Model Epistemologi Personal Dalam Keyakinan Tauhid Nabi Ibrahim As (Perspektif Psikologi Dan Islam)

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 20

PSYMPATHIC : Jurnal Ilmiah Psikologi eISSN: 2502-2903, pISSN: 2356-3591

Volume 4, Nomor 1, 2017: 1-20 DOI: 10.15575/psy.v4i1.1263

Model Epistemologi Personal


dalam Keyakinan Tauhid Nabi Ibrahim As
(Perspektif Psikologi dan Islam)
Ali Mahmud Ashshiddiqi
Universitas Islam Indonesia, Jl. Kaliurang Km.14,5 Yogyakarta 55584
e-mail: ali.ma@uii.ac.id

Abstract

This library research explores the content of the Quran Surah Al An'am verses 74-79 and Surah Al
Baqarah verse 131 about the monotheistic faith of the prophet Ibrahim. Based on the data of
historical information and interpretation of Quran from the literature sources that collected
through documentation, this study used historical, hermeneutics, and synthetic analysis
approaches to uncover the model of personal epistemology from that monotheistic faith. Through
descriptive-analytic, descriptive-comparative analyses and interpretation with the pattern of
reflective thinking, the result indicates that the psycho-social and spiritual or religiosity conditions
created an epistemic climate and encouraged epistemic changes on the prophet Ibrahim. The
model of personal epistemology of the prophet Ibrahim accommodate existing models and
different from the other models, especially with regard to the involvement of revelation and
transcendental awareness factors and psychological qualities such as sincerity, love of truth,
courage, and commitment to fight for conviction.

Keywords: monotheistic faith, personal epistemology, Islamic Psychology

Abstrak
Penelitian pustaka ini mengeksplorasi kandungan Alquran Surat Al An'am ayat 74-79 dan Surat Al
Baqarah ayat 131 tentang keyakinan tauhid Nabi Ibrahim as. Berdasarkan data-data berupa
informasi sejarah dan penafsiran Alquran yang dikumpulkan melalui dokumentasi, penelitian ini
menggunakan pendekatan sejarah, hermeneutika, dan analisis sintetis untuk mengungkap model
epistemologi personal dari keyakinan tauhid tersebut. Melalui analisis deskriptif-analitik dan
deskriptif-komparatif serta interpretasi dengan pola berpikir reflektif, hasil menunjukkan bahwa
kondisi psiko-sosial dan spiritual atau keagamaan menciptakan iklim epistemik dan mendorong
perubahan epistemik pada diri Nabi Ibrahim as. Model epistemologi personal Nabi Ibrahim as.
mengakomodasi model-model yang ada dan berbeda dari model-model lainnya, terutama berkaitan
dengan faktor keterlibatan wahyu dan kesadaran transendental dan kualitas psikologis seperti
ketulusan, cinta kebenaran, keberanian, dan komitmen untuk memperjuangkan keyakinan.

Kata Kunci: keyakinan tauhid, epistemologi personal, Psikologi Islami

Pendahuluan masuk epistemologi yang berada di jantung


pandangan dunia Islam.
Krisis Epistemologi
Epistemologi Barat berbeda tajam
Sardar (1996) menyatakan bahwa
dengan epistemologi Islam yang memiliki
imperialisme epistemologis dari peradaban
karakter unik karena dua prinsip yang
Barat telah mendominasi cara pemikiran
mendasarinya, yaitu: prinsip keragaman
dan cara penyelidikan, dan membuat
dan prinsip kesalingterkaitan (Sardar,
masyarakat-masyarakat muslim seluruhnya
1996). Pertama, bahwa berbagai cara
dan masyarakat-masyarakat lainnya di-
mengetahui alam dan realitas yang ber-
bentuk menurut image manusia Barat.
macam-macam itu sama-sama valid me-
Imperialisme epistemologis ini telah
nurut Islam. Kesemua ciri itu tunduk pada
mengabaikan dan bahkan menyingkirkan
nilai-nilai wahyu Quran yang abadi. Kedua,
alternatif-alternatif epistemologi lain ter-
bahwa semua bentuk ilmu pengetahuan

1
Psympathic, Jurnal Ilmiah Psikologi Juni 2017, Vol. 4, No.1, Hal: 1 - 20

adalah saling berkaitan dan secara organis beri kerangka acuan bagi konsep-konsep
berhubungan dengan spirit wahyu Quran. yang sudah ada.
Islam tidak hanya mewajibkan pencarian Muhadjir (1996) menegaskan bahwa
ilmu pengetahuan, tapi juga selalu meng- atas dasar misi Islam untuk menyem-
hubungkannya dengan gagasan Islam yang purnakan akhlak manusia dan keyakinan
unik mengenai ibadah. Ilmu pengetahuan bahwa wahyu Allah adalah kebenaran
harus dicari dalam rangka pengabdian mutlak, maka diperlukan metodologi
kepada Allah dan untuk mencari ridha-Nya. Psikologi yang dapat mendorong manusia
Dua prinsip epistemologi Islam ter- untuk berbuat lebih baik (motivasional);
sebut menegaskan bahwa nilai-nilai wahyu bukan sekedar deskriptif dan hanya inter-
memiliki peran sebagai sumber rujukan pretatif, melainkan mampu mendorong
utama sekaligus acuan orientasi bagi ilmu orang untuk berperilaku baik.
pengetahuan termasuk Psikologi Islami. Apabila tantangan tersebut terjawab,
Dengan demikian terjalin hubungan yang bukan hal yang tidak mungkin bahwa
bersifat organis antara wahyu dan Psikologi Psikologi Islami akan mencapai cita-
Islami. Bastaman (1996: 2005) berpendapat citanya yang tidak hanya ingin memiliki
bahwa, dari sudut metodologi keilmuan, fungsi pemahaman, pengendalian, dan
wahyu dan Psikologi keduanya sama-sama peramalan, sebagaimana sains pada
mengandung kekuatan dan kelemahan. umumnya, tapi juga memiliki fungsi pe-
Psikologi sebagai sains sudah mantap tetapi ngembangan ilmu dan kesehatan mental
teori-teorinya banyak yang tidak benar serta fungsi pendidikan dalam menga-
menurut tolak ukur Islam. Sementara Al- rahkan manusia pada ridha-Nya (Bastaman,
quran dan Alhadis isinya maha benar tetapi 1996; Nashori, 1996a, 1996b). Hal ini
kebanyakan belum terrumus sesuai syarat merupakan suatu keniscayaan karena
keilmuan. Ikatan organis antara Psikologi Psikologi Islami berorientasi kepada
dan wahyu akhirnya menjadi kebutuhan konsep manusia menurut ajaran Islam
yang tidak bisa diabaikan. (Alquran dan Alhadis), dimana perilaku
Imperialisme epistemologi Barat di dianggap sebagai manifestasi pengalaman
satu sisi, dan karakteristik epistemologi manusia yang melibatkan pikiran, perasaan,
Islam pada sisi yang lain, keduanya me- sikap, kehendak, dan relasi dengan sesama
lahirkan tantangan-tantangan dilematis bagi manusia, alam material, dan Tuhan
ilmuwan-ilmuwan muslim di bidang (Baharuddin, 2007).
Psikologi (Badri, 1986). Menurut Bastaman
(2005), kesadaran atas kurangnya karakter Epistemologi Personal
Islami pada sains Psikologi modern dan Epistemologi personal memiliki peran
kurangnya karakter ilmiah pada prinsip- penting bagi pemahaman selain meta-
prinsip yang terkandung dalam Alquran kognisi dan skemata. Bahkan Schommer
dan Alhadis melahirkan tantangan bagi (1990) mengemukakan kritik tentang
islamisasi Psikologi (Bastaman, 2005). skemata yang tidak bisa menjelaskan
Tantangan ini diantaranya adalah bagai- mengapa beberapa siswa gagal meng-
mana menjadikan wawasan Islam mengenai integrasikan informasi, dan tentang meta-
manusia sebagai landasan filsafat untuk kognisi yang tidak bisa menjelaskan
Psikologi, tanpa menghapus atau me- mengapa beberapa siswa gagal mengawasi
nganggap salah sama sekali wawasan- pemahaman mereka. Beberapa jawaban
wawasan, teori-teori, sistem, metode dan yang masuk akal tentang masalah-masalah
teknik-teknik pendekatan yang sudah ada ini bisa ditemukan dalam studi-studi
dan berkembang di lingkungan Psikologi. tentang keyakinan epistemologis.
Wawasan Islam tersebut berperan untuk Chan (2007) mengungkapkan bahwa
melengkapi, menyempurnakan, dan mem- secara faktual kontribusi dan pengaruh

2
Model Epistemologi Personal Dalam Keyakinan Tauhid Nabi Ibrahim as (Perspektif Psikologi dan Islam) (Ali Mahmud Ashshiddiqi)

keyakinan epistemologis pada belajar dan bisa memandu siswa menjadi pemikir,
mengajar telah mengemuka dalam literatur persisten, dan pembelajar mandiri. Hofer
penelitian selama beberapa dekade. Keya- (2001) juga menjelaskan bahwa personal
kinan tersebut bersifat khusus secara epistemology memiliki hubungan-hubungan
budaya dan ada dimensi-dimensi berbeda kuat yang bersifat organis dengan belajar
dari keyakinan di antara kelompok- dan mengajar atau pendidikan. Pertama,
kelompok kultural yang berbeda. Ke- epistemologi itu berkembang, dan per-
banyakan temuan-temuan penelitian ten- kembangan adalah tujuan pendidikan, maka
tang keyakinan epistemologis berasal dari dari itu bagian dari tujuan pendidikan
studi-studi Barat (terutama Amerika Utara) adalah mendorong perkembangan epis-
dan tidak diketahui apakah temuan-temuan temologis. Kedua, epistemologi ada dalam
itu bisa diterapkan pada siswa-siswa di bentuk keyakinan-keyakinan, dan belajar
China Hong Kong. Studi-studi tentang dipengaruhi oleh keyakinan-keyakinan
keyakinan epistemologis di negara-negara epistemologis yang individu miliki. Ketiga,
Timur dan budaya China masih jarang epistemologi itu seperti teori atau ada
dilakukan. Ini menunjukkan bahwa sebagai sumber-sumber epistemologi yang
konteks-konteks budaya perlu dikem- berkembang dengan baik, dan di dalam
bangkan lagi sebagai faktor penting yang proses belajar teori dan sumber-sumber itu
dianggap memengaruhi keyakinan epis- diaktifkan dan dimasukkan dalam cara-cara
temologis. yang mandiri sesuai konteks.
Menurut penulis, selain konteks bu- Sebagaimana diungkapkan Hofer
daya, konteks-konteks keyakinan religius (2001), wilayah epistemologi telah lama
juga menarik untuk diteliti. Asumsinya menjadi daya tarik bagi para filosof, tetapi
adalah, sebagaimana mendasari penelitian ketertarikan para pakar Psikologi relatif
ini, bahwa ajaran-ajaran agama mengan- baru. Perkembangan teori tentang epis-
dung dasar-dasar pandangan hidup yang temologi personal di kancah keilmuan
melahirkan pola sikap, pola pikir, dan pola Psikologi Barat-modern sendiri sebenarnya
perilaku. Dalam hal ini penulis terinspirasi sudah berlangsung lama. Greene, Torney,
oleh penelitian Shtulman (2013) yang dan Azevedo (2010) menegaskan bahwa
membandingkan keyakinan ilmiah dan epistemologi personal merupakan wilayah
keyakinan supranatural melalui empat penelitian yang relatif baru dan kompleks,
dimensi makna epistemik (epistemic dan membutuhkan banyak investigasi
import): kepercayaan diri personal, kon- dengan beragam teknik. Sejauh pe-
sensus yang diterima, arti pembenaran, dan ngamatan penulis, minat para ilmuwan
keterbukaan untuk revisi. Keyakinan ilmiah Psikologi di Barat terhadap tema-tema
lebih kuat dari keyakinan supranatural epistemological beliefs terus meningkat dan
dalam dimensi kepercayaan diri dan kon- mewujud dalam fokus yang semakin
sensus tapi lebih lemah dalam dimensi beragam. Kecenderungan seperti ini belum
pembenaran dan revisi, khususnya bagi terlihat menggembirakan di Indonesia
partisipan dengan tingkat keyakinan apalagi di kalangan ilmuwan muslim
supranatural yang lebih tinggi dan Psikologi. Sumber-sumber literatur, baik
tingkatan pemahaman yang lebih rendah sebagai hasil pemikiran maupun penelitian,
tentang sifat dasar sains. mengenai teori tersebut bisa dikatakan
Schommer (1990) menyatakan bahwa masih terbatas.
pentingnya penelitian mengenai keyakinan
epistemologis tidak bisa diingkari. Keya- Keyakinan Tauhid Nabi Ibrahim as.
kinan-keyakinan epistemologis mempe- Penulis menemukan adanya perbedaan
ngaruhi belajar dan membantu memahami penafsiran di kalangan ulama tafsir
pikiran dengan lebih baik. Pemahaman ini (mufassir) tentang kisah keyakinan tauhid

3
Psympathic, Jurnal Ilmiah Psikologi Juni 2017, Vol. 4, No.1, Hal: 1 - 20

Nabi Ibrahim as. yang disebutkan dalam faktor wahyu Tuhan; bercorak irfani karena
Surat Al An‟am ayat 74-79 dan Surat Al pengalaman dan penghayatan batin serta
Baqarah ayat 131 (Asy Syafi‟i, 1996). intuisi turut berperan; dan bercorak burhani
Sebagian mufassir mengatakan bahwa apa karena realitas alam, sosial dan humanitas
yang dilakukan Nabi Ibrahim as. me- menjadi sumber pertama dan utama
rupakan strategi dakwah untuk menyam- pengetahuan Nabi Ibrahim as. tentang
paikan ajaran tauhid kepada umatnya. Tuhan. Corak burhani lebih mendominasi
Pendapat ini berasal dari Ibnu Katsier, Al epistemologi nalar Nabi Ibrahim as. diban-
Maraghi, Fakhrurrazi, dan Muhammad ding dua corak yang lain. Ketiganya ter-
Rasyid Ridha. Sebagian mufassir lain kumpul dan saling berdialog sehingga
menyatakan bahwa pengalaman itu bersifat membentuk pola hubungan yang bersifat
spiritual dan terjadi sebelum Nabi Ibrahim sirkular, dimulai dari burhani dengan gerak
as. mengetahui siapa Tuhan yang se- dinamis akal, lalu irfani dengan ber-
sungguhnya, atau bukan merupakan fungsinya intuisi, dan terakhir bayani
argumentasi (hujjah) bagi ajaran tauhid dengan datangnya wahyu.
yang dibawakannya. Pendapat kedua ini Adzhim (1989), berkaitan dengan
diungkapkan oleh Ath Thabary, Al pengalaman intelektual-spiritual Nabi
Baghawy, Sayyid Quthb, dan Ath Ibrahim as., menyatakan bahwa metode
Thaba‟thaba‟i. Berdasarkan temuan ini, berpikir yang digambarkan dalam kisah
penulis bersandar pada pendapat kedua Nabi Ibrahim as. terkait dengan masalah
bahwa pengalaman Nabi Ibrahim as. penyembahan berhala (paganisme) yang
merupakan pengalaman spiritual berkaitan merebak dalam kehidupan umatnya saat itu.
dengan proses pencapaian keyakinan Masalah terbesar yang ingin ditunjukkan
tauhid. dalam kisah tersebut adalah bagaimana
Penulis mendekati pengalaman menggunakan akal agar bisa mencapai
spiritual Nabi Ibrahim as. tersebut dengan keimanan kepada Allah Yang Esa. Najati
menggunakan pendekatan psikologis (2004) juga menerangkan bahwa langkah-
dengan melibatkan pandangan-pandangan langkah mengetahui yang dilalui Nabi
Psikologi, khususnya dari perspektif Ibrahim as. untuk memperoleh pengetahuan
Psikologi Kognitif. Penulis sebelumnya tentang Tuhan merupakan sebuah metode
telah meneliti pengalaman Nabi Ibrahim as. berpikir yang digambarkan Alquran.
ini dengan pendekatan filosofis untuk Sayangnya, aspek-aspek psikologis, khu-
menggali konsep epistemologi pendidikan susnya epistemologi personal, dari metode
yang dikandungnya dan menemukan berpikir Nabi Ibrahim as. ini tidak di-
implikasi-implikasi penting dari konsep jelaskan lebih mendalam.
tersebut bagi pendidikan Islam Kajian Psikologi Islami tentang
(Ashshiddiqi, 2003). Penelitian ini lebih tafakkur telah dilakukan Malik Badri
lanjut menelaah aspek-aspek psikologis (1996) melalui bukunya “Al Tafakkur min
berkenaan dengan epistemologi personal Al Musyahadah ila Al Syuhud: Dirasah Al
(personal epistemology). Nafsiyah Al Islamiyah”, dengan menelaah
Studi Ashshiddiqi (2003) menyim- konsep tafakkur dan membedakannya dari
pulkan bahwa kisah pencarian Tuhan oleh konsep berpikir menurut Psikologi Barat.
Nabi Ibrahim as. dalam Alquran me- Selain menjelaskan tentang proses tafakkur
refleksikan sebuah corak epistemologi. dan faktor-faktor yang memengaruhinya,
Corak epistemologi Nabi Ibrahim as. tafakkur sendiri dinyatakan juga memiliki
meliputi tiga teori pengetahuan dalam implikasi yang penting bagi keimanan dan
tradisi pemikiran umat Islam, yakni bayani, peribadatan seorang mukmin. Sayangnya,
irfani, dan burhani. Epistemologi Nabi buku tersebut juga tidak menjelaskan
Ibrahim as. bercorak bayani karena terdapat secara detail dan eksplisit mengenai aspek-

4
Model Epistemologi Personal Dalam Keyakinan Tauhid Nabi Ibrahim as (Perspektif Psikologi dan Islam) (Ali Mahmud Ashshiddiqi)

aspek keyakinan epistemologis atau epis- yang akan melengkapi, menyempurnakan,


temologi personal dalam konsep tafakkur, dan memberi kerangka acuan bagi konsep-
dengan menjadikan keyakinan tauhid Nabi konsep Psikologi yang sudah ada. Penulis
Ibrahim as. sebagai contoh model utama- berusaha melakukan telaah banding antara
nya. wawasan islami mengenai manusia dengan
At Tahami Naqrah (1971), jauh se- wawasan Psikologi, khususnya di wilayah
belumnya, melalui disertasinya “Sikulujiah Psikologi Kognitif dan pendidikan. Pene-
Al Qasas fi Al Qur‟an (Psikologi Kisah- litian ini memfokuskan pada Alquran
kisah dalam Alquran)” mengungkap bahwa sebagai sentralnya serta pendapat para
kisah-kisah tentang Nabi Ibrahim as. dalam mufassir dan pakar dalam berbagai
Alquran menunjukkan gambaran kepriba- khazanah intelektual muslim dan ilmuwan
dian Nabi Ibrahim as. yang ideal. Hal ini Psikologi Barat sebagai perifernya. Pene-
terlihat pada pandangan cemerlang, cinta litian ini berusaha menemukan ide dasar
akan kebenaran atau keyakinan, ketaatan dan makna esensial tentang model personal
kepada Allah secara lurus dan ikhlas, epistemology yang terkandung dalam
kelembutan dan keramahan, serta kasih keyakinan tauhid Nabi Ibrahim as. sebagai-
sayang dan kemurahan hati. Hanya saja, mana digambarkan dalam Alquran Surat Al
meskipun menggunakan ulasan-ulasan An‟am ayat 74-79 dan Surat Al Baqarah
psikologis, kisah tentang keyakinan tauhid ayat 131.
Nabi Ibrahim as. belum dianalisis lebih Penulis secara khusus memperhatikan
detail dan mendalam sisi-sisi dinamika rekomendasi Baharuddin (2007) tentang
psikologis dari keyakinan epistemologis- keharusan Psikologi Islami yang mengakui
nya. Menurut penulis, ini disebabkan pada dimensi al ruh dan al fitrah selain dimensi-
masa itu (1970-an) topik-topik penelitian dimensi pada jiwa raga sebagaimana fokus
tentang keyakinan epistemologis atau dominan Psikologi Barat memperluas
epistemologi personal belum muncul ke telaahnya pada pengalaman spiritual. Sa-
permukaan. Sebagaimana diterangkan saran penelitian tentang Psikologi Islami
Hofer (2001), bahwa teori epistemologi lebih lanjut dapat diarahkan kepada ide-ide
personal baru berkembang sejak konsep- Psikologi Islami dalam filsafat Islam,
tualisasi Perry melalui sebuah penelitian di tasawuf Islam, tafsir Alquran dan Alhadis.
tahun 1970. Penelitian ini, dengan informasi-informasi
Menurut penulis aspek-aspek ke- sejarah dan penafsiran-penafsiran Alquran,
yakinan epistemologis (epistemological bertujuan pertama-tama mengetahui latar
beliefs) dari keyakinan tauhid Nabi Ibrahim belakang sejarah dari keyakinan tauhid
as. perlu diteliti kembali untuk mengetahui Nabi Ibrahim as. dan gambaran tentang
model personal epistemology menurut dinamika psikologis epistemologi personal
Alquran. Penelitian ini menjadi penting dan Nabi Ibrahim as. terkait keyakinan tersebut.
aktual bukan saja karena konsep epis- Berdasarkan dua hal tersebut, sebagai
temologi berdasarkan keyakinan tauhid tujuan primer penelitian ini, penulis
dalam Alquran itu memiliki implikasi- kemudian mengungkap model epistemologi
implikasi terhadap pendidikan Islam personal yang diabstraksikan dari sistem
(Ashshiddiqi, 2003), tetapi tentu saja keyakinan tauhid Nabi Ibrahim as. menurut
epistemologi tersebut juga mengandung sudut pandang Islam dan Psikologi.
implikasi penting bagi Psikologi Islami. Penelitian ini dilakukan sebagai upaya
mengisi kesenjangan dalam dunia pe-
Penelitian Saat Ini nelitian Psikologi Kognitif dan pendidikan,
Penelitian ini dilakukan sebagai upaya terutama tentang epistemologi personal,
menjawab tantangan-tantangan Psikologi dengan mengeksplorasi realitas-realitas
Islami, yakni membangun wawasan Islam religius-spiritual (religious-spiritual reali-

5
Psympathic, Jurnal Ilmiah Psikologi Juni 2017, Vol. 4, No.1, Hal: 1 - 20

ties). Selain akan menambah khazanah yang memberikan gambaran utuh tentang
pemikiran dan penelitian Psikologi di doktrin Islam dan lebih jauh lagi, tentang
Indonesia, implikasi-implikasi hasil pene- Weltanschauung-nya. Bagian ini menun-
litian ini akan sangat berarti bagi pengem- jukkan berbagai ideal-type tentang konsep-
bangan teori-teori Psikologi Islami. Hal konsep. Kedua, kisah-kisah historis dan
yang sama berharganya adalah implikasi perumpamaan (amtsal) yang mendorong
penting temuan penelitian ini terhadap kepada kontemplasi tentang hakikat dan
pengembangan pendidikan Islam agar makna kehidupan. Bagian ini menun-
fungsi dan perannya dalam pembimbingan jukkan arche-type tentang kondisi-kondisi
dan pengarahan manusia menuju ke- yang universal dan mendorong pengam-
sempurnaan yang didasarkan pada nilai- bilan pelajaran atau pesan-pesan moral.
nilai dan cita-cita pandangan dunia Islam Melalui pendekatan sintetik-analitik
semakin teguh. penulis berusaha membangun teori tentang
epistemologi personal dari Alquran dengan
Metode Penelitian mengelaborasi kisah Nabi Ibrahim as.
dalam membangun keyakinan tauhid.
Pendekatan Penelitian
Keyakinan tauhid merupakan salah satu
Penelitian ini menggunakan tiga
ideal-type yang dikandung Alquran, se-
pendekatan, yakni: pendekatan sejarah,
dangkan pengalaman spiritual Nabi Ibrahim
pendekatan hermeneutika, dan pendekatan
as. merupakan arche-type sebagai bentuk
sintetik-analitis. Pendekatan sejarah
peristiwa historis yang juga diceritakan
(Shiddiqi, 2004) digunakan agar Nabi
dalam Alquran. Keyakinan tauhid yang
Ibrahim as. dan aspek-aspek kesejarahan
dibangun Nabi Ibrahim as. mengandung
dari keyakinan tauhid (termasuk faktor-
pesan-pesan moral-teologis dan pesan-
faktor internal dan eksternal) dapat di-
pesan ilmiah yang perlu dianalisis atau
pahami. Pendekatan hermeneutika digu-
dielaborasi lebih lanjut agar muncul
nakan untuk mencari makna dari susunan
konstruk atau bangunan teoretis tentang
kalimat, konteks budaya, tafsir transenden
epistemologi personal yang mencakup
dan dari lainnya termasuk khazanah
pengetahuan dan bagaimana manusia
intelektual Islam klasik, modern ataupun
mengetahui.
kontemporer, sebagai objek kajian atau
telaah keilmuan keislaman yang baru
(Muhadjir, 1998; Abdullah, 2006). Dengan Sumber Data dan Pengumpulan Data
Penelitian ini merupakan penelitian
demikian terjadi lingkaran hermeneutis-
kepustakaan (library research) yang
historis antara pemahaman lama dan
dilakukan dengan menghimpun data dari
pemahaman baru, dan tercapai nuansa
berbagai literatur untuk menemukan
pemahaman yang lebih produktif, tidak
berbagai teori, hukum, dalil, prinsip-
reproduktif mengulang-ulang pemahaman
prinsip, pendapat, gagasan, dan lain-lain
penafsiran sebelumnya (Baker dan Zubair,
(Nawawi, 2012). Data-data literatur ini
1998) tentang keyakinan tauhid Nabi
dikumpulkan melalui metode dokumentasi
Ibrahim as. ini.
(Arikunto, 2010), sehingga penulis mem-
Adapun pendekatan sintetik-analitik
peroleh informasi bukan dari orang sebagai
dalam penelitian ini, sebagaimana pe-
narasumber, tetapi dari macam-macam
mikiran Kuntowijoyo (2005), didasari oleh
sumber tertulis (Bloor dan Wood, 2006).
pandangan bahwa kandungan Alquran itu
Sumber data penelitian ini terdiri dari
meliputi dua bagian. Pertama, konsep-
dua jenis sumber: sumber primer dan
konsep yang merujuk kepada pengertian-
sumber sekunder (Ndraha, 1985). Sumber
pengertian normatif yang khusus, doktrin-
data primer memberikan data-data yang
doktrin etik, aturan-aturan legal, dan
langsung berkaitan dengan obyek pene-
ajaran-ajaran keagamaan pada umumnya

6
Model Epistemologi Personal Dalam Keyakinan Tauhid Nabi Ibrahim as (Perspektif Psikologi dan Islam) (Ali Mahmud Ashshiddiqi)

litian, yaitu: Mushaf Alquran (Departemen historis) yang memengaruhi keyakinan


Agama, 2002); Indeks Al Quran, seperti Al tauhid Nabi Ibrahim as. dan mem-
Mufradat fi Gharib Al Quran (Al Isfahani, bandingkan faktor-faktor tersebut.
tanpa tahun) dan Tafshil Ayat Al Quran Al Selanjutnya, penulis menginterpreta-
Hakim (Baqi, 1955); Kitab-kitab tafsir, sikan data dengan menggunakan pola
seperti Fi Dzilalil Quran (Juz VII) (Quthb, berpikir reflektif, yaitu mengkombinasikan
1967), Al Mizan fi Tafsir Al Quran (Juz dan bergerak hilir-mudik antara cara
VII) (Ath Thaba‟thaba‟i, 1991), Jami‟ul berpikir deduktif dan induktif (Hadi, 2015).
Bayan „an Ta‟wil Aayi Al Quran (Juz I dan Penulis mula-mula bergerak dari fakta-
VII) (Ath Thabary, 1990, 1995), Tafsir Al fakta sejarah seputar keyakinan tauhid Nabi
Baghawy Al Musamma Ma‟alimu Al Tanzil Ibrahim as., penafsiran-penafsiran terhadap
(Juz II) (Al Baghawy, 1992), dan Al ayat-ayat Alquran, sampai dengan pen-
Futuhat Al Ilahiyyah bi Taudih Tafsir Al jelasan-penjelasan Psikologi, dan begitu
Jalalain li Al Daqaiq Al Khafiyah (Juz II) pula sebaliknya secara hilir-mudik. Ini
(Asy Syafi‟i, 1996); dan buku-buku sejarah merupakan langkah verifikasi tentang per-
para nabi, seperti Tarikh Al Umam wal nyataan-pernyataan yang meyakinkan
Mulk (Juz I) (Ath Thabary, 1979), Silsilah tentang objek penelitian ini sebelum pe-
Qasas Al Anbiya: Ibrahim „Alaihi As Salam nulis memunculkan pemahaman tentang
(Juz VII) (Sya‟ban, 1991), Qasas Al Anbiya model epistemologi personal dari keya-
(Katsier, 2002), dan Al Kamil fi Al Tarikh kinan tauhid Nabi Ibrahim as. sebagai
(Juz I) (Atsir, tanpa tahun). makna yang diungkap dari data-data yang
Sumber data sekunder penelitian ini dikumpulkan.
adalah sumber yang menunjukkan data-data Berdasarkan pendekatan hermeneu-
sekunder atau data yang secara tidak tika, penulis memberikan cara pandang
langsung berkaitan dengan obyek penelitian baru terhadap makna data (Ashworth,
atau disebut juga data derivatif berupa 2006). Makna ini diungkap secara seksama
laporan hasil penelitian-penelitian sebelum- agar hakikat pengalaman Nabi Ibrahim as.
nya. Selain laporan hasil penelitian- bisa diketahui melalui tiga tahap inter-
penelitian sebelumnya, sumber data se- pretasi sebagaimana dijelaskan Neuman
kunder ini juga mencakup buku-buku atau (2003). Pertama, first-order interpretation,
artikel ilmiah yang membahas teori-teori penulis mempelajari makna dokumen
tentang epistemologi personal. historis atau teks dari kata-kata yang
diucapkan atau perilaku manusia. Dokumen
Analisis dan Interpretasi Data historis atau teks yang dimaksud adalah
Penulis secara kualitatif menganalisa penafsiran-penafsiran tentang Alquran dan
data penelitian dengan teknik deskriptif- informasi-informasi sejarah. Kedua,
analitik (Suriasumantri, 2001) dan des- second-order interpretation, penulis mene-
kriptif-komparatif (Surachmad, 1982). mukan dan merekonstruksi first-order
Melalui teknik deskriptif-analitik, pertama- interpretation. Penulis memunculkan ko-
tama penulis mendeskripsikan proses herensi atau arti pokok dari makna dalam
keyakinan tauhid Nabi Ibrahim as. sebagai data. Karena makna berkembang di dalam
gagasan primer yang menjadi obyek seperangkat makna lain, tidak dalam
penelitian, dan selanjutnya membahas kevakuman, tahap ini menempatkan penga-
gagasan tersebut yang pada hakikatnya laman Nabi Ibrahim as. dalam „arus
memberikan penafsiran tentang model perilaku‟ (stream of behavior) atau
epistemologi personal. Melalui teknik kejadian-kejadian yang terkait konteksnya.
deskriptif-komparatif, penulis menganalisa Ketiga, third-order interpretation, penulis
hubungan-hubungan sebab-akibat dengan lebih lanjut menghasilkan atau meng-
cara meneliti faktor-faktor (lingkungan hubungkan second-order interpretation

7
Psympathic, Jurnal Ilmiah Psikologi Juni 2017, Vol. 4, No.1, Hal: 1 - 20

kepada teori-teori umum yang berkaitan berhala langit (matahari dan bintang) dan
dengan epistemologi personal. Penulis api. Mereka meyakini akan adanya begitu
berpindah kepada level interpretasi yang banyak tuhan seperti benda-benda alam,
lebih luas atau third-order interpretation, berhala-berhala, dan bahkan raja mereka
dimana penulis menentukan signifikansi sendiri, yakni Namrudz.
teoretik umum tentang model epistemologi Kekerasan di negeri Kaldera menjadi
personal dari keyakinan tauhid Nabi hukum (Haque, 2000). Orang-orang yang
Ibrahim as. lemah dan miskin diperlakukan sebagai
budak dan pekerja-pekerja kasar. Perasaan
takut dan tidak aman serta upacara atau
Hasil Penelitian dan Pembahasan
ritual yang penuh takhayul membuat
Konteks Historis Keyakinan Tauhid mereka harus tunduk kepada para elite
Nabi Ibrahim as. sosial. Hal ini mengakibatkan hancurnya
Berdasarkan pendapat yang benar dan ikatan sosial dan bangunan moral sehingga
yang masyhur di kalangan ahli biografi dan kehidupan terasa mencekam. Dalam kenya-
ahli sejarah, Nabi Ibrahim as. dilahirkan di taan yang demikian, Nabi Ibrahim as. aman
Babilonia pada masa kekuasaan Namrudz menjalani masa kanak-kanak dan masa
bin Kan‟an bin Kutsi, yakni salah satu dari mudanya dari pengaruh-pengaruh negatif
empat raja di dunia yang kafir selain cara hidup masyarakat Kaldea yang amoral
Bukhtansar, serta Sulaiman bin Daud dan dan penuh dosa, yang mana Nabi Ibrahim
Dzukarnain yang keduanya mukmin as. membenci kehidupan seperti itu.
(Katsier, 2002). Namrudz adalah seorang Kehidupan masyarakat pada masa
raja yang angkuh dan sombong yang Namrudz juga diwarnai oleh tradisi mem-
memerintah rakyatnya dengan kasar dan percayai ramalan bintang sebagai dasar
sewenang-wenang, serta suka memaksakan keputusan bertindak. Ramalan bintang
kehendak dan menuruti kemauannya memiliki derajat keterpercayaan dan
sendiri. Semasa Namrudz berkuasa dan keabsahan yang lebih tinggi dibanding ilmu
memproklamirkan diri sebagai hakim yang dan pengetahuan (Sya‟ban, 1991). Ini di-
mutlak, rakyat hidup di dalam kebodohan sebabkan mereka terlalu mengedepankan
yang membabi buta. Mereka menjadikan keyakinan yang salah berdasarkan taqlid
Namrudz sebagai penguasa segala-galanya daripada pemikiran kritis dan rasional.
dan sangat menyukai kehidupan yang Bahkan Namrudz yang telah menganggap
membahayakan, berbuat dzalim dan tanpa dirinya sebagai yang paling berkuasa atas
berpikir, serta hanya mengikuti tradisi segala-galanya, juga menggantungkan
leluhur mereka yang salah secara turun- nasibnya pada ramalan-ramalan bintang
temurun (taqlid), terutama dalam masalah dari para ahli nujum yang dimilikinya. Hal
penyembahan berhala (Ash Shabuni, 1991). ini bisa dilihat pada peristiwa yang terjadi
Ziaul Haque (2000), pakar sejarah saat menjelang kelahiran Nabi Ibrahim as.
ekonomi Islam awal, menjelaskan bahwa Kebanyakan ahli sejarah meng-
peradaban-peradaban besar berkembang hubungkan kelahiran Nabi Ibrahim as.
dan runtuh di dataran dua sungai besar, dengan suatu riwayat tentang ramalan yang
Eufrat dan Tigris. Negeri Kaldera, tanah di disampaikan para ahli nujum kepada
mana Nabi Ibrahim as. lahir, membentang Namrudz. Muhammad bin Ishak (Ath
dari Teluk hingga ke perbatasan Gurun Thabary, 1990) meriwayatkan bahwa
Arab. Kerajaan ini kemudian mengalami ketika menjelang kelahiran Nabi Ibrahim
kemunduran dan jatuh ke dalam kekacau- as. para ahli nujum mendatangi Namrudz
balauan kejahatan moral, korupsi, tirani dan memberitahukan tentang akan lahirnya
sosial dan agama. Seluruh penduduknya seorang anak laki-laki, yang bernama Nabi
tersesat dalam penyembahan berhala- Ibrahim as., yang akan merusak agama

8
Model Epistemologi Personal Dalam Keyakinan Tauhid Nabi Ibrahim as (Perspektif Psikologi dan Islam) (Ali Mahmud Ashshiddiqi)

Namrudz dan menghancurkan patung- bahwa Azar sebenarnya mengetahui


patung berhala pada suatu waktu. Ketika kelahiran Nabi Ibrahim as. dari pengakuan
tiba waktu sebagaimana diramalkan, istrinya, tapi ia merahasiakan hal itu sampai
Namrudz segera mengirim pengawas ke- Namrudz lupa dengan ancamannya sendiri.
pada setiap wanita dari rakyatnya yang Azar kemudian membuka rahasia tentang
hamil pada saat itu, kecuali istri Azar yang anaknya kepada teman-temannya dan
memang tidak diketahui tanda-tanda ke- menghadirkan Nabi Ibrahim as. ke hadapan
hamilannya yang masih berusia muda. mereka. Nabi Ibrahim as. pada kesempatan
Namrudz kemudian memerintahkan untuk itu mulai menanyakan siapa Rabb atau
membunuh setiap bayi laki-laki yang lahir Tuhan sebenarnya yang harus memelihara
saat itu. makhluk-makhluk hidup yang ada. Nabi
Istri Azar mengetahui kesempatan Ibrahim as. kemudian terus mencari tahu
menyelamatkan diri dari ancaman seperti dengan mengamati benda-benda langit dan
itu dan pergi ke sebuah gua dekat rumah berpikir apakah mereka yang telah
tinggalnya di malam hari. Ia pada akhirnya memelihara makhluk-makhluk itu dan
bisa melahirkan Nabi Ibrahim as. dengan dirinya sendiri hingga tumbuh menjadi
selamat di tempat itu dan lalu kembali ke besar.
rumah dengan meninggalkan Nabi Ibrahim Selanjutnya Nabi Ibrahim as. dapat
as. sendirian. Istri Azar sesekali waktu me- menemukan hukum-hukum dan dalil-dalil
mantau kondisi Nabi Ibrahim as. dan yang mengatur alam raya, dan menemukan
mendapatinya menghisap jari-jari yang oleh sebab-sebab penyimpangan sosial dan
para perawi diyakini sebagai jalan rezeki keruntuhan moral umatnya (Haque, 2000).
Allah untuk Nabi Ibrahim as. Selain itu, Nabi Ibrahim as. menemukan kebenaran-
setiap kali Azar menanyakan perihal kebenaran itu sebagai seorang ilmuwan-
kehamilannya, ia selalu menjawab bahwa nabi, dalam penderitaan dan penganiayaan,
telah lahir bayi laki-laki tapi meninggal. dalam proses yang bertingkat dimana
Azar pun mempercayai jawaban itu dan secara alegoris perjuangannya itu digam-
berdiam diri dari masalah tersebut (Ath barkan dalam Alquran. Nabi Ibrahim as.
Thabary, 1990). menjadi seorang nabi besar dan seorang
Menurut Muhammad bin Ishak (Ath pejuang yang berani menerima inspirasi
Thabary, 1990), ketika Nabi Ibrahim as. ilahi, yang melawan kekuatan-kekuatan
disembunyikan ibunya selama lima belas kejahatan, kesesatan dan takhayul, dan
bulan di dalam gua, perkembangan fisik yang tegar dalam memegang prinsip-
Nabi Ibrahim as. sangat cepat. Nabi prinsipnya.
Ibrahim as. pada suatu ketika meminta Riwayat ataupun keterangan-kete-
ibunya untuk keluar dari gua dan melihat- rangan sejarah tersebut menunjukkan se-
lihat lingkungan di sekitar gua. Nabi cara jelas bahwa Nabi Ibrahim as. hadir dan
Ibrahim as. memandang dan berpikir berada di tengah kehidupan masyarakat
tentang penciptaan langit dan bumi. Nabi yang jauh dari tata nilai kehidupan yang
Ibrahim as. bertanya-tanya tentang siapa baik dan benar. Hal ini tampak dari
yang menciptakannya, memberinya rezeki instabilitas kehidupan di hampir segala
berupa makanan dan minuman, pastilah bidang akibat pola hubungan penguasa-
dialah Tuhannya; dan hanyalah Dia Tuhan rakyat yang tidak harmonis serta tata
satu-satunya. Selanjutnya ia mengamati kehidupan sosial yang timpang. Kondisi-
benda-benda langit (seperti bintang, bulan, kondisi sosial ini menimbulkan belenggu
dan matahari) menduga-duga mereka kejumudan berpikir dan ketertindasan
sebagai Tuhan (Ath Thabary, 1990). karena kemerdekaan dan kebebasan masya-
Berbeda dari keterangan tersebut, As rakat terampas.
Sadi (Ath Thabary, 1990) menjelaskan

9
Psympathic, Jurnal Ilmiah Psikologi Juni 2017, Vol. 4, No.1, Hal: 1 - 20

Penafsiran tentang Keyakinan Tauhid Surat Al Baqarah (2) ayat 131


Nabi Ibrahim as. “Ketika Tuhannya berfirman
Proses pencapaian keyakinan tauhid kepadanya: “Tunduk patuhlah!”
Nabi Ibrahim as. bisa diketahui dari ayat- Ibrahim menjawab: “Aku tunduk patuh
ayat Alquran yang tersusun dalam Surat Al kepada Tuhan semesta alam.”
An‟am (6) ayat 74-79 yang berhubungan
dengan Surat Al Baqarah (2) ayat 131. Hubungan ayat-ayat dari dua surat
Terjemahan dari ayat-ayat tersebut adalah tersebut didasarkan urutan kronologis
sebagai berikut (Departemen Agama R.I., turunnya wahyu Alquran. Ayat 131 dari
2002): Surat Al Baqarah adalah lanjutan dari ayat
78 (sebelum ayat 79) Surat Al-An‟am.
Surat Al An‟am (6) ayat 74-79 Perintah Allah kepada Nabi Ibrahim as.
“Dan (ingatlah) di waktu Ibrahim agar dia tunduk patuh kepada-Nya itu
berkata kepada bapaknya, Azar: merupakan wahyu. Nabi Ibrahim as.
“Pantaskah kamu menjadikan berhala- menerima perintah ini dan kemudian dia
berhala sebagai Tuhan? Sesungguhnya mengungkapkan pernyataan keimanan
aku melihat kamu dan kaummu dalam tauhidnya kepada Allah SWT. Urutan ayat
kesesatan yang nyata.” (74) Dan tersebut berdasarkan penafsiran-penafsiran
demikianlah Kami perlihatkan kepada Al Baghawy (1992), Ath Thabary (1990),
Ibrahim tanda-tanda keagungan (Kami dan Ath Thaba‟thaba‟i (1991).
yang terdapat) di langit dan di bumi, Pada Surat Al An‟am ayat 74 terdapat
dan (Kami memperlihatkannya) agar ungkapan pertanyaan Nabi Ibrahim as. dan
Ibrahim itu termasuk orang-orang sekaligus mengisyaratkan penilaiannya
yang yakin. (75) Ketika malam menjadi tentang kesesatan Azar dan kaumnya yang
gelap, dia melihat sebuah bintang menjadikan berhala-berhala sebagai Tuhan.
(lalu) dia berkata: “Inilah Tuhanku!” Ungkapan itu mengandung pengingkaran
Tetapi tatkala bintang itu tenggelam, Nabi Ibrahim as. terhadap penyembahan
dia berkata: “Saya tidak suka kepada berhala. Quthb (1967) menjelaskan bahwa
yang tenggelam.” (76) Kemudian ungkapan tersebut merupakan ungkapan
tatkala ia melihat bulan terbit, dia fitrah yang keluar dari lisan Nabi Ibrahim
berkata: “Inilah Tuhanku!” Tetapi as. Fitrah Nabi Ibrahim as. yakin bahwa
setelah bulan itu terbenam dia Tuhan tidaklah berwujud berhala dari batu
berkata: “Sesungguhnya jika Tuhanku atau patung dari kayu, yang tidak
tidak memberi petunjuk kepadaku, menciptakan, memberi rezeki, mendengar
pastilah aku termasuk orang-orang dan menjawab. Tidak ada alasan apapun
yang sesat.” (77) Kemudian tatkala dia bagi kaum Nabi Ibrahim as. untuk
melihat matahari terbit, dia berkata: menyembah berhala dan menjadikannya
“Inilah Tuhanku, ini yang lebih sebagai Tuhan, tetapi justru akan bisa
besar”, maka tatkala matahari itu ditanyakan balik siapakah sebenarnya yang
telah terbenam, dia berkata: “Hai lebih berkuasa, berhala-berhala itu atau
kaumku, sesungguhnya aku berlepas pembuatnya.
diri dari apa yang kamu Melalui fitrah yang suci dan peng-
persekutukan.” (78) Sesungguhnya aku lihatan mata batin yang terbuka, dan atas
menghadapkan diriku kepada Tuhan keikhlasannya dalam mencari kebenaran
yang menciptakan langit dan bumi serta pengingkarannya terhadap kebatilan
dengan cenderung kepada agama yang tersebut, Allah memperlihatkan kepada
benar, dan aku bukanlah termasuk Nabi Ibrahim as. hakikat kekuasaan-Nya
orang-orang yang mempersekutukan yang ada di penjuru alam semesta yang
Tuhan.” (79) tampak itu. Allah telah menghubungkan

10
Model Epistemologi Personal Dalam Keyakinan Tauhid Nabi Ibrahim as (Perspektif Psikologi dan Islam) (Ali Mahmud Ashshiddiqi)

antara mata hati dan fitrah Nabi Ibrahim as. fitrahnya yang tulus dan jujur, yang tidak
dengan pedoman keimanan dan dasar-dasar bisa dipungkiri dan tidak perlu
petunjuk pada ciptaan yang menakjubkan. diperdebatkan, yang muncul dengan begitu
Semua ini bertujuan agar pemahaman Nabi mudah dan meyakinkan. Setiap pema-
Ibrahim as. dapat meningkat dari penging- haman manusiawi pun akan menyatakan
karan terhadap peribadatan tuhan-tuhan hal yang demikian.
yang palsu, kepada keyakinan (yaqin) Hal itu sama halnya dengan kecemasan
terhadap Tuhan yang benar (haqq) (Quthb, Nabi Ibrahim as. dan ketergantungannya
1967). pada petunjuk Tuhan, ketika ia salah
Menurut Ath Thabary (1990), maksud menyangka bulan adalah Tuhan. Nabi
ayat tersebut adalah bahwa Allah telah Ibrahim as. mengungkapkan kecemasannya
memperlihatkan kekuasaan-Nya di langit tatkala melihat bulan dan kekecewaannya
dan di bumi beserta apa-apa yang ada di ketika benda itu tenggelam. Nabi Ibrahim
dalamnya seperti matahari, bulan, pohon, as. cemas bila ia menjadi orang yang sesat
hewan, dan lain-lain, yang tampak jelas karena tidak memperoleh petunjuk dari
bentuk dan ciri-cirinya. Allah melakukan Tuhannya. Al Baghawy (1992) men-
hal itu agar Nabi Ibrahim as. menjadi orang jelaskan bahwa perasaan cemas dan
yang mengesakan Allah (bertauhid), dan ketergantungan diri Nabi Ibrahim as. ke-
mengetahui hakikat petunjuk serta penge- pada Allah itu mempunyai makna bahwa
tahuan yang hanya diberikan atau di- Nabi Ibrahim as. khawatir jika seandainya
sampaikan kepadanya, sedangkan kaumnya Allah tidak menetapkan dirinya (hatinya)
tetap sesat dalam beribadah atau me- dalam petunjuk. Nabi Ibrahim as. berharap
ngambil sesembahan selain Allah. agar Allah menetapkan dirinya berada
Setelah meyakini kepastian adanya dalam petunjuk, bukan agar ia memperoleh
Tuhan yang memelihara dan menguasai petunjuk. Ini disebabkan para nabi selalu
segala sesuatu, dan menyatakan penging- memohon kepada Allah tentang ketetapan
karannya secara implisit terhadap dalam iman.
sesembahan ayah dan kaumnya, meskipun Setelah gagal menemukan jawaban
Nabi Ibrahim as. sendiri ketika itu belum yang benar tentang hakikat Tuhannya
menemukan jawaban tentang Tuhan yang dalam ujian Allah Nabi Ibrahim as. me-
hakiki, Nabi Ibrahim as. menengadah ke lepaskan diri dari agama kaumnya dan
langit mencoba mencari jawaban itu di setelah itu menerima wahyu. Hal ini
sana. Tetapi hakikat Tuhan tidak ditemukan sebagaimana disebutkan dalam Surat Al
pada bintang, bulan, dan matahari. Menurut Baqarah ayat 131: “Ketika Tuhannya
Ath Thaba‟thaba‟i (1991), yang dimaksud berfirman kepadanya: “Tunduk patuhlah!”
“rabb” (Tuhan) dalam pemikiran Nabi Ibrahim menjawab: “Aku tunduk patuh
Ibrahim as. tersebut adalah Tuhan sebagai kepada Tuhan semesta alam.” Setelah
penguasa segala sesuatu yang terbimbing menerima wahyu ini, Nabi Ibrahim as.
dan pengatur urusan-urusannya, bukan menghadapkan dirinya untuk beribadah
sebagai pencipta dan pengada segala kepada Allah dengan keikhlasan dan sikap
sesuatu yang sebelumnya tidak ada. konsisten (istiqamah) semata-mata karena
Secara eksplisit Nabi Ibrahim as. Tuhannya, dalam kerangka kewajiban-
mengungkapkan kembali pernyataan kewajiban atau konsekuensi-konsekuensi
ingkar dan ketidaksukaannya atau keimanan tauhid. Nabi Ibrahim as.
kebenciannya pada saat pertama kali menghadapkan diri secara hanif (lurus dan
melihat bintang. Quthb (1967) menyatakan tidak menyimpang) dan tidak secara yang
bahwa ungkapan rasa tidak suka Nabi lain, yaitu tidak lurus dan menyimpang atau
Ibrahim as. terhadap bintang yang menyekutukan Allah (syirik), karena hal itu
tenggelam itu juga merupakan ungkapan tidak bermanfaat tapi membawa mudharat

11
Psympathic, Jurnal Ilmiah Psikologi Juni 2017, Vol. 4, No.1, Hal: 1 - 20

dan mencelakakan (Ath Thabary, 1990). masa diantara membatalkan penafsiran


Penghadapan diri Nabi Ibrahim as. ini yang salah dan berpegang teguh pada
merupakan penetapan bahwa tidak ada pengetahuan yang lengkap dan ilmu yang
sekutu bagi Allah dalam pengaturan sempurna dengan kebenaran.
(rububiyyah) terhadap makhluk-makhluk
yang ada, bukan penetapan adanya Tuhan Dinamika Psikologis Epistemologi
(Ath Thaba‟thaba‟i, 1991). Personal Nabi Ibrahim as.
Menurut Quthb (1967), rasa cinta Keyakinan tauhid Nabi Ibrahim as.
(hubb) yang bersumber dari hati adalah dilatarbelakangi kondisi kehidupan psiko-
penghubung antara fitrah Nabi Ibrahim as. sosial dan religiusitas yang menyimpang,
dengan Tuhannya. Fitrah Nabi Ibrahim as. baik di lingkungan masyarakatnya maupun
tidak mencintai sesuatu yang menghilang. lingkungan kelurganya sendiri. Secara
Sesungguhnya Tuhan yang dicintai oleh sosial, kepemimpinan Namrudz sebagai
fitrahnya tidaklah menghilang karena raja saat itu memiliki karakter-karakter
ketidakberdayaan. Nabi Ibrahim as. men- kesewenang-wenangan dan pemaksaan
dapatkan Tuhan (rabb) dalam persepsi- kehendak. Karakter seperti ini didukung
persepsi dan pengetahuannya, sebagaimana oleh sifat-sifat angkuh dan sombong.
Dia berada dalam fitrah dan hatinya. Nabi Kondisi tersebut menyebabkan masyarakat
Ibrahim as. menemukan Tuhan bukan pada berada dalam kebodohan dan ketundukan
sesuatu yang terlihat oleh mata dan diserap tanpa syarat. Kebodohan ini terlihat dari
oleh indera, tapi di dalam hati dan kecenderungan mereka pada kehidupan
fitrahnya, dalam akal dan pikirannya, dan yang berresiko, kedzaliman, dan sikap atau
dalam semua keberadaan di sekitarnya. tindakan impulsif yang tidak didasari
Nabi Ibrahim as. mendapatkan Tuhan pertimbangan rasional dan kritis. Masalah-
sebagai Pencipta segala sesuatu yang masalah moral dan sosial sering muncul
dilihat mata, diserap indera dan yang bisa dari situasi dan kondisi kehidupan
diketahui oleh akal, yakni selain diri-Nya. semacam ini.
Di sinilah terjadi kesesuaian antara pe- Indikasi yang kuat ditemukan pada
ngetahuan dan perasaan yang bersifat fitri kehidupan psiko-spiritual dan religiusitas
tersembunyi dengan penggambaran yang masyarakat Nabi Ibrahim as., seperti
rasional jelas. kepercayaan buta terhadap berhala sebagai
Secara keseluruhan, berdasarkan tuhan dan sesembahan, dan ramalan
penjelasan Ath Thaba‟thaba‟i (1991), per- bintang sebagai dasar keputusan tindakan
masalahan yang dihadapi Nabi Ibrahim as. daripada ilmu dan pengetahuan. Keluarga
adalah gambaran dari masalah yang (orangtua) Nabi Ibrahim as. sendiri hidup
dihadapi manusia secara umum berkaitan dengan diliputi kecemasan sebagai dampak
dengan permulaan dalam membedakan psikis yang kuat dari kondisi lingkungan
antara yang benar dengan yang salah agar sosial yang buruk dan menegangkan seperti
ditetapkan suatu tanggung jawab dan itu, terlebih pada saat-saat menjelang
kewajiban ilahiyyah, melalui jalan berpikir kehadiran Nabi Ibrahim as.
dalam menyelesaikan perkara tauhid dan Nabi Ibrahim as. sendiri mengalami
seluruh pengetahuan yang murni. Apabila pertumbuhan fisik serta perkembangan
seseorang mencari sesuatu dan segera psikis yang pesat setelah kelahirannya.
menetapkan sesuatu tersebut serta me- Rasa ingin tahu, daya kritis dan pemikiran
nafikan sesuatu yang lain dengan tujuan rasional, hingga kepekaan moral sudah
mencapai keyakinan yang benar dan iman ditunjukkan Nabi Ibrahim as. sejak masa-
yang benar, dengan menggunakan cara masa kecilnya. Sejak masa-masa ini pula
yang benar pula, maka tidak menjadi Nabi Ibrahim as. sudah menunjukkan minat
persoalan baginya untuk melewati suatu yang besar terhadap pengetahuan tentang

12
Model Epistemologi Personal Dalam Keyakinan Tauhid Nabi Ibrahim as (Perspektif Psikologi dan Islam) (Ali Mahmud Ashshiddiqi)

Tuhan. Minat Nabi Ibrahim as. ditunjukkan perubahan-perubahan epistemik (epistemic


melalui analisis yang berkembang dengan change) yang sangat signifikan.
pengamatan dan aktivitas bertanya tentang Sebagaimana dinyatakan Kienhues
fenomena-fenomena alam, sosial, moral dkk. (Muis dan Duffy, 2013), secara umum
dan spiritual. katalisator bagi perubahan epistemik adalah
Kondisi-kondisi psikologis tersebut ketidaksesuaian (dissonance) atau ketidak-
mendorong terbentuknya suatu iklim seimbangan (disequilibrium) yang muncul
epistemik (epistemic climate) bagi per- antara keyakinan-keyakinan yang ada
kembangan pengetahuan atau keyakinan dengan pengalaman yang baru. Dua
Nabi Ibrahim as. Keluarga dan masyarakat katalisator ini dirasakan Nabi Ibrahim as.
memberikan latar konstruksi kepada pada saat menghadapi fenomena muncul-
pemikiran Nabi Ibrahim as. Menurut tenggelamnya benda-benda langit secara
Schommer (1990), keyakinan epis- bergantian seiring pergantian satu demi
temologis dipengaruhi oleh latar belakang satu keyakinannya tentang Tuhan. Awalnya
rumah/ keluarga dan pendidikan seorang keyakinan Nabi Ibrahim as. tentang siapa
individu (siswa) yang mendorong kepada tuhan tertuju kepada bintang, kemudian
berkembangnya sistem keyakinan epis- beralih kepada bulan dan matahari.
temologis yang canggih. Keyakinan-ke- Sebagaimana keterangan Ath Thaba‟thaba‟i
yakinan Nabi Ibrahim as. juga terbangun (1991), Nabi Ibrahim as. juga mengalami
dari upaya aktif memaknai pengalaman- ketidaksesuaian dan ketidakseimbangan
pengalaman sehari-hari. Interaksi dinamis semacam itu.
antara individu dengan lingkungan menjadi Menurut Bendixen (Muis dan Duffy,
ciri kemajuan dalam keyakinan epis- 2013), keraguan epistemik dipengaruhi
temologis, yaitu perubahan-perubahan oleh faktor kemandirian yang meningkat
dalam keyakinan individu tentang sifat dan keterbukaan terhadap keyakinan-
dasar pengetahuan dan mengetahui (Muis keyakinan yang berbeda dari keyakinan
dan Duffy, 2013). yang saat itu dibangun. Kedua faktor ini
Selain berada pada iklim epistemik, dimiliki Nabi Ibrahim as. dimana ia tidak
Nabi Ibrahim as. juga mengalami apa yang begitu saja percaya, puas, dan lalu
disebut Kienhues, Bromme dan Stahl (Muis mengikuti keyakinan orangtua dan
dan Duffy, 2013) sebagai keraguan masyarakat yang ada saat itu. Artinya, Nabi
epistemik (epistemic doubt) dimana Nabi Ibrahim as. memiliki kemandirian dalam
Ibrahim as. merasa khawatir dan men- berpikir dan berkeyakinan. Seiring dengan
jumpai ketidakjelasan-ketidakjelasan saat kemandiriannya, Nabi Ibrahim as. memiliki
secara bergantian mengamati benda-benda sikap terbuka terhadap kemugkinan-ke-
langit seperti bintang, bulan, dan matahari. mungkinan keyakinan baru yang datang
Keraguan semacam ini sebenarnya sudah kemudian. Dengan kemandirian dan
dialami Nabi Ibrahim as. sebelum keterbukaan inilah Nabi Ibrahim as.
pengamatan dan refleksi terhadap feno- melakukan penyesuaian-penyesuaian mela-
mena-fenomena astronomi ketika Nabi lui tidak saja diskusi dan refleksi yang
Ibrahim as. sering bertanya kepada ayah intens tapi juga pengetahuan dan pera-
dan ibunya tentang kuasa Tuhan atas saannya yang fitri tersembunyi (Quthb,
ciptaan-ciptaan-Nya. Nabi Ibrahim as. 1967). Hal ini mendukung penegasan
selanjutnya bisa melakukan penyesuaian- Kienhues dkk. (Muis dan Duffy, 2013)
penyesuaian terhadap keyakinan-keyakinan bahwa lingkungan, interaksi sosial, dan
baru yang didukung oleh refleksi-refleksi diskursus merupakan elemen kritis dari
mendalam. Penyesuaian inilah yang telah perubahan epistemik.
mengantarkan Nabi Ibrahim as. pada Berbeda dengan temuan peneliti-
peneliti sebelumnya, penulis menemukan

13
Psympathic, Jurnal Ilmiah Psikologi Juni 2017, Vol. 4, No.1, Hal: 1 - 20

bahwa selain lingkungan, interaksi sosial, ada (Ath Thaba‟thaba‟i, 1991). Sedangkan
dan diskursus sebagai elemen kritis dari kecintaan Nabi Ibrahim as. pada kebenaran
suatu perubahan epistemik, faktor-faktor yang bersumber dari hati, menurut Quthb
supranatural juga berperan dalam penga- (1967), merupakan penghubung antara
laman Nabi Ibrahim as. Setelah melewati fitrah Nabi Ibrahim as. dengan Tuhannya.
keraguan-keraguan epistemik dan peru- Kecenderungan Nabi Ibrahim as. untuk
bahan-perubahan epistemik yang berkali- mengimani Yang Mutlak dan mengingkari
kali, Nabi Ibrahim as. mencapai keyakinan segala yang nisbi benda-benda mati adalah
tauhid yang final dan sempurna atas dasar suatu kenyataan fitrah yang ada dalam
petunjuk wahyu Tuhan, sebagaimana dirinya. Sedangkan aktivitas akalnya dalam
diterangkan oleh Ath Thabary (1990) dan berpikir mencari kebenaran tentang Yang
Ath Thaba‟thaba‟i (1991). Mutlak tersebut adalah kenyataan fitrah
Nabi Ibrahim as. bisa bersikap mandiri yang lain pada dirinya juga. Esensi kedua
dalam berpikir dan berkeyakinan tetapi ia kenyataan itu adalah sama dan menyatu.
juga menggantungkan harapannya kepada Menurut Al Faruqi (1988) iman dan
sesuatu yang memiliki kekuasaan di luar berpikir pada hakikatnya bersifat agamawi
kemampuan manusia atau makhluk lain, dan merupakan bagian dari sunnatullah,
yaitu Tuhan, meski ia sendiri belum me- yang sejak awal melekat pada kehadiran
ngetahui dan meyakininya. Hal ini sesuai manusia di muka bumi. Keduanya juga
dengan penjelasan Al Baghawy (1992) hakikatnya adalah satu, yaitu bahwa
tentang kekhawatiran dan harapan Nabi keimanan berhubungan dengan penge-
Ibrahim as. akan petunjuk Tuhan. Menurut tahuan. Iman merupakan dasar bagi suatu
penulis, ini menegaskan keterbukaan Nabi penafsiran yang rasional atas alam semesta,
Ibrahim as. terhadap segala sesuatu yang dan karenanya ia menjadi prinsip utama
bisa membawanya kepada keyakinan yang dari akal, yang tidak mungkin bersifat
benar, termasuk dalam hal ini peran Tuhan. irrasional.
Kemandirian dan keterbukaan yang seperti Manusia mempunyai motif ingin tahu
ini menguatkan bahwa dalam hal penge- sebagai tabiat yang menggerakkannya
tahuan dan mengetahui, Nabi Ibrahim as. untuk meneliti, mengungkapkan sebab
menunjukkan pandangan antroposentris akibat dari apa saja fenomena yang menarik
dan teosentris sekaligus, yang tidak hanya perhatiannya. Motif tersebut bisa tampak
mempercayai daya akal pikiran yang pada pertanyaan tentang sesuatu hal karena
bersifat relatif tapi juga wahyu yang ingin mengatasi kesulitan pemahaman, atau
bersifat absolut. keinginan menjelaskan tentang hal itu.
Selain kemandirian dan keterbukaan, Demikian juga bisa tampak pada keinginan
sebagaimana pernyataan Quthb (1967), mengatasi realitas baru atau untuk
beberapa kualitas kejiwaan yang lain juga menghilangkan keraguan tentang hal yang
memengaruhi perubahan epistemik Nabi sudah diketahuinya (Mubarok, 2002).
Ibrahim as., yakni: keikhlasan, kecintaan Ath Thaba‟thaba‟i (1991) menjelas-
pada kebenaran dan pengingkaran yang kan bahwa permasalahan yang dihadapi
didasari fitrah yang suci dan pandangan Nabi Ibrahim as. adalah gambaran dari
mati hati atau nurani. Keikhlasan Nabi masalah yang dihadapi manusia secara
Ibrahim as. berkaitan dengan pernyataan umum, berkaitan dengan permulaan dalam
dirinya untuk beribadah dan beristiqamah membedakan antara yang benar dengan
di dalamnya semata-mata karena Tuhannya yang salah atau mengambil manfaat agar
sebagai wujud konsekuensi keimanan ditetapkan baginya tanggung jawab
tauhid (Ath Thabary, 1995), dan pengakuan ilahiyyah dengan jalan berpikir dalam
tegas Nabi Ibrahim as. atas ke-Esaan Allah menyelesaikan perkara tauhid dan seluruh
dalam pengaturan makhluk-makhuk yang pengetahuan yang asli atau murni. Hal ini

14
Model Epistemologi Personal Dalam Keyakinan Tauhid Nabi Ibrahim as (Perspektif Psikologi dan Islam) (Ali Mahmud Ashshiddiqi)

juga menggambarkan suatu keniscayaan pengetahuan secara aktif dibangun oleh


dalam hidup manusia pada umumnya Nabi Ibrahim as. dengan berbagai upaya
dimana tidak ada perbedaan antara manusia interaksionis dan konstruktivis, lalu penge-
yang satu dengan manusia yang lain. tahuan dan kebenaran yang diperolehnya
Sangat dimungkinkan, dalam hal ini, ada berkembang dan muncullah justifikasi.
sebagian individu yang menonjol bila Menurut penulis, pada tahap akhir ini
dibandingkan dengan sebagian yang lain. justifikasi yang dimaksud telah melibatkan
Nabi Ibrahim as. memiliki dua sisi wahyu Tuhan yang sesuai dengan pemi-
kemampuan sesuai dengan kapasitasnya kiran kritis dan pertimbangan hati nurani.
sebagai seorang manusia biasa dan Hal tersebut di atas didukung oleh per-
sekaligus seorang nabi (Ashshiddiqi, 2003). nyataan Greene dkk. (2010) bahwa dari
Pada sisi pertama, ada unsur-unsur pandangan epistemologi filosofis, model
kemampuan manusiawi yang bersifat perkembangan dan model sistem keyakinan
jasmaniah (indera) dan ruhaniah (naluri, independen tidak bisa cukup mengatasi
akal, nurani dan intuisi). Pada sisi kedua, masalah-masalah jus-tifikasi. Hanya sedikit
Nabi Ibrahim as. memiliki unsur-unsur model yang memasukkan justifikasi
kelebihan sebagai seorang nabi, yakni: sebagai faktor. Padahal pertanyaan sentral
„ismah (keterjagaan dari kesalahan), dari episte-mologi filosofis adalah
wahyu, sifat dan ukuran lebih potensi bagaimana individu secara reliabel bisa
manusiawi pada akal dan imajinasinya. membenarkan penge-tahuan. Ketika
Pandangan ini didukung oleh penjelasan dimasukkan dalam personal epistemology,
Muthahhari (1991) tentang karakteristik justifikasi diartikan hanya dengan satu
„ismah kenabian, konsepsi tentang potensi dimensi. Padahal epistemologi filosofis
pikiran suci atau iluminasi nubuwwat dan mengenal sejumlah arti justifikasi.
akal yang besar dan luar biasa bagi seorang Berdasarkan perspektif ini justifikasi
nabi, sebagaimana dikemukakan Al Farabi pengetahuan Nabi Ibrahim as. yang me-
(Madkour, 1996; Qadir, 1992) dan Ibnu libatkan wahyu Allah bisa diterima secara
Sina (Qadir, 1992). terbuka.
Apabila epistemologi personal Nabi
Model Epistemologi Personal Nabi Ibrahim as. dipandang dari model sistem
Ibrahim as. keyakinan independen maka hal yang
Apabila ditinjau dari pandangan model relevan adalah tentang adanya dimensi-
perkembangan tentang epistemologi dimensi keyakinan yang independen, yaitu:
personal, Nabi Ibrahim as. mengalami struktur, stabilitas, sumber pengetahuan,
perpindahan melalui serangkaian ide kontrol pengetahuan, dan kecepatan mem-
khusus tentang pengetahuan dan me- peroleh pengetahuan (Schommer, 1990).
ngetahui, sebagaimana perkembangan Berdasarkan dimensi-dimensi ini, epis-
kemampuannya membuat makna demi temologi personal Nabi Ibrahim as. berada
makna. Epistemologi personal Nabi pada kontinum keyakinan yang menyatakan
Ibrahim as. bergerak dalam lingkaran bahwa: pengetahuan sebagai konsep-
perkembangan epistemologis, yakni konsep yang sangat saling berhubungan
dimulai dengan pandangan objektifis- (simple knowledge); pengetahuan itu
dualistik tentang pengetahuan dan diikuti tentatif dan berkembang (certain know-
dengan sebuah pendirian multiplistik ledge); kecerdasan itu bertambah (fixed
sebagaimana individu mulai memper- ability); dan belajar merupakan kegiatan
hitungkan ketidakpastian (Hofer, 2001). yang bertingkat (quick learning).
Secara khusus, Nabi Ibrahim as. melakukan Terakhir, apabila epistemologi per-
evaluasi kritis dengan memanfaatkan bukti- sonal Nabi Ibrahim as. ini dipahami dari
bukti yang ditemukannya. Pada tahap akhir, model-model allternatif yang ada se-

15
Psympathic, Jurnal Ilmiah Psikologi Juni 2017, Vol. 4, No.1, Hal: 1 - 20

mentara, yakni epistemological theories Simpulan dan Saran


dan epistemological resource, maka penulis Penulis mengajukan kesimpulan-ke-
melihat ada relevansi pada asumsi-asumsi simpulan pokok dan pendukung. Pertama,
yang mendasari kedua model ini. Pertama, kondisi kehidupan sosial yang penuh
penelitian ini menemukan bahwa wahyu ketimpangan dan penyimpangan melatar-
menjadi bagian tahapan penting bagi Nabi belakangi keyakinan tauhid Nabi Ibrahim
Ibrahim as. pada saat terakhir pencarian as., baik di lingkungan masyarakat maupun
kebenaran tentang Tuhan. Wahyu memiliki lingkungan kelurganya. Kedua, kondisi
arti yang sangat penting bagi Nabi Ibrahim seperti itu menciptakan iklim epistemik
as. dibanding sumber-sumber pembenaran (epistemic climate) bagi dinamika psi-
yang ada. Temuan ini menegaskan satu kologis keyakinan tauhid Nabi Ibrahim as.
bagian perbedaan dengan model per- yang ditandai dengan perubahan-perubahan
kembangan yang meniadakan faktor epistemik (epistemic change) dan keraguan
transendental dari pengetahuan. epistemik (epistemic doubt). Dinamika
Adapun model alternatif teori episte- psikologis yang menonjol dari epistemologi
mologis (epistemological theories) bisa personal Nabi Ibrahim as. ini dipengaruhi
mengakomodir bukti ini dan membuka oleh kemampuan Nabi Ibrahim as.
kemungkinan bagi epistemologi personal melakukan penyesuaian-penyesuaian, ke-
Nabi Ibrahim as. sebagai salah satu teori mandirian dalam berpikir atau berke-
personal yang menyimpan multidimen- yakinan, keterbukaan terhadap kemung-
sionalitas yang eksplisit dari keyakinan-ke- kinan-kemungkinan keyakinan baru, dan
yakinan epistemologis tetapi mengimpli- yang paling menarik, kualitas-kualitas
kasikan integrasi di antara perspektif- kejiwaan (keikhlasan, kecintaan pada ke-
perspektif individu (Hofer, 2001). Menurut benaran, keberanian, dan komitmen mem-
Hofer (2001), model teori epistemologis perjuangkan keyakinan) yang bersumber
yang seperti itu lebih membantu pengung- dari fitrah yang suci dan pandangan mata-
kapan kembali pikiran-pikiran epis- hati atau nurani.
temologis melalui cara-cara yang men- Ketiga, keyakinan tauhid Nabi Ibrahim
dukung pemahaman tentang mekanisme as. mengandung suatu bentuk epistemologi
perolehan dan perubahan (pengetahuan). personal yang mengakomodir model-model
Kedua, epistemologi personal Nabi yang selama ini ada, yakni: model per-
Ibrahim as. juga mengakomodir model kembangan, model sistem keyakinan
sumber-sumber epistemologis (epistemo- independen, model teori epistemologis, dan
logical resources) dimana model ini me- model sumber epistemologis. Bila diletak-
nekankan konsistensi intra-individual dan kan pada kerangka model-model epis-
lintas konteks (Hofer, 2001). Keyakinan- temologi personal tersebut, kandungan
keyakinan bisa konsisten di dalam sebuah epistemologi personal dari keyakinan
konteks (misalnya, pelajaran fisika khusus) tauhid tersebut memiliki arti yang relevan.
tapi tidak lintas konteks (misalnya, kelas Sisi-sisi persamaan dan perbedaan jelas
Fisika dan kelas Psikologi). Epistemologi ada, terlebih epistemologi personal Nabi
personal Nabi Ibrahim as. sebagai model Ibrahim as. ini terletak di dalam pusat
yang lahir dalam pandangan-dunia Islam, pandangan-dunia Islam (tauhid) yang
memiliki konsistensi yang kokoh. Setiap mengakui tidak hanya paradigma-
orang beriman, seperti halnya Nabi Ibrahim paradigma antroposentris tapi juga teo-
as., pada semua konteks realitas meyakini sentris bagi teori tentang pengetahuan
bahwa wahyu adalah sumber pengetahuan, manusia. Dengan ungkapan lain, epis-
kebenaran dan kebijaksanaan tertinggi temologi personal Nabi Ibrahim as.
(highest wisdom), sebagaimana ditegaskan merepresentasikan model-model yang ada
oleh Muhadjir (2004) dan Sardar (1996).

16
Model Epistemologi Personal Dalam Keyakinan Tauhid Nabi Ibrahim as (Perspektif Psikologi dan Islam) (Ali Mahmud Ashshiddiqi)

dan memiliki implikasi-implikasi yang juga penggunaan pendekatan-pendekatan


sangat penting. atau metode-metode yang beragam dan
Penelitian ini menemukan beberapa hal kreatif. Karena dalam perjuangan mem-
yang menarik untuk diteliti lebih lanjut bangun Psikologi Islami semua ini sangat
berkaitan dengan dinamika psikologis pe- wajar dan sangat diperlukan (Nashori,
nyesuaian diri yang dialami Nabi Ibrahim 1996b). Pengembangan eksperimen-eks-
as., yaitu peran kesadaran transendental periman ilmu pengetahuan yang ber-
(Tuhan dan wahyu/ petunjuk Tuhan) dan dasarkan pada paradigma Alquran jelas
kualitas-kualitas kejiwaan (keikhlasan, akan memperkaya khazanah ilmu pe-
kecintaan pada kebenaran, keberanian, dan ngetahuan umat manusia (Kuntowijoyo,
komitmen memperjuangkan keyakinan) 2005).
yang memengaruhi perubahan epistemik
Nabi Ibrahim as. Kualitas-kualitas keji- Daftar Pustaka
waan seperti ini perlu dipertimbangkan
sebagai faktor yang turut memengaruhi Abdullah, M.A. (2006). Islamic Studies di
perubahan epistemik. Keterlibatan dimensi- Perguruan Tinggi: Pendekatan
dimensi afektif-spiritual ini menarik untuk Integratif-Interkonektif, Yogyakarta:
diteliti pengaruhnya terhadap dimensi-di- Pustaka Pelajar.
mensi kognitif-epistemologis pikiran dan Adzhim, A.A. (1989). Epistemologi dan
pengetahuan manusia. Meski model Aksiologi Ilmu: Perspektif Al Quran,
epistemologi personal dari keyakinan Terjemahan A.M. Hakim, Bandung:
tauhid disini diungkap dari pengalaman Remajarosdakarya.
spiritual seorang nabi yang pasti memiliki Al Baghawy, I.M.F. (1992). Tafsir Al
kelebihan dan keunggulan di atas manusia Baghawy Al Musamma Ma‟alimu Al
biasa, esensi utama dari kualitas-kualitas Tanzil (Juz II), Beirut: Dar al
kejiwaan seperti itu secara manusiawi juga Ma‟rifah.
dimiliki oleh manusia secara umum yang Al Faruqi, I.R. (1984). Islamisasi
tentunya dengan kadar atau tingkatan yang Pengetahuan, Terjemahan A.
berbeda-beda dan berbeda pula dari kadar Mahyuddin, Bandung: Pustaka.
kemampuan para nabi. Al Isfahani, R. (Tanpa tahun). Al Mufradat
Selain fokus penelitian, dalam aspek fi Gharib Al Quran, Beirut: Dar al
metodologis penulis juga memberikan Ma‟rifah.
saran bagi penelitian-penelitian berikutnya. Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian:
Penelitian ini masih bersifat permulaan dan Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta:
bersifat tentatif sebagai sebuah upaya Rineka Cipta.
penggalian teori-teori Psikologi dalam Ashshiddiqi, A.M. (2003). Konsep
Alquran. Penelitian kepustakaan menurut Epistemologi Pendidikan dalam Al
penulis belum cukup untuk membangun Quran dan Implikasinya bagi
sebuah teori. Setidaknya ini menjadi Pendidikan Islam Kontemporer (Studi
inspirasi baru bagi pengembangan Analisis Kandungan Kisah Nabi
Psikologi modern dan terlebih Psikologi Ibrahim as. Mencari Tuhan), Skripsi
Islami. Untuk itu, pengujian-pengujian Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan
empiris sangat dibutuhkan agar teori Kalijaga Yogyakarta.
epistemologi personal yang dimunculkan Ash Shabuni, M.A. (1991). Kenabian dan
dari pandangan-dunia Islam semakin Para Nabi, Terjemahan A.J. Maun,
mantap dan jelas. Pengujian juga penting Surabaya: Bina Ilmu.
dalam rangka menyusun sebuah model Asy Syafi‟i, S.U.A. (1996). Al Futuhat Al
alternatif epistemologi personal yang Ilahiyyah bi Taudih Tafsir Al Jalalain
islami. Saran penelitian lebih lanjut berarti

17
Psympathic, Jurnal Ilmiah Psikologi Juni 2017, Vol. 4, No.1, Hal: 1 - 20

li Al Daqaiq Al Khafiyah (Juz II), Bloor, M. & Wood, F. (2006). Keywords in


Beirut: Dar al Kutub al „Ilmiyyah. Qualitative Methods: A Vocabulary
Ashworth, P. (2006). The Origins of of Research Concepts, New Delhi:
Qualitative Psychology. In J.A. Smith SAGE Publications.
(Editor) Qualitative Psychology: Chan, K. (2007). Hong Kong Teacher
Practical Guide to Research Education Students‟ Epistemological
Methods, London: SAGE Publication. Beliefs and Their Relations with
4-24. Conceptions of Learning and
Ath Thabary, I.J. (1979). Tarikh al Umam Learning Strategies, The Asia-Pacific
wal Mulk (Juz I), Beirut: Dar al Fikr. Education Researcher, Vol. 16(2),
______________ (1990). Jami‟ul Bayan 199-214.
„an Ta‟wil Aayi Al Quran (Juz VII), Departemen Agama R.I. (2002). Al Qur‟an
Beirut: Dar al Fikr. dan Terjemahnya, Madinah:
______________ (1995). Jami‟ul Bayan Lembaga Percetakan Al Quran Raja
„an Ta‟wil Aayi Al Quran (Juz I), Fahd.
Beirut: Dar al Fikr. Greene, J.A., Torney, J., & Azevedo, R.
Ath Thaba‟thaba‟i, (1991). Al Mizan fi (2010). Empirical Evidence
Tafsir Al Quran (Juz VII), Beirut: Regarding Relations among a Model
Muassasatu al A‟lamy lil al of Epistemic and Ontological
Mathbu‟at. Cognition, Academic Performance,
Atsir, I. (Tanpa tahun). Al Kamil fi Al and Educational Level, Journal of
Tarikh (Juz I), Beirut: Dar al Shadir. Educational Psychology, Vol. 102(1),
Badri, M. (1986). Dilema Psikolog Muslim, 234-255.
Terjemahan S.Z. Luxfiati, Jakarta: Hadi, S. (2015). Metodologi Riset,
Pustaka Firdaus. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
________ (1996). Tafakur: Perspektif Haque, Z. (2000). Wahyu dan Revolusi,
Psikologi Islam, Terjemahan U.S. Terjemahan E. Setiyawati Al
Husnan, Bandung: Khattab, Yogyakarta: LkiS.
Remajarosdakarya. Hofer, B.K. (2001). Personal Epistemology
Baharuddin, (2007). Paradigma Psikologi Research: Implications for Learning
Islami: Studi tentang Elemen and Teaching, Journal of Educational
Psikologi dari Al Quran, Yogyakarta: Psychology Review, Vol. 13(4), 353-
Pustaka Pelajar. 383.
Baker, A. & Zubair, A.C. (1998). Metode Katsier, I. (2002). Qasas Al Anbiya, Beirut:
Penelitian Filsafat, Yogyakarta: Muassasatul Rayyan.
Kanisius. Kuntowijoyo. (2005). Islam Sebagai Ilmu:
Baqi, M.F.A. (1955). Tafshil Ayat Al Quran Epistemologi, Metodologi, dan Etika,
Al Hakim, Beirut: Dar Ihya‟ al Kutub Jakarta: Teraju.
al „Arabiyyah. Madkour, I. (1996). Filsafat Islam: Metode
Bastaman, H.D. (1996). Psikologi Islami: dan Penerapan, Terjemahan Y.W.
What‟s in a Name?, Dalam M. Asmin & A.H. Mudzakkir, Jakarta:
Thoyibi & M. Ngemron (Editor) Raja Grafindo Persada.
Psikologi Islami, Surakarta: Mubarok, A. (2002). Sunnatullah dalam
Muhammadiyah University Press. 69- Jiwa Manusia (Sebuah Pendekatan
81. Psikologi Islam), Jakarta: IIIT
_____________ (2005). Integrasi Psikologi Indonesia.
dengan Islam: Menuju Psikologi Muhadjir, N. (1996). Metodologi Penelitian
Islami, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Psikologi Islami: Dari Filsafat Ilmu
sampai Metodologi, Dalam M.

18
Model Epistemologi Personal Dalam Keyakinan Tauhid Nabi Ibrahim as (Perspektif Psikologi dan Islam) (Ali Mahmud Ashshiddiqi)

Thoyibi & M. Ngemron (Editor) Quantitative Approaches (5th ed.),


Psikologi Islami, Surakarta: Boston, MA: Allyn and Bacon.
Muhammadiyah University Press. Qadir, C.A. (1992). Filsafat dan Ilmu
__________ (1998). Filsafat Ilmu: Telaah Pengetahuan dalam Islam,
Sistematis Fungsional Komparatif (I), Terjemahan H. Basari, Jakarta:
Yogyakarta: Rake Sarasin. Penerbit Obor.
__________ (2004). Wahyu dalam Quthb, S. (1967). Fi Dzilalil Qur‟an (Juz
Paradigma Penelitian Ilmiah VII), Beirut: Dar Ihya‟ al Turats al
Pluralisme Metodologik: Metodologi Arabi.
Kualitatif, Dalam T. Abdullah & Sardar, Z. (1996). Jihad Intelektual:
M.R. Karim (Editor) Metodologi Merumuskan Parameter-parameter
Penelitian Agama, Yogyakarta: Tiara Sains Islam, Terjemahan A.E.
Wacana. 71-81. Priyono, Surabaya: Risalah Gusti.
Muthahhari, M. (1991). Falsafah Schommer, M. (1990). Effects of Beliefs
Kenabian, Terjemahan A. About the Nature of Knowledge on
Mohammad, Jakarta: Pustaka Comprehension, Journal of
Hidayah. Educational Psychology, Vol. 82(3),
Nashori, F. (1996a). Agenda Masa Depan 498-504.
Psikologi Islami (Epilog), Dalam F. Shiddiqi, N. (2004). Sejarah: Pisau Bedah
Nashori (editor) Membangun Ilmu Keislaman, Dalam T. Abdullah
Paradigma Psikologi Islami, & M.R. Karim (Editor) Metodologi
Yogyakarta: SIPRESS. 141-143. Penelitian Agama, Yogyakarta: Tiara
__________ (1996b). Psikologi Islami, Wacana. 83-108.
Sebuah Perspektif, Dalam F. Nashori Shtulman, A. (2013). Epistemic
(editor) Membangun Paradigma Simmilarities between Students‟
Psikologi Islami, Yogyakarta: Scientific and Supernatural Beliefs,
SIPRESS. 91-101. Journal of Educational Psychology,
Muis, K.R. & Duffy, M.C. (2013). Vol. 105(1). 199-212.
Epistemic Climate and Epistemic Surachmad, W. (1982). Pengantar
Change: Instruction Designed to Penelitian Ilmiah (Dasar, Metode
Change Student‟s Belief and dan Teknik), Bandung: Tarsito.
Learning Strategies and Improve Suriasumantri, J.S. (2001). Penelitian
Achievement, Journal of Educational Ilmiah, Kefilsafatan dan
Psychology, Vol. 105(1), 213-225. Keagamaaan: Mencari Paradigma
Najati, U. (2004). Al Quran dan Ilmu Jiwa, Kebersamaan, Dalam M.D. Ridwan
Terjemahan M.R. Usmani, Bandung: (Editor) Tradisi Baru Penelitian
Pustaka. Agama Islam, Bandung: Penerbit
Naqrah, T. (1971). Sikulujiah al Qasas fi al Nuansa. 44-68.
Quran, Al Syirkah Al Tunisiyah li Al Sya‟ban, H.A. (1991). Silsilah Qasas Al
Tauzi‟. Anbiya‟: Nabi Ibrahim as. „Alaihi As
Nawawi, H. (2012). Metode Penelitian salam (Juz VII), Beirut: Dar al Kutub
Bidang Sosial, Yogyakarta: Gadjah al „Ilmiyah.
Mada University Press.
Ndraha, T. (1985). Research: Teori,
Metodologi, Administrasi (I), Jakarta:
Bumi Aksara.
Neuman, W.L. (2003). Social Research
Methods: Qualitative and

19
Psympathic, Jurnal Ilmiah Psikologi Juni 2017, Vol. 4, No.1, Hal: 1 - 20

20

You might also like

pFad - Phonifier reborn

Pfad - The Proxy pFad of © 2024 Garber Painting. All rights reserved.

Note: This service is not intended for secure transactions such as banking, social media, email, or purchasing. Use at your own risk. We assume no liability whatsoever for broken pages.


Alternative Proxies:

Alternative Proxy

pFad Proxy

pFad v3 Proxy

pFad v4 Proxy