Bab I
Bab I
Bab I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Identitas dan jumlah negara-negara yang termasuk dalam masyarakat internasional
selalu tidak tetap. Perjalanan sejarah telah mencatat perubahan tersebut. Negara-negara
lama lenyap atau bergabung dengan negara lain untuk kemudian membentuk sebuah negara
baru, atau terpecah menjadi beberapa negara baru. Bahkan dalam lingkungan negara yang
ada, terjadi revolusi atau berkuasanya pihak militer, dan dari status pemerintah-pemerintah
tersebut persoalan bagi negara-negara lain yang sebelumnya menjadi hubungan-hubungan
pemerintah yang digantikan. Dengan adanya hal tersebut, tentu terdapat payung hukum
sebagai perlindungan hukum bagi negara-negara tersebut. Hukum tersebut seringkali
dikenal dengan Hukum Internasional.
Hukum Internasional merupakan bagian hukum yang mengatur aktifitas entitas
bersekala internasional. Pada awalnya hukum Internasional hanya diartikan sebagai
perilaku dan hubungan antar negara namun dalam perkembangan pola hubungan
internasional yang semakn komplek. Hukum Internasional adalah hukum bangsa-bangsa,
hukum antar bangsa atau hukum antar negara. Hukum bangsa-bangasa dipergunakan untuk
menunjukan pada kebiasaan dan aturan hukum yang berlaku dalam hubungan antar raja
zaman dahulu. Hukum antar bangsa atau negara menunjukan pada kompleks kaidah dan
asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara antar negara
dengan negara, negara dengan subjek hukum lain bukan negara atau subjek hukum satu
sama lain.
Transformasi-transformasi seperti yang telah dijelaskan diatas menimbulkan
persoalan-persoalan bagi masyarakat internasional, salah satu persoalan tersebut adalah
pengakuan (recognize) terhadap negara baru atau pemerinta baru atau hal-hal yang
berkaitan dengan perubahan status lainnya.
Masalah pengakuan lama-kelamaan mau tidak mau harus dihadapi oleh beberapa
Negara terutama apabila hubungan diplomatik dengan Negara-negara atau pemerintah-
pemerintah yang diakui itu dianggap perlu untuk dipertahankan. Oleh karna itu dalam
penulian makalah ini, penulis menulis mengenai Pengakuan dalam Hukum Internasional.
1
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari pengakuan negara?
2. Bagaimana bentuk-bentuk dari pengakuan?
3. Apa pengertian dari pengakuan pemerintah?
4. Bagaimana pengakuan terhadap pemberontak (Belligerency)?
5. Bagaimana penarikan kembali pengakuan?
C. Tujuan
1. Menjelaskan pengertian dari pengakuan negara.
2. Menjelaskan bentuk-bentuk dari pengakuan.
3. Menjelaskan pengertian dari pengakuan pemerintah.
4. Menjelaskan pengakuan terhadap pemberontak (Belligerency).
5. Menjelaskan penarikan kembali pengakuan.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Sejarah terbentuknya negara dimulai dari asal usul dan juga berbagai teori-teori
terbentuknya negara dari berbagai pendapat ahli. Setiap negara mengalami pengalam yang
berbeda dari terjadinya hingga diakui oleh negara lain. Ada beberapa cara untuk
mengetahui asal mula terjadinya suatu negara yang terbagi dalam beberapa pandangan-
pandangan dalam asal mula terjadinya negara seperti secara faktual, secara teoritis, dan
berdasarkan proses pertumbuhan.
1. Asal Mula Terjadinya Negara Secara Faktual/Kenyataan
3
dan belum dikuasai oleh suku atau kelompok tertentu. Contohnya liberia diduduki
oleh budak-budak Negro dan dimerdekakan pada tahun 1947.
Cessie (penyerahan) adalah suatu wilayah diserahkan pada negara lain
berdasarkan atas suatu perjanjian tertentu. Conohnya, Wilayah Sleeswijk diserahkan
oleh Austria pada Prusia (jerman) karena adanya perjanjian atas negara yang kala
dalam perang harus memberikan negara yang dikuasainya pada negara yang menang.
Austria adalah salah satu negara yang kalah dalam Perang Dunia I.
Accesie (penaikan) adalah suatu wilayah akibat penaikan lumpur sungai atau
timbul dari dasar laut (delta). Wilayah yang dihuni oleh sekelompok orang sehingga
terbentuklah sebuah negara. Contohnya pada wilayah negara Mesi yang terbentuk dari
del Sungai Nil.
Fusi (peleburan). Beberapa negara mengadakan peleburan (fusi) dan
membentuk satu negara baru. Contohnya pada bersatunya Jerman Barat dan Jerman
Timur pada tahun 1990
Proklamasi adalah penduduk pribumi daru suatu wilayah yang diduduki oleh
bangsa lain dengan mengadakan suatu perjuangan (perlawanan) sehingga berhasil
dalam merebut wilayahnya kembali dan menyatakan kemerdekaannya. Kemerdekaan
Negara RI pada 17 Agustus 1945 dari penjajahan Jepang dinyatakan dengan
proklamasi.
Innovatioan (pembentukan baru) adalah munculnya suatu negara baru diatas
wilayah suatu negara yang pecah dan lenyap karena atas suatu hal. Contohnya pada
lenyapnya negara Uni Soviet. Di wilayah negara tersebut muncul suatu negara baru
misalnya Chechnya, Uzbekistan, dan Rusia.
Anexatie (pencaplokan/penguasaan) adalah suatu negara dapat berdiri di suatu
wilayah yang dikuasai (dicaplok) oleh bangsa lain tanpa reaksi berarti. Negara Israel
terbentuk dengan mencaplok daerah Palestina, Mesir, Suriah dan Yordania.
2. Asal Mula Terjadinya Negara Secara Teoritis
Secara teoritis adalah cara dalam mengetahui asal mula terjadinya negara
menurut/berdasarkan kajian teoritis yang dikenal dengan teori terbentuknya negara.
Teori-Teori Terbentuknya Negara adalah sebagai berikut.
Teori Ketuhanan, adalah teori yang didasarkan pada kepercayaan dari segala
sesuatu terjadi atas kehendak Tuhan. Negara dengan sendirinya juga terjadi atas
4
kehendak Tuhan. Teori ini mendapat dukungan dari tokoh Kranenburg, Thomas
Auinas, dan Agustinus.
Teori Kekuasaan, adalah teori terbentuk negara yang berdasar dalam dasar
kekuasaan dimana kekuasaan adalah ciptaan orang yag paling kuat dan berkuasa.
Teori mendapat dukungan dari Karl Marx, Leon Duguit, dan Harold J. Laski
Teori Perjanjian Masyarakat (Kontrak Sosial), adalah teori yang didasarkan
karena adanya perjanjian masyarakat. Semua negara mengikat diri dalam suatu
perjanjian bersama untuk mendirikan suatu organisasi yang bisa melindungi dan
menjamin kelangsungan hidup bersama. Teori ini juga didukung oleh Monstequieu,
Thomas Hobbes, John Locke, J.J.Rousseau.
Teori Hukum Alam, adalah teori yang didasarkan pada hukum alam bukan
buatan negara, melainkan kekuasaan alam yang berlaku dalam setiap waktu dan
tempat, serta bersifat universal dan tidak berubah.
3. Asal Mula Terjadinya Negara Berdasarkan Proses Pertumbuhan
5
Kerajaan adalah tahap yang dimulai dari kepala suku yang semula berkuasa di
masyarakat yang dipimpin kemudian mengadakan ekspansi dengan melakukan
penaklukan-penaklukan kepada daerah lain. pada tahap ini muncul kesadaran
hak milik dan hak atas tanah.
C. Negara (State)
Negara / State adalah tahap yang dimulai dari negara yang diperintah oleh raja
yang absolut dengan sistem pemerintahan tersentralisasi. Ciri-ciri tahap ini
adalah seluruh rakyat dipaksa mematuhi kehendak dan perintah raja dan Hanya
ada satu identitas kebangsaan. tahap ini juga disebut dengan tahap nasional
dalam terjadinya sebuah negara. Dalam tahap ini muncul kesadaran akan
perlunya demokrasi dan kedaulatan rakyat
D. Negara Demokrasi
Negara demokrasi adalah tahap dimana timbulnya keinginan rakyat untuk
memegang pemerintahan sendiri. Artinya, kekuasaan / kedaulatan tertinggi
dipegang oleh rakyat. Rakyat yang berhak memilih pemimpinnya yang
dianggap mampu dalam mewujudkan aspirasinya. ciri dari tahap ini
adalah Pemerintahan yang dipimpin oleh seorang pemimpin pilihan rakyat yang
kemudian berkuasa.
2. Secara Sekunder: pendekatan fakta atau kenyataan. Terjaadinya Negara/lahirnya
Negara ada hubungan dengan negara yang telah ada sebelumnya. Terdapat beberapa
macam dari asal mula terjadinya negara sekunder, yaitu sebagai berikut
A. Proklamasi
Terjadi saat penduduk pribumi dari suatu wilayah yang diduduki oleh bangsa
lain mengadakan perlawanan (perjuangan) sehingga dapat merebut kembali
wilayahnya dan menyatakan kemerdekaan. Contohnya Indonesia merdeka dari
Belanda dan Jepang pada tanggal 17 Agustus 1945.
B. Separatis (Pemisahan)
Suatu wilayah negara yang memisahkan diri dari negara yang semula
menguasainya kemudian menyatakan kemerdekaan / memisahkan diri.
Contohnya Belgia memisahkan diri dari Belanda pada tahun 1939 dan
menyatakan kemerdekaan.
C. Anexatie (Penguasaan atau Pencaplokan)
6
Suatu negara berdiri di suatu wilayah yang dikuasai bangsa lain (diwilayah
negara lain) tanpa reaksi / perlawanan yang memadai dari penduduk setempat.
Contohnya negara Israel terbentuk dengan mencaplok daerah palestina, Suriah,
Yordania, dan Mesir. Penaklukan suatu wilayah yang memungkinkan pendirian
suatu negara di wilayah itu setelah 30 tahun tanpa reaksi yang memadai dari
penduduk setempat.
D. Innovation (Pembentukan Baru)
Suatu negara baru muncul di atas suatu negara yang pecah karena suatu hal dan
kemudian lenyap. Contohnya negara Columbia yang pecah dan lenyap
kemudian diwilayah tersebut muncul negara baru, yaitu Venezuela dan
Columbia baru.
E. Acessie (Penarikan)
Bertambahnya tanah dari lumpur yang mengeras di kuala sungai (atau daratan
yang timbul dari dasar laut) dan menjadi wilayah yang dapat dihuni manusia
sehingga suatu ketika telah memenuhi unsur-unsur terbentuknya negara.
Contohnya Mesir yang terbentuk dari delta Sungai Nil.
F. Cessie (penyerahan)
Terjadi saat sebuah wilayah diserahkan kepada negara lain atas suatu perjanjian
tertentu. Contohnya Wilayah Sleeswijk diserahkan oleh Austria kepada Prusia
(Jerman), karena ada perjanjian bahwa negara yang kalah perang harus
memberikan negara yang dikuasainya kepada negara yang menang. Austria
adalah salah satu negara yang kalah dalam Perang Dunia I.
G. Fusi (Peleburan)
Terjadi ketika negara-negara kecil mendiami sebuah wilayah, mengadakan
perjanjian / kesepakatan untuk saling melebur menjadi sebuah negara baru atau
dapat dikatakan suatu penggabungan dua atau lebih Negara menjadi Negara
baru. Contohnya terbentuknya Federasi negar Jerman pada tahun 1871, yaitu
Jerman Barat-Jerman Timur.
H. Occupatie (Pendudukan)
Terjadi ketika suatu wilayah yang tidak bertuan dan belum dikuasai, kemudian
diduduki dan dikuasai oleh suku atau kelom pok tertentu dan didirikan negara
diwilayah itu. Contohnya Liberia adalah daerah kosong yang dijadikan negara
7
oleh para budak Negro yang dimerdekakan oleh Amerika. Liberia
dimerdekakan pada tahun 1847.
I. Pendudukan Atas Wilayah yang belum ada pemerintahan sebelumnya
Pendudukan ini terjadi terhadap wilayah yang ada penduduknya, namun tidak
berpemerintahan. Contohnya Australia merupakan daerah baru yang ditemukan
Inggris meskipun di sana terdapat suku Aborigin. Daerah Australia kemudian
dibuat koloni-koloni di mana penduduknya didatangkan dari daratan Eropa.
Selanjutnya australia dimerdekakan tahun 1901.
3. Secara Teoritis : yaitu dengan menyoal tentang bagaimana asal mula tebentuknya
negara melalui metode filosofis tanpa mencari bukti-bukti sejarah tentang hal tersebut
(karena sulit bahkan tidak mungkin), melainkan dengan dugaan-dugaan berdasarkan
pemikiran logis.
A. Teori Kenyataan
Timbulnya suatu negara merupakan soal kenyataan. Apabila pada suatu ketika
unsur-unsur negara (wilayah, rakyat, pemerintah yang berdaulat) terpenuhi,
maka pada saat itu pula negara itu menjadi suatu kenyataan.
B. Teori Ketuhanan
Sesuai dengan namanya, teori ini dipengaruhi oleh paham keagamaan. Dan
karena itulah, teori Ketuhanan tentang terbentuknya suatu negara didasari
anggapan bahwa negara terbentuk atas dasar keinginan Tuhan. Hal ini
berdasarkan atas asas kepercayaan bahwa segala sesuatu berawal dari Tuhan
dan berjalan sesuai kehendak Nya. Menurut teori ini, Tuhanlah yang
menciptakan negara sehingga negara dianggap penjelmaan kekuasaan Tuhan.
Akibatnya timbullah paham bahwa Raja atau Penguasa adalah pilihan Tuhan
untuk memerintah sehingga Raja memiliki kekuasaan mutlak pada suatu negara
atau kerajaan. Contohnya Inggris Raya pada zaman kerajaan. Penganut teori ini
adalah Agustinus, Yulius Stahi, Haller, Kranenburg dan Thomas Aquinas.
C. Teori Perjanjuan Masyarakat
Teori ini disusun berdasarkan anggapan bahwa sebelum ada negara, manusia
hidup sendiri-sendiri dan berpindah-pindah. Pada waktu itu belum ada
masyarakat dan perarturan yang mengaturnya sehingga kekacauan mudah
terjadi di mana pun dan kapanpun. Tanpa peraturan, kehidupan manusiatidak
berbeda dengaan hidup binataang buas, sebagaimana dilukiskan oleh Thomas
8
Hobbers: Homo homini lupus dan Bellum omnium conra omnes. Teori
perjanjian Masyarakat diungkapkannya dalam buku Leviathan.
D. Teori Kekuasaan
Negara yang pertama adalah hasil dominasi dari komunikasi yang kuat terhadap
kelompok yang lemah, Negara terbentuk dengan penaklukan dan pendudukan.
Dengan penaklukan dan pendudukan dari suatu kelompok etnis yang lebih kuat
terhadap kelompok etnis yang lebih lemah, dimulailah proses pembentukan
Negara. Penganut teori ini adalah H.J. Laski, L. Duguit, Karl Marx,
Oppenheimer dan Kollikles.
E. Teori Hukum Alam
Filsufgaul (2012) menuliskan teori hukum alam yakni negara terjadi karena
kehendak alam yang merupakan lembaga alamiah yang dibutuhkan manusia
untuk menyelenggarakan kepentingan umum. Penganut teori ini adalah Plato,
Aristoteles, Agustinus, dan Thomas Aquino.
Adapun teori lain mengenai pengakuan yaitu:
A. Teori Konstitutif
Menurut pendukung teori konstitutif berpandangan bahwa suatu negara
dianggap lahir sebagai negara baru jika telah diakui oleh negara lain, artinya
sebuah negara belum dianggap ada sebagai Negara baru sebelum adanya
pengakuan dari Negara lain. Dengan demikian pengakuan semacam itu
memiliki kekuatan konstitutif.1
B. Teori Deklaratif
Pengakuan tidak menciptakan suatu Negara karena lahirnya suatu Negara
semata-mata merupakan suatu fakta murni dan dalam hal ini pengakuan hanya
penerimaan fakta tersebut. Mereka menegaskan bahwa suatu Negara begitu
lahir langsung menjadi anggota masyarakat internasional dan pengakuan hanya
merupakan pengukuhan dari kelahiran tersebut, jadi pengakuan tidak
menciptakan suatu Negara. Pengakuan bukan merupakan syarat bagi kelahiran
suatu Negara.
1
Malcom N. Shawn., International Law, 2nd.ed., Grotius Publication Limited, Cambridge 1986, hal 208.
9
B. Pengakuan Negara
Pengakuan lebih merupakan manifestasi kepentingan politik daripada kepentingan
hukum. Pengakuan internasional kepada suatu Negara, pemerintah atau belligeren
cenderung menonjolkan aspek kepentingan. Ada atau tidaknya suatu kepentingan politik
akan berpengaruh terhadap diberikannya atau tidak suatu pengakuan.
Sebagaimana dikatakan oleh pakar Hukum Internasional Amerika Serikat,
MOORE, maka pengakuan berguna untuk menjamin bahwa suatu Negara baru dapat
menduduki tempatnya yang wajar sebagai suatu organisme politik yang merdeka dan
berdaulat ditengah keluarga bangsa-bangsa sehingga ia dapat mengadakan berbagai
hubungan dengan negara-negara lain secara aman dan sempurna, tanpa khawatir
kedudukanya sebagai kesatuan politik itu akan diganggu oleh negara-negara yang telah
ada.2
Sementara itu pengakuan ialah perbuatan politik dimana suatu Negara menunjukan
kesediaannya untuk mengakui suatu situasi fakta dan menerima akibat hukum dari
pengakuan tersebut.3
Menurut Konvensi Montevideo 1933 secara politis, Negara menjadi subjek hukum
internasional apabila telah memenuhi syarat-syarat: penduduk yang tetap; wilayah yang
pasti; pemerintahan yang berdaulat dan kemampuan melakukan hubungan internasional
dengan Negara-negara lain.
Penggabungan, pemisahan dan penggantian pemerintahan baru, berarti terjadi
perubahan bentuk Negara atau bentuk pemerintahan. Persoalan yang dihadapi oleh suatu
Negara atau pemerintahan baru dari sudut pandang hukum internasional adalah berkaitan
dengan masalah “pengakuan” (recognition).
Persoalan yang timbul adalah apakah suatu pemerintahan atau Negara baru
memerlukan adanya suatu pengakuan internasional, sehingga dari sudut hukum
internasional dapat dianggap mampu melakukan hubungan internasional dengan negara-
negara lain.
Pengakuan apabila sudah menjadi ius cogen, maka secara hukum, pengakuan
mutlak diberikan karena wajib bagi setiap pergantian, perubahan dan penggabungan
Negara atau pemerintahan baru. Dengan kata lain, setiap pemerintahan atau Negara baru
2
Setyo Widagdo, Masalah-Masalah Hukum Internasional Publik, Bayu Media Publishing, Malang 2008, hal.220
3
Boer Mauna, Hukum Internasional, Pengertian Peranan dan Fungsi dalam Era Dinamika Global, Alumni,
Bandung 2000, hal 60.
10
akan menjadi subjek hukum internasional akan syah apabila sudah mendapat pengakuan
atau diakui oleh masyarakat internasional.
Pengakuan dalam Hukum Internasional merupakan salah satu syarat bagi suatu
negara untuk melakukan hubungan dengan negara lain, selain adanya empat syarat lain:
a. Rakyat
b. Wilayah
c. Kedaulatan
d. Pemerintahan
C. Bentuk-bentuk Pengakuan
1. Pengakuan berdasarkan jenisnya:4
a. Pengakuan de facto yaitu suatu pengakuan yang diberikan kepada pihak yang
diakui, hanya berdasarkan pada fakta atau kenyataan bahwa pihak yang diakui
itu telah ada (syarat adanya negara telah ada). Pengakuan de facto ini biasanya
bersifat sementara saja, sambal mengamati apakah pihak yang diakui tersebut
akan bertambah efektif eksistensinya ataukan sebaliknya. pengakuan yang
diberikan oleh suatu negar akepada negara lain karena menurut pendapat
negara yang mengakui, negara yang diakui untuk sementara waktu dan atas
dasar fakta sudah memenuhi syarat sebagai negara.
b. Pengakuan de jure yaitu pengakuan secara formal yang diberikan kepada pihak
yang diakui karena pihak yang diakui secara de facto tersebut semakin efektif
eksistensinya. adalah pengakuan yang diberikan oleh pemerintah suatu negara
kepada negara lain karena menurut negara yang mengakui, negara yang diakui
secara formal telah memenuhi syarat dalam hukum internasional untuk ikut
serta dalam komunitas internasional. Pengakuan de jure biasanya diawali
dengan pengakuan de facto dan sekali diberikan tidak dapat ditarik kembali.
Dengan kata lain, pengakuan secara de jure akan diberikan apabila pihak yang
akan diakui memnuhi kualifikasi sebagai berikut:
1) Telah mempunyai secara efektif baik secara formal maupun substansial
wilayah dan rakyat yang berada dalam kekuasaannya.
4
J.G Starke, Pengantar Hukum Internasional I, (Jakarta: Sinar Grafika, 1998), hal. 186-188
11
2) Rakyatnya telah memberikan dukungan sepenuhnya. Pandangan yang
lebih riil menyatakan bahwa pengakuan tidak boleh disertai dengan
persyaratan.
c. Pengakuan Kuasi, adalah pengakuan suatu negara terhadap negara lain yang
terwujud di dalam praktik hubungan, namun di dalam pernyataan mengingkari
akan adanya pengakuan. Misal : Sampai tahun 1979 AS belum menggakui
rejim Beijing karena sengketa dengan Formusa, tetapi diantaranya telah
terjalin hubungan diplomatik. Pengakuan bersyarat.
d. Pengakuan Prematur, Pengakuan secara prematur ini merupakan ilustrasi bahwa
pengakuan yang dilakukan oleh suatu negara terhadap negara atau
pemerintahan yang baru lebih banyak bersifat politik dan diluar ketentuan
hukum internasional.
2. Pengakuan berdasarkan cara penyampainnya:5
a. Pengakuan Kolektif
Pengakuan kolektif terhadap suatu negara terdiri dari dua bentuk.
Pertama, dalam bentuk deklarasi bersama oleh sekelompok negara. Kedua,
pengakuan yang diberikan melalui penerimaan suatu negara baru menjadi
pihak/peserta ke dalam suatu perjanjian multilateral. Pengakuan kolektif ini
berhubungan dengan organisasi internasional, suatu negara masuk kedalam suatu
organisasi internasional bukan mendapat pengakuan dari organisasi itu melainkan
para anggota (negara) yang ada dalam organisasi tersebut. Karena masuknya
suatu negara dalam organisasi internasional kerap kali menimbulkan masalah
yang cukup penting bagi negara yang bersangkutan. Dan pengakuan ini cukup
berpengaruh terhadap hubungan antara negara baru dengan negara-negara
anggota organisasi internasional tersebut.
b. Pengakuan Terpisah
Pengakuan terpisah dapat diberikan kepada suatu negara baru. Pengakuan
terpisah digunakan apabila pengakuan itu diberikan kepada suatu negara baru,
namun tidak kepada pemerintahnya ataupun sebaliknya.
c. Pengakuan Mutlak
5
J.G Starke, Pengantar Hukum Internasional I..., hal. 180-184
12
Dalam hal ini suatu pengakuan telah diberikan kepada negara baru dan
tidak dapat ditarik kembali (absolute and irrevocable). Dalam prakteknya
penarikan suatu pengakuan jarang ditemui, namun kemungkinan terjadinya
penarikan suatu pengakuan bisa terjadi.penarikan pengakuan terjadi dapat
dilakukan suatu negara terhadap negara apabila kriteria-kriteria negara dalam
hukum internasional tidak dapat dipenuhi.
d. Pengakuan Bersyarat
Pengakuan bersyarat yaitu suatu pengakuan yang diberikan kepada suatu
negara baru yang disertai dengan syarat-syarat tertentu untuk dilaksanakan oleh
negara tersebut sebagai imbangan pengakuan. Menurut Hall (dalam Huala Adolf)
terdapat dua macam pengakuan bersyarat yaitu pertama, pengakuan dengan
syarat-syarat yang harus dipenuhi sebelum pengakuan diberikan. Kedua,
pengakuan dengan syarat-syarat yang harus dilaksanakan sesudah pengakuan
diberikan.
3. Pengakuan menurut objeknya
a. Pengakuan Negara, adalah pernyataan dari suatu negara yang mengakui negara
lain sebagai subjek hukum internasional, dengan segala hak dan kewajiban
yang ditentukan dalam hukum internasional.
Kriteria pengakuan negara :
1. Keyakinan adanya stabilitas di negara baru tersebut
2. Dukungan umum dari penduduk
3. Kesanggupan dan kemauan untuk melaksanakan kewajiban internasional.
b. Pengakuan Pemerintah, adalah pernyataan dari suatu negara yang mengakui
bahwa negara tersebut telah siap dan bersedia berhubungan dengan pemerintah
yang baru diakui sebagai organ yang bertindak untuk dan atas nama negaranya.
Dasar pengakuan pemerintah:
1) Tes Objektif,
a. Secara de facto telah menguasai mekanisme administratif negara
b. Tidak ada lagi perlawanan terhadap kekuasaan pemerintah yang baru
c. Memperoleh dukungan secara substansial pendapat umum di negara
yang mengakui
d. Tidak ada penolakan politik di negara yang memberi pengakuan untuk
memberikan pengakuannya.
13
2) Tes Subjektif, apabila telah mampu dan mau melaksanakan kewajiban
internasional yang ada dan bertingkah laku sesuai dengan prinsip
hukum internasional. Pengakuan Pemerintah Di Pengasingan, adalah
pengakuan yang diberikan oleh suatu negara kepada negara yang
berada di pengasingan yaitu negara yang tidak lagi melakukan
penguasaan efektif atas negaranya sendiri. Pemberian pengakuan atas
dasar pembenaran hukum dan pembenaran politik. Negara yang
mengakui berharap dapat menunjukkan bahwa penguasa yang
menduduki daerah pengasingan adalah tidak sah dan tidak berdasar
legitimasi de yure.
4. Pengakuan menurut cara pemberiannya:6
a. Pengakuan Tegas, adalah pengakuan yang diberikan oleh suatu negara kepada
negara lain yang diberikan dengan pernyataan resmi, misal : dengan nota
diplomatik, pesan pribadi kepala negara, deklarasi parlemen dan perjanjian
internasional.
b. Pengakuan diam-diam, adalah pengakuan yang diberikan dengan penarikan
kesimpulan dari hubungan tertentu antara negara yang mengakui dengan
negara yang diakui.
D. Pengakuan Pemerintah
Pengakuan pemerintah ialah suatu pernyataan dari suatu negara, bahwa negara
tersebut telah siap dan bersedia mengadakan hubungan dengan pemerintahan yang baru
diakui sebagai organ yang bertindak untuk dan atas nama negaranya. Pengakuan
pemerintah ini penting, karena suatu negara tidak mungkin mengadakan hubungan resmi
dengan negara lain yang tidak mengakui pemerintahannya. Akan tetapi secara logika
pengakuan terhadap suatu negara juga berarti pengakuan terhadap pemerintah negaranya.
Akan tetapi berbagai peristiwa dapat terjadi dengan pemerintah didalam negara jika
negara itu suatu kerajaan, maka Raja yang memerintah suatu waktu meninggal dunia dan
diganti oleh putra mahkota. Dalam hal negara itu republik, maka presidennya dapat diganti
karena meninggal dunia dalam jabatan atau karena habis masa jabatannya. Demikian pula
6
T. May Rudy, Hukum Internasional I, (Bandung: Refika Aditama, 2001), hal 69-70
14
dengan negara yang menganut asas demokrasi parlementer dengan pemerintah yang
dikepalai oleh seorang Perdana Menteri, pemerintah itu dari waktu ke waktu dapat berganti.
Oppenheim-Lauterpachberpendapat, bahwa dalam hal pergantian kepala negara
dari sebuah negara, apakah ia seorang Raja atau Presiden, maka biasanya negara-negara
diberitahu tentang penggantian itu dan umumnya negara lain mengakui Kepala Negara baru
itu melalui suatu tindakan resmi, misalnya berupa ucapan selamat pemberitahuan dan
pengakuan itu sebuah arti hukum, sebab dengan pemberian itu sebuah negara
mengumumkan, bahwa individu yang bersangkutan adalah organ-organnya yang tertinggi
dan berdasarkan hukum nasionalnya mempunyai kekuasaan untuk mewakili negaranya
dengan keseluruhan, hubungan internasionalnya dan sebagai imbangannya dengan adanya
pengakuan dari negara-negara lain yang menyatakan bahwa mereka bersedia berunding
dengan individu itu sebagai organ tertinggi dari negaranya.
Dalam praktek, kalau Kepala Negara Baru mendapat kedudukannya dengan cara
normal dan konstitusional, maka pengakuan itu diberikan sebagai suatu hal yang lumrah.
Penggantian Kepala Negara sebenarnya adalah urusan intern dari negara yang
bersangkutan. Pemberitahuan kepada negara-negara lain boleh dianggap suatu formalitas
belaka, suatu “Courtesy” dalam kehidupan internasional dan pengakuan seperti itu bukan
pengakuan dalam arti hukum. Jika dalam suatu negara berlaku sistem demokrasi parle-
menter dimana kepala pemerintah adalah seorang Perdana Menteri, apabila pergantian
pemerintah terjadi secara konstitusional, maka praktek menunjukkan bahwa tidak timbul
pengakuan Perdana Menteri baru oleh negara-negara lainnya. Sebagai contoh konkrit
misalnya, pemerintah buruh yang berkuasa di Inggris dikalahkan dalam pemilihan umum
oleh partai konservatif dan terbentuklah pemerintah baru dibawah seorang Perdana Menteri
Konservatif, maka pemerintah yang baru ini sama sekali tidak memerlukan pengakuan dari
manapun juga.
16
Mengenai butir (b) harus ada syarat-syarat. Pertama, permusuhan tersebut harus
memiliki karakter umum, untuk membedakannya dari permusuhan yang sifatnya semata-
mata lokal. Yang kedua, pihak pemberontak harus melaksanakan kontrol terhadap wilayah
yang cukup besar untuk dapat mendukung pembenaran kesimpulan bahwa mereka
merupakan suatu kekuatan yang serius. Yang ketiga, kedua belah pihak harus bertindak
sesuai dengan aturan hukum perang, dan pihak pemberontak khususnya harus memiliki
angkatan bersenjata yang terorganisi di bawah suatu komando yang baik. Apabila syarat
tersebut terpenuhi, keadaan-keadaan dapat menghalangi pengakuan keadaan berperang,
seperti pada saat berlangsungnya Perang Saudara Spanyol tahun 1936-1938 ketika itu
kebijaksanaan “Non Intervensi” dianut negara-negara tersebut menghentikan pemberian
hak-hak pihak sedang perang. Dengan perkataan lain, tampak bahwa pengakuan keadaan
berperang tersebut adalah fakultatif dan bukan merupakan kewajiban. Pengakuan keadaan
berperang sangat berbeda dari pengakuan pemerintah induk atau pemerintah pemberontak
sebagai pemerintah yang sah. Seperti dikatakan oleh Menteri Luar Negeri Inggris, pada
tahun 1973.7
Pengakuan belligerency berarti:
1. Memberikan kepada pihak yang memberontak hak-hak dan kewajiban suatu negara
merdeka selama berlangsungnya peperangan.
2. Di lain pihak, pemerintah yang memberontak tersebut tidak dapat merundingkan
perjanjian-perjanjian internasional, tidak dapat menerima dan mengirim wakil-
wakil diplomatik dan hubungannya dengan negara-negara lain hanya bersifat
informal. Pemerinta tersebut tidak dapat menuntut hak-hak dan kekebalan-
kekebalan di bidang internasional. la merupakan subyek hukum internasional
dalam bentuk terbatas, tidak penuh dan bersifat sementara.
3. Sebagai akibat pengakuan belligerency oleh Negara-negara ke-3, negara induk
dibebaskan tanggungjawab terhadap negara-negara ke-3 tersebut sehubungan
dengan perbuatan-perbuatan kelompok yang memberontak.
4. Bila negara induk memberikan pula pengakuan belligerency kepada pihak yang
memberontak, ini berarti kedua pihak harus melakukan perang sesuai denagn
hukum perang. Dalam hal ini, pihak ke-3 tidak boleh ragu-ragu lagi untuk
memberikanb, pengakuan yang sama.
7
J.G Starke, Pengantar Hukum Internasional I..., hal. 197-199
17
5. Pengakuan belligerency ini bersifat terbatas dan sementara serta hanya selama
berlangsungnya perang tanpa memperhalikan apakah kelompok yang
memberontak itu akan menang atau kalah dalam peperangan.
6. Dengan pengakuan belligerency ini, Negara-negara, ke-3 akan mempunyai hak-
hak dan kewajiban-kewajiban sebagai Negara netral dan
pengakuan belligerency ini terutama diberikan karena alasan humaniter.
18
d. Harta kekayaaan yang menjadi hak suatu negara yang pemerintahannya tidak
diakui sesungguhnya dapat dimiliki oleh wakil-wakil dari rezim yang telah
digulingkan.
Dengan adanya pengakuan mengubah kelemahan-kelemahan ini menjadi
negara atau pemerintah yang berdaulat yang berstatus penuh. Dengan demikian untuk
negara yang diakui akan mendapatkan:
1. Memperoleh hak untuk mengajukan perkara di muka pengadilan-pengadilan negara
yang mengakuinya.
2. Dapat memperoleh pengukuhan atas tindakan-tindakan legislatif dan
eksekutif baik di masa lalu maupun di masa mendatang oleh pengadilan-
pengadilan negara yang mengakuinya.
3. Dapat menuntut imunitas dari pengadilan berkenaan dengan harta kekayaan dan
perwakilan-perwakilan diplomatiknya.
4. Berhak untuk meminta dan menerima hak milik atau untuk menjual harta kekayaan
yang berada didalam yuridiksi suatu negara yang mengakuinya yang sebelumnya
menjadi milik dari pemerintah terdahulu.
Menurut hukum internasional, status negara atau pemerintah yang diakui secara
de jure membawa serta hak-hak istimewa penuh keanggotaan dalam massyarakat
internsional. Dengan demikian negara tersebut memperoleh kapasitas untuk menjalin
hubungan-hubungan diplomatik dengan negara-negara lain dan untuk membentuk
traktat-traktat dengan negara negara tersebut. Juga negara-negara tersebut tunduk pada
berbagai kewajiban menurut hukum internsional dalam hubungannya dengan negara
atau pemerintah yang baru diakui, yang pada gilirannya menimbulkan kewajiban-
kewajiban yang sama secara timbal-balik. Oleh karna itu, maka sejak pengakuan
tersebut, kedua belah pihak memikul beban hak dan kewajiban hukum internasional.8
8
J.G Starke, Pengantar Hukum Internasional I..., hal. 195-196
19
internasional (international legal personality). Sehingga, apabila pengakuan itu
diberikan maka pengakuan itu akan berlaku untuk selamanya dalam pengertian selama
pihak yang diakui itu tidak kehilangan kualifikasinya sebagai pribadi hukum menurut
hukum internasional (Catatan: masalah pengakuan ini akan disinggung lebih jauh dalam
pembahasan mengenai suksesi negara). Namun, dalam diskursus akademik, satu
pertanyaan penting kerapkali muncul yaitu apakah suatu pengakuan yang diberikan
oleh suatu negara dapat ditarik kembali? Pertanyaan ini berkait dengan persoalan
diperbolehkan atau tidaknya memberikan persyaratan terhadap pengakuan. Terhadap
persoalan di atas, ada perbedaan pendapat di kalangan sarjana yang dapat digolongkan
ke dalam dua golongan:
1) Golongan pertama adalah mereka yang berpendapat bahwa pengakuan dapat ditarik
kembali jika pengakuan itu diberikan dengan syarat-syarat tertentu dan ternyata
pihak yang diakui kemudian terbukti tidak memenuhi persyaratan itu;
2) Golongan kedua adalah mereka yang berpendapat bahwa, sekalipun pengakuan
diberikan dengan disertai syarat, tidak dapat ditarik kembali, sebab tidak
dipenuhinya syarat itu tidak menghilang eksistensi pihak yang telah diakui tersebut.
Sesungguhnya ada pula pandangan yang menyatakan bahwa pengakuan itu tidak
boleh disertai dengan persyaratan. Misalnya, persyaratan itu diberikan demi
kepentingan pihak yang mengakui. Contohnya, suatu negara akan memberikan
pengakuan kepada negara lain jikan negara yang disebut belakangan ini bersedia
menyediakan salah satu wilayahnya sebagai pangkalan militer pihak yang hendak
memberikan pengakuan. Persyaratan semacam itu tidak dibenarkan karena dianggap
sebagai pemaksaan kehendak secara sepihak. Hal demikian dipandang tidak layak
karena pengakuan yang pada hakikatnya merupakan pernyataan sikap yang bersifat
sepihak disertai dengan persyaratan yang membebani pihak yang hendak diberi
pengakuan. Pertimbangan lain yang tidak membenarkan pemberian persyaratan
dalam memberikan pengakuan (yang berarti tidak membenarkan pula adanya
penarikan kembali pengakuan) adalah bahwa memberi pengakuan itu bukanlah
kewajiban yang ditentukan oleh hukum internasional. Artinya, bersedia atau tidak
bersedianya suatu negara memberikan pengakuan terhadap suatu peristiwa atau fakta
baru tertentu sepenuhnya berada di tangan negara itu sendiri. Dengan kata lain,
apakah suatu negara akan memberikan pengakuannya atau tidak, hal itu sepenuhnya
merupakan pertimbangan subjektif negara yang bersangkutan.
20
Persoalan lain yang timbul adalah bahwa dikarenakan tidak adanya ukuran
obejktif untuk pemberian pengakuan itu maka secara akademik menjadi pertanyaan
apakah pengakuan itu merupakan bagian dari atau bidang kajian hukum internasional
ataukah bidang kajian dari politik internasional. Secara keilmuan, pertanyaan ini sulit
dijawab karena praktiknya pengakuan itu lebih sering diberikan berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan subjektif yang bersifat politis daripada hukum. Oleh sebab
itulah, banyak pihak yang memandang pengakuan itu sebagai bagian dari politik
internasional, bukan hukum internasional. Namun, dikarenakan pengakuan itu
membawa implikasi terhadap masalah-masalah hukum internasional, hukum nasional,
bahkan juga putusan-putusan badan peradilan internasional maupun nasional, bagian
terbesar ahli hukum internasional menjadikan pengakuan sebagai bagian dari
pembahasan hukum internasional, khususnya dalam kaitanya dengan substansi
pembahasan tentang negara sebagai subjek hukum internasional.9
9
J.G Starke, Pengantar Hukum Internasional I..., hal. 185-186
21
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan tersebut, terdapat beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Asal muasal terbentuknya suatu negara dapat dibedaakan dalam 3 proses yaitu
secara primer, secara sekunder dan secara teoritis.
2. Pengakuan lebih merupakan manifestasi kepentingan politik daripada
kepentingan hukum. Pengakuan internasional kepada suatu Negara, pemerintah
atau belligeren cenderung menonjolkan aspek kepentingan.
3. Pengakuan terbagi menjadi beberapa jenis yaitu de jure dan de facto. Pengakuan
menurut cara penyampaiannya dibagi menjadi tiga yitu kolektif, terpisah,
mutlak, dan bersyarat. Pengakuan berdasarkan objeknya yaitu negara dan
pemerintah. Pengakuan berdasarkan cara pemberiannya tegas dan diam-diam.
4. Pengakuan pemerintah ialah suatu pernyataan dari suatu negara, bahwa negara
tersebut telah siap dan bersedia mengadakan hubungan dengan pemerintahan
yang baru diakui sebagai organ yang bertindak untuk dan atas nama negaranya.
Pengakuan pemerintah ini penting, karena suatu negara tidak mungkin
mengadakan hubungan resmi dengan negara lain yang tidak mengakui
pemerintahannya. Akan tetapi secara logika pengakuan terhadap suatu negara
juga berarti pengakuan terhadap pemerintah negaranya.
5. Negara-negara dapat mengambil keputusan untuk mengakui secara de facto
pihak pemberontak, terbatas pada wilayah tertentu di mana mereka
menguasainya secara efektif.
6. Pengakuan menimbulkan akibat-akibat atau konsekuensi hukum yang
menyangkut hak-hak, kekuasaan-kekuasaan dan privilege-privilege dari negara
atau pemerintah yang diakui baik menurut hukum internasioanl maupun
menurut hukum nasional negara yang membeikan pengakuan. Juga apabila
masalah pengakuan timbul karena pengujian, meskipun sifatnya insidental, oleh
pengadilan-pengadilan nasional, maka persoalan-persoalan pembuktian,
penafsiran hukum dan prosedur perlu diperhatikan.
7. Penarikan Kembali Pengakuan Secara umum dikatakan bahwa pengakuan
diberikan harus dengan kepastian. Artinya, pihak yang memberi pengakuan
22
terlebih dahulu harus yakin bahwa pihak yang akan diberi pengakuan itu telah
benar-benar memenuhi kualifikasi sebagai pribadi internasional atau memiliki
kepribadian hukum internasional (international legal personality).
23
DAFTAR PUSTAKA
Mauna, Boer. 2000. Hukum Internasional, Pengertian Peranan dan Fungsi dalam Era
Dinamika Global, (Bandung: Alumni).
Rudy, T. May. 2001. Hukum Internasional I, (Bandung: Refika Aditama).
Shawn., Malcom N. 1986.International Law, 2nd.ed., (Cambridge: Grotius Publication
Limited)
Starke, J.G. 1998. Pengantar Hukum Internasional I, (Jakarta: Sinar Grafika).
Widagdo, Setyo. 2008. Masalah-Masalah Hukum Internasional Publik, (Malang: Bayu
Media Publishing)
24