1 SM

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 12

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN ALOKASI DANA DESA

DALAM PENGELOLAAN POTENSI DESA KUTUH


KECAMATAN KUTA SELATAN KABUPATEN BADUNG
Ni Putu Mulya Resdyanti, Bandiyah, S.Fil.,MA.
Kadek Wiwin Dwi Wismayanti, S.E.,M.AP.
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Udayana
Email : resdyanti27@gmail.com, bandiyah.fisip@gmail.com,
wiwin.fisip@gmail.com

ABSTRAK
Kutuh village is the youngest village in South Kuta District which is formally formed in 2002 as an
effect of expansion of Ungasan village and become one of receiver of minimum allocation village
grant (ADD) in Badung Regency. From the problem above therefore the aim of this study is to know
the implementation of ADD in managing the village potency in Kutuh village in 2008-2013. The
method of this study is descriptive qualitative. The data collected by observation and interview.
Some conclusions were got in this study: First, implementation of ADD in Kutuh village runs well.
From 2008 to 2010 ADD was the biggest grant that received by Kutuh village that is use to maintain
some community empowerment programs, stationery, additional salary for headman and some of
village functionary, and also the development of the village potency in tourism field that is
development of Pandawa Beach. However in 2011 to 2013 ADD that received by Kutuh village was
decrease that makes an effect in village finance. Second, the problem in financial can be solved by
Kutuh village with the realization in development of village potency in tourism field because of I
Nyoman Mesir as an innovative, communicative, and has high motivation to increase the
community prosperity headman in period 2002-2013. He also helped by the village functionary that
has good human resources and performance and also supported by adequate facilities and
infrastructure. Third, the succeed of village government in Kutuh on implementing ADD proved by
no manipulation or misappropriation in ADD.
Key words: Implementation Policy, Allocation Village Grant, Management Potency of Kutuh Village

PENDAHULUAN

setempat sesuai dengan peraturan perundangundangan.


Pernyataan tersebut dijabarkan lebih
dalam lagi pada Peraturan Pemerintah Nomor
72 Tahun 2005 yang menjelaskan bahwa desa
adalah kesatuan masyarakat hukum yang
memiliki
batas-batas
wilayah
yang
berwewenang untuk mengatur dan mengurus
kepentingan
masyarakat
setempat,
berdasarkan
asal-usul
dan
adat-istiadat
setempat yang diakui dan dihormati dalam

Dalam Undang-Undang Nomor 32


Tahun 2004 dijelaskan bahwa pemberian
kewenangan
otonomi
daerah
pada
kabupaten/kota didasarkan atas desentralisasi
dalam wujud otonomi yang luas, nyata dan
bertanggung jawab. Otonomi daerah adalah
hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom
untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat
1

sistem
Pemerintahan
Negara
Kesatuan
Republik Indonesia.
Pendanaan untuk desa juga telah
ditetapkan pada pasal 67 ayat (1), (2), dan (3)
dalam PP nomor 72 tahun 2005 karena dana
yang akan diberikan baik berasal dari Anggaran
Pendapatan Belanja Negara (APBN) maupun
Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD)
sangat
diperlukan
untuk
melaksanakan
pemerintahan desa dan pembangunan desa.
Setiap desa akan mendapatkan dana dari
sumber-sumber pendapatan desa yang telah
ditetapkan dalam Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 37 Tahun 2007 tentang
Pengelolaan Keuangan Desa pada pasal 4 ayat
(3) adalah PAD (Pendapatan Asli Desa), Bagi
Hasil Pajak Kabupaten/Kota, Bagian dari
Retribusi Kabupaten/Kota, ADD (Alokasi Dana
Desa), Bantuan Keuangan dari Pemerintah
Propinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, dan
Desa lainnya, Hibah, dan Sumbangan Pihak
Ketiga.
Adanya ADD ini memperlihatkan bahwa
pemerintah pusat juga turut berpartisipasi
dalam membangun desa. Walaupun otonomi
daerah mewajibkan setiap daerahnya untuk
mengatur rumah tangganya sendiri dengan
meningkatkan potensi-potensi yang dimiliki
daerah tersebut, tetapi bukan berarti lepas dari
bagian Pemerintah Republik Indonesia. Oleh
karena itu, ADD yang diberikan rutin pada
setiap desa mulai tahun 2008 ini menjadi
sumber pendapatan tambahan yang membantu
keuangan desa secara berkelanjutan.
Ketersediaan dana pada desa tentunya
sangat berpengaruh terhadap pembangunan
desa terutama pada pengembangan dan
pengelolaan potensi desa. Karena dana yang
rutin diberikan oleh pemerintah kabupaten/kota
dan
pemerintah
pusat
akan
menjadi
pendongkrak
pertumbuhan
pembangunan
potensi desa yang akan menghasilkan
pendapatan dan membuat desa mandiri serta
berujung pada kesejahteraan masyarakat desa.
Salah satu desa yang sukses dan dapat
dijadikan sebagai desa teladan adalah Desa

Kutuh yang terletak di Kecamatan Kuta Selatan,


Kabupaten Badung, Propinsi Bali. Desa Kutuh
merupakan pemekaran dari Desa Ungasan
pada tahun 2002. Oleh karena itu, Desa Kutuh
sebagai desa administratif baru sangat
membutuhkan pembinaan dan perhatian yang
lebih dari Pemerintah Daerah Kabupaten
Badung.
Walaupun demikian, Desa Kutuh
rupanya memperlihatkan peningkatan yang
signifikan sebagai desa yang baru berkembang.
Hal ini dibuktikan oleh terpilihnya Desa Kutuh
sebagai Juara II Nasional Desa Teladan pada
tahun 2011. Kemenangan Desa Kutuh sebagai
desa teladan disebabkan adanya peningkatan
yang diperoleh dari pengembangan potensi
desa terutama dalam bidang pembudidayaan
rumput laut.
Setelah berhasil dengan budidaya
rumput laut, pada bulan Desember tahun 2012
Desa Kutuh menggelar Pandawa Beach
Festival
untuk
memperkenalkan
Pantai
Pandawa sebagai destinasi wisata yang baru di
kawasan Kuta Selatan. Pantai Pandawa juga
merupakan tempat pembudidayaan rumput laut
di Desa Kutuh. Ramainya kunjungan ke Pantai
Pandawa menjadi peluang menggiurkan untuk
mendirikan berbagai kios disepanjang bibir
pantai yang menyediakan makanan, minuman,
perahu kano, kursi pantai dan pelampung serta
menjadi penghasilan tambahan penduduk lokal
Desa Kutuh.
Dengan memaksimalkan potensi yang
ada menjadikan Pantai Pandawa sebagai
sumber pendapatan desa terbesar dan utama di
Desa Kutuh. Pada saat Desa Kutuh baru
terbentuk, potensi-potensi desa yang ada saat
ini masih belum berkembang dikarenakan
kurangnya pendapatan desa. Oleh sebab itu
maka menjadi penting saat dana rutin seperti
Dana Bagi Hasil Pajak dan Retribusi Daerah
serta ADD (Alokasi Dana Desa) menjadi dana
awal pembangunan desa. Implementasi Dana
Bagi Hasil Pajak dan Retribusi Daerah diberikan
dan diawasi langsung oleh pemerintah
kabupaten sedangkan implementasi ADD yang
2

berasal
dari
pemerintah
pusat
tetapi
pengawasannya dilakukan oleh pemerintah
daerah.
Oleh karena itu implementasi ADD
menjadi menarik untuk diteliti agar dapat
mengetahui
pengaruh
ADD
terhadap
perkembangan desa terutama pengelolaan
potensi desa dimana ADD berasal dari
pemerintah pusat tetapi pertanggungjawaban
dan pengawasan ada pada pemerintah daerah.
Karena pengawasan yang dilakukan
bukan dari pemerintah pusat melainkan dari
pemerintah daerah akan mempunyai lebih
banyak peluang implementasi penggunaan
ADD menjadi melenceng dari tujuan yang
seharusnya. Ada beberapa permasalahan
dalam penggunaan ADD yang timbul ke
permukaan, contohnya salah satu kasus Kepala
Desa yang telah divonis bersalah melakukan
korupsi ADD pembangunan jalan senilai Rp 150
juta. Jika implementasinya tidak diawasi dengan
sungguh-sungguh ini merupakan bukti bahwa
ADD menjadi rentan dikorupsi dan pada
akhirnya menghambat pembangunan desa
terutama pengembangan potensi-potensi desa
tersebut.
Dengan
berbagai
permasalahan
tersebut diatas, maka penelitian ini ditujukan
untuk dapat mengetahui Implementasi Alokasi
Dana Desa (ADD) yang terjadi di desa,
terutama hubungannya dengan pengelolaan
potensi desa. Karena Desa Kutuh termasuk
desa yang sukses dalam pengelolaan potensi
desa, maka dapat dijadikan tolak ukur apakah
desa mampu menggunakan dana yang
diberikan pemerintah dengan baik atau tidak.

mengatakan bahwa bila pemerintah memilih


untuk melakukan sesuatu maka harus ada
tujuannya (objektifnya) dan kebijakan publik itu
meliputi semua tindakan pemerintah, jadi bukan
semata-mata merupakan pernyataan keinginan
pemerintah atau pejabat pemerintah saja.
Carl Friedrich dalam Agustino (2012: 7)
menjelaskan
bahwa
kebijakan
adalah
serangkaian tindakan atau kegiatan yang
diusulkan oleh seseorang, kelompok, atau
pemerintah, dalam suatu lingkungan tertentu
dimana
terdapat
hambatan-hambatan
(kesulitan-kesulitan)
dan
kemungkinankemungkinan
(kesempatan-kesempatan)
dimana kebijakan tersebut diusulkan agar
berguna dalam mengatasinya untuk mencapai
tujuan yang dimaksud. Kebijakan publik ialah
keputusan politik yang dikembangkan oleh
badan dan pejabat pemerintah.
Dari pengertian-pengertian di atas
dapat disimpulkan bahwa kebijakan publik
adalah suatu tindakan nyata dari pemerintah
yang merupakan hasil dari keputusan politik
sebagai suatu alat untuk melaksanakan tujuan
yang ingin dicapai dan sesuai dengan
kepentingan masyarakat. Maka dari itu Alokasi
Dana Desa yang diberikan pemerintah pusat
merupakan tindakan yang nyata dari suatu
permasalahan yang akhirnya menjadi kebijakan
yang
telah
melalui
tahap-tahapan
pembentukannya
dan
bertujuan
untuk
memperlancar pembangunan desa yang
mandiri. Kebijakan Alokasi Dana Desa (ADD)
telah dirumuskan dan diputuskan sehingga
diharapkan dapat diimplementasikan dengan
baik ditingkat pemerintahan desa.

KAJIAN PUSTAKA

B. Konsep Implementasi

A. Kebijakan Publik

Implementasi
kebijakan
adalah
tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individuindividu, para pejabat atau pemerintah, yang
terkadang dalam interaksinya terdapat muatan
politik yang mengarah pada tercapainya tujuantujuan pada kebijakan yang telah diputuskan
sebelumnya.

Thomas R. Dye dalam Pasolong (2011:


39) menjelaskan bahwa kebijakan publik adalah
apa yang dipilih oleh pemerintah untuk
dilakukan
atau
tidak
dilakukan.
Dye
3

Dalam studi kebijakan publik terdapat


beberapa model implementasi kebijakan publik
yang dipakai penulis sebagai acuan untuk
mencapai keberhasilan implementasi adalah
Implementasi Kebijakan Model Goerge C.
Edward III yang akan digunakan oleh penulis
untuk menganalisis implementasi kebijakan
Alokasi Dana Desa dalam pengelolaan potensi
desa di Desa Kutuh.
Dikutip dari Agustino (2012: 149-154)
menjelaskan bahwa model implementasi
kebijakan yang berperspektif top down
dikembangkan oleh George C. Edward III.
Edward III terdapat empat variabel yang sangat
menentukan keberhasilan implementasi suatu
kebijakan,
yaitu:
(1)
komunikasi;
(2)
sumberdaya; (3) disposisi; (4) struktur
organisasi.
Terdapat tiga indikator yang dapat
dipakai atau digunakan dalam mengukur
keberhasilan variabel komunikasi tersebut di
atas yaitu: Pertama, Transmisi atau Penyaluran
komunikasi yang baik dan dapat menghasilkan
suatu implementasi yang baik pula. Kedua,
kejelasan yaitu Komunikasi yang diterima oleh
para pelaksanan kebijakan haruslah jelas dan
tidak membingungkan (tidak ambigu). Ketiga,
konsistensi perintah yang diberikan dalam
pelaksanaan
suatu
kebijakan
haruslah
konsisten dan jelas agar tidak terjadi
kebingungan saat dilaksanakan.
Variabel lainnya adalah sumberdaya.
Sumberdaya terdiri dari beberapa elemen,
yaitu: staf, informasi, wewenang dan fasilitas
fisik. Kegagalan dalam implementasi kebijkan
biasanya terjadi karena staf yang tidak
mencukupi,
memadai,
ataupun
tidak
berkompeten
di
bidangnya.
Sedangkan
informasi mempunyai dua bentuk, yaitu
informasi yang berhubungan dengan cara
melaksanakan
kebijakan
dan
informasi
mengenai data kepatuhan dari para pelaksana
terhadap peraturan yang telah ditetapkan.
Wewenang harus bersifat formal agar perintah
dapat dilaksanakan. Variabel terakhir dari
sumberdaya adalah fasilitas fisik yang tanpa

adanya
sarana
dan
prasarana
maka
implementasi kebijakan tersebut tidak berhasil.
Disposisi atau sikap dari pelaksana
sangat berpengaruh terhadap implementasi.
Jika pelaksanaan kebijakan ingin efektif, maka
para pelaksana kebijakan tidak hanya harus
mengetahui yang bisa dilakukan tetapi juga
harus
memiliki
kemampuan
untuk
melaksanakannya, sehingga dalam prakteknya
tidak terjadi bias. Beberapa hal penting yang
perlu dicermati pada variabel disposisi adalah:
Pengangkatan birokrasi yaitu, pelaksana
kebijakan haruslah orang-orang yang memiliki
dedikasi pada kebijakan yang telah ditetapkan
dan berguna bagi warga.
Insentif adalah teknik yang disarankan
untuk mengatasi masalah kecenderungan para
pelaksana kepada kepentingan pribadinya
dengan
memanipulasi
insentif
seperti
menambah keuntungan atau biaya tertentu
mungkin dapat menjadi faktor pendorong yang
membuat
para
pelaksana
kebijakan
melaksanakan perintah dengan baik.
Variabel terakhir adalah struktur
birokrasi. Birokrasi sebagai pelaksana sebuah
kebijakan harus dapat mendukung kebijakan
yang telah diputuskan secara politik dengan
melakukan koordinasi yang baik. Dua
karakteristik yang dapat mendongkrak kinerja
struktur birokrasi/organisasi adalah dengan
melakukan Standar Oprasional Prosedur (SOP)
adalah suatu kegiatan rutin yang dilakukan para
pegawai/pelaksana setiap hari sesuai dengan
standar yang ditetapkan atau standar minimum
dan pelaksanaan fragmentasi adalah upaya
penyebaran tanggungjawab kegiatan-kegiatan
atau
aktivitas-aktivitas
pegawai
diantara
beberapa unit kerja.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode
penelitian deskriptif kualitatif dengan studi yang
mengkaji implementasi Alokasi Dana Desa
(ADD) dalam pengelolaan potensi desa di Desa
4

Kutuh, Kecamatan Kuta Selatan, Badung.


Penelitian kualitatif ditujukan untuk memahami
fenomena-fenomena sosial dari sudut pandang
partisipan atau dapat dikatakan untuk meneliti
pada kondisi objek alamiah dimana peneliti
merupakan instrument kunci (Sugiyono, 2005).
Format deskriptif kualitatif studi kasus
tidak memiliki ciri seperti air (menyebar di
permukaan), tetapi memusatkan diri pada suatu
unit tertentu dari berbagai fenomena. Dari ciri
tersebut memungkinkan studi ini dapat sangat
mendalam dengan demikian bahwa kedalaman
data yang menjadi pertimbangan dalam
penelitian model ini.
Penelitian berlokasi di Pemerintah Desa
Kutuh Kecamatan Kuta Selatan Badung untuk
mendapatkan
data-data
primer
dan
memperdalam
informasi
dengan
cara
melakukan wawancara mendalam dengan
pihak terkait ADD dan pengelolaan potensi
Desa Kutuh.

diberikan piagam penghargaan dan sejumlah


uang sesuai jabatan. Pemberian penghargaan
tersebut telah diatur dalam Perbup Badung.
Untuk keberhasilan yang telah dicapai
Desa Kutuh tidak berarti Desa Kutuh
mendapatkan bantuan yang lebih besar untuk
mendorong pembangunan desanya, sebaliknya
Desa Kutuh mendapatkan bantuan dari
pemerintah daerah dengan jumlah yang sama
rata dengan desa lainnya. Terlebih kepada ADD
yang diberikan pemerintah pusat yang
penerimaan dan wewenangnya dilimpahkan
kepada
pemerintah
daerah
menurut
perhitungan yang telah dilakukan oleh Bagian
Keuangan Setda Badung,
Desa Kutuh merupakan salah satu
penerima ADD minimal di Kabupaten Badung
karena memiliki luas desa relatif lebih kecil dan
jumlah penduduk yang lebih sedikit dibanding
desa lainnya. Oleh karena itu Perangkat Desa
Kutuh diharapkan mampu menggunakan dana
bantuan dari pemerintah dengan lebih efisien
dan sesuai kebutuhan.
Pada tahun 2008 hingga 2010 ADD
menjadi dana penopang dalam pembangunan
desa secara umum dan pengelolaan potensi
desa secara khusus. ADD pada saat itu dapat
membantu pengembangan budidaya rumput
laut di Desa Kutuh dan mengajak RTM (Rumah
Tangga Miskin) untuk bergabung menjadi
petani rumput laut yang akhirnya pada tahun
2011 hingga tahun 2013 RTM di Desa Kutuh
dinyatakan tidak ada dan dapat dikatakan
bahwa Desa Kutuh dan masyarakatnya telah
berhasil mengentaskan kemiskinan yang ada di
Desa Kutuh.
Pada Petunjuk Teknis Pengelolaan
Alokasi Dana Desa (ADD) ada 3 (tiga) aspek
dalam pengelolaan keuangan desa yang yang
harus dilakukan terlebih dahulu dan menjadi
standar pengaturan, yaitu: Pertama, aspek
perencanaan
dan
penganggaran
telah
dilakukan oleh Pemerintah Desa Kutuh dengan
melakukan
Musyawarah
Rencana
Pembangunan Desa (Musrenbangdes) dengan

HASIL DAN PEMBAHASAN


Desa Kutuh pada awal terbentuknya
bukan merupakan desa yang menonjol. Tetapi
karena sebab itulah Desa Kutuh ingin menjadi
desa mandiri agar dapat lebih mensejahterakan
masyarakatnya. Desa yang baru terbentuk tentu
saja sangat membutuhkan batuan-bantuan
terutama pembinaan perangkat desa dan
bantuan dana dari pemerintah baik pusat
maupun daerah. Selama 12 (dua belas) tahun
Desa Kutuh terbentuk, ternyata pertumbuhan
desa ini sangat baik dan kerja keras perangkat
desa dan masyarakat dapat dilihat banyaknya
prestasi yang telah diraih hingga saat ini.
Oleh karena itu, untuk menghargai
kinerja perangkat desa sangat pantas jika
perangkat desa yang telah bekerja keras dan
berjasa diberikan penghargaan. Menurut
Peraturan Bupati Badung Nomor 34 Tahun
2009 tentang Pemberian Penghargaan kepada
Perbekel, Perangkat Desa lainnya dan Kepala
Lingkungan Pemerintahan Kabupaten Badung,
setelah mengakhiri jabatan maka akan
5

melibatkan BPD, Perbekel Desa Kutuh,


perangkat desa dan tokoh masyarakat.
Dalam Musrenbangdes di paparkan
rencana pembangunan desa dan skala
prioritasnya, memastikan pendapatan yang di
terima
dan
menggabungkannya
dalam
APBDesa dan dilakukan melalui rekening Kas
Umum Desa. Kedua, aspek Pelaksanaan dan
Penatausahaan
Keuangan
Desa
telah
dijalankan dengan ditetapkannya Perbekel
Desa Kutuh sebagai pemegang kekuasaan
dalam pengelolaan keuangan desa dan
Perbekel dibantu oleh Sekretaris Desa, Kaur
Keuangan
serta
Bendahara/Pembantu
Bendahara. Ketiga, aspek Pertanggungjawaban
Keuangan Desa telah dilakukan dengan
dikirimkannya
LPJ
(Laporan
Pertanggungjawaban) kepada Camat Kuta
Selatan
kemudian
diteruskan
kepada
Pemerintahan Daerah Kabupaten Badung
dalam hal ini adalah Badan Pemberdayaan
Masyarakat Desa dan Pemeritahan Desa
Kabupaten Badung. Setelah pemaparan
Petunjuk Teknis Pengelolaan ADD di atas,
berikut penjabaran program yang terealisasi di
Desa Kutuh yaitu:
Dari data-data APBDesa mulai tahun
2009 hingga tahun 2013, pembagian 30%
digunakan untuk penambahan penghasilan
perangkat desa, BPD dan kelian banjar dinas
sudah terealisasi dan 70% yang di gunakan
untuk pembiayaan program pemerintah desa
dalam melaksanakan pemerintahan dan
pemberdayaan
masyarakat
desa
dalam
meningkatkan potensi desa (Fisik dan Non
Fisik) yang meliputi: 10% untuk pemberdayaan
kesejahteraan yang ada di desa, seperti LPM,
Hansip, PKK Desa, KPM dan Karang Taruna
telah terealisasi.
60% untuk biaya pemberdayaan
masyarakat
dan
publik,
pemberdayaan
masyarakat mencakup 4 bidang program yaitu:
Bidang Ekonomi telah terealisasi antara lain:
Memberikan
bantuan,
seperti
beasiswa
pendidikan
dan
kebutuhan
pokok,
pemberdayaan masyarakat miskin dengan

memberikan pelatiahan-pelatihan yang salah


satunya adalah pembudidayaan rumput laut
dan pelatihan membuat dupa telah terealisasi.
Bidang Sosial Budaya antara lain:
Bantuan kesehatan masyarakat melalui kegitan
Posyandu, Lansia, pelaksanaan fogging atau
pengasapan untuk pencegahan penyakit
demam berdarah dan bantuan untuk kegiatan
Utsawa Dharma Gita, bantuan untuk kegiatan
sekaa gong Desa Kutuh, bantuan untuk
Upakara Desa Kutuh dan bantuan untuk
penduduk yang berkebutuhan khusus dan
terlantar telah terealisasi.
Namun ada beberapa kendala yang
terjadi dalam merealisasikan beberapa kegiatan
ini seperti kegiatan PKK yang awalnya kurang
begitu diminati oleh ibu-ibu yang ada di Desa
Kutuh, untuk menarik perhatian setiap
mengadakan kumpul PKK untuk pelaksanaan
program selalu dibarengi dengan arisan.
Contoh lainnya adalah Posyandu yang
biasanya identik dengan anak-anak balita.
Kemampuan warga desa yang meningkat
dibidang ekonomi membuat Posyandu tak
begitu dipandang lagi keberadaannya. Para
bidan dan pengurus Posyandu menyiasatinya
dengan membagian berbagai macam jenis
makanan sehat untuk para balita dan ibunya
yang berkunjung ke Posyandu. Tapi sampai
saat ini sebagian besar orang tua masih
memilih pergi ke rumah sakit untuk sekedar
imunisasi dan menimbang anaknya. Kendala
lainnya minimnya dana yang ada untuk
pelaksanaan program lansia ini sehingga
keberadaannya baru terlihat menjelang lomba
desa sehingga kegiatan ini tidak rutin
dilaksanakan.
Bidang Politik antara lain: penguatan
dan pemberian bantuan untuk berbagai
perlombaan yang mewakili Desa Kutuh seperti,
Lomba
Desa,
Lomba
Kelompok
Pembudidayaan Rumput Laut. Selain itu,
bantuan untuk pembangunan kantor Perbekel
Desa Kutuh, papan peta wilayah dan struktur
organisasi desa, kegiatan Musrenbangdes
(Musyawarah Rencana Pembangunan Desa)
6

dan pengadaan profil Desa Kutuh juga


mendapatkan bantuan dari ADD dan telah
terealisasi dengan cukup baik. Bidang
Lingkungan Hidup antara lain
Pada
bidang
Lingkungan
Hidup
program yang sudah terealisasi pada tahun
2008 hingga tahun 2013 adalah pengadaan
mesin pemotong rumput untuk kebersihan di
sepanjang pedestrian Desa Kutuh, pengadaan
tanaman hias untuk wilayah Kantor Perbekel
Desa Kutuh, pengadaan patung di sekitar
Pantai Pandawa dan tunjangan beban kerja
tenaga kebersihan desa.
Pada Petunjuk Teknis Pengelolaan
ADD dibagian mekanisme penyaluran Alokasi
Dana Desa, seharusnya desa mengajukan RPD
(Rencana Penggunaan Dana) secara bertahap
berdasarkan triwulan tetapi pada prakteknya
Kaur Keuangan Desa Kutuh hanya mengirim
RPD sekali dalam 1 (satu) tahun anggaran yang
menjadi satu pada Rancangan APBDesa diawal
penyaluran dana begitu juga dengan sistem
pertanggung jawabannya. Itu karena ADD
selalu turun terlambat dan akhirnya menganggu
administrasi desa. untuk memudahkan RDP di
buat 1 tahun sekali dan mngacu kepada
APBDesa.
Perbekel Drs. I Nyoman Mesir yang
menjabat pada tahun 2002-2013 karena
memiliki inovasi-inovasi yang berbeda dan baik
diterapkan di Desa Kutuh. Selain itu, diketahui
bahwa dari awal hingga akhir dana-dana
bantuan dari pemerintah pusat ataupun daerah
hanya dipegang oleh Bendahara. Padahal
beberapa desa khususnya Alokasi Dana Desa
dipegang oleh Perbekel atau Kepala Desa.
Dengan demikian, ini merupakan langkah awal
yang baik untuk mengurangi kemungkinan
terjadinya penggelapan atau penyelewengan
Alokasi Dana Desa.

Komunikasi adalah elemen penting


untuk menilai suatu kebijakan apakah berhasil
atau tidak dalam pelaksanaannya. Karena
komunikasi
akan
berpengaruh
terhadap
penerimaan dari pelaksana. Bagian dari
komunikasi ini ada 3 yaitu penyaluran
(transmisi), adanya kejelasan yang diterima
oleh pelaksaan agar dalam pelaksanaannya
tidak membingungkan dan adanya konsistensi
dalam pelaksanaan kebijakan.
Hasil dari studi yang dilakukan,
penyaluran komunikasi antara Kepala Bagian
Keuangan Setd Badung, BPMD dan Pemdes,
Camat Kuta Selatan dan Perbekel Desa Kutuh
secara keseluruhan berjalan baik. Itu dibuktikan
dengan jawaban yang dilontarkan oleh
perwakilan intansi-instansi tersebut sama, baik
dari langkah penyaluran ADD, penggunaan
ADD, tujuan ADD, tanggung jawab/yang terlibat
dalam implementasi ADD serta tata cara
penulisan laporan ADD.
Dilihat
dari
kejelasan
dalam
mengimplementasikan
ADD
sudah
ada
Petunjuk Penggunaan Alokasi Dana Desa dari
Setda Kabupaten Badung dan dikirimkan ke
BPMD dan Pemdes Kabupaten Badung, Camat
Kuta Selatan dan Desa Kutuh. Pada petunjuk
tersebut tertulis secara jelas seperti apa peranperan intansi tersebut dan bagaimana
seharusnya desa membagi anggaran tersebut
sesuai kegunaanya. Selama tahun 2008-2013
petunjuk-petunjuk diantara intansi tersebut
dilaksanakan cukup sesuai aturan dan sesuai
perintah yang diturunkan oleh BPMD dan
Pemdes Kabupaten Badung untuk dilaksanakan
terutama di Desa Kutuh.
Tetapi ada 1 (satu) hal yang tidak
sesuai Petunjuk Penggunaan ADD yang
serarusnya
dilaksanakan
tetapi
tidak
diperintahkan/tidak ada surat perintahnya untuk
dilaksanakan
yaitu
laporan
triwulan
penggunaan ADD. Selama ADD ada di Desa
Kutuh,
Kaur
Keuangan
Desa
Kutuh
mengatakan
bahwa
laporan
triwulan
penggunaan ADD tidak ada karena tidak
pernah diminta. Walaupun ADD turun secara

ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN


ALOKASI
DANA
DESA
DALAM
PENGELOLAAN POTENSI DESA KUTUH

bertahap tetapi hanya sekali memberikan


rancangan pengalokasiannya yaitu sudah
termasuk dalam Rancangan APBDesa dan
pertanggungjawabannya pun telah termasuk
dalam APBDesa. Dengan tidak adanya RPD
triwulan, Kaur Keuangan Desa Kutuh merasa
tidak ada masalah ataupun gangguan karena
hal itu juga tidak dipermasalahkan oleh Camat
Kuta
Selatan
yang
bertanggungjawab
mengirimkan ke BPMD dan Pemdes, demikian
juga yang terjadi di BPMD dan Pemdes
Kabupaten Badung tidak meminta laporan
tersebut.
Komunikasi baik tertulis atau pun tidak
tertulis dalam implementasi ADD di Desa Kutuh
konsisten.
Dikatakan
konsisten
karena
walaupun ada beberapa perubahan yang terjadi
pada teknis pelaporan secara administrasi dari
tahun 2008 hingga tahun 2013 tetapi itu
merupakan langkah untuk penyempurnaan
laporan APBDesa yang terkait Alokasi Dana
Desa.
Perubahan-perubahan yang terjadi
antara lain adalah laporan penggunaan ADD
tahun 2008 hingga tahun 2012 tidak
dicantumkannya secara terpisah dan terperinci
penggunaan ADD, tetapi pada tahun 2013
tercantum pada lampiran khusus penggunaan
ADD selain dana penggabung seluruhnya yang
tercantum dalam laporan APBDesa. Selain itu
perubahan yang terjadi adalah diturunkan SK
(Surat Keputusan) dan dicantumkannya tim
pelaksana ADD yang sesuai SK tersebut pada
laporan
2013
yang
pada
tahun-tahun
sebelumnya tidak ada/tidak dicantumkan.
Perubahan ini pun tidak dianggap mengganggu
atau mempersulit pelaporan penggunaan ADD
oleh Ibu Wayan Sulasmi selaku Kaur Keuangan
Desa Kutuh.
Variabel lainnya untuk menentukan
keberhasilan implementasi Alokasi Dana Desa
adalah sumberdaya yang dibagi menjadi
beberapa elemen didalamnya yaitu: staf yang
merupakan sumber daya utama dalam
implementasi. Staf yang bertugas sebagai
pelaksana dalam implementasi kebijakan

Alokasi Dana Desa adalah orang yang


berkompeten di bidangnya, seperti Kepala
Urusan Keuangan yang dijabat oleh Ni Wayan
Sulasmi
adalah
lulusan
D2
akuntansi
perhotelan yang tentu berpengalaman dlam
pengelolaan keuangan, laporan keuangan dan
berbagai hal mengenai perhitungan keuangan.
Selain itu BPMD dan Pemdes
merupakan pihak yang memiliki tugas
memberikan pembinaan kepada perangkat
desa
dan
masyarakat
desa
terkait
pemberdayaan masyarakat desa. Mulai tahun
2008 hingga 2013 BPMD dan Pemdes secara
rutin memberikan Bintek (bimbingan teknis)
seperti pengelolaan potensi desa dan
pengelolaan administrasi desa serta kegiatan
pemberdayaan masyarakat lainnya untuk
meningkatkan sumber daya yang dimiliki setiap
desa. Pada fungsi pengawasan dan evaluasi
BPMD dan Pemdes bekerjasama dengan
lembaga atau badan yang terkait dan ahli
dibidangnya yakni, Inspektorat Kabupaten
Badung, Bagian Keuangan di Bappeda dan
bagian Hukum.
Sedangkan sumberdaya yang ada pada
Camat Kuta Selatan selaku pelaksana tugas
koordinatif terkait implementasi ADD dapat
dikatakan bahwa secara kuantitas dan kualitas
staf yang ada sudah cukup namun untuk tugas
pembinaan terkait penggunaan ADD di
Kecamatan Kuta Selatan masih belum cukup
dikarenakan kurangnya keahlian para staf
disebabkan belum mendapatkan pembinaan
terkait tugas tersebut dan belum turunnya SK
Pemerintah Daerah untuk melaksanakan fungsi
pembinaan. Oleh karena itu hingga tahun 2013
Camat Kuta selatan masih memiliki tugas
sebagai perantara (koordinatif) antara BPMD
dan Pemdes Kabupaten Badung dengan
pemerintah desa termasuk Pemerintah Desa
Kutuh.
Demi
melancarkan
kegiatan
administrasi dan keuangan di Pemerintahan
Desa Kutuh, Sekdes Desa Kutuh Bapak I
Nyoman
Camang
mengatakan
bahwa
perangkat yang sudah ada ditambah dengan 2
8

(dua) pegawai honor yaitu 1 (satu) ditempatkan


pada posisi staf umum dan 1 (satu) sebagai
pembantu bendahara. Bergelar sarjana tetapi
berkat adannya pembinaan dari BPMD dan
Pemdes sejauh ini perangkat desa dapat
menjalankan tugas dangan baik.
Kedua
adalah
informasi
yang
mempunyai dua bentuk yaitu informasi yang
berhubungan dengan cara melaksanakan
kebijakan dan kepatuhan dari para pelaksana
terhadap peraturan dan regulasi pemerintah
yang telah ditetapkan. Jika dilihat dari dua
bentuk diatas Perangkat Desa Kutuh secara
keseluruhan sudah mengikuti petunjuk yang
diperintahkan
oleh
Pemerintah
Dearah
termasuk juga di dalamnya mengenai
implementasi Alokasi Dana Desa mulai dari
aspek perencanaan dan penganggaran, aspek
pelaksanaan dan penatausahaan keuangan
desa
serta
aspek
pertanggungjawaban
keuangan desa dilakukan sesuai petunjuk
teknis pengelolaan alokasi dana desa (ADD).
Kepatuhan Perangkat Desa Kutuh
terhadap peraturan dan kepatuhannya terhadap
hukum dibuktikan dengan tidak adanya temuan
yang menyangkut penyelewengan ataupun
penyalahgunaan dana ADD oleh Inspektorat
Kabupaten Badung dan tidak pernah ada
staf/perangkat desa yang mendapatkan SP
(Surat Peringatan) terkait implementasi ADD di
Desa Kutuh.
Elemen ketiga dalam sumberdaya
adalah wewenang. Wewenang haruslah bersifat
formal agar perintah dapat dilaksanakan. Pada
Pemerintah Desa Kutuh kewenangan Parbekel
semestinya bersinergi dengan Camat Kuta
Selatan dan pemerintah Daerah Kabupaten
Badung seperti contoh pengangkatan pegawai
honor untuk membantu bendahara dalam lebih
efisien dalam bekerja. Pengangkatan itu
menggunakan SK Perbekel sebagai kekuatan
hukumnya yang pengukuhannya dilakukan oleh
Camat Kuta Selatan. Dengan begitu tidak ada
penyalahgunaan wewenang oleh Perbekel
Desa. Perbekel Desa Kutuh tetap dapat
menggunakan otoritas untuk peningkatkan

kemampuan perangkat desa bukan karena


kepentingan beberapa orang atau kelompok
tetapi demi pembangunan SDM (Sumber Daya
Manusia) di Desa Kutuh.
Selanjutnya adalah fasilitas yang
berupa sarana dan prasana pendukung
implementasi ADD. Jika dilihat dari usianya
Desa Kutuh masih terbilang baru tetapi fasilitas
fisik cukup lengkap. Bagunan Kantor Perbekel
Desa Kutuh telah rampung pada tahun 2013
dan hingga saat ini masih dilakukan beberapa
penambahan terkait sarana dan prasarana
penunjang. Tetapi secara umum sarana dan
perasaran penunjang sudah mencukupi dan
lengkap.
Disposisi dalah variabel ketiga yang
mempengaruhi implementasi adalah sikap dari
pelaksana yang disebut juga disposisi. Disposisi
adalah faktor penting dalam pendekatan
mengenai pelaksanaan suatu kebijakan publik.
Pelaksana harus mengetahui apa yang akan
dilakukan dan juga memiliki kemampuan
melaksanakannya. Ada 2 (dua) hal yang perlu
dicermati dalam variabel disposisi yaitu:
Pertama,
pengangkatan
birokrasi.
Untuk kelancaran pelaksanaan kebijakan
haruslah
dipilih
perangkat
desa
yang
mempunyai dedikasi tinggi sehingga kebijakan
berjalan dengan baik khususnya demi
kepentingan
masyarakatnya. Pada
hasil
wawancara menyimpulkan bahwa Perangkat
Desa Kutuh yang ada adalah orang yang
memiliki semangat yang cukup tinggi dan tertib
dalam menjalankan tugasnya dan merupakan
teladan untuk desa lainnya yang ada terutama
di Kuta Selatan.
Semangat perangkat desa dalam
menjalankan tugasnya disebabkan adanya
keinginan untuk melakukan perubahan demi
kesejahteraan masyarakat desa yang lebih
baik. Perangkat yang ada sekarang sebagian
besar adalah orang-orang yang ikut berjuang
saat baru terbentuknya Desa Kutuh yang
menurut Sekretaris Desa Kutuh, saat itu desa
belum berkembang seperti sekarang ini.
Bersama perangkat desa inilah akhirnya
9

membantu Desa Kutuh mencapai kemajuan


pesat seperti sekarang ini.
Unsur kedua dari variabel diposisi
adalah insentif yang merupakan salah satu
teknik yang disarankan untuk mengatasi
masalah kecendrungan pelaksana yang pada
umumnya bertindak menurut kepentingan
sendiri. Maka teknik manipulasi insentif
diharapkan mampu mempengaruhi tindakan
pelaksana untuk dapat bekerja lebih giat dan
profesional. Perbekel Desa Kutuh telah
memberikan insentif kepada orang-orang yang
mengabdi dan berjasa sesuai dengan Peraturan
Bupati Badung Nomor 34 Tahun 2009 tentang
Pemberian Penghargaan Kepada Perbekel,
Perangkat
Desa
lainnya
dan
Kepala
Lingkungan Pemerintahan Kabupaten Badung,
setelah menghakhiri jabatan maka akan
diberikan piagam penghargaan dan sejumlah
uang sesuai jabatan.
Selain itu, secara terpisah Perbekel
Desa Kutuh berencana akan memberikan
insentif tambahan bagi perangkat desa yang
berprestasi dalam melaksankan tugasnya.
Pemberian insentif tambahan akan segera
direalisasikan
untuk
lebih
meningkatkan
dedikasi perangkat desa dan mendorong
perangkat desa untuk dapat bekerja lebih
maksimal.
Struktur birokrasiKebijakan yang begitu
kompleks menuntut adanya kerjasama banyak
orang, ketika struktur birokrasi tidak kondusif
pada kebijakan yang tersedia, maka akan
menghambat jalannya kebijakan. Birokrasi
sebagai pelaksana sebuah kebijakan harus
dapat mendukung kebijakan yang telah
diputuskan secara politik dengan melakukan
koordinasi yang baik. Pelaksana ADD pada
Pemerintahan Desa Kutuh terdiri dari 3 orang
yang bertanggung jawab pada masing-masing
tugas dan menjadi cukup efisien dalam
berkoordinasi.
Jika diperhatikan implementasi ADD di
Kabupaten Badung terutama di Desa Kutuh
cukup berjalan baik sesuai prosedur. Dalam
implementasi ini petunjuk teknis penggunaan

Alokasi Dana Desa bertindak sebagai Standart


Operating Prosedures (SOPs) yang menuntun
tahap demi tahap yang harus dilakukan agar
kebijakan ini dapat sesuai sasaran. Koordinasi
antara intansi hingga tahun 2013 diakui oleh
perwakilan dari BPMD dan Pemdes, Camat
Kuta Selatan dan Perangkat Desa Kutuh
berjalan dengan baik. Terutama Camat Kuta
Selatan yang memegang fungsi koordinatif
sebagai penghubung Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah Kabupaten Badung dengan
Desa Kutuh dan desa lainnya di Kecamatan
Kuta Selatan. Demi kelancaran pengelolaan
keuangan Pemerintah Kabupaten Badung juga
telah meluncurka program SIKUDES (Sitem
Keuangan Desa) dimana sistem ini diharapkan
dapat membantu dalam input data dan
perhitungannya.
Akan tetapi menurut Kaur Keuangan
Desa Kutuh program ini belum nyaman untuk
digunakan, karena masih cukup rumit dalam
mengaplikasikannya dan program ini baru mulai
berjalan pada tahu 2013. Dalam hal ini
perangkat desa masih berada dalam tahap
adaptasi dan programnya pun masih baru di
desa sehingga kedepannya ada perbaikan
untuk mempermudah penggunaan program
SIKUDES ini agar perangkat desa dapat lebih
mudah menggunakannya.

KESIMPULAN
Berdasarkan temuan yang didapatkan
dilapang serta teori yang digunakan untuk
menganalisis implementasi Alokasi Dana Desa
(ADD), secara umum disimpulkan bahwa
implementasi Alokasi Dana Desa di Desa Kutuh
berhasil dan berjalan sesuai tujuan dan tepat
sasaran. Mulai dari tahap perencanaan,
pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi
implemetasi Alokasi Dana Desa berjalan
dengan baik. Namun, pada tahap penyaluran
ADD sering terlambat. ADD biasanya disalurkan
pada pertengahan tahun yang mengakibatkan
mundurnya kegiatan atau program yang telah
direncanakan dan tentunya mengganggu
10

keuangan lainnya karena harus menggantikan


sementara ADD yang belum disalurkan ke Desa
Kutuh. Pelaksana menjadi kesulitan membuat
Rancangan Penggunaan Dana (RPD) karena
tidak konsistennya penyaluran ADD, sehingga
RPD tersebut tidak dibuat sesuai pentunjuk
pengelolaan yang seharusnya setiap triwulan
tetapi untuk mempermudah dibuatlah laporan
per tahun.
Pada awal terbentuknya desa, ADD
adalah sumber pendapatan terbesar yang
digunakan oleh Pemerintah Desa Kutuh untuk
menjalankan programnya. ADD juga sangat
berpengaruh mendorong pembangunan desa
baru ataupun desa yang sedang berkembang
untuk dapat meningkatkan potensi desanya.
Seperti yang terjadi pada Desa Kutuh, saat baru
berkembang desa ini sangat terbantu dengan
adanya Alokasi Dana Desa sebagai modal awal
dalam pengelolaan potensi desa yang akhirnya
potensi-potensi tersebut saat ini dapat dijadikan
mata pencarian oleh masyarakat Desa Kutuh
dan secara tidak langsung meningkatkan
kesejahteraan
masyarakat
desa.
Dengan adanya Alokasi Dana Desa
Posyandu dapat berjalan, Karang Taruna juga
lebih dapat mengembangkan kreatifitasnya dan
membantu memberikan beasiswa kepada siswa
yang berprestasi.
Penerimaan ADD di Desa Kutuh yang
tertinggi terjadi pada tahun 2010 berjumlah
hingga Rp 355.261.188,00 dan terendah pada
tahun 2013 sebesar Rp 67.398.235,00. Oleh
karena itu dalam pencapain tujuan ADD belum
optimal terutama pada Desa Kutuh karena
Penerimaan ADD yang semakin berkurang
sampai pada tahun 2013 berdampak pada
pelaksanaan program, kekurangan ADD harus
ditutupi dengan sumber pendapatan lainnya di
Desa Kutuh, sehingga kontribusi ADD terhadap
potensi desa semakin menurun. Untuk
kelancaran program, Pemerintah Desa Kutuh
melakukan subsidi silang bagi program yang
minim dana. Selain itu semua sumber
pendapatan menjadi satu dalam pertanggung
jawaban APBDesa Kutuh. Sejauh ini pelaksana

ADD juga bekerja sangat baik. Itu dibuktikan


dengan tidak adanya temuan penyelewengan
ataupun penyalahgunaan ADD di Desa Kutuh.
Laporan pun diterima sesuai jadwal dan
prosedur yang diberikan. Setiap tahun
pelaksana ADD yang juga merupakan
perangkat desa akan diberikan bimbingan
teknis oleh BPMD dan Pemdes Kabupaten
Badung pada awal dan akhir tahun anggaran
untuk menyempurnakan lagi sistem administrasi
ADD menjadi lebih baik.
Seharusnya Camat Kuta Selatan juga
melakukan pembinaan mengenai ADD tetapi
belum adanya SDM yang memadai dan belum
turunnya SK pelaksanaan sehingga sampai
saat ini hanya berperan koordinatif sebagai
penghubung Desa Kutuh dengan BPMD dan
Pemdes Kabupaten Badung.

DAFTAR PUSTAKA
Agustino, Leo. (2012). Dasar-dasar Kebijakan
Publik. Bandung: Alfabeta.
Amins, Achmad. (2012). Manajemen Kinerja
Pemerintah Daerah. Yogyakarta: LaksBang
PRESSindo.
Bungin, Burhan. (2007). Penelitian Kualitatif:
Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan
Ilmu Sosial Lainnya Edisi Kedua. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.
Faried Ali, Haji. (2011). Teori dan Konsep
Administrasi: Dari Pemikiran Paradigmatik
Menuju
Redefinisi.
Jakarta:
PT
RajaGrafindo Persada.
Kaho, Josef Riwu. (2007). Prospek Otonomi
Daerah di Negara Republik Indonesia:
Identifikasi
Faktor-faktor
yang
Mempengaruhi
Penyelenggaraan
Otonomi
Daerah. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

11

Nurcholis, Hanif. (2011). Pertumbuhan dan


Penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Jakarta:
Erlangga.

Tentang Penggunaan Alokasi Dana Desa Di


Desa Tombekuku Kecamatan Basala Kab.
Konawe Selatan). [online] diakses pada tanggal
8
Juni
2013
di
http://jurnal.dikti.go.id/jurnal/detil/id/0:524254/q/
perana%20alokasi%20dana%20desa%20pemb
angunan%20%20lembaga/offset/0/limit/15

Pasolong, Harbani. (2011). Teori Adminitrasi


Publik. Bandung: Alfabeta.
Sudirwo, Daeng. (1981). Pembahasan PokokPokok
Pemerintahan
di
Daerah
dan
Pemerintahan Desa. Bandung: Angkasa.

PERATURAN PERUNDANGAN
Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah Peraturan Pemerintah
Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa

Soenarko. (2003). Public Policy: Pengertian


Pokok untuk Memahami dan Menganalisa
Kebijaksanaan
Pemerintah.
Surabaya:
Airlangga University Press.
Syafiie,
Inu
Kencana.
(2003).
Sistem
Administrasi Negara Republik Indonesia.
Jakarta: PT Bumi Aksara.

Peraturan Bupati Badung Nomor 7 Tahun 2008


tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan
Desa.
Peraturan Bupati Badung Nomor 34 Tahun
2009 tentang Pemberian Penghargaan kepada
Perbekel, Perangkat Desa lainnya dan Kepala
Lingkungan
di
Lingkungan
Pemerintah
Kabupaten Badung

Wahab, Solichin Abdul. (2005). Analisis


Kebijaksanaan: dari Formulasi ke Implementasi
Kebijaksanaan Negara. Jakarta: PT
Bumi Aksara.
Widjaja. (2005). Penyelenggaraan Otonomi di
Indonesia dalam Rangka Sosialisasi UU no. 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Widodo, Joko. (2012). Analisis Kebijakan
Publik: Konsep dan Aplikasi Analisis Proses
Kebijakan
Publik.
Malang:
Bayumedia
Publishing. RajaGrafindo Persada.

WEBSITE
Anonymous. (2012). Beberapa Teori tentang
Pembangunan dan Pembangunan Pedesaan.
[online] diakses pada tanggal 28 Maret 2013 di
http://2frameit.blogspot.com/2012/04/beberapateori-tentang-pembangunan-dan.html
Yusuf Arif, Muhammad. (2011). Implementasi
Kebijakan Alokasi Dana Desa Dalam Upaya
Mewujudkan Good Governance (studi Tentang
Implementasi Perda No. 12 Tahun 2011
12

You might also like

pFad - Phonifier reborn

Pfad - The Proxy pFad of © 2024 Garber Painting. All rights reserved.

Note: This service is not intended for secure transactions such as banking, social media, email, or purchasing. Use at your own risk. We assume no liability whatsoever for broken pages.


Alternative Proxies:

Alternative Proxy

pFad Proxy

pFad v3 Proxy

pFad v4 Proxy