Debit Limpasan AIR Sungai DAN Kapasitas Saluran Sungai Pada Tata Guna Lahan Yang Dikonversi DI SUB DAS Karang Mumus
Debit Limpasan AIR Sungai DAN Kapasitas Saluran Sungai Pada Tata Guna Lahan Yang Dikonversi DI SUB DAS Karang Mumus
Debit Limpasan AIR Sungai DAN Kapasitas Saluran Sungai Pada Tata Guna Lahan Yang Dikonversi DI SUB DAS Karang Mumus
Puspitahati
Fakultas Pertanian Jurusan Teknologi Pertanian Universitas Sriwijaya, Palembang.
Perubahan lahan yang dilakukan sering tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW). Pada saat sekarang areal pertanian, perkebunan dan semak
belukar dialihfungsikan menjadi pemukiman. Perambahan hutan, penambangan,
serta ladang atau sawah yang terbengkalai menjadikan semakin luasnya lahan-lahan
terbuka. Bila tidak memperhatikan daya dukung lingkungan akan berdampak negatif
terutama menurunnya tingkat keseimbangan alam dan terganggunya siklus
hidrologi. Hal ini mengakibatkan Nilai Koefisien Limpasan di Sub DAS Karang
Mumus setiap tahun meningkat. Koefisien Limpasan dapat dipengaruhi oleh
intensitas dan jumlah curah hujan, tipe tanah, geologi, topografi, luas daerah aliran
dan penutupan lahan (Arsyad, 1989). Bila Koefisien Limpasan meningkat, maka
81
82 JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 2 (1), APRIL 2009
debit limpasan air sungai (DLAS) meningkat yang akan menimbulkan banjir. Banjir
dipengaruhi oleh faktor alam yang meliputi curah hujan, fisiografi sungai dan lahan,
erosi dan sedimentasi, kapasitas sungai dan drainase serta pengaruh pasang surut air
sungai dan laut, sedangkan yang diakibatkan oleh perilaku manusia antara lain
perubahan tata guna lahan, berkembangnya kawasan pemukiman, produksi sampah
meningkat, kesalahan perencanaan pembangunan alur sungai, kesalahan
perencanaan tata wilayah, kesalahan pembangunan sarana dan prasarana,
pengendapan dan pendangkalan sungai (Kodoatie dkk., 2002 dalam La Sarido,
2007).
Telah banyak dilakukan penelitian pada Sub DAS Karang Mumus ini. Seperti
yang dilakukan oleh Mallisa (1999) yang menghitung erosi, Kurniawan (2003)
menghitung debit limpasan dan sedimen dan Handayani (2002) melihat pola
penggunaan lahan tahun 2002 dengan model karakteristik hidrologi Sub DAS
Karang Mumus. Metode-metode yang dilakukan tersebut membutuhkan waktu,
biaya dan tenaga yang besar. Selain itu tidak memfokuskan pada Nilai Koefisien
Limpasan yang merupakan faktor penting dalam peningkatan debit banjir. Dengan
demikian, penulis melakukan kajian perubahan tata guna lahan yang mempengaruhi
Nilai Koefisien Limpasan dengan menggunakan Sistem Informasi Geografi (SIG),
sehingga dapat memprediksi debit banjir untuk beberapa tahun yang akan datang
dan menghitung kapasitas tampung saluran pada Sub DAS Karang Mumus.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji dan memetakan perubahan tata
guna lahan dengan menggunakan pendekatan SIG di Sub DAS Karang Mumus,
menduga Nilai Koefisien Limpasan dan debit limpasan air yang dipengaruhi oleh
perubahan tata guna lahan pada setiap Sub-sub DAS di Sub DAS Karang Mumus,
mengkaji kesesuaian antara hasil pendugaan debit limpasan air dan kapasitas
saluran/tampungan air di Sub DAS Karang Mumus.
Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah terciptanya peta perubahan tata
guna lahan yang terdapat pada Sub DAS Karang Mumus, diperoleh hasil pendugaan
Nilai Koefisien Limpasan dan debit limpasan air yang dipengaruhi oleh perubahan
tata guna lahan pada setiap Sub-sub DAS di Sub DAS Karang Mumus, didapatkan
hasil penyesuaian antara hasil pendugaan debut limpasan air dan kapasitas
saluran/tampungan air di Sub DAS Karang Mumus dapat digunakan sebagai salah
satu bahan rujukan dalam perencanaan pengendalian banjir di wilayah Samarinda.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan pada Sub DAS Karang Mumus, DAS Mahakam di
wilayah Provinsi Kalimantan Timur. Waktu yang diperlukan dalam penelitian ini
selama 6 bulan dari bulan April sampai November 2007 yang didahului dengan
orientasi lapangan disertai dengan pengambilan data dan sampel kemudian
dilanjutkan dengan analisis di laboratorium.
Bahan dan peralatan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari peta
wilayah Kalimantan Timur RBI tahun 1991 (skala 1:150.000) dan peta Sub DAS
Karang Mumus, peta penutupan lahan tahun 2002 (interpretasi sebelumnya oleh
Wuri Handayani, 2002), Citra Landsat TM Band 7 tanggal 8 November 2006, peta
geologi Sub DAS Karang Mumus, peta jaringan hidrologi pada Sub DAS Karang
Puspitahati (2009). Debit Limpasan Air Sungai 83
Mumus; peta kelerengan dari data citra radar pada Sub DAS Karang Mumus, peta
tanah Sub DAS Karang Mumus, peta curah hujan dan data curah hujan tahun 2002
sampai 2007 yang didapatkan dari Badan Meteorologi dan Geofisika Temindung
Samarinda, peta sistem lahan pada Sub DAS Karang Mumus, peta status kawasan
Sub DAS Karang Mumus, peta Rupa Bumi Bakorsurtanal (Badan Koordinasi Survei
dan Pemetaan Nasional) edisi tahun 1991, skala 1:150.000, data tinggi muka air,
lebar dan ketinggian sungai.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: komputer
yang dilengkapi dengan perangkat lunak Arcview GIS versi 3,3 (produk ESRI-
Enviromental System Research Institute), Image Analysis (ERDAS-license ESRI), 3
dimensi (ESRI), Spatial Analysis (ESRI), WMS versi 7,0 (Watershed Management
System) dan Global Mapper versi 8,0, satu unit Global Positioning System (GPS)
tipe Garmin Vista etrex untuk menentukan koordinat di lapangan, peralatan
lapangan seperti kompas, kamera, kendaraan dan speedboat.
Analisis data dilakukan dengan 2 tahap yaitu: analisis perubahan lahan berupa
data yang dikumpulkan diformulasikan ke dalam bentuk tabel dan peta, sehingga
uraian secara deskriptif, korelasi dan klasifikasi diperoleh gambaran tentang letak
dan luas masing-masing penutupan lahan, kelerengan, wilayah curah hujan, jaringan
sungai, jenis tanah dan geologi.
a. Prediksi Koefisien Run Off (koefisien limpasan air) pada suatu daerah
dipengaruhi kondisi karakteristik, yaitu kondisi hujan, luas dan bentuk daerah
pengaliran, kemiringan daerah aliran dan kemiringan dasar sungai, daya
infiltrasi dan perkolasi tanah, kebasahan tanah, suhu udara, angin dan evaporasi
serta tata guna lahan. Untuk memprediksi dan menganalisis Nilai Koefisien
Limpasan (C) yang terjadi pada masing-masing Sub-sub DAS Karang Mumus
menggunakan pendekatan persamaan menurut Anonim (2001) sebagai berikut:
C = (120,4 x K + 6,9) x fslope + FLM
yang mana:
C = Koefisien limpasan air permukaan (%)
K = Erodibilitas tanah
f slope = Faktor kemiringan
FLM = Faktor penggunaan/pengelolaan tanaman
b. Prediksi Debit Banjir Rancangan. Untuk menentukan hidrograf pada setiap Sub-
sub DAS di Sub DAS Karang Mumus dicoba dengan menggunakan pendekatan
hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu yang tahapan perhitungannya dapat
diuraikan sebagai berikut:
Persamaan debit puncak banjir adalah: Qp = C.A.Ro / 3,6 (0,3Tp + T0,3)
yang mana:
Qp = debit puncak banjir (m3/dt)
C = Koefisien aliran permukaan
A = luas daerah pengaliran (km2)
Ro = curah hujan satuan (mm)
Tp = tenggang waktu dari permulaan hujan sampai puncak banjir (jam)
T0,3 = waktu yang diperlukan pada penurunan debit puncak sampai ke debit
sebesar 30% dari debit puncak (jam)
84 JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 2 (1), APRIL 2009
Tabel 1. Perubahan Pola Penggunaan Lahan DAS Karang Mumus Tahun 20022006
Tahun 2002 Tahun 2006 Perubahan (%)
Tipe lahan
Luas (ha) % Luas (ha) %
Belukar 7275,26 24,79 4649,67 15,85 -8,95
Hutan 206,75 0,70 206,75 0,70 0,00
Kebun 543,76 1,85 1716,42 5,85 4,00
Kebun campuran 4798,14 16,35 2196,43 7,48 -8,87
Ladang 220,12 0,75 511,09 1,74 0,99
Lahan terbuka 0 0,00 1466,74 5,00 5,00
Pemukiman 2240,45 7,63 4883,03 16,64 9,01
Rawa 898,24 3,06 847,07 2,89 -0,17
Rencana bandara 75,14 0,26 75,14 0,26 0,00
Sawah 778,43 2,65 1188,13 4,05 1,40
Semak 12308,25 41,94 11604,07 39,54 -2,40
Jumlah 29344,54 100,00 29344,54 100,00 0
Tabel 2. Perubahan Nilai Koefisien Limpasan Air (%) pada DAS Karang Mumus
Sub-sub DAS Karang Mumus Hilir memiliki Nilai Koefisien yang paling tinggi
yaitu pada tahun 2002 sebesar 69,38% dan tahun 2006 mencapai 71,02%.
Peningkatannya sebesar 1,64%. Hal ini menunjukkan tingginya persentase peralihan
fungsi lahan pertanian dan perkebunan yang berubah menjadi areal pemukiman dan
lahan terbuka. Sub DAS Karang Mumus Hilir adalah paling luas pada areal
permukiman di antara sub DAS lainnya. Begitu juga dengan Karang Mumus Hulu
yang dulunya belum terdapat permukiman namun pada tahun 2006 telah ditemukan
penyebaran lahan terbuka dan pemukiman sehingga peningkatan Nilai Koefisiennya
paling besar yaitu 1,85%.
Selain faktor perubahan lahan tersebut, Nilai Koefisien Limpasan dapat
dipengaruhi oleh erodibilitas tanah dan faktor kemiringan lahan. Semakin tinggi
nilai erodibilitas tanah dan semakin curam kemiringan lahan, maka Nilai Koefisien
Limpasan air makin tinggi.
86 JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 2 (1), APRIL 2009
Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa Sub-sub DAS Karang Mumus Hilir
memiliki Nilai Koefisien Limpasan yang paling tinggi, hal ini karena luas lahan
terbuka dan pemukiman pada Sub-sub DAS tersebut relatif tinggi. Pada tahun 2006,
Sub-sub DAS Karang Mumus Hulu dan Betapus memiliki Nilai Koefisien Limpasan
sebesar 66,02%. Terlihat bahwa perubahan tata guna lahan menjadi pemukiman dan
lahan terbuka relatif rendah dan masih banyaknya areal semak dan belukar pada
Sub-sub DAS ini. Namun lain halnya pada Sub-sub DAS Lantung memiliki
Koefisien Limpasan 69,47% dengan luas lahan terbuka dan pemukiman sebesar
46,13 ha. Koefisien Limpasan pada Lantung cukup besar, meskipun persentase
lahan terbuka dan pemukiman lebih kecil dibandingkan Karang Mumus Hulu dan
Betapus. Hal ini menunjukkan, bahwa tidak hanya faktor penutupan lahan saja yang
mempengaruhi C, namun faktor kemiringan lahan, jenis tanah dan luas dari Sub-sub
DAS juga dapat mempengaruhi besarnya C dan Q. Demikian halnya dengan Sub-
sub DAS Siring, pada tahun 2006 memiliki Nilai Koefisien Limpasan (70,15%)
lebih besar dibandingkan Sub-sub DAS Lantung (69,47%). Sementara luas lahan
terbuka dan pemukiman masing-masing sebesar 292,42 ha dan 145,61 ha dan
didukung dengan faktor kemiringan lahan yang curam seluas 13,33%.
Tabel 3. Analisis Debit Banjir Rancangan Nakayasu Tahun 2002 dan 2006
Sub DAS Q banjir tahun 2002 (m³/dt) Q banjir tahun 2006 (m³/dt)
Pampang 233,308 236,139
Karang Mumus Hulu 222,086 227,753
Lantung 72,845 72,845
Siring 87,415 88,787
Jayamulya 93,937 94,718
Betapus 100,007 100,919
Muang 93,317 94,102
Karang Mumus Hilir 264,784 274,667
Hasil dari perhitungan terlihat adanya peningkatan debit banjir setiap tahunnya.
Hal ini disebabkan oleh pengaruh perubahan pola penggunaan lahan terhadap
Koefisien Limpasan permukaan yang menjadikan Q maksimum (debit maksimum)
semakin besar. Dari perubahan pola penggunaan lahan dihasilkan prediksi debit
banjir (Q maksimum) dari tahun 2002 sampai 2006 mengalami peningkatan. Bila
suatu DAS mengalami perubahan debit dari tahun ke tahun semakin besar, maka
Puspitahati (2009). Debit Limpasan Air Sungai 87
Gambar 1. Perbandingan Antara Volume Air Dalam Saluran dan Kapasitas Tampungan Sungai
pada Tahun 2007
Saran
Perlu pengaturan dan pengendalian penggunaan lahan di Sub DAS Karang
Mumus untuk mengendalikan perluasan lahan terbuka. Perlu dilakukan normalisasi
90 JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 2 (1), APRIL 2009
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2001. Pedoman Perencanaan Sumberdaya Air Wilayah Sungai. Departemen
Permukiman dan Prasarana Wilayah. Direktorat Jenderal Sumberdaya Air.
Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah dan Air. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Asdak, C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta.
Handayani, W. 2002. Model Karakteristik Hidrologi dan Simulasi Pola Penggunaan Lahan
pada Sub DAS Karang Mumus Samarinda Kalimantan Timur. Tesis Magister Program
Studi Ilmu Kehutanan, Program Pascasarjana Unmul, Samarinda.
Kurniawan. 2003. Perubahan Spasial Debit Limpasan Air Sungai dan Sedimen dari
Bendungan Benanga s/d Jembatan I di Sungai Karang Mumus, Kota Samarinda. Skripsi
Sarjana Fakultas Kehutanan Unmul, Samarinda.
La Sarido. 2007. Studi tentang Debit Banjir, Rancangan dan Kawasan Genangan pada DAS
Sengata di Wilayah Kabupaten Kutai Timur. Tesis Magister Program Studi Ilmu
Kehutanan, Program Pascasarjana Unmul, Samarinda.
Mallisa, R.B. 1999. Studi tentang Kondisi Daur Hidrologi dan Tingkat Bahaya Erosi di
Wilayah Sub DAS Karang Mumus. Skripsi Sarjana Fakultas Kehutanan Unmul,
Samarinda.