Ketuban Pecah Dini (KPD) : Pregnancy Rupture of Membranes Amniotic Sac

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 35

KETUBAN PECAH DINI (KPD)

1. Definisi

Premature rupture of membranes (PROM), or pre-labor rupture of

membranes, is a condition that can occur in pregnancy. It is defined

as rupture of membranes (breakage of the amniotic sac), commonly called

breaking of the mother's water,more than 1 hour before the onset

of labor. The sac (consisting of 2 membranes, the chorion and amnion)

contains amniotic fluid, which surrounds and protects the fetus in

the uterus (womb). After rupture, the amniotic fluid leaks out of the uterus

through the vagina.Women with PROM usually experience a painless gush of

fluid leaking out from the vagina, but sometimes a slow steady leakage occurs

instead.When premature rupture of membranes occurs at or after 38 weeks

completed gestational age (at term), there is minimal risk to the fetus and

labor typically starts soon after. (Berghella, 2014)

If rupture occurs before 37 weeks, called preterm premature rupture of

membranes (PPROM), the fetus and mother are at greater risk for

complications. PPROM causes one-third of all preterm births, and babies

born preterm (before 37 weeks) can suffer from the complications of

prematurity, including death. Open membranes provide a path for bacteria to

enter the womb and puts both the mother and fetus at risk for life-threatening

infection. Low levels of fluid around the fetus also increase the risk of the

umbilical cord compression and can interfere with lung and body formation

in early pregnancy.(Alan, 2013)


Women who experience premature rupture of membranes should be

evaluated promptly in the hospital to determine if a rupture of membranes has

indeed occurred, and to be treated appropriately to avoid infection and other

complications.

Classification:

Premature rupture of membranes (PROM): when the fetal membranes

rupture early, at least one hour before labor has started.


o Prolonged PROM: a case of premature rupture of membranes in

which more than 24 hours has passed between the rupture and the

onset of labor.
o Preterm Premature Rupture of Membranes (PPROM): premature

rupture of membranes that occurs before 37 weeks.


o Midtrimester PPROM or Pre-viable PPROM: premature rupture of

membranes that occurs before 24 weeks completed gestational age

of the fetus. Before this age, the fetus cannot survive outside of the

mother's womb. (Cunningham, F 2014)

Ketuban Pecah Dini (KPD) adalah ketuban pecah sebelum proses

persalinan berlangsung (Fatkiyah, 2016: 218). Menurut Wahyudi, ada dua

macam kemungkinan ketuban pecah dini, yaitu premature rupture of

membrane dan preterm rupture of membrane. Gejalanya sama, yaitu

keluarnya cairan dan tidak ada keluhan sakit. Baru setelah itu akan terasa

sakit karena adanya kemungkinan kontraksi. Robeknya kantung ketuban

biasanya terjadi seusai trauma, misalnya ibu 42 hamil terjatuh atau terbentur

di bagian perut. Ketuban pecah dini juga bisa terjadi karena mulut rahim yang

lemah sehingga tidak bisa menahan kehamilan. Atau bisa juga karena

ketegangan rahim yang berlebihan, seperti kehamilan ganda atau hidramnion,


kelainan letak janin seperti sungsang atau melintang, atau kelainan bawaan

dari selaput ketuban. Bisa pula karena infeksi yang kemudian menimbulkan

proses biomekanik pada selaput ketuban sehingga memudahkan ketuban

pecah. (Wahyudi, 2008).

Ketuban pecah dini merupakan masalah penting yang berkaitan

dengan komplikasi, meliputi kelahiran kurang bulan, sindrom gawat napas,

kompresi tali pusat, khorioamnionitis, abruptio plasenta, sampai kematian

janin yang meningkatkan mortalitas dan morbiditas perinatal. Pasien yang

mengalami ketuban pecah dini 50%-75% akan mengalami persalinan secara

spontan dalam waktu 48 jam, 33% akan mengalami sindrom gawat napas,

32%-76% mengalami kompresi tali pusat, 13%-60% mengalami

khorioamnionitis, 4%-12% mengalami abruption plasenta, dan 1%-2%

kemungkinan mengalami kematian janin. Semakin lama KPD, semakin besar

kemungkinan komplikasi yang terjadi, sehingga meningkatkan risiko asfiksia.

(Wiradharma, 2013)

Ketuban pecah dini (KPD) didefinisikan sebagai pecahnya

ketuban sebelum waktunya melahirkan. Hal ini dapat terjadi pada akhir

kehamilan maupun jauh sebelum waktunya melahirkan. KPD preterm adalah

KPD sebelum usia kehamilan 37 minggu. KPD yang memanjang adalah KPD

yang terjadi lebih dari 12 jam sebelum waktunya melahirkan. Ketuban Pecah

Dini (KPD) merupakan salah satu masalah penting penyebab terbesar

persalinan prematur. KPD juga dapat menyebabkan infeksi pada ibu dan bayi

yang dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi (Sarwono

Prawirohardjo, 2009).
KPD adalah pecahnya selaput ketuban sebelum adanya tanda-tanda

persalinan. Sebagian besar KPD terjadi sekitar usia kehamilan 37 minggu (Ida

Ayu Chandranita Manuaba, Ida Bagus Gde Fajar Manuaba, Ida Bagus Gde

Manuaba, 2008). Banyak faktor yang dapat menyebabkan KPD, baik yang

berasal dari ibu maupun janinnya. Faktor-faktor tersebut antara lain

kehamilan kembar, overdistensi uterus, dan inkompetensi serviks. Selanjutnya

faktor yang juga dapat menyebabkan Ketuban Pecah Dini adalah usia ibu dan

jumlah paritas (Rustam Mochtar, 1998; Morgan & Hamilton, 2009).

KPD adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda-tanda

persalinan. KPD adalah salah satu penyebab terbesar kejadian prematuritas

dan meningkatkan risiko infeksi pada ibu dan bayi (Sarwono Prawirohardjo,

2009). KPD secara umum diakibatkan oleh kontraksi uterus dan peregangan

yang berulang. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya KPD

antara lain:

Overdistensi uterus (Hidramnion dan Gemelli) : hal ini dapat

menyebabkan peregangan yang berlebihan dari selaput ketuban

sehingga mudah sobek


Serviks inkompeten: Serviks yang tidak mengalami kontraksi atau

inkompeten sering menyebabkan kehilangan kehamilan pada trimester

kedua, hal ini juga dapat menyebabkan ketuban pecah dini oleh karena

serviks yang telah membuka.


Trauma (pemeriksaan yang invasif, abortus, jatuh, dll) Paritas yang

tinggi dapat mengakibatkan ketuban pecah dini dikarenakan selaput

ketuban yang terbentuk semakin tipis sedangkan ibu primipara juga


rentan terhadap ketuban pecah dini akibat stres saat kehamilan karena

merupakan pengalaman pertama.


Umur ibu dikaitkan dengan fungsi alat reproduksi, umur ibu yang

terlalu muda dianggap alat reproduksinya belum matang sedangkan

umur ibu yang sudah terlalu tua akan mengalami kemunduran pada

alat-alat reproduksi.
Riwayat ketuban pecah dini sebelumnya
Merokok : banyak penelitian yang membuktikan bahwa ibu yang

merokok lebih rentan terhadap ketuban pecah dini.


Korioamnionitis
Infeksi
Selain itu terdapat faktor lain yang juga berhubungan seperti

pekerjaan dan pendidikan ibu yang dikaitkan dengan aktivitas ibu dan

pengetahuan ibu tentang pelayanan kehamilan serta faktor

sosioekonomi (Rustam Mochtar, 1998; Morgan & Hamilton 2009;

Syafrudin & Hamidah, 2009, Cunningham 2010).

Ketuban pecah dini (KPD) merupakan salah satu komplikasi

kehamilan yang paling sering ditemui. Insiden ketuban pecah dini adalah

2,7% sampai 17%, bergantung pada lama periode fase laten yang

digunakan untuk menegakkan diagnosis KPD. Angka kejadian kasus KPD

terjadi lebih tinggi pada wanita dengan serviks inkompeten,

polihidramnion, malpresentasi janin, janin kembar atau adanya infeksi

pada serviks atau vagina (Varney, 2008). Jika ketuban pecah terjadi pada

saat kehamilan sudah mencapai cukup bulan, persalinan spontan dapat

diantisipasi pada 86% ibu dalam waktu 24 jam dan 90% dalam waktu 72

jam. Pada ibu bersalin dengan ketuban pecah dini harus diberikan pilihan

penatalaksanaan baik secara pasif ataupun aktif. Pemberian iduksi


oksitosin drip atau persalinan perabdominal (Seksio sesaria) ( Myles,

2011). Dari 180 kasus ketuban pecah dini yang dijadikan sampel 131

sampel dilakukan induksi persalinan dengan menggunakan oksitosin drip

baik pada ketuban pecah dini kurang ataupun ketuban pecah dini 12 jam

dengan memperhatikan kondisi ibu dan janinnya. Kemudian 49 sampel

tidak dilakukan induksi dengan oksitosin drip. Rekomendasi nasional telah

membuat standarisasi pemberian oksitosin (RCOG 2001a), oksitosin

digunakan secara intravena dilarutkan dalam larutan isotonic seperti pada

persalinan normal. Penggunaan dekstrosa yang digunakan dalam

pemberian oksitosin drip dalam jangka waktu yang lama dapat menfubah

keseimbangan elektrolit karena adanya efek antidiuretik. Oleh sebab itu

pemantauan terhadap tetesan infuse, kontraksi uterus dan denyut jantung

janin harus dipantau dengan ketat dan kontinu (Myles, 2011). Dari 131

sampel (72,8%) kasus KPD yang dilakukan induksi oksitosin sebanyak

123 sampel (74,5%) tidak mengalami gawat janin, sedangkan 8 sampel

(53,3%) diantaranya mengalami gawat janin. Shields dan Schifrin (1988)

dalam buku Cuningham, 2006 melaporkan pola frekuensi denyut jantung

janin normal yang tanpa disertai variasi irama denyut jantung janin serta

terdapat deselerasi variabel ringan pada janin. Temuan lain pola perubahan

denyut jantung janin yang memicu antara lain posmaturitas, pencemaran

air ketuban dengan mekonium disertai dengan pertumbuhan janin

terhambat, dan berkurangnya cairan ketuban. (Cuningham, 2006).

2. Etiologi
Penyebab dari premature rupture of the membrane (PROM) tidak atau belum

jelas, maka preventif tidak dapat dilakukan, kecuali dalam usaha menekan

infeksi.Infeksi genetalia yang berasal dari bacterial proteus atau pun

metabolism bacterial jenis lain (60-70%). Meningkatnya tekanan intra-uteri

secara berlebihan (over distensi uterus) misalnya trauma hidramnion, dan

gemelli. Berkurangnya kekuatan membran salah satunya disebabkan oleh

adanya infeksi yang berasaldari vagina dan servik. Serviks incompeten.

Berkurangnya kekuatan dari leher rahim atau panggul ibu sehingga

menyebabkan selaput ketuban mudah robek. Kanalis servikalis yang selalu

terbuka karena kelainan pada serviks (akibat persalinan atau curetage). Ibu

hamil melakukan coitus diwaktu yang tidak tepat sehingga menyebabkan

pecahnya selaput ketuban misalnya ibu hamil trimester III melakukan coitus

saat selaput ketuban meregang dan ereksi pada penis sedang dalam keadaan

kuat yang akan mengakibatkan selaput ketuban mudah sobek. Kelainan letak,

misalnya sungsang, sehingga tidak ada bagian terendah yang menutupi pintu

atas panggul yang dapat menghalangi tekanan terhadap membrane bagian

bawah. Apabila kepala sudah masuk panggul dan diikuti bagian terkecil

janin/talipusat, bagian tersebut dapat merobek tali pusat.

Menurut Manuaba.IBG penyebab ketuban pecah dini sebagai berikut:

a. Servik inkompeten

b. Overdistensi uterus

c. Faktor keturunan (ion Cu serum rendah, vitamin C rendah, kelainan

genetic).
d. Pengaruh dari luar yang melemahkan ketuban (infeksi genitalia,

meningkatnya enzim proteolitik).

e. Masa interval sejak ketuban pecah sampai terjadi kontraksi disebut fase

laten. Makin panjang fase laten, makin tinggi kemungkinan infeksi. Dan

makin muda kehamilan, makin sulit upaya pemecahannya tanpa menimbulkan

morbiditas janin, sehingga komplikasi ketuban pecah dini makin meningkat.

Penyebab umum ketuban pecah dini adalah grandemulti, over distensi

(hidramnion, kehamilan ganda), disproporsi sefalopelvik, kehamilan letak

lintang, sungsang, atau pendular abdomen.

Mekanisme ketuban pecah dini menurut Prawirohardjo,Sketuban pecah

dalam persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi uterus dan

peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada daerah tertentu

terjadi perubahan biokimia yang menyebabkan selaput ketuban inferior rapuh,

bukan karena seluruh selaput ketuban rapuh.Terdapat keseimbangan antara

sintesis dan degrasi ekstraselular matriks. Perubahan struktur, jumlah sel, dan

katabolisme kolagen menyebabkan aktifitas kolagen berubah dan

menyebabkan selaput ketuban pecah. Faktor resiko untuk ketuban pecah dini

yaitu:

Berkurangnya asam askorbik sebagai komponen kolagen

Kekurangan tembaga dan asam askorbik yang berakibat pertumbuhan

struktur abnormal antara lain merokok.

Dimulai pada usia kehamilan 20 minggu, sintesis lebih rendah dari

kolagen (penurunan kolagen-mRNA) dan produksi berkurang enzim kolagen-

menstabilkan, seperti lysyloxidase, catabolize kantung ketuban. Mekanisme


lain adalahpeningkatan kerusakan kolagen oleh metaloproteinase matriks

tertentu(MMP), terutama MMP-1, -8 dan mengikat -9. Ini untuk inhibitor

jaringan tertentu (TIMP). Selama kehamilan normal, keseimbangan TIMPs ke

MMP disebutkan adalah terhadap inhibitor jaringan, sehingga menstabilkan

membran. Korioamnionitis menyebabkan ketidakseimbangan terhadap

metaloproteinase matriks. Sebuah collagenolysis meningkat menyebabkan

kehancuran amnion, dan akibatnya berkurang perlawanan dari membran.

Degedrasi kolagen dimediasi oleh matriks metaloproteinase (MMP) yang

dihambat oleh inhibitor jaringan spesifik dan inhibitor protease. Mendekati

waktu persalinan keseimbangan antara MMP dan TIMP-1 mengarah pada

degedrasi proteolitik dari matriks ekstraselular dan membran janin. Aktivitas

degedrasi preteolitik ini meningkat menjelang persalinan. Pada penyakit

periodontitis dimana terdapat peningkatan MMP, hal ini cenderung terjadi

ketuban pecah dini. Pada kehamilan muda, selaput ketuban sangat kuat, pada

trimester ketiga selaput ketuban mudah pecah.

Berbagai faktor risiko berhubungan dengan KPD, khususnya pada

kehamilan preterm. Pasien berkulit hitam memiliki risiko yang lebih tinggi

bila dibandingkan dengan pasien kulit putih. Pasien lain yang juga berisiko

adalah pasien dengan status sosioekonomi rendah, perokok, mempunyai

riwayat infeksi menular seksual, memiliki riwayat persalinan prematur,

riwayat ketuban pecah dini pada kehamilan sebelumnya, perdarahan

pervaginam, atau distensi uterus (misalnya pasien dengan kehamilan multipel

dan polihidramnion). Prosedur yang dapat berakibat pada kejadian KPD aterm

antara lain sirklase dan amniosentesis. Tampaknya tidak ada etiologi tunggal
yang menyebabkan KPD. Infeksi atau inflamasi koriodesidua juga dapat

menyebabkan KPD preterm. Penurunan jumlah kolagen dari membran amnion

juga diduga merupakan faktor predisposisi KPD preterm.

3. Epidemiologi
Ketuban pecah dini (KPD) didefinisikan sebagai pecahnya selaput ketuban

sebelum terjadinya persalinan. Ketuban pecah dini dapat terjadi pada atau

setelah usia gestasi 37 minggu dan disebut KPD aterm atau premature rupture

of membranes (PROM) dan sebelum usia gestasi 37 minggu atau KPD

preterm atau preterm premature rupture of membranes (PPROM). Masalah

KPD memerlukan perhatian yang lebih besar, karena prevalensinya yang

cukup besar dan cenderung meningkat. Kejadian KPD aterm terjadi pada

sekitar 6,46-15,6% kehamilan aterm1 dan PPROM terjadi pada terjadi pada

sekitar 2-3% dari semua kehamilan tunggal dan 7,4% dari kehamilan kembar2

. PPROM merupakan komplikasi pada sekitar 1/3 dari semua kelahiran

prematur, yang telah meningkat sebanyak 38% sejak tahun 19813 . Dapat

diprediksi bahwa ahli obstetri akan pernah menemukan dan melakukan

penanganan kasus KPD dalam karir kliniknya. Kejadian KPD preterm

berhubungan dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas maternal maupun

perinatal. Sekitar 1/3 dari perempuan yang mengalami KPD preterm akan

mengalami infeksi yang berpotensi berat, bahkan fetus/ neonatus akan berada

pada risiko morbiditas dan mortalitas terkait KPD preterm yang lebih besar

dibanding ibunya, hingga 47,9% bayi mengalami kematian. Persalinan

prematur dengan potensi masalah yang muncul, infeksi perinatal, dan

kompresi tali pusat in utero merupakan komplikasi yang umum terjadi. KPD
preterm berhubungan dengan sekitar 18-20% kematian perinatal di Amerika

Serikat4 . Pada praktiknya manajemen KPD saat ini sangat bervariasi.

Manajemen bergantung pada pengetahuan mengenai usia kehamilan dan

penilaian risiko relatif persalinan preterm versus manajemen ekspektatif.

Seiring dengan berkembangnya pengetahuan dan bertambah pemahaman

mengenai risiko-risiko serta faktor-faktor yang mempengaruhi, diharapkan ada

suatu pedoman dalam praktik penatalaksanaan KPD aterm dan KPD preterm,

seperti waktu persalinan, penggunaan medikamentosa, dan praktik pemilihan/

pengawasan terhadap manajemen ekspektatif, karena masih banyaknya variasi

mengenai manajemen KPD, khususnya KPD preterm. Dengan adanya

pendekatan penatalaksanaan yang sistematis dan berbasis bukti ataupun

konsensus maka diharapkan luaran persalinan yang lebih baik.

4. Patofisiologi
Infeksi dan inflamasi dapat menyebabkan ketuban pecah dini dengan

menginduksi kontraksi uterus dan atau kelemahan fokal kulit ketuban. Banyak

mikroorganisme servikovaginal, menghasilkan fosfolipid A2 dan fosfolipid C

yang dapat meningkatkan konsentrasi secara local asam arakidonat, dan lebih

lanjut menyebabkan pelepasan PGE2 dan PGF2 alfa dan selanjutnya

menyebabkan kontraksi miometrium. Pada infeksi juga dihasilkan produk

sekresi akibat aktivasi monosit/ makrofag, yaitu sitokin, interleukin 1, factor

nekrosis tumor dan interleukin 6. Platelet activating factor yang diproduksi

oleh paru-paru janin dan ginjal janin yang ditemukan dalam cairan amnion,

secara sinergis juga mengaktifasi pembentukan sitokin. Endotoksin yang

masuk ke dalam cairan amnion juga akan merangsang sesl-sel desidua untuk
memproduksi sitokin dan kemudian prostaglandin yang menyebabkan

dimulainya persalinan.
Adanya kelemahan local atau perubahan kulit ketuban adalah

mekanisme lain terjadinya ketuban pecah dini akibat infeksi dan inflamasi.

Enzim bacterial dan atau produk host yang disekresikan sebagai respon untuk

infeksi dapat menyebabkan kelemahan dan ruptur kulit ketuban. Banyak flora

servikovaginal komensal dan patogenik mempunyai kemampuan

memproduksi protease dan kolagenase yang menurunkan kekuatan tegangan

kulit ketuban. Elastase leukosit polimorfonuklear secara spesifik dapat

memecah kolagen tipe III pada manusia, membuktikan bahwa infiltrasi

leukosit pada kulit ketuban yang terjadi karena kolonisasi bakteri atau infeksi

dapat menyebabkan pengurangan kolagen tipe III dan menyebabkan ketuban

pecah dini.
Enzim hidrolitik lain, termasuk katepsin B, katepsin N, dan kolagenase

yang dihasilkan netrofil dan makrofag, nampaknya melemahkan kulit ketuban.

Sel inflamasi manusia juga menguraikan aktifator plasminogen yang

mengubah plasminogen menjadi plasmin, potensial menjadi penyebab ketuban

pecah dini.
5. Manifestasi Klinik
- Keluarnya air ketuban berwarna putih keruh, jernih, kuning atau

kecoklatan sedikit-sedikit atau sekaligus banyak.


- Dapat disertai demam bila sudah ada infeksi.
- Janin mudah diraba.
- Pada periksa dalam selaput ketuban tidak ada, air ketuban sudah bersih.
- Inspekulo: tampak air ketuban mengalir atau selaput ketuban tidak ada dan

air ketuban sudah kering.


Penilaian awal dari ibu hamil yang datang dengan keluhan KPD aterm

harus meliputi 3 hal, yaitu konfirmasi diagnosis, konfirmasi usia gestasi dan
presentasi janin, dan penilaian kesejahteraan maternal dan fetal. Tidak semua

pemeriksaan penunjang terbukti signifikan sebagai penanda yang baik dan

dapat memperbaiki luaran. Oleh karena itu, akan dibahas mana pemeriksaan

yang perlu dilakukan dan mana yang tidak cukup bukti untuk perlu dilakukan.
Anamnesis dan pemeriksaan fisik (termasuk pemeriksaan spekulum) KPD

aterm didiagnosis secara klinis pada anamnesis pasien dan visualisasi adanya

cairan amnion pada pemeriksaan fisik. Dari anamnesis perlu diketahui waktu

dan kuantitas dari cairan yang keluar, usia gestasi dan taksiran persalinan,

riwayat KPD aterm sebelumnya, dan faktor risikonya. Pemeriksaan digital

vagina yang terlalu sering dan tanpa indikasi sebaiknya dihindari karena hal

ini akan meningkatkan risiko infeksi neonatus. Spekulum yang digunakan

dilubrikasi terlebih dahulu dengan lubrikan yang 5 dilarutkan dengan cairan

steril dan sebaiknya tidak menyentuh serviks. Pemeriksaan spekulum steril

digunakan untuk menilai adanya servisitis, prolaps tali pusat, atau prolaps

bagian terbawah janin (pada presentasi bukan kepala); menilai dilatasi dan

pendataran serviks, mendapatkan sampel dan mendiagnosis KPD aterm secara

visual.
Dilatasi serviks dan ada atau tidaknya prolaps tali pusat harus diperhatikan

dengan baik. Jika terdapat kecurigaan adanya sepsis, ambil dua swab dari

serviks (satu sediaan dikeringkan untuk diwarnai dengan pewarnaan gram,

bahan lainnya diletakkan di medium transport untuk dikultur7 . Jika cairan

amnion jelas terlihat mengalir dari serviks, tidak diperlukan lagi pemeriksaan

lainnya untuk mengkonfirmasi diagnosis. Jika diagnosis tidak dapat

dikonfirmasi, lakukan tes pH dari forniks posterior vagina (pH cairan amnion

biasanya ~ 7.1-7.3 sedangkan sekret vagina ~ 4.5 - 6) dan cari arborization of


fluid dari forniks posterior vagina. Jika tidak terlihat adanya aliran cairan

amnion, pasien tersebut dapat dipulangkan dari rumah sakit, kecuali jika

terdapat kecurigaan yang kuat ketuban pecah dini. Semua presentasi bukan

kepala yang datang dengan KPD aterm harus dilakukan pemeriksaan digital

vagina untuk menyingkirkan kemungkinaan adanya prolaps tali pusat


6. Faktor Resiko
Berbagai faktor risiko berhubungan dengan KPD, khususnya pada kehamilan

preterm. Pasien berkulit hitam memiliki risiko yang lebih tinggi bila

dibandingkan dengan pasien kulit putih. Pasien lain yang juga berisiko adalah

pasien dengan status sosioekonomi rendah, perokok, mempunyai riwayat

infeksi menular seksual, memiliki riwayat persalinan prematur, riwayat

ketuban pecah dini pada kehamilan sebelumnya, perdarahan pervaginam, atau

distensi uterus (misalnya pasien dengan kehamilan multipel dan

polihidramnion). Prosedur yang dapat berakibat pada kejadian KPD aterm

antara lain sirklase dan amniosentesis. Tampaknya tidak ada etiologi tunggal

yang menyebabkan KPD. Infeksi atau inflamasi koriodesidua juga dapat

menyebabkan KPD preterm. Penurunan jumlah kolagen dari membran amnion

juga diduga merupakan faktor predisposisi KPD preterm

7. Diagnosis
Diagnosis ketuban pecah dini dapat diketahui dengan :
- Menanyakan riwayat keluar air-air dari vagina dan tanda lain persalinan
- Pemeriksaan inspekulo melihat adanya cairan ketuban keluar dari kavum

uteri (meminta pasien batuk atau mengedan atau menggerakkan sedikit

bagian terbawah janin). Atau melihat kumpulan cairan di forniks posterior.


- Vaginal touche (VT) tidak dianjurkan kecuali pasien diduga inpartu. Hal

ini karena VT dapat meningkatkan insidensi korioamnionitis, postpartum


endometritis, dan infeksi neonatus. Selain itu, juga memperpendek periode

laten.
- pH vagina menggunakan kertas lakmus (Nitrazin tes).
- Dengan USG, dapat mengkonfimasi adanya oligohidramnion
- Singkirkan adanya infeksi suhu ibu >380C, ketuban keruh dan berbau,

leukosit > 15000/mm3 , janin takikardi.

a. Pemeriksaan Fisik
b. Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan laboratorium
Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa warna, konsentrasi, bau dan

PHnya.
1) Tes lakmus (tes nitrazin), jika kertas lakmus merah berubah menjadi

biru, menunjukkan adanya air ketuban (alkalis). Selama hamil, pH normal

vagina adalah 4,5-6,0. Sedangkan pH cairan amnion, 7,1-7,3.


2) Mikroskopik (tes pakis), dengan meneteskan air ketuban pada gelas

objek dan dibiarkan kering, pemeriksaan mikroskopik menunjukkan

gambaran daun pakis.


- Pemeriksaan ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam

kavum uteri. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit

(oligohidramnion). Normal volum cairan ketuban antara 250-1200 cc.

8. Tatalaksana

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penatalaksanaan KPD adalah;

memastikan diagnosis, menetukan umur kehamilan, mengevaluasi ada


tidaknya infeksi maternal ataupun infeksi janin, serta apakah dalam keadaan

inpartu, atau terdapat kegawatan janin.Prinsip penanganan Ketuban Pecah

Dini adalah memperpanjang kehamilan sampai paru-paru janin matang atau

dicurigai adanya atau terdiagnosis khorioamnionitis.

a. KPD Dengan Kehamilan Aterm.

1) Diberikan antibiotika prafilaksis, Ampisilin 4 x 500 mg selama 7 hari

2) Dilakukan pemeriksaan "admision test" bila hasilnya patologis

dilakukan terminasi kehamilan 15

3) Observasi temperaturrektal setiap 3 jam, bila ada kecenderungan

meningkat lebih atau sama dengan 37,6 C, segera dilakukan terminasi

4) Bila temperatur rektal tidak meningkat, dilakukan observasi selama 12

jam. Setelah 12 jam bila belum ada tanda-tanda inpartu dilakukan

terminasi.

5) Batasi pemeriksaan dalam, dilakukan hanya berdasarkan indikasi

obstetrik

6) Bila dilakukan terminasi, lakukan evaluasi Pelvic Score (PS) :

a. Bila PS lebih atau sama dengan 5, dilakukan induksi dengan oksitosin

drip.

b. Bila PS kurang dari 5, dilakukan pematangan servik dengan Misoprostol

50 gr setiap jam per oral maksimal 4 kali pemberian.


b. KPD Dengan Kehamilan Pre Term.

1) Penanganan di rawat di RS

2) Diberikan antibiotika : Ampicillin 4 x 500 mg selama 7 hari.

3) Untuk merangsang maturasi paru diberikan kortikosteroid (untuk UK

kurang dari 35 minggu) : Deksametason 5 mg setiap 6 jam.

4) Observasi di kamar bersalin :

a. Tirah baring selama 24 jam, selanjutnya dirawat di ruang obstetri.

b. Dilakukan observasi temperatur rektal tiap 3 jam, bila ada

kecenderungan terjadi peningkatan temperatur rektal lebih atau sama

dengan 37,6 C, segera dilakukan terminasi.

5) Di ruang Obstetri :

a. Temperatur rektal diperiksa setiap 6 jam.

b. Dikerjakan pemeriksaan laboratorium : leukosit dan laju endap darah

(LED) setiap 3 hari.

6) Tata cara perawatan konservatif :

a. Dilakukan sampai janin viable

b. Selama perawatan konservatif, tidak dianjurkan melakukan

pemeriksaan dalam
c. Dalam observasi selama 1 minggu, dilakukan pemeriksaan USG untuk

menilai air ketuban:

- Bila air ketuban cukup, kehamilan diteruskan.

- Bila air ketuban kurang (oligohidramnion), dipertimbangkan untuk

terminasi kehamilan.

d. Pada perawatan konservatif, pasen dipulangkan pada hari ke-7 dengan

saran sebagai berikut :

- tidak boleh koitus.

- tidak boleh melakukan manipulasi vagina.

- segera kembali ke RS bila ada keluar air ketuban lagi

e. Bila masih keluar air, perawatan konservatif dipertimbangkan dengan

melihat pemeriksaan laboratorium. Bila terdapat leukositosis atau

peningkatan LED, lakukan terminasi.


Terminasi Kehamilan:

Induksi persalinan dengan drip oksitosin. Seksio sesaria bila prasyarat d

KPD berdasarkan masing-masing kelompok usia kehamilan.

1. Ketuban Pecah Dini usia kehamilan <24 minggu

Pada usia kehamilan kurang dari 24 minggu dengan KPD preterm didapatkan

bahwa morbiditas minor neonatus seperti hiperbilirubinemia dan takipnea transien

lebih besar apabila ibu melahirkan pada usia tersebut dibanding pada kelompok

usia lahir 36 minggu. Morbiditas mayor seperti sindroma distress pernapasan dan

perdarahan intraventrikular tidak secara signifikan berbeda (level of evidence III).

Pada saat ini, penelitian menunjukkan bahwa mempertahankan kehamilan adalah

pilihan yang lebih baik. Ketuban Pecah Dini usia kehamilan 24 - 34 minggu. Pada

usia kehamilan antara 30-34 minggu, persalinan lebih baik daripada

mempertahanka kehamilan dalam menurunkan insiden korioamnionitis secara

signifikan (p<0.05, level of evidence Ib). Tetapi tidak ada perbedaan signifikan

berdasarkan morbiditas neonatus. Pada saat ini, penelitian menunjukkan bahwa

persalinan lebih baik dibanding mempertahankan kehamilan.

2, Ketuban Pecah Dini usia kehamilan 34-38 minggu

Pada usia kehamilan lebih dari 34 minggu, mempertahankan kehamilan akan

meningkatkan resiko korioamnionitis dan sepsis (level of evidence Ib). Tidak ada
perbedaan signifikan terhadap kejadian respiratory distress syndrome. Pada saat

ini, penelitian menunjukkan bahwa mempertahankan kehamilan lebih buruk

dibanding melakukan persalinan.

Penatalaksanaan KPD memerlukan pertimbangan usia kehamilan, adanya

infeksi pada komplikasi ibu dan janin dan adanya tanda-tanda persalinan.

1. Konservatif
Pengelolaan konserpatif dilakukan bila tidak ada penyulit (baik

pada ibu maupun pada janin) dan harus di rawat dirumah sakit.
Berikan antibiotika (ampicilin 4 x 500 mg atau eritromicin bila

tidak tahan ampicilin) dan metronidazol 2 x 500 mg selama 7 hari.


Jika umur kehamilan <32-34 minggu, dirawat selama air ketuban

masih keluar, atau sampai air ketuban tidak keluar lagi.


Jika usia kehamilan 32-27 minggu, belum in partu, tidak ada

infeksi, tes buss negativ beri deksametason, observasi tanda-tanda

infeksi, dan kesejahteraan janin, terminasi pada kehamilan 37

minggu.
Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah inpartu, tidak ada infeksi,

berikan tokolitik (salbutamol), deksametason, dan induksi sesudah

24 jam.
Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik dan

lakukan induksi.
Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi

intrauterin).
Pada usia kehamilan 32-34 minggu berikan steroid, untuk memicu

kematangan paru janin, dan kalau memungkinkan periksa kadar

lesitin dan spingomielin tiap minggu. Dosis betametason 12 mg

sehari dosis tunggal selama 2 hari, deksametason IM 5 mg setiap 6

jam sebanyak 4 kali.


2. Aktif
Kehamilan >37 minggu, induksi dengan oksitosin, bila gagal

seksio sesarea. Dapat pula diberikan misoprostol 50 mg

intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali.


Bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotika dosis tinggi. Dan

persalinan diakhiri.
Bila skor pelvik < 5, lakukan pematangan servik, kemudian

induksi. Jika tidak berhasil, akhiri persalinan dengan seksio sesarea


Bila skor pelvik > 5, induksi persalinan, partus pervaginam

Selain mempertimbangakan usia kehamilan, adanya infeksi pada komplikasi

ibu dan janin dan adanya tanda-tanda persalinan, penatalaksanaan ketuban pecah

dini dapat dipertimbangkan dengan beberapa pertimbangan yaitu:

Mempertahankan kehamilan sampai cukup bulan khususnya maturitas

paru sehingga mengurangi kejadian kegagalan perkembangan paru yang

sehat.
Terjadi infeksi dalam rahim, yaitu korioamnionitis yang menjadi pemicu

sepsis, maningitis janin, dan persalinan prematuritas


Dengan perkiraan janin sudah cukup besar dan persalinan diharapkan

berlangsung dalam waktu 72 jam dapat diberikan kortikosteroid, sehingga

kematangan paru janin dapat terjamin.


Pada umur kehamilan 24-32 minggu yang menyebabkan menunggu berat

janin cukup, perlu dipertimbangkan untuk melakukan induksi persalinan,

dengan kemungkinan janin tidak dapat diselamatkan


Menghadapi KPD, diperlukan penjelasan terhadap ibu dan keluarga

sehingga terdapat pengertian bahwa tindakan mendadak mungkin


dilakukan dengan pertimbangan untuk menyelamatkan ibu dan mungkin

harus mengorbankan janinnya.


Pemeriksaan yang penting dilakukan adalah USG untuk mengukur

distansia biparietal dan perlu melakukan aspirasi air ketuban untuk

melakukan pemeriksaan kematangan paru.


Waktu terminasi pada kehamilan aterm dapat dianjurkan selang waktu 6-

24 jam bila tidak terjadi his spontan

Ketuban Pecah Dini Memanjang

Antibiotik profilaksis disarankan pada kejadian KPD preterm. Dibuktikan

dengan 22 uji meliputi lebih dari 6000 wanita yang mengalami KPD preterm,

yang telah dilakukan meta-analisis (level of evidence Ia). Terdapat penurunan

signifikan dari korioamnionitis (RR 0,57;95% CI 0,37-0,86), jumlah bayi yang

lahir dalam 48 jam setelah KPD` (RR 0,71; 95% 0,58-0,87), jumlah bayi yang

lahir dalam 7 hari setelah KPD (RR 0,80; 95% ci 0,71-0,90), infeksi neonatal (rr

0,68;95% ci 0,53-0,87), dan jumlah bayi dengan USG otak yang abnormal setelah

keluar dari RS (rr 0,82; 95% ci 0,68-0,98). Sehingga dapat disimpulkan bahwa

administrasi antibiotic mengurangi morbiditas maternal dan neonatal dengan

menunda kelahiran yang akan memberi cukup waktu untuk profilaksis dengan

kortikosteroid prenatal. Pemberian co-amoxiclav pada prenatal dapat

menyebabkan neonatal necrotizing enterocolitis sehingga antibiotik ini tidak

disarankan. Pemberian eritromisin atau penisilin adalah

pilihan terbaik.14 Pemberian antibiotik dapat dipertimbangkan digunakan bila

KPD memanjang (> 24 jam).


Jika pasien datang dengan KPD >24 jam, pasien sebaiknya tetap dalam perawatan

sampai berada dalam fase aktif. Penggunaan antibiotik IV sesuai dengan tabel di

atas.
Penatalaksanaan komplikasi

Pengenalan tanda infeksi intrauterin, tatalaksana infeksi intrauterin. Infeksi

intrauterin sering kronik dan asimptomatik sampai melahirkan atau sampai pecah

ketuban. Bahkan setelah melahirkan, kebanyakan wanita yang telah terlihat

menderita korioamnionitis dari kultur tidak memliki gejala lain selain kelahiran 14
preterm: tidak ada demam, tidak ada nyeri perut, tidak ada leukositosis, maupun

takikardia janin. Jadi, mengidentifikasi wanita dengan infeksi intrauterin adalah

sebuah tantangan besar21. Tempat terbaik untuk mengetahui infeksi adalah cairan

amnion. Selain mengandung bakteri, cairan amnion pada wanita dengan infeksi

intrauterin memiliki konsentrasi glukosa tinggi, sel darah putih lebih banyak,

komplemen C3 lebih banyak, dan beberapa sitokin. Mengukur hal di atas

diperlukan amniosentesis, namun belum jelas apakah amniosentesis memperbaiki

keluaran darikehamilan, bahkan pada wanita hamil dengan gejala persalinan

prematur. Akan tetapi tidak layak untuk mengambil cairan amnion secara rutin

pada wanita yang tidak dalam proses melahirkan. Pada awal 1970, penggunaan

jangka panjang tetrasiklin, dimulai dari trimester tengah, terbukti mengurangi

frekuensi persalinan preterm pada wanita dengan bakteriuria asimtomatik maupun

tidak. Tetapi penanganan ini menjadi salah karena adanya displasia tulang dan gigi

pada bayi. Pada tahun-tahun terakhir, penelitian menunjukkan bahwa tatalaksana

dengan metronidazol dan eritromisin oral dapat secara signifikan mengurangi

insiden persalinan preterm apabila diberlikan secara oral, bukan vaginal22,23,24.

Ada pula penelitian yang menunjukkan efikasi metronidazol dan ampisilin yang

menunda kelahiran, meningkatkan rerata berat bayi lahir, mengurangi persalinan

preterm dan morbiditas neonatal25. Sekitar 70-80% perempuan yang mengalami

persalinan prematur tidak melahirkan prematur. Perempuan yang tidak mengalami

perubahan serviks tidak mengalami persalinan prematur sehingga sebaiknya tidak

diberikan tokolisis. Perempuan dengan kehamilan kembar sebaiknya tidak diterapi

secara berbeda dibandingkan kehamilan tunggal, kecuali jika risiko edema paru

lebih besar saat diberikan betamimetik atau magnesium sulfat. Belum ada bukti
yang cukup untuk menilai penggunaan steroid untuk maturitas paru-paru janin dan

tokolisis sebelum gestasi 23 minggu dan setelah 33 6/7 minggu. Amniosentesis

dapat dipertimbangkan untuk menilai infeksi intra amnion (IIA) (insidens sekitar

5-15%) dan maturitas paruparu (khususnya antara 33-35 minggu). IIA dapat

diperkirakan berdasarkan status kehamilan dan panjang serviks. Kortikosteroid

(betametason 12 mg IM 2x 24 jam) diberikan kepada perempuan dengan

persalinan prematur sebelumnya pada 24-< 30 detik).


9. Monitoring dan Evaluasi

Pada pasien dengan ketuban pecah dini perlu dimonitoring. Hal ini bertujuan

untuk memperlihatkan kemajuan persalinan tanpa terjadi komplikasi,yaitu mulai

dari

1. Kaji Kondisi Ketuban

2. TTV

3. Pantau tanda-tanda infeksi

4. Dengarkan DJJ

5. Kolaborasi pemberian Antibiotik

Intervensinya adalah melakukan pendekatan kepada ibu dan keluarga, pantau

tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi, suhu, pernafasan), auskultasi denyut

jantung janin, pemberian Drip Oksitosin, jaga pasien tetap bersih dan kering,

palpasi fundus uteri untuk mengetahui his tiap 30 menit. Memantau tanda-tanda

infeksi yang dimaksud adalah nadi ibu, temperature rektal ibu, denyut jantung

janin, adanya nyeri tekan uterus, PPV berbau, lekositosis). Menurut Norma (2015)

penanganan pasien dengan ketuban pecah dini diharapkan ketuban pecah dini

dapat segera ditangani dengan kriteria hasil TTV normal, cairan ketuban yang

keluar dari pervaginam berkurang dari awal pasien atang dan ada kontraksi yang

kuat, memungkinkan untuk persalinan pervaginam. Pemberian Drip Oksitosin

tersebut yaitu 2,5 unit oksitosin 10 tetes/ menit dalam infus RL 1 flash (500 ml).

Pemberian drip oksitosin dibutuhkan untuk merangsang kontraksi uterus untuk

mempercepat proses persalinan. Infus RL terdiri dari elektrolit dan konsentrasinya

yang sangat serupa dengan yang dikandung cairan ekstraseluler yang dibutuhkan
untuk menggantikan kehilangan cairan pada dehidrasi dan syok hipovolemik

termasuk syok perdarahan.

Evaluasi

Evaluasi kegiatan yang perlu dilaksanakan pada tahap evaluasi adalah Keadaan

ibu baik dan bayi dengan nilai APGAR skor 6-7. Apabila pengelolaan konservatif

berhasil, usia kehamilan kurang dari 34 minggu penderita boleh rawat jalan

dengan pesan: apabila demam atau keluar cairan lagi kembali ke rumah sakit,

tidak boleh coitus, tidak boleh manipulasi vaginal. Apabila penderita tidak

menghendaki pengelolaan konservatif, berikan informed consent yang jelas

(risiko terhadap bayi yang lahir, risiko kegagalan tindakan,dsb), kemudian

lakukan induksi persalinan sesuai protap yang ada.

Komplikasi

Ada beberapa komplikasi yang sering dan dapat terjadi pada KPD. Komplikasi

yang timbul akibat ketuban pecah dini bergantung pada usia kehamilan. Dapat

terjadi infeksi maternal maupun neonatal, persalinan prematur, hipoksia karena

kompresi tali pusat, deformitas janin, meningkatnya insiden seksio sesar, atau

gagalnya persalinan normal.

1. Persalinan premature.

Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan. Periode laten

tegantung usia kehamilan. Pada kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24 jam

setelah ketuban pecah. Pada kehamilan antara 28-34 minggu 50 % persalinan

dalam 24 jam. Pada kehamilan kurang dari 26 minggu, persalinan terjadi dalam 1

minggu.
2. Infeksi

Risiko infeksi ibu dan anak meningkat pada ketuban pecah dini. Pada ibu terjadi

korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septikemia, pnemumonia, omfalitis.

Umunya terjadi korioamnionitis sebelum janin terinfeksi. Pada ketuban pecah dini

premature, infeksi lebih sering terjadi dari pada aterm. Secara umum insiden

infeksi sekunder pada ketuban pecah dini meningkat sebanding dengan lamanya

periode laten. Infeksi karena ketuban yang utuh merupakan barier atau penghalang

terhadap masuknya penyebab infeksi. Dengan tidak adanya selaput ketuban

seperti pada KPD, flora vagina yang normal ada bisa menjadi patogen yang akan

membahayakan baik pada ibu maupun pada janinnya. Oleh karena itu

membutuhkan pengelolaan yang agresif seperti diinduksi untuk mempercepat

persalinan dengan maksud untuk mengurangi kemungkinan resiko terjadinya

infeksi, kedua, adalah kurang bulan atau prematuritas, karena KPD sering terjadi

pada kehamilan kurang bulan. Masalah yang sering timbul pada bayi yang kurang

bulan adalah gejala sesak nafas atau respiratory Distress Syndrom (RDS) yang

disebabkan karena belum matangnya paru.

3. Hipoksia dan asfiksia

Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan tali pusat

hingga terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara terjadinya gawat

janin dan derajad oligohidramnion, semakin sedikit air ketuban, janin semakin

gawat.

4. Sidrom deformitas janin Ketuban pecah dini yang terjadi terlalu dini

menyebabkan. pertumbuhan janin terhambat, kelainan disebabkan kompresi muka

dan anggota badan janin, serta hipoplasia pulmunar.


5. Korioamnionitis

Korioamnionitis adalah keadaan pada perempuan hamil di mana korion, amnion,

dan cairan ketuban terkena infeksi bakteri. Korioamnionitis merupakan

komplikasi paling serius bagi ibu dan janin, bahkan dapat berlanjut menjadi

sepsis (infeksi berat pada seluruh sistem tubuh). Penyebab korioamnionitis adalah

infeksi bakteri yang terutama berasal dari traktus urogenitalis ibu. Secara spesifik

permulaan infeksi berasal dari vagina, anus, atau rektum dan menjalar ke rahim

ibu. Agar dapat mengurangi angka mortalitas perinatal (kematian janin), maka

perlu dilakukan penanganan segera. Pada kehamilan dengan infeksi prognosis

memburuk, sehingga bila bayi selamat dan dilahirkan memerlukan penanganan

yang intensif. Antibiotik untuk menangani infeksi diberikan dalam bentuk

suntikan/injeksi agar dapat bekerja menyebar diseluruh tubuh dan dapat bekerja

cepat memerangi kuman. Memang terdapat cara lain dalam pemberian antibiotik,

misalnya per oral, namun cara ini diberikan hanya untuk mengatasi infeksi ringan

atau lokal.
Sumber :
Perhimpunan Obstetri dan Ginekologi Indonesia Himpunan Kedokteran Feto

Maternal. 2016. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ketuban Pecah

Dini. Jakarta

Prawirohardjo,Sarwono. 2007. Pelayanan Kesehatan maternal dan neonatal,

Jakarta:Yayasan Bina Pustaka.

You might also like

pFad - Phonifier reborn

Pfad - The Proxy pFad of © 2024 Garber Painting. All rights reserved.

Note: This service is not intended for secure transactions such as banking, social media, email, or purchasing. Use at your own risk. We assume no liability whatsoever for broken pages.


Alternative Proxies:

Alternative Proxy

pFad Proxy

pFad v3 Proxy

pFad v4 Proxy