Pembaharuan Pendidikan Islam Di Indonesia: Sumarno
Pembaharuan Pendidikan Islam Di Indonesia: Sumarno
Pembaharuan Pendidikan Islam Di Indonesia: Sumarno
Sumarno
STIT Muhammadiyah Tempurrejo Ngawi
E-mail: gusmarno1912@gmail.com
Pendahuluan
Pendidikan merupakan usaha sadar yang dilakukan untuk mewujudkan
insan yang berperadaban dan bermartabat. Pendidikan mempunyai peranan penting
dalam membentuk sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Kualitas SDM
yang dibentuk mesti sesuai dengan kebutuhan lingkungan dan kebutuhan zaman.
Oleh karena itu, pembaruan-pembaruan di bidang pendidikan merupakan upaya
mutlak untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Pendidikan merupakan hal yang
sangat urgen dan tidak bisa lepas dari kehidupan. Karena dengan pendidikan akan
membantu manusia untuk menyingkapkan dan menemui rahasia alam,
mengembangkan fitrah manusia yang merupakan potensi untuk berkembang.
Sangat urgennya masalah pendidikan, sehingga begitu banyak para pakar
ataupun tokoh yang senantiasa berupaya untuk melahirkan pemikiran-pemikiran
tentang pendidikan. Pemikiran itu ada yang sifatnya pengetahuan yang benar-benar
1
Paulo Freire, Pedagogi Pengharapan, (Yogyakarta: Kanisius; 2005), hlm. 7
2
Bahaking Rama, Jejak Pembaharuan Pendidikan Pesantren: Kajian Pesantren As’adiyah Sengkang
Sulawesi Selatan (Cet. I; Jakarta Pusat: PT. Parodatama Wiragemilang, 2003), hlm. 1.
3
Republik Indonesia, Undang-Undang No. 20 Tahun 2003.
4
Abdul Munir Mulkhan, Paradigma Intelektual Muslim, (Cet. I; Yogyakarta: Sipres, 1993), hlm. v
AL MURABBI Vol.3, No. 2, Januari 2017 p-ISSN: 2406-775X/e-ISSN: 2540-7619 228
Sumarno, Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia
5
Sudarno Shobron, Studi Kemuhammadiyahan: Kajian Historis Ideologis dan Organisasi (Cet. VII;
Surakarta: Lembaga Pengembangan Ilmu-ilmu Dasar (LPID) Universitas Muhammadiyah Surakarta,
2008), hlm. 43-54
6
Alwi Shihab, Membendung Arus”Respon Gerakan Muhammadiyah terhadap Penetrasi misi Kristen di
Indonesia” , (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2016), hlm. 140-158
AL MURABBI Vol.3, No. 2, Januari 2017 p-ISSN: 2406-775X/e-ISSN: 2540-7619 229
Sumarno, Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia
Belanda.7
Muhammadiyah memiliki alasan-alasan teologis dan politis yang mendasari
kerjasama dan kesediaan menerima subsidi dari pemerintah Belanda. Menurut K.H.
Hisyam, Muhammadiyah menerima bantuan dari belanda karena uang tersebut
hakikatnya adalah uang rakyat Indonesia. Jika Muhammadiyah tidak mau menerima
maka subsidi tersebut akan dialokasikan kepada organisasi lain (Djamawi
Hadikusumo, t.th.). Walaupun menerima subsidi, tidak berarti Muhammadiyah
menjadi sub ordinat pemerintah Belanda. Ketika pemerintah Belanda
memberlakukan Ordonansi Guru dan Haji, Muhammadiyah tampil di barisan
terdepan menentang pemberlakuan Ordonansi tersebut.
Muhammadiyah aktif melakukan tekanan politik dan menggalang kekuatan
berbagai elemen sosial dan politik melawan pemberlakuan Ordonansi Guru. Adapun
madrasah-madrasah yang berada dalam lingkungan pondok pesantren berada dalam
situasi yang sedikit baik. Karena bebas dari pengawasan langsung pemerintah
Belanda, sehingga pendidikan Islam dalam pondok pesantren masih dapat berjalan
dengan agak wajar. Pendidikan Islam selain mengalami kondisi terpuruk
sebagaimana telah dijelaskan, metode pendidikan Islam yang digunakan juga masih
bersifat tradisional. Hal ini nampak dari metode pembelajaran yang digunakan
dalam dunia pesantren. Metode klasik tersebut antara lain adalah metode sorogan
dan metode wetonan. Metode sorogan dalam dunia pesantren biasanya dilakukan
kepada para santri yang masih memerlukan bimbingan dari para gurunya secara
individual. Metode ini merupakan bagian yang sangat sulit dari sistem pendidikan
Islam tradisional. Karena sistem ini menuntut kesabaran, kerajinan, ketaatan dan
disiplin pribadi dari murid.8
Fenomena tersebut menimbulkan keinginan K.H. Ahmad Dahlan untuk
melakukan pembaruan pada bidang pendidikan. Keinginan K.H. Ahmad Dahlan
yang mendorong dirinya untuk melakukan pembaruan dalam dunia pendidikan
karena adanya dikotomi pendidikan. Pada satu sisi ada sistem yang hanya
menekankan sisi religiusitas sedangkan sistem yang lainnya hanya menekankan
pada sisi duniawi. Sehingga tujuan pendidikan ini hanya mampu melahirkan
manusia “cacat” yang sempit dalam religiusitasnya atau manusia-manusia sekuler
7
Ibid.
8
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studitentang Pandangan Hidup Kyai, (Jakarta: LP3ES,
1994), ke-4, hlm. 28.
AL MURABBI Vol.3, No. 2, Januari 2017 p-ISSN: 2406-775X/e-ISSN: 2540-7619 230
Sumarno, Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia
yang tak mengenal agama. K.H. Ahmad Dahlan menawarkan konsep baru yang
bertolak pada pemahaman hakikat manusia secara utuh. Pendidikan seyogyanya
melahirkan manusia-manusia tangguh yang siap menghadapi problema masa depan.
Untuk itulah, K.H. Ahmad Dahlan membuat alternatif baru yaitu dengan
memadukan sistem pendidikan pribumi atau pesantren dengan sistem pendidikan
kolonial yang sesuai dengan ajaran Islam. Dari hasil pemikiran ini, para peneliti
pendidikan sepakat bahwa Muhammadiyah merupakan pioner pembaruan
pendidikan Islam yang cukup berpengaruh di Indonesia. Ahmad Dahlan dan
generasi awal Muhammadiyah pada awal abad ke-20 berhasil menyerukan
pembaruan pendidikan Islam yang diimplementasikan dalam bentuk pendirian
lembaga pendidikan, baik yang berbentuk pesantren, madrasah ataupun sekolah.
Seruan modernisasi pendidikan ini menggema dimana-mana, menembus sampai luar
wilayah Yogyakarta sebagai basis gerakannya. Bahkan, sampai ke berbagai kota dan
pelosok desa di tanah air.9 Dan sekarang ini, berbagai jenjang pendidikan, mulai dari
pendidikan pra sekolah, jenjang pendidikan dasar, menengah hingga pendidikan
tinggi, telah banyak dimiliki oleh organisasi Muhammadiyah. Bahkan jumlah
pendidikan tinggi yang dikelola oleh Muhammadiyah saat ini, oleh organisasi yang
didirikan K.H. Ahmad Dahlan ini diklaim sebagai yang terbesar di negeri ini, yang
jumlahnya melebihi sekolah yang dikelola oleh pemerintah republik Indonesia.
Pembahasan
1. Konsep Pendidikan Islam di Indonesia K.H. Ahmad Dahlan
a. Mengenal K.H. Ahmad Dahlan
Ahmad Dahlan dilahirkan di Yogyakarta pada tahun 1868 Miladiyah dengan
nama Muhammad Darwis, ia adalah anak dari seorang Kyai yang bernama Kyai Haji
Abubakar bin Kyai Sulaiman, seorang khatib di masjid sulthan kota itu. Sedangkan
ibunya bernama Siti Aminah Binti Kyai Haji Ibrahim, penghulu besar di
Yogyakarta.10 Muhammad Darwis adalah anak ke empat dari tujuh bersaudara. dan
masih keturunan salah seorang walisongo yaitu Maulana Malik Ibrahim.
Muhammad Darwis putra H. Abu Bakar, putra K.H Muhammad Sulaiman, putra
9
James L. Peacock, Gerakan muhammadiyah memurnikan ajaran Islam di Indonesia , (Yogyakarta:
Suara Muhammadiyah, 2016), hlm. 40-48.
10
Junus Solom, Gerakan Pembaharuan Muhammadiyah, (Tangerang: Al-Wasat Publising House;
2009), hlm. 56
AL MURABBI Vol.3, No. 2, Januari 2017 p-ISSN: 2406-775X/e-ISSN: 2540-7619 231
Sumarno, Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia
Kyai Murtadla, putra kyai Ilyas, putra Demang Jurang Juru Kapindo, putra Jurang
Juru Sapisan, putra Maulana Sulaiman Ki Ageng Gribig, putra Maulana Muhammad
Fadlullah (prapen), putra Maulana ‘Ainul Jaqin, putra Maulana Ishaq dan Maulana
Ibrahim.11 Muhammad Darwis lahir dan dibesarkan di daerah Yogyakarta, yang
terkenal dengan nama kampung Kauman. KH. Ahmad Dahlan menikah pada tahun
1888 dengan memperistri Siti Walidah, putrid KH. Pengulu K.H. Fadzil (adik
sepupunya). Pernikahan ini menghasilkan 6 putra. Selain itu K.H. Ahmad Dahlan
juga menikah dengan Nyai Rum (adik Kyai Munawir Krapyak), Nyai Aisjah (adik
ajangan pengulu Cianjur), dan Nyai Shalihah putri Kyai Pengulu M. Syafi’i (pengulu
pekalongan). Pernikahan dengan ketiga istrinya strategi untuk penyebaran faham
reformis Islam di tengah pengaruh Islam tradisional yang masih kuat. Ketika masa
dewasa (tahun 1890) K.H. Ahmad Dahlan menunaikan ibadah haji ke Makkah. Di
Makkah beliau tidak hanya menunaikan ibadah haji saja, tetapi juga memperluas
pengetahuannya, Salah seorang gurunya adalah Syaikh Ahmad Khatib. Dalam salah
satu kesempatan ketika belajar, seorang gurunya yang bernama Sayyid Bakri Syatha
memberikan nama baru kepada Muhammad Darwis, yaitu Ahmad Dahlan, selain itu
pula K.H. Ahmad Dahlan berguru kepada para Alim Ulama’ Indonesia yang sudah
bermukim di sana seperti: K.H. Makhfudz dari Termas, K.H. Nakhrawi (Muhtaram)
dari Banyumas, K.H. Muhammad Nawawi dari Banten, serta kepada para alim
ulama’ Makkah yang sudah dikenalnya di jawa.
Sekembalinya dari pergi haji yang pertama, K.H. Ahmad Dahlan memang
sudah cukup menghayati makna dan cita-cita pembaruan. Meski, sukar untuk dapat
dibuktikan dengan pasti, apakah K.H. Ahmad Dahlan sampai pada pemikiran
pembaruan itu secara perseorangan atau dipengaruhi oleh orang lain. K.H. Ahmad
Dahlan mulai melaksanakan cita-citanya itu dengan mengubah arah orang
bersembah yang kepada kiblat sebenarnya. Saat masih kecil beliau diasuh oleh
ayahnya sendiri yang bernama K.H. Abubakar. Karena sejak kecil Muhammad
Darwis mempunyai sifat yang baik, budi pekerti yang halus dan hati yang lunak
serta berwatak cerdas, maka ayah bundanya sangat sayang kepadanya. Ketika
Muhammad Darwis menginjak usia 8 tahun sudah dapat membacaAlquran dengan
lancar. Dalam hal ini Muhammad Darwis memang seorang yang cerdas fikirannya
11
Junus Solom, K.H Ahmad Dahlan Amal dan Perjuangannya., hlm. 56.
AL MURABBI Vol.3, No. 2, Januari 2017 p-ISSN: 2406-775X/e-ISSN: 2540-7619 232
Sumarno, Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia
12
Weinata Sairin, Gerakan Pembaharuan Muhammadiyah, hlm. 39.
13
Muhammad Soedja’, Cerita Tentang Kyai Haji Ahmad Dahlan, hlm. 202
14
Weinata Sairin, Gerakan Pembaharuan Muhammadiyah, hlm. 39
AL MURABBI Vol.3, No. 2, Januari 2017 p-ISSN: 2406-775X/e-ISSN: 2540-7619 233
Sumarno, Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia
َح ِس ْن َك َما ِ َ صيب ِ اك اللَّه الدَّار ْاْل ِخرَة ۖ وََل تَ ْن ِ
ْ ك م َن الدُّنْيَا ۖ َوأ َ َس ن
َ َ َ َ ُ َ َيما آت َ َوابْتَ ِغ ف
ِِ ُّ ض ۖ إِ َّن اللَّهَ ََل ُُِي
ين
َ ب الْ ُم ْفسد َ َح َس َن اللَّهُ إِلَْي
ِ ك ۖ َوََل تَ ْب ِغ الْ َف َس َاد ِِف ْاْل َْر ْأ
Terjemahnya :
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu
dari (keni`matan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain)
sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat
kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang berbuat kerusakan.16
16
Kementerian Agama RI, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam- Direktorat
Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta Pusat; PT. Sinergi
Pustaka Indonesia, 2012), hlm..556
17
Achmad Jainuri, Muhammadiyah Sebagai Gerakan Pembaharuan Islam, dalam Din Syamsuddin, (ed),
Muhammadiyah Kini dan Esok, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1990) hlm. 43
AL MURABBI Vol.3, No. 2, Januari 2017 p-ISSN: 2406-775X/e-ISSN: 2540-7619 235
Sumarno, Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia
Agaknya, semangat juang K.H. Dahlan untuk selalu memberikan pencerahan melalui
dunia pendidikan tidak pernah berlaku surut.
Hal ini bisa kita lihat lewat perjalanan yang telah ditempuh oleh pergerakan
Muhammadiyah yang telah didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan, dia telah mempunyai
pengalaman dalam zaman penjajahan Barat dan Timur Selain itu, bidang pendidikan
juga dapat dikatakan sebagai salah satu faktor yang mendorong berdirinya
Muhammadiyah. Pada tanggal 1 Desember 1911, beliau mendirikan Sekolah Dasar di
lingkungan Kraton Yogyakarta yang mengajarkan mata pelajaran umum. Sekolah
yang didirikan K.H. Ahmad Dahlan diselenggarakan dengan sistem pendidikan
modern yang kemudian dikembangkan secara luas setelah Muhammadiyah didirikan
pada tahun 1912. Kehadiran pendidikan Muhammadiyah dengan sistem baru
merupakan elemen modern di dalam Kraton Yogyakarta, yang oleh Steenbrink
disebut ”ultra konservatif”.18
Pendidikan Muhammadiyah memiliki idealisme untuk menyiapkan generasi
muda yang mampu menjadi khalifah Allah di muka bumi, dan sekaligus responsif
terhadap tuntutan perkembangan zaman. Perpaduan antara idealism dan konteks
perkembangan zaman dalam pengembangan pendidikan dimaksudkan sebagai
upaya untuk menyiapkan kader-kader persyarikatan dan umat Islam yang sesuai
dengan perkembangan zaman. Kini, pendidikan Muhammadiyah telah berlangsung
selama satu abad (seratus tahun), dan secara gemilang terus mengalami
perkembangan, baik kuantitas maupun kualitasnya. Namun demikian, dalam proses
perkembangannya itu, perbagai tantangan dan bahkan ancaman selalu muncul
ditengah dinamika pendidikan itu sendiri.
Ancaman yang dikhawatirkan bagi pendidikan Muhammadiyah adalah
fenomena kualitas pendidikan ilmu agama Islam, sebagai core pendidikan
Muhammadiyah, yang belum memuaskan. Pendidikan ilmu agama Islam yang
notabene merupakan unsur fundamental dalam pendidikan Muhammadiyah, secara
sadar maupun tidak sadar, mengalami pergeseran kedudukan dan fungsinya.
Bahkan, ada dugaan dibeberapa sekolah Muhammadiyah telah terjadi upaya sadar
untuk menggeser kedudukan pendidikan ilmu agama Islam dari core curriculum
menjadi mata pelajaran pelengkap. Apabila hal ini benar-benar terjadi, tentu akan
18
Karel A. Steenbrink, Pesantren Madrasah Sekolah, 1994, hlm. 52
AL MURABBI Vol.3, No. 2, Januari 2017 p-ISSN: 2406-775X/e-ISSN: 2540-7619 236
Sumarno, Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia
19
Farid Setiawan, dkk, Mengokohkan Spirit Pendidikan Muhammadiyah, Dalam Revitalisasi
Pendidikan Muhammadiyah : Upaya Memadukan Cita-cita dan Kenyataan, oleh Dr. Tasman Hamami, M.A
(Yogyakarta : Pyramedia, Januari 2010), Cet. Ke-I, hlm. xvii-xix
AL MURABBI Vol.3, No. 2, Januari 2017 p-ISSN: 2406-775X/e-ISSN: 2540-7619 237
Sumarno, Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia
20
HM. Nasruddin Anshoriy Ch, Matahari Pembaruan, (Yogyakarta: Penerbit Jogja Bangkit
Publisher, 2010), Cet. Ke-I, h. 110-112
AL MURABBI Vol.3, No. 2, Januari 2017 p-ISSN: 2406-775X/e-ISSN: 2540-7619 239
Sumarno, Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia
21
Ibid. hlm. 159
AL MURABBI Vol.3, No. 2, Januari 2017 p-ISSN: 2406-775X/e-ISSN: 2540-7619 240
Sumarno, Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia
menjalankan shalat?” K.H. Ahmad Dahlan menjawab bahwa bukan itu yang ia
maksud diamalkan, tapi apa yang sudah dipahami itu dipraktikkan dan dikerjakan.
Kemudian K.H.Ahmad Dahlan memerintahkan para muridnya untuk mencari orang
miskin di sekitar tempat tinggal masing-masing, jika sudah menemukan, mereka
harus membawa orang miskin dan anak yatim itu kerumah masing-masing,
dimandikan dengan sabun dan sikat gigi yang baik, dan diberi pakaian seperti yang
biasa mereka pakai. Orang miskin itu juga diberi makan dan minum serta tempat
tidur yang layak. Pengajian pagi itu kemudian ditutup dan K.H. Ahmad Dahlan
memerintahkan agar para murid melakukan apa yang sudah dijelaskan kepada
mereka. Pesan yang disampaikan oleh K.H.Ahmad Dahlan yang sangat getol
mengajak murid-muridnya mengamalkan surat Al-Ma’un itu, dapat juga dijadikan
sebagai salah satu langkah teori untuk memperdalam amalan-amalan yang telah
diperbuat oleh Muhammadiyah dalam bermasyarakat.
K.H. Ahmad Dahlan tidak hanya terpesona pada keindahan susunan ayat al-
Qur’an pada juz 30 itu. Tapi dia menyuruh santrinya mengulang Al-Ma’un untuk
meresapkan sekaligus untuk mengamalkan perintah pada surat yang menjelaskan
sifat buruk manusia yang mendustakan agama, menghardik anak yatim piatu, tak
menyantuni dhuafa’, bahkan enggan menolong dengan barang berguna. Untuk
mengamalkan surat itu, selain yang telah penulis uraikan diatas, K.H. Ahmad Dahlan
juga mengajak santri-santrinya ke pasar Beringharjo, Malioboro, dan Alun-alun
utara Yogyakarta. Di tempat-tempat itu berkeliaran pengemis dan kaum fakir. K.H.
Ahmad Dahlam memerintahkan setiap santrinya untuk membawa fakir itu ke
Mesjid Besar. Dihadapan para santri, K.H. Ahmad Dahlan membagikan sabun,
sandang dan pangan kepada kaum fakir. K.H. Ahmad Dahlan meminta fakir miskin
untuk tampil bersih. Sejak saat itulah, Muhammadiyah aktif dalam menyantuni fakir
miskin dan yatim piatu.22
Dalam setiap ceramah dan pengajian, K.H. Ahmad Dahlan terus-menerus
menyerukan agar setiap orang yang mampu, bersedia memenuhi hak dan berlaku
adil kepada orang miskin, para fakir, anak yatim, dan orang-orang terlantar. Seruan
tersebut kemudian melahirkan gerakan pengelolaan zakat dan zakat fitrah. Zakat
dibagikan kepada kaum fakir miskin, orang terlantar di jalan, dan mereka yang
menderita karena berbagai sebab. Dari sini pula kemudian lahir rumah miskin, panti
22
Pusat Dakwah Muhammadiyah, Tabligh Menyatukan Visi dan Misi Umat, Majalah Bulanan
Muhammadiyah, (No. 10/XI Syawal-Dzulqaidah 1435 H), hlm. 30.
AL MURABBI Vol.3, No. 2, Januari 2017 p-ISSN: 2406-775X/e-ISSN: 2540-7619 241
Sumarno, Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia
asuhan yatim-piatu, rumah orang terlantar, dan rumah sakit. Sikap ikhlas K.H.
Ahmad Dahlan dalam berdakwah dan bersandar pada ketentuan takdir Allah
tercermin dalam kisah berikut. Suatu ketika, K.H. Ahmad Dahlan sedang mengajar
di daerah Jetis yang jarak sekitar 5 km dari tempat tinggalnya. Saat K.H. Ahmad
Dahlan serius mengajar, tiba-tiba datang utusan dari rumah. Utusan itu meminta
K.H. Ahmad Dahlan segera pulang karena anak laki-laki satu-satunya, Djumhan,
sakit keras. K.H. Ahmad dahlan pun segera pulang kerumahnya di Kampung
Kauman. Setibanya di rumah, K.H. Ahmad Dahlan segera ke kamar anaknya. Ia
mendapati sang anak sedang terlentang di tempat tidur. K.H. Ahmad Dahlan lalu
mendoakan dan mencari obat bagi kesembuhan anaknya tersebut.
Sesudah itu K.H. Ahmad Dahlan lalu berkata kepada Djumhan bahwa jika ia
memang belum ditakdirkan mati. Tapi jika memang telah sampai pada ajal, ia
mengatakan bahwa insya Allah putranya itu akan bertemu dengan sang kakak yang
sudah lebih dahulu meninggal dunia. K.H. Ahmad Dahlan lalu kembali mengajar.
Sebelum berangkat, ia berpesan kepada isterinya, jangan sekali-kali percaya bahwa
anaknya akan sembuh jika ia tunggui, atau sebaliknya akan mati ketika ia tinggal
pergi.23
Pendidikan dan pengajaran yang diterapkan dan sudah di contohkan oleh
K.H. Ahmad Dahlan adalah sebuah penerapan tingkah laku, dimana setiap
pembelajaran yang dilakukan menekankan pada perubahan tingkah laku, bukan
hanya sekedar diketahui, dihafal, namun tidak dipraktekkan dalam kehidupan
sehari-hari.
b) Pemikiran K.H. Ahmad Dahlan Tentang Teologi Sosial
K.H. Ahmad Dahlan adalah seorang tokoh pembaruan yang terlebih dahulu
mengawali cita-citanya melalui gerakan sosial dan pendidikan. K.H. Ahmad dahlan,
melalui gerakan organisasi Muhammadiyah sebagai gerakan Islam modern, tidak
dapat dilepaskan dari pengaruh pemikiran pembaruan Islam seperti yang digagas
oleh Ibnu Taimiyah, Jamaluddin al-Afgani, Muhammad Abduh, ataupun rasyid
Ridha, karena mereka sering dirujuk sebagai penyeru pembaruan Islam. Bahkan,
pendirian Muhammadiyah merupakan “Perpanjangan tangan” pembaruan di Timur
Tengah.24
23
HM. Nasruddin Anshoriy Ch, Matahari Pembaruan, hlm.. 67-69
24
Firdaus Syam, MA, Amin Rais, Politisi yang Merakyat dan Intelektual yang Saleh, (Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar, 2003), hlm. 60
AL MURABBI Vol.3, No. 2, Januari 2017 p-ISSN: 2406-775X/e-ISSN: 2540-7619 242
Sumarno, Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia
25
M. Amin Abdullah, Pendekatan Teologis dalam Memahami Muhammadiyah dalam Kelompok Studi
Lingkaran, Intelektualisme Muhammadiyah, Menyongsong Era Baru, (Bandung: Mizan, 1995), hlm. 27
26
Azyumardi Azra, Menuju Masyarakat Madani, (Bandung: Rosdakarya, 1999), hlm.112
27
Ibid, hlm. 114
28
Arbiyah Lubis, Muhammadiyah dan Muhammad Abduh: Studi Perbandingan, (Jakarta: Bulan
Bintang, 1989), hlm. 99
AL MURABBI Vol.3, No. 2, Januari 2017 p-ISSN: 2406-775X/e-ISSN: 2540-7619 243
Sumarno, Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia
muhammdiyah pun mengabaikan. Pembaruan Islam yang cukup mendasar dari K.H.
Ahmad Dahlan dapat dirujuk pada pemahaman dan pengamalan surat Al-Maun,
artinya Teologi utama yang dilakukan oleh K.H. Ahmad Dahlan dan mendasari
berdiri serta berkembangnya Muhammadiyah adalah teologi Al-Maun. (Teologi yang
didasarkan pada Al-Qur’an S. Al-Maun ayat 1-7).
ِ ُّض َللَط عَاا ُّ ُيم () َوََل َُي ِ ِ َّ ِأَرأَيت الَّ ِذي ي َك ِّذب بِالدِّي ِن () فَ َذل
َ َ ك الذي يَ ُدعُّ الْيَتَ ُ ُ َ َْ
ين ُه ْم يَُراءُو َن ِ َّ ِِ ني () فَويل لِْلمصلِّني () الَّ ِذين هم لن ِ الْ ِمس ِك
َ اهو َن () الذ ُ ص ََلِت ْم َس َ َْ ُْ َ َ َ ُ ٌ َْ ْ
)( () َوَيَْنَ اُو َن الْ َمالُو َن
Terjemahnya :
“Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang
menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi Makan orang
miskin. Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang
yang lalai dari shalatnya, orang-orang yang berbuat riya, dan enggan
(menolong dengan) barang berguna.” 29
29
Kementerian Agama RI. Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam- Direktorat
Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta Pusat: PT. Sinergi
Pustaka Indonesia, 2012), hlm. 508
AL MURABBI Vol.3, No. 2, Januari 2017 p-ISSN: 2406-775X/e-ISSN: 2540-7619 244
Sumarno, Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia
bertahan dan berkembang pada 100 tahun yang akan datang, maka selain
mempertahankan upaya-upaya penerjemahan teologi Al-Maun dalam tiga pilar
diatas (schooling, healing, dan feeding), organisasi ini perlu juga mengadopsi sistem
baru untuk mengejawantahkan teologi Al-Maun diera kapitalisme global.30
Bagaimana dengan pemikiran sosial dari organisasi Muhammadiyah, yang
tidak lain organisasi ini diprakarsai langsung oleh K.H. Ahmad Dahlan, jadi secara
umum jika kita berbicara tentang pemikiran sosial Muhammadiyah berarti kita
berbicara tentang apa yang sudah dilakukan oleh K.H. Ahmad Dahlan. Dimana
muhammadiyah memandang bahwa suatu masyarakat tidak akam maju jika hanya
mengandalkan kerja individu. Suatu aktivitas akan dapat memberikan manfaat
secara lebih luas jika dikelola bersama-sama. Dari sini, peranan organisasi menjadi
keniscayaan dalam mewujudkan cita-cita bersama memajukan masyarakat.
Perubahan mentalitas dan carabekerja dari yang semula bersifat “individu” ke arah
yang bersifat “sosial” akan menjadikan citacita dan tujuan bersama lebih mudah
diraih.31
Pemahaman teologi Muhammadiyah terhadap aspek sosial yang lain adalah
dengan mengawinkan antara normativitas Al-Qur’an dengan realisasi sosial. Ketika
dalam surat Al-Maun menegaskan pentingnya memelihara anak yatim dan orang
miskin, maka Muhammadiyah kemudian mendirikan PKU (Pembina Kesejahteraan
Umat). Hal ini berangkat dari analisis sosial (ijtihad sosial) Muhammadiyah tentang
kesimpulannya adalah selain produk pemikiran, kelahiran amal usaha
Muhammadiyah juga terkait dengan misi dan ikatan organisasi Muhammadiyah.32
Selain itu, ketika normativitas Al-Qur’an menyatakan, “Wa idza maridhtu fa
huwa yasyfin”, maka Muhammadiyah mengaktualisasikannya menjadi amal konkret
dan wujud amal usaha berupa rumah sakit, sekolah perawat, rumah bersalin, dan
begitu seterusnya. Hal tersebut merupakan contoh “ijtihad” Muhammadiyah di
bidang sosial dalam bentuknya yang lain.33
Dari sini dapat dikatakan bahwa Muhammadiyah melakukan usaha
menjabarkan dan mengamalkan dimensi normativitas Al-Qur’an dengan sistem kerja
“organisasi” modern. Dengan bahasa lain, dari diskursus teologi Islam yang bercorak
30
James L. Peacock, Gerakan muhammadiyah memurnikan ajaran Islam di Indonesia.. hlm..8-9
31
M. Amin Abdullah, Pendekatan Teologis dalam Memahami Muhammadiyah, dalam Drs. M. Din
Syamsudin, MA, (Bandung: Mizan, 1995), hlm. 25
32
Ibid..35-37
33
M. Amin Abdullah, Pendekatan Teologis dalam Memahami Muhammadiyah, hlm. 30
AL MURABBI Vol.3, No. 2, Januari 2017 p-ISSN: 2406-775X/e-ISSN: 2540-7619 247
Sumarno, Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia
Catatan Akhir
Muhammadiyah membawa dampak yang luar biasa dalam pembaharuan
pendidikan Indonesia. Hal ini terlihat dari kiprah Muhammadiyah di Indonesia,
sejak kelahirannya sampai sekarang, telah memberi modernisasi, tajdid, dan gerakan
ishlah bahkan tahdits. Sebagai gerakan pembaruan, Muhammadiyah mengambil
bentuk sebagai organisasi dengan tata kerja modern, yang memadukan antara
pandangan teologinya dengan realitas di lapangan.
Daftar Rujukan
34
Arbiyah Lubis, Muhammadiyah dan Muhammad Abduh: Studi Perbandingan, (Jakarta: Bulan
Bintang, 1989), hlm. 99
AL MURABBI Vol.3, No. 2, Januari 2017 p-ISSN: 2406-775X/e-ISSN: 2540-7619 249
Sumarno, Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia
______ 1995, Pendekatan Teologis dalam Memahami Muhammadiyah, dalam Drs. M. Din
Syamsudin, MA, Bandung: Mizan.
Anshoriy Ch, HM. Nasruddin 2010, Matahari Pembaruan, Yogyakarta: Jogja Bangkit
Publisher.
Dhofier, Zamakhsyari, 1994, Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan Hidup Kyai,
Jakarta: LP3ES
Jainuri, Achmad, 1990, Muhammadiyah Sebagai Gerakan Pembaharuan Islam, dalam Din
Syamsuddin,(ed), Muhammadiyah Kini dan Esok, Jakarta: Pustaka Panjimas.
Mulkhan Abdul Munir, 1993, Paradigma Intelektual Muslim, Cet. I; Yogyakarta: Sipres.
Pusat Dakwah Muhammadiyah, Tabligh Menyatukan Visi dan Misi Umat, Majalah
Bulanan Muhammadiyah, No. 10/XI Syawal-Dzulqaidah 1435 H
Rais, Firdaus Syam, MA, Amin 2003, Politisi yang Merakyat dan Intelektual yang Saleh,
Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.
Rama, Bahaking, 2003, Jejak Pembaharuan Pendidikan Pesantren: Kajian Pesantren As’adiyah
Sengkang Sulawesi Selatan, Cet. I; Jakarta Pusat: PT. Parodatama Wiragemilang
Shobron Sudarno, 2003, Studi Kemuhammadiyahan: Kajian Historis Ideologis dan Organisasi,
Cet. VII; Surakarta Lembaga Pengembangan Ilmu-ilmu Dasar (LPID)
Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2008.
W. Hefner, Robert, dkk,2008, Api Pembaharuan Kyai Ahmad Dahlan, Yogyakarta : Multi
Pressindo.