Ambang Ekonomi
Ambang Ekonomi
Ambang Ekonomi
Arifin, M. dan A. Rizal. 1989. Ambang ekonomi ulat grayak (Spodoptera litura F.) pada
tanaman kedelai varietas Orba. Penelitian Pertanian. 9(2): 71-77.
ABSTRACT
Economic Threshold of the Common Cutworm (Spodoptera litura F.) on Soybean Variety
Orba. The influence of 5 population levels of the common cutworm larvae, namely 0,
0.5, 1, 2, and 4 larvae/hill, on soybean yield and yield components was evaluated at 4
different stages of plant growth, i.e. V6-V7, R1-R2, R3-R4, and R5-R6. Infestation of
soybean plant with a population of 1 larva/hill at any of the plant stages did not reduce
either the yield or yield components. Simple regression equations were developed to
correlate between larval population and plant damage, larval population and yield,
larval population and yield components, plant damage and yield, and yield and yield
components. It was indicated that larval populations were negatively correlated with
soybean yield and yield components, but positively correlated with plant damage. The
yields were negatively correlated with plant damage, but positively correlated with yield
components. Based on the break-even point principle of pest control, the economic
threshold of the common cutworm at different plant stages from V6-V7 to R5-R6 was 1
egg mass/57 plants, which was equal to 58 first instar larvae, 32 second instar larvae or
17 third instar larvae/12 plants, respectively.
Ulat grayak yang digunakan untuk penelitian ini diperoleh dari hasil koleksi di
daerah Mojosari kemudian dipelihara secara alamiah di lapang. Pemeliharaan ulat
dilakukan pada tanaman kedelai varietas Orba yang ditanam pada pot berdiameter 21
cm. Tanaman disungkup dengan kurungan plastik tembus cahaya yang berbentuk
silinder, berdiameter 21 cm dan tinggi 100 cm. Kurungan dilengkapi dengan 3 buah
lubang ventilasi pada dinding. Lubang ventilasi tersebut dan bagian atas kurungan yang
terbuka ditutup kain kasa. Penggantian pakan dilakukan dengan memindahkan ulat ke
tanaman segar sebelum daun kedelai yang lama habis. Kepompong yang terjadi
dikoleksi dalam kotak plastik berukuran 15 cm x 20 cm yang bagian dasarnya berisi
pasir. Ngengat yang muncul dipelihara secara berpasangan dalam kotak plastik
berukuran sama yang sisi dalamnya dilapisi kertas filter untuk peletakan telur. Larutan
madu 10% dimasukkan ke dalam kotak sebagai pakan dan diganti setiap hari.
Kelompok telur yang diletakkan di kertas dikoleksi dan dipindahkan ke tanaman sehat.
Benih kedelai varietas Orba ditanam pada lahan seluas 2500 m2 dalam 60
petak pertanaman yang masing-masing berukuran 4 m x 5 m. Jarak antar barisan
tanaman adalah 40 cm dan jarak antar tanaman dalam barisan adalah 20 cm, dengan 2
batang tanaman/rumpun. Pupuk diberikan pada saat tanam sebanyak 50 kg N, 75 kg
P2O5, dan 50 kg K2O/ha.
Kerusakan daun. Sidik ragam kerusakan daun akibat infestasi ulat grayak pada
berbagai stadia tanaman kedelai varietas Orba di lapang menunjukkan bahwa
kerusakan daun dipengaruhi oleh populasi ulat, stadium tanaman, dan interaksi antara
populasi ulat dan stadium tanaman (Tabel 1).
Data pengaruh interaksi antara populasi ulat dan stadium tanaman terhadap
kerusakan daun disajikan pada Tabel 2. Kerusakan daun akibat infestasi ulat sebanyak
0,5-4 ekor/rumpun pada stadia V6-V7, hingga R5-R6 bervariasi antara 15-78%.
Kerusakan daun rata-rata pada populasi ulat yang rendah menunjukkan perbedaan
yang nyata jika dibandingkan dengan populasi ulat yang lebih tinggi. Kerusakan daun
rata-rata pada stadium V6-V7 lebih tinggi daripada stadium R1-R2 hingga R5-R6.
Kerusakan daun akibat infestasi ulat sebanyak 0,5 ekor/rumpun pada stadia V6-
V7 hingga R5-R6 tidak berbeda nyata, demikian pula akibat infestasi ulat antara 1 dan 2
ekor/rumpun. Akan tetapi, akibat infestasi ulat sebanyak 4 ekor/rumpun pada stadium
V6-V7 berbeda nyata jika dibandingkan dengan pada stadia R1-R2 hingga R5-R6 (Tabel
2). Perbedaan tingkat kerusakan ini disebabkan oleh pertumbuhan daun yang berlainan
pada tiap stadium. Pertumbuhan daun pada stadium V6-V7 belum optimal sedangkan
pada stadia R1-R2 hingga R5-R6 mendekati atau sudah mencapai optimal. Tingkat
kerusakan tinggi terjadi pada pertumbuhan daun awal, yaitu pada stadium V6-V7.
Hubungan antara tingkat populasi ulat dan persentase kerusakan daun pada
stadia V-V7 hingga R5-R6 dinyatakan dengan model regresi linier, yaitu:
- V6-V7, % kerusakan daun = 9,620 + 17,720 (jumlah ulat/rumpun); r: 0,975**, dan
- R1-R2 hingga R5-R6, % kerusakan daun = 9,893 + 10,645 (jumlah ulat/rumpun);
r = 0,923**.
Makin tinggi tingkat populasi ulat, makin tinggi pula tingkat kerusakan daun. Kedua
persamaan regresi tersebut menunjukkan bahwa kerusakan daun merupakan fungsi
dari populasi ulat grayak pada stadia V6-V7 hingga R5-R6.
Komponen hasil. Sidik ragam jumlah polong dan jumlah biji akibat infestasi
ulat grayak pada berbagai stadia tanaman kedelai varietas Orba menunjukkan bahwa
jumlah polong dan jumlah biji dipengaruhi oleh populasi ulat, tetapi tidak dipengaruhi
oleh stadium tanaman dan interaksi antara populasi ulat dan stadium tanaman (Tabel
1). Hal ini menunjukkan bahwa infestasi ulat pada stadia V6-V7 hingga R5-R6
memberikan pengaruh yang sama terhadap jumlah polong dan jumlah biji.
Infestasi ulat sebanyak 0,5 dan 1 ekor/rumpun pada stadia V6-V7 hingga R5-R6
tidak memberikan pengaruh nyata, tetapi infestasi ulat sebanyak 2 dan 4 ekor/rumpun
memberikan pengaruh nyata terhadap berkurangnya jumlah polong dan jumlah biji
(Tabel 3). Berkurangnya jumlah polong dan jumlah biji tersebut mungkin disebabkan
oleh bunga dan polong muda banyak yang gugur serta polong banyak yang kempis
akibat berkurangnya pengiriman hasil fotosintesis ke polong karena kerusakan daun
(2).
Hubungan antara tingkat populasi ulat dan jumlah polong pada stadia V6-V7
hingga R5-R6 bersifat linier, dengan persamaan:
jumlah polong/rumpun = 72,205 - 3,510 (jumlah ulat/rumpun); r = 0,911**.
Hubungan antara tingkat populasi ulat dan jumlah biji pada stadia V6-V7 hingga R5-R6
juga bersifat linier, dengan persamaan:
jumlah biji/rumpun = 131,938 - 9,185 (jumlah ulat/rumpun); r = 0,915**.
Makin tinggi tingkat populasi ulat, makin berkurang jumlah polong dan jumlah biji.
Kedua persamaan regresi tersebut menunjukkan bahwa jumlah polong dan jumlah biji
merupakan fungsi kerusakan tanaman akibat infestasi ulat grayak pada stadia V6-V7
hingga R5-R6.
Sidik ragam bobot 100 biji menunjukkan bahwa bobot biji tidak dipengaruhi
secara nyata oleh populasi ulat, stadium tanaman, dan interaksi antara populasi ulat
dan stadium tanaman (Tabel 1). Meskipun pengaruh infestasi ulat dan stadium
tanaman tidak nyata, tetapi dari hasil pengamatan tampak adanya kecenderungan
terhadap penurunan bobot biji. Penurunan tersebut mungkin disebabkan oleh
tanggapan tanaman terhadap gangguan selama proses pertumbuhan biji. Kerusakan
daun menyebabkan terganggunya proses pengiriman hasil fotosintesis untuk
pembentukan biji sehingga bobot biji berkurang (2).
Hubungan antara tingkat populasi ulat dan bobot biji pada stadia V6-V7 hingga
R5-R6 bersifat linier, dengan persamaan:
bobot 100 biji = 10,702 - 0,198 (jumlah ulat/rumpun); r : 0,876**.
Makin tinggi tingkat populasi ulat, makin berkurang bobot biji. Persamaan regresi
tersebut menunjukkan bahwa bobot biji merupakan fungsi kerusakan tanaman akibat
infestasi ulat grayak pada stadia V6-V7 hingga R5-R6.
Hasil panen. Sidik ragam hasil panen akibat infestasi ulat grayak pada berbagai
stadia tanaman kedelai varietas Orba menunjukkan bahwa hasil panen dipengaruhi oleh
populasi ulat, tetapi tidak dipengaruhi oleh stadium tanaman dan interaksi antara
populasi ulat dan stadium tanaman (Tabel 1). Hal ini menunjukkan bahwa infestasi ulat
pada stadia V6-V7 hingga R5-R6 memberikan pengaruh sama terhadap hasil panen.
Infestasi ulat sebanyak 0,5 dan 1 ekor/rumpun pada stadia V6-V7 hingga R5-R6
tidak memberikan pengaruh nyata, tetapi infestasi ulat sebanyak 2 dan 4 ekor/rumpun
memberikan pengaruh nyata terhadap hasil panen (Tabel 3). Hal ini berarti bahwa
tanaman kedelai mampu mentoleransi kerusakan daun yang diakibatkan oleh infestasi
ulat sebanyak 1 ekor/rumpun, yaitu sebesar 25-32% pada stadia V6-V7 hingga R5-R6
(Tabel 2).
Tengkano dan Sutarno (8) mengemukakan bahwa kerusakan daun kedelai
varietas Orba sebesar 25% pada stadia R1-R6 tidak mengakibatkan kehilangan hasil
yang nyata. Toleransi tanaman terhadap kerusakan daun ini disebabkan oleh
kemampuan tanaman membentuk daun-daun baru sebagai kompensasi terhadap
kerusakan daun. Di samping itu, kerusakan daun mengurangi pengaruh saling naung-
menaungi di antara dedaunan yang memungkinkan penetrasi cahaya sampai ke tajuk
daun di bagian bawah sehingga hasil fotosintesis meningkat (9).
Hubungan antara tingkat populasi ulat dan hasil panen pada stadia V6-V7 hingga
R5-R6 bersifat linier dengan persamaan:
hasil panen/rumpun = 10,931 - 0,581 (jumlah ulat/rumpun); r : 0,888**.
Makin tinggi tingkat populasi ulat, makin berkurang hasil panen. Persamaan regresi
tersebut menunjukkan bahwa hasil panen merupakan fungsi kerusakan daun akibat
infestasi ulat grayak pada stadia V6-V7 hingga R5-R6.
Berdasarkan persamaan regresi hubungan antara tingkat populasi ulat dan hasil
panen di atas, dapat dihitug persamaan regresi kehilangan hasil panennya, yaitu:
% kehilangan hasil = 0,002 + 5,310 (jumlah ulat/rumpun); r : 1,000**.
Nilai kehilangan hasil panen akibat infestasi ulat grayak disajikan pada Tabel 4.
Hasil panen pada stadia V6-V7 hingga R5-R6 berkorelasi negatif terhadap
kerusakan daun (r = -0,951**), berkorelasi positif terhadap jumlah polong (r =
0,943**), jumlah biji (r = 0,957**), dan bobot biji (r = 0,932**). Beberapa korelasi
tersebut menunjukkan bahwa hasil panen tergantung pada kerusakan daun, jumlah
polong, jumlah biji, dan bobot 100 biji. Makin tinggi tingkat kerusakan daun, makin
berkurang jumlah polong, jumlah biji, dan bobot 100 biji, maka makin rendah hasil
panen.
Ambang Ekonomi
Berdasarkan hasil penelitian ambang ekonomi ulat grayak pada tanaman kedelai
varietas Orba di daerah Mojosari, Jawa Timur pada MK 1987, dapat disimpulkan hal-hal
sebagai berikut:
1. Kerusakan daun akibat infestasi ulat menurunkan komponen hasil dan hasil panen.
Tingkat penurunan komponen hasil dan hasil panen antara stadia V6-V7 hingga R5-R6
tidak menunjukkan perbedaan yang nyata.
2. Tanaman kedelai mampu mentoleransi kerusakan daun sebesar 25-32% pada stadia
V6-V7 hingga R5-R6 yang diakibatkan oleh infestasi ulat sebanyak 1 ekor/rumpun.
3. Kehilangan hasil panen kedelai ditentukan oleh berkurangnya jumlah polong, jumlah
biji, dan bobot 100 biji akibat infestasi ulat.
4. Dengan perkiraan biaya pengendalian sebesar Rp 29.250,00/ha dan harga kedelai
sebesar Rp 850,00/kg, maka nilai ambang ekonomi ulat grayak adalah 1 kelompok
telur/57 tanaman atau setara dengan 58 ekor ulat instar I, 32 ekor ulat instar II, dan 17
ekor ulat instar III tiap 12 tanaman (1 m baris = 12 tanaman).
5. Perlu dilakukan penelitian lanjutan pada berbagai musim tanam dan lokasi untuk
menentukan ambang ekonomi ulat grayak yang lebih tepat, sederhana dan mudah
dipraktekkan.
PUSTAKA
1. Ferro, D.N., B.J. Morzuch, and D. Margolies. 1983. Crop loss assessment of the
Colorado potato beetle (Coleoptera: Chrysomelidae) on potatoes in Western
Massachusetts. J. Econ. Entomol. 76:349-356.
2. Hanway, J.J. and H.E. Thompson. 1967. How a soybean plant develops. Special Report
53. Iowa State University of Science and Technology Cooperative Extension Service.
Ames, Iowa. 18 p.
3. Horsfall, J.G. and A.E. Dimond. 1959. Plant pathology, an advanced treatise. Academic
Press, New York and London. 1: 99-142.
4. Laba, I.W. dan D. Soekarna. 1986. Mortalitas larva ulat grayak (Spodoptera litura F .)
pada berbagai instar dan perlakuan insektisida pada kedelai. Seminar Hasil Penelitian
Tanaman Pangan. I (Palawija): 64-68.
5. Newsom, L.D., M. Kogan, F.D. Miner, R.L. Rabb, S.G. Turnipseed, and W.H. Whitcomb.
1980. General accomplishments toward better pest control in soybean, pp. 51-97. In
C.B. Huffaker (ed.). New technology of pest control. John Wiley and Sons, New york.
6. Stone, J.D. and L.P. Pedigo. t972. Development and economic injury level of the green
cloverworm on soybean in Iowa. J. Econ. Entomol. 65: 197-201.
7. Sumarno dan Harnoto. 1983. Kedelai dan cara bercocok tanamnya. Puslitbangtan,
Bogor. 53 p.
8. Tengkano, W. and T. Sutarno. 1982. Influence of leaf attack at generative stage on
yield of Orba soybean variety. Penelitian pertanian. 2(2): 51-53.
9. Turnipseed, S.G. 1972. Response of soybeans to foliage losses in South Carolina. J.
Econ. Entomol. 65: 224-229.
Diposkan oleh Muhammad Arifin di 06.00
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook
Tidak ada komentar: