Ambang Ekonomi

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 14

. Ambang Ekonomi Ulat Grayak (Spodoptera litura F.

) pada Tanaman Kedelai


Varietas Orba

Arifin, M. dan A. Rizal. 1989. Ambang ekonomi ulat grayak (Spodoptera litura F.) pada
tanaman kedelai varietas Orba. Penelitian Pertanian. 9(2): 71-77.

Muhammad Arifin1 dan Abdul Rizal2


1 Balai Penelitian Tanaman Pangan Bogor
2 Fakultas Pertanian Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta

ABSTRACT

Economic Threshold of the Common Cutworm (Spodoptera litura F.) on Soybean Variety
Orba. The influence of 5 population levels of the common cutworm larvae, namely 0,
0.5, 1, 2, and 4 larvae/hill, on soybean yield and yield components was evaluated at 4
different stages of plant growth, i.e. V6-V7, R1-R2, R3-R4, and R5-R6. Infestation of
soybean plant with a population of 1 larva/hill at any of the plant stages did not reduce
either the yield or yield components. Simple regression equations were developed to
correlate between larval population and plant damage, larval population and yield,
larval population and yield components, plant damage and yield, and yield and yield
components. It was indicated that larval populations were negatively correlated with
soybean yield and yield components, but positively correlated with plant damage. The
yields were negatively correlated with plant damage, but positively correlated with yield
components. Based on the break-even point principle of pest control, the economic
threshold of the common cutworm at different plant stages from V6-V7 to R5-R6 was 1
egg mass/57 plants, which was equal to 58 first instar larvae, 32 second instar larvae or
17 third instar larvae/12 plants, respectively.

Ulat grayak, Spodoptera litura F. (Lepidoptera, Noctuidae) adalah salah satu


hama penting pada tanaman kedelai di Indonesia. Hama ini menyerang daun pada
pertanaman stadium vegetatif hingga pengisian biji, menyebabkan gangguan pada
proses fotosintesis dan mengakibatkan kehilangan hasil panen.
Pengendalian ulat grayak sampai saat ini masih mengandalkan insektisida yang
diaplikasikan secara berjadwal pada tanaman berumur 20-65 hari setelah tanam
dengan frekuensi 2 minggu sekali (7). Pengendalian yang didasarkan atas populasi
hama belum dilakukan karena kurangnya informasi mengenai besarnya ambang
ekonomi ulat grayak.
Salah satu komponen penting dalam menentukan ambang ekonomi adalah
kehilangan hasil. Stone dan Pedigo (6) menentukan kehilangan hasil panen kedelai
dengan membandingkan antara hasil panen tanaman sehat dan yang didefoliasi secara
buatan melalui pengguntingan daun. Metode tersebut mempunyai kelemahan karena
dinamika proses defoliasi oleh hama daun dan kemampuan tanaman mengkompensasi
kerusakan daun tidak diperhitungkan (1,5). Mengingat kelemahan tersebut, maka
kehilangan hasil panen oleh ulat grayak ditentukan dengan membandingkan hasil
panen antara tanaman sehat dan tanaman yang diinfestasi serangga. Faktor yang
diperhitungkan dalam menentukan kehilangan hasil panen, antara lain tingkat populasi
hama dan stadium pertumbuhan tanaman.
Penelitian ini bertujuan: (a) mempelajari pengaruh infestasi ulat grayak terhadap
kerusakan daun, komponen hasil, dan hasil panen, (b) menentukan kehilangan hasil
kedelai karena ulat grayak, dan (c) menentukan ambang ekonomi ulat grayak. Di dalam
penelitian ini juga diamati pertumbuhan dan perkembangan ulat grayak sebagai
komponen dalam menentukan ambang ekonomi.

BAHAN DAN METODE

Penelitian dilakukan di daerah Mojosari, Jawa Timur pada bulan Mei-Oktober


(MK) 1987, dalam 2 tahap, yaitu (a) infestasi ulat pada tanaman kedelai, dan b)
pertumbuhan dan perkembangan ulat grayak. Data yang diperoleh dari kedua tahap
penelitian tersebut digunakan untuk menentukan ambang ekonomi ulat grayak.

Pemeliharaan Ulat Grayak

Ulat grayak yang digunakan untuk penelitian ini diperoleh dari hasil koleksi di
daerah Mojosari kemudian dipelihara secara alamiah di lapang. Pemeliharaan ulat
dilakukan pada tanaman kedelai varietas Orba yang ditanam pada pot berdiameter 21
cm. Tanaman disungkup dengan kurungan plastik tembus cahaya yang berbentuk
silinder, berdiameter 21 cm dan tinggi 100 cm. Kurungan dilengkapi dengan 3 buah
lubang ventilasi pada dinding. Lubang ventilasi tersebut dan bagian atas kurungan yang
terbuka ditutup kain kasa. Penggantian pakan dilakukan dengan memindahkan ulat ke
tanaman segar sebelum daun kedelai yang lama habis. Kepompong yang terjadi
dikoleksi dalam kotak plastik berukuran 15 cm x 20 cm yang bagian dasarnya berisi
pasir. Ngengat yang muncul dipelihara secara berpasangan dalam kotak plastik
berukuran sama yang sisi dalamnya dilapisi kertas filter untuk peletakan telur. Larutan
madu 10% dimasukkan ke dalam kotak sebagai pakan dan diganti setiap hari.
Kelompok telur yang diletakkan di kertas dikoleksi dan dipindahkan ke tanaman sehat.

Persiapan Lahan Penelitian

Benih kedelai varietas Orba ditanam pada lahan seluas 2500 m2 dalam 60
petak pertanaman yang masing-masing berukuran 4 m x 5 m. Jarak antar barisan
tanaman adalah 40 cm dan jarak antar tanaman dalam barisan adalah 20 cm, dengan 2
batang tanaman/rumpun. Pupuk diberikan pada saat tanam sebanyak 50 kg N, 75 kg
P2O5, dan 50 kg K2O/ha.

Pengaruh Infestasi Ulat terhadap Tanaman

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh infestasi ulat grayak


terhadap kerusakan daun, komponen hasil, dan hasil panen.
Penelitian menggunakan rancangan petak terpisah. Petak utama terdiri atas 5
tingkat populasi ulat, yaitu: 0; 0,5; 1; 2; dan 4 ekor/rumpun. Semua perlakuan diulang
3 kali. Banyaknya tanaman tiap anak petak adalah 15 rumpun, dan banyaknya rumpun
contoh tiap anak petak adalah 3 rumpun. Pengamatan meliputi kerusakan daun,
komponen hasil, dan hasil panen.
Tanaman pada waktu berumur 8 hari setelah tanam disemprot insektisida
monokrotofos dengan dosis 5 cc/l air untuk mencegah gangguan hama. Tanaman
kemudian disungkup dengan kurungan kasa nilon berkerangka besi yang berukuran 1
m x 1 m x 1 m. Setelah berumur 19, 33, 47, dan 61 hari setelah tanam, tanaman
diinfestasi ulat instar III yang akan berganti kulit sesuai dengan perlakuan anak petak.
Kerusakan daun dihitung setelah ulat menjadi prakepompong di dalam tanah, yaitu
kira-kira 10 hari setelah infestasi. Penghitungan kerusakan daun dilakukan dengan
metode McKinney (3) yang keterangan notasinya disesuaikan untuk hama daun sebagai
berikut:
k
(ni x vi)
i=1
P = ----------------- x 100%
ZN
dimana: P = tingkat kerusakan daun;
ni = jumlah daun pada skala ke-i;
vi = nilai skala ke-i;
Z = nilai skala tertinggi;
N = jumlah seluruh daun yang diamati.
Nilai skala: 0 = tidak ada serangan;
1 = kerusakan < 25%;
2 = kerusakan 25-50%;
3 = kerusakan 50-75%;
4 = kerusakan < 75% dari luas helaian daun yang diamati.
Pada saat panen, ketiga rumpun contoh tiap anak petak yang telah diamati
kerusakannya dibawa ke laboratorium. Komponen hasil dan hasil panen diamati segera
setelah biji kedelai yang dipetik mencapai kering panen. Pengamatan komponen hasil
meliputi jumlah polong isi dan jumlah biji/rumpun serta bobot 100 biji. Pengamatan
hasil panen berupa bobot biji total/rumpun.
Sidik ragam digunakan untuk menguji data secara statistik, dan uji beda nyata
Duncan (UBD) digunakan untuk membandingkan rata-rata hasil perlakuan.

Pertumbuhan dan Perkembangan Ulat

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pertumbuhan dan perkembangan ulat


grayak pada tanaman kedelai varietas Orba. Penelitian terdiri atas 2 bagian, yaitu (a)
pertumbuhan ulat dari telur hingga prakepompong, dan (b) penentuan banyaknya telur
yang diletakkan tiap ngengat betina.
Pertumbuhan ulat. Telur sebanyak 7 kelompok (200-300 butir/kelompok),
hasil pemeliharaan di laboratorium diletakkan di permukaan bawah helaian daun
stadium R1-R2 di lapang secara terpisah pada 7 rumpun tanaman. Tanaman kemudian
disungkup dengan kurungan plastik tembus cahaya yang dibenamkan ke dalam tanah.
Agar tidak mudah roboh, kurungan diperkuat dengan 2 bilah bambu sebagai
penyangga. Setelah telur menetas, jumlah ulat instar I dihitung dari salah satu
kurungan. Setelah penghitungan, ulat dimatikan. Jumlah ulat instar II-VI dan
prakepompong dihitung dengan cara sama, masing-masing dari salah satu kurungan.
Apabila diperlukan, penggantian pakan dilakukan dengan memindahkan ulat ke
tanaman sehat sebelum daun kedelai habis. Percobaan diulang 10 kali.
Jumlah telur/ngengat betina. Ngengat yang muncul dari hasil pemeliharaan
di laboratorium dikawinkan sepasang-sepasang dalam kotak peneluran. Jumlah
kelompok telur dan jumlah telur/kelompok yang diletakkan tiap individu ngengat betina
dihitung setiap hari. Percobaan diulang 10 kali.

Penghitungan Ambang Ekonomi

Ambang ekonomi ulat grayak ditentukan dengan prinsip impas (break-even)


pengendalian hama, yaitu nilai kehilangan hasil yang diselamatkan oleh tindakan
pengendalian hama setara dengan biaya yang dikeluarkan untuk tindakan tersebut.
Penghitungan ambang ekonomi dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Penentuan ambang perolehan, yaitu kehilangan hasil yang diselamatkan oleh tindakan
pengendalian hama; besarnya:
biaya pengendalian (Rp/ha)
= ----------------------------------
harga kedelai (Rp/kg)
2. Penentuan persentase kehilangan hasil untuk ambang perolehan (langkah 1); besarnya;
ambang perolehan (kg/ha)
= ------------------------------------ x 100%
potensi hasil panen (kg/ha)
3. Penentuan persamaan regresi hubungan antara tingkat populasi ulat grayak dan
persentase kehilangan hasil pada berbagai stadia tanaman; diperoleh dari hasil
penelitian.
4. Penentuan ambang ekonomi ulat grayak instar VI; diperoleh dengan memasukkan nilai
persentase kehilangan hasil untuk ambang perolehan (langkah 2) ke dalam persamaan
regresi (langkah 3).
5. Penentuan ambang ekonomi berdasarkan kelompok telur; besarnya = ambang ekonomi
ulat instar VI dibagi dengan persentase individu hidup sejak telur hingga prakepompong
kemudian dibagi dengan jumlah telur/kelompok.
6. Penentuan ambang ekonomi berdasarkan ulat instar I, II, dan III; besarnya
= ambang ekonomi ulat instar VI dikali dengan hasil bagi antara persentase individu hidup
sejak telur hingga ulat instar tertentu dan persentase individu hidup sejak telur hingga
prakepompong.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Infestasi Ulat terhadap Tanaman

Kerusakan daun. Sidik ragam kerusakan daun akibat infestasi ulat grayak pada
berbagai stadia tanaman kedelai varietas Orba di lapang menunjukkan bahwa
kerusakan daun dipengaruhi oleh populasi ulat, stadium tanaman, dan interaksi antara
populasi ulat dan stadium tanaman (Tabel 1).

Data pengaruh interaksi antara populasi ulat dan stadium tanaman terhadap
kerusakan daun disajikan pada Tabel 2. Kerusakan daun akibat infestasi ulat sebanyak
0,5-4 ekor/rumpun pada stadia V6-V7, hingga R5-R6 bervariasi antara 15-78%.
Kerusakan daun rata-rata pada populasi ulat yang rendah menunjukkan perbedaan
yang nyata jika dibandingkan dengan populasi ulat yang lebih tinggi. Kerusakan daun
rata-rata pada stadium V6-V7 lebih tinggi daripada stadium R1-R2 hingga R5-R6.
Kerusakan daun akibat infestasi ulat sebanyak 0,5 ekor/rumpun pada stadia V6-
V7 hingga R5-R6 tidak berbeda nyata, demikian pula akibat infestasi ulat antara 1 dan 2
ekor/rumpun. Akan tetapi, akibat infestasi ulat sebanyak 4 ekor/rumpun pada stadium
V6-V7 berbeda nyata jika dibandingkan dengan pada stadia R1-R2 hingga R5-R6 (Tabel
2). Perbedaan tingkat kerusakan ini disebabkan oleh pertumbuhan daun yang berlainan
pada tiap stadium. Pertumbuhan daun pada stadium V6-V7 belum optimal sedangkan
pada stadia R1-R2 hingga R5-R6 mendekati atau sudah mencapai optimal. Tingkat
kerusakan tinggi terjadi pada pertumbuhan daun awal, yaitu pada stadium V6-V7.
Hubungan antara tingkat populasi ulat dan persentase kerusakan daun pada
stadia V-V7 hingga R5-R6 dinyatakan dengan model regresi linier, yaitu:
- V6-V7, % kerusakan daun = 9,620 + 17,720 (jumlah ulat/rumpun); r: 0,975**, dan
- R1-R2 hingga R5-R6, % kerusakan daun = 9,893 + 10,645 (jumlah ulat/rumpun);
r = 0,923**.
Makin tinggi tingkat populasi ulat, makin tinggi pula tingkat kerusakan daun. Kedua
persamaan regresi tersebut menunjukkan bahwa kerusakan daun merupakan fungsi
dari populasi ulat grayak pada stadia V6-V7 hingga R5-R6.
Komponen hasil. Sidik ragam jumlah polong dan jumlah biji akibat infestasi
ulat grayak pada berbagai stadia tanaman kedelai varietas Orba menunjukkan bahwa
jumlah polong dan jumlah biji dipengaruhi oleh populasi ulat, tetapi tidak dipengaruhi
oleh stadium tanaman dan interaksi antara populasi ulat dan stadium tanaman (Tabel
1). Hal ini menunjukkan bahwa infestasi ulat pada stadia V6-V7 hingga R5-R6
memberikan pengaruh yang sama terhadap jumlah polong dan jumlah biji.
Infestasi ulat sebanyak 0,5 dan 1 ekor/rumpun pada stadia V6-V7 hingga R5-R6
tidak memberikan pengaruh nyata, tetapi infestasi ulat sebanyak 2 dan 4 ekor/rumpun
memberikan pengaruh nyata terhadap berkurangnya jumlah polong dan jumlah biji
(Tabel 3). Berkurangnya jumlah polong dan jumlah biji tersebut mungkin disebabkan
oleh bunga dan polong muda banyak yang gugur serta polong banyak yang kempis
akibat berkurangnya pengiriman hasil fotosintesis ke polong karena kerusakan daun
(2).
Hubungan antara tingkat populasi ulat dan jumlah polong pada stadia V6-V7
hingga R5-R6 bersifat linier, dengan persamaan:
jumlah polong/rumpun = 72,205 - 3,510 (jumlah ulat/rumpun); r = 0,911**.
Hubungan antara tingkat populasi ulat dan jumlah biji pada stadia V6-V7 hingga R5-R6
juga bersifat linier, dengan persamaan:
jumlah biji/rumpun = 131,938 - 9,185 (jumlah ulat/rumpun); r = 0,915**.
Makin tinggi tingkat populasi ulat, makin berkurang jumlah polong dan jumlah biji.
Kedua persamaan regresi tersebut menunjukkan bahwa jumlah polong dan jumlah biji
merupakan fungsi kerusakan tanaman akibat infestasi ulat grayak pada stadia V6-V7
hingga R5-R6.
Sidik ragam bobot 100 biji menunjukkan bahwa bobot biji tidak dipengaruhi
secara nyata oleh populasi ulat, stadium tanaman, dan interaksi antara populasi ulat
dan stadium tanaman (Tabel 1). Meskipun pengaruh infestasi ulat dan stadium
tanaman tidak nyata, tetapi dari hasil pengamatan tampak adanya kecenderungan
terhadap penurunan bobot biji. Penurunan tersebut mungkin disebabkan oleh
tanggapan tanaman terhadap gangguan selama proses pertumbuhan biji. Kerusakan
daun menyebabkan terganggunya proses pengiriman hasil fotosintesis untuk
pembentukan biji sehingga bobot biji berkurang (2).
Hubungan antara tingkat populasi ulat dan bobot biji pada stadia V6-V7 hingga
R5-R6 bersifat linier, dengan persamaan:
bobot 100 biji = 10,702 - 0,198 (jumlah ulat/rumpun); r : 0,876**.
Makin tinggi tingkat populasi ulat, makin berkurang bobot biji. Persamaan regresi
tersebut menunjukkan bahwa bobot biji merupakan fungsi kerusakan tanaman akibat
infestasi ulat grayak pada stadia V6-V7 hingga R5-R6.
Hasil panen. Sidik ragam hasil panen akibat infestasi ulat grayak pada berbagai
stadia tanaman kedelai varietas Orba menunjukkan bahwa hasil panen dipengaruhi oleh
populasi ulat, tetapi tidak dipengaruhi oleh stadium tanaman dan interaksi antara
populasi ulat dan stadium tanaman (Tabel 1). Hal ini menunjukkan bahwa infestasi ulat
pada stadia V6-V7 hingga R5-R6 memberikan pengaruh sama terhadap hasil panen.
Infestasi ulat sebanyak 0,5 dan 1 ekor/rumpun pada stadia V6-V7 hingga R5-R6
tidak memberikan pengaruh nyata, tetapi infestasi ulat sebanyak 2 dan 4 ekor/rumpun
memberikan pengaruh nyata terhadap hasil panen (Tabel 3). Hal ini berarti bahwa
tanaman kedelai mampu mentoleransi kerusakan daun yang diakibatkan oleh infestasi
ulat sebanyak 1 ekor/rumpun, yaitu sebesar 25-32% pada stadia V6-V7 hingga R5-R6
(Tabel 2).
Tengkano dan Sutarno (8) mengemukakan bahwa kerusakan daun kedelai
varietas Orba sebesar 25% pada stadia R1-R6 tidak mengakibatkan kehilangan hasil
yang nyata. Toleransi tanaman terhadap kerusakan daun ini disebabkan oleh
kemampuan tanaman membentuk daun-daun baru sebagai kompensasi terhadap
kerusakan daun. Di samping itu, kerusakan daun mengurangi pengaruh saling naung-
menaungi di antara dedaunan yang memungkinkan penetrasi cahaya sampai ke tajuk
daun di bagian bawah sehingga hasil fotosintesis meningkat (9).
Hubungan antara tingkat populasi ulat dan hasil panen pada stadia V6-V7 hingga
R5-R6 bersifat linier dengan persamaan:
hasil panen/rumpun = 10,931 - 0,581 (jumlah ulat/rumpun); r : 0,888**.
Makin tinggi tingkat populasi ulat, makin berkurang hasil panen. Persamaan regresi
tersebut menunjukkan bahwa hasil panen merupakan fungsi kerusakan daun akibat
infestasi ulat grayak pada stadia V6-V7 hingga R5-R6.
Berdasarkan persamaan regresi hubungan antara tingkat populasi ulat dan hasil
panen di atas, dapat dihitug persamaan regresi kehilangan hasil panennya, yaitu:
% kehilangan hasil = 0,002 + 5,310 (jumlah ulat/rumpun); r : 1,000**.
Nilai kehilangan hasil panen akibat infestasi ulat grayak disajikan pada Tabel 4.
Hasil panen pada stadia V6-V7 hingga R5-R6 berkorelasi negatif terhadap
kerusakan daun (r = -0,951**), berkorelasi positif terhadap jumlah polong (r =
0,943**), jumlah biji (r = 0,957**), dan bobot biji (r = 0,932**). Beberapa korelasi
tersebut menunjukkan bahwa hasil panen tergantung pada kerusakan daun, jumlah
polong, jumlah biji, dan bobot 100 biji. Makin tinggi tingkat kerusakan daun, makin
berkurang jumlah polong, jumlah biji, dan bobot 100 biji, maka makin rendah hasil
panen.

Pertumbuhan dan Perkembangan Ulat


Pertumbuhan ulat grayak sejak telur menetas hingga pra-kepompong pada
tanaman kedelai varietas Orba di lapang disajikan pada Gambar 1. Dari 200-300 butir
telur/kelompok yang diinfestasikan ke tanaman, yang menetas menjadi ulat instar I
sebanyak 87%. Terjadinya telur yang tidak menetas diduga karena tidak fertil. Ulat-ulat
ini kemudian tumbuh menjadi ulat instar II, III, IV, V, dan VI, serta prakepompong,
masing-masing sebanyak 48%, 26%, 14%, 7%, 4%, dan 4%. Berkurangnya jumlah
ulat tersebut diduga karena kondisi suhu di dalam kurungan plastik yang lebih tinggi
daripada di luar kurungan, dan terjadinya kompetisi di antara individu ulat untuk
mendapatkan pakan dan ruang.
Jumlah telur dan kelompok telur yang diletakkan tiap individu ngengat betina
tiap hari disajikan pada Gambar 2. Ngengat betina meletakkan telur selama 6 hari
dengan masa pra-peneluran kurang lebih sehari. Populasi telur terbanyak terjadi pada
peneluran hari ketiga, yaitu sebanyak 521 butir. Jumlah telur yang diletakkan tiap
individu ngengat betina sepanjang hidupnya sebanyak 1566 butir yang tersusun dalam
5 kelompok telur dengan tata-rata 316 butir telur/kelompok.

Ambang Ekonomi

Langkah awal dalam menentukan ambang ekonomi ulat grayak adalah


menentukan biaya pengendalian dan harga kedelai di Mojosari, Jawa Timur pada
musim tanam MK 1987 dan potensi hasil panen tiap ha. Biaya pengendalian tiap ha
untuk sekali aplikasi insektisida monokrotofos 15 WSC sebesar Rp 29.250,00/ha dengan
perincian sebagai berikut:
Harga 2,5 l insektisida = Rp 18.000,00
Upah 9 orang tenaga semprot = Rp 6.750,00
Sewa 9 buah alat semprot = Rp 4.500,00
----------------------------------------------
Jumlah = Rp 29.250,00
Harga kedelai sebesar Rp 850,00/kg dan potensi hasil panen kedelai varietas Orba
sebesar 1500 kg/ha.
Berdasarkan rumus ambang ekonomi yang disajikan pada Bahan dan Metode,
dapat dihitung ambang ekonomi ulat grayak dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Ambang perolehan
(Rp 29.250,00/ha)
= ------------------------ = 34,412 kg/ha
(Rp 850,00/kg)
2. Persentase kehilangan hasil untuk ambang perolehan tersebut
(34,412 kg/ha)
= -------------------- = x 100% = 2,294%
(1.500 kg/ha)
3. Persamaan regresi hubungan antara tingkat populasi ulat dan persentase kehilangan
hasil panen pada stadia V6-V7 hingga R5-R6, yaitu:
% kehilangan hasil panen = 0,002 + 5,310 (jumlah ulat/rumpun).
4. Ambang ekonomi ulat instar VI diperoleh dengan cara memasukkan nilai kehilangan
hasil panen sebesar 2,294% (langkah 2) ke dalam persamaan regresi di atas (langkah
3) sebagai berikut:
2,294 = 0,002 + 5,310 (jumlah ulat/rumpun)
2,294 - 0,002
Jumlah ulat/rumpun = ------------------- = 0,432 ekor/rumpun.
5,310
5. Ambang ekonomi kelompok telur
(0,432 ekor/rumpun)
= -------------------------------------------
(3,9%)(316 butir telur/kelompok)
= 0,035 kelompok telur/rumpun atau 1 kelompok telur/57 tanaman;
6. Ambang ekonomi ulat instar I
(87%)
= (0,432 ekor/rumpun) x ----------
(3,9%)
= 9,637 ekor/rumpun atau 58 ekor/12 tanaman;
Ambang ekonomi ulat instar II
(48,1%)
= (0,432 ekor/rumpun) x ----------
(3,9%)
= 5,328 ekor/rumpun atau 32 ekot/12 tanaman;
Ambang ekonomi ulat instar III
(25,7%)
= (0,432 ekor/rumpun) x ----------
(3,9%)
= 2,847 ekor/rumpun atau 17 ekor/12tanaman.
Penghitungan ambang ekonomi tersebut bersifat statik yang hasilnya berlaku
untuk situasi harga pasar tertentu. Dengan berubahnya harga pasar, maka nilai
ambang ekonomi akan berubah pula. Untuk menentukan ambang ekonomi di suatu
tempat, perlu diperoleh data sekunder mengenai besarnya biaya pengendalian dan
harga kedelai pada saat itu. Dengan memasukkan komponen-komponen tersebut ke
dalam langkah-langkah penentuan ambang ekonomi di atas, nilai ambang ekonomi baru
dapat ditentukan.
Di dalam pengendalian hama terpadu, ambang ekonomi merupakan pedoman
dasar yang pertama kali harus ditentukan sebelum dilakukannya tindakan pengendalian
hama dengan insektisida. Hal ini dimaksudkan agar pengendalian hama tidak
mengakibatkan kerugian, baik secara ekonomi maupun ekologi. Dengan berpegang
pada prinsip pengendalian hama sedini mungkin, pengendalian ulat grayak dengan
insektisida harus dilakukan pada saat ulat mencapai instar I, II, atau III, yaitu instar
ulat yang rentan terhadap insektisida (4), masing-masing sebanyak 58, 32, dan 17
ekor/12 tanaman. Pengendalian dapat juga dilakukan setelah 2-4 hari sejak
ditemukannya populasi telur sebanyak 1 kelompok telur/57 tanaman.

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian ambang ekonomi ulat grayak pada tanaman kedelai
varietas Orba di daerah Mojosari, Jawa Timur pada MK 1987, dapat disimpulkan hal-hal
sebagai berikut:
1. Kerusakan daun akibat infestasi ulat menurunkan komponen hasil dan hasil panen.
Tingkat penurunan komponen hasil dan hasil panen antara stadia V6-V7 hingga R5-R6
tidak menunjukkan perbedaan yang nyata.
2. Tanaman kedelai mampu mentoleransi kerusakan daun sebesar 25-32% pada stadia
V6-V7 hingga R5-R6 yang diakibatkan oleh infestasi ulat sebanyak 1 ekor/rumpun.
3. Kehilangan hasil panen kedelai ditentukan oleh berkurangnya jumlah polong, jumlah
biji, dan bobot 100 biji akibat infestasi ulat.
4. Dengan perkiraan biaya pengendalian sebesar Rp 29.250,00/ha dan harga kedelai
sebesar Rp 850,00/kg, maka nilai ambang ekonomi ulat grayak adalah 1 kelompok
telur/57 tanaman atau setara dengan 58 ekor ulat instar I, 32 ekor ulat instar II, dan 17
ekor ulat instar III tiap 12 tanaman (1 m baris = 12 tanaman).
5. Perlu dilakukan penelitian lanjutan pada berbagai musim tanam dan lokasi untuk
menentukan ambang ekonomi ulat grayak yang lebih tepat, sederhana dan mudah
dipraktekkan.

PUSTAKA

1. Ferro, D.N., B.J. Morzuch, and D. Margolies. 1983. Crop loss assessment of the
Colorado potato beetle (Coleoptera: Chrysomelidae) on potatoes in Western
Massachusetts. J. Econ. Entomol. 76:349-356.
2. Hanway, J.J. and H.E. Thompson. 1967. How a soybean plant develops. Special Report
53. Iowa State University of Science and Technology Cooperative Extension Service.
Ames, Iowa. 18 p.
3. Horsfall, J.G. and A.E. Dimond. 1959. Plant pathology, an advanced treatise. Academic
Press, New York and London. 1: 99-142.
4. Laba, I.W. dan D. Soekarna. 1986. Mortalitas larva ulat grayak (Spodoptera litura F .)
pada berbagai instar dan perlakuan insektisida pada kedelai. Seminar Hasil Penelitian
Tanaman Pangan. I (Palawija): 64-68.
5. Newsom, L.D., M. Kogan, F.D. Miner, R.L. Rabb, S.G. Turnipseed, and W.H. Whitcomb.
1980. General accomplishments toward better pest control in soybean, pp. 51-97. In
C.B. Huffaker (ed.). New technology of pest control. John Wiley and Sons, New york.
6. Stone, J.D. and L.P. Pedigo. t972. Development and economic injury level of the green
cloverworm on soybean in Iowa. J. Econ. Entomol. 65: 197-201.
7. Sumarno dan Harnoto. 1983. Kedelai dan cara bercocok tanamnya. Puslitbangtan,
Bogor. 53 p.
8. Tengkano, W. and T. Sutarno. 1982. Influence of leaf attack at generative stage on
yield of Orba soybean variety. Penelitian pertanian. 2(2): 51-53.
9. Turnipseed, S.G. 1972. Response of soybeans to foliage losses in South Carolina. J.
Econ. Entomol. 65: 224-229.
Diposkan oleh Muhammad Arifin di 06.00
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook
Tidak ada komentar:

You might also like

pFad - Phonifier reborn

Pfad - The Proxy pFad of © 2024 Garber Painting. All rights reserved.

Note: This service is not intended for secure transactions such as banking, social media, email, or purchasing. Use at your own risk. We assume no liability whatsoever for broken pages.


Alternative Proxies:

Alternative Proxy

pFad Proxy

pFad v3 Proxy

pFad v4 Proxy