Faktor Risiko Kejadian Retensio Plasenta Pada Ibu Bersalin Di Rsud Dr. H. Bob Bazar, SKM Kalianda
Faktor Risiko Kejadian Retensio Plasenta Pada Ibu Bersalin Di Rsud Dr. H. Bob Bazar, SKM Kalianda
Faktor Risiko Kejadian Retensio Plasenta Pada Ibu Bersalin Di Rsud Dr. H. Bob Bazar, SKM Kalianda
Riyanto
Abstract
Causes of postpartum hemorrhage include retained placenta. A trend increase in the incidence of
retained placenta in the last 3 years at Hospital Dr. Bob H. Bazar, SKM., Kalianda, in 2011 there
were 42 (15.9%) cases of retained placenta from 264 deliveries, in 2012 increased to 52 (19.3%) of
269 cases of confinement and in 2013 to 66 (21.3%) cases of 310 deliveries. This study aimed to
relationship factors as age, parity and anemia the withprevalence of retained placenta at birth
mothers the Regional Public Hospital Dr. Bob H. Bazar, SKM Kalianda. This study used cross
sectional design with a sample amounted to 176 maternal. The collection of data is sourced from
the register document delivery. Analysis of data using univariate and bivariate analysis with chi-
square test. The results were obtained retained placenta incidence of retained placenta amounted to
19.3%. Factors significantly associated between the incidence of retained placenta at birth mothers
were age (p = 0.040; POR = 2.414 95% CI: 1.110 to 5.250) and anemia (p = 0.027; POR = 2.506,
95% CI: 1.170 to 5.366), whereas factor parity there is no statistically significant correlation with
the incidence of retained placenta at birth mothers (p = 0.060), but the value of POR = 3.023 (95%
CI: 1.187 to 8.023). Conclusion the study shows the factors that increase the incidence of retained
placenta is the age of the mother and anemia.
Keywords:Retained placenta, maternal age, anemia
Abstrak
Penyebab perdarahan postpartum diantaranya retensio plasenta.Terjadi tren peningkatan kejadian
retensio plasenta dalam 3 tahun terakhir di RSUD Dr. H. Bob Bazar, SKM., Kalianda, tahun 2011
tercatat sebanyak 42 (15,9%) kasus retensio plasenta dari 264 persalinan, pada tahun 2012
meningkat menjadi 52 (19,3%) kasus dari 269 persalinan dan tahun 2013 menjadi 66 (21,3%)
kasus dari 310 persalinan.Tujuan penelitian mengetahui hubungan factor usia, paritas dan anemia
dengan kejadian retensio plasenta pada ibu bersalin di RSUD Dr. H. Bob Bazar, SKM Kalianda.
Penelitian ini menggunakan rancangan cross sectional dengan sampel berjumlah 176 ibu bersalin.
Pengumpulan data bersumber dari dokumen register persalinan. Analisis data menggunakan
analisis univariat dan bivariat dengan uji chi-square. Hasil penelitian diperoleh kejadian retensio
plasenta berjumlah 19,3%. Faktor yang berhubungan bermakna antara kejadian retensio plasenta
pada ibu bersalin adalah usia (p = 0,040; POR = 2,414 95% CI: 1,110-5,250) dan anemia (p =
0,027; POR = 2,506, 95% CI: 1,170-5,366), sedangkan factor paritas tidak terdapat hubungan secara
statistic dengan kejadian retensio plasenta pada ibu bersalin (p = 0,060), namun nilai POR
= 3,023 (95% CI: 1,187-8,023). Kesimpulan penelitian menunjukkan faktor yang meningkatkan
kejadian retensio plasenta adalah usia ibu dan anemia.
Kata kunci: Retensio plasenta, usia ibu, anemia
kelahiran hidup pada tahun 2015. Penyebab (OR 7.10; 95% CI 1,5-32,40, p=0,012). Hasil
kematian ibu di Indonesia masih didominasi penelitian Notikaratu, dkk (2010)11 di RSUD
oleh perdarahan (32%) dan hipertensi dalam Raden Mattaher Jambi menunjukkan bahwa
kehamilan (25%), diikuti oleh infeksi (5%), faktor ibu bersalin dengan paritas multipara
partus lama (5%), dan abortus (1%).Selain mempunyai risiko 11 kali mengalami kejadian
penyebab obstetrik, kematian ibu juga retensio plasenta (p=0,00, OR=11,000; 95%
disebabkan oleh penyebab lain-lain (non CI= 3,865-31,310). Penelitian terdahulu yang
obstetrik) sebesar 32% (Kemenkes RI, 2013)2. telah dilakukan oleh Hastuti (2013)12 di RSUD
Penyebab perdarahan postpartum Jendral Ahmad Yani Kota Metro memperoleh
diantaranya retensio plasenta.Retensio plasenta hasil terdapat hubungan faktor anemia pada ibu
adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta bersalin beresiko 5 kali mengalami kejadian
hingga atau melebihi waktu 30 menit setelah retensio plasenta (p= 0,035; OR= 5,278; 95%
bayi lahir (Saifuddin, 2009)3. Menurut WHO, CI= 1,175-23,705).
kematian maternal berjumlah 25% disebabkan Penelitian bertujuan untuk menganalisis
oleh perdarahan pascapersalinan dan 16-17% beberapa faktor yang berhubungan dengan
disebabkan oleh retensio plasenta (Harmia, risiko terjadinya retensio plasenta di RSUD Dr.
2010)4. Data WHO 2008 juga menjelaskandua H. Bob Bazar, SKM Kalianda Tahun 2013.
pertiga kematian ibu akibat perdarahan tersebut
adalah dari jenis retensio plasenta, dilaporkan Metode
bahwa 15-20% kematian ibu karena retensio
Penelitian ini menggunakan rancangan
plasenta. Menurut laporan-laporan baik di
cross sectional digunakan untuk mengetahui
negara maju maupun di negara berkembang
antara 5% sampai 15%.Dari angka tersebut di beberapa faktor yang kemungkinan menjadi
peroleh gambaran retensio plasenta menduduki risiko terjadinya retensio plasenta. Penelitian
peringkat ketiga (16-17%) setelah urutan dilakukan di RSUD Dr. H. Bob Bazar, SKM
pertama atonia uteri (50-60%) dan yang kedua Kalianda Tahun 2013.
Populasi penelian adalah semua ibu
sisa plasenta 23-24% (Nugroho, 2012)5.
bersalin yang rawat inap di ruang bersalin di
Hasil studi pendahuluan diperoleh tempat penelitia. Jumlah sampel penelitian
angka kematian ibu di RSUD dr. H Bob Bazar dihitung menggunakan uji beda dua proporsi
SKM Kalianda pada tahun 2012 65/100.000 dengan penelitian sebelumnya diperoleh
KH dan 30,42% disebabkan oleh P1=0,911, P2=0,917 (Notikaratu dkk., 2013)11,
perdarahan.Sedangkan, kasus retensio plasenta
terjadi tren peningkatan dalam tiga tahun derajat kemaknaan (α) = 95% (1,96) dan tingkat
terakhir. Tahun 2011 tercatat sebanyak 42 kekuatan uji 90% (1,28), sehingga penelitian
(15,9%) kasus retensio plasenta dari 264 ini dengan jumlah sampel minimal 176 ibu
persalinan, pada tahun 2012 meningkat menjadi bersalin. Variabel yang dianalisis meliputi: usia
52 (19,3%) kasus dari 269 persalinan dan tahun ibu, paritas dan anemia sebagai variabel
2013 menjadi 66 (21,3%) kasus dari 310 independen, sedangkan variabel dependen
persalinan (Register Persalinan RSUD Dr. H. penelitian adalah kejadian retensio plasenta.
Bob Bazar, SKM., Kalianda, 2011-2013)6. Pengumpulan data bersumber dari dokumen
Jumlah kasus tersebut lebih besar dibandingkan register persalinan tahun 2013 mengggunakan
dengan di RSUD Jendral Ahmad Yani Kota kuesioner dalam berupa check list. Analisis data
Metro, pada tahun 2012 sebanyak 102 kasus menggunakan analisis univariat dan bivariat
(9,62%) dari 1060 persalinan dan tahun 2013 dengan uji chi-square untuk menganalisis
terdapat 48 kasus (4,9%) dari 972 persalinan beberapa faktor risiko yang berhubungan
(Medical Record RSUD Jendral Ahmad Yani dengan retensio plasenta.
Kota Metro, 2012-2013)7.
Retensio plasenta disebabkan oleh Hasil
multifaktor, yaitu faktor maternal, faktor uterus Gambaran Variabel Penelitian
(Oxorn, 2010)8 dan faktor fungsional Gambaran responden menurut variabel
(Winkjosastro, 2007)9. Faktor maternal terdiri yang diteliti dapat dilihatpada tabel 1. Hasil
atas usia, paritas dan anemia. Berdasarkan hasil analisis univariat tersebut menunjukkan dari
penelitian sebelumnya oleh Owolabi, dkk. 176 ibu bersalin yang mengalami kejadian
(2008)10 di Barat Daya Nigeria bahwa factor retensio plasenta berjumlah 19,3% dengan usia
usia ibu > 35 tahun meningkatkan risiko 7 kali berisiko tinggi 28,4%, paritas tinggi 17,0% dan
untuk mengalami kejadian retensio plasenta anemia 35,2%.
Tabel 1
Distribusi Responden Menurut Variabel Penelitian
Variabel Kategori n=176 Presentase
Retensio plasenta Ya 34 19,3%
Tidak 142 80,7%
Usia ibu Berisiko tinggi (< 20 / > 35 tahun) 50 28,4%
Berisiko rendah (20 - 35 tahun) 126 71,6%
Paritas Paritas Tinggi 30 17,0%
Paritas Rendah 146 83,0%
Anemia Ya 62 35,2%
Tidak 114 64,8%
Tabel 2
Distribusi Hubungan Variabel Independen dengan Kejadian Retensio plasenta
Retensio Plasenta P- POR
Jumlah
Variabel D Tidak value CI-95%
YD
a
vena di bawah plasenta.Ruptura sinus-sinus ini plasenta diantaranya adalah usia ibu bersalin
yang terjadi ketika plasenta dikeluarkan secara berisiko tinggi, yaitu usia < 20 tahun dan usia >
paksa akan menimbulkan perdarahan 35 tahun. Usia< 20 tahun merupakan usia yang
perdarahan dalam jumlah banyak (Oxorn, berisiko dikarenakan fungsi reproduksi seorang
2010)8. wanita belum berkembang dengan sempurna.
Kejadian retensio plasenta pada Sedangkan, usia> 35 tahun fungsi reproduksi
penelitian ini dapat terjadi karena usia ibu yang seorang wanita sudah mengalami penurunan
berisiko tinggi (< 20 tahun / > 35 tahun). Hasil dibandingkan fungsi reproduksi normal
analisis menunjukan ibu bersalin dengan usia sehingga kemungkinan untuk terjadinya
berisiko ibu yang melahirkan mengalami komplikasi pascapersalinan terutama
retensio plasenta berjumlah 28,4%. Ibu bersalin perdarahan akan lebih besar (Wiknjosastro,
dengan usia dibawah 20 tahun fungsi organ 2007)9.
reproduksi wanita belum berkembang secara Faktor resiko terjadinya retensio plasenta
sempurna, sedangkan pada wanita yang lebih yang menyebabkan perdarahan postpersalinan
dari 35 tahun fungsi reproduksi mengalami dan mengakibatkan kematian maternal pada
penurunan sehingga dapat terjadi komplikasi- wanita hamil yang melahirkan pada usia
komplikasi, seperti retensio plasenta dibawah 20 tahun dengan 2-5 kali lebih tinggi
(Wiknjosastro, 2007)9. Pada banyak wanita daripada perdarahan pascapersalinan yang
dengan meningkatnya usia terjadi penurunan terjadi pada usia 20-29 tahun. Perdarahan pasca
kecukupan decidua secara progresif sehingga persalinan meningkat kembali setelah usia 30-
mengganggu tempat perlekatan pada plasenta 35 tahun (Mochtar,
2010)14. Hal ini dapat terjadi karena pada usiadi
(Oxorn, 2010)8.
bawah 20 tahun fungsi reproduksi seorang
Pentingnya upaya menurunkan kejadian wanita belum berkembang secara sempurna.
retensio plasenta dengan memberikan Sedangkan, pada wanita usia lebih dari 35
penyuluhan tentang usia yang berisiko tinggi tahun fungsi reproduksinya mengalami
yang mengalami komplikasi pada saat penurunan atau kemunduran sehingga pada
kehamilan dan menyarankan ibu hamil yang persalinan dapat terjadi komplikasi seperti
usia berisiko tinggi untuk melakukan kunjungan perdarahan pasca persalinan yang diakibatkan
ante natal care minimal 4 kali untuk retensio plasenta. Oleh karena itu pertimbangan
mengidentifikasi secara dini kelainan pada saat usia dalam kehamilan atau persalinan menjadi
kehamilan. salah satu hal yang harus diperhatikan.
Faktor usia ibu relatif tua yang berisiko
Usia tinggi dapat menyebabkan inkoordinasi
Hasil penelitian memperlihatkan kontraksi otot rahim sehingga dapat
terdapat hubungan bermakna antara usia dengan mengganggu proses pelepasan plasenta dari
kejadianretensio plasenta pada ibubersalin
dinding rahim (Manuaba, 2010)15. Pelepasan
(p=0,040). Terdapat ibu bersalin dengan anemia
plasenta adalah hasil penurunan mendadak
berjumlah 30,0% mengalami retesio ukuran kavum uterus selama dan setelah
plasenta.Ibu bersalin dengan usia berisiko pelahiran bayi, sewaktu uterus berkontraksi
tinggi mempunyai risiko 2,414 kali untuk
mengurangi isi uterus (Varney, 2007)16. Makin
mengalami retensio plasenta dibandingkan
tua usia ibu maka akan terjadi kemunduran
dengan usia ibu bersalin berisiko rendah (POR
yang progresif dari endometrium sehingga
2,414; 95% CI: 1,110-5,250).
untuk mencukupi kebutuhan nutrisi janin
Penelitian ini memperkuat penelitian
diperlukan pertumbuhan plasenta yang lebih
yang dilakukan oleh Owolabi, dkk. (2008)10 di luas, plasenta akan mengadakan perluasan
Barat Daya Nigeria bahwa usia ibu > 35 tahun implantasi dan vili khorialis akan menembus
meningkatkan risko 7 kali untuk mengalami dinding uterus lebih dalam lagi sehingga akan
kejadian retensio plasenta (OR 7,10; 95% CI terjadi plasentaadhesiva sampai perkreta
1,5-32,40, p=0,012). Penelitian oleh Notikaratu,
(Oxorn, 2010)8. Hasil penelitian memperoleh usia
dkk. (2013)11 di RSUD Raden Mattaher Jambi berisiko tinggi > 35 ibu bersalin yang mengalami
tahun 2011-2012 menyimpulkan usia ibu retensio plasenta berjumlah 39,5% dari 38 ibu
berisiko tinggi (< 20 tahun atau > 35 tahun) bersalin, namun usia < 20 tahun berjumlah 12
mempunyai risiko 2,158 mengalamai kejadian (100%) tidak ada yang mengalami retensio
retensio plasenta (OR 2,158; 95% CI: 1,027- plasenta.
4,536, p=0,041).
Faktor risiko terjadinya retensio
Riyanto, Faktor Risiko Kejadian Retensio Plasenta pada Ibu Bersalin … 41
Jurnal Kesehatan Metro Sai Wawai Volume VIII No. 1 Edisi Juni 2015 ISSN: 19779-469X
Upaya pencegahan terjadinya retensio analisis penelitian ini terdapat 66,7% ibu hamil
plasenta penting dilakukan terkait umur ibu dengan paritas tinggi, namun tidak mengalami
bersalin tertalu tua (> 35 tahun) dengan retensio plasenta kemungkinan karena ibu
memberikan pertolongan persalinan hamil tercukupi kebutuhan nutrisinya termasuk
menerapkan manajemen aktif kala III asupan Fe. Selain itu, ibu hamil mampu
persalinan yang tepat. Manajemen aktif kala mengaskses pelayanan kesehatan dengan
tiga persalinan dapat mempercepat kelahiran melakukan pemeriksaan kehamilan atau ANC
plasenta, sehigga kejadian retensio plasenta secara teratur untuk mendeteksi dini faktor-
yang sebenarnya dapat dicegah (Wiknjosastro, faktor risiko kehamilan dan komplikasi
dkk, 2008)9. Selain itu, bagi ibu agar hamil kehamilan. Dengan deteksi dini diantaranya
pada usia reproduktif (20-35 tahun) untuk akan diketahui status gizi ibu hamil mengalami
melakukan ANC minimal 4 kali selama hamil, kekurangan energi kronik (KEK), anemia atau
sehingga komplikasi kehamilan dan persalinan tidak. Ibu hamil yang ditemukan mengalami
dapat dicegah atau diminimalkan dan retensio komplikasi kehamilan akan segera
plasenta tidak terjadi. mendapatkan penanganan dan yang tidak
mengalami dilakukan pencegahan. Ibu hamil
Paritas saat melakukan ANC mendapatkan tablet Fe
Hasil penelitian memperlihatkan tidak untuk mencegah anemia kehamilan, sehingga
terdapat hubungan antara paritas dengan retensio plasenta dapat dicegah.
kejadianretensio plasenta (p=0,060> = 0,05) Hasil analisis penelitian terdapat
dan terdapat 33,3% ibu hamil dengan paritas 33,3% ibu hamil dengan paritas tinggi
tinggi mengalami tidak retensio plasenta. mengalami retensio plasenta. Nilai POR 2,312
sedangkan ibu dengan paritas rendah berjumlah (95% CI: 0,804-6,648), artinya ibu
24 (16,4%) mengalami retensio plasenta. bersalindengan paritastinggi mempunyai
Namun, hasil analisis diperoleh ibu bersalin risiko 2,312 kali untuk mengalami retensio
dengan paritastinggi mempunyai risiko 3kali plasentadibandingkan ibu hamil dengan
untuk mengalami retensio plasenta paritas rendah. Semakin tinggi paritas berisiko
semakin besar mengalami retensio
(POR=3,023 (95% CI: 1,187-8,023)
plasenta.Hasil penelitian ini mendukung
berdasarkan interpretasi bila POR > 1 dengan
penelitian sebelumnya.Hasil penelitian
tingkat kepercayaan 95% > 1, variabel diduga
Notikaratu, dkk (2013)11 di RSUD Raden
merupakan faktor risiko efek (Riyanto, 2011)13.
Mattaher Jambi tahun 2011-2012 memperoleh
Penelitian ini sama dengan penelitian
hasil ibu hamil dengan paritas tinggi (multipara)
yang telah dilakukan oleh Ramadhani (2010)
di Rumah Sakit Al-Ihsan Bandung yang berisiko 11 kali mengalami kejadian retensio
memperoleh hasil tidak terdapat hubungan plasenta (OR=11,000; 95% CI= 3,865-31,310).
antara paritas dengan retensio plasenta (p = Ibu dengan paritas tinggi terjadi
0,269). Namun, hasil penelitian ini tidak kemunduran dan cacat pada endometrium yang
sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya mengakibatkan terjadinya fibrosis pada bekas
oleh Notikaratu, dkk (2013)11 di RSUD Raden implantasi plasenta pada persalinan
Mattaher Jambi tahun 2011-2012 sebelumnya, sehingga vaskularisasi menjadi
menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang berkurang. Untuk memenuhi kebutuhan nutrisi
bermakna antara multipara dengan kejadian dan janin, plasentaakan mengadakan perluasan
retensio plasenta (p=0,000, OR=11,000; 95% implantasi dan vili khorialis akan menembus
CI= 3,865-31,310). dinding uterus lebih dalam lagi sehingga akan
Ketidaksesuaian hasil penelitian ini, terjadi plasentaadhesiva sampai perkreta
yaitu tidak adanya hubungan antara paritas (Nikilah, 2009)17. Pada paritas tinggi juga
dengan kejadian retensio plasenta diduga mengalami peningkatan resiko kejadian
terkait dengan status gizi ibu hamil. Semakin retensio plasenta pada persalian berikutnya, hal
tinggi paritas akan lebih memungkinkan ibu ini karena pada setiap kehamilan jaringan
hamil mengalami defisiensi besi. Defisiensi fibrosa menggantikan serat otot di dalam uterus
besi pada ibu merupakan penyebab anemia sehingga dapat menurunkan kontraktilitasnya dan
yang dapat berdampak pada terjadinya retensio pembuluh darah menjadi lebih sulit di kompresi
plasenta pada ibu bersalin.Sebaliknya, jika ibu dan menyebabkan perlengketan ditempat
hamil dengan paritas rendah lebih berpotensi implantasi (Fraser & Coper, 2009)18.
minimal untuk kekurangan zat besi. Hasil
2. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2013. 18. Fraser, Diane; A coper, Margaret, 2009. Myles Buku
Profil Kesehatan Indonesia 2012. Jakarta Ajar Kebidanan. Jakarta: EGC
3. Saifuddin, Abdul Bari, 2009. Buku Acuan Nasional 19. Oktasia, Binarti. 2001. Hubungan antara Anemia,
Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Paritas dan Penolong Persalinan dengan Kejadian
YBP-SP Retensio Plasenta di RSUP dr. Mohammad Hoesin
4. Harmia, Elvira. 2010. Sikap dan Tindakan Bidan Palembang Tahun 1999-2001. Tersedia Online:
Terhadap Penanganan Retensio Plasenta di Desa http://lib.ui.ac.id/file?file=pdf/abstrak-72167.pdf. [12