Hubungan Wilayah Kerja Terhadap Kejadian Jamur Pada Karyawan PT - Perkebunan Nusantara Vii
Hubungan Wilayah Kerja Terhadap Kejadian Jamur Pada Karyawan PT - Perkebunan Nusantara Vii
Hubungan Wilayah Kerja Terhadap Kejadian Jamur Pada Karyawan PT - Perkebunan Nusantara Vii
Abstract: Dermatophytosis was a disease in tissues that contain substances on the horn for ex-
ample stratum corneum epidermidis, hair and nails caused by dermatophyte fungi group. Derma-
tophytosis had keratinofilik nature, each species of dermatophytes had an affinity for a particular
host. Zoophilic dermatophytes which primarily affects animals, and humans. This study aimed to
determine the relationship of the working area on the incidence of fungal infections of the em-
ployees of PT. Plantation Nusantara VII in North Bengkulu. This research was observational ana-
lytic cross-sectional design, the independent variable was the area of employment, the dependent
variable was the incidence of fungal infections. The population was 29 employees PT. Perke-
bunan Nusantara VII, samples of all employees PT.Perkebunan Nusantara VII with a total sam-
pling technique. Data was analyzed using frequency distribution and bivariate using Chi-Square
test. The results revealed that the majority of employees working in the processing of fungal in-
fection that is equal to 88.2%, which was statistically significant relationship between the work-
ing area with the incidence of fungal infections. Director PT.Perkebunan Nusantara VII should
pay more attention to the safety of its employees with a firmer giving rules and providing exten-
sion ignore the dangers of the use of personal protective equipment can cause fungal infections.
Keywords: Dermatophytosis, working area
Abstrak : Dermatofitosis adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk misalnya
stratum korneum pada epidermidis, rambut dan kuku yang disebabkan oleh golongan jamur
dermatofita. Dermatofitosis mempunyai sifat keratinofilik, setiap spesies dermatofita mempunyai
afinitas terhadap hospes tertentu. Dermatofita yang zoofilik terutama menyerang binatang, dan
manusia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan wilayah kerja terhadap kejadian
infeksi jamur pada karyawan PT. Perkebunan Nusantara VII di Kabupaten Bengkulu Utara.
Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan desain cross sectional, variabel
independen adalah wilayah kerja karyawan, variabel dependen adalah kejadian infeksi jamur.
Populasi adalah 29 orang karyawan PT.Perkebunan Nusantara VII, sampel semua karyawan
PT.Perkebunan Nusantara VII dengan teknik total sampling. Analisis data dilakukan dengan
distribusi frekuensi dan bivariat dengan menggunakan uji Chi-Square. Hasil penelitian diketahui
bahwa sebagian besar karyawan yang bekerja di bagian pengolahan terinfeksi jamur yaitu
sebesar 88,2 % yang secara statistik ada hubungan yang signifikan antara wilayah kerja dengan
kejadian infeksi jamur. Direktur PT.Perkebunan Nusantara VII hendaknya lebih memperhatikan
keselamatan para karyawannya dengan lebih tegas memberi peraturan dan mengadakan
penyuluhan bahaya mengabaikan pemakaian alat pelindung diri yang dapat menyebabkan infeksi
jamur.
Kata Kunci : Dermatofitosis, Wilayah kerja
Dermatofitosis yaitu penyakit yang disebabkan korneum sampai dengan stratum basalis.
oleh golongan jamur dermatofita disebut Dermatofitosis disebabkan jamur golongan
"Dermatofitosis". Golongan jamur ini dapat dermatofita yang terdiri dari tiga genus yaitu
mencerna keratin kulit oleh karena mempunyai genus: Mikrosporon, Trikofiton dan
daya tarik kepada keratin (keratinofilik) Epidermofiton. Dari 41 spesies dermatofit yang
sehingga infeksi jamur ini dapat menyerang sudah dikenal hanya 23 spesies yang dapat
lapisan-lapisan kulit mulai dari stratum menyebabkan penyakit pada manusia dan
30
binatang yang terdiri dari 15 spesies Trikofiton, meradang.
Lely, dkk Hubungan LesiKerja
Wilayah umumnya setempat,
Terhadap Kejadian akan tetapi
Jamur… 31
7 spesies Mikrosporon, dan 1 spesies dapat bergabung sehingga mengenai seluruh
Epidermafiton (Unandar, 2004). telapak kaki, sering simetris dan disebut
Dermatofitosis mempunyai sifat moccasin foot; 3) Bentuk vesikular subakut
keratinofilik, setiap spesies dermatofita yaitu kelainan timbul pada daerah disekitar jari-
mempunyai afinitas terhadap hospes tertentu. jari kemudian meluas ke punggung kaki atau
Dermatofita yang zoofilik terutama menyerang telapak kaki, disertai rasa gatal yang hebat. Bila
binatang, dan kadang-kadang menyerang vesikel pecah akan meninggalkan skuama
manusia. Misalnya : Mikrosporon canis dan melingkar yang disebut koloret. Bila terjadi
Trikofiton verukosum. Dermatofita yang infeksi akan memperberat keadaan sehingga
geofilik adalah jamur yang hidup di tanah dan terjadi erysipelas.
dapat menimbulkan radang pada manusia, Penyebab tersering Tinea kruris
misalnya Mikrosporon gipsium (Unandar, termasuklah Trichophyton rubrum dan
2004). Penelitian ini bertujuan untuk Epidermophyton floccosum kadang dijumpai
mengetahui hubungan wilayah kerja terhadap juga Trichophyton mentagrophytes dan
kejadian infeksi jamur pada karyawan PT. Trichophyton verrucosum . Tinea kruris adalah
Perkebunan Nusantara VII di Kabupaten penyakit infeksi berjangkit yang dapat
Bengkulu Utara. ditularkan melalui pakaian atau bahan yang
Jamur sangat erat hubungannya dengan dipakai yang terkontaminasi, oleh autoinokulasi
manusia. Jamur bisa hidup dan tumbuh dimana dari reservoir dari tangan atau kaki (tinea pedis,
saja, baik di udara, tanah, air, pakaian bahkan tinea unguium). Agen penyebab ini
di tubuh manusia sendiri. Indonesia sebagai menghasilkan keratinases enzim yang bersifat
lahan tropis menjadi lahan subur tumbuhnya toksin, yang membenarkan invasi ke dalam
jamur khususnya jamur Tricopiton rubrum. lapisan sel tanduk pada epidermis. Respon
Oleh sebab itu, penyakit-penyakit akibat jamur imun badan akan menghalang invasi lebih
ini sering kali menjadi penyakit masyarakat. dalam. Menyebabkan rasa gatal atau sedikit
(Siregar, 2005). panas di tempat tersebut akibat timbulnya
Trichophyton rubrum menyerang jaringan peradangan dan iritasi. Faktor risiko infeksi
kulit dan menyebabkan beberapa infeksi kulit awal atau kekambuhan adalah memakai
antara lain: Tinea pedis yang berlokasi diantara pakaian ketat atau basah. Peluh yang berlebihan
sela jari- jari kaki, infeksi ini banyak terdapat di kawasan tertentu. Cara penularan jamur
pada orang yang kerap memakai sepatu, Tinea dapat secara langsung maupun tidak langsung
cruris yang berlokasi di lipatan paha dan Tinae (Oktafani, 2009).
unguium yang berlokasi di kuku tangan Working diagnosis, diagnosis ditegakkan
maupun kaki (Anonim, 2012). berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik
Menurut Ratna (2006) Tinea pedis terdiri dengan melihat gambaran klinis dan lokasi
dari beberapa macam tipe klinis, dan yang terjadinya lesi serta pemeriksaan penunjang
paling sering ditemukan, antara lain : 1) Bentuk seperti yang telah disebutkan dengan
interdigitalis yang merupakan kelainan berupa menggunakan mikroskop pada sediaan yang
maserasi, skuamasi serta erosi di celah-celah ditetesi KOH 10-40%, untuk mempercepat
jari terutama jari ke-4 dan 5. Kulit terlihat proses pelarutan dapat dilakukan pemanasan
putih, dapat berbentuk fisura dan sering tercium sediaan basah dari api kecil. Pada saat mulai
bau yang tidak enak. Lesi dapat meluas ke keluar uap dari sediaan tersebut maka terbentuk
bawah jari dan telapak kaki; 2) Bentuk kristal KOH sehingga untuk melihat elemen
hiperkeratosis menahun yaitu terjadi penebalan jamur lebih nyata ditambahkan pada sediaan
kulit disertai sisik terutama pada tumit, telapak KOH misalnya tinta parker superchroom blue
kaki, tepi kaki dan punggung kaki. Lesi dapat black selain itu dapat juga dilakukan sediaan
berupa bercak dengan skuama putih agak biakan pada medium Saboraud (ditambahkan
mengkilat, melekat, dan relative tidak antibiotik saja atau ditambah pula klorhek-
32 Jurnal Media Kesehatan, Volume 8 Nomor 1, April 2015, hlm 01-99
simid, kedua zat tersebut diperlukan untuk mengancam jiwa. Diperkirakan 10% dari
menghindarkan kontaminasi bakteri maupun jumlah penduduk di banyak negara menderita
jamur kontaminan), punch biopsi, atau peng- penyakit ini. Frekuensi Tinea pedis di Eropa
gunaan lampu wood pada sediaan kulit yang dan Amerika Utara berkisar 15-30% dan pada
terlihat adalah hifa sebagai dua garis sejajar beberapa masyarakat tertentu lebih tinggi,
terbagi oleh sekat dan bercabang maupun spora misalnya buruh tambang (sampai 70%) dan
berderet pada kelainan kulit lama atau sudah atlit. Tinea pedis lazim ditemukan pada daerah
diobati (Oktafani, 2009). beriklim tropis dan sedang (Unandar, 2004).
Different diagnosis, psoriasis penyakit Tinea pedis, Tinea cruris dan Tinea
yang penyebabnya autoimun, bersifat kronik unguium lebih sering terjadi pada usia dewasa
dan residif, ditandai dengan adanya bercak daripada anak remaja terutama pada laki-laki
eritema berbatas tegas dengan skuama yang dan jarang pada perempuan dan anak-anak.
kasar, berlapis-lapis dan transparan, disertai Kemungkinan infeksi berkaitan dengan
fenomena tetesan lilin, Auspitz, dan Kobner. paparan ulangan dermatofita sehingga orang
Tempat predileksi pada skalp, perbatasan yang menggunakan fasilitas mandi umum
daerah tersebut dengan muka, ekstremitas seperti pancuran, kolam renang, kamar mandi
ekstensor terutama siku serta lutut dan daerah lebih cenderung terinfeksi (Anonim, 2012).
lumbosakral. Kelainan kulit terdiri atas bercak Pada Trichophyton mentagrophytes,
eritema yang meninggi dengan skuama diatas- penggabungan sitoplasma tidak diikuti segera
nya. Eritema sirkumskrip dan merata, tetapi dengan penggabungan inti. Hal ini
pada stadium penyembuhan sering bagian di menyebabkan terjadinya fase pendek dikariotik.
tengah menghilang dan hanya terdapat di Hifa dikario-tik dilindungi dan diberi makan
pinggir. Skuama berlapis-lapis, kasar dan oleh hifa. (Siregar, 2005).
berwarna putih, serta transparan. Besar kelain- Pencegahan berupa pendidikan kepada
an bervariasi dapat lentikular, numular atau pasien dan penjagaan kebersihan diri seperti
plakat, dapat berkonfluensi. Biasanya penderita menjaga tubuh supaya tidak lembab, mengganti
mengeluh gatal. Psoariasis juga dapat menye- pakaian lembab, jangan menggaruk-garuk tem-
babkan kelainan kuku. Kelainan yang khas pat yang ada jamur tersebut, sebab bisa menu-
adalah kuku keruh ,tebal bagian distalnya lar ketempat lain, gunakan pakaian yang dapat
terangkat pada lapisan tanduk dibawahnya, menyerap keringat, jangan bertukar-tukar
selain di kuku dapat juga di sendi umumnya handuk, sabun, pakaian dan tentunya rajin
bersifat poliartikular kemudian terjadi ankilosis mandi (Oktafani, 2009).
dan lesi kistik subkorteks (Oktafani, 2009). Pengobatan dengan salep anti jamur untuk
Tinea pedis terdapat di seluruh dunia dioleskan di tempat jamur tersebut. Banyak
sebagai dermatofitosis yang paling sering tersedia berbagai salep anti jamur dan dijual
terjadi. Meningkatnya insidensi Tinea pedis secara bebas. Pengolesan salep sebaiknya
mulai pada akhir abad ke-19 sehubungan setelah mandi, dan dalam kondisi bagian yang
dengan penyebaran Trichophyton rubrum ke terinfeksi harus kering, sehingga salep dapat
Eropa dan Amerika. Hal ini dipengaruhi oleh menempel dengan baik di kulit (Oktafani,
perjalanan orang keliling dunia, pendudukan 2009).
koloni oleh Inggris dan Perancis pada abad ke- Lingkungan merupakan salah satu faktor
19 dan awal abad ke-20 dan migrasi penduduk penentu derajat kesehatan, di samping beberapa
selama perang dunia kedua. Beberapa penulis variabel lainnya. Senada dengan hal tersebut,
berspekulasi bahwa area endemik spesies ini menurut laporan terbaru organisasi kesehatan
bermula di Asia Tenggara (Unandar, 2004). dunia (WHO) sebanyak 24 % dari penyakit
Tingkat prevalensi Tinea pedis secara global disebabkan oleh segala jenis faktor
nyata diketahui karena pasien tidak mencari lingkungan yang dapat dicegah. Oleh karena
nasihat medis kecuali kualitas hidup mereka itu, selanjutnya dibutuhkan upaya yang lebih
dipengaruhi, karena ini bukan penyakit yang intensif dan serius dari banyak pihak untuk
melakukan intervensi terhadap faktor ling- KOH 10%-40%, kerokan kulit dan kuku yang
kungan (Muninjaya, 2004). terinfeksi Tinea pedis, Tinea kruris, dan Tinea
Lingkungan kerja merupakan tempat yang ungium. Cara kerja dengan langkah sebagai
potensial mempengaruhi kesehatan pekerja. berikutWilayah
Lely, dkk Hubungan : (1) Kerja
Kelainan padaKejadian
Terhadap kulit Jamur…
dan kuku33
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi dibersihkan dengan alkohol 70%, kemudian
kesehatan pekerja antara lain faktor fisik, faktor diambil pada daerah yang masih aktif; (2)
kimia, dan faktor biologis. Lingkungan kerja Kelainan kulit dan kuku tersebut dikerok sisik
ataupun jenis pekerjaan dapat menyebabkan kulitnya dengan menggunakan spatel yang
penyakit akibat kerja (Ratna, 2006). steril; (3) Letakkan diatas objek glass dan tetesi
Kondisi lingkungan kerja sangat dengan KOH 10% untuk kerokan kulit dan
mempengaruhi kesehatan pekerjanya, seperti KOH 40% untuk kerokan kuku, kemudian
kondisi lingkungan kerja di PT. Perkebunan tutup dengan deck glass; (4) Lewatkan
Nusantara VII pada bagian pengolahan karet pemeriksaan tersebut beberapa kali diatas nyala
yang cenderung basah sehingga karyawan ban- api; (5) Pemeriksa dibawah mikroskop, mula-
yak yang terinfeksi jamur, seharusnya karya- mula dengan pembesaran 10 kali, kemudian
wan menggunakan standar APD (Alat Pelin- dengan perbesaran 40 kali; (6) Interpretasi hasil
dung Diri) saat bekerja seperti : helm, masker, (+) Bila ditemukan hifa dan spora, dan (-) Bila
sarung tangan, baju plastik, dan sepatu boot. tidak ditemukan hifa dan spora.
Dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara Analisis univariat dilakukan terhadap tiap
wilayah kerja dengan kejadian infeksi jamur. variabel dari hasil penelitian. Analisis terhadap
satu variabel. Biasanya dilakukan analisis untuk
BAHAN DAN CARA KERJA mengetahui : Distribusi frekuensi. Analisis Bi-
Penelitian ini merupakan jenis penelitian variat dalam penelitian menggunakan uji chi-
observasional analitik dengan desain cross sec- square pada α 5 %. Analisis ini dilakukan
tional.’ Pada penelitian ini variable independent dengan melihat hubungan wilayah kerja ter-
(bebas) adalah karyawan sedangkan variabel hadap kejadian infeksi jamur pada karyawan
dependent (terikat) jamur. PT. Perkebunan Nusantara VII di Kabupaten
Penelitian ini dilakukan di PT. Perkebunan Bengkulu Utara. Hasil penelitiandikatakan sig-
Nusantara VII dan pemeriksaan dilakukan di nifikan bila nilai P < α 0,05 maka Hipotesis
Laboratorium Poltekkes Kemenkes Bengkulu ditolak. Pelaksanaan penelitian dibagi menjadi
pada bulan Mei 2013. Populasi dalam dua tahap, yaitu tahapan persiapan dan tahapan
penelitian ini adalah seluruh karyawan PT. pelaksanaan. Pada tahapan persiapan meliputi
Perkebunan Nusantara VII pada bagian pen- kegiatan penetapan judul, survey awal,
golahan yang berjumlah 17 orang karyawan, pengumpulan data, merumuskan masalah
bagian pengasapan yang berjumlah 3 orang penelitian, menyiapkan instrumen penelitian,
karyawan, dan bagian sortasi yang berjumlah 9 ujian proposal. Setelah itu mengurus surat izin
orang karyawan. Sampel yang digunakan da- penelitian.
lam penelitian ini menggunakan teknik total Responden dalam penelitian ini berjumlah
sampling dimana jumlah populasi yang ber- 29 orang. Pada hari rabu menemui responden.
jumlah 29 orang karyawan seluruhnya dijadi- Untuk memperoleh data variabel independen
kan sampel penelitian. responden di pisahkan berdasarkan wilayah
Penelitian ini menggunakan pemeriksaan lingkungan kerjanya yaitu karyawan bagian
secara langsung memakai KOH 10%-40%. pengolahan, karyawan bagian pengasapan, dan
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah karyawan bagian sortasi. Untuk variabel de-
: Mikroskop, kaca arloji, batang pengaduk, pendent yaitu dengan cara mengambil sampel
neraca analitik, labu ukur, beker glas, ose bulat, pada responden : dengan cara kelainan pada
kaca benda, kaca penutup, kapas, bunsen, kulit atau kuku dibersihkan dengan alkohol
skapel, korek api, pot , pipet tetes, dan bahan 70%, kemudian kelainan pada kulit atau kuku
yang digunakan adalah : Alkohol 70%, larutan tersebut dikerok sisik kulitnya menggunakan
spatel yang steril, kerokan kulit atau kuku ter- didapatkan sebagian besar karyawan yaitu 88,2
sebut dimasukkan kedalam wadah sampel atau % terinfeksi jamur dan sebagian kecil karya-
pot yang telah diberi KOH 10% untuk wan yaitu 11,8 % tidak terinfeksi jamur se-
pemeriksaan Tinea pedis dan Tinea cruris dan dangkan pada bagian bukan pengolahan karet
34
KOHJurnal 40%Media
untuk Kesehatan, Volume
pemeriksaan 8 Nomor
Tinea 1, April 2015,tidak
unguium. hlm 01-99
didapatkan karyawan yang terinfeksi
Sampel-sampel tersebut selanjutnya diba- jamur. Hasil uji statistik diperoleh dengan nilai
wa ke laboratorium Poltekkes Kemenkes P (0.000) < dari pada α (0.05) sehingga dapat
Bengkulu, kemudian sampel langsung diperik- disimpulkan bahwa ada hubungan yang signif-
sa di ruangan Hematologi yaitu: 1) Sampel ikan antara wilayah kerja dengan kejadian in-
yang telah di tetesi KOH 10% untuk pemerik- feksi jamur.
saan Tinea pedis dan Tinea cruris dan KOH Tabel 2. Hasil Analisa Hubungan Wilayah Kerja Terhadap
Kejadian Infeksi Jamur Pada Karyawan
40% Tinea unguium di ambil menggunakan ose PT.Perkebunan Nusantara VII
bulat yang telah dipanaskan; 2) Kemudian dile-
Variabel Infeksi jamur
takkan di atas objek glass yang steril, di tutup (Wilayah f % P
+ -
dengan deck glass; 3) Fiksasi di atas Bunsen; 4) Kerja)
f % f %
Diperiksa secara mikroskop, mula-mula dengan Pengolahan 15 88,2 2 11,8 17 100
perbesaran 10 setelah itu dilanjutkan dengan karet
perbesaran 40. Dari hasil pemeriksaan tersebut Bukan 0 0 12 100 12 100 0.000
pengolahan
positif bila ditemukan hifa dan spora, dan karet
negatif bila tidak ditemukan hifa dan spora.
PEMBAHASAN
HASIL
Dari hasil yang dilakukan analisis menun-
Setelah data dikumpulkan kemudian data jukkan bahwa ada hubungan yang signifikan
diolah secara univariat dengan menggunakan antara wilayah kerja terhadap kejadian infeksi
rumus distribusi frekuensi dan bivariat dengan jamur pada karyawan PT. Perkebunan Nusanta-
menggunakan uji Chi-Square. ra VII Kabupaten Bengkulu Utara.
Analisis Univariat Lingkungan wilayah kerja yang tidak me-
menuhi standar kesehatan diketahui merupakan
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Wilayah Kerja dan Kejadian
Infeksi Jamur di PT. Perkebunan Nusantara VII faktor resiko timbulnya gangguan kesehatan
di Kabupaten Bengkulu Utara Tahun 2013. masyarakat seperti infeksi jamur. Infeksi jamur
Variabel Frekuensi Presentase merupakan salah satu penyakit yang erat hub-
(%) ungannya dengan personal hygiene dan ling-
Wilayah Kerja kungan kerja. Seperti pada salah satu wilayah
Pengolahan Karet 17 58,6
Bukan Pengolahan Karet 12 41,4 lingkungan kerja di PT. Perkebunan Nusantara
Kejadian Infeksi Jamur VII di Kabupaten Bengkulu Utara, yaitu pada
Positif 15 51,7 bagian pengolahan. Pada wilayah ini, karyawan
Negatif 14 48,3
berkontak langsung dengan air yang merupa-
Berdasarkan tabel 1 dapat dilihat bahwa kan salah satu sumber penularan infeksi jamur.
sebagian besar responden (58,6%) bekerja di Air yang cenderung kotor merupakan tempat
pengolahan karet, dan sebagian kecil responden yang baik untuk pertumbuhan jamur. Tubuh
(41,4%) bekerja di bagian bukan pengolahan para karyawan pengolahan yang terpapar air
karet (pengasapan dan sortasi), dan bahwa se- dalam waktu lama juga merupakan salah satu
bagian besar responden (51,7%) terinfeksi penyebab timbulnya infeksi jamur. Jam kerja
jamur, dan sebagian kecil responden (48,3%) yang relatif lama juga merupakan salah satu
tidak terinfeksi jamur. penyebab timbulknya infeksi. Dari 17 orang
Analisis Bivariat karyawan pada bagian pengolahan terdapat 2
orang karyawan tidak terinfeksi jamur dikare-
Berdasarkan tabel 2 dapat diketahui bahwa nakan karyawan tersebut menggunakan APD
pada wilayah kerja di bagian pengolahan karet (Alat Pelindung Diri) saat bekerja sehingga tid-
ak berkontak langsung dengan air yang meru- PT.Perkebunan Nusantara VII yang berkontak
pakan sumber penularan infeksi jamur. langsung dengan air yang merupakan salah satu
Pada bagian pengasapan lingkungan ker- sumber penularan infeksi jamur. Lingkungan
janya cenderung panas sehingga kurang kerja ataupun jenis pekerjaan dapat menyebab-
memungkinkan untuk timbulnya jamur, Lely,se-
dkk Hubungan Wilayahakibat
kan penyakit Kerja Terhadap Kejadian
kerja (Ratna, Jamur… 35
2006).
dangkan pada bagian sortasi lingkungan ker- Menurut Siregar (2005) bahwa penularan
janya bersih dan kering. Pada ketiga wilayah infeksi jamur khususnya Tinea pedis secara
kerja tersebut juga tidak ada rotasi atau per- tidak langsung dapat melalui tanaman, kayu
putaran kerja bagi para karyawannya, sehingga yang dihinggapi jamur, barang-barang atau pa-
karyawan pada bagian pengolahan lebih mudah kaian, debu atau tanah, dan air yang terkontam-
terinfeksi jamur karena terlalu sering terpapar inasi spora jamur. Hal ini juga sesuai dengan
air dan tidak memakai APD (Alat Pelindung teori Hainer bahwa penularan jamur dapat ter-
Diri) saat bekerja dibandingkan dengan karya- jadi secara langsung maupun tidak langsung.
wan di bagian pengasapan dan sortasi yang
lingkungan kerjanya kering dan bersih. KESIMPULAN
Penelitian ini didukung oleh pernyataan Berdasarkan penelitian dan pembahasan
Muninjaya (2004) yang menyatakan bahwa Hubungan Wilayah Kerja Terhadap Kejadian
lingkungan merupakan salah satu faktor penen- Infeksi Jamur Pada Karyawan PT.Perkebunan
tu derajat kesehatan, di samping beberapa vari- Nusantara VII di Kabupaten Bengkulu Utara
abel lainnya. Senada dengan hal tersebut, Tahun 2013 dapat disimpulkan bahwa ada
menurut laporan terbaru organisasi kesehatan hubungan yang signifikan antara wilayah kerja
dunia (WHO) sebanyak 24 % dari penyakit terhadap kejadian infeksi jamur di PT. Perke-
global disebabkan oleh segala jenis faktor ling- bunan Nusantara VII di Kabupaten Bengkulu
kungan yang dapat dicegah. Oleh karena itu, Utara tahun 2013dan sebanyak 58,6 % re-
selanjutnya dibutuhkan upaya yang lebih inten- sponden bekerja di bagian pengolahan karet
sif dan serius dari banyak pihak untuk dan 51,7 % responden terinfeksi jamur.
melakukan intervensi terhadap faktor ling- Bagi PT. Perkebunan NusantaraVII di-
kungan. harapkan pihak PT. Perkebunan Nusantara VII
Lingkungan kerja merupakan tempat yang lebih sering memberikan informasi dan saran
potensial mempengaruhi kesehatan pekerja. pada karyawan untuk lebih memperhatikan
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penggunaan APD (Alat Pelindung Diri) dalam
kesehatan pekerja antara lain faktor fisik, faktor bekerja agar tidak terinfeksi jamur.
kimia, dan faktor biologis. Faktor fisik seperti
halnya karyawan pada bagian pengolahan di
DAFTAR RUJUKAN
Anneahira, 2009. Panu, penyakit kulit yang tidak Ichan, 2009. Dermatofitosis “penyakit kulit”. Diakses
berbahaya. Diakses dari http//www.Anneahira.com dari http//www.IcHan-RiZkAn. Com. Html.
Budimulja.U, 2004. Dermatomikosis Superfisialis. Laksmintari, 2007. Pengobatan dan Pencegahan
Jakarta: FKUI. Penyakit Kulit Dan Kelamin. PT.Sunda Kelapa
Bramono. K, 2004. Pemaparan Tentang Jamur. Jakarta. Pustaka. Jakarta.
Brown. R, 2005. Dermatologi. Erlangga. Jakarta. Muninjaya. A, 2004. Manajemen Kesehatan Edisi Ke
Cipta, 2008. Kebutuhan Personal Hygiene. Diakses dari Dua. ECG. Jakarta.
www.serbaserbikesehatan.com Murti. B, 2003. Prinsip dan Metode Riset Epidemiologi ,
Dian. R, 2006. Faktor-fakto Yang Berhubungan Denga Ed. Kedua, Gajah Mada University press,
Kejadian Tinea pedis Pada Pemulung di TPA Yogyakarta.
Jatibarang Semarang. Semarang. Nadesul. H, 2004. Infeksi Jamur Kulit. Diakses dari
Gandahusada. S, 2003. Parasitologi Kedokteran Edisi www.depkes.co.id.
Ketiga. FKUI. Jakarta. Notoatmodjo, 2007. Metode Penelitian Kesehatan.
Graham. R, 2005. Dermatologi. Jakarta: Erlangga. Rineka cipta, Jakarta.
Harahap. M, 2000. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Oktafani, 2009. Tinea Kruris. Jakarta: FKUI.
Hipokrates.
36 Jurnal Media Kesehatan, Volume 8 Nomor 1, April 2015, hlm 01-99
Perdoski, 2001. Dermatofitosis Superfisialis. Jakarta: Siregar, 2005. Penyakit Jamur Kulit. Palembang: Univer-
FKUI. sitas Kedokteran Palembang.
Ratna. D, 2006. Faktor-fakto Yang Berhubungan Denga Sobera. J, 2003. Dermatology volume 1. US: Mosby
Kejadian Tinea pedis Pada Pemulung di TPA Jati- Elsevier.
barang Semarang. Semarang. Subakir, 2005. Mikologi kedokteran. Semarang.
Robin, 2005. Patologis Penyakit Kulit. EGC.Jakarta. Unandar, 2004. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Jakar-
ta: FKUI.