3llgkan, pasti akan lang?ung berhadapan dengan seribu satu
<lcam masalah yang sebelumnya tidak diperkirakan dan tidak
prediksi pada saat undang-undang itu dirumuskan.
Barangkali demikianlah keadaan objektif yang akan dihadapi
2007. Dia akan langsung berhadapan dengan berbagai masalah
penerapan, baik disebabkan adanya kekosongan atau celah
kum yang terbuka, rumusan yang terlampau luas (broad term),
kekeliruan perumusan atau pendefinisian (ill defined) maupun kata
atau rumusan yang mengandung ambiguitas (ambiguity).
Apalagi jika dihubungkan dengan realitas perubahan masyarakat
yang sangat cepat (speedy social change) pada saat sekarang, semakin
membuat UUPT 2007 menjadi rumusan kalimat mati ditinggalkan
oleh perubahan masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu, umur UUPT
2007 ini pun kemungkinan besar tidak mampu bertahan lama seperti
yang dialami UUPT 1995, hanya bertahan 12 (dua belas) tahun saja.
Memang pada masa teknologi dan informatika sekarang, secara
objektif dan universal, tidak mungkin menciptakan undang-undang
yang bisa bertahan hidup selama ratusan tahun. Bahkan sulit untuk
mempertahankan undang-undang yang mampu bertahan puluhan
tahun, jika tidak diikuti dengan perubahan atau revisi yang terus-
menerus tanpa henti.
Apabila dikehendaki UUPT 2007 bisa bertahan lama, hams tetap
diikuti dengan langkah-Iangkah yang siap dan waspada melakukan
perubahan sesuai dengan tuntutan perkembangan dan perubahan
nilai-nilai sosial (the development and social change values).
Terlepas dari ungkapan dan adagium yang dikemukakan di atas,
secara objektif ada beberapa perubahan substansi yang terkandung
dalam UUPT 2007, antara lain dapat didiskripsi hal-hal berikut.
(1) Permohonan melalui jasa teknologi secara elektronik untuk
memperoleh Keputusan Menteri atas pengesahan akta Pendirian
Perseroan sebagai badan hukum (Pasal 9 ayat (1)).
(2) Secara elektronik Menteri dapat langsung menyatakan tidak
keberatan atas permohonan pengesahan akta pendirian (Pasal10
ayat (3)).
(3) Memperkenalkan dan membolehkan pembagian dividen interim
(Pasal 72).
(4) Penyusunan rencana kerja tahunan (Pasal 63-65).
(5) Tanggung jawab sosial dan lingkungan (Pasal 74).
(6) RUPS melalui media elektronik dalam bentuk telekonfrensi, vidio
konferensi atau sarana media elektronik lain (Pasal 77 ayat (1)).
(7) Pengambilan keputusan di luar RUPS dalam bentuk circular
resolution (Pasal 91).
engangkatan Direksi. yang tidak memenuhi syarat (Pasal 95).
ggota Direksi bertanggung jawab secara tanggung renteng atas
esalahan yang dilakukan Direksi lain apabila Anggota Direksi
lebih satu orang (Pasal 97 ayat (4)).
9Adanya Dewan Pengawasan Syariah (DPS) disamping Dewan
:Komisaris bagi Perseroan yang menjalankan kegiatan usaha
berdasarkan prinsip syariah (Pasal109 ayat (1)).
Memperkenalkan :Komisaris Independen dan :Komisaris Utusan
(Pasal 120).
)Pembentukan :Komisi oleh Dewan :Komisaris (Pasal 121).
Pengambilalihan saham dalam portepel (Pasal 125 ayat (1)).
Eehgaturan tentang·Pemisahan Perseroan (Spin Off) (Pasal135).
)Pengaturan tentang biaya (Pasal153).
)fffanggung jawab anggota Direksi dan Dewan :Komisaris atas
kesalahan perdata, tidak mengurangi tanggung jawab pidana (Pasal
155).
}Pembentukan fffim Ahli Pemantauan Hukum Perseroan (Pasal

B&luasatt atau Berbaikatt yattg Sigttifikatt


amping UUPT 2007 memperkenalkan hal-hal yang bersifat baru,
apat juga beberapa perluasan atau perbaikan ketentuan yang telah
fpr sebelumnya dalam UUPT 1995, yang penting dicatat antara
sebagai berikut.
Perseroan. yang terdiri atas:
.L'.LU.u.L.L.L.L'U.u.L

Perseroan Terbatas (Pasal1 angka 1);


Perseroan Publik (Pasal1 angka 8);
~.> Perseroan Terbuka (Pasal 1 angka 7).
Memperluas kebolehan mendirikan Perseroan kurang dari 2 (dua)
orang hal ini diatur pada Pasal 7 ayat' (7), meliputi:
Perseroan yang seluruh sahamnya dimiliki oleh negara,
Perseroan yang mengelola bursa efek, lembaga kliring dan
penjaminan, lembaga penyimpanan, dan lembaga lain sebagai-
mana yang diatur dalam Undang-Undang Pasar Modal.
Pengesahan Menteri, menjadi :Keputusan Pengesahan Menteri
(Pasal 9 ayat (1)).
(4) Penentuan batas waktu permohonan Keputusan Pengesahan
kepada Menteri:
• paling lambat 60 (enam puluh) hari dari Akta Pendirian
ditandatangani (Pasall0 ayat (1));
• apabila tidak diajukan dalam jangka waktu tersebut Akta
Pendirian menjadi batal (Pasall0 ayat (9)).
(5) Memperjelas secara sistematik tanggung jawab pendiri atas
perbuatan hukum yang dilakukan calon pendiri untuk kepen-
tingan Perseroan yang belum memperoleh status badan hukum
(Pasal 13)).
(6) Menambah jumlah nama Perseroan yang tidak boleh dipakai dari
2 (dua) pada UUPT 1995, menjadi a s.d. f pada UUPT 2007 (Pasal
16).
(7) Membolehkan tempat kedudukan Kantor Pusat di Desa, sepanjang
AD mencantumkan nama Kota atau Kabupaten dari Desa tersebut
(Penjelasan Pasal17 ayat (1)).
(8) Memperbaiki dan memperjelas sistem dan jangka waktu
pengajuan permohonan persetujuan perubahan AD (Pasal 21).
(9) Kewajiban mengubah AD apabila Perseroan telah memenuhi
modal dan jumlah pemegang sahamnya telah memenuhi kriteria
sebagai Perseroan Publik (Pasal 24 ayat (1)).
(10)Daftar Perseroan diselenggarakan MENHUK & HAM (Pasal29).
(11 )Ketentuan mengenai pengumuman dalam Tambahan Berita
Negara oleh Menteri (Pasal 30).
(12)Perubahan jumlah modal dasar dari Rp20.000.000,- (UUPT 1995),
menjadi Rp50.000.000.- (Pasa! 32 ayat (1)).
(13)Memperbaiki sistem kewajiban penyetoran modal yang
ditempatkan (Pasal 34 ayat (1)):
• modal ditempatkan paling. sedikit 25% dari modal dasar,
• keseluruhan modal ditempatkan wajib disetor seluruhnya,
sebelum Perseroan disahkan menjadi badan hukum.
(14)Memperjelas aturan tata cara dan syarat pembelian kembali saham
yang telah dikeluarkan (Pasal 37).
(15)Memperjelas ketentuan dan syarat pengurangan modal (Pasal44).
(16)Memperjelas dan memperluas ketentuan mengenai saham (Pasa!
48-Pasal 62).
)Iy1enambah ketentuan tentang Rencana Kerja di samping Laporan
jfahunan dan Penggunaan Laba (Pasal 63-Pasal 65).
)Mengatur lebih sistematik syaratkuorum dan tata cara pelaksanaan
RUPS pertama, dan kedua apabila rapat pertama tidak mencapai
kuorum (Pasal 79-Pasal 82).
)Memperluas dan memperjelas fungsi, pembagian fungsi dan
tanggung jawab Direksi (Pasal 72-Pasal 75).
')Renegasan mengenai sistem kolegialDireksi (Pasal 98).
)Mengatur lebih jelas apa saja kewajiban Direksi (Pasal100-Pasal
102).
)l}I.1engatur pelepasan tanggung jawab Direksi apabila dapat
Djlembuktikan hal-hal yang disebut Pasal 104.
engatur lebih luas klasifikasi tata cara pemberhentian anggota
ireksi (Pasal 105).
e,l1egasan bahwa Dewan Komisaris, tidak bersifat kolegial, tetap
(ljelis(Pasal 108).
e,ngatur tata cara pembatalan pengangkatan anggota Dewan
gmisaris yang tidak memenuhi syarat (Pasal 112).
l}I.1engatur lebih jelas mekanisme pemberian persetujuan dan
bantuan Dewan Komisaris kepada Direksi (Pasal 117).
Mengatur lebih jelas dan pasti tata cara Penggabungan, Pengam-
bilalihan, Peleburan dan Pemisahan (Pasal 122-Pasal 137).
)Penambahan dasar alasan pembubaran Perseroan (Pasal 142).
)Mengatur lebih sempurna tata cara pembubaran Perseroan untuk
setiap alasan (Pasal 143-Pasal 150).

Peraturan Pelaksanaan Pendukung UUPT 2007


sempurnaan pelaksanaan UUPT 2007, dalam operasional, masih
mbutuhkan beberapa peraturan pemerintah (selanjutnya PP)
upun Peraturan Menteri (selanjutnya PERMEN). Hal itu disebutkan
pasal-pasal tertentu seperti yang dijelaskan di bawah ini.
tentang tata cara pengajuan dan pemakaian nama Perseroan
(Pasa19 ayat (14)).
PERMEN tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Keputusan
Pengesahan Perseroan memperoleh status badan hukum (Pasal 5
ayat (1)).
(3) PERMEN tentang aturan Daftar Perseroan (Pasal29 ayat (5)).
(4) PP tentang Perubahan Besarnya Modal Dasar (Pasal32 ayat (3)).
(5) PP tentang besamya jumlah nilai keuangan Perseroan yang wajib
diserahkan laporannya oleh Direksi kepada akuntan publik (Pasal
68 ayat (6)).
(6) PP tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (Pasal74 ayat
(4)).
(7) PP tentang Penggabungan, Peleburan, atau Pengambilalihan (Pasal
134).
(8) PP tentang Pemisahan (Pasal 136).
Demikian gambaran umum eksistensi Perseroan dalam sistem
hukum Indonesia. Serta demikian pula gambaran singkat mengenai
profil UUPT 2007. Profil UUPT 2007 itulah yang akan dibicarakan
dan diulas secukupnya dalam uraian selanjutnya.
Cara pembahasannya dilakukan berurutan berdasar Bab yang
terdapat dalam UUPT 2007, mulai dari Bab I sampai Bab XlV. Seperti
diketahui UUPT 2007 terdiri atas 14 (empat belas) Bab, dan 161
(seratus enam puluh satu) pasal. Hal itulah yang akan dibahas sepanjang
yang dianggap relevan untuk diketahui.

I
II
~ PRIN~IP UMUM
PER~ER()A.N
fu<~Z$ $< ;:,c",00Y?~7!i+", im ~/i;J/('@==;;;X
_ _4#~_""'=~"",_'0:_ 0_~="," 0",,=~4"

A;1;Jah ini, akan dibicarakan beberapa prinsip umum atau ketentuan


Perseroan; Sebelum membahas .lebih lanjut substansi hukum
eroan yang. terkandung dalam UUPT 2007, dianggap perlu lebih
memberi gambaran umum mengenai Perseroan sebagai badan
(rechtspersoon, legal entity). Pemahaman mengenai ketentuan
m, merupakan landasan untuk memudahkan menangkap makna
yang diatur dalam batang tubuh UUPT 2007.
~~bl1bungan dengan itu, terdapat beberapa prinsip umum yang
'Acli Jandasan eksistensi Perseroan yang perlu dijelaskan, seperti
akan dikemukakan pada uraian selanjutnya

PERSEROAN SEBAGAI BADAN HUKUM lAHIR DARI


PROSES HUKUM
1 angka 1 UUPT 2007, berbunyi:
Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan
uNum yang merupakan persekutuan modat didirikan berdasar
erTanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang
luruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi' persyaratan yang
itetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelak-
sanaannya.
Bertitik dari ketentuan Pasall angka 1 di atas, elemen pokok yang
lamrkan suatu Perseroan sebagai badan hukum (rechtspersoon, legal
t'lllegal entity), harus terpenuhi syarat-syarat berikut.
1. Merupakan Persekutuan Modal
Perseroan sebagai badan hukum memiliki "modal dasar" yang disebut
juga authorized capital, yakni jumlah modal yang disebutkan atau
dinyatakan dalam Akta Pendirian atau AD Perseroan. 1)
Modal dasar tersebut, terdiri dan terbagi dalam saham atau sero
(aandelen, share, stock). Modal yang terdiri dan dibagi atas saham itu,
dimasukkan para pemegang saham dalam status mereka sebagai
anggota perseroan dengan jalan membayar saham tersebut kepada
Perseroan. Jadi, ada beberapa orang pemegang saham yang bersekutu
mengumpulkan modal untuk melaksanakan kegiatan perusahaan
yang dikelola Perseroan. Besarnya modal dasar Perseroan menurut
Pasal31 ayat (1) UUPT 2007, terdiri atas seluruh "nilai nominal" saham.
Selanjutnya menurut Pasal 32 ayat (1) tersebut, modal dasar Perseroan
paling sedikit Rp50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).
Sebenarnya, persekutuan yang terjadi dalam Perseroan sebagai
badan hukum, bukan hanya persekutuan modal, tetapi juga perseku-
tuan para anggota yang terdiri dari pemegang saham (aandeelhouder,
shareholder). Namun yang lebih menonjol adalah persekutuan modal,
dibanding dengan persekutuan orang atau anggotanya sebagaimana
yang terdapat dalam Persekutuan yang diatur dalam Pasal1618 KUH
Perdata.

2. Didirikan Berdasar Perjanjian


Perseroan sebagai badan hukum, didirikan berdasar "perjanjian".
Demikian penegasan bunyi Pasal 1 angka 1 UUPT 2007.
Kalau begitu, pendirian Perseroan sebagai persekutuan modal di
antara pendiri danl atau pemegang saham, harus memenuhi ketentuan
hukum perjanjian yang diatur dalam Buku Ketiga KUH Perdata,
khususnya Bab Kedua, Bagian Kesatu tentang Ketentuan umum
perjanjian (Pasal1313-1319) dan Bagian Kedua tentang syarat-syarat
sahnya perjanjian (Pasal1320-1337), serta Bagian Ketiga tentang akibat
perjanjian (Pasal 1338-1341).

1) Syahrul, S.B., Muhammad Afni Nazar, S.H., Ardiyas, Kamus Lengkap Ekonomi, Citra
Harta Prima Jakarta, Cetakan Pertama, 2000, him. 98.
I:}erarti, ditinjau dari segi hukum perjanjian, pendirian Perseroan
agai badan hukum, bersifat IJ'kontraktual" (contractual,·by contract),
. berdirinya Perseroan merupakan akibat yang lahir dari perjan-
'-''-'-L'''~ bersifat kontraktual, juga bersifat IJ'konsensual" (consensuel,
LLL.;

ensual) berupa adanya kesepakatan untuk mengikat perjanjian


dirikan Perseroan.
Sesuai dengan ketentuan Pasal 27 ayat (1) UUPT 2007, supaya
janjian untuk mendirikan Perseroan sah menurut undang-undang,
tt<iirinya paling sedikit 2 (dua) lJ'orang" atau lebih. Hal itu ditegaskan
da penjelasan Pasal 27 ayat (1) alinea kedua, bahwa prinsip yang
~;~ll berdasar undang-undang ini, Perseroan sebagai badan hukum
~f~1>an berdasar perjanjian, oleh karena itu mempunyai lebih dari
orang pemegang· saham..
A-dapun yang dimaksud dengan orang menurut Penjelasan
aksud, adalah:
rang perseorangan (naturlijke persoon, natural person) baik warga
egara maupun lJ'orang asing",
adan hukum Indonesia. atau badan. hukumasing.
Ketentuan yang digariskan Pasal 7 ayat (1) maupun Penjelasan
al itu, sesuai dengan yang ditentukan Pasal 1313 KUH Perdata.
~perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana seseorang atau
ih; mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.
~~lanjutnya menurut Pasal1320 KUH Perdata, agar perjanjian pen-
Perseroan.itu sah, harus memenuhi;syarat adanya kesepakatan
~gnkomst, agreement), kecakapan (bevoegdheid, competence), untuk
suatu perikatan, mengenai suatu hal tertentu (bepalde
fixed subject matter), dan suatu sebab Yang halal (geoorloofde
allowed cause).
A-pabila perjanjian itu sah, maka berdasar· Pasal 1338 KUH
perjanjian pendirian Perseroan itu, mengikat sebagai undang-
kepada mereka.

lV1~lakukanKegiatan Usaha

dengan ketentuanPasal2 UUPT 2007, suatu Perseroan harus


Inpunyai maksud dan tujuan serta kegiatan usaha. Seterusnya pada
Pasal 18 UUPT 2007 ditegaskan, maksud dan tujuan serta kegiatan
usaha itu, harus dicantumkan dalam AD Perseroan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Berdasar Penjelasan Pasal 18, maksud dan tujuan merupakan
IIusaha pokok" Perseroan. Sedang IIkegiatan usaha" merupakan IIke_
giatan yang dijalankan" oleh Perseroan dalam rangka mencapai mak-
sud dan tujuan:
• kegiatan usaha hams IIdirind" secara jelas dalam AD,
• dan rindan tersebut tidak boleh bertentangan dengan undang-
undang.
Kalau begitu, suatu Perseroan yang tidak mempunyai kegiatan
usaha, dianggap tidak eksis lagi. Meskipun dalam AD ada dicantumkan
secara rind kegiatan, namun apabila kegiatan yang disebut dalam AD
tidak ada aktivitasnya, pada dasarnya Perseroan itu dianggap tidak
eksis lagi sebagai badan hukum. Dalam keadaan yang seperti itu, lebih
baik Perseroan itu dibubarkan" berdasar keputusan RUPS oleh para
II

pemegang saham berdasar Pasal142 ayat (1) huruf a jo. Pasal142 ayat
(3) UUPT 2007, maupun berdasar putusan Pengadilan sesuai ketentuan
Pasal 142 ayat (1) huruf c jo. Pasal 146 UU ini.

4. Lahirnya Perseroan Melalui Proses Hukum dalam Bentuk


Pengesahan Pemerintah
Kelahiran Perseroan sebagai badan hukum (rechtspersoon, legal entity),
karena didpta atau diwujudkan melalui proses hukum (created by
legal process) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pengertian badan hukum berasal dari Latin yang disebut Corpus
atau Body. Dia berbeda dengan manusia perorangan (human being).
Kelahiran manusia sebagai badan hukum, melalui proses alamiah (na-
tural birth process). Sebaliknya, Perseroan lamr sebagai badan hukum,
tercipta melalui proses hukum. Itu sebabnya Perseroan disebut
makhluk badan hukum yang berwujud artifisial (kumstmatig, artificial)
yang didpta negara melalui proses hukum:
• untuk proses kelahirannya, harus memenuhi syarat-syarat yang
ditentukan peraturan perundang-undangan,
apabila persyaratan tidak terpenuhi, kepada Perseroan yang
tbersangkutan tidak diberikan keputusan Pengesahan untuk
,erstatus sebagai badan hukum oleh Pemerintah, dalam hal ini
MENHUK & HAM.
Jadi, proses kelahirannya sebagai badan hukum, mutlak didasar-
pada Keputusan Pengesahan oleh Menteri. Hal itu ditegaskan pada
7 ayat (2) UUPT 2007 yang berbunyi:
Fperseroan memperoleh status badan hukum pada tanggal diterbit-
\lcannya Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum
'Perseroan.
F
I 'Keberadaannya sebagai badan hukum dibuktikan berdasar Akta
dirian yang di dalamnya tercantum AD Perseroan. Apabila AD
mendapat "pengesahan" Menteri, Perseroan menjadi "subjek
Urn korporasi" (subject to corporation law). Pada dasarnya, sifat
·stensinya sebagai subjek hukum Perseroan, adalah terus-menerus
apadi (perpetual), terutama apabila jangka waktunya dalam AD
ditentukan batasnya (indefinitive), boleh dikatakan keberada-
)ffl abadi. Bahkan sekiranyapun dalam AD ditentukan jangka
tuberdirinya hal itu tidak mengurangi keabadiannya untuk jangka
tu tersebut. Kematian, pengalihan dan berhentinya pemegang
am dan diberhentikan atau diganti anggota Direksi maupun karya-
.Perseroan, semua peristiwa itu tidak mempengaruhi dan tidak
~mbulkan akibat terhadap kelanjutan hidup dan eksistensi
. $.~:rQan. 2)
iFRerseroan sebagai makhluk atau subjek hukum artifisial disahkan
hmegara menjadi badan hukum memang tetap tidak bisa dilihat
tidak dapat diraba (invicible and intangible). Akan tetapi, eksis-
,$inya riil ada sebagai subjekhukum yang terpisah (separate) dan
't~(independent)dari perniliknya atau pemegang sahamnya maupun
i pengurus dalam hal ini Direksi Perseroan. Secara terpisah dan
~menden Perseroan melalui pengurus dapat melakukan perbuatan
um (rechtshandeling, legal act), seperti melakukan kegiatan untuk

Rutze1 MSJD es, Conteraporary Business Law, Fourth Edition, Me Graw Hill, Publishing
Company, 1990, hlm. 821.
dan atas nama Perseroan membuat perjanjian, transaksi, menjual aset
dan menggugat atau digugat serta dapat hidup dan bernapas sebagai-
mana layaknya menusia (human being) selama jangka waktu berdirinya
yang ditetapkan dalam AD belum berakhir. Membayar pajak atas
namanya sendiri. Namun tidak bisa dipenjarakan, akan tetapi dapat
menjadi subjek perdata maupun tuntutan pidana dalam bentuk hu-
kuman denda". Utang Perseroan menjadi tanggung jawab dan kewa-
II

jiban Perseroan, dalam kedudukan dan kapasitasnya sebagai badan


hukum atau entitas yang terpisah (separate entity) dan independen
dari tanggung jawab pemegang saham. 3)
Mengenai bagaimana proses kelahiran dan eksistensi Perseroan
sebagai badan hukum, akan dijelaskan lebih lanjut dalam pembahasan
yang berkenaan dengan pendirian Perseroan.

B. KlASIFIKASI PERSEROAN
Mengenai klasifikasi Perseroan yang diatur dalam UUPT 2007, tersurat
dan tersirat pada Pasal 1 angka 6 dan Pasal 1 angka 7. Berdasar
ketentuan pasal dimaksud, klasifikasi Perseroan, dapat dijelaskan
dalam uraian di bawah ini.

1. Perseroan Tertutup
Perseroan, pada dasarnya adalah badan hukum yang memenuhi syarat
ketentuan Pasal 1 angka 1 UUPT 2007. Dia merupakan persekutuan
modal yang terbagi dalam saham. Didirikan berdasar perjanjian di
antara pendiri atau pemegang saham, serta melakukan kegiatan usaha,
dan kelahirannya juga melalui proses hukum yang dikukuhkan
berdasar keputusan Pengesahan oleh MENHUK & HAM.
Akan tetapi meskipun demikian, terdapat beberapa ciri yang
menjadi karakternya jika dibandingkan deng'an klasifikasi Perseroan
lain. Pada Perseroan tertutup terdapat ciri khusus, antara lain:
• biasanya pemegang sahamnya "terbatas" dan "tertutup" (besloten,
close). Hanya terbatas pada orang-orang yang masih kenal-me-

..
3) Ibid., Rutzel MS JD CS, hIm 825
ngenal atau pemegang sahamnya hanya terbatas di antara mereka
f.illg masih ada ikatan keluarga, dan tertutup bagi orang luar;
gham Perseroan yang ditetapkan dalam AD, hanya sedikit
ahnya, dan dalam AD, sudah ditentukan dengan tegas siapa
yang boleh menjadi pemegang saham;
sahamnya juga hanya atas nama (aandeel op nam, registered share)
atas.orang,-orang tertentu secara terbatas.
Berdasar karakter yang demikian, Perseroan yang semacam ini
But dan diklasifikasi Perseroan yang bersifat "tertutup" (besloten
nootschap, close corporation). Atau disebut juga Perseroan Terbatas
ua.rgalfamalie vennootschap, corporate family).
Perseroan Tertutup, pada dasarnya tidak berbeda dengan
~e'r(jan"perorangan". Bahkan mirip dengan perusahaan perse-
ganyang dikenal dalam kehidupan masyarakat dengan bentuk
usahaan Dagang (PD) atau Usaha Dagang (UD) yang benar-benar
l,lsahaan perorangan (Sole proprietorship). Perusahaan yang dipim-
diurus dan dioperasikan sendiri oleh pemilik.
i

,Perseroan Terbatas yang tertutup, dalam kenyataan praktik, dapat


aJ.diklasifikasi lagi, yang terdiri atas:
'i;,·-,j

[;'iyurni Tertutup
·.,ferseroan Terbatas yang murni tertutup, dapat dijelaskan sebagai
kut:
¥~g boleh menjadi pemegang saham benar-benar terbatas dan
J~rtutup secara mutlak, hanya terbatas pada lingkungan teman
f¢rfentu atau anggota keluarga tertentu saja,
,~ah.amnya diterbitkan atas nama orang-orang tertentu dimaksud,
dalam AD ditentukan dengan tegas, pengalihan saham, hanya
Boleh dan terbatas di antara sesama pemegang saham saja.
ltusebabnya, Perseroan Terbatas yang tertutup yang seperti ini,
EiBpf murni tertutup atau absolut tertutup. Tidak diberi ruang gerak
(lda orang luar untuk menjadi pemegang saham.

..
b. Sebagian Tertutup, Sebagian Terbuka
Tipe lain Perseroan Terbatas bersifat tertutup yang dijumpai dalam
praktik adalah yang tidak murni atau tidak absolut tertutup. Coraknya,
sebagian tetap tertutup, dan sebagian lagi terbuka dengan acuan
sebagai berikut:
• seluruh saham Perseroan, dibagi menjadi dua kelompok,
• satu kelompok saham tertentu, hanya boleh dimiliki orang atau
kelompok tertentu saja. Saham yang demikian, misalnya dikelom-
pokkan atau digolongkan saham istimewa", hanya dapat dimiliki
/I

orang tertentu dan terbatas,


• sedang kelompok saham yang lain, boleh dimiliki secara terbuka
oleh siapa pun.
Demikian dengan singkat penjelasan Perseroan Terbatas yang
bersifat tertutup. Tipe Perseroan Terbatas yang seperti ini yang banyak
jumlahnya di Indonesia.

2. Perseroan Publik
Pasal 1 angka 8 UUPT 2007, berbunyi:
Perseroan publik adalah Perseroan yang telah memenuhi kriteria
jumlah pemegang saham dan modal disetor sesuai dengan ketentuan
peraturan.
Rujukan peraturan perundang-undangan yang dimaksud Pasal
1angka 8 UUPT 2007 adalah UU No.8 Tahun 1995 tentang Pasar
Modal (selanjutnya, UUPM) dalam hal ini Pasal 1 angka 22. Menurut
pasal ini, agar Perseroan menjadi Perseroan Publik, harus memenuhi
kriteria sebagai berikut:
(1) saham Perseroan yang bersangkutan, telah dimiliki sekurang-
kurangnya 300 (tiga ratus) pemegang saham,
(2) memiliki modal disetor (gestort kapital, paid up capital) sekurang-
kurangnya Rp3.000.000.000,- (tiga miliar rupiah),
(3) atau suatu jumlah pemegang saham' dengan jumlah modal disetor
yang ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah.
Faktor yang disebut di ataslah yang menjadi landasan hukum me-
nentukan kriteria suatu Perseroan menjadi Perseroan Publik. Apabila

.. Hukum Perseroan Terbatas


~gang sahamnya telah mencapai 300 (tiga ratus) orang, dan modal
dai mencapai Rp3.000.000.000,- Perseroan tersebut telah memenuhi
e:riasebagai Perseroan Publik.
K.a1au Perseroan telah memenuhi kriteria yang disebut di atas,
serban itu harus mematuhi ketentuan Pasal 24 UUPT 2007.
numt pasal ini:
Perseroan yang telah memenuhi kriteria sebagai Perseroan Publik,
wajib mengubah AD menjadi Perseroan Terbuka (Perseroan Tbk),
pembahan AD dimaksud, harus dilakukan dalam jangka waktu
30 (tiga puluh) hari terhitung sejak terpenuhi kriteria tersebut,
~~lanjutnya, Direksi Perseroan "wajib" mengajukan pernyataan
pendaftaran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
di bidang Pasar Modal.

RerseroanTerbuka (Perseroan Tbk)


ClSifikasi atau tipe yang ketiga adalah Perseroan Terbuka (Perseroan
k)~ sebagaimana yang dinyatakan pada Pasal1 angka 7 UUPT 2007,
giMerbunyi:
fefseroan Terbuka adalah Perseroan Publik atau Perseroan yang me-
lfikukan penawaran umum saham, sesuai dengan ketentuan peraturan
fJerundang-undangan di bidang pasar modal.
yang dimaksud dengan Perseroan Tbk menurut Pasal1 angka
2007, adalah:
t:el~Se]rOan Publik yang telah memenuhiketentuan Pasal 1 angka
UU No.8 Tahun 1995 yakni memiliki pemegang saham
~ekurangnya 300 (tiga ratus) orang, dan modal disetor sekurang-
1<urangnya Rp3.000.000.000,- (tiga miliar rupiah),
perseroan yang melakukan penawaran umum (public offtering)
saham di Bursa Efek. Maksudnya Perseroan tersebut, menawarkan
menjual saham atau efeknya kepada masyarakat luas. 4)
Emiten yang boleh melakukan penawaran umum. Menurut
6 UUPM, Emiten adalah pihak yang melakukan pena-

arzuki Usman, Singgih Riphat, Syahrir, Pengetahuan Dasar PasarModal, Istibat Braker
Indonesia, 1997, WIn. 127.
waran umum, dan penawaran umum baru dapat dilakukan Emiten,
setelah lebih dulu mendaftar ke Badan Pengawasan Pasar Modal
(BAPEPAM). Sesuai dengan ketentuan Pasal 3 UUPM, BAPEPAM
berfungsi melakukan pembinaan, pengaturan, dan pengawasan
sehari-hari kegiatan Pasar Modal. BAPEPAM berada di bawah dan
bertanggung jawab kepada Menteri Keuangan.
Mengenai tata cara pendaftaran Perseroan Tbk dalam rangka
melakukan penawaran umum (public offering) saham yang diterbit-
kannya, dapat dijelaskan secara ringkas, antara lain sebagai berikut.

a. Setiap Perseroan Publik yang Hendak Melakukan Penawaran


Umum, HWajib" Mendaftarkan Diri Kepada BAPEPAM
• Atas pendaftaran itu BAPEPAM memberi "efektifnya" Pernyataan
Pendaftaran tersebut berupa Formulir No. IX A2
• Atas penerimaan formulir No. IX A2, Perseroan Publik yang ber-
sangkutan memiliki "legalitas" untuk melakukan penawaran
umum.
• Selanjutnya Penjamin Emisi (underwriter) yakni Lembaga
penunjang pasar modal yang berperan sebagai pinjaman emisi
atau penjualan saham pada waktu pasar perdana, yang membuat
Penawaran Umum bagi kepentingan Emiten (Pasal 1 angka 17
UUPM).
• Selanjutnya Pinjaman Emisi "wajib" melakukan kegiatan Pena-
waran Umum efek ke BAPEPAM untuk memperoleh gambaran
tingkat efektivitas Penawaran Umum (dengan menggunakan
Formulir Khusus IX A-2-2).

b. Bentuk dan lsi Pendaftaran


Berdasar Pasal 1 angka 19 UUPM, Pernyataan Pendaftaran adalah
dokumen yang wajib disampaikan kepada BAPEPAM oleh Emiten
dalam rangka Penawaran Umum:
• bentuk dan isi Pernyataan Pendaftaran adalah dokumen menurut
Peraturan Nomor IX B1, sebagai pengganti keputusan Ketua
BAPEPAM No. KEP-20/PM/1991;

~lill,Li"i- - - - - - -
••• ••••••••••••• d
ketentuan ini terdapat sebanyak 20 (dua puluh) aspek yang
\:A.LU.U-L.LI

hams diperhatikan;
harus meneakup semua "informasi" dan "faktamaterial" mengenai
Perseroan Publik tersebut, yang dapat "mempengaruhi"
keputusan pemodal atauinvestor untuk membeli saham atau efek
yang ditawarkan.

Infonnasi dan Fakta Material yang Perlu dan Layak Diketahui


Investor
'Keterangan, bahwa pendaftaran telah diajukan ke BAPEPAM
,:7\...
QU-U.Ldengan UU PM dan ketentuan pelaksanaannya.
Pernyataan, bertanggung jawab sepenuhnya atas kebenaran semua
informasi dan kewajaran pendapat yang diungkapkan dalam
Pernyataan Pendaftaran.
Pernyataan, bahwa semua lembaga dan Profesi Penunjang Pasar
Modal yang disebut dalam Pernyataan Pendaftaran, bertanggung
penuh atas data yang disajikan dan relevan dengan fungsi
sesuai dengan peraturan yang berlaku, kode etik, norma
.LLL\..-..L\..-.L',U

standar profesi.
Nama lengkap, alamat perusahaan, logo perusahaan, nomor
telepon /telek/faksimil, nomor kotak kantor pos dan kegiatan
Perseroan Publik dan Kantor Perwakilannya.
Struktur modal saham pada saat Pernyataan Pendaftaran diajukan
ineliputi:
modal dasar(authorized capital);
modal ditempatkan (subscribed capital);
modal disetor penuh (paid up capital);
juinlah dan nilai total, saham;
informasi mengenai maksud Perseroan atau pemegang saham
untuk mengeluarkan atau meneatatkan saham dalam waktu
12 (dua belas) bulan setelah tanggal penyerahan Pernyataan
Pendaftaran.
Keterangan tentang reneana struktur modal saham pada tanggal
Pernyataan Pendaftaran, yang diserahkan dalam bentuk tabel yang
meneakup:
a) modal dasar, modal ditempatkan dan modal disetor;
b) rincian kepemilikan saham oleh pemegang saham yang
memiliki 5% atau lebih, Direksi dan Komisaris;
c) saham dalam simpanan (portepel) yang mencakup jumlah
saham dan nilai nominalnya.
7) Analisis dan pembahasan oleh manajemen secara singkat tentang:
a) kecenderungan yang diketahui, permintaan-permintaan,
ikatan-ikatan, kejadian-kejadian atau ketidakpastian yang
mungkin dapat mengakibatkan terjadinya peningkatan atau
penurunan yang material terhadap likuiditas Perseroan;
b) analisis atau pembahasan mengenai ikatan yang material untuk
investasi barang modal dengan penjelasan tentang tujuan
perikatan-perikatan tersebut, serta sumber dana yang diharap-
kan memenuhi perikatan-perikatan ·dimaksud;
c) analisis mengenai seberapa jauh hasil usaha atau keadaan
keuangan Perseroan pada masa yang akan datang:
• menghadapi risiko fluktuasi kurs dan suku bunga;
• memberikan keterangan tentang semua pinjaman dan
perikatan tanpa proteksi kurs, yang dinyatakan dalam
mata uang asing atau suku bunganya tidak ditentukan
lebih dahulu.
d) analisis tentang perkembangan material yang diperkirakan
akan terjadi meliputi:
• kecenderungan keadaan persaingan;
• ketidakpastian yang diketahui dapat menyebabkan infor-
masi keuangan yang telah dilaporkan tidak memberikan
indikasi atas hasil usaha dan keadaan keuangan pada masa
yang akan datang;
e) uraian kejadian transaksi yang tidak normal terjadi atau pe-
rubahan penting dalam ekonomi yang dapat mempengaruhi
jumlah pendapatan yang dilaporkan dalam laporan keuangan
yang telah diperiksa akuntan;
f) pembahasan, jika laporan keuangan dalam Pernyataan
Pendaftaran mengungkapkan peningkatan material dari
penjualan atau pendapatan bersih serta laba operasi Perseroan
selama 3 (tiga) tahun atau selama perusahaan menjalankan
usaha jika kurang dari 3 (tiga) tahun;
bahasan tentang prospek perusahaan dan proyeksi keuangan
yang diungkapkan hams dipersiapkan dengan seksama serta
objektif berdasar asumsi yang layak.
Risiko usaha, disusun berdasar bobot risiko yang dihadapi, antara
lain:
a) risiko peperangan,
b) pasokan bahan baku,
c) ketentuan negara lain atau intemasional, dan
d) kebijakan pemerintah.
Kejadian penting setelah tanggallaporan akuntan.
) Keterangan tentang Perseroan atau perusahaan, meliputi:
a) Riwayat singkat perseroan, yang berisi penjelasan:
1) Pendirian Perseroan:
• tanggal pendirian;
• pemegang saham;
• nama lengkap dan kegiatan usahanya;
• sifat dan akibat kepailitan perwakilan atau proses
sejenis;
• uraian mengenai sifat dan akibat strukturisasi, peng-
gabungan atau konsolidasi perusahaan afiliasi yang
penting;
• aktiva yang materiil yang dibeli di luar kegiatan usaha
biasa;
• perubahan penting dalam menjalankan kegiatan
usaha.
2) Kronologis singkat dokumen hukum yang berkaitan
dengan:
• pendirian, dan
• perubahan penting.
3) Perubahan kepemilikan saham setelah -pendirian.
4) Kejadian yang berkenaan dengan perkembangan
perusahaan:
• perubahan sarana produksi,
• penggunaan teknologi bam.
S) Perjanjian penting yang menyangkut:
• lisensi,
•pembeli utama,
•penunjukan agen atau distributor tunggal produk
penting, dan
• perjanjian teknis.
6) Gambaran semua sarana dan prasarana yang dikuasai
seperti tanah, gudang pabrik serta status hukumnya.
7) Hubungan dengan perusahaan lain:
• berdasar kepemilikan,
• berdasar pemegang saham yang sama, atau
• faktor lain.
b) Pengurusan dan Pengawasan:
1) nama anggota Direksi dan Komisaris (disertai foto);
2) uraian singkat identitas anggota Direksi dan Komisaris:
a) kewarganegaraan,
b) umur (tanggallahir),
c) jabatan sekarang dan sebelumnya,
d) pengalaman kerja serta usaha yang relevan, dan
e) pendidikan, sekolah bidang studi dan tahun tamat
belajar.
c) Sumber Daya Manusia (SDM)
1) rincian pegawai menurut jabatan dan pendidikan,
2) nama pendidikan atau latihan,
3) tenaga kerja asing Gika ada), dan
4) sarana kesejahteraan (jika ada), meliputi pengobatan,
transportasi, perjanjian tenaga kerja, Jamsostek, koperasi
dan dana pensiun.
11) Kegiatan dan Prospek Usaha:
a) penjelasan mengenai sumber dan ketersediaan bahan baku
serta tingkat ketergantungan pada permasalahan tertentu;
b) penjelasan mengenai proses produksi dan pengendalian mutu,
uraian umum tentang status pengembangan produksi dan jasa
tertentu serta apakah pengembangan itu memerlukan investasi
yang relatif berarti;
c) kapasitas dan hasil produksi selama 5 (lima) tahun terakhir,
atau sejak Perseroan berdiri jika masih kurang 5 (lima) tahun;
d) produk dan jasa utama Perseroan;

Mill'i d
masa berlaku paten, merek, lisansi, franchise, konsesi serta
pentingnya hal-hal itu bagi perusahaan;
besarnya ketergantungan perusahaan terhadap satu atau
sekelompok pelanggan;
sifat musiman dari kegiatan usaha Gika ada);
kegiatan usaha sehubungan dengan modal kerja yang
menimbilkan risiko khusus:
• memiliki persediaan dalam jumlah besar;
• kemungkinan terjadi pengembalian barang-barang
dagangan;
• pemberian pelanggaran mengenai syarat pembayaran
kepada pelanggan;
uraian tentang pesanan:
• menumpuk atau tidak,
• perkembangan pesanan dalam 3 (tiga) tahun terakhir, dan
• kemungkinan penumpukan pesanan masa yang akan
datang;
ketergantungan kontrak dengan Pemerintah;
keadaan persaingan;
informasi singkat mengenai pengeluaran riset dan pengem-
bangan;
m) uraian tentang pemasaran, meliputi:
• daerah pemasaran produksi,
• sistem penjualan dan distribusi,
• data mengenai angka-angka penjualan perusahaan yang
dinyatakan dalam rupiah;
prospek perusahaan sehubungan dengan industri, ekonomi
secara umum dan pasar internasional.
) Ikhtisar data keuangan penting:
penjelasan laporan keuangan merupakan stimber data;
penjelasan laporan keuangan telah diperiksa atau tidak oleh
akuntan;
data yang diajukan konsisten dengan laporan keuangan
dengan menjelaskan akun yang dipergunakan;
laporan keuangan yang relevan dengan usaha atau industri
yang bersangkutan.
13) Ekuitas
Keterangan mengenai akuitas berdasar laporan keuangan yang
diperiksa akuntan:
a) tabel ekuitas yang menurut neraca ekuitas pertanggallaporan
keuangan sebelum periode yang disajikan dalam laporan
keuangan;
b) uraian secara kronologis yang menggambarkan perubahan
struktur permodalan dalam perusahaan-perusahaan:
" perubahan modal dasar, dan
" perubahan modal disetor dan nilai nominal persaham;
c) perubahan struktur permodalan yang terjadi setelah tanggal
laporan keuangan terakhir Gika ada).
14) Kebijakan deviden:
a) informasi deviden yang direncanakan, dan
b) rentang jumlah persentase deviden yang direncanakan
dikaitkan dengan laba biasa.
15) Perpajakan:
a) pajak yang berlaku baik bagi pemodal maupun perusahaan,
dan
b) fasilitas khusus perpajakan yang diperoleh.
16) Nama dan alamat lembaga profesi penunjang Pasar Modal Gika
ada).
17) Pendapat dan laporan pemeriksaan dari segi hukum:
a) keabsahan akta pendirian serta AD dan perubahan-perubahan
AD;
b) keabsahan izin dan persetujuan yang diperlukan dalam
pelaksanaan kegiatan usaha atau kegiatan usaha yang diren-
canakan;
c) status kepemilikan aktiva yang material;
d) perkara perdata, pidana, perburuhandan TUN serta tindakan
hukum lain;
e) perikatan-perikatan dengan pihak ketiga;
f) permodalan perusahaan dan perubahan-perubahan yang
direncanakan, dinyatakan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku, dan semua telah memperoleh
persetujuan yang diperlukan;
dan hal-hal lain yang material.
Keuangan
laporan akuntan berkenaan dengan laporan keuangan yang
disajikan;
menyajikan laporan keuangan untuk jangka waktu 3 (tiga)
tahun terakhir atau, sejak berdirinya bagi Perseroan yang
berdiri kurang dari 3 (tiga) tahun, meliputi:
• neraca,
• laporan laba rugi,
• laporan saldo laba,
• laporan arus kas,
• catatan atas laporan keuangan, dan
• laporan lain serta materi penjelasan integral laporan
keuangan jika dipersyaratkan seperti laporan komitmen
dan kontigensi bagi perusahaan yang bergerak di bidang
perbankan;
bagi perusahaan yang telah berdiri secara hukum, kurang dari
1 (satu) tahun buku, persyaratan di atas berlaku untuk periode
selama masa berdirinya dikurangi sebanyak-banyaknya tiga
bulan.
Clporan penilai Gika ada).
ggaran Dasar (AD).
terakhir yang telah mendapat Keputusan Persetujuan atau
diberitahukan kepada MENHUK & HAM.
~mikiangambaran singkat mengenai Perseroan Tbk serta tata
Bernyataan Pendaftaran dalam rangka melakukan Penawaran
(Public Offering).

erseroan Grup (Group Company)


masa sekarang, banyak Perseroan yang memanfaatkan prinsip
d liability atau pertanggungjawaban terbatas. Dalam rangka me-
faatkan limited liability, sebuah Perseroan dapat mendirikan
eroan Anak" atau Subsidiary untuk menjalankan bisnis "Perseroan
(Parent Company). Dengan sesuai ............
IF,Ulll

'.Lv ........
.VeL... lULll (separation) dan perbedaan (distinction) yang dikenal
dengan istilah separate entity, maka aset Perseroan Induk dengan
PerseroanAnak "terisolasi" terhadap kerugian potensial (potential loses)
yang akan dialami oleh satu di antaranya.
Pada masa sekarang, bisa dijumpai satu Perseroan Grup (Group
Company), terdiri atas sejumlah bahkan beratus Perseroan sebagai
Perseroan Anak (Subsidiary). Perseroan Holding (Parent Company)
kemungkinan besar tidak aktif melakukan kegiatan bisnis atau
perdagangan. Hanya sahamnya ditanamkan dalam berbagai Perseroan
Anak, dan mereka itu yang melakukan dan melaksanakan kegiatan
usaha. Selanjutnya Perseroan Anak itu pun mendirikan Perseroan
Anak (Subsidiary) lagi. Demikian seterusnya, sehingga Perusahaan
Holding memiliki berbagai anak. Dalam kondisi yang demikian,
terkadang tidak ada pemisahan (separate) dan perbedaan (distinction)
mengenai eksistensi ekonomi dan aset, karyawan maupun pemisahan
bisnis dan Direksi antara Holding dengan subsidiary. Namun demikian,
hukum Perseroan tetap memperlakukan subsidiary sebagai separate
entity.5)
Sangat disayangkan, UUPT 2007, tidak menjelaskan maupun
mengatur ketentuan mengenai Perseroan Grup atau Perseroan
Holding. Padahal dalam praktik perlu diketahui apa yang dimaksud
Perseroan Grup (Group Company) atau Perseroan Holding (Holding
Company) yang bisa disebut Perseroan Induk atau Parent Company
berhadapan dengan Perseroan Anak atau Anak Perusahaan (Subsidiary
Company).
Di Inggris misalnya, Section 736 dan 736 A, 1989 Act, mengatur
dan mendefinisikan ulang (redifinition) mengenai Holding dan Sub-
sidiary. Pendefinisian kembali itu, merupakan konsep umum (general
concept) mengenai Group Company sebagai langkah mengakomodasi
program European Community (EC).6)
Berdasar Section 736, ada tiga cara untuk mendirikan subsidiary
dengan acuan sebagai berikut.

5) Andrew Hicks & SH Goo, Cases & Materials On Company Law, ISE, 1994, hlm. 199.
6) Charlesworth and Morse, Company Law, EL BS, Fourteenth Edition, 1991, hlm. 52.
atu Perseroan (A)pemegang hak suara mayoritas (hold a mayority
of the voting rights) pada Perseroan lain (B), dan hal itu disebut
l?erseroan A memegang "kontrol suara" (voting control) atas
erseroan B.
~pabila satu Perseroan (A) pemegang saham pada Perseroan lain
(}3), dan Perseroan A tadi dapat menunjuk dan memberhentikan
fffiggota Direksi Perseroan B, dalam hal itu Perseroan A sebagai
l?erseroan Induk dan Perseroan B sebagai Perseroan Anak di mana
erseroan A sebagai Perseroan Induk "mengontrol Direksi"
(director control) atas Perseroan B.
~pabila satu Perseroan (A), merupakan pemegang saham atas
erseroan lain (B) dan Perseroan A mengontrol sendirian atau ber-
ciasar kesepakatan dengan pihak pemegang saham yang memiliki
l[lak suara mayoritas terhadap Perseroan B, maka dalam hal ini
ferseroan A disebut mengontrol Perseroan Bberdasar kesepakatan
(contract control).
Selanjutnya menurut ketentuan section 736 dimaksud, apabila
s~roan lain (C) didirikan dan menjadi subsidiary dari Perseroan B,
,~I1.g Perseroan B merupakan subsidiary dari Perseroan A, maka
seroan C dianggap menjadi subsidiary dari Perseroan A.
Di Amerika, ada juga yang mengatur dan mendefinisikan Parent
pany atau Holding Company, Subsidiary dan Affliate, sebagai
ikut.
Parent or Holding Company merupakan penciptaan Perseroan yang
usus disiapkan memegang saham Perseroan lain untuk tujuan
vestasi baik tanpa maupun dengan "kontrol" yang nyata (without
or with actual control).
Sedang subsidiary adalah Perseroan yang dikontrol oleh Parent
Company atau disebut Controlling Company.
sedang mengenai Perseroan yang saling berhubungan (related)
yang satu dengan yang lain, sehingga terjadi saling" kontrol
II

(common control) baik mengenai suara maupun operasional,


disebut afliasi" (affl iate ).
II

Holding atau Parent dengan Subsidiary maupun dengan


ditegakkan asas sparate entity. Masing-masing sama-sama
memiliki "kapasitas Perseroan yang terpisah" (separate corporate
capacity).7)
Apa yang dikemukakan pada Section 736 dan 736 A 1989 Act
Inggris maupun dalarn definisi yang dijurnpai di Amerika, harnpir
sarna dengan pengertian yang dikemukakan pada Penjelasan Pasa!
29 UUPT 1995. Penjelasan ini mengatakan, yang dimaksud dengan
"Perusahaan Anak" (subsidiary) adalah Perseroan yang mempunyai
hubungan khusus dengan Perseroan lainnya yang dapat terjadi karena:
a. lebih dari 50% sahamnya dimiliki Induk Perusahaan (Holding
Company),
b. lebih dad 50% suara dalam RUPS, dikuasai oleh induk
perusahaannya,
c. kontrol atas jalannya Perseroan, pengangkatan dan pemberhentian
Direksi dan Komisaris sangat dipengaruhi oleh induk perusahaan.
Dengan demikian, apa yang dikemukakan pada Penjelasan PasaJ
29 UUPT 1995, masih dianggap relevan sebagai landasan memahami
dan menerapkan Perseroan Induk (Parent or Holding Company) dan
Perseroan Anak (Subsidiary). Adapun untuk memaharni apa yang
dimaksud Afiliasi, dapat dipinjarn pengertian yang dikemukakan
dalarn hukum perseroan Amerika seperti yang dijelaskan diatas.

C. PERSONAlITAS PERSEROAN
Pada bagian ini akan dijelaskan seeara ringkas mengenai "personalitas"
Perseroan (rechtspersoonlijkheid, legal personality) dari Perseroan.
Perorangan manusia baik laki-laki, perempuan maupun dewas,
atau anak-anak adalah subjek hukurn yang memiliki personalitas atm
kepribadian (personality or individuality). Manusia sebagai person atat
perorangan dan subjek hukum, mempunyai hak hidup yan~
dilindungi hukum. Berhak memiliki kekayaan di depan hukum
Bahkan pada dirinya melekat berbagai hak asasi yang hams dihormat
penguasa dan anggota masyarakat lain. Pada masa sekarang, seear,
universal, semua manusia sebagai perorangan tanpa membedakar

7) James D. Cox cs, Corporation, Aspen Law Business, 1997, hlm. 119.
elamin, golongan, kelompok, ras dan agama, dapat menegakkan
ya di depan pengadilan. Sebaliknya, kepadanya dapat diminta
ggungjawaban atas pelanggaran kewajiban hukum yang melekat
ak tersebut di depan pengadilan: Semua manusia sebagai per-
an. adalah badan hukum (legal person) dan hal itu melekat pada
a sejak lahir, serta keadaan itu berlangsung selama hidupnya
lahir sampai meninggal dunia.
... kim tetapi, bukan manusia perorangan saja yang bisa menjadi
':Fhukum dan badan hukum. Perseroan bisa juga menjadi badan
, oleh karena itu bisa subjek hukum. Apabila sesuatu mempu-
((hak" (recht, right) dan "kewajiban" (duty) seperti layaknya
.sia, maka menurut hukum setiap apa pun yang mempunyai
CLan kewajiban adalah subjek hukum dalam kategori "badan
'f (rechtspersoon, legal person, legal entity). Dengan demikian,
'selamanya badan hukum harus manusia (natural person)
aCLan hukum yang bukan manusia itulah (the non-human legal
o'h)yang disebut pada Pasal 1 angka 1 UUPT 2007. Namanya
"Perseroan Terbatas" (Naamlozevetnootschap, corporation limited
ares).
mum berpendapat, kata Perseroan atau korporasi yang dipakai
a,ng berasal dari bahasa Latin: corpus yang berarti badan, tubuh
;raga (body)8). Kata itulah yang berkembang menjadi corporation
.Perseroan yang lahir dan dicipta melalui proses hukum
?srecht, legal process). Bukan lahir melalui proses alamiah (natural
) seperti halnya manusia. Seperti yang telah pernah disinggung,
~babnya disebut "badan hukum buatan" (kunsmatige rechtspersoon,
. iallegal person)9J. Meskipun Perseroan badan hukum antifisial:
iilllun dia tidak fiktif (fictitious),
[=1tapi nyata-nyata ada melakukan kegiatan bisnis atau kegiatan
.;?aha di tengah-tengah kehidupan masyarakat.

:K Prent Cm, Drs. J. Adisubrata, WJS Purwadanninta, Kamus latin-Indonesia, Kanisius,


969, hlm. 109.
C. Oliver and EA Marshal, Company Law, Eleventh Edition, The M & E Handbook
eries, 1991, hlm. 10.
Memang sering dikemukakan, Perseroan sebagai badan hukurn
berbeda dengan manusia perorangan (different from natural or human
being legal person), berdasar alasan berikut.
• Perseroan sebagai badan hukum, tidak punya badan, tidak punya
pikiran dan tidak punya jiwa untuk ditendang (it has neither body,
mind, nor soul to he kicked). 10)
• Pada zaman dulu, seperti dalam case of Sutton's Hospital (1612)
dikatakan, perseroan sebagai badan hukum, tidak kelihatan
(invicible), tidak mati (immortal), tetapi dia hanya ada dalam
pertimbangan hukum (concideration of law).
Itu sebabnya di masa lalu, banyak yang berpendapat, badan
hukum yang disebut Perseroan atau korporasi tidak dapat melakukan
pelanggaran hukum, pengkhianatan dan juga tidak dapat dikucilkan
(excomminicated), sebab dia tidak mempunyai jiwa. Karena itu pada
masa yang lalu, timbul problem hukum yang beranggapan Perseroan
sebagai badan hukum tidak dapat diminta pertanggungjawaban
melakukan perbuatan melawan hukum (PMH). Namun pendapat dan
ajaran itu, sudah ditinggalkan pada masa sekarang.

1. Teori Personalitas Perseroan


Berbagai teori telah muncul mengenai konsep personalitas (rechtsper-
soonlijkheid, legal personalihj). Perseroan sebagai badan hukum. Sebagai
orientasi, akan dikemukakan beberapa teori hukum (legal theory)
berkenaan dengan personalitas perseroan sebagai badan hukum,
antara lain sebagai berikut.

a. Teori Fiksi (Fictitious Theory)


Teori ini disebut juga teori entitas (entity theory) atau teori agregat
(aggregate theory). Pokok-pokok yang dikemukakan dalam teori ini:
• perseroan merupakan organisme yang mempunyai identitas
hukum yang terpisah dari anggotanya atau pemiliknya,
• oleh karena itu, Perseroan adalah badan hukum buatan melalui
proses hukum, dengan demikian pada dasarnya bersifat fiktif,

10) Ibid., Me Oliver and EA Marshal, hIm. 11.


,~lahirannya semata-mata melalui "persetujuan" Pemerintah
alam bentuk fiat atau approval atau consensus of the government.
, aka menurut teori ini, kepribadian atau personalitas Perseroan
gaibadan hukum adalah "pengakuan hukum" terhadap kepen-
ansekelompok orang tertentu untuk melakukan kegiatan
sahaan atau bisnis.
Bengan demikian, teori fiksi ini berkaitan juga dengan teori simbol
bol theory) yang mengatakan, Perseroan sebagai badan hukum
akan " simboY' dari "totalitas" jumlah kumpulan orang-orang
regate) yang terkait dalam Perseroan itu.
epribadian atau personalitas orang-orang itu dan berkumpulnya
ka dalam badan hukum itu, berbeda (distinct) dengan personalitas
;dividu anggotanya. Dengan demikian yang menonjol adalah
tingan kelompok (group interest) yang berwujud badan hukum
1diberi nama Perseroan, yang terpisah (separate) dari kepentingan
·vidu (separate from the individual interest).
eori fiksi ini berasal dari Romawi dan Common Law yang menga-
I pada dasarnya Perseroan sebagai badan hukum adalah buatan

"Ciptaan fiksi" (fictitious artificial) yang disebut entitas hukum


entity or juristic antity) yang memiliki personalitas fiktif (persona

Seperti yang dijelaskan diatas, teod ini dapat juga disebut "teori
j);;(fiat theory) atau "teori konsensus" (consensus theory) atau IIteori
gesahan Pemerint~' government paternity theory).!l)

..eori Realistik (Realistic Theory)


.i personalitas Perseroan yang lain, adalah IIteori realistik" atau
1J.5ti1:juga inherence theory. Menurut teori:
perseroan sebagai grup atau kelompok, di mana kegiatan dan
tivitas kelompok itu "diakui hukum terpisah" (separate legal
recognition) dari kegiatan dan aktivitas individu kelompok yang
ferlibat dalam Perseroan,

G. Henna, John R Alexander, Law o/Corporation, Handbook Series, St. Paul Minn,
est Publisha Co. 1983, hlm. 115.
• dengan demikian, jumlah peserta (aggregate) terpisah dari kom-
ponen (aggregate distinct or separate from components).
Sama halnya dengan "teori simbol" (symbol theory), Perseroan
sebagai simbol keseluruhan dari perorangan kelompok yang berga-
bung dalam kegiatan usaha Perseroan tersebut, merupakan orang-
orang atau pribadi-pribadi yang terikat bergabung bersama dalam
kegiatan usaha Perseroan yang:
• memiliki kepribadian hukum atau personalitas hukum (legal
personality) yang berbeda dan terpisah (distinct and separate) dari
kepribadian hukum individu personnya;
• oleh karena itu, hukum membolehkan (law permits) penerapan
tanggung jawab terbatas (limited liability) hanya sebatas harta keka-
yaan Perseroan, dan menggugat dan digugat atas nama Perseroan;
• dan diakui memiliki "pengurusan" yang disebut Direksi (Board
of Directors) yang bertindak mengurus usaha (management)
Perseroan, serta mewakili (representative) Perseroan.
Demikian sepintas lalu anjuran yang dikemukakan "teori
realistik", bahwa secara realistik atau inherent, hukum mengakui
adanya perbedaan dan pemisahan personalitas Perseroan dengan
personalitas para anggota kelompok yang terikat dalam Perseroan.

c. Teori Kontrak (Contract Theory)


Teori personalitas Perseroan yang lain adalah "teori kontrak" (contract
theory) yang mengatakan, Perseroan sebagai badan hukum, dianggap
merupakan kontrak antara anggota-anggotanya pada satu segi, dan
antara anggota-anggota Perseroan, yakni pemegang saham dengan
Pemerintah pada segi lain. 12)
Teori ini tampaknya sejalan dengan pandangan Pasal1 angka 1 jo.
Pasal 7 ayat (1) dan (3) UUPT 2007. Menurut pasal ini, Perseroan
sebagai badan hukum merupakan persekutuan modal yang didirikan
berdasar perjanjian oleh pendiri dan/atau pemegang saham, yang
terdiri sekurang-sekurangnya 2 (dua) orang atau lebih. Selanjutnya
menurut Pasal 7 ayat (4), agar Perseroan diakui sah sebagai badan

12) Ibid., Harry G Henn es, him. 115.


harus mendapat "pengesahan" dari Pemerintah dalam hal
ENHUK&HAM.
ebenarnya masih banyak teori Personalitas yang lain. Teori
aan dari Brinz yang mengatakan, tidak dapat disangkal adanya
tau sesuatu kekayaan dan/atau kekayaan itu tidak ada satu
usia pun yang mendukung hak itu. Misalnya kekayaan yang
katpada suatu "tujuan" atau kekayaan kepunyaan satu tujuan.
'lah yang terjadi pada Perseroan, Perseroan mempunyai tujuan
bisa menimbulkan hak dan kewajiban.
aajuga "teori organ" (organ theory) yang dikemukakan van
ie yang berpendapat, Perseroan sebagai badan hukum adalah
sesungguhnya", yang sama halnya dengan sifat kepribadian
ia. Sebab seperti halnya personalitas manusia, Perseroan sebagai
hukum, juga mempunyai maksud, tujuan, dan kehendak
... ,."11..-."",.,, manusia.13)

Pokok Personalitas Perseroan


as dari teori personalitas Perseroan yang dijelaskan di atas,
at persamaan ciri personalitas hukum perseroan yang diakui di
negara. Ciri yang demikian juga terdapat dalam UUPT 2007,
erpenting di antaranya seperti yang dijelaskan di bawah ini.

erseroan Diperlakukan sebagai Wujud yang Terpisah dan Berbeda


an Pemiliknya
ersonalitas Perseroan sebagai badan hukum yang pertama dan
gutama:
erseroan merupakan wujud atau entitas (entity) yang "terpisah"
an "berbeda" dari pemiliknya dalam hal ini dari pemegang saham
separate and distinct from its owner);
engan demikian secara umum, eksistensi dan validitasnya, tidak
terancam oleh kematian, kepailitan, penggantian atau pengun-
uran individu pemegang

gus Budiarto, S.H., M.Hum., Kedudukan Hukum dan Tanggung Jawab Pendirian
erseroan Indonesia, 2002, hlm. 27.
Ciri personalitas yang demikian dalam UUPT 2007, diatur pada
Pasal3 ayat (1) dalam bentuk "pertanggungjawaban terbatas" (beperkte
aanspraakelijkheid, limited liability) pemegang saham atas utang
Perseroan. Menurut penjelasan Pasal 3 ayat (1) tersebut, ketentuan
tanggung jawab terbatas, merupakan penegasan ciri personalitas Perse-
roan bahwa pemegang saham terpisah tanggung jawabnya sebatas
apa yang disetomya kepada Perseroan dengan harta pribadinya.

b. Dapat Menggugat dan Digugat Atas Nama Perseroan Itu Sendiri


Ciri personalitas Perseroan yang kedua ini, diatur pada Pasal 98 ayat
(1) UUPT 2007:
• Perseroan dapat tampil di dalam maupun di luar Pengadilan,
• untuk itu, Perseroan "diwakili" oleh Direksi.
Perseroan dapat menggugat wanprestasi atau PMH yang dilaku-
kan pihak ketiga. Begitu juga sebaiknya, dia dapat digugat pihak ketiga
terhadap wanprestasi atau PMH yang dilakukan Perseroan.

c. Perseroan Dapat Memperoleh, Menguasai, dan Mengalihkan


MiliknyaAtasNamanya Sendiri
Berdasar Pasal 32 ayat (1) dan Pasal 33 ayat (1) UUPT 2007, Perseroan
memiliki kekayaan berupa "modal dasar" (authorized capital), "modal
ditempatkan" (subscribed capital), dan "modal disetor" (paid up capital).
Dapat memiliki aset dari hasil keuntungan perusahaan. Menguasai
danmemindahkan aset itu sesuai dengan cara yang ditentukan undang-
undang dan AD.
Memiliki "cadangan wajib" dan "cadangan khusus" sesuai dengan
ketentuan Pasal 70 ayat (1) dan Pasal 73 ayat (1) UUPT 2007.

d. Tanggung Jarvab Pemegang Saham, Terbatas Sebesar Nilai


Sahamnya
Sejalan dengan ciri Perseroan terpisah dan berbeda dengan
pemiliknya, maka tanggung jawab pemegang saham, hanya terbatas
sebesar nilai sahamnya (limited liability of its shareholders) sebagaimana
yang ditegaskan Pasal 3 ayat (1) UUPT 2007:
erseroan tidak bertanggung jawab terhadap utang pemegang
qham (not liable of its shareholders) sebaliknya pemegang saham
dak bertanggung jawab atas utang Perseroan;
erugian yang ditanggung pemegang saham hanya sebatas harga
aham yang mereka investasikan (their lose is limited to their
vestment);
wegang .saham, tidak bertanggung jawab lebih lanjut kepada
r~ditor Perseroan atas aset pribadinya.

amun hal itu, tidak mengurangi kemungkinan pemegang saham


ggung jawab sampai meliputi harta pribadinya, apabila dia secara
,ild.·buruk (bad faith) memperalat Perseroan untuk kepentingan
~di, atau pemegang saham bertindak sebagai borgtoch terhadap
~tQr atas utang Perseroan.

rmegang Saham/ Tidak Mengurus Perseroan/ Kecuali Dia Dipilih


pagai Anggota Direksi
:!mnyang berlaku umum di semuanegara, pemegang saham "tidak
gurus" Perseroan, akan tetapi diurus oleh Direksi yang ditunjuk
i~angkatmelalui RUPS. Pasal 92 ayat (1) UUPT 2007 menegaskan,
ksi menjalankan pengurusan Perseroan untuk kepentingan
eroan. Selanjutnya Pasal 94 ayat (1) mengatakan, Anggota Direksi
gkat oleh RUPS.
iremang harus ada yang mengurus Perseroan sebab seperti yang
tCl1<an Walter Woon ... a company has no body to be kicked, and no
abe damned, no hands with which to work and no mind with which
nk. It cannot act by itself. It must work through the medium of some
n being. 14)
cidi, karena Perseroan sebagai badan hukum bukan makhluk
punya badan, tidak punya jiwa untuk dimaki dan tidak punya
untuk bekerja, maka dia bertindak melalui "medium" manusia
ditunjuk untuk itu, yang disebut Direksi. Direksi tidak identik
an pemegang saham maupun dengan Perseroan.

Walter Woon, Company Law, Longman Singapore Publisher Pte Ltd, 1998, hlm. 47.
Personalitas yang demikian dianut oleh UUPT 2007:
• Pasal1 angka 5, menegaskan, Direksi adalah organ Perseroan yang
diberi wewenang dan bertanggung jawab atas pengurusan Perse~
roan untuk kepentingan Perseroan;
• dan Direksi sekaligus juga mewakili Perseroan di dalam maupun
di luar Pengadilan sesuai dengan AD.
Ciri yang diatur pada Pasal1 angka 5 tersebut, ditegaskan kembali
pada Pasal 92 ayat (1), dan Penjelasan pasal ini juga mengatakan,
pengurusan Perseroan oleh Direksi meliputi pengurusan sehari-hari.

f. Melakukan Kegiatan Terus-menerus Sesuai ]angka Waktu yang


Ditetapkan dalam AD
Jangka waktu Perseroan umumnya ditetapkan dalam waktu yang
panjang atau bisa juga tanpa batas (unlimited period).
Ciri ini pun diatur pada Pasal 6 UUPT 2007. Perseroan dapat
didirikan untuk jangka waktu terbatas (limitted), atau tidak terbatas
(unlimited). Baik terbatas maupun tidak terbatas, harus ditentukan
dalam AD. Selama masa berdirinya belum berakhir, Perseroan terus-
menerus melakukan kegiatan usaha sesuai dengan maksud dan tujuan
yang ditentukan dalam AD. 15)

D. MAKSUD DAN TUJUAN PERSEROAN


Pada bagian ini akan dibicarakan permasalahan yang menyangkut
lingkup "maksud dan tujuan" serta kegiatan Perseroan. Tentang hal
ini Pasal 2 UUPT 2007, mengatakan:
Perseroan harus mempunyai maksud dan tujuan serta kegiatan usaha
yang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan, ketertiban umum, dan atau kesusilaan.
Berdasar ketentuan ini, setiap Perseroan harus mempunyai
"maksud" dan "tujuan" serta "kegiatan usaha" yang jelas dan tegas.
Dalam pengkajian hukum, disebut "klausul objek" (object clause).

15)A. James Barnes, Teny Morehead Dworkin, Eric R. Richards, Law for Business, Forth
Edition, Irwin, 1991, hlm. 400.
~. yang tidak mencantumkan dengan jelas dan tegas apa
' ' ' ,...LV' ....

sud dan tujuan serta kegiatan usahanya, dianggap cacat hukum"


II

b;defect), sehingga keberadaannya "tidak valid/! (invalidate).

encantuman Maksud dan Tujuan Dalam AD Perseroan,


ersifat Imperatif
arttuman maksud dan tujuan serta kegiatan usaha dalam AD,
Ukan bersamaan pada saat pembuatan Akta Pendirian. Hal itu
dengan ketentuan Pasal 8 ayat (1) UUPT 2007 yang mengga-
Akta Pendirian memuat AD dan keterangan lain yang berhu-
Perseroan. Jadi, penempatan maksud dan tujuan serta
'-I.\..-.LLFoULLL

usaha dalam AD, bersifat "imperatif/! (dwingendrecht,


datory rule). Lebih lanjut sifat imperaktif tersebut, dikemukakan
9 ayat (1) huruf c yang menyatakan, untuk memperoleh
i.ifttsan Menteri mengenai pengesahan" badan hukum Perseroan,
II

'\..-.L~'U-l. harus mengajukan permohonan kepada Menteri dengan


L

gisi "formulir" isian yang memuat sekurang-kurangnya:


ama dan tempat kedudukan Perseroan,
'angka waktu berdirinya Perseroan,
l11.aksud dan tujuan serta kegiatan usaha Perseroan.
Bari penjelasan di atas, pencantuman maksud dan tujuan serta
usaha Perseroan dalam AD bersifat hukum memaksa.

~ncantuman Maksud dan Tujuan Memegang Fungsi Prinsipil


.ClJJltuman maksud dan tujuan serta kegiatan usaha dalam AD
eroan, memegang peranan "fungsi prinsipil" (principle function).
takan memegang peran fungsi prinsipil, karena pencantuman
alam AD, merupakan "landasan hukum" (legal foundation) bagi
gurus" Perseroan, dalam hal ini Direksi dalam melaksanakan
gurusan dan pengelolaan kegiatan usaha Perseroan, sehingga pada
ap transaksi atau kontrak yang mereka lakukan "tidak menyim-
gil atau keluar maupun "melampaui/! dari maksud dan tujuan,
kegiatan yang ditentukan dalam AD.
Selain dari itu, tujuan utama dari pencantuman maksud dan tujuan
ta kegiatan usaha dalam AD, antara lain:
1) Untuk "melindungi" pemegang saham sebagai investor dala.m
Perseroan.
Pemegang saham yang menanamkan modalnya atau uangnya
dengan eara membeli saham Perseroan, berhak mengetahui untuk
apa uang yang diinvestasikan itu dipergunakan.
2) Dengan mengetahui maksud dan tujuan serta kegiatan usaha,
pemegang saham sebagai investor akan yakin, pengurus Perseroan
yakni Direksi, tidak akan melakukan kontrak atau transaksi
maupun tindakan yang bersifat "spekulatif' mengadu untung di
luar tujuan yang disebut AD.16)
3) Direksi tidak melakukan transaksi yang berada di luar "kapasitas"
maksud dan tujuan serta kegiatan usaha yang disebut dalam AD
yang bersifat ultra vires. 17)
Dengan demikian, maksud dan tujuan ihl merupakan landasan
bagi Direksi mengadakan kontrak dan transaksi bisnis. Serta sekaligus
menjadi dasar menentukan batasan kewenangan Direksi melakukan
kegiatan usaha.
Apabila Direksi melakukan tindakan pengurusan di luar batas yang
ditentukan dalam maksud dan tujuan serta kegiatan usaha, dikategori
melakukan ultra vires. Dalam kasus yang demikian memberi hak bagi
pemegang saham untuk mengajukan gugatan terhadap Perseroan di
Pengadilan. Hak itu, ditegaskan pada Pasal 61 ayat (1) UUPT 2007
yang mengatakan setiap pemegang saham berhak mengajukan
gugatan terhadap Perseroan ke Pengadilan Negeri, apabila dirugikan
karena tindakan Perseroan yang "tidak adil" dan "tanpa alasan yang
wajar" sebagai akibat keputusan RUPS, Direksi dan/atau Dewan
Komisaris.

3. Cara Merumuskan Maksud dan Tujuan


Menurut James D. Cox es 18), antara lain dikatakan, terdapat teori
mengenai perumusan tujuan dan maksud Perseroan. Pertama "teori

16) Andrew Hicks & SH Goo, Cases & Materials On Company Law, Blackstone Prees Limited,
1994,hlm.124.
17) Charlesworth and Morse, Company Law ELBS, Fourteenth Edition, 1991, hlm. 70.
18) Corporation, Aspen Law and Business, 1997, hlm. 50.
'esi" (concession theory). Menurut teori ini, dalam AD harus
.turnkan ''beberapa'' kegiatan usaha atau garis bisnis yangdefinitif
ifive enterprise or line of business).
ehgan demikian, perumusan maksud dan tujuan, disyaratkan
'fat "spesifik" untuk satu bidang kegiatan usaha tertentu yang
"bercorak implisit. Harus bersifat tujuan terbatas (limit purpose).
u tidak mengurangi kebolehan mencantumkan maksud dan
serta kegiatan usaha yang bersifat "multi tujuan" (multy
); sehingga Perseroan dapat terlibat dalam berbagai kegiatan
Namun hal itu, semuanya harus bersifat definitif disebut dalam

'aua, "teori fleksibel" (flexibility theory): Menurut teori ini, AD


~ncantumkan maksud dan tujuan serta kegiatan usaha yang
"sederhana" (simply), meliputi berbagai bidang usaha tanpa
~laborasi lebih lanjut masing-masing bidang, Akan tetapi
'pun perumusannya bersifat sederhana dan fleksibel, namun
gnya harus pasti (certainty).
pamengurangi teori yang dikemukakan diatas, ada juga yang
dapat, perumusan tujuan Perseroan dapat mencakup berbagai
kegiatan usaha atau bisnis. Dapat mencakup ruang lingkup
ang luas sesuai dengan kesepakatan para pendiri Perseroan. 19)
da saat sekarang, banyak AD Perseroan yang mencantumkan
d dan tujuan yang bersifat "tujuan berganda" (multiple purpose).
muncullangkah yang "lebih liberal" lagi. Maksud dan tujuan
'dicantumkan dalam AD berupa formulasi: "meliputi usaha
':yang dibenarkan hukum" (to engage in any lawful business).
ti!yang dikemukakan Michael B. Metzger cS Most corporations
f

uTpose clause stating that they may engage in any lawfUL business. 20 )
hcantumandan perumusan maksud dan tujuan serta kegiatan
yang terlampau luas dan fleksibel atau lentur, pada dasarnya
dung "untung" dan "rugi":

es Barros JD cs, Law For Business Law, Irwin, Boston, 1991, hlm. 419.
ger, MaHor, Barnes, Browers, Philips, Business Law and Regulatory Environment,
cept and Cases, Sevent Edition, 1999, hIm. 895.
• keuntungannya menurut HM. N Purwosutjipto, S.H, apabila di
belakang hari Perseroan hendak mengubah objek kegiatan
usahanya, tidak perlu mengubah AD. Oleh karena itu, beliau
berpendapat, sebaiknya tujuan Perseroan dirumuskan secara luas,
sehingga tidak perlu setiap kali mengubah AD.21)
• tetapi mungkin juga ada kerugiannya sebab pencantuman tujuan
dengan rumusan yang luas, dapat menimbulkan efek. Perumusan
tujuan yang luas (broad purpose), memberi kekuasaan diskresi U

yang luas" (broad discretion) kepada Direksi atau manajer melaku-


kan aktivitas bisnis. Akibatnya, sulit mengontrol" apakah kegiatan
U

itu telah mengandung ultra vires. Atau dengan kata lain, perumusan
tujuan yang luas, mengakibatkan dan memberikan kekuasaan
diskresi yang luas kepada Direksi, sehingga menimbulkan kesulitan
untuk mengawasi apakah tindakan diskresi itu telah berada di
luar batas maksud dan tujuan serta kegiatan usaha Perseroan.

4. Maksud dan Tujuan serta Kegiatan Usaha yang Dilarang


Pasal 2 UUPT 2007, telah Umembatasi" maksud dan tujuan serta
kegiatan usaha Perseroan. Pembatasan itu dengan sendirinya berisi
ularangan", sehingga tidak boleh bertentangan dengannya:
a. tidak bertentangan dengan ketentuan uperaturan perundang-
undangan" yang baku;
b. tidak boleh bertentangan dengan Uketertiban umum";
c. tidak bertentangan dengan ukesusilaan".
Sepanjang mengenai larangan pertama, tidak menimbulkan per-
masalahan. Akan tetapi, mengenai ketertiban umum dan kesusilaan,
potensial menimbulkan permasalahan. Sulit menentukan apa yang
dimaksud dengan ketertiban umum (openbaar orde, public orde) mau-
pun kesusilaan. Tidak ditemukan batasan pengertian yang disepakati
semua kalangan. Oleh karena itu, bisa terjadi penilaian yang bersifat
subjektif, karena memang nilai ketertiban umum dan kesusilaan pada
dasarnya bersifat "relatif u.

21) Pengantar Pokok-PokokHukum Dagang Indonesia, Jilid 2, Djambatan, Wm. 99.

Ell Hukum Perseroan Terbatas


Rerubahan Maksud dan Tujuan Serta Kegiatan Usaha,
Termasuk Perubahan AD yang Harus Mendapat Persetujuan
MENHUK & HAM
,ubahan maksud dan tujuan serta kegiatan usaha Perseroan,
alifikasi sebagai "Pembahan" AD yang memerlukan Keputusan
setujuan dad Menteri. Oleh karena itu, agar pembahan maksud
,tl1juan serta kegiatan usaha sah menumt hukum, harus memenuhi
qt dan tata cara yang ditentukan Pasal 21 ayat (2) dan Pasal 88
fit (1) UUPT 2007.

Perubahan Disetujui RUPS Sesuai dengan Ketentuan Pasal 88


4yat (1) dengan Syarat
UPS dihadiri atau diwakili paling sedikit 2/3 bagian dari jumlah
;::;elumh saham dengan hak suara.
Dan keputusan sah jika disetujui paling sedikit 2/3 bagian dari
;,jumlah secara yang dikeluarkan kecuali AD menentukan kuorum
kehadiran dan/atau ketentuan pengambilan keputusan yang lebih
. besar.

Apabila Kuorum Tidak Tercapai Dapat Diselenggarakan RUPS


Kedua dengan Acuan Penerapan Sesuai dengan Ketentuan Pasal
,88 Ayat (3) UUPT 2007
RUPS kedua sah dan berhak mengambil keputusan jika dalam
rapat paling sedikit 3/5 bagian dari jumlah selumh saham dengan
hak suara hadir atau diwakili.
Keputusan sah jika disetujui paling sedikit 2/3 bagian dari jumlah
s.ecara yang dikeluarkan, kecuali AD menentukan kuorum
kehadiran dan pengambilan keputusan yang lebih besar.

Tindakan Direksi yang Tidak Sesuai dengan Maksud dan


Tujuan
indakan Direksi yang tidak sesuai dengan maksud dan tujuan serta
egiatan usaha Perseroan yang ditentukan dalam AD, dianggap
empakan tindakan yang flmelampaui kapasitas" Perseroan. Tindakan
yang tidak sesuai dengan kapasitas Perseroan, berkaitan dengan
doktrin ultra vires (ultra vires doctrine).
Pengertian ultra vires dalam Dictionary of English Law22 ) beyond
the powers. Jadi, berarti tindakan Direksi yang tidak sesuai dengan
maksud dan tujuan serta kegiatan usaha, adalah tindakan di luar
kekuasaannya (beyond the power).
Pengertian yang hampir sama, dikemukakan dalam Merriam
Webster's Dictionary of Law. 23 ) Dikatakan, ultra vires berasal dari Latin
yang berarti: beyond the power or means, beyond the scope or in execess of
legal power or authority.
Bertitik dari pengertian yang dijelaskan di atas, doktrin ultra vires
dihubungkan dengan Perseroan merupakan permasalahan yang
menyangkut dengan transaksi atau kontrak yang dilakukan Direksi
dengan pihak ketiga. Pada dasarnya kontrak atau transaksi yang
mengandung ultra vires adalah ''batal'' (nullity):
• Perseroan dapat menolak untuk memenuhi kontrak atau transaksi
yang mengandung ultra vires;
• meskipun pihak ketiga melakukan kontrak atau transaksi dengan
good faith hal itu belum mencukupi, karena untuk melindungi
pihak ketiga atas kontrak atau transaksi yang mengandung ultra
vires, semestinya pihak ketiga itu hams melihat secara konstmktif
maksud dan tujuan atau "kapasitas" Perseroan yang tercantum
dalam AD. Hal itu dapat dilakukannya dalam Daftar Perseroan.
Memang terkadang sulit menentukan apakah dalam satu kontrak
atau transaksi telah terjadi ultra vires. Sebab tindakan Direksi tersebut
dapat juga di luar kewenangan dan kapasitas Direksi dalam bentuk
melanggar kewajiban yang dipercayakan (breach of fiduciary duty),
Apakah pihak ketiga hams dilindungi? Menghadapi kasus yang
demikian di masa yang lalu, telah muncul pendapat yang umum
mengenai penerapan doktrin ultra vires terhadap pihak ketiga dengan
acuan sebagai berikut:

22) J owitt So Dictionary a English Law, Vol L-Z, London Sweet & Maxwell' Ltd 1977, hlm. 824.
23)Meriam T¥ebsu So Dictionary o/Law, Springsfield Massaschusetts, hIm. 520.
erlindungan terhadap pihak ketiga dalam suatu kontrak atau
ransaksi dengan Perseroan, tidak cukup didasarkan pada iktikad
flik; (good faith) saja;
etflpi kontrak atau transaksi yang dilakukan dengan good faith
itu, harus benar-benar dalam lingkup maksud dan tujuan atau
flpasitas Perseroan;
p,alagi kalau pihak ketiga itu mengetahui kontrak atau transaksi
flIlg dibuat Direksi itu ultra vires, maka pihak ketiga tersebut
ip-ak dilindungi.
roan· penerapan yang dikemukakan di atas, bertitik tolak dari
9~p.yang mengajarkan bahwa kapasitas atau kekuasaan Direksi
'alankan pengurusan Perseroan, hanya sebatas melaksanakan
usaha yang sesuai dengan tujuan dan kapasitas Perseroan
p-itentukan dalam AD. Setiap perbuatan yang dilakukan di luar
glingkup tujuan yang ditentukan (outside the scope of object clause)
Perseroan adalah ultra vires dan batal demi hukum (null
void).24)
'fldi, tindakan Direksi dibatasi oleh tujuan Perseroan, Kapasitas
,~roan mengadakan kontrak atau transaksi maupun sebagai donasi,
a sebatas tujuan yang ditentukan dalam AD. Di luar itu, sudah
adiluar kapasitas Perseroan. Oleh karena itu, tindakan itu
egori ultra vires dan batal karena hukum (vernietegheid, ipso jure
void). Sehubungan dengan itu, sesuai dengan doktrin ultra

erseroan tidak dapat dituntut atas kontrak atau transaksi yang


ltra vires;
erseroan juga tidak dapat menguktlhkan dan melaksanakannya
enforce and to perform);
RUPS tidak dapat mensahkan atau menyetujui tindakan
i~eksi yang mengandung ultra vires.

kan tetapi perlu dijelaskan, pada masa akhir-akhir ini, terjadi


geseran" dari ajaran dan penerapan doktrin ultra vires yang
flskan di atas. Ajaran dan penerapan itu dianggap terlampau berat

Charles Worth and Morse, Company Law, Fourteenth Edition, ELBS, 1991, hIm. 70.
sebelah memihak melindungi kepentingan Perseroan tanpa mempe~
dulikan kepentingan pihak ketiga.
Penggeseran terhadap penerapan unsur good faith dalam doktrin
ultra vires dipelopori oleh European Community (Ee) dalam Act 1972.
section 9 (1). Act 1972, mengatur ketentuan, antara lain:
• seseorang yang berhubungan dengan suatu Perseroan secara good
faith dalam suatu kontrak atau transaksi yang dibuat oleh Direksi
Perseroan, dianggap tindakan itu dalam ruang lingkup "kapasitas"
Perseroan,
• oleh karena itu, good faith pihak ketiga dalam kontrak atau
transaksi yang demikian tidak perlu dibuktikan pihak ketiga,
sebab dia tidak terikat untuk mempertanyakan apakah transaksi
atau kontrak itu masih dalam ruang lingkup tujuan dan kapasitas
Perseroan.
Penggeseran penerapan good faith dalam doktrin ultra vires
dihubungkan dengan tujuan dan kapasitas Perseroan, dikemukakan
juga dalam Dictionary of English Law25 ). Dikatakan, doktrin ultra vires
telah dibatasi oleh EC Act 1972, di mana pihak ketiga yang good faith
mengadakan kontrak atau transaksi dengan suatu Perseroan, dan
kontrak atau transaksi itu dibuat oleh Direksi dengan pihak ketiga,
maka kontrak atau transaksi itu dianggap dalam ruang lingkup
kapasitas Perseroan yang bersangkutan. Pihak ketiga yang terlibat
dalam kontrak atau transaksi itu, tidak wajib mempertanyakan apakah
Direksi memiliki kewenangan untuk melakukan atau tidak kontrak
atau transaksi tersebut. Penggeseran atau pembatasan penerapan
doktrin ultra vires yang terlampau berat sebelah melindungi Perseroan,
pada dasarnya dengan sendirinya menghilangkan perlindungan yang
berlebihan terhadap Perseroan.
Banyak kalangan yang berpendapat, ketentvan EC Act 1972, secara
efektif menyingkirkan doktrin ultra vires. Sebab apabila suatu kontrak
atau transaksi dibuat oleh pengurus dalam hal ini Direksi yang diberi
wewenang untuk itu, dan tindakan itu dilakukannya untuk dan atas
nama (for and on behalf) Perseroan, maka hukum menganggap

25) Jowitt's EnglishDictionaryoJEnglishLaw, hlm. 1824.

.. Hukum Perseroan Terbatas


an itu dilakukan pengurus atau Direksi sesuai dengan ruang
p maksud dan tujuan serta kegiatan usaha Perseroan, sehingga
c;d<an itu berada dalam "kapasitas" Perseroan. Dengan demikian,
rak atau transaksi dimaksud mengikat kepada Perseroan dan
ketiga, meskipun temyata hal itu "melampaui" batas wewenang
~pasitas Perseroan.

leh karena itu, kontrak atau transaksi dimaksud "sah dan me-
t' (legal and binding) kepada Perseroan dan pihak ketiga, meski-
ternyata hal itu "melampaui" batas wewenang dan kapasitas
roan.
agaimana penerapan doktrin ultra vires di Indonesia? Sangat sulit
ukan kasus ultra vires dalam praktik atau dalam putusan-
an Pengadilan. Namun kita berpendapat, pergeseran yang
llkakan dalam EC Act 1972 tersebut, dapat dipedomani.
,,/a agar Direksi lebih hati-hati melakukan diskresi atas maksud
.juan serta kegiatan usaha Perseroan yang ditentukan dalam AD.

Hap Pemegang Saham Dapat Mengajukan Gugatan


rhadap Perseroan Atas Peristiwa Ultra Vires
pengurus atau Direksi Perseroan melakukan ultra vires, atau
kata lain Direksi melakukan tindakan yang melampaui batas
nfu1:gan dan kapasitas Perseroan yang ditentukan dalam AD,
'ng-undang memberi hak kepada setiap pemegang saham
jukan gugatan terhadap Perseroan ke Pengadilan Negeri. Hal
!egaskan dalam Pasal 61 ayat (1) UUPT 2007 yang berbunyi:
etiap pemegang saham berhak mengajukan gugatan terhadap Per-
roan karena tindakan Perseroan yang dianggapnya tidak adil dan
alasan wajar sebagai akibat keputusan RUPS, Direksi dan/
Dewan Komisaris.
nurut Penjelasan pasal ini, gugatan yang diajukan memuat
honan atau tuntutan agar Perseroan menghentikan tindakan
erugikan tersebut dan mengambillangkah tertentu, baik untuk
atasi akibat yang sudah timbul maupun untuk mencegah
an serupa di kemudian hari.
Hak itu diberikan kepada setiap" pemegang saham tanpa
/I

(uncondional). Tidak harus mewakili jumlah bagian saham tertenm,


seperti 1/10 bagian dan sebagainya. Pemegang saham yang mewakili
satu bagian saja, dapat mempergunakan hak tersebut.

E. SEPARATE ENTITY DAN LIMITED LIABILITY SERTA


PIERCING THE CORPORATE VEIL
Pasal 3 ayat (1) UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
(selanjutnya disebut UUPT 2007), berbunyi:
Pemegang saham Perseroan tidak bertanggung jawab secara pribadi
atas perikatan yang dibuat atas nama Perseroan dan tidak bertang-
gung jawab atas kerugian Perseroan melebihi saham yang dimilikinya.
Selanjutnya Penjelasan Pasal 3 ayat (1) tersebut mengatakan,
ketentuan ini mempertegas ciri Perseroan bahwa pemegang saham
hanya bertanggung jawab sebesar setoran atas seluruh saham yang
dimilikinya dan tidak meliputi harta kekayaan pribadinya.
Konsep dan prinsip entitas terpisah (separate entity) dan tangglmg
jawab terbatas (limited liability) yang diatur pada UUPT 2007, sarna
dengan ketentuan yang terdapat pada Pasal 3 ayat (1) UU No.1 Tahun
1995 tentang Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut UUPT 1995).
Bertitik tolak dari konsep dan prinsip separate entity dan limited
liability yang dikemukakan di atas, perlu dijelaskan berbagai aspek,
seperti yang diuraikan di bawah ini.

1. Perseroan Sebagai Badan Hukum Merupakan Entitas Terpisah


(Separate Entity)
Perseroan modern merupakan bentuk organisasi bisnis yang sangat
penting saat ini dalam perekonomian dunia. Perseroan modern telah
mampu memfasilitasi perkembangan dan pertumbuhan ekonomi
yang sangat cepat pada masa 150 tahun terakhir26 ). Perseroan dapat
memegang peranan membangkitkan perkembangan ekonomi, karena
memiliki kapasitas besar mengumpulkan modal (capital). Kapasitas

26) Metzger, Miller, Bares, Philips, Business Law and The Regulatory Environment, Concepts
and Cases, Seventh Edition, 1989, Irwin, hIm, 843,
apada Perseroan karena dicipta oleh hukum korporisasi atau
mpeseroan. Hukum Perseroan (corporate law) membolehkan
g>menanamkan uang mereka(invest their money) dalam Perseroan
dibebani tanggung jawab tidak terbatas (without imposing
ited liability), dan juga tanpa dibebani tanggung jawab kepengu-
lJel~Se]rOal11 atas diri penanam modal27).

'artyak orang yang mau dan bersedia menginvestasikan uang sim-


mereka dalam jumlah besar pada perusahaan yang berisiko
,apabila mereka hanya dibebani dengan tanggung jawab terbatas
ted.: liability). Hanya sedikit sekali orang yang mau menanam
pada bentuk organisasi perusahaan yang memikulkan tanggung
~idak terbatas (unlimited liability) kepada investor. Selanjutnya,
qgD. sebagaibadan hukum (rechtsperson, legal person) seperti yang
ykakan Pasal 3 ayat (1) UUPT 2007, merupakan entitas atau
llukum (legal, entity) yang terpisah dari pemiliknya, dalam hal
qripara pemegang saham (shareholder).
clkum Perseroan seperti yang dirumuskan pada Pasal 3 ayat (1)
T 2007, secara imajiner membentangkan tembok pemisah antara
dengan pemegang saham untuk melindungi pemegang
qari segala tindakan, perbuatan dan kegiatan Peseroan:
'!l1.dakan, perbuatan dan kegiatan Perseroan, bukan tindakan
eIl1egang saham;
ajiban dan tanggung jawab Perseroan bukan kewajiban dan
ggung jawab pemegang saham.
',ka, demikian halnya, Perseroan sebagai badan hukum, adalah
hukum (a creature of the law), yang memiliki hal-hal berikut:
~,kuasaan (power) dan kapasitas yang dimilikinya karena diberi-
fuJ./hukum kepadanya, dan berwenang berbuat dan bertindak se-
c;ridengan kewenangan yang diberikan, dalam Anggaran Dasar

empunyai kekuasaan yang diatur secara tegas (express power)


perti untuk memiliki kekayaan, menggugat dan digugat atas
a Perseroan;
• tetapi ada juga kekuasaan yang bersifat implisit (implicit power),
yakni berwenang melakukan apa saja, asal dilakukan secara
reasonable dan penting (reasonably necessary) untuk Perseroan,
seperti menguasai atau mentransfer barang, meminjamkan uang,
memberi sumbangan, dan sebagainya. 28 )
Memang tindakan yang jatuh di luar kekuasaan yang disebut
dengan tegas (express power) maupun kekuasaan implisit (implicit
power), dapat dikategori ultra virus yang berarti berada di luar kegiatan
dan di luar wewenang (unauthorized activities).
Kapan menurut hukum terjadi pemisahan (separate) dan
perbedaan (distinct) antara Perseroan dengan pemilik atau pemegang
saham? Pemisahan dan perbedaan terjadi, terhitung sejak Perseroan
mendapat keputusan pengesahan dari Menteri Hukum dan HAM
(MENHUK & HAM) yang digariskan Pasa! 9 ayat (1) UUPT 2007:
• sejak tanggal pengesahan tersebut, Perseroan terpisah (separate)
dari pemegang saham, pendiri dan pengurus;
• juga sejak saat itu Perseroan berbeda (distinct) dari person hukum
yang lain.
Sejak itu Perseroan membuat kontrak atau transaksi sendiri,
membayar pajak sendiri dan meminta perlindungan sendiri dari
pengadilan atau aparat penegak hukum lain.
Dari penjelasan di atas, dapat dilihat dari sudut sifat Perseroan
(corporate nature), Perseroan merupakan person yang tidak terlihat,
tidak teraba dan artifisual (invisible intangeble and artificial person).
N amun demikian, hukum atau undang-undang memberikan
kepadanya untuk menikmati semua hak yang dapat dimiliki dan
dinikmati manusia atau person alamiah (natural person). Perseroan
memiliki kebangsaan, tempat kedudukan di negara mana Perseroan
berada, Perseroanmempunyai hak untuk diperlakukan dan dilin-
dungi dengan cara yang sama sesuai dengan proses yang dibenarkan
hukum (due process of law).

28) Philips 1. Sca1atta JR, Foundation a/Business Law, BIP, Irwin, Second Edition, 1990, hlm.
820.
unkian sepintas lalu, gambaran separate entity Perseroan dari
ang saham, sesuai dengan yang digariskan Pasal3 ayat (1) UUPT

. . ggung Jawab Terbatas (Beperkte Aansprakeljkheid, Limited


ability) Pemegang Saham
. yang dijelaskan di atas, sifat Perseroan (corporate nature) meru-
perorangan atau person yang tidak terlihat, tidak teraba atau
dan artifisial. Namun denrikian, Perseroan meniklnati semua
ang dimiliki perseorangan (natural person). Pada dasarnya,
ang saham (shareholder, stockholder, proprietor) dari Perseroan:
egang saham diberi sertifikat saham sebagai bukti, bahwa yang
r~angkutan adalah penrilik sebagian (own a portion) dari Perse-
an· tersebut;
tetapi, oleh karena Perseroan merupakan wujud yang
pisah (separate entity) dari pemegang saham sebagai penrilik,
a pemegang saham tidak boleh menuntut aset Perseroan;
ayaan Perseroan tetap nrilik Perseroan, oleh karena itu peme-
ang saham tidak mempunyai hak untuk mengalihkan kekayaan
.eseroan kepada dirinya maupun kepada orang lain. 29 )
mam yang dimiliki pemegang saham sebagai bukti kepemi-
·'ya atas sebagian Perseroan, pada umumnya hanya memberi hak
a pemegang saham untuk mengeluarkan suara dalam RUPS,
rima deviden, menerima persentase aset Perseroan secara
ol'sional sesuai dengan jumlah saham yang dimiliki, apabila
roan dilikuidasi. Selanjutnya, pemegang saham sebagai penrilik,
!mempunyai hak kontrol tidak langsung atas operasional sehari-
el'seroan dan atas segala kebijaksanaan Direksi. Akan tetapi,
gang saham tidak menrikul tanggung jawab atas pelaksanaan
i Direksi. Dan memang semakin banyak saham yang dinriliki
g pemegang saham, semakin besar kekuasaan kontrol yang
1 dilakukannya.

'el V. Davidson cs, Comprehensive Business Law, Principle and Cases, Kent Publishing
ompany, Boston Massachusetts, Second Edition, 1987.
Selain daripada hal-hal yang dijelaskan di atas, salah satu keun-
tungan yang paling besar diperoleh dan dinikmati (enjoy) pemegang
saham, adalah tanggung jawab terbatas (limited liability). Keuntungan
ini, diberikan undang-undang kepadanya, sebagaimana yang ditegas-
kan Pasal 3 ayat (1) UUPT 2007. Meskipun pemegang saham dikons-
truksi sebagai pernilik (eigenar, owner) dari Perseroan, namun hukurn
Perseroan (corporate law) melalui Pasal 3 ayat (1) UUPT 2007,
membatasi tanggung jawabnya dengan acuan:
• pemegang saham Perseroan, tidak bertanggung jawab secara
pribadi (personal liability) atas perikatan yang dibuat atas nama
Perseroan maupun atas kerugian yang dialarni Perseroan;
• risiko yang ditanggung pemegang saham, hanya sebesar investa-
sinya atau tidak melebihi saham yang dirnilikinya pada Perseroan;
• dengan demikian, pada prinsipnya pemegang saham tidak
bertanggung jawab secara pribadi atau secara individual atas utang
Perseroan.
Prinsip ini dipertegas lagi dalam penjelasan Pasal3 ayat (1), bahwa
pemegang saham hanya bertanggung jawab sebesar setoran atas
seluruh saham yang dirnilikinya dan tidak meliputi harta kekayaan
pribadinya.
Tanggung jawab pemegang saham yang terbatas inilah yang
dibakukan dalam istilah "tanggung jawab terbatas" (beperkte aanspra-
keljkheid, limited liability)30J• Jadi, bertitik tolak dari konsep dan prinsip
separate entity dan corporate entity yang melahirkan tanggung jawab
terbatas (limited liability) pemegang saham, dapat disimpulkan:
• Perseroan sebagai badan hukum merupakan unit hukum (legal
unit) dengan kewenangan dan kapasitas yang terpisah dari
pemegang saham untuk menguasai kekayaan (property), membuat
kontrak, menggugat dan digugat, melanjutkan hidup dan
eksistensi meskipun pemegang sahamberubah dan Direksi
diberhentikan atau diganti;
• harta kekayaan, hak dan kepentingan serta tanggung jawab
Perseroan terpisah dari pemegang saham;

30) Ibid., Daniel V Davidson cs, hlm. 890.

.. Hukum Perseroan Ternatas


lanjutnya pemegang saham menurut hukum sesuai dengan
etentuan Pasal 3 ayat (1) UUPT 2007, mempunyai imunitas
immunity) dari kewajiban dan tanggung jawab Perseroan; karena
tara pemegang saham dengan Perseroan terdapat perbedaan
distinction) dan pemisahan (separation) personalitas hukum (legal
.gr,sonality).31)
juan utama yang ingin dicapai prinsip limited liability, untuk
ikan Perseroan sebagai kendaraan yang menarik menanam
(attractive investment vehicle), sebab melalui prinsip separate
ukum memberi tembok dan tabir perlindungan kepada peme-
saham yang tidak berdosa (innocence shareholder) terlepas dan
as dari tuntutan pihak ketiga yang timbul dari kontrak atau
siyang dilakukan Perseroan. Dengan demikian, melalui perisai
abir limited liability, bertujuan untuk membudayakan investor
yakni para pemegang saham menaruh sejumlah uang dalam
yang dikelola Perseroan tanpa memikul risiko yang dapat
gkau harta pribadinya.
:rlepas dari pendapat yang mengatakan limited liability bukan
'p;hukum, tetapi merupakan tonggak (cornerstone) kapitalisme,
kin ada benarnya. Sebab tanggung jawab terbatas (limited
):pada dasarnya merupakan good deal atas risiko berusaha bagi
am modal, dalam hal ini pemegang saham. Dengan demikian
g jawab terbatas, lebih mengarah kepada masalah stimulasi
asidaripada persoalan hukum.

pusnya Tanggung Jawab Terbatas, Melalui Prinsip Piercing


e Corporate Veil
dijelaskan di atas, salah satu keuntungan besar dan penting
; iperoleh pemegang saham dalam Perseroan adalah tanggung
terbatas (limited liability):
i~o yang ditanggungnya, hanya sebesar investasi yang ditanam-
annya dalam saham;

es & Cox cs, Corporation, Aspen Law & Business, 1997, WIn. 108.
• pemegang saham tidak bertanggung jawab secara pribadi terhadap
utang Perseroan:

a. Pengertian Hapus Tanggung ]awab Terbatas (Piercing The


Corporate Veil)
Dalam rangka meningkatkan tegaknya keadilan dan mencegah
ketidakwajaran (in order to promote justice and to prevent inequity), pada
keadaan dan peristiwa tertentu, prinsip keterpisahan (separate) Per-
seroan dari pemegang saham, secara kasuistik perlu disingkirkan dan
dihapus dengan cara menembus tembok atau tabir Perseroan atas
perisai tanggung jawab terbatas, (limited liability). Konsekuensi
hukum atas penyingkapan tabir atau tembok perlindungan itu, yang
lazim disebut piercing the corporate veil atau sheftingllefting the veil:
• hilang atau hapus perlindungan tanggung jawab terbatas peme-
gang saham yang digariskan Pasal 3 ayat (1) UUPT 2007;
• dengan sendirinya pemegang saham ikut memikul risiko
bersama-sama dengan Perseroan membayar utang Perseroan dari
harta pribadi pemegang saham yang bersangkutan.
Penghapusan tanggung jawab terbatas itulah yang diatur pacta
Pasal3 ayat (2) UUPT 2007, yang mengatakan tanggung jawab terbatas
pemegang saham hapus atau tidak berlaku apabila terjadi hal-hal
tertentu. Lebih lanjut Penjelasan Pasal 3 ayat (2) mengatakan dalam
hal-hal tertentu tidak tertutup kemungkinan hapusnya tanggung
jawab terbatas. Apabila tanggung jawab terbatas itu hapus, maka tang-
gung jawab pemegang saham tembus menjangkau harta pribadinya.

b. Hal-Hal yang Menghapus Tanggung ]awab Terbatas


Penjelasan Pasal 3 ayat (2) alinea kedua antara lain mengatakan,
tanggung jawab terbatas pemegang saham sebesar setman atas seluruh
saham yang dimilikinya, kemungkinan hapus, apabila terjadi hal-hal
tertentu. Mengenai hal-hal tertentu apa saja yang dapat menghapus
tanggung jawab terbatas (limited liability) pemegang saham, telah
dideskripsi pada Pasal 3 ayat (2) UUPT 2007, yang terdiri atas:

.. Hukum Perseroan Terbatas ~


ersyaratan perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak
tetpenuhi
g benar, pada saat ini proses dan prosedur memperoleh status
sahan Perseroan sebagai badan hukum sangat dipermudah.
demikian, apabila gagal memenuhi syarat dan prosedur secara
ati, bisa terlambat Perseroan mendapat status pengesahan sebagai
hukum, yang berakibat semua pendiri dan pemegang saham
anggung jawab secara pribadi (personal liability) terhadap segala
akan Perseroan. Mengenai tanggung jawab perbuatan hukum atas
aiPerseroan yang belum memperoleh status badan hukum,
juk kepada ketentuan Pasal 14 UUPT 2007 yang dapat di-
ikasi sebagai berikut.

erbuatan hukum dilakukan semua anggota direksi bersama-sama


1nua pendiri dan semua anggota dewan komisaris
jifut penjelasan Pasal 14 ayat (1) UUPT 2007, perbuatan hukum
nama Perseroan yang belum memperoleh status badan hukum,
Sf atas persetujuan semua pendiri, anggota Direksi dan anggota
an .Komisaris. Tentang tanggung jawab atas perbuatan hukum
demikian menurut Pasal 14 ayat (1) UUPT 2007, menjadi
gung jawab secara tanggung renteng (hoofdeljk aansprakelijk, jointly
§.perally liable) dari semua pendiri, anggota Direksi dan anggota
5lfl•• Komisaris. Akan tetapi, menurut Pasal 14 ayat (3) UUPT 2007,
g jawab atas perbuatan hukum itu karena hukum (van rech-
e, by operation of law) menjadi tanggung jawab Perseroan setelah
:roan memperoleh status badan hukum (legal person).

TlIIIIIIlVI hukum dilakukan oleh pendiri atas nama perseroan


perbuatan hukum dilakukan pendiri atas- nama Perseroan
1:>elum memperoleh status badan hukum, maka menurut Pasal
at (2) UUPT 2007, perbuatan hukum itu menjadi tanggung jawab
(persoonljke aansprakelijkheid, personal liability) pendiri yang
gkutan, dan tidak mengikat Perseroan.
njelasan pasal ini mengatakan yang dimaksud dengan tanggung
pendiri dan tidak mengikat Perseroan adalah tanggung jawab
pendiri yang melakukan perbuatan tersebut secara pribadi dan
Perseroan tidak bertanggung jawab atas perbuatan yang dilakukan
pendiri itu. Tanggung jawab itu bisa beralih menjadi tanggung jawab
Perseroan, namun menurut Pasal 14 ayat (2) UUPT 2007, agar per-
buatan hukum itu mengikat dan menjadi tanggung jawab Perseroan,
setelah perbuatan hukum yang dilakukan pendiri itu, disetujui oleh
semua pemegang saham dalam RUPS yang dihadiri oleh semua
pemegang saham Peseroan.

2) Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak


langsung dengan iktikad buruk memanfaatkan Perseroan untuk
kepentingan pribadi
Dalam teori dan praktik alasan ini dikategori dominan (dominant), yakni
pemegang saham yang bersangkutan dominan atau berkuasa (domi-
nate) mengatur (to rule) atau mengontrol (to control) Perseroan. Selan-
jutnya dominasi itu dipergunakan pemegang saham untuk "tujuan
yang tidak wajar" (improper purpose)32).
Dominasi pemegang saham dianggap terjadi dalam suatu per-
buatan hukum yang dilakukan Perseroan, apabila Perseroan itu hanya
"alat" (instrumentality) atau " w akil" (agent) Perseroan lain atau Holding
(Parent Company) atau individu pemegang saham:
• padahal sesuai dengan prinsip separate entity, suatu Perseroan mesti
bertindak independen oleh dan untuk diri Perseroan itu sendiri,
bukan untuk Perseroan lain, Holding atau pribadi pemegang
saham;
• bertitik tolak dari prinsip separate entity tersebut, apabila Perseroan
lain, Holding atau Parent Company maupun pemegang saham
menjadikan Perseroan sebagai alat untuk kepentingan dirinya, dan
dalam memperalat itu mengakibatkan Perseroan mengalami
kerugian, cukup dasar hukum untuk menyingkirkan dan meng-
hapus tanggung jawab terbatas dari diri pemegang saham yang
bersangkutan.

32) Ibid., Hetzgek es, WIn 855.


l5)alam hal pemegang saham, apakah pemegang sahamnya itu
~roan/ lain, Holding atau pemegang saham individu memegang
.nasi dan memperalat Perseroan untuk kepentingan dirinya, telah
;t>uat Perseroan yang diperalat itu sebagai alter ego atau diri lain
r;tself), yakni menjadi diri dari pemegang saham yang memiliki
itu.
enurut hukum, dominasi saja tidak cukup untuk menerapkan
Ging the Gorporate veil berdasar Pasal 23 ayat (2) huruf b. Selain
ya. dominasi memperalat Perseroan, harus juga dapat dibuktikan
unsur "iktikad buruk// (te kwader frouw, bad faith, mala fide)
penggunaan dominasi "tidak wajar// (improper use) atas Perseroan.
I](ad buruk atau penggunaan tidak wajar. dianggap terjadi, apabila
/<Jpat indikasi berikut.

Menipu kreditor (defrauding Greditor)


gan cara mentransfer aset Perseroan kepada diri pemegang saham
afiliasinya di luar dasar dan pertimbangan yang tidak tepat.

apital tipis (thin Gapitalization)


eroan ternyata mengalami kapital tipis (thin Gapitalization), yakni
eroan kekurangan modal atau berada dalam keadaan under
talization. Untuk menipu kreditor, Perseroan atas kendali atau
erja sama dengan pemegang saham dominan, kekurangan modal
diubah dengan cara meninggikan atau meningkatkan debt -to
ratio (DER). Jadi, rasio utang terhadap ekuitas ditinggikan.

erampokan (looting)
transfer aset Perseroan kepada pemegang saham, transfer mana
lain dari perjanjian transaksi yang bedawanan dengan hukum
a Perseroan dengan pemegang saham, untuk menipu kreditor.
alnya pemegang saham yang sekaligus angggota l5)ireksi atau
ajer Perseroan, merampas Perseroan dengan gaji yang sangat
gi yang melampaui batas. Atau Perseroan membayar utang pribadi
egang saham, sehingga Perseroan tidak mampu membayar utang
ada kreditor. l5)alam kasus yang seperti ini, adil dan patut dihapus
tanggung jawab terbatas pemegang saham, oleh karena itu secara
pribadi ikut memikul tanggung jawab utang Perseroan kepada
kreditor.

d) Mengakali peraturan perundang-undangan (circumventing a statute)


Perseroan tidak boleh melanggar peraturan perundang-undangan.
Tidak boleh terlibat melakukan tindakan yang dilarang peraturan
perundang-undangan. Untuk menghindari larangan itu, Perseroan
mengakali atau membohongi larangan itu. Misalnya Perseroan dilarang
melakukan usaha retail di suatu tempat. Untuk mengakali larangan
itu, Perseroan mendirikan perusahaan Subsidiary yang dapat mela-
kukan kegiatan usaha retail di tempat itu, di mana seluruh asetnya di-
miliki Perseroan tersebut. Dalam kasus yang demikian, hapus tanggung
jawab terbatas Perseroan itu sebagai pemegang saham terhadap
Subsidiary dimaksud.

e) Menghindari kewajiban yang ada (evoiding an existing obligation)


Sering terjadi Perseroan mencoba menghindari kewajiban yang telah
ada (existing obligation). Misalnya untuk menghindari memenuhi
tanggung jawabnya atas perjanjian yang dibuat dengan pihak ketiga
(kreditor). Cara yang sering dilakukan dengan jalan mendirikan Perse-
roan Anak (Subsidiary). Perseroan bam itu atau Perseroan Anak tadi
mengklaim, bahwa dia tidak ada sangkut pautnya dengan Perseroan
lama. (Parent company) dan tidak bertanggung jawab terhadap kontrak
yang dibuat Perseroan lama, meskipun dirinya melanjutkan usaha
persoalan lama. Dalam kasus yang demikian, meskipun antara Perse-
roan lama (Perseroan Induk) dengan Perseroan bam (Perseroan Anak)
berlaku prinsip separate entity, akan tetapi oleh karena dalam kasus
itu jelas ada indikasi unsur iktikad buruk atau penggunaan tidak wajar
(improper use) atas Perseroan baru maka hapus tanggung jawab terbatas
(limited liability) dan kepada Perseroan baru, dapat diterapkan
penegakan hukum piercing the corporate veil terhadap utang Perseroan
lama.
saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan
lawan hukum yang dilakukan Perseroan
y-ang ketiga untuk menghapus perisai tanggung jawab, apabila
artg saham terlibat atau bersekongkol dengan Perseroan
tikan perbuatan melawan hukum, yang menimbulkan kerugian
apihak lain. Penerapan alasan ini tidak kompliketit. Yang perlu
tikan ada fakta yang menunjukkan keterlibatan pemegang
dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan Perseroan.

megang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak


gsung secara melawan hukum menggunakan kekayaan Perseroan,
g mengakibatkan kekayaan Perseroan menjadi tidak cukup untuk
lunasi utang Perseroan
~l1asan ini termasuk kategori perampokan atau perampasan
g) harta kekayaan Perseroan yang telah dijelaskan di atas. Atau
yang palmg ramai sampai· sekarang, kasus BLBI. Pemegang
:m.erampok uang Bantuan Likuiditas Bank Indonesia yang
an kepada Perseroan Bentuknya berupa pmjaman atau pembe-
dit kepada Perseroan pemegang saham yang jelas-jelasmelam-
alas pemberian kredit (BMPK). Dengan dilampaui BMPK, jelas-
emberian kredit itu dilakukan Perseroan secara melawan
/Karena tmdakan itu bertentangan Pasalll ayat (1) UU No.7
1992, sebagaimana diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998 jo.
7j3jPBI/2005 tanggal 20 Januari dan SE BI No. 7j14jDPNP
18 April 2005.
rlu diingat,· khusus mengenai alasan huruf b dan d, harus dapat
ikan adanya dominasi pemegang saham atas Perseroan dan
asi itu dipergunakan dengan iktikad buruk atau secara tidak
tau terbukti ada pencampuran harta kekayaan Perseroan
pemegang saham, pencampuran mana merupakan penipuan
erugikan kreditor. Atau jelas-jelas dapat dibuktikan, Perseroan
semata-mata sebagai alat (instrumentally) pemegang saham
memenuhi tujuan pribadinya.
4. Hapusnya Tanggung Jawab Terbatas Holding terhadap
Subsidiary
Bagaimana tanggung jawab Holding atau Perseroan Induk (Parent
Company) terhadap utang Perseroan Anak (Subsidiary). Secara normal,
permasalahan Perseroan Group, tetap berlaku dasar prinsip entitas
terpisah (separate entity) yang berujung pada prinsip tanggung jawab
terbatas (limited liability) Holding sebagai pemegang saham Subsidiary.
Akan tetapi, dalam Perseroan yang bersifat Group (Group of Company),
di mana Perseroan Anak (Subsidiary):
• dimodali oleh Holding, sehingga Subsidiary tersebut benar-benar
di bawah permodalan Holding atau under capitalize, dan
• dalam keadaan under capitalize tersebut, Subsidiary berada dalarn
keadaan tidak independen eksistensi ekonomi dan perusahaannya,
• Subsidiary itu semata-mata berperan dan berfungsi sebagai wakil
(agent) melakukan bisnis Holding.
Maka dalam kasus Perseroan Group yang demikian, Perseroan
Holding atau Perusahaan Induk bertanggung jawab terhadap utang
Perseroan Anak (Subsidiary). Dalam kasus yang demikian, di mana
Perseroan Anak didominasi dan dijadikan alat oleh Perseroan Holding,
maka Holding patut dan layak bertanggung jawab terhadap utang
Perseroan Anak karena Perseroan Anak telah menjadi alter ago Perse-
roan Holding. Penerapan penghapusan tanggung jawab terbatas,
sehingga tanggung jawabnya menembus kepada Perseroan Holding
sesuai asas piercing the corporate veil, berdasar alasan keadilan dan
kepatutan.
Kita berpendapat, penerapan teori perwakilan (agent) dalam kasus
Perseroan Group yang dijelaskan di atas, tidak memerlukan perjanjian
keagenan (perwakilan) yang tegas antara Holding dan Subsidiary, yang
mengatakan Subsidiary semata agen dad Holding. Dengan adanya
dominasi Holding memperalat Subsidiary, dapat dianggap Subsidiary
sebagai wakil dan Holding sebagai principal. Oleh karena itu, Holding
bertanggung jawab terhadap utang Subsidiary.
pus Tanggung Jawab Terbatas Pemegang Saham yang
rtindak Sebagai Penanggung
pemegang saham yang bertindak mengikat diri secara pribadi
penanggung (borgtocht, personal guarantee) terhadap utang
all berdasar Pas311820 KUH Perdata, berarti yang bersangkutan
skan tanggung jawab terbatas yang diberikan Pasa1 3 ayat (1)
'2007 kepadanya,
ID1820 KUHPerdata menegaskan, penanggungan (borgtocht)
rsonal guarantee ada1ah suatu persetujuan, di mana seorang
'ga, guna kepentingan kreditor mengikat diri untuk meme-
'katan debitur, manak31a debitur sendiri tidak memenuhi
annya. K31au begitu, apabila seorang pemegang saham mem-
erjanjian mengikat diri menjadi penanggung atas pembayaran
,Perseroan kepada kreditor, maka menurut Pasa1 1831 KUH
tii.Rpabila Perseroan 131ai membayar utang tersebut, pemegang
}~17sebut bertanggung jawab secara pribadi (personlijke aanspra-
'it personality liable) terhadap utang Perseroan. Dia tidak dapat
rgUnakan tembok atau perisai tanggung jawab terbatas (limited
. yang digariskan Pas31 3 ayat (1) UUPT 2007. D31am praktik
-ari, bank baru mau memberi fasilitas kredit kepada suatu
San dengan syarat, apabi1a fasilitas kredit itu ditanggung d31am
p~rjanjian borgtocht (personal guarantee) o1eh pemegang saham
titas. Da1am kasus yang demikian pemegang saham yang
ia menjadi borg (guarantor), mengakibatkan kepadanya berlaku
ppiercing the corporate veil.3 3 )

ENTUAN HUKUM YANG BERlAKU BAGI PERSE-


AN
ai ketentuan hukum yang ber1aku bagi Perseroan, diatur pada
UUPT 2007,. yang berbunyi:
hadap perseroan berlaku undang-undang ini, anggaran dasar
rseroan, dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

R. Chessman, Business Law, Prentice Hill, 2001, hIm. 680


2. UUPT 2007 Lebih Unggul dari AD
Pada alinea ketiga Penjelasan Pasal4 UUPT 2007, dikatakan:
Dalam hal terdapat pertentangan antara anggaran dasar den
undang-undang ini, yang berlaku adalah undang-undang ini.
Berdasar Penjelasan ini, UUPT 2007 "lebih unggul" (prevail) (
AD Perseroan. Oleh karena itu, ketentuan AD, tidak bo
bertentangan dengan UUPT 2007, maka yang berlaku ada]
ketentuan UUPT 2007.
Apa yang digariskan dalam alinea ketiga Penjelasan Pasal4, bu1
hanya berlaku terhadap UUPT 2007 saja. Akan tetapi, berlaku terhad
semua peraturan perundang-undangan lain yang berkaitan deng
jalannya Perseroan. Semua peraturan perundang-undangan yang bl
kaitan dengan jalannya Perseroan, "lebih unggul" dari AD Perseroa
Oleh karena itu, apabila· terdapat ketentuan AD yang bertentang,
dengan salah satu peraturan perundang-undangan maka yang berla1
adalah ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersangkuta
Dengan kata lain, semua peraturan perundang-undangan yan
berkaitan dengan jalannya Perseroan "lebih unggul" dari AD PerseroaI
Ketentuan AD yang bertentangan dengan UUPT 2007, peratura
pelaksana UUPT 2007 dan peraturan perundang-undangan lain yan:
berkaitan dengan jalannya Perseroan, dianggap tidakpernah ad,
(presume never existed). Oleh karena itu, sesuai dengan ketentuan Pas,,!
1337 KUH Perdata, ketentuan itu "batal demi hukum" (van rechtswegl
nictig, ipso jure null and void) dan tidak mengikat.

3. Tidak Semua Ketentuan UUPT 2007 Bersifat Memaksa


Meskipun UUPT 2007 digolongkan sebagai bagian hukum ekoilloriV!
yang khusus mengatur bidang hukum Perseroan (corporate law),
semua ketentuan yang terdapat di dalamnya bersifat
memaksa" (dwingenrecht, mandatory law). Banyak di antara
tansinya yang bersifat "hukum mengatur" (aanvuelendrecht, clmectlmlJ
rule).
Supaya lebih jelas diketahui apa saja ketentuan yang beJrsi1:atl
memaksa dan bersifat mengatur, dapat dideskripsi sebagai berikut.
¢tentuan yang Bersifat Memaksa:
anggung jawab terbatas (beperkte aanspraakelijkheid, limited
iability) dari pemegang saham:
ketentuan ini diatur pada Pasal 3 ayat (1) UUPT 2007,
karena ketentuan. ini bersifat memaksa, AD tidak boleh
mengatur tanggung jawab tidak terbatas (unlimited liability)
pemegang saham, yang bertentangan dengan yang digariskan
3 ayat (1)dimaksud.
ndirian dan/atau pemegang saham tidak boleh kurang dari 2
-uaorang):
ketentuan ini diatur padaPasal7 ayat (2) dan (5) UUPT 2007,
kecuali. bagi Perseroan yang disebut pada Pasal 7 ayat (7)
UUPT 2007,
gengan demikian Akta Pendirian dan AD tidak boleh
membuat ketentuan yang melanggar Pasal 7 ayat (1) dan (5)
tersebut.
tiClP pendiri "wajib"mengambil bagian saham pada saat
ndirian saham:
k~tentuanini diatur pada Pasal 7 ayat (2) UUPT2007,
sebab itu, tentang hal tidak boleh diatur lain dalam AD
Perseroan.
ara pengambilalihan hak dan kewajiban dari perbuatan hukum
ng. dilakukan calon pendiri untuk kepentingan Perseroan
Jfelliql Perseroan memp~rolehstatus badan hukum, tidak boleh
tur menyimpang dalam AD, di luar yang ditetapkan Pasal 13
(1) UUPT 2007.
sud dan tujuan serta kegiatan usaha, tidak boleh menyimpang
iketentuan Pasal2 UUPT 2007.
nama Perseroan tidak boleh bertentangan dengan
..'-'.Ll...........LLL Pasal5 dan Pasal8 ayat (2) serta Pasal16 ayat (1) UUPT

. L h v.......J"ULLL jangka waktu berdirinya Perseroan, tunduk kepada


3 UUPT 2007.
AD harus atas keputusan RUPS sesuai dengan
etentuan Pasal 19 jo. Pasal 88 UUPT 2007.
9) Modal dasar Perseroan menurut ketentuan Pasal32 ayat (2) paling
sedikit Rp50.000.000,- oleh karena itu ketentuan AD tidak boleh
bertentangan dengan apa yang digariskan UUPT 2007.
10) Paling sedikit 25% dari modal dasar, hams ditempatkan dan disetor
penuh pada saat pendirian sesuai Pasal 33 ayat (1) UUPT 2007,
oleh karena itu ketentuan AD tidak boleh menyimpang dari
penggarisan tersebut.
11) Hak tagih pemegang saham atau kreditur untuk dikompensasi
menjadi kewajiban penyetoran harga saham, tidak boleh menyirn-
pang dari ketentuan Pasal 35 ayat (1) UUPT 2007, yakni harus
lebih dahulu mendapat "persetujuan" RUPS.
12) AD tidak boleh mengatur kebolehan Perseroan mengeluarkan
saham untuk dimiliki sendiri atau Perseroan lain yang saharrmya
secara langsung atau tidak langsung telah dimiliki Perseroan.
Larangan itu sesuai dengan ketentuan Pasal 36 ayat (1).
13) Ketentuan mengenai kebolehan membeli kembali saham yang
telah dikeluarkan tidak boleh bertentangan dengan Pasal 37.
14) Pengaturan pembelian kembali saham atau pengalihan lebih lanjut,
ketentuannya dalam AD tidak boleh bertentangan dengan Pas a!
38.
15) Ketentuan mengenai penambahan modal Perseroan dalam AD,
hams sesuai dengan ketentuan Pasal 41.
16) Pengaturan dalam AD mengenai tata eara penawaran saham yang
dikeluarkan untuk penambahan modal, harus tunduk kepada
ketentuan Pasal 43.
17) Ketentuan AD mengenai pengurangan modal, tidak boleh
bertentangan dengan Pasal 44.
18) AD dilarang mengatur kebolehan mengeluarkan saham "atas
tunjuk" karena yang dibolehkan Pasal 48 ayat (1) UUPT 2007,
hanya atas "nama pemilik".
19) AD tidak boleh mengatur nilai saham yang menyimpang dari
ketentuan Pasal 49 ayat (1) UUPT 2007, yakni harus ditentukan
dalam mata uang "rupiah".

.. Hukum Perseroan Terbatas


,]1).. tidak boleh membuat ketentuan yang menyimpang dari Pasal
;yang mewajibkan Direksi:
membuat dan menyimpan Daftar Pemegang saham
IIlengadakan dan menyimpan daftar khusus,
D tidak boleh membuat ketentuan yang mengurangi hak-hak
wegang saham yang ditentukan dalam Pasal52.
!,lcara pemindahan saham yangmemerlukan persetujuan organ
:t;s~roan harus tunduk kepada ketentuan Pasal 59.

f?l1.gaturan hak suara dalam AD atas saham yang dijaminkan


'~,<!W bentuk gadai atau fidusia tidak boleh bertentangan dengan
9-?al 60 ayat (1).
tida1<boleh memuat ketentuan yang menghapus hak
~gang s@am meminta Perseroan membeli, sahamnya, dengan
jar, karena hal itu bertentangan dengan Pasal 62 ayat (1).
boleh memuat ketentuan yang bertentangan dengan
66 UUPT 2007 tentang tata cara Direksi menyampaikan
tahunan kepada RUPS.
entuan mengenai penandatanganan laporan tahunan dalam
,.tidak boleh menyimpang dari apa yang digariskan Pasal 67

t~ntuan mengenai kewajiban Direksi dalam AD mengenai


kewenangan kepada akuntan publik, harus sesuai dengan
~hal yang diatur dalam Pasal 68 ayat (1).

sf?t;ujuan laporan tahunan dan pengesahan laporan keuangan


~. ,laporan tugas pengawasan Dewan Komisaris, tidak boleh
tentangan dengan Pasal 69.
,.... ~F.<A-L ... kewajiban penyisihan jumlah tertentu dari laba bersih
L.LLl.L

tahun buku untuk cadangan tidak bo~eh bertentangan


Pasal 70 ayat (1).
gaturan mengenai pembagian deviden dalam AD tidak boleh
dengan Pasal 71 ayat (1).
1-'''-.L.LL'-i''lLl.LI.h sahammemperoleh keterangan dalam
75
32) Ketentuan dalam AD mengenai pengambilan keputusan RUf
atas mata acara lain-lain, harus sesuai dengan cara yang diatur pac
Pasal 75 ayat (3) dan ayat (4).
33) Mengenai pengaturan tempat pelaksanaan RUPS dalamAD, han
sesuai dengan ketentuan Pasal 76 ayat (1).
34) Pengaturan dalam AD mengenai kewajiban mengadakan RUP
tahunan, tidak boleh bertentangan dengan Pasal 78 ayat (2).
35) AD tidak boleh mematikan hak pemegang saham meminta diad,
kan RUPS karena hal itu melanggar Pasal 79 ayat (2).
36) AD tidak boleh mengatur tata cara pemanggilan RUPS yang berter
tangan dengan Pasal 82 ayat (2).
37) AD Perseroan Tersebut tidak boleh mengatur tata cara pengu
muman akan diadakan RUPS yang bertentangan dengan keten
tuan Pasal 83.
38) AD Perseroan tidak boleh memuat ketentuan yang menghapu
hak pemegang saham atau wakilnya menghadiri dan member
suara dalam RUPS, karena hal itu melanggar Pasal85 ayat (1).
39) Ketentuan AD Perseroan mengenai kuorum kehadiran dm
pengambilan keputusan tentang materi yang biasa harus tundul
kepada penggarisan Pasal 87.
40) Batas minimal kuorum kehadiran dan pengambilan keputusar
RUPS mengenai perubahan AD, harus mengikut ketentuan Pasa
88.
41) Batas minimal kuorum kehadiran dan pengambilan keputusar
RUPS mengenai Penggabungan, Pengambilalihan, Peleburan dar
Pemisahan harus sesuai dengan Pasal89.
42) Pembuatan dan penandatanganan risalah RUPS, tidak bole.r
melanggar ketentuan Pasal 90 ayat (1).
43) Pengaturan dalam AD mengenai pengambilan keputusan di lUaJ
RUPS, harus sesuai dengan Pasal 91.
44) Pengaturan mengenai pembagian tugas Direksi dalam AD, tidal<
boleh melanggar Pasal 92 ayat (5) dan (6).
45) AD tidak boleh mengatur syarat pengangkatan anggota Direksi
yang kurang dari apa yang ditentukan Pasal 93 ayat (1).
boleh. mengatur pengangkatan anggota Direksi
~r.tentangan dengan Pasal 94 ayat (1).

tidak boleh mengatur tanggung jawab secara tanggung renteng


ggota Direksi yang bertentangan dengan ketentuan Pasal 97 ayat

~:m.gaturan mengenai tanggung jawab pengurusan Perseroan oleh


ireksi dalam AD, tidak boleh melanggar ketentuan Pasa197 ayat
)/.
@Jidak bolehmengurangi hak Direksi mewakili Perseroan sesuai
el1.gan ketentuan Pasal98 ayat (1).
@Jidak boleh mengatur ketentuan yang bertentangan dengan
sal 99 ayat (1).
tidak boleh mengatur ketentangan yang menghilangkan
ajiban Direksi melaporkan saham yang dimilikinya, hal itu
~langgar Pasal101 ayat (1).

el1.gaturan dalam AD mengenaikewajiban minta persetujuan


atas pengalihan atau menjadikan jaminan kekayaan
rseroan yang lebih 50% dari jumlah kekayaan bersih, tidak boleh
rtentangan dengan Pasal 102 ayat (1).
ngaturan dalam AD mengenai pemberian kuasa oleh Direksi
Fpda karyawan atauorang lain, hams berbentuk tertulis sesuai
sal 103.
tentuan dalam AD atas permohonan pailit terhadap. Perseroan
h.Direksi, mesti tunduk kepada Pasal 104 ayat (1).
ngaturan dalam AD mengenai pemberhentian anggota Direksi
laluiRUPS,harus sesuai dengan Pasal 105 ayat(l).
feRtllan pemberhen.tian sementara anggota Direksi oleh Dewan
6inisaris, tidak boleh bertentangan dengan Pasal 106.
en.gaturan dalamAD mengenai .sifat Dewan Komisaris .sebagai
ajelis, tidak boleh melanggar Pasal 108 ayat (4).
fel1.tuan dalam AD mengenaiPerseroan yang menjalankan
giatan usaha berdasar prmsip syariah, wajibmempunyai Dewan
engawas Syariah, tidak boleh melanggar Pasall09.
59) Syarat minimal pengangkatan anggota Dewan Komisaris dalam
AD tidak boleh bertentangan dengan ketentuan Pasal 110 ayat
(1).
60) Tata cara pengangkatan anggota Dewan Komisaris yang diatur
dalam AD, hams sesuai dengan Pasal111 ayat (1).
61) Pengaturan tanggung jawab pengawasan Dewan Komisaris dalam
AD, tunduk kepada ketentuan Pasal114 ayat (1).
62) Pengaturan dalam AD mengenai berakhirnya Perseroan karena
akibat penggabungan atau Peleburan tanpa likuidasi, tidak boleh
bertentangan dengan ketentuan Pasal123 ayat (2).
63) Ketentuan dalam AD yang mengatur kewajiban Direksi Perseroan
yang akan menggabungkan atau yang menerima penggabungan,
harus sesuai dengan Pasal 123 ayat (1).
64) Ketentuan dalam AD tentang rancangan penggabungan, setelah
mendapat persetujuan Dewan Komisaris, kemudian hams diminta
persetujuan RUPS, tidak boleh bertentangan dengan Pasal 123
ayat (3).
65) Pengaturan pengambilalihan dalam AD, hams sejalan dengan
ketentuan Pasal 125.
66) Ketentuan dalam AD yang mengharuskan Penggabungan,
Peleburan, Pengambilalihan dan Pemisahan berdasar keputusan
RUPS, tidak boleh bertentangan dengan Pasal87 ayat (1) dan Pasa!
89 serta Pasal127 ayat (1).
67) Pengaturan Pemisahan dalam AD, hams sesuai dengan ketentuan
Pasal135.
68) Ketentuan dalam AD mengenai hak mengajukan pemeriksaan
terhadap Perseroan, tidak boleh bertentangan dengan Pasal 138
ayat (3).
69) Pengaturan dalam AD tentang pembubaran Perseroan, hams
sesuai dengan ketentuan Pasal 124.
70) Pengaturan mengenai status dan kapasitas Perseroan yang berada
dalam keadaan likuidasi, harus sesuai dengan ketentuan Pasal143.
etentuan dalam AD mengenai pembubaran Perseroan yang
. bul dari akibat jangka waktunya berakhir, hams sesuai dengan
asal145 ayat (1).
el1.gaturan dalam AD mengenai kewajiban likuidator memberi-
a:Rukan pembubaran kepada semua kreditor dan Menteri, tidak
bertentangan dengan Pasal 147 ayat (1).
etentuan dalam AD mengenai kewajiban likuidator melakukan
f3:lllberesan, mesti sesuai dengan Pasal149.
€l1gaturan dalam AD mengenai tanggung jawab likuidator tidak
Qleh bertentangan dengan Pasal 152 ayat (1).

ete;n-tuan yang Bersifat Mengatur (Directory Rules)


da.ri ketentuan-ketentuan yang bersifat memaksa (dwing-
mandatory rules) yang dijelaskan di atas, dalam UUPT, terda-
e- peberapa ketentuan. yang bersifat mengatur (aanvullendrecht,
rules), antara lain:
Perseroan dapat mengatur atau menetapkan hanya 1 (satu)
qsifikasi saham atau lebih sebagaimana yang diatur pada Pasal
~ayat (1).

D dapat menentuk an .pecahan nilai nOrninal saham (Pasal 54


at (1)).
4apat menentukan cara pemindahan hak atas saham (Pasal
ayat (1)).
Udapat mengatur persyaratan mengenai pemindahan hak atas
c:lIIl (Pasal 57 ayat(l)).
dapat mengatur pengesahan laporan keuangan dan
~~i~tujuan laporan tahunan yang disampaikan Direksi (Pasal 69
at (2)).
D dapat mengatur pembagian deviden interim (Pasal 72 ayat
1)).
mengatur hak suara setiap saham yang dikeluarkan
ayat . (l)).
8) AD dapat mengatur kuorum RUPS kehadiran dan pengambilan
keputusan yang lebih besar mengenai perubahan AD dari apa yang
ditentukan Pasal 88.
9) AD boleh mengatur kuorum RUPS kehadiran dan pengambilan
keputusan yang lebih tinggi dari yang ditentukan Pasal 89 ayat
(1) mengenai Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan atau
Pemisahan.
10) AD dapat mengatur tata cara pengangkatan anggota Direksi (Pasa!
94 ayat (4)).
11) AD dapat mengatur tata cara pengunduran diri anggota Direksi
(Pasal 67).
12) AD dapat menetapkan pemberian wewenang kepada Dewan
Komisaris untuk memberikan persetujuan atau bantuan kepada
Direksi dalam melakukan Perbuatan hukum (Pasal117 ayat (1»).
13) AD dapat mengatur Dewan Komisaris dapat melakukan tindakan
pengurusan Perseroan dalam keadaan tertentu (Pasal118 ayat (1)).
14) AD dapat mengatur adanya 1 (satu) orang atau lebih Komisaris
Independen dan 1 (satu) orang Komisaris utusan (Pasal 120).

G. NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN


Ketentuan atau prinsip umum lain yang perlu dibicarakan adalah
"nama" dan "tempat kedudukan" Perseroan. Hal ini diatur pada Pasa!
UUPT 2007, sebagai berikut.
1) AD harus menentukan "nama" dan "tempat kedudukan" Perse-
roan di wilayah Negara Republik Indonesia (Pasal5 ayat (1».
Menurut penjelasan Pasal 5, alinea pertama, tempat kedudukan
Perseroan sekaligus merupakan "kantor pusat" Perseroan.
2) Perseroan harus mempunyai alamat 'lengkapfl sesuai dengan
fI

tempat kedudukannya (Pasal 5 ayat (2».


Pada Penjelasan Pasal5 alinea kedua dikatakan, Perseroan flwajib"
mempunyai alamat sesuai dengan tempat kedudukannya yang
harus disebutkan, antara lain dalam surat-menyurat dan melalui
alamat tersebut Perseroan "dapat dihubungi".
Balam surat-menyurat, pengumuman yang ditertibkan oleh
~rseroan, barang cetakan, dan akta dal am hal Perseroan menjadi
·).1ak, harus menyebutnama dan alamat lengkap (Pasal ayat (3)).
ertitik tolak dari ketentuan ini, jika dalamperjanjian atau transaksi
jelas disebut nama dan alamat Perseroan,bisa menimbulkan
!>perjanjian atau transaksi itu mengandung cacat yuridis (legal

hubungan dengan masalah nama dan tempat kedudukanakan


arakan hal-hal yang meliputi berbagai aspek yuridis baik dari
eori praktik.

ricantuman Nama Perseroan


)Tang dijelaskan di atas, berdasar Pasal 5 ayat (1) UUPT 2007,
an wajib mempunyai nama. Oleh karena itu, pendiri Perseroan
,1llemilih nama" (must chose a name) yang pasti serta menyebut
(must state the name) dalam AB.34)
~penai cara penentuan nama yang dibenarkan hukum merujuk
l<etentuan, Pasal 16 ayat (2) dan (3):
a Perseroan hams didahului dengan frase "Perseroan Terbatas"
,,1disingkat dengan "PT",
ang Perseroan Terbuka, selain pada awalnama harus didahului
e"Perseroan Terbatas" atau "PT" pada "akhir" nama Perseroan
bah kata singkat "Tbk".
luut penjelasanPasal 16 ayat (3), apabila tidak ada tulisan
"Ibk" diakhiri nama Perseroan, berarti Perseroan yang
berstatus "tertutup".
Inggris untuk private company pada kataakhir namanya di1:¥lis
disingkat dengan l.td sidang untuk publ!c limited company
ir namanya ditulis kependekatan kata plC. 35 )

R. Cheesman, Business Law, Printice Hill, 2001, hIm. 682.


Oliver And EAMarshell, hIm. 29.
2. Pengajuan Permohonan Pemakaian Nama Perseroan
Menurut Pasal16 ayat (4) UUPT 2007, ketentuan Iebih Ianjut menge_
nai tata cara pemakaian nama Perseroan, diatur dengan Peraturan
Pemerintah. Namun sampai tulisan ini dibuat, Peraturan Pemerintah
(PP) tentang hal ini belum diterbitkan.
Akan tetapi pada era UUPT 1995, telah diterbitkan PP No. 26
Tahun 1998 tentang Pemakaian Nama Perseroan Terbatas, tanggal24
Februari 1998 sebagai peraturan pelaksanaan UUPT 1995. Sesuai
dengan ketentuan Pasal 159 UUPT 2007, peraturan pelaksanaan dari
UUPT 1995, dinyatakan tetap beriaku sepanjang tidak bertentangan
atau belum diganti dengan yang bam berdasarkan UUPT 2007. Bertitik
tolak dari ketentuan Pasal 159 UUPT 2007 tersebut, oleh karena PP
No. 26 Tahun 1998 tentang Pemakaian Nama Perseroan Terbatas
belum diganti dengan yang bam, berarti PP ini masih tetap berlaku
sebagai peraturan pelaksanaan UUPT 2007.
Sudah dijelaskan, sesuai dengan ketentuan Pasal 5 ayat (1) UUPT
2007, Perseroan mempunyai "nama" yang ditentukan dalam AD.
Berdasar Pasal 1 angka 1 PP No. 26 Tahun 1998, nama Perseroan Ter-
batas yang selanjutnya disebut nama Perseroan adalah "nama diri"
Perseroan yang bersangkutan. Selanjutnya Pasal 2 ayat (1) PP ini
mengatakan, perkataan Perseroan Terbatas atau disingkat "PT" hanya
dapat digunakan oleh badan usaha yang didirikan sesuai dengan
ketentuan UUPT 1995, berarti sekarang dengan UUPT 2007. Perkataan
"PT" diletakkan di depan nama Perseroan. Ketentuan ini sama dengan
yang diatur pada Pasal16 ayat (2) UUPT 2007 yang mengatakan, nama
Perseroan didahului dengan frase "Perseroan Terbatas" atau disingkat
"PT". Sedang bagi Perseroan Terbuka selain didahului dengan frase
PT,.pada akhir nama Perseroan ditambah kata singkatan "Tbk".
Supaya nama Perseroan yang disebut dalam AD sah menurut
hukum, harus terlebih mendapat persetujuan dari Menteri. Tata cara
untuk memperoleh persetujuan dari Menteri tentang nama Perseroan
inilah yang diatur dalam PP No. 26 Tahun 1998, seperti yang dijelaskan
di bawah ini.
engajukan Permohonan Kepada Menteri
3 i/ayat(1) pp. ini mengatakan, pem.akaian nama Perseroan
kepada Menteri dengan suatupermohonan gunamendapat
tlijtian.
enllrut Pasal3 ayat (2) PP ini, permohonan persetujuan pema-
nama Perseroan, dapat diajukan dengan dua cara:
apat diajukan bersamaan dengan permohonan pengesahan badan
llkum Perseroan, atau
lebih dahulusecara terpisah dari permohonan pengesahan Akta
~ndirian Perseroan (pengesahal1 badan hukum Perseroan) atau
rmohonan persetujuan perubahan AD.
l<.an tetapi, tata cara tersebut tidak sejalan lagi dengan ketentuan
9ayat (2) UUPT 2007. Menurut pasal ini, pengisial1 format isian
fa.tigkapengajuan permohona.ti pengesahan badan hukum
yang oleh Pasal ·1··angka i4 PERMEN MENHUK·& HAM
IHT01-10Tahun2007 tentang TataCara Pengajuan Permo-
engesahan Badan. Hukum Perseroan danPersetu.juan Peru-
ggaran Dasar,iPenyam.paian Pemberitahuan AnggaranDasar
tibahan.Data Perseroal1,·disebut format Isian Akta Notaris yang
disebut FIAN Model· I:
5 didahului dengan pengajuan nama Perseroan,
ngandemikian,pengajuan permohonan pemakaian nama
rseroan menurut Pasal 9 ayat (2) UUPT 2007, tidak dapat
ajukan secara bersamaan dengan pengajuan pengesahan badan
kum Perseroan.
ena dalam. masalah tata cara pengajuan ini terdapat perbedaan
arisan antara Pasal 3 ayat (2)PP No. 26 Tahun 1998 dengan
ayat (2) UUPT 2007, yang harus diikutiadalah sistem yang
2007. Berarti· pengajual1 permohonan pemakaian
harus diajukan terIebih dahulu dari· pengajuan
,--.L":''--.L'VUJ..L,

honan . pengesahan badan hukum Perseroan. Bahkan menurut


(1) PER MEN No. M-01 HT 01-10/2007, pengajuan permo-
pengesahan badan hukum Perseroan kepada Menteri oleh
$ melalui Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum)
cara mengisi FIAN Model I, setelah nama Perseroan disetujui
I
I
Sebenarnya Penjelasan Pasal 3 ayat (2) PP dimaksud, mengan_1
jurkan lebih baik permohonan persetujuan pemakaian nama Perse- I
roan diajukan lebih dahulu. Alasannya untuk memungkinkan
Perseroan memperoleh hak memakai suatu nama terlebih dahulu darL
Perseroan lain dan/atau agar lebih cepat mendapat kepastian untukl
dapat menggunakan nama tersebut. !

b. Yang Dapat Mengajukan Permohonan


Menurut Pasal 3 ayat (3) PP tersebut pengajuan permohonan l
pemakaian nama Perseroan, diajukan bleh:
1) Pendiri Perseroan,
2) Direksi Perseroan, atau
3) Kuasanya.
Ketentuan ini agar berbeda dengan apa yang diatur pada Pasa! 9·
ayat (3) UUPT 2007 maupun Pasal2 ayat (1) PERMEN No. M-01 HT
01-10 Tahun 2007. Berdasar ketentuan ini baik pengajuan permohonan
pengesahan badan hukum Perseroan, maupun permohonan persetu-
juan perubahan AD yang dimaksud Pasal 21 ayat (2) UUPT 2007 atau
penyampaian pemberitahuan perubahan AD yang dimaksud Pasa!
21 ayat (3) UUPT 2007 dan perubahan data Perseroan, hams diajukan
Notaris dalam kedudukan dan kapasitasnya selaku kuasa pendiri atau
Kuasa Direksi Perseroan. Menurut ketentuan yang disebut di atas,
hanya Notaris yang dapat ditunjuk sebagai kuasa untuk melakukan
perbuatan-perbuatan hukum dimaksud.
Akan tetapi, oleh karena UUPT 2007 sendiri tidak menentukan
secara tegas permohonan persetujuan pemakaian nama mesti
dilakukan oleh Notaris sebagai kuasa Pendiri atau Direksi, berarti
menurut hukum dapat diikuti pengawasan yang ditentukan Pasal 3
ayat (3) PP No. 20 Tahun 1998. Dengan demikian, pengajuan permo-
honan persetujuan pemakaian nama Perseroan, dapat dilakukan
Pendiri, Direksi atau kuasanya.
ngka Waktu Pemberian· Persetujuan atau Pemberitahuan
n()lakan Pemakaian Nama Perseroan
. 26· Tahun 1998, tidak mengatur jangka waktu pengajuan
nonan persetujuan pemakaian nama Perseroan. Padahal pada
selalu ditentukan jangka waktu pengajuan suatu peristiwa
. Ambil contoh Pasal 10 ayat (1) UUPT 2007, menentukan
awaktu pengajuan permohonan pengesahan badan hukum.
diajukan kepada Menteri paling lambat 60 (enam puluh) hari
gsejak tahggal Akta Pendirian Perseroan ditandatangani.
diatur oleh Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2) PP ini, berkenaan
jangka waktu pemberian IJ'persetujuan"· atau pemberitahuan
akan" pemakaian nama Perseroan oleh Menteri, sesuai
an berikut:
setujuan atas·· pemakaian na:rIla Perseroan, harus diberikan
teri .dalam jangka· waktu paling lama 15 (lima belas) hari
lUtung} dari tanggal permohonan· diterima;
juga"penolakan" atas permohonan persetujuan pemakaian
ll
Perseroan, harus diberitahukan" Menteri kepada pe-
dalamjangka waktupaling lama 15 (lima belas) hari dari
ggal"perrnohonah diterima.

rsetujuan Menteri AtasPetnakaian NamaPerseroan,Diikuti


gwajiban Pengajuan Permohonan Pengesahan Baddn Hukum
erseroan
tiiyaPasal4 ayat(3)PP ini mengatur tindak lanjut yang harus
kan pemohon·apabila permohonan· persetujuan pemakaian
'fdisetujui" oleh Menteri.Dalam hal demikian, timbul kewajiban
pemohon untuk melakukan langkah-langkah berikut.
ajibmengajukan permohonanpengesahan badan hukum
erseroan· yang bersangkutan.
tacara pengajuan permohonannya sesuai dengan ketentuan
a19 dan Pasall0 UUPT 2007 sertaBABII(Pasal2-Pasal7)PER
No. M-Ol HT 01-10 Tahun 2007. Diajukarimelalui
minbakum dengan cara mengisi ModelL
2) Pengajuan Permohonan pengesahan badan hukum Perseroan ataU.
pengajuan permohonan persetujuan AD, "wajib" diajukan dalam
jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari sejak tanggal
persetujuan pemakaian nama diberikan.
3) Jika dalam jangka waktu tersebut tidak diajukan permohonan
pengesahan badan hukum atau persetujuan pemakaian nama
yang diberikan "menjadi batal".

e. Permohonan Persetujuan Pemakaian Nama yang Ditolak


Pasal 16 ayat (1) UUPT 2007, mengatur pemakaian nama Perseroan
yang tidak dibolehkan, terdiri atas:
a. telah dipakai secara sah oleh Perseroan lain atau sama pada
pokoknya dengan nama Perseroan lain,
b. bertentangan dengan ketertiban umum dan/atau kesusilaan,
c. sarna atau mirip dengan nama lembaga negara, lembaga
pemerintah atau lembaga intemasional, kecuali mendapat izin dari
yang bersangkutan,
d. tidak sesuai dengan maksud dan tujuan, serta kegiatan usaha atau
menunjukkan maksud dan tujuan Perseroan saja tanpa nama diri,
e. terdiri atas angka atau rangkaian angka, huruf atau rangkaian huruf
yang tidak membentuk kata,
f. mempunyai arti sebagai perseroan, badan hukum, atau perse-
kutuan perdata.
Bertitik tolak dari ketentuan ini, jika permohonan persetujuan
pemakaian nama terdiri atas nama yang dilarang Pasal 16 ayat (1)
UUPT 2007, permohonan tersebut ditolak" oleh Menteri.
II

Huruf a dan b yang disebut di atas, sama dengan pemakaian nama


yang ditolak berdasar Pasal5 ayat (1) PP No. 26 Tahun 1998. Kemudian
pada Pasal 5 ayat (2) PP tersebut ditam1?ah lagi permohonan
persetujuan pemakaian nama yang harus ditolak oleh Menteri. Apa
yang disebut dalam ketentuan ini sama dengan larangan pemakaian
nama yang disebut dalam huruf c sampai dengan f Pasal16 ayat (1)
UUPT 2007.
Sebagaimana yang telah dideskripsi di atas. Oleh karena itu, nama-
nama yang dilarang dipakai yang disebut pada Pasal16 ayat (1) UUPT

.. Hukum Perseroan Terbatas


sarna persis dengan apa yang diaturpada Pasal 5 ayat (1) dan
PP No. 26 Tahun 1998.

engutamakan Pemakaian Nama Perseroan dalam Bahasa


ttdonesia
PP ini menghimbau dan menganjurkan pemakai nama
Himbauan atau anjuran ini lebih khusus ditujukan kepada
yang seluruh sahamnya dimiliki oleh warga negara Indonesia
Badan hukum Indonesia, untuk:
f?H~'utamakan pemakaian nama Perseroan dalam Bahasa
Clonesia,
akaiannya sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang baik.
~itetapi .seperti yan? disinggung di atas,mengutamakan
§li~n . nama yang demikian hanya be~sifathimbauanatau
. Oleh karena itu, tidak bersifat imperatif. Boleh diikuti, boleh
demikian jika nama yang dipakai bukan bahasa
tetapi bahasa daerah atau bahasa. a.sin.g, tidak dilarang
Cll g hal itu tiClak termasukkategori atau kriteria yang .• disebut
asal16 ayat (1) UUPT 2007 dan Pasa15 PP No. 26 Tahun 1998.

Perseroanyang TelahMemperoleh Persetujuan Dicatat


am Daftar Perseroan
7 PP ini mengatakan, nama Perseroan yang telah mendapat atau
eroleh persetujuan Menteri, dicatat . dalam daftar nama
oan.
erdasar Pasal 29 UUPT 2007, diperkenalkan Daftar Perseroan.
(1) iPq.Sal inim~ngatakan.Daftar P~rseroan diselenggwakan oleh
eri. Selanjutnya ayat (2) mengatakan, DaftW Perseroan memuat
ntaJ.1g berbagai hal yang .terdiri. atas l1uruf a,. nama Perseroan
sl1k data YaJ.1g harus. dicatatdan <;limasukkan dalam Daftar
oan. Data Perseroan itu menu.rut Pasal 29 ayat (3) dimasukkan
Daftar Perseroan pada tanggal yang bersamaan dengan tanggal
~""I""""'" Menteri.
§l ketentuan Pasal6PP No. 26 Tahun 1998 dihubungkan
29 UUPT 2007 yang dikemukakan di atas, berarti nama Perseroan
yang telah memperoleh persetujuan Menteri dicatat atau dimasukkan
dalam Daftar Perseroan, dan yang memasukkannya dalam daftar itu
adalah Menteri.

3. Tempat Kedudukan (Zetel, Domicile)


Selain nama, AD juga harus menyebut tempat kedudukan terhadap
tempat kedudukan, melekat berbagai ketentuan hukum yang perlu
diperhatikan, antara lain sebagai berikut.

a. Tempat Kedudukan Perseroan Harus Berada dalam UWilayah"


Negara Republik Indonesia
Berdasar ketentuan ini, tidak dimungkinkan tempat kedudukan
Perseroan di luar wilayah negara Republik Indonesia. Yang mungkin
didirikan di luar wilayah negara RI, adalah Cabang atau Perwakilan
(representative).
Namun hal itu tidak mengurangi kemungkinan untuk mendirikan
Perseroan di luar negeri sesuai dengan UUPT 2007, dengan syarat:
(1) Didirikan di depan Duta Besar RI, sesuai ketentuan Pasal 7 UUPT
2007,
(2) Mendapat pengesahan dari MENHUK & HAM RI, sesuai Pasal7
ayat (4),
(3) Didaftarkan pada Daftar Perseroan di DEP HUK & HAM sesuai
Pasal 29 UUPT 2007,
(4) Diumumkan dalam Tambahan Berita Negara RI sesuai dengan
ketentuan Pasal 30 UUPT 2007.

b. Tempat Kedudukan, Sekaligus Menjadi UKantor Pusat" (Head


Office) Perseroan atau uDomisili"
Hal ini ditegaskan dalam Penjelasan Pasal 5 alinea pertama, bahwa
tempat kedudukan Perseroan sekaligus merupakan kantor pusat
Perseroan (head office, head quarter).

c. Tempat Kedudukan Menurut Hukum Sekaligus U Alamaf' Perseroan


Menurut Penjelasan Pasal5 alinea kedua, Perseroan "wajib" mempu-
nyai alamat:
tersebut harus. sesuai dengan fltempat kedudukan"· yang
sebut dalamAD.
amat merupakan landasan identitas· untuk menghubunginya
au berkomunikasi dengan Perseroan dalam bentuk surat-
enyurat atau dalam bentuk yang lain, seperti flpemberitahuan"
otice).
nubungan denganitu, Pasal5 ayat (3) menegaskan, dalaill surat-
~nyurat, pengumuman yang·· diterbitkan Perseroan menjadi
harus menyebabkan nama dan alamat lengkap Perseroan.

wpat Kedudukan Selain diIbu Kota Negara dan Provinsi, Dapat


ddi·Daerah Kota atau··Kabupaten
~enurut Penjelasan. Pasal17ayat (1), tidak tertutup kemung-
e~pat kedudukan Perseroanudi desa" atau fldi kecamatan"
r?'crrat, asal~D mencantllffikan nama kota atau kabupaten
sa dan kecamatan tersebut. Dalam Penjelasan itu disebut contoh:
bertempat kedudukan di desa Bojongsari, Kecamatan Pandaan,
aten Pasuruan".
perti yang disinggung di atas, tempat kedudukan berfungsi
:.< Ukantor pusat" (Head quarter) dan domisili" dal.am rangka
fI

kan komunikasi (communication) dan. pemberitahuan (notice)


Perseroan.
begitu, tempat kedudukan merupakan dasar eksistensi
an,
(legal existence) . Persero karena dengan adanya tempat dan
~~an yang menjadi domisili Perseroan, pihak lain ~apat menen-
d~tempat mana dapat dilakukan komunikasi dengan Perseroan
ersangkutan. Sehubungan dengan itu, dapat disimpulkan
't: kedudukan mengandung berbagai makna yuridis:
~mpat kedudtikan,'merupakan domisili huk~ (legal domicile)
g sah dari Perseroan,
Iripat kedudukan merupakan yurisdiksihukum (legal
risdiction) bagi Perseroan melakukan kegiatan usaha,
empat kedudukan, merupakan landasan domisili komersial
ommercial domicile) bagi Perseroan melakukan kegiatan
omersial,
(4) Tempat kedudukan, merupakan tempat utama (principal placeJ
bagi Perseroan mengatur pelaksanaan maksud dan tujuan serta
kegiatan usaha Perseroan.

4. Nama yang Dilarang


Berdasar Pasal 16 ayat (1) UUPT 2007, Perseroan dilarang memakai
nama tentu, seperti yang dijelaskan berikut ini.

a. Telak Dipakai Secara Sah oleh Perseroan Lain atau Sama Pada
Pokoknya dengan Nama Perseroan Lain
Mengenai pengertian "sama" dengan nama yang dipakai secara sah
oleh Perseroan lain, baik dad segi teod dan praktik, ialah nama yang
"sama secara keseluruhan" (entireties similar)36). Antara nama yang
dipakai dengan nama Perseroan lain, terdapat kesamaan "menyeluruh"
mengenai penulisan dan penyebutan. Dibandingkan secara
keseluruhan (compared in their entreties);
• sangat sama betul (very similar),
• penampilan dan perwujudan antara kedua nama itu, nyata-nyata
sama (actual apperance),
• nama yang dipakai benar-benar merupakan "tiruan" (imitationJ
dari nama Perseroan lain.
Peniruan atau pemakaian nama Perseroan yang persis sama dengan
nama Perseroan lain, dikategod imitation of genuine one. 37 )
Apalagi jika persamaan nama itu ternyata sama pula kegiatan
usaha, produksi atau jalur pemasaran, maka jelas-jelas nama itu dalam
teori dan praktik disebut "mengkopi" dad aslinya atau "mempro-
duksi" dari aslinya.
Sedang pengertian "midp" dengan nama Perseroan lain, tidal<
merupakan "copy" atau "reproduksi" secara utuh dan menyeluruh
dari nama Perseroan lain. Akan tetapi "sangat" identik "atau sangat

36) M. Yahya Harahap, S.H., Tinjauan Merek Secara Umum dan Hukum Merek di Indonesia
Berdasar UU No. 19 Tahun 1992, Citra Aditya Baldi, 1996, Wm. 288.
37) Ibid., M. Yahya Harahap, S.H., Wm. 289
disebut juga sangat identik atau hampir mirip tulisan
bacaannya. Disebut juga identic with atau nearly resembles 38 ).
aan nama yang demikian dalam teori dan praktik, disebut
ll.nyaipersamaanpada pokoknya, sehingga termasuk nama
dilarang untuk dipakai.

¢rtentangan dengan Ketertiban Umum dan/atau Kesusilaan


Clian ··terhadap permasalahan ketertiban umum atau·· kesusilaan,
ciang bersifat subjektif dan relatif. Baik dari segi teori atau praktik,
!iban umum (openbare orde, public oder) dan kesusilaan
jkheid; morality) sangat luas spektrumnya.
ada dasarnya tidak ada definisi yang dapat meliputi pengertian
i'Ilenyeluruh tentang ketertiban umum. Pengertiannya tergan-
fakta-fakta yang beda.
sebabnya kata ketertiban umum mempunyai konotasi luas
~o1irtotation) terutama
yang berkaitan dengah keamanan, keten-
an, dan keselamatan(tranquility and safety). Memelihara
iban umum berarti menjaga keamanan dan keselamatan masya-

~ngan demikian, dapat dikatakan penggunaan nama Perseroan


~ertentangan denganketettibah umUlTI, adalahnama yang dapat
bulkan gangguan terhadap keamanan dan keselamatan masya-
yang mengganggukepentingan umum (violation in the interest
lie> order).
gitu juga dengan pengertian kesusilaan (zedelijkheid, morality).
andung arti yang relatif, sehingga sahgat sulit mendefinisikannya.
gkali dapat dikatakan sama halnya dengan pelanggaran keter-
i.tJ:num pelanggaran kesusilaan juga merupakan suatu keadaan
tihdakan yang dapat meni11lbulkan· gangguan keamanan dan
t~raman umum. Dengan demikian, penggunaan nama Perseroan
tidak sesuai dengan kesusilaan, adalah nama yang dapat menim-

" M. Yahya Harahap, S.H., hlm. 289.


stice LP Singh PK Majundar, Judicial Dictionary, Second Edition, Orient Publishing
mp 2001, hlm. 1096.
bulkan gangguan, (turbulent) terhadap keamanan dan keselamat
masyarakat.

c. Sama atau Mirip dengan Nama Lengkap Lembaga Negal


Lembaga Pemerintah, atau Lembaga Internasional, Kecul
Mendapat Izin dari Yang Bersangkutan
Mengenai larangan ini, tidak begitu sulit menerapkannya, kare
semua patokannya jelas dan tidak menimbulkan penafsiran.

d. Tidak Sesuai dengan Maksud dan Tujuan serta Kegiatan Usa


atauMenunjukkan Maksud dan Tujuan Perseroan Saja TanpaNm
Diri
Penerapan larangan ini pun tidak menimbulkan masalah, karena tid
mengandung multi tafsir.

e. Terdiri Atas Angka atau Ungkapan Angka, Huru! atau Rangkai


Huru! yang Tidak Membentuk Kata, atau

f. Mempunyai Arti sebagai Perseroan, Badan Hukum at


Persekutuan Perdata
Demikian deskripsi nama yang tidak boleh dipakai Perseroan menU!
Pasal 16 ayat (1) UUPT 2007. Berbeda dengan UUPT 1995, pada Pa
18 ayat (1) nama yang tidak boleh digunakan Perseroan hanya du
a. nama yang telah dipakai secara sah Perseroan lain atau mi
dengan nama Perseroan lain,
b. nama yang bertentangan dengan ketertiban umum dan/at
kesusilaan.
Dalam .hukum lnggris, terdapat beberapa nama yang dilara
dipakai. Pada Section 26 (1) Companies .Act 1985,40) nama yang tid
boleh dipakai:
1) nama yang sama dengan nama Perseroan lain,
2) kedudukan nama orang lain,

40) Ibid., Haring R. Cheeseman, hlm. 57.


yang sama penampilannya dengan nama Perseroan lain, dan
aJ]1.a yang merupakan.tindakan pidcma (constitute a criminal of
nee).
arangan yang paling penting, adalah nama yang sama (same as
gI).gtelah dipakai secara sah oleh orang lain, yakni nama Perseroan
ang telah terdaftar dalam Daftar Perseroan di Departemen HUK
M.
Kenapa dilarang? Nama yangtelah registeratau terdaftar dalam
Perseroan, menurut hukum merupakan "hak eksklusif
s.ive right) dan hakmonopoli (monopoly right) dari pemilik atau
ll

nama.. Oleh karena itu,baik. sebagian apalagi keseluruhan


itu, tidak boleh dipakai oleh Perseroan lain lagi.
~mang ada yang berpendapat dan mentolerir, kalau nama yang
hanya mengandung IIpersamaan kedl" (minor similarity),
tidak merusakkategori larangan.
palagi terjadi persamaan nama denganPerseroan lain yang telah
tar, yang bersangkutan dapat mengajukan gugatan "pembatalan"
e itu ke Pengadilan.
elain dari itu, ada.juga penggunaan nama.yang "tidak menye-
atau "tidak disukai" (undesirable name) antara lain:
yang digunakan, menyerang negara sahabat, karena nama
demikian dianggap hampir masuk kategori melanggar
etertiban umum (public policy),
ama yang sensitif menyinggung nilai-nilai. ajaran agama tertentu,
hal yang semacam.ini barangkali bukan lagi nama yang
"llrang menyenangkan, tetapi lebih tepat dikategori nama yang
ilarang, karena dianggap bertentangan dengan ketertiban umum
kesusilaan.

paya Atas Penolakan Nama


tmana kalauMENHUK & HAM menolak nama yang dican-
an dalam AD? Pihak yang keberatan atas penolakan itu, dapat
empuh upaya hukum berikut.
a. Mengajukan Nama Pengganti
Alternatif pertama, mengganti nama yang ditolak, kemudian nama
pengganti disampaikan kepada Menteri. Caranya dengan jalan
mengubah nama yang ditolak itu dalam AD Perseroan.
Cara dan upaya ini paling tepat ditempuh. Tidak terlampau
memerlukan biaya dan waktu yang terlampau lama.

b. Mengajukan Gugat ke Pengadilan


Upaya yang lain, mengajukan gugatan terhadap MENHUK & HAM
ke Pengadilan atas penolakan tersebut. Apabila upaya ini yang
ditempuh, harus dapat membuktikan di persidangan, bahwa nama
yang ditolak sama sekali tidak melanggar larangan nama yang
dideskripsi pada Pasal16 ayat (1) UUPT 2007.
Barang kali ada baiknya diperhatikan pendapat Walter Woon41J ,
Di negara Singapura, Pengadilan enggan mencampuri atau intervensi
atas kebijakan penolakan nama yang dilakukan pejabat yang
berwenang untuk itu.

6. Perubahan Nama dan Tempat Kedudukan


Undang-undang tidak melarang dilakukan "perubahan" nama Per-
seroan. Malahan Pasal 21 ayat (2) UUPT 2007, telah mengantisipasi
atas kemungkinan penggantian nama. Menurut Pasal21 ayat (2) huruf
a, dapat dilakukan perubahan nama Perseroan maupun tempat
kedudukan Perseroan.
Perubahan nama dikategori oleh Pasal 21 ayat (1) sebagai
"Perubahan AD" mengenai hal "tertentu". Sehubungan dengan itu,
agar perubahan nama dan/atau kedudukan sah menurut hukum,
hams dipenuhi syarat berikut.

a. Perubahan Harus Berdasar KetetapanlKeputusan RUPS


Hal itu ditegaskan oleh Pasal19 ayat (1) UUPT 2007. Setiap perubahan
AD baik perubahan tertentu atau tidak, hams berdasar "ketetapan"

41) Walter Woon, Company Law, Longman, Fith Repaint, 1994, WID. 21.
iyJsedang RUPS yang sahuntuk mengubah AD Perseroan
uk dan tunduk kepada ketentuan Pasa188 UUPT 2007.

endapat Keputusan Persetujuan Menteri


karena perubahan nama atau tempat kedudukan dikategori
ghanAD·Htertentu" maka menurut Pasal21 ayat (1) UUPT 2007,
bahan tersebut harus mendapat keputusan Persetujuan dari

asional atau Kebangsaan Perseroan


i yang dijelaskan te:rdahulu, Perseroan sebagai badan hukum
unyai personalitas hukum (legal personality). Oleh karena itu,
mempunyai nama dan tempat kedudukan diwilayahnegara
Perseroanmempunyai Hnasionalitas" atau Hkebangsaan".
cili satu Hurgensi" yang dianggap penting mengenai nasionalitas
rOan, berkaitan dengan masalah Hrekuisisi" (requisitie, requisition)
. pengambilan harta kekayaan Perseroan oleh kekuasaan publik
emerintah untuk dipergunakan bagi kepentingan umum. Masa-
kuisisi timbul dan penting, terutama pada masa·perang. Hal ini
dihadapi Inggris pada saat berperangmelawan Jerman pada
g Dunia Pertama dan Kedua. Apakah Perseroan yang didirikan
ggris berdasar hukum Inggris, tetapi pengurusannya atau
sinyaterdiri atas orangJorangJerman, sehingga praktis Perseroan
asai Jerman,42) adalah berkebangsaan Inggris atau Jerman?
elain daripada itu, dari hukum Internasional, kebangsaan
roan diperlukan untuk menentukan undang-undang mana yang
diterapkan sehubungan dengan hukum kewajiban, terutama
latimbul sengketa antara Perseroan dengan pihak lain.
ahkan menurut HMN Purwosutjipto S.H.,43) Huntuk melindungi
Lbadan perniagaannasional yang masih belum kuat kedudukan

S.H., Hukum Dagang, Pradya Paramita, Cetakan Keempat, 1987, Wm.


ekonominya, perlu sekali adanya perbedaan perlakuan antara bad
perniagaan asing" yang ada di Indonesia dengan Perseroan nasion
Terhadap permasalahan kebangsaan Perseroan telah munc
berbagai teori, antara lain sebagai berikut.

a. Asas Wilayah (Territorialiteitsprincipe, Territorialiteitsbeginse,l;


Principle ofTerritoriality),t~
Teori ini dikemukakan antara lain oleh kelompok yang berpendap~£
kebangsaan suatu Perseroan ditentukan oleh beberapa hal, yakni
1) menurut undang-undang negara nama Perseroan didirikan,
2) di wilayah negara mana tempat kedudukan Perseroan.
Maka berdasar teori atau prinsip "teritoral", apabila Perser0art
didirikan berdasar ketentuan hukum atau undang-undang Indon~s~~
serta tempat kedudukannya di wilayah negara RI, menurut hukUD:I
Perseroan tersebut berkebangsaan Indonesia.
Kebangsaan Indonesia bisa juga melekat pada Perseroan yang
didirikan di luar negeri dengan syarat:
(1) didirikan di depan Duta Besar RI berdasar UUPT 2007, yakni
undang-undang Perseroan Indonesia,
(2) mendapat keputusan Pengesahan dari MENHUK & HAM RI,
sesuai Pasal 7 ayat (4) UUPT 2007,
(3) didaftarkan pada Daftar PERSEROAN di DEP HUK & HAM RI
sesuai ketentuan yang digariskan Pasal27 UUPT 2007,
(4) serta diumumkan oleh MEN HUK & HAM dalam Tambahan
Berita Negara RI sesuai dengan ketentuan Pasal 39 UUPT 2007.

b. Teori Pendiri, Pengurus, dan Pemegang Saham


Menurut teori ini, nasionalitas Perseroan ditentukan oleh faktor
kebangsaan pendiri, pengurus, dan pemegang sahamnya,
Teori ini kurang populer. Sulit menerapkannya, terutama meng-
hadapi Perseroan Tbk yang sebagian besar sahamnya diperdagangkan
di Bursa Efek. Bagaimana menentukan nasionalitas pemegang
sahamnya dikaitkan dengan peralihan pemegang saham yang begitu
cepat? Masalah lain, bagaimana menentukan kebangsaan Perseroan,
'lasaham yang diterbitkan atas tunjuk (aan toonder van aandelen,
depositary recipt for shares)!
yang menyederhanakan teori ini, dengan cara menggan-
ankepada faktor kebangsaan pengurusannya. Akan tetapi, teori
bisa menimbulkan ketidakpastian. Terutama pada saat
ang. Banyak dijumpai Perseroan, di mana pengurus atau Direk-
terdiri dari beberapa orang yang saling berbeda kebangsaannya.
salah satu contoh. Perseroan didirikan berdasar undang-
g Indonesia (waktu itu UUPT 1995). Direktur Utamanya berke-
an Malaysia, sedang anggota Direksi yang lain dan Komisaris
berkebangsaan Malaysia. Contoh di atas masih sederhana.
irosanrtya hanya memiliki kebangsaan Malaysia dan Indonesia.
Imana kalau pengurusannya terdiri dari orang-orang yang
g-masing berbeda kebangsaan. Anggota Direksi mana yang
anpatokan· menentukan Perseroan kebangsaan sesuai dengan
aman kebangsaan para anggota Direksi! Teori ini lebih baik

kum yang Dijadikan Dasar Pendirian


gkali teori yang paling tepat dan mudah diterapkan ialah ajaran
mengatakan, patokanmenentukan kebangsaan Perseroan
gkan pada hukum atau undang-undang yang dijadikan dasar
±ian Perseroan. 44)
dengan ajaran ilmu hukum, pendirian Perseroan harus
kepada hukum tertentu. Tidak mungkin mendirikan suatu
berdasar berbagai ketentuan hukum atau perundang-
gem yang saling berbeda. Bagaimana mungkin pendirian suatu
roan mendapat flpengesahan" dari instansi yang berwenang atau
Pemerintah, apabila didirikan berdasar sistem hukum yang
gam? Oleh karena itu, agar Perseroan mendapat pengesahan
iriannya dari Pemerintah, hams didirikan dengan sistem hukum
a tertentu.
Dengan demikian, sistem hukum atau undang-undang negara
mana yang dijadikan dasar "pendirian" dan "pengesahan" Perseroan,
,dianggap mengikuti kebangsaan negara tersebut. Jadi, kalau Suatu
Perseroan didirikan dan disahkan berdasar sistem hukum Indonesia
sebagaimana yang diatur dalarn UUPT 2007, maka nasionalitas atau
kebangsaan Perseroan tersebut:
• memiliki kebangsaan Indonesia,
• oleh karena itu, hukum yang diperlakukan dan diterapkan
terhadapnya adalah hukum Indonesia.
Tidak menjadi soal apakah semua atau sebagai anggota Direksinya
terdiri dari "orang asing". Juga tidak menjadi masalah apakah seluruh
atau sebagian pendiri atau pemegang sahamnya terdiri dari orang lain,
maka Perseroan itu memiliki kebangsaan Indonesia apabila didirikan
menurut sistem hukum Indonesia.
Selain teori yang disebut di atas, untuk menentukan kebangsaan
Perseroan, Inggris mempergunakan teori atau "pendekatan agregrat"
(aggregate approach). Pendekatan ini, dipergunakan Inggris pada masa
Perang Dunia ke II menghadapi Jerman. Menurut teori ini, kebangsaan
suatu Perseroan ditentukan oleh faktor "siapa yang mengontrol" Pers€-
roan. Siapa yang berada di belakang Perseroan dan dia berperan sebagai
"pemegang kontrol" maka kebangsaan Perseroan sarna dengan ke-
bangsaan orang yang mengontrolnya. Melalui pendekatan ini, semua
Perseroan yang dikontrol Jerman yang berada di Inggris, dianggap
berkebangsaan Jerman. Oleh karena itu, Perseroan itu dianggap "mu-
suh" atau dianggap melakukan kegiatan untuk kepentingan musuh.
Atas dasar itu, semua harta kekayaan Perseroan yang dikontrol Jerman
disita dan dirarnpas (seizure). Amerika Serikat juga mempergunakan
pendekatan agrerat selarna perang Dunia Kedua menghadapi Jerman
dan Jepang.

H. JANGKA WAKTU BERDIRINYA


Pasal 6 UUPT 2007, berbunyi
Perseroan didirikan untuk jangka waktu terbatas atau tidak terbatas
sebagaimana ditentukan dalam anggaran dasar.
' ' ' ' ' .......L ........' tolak· dariketentuan ·Pasal- 6 tersebut, akan dibicarakan

fa Menyatakan J angka Waktu -Berdirinya Perseroan


ketentuan Pasal UUPT 2007, dalam AD harus ditentukan
aiwaktu berdirinya Perseroan. Dan penyebutan jangka waktu
tADmenurut Pasal9 ayat (1) salahsatu syarat untuk memperoleh
Pengesahan Perseroan darVMenteri. Dengan demikian
tuman ketentuan jangka waktunya Perseroan dalam AD,
akan syarat memaksa atas keabsahan Perseroan.
beberapa negara, masa berlaku atau jangka waktu berdirinya
an.. (duration of corporation), dapat "bersifat abadi" (perpetual)
taswaktu. ·-Namun di beberapaNegara Bagian Amerika ada
yang menganut, jangka waktu berdirinyamesti "bersifat
s~')(limited), seperti di negara bagian Missisippi jangka waktu
ya terbatas. Tidak dibenarkan tanpa batas waktu. 45 )

gkaWaktu Terbatas
gstindang membolehkan jangka waktu berdirinya "terbatas",
waktu berdirinya boleh untuk "periode tertentu". Misalnya
jangka waktu50 atau -75 tahun, asal- hal itu. dengan tegas
kan dalam· AD berapa lama jangka waktu berdirinya.
llrut Penjelas
an _
P asal 6, apabila jangka waktu berdirinya
(beperkt,limited), harus disebut dengan tegas dalam AD.
10 atau 20 tahun. Bisa juga jangka waktu yang ditentukan
I'V'~C"' I""~T"" 100 tahun.
....

Waktu Tidak Terbatas


~g k~dua, penyebutan jangkawaktu berdirinya dalam AD,
~~ba-tas" (unlimited). Menurut Penjelasan Pasal6 UUPT 2007,
}~9ka waktu berdirinya dikehendaki tidak terbatas, harus
dengantegas~~.L~.LL

Henn-John R. Alexander, Law ofCorporation, Third Edition, West Publishing Co,


hlm.277.
Sistem ini yang paling banyak dianut dalam perundang
undangan. Memberi pilihan kepada pendiri apakah jangka wak
berdirinya terbatas46l . Hampir semua negara menganut sistem ini
termasuk Indonesia, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 6 UU
2007.
Pada dasarnya, baik ditentukan jangka waktu berdirinya secar
terbatas maupun tidak terbatas, eksistensi kehidupan Perseroan dapa
dikatakan "abadi" (perpetual) yakni terus-menerus hidup dan eksi
sampai batas jangka waktu berdirinya berakhir:
.. Perseroan itu "tidak mati" (immortal), sampai berakhir jangk
waktu berdirinya yang ditentukan dalam AD,
.. Identitasnya sebagai badan hukum (rechtspersoon, legal entity)
maupun hidup dan keberadaannya tidak terganggu atas peru
bahan pemegang saham maupun masalah apakah Pemegan
saham atau anggota Direksi meninggal dunia, Perseroan tetap eks'
dan abadi.
Akan tetapi, mengenai pendapat Perseroan terus-menerus aba .
(perpetual) sampai masa berdirinya berakhir, tidak selamanya mud
dipraktikkan. Tentang hal ini Walter Woon mengemukakan sua
contoh kasus 47 ). Dalam kasus ini pemegang saham dan anggota Direks'
meninggal dunia dalam suatu kecelakaan. Pemegang saham terdir'
atas 2 (dua) orang, yakni "suami ism". Keduanya bukan hanya pem
gang saham, tetapi sekaligus juga anggota Direksi. Keduanya meninggal
dunia dalam kecelakaan lalu lintas. Yang selamat hanya anak merek9
yang masih bayi. Pengadilan menghadapi masalah yang sulit. Sam:
segi semua pemegang saham dan anggota Direksi meninggal dunia,
Pada segi lain, menurut hukum meninggalnya pemegang saham dan
anggota Direksi tidak mempengaruhi legalitas eksistensi kehidupan
Perseroan.
Dalam AD ditentukan persyaratan pengalihan saham melalui
wasiat dari anggota yang meninggal, hams persetujuan Direksi. Oleh,
karena itu, untuk mengalihkan saham keduanya kepada siapa pun,1
i
I
46) Ibid" HenryR. Cheesmen, WIn. 682.
47) Ibid., WIn. 31.
$uk kepada anak mereka yang masih bayi, berarti harus ditunjuk
Q,ulu Direksi, yang akan bertindak menyetujui pengalihan saham
Ut.N amun menurut AD, untuk menunjukkan dan mengangkat
mtaDireksi, harus dipilih pemegang saham dalam RUPS. Padahal
~pemegang saham telah meninggal.

enghadapi lingkaran setan (vicious circle) tersebut, Pengadilan


fi~inkan (allowing) perwakilan pribadi pemegang saham yang
ggal menunjuk dan mengangkat Direksi baru dan Direksi baru
a:PCit. menyetujui peralihan saham kepada penerima warisan
it::iary).

Jangka Waktu Merupakan Perubahan AD

oan berhak mengubah jangka waktu berdirinya. Perubahan


itu, dikategori Pasal 21 ayat (1) dan ayat (20) huruf c
2007, sebagai perubahan AD "tertentu".
engan demikian, agar perubahan jangka waktu berdirinya sah,
terpenuhi syarat-syarat berikut:
ertibahan berdasar ketetapan RUPS sesuai dengan ketentuan
19 UUPT 2007,
kehadiran dan pengambilan keputusan RUPS,
erpedoman kepada Persetujuan Menteri sesuai ketentuan Pasal
8UUPT 2007,
erubahan AD tentang perubahan jangka waktu harus mendapat
eputusan Persetujuan Menteri sesuai ketentuan Pasal 21 ayat (1)
(2) UUPT 2007.
emikian tata cara perubahan AD mengenai jangka waktu
inya Perseroan.

rmohonan Persetujuan Perubahan Mengenai Perpan-


. ngan Waktu Berdiri
enai tata cara permohonan Persetujuan Menteri atas perubahan
ntang perpanjangan jangka waktu berdirinya Perseroan, diatur
22 UUPT 2007:
Hams diajukan kepada Menteri paling lambat 60 (enam pUluh)
hari "sebulan" jangka waktu berdirinya berakhir. Selanjutnya Menteri
memberikan persetujuan atas permohonan perpanjangan jangka
waktu, paling lambat pada tanggal terakhir berdirinya Perseroan.
Mengenai permohonan persetujuan perubahan AD tentang
perpanjangan waktu berdirinya Perseroan, perlu diperhatikan Penje-
lasan Pasal 22 ayat (1), yang menyatakan, ketentuan mengenai
pengajuan persetujuan Menteri yang ditentukan Pasal22 ayat (1), yakni
paling lambat 60 hari sebelum jangka waktu berdirinya berakhir, tidak
mengurangi ketentuan yang dimaksud Pasal 21 ayat (7) UUPT 2007.
Penjelasan tersebut memberi contoh kasus. Misalnya Perseroan
didirikan untuk 50 (lima) tahun, dan akan berakhir tanggal 15
November 2007. Apabila jangka waktu berdirinya akan diperpanjang,
per:n::l.Ohonan persetujuan perubahan AD mengenai perpanjangan
jangka waktu, harus diajukan kepada Menteri paling lambat 15
September 2007, yakni paling lambat 60 (enam puluh) hari dari tanggal
berakhimya (15 November 2007).
Apabila RUPS telah mengambil keputusan untuk memperpanjang
jangka waktunya pada tanggal 1 Agustus 2007, dan telah dinyatakan
dalam Akta Notaris pada tanggal 7 Agustus 2007, maka pengajuan
permohonan kepada Menteri, harus dilakukan paling lambat 7
September 2007.
Dalam hal RUPS diadakan pada tanggal 20 Agustus 2007,
perpanjangan jangka waktu itU harus dinyatakan dalam akta Notaris
dan diajukan per-mohonannya kepada Menteri paling lambat tanggal
15 September 2007 sesuai dengan Pasal 22 ayat (1).

I. TANGGUNG JAWAB PERDATA PERSEROAN


Seperti yang telah sering disinggung, Perseroan sebagai badan hukum
memiliki personalitas hukum (legal personality) sebagai "subjek
hukum". Hal itu pemah ditegaskan juga dalam salah satu Putusan
MA No. 047 K/Pdt/1988, tanggal 20 Januari 1993 48). Putusan ini

48) Prof. Dr. Gautama, Himpunan Yurisprudensi Indonesia yang Penting untuk Praktik (Hand
Mark), Jilid 14, Citra Aditya Bakti, 1995, hIm. 347.
~l1timbangkan, seorang Direktur Perseroan tidak dapat digugat
perdata atas perjanjian yang dibuat untuk dan atas nama
an. Yang dapat digugat adalah Perseroan yang bersangkutan,
Perseroan adalah badan hukum tersendiri, sehingga meru-
t?ubjek hukum// yang terlepas dari pengurusnya (Direksi). Oleh
Perseroan "memikul tanggung jawab// (aansprakelijkheid,
) .• atas segala tindakan. atau perbuatan yang. dilakukannya
ppihak ketiga.
mjau dari segi hukum perdata, terdapat beberapa tanggung
ang melekat pada diri setiap Perseroan sebagai badan hukum
rpisah (separate) dan berbeda (destinct) dari pemegang saham
ngurus Perseroan. Tanggung jawab perdata, disebut "tanggung
hukum perdata// (civielrechtelijke aanspraakelijkheid, liability
civil law), yakni tanggung jawab Perseroan yang menyangkut
pidang hukum perdata dalam arti luas. Pada ;dasarnya tang-
-Wab bidang hukum perdata, tidak menimbulkan problema
/.. qiakui memiliki "kapasitas// melakukan perbuatan hukum
membuat "kontrak// atau "transaksi//. dengan pihak ketiga
'ClI}g hal itu· sesuai dengan maksud dan tujuan serta kegiatan
yang ditentukan dalam AD. Selain daripada mempunyai
membuat kontrak atau transaksi dengan pihak ketiga
"persetujuan yang digariskan Pasal1315 jo. Pasal1320 KUH
Perseroan dapat juga melakukan perikatan yang timbul dari
g-;undang atau dari undang sebagai akibat perbuatan Perseroan
Pasal 1352 KUH Perdata... Bisa berupaperbuatan yang halal
'~'ketentuan Pasal1354 KUH Perdata seperti mewakili urusan
!w.n tanpa perintah dan persetujuan orang tersebut. Bisa juga
akan "perbuatan melawan hukum// (onrechtmatige daad,
I act) yang merugikan orang lain, seperti yang ditentukan pada
65 KUH Perdata. Kedua jenis tanggung jawab perdata itulah
dibicarakan pada bagian ini.

Perseroan sebagai subjek hukum yang independen terpisah


Jbeda dari pemegang dan pengurus, melekat tanggung
kontraktual (contractuele aanspraakelijkheid, contractual liability)
atas perjanjian atau transaksi yang diperbuatnya untuk dan atas nan
Perseroan. Tanggung jawab kontraktual lahir dan melekat pada di
Perseroan dari perjanjian yang dibuatnya denganpihak lain
Memang menurut hukum, Perseroan sebagai badan hukur
dapat melakukan usaha sesuai dengan maksud dan tujuan yar
ditetapkan dalam AD. Perseroan dapat melakukan segala bentt;
hukum perjanjian yang dibenarkan undang-undang sepanjang hal il
sesuai dengan kapasitas yang ditetapkan dalam AD. Perseroan tid,
ada bedanya dengan subjek hukum perorangan, mempunyai hak da
kewajiban dalam hukum perorangan, juga mempunyai hak da
kewajiban dalam hukum (has rights and duty at law). Perseroan berh,
mencari bantuan dan perlindungan hukum di depan Pengadila
seperti halnya subjek hukum perorangan, dapat mencari bantuan da
perlindungan hukum di depan Pengadilan. 49 )
Sehubungan dengan itu, dalam melaksanakan kegiatan usall
sesuai denganmaksud dan· tujuan yang ditetapkan dalam AI
Perseroan dapat melakukan hubungan hukum (rechtsbettrekking, legl
relationship) dan tindakan hukum (rechtshandeling, legal act) denga
pihak lain baik dengan "perseorangan" maupun dengan bada
hukum lain, yang diwakili oleh Direksi
Dalam hal yang dernikian, apabila Perseroan mengadakan "kes(
pakatan" (overeenkomst, agreement) atau "perikatan" (verbinteni:
enggangement) dengan pihak lain, maka menurut Pasal 1338 KUl
Perdata, Perseroan telah mengikat dirinya kepada orang atau piha
lain. Apabila perikatan dilakukan sesuai dengan ketentuan Pasal132
KUH Perdata, menurut Pasal 1338 KUH Perdata, perjanjian it
"mengikat" sebagai undang-undang kepada Petseroan, dan haru
dilaksanakan pemenuhannya dengan iktikad baik.
Kalau begitu, sejak perjanjian berl~u, pada diri Perseroan tela
timbul "kewajiban hukum" (legal bligation) untuk memenub
(nakoming, performance) isi perjanjian serta sekaligus pada diriny
melekat tanggung jawab kontraktrual kepada pihak lain tersebut.

49) Ibid., Me Oliver, EAMars.


abila Perseroan cidera janji" atau wanprestasi dikualifikasi
fI

ukan pelanggaran perjanjian/kontrak(breach of contract) atau


an tidak memenuhi kewajiban (niet namoking, non performance),
ga dapat dituntut memenuhi perjanjian serta membayar peng-
biaya (cost), ganti kerugian (sehade, damage), dan bunga
stJ berdasar Pasal1243 jo. Pasal1267 KUH Perdata. Hal itu antara
j:tegaskan dalam Putusan MA No. 436K/Sip/197350 ) yang dapat
bahwa perjanjian yang dibuat Pengurus Perseroan dalam
ajni adalah untuk dan atas nama Perseroan. Apabila Perseroan
,J:1tc. tidak memenuhi pelaksanaan perjanjian, dia telah melakukan
:J3~stasi..Oleh karena itu, pihak lawan dapat menuntut Perseroan
memenuhi kewajiban yang disepakati dalam perjanjian.
i~an juga putusan MA No. 423 K/Sip/1967, tanggal6 Juli 196851 ).
lain dipertimbangkan, PT Garuda memikul tanggung jawab
tual, karena terbuktitidak melakukan hal-hal yang perlu un-
}.)ghindari kecelakaan itu. Paling-paling yang dapat mengurangi
g jawab itu adalah pembatasan tanggung jawab apabila PT
dapat membuktikan, bahwa kecelakaan itu bukan dilakukan
fI sengaja" atau karena flkelalaian besar" atau "kesalahan kasar"
schuld, gross neglegence) sesuai dengan Pasal 30 Ordonasi
gkutan.
us lain, Putusan MA No. 2990 K/Pdt/1989, tanggal 23 Mei
mempertimbangkan, Bank Pasar Dwiwarna sebagai badan
atau Perseroan, tidak mampu mengembalikan deposito milik
sabah meskipunsudah jatuhtempo. Pembayaran kembali uang
'to itu kepada para nasabah, secara yuridis menjadi tanggung
Bank sebagai badan hukum, sehingga tidak perlu meminta
ggungjawaban Direksi.
hubungan dengan tanggung jawab kontraktual, Perseroan
juga dituntut tanggung jawab secara renteng (hootdelijk
kelijkheid, joint and severally liable) dengan pihak lain. Antara

uman Yurisprudensi MA Indonesia II, Hukum Acara Perdata, 1977, hlm. 157.
'dir Ali, S.H, Yurisprudensi Hukum Dagang, Alumni Bandung, 1982, him. 2.
oediarto, S,H., Kompilasi PutusanMA tentang Hukum Utang-Piutang, IKAHI, him.
lain dapat dilihat pada putusan MA No. 359 K/Pdt/1988, tanggal 26
November 1992. Pertimbangannya mengatakan, dapat membenarkan
putusan Judex Facti yang menghukum PT Inti Jaya Utama untuk
melunasi pembayaran uang sewa gunausaha secara tanggung renteng
bersama-sama dengan para "penanggung" (borg, surety, guarantor)
kepada PT CLC sebagai lessor. Dalam kasus ini, PT Inti Jaya Utama
bertindak sebagai lessee dan PT CLC sebagai lessor. Adapun AS dan
HD bertindak sebagai penanggung (borg) kepada PT CLC. Ternyata
PT Inti Utama gagal melunasi utang sewa guna usaha yang dijanjikan,
maka dia dihukum bersama-sama dengan AS dan HD sebagai borg,
bertanggung jawab secara tanggung renteng membayar utang tersebut
kepada PT CLC. 53)
Selain contoh-contoh kasus bertanggung jawab kontraktual yang
dijelaskan, tanggung jawab kontraktual yang dibuat "pengurus"
sebelum Perseroan disahkan oleh Menteri sebagai badan hukurn.
II

Tindakan atau perbuatan hukum yang demikian, tidak dapat dipi-


kulkan tanggung jawab kontraktrualnya kepada Perseroan karena hal
itu bukan tanggung jawab Perseroan (corporate liability). Akan tetapi,
menjadi tanggung jawab para pengurus secara "pribadi" (personal or
individual liability). Hal ini juga ditegaskan pada Pasal14 UUPT 2007.
Dalam Penjelasan Pasal14 ayat (1) dikatakan, yang dimaksud dengan
perbuatan hukum atas nama Perseroan yang belum memperoleh
status badan hukum adalah perbuatan hukum baik yang menyebut-
kan Perseroan sebagai pihak maupun sebagai pihak yang berkepen-
tingan. Adapun maksud ketentuan Pasal 14 ayat (1) untuk menegas-
kan, bahwa anggota Direksi tidak dapat melakukan perbuatan hukum
atas nama Perseroan yang "belum" memperoleh status badan hukum.
Larangan terhadap, anggota Direksi tidak boleh melakukan perbuatan
hukum atas nama Perseroan yang belum memperoleh status badan
hukum, berlaku juga kepada "pendiri" yang melakukan perbuatan
secara "pribadi" atas nama Perseroan yang belum memperoleh status
badan hukum, menjadi tanggung jawab pribadi pendiri tersebut sesuai
dengan ketentuan Pasal 14 ayat (2) UUPT 2007.

53) Ibid.,Ali Boedianto, S.H., hIm. 158.


enerapan yang demikian dalam praktik peradilan.sudahberjalan
lama. Ambil contoh putusan MA No. 520 KjPdtj1996 tanggal6
RT Winarco meminjam uang dari PT Bank Negara pada tanggal
ember 1989. Pada saat pinjaman dilakukan, PT Winarco belum
peroleh status badan hukum, karena belum memperoleh
esahandari Menteri. Selain belum mendapat pengesahan, juga
t<akta tersendiri yang berisi, bahwa Gunardi sebagai Direktur
a mengikatkan diri sebagai penjamin (borg) kepada PT Bank
a.Dalam putusannyaMA berpendapatantara lain, pada saat
pengurus yakni Direksi dan Dewan Komisaris serta para
gang saham meminjam uang kepada Bank Niaga dengan
cht, PT Winarco belum mendapat pengesahan sebagai badan
dari Menteri Kehakiman. Oleh karena itu, meskipun
ian PT Winarco mendapat pengesahan sebagai badan hukum,
,;bertanggung jawab atas pembayaran utang itu pihak pribadi
.membuat perjanjian itu. Pengesahan itu, tidak menghapus tang-
j(lwab renteng para pengurus dan pemegang saham untuk
uhi pembayaran kontraktual yang mereka perbuat.
utusan MA di atas ada yang tidak sesuai dengan ketentuan Pasal
t (1) dan (3) UUPT 2007. Berdasar ketentuan ini, kalau perbuatan
itu dilakukan atas nama Perseroan yang belum memperoleh
badan hukum, dan perbuatan hukum itu dilakukan semua
komisaris, memang mereka semua bertanggung jawab secara
g renteng. atas perbuatan hukum tersebut. Metode ini yang
kan Pasal 14 ayat (1). Akan tetapi menurut ketentuan Pasal 14
), perbuatan hukum itu "karena hukum" (van rechtswege, ipso
the law) menjadi tanggung jawab kontraktual Perseroan setelah
mendapatpengesahan sebagai badan hukum.
ketentuan Pasal14 ayat (3) UUPT 2007 dihu1?ungkan dengan
Winarco, ternyata kemudian sebelum utang dibayar telah
patpengesahan sebagai badan hukum dari Menteri. Maka
Pasal14 (3) UUPT 2007, utang itu demi hukum menjadi
ung jawab Direktur Utama dalam kedudukannya sebagai
(borg, guarantor) 1820

Wm.399.
Bagaimana halnya, kalau perbuatan hukum itu dilakukan anggot
Direksi atau Kepala Cabang yang telah diberhentikan ? Sebagai acu
If
lf

dapat dikemukakan putusan MA No. 1619 K/Pdt/1984 tanggal 26


September 1985. Dalam pertimbangannya, putusan ini berpendapat
antara lain, utang-piutang Penggugat kepada PT Semut lreng adalah
utang yang timbul dari perjanjian yang dibuat Augus S dengan
Penggugat setelah Augus S diberhentikan dari jabatannya sebagai
Kepala Perwakilan PT Semut lreng. Adapun pemberhentian itu telah
diumumkan kepada masyarakat luas maupun instansi yang berwe-.
nang. Dengan demikian, pinjaman uang yang dilakukan Augus S dari
Penggugat, merupakan tanggung jawab pribadi (personal liability) dari
Augus S, dan secara yuridis tidak mengikat kepada Perseroan maupun
Kantor Perwakilan. 55)

2. Tanggung Jawab Perbuatan Melawan Hukum (PMH)


Perseroan
Tanggung jawab atau PMH (aanspraakelijkheid uitonrechtmatige daad,
liability arising from unlawful act) Perseroan, dapat diklasifikasi sebagai
berikut.

a. Tanggung ]awab Plv.UI Berdasar Pasal 1365 KUH Perdata


Selain tanggung jawab kontraktual yang lahir dari perjanjian sesuai
Pasal1313 jo. Pasal 1320 KUH Perdata, terdapat lagi tanggung jawab
perdata yang timbul dari tindakan PMH yang dilakukan Perseroan.
Seperti yang pernah disinggung pada pembahasan yang lalu,
berdasar teari fiksi Perseroan sebagai badan hukum yang lahir secara
artifisial, pada hakikatnya tidak memiliki raga, tidak memiliki jiwa
dan juga tidak mempunyai pikiran atau kesadaran. Oleh karena im,
Perseroan tidak bisa ditendang (no body, no soul and mind to be kicked).
Oleh karena itu, Perseroan tidak mungkin melakukan kesalahan,
apalagi kejahatan yang dapat merugikan orang lain. Padahal salah satu
unsur PMH berdasar Pasal 1365 KUH Perdata adalah "kesalahan"
(schuld, wrongful act) yang dilakukan dengan "sengaja" (opzet,
Intertional) atau karena "kelalaian" (culpoos, negligence).

55) Ibid.,AliBoediarto, S.H., hIm. 8.


:palagi kalaubertitik tolak dari teori fiksi yang ekstrem yang
atakan Perseroan sebagaibadanhukum, hanya "perumpamaan"
enurut von Savigny, Perseroan sebagai badan hukum terpisah
ggota/pemiliknya dan pengurusnya, sehingga sama sekali tidak
nang melakukan perbuatan hukum. Kalau begitu, bagaimana
kin Perseroan melakukan PMH?
. . gitu juga menurut "teori tujuan kekayaan" (leer van doelvernogen)
ikemukakan Winscheid yang berpendapat, Perseroansebagai
hukum, merupakan kekayaan "tanpa subjek". Kekayaan mana
rang tetapi "tujuan". Kalau begitu, mana mungkin Perseroan
kan tindakan kesalahan, oleh karena itu tidak mungkin
kan PMH.
~kedua teori di atas yang dianut dan diikuti, Perseroan tidak
in dituntut dan dipikulkan pertanggung jawaban PMH
Pasal1365. Akan tetapi yang mungkin, pertanggung jawaban
erdasar Pasal 1367 KUH Perdatad dalam bentuk tanggung
tas perbuatan kesalahan orang lain (vicarious liability).
mun pendapat yang mengatakan Perseroan tidak dapat
t tanggung jawab atas PMH atas alasan karena Perseroan tidak
. melakukan perbuatan hukum, telah lama ditinggalkan dan
pingkan oleh "teori organ" (organen theorie, organ theory) yang
oleh von Gierke56). Menurut teori ini di. samping Perseroan
t terdapat orang yang terdiri dari pemegang saham dan pengu-
g itu bukan fiksi, tetapi orang yang sesungguhnya yang memi-
{ecakapan" untuk berbuat serta juga mempunyai kehendak
i. Memang kehendak Perseroan itu dibentuk dalam pikiran para
anya. Pada saat para anggota itu membentuk dan menformulasi
ak tersebut, mereka bertindak sebagai "organ" Perseroan, yakni
i bagian dari organisme yang berwujud. orang. Dengan
gIl, kehendak dimaksud merupakan kehendak dari Perseroan
a,.gai badan hukum.

oegni Djojodirdjo, S.H, Perbuatan Hukum, Pradnya Prarnita, Jakarta, 1979, hlm
Ternyata dalam praktik peradilan. Rage Raad (HG) Belanda
cenderung menganut teori organ, yang melahirkan yurisprudensi yang
menyimpulkan, Perseroan sebagai badan hukum dapat dituntut
pertanggungjawaban berdasar Pasal1365 KUH Perdata, apabila organ
Perseroan melakukan PMH.
Yang dapat dianggap sebagai organ Perseroan adalah orang yang
melakukan "fungsi" Perseroan yang menyebabkan orang-orang itu
dianggap mempunyai "pengaruh" membentuk kehendak Perseroan.
Oleh karena itu, apabila tindakan Perseroan dilakukan oleh orang yang
mempunyai wewenang dan kapasitas untuk bertindak melakukan
perbuatan hukum sesuai dengan fungsi yang diberikan kepadanya,
dan temyata tindakan itu "salah" karena melanggar hukum atau hak
orang lain, Perseroan dianggap memenuhi unsur "kesalahan" (schuld,
wangful) berdasar Pasal 1365 KUH Perdata.
Umumnya, yang dimaksud dengan organ Perseroan menurut
hukum dan peraturan perundang-undangan adalah orang yang
diberikan hak dan wewenang "mewakili" Perseroan Selanjutnya,
fungsi kewenangan mewakili atau pengurusan itu, "distrukturkan"
dalam AD Perseroan. Posisinya sangat "esensial" karena ditetapkan
dan ditentukan dalam undang-undang dan AD Perseroan.
Dalam UUPT 2007, organ yang esensial yang posisinya distruk-
turkan dalam undang-undang dan/atau AD menurut Pasal1 angka 2
adalah RUPS, Direksi dan Dewan Komisaris. Kalau begitu, bertitik
tolak dari ketentuan Pasal1 angka 2 UUPT 2007 dihubungkan dengan
teori organ, semua tindakan RUPS, Direksi dan Dewan Komisaris yang
dilakukan atas nama Perseroan, apabila temyata melanggar hukum,
terhadap Perseroan dapat dituntut tanggung jawab PMH berdasar Pasal
1365 KUH Perdata.
Memang berdasar Pasal1 angka 5 jo. Pasal 98 ayat (1) UUPT 2007
organ yang lebih spesifik berwenang mewakili Perseroan ke dalam
dan ke luar adalah "Direksi", sehingga Direksi berfungsi sebagai "kuasa
menurut undang-undang" (wettelijke vertegenwaordig, legal mandatory)
untuk mewakili Perseroan. Dengan demikian, segala tindakan PMH
yang dilakukan Direksi dapat dituntut pertanggungjawaban perda-
tanya berdasar Pasal1365 KUH Perdata apabila hal itu dilakukannya

_ Hukum Perseroan Terbatas


; dan atas nama Perseroan serta sepanjang tindakan itu masih
ckapasitas melaksanakan maksud dan tujuan serta kegiatan
Perseroan. Penerapan yang demikian dapat dilihat pada putusan
o. 367 K/Sip/1972 tanggal 24 Januari 197457). Pada tingkat
!fig terdapat pertimbangan yang menyatakan, perbuatan Direksi
an.1<. PDI yang menarik cekkosong atas nama bank tersebut
iktikad tidak jujur serta melanggar tanggung jawab pribadi
nalliability) Direksi tersebut. Oleh karena itu, PMH tidak dapat
pertanggungjawabannya kepada PI Bank PBI sebagai Perse-
fI;~rhadap pertimbangan peradilan tingkat banding itu, MA pada
Jl<asasi tidak sependapat. Menurut MA, yang dapat disadur
aiberikut:
~ekturadalahorang yangditentukan oleh Bank untuk menarik
.r*er's Cheques atas nama Bank,
p karena itu, akibat apa pun dari perbuatan Direktur tersebut
dalah tanggung jawab PI Bank PDI, sebab ternyata cek dalam
~rkara ini telah ditarik tanpa paksaan dan tipu muslihat.

~gitu juga dalam kasus penjualan lelang eksekusi (executoriale


.11, sale under execution, forceed sale) yang dilakukan PI Bank Exim
ij,()tel Medan, milik debitur PI Hotel Medan dianggap PMH
qr Pasal1365 KUH Perdata. Hal itu disimpulkan dalam putusan
.0. 2450 K/Sip/1982 tanggal 10 September 1985. 58)

asusnya, PI Hotel Medan memperoleh fasilitaskredit PMDN


fu).k Exim untukmembiayai pembangunan Hotel Medan. Akan
fasilitas kredit itu tidak dapat dimanfaatkan PI Hotel Medan
,aat yang dibutuhkan, karena pencarian kredit baru terlaksana
dua tahun dari penandatanganan PMK. Sedang harga bahan
an terus naik dari waktu ke waktu yang mengakibatkan jumlah
ang dibutuhkan dan dianggarkan semula untuk membiayai
k, tidak cukup lagi. Meskipun demikian PI Bank Exim tidak
dia memberi tambahan kredit. Lantas Hotel Medan berusaha
qri pihak ketiga yang bersedia melakukan kerja sama untuk

., Chidir Ali, S.H., hlm. 319.


Pangabean, S.H., M.S., Himpunan Putusan MARl Mengenai Perjanjian Kredit
rbankan, Jilid 2, hlm. 113.
menyelesaikan pembangunan hotel tersebut. Namun, usaha itu dijegal
oleh PT Bank Exim sehingga kerja sama dengan pihak ketiga gagal.
Dalam keadaan yang demikian, Bank Exim menyerahkan penyelesaian
kredit macet itu kepada PUPN, dan dilaksanakan penjualan lelang.
Atas tindakan itu, MA pada tingkat kasasi berpendapat, semestinya
masih ada cara lain yang dapat ditempuh Bank Exim agar pem-
bangunan proyek Hotel itu dapat diselesaikan. Seperti kebijakan
menambah kredit. Kebijakan itu wajar dan tidak melanggar hukUIn,
karena nilai proyek Hotel itu cukup sebagai agunan. Sikap dan
tindakan Bank Exim yang tergesa-gesa menyatakan kredit itu macet
tanpa kebijaksanaan memberi kesempatan yang layak kepada debitur
menyelesaikan pembangunan proyek, padahal sudah selesai 65%
sehingga dalam waktu dekat dapat berproduksi untuk membayar
cicilan utang, oleh MA pada tingkat kasasi dikategori atau dikualifikasi
PMH berdasar Pasal 1365 KUH Perdata, atas alasan bertentangan
dengan UU No.6 Tahun 1968 tentang PMDN.
Memperhatikan pertimbangan peradilan kasasi di atas, tindakan
PT Bank Exim melalui PUPN menjual lelang proyek Hotel Medan
milik debitur, dinyatakan PMH berdasar Pasal 1365 KUH Perdata.
Oleh karena itu, penjualan lelang dinyatakan "tidak sahli dan tidal<
berkekuatan mengikat. Bersamaan dengan itu, penjualan itu dinya-
takan "batal" dan mengembalikan Hotel Medan kepada debitur (PT
Hotel Medan) sebagai pihak yang berhak atasnya.
Sama halnya dengan Putusan MA No. 2196 K/Pdt/1992 tanggal
30 Januari 199459) PT Bank Rama Cabang Semarang telah dinyatakan
melakukan PMH atas tindakan pengalihan jarninan tanah SHM No.
128, 247 dan 198, yang dijadikan agunan kredit yang diberikan kepada
Ny. Ratnawati, istri Juned Adiwijaya (JA), karena pengagunan
dilakukan Ny. Ratnawati tanpa sepengetahuan dan persetujuan JA
sebagai suami. Dalam perkara ini, MA pada tingkat kasasi membenar-
kan pertimbangan PN Semarang, yang menyimpulkan bahwa
tindakan PT Bank Rama tanpa meneliti dengan saksama telah memberi
kredit kepada Ny. Ratnawati dengan agunan tanah SHM No. 128, 247

59) Ibid. ,Ali Boediarto, S.H., hIm. 274.

.. Hukum Perseroan Terbatas


Bank Rama·telah lalai dan kurang teliti dalam pemberian
Seharusnya sebelum memberikan kredit, sepatutnya
tapersetujuan dulu dari JA sebagai suami debitur. Oleh karena
ga persetujuan dari suami, maka penggunaan atas harta bersama
t,.lfmelanggar" Pasal36 ayat (1) UU No.1 Tahun 1974, sehingga
Bank tersebut dikategori PMH berdasar Pasal 1365 KUH

sus lain, Putusan MA No. 456 K/Pdt/1991, tanggal 29 Juli


indakan PT Bank BCA. (BCA) melakukan penyelesaian kredit
dilakukan kepada debitur dengan cara "main hakim
(eigen richting, lynch law), tidak dibenarkan hukum.
§aian yangdibenarkan hams melalui Pengadilan, sebagaimana
epakati dalam PMK dan Perjanjian Tambahan. Selanjutnya
gemukakan pertimbangan, perbuatan BCA melakukan cara
s.crian kredit oleh debt collector yang bertindak di luar jalur
fprmal adalah cara-cara yang bersifat secondary law enforcement
9-tau eigenrichting (lynch law). Apa pun alasan BCA, tindakan
gut kredit macet melalui tindakan paksaan di luar hukum,
fUlgan dengan hukum, sehingga dikualifikasi PMH berdasar
365 KUH Perdata.

ung Jawab PMH Perseroan, Berdasar Pasal 1367 Ayat (3)


Perdata
gjawab PMH Perseroan bentuk kedua adalah berdasar Pasal
Y9-f (3). KUH Perdata yang berbunyi:
1ikan-ma1ikan dan mereka yang mengangkat orang lain untuk
akili urusan-urusan mereka adalah bertanggung 1awab tentang
ygian yang ditertibkan oleh pelayan-pelayan atau bawahan-
ahan mereka di dalam melakukan peker1aan untuk nama orang-
itu dipakainya. 61 )

Boediarto S.H., hIm. 274.


Terjemahan Prof. R. Subekti, S.H. dan R. Tjitrosudibio, Cetakan ke-13,
hyaParamita, Jakarta, 1980, hIm. 310.
Menurut pasal ini, majikan (employer, master) atau orang Yan.
mengangkat orang lain untuk mewakili urusan mereka, bertanggun
jawab terhadap PMH yang dilakukan pelayanan (servant) atatf
karyawan (employee) mereka. it
Tanggung jawab PMH yang dikonstruksi dari Pasal1367 ayat (3)
KUH Perdata, disebut "tanggung jawab orang yang mewakili" ata~
vicarious liability atau vicarious responsibility. Maknanya, tanggung
jawab perdata yang "dipaksakan hukum" (imposed by law) kepada
seseorang atas PMH yang dilakukan orang lain. Sebab perbuatan atali
kelakuan pelaku dianggap berlaku atau dikonstruksi berhubungan.
dengan orang lain itu. 62 )
A dapat menuntut dan meminta pertanggungjawaban kepada C
atas kerugian yang dialaminya yang timbul dari akibat kesengajaan
(intention) atau kelalaian (negligence) PMH yang dilakukan B. Cara
pertanggungjawaban yang demikian dapat diterapkan, apabila terdapat
hubungan "majikan dan karyawan/pegawai" antara A dan B dengan
syarat, tindakan yang menimbulkan PMH itu dilakukan B sebagai
karyawan dalam rangka melakukan "tugas" yang diberikan majikan
(A) kepadanya (B) (servant or employee done in the course of their
employement).63)
Sistem pertanggungjawaban yang demikian, dikonstruksi berdasar
asas "principal bertanggung jawab atas PMH yang dilakukan agen atau
bawahan", The liability of a principal for the tort of his agent64). Doktrin
ini dibakukan dalam terminus: respondeat superior. Yang berarti yang
lebih tinggi atau yang lebih superior bertanggung jawab atas PMH
yang dilakukan bawahannya (a master liable for the wrong of a
servant)65). Doktrin ini sejalan dengan ketentuan PS 1367 ayat (3) KUH
Perdata. Dapat diterapkan dalam kerangka hubungan hukum antara
majikan atau principal dengan karyawan atau agen asal dapat dibuk-
tikan perbuatan yang dilakukan itu dalam ruang lingkup pelaksanaan
tugas. Jadi, PMH yang dilakukan seorang bawahan (ondergeschikte,

62) Winfeld-Jelowiez, On Tort, Thirteenth Edition, London Sweet & Maxwell, 1989, hIm. 560.
63) Ibid., Winfeld-Jalowiez, hIm. 560
64) Ibid., Merriam Webster's Disctionary of Law, hIm. 430.
65) Ibid., Merriam Webster, hIm. 430

.. Hukum Perseroan Terbatas


dinate), bisa dalam arti "pelayan" (servant), subordinasi
dinate), karyawan (employee) atau yang berada "di bawah
(person under one's control).
ketentuan Pasal 1367 ayat (3) KUH Perdata maupun dari
vicarious liability, lahir ungkapan hukum: pengusaha bertang-
jawab atas kesalahan yang dilakukan pekerja atau karyawan
ainya (ondernemeers zijn aansprakelijk voor fouten van hum
e'schikten) atau employer are liable for the fault of their employees.
PMH yang dilakukan organ dianggap dan dikualifikasi PMH
Perseroan berdasar Pasal 1365 KUH Perdata, sepanjang
anitu terjadi dalam ruang lingkup formil batas kewenangan
pasitas organ yang diberikan AD kepadanya. Sebaliknya, apabila
erang yang bekerja pada Perseroan berdasar perjanjian kerja,
dia sebagai karyawan, pegawai atau kuasa atau agen, mereka
~gori sebagai "bawahan" (ondergeschikt, subordinate, servant),
organ Perseroan. Olehkarena itu, PMH yang mereka lakukan
kerangka melaksanakan tugas yang diberikan Perseroan kepada
a;: tidak dapat dituntut pertanggungjawabannya melalui Pasal
Perdata, tetapi melalui jalur vicarious liability berdasar Pasal
at (3) KUH Perdata.
:paya PMH yang dilakukan orang lain itu menjadi tanggung
I?erseroan melalui ketentuan Pasal 1367 ayat (3) KUH Perdata,
gan hukum antara Perseroan dengan orang itu, harus diikat
pentuk "persetujuan kerja" atau "persetujuan perburuhan", di
karyawan/pegawai mengikat diri berada di bawah Perseroan
~rtindak sebagai pemberi kerja atau majikan.

bulnya tanggung jawab Perseroan sebagai majikan atas PMH


ilakukan karyawan/pegawai berdasar Pasal1367 ayat (3) KUH
a, hanya PMH yang menimbulkan "kerugian" dalam batas
ankan pekerjaan yang ditugaskan kepadanya. Perseroan sebagai
tidak bertanggung jawab terhadap tindakan kesalahan yang
bawahan jika hal itu berada di luar fungsi yang ditugaskan
anya.
Pasal 1367 ayat (3) KUH Perdata memikulkan tanggung
PMH yang dilakukan bahwa karyawan atau pegawai
melalui konstruksi vicarious liability, bertitik tolak dad alasan
"kekurangan hati-hatian" majikan, dalarn hal ini Perseroan mengang_
kat karyawan/pegawai atau bawahan, yang disebut "culpa in aligendo".
Narnun terhadap teori ini dikemukakan teori lain sebagai alasan bahwa
majikan tidak bertanggung jawab atas PMH yang dilakukan bawahan,
yang dikenal dengan teori "menimbulkan keadaan yang memba-
hayakan" atau gevaarzetting theorie66 ). Menurut teori ini, penerapan
Pasal1367 ayat (3) KUH Perdata, terbuka kemungkinan untuk menya-
takan diri majikan tidak bersalah, karena dia tidak mencegah PMH
yang dilakukan bawahan/karyawan tersebut (disculpatie mogelijkheid).
Akan tetapi, untuk mengesampingkan gevaarzetting theorie,
dikemukakan konstruksi atau ajaran hukurn lain yang mengatakan:
seseorang yang merninta bantuan pihak ketiga untuk melakukan suatu
perbuatan atau tindakan untuk dan atas narnanya, harus berani
memikul risiko terhadap perbuatan yang dilakukan orang yang
dirninta bantuan itu untuk mana orang itu digunakan. 67 )
Dapat juga diterapkan teori "keuntungan" (profijt theorie, profit or
benefit theory), yang mengajarkan seseorang yang memperoleh
"keuntungan" dari perbuatan pihak ketiga, harus berani menanggung
"kerugian" yang tirnbul karena perbuatan tersebut. Maksudnya jangan
hanya untung saja yang mau, tetapi kerugian pun hams dipikul.
Berdasar teori culpa in aligando dan profit theory, tanggung jawab
Perseroan sebagai majikan atas PMH yang dilakukan bawahan/karya-
wan berdasar Pasal 1367 ayat (3) KUH Perdata, cukup mempunyai
dasar alasan yuridis dan rasa keadilan yang kuat.
Dalarn praktik, sering disepakati pembatasan tanggung jawab
majikan atas PMH yang dilakukan bawahan/karyawan. Caranya
dengan jalan menyepakati klausula dalarn perjanjian, bahwa majikan
tidak bertanggung jawab atas PMH yang sengaja dilakukan bawahan.
Apakah klausula ini boleh? Pada dasarnya dapat dibenarkan berdasar
prinsip "kebebasan berkontrak" (freedom of contrac principle) yang

66) Marianne Termorshiizen, KamllS Hllkllm Belanda-Indonesia, Djambatan, Jakarta 1999,


hIm. 146.
67) Ibid., MA Moegni Djojodirdjo, S.H., hIm. 130.

_ Hllkllm Perseroan Terbatas


skanPasal1338 KUH Perdata. Lagi pula klausul yang demikian
melanggar undang-undang, dan ketertiban umum serta
i!q.an maupun kepatutan, sehingga klausul itu tidak bertentangan
Pasal 1337 KUH Perdata.

'/adengan tuntutan perkembangan kehidupan masyarakat


semakin banyak dan semakin luas kepentingan anggota
Jin kelompok masyarakat yang harus diatur dan dilindungi.
perkembangan yang .luas dan kompleks itu, memerlukan
aturan ketentuan terhadap perilaku untuk menjamin keter-
dari tindakan pelanggaran dan kejahatan yang merusak
an kehidupan. Jika di masa lalu suatu perbuatan itu sendiri
mengandung kejahatan(mala in se; lata jamak dari: malum in
~rena memang pada hakikatnya sejak manusia ada sudah
g~p bertentangan dengan peradaban dan moral serta kemanu-
~encuri adalahperbuatan mala in se, karena perbuatan itu
. jahat (offense in itself). Perbuatan itu "jahat" atau salah" if

1-1t .sifatnya, meskipun tidak diatur dalam undang-undang


. hukum positif. Dalam Meriam Websterls Dictionary of Law,68)
an: an offense that is evil or wrong from its nature respective of
Atau seperti yang ditegaskan dalam Dictionary of English Law
'n: . se, acts which are wrong in themselves such murder, as opposed
in prohibita (mala juia prohibita) ...." tanpa dicipta pun KUHP
'l)ukum positif, sejak masyarakat manusia ada di segala tempat
(;l-ktu69 ) bahkan sampai kapanpun, mencuri tetap dinilai sebagai
tan", oleh karena itu pelakunya ifmesti dihukum". Begitu juga
p;unuh", ifberzina", ifmenipu" dan sebagainya,. sejak dahulu
i kapanpun dan di manapun, merupakan ifkejahatan" yang

''!ffiWebster, Incorporated Springfuld, Massachusett, 1996, hlm. 304.


'tt, Volum II, London, Sweet & Maxwell Limited, 1977, hlm. 1135.
harus diganjar dengan hukuman, meskipun sekiranya hal itu tidak
diatur dan dirumuskan dalam bentuk perundang-undangan.
Akan tetapi pada masa belakang ini/ kehidupan dan peradaban
manusia baik nasional, regional apalagi global, tidak dapat lagi
mengandalkan perlindungan masyarakat hanya berdasar nilai-nilai
yang bersifat mala in se. Manusia dan masyarakat modern, sangat
membutuhkan ketentuan pidana dalam berbagai aspek bidang
kehidupan. Seolah-olah kebutuhan manusia akan ketentuan pidana
yang lebih luas, merupakan tuntutan yang memiliki "spektrum" tidak
terbatas. Terutama di bidang bisnis dan kegiatan ekonomi, kesehatan,
perburuhan, lingkungan hidup dan seterusnya muncul berbagai
bentuk "kejahatan" yang tidak pernah dikenal dan terpikirkan selarna
ini oleh masyarakat tradisional. Ambil contoh pelanggaran "upah
minimum" atau "waktu kerja", tidak dikenal dan tidak terpikirkan di
masa yang lalu. Ditinjau dari sifatnya punt bukan mala in se. Begitu
juga mengenai "polusi atau pencemaran lingkungan", di masa lalu
tidak pernah dipersoalkan, bahkan tidak pernah terpikirkan sebagai
"kejahatan" atau tindak pidana.
Sehubungan dengan kenyataan yang dihadapi masyarakat manu-
sia pada masa belakang ini, memaksa mereka untuk mencipta, me-
ngatur dan merumuskan bentuk "larangan baru" sebagai tindak
pidana baru dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang
bersifat "malum prohibitum" yakni suatu perbuatan itu dianggap
kejahatan tindak pidana, karena melanggar peraturan perundang-
undangan yang dibuat "penguasa" atau "pemerintah" yang sah.
Jadi, muncul tuntutan yang tidak dapat dihindari, untuk mengatur
berbagai bentuk "tindak pidana" yang tidak bersifat "evil in itself'.
Akan tetapi perbuatan itu dinyatakan "salah" (wrong) atau "jahat" (evil),
semata-mata karena "dilarang" (prohibited) dan dikatakan melanggar
hukum (unlawful) oleh peraturan perundang-undangan70 ). Berbeda
dengan mala in se. Suatu perbuatan secara inheren dan universal,
dianggap jahat. Ambil kembali contoh "membunuh". Perbuatan itu

70) Lihat, BryanA. Garner, Dictionary a/Modem Legal Usage, Oxford University Press, New
York-Oxford, 1987, hIm. 315.

_ Hukum Perseroan Terbatas


t sifatnya secara inheren dan universal adalah jahat, tetapi tidak
'an halnya perbuatan "melanggar lalu lintas" jalan, Perbuatan
golong "malum prohibitum", Tindakan itu dianggap melanggar
(illegal), karena diatur dalam Undang-Undang Lalu Lintas.
rot Vernon Rich71 ) wrong by statute,
upanya tuntutan perkembangan perlindungan atas keselamatan
etenteraman masyarakat· tidak berhenti sampai di situ. Terus
menuntut "pertanggungjawaban pidana" (criminal liability,
It responsibility) yang lebih "luas" dan "adil kepada majikan"
rporasi", Tindakan itu pada dasamya telah membuahkan hasil
b~l1tuk "tanggung jawab orang yang mewakili" atau vicarious
yang diadopsi dari doktrin pertanggungjawaban perdata.
perti yang dijelaskan Vicarious. liability atau vicarious respon-
mengandung arti: suatu pertanggungj(;lwaban yang dipaksakan
~eseorang atas perbuatan orang lain, . karena perbuatan atau
ap. pelaku dianggap bertalian atau dikonstruksi berhubungan
orang lain itun). Bentuk pertanggungjawaban hukum itu,
~likenal dalam doktrin "perbuatan rnelawan hukum" (tort of
ail onrechtmatige daad. A dapat meminta pertanggungjawaban
atas kerugian yang dialaminya sebagai akibat kesengajaan atau
yang dilakukan B. Hal ini bisa diterapkan, apabila terdapat
majikan dan karyawan" (master and servant) antara C dan B
syarat,·perbuatan yang dilakukan karyawan (B)dalam rangka
anaan tugas atau servant done in the course of their employement. 73 )
a,. telah. dijelaskan sistem pertanggungjawaban yang demikian,
8truksi berdasar asas: prinsipal bertanggung jawab atas
tall. melawan hukum yang dilakukan agen atau bawahannya
f liability of a principal for the tort of his agenf4)~ Doktrin ini
ibakukan dalam istilah respondeat superior. Yang lebih "tinggi"

nd The Administration ofJustice, John Wiley & Sons, WID. 17.


Meriam Webster's Dictionary of Law, hlm. 291, dikatakan "liability that is imposed
other acts because ofimputed or constructive fault".
Winfield & Jolowiez, On Tort, Thirteenth Edition, London, Seweet & Maxwell,
WID. 560.
Winfield & Jolowiez, hlm. 560.
atau yang lebih superior harus bertanggung jawab atas kesalah
perbuatan melawan hukum yang dilakukan bawahannya atau
master liable for the wrong of a servant"75). Doktrin ini sudah diterapk
dalarn kerangka hubungan hukum antara majikan atau prinsip
dengan karyawan atau agen, asal dapat dibuktikan perbuatan yang
dilakukan itu dalarn kerangka pelaksanaan tugas.
Demikian sepintas lalu pengertian vicarious liability di bidang
perdata. Bagaimana penerapannya di bidang pidana baik terhadap
majikan dan korporasi, akan dibicarakan pada uraian berikut.

2. Pertanggungjawaban Pidana Berdasar Perseorangan


Ajaran atau prinsip umum (general principle) yang berlaku, pertang-
gungjawaban pidana hanya dapat ditimpakan kepada:
e' orang (physical person) secara individu.
Jadi yang dapat menjadi "subjek" pelaku tindak pidana adalah
"manusia" yang disebut human element atau natuurlijke person yakni
orang perorangan atau pribadi kodrati,76) ltu sebabnya pertang-
gungjawaban pidana (strafrecht verantwoordelijkheid), atau criminal
responsibility merupakan pertanggungjawaban pribadi,
e tindak pidana yang dilakukan seseorang, tidak dapat dipikulkan
pertanggungjawabannya kepada orang lain di luar pelakunya.
Patokan ini merupakan elemen kedua. Setiap orang yang melaku-
kan tindak pidana, harus bertanggung jawab atas perbuatannya. Tidak
dapat dialihkan atau diperluas tanggung jawabnya menjangkau orang
lain yang tidak ikut terlibat melakukannya. Kemungkinan orang lain
dapat dilibatkan memikul tanggung jawabnya, harus berpedoman
kepada ketentuan yang digariskan undang-undang, seperti:
orang yang menyuruh melakukan (doen plegen) berdasar Pasal55
ayat (1) ke-2 KUHP,
orang yang turut melakukan (medeplegen) dalarn arti bersama-
sarna melakukan berdasar Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHp,

75) Ibid., Meriam Webster's Dictionary ofLaw, hIm. 430.


76) MaJjenne Termorshuizen, Kamus Hukum Belanda-Indonesia, Jembatan, 1998, hIm. 309.
ang yang membantu melakukan (medeplichtige), berdasar Pasal
iKUHP.
ipenjelasan di atas, antara "peristiwa" atau "perbuatan" pidana
"pelaku" atau "pembuat", sama sekali tidak dapat
clJ177}. Seseorang hanya dapat dihukum karena suatu perbuatan
ayang dilakukannya sendiri. Prinsip ini yang diterapkan dalarn
lwa pidana "turut serta" atau "penyertaan" (deelneming) yang
skan Pasal55 KUHP. Pada deelneming (co defendant), yang terjadi
"sejumlah" tindak pidana sesuai dengan banyaknya pelaku
rlibat arnbil bagian, dan pertanggungjawaban pidananya dipi-
kepada masing-masing secara proporsional sesuai dengan
dan intensitas ketertibannya.
'-'~;:::"~"'.A., tidak adaperistiwa pidana tanpa ada pelakunya.Dan
itu adalah orang", yakni "manusia" secara fisik (physical
II

pelakunya orang yang dapatdituntut pertanggung-


ditinjau dari "psikis" (sudah dewasa dan bermental sehat).
itulah harnpir "seluruh" atah sebagianbesar pasal-pasal
dirnulai dengan kalirnat atau kata-kata "barang siapa". Perha-
eskripsi berikut ini sebagai contoh:
a12 KUHB mempergunakan kata "tiap orang"
~lini menegaskanketentuan pidana RI berlaku kepada siapa" II

di manapun baik kepada warga negara atau orang asing sesuai


asas teritorial".
II

KUHB juga mempergunakan kata "tiap orang"


manusiabukan yang tidak manusia. Hal itu menegaskan
KUHP hanya berlaku kepada orang yang melakukannya
Indonesia terhadap delik pidana tertentu.
5 KUHB m.empergunakan kata " warga negara Indonesia".
sarna dengan "manusia" secara fisiko
KUHB memakai kata "pegawai" negara Indonesia, dengan
·kian tiada lain daripada "manusia' atau orang" secara fisik
II

individu.

(Mr. Dr. E. Utrecht, Hukum Pidana I, Pustaka Tinta Mas, Surabaya, 1994, hlm. 254,
tip pendapat Van Hatturn yang mengatakan: dat feit en persoon in het strafrecht
scheindelijke zijn.
Memang terdapat pasal-pasal tertentu yang tidak dimulai deng
kata "barang siapa". Tetapi menyebut "pekerjaan" atau "profesinya"
Namun wujudnya orang" atau "manusia" secara fisik dan individual
II

Ambil contoh:
• Pasal 267 KUHp, memakai kata "tabib" yang memberikan sura
keterangan palsu ,
• Pasal 292 KUHP, dimulai dengan kata orang dewasa" yan II

melakukan perbuatan cabul .......... 1

• Pasal 294 KUHp, memakai istilah pelakunya;


pegawai negeri (ayat (2) ke- n
pengurusl tabib l guru mandor dan bujang (ayat (2) ke-2).
l

• Pasal 396 KUHp, mempergunakan kata saudagar". II

Memperhatikan deskripsi di atas, dapat dilihatl yang dapat mela


kukan tindak pidana serta yang dapat dituntut penanggungjawabny
orang perorangan" atau "manusia" secara fisik dan individual78). Tid
II

dijurnpai satu pasal pun dalam KUHP yang mengatur pelaku pidan
bukan manusia atau orang. Juga tidak ditemukan satu pasal pun yan
membolehkan "pemisahan" antara "pelaku" dengan "perbuatan"l se
hingga dengan demikian perbuatan perseorangan tidak dapat dimint
atau dialihkan pertanggungjawaban pidananya (criminal liability
kepada orang lain yang bukan terlibat sebagai pelaku. Demikian juga
tidak satu pasal pun dalam KUHP yang mengatur tindak pidana dapa
dilakukan "Perseroan" (corporation) atau "badan hukum" (lega
person). Oleh karena itu, KUHP tidak mengenal pertanggungjawab
pidana korporasi (corporate criminal liability). Atau tanggung jawa
pidana Perseroan.
Selain daripada persoalan subjek pelaku tindak pidana tersebut
penerapan pertanggungjawaban pidana berdasar doktrin vicariau
liability melalui konstruksi respondeat superior menimbulkan perma
l

salahan lain sehubungan dengan unsur "kesengajaan" (opzet) ata


kehendak melakukan tindak pidana. Unsur ini sangat elementer untu
menentukan apakah tindak pidana itu dilakukan dengan kehend
secara sadar. Jadi, di samping ada unsur tindak pidana atau perbual

78) Ibid., Jv1r. Drs. E. Utrecht, hlm. 256.

I
I
reus) yang dilakukan pelaku, pada diri pelaku harus
iada kehendak (intention) atau berniat berbuat jahat (mens rea).
hf1kiki, yang memiliki mens rea hanya "manusia" yang melaku-
§endiri. Sebab. elemen umum mental (general mental element)
~lekat pada mens rea, antara lain: maksud (intention), sembrono
sness), motif jahat (malice), penuh sadar (wilful), mengetahui
~ge), dan lalai .(negligence). Semua elemen itu, hanya melekat
inheren pada diri manusia. Bagaimana mungkin bisa melekat
diri majikan yang tidak tahu menahu atas perbuatan
dilakukan bawahan? Apalagi Perseroan atau asosiasi.
manusia yang memiliki pikiran dan kesadaran (state of mind).
ena itu, tidak. mungkin terdapat pada Perseroan unsur mens
ip.gga tidak logis menuntut pertanggungjawaban pidana
yaatas perbuatan yang dilakukan oleh "dewan direksi" (board
0rs ),manager atau pejabat yang setaraf dengan itu.
antetapi, terlepas dari itu, George E. Dix- M. Michael Sharlof9)
mengatakan, meskipun respondeat superior semula hanya
doktrin perdata dalam kasus perbuatan melawan hukum
of law), doktrin itu. telah. diadopsi dalam bidang pidana
§ITlgka penegakan penerapan vicarious criminal responsibility.
penerapan doktrin ini, dapat diharapkan tegaknya ketertiban
I\tiaka untuk itu, diperlukan "konsep keadilan" (concept of
lebih canggih (sophisticated). Salah satu cara yang dianggap
emenuhi harapan itu:
ghukum "majikan" atas suatu tindak pidana yang dilakukan
g lain, apabila orang lain itu adalah bawahannya,
ghukum "korporasi" atau Perseroan atas suatu tindak pidana
g dilakukan "dewan direksi" atau manajer maupun pejabat
setingkat dengan itu, apabila perbuatan Yang dilakukan itu
rangka melaksanakan kepentingan -korporasi atau
yang bersangkutan.

Cases and Materials, American Books Series, West Publishing Co, 1973,
3. Penerapan Vicarious Criminal Liability terhadap Majikan
Meskipun telah diterima penerapan vicarious liability dalam perkara
pidana, namun para pakar berpendapat, penegakannya tidak seperti
dalam perdata. Dalam bidang perdata, semua PMH (tort of law) yang
dilakukan "bawahan" atau "karyawan" dapat dituntut pertanggung_
jawabannya kepada majikan, tetapi tidak demikian halnya dalam
"hukum pidana". Majikan secara umum tidak bertanggung jawab
atas tindak pidana yang dilakukan bawahan. 30)
Pendapat yang sama dikemukakan Goerge E. Dix-M. Michael
Sharlot31), antara lain mengatakan, seorang majikan tidak selamanya
dalam semua kasus memikul tanggung jawab pidana (criminally
responsible) atas tindakan pelanggaran hukum (unlawful acts) yang
dilakukan bawahan atau karyawan. Oleh karena itu, meskipun
doktrin vicarious liability dapat diterima di bidang pidana, pada
dasarnya harus tetap diperhatikan prinsip bahwa pada dasarnya
"kesalahan" (guilty) adalah bersifat "personal" dan I'individual".
Sehubungan dengan itu, penerapan doktrin respondeat superior di
bidang pidana hams bersifat terbatas. Memang tuntutan penerapan
pada masa belakang ini tidak dapat dihindari. Namun demikian, harus
dibarengi dengan penggarisan yang rind penerapannya dalam pera-
turan perundang-undangan "non criminal" pada satu segi. Tetapi segi
lain walaupun bidang itu non criminal, sangat dibutuhkan pelaksanaan-
nya demi ketertiban kehidupan masyarakat. Seperti dalam bidang
Ilmakanan dan obat-obatan", "bangunan", "pekerja anak", "upah
minimun dan jam kerja", "ketenagalistrikan", "HAKI", Ilpencemaran
lingkungan hidup" dan seterusnya, termasuk bidang non criminal,
tetapi diperlukan ketertiban yang dapat menjamin terselenggaranya
kepentingan umum (public interest). Maka dalam undang-undang
yang menyangkut bidang-bidang tersebut, perlu dibarengi "ancaman
pidana" dalam batang tubuhnya, dan pelanggarannya diberi label
Ilpidana" yang disebut Ilpidana undang-undang" atau statutory crime.

80) lC. Smith, Brian Hogan,Criminal Law, EL- BS,Butterworth & Co. Ltd. 1992, Wm. 170
81)Ibid.,hlm.648.
lam bidang-bidang yang termasuk statutory crime, dianggap
an menerapkan doktrin "respondeat superior". Majikan pantas
kpertanggungjawaban pidana (vicarious criminal liability) atas
ggaran yang dilakukan bawahan demi untuk melindungi
. gan kesejahteraan kehidupan sosial, dengan aruan:
da satu segi, tetap disyaratkan unsur mens rea,
tapi padasegi lain, perlu ditingkatkan "derajat" (degree) tanggung
wab "majikan" atas tindakan bawahannya,
j-uannya,agar majikan memikul kewajiban "mengawasi"
ntrol) bawahannya dalam rangka melindungi masyarakat
~um (public).
rtitik tolak dari acuan itu, pengadopsian doktrin respondeat
ordari bidang perdata kepada bidang pidana, dalam rangka
apan vicarious criminal responsibility kepada majikan, harus
tokan pada syarat yang sangat terbatas, seperti yang dijelaskan
ahini:
ajikanmemberi "izin" (consent) atau "persetujuan" (approve) atas
~erbuatan itu. 82)
lain daripada perbuatan yang dilakukan bawahan itu mendapat
in" atau "persetujuan" dari majikan, diperlukan lagi syarat:
izin atau persetujuan itu dalam kerangka "otoritasnya",
perbuatan yang dilakukan bawahan itu, sebagai pelaksanaan
pekerjaan yang ditugaskan majikan kepadanya.
jikan ikut "berpartisipasi" (participate) atas perbuatan yang
ukan bawahan
jikan dianggap ikut "berpartisipasi" dalam tindakan pidana
g dilakukan bawahan, apabila terpenuhi unsur "turut serta"
eelneming) melakukan perbuatan atau take part in crime yang
gariskan Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP. Bisa dalam kedudukan
angyang menyuruh melakukan (doen pleger), "bersama-sama
elakukan" (medepleger) atau "membantu" melakukan
rnedepletigheid).

., Goerge E. Dix M. Michael Sharlot, hIm. 648.


3) Bawahan me1akukan perbuatan atas "perintah" (command)
majikan
Mengenai bentuk ini, dapat diterapkan ketentuan Pasal 55 ayat
(1) ke-1 KUHP. Menurut ketentuan ini, orang yang "menyuruh"
me1akukan tindak pidana (doen plegen), ikut bertanggung jawab
atas perbuatan yang di1akukan orang yang disuruh. Dalam hal
ini, meskipun majikan bukan me1akukan sendiri perbuatan
pidana, dan yang me1akukan ada1ah bawahan, maka majikan
dipandang sebagai pe1aku dan dihukum sebagai pe1aku.
4) Berdasar "pende1egasian"
Pe1anggaran yang dilakukan bawahan, bertitik to1ak dari "pende-
1egasian" (delegation) dari majikan. Dalam hal ini, majikan bertang-
gung jawab atas tindak pidana yang di1akukan bawahan, apabila
perbuatan itu da1am kerangka pende1egasian. J.e. Smith Brian
Hogan memberi contoh,83) yang dapat diringkas sebagai berikut.
D menguasai kafe, dan menerima keuntungan atas pe1aksanaan
bisnisnya meskipun bukan dia sendiri yang menge101a, tetapi
diserahkan kepada karyawan yang bertindak sebagai manajer.
Mendapat peringatan dari Po1isi, D memerintahkan manajer tidak
bo1eh memberi izin prostitusi di kafe tersebut. Sebagai kontro1, D
mengunjungi kafe satu atau dua kali seminggu, tidak ada bukti
adanya perbuatan yang me1anggar hukum. Tetapi de1apan hari
berturut-turut, sejum1ah perempuan te1ah me1akukan prostitusi
atas sepengetahuan manajer. Mereka kumpu1 di sana jam de1apan
malam sampai jam empat pagi.
Menurut jaksa, alasan D, bahwa ia tidak mengetahui (ignorance)
hal itu, bukan pembe1aan diri. Tindakan bawahan (servant) serta "mens
rea" bawahan yang me1ekat pada perbuatan itu, keduanya (perbuatan
dan mens rea) bertalian atau berhubungan kepada majikan. Hal itu
bukan semata-mata karena dia bawahan, tetapi disebabkan mana-
jemen kafe te1ah "dide1egasikan" kepada bawahan itu.
Sejauh mana pertanggungjawaban pende1egasian menjangkau
terhadap tindakan yang di1akukan oleh penerima "sub-de1egasi"?

83)Ibid.,Wm.I72.

Em· Hukum Perseroan Terbatas


·.Eiiyang diberikan pemegang lisensi .kepada sesorang, lantas
a delegasi ita memberi "subdelegasi" lagi kepada orang lain.
al yang demikian, apabila penerima sub delegasi melanggar
} pertanggungjawaban pidananya dapat dituntut kepada
g lisensi (the licensee is liable for sub-delegate's act)84). Akantetapi
atau pemegang lisensi tidak bertanggung jawab atas perbuatan
"rendahom" (inferior servant), apabila kepadanya tidak
,an delegasi.
tu hallagi yang perlu diperhatikan. Prinsip delegasi (delegation
)baru perlu dipermasalahkan pada kasus kejahatan yang
. atkan "harus ada" mens rea. Sedang pada kejahatan yang tidak
.:i.. r atkan kehendak (intention), sembrono (recklessness) atau
i. (negligence) yang dikenal dengan tindak pidana strict liability
lute liability, majikan bertanggung jawab atas pidana yang
b,awahan, baik hal itu atas dasar prinsip "majikan dan
... " (master and servant) maupun atas dasar prinsip pendelegasian
tion principle). Kenapa demikian? Sebab dalam tindak pidana
~5~ifat strict liability, pertanggungjawabannya "tanpa kesalahan"
~bility without fault. Jadi, pertanggungjawaban pidananya
an tanpa ditemukan adanya kesalahan (fault) berupa kelalaian
sengajaan. Sebagai contoh, limbah pabrik yang mencemari
merupakan tindak pidana yang bersifat strict liability. Asal telah
pencemaran yang berasal dari limbah pabrik, langsung dapat
t 'pertanggungjawaban pidananya tanpa membuktikan adanya
a;berupa kesengajaan atau kelalaian dari pelaku. Dalam hal
emikian, apabila pencemaran yang terjadi sebagai akibat per-
C'(bawahan", maka majikan bertanggung jawab atas pence-
i1:ti!,baik berdasar prinsip "master and servant"maupun berdasar
ftdnprinciple. Pertanggungjawaban yang demikian "pertanggung
an pidana tanpa kesalahan" (criminal liability without fault).
demikian dalam kasus pencemaran tersebut, majikan (pemilik
memikul pertanggungjawaban pidana tanpa mempersoalkan
majikan mengetahui perbuatan pencemaran yang dilakukan
an. Kesalahan bawahan langsung menjadi kesalahan majikan.

,,I.e. Smith, Brian Hogan, hlm. 173.


Dari penjelasan di atas, prinsip umum (general principle) pidana
yang mengatakan bahwa seseorang tidak dapat diminta pertanggung,
jawaban pidana yang timbul sebagai akibat perbuatan orang lain, telah
disingkirkan oleh prinsip vicarious criminal liability yang diadopsi dari
doktrin perdata respondeat superior. Penerapan pertanggungjawaban
pidana yang seperti itu, apabila majikan berhadapan dengan bawahan
sesuai dengan prinsip master and servant atau berdasar "prinsip
pendelegasian" (delegation principle).85)

4. Tinjauan Pertanggungjawaban Pidana Korporasi (Corporate


Criminal Liability)
Salah satu problem yang dihadapi konsep pidana tradisional mengenai
"tanggung jawab pidana" (criminal liability), berkenaan dengan
"pertanggungjawaban pidana korporasi atau Perseroan" (criminal
liability of a corporation) atau organisasi kemasyarakatan lainnya,
berkenaan dengan tindak pidana yang dilakukan "pengurus" atau
pegawainya.
Terdapat beberapa permasalahan pokok yang sangat mendasar:
• Pertama; berkenaan dengan kedudukan khusus korporasi atau
Perseroan (special position of corporation).
Semua orang mengetahui, kedudukan khusus korporasi atau
Perseroan adalah "badan hukum" (legal person). Keberadaannya
bukan manusia atau "natural person". Oleh karena itu, tidak bisa
bertindak dan tidak memiliki kesadaran kehendak. Kesadaran dan
perbuatannya, hanya melalui "direksi" atau "pegawainya".86)
Pertanyaan yang timbul dari keadaan ini, apakah pertanggung-
jawaban pidana direksi atau pejabat Perseroan sebagai "natura!
person" dapat "diperluas" kepada Perseroan sebagai badan hukum
(legal person)?
• Kedua; permasalahan pokok yang lain, kalau hukum tidak
membolehkan atau menutup pertanggungjawaban pidana

85) Lihat, Blackstone s Criminal Practice, 1995 Editor - in - Chief, Peter Murphy MA, LLB
Blackstone Press Ltd, hIm. 72 A 5. 10.
86)Ibid., lC. Smith-Brian Hogan, hlm. 178.

.. Hukum Perseroan Terbatas


pjangkau Perseroanatas perbuatan pidana yang dilakukan
andireksi atau pejabatnya, berarti hukum membuka pintu
peluang selebar-lebarnya bagi "direksi" dan pejabat Perseroan,
pergunakan Perseroan sebagai "kendaraan" melakukan
atan,
gfl; semakin meluasnya tindakan kejahatan yang tidak hanya
,!fat mala in se tetapi sudah meluas meliputi berbagai segi
0''dupan yang memerlukan peraturan tindak pidana yang ber-
'1?fnalum prohibitum. Maka demi untuk mewujudkan ketertiban
gdapat menjamin keselamatan umum, diperlukan konsep
t:1ilan yang lebih canggih (sophisticated). Salah satu konsep yang
'ggap dapat menjembataninya ialah "pertanggungjawaban
a korporasi atau Perseroan" (corporate criminal liability).
bertitik secara sempit (strict) dad permasalahan pertama,
'f'dua kendala yang tidak memungkinkan melekatkan
gungjawaban pidana kepada Perseroan:
~entur pada prinsip umum pertanggungjawaban dalam
Pin pidana. Yang dapat dipikulkan pertanggungjawaban
a, hanya "orang" (natural person, physical person), karena
Cl,manusia yang memiliki "kesadaran" atau state of mind, oleh
:raitu hanya pada manusia yang secara inheren melekat mens
ang menjadi landasan menentukan kesalahan (guilty) pelaku.
:%liknya Perseroan sebagai badan hukum (legal person),
stensi figumya:
,tidak memiliki "badan" dan "kesadaran" (the corporation,
aving neither body nor mind)87), oleh karena itu tidak memiliki
sfate of mind dan juga tidak melekat pada dirinya faktor mens
rea,
'dalam keadaan yang seperti itu, Perseroan tidak dapat mela-
;kukan tindakan (can not perform the acts) dan juga tidak memi-
gki kehendak (intention), padahal kehendak itu merupakan
l'i!'lnasyarat" (prerequisite) pembebanan pertanggungjawaban
pidana (criminal liability).

J. c. Smith, Brian Hogan, hlm. 179.


(2) terbentur pada prinsip yang mengajarkan, seseorang tidal<;
memikul tanggung jawab pidana yang timbul dari perbuatan
orang lain. 88)
Seperti yang telah disinggung, prinsip ini pun telah menjadi ken.:.
dala penerapan vicarious criminal liability dalam hubungan "maji-
kan dan bawahanl/ (master and servant) dalam mengakomodasi
doktrin respondeat superior ke dalam pertanggungjawaban pidan~.
Apa yang dihadapi penerapan pertanggungjawaban majikan dan
bawahan, menjadi masalah kendala yang sama dalam penerapan
pertanggungjawaban pidana Perseroan (corporate criminal
responsibility). Bagaimana mungkin perbuatan pidana yang
dilakukan "direksil/ atau "pejabatnyal/ dapat dipikulkan pertang-
gungjawabannya kepada Perseroan?
Akan tetapi, jika permasalahan pertama ini dikaitkan dengan
permasalahan kedua dan ketiga, prinsip-prinsip yang terkandung eli
dalamnya hams"disingkirkanl/ atau "dimodifikasil/ maupun diperluas.
Alasan yang dianggap urgen dan rasional adalah sebagai berikut. Jika
Perseroan bebas lepas dari pertanggungjawaban pidana atas perbuatan
yang dilakukan direksi atau pejabatnya, berarti memberi peluang yang
sebesar-besarnya bagi Perseroan melalui pegawainya melakukan
pelanggaran hukum atau perbuatan tindak pidana. Hal itu jelas "tidal<
adill/ (injustice). Hasil perbuatan pegawai atau manajemya itu untuk
"keuntunganl/ korporasi. Tetapi yang diminta pertanggungjawaban
pidananya hanya pegawai atau manajer, sedang Perseroan yang
mengenyam manfaat dan keuntungan dari perbuatan itu, leluasa
mengembangkan sayap ke segala penjuru.
Kenyataan pahit dan ketidakadilan yang seperti ini, banyak terjaeli
di depan mata kita. Banyak terjadi kasus penyelundupan, pencemaran
lingkungan, penyesatan atau penipuan yang dilakukan pegawai atau
manajer korporasi atas nama Perseroan. Paling-paling yang dituntut
pertanggungjawaban pidananya, hanya pegawai bawahan sebagai
tumbaU Perseroannya aman dan sentosa dari pertanggungjawaban

88) Ibid., Blackstone's Criminal Practice, dikatakan " ... is that one cannot be held criminally
responsible as a result ofthe act ofanother."
atasalasan, Perseroan bukan manusia (natural person). Oleh
itu, tidak memiliki badan dan jiwa untuk ditendang (corporate
al person, no body and no soul to be kicked). Alasan kedua, yang
art tindak pidana adalah pegawai· atau manajer. Maka sesuai
prinsip pertanggungjawaban pidana, hanya dapat dituntut
orang (manusia) secara individual. Perbuatan pegawai itu tidak
~ipertanggungjawabkankepada Perseroan.

hgadopsi Doktrin Vicarious terhadap Perseroan


lJil~njembatani jurangketidakadilan pada satu segi, serta agar
art tidak dijadikan kendaraan melakukan pelanggaran dan
pidana oleh direksi atau pegawainya, hukum pidana harus
opsi doktrin vicarious liability sesuai dengan sistem respondeat
Yseperti halnya dalam hubungan master and servant.
alasan dan kajian telah dikemukakan, antara lain sebagai

buatan dan Kesadaran Orang yang Mengontrol dan Menja-


jan Kegiatan Korporasi, Menjelma dan Menyatu Menjadi
.buatan dan Kesadaran Perseroan
t pendapat ini, setiap orang yang bertindak mengontrol dan
§anakan kegiatan Perseroan untuk tujuan dan kepentingan
maka:
rbuatan dan kesadaran (state ofmind) dari direksi atau karyawan,
riyatu menjadi perbuatan dan kesadaran korporasi,
fdasar konstruksi ini, pertanggungjawaban pidana yang melekat
Hh did pelaku tersebut, dengan sendirinya menurut hukum
enjadi tanggung jawab pidana Perseroan (corporate criminal
ability) yang bersangkutan.
rdasar pendapat ini, ditampilkan sesuatu anggapan hukum"
1/

ption of law), bahwa perbuatan dan kesadaran pelaku yang


ntrol dan melaksanakan tujuan dan aktivitas Perseroan, diang-
1/

a" dengan perbuatan dan kesadaran korporasi. Oleh karena


,erseroan bertanggung jawab sepenuhnya atas akibat perbuatan
pidana yang mereka lakukan. Dengan kata lain, Perseroan bertang_
gung jawab atas perbuatan pegawainya. 89)

b. Dewan Direksi, Manajer dan Pejabat Tinggi yang Melaksanakan


Fungsi Manajemen, Berbicara dan Berbuat seperti Korporasi (As
the Company) itu Sendiri
Pada dasarnya harnpir sarna dengan pendapat pertarna. Cuma dalam.
pendapat ini lebih ditekankan pada pelaksanaan kekuasaan Perseroan
(exercise of the power of the company).
Siapa yang secara nyata memegang kekuasaan untuk melak-
sanakan fungsi operasional Perseroan, maka tindakan yang dilakukan-
nya adalah sama dengan tindakan korporasi. Sebab itu, apabila
tindakan yang mereka lakukan melanggar hukum, maka yang melaku-
kan pelanggaran itu adalah Perseroan tersebut. Oleh karena itu,
meskipun yang melakukan direksi atau manajer, tanggung jawab
pidana atas perbuatan, tidak terbatas kepada mereka, tetapi langsung
menjadi tanggung jawab pidana Perseroan.

c. Personalitas Perseroan adalah Fiksi Hukum, Kesadaran dan


Tindakannya "Identik" dengan Kesadaran dan Perbuatan Direksi
atau Pejabat Senior Korporasi
Pendapat yang lain mengatakanl personalitas Perseroan sebagai badan
hukum adalah fiksi hukum" dan tidak memiliki sendiri kesadaran
II

(state of mind)90).
Berdasar konstruksi ini Perseroan bertanggung jawab atas
l

konspirasi (conspiracy) maupun penggelapan yang dilakukan direksi


atau senior manajer. Setiap tujuan dan kemauan atau kehendak direksi
dan manajer dianggap sebagai tujuan dan kemauan korporasi.
l

Akan tetapi untuk mempertanggungjawabkan konspirasi kepada


l

Perseroan dibutuhkan paling sedikit dua kesadaran yang terpisah.


l

Alasannya Perseroan tidak bisa mengkriet konspirasi hanya dengan


l

89) Ibid. , IC. Smith, Brian Hogan, 179.


90) Ibid., Blackstone's Criminal Practec, hlm. 73, mengatakan "the personality ofcompany is a
legalfiction. and a company does not itselfhave a mine!".

~ Hukum Perseroan Terbatas


direktur, karena dia sendiri tidak memiliki kesadaran. Oleh
it1.1, konspirasi.itu harus dilakukan dewan direksi atau.paling
ua orang pejabat Perseroan.
.F.seroan harus melaksanakan kewajiban menurut undang-
g(to fulfil a statutory duty). Pendapat selanjutnya mengatakan,
mesti tunduk dan taat kepada ketentuan undang-undang.
itu, Perseroan mesti melaksan.akan apa saja yang diwajib-
ang-undang (to fulfil a statutory· duty).
itik tolak dari prinsip ini, Perseroan tidak boleh "melanggar"
anundang-undang (breach of a statutory duty). Konsekuensi
pelanggaran itu, Perseroan mesti bertanggung jawab atas
garan kewajiban undang-undang yang dilakukan direksi atau
anajer maupun pejabat .lain yang melaksanakan fungsi atas
drporasi.
mikian berbagai pendapat yang mendukung penerapan doktrin
s.\icriminal liability kepada Perseroan dengan mengadopsi
respondeat superior. Semua pendapat itu dapat dikatakan saling
kung yang berujung kepada satu kesimpulan, demi menjamin
tib<masyarakat luas yang lebih adil, Perseroan mesti memikul
jawab pidana (corporate criminal liability) yang dilakukan
gsionaris Perseroan.

gkauan Pertanggungjawaban Perseroan Atas Tindakan


ngsional
yang diuraikan di atas, salah satu teori mengatakan perbuatan
adaran fungsionaris Perseroan "identik" dengan perbuatan dan
ran Perseroan. Oleh karena itu semua fungsionaris adalah
(brains) dan "tangan" (hands) dari Perseroan.
an tetapi timbul pertanyaan. Pejabat fungsionaris Perseroan
paja yang dianggap "identik" menjadi "otak" dan "tangan"
rasi? Apakah setiap pejabat atau pegawai yang ada dalam
memiliki kedudukan dan kapasitas sebagai otak dan tangan?
halnya, berarti segala perbuatan yang dilakukan oleh
manapun, identik dengan Perseroan. Oleh karena
LhWL'-'LL"-LLCLW

tiap perbuatan pidana yang dilakukan pejabat yang manapun


tingkatnya, langsung melibatkan tanggung jawab pidana Perseroan.
Sudah barang tentu, penerapan yang demikian kurang rasional. Harus
ditegakkan patokan hukum yang realistik dan proporsional, agar
penerapannya tidak menjurus ke arah yang mempersulit eksistensi
Perseroan.

a. SecaraNormal, Hanya Direksi dan Personal Senior (Senior Person)


yang Dapat Identik dengan Perseroan
Bertitik tolak dari patokan ini, hanya tindakan direksi (dewan direksi)
atau yang setingkat dengan dewan direksi serta personal senior yang
dapat dipikulkan pertanggungjawabannya kepada Perseroan. Kenapa?
Karena hanya pejabat yang setingkat itu:
• yang dianggap identik sebagai otak dan tangan Perseroan,
• hanya pejabat yang setingkat itu yang dianggap memiliki otoritas
melaksanakan fungsi aktivitas operasional Perseroan.
Dengan demikian, pejabat "operator" maupun "pejabat junior",
tidak dianggap identik dengan Perseroan. Peran dan fungsi mereka,
bukan pemegang kontrol dan pimpinan yang menentukan kebijak-
sanaan Perseroan. Tindakan yang mereka lakukan, "tidak identik"
dengan maksud dan perbuatan Perseroan. Oleh karena itu, perbuatan
mereka tidak dapat dipikulkan kepada Perseroan.

b. 'Rndakan Penerima DelegasiFungsi Manajerial dan Dewan Direksi


(Boand of Directors), Identik dengan Perbuatan Korporasi
Patokan kedua, berdasar pendelegasian. Apabila Dewan Direksi
mendelegasikan pelaksanaan "fungsi manajerial" kepada seseorang:
• pendelegasian itu, telah menjelma menjadi fungsi kegiatan
manajemen Perseroan,
• dalam hal yang demikian, tindakan penerima delegasi, "identik"
dengan perbuatan Perseroan.
Oleh karena tindakan penerima delegasi identik dengan perbuatan
dan kesadaran Perseroan, maka dia memikul tanggung jawab
pelanggaran atau kejahatan yang dilakukan penerima delegasi dengan
syarat, tindakan yang dilakukannya sesuai dengan tujuan Perseroan.

III1iII Hu~um Perseroan Terbatas


rlakan Setiap Pejabat yang Melaksanakan Tugas Perseroan,
, nggap Identik dengan Perbuatan Perseroan
. at· dan patokan ini, kurang setuju dengan yang dibicarakan di
dasarnya, Dewan Direksi tidak pernah dan' tidak perlu
elegasikan" fungsi mereka atas alasan:
.wan Direksi sejak awal, sudah menetapkan garis" dan "rantai"
II

ando ke seluruh jajaranmelalui "pengawasan" regional,lokal


'distrik,
·an Direksi hanya tinggal melakukan kontrol atau pengawasan
hkkarena itu, setiap pegawai rendah atau manajer warung (shop
rAet manager) dalam uSCiha super marketmisalnya, harus
,Wh.{' mengikuti dan melaksanakan pengarahan umum (general
'ction) yang digariskan Dewan Direksi.
(Il~tik .tolak
dari konstruksi hukum tersebut, tindakan atau
'an shop manager dapat dianggap identik dengan perbuatan
. an. Oleh karena itu, atas perbuatan pelanggaran hukum yang
lpkukan ikut dipikul pertanggungjawabannya oleh Perseroan.

seroan Hanya Identik dengan Tindakan Pejabatnya Apabila


ql#u dalam KerangkaPelaksanaan, Tugas
perbuatan atau peristiwa .yang terjadi dilakukan pejabat Perse-
(tidak identik" dengan perbuatan Perseroan, apabila hal itu
'sdi luar kerangkafungsi yang ditugaskan.
alam Blackstone's Criminal Pratice,91) digambarkan suatu contoh.
g Direktur mengendarai mobil menuju atau untuk menghadiri
Direksi. Dalam perjalanan menabrak seseorang dan meninggal
s" Apakah Perseroan memikul tanggung jawab pidana atas

'wa itu? Tidak bertanggung jawab! Karena pe:t:buatan itu bukan


p.®aan tugas yang diberikan Perseroankepadanya, sebab itu
di luar pelaksanaan fungsi.
emang ada yang berpendapat. Bukankah dia mengendarai mobil
memenuhi kewajiban menghadiri Rapat Direksi, berada dalam
lingkup pelaksanaan tugas? Oleh karena itu, beralasan untuk menUnta
pertanggungjawaban pidana dari Perseroan.

e. Pertanggungjawaban Perseroan tidak Meliputi Pembunuhan


(Munder) dan Pengkhianatan (Treasor)
Terhadap tindak pidana pembunuhan dan pengkhianatan, tidak dapat
dihukum dengan pidana "denda" (fine). Sedang pada dasarnya, hu-
kuman yang dapat dijatuhkan kepada Perseroan dalam rangka per-
tanggungjawaban pidana yang dilakukan pejabatnya, hanyahukuman
denda.
Selain tindak pidana di atas, terdapat lagi beberapa jenis tindak
pidana yang sulit untuk dipertanggungjawabkan kepada Perseroan
sebagai "prinsipal" atas tindak pidana yang dilakukan pejabatnya.
Antara lain tindak pidana "pemerkosaan".
Akan tetapi ada yang berpendapat, terhadap tindak pidana ter-
sebut tetap melekat tanggung jawab Perseroan, dengan acuan
penerapan:
• Perseroan ditempatkan pada posisi "membantu" (aiding) dan
"bersekongkol" (abetting) melakukan pembunuhan atau pemer-
kosaan,
• berdasar konstruksi ini, kepadanya dijatuhi hukuman denda.
Mengenai kasus yang demikian, terdapat salah satu contoh dalam
Blackstone's Criminal Practice 92 ). Perusahaan OLL Ltd, didakwa
melakukan tindak pidana yang menyebabkan matinya sebanyak 4
orang (manslaughter) dalam tragedi sampan di Hyme Bay:
• Direktur manajer (managing director) dihukum 3 tahun penjara,
• dan perusahaan OLL Ltd, "didenda" £ 60.000.00,-
Dari contoh kasus ini dapat dilihat. Melalui konstruksi Perseroan
sebagai "pembantu" atau "bersekongkol". (abetting), dalam kasus
tindak pidana matinya orang maupun perkosaan, Perseroan dapat
dituntut pertanggungjawaban pidana. Dan kepadanya dapat dijatuhi
hukuman "denda".

92)Ibid., hlm. 74.

.. Hukum Perseroan Terbatas


tanggungjawaban PidanaPerseroan, Merupakan Tambahan
tanggungjawaban Individual PejabatKorporasi
tihgat,pembebanan tanggung jawab pidana kepada Perseroan
.erbuatan pidana yang dilakukan pejabat Perseroan yang
gkl1tan, tidak boleh menimbulkan akibat hilangnya tanggung
ffidividual pelakunya. Bahkan secara moral dan konvensional,
pidana itu merupakan tanggung jawab penuh pribadi pelaku
'j itidak boleh dialihkan dan diperluas kepada orang yang tidak

t¥s~bagai pelaku.
nubungan dengan itu, tidak ada alasanhukum untuk meng-
antanggung· jawab pribadi pelaku dengan dalil seolah-olah
gjawab pribadihya telah diambil atau dialihkan kepada Perse-
anggung jawab Perseroan hanya sebagai tambahan" terhadap
II

g jawab pribadi.
a tanggung jawab Perseroan dapat menghilangkan tanggung
p:ribadi pelaku, para Direksi dapat menyalahgunakanfungsinya.
o/apara pejabat Perseroan atau Dewan Direksi menyetujui atau
ama melakukanpenipuan. Jika pertanggungjawaban langsung
fa kepada Perseroan untuk menggugurkan tanggung jawab
i para pelaku, berarti hukum membenarkan perbuatan
rkaya secara melawan hukum (unjust enrichmen).
ffiikian uraian yang berkenaan dengan tanggung jawab pidana
Namun uraian ini belum lengkap. Belum diuraikan menge-
tanggung-jawaban Perseroan atas tindak pidana yang bersifat
liability". Namun demikian, uraian tentang "pertanggung-
tanpa salah" (strict liability) yang dibicarakan dalam
ahasan Vicarious Liability, meliputi juga kepada Corporate
abLiability.

jauan Pertanggungjawaban Pidana Perseroan dalam


Kum Positif
gian ini akan ditinjau serba ringkas perkembangan pertang-
aban pidana Perseroan (Corporate Criminal Liability) dalam
positif Indonesia.
Jika diamati berbagai undang-undang yang erat kaitannya dengan
bidang hukum bisnis, kesehatan, ketenagakerjaan, dan sebagainYa
yang memiliki implikasi dengan kebijakan publik, pada umUmnya
terdapat suatu bagian yang mengatur 'ketentuan pidana'. Banyak
dijumpai undang-undang yang diterbitkan akhir-akhir ini yang me-
muat ketentuan 'larangan undang-undang' atau statutory prohibition
atau statutonj crime, yang dikualifikasi sebagai delik pidana mengenai
bidang tertentu yang berkarakter lex specialist.
Dalam uraian ini akan dikemukakan beberapa undang-undang
yang mengandung tindak pidana yang bersifat malum prohibitum.
Penerapannya sekaligus mengadopsi prinsip vicarious liability berdasar
doktrin respondeat superior, yang mengakui penegakan 'pertanggung_
jawaban pidana Perseroan atas perbuatan pelanggaran yang dilakukan
Dewan Direksi atau Senior Manager maupun yang setingkat dengan
itu.
Sehubungan dengan itu, berturut-turut akan dikemukakan gam-
baran statutory crime serta penerapan dar. penegakan pertanggung-
jawaban pidana Perseroan dalam setiap undang-undang yang ber-
sangkutan:

a. Undang-Undang No.8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal


Dalam undang-undang ini diatur siapa yang dimaksud dengan 'pilial<
yang dapat melakukan perbuatan yang dilarang, serta sekaligus
terdapat Bab XV yang mengatur Ketentuan Pidana. Supaya lebih jelas,
mari ikuti uraian berikut.

1) Yang dimaksud pihak


Mengenai siapa yang dimaksud 'pihak' yang dapat melakukan Tindal<
Pidana Pasar Modal, dirumuskan dalam Pasall angka 23, terdiri atas:
a) orang perorangan
Jadi, manusia secara fisik (natural person). Ketentuan ini masih
sesuai dengan prinsip umum tentang pelaku dan yang memikul
tanggung jawab pidana (criminal liability) secara individual.
b) Perusahaan, baik dalam bentuk:
• usaha bersama,

_ Hukum Perseroall Terbatas


asosiasi,. atau
kelompok yang terorganisir.
patdilihat, berdasar Pasal 1 angka 23, telahmengakui
o:rlasi" atau Perseroansebagai pelaku tindak pidana yang
ggung jawab penuh atas perbuatan yang dilakukan pejabat
ionaris korporasi atau Perseroan yang bersangkutan.

~tentuan pidana
iIdisinggung di atas, pada UU No.8 Tahun 1995 ini, terdapat
yang mengatur ketentuan .pidana, terdiri atas 6 pasal (Pasal
pai Pasal108), sebelgai Tindak Pidana Pasar Modal:
tiap pasal pidana, dimulai dengan kata-kata setiap pihak". Mulai
II

Pasal 103 sampai dengan Pasal 108, rumusan pasalnya


mUClPya dimulai dengan kata-kata:
setiap pihak,
bukan setiap orang", II

tidak juga "barang siapa".


•!Jt.karena berdasar Pasal . 1 angka 23 yang dimaksud dengan
~"dalam undang-undang meliputi orang perorangan" dan
II

~tHsahaan" baik dalam bentuk usaha bersama, asosiasi atau


lQ11lpOk, maka undang-undang ini mengakui penegakan pene-
corporate criminal liability atas perbuatan yang dilakukan
atau Perseroan.
LL""''-'... 'V'.... L''''-L ...V

i penjelasan singkat di atas, terhadap segala bentuk Tindak


Pasar Modal (yang diatur dalam Pasal 103, Pasal 104, Pasal
elsa1 106, Pasal 107, dan Pasal 108), yang dilanggar pejabat
.Qnaris korporasi, atau Perseroan dapat dituntut tanggung jawab
ClPya kepada korporasi atau Perseroan. Dengan syarat asal
fan dilakukan dalam melaksanakan tugas u:t:tuk kepentingan
nama korporasi.
demikian, selain pertanggungjawaban pidana yang
pada pelaku secara individual, dijatuhkan juga hukuman
epada korporasi atau Perseroan dalam rangka pertanggung-
korpora.si atau
b. Undang-Undang No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen
Undang-undang ini mengakui pertanggungjawaban pidana korporasi
atau Perseroan (corporate criminal liability). Untuk lebih jelas akan
diutarakan hal-hal sebagai berikut.

1) Yang dimaksud "pelaku usaha"


Subjek yang terlibat dalam kegiatan operasional menurut undang_
undang ini adalah "pelaku usaha", yakni pelaku usaha tidak boleh
merugikan kepentingan konsumen.
Menurut Pasal1 angka 3 "pelaku usaha" terdiri atas:
a) orang perorangan,
b) badan usaha (corporation), meliputi:
• yang berbentuk "badan hukum" (legal person) dan
• yang bukan badan hukum.
Jika pengertian tindak pidana korporasi atau Perseroan (corporate
crime) mengatakan bahwa tindak pidana korporasi ialah tindak pidana
yang dilakukan seseorang atas nama korporasi/perusahaan, dihubung-
kan dengan siapa yang dimaksud pihak adalah orang-perorangan dan
"badan usaha" baik yang berbentuk badan hukum atau tidak, maka
pelanggaran pidana perlindungan konsumen yang dilakukan fung-
sionaris korporasi atau Perseroan, menjadi risiko pertanggungjawaban
pidana korporasi atau Perseroan yang bersangkutan.

2) Undang-undang sendiri telah menentukan siapa yang dapat diminta


pertanggungjawaban
Pasal 61 berbunyi:
Penuntutan pidana dapat dilakukan terhadap pelaku usaha dan atau
pengurusnya.
Memperhatikan ketentuan ini, undang-undang mengakui pene-
gakan pertanggungjawaban pidana korporasi atau Perseroan dalam
Tindak Pidana Perlindungan Konsumen, dengan acuan penerapan:
a) pertanggungjawaban atas penuntutan dapat sekaligus bersamaan:
• kepada korporasi atau Perseroan; dan
• pengurus.

~ Hukum Perseroan Terbatas


\F)cselain tuntutan pertanggungjawaban individual kepada
hgurus" diajukan juga tuntutan pertanggungjawaban "tam-
an" kepada "korporasi" atau Perseroan.
Hmggungjawaban atas tuntutan hanya ditimpakan kepada salah
ti di antara:
hanya ditimpakan kepada "korporasi" atau Perseroan atau
"pelaku usaha" (badan usahanya) saja denganmengesamping-
.an tuntutan kepada "pengurusnya",
atau hanya kepada "pengurus" saja denganmengesampingkan
tuntutan kepada korporasi atau Perseroan.
'era-pan pertanggungjawaban yang belakangan ini, kurang tepat
patokan pada prinsip dasar pertanggungjawaban pidana.
f:zprinsip ini, yang dapatmelakukan tindak pidana ialah
ia, karena dia yang. memiliki "mens rea". Oleh karena itu,
g jawab individual sebagai pelaku, tidak dapatdigugurkan,
korporasinya dituntut. Sebab tuntutan pertanggung-
pidana korporasi atas tindak pidana yang dilakukan pengurus,
~rupakan pertanggungjawaban pidana "tambahan" atas
gungjawaban pidana individual terhadap pelakunya.

.r.tuk tindak pidananya


qtqu jenis Tindak Pidana Perlindungan Konsumen, diatur
~AB XIII, BagiaJ.} Kedua, .Sanksi Pidana, yang terdiri atas Pasal
ljppti jenis tindak pidana pelanggaran atas ketentuan Pasal 8,
~a.yat (2), 15, 17 ayat (1) huruf a, b, c, e dan Pasal 18.

gel termasuk jenis pidana pelanggaran atasketentuan Pasal II,


ayat (I), 14, 16 dan Pasal 17 ayat (1) huruf d dan f.

sal 63 mengatur hukuman tambahan atas sanksi pidana pokok


(In"penjara'' atau "denda" p.iatur Pasal 62. Menurut Pasal 63
ap hukuman pokok penjara atau denda tersebut, dapat dijatuh-
hukuman tambahan" berupa:
erampasan barang tertentu;
engumuman keputusan hakim;
embayaran ganti rugi;
d. perintah penghentian kegiatan tertentu yang menyebabk
timbulnya kerugian konsumen;
e. kewajiban penarikan barang dari peredaran;
f. pencabutan izin usaha.

c. UU No. 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan, Mengadops


Vicarious Criminal Liability
Undang-lUldang ini juga mengakui penegakan pertangglUlgjawab
pidana korporasi seperti yang diuraikan berikut ini.

1) Yang dapat bertindak sebagai subjek dalam kegiatan


ketenagalistrikan
Pertama-tama perlu diketahui siapa subjek pelaku kegiatan uSaha
bidang ketenagalistrikan. Untuk itu merujuk pada Pasal 1 angka 2
yang berblUlyi
Badan Usaha adalah setiap badan hukum yang dapat berbentu
BUMN, BUMD, Koperasi atau Swasta yang didirikan sesuai deng
peraturan perundang-undangan yang berlaku, menjalankan jen
usaha bersifat tetap dan terus-menerus, bekerja dan berkeduduka
dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Berdasar pasal di atas, lUldang-lUldang ini:
• mengakui korporasi atau Perseroan yang berbentuk "bad
hukum" (legal person) sebagai subjek pelaku tindak pidana,
• oleh karena itu, pertangglUlgjawaban Tindak Pidana Ketenaga
listrikan, dapat ditimpakan kepada korporasi atau Perseroan sesu
prinsip Vicarious liability berdasar doktrin respondeat superior.

2) Pemidanaan dikenakan kepada koporasi (badan usaha)lata


pengurusnya
Menurut Pasal 65 ayat (1), jika tindak pidana dilakukan oleh Bad
Usaha/korporasi, pemidanaan dapat dijatuhkan:
a) sekaligus kepada korporasi dan pengurus;
b) hanya kepada korporasi saja, atau
c) hanya kepada pengurus saja.
fal1.gpenerapan ini sarna dengan yang digariskan Pasal61 UU
ahun1999tentang Perlindungan KC)fisumen. Olehkarena itu,
tar terhadap ketentuan Pasal 65 UU No. 20 Tahun 2003 ini
adengan yang dikemukakan terhadapPasal 61 UU No.8
.>11999 .

ukuman pidana yang dijatuhkan kepada badan usaha/korporasi


ghukuman pidana yang dapat dijatuhkan kepada Badan Usaha
cialarn .Pasal 65 ayat(2). Dikatakan,.apabila. yang melakukan
iPidana itu Badan Usaha:
uman pidana yang dijatuhkan kepada Badan Usaha itu adalah
idana Denda";
~sarnya, paling tinggi atau "maksimum" pidanadenda + 1/3.

etentuan ini, sesuai dengan prinsip U11lum yang mengatakan,


a yang dapat dijatuhkan kepada korporasi atau. Perseroan
uman denda". Kepada korporasi tidak mungkindijatuhkan
.a penjara, karena korporasi "tidak punya fisik dan tidak punya
an"(state of mind).

etentuan pidananya diatur dalam BAB XV


,I)ab inidiatur Ketentuan Tindak PidanC\ KetenC\galistrikanyang
. atas Pasal.59, Pasal60, Pasal61, Pasal62, Pasal63, dan Pasal64.
emang rumusan pasal-pasal ini dimulai dengan kata-kata "Setiap
f, Masihberpolarumusan konvensional,sesuai .dengan prinsip
bahwa yang dapat melakukan tindak· pidana hanya·"orang"
!!manusia". Terkesan seolah.:.olah yang dapat diminta pertang-
'awaban atas Tindak Pidana Ketenagalistrikan hanya "orang
rangan " atau individu.
kantetapi, kesan itu akan lenyap bila ketentuan pasal-pasal
a itu dihubungkan dengan Pasallangka 27, BahkanPasal 65
. i dengan tegasmengakui penegakan penerapanpertanggung-
an pidana korporasiatau Perseroan dalam Tindak Pidana
agalistrikan.
d. Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerja
Mengakui Penerapan Pertanggungjawaban Pidana Korpofl
dalam Tindak Pidana Ketenagakerjaan
Untuk melihat apakah Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 meng
pertanggungjawaban pidana korporasi dalam Tindak Pidana ~'elerra:"\.
gakerjaan, dapat dijelaskan hal-hal berikut.

1) Yang dapat menjadi subjek pelaku


Mengenai siapa yang dapat bertindak sebagai subjek pelaku kejahafMl
ketenagakerjaan, memjuk kepada ketentuan Pasal 1 angka 4, Pasalll
angka 5 dan Pasal 1 angka 6:
• Pasal 1 angka 4, mengatur subjek yang dapat bertindak sebagai
"pemberi kerja". Pemberi kerja, terdiri atas:
orang perorangan,
pengusaha,
badan hukum, atau
badan-badan lainnya.
• Pasal1 angka 5, menjelaskan siapa yang dimaksud "pengusah~t":
a. orang perorangan, persekutuan atau badan hukum yang
menjalankan suatu pemsahaan milik sendiri;
b. orang perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang
secara berdiri sendiri menjalankan pemsahaan yang bukan
miliknya;
c. orang perorangan, persekutuan atau badan hukum yang
berada di Indonesia dan setemsnya.
• Pasal 1 angka 6, menjelaskan lebih komplet pengertian
"pemsahaan" dalam kerangka kegiatan ketenagakerjaan:
a. setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak ,
b. usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai
pengums dan mempekerjakan orang lain .
Memperhatikan ketentuan yang dideskripsi di atas, yang terlibat
sebagai subjek kegiatan dalam bidang ketenagakerjaan, bukan hanya
"orang perorangan" tetapi juga "pengusaha" dan "pemsahaan" yang
berbentuk "badan hukum" atau tidak. Konsekuensi logis dad
ketentuan itu, yang dapat terlibat sebagai subjek pelaku tindak pidana
akerjaan adalahsaD;layakni orang perorangan, pengusaha dan
§lanatau Perseroan.Dengan demikian,terhadap tindak pidana
erjaan yang. dilakukan.pengusahaatau fungsionaris peru-
dapat dituntut pertan.ggungjawabannya kepada perusahaan
rseroan.

.t@ntuan tindak pidana ketenagakerjaan diatur dalam Bab XVI


pidana ketenagakerjaan sebagai Statutory Crime, diatur dalam
I, terdiri dari Pasal 183 sampai dengan Pasal 188.
mua redaksi pasalnya, dimulai dengan kata-kata "barang siapa".
menganut perumusan konvensional. Tidak setegas UU No.8
1999 tentang Perlindungan Konsumen yang memperluas
tindak pidananya dengan subjek "pelaku usaha" dan yang
lld dengan pelaku usaha adalah "badan hukum " atau korporasi
erson).
an tetapi, jika ketentuan pasal-pasal tindak pidana ketenaga-
dihubungkan dengan Pasal 1 angka 4, Pasal 1 angka 5 dan
angka 6, maka yang dimaksud dengan "barang siapa" tidak
terbatas orang sebagai manusia (natural person) tetapi meliputi
ahaan" atau korporasi maupun Perseroan baik yang berbentuk
hukum" (legal person) atau tidak.
~~gan demikian, meskipun pengaturan tuntutan pertanggung-
an pidananya kepada korporasi tidak setegas yang diatur di dalam
65 UU No. 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan, UU No. 13
2003 ini mengakui penegakan penerapan Corporate Criminal
atas pelanggaran tindak pidana ketenagakerjaan.
rangkali dengan mengambil secara acak berbagai undang-
yang bersifat malum probihitum, yang di dalam kandungannya
"tindak pidana undang-undang" (statutory crime), telah dapat
erlihatkan gambaran gerak perkembangan hukum, yang
erluas pertanggungjawaban pidana meliputi korporasi atau
roan. Sebenarnya masih banyak lagi UU yang bersifat malum
'itum yang mengandung "statutory crime" yang telah mengadopsi
'13 vicarious liability berdasar doktrin "respondeat superior" seperti
gkungan Hidup. Begitu juga UU No. 19 Tahun 2002 tentang
Hak Cipta. Subjek pelaku kegiatan yang dapat melakukan tindak
pidana hak cipta berdasar Pasall angka 11 dan Pasall angka 12 rneli.
puti orang" atau "badan hukum". Oleh karena itu, walaupun paSal.
II

pasal pidana yang diatur dalam Bab XIII yang terdiri atas Pasa! 72
sampai Pasal 73, redaksinya dimulai dengan kata-kata "barang siapa"/
namun jika rumusan itu dikaitkan dengan Pasall angka 1 dan Pasall
angka 12, cakupan rumusan itu meliputi korporasi (badan hUkum).

.. Hukum Perseroan Terbatas


abini akandibahas hal-hal yang berkenaan dengan aspek-aspek
;pendirian, AD dan Perubahan AD, Daftar Perseroan dan
uman Perseroan.

aipendirian Perseroan diatur dalam Bab II, Bagian Kesatu


007, yang terdiri atas Pasal 7-14. Bertitik tolak dari ketentuan
asal tersebut, terdapat dua hal pokok yang akan dibahas dalam

Sahnya Pendirian Perseroan


teliti ketentuan yang diatur pada Bagian Kesatu dimaksud,
at beberapa syarat yang harus dipenuhi supaya pendirian
sah sebagai badan hukum yang, terdiri atas:
didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih,
rldirian Berbentuk Akta Notaris,
dalam Bahasa Indonesia,
pendiri wajib mengambil saham,
endapat pengesahan dari MENHUK & HAM (Menteri).
ikian syarat yang mesti dipenuhi supaya pendirian dapat
foleh pengesahan sah dan legalitas sebagai badan hukum
tspersoon, legal entity). Syarat tersebut bersifat "kumulatif". Bukan
1I
at· fakultatif" atau "alternatif". Satu saja dari syarat itu cacat
(deject) atau tidak terpenuhi, mengakibatkan pendiriannya tidak sah
sebagai badan hukum.
Untuk memahami lebih jelas mengenai penerapan syarat-syarat
tersebut, akan diuraikan secara rinci dan berurutan satu per satu
seperti yang dijelaskan berikut ini. '

a. Pendiri Perseroan 2 (Dua) Orang atau Lebih


Syarat pendiri Perseroan harus 2 (dua) orang atau lebih, diatur pada
Pasal7 ayat (1) UUPT 2007. Syarat ini, sarna dengan yang diatur dulu
pada Pasal 7 ayat (1) UUPT 1995.
Pengertian "pendiri" (promoters) menurut hukum adalah orang-
orang yang mengarnbil bagian dengan sengaja (intention) untuk
mendirikan Perseroan. Selanjutnya orang-orang itu dalarn rangka
pendirian itu, mengambillangkah-langkah yang penting untuk
mewujudkan pendirian tersebut, sesuai dengan syarat yang diten-
tukan peraturan perundang-undangan1). Jadi syarat pertarna, pendiri
Perseroan paling sedikit 2 (dua) orang. Kurang dari itu, tidak meme-
nuhi syarat, sehingga tidak mungkin diberikan "pengesahan" sebagai
badan hukum oleh Menteri.
Di berbagai negara, terdapat variabel mengenai ketentuan jumlah
pendiri Perseroan. Oi Jerman misalnya, ditetapkan paling sedikit 5
(lima) orang. Oi Prancis dan Belgia, paling sedikit 7 (tujuh) orang.
Sedang di Swiss, paling sedikit 3 (tiga) orang. 2)

1) Didirikan berdasar perjanjian


Cara mendirikan Perseroan oleh para pendiri (promoters), dilakukan
berdasar "perjanjian". Hal itu ditegaskan pada Pasal1 angka 1 UUPT
2007 yang mengatakan, Perseroan sebagai badan hukum yang
merupakan persekutuan modal, didirikan oleh para pendiri
"berdasarkan perjanjian" .
Berarti pendirian Perseroan dilakukan secara "konsensual"
(consensueel, consensual) dan "kontraktual" (contractueel, by contract)

1) Charlesworth and Morse, Company Law, ELBS, Fourteenth Edition, 1991, hlm. 98.
2) Ibid., :HMN Purwosutjipto, S.H., hlm. 95.

.. Hukum Perseroan Terbatas


ar Pasal 1313KUH Perdata. Pendirian dilakukan para pendiri
ersetujuan" (overeenkomst, agreement), di mana para pendiri
vrang satu dengan vrang lain saling "tnengikatkan" dirinvra untuk
ikan Perseroan.
ngan demikian, pendirian Perseroan, tunduk kepada hukum
tan atau hukum perjanjian· (verbintenassenrecht, contract law),
·.~tur dalam Buku IIIKUHPerdata vrang terdiri atas Bagian Kedua
ketentuan umum (Pasal 1313-1318) dan Bagian Kedua
svrarat untuk sahnvra persetujuan (Pasal 1320-1337) serta
Ketiga tentang akibat persetujuan (Pasal 1338-1341).
rrq.irian Perseroan berdasar perjanjian menurut Penjelasan Pasal
(1) .alinea kedua, merupakan penegasan prinsip yang berlaku
PT 2007. Pada dasarnvra Perseroan sebagai badan hukum,
.Ai1berdasar perjanjian. Karena itu mempunyai lebih 1 (satu)
t>emegang saham.

ling dimaksud dengan orang


~Yang.dikemukakan di atas, pendiri (promaters) Perseroan terdiri
fang", yakni 2 (dua) orang atau lebih.
apa yang dimaksud. dengan orang"? .Untuk mengetahui siapa
II

dimaksud dengan orang, merujuk kepada alinea pertama


asan Pasal 7 avrat (1). Berdasar Penjelasan tersebut, orang adalah:

at"gperorangan (naturlijkpersoon, natural person) yakni


royangan atau pribadi kondrati atau manusia secara alamiah
lfrnan being)
:1$. orang itu." warga negara" .Indonesia,
aupun orang asing".
II

i, baik orang warga negara Indonesia maupun orang asing,

enjadi pendiri Perseroan,dan


apat juga menjadi pemegang saham Perseroan.
idak ada. diskrimi11asi. Siapa saja vrang betkehendak mendirikan
un pemegang saham Perseroan berdasar UUPT 2007, tidak
g ·peraturan perundang-undangan.
b) Badan hukum (rechtspersoon, legal person or legal entity)
Kategori kedua, yang dimaksud dengan orang termasuk "badan
hukum" yang lazim disebut rechtspersoon atau legal person maupUrl
legal entity, yakni person yang tidak lahir secara alamiah seperti
manusia individu. Kelahirannya dicipta melalui proses hukum yang
mendapat pengesahan dari Negara.
Di Indonesia yang diakui sebagai badanhukum yang memiliki
personalitas sebagai subjek hukum sebagaimana layaknya manusia
perorangan:
(a) Perseroan Terbatas berdasar UUPT 2007,
(b) Koperasi, berdasar UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian,
(c) Yayasan, berdasar UU No. 16 Tahun 2001, sebagaimana diubah
dengan UU No. 28 Tahun 2004 tentang Yayasan.
Dalam hal ini pun, badan hukum yang dapat pendiri dan
pemegang saharn Perseroan:
• boleh badan hukum Indonesia,
• dapat juga badan hukum "asing".
Jadi, UUPT 2007 tidak membedakan badan hukum Indonesia
dengan badan hukum asing. Sarna-sarna boleh dan dapat sebagai
pendiri maupun pemegang saharn Perseroan.

3) Pemegang saham kurang 2 (dua) orang


Bagaimana permasalahan hukumnya, apabila setelah Perseroan
mendapat pengesahan atau memperoleh status sebagai badan hukum
dari Menteri, kemudian pemegang sahamnya "kurang" dari 2 (dua)
orang? Permasalahan kasus yang demikian, telah diatur tata cara
penyelesaian maupun akibat hukumnya pada Pasal 7 ayat (5) dan (6)
UUPT 2007, sebagai berikut.

a) Kurangnya pemegang saham dari 2 (dua) orang hanya dapat ditolerir


dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan
Menurut ketentuan Pasal 7 ayat (5), apabila Perseroan telah
memperoleh status badan hukum, pada dasarnya pemegang saham
tidak boleh kurang dari 2 (dua) orang. Apabila kurang dari 2 (dua)
orang, hal itu dapat "ditolerir" oleh undang-undang "paling lama"

.. Hukum Perseroan Terbatas


jangka waktu 6 (enam) bulan. Selama itu, meskipun pemegang
kurang dari 2 (dua) orang, Perseroan tetap sah memiliki
litas sebagai badan hukum. Pada Perseroan itu masih melekat
sip/separate entity dan limited liability. Semua perbuatan hukum
.ciilakukan selama jangka waktu tersebut, sepenuhnyamenjadi
gtlIlg jawab Perseroan. Tidak dapat dipikulkan menjadi tanggung
pribadi (personal liability) dari pemegang saham.

dakan yang harus dilakukan pemegang saham, apabila telah lewat


(enam) bulan
keadaan pemegang saham yang kurang dari 2 (dua) orang telah
paui batas .waktu 6 (enam) bulan, pemegang saham "tunggal"
ksud menurut Pasal 7 ayat (5)/ "wajib" melakukan tindakan
atif berikut:
(ljib .mengalihkan" sebagian saham yang dimilikinya kepada
~9Pg Jain/ atau
engeluarkan" saham baru kepada orang lain.
alah satu alternatif itu yang dapat ditempuh pemegang saham
ggal untuk mengatasi kurangnya pemegang saham dari· 2 (dua)

pabila kurangnya pemegang saham lebih 6 (enam) bulan


aimana halnya, kalau tenggang waktu 6 (enam) bulan telah lewat,
egang saham tetap kurang dari 2 (dua) orang. Kekurangan itu
terjadi, karena ternyata pemegang sahamtunggal tersebut, tidak
galihkan sebagian sahamnyakepada orang lain, atau tetap tidak
geluarkan saham baru kepada orang lain. Akibathukum(legal
t)fapa yang akan menimpa pemegang saham maupun Perseroan
kasus. yang demikian?
kibat hukum. yangtimbul atas peristiwa yangdemikian,
pada Pasal 7 ayat (6) UUPT 2007/ yang terdiri atas:
1) Pemegang saham bertanggung jawab secara pribadi (persoonlijke
aanpraakelijkheid, personal liability) atas segala perikatan dan
kerugian yang dibuat dan dialami Perseroan
Sejauh mana tanggung jawab pribadi pemegang saham itu
dikemukakan pada Penjelasan Pasal 7 ayat (6) UUPT 2007. Menuru~
penjelasan ini, perikatan dan kerugian yang menjadi tanggung jawab
pribadi pemegang saham adalah perikatan dan kerugian yang terjadi
If setelah lewat waktu 6 (enam) bulan" tersebut. Tidak termasuk
perikatan dan kerugian yang terjadi selama tenggang waktu 6 (enam)
bulan yang ditentukan pada Pasal 7 ayat (6) UUPT 2007.

2) Pihak yang berkepentingan dapat mengajukan permohonan


pembubaran Perseroan
Akibat kedua yang mungkin timbul, munculnya Ifpermohonan
pembubaran" terhadap Perseroan dari pihak yang berkepentingan
Pasal 7 ayat (6), memberi hak kepada pihak yang berkepentingan:
• mengajukan permohonan pembubaran Perseroan ke Pengadilan,
• atas permohonan itu, Pengadilan Negeri If dapat" membubarkan
Perseroan
Pengajuan permintaan pembubaran Perseroan dalam hal peme-
gang saham kurang dari 2 (dua) orang, baru dapat diajukan pihak
yang berkepentingan:
• apabila kekurangan itu telah berlangsung lewat dari 6 (enam)
bulan,
• bentuk permintaannya adalah Ifpermohonan" (verzoek, petition),
bukan berbentuk gugatan (vordering, claim);
• dengan demikian menurut Pasal 7 ayat (6), bentuk permintaan
pembubaran Perseroan dalam kasus yang seperti ini adalah per-
mohonan Ifvoluntair" dengan proses pemeriksaan secara Ifex parte".
Selanjutnya, siapa yang dimaksud dengan orang atau Ifpihak yang
berkepentingan", dikemukakan lebih lanjut pada alenia kedua
Penjelasan Pasal 7 ayat (6), yang mengatakan, pihak yang berkepen-
tingan yang dapat mengajukan permohonan pembubaran Perseroan
dalam hal pemegang saham kurang dari 2 (dua) orang, terdiri atas:

Hukum Perseroan Terbatas


jaksaan untuk kepentinganumum,
!Il§gang saham itu sendiri,
. §ksi,
Komisaris,
yawan Perseroan,
ditor, dan/atau
a,:ngku kepentingan (stake holder) lainnya.
'kian ketentuan yang harus diterapkan apabila pemegang
Urangdari 2 (dua) orangtelah berlangsunglebih dari 6 (enam)
Selama tidak ada pihak yang mengajukan pembubaran,
masih tetapeksis, dan dapat melakukan kegiatan usaha.
tanggung jawab atas segala kontrak, transaksi dan utang yang
} §epenuhnya dibebankan menjadi tanggung jawab pribadi
liability) pemegang saham. Pada kasus yang seperti ini,
jawap terbatas (beperkte aanspraakelijkheid, limited
yang digariskan Pasal3. ayat (1) UUPT 2007, hapus dan gugur
fl•. wenembus harta pribadi pemegang saham atau piercing the
veil berdasar Pasal 3 ayat (2) UUPT 2007,

g~cualian terhadap syarat pendiri dan pemegang saham terdiri


2 (dua) orang atau ·lebih
.ixyang singgung di atas, sesuai ketentuan Pasal 7 ayat (1), pendiri
megang saham Perseroan rninimal2 (dua) orang. Namun, syarat
'.ecualikan" terhadap Perseroan tertentu. Pengecualian itu,
akan pada Pasal 7 ayat (7), yang mengatakan, ketentuan yang
pkan Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih, tidak
tE:Hhadap Perseroan tertentu.Menurut penjelasan pasal ini,
~status dan karakteristik yang khusus" melekat pada Perseroan
~ persyaratan jumlah pendiribagi Perseroan tunduk dan diatur
eraturan perundang-undangan tersendiri. Yang termasuk
riPerseroan tertentu yang tidak tunduk pada syarat jumlah
i dan pemegang saham rninimal2 (dua) orang menumtPasa17
terdiri atas:
a) Persero yang "seluruh" sahamnya dimiliki oleh negara
Menurut Penjelasan Pasal 7 ayat (7) huruf a, yang dimaksud dengan
"Persero" adalah badan usaha milik negara (BUMN) yang berbentuk
Peseroan yang modalnya terbagi dalam saham yang diatur dalam DU
tentang BUMN.
Perlu diingat. Pengecualian ini baru berlaku kepada BUMN yang
berbentuk Persero apabila "seluruh" sahamnya dimiliki oleh Negara.
Jika tidak seluruhnya dimiliki Negara, harus tunduk pada syarat yang
ditentukan Pasal 7 ayat (1) UUPT 2007, yakni pemegang sahamnya
minimal 2 (dua) orang.
Pada saat sekarang BUMN yang berbentuk Persero yang seluruh
sahamnya dimiliki oleh negara, antara lain Pertamina, Jamsostek,
Pelindo I, Pelindo II, PTPN III, PTPN I~ PTPN V, dan PTPN VIP)

b) Perseroan yang mengelola bursa efek, lembaga kliring dan penja-


minan, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, dan lembaga lain
sebagaimana diatur dalam UU ten tang Pasar Modal (UU No.8
Tahun 1995)
Uraian di atas, merupakan jawaban ruang lingkup yang berkenaan
dengan syarat dan ketentuan pendiri dan pemegang saham Perseroan
yang mesti dipenuhi dan dipatuhi dalam rangka memperoleh
pengesahan Perseroan sebagai badan hukum.

b. Akta Pendirian (Akta van Oprichting, Deed of Incorporation or


Articles of Incorporation) Berbentuk Akta Notaris
Syarat kedua, yang juga diatur pada Pasal 7 ayat (1) UUPT 2007 adalah
cara mendirikan Perseroan hams dibuat "secara tertulis" (schriftelijk,
in writing) dalam bentuk akta yakni:
• berbentuk Akta Notaris (Notariele Akte, Notarial Deed), tidak boleh
berbentuk akta bawah tangan (underhandse akte, private
instrument),

3) Hanan Republika, Kamis 25 Oktober 2007, hIm. 16.

.:a Hukum Perseroan Terbatas


harusan Akta Pendirian mesti berbentuk Akta Notaris,· tidak
ty"~berfungsisebagai probationis causa. Maksudnty"a Akta Notaris
?~"bll.t tidak hanty"a berfungsi sebagai "alat bukti" atas perjanjian
:ndirianPerseroan. TetapiAkta Notaris itu berdasar Pasal7 aty"at
I sekaligus bersifat dan berfungsi sebagai solemnitatis causa ty"akni

a"bila tidakdibuat dalam Akta Notaris, akta pendirian Perseroan


t~dak memenuhi sty"arat, sehingga terhadapnty"a tidak dapat
f=:rikan "pengesahan".oleh Pemerintahdalam hal ini MENHUK
MAM.4)
erikut ini akan dijelaskan hal-hal ty"ang menty"angkut ruang
p sty"arat Akta Notaris tersebut

~fhal· yang· harus dimuat dalam akta pendirian


,?~jelaskan,bentuk Akta Pendirian hams berbentuk Akta Notaris
s~h~ligus. berfungsi sebagai probationis causa dan solemnitatis
~~lanjutnty"a Pasal8 aty"at (I), menentukan, supaty"a Akta Notaris
~rfungsi sebagai Akta Pendirian sah menurut hukum, harus
~thal-hal tertentu ty"ang terdiri dari:

'.Lv""""""1- anggaran dasar (AD)


Pasal. 8 aty"at (1) UUPT 2007, Akta Pendirian harus "memuat"
;rseroan ty"ang rumusan dan ketentuannty"a:
lah disepakati oleh para pendiri (promaters),
engan ketentuan, AD tidak boleh bertentangan dengan UUPT
007 termasuk ketentuan pelaksanaannty"a.
pendirian ty"ang tidak memuat AD tidak memenuhi sty"arat
:rial, oleh karena itu Akta Pendirian tersebut meskipun berbentuk
'Notaris, tidak sahdan tidak dapat dijadikan dasar untuk memberi
esahan Perseroan sebagai badan hukum.
b) Harus memuat keterangan lain
Selain memuat AD, Akta Pendirian harus juga memuat "keterang
lain". Apa saja yang dimaksud keterangan lain, diatur pada Pasa!
ayat (2) UUPT 2007, "sekurang-kurangnya" terdiri atas:
j

(1) Nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggql
dan kewarganegaraan pendiri perseorangan, atau nama, tempat
kedudukan dan alamat lengkap serta nomor dan tanggal Keputusati
Menteri mengenai pengesahan badan hukum dari pendiri Perseroa~!
(a) Urgensi menyebut kewarganegaraan pendiri
Jadi keterangan lain yang harus dimuat dalam Akta Pendirian ada!~
"identitas" lengkap pendiri, termasuk kewarganegaraan pendirj
perseorangan. Menurut Penjelasan Pasal8 ayat (2) huruf a UUPT 200~,
urgensi menyebut kewarganegaraan pendiri perseorangan supay~
diketahui "kejelasan" mengenai kewarganegaraan pendiri. Pad~
dasarnya badan hukum Indonesia yang berbentuk Perseroan didirikan
oleh warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia. NamUl:1',
kepada warga negara asing maupun badan hukum asing, "diberikan
kesempatan" untuk mendirikan badan hukum Indonesia yang
berbentuk Perseroan. Akan tetapi, dengan ketentuan sepanjang
undang-undang yang mengatur bidang usaha Perseroan tersebut
memungkinkan, atau pendirian Perseroan itu diatur dengan undang-
undang tersendiri.

(b) Pendirinya badan hukum asing


Selanjutnya pada alinea kedua Penjelasan itu dikatakan, dalam hal
pendiri adalah badan hukum asing, maka nomor dan tanggal
pengesahan badan hukum pendiri adalah dokumen yang sejenis
dengan itu, antara lain certificate of in corporation.

(c) Pendirinya badan hukum negara atau daerah


Kalau pendirinya badan hukum negara diperlukan "Peraturan
Pemerintah" tentang "penyertaan" dalam Perseroan. Adapun jika
pendirinya "daerah" diperlukan "Peraturan Daerah" tentang penyer-
taan daerah dalam Perseroan tersebut. Bertitik tolak dari Peraturan

_ Hukum Perseroan Terbatas


i.ntah atau Peraturan Daerah itu, dirumuskan AD Perseroan yang
kutan.

ma lengkap, tempat dan tanggal lahif, pekerjaan, tempat tinggal,


arganegaraan anggota Direksi dan Dewan Komisaris yang
kali diangkat
94· ayat (2), untuk pertama kali, anggota Direksi tidak
RUPS, tetapi pengap.gkatan mereka dilakukan.oleh fl para
Akta Pendirian. Begitu juga pengangkatan anggota
.....U.LU.L.LL

I<.0misaris Menurut Pasall11 ayat (2), untukpertama kalinya


~iSlrgkat oleh RUPS tetapi oleh para Pendiri dalam Akta
ian.
hubungan dengan ketentuan Pasal 94 ayat (2) dan Pasal 111
;Y;LJ'PT 2007, pada saat Perseroan didirikan, hams sudah ada
J)~reksi dan Dew.anKomisaris, dimanapengangkatan mereka
ap.para pendiri dalam Akta Pendirian. Jika ketentuan pasal-
~rsebut dikaitkan dengan ketentu.an Pasal 8 ayat (2) huruf b
maka dalam Akta Pendirian harus dimuat identitas"
fI

Sl Direksi dan Dewan Komisaris yang diangkat oleh para pendiri

.ma pemegang saham yang telah mengambil bagian saham, rincian


la1'l saham, dan nilai nominal saham yang telah ditempatkan dan
or
Penjelasan Pasal 8 ayat (2) hUruf c, yang dimaksud dengan
bagian saham"adalah jumlah saham yap.g di aI11bil oleh
saham pada saat pendirian Perseroan. Apabila ada penye-
~lIlegang sahamyang flmelebihi" nilainominal, sehingga
bN~kan selisih antara ~ilai yang sebenarnyq dibayar dengan
~ . selisih tersebut dicatat dalam laporan keuangan sebagai agio
elebihan" (share premium).
inikian hal-hal yang harus dimuat dalam Akta Pendirian agar
uhi syarat material yang digariskan Pasal 8 ayat (1) dan (2)
2007.
2) Pembuatan akta pendirian dapat diwakili
Menurut ketentuan Pasal 8 ayat (3) UUPT 2007, pembuatan Akta
Pendirian Perseroan, tidak mutlak mesti dilakukan para pendiri secara
in person atau secara pribadi, tetapi:
• dapat "diwakili" orang lain
Jadi tidak mesti yang menghadap kepada Notaris untuk membuat
Akta Pendirian harus para Pendiri secara pribadi, tetapi dapat
"diwakili" oleh orang lain. Undang-undang tidak membatasi siapa
yang dimaksud dengan orang lain tersebut oleh karena itu bebas
untuk menunjuk siapa saja. Orang ini akan bertindak sebagai
"kuasa" untuk dan atas nama para Pendiri sesuai dengan
ketentuan Pasal 1792 KUH Perdata.
• dituangkan dalam bentuk surat kuasa
Supaya kuasa sah bertindak mewakili para pendiri menghadap
Notaris atas pembuatan Akta Pendirian, harus berdasar surat II

kuasa" (schriftelijk machtiging, written authorization). Tidak sah


dalam bentuk kuasa lisan.

3) Akta pendirian dibuat dalam bahasa Indonesia


Hal lain yang mesti dipenuhi Akta Pendirian yang digariskan Pasa! 7
ayat (1), adalah syarat material yang mengharuskan dibuat dalam
"bahasa Indonesia".
Semua hal yang melekat pada Akta Pendirian, termasuk AD dan
keterangan lainnya, harus dibuat dalam bahasa Indonesia. Dengan
demikian AD Perseroan yang dibuat dalam bahasa asing, tidak sah
karena tidak memenuhi syarat material Pasal 7 ayat (1). Ketentuan ini
bersifat "memaksa" (dwingendrecht, mandatory law). Oleh karena itu,
tidak dapat dikesampingkan oleh para Pendiri maupun oleh Menteri.
Demikian gambaran singkat ruang liri.gkup ketentuan yang
menyangkut dengan permasalahan dan penerapan syarat pembuatan
Akta Pendirian Perseroan. Apabila hal-hal yang dijelaskan di atas tidak
dipenuhi, terhadap Perseroan tidak dapat diberikan pengesahan oleh
Menteri sebagai badan hukurn.

.. Hukum Perseroan Terbatas


iqp!Pendiri Wajib Mengambil Bagian Saham
:r:fuil yang lain mendirikan Perseroan, diatur pada Pasal 7 ayat
2007:
ppendiri· Perseroan ·"wajib" mengambil bagian saham,
en.gambilan atas bagianitu,wajib dilaksanakan setiap pendiri
a!saat" Perseroan didirikan.
saa.t para pendiri menghadap Notaris untuk dibuat
setiap pendiri sudah mengambil bagian saham
Kemudian hal itti dimuat dalam Akta Pendirian sesuai
gn Pasal 8 ayat (2) huruf c yang mengharuskan memuat dalam
:qdiri tentang nama pemegangsaham yang telah mengambil
saham, rincian jumlah saham dan nilai nominal saham yang
.tempatkan dan disetor. Dan seperti yang telah dijelaskan di
gidimaksud dengan "mengambil bagiansaham" sesuai dengan
Pasa18· ayat (2) hurufc, adalah jumlah saham yang diambil
,.L,..n~hUl.LLh saham pada saat peridirian Perseroan.

gan demikian, agar syarat ini sah menurut hukum, pengam-


·an saham itu., harus sudah dilakukan setiap pendiri Perse-
pendirian Perseroan itu berlangsung. Tidak sah apabila
ansesudah Perseroan didirikan.

peroleh Keputusan Pengesahan Status Badan Hukum dati


~eri

ahnya pendirianselanjutnya, menurut Pasal 7 ayat (4),


hartismemperoleh status badan hukum. Pasal tersebut

seroan memperoleh status badan hukum pada tanggal diter-


annyaKeputusan Menterimengenai pengesahan badan hukum
eroan.
~~!ktolak
dari ketentu.an ill, agar suatu Perseroan sah berdiri
kadan hukum (rechtspersoon, legal entity or legal person), harus
at"pengesahan" dari Menteri. Pengesahan diterbitkan dalam
eputusan Menteri yang disebut Keputusan Pengesahan
Hukum Perseroan.
Bagaimana tata cara dan prosedur permohonan untuk memper_
oleh Keputusan Pengesahan Badan Hukum Perseroan dari Menteri
diatur lebih lanjut pada Pasal 9 dan Pasall0 UUPT 2007, dan BABII
Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia No. M-OI-HT. 01-
10 Tahun 2007, tanggal 21 September 2007 yang terdiri dari Pasal 2-
Pasal 7 tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Badan Hukum dan
Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar, Penyampaian Pemberitahuan
PerubahanAnggaran Dasar dan Perubahan Data Perseroan (selanjutnya
disebut PERMEN No. M 01-HT 01-10/2007), seperti yang dijelaskan
di bawah ini.

1) Yang mengajukan permohonan pengesahan, notaris sebagai kuasa dari


pendiri
Bertitik tolak dari ketentuan Pasal 9 ayat (1) UUPT 2007, untuk
memperoleh Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum
Perseroan sebagaimana yang dimaksud Pasal 7 ayat (4) UUPT 2007,
pendiri" bersama-sama mengajukan permohonan.
If

Selanjutnya, pada Pasal 9 ayat (3) UUPT 2007 mengatakan, dalam


hal pendiri tidak mengajukan sendiri permohonan pengesahan,
pendiri Ifhanya dapat" memberikan kuasa kepada Notaris.
Kalau begitu, berpedoman kepada ketentuan Pasal 9 ayat (1) dan
ayat (3) UUPT 2007, yang dapat atau berhak mengajukan permohonan
pengesahan badan hukum Perseroan kepada Menteri adalah:
• pendiri Perseroan secara bersama-sama, dan
.. mereka dapat memberi kuasa untuk mengajukan permohonan,
tetapi yang dapat diberi kuasa hanya terbatas ukepada Notaris"
saja.
Akan tetapi, menurut Pasal2 ayat (1) PERMEN No. M. 01-HT01-
10/2007 memang yang mempunyai hak untuk mengajukan permo-
honan adalah Pendiri Perseroan. Namun untuk melakukan pengajuan
permohonan, Pendiri memberi kuasa kepada Notaris, sehingga yang
sah secara formil mengajukan permohonan harus dilakukan Notaris
dalam kualitas dan kapasitas sebagai kuasa" dari Pendiri. Pasal2 ayat
If

(1) PERMEN tersebut berbunyi:

.. .
Hukum Perseroan Terbatas
permohonan pengesahan badan hukumPerseroan
l1kukan oleh Notaris sebagai kuasa dari pendiri.
Cliperhatikan, ketentl.1an ini "bersifat memaksa" (dwingen-
andatory law). Oleh karena itu, mau tidak mau, Pendiri mesti
uk Notaris sebagai kuasa yang akan bertindak melakukan
an,permohonan dimaksud. Pendiri tidak dapat langsung
kan pengajuan permohonan pengesahan badan hukum
an, tetapi mesti dilakukan oleh kuasa yang terdiri dari Notaris.
. I."-'~ Pasa12 ayat (1) PERMEN ini, tidak bertentangan dengan
1.1. .........LL L

9 ayat (1) dan ayat (3) UUPT 2007. Ketentuan itu


engatur bagaimana cara Pendiri mengajukan permohonan
Kuasa Notaris yang disebut Pasal9 ayat (3) UUPT 2007.
tidak semua Pendiri paham dan mengerti sistem
dan proses pengajuan pengesahan. Oleh karena itu,
agarpengajuan dilakllkan oleh orang yang mengerti dan
di bidang itu, dalam hal ini Notaris.

ohonandiajukan kepada menteri atau pejabat yang ditunjuk


siapa Notaris mengajukan permohonan pengesahan? Berdasar
yat (1) UUPT 2007, permohonan pengesahan badan hukum
diajllkan kepada Menteri. Pasal ini hanya menyebut Menteri.
tetapi, berdasarPasal 2 ayat (2) PERMEN No. MOl HT 01-
otaris mengajukan permohonan pengesahan badan hukum
kepada:
nteri, atau
abat yang ditunjuk.
~~crr
Pasal1 angka 8 PERMEN No. MOl HT 01-10/2007, yang
g~engan pejabat
yang ditunjuk berkaitan d~ngan pengajuan
~;~an penp-esahan dimaksud adalah Direktur Jenderal
strasi Hukum Umum (Dirjen AHU).
demikian, permohonan pengesahan dapat diajukan
kepada Menteri atau Dirjen AHU.
3) Bentuk pengajuan permohonan pengesahan, melalui sistem admi-
nistrasi badan hukum (Sisminbakum)
Menurut Pasal9 ayat (1) UUPT 2007, bentuk permohonan pengesahan
badan hukum Perseroan melalui "jasa teknologi informasi badan
hukum secara elektronik".
Yang dimaksud dengan jasa teknologi informasi sistem adminis-
trasi badan hukum menurut Penjelasan Pasal 9 ayat (1) UUPT 2007
adalah "jenis pelayanan" yang diberikan kepada masyarakat dalam
proses pengesahan badan hukum Perseroan.
Bentuk atau sistem permohonan pengesahan administrasi badan
hukum secara elektronik tersebut oleh Pasal 1 angka 2 PERMEN No.
MOl HT 01-10/2007, diberi nama Sistem Administrasi Badan Hukum
yang selanjutnya disebut Sisminbakum, yang bermakna jenis pela-
yanan yang diberikan kepada masyarakat dalam proses pengesahan
badan hukum Perseroan dan proses pemberian persetujuan peru-
bahan anggaran dasar, penerimaan pemberitahuan perubahan
anggaran dasar dan perubahan data Perseroan serta pemberian
informasi lainnya "secara elektronik" yang diselenggarakan oleh Dirjen
AHU.
Jadi, Sisminbakum pada dasarnya bukan hanya disediakan untuk
pengajuan permohonan pengesahan badan hukum Perseroan. Tetapi
sistem ini meliputi permohonan persetujuan atau pemberitahuan
perubahan AD maupun pemberitahuan perubahan data Perseroan
seperti pengangkatan atau penggantian anggota Direksi atau anggota
DK.

4) Caranya, mengisi format isian akta notaris (FrAN)


Pasal 9 ayat (1) UUPT 2007 juga menegaskan, pengajuan permohonan
melalui Sisminbakum dengan cara mengisi "format isian". Berarti
Notaris sebagai kuasa Pendiri mengisi format isian. Dan format isian
itu oleh Pasal 1 angka 3 PERMEN No. MOl HT 01-10/2007, disebut
Format Isian Akta Notaris yang disingkat dengan FIAN. Selanjutnya
FIAN tersebut diklasifikasi pada Pasal 1 angka 4, 1 angka 5, dan 1
angka 6 menjadi:

Hukum Perseroan Terbatas


Model I adalah FIANuntuk permohonan pengesahari status
an hukum Perseroan,
~T'Model II adalah FIANuntuk permohonan persetujuan
TUbahan AD Perseroan,
N Model III adalah FIAN untuk penyampaian pemberitahuan
bahan AD dan perubahan data Perseroan yang diwajibkan
2007.
rdasar klasifikasi FIAN yang dijelaskan di atas, menurut Pasal3
'JtpERMEN No. MOl HT 01-10/2007, permohonanpenge-sahan
hukum Perseroan yang diajukanNotaris melalui ·Sisminbakum
(Zara mengisi FIAN Model I, setelah pemakaian nama Perseroan
·ui! oleh Menteriatau Pejabat yangditunjuk (Dirjen AHU) yang
Kapi dengan keterangan mengenai dokumen pendukung.
ketentuan mengenai bentuk FIAN Model I, tercantum pada
yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
EN No. M-01 HT 01-10/2007.
aketentuan FIAN Model I yang disebut dalam PERMEN ini
dengan ketentuan Pasal 9 ayat (1) UUPT 2007, FIAN Model
smemuat sekurang-kurangnya:
a: dan tempat kedudukan Perseroan,
gka waktuberdirinya Perseroan,
Cliksud dan tujuan serta kegiatan usaha Perseroan,
ah modal dasar, modal ditempatkan, dan modal disetor,
a.wat lengkap. Perseroan.
lagi perludiingat, ketentuan Pasal2 ayat (1) PER MEN No.
01-10/2007 sebagaimana hal itu juga ditegaskan pada Pasal 9
(2);UUPT 2007. Pengisian FIAN Model I baru dapat dilakukan
setelah didahului dengan·pengajuan nama Perseroan. Setelah
C'·","-.1.o,"-U'u." disetujui Menteri atau Pejabat •yang. ditunjuk (Dirjen

pbarulah Notaris melakukan pengisian FIAN Model I.

enggang waktu mengajukan permohonan melalui Sisminbakum


enai jangka waktu permohonan untuk memperoleh Keputusan
9
01-10/2007, menurut
Pasall0 ayat (1) UUPT 2007 dan Pasal6 ayat (5) PERMEN No. M~Ol
HT 01-10/2007:
• hams diajukan kepada Menteri atau Dirjen AHU "paling lambat"
60 (enam puluh) had terhitung sejak tanggal Akta Pendirian
ditandatangani, dan
• permohonan dilengkapi dengan keterangan dokurnen
pendukung.
Apa ancaman hukumnya apabila jangka waktu yang ditentukan
Pasall0 ayat (1) UUPT 2007 dan Pasal6 ayat (5) PERMEN No. M-ol
HT 01-10/2007 tersebut dilampaui? Atau dengan kata lain, apa akibat
hukumnya apabila permohonan untuk memperoleh Keputusan
Pengesahan Menteri tidak diajukan dalam jangka waktu tersebut?
Ancaman atau akibat hukumnya diatur pada Pasal 10 ayat (9) UUPT
2007 dan Pasal6 ayat (5) PERMEN No. M-Ol HT 01-10/2007:
• Akta Pendirian menjadi "batal" (nietig, void) karena hukum sejak
lewatnya jangka waktu tersebut,
• Perseroan yang belum memperoleh status badan hukurn itu,
"bubar karena hukum", dan
• Pemberesan atau likuidasi dilakukan oleh Pendiri.
Berdasar ketentuan Pasal 10 ayat (9) UUPT 2007 dan Pasal 6 ayat
(5) PERMEN No. M-Ol HT 01-10/2007, apabila dalam jangka waktu
60 (enam puluh) hari dari tanggal penandatanganan Akta Pendirian
tidak diajukan permohonan pengesahan badan hukum atas Perseroan
itu, maka demi hukum atau karena hukum (van rechtswege, ipso jure)
Perseroan yang belum memperoleh status badan hukum itu "bubar"
atau likuidasi (liquidatie, liquidation or winding up).
Pembubaran atau likuidasinya bersifat memaksa (gedwongen
liquidatie, compulsory winding up), karena undang-undang sendiri yang
membubarkan atau melikuidasi, dan pemberesannya atau likuidasinya
dilakukan oleh Pendiri sendiri, sebab Pasal 10 ayat (9) UUPT 2007
serta Pasal 6 ayat (5) PERMEN No. M-Ol HT 01-10/2007 sendiri telah
menetapkan hal itu.

_ . Hllkllm PllrSllrOan Terbatas


enteri atau dirjen AHU, dapat menyatakan tidak keberatan secara
ngsung melalui Sisminbakum
rlit ketentuan Pasal 4 ayat (1) PERMEN No. M-Ol HT 01-10/
Menteri .atau Dirjen AHU dapat menyatakan tidak keberatan
enolak permohonan pengesahanyang diajukan melalui
bakum tersebut. Selanjutnya ayat (2)-nya mengatakan,
ataan tidak keberatan atau penolakan dilakukan langsung
i Sisminbakum.
hubungan dengan itu, kapan Menteri atau Dirjen AHU menya-
fidak keberatan ataspermohonan pengesahan yang diajukan
smelalui FIAN Model I? Menurut Pasall0ayat (3) UUPT 2007
5 ayat (1) PERMEN No.·M-Ol HT 01-10/2007, apabila FIAN
IiI dart keterangartmengenai dokumen pendukung telah sesuai
h ketentuan peraturan perundang-undangan,Menteri atau

11,gsung menyatakan "tidak keberatan" atas permohonan


11,gesahan. yang diajukan,
~~11,yataan tidak keberatan, dilakukan Menteri atau Dirjen AHU
angsung melalui Sisminbakum secara elektronik.
t?:rdasar Penjelasan Pasal 10 ayat (3) UUPT 2007, yang dimaksud
an "langsung" dalam ketentuan ini adalah pada "saat yang
dengan saat pengajuan permohonan pengesahan diterima
eri atau Dirjen AHU.
ebaliknya, menurut Pasal 10ayat (4) UUPT 2007, apabila FIAN
1 I dan keterangan mengenai dokumen pendukung tidak sesuai
an ketentuan peraturan perundang-undangan:
enteri atau Dirjen A.HU langsung "mel11beritahukan" penolakan
as permohonan pengesahan yang diajukan Notaris,
mberitahuan penolakan. permohonan, disertai dengan alasan
pada pemohon melalui Sisminbakum· secara elektronik.
ntang hal ini plln diterapkan Penjelasan Pasall0 ayat (3) UUPT
yakni pemberitahuan penolakan melalui Sisminbakum,
kan Menteri atauDirjen AHU pada saat yang bersamaan dengan
engajuan permohonan pengesahan diterima.
7) Berdasar pernyataan tidak keberatan, notaris wajib menyampaikan
permohonan pengesahan secara fisik
Berdasar Pasal 10 ayat (5) UUPT 2007 dan Pasal 5 ayat (2) PERMEN
No. M-01 HT 01-10/2007, apabila Menteri atau Dirjen AHU telcth
menyampaikan pernyataan "tidak keberatan" atas permohonan
pengesahan badan hukurn yang diajukan Notaris, maka berbarengan
dengan pernyataan tidak keberatan itu, Notaris yang bersangkutan:
• wajib menyampaikan "secara fisik":
i. Surat permohonan pengesahan,
n. Lampiran dokumen pendukung, dan dibuktikan dengan
tanda terirna.
• Surat permohonan dan lampiran dokumen pendukung, wajib
disampaikan kepada Menteri atau Dirjen AHU dalam jangka waktu
"paling lambat" 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal
pernyataan tidak keberatan melalui Sisrninbakurn dilakukan.
Mengenai dokurnen pendukung yang harus dilampirkan dalam
Surat permohonan pengesahan badan hukum secara fisik, disebut
secara lirnitatif dan enurneratif dalam Pasal 7 PERMEN No. M-01 HI
01-10/2007, meliputi:
a. Salinan Akta Pendirian Perseroan dan salinan Akta perubahan
pendirian Perseroan, jika ada,
b. Salinan akta Peleburan dalam hal pendirian Perseroan dilakukari
dalam rangka Peleburan,
c. Bukti pembayaran biaya untuk:
1) persetujuan pemakaian nama,
2) pengesahan badan hukurn Perseroan, dan
3) pengurnurnan dalam Tambahan Berita Negara RI.
d. bukti setor modal Perseroan, berupa:
1) Slip setoran atau keterangan bank atas nama Perseroan ata
rekening bersama atas nama para Pendiri atau pernyataan tel
menyetor modal Perseroan yang ditandatangani oleh semu
anggota Direksi bersama-sama semua Pendiri serta semu
anggota Dewan Kornisaris Perseroan, jika setoran modal dal
bentuk uang,
Keterangan penilaian dari ahli yang tidak terafiliasi atau bukti
pembelian barang jika setoran modal dalam bentuk lain selain
dari uang yang disertai pengumuman dalam Surat Kabar jika
setoran modal dalam bentuk benda tidak bergerak,
Peraturan Pemerintah dan/atau Surat Keputusan Menteri
Keuangan bagi Perseroan Persero, atau
neraca dari Perseroan atau neraca dari badan usaha bukan
badan hukum yang dimasukkan sebagai setoran modal,
urat keterangan alamat lengkap Perseroan dati Pengelola Gedung
tau surat pernyataan tentang alamat lengkap Perseroan yang
itandatangani oleh semua anggota Direksi bersama-sama semua
endiri serta semua anggota Dewan Komisaris Perseroan, dan
okumen pendukung lain dari instansi terkait sesuai dengan
eraturan perundang-undangan.
Okumen-dokumen pendukung yang disebut Pasal 7 PERMEN
tM-01 HT 01-10/2007 itu yang harus dijadikan lampiran Surat
ohonan pengajuan pengesahan badan hukum Perseroan secara

Jika semua persyaratan dipenuhi, menteri atau dirjen AHU


menerbitkan keputusan pengesahan badan hukum Perseroan
'iii dengan ketentuan Pasal 10 ayat (6) UUPT 2007 dan Pasal 5
(3) PERMEN No. M-01 HT 01-10/2007, apabila semua persyaratan
dipenuhi secara Iflengkaplf:
enteri atau Dirjen AHU, menerbitkan Keputusan tentang
Pengesahan Badan Hukum Perseroan,
jangka waktu penerbitan Keputusan tentang Pengesahan Badan
ukum Perseroan tersebut, paling lambat 14 (empat belas) hari,
eputusan tentang Pengesahan tersebut oleh Menteri atau Dirjen
HU, ditandatangani secara elektroniklf .
If

.A.pa yang dimaksud dengan Iftanda tangan,secara elektronik"


uiut Penjelasan Pasal10 ayat (6) UUPT 2007 adalah tanda tangan
gdilekatkan atau disertakan pada data elektronik oleh pejabat yang
'enang, yang membuktikan keotentikan data yang berupa gambar
elektronik dari tanda tangan pejabat yang berwenang tersebut Yang
dibuat melalui media komputer.

9) Menteri atau dirjen AHU memberitahukan kepada notaris apabila


persyaratan tidak dipenuhi
Pasal10 ayat (7) UUPT 2007 dan Pasa16 PERMEN No. M-01 HT 01-
10/2007, mengatur tata cara penyelesaian permohonan pengesahan
secara fisik yang tidak memenuhi persyaratan. Seperti yang dikemu_
kakan di atas, apabila Menteri atau Dirjen AHU menyatakan tidak
keberatan permohonan pengesahan melalui Sisminbakum, maka
paling lambat dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari Notaris wajib
mengajukan Surat permohonan pengesahan badan hukum Perseroan
secara fisik yang disertai dengan dokumen pendukung yang disebut
Pasal 7 PERMEN No. M-01 HT 01-10/2007.
Apabila persyaratan tentang jangka waktu dan kelengkapan
dokumen pendukung "tidak dipenuhi";
.. Menteri atau Dirjen AHU langsung "memberitahukan" hal
tersebut kepada Notaris yang bersangkutan melalui Sisminbakum,
dan
.. Pemberitahuan disertai penegasan, bahwa pernyataan tidak
keberatan yang diberikan "menjadi gugur".
Kecuali jika Notaris dapat membuktikan telah menyampaikan
secara fisik permohonan yang dilampiri dengan dokumen pendukung
dalam batas waktu 30 (tiga puluh) hari dari tanggal pernyataan tidal<
keberatan sebagaimana yang dimaksud Pasal 10 ayat (5) UUPT 2007
dan Pasal 5 ayat (2) PERMEN No. M-01 HT 01-10/2007. Dalam hal
lJ
yang demikian pernyataan tidak keberatan tersebut "tidak gugur ,

Selanjutnya Pasal 6 ayat (3) PERMEN tersebut mengatakan, apabila'


Notaris dapat membuktikan bahwa:
.. penyampaian permohonan secara fisik telah dilampiri dengan
dokumen yang dimaksud Pasal 7 PERMEN No. M-01 HT 01-101
2007 secara lengkap, serta diajukan dalam jangka waktu 30 (tiga
puluh) hari sejak tanggal pernyataan tidak keberatan,
.. maka dalam hal yang demikian, Notaris dapat menyampaikan
secara fisik ffsurat kedua" yang dilampiri dokumen pendukung,

. . . Hukum Perseroan Terbatas


enyampaian secara fisik surat kedua, "paling lambat" ~O· (tiga
;uluh) hari terhitung sejak tanggal pemberitahuan persyaratan
~ntang "jangka waktu dan dokumen pendukungtidak. dipenuhi".

ernikian proses dan prosedur yangharus ditempuh Notaris


iladapat dibuktikan persyaratan secarafisik sudah terpenuhi.
Seperti yang sudah disinggung di atas, apabila pemohon/Notaris
tidak mengajukan atau terlambat mengajukan kembali permohonan
untuk memperoleh Keputusan Menteri dalam jangka waktu 60 (enam
puluh) hari dari tanggal penandatanganan Akta Pendirian, menurut
Pasal 10 ayat (9) dan ayat (10) UUPT 2007 serta Pasal 6 ayat (5) PER-
MEN No. M-01 HT 01-10/2007:
• Perseroan yang belum memperoleh status badan hukum itu,
"bubar karena hukum", dan
• Pemberian atau likuidasi dilakukan oleh Pendiri.
Demikian gambaran ruang lingkup proses dan tata cara pengajuan
per-mohonan pengesahan badan hukum Perseroan, berdasar Pasal9
dan Pasal10 UUPT 2007 serta BAB II PERMEN No. M-01 HT 01-10/
2007.

11) Cara penyelesaian permohonan pengesahan badan hukum Perseroan


bagi notaris yang wilayah kerjanya belum mempunyai jaringan
elektronik
Mengenai cara penyelesaian permohonan pengesahan badan hukum
Perseroan bagi Notaris yang wilayah kerjanya belum mempunyai
jaringan elektronik atau jaringan elektronik tidak dapat digunakan
yang diumumkan resmi oleh Pemerintah RI, sudah barang tentu tidal<
dapat mempergunakan permohonan melalui Sisminbakum. Untuk
mengatasi kendala yang demikian Pasal 16 PERMEN No. M-Ol HT
01-10/2007 memberi jalan keluar:
a) Notaris dapat mengajukan permohonan pengesahan badan
hukum Perseroan secara manual,"
II

b) permohonan pengesahan dilampiri dengan:


(1) dokumen pendukung yang disebut pada Pasal 7 PERMEN
ini.
(2) Surat Keterangan dari Kepala Kantor Telekomunikasi (PI
Telkom Tbk) setempat yang menyatakan bahwa wilayah ke~a
Notaris yang bersangkutan belum terjangkau oleh fasilitas
internet.
Demikian tata cara permohonan yang ditentukan Pasal 16 PER-
MEN tersebut secara manual apabila tidak dapat dilakukan melalui

Hukum Perseroan Terbatas


, bakum sebagai akibat belum adanya fasilitas internet di wilayah
Notaris yang bersangkutan.

,ertanggungjawaban Hukum Pendiri dan Direksi Atas Per-


uatan Hukum yang Dilakukan Sebelum Perseroan Mendapat
ngesahan Sebagai Badan Hukum
utaian yang lalu, telah dibicarakan tata cara dan prosedur
honan pengesahan pendirian Perseroan menjadi badan hukum.
pada bagian ini, akan dibahas mengenai tanggung jawab
taakelijkheid, liability) atas perbuatan hukum (rechtshandeling,
ct) yang terjadi "sebelum" Perseroan memperoleh status badan
(rechtspersoon, legal entity), baik hal itu dilakukan pendiri
ters) maupun oleh Direksi.
suai dengan prinsip hukum, pada dasarnya para pendiri
un Direksi selama Perseroan belum mendapat pengesahan
'tusbadan hukum, berada dan berdiri dalam "kedudukan
caya" (stands in fiduciary position)5) terhadap Perseroan. Oleh
.a itu, mereka bertanggung jawab penuh secara pribadi (personal
'ty) atas segala tindakan hukum yang mereka lakukan dengan
iketiga. Hal ini pun ditegaskan pada Pasal 3 ayat (2) huruf a
2007, bahwa perbuatan hukum yang dilakukan sebelum
oan sah sebagai badan hukum, menjadi tanggung jawab pribadi
(.yang melakukan.
jauh mana tanggung jawab pendiri maupun Direksi atas
atan hukum yang mereka lakukan sebelum Perseroan mendapat
sahan berstatus badan hukum, telah diatur pada Pasal 12, 13
4 UUPT 2007, seperti yang akan dijelaskan di bawah ini.

,~buatan Hukum yang Berkaitan dengan Kepem-ilikan Saham


Wdengan ketentuan Pasal 12 ayat (1) UUPT 2007, perbuatan
yang berkaitan dengan "kepemilikan saham" dan penyeto-
ya yang dilakukan oleh calon pendiri sebelum Perseroan didiri-
"hams dicantumkan dalam Akta Pendirian" (Akta van Oprichting,

ld., Charles Worth and Merse, WID. 99.


Deed of Incorporation). Menumt Penjelasan pasal ini, yang dimaks1ld
perbuatan hukum dalam ketentuan ini antara lain perbuatan hUkurn
yang dilakukan oleh calon pendiri dengan pihak lain yang akan
diperhitungkan dengan kepemilikan dan penyetoran saham calon
pendiri dalam Perseroan.
Di atas dikemukakan, perbuatan hukum yang berkaitan dengan
kepemilikan saham dan penyetorannya, hams dicantumkan dal am
Akta Pendirian. Bagaimana cara mencantumkan yang sah menurut
hukum atas perbuatan hukum yang demikian, telah ditentukan
patokannya dalam Pasal12 ayat (2) dan (3) UUPT 2007 sebagai berikut.

1) Perbuatan hukum dinyatakan dengan akta yang bukan akta autentik


Apabila perbuatan hukum yang berkaitan dengan kepemilikan saham
dan penyetorannya itu dinyatakan dengan akta yang bukan akta
autentik, misalnya akta bawah tangan (Onderhandse akte, by private
instrument), agar perbuatan hukum itu sah dan mengikat, hams diikuti
ketentuan Pasal 12 ayat (2):
• perbuatan hukum kepemilikan saham dan penyetorannya itu
hams dicantumkan dalam Akta Pendirian, dan
• akta yang menyatakan perbuatan hukum yang bentuknya tidal<
otentik itu, dilekatkan" pada Akta Pendirian.
II

Yang dimaksud dengan "dilekatkan" menurut Penjelasan pasa!


tersebut adalah "penyatuan" dokumen yang dilakukan dengan cara
melekatkan atau "menjahitkan" dokumen dimaksud sebagai satu
kesatuan dengan Akta Pendirian.

2) Perbuatan hukum dinyatakan dengan akta autentik (authenticke akte,


public deed)
Bertitik tolak dari ketentuan Pasal 12 ayat (3) UUPT 2007, apabila
perbuatan hukum yang berkaitan dengan kepemilikan saham dan
penyetorannya dinyatakan dalam akta autentik atau akta Notaris, agar
perbuatan hukum itu sah dan mengikat:
• kepemilikan saham dan penyetoran itu, hams dicantumkan salam
Akta Pendirian,

.. Hukum Perseroan Terbatas


~fUljutnya nomor akta, . tanggal dan nama serta tempat kedu-
'til,kan Notaris yang membuat akta autentik tersebut, disebutkan
alam Akta Pendirian.
autentiknya tidak perlu dilekatkan pada Akta Pendirian.
pmenyebut nomor dan nama serta tempat kedudukan Notaris
ersangkutan dalam Akta Pendirian.

ak dipenuhi tata cara yang ditentukan


(4) UUPT 2007, mengatur akibat hukum (rechtsgevolg,
fleet), apabila tata cara pelekatan dan penyebutan yang
kan di atas tidak dipenuhi maka:
rbuatan hukum tersebut, tidak menimbulkan hak (recht, right,
kewajiban, plicht, duty or obligation), kepada Perseroan,
.rta perbuatan hukum itu, tidak mengikat (niet bindend, no
ding) Perseroan.
engan demikian pengambilan saham dan penyetoran itu, tidal<
bulkan hak dan kewajiban serta tidak mengikat Perseroan.

ngguttg Jawab Atas Perbuatan Hukum yang DilakukanCalon


'diri untuk Kepentingan Perseroan yang BelumDidirikan
agian ini, dibicarakan tanggung jawab calon pendiri atas
tan hukum yang dilakukannya untuk kepentingan Perseroan
belum didirikan, sebagaimana yang diatur oleh Pasal 13 UUPT
Menurut Penjelasan Pasal 13 ayat (1) dikatakan, ketentuan ini
fur tata cara yang harus ditempuh untuk "mengalihkan" kepada
oan hak dan/atau kewajibanyang timbul dari perbuatan "calon
yang dibuat sebelum Perseroan didirikan melalui penerimaan
tegas atau pengambilalihan hak dan kewajiban yang timbul
erbuatan hukum dimaksud.
ertitik tolak dari ketentuan Pasal 13 ayat (1) UUPT 2007, pada
'pnya perbuatan hukum yang dilakukan calon pendiri untuk
tingan Perseroan yang belum didirikan, IImengikat"kepada
oan setelah Perseroan sah memperoleh status badanhukum.
tetapi, tidak langsung demi hukum (van rechtswege, ipso jure)
perbuatan hukum itu mengikat Perseroan. Namun harus dipen
syarat-syarat yang ditentukan Pasal 13, yang terdiri atas hal berikuh

1) RUPS pertama secara tegas menyatakan menerima atau mengarnbi


alihnya
Syarat pertama agar perbuatan hukum yang dilakukan calon pen .
mengikat kepada Perseroan setelah menjadi badan hukum ata
berstatus sebagai badan hukum, menurut Pasal 13 ayat (1), apabila:
• RUPS "pertama" Perseroan secara tegas mengatakan mener'
atau mengambil alih semua hak dan kewajiban yang timbul d
perbuatan hukum yang dilakukan calon pendiri atau kuasanya,
• penegasan dan pernyataan itu, tidak dibenarkan ditegaskan d .
diputuskan pada RUPS kedua dan seterusnya.
Rasio dari ketentuan yang mengharuskan diambil pada RUP
pertama, bertujuan untuk tegaknya kepastian hukum (legal certainly)
terutama bagi pihak yang terlibat dalam perbuatan hukum itu.

2) RUPS pertama, harus diselenggarakan dalam jangka waktu terten


Menurut Pasal 13 ayat (2), agar RUPS pertama untuk menerima ata
mengambil alih hak dan kewajiban calon pendiri, hams dilakuk
"paling lambat 60 (enam puluh) hari setelah Perseroan memperol
status badan hukum.

3) Keputusan RUPS pertama yang dianggap sah


Menurut Pasal 13 ayat (3) UUPT 2007, supaya keputusan RUPS per,
tama yang akan menerima atau mengambil alih hak dan kewajib
yang timbul dari perbuatan hukum yang dilakukan calon pendiri i
sah menurut hukum:
• RUPS dihadiri oleh pemegang saham yang mewakili semua sah
dengan hak suara, dan
• Keputusan "disetujui dengan suara bulat".
Ketentuan ini, bersifat imperatif (mandatory law). Oleh karena itu'l
tidak dapat dikesampingkan. Perlu diingat, semua syarat yan~
ditentukan dalam pasal ini, bersifat "kumulatif". Dengan demikian,1
jika perbuatan hukum yang dilakukan calon pendiri hendak beralihj
. I
·;hak dan kewajiban Perseroan, hams dipenuhi seluruh syarat
ijelaskan di atas.

nbuatan hukum jatuh menjadi tanggung jawab pribadi calon pendiri


perbuatan hukum yang dilakukan calon pendiri jatuh menjadi
ung jawab pribadi (persoonlijke aanspraakelijkheid, personal
ty)i diatur pada Pasal 13 ayat· (4) UUPT 2007:
PS·· pertama untuk itu, tidakdiselenggarakan dalam jangka
tu paling lambat 60 (enam puluh).hari dari tanggal Perseroan
·§mperoleh status badan hukum, atau
PS pertama Ulemang diadakan dalam jangka waktu tersebut,
an tetapi RUPS tidak berhasil mengambil keputusan dengan
uara bulat".
alam peristiwa yang demikian, tanggung jawab atas perbuatan
yang dilakukan calon pendiri, jatuh menjadi tanggung jawab
ya, meskipun terbukti perbuatan hukum itu dilakukannya
kepentingan Pendirian Perseroan.

setujuan RUPS tidak diperlukan


3·· ayat (5) UUPT 2007, mengatur cara atau metode yang dapat
rnengalihkan hak dan kewajiban perbuatan hukum yang
l(an calon pendiri kepadaPerseroan, dengan ketentuan sebagai
t:
Ibuatan hukum itu dilakukan oleh "semua calon pendiri".
~laIll. kasus yangseperti ini,oleh karena yang melakukan
rbuatan hukum itu semua calon pendiri, ·cukup beralasanuntuk
§mikulkan tanggung jawabnya kepada Perseroan,
~ii··I'cdisetujuisecara tertulis" oleh semua calon pendiri sebelum
ndirian Perseroan.
fun hal ini pun., jika semua calon pendiri menyetujui perbuatan
dilakukan calon penditi mengikat kepada· Perseroan
hukuIll.. Hal
.., ........ U-LL harus dituangkan
. . , ........ L ....... .I.' tertulis (schriftelijk, in writing), danhams dibuat sebelum
Demikian uraian singkat mengenai tanggung jawab atas perbuatan
hukum yang dilakukan calon pendiri untuk kepentingan Perseroan
yang belum didirikan.

c. Tanggung Jawab Perbuatan yang Dilakukan Atas Nama Perseroan


yang Belum Memperoleh Status Badan Hukum
Berikut ini akan dibicarakan tanggung jawab perbuatan hukum yang
dilakukan atas nama Perseroan, padahal Perseroan belum memperoleh
status badan hukum. Terhadap perbuatan hukum yang demikian,
diatur klasifikasinya pada Pasal14 UUPT 2007 sebagai berikut.

1) Perbuatan hukum dilakukan oleh semua anggota direksi bersama


semua pendiri serta semua anggota dewan komisaris atas nama
Perseroan
Yang dimaksud dengan "perbuatan hukum atas nama Perseroan"
menurut Penjelasan Pasal 14 ayat (1) adalah perbuatan hukum baik
yang menyebutkan Perseroan sebagai pihak, maupun menyebutkan
Perseroan sebagai pihak yang berkepentingan dalam perbuatan hukum
tersebut. Apabila perbuatan hukum dilakukan atas nama Perseroan
oleh semua anggota Direksi bersama-sama semua pendiri serta semua
anggota Komisaris, padahal saat dilakukan perbuatan hukum
Perseroan belum berstatus badan hukum, maka pertanggung-
jawabannya dapat dijelaskan sebagai berikut.

a) Pada prinsipnya menjadi tanggung jawab secara tanggung renteng


(hoofdeljken gezameljk aanspraakelijk, jointly and severally liable)
atas perbuatan hukum tersebut
Ketentuan dan prinsip ini, diatur pada Pasal 14 ayat (1) UUPT 2007.
Penjelasan alinea kedua pasal ini menga,takan, ketentuan ini
dimaksudkan sebagai penegasan, bahwa anggota Direksi tidak dapat
melakukan perbuatan hukum atas nama Perseroan yang belum
memperoleh status badan hukum, tanpa persetujuan semua pendiri,
anggota Direksi lainnya dan anggota Dewan Komisaris dan tanggung
jawabnya, mereka pikul secara tanggung renteng bersama-sama.

.. Hukum Perseroan Terbatas


ggung jawab secara renteng itu, beralih menjadi tanggung jawab
seroan setelah Perseroan menjadi badan hukum
dengan ketentuan Pasal14 ayat (3) UUPT 2007, tanggung jawab
enteng yang dipikulkan kepada semua pendiri bersama-sama
anggota Direksi dan semua anggota Dewan Komisaris:
alih "karena hukum" atau·· "demi hukum" (van rechtswege, by
menjadi tanggung jawabPerseroan,
talihan tanggung jawab karena hukum terjadi, terhitung sejak
1?§eroan memperoleh status badan hukum.
un, selama Perseroan belum memperoleh status badan
pada diri mereka melekat tanggung jawab secara tanggung

rbuatan hukum yang dilakukan pendiri atas nama Perseroan yang


m ·memperoleh status badan hukum
asi kedua, yang melakukan perbuatan hukum atas nama
an hanya pendiri dan. pada saat perbuatan hukum dilakukan
Cinbelum memperoleh status.badan hukum. Dalam kasus yang
Cin, perbuatan hukum itu:
p.jadi tanggung jawab pribadi pendiri yang bersangkutan, dan
buatan hukum itu, tidak mengikat kepada Perseroan.
genai hal ini, dipertegas lagi dalam Penjelasan Pasal 14 ayat
2007. Yang dimaksud dengan "tanggung jawab pendiri yang
kutan dan tidak mengikat Perseroan adalah tanggung jawab
..yang melakukan perbuatan tersebut secarapribadi, Perseroan
ertanggung jawabatas perbuatan hukum yang dilakukan
i itu.
an tetapi menurut Pasal14 ayat (4) UUPT 2007, tanggung jawab
pendiri itu dapat berubah menjadi tanggung jawab Perseroan
sebagai berikut.

rbuatan hukum itu, "disetujui" oleh semua pemegang saham dalam


PS yang dihadiri oleh semua pemegang saham Perseroan
m Penjelasan pasal ini dikatakan, yang dimaksud dengan
"dihadiri" adalah dihadiri sendiri oleh pemegang saham secara pribadi
atau diwakilkan kepada kuasa berdasar surat kuasa.

b) RUPS tersebut, adalah RUPS "pertama"


Syarat kedua, RUPS yang menyetujui perbuatan hukum pendiri itu:
• hams merupakan RUPS pertama,
• dan hams diselenggarakan, paling lambat 60 (enam puluh) hari
setelah Perseroan memperoleh status badan hukum.
Demikian hal-hal pokok ruang lingkup pembahasan dan pene-
rapan ketentuan yang berkenaan dengan Pendirian Perseroan untuk
memperoleh status badan hukum yang sah menurut ketentuan
peraturan perundang-undangan serta tanggung jawab pendiri sebelum
Perseroan memperoleh status badan hukum.

B. ANGGARAN DASAR
AD Perseroan (Articles of Association/Incorporation) merupakan
"piagam" atau charter Perseroan. Boleh juga dikatakan merupakan
"perjanjian" yang berisi ketentuan tertulis mengenai kekuasaan dan
hak-hak yang dapat dilakukan pengurus Perseroan. AD merupakan
dokumen yang berisi aturan internal dan pengurusan Perseroan. Dia
berisi aturan pokok mengenai penerbitan saham, perolehan saham,
modat RUPS (general meeting), hak suara (voting right), Direksi
meliputi cara pengangkatan dan kekuasaannya, seperti yang akan
dijelaskan lebih lanjut. 6)
Sehubungan dengan itu, dalam uraian mengenai AD Perseroan
akan dibicarakan ruang lingkup yang berkenaan dengan itu, seperti
yang dijelaskan di bawah ini.

1. Hal-Hal yang Dimuat Dalam AD


Pertaina-tama yang akan dibicarakan, sehubungan dengan ketentuan
Pasal 15 ayat (1) UUPT 2007. Pasal ini menegaskan, AD Perseroan
sekurang-kurangnya atau minimal harus memuat hal-hal berikut.

6) Ibid., Charles Worth and Morse, WIn. 85.

_ Hukum Perseroan Terbatas


i1tna dan Tempat Kedudukan. Perseroan
enai nama dan tempat kedudukan Perseroan sudah dibahas
pnyapada BAB 1 huruf G, antara lain:

engenai cara pencantuman nama Perseroan sesuai Pasal 16 ayat


!)iUUPT 2007
ama Perseroan hams didahului dengan frase /lPerseroan Terbatas"
fail· disingkat dengan /lPT".
dang Perseroan Terbuka, selain pada awal didahului frase
!:Rerseroan Terbatas" atau /lPT", pada akhir nama Perseroan
ttambah atau ditulis kata singkatan /lTbk".

yang dilarang untuk dipakai ditentukan Pasal 16 ayat (1)


UPT 2007
a yang telah dipakai secara sah oleh Perseroan lain atau sama
ada pokoknya dengan nama Perseroan lain,
ertentangan dengan ketertiban umum dan/atau kesusilaan,
atau mirip dengan nama lembaga negara, Lembaga
merintah atau Lembaga Intemasional kecuali mendapat izin dari
Yang bersangkutan,
tidak sesuai dengan maksud dan tujuan serta kegiatan usaha,
r,diri atas angka atau rangkaian angka, huruf atau rangkaian huruf
emg tidak membentuk kata, atau
empunyai arti sebagai Perseroan, badan hukum atau perseku-
an perdata.

Tempat kedudukan
;empat kedudukan harus berada dalam wilayah NRI.
efupat kedudukan sekaligus menjadi Kantor, Pusat dan alamat
Perseroan.
efupat kedudukan selain di ibu kota negara atau provinsi, dapat
uga di daerah kota atau kabupaten, bahkan dapat bertempat
edudukan didesa atau di Kecamatan sesuai Penjelasan Pasal17
ayat (1) UUPT 2007.
d) Tempat kedudukan merupakan domisili hukum (legal domicile)
yang sah demi Perseroan.
e) Tempat kedudukan merupakan yurisdiksi hukum (legal
jurisdiction) bagi Perseroan melakukan kegiatan usaha.
f) Tempat kedudukan merupakan tempat utama (principal place)
bagi Perseroan mengatur pelaksanaan maksud dan tujuan serta
kegiatan usaha.
Juga, pada uraian tersebut telah dibahas mengenai perubahan
nama dan tempat kedudukan maupun nasionalitas atau kebangsaan
Perseroan. Oleh karena itu, pembahasan yang berkenaan dengan nama
dan tempat kedudukan Perseroan, tidak dibicarakan lagi secara rinei.
Harap dilihat kembali uraian mengenai hal itu pada BAB 1 huruf G.

b. Maksud dan Tujuan Serta Kegiatan Perseroan


Substansi lain yang harus diatur dan dicantumkan dalam AD, adalah
maksud dan tujuan serta kegiatan usaha. Ketentuan tentang
pencantuman ini, telah ditegaskan pada Pasal2 UUPT 2007. Perseroan
harus mempunyai maksud dan tujuan serta kegiatan usaha yang tidak
bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,
ketertiban umum dan/atau kesusilaan.
Tentang maksud dan tujuan serta kegiatan Perseroan, sudah
dibahas tersendiri pada BAB 1 huruf D pada waktu membicarakan
Pasal 2 UUPT 2007. Telah dibahas beberapa aspek hukum yang
menyangkut dengan permasalahan tersebut, antara lain sebagai
berikut.
1) Pencantuman maksud dan tujuan serta kegiatan usaha dalam AD,
bersifat imperatif.
2) Pencantuman maksud dan tujuan memegang fungsi prinsipil
untuk membatasi kapasitas Perseroan atau pengurus Perseroan
melakukan tindakan hukum.
3) Cara pencantuman maksud dan tujuan berdasar teori dan praktik.
4) Maksud dan tujuan yang dilarang.
5) Perubahan maksud dan tujuan, termasuk perubahan AD tertentu
yang harus mendapat Keputusan Persetujuan Menteri.
6) Tindakan yang tidak sesuai dengan maksud dan tujuan dikategori
ultra vires".
fI

_ Hukum Perseroan Terbatas


pemegang saham berhak mengajukan gugatan ke
engadilan Negeri terhadap tindakan ultra vires yang dilakukan
erseroan.
leh karena itu, pembahasan mengenai maksud dan tujuan serta
tan usaha sudah cukup dan menyeluruh pada BAB 1 huruf D.
pndemikian, tidak akan diulang lagi pembicaraannya pada
Harapdilihat kembali uraian BAB 1 huruf D.

Clngka Waktu Berdirinya Perseroan


aiIt yang mesti dicantumkan dalam AD, jangka waktu berdirinya
oan. Tentang hal ini diperintahkan Pasal 6 UUPT 2007 yang
gaskan bahwa jangka waktu Perseroan didirikan apakah terbatas
idak terbatas, harus ditentukan dalam AD.
engenai hal ini pun sudah dibahas pada BAB 1 huruf H, meliputi
a lain:
ara menyatakan jangka waktu berdirinya Perseroan, dalam AD,
oleh terbatas untuk jangka waktu tertentu, dan boleh juga untuk
'angka waktu tidak terbatas;
Perubahan jangka waktu merupakan perubahan AD tertentu yang
mendapat Keputusan Persetujuan Menteri;
ermohonan persetujuan perubahan AD mengenai jangka waktu.
engan demikian, apa yang dibahas pada BAB 1 huruf H tentang
!ah jangka waktu berdirinya Perseroan, dianggap sudah
g.dai. Oleh karena itu, tidak diulang lagi uraiannya pada bagian
tlakan perhatikan kembali apa yang dijelaskan pada BAB 1 huruf

~sarnya Jumlah Modal Dasar, Modal Ditempatkan dan Modal


isetor
png hal ini akan dibahas lebih lanjut pada saat membicarakan
e. Jumlah Saham, Klasifikasi Saham Apabila Ada Berikut Jumlah
Saham untuk Setiap Klasifikasi, Hak-Hak yang Melekat pad",
Setiap Saham, dan Nilai Nominal Setiap Saham
Mengenai hal ini akan dibahas nanti pada saat membicarakan saham.

f. Nama Jabatan dan Jumlah Anggota Direksi dan Dewan Komisaris


Tentang hal ini akan dibahas nanti pada saat menguraikan Direksi
dan Dewan Kornisaris.

g. Penetapan Tempat dan Tata Cara Penyelenggaraan RUPS


Mengenai masalah ini akan dibicarakan nanti pada saat membahas
RUPS.

h. Tata Cara Pengangkatan, Penggantian dan Pemberhentian


Anggota Direksi dan Dewan Komisaris
Hal ini akan dibahas nanti bersamaan pada saat membicarakan Direksi
dan Dewan Kornisaris.

i. Tata Cara Penggunaan Laba dan Pembagian Dividen


Tentang hal ini, akan dibahas nanti pada saat uraian yang berkenaan
dengan penggunaan laba.
Itulah berbagai pokok masalah (subject matters) yang harus
dicantumkan dalamAD Perseroan. Minimal atau sekurang-kurangnya
AD harus memuat hal-hal yang disebut huruf a sampai i Pasal16 ayat
(1) UUPT 2007. Kurang dari itu, AD dianggap caeat (defect), dan harus
ditolak pemberian pengesahannya sebagai badan hukum.
Kenapa AD sekurang-kurangnya harus memuat hal-hal yang
disebut Pasal16 ayat (1) huruf a sampai i? Karena substansi masalah-
masalah itu adalah pokok yang harus diketahui seeara terbuka oleh
masyarakat luas dalam rangka memberi perlindungan kepada mereka
baik sebagai investor dalam bentuk pemegang saham maupun untuk
melakukan kontrak atau transaksi dengan Perseroan.

lIB Hukum Perseroan Terbatas


bdlehan Mencantumkan Ketentuan Lain
\'5 ayat (2)UUPT 2007, me11lbukakemungkinari mencantu11lkan
'ariatau substansi lain, di luar ;yang disebut Pasal15 ayat (1)
a sampai dengan i.
tasan atas kebolehan itu menurut Pasal 15 ayat (2) sepanjang:
boleh bertentangan dengan UUPT 2007,
[apila adaketentuan lain yang bertentangan dengan undang-
;<:ti3llg ini, maka ketentuan itu telah melanggar Pasal 1337 KUH
(lata. Oleh karena itu, ketentuan ihl batal demi hukum (van
htswege nietig, ipso jure null and void), dan dianggap tidak pernah
a (never existed), sehingga ketentuan itu tidak mengikat.
!ngenai ketentuan-ketentuan mana yang bersifat memaksa
ndrecht, mandatory rule) dan ketentuan apa saja yang bersifat
t;ur (aanvullendrecht, directory rule) dalam UUPT 2007, telah
dan dideskripsi satu persatu pada BAB lhuruf F. Sehubungan
HR ;bagi yang ingin mengetahuipasal-pas a1 mana dari UUPT
i ,. g tidal<,boleh dilanggar, dan mana yang boleh diatur, harap

t'kembali uraian dimaksud,

etentuan yang Tegas-Tegas DilaraIlg Dim1.lat dalam AD


;9;¥,iP<1c1.a apa Yang dijelaskan di atas, bahwq ketentuan AD tidak
11lemuat ketentuan yang bertentangan dengan aturan, yang
:,ki?Cidalam UUPT 2007, t~rnyata Pasal 15 ayat (3) sendiri
ang" secara tegas untuk memuat ketentuan dalam AD tentang
i;l1:.
tidak boleh m~muat ketentuan tentang "penerimaan bunga
. p" atas saham,
.,tidak boleh n;encantu11lkan ketentuan pemberian "manfaat
'badi" kepada pendiri atau pihak lain.
i ~gan ini mempunyai dasar alasan yangkuat. Pada dasarnya,
;gan yang akan diperoleh investor dari saham adalah "dividen"
.Yesarnya digantungkan pada laba bersih Perseroan. Apabila
bllll mengalami kerugian, tidal< ada pembagiilll dividen. Sedang
laada ketentuan penerimaan bunga tetap atas saham, Perseroan
terikat harus membayar bunga atas saham tanpa mempersoalkan
apakah Perseroan rugi atau tidak. Begitu juga mengenai ketentuan
manfaat pribadi kepada orang tertentu. Bisa dianggap bersifat
diskriminatif dan melanggar asas persamaan perlakuan (equal
treatement) di antara pemegang saham.

c. PERU BAHAN AD
Perubahan AD (alteration of articles) diatur pada BAB II, Bagian Kedua,
Paragraf 2, yang terdiri atas Pasal 19-28 UUPT 2007. Hal-hal pokok
yang perlu dibicarakan, antara lain seperti yang diuraikan berikut ini.

1. Perubahan AD Ditetapkan oleh RUPS


Ketentuan ini, ditegaskan pada Pasal 19 UUPT 2007:
• perubahan AD Perseroan ditetapkan oleh RUPS, dan
• acara mengenai perubahan AD wajib dicantumkan dengan jelas
dalam "panggilan" RUPS.
Mengenai tata cara pemanggilan, kuorum kehadiran dan
pengambilan keputusan RUPS atas perubahan AD, diatur pada Pasal
88 UUPT 2007 dengan ketentuan sebagai berikut.

a. RUPS untuk Mengubah AD


Sesuai ketentuan Pasal88 ayat (1) RUPS untuk mengubah AD dapat
dilangsung-kan dan mengambil keputusan:
1) Paling sedikit dihadiri 2/3 bagian dari jumlah seluruh saham
dengan hak suara, atau diwakili dalam RUPS,
2) Keputusan RUPS atas perubahan AD "sah" apabila "disetujui"
paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari jumlah suara yang
dikeluarkan.
AD dapat menentukan kuorum kehadiran danlatau ketentuan
tentang pengambilan keputusan RUPS yang lebih besar dari apa yang
dijelaskan di atas.
Apabila AD menentukan kuorum kehadiran dan ketentuan
pengambilan keputusan yang lebih besar, berarti RUPS dan keputusan
baru sah, kalau terpenuhi apa yang digaris dalam AD dimaksud.

_ Hukum Perseroan Terbatas


'PS Kedua untuk Mengubah AD Dapat Diselenggarakan Jika
'PS Pertama Tidak Mencapai Kuorum Kehadiran
mengantisipasi kegagalan RUPS pertama tidak mencapai
kehadiran sebesar 2/3 (dua pertiga) bagian dari jumlah seluruh
dengan hak suara, Pasal 88 ayat (2) dan (3) UUPT 2007,
eri kemungkinan untuk mengadakan atau menyeleng-garakan
kedua, sesuai ketentuan berikut:
pat paling sedikit 3/5 (tiga perlima) bagian dari jumlah seluruh
am dengan hak suara, hadir atau diwakili dalam RUPS,
putusan sah jika disetujui paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian
i jumlah suara yang dikeluarkan.
am hal ini pun AD dapat mengatur ketentuan kuorum keha-
dan/atau ketentuan tentang pengambilan keputusan RUPS
yang lebih besar dari apa yang diatur dalam Pasal 88 ayat(3)
isebut di atas.
etentuan mengenai kuorum kehadiran dan ketentuan pengam-
keputusan mengenai perubahan AD yang dijelaskan di atas,
rut· Pasal 88 ayat (5) UUPT 2007, berlaku juga bagi Perseroan
ka, sepanjang tidak diatur lain dalam peraturan perundang-
gan di bidang Pasar Modal.

~rubahan AD Perseroan yang Dinyatakan Pailit


enai perubahan AD yang telah dinyatakan "pailit", diatur pada
20 UUPT 2007, dengan ketentuan sebagai berikut:
ada prinsipnya, AD Perseroan yang telah dinyatakan pailit, Jidak
apat dilakukan perubahan,
an tetapi, atas "persetujuan" kurator dapat dilakukan perubahan
D,·dengan·cara:
) persetujuan kurator "dilampirkan" dalam permohonan
persetujuan atau pemberitahuan perubahan AD kepada
Menteri,
persetujuan kurator, dilaksanakan sebelum pengambilan
keputusan RUPS atas perubahan AD. Syarat ini menurut
Penjelasan Pasal 20 ayat (1), dimaksudkan untuk menghadiri
kemungkinan adanya penolakan kurator setelah RUPS me-
apakah Perseroan rugi atau tidak. Begitu juga mengenai ketentuan
manfaat pribadi kepada orang tertentu. Bisa dianggap bersifat
diskriminatif dan melanggar asas persamaan perlakuan (equal
treatement) di antara pemegang saham.

C. PERU BAHAN AD
Perubahan AD (alteration of articles) diatur pada BAB II, Bagian Kedua,
Paragraf 2, yang terdiri atas Pasal 19-28 UUPT 2007. Hal-hal pokok
yang perlu dibicarakan, antara lain seperti yang diuraikan berikut ini.

1. Perubahan AD Ditetapkan oleh RUPS


Ketentuan ini, ditegaskan pada Pasal 19 UUPT 2007:
• perubahan AD Perseroan ditetapkan oleh RUPS, dan
• acara mengenai perubahan AD wajib dicantumkan dengan jelas
dalam "panggilan" RUPS.
Mengenai tata cara pemanggilan, kuorum kehadiran dan
pengambilan keputusan RUPS atas perubahan AD, diatur pada Pasal
88 UUPT 2007 dengan ketentuan sebagai berikut.

a. RUPS untuk Mengubah AD


Sesuai ketentuan Pasal 88 ayat (1) RUPS untuk mengubah AD dapat
dilangsung-kan dan mengambil keputusan:
1) Paling sedikit dihadiri 2/3 bagian dari jumlah seluruh saharn
dengan hak suara, atau diwakili dalam RUPS,
2) Keputusan RUPS atas perubahan AD "sah" apabila "disetujui"
paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari jumlah suara yang
dikeluarkan.
AD dapat menentukan kuorum kehadiran dan/atau ketentuan
tentang pengambilan keputusan RUPS yang lebih besar dari apa yang
dijelaskan di atas.
Apabila AD menentukan kuorum kehadiran dan ketentuan
pengambilan keputusan yang lebih besar, berarti RUPS dan keputusan
baru sah, kalau terpenuhi apa yang digaris dalam AD dimaksud.

_ Hukum Perseroan Terbatas


UPS Kedua untuk Mengubah AD Dapat Diselenggarakan Jika
UPS Pertama Tidak Mencapai Kuorum Kehadiran
kmengantisipasi kegagalan RUPS pertama tidak mencapai
kehadiran sebesar 2/3 (dua pertiga) bagian dari jumlah seluruh
dengan hak suara, Pasal 88 ayat (2) dan (3) UUPT 2007,
oeri kemungkinan untuk mengadakan atau menyeleng-garakan
kedua, sesuai ketentuan oerikut:
apat paling sedikit 3/5 (tiga perlima) bagian dari jumlah seluruh
dengan hak suara, hadir atau diwakili dalam RUPS,
~putusan sah jika disetujui paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian
i jumlah suara yang dikeluarkan.
am hal ini pun AD dapat mengatur ketentuan kuorum keha-
an/atau ketentuan tentang pengambilan keputusan RUPS
yang lebih besar dari apa yang diatur dalam Pasal 88 ayat(3)
iseout di atas.
tentuan mengenai kuorum kehadiran dan ketentuan pengam-
eputusan mengenai perubahan AD yang dijelaskan di atas,
-ut Pasal 88 ayat· (5) UUPT 2007, berlaku juga bagi Perseroan
a, sepanjang tidak diatur lain dalam peraturan perundang-
gan di oidang Pasar Modal.

rubahan AD Perseroan yang Dinyatakan Pailit


ai peruoahan AD yang telah dinyatakan Ifpailit", diatur pada
o UUPT 2007, dengan ketentuan sebagai oerikut:
aprinsipnya,AD Perseroan yang telah dinyatakan pailit, Jidak
atdilakukan peruoahan,
tetapi, atas persetujuan" kurator dapat dilakukan peruoahan
If

dengan· cara:
persetujuan kurator dilampirkan" dalam permohonan
If

pe:rsetujuan atau pemberitahuan peruoahan AD kepada


Menteri,
persetujuan kurator, dilaksanakan seoelum pengambilan
:t<eputusan RUPS atas peruoahan AD. Syarat ini menurut
Penjelasan Pasal 20 ayat (1), dimaksudkan untuk menghadiri
kemungkinan adanya penolakan kurator setelah RUPS me-
ngambil keputusan, sehingga berakibat keputusan perubahan
AD menjadi batal.
Berdasar penjelasan di atas, perubahan AD Perseroan yang telah
dinyatakan pailit, tidak mutlak dilarang. Boleh dilakukan dengan
syarat, hams mendapat persetujuan lebih dulu dari "kurator" sebehun
RUPS mengambil keputusan.

3. Klasifikasi Perubahan AD
Bertitik tolak dari ketentuan Pasal 21 UUPT 2007, perubahan AD
Perseroan dapat diklasifikasi sebagai berikut.

a. Perubahan AD Tertentu yang Harus Mendapat Persetujuan


Menteri
Berdasar Pasal 21 ayat (1) UUPT 2007, perubahan AD mengenai hal
"tertentu", hams mendapat Persetujuan Menteri. Adapun perubahan
AD mengenai hal tertentu, diatur dan dideskripsi pada Pasal21 ayat
(2), yang terdiri atas atau meliputi:
a. nama Perseroan dan/atau tempat kedudukan Perseroan,
b. maksud dan tujuan serta kegiatan usaha Perseroan,
c. jangka waktu berdirinya Perseroan,
d. besarnya modal dasar,
e. pengurangan modal ditempatkan dan disetor; dan/atau
f. status Perseroan yang tertutup menjadi Perseroan Terbuka atau
sebaliknya.
Berdasar Penjelasan Pasal 21 ayat (2) huruf £, perubahan AD dari
status Perseroan yang tertutup menjadi Perseroan Terbuka atau
sebaliknya meliputi "perubahan seluruh ketentuan" AD. Oleh karena
itu, persetujuan Menteri diberikan atas perubahan seluruh AD
tersebut.
Hal-hal yang disebut di ataslah yang dikategori perubahan AD
"tertentu" yang mesti mendapat "Keputusan Persetujuan" dad
Menteri, barulah perubahan itu sah dan efektif berlaku.

&II Hukum Perseroan Terbatas


et;tlbahan AD Cukup Diberitahukan. kepadaMenteri
qsikedua, perubahan AD di lllar perubahan ADtertentu. yang
tlT?asal 21 ayat (2). Berdasar Pasal 21.ayat . (3), perubahan AD
Hdari yang disebut pada Pasal21 ayat (2), cukup diberita-
II

" kepada Menteri. Oleh karena itu, tidak· disyaratkan harus


pat Keputusan Persetujuan Menteri, cukup dib~ritahukan"
II

a,;Menteri.
ngan demikian, untuk memperolehkeabsahan atas perubahan
,~I\t1enteri ada yang berbentuk IJ'persetlljuan" untuk perubahan
f~~ntu, dan. yang kedua,. berbentuk "pemberitahuan" untuk
·cmem laindi luar perubahan ADtertentu.
Hbahan AD. Dimuat. atau Dinyatakan dalatn Akta Notaris
oayat (4) UUPT2007 mengatur tata carapembuatan perubahan
s dimuatatau "dinyatakan" dalamAkta Notaris, dan
'buat dalam Bahasa Indonesia
'enuru.t PenjelasanPasal 21 ayat (5), yang dimaksud dengan
dinyatakan dengan akta notaris" adalah harus dalam bentuk
emyataan keputusan rapat atauakta perubahan AD. Apabila
cieara rapat yangberisi keputusan RUPS perubahan AD tidak
berita acara yang dibuat oleh Notaris, maka berita
itu "harus dinyatakan dalam Akta Notaris". Sebaliknya, kalau
cara rapat yang berisi·keputusan RUPS itu dimuat dalam akta
drrarapatyang dibuat oleh Notaris, dengan sendirinya sudah
g keputusan RUPS atas perubahan AD itu·telah dinyatakan
Akta Notaris.

nggang Waktu Pembuatan AktaPemyataan 'Akta Notaris


stelah dijelaskan jika berita rapat yangberisiKeputusan RUPS
erubahan AD tidakdimuat dalamAkta Notaris, maka berita
rapat tersebut harus dinyatakan dalam AktaNotaris.
enggang waktupembuatanberita acara rapat ifu harusdinyatakan
entukAktaNotaris; paling lambat 30 (tiga puluh) hariterhitung
tanggal keputusan RUPS diambil.
b. Tenggang Waktu Dilampaui
Apabila perubahan AD hasil RUPS itu, tidak dinyatakan dalarn Akta
Notaris dalarn tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari dari tanggal
keputusan RUPS, akibatnya berita acara rapat yang berisi keputusan
RUPS atas perubahan AD:
• tidak boleh lagi dinyatakan dalarn Akta Notaris,
• dengan demikian, keputusan RUPS atas perubahan AD itu, batal
dan tidak mengikat lagi.
Sehubungan dengan itu, untuk memperkecil risiko dan biaya,
sebaiknya berita acara rapat yang membicarakan perubahan AD,
langsung dibuat oleh Notaris dengan cara, Notaris hadir dalarn RUPS
dan bertindak dan berfungsi membuat berita acara RUPS. Dengan
cara ini, terhindari dari masalah tenggang waktu dalarn pembuatan
pernyataan berita acara rapat dalarn bentuk Akta Notaris.

5. Tenggang Waktu Pengajuan Permohonan Persetujuan dan


Penyampaian Pemberitahuan
Sudah disinggung di atas, perubahan AD tertentu sesuai Pasal 21 ayat
(1) "harus mendapat persetujuan" Menteri, sedang terhadap
perubahan AD lainnya menurut Pasal 21 ayat (3), cukup
"diberitahukan" kepada Menteri. Sehubungan dengan persetujuan
atau pemberitahuan itu, Pasal 21 ayat (7) dan (8) telah menentukan
batas tenggang waktunya:
1) Permohonan persetujuan perubahan AD tertentu diajukan kepada
Menteri, paling larnbat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal
pembuatan Akta Notaris yang memuat perubahan AD tersebut,
2) Pemberitahuan perubahan AD lainnya di luar perubahan AD
tertentu, harus disarnpaikan kepada Menteri, paling larnbat 30
(tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pembuatan Akta Notaris
yang memuat perubahan AD dimaksud.
Jadi, pada dasarnya tenggang waktu pengajuan permohonan
persetujuan Menteri atas perubahan AD tertentu dengan penyam-
paian pemberitahuan perubahan AD lain di luar perubahan AD
tertentu adalah sarna, yakni sarna-sarna paling larnbat 30 (tiga puluh)
hari dari tanggal Akta Notaris yang memuat perubahan AD.
batas waktu 30 (tiga puluh) hari itu dilewati/dilampaui,
t Pasal 21ayat (9), permohonan persetujuan perubahan AD
akidapat diajukan lagi.· Begitujuga pemberitahuan perubahan
sebut, tidak dapat disampaikan lagi kepada Menteri.

rmohonan Persetujuan Perubahan AD Perpanjangan


gka Waktu Berdirinya Perseroan
2UUPT 2007, mengatur secara khusus permohonan persetujuan
cilian AD mengenai "perpanjangan" jangka waktu berdirinya

us diajukan kepada Menteti. paling lambat 60 (enam puluh)


irsebelum jangka waktu berdirinya berakhir,
anjutnya, Menteri harus memberikan persetujuanatasper-
ol}onan perpanjangan itu, paling lambat pada tanggal terakhir
rdirinya Perseroan.
engenai tenggang waktu pen.gajuan permohonan perubahan AD
riai perpanjangan waktu berdirinya Perseroan, dipersingkat oleh
2UUPT 2007 jika dibandingkan dengan apa yang dulu diatur
asall16 ayat (3) UUPT 1995, yangmenetapkan jangka waktunya
tnbilan puluh) hari sebelum jangka waktu berdirinya Perseroan

sa.inping itu, perlu diingatkan, uraian mengenai Pasal 22 UUPT


"; telah dibahas pada BAB 1 huruf H angka 3. Oleh karena itu,
tel1.tang itu,·tidak·perludiulang lagi pada bagianil1.i. Namun
kian, perlu dibicarakan mengenaiakibat hukum yang timbul
·laMenteri lalai mernberi atau menolak persetujuan perubahan
ac··waktu tersebut.
ap~imana halnya, jika .~emberian atau penolakan persetujuan
giter~itkan Menteri sampai terlampaui. masa berdirinya
05ffi. Apakah. otomatis dengan sendirinya Perseroan itu bubar
gengan ke,tentuan Pasal 142 ayat (1) huruf 1J .UU~T 2007? Jika
a-mata bertitik tolak dari bunyi Pasal 142 ayat (1) hur;tfb,
berakhirnya masa berdirinya Perseroan dengan sendirinya
itu "bubar". Namun adilkah penerapan yang demikian.
ah RUPS telah menyetujui perubahan jangka waktu berdirinya
kemudian hal itu telah diminta persetujuannya dari Menteri sesu
dengan ketentuan yang berlaku. Ternyata Menteri yang lal
memenuhi kewajibannya memberi keputusan paling lambat PCldci
tanggal terakhir berdirinya Perseroan. Berarti yang salah bUkan
Perseroan, tetapi Menteri. Oleh karena itu, Perseroan tetap dianggap
sah dan eksis. Yang bertanggung jawab atas segala akibat yang timbul
dipikul oleh Menteri.

7. Perubahan AD Mulai Berlaku


Kapan perubahan AD mulai berlaku dan mengikat baik secara internal,
terutama eksternal kepada pihak ketiga? Tentang hal ini diatur pacta
Pasal 23 UUPT 2007, yang dapat diklasifikasi sebagai berikut:
1) Perubahan AD tertentu yang "harus mendapat persetujuan'f
Menteri, mulai berlaku sejak tanggal diterbitkan Keputusan
II

Menteri" mengenai persetujuan perubahan AD,


2) Perubahan AD lain di luar perubahan AD tertentu yang "cukup"
diberitahukan" kepada Menteri, mulai berlaku sejak tanggal
diterbitkan surat penerimaan" pemberitahuan perubahan AD
II

oleh Menteri.
Dengan penggarisan ketentuan yang diatur pada Pasal 23 ayat (1)
dan (2) UUPT 2007, tanggal mulai berlakunya secara efektif perubahan
AD, dihitung dari tanggal penerbitan keputusan persetu-juan dan
penerbitan surat penerimaan pemberitahuan. Patokan ini merupakan
ketentuan umum menentukan saat mulai berlakunya perubahan AD.
Akan tetapi, Pasal 23 ayat (3) mengatakan, bahwa ketentuan mulai
berlakunya perubahan AD yang ditentukan pada ayat (1) dan (2),
"tidak berlaku" dalam hal undang-undang ini menen-tukan lain.
Menurut Penjelasan pasal ini yang dimaksud dengan "Undang-
J

undang ini menentukan lain" adalah antara lain sebagai-mana yang


diatur dalam Pasal 25 dan Pasal 26 UU ini. Pasal-pasal ini mengatur
persyaratan yang harus dipenuhi sebelum keputusan Menteri berlaku.
Atau adanya tanggal kemudian yang ditetapkan dalam Keputusan
Menteri, yang memuat Jlsyarat tunda" yang harus dipenuhi lebih
dahulu atau tanggal kemudian.
jib Mengubah AD Perseroan Tertutup Menjadi Perseroan
blik
4<ayat (1) UUPT 2007, memerintahkan kepada Perseroan yang
jumlah pemegang sahamnya telah memenuhi kriteria
Perseroan Publik, "wajib" mengubah AD sesuai dengan
an Pasal 21 ayat (2) huruf f UUPT 2007.
perti yang telah dijelaskan pada BAB 1 huruf B, kriteria
aan Publik menurut Pasall angka 22 UU No.8 Tahun 1995
Pasar Modal (UUPM) adalah Perseroan yang:
amnya telah dimiliki sekurangnya oleh300 (tiga ratus)
megang saham, dan
emiliki modal disetor, sekurang-kurangnya Rp 3.000.000.000.00
gamiliar rupiah),atau
atujum1ah pemegangsahamdan modal disetor yang ditetapkan
l5lgan Peraturan. Pemerintah.
I, apabilakriteria yang ditenfukan Pasal 1 angka 22 UUPM
erpenuhi, Perseroan yang bersangkutan berubah statusnya dari
p menjadi Perseroan Publik. Maka Pasal 24 ayat (1) UUPT 2007,
r'intahkan:
ajib mengubah AD-nya menjadi Perseroan Publik,
ewajiban mengubah<AD sesuaI dengan ketentuan Pasal 21 ayat
yhuruf f adalah dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hariterhitung
jak terpenuhi kriteria tersebut,
IreksiPerseroan "wajib mengajukan pernyataan pendaftaran"
esuai dengan ketentuan di bidang pasar modal.
engenai tata cara pendaftaran untuk melakukan penawaran
(publik offering) bagi Perseroan. Publik, ·perhatikan kembali
tentang hal itu pada BAB 1 huruf B tulisan ini.

erubahan AD Mulai Berlaku


mulai berlaku perubahan dari status Perseroan Tertutup
jadi Perseroan Terbuka, diatur pada Pasal 25 sesuai dengan
tuan berikut:
tanggal pernyataan pendaftaran yang diajukan kepada
embaga pengawas di bidang Pasar Modal, bagi Perseroan Publik,
atau
2) sejak tanggal dilaksanakan penawaran umum (public offering) ba .
Perseroan yang mengajukan pernyataan pendaftaran kepad
lembaga pengawas di bidang Pasar Modal untuk melakuk
penawaran umum saham sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang Pasar Modal.

b. Kewajiban Mengubah Kembali AD


Perseroan Publik atau Perseroan Terbuka yang telah mendapa
persetujuan Menteri atas perubahan AD dari Perseroan Tertutup,
harus mengubah kembali AD-nya menjadi Perseroan Tertutup
apabila:

1) Pernyataan pendaftaran Perseroan yang Disampaikan kepada bada


pengawas pasar modal (BAPEPAM), tidak menjadi efektif
Sesuai dengan ketentuan Pasal 1 angka 19 UUPM yang dimaksu
dengan Pernyataan pendaftaran Perseroan adalah dokumen yang wajib
disampaikan kepada BAPEPAM oleh Emiten dalam rangka Penawar
Umum atau Perusahaan Publik.
Adapun mengenai tata cara Penyampaian Pernyataan Pendaftar
diatur pada Pasal 74 UUPM:
• Pernyataan Pendaftaran menjadi efektif pada hari ke-45 sej
diterima Pernyataan Pendaftaran "secara lengkap" atau pad
tanggal yang lebih awal jika dinyatakan efektif oleh BAPEPAM,
• Dalam jangka waktu 45 hari BAPEPAM dapat meminta perubah
dan/atau tambahan informasi dari Emiten,
• Pernyataan Pendaftaran tidak dapat menjadi efektif sampai saa
informasi tambahan atau perubahan diterima dan telah memen
syarat.

2) Atau Perseroan yang telah mengajukan pernyataan pendaftara


untuk melakukan penawaran umum, ternyata tidak dilaksanaka
penawaran umum saham
Yang dimaksud Penawaran Umum menurut Pasal 15 UUPM adal
kegiatan penawaran Efek yang dilakukan oleh Emiten untuk menju
;p.ada masyarakat berdasarkan tata .cara yang diatur dalam
;cian peraturan pelaksan;:lannya.
arusan mengubah kembali AD apabila terjadi kasus yang
di atas adalah dalam jangka waktu 6 (enam) bulan setelah
persetujuan Menteri atas perubahan AD dari Perseroan
. lIlenjadi Perseroan Publik.

lai Berlakunya Perubahan AD Dalam Rangka Pengga-


ngC;ln atau Pengambilalihan
26 UUPT 2007, mengatur ketentuan tentang mulai berlakunya
an AD dalam rangka Penggabungan atau Pengambilalihan.
,Gut ketentuan ini, terdapat tiga metode.patokan mulai
,}111ya perubahan AD. dalam rangka Penggabunganatau
bilalihan:
jak taI)-ggal persetujuan Menteri,
jak tanggal yang kemudian ditetapkan dalam persetujuan
enteri;
njelasan ketentuan ini mengatakan, yang. dimaksud dengan
. ggal kemudian yang ditetapkan" adalahtanggal setelah tanggal
~setujuan Menteri.
u sejak tanggal pemberitahuan perubahan AD diterima Men-
i. atau tanggal kemudian yang ditetapkan dalam akta Pengga-
gan atau akta Pengambilalihan.
~J1-lUut
an
Penjelasan pasal ini, yang dimaksud deng "tanggal
ian yang ditetapkan dalam akta Penggabungan atau akta
bilalihan" adalah tanggal yang disepakati oleh para pihak dan
akan tanggal setelah tanggal penerimaan pemberitahuan
ahan AD oleh Menteri.

llolakan Permohonan Persetujuan Perubahan AD


ri berwenang "menolak" permohonan persetujuan perubahan
Ketentuan mengenai penolakan itu diatur pada Pasal 27 UUPT
.nMenurut pasal ini, penolakan hams berdasar alasan:
.~lUbahan AD yang dilakukan bertentangan dengan ketentuan
~ta cara perubahan AD,
b. isi perubahan bertentangan dengan ketentuan peraturan perun.
dang-undangan, ketertiban umum, dan/atau kesusilaan, atau
c. terdapat keberatan dari kreditor atas keputusan RUPS mengenai
pengurangan modal.
Alasan ini saja yang dapat dipergunakan Menteri sebagai landasan
hukum untuk menolak permohonan persetujuan perubahan AD
tertentu yang digariskan Pasal 21 ayat (2) UUPT 2007.

11. Tala Cara Pengajuan Permohonan untuk Memperoleh Persetu.


juan Menleri Alas Perubahan AD
Sudah dijelaskan, berdasar Pasal21 ayat (1) perubahan AD "tertentu"
harus "mendapat persetujuan" Menteri. Adapun yang dimaksud
dengan perubahan AD tertentu ialah perubahan AD yang disebut pada
Pasal 21 ayat (2) UUPT 2007 yang terdiri atas:
a. nama Perseroan dan/atau tempat kedudukan Perseroan,
b. maksud dan tujuan serta kegiatan usaha Perseroan,
c. jangka waktu berdirinya Perseroan,
d. besarnya modal dasar,
e. pengurangan modal di tempat dan disetor, dan/atau
f. status Perseroan yang tertutup menjadi Perseroan Terbuka atau
sebaliknya.
Perubahan AD yang demikian menurut Pasal 21 ayat (1) UUPT
2007 yang harus mendapat persetujuan Menteri.
Bagaimana tata cara pengajuan permohonan untuk memperoleh
Keputusan Persetujuan Menteri atas perubahan AD tertentu? Menu-
rut Pasal 28 UUPT 2007, tata cara pengajuan permohonan untuk
memperoleh Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum
Perseroan dan keberatannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9,
Pasal 10 dan Pasal 11 UUPT 2007, mutatis mutandis berlaku bagi
pengajuan permohonan persetujuan perubahan AD dan kebe-
ratannya.
Akan tetapi, terlepas dari penegasan Pasal 28 dimaksud yang
menyatakan mutatis mutandis berlaku ketentuan Pasal 9, Pasall0 dan
Pasal 11 UUPT 2007 bagi pengajuan permohonan persetujuan
perubahan AD, terdapat bagi ketentuan pelaksanaannya pada BAB

Hukum Perseroan Terbatas


MEN No.M-01 HT01-10/2007. BAB III ini berjudul
i

QJUAN AKTA PERUBAHAN ANGGARAN DASAR


~N, yangterdiri atas Pasal 8-Pasal11.

genai perubahan AD· yang harus mendapat persetujuan


Pasal 8 ayat (2) PERMEN tersebut, mengulangi kembali hal-
dideskripsi pada Pasal 21 ayat (2) UUPT 2007. Dengan
f perubahan AD yang harus mendapat persetujuan Menteri
erubahan AD yang ditentukan pada Pasal 21 ayat (2) UUPT
asal8 ayat (2) PERMEN No. M-01 HT 01-10/2007. Tata ~ara
permohonan persetujuan dimaksud, dapat dijelaskan
erikut.

ani$. SebagaiKuasa Direksi Mengajukan Permohonan kepada


teri
Pasal 8ayat (3)PERMENdimaksud, untuk memperoleh
uan Akta Perubahan AD, Notaris sebagai kuasa Direksi
kan permohonan kepada Menteri atau Dirjen AHU.
Notaris yang mengajukan permohonan? Hal itu sejalan
etentuan Pasal 21 ayat (4)UUPT 2007, yang memerintahkan
iubahan AD tertentu yang disebut Pasal 21 ayat (2) maupun
tertentu yang disebut Pasal 21 ayat (3) UUPT 2007:
s; dimuat atau dinyatakan dalam Akta Notaris dalam bahasa
nesia,
ila perubahan AD tidak dimuat dalam akta berita acara rapat
dibuat oleh Notaris, hams dinyatakan dalam Akta Notaris,
ing lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal
-Litusan RUPS,
bahan AD tidak boleh lagi dinyatakan dalam Akta Notaris
bila lewat batas waktu 30 (tiga puluh) hari dari tanggal
utusan RUPS.

an AD tertentu kepada Menteri atau Dirjen AHU.


b. Pengajuan Pennohonan Melalui Sisminbakum
Menurut Pasal 9 ayat (1) PER MEN No. M-01 HT 01-10/2007
permohonan persetujuan perubahan AD, diajukan Notaris melalU;
Sisminbakum, dengan cara sebagai berikut.

1) Mengisi HAN Model II


Sebagaimana yang sudah dijelaskan Pasal 1 angka 3, Pasal 1 angka 4,
dan Pasal1 angka 5 mengklasifikasi FIAN menjadi FIAN Model I untuk
permohonan pengesahan status badan hukum Perseroan. Dan FIAN
Model II adalah FIAN untuk permohonan persetujuan perubahan AD
Perseroan. Sehubungan dengan itu dalam rangka pengajuan
permohonan persetujuan perubahan AD tertentu melalui
Sisminbakum, Notaris mengisi FIAN Model II sedang mengenai
bentuk FIAN Model II menurut Pasal 9 ayat (3) PERMEN ini tercantum
pada Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisah dari PERMEN
ini

2) HAN Model II, dilengkapi keterangan mengenai dokumen pendukung


Pengajuan permohonan persetujuan perubahan AD melalui Sismin-
bakum dengan cara mengisi FIAN Model II, dilengkapi keterangan
mengenai dokumen pendukung.
Apa saja dokumen pendukung yang harus dilengkapi bagi
persetujuan Akta Perubahan AI?, dideskripsi pada Pasal 11 PERMEN
No. M-Ol HT 01-10/2007, yang terdiri atas:
a. salinan akta perubahan anggaran dasar Perseroan,
b. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang dilegalisir oleh Notaris,
c. bukti pembayaran Permohonan Persetujuan Perubahan Anggaran
Dasar,
d. bukti pembayaran pengumuman dalam tambahan Berita Negara
Republik Indonesia,
e. bukti setor modal Perseroan dari bank atas nama Perseroan atau
neraca Peseroan jika perubahan anggaran dasar mengenai
peningkatan Modal Perseroan,
f. pengumuman dalam surat kabar jika perubahan anggaran dasar
mengenai pengurangan modal,

~ Hukum Perseroan Terbatas


bketerangan alamat lengkap Perseroan dari Pengelola Gedung
surat pernyataan tentang alamat lengkap Perseroan dari
ksi Perseroan jika alamat lengkap Perseroan berubah, dan
umen pendukung lain dari instansi terkait sesuai dengan
turan perundang-undangan.
ikian itulah dokumen pendukung yang melengkapi FIAN
'hdalam pengajuan permohonan persetujuan perubahan AD.

ohonan Persetujuan PerubahanAD Mengenai Nama


seroan
Pasal 9 ayat (2) PERMEN No. M-01 HT 01-10/2007, apabila
onan persetujuan perubahan AD mengenai nama Perseroan,
anan baru dapat diajukan setelah pemakaian.nama disetujui
i;fatau Dirjen AHU. Berarti, harus· terlebih dahulu diajukan
onan mengenai pemakaian nama yang diubah. Setelah nama
ipakai disetujui Menteri atauDirjen AHU, baru diajukan
onan perubahan AD mengenai nania itu kepada Menteri
.c;Sisminbakum.

teri Atau Dirjen AHU, Dapat Menyatakan Tidak Keberatan


ra Langsung Melalui Sisminbakum Perubahan AD
C2ngan ketentuan Pasal 10 PERMEN dimaksud, mengatakan
an Pasal 4 PER MEN ini mutatis mutandis berlaku bagi
·1;1an permohonan perubahan AD. Sehubungan dengan itu,
t Pasal4 ayat (1) PER MEN ini,.Menteri atau DirjenAI-IU dapat
akan tidak keberatan atau menolak permohonan persetujuan
AD yang diajukan Notaris melalui Sisminbakum tersebut.
ayat(2) mengatakan, pernyataan tidak keberatan atau
persetujuan perubahan AD dilakukan langsung oleh
Dirjen AHU melalui Sisminbakum juga.
:t;lteri atau Dirjen AHU menyatakan tidak keberatan atas
ahan AD yang diajukan Notaris menurut Pasal 5 ayat (1) PER-
ini maupun berdasar Pasal10 ayat (3) UUPT 2007, apabila FIAN
dan keterangan dokumen pendukung telah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam hal yang demiki
Menteri atau Dirjen AHU:
.. langsung menyatakan "tidak keberatan" atas permohon
persetujuan perubahan AD yang diajukan Notaris,
.. pernyataan tidak keberatan, dilakukan Menteri atau Dirjen AB
langsung melalui Sisminbakum.
Berdasar Penjelasan Pasal 10 ayat (3) UUPT 2007, yang dirnaksu
dengan langsung, adalah pada "saat yang bersamaan" dengan saat
pengajuan permohonan persetujuan perubahan AD diterima Menteri
atau Dirjen AHU.
Sebaliknya, apabila FIAN Model II dan keterangan mengenai
dokumen pendukung tidak sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan:
.. Menteri atau Dirjen AHU, langsung memberitahukan "peno-
lakan" permohonan persetujuan perubahan AD,
.. Pemberitahuan penolakan permohonan disertai dengan alasan
kepada pemohon/Notaris melalui Sisminbakum.
Pemberitahuan penolakan itupun hams dilakukan Menteri atau
Dirjen AHU pada saat yang bersamaan dengan pengajuan permo
honan persetujuan.

e. Berdasar Pernyataan Tidak Keberatan, Notaris Wajib Menyam


paikan Permohonan Persetujuan Secara Fisik
Sesuai dengan ketentuan Pasal10 PERMEN No. M-01 HT 01-10/2007
Pasal 5 mutatis mutandis berlaku juga bagi pengajuan permohon
persetujuan perubahan AD.
Kalau begitu, ketentuan Pasal 5 PERMEN tersebut berkait
dengan Pasal 10 ayat (5) UUPT 2007. Berarti apabila Menteri at
Dirjen AHU telah menyampaikan pernyataan tidak keberatan terhada
pengajuan permohonan persetujuan perubahan AD yang diajuk
Notaris, maka bersamaan dengan pernyataan tidak keberatan itu
Notaris yang bersangkutan:
1) Wajib menyampaikan "secara fisik"
.. Surat permohonan persetujuan,
.. Dilampiri dengan dokumen pendukung.
permohonan dan lampiran dokumen pendukung, wajib
paikan kepada Menteri atau Dirjen AHU dalam waktu paling
'at 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pernyataan
keberatan melalui Sisminbakum diberikan.
enai dokumen pendukung yang dimaksud Pasal 5 ayat (2)
No. M-Ol HT 01-10/2007, dalam permohonan persetujuan
AD, telah dideskripsi secara limitatif pada Pasal 11 PER-
aksud. Tentang hal ini sudah dikemukakan di atas Pasal 7.

Semua Persyaratan Dipenuhi, Menteri Atau Dirjen AHU


b.itkan Keputusan Persetujuan Perubahan AD
engan ketentuan Pasal 10 ayat (6) UUPT 2007 dan Pasal 5
PERMEN No. M-Ol HT 01-10/2007, jika semua pernyataan
secara lengkap:
nteri atau Dirjen AHU, menerbitkan Keputusan Persetujuan
ubahanAD,
ka waktu penerbitan Keputusan Persetujuan, paling lambat
(empat belas) hari,
utusan Persetujuan' Perubahan AD tersebut, ditandatangani
car-a elektronik".
.d a tangan elektronik menurut Penjelasan Pasal 10 ayat (6)
f007 adalah tanda tangan yang dilekatkan atau disertakan pada
lektronik oleh pejabat yang berwenang, yang membuktikan
!ikan data yang berupa gainbar elektronik dari tanda tangan
yang berwenang tersebut yang dibuat melalui media

enteri Atau Dirjen AHUMemberitahukan kepadaNotaris


pabila Persyaratan Tidak Terpenuhi
6 PERMEN dimaksud, mutatis mutandis juga berlaku bagi penga-
~rmohonan persetujuan perubahan AD. Hal itu ditegaskan pada
10 PERMEN tersebut. Adapun Pasal 6 PERMEN itu berkaitan
ung dengan Pasal 10 ayat (7) UUPT 2007 yang mengatur tata
penyelesaian permohonan pengesahan yang
Sehubungan dengan itu, jika ketentuan pasal-pasal dimaksud
diterapkan kepada permohonan persetujuan perubahan AD, berarti
apabila persyaratan tentang jangka waktu dan kelengkapan dokurnen
pendukung "tidak terpenuhi":
1) Menteri atau Dirjen AHU langsung "memberitahukan" hal
tersebut kepada Notaris yang bersangkutan melalui Sisminbakum,
dan
2) pemberitahuan itu disertai dengan penegasan, bahwa pemyataan
tidak keberatan yang diberikan "menjadi gugur".
Kecuali jika Notaris dapat membuktikan telah menyampaikan
secara fisik permohonan yang dilampiri dengan dokumen pendukung
dalam batas waktu 30 (tiga puluh) hari dari tanggal pemyataan tidak
keberatan sebagaimana yang dimaksud Pasal 10 ayat (5) UUPT 2007
dan Pasal 5 ayat (2) PERMEN No. M-01 HT 01-10/2007. Dalam hal
yang demikian, pemyataan tidak keberatan tersebut, "tidak menjadi
gugur". Selanjutnya Pasal6 ayat (3) PERMEN itu mengatakan, apabila
Notaris dapat membuktikan:
• penyampaian permohonan secara fisik telah dilampiri dengan
dokumen yang disebut Pasal 11 PERMEN No. M-01 HT 01-10{
2007, secara lengkap serta diajukan dalam jangka waktu 30 (tiga
puluh) hari sejak tanggal pemyataan tidak keberatan,
• maka dalam kasus yang seperti itu, Notaris dapat menyampaikan
lagi "secara fisik Surat Kedua" yang dilampiri dengan dokumen
pendukung,
• penyampaian secara fisik "Surat Kedua", paling lambat 30 (tiga
puluh) hari terhitung sejak tanggal pemberitahuan persyaratan
tentang jangka waktu dan dokumen pendukung tidak dipenuhi.
Demikian tata cara penyelesaian yang harus ditempuh Notaris,
apabila dapat membuktikan persyaratan permohonan secara fisik
terpenuhi.

h. Proses Penyelesaian /ika Pernyataan Tidak Keberatan Menjadi


Gugur
Menurut Pasal 6 ayat (1) PERMEN No. M-01 HT 01-10/2007, apabila
persyaratan tentang jangka waktu dan kelengkapan dokumen
t. Cara Penyelesaian Bagi Notaris yang Wilayah Kerjanya Belu11t
Mempunyai ]aringan Elektronik
Berdasar Pasal16 PERMEN dimaksud, cara penyelesaian permohonan
persetujuan perubahan AD bagi Notaris yang wilayah hukum kerjanya
belum mempunyai jaringan elektronik atau jaringan elektroniknYa
tidak dapat digunakan yang diumumkan secara resmi oleh Pemerintah
RI:
1) dapat mengajukan permohonan persetujuan perubahan AD
Perseroan secara manual";
II

2) permohonan dilampiri dengan:


a. dokumen pendukung yang ditentukan Pasal 11 PERMEN,
dan
b. Surat keterangan dari Kepala Kantor Telekomunikasi (PT
Telkom Tbk) setempat yang menyatakan bahwa wilayah ke~a
Notaris yang bersangkutan belum terjangkau oleh fasilitas
internet.

12. Penyampaian Pemberitahuan Akta Perubahan AD Perseroan


dan Perubahan Data Perseroan
Sebagaimana telah dijelaskan, Pasal 21 ayat (3) UUPT 2007
menegaskan, perubahan AD yang tidak tertentu atau yang selain
disebut pada Pasal21 ayat (2), cukup diberitahukan" kepada Menteri.
II

Serta perubahan AD baik mengenai hal tertentu atau tidak, dirnuat


atau dinyatakan dalam Akta Notaris dalam bahasa Indonesia.
Bagaimana tata cara penyampaian pemberitahuan Akta Peru-
bahan AD yang cukup diberitahukan kepada Menteri seperti yang
ditegaskan Pasal 21 ayat (3) UUPT 2007, diatur lebih lanjut dalam
BAB IV PERMEN No. M-Ol HT 01-10/2007. Bab ini berjudul
Penyampaian Pemberitahuan Akta Perubahan Anggaran Dasar
Perseroan dan Perubahan Data Peseroan. Terdiri dari Pasal 12-Pasal
15. Berdasar pasal-pasal ini, diatur tata cara penyampaian pemberi-
tahuan perubahan AD sebagai berikut.

Hukum Perseroan Terbatas


bahan AD dan Data Perseroan yang Harus Diberitahukan
ada Menteri
t Pasal 21 ayat (1) PERMEN dimaksud, Akta perubahan AD
an yang harus diberitahukan kepada Menteri adalah peru-
D di luar" ketentuan Pasal 8 ayat (2) PERMEN ini. Oleh
1/

etentuan Pasal8 ayat (2) PERMENini sama dengan perubahan


ntu yang disebut dalam Pasal21 ayat (2) UUPT 2007, berarti
an AD yang cukup diberitahukan kepada Menteri adalah
<ill AD di luar perubahan AD yang disebut Pasal 21 ayat (2)
atu segi serta di luar pembahan data Perseroan yang disebut
(2) PERMEN ini pada segi lain.
12 ayat (2) PERMEN itu, telah mendeskripsi pembahan data"
1/

an yang hams diberitahukan kepada Menteri, meliputi:


Rbahan nama pemegang saham dan jumlah· saham yang
. ikinya,
bahan nama anggota Direksi dan Dewan Komisaris,
bahan alamat lengkap Perseroan,
bubaran Perseroan,
akhimya status badan hukum karena hukum akibatpengga-
gan,. peleburan, pemisahan murni, dan
berakhimya proses likuidasi.
bahan AD yang tidak termasuk Pasal 21 ayat (2) UUPT 2007
al 8 ayat (2) PERMEN No. M-Ol HT 01-10/2007, serta peru-
9:ata Perseroan yang dideskripsi pada Pasal 15 ayat (2) PER-
imaksud, harus disampaikan pemberitahuannya" kepada
1/

mberitahuan.Disampaikan oleh Notaris Selaku Kuasa dari

yangmenyampaikan pemberitahuan perubahan AD atau


data Perseroan kepada Menteri at~u Dirjen AHU,
12 (3)
oleh Notaris selakuKuasa Direksi t'el"SeJrOaill

ari instansi terkait, pemberitahuan kepada Menteri atau Dirjen


AHU, disampaikan paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung
sejak tanggal izin tersebut diterbitkan.

c. Pemberitahuan Diajukan Melalui Sisminbakum Dengan Cara


Mengisi FIAN Model III
Berdasar Pasal 13 ayat (1) PERMEN dimaksud, pemberitahuan
perubahan AD kategori yang cukup diberitahukan atau perubahan
data Perseroan:
.. diajukan Notaris melalui Sisminbakum,
.. dengan cara mengisi FIAN Model III, dan
• dilengkapi dengan keterangan mengenai dokumen pendukung.
Pasal 1 angka 6 PERMEN ini telah menentukan FIAN apa yang
diisi Notaris dalam rangka penyampaian pemberitahuan. Menurut
pasal ini yang harus diisi Notaris adalah FIAN Model III yang khusus
disediakan untuk menyampaikan pemberitahuan perubahan AD
kategori yang cukup diberitahukan atau perubahan data Perseroan
yang diwajibkan UUPT 2007. FIAN Model III, tercantum pada
Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisah dari PERMEN
No. M-Ol HT 01-10/2007.
Mengenai dokumen pendukung pemberitahuan diklasifikasi pada
Pasal 15 PERMEN tersebut.

1) Dokumen pendukung bagi pemberitahuan perubahan AD


Menurut Pasal 15 ayat (1) PERMEN ini, dokumen pendukung
pemberitahuan perubahan AD kategori yang cukup diberitahukan
terdiri atas:
a. salinan akta perubahan anggaran dasar Perseroan,
b. salinan akta penggabungan bagi perubahan anggaran dasar yang
tidak memerlukan persetujuan,
c. bukti pembayaran pengumuman dalam Tambahan Berita Negara
Republik Indonesia,
d. dokumen pendukung lain dari instansi terkait sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.

mill Hukum Perseroan Terbatas


Yj!okumen pendukung pemberitahuan bagi perubahan data Perseroan
tunen pendukung bagi perubahan data Perseroan, diatur pada
15 ayat (2) PERMEN ini, yang terdiri atas:

erubahan nama pemegang saham


men pendukungnya meliputi:
man akta perubahan nama pemegang saham, dan
miah saham yang dimilikinya, dilengkapidengan akta
mindahan hak atas saham.

erubahan susunan anggota Direksi dan/atau Dewan Komisaris


pendukungnya, terdiri atas:
inan akta perubahan nama anggota Direksi dan/atau DK,
engkapi dengan Berita Acara.RUPS atau keputusan pemegang
am di Iuar RUPS.
ubahan alamat Perseroan
en.pendukung pemberitahuan perubahan datamengenai
Perseroan, meliputi:
at keterangan alamat Iengkap dari Pengeioia Gedung, atau
at. pernyataan tentang alamat Iengkap Perseroan dari Direksi
seroan.

umen pendukung bagi pembilbaran Perseroan


PasaI15 ayat (3) PERMEN tersebut, dokumen pendukung
nyampaian pemberitahuan pembubaran Perseroan kepada

ubaran berdasarkan keputusan RUPS sesuai dengan Pasal 142


huruf a fo. Pasal 144 UUPT 2007
pembubaran Perseroan berdasarkan keputusan RUPS,
pendukung pemberitahuan kepada Menteri, terdiri:
Acara RUPS atau notuia RUPS, dan
muman pembubaran dalam Surat Kabar.
b) Pembubaran karena berakhirnya jangka waktu berdirinya
Pasal 142 ayat (1) huruf b jO..Pasal 145 UUPT 2007
Dokumen pendukung pemberitahuannya terdiri atas:
(1) Berita Acara RUPS atau notula RUPS.

c) Pembubaran berdasarkan Penetapan Pengadilan Negeri sesuai


ketentuan Pasal142 ayat (1) huruf c jo. Pasal 146 UUPT
Dokumen pendukung pemberitahuannya terdiri atas
Pengadilan.

d) Pembubaran karenadicabutnya kepailitan disebabkan harta


Perseroan tidak cukup membayar biaya kepailitan sesuai
142 ayat (1) huruf d UllPT 2007
Dokumen pendukungnya surat keterangan dari likuidator
menyatakan harta pailit Perseroan tidak cukup untuk 1'Y\C~1'Y\lh~"tT':l'"
kepailitan.

e) Pembubaran berdasarkan Perseroan yang dinyatakan


dalam keadaan insolvensi, sesuai Pasal 142 ayat (1) huruf e
2007
Dokumenpendukung pemberitahuannya, surat keterangan
kurator yang menyatakan Perseroan yang telah dinyatakan
berada dalam keadaan insolvensi.

f) Pembubaran berdasarkan surat izin usaha Perseroan dicabut, seSl


dengan Pasal 142 ayat (1) huruf f UUPT 2007
Dokumen pendukung pemberitahuannya kepada Menteri:
(1) Surat keterangan dari instansi yang mencabut izin usaha Perseroc

4) Dokumen pendukung pemberitahuan bagi berakhirnya status baa


hukum Perseroan karena hukum

a) Karena Penggabungan berdasar Pasal 122 ayat (1) UUPT


Dokumen pendukung I-''--.........'-''--................. ,L .... ' ' '............
salinan Akta Penggabungan sesuai ketentuan Pasal 128 ayat (1)
BBPT.

arena Peleburan berdasar Pasal 122 ayat (1) UUPT


en pendukung pembantahannya:
alinan Akta Peleburan sesuai ketentuan Pasal 128 ayat (1) BBPT
007.

arena Pemisahan murni berdasar Pasal 135 ayat (1) huru! a jo.
yat (2) UUPT 2007
umen pendukung pemberitahuannya:
salinan Akta Pemisahan Murni sesuai ketentuan Pasal128 ayat (1)
BBPT 2007.

okumen pendukung pemberitahuan telah berakhirnya proses


ikuidasiPerseroan berdasar Pasal 152 ayat (3) UUPT2007
en pendukungnya meliputi:
emberitahuan dari likuidator atau kurator mengenai
ertanggungjawaban akhir proses likuidasidan pengumuman
alamsurat kabar mengenai pelunasan dan pembebasan kepada
ikuidator a.tau kura.tor oleh RBPS, Pengadilan· atau Hakim
Pengurus;
engumuman dalam Surat Kabar mengenai.· hasil penggabungan
tau peleburan atau pemisahan murni.
apatdilihat, dokumen pendukung atas· perubahan data yang
tukan pada Pasal IS· PERMEN No. M-Ol HT 01-10/2007, sangat
ariabel.Dokumen pendukungnya berbeda untuk masing-masing
bahan data. Perseroan yang terja.di. Bntuk perubahan data
lJubaran Perseroan saja, berbeda dokumen pendukungnya sesuai
an apa yang menjadi dasar terjadinya pembubaran. Pembubaran
roanberdasar keputusan RBPS berbeda dokumen pendukung
dengan pembubaran
d. Menteri Atau Dirjen AHU, Dapat Menyatakan Tidak Kebera

Berdasar Pasal14 PERMEN dimaksud mengatakan, ketentuan p


4 PERMEN ini mutatis mutandis berlaku bagi penyampaian pem~
ritahuan perubahan AD dan perubahan data Perseroan. Den
demikian, bertitik tolak dari Pasal4 tersebut, Menteri atau Dirjen A .
dapat menyatakan "tidak keberatan" atau "menolak" pemberitah~
perubahan AD atau perubahan data Perseroan yang disampai1
Notaris melalui Sisminbakum tersebut. Selanjutnya Pasal 4 ayatl
PER MEN itu menyatakan, pernyataan tidak keberatan atau penolaJJ
pemberitahuan, dilakukan langsung oleh Menteri atau Dirjen A~
melalui Sisminbakum juga. I
Juga berdasar Pasal 14 PERMEN ini mengatakan, ketentuan p~
5 mutatis mutandis berlaku bagi penyampaian pemberitahuan pel
bahan AD dan perubahan data Perseroan. Oleh karena itu, ses~
dengan Pasal 5 ayat (1), apabila FIAN Model III dan keterang
dokumen pendukung telah sesuai dengan peraturan perundat:
undangan, Menteri atau Dirjen AHU:
• menyatakan "tidakkeberatan" atas pemberitahuan perubahani;
atau perubahan data Perseroan yang disampaikan Notaris,
• pernyataan tidak keberatan itu, dilakukan Menteri atau Dirj
AHU langsung melalui Sisminbakum.
Sesuai dengan Penjelasan Pasal 10 ayat (3) UUPT 2007, ya
dimaksud dengan "langsung" adalah pada saat yang bersamaa
II

dengan saat permohonan pengesahan badan hukum Perseroan. Ji


ketentuan ini diterapkan secara analog atau mutatis mutandis kepa
pemberitahuan, berarti pernyataan tidak keberatan langsu
dilakukan Menteri atau Dirjen AHU pada saat yang bersamaan deng
saat penyampaian pemberitahuan olehNotaris.
Sebaliknya, jika FIAN Model III dan keterangan dokurn
pendukung tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan:
• Menteri atau Dirjen AHU langsung memberitahukan "per
lakan" pemberitahuan perubahan AD atau perubahan d,
Perseroan yang disampaikan Notaris,
emberitahuan penolakan pemberitahuan, disertai dengan alasan
epada Notaris melalui Sisminbakum.
mberitahuan penolakan ini pun harus dilakukan Menteri atau
AHU pada saat yang bersamaan dengan saat penyampaian
ritahuan perubahan AD atau data Perseroan tersebut.

rdasarkan Pernyataan Tidak Keberatan, Notaris Wajib Me-


ampaikan Pemberitahuan Secara Fisik
£iyang disinggung di atas, berdasar Pasal14 PERMEN No. M-
01-10/2007, Pasal 5 PERMEN ini mutatis mutandis berlaku bagi
paian pemberitahuan perubahan AD dan perubahan data
oan.
a demikian halnya, oleh karena ketentuan Pasal 5 PERMEN itu
dengan ketentuan Pasal 10 ayat (5) UUPT 2007, maka
an ini pun dengan sendirinya mutatis mutandis berlaku bagi
paian pemberitahuanperubahan AD dan pemberitahuan
an data Perseroan. Dengan demikian, jika Menteri atau Dirjen
elah menyampaikan pernyataan tidak keberatan melalui
bakum atas penyampaian pemberitahuan dimaksud,
aan dengan itu:
faris /lwajib// menyampaikan /lsecara fisik//:
surat pemberitahuan, dan
dilampiri dengan dokumen pendukung.
f pemberitahuan secara fisik yang dilampiri dengan dokumen
ukung, wajib disampaikan kepada Menteri atau Dirjen AHU
jangka waktu30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal
yataan tidak keberatan melalui Sisminbakum dilakukan.
genai dokumen pendukung pemberitahuan secara fisik
AD yang tidak termasuk kategori perubahan tertentu yang
asal· 21 ayat (2) UUPT 2007 dan Pasal 8 ayat (2) PERMEN
HT 01-10/2007 atau perubahan data Perseroan merujuk
etentuan Pasal15 PERMEN tersebut. Dan mengenai hal itu
jelaskan di atas.
f. Jika Semua Persyaratan Dipenuhi, Menteri atau Dirjen A1IU
Menerbitkan Surat Pelterimaan Pemberitahuan
Sesuai dengan ketentuan Pasal 5 ayat (3) PERMEN dimaksud
mengatakan jika semua persyaratan penyampaian pemberitahu~
secara fisik dipenuhi Notaris secara lengkap:
1) Menteri atau Dirjen AHU menerbitkan "Surat penerimaan
pemberitahuan" perubahan AD atau perubahan data Perseroan
yang disampaikan,
2) jangka waktu penerbitan surat penerimaan pemberitahuan, paling
lambat 14 (empat belas) hari dari tanggal pemberitahuan
disampaikan,
3) Surat penerimaan pemberitahuan tersebut, ditandatangani
Menteri atau Dirjen AHU secara elektronik".
II

Tanda tangan elektronik menurut Penjelasan Pasal 10 ayat (6)


UUPT 2007 adalah tanda tangan yang dilekatkan atau disertakan pacta
data elektronik oleh pejabat yang berwenang, yang membuktikan
keautentikan data berupa gambar elektronik dari tanda tangan peja-
bat yang berwenang tersebut yang dibuat melalui media komputer.

g. Menteri Atau Dirjen AHU, Memberitahukan kepada Notaris, jika


Persyaratan Pemberitahuan Tidak Terpenuhi
Berdasar Pasal14 PERMEN dimaksud menegaskan juga bahwa Pasa!
6 PER MEN ini mutatis mutandis berlaku bagi penyampaian
pemberitahuan perubahan AD yang tidak termasuk kategori
perubahan tertentu dan perubahan data Perseroan. Adapun Pasa! 6
PERMEN ini berkaitan langsung dengan PasallO ayat (7) UUPT 2007,
yang mengatur hal yang berkenaan dengan penyelesaian permohonan
pengesahan yang tidak memenuhi syarat.
Sehubungan dengan itu, berarti PasallOayat (7) UUPT 2007, juga
mutatis mutandis berlaku bagi penyampaian pemberitahuan AD dan
perubahan data Perseroan. Sehingga jika ketentuan itu diterapkan
kepada penyampaian pemberitahuan perubahan AD dan perubahan
data Perseroan, berarti apabila pemberitahuan yang disampaikan
Notaris tidak memenuhi persyaratan jangka waktu dan kelengkapan
dokumen pendukung:

_ Hukum Perseroan Terbatas


enteri atau Dirjen AHU, langsung memberitahukan hal itu
epada Notaris yang bersangkutan melalui Sisminbakum, dan
emberitahuan itu disertai dengan penegasan, bahwa persyaratan
idak keberatan yang diberikan "menjadi gugur".
ecuali apabila Notaris dapat membuktikan telah menyampaikan
eritahuan dalam jangka waktu yang ditentukan yang dilampiri
dokumen pendukung yang lengkap sesuai dengan ketentuan
ran perundang-undangan yang berlaku, dalam hal ini sesuai
Pasal15 PERMEN No. M-01 HT 01-10/2007.
hal yang demikian, pernyataan tidak keberatan tidak
gugur. Dengan demikian, menurut Pasal 6 ayat (3) PERMEN
i:ka Notaris dapat membuktikan:
riyampaian pemberitahuan secara fisik telah dilampiri dengan
kumen pendukung secara lengka.p sebagaimana yang disebut
15 PERMEN ini, serta disampaikan dalam waktu 30 (tiga
luh) hari dari tanggal pernyataan tidak keberatan,
am kasus yang seperti ini, Notaris dapat menyampaikan lagi
ara fisik "Surat pemberitahuan kedua" yang dilampiri dengan
kumen pendukung,
rtyampaian secara fisik surat pemberitahuan kedua, disam-
'kan paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejaktanggal
fuberitahuan persyaratan tentang jangka waktu dan dokumen
ndukung "tidak dipenuhi".
cara penyelesaian penolakan pemberitahuan apabila
dapat membuktikan, bahwa pemberitahuan yang disam-
melalui Sisminbakum telah memenuhi syarat batas waktu
rsyaratan dokumen pendukung.

ses Penyelesaian Jika Pernyataan Tidak l(eberatan Menjadi


ur
mutatis mutandis dengan ketentuan Pasal 6 ayat(l) PER-
o.M-Ol HT 01-10/2007, jika persyaratan tentang jangka waktu
l~ngkapan dokumen pendukung tidak dipenuhi pe-mohon/
;pernyataan tidak l<elJeratam
, Dalam kasus yang demikian, proses atau tata cara penyelesaian
pemberitahuan diterapkan secara analog atau mutatis mutandis aerlQ';:l1
ketentuan Pasal 6 ayat (4) PERMEN tersebut:
1) Notaris dapat menyampaikan kembali pemberitahuan untlj.
mengubah surat penerirnaan pemberitahuan atas perubahan A
atau perubahan data Perseroan dari Menteri atau Dirjen ABU,
2) pemberitahuan kembali, disarnpaikan Notaris:
• melalui Sisminbakum,
• caranya, mengisi PIAN Model III,
• dilengkapi dengan keterangan dokurnen pendukung,
3) batas jangka waktu penyarnpaian pemberitahuan kembali, adal
60 (enarn puluh) hari dari tanggal akta Pemyataan Notaris tentan
perubahan AD atau perubahan data Perseroan itu dibuat.
Kalau Notaris tidak mengajukan atau terlarnbat menyarnpaik
pemberitahuan kembali dalarn jangka waktu ditentukan, maka analo
dengan ketentuan Pasal 6 ayat (5) PERMEN No. M-01 HT 01-10/200
1) Akta Pernyataan N otaris tentang perubahan AD atau dat
Perseroan "batal" sejak lewatnya jangka waktu tersebut, dan
2) AD dan data Perseroan kembali kepada keadaan sebelum ad
keputusan RUPS atas perubahan AD atau data Perseroan itu.
Dernikian ruang lingkup tata cara penyarnpaian pemberitahu
perubahan AD yang tidak termasuk perubahan tertentu yang diseb i

pada Pasal 21 ayat (2) UUPT 2007 dan Pasal 8 ayat (2) PERMEN No
1
M-01 HT 01-10/2007 yang dianggap penting untuk dibicarakan.1
I
i. Tata Cara Penyampaian Pemberitahuan Perubahan AD dan Dati
Perseroan oleh Notaris yang Wilayah Kerjanya BelumMempunya,
]aringan Elektronik
Mengenai tata cara penyarnpaian pemberitahuan perubahan AD atal
perubahan data Perseroan bagi Notaris yang wilayah kerjanya belun
mempunyai jaringan elektronik atau jaringan elektroniknya tidak dapa
digunakan yang diumumkan resmi oleh Pemerintah RI, merujuJ
kepada ketentuan Pasal16 PERMEN No. M-01 HT 01-10/2007, sebaga
berikut:
1) Notaris dapat menyarnpaikan pemberitahuan secara "manual",
2) penyarnpaian pemberitahuan secara manual, dilarnpiri:
dokumen pendukung yang disebut Pasal 15 PERMEN ini,
Surat Keterangan dari Kepala Kantor Telekomunikasi (PT
Telkom Tbk) setempat yang menyatakan bahwa wilayah kerja
Notaris yangbersangkutan belum terjangkau oleh fasilitas
internet.
Demikian eara manual penyampaian pemberitahuan perubahan
yang tidak termasuk kategori perubahan tertentu yang disebut
21 ayat (2) UUPT 2007 dan Pasal 8 ayat (2) PERMEN No. M-Ol
01-10/2007, dan penyampaian pemberitahuan perubahan data
seroan.

Bagian Ketiga, Paragraf I, mengatur Daftar Perseroan yang


atas Pasal29, jadi hanya terdiri atas satu pasal saja.

Yang Menyelenggarakan Daftar Perseroan


29 ayat (1) menegaskan, Daftar Perseroan diselenggarakan" oleh
/I

teri. Berbeda dengan ketentuan Pasal 21 UUPT 1995. Tidak


gatur seeara spesifik Daftar Perseroan. Yang dikenal adalah Daftar
sahaan. Apa yang dimaksud dengan Daftar Perusahaanmenurut
'elasan Pasal 21 ayat (1) UUPT 1995, adalah daftar peru-sahaan
gaimana yang dimaksud dalam UU No.3 Tahun 1982 tentang
b Daftar Perusahaan di Departemen Perdagangan. Sedang pada
a KUHD, Daftar Perseroan diselenggarakan oleh Panitera
adilan Negeri (semula Raad van ]ustitie). Hal itu ditegaskan pada
38 ayat (2) KUHD. Para Perserowajib mendaftarkannya dalam
t91' Umum di Kepaniteraan Pengadilan Negeri di wilayah hukum
pat Perseroan berkedudukan. Baik sistem pendaftaran yang diatur
.fl Pasal21 UUPT 1995 maupun pada Pasal 38 KOHD, tidak dianut
oleh Pasal 29 UUPT 2007. Ketentuan-ketentuan itu, ditinggalkan.
neul keinginan bagi pembuat undang-undang untuk menem-
an semua administrasi dan dokumen Perseroan disentralisasi atau
satkan di bawah satu. atap yakni di DEPHUK & HAM. Dengan
sentralisasiini, pengurusan administrasi Perseroan tidak terpisah
a beberapa instansi. Orang yang berkepentingan untuk mengetahui
identitas dan perubahan AD suatu Perser,,?an, dapat melakukann.ya.
pada satu instansi saja.
Perlu diingat penegasan ketentuan Pasal29 ayat (5), bahwa Dafta}
Perseroan "terbuka untuk umum". Siapa saja dapat melihatnya di
DEPHUK & HAM. Tidak terbatas hanya orang tertentu saja. Ketentuan
ini bersifat hukum memaksa (dwingendrecht, mandatory rules). Oleh
karena itu, ketentuan ini jangan hanya teori saja, tetapi para pejabat
yang bertugas di bidang ini, harus memberi pelayanan yang baik tanpa
pamrih meminta imbalan.

2. Data yang Dimuat Dalam Daftar Perseroan


Mengenai data apa saja yang dimuat dalam Daftar Perseroan, disebut
pada Pasal 29 ayat (2) UUPT 2007, meliputi:
a. nama dan tempat kedudukan, maksud dan tujuan serta kegiatan
usaha, jangka waktu pendirian dan permodalan,
b. alamat lengkap Perseroan sebagaimana yang dimaksud dalam
Pasal5,
c. nomor dan tanggal akta pendirian dan Keputusan Menteri
mengenai Pengesahan badan hukum Perseroan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4),
d. nomor dan tanggal akta perubahan AD dan persetujuan Menteri
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1),
e. nomor dan tanggal akta perubahan AD dan tanggal penerimaan
pemberitahuan oleh Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pas a!
23 ayat (2),
f. nama dan tempat kedudukan notaris yang membuat akta
pendirian dan akta perubahan AD,
g. nama lengkap dan alamat pemegang saham, anggota Direksi, dan
anggota Dewan Komisaris Perseroan,
Mengenai nama lengkap dan alamat pemegang saham Perseroan
Terbuka dibuat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan di bidang Pasar Modal. Hal ini sesuai dengan ketentuan
Pasal29 ayat (4),
h. nomor dan tanggal akta pembubaran atau nomor dan tangg a1
penetapan pengadilan tentang pembubaran Perseroan yang telah
diberitahukan kepada Menteri,

EDI HukumPerseroan Terbatas


erakhimya status badan hukum Perseroan,
neraca dan laporan laba rugi dari tahun buku yang bersangkutan
tragi Perseroan yang wajib diaudit.
ari data-data yang hams dicantumkan dalam Daftar Perseroan,
dikatakan merupakan aspek yang berisi informasi untuk
getahui secara objektif keadaan Perseroan secara keseluruhan.

anggal Pemasukan Data Perseroan Dalam Daftar Perseroan


Perseroan yang dimasukkan dalam Dattar sebagaimana dijelaskan
s, dimasukkan pada tanggal"yang bersamaan" dengan tanggal:
eputusan Menteri mengenai pengesahan Perseroan menjadi
.adan hukum, atau tanggal persetujuan Menteri atas perubahan
D yang memerlukan persetujuan,
il:nerimaan pemberitahuan perubahan AD yang tidak memer-
kan persetujuan, atau
enerimaan pemberitahuan perubahan data Perseroan yang bukan
erupakan perubahan AD.
g dimaksud dengan "perubahan data Perseroan" menurut
asan Pasal 29 ayat (4) huruf c adalah antara lain data tentang
,indahan hak" atas saham,. penggantian anggota Direksi dan
Komisaris, pembubaran Perseroan.
emikian pokok-pokok uraian yang berkenaan dengan ruang
l4P Daftar Perseroan sedang ketentuan lebih lanjut mengenai
,'Perseroan menurut Pasal29 ayat (6), diatur lebih lanjut dengan
EN.

:ENGUMUMAN PERSEROAN
enai pengumuman Perseroan diatur pada BAB II, Bagian Ketiga,
af 2 yang terdiri atas Pasal30 UUPT 2007. Yang penting untuk
t mengenai Pengumuman Perseroan sesuai dengan ketentuan
30 tersebut adalah sebagai berikut.

g Wajib Melakukan Pengumuman, Menteri


1l.Cilnya dengan penyelenggaraan Dattar Perseroan, Pengu-
pun dibebankan Pasal 30ayat (1) kepada Menteri.
2. Pengumuman Dalam Tambahan Berita Negara Republik
Indonesia (TBN RI)
Agar pengumuman Perseroan sah menurut hukum, harus
dicantumkan secara khusus dalarn TBNRI. Tidak sah dalam Surat
Kabar, karena tidak sesuai dengan medium yang ditentukan undang_
undang.

3. Materi Yang Harus Diumumkan dalam TBN


Materi yang harus diumumkan dalarn TBN terdiri atas:
a. akta pendirian Perseroan beserta Keputusan Menteri sebagaimana
dimaksud dalarn Pasal 7 ayat (4),
b. akta perubahan AD Perseroan beserta Keputusan Menteri
sebagaimana dimaksud dalarn Pasal 21 ayat (1);
c. akta perubahan AD yang telah diterima pemberitahuannya oleh
Menteri.

4. Jangka Waktu Melakukan Pengumuman


Tentang kapan waktu pengumuman harus dilakukan Menteri dalam
TBN digariskan pada Pasal 30 ayat (2) UUPT 2007:
• dalarn waktu paling larnbat 14 (empat belas) hari terhitung sejak
tanggal diterbitkan Keputusan Menteri mengenai "pengesahan"
Perseroan menjadi badan hukum,
• dalarn waktu paling larnbat 14 (empat belas) hari terhitung sejak
tanggal diterbitkan Keputusan Menteri mengenai "persetujuan"
perubahan AD tertentu yang memerlukan persetujuan Menteri;
• dalarn waktu paling larnbat 14 (empat belas) hari terhitung sejak
tanggal diterima perubahan AD yang tidak memerlukan
persetujuan.
Selanjutnya Pasal 30 ayat (3) mengatakan, mengenai tata cara
pengumuman, dilaksanakan Menteri sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Sehubungan dengan pengumuman ini, terkandung dua perma-
salahan hukum yang perlu mendapat perhatian.
Pertarna; pengumuman dari segi hukum, merupakan asas "pub-
lisitas" (publiciteit, publicity) kepada masyarakat atau pihak ketiga.

Em Hukum Perseroan Terbatas


ahannya kepada pihak ketiga sebagai Perseroan boleh dikata-
igantungkan pada pengumumannya dalam TBN. Oleh karena
eskipun Perseroan telah mendapat pengesahan dari Menteri
ff~f1:JCldan hukum atau perubahan AD telah mendapat perse-
~~enteri maupun telah disampaikan pemberitahuannya, maka
clfthalitu belum diumumkan dalam TBN, belum san dan belum
'kat kepada pihak ketiga.
edua; kelalaian (negligence) Menteri mengumumkan pengesahan
oan sebagai badan hukum, atau kelalaian mengumumkan
tujuan atau pemberitahuan perubahan AD dari tenggang waktu
ditentukan Pasal30 ayat (2) UUPT 2007, dapat dikategori sebagai
tan melawan hukum berdasar Pasal1365 KUH Perdata. Bentuk
(ltan melawan hukum yang terjadi dalam kasus yang demikian,
.ikualifikasi melanggar kewajiban hukum yang dipikulkan
(lTIya (breach of duty care) atau penyalahgunaan wewenang (abuse
hority) yang merugikan Perseroan yang bersangkutan,
'ungan dengan itu, apabila Menteri lalai mengumumkan
'ahan, persetujuan atau pemberitahuan perubahan AD dalam
enteri bertanggung jawab atas segala kerugian yang timbul
lalaian itu.
BABJ

BAB III UUPT 2007, mengatur modal dan saharn Perseroan. Hal itulah
yang dibahas pada uraian ini.

A. MODAL PERSEROAN
Pada alinea ketujuh Penjelasan Umwn dikemukakan, dalarn undang-
undang ini, ketentuan mengenai struktur modal" Perseroan tetap
IJ

sarna dengan apa yang diatur dalarn UUPT 1995. Tetap terdiri atas
"modal dasar" (statutair kapital, nominal/authorized capital), "modal
ditempatkan" (geplaats kapital, issued/subscribed capital), dan "modal
disetor" (gestort kapital, paid-up capital)1). Tentang hal ini pun
ditegaskan dalarn Penjelasan Pasal 41 ayat (1) UU PT 2007, bahwa
yang dimaksud dengan "Modal Perseroan" adalah modal dasar, modal
ditempatkan, dan modal disetor. Narnun demikian, terdapat perbeda-
an mengenai dua hal. Pertama, besarnya modal dasar, diubah menjadi
paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). Kedua,
kewajiban penyetoran atas modal ditempatkan harus penuh, sedang
mengenai pembelian kembali saharn yang telah dikeluarkan menurut
Penjelasan Umum, pada prinsipnya tetap dapat dilakukan dengan
syarat jangka waktu Perseroan menguasai saharn yang telah dibelinya
kembali, hanya terbatas selarna 3 (tiga) tahun. Sehubungan dengan
itu, pada bagian ini akan dijelaskan hal yang berhubungan dengan
struktur permodalan Perseroan, termasuk yang berkaitan dengan

1) Ibid., Wa1terWoon,hlm. 281.

Em Hukum Perseroan Terbatas

,J.,
~rtian saham portepel", bukti penyetoran, pengeluaran saham
lI

i;ianjut, penyetoran saham dalam bentuk lain, penggunaan hak


sebagai kompensasi penyetoran saham dan larangan
eluarkan saham untuk dimiliki sendiri.

.ttuktur Modal Perseroan


bahasan struktur modal Perseroan yang akan dikemukakan pada
ini, tidak berbeda dengan penggarisan alinea ketujuh Pen-
Umum. Namun demikian, diperluas mencakup saham atau
dal portepel".

odal Dasar
I dasar (statutair capital, nominal/authorized kapital) adalah
~ nilai nominal" saham Perseroan yang disebut dalamAD. Hal
°tegaskan pada Pasal 31 ayat (1), bahwa modal dasar Perseroan
°Ii atas seluruh nilai nominal saham.
Perkataan modal (kapital, capital), mengandung arti yang
riasi. Pengertiannya bisa berbeda untuk setiap orang. Sarjana
memberi pengertian yang berbeda dengan akuntano Bahkan
ertian modal dari segi ekonomi bisa membingungkan. 2) Terlepas
pa yangdikemukakan di atas, secara umum, perkataan modal
apital dihubungkan dengan Perseroan mengandung penger-
esuatu yang diperoleh Perseroan dalam .bentuk uang melalui
bitan saham (issued a/shares). Uang itulah. yang diguna~an
rqan melancarkan kegiatan usaha dan bisnis yang ditentukan
ADo
odal dasar Perseroan padaprinsipnya merupakan total ju:rl11ah
yang dapat diterbitkan oleh Perseroan.'AD sendiri yang
ntukan berapa banyak jumlah saham yang dijadikan modal
oJu:rl11ah yang ditentukan dalam AD, merupakan "nilai nominal

.,Me Oliver and EA Marshal, hhn. 144.


Dengan demikian, setiap lembar saham, mempunyai "nilai
nominal" yang akan menjadi jumlah nilai nominal modal das ar
Perseroan, yang sama nilainya dengan nilai nominal seluruh saham.
Pasal 31 ayat (2) memberi kemungkinan menetapkan "saham
tanpa nilai nominal". Kemungkinan itu bisa terjadi apabila peraturan
perundang-undangan di bidang Pasar Modal mengatur modal
Perseroan terdiri atas saham tanpa nilai nominal.
Selanjutnya, aspek hukum yang dianggap perlu dibicarakan
berkenaan dengan modal dasar Perseroan, antara lain sebagai berikut.

1) Jumlah modal dasar harus disebut dalam AD


Aspek yuridis pertama, besarnya modal dasar Perseroan, harus disebut
dan dicantumkan dalam AD:
a) jumlah modalnya harus "terbagi" dalam saham dengan nilai
nominal yang pasti (fixed nominal values),
b) namun dapat diperbesar jumlahnya dengan menerbitkan saham
baru.

2) Batas minimal modal dasar


Mengenai batas minimal modal dasar (authorized minimum), adalah
jumlah yang "paling rendah" yang dibenarkan undang-undang
dicantumkan dalam AD. Kurang dari jumlah batas minimal tersebut,
tidak dibenarkan. Berdasar Pasal 32 ayat (1) UUPT 2007, modal dasar
Perseroan yang dibenarkan, "paling sedikit" Rp50.000.000,00 (lima
puluh juta rupiah). Lebih dari itu tidak dilarang. Dahulu pada Pasal
25 ayat (1) UUPT 1995, modal dasar Perseroan paling sedikit
Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah). Ada perubahan dalam UUrT
2007, dengan jalan meningkatkan menjadi Rp50.000.000,00 (lima
puluh juta rupiah).

3) Undang-undang yang mengatur kegiatan usaha tertentu, dapat


menentukan jumlah minimum yang lebih besar
Pasal32 ayat (2) membuka kemungkinan menetapkan jumlah minimal
modal dasar Perseroan yang lebih besar dari Rp50.000.000,00 (lima
puluh juta rupiah). Kemungkinan itu terbuka bagi Perseroan yang

~ Hukum Perseroan Terbatas


$ukan kegiatan usaha tertentu dengan syarat hal itu ditentukan
undang-undang yang mengatur kegiatan usaha tertentu itu.
dimaksud dengan "kegiatan usahatertentu" menurut Penjelasan
32 ayat (2), antara lain usaha perbankan,. asuransi, atau freigt/
rding.

erubahan besarnya modal dasar, merupakan perubahan AD tertentu


i dengan ketentuan Pasal 21 ayat (2) huruf d UUPT 2007,
ahan AD mengenai besarnya modal dasar, termasuk perubahan
tertentu"· yang memerlukan "persetujuan" Menteri.
pleh memperbesar atau memperkecil jumlah modal yang dite-
dalam AD. Cuma perubahan itu harus sesuai dengantata cara
ditentukan Pasal21 dan Pasa122 sertaharus diminta persetujuan
eri seperti yang sudah dijelaskan pada pembahasan perubahan

erubahan batas minimal modal dasar ditetapkan dalam bentuk PP


fig besarnya batas minimum modal dasar sebesar
000.000,00 (lima puluhjuta rupiah) yang digariskan pada Pasal
t (1) dalam perjalanan, kemungkinan besar tidak sesuai dengan
fubangan perekonomian di masa yang akan datang. Untuk
antisipasi perubahan perekonomian yang cepat dan drastis pada
ekarang, perlu diatur cara mengubah jumlah modal dasar melalui
q. peraturan perundang-undangan yang lebih mudah dan
bana. Perubahan ketentuan Pasal 32 ayat (1) tidak perlu melalui
atau amandemen UUPT 2007. Hal itu dianggap menghambat
an perkembangan hukum yang mendesak. Oleh karena itu,
melalui sarana hukum yang berbentuk Peraturan Pemerintah
'ggatidakperlu m.elalui proses yang berbelit melibatkan campur
DPR atau badan legislatif.

odal Ditempatkan
yang dikemukakan dalam Penjelasan Umum, "modal
patkan" (geplaats kapital, issued/subscribed capital) merupakan
satu struktur modal Perseroan.
Pengertian modal ditempatkan adalah jurnlah saharn yang sudah
diarnbil pendiri atau pemegang saharn, dan saharn yang diarnbil itu
ada yang sudah dibayar dan ada pula yang belum dibayatJ). Kal au
begitu, modal ditempatkan adalah modal yang disanggupi pendiri4)
atau pemegang saharn untuk dilunasinya, dan saharn itu telah diserah_
kan kepadanya untuk dimiliki. Berdasar ketentuan Pasal 33 ayat (1)
UUPT 2007, "paling sedikit" 25% (dua puluh lima persen) dari modal
dasar, harus ditempatkan. Tidak ada perbedaan dengan apa yang
ditentukan dulu pada Pasal 26 ayat (1) UUPT 1995, yakni pada saat
pendirian Perseroan, paling sedikit 25% dari modal dasar harus telah
ditempatkan. Baik UUPT 2007 maupun UUPT 1995, sarna-sarna me-
nentukan secara imperatif, 25% dari modal dasar harus telah
ditempatkan pada saat pendirian Perseroan.

c. Modal Disetor
Struktur atau bentuk modal Perseroan yang ketiga, disebut "modal
disetor" (gestort kapital, paid-up capital), yakni
• saharn yang telah dibayar penuh oleh pemegang atau pemiliknya,
• jadi modal disetor adalah modal yang sudah dimasukkan
pemegang saharn sebagai pelunasan pembayaran saharn yang
diarnbilnya sebagai modal yang ditempatkan dari modal dasar
Perseroan.
Mengenai posisi modal ditempatkan dengan modal disetor, perlu
diperhatikan ketentuan Pasal 33 ayat (1) UUPT 2007, yang berbunyi:
Paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) dari modal dasar seba-
gaimana dimaksud dalam Pasal 32 harus ditempatkan dan disetor
penuh.
Berdasar ketentuan ini, paling sedikit 25% dari modal dasar:
• harus telah ditempatkan, dan
• juga harus telah disetor pada saat pendirian Perseroan.

3) Ibid., Achmad Ichsan, hIm. 167.


4) Ibid., lIMN Purwosutjipto, S.H., hlm. 103.
~ekiranya modalditempatkan diambil para pendiri 500/0 atau 700/0
'Yfmodal dasar, berdasar Pasal 33 ayat (1)· dihubungkan dengan
tuan Pasal 33 ayat· (3) dan Penjelasannya harus disetor penuh.
ya modal ditempatkan 500/0 dari modal dasar. Berarti yang harus
penuh 500/0. Tidak dapat diangsur. Sebab Penjelasan Pasal 33
(3) menegaskan, tidak dimungkinkan penyetoran atas saham
an cara IJ'mengangsur".
~truktur modal ditempatkan dan modal disetor yang diatur dalam
33 UUPT 2007, agak berbeda dengan Pasal25UUPT 1995. Pada
1995, memang ditentukan paling sedikit250/0 dari modal dasar,
telah ditempatkan. Akan tetapi yang harus disetor tidak penuh
Boleh paling sedikit 500/0 dari modal ditempatkan, jadi 500/0 dari

engenai penyetoran modal yang ditempatkan menurut Pasal


(2), dibuktikan dengan IJ'tanda bukti penyetoran yang sah".
rut Penjelasan pasal ini, bu.kti penyetoran yangsah, antara lain
§etoran pemegang saham ke dalam rekening bank atas nama
oan, data··.laporan keuangan yang telah ·diaudit oleh akuntan,
eraca Perseroan yang ditandatangani olehDireksi dan Dewan
aris.
gaimana mengenai pengeluaran saham lebih.lanjut? Mengenai
telah diatur pada Pasal33 ayat (3) UUPT 2007:
eh dilakukan pengeluaran saham untuk menambah modal
e1l1patkan,
tetapi setiap kali dilakukan pengeluaran saham ditempatkan,
s disetor penuh.
enfuan ini menurut Penjelasan pasal ini,men.1pakan IJ'pene-
tidak dimungkinkan penyetoran atas saham dengan cara
ditempatkan sebesar 75%. Setiap saat saham portefel dapat
dikeluarkan untuk menambah modal ditempatkan (issued/subscribed
capital). Namun cara pengeluarannya harus tunduk kepada ketentuan
Pasal 33 ayat (3) UUPT 2007. Pasal ini telah menegaskan pengeluaran
saham lebih lanjut yang dilakukan dalam rangka untuk menambah
modal ditempatkan "harus disetor penuh". Pembayarannya tidak
boleh dilakukan secara "mengangsur".

3. Penyetoran Saham Dalam Bentuk Lain


Pasal 34 ayat (1) UUPT 2007 mengatakan, penyetoran atas modal
saham:
• dapat dilakukan dalam "bentuk uang",
• dan/atau dalam ''bentuk lainnya".

a. Syarat-Syarat yang Harus Dipenuhi


Menurut Pehjelasan pasal ini, pada umumnya penyetoran saham
adalah dalam "bentuk uang". Tetapi tidak ditutup kemungkinan
penyetoran saham dalam "bentuk lainnya" dengan ketentuan:
(1) baik berupa benda berwujud maupun benda tidak berwujud,
(2) dapat dinilai dengan uang,
(3) secara nyata telah diterima oleh Perseroan,
(4) penyetoran saham dalam bentuk lain selain uang, harus disertai
"rincian" yang menerangkan nilai atau harga, jenis atau macam,
status, tempat kedudukan dan lain-lain yang dianggap perlu demi
kejelasan mengenai penyetoran tersebut.
Demikian syarat-syarat yang harus dipenuhi, agar penyetoran
saham dalam bentuk lain, dapat dibenarkan hukum. Bentuk
penyetoran saham bentuk lain, biasa disebut "pemasukan barang"
modal atau "inbreng" atau "capital brought in to/put into the business".

b. Penilaian Ditentukan Berdasar Nilai Wajar


Berdasar Pasal 34 ayat (2) UUPT 2007, penyetoran modal saham yang
dilakukan dalam bentuk lain, penilaian setoran modal saham tersebut,
ditentukan berdasarkan "nilai wajar" (fair value):

. . . Hukum Perseroan Terliatas


itetapkan sesuai dengan "harga pasar" (market values), atau
Rrdasar "penilaian ahli" yang tidak terafiliasi dengan Perseroan.
ara penerapan "nilai wajar" sesuai dengan nilai pasar atas barang
yang dimasukkan sebagai setoran saham, dikemukakan pada
asan Pasal 34 ayat (2) dengan penggarisan:
ula-mula nilai wajar itu ditentukan sesuai dengan "nilai pasar"
arket value),
al.1ilai pasar tidak tersedia, nilai wajar ditentukan berdasar
Rknik penilaian" yang paling sesuai dengan karakteristik setoran,
tdasar informasi yang relevan dan terbaik.
ang penerapan ahli yang tidak terafiliasi dengan Perseroan
II

yang:
mempunyai hubungan keluarga karena perkawinan atau
runan sampai derajat kedua, baik secara horizontal maupun
rfikal dengan pegawai, anggota Direksi, Dewan Komisaris, atau
rpegang saham dari Perseroan,
ak mempunyai hubungan dengan Perseroan karena adanya
am.aan satu atau lebih anggota Direksi atau Dewan Komisaris,
ak mempunyai hubungan pengendali dengan Perseroan baik
maupun tidak langsung, dan/atau
mempunyai hubungan kepemilikan saham dalam Perseroan
200/0 atau lebih.
ikian patokan menentukan nilai wajar atas pemasukan modal
ang berbentuk benda lain di luar uang.

gumuman Penyetoran Saham yang Berbentuk Benda Tidak


erak
penyetoran saham dalam bentuk lain terdiri atas "benda tidak
k" (onroerend goed, inmovable property), penyetoran itu
Pasal 34 ayat (3) UUPT 2007:
s "diumumkan" dalam 1 (satu) Surat Kabar atau lebih,
gumuman dilakukan, dalam jangka waktu 14 (empat belas)
setelah Akta Pendirian ditandatangani atau setelah RUPS
utuskan penyetoran saham tersebut.
Maksud pengumuman itu menurut Penjelasan pasal tersebu
untuk memenuhi asas publisitas, yakni agar diketahui umum d
memberi kesempatan kepada pihak yang berkepentingan untu
mengajukan keberatan atas penyetoran benda tersebut sebagai setor
modal saham, padahal benda itu bukan milik penyetor, tetapi
pihak ketiga.

4. Kompensasi Tagihan Pemegang Saham Kreditor Alas Kewa


jiban Penyetoran Harga Saham
Apakah pemegang saham atau kreditor yang mempunyai tagih
terhadap Perseroan, dapat menggunakan hak tagih itu sebaga
"kompensasi" kewajiban penyetoran atas harga saham yang tel
diambilnya? Misalnya A mempunyai tagihan terhadap Perseroan
Lantas dia mengambil saham Perseroan yang senilai denga
tagihannya. Apakah dalam kasus yang demikian undang-undan
membenarkan pembayaran setoran saham itu dapat dikompensas
dengan tagihannya berdasar Pasal 1425 KUH Perdata? Bukank
menurut Pasal 1425 KUH Perdata, apabila terjadi perjumpaan utang
dengan sendirinya menurut hukum (van rechtswege, ipso jure) terja
penghapusan utang (ipso jure campensatur).
Menghadapi kasus perjumpaan utang yang demikian, Pasa! 3
UUPT 2007, telah mengatur cara penyelesaian yang dapat dibenarkan
hukum.

a. Prinsipnya, Hak Tagih Tidak Dapat Digunakan Sebagai


Kompensasi Penyetoran Harga Saham
Berdasar Pasal 35 ayat (1), pada prinsipnya hak tagih yang dimiliki
pemegang saham atau kreditor terhadap Perseroan, tidak dapat
dikompensasi (schuldvergeljking, set-off) untuk membayar kewajiban
penyetoran atas harga saham yang diambilnya.
Bertitik tolak dari ketentuan ini, tidak segala jenis .. '-'-F).LLL'.......

r\01'Y\0.~':lrlrr atau
..... 1.-1U.L<.AJLLL V1"0,;11-'....

pelunasan pembayaran setoran saham


1425
penyetoran harga saham yang diambil.
ebolehan Mengkompensasi Hak Tagih
ip larangan mengkompensasi hak tagih dengan kewajiban
toran atas harga saham yang telah diambil, tidak bersifat mutlak.
dilakukan kompensasi atas hak tagih terhadap Perseroan, apabila
uhi ketentuan yang digariskan Pasal 35 ayat (1) dan (2) UUPT

pensasi hak tagih Udisetujui" RUPS


t pertama agar hak tagih pemegang saham atau kreditor dapat
pensasi sebagai penyetoran kewajiban pembayaran atas saham
elah diambilnya, hams "disetujui" RUPS.
njelasan Pasal 35 ayat (1) tersebut mengatakan, diperlukannya
fujuan RUPS adalah untuk menegaskan, bahwa hanya dengan
juan RUPS dapat dilakukan kompensasi, karena dengan
'juinya kompensasi, "hak didahulukan" (voorrecht, right of
pemegang saham lainnya untuk mengambil saham baru,
sendirinya dilepaskan.
rIll diingat penegasan Pasal25 ayat (3) UUPT 2007. Keputusan
yang menyetujui kompensasi hak tagih pemegang saham atau
rsebagai setoran saham yang mereka ambil, bam sah apabila
a RUPS mulai dari panggilan rapat, kuorum, dan jumlah suara,
xkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku untuk "perubahan"

i RUPS yang sah untuk mengambil keputusan menyetujui


mpensasi hak tagih pemegang saham atau kreditor, harus
rujuk kepada ketentuan Pasal 88 ayat (1) UUPT 2007:
kuorum kehadiran paling sedikit 2/3 bagian dari jumlah
seluruh saham dengan hak suara, hadir atau diwakili dalam
rapat, dan
/keputusan sah apabila disetujui 2/3 bagian dari juInlah suara
yang dikeluarkan.
karena RUPS tentang hal ihi dikategori sebagai perubahan
D, ketentuan yang diterapkan, bukan RUPS biasa sebagaimana
ang diatur Pasal 86 UUPT 2007.
2) Hak tagih terhadap Perseroan, harus memenuhi kategori tertentu
Syarat kedua agar hak tagih dapat dikompensasi menjadi setoran
saham yang diambil pemegang saham atau kreditor, harus sesuai
dengan patokan yang ditentukan Pasal 35 ayat (2): .
a) Perseroan telah menerima uang atau penyerahan benda berWujud
atau tidak berwujud yang dapat dinilai dengan uang,
b) Pihak yang menjadi penanggung atau penjamin (borg, guarantor)
utang Perseroan telah membayar lunas utang Perseroan sebesar
yang ditanggung atau yang dijamin.
Penjelasan huru£ b ini mengemukakan, yang dimaksud dengan
ketentuan ini, pihak yang menjadi penanggung atau penjarnm
utang Perseroan telah "membayar lunas" utang Perseroan I

sehingga pemegang saham atau kreditor mempunyai hak tagih


terhadap Perseroan. Konstruksi hukum yang demikian sejalan
dengan ketentuan Pasal 1820 jo. Pasal 1839 dan Pasal 1840 KUH
Perdata, yakni seorang penanggung yang telah membayar lunas
utang debitur, mempunyai "hak subrogasi" untuk menuntut
kembali apa yang telah dibayarnya kepada kreditor atas utang
debitur.
c) Perseroan menjadi penanggung atau penjamin utang dari pihak
ketiga dan Perseroan telah menerima manfaat berupa uang atau
barang yang dapat dinilai dengan uang yang langsung atau tidak
langsung secara nyata telah diterima Perseroan.
Penjelasan huru£ c menerangkan, yang dimaksud dalam ketentuan
ini, kewajiban pembayaran utang oleh Perseroan dalarn
kedudukannya sebagai penanggung atau penjamin menjadi
"hapus" hak tagih kreditor dikompensasi dengan setoran saharn
yang dikeluarkan oleh Perseroan.
Selain dari itu, perlu diingat penegasan Penjelasan Pasal 35 ayat
(2) tersebut Berdasar ketentuan ayat (2) ini, bunga dan denda yang
terutang sekalipun telah jatuh tempo/waktu dan harus dibayar,
karena secara nyata "tidak diterima" oleh Perseroan, hak tagihitu
tidak dapat dikorppensasikan sebagai setoran saham.

EFJI Hukum Perseroan Terbatas


J..,arangan Mengeluarkan Saham untuk Dimiliki Sendiri
gan mengeluarkan saham untuk dimiliki sendiri oleh Perseroan
r pada Pasal 36 UUPT 2007.

angkauan Larangan Meliputi Perseroan Lain


genai jangkauan larangan pengeluaran saham untuk dimiliki
'ri menurut Pasal 36 ayat (1), meliputi Perseroan lain yang
ya secara langsung atau tidak langsung telah dimiliki oleh
roan.
enjelasan Pasal 36 ayat (1) antara lain mengatakan, pada
5i)ipnya pengeluaran saham adalah suatu upaya pengumpulan
al, oleh karena itu kewajiban penyetoran atas saham seharusnya
ankan kepada pihak lain. Berdasar prinsip ini, demi kepastian
yang wajib membayar setoran saham adalah pihak lain di luar
roan. Pasal ini menentukan, Perseroan tidak boleh mengeluarkan
untuk dimiliki sendiri,
arang tersebut termasuk juga larangan "kepemilikan silang" (cross
yang terjadi, apabila Perseroan memiliki saham yang
arkan oleh Perseroan lain yang memiliki saham Perseroan
t, baik secara langsung maupun tidak langsung:
~ngertian kepemilikan silarig secara langsung, apabila Perseroan
~rtama memiliki saham pada Perseroan kedua tanpa melalui
pemilikan pada satu "Perseroan antara" atau lebih dan
J;>aliknya. Perseroan kedua memiliki saham pada Perseroan
ttama;
¢lang pengertian kepemilikan silang secara tidak langsung adalah
pemilikan Perseroan pertama atas saham pada Perseroan kedua
elalui kepemilikan pada satu "Perseroan antara" atau lebih dan
]z>aliknya Perseroan kedua memiliki saham pada Perseroan
rtama.

emilikan Saham Sendiri yang Tidak Dilarang


tuan larangan kepemilikan saham, tidak berlaku terhadap
'likan saham yang diperoleh Perseroan berdasar:
• perolehan karena hukum,
• karena hibah, atau
• karena hibah wasiat.
Dalam Penjelasan Pasal35 ayat (2) dikatakan, kepemilikan saharn
yang mengakibatkan pemilikan saham oleh Perseroan sendiri atau
pemilikan saham secara kepemilikan silang, tidak dilarang jika
pemilikan saham tersebut diperoleh berdasarkan perolehan karel1a
hukum, hibah atau hibah wasiat. Sebab dalam peristiwa yang
demikian, "tidak ada pengeluaran saham yang memerlukan setorau
dana" dari pihak lain sehingga tidak melanggar ketentuan laraugau
sebagaimana dimaksud pada Pasal 35 ayat (1).

c. Kewajiban Mengalihkan kepada Pihak Lain


Meskipun kepemilikan Perseroan atas saham yang diperoleh berdasar
peralihan karena hukum, hibah atau hibah wasiat dibenarkan atau
dibolehkan, namun Pasal 36 ayat (3) membatasi jangka waktu
kebolehan kepemilikan oleh Perseroan:
• hanya boleh dimiliki sendiri paling lama dalam jangka waktu 1
(satu) tahun dari atau sejak tanggal perolehan,
• sebelum lewat batas waktu tersebut, saham itu "harus dialihkau"
kepada pihak lain yang tidak dilarang memiliki saham dalam
Perseroan.
Apabila yang memperoleh pengalihan saham berdasar hukum,
hibah atau hibah wasiat adalah Perseroan yang merupakan Perusahaan
efek, berlaku ketentuan peraturan perundang-undangan di bidaug
Pasar Modal.
Yang dimaksud dengan "perusahaan efek" adalah perusahaan
sebagaimana dimaksud dalam UUPM.
Sesuai dengan ketentuan Pasal 1 angka 21 UUPM, perusahaan
efek adalah pihak yang melakukan kegiatan usaha sebagai Penjamin
Emiten Efek, Perantara Perdagangan Efek dan/atau Manajemen
Investasi.
PERlINDUNGAN MODAL DAN KEKAYAAN PER-
SEROAN
III Bagian Kedua UUPT 2007 mengatur Perlindungan Modal dan
yaan Perseroan. Pokok-pokok penting yang diatur dalam bagian
ah yang akan dibicarakan, seperti yang diuraikan berikut ini.

erseroan Dapat Membeli Kembali Saham yang Telah Dike-


uarkan
37 mengatur kebolehan Perseroan untuk "membelikembali"
yang dikeluarkan dengan ketentuan:
embelian kembali saham tersebut tidak menyebabkan kekayaan
ersih Perseroan menjadi lebih keeil dari jumlah modal yang
itempatkan ditambah eadangan wajib yang telah disisihkan.
ang dimaksud dengan "kekayaan bersih" menurut Penjelasan
asal37 ayat (1) huruf a, adalah seluruh harta kekayaan Perseroan
ikurangi seluruh kewajiban Perseroan sesuai .dengan laporan
~tuangan terbaru yang disahkan RUPS dalam waktu 6 (enam)
bu.lan terakhir.
mlah nilai nominal seluruh saham yang dibeli kembali oleh
erseroan dan gadai saham atau jaminan fidusia atas saham yang
ipegang oleh Perseroan sendiri danl atau Perseroan lain yang seeara
ngsung atau tidak langsung dimiliki oleh Perseroan, tidak
elebihi 100/0 (sepuluh persen) dari jumlah modal yang
ltempatkan dalam Perseroan, keeuali diatur lain dalam peraturan
erundang-undangan di bidang pasar modal.
edua ketentuan tersebut, tidak boleh dilampaui apabila
hendak membeli kembali saham yang telah dikeluarkan.

embelian Kembali yang Bertentangan dengan Uttdang-Undang


? telah dikemukakan ketentuan yang harus ditaati Direksi apabila
oan hendak membeli kembali saham yang telah dikeluarkan,
tunduk kepada ketentuan Pasal37. Apabila pembelian kembali
tangan dengan ketentuan tersebut, dikategori pembelian
itu "bertentangan" dengan undang-undang, karena melanggar
ketentuan Pasal 37 ayat (1) UUPT 2007. Akibat hukum ata
pelanggaran itu, diatur pada Pasal 37 ayat (2) dan (3).

1) Pembelian kembali saham itu "batal karena hukum" (van rechtsweg


nietg, ipso jure null and void)
Sesuai dengan ketentuan Pasal 1451 KUH Perdata, suatu perikat
atau transaksi yang dikategori batal demi hukum, pihak dan barangny
dipulihkan kepada keadaan semula (rechtsherstel in de vorige toesta
restitutio in integrum, restitution to the original condition). Deng
demikian, pembelian kembali itu, hams dipulihkan kepada keada
semula. Sahamnya dikembalikan kepada penjual dan hargany
dikembalikan penjual kepada Perseroan.

2) Direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas kerugia


yang ditimbulkan pembelian kembali
Akibat hukum yang kedua, Direksi secara renteng bertanggung jawa
(hoofdelijk aanspraakelijk, jointly and severaly liable) atas kerugian yan
diderita pemegang saham yang beriktikad baik yang timbul dar
pembelian kembali yang bertentangan dengan hukum.

b. Saham yang Dibeli Kembali, Hanya Boleh Dikuasai Persero


Paling Lama 3 (Tiga) Tahun
Saham yang dibeli kembali oleh Perseroan, tidak boleh dikuasai untu
selama-lamanya. Pasal37 ayat (4) UUPT 2007, "membatasi" keboleh
Perseroan untuk menguasainya. Hanya boleh dikuasai Persero
"paling lama" 3 (tiga) tahun. Pembatasan kebolehan penguasaan i
menurut Penjelasan ayat ini, dimaksudkan agar Perseroan dapa
menentukan apakah saham tersebut:
1) akan dijual kepada orang lain, atau
2) ditarik kembali dengan cara pengurangan modal Perseroan.

2. Pembelian Kembali Atau Pengalihan Lebih Lanjut, Har


Berdasar Persetujuan RUPS
Pasal 38 ayat (1) UUPT 2007, mengharuskan adanya "persetujuan'
RUPS atas pembelian kembali saham atau pengalihan lebih lanju
m yang dibeli kembali. Baik pembelian kembali maupun
ihan lebih lanjut saham tersebut:
anya boleh dilakukan Direksi berdasar "persetujuanfl RUPS,
ecuali ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan,
eputusan RUPS sah apabila dilakukan sesuai dengan ketentuan
engenai panggilan rapat, kuorum dan persetujuan jumlah suara
tuk perubahanfl AD.
II

di, RUPS untuk memberi persetujuan membeli kembali saham


elah dikeluarkan maupun untuk pengalihan lebih lanjut saham
dibeli kembali oleh undang-undang, dalam hal ini Pasal 38 ayat
UPT 2007, disamakan kategori dan sifatnya dengan RUPS
bahanfl ADtertentu yang digariskan Pasal 21 ayat (1) dan (2).
gan demikian, landasan rujukan RUPS tersebut, harus tunduk
da ketentuan Pasal 88 UUPT 2007. Bukan ketentuan Pasal 86
2007.

UPS Dapat Menyerahkan Kewenangan kepada Dewan


pmisaris untuk Menyetujui Pelaksanaan Keputusan RUPS
sar Pasal 39, RUPS dapat menyerahkan kewenangan kepada
Komisaris untuk menyetujui pelaksanaan Keputusan RUPS
membeli kembali atau untuk mengalihkan lebih lanjut. saham
4ibeli kembali, dengan ketentuan sebagai berikut:
enyerahan kewenangan itu kepada Dewan Komisaris, hanya
rbatas untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun;
amun jangka waktu itu, setiap kali dapat diperpanjang untuk
gka waktu 1 (satu) tahun, dan
~nyerahan kewenangan itu sewaktu-waktu dapat dicabut oleh
UPS.
8-Uai dengan Penjelasan pasal ini, yang dimaksud dengan
sanaanfl adalah penentuan tentang:
at dan cara pembelian kembali saham,
ah saham yang dapat dibeli kembali.
kan tetapi, terhadap pelaksanaan yang diberikan RUPS kepada
Komisaris atas pembelian kembali .......
'-'L....,. .....·....,.... • ............-'.<A...." ... ....,....'LI'-'< ......

pembatasan. Ke dalam pelaksanaan itu, tidal< termasuk hal-hal


yang menjadi "tugas" Direksi dalam pembelian kembali itu, sepe
melakukan pembayaran; penyimpanan surat saham dan pencatat
dalam daftar pemegang saham.

4. Saham yang Dikuasai Kembali, Tidak Mempunyai Hak Suar


dan Hak Dividen
Hal lain yang diatur pada Perlindungan Modal dan Kekayaan Perseroan,
berkenaan dengan hak suara (voting right) dan hak dividen (divide
right) atas saham yang dikuasai Perseroan Menurut Pasal 40 DD
2007:
• yang dimaksud dengan saham yang dikuasai Perseroan, karen
pembelian kembaJi, peralihan karena hukum, karena hibah atau
hibah wasiat;
• saham yang dikuasai Perseroan yang terjadi karena hal-hal yan
disebut di atas:
(1) tidcik dapat digunakan untuk mengeluarkan suara dalam
RUPS, dan tidak diperhitungkan dalam menentukan juml
kuorum yang harus dicapai sesuai dengan ketentuan undang-
undang ini dan/atau AD,
(2) saham tersebut tidak berhak mendapat "pembagian" dividen.
Dari penjelasan di' atas, Pasal 40 UUPT 2007 menegaskan, sah
yang dikuasai Perseroan baik karena pembelian kembali, peralihan
karena hukum, hibah atau hibah wasiat, tidak mempunyai hak suara
dan tidak mempunyai hak dividen.

C. PENAMBAHAN MODAL
Penambahan modal diatur pada BAB III, Bagian Ketiga UUPT 2007,
yang terdiri dari Pasal 41-43. Yang dimaksud dengan "moda
Perseroan" menurut Penjelasan Pasal41 ayat (1) adalah "modal dasar"
(authorized capital), "modal ditempatkan" (issued/subscribed capital
dan "modal disetor" (paid-up capital).
Apa yang dijelaskan di atas, sama dengan bentuk struktur mod
Perseroan yang telah dibahas pada huruf A bab ini. Berarti yan
dimaksud penambahan modal oleh Pasal 41 ayat (1) bisa penambah
modal dasar, modal ditempatkan atau modal disetor.
Penambahan Modal Perseroan Berdasar Persetujuan RUPS
genai penambahan atau pengurangan modal Perseroan menurut
21 ayat (1) UUPT 2007 dikategori perubahan AD tertentu. Dan
rut Pasal19 ayat (I), setiap perubahanAD ditetapkan oleh RUPS.
an demikian, kctcntuan Pasal 41 ayat (1) yang mcngatakan
bahan modal Perseroan harus berdasar "persetujuan" RUPS,
!ill dengan apa yang digariskan pasal-pasal yang disebut di atas.
karena itu, menurut hukum tidak mungkin terjadi penambahan
al Perseroan tanpa persetujuan RUPS.

UPS Dapat Menyerahkan Kewenangan kepada Dewan

rut Pasal 41 ayat (2), RUPS dapat menyerahkan kewenangan


a Dewan Komisaris guna menyetujui pelaksanaan Keputusan
.atas penambahan modal Perseroan. Berdasar Penjelasan pasal
g dimaksud dengan "pelaksanaan" dalam ketentuan ini adalah
. tuan saat, cara, dan jumlah penambahan modal yang "tidak
ihi" batas maksimum yang ditetapkan RUPS. Akan tetapi,
ahan wewenang itu kepada Dewan Komisaris, tidak termasuk
yang menjadi tugas Direksi dalam penambahan modal, seperti
. a setoran saham dan mencatatnya dalam daftar pemegang
Selain daripada itu, perlu diperhatikan ketentuan pemberian
.c.mgan yang diatur pada Pasal 41 ayat (2) dan (3) yang
ariskan hal-hal berikut.

yerahan kewenangan kepada Dewan Komisaris guna menyetujui


ksanaan RUPS, hanya untuk jangka waktu paling lama 1 (satu)

batasan jangka waktu itu bersifat final. Artinya apabila jangka


tu itu dilampaui, dengan sendirinya penyerahan kewenangan
berakhir. Tidak bisa diperpanjang, karena ketentuan itu sendiri
menegaskan dapat diperpanjang lagi.
yerahan kewenangan tersebut, sewaktu-waktu dapat ditarik
bali oleh RUPS.
b. RUPS untuk Menambah Modal Dasar, Disamakan dengan RUPS
Perubahan AD Tertentu
Berdasar Pasal 42 ayat (I), RUPS untuk penambahan "modal das ar "
disamakan kualitas dan bentuknya dengan RUPS "perubahan" AD.
Oleh karena itu, agar keputusan RUPS untuk menambah modal das ar
(authorized capital) sah:
1) hams tunduk kepada ketentuan Pasal 88 jo. Pasal 19 ayat (1) dan
Pasal 21 ayat (2) huruf d UUPT 2007,
2) oleh karena itu, RUPS dilakukan dengan memperhatikan
persyaratan kuorum 2/3 bagian dari jumlah seluruh saham dengan
hak suara, hadir atau diwakili dalam RUPS, dan keputusan 8ah
jika disetujui paling sedikit 2/3 dari jumlah suara yang dikeluarkan,
3) keputusan RUPS harus mendapat "persetujuan Menteri".
Demikian ketentuan yang perlu diperhatikan mengenai
penambahan modal dasar agar penambahan itu sah menurut hukum.

c. RUPS untuk Menambah Modal Ditempatkan dan Disetor


RUPS untuk penambahan modal" ditempatkan dan disetor"
(subscribed capital and paid-up capital) berbeda dengan RUPS
penambahan modal dasar (authorized capital):
(1) kualitas dan sifat RUPS penambahan modal ditempatkan dan
disetor, tidak dikategori RUPS perubahan AD, tetapi disarnakan
dengan RUPS biasa sebagaimana yang diatur dalam Pasal86 UUPT
2007,
(2) dengan demikian, keputusan RUPS sah apabila:
.. RUPS dilakukan dengan kuorum kehadiran lebih dari 1/2 (satu
perdua) bagian dari seluruh jumlah saham dengan hak suara,
dan
• disetujui oleh lebih 1/2 (satu perdua) bagian dari jurnlah
seluruh suara yang dikeluarkan, kecuali ditentukan lebih besar
dalamAD.
(3) wajib "memberitahukan" penambahan modal ditempatkan dan
disetor kepada Menteri untuk dicatat dalam Daftar Perseroan serta
untuk diumumkan oleh Menteri dan TBN RI.

IIElJI Hllkum Perseroan Terbatas


ajib Menawarkan Lebih Dulu Seluruh Saham yang
ikeluarkan untuk Penam'bahan Modal kepada Setiap
megang Saham
penambahan modal Perseroan, apakah itu penambahan modal
'atau modal yang ditempatkan, akan diikuti dengan tindakan
eluaran" saham. Sehubungan dengan itu, Pasal 43 UUPT 2007,
atur tata cara penawaran saham yang dikeluarkan untuk
j bahan modal kepada setiap pemegang saham, sesuai dengan
berikut.

e1taWaran Atas Saham Klasifikasi yang Sama


enai hal ini diatur pada Pasal 43 ayat (1) dengan ketentuan
ut:
luruh saham yang dikeluarkan untuk perubahan modal, harus
'(i~tlebih dahulu" ditawarkan kepada setiap pemegang saham,
nawarannya "seimbang" dengan pemilikan saham untuk
asifikasi saham yang sama

enawaran Klasifikasi Saham yang Belum Pernah Dikeluarkan


ila saham yang akan dikeluarkan untuk penambahan modal
pakan saham yang klasifikasinya belum pernah dikeluarkan,
menurut Pasal 43 ayat (2):
ang berhak membeli lebih dahulu adalah "seluruh" pemegang

ranya, sesuai dengan "perimbangan" jumlah saham yang


·likinya.

ngeluaran Saham yang Tidak Perlu Ditawarkan kepada


egangSaham
elsal 43 ayat (3) UUPT 2007, terdapat ketentuan yang tidak
bkan Perseroan menawarkan pengeluaran saham dalam rangka
bahan modal kepada setiap pemegang saham. Ditegaskan
an yang mewajibkan penawaran seluruh saham yang dikeluar-
tuk penambahan modal harus terlebih dahulu ditawarkan
a setiap pemegang saham seimbang dengan pemilikan saham
untuk klasifikasi yang sama, "tidak berlaku", apabila pengeluar
saham:

1) Ditujukan kepada "karyawan" Perseroan


Yang dimaksud dengan "saham yang ditujukan kepada karyaw
Perseroan", menurut Penjelasan Pasal 43 ayat (3) huruf a antara I .
saham yang dikeluarkan dalam rangka ESOP (employee stocks optio
program) Perseroan dengan segenap hak dan kewajiban yang meleka
padanya.

2) saham yang ditujukan kepada "pemegang obligasi" atau efekl .


yang dapat dikonversikan menjadi saham, yang telah dikeluark
dengan persetujuan RUPS, atau

3) dilakukan dalam rangka "reorganisasi" atau "restrukturisasi" yan


telah disetujui RUPS
Menurut Penjelasannya, yang dimaksud dengan "reorganisasi d
atau strukturisasi", antara lain Penggabungan, Peleburan, Pengam-
bilalihan, Kompensasi piutang atau Pernisahan.

d. Menawarkan Sisa yang Tidak Diambil Pemegang Saham kepad


Pihak Ketiga
Pasal 43 ayat (4) membuka kemungkinan untuk menawarkan sah
yang dikeluarkan dalam rangka penambahan modal kepada pili
ketiga. Tindakan yang dernikian dapat dilakukan Perseroan:
• apabila pemegang saham "tidak menggunakan hak" untu
membeli dan "membayar lunas" saham yang dibeli dalam jangk
waktu 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal penawaran,
• yang dimaksud dengan "jangka waktu 14 (empat belas) hari"
termasuk batas waktu bagi pemegang saham untuk mengamb'
bagian dari pemegang saham lain yang tidak menggunak
haknya.
Dernikian gambaran ruang lingkup permasalahan perlindung
modal dan kekayaan Perseroan yang dianggap relevan untu
dibicarakan.
PENGURANGAN MODAL
dimaksud dengan pengurangan modal Perseroan menurut
lasan Pasal 44 ayat (1) UUPT 2007, adalah pengurangan modal
modal ditempatkan dan modal disetor. Selanjutnya dikatakan,
rangan modal ditempatkan dan modal disetor, dapat terjadi
cara menarik kembali saham yang telah dikeluarkan untuk
pus atau dengan cara menurunkan nilai nominal saham.

engurangan Modal, Dikatego.ri Sebagai Perubahan AD


ertentu
21 ayat (1) jo. Pasal 21 ayat (2) huruf e, pengurangan modal
patkan dan disetor merupakan perubahan AD tertentu yang
mendapat persetujuan Menteri. Sehubungan dengan itu, agar
san RUPS sah:
UPS harus dilakukan sesuai dengan persyaratan ketentuan
1..lorum dan jumlah bagaimana yang ditentukan Pasal 88 UUPT
007,
elanjutnya, harus diminta persetujuan Menteri sesuai dengan tata
ara permohonan persetujuan yang digariskan Pasal 21 ayat (7)
an Pasal 22 UUPT 2007.
engan demikian, ketentuan Pasal 44 ayat (1) yang mengatakan
tusan RUPS untuk pengurangan modal Perseroan baru sah
ila dilakukan sesuai dengan RUPS perubahan AD, hanya
langan dari ketentuan Pasal 21 ayat (2) huruf e.

ewajiban Direksi Atas Pengurangan Modal


RUPS mengambil keputusan untuk mengurangi modal
patkan dan modal disetor, Pasal 44 ayat (2) memikulkan
'iban kepada Direksi untuk melakukan tindakan yang bersifat
berupa:
emberitahukan keputusan RUPS pengurangan modal tersebut
epada Hsemua kreditor",
pemberitahuannya dilakukan Direksi dalam bentuk
engumuman" dalam 1 (satu) Surat Kabar atau lebih,
pengumuman dilakukan paling lambat 7 (tujuh) hari terhitun
sejak tanggal keputusan RUPS. g
Tujuan dari pada pengumuman ini, agar para kreditor menge_
tahui adanya pengurangan modal ditempatkan dan modal disetor
Perseroan. Apabila kepentingan mereka dirugikan atas pengurangan
modal itu, dapat mengajukan keberatan atau gugatan ke Pengadilan
Negeri.

3. Prosedur Pengajuan Keberatan atau Gugatan oleh Kreditor


terhadap Pengurangan Modal
Apabila kreditor merasa dirugikan atas pengurangan modal tersebut,
yang bersangkutan dapat mengambillangkah-langkah sesuai dengan
tata cara yang diatur pada Pasal 46.

a. Mengajukan Keberatan terhadap Keputusan RUPS


Menurut Pasal 46 ayat (1), kreditor dapat mengajukan "keberatan"
terhadap pengurangan modal tersebut melalui tata cara:
• mengajukan keberatan "secara tertulis" disertai alasannya kepada
Perseroan atas keputusan pengurangan modal dimaksud,
• tembusan surat keberatan, disampaikan kepada Menteri,
• jangka waktu pengajuan keberatan 60 (enam puluh) hari terhitung
sejak tanggal pengumum~ dilakukan Direksi.

b. Perseroan Wajib Memberikan Jawaban


Jika ada kreditor yang mengajukan surat keberatan terhadap kepu-
tusan RUPS atas pengurangan modal, Pasal45 ayat (2) menggariskan:
• Perseroan "wajib" memberikan jawaban secara tertulis atas
keberatan yang diajukan kreditor,
• jawaban wajib diberikan Direksi Perseroan dalam jangka waktu
30 (tiga puluh) hari terhitung sejak surat keberatan diterirna.

c. Timbulnya Hak Kreditor Mengajukan Gugatan


Pasal 45 ayat (3) memberi hak kepada kreditor untuk mengajukan
gugatan ke Pengadilan Negeri atas keputusan pengurangan rnodat
apabila:

~ Hukum Perseroan Terbatas


erseroan "menolak" keberatan atau tidak memberikan penye-
saian yangdisepakati kreditor dalam jangka waktu 30 (tiga
l.lluh) hari terhitung sejak tanggal jawaban Perseroan diterima,
tau
erseroan tidak memberikan tanggapan dalam jangka waktu 60
nam puluh) hari terhitung sejak tanggal keberatan diajukan
epada Perseroan.
alam peristiwa yang demikian, kreditor dapat mengajukan
tan ke Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat
dukan Perseroan.
ertitik tolak dari ketentuan ini, terhadap Keputusan RUPS pengu-
modal Perseroan, kreditor tidak dapat langsung mengajukan
qn ke Pengadilan Negeri. Gugatan yang demikian cacat formil
bentuk "prematur". Hak ~tuk mengajukan gugatan pada diri
or baru timbul apabila telah ditempuh lebih dulu proses
juan keberatan secara tertulis kepada Perseroan.

arat-Syarat Pemberian Persetujuan Menteri Alas Pengu-


!~ngan Modal
rti yang dikatakan sebelumnya, keputusan RUPS atas pengu-
an modal Perseroan merupakan perubahan AD yang harus
apat persetujuan Menteri. Ketentuan ini ditegaskan lagi pada
ayat (1). Akan tetapi menurut Pasal 46 ayat (2), persetujuan
atas pengurangan modal Perseroan baru dapat diberikan
apabila terpenuhi hal-hal berikut:
terdapat keberatan tertulis dari kreditor dalam jangka waktu
puluh) hari terhitung sejak tanggal pengumuman Direksi
keputusan RUPS mengenai pengurangan modal Perseroan,
dicapai penyelesaian atas keberatan yang diajukan kreditor,
tau
gatan kreditor ditolak oleh pengadilan berdasarkan putusan
telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
usus mengenai penyelesaian ke pengadilan, Pasal 45 ayat (3)
g;;ttakanbentuknya "gugatan" (vordering, claim). Jadi secara teknis
isial, prosesnya bersifat partai atau infer-partes secara kontradiktor
(contradictoir). Proses pemeriksaannya panjang dan memakan waktu
yang relatif lama, mulai dari peradilan tingkat pertama di Pengadilan,
Negeri dan dapat dibanding ke Pengadilan Tinggi serta dapat dikasasi
ke Mahkamah Agung. Bahkan dapat diajukan Peninjauan Kembali
berdasar Pasal66 UU No. 14 Tahun 1985, sebagaimana diubah dengan,
UU No.5 Tahun 2004. Bentuk penyelesaian melalui gugatan tentang
keberatan terhadap pengurangan modal, kurang tepat diterapkan,
dalam penyelesaian kasus keberatan terhadap pengurang modal.
Penyelesaian terlampau panjang dan terlalu lama. Akibatnya, persoalan,
keputusan RUPS tentang pengurangan modal tersebut terlampau lama
terkatung-katung tanpa kepastian. Padahal sangat dibutuhkan
penyelesaian yang cepat dan sederhana agar tidak mengganggu
kegiatan usaha Perseroan. Oleh karena itu, proses penyelesaian yang
sesuai dengan tuntutan kebutuhan Perseroan dan kreditor bukan
berbentuk gugatan, tetapi "permohonan" (verzoek, petition) dengan
cara pemeriksaan secara ex-parte.

5. Cara Pengurangan Modal Ditempatkan dan Modal Disetor


Teknis maupun mekanisme pengurangan modal ditempatkan dan
disetor, diatur pada Penjelasan Pasal 44 ayat (1) dan Pasal 47, dengan
cara berikut.

a. Penarikan Kembali Saham


Penarikan kembali saham, berarti saham tersebut "ditarik dari
peredaran" dalam rangka pengurangan modal ditempatkan dan
disetor. Adapun yang dimaksud penarikan kembali saham dilakukan
terhadap saham yang telah dibeli kembali oleh Perseroan atau terhadap
saham dengan klasifikasi yang dapat ditarik kembali. Dengan
penarikan kembali saham yang demikian, mengakibatkan
"penghapusan" saham tersebut ·dari peredaran.

b. PenurunanNilaiNominal Saham
Mekanisme yang kedua pengurangan modal ditempatkan dan modal
disetor, dengan cara "menurunkan" nilai nominal saham "tanpa
pembayaran kembali" kepada pemegang saham, dan pelaksanaannya

&!II Hukum Perseroan Terbatas


rut Pasal 47 ayat (3) dan 14 UUPT 2007:
arus dilakukan secara "seimbang" terhadap seluruh saham dari
~tiap klasifikasi saham,
~seimbangan tersebut dapat dikecualikan "dengan persetujuan"
emua pemegang saham yang nilai nominal sahamnya dikurangi.
~elanjutnya perludiperhatikan ketentuan Pasal 47 ayat (5) yang
peringatkan, dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) klasifikasi
, keputusan RUPS tentang pengurangan modal hanya boleh '
pil setelah mendapat persetujuan terlebih dahulu dari "semua
egang saham" dari setiap klasifikasi saham yang haknya dirugikan
Keputusan RUPS tentang pengurangan modal tersebut.

AHAM PERSEROAN
merupakan sejumlah uang yang diinvestasikan oleh investor
~, - -< . •

suatu Perseroan.' Atas investasi itu pada umumnya pemegang


,m (aandelhouder, shareholder) mendapat keuntungan dari
~roan dalam bentuk dividen sebanding dengan besarnya uang
diinvestasikan.
R<iliam merupakan kekayaan pribadi (personal property) pemegang
yang bersifat benda bergerak (movable property) yang tak dapat
pa; (intangeble). Namun. demikian dapat dialihkan (fronsferable).
karena itu, pemegang saham dapat menjual sahamnya atau
9agunkannya dalam bentuk "gadai" (pand, pledge) maupun
entuk "fidusia" (fiduciary). Bahkan dapat mengalihkannya kepa-
rang lain. Sehingga semua hak yang melekat pa,da saham itu secara
t beralih kepada penerima saham. 5)
pemegang saham sebagai anggota Perseroan, pada dasarnya tidak
punyai kepent41gan atas pengurusan harta kekayaan Perseroan.
milikannya atas saham Perseroan dalam kedudukannya sebagai
egang s~am, hanya mempunyai keterlibatan yang terbatas:
mempunyai partisipasi dalam RUPS yang diselenggarakan
Perseroan serta berhak atas dividen, sepanjang Perseroan masih
berlangsung,
• berpartisipasi atas sisa aset hasil likuidasi Perseroan, apabila
Perseroan dibubarkan.
Pemegang saham tidak bertanggung jawab terhadap kontrak dan
transaksi yang dilakukan Perseroan. Juga tidak bertanggung jawab
atas utang Perseroan melebihi saham yang dimilikinya dalarn
Perseroan. Hal itu sesuai dengan asas tanggung jawab terbatas (limited
liability) yang digariskan Pasal3 ayat (1) UUPT 2007. Tentang hal ini,
sudah dijelaskan pada BAB 2 secukupnya.
Berikut ini akan diuraikan ruang lingkup permasalahan saham
yang diatur dalam UUPT 2007.

1. Saham yang Boleh Dikeluarkan, Hanya Alas Nama


Pasal 48 ayat (1) menegaskan:
Saham Perseroan dikeluarkan atas nama pemiliknya.
Penjelasan pasal ini mengatakan, Perseroan hanya diperkenankan
mengeluarkan saham "atas nama" pemiliknya, dan Perseroan tidak
boleh mengeluarkan saham atas tunjuk. Dengan demikian, sesuai
dengan penggarisan tersebut:
• saham yang boleh dikeluarkan Perseroan hanya terbatas "saham
atas nama" (aandelen op naam, registered/inscribed share),
• Perseroan tidak dibenarkan mengeluarkan "saham atas tunjuk"
(aandeel aan toonder, bearer share/share issued in bearer form).
Saham atas tunjuk (aandul aan toonder) disebut juga saham tanpa
nama atau saham "in blanco".
Berbeda dengan ketentuan Pasal 42 ayat (3) UUPT 1995, dibo-
lehkan Perseroan mengeluarkan saham atas tunjuk dengan syarat
apabila nilai nominal saham atau nilai yang diperjanjikan disetor
penuh. Ketentuan ini diadopsi dari Pas.al 41 KUHD yang tidak
membolehkan dikeluarkan saham blanko selama belum disetor
pembayarannya kepada Perseroan.
Saham atau sero adalah porsi atau bagian dari harta Perseroan
yang dimiliki pemegang saham. Oleh karena saham atau sero atau
andel merupakan bagian dari harta kekayaan Perseroan yang dimiliki
egang saham dalam saham atas nama, maka semua saham yang
·likinya tertulis atas namanya.

ersyaratan Kepemilikan Saham


genai persyaratan kepemilikan saham dapat ditetapkan dalam
engan memperhatikan persyaratan yang ditentukan oleh instansi
berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
angan.
enurut Penjelasan Pasal 48 ayat (2) yang dimaksud dengan
ansi yang berwenang" adalah instansi yang berdasar undang-
g berwenang mengawasi Perseroan yang melakukan kegiatan
ya di bidang tertentu. Misalnya Bank Indonesia berwenang
awasi Perseroan di bidang perbankan. Menteri Energi dan
Daya Mineral, berwenang mengawasi Perseroan di bidang
dan pertambangan.
lau persyaratan kepemilikan saham telah ditetapkan dalam AD,
nyata persyaratan itu Iftidak dipenuhi":
ak yang memperoleh kepemilikan saham tersebut, tidak dapat
'ehjalankan hak selaku pemegang saham.
g dimaksud dengan tidak dapat menjalankan hak sebagai
If

megang saham", antara lain hak untuk dicatat dalam daftar


megang saham (selanjutnya DPS), hak untuk menghadiri dan
ngeluarkan suara dalam RUPS atau hak untuk menerima
iden yang dibagikan;
tersebut, tidak diperhitungkan dalam kuorum yang
o..JUJ..LUJ..l.L

s dicapai sesuai dengan ketentuan undang-undang ini danl


AD.

L Nominal Saham
ai nilai nominal saham diatur pada Pasa149, yang berisi
berikut:
nominal saham, harus dicantumkan pada atau di atas saham,
. nominal saham yang hams dicantumkan di atas saham, dalam
uang rupiah".
Ketentuan ini bersifat imperatif (dwingendrecht, mandatory
Tidak boleh dicantumkan dalarn mata uang ilsing. Juga tidak
kebolehan mencantumkan mata uang asing yang dibarengi dengem
ekuivalennya dalarn mata uang rupiah. .
Jadi, setiap saharn harus mempunyai nilai nominal yang dica:n.-
tumkan di atas saharn. Kalau begitu saharn tanpa nilai nominal, tidak
dapat dikeluarkan. Dan nilai nominal saharn adalah sebesar yang
.t6;]:cantum di atas saharn. Nilai nominal itu yang disebut per value stock
atau "harga a pari"6). Maksudnya nilai saharn sarna dengan nilai yang
tertulis di atas surat saharn, yang dihitung sebagai nilai "akuntansi/J
pada neraca Perseroan. Berbeda dengan "nilai pasar" (market value):
• nilai pasar adalah harga saharn yang diperdagangkan pada pasar
terbuka, dan
• harga pasar pada dasarnya, adalah harga wajar sesuai deng an
keadaan Perseroan.
Kalau keadaan Perseroan mengalami banyak masalah, sehingga
tidak memiliki prospek yang baik, harga pasar saharn bisa di bawah
per-value. Sebaliknya kalau Perseroan mempunyai prospek yang baik,
harga pasar sahamnya, bisa di atas per value. Perlu dijelaskan, nilai
pasar saharn tidak ada kaitannya dengan nilai nominal (per value)
saharn. Nilai pasar ditentukan berdasar pertimbangan "nilai aktiva"
bersih Perseroan serta ekspektasi para investor tentang laba atau
keuntungan di masa yang akan datang.
Apakah dimungkinkan mengeluarkan saharn tanpa nilai nominal
(no per value stock). Pasal 49 ayat (3) membuka kemungkinan untuk
itu. Pasal ini mengatakan, tidak menutup kemungkinan Peraturan
perundang-undangan di bidang Pasar Modal dimungkinkan mengatur
pengeluaran saharn "tanpa nilai nominal".

4. Direksi Wajib Mengadakan dan Menyimpan Daftar Pemegang


Saham (DPS) dan Daftar Khusus
Pasal50, mengatur Daftar Khusus pengadaan dan penyimpanan DrS,
seperti yang dijelaskan berikut ini.

6) Ibid., lIMN Purwasutjipto, S.H., hlm. 113.

&!II .Hukum Perseroan Terbatas


engadaan dan Penyimpanan DPS
Perseroan "wajib" mengadakan dan memelihara DPS yang
at sekurang-kurangnya:
a dan alamat pemegang saham;
ah, nomor, tanggal perolehan saham yang dimiliki pemegang
am dan klasifikasinya dalam hal dikeluarkan lebih dari sam
sifikasi saham;
ah yang disetor atas setiap saham,
nurut Penjelasan ketenman ini, yang dimaksud dengan "jumlah
g disetor" adalah paling sedikit sama dengan nilai nominal

a dan alamat dari perorangan atau badan hukum yang


J:Ilpunyai hak gadai atas saham atau sebagai penerima jaminan
llsia saham dan tanggal perolehan hak gadai atau tanggal
daftaran jaminan fidusia tersebut,
rangan penyetoran saham dalam bentuk lain sebagaimana
aksud dalam Pasal 34 ayat (2).
pokok-pokok paling minimal yangharus termuat dalam
bih dari im tidak dilarang.

gadaan dan Penyimpanan Daftar Khusus


eyvajiban mengadakan. dan menyimpan D~S, Pasal 50 ayat
aji~kan Direksi untuk mengadakan dan menyimpan Daftar
Penjelasan pasal ini mengatakan, yang dimaksud dengan
usus adalah salah sam sumber iIiformasi mengenai besarnya
i.kan dan kepentingan anggota Direksi dan Oewan Komisaris
rseroan yang bersangkutan atau Perseroan lain, sehingga
ngan kepentingan yang mungkin timbul, dapat ditekan
ungkin. Daftar khusus memuat keterangan mengenai:
anggota Direksi dan Dewan Komisaris beserta keluarganya
Perseroan dan/atau pada Perseroan lain. ,
dimaksud dengan "keluarganya" menurut Penjelasan pasa!
adalah istri atau s¥-ami dan anak-anaknya;
al saham diperoleh.
c. Direksi Wajib Mencatat Segala Perubahan Kepemilikan Saham;
Pasal 50 ayat (3) memerintahkan agar Direksi "mencatat" setia'
perubahan kepemilikan saham yang terjadi dalam DPS maupun pad~
Daftar Khusus.

d. Menyediakan DPS dan Daftar Khusus di Tempat Kedudukan


Perseroan
Kewajiban Direksi yang lain sehubungan dengan pengadaan dan
penyediaan DPS dan Daftar Khusus:
• menyediakan DPS dan Daftar Khusus di tempat Kedudukan
Perseroan,
• para pemegang saham dapat melihatnya.
Dalam ketentuan ini, yang dapat melihat DPS dan Daftar Khusus,
hanya terbatas pemegang saham saja. Tidak meliputi semua pihak.
Oleh karena itu, di Iuar pemegang saham tidak dapat memaksakan
kehendak untuk melihatnya. Pembatasan ini dianggap wajar, karena
yang bukan pemegang saham tidak ada kepentingan untuk menge-
tahui perubahan susunan pemegang saham Perseroan yang
bersangkutan.

5. Bukti dan Hak Pemilik Saham


Pada bagian ini akan dibicarakan pemberian "bukti pemilikan saham"
dan "hak pemilik saham".

a. Bukti Pemilikan Saham


Pasal51 UUPT 2007 mengatur ketentuan tentang kewajiban Perseroan
untuk:
• memberi "bukti pemilikan" saham kepada pemegang saham
sesuai dengan jumlah saham yang dimilikinya,
• menurut Penjelasan pasal ini, mengenai pengaturan bentuk bukti
pemilikan saham dapat ditetapkan dalam AD sesuai dengan
kebutuhan.
Dengan demikian, saham juga mengandung arti kepemilikan
(eigenaar, ownership) yang bersifat tidak dapat diraba (intangible) yang
harus dibuktikan kepemilikannya. Untuk itulah undang-undang

~ Hukum Perseroan Terbatas


entukan Perseroan memberi bukti pemilikan saham untuk saham
dimiliki pemegang saham. Pada umumnya, bukti saham yang
rikan kepada pemegang saham (aandelhouder, shareholder)
entuk surat "sertifikat saham" (certificaat van aandelen, depositary
tfor shares).7)

ak Pemilik Saham
genai hak pemilik saham, diatur pada Pasal 52. Akan tetapi perlu
at, hak yang disebut pada pasal ini, dapat dikatakan merupakan
gng paling pokok, karena ada lagi berbagai hak yang diatur pada
lain, dan akan dibicarakan nanti secara tersendiri. Sesuai dengan
tuan Pasal 52, saham "memberikan hak" kepada pemiliknya
k:
~nghadiri dan mengeluarkan suara dalam RUPS;
~l1erima pembayaran dividen dan sisa kekayaan hasillikuidasi;
njalankan haknya berdasar undang-undang ini.
'lah hak utamapemilik saham yang tidak boleh dikurangi dalam
ak tersebut baru berlaku dan melekat pada diri pemilik saham,
saham itu dicatat dalam DPS atas nama pemiliknya. Akan
~r;1<etentuan mengenai hak menghadiri dan mengeluarkan suara
RUPS dan menjalankan haknya berdasar undang-undang ini,
berlaku" bagi klasifikasi saham tertentu sebagaimana yang
p1<an dalam undang-undang ini.

Nap Saham Memberikan kepada Pemiliknya Hak yang Tidak


qpat Dibagi
dikemukakan pada Pasal 52 ayat (4) Penjelasan pasal ini
takan, berdasar ketentuan ini, para pemegang saham tidak
~l1ankan membagi-bagi hak atas 1 (satu) saham menurut
aknya sendiri. Ketentuan itu berlaku juga terhadap kasus 1
~~am yang dimiliki oleh lebih sari 1 (satu) orang. Hak yang
dan melekat pada saham itu:

Me Oliver and EA Marshall, hlm. 175.


• tidak dapat dibagi-bagi oleh para pemilik,
• tetapi hak tersebut hams digunakan dengan cara "menUJl.juk" 1
(satu) orang dari mereka sebagai "wakil bersarna" dari saham yang
bersangkutan.
Di masa yang lalu Perseroan dapat mengeluarkan dan membo_
lehkan pembagian atas saharn dalarn bentuk "saharn induk" dan
"saharn bagian". Misalnya Perseroan mengeluarkan saharn dengan
harga nominal Rpl.OOO.OOO,- Rp500.000,- dan RplOO.OOO,-. Saham
yang pertarna dise~ut saharn induk. Sedang yang kedua d3!l ketiga
disebut saharn bagian (onderaandeel). Akan tetapi pada masa sekarang,
seperti halnya UUPT 2007, tidak dibenarkan lagi mengeluarkan saham
yang terbagi pada saharn induk dan saharn bagian. 8)

6. Klasifikasi Saham
.
Tentang klasifikasi saharn, diatur pada Pasal 53. Menurut Penjelasan
pasal ini, yang dimaksud dengan "klasifikasi saham" adalah
pengelompokan saharn berdasar karakteristik yang sarna. Salah satu
prinsip po)<ak klasifikasi saharn, ditegaskan pada Pasal 53 ayat (2)
berupa hak yang sarna (equal right) kepada pemegangnya yakni setiap
saharn dalarn klasifikasi yang sarna, memberikan kepada pemegangnya
hak yang sarna.
Undang-undang membolehkan AD Perseroan menetapkan 1 (sam)
atau lebih klasifikasi saharn. Apabila klasifikasi saharn lebih dari 1
(satu), AD harus menetapkan salah satu di antaranya sebagai "saham
biasa".

a. Saham Biasa
Klasifikasi atau jenis saharn pertarna disebut "saharn biasa" (gewoonte
aandeel). Disebut juga ordinary share (c..ommon share, equity share),
Menurut Pasal 53 ayat (3), apabila AD menetapkan lebih dari 1
(satu) klasifikasi saharn, hams ditetapkan salah satu di antaranya sebagai
"saham biasa". Yang dimaksud dengan saham biasa menurut
Penjelasan pasal ini adalah:

8) Ibid., HMN Purwosutjipto, S.H., Wm. 112.

~ Hukum Perseroan Terbatas


~aham yang "mempunyai hak suara" untuk mengambil keputusan
alam RUPS mengenai segala hal yang berkaitan dengan
engurusan Perseroan;
empunyai "hak untuk menerima dividen" yang dibagikan;
empunyai hak menerima sisa kekayaan hasil likuidasi.
aham biasa diberikan kepada setiap orang yang memberikan
sukan sejumlah uang kepada Perseroan. Kepada orang itu
ikan beberapa lembar saham sesuai dengan uang pemasukannya.
setiap saham biasa secara imperatif melekat hak-hak yang disebut
as. Hak-hak itu, dicantumkan dalam AD. Pengaturannya dalam
boleh melebihi hak-hak yang disebut di atas.

aham dengan Tanpa Hak Suara


ti yang dijelaskan di atas, saham biasa memberi tiga jenis hak
(japemiliknya.. Salah satu di antaranya, hak suara untuk me-
bil keputusan dalamRUPS.Akan tetapi, Pasal53ayat (4) huruf
bolehkan pengeluaran saham "tanpa hak suara" (aandelen
temrecht, non voting share) bagi pemiliknya. Dengan demikian,
ik saham jenis ini tidak berhak mengikuti RUPS Perseroan,
·FL. tidak mempunyai hak suara dalam pengambilan keputusan
fiaan dengan pengurusan Perseroan.

h;ilm dengan Hak Khusus untuk Mencalonkan Anggota Direksi


1!latau Anggota Komisilris
kali yang dimaksud dengan klasifikasi ini sama dengan "saham
as" (prioriteit aandelen). Pemiliksaham jenis ini mempunyai
erbicara khusus" (bijzondere zeggenschaprechten )9). Dalam hal
nurut Pasal 50 ayat (4) huruf b, kepada pemilik saham diberi
usus. untuk mencalonkan anggota Direksi danlatau anggota
Komisaris. Berarti kepada pemilik saham ini, diberi hak
flS atau hak khusus untuk "mencalonkan" anggota Direksi danl
ggota Dewan Komisaris, dan hak ini tidak diberikan kepada
'k klasifikasi saham yang lain. Oleh karena itu, pemilik saham
klasifikasi ini, memiliki klausul oligarki" (oligarchische clausUte
II

oligarchic clause) mengenai pencalonan anggota Direksi dan/a.ta~


anggota Dewan Komisaris secara mutlak.

d. Saham yang FJapaf.Ditarik Kembali


Klasifikasi selanjutnya, saham yang setelah jangka waktu tertentu:
.. ditarik kembali, atau
.. ditukar dengan klasifikasi lain (converteerbaar aandelen, convertible
share).

e. Saham yang Memberikan Hak Dividen Lebih Dahulu


Klasifikasi saham berikutnya adalah saham yang memberi hak kepada
pemegangnya untuk "menerima dividen lebih dahulu" (preferent
aandelen, preference share).
Sahan't klasifikasi ini, disebut juga "saham utama" (preferente
aandelen). Saham ini memberiatau mempunyai hak lebih dahuludari
"saham biasa" dalam memperoleh keuntungan dan/atau saldo. Oleh
karena itu, saham yang mempunyai hak utama atau hak preferen,
dapat lagi dipecah dalam subklasifikasi sebagai berikut.

1) Saham preferen atau saham utama (preferente aandelen, preference


share) memperoleh dividen
Saham ini mempunyai hak lebih dahulu memperoleh pembagian
divideil dari pemegang saham klasifikasi lain. Misalnya, kalau
pemegang saham biasa menerima dividen 20%, maka saham utama
lebih dahulu menerima dividen 20% ditambah 5% sehingga menjadi
25%.10)

2) Saham utama kumulatif (cumulatief preferent aandiel, cumulativ


preference share)
Saham ini mempunyai hak lebih dahulu daripada saham utama atau
saham preferen untuk memperoleh hak atas dividen tunggakan",
II

10) Ibid., HMN Purwosutjipto, S.H., hlm. 118.

Em Hukum Perlleroan Terbatall


anya kalau pada satu tahun pemegang saham utama
tif karena keadaan tertentu, hanya menerima dividen, maka
:hun berikutnya apabila keadaan telahmemungkinkan,
g saham dapat menerima dividen yang tertunggak pada tahun
it.ll)

am Utama Menerima Lebih Dahulu Pembagian Sisa Kekayaan


eroan Dalam Likuidasi
asi saham berikutnya, menurut Pasal53 ayat (4) huruf e adalah
ang memberikan kepada pemegangnya untuk menerima lebih
ari pemegang saham klasifikasi lain atas pembagian sisa
Perseroan dalam likuidasi. Saham jenis ini, disebut juga
preference.
angpada umumnya, secara tradisional semua klasifikasi
~cara teoretis mempunyai hak untuk berpartisipasi mem-
mbagian atas sisa kekayaan Perseroan dalam likuidasi. Akan
am AD dapat ditetapkan klasifikasi saham yang mempunyai
a memperoleh pembagian hasil sisa kekayaan likuidasi
preference) dari klasifikasi saham lain.
tama memperoleh pembagian sisa kekayaan likuidasi dapat
epada satu klasifikasi saja atau lebih. Di luar saham utama
dapat juga ditetapkan klasifikasi saham yang tidak berpar-
hasil aset likuidasi. Dengan demikian, ada klasifikasi saham
artisipasi (participating) dan ada juga yang tidak berpartisipasi
pating) terhadap pembagian hasil kekayaan Perseroan dalam

ketentuan Pasal 53 UUPT .2007, tidak diatur klasifikasi


endiri" (oprichters aandeel), yakni saham yang diberikan
as jasa kepada pendiri dalam usaha mereka mendirikan
embangkan Perseroan. Setoran mereka tidak berupa uang,
ga fisik dan pikiran. Saham pendiri tidak berbeda dengan

Purwosutjipto, S.H., hlm. 119.


enn, John R. Alexander, Law ojCorporation, H. Paul Menn, West Publising Co,
404.
saham biasa. Oleh karena itu, memberi hak suara dan hak dividen
kepada pemegangnya.
Juga tidak diatur saham bonus" (bonusaandeel). Jenis saham ini
II

sama dengan saham biasa, yang diberikan kepada yang sudah rnenjadi
pemegang saham tanpa setoran uang tunai atau benda lain kepada
Perseroan. Pemberian saham bonus merupakan ganti atas hak tagihan
kepada Perseroan atas dana cadangan atau dana kelebihan (surplus)
dari modal yang ditempatkan. Hak menagih timbul disebabkan
adanya keuntungan luar biasa dari operasional Perseroan.

7. Bentuk dan Cara Pemindahan Hak Atas Saham


Pasal 55 UUPT 2007, membolehkan pemindahan hak atas saham.
Bagaimana cara pemindahannya diatur dalam AD dengan syarat,
caranya harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang_
undangan.
Cara pernindahan yang dibenarkan UUPT 2007 yang dapat diatur
dalam AD, dijelaskan sebagai berikut.

a. Dilakukan dengan Akta Pemindahan Hak


Pernindahan hak atas saham menurut Pasal56 ayat (1) harus dilakukan
dengan akta pernindahan hak". Menurut Penjelasan pasal ini, yang
II

dirnaksud dengan akta":


II

(1) bisa dalam bentukAkta Notaris atau akta yang dibuat di hadapan
Notaris, atau
(2) Akta bawah tangan.
Dengan dernikian, bentuk aktanya "bebas". Boleh berbentuk akta
autentik atau bawah tangan.

b. Akta atau Salinannya Disampaikan Secara Tertulis kepada


Perseroan
Cara yang kedua menurut Pasal 56 ayat (2), Akta pemindahan hal<
atau salinannya, disampaikan secara "tertulis" (schriftelijke, in writing)
kepada Perseroan. Penyampaian kepada Perseroan dapat dilakukan
pihak yang memindahkan hak atau yang menerirna hak. Yang penting

~Hukum Perseroan Terbatas


pemindahan haknya, mesti disampaikan kepada Perseroan.
9J1g-undang tidak menentukan siapa yang harus menyampaikan.

ireksi Wajib Mencatat dan Memberitahukan Pemindahan Hak


tas Saham
atau tindakari. selanjutnya, berkenaan dengan "kewajiban" Direksi
roan untuk melakukan tindakan berikut:
ireksi wajib "mencatat" pemindahan hak atas saham:
pencatatan dilakukan dalam DPS atau Daftar Khusus,
yang dicatat, tanggal dan haripenting dalam hak tersebut.
'reksi wajib "memberitahukan" perubahan susunan pemegang
am kepada Menteri.
ajiban Direksi yang kedua sehubungan dengan pemindahan
as saham:
emberitahukan" perubahan susunan pemegang saham kepada
nteri.
nurut Penjelasan Pasal 56 ayat (3), yang dimaksud dengan
~ITlberitahukan perubahansusunan. pemegang saham kepada
nteri" termasuk juga perubahan susunan pemegang saham
g disebutkan karena warisan, Pengambilalihan atau Pe-
ahan;
hteri mencatat pemindahan hak atas saham tersebut dalam
tar Perseroan paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak
gal pencatatan pemindahan hak.
rila pemberitahuan pemindahan hak atas saham belum
oleh Direksi, Menteri menolak permohonan persetujuan
beritahuan yang dilakukan berdasar susunan dan nama
saham yang belum diberitahukan tersebut.
pemindahan hak atas saham yang dijelaskan di atas, tidak
kepada pemindahan hak atas saham yang diperda-gangkan
Modal. Ketentuan mengenai tata cara pemindahan hak atas
ang diperdagangkan di Pasar Modal, diatur dalam peraturan
g-undangan di Modal.
8. Syarat Pemindahan Hak Atas Saham
Pasal 57 UUPT 2007, menggariskan persyaratan pemindahan hak atas
saham. Dikatakan, dalam AD dapat diatur persyaratan mengenai
pemindahan hak atas saham, yaitu sebagai berikut.

a. Keharusan Menawarkan Terlebih Dahulu kepada Pemegang Saha11l


dengan Klasifikasi Tertentu atau Pemegang Saham Lainnya
Apabila pemegang saham hendak menjual sahamnya, harus lebih
dahulu ditawarkan kepada pemegang saham dalam klasifikasi yang
sama atau pemegang saham lainnya. Pemindahan hak atas saham
melalui jual beli, tunduk kepada ketentuan Pasal 1457 KUH Perdata:
• terdapat persetujuan antara para pihak,
• pihak yang satu mengikatkan diri untuk menyerahkan saham
tersebut, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah
dijanjikan.
Kemudian, mengenai penyerahannya tunduk kepada ketentuan
Pasal613 KUH Perdata. Hal itu sesuai dengan ketentuan Pasal48 ayat
(1) UUPT 2007, bahwa saham Perseroan yang dikeluarkan adalah
saham Uatas nama". Berdasar Pasal 613 KUH Perdata penyerahan
piutang atas nama dan kebendaan tak bertubuh lainnya:
• dilakukan dengan bentuk akta autentik atau bawah tangan,
• dan berdasar akta itu hak kebendaan tersebut dilimpahkan kepada
orang lain (pembeli).
Syarat yang ditentukan Pasal 613 KUH Perdata mengenai
pengalihan saham atas nama, telah diatur oleh Pasal 56 ayat (1) yang
menentukan pemindahan hak atas saham dilakukan dengan akta
pemindahan hak, baik dalam bentuk Akta Notaris atau Akta bawah
tangan.
Sehubungan dengan keharusan terlebih dahulu menawarkan
pemindahan hak atas saham kepada pemegang saham lain, terdapat
dua ketentuan yang perln diperhatikan.

.. Hukum Perseroan Terbatas


emegang saham dapat menawarkan kepada pihak ketiga, apabila
alam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari, pemegang saham lain,
'dak membeli
sar Pasal 58 ayat (1), keharusan mesti menawarkan terlebih
u kepada pemegang saham klasifikasi tertentu atau pemegang
lain, gugur" atau hapus:
If

pabila dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak


§nggal penawaran dilakukan, ternyata pemegang saham lain
imaksud tidak membeli",
If

alam hal yang demikian, pemegang saham penjual dapat


enawarkan dan menjual sahamnya kepada pihak ketiga,

emegang saham penjual berhak menarik kembali penaiuaran


j1.J,tnya Pasal 58 ayat (2) memberi hak kepada pemegang saham
1 Ifmenarik kembali" (herroepen, revoke) penawaran tersebut
.•. acuan berikut:
{~elah lewat jangka waktu 30 (tiga puluh) hari, pemegang saham
ain tidak membeli saham yang ditawarkan; dan
etelah ditariknya kembali penawaran, tidak ada lagi kewajiban
qgi pemegang saham tersebut untuk menawarkan kepada
emegang klasifikasi tertentu atau pemegang saham lain, karena
exvajiban menawarkan terlebih dahulu yang demikian, hanya
~laku 1 (satu) kali.

g dimaksud dengan Ifhanya berlaku 1 (satu) kali" menurut


asan Pasal 58 ayat (3), AD Perseroan tidak boleh mencantumkan
arkan sahamnya lebih sari 1 (satu) kali sebelum menawarkan
a pihak ketiga.
~ngan demikian, berdasar ketentuan ini, apabila telah gugur
jiban menawarkan kepada pemegang saham lain atau jika
gang saham penjual telah menarik penawaran tersebut, dia dapat
ng menawarkan kepada pihak ketiga. Tidak ada kewajiban
ya mesti melakukan penawaran untuk kali yang kedua kepada
ang saham klasifikasi tertentu atau kepada pemegang saham
b. Keharusan Mendapat Persetujuan Terlebih Dahulu dari Or
Perseroan
Persyaratan kedua, keharusan mendapat persetujuan terlebih dahUlu
dari Organ Perseroan. rjrei"

Organ Perseroan menurut Pasal 1 angka 2 UUPT 2007 adarah


RUPS, Direksi, dan Dewan Komisaris. Kalau begitu AD dapat
menentukan Organ Perseroan mana yang harus memberikan
persetujuan terlebih dahulu pemindahan hak atas saham. Bisa
ditentukan persetujuan RUPS, Direksi atau Dewan Komisaris, karena
Pasal 57 ayat (1) huruf b tidak menentukan secara spesifik Organ
Perseroan mana yang harus memberi persetujuan. Berarti AD bebas
menentukan Organ Perseroan mana yang dianggap lebih ideal
memberi persetujuan. .
Lebih lanjut, Pasal59 menentukan tata cara pemberian persetujuan
pemindahan hak atas saham yang memerlukan persetujuan Organ
Perseroan. Sehubungan dengan itu, apabila AD menentukcin
pemindahan hak atas saham harus atas persetujuan terlebih dahulu
dari Organ Perseroan, tata caranya adalah sebagai berikut.

1) Persetujuan atau penolakan harus diberikan Organ Perseroan


• secara tertulis (in writing), dan
• harus diberikan dalam jangka waktu paling lama 90 (sembilan
puluh) hari terhitung sejak tanggal Organ Perseroan "menerima'
permintaan persetujuan pemindahan hak tersebut.

2) Jangka waktu dilampaui, dianggap menyetujui pemindahan hak atas


saham
Dalam hal jangka waktu· 90 (sembilan puluh) hari dilampaui atau
dilewati:
• Organ Perseroan tidak memberikan persetujuan tertulis,
• maka Organ Perseroan dianggap menyetujui pemindahan hak atas
saham yang bersangkutan.
an Perseroan menyetujui pemindahan
dalam jangka waktu yang disebut di atas Organ Perseroan
rikan persetujuan tertulis, pemindahan hak atas sahaJJ;l, hams
an:
am bentuk Akta pemindahan hak atas saham sesuai ketentuan
al 56, bisa berbentuk Akta autentik (Akta Notaris) atau Akta
ah tangan,
ta pemindahan hak atas saham itu, harus dilakukan dalam
ka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak
persetujuan diberikan Organ Perseroan.

arusan Mendapat Persetujuan Terlebih Dahulu dari Instansi


Berwenang
etiga yang disebut pada Pasal 57 ayat (1) huruf c adalah
an mendapat persetujuan dari instansi yang berwenang sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
berpendapat, syarat ini tidak selamanya melekat pada setiap
ahan hak atas saham. Syarat ini baru melekat apabila ketentuan
perundang-undangan tertentu mengaturnya. ·Selanjutnya,
:tJPasal57 ayat (2) persyaratan yang ditentukan pada Pasal 57
tidak berlaku apabila pemindahan hak atas saham terjadi
an peralihan hak karena hukum. Sedang yang dimaksud
peralihan hak karena hukum menurut Penjelasan Pasal 57
§llltara lain peralihan hak karena kewarisan atau peralihan
gai akibat Penggabungan Peleburan atau Pemisahan.
s.terang saja, sangat sulit memahami kalimat terakhir Pasal
3) yang berbunyi "kecuali kehamsan sebagaimana ~dimaksud
t.(l) huruf c berkenaan dengan kewarisan". Kalim~t irii agak
gan dengan kalimat sebelumnya yang m~ngatakan syarat
aksud pada Pasal 57 ayat (1) tidak berlaku dalam hal
an hak atas saham terjadi karena hukum. Lantas kalimat
lllengatakan, berkenaan dengan kewarisan berlaku syarat
akni keharusan mendapat persetujuan terlebih dahulu dari
yang jelas apa pemindahan hak
ewarisan dengan persetujuan instansi yang berwenang.
Memperhatikan ketentuan yang tidak jelas ini, sebaiknya ka'
terakhir itu 9-ianggap tidak ada. Dengan demikian, ketentuan y
diterapkan terhadap perpindahan hak atas saham yang terjadi k
hukum tidak berlaku persyaratan yang disebut Pasal57 ayat (1).

9. Saham Dapat Diagunkan


Sehubungan dengan kebolehan mengagunkan
dikemukakan ketentuan-ketentuan berikut.

a. Saham Merupakan Benda Bergerak


Pasal 60 ayat (1) menegaskan, saham merupakan "benda berger*~
(roerende goederen, movable property), dan memberi hak kepada
pemiliknya sesuai dengan ketentuan Pasal 52 UUPT 2007: .
• menghadiri dan mengeluarkan suara dalam RUPS, Ii

• menerima pembayaran dividen dan sisa kekayaan hasillikuidasi;


• menjalankan hak lainnya berdasar undang-undang ini.
Menurut Penjelasan pasal ini, kepemilikan saham sebagai benda
bergerak memberi "hak kebendaan" (vermogensrecht, property right)
kepada pemiliknya. Hak kebendaan itu, dapat dipertahankan terhadap
setiap orang atau droit de suite, yakni hak kebendaan melekat di tangan
siapa pun berada:
• dengan demikian, pemilik saham dapat menuntut haknya atas
saham tersebut di tangan siapa pun berada.
Namun oleh karena dia barang bergerak, harus tunduk kepada
ketentuan Pasal 1977 KUH Perdata yang mengatur prinsip besit
atas benda bergerak merupakan titel yang sempurna (bezit geldt
als volko men titel, passession amounts to perfect title),
• juga pemilik saham dapat atau berhak menjual, menghibahkan,
mengagunkan, dan memungut hasil dari saham tersebut.

b. Bentuk Pengagunan yang Dibenarkan Hukum


Mengenai bentuk penggunaan saham yang dibenarkan hukum sesuai
dengan figurnya sebagai benda bergerak, diatur pada Pasal60 dengan
ketentuan berikut.

_'HlikulTI Perseroan Terbatas


aham dapat diagunkandengan gadai atau jaminan fidusia
enai cara penggadaian saham tunduk kepada ketentuan Buku
Bab Kesepuluh KUH Perdata yang terdiri atas Pasall150-1160.
un cara pemberian jaminan fidusia tunduk kepada ketentuan
42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.

lfdai saham atau jaminan fidusia atas saham dicatat dalam DPS
Daftar Khusus
la saham yang digadaikan atau yang dijaminkan dalam bentuk
fidusia terdiri dari saham yang telah didaftarkan sesuai dengan
a.n peraturan perundang-undangan, maka gadai saham atau
fidusia itu "wajib" dicatat dalam DPS dan Daftar Khusus
dengan ketentuan Pasal50.
tentuan kewajiban pencatatan itu menurut Penjelasan Pasal60
),agar Perseroan atau pihak lain yang berkepentingan dapat
ahui mengenai status saham tersebut.

suara atas saham yang diagunkan tetap berada pada pemegang


am
tiga yang perlu diingatkan sehubungan dengan pengagunan
baik dalam bentuk gadai saham atau jaminanfidusia adalah
Pasal60 ayat(4) yang menegaskan:
suara atas saham tersebut, tetap berada pada pemegang saham,
beralih kepada pemegang gadai atau penerima jaminan
sia,
nurut Penjelasanpasal ini, ketentuan ini merupakanpenegasan
paliasas hukum yang tidak memungkinkan pengalihan hak
a terlepas dari kepemilikan atas saham,
illlgkan hak lain di luar hak suara seperti hak atas dividen dapat
erjanjikan sesuai dengan kesepakatan di antara pemegang
dan pemegang agunan.
'kian beberapa ketentuan yang penting sehubungan dengan
nan saham, baik dalam bentuk gadai saham atau jaminan
~:~::~:::::~:g~:::e~~:g:~:n:::;::gugatan, seStl~
dengan ketentuan berikut.
a. Bentuknya gugatan (vordering claim):
411 jadi, gugatannya bersifat partai atau inter-partes, dengan proses
pemeriksaan seeara kontradiktor (contradictoir, cOunter
examination),
411 bukan permohonan (verzoek, petition) yang bersifat ex-parte.
b. Legal standing atau yang berhak mengajukan gugatan:
411 diberikan undang-undang kepada "setiap pemegang saharn"
tanpa digantungkan kepada jumlah saham yang dirnilikinya,
411 oleh karena itu, dapat diajukan oleh seorang pemegang saja
atau lebih.
e. Yurisdiksi relatifnya:
411 diajukan ke Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya
meliputi tempat kedudukan Perseroan,
411 dengan demikian, gugatan ditujukan ke Pengadilan Negeri
sesuai dengan asas actor sequitorforum rei yang digariskan Pasal
118 ayat (1) HlR.
d. Yang ditarik sebagai tergugat:
• pihak yang ditarik sebagai tergugat adalah Perseroan,
411 oleh karena itu, supaya. gugatan tidak eaeat tormil dalam
bentuk error in persona, gugatan harus ditujukan terhadap
Perseroan, bukan terhadap Direksi atau Dewan Komisaris.
. "--"
e. Dasar dalil 81!gatan (fundamentum petendi)
411 dasar dalil gugatan menurut Pasal 61 ayat (1), tindakan
Perseroan yang dianggap "tidak adil" (unjust) dan "tanpa alasan
wajar" (without fair reason) sebagai akibat keputusan RUPS,
Direksi dan/atau Dewan Komisaris, dan
411 tindakan Perseroan itu, menimbulkan kerugian kepada
pemegang sallam yang bersangkutan.
f. Petitum Gugatan
Mengenai petitum gugatan, dikemukakan dalam Penjelasan Pasa!
61 ayat (1) tersebut, yang terdiri atas:

Em Hukum Perseroan Terbatas


menuntut atau memohon ke Pengadilan agar Perseroan
menghentikan tindakan yangmerugikan tersebut;
menuntut agar Perseroan mengambil langkah tertentu, baik
untuk mengatasi akibat yang sudah timbul maupun untuk
mencegah tindakan serupa di kemudian hari.
rig perlu diperhatikan, sehubungan dengan daHl gugatan.
nus tidak adil dan tanpa alasan yang wajar, mengandung
tian luas (broad meaning), dan bahkan abstrak. Oleh karena
gar gugatan tidak kabur (obscur libel), harus benar-benar
ugat dapat menunjukkan fakta-fakta konkret dan objektif
an mana yang tidak adil dan tanpa alasan wajar yang dilakukan
oan tersebut.

Pemegang Saham Meminta Agar Perseroan Membeli


Jtamnya
in yang diberikan undang-undang kepada pemegang saham,
pada Pasal62 UUPT 2007, yang dapat dijelaskan sebagai berikut.
'ak meminta kepada Perseroan agar· sahamnya dibeli Perseroan:
hak itu diberikan kepada setiap pemegang saham" tanpa
If

mempersoalkan berapa besar jumlah saham yang dimilikinya,


dengan demikian, setiap pemegang saham dapat mem-
pergunakan hak tersebut sesuai dengan keadaan dan
kebutuhan.
arga yang diminta, harga yang wajar (fair value):
pemegang saham yang bersangkutan dapat menuntut kepada
Perseroan agar sahamnya dibeli dengan harga yang wajar (fair
value),
Perseroan tidak boleh sewenang-wenang menentukan harga
saham yang tidak wajar.
asaralasan yang dibenarkan hukum meminta Perseroan
embeli saham pemegang saham:
) apabila pemegang saham tersebut, tidak menyetujui tindakan
Perseroan,
dan tindakan yang tidak disetujuinya itu, merugikan
pemegang saham atau Perseroan, berupa tindakan:
a) perubahan AD,
b) pengalihan atau penjarninan kekayaan Perseroan yap
mempunyai nilai lebih dad 50% (lima puluh pe:r:se
kekayaan bersih Perseroan.
Yang dimaksud dengan "kekayaan bersih" menur
Penjelasan Pasal62 ayat (1) huruf b adalah kekayaan bers'
menurut neraca terbaru yang disahkan dalam wa1<tu
(enam) bulan terakhir.
c) Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan,
Pemisahan.
d. Pembelian saham yang diminta pemegang saham, tidak meleb'
batas pembelian kembali saham oleh Perseroan.
Pasal 37 ayat (1) huruf b telah menentukan batas keboleh
Perseroan membeli kembali saham yang telah dikeluarkan. Men
ketentuan ini, jumlah nilai nominal seluruh saham yang dibeli kemb
oleh Perseroan dan gadai atau jaminan fidusia atas saham yan
dipegang oleh Perseroan sendiri dan!atau Perseroan lain yang sahamny'
secara langsung atau tidak langsung dimiliki Perseroan, tidak meleb'
10% (sepuluh persen) dari jumlah modal yang di tempatkan dal
Perseroan.
Bertitik tolak dari ketentuan ini, Pasal62 ayat (2) mengemukak
apabila jumlah saham yang diminta pemegang saham untuk dibe
Perseroan melebihi 10% (sepuluh persen) dari jumlah modal yan
ditempatkan dalam Perseroan:
• maka yang dapat dibelinya hanya sampai batas tidak meleb'
10% dari jumlah modal yang ditempatkan dalam Perseroan,
• selanjutnya, Perseroan wajib mengusahakan agar sisanya, dibe
oleh pihak ketiga.
Pembahasan mengenai hak meminta agar Perseroan membe
saham pemegang saham dengan harga wajar, merupakan urai
terakhir ruang lingkup permasalahan modal dan saham Perseroan.
~nai reneana kerja,
laporan tahunan, dan penggunaan laba diatur
BAB IV. UUPT 2007, seperti yang dijelaskan berikut ini.

g Reneana Kerja diatur pada Bagian Kesatu BAB IV, yang terdiri
asal 63-Pasal 65 UUPT 2007.

neana Kerja Tahunan (RKT) Disusun oleh Direksi


Pasal 63 ayat (1), Yang ditugaskan menyusun RKT adalah
, •dengan ketentuan:
T hams disusun sebelum" dimulainya tahun buku yang akan
II

ang,
T memuat anggaran tahunan Perseroan untuk tahun yang akan

kanisme Persetujuan RKT


UUPT 2007 menggariskan prinsip, supaya RKT sah, harus
pat "persetujuan" dari Dewan Komisads atau RUPS.
gan dengan itu,Pasal 64 ayat (1) mengatakan, AD Perseroan
menentukan apakah Dewan Komisaris atau RUPS yang akan
rikan persetujuan. Undang-undang memberi kebebasan bagi
untuk mengatumya daIam AD.
un demikian, meskipun undang-undang memberi hak untuk
Organ mana yang berwenang memberi persetujuan
terhadap RKT, akan tetapi Pasal 64 mengatur tata cara pemberian
persetujuan RKT, sesuai dengan mekanisme berikut:
1) jika AD menentukan RKT harus mendapat persetujuan Dewan
Komisaris, Direksi langsung menyampaikan RKT tersebut kepada
Dewan Komisaris untuk mendapat persetujuan,
2) kalau AD menentukan RKT harus mendapat persetujuan RUPS
maka mekanismenya: I

• RKT tersebut, harus disampaikan Direksi terlebih dahulu


kepada Dewan Komisaris untuk "ditelaah",
• Setelah itu baru disampaikan kepada RUPS untuk mendapat
"persetujuan" .
Sehubungan dengan permasalahan RKT harus mendapat persetu.
juan dari Dewan Komisaris atau RUPS, perlu diperhatikan Penjelasan
Pasal64 ayat (2), berkenaan dengan kalimat terakhir. Menurut kalirnat
pertama persetujuan RKT dari Dewan Komisaris atau RUPS pada
dasarnya harus diatur dalam AD Perseroan. Akan tetapi, pada kalirnat
terakhir terdapat rumusan yang mengatakan, "kecuali" ditentukan
lain dalam peraturan perundang-undangan.
Menurut Penjelasan Pasal 64 ayat (2) ini yang dimaksud dengan
"kecuali ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan" adalah:
• apabila peraturan perundang-undangan tertentu dengan tegas
mengatakan persetujuan RKT "diberikan oleh RUPS", maka AD
"tidak dapat" menentukan RKT disetujui oleh Dewan Kornisaris,
atau sebaliknya,
., apabila peraturan perundang-undangan yang bersangkutan
menentukan, bahwa RKT harus mendapat persetujuan Dewan
Komisaris atau RUPS, maka AD tidak dapat menentukan RKT
cukup disampaikan Direksi kepada Dewan Komisaris atau RUPS.
Demikian gambaran mekanisme cara memperoleh persetujuan
atas RKT yang disusun Direksi menurut ketentuan Pasal 64 UUPT
2007.

3. Dimungkinkan Memberlakukan RK Tahunan yang Lalu


Pasal 65 UUPT 2007, membuka kemungkinan untuk memberlakukan
RK tahun yang lalu. Kemungkinan memperbolehkan diberlakukan

Hukum Perseroan Terbatas


un yang lalu, harus berdasar alasan yang dibenarkan pasal ini,
terdiri atas:

'reksi HTidak Menyampaikan" RKT kepada Dewan Komisaris


au RUPS Sesuai yang Ditentukan dalam AD
tidak membuat atau menyusun RKT untuk tahun buku
g akan datang, atau telah dibuat dan telah disusun, tetapi tidak
?ampaikan kepada Dewan Komisaris atau RUPS untuk
dapat persetujuan,
am peristiwa yang demikian, menurut Pasal 65 ayat (1), RKT
yang lampau diberlakukan",
/I

ngan demikian segala kebijakan dan kegiatan yang akan


akukan pada tahun buku yang akan datang, berpedoman pada
tahun yang lampau.

DisampaikanDireksi kepada De'wan· Komisaris atau


5,·· Belum Memperoleh Persetujuan
eksi telah mernbuat dan menyusun serta telah menyampaikan
rptersebut kepada Dewan Komisaris atau RUPS untuk
dapat persetujuan,
un demikian, ··meskipun telah memasuki tahun buku baru,
belum jugamendapat persetujuan sesuai dengan yang
ntukan AD, maka dalam kasus yang demikian, RKT tahun
g:lampau berlakubagi Perseroan.
rituan Pasal65 ini, rasional dan realistik, sehingga tidak terjadi
gan pedoman reneana kerja. Dengan memberlakukan RKT
ang lampau, Direksi tetap dapatmelaksanakan kegiatan
diskresi sesuaidengan RKT tahun yang lampau.

(L.T) diaturpada BABJ\T, Bagian Kedua. Terdiri atas


yang berisi ketentuan sebagai. berikut.
1. Mekanisme Penyampaian dan lsi L.T
Pasal 66 mengatur pembuatan dan proses penyampaian LT kepf
RUPS, serta memuat ketentuan mengenai isi LT.

a. Mekanisme Penyampaian L.T kepada RUPS


Mekanisme penyampaian L.T oleh Direksi kepada RUPS, diatur
Pasal66 ayat (1):
CD Direksi bertugas membuat L.T Perseroan,
.. setelah dibuat, Direksi menyampaikan terlebih dahulu kepada
Dewan Komisaris untuk "ditelaah",
• setelah selesai ditelaah Dewan Komisaris, baru "disampaikan"
kepada RUPS.

b. Tenggang Waktu Penyampaian L.T kepada RUPS


Menurut kalimat terakhir Pasal 66 ayat (1), Direksi harus
menyampaikan LT kepada RUPS, dalam jangka waktu "paling
lambat" 6 (enam) bulan setelah tahun buku Perseroan "berakhir".
Apa sanksinya apabila batas tenggang waktu itu dilarnpaui? Tidak
ada disebut dan diatur secara tegas dalam undang-undang.
Namun secara umum, kelalaian Direksi menyampaikan L.T dalam
jangka waktu yang ditentukan, dapat diterapkan ketentuan Pasal 97
ayat (1) dan (2) UUPT 2007. Direksi dianggap lalai memenuhi
tanggung jawab atas pengurusan Perseroan, serta dianggap tidak
melaksanakan kewajiban dengan iktikad baik dan penuh tanggung
jawab.
Dalam kehidupan praktik, Direksi bukan hanya lalai atau terlam-
bat menyampaikan L.T kepada RUPS. Bahkan banyak dijumpai kasus,
di mana Direksi tidak membuat dan menyampaikan sarna sekali L.T
kepada RUPS. Seolah-olah Perseroan itu milik Direksi, yang dikelola-
nya sesuka hati tanpa menyampaikan pertanggungjawaban apa pun
kepada pemegang saham melalui RUPS. Meskipun pemegang saham
atau Dewan Komisaris meminta agar Direksi menyarnpaikan 1.T,
Direksi tidak menghiraukan.

Em· Hukum Perseroall Terbatas

sA
qng Harus Dimuat dalam L. T
66 ayat (2) mengatur apa saja yang harus dimuat dalam L. T.
rut ketentuan ini, L.T harusmemuat "sekurang-kurangnya".

poran keuangan yang terdiri sekurang-kurangnya


eraca akhir tahun buku yang baru lampau dalam perbandingan
engan tahun buku sebelumnya,
laba rugi dari tahun buku yang bersangkutan,
poran arus kas,
poran perubahan ekuitas,
Cltatan atas laporan keuangan tersebut

aporan mengenai kegiatan Perseroan


dimaksud dengan "laporan kegiatan Perseroan" menurut
lasanPasal66 ayat (2) huruf b, adalah termasuk laporan tentang
atau kinerja Perseroan.

aporan pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan


il1 cian masalah yang timbul selama tahun buku yang mempengaruhi
~giatan usaha Perseroan

climaksud dengan "rindan masalah" menurut Penjelasan Pasal


(2) huruf d, termasuk sengketa atau perkara yang melibatkan

aporan mengenai tugas pengawasan yang telah dilaksanakan


ewan Komisaris selama tahun buku yangbaru lampau
amaanggota Direksi dan anggota. Dewan Komisaris
aji dan tinjauan bagi anggota Direksi dan gaji. atau honorarium
tunjangan anggota Dewan Komisaris Perseroan untuk tahun yang
aru lampau
aporan Keuangan Disusun Berdasar Standar Akuntansi Keuangan
jutnya, sehubungan dengan pembuatan Laporan Keuangan yang
ut Pasal 66 ayat (2) huruf a, Pasal 66 ayat (3) memerintahkan
ada Direksi:
• laporan keuangan tersebut harus disusun berdasar standar
akuntansi keuangan,
• yang dimaksud dengan "standar akuntansi keuangan" menurut
Penjelasan Pasal 66 ayat (3) adalah standar yang ditetapkan oleh
Organisasi Profesi Akuntan Indonesia yang diakui Pemerintah
Republik Indonesia

d. Penyampaian kepadaMenteriNeraca dan Laporan LabaRugiBagi


Perseroan yang Wajib Diaudit
Seperti yang dikemukakan di atas, salah satu muatan L.T yang disebut
Pasal 66 ayat (2) huruf a adalah neraca akhir tahun buku yang baru
lampau serta laporan laba rugi dari tahun buku yang bersangkutan.
Sehubungan dengan hal tersebut, Pasal 66 ayat (4) menegaskan,
bagi atau terhadap Perseroan yang wajib diaudit, maka neraca keuangan
dan laporan laba rugi yang telah diaudit itu, harus disampaikan kepada
Menteri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

e. Yang Menandatangani L.T


Pasal 67 mengatur penandatanganan L.T. Menurut Penjelasan Pasa!
67 ayat (1) penandatanganan L.T merupakan bentuk pertanggung-
jawaban anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris dalam
melaksanakan tugasnya.
Dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan tugas tersebut,
Pasal 67 ayat (1) menentukan siapa dan bagaimana cara penanda-
tanganan LT sesuai dengan patokan berikut.
1) Semua anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris yang
menjabat pada tahun buku yang bersangkutan wajib menan-
datangani LT.
2) Dalam hal terdapat anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris
yang tidak menandatangani LT:
• yang bersangkutan harus menyebut alasannya secara tertulis,
atau
lit alasan itu dinyatakan oleh Direksi dalam surat tersendiri yang
dilekatkan dalam LT.

Hukum Perseroan Terbatas


~wajiban Direksi membuat pernyataan tertulis
atas tidak ikutnya
ah seorang anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris
~nandatanganiLT menurut Penjelasan Pasal 67 ayat(2), apabila
dapat keadaan yang bersifat imposibilitas secara absolut.
.salnya anggota Direksi atau Dewan Komisaris yang bersang-
~an telah meninggal dunia.

juan membuat alasan secara tertulis atas tidak ikut serta


~Ilandatangani LT menurut Penjelasan Pasal 67 ayat (2), agar
PS dapat mengemukakannya sebagai salah satu bahan
r,timbangan dalam memberikan penilaian terhadap LT tersebut.
ggota Direksi dan Anggota Dewan Komisaris yang tidak
~Ilandatangani dianggap menyetujui LT

sal 67 ayat (3) menegakkan penerapan anggapan hukum


fntsvermoeden, legal presumption). terhadap anggota Direksi atau
ggota Dewan Komisaris yang tidak menandatangani LT sesuai
ngan ketentuan berikut:
anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris yang bersang-
kutan tidak menandatangani LT, dan
juga tidak memberikan alasan secara tertulis kenapa dia tidak
menandatangani LT dim.aksud,
aka dalam kasus yang demikian, kepada yang bersangkutan
(legal presumption), bahwa dia
;;. .... I-' .... .J.L .J.L ........... L,UL.J.L

qnggap "menyetujui" isi LT tersebut. Berarti melalui penerapan


gg~PCU1 httkllm ini,. dia sepenuhnya ikut memikul tanggung
ap hukum (legal responsibility) atas kebenaran yang tercantum
LT. Dengan demikian, apabila tidak memberi alasan secara
lis, • tidakmembebaskan yang bersangkutan dari tanggung
ab hukum atas kebenaran isi LT.

Laporan
-
Penjelasan Pasal 68 ayat (1), didasarkan pada "sifat" Perseroan
bersangkutan.
Selanjutnya dikatakan, kewajiban Direksi untuk menyerahka
kepada pengawasan "ekstern" dibenarkan dengan asumsi:
• bahwa kepercayaan masyarakat tidak boleh dikecewakan,
• hal yang demikian juga penting bagi Perseroan yang pen
yaannya mengharapkan dana dari Pasar Modal.
Bertitik tolak dari perkiraan tersebut, Pasal68 ayat (1) telahme:
tukan Perseroan yang menurut sifatnya wajib menyerahkan LK keF
akuntan publik untuk diaudit, apabila memenuhi kriteria berikl

a. Kegiatan Usaha Perseroan Menghimpun dan!atau Mengelola D


Masyarakat
Ke dalam kriteria ini menurut Penjelasan Pasal 68 ayat (1) hun
antara lain termasuk bank, asuransi, reksadana.

b. Perseroan yang Menerbitkan Surat Pengakuan Utang kept:,


Masyarakat
Dalam Penjelasan pasal ini dikatakan yang dimaksud dengan "su
pengakuan utang" antara lain "obligasi".

c. Perseroan Merupakan Perseroan Terbuka

d. Perseroan Merupakan Persero


Yang dimaksud dengan "persero" menurut Penjelasan Pasal7 ayat \
huruf a adalah badan usaha milik negara (BUMN) yang berbenn
Perseroan yang modalnya terbagi dalam saham yang diatur dala
Undang-Undang tentang BUMN (UU No. 19 Tahun 2003, tanggal°
Juni 2003).

e. Perseroan Mempunyai Aset dan!atau Jumlah Peredaran Usah


dengan Jumlah Nilai Paling Sedikit Rp 50.000.000.000,00 (Lim
Puluh Miliar Rupiah)
Menurut Pasal 68 ayat (6), jumlah ini bisa dikurangi. Namun, pengu
rangan besarnya jumlah nilai tersebut ditetapkan dengan PeraturaJ
Pemerintah (PP).
Diwajibkan oleh Peraturan.Perundang-Undangan
bungan dengan kewajiban Direksi menyampaikan LK kepada
tan publik untuk diaudit, terdapat beberapa permasalahan
yang perlu mendapat perhatian.

RUPS dilarang mensahkan LK yang tidak diaudit akuntan publik


}?ila Perseroan termasuk kategori yang. disebut Pasal 68 ayat (1),
gga Direksi wajib menyerahkan LK Perseroan kepada akuntan
ik untuk diaudit:
Clffiun ternyata kewajiban itu tidak dilaksanakan Direksi, dan
langsung menyampaikan LK yang belum diaudit itu kepada RUPS.
Ivlaka dalam kasus yang demikian, Pasal 68 ayat (2) melarang
untuk mensahkan LK tersebut.
agaimana hall1ya kalau RUPS mensahkannya? Dianggap tin-
itu bertentangan dengan Pasal68 ayat (2) UUPT 2007. Ketentuan
ini bersifat memaksa (dwingendrecht, mandatory rule), oleh karena
dak boleh dilanggar.

aporan hasil audit disampaikan kepada RUPS


salahan hukum kedua, mengenai cara penyampaian laporan
asil audit akuntan publik. Menurut ketentuan Pasal68 ayat (3):
aporan atashasil audit itu disampaikan akuntan publik yang
}?~~sangkutan kepada RUPS. "secara tertulis",
tetapi,.cara penyampaiannya kepada RUPS "melalui" Direksi

~ngumuman pengesahan RUPS


a. dan Japoran. laba rugi yang telah diaudit dan telah disahkan
, harus diumumkan dalam 1 (satu) Surat Kabar apabila Perse-
yangbersangkutan termasuk kriteria Pasal68 ayat (1) huruf a, b,
j··yakni
giatan usaha Perseroan menghimpun dan/atau mengelola dana
asyarakat;
erseroan tersebut menerbitkan Surat pengakuan utang kepada
asyarakat;
c) Perseroan tersebut, Perseroan Terbuka.
Jadi, neraca dan laporan laba rugi serta laporan keuangan Yan:
telah diaudit akuntan publik, kemudian telah mendapat pengesah~
dari RUPS, harus diumumkan dalarn 1 (satu) Surat Kabar apabila
Perseroan yang bersangkutan mempunyai kriteria yang disebut pacta
Pasal 68 ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c.
Maksud pengurnurnan itu menurut Penjelasan Pasal 68 ayat (4),
dalarn rangka "akuntabilitas" dan "keterbukaan" kepada masyarakat.
Mengenai tenggang waktu pengurnurnan diatur pada Pasal68ayat
(5). Harus dilakukan Direksi paling larnbat 7 (tujuh) hari setelah
mendapat "pengesahan" RUPS.

3. Persetujuan LT dan Pengesahan LK Serta Laporan


Pengawasan Dewan Komisaris Oleh RUPS
Pasal 69 UUPT 2007 memuat ketentuan tentang persetujuan LT
termasuk pengesahan LK serta laporan tugas pengawasan Dewan
Komisaris.

a. Persetujuan dan Pengesahan Dilakukan oleh RUPS


Supaya LT dan LK serta laporan tugas pengawasan Dewan Komisaris
secara formil dan substansial sah menurut hukurn, hams"dilakukan"
atau diberikan persetujuan dan pengesahan oleh RUPS.
Apabila RUPS memberi pengesahan, berarti anggota Direksi dan
anggota Dewan Komisaris dibebaskan dan dilepaskan dari pertang-
gungjawaban (release and discharge, aequite et discharge).

b. Keputusan atas LK dan Persetujuan LT Ditetapkan RUPS


Berdasarkan Ketentuan Undang-Undang (UUPT 2007) dan/atau
AD

c. Anggota Direksi dan Anggota Dewan Komisaris Bertanggung


]awab Secara Tanggung Renteng apabila LK yang Disediakatl
Tidak Benar atau Menyesatkalt
Menurut Penjelasan Pasal 69 ayat (3), LK yang dihasilkan harus
mencerminkan keadaan yang sebenarnya dari aktiva, kewajiban,

.. HukumPerseroan Terbatas
9-1 dan usaha dari Perseroan. Apabila LK yang dibuat dan
iakan:
rnyata tidak benar dan/atau menyesatkan,
.aka anggota Direksi dananggota Dewan Komisaris bertanggung
awab secara tanggung jawab secara tanggung renteng (several
'qIJility) terhadap pihak yang dirugikan.
kan tetapi, anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris
j~baskan" dari tanggung jawab tersebut dengan syarat, apabila
ka dapat membuktikan" bahwa keadaan itu bukan karena
II

ahannya.

gurraan 1aba Perseroan diatur pada BAB I~ Bagian Ketiga UUPT


yang terdiri atas Pasal 70-Pasal 73. Hal-hal yang terpenting di
anya, dapat dije1askan sebagai berikut.

enyisihan Cadangan Wajib


70 ayat (1) menggariskan, Perseroan:
ajib "menyisihkan" jum1ah tertentu dari "1aba bersih" untuk
kadangan",
enyisihan dilakukan setiap tahun buku, yang disebut penyisihan
('cadanganwajib".
adi, cadangan wajib merupakan penyisihan jumlah tertentu dari
bersih". Penyisihan cadangan wajib dilakukan setiap tahun buku.
ang dimaksud dengan "1aba bersih" menurut Penje1asan Pasal
(1) ada1ah keuntungan tahun berja1an sete1ah dikurangi
II

. Dan agar kewajiban menyisihkan harus dilakukan Perseroan,


tungkan pada syarat berikut.

'.Apabila Perseroan Mempunyai HSaldo yang Positif'


g dimaksud dengan "saldo laba yang positif" menurut Penjelasan
a1 70 ayat (2) ada1ah 1aba bersih Perseroan da1am tahun buku
telah akumulasi
yang sebelumnya.
b. Penyisihan Laba Bersih untuk Cadangan Wajib, Dilakukan Sa1rtflq.i
Cadangan itu Mencapai Paling Sedikit 20% (Dua Puluh Per$~?l)
dari Jumlah Modal yang Ditempatkan dan Disetor
Ketentuan paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah modal
yang ditempatkan dan disetor, dinilai sebagai jumlah yang layak UUtuk
cadangan wajib. Hal ini dikemukakan pada alinea terakhir Penjelasan
Pasal 70 ayat (3).
Menurut Penjelasan Pasal 70 ayat (3), Perseroan membentuk:
• cadangan wajib, dan
• cadangan lainnya.
Cadangan wajib adalah jumlah tertentu yang:
• wajib disisihkan oleh Perseroan setiap tahun buku,
• dipergunakan untuk menutup kemungkinan "kemgian" Perse-
roan pada masa yang akan datang,
• akan tetapi, cadangan wajib yang belum mencapai 20% (dua
puluh persen) dari modal ditempatkan dan disetor hanya boleh
dipergunakan untuk menutup kemgian yang tidak dapat dipe-
nuhi oleh cadangan lain.
Dengan demikian, jika cadangan wajib belum memenuhi jumlah
20% dari modal ditempatkan dan disetor, yang pertama-tama
dipergunakan untuk menutup kemgian diambil dari cadangan lam.
Kalau tidak cukup, bam boleh diambil dari cadangan wajib.
Cadangan wajib tidak hams selalu berbentuk "uang tunai", tetapi
dapat berbentuk aset lainnya yang mudah dicairkan dan tidak dapat
dibagikan sebagai dividen.
Adapun yang dimaksud dengan "cadangan lainnya menurut
Penjelasan Pasal 70 ayat (3) adalah:
• cadangan di luar cadangan wajib,
• dipergunakan untuk berbagai keperluarl Perseroan, seperti untuk
perluasan usaha, untuk pembagian dividen, untuk tujuan sosial
dan lain sebagainya.

2. Penggunaan Laba Bersih Diputuskan oleh RUPS


Direksi atau Direksi bersama-sama dengan Dewan Komisaris, tidal<
berwenang (unauthorized) memutuskan dan menentukan penggunaan
ersih Perseroan. Yang berwenang (authorized) menentukan dan
tuskan penggunaan laba bersih, termasuk penentuan besarnya
penyisihanuntuk cadangan wajib dan cadangan lain, adalah

eputusan RUPS menentukan penggunaan laba bersih menurut


la-san Pasa171 ayat (I), harus memperhatikan "kepentingan
ban" dan "kewajaran".
elanjutnya Penjelasan tersebut mengatakan, keputusan RUPS
dapat menetapkan, sebagian atau seluruh laba bersih:
igunakan untuk pembagian dividen, kepada pemegang saham,
tuk cadangan (wajib dan lain),
embagian tansiem (tamtiem) untuk anggota Direksi dan Dewan
binisaris, atau
embagian bonus untuk karyawan.
engenai pembagian atau pemberian tansiem dan bonus yang
Kan dengan kinerja Perseroan, telah dianggarkan dan diperhi-
sebagai "biaya".

m.bagian Dividen
n adalah pendistribusian laba kepada pemegang saham secara
. Pada prinsipnya dibayarkan dalam bentuk uang. Akan tetapi,
gkinkan juga dalam bentuk script atau Surat saham sementara
un produk atau property perusahaan. Namun, bentuk yang
ini jarang terjadi. Dividen sebagai bagian dari laba atau
gan bersih Perseroan secara resini diumumkan oleh Direksi
mendapat persetujuan RUPS untuk dibagikan kepada para
gang saham.
:nurut Pasal 71 ayat (2), pada dasarnya dividen yang dapat
an kepada pemegang saham adalah:
ruhlaba bersih setelah dikurangi penyisihan untuk cadangan,
un prinsip ini dapat dikesampingkan berdasar keputusan

alnya RUPS dapat menentukan, tidak ada pembagian dividen


laba bersih itu akan digunakan untuk memperluas kegiatan
Yang dimaksud dengan seluruh laba bersih" menurut Penj
II

Pasal 71 ayat (2) adalah seluruh jumlah laba bersih dari ~~''''''Fl
yang bersangkutan setelah dikurangi akumulasi kerugian Pe:t;se
dari tahun buku sebelumnya.
Dengan demikian, dividen hanya boleh dibagikan
Perseroan mempunyai saldo laba yang positif". Dalam hal laba, -0
II

Perseroan dalam tahun buku berjalan belum seluruhnya ITlQln",f..dllll

akumulasi kerugian Perseroan dari tahun buku sebelumnya, 1-I-'Tl,"t:>",~;;11111


tidak dapat membagikan dividen, karena dalam hal
Perseroan masih mempunyai saldo laba bersih negatif".
II

Dalam praktik, dikenal berbagai istilah yang menyangkut de1!lg


dividen, antara lain:
1) dividen final (final dividend), yakni pembagian keuntll1!lg
Perseroan kepada pemegang saham yang telah diputuskan d
ditetapkan RUPS, untuk satu tahun buku tertentu;
2) dividen tunai (cash dividend) adalah dividen dalam
tunai dan dividen ini yang paling umum;
3) dividen aktiva selain tunai (property dividend), bisa disebut "'"<7'''"''_
barang yakni dividen dalam bentuk barang seperti surat berhar
yang diterbitkan Perseroan, barang persediaan atau aktiva lainn
4) dividen saham (stock dividend), merupakan pembayaran dar
bentuk saham, yaitu pemberian tambahan saham tanpa '-A.-U..l.U.l.llil

pembayaran.
Dari perspektif ekonomi, tujuan orang menanam modal dal
bentuk pembelian saham Perseroan, adalah mengharapkan mempe
oleh keuntungan yang disebut dividen. Secara teknis, dividen rnC'r'111'"'I-:i

kan bagian yang diterima pemegang saham dari


Perseroan. Namun demikian dari segi hukum, undang-undang
AD Perseroan dapat mengatur pembatasan pembagian dividen.
juga perlu diingat dividen bukan utang yang harus dibayar
sendirinya oleh Perseroan kepada pemegang saham. Dividen
menjadi utang Perseroan kepada pemegang saham apabila
memperoleh laba, dan laba itu memenuhi syarat yang ..... ~,·~ .l.L ..... .I.".......

undang-undang AD. di atas. .I.'-LUJ.11l-UJ.1lh......

yang memenuhi syarat untuk dibagikan sebagai dividen Ul./"U./~L'


14Q.an mempunyai "saldo laba yang positif", yakni seluruh jumlah
ersih setelahdikurangi akumulasi kerugian tahun buku
mnya.
alam istilah sederhana, hanya "kelebihan keuntungan" di atas
yang dapat dibagikan kepada pemegang saham dalam bentuk
en. Dengan demikian pembagian dividen tidak boleh
ganggu pelaksanaan kegiatan usaha Perseroan. Oleh karena itu,
Perseroan tidak memperoleh keuntungan yang memenuhi syarat
t11an undang-undang, tidak. ada pembagian dividen.
ividen yang dijelaskan di atas, disebut dividen biasa. Di samping
'kenal pula "dividen tambahan" (extra dividend), yakni dividen
dibayarkan di samping dividen biasa, apabila Perseroan pada
memperoleh laba yang melebihi target.

:i.nbagian Dividen Interim (Interim Dividend)


interim, merupakan hal baru ··dalam undang-undang
roan. Baik dalam KUHD maupun dalam UUPT 1995, tidak diatur.
iperkenalkan oleh Pasal 72UUPT 2007.
ngertian dividen interim adalah "dividen sementara" yang
takan dan dibayarkan "sebelum" laba tahunan Perseroan
kan oleh RUPS. Biasanya pembayaran dilakukan secara berkala
'pertriwulanselama tahun berjalan. AdaPerseroan yang secara
ten mencantumkan dividen per triwulan yang diyakini dapat
lPerseroan.
g penting diingat,dividen interim merupakan pembagian laba
euntungan Perseroan yang bersifat sementara. Belum
akan dividen yang bersifat final (final dividend) berdasar
san RUPS. Pembagiannya baru berdasar penetapan Direksi.

Dapat Mengatur Dividen Interim


ayat n)·· mengatakan:
!seroan dapat membagikan dividen .LLL ........ LLA.LL

buku IJO"t"CO,,'/l
Berarti, kalau AD Perseroan tidak mengatur ketentuan diviat:A
interim, Direksi tidak dapat mengeluarkan keputusan atau penetapiu{
pembagian dividen interim. Kalau AD tidak mengatur, Direksi tidak
mempunyai kapasitas atau kewenangan (bevoegdheid, authorized)
untuk itu. Apabila hal itu dilakukannya padahal tidak ada diatur dal am
AD, tindakan Direksi dianggap "ultra vires".

b. Syarat Kebolehan Melakukan Pembagian Dividen Interim


Meskipun AD Perseroan mengatur pembagian dividen interim, namtin
Pasal 72 ayat (2) menentukan syarat yang harus dipenuhi dan ditaati:
1) Pembagian dividen interim tidak mengakibatkan jumlah
kekayaan bersih Perseroan tidak menjadi lebih keeil daripada
jumlah modal yang ditempatkan dan disetor ditambah eadangan
wajib,
2) Pembagian dividen interim, tidak boleh mengganggu atau
menyebabkan Perseroan tidak dapat memenuhi kewajibannya
kepada kreditor atau mengganggu kegiatan Perseroan,
3) Pembagian dividen interim ditetapkan:
berdasar "Keputusan" Direksi,
setelah mendapat "persetujuan Dewan Komisaris".
Baik keputusan Direksi maupun persetujuan Dewan Komisaris,
hams tetap memperhatikan syarat yang dikemukakan di atas yakni
pembagian dividen interim tidak boleh mengakibatkan jumlah
kekayaan bersih Perseroan tidak menjadi lebih keeil daripada jumlah
modal ditempatkan dan disetor ditambah eadangan wajib serta tidal<
boleh mengganggu ataumenyebabkan Perseroan tidak dapat
memenuhi kewajibannya kepada kreditor.

c. Kewajiban Mengembalikan Dividen Interim


Pasal72 ayat (5) mengatur "kehamsan" atau kewajiban mengembalikan
dividen interim yang diterima pemegang saham sesuai dengan
ketentuan berikut.
ernyata Perseroan mengalami atau menderita kerugian
hal setelah tahun buku· berakhir:
myata Perseroan menderita Nkerugian",
aka dividen interim yang telah dibagikan, harus dikembalikan
~megang saham kepada Perseroan.

enjelasan Pasal 72 ayat (5) tersebut mengemukakan contoh


en interim yang harus dikembalikan pemegang saham. Misalkan
en interim yang telah dibagikan sebesar Rp1.000,OO (seribu
) per saham. Ternyata Perseroan menderita kerugian dan tidak
punyai saldo laba positif sehingga tidak ada dividen yang
gikan. Oleh karena itu, yang harus dikembalikan adalah
000,00 (seribu rupiah) per saham.
~lanjutnya dikatakan, seandainya Perseroan menderita kerugian,
·.;Perseroanmempunyai Nlaba ditahan" (retained learning) dan
laba positif, kemudian RUPS menetapkan dividen sebesar
0,00 (dua ratus rupiah) per saham. Dalam hal yang seperti ini,
interim yang harus dikembalikan pemegang saham per saham
RplOOO,OO (seribu rupiah) dikurangi Rp200,OO (dua ratus
).

ireksi dan Dewan Komisaris, bertanggung jawab secara tanggung


wab renteng atas kerugian yang ditimbulkan pembagian dividen
'nterim
72 ayat (6) memikulkan tanggung jawab secara tanggung renteng
q.elijk aansprakelijk, jointly and saverally liable) atas kerugian
roanyang disebabkan pembagian dividen interim. Kerugian yang
ita Perseroan bisa timbul, dalam hal pemegang saham tidak dapat
embalikan dividen interim yang telah diterimanya.
alam kasus yang demikian, Direksi dan Dewan Komisaris
ggung jawab secara tanggung renteng, menutup kerugian yang
ita Perseroan sesuai dengan besamya jqmlah dividen interim yang
dikembalikan pemegang saham.
5. Dividen yang Tidak Diambil Pemegang Saham
Pasal 73 mengatur permasalahan dividen "yang tidak diambil"
pemegang saham sesuai dengan ketentuan berikut.

a. Dividen yang Tidak Diambil Setelah 5 (Lima) Tahun, Dimasukkan


Dalam Cadangan Khusus
Sesuai dengan Ketentuan Pasal 73 ayat (1), digariskan ketentuan:
• dividen yang tidak diambil pemegang saham setelah 5 (lima) tahun
terhitung sejak tanggal yang ditetapkan untuk pembayaran dividen
"lampau",
• maka dividen yang tidak diambil tersebut, dimasukkan ke dalarn
"cadangan khusus".
Apakah dividen yang telah dimasukkan ke dalam cadangan
khusus, dapat lagi diambil pemegang saham yang bersangkutan?
Dapat! Akan tetapi, bagaimana cara pengambilannya "diatur" oleh
RUPS. Hal itu ditegaskan Pasal 73 ayat (2).
Selanjutnya Penjelasan pasal ini mengatakan, yang dapat diambil
pemegang saham hanya jumlah "nominal" dividen, tetapi tidak
termasuk bunga dividen tersebut.

b. Dividen yang Telah Dimasukkan Cadangan Khusus, Tidak Diambil


Dalam ]angka Waktu 10 (sepuluh) Tahun, ]atult Menjadi Hak
Perseroan
Seperti yang dijelaskan di atas, dividen yang tidak diambil pemegang
saham setelah 5 (lima) tahun dari tanggal pembayaran dividen ditetap-
kan, dividen tersebut dimasukkan ke dalam "cadangan khusus".
Kalau dividen yang telah dimasukkan dalam cadangan Khusus:
• tidak diambil pemegang saham dalam jangka waktu 10 (sepuluh)
tahun,
• dividen dimaksud jatuh menjadi "hak Perseroan".
Demikian penegasan Pasal 73 ayat (3). Selanjutnya Penjelasan pasaJ
ini menggariskan cara penempatannya, yakni jumlah dividen yang
tidak diambil dan menjadi hak Perseroan "dibukukan" dalam pos
pendapatan lain-lain dari Perseroan.

Hukum Perseroan Terbatas


~~~{j{jm~{j ~~~~B S~SI~"E
(1)~~ "EI~{j~~{j~~

BuPT 2007, mengatur Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan.


merupakan masalah baru dalam hukum Perseroan. UUPT
ihdak mengaturnya. Apalagi KUHD sama sekali tidak
gguilgnya. Hanya pengaturannya dalam UUPT 2007, sangat
sekali. Hanya terdiri dari 1 (satu) pasal saja, yakili Pasal 74.
ketentvan selanjutnya mengenai Tanggung Jawab Sosial dan
gan (TJSL) menurut Pasal 74 ayat (2), akan diatur dengan
Pemerintah (PP).

GGUNG JAWAB SOSIAl PERSEROAN MERUPA-


N TREN.BARU
ran mengenai TJSL dikemukakan pada alinea kedelapan
san Umum, yang dapat dideskripsi sebagai berikut:
an TJSL untukmewujudkan pembangunan ekonomi
kelanjutan g~ma meningkatkan kualitas kehidupan dan
~ungan yang bermanfaat bagi Perseroan itu sendiri, komunitas
<lIlpat dan masYarakat padaumumnya; .
L bermaksud untuk mendukung terjalinnya hubungan
.seroan yang serasi, seimbang dan sesuai dengan lingkungan,
., nOrma dan budaya masyarakat setempat;
ubungan dengan itu, perlu ditentukan, bahwa Perseroan yang
.atan usahanya dibidang dan!atau berkaitan dengan sumber
If

ya alam", wajib melaksanakan TJSL;


• untuk melaksanakan kewajiban tersebut, kegiatan TJSL, harus
dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan, dengtlIl
memperhatikan kepatutan dan kewajaran; .
• selanjutnya, kegiatan TJSL dimuat dalam LT Perseroan.
Alinea kedelapan Penjelasan Umum tersebut, ditutup ~'-"l~dn
kalimat yang berbunyi:
Dalam hal Perseroan tidak melaksanakan Tanggung ]awab Sosial
dan Lingkungan maka Perseroan yang bersangkutan dikenai sanksi
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kita yakin, TJSL yang diatur dalam UUPT 2007, diilhami oleh
pandangan yang berkembang belakangan ini yang mengajarkan Perse-
roan sebagai perusahaan yang melakukan kegiatan usaha di tengah-
tengah kehidupan masyarakat, harus ikut bertanggung jawab terhactap
masalah-masalah sosial yang dihadapi masyarakat setempat.
Pandangan tersebut, telah melahirkan konsep tanggung jawab
sosial Perseroan (Corporate Social Responsibility) (CSR). Landasan
pandangan CSR bersumber dari nilai moral, bahwa Perseroan hidup
dan berada di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Oleh karena itu,
kehidupan dan kelancaran kegiatan usaha Perseroan sangat tergantung
dan terkait kepada lingkungan dan masyarakat yang bersangkutan.
Perseroan harus mempunyai kepedulian (concern) terhadap masya-
rakat di mana dia hidup dan berada. Perseroan tidak terlepas dari
tanggung jawab memenuhi kepentingan publik.
Pandangan CSR yang dikemukakan di atas, merupakan reaksi
dan tantangan terhadap paham yang dikembangkan ajaran Neo
Kapitalisme (Neo Capitalism) yang bersikap dan berpendirian, bahwa
satu-satunya tanggung jawab Perseroan, hanya mencari keuntungan
yang sebesar-besarnya untuk dibagikan kepada para pemegang saham.
Tanggung Jawab Perseroan hanya sebatas memenuhi kepentingan para
pemegang saham. Adapun tanggung jawab sosial termasuk tanggung
jawab untuk mensejahterahkan rakyat dan perlindungan lingkungan,
bukan tanggung jawab Perseroan, tetapi merupakan tanggung jawab
Pemerintah.

_ Hukum Perseroan Terbatas


'jaran Neo Kapitalisrne atau Neo Liberalisrne tersebut, telah
bulkan perkernbangan Perseroan yang tidak rnanusiawi
man) dan tidak adil (unjust) rnengeruk keuntungan tanpa
pedulikan kesengsaraan rnasyarakat dan kemsakan lingkungan
ya.
jaran inilah yang ditentang oleh aliran rnoralis. Bukan hanya
(gang saham yang rnenjadi pernangku kepentingan (stakeholder)
roan. Masyarakat sekitar kegiatan Perseroan juga adalah pernang-
entingan. Oleh karena itu, selain hams rnenaati segala peraturan
aang-undangan, Perseroan juga hams ikut bertanggung jawab
. ap rnasyarakat dan lingkungan sekitarnya. Berarti pernangku
. tingan (stakeholder) Perseroan tidak hanya terbatas pernegang
, karyawan atau pegawai dan buruh, tetapi juga anggota
cirakat. Dengan dernikian, Perseroan tidak hanya rnernperhatikan
1)tingan pernegang saharn, pegawai dan buruh yang bekerja
ya, tetapi juga hams rnernperhatikan rnasyarakat dan lingkungan
ya. Sudah barang tentu tidak rnungkin suatu Perseroan dapat
erhatikan dan terlibat atas sernua segi kepentingan rnasyarakat.
"Un dernikian, Perseroan rnernpunyai tanggung jawab rnoral
rnenetapkan dalam RKT program atau agenda bidang sosial
.9-ibutuhkan rnasyarakat seternpat, baik yang bersifat jangka
rnaupun jangka pendek.
~enurut Me Oliver - EA Marshal,!) CSR bertujuan, antara lain:
mernberikan sebagian keuntungan Perseroan kepada rnasyarakat
dan lingkungan,
p;lelibatkan surnber dan personal Perseroan rnengadakan pelatihan
usus (special training) dan kegiatan nonlaba (non profit) kepada
asyarakat sekitarnya,
ut bertanggung jawab rnelindungi lingkungan (environmental
:otection) di sekitarnya.
Selanjutnya beliau rnengatakan, perusahaan atau Perseroan
;§lrika yang beroperasi di luar negeri, diharuskan rnelakukan
lipan Principle dalarn rangka rnernenuhi Corporate Social

ompany Law, Handbook Series, 1991, hlm. 321.


Responsibility (CSR). Poin yang terpenting dari Sullivan Principle, CIlltar
lain:
1) tidak ada pemisahan ras (non separation of races) dalam mal<
bantuan hidup, dan fasilitas kerja,
2) perlakuan yang sama dan adil dalam melaksanakan pekerja
(equal and fair employment process),
3) pembayaran upah yang sama untuk pekerjaan yang seban<lin
(equal payment comparable work),
4) program training untuk mempersiapkan kulit hitam dan nonk
putih lain sebagai supervisi, administrasi, klerc, teknisi dal
jumlah yang substansial,
5) memperbanyak kulit hitam dan nonkulit putih lainnya dal
profesi manajemen dan supervisi,
6) memperbaiki tempat tinggal dan hidup pekerja di luar lingkung
kerja seperti perumahan, kesehatan, sekolah, dan rekreasi.

B. TJSl HANYA TERBATAS ATAS PERSEROAN YAN


MENJAlANKAN KEGIATAN USAHA DI BIDAN
SUMBER DAYA AlAM
Seperti yang disinggung di atas, ketentuan TJSL yang diatur dal
BAB V UUPT 2007, hanya terdiri atas satu pasal saja yakni Pasal 74'
sedang ketentuan lebih lanjut diatur dengan PP. Sampai sekarang P ,
dimaksud belum muncul.

1. Perseroan yang Wajib Melaksanakan TJSL


Selain ketentuan yang mengatur TJSL hanya terdiri atas Pasal 74 saja,
juga kewajiban TJSL tidak dipikulkan terhadap semua Perseroan. Ak
tetapi, hanya terbatas terhadap Perseroan.

a. Yang Menjalankan Kegiatan Usahanya di Bidang Sumber Daya


A lam
Yang dimaksud dengan Perseroan yang menjalankan kegiatan
usahanya di bidang sumber daya alam "menurut Penjelasan Pasal 74
ayat (1) adalah Perseroan yang mengelola dan memanfaatkan" sumber
dayaalam.

J
ngMenjalankan·Kegiatan Usahanya di Bidangyang berkaitan
ngan SumberDaya Alam
ut alinea ketiga Penjelasan Pasal 74 ayat (1) yang dimaksud
Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya yang berkaitan
sumber daya alam, adalah Perseroan yang:
ak mengelola' dan tidak memanfaatkan sumber daya alam,
tCipi kegiatanusahanya "berdampak pada fungsi kemampuan
ber daya alam".
anya sebatas Perseroan tersebut yang diwajibkan Pasal 74
sanakan TJSL.Perseroan yang tidak menjalankan kegiatan usaha
ang sumber daya alam atau yang tidak berkaitan dengan sumber
alam, tidak diwajibkan melaksanakan TJSL.

elaksanaan Kewajiban TJSL, Dianggarkan dan Diperhitung-


an Sebagai Biaya Perseroan
apelaksanaan kewajiban TJSL tidakhanyahiasan, Pasal 74 ayat
emerintahkan:
rseroanharus menganggarkan dan memperhitungkan TJSL
agai biaya Perseroan.
deinikian, pada saat Direksi menyusun RKT berdasar Pasal
63 ayat (1), di dalamnya harus memuat anggaran TJSL untuk
ahun buku yang akan datang.
elaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan
ewajaran~

erseroan yang Tidak Melaksanakan TJSL, Dikenai Sanksi


rut Pasal 74 ayat (3), Perseroan yang tidak melaksanakan
ajiban TJSL, padahal dia memenuhi kriteria sebagai Perseroan yang
akukan kegiatan dibidang sumber daya alam atau yang berkaitan
an sumber daya alam, dikenai sanksi sesuai dengan. ketentuan
turan perundang-undangan.
pasal ini, yang dimaksud dengan
L 1'--.1.'''''''' ULJ. L

i sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan adalah


c. PROGRAM KEMITRAAN DENGAN PENGUSAHA KE
DAN PROGRAM BINA lINGKUNGAN BUMN, ME
PAKAN LEX SPECIALIS
Pelaksanaan TJSL yang diatur pada Pasal 74 UUPT 2007 berb
dengan Program Kemitraan dengan Pengusaha Kedl maupun den
Program Bina Lingkungan yang diwajibkan kepada BUMN.
Program Kemitraan dengan Pengusaha Kedl dan Program. B
Lingkungan mula-mula diatur dalam Permeneg BUMN No. 2
MBUj2003 tentang BUMN. Oleh karena apa yang diatur di dal
dipandang belum eukup memberi landasan operasional b
perusahaan pelaksana program Kemitraan BUMN dengan Pengus
Kedl dan Program Bina Lingkungan, maka Permeneg BUMN terse
diganti dengan Permeneg BUMN No. PER-05jMBUj2007 tent
Program Kemitraan BUMN. Dengan Pengusaha Kedl dan Progr
Bina Lingkungan, tanggal 27 April 2 0 0 7 . 1
Sasaran dan objek TJSL yang diatur pada Pasal 74 UUPT 2q
berbeda dengan Permeneg BUMN No. Per-05jMBUj2007, Sasa~
TJSL yang diatur pada Pasal 74 UUPT 2007, antara lain terdiri atas
• be:tujuan untuk m~ndptakcu: hubungan ~e~seroan yang ser,
selIDbang dan sesum dengan lmgkungan, mlm, norma dan bud~
masyarakat s e t e m p a t , i
• jadi sasarannya masyarakat setempat,
• dengan tujuan agar terdpta hubungan yang selaras dan seimba
antara Perseroan dengan masyarakat sesuai dengan lingkung,
norma dan budaya masyarakat setempat.
Adapun sasaran atau objek Permeneg BUMN No. PER as/ME
2007.

1) Usaha Kecil yang disebut Program Kemitraan


III bertujuan untuk meningkatkan kemampuan Usaha Keeil al
menjadi tangguh dan mandiri,
• earanya dengan jalan memanfaatkan dana dari bagian fllal
BUMN.
togtam Bina Lingkungan (Ptogtam BL)
ertujuan untuk "pemberdayaan kondisi sosial masyarakat oleh
lJMN,
anya, melalui pemanfaatan dari bagian laba BUMN tersebut.
itinjau dari segi pendanaan antara TJSL yang diatur Pasal74 UUPT
, terdapat perbedaan dengan apa yang ditentukan dalam
ENEG BUMN dimaksud.
urnber pendanaan TJSL Perseroan yang diatur pada Pasal 74
T:
ianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan,
kan diambil dari laba Perseroan.
Ha.Ilg sumber dana Program Kemitraan dan Program BL yang
dalam PERMENEG BUMN tersebut:
r~umber dari penyisihan laba BUMN,
ttll.gadministrasian dan.penyusunan RKA Program Kemitraan dan
fggram BL, terpisah dari RKA BUMN Pembina.
gadari segi subjek Perseroan yang wajib melaksanakannya juga
a:
pjekPerseroan yang wajib melaksanakan TJSL adalah Perseroan
qda umumnya yang menjalankan kegiatan usaha:
) di bidang sumber daya alam, dan
) yang berkaitan dengan sumber daya alamo
ttdang subjek yang wajib melaksanakan Program Kemitraan dan
rogram BL adalah setiap BUMN tanpa mempersoalkan jenis atau
~dang kegiatan usahanya.

elaksanaannya juga berbeda:


elaksana TJSL dilakukan oleh Perseroan yang kegiatan usahanya
aniatau berkaitan dengan sumber daya alam, ,
edang pelaksana Program Kemitraan diberikan BUMN yang
ersangkutan dalam bentuk:
pinjaman untuk membiayai modal kerja atau pembelian aktiva
tetap milik usaha kecil,
pinjaman khusus untuk membiayai kebutuhan dana
pelaksana kegiatan usaha mitra binaan sebagai pinjaman
tambahan dan berjangka pendek.
.. begitu juga pelaksana Program BL, merupakan bantuan y
meliputi ruang lingkup:
bantuan korban bencana alam,
bantuan pendidikan dan/atau pelatihan,
bantuan peningkatan kesehatan,
bantuan pengembangan prasarana/sarana umum,
bantuan sarana ibadah,
bantuan pelestarian alam.
Demikian gambaran singkat letak perbedaan antara TJSL yang
diatur dalam Pasal 74 UUPT 2007 dengan Program Kemitraan dan
Program BL yang diatur dalam Permeneg BUMN No. Per 05/MBU/
2007. Jelas tampak Permeneg tersebut merupakan lex special (specidl
laws) yang khusus berlaku terhadap BUMN, sedang TJSL merupakan
lex generalis yang berlaku untuk semua Perseroan pada umurnny~
dengan syarat apabila Perseroan itu melakukan kegiatan bidang usaha
sumber daya alam atau yang berkaitan dengan sumber daya alam.
Dengan demikian, meskipun suatu BUMN telah memenuhi
kewajiban melaksanakan Program Kemitraan dan Program BL sesuai
dengan ketentuan Permeneg dimaksud,' hal itu tidak melepaskan
kewajiban BUMN yang bersangkutan melaksanakan TJSL, apabila
BUMN itu melakukan kegiatan usaha di bidang sumber daya alam
atau yang berkaitan dengan sumber daya alam.

Hukum PerserOlln Terbatlls


pemegang saharn mempunyai hak menghadiri Rapat Umum
ang Saharn (RUPS). Undang-Undang Perseroan pada masa
mengatur ketentuan yang menegaskan hak tersebut. Begitu
D Perseroan, mengatur ketentuan Perseroan harus mengadakan
,paling tidak satu kali satu tahun. Pada dasarnya, dalarn RUPS
.ang saharn melakukan kontrol atas jalannya kepengurusan
an yang dilakukan Direksi. 1)
PT 2007, sebagai hukum Perseroan di Indonesia, mengatur
~nai RUPS pada BAB VI, yang terdiri atas Pasal 75-9l.
ya dalarn UUPT 1995 diatur pada BAB VI, yang terdiri Pasal
Jumlah pasal yang mengatur RUPS dalarn kedua undang-
gini, boleh dikatakan harnpir sarna. Pada UUPT 1995 sebanyak
aI, sedang pada UUPT 2007 sebanyak 16 pasal. Namun
.an, pengaturannya secara substansial jauh lebih luas dan
. . hensif pada UUPT 2007. Pada alinea kelima Penjelasan Umum
rtegas ketentuan Organ Perseroan yang menyangkut Penye-
aan RUPS dari yang dulu diatur pada UUPT 1995. Misalnya
faatkan perkembangan teknologi, sehingga RUPS dapat
an pemegang saharn melalui media elektronik telekonferensi,
onferensi atau sarana media teknologi lainnya. Menurut hemat
rmasalahan RUPS yang perlu dibicarakan, meliputi ruang
yang dijelaskan di bawah ini

D. cox, Thomas Lee Hazen, Hedge 0' Neal, Corporations, Alpen Law & Business,
hlm 306.

6 RallafUmlJlll Pllmell'inll Baham

I
A. KEBERADAAN DAN KEWENANGAN RUPS
Pertama-tama akan dijelaskan keberadaan dan kewenangan RU
dalam Perseroan.

1. RUPS adalah Organ Perseroan


Berdasar Pasal1 angka 2, Perseroan mempunyai tiga organ yang ter
atas:
1) RUPS,
2) Direksi, dan
3) Dewan Komisaris.
Selanjutnya keberadaan RUPS sebagai Organ Perseroan, diteg
kan lagi pada Pasal 1 angka 4 yang mengatakan, RUPS adalah big
Perseroan. Dengan demikian menurut hukum, RUPS adalah Org
Perseroan yang tidak dapat dipisahkan dari Perseroan. MelaluiR )
tersebutlah para pemegang saham sebagai pemilik (eigenaar, owne
Perseroan melakukan kontrol terhadap kepengurusan yang dilakllk
Direksi maupun terhadap kekayaan serta kebijakan kepengurus
yang dijalankan menajemen Perseroan. 2)

2. Kewenangan RUPS
Secara umum, menurut Pasal 1 angka 4. RUPS sebagai Org
Perseroan, mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepad
Direksi atau Dewan Komisaris, namun dalam batas yang ditentuk
dalam undang-undang ini dan/atau AD P e r s e r o a n . 1
Kemudian kewenangan RUPS tersebut, dikemukakan ulang laJ
pada Pasal 75 ayat (1) yang berbunyi: I
RUPS mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direk~
atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam undan&
undang ini dan/atau anggaran dasar..
Jadi, secara umum, kewenangan apa saja yang tidak diberikai
kepada Direksi dan/atau Dewan Komisaris, menjadi kewenangm
RUPS. Oleh karena itu, dapat dikatakan RUPS merupakan orgm

2) Ibid., James D. Cox, es, WIn. 306.


perseroan. Namun, hal itu tidak persis demikian, karena pada
ya ketiga organ perseroan itu sejajar dan berdampingan sesuai
pemisahan kewenangan (separation ofpower) yang diatur dalam
g-undang dan AD. Dengan demikian, tidak dapat dikatakan
lebih tinggi dari Direksi dan Dewan Komisaris. Masing-masing
unyai posisi dan kewenangan sesuai dengan fungsi dan
g jawab yang mereka miHki.
a dideskripsi, kewenangan RUPS yang paHng utama sesuai
UUPT 2007, antara lain sebagai berikut.
enyatakan menerima atau mengambH aHh semua hak dan
Eiwajiban yang timbul dari perbuatan hukum yang dilakukan
ndiri atau kuasanya (Pasal13 ayat (1».
Einyetujui perbuatan hukum atas nama Perseroan yang
lqkukan semua anggota Direksi, semua anggota Dewan
omisaris bersama-sama pendiri dengan syarat semua pemegang
ham hadir dalam RUPS, dan semua pemegang saham
nyetujuinya dalam RUPS tersebut (Pasal14 ayat (4».
erubahan AD ditetapkan oleh RUPS (Pasal 19 ayat (1».
emberi persetujuan atas pembeHan kembaH atau pengaHhan
ih lanjut saham yang dikeluarkan Perseroan (Pasal 38 ayat (1».
~nyerahkan . kewenangan kepada Dewan Komisaris guna
enyetujui pelaksanaan keputusan RUPS atas pembeHan kembali
tau· pengalihan lanjut saham yang dikeluarkan Perseroan (Pasal
9ayat (1».
enyetujui penambahan modal Perseroan (Pasal41 ayat (1».
enyetujui pengurangan modal Perseroan (Pasal44 ayat (1».
enyetujui rencana kerja tahunan apabHa AD menentukan
emikian (Pasal 64 ayat (1) jo. ayat (3».
emberi persetujuan laporan tahunan dan pengesahan laporan
euangan serta laporan tugas pengawasan Dewan Komisaris (Pasal
9ayat (1».
emutuskan penggunaan laba bersih, termasuk penentuan
ah penyisihan cadangan wajib (Pasal
71 ayat (1».
11) Menetapkan pembagian tugas dan pengurusan Perseroan ant\tt
anggota Direksi (Pasal 92 ayat (5)).
12) Mengangkat anggota Direksi (Pasal 94 ayat (1)).
13) Menetapkan tentang besarnya gaji dan tunjangan anggota U1r{:\L-~:.
(Pasal 96 ayat (1)).
14) Menunjuk pihak lain untuk mewakili Perseroan apabila sel
anggota Direksi atau Dewan Komisaris mempunyai bentU:ran
kepentingan dengan Perseroan (Pasal 99 ayat (2) huruf c).
15) Memberi persetujuan kepada Direksi untuk:
a. mengalihkan kekayaan Perseroan, atau
b. menjadikan jaminan utang kekayaan Perseroan,
Persetujuan itu diperlukan apabila lebih dari 50% (lima pul
persen) jumlah kekayaan bersih Perseroan dalarn 1 (satu) transaksi
atau lebih baik yang berkaitan satu sarna lain maupun tidak (Pasa!
102 ayat (1)).
16) Memberi persetujuan kepada Direksi untuk mengajukan
permohonan pailit atas Perseroan sendiri kepada Pengadilan Niaga
(Pasal104 ayat (1)).
17) Memberhentikan anggota Direksi (Pasal 105 ayat (2)).
18) Menguatkan keputusan pemberhentian sementara yang dilakukan
Dewan Komisaris terhadap anggota Direksi (Pasall06 ayat (7)).
19) Mengangkat anggota Dewan Komisaris (Pasalll1 ayat (1)).
20) Menetapkan tentang besarnya gaji atau honorarium dan tunjangan
anggota Dewan Komisaris (Pasal113).
21) Mengangkat Komisaris Independen (Pasal 120 ayat (2)).
22) Memberi persetujuan atas Rancangan Penggabungan (Pasa1223
ayat (3)).
23) Memberi persetujuan mengenai Penggabungan, Peleburan,
Pengarnbilalihan atau Pemisahan (Pasal127 ayat (1)).
24) Memberi Keputusan atas pembubaran Perseroan (Pasal142 ayat
(1) huruf a).
25) Menerima pertanggungjawaban likuidator atas penyelesaian
likuidasi (Pasal143 ayat (1)).
ad penjelasan di atas dapat dilihat, di samping kewenangan
yang dirumuskan pada Pasal 1 angka 4 dan Pasal 75 ayat (1),
pat lagi kewenangan yang bersifat spesifik berupa pemberian
etujuan atas tindakan Direksi atau Dewan Komisaris atau
eluarkan penetapan atas perbuatan hukum tertentu seperti yang
kan satu per satu pada deskripsi tersebut.

MPAT RUPS DIADAKAN


i yang diketahui, RUPS adalah "rapat" yang dilakukan oleh para
ang saham (aandel houder, shareholder) dalam kedudukan
mereka sebagai pemilik Perseroan. Setiap rapat, harus jelas
kan tempat pelaksanaannya. Sehubungan dengan itu Pasal 76
;2007, telah menggariskan ketentuan di mana saja tempat RUPS
'diadakan. Agar pelaksanaannya sah menurut hukum harus
an berdasar altematif di bawah ini.

PPS Diadakan di Ternpat Kedudukan Perseroan


wan pokok agar RUPS sah diadakan, harus diselenggarakan di
tkedudukan Perseroan.
erti yang dijelaskan, menurut Pasal 5 ayat (1) tempat
kan Perseroan dalam wilayah negara Republik Indonesia, dan
harus ditentukan tegas dalam AD. Adapun menurut Penjelasan
" tempat kedudukan Perseroan sekaligus merupakan "Kantor
(Head Office) Perseroan.
.itik tolak dari ketentuan ini dikaitkan dengan ketentuan Pasal
(1):
RUPS sah dilangsungkan,
s dilakukan di tempat kedudukan Kantor Pusat Perseroan
ikian patokan pertama menentukan kebolehan melang-
RUPS. Harus dilakukan di tempat kedudukan Perseroan,
tempat kedudukan Kantor Pusat Perseroan. Namun, perlu
ikan syarat yang ditentukan Pasal 76 ayat (3), agar RUPS di
edudukan Perseroan sah apabila kedudukannya "terletak"
ah Negara Republik Indonesia.
2. Di Tempat Perseroan Melakukan Kegiatan Usaha Utamany
Alternatif kedua yang dapat ditempuh melangsungkan RUPS, ada!
di tempat kegiatan usaha utama Perseroan.
Berdasar ketentuan ini, apabila kegiatan usaha utamanya ti
dilakukan di tempat kedudukan Perseroan, tetapi dilakukan di temp
lain, RUPS dapat dilangsungkan di tempat tersebut. Akan tetap~(
undang-undang tidak menjelaskan apa yang dimaksud dengan k~
giatan usahanya yang utama. Hal itu bisa menimbulkan permasalahafl
apabila Perseroan mempunyai kegiatan yang hampir sama utamany,~
di beberapa tempat. Dalam kasus yang demikian, bagaiman,~
menentukan kriteria yang mana di antaranya yang dianggap sebagClf
kegiatan usahanya yang utama?
Pemecahannya barang kali didasarkan pada kriteria kegiatari
usahanya "yang paling" utama. Di mana kegiatan usahanya yang
paling utama, di tempat itu RUPS dapat dilangsungkan. Sekiranya
kegiatan usahanya yang utama relatif sarna, RUPS dapat dan sah
dilakukan pada salah satu tempat tersebut.
Akan tetapi, kebolehan melangsungkan RUPS di tempat kegiatan
usaha utama Perseroan, harus memenuhi syarat yang ditentukan Pasal
76 ayat (3) yakni tempat tersebut harus "terletak" di wilayah Negara
Republik Indonesia.

3. RUPS Perseroan Terbuka


Mengenai tempat RUPS Perseroan Terbuka diatur pada Pasal 76 ayat
(2). Memperhatikan bunyi pasal tersebut, pengadaan RUPS Perseroan
Terbuka dapat dilangsungkan berdasar alternatif berikut.

a. Diadakan di Tempat Kedudukan Perseroan


Alternatif pertama ini merupakan ketentuan atau prinsip umum yang
berlaku bagi semua Perseroan, termasuk Perseroan Terbuka sesuai
dengan ketentuan Pasal76 ayat (1), yang menentukan RUPS diadakan
di tempat kedudukan Perseroan. Ketentuan ini merupakan lex generalis
(general rule) yang berlaku umum bagi semua Perseroan termasuk
Perseroan Terbuka.

.. Hukum Perseroan Terbatas


iadakan di Tempat Kegiatan Usahanya yang Utama
tuan ini pun digariskan pada Pasal 76 ayat (1), sehingga sifatnya
':rnerupakan prinsip umum yang berlaku bagi semua Perseroan
.asuk Perseroan Terbuka.

Diadakan di Tempat Kedudukan Bursa


'tJ.rut Pasal76 ayat (2) RUPS Perseroan Terbuka "dapat" diadakan
mpat kedudukan bursa, dengan syarat:
'§aham Perseroan Terbuka tersebut, telah "dicatatkan" di bursa
.) ang bersangkutan,
empat kedudukan bursa dirnaksud, harus terletak di wilayah
egara Republik Indonesia.
.etentuan yang membolehkan RUPS Perseroan Terbuka "dapat"
akan di tempat kedudukan bursa, merupakan ketentuan hukum
bersifat khusus (lex specialis, special law) atau pengecualian yang
us diberikan kepada Perseroan Terbuka. Dengan demikian,
tuan ini tidak berlaku kepada Perseroan Tertutup, juga ketentuan
.p.ak berlaku bagi Perseroan Terbuka yang belum mencatatkan
g) saharnnya di bursa, karena pengecualian ini hanya berlaku
dap Perseroan Terbuka yang sudah mencatatkan saharnnya di
a tersebut.

Dimungkinkan Mengadakan RUPS di Mana Saja pun


76 ayat (4) membuka kemungkinan mengadakan RUPS di
at "mana sajapun". Namun agar kebolehan mengadakan RUPS
'ana sajapun, hams terpenuhi syarat-syarat berikut:
UPS dihadiri dan/atau diwakili "semua" pemegang saham,
mua pemegang saham "menyetujui",
genda RUPS yang disetujui hams tertentu,
~mpat RUPS diadakanhams terletak di wilayah Negara Republik
donesia.
yarat-syarat di atas hams dipenuhi, agar RUPS dapat diadakan
apun di Iuar tempat kedudukan Perseroan maupun di Iuar
tan usahanya yang utama.
Selanjutnya, RUPS yang diadakan di mana saja pun sesuai d
syarat-syarat yang dikemukakan tersebut, hanya dapat meng
keputusan jika keputusan tersebut "disetujui dengan suara bula
Bertitik tolak dari penjelasan di atas, RUPS dapat diadak
beberapa tempat, asal terpenuhi syarat-syarat yang ditentukan 0
undang-undang.

C. RUPS MElALUI MEDIA ELEKTRONIK


UUPT 2007 memperkenalkan cara penyelenggaraan RUPS yang b
yang disebut RUPS melalui "media elektronik". Cara ini belum
diadopsi dalam UUPT 1995. ·~lil'
Cara RUPS yang demikian diatur pada Pasal 77, dan agar Ru,~S
dengan cara ini sah, harns memenuhi syc.rat-syarat yang dijelaskan~
bawah ini. tti

1. Bentuk Elektronik yang Dibolehkan Menurut Ketentuan


77 Ayat (1)
Bentuk cara penyelenggaraan RUPS dengan elektronik, bisa atau
melalui:
1) Media telekonferensi,
2) Media Video konferensi, atau
3) Sarana media elektronik lainnya.

2. Syarat Formil
Supaya RUPS melalui media elektronik dapat dibenarkan, hams
"memungkinkan" semua peserta RUPS:
1) dapat melihat dan mendengar secara langsung,
2) dapat berpartisipasi langsung dalam rapat.
Mengenai syarat formil ini, Pasal 77 ayat (1) mempergunakan kata
"yang memungkinkan" semua peserta RUPS saling melihat dan
mendengar secara langsung serta berpartisipasi dalam rapat. Kata
memungkinkan tersebut bersifat imperatif. Oleh karena itu, tidak
dapat dikesampingkan atau dilanggar. Kalau begitu, apabila RUPS
melalui telekonferensi atau video konferensi maupun media

.. Hukllrn Perseroan Terbatas


onik, para peserta RUPS hams saling melihat dan mendengar
langsung serta berpartisipasi aktif dalam rapat tersebut.

rsyaratan Kuorum dan Pengambilan Keputusan


enai persyaratan kuorum dan pengambilan keputusan RUPS
imedia elektronik menurut Pasal 77 ayat (2), tunduk kepada
aratan yang ditentukan dalam undang-undang ini atau yang
dalamAD.
berpedomankepada ketentuan UUPT 2007, telah diklasifikasi
kuantitas kuorum kehadiran dan pengambilan keputusan bagi
agenda atau mata aeara RUPS seperti berikut:
arat kuorum kehadiran dan pengambilan keputusan RUPS
rigenai mata aeara biasa, diatur pada Pasal 86:
kuorum kehadirannya 1;2 (satu perdua) bagian dari jumlah
$eluruhsaham dengan hak suara, hadir atau diwakili,
selanjutnya menurut Pasal 87 ayat (2), keputusan sah, jika
disetujui lebih dari 1;2 (satu perdua) bagian dari jumlah suara
iy;;mg dikeluarkan.
arat kuorum dan pengambilan keputusan RUPS untuk jenis
,ta aeara atau agenda "perubahan" AD, diatur pada Pasal 88,
gan ketentuan sebagai berikut:
syarat kuorum kehadiran, paling sedikit 2/3 (dua pertiga)
ragian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara, hadir
atau divyakili, dan
. eputusan sah, jika disetujui paling sedikit 2/3 (dua pertiga)
ragian dari jumlah suara yang dikeluarkan.
;fit kuorum kehadiran dan pengambilan keputusan RUPS
genai mata aeara Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan
Pemisahan, pengajuan permohonan agar Perseroan dinyata-
.
crilit, p~rpanjangan jangka waktu berdirinya dan pembubaran
-<:""

. !oan, merujuk kepada Pasal 89 dengan ketentuan sebagai


ut:
syarat kuorum kehadiran, paling sedikit % (tiga perempat)
bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara, hadir
atau diwakili,
• keputusan sah, apabila disetujui paling sedikit % (tig
a
perempat) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan.
Dari penjelasan di atas, syarat kuorum dan syarat pengambilan
keputusan RUPS melalui media elektronik, sarna halnya dengan RUPS
konversional. Sarna-sarna tunduk dan merujuk kepada persyaratan
yang ditentukan Pasal 86, Pasal 88, dan Pasal 89. Mengenai hal ini
akan dibicarakan lebih lanjut pada pembahasan berikutnya. '

4. Pembuatan Risalah RUPS Melalui Media Elektronik


Pasal 77 ayat (4) memerintahkan agar setiap penyelenggaraan RUPS
melalui media elektronik:
• "harus" dibuat risalah rapat,
• risalah rapat tersebut, "harus" disetujui dan ditandatangani oleh
semua peserta RUPS.
Berdasar ketentuan ini, terdapat perbedaan pembuatan dan
penandatanganan risalah RUPS melalui media elektronik dengan
risalah RUPS konvensional secara fisiko
Penandatanganan risalah RUPS konvensional menurut Pasa190
ayat (1) hanya wajib ditandatangani oleh:
1) ketua rapat, dan
2) paling sedikit 1 (satu) orang pemegang saharn yang ditunjuk dari
dan oleh peserta RUPS.
Jadi, risalah RUPS yang dilakukan secara fisik dan konvensional,
tidak ditandatangani oleh semua peserta RUPS. Sebaliknya risalah
RUPS yang dilakukan melalui media elektronik harus ditandatangani
semua pemegang saham. Dengan demikian, selain isinya harus
disetujui oleh semua peserta RUPS, harus juga ditandatangani oleh
semua peserta RUPS .
Selanjutnya, yang dimaksud dengan ."disetujui dan ditanda-
tangani" menurut Penjelasan Pasal 77 ayat (4) adalah disetujui dan
ditandatangani "secara fisik" atau "secara elektronik". Dengan kata
lain, boleh disetujui dan ditandatangani secara fisik atau dapat juga
secara elektronik oleh semua peserta rapat.

I11III Hukum Perseroan Terbatas


ENYELENGGARAAN RUPS
lenggaraan RUBS diaturpada Pasal 78, Pasal 79, Pasal 80, dan
81· UUPT 2007, meliputi hal-hal berikut.

ntuk RUBS
au dari segi waktu penyelenggaraan RUPS, Pasal 78 ayat (1)
asi-fikasi rapat Perseroan (types of company meeting).

UPS Tahunan
rut Pasal 78 ayat (2) sifat dan syarat RUPS tahunan:
atnya wajib diadakan setiap tahun,
arat penyelenggaraannya, diadakan dalam jangka waktu "paling
bat" 6 (enam) bulan setelah tahun buku berakhir.
lanjutnya, menurutPasal 78 ayat (3) dalam RUPS tahunan.
iiharus· mengajukan· semua dokumen dari laporan tahunan
an sesuai ketentuan Pasal 66 ayat (2) yang terdiri atas pokok-
berikut:
oran keuangan,
oran mengenai kegiatan Perseroan,
Qran pelaksanaan TJSL,
~an masalah yang timbul selama tahun buku yang mempe-
uhi kegiatan Perseroan,
oran tugas pengawasan yang dilaksanakan Dewan Komisaris,
anggota Direksi dan Dewan Komisaris,
iclan tunjangan anggota Direksi dan Dewan Komisaris.
Htik tolak dari ketentuan dimaksud, setiap Perseroan, harus
Liakan RUPS tahunan setiap tahun kalender. Ketentuan itu,
ya berlaku di Indonesia, tetapi diterapkan pada semua Negara
yang dikatakan Walter Coon, Every Company must hold an
general meeting once every calender year. 3)
diingat, ketentuan Pasal 78 ayat (2) adalah bersifat imperatif
tory rule). Rumusannya dengan tegas mempergunakan kata

Company Law, hlm. 130.


"wajib". Oleh karena itu, RUPS tahunan mesti dilaksanakan 01
Direksi dalam batas jangka waktu yang ditentukan undang-und ,&
yakni paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun buku berakhir.r'l[
hi"·';

b. RUPS Luar Biasa


Pada Pasal78 ayat (1) maupun ayat (4), menyebut RUPS lainnya. Akan
tetapi Penjelasan Pasal 78 ayat (1) mengatakan, yang dimaksud deng
tlIl
"RUPS lainnya" dalam praktik, sering dikenal sebagai RUPS "luar
biasa". Dalam praktik disingkat dengan RUPS LB:
• yang diadakan "setiap waktu", dan
• digantungkan berdasar kebutuhan untuk kepentingan Perseroan.
Jadi, kapan saja kepentingan Perseroan membutuhkan diadakan
RUPS, Direksi dapat menyelenggarakan RUPSLB asal benar-benar
secara objektif kepentingan Perseroan membutuhkannya.
Dapat dilihat, selain dari RUPS tahunan (general annual meeting),
undang-undang membolehkan diadakan RUPSLB (extra ordinary
meeting), baik hal itu atas ini setiap Direksi maupun atas permintaan
pemegang saham atau Dewan Komisaris. 4)

2. Penyelenggara RUPS
Pada dasarnya yang berfungsi dan berwenang menyelenggarakan
RUPS tahunan maupun RUPSLB adalah Direksi. Hal itu ditegaskan
oleh Pasal 79 ayat (1). Penyelenggaraan diadakan RUPS, sepenuhnya
merupakan inisiatif dari Direksi.
Akan tetapi ketentuan itu, tidak menutup kemungkinan penye-
lenggaraan RUPS tahunan atau RUPS LB dilakukan atas permintaan,
sebagaimana yang diatur Pasal 79 ayat (2) sesuai syarat-syarat dan
ketentuan berikut.

a. Yang Berhak Meminta Dilakukan RUPS


Yang dapat atau berhak meminta kepada Direksi supaya diadakan
dan diselenggarakan RUPS tahunan atau RUPSLB adalah:

4) Ibid., Walter Coon, Company Law, hlm. 131.


(satu) orang atau lebih pemegang saham yang bersama-sama
wakili 1/10 (satu persepuluh) atau lebih jumlah seluruh saham
l1gan hak suara, kecuali AD menentukan suatu jumlah yang
ih kedl, atau
wan Komisaris
berpatokan pada ketentuan Pasal 79 ayat (2) huruf a, yang
~hak meminta adalah pemegang saham yang mewakili paling
gi1<itl/10 (satu persepuluh) jumlah seluruh saham dengan hak
ara. Namun ketentuan itu sendiri membolehkan AD
nentukan jumlah yang lebih kedl dari itu.

Elrminta,an pemegang saham atas penyelenggaraan RUPS


uhi persyaratan:
,Juk.permintaan diajukan dengan Surat Tercatat,
jukan kepada Direksi, dan tembusannya disampaikan kepada
wan Komisaris,
J;tai dengan alasannya.
urutPenjelasan Pasal79 ayat (3), alasan yang menjadi dasar
ta,an diadakan RUPS, .antara lain:
~l7la Direksi tidak mengadakan .RUPS tahunan sesuai dengan
waktu yang ditentukan Pasal 78 ayat (2), yang mewajibkan
tahunan diadakan dalam jangka waktu paling lambat 6
) :bulan s~telah tahun buku berakhir, atau
a,jabatananggQta.Direksidan/atau anggota Dewan Komisaris
berakhir.
an tersebut tidak hanya terbatas pada apa yang dikemukakan
ikarena Penjelasan pasal.· itu, menyebutnya antara lain. Bisa
akan alasan lain yang dianggap mendasar untuk kepentingan

Jsi Wajib Mengadakan RUPS yang Diminta


adapermintaan dari pemegang saham atau dari Dewan
is yangmemenuhisyarat kepada Direksi agar diadakan RUPS,
enurut Pasal 79 ayat (5):
"wajib". Oleh karena itu, RUPS tahunan mesti dilaksanakan oleh
Direksi dalam batas jangka waktu yang ditentukan undang-undang
yakni paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun buku berakhir. '

b. RUPS Luar Biasa


Pada Pasa178 ayat (1) maupun ayat (4), menyebut RUPS lainnya. Akan
tetapi Penjelasan Pasal 78 ayat (1) mengatakan, yang dimaksud dengan
"RUPS lainnya" dalam praktik, sering dikenal sebagai RUPS "1uar
biasa". Dalam praktik disingkat dengan RUPS LB:
.. yang diadakan "setiap waktu", dan
.. digantungkan berdasar kebutuhan untuk kepentingan Perseroan.
Jadi, kapan saja kepentingan Perseroan membutuhkan diadakan
RUPS, Direksi dapat menyelenggarakan RUPSLB asal benar-benar
secara objektif kepentingan Perseroan membutuhkannya.
Dapat dilihat, selain dari RUPS tahunan (general annual meeting),
undang-undang membolehkan diadakan RUPSLB (extra ordinary
meeting), baik hal itu atas ini setiap Direksi maupun atas permintaan
pemegang saham atau Dewan Komisaris. 4)

2. Penyelenggara RUPS
Pada dasarnya yang berfungsi dan berwenang menyelenggarakan
RUPS tahunan maupun RUPSLB adalah Direksi. Hal itu ditegaskan
oleh Pasal 79 ayat (1). Penyelenggaraan diadakan RUPS, sepenubnya
merupakan inisiatif dari Direksi.
Akan tetapi ketentuan itu, tidak menutup kemungkinan penye-
lenggaraan RUPS tahunan atau RUPS LB dilakukan atas perrnintaan,
sebagaimana yang diatur Pasal 79 ayat (2) sesuai syarat-syarat dan
ketentuan berikut.

a. Yang Berhak Meminta Dilakukan RUPS


Yang dapat atau berhak meminta kepada Direksi supaya diadakan
dan diselenggarakan RUPS tahunan atau RUPSLB adalah:

4) Ibid., Walter Coon, Company Law, him. 131.

.. Hukum Perseroan Terbatas


(satu) orang atau lebih pemegang saham yang bersama-sama
ewakili 1/10 (satu persepuluh) atau lebih jumlah seluruh saham
e,p.gan hak suara, kecuali AD menentukan suatu jumlah yang
bih kedl, atau
ewan Kornisaris
~a berpatokan pada ketentuan Pasal 79 ayat (2) huruf a, yang
rhak meminta adalah pemegang saham yang mewakili paling
gikit 1/10 (satu persepuluh) jumlah seluruh saham dengan hak
ara. N amun ketentuan itu sendiri membolehkan AD
enentukan jumlah yang lebih kedl dari itu.

tuk dan Alasan Permintaan


permintaan pemegang saham atas penyelenggaraan RUPS
nuhi persyaratan:
p.tuk permintaan diajukan dengan Surat Tercatat,
ajukan kepada Direksi, dan tembusannya disampaikan kepada
~Wan Kornisaris,
's~rtai dengan alasannya.

enurut.Penjelasan Pasal 79 ayat (3), alasan yang menjadi dasar


taan diadakan RUPS,antara lain:
ena. Direksi tidak mengadakan· RUPS tahunan sesuai dengan
waktu yang ditentukan Pasal 78 ayat (2), yang mewajibkan
PS tahunan diadakan dalam jangka waktu paling lambat 6
.Cltn). bulan setelah tahun buku berakhir, atau
flSCijabatan .anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Kornisaris
an berakhir.
lasan tersebut tidak hanya terbatas pada apa yang dikemukakan
Sj ,karena Penjelasan pasal· itu, menyebutnya antara lain. Bisa
akan alasan lain yang dianggap mendasar untuk kepentingan
oan.

Wajib Mengadakan yang JLJ£JrT££TII-/I,U

adapermintaan dari pemegang saham atau dari Dewan


aris yangmemenuhisyarat kepada Direksi agar diadakan RUPS,
menurut Pasal. 79 ayat (5):
• Direksi "wajib" melakukan panggilan RUPS,
• panggilan RUPS harus dilakukan Direksi, paling lambat 15 (lima
belas) hari terhitung sejak tanggal permintaan penyelenggaraan
RUPS diterima Direksi.
RUPS yang diselenggarakan Direksi berdasar panggilan RUPS atas
permintaan, pada prinsipnya hanya membicarakan masalah yang
berkaitan dengan alasan yang dikemukakan pada surat permintaan.
Namun demikian Pasal 79 ayat (8), membolehkan membicarakan mata
acara rapat lainnya yang dipandang perlu oleh Direksi.

d. Direksi Tidak Melakukan Pemanggilan RUPS yang Diminta


Berdasar Pasal79 ayat (6), kalau Direksi tidak melakukan pemanggilan
RUPS dalam jangka waktu 15 (lima belas) hari dari tanggal permintaan
diterimanya, dapat ditempuh upaya berikut:
1) pemegang saham dapat mengajukan "kembali" permintaan itu
kepada Dewan Komisaris, atau
2) kalau yang meminta kepada Direksi adalah Dewan Komisaris,
maka Dewan Komisaris melakukan panggilan sendiri RUPS.
Kalau permintaan kembali penyelenggaraan RUPS oleh pemegang
saham kepada Dewan Komisaris, Dewan Komisaris wajib melakukan
pemanggilan RUPS dalam jangka waktu paling lambat 15 (lima belas)
hari sejak tanggal permintaan penyelenggaraan RUPS diterima.
Selanjutnya, RUPS yang diselenggarakan Dewan Komisaris berdasar-
kan panggilan RUPS atas permintaan pemegang saham, hanya membi-
carakan masalah yang berkaitan dengan alasan yang dikemukakan
dalam surat permintaan.
Ketentuan Pasal 79 ayat (9), berbeda dengan Pasal 79 ayat (8).
Menurut ketentuan ini RUPS yang diadakan Direksi berdasarkan
permintaan, selain membicarakan masalah yang berkaitan dengan
alasan yang dikemukakan dalam permintaan, dapat juga membi-
carakan mata acara rapat lainnya yang dipandang perlu oleh Direksi.
Sedang kalau yang mengadakan RUPS Dewan Komisaris atas
permintaan pemegang saham, hanya terbatas membicarakan masalah
yang berkaitan dengan alasan yang dikemukakan dalam surat
permintaan. Tidak dibenarkan membicarakan mata acara lain.

.. Hukum Perseroan Terbatas


ermintaan Penyelenggaraan RUPS kepada Ketua Pengadilan
egeri
taan Penyelenggaraan RUPS kepada Ketua Pengadilan Negeri
r pada· Pasal 80 yang memberi hak kepada pemegang saham
ajukan permohonan penyelenggaraan RUPS kepada Ketua
adilan Negeri, seperti yang dijelaskan di bawah ini.

erbukanya Hak Pemegang Saham Mengajukan Permohonan


epada Ketua Pengadilan Negeri
asar Pasal 80 ayat (1), hak pemegang saham terbuka mengajukan
ohonan" (verzoek, petition) kepada ketua Pengadilan Negeri
. ta penyelenggaraan RUPS:
pabila Direksi atau Dewan Komisaris tidak melakukan
,eroanggilan RUPS dalam jangka waktu 15 (lima belas) hari dari
ggal penerimaan surat permintaan;
entuknya adalah permohonan yang dituangkan dalam Surat
ermohonan (verzoekschrift, petition), bukan gugatan (vordering,
laim );
tajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri sesuai asas actor sequitor
orum rei, yakni yang daerah hukumnya meliputi temp at
edudukan Perseroan;
~\permintaan permohonan, agar Ketua Pengadilan Negeri mene-
kan pemberian izin kepada pemohon melakukan sendiri
Jllanggilan RUPS.
emperhatikan ketentuan di atas, hak pemegang saham mengaju-
~rmohonan meminta penyelenggaraan RUPS, tidak langsung
·.~\jhukum terbuka. Harus ditempuh lebih dahulu permintaan
a Direksi atau Dewan Komisaris. Apabila mereka tidak
enuhi permintaan paling lambat dalam jangka waktu 15 (lima
)hari dari tanggal surat permintaan diterima, baru terbuka hak
gang saham mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan
b. Sistem Pemeriksaan Permohonan Secara Kontradikto r
(Contradictoir)
Meskipun permintaan kepada Ketua Pengadilan Negeri berbentuk
"permohonan" yang bersifat voluntair, namun menurut Pasal 80 ayat
(2), sistem pemeriksaannya:
• tidak bersifat ex parte atau tidak hanya memeriksa dan mendengar
pihak pemohon saja sebagaimana lazimnya pemeriksaan
permohonan,
• tetapi bersifat kontradiktoir atau bersifat inter partes:
Ketua Pengadilan Negeri harus memanggil Direksi dan/atau
Dewan Komisaris,
juga memanggil dan mendengar pemohon,
Ketentuan ini bersifat imperatif (mandatory rule). Oleh karena itu,
Pengadilan tidak dapat mengeluarkan penetapan pemberian izin
kepada pemegang saham memanggil RUPS, sebelum memanggil dan
mendengar pemohon dan Direksi atau Dewan Komisaris.

c. Pemohon Dibebani Wajib Bukti


Pasal 80 ayat (2), memikulkan beban wajib bukti (bewijslast, burden of
proof) kepada pemegang saham tersebut. .

1) Membuktikan, bahwa persyaratan permohonan telah dipenuhi


(a) pemohon benar mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh)
dari jumlah seluruh saham dengan hak suara, sesuai dengan
ketentuan Pasal 79 ayat (2) huruf a,
(b) telah mengajukan permintaan kepada Direksi atau Dewan
Komisaris, namun telah lewat tenggang 15 (lima belas) hari dari
tanggal surat permintaan mereka terima, tidak dilakukan pemang-
gilan RUPS.

2) Membuktikan pemohon mempunyai kepentingan yang wajar untuk


diselenggarakan RUPS
Cara pembuktiannya menurut Pasal 80 ayat (2), cukup dilakukan pe-
mohon "secara sumir". Tidak dituntut penerapan hukum pembuktian

IIEIIHukum Perseroall Terbatas


gaimana lazimnya dalam proses pemeriksaan perkara perdata pada
mnya.
pabila pemohon berhasil membuktikan secara sumir hal-hal
disebut di atas, Ketua Pengadilan Negeri mengeluarkan peneta-
pemberianizin kepada pemegang saham tersebut untuk
kukan sendiri pemanggilan RUPS. Sebaliknya, jika pemohon
dapat membuktikan secara sumir" persyaratan telah dipenuhi
II

pemohon mempunyai kepentingan yang wajar RUPS


J~nggarakan, Ketua Pengadilan "menolak" permohonan.

Penetapan
Ketua Pengadilan Negeri mengabulkan permohonan, maka
abulan itu dituangkannya dalam. bentuk "penetapan" yang
uat diktum atau amar:
emberi izin kepada pemohon melakukan sendiri pemanggilan
S,
enetapkan (hal-hal berikut):
bentuk RUPS, tahunan atau RUPSLB,
mata acara RUPS sesuai dengan permohonan pemegang
saham,
menetapkan kuorum kehadiran dan!atau ketentuan tentang
persyaratan pengambilan keputusan RUPS,
menunjuk ketua rapat sesuai dengan atau tanpa terikat pada
ketentuan UUPT 2007 atau AD.
elllerintahkan Direksi dan!atau Dewan Komisaris wajib hadir
alam RUPS.
ng dimaksud mengenai kuorum kehadiran dan ketentuan
,p persyaratan pengambilan keputusan RUPS dalam penetapan
dilan tersebut menurut Penjelasan Pasal 80 ayat (3), adalah
s berlaku untuk RUPS ketiga.

UPS Hattya Boleh Membicarakan Mata Acara yang Ditetapkan


e:ngadilan
RUPS berdasar menurut
80 ayat (6), hanya boleh membicarakan mata acara yang
tercantum dalam amar penetapan Pengadilan. Dilarang membicarakan
mata acara lain, di luar yang disebut dalam penetapan.

f. Penetapan Pengabulan Permohonan Bersifat Final


Apabila Ketua Pengadilan Negeri mengabulkan permohonan, hal itu
dituangkan dalam bentuk penetapan:
• sifat penetapan itu langsung "final" dan mempunyai kekuatan
hukum tetap,
• terhadapnya tertutup segala upaya hukum biasa (banding dan
kasasi) maupun upaya luar biasa (peninjauan kembali).
Hal itu ditegaskan dalam Penjelasan Pasal 80 ayat (6), antara lain
mengata.kan, terhadap penetapan tersebut tidak dapat diajukan
banding, kasasi atau peninjauan kembali. Ketentuan ini dimaksudkan
agar pelaksanaan RUPS tidak tertunda.

g. Terhadap Penolakan Permohonan, Dapat Diajukan Kasasi


Bagaimana halnya kalau Pengadilan menolak permohonan pemegang
saham? Pasal80 ayat (7) memberi hak kepada pemohon:
• untuk mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung, dan
• terhadap putusan kasasi tersebut tidak dimungkinkan mengajukan
permohonan peninjauan kembali.
Hal itu ditegaskan juga dalam Penjelasan Pasal 80 ayat (7), bahwa
satu-satunya upaya hukum yang mungkin dipergunakan pemohon
terhadap penolakan permohonan, hanya upaya hukum kasasi dan
tidak mungkin mengajukan peninjauan kembali.
Demikian tata cara permohonan permintaan penetapan izin
pemanggilan RUPS oleh pemegang saham kepada Ketua Pengadilan
Negeri. Ketentuan yang diatur pada Pasal80 ayat (1) tentang hal ini
berlaku juga kepada Perseroan Terbuka tanpa mengurangi ketentuan
yang berlaku dalam peraturan perundang-undangan di bidang Pasar
Modal

.. Hukum Perseroan Terbatas


Pemanggilan RUPS
anggilan RUPS diatur pada Pasal81, Pasa182, dan Pasal83 UUPT
yang berisi pokok-pokok ketentuan, seperti yang dijelaskan di
ah ini.

Yang Wajib Memanggil RUPS, Direksi


eksi yang melakukan pemanggilan RUPS kepada pemegang
am. Sebab menurut Penjelasan Pasal 81 ayat (2), pemanggilan
S adalah Kewajiban Direksi.
Akan tetapi dalam hal tertentu, pemanggilan RUPS dapat juga
ukan Dewan Komisaris atau· pemegang saham sesuai dengan
ntuan Pasal 81 ayat (2).

Pemanggilan RUPS oleh Dewan Komisaris


an Komisaris baru berwenang melakukan pemanggilan RUPS
hal yang ditentukan Pasal 79 ayat (6) dan Penjelasan Pasal 81
(2):
ireksi tidak melakukan panggilan RUPS dalam tempo 15 (lima
elas) hari dari tanggal permintaan RUPS yang diajukan Dew
omisaris diterima Direksi.
eperti yang dijelaskan di atas, Pasal 79 ayat (2) huruf b, memben
ak kepadaDewan Komisaris meminta penyelenggaraan RUPS
epada Direksi. Dalam hal Direksi tidak melakukan pemanggilan
UPS berdasar permintaan Dewan Komisaris dalam tempo 15
lima belas) hari dari tanggal Direksi menerima suratpermintaan,
aka berdasar Pasal 79 ayat (6) huruf b, memberi hak kepada
ewan Komisaris melakukan pemanggilan sendiri,
alam hal Direksi berhalangan
alau semua anggota Direksi berhalangan, pemanggilan RUPS
apat dilakukan Dewan Komisaris.
erdapat pertentangan kepentingan antara Direksi dan Perseroan.
alam hal-hal yang demikian undang-undang memberi wewe-
kepada Dewan Komisaris melakukan pemanggilan RUPS.
2) Pemanggilan RUPS oleh pemegang saham
Seperti yang dijelaskan di atas, Pasal81 ayat (1) memberi hak kepada
pemegang saham mengajukan permohonan kepada Ketua Pengaclilan
Negeri untuk memberikan izin melakukan sendiri pemanggilan RUPS.
Hak itu terbuka apabila Direksi atau Dewan Komisaris tidak melaku_
kan pemanggilan RUPS dalam jangka waktu 15 (lima belas) hari dati
tanggal Direksi atau Dewan Komisaris menerima surat permintaan
penyelenggaraan RUPS dari pemegang saham.
Apabila Pengadilan mengabulkan permohonan pemegang saham
tersebut, maka berdasar penetapan Pengadilan itu, pemegang saham
dimaksud melakukan pemanggilan RUPS.

b. Tenggang Waktu Pemanggilan RUPS


Mengenai tenggang waktu panggilan RUPS, diatur pada Pasal82 ayat
(1) dengan penjelasan berikut:
1) yang dipanggil adalah seluruh pemegang saham yang sahamnya
mempunyai hak suara,
2) pemanggilan RUPS kepada pemegang saham, dilakukan sebelum
RUPS diselenggarakan,
3) pemanggilan RUPS hams dilakukan dalam jangka waktu paling
lambat 14 (empat belas) hari sebelum tanggal RUPS diadakan
dengan tidak memperhitungkan tanggal pemanggilan dan tanggal
RUPS.
Menurut Penjelasan Pasal 82 ayat (1), jangka waktu 14 (empat
belas) hari adalah jangka waktu "minimal" untuk memanggil RUPS.
Oleh karena itu, AD Perseroan tidak dapat atau dilarang menentukan
jangka waktu pemanggilan RUPS yang "lebih singkat" dari 14 (empat
belas) hari. Kecuali untuk RUPS Kedua atau RUPS ketiga yang disebut
Pasal86 ayat (6), Pasal88 ayat (4), dan Pasal89 ayat (4), pemanggilan
dapat dilakukan dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari sebelum RUPS
kedua atau ketiga dilangsungkan.

c. Bentuk dan lsi Panggilan


Bentuk pemanggilan RUPS yang sah menurut Pasal 82 ayat (2) harus
dilakukan:

_ Hukum Perseroan Terbatas


rbentuk Surat Tercatat, dan/atau
bentuk iklan dalam Surat Kabar.
i, harus dilakukan secara tertulis. Bisa dalam bentuk Surat
alatau iklan dalam Surat Kabar.Menurut Pasal1 angka 14 UUPT
Surat Kabar adalah Surat Kabar berbahasa Indonesia yang
r atau yang berskala nasional. Tidak ditentukan berapa besar
'liklannya, dan di halaman mana dicantumkan. Namun demi-
arus sesuai dengan kepatutan dan kewajaran. Kalau pemegang
ya tersebar luas, harus diiklankan dalam Surat Kabar yang
;gkau seluruh pemegang saham. Begitu juga letak dan ukuran
ya, harus patut dan proporsional, yakni mudah dilihat dan

ngenai isi panggilan RUPS kepada pemegang saham,


kan pada Pasal 82 ayat (3). Harus mencantumkan:
ggal RUPS diadakan,
pat RUPS diadakan,
tu RUPS diadakan
a acara RUPS,
beritahuan bahwa bahan RUPS yang akan dibicarakan,
~p.ia di kantor Perseroan sejaktanggal dilakukan pemanggilan
;~sampai dengan tanggal RUPS diadakan.
bungan dengan masalah bahan RUPS yang akan dibicarakan
RUPS, Pasal 82 ayat(3) memberi penegasan:
seroan wajib memberikan "salinan bahan RUPS kepada
egang saham secara cuma-cuma",
kewajiban itu bam timbul jika .dimintaoleh pemegang
yang bersangkutan.
penting diperhatikan, panggilan RUPS harus memuat
. iyangcukup (sufficient information) yang benar-benar dapat
.an menjadi dasar pertimbangan bagi pemegang saham untuk
an apakah dia akan menghadiri atau tidak RUPS tersebut,
dia tahl.l risikonya, bahwa dia tunduk kepada hasH
RUPS sekalipun dia absen pada RUPS dimaksud. 5)
d. Akibat Hukum Pemanggilan yang Tidak Sah
Seperti yang dijelaskan di atas, supaya pemanggilan RUPS sall
menurut hukum harus terpenuhi syarat yang ditentukan:
1) Pasal82 ayat (1), pemanggilan dilakukan "minimal" dalam jangka
waktu paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum tanggal RUPS
diadakan,
2) Pasal 82 ayat (2), panggilan harus berbentuk Surat Tercatat danj
atau iklari dalam Surat Kabar,
3) Pasal82 ayat (3), panggilan mencantumkan tanggal, waktu, tempat,
dan mata acara RUPS disertai pemberitahuan ketersediaan bahan
yang akan dibicarakan dalam RUPS.
Bagaimana akibat hukumnya, apabila pemanggilan itu tidak sesuai
dengan ketentuan yang dikemukakan di atas? Berdasar Pasal 82 ayat
(5):
• RUPS tetap dapat dilangsungkan, dan
• Keputusan RUPS "tetap sah", dengan syarat:
1) jika semua pemegang saham dengan hak suara, hadir atau
diwakili dalam RUPS, dan
2) keputusan RUPS disetujui dengan "suara bulat".
Jika syarat tersebut terpenuhi, yakni semua pemegang saham
dengan hak suara, hadir atau diwakili dalam RUPS, panggilan itu tidak
batal. RUPS dapat dilangsungkan dan Keputusan yang diambil sah
apabila disetujui dengan suara bulat oleh peserta RUPS.

e. Syarat Tambahan Pemanggilan RUPS bagi Perseroan Terbuka


Khusus bagi Perseroan Terbuka, Pasal 83 menambah syarat
pemanggilan yang ditentukan Pasal 82 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3).
Selain dari pemanggilan RUPS yang ditentukan di atas, agar
pemanggilan RUPS yang dilakukan Perseroan Terbuka memenuhi
syarat:
1) sebelum pemanggilan RUPS dilakukan, "wajib didahului dengan
pengumuman" yang memberitahukan akan diadakan
pemanggilan RUPS,
2) pengumumannya harus memperhatikan peraturan perundang-
undangan di bidang Pasar Modal,

.. Hukum Perseroan Terbatas


engumuman dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 14
pat belas) hari sebelum pemanggilan RUPS.
aksud pengumuman itu menurut Penjelasan Pasal 83 ayat (1),
tian untuk memberikan kesempatan kepada pemegang saham
5ulkan kepada Direksi "penambahan" mata acara RUPS.
uan mengenai pemanggilan harus didahului dengan pengu-
pada Perseroan Terbuka, bersifat imperatif. Apabila dilanggar,
ibatkan panggilan tidak sah.

k Suara (Voting Right)


nai hak suara (voting right), diatur pada Pasal 84 dan Pasal 85
2007, yang memuat ketentuan seperti yang dijelaskan di bawah

·nsip Umum Hak Suara


at beberapaprinsip umum yang melekat pada hak suara
ang saham, antara lain sebagai berikut.

saham, satu suara (one vote, for one share)


ditegaskan pada Pasal 84 ayat (1) yang mengatakan:
saham yang dikeluarkan, mempunyai "satu hak suara",
AD Perseroan menentukan lain.
g dimaksud dengan "kecuali anggaran dasar menentukan lain"
t Penjelasan Pasal 84 ayat (1), apabila AD mengeluarkan satu
"tanpa hak suara". Jika AD tidak menentukan hak yang seperti
~aku prinsip umum bahwa setiap saham yang dikeluarkan
.Cln. mempunyai "satu hak suara 'Tl

titik dari prinsip ini, hak suara merupakan hak yang melekat
inherent pada diri setiap pemegang saham (is inherent in ownership
). Berarti setiap pemegang saham berhak menghadiri dan
serta mengeluarkan suara dalam RUPS. Maka atas dasar
ir dan bersuara (is entitled to attend and speak) dalam RUPS
wajibkan Direksi harus memanggil pemegang saham. 6)
2) Saham yang dimiliki Perseroan baik langsung atau tidak, tid4k
mempunyai hak suam
Pada dasarnya, hanya saham yang dirniliki atau dikuasai pemegang
saham yang mempunyai hak suara. Sebaliknya saham yang dimiliki
atau dikuasai Perseroan baik langsung atau tidak, tidak mempunYai
hak suara. Prinsip ini ditegaskan Pasal 84 ayat (2). Bahkan dal arn
Penjelasan pasal ini digariskan:
• tidak hanya terbatas tidak mempunyai hak suara,
• tetapi juga tidak dihitung dalam penentuan kuorum.
Sebenarnya, prinsip ini telah ditegaskan lebih dahulu pada Pasa!
40 UUPT 2007, yang mengatakan saham yang dikuasai Perseroan
karena pembelian kembali, perolehan karena hukum, hibah atau
hibah wasiat, tidak dapat digunakan untuk mengeluarkan suara dalam
RUPS, dan tidak dihitung dalam menentukan kuorum, serta tidak
berhak mendapat pembagian dividen.
Menurut Pasal 84 ayat (2), kriteria saham yang tidak mempunyai
hak suara:
a) saham Perseroan yang dikuasai sendiri oleh Perseroan
Yang dimaksud dengan saham yang dikuasai sendiri menurut
Penjelasan pasal ini adalah dikuasai, baik karena hubungan
kepemilikan, pembelian kembali, maupun karena gadai. Tentu
penjelasan yang dikemukakan di atas, tidak mengurangi apa yang
diatur pada Pasal 40 dimaksud.
b) Saham induk Perseroan yang dikuasai oleh anak perusahaannya
secara langsung atau tidak langsung.
c) Saham Perseroan yang dikuasai oleh Perseroan lain yang saharnnya
secara langsung atau tidak langsung telah dirniliki oleh Perseroan.

3) Hak suara (voting right), merupakan pelaksanaan kontrol akhir


pemegang saham
Dari segi tujuan, hak suara mengandung maksud sebagai pelaksanaan
"kontrol akhir' dari pemegang saham terhadap Perseroan, Direksi dan
Dewan Kornisaris. Artinya, pada forum RUPS melalui hak suara yang
dimilikinya pemegang saham dapat menentukan sikap apakah
tindakan yang dilakukan Perseroan, Direksi, dan Dewan Kornisaris

_ t Hukum Per~~roan Terbatas


berlangsung sebelum RUPS diadakan, dapat dibenarkan atau
:ujui atau tidak oleh para pemegang saham. !tu sebabnya
akan, hak suara yang dimiliki pemegang saham merupakan
sanaan "kontrol akhir" pemegang saham terhadap Perseroan,
i, dan Dewan Komisaris atas pengurusan Perseroan.

Pemegang Saham. Meltghadiri dan Mengeluarkan Suaranya


aiamRUPS
yang dijelaskan terdahulu, sebelum RUPS diadakan, Direksi
ggil pemegang saham·.dalam jangka waktu paling lambat 14
t belas) hari sebelum.tanggal RUPS diadakan. Berdasar panggilan
sal 85 ayat (1), memberi hak kepada pemegang saham untuk
hadiri" RUPS:
. secara sendiri, atau
'wakili olehwakil berdasarkan "surat kuasa"
lanjutnya, dalam RUPS pemegang saham:
~nggunakan "hak suaranya", dan
suara yang digunakannya, sesuai dengan jumlah saham yang
·likinya.
sudah dijelaskan prinsip yang ditegaskan Pasal 84 ayat (1),
aJ.1-am satu suara (one vote for one share). Prinsip umumyang
.i<an Pasal 85 ayat (1),. Hak suara yang digunakan pemegang
dalam RUPS sesuai dengan jumlah saham yang dimilikinya.
an tetapi, perludiingat. Hak menggunakan suara dalam RUPS,
terbatas kepada pemegang saJ.1-am yang sahamnya mempunyai
gi::lra. Sedang bagipemegang sahmll dari sah.am "tanpa hak
~(, tidak berhak menggunakan hak suara dalam RUPS.

ttFcangan Mengeluarkan Suara yang Berbeda


Pasal 85 ayat (3), pemegang saham dilarang mengeluarkan
b~rbeda (split voting) atas saham yangdimilikinya. Oleh
dalam pemungutan suara, sgara yang dikeluarkan peme-
perlaku untuk seluruh saham yang dimilikinya:
.... L ..... J~U-L
ILFt saham "dilarang" atau "tidak berhak" memberikan
kepada lebih dari satu orang untuk sebagian dari jumlah
saharn yang dirnilikinya dengan tujuan untuk rnengeluarkan
"suara yang berbeda" antara kuasa yang satu dengan kuasa yang
lain,
• rnenurut Penjelasan Pasal 85 ayat (3), ketentuan ini rnerupakan
perwujudan asas rnusyawarah untuk rnufakat, oleh karena itu,
suara yang berbeda (split voting) tidak dibenarkan.
Namun Penjelasan pasal tersebut rnengatakan lebih lanjut, bagi
Perseroan Terbuka suara berbeda yang dikeluarkan oleh bank
kustodian atau perusahaan efek yang rnewakili pernegang saham
dalam dana bersarna (mutual fund) bukan rnerupakan suara yang
berbeda sebagairnana yang dirnaksud pada ketentuan ini.

d. Yang Dilarang Bertindak Sebagai Kuasa Dalam Pemungutan Suara


Siapa saja dapat ditunjuk sebagai kuasa oleh pernegang saham untuk
rnenghadiri RUPS, terrnasuk anggota Direksi, anggota Kornisaris dan
Karyawan Perseroan.
Oleh karena itu, sesuai dengan ketentuan Pasal 85 ayat (4) serta
Penjelasannya rnengatakan:
• dalam rnenetapkan kuorurn RUPS, saham dari pernegang saharn
yang diwakili oleh siapa pun "ikut dihitung",
• akan tetapi kalau kuasa yang rnewakili pernegang saham terdiri
dari Direksi, anggota Dewan Kornisaris, dan Karyawan Perseroan,
dalam pernungutan suara "tidak berhak rnengeluarkan suara",
Jadi dalam pernungutan suara, anggota Direksi, anggota Dewan
Kornisaris dan karyawan Perseroan yang bertindak sebagai kuasa dari
pemegang saham, "dilarang' bertindak sebagai kuasa dari pemegang
saham tersebut.

e. Pemegang Saham Hadir Dalam RUPS, Surat Kuasa Tidak Berlaku


Menurut Pasal 85 ayat (5), kalau pernegang saham rnernberi kuasa
kepada seseorang untuk rnenghadiri RUPS, akan tetapi pemegang
saham yang bersangkutan "hadir' sendiri dalam RUPS, dalam kasus
yang dernikian, surat kuasa yang diberikan "tidak berlaku" untuk
RUPS tersebut. Fungsi dan kapasitas penerirna kuasa, hanya sebatas

.. Hukum Perseroan Terbatas


ampingi tanpa berhak mengeluarkan pendapat dan suara.
kalau bertitik tolak dari Pasal85 ayat (6), Ketua rapat "berhak"
ntukanapakah kuasa tersebut boleh atau berhak hadir dalam
dengan memperhatikan ketentuan undang-undang dan AD
oan yang bersangkutan.
ada dasarnya, ketentuan yang diatur dalam Pasal 85 berlaku
Perseroan pada umumnya. Namun menurut Pasa185 ayat (7),
ketentuan ayat (3) dan ayat (6), terhadap Perseroan Terbuka
ujuga ketentuan perundang-undangan di bidang Pasar Modal.

nai permasalahan kuorum diatur pada Pasal 86, Pasal 88, dan
UUPT 2007. Berdasar ketentuan pasal-pasal. tersebut, diatur
m yang berbeda besarnya. Perbedaan besamya kuorum untuk
RUPS, digantung-kan pada faktor .materimata acara yang
akan, yang dapat diklasifikasi sebagai berikut.

sarnya Kuorum RUPS untuk Mata Acara Biasa (Ordinary


enda)
.~asi pertaIlla, diatur pada Pasal 86. Berdasar ketentuan ini,
yp.kuorum kehadiran RUPS untuk membicarakan mata acara
qrdinary agenda) adalah:
esar lebih dari 1;2 (satu perdua) bagian, dari jumlah seluruh
am dengan hak suara, "hadir atau diwakili",
abila jumlah ini tercapai, RUPS untuk membicarakan mata acara
au agenda biasa, dapat atau sah dilangsungkan.
etentuan besarnya kuorum kehadiran ini menurut Penjelasan
;86 ayat (1), tidak boleh disimpangi. Oleh karena itu, AD
an:
boleh mengatur kuorum kehadiran yang "1ebih kedl" dari
satu perdua) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak

~pi yang boleh diatur dalam AD Perseroan adalah kuorum


hadiran yang "1ebih besar" dari patokan yang ditentukan dalam
sal 86 ayat (1).
Hal ini ditegaskan juga pada kalimat terakhir Pasal 86 ayat (1),
yang mengatakan, kecuali undang-undang dan/atau AD Perseroan
menentukan kuorum yang "lebih besar". Berarti AD Perseroan dapat
menentukan kuorum yang lebih besar dari yang ditentukan Pasa! 86
ayat (1). Jika ternyata AD menentukan kuorum yang lebih besar, yang
harus ditaati AD adalah sebagai berikut.

1) Kuorum tidak tercapai, dapat diadakan pemanggilan RUPS kedua


Pemanggilan dan pengadaan RUPS kedua, apabila kuorum kehadiran
RUPS pertama tidak tercapai, diatur pada Pasal 86 ayat (2).
Penjelasan pasal ini mengatakan dalam hal kuorum RUPS pertama
"tidak tercapai", dapat diadakan pemanggilan RUPS kedua, dengan
tata cara berikut:
• rapat hams tetap dibuka dan kemudian ditutup,
• membuat notulen rapat yang menerangkan RUPS pertama tidak
dapat dilanjutkan karena kuorum tidak tercapai.
Barulah sesudah itu dapat diadakan pemanggilan RUPS kedua.

a) Pemanggilan RUPS Kedua


Dalam panggilan RUPS kedua selain mencantumkan hal-hal yang
ditentukan Pasal 82 ayat (2) (tanggal, waktu, tempat dan mata acara,
disertai pemberitahuan bahan yang akan dibicarakan tersedia di kantor
Perseroan), hams juga memuat penjelasan:
• RUPS pertama telah dilangsungkan,
• akan tetapi tidak mencapai kuorum.

b) Kuorum RUPS Kedua


Kalau kuorum RUPS pertama lebih dari Y2 (satu perdua) bagian dari
jumlah seluruh saham dengan hak suara, hadir atau diwakili, maka
pada RUPS kedua:
• kuorumnya, paling sedikit 1/3 (satu pertiga) bagian dari jumlah
seluruh saham dengan hak suara, hadir atau diwakili, dan
• keputusan sah apabila disetujui paling sedikit 1/3 (satu pertiga)
dari seluruh suara yang dikeluarkan.

.. Hukum Perseroan Terbatas


pa yang dijelaskan di atas, bertitik tolak dari ketentuan Pasal 86
(.4). Namun pasal ini memberi .hak kepada Perseroan untuk
a,tur kuorum yang "lebih besar" dalam AD.

flngka waktu pemanggilan RUPS kedua


ggilan RUPS kedua dilakukan dalam jangka waktu paling
at 7 (tujuh) hari sebelum RUPS kedua dilangsungkan.

aktu melangsungkan RUPS kedua


a RUPS kedua sah, harus dilangsungkan:
a,.ling cepat 10 (sepuluh) hari setelah RUPS pertama, dan
a,.ling lambat 21 (sua puluh satu) hadir setelah RUPS pertama
ilangsungkan.

uorum RUPS kedua tidak tercapai, Perseroan dapat memohon kepada


pengadilan negeri agar ditetapkan kuorum RUPS ketiga
Pasal86 ayat (5), apabila kuorum RUPS kedua tidak tercapai:
.erseroan dapatmengajukan "permohonan" kepada Ketua
engadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat
edudukan Perseroan,
permohonan, meminta kepada Ketua pengadilan Negeri, agar
enetapkan kuorum RUPS ketiga,
netapan Ketua Pengadilan Negeri mengenai Kuorum RUPS
rsebut:
bersifat final dan berkekuatan hukum tetap,
terhadap penetapan itu, tidak dapat diajukan banding, kasasi
atau peninjauan kembali.
kan tetapi supaya langkah ini dapat ditempuh, harus diikuti
j;uk yang digariskan Penjelasan Pasal 86 ayat (5) tersebut.
:pun kuorum RUPS kedua tidak tercapai, RUPS tetap dibuka
emudian ditutup dan metnbuat notulen rapat yang menerang-
ahwa RUPS kedua tidak dapat dilanjutkan karena kuorum tidak
ai.
a) lsi panggilan RUPS ketiga
Menumt Pasal 86 ayat (6), pemanggilan RUPS ketiga, selain memuat
hal-hal yang ditentukan Pasal 82 ayat (3), hams juga menyebutkan:
• RUPS kedua telah dilangsungkan,
• akan tetapi tidak tercapai kuorum.

b) Jangka waktu pemanggilan RUPS ketiga


Jangka waktu pemanggilan RUPS ketiga menumt Pasal 86 ayat (8),
hams dilakukan "paling lambat" 7 (tujuh) hari "sebelum" RUPS ketiga
dilangsungkan.
Ketentuan jangka waktu ini, berbeda dengan pemanggilan RUPS
pertama, yakni paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum tanggal
RUPS diadakan. .

c) RUPS ketiga dilangsungkan


Pelaksanaan RUPS ketiga hams dilangsungkan dalam jangka waktu
terbatas, sesuai dengan yang digariskan Pasal 86 ayat (9):
• paling cepat dalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari setelah RUPS
kedua dilangsungkan, dan
• paling lambat 21 (dua puluh satu) hari setelah RUPS kedua
dilangsungkan.

d) Cara mengambil keputusan RUPS mata acara biasa


Mengenai cara mengambil keputusan RUPS mengenai mata acara
biasa, diatur pada Pasal 87.

(1) Prinsip pokok, keputusan RUPS diambil berdasarkan "musyawarah


untuk mufakat"
Penjelasan Pasal 87 ayat (1) mengatakan, yang dimaksud dengan
"musyawarah untuk mufakat" adalah hasil kesepakatan yang disetujui
oleh pemegang saham yang hadir atau diwakili dalam RUPS.

(2) Dilakukan melalui pemungutan suara (voting)


Pemungutan suara bam ditempuh, apabila keputusan tidak tercapai
berdasarkan musyawarah untuk mufakat. Dalam hal yang dernikian:

&::I Hllkllm Perseroan Terbatas


~putusan diambilmelalui pemungutan suara,
putusan sah, apabila disetujui "lebih" dari V2 (satu perdua)
ggian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali undang-
dang dan/atau AD menentukan • jumlah yang "lebih besar".
enurut Penjelasan Pasal 87 ayat (2), yang dimaksud dengan
jui lebih dari lh (satu perdua) bagian:
s.ul dalam mata acara rapat, harus disetujui lebih dari V2 (satu
erdua) jumlah suara yang dikeluarkan yang lazim disebut "simple
ajority" atau 500/0 (lima puluh persen) + 1 (satu),
·ika terdapat 3 (tiga) usul atau calon dan tidak ada yang
emperoleh lh (satu perdua) bagian, pemungutan suara atas 2
p.ua) usul atau calon yang mendapatkan suara terbanyak, "harus
}plang" sehingga salah satu usul atau calon mendapatkan suara
~Qih dari V2 (satu perdua) bagian dari suara yang dikeluarkan.

uprum Kehadiran dan Pengambilan Keputusan RUPS untuk Mata


cara Mengubah AD Perseroan
ti yang sudah dibicarakan, Pasal 19 ayat (1) menentukan,
ahan AD ditetapkan oleh RUPS. Acara mengenai perubahan AD,
Jp" dicantumkan .dengan jelas dalam panggilan RUPS.
adi, yang berwenang·melakukan perubahanAD adalah RUPS,
dilangsungkan dalam rapatdenganmata acara pembahan AD.
bungan dengan itu, besarnya kuorum kehadiran dan pengam-
keputusan yang harus dipenuhi RUPS untuk mengubah AD,
sama dengan kuorum untuk mata acara biasa.
engenai berapa besarnya kuorum untuk mengubah AD, telah
tukan pada Pasal 88 UUPT 2007, yang menggariskan sebagai
ut.

uorum RUPS pertama


pa besarnya kuorum kehadiran dan pengambilan keputusan
S pertama untuk mata acara perubahan AD, diatur pada Pasal 88
(1):
'paling sedikit" 2/3 (dua pertiga) bagian dari jumlah seluruh saham
dengan hak suara, hadir atau diwakili dalam RUPS, dan
• keputusan sah jika disetujui "paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian
dari jumlah suara yang dikeluarkan.
Patokan kuorum kehadiran dan pengambilan keputusan yang
dijelaskan di atas, bertitik tolak dari ketentuan yang ditetapkan dal am
Pasal 88 ayat (1). Akan tetapi kalimat terakhir pasal ini, memberi hak
bagi Perseroan untuk menentukan dalam AD kuorum kehadiran dan/
atau pengambilan keputusan RUPS yang "lebih besar" dari patokan
yang ditentukan undang-undang.

2) Kuorum kehadiran dan pengambilan keputusan RUPS kedua


Apabila kuorum kehadiran RUPS pertama "tidak tercapai", dapat dise-
lenggarakan RUPS kedua, dengan ketentuan sebagai berikut.
a) RUPS pertama tetap dibuka dan kemudian ditutup disertai dengan
pembuatan notulen rapat yang menjelaskan bahwa RUPS pertama
tidak dapat dilanjutkan, karena kuorum kehadiran tidak tercapai.
b) dalam panggilan RUPS kedua hams disebutkan, RUPS pertama
telah dilangsungkan akan tetapi tidak tercapai kuorum.
c) Panggilan RUPS kedua paling lambat dalam jangka waktu 7
(tujuh) hari sebelum RUPS kedua dilangsungkan.
d) Kuorum kehadiran RUPS kedua baru sah jika dalam rapat "paling
sedikit" 3/5 (tiga perlima) bagian dari jumlah seluruh saham
dengan hak suara, hadir atau diwakili dalam RUPS.
e) Keputusan sah, jika disetujui "paling sedikit" 2/3 (dua pertiga)
bagian dari jumlah seluruh suara yang dikeluarkan.
f) Jangka waktu pelaksanaan RUPS kedua:
• paling lambat 10 (sepuluh) hari setelah RUPS pertama
dilangsungkan, dan
• paling lambat 21 (dua puluh satu) hari setelah RUPS pertama
dilangsungkan.
Untuk RUPS kedua ini pun AD Perseroan dapat menentukan
patokan kuorum kehadiran dan pengambilan keputusan RUPS yang
lebih besar dari patokan yang disebut di atas. Akan tetapi, menurut
Penjelasan Pasal 89 ayat (3) meskipun AD boleh menetapkan kuorum
yang lebih besar dari patokan yang ditentukan dalam pasal ini, yakni
3/5 (tiga perlima) kuorum kehadiran dan 2/3 untuk mengambil

Hukum Perseroan Terbatas


san, namun tidak boleh lebih besar dad patokan yang
kan Pasal 89 ayat (1), yakni 3/4 (tiga perempat) kuorum
.ran dan 3;4 (tiga perempat) untuk mengambil keputusan.

'arum kehadiran. dan pengambilan RUPS ketiga, ditetapkan oleh


ua pengadilan negeri
hal kuorum RUPS kedua tidak tercapai, Perseroan dapat
jukan permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang
hukumnya meliputi tempat kedudukanPerseroan, agar
ilan menetapkan kuorum RUPS ketiga.
abila ketua Pengadilan Negeri mengabulkan permohonan,
getiga dapat dilangsungkan, dengan memperhatikan ketentuan

ggilan RUPS ketiga harus menyebutkan RUPS kedua telah


gsungkan, tetapi tidak mencapai kuorum, dan RUPS ketiga
diadakan sesuai dengan kuorum yang telah ditetapkan
gadilan.
anggilan RUPS ketiga dilakukan dalamjangka waktu "paling
bat" 7 (tujuh) hari sebelum RUPS· ketiga dilangsungkan.
nun kehadiran dan pengambilan keputusan sah sesuai dengan
gditentukan dalam Penetapan Ketua Pengadilan Negeri.
PS ketiga dilangsungkan dalam jangka. waktu:
paling cepat 10 (sepuluh) hari setelah RUPS kedua dilangsungkan,
paling lambat 21 (dua puluh satu) hari setelah RUPS kedua
dilangsungkan.
lu dijelaskan, penetapan Ketua Pengadilan Negeri mengenai
RUPS adalah bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum
§rhadapnya tertutup upaya banding, kasasi, danpeninjauan

Pengambilan Keputusan
89
1) Penggabungan Perseroan,
2) Peleburan Perseroan,
3) Pengambilalihan Perseroan,
4) Pemisahan Perseroan,
5) Pengajuan permohonan agar Perseroan dinyatakan pailit,
6) Perpanjangan jangka waktu berdirinya Perseroan, dan
7) Pembubaran Perseroan.
Terhadap mata acara RUPS yang disebut di atas, telah ditentukan
patokan kuorum kehadiran dan pengambilan keputusan pada PaSa!
89, seperti yang dikemukakan di bawah ini.

1) Kuorum kehadiran dan pengambilan keputusan RUPS pertama


Untuk menyetujui mata acara RUPS yang disebut di atas, pada RUPS
pertama:
• agar RUPS dapat dilangsungkan jika dalam rapat tersebut "paling
sedikit % (tiga perempat) bagian dari jumlah seluruh saham
dengan hak suara, hadir atau diwakili dalam RUPS,
• keputusan sah, jika disetujui "paling sedikit" 314 (tiga perempat)
bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan.
Tentang patokan ini tidak mutlak. AD Perseroan, dapat menen-
tukan kuorum kehadiran dan/atau persyaratan pengambilan kepu-
tusan RUPS yang "lebih besar".

2) Kuorum kehadiran dan pengambilan keputusan RUPS kedua


Apabila kuorum kehadiran RUPS pertama tidak tercapai, dapat
diadakan RUPS kedua, dengan ketentuan sebagai berikut:
a) RUPS pertama tetap dilangsungkan dan kemudian ditutup disertai
pembuatan notulen rapat yang menjelaskan, RUPS pertama tidak
dapat dilanjutkan, karena kuorum tidak tercapai;
b) dalam panggilan RUPS kedua, harus disebutkan RUPS pertama
telah dilangsungkan, tetapi tidak tercapai kuorum;
c) panggilan RUPS kedua dilakukan paling lambat 7 (tujuh) hari
sebelum RUPS kedua dilangsungkan;
d) kuorum kehadiran RUPS kedua, "paling sedikit" 2/3 (dua pertiga)
bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara, hadir atau

. . . Hukum Perseroan Terbatas

.J
wakili dalam RUPS;
utusan sah, jika disetujui "paling sedikit" 3/4 (tiga perempat)
gian dari jumlah suara yang dikeluarkan.
dijelaskan, patokan kuorum kehadiran dan pengambilan
,u.tusan RUPS kedua yang dijelaskan di atas, jika semata-mata
rdasar ketentuan Pasal89 ayat (3). Namun AD Perseroan dapat
nentukan patokan dan persyaratan pengambilan keputusan
PS yang lebih besar.
gka waktu pelaksanaan RUPS kedua:
paling cepat 10 (sepuluh) hari setelah RUPS kedua dilang-
sungkan, dan
paling lambat 21 (dua puluh satu) hari setelah RUPS kedua
dilangsungkan.

arum dan pengambilan keputusan RUPS ketiga berdasar ketetapan


ita pengadilan negeri
a RUPS kedua tidak mencapai kuorum, Perseroan dapat
'l1kan permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang
ukumnya meliputi tempat kedudukan Perseroan, agar Ketua
ilan Negeri menetapkan kuorum RUPS ketiga. Apabila
onan dikabulkan, maka kuorum RUPS ketiga dilangsungkan
dengan kuorum yang ditentukan dalam Penetapan tersebut.
ngenai tata cara RUPS ketiga tunduk kepada ketentuan yang
ada Pasal 86 ayat (5), ayat (6), ayat (7), ayat (8), dan ayat (9)
007.
,entuan kuorum kehadiran dan pengambilan keputusan yang
ada Pasal 89 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), berlaku juga bagi
an Terbuka sepanjang tidak diatur lain dalam peraturan
§ULg-undangan di bidang Pasar Modal.

ah RUPS (Minutes of General Meeting)


risalah atau notulen RUPS, diatur pada Pasal90 UUPT 2007,
yang dijelaskan berikut ini.
a. Pembuatan Risalah RUPS Bersifat Imperatif
Setiap penyelenggaraan RUPS, "wajib" dibuat risalahnya. Oleh karena
itu, pembuatannya bersifat "imperatif" (mandatory rule). RUPS Yan
tidak dibuat risalahnya, tidak sah dan dianggap tidak pemah ada (neve~
existed). Akibatnya, hal-hal yang diputuskan dan ditetapkan dal am
RUPS tidak dapat dilaksanakan.

b. Yang Wajib Menandatangani Risalah RUPS yang Tidak Dibuat


Dengan Akta Notaris
Berdasar Pasal 90 ayat (1), risalah RUPS "wajib" ditandatangani.
Apabila risalah RUPS tidak dibuat dengan "akta notaris" yang dibebani
kewajiban untuk menandatangani adalah:
1) Ketua rapat, dan
2) paling sedikit 1 (satu) orang pemegang saham yang ditunjuk dari
dan oleh peserta RUPS.
Menurut Penjelasan Pasal 10 ayat (1), maksud penandatanganan
oleh Ketua rapat dan paling sedikit 1 (satu) orang pemegang saham
yang ditunjuk dari dan oleh peserta RUPS, bertujuan untuk menjarnin
kepastian dan kebenaran isi risalah RUPS.

c. Risalah RUPS yang Dibuat Dengan Akta Notaris, Tidak


Disyaratkan Ditandatangani
Bertitik tolak dari ketentuan Pasal90 ayat (2) risalah RUPS yang dibuat
dengan akta notaris, tidak disyaratkan hams ditandatangani ketua rapat
dan 1 (satu) orang pemegang saham. Tanpa ditandatangani, risalah
RUPS yang dibuat dengan akta notaris, isi yang terdapat di dalamnya
dianggap pasti kebenarannya. Hal itu sesuai dengan fungsi yuridis
akta notaris sebagai "akta autentik". Sesuai ketentuan Pasal1870 KUH
Perdata, suatu akta autentik mempunyai kekuatan pembuktian yang
sempurna (volledig) tentang apa yang dimuat di dalamnya dan
mengikat (bindend) kepada para pihak yang membuat serta terhadap
orang yang mendapat hak dari mereka.

.. Hukum Perseroan Terbatas


ENGAMBIlAN KEPUTUSAN DI lUAR RUPS
1 UUPT membolehkan pemegang saham mengambil keputusan
'mengikat" di Iuar RUPS.

engertian Pengambilan Keputusan di Luar RUPS


ertiannya dikemukakan dalam Penjelasan Pasal 91 yang
atakan, bahwa yang dimaksud dengan "pengambilan keputusan
RUPS" dalam praktik dikenal dengan "usul keputusan yang
kan" (circulation· reso1ution).
rarti keputusan diambil pemegang saham tidak dalam forum
yang formil yang didahului dengan penyampaian surat
·lan. Jadi, tidak dilakukan dan tidak diadakan RUPS secara fisiko

ekanisme Pengambilan Keputusan


isme atau cara pengambilan keputusan di Iuar RUPS secara
dilakukan dengan:
engirimkan secara tertulis usul yang akan diputuskan kepada
mua pemegang saham, dan
tersebut, disetujui secara tertulis oleh seIuruh pemegang
am.
rsetujuan dari seIuruh pemegang saham, merupakan syarat
keabsahan keputusan di Iuar RUPS. Tidak boleh satu peme-
saham pun yang tidak setuju. Jika terjadi hal yang seperti itu,
kibatkan circulation resolution tersebut tidak sah (onwettig,
ul).

putusan di Luar RUPS, Mengikat


usan di Iuar RUPS yang disetujui oleh seIuruh pemegang
, merupakan keputusan yang "mengikaf'. Maksudnya,
san tersebut mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan
san RUPS yang dilakukan secara fisik dan konvensional.
am UUPT 1995, keputusan di Iuar RUPS diatur pada Pasal 78
) yang diberi sebutan keputusan RUPS diambil dengan cara
rapat. Pada Penjelasan pasal ini dikatakan, pengambilan
keputusan RUPS dengan cara lain adalah keputusan yang diambil
dengan cara mengirimkan secara tertulis usul yang akan diputuskan
kepada semua pemegang saham dan keputusan hanya sah apabila
semua pemegang saham menyetujui secara tertulis. SelanjutnYa
ditegaskan, cara lain ini tidak berlaku bagi Perseroan yang
mengeluarkan saham atas tunjuk.
Pada dasarnya ketentuan Pasal 78 ayat (1) UUPT 1995, tidak
berbeda dengan ketentuan Pasal 91 UUPT 2007. Adapun ketentuan
cara lain itu tidak berlaku bagi Perseroan yang mengeluarkan saharn
atas tunjuk, tidak perlu diatur dalam Pasal 91 UUPT 2007. Sebab
sesuai dengan ketentuan Pasal 48 ayat (1) UUPT 2007, hanya mem-
bolehkan Perseroan mengeluarkan saham atas nama pemiliknya, dan
tidak diperkenankan mengeluarkan saham atas tunjuk.

EEII Hukum Perseroan Terbatas


¥ c"

aIRE[{!~~
"'" ~"" "'" = 7'
c

~ '" ~ v'" "" ""' 1!~ "",~ty

ti yang sudah dijelaskan, sesuai dengan ketentuan Pasal 1 angka


2007, Organ Perseroan terdiri atas:
apat Umum Pemegang Saham (RUPS),
eksi, dan
wan Komisaris.
PT 2007, tetap mempertahankan pola Organ Perseroan yang
dahulu pada KUHD. Pasal44 (Direksi atau Pengurus), Pasal52
Komisaris) dan Pasal 55 (RUPS).
a Organ yang diatur dalainKUHD, dilanjutkan oleh UUPT
itu ditegaskan pada Pasal1 angka 2, bahwa Organ Perseroan
RUPS, Direksi, dan Komisaris. Apa yang diatur pada KUHD
1995, berlanjut terus pada UUPT 2007 seperti yang
an di atas.
beda dengan pola Organ Perseroan yang diterapkan dalam
~ommon Law. Hukum korporasi (corporate law) atau hukum
~an di negara-negara Common Law, tidak mengenal Organ
crris atau Dewan Komisaris. Yang dikenal hanya dua, terdiri atas
Direksi (Board of Directors) dan Rapat Umum Pemegang Saham
r Meeting of Shareholders). Umumnya Board of Directors, dibagi
i dua bagian yang terdiri atas:
ief Executive Officer (CEO), yang berfungsi dan bertanggung
ab melaksanakan pengurusan Perseroan sehari-hari,
irman, berkedudukan sebagai noneksekutif (non-
ecutive directors).
Pengangkatan noneksekutif Direktur terutarna diperlukan pada
Perseroan besar maupun Perseroan Terbuka (public company).
Umumnya mereka memiliki keterarnpilan (skill) dan pengalaman
dalarn kedireksian. Mereka harus merupakan elemen yang bersikap
independen dan objektif dalarn mengarnbil keputusan dalam mela-
kukan pengawasan jalannya Perseroan, khususnya dalarn menyele_
saikan benturan kepentingan (conflict of interest) antara Executive
Directors dengan kepentingan lain. Mereka dapat dikatakan berperan
secara independen sebagai "anjing penjaga" (watch dog) untuk
kepentingan pemegang saharn minoritas. 1)
Dalarn sistem Common Law, dikenal juga Shadow Directors yang
berfungsi menjaga kepentingan karyawan Perseroan. Ada juga yang
diangkat sebagai Permanent Directors. Dia diangkat untuk seumur
hidup (for life). Dia tidak perlu dipilih kEmbali dan juga tidak berlaku
baginya ketentuan berakhirnya masa jabatan2). Umumnya orang ini
berkedudukan sebagai pemegang saharn mayoritas. Dia tidak bemama
Director dari Perseroan, tetapi dia adalah perggerak utarna yang berada
di balik layar (who pull the strings behind the scenes)3). Selain dari itu,
dalarn sistem tersebut ada pula ditunjuk sebagai Alternate Directors.
Dia berbeda dengan Executive Directors. Perbedaan yang paling utama,
Alternate Directors hanya bersifat temporer (temporary) melaksanakan
fungsi kekuasaan tertentu berdasar perndelegasian. Mereka barn dapat
diangkat jika hal itu ada diatur dalarn AD Perseroan. 4)
Pola atau sistem Common Law, disebut one-tier board system.
Manakah yang lebih baik antara pola ini dengan yang dianut System
Continental sebagaimana yang diatur dalarn UUPT 2007, sulitnya untuk
membandingkannya. Yang pasti antara yang satu dengan yang lain
sarna-sarna mempunyai kekurangan dan kelebihan. Suatu hal yang
pasti, pembuat undang-undang, lebih cenderung menganut pola tiga
Organ. Mungkin didasarkan pada alasan, masyarakat bisnis Indonesia,

1) Andrew Hicks & SH Goo, Company Law, Cases & Material, IDE, 1994, hlm 265.
2) MC Oliver and EAMarshall, Company Law, Elevent Edition, ME, 1991, hhu. 273
3) WalterWoon, Company Law, Hangman, FithReprint, 1994, hIm. 149.
4) Ibid., MC Oliver andAE Marshall, hlm. 274.

Em Hukum Perseroall Terbatas


lebih familiar atau lebih akrab dengan sistem kontinental yang
selama ini.
dijelaskan, sebenarnya mengenai pengaturan Direksi dalam
o. 40 Tahun 2007, disatukan dengan Dewan Komisaris pada
II. Direksi diatur pada Bagian Kesatu, yang terdiri Pasal 92-
107, dan Dewan Komisaris pada Bagian Kedua yang terdiri atas
108-Pasal 121. Oleh karena itu, jika bertitik tolak dari hal
.1.1t, semestinya pembahasan kedua topik tersebut dimasukkan
satu bab saja. N amun demikian, dalam tulisan ini sengaja
asan keduanya dipisah dalam bab yang berbeda. Direksi
akan dalam bab tersendiri pada BAB VII. Tujuannya sekadar
rnemperlihatkan adanya beberapa perbedaan mendasar antara
Direksi dengan Dewan Komisaris.

ORGAN PERSEROAN
berulang-ulang dikemukakan, sesuai dengan ketentuan Pasal
jo. Pasal 1 angka 5, Perseroan mempunyai 3 (tiga) Organ
rdiri atas:
PS,
eksi,dan
wan Komisaris.
agai Organ Perseroan, Direksi mempunyai kedudukan,
angan atau memiliki kapasitas dan kewajiban, seperti yang
an berikut ini.

Berfungsi Menjalankan Pengurusan Perseroan


atCiu fungsi utama Direksi, menjalankan dan melaksanakan
msan" (beheer, administration or management) Perseroan. Jadi
andiurus, dikelola atau dimanage oleh Direksi. Hal ini
1<an dalam beberapa ketentuan, seperti:
all angka 5 yang menegaskan, Direksi sebagai Organ Perseroan
wenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan"
If

(1) menjalankan "pengu-


Perseroan untuk kepentingan Perseroan.
Pengertian umurn pengurusan Direksi dalam konteks Perseroan
meliputi tugas atau fungsi melaksanakan kekuasaan pengadminis~
trasian dan pemeliharaan harta kekayaan Perseroan. Dengan kata lain
melaksanakan pengelolaan atau menangani bisnis Perseroan dal~
arti5) sesuai dengan maksud dan tujuan serta kegiatan Perseroan dal arn
batas-batas kekuasaan atau kapasitas yang diberikan undang-undang
dan AD kepadanya6).
Direksi sebagai pengurus (beheerder, administrator or manager)
Perseroan, adalah "pejabat" Perseroan. Jabatannya adalah anggota
Direksi atau Direktur Perseroan (a Director is an officer of the company)7).
Anggota Direksi atau Direktur bukan pegawai atau karyawan (he is
not an employee). Oleh karena itu, dia tidak berhak mendapat
pembayaran preferensial (preferential payment) apabila Perseroan
dilikuidasi. 8)

a. Pelaksanaan Pengurusan, Meliputi Pengurusan Sehari-hari


Pengertian pelaksanaan pengurusan, meliputi pengelolaan dan
memimpin tugas sehari-hari yakni membimbing dan membina
kegiatan atau aktivitas Perseroan ke arah pencapaian maksud dan
tujuan yang ditetapkan dalam AD. Hal itu ditegaskan dalam Penjelasan
Pasal 92 ayat (2). Fungsi pengurusan, menugaskan Direksi untuk
mengurus Perseroan yang antara lain meliputi pengurusan "Sehari-
hari" dari Peseroan.

b. Kewenangan Direksi Menjalankan Pengurusan


Implikasi dari pelaksanaan fungsi pengurusan, dengan sendirinya
menurut hukum memberi wewenang (macht, authority or power)
kepada Direksi "menjalankan" pengurusan. Dengan demikian, Direksi
mempunyai kapasitas (capaciteit, capacity), menjalankan pengurusan
Perseroan. Namun Pasal 92 ayat (2) memperingatkan batas-batas
kewenangan dalam menjalankan pengurusan.

5) Ibid., WalterWoon, WID. 185.


6) Ibid.,AchmadIchsan, S.H.,hlm. 191.
7) Ibid., MC Oliver and EA Marshal, hlm. 271.
8) Ibid., MC Oliver and EA Marshal, him. 271.

.. Hukum Perseroan Terbatas


esuai dengan kepentingan Perseroan
mangan memjalankan pemgurusan, harus dilakukan semata-mata
"kepemtimgam" Perseroam. Tidak boleh umtuk kepemtimgam
di. Kewemangan pemgurusan yang c;Hjalankan, tidak memgandumg
ram kepemtimgan (conflict of interest). Tidak mempergumakan
aan, milik atau uang Perseroan umtuk kepemtimgan pribadi. Tidak
mempergumakan posisi jabatam Direksi yamg dipamgkumya
memperoleh keumtumgam pribadi. Tidak memaham atau
(imbil sebagiam keumtumgam Perseroam umtuk kepemtimgam
eli
ihdakan yang bertemtangan demgan kepemtmgan Perseroan, dapat
gori melanggar batas kewemangan atau kapasitas pemgurusan.
(itan itu dapat dikualifikasi memyalahgumakam kewemangam
of authority), atau memgandumg ultra vires.

qrus sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan


·demgan ketemtuan Pasal2, Perseroan harus mempumyai maksud
juan. Selanjutmya Pasal 15 ayat (1) huruf b memerimtahkan,
AD harus dimuat maksud dan tujuan serta kegiatan usaha
oan. Hal imilah yang dipermgatkan Pasal 92 ayat (2). Direksi
memjalankan kewemangan pemgurusan Perseroan, tidak boleh
paui batas-batas maksud dan tujuan yang ditemtukan dalam
·Ildakan yang demikian dianggap memgandumg ultra vires" dan
If

if sebagaipemyalahgumaan wewemang (abuse of authority).

[US sesuai dengan kebijakan yang dipandang tepat


atau batasan yang ketiga yang harus ditaati Direksi dalam
ankan kewemangan pemgurusan Perseroan, mesti sesuai demgan
an yang dipandang tepat", dalam batas-batas yang ditemtukan
UUPT 2007 dan/atau AD.
g dimaksud demgan kebijakan yang dipandang tepat memurut
asan Pasal 92 ayat (2) adalah kebijakan yang antara lam berdasar-
ada berikut illi.
a) Keahlian (skill)
Pengurusan harus dilakukan Direksi dengan pemahaman dan
keterampilan sesuai d,engan ilmu pengetahuan dan pengalaman. Kal au
begitu, dalam menjalankan pengurusan harus benar-benar pandai
sesuai dengan pengetahuan dan pengalaman. 9)

b) Peluang yang tersedia (available opportunity)


Peluang yang tersedia, berarti tindakan pengurusan dilakukan sesuai
dengan kesempatan yang menguntungkan (favorable advantageous)
sesuai dengan kondisi yang cocok (suitable condition) atau waktu yang
tepat.
Kalau begitu, Direksi dalam menjalankan kewenangan pengu-
rusan Perseroan, harus benar-benar mampu membaca peluang atau
kesempatan yang dapat mendatangkan keuntungan dengan memper-
hitungkan kondisi maupun waktu yang tepat. Dari Direksi dituntut
ketekunan (diligent) dan kehati-hatian (prudent) memperhitungkan
kesempatan yang ada. Tidak ceroboh dan gegabah dalam mengambil
kebijaksanaan.

c) Kebijakan yang diambil berdasar kelaziman dalam dunia usaha


(common business practice)
Selanjutnya menurut Penjelasan pasal dimaksud, selain kebijakan yang
diambil Direksi dalam pengurusan Perseroan berdasar keahlian (skill)
dan peluang yang tersedia, juga harus bertitik tolak dari kelaziman
dalam dunia usaha. Akan tetapi, tidak hanya cukup ukurannya praktik
kelaziman saja, (common practice) namun kualitasnya harus praktik
kelaziman yang terbaik (common best practice).
Dengan demikian, Direksi tidak boleh menggampangkan makna
dan penerapan praktik kelaziman. Akan tetapi, hams berpatokan pada
praktik yang terbaik. Artinya, kebijakan pengurusan itu sesuai dengan
praktik kebiasaan yang terbaik dalam dunia usaha yang sejenis.

9) WJS Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, PN Balai Pustaka, 1976, hlm. 19

.. Hukum Perserllan Terbatas


ireksi Memiliki Kapasitas Mewakili Perseroan
sebagai salah satu Organ atau alat perlengkapan Perseroan,
inempunyai kedudukan dan kewenangan mengurus Perseroan,
iberi wewenang untuk "mewakili" Perseroan baik di dalam
lIn di luarPengadilan untuk dan atas nama Perseroan.
all.gan ini ditegaskan pada:
(;isal 1 angka 5; Direksi sebagai Organ Perseroan berwenang
ewakili Perseroan, baik di dalam maupun di Iuar pengadilan
slIai dengan ketentuan AD;
al99 ayat (1) Direksi mewakili Perseroan baik di dalam maupun
Iuar pengadilan.
wenangan mewakili itu adalah untuk dan atas nama (for and
if) Perseroan. Bukan atas nama dari Direksi, tetapi mewakili
an (representative of the company).

litas Kewenangan Direksi Mewakili Perseroan Tidak Terbatas


Tidak Bersyarat
~s atau kewenangan yang dimiliki Direksi mewakili Perseroan
"t1Ildang-undang. Artinya, undang-undang sendiri dalam hal
1 angka 5 dan Pasal· 92 ayat (1) UUPT 2007 yang memberi
itu kepada Direksi untuk mewakili Perseroan di dalam
Iuar Pengadilan. Oleh karena itu, kapasitas mewakili yang
ill.ya, adalah kuasa atau perwakilan karena undang-undang
jke vertegenwoordig, legal or statutory representative). Dengan
em, untuk bertindak mewakili Perseroan, tidak memerlukan
ariPerseroan. Sebab kuasa yang dimilikinya atas nama
adalah kewenangan yang melekat secara inherent pada diri
t® Direksi berdasar undang-undang.
Mbungan dengan itu, sesuai dengan kapasitasnya sebagai kuasa
~lb Perseroan berdasar undang-undang, Direksi berwenang
rikuasa kepada orang yang ditunjuknya untuk bertindak
i Perseroan. Tindakan pemberian kuasa yang demikian dapat
Direksi tanpa memerlukan persetujuan dari Organ
yang Tidak persetujuan dari RUPS
dari Dewan Komisaris.
Akan tetapi, apa yang dijelaskan di atas merupakan ketentuan
dan prinsip umum. Namun, hal itu tidak menutup kemungkinan
untuk melakukan tindakan tertentu harus lebih dahulu mendapa;
kuasa atau persetujuan dari RUPS, apabila hal itu ditentukan dal am
AD. Kemungkinan yang demikian dijelaskan dalam Pasa198 ayat (3).
Menurut pasal ini, pada dasarnya kewenangan Direksi untuk mewakili
Perseroan:
• tidak terbatas (unlimited) dan tidak bersyarat (uncondional),
• kecuali UU ini, AD atau keputusan RUPS menentukan lain.
Jadi, keputusan RUPS boleh membatasi dan menentukan syarat
tertentu. Akan tetapimenurut Pasal98 ayat (4), keputusan RUPS dalam
hal ini, tidak boleh bertentangan dengan ketentuan UU ini dan AD.
Menurut Penjelasan pasal tersebut yang dimaksud tidak boleh
bertentangan dengan UU ini, misalnya RUPS tidak berwenang me-
mutuskan bahwa Direksi di dalam mengagunkan atau mengalihkan
sebagian besar aset Perseroan, cukup dengan persetujuan RUPS
dengan kuorum kehadiran kurang dari 3/4 (tiga perempat). Sedang
yang dimaksud tidak boleh bertentangan dengan AD, misalnya AD
menentukan untuk meminjam uang di atas Rpl.000.000.000,OO (satu
miliar rupiah). Direksi hams mendapat persetujuan RUPS. Dalam hal
ini RUPS tidak boleh mengambil keputusan untuk meminjam uang
di atas Rp500.000.000,OO (lima ratus juta rupiah), Direksi harus
mendapat persetujuan Dewan Komisaris tanpa lebih dahulu
mengubah ketentuan AD tersebut.

b. Setiap Anggota Direksi Berwenang Mewakili Perseroan


Pada prinsipnya, setiap anggota Direksi berwenang mewakili
Perseroan, kecuali ditentukan lain dalam AD. Hal itu ditegaskan oleh
Pasal 98 ayat (2):
• apabila anggota Direksi terdiri "lebih" dari 1 (satu) orang,
• maka setiap anggota Direksi berwenang mewakili Perseroan.
Akan tetapi, pada akhir kalimat pasal itu dikatakan, kecuali AD
menentukan lain. Berarti AD Perseroan dapat menentukan hanya
Direktur Utama atau anggota Direksi tertentu saja yang berwenang

.. Hukum Perseroan Terbatas


'1i Perseroan, Dalam hal yang demikian, tertutup kewenangan
ta Direksi yang lain mewakili Perseroan.
enapa Pasal 92 ayat (2) menegakkan prinsip bahwa tiap-tiap
ta Direksi berwenang mewakili Perseroan? Menurut Penjelasan
ini, UUPT 2007 pada dasarnya menganut sistem perwakilan
/I

eal", Tiap-tiap anggota Direksi berwenang mewakili Perseroan.


untuk kepentingan Perseroan, AD dapat menentukan yang
nang mewakili hanya anggota Direksi tertentu.

alam Hal Tertentu Anggota Direksi Tidak Berwena1tg Mewakili


erseroan
99 UUPT 2007, mengatur ketentuan, bahwa dalam hal atau
tertentu anggota Direksi, tidak berwenang mewakili Perseroan
a;rn maupun di luar pengadilan, apabila:
rjadi perkara di pengadilan antara Perseroan dengan anggota
,reksi yang bersangkutan, atau
ggota Direksi yang bersangkutan mempunyai benturan
pentingan dengan Perseroan,
gnghadapi hal yang demikian, menurut Pasal 99 ayat (2), yang
mewakili Perseroan adalah:
ggota Direksi lainnya yang tidak mempunyai benturan
pentingan dengan Perseroan,
ewan Komisaris dalam hal seluruh anggota Direksi mempunyai
:q.turan kepentingan dengan Perseroan, atau
ak lain yang ditunjuk oleh RUPS dalam hal seluruh anggota
ireksi atau Dewan Komisaris mempunyai benturan kepentingan
gan Perseroan.
m-ikian gambaran ruang lingkup kewenangan pengurusan dan
flS Direksi mewakili Perseroan dalam kedudukannya sebagai
Perseroan.

NGANGKATAN DIREKSI
caraan mengenai pengangkatan Direksi meliputi pokok-pokok
berkenaan dengan jumlah Direksi, syarat pengangkatan,
pembagian tugas, metode pernilihan, gaji dan tunjangan, penggantian
dan pemberhentian Direksi.

1. Jumlah Anggota Direksi


Berapa banyaknya jumlah anggota Direksi, digantungkan pada faktor
"kegiatan usaha" yang dilakukannya dengan klasifikasi sebagai berikut.

a. Perseroan yang Bersifat Umum, Boleh 1 (Satu) Orang


Berdasar Pasal 92 ayat (3), Perseroan yang kegiatan usahanya bersifat
umum:
• boleh terdiri dari 1 (satu) orang saja anggota Direksinya, atau
• boleh lebih dari 1 (satu) orang.
Undang-undang tidak membatasi berapa banyaknya, tetapi
minimal 1 (satu) orang. Boleh lebih dari 1 (satu) orang apabila
kepentingan Perseroan membolehkan.

b. Perseroan yang Melakukan Kegiatan Usaha Tertentu, Minimal 2


(Dua) Orang
Pasal92 ayat (4) menentukan secara imperatif jumlah anggota Direksi
bagi Perseroan tertentu, minimal atau paling sedikit 2 (dua) orang.
Kedalarnannya termasuk Perseroan yang kegiatan usahanya berkaitan
dengan:
1) menghimpun dan/atau mengelola dana masyarakat,
2) Perseroan yang menerbitkan surat pengakuan utang kepada
masyarakat, atau
3) Perseroan Terbuka.
Perseroan yang memiliki kriteria yang disebut di atas "wajib"
mempunyai paling sedikit 2 (dua) orang anggota Direksi. Patokan yang
menentukan anggota Direksi minimal 2 (dua) orang untuk jenis
kegiatan usaha yang disebut di atas, sarna dengan ketentuan yang diatur
pada Pasal 79 ayat (1) UUPT 1995.

lID Hukum Perseroan Terbatas


~Inggris,
sejak 1929 semua Perseroan Publik (public company),
rnempunyai paling sedikit 2 (dua) orang anggota Direksi tanpa
antungkan pada faktor jenis kegiatan usahanya. 10)

mbagian Tugas Direksi


·la anggota Direksi terdiri atas 2 (dua) orang atau lebih, harus
l.<an pembagian tugas dan wewenang pengurusan Perseroan di
anggota Direksi tersebut. Menurut Pasal 92 ayat (5), pembagian
an wewenang dimaksud, ditetapkan berdasar keputusan RUPS.
'tetapi, apabila RUPS tidak menetapkan, pembagian tugas dan
nang anggota Direksi, ditetapkan berdasar keputusan Direksi.
au begitu, kekuasaan untuk menetapkan pembagian tugas dan
tersebut, dapat beralih dari RUPS kepada Direksi. Hal itu
enghindari. terjadinya ketidakpastian fungsi dan wewenang
. .Il1.asing anggota Direksi. Dan menurut Penjelasan Pasal 92 ayat
eksi sebagai Organ Perseroan yang melakukan pengurusan
an, dianggap memahami dengan jelas kebutuhan pengurusan
an. Oleh karena itu, apabila RUPS tidak menetapkan pemba-
ga.s dan wewenang anggota Direksi, sudah sewajarnya pene-
tersebut dilakukan oleh Direksi sendiri.

gDapat Diangkat Menjadi AnggotaDireksi


3 mengatur siapa yang dapat diangkat menjadi anggota Direksi.
han ini, mengatur persyaratan orang yang dapat diangkat
·sanggota Direksi.

ratPokok
bkoknya, boleh dikatakan sangat minim sekali, hanya terdiri

perorangan (person or individual)


rang atau manusia (human being) dapat diangkat menjadi
a Direksi. Sebaliknya, badan hukum (rechtspersoon, legal entity),

lesworth and Morse, Company Law, ELBS, Fourteenth Edition, 1991, hhn. 348.
tidak dapat diangkat menjadi anggota Direksi. ltu sebabnya, definisi
Direktur adalah orang (person) yang menduduki posisi Direktur
sehingga hanya orang (person) saja yang dapat menjalankan fungs~
Direksi. 11)

2) Cakap melakukan perbuatan hukum (bevoegd, competent)


Biasanya diartikan eukup umum dan eakap (full age and capacity),
Patokan umumnya:
• paling tidak telah meneapai umur 21 (dua puluh satu) tahun.
Tidak ada batasan sampai umur berapa (there is no age limit)
anggota Direksi Perseroan. 12)
akan tetapi biasanya, paling tua 70 (tujuh puluh) tahun, dan
pada umumnya di berbagai negara, terdapat pembatasan
umur anggota Direksi bagi Perseroan Publik (public company)
atau Perseroan Perdata (private company) anak Perseroan
Publik (subsidiary of the public company), hingga umur 70
(tujuh puluh) tahun. 13 )
• yang bersangkutan tidak sakit jiwa dan tidak berada di bawah
kuratele.
Hanya itu saja syarat pengangkatan seorang anggota Direksi, yakni
"orang perorangan" dan "eakap melakukan perbuatan hukum".

b. TIdakAda Syarat Kualifikasi Pendidikan


Pasal 93 ayat (1), tidak mengatur seeara spesifik kualifikasi pendidikan
(no particular qualification education). Seolah-olah undang-undang
membenarkan mengangkat anggota Direksi yang buta aksara. Dengan
kata lain, jika semata-mata berdasar ketentuan undang-undang, tidal<
dilarang mengangkat anggota Direksi yang buta aksara. Hal yang
demikian mungkin terjadi dalam Perseroan Tertutup, di mana
pemegang sahamnya keeil dan terbatas, sedang yang bersangkutan

11) Ibid., MC Oliver and EA Marshall, him. 271.


12) Ibid., Walter Coon, Company Law, hlm. 165.
13) Ibid., MC Oliver and EA Marshal, Company Law, hlm. 282.

~ Hukum Perseroan Terbatas


dudukan sebagai pemegang saham mayoritas. Akan tetapi
pan yang seperti itu, tidak wajar diperlakukan terhadap
oan Publik atau Perseroan Terbuka.
erlepas dari apa yang dikemukakan di atas, undang-undang tidak
ang AD Perseroan mengatur kualifikasi pendidikan anggota
'sT.

idak Disyaratkan Nasionalitas dan Tempat Tinggal


jutnya, Pasal 93 ayat (1) tidak ada mengatur syarat nasionalitas
un tempat tinggal anggota Direksi. Kalau begitu, undang-undang
.rnelarang orang asing" yang bertempat tinggal di luar negeri
1/

kat menjadi anggota Direksi. Tidak disyaratkan harus berke-


aan atau berkewarganegaraanlndonesia. Juga tidak disyaratkan
1?ertempat tinggal di wilayah Republik Indonesia. Cuma untuk
vitas dan efisiensi, sebaiknya bertempat tinggal di Indonesia.
akah AD dapat menentukan syarat anggota Direksi yang dapat
kat, harus warga negara Indonesia dan bertempat tinggal di
.eJI·· Republik Indonesia? Undang-undang tidak menegaskan hal
!~h karena tidak ada penegasan yang melarangnya, berarti AD
mengatur. Sebab pada dasarnya persyaratan yang demikian,
idak bertentangan dengan undang-undang juga tidak berten-
dengan ketertiban umum dan kesusilaan.

(lk Disyaratkan Harus Pemegang Saham


crripada yang diterangkan di atas, undang-undang juga tidak
crratkan anggota Direksi hams pemegang saham. Namun hal
fl:k;mengurangi kebolehan menentukannya dalam AD, yang
?ruskan anggota Direksi harus pemegang saham dalam
,ClIlyang bersangkutan. Apabila tidak me:rniliki saham lagi
Perseroan, mesti mengundurkan diri (resign).

g Tidak Boleh Diangkat Menjadi Anggota Direksi


3 ayat (1) menentukan orang yang tidak dapat diangkat menjadi
aDireksi, yakni orang yang dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum
gkatannya pernah:
a. dinyatakan pailit,
b. menjadi anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris yang
dinyatakan bersalah menyebabkan suatu Perseroan dinyatakan
pailit,
c. dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan
keuangan negara dan/atau yang berkaitan dengan sektor keuangan.
Menurut Penjelasan Pasal 93 ayat (1) huruf c, yang dimaksud
dengan "sektor keuangan", antara lain lembaga keuangan bank dan
nonbank, pasar modal, dan sektor himpunan dan pengelolaan dana
masyarakat.
Cara menghitung jangka waktu 5 (lima) tahun, dikemukakan pada
Penjelasan Pasal 93 ayat (1), yakni 5 (lima) tahun terhitung dari:
• sejak yang bersangkutan dinyatakan bersalah berdasar putusan
pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap, telah
menyebabkan Perseroan pailit, atau
• apabila dihukum dengan pidana, terhitung sejak selesai menjalani
hukuman.
Demikian cara penetapan ketentuan larangan untuk mengangkat
seseorang menjadi anggota Direksi yang digariskan Pasal93 ayat (1).

5. Peraturan Perundang-undangan Tertentu, Dapat Menetapkan


Syarat Tambahan
Berdasar Pasal93 ayat (2) dibuka kemungkinan bagi "instansi teknis"
yang berwenang, dapat menetapkan persyaratan "tambahan" dari apa
yang ditentukan Pasal 93 ayat (1). Syarat tambahan itu, ditetapkan
dalam peraturan perundang-undangan. Sebagai contoh dapat
dikemukakan Peraturan Meneg BUMN, No. PER-03/MBU/2006
tentang Perubahan Peraturan Meneg BUMN No. PER 01/MBU/2006
tentang Pedoman Pengangkatan Anggota Direksi dan Anggota Dewan
Komisaris Anak Perusahaan BUMN.14)
Pasal 3 Peraturan MENEG BUMN tersebut mengatur persyaratan
calon anggota Direksi Anak Perusahaan BUMN sebagai berikut.

14) Ditetapkan tanggal28 Apri12006.

111m Hukum Perseroan Terbatas


aratFormil
enai syarat formil yang ditentukan dalarn Peraturan Meneg
ini, sarna seluruhnya dengan syarat pengangkatan anggota
i yang ditetapkan dalarn Pasal 93 ayat (1) UUPT 2007 seperti
udah dijelaskan di atas.

arat Materil
materil menurut Peraturan Meneg BUMN dimaksud meliputi:
gritas dan moral, bahwasanya yang bersangkutan tidak pemah
libat:
perbuatan rekayasa dan praktik-praktik menyimpang dalarn
mengurus Anak Perusahaan BUMN/Perusahaan/Lembaga
tempat yang bersangkutan bekerja sebelum pencalonan
(berbuat tidak jujur),
perbuatan cidera janji yang dapat dikategorikan tidak
memenuhi janji,
perbuatan yang dikategorikan clapat memberikan keuntungan
kepada pribadi calon anggota Direksi, pegawaiAnak Peru-
sahaan/BUMN/Perusahaan/Lembaga tempat yang bersang-
kutan bekerja sebelum pencalonan (berperilaku tidak baik),
perbuatan yang dapat dikategorikan sebagai pelanggaran
t terhadap ketentuan yang berkaitan dengan prinsip perusahaan
yang sehat (berperilaku tidak baik).
mpetensi teknis/keahlian, bahwasanya yang bersangkutan
iliki:
pengetahuan yang memadai di bidang usaha Anak Perusahaan
yang bersangkutan;
pengalaman dan keahlian di bidang pengurusan Anak
Perusahaan BUMN/Perusahaan/Lembaga yang bersangkutan;
kemarnpuan untuk. melakukan pengelolaan strategis dalarn
rangka pengembangan Anak Perusahaan;
pemaharnan masalah-masalah managemen perusahaan yang
berkaitan dengan salah sam fungsi manajemen;
didedikasi dan menyediakan waktu sepenuhnya untuk
melakukan tugasnya.
c. psikologis, bahwasanya yang bersangkutan memiliki tingkat
inteligensi dan tingkat emosi yang memadai untuk melaksanakan
tugasnya sebagai anggota Direksi Anak Perusahaan.

3) Syarat Lain
a. bukan anggota dan/atau pengurus partai politik;
b. berusia tidak melebihi 55 tahun ketika akan menjabat Direksi Anak
Perusahaan;
c. tidak sedang menjabat sebagai pejabat pada Lembaga serta Direksi
pada BUMN dan Perusahaan atau harus mengundurkan diri jika
terpilih sebagai anggota Direksi Anak Perusahaan;
d. tidak sedang menduduki jabatan yang berpotensi menimbulkan
benturan kepentingan dengan Anak Perusahaan yang
bersangkutan atau bersedia mengundurkan diri jika terpilih
sebagai anggota Direksi Anak Perusahaan;
e. tidak sedang menduduki jabatan yang berdasarkan peraturan
perundang-undangan dilarang untuk dirangkap dengan jabatan
anggota Direksi Anak Perusahaan.
Demikian gambaran syarat yang diatur dalam Peraturan Meneg
BUMN tersebut. Sangat banyak syarat tambahan yang ditetapkan di
dalarnnya. Dapat dikatakan, persyaratan tersebut cukup kompre-
hensif, oleh karena itu dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan.

6. Pembuktian Persyaratan
Ketentuan Pasal 93 yang mengatur persyaratan yang dibicarakan di
atas, ditutup dengan ayat (3) yang memerintahkan:
a. pemenuhan persyaratan yang ditentukan oleh undang-undang ini
(Pasal 93 ayat (I), maupun syarat tambahan yang diatur pada
peraturan perundang-undangan tertentu (Pasal 93 ayat (2),
dibuktikan dengan "surat". Yang dimaksud dengan "surat"
menurut Penjelasan Pasal 93 ayat (3), terdiri atas:
1) "Surat pemyataan" yang dibuat oleh calon anggota Direksi
yang bersangkutan berkenaan dengan persyaratan Pasal 93
ayat (I),

.. Hukum Perseroan Terbatas


) Surat dari Instansi yang berwenang berkenaan dengan
persyaratan Pasal 93 ayat (2),
urat bukti tersebut disimpan oleh Perseroan.
emikian ketentuan mengenai pembuktian persyaratan calon
Direksi.

ang Berwenang Mengangkat Anggota Direksi Adalah RUPS


94 UUPT 2007, menentukan siapa yang berwenang mengangkat
dta Direksi dan tata cara pengangkatan, penggantian serta
erhentian anggota Direksi seperti yang dijelaskan di bawah ini.

engangkatan Anggota Direksi Menjadi Kewenangan Mutlak


UPS
tuan ini ditegaskan pada Pasal 94 ayat (1) yang berbunyi:
nggota Direksi diangkat oleh RUPS
lanjutnya ketentuan ini dipertegas lagi oleh Penjelasan pasal itu,
a kewenangan RUPS mengangkat anggota Direksi, tidak dapat
ahkan kepada Organ Perseroan lainnya.Berarti kewenangan
utlak berada di tangan RUPS. Tidak dapat dilimpahkan atau
gasikan kepada Direksi maupun kepada pihak lain seperti
'asa atau Pengadilan. Undang-undang sendiri "melarang"
ahkan kepada Organ Perseroan lainnya maupun kepada pihak
i luar Organ Perseroan.
mang menurut Pasal94 ayat (2) untuk "pertama kali" pengang-
anggota Direksi:
''Iakukan sendiri oleh Pendiri, dan
itu dilakukan dan ditetapkan Pendiri dalam Akta Pendirian
suai dengan ketentuan Pasal8 ayat (2) huruf b, yakni menyebut
qma lengkap, tempat dan tanggallahir, pekerjaan, tempat tinggal,
warganegaraan anggota Direksi yang bersangkutan.
tetapi, untuk pengangkatan selanjutnya berpindah dari
Pendiri kepada RUPS. Ketentuan ini bersifat imperatif atau
aksa (dwingendrecht, mandatory law). Tidak bisa disampingi
aturannya dalam AD Perseroan.
b. Diangkat untuk ]angka Waktu Tertentu
Masa jabatan atau masa kontrak jabatan Direktur (Directors service
contract), boleh dikatakan bervariasi15). Undang-undang sendiri tidal<
mengatur lamanya masa jabatan anggota Direksi. Biasanya hal itu
diatur dalam AD Perseroan. Sekiranya AD tidak menetapkan lamanya
masa jabatan, RUPS yang berwenang menentukannya.
Mengenai masa jabatan anggota Direksi Pasal 94 ayat (3) hanya
mengatakan:
Anggota Direksi diangkat untuk jangka waktu tertentu dan dapat
diangkat kembali.
Selanjutnya Penjelasan pasal ini mengatakan:
• persyaratan pengangkatan anggota Direksi untuk "jangka waktu
tertentu" dimaksudkan anggota Direksi yang telah berakhir rnasa
jabatannya, tidak dengan sendirinya meneruskan jabatannya
semula,
• tetapi hams dengan pengangkatan kembali berdasarkan kepu-
tusan RUPS.
Memperhatikan bunyi Pasal 94 ayat (3) serta Penjelasannya, hanya
menentukan hal-hal berikut:
1) syarat pengangkatan anggota Direksi hams terbatas untuk "jangka
waktu tertentu", bisa 5 atau 10 tahun, tidak menjadi masalah
berapa lama jangka waktunya, yang disyaratkan, harus untuk
jangka waktu tertentu, dan dilarang tanpa batas waktu;
2) apabila masa jabatan atau masa pengangkatannya berakhir, tidak
dengan sendirinya anggota Direksi itu dapat meneruskan
jabatannya semula untuk periode selanjutnya. Untuk pengang-
katan kembali masa jabatan berikutnya, harus berdasarkan
keputusan RUPS.
Dalam Penjelasan pasal ini, dikemukakan contoh. Misalnya masa
jabatan anggota Direksi yang ditentukan dalam AD atau RUPS untuk
jangka waktu 3 (tiga) atau 5 (lima) tahun sejak tanggal pengangkatan

15) Ibid., Charlesworth and Morse, Company Law, hlm. 369.

. . . Hukum Perseroan Terbatas


sejak berakhirnya jangka waktu tersebut, mantan anggota
si yang bersangkutan:
Flak berhak lagi bertindak untuk dan atas nama Perseroan,
ar dia dapat bertindak untuk dan atas nama Perseroan, hams
. gkat kembali menjadi anggota Direksi oleh RUPS.
rtitik tolak dari penjelasan di atas, setiap periode masa jabatan
tuanggota Direksi, hams diangkat berdasar keputusan RUPS.

#Ja Cara Pengangkatan, Penggantian dan Pemberhentian


nggota Direksi Diatur Dalam AD
iketentuan yang diatur secara imperatif dalam UUPT 2007, AD
t mengatur tata cara pengangkatan, penggantian dan
rhentian anggota Direksi. Bahkan menurut Pasal 94 ayat (4),
pat juga mengatur tata cara pencalonan anggota Direksi.
pa :mengurangi ketentuan yang membolehkan AD mengatur
..apencalonan, penggantian dan pemberhentian anggota Direksi,
94 ayat (5) dan ayat (6) menentukan beberapa ketentuan yang
fimperatif sehubungan dengan pengangkatan, penggantian dan
hentian anggota Direksi:
.ap pengangkatan, penggantian dan pemberhentian anggota
eksi keputusan RUPS yang bersangkutan harus "menetapkan"
t mulai berlakunya pengangkatan, penggantian, dan pember-
1;IHan tersebut,
fclbila keputusan RUPS tidak menetapkan saat mulai berlakunya,
a pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota
reksi "mulai berlaku" sejak ditutupnya RUPS.

tode Pemilihan Anggota Direksi


it .tidak mengatur metode pemilihan anggota· Direksi Pasal 94
hanya menegaskan anggota Direksi diangkat oleh RUPS. Berarti
gkatan dilakukan RUPS melalui proses "pemilihan". Bagai-
.ara atau metode pemilihannya oleh RUPS, tidak diatur lebih
alam UUPT 2007. Pasal94 ayat (4) menjelaskan tata cara atau
pemilihannya diatur dalam AD.
Barangkali sebagai acuan, dapat ditawarkan metode pemilihan
sesuai dengan pokok-pokok berikut:
1) Anggota Direksi dipilih oleh pemegang saham dalam RUPS
dengan suara terbanyak
Patokan suara terbanyak, bisa ditentukan dengan sistem lebih dari
1/2 (satu perdua) (simple majority) atau 2/3 (dua pertiga) maupun
3/4 (tiga perempat) bagian dari suara yang dikeluarkan dalam
RUPS.
2) Setiap anggota Direksi harus dipilih secara perorangan atau
individu (must be elected individually):
• tidak dibenarkan pemilihan suara paket (package deal is not
allowed),
• tujuannya, untuk menghindari terjadinya penunjukan atau
pengangkatan 2 (dua) atau lebih anggota Direksi secara en bloc,
sehingga tidak terjadi cara-cara yang a priori menerima (accept)
atau menolak (reject) calon atau kandidat anggota Direksi yang
lain.
Ada juga sistem atau metode pemilihan anggota Direksi yang
mensyaratkan harus terdiri dari pemegang saham. Akan tetapi, trend
yang berkembang belakangan, lebih baik menyerahkan pelaksanaan
pengurusan Perseroan kepada orang luar yang tidak berkepentingan,
sebagai anjing penjaga (watch dog).
Selain itu, ada juga yang menggagas metode pemilihan anggota
Direksi dengan klasifikasi berikut:
• 1/3 (satu pertiga) anggota Direksi dipilih setiap tahun untuk masa
jabatan 3 (tiga) tahun;
• tujuannya, untuk menghindari penggantian seluruh anggota
Direksi pada waktu yang sarna.
Melalui sistem ini terbina kelanjutall kontinuitas manajemen
Perseroan.

8. Direksi Wajib Memberitahukan Perubahan Anggota Direksi


kepada Menteri
Pasal 94 ayat (7) menegaskan dalam hal terjadi pengangkatan,
penggantian dan pemberhentian anggota Direksi:

lID· Hukum Perseroan Terbatas


ikategori sebagai "perubahan" anggota Direksi Perseroan,
as perubahan anggota Direksi itu, Direksi "wajib" memberi-
ukan perubahan itu kepada Menteri.
hubungan dengan masalah pengangkatan, penggantian, dan
.erhentian anggota Direksi yang dikategori oleh Pasal 94 ayat (7)
ai "perubahan" anggota Direksi, perlu dijelaskan hal-hal sebagai
t.

erubahan Anggota Direksi, Dikategori Sebagai Perubahan Data


erseroan
gkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Direksi,oleh
2007, tidak dikategori sebagai perubahan AD tertentu yang
'skan Pasal 21 ayat (2). Juga tidak dikategori perubahan AD lain
isebut Pasal21 ayat (3). Akan tetapi, menurut Penjelasan Pasal
at (3) huruf c, dikategori sebagai "perubahan data" Perseroan.
lasan tersebut berbunyi:
ang dimaksud dengan "perubahan data Perseroan" adalah antara
ndata tentang pemindahan hak atas saham, penggantian anggota
'reksi dan Dewan Komisaris, pembubaran Perseroan.
mang benar, Penjelasan Pasal29 ayat (3) huruf c tersebut, bisa
bulkan pertanyaan. Apakah pengangkatan dan pemberhentian
ta Direksi termasuk ke dalam kategori "perubahan data" Perse-
Sebab penjelasan pasal itu, hanya mengatakan "penggantian"
a Direksi saja. Tidak disebut pengangkatan dan pemberhentian
a Direksi. Dari segi bahasa dan gramatika, ketentuan tersebut
ti pengangkatan dan pemberhentian, Sebab setiap pengang-
an pemberhentian, dengan sendirinya secara implisit mengan-
akna dan sekaligus menimbulkan akibat penggantian anggota
i. Dengan demikian, setiap pengangkatan, penggantian, dan
hentian anggota Direksi dikategori sebagai perubahan data
an, tidak dikategori sebagai perubahan AD tertentu yang
skan Pasal 21 ayat (2) maupun perubahan AD lain yang disebut
21 ayat (3) UUPT 2007.
b. Direksi Wajib Memberitahukan Perubahan Anggota Direksi kepa44,
Menteri
Pasal 94 ayat (7) mewajibkan Direksi Perseroan untuk "membe~
ritahukan" perubahan anggota Direksi kepada Menteri. Setiap kali
terjadi pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggQta
Direksi, wajib diberitahukan kepada Menteri.
Tujuan pemberitahuan perubahan anggota Direksi yang dikategori
sebagai perubahan data Perseroan:
.. untuk dicatat" dalam Daftar Perseroan oleh Menteri sesuai dengan
II

ketentuan Pasal 29 ayat (1) UUPT 2007, yang menegaskan Daftar


Perseroan diselenggarakan oleh Menteri,
.. pemasukan data perubahan Perseroan mengenai perubahan
anggota Direksi ke dalam Daftar Perseroan menurut Pasal 29 ayat
(3) huruf c UUPT 2007, ialah pada tanggal "pemberitahuan"
perubahan data Perseroan itu diterima oleh Menteri.

c. Jangka Waktu Pemberitahuan Perubahan Anggota Direksi, Paling


Lambat 30 (Iiga Puluh) Hari Dari Tanggal Keputusan RUPS
Mengenai jangka waktu pemberitahuan pengangkatan, penggantian,
dan pemberhentian anggota Direksi:
1) paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal
keputusan RUPS,
2) sesuai dengan ketentuan Pasal 94 ayat (8), apabila Direksi belum
menyampaikan pemberitahuan kepada Menteri, maka Menteri
menolak setiap permohonan yang diajukan atau pemberitahuan
yang disampaikan kepada Menteri oleh Direksi yang belum
tercatat dalam Daftar Perseroan.
Yang dimaksud permohonan menurut Penjelasan Pasal 94 ayat
(8) adalah permohonan "persetujuan" AD tertentu sebagaimana
dimaksud Pasal 21 ayat (2) huruf a sampai dengan huruf f. Sedang
yang dimaksud dengan "pemberitahuan" adalah pemberitahuan yang
bukan perubahan AD tertentu sebagaimana yang dimaksud Pasal 21
ayat (3) serta "pemberitahuan" perubahan data Perseroan yang wajib
diberitahukan kepada Menteri sebagaimana yang dimaksud Pasal 29
ayat (3) huruf c beserta Penjelasannya.
erubahan Anggota Direksi Mulai Efektif, Sejak Dicatat Dalam
ilftar Perseroan
perubahan (pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian)
ta Direksi mulai efektif berlaku? Perubahan anggota Direksi
fberlaku, mempunyai dua sisi: I
cara internal,mulaiefektif berlaku sejak tanggal keputusan
,!JPS diambil,kecuali RUPS menentukan secara tegas kapan
ylai efektif berlaku,
eksternal,· sejak pemberitahuan "diterima" dan "dicatat"
am Daftar Perseroan oleh Menteri.
itu bertitik tolak dari ketentuan Pasal 94 ayat (8) yang
engatakan:
selama belum disampaikan pemberitahuan pengangkatan,
penggantian, dan pemberhentian anggota Direksi kepada
Menteri,
maka Menteri "menolak" setiap permohonan yang diajukan
atau pemberitahuan yang disampaikan kepada Menteri oleh
., . Qireksi yang belum tercatat dalam Daftar Perseroan.
rtitik tolak dari ketentuan Pasal 94 ayat (8) tersebut, dapat ditarik
ulan dan konstruksi hukum, perubahan anggota Direksi baru
iberlaku kepada pihak ketiga, terhitung sejak tanggal perubahan
'catat" dalam Daftar Perseroan oleh Menteri.

gangkatan Anggota Direksi yang Tidak Memenuhi Syarat


g pengangkatan anggota Direksi yang tidak memenuhi syarat,
. pada Pasal 95 UUPT2007. Yang dimaksud dengan
gkatan anggota Direksi yang tidak memenuhi syarat, setelah
at diketahui bahwa pengangkatan anggota Direksi itu, ternyata
emenuhi syarat yang ditentukan Pasal93. Akibat hukum serta
ra pembatalan pengangkatan itu, dapat dijelaskan sebagai

gangkatan Batal Karena Hukum


95 (1), atas !-''--... LhUJlLh ...•...UL'-'UL

iyang tidak memenuhi syarat yang ditentukan Pasal 93,


• batal karena atau demi hukum (van rechtswege nietig, ipso jure nul
and void), terhitung sejak tanggal atau sejak saat anggota Direks'
lainnya atau Dewan Komisaris "mengetahui" tidak terpenuhiny
persyaratan tersebut,
• akan tetapi, Penjelasan Pasal 95 ayat (1) memperingatkan, tid
terpenuhinya syarat itu, harus berdasar "bukti yang sah",
Jadi, anggota Direksi atau Dewan Komisaris yang mengetahu'
pengangkatan seorang anggota Direksi tidak memenuhi syarat Pas
93/ harus mampu membuktikan hal itu dengan alat bukti yang s
yang ditentukan Pasal 164 HIR, Pasal 1866 KUH Perdata. Tida
dibenarkan tanpa alat bukti menyatakan pengangkatan seoran
anggota Direksi tidak memenuhi syarat.

b. Tindakan Hukum yang Harus Dilakukan Anggota Direksi ata


Dewan Komisaris
Anggota Direksi lain atau Dewan Komisaris yang mengetahui pe
ngangkatan seorang anggota Direksi tidak memenuhi syarat, Pasal 95
ayat (1) dan ayat (2) serta Penjelasannya memerintahkan mereka untu
melakukan tindakan berikut.

1) Memberitahukan secara tertulis kepada anggota direksi yan


bersangkutan
Apabila ada anggota Direksi atau Dewan Komisaris mengetahu'
pengangkatan seorang anggota Direksi tidak memenuhi syarat,
mereka hams:
• memberitahukan hal itu kepada anggota Direksi tersebut,
• pemberitahuan disampaikan dalam bentuk "tertulis" (schriftelijk,
inwriting),
• pemberitahuan dilakukan pada saat diketahui hal tersebut.

2) Pemberitahuan disertai dengan pembatalan pengangkatan


lsi pemberitahuan kepada anggota Direksi yang bersangkutan, disert '
dengan pemyataan "pembatalan" pengangkatannya. Ketentuan Pas
95 ayat (2) ini/ tidak sejalan atau bertentangan dengan Pasal 94 aya
(1). Menurut pasal ini, anggota Direksi diangkat oleh RUPS. Kala

.. Hukum Perseroan Terbatas


H, sesuai dengan prinsip kesetaraan, yang dapat membatalkan
keputusan adalah badan yang berwenang mengeluarkan
san itu.
leh karena itu, sesuai dengan prinsip hukum tersebut, semestinya I
berhak membatalkan pengangkatan anggota Direksi yang tidak
nuhi syarat adalah RUPS, bukan anggota Direksi lain atau
Komisaris.
amun, dalam hal ini undang-undang sendiri yang menentukan
'beri wewenang kepada anggota Direksi lain atau Dewan
'saris untuk menyatakan "batal" pengangkatan itu maka tindakan
itu sah menurut hukum.

engumumkan batalnya pengangkatan dalam surat kabar


eritahuan batalnya pengangkatan anggota Direksi yang tidak
nuhi syarat:
tHS "diumumkan" oleh anggota Direksi lain atau Dewan
Qmisaris dalam Surat Kabar,
K;atidak terdapat anggota Direksi yang bertindak untuk mela-
K;an pengumuman itu, yang melaksanakan pengumuman
ewan Komisaris,
gka waktu pengumuman, paling lambat 7 (tujuh) hari, terhi-
g sejak cacat persyaratan pengangkatan itu diketahui.

emberitahukan batalnya pengangkatan kepada menteri


hukum selanjutnya yang harus dilakukan anggota Direksi
atau Dewan Komisaris:
e:inberitahukan" batalnya pengangkatan anggota Direksi
sebut kepada Menteri,
as pemberitahuan itu, Menteri mencatatnya dalam Daftar
tseroan sesuai dengan ketentuan Pasal29 ayat (3) huruf c dalam
tegori "perubahan data" Perseroan berdasar Penjelasan Pasal
ayat (3) huruf c.
c. Perbuatan Hukum yang Dilakukan Anggota Direksi yang
Pengangkatannya 1idak Memenuhi Syarat
Bagaimana masalahnya dengan tindakan atau perbuatan hUkum
(rechthandeling, legal act) yang dilakukan seorang anggota Direksi
untuk dan atas nama (jar and behalf) Perseroan, padahal terbukti
pengangkatannya tidak memenuhi syarat? Akibat hukurn atas per-
buatan hukurn yang dilakukannya, diklasifikasi dalam ketentuan Pasa!
95 ayat (3) dan ayat (4) sebagai berikut.

1) Perbuatan hukum yang dilakukannya sebelum pengangkatannya


batal, tetap sah dan mengikat
Terhadap perbuatan hukurn yang dilakukan anggota Direksi itu untuk
dua atas nama Perseroan sebelurn pengangkatannya batal:
.. tetap sah dan mengikat (wettig en bindend, lawful and binding),
dan
• menjadi tanggung jawab Perseroan untuk memenuhinya. Akan
tetapi menurut Pasal 95 ayat (5), tidak mengurangi tanggung jawab
anggota Direksi yang bersangkutan terhadap kerugian Perseroan
berdasar Pasal 97 dan Pasal 104.

2) Perbuatan hukum yang dilakukannya untuk dan atas nama Perseroan


setelah pengangkatannya batal, tidak sah
Perbuatan hukurn yang dilakukan seorang anggota Direksi untuk dan
atas nama Perseroan setelah pengangkatannya batal, yakni kebatalan
pengangkatannya telah diumumkan di Surat Kabar serta telah
diberitahukan kepada Menteri, maka perbuatan hukurn tersebut:
• tidak sah menurut hukurn (onwettig, unlawful), bahkan dikategori
sebagai perbuatan melawan hukurn (onrechtmatigedaad, unlawful
act),
• perbuatan hukurn itu tidak mengikat Perseroan dan jatuh menjadi
tanggung jawab pribadi (persoonlijk aansprakelijk, personal liability)
dari anggota Direksi yang bersangkutan.
Dernikian gambaran ruang lingkup permasalahan akibat hukum
yang tirnbul dari pengangkatan anggota Direksi yang tidak memenuhi
syarat yang diatur pada Pasal 95 UUPT. Ketentuan yang seperti ini,

Hl.lkum Perseroan Terbatas

.J
uiatur ualam UUPT 1995 maupun dalam KUHD. Oleh karena
etentuan ini merupakan hal baru dalam hukum Perseroan
esia.

Ciji dan Tunjangan Anggota Direksi


nai gaji dan tunjangan anggota Direksi, diatur pada Pasal 96
2007. Gaji dan tunjangan anggota Direksi disebut juga "imbalan
(fenumeratie, renumeration) atau· disebut juga kompensasi.
am ketentuan tradisional, anggota Direksi tidak mempunyai
balan jasa atas pelayanan (service) yang diberikannya mengurus
oan. Pada masa yang lalu, anggota Direksi pada umumnya
pemegang saham mayoritas yang akan mendapat kompensasi
bentuk "dividen"16). Akan tetapi dalam hukum Perseroan
, praktik tradisional itu, tidak dapat diterapkan. Sebab pada
ya dalam korporasi modern, kedudukan anggota Direksi
lagi didasarkan atas faktor pemegang atau kepemilikan saham
Perseroan yang bersangkutan. Sehubungan dengan itu,
bangan yang terjadi pada masa· sekarang:
harusan memberi imbalan jasa atau kompensasi kepada anggota
ireksi,
re:na itupada umumnya, dalam AD Perseroan terdapat
tentuan yang mengatur gaji anggota Direksi.

qrnya Gaji dan Tunjangan Anggota Direksi, Ditetapkan


dasar Keputusan RUPS
Pasal 96 ayat (1), yang berwenang menentukan besarnya gaji
jangan anggota Direksi adalah RUPS. Hal itu ditetapkan RUPS
bentuk keputusan. Dan. menurut Penjelasan pasal ini, yang
pud denganbesarnya gaji dan tunjangan anggota Direksi adalah
a. gaji dan tunjangan bagi setiap anggota Direksi.

Business Law, and Forth The


b. Kewenangan RUPS, Dapat Dilimpahkan kepada Dewan
Komisaris
Menurut Pasa1 96 ayat (2), kewenangan RUPS rnenetapkan keputusan
tentang besamya gaji dan tunjangan anggota Direksi, dapat dilim-
/I

pahkan" kepada Dewan Kornisaris. Bagairnana cara rnelimpahkan


kewenangan RUPS itu kepada Dewan Komisaris, tidak diatur dalarn
Pas31 96. Sehubungan dengan itu cara pe1impahannya:
1) dapat ditentukan da1am AD Perseroan, da1am bentuk k1ausula
yang rnenegaskan, mela1ui AD, kewenangan RUPS menetapkan
keputusan besamya gaji dan tunjangan anggota Direksi, dillin-
/I

pahkan" kepada Komisaris,


2) dapat dilimpahkan secara insidentil berdasar keputusan RUPS
yang berisi penegasan, bahwa kewenangan RUPS menetapkan
keputusan besamya gaji dan tunjangan anggota Direksi, dilimpah-
kan kepada Dewan Komisaris.
Apabila kewenangan RUPS tersebut dilimpahkan kepada Dewan
Kornisaris, maka besarnya gaji dan tunjangan anggota Direksi
ditetapkan berdasar keputusan Dewan Komisaris.

c. Hak Memperoleh Ganti Rugi


Apakah anggota Direksi da1am rnenja1ankan kegiatan pengurusan
Perseroan rnempunyai hak mernpero1eh ganti kerugian (indemniteit-
recht, indemnity right)? D31am kenyataan, pada waktu anggota Direksi
me1aksanakan tanggung jawab rnanajernen Perseroan, terkadang
tindakan yang dilakukannya mengakibatkan anggota Direksi tersebut
terlibat da1am proses hukurn (legal proceeding). Misa1nya anggota
Direksi digugat oleh pemegang saham atas 31asan penya1ahgunaan
wewenang (abuse of authority) atau 131ai menge101a Perseroan. Atau
oleh penguasa, anggota Direksi dituntut d31am perkara perdata atau
pidana karena dianggap rne1anggar UU No.8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsurnen atau dianggap me1anggar UU No.5 Tahun
1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidal<
Sehat.
Pada urnumnya, apabila anggota Direksi terlibat da1arn suatu
proses hukurn, apakah itu perdata atau pidana, diper1ukan biaya yang

111m.. Hukum Perseroan Terbatas


banyak apabila dia dihukum atau didenda. Dalam kasus yang
ian, apakah anggota Direksi tersebut mempunyai. hak indem-
tuk meminta ganti kerugian kepada Perseroan atas segala biaya
ikeluarkannya dalam proses hukum itu? Dalam sistem Common
ggota Direksi tidak mempunyai hak mendapat ganti rugidari
oan mengenai pengeluaran biaya yang demikian. Biaya yang
qrkannya, tidak dapat "direimburs" kepada Perseroan atas I
.an yang dialaminya17).
an tetapi pada saat sekarang, beberapa negara membolehkan
oan mengganti kerugian kepada anggota Direksi dalam beberapa
isalnya di Amerika Serikat dalam Section 5 of The Model Act.
ketentuan ini Perseroan berwenang (is authorized) mengganti
kerugian yang dialami anggota Direksi, apabila dia menghadapi
hukum. Namun tidak mengharuskan mengganti biaya yang
rkan anggota Direksi tersebut. Penggantian biaya itu tanpa
rsoalkan apakah anggota· Direksi itu bersalah atas apa yang
atau didakwakan kepadanya. Yang menjadi patokan, asal
an atau perbuatan itu dilakukannya dengan "iktikad baik" (good
cHili dipercaya tindakan yang dilakukannya "wajar' (reasonable)
g terbaik untuk kepentingan Perseroan (reasonable for the best
the corporation ).18)
am UUPT 2007, masalah ini tidak diatur dan tidak disinggung.
)ra, tidak ada kejelasan apakah anggota Direksi mempunyai
mperoleh ganti rugi (indemniteitrecht, indemnity right) dari
all atas biaya yang dikeluarkannya menghadapi proses hukum
ijalaninya terhadap perbuatan yang dilakukannya dalam rangka
anakan pengurusan Perseroan.

AJIBAN DAN TANGGUNG JAWAB D,IREKSI


aan dan kewajiban anggota Direksi (Powers ofDirectors) biasanya
kan dalam AD Perseroan. Akan tetapi tanpa mengurangi apa
iatur dalam AD, UUPT 2007, telah mengatur pokok-pokok

.THowellAllison, Prentice, hIm. 868.


Howell, Allison, Prentice, hIm. 868.
kewajiban dan tanggung jawab yang mesti dilakukan anggota Dire
dalam melaksanakan pengurusan Perseroan, seperti yang akait
dijelaskan pada uraian berikut ini.

1. Wajib dan Bertanggung Jawab Mengurus Perseroan


Pasal 97 ayat (1) menegaskan:
Direksi bertanggung jawab atas pengurusan Perseroan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 92 ayat (1).
Tentang masalah pengurusan Perseroan yang digariskan Pasa! 92
ayat (1) dan ayat (2), sudah dijelaskan, yang dapat diringkas sebagai
berikut.

a. Wajib Menjalankan Pengurusan untuk Kepentingan Perseroan


Maksud menjalankan pengurusan untuk kepentingan Perseroan:
• pengurusan Perseroan yang dilaksanakan anggota Direksi harus
sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan yang ditetapkan
dalam AD, dan
• pelaksanaan pengurusan, meliputi pengurusan sehari-hari.

b. Wajib Menjalankan Pengurusan Sesuai Kebijakan yang Dianggap


Tepat
Dalam menjalankan pengurusan untuk kepentingan Perseroan sesuai
dengan maksud dan tujuan yang ditetapkan dalam AD, anggota
Direksi harus menjalankan pengurusan sehari-hari sesuai dengan
"kebijakan yang dianggap tepat".
• segala kebijakan yang dilakukan dalam melaksanakan pengurusan
Perseroan, hams kebijakan yang dianggap tetap, dan
• suatu kebijakan atau diskresi yang dianggap tepat menurut hukum
adalah kebijakan pengurusan yang mesti berada dalam batas-batas
yang ditentukan UUPT 2007 dan AD Perseroan.
Menurut Penjelasan Pasal 92 ayat (2), yang dimaksud dengan
"kebijakan yang dipandang tepat" antara lain:
1) harus berdasar keahlian (skill) yang bersumber dari pengetahuan
luas dan kemahiran yang terampil sesuai dengan ilmu pengetahuan
dan pengalaman,
arusiLberdasar peluang ;yang tersedia (availableopporttlni ty):
kebijakan' pengurusan yangdiambil dan dilaksanakan harus
benar-benar mendatangkan keuntungan (favorable
advantage), dan
kebijakan itU diambil sesuaidengan kondisiyang benar~benar
cocok (suitable cOJ;ldit~on)bagiperseroan .dan· bisnis, I
bijakan yang diambil,harusberdasar kelaziman dunia usaha
ammon ·business practice);
emikiangamba.ran patokan tariggungjawabPengurusan
roan yangdiaturdalam Pasal97 ayat (1)j6.Pasal92 ayat(l) dan
(2) UUPT 2007.

ajib Menjalankan Pengurusan Dengan Iktikad Baik dan


nuhTanggung Jawab
~~?ot,a I)iFe~si.~~lam tpela~§a.nakaIf pe~gu~~san
cukup hanya dil~ukanun~~k:p~ntinganperseroan
~~n~~:n~s~dd~ tujuan ~~g~it,~t~pk~~~~ADseperti
'i!~l~skaIf~iat~~.AkaIft~tapipengtl~san,i w~jib~ilaks~akan
tll
~?~9taI)i~eK7i dengan iktikad baik" (goeder trouw, good faith)
II

Uh tanggung jawab.
9~!f}aIfl~lJiJ:llaIfj~t~~gg~11~}kti~adbaik.dan periUht~~gung
dalaPJ:.,k~gt~~s. taI1g9~ng.•. jawab •. aIlggota Direksimengurus
9cm' clapClt(dijelasl<an,sebagai berikut.

!f~jiban Af~la~~~~~~an Menjadi TanggungJawab


tiap Anggota Direksi
ertama-tama yang perlu diketahui siapa yang wajib dan
ggtJJ.1g ja'Xflb fltas . pelakscmaan. pengurllsanPer,serpan. Sesuai
ketentuan Pasal 97 ayat (2), yang diwajibkan melal.<sanakan
rusan Perseroan adalah:
ti~g,aJ:L?go~~;;I)ir~k~i. Per~e~oan'
h karena itu, setiap anggota Direksi bertanggung jawab penUh
rhadap pelaksanaan pengurusan Perseroan.
Ketentuan ini sejalan dengan apa yang digariskan pada Pasa! 98
ayat (2), setiap anggota Direksi berwenang mewakili Perseroan, keCUali
ditentukan lain dalam AD.

b. Pengurusan Wajib Dilaksanakan dengan Iktikad Baik


Di atas sudah dijelaskan, setiap anggota Direksi wajib melaksanakan
pengurusan Perseroan. Kewajiban melaksanakan pengurusan itu,
hams pula dilakukan dengan "iktikad baik" (te goeder trouw, good faith).
Makna iktikad baik dalam konteks pelaksanaan pengurusan
Perseroan oleh anggota Direksi dalam praktik dan doktrin hukum,
memiliki jangkauan yang luas, antara lain sebagai berikut.

1) Wajib dipercaya (fiduciary duty)


Setiap anggota Direksi "wajib dipercaya" dalam melaksanakan
tanggung jawab pengurusan Perseroan. Berarti, setiap anggota Direksi
selamanya "dapat dipercaya" (must always bonafide) serta selamanya
harus "jujur" (must always be honested).
Mengenai makna iktikad baik dan wajib dapat dipercaya, serta
selamanya wajib jujur dalam memikul tanggung jawab atas pelak-
sanaan pengurusan Perseroan, Me Oliver and EA Marshall mengemu-
kakan ungkapan yang berbunyi: .... a director is permitted to be very
stupid so long as he is honest19 ). Meskipun ungkapan itu berisi pernyataan
hukum, dibenarkan seorang Direktur yang goblok asal dia jujur,
bukan berarti dapat disetujui mengangkat anggota Direksi yang tolol.
Yang diinginkan oleh pernyataan itu adalah mengangkat anggota
Direksi yang cakap dan sekaligus jujur, daripada pintar tetapi tidak
jujur dan tidak dapat dipercaya.

2) Wajib melaksanakan pengurusan untuk tujuan yang wajar (duty to


act for a proper purpose)
Iktikad baik dalam rangka pengurusan Perseroan juga meliputi
kewajiban, anggota Direksi harus melaksanakan kekuasaan atau fungs i

19) Ibid., Company Law, hIm. 313.

... Hukum Perseroan Terbatas


ewenangan pengtirusan itu untuk "tujuanyangwajar" (jar a
P1ci:!POSy),
pabila anggota DireksL dalam m~laksanakan fungsi dan
nangari pengurusarii itu;tujuannyaticlCik wajar, (jar an improper
qe); tindakan pengurusan yang demikiari dikategori sebagai
san yang dilakukan dengan iktikadburuk, (te kwader trouw,
ith).
ralarrl' rangka' pengtirusan Perseroaniintuk tiijuan yang' wajar,
silk1kewajibanlllelllperhatikall. kepentihgan karyawan, ! seperti
a memperhatikan kepentingan pemegang saham.

;,(ljib. patuhimen(l(lfi peratura:n perund(lng-zmd(lngan(statutory duty)


aJdan !aspekiktikad "balk yang lain dalarnkonteks pengurusan
roan adalah patuh dan taat (obedience) terhadap hukumdalam
:as" terhadap,p~:raturan perUJldang,u:t;1dangan danAD ,Perseroan
'·arti sempibKetaatan !mematl..lhi! perCituran ptt:rundang-
gan dalam rangka mengurus Perseroan, wajib dilakukan'dengan
bai~, W~~g'fficlffilg;,ar:tir ?~tiap,'ffiggptaDir~ks~ cl~aIV; melak·
an pengurusan Perser09-n~ wajib llW:lCiksCl:t;1akan ketentuan
'ffiRer'-'Ild 'ffig-llnd 'ffigCl:t;1 Y'ffig,IJ~r19-k,-, (statzftoryduty). Jika
ta Direksi tahu tihdakannya melanggar peraturCl:t;1 p~:rundang-
$Cl:t;1,.¥'ffigbe~taku, ati3.u tlcla~hati -l1ati atau sernbrgIlo (carelessly)
W~t~?'ffi~an k~~ajiIJ''ffi wel;lgurus Pe:r?~roan, y'ffigrnengaki-
,pengurusan itu ,melanggar peraturan perundang-undangan,
.. clakan.penguJ¥s'ffijWHrn~l9-~Cl:t;1J;l¥~1f (onwettig, unlawful)
fi~at~?o~J s~b~g~iper~ua,ta~<welavvaIl hukutTI (onrecht-
~qq1'.! unlBlfJful a~t);: ft9-M :IJisa ,j,-,?~ dikl1&,~fi~a~i p~rIJ~~tan! ultra
~:melFl?~'-'tb~~~? k,eweIl~gClTIdClTI 1<apa~itas .(~ey~nd the
~)i.Pe:rs~roan. l)a~~' kasu~ J'ang deIlliki~~ anggota Direksi
ggung j~vv9-p,se~ar~.pribacli.:(Pcersonplly.liable)a tas ?egi3.la
an tirnbul kepada Perseroan.

;d., Howell, Allison Prentice, hlm. 870.


4) Wajib loyal terhadap Perseroan (loyalty duty)
Makna atau aspek lain yang terkandung pada iktikad baik da1arn
konteks kewajiban anggota Direksi melaksanakan pengurusan
Perseroan secara bertanggung jawab, adalah "wajib loyal" (loyal duty)
terhadap Perseroan. Dengan demikian, makna loyalty duty adalah
sarna dengan good faith duty21);
• loyal dan terpecaya mengurus Perseroan,
• oleh karena itu, hubungan yang paling utarna antara anggota
Direksi dengan Perseroan adalah kepercayaan (trust) berdasar
loyalitas.
Dengan demikian, anggota Direksi wajib bertindak dengan iktikad
baik yang setinggi-tingginya mengurus Perseroan untuk kepentingan
Perseroan, berhadapan dengan kepentingan pribadinya, dalam arti
yuridis:
a) dalam menduduki posisi sebagai anggota Direksi, tidak
menggunakan dana Perseroan untuk dirinya atau untuk tujuan
pribadinya
b) secara loyal, wajib merahasiakan segala informasi (confiditial duty
of information) Perseroan meliputi:
1) setiap rahasia perusahaan yang berharga bagi kepentingan
Perseroan,
2) segala formula rahasia (secret formula), desain produksi, strategi
pemasaran dan daftar konsumen yang hams dirahasiakan.

5) Wajib menghindari benturan kepentingan (avoid conflict of interest)


Anggota Direksi wajib menghindari terjadinya "benturan kepen-
tingan" (conflict of interest) dalarn melaksanakan pengurusan Perse-
roan. Setiap tindakan pengurusan yang mengandung benturan kepen-
tingan, dikategori sebagai tindakan iktikad buruk (bad faith). Sebab
tindakan yang demikian melanggar kewajiban kepercayaan (breach
of his fiduciary duty) dan kewajiban menaati peraturan perundang-
undangan22 ).

21) Ibid., Howell, Allison and Prentice, hIm. 870.


22) Ibid., Walter Coon, him. 212.

1~llktlm flerSe!rllan Terbatas


nang lingkupkewajiban anggota Direksi menghindari benturan
tingan dalammelaksanakan.· pengurusanPerseroan,·.·meliputi:
ewajiban untuk tidakmempergunakan .uang dan/ kekayaan
/woney and property). Perseroan untukkepentinganpribadinya.
pabila kewajiban ini .dilanggar dan mengakibatkan Perseroan
engalami·· kerugian anggota· Direksi tersebut:
dikualifikasi melakukan perbuatan melawan hukrun.(onrecht-
matigedaad, unlawful act)berdasar, Pasal.·1365 KUHPerdata,
perbuatan itu, anggotaDireksi\ yang bersangkutan
diancam dengan pertanggungjawabanperdata(civil liability)
dan bahkan juga. dapat dituntut pertanggungjawaban pidana
(criminal. liability) menggelapkan, .ll(illg P~rsero(illperdasar
Pasal377I<11H Perdata ataupenipuan.b~rdasarPasal378. KUH
Perdata.
w-perguna1<aniinforma,si Pen;eroan untuk kepentingan pribadi.
rpuatanjni ;dikategori /melakukal1 pe.langgaranterha,clap
wajiban Yang lLarlls .dipercaya (breach of fiduciary duty).
mempergunakan posisi untukmemperolehkeuntungan
:ibadi, seperti~enerimasogokan, perbuatanitudianggapbreach

dak menaha:n/a.fau ·mengambil sebagia:n· darikeunturigan


untuk kepentingan pribadi. Mengambil atau menahan
agia:n keu:ntu:nga:n Perseroa:n untuk kepentinganpribadi,
ategori sebagai keuntungan yang dirahasiakan( secret profil) oleh
ggota. Direksi yang bersangkutan. ·····01eh karena· itu, perbuatan
.jelas~jelas·mengandungbenturan kepentingan dan dikualifikasi
bagai perbuatan breach of his fiduciary duty.
arang· melakukan transaksi dengan Perseroan;
ggotaDireksl idilarang melakukan transaksi antarapribadinya
gan Perseroan:
yang demikian, anggota Direksi· telah melanggar
atau
oleh anggota Direksi baik langsung atau tidak langsung,
termasuk anggota keluarganya atau temannya.
f) Larangan bersaing dengan Perseroan.
Anggota Direksi dalam melaksanakan kewajiban mengurus
Perseroan "dilarang bersaing" dengan Perseroan (competition with
the company). Pelanggaran atas larangan ini, dikategori melakukan
konflik atau benturan kewajiban (duty conflict). Satu segi dia Wajib
beriktikad baik dan dipercaya mengurus Perseroan, sedang pada
sisi lain, melakukan persaingan dengan Perseroan. Oleh karena
itu, tindakan yang demikian dikategori duty conflict dan dikuali-
fikasi breach of his fiduciary duty and good faith duty.
Demikian luasnya jangkauan atau ruang lingkup makna dan aspek
iktikad baik pengurusan Perseroan yang wajib dilaksanakan anggota
Direksi. Efek dari perbuatan breach offiduciary duty, dikategori sebagai
perbuatan "ultra vires". Namun, perjanjian atau kontrak yang dibuat
dalam hal yang demikian tidak batal karena atau demi hukum (van
rechtswege nietig, by law null and void), tetapi dapat dibatalkan
(vernietigbaar, voidable). Oleh karena itu, Perseroan atau pihak ketiga
yang terlibat, dapat menuntut pembatalan perjanjian itu yang disertai
dengan tuntutan ganti rugi yang dialami atau menuntut keuntungan
yang diambil dan ditahan anggota Direksi yang terlibat.

c. Pengurusan Perseroan Wajib Dilaksanakan dengan Penuh


Tanggung ]awab
Menurut Penjelasan Pasal 97 ayat (2), yang dimaksud dengan "penuh
tanggung jawab" adalah memperhatikan Perseroan dengan "saksama"
dan "tekun".
Bertitik tolak dari Penjelasan pasal ini, kewajiban melaksanakan
pengurusan dengan penuh tanggung jawab .adalah sebagai berikut.

1) Wajib saksama dan berhati-hati melaksanakan pengurusan (the dun)


of the due care)
Anggota Direksi dalam melaksanakan pengurusan Perseroan wajib
berhati-hati (the duty of the due care) atau duty care atau disebut juga
prudential duty.

_. Hukum Perseroan Terbatas


alammengunlsPerseroan/;anggota: Direksitidak;boleh/!sem-
€i10 (carelessly) dan1rlalai"(negligence). ·Apabiladiasembr.ono dan
ip.elaksahakan pengurusan, menuruthukum dia telah II;lelanggar
jiban berhath-hati(duty care) ataui bertentangandengah,!lpruden-
Patokan kehati-hatian(duty of the due care) :yang diterapkan
hrnumdalampraktikj adalah standar kehati~hatian:yang ;lazim
ukan orang biasa (the kind;()l care that anordinary3prudent. person)
posisi daJ); 1<p;t1eli$~;Yang sfllTIaT3LApapilC:l pat,:91<an;1<ehatkl1atian
iflba,ikan:olehi anggota . Direksi dalfllTID;l(?;t1jalankan;; pengurusan
elia dianggap bersalC:ll1. me1anggar kewajib an me$tiD;lelak-
anpenguru$andengan pe;t1uh tanggungjaYVC:lb.;.TielC:ll< a,ela ;maaf
seprang yC:l;t1g: II;lenduduki jC:lbatananggptC:lRireks~ de;t1gan . gaji
llinjangan yang cukup besar, tetapi tidakhati-hatim(?laksanakan
rusan
:1<are;t1q;it,l,l; rYC:lnglC:lYakdiang1<at; ;jC:lel~;C:l;t1gg9ta Di~e1<si
·l1qble.; director)adalah or?ngya;t1g ;t,ielC:l1<;reli:ragukap ..L:-~..LL"""~
ya. M~II;lang sangat sl,llit. M;t1t1lkme;t1gukl,lr patokan?t?l,l stC:l;t1elW
gqle: dire9.tor-A1<an tet?pi;yang .MD;lMD;lielipegang,C:l;t1gggtC:l Ri:rekt1lr
II;leD;lperlih?t,1<an;t,ing1<atc1<(?l1C:lti-l1a,tiC:l;t1;;yC:l;t1gwajar
fl:ng.laYC:ll<qag~;$eprang;$e$l,l,~;ele;t1gan p~;t1galfllTIC:l;t1·elan1<ualifi ..
YCl.;§ebagai;;seqrang.·Rir(?ktl1r24).;S~tiap:tinelakan:pe;t1gurusa;t1
~an yang hendC:ll<ClilC:ll<$anakan, hwus. dipertinlbang1<and(?ngan
(req?onabl(i?;ftldgment)~

am.;mengambilpertimbangan; tidakboleh mengabaikandan


odoh (ignore) terhadap ketentuan hukum dan AD Berseroan~
;pelanggaran·hl,lkMD;l ;Yang .' elil9-1<l,l1<an anggota :Rir(?1<$idalam
:rl,ls.an i:t=>ers~r9a,n,;tiel?1<· d.;ap?t; d~II;laa,t1<a,n elCi\P;ditoleransi
l,l;t1 illC:lli.itl,li;difllTIbil.i perel.asar;:pe:t;timP?;t1gan3iyang: ll?ti-ll?ti,
rq.;elia isendiricII;l~;t1getC:ll1ui dasar ipe:t;t~banga:p. itubertentangan
hukum atau
bagai; contphpenerapan ;kewajiban' berhati,-hati:(duty; care),
ya:tentang pengeluarah uang Berseroan. Anggota Direksiharus

ia., WalterWoon, hIm. 215.


ia., WalterWoon, hIm. 216.
mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang wajar (make reasonable
inquiries) untuk apa dan ke mana uang itu dibayarkan atau dibelan_
jakan. Apakah harga yang dibayar benar-benar layak dan patut.
Anggota Direksi yang menyetujui dan menandatangani cek untuk
membayar sesuatu tanpa mempertanyakan hal itu sebagaimana
layaknya kehati-hatian yang biasa dilakukan (ordinary care), oleh Court
of Appeal Singapura dianggap IIkelalaian (negligent).25)
ll

Begitu juga apabila anggota Direksi hendak mendelegasikan atau


memberi kuasa kepada orang lain, wajib hati-hati memilih atau
menunjuk orang yang benar-benar layak (reasonable man) untuk
melaksanakan delegasi atau kuasa itu. Penerima delegasi atau yang
menerima kuasa mewakili Perseroan, harus orang jujur dan dapat
dipercaya (honest and trust).
Direksi tidak hanya dikategori melakukan kelalaian, tetapi menjadi
risikonya sendiri apabila dia mendelegasikan atau mewakilkan suatu
pengurusan Perseroan kepada seorang yang tidak berkompeten. Jika
anggota Direksi itu ditipu oleh yang dipercayainya, padahal dari awal
dia tahu orang itu tidak berkompeten, maka segala risiko yang timbul
dari pendelegasian atau pemberian kuasa itu, dipikul sepenuhnya oleh
anggota Direksi tersebut. Sebaliknya jika penerima delegasi atau kuasa
yang ditunjuknya memenuhi syarat reasonable man, dan untuk
memastikan orang itu reasonable man dilakukan berdasar penelitian
yang cukup dan sungguh-sungguh, dia tidak memikul risiko dan
tanggung jawab atas kerugian yang timbul dari pendelegasian
dimaksud. 26 )
Berkenaan dengan masalah penerapan kewajiban berhati-hati
(dun) care) dalam pelaksanaan pengurusan Perseroan, perlu dikemuka-
kan prinsip yang berlaku umum, yang disebut "risiko pertimbangan
bisnis" (business judgment risk). Artinya, apabila anggota Direksi benar-
benar jujur dalam melaksanakan tanggung jawab pengurusan
Perseroan, dan kejujuran itu dibarengi pertimbangan yang kompre-
hensif secara wajar (reasonable judgment) sesuai dengan pengalaman

25) Ibid., Walter Woon, h1m. 217.


26)Ibid.,WalierWoon,h1m.218.

. . <HUkunl Perseroan Terbatas


ilmupengetahuan setta kalaziman praktik bisnis (common business
ice), namun pertimbangan .itu salah. dan .keliru (error judgment),
.dalamhalterjadi.errorjudgment, anggota Direksi tersebut tidak
e.tipertanggungjawabkan atas kesalahan pertimbanganiyang
ukan secara jujur (does not liable for honest mistakesojjudgment)
I.not liable for any: error judgement. Peristiwa yangdemikian
asuk kategori prinsip risikopertimbimgan bisnis(business
ment risk principle)27). Bahkan ada yang berpendapat, kekurang-
atian'semata-mata, bukankesalahan (mere imprudence is not
fggnce), . f!f.1§U,e.tilakukan. d~mgaIl, .jujur.

mel{lksanak,an. pengurusan sgcara tekun dan cakap (ettlty to be


igenA an.cJ ~~ill)
tLyang dijelaskan di atas, Penjelasan Pasal97 ayat (2), mengata-
ang dimaksud dengan penuh tanggung jayvab adal.ah memper-
PerseroaIl,d~ngaIl,r;;f.1akSama" daIl,(tekHP"Mepg~naikewa­
I ,t)le1aksanakan pengurusan. Perseroan. q~cara saksamadan hati-
.q.H-e.tah.: dijelaf.11<aIl, diatas.S~~aIl,jtltpya. yaIl,g 1}eIle.tak dijelas1<aIl
t .Wi, berkenilaIl, depgankeyvajibaIlrn~laksaIl,akaIl pengurusan
fpaIl,·deIlgan. '~tekull" KeyvajiqaIl,ipidqlfl,t)l doktrin hU1<tlm
.f.asi,.:e.tis~btlt.dtltyto . bediligentatqu·4y.e!diligent atau biqa.juga
.tt~wajib.t~kHP<iaIl ul13t·
Jada unlUnlnyaaspekwajib tekun dan.ulet, selaludikaitkan
an/(keah.lianT(skill).DengandernikiaIl,,' anggota. Direksi. dalam
~sanakanp~ngurtisanPerseroan,wajib mempertunjukkan
apan (dutytq display:skill)...:Patpkannya, kecakapan atau keahlian
.wajib sesuai dengan jabatan Direksi yang dipangkunya
{lb.le:skillforthepost);KecakapaIldan keahlian yang:,wajib
ukkannya, hams berdasar ilmu pengetahuan danpengalaman
fq~il<inya:(according '. to . hi~ knowledgi?and experience).
atokanafau: standar/ketekunan dankeuletan angg6ta.Direksi
dituntut darLsegi hukum dan:.bisnis adalahketekunan dan
tan yang wajar dalam segala keadaan (reasonable diligent in all

id., Howell,Allison, Printice, hlm. 870.


circumstances)28). Namun perlu diingat, tidak ada ditemukan definisi
yang lengkap tentang pengertian duty to be diligent. Hal ini S3ma
dengan duty of care, sulit untuk membangun suatu definisi yang
komplet untuk itu. Namun, pengertian tekun dan ulet yang seri:n;g
dikemukakan, antara lain:
a. anggota Direksi wajib terikat terus-menerus secara wajar dan layak
menumpahkan perhatian atas kejadian yang menimpa Perseroan
(the affair of the company);
b. wajib terikat seCara wajar menghadiri semua rapat Direksi.
Pokoknya, anggota Direksi wajib atau mesti melaksanakan pengti-
rusan Perseroan dengan ketekunan dan keuletan yang wajar
(reasonable diligent). Anggota Direksi tidak cukup hanya cakap dan
jujur (skill and honest). Akan tetapi harus cakap, jujur dan tekun, serta
ulet (skill, honest and diligent) secara wajar dalam semua keadaan dan
kondisi yang dihadapi Perseroan.
Jika di antara anggota Direksi terjadi pembagian tugas, maka
kecakapan, kejujuran, dan ketekunan yang wajib dilaksanakanny'a;
terutama sesuai dengan bidang tugas yang dipercayakan kepadanya.
Anggota Direksi yang ditugasi mengurus bidang tertentu, tidak wajib
secara terikat terus-menerus menekuni bidang tugas anggota DirekSi
yang lain. Atas dasar prinsip ini, ada yang berpendapat, pada umumnya
seorang anggota Direksi tidak memikul tanggung jawab atas kelalaiah
yang dilakukan anggota Direksi lain, yang terjadi di luar bidang
tugasnya. Oleh karena itu, pengawasan pelaksanaan pengurusan yang
wajib ditekuninya, hanya pengawasan bidang tugasnya. Dia tidak
wajib menekuni pengawasan anggota Direksi yang lain.

3. Tanggung Jawab Anggota Direksi Atas Kerugian Pengurusan


Perseroan
Pasal 97 ayat (3), ayat (4), dan ayat (5), mengatur tanggung jawab
anggota Direksi atas kerugian Perseroan yang timbul dari kelalaian
menjalankan tugas pengurusan Perseroan, yang dapat diklasifikasi
sebagai berikut.

28) Ibid.. WalterWooll, hIm. 218

.. Huktiin Perseroan Terbatas


nggota Direksi Bertanggung Jawab· PenuhSecara Pribadi
pertama, anggota Direksi bertanggungjawab pehuh secara
di(persoonlijk ClClnsprakelijk,personally liable) atas kerugian yang
Persetoan, apabila:
ersalah(schuld, guilt or wrongful Clct),·· atau
(culpoos, negligence)fuenjalahkantugasnyamelaksanakan
ehgurl.lsan Perseroan.
~g~rti ycmg sudah dijelaskan, dalam lTIelaksanakan pengurusan
roan, anggota Direksi "wajib"melakukannya dengan~/iktikad
yangmeliputiaspek:
selafuanya dapat dipercaya
jujur (must· always

ll}eIClksan~aIlpengurllsan
(duty . to act for a proper
ajib menaati peraturan perundang-undangan (statutory duty or
obedience);
terhadap Perseroan
Perseroan
~_'""'.~~~ ihforfuasi
L ..... u .........L'......... L

menghindari terjadinya benturan kepentingan pribadi


.
~R~ ~~p~~tiIl?~ .•. ~~rs:ro~n.( n:~st ;aj~id, . . conflict .of. i~/terest),
arang mempergunakan harta kekayaan Perseroan, dilarang
t;Jpe.~~llliakan··in£o~111a~;~)~e~seri~.~~litidak.··•. melTIger~~a~ah
t~~ ~ntl1k keun~~gan pri~~di~ ti.d~~lTI~ng~bil iataull}e~~an
~rcm •. k~~tlu1?an Per~~r~an ~tl1~gri~~di, tidakmelakll¥an
nsaksi antara pribadi dengan Perseroan, tidak melakukan
r~;ilihgClil.dengClil.Pers~toClil.;(cbn1petttibn·
with the COn1pany),jUga
Perse:roah dehganpenuh
yangmeliputi ·aspek:
O\A.L...O .....L.LLU. (the
dan·hati~hatifuelakukanpengurusan duty
due;care), yakhikehati2.hatian yang biasadilakukanorang
(ordinaryprudehtperson) dalamkondisi danp6sisi yang
demikian yang· disertai • dengan pertimbangan· yang· wajar
(reasonable judgment) yang disebut juga kehati-hatian yang
wajar (reasonal care);
2) wajib melaksanakan pengurusan secara tekun (duty to. be
diligent), yakni terus-menerus secara wajar menumpahkan
perhatian atas kejadian yang menimpa Perseroan;
3) ketekunan dan keuletan wajib disertai kecakapan dan keahlian
(duty to display skill) sesuai dengan ilmu pengetahuan dan
pengetahuan yang dimilikinya.
Demikian garnbaran ruang lingkup dan aspek-aspek iktikad bail<
(good faith) dan tanggung jawab penuh yang wajib dilaksanakan
anggota Direksi mengurus Perseroan. Jika anggota Direksi lalai
melaksanakan kewajiban itu atau melanggar apa yang dilarang atas
pengurusan itu, dan kelalaian atau pelanggaran itu menimbulkan
kerugian terhadap Perseroan, maka anggota Direksi itu, bertanggung
jawab penuh secara pribadi (persoonlijk aansprakelijk, personally liable)
atas kerugian Peseroan tersebut.

b. Attggota Direksi Bertattgguttg Jawab Secara Tattggung Rettteng


Atas Kerugian Perseroatt
Yang kedua, dalarn hal anggota Direksi terdiri atas 2 (dua) orang lebih,
Pasal97 ayat (4) menegakkan prinsip penerapan tanggungjawab secara
tanggung renteng (hoofdelijk en gezamenlijk aansprakelijk, jointly and
severally liable).
Dengan demikian, apabila salah seorang anggota Direksi lalai atau
melanggar kewajiban pengurusan secara iktikad baik dan penuh
tanggung jawab sesuai dengan lingkup aspek-aspek iktikad baik dan
pertanggungjawaban pengurusan yang disebut di atas, maka setiap
anggota Direksi sarna-sarna ikut memikul tanggung jawab secara
tanggung renteng terhadap kerugian yang dialarni Perseroan.
Apa rasio atau alasan penegakan prinsip tanggung jawab secara
tanggung renteng ini, tidak dijelaskan oleh UUPT 2007. Barangkali,
rasionya bertujuan agar semua anggota Direksi saling ikut menekuni
secara terus-menerus pengurusan Perseroan secara solider tanpa
mempersoalkan bidang tugas yang diberikan kepadanya, sehingga
mereka secara keseluruhan hams bersatu dan penuh tanggung jawab

.. Hukuni Perseroan Terbatas

J
rjasamaIIlengurus kepentingan Rer~~Foan.·.Metekaharus
ghindad terjadinya fdksi yang diakibatkan separationof'power
IIlem~iflemban. Mereka hmus sadm,. setiap; ~aat tanggung jawab
.tapggung rent~g selalu menanti, me~PPunkesalahan,kelalaian
p~laJ.lggman i~ .dilakukaJ.l. anggpta; piteksi lain, dan meskipun
tenadi Cl~ IUqF R~q.aJ.lg tugasnya serta hal itu tena~di lum
/~a.huarmya.atatt 'Xalaupun dia tiq.ak .~bil bagiaJ.l sedikit. pun
;j~~~stiwa itu.
•enegakan penerapan tanggung jawab' secmatanggung Tenteng
,hukllIllRersem.arr Indo~nsia, bmu diJ<enal dalam UUPT 2007.
umnya baik pada KUHD dan UUPT 1995, yang.ditegakkan
prinsip; tanggung jawqh .pdbadiyang digantungkaIl' kepada
.siqpa pelakttYaIlg melakttkan kesala.han, kelalaiaIl, ataupelang-
TaIlggttng jawah]:mkumnya, haIlya dipikulkan kepada
t~D}F.e~~ify;arg.IIlel~u~q.J:"lrtya:Tidak dilibatkan arggota Queksi
.' WP. s~c:~at·arggung lep.t~I}g.
~neI\apan yang seperti itu, dikemukakan juga oleh Chqrlesworth
.W~~29). Pi ga'Xa.h judul; Mabilityrfor. acts. ofc.o..dJrt?ctors. Beliau
atakan:
j·.4ire,ctR{is not liaple;for:.t,he acts,.ofhisJH(dir~ctor of he. has no
qwl~dgei .qndin which ~.~. fh~s t,aken1J;9: Bartl. as hi~ fellow. directors,
.e,qf9rs arY·.119 t ~(~ :ser:vents Or ffgertt~ impose liability art hirn.
l i kalauHtinqakart· kesalahartj' kelalaian, ·atau pelartggaECtrr itu
kan seorang arrggota Direksi tarrpa; sepengetahuartartggota
Hainqtqu.<iiatidak ikut ambil bagian atas .perbuatan iW,; anggota
()..Due!ssi YaI1g lain tidakiJ<l.lt b ertaI1ggung jifl'Xab terhadapnya.
embed con,toh kasuskerugianbesaryang. dialaIIlisebuah
{qS peduasaI1kostllIlleryang tidakwajm (improperly).. Kerugian
fifu,ditutupi .oleh manager dan chairman secara.curang dalam.
grpembu!suan. J:erhqdap; .kasusini,pen,gadilanm~mutuskan,
eQJ9t tidak;ikutbedanggttngjawab atas kerugiarr itu/karena
Hemukan merekaikutmelakukan kecmangan. 30)

;, Company Law, hIm 412.


:J CharIesw(;rth and MorSe, hIm. 412.
c. Pembebasan Anggota Direksi dari Tanggung ]awab Secar",
Tanggung Renteng
Seperti yang dijelaskan di atas, Pasal 97 ayat (4) menganut prinsip
penegakan tanggung jawab secara tanggung renteng terhadap setiap
anggota Direksi atas kesalahan dan kelalaian pengurusan yang
dijalankan anggota Direksi yang lain. Namun penerapan prinsip itu
dapat disingkirkan oleh anggota Direksi yang tidak ikut melakukan
kesalahan dan kelalaian, apabila anggota Direksi yang bersangkutan
"dapat membuktikan" hal berikut:
a. kerugian Perseroan tersebut bukan karena kesalahan atau
kelalaiarmya,
b. telah melakukan dan menjalankan pengurusan Perseroan dengan
iktikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan Perseroan sesuai
dengan maksud dan tujuan Perseroan yang ditetapkan dalam AD,
c. tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun
tidak langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan
kerugian Perseroan, dan
d. telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau
berlanjutnya kerugian tersebut.
Menurut Penjelasan Pasal 97 ayat (5) huruf d, yang dimaksud
dengan "mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlan-
jutnya kerugian", termasuk juga langkah-Iangkah untuk memperoleh
informasi mengenai tindakan pengurusan yang dapat mengakibatkan
kerugian antara lain melalui forum rapat Direksi.
Apakah syarat-syarat pembebasan atau pelepasan dari tanggung
jawab secara tanggung renteng yang dideskripsi Pasal 97 ayat (5)
tersebut besifat alternatif atau kumulatif? Syarat-syarat pembebasan
dimaksud bersifat "kumulatif", bukan alternatif. Hal itu disimpulkan
dari perumusarmya. Antara syarat-syarat huruf a, b, c, dan d, tidal<
terdapat kata "atau". Yang ada adalah kata "dan" antara huruf a, b, c,
dan d. Bertitik tolak dari fakta perumusan yang disebut di atas, dapat
disimpulkan, syarat-syarat tersebut bersifat kumulatif. Kalau begitu
supaya seorang anggota Direksi dapat terhindar dan bebas dad
tanggung jawab secara tanggung renteng atas kesalahan dan kelalaian
anggota Direksi lain dalam pengurusan Perseroan, anggota Direksi

~ Hukum Perseroan Terbatas


bersangkutanl harus dapat. rnembuktikanhal-halyangdisebut
:Rasal,' 97ayat (5) hl.lruf" a, b; ,: C, dan d.: Satu hal saja tidakdapat
ktikannya.,kepadanya. harus diterapkan', penegakaniprinsip
gungjawab secara tanggung' rentengyang :ditentukan Pasa197

ernegang Mengajukan
nggota Direksi yang Melakukan Kesalahan Alau Kelalaian
ayat:(6)mefuberihakKepada pemegang ........... '....... .LL .L.LL'-..LLF,'..... I'-'-.L"......

gtan kepada Pengadilan Negeri terhadap:


ggotaDireksi yangmelakukan kesalahanata,u kelalaiandalam
enjalankanrpelaksanaan 'pengurusanPerseroan,
ak itutimbill, apabila..Kesalahan ataurkelalaian ,itu' rnenimbulkan
erugian pada Perseroan,
qigjlll<Cl.n pem.egang saham; atgs ."Dama ,l?erseroan, bukan
,'-'-F,ULU.L L

,g?Dama pem.~gaJ.1g:s9bamsendirL
qlamchaliniundang-undang sendiri, rneIl1berikedudukan
(legal> s tan'ding) ·atgu2 legal: personai iStandi. in judicio .rnenggugat
~t~ Direksiyangrnelakukan kesalahan atau kelalaian.,rnewakili
:rpantartpamernerlukan suratKuasa khusus dari Perseroan atau
aupun.dari pemegang sahamyang.lain,

arq~</J(uantitas.yang HarusDipenuhi ,Pemegangr Saham


agar>pemegang sahamsahmeITliliki .legal. standing'atasrtama
roan menggttgat anggota Direksi yang salah atau lalaimelakukan
rusan, harus dipenuhi kuantitas tertentu, yakni
ernegang saham rnewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh)

Perseroanyang . . . . . . ,.. .
'-'-.LVL...., ...... . L............" ....LL1 .....'1<;;.. .... '-J •• VL

rikan kepada setiap pernegang saharn. Akan tetapi hanya


diberikan kepada pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/
10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hal<
suara. Boleh terdiri dari 1 (satu) orang pemegang saham, jika saham
yang dimilikinya mencapai 1/10 (satu persepuluh) bagian atau bisa
juga terdiri dari beberapa orang pemegang saham, asal jumlah saham
yang mereka miliki mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh)
bagian dari jumlah seluruh saham yang mempunyai hak suara.

b. Hak Mengajukan Gugatan Anggota Direksi Lain dattlatau Anggota


Dewan Komisaris
Hak untuk mengajukan gugatan atas nama Perseroan terhadap anggota
Direksi yang melakukan kesalahan atau kelalaian dalam menjalankan
pengurusan Perseroan, diberikan juga oleh Pasal 97 ayat (7) kepada
anggota Direksi lain dan/atau anggota Dewan Komisaris.
Dalam hal iill, undang-undang tidak hanya memberi legal standing
kepada anggota Direksi, tetapi juga kepada anggota Dewan Komisaris.
Pemberian legal standing kepada Dewan Komisaris mengajukan
gugatan atas nama Perseroan terhadap anggota Direksi yang salah atau
lalai mengurus Perseroan menurut Penjelasan Pasal 97 ayat (7) adalah
dalam rangka tugas Dewan Komisaris melaksanakan fungsi penga-
wasan atas pengurusan Perseroan yang dilakukan oleh Direksi.
Selanjutnya dikatakan, untuk mengajukan gugatan tersebut Dewan
Komisaris tidak perlu bertindak bersama-sama dengan anggota Direksi
lainnya dan kewenangan Dewan Komisaris tersebut tidak terbatas
hanya dalam hal seluruh anggota Direksi mempunyai benturan
kepentingan.

D. DIREKSI BERKAPASITAS MEWAKIlI PERSEROAN


Pasal 98 ayat (1) UUPT 2007, berbunyi:
Direksi mewakili Perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan.
Penegasan mengenai kapasitas dan kewenangan Direksi "mewakili
Perseroan di dalam maupun di luar pengadilan, telah dirumuskan
pada Pasal 1 angka 5 yang berbunyi:

. . . . . ·HukumPerseroan Terbatas
adalah )OrgamPerseroan yang berivenang dan bertanggung
·awab penuhataspengurusan Perseroan untukkepentingan Perseroan
ertar;mewakili..Berseroanr baikdDdalammaupun di luar pengadilan
esuai.··dengan ketentuan. anggarandasar.
sal-pasal di·· atasr · merupakan IandasanhukUlil/ yang :rne:rnoeri
Wang (bevoegheidrau thorNy) (kepada Direksi· berkapasitas
akili" Perseroan di dalammaupuridi luar pengadilan.

pasHas Direksi
d.ahg~Undahg

ill)g IPeIPb~ri;jYeyve~ill)R ke~.Cld~.Rireksi ber~apasit~~ IPejYakili


ill)? • . YanR•IPrIPber~y~•.• . ~~alal1?!ldill)g -l1J-"ldang . sendiri, . .dalam
Pasal 98 ayat (1) jo. Pasal 1 angka 5 UUPT 2007. ltu sebabnya,
untuk mewakili Perseroan di dalam maupun
. .'- ........... , . . . afau wakil :rnenurut· undang-
the ··sla'fufory

ayat (4) UU;PT2007


_u.u L!-' status '-'.. . . . . . . . .
.L'V.L.......LL L .LL .....L'-\,..L.L.LL

L ..., ....... Keputusan Pengesahan


dari MENHUK & HAM. Barulah sejak itu Direksi sah memiliki
kewenangan dan kapasitas mewakili Perseroan di dalam dan di luar
Pengadilan. Selama Perseroan belum mendapat status badan hukum
pada diri Direksi belum melekat kewenangan dan kapasitas mewakill
Perseroan menurut undang-undang. Penerapan hukum yang demi-
kian telah menjadi yurisprudensi tetap sejak era KUHD maupun pada
masa UUPT 1995. Antara lain dapat dikemukakan contoh putusan
klasik, yakni putusan MA No. 244 K/Sip/195031 ) antara lain menya-
takan, oleh karena yang menjadi pihak dalam perkara adalah Perseroan
yang belum mendapat pengesahan Menteri sebagai badan hukum,
sedang pengesahan merupakan syarat mutlak berdirinya Perseroan
sebagai badan hukum, maka yang harus digugat adalah seluruh
anggota pengurus yang ikut menandatangani perjanjian yang diseng-
ketakan.
Begitu juga putusan MA No. 1134 K/Sip/1972 32 ), antara lain
dikatakan, PT Dharma Yasa belum memiliki status badan hukum
menurut undang-undang, karena belum mendapat pengesahan dari
Departemen Kehakiman. Oleh karena itu, tidak sah bertindak di depan
pengadilan. Perhatikan juga putusan MA No. 1944 K/Pdt/1999 33),
antara lain menegaskan, oleh karena akta pendirian Perseroan belum
disahkan, maka Perseroan tersebut belum berstatus sebagai badan
hukum, dengan demikian jika Perseroan itu hendak digugat dan
dituntut, seluruh pengurus harus ikut digugat sebagai pihak. Lain
halnya apabila Perseroan itu telah berstatus sebagai badan hukum
karena telah mendapat pengesahan dari Menteri. Pada diri Direksi
dengan sendirinya menurut hukum (van rechtswege, ipso jure), melekat
kuasa menurut undang-undang untuk mewakili Perseroan di dalam
dan di luar Pengadilan. Penegasan penerapan hukum yang demikian
ditegaskan dalam putusan MA No. 2824K/Pdt/200034), antara lain

31) Tanggal 19-3-1950, Chidir Ali, Himpunan Yurispnldensi Hukum Dagang di Indonesia,
Pradnya Paramita, Jakarta 1985, hlm. 115
32) Tangga126-9-1974, Ibid., Rangkuman Yurisprudensi, hlm. 157.
33) Tanggal28-11-1993,M. YahyaHarallap, S.H.,HukumAcaraPe;rlata, SinarGraflka, Cetakan
Keenam, 2007, hIm. 122.
34) Tanggal 21 Juli 2001, M. Ali Boedianto, S.H., Kompilasi Kaidah Hukum putusan .MA.
Hukum Acara Perdata Masa Setengah Abad, Swara Justisia, hlm. 66.

"HukUll1 Perserllan Terbatas

.,J
atakan Direktur" UtaITla f suatuPerseroem yang ftelah berstatus
tn.>hukumiyang ttelahditariksebagai>pihak Tergugat ;utn.tuk
kiliH?erseroan,stidah fcukup: ·•.r:mdakperiulagi>m.enjadikatn.
oem sebagaifTergugat yang berdiri fsendiri di sampmg Direktur
ia":iKualitasTergugatI .sebagaiDirektur.Utawa, tidak dapat . dipi...,
dengan Perseroan;yang diwakilmyadalam forum peradilan.

pasita~i MewakHi ·Rerseroan;.Berdasar.Undang-Undang


elekat Juga Rada Did Kepala Cabang Rerseroan
:a/Gabatn.g atauKepala Per.wakilan·suatu Perseroan, mempunyai
~a,rrding;>ataulegaHpersonastandii in judicio U1n.tuk m.ewakiliCabang
erwakiUiatn.;l?erseroaniuntukdatn.atasnamarl?erseroan.;Oleh
l?erwakilaI"l: idapat ditariksebagai Tergugat
apatbertiljl.dakisebagaicpenggugat.iBntuk itunCabang" atau
'Iemritu •diwakilicoleh KepahiGabang atau KepalaPerwakilan
bersangkutan;idaIamkedudukemdaljl.kapasitas im.ereka sebagai
eljl.urut.Ul}(.lang-U1n.dangi (wettelijk\verkgenwoordigee.,.· s tafutory
tz-tative)tanpa.memerIukan·surat;kuasadariDireksi·····Rerseroan.
pan;yang;seperti itu, teIahfdikembangkaljl.oleh;yurisprudensi:
ya; putuSaljl.iMArNo. 3562K/l?d!/19843t?J;. antar()J Tiain dikatakatn.,
f.

Cln Cabangc]")NITebing.iTinggiimenurut hukum merupakem


~tau wakil)·. dapat ibertindakcckedalamdanike luarmewakili
ganBNl di daerahnyavOleh karetn.a itti,Cabatn.g cBNI; dapat
t)sebagaipihak di· depem Pengadilan daniU1n.tuk itu,I?im.pman
bertmdak·. m.ewakilmy()J.

5:\1;J;8~12-1985,lbid., M.Yahya Harahap,


gal 26-9-1985, Ibid., M.YahyaHarahap, hlrn.124.
dari kewenangan itu, Pimpinan Cabang dapat menunjuk seor~~
kuasa untuk mewakilinya untuk dan atas nama Cabang PerseroCl:li
yang dipimpinnya. Contoh lain, putusan MA No. 41K/Pdt/199Qf1l,
antara lain mengatakan Cabang suatu Bank (Bank Duta Cabang
Lhokseumawe) yang berkantor di daerah, merupakan perpanjangan
tangan dari Bank Pusat. Oleh karena itu sebagai suatu badan hukutn..,
Bank Duta Cabang Lhokseumawe dapat bertindak sebagai subjek
hukum, baik sebagai Penggugat maupun Tergugat di forum
Pengadilan.
Penegakan penerapan hukum yang membenarkan Kantor Cabang
atau Kantor Perwakilan Perseroan sah memiliki legal standing yang
diwakili oleh Pimpinan Cabang atau Pimpinan Perwakilan, berlaku
juga terhadap badan hukum asing yang ada Cabang atau Perwakilan-
nya di wilayah Negara RI. Sebagai contoh kasus, dapat dikemukakan
salah satu putusan MA No. 2884K/Pdt/198438) yang disadur sebagai
berikut. Berdasar praktik peradilan Indonesia, setiap Representative
Office perusahaan asing yang ada di Indonesia dianggap sebagai persona
standi in judicio atau the full authorized mewakili Pusat Perusahaan
yang ada di luar negeri. Oleh karena itu, Pimpinan Perwakilan
perusahaan asing itu, langsung mewakili dan menjadi kuasa Perusa-
haan Induk dalam kapasitas dan kualitasnya sebagai legal mandatonj
atau statutory representative dari perusahaan tersebut. Dengan
demikian, Cabang atau Perwakilan perusahaan asing dapat menjadi
pihak tanpa memerlukan surat kuasa khusus dari Corporate Body atau
Persona Moralis yang ada di luar negeri. Incasu, ternyata Tergugat
adalah Representative dari Perusahaan United Maritim Corp SH. Dengan
demikian, sepenuhnya dapat digugat sebagai subjek yang langsung
bertanggung jawab penuh tanpa kuasa dari Induk Perusahaan.

3. Sistem Perwakilan Direksi, Bersifat Kolegial


Sistem perwakilan kologial diatur pada Pasal 98 ayat (2) yang
menegaskan, jika anggota Direksi terdiri "lebih" dari 1 (satu) orang,

37) Tangga127 Februari 1992, Ibid., M. Ali Boedianto, S.H., hIm. 55.
38) Tanggal 7 Mei 1987, M. Yahya Harahap, S.H., Beberapa Permasalahan Hukum Acara
Pada Pengadilan Agama, YayasanAl-Hikmah Jakarta, 1994, hIm. 11.

ED Hukunl Peerseroan Terbatas


berwenangimewakili iPerseroan adalah "setiap"anggota
l.!"'''y ........ LJ'o.

i, kecuali ditentukan lain, dalcunA:ID. IDalam halini, A:IDdapat


ntukan bahwa yang berwenang dan memiliki kapasitas mewakili
oani di ipalcun; dan di luar'i pengadilan,hanya 'IDirektur' Utama
irektur Utama bersama-sama dengan salah,seorang ;anggota
Mengenai ,sist~mkolegial yang 'lllember,i ,wewenang
anggqtCl ,pirel.<si ,mewakili PerserOan di i' dalam dan ,di
engadilan, dikemukakan juga dalaI1)Pel1jelasan Pasai;9§;ayat
ikatakan, undang-undang ini.padadasarnyalnenganut sistel11
~lan~ole~ial:': B~rarti ti~p~~i~p an~gotaIDireksi ~erwenang
:li;; ~er~~fg.an·. I)TaIlLtgLtlTl~.k ,,~ep~~tirl~~ ,TI~rser0aJ:l"A:ID dapat
](an Perseroan hanya diwakili oleh anggota IDireksi tertentu.
,crp;ll11e:ngel1aisistel1l.,k91egialipi, b,ukan l1al, berru dalam hukum
~;an/,«(Orporatelaw) di I:npo:nysia. Sistel11, ,l.<olegi(;1l; ,yang, di"attlx
(f) iUl1~T" 2097, ,saI1)a ,d~nga:n., sistel1l.,kolegip.l yang
§3, aYClt (1) 1995,.Yang,.l1l.emb~ri wewenang
s~ti(;1p a:nggot(;1 pireksi mewakiliPerseroan·

ja.llh ;s~h~lum, la.hir ,UUPT 1995,; praktik peradilan


el1l.benarkan penerapansistem, kologial,yang memberihak
~wenang;,kepada,setiap,anggota ;IDireksi hertin<:iak ,mewakili
a.n;'Sebagai'.GOlltohkasUSipUtusaniMAr No! ,2332KIPdt!1985~9).
tputusanini,anggota, IDireksiatau. IDitektur suatuiPerseroan
~ttindak langsungmengajukan gugatan llntuk da.n atas nam(;1
pan",danuntuk it~ Jidak ;.perlu lebih ,da.hulu me:ndapatsurat
ll.~ll.9 Perri r:residen,IDit~](tur <:ia:n Perra p~megangsphaI1). Sebab
~ LU..L'-~~,L <:iapat la:ngSlll1$ piwakili,oleh setiap

titik tolak,dari putusanini;. apabila seora.ng.'anggota IDireksi


Cll7l.b~rfun.gsi sebagai, .pell.gurusuntuk melaksana.kan pengu J.ii'

~ha:ri;-ha.ri, "demi,hukllm ,he.rhak ',danherw.enang, m~wakili


'at].. dala.m.k~dudll.ka.n dan kapasitasnya sebagai kuasa menurut
LJertegenwoordiger,statutory, representative)

Harahap, S.H., Beberapa permasalahan


untuk mewakili Perseroan tanpa memerlukan surat kuasa dari
Direktur Utama maupun dari RUPS.

4. Kewenangan Direksi Mewakili Perseroan Tanpa Batas dan


Tidak Bersyarat
Menurut Pasal 98 ayat (3), kewenangan dan kapasitas anggota Direksi
mewakili Perseroan di dalam dan di luar pengadilan adalah:
• tidak terbatas (unlimited), dan
• tidak bersyarat (unconditional).
Jadi, kevyenangan dan kapasitas perwakilan yang dimaksud
anggota Direksi, pada dasarnya meliputi semua hal atau peristiwa yang
berkenaan dengan pelaksanaan menjalankan pengurusan Perseroan.
Sehubungan dengan itu, ketentuan ini mengandung kontroversi. Satu
pihak dikatakan, kewenangan yang dimiliki Direksi untuk mewakili
Perseroan tidak terbatas dan tidak bersyarat. Padahal pada sisi lain
Pasal 92 ayat (2) dengan tegas membatasi kewenangan Direksi
menjalankan pengurusan Perseroan, yakni hams sesuai dengan kebi-
jakan yang dipandang tepat dan dalam batas-batas yang ditentukan
dalam UUPT 2007 dan/atau AD Perseroan. Berdasar pasal ini
kewenangan perwakilan itu tidak benar tanpa batas (unlimited). Batas
dan syaratnya, tidak melampaui batas-batas yang ditentukan dalam
undang-undang dan AD. Apabila kewenangan perwakilan itu melam-
paui batas dan syarat yang ditentukan dalam undang-undang dan AD,
tindakan anggota Direksi itu dikategori perbuatan ultra vires.
Kalau begitu undang-undang dan AD dapat membatasi dan
menentukan syarat tindakan kewenangan perwakilan yang dimiliki
Direksi. Bahkan menurut Pasal 98 ayat (3) sendiri, Keputusan RUPS
dapat juga membatasi dan menentukan syarat. Akan tetapi, menurut
Pasal98 ayat (4) dan Penjelasannya, keputusan RUPS yang membatasi
dan menentukan syarat tentang kewenangan perwakilan itu, tidak
boleh bertentangan dengan Undang-Undang. Misalnya RUPS tidak
berwenang memutuskan bahwa Direksi di dalam mengagunkan atau
mengalihkan sebagian besar aset Perseroan cukup dengan persetujuan
Dewan Komisaris atau persetujuan RUPS dengan kuorum kurang dari
3/4 (tiga perempat) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak
suara, hadir atau diwakili dalam RUPS.
m!II Hukum Perseroan Terbatas
q.apul1yang1dimaksud; tidakboleh bertel1tangan dengan AD,
nya AD menentukan untuk meminjamuang .di atas
9.0:.QQO.OOQ,-,~satumiliar,rupiah),Direksl;harus.mendapat
juan Dewan Komisaris. Jika AD telah menentukan .batas dan
yangdemikian, RUPS. tidak berwenangmengambil](eputusan
untuk peminjaman uang diatas Rp500;OOO.OOO,r-~limaratus
piah)J Direksi harus memperoleh persetujuan Dewan Komisaris
lebih dahulu mengubah ketentuan AD tersebut.

ewenangan AnggotaDireksi Mewakili Perseroan Dapat

mengatur gugurl1ya hak dan kewel1angananggota Direksi


Perseroan. Gugurnyahak dan kewenanganitu, digantungkan
tor tertentu:
llQa".~I~~l~~~gtr~Clr(l dig~~?r~il~ del:lgan
ota Direksi y~g bers~g~lltan, (ltau
...... L " ' .. o-L Direksi yang bersangkutan mempunyaibenturan
,n.... i-' .... r)" perseroan.
r i n..... {')-.-,'....

yang disebut di atas, gugur hakc1Cll:l kevvenangCll:l


Direksi yang bersangkutan untuk mewakili Perseroan.
ngan dengan itu, yang tampiJ Il1.eVVakili menurut
~r~t;~2)~~cU,al1:
ota Direksi lainnyra 'yang tidak
ntingan dengan Perseroan,
all Komisaris dalam hal selll~~h.anppotaDireks!mempunyai
turan kepentingan dengan Perseroan,
lam'yang diftiil.juk oleh,RUPSdalamhal selllruhanggota
Ksi l atau·· Dewan Komisaris jnempuhyai benturan kepentiligan
Perseroan.
b;entur CllL kepentil:l&Cll:l f'flVl.r'7F'T of interest)
dengan Perseroan, telah L"";-',~""" di atas,

m.empergunakan uang atau kekayaan Perseroan


pfibadi. Apabila antara
Perseroan dengan anggota Direksi tersebut, gugur haknYa
mewakili Perseroan.
2) Anggota Direksi mempergunakan informasi Perseroan untuk
kepentingan pribadi.
3) Menggunakan posisi sebagai anggota Direksi Perseroan untuk
memperoleh keuntungan pribadi.
4) Mengambil sebagian keuntungan perusahaan untuk kepentingan
pribadi.
5) Melakukan transaksi dengan Perseroan.
6) Melakukan persaingan dengan Perseroan.
Apa yang dideskripsi di atas, bam merupakan sebagian kedl dari
bentuk-bentuk benturan kepentingan. Dalam konkret dan praktik,
mungkin masih banyak lagi bentuk lain.

E. KEWAJIBAN ADMINISTRASI DAN YURIDIS DIREKSI


Pasal 100 sampai Pasal 104 UUPT 2007, mengatur tentang berbagai
hal yang berkenaan dengan kewajiban "administratif" dan kewajiban
"yuridis" yang harus dilaksanakan oleh Direksi, seperti yang akan
dibicarakan berikut ini.

1. Kewajiban Membuat DaHar


Direksi dalam menjalankan pengurusan administratif Perseroan, wajib
membuat daftar yang terdiri atas:

a. Daftar Pemegang Saham (DPS)


Sebenarnya kewajiban ini telah diperintahkan Pasal 50 ayat (1) yang
mengatakan Direksi Perseroan wajib mengadakan DPS yang memuat
sekurang-kurangnya:
a. nama dan alamat pemegang saham,
b. jumlah, nomor, tanggal perolehan saham yang dimiliki pemegang
saham,
c. jumlah yang disetor atas setiap pemegang saham,
d. nama dan alamat dari orang perorangan atau badan hukum yang
mempunyai hak gadai atas saham atau sebagai penerima jaminan
fidusia saham,

lIB .HllkllffiPersernan Terbatas

J
terangan p.enyetoran saham •. dalambentuk lain· sebagaimana
aksud.dalam Pasal.34ayat(2).
a.ian mengenai hal ini, telah dibicarakan·pada pernbahasan

aftar ·Khusus
Jiban adIniilistratif Yart~lairliFl1~;pel1)blla~anD~ftarKhusus.
enai hal ini pun sudah diperintaI1l<an. Pasa~.50~y~t(2)~yang
jibkan Direksi membuat Daftar Khusus yang memuat
gan mengenai:
~~l1)••• yangi~imiliki.anggota ·.Dire~sidan • anggota Dewan
i

misaris keluarganya d~am Perseroan. danl atau pada IJel;selroan


serta tanggalsaha.rn itu diperoleh,
·ib melakukan pencatatan atas setiap perubahan·kepemilikan
am.

fl,jib Membuat Risalah RUPS dall··Risalah Rapat Difeksi


RUPS·tlan Risalah Rapat Direksi··memuat·i.segala ·sestiatu:
a saja yang tlibicarakan, dan
yang diputuskan patla setiap rapat.

;~andatanganannya ditentu~~\;ef.~ai~el"V~.da~i:
salah RUPS yang tidak dibuat dengan Akta Nofa.ris, harus
antlafanganioleh·KetUaf rapati dita.rnbah palihgsedikit 1 (satu)
gpemegang saham yang dirnnjukdari tlanoleh pesertaRUPS,
flbila RisalahRUPS ····dibtiat>dengan. ARta ···Nofafis,·.titlak
i··

yaratkan tanda tangan.


ngenai hal ini, lihat kembaliurman yang be~kenaanpembahasan
RUPS.

wajiban Membuat Laporan


ban Direksi membuat Laporan Tahunan telah tliperintahRan
eh Pasa! 66 UUPT 2007. Direksi wajib membuat tlan menyam-
Laporan Tahunan kepada RUPS setelah ditelaah Dewan
Komisaris dalam jangka waktu paling lambat 6 (enam) bulan setelah
tahun buku Perseroan berakhir. Laporan Tahunan sekurang_
kurangnya memuat:
a. laporan keuangan yang terdiri atas sekurang-kurangnya neraca
akhir tahun buku yang baru lampau, laporan laba rugi dari tahun
buku yang bersangkutan, laporan arus kas, dan laporan perubahan
ekuitas serta catatan atas laporan keuangan tersebut,
b. laporan mengenai kegiatan Perseroan,
c. laporan pelaksanaan TJSL,
d. rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang
mempengaruhi kegiatan usaha Perseroan,
e. laporan mengenai tugas pengawasan yang telah dilaksanakan
Dewan Komisaris selama tahun buku yang baru lampau,
f. nama anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris,
g. gaji dan tunjangan bagi anggota Direksi dan gaji atau honorarium
dan tunjangan anggota Dewan komisaris Perseroan untuk tahun
buku yang baru lampau.
Mengenai masalah Laporan Tahunan, sudah dibahas secukupnya
pada bagian uraian Laporan Tahunan.

4. Kewajiban Direksi Memelihara dan Menyimpan Dokumen


Kewajiban administratif yang lain adalah sebagai berikut.

a. Memelihara Seluruh Dokumen


Adapun dokurnen yang wajib dipelihara Direksi menurut Pasal 100
ayat (1) huruf c, terdiri atas:
1) seluruh daftar, yang terpenting di antaranya DPS dan Daftar
Khusus,
2) seluruh risalah, yang terpenting di antaranya Risalah RUPS dan
Risalah Rapat Direksi,
3) segala dokurnen keuangan Perseroan sebagaimana dimaksud Pasal
66 maupun dokumen lain.

EIiB Hukum Perseroan Terbatas


"ireksi WajibMenyimpan SeluruhRisalah dan Dokumen
diperintahkan wajib merneliharaiisegala risalah dandokurnen
an, jugaDireksidiperintahkan wajib menyiInpan seluruh DPS
far Khusus, Risalah RUPS'dan Risalah RapafDiieksi, dokumen
gan, dan dokumenPerseroan lilinnya.
F~ianya vv ajib disiJRP~n •Direksi di· tempat kedudukan
roan. Tidak boleh di tempaf lain.

ewajiban Direksi Membeii Izin .MemeiiksaDokumen


ayat (4) memerintahkan kepada Direksi, wajib memberi
§pada pemegang saham untuk memeriksa DPS, Daftar Khusus,
La.Por(il1 TCll{~na.ll. ser!a mendapa.tk(il1 salinan
sqlinan L?POran Tal1~?ll.'
'Ya.jiP?ll. [)ir!ek~il11.e;rpb~r! iz!ll.l11.el11.eriksa qok~ell. Y?ll.g diatur
asal 100 ayat (4)!W,b§r,bedad§ll.g?ll... j(ewajib?ll.lnenyeqi¥?ll.
yang akan dibicar¥?ll. detlam! RUPS. yang digariskan Pasal 82
Juga ber,bedClq§ng?ll. kewajip?ll. memberikan sql!ll.an bahan
~p~da~eJRe8~gsah~se~~~a~llflla-c~ay~~ diatur Pasal
(4). Kew~j~b~; [)ireksi t~~tan9~al,iniberkilitande~~~ RUPS.
kewajiban memberi izin kepadapemegang sal1am untuk
. . . '--'"'.. . . . . . macam dokumen Perseroan Y?ll.g diatur pada Pasal
..... ... L L["U.LI~.L u-'. dengan penyeh?l1ggaraan RUPS. Akan
bisa terjadi pada setiap waktu apabila ada pernegang! sal1am

memberi izil1kepada pemegallg S311arn untuk


dokU1h~nyangdimi11tanya, tidakme utupke ungkinan
l1 JR
an perundang-undangan dibidangPasar Modal menentukan

wajiban Melaporkan Saham yang Dimiliki Anggota Direksi


p?ll.aclrninistratif yangjuga. pertitik sing~g dengan kewajiban
cCldalah keWCljib?ll./lmelaporkan" saham yang dimiliki anggota
'.Lii.!:'\JCIJC~\.A.Cl Perseroanrtermasuk saham yang dimiliki keluarganya
Perseroan dan Perseroan lain. Selanjutnya wajib mell.catat
kepemilikan saham itu dalam Daftar Khusus. Sedang yang dimaksud
keluarganya menurut Penjelasan Pasal 50 ayat (2) jo. Penjelasan Pasa}
lOa, adalah istri atau suami dan anak-anaknya. Menurut Penjelasan
PasallOO, setiap perolehan dan perubahan dalam kepemilikan saham,
wajib dilaporkan. Laporan Direksi mengenai hal ini, dicatat dal am
Daftar Khusus sebagaimana dimaksud Pasal 50 ayat (2). Anggota
Direksi yang tidak melaksanakan kewajiban melaporkan saham yang
dimilikinya dan keluarganya kepada Perseroan:
• bertanggung jawab secara pribadi,
• apabila keingkaran atau kelalaian itu menimbulkan kerugian bagi
Perseroan.

7. Kewajiban Yuridis Meminta Persetujuan RUPS Atas Pe-


ngalihan Atau Pengagunan Kekayaan Perseroan
Salah satu kewajiban yuridis yang mesti dilaksanakan Direksi adalah
Kewajiban meminta "persetujuan" RUPS untuk:
a. mengalihkan kekayaan Perseroan, atau
b. menjadikan jaminan utang kekayaan Perseroan.
Sehubungan dengan kewajiban hukum meminta persetujuan
RUPS tentang hal W, perlu dijelaskan hal-hal berikut.

a. Ambang Pengalihan Atau Pengagunan yang Wajib Mendapat


Persetujuan RUPS
Pertama-tama, perlu diketahui apa yang dimaksud dengan "kekayaan"
Perseroan? Menurut Penjelasan Pasal 102 ayat (I), yang dimaksud
kekayaan Perse":oan adalah semua barang milik Perseroan, meliputi:
1) barang bergerak (roerend goed, movable property),
2) barang tidc,k bergerak (onroorend goed, immovable property),
3) barang berNujud (lichamelijke zaak, corporal property), dan
4) barang atau benda tidak berwujud (onlichamelijke zaak, incorporeal
property).
Jadi, kekayaan milik Perseroanmenurut hukum, meliputi semua
barang bergerak, tidak bergerak, berwujud dan tidak berwujud
sebagaimana yang ditentukan pada Pasal 503 dan Pasal 504 KUH
Perdata.

Hukum Perseroan Terbatas


t€Hah;diketahui 'apayangdimaksud dengan kekayaan.~etseroan,
setiap pengalihan atau pengagunan'kekayaani~erseroan.wajib
. tapersetujuanRtJPS?TidakLPasalrl02 aJar (I) rnenenmkan
Kuantitasatauambang yang wajibmemintaipersemjuan RtJPS,

pabila jumlah besarnya kekayaan yang akan dialihkanatau


igunakan im "lebih" dari 500/0 (lima puluh persen) dari jumlah
(3kayaanoersih Perseroan dalam 1 (sam)transaksi alau lebih, baik
g,b(3r1<aitan samsama lain maupUJ.;l tidak;
gciinlaksuddengan' "dalarn 1 (sam) transaksi atau)lebih; baik
gb(3rkaitan sam sama lairt11laupun tidak"( m~nurutPenjelasan
ak 10f 9yat(1) a,da,lphsatu transaksi atau lebihyang secara
ulatif mengakibat..kan,Ciilampauinyaambang 50o/<t )(li11la
lull, pers,ert);
Ciang penil9-ian, lebih ". dari. 5()0/0 .(lima . puluhpersen) kekayaan
~s,ih,id!cia,sa:t:kanipadanilai bU1<usesuai nera<:f!'yang t~rakhir
isahkan RtJPS.
ntang,J:t:ansaksi pengalihan. kekayaan Perseroanpada'das,arnya
transaksi·. pengalihan,. ke1<ayaanbersihB~rseroaIlwan,g.terjadi
'angka)Wakm 1 (sam) tahUJ.;l.l>uku atatl jangka: wakmyang l~bih
(3l>agai11"1anCl.·yang ,diamr dalarnA]) Perseroan;
el1.1l1rut·PenjelasanPasal··102 ayaf (2), ··trans'a.ksi pengalihan
an berbedadengantindakan transaksi penjamrnart/pel1gagullan
ekayaanPerseroan. Tindakanpenjamrnantidakdibatasi jangka
ya;·tetapiJiyang· ha.rus· diperhatikan· adalah j1l1m1ah' kekayaan
Qaniyang masih dalampenja.minan dalam kuroo wakmtertenm;
Yang dimaksud dengan transaksi pengalihan atau penjaminan
dalam rangka melakukan kegiatan usaha perseroan menurut Penje-
lasan Pasal102 ayat (3), antara lain penjualan rumah oleh perusahaan
realestate, penjualan surat berharga antarbank, dan penjualan barang
dagangan (inventory) oleh perusahaan distribusi atau perusahaan
dagang.

c. Akibat Hukum Transaksi Tanpa Persetujuan RUPS


Bagaimana akibat hukum transaksi pengalihan atau penjaminan
kekayaan perseroan tanpa persetujuan RUPS, padahal transaksi yang
terjadi telah melampaui ambang batas 50% (lima puluh persen) dari
jumlah kekayaan bersih Perseroan? Pertanyaan itu, dijawab sendiri
oleh Pasal102 ayat (4) yang menegaskan:
.. perbuatan hukum tanpa persetujuan RUPS tersebut tetap sah dan
mengikat (wettig en bindend, lawful and binding),
.. tetapi dengan syarat sepanjang pihak lain itu "beriktikad baik"
(good faith).
Berarti pihak lain itu, harus mampu membuktikan dia benar-benar
beriktikad baik dalam transaksi tersebut. Jika dia tidak mampu
membuktikan iktikad baiknya, dan ternyata transaksi itu menim-
bulkan kerugian kepada Perseroan, maka transaksi itu batal demi
hukum (van rechtswege nietig, ipso jure null and void) berdasar Pasa!
1337 KUH Perdata, karena transaksinya melanggar ketentuan undang-
undang dalam hal ini Pasal102 ayat (1) UUPT 2007. Dalam kasus
yang demikian berdasar Pasal 1451 KUH Perdata, para pihak
dipulihkan dalam keadaan semula (restitutio in integrum) dengan
pengertian segala apa telah diberikan atau dibayarkan kepada masing-
masing pihak, dikembalikan kepada pihak-pihak yang bersangkutan.

d. Kuorum Kehadiran dan Pengambilan' Keputusan RUPS Dalam


Persetujuan Pengalihan Atau Penjaminan Kekayaan Peseroan
Mengenai kuorum kehadiran dan pengambilan keputusan RUPS atas
persetujuan pengalihan atau penjaminan kekayaan Perseroan, tunduk
dan merujuk kepada ketentuan Pasal 89 UUPT 2007, dengan acuan
sebagai berikut.

.. I:luk~m Perseroan Terbatas


uarum kehadiran dan pengamliilan pertama
@rum .ckehactiran;palingsedikit3!4(tigairperempat)! bagim/dari
ah seluruh saham dengan haksuara, hadiriatau diwakilidalam

dang pengambilcin keputusan sah. jikadisetujui paling sedikit


perempat) bagiandari jumlah suara. yang dikeluarkan.

Ofiurl kehadirahriya2/3 (duaperfiga)bagia±ldarrjumlah seluruh


dengan hak suara, hadir atau diwakili dalailiRUPSj
dang pengambilan keputusan, sah apabila persetujuan paling
dikit 3/4 (tiga perempat)bagi dafii&jumI'ahf§'uafa<ryang
'l<eluarkan.

arum kehadiran RURSketiga berdasar!penetapanketuapengadilan

riurlRUPS kedua tidak!tercapai, dapat .dilaKUkmRUPS,ketiga;


ifu;;Pers.eroan··mehgajukah,permohohan,kepadal' Ketu'a
ilan Negeri agar ditetapkan kuoruinrkehadiran RUfSketiga.
~.LLF,""".LL'''''.L .L.LL...... .L...·l,A..L.LJL'-'.L.LL...... RUPS pertailiakeRl:JPSikedua dcin1ketiga,
waKtli'rnernbicarakan kuorum 'kehadiran
~.LLt,l,A..L"'_L'-'.L_Ll,A..LL 1."..\,... ...... U.I.Il.-L.::JULLL RUPS pada BABiVI Itliliscin iiU.
F. HAK DIREKSI MEMBERI KUASA
Pasall03 mengatur mengenai hak Direksi memberi kuasa kepada
orang lain. Pasal tersebut berbunyi sebagai berikut:
Direksi dapat memberi kuasa tertulis kepada 1 (satu) orang karyawan
Perseroan atau lebih atau kepada orang lain untuk dan atas nama
Perseroan melakukan perbuatan hukum tertentu sebagaimana yang
diuraikan dalam surat kuasa.
Selanjutnya, Penjelasan pasal ini berbunyi:
Yang dimaksud ukuasa" adalah Kuasa khusus untuk perbuatan
tertentu sebagaimana disebutkan dalam surat kuasa.
Sehubungan dengan permasalahan pemberi kuasa perlu dijelaskan
hal-hal berikut.

1. Pengertian Pokok Pemberian Kuasa


Direksi sebaiknya memahami pengertian atau prinsip pokok
pemberian kuasa menurut hukum, agar tidak keliru atau supaya
pemberian kuasa itu tidak menimbulkan ultra vires.
Ketentuan atau prinsip pokok pemberian kuasa, merujuk kepada
BAB KEENAM BELAS, BUKU KETIGA KUH Perdata tentang
Pemberian Kuasa. Menurut Pasal1792 KUH Perdata, pemberian Kuasa
(lastgeving, mandate) adalah:
• persetujuan (overeenkomst, agreement) antara pemberi kuasa
(lastgever, mandator or principal), dengan penerima kuasa
(lasthebber, mandatory);
• dengan pemberian kuasa itu, penerima kuasa sah bertindak untuk
dan atas nama (for and on behalf) pemberi kuasa melakukan
perbuatan hukum yang ditentukan dalam surat kuasa,
• dalam bertindak melakukan perbuatan hukum, penerima kuasa
tidak atau bukan atas namanya sendiri, tetapi tetap atas nama
pemberi kuasa.
Apa yang dikemukakan di atas, tidak mengurangi kemungkinan
seorang kuasa atau agen (agent), bertindak atas namanya sendiri untuk
kepentingan atau perhitungan orang lain. Namun umumnya, kuasa
bukan bertindak atas namanya sendiri dalam melakukan perbuatan

~' j'liikum Perseroan Terbatas


tetapiuntuk dan afas nama pemberikuasa. atau prinsipaL
rinsip hukum di atas.· dikaitkan. dengan .• pemberian kuasa· yang
Pasall03··UUPT 2.007,· orang yang diberi·kuasa atau
kuasa dari Direksi, akan bertindak untuk.dan· atas ··nama
on.. behalf).Perser0 aIl'. Sebab.. sesuai dengan ketentuan Pasal 98
tQQ7dihulJliIlg](aIl denganRasal1792. KlJH Perdata, Direksi
daIllJef~enang>selJagai kuasa .menurut undang-undang
.........,J ..............

Perserqan, .• sehinggCiDireksi dal am mengurus Perseroan


liIl1:tlk daIl atas ncrrna Perseroan.DengaIl deInikian, jika Direksi
~fi kuasa kepadaorCing lain untu]( melakukan tindakan
NSaIlkepentingan P~fs~roan, dengan sendirinya ](arena hukum
itu bertindak untuk daIl.atas. nama Perseroan menggantikan
kapasitas . Direksi.
~;ajiban
.kl1asarnenurl1t Pasal1800KUHPerdata, antara lain:
lCiksaIlCll<aIlP~rbl1atan h ukum yang dikuasCll<ankepadanya;
§l.1yelesaikan: sernuarl1rusan atauperbuatan hukum yang
'limpahkan kepadaIlya sebelum jangka.waktu perjanjian kuasa

:Cisa wajib memberi laporaIl. kepada pemberi kuasatentang


gCll<aIl apa saja. YaIlg dilCll<ukanpya,pertamemberi perhitungan
Cida pernlJeri kuasatel.1tangsegala.apayang diterimanya (Pasal
Q2. KUH Perdata);
ftanggung jawab atas tindakan yang dibuat orang yang
tu.fijuknya,padahal kepadanya tidak diberihak substitusi,atau
~danya>diberihaksubsfitusi·· tanpamenyebut nam.anya, ·dan
yat<:!. orang yang ditunjuknya. tidakcakapdan tidak mampu
$al>1803·· KUH Perdata);
asa wajib menanggungsegalakertigian danbungayang timbtil
keingkaran atau kelalaian kuasa melaksanakan apa yang
uasakan kepadanya.
kewajibanpemoerikuasa, yang terpenting diantaranya:
beri kuasawajibmemenuhi perikatan-perika.tan yang dibuat
kuasa dengan pihak ketiga, sepanjang perikatan itu masm
am batas-batas kekuasaan yang diberikan kepada kuasa (Pasal
07 KUH Perdata);
2) pemberi kuasa wajib membayar ganti rugi kepada kuasa tentang
kerugian yang diderita sewaktu menjalankan kuasa, dengan syarat
asal kuasa tidak bertindak kurang hati-hati (carelessly) (Pasal1809
KUH Perdata).
Jadi menurut prinsip hukum perjanjian, pemberi kuasa bertang_
gung jawab penuh atas segala perbuatan hukum yang dilakukan kuas a
dengan syarat perbuatan yang dilakukannya tidak melampaUi
wewenang yang diberikan pemberi kuasa sesuai dengan hal-hal yang
dirinci atau ditentukan dalam surat kuasa, sebagaimana hal itu
ditegaskan dalam putusan MA No. 311K/Sip/197340). Pemberian ganti
rugi itu kepada kuasa adalah sebesar yang telah dikeluarkannya,
terhitung sejak tanggal pemberian kuasa.
Apakah dibenarkan Direksi memberi kuasa mutlak (onherroepelijk
volmacht, irrevocable power of attorney). Dapat dan boleh sesuai dengan
prinsip kebebasan berkontrak (contract vryheid, freedom of contract)
yang digariskan Pasal 1338 jo Pasal 1320 KUH Perdata. Seperti yang
ditegaskan dalam putusan MA No. 73K/Sip/1975. 41 )
Oleh karena sifat perjanjian menghendaki adanya Surat Kuasa yang
tidak dapat ditarik kembali oleh Pemberi Kuasa, atau diperlukan
adanya "Surat Kuasa Mutlak", maka hal itu dapat diterima, oleh
karena Pasal 1813 BW (KUH Perdata) bersifat mengatur dan tidak
mengikat.
Namun demikian, sebaiknya Direksi menghindari pemberian
kuasa mutlak. Risikonya sangat besar, sebab Direksi tidak dapat
mencabutnya sewaktu-waktu melalui surat pemberitahuan penghen-
tian berdasar Pasal1813 KUH Perdata, apabila penerima kuasa tidal<
melaksanakan kuasa dengan iktikad baik.

2. Bentuk Pemberian Kuasa


Bentuk pemberian kuasa yang sah menurut Pasall03 uun 2007:
• harus berbentuk tertulis (schriftelijke machtiging, written
authorization),

40) Tangga14 Desember 1975, Ibid., M. Ali Boedianto, S.H., hhn. 9.


41) Tanggal16 Desember 1976, Ibid., M. Ali Boedianto, S.H., hhn. 12.

"CHukum Pers~roan Terbatas

J
'dakdibenarkandantidaksah berbentuk kuasa lisan (mondelinge
olmacht; .verbaLauthorization).
entuk kuasa tertUlis tersebut· dengan tegas· dikatakan pada Pasal
aupun Penjelasannya, yakni "kuasa tertulisll.Ketentuan ini
fat hukum memaksa (dwingenarecht, mandatory law). Olehkarena
tidak boleh dikesampingkan.
adi/IneskipunPasal1793 KUH Perdata membolehkan pemberian
afi!secara filisanlnamun·oleh ·karena Pasal 103!telah menenfukan
a!spesifik mesti secara· tertulislDireksi tidak dapatm.enyimpangi
tlian ·tersebut.
engen.ai benfuk terfulisnya bebas:
berbenfuk Akta autentik(autherztieke akte, public deed) sesuai
;~ganketentuanPasal1868KUH ~erdata, Yakni surat kuasa yang
ibuat dihadapanpejabat umum, seperti di hadapan Notaris,
Hakim atau C~afclan·sebagainy~,
......................,:1- ....,

g~e~ ju~aperbentuk aktaba,~ahtangan(onder~andse akte, private


rzs~ument)beret~s~!f~srtl~~5 KUH Pe.ret~ta, yakhi dibuat secara
tai olen pemberi dan penerima kuasa tanpa campur tangan
~jabat Ulllum.
cUPID llal.iIli..l?asallp~jtiqaklllenentukan.bentukl1:ya llarus akta
'k, Direksi d~Rat ~eInedomi Pasal 1793KUH Perdata, yang
ariskan surat kuasa boleh dibuat dalam akta autentik atau akta
tangan.
~na bentuknya bebas,. DireksidapatmelllUihapakal:l.kuasa
uCit4a1aIl} pentllk akta ;Ciutentik .atCiu akta.bavvah tangan.
ya. ~ama-sama. sah. m~nurut hllkUIll,
• sifat kuasa yang boleh diberikan Direksi kepada orang lain lintuk
melaksanakan pengurusan kepentingan Perseroan, hanya terbatas
surat kuasa khusus untuk perbuatan tertentu,
" Direksi dilarang atau tidak dibenarkan Pasal 103 UUPT 2007,
memberi Kuasa Umum (algehele volmacht, general pOwer of
attorney).
Berdasar Pasal1975 KUH Perdata kuasa khusus adalah pemberian
kuasa hanya untuk melakukan satu perbuatan hukum atau satu
kepentingan tertentu. Memang boleh lebih dari satu perbuatan atau
kepentingan, namun harus mengenai perbuatan atau kepentingan
tertentu. Sedang kuasa umum menurut Pasal 1795 KUH Perdata,
adalah pemberian kuasa yang meliputi semua kepentingan pemberian
kuasa.
Kuasa umum yang demikian yang tidak dibenarkan Pasal 103.
Apabila Direksi memberi kuasa umum, selain kuasa itu batal demi
hukum berdasar Pasal 1337 KUH Perdata, tindakan itu sekaligus
dikategori perbuatan ultra vires. Direksi telah melakukan perbuatan
yang melampaui batas kapasitas dan kewenangannya. Perbuatan
Direksi itu dikualifikasi perbuatan melawan hukum (onrecht-
matigedaad, unlawful act) berdasar Pasal 1365 KUH Perdata, apabila
pemberian kuasa umum itu menimbulkan kerugian kepada Peseroan.
Misalnya, surat kuasa yang diberikan Direksi berisi rumusan
dengan ini Direksi memberi kuasa kepada A untuk mengurus
kepentingan Perseroan, adalah kuasa yang bersifat umum. Kuasa yang
demikian tidak sah karena bertentangan dengan Pasal103. Semestinya
isi surat kuasa yang dapat diberikan Direksi, harus tertentu dengan
cara merinci atau mendeskripsi dengan jelas dan pasti tindakan atau
kepentingan Perseroan apa saja yang dikuasakan kepada penerima
kuasa.

4. Yang Dapat Diberi Kuasa


Siapa saja yang dapat ditunjuk atau diberi kuasa oleh Direksi?
Mengenai hal itu Pasal 103 telah menentukan siapa saja yang dapat
diberi kuasa:
aryawan· Perseroan, atau
rang lain.
bolehKaryawan Perseroan atau .orang lain. Tidakmutlak
karyawan Perseroan. Karyawan Perseroan tidak menduduki
prioritas pertama.Dapat saja langsUngditunjuk orang lain.
jurrl1~ oraIlg ~ang dapat diberi kuasa, f~da dasarnya
\.I.'-'J.LF.ULJ.L ke~utuhan dfIleksteflsitas
ruang lingkup~epen~ingan
yang dilimpahkan kepada kuasa.Oleh karena itu, Pasall03
eri" kefnul1gkil1an bagi' DireI<siul1tuk mengangI<atbeberapa
kuasacrpabilail (satu.) orangdianggaptidak cukup.
hubpngan d~flganlrLasala1LRe~~erian:ktlaSa,. ir;eksi harus 9
~eflar lU~mp~:h~~ikan)~~t~ntuanPa~al· 97ay~t(2) yang
j~~kClll ~irek~in;el~san~~JR~ngur~sanP~.;eroan.haru~ penuh
~fl~ ja~ab. K1aks~~n~IT.RelU~~riank~asa.wajib dilakukan
~hati-ff~ti(du~c~re)~~J;aksama(~uityitobediligent) sesuai
prinsipreasonable dili~ent in all circumstances. ~elUberian kuasa
~ilakukan )dengan;elUbrono.. ()l~~. karena . itu,.. Direk~i. harus
erhatikan kredibilitas dan reputasi serta tingkat profesionalisme
arig akaridiberikuasa.Selarijutnya,Direksi wajib terus-
wajar··dan layak fnenUfnpahkanpel'hatian terhadap
O'-''-'U-LU

lakudan langkah.l}angkah yang dilakukankuasa.Bilaperlu,


segera fnengakhiripefnberian kuasaJapabila ·ada il1dikasi atau
bukti Jadanya iktikad burukpadadirikuasa.

EWENANGAN DAN TANGGUNG JAWAB ANGGOTA


IREKSI ATAS KEPAIlITAN PERSEROAN
'iJ~ilUaIla h;Clk d aIl;~~weflaIl$an~ena tanggtUlg jawab an$gota
tat~l1I''lln .Direksi atas kepailital} . Perser0al},
diatur. pada. Pasal
rPT 200 7...~effu~.ungan~~.flganmasalah' tersebpt, .. a~~n
~an ruangliR-gkup • kew~nangal}.dan tanggung jawab anggota
i atas kepailitan Perseroal};

ertian umum kepailitan Perseroanj sarna denganpengertian yang


untuk semua kepailitan perusahaan atauperorangan, yakni
apabila Perseroan berada dalam keadaan insolven (insolvent) dal arn
arti:
• Perseroan tersebut, "telah berhenti" membayar seluruh utangnya
kepada semua kreditor,
• Hal itu terjadi, karena Perseroan "tidak mampu" (unable) atau
"gagal" (failure) membayar utang-utangnya yang telah jatuh
tempo atau jatuh waktu tanggal pembayarannya sebagai akibat
dari kesulitan keuangan (financial difficulty) yang dialaminya.
Dalam keadaan yang demikian, Perseroan telah berada dalam
keadaan dan kondisi pailit (bankruptcy)42). Akan tetapi, menurut
Ketentuan Pasal 2 UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (selanjutnya UU No. 37
Tahun 2004), agar Perseroan benar-benar secara formil berada dalam
keadaan pailit, harus berdasar putusan Penetapan Pengadilan Niaga
yang memuat amar pernyataan pailit (faillietverklaring, bankruptcy
order) yang mengakibatkan terhadap Perseroan dilakukan "sHa
umum" yang lazim disebut "budel pailit" (faillite boedeil, estate in
bankruptcy) atas semua harta kekayaan debitur yang dipailitkan.
Dari penjelasan di atas, terhadap Perseroan yang telah berada dalam
keadaan insolvensi, dapat diajukan permohonan pailit ke Pengadilan
Niaga. Proses pailit melalui Pengadilan, dimulai dengan jalan
mengajukan surat permohonan (verzoekschrift, petition) kepada
Pengadilan Niaga. Berikut bentuk atau cara permohonan pailit yang
dibenarkan hukum secara universal maupun berdasar Pasal2 ayat (1)
UU No. 37 Tahun 2004.

a. Atas Permohonan Debitur Sendiri


Debitur perorangan atau debitur badan hukum (Perseroan) yang telah
berada dalam keadaan insolven, dapat mengajukan permohonan pailit
(faillessements request, petition bankruptcy or filing of bankruptcy petition)
terhadap dirinya sendiri. Cara atau bentuk ini disebut permohonan
mempailitkan diri sendiri secara sukarela (voluntary petition).43)

42) A. James Barnes cs, Law for Business, Irwin, Fourth Edition, 1991, hlm. 793.
43)/bid.,A James Barnes cs, hIm. 795.
ebitur dengan kesadaran dan kehendaksendiri secaras~karela
gaju-kan permohonan pailit terhadap dirinyasendiri, !agar dirinya
atakan pailit oleh pengadilan. Tujuannya, agar masalah kesulitan
gan yang dihadapinya dapat segera diselesaikan oleh pengadilan
ui kurator kepada para Kreditor. Denganharapan, apabila semua
gIlyatelah dapat diselesaikan. kepadapara kredit()r, debitur
dapatmel1lulai la:ngkah mendirika:n dan mengembangkan
abaru.

t.as J-'ertn0honan Pihqk ISetiga


!s.qtau:cara Ya:ng!seduq, pihak ketiga khususnya salah seorang
§berapa ora:ng.kreditor, tarnpil mengajukan permohonan pailit
acl§l>iturYa:ng l>ersang!sU;tan(petition filed by. creditors).Cara ill
in'Rolun-t~ry petition. :£(epailitan debitur cHminta dan
~q!sa:n . ol§h.pihClk.!setiga. Bu;kan berdasar kehendak dan kesa-
debitur .seqrrasu;karela sepertLYang teJ:jadi melalui voluntary

ketiga Yang .d.qpatmeng(ljukan. permohonan melalui cara


flrJltary petition, diqWr\ oleh Pasal.2 UUNo. 37 Tahun 2004, yang
dirillci sebagai beriku;t:
aili orang atau.lebihkreditorterhadap·debitur yang.timbul dari
erja:njianutangdalarn/arti umu.m untuk kepentingan. kreditor;
iajtikanotehKejaksaan.·untukkepentingan umum;
L ....... oleh BaTIk Indonesia (BI) apabila debitUrIlyabank.
I ........' ....."- L

hal inihanya BI·yangdapat·dan berhakmengajukan


M()horianpailit terhadapbank.
··ajllkan.oleh Badan Pengawas Pasa.fModal (B.kPEPAM) apabila
ebiturnya:
Perusahaan Efek,
Perusahaan. Bursa . Efek;
Perusahaan LembagaKliriIlg dan Perjanjian,
LembagaPenyimpanan·dan· Penyelesaian.
perllsahaan':'pertisahaan yangdisebut di atas, hanya
BAPEPAM yang berhak dan berwenang mengajukan permohonan
pailit terhadap mereka.
5) diajukan oleh Menteri Keuangan apabila debiturnya terdiri dari:
• Perusahaan Asuransi,
• Perusahaan Reasuransi,
• Dana Pensiun, atau
• Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Terhadap perusahaan-perusahaan ini, yang mutlak berhak
mengajukan permohonan pailit terhadap mereka, hanya Menteri
Keuangan.
Berdasar penjelasan di atas, Perseroan yang sedang atau telah berada
dalarn keadaan insolven, yakni tidak marnpu lagi membayar seluruh
utang-utangnya yang telah jatuh tempo kepada seluruh kreditor baik
utang yang timbul dari perjanjian, karena percepatan waktu pemba-
yaran, karena penggunaan sanksi atau denda oleh instansi yang
berwenang maupun karena putusan pengadilan atau arbitrase ad !we
atau majelis, dapat mengarnbillangkah mengajukan permohonan pailit
terhadap dirinya sendiri dalarn bentuk voluntary petition.
Tujuan utarna (major purpose) pailit, untuk menjamin perlakuan
yang sarna (to assure equel treatment) terhadap semua kreditor atas
debitur yang bersangkutan, terutarna terhadap kreditor konkuren
(concurente crediteur, unsecured creditor), yakni kreditor yang
berkedudukan secara pari-pasu berdasar Pasal 1132 KUH Perdata.
Sudah barang tentu, hal itu tidak mengurangi hak kreditor preferen
(preferensial creditor) untuk memperoleh pembayaran preferensi
(preferential payment) berdasar ketentuan Pasal 1134 KUH Perdata. 44)
Akan tetapi perlu diingat, agar kewenangan Direksi mengajukan
voluntary petition sah menurut hukum, harus tunduk pada syarat dan
tata cara yang ditentukan Pasal104 UUPT 2007, seperti yang dijelaskan
di bawah ini.

2. Untuk Mengajukan Voluntary Petition, Direksi Wajib Lebih


Dahulu Mendapat Persetujuan RUPS
Pada prinsipnya Pasal104 ayat (1) UUPT 2007, memberi hak kepada
Direksi Perseroan untuk mengajukan permohonan pailit terhadap diri

44) Ibid., A. James Bames cs, hlm. 799.

lID· . HUkli~.Perseroan Terbatas

.J
dalam bentuk voluntary petition.Akan tetapi, hak itu tidak
""".L'\J<A.l.1

a iinherent .melekat·· padadiri DireksLAgar .Direksi mempunyai


nanganmengajukan permohonan pailit untuk mempailitkan
eroan:
Direksi wajib lebih;dahulu memperoleh lJpersetujuan"
o(!dkeuring, approval).dariRUJ?S. SelaIl1a belum ada. persetujuan
1.JPS, .. Dir~ksi tidak berwenang l11engajukan permohonan pailit
Wk mempailitkan. Perseroan .Yang bersangkutan,
¢ngan/dem:L<ian, hak pireksi untuk mempailitkan Pers~roan
~lalui voluntary petitionl bukankevvenangan yang melekatsecara
nherent pada diri Direksi,
tetapi keVVenartgart i hl barn iada pada diriDireksi, .digantung
syarat qp-cmya persehljuan RUPS lebih dahulu.
lama belumada persetujuan (goed keuring,apprQval) dari RUPS,
hIp keWenangan Direksi mengajukan permohonan· pailit untuk
pailitkan.. Perseroan.

ireksiBertanggung ]awa.b .SecaraTanggung Renteng


ternadap. Selurun I<:ewajiban yang Tidak Terlunasi Dari Harta
a.ilit
104ayat (2) mengafur tanggung jawab Direksi terhadap seltuuh
jiban Petseroanyang{elah dipailitkan,apabila temyata kewajiban
erhadapparakreditor;tidakterlunasi seluruhnya dari harta
aan Perseroan yang dipailitkan.
inengajtikan voluntary petition untuk
ailitkanPersetoanbetdasatpersetujuanRUPS, dan temyata:
~pailitan ifuterjadi katena"kesalahan" atau "kelalaian"Direksi,
eliltidian temyata;hattapai.lit Perseroan tidak cukup11le11lbayar
ltiruh.·keWajiban;titangkepadapara kreditor,
am hal yang demikian, ·setiap ·anggotaDireksi se<::ara tanggurlg
nteng(hoofdelijk· aal1sprakelijkheid, joint· and severally liable)
rtariggungjawab terhadapseluruh kewajiban pembayaran
tang yang tidak terlunasi dari harta Perseroan yang dipailitkan
etsebut.
Untuk membuktikan adanya kesalahan atau kelalaian Direksi atas
kepailitan Perseroan, berpedoman kepada Penjelasan Pasal104, yakni
hams diajukan gugatan ke Pengadilan Niaga sesuai ketentuan yang
diatur dalam UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
Tanggung jawab secara tanggung renteng Direksi, bukan hanya
ditegakkan penerapannya atas kepailitan Perseroan melalui cara
voluntary petition. Akan tetapi juga berlaku dalam kepailitan Perseroan
melalui cara involuntary petition, dengan syarat asal terbukti, bahwa
kepailitan itu akibat kesalahan atau kelalaian Direksi mengurus
Perseroan.
Selanjutnya, tanggung jawab secara tanggung renteng tersebut,
berlaku juga terhadap anggota Direksi yang salah atau lalai yang
pernah menjabat sebagai anggota Direksi dalam jangka waktu 5 (lima)
tahun "sebelum" putusan atau penetapan pernyataan pailit diucapkan
Pengadilan Niaga. Prinsip pertanggung-jawaban secara tanggung
renteng yang seperti ini, bertujuan sebagai landasan prefentif atau
upaya pencegahan bagi anggota Direksi untuk benar-benar bertindak
dengan iktikad baik dan penuh tanggung jawab secara tekun dan
cakap (diligent and skill) mengurus kepentingan Perseroan. Jangan
hanya mau menerima berbagai macam fasilitas yang lengkap dan gaji
yang cukup besar, tetapi juga harus berani memikul tanggung jawab
yang sepadan dengan gaji dan tunjangan yang diterimanya.

4. Hal yang Membebaskan Anggota Direksi Bertanggung Jawab


Secara Tanggung Renteng Atas Kepailitan Perseroan
Tanggung jawab anggota Direksi secara tanggung renteng, tidal<
bersifat absolut. Tergantung pada faktor ada atau tidak kesalahan atau
kelalaiannya atas kepailitan Perseroan. Sehllbungan dengan itu, Pasa!
104 ayat (4) mengatur hal yang dapat membebaskan anggota Direksi
dari tanggung jawab secara tanggung renteng atas kepailitan Perseroan:
a. anggota Direksi yang bersangkutan dapat membuktikan, kepai-
litan itu bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;
b. anggota Direksi yang bersangkutan dapat membuktikan, telah
melakukan pengurusan Perseroan dengan:

"'HukumPerseroan Terbatas

J
iktikad baik (good faith duty),
kehati-hatian (prudential and duty care),
penuh tanggung jawab, dengan cara saksama dan cakap (due
diligent anq i§kill) untuk lseH~IltiJ:lganPer$yr9Clndalam
kerangka maksud dan tujuan Perseroan yang ditetapkan
dala:m AD;
agaflUe,mbl.lktikan, bah~aanggota?ireksi .te,~sebut tidak
elUPunycri ~eAturart. kepenti~l9art baik lartgs11llg InauP11ll tidak
gsung atas .tirldakanpen~rusan;Perseroanyang dilakukannya
sel,amla menjabat seba ai .artgRotaDirek~i;
9
membuktik~A' t~14h Ineng;aInbil sega~a tin;dakan yang
rDltj"u~.n urgen untuk mencegah terjadinya kepailitan.
tersebutlah yang dapat membebaskan anggota Direksi ikut
·kul tanggung jawab secara. t Cl11ggung JeIltyng. untuklllymbayar
~J~~e,~aji~~~er~e,r~~gcrilitl~Rabilall~tapcrilit tidak cuk~p
asi seluruh utang keR~R~~:~~~rditor.A~abilaang 0ta Direksi
9
g bersangkutan tidak mampu membuktikan hal-hal dimaksud,
d~pi~~t~~11lltukmelunasi l<~}(ur,an~~an oernbclvaran
g renteng.
~F.te~~pi;~ggota} ?ire,ksitidak pe,r1~ trr~~pall risau, jika
~;e,~~~tik~L~ellje~4sart~ar~ . lQ~. ;~~k~aft Prlljrlasan Pas~.ini
~~Clk~ 11lltJ-l~ ~e~b~~tikankesalaftartatau~elalaian Direksi,
.~• . melalui proses ~gatan ke Prngadil~il\J"iaga .sesll;ai;~engan
t~~;;dalamUU NOt: 3~Tahun:004 tentang~e,pai;litaA dan
daan Kewajiban Pembayaran Utang.Berarti sesuai dengan tata
cran prinsip hUkwnpembebanan pembuktian (bewijs last, burden
yangdigariskanPascH 163BIIR, Pasal··1865 KUH .; Perdata.
di~jukaIl gu~atan ter~a~aganggota;Di~e~siatas~daliltelah
ta~ lalai mell~~s Perseroan yang meng~batk~~erser~an
ffmaka sesuaidengan prinsip he who asser, must proof maka
penggugafyang harUs mernbUktikan "tentang .kebe-
kesalahan atau kelalaian Direksi. Sebaliknya kalau anggota
ksi mengajukan dalil bantahan bahwa dia beriktikad baik, hati-
an penuh tanggung jawab, serta tekun dan cakap, kepadanya
wajib bukti untuk membuktikan dalil bantahan tersebut.
.,., ......1..l.'U.l. L
Narnun hal ini, tidak mengurangi penerapan sistem pembuktian
terbalik dalarn kasus yang demikian.

H. PEMBERHENTIAN ANGGOTA DIREKSI


Pemberhentian anggota Direksi adalah menghentikan yang bersang_
kutan dari jabatan Direksi sebelum masa jabatan yang ditentukan
dalarn AD atau keputusan RUPS berakhir. UUPT 2007 memper-
kenalkan dua jenis pemberhentian anggota Direksi (removal of
Directors). Pertarna, pemberhentian langsung (removal). Hal itu diatur
pada Pasal 105. Kedua, pemberhentian sementara (schorsing,
suspension). Diatur pada Pasal 106 UUPT 2007. Berkenaan dengan
pemberhentian anggota Direksi, dapat dijelaskan hal-hal berikut.

1. Prinsip Pemberhentian Anggota Direksi


Terdapat beberapa prinsip yang menyangkut dengan pemberhentian
anggota Direksi, antara lain sebagai berikut.

a. Pemberhentian Anggota Direksi Dapat Dilakukan Sewaktu-Waktu


Berdasar Keputusan RUPS
Prinsip ini ditegaskan pada Pasall05 ayat (1). Prinsip ini sejajar dan
sejalan dengan ketentuan Pasal 97 ayat (1) bahwa yang mengangkat
anggota Direksi adalah RUPS, oleh karena itu RUPS dapat member-
hentikan mereka sewaktu-waktu.
Berarti, pemegang saham melalui Organ RUPS, mempunyai
kekuasaan (power) mengawasi tindakan pengurusan Perseroan yang
dilakukan anggota Direksi. Apabila menurut penilaian pemegang
saharn dalarn RUPS tindakan pengurusan yang dilakukan anggota
Direksi merugikan kepentingan Perseroan, pemegang saharn dapat
mempergunakan kekuasaan yang diberikan Pasal105 ayat (1) kepada-
nya untuk memberhentikan anggota Direksi yang bersangkutan.
f'emberian· KewenangankepadaRUPS MetnberhentikanAnggota
.,i1fek~i! Ml!.rupa.kan Kekuasaan Utam(;l: Pemegang Saham
ett.ga.UJasi P~serqan
sipkedua, pemberian kewenangan olehhukum dan undang-
kepada RUPS memberhentikan anggota Direksi, merupakan
judan kekuasaan utama pemegang saham mengontrol Direksi
ate power .of shareholders control over the 4irectory)45), karena:
.dadasarnya pemegang saham sebagai pemilik (eigenaar, owner)
rs~roar;t'13ar;tgatkecil perannya dalam pelaksanaan pengurusan
rserOaIl,
.• ihl,}erjadi, dis~ba1;>1<ar;t. undang-undang dan AD l1}enempatkan
ntralisasi p~guruSar;t ,Perseroan di tangan Qrgan Direksi,
flTtisipasiYar;tg,slapat dilaj(ukan pemegang sallam se1;>agai pemilik
erseroan. pada umumnyarpaling .banNrdala:rr;tmemberi
~rsetl1juan .(assent); p~rl1}intacm (re.quest) atau rekomendasi
ecomendation)<luelalui keputusan .Citau ,penetCiPaIl. RUI~S. 46)

emetl~n~a.np,etnegang Sah~m Metnberhen~ikan~ettle~ang Saham


w~ktu-l'VaktuMelalu.i Org~n RUPS'!vJerupakan Kekuasaan
~MelekatSeca.ra Inherent, da.n Tidak Da.pa.t Dicabut oleh Siapa
un
ip ketiga, keVVenaIlgqnp~megang,sahCim meJJ:lberhentikan
J)ta Dir~ksi s~yv,a~\tl-yvaktu atau kapan saja,l1}erupakan
9a~yangi1;lherent.(inhereJ;lt power) JJ:lelekat pada diri wereka
diimplementasikan l1},~lalui . R1!PS. ·Oleh kflTel1a ihl,f seki17 anya
nclqng-tlnclqng:at,9M(~DtidqkmengatuF l.<evvenangCin itu,
aanpew e9ang ,sallqwuntuk meW1:>~rheIl\il.<an~ggotqJ)iFeksi,
, yam~l~1<ijl-t; padijldiriwereka, dan kel.<yasaan lm tidak dapat
t (onherroe.pelijk, irrevocable) oleh siapaptl"fl. Namtl"fl sep~rti yang
,gkali dikataj(an,,. Cig¥pelaj(san?an. dar;t. penerapan. kekuasaan
erhentian itu sah menurut hukl.1m. (rechtmatig, lawful) harus
,rkan para pemegang saham melalui Organ RUPS.

., MC Oliver andEAMarshel, Wm. 287.


es D. Cox, Thomas Lee Hazen, F. Hodgen 0' Neel, Aspen Law & Business, 1997, hlm.
3.
d. Pemberhentian Anggota Direksi Harus Berdasar Alasan
Prinsip selanjutnya, keputusan RUPS atas pemberhentian anggota
Direksi hams menyebut atau disertai alasan. Hal ini ditegaskan oleh
Pasal205 ayat (1). Pemberhentian anggota Direksi tanpa menyebutkan
alasannya, bertentangan dengan hukum dan undang-undang, dan
dianggap cacat hukum.
Alasan yang dianggap paling umum, anggota Direksi yang
bersangkutan harus terbukti melakukan kesalahan dalam bentuk
penyalahgunaan kepercayaan atau menyalahgunakan jabatan (a
director must be guilty of some abuse of trust or malfeasance)47l . Tanpa
mengurangi alasan umum yang dikemukakan di atas, Penjelasan Pasal
105 ayat (1) menyebut alasan pemberhentian. Anggota Direksi yang
bersangkutan, tidak lagi memenuhi syarat sebagai anggota Direksi
yang ditetapkan dalam undang-undang ini, antara lain:
1) melakukan tindakan yang merugikan Perseroan, atau
2) karena alasan lain yang dinilai tepat oleh RUPS.
Mengenai alasan yang pertama, pada dasarnya dapat dikemukakan
indikasi atau patokannya secara konkret dan ojektif, misalnya:
1) anggota Direksi melakukan kesalahan, karena melanggar kewa-
jiban iktikad baik (breach of good faid duty or fiduciary duty) dengan
cara menyalahgunakan kedudukan (abuse of trust or malfeasance)
yang mendatangkan kerugian kepada Perseroan;
2) tidak tekun, tidak cakap serta tidak mampu (not diligent, unskill
and incapable) menjalankan pengurusan Perseroan yang meng-
akibatkan Perseroan mengalami kerugian;
3) menggunakan uang atau harta kekayaan Perseroan untuk keun-
tungan diri pribadi anggota Direksi yang bersangkutan;
4) mengambil atau menggelapkan sebagian keuntungan perusahaan
untuk kepentingan pribadi;
5) melakukan tindakan pengurusan Perseroan untuk tujuan yang
tidak wajar (for improper purpose);

47) Ibid., James D. Cox es, hlm. 165.


melanggar. ketentuanperaturanperundang-undangan yang
erlaku, sehinggadikategorimelanggar statutory duty yang wajib
dipatuhinya.
~~aXClIl~~id~s~ipsidi ~tas, barn sebagian s~ja dcrri al~san yang
asuk kepada kategori anggota Direksi· tidak memenuhi
yaratan yang ditentukan UUPT 2007, sebagai penjabarari dari
ajiban yangditentukan Pasal97'ayat (1) dan (2);Akan tetapi,masih
ak lagi· pelaIiggaraIi··kewajibaIi'baik ·kewajiban···yang bersifat
.stratif maupUll kewajiban yuridis yang. dapat dijadikanalasan
erhentian yang dapatdikonstruksi sebagai .alasan tidak
enuhi syaratlagi sebagilianggotaDireksi. MisaJnya tidak melak-
an kewajiban administratif membuat DPS dan Daftar Khusus.
melanggar.kewajibanyuridis yang digariskan Pasal 103, berupa
akan memberi kuasa umum (algenelevolmacht,general power of
ey).kepada~eseorang pntu].<mengurus danrp.ewakili .Perseroan.
aJ.;yangbolehdiberikan. Direksi kepada seorang kuasa, hanya
khusus untuk melakukanperbuatanhukum tertentu.<Atau
ggar Pasal 104 UUPT 2007. Mengajukan permohonan mem-
tkan Perseroansecara voluntary petitiontanpa lebih dahulu
apat persetujuan RUPS. Semua alasan yang dikemukakan di
loaoat diVkur secara.konkret4aI"l ql(jektif.
ainhalnya . denganrurnu$an.karellclialasan•• lainyang.dinilili.tepat
~UPS. Sepertiyangdijelaskan diatas.PenjelasanPasal10S·.·ayat
engatakan selain alasarrpemberhentian anggota,pi:t;e~si kCl:t;ena
antiI;td~an YaI"lg rp.erugi1<aI"ll?~rseroan, juget be,da,sar alasan
ang dinilai t~patql~h.RUPS. Alasanini4itinjau4ari ihnu.hllkum
~anpe11lJlltis.any;aIlg .1l1eTLgan~UJ.1garti !tias . . (~roadmeani ng)
~~tas ~an <sekalf~~ di~ategpri P~ftlll1tisaI"l yan~~a~tir (vague
)f.~r!~. terlampa.u . luas . dib(2ri kel~luasaankepad.~. ~.UPS untuk
ttl.1<aIl.~aIl.ll1~~lclial~san pemberhefl.tianyang.~ian9?apnya
~91a1z~glahundaI"l?-tlTLdClTlgm(2ll1beri . dorongan kepada RUPS
1l1~1l1berlLentikan anggota Direksi berdasar alasan yang abstrak
ti~iekt~f{ karena hu~ti;n sendiri .yang mell1~eri kevvenangan
un;tuk mempergunal<aIl . . • pell1ber~~~tian ang9 0ta Direksi
dinilili RUPS tepat. Meskipun menurut hukum, keadilandan
kepatutan tidak tepat, kalau alasan yang tidak benar itu nilai RUPS
tepat, maka alasan yang abstrak dan subjektif itu, hams diterima
sebagai alasan pemberhentian yang tepat, adil, dan wajar.

2. Pemberhentian Anggota Direksi oleh Pemegang Saham Melalui


RUPS
Pada bagian ini akan dibicarakan pemberhentian anggota Direksi oleh
pemegang saham melalui dua bentuk forum. Pemberhentian anggota
Direksi oleh pemegang saham dapat ditempuh melalui 2 (dua) forum.
Yang pertama, diatur pada Pasal 105 ayat (2) dan yang kedua pacta
Pasal 105 ayat (3) seperti yang dijelaskan berikut ini.

a. Pemberhentian Anggota Direksi oleh Pemegang Saham Dalam


Forum RUPS Secara Fisik
Pemberhentian anggota Direksi langsung diambil pemegang saham
dalam forum RUPS secara fisiko Dituangkan dalam bentuk keputusan
RUPS melalui tata cara dan proses berikut:

1) Pemegang saham mengadakan RUPS dengan mata acara pember-


hentian anggota direksi
Jadi diadakan pemanggilan pemegang saham untuk mengadakan
RUPS sesuai dengan persyaratan dan tata cara yang ditentukan Pas a!
82. Berdasar panggilan tersebut, dilangsungkan RUPS secara fisik
sesuai ketentuan Pasal 84 dan Pasal 85.
Dalam RUPS secara fisik inilah ditetapkan keputusan untuk
memberhen-tikan anggota Direksi yang bersangkutan.
Perlu dijelaskan, RUPS untuk pemberhentian anggota Direksi,
harus melalui RUPSLB yang khusus membicarakan mata acara
pemberhentian. Tidak dapat digabung mata acara pemberhentian
anggota Direksi dengan mata acara rapat tahunan. Oleh karena itu,
tidak dapat dibicarakan dalam RUPS tahunan. Kenapa tidak dapat
digabungkan dan dimasukkan dalam mata acara RUPS tahunan?
Karena Pasal 78 ayat (2) sendiri telah menegaskan rapat tahunan hanya
membicarakan laporan tahunan yang disebut Pasal 66 ayat (2) yang
terdiri atas:

lIB··· .HukurtlPerseroan Terbatas


laporan ·.keuangan,
laporankegiatanPers,eroan,
laporanpelaksanaan TJSL,
rincian masalah yang. timbul,
laporan mengenai tugas pengawasan DK,
hama anggota ·.Direksi •. dan ianggota ·DK,
gaji dan tunjangan anggotaDireksi .dananggota .DK.
Memangbenar,. pada ketentuanPasal • 78 .ayat (2). terdapat kata
tang-kurangnya". JadLselain dari apa yang dideskripsi di atas,
ti lagi ditambahmata acaralain.. Namunkebolehanmenambah
ranyang disebut di atas, hams mengenaihal yangberkaitan dengan
rankegiatan usaha sidang pemberhentiananggota Direksi pada
arnyabukan .laporan'kegiatan usaha, tetapimerupakan masalah
Urn lain yang,berada di luar ·lingkup kegiatanpemsahaan dalam

ff(~putusan pemberhel1tipn dJ~ertai dengan alasCll1


genaiAlasan.pemberhentian, sudah dibahas.pada .waktu
bicarakan prinsip7"prinsip pemberhentian anggota Direksi.
~n-alasan itulah yang'· dapat .dijadikan landasan dasar
berhentian. anggota ·Direksioleh.iRUPS.

UPS wajibmemberi kesempatan kepada anggotadireksi membela


iri
t·selanjutnya, sebelum·· RUPS 'mengambil·· keputusan pember-
kepada anggota·· Direksi yartg bersangkutan ·wajib .diberi
mpatan"lebih Qulu·· menyampaikan II pembelaan"diri.. Setelah
elaan diri selesai disampaikan dalam forum RUPS,baruiah RUPS
tmengambil keputusan.
alam hal irii punpe:tlU dimgaf, pemberian kesempatan membela
ams dalam RUPSLB yang bersangkutan yangkhus-us diadakan
ilangsungkan urituk itu. Tidakboleh· digabung dalamRUPS

ada prmsipnya, pemberian kesempatarlmenyamp~kanpelllbe­


di forum RUPS, bersifat imperatif atau hukum memaksa
(dwingeredrecht, mandatory law). Oleh karena itu, wajib diberikan.
Akan tetapi sifat hukum memaksa itu dapat dikesampingkan asal
sesuai dengan ketentuan Pasal 105 ayat (4). Menurut ketentuan :ini f

pemberian kesempatan untuk membela diri:


• tidak diperlukan,
• dengan syarat, apabila anggota Direksi yang bersangkutan "tidak
keberatan" atas pemberhentian tersebut.
Bagaimana sifat pembelaan diri itu? Apa boleh dikuasakan atau
diwakilkan kepada seorang kuasa atau wakil? Tidak. Sifat pembelaan
diri in person. Harus langsung anggota Direksi yang bersangkutan.
Hal itu disimpulkan dari ketentuan Pasal 105 ayat (2). Sekiranya
undang-undang menghendaki boleh disampaikan oleh kuasa, tentu
dengan tegas disebutkan dalam pasal tersebut yakni pembelaan diri
oleh anggota Direksi yang diberhentikan atau kuasanya.
Supaya tidak timbul masalah di belakang hari, pernyataan tidak
keberatan atas pemberhentian itu, dibuat secara tertulis. Jangan dengan
lisan. Pernah terjadi kasus pemberhentian anggota Direksi yang
menimbulkan sengketa. Menurut Perseroan, anggota Direksi yang
diberhentikan oleh RUPS telah menyampaikan secara lisan tidak
keberatan atas pemberhentian. Sebaliknya menurut versi anggota
Direksi yang bersangkutan, keputusan pemberhentian yang ditetap-
kan RUPS tidak sah atas alasan pemberhentian melanggar Pasal 91
ayat (1) 1995, karena kepadanya tidak diberikan kesempatan oleh
RUPS untuk membela diri dalam forum RUPS. Untuk menghindari
peristiwa semacam ini, penerapan ketentuan Pasall05 ayat (4) hams
dibuat anggota Direksi tersebut dalam bentuk tertulis yang berisi
pernyataan tegas, bahwa dia tidak keberatan atas pemberhentian yang
akan diputuskan RUPS.

b. Pemberhentian Anggota Direksi Berdasar Keputusan di Luar Forum


RUPS Secara Fisik
Seperti yang sudah pernah dijelaskan Pasal 91 UUPT 2007, memberi
hak kepada pemegang saham untuk mengambil "keputusan yang
mengikat" (binding decision) di luar RUPS. Sistem ini dikenal dengan
"usul keputusan yang diedarkan" atau circular resolution.
IDengambilan keputusan seperti ini, ., dilakukan tanpadiadakan
~sRUIDSsecara fisik.·· Keputusan diambil dengan caradansyarat:
engan cara Inengirimkansecara Utertulis"uusu! yang akan
iputuskan kepada semua'pemegang • saham,
$.u! t~rseb:ut di$etujui" secara tertulis. ;oleh seluruhpemegang
U

MaIn, dan
Inua p~Inegang sahaIn menanda,tangani:usul yang telah disetujui
tersebut.
~ika pemberhentian anggota Rirelss~4ilakukal14ihla.rlqIUlllRUIDS
fisik, tetapi tnelClluisisterncircular resoluti~n~harus ~iper.hCltikaJ.'l
Y'aJ.'lg .4iten~kan~asCll 105 ayat (3),. yakpi. sebagai

M~111peritahu lebih .dahulu anggotqciireksi. yang . beysangkutan


gkah pertama sebelum disetujui usul pemberhentian. anggota
si tersebut:
arus di1:>eritCl1}l}kan lebih •d®llll} keBada an&gota [)ireksi Y'aIl&
bersangkutan tentang urencana" pemberhentian dirinya melalui
~f~t~tn si~fular resolliH.oll~
B~mberita~~~nrenc~nCl p~rnber.hentiall. disClIIlpaikan secara
Utertulis" kepada anggota Direksi tersebut.

emberikesentpatan··kepada anggota direksi bersangkutan


enyampaikan pembelaan diri
~t yang ke4u~, memReri ke~eIIlpatan kepada anggota Direksi yang
ak diberhentikan tersebut:
~~Ya.t1lPai~anpembelaaIlciiri;s)b~l~pemegangsahain melal1.li
rcular resolution mengambil keputusan,
e:rdasar IDenjelasal1. Pasa!: 105 ayat .(3), pembelaa.l1.diri atas
l~mberhentian··ariggota:Direksimelaluic{rcularresolution
'lakukananggota Direksifersebuf Jlsedrra terfu.lis".
luar fbfuIli. RUIDS
fisik, pemberian kesempatan menyampaikan pembelaan diri
a tertulis, bersifat imperatif atau hukum memaksa. Oleh
wajib diberikan kesempatan dimaksud. Akan tetapi, tentu hal ini
tidak mengurangi ketentuan Pasal 105 ayat (4). Berdasar ketentuan
ini, kewajiban untuk memberi kesempatan menyampaikan pem:
belaan secara tertulis, tidak diperlukan apabila anggota Direksi yang
bersangkutan "tidak keberatan" atas pemberhentian tersebut.
Di sinipun perlu diingatkan, agar pernyataan tidak keberatan ataS
perhentian itu disampaikan secara tertulis sebagai dokumen yang dapat
membuktikan, bahwa dia tidak keberatan atas pemberhentian dirinya.

c. Tanggal Efektifnya Pemberhentian


Mengenai tanggal efektifnya pemberhentian anggota Direksi, diatur
pada Pasal 105 ayat (5). Berdasarkan ketentuan ini, terdapat variabel
tentang efektifnya tanggal pemberhentian anggota Direksi.

1) Tanggal ditutupnya RUPS yang mengambil keputusan pemberhentian


anggota direksi
Berdasar ketentuan ini, pemberhentian anggota Direksi langsung
efektif berlaku, terhitung pada tanggal ditutupnya RUPS.

2) Tanggal keputusan usul yang akan disepakati (circular resolution)


disetujui dan ditandatangani semua pemegang saham
Variabel kedua, pemberhentian anggota Direksi efektif terhitung sejak
tanggal keputusan circular resolution disetujui dan ditandatangani
semua pemegang saham.

3) Pada tanggal yang ditetapkan dalam keputusan RUPS


Variabel selanjutnya, adalah pada tanggal yang ditetapkan sendiri oleh
RUPS dalam keputusannya. Maksudnya, RUPS sendiri dengan tegas
menentukan kapan pemberhentian berlaku efektif.
Apabila RUPS dalam keputusannya menentukan sendiri kapan
pemberhentian efektif, berarti RUPS tidak menghendaki pember-
hentian langsung efektif pada tanggal RUPS ditutup.
iPada tanggalyang ditetapkan secara tegas dalam keputusancircular
resolution
ya.ng iditentukanpada"hutuf"'b, pada 'dasarnya tanggal
lifnya pelllberhentiarimela.lui kepufusan circular resolution' ada.lah
a tang-galkeputusan" disetujui' dan' ditandatanganTsernua
eg-arig •saharn.
'lU-LLLu..JlL, prinsip~ itu bis~ 'diiS~~p~gi, ap~?i1adalam kepufusan
Ular'resolution tersebut ditetapkan dengan tegas tangga.l efektifnya
mberhentian.
Demikian &C1~baran beber.apa. variabeltallgg~l.efektifnya
mberhentian anggota Direksi berdasar Pasa.l105 ayat (5).

~emb~rhentiall S~ll1;entC:lIa Anggota.Direksiol~l,1 D~w{u,l


Komis.aris
106 UUPT 2007, memberi.hal< dan kewenangankepadaIDewClXl
isaris. ;"melUberhentikan $elUentar a" anggota. IDireksl, de:ngClXl
g;lingkup.· sebagai berikut.

lfa- k dan ~ewenangCJ-n .DeWCJ-ff :](o111isaris'i. '[erbaJas ftl.{e111berhen~


tikan Sementara
<ian kewenangan Dewan Komisaris hanya sebatas "member-
tikan.$ementara'f(schorsi1'lg,·.. suspens.ion), ·.Undangcundang . tidak
berikan kepada>IDewan KOlUi$arisiUn.tllklU§mberhentikan
gpt(l Direk~~ laIlgsVng 4a 1,1. persitat .p~rlUa1,1en, tetap~isebatCl$
berhentian sementara.
MenurutPenjelasanPa$a1106. ayat . (l),pemberhentiClXl(;Ulggota
k$iOlehRUPS.memerlukan .·Waktuun.tuJ;<.·pelaksanaannya,
gk(;Ul.kepentingaIl Perse:roClXl tid@ qapatditunda, .mal<aIDewClXl
·sari$$ebagaiorg(;Ul pengayvas\yajarqiberikewen(;Ulgan untuk
;akukanpelUberhentiansementara.Mak$udnya, ·jika .• $eorang
0taJDireksimel akukClXlkesalahan atau pel(;Ulggaran yfltlg merugi-
Pe:rserQan, $angat berala$ClXl.untuk $ege:ramenghentikannYa guna
ghindari .kerugian yang ;lebihbe$ar; .·Akan tetapi jika pember..
lClXl. itu ditempuh ·mela.luiforurn RUPS· $eCara fisik, . qibuttthkClXl
waktu dan proses yang panjang, karena hams dilakukan lagi pemang~
gilan RUPS sesuai dengan tenggang waktu yang ditentukan Pasal82
ayat (1), yakni pa1ing larnbat 14 (empat belas) hari sebelum tanggal
RUPS diadakan. Padaha1 di sisi lain keadaan pengurusan Perseroan
akan semakin parah. Sehubungan dengan itu, diperIukan cara dan
tindakan pemberhentian yang lebih cepat dibanding dengan cara
mela1ui RUPS. Cara yang cepat dan efektif, dengan jalan memberi
kewenangan kepada Dewan Komisaris "memberhentikan sementara"
anggota Direksi yang bersangkutan.

b. Pemberhentian Sementara Harus Disertai Alasan


Menurut Pasa1106 ayat (1), pemberhentian sementara anggota Direksi
oleh Dewan Komisaris, hams disertai dengan a1asan. Ketentuan ini
bersifat imperatif. Oleh karena itu, pemberhentian sementara yang
tidak didukung oleh alasan, pada dasarnya tidak sah, karena
bertentangan dengan ketentuan Pasa1106 ayat (1).
Mengenai a1asan pemberhentian sementara sarna dengan alasan
pemberhentian permanen yang diputuskan RUPS. Tentang hal ini
sudah cukup dibicarakan pada pembahasan prinsip-prinsip
pemberhentian anggota Direksi sehingga tidak perIu lagi diuraikan di
sini.

c. Pemberhentian Sementara Wajib Diberitahukan Secara Tertulis


kepada Anggota Direksi yang Bersangkutan
Pasal106 ayat (2) memerintahkan Dewan Komisaris untuk "memberi-
tahukan" pemberhentian sementara itu kepada anggota Direksi yang
bersangkutan. Pemberitahuannya disampaikan dalam bentuk
"tertulis". Tidak dibenarkan secara lisan. Pemberitahuan da1arn bentuk
lisan, tidak sah dan dianggap tidak pemah ada (never existed). Undang-
undang tidak menentukan tenggang waktu pemberitahuan. Hal ini
dapat menimbulkan permasalahan sehubungan dengan jangka waktu
penyelenggaraan RUPS yang hams dilakukan dalarn jangka waktu
paling lambat 30 (tiga puluh) hari dari tanggal pemberhentian
sementara. Bagaimana halnya jika sarnpai 30 (tiga puluh) hari dari
tanggal pemberhentian sementara, belum juga dilakukan

lID . Aukum Persliroan Terbatas


beritahuan. Apakah RUl?Ssahdilakukan? PadahalJ?asal196 ayat
berisi ancaman sanksi, ,kalau. R UPS· tidak diselengTgarakan, dalam
glsatwaktupaling lambat 30 >(tiga puluh)h.a,ri. dari.taIlggal
berhentian sementara, mengakibatkan pemberhentian ,sementara
"batal".
Memperhatikanpermasalahan hukum yang di1>~mukakandi atas,
g paling tepat pemberitahuan hams dilakukan Dewan Komisaris
RmaCW. pada tanggal pel}1berhentian sementara" ditetapkcw.

~er1titung pari Tangg(;JI J{epfltfls(;JnJ!emberhentian Se111ett tara,


Anggota Direksi yang Bersangkutan Tidak BerwenangLagi
)Melaksa1J; akan. .1'ugas
ka,thtl1}ul}1 (r~chtsg~yolgilegaJ)effect)dari keputuscw pe11l.berhen-
sementara yang ditetapkan Dewan Komisaris, anggota Direksi
g ker§cwg1}"lltCW)ti.d~b,ervveIlcwg·la,gi l}1~la1}ukcw tugas atau fungsi
gurusaIlPerser()all..:/S~kab,11l.a1}na,llu1>ul}1··pe11l.b~rhentian
entara ialah menangguhkan atau menunda sementaraatau
1}orsirlg (schorsing(). s.usp~nsion) sese()rcwg.ciari jabatClIlIlya,)'. §ambil
ggu/kep-uhlSan pemkerlleIltian, rCWg >definitif dan permanen
1}eptltusan RUPS.
Kalau begitu, terhitung·. sejak tanggal· keputusan .pemberhentian
entara, anggota Direksi yang bersangkutan:
t~d~.1Jerw~Ilang.11l.enjal~CW,dan.m~lClkscwa1>cw:tugas pengu-
sanPerseroan ,yang divv a,jik1}an Pa§a,lJ)2 aya,t:(l),
ici~ kerweIlang .lagi. m~vvCl1>iliPer§~roan di cialRm.dCW: di .luar
engadilan yang dis~b-ut Pa§al98ayatH).
ilangnya· kewenangan ahggbtaDireksi· yahgdiberhentikan
fara blehDewanKbmisaris, dirumuskart pada:Pasal106 ayat
alan begitu, sehubungan dehgan ketehtuart ini/·pell.erapan yang
atas ketentuartPasal106ayat (2)menyangkutpemberitahuan
a tertulis pemberhentianserriehtara:
llarus dilakukan bersamaan dengan tanggal ditetapkan keputusan
emberhentianserriehtara)),·olehDewart·)Komisaris,
pemberitahuan tertulis: tersebut, penegasan
ang dikutip dari diktumkeputusanyangmenyatakan,terhitung
dari tanggal keputusan pemberhentian sementara, tidak berwe_
nang lagi melaksanakan tugas pengurusan Perseroan,
• pemberitahuan dilampiri dengan surat Keputusan Pemberhentian
sementara.
Penerapan yang demikian yang dapat dipertanggungjawabkan
secara yuridis maupun dari segi manajemen Perseroan.

e. Paling Lambat 30 (TIga Puluh) Hari Setelah Tanggal Pemberhentian


Semen tara, Harus Diselenggarakan RUPS
Proses tahap selanjutnya yang wajib dilakukan adalah penyelenggaraan
RUPS:
1) jangka waktu penyelenggaraan RUPS, paling lambat 30 (tiga
puluh) hari setelah atau dari tanggal keputusan pemberhentian
sementara;
2) mata acara yang dibicarakan dalam RUPS, menyangkut keputusan
pemberhentian sementara yang ditetapkan Dewan Komisaris
tersebut;
3) yang melakukan pemanggilan RUPS dalam rangka pembicaraan
mata acara pemberhentian sementara anggota Direksi menurut
Penjelasan Pasal 106 ayat (4) adalah organ yang memutuskan
pemberhentian sementara itu, berarti dalam hal ini Dewan
Komisaris.
RUPS tentang ini harus merupakan RUPSLB yang khusus diada-
kan untuk membicarakan mata acara keputusan pemberhentian
sementara DK dimaksud. Dengan demikian RUPS yang disebut
Pasal 106 ayat (4) adalah RUPSLB yang khusus diadakan untuk
membicarakan mata acara pemberhentian sementara tersebut.
Mata acara ini tidak dapat digabung dalam RUPS tahunan. Sebab
RUPS tahunan seperti yang dijelaskan di atas, telah ditentukan
secara khusus mata acaranya oleh Pasal 78 ayat (2) yakni hanya
mengenai hal-hal yang disebut Pasal 66 ayat (2).

f. Wajib Memberi Kesempatan untuk Membela Din dalam RUPS


Proses selanjutnya yang hams dilakukan:
• sebelum RUPS mengambil keputusan atas pemberhentian
ementara Aimaksud, kepada qnggota.pireksi yangb~;rsqng:kgta.n
a.jib. diberikan Hkesempa.tqn"··untuk Hmemhela."} diri,
esempatqn melakukan pemhelaan diri, ha.rus··dilaksqnakan Aa.!a.m
UPS.
efentuan penyampaian pembelaan diri dalam RUPS bersifat
etatifrolehkarenaitu tidak bisa menyimpangdaricara itu. Tidak
'narkan pembelaan secara tertulis. Harusdi dalam RUPS secara in
oleh anggotaDin~ksiitu sendiri:
pembelaan secara tertulis, tidak sah menurut hukum,
aengan demikiankeingkatannya melakukanpembelaan diri
secara in person dalam forum RUPS yang telah disediakan
kepadanya,· dapat ;dikonstrllksi anggapan hukum (wettelijke
vernoeden, legal presumption or presumption of law), bahwaanggota
Wirei<sitersebllt, tidak keheratqn atas pemberhentiqn sementara
sehingga. ·•• ElJPS;AFlpat menetap](an keplltllsan ulltuk
enguatkqnnya menjadi pemberhentiqn permqnen.
emg penting diperhatikan, adanya kewajibanhukum bagi RUPS
kmemberi kesempatankepada' anggota Direksi·· itumelakukan
belaandiri dalam forum RUPS. Apabiladiamembuat dan
yampaikan pemyataan secara tertulis tidak keberatanataspember-
£ian sementara itu, tidak diperlllkem lagipemberian kesempatan
Beladiri. Atau kepadanyaslldah disampaikanpanggilan agar
ghadiri ·RUPS dengan mata acara pembicaraan pemberhentian
onfc':l"1"-:l atas dirinya serta m.emberi· kesempatan padanya untuk

hela diri. Namun hal itu diingkarinya. Kepadanya dapat


<a.pkan qnggapqnhukum! tidak. kebe.rr;lta.n· a.tas pemberh~ntian
;r1tara.im.Oleh](arel1.a.Hll,hilqng.keyya.jiba.nRlJPS hargs.memberi
patqn terhadapnya ll1ltuk.melakukan pembelaa.ndiri.

UPS IJapat Mencabut atauMetfguatkan Keputusan Pember-


entian Sementara
berwenang pel1.uh member-
p1emegcmg saham·dalam kedudukan
"""",£1rr>-r.ii-..,. L-"IL..'''cT' ."'-'-4.LU....... L

(uigenaar, owner)
kewenemgem itu, diwujudkan
para pemegang saham dalam organ RUPS. ltu sebabnya kewenangan
itu tidak diberikan undang-undang kepada Dewan Komisaris secara
penuh. Hanya terbatas pada kewenangan pemberhentian sementara
(schorsing, suspension). Adapun wewenang memutuskan dan mene-
tapkan pemberhentian yang definitif dan permanen atas pember-
hentian sementara itu, tetap berada di tangan pemegang saham melallli
forum RUPS atau di luar RUPS melalui circular resolution. Pr~lP
hukum itulah yang ditentukan dalam rumusan Pasal106 ayat (6) Yang
menegaskan:
1) RUPS dapat "mencabut" keputusan pemberhentian sementara
yang ditetapkan Dewan Komisaris, atau
2) RUPS dapat "menguatkan" keputusan pemberhentian sementara
tersebut.
Dapat dilihat, kata akhir atas nasib keputusan pemberhentian
sementara yang ditetapkan Dewan Komisaris kepada seorang anggota
Direksi, sepenuhnya berada di tangan RUPS, sesuai acuan berikut:
1) dalam hal RUPS menguatkan keputusan pemberhentian semen-
tara yang ditetapkan Dewan Komisaris itu, maka anggota Direksi
yang bersangkuan secara definitif dan permanen berhenti dari
jabatannya,
2) dalam hal RUPS mencabut keputusan pemberhentian sementara
yang ditetapkan Dewan Komisaris, anggota Direksi yang bersang-
kutan harus dipulihkan kembali (herstel in de vorige rechtstoestand,
restitutio in integrum or return to the status quo ante) kepada keadaan
semula.
Sepintas lalu, dapat dibayangkan timbulnya hambatan psikologis
apabila RUPS mencabut keputusan pemberhentian sementara yang
ditetapkan Dewan Komisaris. Berarti menurut hukum posisi dan
kapasitas anggota Direksi tersebut kembali. kepada keadaan semula
(herstel in de vorige toestand, restutio in integrum). Secara psikologis
keputusan RUPS yang mencabut penetapan Dewan Komisaris atas
pemberhentian sementara, dapat menimbulkan friksi atau pergesekan
antara anggota Direksi dimaksud dengan Dewan Komisaris. Adakala-
nya friksi psikologis itu, bisa menimbulkan hambatan terhadap
kelancaran pengurusan kepentingan Perseroan. Yang terbaik
ana? Apabila secara konkretodan objektif sedemikianrupa
ahan dan kelalaian yangmenjadidasar keputusanpemberhentian
Iltara; sangat beralasan, selayaknya RUPSmenguatkan keputusan
an Komisaris.

illal~Hal yang Membatalkan Pemberhentian Sementara


al 106ayat (8) 'memu.afketeIlfuan tentanghal-halatau peristiwa
g;membatalkan keputusanpemberhentiansementara yang
apkan pewan.Komisaris.. . Apabila halatauperistiwa itu iterjadi,
gakibatkan keputusan pemberhentian sementara "batal demi
ll.(van rechtswege nietig,. ipsoJurenull . and void).

UPS. tidak.diselenggarakan cialamjangka waktu 30 . (tiga .puluhJ hari


i.

ari. tanggal pemberhentiqn .sementara


dijelaskan. diatas,sesuaiidellgan ketentuan Pasal 106 ayat (4),
jangkawciktu ;palinglambat30(tigapuluh)· hati . dari tanggal
Htusan pemberhentian sementara:
a.rusatau .wajib diselenggarakan RUPS,denganiIIlata acara
embicaraan pemberhentian ~ementaradimaksucl,.clan
emanggil. anggotaDireksi tersebutuntukdiberikesempatan
alami ·RUBS . melakukan . pembelaa.ndiri atas. pemberhentian
einentara itu.
pabila jangka waktu<30(tigapultih) hari telah 1ewat atau
3

paui)·temyata RUPS tidcik diselenggarcikan, clen.gan sendirinya


hukum keputusan pemberhentian seinentarainenjadi
(nietig,i null and. void);.Dalamkeadaanyangdemikian,
san pembata,Jan sementara, dianggap. tidcik pemah ada (never-
clanianggota Direksi; yang bersangkutan dipulihkan kepada
i

an keadaan semula (rechtshertel.in.de.vorigefoestand, restitutio in

tidak dapat mengambil keputusan


menjadi batal atau batal demi hukum, apabila RUPS tidak dapat
mengambil keputusan. Maksudnya sebagai berikut:
• RUPS memang diselenggarakan dalam jangka waktu 30 (tiga
puluh) hari dari tanggal penetapan pemberhentian sementara,
• namun RUPS tersebut tidak dapat atau tidak berhasil mengarnbil
keputusan apakah keputusan pemberhentian sementara yang
ditetapkan Dewan Komisaris itu, dicabut atau dikuatkan.
Maka dalam peristiwa yang demikian, keputusan pemberhentian
sementara itu, menjadi batal (nietig, null and void) atau batal delhi
hukum (van rechtswege nietig, ipso jure null and void). Anggota Direksi
tersebut dipulihkan ke posisi dan keadaan semula. Gagalnya RUPS
mengambil keputusan, bisa karena kuorum kehadiran pertarna,
kedua, dan ketiga yang ditentukan Pasal86 UUPT 2007, tidak tercapai.
Atau bisa juga terjadi, kuorum kehadiran berdasar Pasal 86 tercapai,
namun keputusan yang diambil tidak sah karena tidak disetujui lebih
dari 1/2 (satu perdua) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan sesuai
dengan ketentuan Pasal 87 ayat (2).
Sebagai uraian terakhir mengenai RUPS berkaitan dengan
pemberhentian sementara perlu diperhatikan juga Pasall06 ayat (9).
Menurut ketentuan ini, bagi Perseroan Terbuka, ketentuan jangka
waktu penyelenggaraan RUPS paling lambat 30 (tiga puluh) hari yang
diatur dalam Pasall06 ayat (4) dan ayat (8):
• tidak berlaku bagi Perseroan Terbuka,
• yang berlaku adalah ketentuan peraturan perundang-undangan
di bidang Pasar Modal.
Demikian pokok-pokok permasalahan yang menyangkut
pemberhentian dan pemberhentian sementara anggota Direksi. Uraian
yang dikemukakan pada dasamya sudah mencakup ruang lingkup
permasalahan tersebut secara menyeluruh.

I. PENGUNDURAN DIRI ANGGOTA DIREKSI


Pengunduran diri anggota Direksi, hanya diatur dalam satu pasal,
yakni Pasall07. Menurut pasal ini, pengunduran diri anggota Direksi
dari jabatan (resignnatie, resign), tidak diatur lebih lanjut dalam UUPT

. . Hukum Perserllan Terbatas


'Akan tetapi memerintahkan agardiatur dalam ADPerseroan.
UUPT .• 1995, samasekali tidak' disinggung mengenaimasalah
duran diri anggota Direksi.
terusnya; Pasal'107 menekankan dan.menggariskan ketentuan
'ja yang harusdiatur dalamADsehubungan denganperigunduran
f@:ggotaDireksi. Berdasar pasalini, adatiga hal persoalan pengun-
an diri anggota Direksi.yang perlu diatur'.·dalam·AD· Perseroan,
>sepagai berikut.

fita Cara Pengundurari Did Anggota" Direksi


,utPenjelasariPasaflo7hurufa,tata ceva' pengunduran diri
;.perlu .diatur dalarrt AD, b~rkenaan. dengaIl:
l ' i ••.. . .•.. • .. . • . . . • • . . ' .... ' ". ••••... . • ,
engajuan permohonan untuk l11eng:un4.urkan did, harus
i41j:Ukan~~arrtkU~ wak~tert~ntu,
ngandilamIJauil}y~~uf~.~aktutersebllt'aIlf5g~ta Direksiyang
ersangkutan berhenti dari jabatannya tanpa memerlukan perse-
juan RUPS
fllS teranif~gak sulit IIl~IIlahanubunyi.kcl1imafyangfercantum
PeIljelasan dimakstld; NaJ:I1.un deJ:I1.i~ian set~l41h •.dicoba
~~anya,berulang kali, '. rnaksudriya kalau tidak keliru . adalah:
am surat pengajuan permohonan' pengunduran diri tersebut,
ggofaDireksi yangbersa11.gkuta.n harus rne11.yebut "atau
eneritukan kurU11. waktti kapan dia akanrnelepaskan jabatanriya,
s ada kurun waktu antara tanggalpengajtian perrl1.ohonan
gundurand.iri,dengan tariggal'kapan diaefektifrn~lepa'skan
atannya.
isalnya, permohonan pen~duraIl ciiriclibllat<laIlcli41jukan
tcu;ggal l..OJcu;uari 2008. Anggota .?ireksi tersebut tid ~ibenar­
ak
u~. m:n:f5askan•. 1aIlgsung mengundurkan' diri •. d aIl. melep~s­
'atan pad~ tCU;ggallO Jcu;uari 2008... ~kCU; tetapi harlls mengajtl-
'menegaskankapan tanggal perigunduran diriberlaku.
anya dia memberi klirun'V\lak~)TaIlg;laYak.(re~son~ble time).
(tiga puluh) hari atau 3 (tiga) bulan dari tanggal pengajuan
honan. Berarti kalau permohonandibuat dan disa.mpaikan
tanggal10 Januari 2008, kemudian dia memberi kurun waktu 3 (tigl.)
bulan, maka pengunduran dirinya akan berlaku 3 (tiga) bulan dam
tanggal 10 Januari 2008.
Dengan cara ini, anggota Direksi tersebut memberikan kelong_
garan waktu selama 3 (tiga) bulan bagi Perseroan untuk mengadakan
atau menyelenggarakan RUPS dalam rangka membicarakan
perrnohonan pengunduran diri dimaksud.
Sehubungan dengan adanya pemberian kurun waktu dal am
permohonan pengunduran diri, Penjelasan Pasal 107 huruf a telah
menggariskan pedoman pada kalimat terakhir:
1) apabila kurun waktu yang ditentukan anggota Direksi dal am
permohonan dilampaui, anggota Direksi yang bersangkutan
otomatis (authomatically) dan demi hukum langsung efektif
berhenti dari jabatannya, dan
2) efektif dan definitifnya pengunduran diri dan berhentinya dari
jabatan, tanpa memerlukan persetujuan RUPS.
Ketentuan tata cara pengunduran diri yang demikian yang
dianjurkan Pasal 107 huruf a yang harns diatur dalam AD Perseroan.

2. Tata Cara Pengisian Jabatan Anggota Direksi yang Lowong


Anjuran kedua yang diminta Pasal 107 huruf b diatur dalam AD
Perseroan, berkenaan dengan ketentuan tata cara pengisian jabatan
(replacement) anggota Direksi yang lowong. Lowongannya bisa terjadi
disebabkan berbagai faktor:
1) bisa disebabkan pengunduran diri sebelurn berakhir masa jabatan,
atau
2) karena meninggal dunia dalam masa jabatan, atau
3) diberhentikan dari jabatannya.
Tata cara penggantian yang timbul dari fak.tor-faktor tersebut yang
diminta Pasal 107 huruf c diatur dalam AD. Bagaimana tata cara
penggantian anggota Direksi yang mengundurkan diri, yang mening-
gal dunia atau yang diberhentikan dari jabatarmya, oleh Pasal107
diminta diatur dalam AD Perseroan.
Anjuran dan pedoman yang dikemukakan di atas, harus menjadi
perhatian yang sungguh-sungguh dari para pendiri. Terutama Notaris
g diminta bantuan menyusun Akta Pendirian dan AD Perseroan,
an sampai luput perhatiannya kepada pedoman yang dirumuskan
a1107 UUPT 2007.

~ain yang diperintahkan atau dianjurkan Pasal 107 huruf c diatur


'h lanjut dalam AD, menyangkut ketentuan siapa yang akan
tindak dan berwenang menjalankan pengurusan dan mewakili
seroan dalam peristiwa:

~luruh :4nggota, Direksi HBerhalangan"

paik berhalangan secaratempQrer (misalnya semuanya mengalami


;;1J.1ggu;;1J.1jiwa.) atau
~rll~;;1J.1gaIlsecarapenn;;1J.1en (JFisalnya sellluameninggal dunia).

....ol·u.....Jrn :4nggota L)ireksi [)i.berh~nti~anS~mentara


k mengatasi kevakuman atau kekosongan jabatan yang timbul
peristiwa-peristiwa ters~bU:-t,B~9all03~u~llfc meminta kepa~a
eroan untuk mengantisipasinya dalam AD dengan jalan mengatur
siap'aataupihakmanaatatrpun organ mana yang
enang bertindak menjalahkan"pengurusan Perseroanisesuai
gan yang ditentukan Pasal 92 ayat (1) s~rt~ siapa~CU;g; be:~enang
akili Perseroan ke dalam dan keluar sesuai dengan ketentuan Pasal
at (1).
eInikian pokOk-pokok ketenttiatl. pengunduran .diri dari yang
.intahkan atau menjalankan Pasal 107 yang hams diattir dalam
erseroan: Perintah atau.anjuran Pasal107tersebut, wajib dengan
a.t diperhatikan Notaris yang diminta menyusun Akta Pendirian
AD Perseroan. Begitu juga MEN:tiUK & HAM, seyogianya
erhatik;;1J.1llya. Jika sekiraIlya pada saat permintaan pengesahan
an
meneInuk' aturan tentang hal" itu, sebaiknya dianjurkan
memperbaikinya. Atau bisa juga MENHUK & HAM sebagai
menerbitkan Peraturan Menteri tentang hal itu.
BAB8 DEWAN I<OMISARIS

Keberadaan, kedudukan, tugas dan kewenangan Dewan Komisaris


(DK), diatur pada BAB VII, Bagian Kedua yang berjudul Dewan
Komisaris. Terdiri atas Pasall08-Pasal121.
Materi atau susbstansi ketentuan yang menyangkut pengaturan
DK, banyak persamaannya dengan Direksi. Sehubungan dengan itu,
pembahasan dan pembicaraan DK merupakan bagian yang tidak
terpisah dengan hal-hal yang dikemukakan pada uraian Direksi.

A. TUGAS DAN KEWENANGAN DK


Pertama-tama akan dibicarakan hal yang berkaitan dengan ruang
lingkup tugas atau fungsi dan kewenangan DK.

1. Eksistensi dan Kedudukan DK


Landasan hukum eksistensi dan kedudukan DK, diatur dalam
beberapa pasal. Pertama pada Pasal 1 angka 2 UUPT 2007, yang
berbunyi:
Organ Perseroan adalah Rapat Umum Pemegang Saham, Direksi
dan Dewan Komisaris.
Eksistensi dan kedudukan DK sebagai Organ Perseroan lebih
spesifik ditegaskan pada Pasal 1 angka 6 yang berbunyi:
Dewan Komisaris adalah Organ Perseroan yang bertugas melakukan
pngawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran
dasar serta memberi nasihat kepada Direksi.
Selanjutnya perlu diperhatikan Penjelasan Umum. angka 1 alinea
juh, antara lainmengatakan:
UUPT 2007 memperjelaskan dan mempertegas tugas/fungsi dan
tanggung jawab DK,
mengatur keberadaan Komisaris Independen dan Komisaris
Dtusan,
mewajibkan Perseroan yang menjalaIlkan kegiatan usaha berdasar
prinsip syariah, selainmempunyai DK, jllga harus mempunyai
Dewan Pengawas Syariah (DPSy) yang bertugas memberikan
nasihat dan saran kepada Direksi dan mengawasi kegiatan
perseroan agar sesuai dengan prinsip syariah~
Maksud mewajibkan adanya DPSy di samping DK,untuk meng-
lllodasi berkembangnya kegiatan. usaha berdasar prinsip syariah.
Eksistensi DK sebagai Organ Perseroan yang disebut Pasall angka
'qIlPasal 1·angka6, dijabarkan dalam BAB VII, . Bagian Kedua. Di
ah diatur hal-hal yang berkenaan dengan tugas/fungsi, kewe-
gqIl, dan.tanggung jawab DK.
ika diperhatikan lintasan sejarah.hukum Perseroan atau korporasi
donesia, eksistensi dan kedudukan DK, dapat digqmbarkan
ai berikut.

"U.lID Tidak Mengharuskan AdanyaDK,yang Wajib Hanya


RUPS dan Direksi (Pengurus)
im sesuai dengan ketentuan Pasal44,yangmenegaskan, Perseroan
S .oleh pengllrus/Direksi yang diangkat oleh pemegang saham
ero-persero), dengan atflu tidak denganpengawasan daI"i Komi-
rJadi, keberadaanOrgan DK dal am era KUHD,tidak bersifat
~ratif",. tetapi "fakultif'. Boleh ada, bisa . juga tidak. Akan tetapi
l<ipun KUHD tidak mewajibkan adanya DK, namun apabila
tensi dan kedudukannya diatur secara tegas dalam AD Perseroan,
a AD wajib mengatur tugas, kewenangan, dan tanggung
bnya1).
Bertitik tolak dari ketentuan Pasal 44 KUHD dimaksUd, para
penulis berpendapat, pada era itu Perseroan "dimungkinkan" tidal<:
memiliki Komisaris atau OK. Sebaliknya dimungkinkan mempunYai
Komisaris atau 0](2).
Oengan demikian berdasar Pasal 44 ayat (1) KUHD eksistensi dan
kedudukan DK, tidak bersifat imperatif, karena bukan hukum
memaksa (dwingendrecht, mandatory law), tetapi bersifat "fakultif"
sebab ketentuannya hukum mengatur (aanveillundrecht, directory
law).3)

b. UUPT 1995, Menempatkan Eksisten dan Kedudukan DK Bersifat


Hlmperatif'
Hal itu ditegaskan pada Pasal1 angka 2 dan Pasal 94 ayat (1). Pasa! 94
ayat (1) berbunyi:
Perseroan memiliki Komisaris yang wewenang dan tanggung
jawabnya ditetapkan dalam anggaran dasar.
Bahkan Pasal 94 ayat (2) UUPT 1995 "mewajibkan" Perseroan
yang bidang usahanya mengerahkan dana masyarakat, Perseroan yang
menerbitkan surat pengakuan utang atau Perseroan Tbk, harus
mempunyai paling sedikit 2 (dua) orang anggota Komisaris. Alasannya
didasarkan pada kepentingan perlindungan masyarakat. Agar kepen-
tingan masyarakat bisa terlindungi diperlukan pengawasan yang
intensif karena menyangkut kepentingan masyarakat luas.
Apa yang diatur dalam UUPT 1995 tentang eksistensi dan
kedudukan DK, berlanjut dalam UUPT 2007. Bahkan seperti yang
dikemukakan dalam Penjelasan Umum yang disinggung di atas, eksis-
tensi dan kedudukan OK dalam UUPT 2007, dipertegas dan diperluas
serta diperjelas tugas dan tanggung jawabnya pada satu segi, dan
menanmbah jajaran DK dengan Komisaris Independen serta Komi-
saris Utusan pada segi lain.

2) Ibid., HMN Purwosutjipto, S.H., hlm. 154.


3) Agus Budiarto, S.H., M.Hum, Kedudukan Hukurn & Tanggung Jawab Pendiri Perseroan
Terbatas, G1 Jakarta, Cetakan Pertama 2002, hlm. 70.

lID. Hukum Perseroan Terbatas


[ugas DK
ngenaitugas/fuligsi DK diatur pada Pasal108 ayat (1) dan ayat (2).

Melakukan Pengawasan
as utama DK, melakukan "pengawasan" terhadap:
kebijaksanaan pengurusan Perseroan yang dilakukan Direksi, dan
jalannya pengurusan pada umumnya.
Jadi, tugas/fuligsi pengawasan DK, sasarannya ditujukan terhadap
'ijaksanaan pengu:rusan dan jalannya pengurusan Perseroan
pun perusahaan Perseroan yang dilakukan Direksi.
Tugas pengawasan tersebut, dapat juga dilakukan DK terhadap
an atau objek tertentu, antara lain sebagai berikut.

Melakukan audit keuangan


~awasan di bidang keuangan dianggap sangat relevan dan urgen,
na··masalah keuangan merupakan urat nadi yang sangat sentral
. Perseroan. Keadaan keuangan Perseroan merupakanrefleksi dari
baran kondisiPerseroan. Oleh kareria itu, pengawasan dengan
melakukan audit atas keluarmasuknya (cash flow) keuangan
eroan, hams dilakukan dengan cermat.

engawasan atas organisasi Perseroan


gawasan atas organisasi Perseroan, dilakukan dengan cara meng-
It st:rlikturnya, apakahkebesaran itukekecilan organisasinya,
i

ungan dan jenjang pimpinan apakah ada benturan yang meng-


batkelancaran komunikasi·atauinformasi. Tujuan utama melaku-
a.udit organisasi, agar struktumya selalu dapat di-up date, sesuai
gan keadaan dan···perkembangan Perseroan.

engawClsan terhadap personalia


anya dapat dilakukan dengan mengaudit personalia agar dapat
tahui kekurangan atau kelebihan personalia yang mungkin terjadi.
untuk menegakkan prinsip the right man in the right place serta
k mengetahui apakah cara rekruit dan seleksi yangberjalan, sudah
atau tidak.
Dari penjelasan di atas, di samping pengawasan berskala Ulnurn,
dapat juga dilakukan dan difokuskan tugas pengawasan terhadap
sasaran tertentu sesuai dengan kondisi.

b. Memberi Nasihat
Tugas urnurn yang kedua, "memberi nasihat" kepada Direksi. Akan
tetapi undang-undang ini tidak menjelaskan rincian tugas tersebut.
Tidak dijelaskan nasihat apa saja yang dapat diberikan.
Dalam juridisch Lexicon4) advies bisa berarti opinion atau recomen-
dation. Hampir sama dengan The Lexicon Webster International
Dictionary, advice berarti opinion atau counsel atau berarti juga jUdge
properS). Dalam Kamus Bahasa Indonesia, nasehat atau nasihat dapat
berarti "ajaran atau pelajaran yang baik". Bisa juga"anjuran (petunjuk,
peringatan, teguran) yang baik".6)
Bertitik tolak dari gambaran pengertiannasihat yang dikemukakan
di atas dihubungkan dengan tugas DK me:cnberikan nasihat, cakupan
atau spektrumnya sangat luas. DK bisa menyampaikan pendapat atau
memberi pertimbangan yang layak dan tepat kepada Oireksi. Bahkan
dapat menyampaikan ajaran yang baik maupun petunjuk, peringatan,
atau teguran yang baik.
Akan tetapi, semua bentuk-bentuk nasihat yang dikemukakan di
atas, dari segi yuridis bersifat "rekomendasi". Oleh karena itu, tidal<
mengikat kepada Oireksi. Dapat diterima untuk dijadikan dasar
pertimbangan. Sebaliknya dapat diabaikan atau dimasukkan dalam
tong sampah.
Tugas pemberian nasihat yang berbentuk pendapat atau petunjuk,
dapat dilakukan OK untuk hal yang spesifik. Misalnya pemberian
pendapat atau petunjuk maupun masukan dalam:
1) pembuatan rencana kerja yang proporsional dalam rangka upaya
memajukan dan mengembangkan Perseroan sesuai prinsip-
prinsip Good Corporate Governance (GCG),

4) The Legal Lexicon, Nederlands-Engels, Gateway, 1995, hlm. 38.


5) Volume I, 1971,hlm. 17.
6) w.JS Poerwadanninta, Balai Pustaka, 1976, hlm. 672.
dalam pelaksanaan program ataurencana kerja supaya pelaksana-
annya sesuai dengan prinsip-prinsip perusahaan dan GCG.
Tugas pengawasan dan pemberian nasihat DK terhadap pelaksa-
jalannya pengurusan yang dilakukan Direksi atas Perseroan
nurut Pasall08 ayat (2) adalah semata-mata "untuk kepentingan
seroan sesuai maksud dan tujuan Perseroan". Tujuan inilah yang
sti disadari dan yang menjadi motivasi DK melakukan tugas
J;lgawasan dan pemberian nasihat. Menyimpang dari tujuan ini,
gawasan yang dilakukan DK dilaksanakan dengan iktikad tidak
·k serta tidak penuh tanggung jawab.
Apa yang dimaksud dengan kepentingan dan sesuai dengan
sud tujuan Perseroan menurut Penjelasan Pasall08 ayat (2):
pengawasan dan pemberian nasihat yang dilakukan DK, tidak
.untuk kepentingan pihak atau golongan tertentu,
namun semata-mata untuk kepentingan Perseroan secara menye-
luruh dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan.
Dengan demikian pelaksanaan tugas pengawasan dan pemberian
ihat tidak boleh menyimpang dari tujuan ini.

Jumlah Anggota DK
tang berapa banyaknya jumlah anggota DK, diatur pada Pasall08
(3) dan ayat (4):
secara umum, prinsip hukumnya boleh 1 (satu) orang atau lebih,
secarakhusus, untuk Perseroan yang mempunyai kriteria tertentu,
wajib mempunyai paling sedikit 2 (dua) orang anggota DK.
Perseroan yang mempunyai kriteria tertentu, yang· wajib
mpunyai paling sedikit 2 (dua) anggota DK, terdiri dari:
Perseroan yang kegiatan usahanya berkaitan dengan
penghimpunan dana masyarakat,
Perseroanyang menerbitkan surat pengakuan utang kepada
masyarakat, atau
Peseroan Terbuka.
Perseroan yang memenuhi kriteria dimaksud, wajib mempunyai
ling sedikit 2 (dua) orang anggota DK. Ketentuan ini, bersifat
Ilimperatif" (dwingendrecht, mandatory law), karena dalam rumusan
pasa! itu, terdapat kata Ilwajib".
Menurut Penjelasan Pasal 108 ayat (5), rasio ketentuan tersebut,
didasarkan pada alasan, bahwa terhadap Perseroan yang kegiatan
usahanya berhubungan dengan kepentingan masyarakat, diperlukan
IIpengawasan yang lebih besar".

4. DK Merupakan Majelis
Apabila anggota DK terdiri atas lebih 1 (satu) orang:
• DK tersebut merupakan Ilmajelis'll
• oleh karena itu setiap anggota DK tidak dapat bertindak sendiri-
l

sendiri,
• tetapi melainkan harus berdasar Ilkeputusan" DK.
Prinsip hukum ini, berbeda dengan eksistensi dan kedudukan
anggota Direksi. Seperti yang sudah dijelaskan setiap anggota Direksi
l

berhak dan dapat bertindak sendiri-sendiri menjalankan tugas dan


kewenangan Direksi mengurus maupun mewakili Perseroan di dalam
maupun di luar pengadilan.
Ketentuan tentang kedudukan DK bersifat majelis" dikemuka-
II

kan pada Penjelasan Pasal108 ayat (4) yang mengatakan, setiap anggota
DK tidak dapat bertindak sendiri-sendiri dalam menjalankan tugas
DK seperti halnya anggota Direksi tetapi harus berdasar Ilkeputusan
l
ll

DK.
Hal-hal yang diuraikan di ataslah yang penting dibicarakan
berkenaan dengan eksisten tugas serta kewenangan DK sesuai dengan
ketentuan UUPT 2007. Dapat dikatakan, pada dasarnya hampir tidak
ada perbedaannya dengan eksisten tugasl dan kewenangan DK yang
l

diatur pada UUPT 1995.

B. EKSISTENSI DAN KEDUDUKAN HUKUM DEWAN


PENGAWAS SYARIAH (DPSy)
Pasal 109 UUPT 2007 mengatur eksistensi dan kedudukan hukum
1

serta tugas DPSy seperti yang dijelaskan berikut ini.

. . .Hukum .Perseroan Terbatas


Eksistensi ·DPSy Wajib pada Perseroan Yang Menjalankan
Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah
asar Pasal109 ayat (1), setiap Perseroan yang menjalankan kegiatan
aberdasar prinsip syariah:
selain mempunyai DK,
"wajib" mempunyai DPSy.
Berarti, eksistensi DPSy pada setiap Perseroan yang memiliki
eria menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah,
ifat "imperatif", bukan "fakultif".
Menurut Penjelasan Umum angka 1 alinea ketujuh, eksistensi
y dalam Perseroan yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan
sip syariah, didasarkan pada alasan, antara lain:
telah terjadi perkembangan kegiatan usahaberdasarkan prinsip
syariah,
sehubungan dengan itu, UUPT 2007 mewajibkan Perseroan yang
menjalankan kegiatan usaha yang demikian, selain mempunyai
DK, juga mempunyai DPSy,
tugas DPSy adalah:
1) memberikan "nasihat" dan "sasaran" kepada Direksi agar
kegiatan Perseroan sesuai dengan prinsip syariah,
mengawasi kegiatan Perseroan agar sesuai dengan prinsip
syariah.
Jika ketentuan yang mewajibkan DPSy harus ada pada Perseroan
menjalankan kegiatan usaha berdasar prinsip syariah dikaitkan
Ilgan ketentuan peralihan Pasal 157 ayat (1), .maka bagi .Perseroan
gbelum mempunyai DPSy, wajibmenyesuaikannya dalam jangka
tu 1 (satu) tahun setelah UUPT 2007 berlaku.

l(edudukan Hukum DPSyBerdampingan Dengan DK


udukan hukum DPSy dalam Perseroan, "berdampingan" dan
j9-jar" dengan DK. DPSy bukan subordinasi dari DK. Sama-sama
.~ugas/berfungsi dan berwenang serta bertanggung jawab
*ukan pengawasan dan memberi nasihat kepada Direksi dalam
pjalankan pengurusan Perseroan. Hanya di bidang tugas penga-
san dan pemberian nasihat yang berbeda:
1) bidang tugas pengawasan dan nasihat yang menjadi kewenangan
DK, meliputi segala aspek pengurusan umum Perseroan,
2) sedang bidang tugas pengawasan dan nasihat yang menjadi
kewenangan DPSy, menyangkut bidang syariah, agar pengurusan
Perseroan yang dijalankan Direksi sesuai dengan prinsip syariah.
Kedudukan hukum DPSy yang dikemukakan di atas, ditegaskan
oleh Penjelasan Umum angka 1 alinea ketujuh dan Pasall09 ayat (1)
yang mengatakan, bagi Perseroan yang menjalankan kegiatan usaha
berdasarkan prinsip syariah, wajib mempunyai DK dan DPSy.
Jadi, kedudukan hukum kedua badan itu saling "berdampingan"
dan "sejajar" dalammelaksanakan tugas/fungsi pengawasan terhadap
pengurusan Direksi.
Selanjutnya kedudukan hukumnya dalam Perseroan yang
menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip, bersifat"imperatif",
yakni "wajib" ada di samping DK. Oleh karena itu, sejak berlaku UUPT
2007, setiap Perseroan yang melakukan kegiatan usaha berdasar
prinsip syariah, harus menaati (comply) dengan ketentuan Pasal 109
ayat (1) tersebut.

3. Jumlah dan Pengangkatan Anggota DPSy


Pada bagian ini akan dibicarakan hal-hal yang menyangkut jumlah,
syarat pengangkatan anggota DPSy.

a. ]umlah dan Syarat Anggota DPSy


Bertitik tolak dari ketentuan Pasal 109 ayat (2):
1) Jumlah angg-'ota DPSy 1 (satu) orang atau lebih,
2) Kualifikasi persyaratannya ahli" di bidang syariah.
II

Jadi yang memenuhi syarat untuk diangkat menjadi anggota DPSy


adalah orang perorangan yang memiliki "kEiahlian dibidang syariah".
Timbul pertanyaan! Keahlian bidang syariah mana yang dituntut
Pasal 109 ayat (2) agar memenuhi syarat untuk diangkat menjadi
anggota DPSy? Yang dituntut adalah orang yang memiliki keahlian
syariah yang menyangkut ruang lingkup bidang syariah "muamalah"
pada umumnya, khususnya syariah Islam bidang ekonomi. Yang
sangkutan memahami secara komprehensifdan jernih prinsip-
sip fiqih muamalah yang oleh Dewan Syariah Nasional (DSN)
but "Syariah Islam bidang ekonomi" atau "hukum ekonomi
1'7). Istilah ini dikemukakan DSN pada Kata Pengantar Himpunan

a DSN.
Tidak tepat mengangkat seorang anggota DPSy yang hanya mema-
. atau ahli di bidang syariah "ubudiah" yang berkenaan dengan
asalahan "huququllah". Yang dibutuhkan adalah ahli syariah
bidang ekonomi dan hukum perjanjian Islam.
Apakah disyaratkan harus beragama Islam? Pasal 109, tidak
yaratkan demikian. Syarat yang diminta, seorang ahli syariah".
II

'arti hukum membolehkan siapa saja tanpa mempermasalahkan


a yang dianutnya, asal ahli syariah, khusus hukum ekonomi
. Terbuka kepada siapa saja tanpa membedakan agama. Cuma
aiknya beragama Islam. Oleh karena itu, perlu hal itu diatur lebih
·.¥t oleh regulator.
j·Kualifikasi atau syarat pendidikan (educational qualification) tidak
tukan undang-undang. Oleh karena itu secara yuridis:
yaratpengangkatan anggota DPSy, tidak digantungkan pada
syarat pendidikan formal,
terbuka untuk semua jenjang tingkat pendidikanformal, asal yang
ersangkutan benar-benar ahli di bidang syariah ekonomis Islam.
Selain daripada itu, undang-undang juga tidak mensyaratkan
kebangsaan atau·nasionalitas dan tempat tinggal:
terbuka bagi orang asing atau warga negara asing,
boleh bertempat tinggal di wilayah Republik Indonesia atau di
uar negeri.
:1:'

Begitu juga masalah batasan umur, tidak disyaratkan. Yang jadi


okan secara analog dengan ketentuan Pasalll0 ayat (1) adalah orang
drangan yang cakap melakukan perbuatan hukum:
berarti batas umur minimal adalah 21 (dua puluh satu) tahun,
sedangkan batas umur maksimal, tidak ditentukan,

Himpunan Fatwa DSN, Edisi Kedua, DiterbitkanAtasKerja sama DSN Mill dan BI.
• namun yang dianggap proporsional dan layak, sampai umur 70
(tujuh puluh) tahun.

b. Anggota DPSy Diangkat oleh RUPS Atas Rekomendasi Majelis


Wama Indonesia (Mill)
Sesuai dengan ketentuan Pasall09 ayat (2), yang berwenang mengang_
kat anggota DPSy adalah RUPS. Akan tetapi, pengangkatan mereka
oleh RUPS atas "rekomendasi" MUL
Bertitik tolak dari hal tersebut, sebelum RUPS mengangkat anggota
DPSy, harus lebih dahulu mendapat rekomendasi dari MUI atas
pencalonan anggota DPSy yang bersangkutan. Apa arti rekomendasi?
Makna yuridis rekomendasi adalah "anjuran"8). Jadi, MUI menyam-
paikan anjuran kepada RUPS atau MUI menyampaikan recommaderen
(recommendation) kepada RUPS untuk mengangkat calon anggota
DPSy tertentu.
Yang terutama direkomendasikan MUl kepada RUPS, berkenaan
dengan kredibilitas serta kualitas keahlian atau profesionalitas calon
yang bersangkutan di bidang Syariah Muamalah yang berkaitan
dengan hukum ekonomi Islam. Sudah barang tentu, tidak mengurangi
hak MUl untuk menyampaikan dalam rekomendasi itu hal-hal yang
berkenaan dengan karakter atau kualifikasi calon tersebut (concerning
the character or qualification)9). Dalam Kamus Bahasa Indonesia,
pengertian rekomendasi selain "menganjurkan" atau "menasihatkan",
juga mempunyai makna "meminta perhatian", bahwa orang yang
disebut dapat dipercaya, baik dan sebagainya10). Adapun Black's Law
Dictionary secara garis besar mengatakan antara lain, rekomendasi
merupakan catatan atau keterangan mengenai seseorang yang dibuat
orang lain yang diberikan kepada pihak ketiga mengenai karakter,
pertanggungjawaban dan kecakapan yang bersangkutanll ).

8) Marjanne Tennorshuizen, Kamus Belanda-Indonesia, Djambatan, Jakarta, 1999.


9) The GroZier International Dictionary, Volume Two Guoler Incorporated, 1990, hIm. 1089.
10) Kamus Bahasa Indonesia, Departemen Pendiclikan dan Kebudayaan, Balai Pustaka, Cetakan
Kedua, 1989,hlm. 735.
11) Hanry Campbell Black MA, Sixth Edition, St Paull Miml, 1990, hlm. 1272.

II:!m Hukum Perseroan Terbatas


Dalam praktik, rekomendasibiasanya dituangkan dalam bentuk
rat Rekomendasi" (Letter of Recommendation). Kalau begitu MUI
am melaksanakan fungsi ini, harus menerbitkan "Surat Rekomen-
i" yang berisi keterangan dan jaminan, bahwa orang yang direko-
dasikan mempunyai karakter baik (good character), cakap dan
(skill and diligent), jujur (honest), dan profesional (proffessional)
bidang Syariah muamalah, khususnya hukum ekonomi Islam.
Bertitik tolak dari pengertian dan tata cara penuangan rekomendasi
g. dijelaskan di atas, rekomendasi MUI atau calon anggota DPSy
g disampaikan kepada RUPS adalah Suraf Keterangan (Letter or
tification of Recommendation) yang berisi pernyataan dan jaminan
wa orang yang direkomendasikan, memiliki karakter yang baik,
a.pdan tekun, serta profesional dalam bidang hukum ekonomi

Bertitik tolak dari pernyataan dan jaminan tersebut, MUI mengan-


an atau menasihatkan kepada RUPS bahwa orang yang dicalonkan
atau wajar diangkat sebagai anggota DPSy.
!\pakah rekomendasi MUI mengikat RUPS? Pada prinsipnya,
! Hal itu perlu disadari dari sejak semula oleh MUI Rekomendasi
uiut hukum, tidak mengikat untuk diterima oleh pihak yang
erimanya. Bahkan tidak mutlak menjadi dasar pokok pertim-
an. Hanyasaja, dapat dijadikan "salah satu" dasar pertimbangan
Sdalam mengambil keputusan pengangkatan anggota DPSy.

PENGANGKATAN ANGGOTA DK
~,~agianini akan dibahas ruang lingkup pengangkatan anggota
Landasan hukumnya, merujuk kepada ketentuan Pasal110, Pasal
Pasal 112, dan Pasal 113 UUPT 2007.

Syarat atan Knalifikasi Anggota DK


calon anggota DK, sama persis dengan syarat anggota Direksi
stisebut Pasal 93 ayat (1), yakni
Orang perorangan
Barus orang (naturirlijke persoon, natural person). Tidak dibenarkan
badan hukum (rechtspersoon, legal person) seperti Perseroan,
Koperasi atau Yayasan yang lahir atau dikriet dari proses hukum.
2) Cakap melakukan perbuatan hukum (bovoegd, competence)
Pada prinsipnya orang yang cakap melakukan perbuatan hukum
adalah orang dewasa dan berumur 21 tahun.
Mengenai hal-hal yang berkenaan dengan syarat pokok ini, lihat
kembali uraian tentang hal ini pada pembahasan syarat pokok calon
anggota Direksi.

2. Yang Tidak Dapat Diangkat Anggota DK


Mengenai calon yang tidak dapat diangkat menjadi anggota DK, sama
ketentuannya dengan yang diatur bagi anggota Direksi. Seorang calon
tidak dapat diangkat menjadi anggota DK apabila orang tersebut yang
dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatannya, pemah:
a. dinyatakan pailit,
b. menjadi anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris yang
dinyatakan bersalah menyebabkan suatu Perseroan dinyatakan
pailit, atau
c. dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan
keuangan negara dan/atau yang berkaitan dengan sektor keuangan.
Instansi teknis yang berwenang, dapat menetapkan syarat pokok
dan syarat lain sebagai syarat tambahan dari apa yang ditentukan Pasal
110 ayat (1). Namun agar syarat itu sah dan valid, hams dituangkan
instansi yang bersangkutan dalam bentuk peraturan perundang-
undangan.
Penjelasan tentang hal ini pun, dapat dilihat kembali pada uraian
orang yang tidak dapat diangkat menjadi anggota Direksi.

3. Pemenuhan Persyaratan, Dibuktikan dengan Surat


Tentang pemenuhan pembuktian persyaratan, dibuktikan dengan
"surat":
• berupa "surat pemyataan" yang dibuat oleh calon anggota DK
yang bersangkutan,
sedang mengenai syarat tambahanyang diatur oleh instansi teknis
... y,ang berwenang, berdasar sur~t dari instansi tersebut,
·~}lrat bukti tersebut, disimpan oleh Perseroan.
.Sehubungan dengan ketentuan ini, calon anggota OK membuat
at pernyataan, bahwa dia tidak pernah dinyatakanpailit, tidak
rnah dinyatakan bersalah yangmenyebabkan suatu Perseroan
yatakan pailit pada saat diamenjabat anggota Oireksi atau anggota
pada Perseroan lain, serta pernyataan tidak pernah dihukum
ena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara
/atau.yang berkaitan dengan sektor keuangan.

Anggota DK, Diangkat oleh RUPS


~all11 mengatur tata cara pengangkatan anggota OK, seperti yang
elaskan berikut ini.

Yang Berwenang Mengangkat Anggota DK


enurut Pasal 111 ayat (I), yang berwenang mengangkat anggota
a,dalah RUPS. Kewenangan ini tidak bisa dialihkan atau dilimpah-
ckepada OrganPerseroan lain.
Akan tetapi, mengenai tata cara pengangkatan, penggantian, dan
berhentian anggota DK maupunpencalonan anggota OK; dian-
kan oleh Pasall11 ayat (4) agar diatur lebih lanjut dalamAO untuk
l~ngkapi atau menyempurnakan aturan pokok yang ditentukan
undang-undangini.

UntukPertama Kali Pengangkatan AnggotaDK, Dilakukan oleh


rPendiri
pa mengurangi prinsip yang memberi kewenangan kepada RUPS
Xlgangkat anggota OK, namunpengangkatan anggota OKuntuk
:ti3llla kalinya, dilakukan oleh "pendiri".Hal itu ditegaskan pada
allll ayat (2), dimana pendiri langsung menetapkan pengang-
flIIDya dalam.Akta Pendirian Perseroan sesuai dengan ketentuan
al8ayat (2) hurufb, yaknimenyebut nama lengkap, tempat dan
ggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal, dan kewarganegaraarmya
am Akta pendirian tersebut.
c. Masa Jabatan Anggota DK
Masa jabatan anggota DK, untuk "jangka waktu tertentu". Bisa 3 (tiga)
atau 5 (lima) tahun. Yang dilarang undang-undang, pengangkatan
seumur hidup. Boleh berapa lama asal untuk jangka waktu tertentu
dengan tidak mengabaikan faktor kejenuhan. Jika jangka waktu masa
jabatannya terlampau lama, misalnya 20 (dua puluh) tahun, bisa
mendatangkan kejenuhan dan kehilangan daya kreativitas.
Apabila masa jabatan yang ditentukan berakhir, dengan sendirinya
menurut hukum berakhir masa jabatannya. Tidak otomatis dapat
dilanjutkan atau berlaku untuk periode berikutnya. Namun tidak me-
ngurangi haknya untuk diangkat kembali melalui proses pencalonan
sesuai prosedur yang berlaku.
Ketentuan masa jabatan anggota DK yang diatur pada Pasalll1
ayat (3), sama persis dengan yang diperlakukan terhadap anggota
Direksi sebagaimana ditentukan pada Pasal 94 ayat (3).

d. Efektifnya Pengangkatan
Mulai efektif atau berlakunya pengangkatan anggota DK, disinggung
pada Pasall11 ayat (5). Namun masalah efektif yang dibicarakan dalam
pasal itu, tidak hanya pengangkatan. Tetapi meliputi mulainya berlaku
Keputusan RUPS yang berkenaan dengan penggantian dan pember-
hentian anggota DK.
Menurut pasal ini, keputusan RUPS mengenai pengangkatan,
penggantian, dan pemberhentian anggota DK, ditentukan atau
ditetapkan sendiri dalam keputusan yang bersangkutan. Inilah prinsip
umum menentukan saat mulai berlakunya pengangkatan, peng-
gantian, dan pemberhentian yang harus ditegakkan berdasar
ketentuan Pasal 111 ayat (5).
Bagaimana halnya kalau keputusan RUPS tidak menentukan
dengan tegas saat berlakunya? Untuk menentukannya merujuk
kepada ketentuan Pasall11 ayat (6). Apabila keputusan RUPS tidak
menentukan sendiri saat mulai berlakunya pengangkatan, penggan-
tian, dan pemberhentian maka saat mulai berlakunya hal-hal tersebut,
adalah "sejak ditutupnya" RUPS.

II1D Hukum Perseroan Terbatas


Ketentuan dan penerapan mengenai tanggalmulai berlakunya atau
ektifnya pengangkatan penggantian dan pemberhentian anggota DK
g diatur padaPasal111 ayat (5) dan ayat (6), sama dengan yang
erapkan terhadap pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian
ggota Direksi sebagaimana yang dirumuskan pada Pasal 94 ayat (5)
ayat (6).

Pemberitahuan Pengangkatan, Penggantian, dan Pemberhentian


Anggota DK kepada Menteri
iap pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota DK:
Ifwajib diberitahukan" kepada Menteri,
yang bertugas menyampaikan pemberitahuan adalah Direksi,
jangka waktu pemberitahuan, paling lambat 30 (tiga puluh) hari
terhitung sejak tanggal keputusan RUPS.
Jadi, tenggang waktu menentukan pemberitahuan kepada Men-
teri, bukan dari tanggal efektif atau saat mulai berlaku keputusan
RUPS atas pengangkatan, penggantian, atau pemberhentian tetapi
digantungkan patokannya dari tanggal keputusan RUPS dijatuh-
kan.
Menteri Ifmencatat" pemberitahuan pengangkatan, penggantian,
pemberhentian atau dalam Daftar Perseroan.
Akibat hukum atas kelalaian menyampaikan pemberitahuan,
akan Ifmenolak" setiap pemberitahuan. perubahan susunan
selanjutnya yang disampaikan Direksi kepada Menteri.
S(?hubungan dengan masalah perubahan susunan DK yang timbul
i(Clkibat pengangkatan,. penggantian, dan pemberhentian, perlu
(?rllatikan kembali ketentuan Pasal 29 ayat (3) hurufc UUPT 2007
Penjelasan pasal itu, yang mengatakan:
penggantian anggota DK, tidak termasuk kategori perubahanAD
tertentu yang disebut Pasal21 ayat (2) maupun yang disebut Pasal
21 ayat (3),
perubahan anggota DK karena pengangkatan, penggantian, dan
pemberhentian hanya dikategori Ifperubahan data" Perseroan yang
bukan termasuk perubahan AD, namun harus diberitahukan"
If

kepada Menteri untuk dicatat dalam Daftar Perseroan.


Ketentuan mengenai perubahan DK yang dibicarakan di atas, Santa
persis dengan apa yang digariskan terhadap perubahan Direksi. Tidak
dikategori sebagai perubahan AD, tetapi hanya perubahan "data"
Perseroan yang hams diberitahukan kepada Menteri.

5. Pengangkatan Anggota DK yang Tidak Memenuhi Syarat


Masalah hukum ini, diatur pada Pasall12 UUPT 2007. Yang dimaksud
dengan pengangkatan anggota DK yang tidak memenuhi syarat,
ternyata pengangkatannya tidak memenuhi syarat yang ditentukan
Pasal 110 ayat (1) dan ayat (2). Misalnya setelah diangkat terbukti
pernah dinyatakan pailit atau melakukan kesalahan yang menyebab-
kan Perseroan yang dipimpinnya pailit maupun terbukti pernah
dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan
negara. Pengangkatan anggota DK yang tidak memenuhi persyaratan:
• pengangkatan itu ''batal karena hukum" atau "batal demi hukum"
(van rechtswege nietig, null and void),
• kebatalan (nietigheid, voidness) pengangkatan tersebut, berlaku
sejak saat anggota DK lain atau anggota Direksi "mengetahui"
adanya cacat persyaratan pengangkatan itu.
Tindakan selanjutnya anggota DK atau anggota Direksi yang
mengetahui adanya cacat persyaratan pengangkatan dapat dijelaskan
sebagai berikut.

a. DK Atau Direksi Mengeluarkan Keputusan Kebatalan


Kalau yang mengetahui cacat persyaratan atas pengangkatan itu
anggota DK yang lain, maka yang membuat Surat Keputusan
kebatalan adalah DK. Sebaliknya kalau yang mengetahuinya anggota
Direksi, Surat Keputusan Kebatalan pengangkatan dibuat oleh Direksi.
Kebatalan pengangkatan itu dibuat tertulis dalam bentuk Surat
Keputusan Kebatalan Pengangkatan. Bisa dibuat oleh DK atau Direksi.
Tergantung siapa yang mengetahui cacat persyaratan pengangkatan
itu.
Surat Keputusan Kebatalan Pengangkatan, Disampaikan kepada
Anggota DK yang·Bersangkutan
rat. Keputusan Kebatalan, wajib disarnpaikan dan diberitahukan
pada anggota DK dimaksud:
apabila Surat Keputusan itu diterbitkan DK, maka yang membe-
ritahukan kepadanya adalah DK,
sebaliknya kalau yang mengeluarkan Surat Keputusan Kebatalan
adalah Direksi, maka yang wajib memberitahukan ialahDireksi.

Direksi Mengumumkan Kebatalan Pengangkatan


dakan selanjutnya atas penerbitan Surat Keputusan Kebatalan
gangkatan itu, Pasal112ayat (2) memerintahkan Direksi Perseroan
tuk:
"mengumumkan" kebatalan pengangkatan anggota DK yang
bersangkutan,
pengumuman dimuat dalarn "Surat Kabar",
"memberitahukan" kebatalan itu kepada Menteri untuk dicatat
dalarn Daftar Perseroan,
jangka waktu pengumuman dan pemberitahuan, paling larnbat
7 (tujuh) hari terhitung sejak diketahui cacat persyaratan pengang-
katan.
Ketentuan yang diterapkandalarn rangka kebatalan pengangkatan
ggotaDK yang digariskan Pasall12, sarna dengan yang diterapkan
?kebatalan pengangkatan anggota Direksi yang diatur pada Pasal
yat (1) dan ayat (2).

Perbuatan Hukum Anggota DK yang Pengangkatannya Tidak


Memenuhi Syarat
ntang keabsahan dan kekuatan mengikat perbuatan hukum yang
gkukananggota DK yang pengangkatannyatidak memenuhi syarat,
. gga pengangkatannya dinyatakan batal, diklasifikasi pada Pasal
ayat (3).
1) Perbuatan hukum yang dilakukan sebelum pengangkatan batal, tetap
mengikat dan menjadi tanggung jawab Perseroan
Segala perbuatan hukum yang dilakukan anggota OK untuk dan atas
nama DK sebelum pengangkatannya batal, yakni sebelum ada
Keputusan Kebatalan Pengangkatan yang diterbitkan OK atau Oireksi,
maka perbuatan hukum itu:
• tetap sah dan mengikat Perseroan, dan
• pemenuhannya menjadi tanggung jawab Perseroan (corporate
liability).
Akan tetapi, hal itu tidak mengurangi kewajiban (obligation) dan
tanggung jawab pribadi (personal liability) anggota OK tersebut,
sebagairnana yang digariskan Pasal 114 dan Pasal 115, apabila terjadi
kerugian dan kepailitan Perseroan.

2) Perbuatan hukum yang dilakukan setelah pengangkatan batal


Segala perbuatan hukum yang dilakukan untuk dan atas narna DK
setelahpengangkatan batal, yakni setelah ada Keputusan Kebatalan
pengangkatannya baik oleh OK maupun Oireksi:
• perbuatan hukum tersebut "tidak sahli dan tidak mengikat
Perseroan,
• oleh karena itu, pemenuhannya menjadi tanggung jawab pribadi
(personal liability) dari anggota DK tersebut.
Ketentuan mengenai pertanggungjawaban yang diterapkan
kepada anggota DK yang pengangkatannya batal yang diatur pada
Pasal112 ayat (2) ini, sarna dengan yang diperlakukan kepada anggota
Direksi yang pengangkatannya batal sebagairnana yang diatur pada
Pasal 95 ayat (3) dan ayat (4).

6. Gaji Alau Honorarium dan Tunjangan Anggota DK


Mengenai besarnya gaji atau honorarium dan tunjangan anggota DK,
diatur pada Pasal 113. Ketentuannya harnpir tidak berbeda dengan
yang diterapkan kepada gaji dan tunjangan anggota Direksi yang
ditentukan pada Pasal 96:
• gaji atau honorarium dan tunjangan anggota OK, ditetapkan oleh
RUPS,
kewenanganRUPS tersebut, tidak dapat dilimpahkan kepada
Direksi atau DK, sedang m.engenai penetapan gaji dan tunjangan
anggota Direksi, berdasar Pasal 96 ayat (2) dapat dilimpahkan
RUPS kepada DK.
Tental1g masalah gaji dan tunjangananggota Direksi, sudah
"icarakan secukupnya. Bahkan disinggung juga permasalahan
kum yang berkenaan dengan hak anggota Direksi untuk memper-
h penggantian biaya (indemniteitsrecht, indemnity right) yang
eluarkannya apabila dia menghadapi proses hukum dalam rangka
laksanakan pengurusan Perseroan.·· Permasalahan ini juga sama
gan. kemungkinan yang dihadapi anggota· DK. Apakah anggota
berhak meminta penggantian biaya yang dikeluarkannya, apabila
dihadapkan kepada proses hukum dalammelaksanakan tugas
gawasan terhadap pengurusan Perseroan yang dijalankan Direksi.
ubungan dengan itu uraian tentang hal ini dapat dilihat kembali
da penjelasan yang bersangkutan dengan gaji anggota Direksi.

KEWAJIBAN DAN TANGGUNG JAWAB PENGAWASAN


DK

K Wajib dan Bertanggung Jawab Alas Pelaksanaan Tugas


J>.eng(lwasan
a bagian ini, akan dibicarakan mengenai kewajiban dan tanggung
ab fungsi pengawasan dan pemberian nasihat DK. Seperti yang
laskan, berdasar Pasal108 ayat (1) tugas pokok DK:
melakukan pengawasan atas kebijakan pengurusan,jalannya
pengurusan pada umumnya baik mengenai Perseroan maupun
l1saha Perseroan,
memberikan nasihat kepada Direksi untuk kepentingan Perseroan.
Sehubungandengan itu, Pasal114 ayat (1) mewajibkan DK mem-
anggungjawabkan tugas pengawasan yang diperintahkan Pasal
ayat (1) kepada DK. Yang wajib dipertanggungjawabkan DK,
enaan dengan pelaksanaan" pengawasan terhadap kebijakan
If

gurusan Perseroan yang dijalankan oleh Direksi.


Juga wajib mempertanggungjawabkan bahwa pengawasan terha-
dap kebijakan pengurusan Perseroan, semata-mata dilakukan DK
untuk kepentingan Perseroan.
Substansi kewajiban dan tanggung jawab pelaksanaan tugas
pengawasan DK yang diatur pada Pasal 114, harnpir sarna dengan
kewajiban dan tanggung jawab tugas pengurusan Direksi yang diatur
pada Pasal97 ayat (1) dan ayat (2).

2. Wajib dengan Iktikad Baik dan Hati-Hati Menjalankan Tugas


Pengawasan dan Pemberian Nasihat
Hal ini digariskan pada Pasal114 ayat (2) yakni wajib dengan iktikad
baik (good faith duty) serta wajib hati-hati (duty care) atau prudential
duty menjalankan tugas/fungsi pengawasan dan pemberian nasihat
kepada Direksi. Pelaksanaan kewajiban tersebut, dapat dijelaskan
sebagai berikut.

a. Kewajiban Tugas Tersebut Menjadi Tanggung ]awab Setiap


Anggota DK
Berdasar Pasal114 ayat (2) kewajiban menjalankan tugas pengawasan
dan pemberian nasihat secara bertanggung jawab, dipikulkan kepada
"seti ap" anggota DK. Secara yuridis, setiap anggota DK harus tahu
dan sadar, setiap mereka memikul kewajiban dan tanggung jawab
melaksanakan tugas pengawasan terhadap kebijakan pengurusan
Perseroan yang dilakukan Direksi. Serta setiap mereka wajib secara
bertanggung jawab memikul tugas memberikan nasihat kepada
Direksi atas pelaksanaan pengurusan Perseroan.

b. Tugas Pengawasan dan Pemberian Nasihat, Wajib Dilakukan


dengan Iktikad Baik
Pasal114 ayat (2) juga memerintahkan DK agar dalarn melaksanakan
tugas pengawasan dan pemberian nasihat, wajib dan penuh tanggung
jawab dijalankan DK dengan iktikad baik (good faith).
Mengenai cakupan makna yuridis iktikad baik dalarn konteksnya
dengan tugas/fungsi pengawasan dan pemberian nasihat, tidak
berbeda dengan makna yuridis yang berlaku kepada anggota Direksi
~agaimana yang diatur padaPasal 97 ayat (2) dalam tugas mereka
\aksanaka:t;l penguru.san Perseroan. Dengan demikian, cakupan
ayuridis iktikad baik yang dibicarakanpadapelaksanaan tugas
gurusan Direksi, diterapkan sepenuhya k~pada anggota DK dalam
laksanakan tugas pengawasan dan pemberian nasihat, yang
enting di antaranya sebagai berikut.

Anggota DK wajib diper:caya (fiduciary duty)


ggota DK dalam melaksanakan tugas pengawasan dan pemberian
sihat, "wajib dipercaya" (fiduciary duty) bertindak untuk kepen-
gan Perseroan, dalam arti:
selam.anya "wajibjujur". (must always honest) dalam. melaksanakan
1=tigas .pengawasan dan. pemberian tersebut,
s.elamanya "wajib dipercaya" (must. always bona fide) dalam
m~njalankantugaspengawasanuntuk kepentingan·· Perseroan.

JNajib melaksanakan tugas pengawasan dan pemberian nasihat untuk


tujuan yang wajar
upan maknayuridis lain iktikad baik dalam kerangka pelaksanaan
pengawasan dan pemberian nasihat yang dipikulkan kepada
gota DK, wajib dijalankan untuk mencapai tujuanyang wajar (duty
#101'. a proper purpose). Apabila tugaspengawasan.· dan p~mberian
ihat menyimpang kearah tujuan yang. tidak wajar (for improper
ose), tindakan tugas pengawasan dan pemberian nasihatyang
ukanDK,dikategori mengandung"iktikad buruk" (bad faith).

JNajibpatuhm?naati peraturan perundang-undangan(statutory duty)


gota DK dalamm.elaksanakan tugas· pengawasan dan pemberian
ihat,wajib .patuh dan taat·. (must obidience and. comply) terhadap
ntuan peratu:ran perundang-undangan yang berlaku. Pelaksanaan
s tersebut wajib dan penuh tanggung jawab dilakukan DK sesuai
gan •. ket~ntuan peraturan perundang-undangan .yang berlaku.
akan pengawasan dan pemberian nasihat yang bertentangan atau
(lfiggarperaturan. perundang-undangan, dikategori "perbuatan
flwan hukum" (onwettig handeling, unlawful act). Bisa juga dikua-
asi perbuatan ultra vires.
4) Wajib loyal (loyalty duty) terhadap Perseroan
Cakupan pengertian yuridis selanjutnya makna iktikad baik dalam
kerangka DKmelaksanakan tugas pengawasan dan pemberiannasihat
adalah "wajib loyal" (loyalty duty) kepada Perseroan meliputi aspek-
aspek:
a) tidak menggunakan dana dan kekayaan Perseroan untuk kepen-
tingan pribadi,
b) wajib merahasiakan segala informasi (confidential duty of infor-
mation) Perseroan yang perlu dirahasiakan.

5) Wajib menghindari benturan kepentingan (conflict of interest)


Cakupan dan makna yuridis iktikad baik selanjutnya yang wajib dilak-
sanakan anggota DK dengan penuh tanggung jawab, adalah kewajiban
menghindari benturan kepentingan (conflict of interest) dengan
Perseroan. Dalam melaksanakan tugas pengawasan dan pemberian
nasihat, anggota OK:
a) tidak mempergunakan informasi Perseroan untuk kepentingan
pribadi,
b) tidak menggunakan uang dan kekayaan Perseroan untuk
kepentingan pribadi,
c) tidak mempergunakan posisi sebagai anggota OK untuk
memperoleh keuntungan pribadi, seperti menerima sogokan,
d) tidak mengambil sebagian keuntungan Perseroan untuk
kepentingan pribadi,
e) tidak melakukan transaksi apa pun dengan Perseroan,
f) tidak melakukan persaingan (competition) dengan Perseroan.
Apabila anggota OK dalam melaksanakan tugas pengawasan dan
pemberian nasihat mengandung benturan kepentingan dengan
Perseroan, anggota OK yang bersangkutan telah melanggar duty
conflict, dan tindakan itu dikualifikasi breach of his fiduciary duty.

c. Pengawasan dan Pemberian Nasihat Wajib Dilaksanakan dengan


Kehati-hatian dan Bertanggung Jawab
Makna yuridis kewajiban ini, tidak berbeda dengan apa yang ditentu-
kan terhadap anggota Direksi dalam menjalankan tugas pengurusan

.. Hukum Perseroan Terbatas


tseroan.Oleh karena itu, pembahasantentang haltersebut berlaku
aterhaaap anggota DK aalammelaksanakantugas pengawasan
pemberian nasihat, antara lain sebagai berikut.

Wajib saksama dan berhati-hati melaksanakan tugas pengawasan


(the duty of due care)
a yuriais aspek the duty of due care atau aisebut juga prudential
aalam melaksanakan pengawasan aan pemberian nasihat:
tiaak sembrono (carelessly), aan
tiaak lalai (negligence).
Patokan stanaar duty care aaalah kehati-hatian. yang semestinya
akukan oleh setiap orang paaa umumnya aalam melaksanakan
gsi yang aemikian. Setiap tinaakan pengawasan aan pemberian
?ihat, harus aiaasarkan paaa pertimbangan yang wajar (reasonable
ment).

Wajib melaksanakan pengawasan dan pemberian nasihat secara cakap


dan tekun
am melaksanakan tugas pengawasan aan pemberian na~ihat ang-
ta ·DK wajib melaksanakannya aengan "cakap" (skill) aan "tekun"
ligent) atau duty to be skill and diligent. Patokannyacakap aan tekun
ara wajar aalam segala keaaaan (reasonable skill and diligent in all
aition or circumstances), beraasar pengetahuan aan pengalaman:
Anggota DK, harus terikat terus-menerus secara wajar aan layak
menumpahkan perhatiannya mengawasi pelaksanaan pengurusan
Perseroan yang aijalankan Direksi,
wajib terikat secara terus-menerus aan wajar, menghaairi semua
rapat DK.
Demikian gambaran cakupan ruang lingkup yuriais iktikaa baik
g mesti aiperhatikan anggota DK aalam melaksanakan tugas
rgawasan aan pemberian nasihat.
3. Tanggung Jawab Yuridis Anggota DK Atas Kesalahan atau
Kelalaian Melaksanakan Tugas Pengawasan dan Pemberian
Nasihat
Pertanggungjawaban yuridis anggota OK atas kesalahan atau kelalaian
menjalankan tugas pengawasan dan pemberian nasihat, diatur pada
Pasal114 ayat (3).

a. Setiap Anggota DK, Bertanggung ]awab Secara Pribadi Atas


Kerugian Perseroan
Prinsip hukum yang ditegakkan apabila anggota OK salah atau lalai
menjalankan tugas pengawasan dan pemberian nasihat, dan atas
kesalahan atau kelalaian itu Perseroan mengalami kerugian, maka setiap
anggota OK, "bertanggung jawab secara pribadi" (personal liability)
atas kerugian dimaksud.
Mengenai pertanggungjawaban pribadi anggota OK ini, dipertegas
lagi dalam Penjelasan Pasal 114 ayat (3). Meskipun kerugian yang
dialami Perseroan karena pengurusan yang dilakukan oleh Oireksi,
namun anggota OK tetap ikut memikul tanggung jawab secara pri-
badi, apabila kerugian itu terjadi sebagai akibat kesalahan atau kelalaian
pengawasan OK.
Bertitik tolak dari ketentuan di atas, dapat dikonstruksi tanggung
jawab pribadi anggota OK yang salah atau lalai melaksanakan tugas:
1) setiap anggota OK ikut bertanggung jawab secara pribadi atas
kerugian Perseroan,
2) tanggung jawab pribadi melekat pada diri anggota OK apabila ia
bersalah (guilty), atau lalai (negligence) menjalankan tugas penga-
wasan atau pemberian nasihat,
3) meskipun kerugian itu timbul dari pengurusan Oireksi, anggota
OK tetap bertanggung jawab secara pribadi, apabila dalam penga-
wasan pelaksanaan pengurusan Oireksi itu terdapat unsur
kesalahan atau kelalaian anggota OK,
4) luasnya tanggung jawab pribadi anggota OK, sebatas kesalahan
dan kelalaiannya,
Oalam praktik, ketentuan ini sangat sulit menerapkannya. Sulit
mengukur secara objektif, sampai sebatas mana kesalahan atau
kelalaian yang dilakukannya,

J
apabila anggota DK terdiri atas 2 (dua)ataulebih,tanggungjawab
pribadi itu, bersifat tanggung ja.wa.b secara. tanggung renteng
(hoofdelijke aansprakelijk, jointly and severally liable) bagi setiap
anggota. DK.
Kalau anggota DK terdiri dariseorang, tanggung jawabnya penuh
njadi tanggungjawab pribadinya.Akan tetapi, apabilaanggota DK
€liri dari 2 (dua) orang atau lebih, mereka dipikulkan tanggung
ab secara tanggung renteng.

Hal yang Melepaskan Tanggung ]awab Pribadi Anggota DK Atas


K.erugian Perseroan
entuanPasal114 ayat (3) dan ayat(4) yang memikulkan tanggung
abpribadi dan tanggung jawab secaratanggung renteng kepada
gotaDK,.dapat dikesampingkan ataudisingkirkan penerapannya
ai dengan ketentuan Pasall14 ayat (5).. Hal-hal yang dapat
nyingkirkan tanggung jawabpribadianggotaDK, disebutsecara
.tatif pada pasal tersebut yang terdiri dari:
apabila dapat membuktikan, telahmelakukan pengawasan
dengan< iktikad baik dan hati-;-hati untuk l<epentingan Perseroan
dan sesllai d,engan maksud serta. tujuan<Perseroan,
dapat membuktikan, tidak mempunyai kepentingan pribadi.baik
langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan
Direksi yang mengakibatkan kerugian, dan
.~apatmembll~tikan,. !elah mhmberikan. nasihat •. kepada . Direksi
~tt1k. mencegah timbul ataU. berlanjutnyakerugian tersebut.

:fIal-hal tersebutlah. yang dapatmembebaskan .anggota DK


·kul tanggung jawab .pribadiataske~ugian Perseroan. Pembe-
an diri itu, digantungkan pada faktor kemampuan anggota DK
g bersangkutan ffmembuktikan" kerugian yang terjadi bukan
~na kesalahan atau kelalaiannya.

lJe;nej'{atHl. viW-IIl-I'/Hn MtJ'ffUU1JC7nf" Altggota


114 (6), memberi hak kepada pemegang saham mengajukan
atan ke acuan
syarat berikut.
1) Syarat kepemilikan saham
Pemegang saham barn mempunyai legal standing (legal persona standi
in judicio) menggugat anggota DK:
• harus mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari
jumlah seluruh saham dengan hak suara,
• boleh satu atau beberapa orang pemegang saham, dengan syarat
asal mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari
jumlah seluruh saham dengan hak suara.

2) Gugatan diajukan atas nama Perseroan


Pemegang saham tersebut, mengajukan gugatan atas nama Perseroan.
Bukan atas nama pribadinya. Dalam hal ini, pemegang saham itu,
bertindak mewakili untuk dan atas nama Perseroan. Berarti pemegang
saham yang bersangkutan mengambil posisi Direksi yang ditentukan
Pasal 5 dan Pasal 98 ayat (1) yang memberi kapasitas kepadanya
mewakili Perseroan di dalam pengadilan.

3) Yang di tarik sebagai tergugat


Pihak yang ditarik sebagai tergugat adalah anggota DK yang melakukan
kesalahan atau kelalaian melaksanakan tugas pengawasan dan
pemberian nasihat.

4) Dasar dalil gugatan


Posita atau dalil gugat yang ditujukan kepada anggota DK tersebut,
telah melakukan kesalahan atau kelalaian melaksanakan tugas penga-
wasan dan pemberian nasihat terhadap pengurusan Perseroan yang
dijalankan Direksi, yang mengakibatkan Perseroan mengalami
kerugian.

5) Yurisdiksi absolut dan relatif


• yurisdiksi absolutnya menjadi kompetensi Peradilan Umum,
dalam hal ini Pengadilan Negeri bagian perdata umum, bukan
Pengadilan Niaga,
yurisdiksi relatifnya,di wilayah hukum Pengadilan Negeri tempat
tinggal anggota DK yang bersangkutan sesuai dengan asas actor
sequitorforum rei yang digariskan Pasall18 ayat (1) HIR.
Demikian syarat dan patokan yang harus diterapkan apabila
megang saham mempergunakan haknya menggugat anggota DK
g melakukan kesalahanatau kelalaian melaksanakan tugas.

Tanggung Jawab AnggotaDK Atas Kepailitan Perseroan


all15 mengatur sejauh mana tanggung jawab anggota DK atas
ailitan Perseroan. Sekiranya Perseroan dinyatakan Pailit oleh
ngadilan Niaga, baik hal itu terjadi atas permintaan sendiri oleh
reksi setelah mendapat persetujuan RUPS melalui proses voluntary
'tion maupun oleh pihak ketiga melalui proses involuntary petition,
ah anggota DK ikut memikul tanggung jawab yuridis atas kepai-
itu? Jawabnya, bisa ikut, bisa juga tidak, seperti yang dijelaskan
awah ini.

Jiaktor yang, Menyebabkan Anggota DK.Bertanggung Jawab Atas


Kepailitan Perseroan
hurut hukum sebagaimana yang ditentukan dalam Pasall15 UUPT
7, ikutnya anggota DK bertanggung jawab atas Kepailitan
seroan,apabila terpenuhi persyaratan atau digantungkan pada
tor berikut.

Kepailitan terjadi karena kesalahan atau kelalaian pengawasan yang


dilakukan D K
atau faktor pertama yang dapatmenyeret anggota DK ikut
mikul tanggung jawab atas kepailitan Perseroan, apabila kepailitan
.adi sebagai akibat kesalahan atau kelalaian DK melaksanakan tugas
g,awasan dan pemberian nasihat kepadapengurusan yang
ankan Direksi.
2) Harta kekayaan perseroan tidak mencukupi membayar selurUh
kewajiban
Syarat kedua, temyata harta pailit Perseroan "tidak mencukupi" mem-
bayar seluruh kewajiban Perseroan kepada para kreditor. Dalam hal
yang demikian, setiap anggota DK ikut bertanggung jawab secara tang;
gung renteng untuk membayar kewajiban yang belum terlunasi dati
harta kekayaan Perseroan.
Tanggung jawab secara tanggung renteng yang dijelaskan di atas,
berlaku juga bagi anggota DK yang sudah tidak menjabat 5 (lima)
tahun sebelum putusan pemyataan pailit diucapkan, asal terpenuhi
syarat yang dijelaskan di atas.

b. Faktor yang Dapat Menggugurkan Tanggung ]awab Anggota DK


Atas Kepailitan Perseroan
Pasal 115 ayat (3) memberi kemungkinan kepada anggota DK'
membebaskan diri dari keikutsertaan bertanggung jawab pribadi dan
solider atas kepailitan Perseroan. Syarat yang dapat membebaskannya,
digantungkan pada faktor kemampuannya "membuktikan" hal-hal
berikut:
a. kepailitan tersebut, bukan karena kesalahan atau kelalaiannya,
b. telah melakukan tugas pengawasan dengan iktikad baik dan
kehati-hatian untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan
maksud dan tujuan Perseroan,
c. tidak mempunyai kepentingan pribadi, baik langsung maupun
tidak langsung atas tindakan pengurusan oleh Direksi yang
mengakibatkan kepailitan, dan
d. telah memberikan nasihat kepada Direksi untuk mencegah
terjadinya kepailitan.
Syarat pembebasan tanggung jawab pribadi ini, bersifat "kumu-
latif", bukan bersifat "altematif". Oleh karena itu, supaya dapat bebas
dan lepas memikul tanggung jawab kepailitan itu, anggota DK yang
bersangkutan hams mampu membuktikan hal-hal yang disebut pada
a sampai dengan d.
Kewajiban Administratif danYuridis DK
al 116 mengatur kewajiban administratif dan yuridis DK terdiri
ihal-hal yang disebut di bawah ini:

MembuatRisalah Rapat DK
wajiban administratif yang sekaligus kewajiban yuridis DK,
mbuat "Risalah Rapat" DK dengan ketentuan sebagai berikut:
fisalah rapat DK memuat segala sesuatu yang membicarakan dan
+.? diputuskan dalam rapat tersebut,

menyimpan "salinan" Risalah Rapat, sedang asli Risalah Rapat DK,


dipelihara dan disimpan oleh Direksi sesuai dengan ketentuan Pasal
100 ayat (1) huruf c yang mewajibkan Direksi memelihara seluruh
daftar· risalah dan dokumen keuangan Perseroan.

Melaporkan kepada Perseroan Kepemilikan Sahamnya


ajiban administratif dan yuridisyang lain, anggota DK wajib
:aporkan saham yang dimilikinya pada Perseroan atau Perseroan

Kewajiban melaporkan setiap perubahan dalamkepemilikan


anggota DK, meliputi perubahan saham yap.gdimiliki keluar-
yakni istri atau suami dan anak-anaknya.

Memberikan Laporan Tugas Pengawasan kepada RUPS


ajiban-administratif dan yuridis selanjl1tnya, me~berikan laporan
angtugas pengawasan yang telah dilakukan selama tahun buku
gbaru lampau kepada RUPS. Menumt Penjelasan Pasall16 humf
poran DK mengenai hal ini, dicatat dalam DaftarKhusus, sesuai
entuan Pasal 50 ayat (2).
Sesuai dengan ketentuan Pasal 66 .ayat (2) huruf e, laporan
genai tugas pengawasan yang telah dilakukan oleh DK disam-
.ap. dalam RUPS tahunan seperti yang ditegaskan Pasal 78 ayat
;ridak boleh disampaikan pada Forumnya sudah
tukan sendiri oleh Pasal66 ayat (2) huruf e jo. 78 (3),
dalam RUPS
E. KEWENANGAN MEMBERI PERSETUJUAN AlAU
BANTUAN .-
Pasal 117 memberi hak regulasi kepada Perseroan untuk mengatl..1J;
dalam AO tentang pemberian kewenangan kepada DK untuk mem-
berikan "persetujuan" atau "bantuan" kepada Direksi dalam melaku-,
kan perbuatan hukum tertentu (bijzondere rechtshandeling, special legal
act). .
Kemungkinan memberikan persetujuan atau bantuan OK kepada
Direksi dalam melakukan perbuatan hukum tertentu, berbeda dengan
tugas kewenangan pengawasan dan pemberian nasihat yang dimiliki
OK. Kewenangan pengawasan dan pemberian nasihat terhadap Oireksi
dalam menjalankan pengurusan Peseroan, merupakan tugas/fungsi
yang diberikan sendiri secara melekat pada OK oleh UUPT 2007, sesuai
ketentuan Pasal 114. Sebaliknya, kewenangan memberikan persetu-
juan atau bantuan untuk melakukan perbuatan hukum tertentu yang
disebut Pasall17, tidak diberikan secara langsung melekat pada organ
OK oleh UUPT 2007. Akan tetapi, kewenangan itu baru eksis dan
valid pada organ DK, jika hal itu diatur dalam AD Perseroan. Selama
AD tidak mengaturnya, DK tidak mempunyai kewenangan memberi
persetujuan atau bantuan kepada Direksi dalam melakukan perbuatan
hukum tertentu. Jika AD Perseroan tidak mengakomodir anjuran dan
arahan Pasal 117 tersebut, kewenangan itu tidak dimiliki OK. Kewe-
nangannya hanya tetap terbatas melaksanakan tugas/fungsi penga-
wasan dan pemberian nasihat.
Sejauh mana kewenangan pemberian persetujuan atau pemberian
bantuan yang dapat diatur dalam AD Perseroan? Kuantitas dan
kualitasnya, berpedoman kepada ketentuan Pasal 117 UUPT 2007,
dengan ruang lingkup seperti yang diuraikan berikut ini.

1. Kewenangan Memberikan Persetujuan


Kuantitas dan kualitas kewenangan pemberian persetujuan DK kepada
Direksi dalam melakukan perbuatan hukum tertentu yang dapat diatur
dalam AD Perseroan, perlu dimengerti lebih dahulu cara dan maksud
pemberian persetujuan sesuai yang dikehendaki UUPT 2007, yakni
pemberian persetujuan DK kepada Direksi adalah
'~ tertulis
U
,

pemberian persetujuan tertulis tersebut kepada Direksi, dalam


melakukan perbuatan hukum tertentu (bijzonulere rechtshandeling,
special legal act), tidak bersifat umum untuk segala jenis perbuatan
hukum,
pemberian persetujuan DK kepada Direksi, bukan dalam rangka
melaksanakan tugas pengawasanmaupun pemberian nasihat,
selanjutnya, menurut Pasal 117 ayat (2), jika AD mengatur
filemberi kewenangan kepada DK memberi persetujuan kepada
Direksi untuk melakukan perbuatan hukum tertentu, sebaiknya
ditentukan pula persyaratan pemberian persetujuan itu.
Seterusnya, sejauh mana akibathukum yang mungkin terjadi
abilaAD mengatur ketentuan yang memberikan wewenang kepada
untuk memberikan persetujuan dalammelakukan perbuatan
ukumtertentu,merujuk kepada ketentuan Pasal 117 ayat (2).

Secara In ternal
ecarainternal, Direksi wajib menaatinya, oleh karena itu mesti
eminta persetujuan kepada DK, kalau perbuatan hukum itu
rmasuk kategori perbuatan hukum tertentu yang disebut dalam AD.
baliknya DK wajib memberikan persetujuan tertulis apabila
erbuatan hukum yang bersangkutan tidak melanggar ketentuan
erundang-undangan dan AD atau menolaknya apabila perbuatan
ukum itu melampaui batas kapasitas Perseroan.

Secara Eksternal
erdasar Pasal 117 ayat (2), terhadap pihak ketiga, pemberian
ersetujuan DK atas perbuatan hukum yang bersangkutan, tidak
utlak mengikat.
Meskipun perbuatan hukum yang dilakukan Direksi dengan
ihak ketiga tanpa persetujuan tertulis dari DK:
perbuatan hukum Direksi tersebut, tetap sah dan mengikat kepada
Perseroan dengan pihak ketiga,
dengan syarat, sepanjang pihak ketiga itu beriktikad baik (good
faith).
Yang dimaksud perbuatan hukum tetap mengikat Perseroari kewen,
menurut Penjelasan Pasall17 ayat (2) adalah perbuatan hukum yang dalam
dilakukan tanpa persetujuan DK sesuai ketentuan AD tetap mengikat
Perseroan, kecuali dapat dibuktikan pihak ketiga itu, tidak beriktikad 2. Ke
baik. Namun, hal itu tidak mengurangi tanggung jawab pribadi Seperti
Direksi maupun tanggung jawab secara tanggung renteng anggota hukum
Direksi sesuai ketentuan Pasal 97 ayat (4). menga
Jika diperhatikan penerapan ketentuan Pasall17 ayat (2) di atas, bantua
tindakan ultra vires" yang dilakukan Direksi karena melakukan
/I Kewen
perbuatan hukum tertentu tanpa mendapat persetujuan DK, serungga semua
melanggar AD: perbua
• tidak langsung mengakibatkan perbuatan hukum itu "batal demi Dr
hukum" terhadap pihak ketiga, AD be
• tetapi agar per,buatanultra vires Direksi itu "batal" dan tidak bantua
mempunyai kekuatan mengikat (krachteloos, ineffective) kepada diperh
pihak ketiga, hanya apabila pihak ketiga itu terbukti beriktikad
Pe
buruk (bad faith) dalam perbuatan hukum itu,
dalam
• namun sepanjang pihak ketiga itu beriktikad baik, perbuatan
bantuc
hukum yang cacat itu, tetap sah dan mengikat (wettig en bindend,
tin
lawfull and binding) kepada Perseroan.
2) pe
Penegakan hukum yang digariskan Pasal 117 ayat (2) tersebut, pe
cenderung atau hampir sama dengan prinsip European Community 3) pE
(EC) Act 1972. Section 9 (1) Act 1972 menegaskan penegakan prinsip mt
good faith atas ultra vires yang dilakukan Direksi Perseroan, antara Pe
lain menggariskan:
Se
1) seseorang yang berhubungan dengan Perseroan secara good faith
agar P
dalam suatu transaksi atau kontrak yang dibuat Direksi, dianggap
M
tindakan Direksi itu dalam ruang lingkup kapasitas Perseroan,
perbu
2) oleh karena itu, good faith pihak ketiga dalam transaksi atau
bantu
kontrak tersebut, tidak perlu dibuktikan oleh pihak ketiga, karena
perset
dia tidak terikat untuk menanyakan kepada Direksi, apakah
1) te
transaksi atau kontrak itu masih dalam ruang lingkup tujuan
kapasitas Perseroan.
n,
ta
Pokok-pokok SUbstansl yang u..I.V.I.'-f.A.l.f.A.I.'-<A-LL

diatur dalam AD, apabila Perseroan menghendaki HH::UlV\.-U

Hukum Perseroall Terbatas


'wenangankepada DK untuk memberi persetujuan·.kepada Direksi
'ram melakukan perbuatan hukum tertentu.
Kewenangan Pemberian Bantuan
perti halnya pemberian persetujuan untuk melakukan perbuatan
kum tertentu, Pasal117 juga memberi hak kepada Perseroan untuk
rgatur dalam AD pemberian kewenangan kepada DK memberi
tuan kepada Direksi dalam melakukan perbuatan hukum tertentu.
wenangan memberi bantuan, tidak bersifat generalisasi untuk
ua perbuatan hukum. Tetapi terbatas pemberian bantuan dalam
'buatan hukum tertentu (bijzondere rechtshandeling, special legal act).
mengetahui ketentuan apa saja yang perlu diatur dalam
berkaitan dengan pemberian wewenang kepada DK memberi
tuan kepada Direksi dalam melakukan perbuatan tertentu, perlu
erhatikan Pasal 117 dan Penjelasannya.
Pertama-tama perlu diperhatikan apa maksud pemberian bantuan
am melakukan perbuatan hukum tertentu. Yang dimaksud dengan
tuan menurut Pasal 117 ayat (1):
tindakan DK Hmendampingi" Direksi,
pendampingan dilakukan DK kepada Direksi dalam melakukan
perbuatan hukum tertentu,
pemberian bantuan dalam bentuk pendampingan, bukan
merupakan tindakan pengawasan DK terhadap pengurusan
Perseroan yang dijalankan Direksi.
Selanjutnya Pasal117 ayat (2) memerintahkan atau menganjurkan,
ar AD mengatur persyaratan pemberian bantuan.
Mengenai akibat hukum apabila Direksi bertindak melakukan
rbuatan hukum tanpa bantuan DK padahal menurut AD harus atas
tuan DK, sama penerapannya dengan tindakan Direksi tanpa
rsetujuan DK, seperti yang dijelaskan di atas:
tetap mengikat Perseroan, sepanjang pihak ketiga beriktikad baik,
namun hal itu, tidak mengurangi tanggung jawab pribadi secara
tanggung renteng. dari setiap. anggota Direksi, apabila hal itu
menimbulkankerugian kepada Perseroan.
Demikian pokok-pokok yang perlu diatur dalam AD apabi Oleh:
Perseroan menghendaki memberi wewenang kepada DK
DI<
memberi bantuan kepada Direksi dalam melakukan perbuat engangl
hukum tertentu. enturan

F. TINDAKAN PENGURUSAN
Pasal 118 UUPT 2007, memberi hak kepada Perseroan : SelaI
mengatur dalam AD atau dalam Keputusan RUPS mengenai tindak Berla
"pengurusan" DK. alam m,
Undang-undang membolehkan AD atau Keputusan K, berIc
mengatur ketentuan yang memberi hak dan kewenangan kepada ewenan~

untuk melakukan tindakan pengurusan Perseroan. Hak alam ba


kewenangan itu dapat dilakukan DK, berdasar keadaan berikut. 'ebagairr
etentuar
1. Dalam Hal Tertentu iatur pa
i luar F
Yang dimaksud dengan hal tertentu menurut Penjelasan Pasal
etentuar
ayat (1), antara lain keadaan seperti yang dimaksud Pasal 99 ayat
erhadap
huruf b dan Pasal 107 huruf c, yakni:
ang mel
1) apabila seluruh anggota Direksi mempunyai benturan kep
tingan dengan Perseroan (Pasal 99 ayat (2) dan huruf b),
2) dalam hal seluruh anggota Direksi berhalangan atau diberhentik • PEM
(Pasal 107 huruf c).
Dalam keadaan yang demikian, rasional dan objektif diberi
dan kewenangan kepada DK bertindak mengurus Perseroan, supa
Perseroan dapat terus melakukan kegiatan usahanya.
Berti1
2. Untuk Jangka Waktu Tertentu ihubun
Menurut Penjelasan Pasal 118 ayat (1), pemberian hak kepada ireksi,
melakukan tindakan pengurusan Perseroan, bertujuan memberik ebagai 1
wewenang kepada DK untuk melakukan pengurusan Perseroan dal
hal seluruh angggota Direksi "tidak ada".
Dengan demikian, pemberian hak dan wewenang itu, dapa
dimaksudkan untuk jangka waktu yang panjang. Tetapi bersifat t
porer untuk sementara waktu, menunggu sampai dapat
kekosongan Direksi. sahcu
sYJl AD ap£l Oleh karena itu, untuk menghindari terjadinya tindakan pengu-
'ada DK san DK yang berkepanjangan, harus segera dilakukanproses
kan perbu engangkatan anggota Direksi baru, atau segera menyelesaikan
enturan kepentingan yang terjadi antara anggota Direksi dengan
erseroan.

Selama Melakukan Tindakan Pengurusan, kepada DK


Berlaku Semua Ketentuan .yang Berlaku terhadap Direksi
alam melakukan tindakan pengurusan Perseroan yang dilakukan
K, berlaku semua ketentuan yang menyangkut Direksi, seperti
ewenangan dan hak pengurusan sesuai dengan kebijakan yang tepat
alambatas-batas yang ditentukan dalam undang-undang atau AD,
ebagaimana yang diatur dalam Pasal 92 ayat (2). Jugaberlaku
etentuan yang mengatur kewajiban dan tanggung jawab Direksi yang
1atur pada Pasal97. Serta berhak mewakili Perseroan di dalam dan
i Iuar pengadilan yang digariskan Pasal 98. Pokoknya semua
etentuan yarig menyangkut hak, w€wenarig dan kewajiban Direksi
erhadap Perseroan dan pihak ketiga, berlaku sepenuhnya kepada DK
ang melaksanakan tindakan pengurusan.

• PEMBERHENTIAN ANGGOTA OK
asal 119 mengatur pemberhentian anggota DK. Menurut pasal
etentuan pemberhentian anggota Direksi sebagaimana yang diatur
ada Pasal105 mutatis mutandis beriaku bagi pemberhentian anggota
K.
Bertitik tolak dari ketentuan Pasal 119 jo Pasal lOS UUPT 2007,
ihubungkan dengan uraian mengenai pemberhentian anggota
ireksi, maka proses pemberhentian anggota DK dapat diringkas
ebagai berikut.

. Prinsip Pemberhentian Anggota DK


dapat diberhentikan sewaktu-waktu oleh RUPS,
pemberian kewenangan kepada RUPS memberhentikan anggota
DK: sewaktu-waktu, merupakan kekuasaan utama pemegang
saham mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan DK,
c. kewenangan pemegang saham sebagai pemilik Perseroan
memberhentikan anggota DK sewaktu-waktu melalui RUPS,
merupakan kewenangan yang inherent yang tidak dapat dicabut,
d. pemberhentian anggota DK oleh RUPS, harus berdasar alasan,
antara lain:
1) melakukan kesalahan atau kelalaian dalam bentuk melanggar
kewajiban iktikad baik melaksanakan tugas pengawasan dan
pemberian nasihat kepada Direksi dalam menjalankan
pengurusan Perseroan,
2) tidak cakap dan tidak tekun melaksanakan tugas pengawasan
dan pemberian nasihat,
3) menggunakan uang Perseroan untuk kepentingan pribadi, 4;
4) mengambil atau menggelapkan harta kekayaan Perseroan
untuk kepentingan pribadi,
5) melakukan tugas pengawasan dan pemberian nasihat untuk b.
tujuan yang tidak wajar, P
6) melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan dalam fJ']

tugas pengawasan dan pemberian nasihat. fi


Lebih lanjut tentang hal ini, dapat dilihat pada uraian yang me- rt
nyangkut prinsip-prinsip pemberhentian anggota Direksi. 1

2. Tata Cara Pemberhentian Anggota DK Melalui RUPS 2


Tata cara pemberhentian anggota DK melalui RUPS, dapat dilakukan
dalam dua bentuk: 3

a. Pemberhentian Anggota DK oleh Pemegang Saham melalui Forum


RUPS Secara Fisik u
1) pemegang saham mengadakan RUPSLB (tidak boleh RUPS 1
tahunan) dengan mata acara/agenda khusus membicarakan
pemberhentian anggota DK tersebut,
2) keputusan pemberhentian RUPS disertai dengan alasan,
3) RUPS wajib memberi kesempatan lebih dahulu kepada anggota 2
DK yang bersangkutan membela diri:
• sebelum RUPS mengambil keputusan pemberhentian,
lebih dahulu memberi kesempatan kepada anggota DK yang

Hukum Perseroan Terbatas


akan diberhentikan menyampaikan pembelaan diri.
Ketentuan ini bersifat "imperatif".Olehkarena itu wajib
dipatuhi. Pemberhentian tanpa lebih dahulu memberi
kesempatan membela diri kepada anggota DK tersebut,
merupakan keputusan pemberhentian yang sejak semula batal
demi hukum (ipso jure null and void ab initio),
• pernbelaan dilakukan secara in person, tidak dapat diwakilkan
kepada kuasa,
pembelaan diri disampaikan langsung dalam RUPS tidak
dibenarkan disampaikan secara tertulis tanpa dibacakan dalam
forum RUPS.
kesempatan menyampaikan pembelaan diri tidak diperlukan
apabila anggota DK tersebut "menyetujui" pemberhentian.

Pemberhentian Anggota DK di Luar Forum RUPS Secara Fisik


sal 97 UUPT 2007, memberi hak kepada pemegang saham
engambil keputusan yang mengikat" di luar forum RUPS secara
ik. Sistern ini disebut "usul keputusan yang diedarkan" atau circular
olution dengan ,cara dan syarat:
mengirimkan secara tertulis usul yang akan diputuskan kepada
semua pemegang saham,
usul tersebut disetujui secara tertulis oleh seluruh pernegang
saham,
semua pemegang saham menandatangani usul yang telah disetujui
tersebut.
Sistem circular resolution, dapat diterapkan pemegang saham
memberhentikan anggota DK dengan ketentuan:
memberitahukan lebih dahulu anggota DK yang bersangkutan:
tentang rencana pemberhentian melalui cara circular
resolution,
€Itpemberitahuan dilakukan secara tertulis,
mernberi kesempatan kepada anggota DK yang bersangkutan
menyampaikan pembelaan diri:
sebelum peme-
gang saham melalui circular resolution mengambil keputusan,
• pembelaan diri oleh anggota DK yang akan diberhentikan
disampaikan secara tertulis. '

c. Efektifnya Pemberhentian Anggota DK


Tanggal efektifnya atau tanggal mulai berlaku pemberhentian, terdapat
tempat variabel berikut:
1) terhitung sejak tanggal RUPS ditutup,
2) terhitung sejak tanggal keputusan circular resolution disetujui dan
ditandatangani seluruh pemegang saham,
3) terhitung sejak tanggal yang ditetapkan sendiri dalam keputusan
RUPS, atau
4) terhitung sejak tanggal yang ditetapkan sendiri dalam keputusan
circular resolution.
Mengenai pemberhentian anggota DK yang dijelaskan di atas,
dapat dilihat kembali pembahasan pemberhentian anggota Direksi.
Akan tetapi ada penjelasan yang perlu ditambah. Sifat pemberhentian
anggota Direksi dapat terjadi secara penuh dan definitif oleh RUPS
maupun berdasar circular resolution. Tidak dikenal " pemberhentian
sementara" oleh DK. Pemberhentian anggota DK, langsung dan
definitif oleh RUPS atau melalui circular resolution. Tidak dikenal
pemberhentian sementara anggota DK.

H. KOMISARIS INDEPENDEN DAN KOMISARIS UTUSAN


SERTA KOMITE
Eksistensi dan kedudukan hukum Komisaris Independen (Kom
Independen) dan Komisaris Utusan (Kom Utusan), diatur pada Pasal
120, Pasal ini memberi hak regulasi bagi Perseroan untuk mengatur
ketentuan mengenai Kom Independen dan Kom Utusan. Sehubungan
dengan itu Pasal 120 memberi beberapa petunjuk landasan pokok
pengaturannya dalam AD Perseroan.

1. Komisaris
Bertitik tolak dari kata dan pengertian yuridis independen, terkandung
beberapa kriteria umum yang dapat dijadikan pedoman
pengangkatan Kom Independen. Kriterianya antara lain, secara objektif

Hukum Perseroan Terbatas


ang yang bersangkutan benar-benar independen, dan berasal dari
ar Perseroan, sehingga tidak terafiliasi dengan siapa pun dalam
rseroan. Kriteria selanjutnya, dia dipilih dan. diangkat menjadi
omisaris secara independen berdasar integritas dan kredibilitas serta
ompetensi yang dimilikinya, bukan karena faktor perkawanan,
~dekatan, ikatan bisnis, atau kekeluargaan.

Eksistensi dan Kedudukan Hukum Komisaris Independen


perti yang disinggung di atas, Pasal 120 ayat (1) mempergunakan
.tilah lIindependen" yang dicantolkan di belakang kata Komisaris.
rarti eksistensi dan kedudukan hu1<:umnya dalam lingkungan Organ
K, benar-benar diharapkan· independen.
Petunjuk yang diberi1<:an Pasal 120 ayat (2) serta Penjelasannya,
Laskan di engandung makna atau tujuan sentral pengertian maupun kebera-
199ota aan Komisaris Independen, dititikberatkan pada syarat, tidak
pemberhen erafiliasi dengan pihak manapun, terutama:
Litif oleh ) tidak terafiliasi dengan pemegang saham utama Perseroan,
pemberherit tidak mempunyai afiliasi dengan anggota Direksi Perseroan,
langsung tidak mempunyai kaitan afiliasi dengan anggota DK lainnya.
Tidakdi1<:e Selanjutnya Penjelasan Pasal 120 ayat (2) mengatakan, ji1<:a
erpedoman kepada tata kelola Perseroan yang baik (code of good
rporate governance) (GCG), Komisaris Independen adalah "Komisaris

Memperhatikan ketentuan di atas, terdapat indi1<:asi atau kecen-


~penden (l( erungan, keberadaan Komisaris Independen dikaitkan dengan
1tur padaPa rinsip-prinsip GCG, yakni
ntuk menga ) 1<:eterbukaan atau transparansi (transperancy, disclosure),
tn. Sehuburl akuntabilitas (accountability),
mdasan keadilan (fairness), dan
pertanggungjawaban (reponsibility).
Berarti, dengan adanya Kom. Independen, diharapkan jalannya
engurusan dan kebijakan Perseroan a1<:an lebih bersifat transparan,
1<:untabel, adil, dan bertanggung jawab, baik terhadap pemegang
am maupun kepada pemangku kepentingan (stakeholder) lainnya,
akni masyarakat dan lingkungan.
Kalau begitu, maksud utama adanya Kom Independen, bertujuan
agar Perseroan melaksanakan sepenuhnya prinsip-prinsip Gee
supaya tercipta dan perkembangan kondisi dan suasana kehidup~
kegiatan Perseroan yang lebih bersifat transparan, akuntabel, adil, dan
bertanggung jawab pada satu segi dan pada segi lain mengembangkan
keseimbangan suasana yang harmonis antara kepentingan pemegang
saham mayoritas dengan perlindungan kepentingan saham rninoritas
serta stakeholder lainnya.
Apakah eksistensi Kom Independen dalam Perseroan menurut
UUPT 2007 bersifat "imperatif"? Apakah AD Perseroan mesti atau
wajib mengatur Komisaris Independen? yang berakibat kalau tidak
diatur, permintaan pengesahannya ditolak oleh MENHUK dan HAM!
Tidak bersifat imperatif! Namun bersifat "fakultatif". Kalimat pertama
Pasal120 ayat (1) mempergunakan kata "dapat", bukan "wajib". Pasa!
120 ayat (1) berbunyi:
Anggaran dasar dapat mengatur adanya 1 (satu) orang atau lebih
Komisaris Independen dan 1 (satu) orang Komisaris Utusan."
Namun agar dapat dicapai dan dikembangkan penerapan dan
penegakan prinsip-prinsip GCG yang dikemukakan di atas, yang dapat
membina dan mengembangkan keseimbangan antara kepentingan
pemegang saham mayoritas dengan perlindungan kepentingan
pemegang saham minoritas dan stakeholder lainnya, sangat relevan
dan urgen untuk mengatur Kom. Independen dalam AD Perseroan,
terutama bagi Perseroan Tbk.

b. Jumlah Komisaris Independen


Menurut Pasal 120 ayat (1), jumlah Komisaris Independen:
• boleh 1 (satu) orang,
• boleh lebih dari 1 (satu) orang.
Camelia Malik, S.H., M.Hum dalam salah satu tulisannya12)
mempergunakan peraturan Pencatatan Bursa Efek Jakarta (BE}) No.

12) Berjudul: Implikasi Adanya Komisaris Independen Dalanl Perseroan Berdasar UU No. 40
Tahun 2007, dimuat da1am Maja1ah Hukum Bisnis Vo1um 26, No.3 Tahun 2007, hlm. 31
dan seterusnya.

Hukum Perseroan Terbatas


, tentang Ketentuan Umum PencatataIl. Efek tentang rasio jumlah
omisaris Independen untuk menentukan patokan jumlah Komisaris
dependen.Sebagaimanayang dimuat dalarn angka l-amenyebutkan
io Komisaris Independen, jumlahnya secara proporsional sebanding
enganjumlah saharn yang dimiliki oleh yang bukan pemegangsaharn
engendali, dengan ketentuan jumlah Komisaris Independen
kurang-kurangnya 300/0 (tiga puluh persen) dari keseluruhan jumlah
ggota Komisaris.
Patokan jumlah Kom. Independen yangdikemukakan di atas,
erbeda dengan yang diatur dalarn Surat Edaran BI No. 9/12/DPN~
ggal30 Mei 2007. Pada huruf Bangka 1, ditetapkan patokan jumlah
omisaris Independen jumlahnya paling sedikit. ataupaling kurang
,0/0 (lima puluh perseratus) dari jumlah anggota DK.. Dari ketentuan
. khusus bagi Perseroan yang kegiatan usahanya di bidang investasi
rbankan, jumlah Kom. Independen paling sedikit setengah dari
ah anggota DK, dan tidak boleh kurang dari batas minimal yang
.sebut di atas.
Terlepas daripada acuan yang dikemukakan di atas" UUPT 2007
ndiri tidak memberi pedoman cara menentukan jumlah Komisaris
dependen. Kalau begitu pada prinsipnya digantungkan pada
butuhan. Atau AD Perseroan yang bersangkutan dapat menentukan
io yang dianggap sesuai dengan sifat dan tujuan kegiatan usaha
rseroan.

Pengangkatan Komisaris Independen oIeh RUPS


::rdasar Pasal120 ayat (2) Komisaris Independen diangkat berdasar-
Keputusan RUPS. Jadi, RUPS yang berwenang mengangkat
,misaris Independen. Mengenai persyaratan pengangkatan, merujuk
pada ketentuan Pasal 110 ayat (1) dan Pasal 120 ,ayat (2), dengan
tentuan sebagai berikut.

) Persyaratan umum
rsyaratan umumnya sarna dengan yang berlaku kepada anggota
sebagaimana yang diatur pada Pasal110 ayat (1), yakni perorangan
ang cakap melakukan tindakan hukum dan waktu dalarn waktu 5
(lima) tahun sebelum pengangkatan:
a. tidak pemah dinyatakan pailit,
b. tidak pernah dinyatakan bersalah menyebabkan Perseroan
dinyatakan pailit, atau
c. tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang
merugikan keuangan negara atau sektor keuangan.

2) Syarat khusus
Syarat khusus diatur pada Pasal 128 ayat (2), yang terdiri atas:
• tidak terafiliasi dengan pemegang saham utama,
• tidak terafiliasi dengan anggota Direksi,
• tidak terafiliasi dengan anggota DK lainnya.
Sedang pengangkatannya, berdasar keputusan RUPS sesuai
ketentuan Pasal 120 ayat (2).

2. Komisaris Utusan
Selain Kom Independen, dapat juga diangkat Komisaris Utusan, sesuai
ketentuan berikut.

a. Jumlahnya
Komisaris Utusan diatur pada Pasal 120 ayat (3), sedang jumlahnya
diatur pada Pasal 120 ayat (1):
•. jumlahnya hanya 1 (satu) orang,
• tidak boleh lebih dari satu orang.
Oleh karena itu, jika bertitik tolak dari ketentuan Pasal 120 ayat
(1), AD Perseroan tidak boleh mengatur jumlah Komisaris Utusan
lebih dari 1 (satu) orang.

b. Kedudukan Hukumnya dan Penunjukannya'


Berdasar Pasal120 ayat (3), Komisaris Utusan merupakan bagian yang
tidak terpisah dari DK:
• Komisaris Utusan merupakan "salah seorang" anggota DK,
• dia"ditunjuk" menjadi Komisaris Utusan, berdasar Keputusan
Rapat DK.

Hukum Perseroan Terbatas


Yang mengangkatnya sebagai anggota DK memang RUPS sesuai
~ngan ketentuan Pasal 111 ayat (1). Namun yangmenunjuknya
enjadi Komisaris Utusan adalah DK yang dituangkan dalam bentuk
eputusan Rapat DK.

Tugas dan Wewenang Komisaris Utusan


entang tugas dan kewenangan Komisaris Utusan menurut Pasal 120
yat (4) ditetapkan dalam AD dengan ketentuan tidak bertentangan
engan tugas dan wewenang DK pada satu segi, dan tidak boleh
mengurangi tugas pengurusan yang dilakukan Direksi.

Komite
121 UUPT memperkenalkan Komite.Yang dimaksud dengan
menurut Penjelasan pasal itu, antara lain komite audit, komite
fEtnumerasi, dan komite nominasi.
Maksud dan tujuan pembentukan Komitemenurut Pasal121 ayat
(1), dalam rangka menjalankan tugaspengawasan yang disebut dalam
Pasal 108. Jadi bertujuan untuk lebih mengefektifkan pelaksanaan
tugas pengawasan yang menjadi wewenang DK.

Yang Berwenang Membentuk Komite


Yang berwenang membentuknya adalah DK. Haknya ada pada DK.
Sifatnya fakultif, yakni dapat dibentuk. Bukan bersifat imperatif.
Terserah sepenuhnya kepada kebijakan dan pertimbangan DK. RUPS
atau Direksi tidak berwenang mencampuri pembentukannya karena
benar-benar merupakan "hak otonomi// DK.

b. Keanggotaan dan Jumlahnya


Keanggotaan Komite diambil dari anggota DK. Anggotanya murni
diambil dari anggota DK. Dengan demikian, anggota Komite adalah
sekaligus anggota DK seperti halnya Komisaris Utusan.
Jumlah anggota Komite, boleh seorang atau lebih, tergantung
kebutuhan pada satu segi, dan jumlah keseluruhan anggota DK pada
segi lain.
c. Komite yang Dapat Dibentuk
Komite yang dapat dibentuk, berpedoman kepada Penjelasan Pasa!
121 ayat (1), antara lain:
1) Komite Audit,
2) Komite Renumerasi,
3) Komite Nominasi.
Undang-undang tidak membatasi. Boleh dibentuk Komite lain
sesuai dengan kebutuhan, dengan syarat asal masih dalam kerangka
menjalankan tugas pengawasan.

d. Komite Bertanggung Jawab kepada DK Mi


Hal ini ditegaskan pada Pasal 121 ayat (2) yang mengatakan, KOmite su
bertanggung jawab kepada DK. Hal itu logis dan proporsional. Anggota pE
Komite sendiri terdiri dari anggota DK. Dibentuk oleh DK. Oleh di
karena itu, wajar dan proporsional dia bertanggung jawab kepada
m
ov
badan yang membentuknya.
ti(
di
tic
p'
Pi
ju
tr

Y
d
h
a
g

1
2
3

Hukum Perseroan Terbatas


1an kepada Penjelasahp

BJ\B9

Boleh dibentuk
t asal masih dalam I/o.,.","",':":

DK Iv1enurut Andrew Hicks & SH Goo, dari sudut praktik dan ekonomi,
2) yang mengatakan, ~~litlnelllberi.kategoriyang tepat·.terhadap pengertian penggabtillgan,

~s dan proporsional. ~~lebur~nmaupun pengambilalihan P~rs~roan. Sangat banyak

K.. Dibentuk olel} DK. ~~:pergunakan terminologi yang bermunqllan yang mengandung

bertanggung jawab makria yang sama, seperti merger, amalgamation, reconstruction, take
~~ef, dan sebagainya. Semua istilahitu hampir lllempunyaipenger-
Iian atau definisi yang tidak. jelas1).·'Pendapat yang seperti itu, juga
~i~emu~akanCharlesworth and Morse.. Terjadi. campur~~llk penge~­
It~ an an .
tara yang satu deng y ang lain mengenai penggabung~ dan
~eleburan maupul1. pengambilalihan Pers~roan..Oleh karena itu,
penerapan rekonstruksi Perseroan yang disebut amalgamation, bisa
juga disebut take· over yang meliputi pengertian acquisition of share in
the company by another company2).
Memperhatikan apa yang dikemukakan di atas, dikaitkan dengan
yang diatur padaBAB VIIIUUPT 2007, bentuk-bentuk yang disebut
di dalamnya pada dasarnya berada dalam suatu lingkup tindakan
hukum "rekonstruksi" Perseroan yang secara umum disebut take-over
atau amalgation. Oleh BAB VIII tersebutdipergunakan. istilah Peng-
gabungan,.Peleburan; Pengambilalihan dan. Pemis$an.
Campur aduk antara.istilah merger dengan peleburan, ·misalnya
dapat dibacadalam Kamus Lengkap Ekonomi3 ). Dikatakan antara lain,

Ibid., Cases & Material On Company Law, hlm. 514.


Ibid., Company Law, hlm. 834.
Syahrul, S.B., Muhammas Afdi Nizar SE, Ardiyas, Kamus Lengkap Ekonomi, Istilah-
Istilah Akuntansi Keuangan dan Investasi, Citra Barta Prima, Jakarta 2000, hlm. 836.
Merger (merger/peleburan) adalah gabungan dari dua atau lebih
perusahaan melalui pemusatan kepentingan yang perkiraannya
digabungkan suatu pembelian yang jumlahnya dibayar melebihi dan
di atas nilai buku perusahaan yang diakuisisi, dicatat dalam
pembukuan pembeli sebagai good will, atau suatu konsolidasi, di mana hal
. suatu perusahaan baru dibentuk untuk mendapatkan aktiva bersih 27
dari perusahaan yang bergabung. Memperhatikan pengertian di atas,
tampak adanya campur aduk antara merger, peleburan, akuisisi, atau
konsolidasi. Tidak jelas di mana batas antara bentuk-bentuk tindakan
hukum dalam penjelasan tersebut.
Terlepas dari kekacauan istilah yang digambarkan di atas, BAB
VIII UUPT 2007, telah mengatur bentuk-bentuk tindakan restruk- peJ
turisasi Perseroan yang dibenarkan hukum. Terdiri atas Penggabungan, mel
Peleburan, Pengambilalihan, dan Pemisahan Perseroan. Sehubungan gw
dengan itu bentuk-bentuk tindakan hukum itulah yang akan dijelas- isti
kan satu per satu pada bagian ini. Dan peraturan pelaksana yang
dipergunakan untuk mendukung uraian ini masih bertitik tolak dari UI
PP No. 27 Tahun 1998, karena sampai sekarang ketentuan mengenai dis
Penggabungan, Peleburan, atau Pengambilalihan yang disebut Pasal 1)
134 belum terbit. Oleh karena itu, sesuai dengan ketentuan Pasal159,
peraturan pelaksana UUPT 1995, termasuk di antaranya PP No. 27
Tahun 1998, tetap berlaku sampai diganti dengan yang baru.

A. PENGGABUNGAN
Pada bagian ini akan dijelaskan ruang lingkup yang berkaitan dengan
Penggabungan, seperti yang dijelaskan di bawah ini. 2)

1. Pengertian Penggabungan
Pertama-tama mari kita lihat pengertian Penggabungan yang dikemu- ter
kakan pada Pasal1 angka 9 UUPT 2007 yang berbunyi: pal
Penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu yaJ
Perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan Perseroan
lain yang telah ada yang mengakibatkan aktiva dan pasiva dari
Perseroan yang menggabungkan diri beralih karena hukum
4
Perseroan yang menerima penggabungan dan selanjutnya status 5

Hukum Perseroan Terbatas


badan hukum Perseroan yang menggabungkandiri berakhir karena
hukum.
Pengertian yang dikemukakan pada Pasal 1 angka 9 UUPT 2007,
h~TrInlr sama dengan yang dirumuskan pada Pasal1 angka 1 PP No.
1998, tetapi lebih singkat, yang berbunyi:
Penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu
Perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan Perseroan
lain yang telah ada dan selanjutnya Perseroan yang menggabungkan
diri bubar.
Kamus Belanda-Indonesia4), mempergunakan istilah fusie terhadap
pengertian penggabungan. Namun juga mempergunakan istilah
Jjterger, overname, dan consolidatie. Adapun ]uridicche Lexicon, memper-
gunakan padanan merger dalam terminus Inggris dengan fusie dalam
istilah Belanda.
Bertitik tolak dari pengertian yang dikemukakan Pasall angka 9
UUPT 2007 maupun Pasal 1 angkal PP No. 27 Tahun 1998, dapat
disimpulkan hal-hal berikut:
1) penggabungan merupakan merger dari dua Perseroan atau lebih
ke dalam satu Perseroan.
Oleh Charlesworth and Morse disimpulkannya dalam kalimat:
An Amalgamation is merger of two or more company into one. S)
Jadi, paling sedikit terdapat dua Perseroan yang telah berdiri.
Kemudian salah satu di antaranya menggabungkan diri kepada
yang lain.
Perseroan yang menggabungkan diri menjadi berakhir atau bubar
karena hukum (vanrechtswege eindigen, to be terminated ipso jure).
Berakhir atau bubarnya Perseroan yang menggabungkan diri,
l.~.LJUu..L tanpa dilakukan likuidasi ·terlebih dahulu. Hal ini ditegaskan
122ayat (2). Yangtinggal daneksis berdiri aqalah Perseroan
menerima Penggabungan.

Ibid., Marjarme Tennoorzhuizen, hlm. 11.


Ibid., Company Law, hlm. 834.
Terkadang, dalam rangka merealisasi Penggabungan antara sarna,
beberapa Perseroan, terlebih dahulu didirikan Perseroan baru yang tidak
akan menjadi wadah tempat bergabung. Sebagai contoh signifikan,
kasus Penggabungan beberapa Bank BUMN yang terdiri atas Bank d. C
Dagang Negara (BDN), Bank Pembangunan Indonesia (BAPINDO), Bentu
Bank Bumi Daya (BBD), dan Bank Ekspor Import Indonesia (Bank yang.
Exim). Sebelum bergabung, terlebih dahulu didirikan Bank Mandiri
dengan Akta Pendirian tanggal 2 Oktober 1998 yang disahkan oleh 2. A
Menteri Kehakiman pada tanggal 2 Oktober 1998 No. C2-16561 HT
Berda
0.1 Th 98. Setelah itu baru diadakan tindakan hukum penggabungan.
PPN<
Atau mendirikan lebih dahulu Bank Mandiri sebagai Perseroan. hukUl
Penggabung Bank-Bank yang disebut di atas ke dalarn Bank Mandiri,
bukan Peleburan, karena keberadaan Bank Mandiri tidak membentuk
a. A
atau mendirikan Perseroan baru. Yang tetap eksis Bank Mandiri,
Akib(
sedang BDN, BAPINDO, BBD dan Bank Exim, karena hukum bubar
Perse:
dan berakhir tanpa memerlukan likuidasi terlebih dahulu.
by the
Selanjutnya dalarn teori, dijumpai bentuk klasifikasi merger, antara
Peng~
lain sebagai berikut.
b. A
a. Horizontal Merger
Akib,
Horizontal merger, merupakan penggabungan dua atau lebih Peseroan PersE
dalarn kegiatan usaha atau bisnis yang sarna seperti kasus pengga- huku
bungan Bank Mandiri dengan BDN, BAPINDO, BBD, dan Bank Exim,
Peng:
termasuk klasifikasi Horizontal Merger. Sebab semua Perseroan yang
bergabung, kegiatan usahanya sarna, yakni sarna-sarna menyeleng- c. A
garakan bisnis perbankan.
Akib(
huku
b. Vertical Merger
huku
Klasifikasi kedua disebut Vertical Merger Penggabungan 2 ,(dua) atau 1) F
lebih Perseroan, dan di antara Peseroan yang bergabung terdapat s
keterkaitan antara input dan output maupun keterkaitan pemasaran. 2) E

c. Congenitive Merger 3. 5
Makna Congenitive Merger adalah penggabung 2 (dua) atau Yang
Perseroan yang kegiatan usahanya sejenis atau dalarn industri yang Pasal
sarna, narnun tidak memproduksi barang produk yang sarna dan juga
tidak ada keterkaitan supplier.

Conglomerate Merger
ini merupakan penggabungan 2. (dua) ataU. .lebih Perseroan
yang kegiatan usahanya di bidangindustri yang berbeda.

~. Akibat Hukum Penggabungan


13erdasarPasal1 angka 8 dan Pasal·123 ayat (3) UUPT 2007, jo; Pasal 3
PPNo.· 27 Tahun 1998,Penggabungan menimbulkan beberapa akibat
hukum, yang terpenting di antaranya sebagai berikut.

Akibat Hukum terhadap Aktiva dan Pasiva


'.Akibatpertama m.engenai aktiva dan pasiva. .Aktiva dan pasiva
Perseroan yang menggabungkan diri, karena hukum (van rechtswege,
the law) "beralih" sepenuhnya kepadaPerseroan yang menerima
Penggabungan.

Akibat Hukum kepada Pemegang Saham


.Akibat yang kedua,menyangkut pemegang saharn. Pemegang saharn
Perseroan yang menggabungkan diri, karenahukum atau demi
J:1ukum menjadi pemegang saharn pada Perseroan yang menerima
Penggabungan.

c. AkibatHukum kepada Perseroan yang Menggabungkan Diri


.Akibat selanjutnya yang dianggap pertting, menyangkut status badan
hukum Perseroan yang menggabungkandiri. Dalarnhal inikarena
hukum atau demi hukum:
Perseroan yang menggabungkan diri lenyap dan berakhir statusnya
sebagai ··badan· hukum,
13erakhimya terhitung sejak tanggal Penggabungan mulai berlaku.

Syarat Penggabungan
Yang dimaksud dengan syarat Penggabungan menurutPenjelasan
Pasal 126 ayat (I), Penggabungan tidak dapat dilaksanakan apabila
merugikan kepentingan pihak-pihak tertentu. Kepentingan pihak-
pihak tertentu disebut satu-persatu pada Pasal126 ayat (1) UUPT 2007,
jo. Pasal 4 ayat (1) PP No. 27 Tahun 1998.
Oleh karena Penjelasan Pasal 126 ayat (1) mengatakan Pengga-
bungan tidak dapat dilaksanakan apabila merugikan kepentingan
pihak-pihak tertentu, dapat ditafsirkan dan dikonstruksi, kepentingan
pihak-pihak tertentu tersebut merupakan syarat yang tidak boleh
dilanggar pada perbuatan hukum Penggabungan. Hal itu pun
ditegaskan Pasal126 ayat (1), bahwa perbuatan hukum Penggabungan
"wajib memperhatikan kepentingan pihak tertentu" yang terdiri atas
a. kepentingan Perseroan, pemegang saham minoritas, karyawan
Perseroan,
b. kepentingan kreditor dan mitra usaha lainnya dari Perseroan, dan
c. kepentingan masyarakat dan persaingan sehat dalam melakukan
usaha.
Syarat yang dikemukakan di atas, bersifat "kumulatif", sehingga
satu saja di antaranya dilanggar, 'mengakibatkan perbuatan hukum
Penggabungan tidak dapat dilaksanakan.
Selain syarat dimaksud, Pasal 123 ayat (4) menambah satu lagi
syarat bagi Perseroan tertentu yang akan melakukan Penggabungan
Syaratnya, perlumendapat "persetujuan" dari "instansi terkait". Menu-
rut Penjelasan pasal ini, yang dimaksud Perseroan tertentu yang
memerlukan persyaratan persetujuan dari instansi terkait adalah
Perseroan yang mempunyai "bidang usaha khusus". Antara lain
lembaga keuangan bank dan yang nonbank. Sedang yang dimaksud
dengan instansi terkait, antara lain Bank Indonesia (BI) untuk
Penggabungan Perseroan Perbankan.

4. Rancangan Penggabungan
Rancangan Penggabungan meliputi masalah penyusunan Rancangan
dan isi Rancangan, seperti yang dijelaskan berikut ini.

a. Penyusunan Rancangan Penggabungan


Pasal123 mengatur langkah atau proses pertama yang mesti UHUJ.'U",,-,-,L
Perseroan yang akan menggabungkan diri. Antara Perseroan yang akan

P"rc.orn<:>n Terbatas
menggabungkan diridengan Perseroan yang akan menerima
Penggabungan, harus menempuh langkah. pertama. terlebih dahulu,
yaitu Menyusun Rancangan Penggabungan.
Sehubungan dengan masalah penyusunan Rancangan Pengga-
bungan terdapat dua versi sebagai berikut. Pertama, versi Pasal 7 ayat
PPNo. 27 Tahun 1998:
Direksi Perseroan yang akan menerima· dan yang akan mengga-
bungkan diri, masing.:masingmenyusun ifUsulan Rancangan
Penggabungan",
Usulan} Rancangan Penggabungan yangdibuat oleh Direksi
masing-masing, wajib mendapat persetujuan DKmereka.
Kedua, versi Pasal 123 ayat (1) dan ayat (3) UUPT 2007. Pasal ini
idaKada menyebut .penyusunan usul Rancangan Penggabungan,
langsung menyebut:
Rancang )Penpgabungan,
an
an
yangmenyusun Rancang Penggabungan adalahDireksi yang
akan menggabungkan diri dan. yang akan menerimaPengga-
bungan, (Pasal 123 ayat (1)),
setelah Rancangan Penggabungan selesai dipusun, baru· diminta
persetujuan dari masing-masing DK Perseroan, (Pasal 123 ayat
(3)),
apabila DK masing-masing Perseroan memberi persetujuan
kepada Rancangan Penggabungan, barulah Rancangan itu diaju-
kan kepada masing-masing RUPS Perseroan untuk mendapat
persetujuan (Pasal123 ayat (3).
Pada dasarnya kedua versi itu hampi:r; tidak (lda bedanya.Hanya
apa yang diatur pada Pasal 123 ayat (1) dan ayat (3) UUPT 2007,
sederhana dan efektif.

lsi RancanganPenggabungan
Rasal. 123 ayat (2) mengatur hal-hal yang dimuat dalam Rancangan
Penggabungan. Sekurang-kurangnya harus memuat:
nama dan tempat kedudukan dari setiap Perseroan yang akan
melakukan Penggabungan;
b. alasan serta penjelasan Direksi Perseroan yang akan melakukan
Penggabungan dan persyaratan Penggabungan;
e. tata eara penilaian dan konvensi saham Perseroan yang mengga_
bungkan diri terhadap saham Perseroan yang menerima
Penggabungan;
Menurut Penjelasan Pasal 123 ayat (2) huruf e, dalam tata eara
konversi saham ditetapkan "harga wajar" saham dari Perseroan
yang menerima Penggabungan untuk menentukan "perban-
dingan" penukaran saham dalam rangka konversi saham;
d. raneangan perubahan anggaran dasar Perseroan yang menerima
Penggabungan, bila ada;
Menurut Penjelasan Pasal 123 ayat (2) huruf d, raneangan
perubahan AD hanya dianjurkan sebagai bagian dari usulan
apabila Penggabungan tersebut menyebabkan adanya perubahan
AD.
e. laporan keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (2)
huruf a meliputi 3 (tiga) tahun buku terakhir dari setiap Perseroan
yang akan melakukan Penggabungan;
Yang dimaksud dengan 3 (tiga) tahun terakhir dari Perseroan
menurut Penjelasan pasal ini, adalah yang keseluruhannya
meneakup 36 (tiga puluh enam) bulan.
f. reneana kelanjutan atau pengakhiran kegiatan usaha dari Perseroan
yang akan melakukan Penggabungan;
g. neraea proforma Perseroan yang menerima Penggabungan sesuai
dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. I

Yang dimaksud dengan neraea proforma adalah neraea yang I


disusun berdasarkan perhitungan transaksi atau kegiatan usaha 1
dalam suatu periode yang akan datang (proforma balance sheet).
Neraea proforma biasanya dijadikan target posisi keuangan yang 1
harus dieapai suatu badan usaha;6) c
h. eara penyelesaian status, hak dan kewajiban anggota Direksi, c'-
Dewan Komisaris dan karyawan yang akan melakukan Pengga- r
bungan diri;
1
6 Johar Arifin, Muhammad Fakllludin, KamliS Istilah Pasar Modal, Akllntansi Kellangan
1
dan Perbankan, PT Elex Media Komputindo, Jakarta, him. 235. l

Hukum Perseroan Terbatas


cara penyelesaian hak dan kewajiban Perseroan yang akan
melLggabungkan diri terhadap pihak ketiga;
cara penyelesaianhak pemegang saham yang tidak setuju terhadap
Penggabungan. Perseroan;
nama anggota Direksi dan Dewan Komisaris serta gaji honorarium
dan tunjangan bagianggota Direksi dan Dewan Komisaris
Perseroan yang menerima Penggabungan;
perkiraan jangka waktu pelaksanaan Penggabungan;
laporan mengenai keadaan, perkembangan, dan hasil yang dicapai
dari setiap Perseroan yang akan melakukan Penggabungan;
kegiatan utama setiap Perseroan yang melakukan Penggabungan
dan perubahan yang terjadi selama tahun buku yang sedang
berjalan;
rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang sedang
berjalan yang mempengaruhi kegiatan Perseroan yang akan
melakukan Penggabungan.
Seperti yang sudah disinggung di atas, Rancangan Penggabungan:
hams mendapat persetujuan DKmasing-masing Perseroan yang
akan bergabung,
setelah DK masing-masing memberikan persetujuan, baru diaju-
kan kepada RUPS masing-masing Perseroan untuk mendapat
persetujuan.
Sedang bagi Perseroan tertentu selain Rancangan Penggabungan
~~nclapatpersetujttan DK dan RUPS masing-masing, perlu mendapat
persetujuan terlebih dahuluclari Uinstansi terkait" sesuai dengan
tetentuan peraturan perundang;-.undangan.
Menurut Penjelasan Pasal123 ayat (4), Perseroan tertentu dalam
lsonteks· ini adalah Perseroan yangmempunyai bidang usaha khusus,
fWtaralain lembaga keuangan bank dan Jembaga keuangan nonbank.
Selanjutnya yang dimaksud uinst.ansi terkaif' antara lain Bank Indo-
nesia (BI) untuk. Penggabungan I?erseroan perbankan.
Selain daripada itu,. sesuai p.engaI). Pasal 123 ayat (5), semua
dikemukakan di. atas, berlaku juga bagi Perseroan
C:U.fU.l'.Q sepanjang tidakdiatur lain dalam peraturan perundang-

undangan di bidang Pasar Modal.


5. Sahnya Keputusan RUPS Mengenai Penggabungan
Pasal 127 mengatur kuorum kehadiran dan pengambilan keputusan
RUPS dalam rangka Penggabungan. Pada prinsipnya kuorum dan
pengambilan keputusan, merujuk kepada ketentuan Pasal 89 dan
Pasal 87 ayat (1) UUPT 2007. Hal ini ditegaskan oleh Pasal 127 ayat (1)
yang mengatakarl keputusan RUPS dalam rangka Penggabungan sah
apabila diambil sesuai dengan ketentuan Pasal 87 ayat (1) dan Pasal
89.

a. Kuorum Kehadiran yang Sah


Sesuai dengan ketentuan Pasal 89 ayat (1), RUPS untuk menyetujui
Penggabungan hanya dapat dilangsungkan jika dalam rapat paling
sedikit 3/4 (tiga perempat) bagian dari jumlah seluruh saham dengan
hak suara, hadir atau diwakili dalam RUPS.
Kurang dari jumlah tersebut, RUPS tidak dapat dilangsungkan.
AD Perseroan, tidak dibenarkan atau dilarang mengatur kuorum
kehadiran yang "lebih kedl" dari 3/4 (tiga perempat) bagian dari jumlah
seluruh saham dengan hak suara.
Akan tetapi, sebaliknya Pasal 89 ayat (1) membolehkan AD
mengatur kuorum kehadiran yang "lebih besar" daripada 3/4 (tiga
perempat) bagian.

b. Keputusan RUPS yang Sah


Pada prinsipnya keputusan RUPS dalam rangka memberi persetujuan
Peng-gabungan sah menurut Pasal89 ayat (1), apabila disetujui paling
sedikit 3/4 (tiga perempat) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan
dalam RUPS tersebut.
Dalam hal ini pun AD Perseroan tidak boleh atau dilarang
mengatur jumlah yang "lebih kedl" dari 3/4 (tiga perempat). Namun
sebaliknya, dibolehkan AD menetapkan jumlah yang "lebih besar"
dari 3/4 (tiga perempat) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan.
Tanpa mengurangi prinsip pengambilan keputusan RUPS yang
dijelaskan di atas, perlu diperhatikan ketentuan Pasal 127 ayat (1).
Pasal ini memperingatkan, dalam mengambil keputusan, RUPS harus
berpedoman kepada ketentuan Pasal 87 ayat (1), yang berbunyi:

Hukum Perseroan Terbatas


Keputusan RUPS diambil berdasarkan musyawarah untuk mufakat.
Penjelasan pasal ini mengatakan, yang dimaksud dengan
!!musyawarah untuk mufakat" adalah hasil kesepakatan yang disetujui
oleh pemegang saham yang hadir atau diwakili dalam RUPS.
Sehubungan dengan itu, cara mengambil keputusan RUPS dalam
rangka Penggabungan Perseroan yang harus diterapkan dan
qitegakkan:
1) prioritas pertama, didahulukan dan diupayakan keplltusan diambil
dengan cara musyawarah untuk mufakat, sehingga dapat
menghasilkan keputusan RUPS yang disetujui bersama oleh
pemegang saham yang hadir atau diwakili dalam RUPS,
namun apabila gagal mengambil keputusan dengan cara musya-
warah untuk mufakat yang digariskan Pasal 87 ayat (1) dimaksud,
baru diterapkan dan ditegakkan ketentuan yang ditetapkan Pasal
89 ayat (1), yakni keputusan RUPS sah apabila disetujui paling
sedikit 3/4 (tiga perempat) bagi dari jumlah suara yang
dikeluarkan.
Bagaimana halnya jika kuorum kehadiran tidak tercapai? Mengenai
hal ini pun sudah dibahas pada waktu membicarakan Pasal 89. Dalam
fembahasan itu telah diterangkan, Pasal89 ayat (2), ayat(3), dan ayat
}~). membolehkan diadakan RUPS kedua maupun RUPS ketiga. Jika
RUPS pertama tidak mencapai atau gagal mencapai kuorum, dapat
diadakan RUPS keduadengan kuorum kehadiran paling sedikit:
2/3 (dua pertiga) bagian dari jumlah selurllh saham dengan hak
suara, hadir atau diwakili dalam RUPS,
sedangkeputusan sah jika disetujui paling sedikit 3/4 (tiga
perempat) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan.
Sekiranya RUPS kedua ini gagal karena tidak mencapai kuorum,
dapat lagi diadakan RUPS ketiga dengan jalan Perseroan mengajukan
permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri agar ditetapkan kuorum
gups ketiga sesuai dengan ketentuan Pasal 86 ayat (5).
6. Direksi Wajib Mengumumkan Ringkasan Rancangan Pengga_
bungan
Jika DK masing-masing menyetujui Rancangan Penggabungan Pasal
127 ayat (2) memerintahkan dan mewajibkan Direksi Perseroan yang
akan melakukan Penggabungan "mengumumkan" Ringkas an
Rancangan Penggabungan dengan cara dan ketentuan berikut.
1) Diumumkan paling sedikit dalam 1 (satu) Surat Kabar
Sesuai ketentuan Pasa11 angka 4 UUPT 2007, Surat Kabar adalah
surat kabar harian berbahasa Indonesia yang beredar secara
nasional.
2) Mengumumkan secara tertulis Ringkasan Rancangan Pengga-
bungan kepada karyawan Perseroan yang akan melakukan
Penggabungan.
3) Pengumuman paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum pemang-
gilan RUPS.
4) Pengumuman harus memuat juga "pemberitahuan" bahwa pihak
yang berkepentingan dapat memperoleh Rancangan Penggabung-
an di Kantor Perseroan terhitung sejak tanggal pengumuman
sampai tanggal RUPS diselenggarakan.
Bertitik tolak dari penjelasan yang dikemukakan, pengumuman
dalam Surat Kabar maupun pengumuman tertulis kepada Karyawan
Perseroan, wajib dilakukan Direksi sebelum pemanggilan RUPS, yakni
p
p
paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum pemanggilan RUPS yang
akan membicarakan mata acara atau agenda Penggabungan Tujuan
8
pengumuman itu menurut Penjelasan Pasal 127 ayat (2), untuk
memberi "kesempatan" kepada pihak-pihak yang bersangkutan agar
mengetahui rencana Penggabungan tersebut. Kepada mereka undang- Ji
IT
undang ini memberi hak mengajukan "keberatan" jika merasa
kepentingannya dirugikan. d

7. Kreditor Dapat Mengajukan Keberatan a


Pasal127 ayat (4) memberi "hak" kepada kreditor untuk mengajukan A
CD
"keberatan" terhadap rencana Penggabungan, jika Penggabungan itu
berdasar Rancangan Penggabungan yang diumumkan
kepentingannya, sesuai proses berikut.

Hukum Perseroan Terbatas


Keberatan .diajukan .paling lambat 14 (empat belas) hari. setelah
pengumuman:
• apabila dalam jangka waktu itu kreditortidak mengajukan
keberatan terhadap Rancangan Penggabungan,
• maka kreditor dianggap menyetujui Penggabungan yang akan
dilakukan sesuai dengan Rancangan dimaksud.
Dalam hal Direksi tidak dapat menyelesaikan keberatan kreditor.
Jika Direksi tidak dapatlllenyelesaikan keberatan kreditor sampai
dengan tanggal RUPS diselenggarakan:
• Keberatan.kreditor disampaikan·Direksi dalam RUPS, dan
• RUPS yang akan mengambil penyelesaian.
Penggabungan digantungkan pada penyelesaian keberatan
kreditor.
Pasal 127 ayat (7) menggantungkan realisasi Penggabungan pada
penyelesaian keberatan kreditor, sesuai dengan prinsip berikut:
• selama penyelesaian keberatan kreditor belum tercapai baik
oleh Direksi maupun oleh RUPS, maka
• selama itu pula Penggabungan Perseroan tidak dapat dilaksa-
nakan.
Demikian hal-hal yang penting diperhatikan sehubungan dengan
enyelesaian keberatan yang diajukan kreditor terhadap Rancangan
enggabungan.

. Rancangan Penggabungan yang Disetujui RUPS Dituangkan


Dalam Akta Penggabungan
ika RUPS masing-masing menyetujui Rancangan Penggabungan,
aka menurut Pasal 128 ayat (1), Rancangan Penggabungan itu
ituangkan ke dalam Akta Penggabungan.

. Akta Penggabungan Berbentuk Akta Notaris


gar Akta Penggabungan sah secara formil, harus dibuat:
di hadapan Notaris,
dibuat dalam bahasa Indonesia.
Selama Rancangan Penggabungan belum dituangkan ke dal am
Akta Penggabungan yang dibuat di hadapan Notaris, Penggabung
belum dapat dilaksanakan. Dengan kata lain, sekiranya Penggabungan
dilakukan tidak berdasar Akta Penggabungan yang berbentuk Akta
Notaris, Penggabung itu cacat hukum, bahkan batal (nietig, void) karena
melanggar ketentuan Pasal 128 ayat (1) UUPT 2007.

b. Salinan Akta Penggabungan Dilampirkan pada Permohonall


Persetujuan Atau Pemberitahuan kepada Menteri
Sesuai dengan ketentuan Pasal 129, salinan Akta Penggabungan
"dilampirkan" pada:

1) Pengajuan permohonan untuk mendapat persetujuan menteri apabila


ternyata penggabungan itu mengalami perubahan AD yang disebut
Pasal 21 ayat (1)
Jadi, sekiranya Penggabungan disertai perubahan AD yang disebut
Pasal 21 ayat (2):
a. nama Perseroan danlatau tempat kedudukan Perseroan,
b. maksud dan tujuan serta kegiatan Perseroan,
c. jangka waktu berdirinya Perseroan,
d. besarnya modal dasar,
e. pengurangan modal ditempatkan dan disetor, atau
f. status Perseroan yang tertutup menjadi Perseroan Terbuka dan
sebaliknya.
Maka dalam hal yang demikian Penggabungan harus mendapat
"persetujuan" Menteri. Untuk itu harus diajukan permohonan tmtuk
mendapat persetujuan Menteri dengan cara "melampirkan" Akta
Penggabungan dalam permohonan.

2) Penyampaian pemberitahuan kepada menteri tentang perubahan


anggaran dasar sebagaimana dimaksud Pasal 21 ayat (3)
Apabila Penggabungan disertai perubahan AD yang termasuk kategori
yang disebut Pasal 21 ayat (3), berarti perubahan AD tersebut tidak
termasuk kriteria perubahan AD tertentu yang disebut Pasal 21 ayat
(2).

Hukum Perseroan Terbatas


Dalam hal yang demikian, Penggabungan itu cukup diberita-
II

hukan" dengan cara "menyampaikan pemberitahuan" kepada


Menteri, .yang dilampiri dengan Akta Penggabungan.
Bagairnana halnya, kalau Penggabungan tidak disertai perubahan
AD? Menurut Pasal 129 ayat (2):
1) Salinan Akta Penggabungan hams disampaikan kepada Menteri,
2.) Menteri mencatat Penggabungan itu dalam Daftar Perseroan.

Direksi Mengumumkan HasH Penggabungan


Berdasar Pasal133 ayat (1), Direksi Perseroan yang menerirna Pengga-
bungan "wajib" mengumumkan hasil Penggabungan dengan tata
cara:
diumumkan dalam 1 (satu) Surat Kabar atau lebih,
pengumuman harus dilakukan dalam jangka waktu paling lambat
30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal berlakunya Pengga-
bungan.
Maksud pengumuman itu menluut Penjelasan Pasal 133, agar
pihak ketiga yang berkepentingan mengetahui telah dilakukan
Penggabungan. Dalam hal ini pengumuman wajib dilakukan dalam
jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak
tanggal:
a. persetujuan Menteri atas perubahan anggaran dasar dalam hal
terjadi Penggabungan,
pemberitahuan diterirna Menteri baik dalam hal terjadi perubahan
anggaran dasar sebagaimana dirnaksud dalam Pasal 21 ayat·· (3)
maupun tidak disertai perubahan anggaran dasar.

10.Hak Pemegang Saham yang Tidak Setuju Alas Penggabungan


Berdasar Pasal·126 ayat (2),pemegang saham yang "tidak setuju"
terhadap keputusan RUPS mengenai Penggabungan, hanya boleh
menggunakan haknya sebagaimana dirnaksud Pasal62. Hanya sebatas
itu hak yang dibolehkan undang-undang dipergunakan pemegang
saham, yakni
1) meminta kepada Perseroan agar sahamnya dibeli dengan harga
yang wajar,
2) pada prinsipnya Perseroan diwajibkan membelinya,
3) apabila saham yang diminta untuk dibeli Perseroan melebihi batas
ketentuan pembelian kembali saham oleh Perseroan sebagaimana
yang digariskan Pasal 37 ayat (1) huruf b, Perseroan Wajib
mengusahakan agar sisa saham itu dibeli oleh pihak ketiga.
Menurut Penjelasan Pasal126 ayat (2), yang dimaksud harga wajar
saham dari Perseroan adalah sebagaimana dimaksud dalam Penjelasan
Pasal 128 ayat (2) huruf c (harga wajar saham dari Perseroan yang
menggabungkan diri serta harga wajar saham dari Perseroan yang
menerima Penggabungan untuk menentukan perbandingan
penukaran saham dalam rangka konversi saham).
Apakah penggunaan hak pemegang saham yang meminta agar
sahamnya dibeli dengan harga wajar oleh Perseroan, dapat menghen-
tikan proses Penggabungan? Tidak menghentikan proses pelaksanaan
Penggabungan. Hal itu ditegaskan dalam Pasal 126 ayat (3) yang
berbunyi:
Pelalesanaan hale sebagaimana dimalesud pada ayat (2) tidak
menghentilean proses pelalesanaan Penggabungan, .
Demikian gambaran pokok-pokok yang berkenaan dengan
Penggabungan Perseroan. Apa yang dikemukakan pada dasarnya telah
meliputi aspek-aspek yuridis tentang Penggabungan.

B. PElEBURAN
Bentuk restrukturisasi Perseroan yang lain adalah Peleburan.
Sehubungan dengan itu, pada bagian ini akan dijelaskan ruang lingkup
Peleburan itu secara singkat.
Selain itu, perlu dijelaskan, terdapat beberapa persamaan tata cara
atau proses Penggabungan dengan Peleburan. Namun delnikian,
untuk memperoleh gambaran yang utuh tentang bentuk Peleburan,
sengaja dibicarakan segala hal yang berkenaan dengannya meskipun
hal itu ada persamaaImya dengaIl Penggabungan.

Hukum Perseroan Terbatas


Pengertian Peleburan
efinisi Peleburan dikemukakan pada Pasal 1 angka 10 UUPT 2007,
ang berbunyi:
Peleburan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua
Perseroan atau lebih untuk meleburkan diri dengan cara mendirikan
satu Perseroan· baru yang karena hukum memperoleh aktiva dan
pasiva dari Perseroan yang meleburkan diridan status badan hukum
yang meleburkandiri berakhir karena hukum.
Definisi yang dirumuskan pada Pasall angka 10 UUPT 2007, jauh
lengkap dan luas dari yang tercantum pada Pasal 1 angka 2 PP
0.27 Tahun 1998 yang berbunyi:
Peleburan adalah perbuatan hukum yang dilakukan dua Perseroan
atau lebih untuk meleburkan diri dengan caramembentuk·· Perseroan
baru dan masing-masing Perseroan .yang meleburkan dirimenjadi
bubar.
~ertitik tolak dari kedua definisi yang dikemukakan di atas,
rdapat beberapa elemen atau aspek yuridis dan ekonomis dalam
eleburan, sebagai berikut.

p'eleburan Merupakan Perbuatan Hukum (Rechtshan-deling, Legal


Act)
erbuatan hukum yang terjadi dalam Peleburan adalah "kesepakatan"
vereenkomct, agreement) yang tunduk kepada hukum perjanjian
~.rbentennisrecht, contract law). yang. diatur dalam Buku III KUH
rdata.
Dengan demikian, setiap Perseroanyang terlibat dalam Peleburan,
embuat Persetujuanatau Perjanjian Peleburan sesuai ketentuan yang
igariskan Pasal 1320 dan Pasal 1338KUH Perdata. '

Peleburan Dilakukan dengan Cara Mendirikan Perseroan Barn


i atasPerseroan-Perseroan yang melebur
Perseroan baru"~ Berbeda dengan Penggabungan terdapatPerseroan
gmenggabungkan diri dan ada yang
'enggabungan. Yang menerima Penggabungan bukan Perseroan bam
dari hasil Penggabungan. Yang menerima Penggabungan adalah
Perseroan yang masih eksis dan valid.

c. Karena Hukum Perseroan Barn Memperoleh Aktiva dan Pasiva


dari Perseroan yang Meleburkan Diri
Dari segi ekonomis seluruh aktiva dan pasiva dari masing-masing
Perseroan yang meleburkan diri, karena hukum atau demi hukum
(vanrechtswege, ipso jure) beralih sepenuhnya kepada Perseroan baru.

d. Status Badan Hukum Perseroan yang Meleburkan Diri, Berakhir


Karena Hukum
Elemen keempat, status badan hukum Perseroan yang meleburkan
diri dengan sendirinya karena hukum "berakhir". Personalitas dan
status badan hukumnya tidak ada lagi sejak terjadi Peleburan, sehingga
tidak dapat melakukan perbuatan hukum untuk dan atas nama
Perseroan tersebut.
Berakhirnya Perseroan yang meleburkan diri, ditegaskan juga oleh
Pasal 123 ayat (1) dan ayat (2):
• Peleburan mengakibatkan Perseroan yang meleburkan diri
"berakhir karena hukum", dan
• berakhimya Perseroan yang meleburkan diri terjadi tanpa dilaku-
kan likuidasi terlebih dahulu.

2. Akibat Hukum Peleburan


Sebenarnya, dari definisi yang dikemukakan di atas, sudah terlihat I
dengan jelas akibat hukum yang timbul dari perbuatan hukum 1
Peleburan. Namun tanpa mengurangi hal tersebut, akibat hukum
Peleburan lebih dipertegas jangkauannya dalam Pasal 122 ayat (3). 11

Dikatakan dalam hal berakhirnya Perseroan yang meleburkan diri: a


a. aktiva dan pasiva Perseroan yang meleburkan diri beralih karena iJ
hukum kepada Perseroan hasil Peleburan, p
b. pemegang saham Perseroan yang meleburkan diri, karena hukum
menjadi pemegang saham Perseroan hasH Peleburan, dan 4
c. Perseroan yang meleburkan diri, berakhir karena hukum K
sejak tanggal Peleburan mulai berlaku. kl

Hukum Perseroan Terbatas


Akibat hukum yang timbul dalarn Peleburan seperti yang disebut
atas, persis sarna dengan akibat hukum yang terjadi pada Pengga-
ungan kecuali Perseroan yang menerima Penggabungan tidak ikut
erakhir.

3. Syarat Peleburan
3yarat Peleburan sarna dengan Penggabungan. Sarna-sarna merujuk
kepada ketentuan Pasal 126 ayat (1) dan Pasal 4 ayat (I) PP No. 27
;fahun 1998, yang mengatakan, perbuatan hukum Peleburan "wajib"
memperhatikan kepentingan tertentu yang terdiri atas:
a. kepentingan Perseroan, pemegang saharn minoritas, karyawan
Perseroan,
kepentingan kreditor dan mitra usaha lainnya dari Perseroan, dan
kepentingan masyarakat dan persaingan sehat dalarn melakukan
usaha.
Menurut Penjelasan Pasal 126 ayat (1), syarat yang disebutdalarn
ketentuan ini merupakan penegasan, bahwa Peleburan tidak dapat
dilakukan apabila akan merugikan kepentingan pihak-pihak tertentu.
Selanjutnya Peleburan harus dicegah kemungkinan terjadinya
monopoli atau monopsoni.
Selain syarat yang disebut di atas, perlu diperhatikan syarat yang
disebut Pasal 123 ayat (4). Bagi Perseroan tertentu yang akan
melakukan Peleburan, tidak hanya berlaku ketentuan yang diatur
dalarn undang-undang ini, tetapi juga harus atau perlu "mendapat
persetujuan" terlebih dahulu dati "instansi terkait" sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Yang dimaksud dengan Perseroan tertentu·adalah Perseroan yang
mempunyai bidang usaha khusus,antara lain lembaga keuangan bank
dan lembaga keuangan nonbank. Sedang yang dimaksud dengan
mstansi terkait antara lain Bank Indonesia untuk Peleburan Perseroan
perbankan.

4. Rancangan Peleburan
Ketentuan mengenai Rancangan Penggabungan berlaku sepenuhnya
kepada Peleburan. Hal itu ditegaskan oleh Pasal124 yang mengatakan
ketentuan yang terdapat dalam Pasal123 "mutatis mutandis" berlaku
bagi Perseroan yang akan meleburkan diri. Sehubungan dengan itu
apa-apa yang telah dipaparkan tentang Rancangan Penggabung~
berdasar Pasal 123, seluruhnya sama dengan Rancangan Peleburan,
yang dapat diringkas sebagai berikut.

a. Pe1'seroan yang Akan Meleburkan dari Menyusun Rancangan


Peleburan
Yang menyusun Rancangan Peleburan adalah para Direksi Perseroan
yang akan meleburkan diri.

b. lsi Rancangan Peleburan


Rancangan Peleburan memuat sekurang-kurangnya hal-hal yang
disebut Pasal 123 ayat (2):
1) nama dan tempat kedudukan dari setiap Perseroan yang akan
melakukan Peleburan;
2) alasan serta penjelasan Direksi Perseroan yang akan melakukan
Peleburan dan persyaratan Peleburan;
3) tata cara penilaian dan konversi saham Perseroan yang meleburkan
diri terhadap saham hasil Peleburan;
4) rancangan perubahan anggaran dasar Perseroan hasil Peleburan;
5) laporan keuangan sebagaimana dimaksud Pasal 66 ayat (2) huruf s
a yang meliputi 3 (tiga) tahun buku terakhir dari setiap Perseroan
yang akan melakukan Peleburan;
6) rencana kelanjutan atas pengakhiran kegiatan usaha dari Perseroan
yang akan melakukan Peleburan; l
7) neraca proforma Perseroan hasil Peleburan sesuai dengan prinsip ~
akuntansi yang berlaku umum di Indonesia; r
8) cara penyelesaian status, hak dan kewajiban anggota Direksi, F
Dewan Komisaris dan karyawan Perseroan yang clkan melakukan
Peleburan diri; c
9) cara penyelesaian hak dan kewajiban Perseroan yang akan d
meleburkan diri kepada pihak ketiga; iJ
10) cara penyelesaian hak pemegang sal1am yang tidak setuju terhadap
Peleburan;

Hl.lkum Perseroan Terbatas


nama anggota Direksi dan Dewan Komisaris serta gaji, honorarium
dan tunjangan bagi anggota Direksi dan Dewan Komisaris
Perseroan hasH Peleburan;
perkiraan jangka waktu pelaksanaan Peleburan;
laporan mengenai keadaan, perkembangan, dan hasH yang dicapai
dari setiap Perseroan yang akan melakukan Peleburan;
kegiatan utama setiap Perseroan yang melakukan Peleburan dan
perubahan yang terjadi selama tahun buku yang sedang berjalan;
rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang sedang
berjalan yang mempengaruhi kegiatan Perseroan yang akan
melakukan Peleburan.

Meminta Persetujuan DK Atas Rancangan Peleburan


Sebelum Diminta Persetujuan RUPS
!--fUlgkah-langkah proses yang harus ditempuh untuk mendapat
persetujuan RUPS atas Rancangan Peleburan, dapat dijelaskan sebagai
berikut.

Meminta Persetujuan DK
~ancangan Peleburan yang telah disusun oleh para Direksi Perseroan
ycwg.gkan meleburkandiri meminta persetujuan terlebih dahulu dari
setiap DK Perseroan yang hendak meleburkan diri. Hal itu ditegaskan
pada Pasal123 ayat (3). Rancangan yang telah disusun harus mendapat
persetujuan terlebih dahulu DK dari setiap Perseroan.

Setelah Mendapat Persetujuan DK, Diajukan kepada RUPS


~~telah Rancangan Peleburan mendapat persetujuan DK, Direksi
IIlengajukan-nyakepada RUPS masing-masing untuk mendapat
p~rsetujuan. Ketentuan ini pun ditegaskan pada Pasal 123 ayat (3).

Kalau DK tidak menyetujui Rancangan Peleburan, tidak dapat


d,iajukan kepada RUPS untuk meminta persetujuan. Dengan
gemikian, syarat harus . ada persetujuan DK terlebih dahulu bersifat
imperatif (dwingendrecht, mandatory law).
c. Keputusan RUPS Salt Jika Sesuai dengan Pasal 87 ayat (1) dan
Pasa189
Menurut Pasal 127 ayat (I), Keputusan RUPS mengenai Peleburan
sah, apabila diambil sesuai dengan ketentuan Pasal 87 ayat (1) dan
Pasal 89. Kalau begitu, agar keputusan RUPS sah menyetujui
Raneangan Peleburan, harus memenuhi ketentuan berikut.

1) Kuorum kehadiran paling sedikit 3,4 (tiga perempat) bagian


Berdasar Pasal 89 ayat (I), RUPS untuk Inenyetujui Peleburan baru
dapat dilangsungkan, jika dalam rapat paling sedikit 3/4 (tiga
perempat) bagi dari jumlah seluruh saham dengan hak suara, hadir
atau diwakili dalam RUPS.
AD Perseroan dapat mengatur dan menetapkan kuorum keha-
diran yang dianggapnya tepat. Namun kuorum kehadiran yang
ditetapkan dalam AD tidak boleh lebih keeil dari 3/4 (tiga perelnpat)
bagian. Yang boleh ditetapkan dalam AD adalah kuorum kehadiran
yang lebih besar dari 3/4 (tiga perempat)

2) Pengambilan keputusan
Berdasar Pasal 89 ayat (1) keputusan RUPS untuk menyetujui
Peleburan baru sah apabila disetujui paling sedikit 3/4 (tiga perelnpat)
bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan dalam RUPS.
Tanpa mengurangi sistem pengambilan keputusan yang dijelaskan
di atas, perlu diperhatikan pernyataan Pasal 127 ayat (1), agar dalam
mengambil keputusan sesuai dengan Pasa187 ayat (1). Berarti, sebelum
RUPS menempuh eara pengalnbilan keputuSal11nelalui voting, harus
diupayakan lebih dahulu pengambilan keputusan seeara "musyawarah
untuk mufakat". Sedapat mungkin keputusan yang diambil meru-
pakan hasil kesepakatan yang disetujui oleh pemegang saham yang
hadir atau diwakili dalam RUPS.
Selanjutnya, jangan dilupakan ketentuan Pasa189 ayat (2) dal1 ayat
(3) yang membolehkan diadakan RUPS kedua apabila RUPS pertama
gagal disebabkan kuorum tidak tereapai. Dalam RUPS kedua menurut
Pasal 89 ayat (3):

Hukum Perseroan Terbatas


kuorum kehadiran, paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari
jumlah seluruh saham dengan hak suara, hadir atau diwakili dalam
RUPS,
keputusan sah diambil apabila disetujui paling sedikit 3/4 (tiga
perempat) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan.
Sekiranya RUPS kedua juga gagal disebabkan kuorum tidak terca-
pail dapat lagi diadakan RUPS ketiga berdasar kuorum kahadiran dan
pengambilan keputusan yang ditetapkan berdasar Penetapan Ketua
Pengadilan Negeri.
Tentang masalah prosedur RUPS pertama, kedua, dan ketiga
sudah dibahas secukupnya pada Bab VI tulisan ini. Apa-apa yang
dibahas di situ tentang RUPS pertama, kedua, dan ketiga berlaku
sepenuhnya terhadap pelaksanaan RUPS yang membicarakan
Peleburan.

6. Direksi Wajib Mengumu~kan Ringkasan Rancangan


Peleburan
Pasal 127 ayat (2)memerintahkan Direksi Perseroan yang akan
rnelakukan Peleburan "wajib mengumumkan" Ringkasan Rancangan
Peleburan:
Diumumkan paling sedikit dalam 1 (satu) Surat Kabar
Sesuai ketentuan Pasal 1 angka 4 Surat Kabar adalah surat kabar
harian berbahasa Indonesia yang beredar secara nasional.
Mengumumkan secara tertulis kepada karyawan Perseroan yang
akan melakukan Peleburan.
Pengumuman dilakukan paling lambat 30 (tiga puluh) hari
sebelum pemanggilan RUPS.
Pengumuman hams memuat pemberitahuan, bahwa pihak yang
berkepentingan dapat memperoleh Rancanga.n Peleburan di
kantor Perseroan terhitung sejak tanggal pengumuman sampai
tanggal RUPS diselenggarakan.
Tujuan kewajiban mengumumkan Ringkasan Rancangan Pele-
buran, untuk memberi kesempatan kepada pihak-pihak yang
berkepentingan mengetahui rencana Peleburan tersebut dan kepada
mereka diberi hak untuk mengajukan "keberatan" apabila kepen-
tingan mereka dirugikan atas Peleburan itu.

7. Kreditor Berhak Mengajukan Keberatan


Pasal 127 ayat (4), memberi hak kepada kreditor untuk mengajukan
"keberatan" terhadap Perseroan mengenai Peleburan tersebut dengan
tata cara berikut.
1) Keberatan diajukan dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat
belas) hari setelah pengumuman.
Jika kreditor tidak mengajukan keberatan dalam jangka waktu
tersebut dia dianggap menyetujui Peleburan.
2) Keberatan Kreditor, tidak dapat diselesaikan sampai tanggal RUPS
diselenggarakan.
Apabila Direksi Perseroan tidak dapat menyelesaikan keberatan
kreditor sampai tanggal RUPS diselenggarakan, keberatan
disampaikan kepada RUPS dan RUPS yang akan menyelesaikan.
3) Peleburan digantungkan pada penyelesaian keberatan kreditor.
Hal ini ditegaskan pada Pasal 127 ayat (7) yang menggariskan,
selama penyelesaian keberatan kreditor tidak dapat diselesaikan
baik oleh Direksi maupun RUPS, maka Peleburan "tidak dapat
dilaksanakan" .
Dari penjelasan di atas, proses pengumuman Ringkasan Ran-
cangan Peleburan merupakan tindakan yang wajib dilakukan Direksi
sebelum diadakan RUPS yang akan membicarakan Peleburan itu.

8. Rancangan Peleburan yang Telah Disetujui RUPS, Dituang-


kan Dalam Akta Peleburan
Pada uraian ini, akan dibicarakan hal-hal yang berkaitan dengan
perbuatan Akta Peleburan dan permintaan pengesahan badan hukum
Perseroan hasil Peleburan.
Apabila masing-masing RUPS Perseroan yang akan meleburkan
diri menyetujui Rancangan Peleburan, maka tindak
persetujuan RUPS itu adalah sebagai berikut.

Hukum Perseroan Terbatas


a. Rancangan Peleburan Dituangkan ke Dalam Akta Peleburan
Berdasar Pasal128 ayat (1), Rancangan Peleburan yang telah disetujui
RUPS, dituangkan ke dalam Akta Peleburan:
• dibuat di hadapan Notaris, dan
• dalam bahasa Indonesia.
Jadi Akta Peleburan, berbentuk Akta Notaris Bentuk ini merupa-
kan syarat mutlak atas· keabsahan dan validitas Akta Peleburan. Oleh
karena itu tidak sah dibuat dalam bentuk akta bawah tangan.

b. Akta Peleburan Menjadi Dasar Pembuatan Akta Pendirian


Perseroan Hasil Peleburan
Pasal28 ayat (3) menegaskan, Akta Peleburan berfungsi menjadi dasar
pembuatan Akta Pendirian Perseroan hasil Peleburan. Berarti segala
hal-hal yang pokok terdapat dalam Akta Peleburan harus sesuai atau
paling tidak menjiwai rumusan AD Perseroan hasil Peleburan.

c. Salinan Akta Peleburan Dilampirkan pada Permohonan


Pengesahan
Sebagaimana telah dijelaskan, berdasar Pasal 7 ayat (4), Perseroan
memperoleh status badan hukum pada tanggal diterbitkannya Kepu-
tusan Menteri mengenai "pengesahan" badan hukum Perseroan yang
bersangkutan. Oleh karena itu, agar Perseroan hasil Peleburan sebagai
Perseroan yang baru didirikan mendapatkan status badan hukum
(rechtsperoon, legal entity), parapendiri, dalam hal ini para Perseroan
yang melebur diri mengajukan permohonan pengesahan kepada
Menteri sesuai dengan ketentuan Pasal 9.
Maka dalam rangka pengajuan permohonan untuk mendapatkan
Keputusan Pengesahan dari Menteri mengenai status badan hukum
Perseroan hasil Peleburan, Pasal 130 mengamanatkan agar "Salinan
Akta Peleburan" dilampirkan dalam permohonan pengesahan

9. '-J

Pasal 133 ayat (1) menegaskan Direksi Perseroan hasil Peleburan


"mengumumkan" hasil Peleburan. Tugas ini merupakan "kewajiban"
Direksi tersebut. Oleh karena itu, pengumuman bersifat imperatif.
1) Pengumuman dilakukan dalam 1 (satu) Surat Kabar atau lebih
2) Pengumuman dilakukan dalam jangka waktu paling lambat ;0
(tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal berlakunya Peleburan
dalam hal ini sejak tanggal pengesahan Menteri atas Akta Pendiri~
Perseroan hasil Peleburan.
Maksud pengumuman itu menurut Penjelasan Pasal 133, agar
pihak ketiga yang berkepentingan mengetahui bahwa telah dilakukan
Peleburan. Selanjutnya dikatakan, pengumuman wajib dilakukan
dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak
pengesahan Menteri atas Akta Pendirian Perseroan hasil Peleburan.

10. Pemegang Saham Berhak Meminta Sahamnya Dibeli Perseroan


dengan Harga Wajar
Sebagaimana yang telah pernah dijelaskan, Pasal 62 UUPT 2007
memberi hak kepada setiap pemegang saham untuk meminta kepada
Perseroan agar sahamnya dibeli dengan harga yang wajarl! apabila
II

tidak menyetujui tindakan Perseroan yang merugikan pemegang


saham.
Hak itulah yang diberikan Pasal 126 ayat (2) kepada pemegang
saham yang "tidak setujul! terhadap keputusan RUPS mengenai
Peleburan. Apabila ada di antara pemegang saham tidak setuju atas
Peleburan, dapat meminta kepada Perseroan agar sahamnya dibeli
Perseroan dengan harga yang wajar, jika nyata-nyata secara objektif
Peleburan itu merugikan pemegang saham yang bersangkutan. Pada
prinsipnya Perseroan "wajibl! membelinya. Bahkan dalam hal saham
yang diminta untuk dibeli itu melebihi batas ketentuan Pasal 37 ayat
(1) huruf b, Perseroan wajib mengusahakan agar sisa saham dibeli
pihak ketiga.
Akan tetapi, menurut Pasal 126 ayat (3), pelaksanaan hak peme-
gang saham meminta agar sahamnya dibeli Perseroan dengan harga
yang wajar, "tidak menghentikanl! proses pelaksanaan Peleburan. Jadi,
proses Peleburan jalan terus tanpa menghiraukan penggunaan hak
pemegang saham dimaksud.

Hukurn Perseroan Terbatas


c. PENGAMBIlAlIHAN
Bentuk lain restrukturisasi Perseroan yang diatur dalam BAB VIII
UUPT 2007 adalah Pengambilalihan. Tidak begitu banyak persamaan
ketentuan pengambilalihan dengan Penggabungan maupun Pele-
buran. Persamaannya, dapat dikatakan hanya sepanjang hal-hal yang
berkenaan pengumuman Ringkasan Rancangan Pengambilalihan; hak
kreditor mengajukan keberatan dan penuangan Rancangan Pengam-
bilalihan ke dalam Akta Pengambilalihan.

Pengertian Pengambilalihan
Pertama-tama akan dijelaskan arti atau definisi Pengambilalihan.
Untuk itu dapat merujuk kepada Pasal 1 angka 11 UUPT 2007 dan
Pasall angka 3 PP No.1 angka 11 UUPT 2007, berbunyi:
Pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh
badan hukum atau orang perorangan untuk mengambil alih saham
Perseroan yang mengakibatkan beralihnya pengendalian atas
Perseroan tersebut.
Barangkali definisi yang dikemukakan Pasall angka 3 PP No. 27
Tahun 1998, lebih jelas dari apa yang dirumuskanPasal 1 angka 11
UUPT 2007. Pasal 1 angka 3 PP tersebut mengatakan:
Pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh
badan hukum atau orang perseorangan untuk mengambil alih baik
seluruh ataupun sebagian besar saham Perseroan yang dapat
mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap Perseroan.
Bertitik tolak dari kedua definisi di atas, pada perbuatan Pengam-
bilalihan, terdapat beberapa elemen atas aspek yuridis, antara lain
sebagai berikut.

a. Pengambilalihan Merupakan Perbuatan Hukum (Rechtshandeling,


Legal Act)
Perbuatan hukum Pengambilalihan termasuk bidang hukum kontrak
atau hukum perjanjian (verbintenisseurecht, contract law) sebagaimana
yang diatur dalam Buku Ketiga·KUH Perdata.Khususnya Bab Kedua
tentang perikatan-perikatan yang dilakukan dari kontrak atau
persetujuan yang meliputi Bagian Kesatu mengenai Ketentuan Umum
(PasalI313-1319). Bagian Kedua tentang syarat-syarat yang dipedukan
untuk sahnya persetujuan (PasalI320-1337) dan Bagian Ketiga tentang
akibat persetujuan (Pasal 1338-1341).
Dengan demikian ditinjau dari segi yuridis Pengambilalihan
merupakan persetujuan antara pihak yang diambil aIih dengan yang
Inengambil alih.

b. Yang Me1niliki Kapasitas Membuat Kesepakatan Pengambilalihan


Siapa yang kompeten atau memiliki kapasitas menjadi pihak dalam
kesepakatan atau perbuatan hukum Pengambilalihan? Menurut
definisi yang dikemukakan di atas, dapat disimpulkan:
a) Cara PengambilaIihan
ED bisa badan melalui Direksi Perseroan atau
ED dapat juga melaIui pemegang saham yang bersangkutan.
b) Pihak yang mengambil aIih:
ED bisa badan hukum Perseroan, dan badan hukum yang bukan
Perseroan, seperti Koperasi atau Yayasan, atau
• dapat juga orang perseorangan.
Kesimpulan itu dipertegas juga oleh Pasal 125 ayat (2) bahwa
Pengambilalihan dapat dilakukan oleh badan hukum (rechtspersoon,
legal entity) atau orang perseorangan (naturlijke persoon, natural
person). Sedang yang dapat bertindak sebagai pihak yang diambil aIih
menurut Pasal 125 ayat (1) adalah Direksi Perseroan atau langsung
dari pemegang saham.

c. Subjek dan Kuantitas Pengambilalihan


Mengenai subjek atau pokok persoalan tertentu (bepaalde onderwerp)
atau subject matter" Pengambilalihan:
/I

ED subjeknya, kesepakatan pengambilalihan saham" Perseroan,


II

ED kuantitas saham Perseroan yang dapat diambil aIih, bisa seluruh-


II

nya" atau sebagian besar" saham Perseroan yang bersangkutan.


II

Versi yang Inembolehkan pengambilaIihan baik seluruh maupun


sebagian besar saham, dikemukakan pada PasaIl angka 3
Tahun 1998. Sedang Pasal 1 angka 11 UUPT 2007, tidak mengklasifi-

Hukum Perseroan Terbatas


kasinya. Hanya mengatakan bahwa Pengambilalihan "untuk mengam-
bil alih saham Perseroan". Berapa kuantitasnya, tidak disebut.
Akan tetapi jika terjadi Pengambilalihan secara keseluruhan, tidak
boleh bertentangan dengan ketentuan Pasal 7 ayat (1) jo. ayat (5), yakni
pemegang saham tidak boleh kurang dari 2 (dua) orang.

d. AkibatHukum Pengambilalihan
Akibat yang timbul ditinjau dari segi hukum korporasi maupun dati
aspek bisnis, "beralihnya pengendalian" terhadap Perseroan dari tangan
yang diambil alih kepada pihak yang mengambil alih.
Perbuatan hukum pengambilalihan tidak mengakibatkan
Perseroan yang diambil alih sahamnya, menjadi bubar atau berakhir.
Perseroan tersebut tetap eksis dan valid seperti sediakala. Hanya
pemegang sahamnya yang beralih dari pemegang saham semula
kepadayang mengambil alih. Akibat hukumnya, hanya sebatas
terjadinya peralihan pengendalian Perseroan kepada pihak yang
mengambil alih.
Selain daripada itu, perlu diperhatikan apa yang dikemukakan
Penjelasan Pasal125 ayat (1) yang mengatakan, Pengambilalihan tidak
mengurangiketentuan Pasal 7, terutama ayat (5). Dengan demikian
Pengambilalihan:
• tidak boleh mengakibatkan pemegang saham Perseroan, kurang
dari 2 (dua) orang, dalam jangkawaktu paling lama 6 (enam)
bulan,
• apabila jangka waktu itu dilampaui pemegang saham tersebut
bertanggung jawab secara pribadi (personal liability) atas segala
perbuatan hukum perikatan dan kerugian Perseroan.
Kecuali yang mengambil alihitu Perseroan yang seluruh
sahamnya dimiliki Negara atau Perseroan yang mengelola bursa efek,
lembaga kliring dan penjaminan, lembaga penyimpanan dan penye-
lesaian,dan lembaga lain sebagaimana diatur dalam undang-undang
di bidang Pasar Modal, maka ketentuan Pasal 7 ayat (5) dan ayat (6)
tidak berlaku.
2. Syarat Pengambilalihan
Mengenai syarat PengarnbiIaIihan, sarna dan persis dengan syarat
Penggabungan dan Peleburan. Sarna-sarna merujuk kepada keten-
tuan Pasal 126 ayat (1) UUPT 2007 dan Pasal 4 ayat (1) PP No. 27
Tahun 1998.
Berdasar Pasal 126 ayat (1), perbuatan hukum Pengarnbiialihan,
wajib memperhatikan kepentingan:
ED Perseroan, pemegang saharn minoritas, Karyawan Perseroan,
ED Kreditor dan mitra usaha Iainnya dari Perseroan, dan
ED masyarakat dan persaingan sehat dalarn melakukan usaha,
Pada prinsipnya menurut Penjelasan Pasal 126 ayat (1), Pengam-
biIaIihan:
1) tidak dapat dilakukan apabila akan merugikan kepentingan pihak-
pihak tertentu,
2) pengambiialihan harus juga dicegah" dari kemungkinan
If

terjadinya Ifmonopoli" atau Ifmonopsoni" dalarn berbagai bentuk


yang merugikan masyarakat.

3. Saham yang Dapat Diambil Alih dan Caranya


Pasa! 125 ayat (1) mengatur saharn yang dapat diarnbil aIih, sedang
ayat (4) dan ayat seterusnya mengatur cara Pengarnbiialihan.

a. Saham yang Dapat Dialnbil Alih


Menurut Pasal 125 ayat (1), Pengarnbilalihan saharn, dapat dilakukan
terhadap:
1) saharn yang telah dikeluarkan, dan/atau
2) saharn yang akan dikeluarkan Perseroan.
Berarti menurut hukum, saharn Perseroan yang dapat diarnbil alih
adalah saharn yang telah ditempatkan dan disetor (geplaats en gestort
aandeel, subscribed and paid-up share). Akan tetapi, dapat juga terhadap
saharn yang belum dikeluarkan atau yang akan dikeluarkan (aandelen
in portejeuelle) atau saharn portefel (portpolio).

Hukum Perseroan Terbatas


b. Cara Pengambilalihan
Cara Pengambilalihan saham Perseroan menurut Pasal 125 ayat (1),
dapat dilakukan:
1) melaluiDireksi Perseroan, atau
2) dapat langsung dari pemegang saham.
Tidak mutlak mesti melalui Direksi Perseroan atau melalui
pemegang saham. Bebas dipilih salah satu di antaranya. Mungkin ada
yang berpendapat lebih efisien langsung dengan pemegang saham
apalagi jika saham yang hendak diambil alih jumlahnya tidak signi-
fikan. Sebaliknya ada yang berpendapat lebih efektif dan efisien
melalui Direksi Perseroan.
Sedang yang dapat mengambil alih sudah dijelaskan di atas:
1) dapat dilakukan badan hukum, atau
2) dapat juga oleh orang perseorangan.

c. Pengambilalihan oleh Perseroan, Harus Berdasar Keputusan RUPS


Seperti yang dikatakan di atas, Pasal 125 ayat (2) menegaskan,
Pengambilalihan dapat dilakukan badan hukum atau orang perse-
orangan. Jika ternyata badan hukum yang mengambil alih saham itu
berbentuk Perseroan, bukan berbentuk Koperasi atau Yayasan, harus
rnemenuhi syarat berikut.

1) Pengambilalihan harus berdasarkan keputusan RUPS


Berdasar Pasal 125 ayat (4), sebelum Direksi Perseroan tersebut
melakukan perbuatan hukum Pengambilalihan, harus berdasarkan
keputusan RUPS. Tanpa keputusan RUPS, pengambilalihan yang
dilakukan Direksi cacat hukum dan dikategori perbuatan ultra vires.

2) Kuorum kehadiran dan persyaratan pengambilan keputusan RUPS


berdasar Pasal89
Syarat Kedua, keputusan RUPS mengenai Pengambilalihan yang akan
dilakukan harus sesuai dengan ketentuan Pasal 89:
• kuorum kehadiran paling sedikit 3/4 (tiga perempat) bagian dari
jumlah seluruh saham dengan hak suara, hadir atau diwakili
RUPS,
• sedang keputusan baru sah apabila disetujui paling sedikit 3/4 (tiga
perempat) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan.
Dalam hal ini pun dapat dilakukan RUPS kedua dengan kuorum
kehadiran dan pengambilan keputusan yang ditetapkan Pasal 89 ayat
(3) apabila kuorum kehadiran RUPS pertama tidak tercapai. Bahkan
dapat dilakukan RUPS ketiga berdasar Pasal 89 ayat (4) dengan
kuorum yang ditetapkan Ketua Pengadilan Negeri sesuai dengan
ketentuan Pasal86 ayat (5). Perhatikan kembali uraian mengenai proses
atau tata cara RUPS kedua dan ketiga.

4. Proses Pengambilalihan Melalui Direksi


Jika Pengambilalihan dilakukan melalui Direksi Perseroan, harus
ditempuh proses yang digariskan Pasal125 ayat (5), ayat (6), dan ayat
seterusnya, seperti yang dijelaskan di bawah ini.

a. Pihak yang Akan Mengambil Alih Menyampaikan Maksudnya


Menurut Pasal 125 ayat (5), dalam hal Pengambilalihan dilakukan
melalui Direksi:
• pihak yang akan mengambil alih menyampaikan "maksudnya"
untuk melakukan Pengambilalihan,
• maksud itu, ditujukan dan disampaikan kepada Direksi yang
bersangkutan.

b. Menyusun Rancangan Pengambilalihan


Berdasar Pasal126 ayat (6), Direksi Perseroan yang akan diambil alih
dan Direksi Perseroan yang akan mengambil alih:
1) menyusun Rancangan Pengambilalihan,
2) Rancangan Pengambilalihan, dengan persetujuan DK masing-
masing,
3) Rancangan Pengambilalihan sekurang-kurangnya memuat:
a. nama dan tempat kedudukan dari Perseroan yang akan
mengambil alih dan Perseroan yang akan diambil alih;
b. alasan serta penjelasan Direksi Perseroan yang akan
mengambil alih dan Direksi Perseroan yang
c. laporan keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal66 ayat

Hukum Perseroan Terbatas


(2) huruf a untuk tahun buku terakhirdari Perseroan yang
akan mengambil alih dan Perseroan yang akan diambil aIih;
d. tata cara penilaian dan konversi saham dari Perseroan yang
akan diambil alih terhadap saham penukarnya apabila
pembayaran Pengambilalihan dilakukan dengan saham;
Menurut Penjelasan Pasal 125 ayat (6) huruf d, dalam tata
cara konversi saham ditetapkan harga wajar saham dari
Perseroan yang diambil alih serta harga wajar saham
penukarnya untuk melakukan perbandingan penukaran
saham dalam rangka konversi saham;
e. jumlah saham yang akan diambil alih;
f. kesiapan pendanaan;
g. neraca konsolidasi proforma Perseroan yang akan mengambil
alih setelah Pengambilalihan yang disusun sesuai dengan
prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia;
h. cara penyelesaian hak pemegang saham yang tidak setuju
terhadap Pengambilalihan;
i. cara penyelesaian status, hak dan kewajiban anggota Direksi,
Dewan Komisaris, dan karyawan dari Perseroan yang akan
diambil alih;
j. perkiraan jangka waktu pelaksanaan Pengambilalihan, terma-
suk jangka waktu pemberian kuasa pengalihan saham dari
pemegang saham kepada Direksi Perseroan;
k. rancangan perubahan anggaran dasar Perseroan hasil Pengam-
bilalihan apabila ada.

c. Mendapat Persetujuan RUPS


Proses selanjutnya, merujuk kepada ketentuan Pasal 127 ayat (1),
Pengambil-alihan harus mendapat persetujuan RUPS. Keputusan
RUPS mengenai Pengambilalihan merujuk kepada' Pasal 87 ayat (1)
dan Pasal 89:
1) kuorum sah apabila paling sedikit 3/4 (tiga perempat) bagian dari
jumlah seIuruh saham dengan hak suara, hadir atau diwakili dalam
RUPS, dan
2) keputusan sah apabila disetujui oleh 3/4 (tiga perempat) bagi
jumlah suara yang dikeluarkan.
Akan tetapi, Pasal 127 ayat (1) mengatakan agar keputusan
diambil sesuai dengan ketentuan Pasal 87 ayat (1). Oleh karena itu,
tanpa mengurangi cara pengambilan keputusan yang disebut di atas,
para pemegang saham harus memprioritaskan pengambilan keputusan
berdasar musyawarah untuk mufakat, sehingga tercapai keputusan
RUPS yang disetujui oleh pemegang saham yang hadir dalam RUPS
tersebut.
Selanjutnya mengenai kemungkinan ditempuh RUPS kedua
apabila RUPS pertama tidak mencapai kuorum atau RUPS ketiga jika
RUPS kedua tidak mencapai kuorum, harap dilihat uraian yang
berkenaan dengan hal dimaksud.

d. Wajib Mengumumkan Ringkasan Rattcangan Pengatnbilalihan


Sebelum RUPS diselenggarakan untuk membicarakan Rancangan
Pengambilalihan, Ringkasan Rancangan Pengambilalihan wajib
terlebih dahulu diumumkan" oleh Direksi Perseroan yang akan
If

mengambil alih dan yang akan diambil alih:


1) diumumkan paling sedikit dalam 1 (satu) Surat Kabar,
2) mengumumkan secara tertulis kepada Karyawan Perseroan yang
akan mengambil alih,
3) pengumuman dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh)
hari sebelum pemanggilan RUPS,
4) pengumuman wajib memuat Ifpemberitahuan" bahwa pihak yang
berkepentingan dapat memperoleh Rancangan Pengambilalihan
di kantor Perseroan, sejak tanggal pengumuman sampai tanggal
RUPS diselenggarakan.

e. Kreditor Berhak Mengajukan Keberatan


Pasal 127 ayat (4) memberi hak kepada kreditor mengajukan
Ifkeberatan" kepada Perseroan terhadap Rancangan Pengambilalihan:
1) keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lambat 14
(empat belas) hari setelah pengumuman Ringkasan Rancangan
Pengambilalihan dalam Surat Kabar,
2) jika dalam jangka waktu tersebut tidak diajukan keberatan,
kreditor dianggap menyetujui Rancangan Pengambilalihan,

Hukum Perseroan Terbatas


3) Direksi tidak. dapat menyelesaikan keberatan.
Apabila Direksi tidak dapat menyelesaikan keberatan kreditor
sampai dengan tanggal diselenggarakan RUPS:
• keberatan tersebut disampaikan Direksi dalam RUPS,
• selanjutnya RUPS yang akan menyelesaikan,
4) Direksi maupun RUPS tidak dapat menyelesaikan keberatan
kreditor
Berdasar Pasal127 ayat (7), selama penyelesaian keberatan kreditor
tidak atau belum tercapai, Pengambilalihan "tidak dapat
dilaksanakan".

Rancangan Pengambilalihan Dituangkan ke Dalam Akta


Pengambilalihan
Proses selanjutnya Pengambilalihan melalui Direksi, diatur pada Pasal
128 pada ayat (1) dikatakan, apabila RUPS telah menyetujui Rancangan
Pengambilalihan:
Rancangan Pengambilalihan itu dituangkan ke dalam Akta
Pengambilalihan,
2) Akta Pengambilalihan .dibuat di hadapan Notaris dalam bahasa
Indonesia.

Salinan Akta Pengambilalihan Dilampirkan pada Penyampaian


Pemberitahuan kepada Menteri
Pasal 131 ayat (1) Pengambilalihan saham, tidak mengaki-
'-''--.LU.U.vLLL

batkan terjadi perubahan AD kategori tertentu. Oleh karena itu, tidak


termasuk kriteria perubahan AD yang diatur pada Pasal 21 ayat (2).
pengan demikian, tidak memerlukan "persetujuan" Menteri. Akan
tetapi, dikategori sebagai perubahan AD yang digariskan Pasal21 ayat
(3). Sebab itu menurut hukum, cukup "menyam,paikan pemberi-
tahuan" kepada Menteri.
Sehubungan dengan itu, maka dalam rangka penyampaian pem-
beritahuan perubahan AD tersebut kepada Menteri, "salinan" Akta
f>engambilalihan "wajib dilampirkan".
5. Proses Pengambilalihan Secara Langsung dari Pemegang
Saham
Ketentuan pokok proses Pengambilalihan saham secara langsung dari
pemegang saham, berbeda dengan tata cara Pengambilalihan saham
melalui Direksi. Pengambilalihan saham secara langsung dari peme-
gang saham, lebih sederhana prosedurnya, seperti yang dijelaskan di
bawah ini.

a. Proses yang Tidak Perlu Dilakukan


Apabila Pengambilalihan saham dilakukan secara langsung kepada
pemegang saham, tidak perlu dilakukan beberapa proses sebagai
berikut.

1) Pihak yang mengambil alih tidak periu menyampaikan maksud untuk


melakukan pengambilalihan kepada Direksi
Sebagaimana yang telah dijelaskan, sesuai dengan ketentuan Pasal125
ayat (5), apabila Pengambilalihan melalui Direksi, pihak yang akan
mengambil alih menyampaikan kepada Direksi Perseroan itu
maksudnya untuk melakukan Pengambilalihan.
Namun, Pasal 125 ayat (7) menegaskan, dalam hal Pengam-
bilalihan saham dilakukan langsung dari pemegang saham, tidak perlu
ada proses penyampaian maksud Pengambilalihan kepada Direksi
Perseroan.

2) Tidak periu membuat rancangan pengambilalihan


Sesuai dengan ketentuan Pasal 125 ayat (6), apabila Pengambilalihan
melalui Direksi maka Direksi Perseroan yang akan mengambil alih
dengan persetujuan DK masing-masing "menyusun" Rancangan
Pengambilalihan.
Sebaliknya menurut Pasal125 ayat (7), dalam hal Pengambilalihan
dilakukan langsung dari pemegang saham, tidak perlu atau tidak
diwajibkan menyusun Rancangan Pengambilalihan. Cuma Pasal
ayat (8) mensyaratkan, Pengambilalihan "wajib" memperhatikan AD
Perseroan yang akan diambil mengenai hal:

Hukum Perseroan Terbatas


pemindahan hak atas saham, dan
perjanjian yang telah dibuat oleh Perseroan.dengan pihak lain.

Proses yang Hams Dilakukan


Tata cara atau proses Pengambilalihan saham secara langsung dari
pemegang saham adalah sebagai berikut.

Mengadakan perundingan dan kesepakatan langsung


Jika Pengambilalihan dilakukan secara langsung dari pemegang
saham, antara pihak yang akan mengambil alih dengan pemegang
saham, langsung mengadakan "perundingan" dan "kesepakatan" di
antara mereka. Hal itu ditegaskan pada Pasal 125 ayat (7) serta
Penjelasan pasal tersebut:
• Pengambilalihan saham Perseroan lain langsung dari pemegang
saham, tidak perlu didahului dengan membuat Rancangan
Pengambilalihan,
• tetapi dilakukan langsung melalui perundingan dan kesepakatan
oleh pihak yang akan mengambil alih dengan pemegang saham
dengan tetap memperhatikan AD Perseroan yang diambil alih.

Mengumumkan rencana kesepakatan pengambilalihan


Sesuai dengan ketentuan Pasal 127 ayat (8), Pengambilalihan saham
yang langsung dilakukan dari pemegarig saham, wajib diumumkan
sesuai dengan tata cara yang diatur dalam Pasal127 ayat (2), ayat (4),
ayat (5), ayat (6), dan ayat (7). Sehubungan dengan itu, hams dilakukan
tindakan berikut:
a) Direksi atau pihak yang akan mengambil alih mengumumkan
Rencana Kesepakatan Pengambilalihan:
• paling sedikit dalam 1 (satu) Surat Kabar,
• mengumumkan secara tertulis kepada Karyawan Perseroan
yang akan diambil alih.
b) pengumuman dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 30
(tiga puluh) hari sebelum pemanggilan RUPS.
3) Kreditor dapat mengajukan keberatan
Kreditor dapat mengajukan keberatan kepada Perseroan mengenai
Pengambilalihan
• keberatan diajukan dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat
belas) hari setelah pengumuman dalam Surat Kabar,
• apabila tidak diajukan keberatan dalam jangka waktu tersebut,
kreditor dianggap menyetujui Pengambilalihan,
• jika Direksi tidak dapat menyelesaikan keberatan kreditor sampai
dengan tanggal RUPS diselenggarakan:
keberatan harus disampaikan Direksi dalam RUPS, dan
RUPS yang akan bertindak melakukan penyelesaian,
• jika keberatan kreditor tidak dapat diselesaikan maka menurut
Pasal 127 ayat (7), Pengambilalihan tidak dapat dilaksanakan.

4) Kesepakatan pengambilalihan, dituangkan dalam akta pengambil-


alihan
Pasal 128 ayat (1) dan ayat (2) mengatur pembuatan Akta Pengam-
bilalihan:
• kesepakatan Pengambilalihan antara pihak yang mengambil alih
dengan pemegang saham, dituangkan ke dalam Akta Pengam-
bilalihan. Oleh karena Pengambilalihan dilakukan secara langsung
dari pemegang saham, Pasal 131 ayat (2) menyebutnya Akta
Pemindahan Hak Atas Saham;
• Akta Pengambilalihan atau Akta Pemindahan Hak Atas Saham
yang langsung dari pemegang saham, wajib dinyatakan dengan
Akta Notaris dalam bahasa Indonesia.

5) Memberitahukan Pengambilalihan kepada Menteri


Berdasar Pasal131 ayat (2) dalamhal Pengambilalihan dilakukan secara
langsung dari pemegang saham:
• harus disampaikan pemberitahuan kepada Menteri, dan
• pada penyampaian pemberitahuan itu "wajib dilampirkan"
Salinan Akta Pendirian Hak Atas Saham.

Hukum Perseroan Terbatas


6) Wajib mengumumkan hasil pengambilalihan
Pasal 133 ayat (2), mewajibkan Direksi Perseroan yang sahamnya
diambil alih "mengumumkan" hasil Pengambilalihan:
• dalam 1 (satu) Surat Kabar atau lebih,
• kewajiban untuk mengumumkan dilakukan dalam jangka waktu
paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal
berlakunya Pengambilalihan.
Demikian gambaran ruang lingkup perbuatan hukum Pengam-
bilalihan. Apa yang dikemukakan pada dasarnya sudah meliputi
pokok-pokok penting dalam penerapan Pengambilalihan.

6. Hak Pemegang Saham yang Tidak Setuju Atas Pengambil-


alihan
Pasal 126 ayat (2) memberi hak kepada pemegang saham yang tidak
setuju terhadap keputusan RUPS mengenai Pengambilalihan.
Hak itu adalah hak yang diberikan Pasal 62 UUPT 2007, yakni
meminta kepada Perseroan agar sahamnya dibeli dengan harga yang
wajar, dengan syarat apabila Pengambilalihan itu merugikan pemegang
saham tersebut. Hak ini juga berlaku terhadap Penggabungan dan
Peleburan.
Dalam hal saham yang diminta untuk dibeli melebihi batas
J.<etentuan pembelian kembali saham oleh Perseroan yang digariskan
Pasal37 ayat (1) huruf b, Perseroan "wajib" mengusahakan agar sisa
saham dibeli oleh pihak ketiga.
Pada dasarnya hak ini merupakan salah satu bentuk perlindungan
terhadap pemegang saham. Akan tetapi, sesuai dengan ketentuan Pasal
126 ayat (3), pelaksanaan hak meminta sahamnya dibeli dengan harga
yang wajar, tidak menghentikan proses pelaksanaan Pengambilalihan.

D. PEMISAHAN
gestrukturisasi Perseroan lain yang diatur dalam BAB VIII UUPT 2007
adalah Pemisahan. Bentuk ini dalam BAB VII UUPT 1995, tidak
dikenal. Hanya mengatur Penggabungan, Peleburan, dan Pengam-
bilalihan.
Pengaturan Pemisahan dalam UUPT 2007, sangat singkat. Dan
menurut Pasal 136, ketentuan lebih lanjut mengenai Pemisahan akan
diatur dengan Peraturan Pemerintah (PP). Selain dari itu, perlu
dijelaskan, terdapat beberapa persamaan ketentuan antara Pemisahan
dengan Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan, terutama
yang berkenaan dengan hal-hal yang diatur pada Pasal 127 dan Pasal
128.

1. Pengertian Pemisahan
Pertama-tama perlu diketahui pengertian atau definisi Pemisahan.
Definisinya merujuk kepada rumusan Pasal1 angka 12 yang berbunyi:
Pemisahan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh Perseroan
untuk memisahkan usaha yang mengakibatkan seluruh aktiva dan
pasiva Perseroan beralih karena hukum kepada dua atau lebih atau
sebagian aktiva dan pasiva Perseroan beralih karena hukum kepada
satu Perseroan atau lebih.
Bertitik tolak dari definisi yang dikemukakan, dapat ditarik elemen
pokok Pemisahan:
1) Pemisahan merupakan perbuatan hukum (rechtshandeling, legal
act)
Sama halnya dengan Penggabungan, Peleburan dan Pengam-
bilalihan, Pemisahan sebagai perbuatan hukum, selain tunduk
kepada ketentuan UUPT 2007 atau undang-undang Perseroan
(corporate law) juga tunduk kepada ketentuan dan prinsip hukum
perjanjian (contract law) yang diatur dalam Buku Ketiga KUH
Perdata, khususnya Bab Kedua tentang perikatan-perikatan yang
dilakukan dari kontrak atau persetujuan yang meliputi Bagian
Kesatu mengenai ketentuan umum (Pasal 1313-1319), Bagian
Kedua tentang syarat-syarat yang diperlukan untuk sahnya
persetujuan (Pasal 1320-1337) dan Bagian Ketiga tentang akibat
persetujuan (Pasal 1338-1341).
Dengan demikian ditinjau dari segi yuridis Pemisahan merupakan
persetujuan Perseroan yang Inemisahkan dengan yang menerima
pemisahan.

Hukum Perseroan Terbatas


Yang dipisahkan adalah usaha Perseroan.
Objek perbuatan hukum Pemisahan adalah ilusaha" Perseroan
yang melakukan Pemisahan.
Akibat hukum Pemisahan
Pemisahan mengakibatkan beralihnya karena hukum (ipso jure,
by the law):
• seluruh aktiva dan pasiva Perseroan yang melakukan Pemi-
sahan kepada dua Perseroan atau lebih, atau
• bisa juga yang beralih hanya sebagian aktiva dan pasiva kepada
satu Perseroan atau lebih.
Demikian uraian singkat mengenai pengertian Pemisahan. Paling
tidak apa yang dikemukakan telah dapat memberi gambaran apa yang
dirnaksud dengan perbuatan hukum Pemisahan.

2. Cara Pemisahan
Pasal 135 mengatur Pemisahan Perseroan. Caranya dapat dilakukan:
Pemisahan murni, atau
Pemisahan tidak murni.
Pemisahan murni menurut Pasal 135 ayat (2), mengakibatkan:
ilseluruh" aktiva dan pasiva Perseroan tersebut, ilberalih karena
hukum" .kepada 2 (dua) Perseroan atau lebih yang menerima
peralihan, dan
Perseroan yang melakukan Pemisahan ilberakhir" karena hukum
(van rechtswege eindigen, to be terminated by operation of law).
Pada Pemisahan ilmurni", dari hasil Pemisahan Perseroan itu,
berdiri 2 (dua) Perseroan baru atau lebih. Dan karena hukum beralih
seluruh aktiva dan pasiva Perseroan yang melakukan Pemisahan itu
kepada Perseroan baru dimaksud. Juga karena hukum berakhir
eksistensi dan validitas Perseroan yang melakukan Pemisahan.
Selanjutnya Penjelasan Pasal135 ayat (2) mengatakan, bahwa yang
dirnaksud dengan ''beralih karena hukum" adalah beralih berdasarkan
fitel umum, sehingga tidak diperlukan Akta Peralihan.
Sedang yang dimaksud dengan Pemisahan iltidak
menurut Pasal. 135 ayat(3), mengakibatkan:
1) sebagian aktiva dan pasiva Perseroan yang melakukan Pemisahan
beralih karena hukum kepada 1 (satu) Perseroan lain atau lebfu
yang menerima peralihan, dan
2) Perseroan yang melakukan Pemisahan tersebut "tetap ada".
Yang dimaksud dengan Pemisahan tidak murni menurut Penje-
lasan Pasal135 ayat (1) huruf b, lazim disebut spin off· Perbedaan pokok
antara Pemisahan murni dengan tidak murni, pada Pemisah murni
aktiva dan pasiva beralih karena hukum dari Perseroan yang melaku-
kan Pemisahan kepada Perseroan yang menerima peralihan adalah
"seluruhnya". Sebaliknya pada Pemisahan tidak murni, aktiva dan
pasiva yang beralih adalah "sebagian". Perbedaan kedua, pada
Pemisahan murni, Perseroan yang melakukan Pemisahan, berakhir
karena hukum. Sedang pada Pemisahan tidak murni, Perseroan yang
melakukan Pemisahan "tetap ada".

3. Syarat Pemisahan
Terhadap perbuatan hukum Pemisahan, berlaku sepenuhnya syarat
yang ditentukan Pasal 126 ayat (1), sebagaimana halnya syarat ini
berlaku terhadap Penggabungan, Peleburan, dan Pengambilalihan.
Dengan demikian, perbuatan hukum Pemisahan "wajib" memperha-
tikan kepentingan:
a. Perseroan, pemegang saham minoritas, Karyawan Perseroan,
b. Kreditor dan mitra usaha lainnya dari Perseroan, dan
c. masyarakat dan persaingan sehat dalam melakukan usaha.
Penjelasan selanjutnya tentang syarat ini, dapat dilihat pada uraian
syarat Penggabungan, Peleburan, dan Pengambilalihan.

4. Proses Pemisahan
Supaya perbuatan hukum Pemisahan sah, h(;l.rus memenuhi
ketentuan Pasal127. Ketentuan ini juga berlaku sepenuhnya terhadap
Penggabungan, Peleburan, dan Pengambilalihan. Dengan demikian,
tanpa mengurangi hal-hal yang telah dibahas mengenai ketentuan
Pasal127 mengenai penggabungan, Peleburan, dan Pengambilalihan,
meliputi juga terhadap Pemisahan. Namun demikian, secara ~~"""'~t-,.,f
perlu dikemukakan lagi, agar dapat melihat secara utuh penerapan

Hukum Perseroan Terbatas


Basal 127 tersebut pada perbuatan hukum Bernisahan, seperti yang
gijelaskan di bawah ini.

a.· . Pemisahan· Harus Berdasar Keputusan RUPS


RUBS mengenai Bernisahan merujuk kepada ketentuan Basal 89:
1) kuorum kehadiran, paling sedikit 3;4 (tiga perempat) bagian dari
jumlah seluruh saham dengan hak suara, hadir atau diwakili dalam
RUBS,
keputusan sah apabila disetujui paling sedikit 3/4 bagian dari jumlah
suara yang dikeluarkan dalam RUBS.
Mengenai cara pengambilan keputusan yang disebut di atas,
menurut Basal 127 ayat (1) harus lebih dahulu diterapkan ketentuan
Basal 87 ayat (1) sebelum dilakukan voting. Oleh karena itu, harus
terlebih dahulu diupayakan pengambilan keputusan RUBS melalui
drra musyawarah·untuk mufakat, sehingga keputusan yang diambil
merupakan persetujuan dari pemegang saham yang hadir dalam
RUBS.
Mengenai Bemisahan juga dimungkinkan diadakan RUBS kedua
ketiga. Tentang hal ini telah cukup dijelaskan pada uraian
Benggabungan, Beleburan, dan Bengambila1ihan.

b. Mengumumkan Ringkasan Rancangan Pemisahan


Berdasar Basal 127 ayat (2), Direksi Berseroan yang akan melakukan
Bemisahan:
wajib membuat Rancangan Bernisahan;
RingkasanRancangan Bernisahan wajib diumumkan oleh Direksi
Berseroan yang melakukan Bernisahan:
a) dimuat paling sedikit dalam 1 (satu) Surat Kabar atau lebih,
b) mengumumkan secara tertulis kepada Karyawan Berseroan,
c) pengumuman dilakukan paling lambat 30 (tiga puluh) hari
sebelum pemanggilan RUBS,
d) pengumuman wajib mencantumkan pemberitahuan, pihak
yang.berkepentingandapat memperoleh Rancangan Bemi-
sahan di Kantor Berseroan terhitung sejak tanggal pengu-
muman sampai tanggal RUBS diselenggarakan.
Dari penjelasan di atas,l sebelum RUPS diadakan untuk me-
ngambil keputusan mengenai Pemisahan, Direksi Perseroan yang
hendak melakukan pemisahan wajib terlebih dahulu "mengu-
mumkan" Rancangan Pemisahan dalam Surat Kabar dan kepada
Karyawan.

c. Kreditor Berhak Mengajukan Keberatalt


Pasal 127 ayat (4) memberi hak kepada kreditor mengajukan
keberatan terhadap Rancangan Pemisahan, sesuai dengan ketentuan
berikut:
1) jangka waktu mengajukan keberatan paling lambat 14 (empat
belas) hari sejak tanggal pengumuman,
2) apabila dalam jangka waktu tersebut tidak diajukan keberatan,
kreditor dianggap menyetujui Pemisahan,
3) jika keberatan kreditor tidak dapat diselesaikan Direksi sampai
tanggal RUPS diselenggarakan:
• Direksi menyampaikan keberatan itu dalam RUPS, dan
• RUPS yang akan mengambil penyelesaian.
4) selama penyelesaian keberatan kreditor belum tercapai, Pemisahan
tidak dapat dilaksanakan.
Perhatikan kembali uraian tentang hal ini pada Penggabungan,
Peleburan dan Pengambilalihan.

d. Menuangkan Rancangan Pemisahan yang TeZah Disetujui RUPS


ke DaZam Akta Pemisahan
Proses atau tindakan selanjutnya apabila RUPS menyetujui Pemisahan:
1) menuangkan Rancangan Pemisahan ke dalam Akta Pemisahan,
2) Akta Pemisahan dibuat di hadapan Notaris dalam bahasa
Indonesia.

5. Hak Pemegang Saham yang Tidak Setuju Atas Pemisahan


Terhadap Pemisahan, berlaku juga ketentuan Pasal 126 ayat
sebagaimana juga halnya terhadap Penggabungan, Peleburan, dan
Pengambilalihan. Pemegang saham yang tidak setuju
keputusan RUPS mengenai Pemisahan:

Hukum Perseroan Terbatas


berhak meminta kepada Perseroan agar sahamnya dibeli dengan
harga yang wajar sesuai dengan ketentuan Pasal 62;
dalam hal saham yang diminta untuk dibeli melebihi batas
ketentuan pembelian kembali saham oleh Perseroan sebagaimana
dimaksud Pasal 37 ayat (1) huruf b, Perseroan wajib mengusa-
hakan agar sisa saham tersebut dibeli oleh pihak ketiga;
pelaksanaan hak pemegang saham itu, tidak menghentikan proses
pelaksanaan Pemisahan (Pasal126 ayat (3).
BAB IX UUPT 2007, memuat ketentuan tentang pemeriksaan terhadap
Perseroan. Terdiri dari Pasal138-141. Sehubungan dengan itu, ruang
lingkup yang akan dibahas pada bab ini meliputi tujuan dan syarat
pemeriksaan, lingkup pemeriksaan, dan laporan hasil pemeriksaan.
Berdasar Pasal138 ayat (1), pemeriksaan terhadap Perseroan dapat
dilakukan. Tujuannya untuk "mendapatkan data" atau "mendapatkan
keterangan". Data atau keterangan itu diperlukan, karena terdapat
"dugaan" (vermoeden, presumption), bahwa:
a. Perseroan melakukan perbuatan melawan hukum yang
merugikan pemegang saham atau pihak ketiga,
b. Anggota Direksi atau Dewan Komisaris melakukan perbuatan
melawan hukum yang merugikan Perseroan atau pemegang saham
atau pihak ketiga.
Bertitik tolak dari ketentuan tersebut, apabila ada dugaan (presump-
tion or supposition) tentang adanya perbuatan, melawan hukum
(onrechtmatige daad, wrongful act) yang dilakukan Perseroan atau
r-
anggota Direksi maupun DK yang merugikan Perseroan, pemegang
saham atau pihak lain dapat meminta kepada Pengadilan agar
j
dilakukan pemeriksaan terhadap Perseroan.
r
c
a
Pertama-tama mari kita lihat tujuan dan syarat permintaan peme- F
riksaan Perseroan. i1
s'

Hukum Perseroan Terbatas


Tujuan Pemeriksaan
utama pemeriksaan terhadap Perseroan:
untuk mendapatkan data, atau
mendapat keterangan, dalam hal terdapat dugaan, bahwa Perse-
roan melakukan perbuatan melawan hukum yang merugikan
pemegang saham atau pihak ketiga. Atau anggota Direksi maupun
DK melakukan perbuatan hukum (PMH) yang merugikan
Perseroan atau pemegang saham atau pihak ketiga.
Data atau keterangan yang dicari dan diperoleh dari hasil pemerik-
saan itu, untuk dijadikan sebagai bukti yang dapat memperjelas
;tentang benar atau tidaknya dugaan PMH yang dilakukan Perseroan
atau anggota Direksi dan DK dimaksud. Jika dari hasil pemeriksaan
ditemukan fakta-fakta tentang terjadinya PMH, berarti dugaan itu akan
g.idukung olehbukti yang bersifat langsung (direct evidence) yang
1l)ampu membuktikan adanya peristiwa PMH yang dilakukan
J-lerseroan atau. anggota Direksi. atau DK yang merugikan pemegang
~ciliam, Perseroan, atau pihak ketiga.

Syarat Permintaan Pemeriksaan


.Permintaan pemeriksaan terhadap Perseroan harus memenuhi syarat
formil dan materiil, yang terdiri dari:

Ada Dugaalt PMH yang Dilakukan oleh Perseroan, Anggota Direksi


atau DK
yarat pertama, permintaan pemeriksaan terhadap Perseroan harus
itegakkan di atas landasan hukum adanya dugaan" (vermoeden,
1/

resumption) terjadi PMH.


Timbul pertanyaan. Dugaan atau persangkaan yang bagaimana
ang memiliki kualitas memenuhi syarat untuk dijadikan landasan
likum permintaan pemeriksaan terhadap Perseroan? Kalau berpe-
oman kepada teori dan praktik hukum pembuktian yang terkan-
ling pada Pasal173 HIR atau Pasal1915 KUH Perdata, dugaan atau
ersangkaan yang memiliki kualitas sebagai alat bukti sah, dugaan
hams merupakan kesimpulan yang ditarik dari suatu peristiwa,
suatu hal atau tindakan yang terjadi, dan dari kesimpulan yang ditarik
itu ditemukan indikasi atau fakta adanya unsur PMH dalam peristiwa
hal atau kejadian yang dilakukan Perseroan, anggota Direksi atau DK
tersebut.
Dengan kata lain, kesimpulan yang ditarik dari peristiwa, hal atau
kejadian yang diduga mengandung unsur PMH, belum konkret
seratus persen, sehingga diperlukan lagi data atau fakta lain untuk
membuktikan kebenaran dugaan PMH tersebut.
Kira-kira demikian gambaran kualitas dugaan yang bernilai
memenuhi syarat untuk mengajukan permintaan pemeriksaan terha-
dap Perseroan kepada Pengadilan Negeri. Harus ada peristiwa, hal
atau kejadian yang dilakukan Perseroan, anggota Direksi atau DK yang
dapat memberi kesimpulan bahwa dalam peristiwa, hal atau kejadian
itu, terdapat unsur PMH.
Dugaan yang tidak memiliki kualitas seperti itu, belum memenuhi
syarat untuk dijadikan dasar landasan mengajukan permintaan peme-
riksaan terhadap Perseroan. Atau paling tidak ada bukti permulaan
(begin van bewijs, prima facie evidence) yang kuat mendukung dugaan
itu. Maka dalam rangka memperkuat dugaan itu agar bisa mencapai
batas minimal pembuktian, diperlukan pemeriksaan terhadap
Perseroan untuk memperoleh alat bukti yang sah baik berupa
dokumen, keterangan saksi atau ahli, sebagai persiapan untuk
mengajukan gugatan PMH berdasar Pasal1365 KUH Perdata LUUUV
LU.l

Perseroan, anggota Direksi atau DK.


Berdasar pendapat di atas, hukum tidak membenarkan
mengajukan permintaan pemeriksaan terhadap Perseroan secara
sewenang-wenang (arbitrary). Mesti didukung oleh dugaan yang kuat
yang ditarik dari peristiwa, hal atau kejadian yang dilakukan Perse-
roan, anggota Direksi atau DK. Membenarkan pengajuan pemeriksaan
terhadap Perseroan secara sembrono tanpa didukung alat bukti
permulaan atau paling tidak indikasi konkret tentang adanya unsur
PMH dalam suatu peristiwa, hal atau kejadian di mana di dalamnya
terlibat Perseroan, anggota Direksi atau DK,
atau mengganggu kelancaran pengurusan Perseroan dalam rangka
mencapai maksud dan tujuan yang
b. Yang Diduga Melakukan PMH adalah Perseroan, Anggota Direksi
atau DK
Syarat kedua, yang diduga melakukan PMH tersebut adalah:
1) Perseroan,
2) anggota Direksi, atau
3) Dewan Komisaris.
Kalau yang diduga melakukan PMH terhadap Perseroan adalah
pemegang saham atau pihak ketiga, tidak dapat dijadikan landasan
mengajukan permintaan pemeriksaan terhadap Perseroan. Kasus yang
seperti itu tidak termasuk domain yurisdiksi pemeriksaan terhadap
Perseroan, tetapi termasuk yurisdiksi gugatan PMH ke Pengadilan
Negeri. Jadi, supaya terpenuhi syarat kedua, yang melakukan PMH
yang menimbulkan kerugian terhadap pemegang saham atau pihak
ketiga dalam rangka melaksanakan kegiatan Perseroan, harus terdiri
dari Perseroan, anggota Direksi atau DK.

c. Merugikan Pemegang Saham, Perseroan atau Pihak Ketiga


Jika yang diduga melakukan PMH itu adalah Perseroan, menimbulkan
kerugian kepada:
1) pemegang saham, atau
2) pihak ketiga.
Kalau yang diduga melakukan PMH itu anggota Direksi atau DK,
dugaan itu telah menimbulkan kerugian kepada:
) Perseroan,
2) pemegang saham, atau
3) pihak ketiga.
Sehubungan dengan itu, pada permohonan pemeriksaan terhadap
Perseroan, pemohon harus mengemukakan fakta konkret kerugian
yang dialaminya atau yang diderita Perseroan atau pihak ketiga. Kalau
permohonan tidak didukung fakta konkret adanya kerugian yang
diderita atau dialami, permohonan pemeriksaan terhadap Perseroan
tidak memenuhi syarat.
d. Permintaan Data atau Keterangan Secara Langsung Ditolak
Perseroan
Syarat keempat, merupakan syarat formal yang berlaku kepada peme-
gang saham, yakni
• pemohon telah pernah meminta secara langsung" mengenai data
fI

atau keterangan yang berkaitan dengan dugaan PMH yang dilaku-


kan oleh Perseroan, anggota Direksi atau DK,
• namun permintaan data atau keterangan secara langsung itu,
ditolak" atau fltidak diperhatikan" oleh Perseroan.
fI

Syarat keempat ini ditegaskan pada Pasal138 ayat (4) yang menga-
takan, permohonan pemeriksaan terhadap Perseroan baru dapat
diajukan setelah pemohon terlebih dahulu meminta data atau
keterangan kepada Perseroan dalam RUPS, dan Perseroan tidak
memberikan data atau keterangan tersebut. Bahkan syarat ini juga
dikemukakan pada Penjelasan Pasal 138 ayat (1) yang mengatakan
sebelum mengajukan permohonan terhadap Perseroan, pemohon
telah meminta secara langsung" kepada Perseroan mengenai data
fI

atau keterangan yang dibutuhkannya. Dalam hal Perseroan flmenolak"


atau fltidak memperhatikan" permintaan tersebut, memberi hak
kepada yang bersangkutan mengajukan permohonan pemeriksaan
terhadap Perseroan.
Namun perlu diingat, syarat keempat ini menurut Pasal 138 ayat
(4), hanya berlaku apabila pemohonnya pemegang saham. Terhadap
pemohon yang lain, syarat ini tidak berlaku. Kalau begitu, kalau belum
pernah diajukan permintaan langsung kepada Perseroan mengenai
data atau keterangan yang dibutuhkan sehubungan dengan PMH yang
diduga dilakukan Perseroan, anggota Direksi atau DK, tertutup hak
pemegang saham mengajukan upaya permohonan pemeriksaan
terhadap Perseroan. Permohonan yang demikian mengandung cacat
formil. Ditinjau dari segi teknis yustisial permohonan itu dikategori
sebagai permohonan yang flprematur" (prematuur, premature) yang
mengakibatkan permohonan dinyatakan tidak dapat diterima (niet
ontvankelijk verklaard, to declare inadmissable).
Keempat syarat di atas, bersifat kumulatif, bukan alternatif.
saja dari syarat itu tidak terpenuhi, mengakibatkan permohonan
sekaligus mengandung cacat formil dan materiil.

Hukum Perseroan Terbatas


Dengan demikian, sebelum melangkah mengambil sikap
mengajukan permohonan pemeriksaan terhadap Perseroan, harus
terlebih dahulu dilakukan persiapan yang matang berkenaan dengan
pemenuhan syarat-syarat formil dan materiil yang dideskripsi di atas,
agar permohonan tidak mengalami kegagalan.

Pada bagian ini akan dibicarakan hal-hal yang berkenaan dengan ruang
lingkup pemeriksaan terhadap Perseroan, mulai dari masalah bentuk
permohonan, kompetensi peradilan, pihak yang berhak mengajukan
permohonan dan bentuk produk pengadilan sehubungan dengan
permohonan.

Bentuk Permintaan Pemeriksaan


Bentuk formil permintaan pengajuan pemeriksaan terhadap Perseroan
dalam rangka untuk mendapatkan data atau keterangan berkenaan
dengan PMH yang diduga dilakukan Perseroan, anggota Direksi atau
DK adalah berbentuk "Permohonan Tertulis// (verzoekschrift, petition).
Ditinjau dari segi teknis yustisial atau teknis peradilan:
permintaan pemeriksaan terhadap Perseroan ke Pengadilan Negeri
adalah bersifat peradilan voluntair (voluntaire rechtspraak, voluntary
jurisdiction) yakni permohonan secara sepihak dari pemohon tanpa
ada pihak lain atau pihak ketiga yang ditarik sebagai lawan, dan
proses pemeriksaannya benar-benar murni secara ex-parte yakni
secara sepihak atau unilateral, dalam hal ini hanya pemohon saja
yang diperiksa tanpa bantahan (verweer, resistence) dari pihak lain.
Dengan demikian, jika semata-mata bertitik tolak dari ketentuan
Pasal138 ayat (2) yang mengatakan, pengajuan permintaan pemerik-
saan adalah berbentuk Permohonan secara tertulis, berarti kasus yang
demikian ditinjau dari segi teknis peradilan, termasuk yurisdiksi
voluntair dengan proses pemeriksaan secara ex-parte. Tidak tergolong
bentuk gugatan (vordering, claim), oleh karena itu tidak termasuk
yurisdiksi kontentiosa (contentieuxe rechtspraak, contentious jurisdiction)
dengan proses pemeriksaan secara kontradiktor atau inter-partes.
Kalau begitu bertitik tolak dari ketentuan Pasal 138 ayat (2)
dikaitkan dengan teknis peradilan, dalam proses pemeriksa an
Pengadilan cukup memanggil dan memeriksa pemohon saja secara
sepihak. Pengadilan tidak wajib memanggil dan memeriksa pihak
Perseroan, anggota Direksi atau DK yang bersangkutan.
Akan tetapi, apa yang dikemukakan di atas adalah penerapan pene-
gakan hukum dan tata tertib beracara secara sempit atau strict
Namun dari pendekatan prinsip peradilan yang fair (jail' trial), tidak
salah memeriksa dan mendengar keterangan pihak yang terlibat,
seperti anggota Direksi atau DK, dengan syarat pemeriksaan terhadap
mereka tidak boleh mengakibatkan proses penyelesaian permohonan
mengalami keterlambatan. Bukankah rasio yang melatarbelakangi
pemeriksaan terhadap Perseroan, sengaja oleh pembuat undang-
undang berbentuk Permohonan, agar proses penyelesaian sesuai
dengan prinsip peradilan sederhana dan cepat (simple and speedly)
supaya kegiatan Perseroan tidak terganggu.

2. Permohonan Secara Tertulis


Pasal 138 ayat (2) dengan tegas menentukan Permohonan diajukan
secara tertulis (verzoekschrift). Tidak dibolehkan secara lisan (mondeling,
verbal). Ketentuan ini merupakan penyimpangan dari ketentuan
umum yang digariskan Pasal 120 HIR, yang membolehkan permo-
honan atau gugatan diajukan secara lisan, khususnya kepada yang
buta aksara.
Permohonan harus memuat alasan. Dari segi teknis yustisial, setiap
permohonan atau gugatan wajib memuat dalil yang disebut posita
(jundamentum petendi) yang berisi alasan hukum (legal reason) yang
mendasari permohonan atau gugatan. Dan alasan hukum itulah yang
menjadi landasan titik tolak pemeriksaan permohonan. Oleh karena
itu, alasan hukum permohonan harus memenuhi syarat mengenai
sesuatu hal yang jelas, terang, dan pasti (een duidelijke en bebaalde
conclusie).
Dasar alasan pokok permohonan yang diajukan dalam kasus ini
tolak dari ketentuan Pasal 138 avat (1). uUhCluu

Hukum J)ef<ll:.lfl'l::m
yang dilakukan oleh Perseroan, anggota iIDireksi ataul)ID~;. yang
merugik@Perseroan,; perneg@g,sanam .atall.pihakketiga:
daHl dugaan itu dirumuskClfl d,eng@ jelas, ter@g dan pasti, tidak
kaburdan mendua,
jelas disebut bentuk PMHapqy@g terjad,i diduk.ungdengan fakta-
faktanya,sepertL perpl}-atan ultra vires rnana;yang. terjadi,
pemal$uanapayang d,ilakukan, fi4uciary dqty mana yang.dilanggar,
benturan kepentingan apa yang dilakuk@d@.sebagainya,
In:J1"ll cri rr .-:11 ':11 ':)1'Y\1 h ':11"11 C .-:11101 ':1C
':)"Y'\ ':)1"'\':) U':)"Y'\ secara
1£':1"Y'\

:A.payangdikemukakandiatas, telah diperirlgatkan juga oleh Pasal


13~ ;ayat(5).i:Permohonanuntuk· mendaPCltkan dqta. atau .keterangan
hams didasarkan atas alasan yang wajar dan iktikadbaik .(reqsonable
and good fai th).
Selain itu, permoholl.an jtigaharus;mell.cantuInkan pefiturl.l.yang
relevcfll. ;dell.gan .permohonan.itusendiri~; Jikq.bexti tik tolqk .' d,ari
ketentuan Pasal138 dihubungkandengan;tuju@Permohon@ adalah
permintaan untuk dilakukan pemeriksaan terhadap Perseroan guna
mendapatkan data atau keterangan yang berkait@;.dengandugaan
ID~,;maka
3. Yurisdiksi Peradilan
Mengenai yurisdiksi atau kompetensi peradilan yang berwenang
melakukan menurut Pasal 138 ayat (2):
• jatuh menjadi yurisdiksi absolut Peradilan Umum, dalam hal ini
Pengadilan Negeri, bukan Pengadilan Niaga,
• sedang kompentensi relatifnya jatuh menjadi kewenangan
Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat
kedudukan Perseroan.
Jadi, undang-undang dengan tegas menentukan sendiri yurisdiksi
absolut maupun yurisdiksi relatif peradilan mana yang berwenang
memeriksa dan mengadili Permohonan, yakni menjadi kewenangan
Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi temp at
kedudukan Perseroan.

4. Yang Berhak Mengajukan Permohonan


Yang berhak atau yang memiliki legal standing mengajukan Permo-
honan menurut Pasal138 ayat (3) terdiri atas:

a. Pemegang Saham
Pemegang saham mempunyai legal standing mengajukan permohonan
pemeriksaan terhadap Perseroan:
• 1 (satu) pemegang saham atau lebih,
• dengan syarat, mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh)
bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara.
Jadi, boleh hanya satu orang pemegang saja, asal mewakili paling
sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham
dengan hak suara. Boleh juga beberapa pemegang saham, asal
terpenuhi batas minimal kepemilikan saham yang disebut di atas.

b. Pihak Lain
Pihak lain juga memiliki legal standing mengajukan Permohonan
pemeriksaan terhadap Perseroan, dengan syarat:
1) peraturan perundang-undangan sendiri yang memberi
kepada yang bersangkutan, atau

Hukum Perseroan Terbatas


2) berdasar perjanjian antara pihak lainitudenganRerseroan,>di<mana
~fll~,: §alah :§at\;l. k~fl\;lS\;l!PyJj fP.}j~fP.}. it\;l~weW1;>yJ~wew yn fll1g
1}yp.a~qnyqr\;lntp.1} :mel1gaj\;lkal1'iPyrglohqllqnrpemer~1}saan
terhadap Rerseroan.

c. Kejaksaan
Undang-undan.g juga memberi.legal standing<kepadaK.ejaksaan \;ll1tuk

1<~lgWpok illiSallg :1l1emili1}i,llak ataulegal standing


1l1engSlju1<ill}'lp~:rmollo11Wlpemeriks,aaIil.terlladap. •·Re]?se]?gan.:Und.qng-
P-lld.ang • tid.q1<1l1~1l1b~]?ikWl hak itukepada ;WlgggtaDir~1<si)atSlu:D 1<..
K.~<:lJSl!i Wlgg9tSl IDireksi itll pe1l1~gqng,sqhqm;pia b~]?llak1l1engajukan
P~:rm91lg11aIilpe1l1e]?iksaaIil~alam •. statlls'l1YSl,s~pagai.p~rn.egaILgsq1lam,
pp.kWl>d.alqm;kSlPgsitas,l1ya §~pagai Wlgg9tSlPi]?~ks,iSltau: DK.
Selaili daripadaitu';p~rlti diperhatikanketentuan Rasal138 ayat
(4).' Menurutketentuanini, syarat haiusterlebih. dahulumeminta data
atauketerangancseG:aiaUa.ngsung:kepada •. Rerseroa.nrdan 'kemuClian
permintaan:itU ditolak,barudapSltmengajukan permohonan perherik:.
saan terhadap Rerseroan, hanya berlaku dan diterapkan kepada
pemegang saham. Syarat
1<yjq1<saWl:.Qleh; 1<qJ?~l1Ciitu,! pi1la.l<lai11ratal1!1<~jq1<saSl11 d.SlPSlt1aIilgS,p.ng
wellgCiju1<WlcpgrglohgllWl:::pe1l1eriksflSl11 t~rllad:apRe]:'s,erga1J.!
hams terlebih dahulu melakukan upaya1l1emmta d.Slta Sltm.t.1<~teraILgaIL
dari Rerseroan seG:ara langsung.
Selanjutnya menurut Rasal(l:38' ayat (6).: Ketentuan '. sebagaimana
di;rrlq1<sp.d.Ras,al1.98Slyat(2),;SlYSlt·(9)1lp.ruiad.aILayat·(£t),tidq1<;1l1~11lltllP
keW\;ll1gkman.. p~raturaIilp~]?\;ll1daILg'=P-lldaIilgaIil.di p i d.an:gpasqJ?1l10d.al
menentukan . lain.

5. Rengadilan Dapat Menolak Atan Mengabulkan Permohonan


Rasal139 ayat (1) memberi wewenang
"menolak" atau "mengabulkaIil'~;pe:rmgllgnan.SehubungaIil: . d~l1gan

pengabulan dimaksud, seperti yang diuraikan berikut ini.


2) berdasar perjanjian antara pillak lainimdenganI?ersetoan,>diinana
<:If\lwn>i~alahsatt;l. klf\t;lst;l!;py!jflTlj~flTl.~tt;l~ 11le11lR·y!~.weWYl1ClJ.1g
l).ypea<:lf\nya;t;lntt;l1<.'IllYl1gajukan .;···;PY!11l0I1o,l1f\11)peme!H<saan
terhadap Perseroan.

5. Pengadilan Dapat J.VJI.'-Jl.I.F9UIVU.Jl..B.'-UJl.I. Permohonan


Pasal139 ayat (l)HL~HLV~.L.L
"menolak" atau

pengabulan dimaksud, seperti yang diuraikan berikut ini.


a.Pengadilan Menolak Permohonan b)
Kapan PengadiIan Negeri dapatmenolal<permohonan? Menurut Pasal
139 ayat (l).·KetuaPengadilanNegerimenolal< permohonan berdasar c)
duahal:
1) permohonan tidak didasarkan atas alasan yang wajar (unreasonable d)
reason), danlatau
2) permohonan tidal< dilal<ukan\ dengan iktikad baik.
e)
Dari pendekatan teknis yustisial, penolal<an atas permohonari
gugatan didasarkari pada prinsip hukurri pembuktian yang .L-'-l'--'-l5UJCU
kan, permohonan ataugugatan ditolal< apabila pemohonatau· peng- nai
gugat tidal< dapat membuktikandalil permohonanatau gugatan. Jika berb
prinsiphukum pembuktian tersebut dikaitkan dertgan ketentuan Pasal saar
139 ayat (2),iberarti penolal<an permohonan oleh Ketua Pengadilari seht
Negeri, disebabkan pemohon tidak dapat membuktikan· adanya DK.
dugaan PMHyangdilal<ukan oleh Perseroan, anggota Direksi
DK. Atau sebaliknya, Ketua Pengadilan Negeri menemukan fal<ta atau oran
dapat membuktikan, permohonan yang diajukan diselubungi dengan Dale
iktikad tidal<baik \(te kwader trouw, bad faith). Misalnya permohonan pen~

diajukan hanya sekadar untuk mengganggu kegiatan Perseroan. oran


Keal
b; . Pengadilan MengabulkanPennohonan yan~

Pasal. 139 .ayat· (3) .mengaturmengertai \. pengabulan// permohonan.


II mau
ApabilaKetua Pengadilan Negeri mengabulkan permohonan harus
tundllk kepada· ketentuan berikut. kete]
pen~

Produkyang diterbitkan penetapan


Pengabulan permohortan dituangkan\atau diterbitkan dalam bentuk ayat
Penetapan.Memangmenurut·· teknisperadilan produk yang dapat CD 1
diterbitkan Pengadilan atas permohonan adalah Penetapart •
(beschikking, order or decree), bukan putusan (vonnis, award or judgment).
3)
pokok penetapan
yan~
Isipokok Penetapan memuat UJ..'-'LLU..ll.

vienf;abulkan permohonan
h) Mengangkat ahli(palingbanyak3 (tiga), orang) ,.untuk melakukan
ttPasal pemeriksaan terhadap Perseroan;
~tdasar c) Menetapkan jangka waktu pemeriksaan paling lambat 90 (sem-
bilan puluh) hari terhitung sejak tanggal pen.gangkatan;
sonable d) Memerintahkan ahli membuat dan menyampaikan Laporan Hasil
Pemeriksaan kepada Ketua Pengadilan dalam jangka tertentu, tidak
boleh lewat dari 90 (sembilanpuluhhari);
e) Me:Il~tflpkan,atau lnenentul}.an, biaya pelneriksaan,.
Marikitalihat lebih jauh isi Penetapan yang disebut di atas. Menge-
peng- naipengabulan permintaan pemeriksaan terhadap Perseroan,harus
bertitik tolak dari pertimbangan, bahwa tujuan dikabulkan pemerik-
l.Pasal saan, untuk mendapatkan data atau keterangan yang diperlukan
selJ,llbungan, PMI-lt yang dilakukan Perseroan,ranggota Oireksi. atau

Mengenaiq;lhli. Menurut Penjelasan Pasal :139 ayat(3)~' ahli"adalah


raatau orang yangrri¢mpunyaikeahlian 'dalam bidqnglyangakan Idiperiksa.
.engan Dalamleoridan'praktikhukuIIl.,; ahli adalahtbrang yangmemiliki
honan pengetahuan .atau ·pen.galam.an' khusus' dicbidang£ terten.tu,· sehingga
orang itubenar-benar merriiliki kompetensi· dalarribidang' tersebut.
Keahlian khusus yang dimilikiny;a,bisa dalam bentuk kecakapan (skill)
yang diperoleh dari hasil pendidikan (education) atau latihan (training)
maupun hasH pengalaman (experience). Sedemikian rupa keahlian
harus khusuSyang,. dimilil<inya, ccia,lambidang tertentu, sRhinggapenjelasan,
keterangan dan pendapat yang disampaikannya rnelebihikemampuan
pengetahuan atau pengalaman orang biasa (ordinary people). Tentang
ju,rn.la,h ahli Yang dapa,t ciitunjuk. dalam Penetapan mel1urut Pasal 139
ayat (3):
dapat

ment).

berapa orang
yang dianggap layak (1"easonable)rdi1<aitkan dRnganlingkupdan bobot
Yang tidak dapat diangkat sebagai ahli, diatur pada Pasal139 ayat b)
(4), terdiri dari: Pas,
1) setiap anggota Direksi, Pen
2) setiap anggota DK, bia1
3) karyawan Perseroan, Pen
4) konsultan, dan dike
5) akuntan publik yang telah ditunjuk oleh Perseroan. Per:
Semua mereka itu tidak dapat diangkat sebagai ahli. Mereka diang-
gap mempunyai benturan kepentingan (conflict of interest) dengan Pas
Perseroan.
keF
um
4) ]angka waktu pemeriksaan ahli adc
Selanjutnya mengenai masalah jangka waktu. Menurut ketentuan per
Pasal140 ayat (1) tentang jangka waktu pemeriksaan oleh ahli, paling dia
lambat 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak tanggal "pengang- pri
katan" ahli tersebut. Pengadilan boleh menetapkan jangka waktu yang pel
lebih pendek dari 90 (sembilan puluh) hari. Namun tidak boleh sac
melebihi jangka waktu dimaksud. Tergantung pada pertimbangan dan tul
penilaian Pengadilan, berapa lama jangka waktu pemeriksaan yang un
dianggap layak dan proporsional untuk itu.
c)
5) Biaya pemeriksaan
Tentang biaya pemeriksaan, merujuk kepada ketentuan Pasal 41, Ta
dengan acuan penerapan sebagai berikut. se]
Ull
a) Penetapan ketua pengadilan negeri menetapkan "jumlah maksimum" ac
biaya pemeriksaan •
Makna jumlah maksimum di sini, adalah ambang batas jumlah
tertinggi yang dibenarkan untuk dibayarkan kepada ahli dalam rangka •
pelaksanaan pemeriksaan terhadap Perseroan. Jumlah maksimum itu
bukan berarti jumlah itu mesti dicapai dan dibayar atau dihabiskan.
Yang dibayarkan boleh lebih keeil dari batas maksimum, sesuai dengan •
perhitungan pengeluaran yang konkret dan objektif.
BiqyapemeriksaandipikUlkanl\.c/-,uuu
Pas~niT4rayat(2) menegaskan/ Biaya 'pemeriKsaan diBayar olen
Perseroan. Ketentuan ini merupakan prinsip,sellingga pada dasarriya
Biaya y pemeriksaari' tidak dapat dipertClnggtingjawaBkah;kepada
Pemonon. Tanpa mempersoalkan apakan permonorian.ditolak atau
dikabulkan, pada prinsipnya biaya pemeriksaan dipikulkan kepada
Perseroan.
KetenWan . 1W' 11;l~~yimPang dar~f prmpip umum Yang digClIis1<an
Pasal181 ayat (1) HIR. Berdasar ketentuan ini, Biaya perkara dipikulkan
kepada pinak

mg0 prinsip umum, orang yang tidak duduk CJ\._I..IU5CU

memrl<ul 'pemBayaranfBiaya.· pemerik-


saan. Namun demikian olen l<arena Pasal'141ayat (2)sendiri ULClL~J.L
tukan, maka ketentuan ini Bersifat lex specialis yang memiliki l<ualitas
untuk menyampingkan ketentuanumum

b) '···Y1.titspermohonanpel1Se.roan,.pengadilandapat '.memikulkan,biarga

Taripa mengurarig'i· ptinsip pemBebananbiayapemeilksaari dibayar


seluruhnya olen Perseroan, Pasal141 ayat (3) memberikenuxngkinari
untuk memikulkan Biava pemeriksaan kepada Pemonon, dengan
Berdasar PenjelasanPasal141 ayat (3) pembebananpenggantiaN 2:
biaya 1}epada PeIll0p.pn ditetapkan oleh Pengadilan denganmeIllPttri Di··s
hatikan hCisilpemeriksaan. ang~

Demikian hal-haL yang mesti diterapkan Pengadilan,apabila lain


permohonan 'dikabulkan.
perb
Pers
c. TUGAS DAN KEWAJIBAN AHlI
balli-an ini akari dibicarakali tugas dan kewajiban ahli.
3. .

1. i.¥e~aktlkan.P~~e~ik~aanterh~da~,.Perseroan
Pas,
Inflah tu&as,.ata~f1lngsi,al1liyangditunj~k, yakni,JJ;lelakukan pemerY): Pem
saflHJerh~gflP Pe,rseroan d~~ rangka mencClri dan menidapatkan dat~
atau~etyrangan, apakah,pellar telah terjadi PMH oleh Persero an;
a.
aIlggota Direk~i, fltau. DK.
palam rangka JJ;lelaksaIla~c;lJ)"t~gaspemeri~saflIl Ahli
kepa<ia ahli. diberi J~hak":qe~ikut. disaJ

a. Memeriksa Semua Dokumen


b. J

Hak pertama ahli dalam melaksanakan tugas pemeriksaan ialah


Jang
merneriksa .semua.dokumen yang dianggapperlu. Yang.dirnaksud
i'

Pen!
dengan dokumen menurut Penjelasan Pasallq9 ayat (5),. adalah ~Jsemua Pent
do~~eJ;(i.te~JJ;lqsukquku,catataIl, . dan surCit yang .berkaitan dengart
haru
~egiatClIl ;I:>,ersero an· ahH.
pent
b. Memeriksa Karyawan Perseroan yang D1Fl1fggapPtrr'u, oleh Ah1l ahlL
Setiap/anggotaDi'l7eksi" anggotaDewanK:()misaris. dan .semua karyaT Pen~
wan "wajib rnemberikan" .segala. keterangan/yang '. diperlukan untuk
pelaksanaan pemeriksaan. Apa. sanksinya jika anggotaDir~ksi 4.
DK maupun karyawan,. tidak.,bersediamemenuhi k~wajibaIltersebut?
Tidak diatur dalarn pasal dirnaksud. Oleh karena itu,. pada dasarnya Pros
kewajiban itu lebihbersifat, atau
tungkan pada rasatanggung .jawab (responsibility) dibanding dari a)
yuridis.
2. AhliWajih .Merahasiakan HasilPemeriksaan
Di'samping adariya: 'hakanli . tintu.k:·:: meilleriksa '·seillua J dokumen,
anggota Direksi dan DK afatik.arya#ariYarig diariggapperlti, di:pihak
l~~~p~da ,~i dibe~~Kewajiban !"~~~~as~~~~!Q~:~l pe~erik-
saan.' Apabila ahli melanggar kewajiban itu, dianggClpmelakukan
perbuatan melawan hukum jika hal itu meniIllbulkan kefugiari kepada
Perseroan.

AhU cWajib'Membuat.·Jdan, Menyampaikan Laporan Hasil


Pemeriksaari Kepada . : ·KetuaPengadilan.
Pasalt40ayat(1) 'Ill€wajibkanahIimeIllbtiat Ii Eaporall. Hasil
Pemeriksaan", dengan ketentuari sebagai' beriktit.

a.£:'EaporanHasil :Pemer,iksiaanDisampaikankepada' rKetua


Pengat:lilanNegeri
Anli'#ajibilleIllbtiaf t:aporaifHasil Pemeriksaan,daritIapofari:ifu
disampaikan: kepaaa KeIDa·: Pengaailari'Negeri!yang' bersangkutan.

b. ]angka Waktu Penyampaian 'Eaporan


ialah Jangka waktu penyampaian Laporan Hasil Pemeriksaan kepada Ketua
!aksud Pengadilan Negeri, sesuai dengan jangka waktu yang ditentukan dalam
Penetapan Pengadilan. Seperti yang dijelaskan di atas, dalam Penetapan
hams dicantumkan diktum tentang jangka waktu pemeriksaan oleh
ahli. Jangka waktunya paling lama 90 (sembilan pulun) hari. Jika
penetapan menentukan jangka waktu 90 (sembilan puluh) hari, berarti
ahli mesti menyampaikan Laporan Hasil Pemeriksaan itu kepada Ketua
Pengadilan Negeri, paling lambat dalam jangka waktu tersebut.
untuk.
;i 4. Ketua Pengadilan Negeri Memberikan Salinan Laporan HasH
Pemeriksaan kepada Pemohon Perseroan
Proses selanjutnya setelah Ketua Pengadilan Negeri menerima Laporan
Hasil Pemeriksaan dari ahli:
a) Memberikan "salinan" Laporan Hasil Pemeriksaan kepada:
Pemohon, dan
2) Perseroan yang bersangkutan.
Pembubaran Perseroan, tidak otomatis mematikan atau menghi- 2[.
langkan status badan hukumnya. Pemegang saham masih tetap eksis. Pa
RUPS masih tetap berfungsi mengambil keputusan sepanjang hal itu dil
berkenaan dengan proses pembubaran atau likuidasi. Direksi dan DK a.
juga masih tetap ada dan valid. b:
Menurut Penjelasan Pasal 142 ayat (6) dengan pengangkatan
likuidator, tidak berarti bahwa anggota Direksi dan DK diberhentikan, c.
kecuali RUPS yang memberhentikan. Bahkan DK tidal< lumpuh total. d.
DK masih tetap berwenang melakukan "pemberhentian sementara"
likuidator dan pengawasan terhadap likuidator dilakukan oleh DK.
Akan tetapi, pada sisi lain, meskipun badan hukumnya masih ada, e.
namun kegiatan usahanya sesuai dengan maksud dan tujuan yang
ditetapkan dalam AD, berhenti total. Direksi dan DK tidal< berfungsi
lagi melaksanakan pengurusan dan pengawasan Perseroan. Tugas
Direksi beralih kepada "likuidator" atau "kurator". Sedang tugas DK f.
melakukan pengawasan jalannya likuidasi yang dilakukan Kurator.
Meskipun status badan hukumnya masih tetap ada sampai per-
tanggungjawaban likuidator atas hasil akhir proses likuldasi diterima
RUPS atau Pengadilan, akan tetapi eksistensi dan validitasnya adalah ka
"Perseroan" dalam likuidasi atau "Perseroan dalam pembubaran" di,
(vereffening, liquidation or settlement). 1tu sebabnya Pasal 143 ayat (2)
menegaskan, sejak saat pembubaran Perseroan, pada setiap surat a.
keluar Perseroan dicantumkan kata "dalam likuidasi" di belakang nama Ta
Perseroan. Misalnya PT A "dalam likuidasi". Tujuan pencantuman itu, pa
sebagai pernyataan pemberitahuan kepada pihak lain, bahwa Perse-
roan tersebut sedang berada dalam status likuidasi atau pemberesan. 1)
Kapan Perseroan definitif bubar? Perseroan definitif bubar secara Ya
formil, terhitung sejak tanggal pertanggungjawaban likuidator diteri- mE
rna oleh RUPS jika yang mengangkat likuidator adalah RUPS. Atau
sejak tanggal pertanggung-jawaban likuidator diterima Pengadilan a)
apabila yang mengangkat likuidator Pengadilan Negeri.
Akan tetapi, supaya pembubaran itu resmi secara formil aan ma-
teril kepada pihak ketiga, terhitung sejak tanggallikuidator memberi- Di
tahukan kepada Menteri dan "mengumumkan" hasil akhir proses us
dasi dalam Surat Kabar sesuai dengan ketentuan Pasal 152 ayat (3).
~nghi .. 2.. ,.' Dasar JTerjadinyaPembubaranPerseroan
eksis. Pasal 142 mengaturdasartetjadiriyapembubatan· Petseroan yang
dibenarkan hukum. Dikatakan Pembubaran Perseroan terjadi:
K a. berdasarkan keputusan RUPS,
b. karena jangka waktu berdirinya yangditetapkandalam anggaran
:katan dasar telahberakhir,
ltikan, c. berdasarkanlpenetapanPengadilan;
total. d: dengan .dicablitnya.kepailitan berdasarkan;· putusan Pengadilan
ntara" Niaga yang telahmempunyaikekuatari hukufntetap,hartapailit
DK. Perseroan' tidakcukup uritukinembayar biayakepailitan,
h e. karena harta 'pailit. Pe~§eroan yang .telah dinyatakan pailit berada
dalam keadaan insolvensi . sebagaiJinana diatur dalamUndang-
fullgsiJ Undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pemba-
yaran Utang, atau
f. karena dicabutnya izin usaha Perseroan sehinggqmewajibkan
Persero~Ill~l~ul.<anlil.<'ll~dasise.suaidenganketen.tHanperaturan
perundang-undangan:
Sehubungan dengan dasarte~a.dinya·pembubaranyang dikemu;;.
kakan diatas/akan'dijelaskan beberapa proses pembubaran yang
diatur . dalarhlirtdang2.undang

Proses Pembl:':ba;ran,.;1Jrcrdasa;rlia;n . I<..eputu~a1JR UP~


Tata carapembubaran Perseroan'berdasarkan keputusanlRUPSdiatur
PCl~la.?997,.Ille~cYui·.pro§e,sberil.<ut;

usul I

Yang berhakmengajukanusul· pembubaran Perseroan kepada RUPS,


menurut.Pasall44 ayat. (l)ltergiri atas:

a) Direksi
Diteksi··dapaflllengajrikal1· usul· pembribaran.... Bukan '. anggota
Direksi, tetapiDireksidalam,. pengertian. Dewan Diteksi (Board
Directors). Anggota Direksi secara seridirian.tidakberhakmengajukan
5 usul pembubaran,
Dengan demikian, anggota Direksi secara individual, tidak berhak •
mengusulkan pembubaran Perseroan kepada RUPS.

b) Dewan komisaris (DK) •


Yang kedua yang berhak mengajukan usul pembubaran Perseroan
kepada RUPS adalah DK. Dalam hal ini pun, yang berhak mengajukan
usul harus DK secara majelis berdasar keputusan Rapat DK. Anggota
DK secara individual, tidak berhak mengusulkan pembubaran
Perseroan kepada RUPS. Hal itu pun sesuai dengan ketentuan Pasal age
108 ayat (4) yang menegaskan DK terdiri atas lebih 1 (satu) orang
anggota merupakan flmajelis" dan setiap anggota DK secara individual, roa
tidak dapat bertindak sendiri-sendiri melainkan harus berdasar ket
keputusan DK. 144
bar
c) Pemegang saham

Yang ketiga, yang berhak mengajukan usul pembubaran Perse-
roan kepada RUPS adalah pemegang saham:
• boleh 1 (satu) pemegang saham atau lebih, •
• dengan syarat, mereka mewakili paling sedikit 1/10 (satu perse-
puluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara.
Berarti hak itu oleh undang-undang diberikan kepada setiap
pemegang saham asal terpenuhi syarat, paling sedikit mewakili 1/10 ke]
(satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara. set
Sekiranya jumlah saham yang dimilikinya tidak mencapai batas dil
tersebut, dia dapat bergabung dengan pemegang saham yang lain, ml

sampai terpenuhi paling sedikit mewakili 1/10 (satu persepuluh) bagian pe


dari jumlah seluruh saham dengan hak suara. Yang diajak jangan
pemegang saham di mana saham yang dimilikinya tidak mempunyai ke
hak suara. ay
jik
2) Syarat sahnya keputusan RUPS tentang pembubaran Perseroan Fa
Berdasar usul pembubaran Perseroan yang diajukan baik 3)
pemegang saham, Direksi atau DK:
• Direksi wajib menyelenggarakan RUPS sesuai Pasal 79
ml
)efhak .lDireksi melakukan pemanggihindalam' jangkawaktu'paling
ilambat14 (empatibelas)harisebelwntanggal RUPS cl.iselenggara-
kan (Pasal 82 ayat (1»,
pemanggilan cl.ilakukan cl.engan Surat Tercatat atau cl.alam Surat
til)

;eroan Kabari cl.enganmenyebut mata' acara Tapat cl.isertaipefuberitcihuan


:tJukan bcihan yang akan cl.ibicarakan cl.alam RUPS tersecl.ia cl.i'iiKantor
Pelis~r9an(Pasal 82 ayat(3».
199ota
biaran lDeniikian dengailringkassyarat pemailggilail yailgharl.ls cl.ipenuhi
Pasal agar pemailggilan imscih menurut hukunl.;
orang Selcmjutfiya, keputus¥t .• RUPS· tental1-~ iRemb~~arcul Perse-
~icl.ual,
r0~ .~.al11nenllr::t ~UkUl11' ar abila •kepumsanicl.iamb~~ s~suai .cl.eng~
rcl.asar ketenmanPasal87ayat (1) cl.an~a~al ~~;~~litil cl.itegas~an pa~aPasal
144 ayat (2): Oleh karena im agar kepumsanRUPS tentang pembu-
harcm Perseroan . L "

til)syarat kuorum kehacl.iran palingsecl.ikit 3/4 (tiga perefupiaf) bagian


Perse- cl.ari juIl1.lcih iseluruhsciham cl.engan hak suara, hacl.ir atan ,'cl.iwakili
cl.alam RUBS;
til)syarat sahnya kepumsanRUBS, apabilacl.isetujuitpaling secl.ikit 3/
perse- 4 (tiga perempat) bagian cl.ari jumlcih suara yang cl.ikeluarkan
'a. cl.alafu; RUPS
setiap Akan tetapi seperti ycmgdikatakcm Pasaf144 ayat (2)~pengafubilan
harusjuga sesuai cl.engan Pasal 87 ayat(l). Berafti
suara, s,ebelumcl.ilakukan votingberdasatiPasal89 ayat(l),haruslebihcl.cihulu
batas cl.iupayakan pengambilan keputusansecaramusyawarah untuk
~ lain, mllf~~a:t,s~h~~gg~~~PlltusanYang diqIllqil, befd~sar P~I?~tujuan
)agian
mgan lDalafu haldni\perludiit1gatkan,kemungkinan'mengacl.akan:RUBS
unyai kecl.ua apabilaiRUl?S pertafuaiga.gal,mencapai kuorumsesuai Pasal 89
aya.t, (3), maupuniRUPSketigabercl.asafiBenetapail Bengacl.ilan Niaga, i

jika RUPS kecl.ua gagalmencapaiikUorum, ,sesuai>cl.enganketentuan


an Pa§al89 ayat (4).
oleh 3) Pembubdfan
Pembubaran Perseroan melalui proses RUPS mulai berlaku atau efektif
t (I),
menurut Pasall44 ayat (3), terhitung sejak saat yang cl.itetapkan cl.alam
Sekiranya keputusanRUPS tidak menetapkan saat mulainya 2)
pembubaran, dapat dikonstruksi mulainyaberlaku pada tanggal
keputusan RUPS dibuat. PI<
bel
b. Proses Pembubaran Perseroan BerdasarJangkaWaktu Berdirinya
Berakhir

Sudah dijelaskan, salah satu carapembubaran Perseroan yang •
dibenarkan undang-ulldang. ini, karena "jangka waktu berdirinya"
yang ditetapkan dalam AD telah "berakhir". Sesuai dengan ketentuan
Pasal 6, undang-unClan,g ini, AD dapat menentukan jangka waktu mE
berdirinya berd(;"lsar flitematif berik4t: kia
• boleh. didirikanuntuk jangka waktu terbatas,misalnya 30 (tiga ke1
puluh) atau 75 (tujuh puluh lima) tahun, atau Rl
• bisa juga ditetapkan dalami\D.jangka waktu byrdir.inya tanpa da:
terbatas. ot<
Apabila AD memilih alternatif pertama, dimana Perseroan pe:
didirikan untuk jangka waktu tertentu, maka proses pembubarannya itu
menurut Pasal 145· adalah sebagaiberikut. sel

1) Perseroan karena hukum (van rechtswege, ipso jure) bubar dengan 3)


~endiri1Jya, sejak waktu berdirinya berakhir Te:
Hal itu.ditegaskan pada Pasal . 145 ayat (1), bahwa Perseroan karena Di
hukum:bubarapabila jangka waktu berdirinya Perseroan yang
ditetapkandalam AD telah berakhir. da
Kectiali sebelti1l1. jahgka: waktu berdirinya betakhir, diajukan di1
permohonan perpanjangan :dengah jalahmelaktikah perubahan AD mE
sesuai:tata carayang ditentukan'Pasall22jo.' Pasal21ayat (2): (re
• permohonan persetujuanperubahan AD mengenai.perpanjangan pe
jangkawaktu, hams diajukan palinglamba.t 60. (enam puluh)
sebelum jangka waktuberdirinyaPerseroan,' berakhir, dan c.
• Menteri memberikan persetujuan atas permohonan perpanjangan C,
jangka waktu tersebut, paling lambat pada tanggal
berdirinya Perseroan. ba
2) Dalam jangkawaktu paling lambat30(tiga puluh),hari, RUPSmene-
likuidator
Prosesselanjutn;ya pemo.uoaranJ?erseroan 1<arena jangka waktu
oerdirinya oerakhir:
hflrlls diadakan. RUPS. u lltllk menetapkan. penunjukan "likui-
dator",
• jangka waktu mengadakan RUPS terseout, paling lamoat 30 (tiga
puluh) hari setelah jangkaWaktu oerdirinyaPers'1rofll1 oerakhir.
Bil,gaimana halnya, kalau RUPS tidak diselenggarakan,untuk
menetapkan . penunjllkan likuiclil,tQr? Menghadapi .ka§us yang .demi-
kian,dapat.:1JerpedQman pada1<'1tentu.an Pasal, 142ayil,t (3). ,Menurut
1<~t~llJllan, iI~.i, dil,lam;h(;llpemou.garan terjadigerda§afc;keputusan
RllPS. atau karena. jangkawaktu.geJdirinya Perseroan Yang.clitetapkaIl
dalam AD oerakhir, apaoila RUPS tidak menunjuk likuidatofc,Direksi
otomatis oertindak selaku likuidator. Direksi tidak memerlukan
p~nunjukfll1 dari:pihak manapun, karena dalam.keadafll1 yang seperti
mnya ituundang-undang ini sendiri yang menetapkan danmenunjl.1knya
seoagai likuidator.

3) Direksi dilarang melakukan perbuatan hukum


'f~r1Litung,sejak.JaIl?gat jCll1gka~ffi<tu oerdirp:..yCl PerserBfll1:9~rakhir,
pir~k§i,. ticlak
o,Qlell.atau .dilarfll1g melakukfll1P~r1Ju.atfll1hukl1In'
Meskipun Penjelasan Pasal 142 ayat (6) m~ngCltakan pemouoaran
dan pengangkatan.<.1i1<uidatqr ticlak berarti ··aIlggqtil,/pire1<si dan DK
digerhentikan,/nA-Inp-ni.11lenllfclltJ)il,§al . 145 .aYil,te(3)j: 11l~reka.".tidak
memiliki kapasitas dan kewenangan melakukan perollatfll1.j hllkum
dal am rfll1gka

c.Proses Pemb.ub.arat! Berdq~ar},an PenetapanPengadilan Negeri


Cara lain pemouoaran Perseroan yang diatu.rcPfldaPa§atJ42qyat.(l)
adalah oerdasar Penetapan Pengadilan Negeri (PN). Proses pemou
oarannya diatur leoih lanjut pada Pasa1146, sepertiYang, dijelaskan di
1) Penetapan pembubaran menjadi kompetensi absolut PN jik
Yurisdiksi memeriksa dan menerbitkan Penetapan pembubaran de
Perseroan, jatuh menjadi kompetensi absolut Peradilan Umum dalam be
hal ini PN, bukan kompetensi Pengadilan Niaga. dE
Sedang kompetensi relatifnya jatuh menjadi yurisdiksi PN di pE
tempat mana Perseroan berkedudukan. de
di
2) Yang berhak mengajukan permohonan PE
Pembubaran Perseroan berdasar Penetapan PN, disebabkan ada
c)
diajukan Permohonan oleh orang atau pihak yang memiliki hak atau
kewenangan untuk itu. Berarti supaya Permohonan pembubaran Se
Perseroan ke PN memenuhi syarat, harus diajukan oleh orang atau ht
pihak yang memiliki legal standing (legitima persona standi in judicio) (1
untuk itu. (2
(3
Siapa-siapa atau pihak mana saja yang memiliki kapasitas atau
kedudukan (hoedamigheid, quality or capacity) mengajukan permo-
honan pembubaran ke PN, telah ditentukan secara limitatif dan PE
enumeratif pada Pasal 146 ayat (1), yang terdiri dari de
m-
a) Kejaksaan
Undang-undang memberi legal standing atau legitima persona standi dE
in judicio kepada Kejaksaan mengajukan Permohonan pembubaran laj
Perseroan ke PN atas alasan: a.
(1) Perseroan melanggar kepentingan umum, atau
(2) Perseroan melakukan perbuatan yang melanggar peraturan perun-
dang-undangan. b.
Berarti jika kejaksaan mengajukan Permohonan pembubaran
Perseroan, undang-undang menuntut daripadanya untuk membuk-
c.
tikan kepentingan umum yang dilanggar Perseroan atau untuk mem-
buktikan tentang adanya ketentuan peraturan perundang-undangan
yang dilanggar Perseroan.
d.
b) Pihak yang berkepentingan
Undang-undang ini tidak menentukan secara spesifik siapa atau pihak
mana saja yang digolongkan pihak yang berkepentingan. Akan tetapi,
jikarhal itudikaitkan r(fengan alasan: PermQhonanpembt;t.baran yang
dapat,diajukan 6Teh pihak yangberkepentingan hanya.terbatas
berdasarkan Akta Pendirian, dapafditarik kesimpulan, yang:dimaksud
denganpihak yang berkepentingan,L,antara lain sterdiridari 'pendiri,
pem.egangsaham.,'anggotariDiteksiatau ,DK maupunkreditor. Ke
dalamnya, tidak termasuk Kejaiksaan,)karena kepadanyatelah
ditentukan:, dengah' tegas! porsi alasan,yang sahbaginyamengajukan
Permohonan pem.bubaran'Perseroanl

c) Pemegang saham, direksi atau DK


Selain kejaksaan dan pihak yang berkepentinganPasal146 ayat (1)
c, mem.be:riikapasitas legal :standing jl1ga'kepada:
(1) Pefuegang
(2) Direksi, atau
(3) Dewan Komisaris.

N1~rek~,berh~~:, u~tllki ~~~gaju,kClR, Rermohonan ,pe~~ubariClR


Perser~an~epada P~~l~adilClR Negeri;~~s(lf ~~sClR,peIDl~h~~ClR YClRP
dapatmereika ajukan; hanya terbatas pada alasan. "Perseroan tidak
mungkin \irltuk'dilahjiitkah".

a. Perseroan tidakimelakuKClIl Kegiatari usaI1a (nonaktif) selama 3


i
tahfu¥atal1.1ebil1:".,~ClR~,ai~~Kt~KaIl! deng "sl1:raf pemoerita-
an
~~ClR YClR~di~amR~kankepa~a'II~~tClRsipajak",
b dalamhalsebagianbe~ar,pe~eR~RS~am,~~~~ jftia~i~ik~tahl1i
~~a~ya'~ ,vv~a~,R~/tela~diRClRg~lm7lal~iiklan dalam Surat
Kabar, sehirlggar tidak' dapat' diadakan Rl:JPS,
~LUUHL halperi~Ba\IliR1~'Il pell}~likansa~~ll} .dal~ll} Per~eroa~
~'-HUJ.'-Lu.LL rupa, sehingga Rl:JPStidakdapat mengambil keputusan
yang sah, misalnya 2 (dUa)'i'kiibii'pemegariigsaham. memiliki
masing-masing 500/0. (li111apiiluhsPersen).saham, atau
ke1<ayaan PerserQan tel$i berku.rgl'lg demiki an rupa, sehingga
dengan k~kayaan Yartg ada, PerserQall. tidak mungkin lagi melani
kan kegiatanusahanya.
Alasan permohonan pembubaran ini harnpir sarna substansinya
dengan ketentuan Pasal 47 ayat (2) KUHD. Jika Perseroan an
mengalami kerugian sebesar 750/0 (tujuh puluh lima persen) dari Nc
modalnya, maka Perseroan demi hukum (van rechtswege, ipso jure) Pel
bubar. Perbedaan antara Pasal 47 ayat (2) KUHD dengan Pasal
146 ayat (1) huruf c UU PT 2007: ba1
CD berdasar Pasal 146 ayat (1) huruf d UUPT 2007, pembubaran daJ
tidak terjadi karena hukum, tetapi harus diajukan pembu~ pel
baran kepada PN, yang akan bertindak mengeluarkan sUl
Penetapan pembubaran, Ku
CD sebaliknya berdasar Pasal 47 ayat (2) KUHD, pembubaran
Perseroan apabila mengalarni kerugian sebesar 750/0 (tujuh
(3)
puluh lima persen) dari modal Perseroan, demi hukum
paj
menjadi bubar.
pet
Ha
3) Penetapan PN menunjuk likuidator
daJ
Hal lain yang diatur mengenai pembubaran Perseroan berdasar Pel
Penetapan PN adalah penunjukan likuidator. Menurut Pasal 146 ayat
(2), dalarn Penetapan PN yang mengabulkan permohonan pembu-
Ku
baran Perseroan, harus juga menetapkan "penunjukan" likuidator.
"pE
Penetapan PN yang lalai menetapkan penunjukan likuidator,
mengakibatkan Penetapan itu tidak dapat dijalankan, karena tidak 1)
ada likuidator yang akan bertindak melakukan pemberesan.
Ap
Barangkali untuk mengatasi kasus Penetapan yang lalai menetap-
Pel
kan penunjukan likuidator, dapat ditempuh dua cara:
pal
a) menerapkan ketentuan Pasal142 ayat (3), yakni dengan sendirinya
sal
Direksi bertindak selaku likuidator, atau
pel
b) mengajukan permohonan lagi, agar PN menunjuk likuidator.
un

d. Proses Pembubaran Karena Harta Pailit Perseroan Tidak Cukup


Ni,
untuk Membayar Biaya Kepailita'3
tate
Lengkapnya Pasal 142 ayat (1) huruf _, berbunyi sebagai berikut:
Dengan dicabutnya kepailitan berdasarkan putusan Pengadilan 2)
Niaga yang telah mempunyai kekuatan
Perseroan tidak cukup untuk membayar biaya kepailitan. pm
Bertitik tolakdari ketentuantersebut,caracpembubaran yang di-
atur di dalamnya, berkaitandenganPasal17 ayat(2) dan PasalIS UU
No. 37 Tahun 2004 tentcmgKepailitandan Penundaan Kewajiban
PembayaranUtang .• (UUKl?KPU):
Menurut Pasal17 ayat (2) UU PKPKPU, Majelis Hakim yang mem-
batalkan putusan pemyataanpailit jifgamenetapkan biaya Kepailitan
dan ·imbalan jasa·. kurator. SelanjutnyaPenjelasanpasalinimemberi
pedoman<kepada Majelis Hakim yang ·memutus·· perkara kepailitan,
supaya biaya kepailitan ditetapkanberdasar rindan yang diajukan olen
Kurators~tel@mendengarp~rtimbat.1gat.1 Makim Pengtiwas.

Biayakepailitan danimbalanjasa ·Kurator, menurutPasal17 ayat


(3)·. UU~PKPU, dibebankan kepada./~pinakpernonon{'.pernyataan
pailit (voluntair petition) atau kepada pemonon pailiti(involuntary
petitiq'J) 9-at.1 p~biturclalam p~rbanClingat.1Yat.1g ditetapkat.1iolehIvltijelis
Makifn t~~?eb~t/ Pat.1itl,llt;u!<peltiksantiat.1< pernbay~at.1 biayti kepailitan
dat.1 irnbalat.1jtisalHHatgr,.K~tua Pengadilat.1 Negerirnengeluarkat.1
J(enetqpat.1 E!<se!<usi atas.· pe~ononan .Kl.lratgr.
Berkaitan dengan pembayaran biaya kepailitan dan imbalanjasa
Kurator yang dikemukakan di atas, Pasal 18 mengatur tata cara
~/penGabutan<putilSat.1 pemyataan"pailit"csebagaiberikut:

1) _

Apabila narta pailit tidak cukup untuk.. membayarbiayakepailitan,


l?el}gadtlat.1<Niaga attis uSl.ll·.. Makirn l?el}gawas dat.1setel@ rn~ndengar
pani~ia ~eClitor..sernentara Gi!<a ada), sertas~tel@ rn~rnanggil dengan
S@tittil.lrnendengar debit;u~, dtipat rneml.ltu?kat.1gp~n(Jtibutanput;usan
pemyataan. pailit",dan putusan itu diucapkan dalam sidang t~~quka
untuk umum.
DalaJJ:\ pel}~tapat.1 pel1cabutanP~1:tl?an L''"-I-'ULLLI.UL

Niaga sekaligus memutuskan pembernentian ~"-U.LCllV.L.v,"-vU.UL


tata cara vang- diatur dalam UU KPKPU.
• menetapkan jumlah biaya kepailitan dan imbalan jasa Kurator, ha
• biaya tersebut dibebankan kepada Debitur, dan diJ
• terhadap penetapan Majelis Hakim mengenai biaya kepailitan dan (1~
imbalan jasa Kurator, tidak dapat diajukan upaya hukum. pa
a.
3) Ketua pengadilan negeri mengeluarkan penetapan eksekusi b.
Tentang cara pelaksanaan pembayaran biaya kepailitan dan imbalan c.
jasa Kurator, Ketua Pengadilan Negeri mengeluarkan Penetapan
Eksekusi atas permohonan Kurator dan diketahui Hakim Pengawas.
Dari Penjelasan di atas, apabila harta pailit Perseroan tidak cukup w
untuk membayar biaya kepailitan dan imbalan jasa Kurator, Pengadilan m
atas usul Hakim Pengawas dapat memutuskan "pencabutan" putusan de
pemyataan pailit. p(
Maka dalam kasus yang demikian menurut Pasal142 ayat (1) huruf
d, terjadi pembubaran Perseroan. Serta menurut Pasal 142 ayat (3), ye
RUPS hams menunjuk likuidator, dan apabila RUPS tidak menunjuk- pl
nya, dengan sendirinya menurut hukum'Direksi bertindak sebagai at
likuidator.
N
e. Proses Pembubaran Karena Harta PaiNt yang Telah Dinyatakan u
PaiNt Dalam Keadaan Insolvensi
Ketentuan Pasal 142 ayat (1) huruf e selengkapnya berbunyi, d
pembubaran Perseroan terjadi: d
Karena harta pailit Perseroan yang telah dinyatakan pailit berada kl
dalam keadaan insolvensi sebagaimana diatur dalam Undang- SE

Undang tentang Kepailitan dan Permohonan Kewajiban Pembayaran P


Utang. jt
Proses cara pembubaran karena harta pailit Perseroan berada
dalam keadaan insolvensi, berkaitan dengan ketentuan Pasal 187 UU f.
No. 37 Tahun 2004 tentang KPKPU. c
1
Menurut pasal ini, setelah harta pailit berada dalam keadaan
insolvensi, maka Hakim Pengawas dapat mengadakan suatu Rapat
Kreditor pada hari, jam dan tempat yang ditentukan. Tujuan rapat,
untuk mendengar mereka seperlunya mengenai cara pemberesan
harta .' pailit,c;dan 9ika" perlu,.mengadakaIlpencocokaI;l piutang: yang
dimasukkan setelah berakhit tenggango/aktu. BerdasarPasall13 ayat
(1), paling ;lambat;J4; (empat. belap)hari: setelahcputusan pemyataan
pailitdiucapkan;Hakim Rengawas. harus menetapkan:
a: batas akhir pengajuan tagihan,
b. batas akhir yerifikasi pajak,
c. hari, tanggal, waktu, dan tempat Rapat Kreditoruntuk menga-
9-ClkaIlP~nq)~o~aIltpilltang~
Apa1::Hlaadalagi:·,yang.. mengajukan,'tagihan setelah: melampaui
waktu yangditentukan; dalam penetapan; Hakim Pengawas, maka
menuru~cPasal187ayat(1)UUNo.371'ahun 2004KPKPU,masih
dapat dilakukan pencocokandalamRapat i~editormengenaicara
pemberesanl.1.artapailiVyangdiadakanoleh HakinrPengawas.
Ji1<a 1<etentUan ill idi1<aitkandengancataterjadmya pembllbaran
yang disebut Pasal142 ayat (1) huruf e UUPT 2007, setelah dijatuhkan
putusan pemyataanpailit, hartapailit oerada dahirnkeadaanmsolvensi
atau dalam keadaanpailit{staatvanJaillissement,· state of bankruptcy).
Dalfuri "keadaan yang; demikianmeriuiut PasalJ87ayat (1) iUU
:N,?i~3~c;~~u~. 2~04/iHakiln~;n§~~:~;~;rig:dakan 'i'-Rapat KreditOr
untuk-membicarakan cara pemberesan harta pailit.
yan§; clikat,a~cU:z?i at~~ dihu~':ll:gkan
dengan ketentuan (1) lluruf e, terhitung sejak Perseroan
d~ya~~angimlit~leh~e~g~~i1,anl\Jiaga,Pers~roantel~ berada dalam
keadaan J/insolvensi" (staat vanfaillissemen t, state of banRruptClj). Berarti
sejak saaf itUtetjadipeJ:l1oubaran Perseroansesllm derigan keterituan
PasalJ42ayat (1)hurufeUUPT i2007.0lell.karenaitU, RUPS'mell.tln-
juk l11<uidatb! untul(- melaKukan likuidasi.

ProseS' PembubaraniKareita Iziit -'Usana iDicabut


lam, diafur' pada Pasal
142 ay~t {l)~~rtlf~ran~:b~r~~yi:
~~r~~~;~ifabutr;ya i~£n usaha Pers,ero~n . sehingga .mewajibkan
Perseroarmelakuk.an; likuidasi sesuai dengan ketentuan perqturan
perundang-undangan.
Penjelasanpasal inimengafakaI'l, yangdimaksuddengan IJdicabut~ J
hya usaha Perseroan sehingga mewajib:Kan Perser6anrmelakukah yang
likuidasi'{, adalahketentuan· yartg,tidak;m.emungkihkan:Perseroan berti
untuk berusaha dalambidang rlain ,setelah izin .' usahanyadieabut, Penj~
misalnya izin usaha perbahkan atau izinusaha perasuransiandieabut! den@
Berarti tidak mungkin lagi berusaha dalambidanglain, misalnya khUE
perdaganganJataukontraktor. Pers
Terjadinya pembubaran Perseroan ji:Kadiil1' 'usahanya.! dieabut, insoJ
bersifat· imperatif, yakniPerseroan; l'wajib" . melakukaI'lflikuidasi.
Memang· sifatimperatifnya digantungkancpada syarat, apabila 1)
peneabutan izin,itti, mengakibatkanPerseroan tidak .rnungkin·.lagi
berusahadalambidanglain. Oleh karena itu, kalau izin.usaha Perse:-
roan yangbersartgkutart meliputiberbagaLbidang" usahadan sala};l
~.?chl,.diantarany,a, <:i~'tabut, .tid,ak terj?c<:i~H~J}lRu1?araIl, gefseroan..

l)iiktlt\, p.engan .Likl.lidasi


~pabila, terjadi pembubaran.Perseroan betdasarkeputusan RUPS,
kar.el1a jaIlgk?cr jw:a.ktu; ber<:iiril1yayan.g. dit~t?cpkan d,?clam,AP telah
beralWir r(lt?cU.! de:t;lgan .<:ii'tf1b l:J-t:t;lyakypailitall berdasar .lse,putusan.
Pengadilan Niaga YaIlg ,tela};l 1?~rkel)uatall hukUJ.IlJetap'rp~m1?up~W).

mel1gaIldU:t;lg.'. ~ti 1pemb(2re~W). 2)


'-':.1. '-':i'ffi"r ~YrpYJ.gaIl Sy·t~!~,flC\any?cl)YPUf
L

ber<:ia~ar kepuhlsaIll{lJ~S ,?ct?cu.berdas~:. ~enetClPw)'


'c.l. ~5~'1HCU l
YaIlg, m eng1l,ent,ikan .ataU;Illembub~l)an ~~rs~r0aIl" P:W).
selama penyelesaian pembuP~aIla.taUB~Ill1?erY~W).1?erjalW).,gYfpyro,W).
itu berstatus Perseroan dalam penyelesaian" yang oleh Pasal143 ayat
IF

(2) disebut PersyfOitP


li~11id~sr:.rCHgs; <:iicClIltumkan Terl
surat keluar Perseroan.

saikan harta atau bu.del Perseroan. rent


Jikapembubaran terjadibe~gasarkankarelfla>hartapailitPerseroan
yangtelah rdinyatakan . pailit berada\dalam. keadaan\ins91'V<1nsi, yang
bertingak,melakukan likuidasi adalah Kurator.Halituditegaskanpada
Penjelasan Rasal142 ayat (2) huruf a yang;mengatakan, yi3flgdi.J:rra1<f?ud
dengan .1ikpidasi yangdilakukanolehKurator adalah lii<uidasi\Yi3flg
khusus Jdilakukan dalam. hal \Perseroan bubar berdasar karena harta
Perseroan ,yang telahdinyatakan pailit,xberada. dalam keadaan
insolvensi (Pasal142 ayat (1) huruf e).
Mengenai,Tsiapal yangmentmjukatau 111engangkat likuidator:
1) RUPS
lA.pabilapembubaran Perseroan terjadi ,karena .keputusan . RUPS,
karena jangkawaktu berdirinya berakhir atau dengan dicabutnya
kepailitan betdasarputusan PengadilanNiaga'makayang
berwenang\mengangkat likuidator' adalah \RUPS.
Dalam. hal ini, jika RUPS tidak menunjuk atau mengangkat
likuidator, Direksi yang bertindak ~el~"llM~uid~t?r,.
Khusus untuk pengangkatan Iikuidator berdasar pembubaran
PerserdanKare~a>}~g~awakttl berdirmyaberaklUr, 1~asal:~5.aYat
(~).~enen~~aIL.·jangka•• V:ak~ •. IIlenet~Rkan • pentlfi~ukan li~uidator.
Hams dittmjuk oleh RUPS, dalam. jangka waktu paling sedikit 30
(tiga puluh) hari setelah jangkawaktu berdirinya Perseroan
berakhir.
2) p~~?~~i1cm 1'-Jegeri ~ang bertm,~ak meng~?~a~ likuidatdr.
~Rl~bil~tJep-tbu~aran Pe~ser\ocm.~::jadi be;dasark an \.
P enefapan
Pengadilan Negeri, Penunj~~cm/Pengang~atan likuid~tordilaku­
kan oleh Pengadilan dengancara dicanturrikan' dalam. Penetapan
tersebut.

renteng atas perbuatan hukum tersebut.


SeperH yang telahpemah disinggung, meskipunmenurut Pasal
143 ayat·· (I)' 'pembubaran Perseroan tidal< mengakibatkan.Perseroan yan
kehilangan status badan hukum selama proses likuidasi atauJpembeJ bell
resanberlangsung, menurutPasal142 ayat(2)huru£b, PerseroanHdak sen
dapat lagi melakukan perbuatanhukum.Pelanggaran anggota Direksi der
atau anggota DK terhadap larangan itu, diancam dengan memikulkan san
tanggung jawab secara tanggung renteng atas· perbuatan itu.
ber]
5. SemuaKetentuan yang .Berlaku terhadap Direksi, Mutatis dab
Mutandis Berlaku Bagi Likuidator •
Pasal.142 ayat (6)menegaskan, ketentuan mengenai. pengangkatan,
pemberhentian, pemberhentian sementara, wewenang kewajiban, •
tanggung. jawab dan pengawasan terhadap Direksi, mutatis mutandis
berlaku terhadap likuidator~ Secara ringkas dapat dijelaskan sebagai
berikut.
c.
a. Pengangkatan oleh RUPS
Sesl
Mengenaipengangkatan likuidqtor berdasarpembubaran yang terjadi sen
karena.keputusan.RUPS, kar~na berakhirnya jqngka waktu berdirinya
atau karena dicabutnya kepailitan berdasarkan keputusan Pengadilan mel
Negeri: mut
• mutatis mutandis berlaku Pasal 94 ayat (1), hen
• dengan demikian, pengangkatan likuidator dilakukan oleh RUPS. care
Kecualiapabila. pembubaran . terjadi berdasarkanPen~tapan

Pengadilan Negeri,yang mengang1<atlikuidator adalah Pengadilan itu
sendiri.yang ditetapkan dalaIIl Penetqpqn tersebut.

b. Pemberhentian Likuidator oleh RUPS


Oleh karena pemberhentianCtll.ggotaDirek~imutatismutandisberlakV- •
bagi likuidator, maka pemberhentian likuidator merujuk kepada
ketentuanPasal105, yang berarti:
• likuidator dapat' diberhentikan sewaktu-waktu oleh RUPS, dengan •
menyebutkan alasfumya,
• keputusan pemberhentian· diambil RUPS setelah likuidator •
bersangkutan dibed kesempatan
RUPS.
Atauipemegang sahainidapatjugarmemberhentil<imJ lil<uidator
yang dila1<ukah·.·.melalui l<eputusahdh luar •. .1\UPS. seGarafisik,i•• Clalain
bentul< circularresolutionsesuail<etel1.tuanPasciV 91} del1.gan syarat
semuapemegang sahamdengah iha1< isJ1ara,menyetujUi.seGa.ra. tertulis
ci~J)gaIli menaJ)datangani J1$J11 pemp~rl;tentiaIlli](uidator yang ber-
$angl<utan!
$udahl barang'tentu,fdalam 'hal inipunisebelum l<eputusanpem~
berhel1.tiahUil<uidator ,melalui. sistemcitculaf iiesolution,harus' terlebili
dahtduidipentlhi syarat belJil<ut:
• lil<uidatordiberitahU terlebih iClahulutentangrenGana perhber-
hentiani itu;i da.rr
• memberi keselll.patan l<epadanyauntuk membela diri. seGara
tertulis sebelum diambil keputusan pemberhentian melalui circular
resolution tersebut.

c. Pemberhentian $eme:1tJClra Lik-ttidCl~or?'lJilakttka1JDK


$e$J1aideJ)gankc;teJ)tuanRas<li ,142ayat(Q)l<et~Pt-uanpemberhentian
sementara anggota.··pirek$i,mutati~(m~(tanclis,;pC;irlaku.jugabagi
li](J1id a.tor,.pc;nganLcic;Illikian, •pC;Illberheptian. SC;Illel1tar a. likuidator
Illc;mjq](.](epacial<c;tent-ua.nPa~<lilQ6!(13c;ra.rti$c;~a.raan<liogata.umut
atis
mutandis· pasal ini' memberi wew~l1a.J.'lgr](epa.daiPI<i.untuk,IllC;Illber-
hc;pti](a.:n($C;Illepta.I<~.lil<qicia.tordenganiIllc;Pyc;pqtjalq.s.a.nnya/sesuaitata
Gara berikut:
• DI<i.;m-~lfYa.mpai](a.npftIllqc;rhC;l1ti.ani iSC;Ill~ntara·· tersebut kepada
likuidator yang bersangkutan seGara' tertulis", jdan sejak pembe-
Il

ritahqan.itu, likqidator..·tida](i ber.;w-enang •. lagi .mc;lakqkan tugas


likuidasi;
•• ciq].a.mjang](a-w-akt-u iP<liing la.m(;l..aO(tiga.pll1l.l-h)l;ta.risc;telah tanggal
pemberl;tc;ptian semeptata.,l haftl-s·. disc;lengg(;l.lJa~a.I"l; iRYpS dengan
mata aGara p~m-berhc;ntian $eIllftntftraitp.;
cialaIll RUpSterseput,li](qiciatorxyang.p,ersangkutan diberi
kesepakatan untukmembftla diri;
• R-UPS.dClpatIllenQa.PJ1t ··ataq.Illepgqat](a.I"l;' kftp"l[ctqsan pember-
Lentian sementarayang. diambilDK.
Jika RUPS mencabut keputusan, pemberhentian sementara DK,
likuidatordapat berfungsi kembaH melakukan, tugas likuidasi. Seba-
liknya apabila RUPSmenguatkan keputusan pemberhentian semen~
tara itu,likuidator yangbersangkutan diberhentikan untuk seterusnya~
Selain itu, perlu dipethatikan ketentuan Pasal 106 ayat (8)
menggariskan, jika jangka waktu 30 (tiga puluh) hari dari tanggal
pemberitahuan pemberhentian sementara secara tertulis kepada
likuidator telah .lewat, RUPS) tidak diselenggarakan atauRUPS
dapat atau tidak berhasil mengambil keputusan apakah keputusan
pemberhentian sementara dicabut atau dikuatkan, maka ekarena
hukum keputusan pemberhentian sementara DK tersebut "menjadi
batal" (van rechtswege nietig, ipso jure null and void).

d. Kewajiban dan Tanggung Jawab Likuidator


Dalam hal ini pun berlaku secara mutatis mutandis ketentuan yang
mengatur kewajiban Direksi terhadap likuidator.
Sehubungan denganituselain kewajiban likuidatot :yang disebut
pada Pasal··147,juga terhadapnya eberlaku ketentuan:
1) Pasal 1OO,membuat dan Risalah rapat ·likuidator serta· membuat
laporan pelaksartaart likuidasiemaupun memelihara semua· daftat
!risalahdan dokumertlikuidasi: mut
2) Pasa197, wajihedartbertartggung jawab ·mengurus pelaksanaan pen
likuidasi dalam arti likuidator:
., wajib menjalankart likuidasi untuk kepentinganpembubaran e.
Perseroan; Dal
., wajibmelaksanakanlikuidasi sesuaidengan kebijakan yang ber]
tepat; pen
wajib.melaksanakan likuidasi dengan iktikad baik dan penuh UU
tanggungejawab, yang mencakup hal-hal berikut: .,
likuidasi wajib dipercaya (fiduciary duty),
wajib melaksanakart likuidasi untuk tujuan yang wajar .,
(duty to act for a proper purpose),
wajib menaati peraturan perundang-undangan(statutory
duty) dalam melaksar
wajib loyal (loyalty duty) dalam menjalankan likuidasi, aye
wajibmenghindari···b~:nturankepentingan;
• pelaksanaan likuidasi wajib.· dilakukan likuidatordengan
penuh tanggung jawab,/meliphti:
wajib ~aksamadan·berhati. .hati(the duty oj dile i care)
melaksanakanrlikuidasi,
wajibmelaksangkanlikuidasi secara tekun·dan cakap(duty
to be diligent and skill);
• tanggung jaWa,blikllidat(i)r·atas lsf2rugianyang timbuJ.dari kesa-
lahania,tau lsf2lalaian Ill~laksanakan Jikuidasi, tuncluk kepada
ketentuan Pasal 97 ayat (3), ayat (4), danayat (5.):
bertanggung jawab secara pribadi (personal liability) atas
kerugian yang dial~ .~er~~!rfan :'Aalmnlikuidasi"'§lpabila
bersalah (guilt or wrongful act) atau lalai (negligent) melak-
sailakan·likhiaasij
l~k~iAa;s~ibe~t~ggtU1gj!a~~b···secara.tcmg~~·. renteng
(foi~fl~. .•~~~~everai~l~·.li~blel(~;asker~g;ian YCU1G; . d ialami
Perseroan karena kesalaft~ atal}.~elalaianYaIl~Aila](tlkan
salah seora,ng likuidator· apabila likuidator terdiri atas 2
(dua) orang atau lebih.

~.~~~~~~i ITlfl.~~lah.i k~vvaji~an Aan . tanggtl~g.j~vv~~ li~uidator


mutatls~u!~ndis 1:5erla~tl ~r~an.RanjanglebiaJ: ;~ntang hal ini pada
pembahasan kewajibandan. tanggung jawab Direksi.

e. Pengawasan Terhadap Likuidator


Dalam hal ini pun, pengayyasfU1. t~rlladap])ireksi. m1.1tqti~im1.1tandis
~erla](u !~etentuan !g~ng;awasan! .• t~~~~4~~ ])ir~ksi. De~~ani ~~fFkian,
p~11.G;~w-asan terhadap likuidator merujuk kepada ketentp-an Pasall08
tHJPT 2007:
• g'~ITlela](~kan£~ngavv~~an at~~.!~ebija](an jalcmnr~lik~idasi ,yang
dilakukan likuidator, serta memberi nasihat kepada likuidator,
• £.~~gaw-asandan g~lllb~rian~asil}~~h~gada likuidator, dilakukan
DK. untuk kepentingan pelaksanaan likuidasi.
Kewenangan DK melakukan pengawasfU1' maupun·lllf2mbethen-
sementara likuidator, ditegaskan
ayat (6) yang mengatakan, bahwa yang berwenang melakukan
pemberhentian sementara dan pengawasan terhadap likuidator adalah 3)
DK sesuai dengan ketentuan dalam AD. Seperti yang dijelaskan di
atas, dengan pengangkatan likuidator, tidak berarti anggota Direksi
dan DK diberhentikan, sebab yang berwenang memberhentikan
mereka adalah RUPS. Oleh karena itu, selama likuidasi belum selesai
dilakukan likuidator, DK berwenang mengawasi jalannya pelaksanaan
likuidasi yang dilakukan likuidator.
Tentang hal ini pun dapat dilihat kembali uraian yang berkenaan ny
dengan tugas dan kewenangan pengawasan dan pemberian nasihat se:
DK terhadap Direksi BE
pt
B. KEWAJIBAN lIKUIDATOR ke
Su
Selain daripada kewajiban dan tanggung jawab umum likuidator yang
dipaparkan secara ringkas di atas, terdapat lagi "kewajiban khusus"
BE
likuidator. Kewajiban khusus itu diatur pada Pasal 147 UUPT 2007.
ya
Kewajiban ini, dapat dikategori sebagai "kewajiban pokok" likuidator
dalam rangka melaksanakan likuidasi. ay
m

1. Likuidator Wajib Memberitahukan Pembubaran Perseroan kt


St
Kewajiban pokok pertama likuidator dalam rangka melaksanakan
pE
likuidasi, melakukan "pemberitahuan" mengenai Pembubaran Perse-
roan. Kewajiban ini diatur pada Pasal 147, sesuai dengan penjelasan
4)
di bawah ini.

a. Memberitahukalt kepada Semua Kreditor M


ill
Kewajiban likuidator memberitahukan pembubaran Perseroan diatur
RJ
pada Pasal 147 ayat (1) huruf a. Pemberitahuan mesti dilakukan
b,
dengan cara:
1) memberitahukan kepada semua kreditor mengenai pembubaran
hl
Perseroan;
y(
2) caranya, "mengumumkan" pembubaran Perseroan tersebut
a.
dalam:
• Surat Kabar, dan
b.
• Berita Negara RI.
3) Pemberitahuan kepada kreditQr.galam . $u:rat.Kaba:rdan Berita
Negm;Cl Rlr merntlCltftetl-hetl beri~tlt:
py~bqk~Clf7:P~rSYrpan •.~.Wfdas~ ··ftl1kJ.MlW,yar
b. nama daIl.glamqt Ukuidator,
c. tata cara pengajuan tagihan,
d. jangka waktu pengajuan tagihClfL.
TentClfLg jClfLgkCl'%~;ttt.Ptngajuan . tagihan .t~lal) .clit~n;tttkClfL batCls-
J;1y"a. pa"'Cl5JJ?Cls etl·;lj1:7r.ClY"Clt . . (3).a.detlaft. 6q..(enClrn pUltlft)ft.C1ti ,; terwtupg
asihat sej~tClfLggalpeJ;1StlrnttrnClfL detlClrn Surat J<.abar d~ l?eritCl :Negara RI.
l?~r"'Clsar jPeJ;1jelasClfL.PC1sa~. i1)i,p~rwtuJ;1gClfL jangka .waktu 69 (enClrn
puluh) hari, dimulai sejak tanggal pengumuman pemberitahuan
kepa"'a~r~ditor·Y(1J;1g. paliJ;1g;. akhir.• l\,t1isalnya .peJ;1Stlrnum~ .dalam
Surat Kabar tanggal 10 JanuClri 2008,~edClf7:g.p~11gtl-.mtlrn~. qalam
ryang
Berita.IN~gC1tCl·Rl.t anggetl. 15 .1 ~tlC1ti 20P8 ,rn~a t~ggal. PyJ;1StlrnllffiClfL
lUSUS"
y~g5Petling a1<l)ir adetlal).JClfLggetl·15J~rari}p08.
2007.
Muatan pengumuman pembubaran dideskripsipa"'ClrJ?asCll 147
idator
ayat (2). lsi atau muatan penStlrnuman itu bersifat imperatif dan enu-
meratif. Pada rumusClJ;1.pa?al.. !J;1i, ti"'a~.a"'akata-kata '(S~kurang­
ktlrangny"a,,~ .<=tl~tlPftetli;ttt yang mesti dimtl at detl am penStlrnttrnan
Surat Kabar dClJ;1.B~rita.:N~gm;aRI. I<:urang dari itll, meJ;1gakipatkan
pemberitahuan/pengumurhan "ti"'ak saIl"

4) Jangka waktu pemberitahuan/penStlrnuman pembubaran kepada


semua kreditor

Ibaran

b. dari tanggal Penetapan yang


an hukum tetap jika Perseroan dibubarkan berdasarkan Penetapan
b. ,'·'Pemberitahuan'kepada Menteri 3)

Bersamaan dengan pemberitahuan pembubaran' Perseroan kepada Ma1


semua kreditor, likuida.tor wajib jtiga memberitahukan pembubaran Mer
itu kepada Menteri, dengan keterituan sehagai berikut. Pers
paSe
1) Jangka waktu pemberitahuan hun
"dal
Jangkawaktu pemberitahuan Perserdan kepadaMenteri, wajib
atau
dilakukan likuidat?rpalingl batj30 (tiga puluh) ~ari terhitung sejak
am
tanggal pembubaran Perseroan.Caramenghitung jangka
Per~
dala
pemberitahuan kepada Menteri jtiga berpedoman pada Penjelasari
Pasal147·ayat (1):
c.
• kalau pembubaran berdasarkan keputusan RUPS, 30 (tiga
hari dari Hmggal keputusan RUPS,
• jika pembubaran terjadiberdasarkan' Penetapan Pengadilan, 3() Berc
(tiga puluh) hari dari tanggal Perietapan Pengadilan mempunyai perr
kektiafan .huktim· tetap yak
P.er~

2) Kelengkapan pemberitahuan kepadamenteri


1)
Sesuai;j dell.g~ll k~tentuan;asal147 .ay~t!(;) .pemberitahtlan kepada
Menteri "wajib dilengkapi" dengan bukti yang terdiri atas:
a. dasar hukum pembubaran,·· dan Mer
pemberitahuan kepada kreditor dalam Surat Kabar. kep
bed
Oleh karena pemberitahuan kepada Menteriwajib dilengkapi
de~?antll~tipeIl}b~~it~tlan kepada kreditor datam Surat Kab~r, 2)
be:~ti ~smberitahuankepa~a¥tnteriba~u dapat. dilakukan likui-
dCltR~'jsete~ah ter1ebi~. dan111u likui~atorj memberitcilillk~/lIlen~­
Ape
mumkan pembubaran dalam Surat Kabar· kepad~ kreditor.. Jika
dan
~etell.~aIli~.~ikaitk~den~an patokan jang~~waktupemberitahuan
tan~
palin~ICUl1ba~30 (tiga. puluh) hari jsejak tanggal pembubaJ:an, maka
untuk menghindari terjadinya pelampauan jangka waktu·. menyam-
1eriteriseba.iknya'likuidator hu1
keesokail harinya han
jan~

laia
3) Tujuan pemberitahuan kepada menteri
Maksud dan tujuan pemberitahuan pembubaran Perseroan kepada
Menteri menurut Pasal147 ayat (l)hurufb, untuk dicatat dalam Daftar
Perseroan, bahwa Perseroan dalam likuidasi. Apa yangdiatur dalam
pasal ini, untuk memenuhiketentuan Pasa129 ayat (1) dan ayat (2)
huruf h. Menteri menyelenggarakan· Daftar Perseroan, yang memuat
data" Perseroan, termasuk data nomor dan tanggal akta pembubaran
II

atau nomor dan tanggal penetapan Pengadilan tentang pembubaran


Perseroan yang telah diberitahukan kepada Menteri untuk dicatat
dalam Daftar Perseroan.

c. Akibat Hukum Tidak Atau Lalai Me1nberitahukan kepada Kreditor


dan Men teri
Berdasar Pasal148, apabila likuidator tidak atau lalai menyampaikan
pemberitahl1an kepada Menteri dalam jangka waktu yang ditentukan,
yakni paling lambat 30 (tiga puluh) hari dari tanggal pembubaran
P.erseroan, hal itu menimbulkan akibat hukum berikut.

1) Selama belum dilakukan pemberitahuan, pembubaran tidak berlaku


bagi pihak ketiga
Menurut Pasal148 ayat (1), selama "belum" dilakukan pemberitahuan
kepada kreditor dan Menteri, maka pembubaran Perseroan tidak
berlaku pihak ketiga.
engkapi
t Kabar, 2) Likuidator bertanggung jawab secara tanggung renteng dengan
. Perseroan atas kerugian yang diderita pihak ketiga
Apabila likuidator Ilialai" melakukan pemberitahuan kepada kreditor
dan Menteri, likuidator dan Perseroan bertanggung jawab secara
tanggung renteng atas kerugian yang diderita pihak ketiga.
Demikian uraian pokok berkenaan dengan kewajiban memberita-
hukan pembubaran Perseroan kepada kreditor dan Menteri yang
harus diperhatikan likuidator. Kelalaiannya memberitahukan dalam
jangka waktu yang ditentukan, berakibat likuidator memikul tang-
gung jawab secara tanggung renteng dengan Perseroan apabila kela-
laian itu menimbulkan. kerugian kepada pihak ketiga.
2. Likuidator Wajib Melakukan Pemberesan 1
Kewajiban pokok kedua likuidator, melakukan "pemberesan" (veref- 2
fering, liquidation). Kewajiban ini ditegaskan pada Pasal 149 ayat (1).
Yang dibereskan likuidator adalah Ilharta kekayaan" Perseroan dalam
proses likuidasi. Tugas kewajiban pemberesan harta kekayaan Perse- C
roan dalam proses likuidasi, meliputi pelaksanaan: l

1
a. Pcncatatan dan PCllgu11tpulan 1
1) harta kekayaan, dan 1
2) utang Perseroan.
I
b. Pcngumuman dala1n Surat Kabar dan Bcrita Ncgara Rcpublik 1

Indoncsia Mcngcllai RCllcalla PC11tbagian Kckayaan Hasil Likuidasi I


Yang dimaksud dengan reneana pembagian kekayaan hasil likuidasi t
menurut Penjelasan Pasal 149 ayat (1) huruf b, termasuk reneana 1
"besarnya utang" dan "reneana pembayaran" kepada kreditor.

c. Pcmbagian kepada Krcditor

d. PC1nbayaran Sisa Kckayaan Hasil Likuidasi kcpada PCl1tcgang


Saha11t

c. Tindakan Lain yang Perlu Dilakukan dala11t Pclaksanaan


Pe11tbcrcsan Kekayaan
Menurut Penjelasan pasal ini, yang dimaksud tindakan lain yang perlu
dilakukan dalam pelaksanaan pemberesan kekayaan, antara lain
mengajukan permohonan pailit karena utang Perseroan lebih besar
daripada Kekayaan Perseroan.
Itulah aspek-aspek tindakan pemberesan yang diwajibkan Pasal 149
ayat (1) dilakukan likuidator.

3. Kewajiban Likuidator Mengajukan Permohonan Pailit


Berdasar Pasal149 ayat (2) dalam hallikuidator memperkirakan utang
Perseroan lebih besar dari kekayaan Perseroan, likuidator wajib menga-
jukan pailit Perseroan. Kewajiban ini dikeeualikan dalam dua

Hukum Perseroan Terbatas


1) peraturan perundang-undangan menenhlkan lain, dan
2) semua kreditor yang diketahui indentitasdan alamatnya,
;veref-
menyetujui pemberesan dilakukan di luar kepailitan.
It (1).
!alam Prinsipnya, apabila likuidator telah melakukan pemberesan
lerse- dengan caramelakukan pencatatan dan pengumpulan kekayaan serta
utang Perseroan, dan dari hasil pemberesan itu likuidator flmemper-
kirakan" utang Perseroan lebih besar daripada kekayaan Perseroan,
likuidator wajib mengajukan permohonan pailit. Bentuk pengajuan
pailitnya adalah voluntary petition.
Kewenangan likuidator wajib mengajukan pailit terhadap
Perseroan dalam likuidasi adalah kewenangan yang diberikan undang-
~blik undang UUPT 2007 kepadanya, dalam hal ini oleh Pasal 149 ayat (2).
idasi Dengan demikian, permohonan pailit yang diajukan likuidator, tidak
idasi tunduk kepada ketentuan Pasal104 ayat (1). Oleh karenaitu, permo-
cana honan pailit atas Perseroan yang diajukan likuidator dalam kasus
apabila utang Perseroan lebih besar dari kekayaan Perseroan, tidak
perlu memperoleh persetujuan RUPS terlebih dahulu. Prinsip atau
penerapan ini, merupakan kebalikan dari kewenangan Direksi unhlk
mengajukan pailit atasPerseroan. Menurut Pasal 104 ayat(l)apabila
gang Direksi hendak mengajukan permohonan pailit atas Perseroan kepada
Pengadilan Niaga, harus terlebih dahulu memperoleh persetujuan
RUPS.
raan
c. HAKKREDITOR
Berkaitan dengan peristiwa likuidasi Perseroan, tidak terlepas
lain hubungannya dengan pihak kreditor. Bahkan apabila terjadikasus
lesar likuidasi Perseroan, yang pertama-tama harus diselesaikan pemba-
yarannya dari kekayaan Perseroan adalah kreditor.
149 Sehubungan dengan itu, dalam rangka· untuk melindungi dan
mempertahankan kepentingan pihak kreditor dalam peristiwa
likuidasi Perseroan, UUPT 2007 memberi beberapa hak kepada
kreditor untuk mengajukan keberatan atau mengajukan gugatan
Pengadilan Negeri.
nga-
I:
1. Kreditor Berhak Mengajukan Keberatan Atas Rencana 1
Pembagian Kekayaan Hasil Likuidasi
Hak kreditor yang pertama diatur pada Pasal149 ayat (2), berupa hak Pi
mengajukan "keberatan" yang ditujukan kepada likuidator atas ir
reneana pembagian kekayaan hasil likuidasi. Apabila kreditor kebe- k
ratan dalam arti "tidak setuju" atas reneana pembagian hasil kekayaan d
likudasi, kreditor yang bersangkutan dapat mengajukan "keberatan" IT
kepada likuidator.
2
a. Jangka Waktu Pengajuan Keberatan
Iv
Selanjutnya agar keberatan memenuhi syarat formil, harus diajukan SE
oleh kreditor dalam jangka waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari p
terhitung sejak tanggal "pengumuman reneana pembagian" kekayaan at
hasillikuidasi dalam Surat Kabar dan Berita Negara RI. kl
Dalam hal ini, berlaku juga penggarisan Penjelasan Pasal147 ayat k
(3) berdasar penafsiran analogi dan sistematika perundang-undangan.
Oleh karena itu, perhitungan jangka waktu 60 (enam puluh) hari 3.
dimulai sejak tanggal pengumuman terakhir. Jika pengumuman dila- S'
kukan likuidator dalam Surat Kabar tanggal 10 Januari 2008, sedang d
pengumuman dalam Berita Negara 20 Januari 2008, maka memper-
hitungkan jangka waktu 60 (enam puluh) hari adalah tanggal pengu-

muman yang paling akhir, dalam hal ini tanggal 20 Januari 2008.

Apabila jangka waktu yang dikemukakan dilampaui, dengan
sendirinya "gugur hak" kreditor untuk mengajukan keberatan. Kre- kc
ditor yang bersangkutan, dianggap menyetujui reneana pembagian kl
hasil kekayaan likuidasi yang diumumkan likuidator.
Yi
b. Kreditor Berhak Mengajukan Gugatan ke Pengadilan Negeri, ill
Apabila Likuidator Menolak Keberatan d
Pasal 149 ayat (4), memberi hak kepada kreditor untuk mengajukan Pi
gugatan ke Pengadilan Negeri, dengan ketentuan sebagai berikut.

SE

Hukum Perseroan Terhatas


~ana 'I..,ikuidator menolak keberatanyang diajukankreditorterhadap
rencana pembagian hasil' kekayaan likuidasi
.!hak Penolakan likuidator atas keberafahkreditor, menurut undang-undang
atas ini ,. menil1lhulkansehgketa' antara kreditordengan liktiidator. Oleh
:ebe- karena itu, jika kreditdr tidal< seiliju. ataspenolakan likuidatdr,kreditor
fTaan dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan Negeri dengan cara
menarik likuidator sebagai pihak l'e:rgugat.

2) Yurisdiksinya jatuh menjadi kewenangan pengadilan negeri (PN)


MeIlurutPasal149ayat (4) yang berwenang memeriksa dan mengadili
lkan sengketa yang terjadi antara kreditbr dengan likuidatordalam kasus
hari penolakan keberatan atas rencanaipembagianhasil kekayaan likuidasi
adalahPN, bukan Pengadilan Niaga. Olehkarenaitu,gugatan diajukan
ke PN ternpatkedudukan ataualamat Jikuidator sesuai.· dengan pato-
ayat kan actor sequitor forum .rei··berdasar Pasall18 ayat (l).iHIR.
gan:
hari 3) Jangka waktu pengajuan. gugata1J;'
dHa'- Syaratf9rmiLselanjutnya agargugatan ke PN sah;gugatanharus
lang diajukan:
tper- • dalam jangka waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari,
ngu'- • terhitung dari sejak tanggal "I,penolakan"ilikuidator ataskeberatan

tgan Demikian rangkaianpenyelesaian' penolakanlikuidator atas


Kre- keberatankreditor terhadap rert~anapembagianhasillikuidasi. Apabila
gian keberatannyaiditolak likuidatdf, penolakanitudapat dijadikan
'kreditorsebagai dasarmengajukan gugatan'ke PN dalam jangkawaktu
yang ditentukan Pasal149 ayat(4). Batas waktu ini bersifat tardif, dalam
geri, arti apabila jangka waktu dilampaui, mengakibatkan gugur" hak kre-
/I

ditor mengajukan gugatan atas alasan diadianggap menyetujuirencana


pembagian hasilJikuidasi yang diurnumkan;likuidator.
t.
2.
Mengajukan .G ugatan }ikaiJagihaI1 Ditolak
yang kedua, mengajukan tagiitcut
.I.'.Lcu.J.lV.L

Seperti yang dijelaskan, salah satu poin yang harus dicantumkan


likuidator dalam pengumuman pembubaran Perseroan dalam Surat
Kabar dan Berita Negara RI kepada kreditor menurut Pasal 147 ayat jar
(2) huruf c, tata cara pengajuan tagihan: gu
• oleh karena itu, agar utang. Perseroan dibayar kepada kreditor, ku
dia harus mengajukan tagihan kepada likuidator sesuai dengan
tata cara yang ditentukan dalam pengumuman,
• jangka waktu pengajuan penagihan adalah 60 (enam puluh)
terhitung sejak tanggal pengumuman di Surat Kabar dan Berita ke
Negara RI.
Mengenai jangka waktu 60 hari, dimulai sejak tanggal pengu-
muman pemberitahuan yang paling akhir antara pengumuman dalam jeu
Surat Kabar dengan pemberitahuan dalam Berita Negara RI. laI
Kalau begitu, agar tagihan kreditor memenuhi syarat formil, Pe
pengajuan tagihan hams dilakukan dalam jangka waktu yang ditentu-
kan dalam pengumuman. Dan berdasar ketentuan Pasal 147 ayat (3), jar
pengajuan tagihan yang sah, diajukan paling lambat 60 (enam puluh) kr.
hari terhitung sejak tanggal pengumumanlikuidator.
Jika tagihan diajukan kreditor dalam tenggang waktu yang disebut a.
di atas, tetapi tagihannya "ditolak" oleh likuidator: Al

a. Kreditor Dapat Mengajukan Gugatan ke· PN m,


Apabila likuidator "menolak" tagihan yang diajukan kreditor, padahal •
telah diajukan dalam jangka waktu yang ditentukan:
• kreditor dapat mengajukan gugatan ke PN atas penolakan itu,
• yang ditarik sebagai tergugat adalah likuidator, dan mE
• yurisdiksi relatifnya jatuhmenjadi.· kewenangan PN di tempat pe
alamat.likuidator. bu
bi<
b. Jangka Waktu Pengajuan Gugatan
Mengenai jangkawaktu pengajuan gugatan ke PN atas penolakan
likuidator atas tagihan kreditor:
• dalam jangka waktupaling lambat 60 (enam puluh)
• terhitung sejak tanggal penolakan tagihan oleh likuidator.
Dalamhal ini puntengga.!}gvwaktuitersel>ut bersifat fftardif'i. iJika
, ayat jCli1gkawaktu dilampaui, hilang.atau gugur:hak.kreditorimengajukan
gugatanke.. PN ataspenolakantagihan'ik~enakreditor:yangbersangr
kutan dianggap menyetujlli penolakan .likuidator: tersebut.

Iyf~ngaju;l<,~ :Tagih~
Hilangkahl1.akkr~ditoruntukmehuntuhpembayar dari hasil
~erita kekayaan likuidasi, apabila diatidC\kmengajukan tagihankepada
likuidatqrdal~jCli1gkCl ~
Seperti yang dijelaskah, bel'dasar ketentuan Pasal147 ayat(3)
jangka' waktu pen.gajuan itagihanharus dilakukan:. kreditor· paling
lambat 60 (enam puluh) hari sejak tanggal pengumumanpembubaran
l?erseroandalam Surq.t.Kabar. dan rBerita:Negara RI.
Jika" kreditortidcrlQ mehgajilkID1.' tagihan kepada likilidator dalam
jahgkawaktutetsebutf 111.ehilfut· Pasal:150" ayat(2)' tidak'gtlgUr hak
kreditor111.engajukah tagihan sesu~idehgahketentuahbetikilt.

l'qgihanDiajukanfl(Iela;lft iPN
:A.:pabilaiKreditor '':~belum perIlahYinengajukan tagihan:kepada
liJ-<uidator dalaIl1.jangkawaktu yang ditentukan ,Pasal147ayat(3); i dia
11}asil;lqClpatF11}engaju;L<a.!}v~agihCli1'v(l;kan~~~api:
tid(l;k .langsung diajuka.!} k~paqa "likuiqator,
• t~~api diajtl;L<a.!} me1alW:
K<:Hehtuah Pasal150 ayat (2); hanyamengatakankreditor.dapat
i

111.engajukan tagihan "melalui'(1PN)Pasalitli tidak111.efientukanbehtuk


npat pengajUahhyaJ::apakahl permol1.0nah atail gtlgatah? Hal?ihi bisamehim-
l>illkah i betblagai penafSirah;Boleh. diajukan:dalci111. :bentuk':'silrat
biasa". Penafsiran itu ditarik dari kata dapat ?111.engajukan111.elalui
/I

PengadilanNegeri". Berarticqktlp. dalam benm!<surat:biasCl.:A.:palagi


jika dihubungkan: denganccrraipeIlagihanmelalui PI'!harus.sederhana
dan p~nyel~$aiaIll:lyacepat, dapatdit~rimctargumeIltasibahwabentuk
pengajuan tagihan:itu cukup berhentuksuratvibiasa tanpa. formalitas

:A.:kan tetapi jika·.melalui ·pendekatan .lVLL.lU.l,

mengeluarkan oerintah atau


dituangkannya dalam produk Penetapan (beschikking) atau Putusan b.
(vonnis). Hanya dalam produk peradilan yang seperti itu PN dapat B4
menetapkan hak seseorang pada satu segi, dan memerintahkan pihak P:
lain untuk melaksanakan sesuatu pada segi lain.

Dalam kasus ini pengajuan tagihan melalui PN, secara implisit
berarti PN akan memerintahkan likuidator untuk membayar tagihan
kreditor tersebut. Atau jika PN berpendapat tagihan kreditor tidak

mempunyai dasar, menolak tagihan itu.
Berdasar argumentasi yang dikemukakan di atas, bentuk penga-
juan tagihan yang proporsional melalui PN:
.. paling tidak berbentuk Permohonan yang bersifat yurisdiksi c,
voluntair,
.. namun agar perintah yang ditujukan kepada likuidator oleh 1<
Penetapan itu mengikat kepada likuidator, likuidator hams ditarik d
sebagai Termohon, sehingga proses pemeriksaannya tidak murni •
bersifat ex-parte, tetapi secara kontradiktor atau inter-partes.
Memang yang paling baik ditinjau dari segi prosesual, pengajuan •
dilakukan dalam bentuk gugatan, sehingga proses pemeriksaannya
murni kontradiktor. Namun barangkali dianggap tidak efektif dan
efisien, karena penyelesaiannya memakan waktu yang relatif panjang. y
Apalagi jika bertitik tolak dari pendekatan objek yang diperma- 1
salahkan adalah "tagihan utang", di mana Perseroan yang dilikuidasi I
mempunyai utang kepada kreditor, dan atas utang itu kreditor s
menagihnya melalui PN, berarti apa yang ditagih melalui PN itu I
merupakan sengketa atas hak perseorang kreditor terhadap Perseroan t
yang dilikuidasi. Oleh karena itu, tagihan itu dapat dikonstruksi 1
sebagai gugatan perdata yang berisi tuntutan pembayar utang t
Perseroan dalam likuidasi. 1
Dengan demikian, bentuk yang proporsional adalah gugatan t
kontentiosa dengan proses pemeriksaan secara kontradiktor. Namun
untuk menghindari proses pemeriksaan yang berlarut-larut dan
panjang, sebaiknya diatur bentuknya cukup dalam LI'--.LLLI.U.'

honan dengan ketentuan likuidator ikut ditarik sebagai J.'--.L.LJ.LVJ.

dan proses pemeriksaannya


kontradiktor serta upaya hukumnya, langsung kasasi.
b. ]atigka :Waktu Pengajuan TagihanMelalui:PN
Berdasar PasaI 150 ayat (2)'jarigka waktu mehgafukaritagiha:n melalui
PN:
• hams diajukankreditor daIam jangka waktu 2 (dua) tahun, term-
tung· sejakpembubaran Perseroan diumumkan,olehlikuidator
daIam Surat· Kabar dan BeritaNegara RI,
lewatdarijangkawaktu tersebut, gugurhakkreditor m§ngajukan
tagihan melaIui PN, sebab jangkawaktu dimaksud bersifat tardif.
(tardiej, turdy);

c. Tagihan Melalui PN Digantungkan pada Syarat"ApabilaTerdapat


Sisa
Ketentuan atau syarat lam yang hams ·dipenUhi agar tagihan dapat
da:n sahmenumt hukum·· diajukari'melaIuP PN:
• jika masih'terdapat sisa kekayaa:nhasil likuidasi yang diperun-
tukkan bagipara pemegang saham,
• jika tidak ada lagi sisa kekayaan hasillikuidasi, tagihan yang
d).aj4gI).;; tidak; JTI§JTIentthisyaratmateriil
Seperti yang ditegaskan PasaI 149 ayat (1) huruf d, apabila pemba-
yarankepada kr.editor '. telah .selesai,kemudianmasih terdapat sisa
kekayaan hasil likuidasi, sisa tersebut dibagik an likuidatorkepada
pemegang saham secara pro-rata sesuai dengan besar kecilnya jumlah
saham yang dimiliki. Akan tetapi sisa itu'•• belumdibagikan,kepada
Parfl .peIll~gang: ;sAhClIll, RmtI ,sah,.~an .dapat Aib~l1fITkanIll~l1gCljukan
tagihan melaui PN. I<;aIau ticlak aclalagi si8a kekClyaan hasilJikuidasi,
karen a sudah ,:R-flcbis . dibaYClr:l<an k~PClda parCl!kre~it()r, p~ngajuan
@.ng tagihan melaIuiPN, tidak IlleIllenuhi, 8yarat materiil, karenatidC1:l< ada
lagikekaYClanPe.rseroan yang.,dClpat :dibayar:l<an kepadakreditor
tersebut.

d. PNDapatMemerintahkan PenarikanKembali Sisa Kekayaan yang


TelalfDibagikan::ke:padaPemegangSaham
Bagaimana penyelesaiannya, .apabila sisa kekayaan likuidasi yang
dibayarkari kepada ~ar~: kreditof, 'luasih a?3 sisariya, namun sisa
sempatdibagjkan oleh likuidator kepada para pemegang
saham. Kemudian muncul tagihan seorang kreditor melalui PN, 3)
apakah gugurhak kreditor untuk mendapat pembayaran dari sisa
kekayaan hasillikuidasi itu?
Tidak gugur! Berdasar Pasal150 ayat (4), sekiranya terbukti masih ke~
ada sisa kekayaan hasil likuidasi setelah dibayarkan kepada kreditor set
yang mengajukan tagihan dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari
dari tanggal pengumuman pembubaran Perseroan dalam Surat Kabar
pe
dan Berita Negara RI, lantas sisa dimaksud sudah dibagikan likuidator me
kepada para pemegang saham, kemudian muncul tagihan dari kreditor mi
melalui PN, dalam kasus yang seperti itu: da
1) PN memerintahkan likuidator untuk "menarik kembali" sisa mE
kekayaan hasil likuidasi yang telah dibagikan kepada pemegang da
saham itu dari tangan pemegang saham, liI<
2) terhadap penarikan itu, pemegang saham "wajib mengembalikan" ke
sisa kekayaan hasH likuidasi itu secara "proporsional" dengan
jumlah yang diterimanya terhadap jumlah tagihan. 2.
Pc
D. PENGHENTIAN DAN PENGANGKATAN lIKUIDATOR
BARU
Pasal 151 mengatur pemberhentian likuidator dan pengangkatan
likuidator barn sebagai penggantinya.

1. Alasan Pemberhentian
Secara ringkas telahdideskripsi kewajiban likuidator pada waktu k,
membicarakan Pasal 149, antara lain terdiri atas: bE
1) melakukan pemberesan harta kekayaan Perseroan yang berada
dalam proses likuidasi, berupa tindakan:
ill
a. pencatatan dan pengumpulan kekayaan dan utang Perseroan,
SE
b. mengumumkan dalam Surat Kabar dan Berita Negara RI
rencana pembagian kekayaan hasH likuidasi,
3.
c. pembayaran kepada kreditor, dan
d. pembayaran sisa kekayaan hasH likuidasi kepada t-'\.-.1..LL\.-FtUJ.
5j
saham; li
2) a'
kirakan jumlah utang lebih besar dari kekayaan Perseroan;
3) wajib menyelesaikan keberatan yangdiajukan·kr~9litorterhadap
r~rSWl-ClP~rnbCl~ankekaYClWl-(hClsillil<ll~9lq.?i.
Hal""haldiataslq.hckewajiban,pokok likuidator.Jikasalah satudari
lsih kewajiban ita tidak dilal<sanal<a.nniya dengartliktikad baik, dan tekun
sertacal<ap; ,cukup, dasar alasanttntukmemberhentikan likuidator.
i

lari ~t1dahbarartlgfe~tual~sanferseb~t :tidaKilrten~rangIpenenlpan


bar
~elanggaran likuidator terhadap,!idu~iary dU~.dan dlltY7are~ebagai­
ltor mana yang berlaku terhadapanggota Direksi.Apabilalikuidator
rrii.salhyamelakukan ultra vires,berkompefensi dengan Perserdan
dalam likuidasi atau membeberkan hal-hal yang rrtesti ditanasiakan,
isa mempergunal<an kekayaan hasillikuidasi untuk kepentingan pribadi
mg dan sebaginya, dapat dijadikan alasan untuk memlJethentikan
likl.lidator,karena halituserriua' dapat dikategori tidal< melal<sanakan
kewajiban..

2. Pemberhentian Berdasar Penetapan KetuaPN


Pasal151
ti2tak .dapafme laksanakankewaj ibannya
~ebaga~man~ ,~i~aks~d F~gl~m .,~~sal ,~,,4~~,atas .p~r111oho~an~ihak
:an ya~g .berk~p~nt~,~~~.~. ·/ ~t~u .::at~s / per111-~h~~ankejaks~~n, . . Ketua:.. Penga-
dilan . N egeri dapat mengangkat 'likutdator' baru dan' memberhentikan
likui'datdr
-!.L
.L.u...........L ...." " ... lClllla ,clWl- .pengang-
katah dan prodllknya
berbentlll< . P~netClpan:
Dengan demikian, proses pern~~il<SClaI).11YCl secara ex.__par,t~: ,.I1qnya
Ine~eriksa d em .,lnende~?ar Peln0h~fl saja. Siste ih1tel~ ditentukan
sendiriolehPasal151 ayat (I), olehkarena ituharus ditaati.
rn
3. Berhak Mengajukan Permohonan Pemberhentian

er-
a. Pihak yang Berkepentingan hel
sel:
Pihak yang berkepentingan mempunyai legalstandingmengajukan
permohonan pemberhentian likuidator lama dan pengangkatan likui-
5.
dator baru. Siapa yang dimaksud dengan pihak yang berkepentingan
tidak dijelaskan lebih lanjut. Namun daripendekatan hukum korpo..
rasi dih"llbungkan denganmasalah likuid(;lSi, yang dianggap pihak yang Su
berkepentingan antara lain, anggota. Direksi, DK, .pemegang. saham,
kre.ditor. Mereka inidapat dikategori sebagai pihak yang berke- ses
pentingan untuk memberhentikan likuidator yang tidak mampu diI
rnelaksanakan kewajibannya. diI

b. Kejaksaan ny
Selain pihak yang berkepentingan undang-undang juga memberi peJ
legal standing kepada Kejaksaan untuk mengajukan permohonan Nc
pemberhentian likuidator lama dan pengangkatan likuidator baru sel
sebagai penggantinya. •
4. Penetapan Pemberhentian .Disertai PengangkatiUl Likuidator •
Baru
Permohonan pernberhentian. dapat .diajukan. kepada salah seorang du
likuidator atau terhadap s~luruh.likuidatorapal?ilalebih daril (satu) PI'
orang. Kalau yang diberhentikan semua likuidator. sekaligus, hams Pe
dibarengi pula dengan permohonan pengangkatan likuidator baru pe
sesuai de~gan jumlah, yang diberhe~tikarl. Hal itu ditegaskan pada ya
kalimat terakhir Pasal 151 ayat (1) yang berbunyi: me

...... Kdua Pengadilan i~e~~rid~p'at mengangkat likuidator baru dan


memberhentikan likuidator lama. Pe
dil
Rasio dari ketentuan. Yangmenghqruskan pemb~rhentian likui-
dator lama disertai dengan pengangkatan likuidator baru dalam
Penetapan PN, bertujuan untllk menghirldari terjadirlya..l.<ekosongan/
kevakllman likuidator. Supaya Benerapan keten~ual1.itu Pe
terlaksana pada Penetapan PN'1-~am permohonan pemberlu_J. ro
harus disertai dengan permintaan pengangkatan lJ..v.un.u.uvJ.
Dengan demikian, apabila PN mengabulkan IJt::aHLVUVUCUL LlCJ.UlJCJ.
hentian;dalam Penetapan harussel<aligus mengangl<at lil<uidator baru
sebagai pengganti lil<uidator yang diberhentil<an.
(an
5. Likuidator yangcHendak Diberhenti1<an;Dipanggil dan
Didengar
Sudah dijelasl<an,bentuk· permintaan pemberhentianlil<uidator
mg
adalah PerIIl0hol1(lIl yang bersifatp~radil(lIlvoluntair.Olehl<arena itu,
sesuai dengan prinsip pemeril~~paan proses pemeril<saan Permohonan
dipersid(lIlgan dila1<ul<an secara ex-parte atau secara sepihak Yang
diperiksa dan diciengcrr pel11ohon saj(1, tanpa bertahan dari piha1<.lain.
Al<an tetapi, Pasal 151 ayat (2) memberi pel1ggarisan yang me-
J:lx~mP/aIlg.~,c];5i;P5 iJ:lSc i p, umul11, ter~ebMtj Pe}lle~il<saanperrnohpnan
l?emberheJ:lt~F lil<ui~~tor,tida1<rnu5J:l} ber1if~t ~1~parte atau ~lateral.
lan
Namun, bersifat quasi-contradictoir (quasi inter-parte) atau l<ontraciil<tor
aru pel11u .. Kcrr~nam~nurt!tpasaJ- 4U, pemberh~l1ti(lIlli1<pidatordil~ul<(lIl:
• setelah likuidator yang bersangl<ut(lIlciipanggildalampersid(1l1gan,
dan
• didengar l<eterangannya dalam persidangan.
Jaci~{l11esl.<ip"Ul1 seccrr a ~grl11illil.<p~dqtort~d~
.gitcrril<d(lIl didu-
mg dM~~aIl./;S~1.l~gaii!e5rn?ho~, Hn~~g-MJ:ldaIlg i. seJ:lqi 5ii mengharMsl<an
'i

Ltu) PN untul< memanggil dan mel1ci~l1gqr/l<~t~p(1l1g(1l1lil.<p~datorterseRpt.


rus Pe~etaPaTl.P~.a~~is iipeInberhentiaTli ,~il<tlid~t~r~ tet~]Ji gada proses
ii.

aru l?el11eril<s.~anitid~iIn~maTlPpil!~aIlIn~~d~npar~eterangan lil<uida~or


xa~~~er~angkutan dalam persidangan, "tidal< sah" dan "tidal<
mengikat".
Hal itu dislmPV1l<(1l1 ciqrilJlIIlus(1l1il.<~t~ntu(lIl Papal 151 ayqt(2):
Pemberhentian dila1<ul<an setelah yang· bersangl<utan dipanggil dan

am
ani TANG.GUNG JAWAB llKUIDATOR
Pembicaraanselanjutnya'mengenai pembubar(1l1ataulikaidasi Perse;-
roan, berl<enaan dengan lingl<up tanggung jawab lil<uidator. Pemba-
hasant~l1t(lIlg;ini,meliputi pel1gerti(1l1 t(lIlggvng j awab lil<uidator,
ter- l<epacia siapa lil<vi<iatorbertang-gungfiawab" vemberitahuan dan
pengumuman akhir proses likuidasi dan jangka waktu pemberitahuan
dan pengumuman. Sti.
Pe:
1. Pengertian Tanggung Jawab Likuidator kel
Terlebih dahulu akan dijelaskan makna dan maksud kalimat I/likui-
dator bertanggung jawab" yang dirumuskanpada Pasal 152 ayat (1). ket
Untuk mengetahui makna dan makstid kalimat itu, merujuk
r

kepada Penjelasan pasal tersebut, yang berbunyi: •


Yang dimaksud dengan "likuidator bertanggung jawab" adalah
likuidator harus memberi laporan pertanggungjawaban atas likuidasi
2)
yang dilakukannya.
Bertitik tolak dari apa yangdikemukakanpada Penjelasan Pasal Sel
me
152 ayat (1) tersebut, makna dan maksud likuidator bertanggung
jawab: taF
da]
1 Likuidator haius membuat dan menyampaikan I/laporan" atas
ata
proses pelaksanaan liktiidasi,
2) Laporan, memuat pertanggungjawaban atas likuidasi yang
dilakukannya.
Baik Pasal151 . ayat (1) mauptin Pel1jelasannya, tidak menentukan
(1)
bagaimana bentl1~lapor~pertangFgjawabanitu. Apakah boleh
dengan lisan atau harus dengan tertulis? •
Dari pendekatan yuridis dan manajemen, laporan pertanggung-
j~waban yang sah sesuai dengan kelaziman adalah I/tertulis". Oleh •
karena itu, dalam kasus ini pun supaya laporan pertanggungjawaban
sah dan valid, hams dibuat dalam bentuk I/laporan tertulis". Tidak
3)
dibenarkan laporan pertanggungjawaban secara lisan.
AF
2. Laporan Pertanggungjawaban Disampaikan kepa.da RUPS, gu
Pengadilan Atau Hakim Pengawas Pel

Mengenai kewajiban likuidatormenyampaikan atau memberikan


laporan pertanggungjawaban diatur pada Pasal 152 ayat (1) dan ayat bel
(2).
Pada pasal iniditel1tukankepada siapa laporanpertanggung-
jawaban diberikan dan disampaikan likuidator, yang terdiri atas:
Pe
nuan 1)'. ,Diberikanldisampaikan kepadaRUPS,
Sfidah dijelaskan,'berdasar>Pasal 143 ayat .(3), apabila pembubaran
Perse!oan ferj adi berdasarkan ikeptltu'san R'l:JPS;'maka'idalam
k.eptlttlsanRl:JPSsek.aligfis menuIljfiklik.fiidatcH. Jika' Rl:JPStidak
menunjukn.ya, Direk.si yang bertin.dak selak.fi Tikuidator:'Jika
k.etentuan Pasal143 ayat (3) dikaitkan dengan Pasal152 ayat (1'):
• kalau yangmenunjuk ataumengangkat likuidafor adalahRl:JPS,
• maka laporanipertanggungjawabanHkuidatordiberikan/
disampaikan kepada Rl:JPS~
ddasi
2) Diberikan kepadaPengadilan
Seperti' yang' sudah dijelaskan.salahi·satU cara. terjadillya pembubaran
menurut Pasal 142 ayat (1) huruf c, berdasarkanpehetapan PN. PeIle-
tapan pembubaran Perseroan. bleh rPNmen.uf'utPasalI46 ayat (1)
dapatrdiffiohbnkan ,olehrKejaksaan;' pihak yang berkepentingan atau
atas permohonan pemegang saham, Direk.si·· atau DK.
SelanjutIlya Pa.sal146 ayat' (2)menegask.an,· dalam penetapan PN
ditetapkan i juga!peIltlIljukan lik.tlidatbr.
Jika ketentuan Pasal146 ayat (2)dikaitk.an dengari Pasal152ayat
(1):
• apabilayang:meIltlIljuk./:mengangMit lik.fiidatoradalahiPNyang
dala:rn 'Penetapan pembfibaran Petseroari,
• maKa laporan'pertanggun.gjawa.ban ilik.fiidafor' diberik.an/disa:rn-
paikan kepada PN yang menunjuk./mengangkat11.ya..

3);,Diberikan KepadaHakimPengawas
Apabilayang:melaksana.k.anlikuidasi adalahikurator,'laporanpertang-
gtlngjawabanlikfiidasi/ diberik.an/disa:rnpaik.ari KuratbrkepadaHa.k.i1n
Pellgawas.

'ikan

No. 37 Tahun 2004 tehta:n\J .L

Pembayaran l:Jtang. Pasal ini mengatakan segera setelah kepada


kreditor yang telah dicocokkan jumlah piutang mereka atau segera
setelah daftar pembagian penutup menjadi mengikat. Kurator
membagikan jumlah penuh piutang mereka, maka dengan demikian
"berakhirlah" kepailitan. Selanjutnya Kurator mengumumkan
mengenai berakhirnya kepailitan dalam Berita Negara RI dan Surat
Kabar.
Setelah itu Kurator wajib memberikan pertanggungjawaban
mengenai pengurusan dan pemberesan yang dilakukannya kepada
Hakim Pengawas. Pemberian pertanggungjawaban kepada Hakim
Pengawas, paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah berakhirnya
kepailitan. Dan semua bukti dan dokumen mengenai harta pailit yang
ada pada Kurator, wajib diserahkan kepada debitur dengan tanda bukti
penerimaan yang sah.
Terserah kepada RUPS, PN atau Hakim Pengawas apakah dapat
menerima laporan pertanggungjawaban dimaksud. Berdasar Pasal152
ayat (3) RUPS dapat memberikan "pelunasan dan pembebasan" (acquit
et decharge) yakni membebaskan (to set-free) dan melepaskan (release
and discharge) dari kewajiban atau pertanggungjawaban (realese and
discharge from obligation or a liability).
Adapun jika laporan pertanggungjawaban yang diberikan
likuidator kepada PN, Pasal152 ayat (3), tidak mempergunakan istilah
"pelunasan dan pembebasan" (release and discharge), tetapi istilah
"menerima". PN dapat "menerima" pertanggungjawaban likuidator
yang ditunjuknya.
Bagaimana halnya, kalau laporan pertanggungjawaban itu tidak
diberi pelunasan dan pembebasan oleh RUPS atau PN tidak meneri-
manya. Apa akibat dan upaya hukum yang dapat dilakukan terhadap
likuidator maupun terhadap pelaksanaan likuidasi? Pertanyaan itu
dapat dijawab melalui pendekatan Pasal 149 ayat (1) secara analogis.
Apabila RUPS maupun PN menolak laporan pertanggungjawaban,
berarti likuidator tidak melaksanakan kewajiban pemberesan harta
kekayaan Perseroan dalam proses likuidasi.
Terhadap likuidator dapat diajukan gugatan perbuatan melawan
hukum (PMH) berdasar Pasal1365 KUH Perdata atas alasan melanggar
gera kevyajiban:hukl.iJnyangdipercayakankepadanya, apabila pelaksanaan
tersebut menimbulkan kerugian kepada. Perseroan .ataukreditor.
Tentang ~batnya terhadap pel~;~~aIL pemberesC11Llik~~dasi,
tetap mengikat kepada semua pihakryangterlibat. .®lehikarena itu,
penyelesaian likuidasi yang dilakukanlikuidator tersebutltidak dapat
diganggu gugat lagi.
ban Namunderrlikian, mengenaiistatus badan hukU111. Perseroan tetap
ada eksis dart valid'Sebab sesuai. dehganketentuart: Pasal152 ayat(3) dan
kim ayat (5);berakhirnya status ibadanhukU111. Perserbart karena likuidasi,
nya setelah laporan pertanggungjawaban akhir proses likuidasi dilunaskan
ang dan 'dibebaskanRUPSiatau:setelah PN . menerimanya.
Llkti
a. Pemberitahuan dan Pengumuman Setelah MendapatPelunasan: dan
lpat Pembebasan Dari RUPS atau Setelah Pengadilan PN Menerima
152 Pertanggungjawaban
quit Berdasar Pasal 152· ayat . (3)/pemberitahuandan pengumum.arthasil
ease akhirproses likuidasi ·.dalam Surat . Kabar, wajib dilakukanlikuidator
ll
setylah RUrSmemberikan pelUhasan: dan' pembebasan (release and
if

discharge) . atausetelah· PN.1111enerima pertanggungjawabaIllikuidator


kan yang ditunjuknya, sedang kewajiban Kurator lllemberitahukart.· dan
llah n;tengumulllkan hasiliakhir. proseslikuidasi, setelah: ipertanggung,..
lah jawaban Kurator diterima" Hakim Pengawas.
if

itor
f~mb,eritCJ.hYCln pisampCJ.ikan k~CJ.dq
¥ettteri
dak Likuidator wajib ifmemberitahukan" hasH akhir likuidasikepada
Menteri. Berdasar pemberitahuan itu, Menteri:
lap 1) Mencatat berakhimya status badan hukum Perseroan (Pasal 152
ayat (5)),
2) Menghapus nama Perseroan tersebut dari Daftar Perseroan (Pasal
an, 152 ayat (5)),
3) Mengumumkan berakhirnya status badan hukum Perseroan
dalam Berita Negara RI (Pasall52 ayat (8)).
van Kewajiban Menteri mencatat, menghapus dan mengumumkan
berakhimya status badan hukum Perseroan karena likuidasi, V\;;J..LCLI.'U
juga bagi berakhirnya status badan hukum Perseroan karena Pengga-
bungan, Peleburan, dan Pemisahan.

c. Pengumuman dalam Surat Kabar


Selain memberitahukan proses akhir likuidator kepada Menteri,
likuidator juga wajib "mengumumkan" proses akhir hasillikuidasi
dalam Surat Kabar Tidak perlu diumumkan likuidator dalam Berita
Negara RI, karena hal itu menjadi kewajiban Menteri untuk
mengumumkan berakhirnya status badan hukum Perseroan dalam
Berita Negara RI.
Dalam hal ini pun pengumuman dalam Surat Kabar oleh likuidator
setelah RUPS memberikan pelunasan dan pembebasan kepada
likuidator atau setelah PN menerima pertanggungjawaban likuidator.

d. Jangka Waktu Pemberitahuan dan Pengumuman


Pasal 152 ayat (7) mengatur ketentuan mengenai jangka waktu
pemberitahuan kepada Menteri dan pengumuman dalam Surat Kabar:
• jangka waktunya 30 (tiga puluh) hari terhitung dari tanggal
pertanggung-jawaban likuidator atau Kurator diterima oleh RUPS,
PN atau Hakim Pengawas, dan
• pemberitahuan dan pengumuman tersebut, merupakan tahap
proses akhir pembubaran Peseroan.
Maka terhitung sejak pemberitahuan kepada Menteri dan
pengumuman dalam Surat Kabar, berakhirlah status badan hukum
Perseroan tersebut.

Hukum Perseroal1 Terbatas


~ga-

:eri,
iasi
-rita

lam

~tor
Ada beberapa hal yang dianggap perlu dibicarakan berkenaan dengan
ida
ketentuan lain-lain dan ketentuan peralihan. Dalam UUPT 2007, kedua
tor.
masalah ini, diatur dalam babterpisah. Ketentuan lain-lain diatur pada
BAB XII yang terdiri atas Pasal154-156. Adapun Ketentuan peralihan,
diatur pada BAB XIII yang terdiri atas Pasal157dan Pasal158, sedang
ktu
ketentuan penutup diatur pada BAl? XIV yang terdiri atas Pasal
::>ar:
161. Namun, dalam rangka efektivitas penulisan, dianggap lebih tepat
gal
membahasnya dalam satu bab saja.
·PS,

llap KEmE N'JUA:Nr 'lA:IN-,lA:IN


Masalah pokokyahgpe:rltl dibicarak:ahmengenai ketentuahlairl.4airl.,
Lan antara lain,bagi PersetoanTerbukaberlaku.ti:ridang-ti:ridang ini COUPT
2007)p kesalahaIl, atau ,'kelalaianDireksictidak Inengurangipenerapan
ketentuanhukUni pidaha' dahJpembentukan Ctim ,ahli.

1. Bagi Perseroan Terbuka Berlaku Ketentuan UUPT 2007


Pasal,154"',.ayatc(l), berbunyB
Bagi PttrsErdan''ferbukaHerlakilkefentuanitridang-eurifiartginljika
tidilk' dititurlain dillam pfHattlran:perilndang-eundangiln dibi'ctang
pasdrmodaL

lain:
1) pada dasarnya terhadap
tertentu di bidang pasar .J..J.L\.J .... "'L.J.f
bursa efek, "berlaku" ketentuan Undang-Undang ini (UUPT •
2007), •
2) akan tetapi mengingat kegiatan Perseroan tersebut mempunyai
"sifat tertentu" yang berbeda dengan dari Perseroan pada umum-
nya, perlu dibuka kemungkinan adanya "pengaturan khusus"
terhadap Perseroan tersebut,
3) pengaturan khusus dimaksud, antara lain:
mengenai sistem penyetoran modal,
41)

• hal yang berkaitan dengan pembelian kembali saham Perse-


roan, dan
hak suara serta penyelenggaraan RUPS.
41)

Bertitik tolak dari ketentuan ini, pada prinsipnya UUPT 2007,


berlaku sepenuhnya sebagai lex generalis (general law) terhadap semua
Perseroan pada umumnya, termasuk Perseroan Terbuka atau bursa
efek, sepanjang tidak diatur lain dalam peraturan perundang-undangan
di bidang pasar modal. Apabila ada ketentuan khusus dalam peraturan
perundang-undangan di bidang pasar modal yang menyimpang dari
ketentuan UUPT 2007, maka ketentuan itu yang berlaku dalam
kualitasnya sebagai lex specialis (special law). Dengan demikian, sesuai
asas lex specialis derogat lex generalis, ketentuan yang diatur pada UUPT
2007, dikesampingkan oleh ketentuan peraturan perundang-
undangan di bidang pasar modal yang bersangkutan.
Akan tetapi, Pasal154 ayat (2) memperingatkan. Peraturan perun-
dang-undangan di bidang pasar modal yang mengecualikan atau
menyampingkan ketentuan UUPT 2007, "tidak boleh bertentangan"
dengan asas atau prinsip hukum Perseroan yang diatur dalam UUPT
2007.
Menurut Penjelasan Pasal 154 ayat (2), yang dimaksud dengan
"asas hukum Perseroan" adalah asas yang berkaitan dengan "hakikat"
Perseroan dan Organ Perseroan. Sedang untuk mengetahui hakikat
Perseroan pada umumnya dapat merujuk kepada berbagai ketentuan,
seperti Pasal 1 angka 1 yang menggariskan Perseroan adalah:
41) badan hukum (rechtspersoon, legal entity) yang merupakan
persekutuan "modal",
• diberikan berdasar perjanjian,
uPT .melakukan· kegiatan rusaha,
• mempunyaimodal' dasarr(maatschappeLijkkapitaal, authorized
Ilyai capital) yang seluruhnya terbagi dalam saham;
UlU- Hakikat Perseroan jugadiatur rdalam berbagai ketentuan,seperti
;us" pada Pasal2, bahwa Perseroanharus mempunyai maksud dan tujuan.
Begitu juga Pasal3 mengatur prinsipr f/pertanggungjawaban terbatas'(
(beperkte aansprakelijkheid;'linvitedliability). Begitu pula Pasa15,
memuatketentua.nyangmynggariskan salahsatucirihakiki Perseroan
'rse- yakni mempunyai\lIn a.maf' dan/(tempat kedudukan"dalam wilayah
Republik Indollesia. Pasal6pun termasuk salah satu ketentuan yang
mencirikanhakikatPerseroan,yaitu Persefoan didirikan untuk jangka
)07, waktuterbatas 'atautidak terbatas. Pasal Zayat (4)juga dapat dikategori
nua salahrsaturhakikatPerseroanyangmemancangkanr,syarat adanya
usa ditefbitkangKeputusan Menteri mengenai ,pengesahan Akta Notaris
Anggaran Dasar Perseroan agar Perseroan memperoleh status badan
hukum. Masih banyak lagi ketentuan UUPT 2007 yang berkaitan
fari dengan ,hakikat" Perseroan.Misalnya ketentuan Pasal 44 tentang g

Tanggung Jawab Sosial danltingkungan, sebagai kemitraan Perseroan


lJerperan sertagalaIll' pembangunan ekonomis,., dianggapr\yrmasllk
1PT salahsat1f,h~1>FtJ?erseroaIl;.~kaI1-tetapi, contoh, di atas merupakan
ng- hal-halx'aIl;g PWil;\g Po.~R~ i<ait mu1-X a dengflIl h~kat Persefo.aIl;.Oleh
~artna, it1f~r.~~t~ntuaIl;p~raturan perunciang-ungangan dibidaIlgpasar
un- modal, tidak boleh bertentaIlgan genganllal-haltersebut.
tau Selain
an"
JPT

gan
:at"
kat
.an,

atas \pe~gurusan Peserdansertamewakili P~rseroan,


baik di dalam maupun di luar Pengadilan (Pasal 1 angka 5),
• DK mempunyai kewenangan dan tugas melakukan penga- a
wasan seeara umum danl atau khusus serta memberi nasihat p
kepada Direksi (Pasall angka6). Sl

Apa yang disebut di atas, hanya sebagian keeil dari asas hukum k
yang berkaitan dengan Organ Perseroan. Adapun untuk masing- b
masing Organ Perseroan, terdapat lagi berbagai asas yang berkaitan T
dengan RUPS, organ Direksi maupun dengan organ DK. Mengenai P
asas-asas yang berkaitan dengan masing-masing Organ Perseroan b
tersebut, telah diuraikan seeukupnya pada pembahasan yang it
berkaitan dengan RUPS, Direksi dan DK. Sehubungan dengan itu 3
sesuai dengan ketentuan Pasal 154 ayat (2) danPenjelasannya telah 11
menggariskan dengan tegas, ketentuan peraturan perundang- F
undangandi bidang pasar modal, tidak boleh bertentangan dengan
asas yang berkaitan dengan Organ Perseroan yang diatur dalam UUPT 3
2007. 1<

F
2. Tanggung Jawab Perdata Direksi- dan/atan DK, F
Mengurangi Tanggung JawabPidana s
Ketentuan lain-lain yang kedua, diatur pada Pasal155 yang berbunyi:
Ketentuan mengenai tanggung jawab Direksi dan/atau Dewan r
Komisaris atas kesalahan atau kelalaiannya yang diatur dalam F
Undang-Undang ini, tidak mengurangi ketentuan yangdiatur dalam
Undang-Undang tentang Hukum Pidana. ti

Ketentuan pasal ini memaneangkan asas, bahwa pertanggung- ~

jawaban perdata (civilrechtelijke aansprakelijkheid, liability under civil I


law), maupun pertanggungjawaban hukum korporasi (liability under c
corporate law) tidak menghapus atau mengurangi tanggung jawab 1
hukum pidana (liability under criminal law) atas kesalahan dan kela- (

laian yang dilakukan Direksi dan/atau DK apabila temyata kesalahan (

atau kelalaian itu mengandung unsur delik pidana.


Oleh .karena itu, bertitik tolak dari ketentuan Pasal ISS, terhadap (

Direksi dan/atau DK dapat dituntut seeara simultan pertanggung- 1


jawaban perdata (Civil liability) dan pertanggungjawaban korporasi
(corporasi liability) serta pertanggungjawaban pidana
atas kesalahan (guilty) atau kelalaian (negligence) yang dilakukannya 1
ga".. apabilatemyata kesalahan ataukelalaian tersebutrhelanggar salah satu
hat pasal ketentuan pidana. Contoh yang palihg mudah; misalnya salah
seorang anggota Direksi atau anggota DK flmenggelapkan" harta
kekayaan Perseroan. Dalam kasus yang'demikiari, sekaligus secarci
wn
bersamaan melekat pertanggungjawabanperdata dan ipidana.
flgT"
Tanggung jawab perdatanya dapat dituntut berdasat;f>asal1365 KUH
nai
Perdata, yakni melakukanperbtlatan.melawan, huktunyang We:ngaki-
.an batkan Perseroan mengalami 1<~rugian sebagai akibat dari p.~nggelapan
ng itu.:Adapun tanggung jawab: pidana, dapat 4itunftlt ber<ia~at; Pasal
itu 372 KUH~i det;Lgan, se:ngaja mengqmbil ataumeIniliki dengan mela.wan
lah
hak sesuatu barang yang seluruh atau sebagian adalahkepunyaan
\.g- Perseroan yang ad(;l <ia.lam tan,gannya tlI"\.tu1< diurusnya.

3. Tim AhliPemantau Hukum"Perseroan


Ketehtuanlaih1lain yarigketiga yang diattlr pada BAB XII adalah
perhbenttikan: "tim;ahli" yangdiberi'naitia Tim AhliPerhantau·Huktll1l.
Perseroari. Hal:ini idiattlr pada Pasro 156UUPT 2007. Ketehtuan yang
sepetti iniltidak diattlr/'pada UUPT 1995.
Tl.ljua.n/ 1pEdnbentu1<arrTilll i'A:hli ··PelllantbrUHu1<1.1n1Pet§eroart
menurut Pasal156 ayat (1), dalam rangka memantau pelaks:anaari dan
perkembangan UUPT 2007.

a.) Keanggotaan. TimA,hli Remanta-;u


\.g- Mengenai keanggotaanT:imAhli Pemantau hukumPerser9(;lI"\.,·diatur
'viI pada Pasal 156 ayat (2) yangterdiri atas unsur:
ier a. pemerintah,
ab b pakar!akadelllisi,
la- c. n ....Af'ci<=';
an d.
Mehgenaiberapa jtll1l.lah.·anggofa' tim dan bagairhana. organisasi
ap danmekanisme;pengangkatan, pemberhentian, danJpenggantian,
19- belumatau tidakdiaturidalaiti undang-undangini. Mengenai halitu,
lsi sesuai dengan k~tentuan
P(;lsa.l ;.156;•.aY(;l!{4) yang we:ngatakan". ketenftlan lelJih lanjtlt lIl~:ngenai
ya kevv~paI}gaI},StlStlI"\.an,organisasi dan, tCi!a kerja tim ,ahli4iatur ,dengan,
Peraturan Menteri. Dan pada saat buku ini ditulis, Peraturan Menteri 1
dimaksud belum diterbitkan. 1

b. Kewenangan Tim Ahli Pemantau


Kewenangan pokok Tim Ahli Pemantau Hukum Perseroan menurut
Pasal 156 ayat (3):
1) mengkaji Akta Pendirian Perseroan, dan
2) mengkaji perubahan AD Perseroan,
Pengkajian terhadap Akta Pendirian maupun perubahan AD:
• bisa atas Ifinisiatif" sendiri dari tim memperoleh Akta
Pendirian, atau
• atas permintaan pihak yang berkepentingan
3) memberikan pendapat atas hasil kajian itu kepada Menteri.
Kewenangan pokok Tim Ahli selanjutnya Ifmemberikan pendapat"
atas hasil kajian Akta Pendirian atau perubahan AD tersebut kepada
Menteri. Apakah kajian itu dilakukan Tim Ahli atas inisiatif sendiri
atau atas permintaan pihak yang berkepentingan, Tim Ahli wajib
memberikan pendapat atas hasil kajian itu kepada Menteri. Bukan
diberikan kepada pihak yang meminta pengkajian, tegasnya bukan
kepada pihak yang berkepentingan.

B. KETENTUAN PERALIHAN
Sudah disinggung, ketentuan peralihan diatur dalam BAB XIII UUPT
2007, yang terdiri atas Pasal 157 dan Pasal 158, yang memuat aturan
sebagaimana yang dijelaskan di bawah ini.

1. Eksistensi dan Validitas Perseroan yang Telah Memperoleh


Status Badan Hukum pada Saat UUPT 2007 Mulai Berlaku
Berdasar Pasal165, ditegaskan UUPT 2007, mulai berlaku pada tanggal
diundangkan. Berarti UUPT 2007 mulai efektif berlaku pada tanggal
16 Agustus 2007, karena diundangkan pada tanggal tersebut dan telah
dimasukkan dalam Lembaran Negara RI Tahun 2007 No. 106.
Apabila ketentuan Pasal 157 ayat (1) dikaitkan dengan Pasal
yang menyatakan UUPT 2007 mulai berlaku pada tanggal diundang-
kan, maka sejak tanggal16 Agustus 2007, Perseroan yang telah mem-
leri perolehstatusrpadan hukum berdasar. UUPT1995tetapberlakustatus
badan hukumnya, apabila terpenum syarat berikut:
1) Akta Pendirian dan AD:Perseroanftelah inendapatpengesahan dari
Menteri sesuai ketentuanl:Pasal>7 ayat(6)jo.Pasal:9UUPT 1995i
2) PerubahanAD telah.lldisetujui'{olehMenterisesuai ketentuan Pasal
15:ayat(1) dan (2) UU:PT i995atau>dilaporkan kepadaMenteri
apabila perubahan itu tidak mengenai hal-hal yang disebutpada
Pasal·ll:; a-yat (3). UUPT, .PC}P-f1.sC}atUUPT 20.07 mulai berlakui
3) ~eJW1. P-tP-aftwkan dfllarn lRC}ftar Per"Hsahaan. dalarn o/aktl;1 .paling
eta lambat 30 (tiga Pu1uh)·hari s~telah :BengesCW(ill.atal.l.lBers~tujuan
dib~~i.~an atau set~~~tanqpCilpeneriInaanlaporan sesuai dengan
ketentuan. Pasal 21 UUPT .1995.
~~fdas~: Pel"ljcla~ag:rfa~~31 a~Rt (l){f Rrtt~ .. Peru.sciliaan. adCilF
~C}f~~ l1eJ11sahaan.s:bag~an~~~gksud
p-alam UU No.3 Tahun
:it"
,da 1~92ften~anp.~aji~•. Raft~: geJ11sahaani
ADrqtau p~ru1JW1anYanp.:~!sarKan •.atag :~!s~tujtli. oleh Menteri
liri
maupun yang. dgapork(ill kep[1dC} J\,1enteri, tidqkbertentangan
:jib
p-eng(ill.lJlJPT 2007.
ian
ian ltulah §ywa.t"7syarqt.y(lIlgharus .dipYnu.h.i.9.1eh r~rseroan:Y(lIlgt~\W1
memperoleh status badan hukum berdasar UUPT 1995 sebelum UUPT
f:0P? be:r~q1}1.l. Pqp-q lt(1flggal lI6/Agl.l.§tu~ 20Q.7, agqr e1}§i§tYIlSi Jd(1fl
validj,tqS·§tfltl;1?RqP-(lIlh}lkUIIlD-ya ltetapl. perlgku . sejgk t(lIlgg~: .UUPT
2007 efektif berlaku.
PT
2. P~rse:rq~ y~gB~luW l\1~WP'tr()!eJ.1.S!'1-t1ts Bad~H1;1\<um AJa1.l
PeruHa.ha.nAP.Behlm P:~s~tuj1;1i.A.ta.ll Belum Dilaporkan
k~pa(la l\JIetlter~ Sawpai $.'1-~'iYY.rT200Z·¥ulai B~rl'1-\<u
eh Berdasar Pasal 157 ayat (2) UUPT 2007, jika Perseroan Y(lIlg .bers(lIlg-
I
~}ltan1J~1~illlelIlP~:rol:h7fR~~.1Jadan ~uk~'rk~enq.~kta Renflirian
~a1 flan AD belHlIllIleIldapa~I'peng~sW1(ill".dari M~ntefi, sehingga belHlIl
~al 1ll~lllenuJii ~eten~Han.:P~sfff? ffYfft(~). jR· 1Pasa19UUPT 199q,;ffta}l
:ah perubahan AD belum mendapatlpers.etuju(illMente:r!, ()Jeh: 1}q:renq
f

belUlllrfll~fll?n~~~t~~~art ras~. ~f ff~~~ :(1) dart . ayat :\2)~. UUPT


maupu~p~r~~flhanlARlJelufll•. p-i~aporkan k pada•. Menteri,
sehingga belum memenufii ketentuan Pasal15 ayat (3) UUPT 1995
7
sampai pada saat UUPT 2007 mulai berlaku, yakni tanggal16 Agustus
2007, maka dalam kasus yang demikian:
• IJwajib disesuaikan" dengan UUPT 2007,
• penyesuaian AD Perseroan tersebut dengan UUPT 2007, bersifat
lJimperatif" (dwingendrecht, mandatory law), oleh karena itu selama
belum dilakukan penyesuaian, Perseroan itu tidak mempunyai
status badan hukum.
Dengan demikian, segala perbuatan hukum yang terjadi, menjadi
tanggung jawab para pengurus, dan pada Perseroan itu belum melekat
tanggung jawab terbatas atau limited liability.
Apabila telah disesuaikan dengan ketentuan-ketentuan yang
diatur dalam UUPT 2007, para pendiri bersama-sama harus menem-
puh ketentuan Pasal 9 UUPT 2007, yakni mengajukan permohonan
IJpengesahan" status badan hukum atas Perseroan dimaksud sesuai
dengan tata cara dan prosedur yang ditentukan Pasal10 ayat (2) dan
Pasal11 UUPT 2007 serta BAB II Peraturan Menteri No. H-10-HT Ol-
IO Tahun 2007, tanggal 21 September 2007 tentang Tata Cara Penga-
juan Permohonan Anggaran Dasar, Penyampaian Pemberitahuan
Perubahan Anggaran Dasar dan Perubahan Data Perseroan.

3. Perseroan yang Telah Memperoleh Status Badan Hukum pada


Saat UUPT 2007 Mulai Berlaku, Wajib Melakukan Penye-
suaian
Pasal 157 ayat (3) mempermasalahkan Perseroan yang telah mem-
peroleh status badan hukum pada saat UUPT 2007 mulai berlaku.
Artinya, Perseroan yang telah memperoleh status badan hukum
berdasarkan peraturan perundang-undangan sebelum UUPT 2007
mulai berlaku.
Menurut Penjelasan pasal ini, yang dimaksud dengan. Perseroan
yang telah memperoleh status badan hukum berdasar peraturan
perundang-undangan adalah Perseroan yang berstatus badan hukum
berdasarkan KUHD dan UUPT 1995.
Sehubungan dengan itu, jika Perseroan tersebut telah
memperoleh status badan hukum baik berdasarkan KUHD
tus 1995padasaat: UUPT 200Zmulai berlaku,maka menurutPasal 157
ayat (3) danayat (4):
a. Wajib dilakukan penyesuaianrAD.;.nya dengan ketentuan UUPT
ifat 2007,
b; Jangka waktu pellyesuaianAD;.. nya;,T (satu) tahun setelah
yai berlakunya UUPT 2007,
c. Perseroan yang tidak::menyesuaikanAD.. hya dalam jangka
adi tersebut:
1) Perseroan itu dapat dibubarkan berdasarkan putusan
Pengadilan Negeri,
2) Yang berhak mengajukan permohonanpembubaran ke
lng
PengadilanNegeri, terdiri'dari:
~m-
:K.ejaksaan, atau
Lan
b) piliakyang, berkepentinga]1.
u.ai
Kev;r~ji,~~ ~el,~kukan.p~1,1y~~tl~i~ y~~di~tur p~~~( ~:~s~ 15;
ayat (3), bersifatimperatif. CJleh karena itul;a'pabil~jangk~ v;raktu
ga- penyesuaian tersebut dilampaui, dengan sendirinya menuruthukum
lan ekslstensi ;dan>'Validitas status;, hukumrtya gugut. Segala· perbuatan
hukumyangdilakukan,mel1.jaditanggUl1gjawab pribadipara pengu-
rus secara tanggungtenteng.
Vlengehai ;tata<cara penyesuaiannyameIlumt Pasal ;18PERMEN
No:MCJlr-liT,Ol:'~0/2007 adalah; sebagai ;berikUt:
a. penyesuaianWajib dilakukan dala:rn jangkawakfu l;(satu) tahun
terhirun.gsejak; tanggal16Agustus 1200Pj,dengancara:menyesu-'-
aikan AD-Ilya" dellgan rUUPT 200p;
1m b. penyesuaian ialahdengancara;"mengu1.??hseluruhu AD Perseroan
lOp
c. perubahan selur$AD., dalam ;rangkarpenyesuaian:
• diajukan'oleh Notaris;kepada Menteri atau DirjenAbIU untuk
Irl~D;lperoleh,per~~tujlt,Clfi,
pengajuan djl*u~Clfi.Notar,smelalltiSi~mmb?~l1llldeIlgClfi
Car?D;len~si.~lAN.IVlo~el
p~rltb?hClll .. meD;luat, Ilama-Il~a;pem~gClllg r9~ l~-';l
saham yangdimilikinya· serta nama anggota Direksi dClfi· anggota
D:K. secara lengkap;
e. pengajuan permohonan persetujuan dilengkapi keterangan c.
mengenai dokumen pendukung yang disebut pada Pasal19 PER-
K(
MEN tersebut, yang terdiri atas:
dE
1) Salinan akta perubahan AD Perseroan,
pE
2) Nomor PokokWajib Pajak/NPWPyangdilegalisir olehNotaris,
bE
3) bukti pembayaran Penyesuaian AD,
4) bukti seto! modal Perseroan dari bank atas nama Perseroan
atau neraca Perseroan jika Perseroan juga melakukan pening-
1.
katan modal,
5) pengumuman dalam Surat Kabar, jika Perseroan juga mengu-
rangi modal, S€
6) surat keterangan alamat lengkap dari Pengelola Gedung atau U
surat pemyataan tentang alamat lengkap Perseroan, b(
7) dokumen pendukung lain dari instansi terkait. (P
p(
4. Perseroan yang Tidak Memenuhi Pasal 36 pada SaatUUPT
2007 Mulai Berlaku p(
Pasc:ll, 36 melarang Perse~oanmengeluarkan saham baikuntuk dimiliki y,
sendiri maupununtuk dimiliki Perseroan lain yang sahamnya secara p(
langsung atau tidak langsung telah dimiliki Perseroan. 1)
Larangan <ini menumt pasal3q .ayat (2), tidak b~rlaku terhadap
2)
kepemilikan saham yangdiperoleh berdasarkan peralihan karena
hukum, hibah atau wasiat. Akan tetapi, dalam jangka.waktu 1 (satu)
tahun. setelah tanggal perolehan, harus dialihkan kepada pihak lain be
yang tidak dilarang memiliki saham dalamPerseroan. U
Dalam peristiwa yang. seperti itu menurut Pasall58, apabila pada
bE
Pi
saat UUPT 2007 mulai berlaku Perseroan yang bersangkutan tidak
memenuhi ketentuan Pasal 36, maka dalam jangka waktu 1 (satu)
tahun harus menyesuaikan dengan ketentuan UUPT 2007., 1:
yi
Jika ketentuan ini dihubungkan dengan Penjelasan rasal 158 itu
l'
sendiri, kepemilikansaham oleh Perseroan lain tersebut hams sudah
dialihkan kepada pihak lain yang tidak kena larangan sebagaimana
dim.aksud Pasal36 dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak berlakunya
UUPT·2007.
c. KETENTUAN PENUTUP
~R-
KetentUan pefitltUp, hanya oerisi oeoerapa pefiegasan yang oerkenaan
dengafiberlaktlfiya· perattlran.i·'pelaksanaan dari;UUPT'1995,
pernyataaJ.l. tida.kberlakuiJagi.lJJ.JPT 1995, dan. pernyataan .mulai
oerlakunyaUUPT 2007'. Bokok-pokokmasalahitulah yangakan
diterangkan secarasmgkatLdalamuraian ini.
Ian

1..• Perahtrari.<pelaksanaani.;t:.J.t:.JPT ;;1995 Tetap Berlaku Sampai


Diganti dengan yang Baru
~-
Seoagaimana yangpemah,diutarakanjpada pendahuluan tulisan ini,
UUPT2007',masih rr,.emerlukanLdukoogan·, peraturan baik yang oer..
1?entuk Peraturan;·· Pemerintah.·.(PP);atau. Peraturan·· Menteri
(PERMEN), seperti haInya UUPT 1995 juga memerlukan dukungan
perati.tranpelaksanaan yang oeroenti.tkPP dan PERMEN.
Bertitiktolakdari ketenttlanPas)al159, semuaperaturan
p~lakscmaan'UUPT 1995 oaik iyangio.erbe~tukPPmaupun.iPERMEN
yang telahditeroitkan dmyatakan"tetap oerlaku" menjadi peraturan
pelaksana UUPT )2007'; ,•. dengansyarat:
ITa
1) sepafijafigperalufanpelaksan.a.UUPT 1995 Ierseout, "tidak
oerteritangan~{LClefigan UUPT 2007', atau
ap
2) "oelum diganti" dengan yang oarn.

tu) Dengan'demikian;·· berlakuny,


Un oaik"yangberoentuk PPatatlPERMEN m.enjadiperati.tranpelaksanaa.n
UUPT 2007', digantungkan pada dua syarat/Lyaknisepanjangtidak
oertentangan dengan UUPT 2007' atau oelum diganti dengan PP atau
PERMEN yang oarn.
ak
:u) Jika tidak salah, sampai pada saattulisanini diouat, dari seoanyak
12 (dua oelas) peraturan pelaksana yang oeroentuk PP dan PERMEN
yang diperlukan, oarn tiga di antaranya yang telah diteroitkan:
1) PERMEN No. Mol-HT 01-Tahun 2007', tentang Tata Cara
ah
Penjelasan Permohonan Pengesahan Badan Hukum dan Persetu-
na
juan Peruoahan Anggaran Dasar, Penyampaian Pemoeritahuan
ya
Peruoahan Anggaran Dasar dan Peruoahan Data Perseroan,
2) PERMEN No. 1450-KP 0411 Tahun 2007', tentang Pendelegasian
Wewenang Menteri Dalam Memoerikan Badan Hukum Perseroan
kepada Kepala Kantor Wilayah Dep Huk & HAM.
3) PERMEN No. 02 HT 01. 10 Tahun 2007 tentang Tata Cara
Pengumuman Perseroan Terbatas dalam Tambahan Negara RI.
Dengandemikian sepanjang belum diterbitkan peraturan
pelaksana yang baru, maka tetap berlaku peraturan pelaksana UUPT
1995, asal tidak bertentangan dengan UUPT 2007.

2. UUPT 1995, Tidak BerlakuLagi Sejak UUPT 2007 Mulai


Berlaku
Hal kedua yang diatur pada Ketentuan penutup adalah penegasan
dan pemyataan UUPT 1995 "tidak berlaku" lagi. Hal itu ditegaskan
pada Pasal 160 dihubungkan dengan ketentuan Pasal 161 yang
menyatakan:
• terhitung sejak saat UUPT mulai berlaku, maka UUPT 1995
(Lembaran Negara RI Tahun 1995 No. 13; Tambahan Lembaran
Negara RI No. 3587), "dicabut" dan dinyatakan "tidak berlaku";
• jika pernyataan ini dihubungkan dengari ketentuan Pasal161 yang
menyatakan UUPT 2007 mulai berlaku pada tanggal diundang-
kan, dan ternyata diundangkan pada tanggal 16 Agustus 2007,
maka UUPT 1995 dicabut dan tidak berlaku lagi terhitung sejak
tanggal16 Agustus 2007.
Demikian hal-hal yang diatur pada ketentuan penutup, sebagai
ketentuan yang mengakhiri eksistensi dan peran UUPT 1995 dalam
bidang hukumPerseroan.
ng Achmad Ichsan, S.H.
Surat-Surat Berharga,
u.u.~UJ. LLV, S.H.,
JJ

]awab Pendiri Perseroan IVln"VlOC1

, Ali Boediarto, S.H.


lKAHl SuJard ]ustisia;Kompilasi KaiddhHukum Putusafl MA, Hukum
Acara Perdata Masa SetengahAbad~ .' SWara Tusticia.
Andrew HicKS &SHGoo. 1994. Cases & Materials 011 Compdny'Law.
JSE.
Den End: ,. 1995:!uiisdische' LbUcon. The LexrconcNederlands L
L5'--~U' CateWay.
LJi

Bryan A. Garner. 1987. Dictionary of Modern Legal


versitiPress, 'NeW YorK-Oxford.
Camalia MaliK, S.H., M.H. lmplikasi

HUKUffi Bisnis, Vol 26, No.3 Tahun 2007, h1ll1.31danseterusnya.


S.H.'1982. >"Ytirisvrudensi 'Htikum Bandung:
Alumni.
CharlesWdrthand ··,·Morse. ELBS,Foutteenth
Gautama, Prof. Dr. 1995. Himpunan Yurisprudensi Indonesia yang IV
Penting untuk Praktik (Land Mark) Jilid 14. Citra Aditya Bakti.
George E. Dix-M. Michael Sharlot. 1973. Criminal Law, Cases and IV

Sixth ~

Harry G. Hend, John R. Alexander. 1983. Law of Corporation. Handbook


Series, St Paul Minn, West Publish Co.
Himpunan Fatwa DSN Edisi Kedua. Diterbitkan Atas Kerja Sama DSN
MUI dan BI.
HMN PtlrwostltjiRto S.H:. Pengertian J?okok Hukum Dagang Indonesia, F
Bentuk Perifsahaan: Jili.d 2, Djambatan.
HP PaIlggabean S.H., Jv1.S. Himpunqn J?utlJsan MARl, Mengenai F
Perjanjian Kredit Perbqnkan. Jilid~.
James D. Cox Cs. 1997. Corporation, Aspen Law.Business. F
JCilllesBarnes,. Terry Morehead Dworkin, . Efic..R. Richard. 1991. Law
For Business. Fourth Edition,. Irwin. F
JC:.~mitl1nI?rean Hogan· Cri
Jowitt's. 1977.. Dictionary of English Law.
Volume L-A, London Sweet & Maxwell Ltd. s
JohqfA.rifin, MuhqmCld Fai<hrud,in. Kmnus Istilah Pasar Modal,
Akuntansi Keuangan dan Perbankan. Jakarta: s
KOIllRutindo.
K. Prent Cm, Drs., I Adisubrata, Drs.• WJS Purwodarminta. 1969. l
Kamus Latin Indonesia. Kanisius.
M.A¥oegrli Djojodirjp, S.H. 1979. PerbUl-ltqn MelawanIiukum .. Jq.1<arta:
Pra9Aya .fc,rramita. ,
"\

Mariam \t\l,ebster's.Dictionary of English Law. SRringfield,


Massachusetts. ,
Marjanne. 'fermorshuizen..• 199? Kamus Hukum I3e.landa-Indonesia.
Jakarta: Djambatan.
Syahris. 1997. .J?engetahuan Pasar
M. YahyaHar~hap, .~.H., seorangRraktisi
hukum ternama yang telah bergelut dalculldunia
h~kumsejak tahUl1-1~61:Lahir di Para~.Sorat(
~il?ir?~ (TaRcmHILSel~tcm)'tanggal.18J(~s~lnber
1934. Tam~t .dari Fak 1tas/Huku1111JSU (Uni-
1l
versitas. Sumatra Utara) Rada Tahun 1960.

Riwayat Kerja:
P!'J Tebing Deli
1963 : KPN Tebing Tinggi, Deli
1968 : Wakil KPNMedan
1970 : "tIakim Tipggi PT Med ClIl
1980 :Wakil Ketua PT Banda Aceh
1981 : KPT JayaRura, Irian Jaya
1982 : Hakim Agung Rada MA RI
1996 : Ketua Muda Pidana Umum
2000-sekarang: Pensiun

Berbagai buku yang telah ditulisnya:


• Adat Islam dan Modernisasi, 1974
• Arbitrase, 1991, Edisi Kedua 2001
Beberapa Permasalahan Hukum Acara Peradilan Agama, 1993
• Beberapa Tinjauan Mengenai Sistem Peradilan dan Penyelesaian

Sengketa, 1997
BebeYlpa Tinjayan PJ?r111(]~(]lf1han. Hukum,. Buku.l dan 2,
J-n'fAJ.nl/lrl"


1997
• Hukum
Pembuktian, dan Putusan Pengadilan, 2005
Hukum Acara Perdata Peradilan Indonesia, 1975
• Hukum Acara Perdata, Permasalahan dan Penerapan Conservatoir

Beslag, 1987
Hukum Perkawinan Nasional, 1975
• Kedudtlkan Janda, Duda, dan Anak Angkat dalam Hukum Adat,
1993
Kewenanga~ dan . Acara. Per~dilan Agama Undang-
• Nomor 7 Tahun 1989, 1989, EdisiKedua 2001
KekuJlsaan Pengadilan Tinggi dan Proses Pemeriksaan Perkara
• Perdata dalam Tingkat Banding, 2006
Pembahasan dan Permasalahan KUHAP. Buku 1 dan 2, 1985, Edisi

Kedua, 2000
Perlawanan terhadap Eksekusi Grosse Akta serta Putusan Pengadilan
• dan Arbitrase dan Standar Hukum Eksekusi, 1996
Ruang Lingkup Pertnasalahan Eksekusi Bidang Perdata, Edisi Kedua,

2005
Segi-Segi Hukum Perjanjian, 1982
• Tinjauan Merk secaraUmumdan Hitkutn Merk di Indonesia
• berdasarkan Undang~Undang Nomor 19 Tahun 1992, 1996

Anda mungkin juga menyukai

pFad - Phonifier reborn

Pfad - The Proxy pFad of © 2024 Garber Painting. All rights reserved.

Note: This service is not intended for secure transactions such as banking, social media, email, or purchasing. Use at your own risk. We assume no liability whatsoever for broken pages.


Alternative Proxies:

Alternative Proxy

pFad Proxy

pFad v3 Proxy

pFad v4 Proxy