Model Epistemologi Personal Dalam Keyakinan Tauhid Nabi Ibrahim As (Perspektif Psikologi Dan Islam)
Model Epistemologi Personal Dalam Keyakinan Tauhid Nabi Ibrahim As (Perspektif Psikologi Dan Islam)
Model Epistemologi Personal Dalam Keyakinan Tauhid Nabi Ibrahim As (Perspektif Psikologi Dan Islam)
Abstract
This library research explores the content of the Quran Surah Al An'am verses 74-79 and Surah Al
Baqarah verse 131 about the monotheistic faith of the prophet Ibrahim. Based on the data of
historical information and interpretation of Quran from the literature sources that collected
through documentation, this study used historical, hermeneutics, and synthetic analysis
approaches to uncover the model of personal epistemology from that monotheistic faith. Through
descriptive-analytic, descriptive-comparative analyses and interpretation with the pattern of
reflective thinking, the result indicates that the psycho-social and spiritual or religiosity conditions
created an epistemic climate and encouraged epistemic changes on the prophet Ibrahim. The
model of personal epistemology of the prophet Ibrahim accommodate existing models and
different from the other models, especially with regard to the involvement of revelation and
transcendental awareness factors and psychological qualities such as sincerity, love of truth,
courage, and commitment to fight for conviction.
Abstrak
Penelitian pustaka ini mengeksplorasi kandungan Alquran Surat Al An'am ayat 74-79 dan Surat Al
Baqarah ayat 131 tentang keyakinan tauhid Nabi Ibrahim as. Berdasarkan data-data berupa
informasi sejarah dan penafsiran Alquran yang dikumpulkan melalui dokumentasi, penelitian ini
menggunakan pendekatan sejarah, hermeneutika, dan analisis sintetis untuk mengungkap model
epistemologi personal dari keyakinan tauhid tersebut. Melalui analisis deskriptif-analitik dan
deskriptif-komparatif serta interpretasi dengan pola berpikir reflektif, hasil menunjukkan bahwa
kondisi psiko-sosial dan spiritual atau keagamaan menciptakan iklim epistemik dan mendorong
perubahan epistemik pada diri Nabi Ibrahim as. Model epistemologi personal Nabi Ibrahim as.
mengakomodasi model-model yang ada dan berbeda dari model-model lainnya, terutama berkaitan
dengan faktor keterlibatan wahyu dan kesadaran transendental dan kualitas psikologis seperti
ketulusan, cinta kebenaran, keberanian, dan komitmen untuk memperjuangkan keyakinan.
1
Psympathic, Jurnal Ilmiah Psikologi Juni 2017, Vol. 4, No.1, Hal: 1 - 20
adalah saling berkaitan dan secara organis beri kerangka acuan bagi konsep-konsep
berhubungan dengan spirit wahyu Quran. yang sudah ada.
Islam tidak hanya mewajibkan pencarian Muhadjir (1996) menegaskan bahwa
ilmu pengetahuan, tapi juga selalu meng- atas dasar misi Islam untuk menyem-
hubungkannya dengan gagasan Islam yang purnakan akhlak manusia dan keyakinan
unik mengenai ibadah. Ilmu pengetahuan bahwa wahyu Allah adalah kebenaran
harus dicari dalam rangka pengabdian mutlak, maka diperlukan metodologi
kepada Allah dan untuk mencari ridha-Nya. Psikologi yang dapat mendorong manusia
Dua prinsip epistemologi Islam ter- untuk berbuat lebih baik (motivasional);
sebut menegaskan bahwa nilai-nilai wahyu bukan sekedar deskriptif dan hanya inter-
memiliki peran sebagai sumber rujukan pretatif, melainkan mampu mendorong
utama sekaligus acuan orientasi bagi ilmu orang untuk berperilaku baik.
pengetahuan termasuk Psikologi Islami. Apabila tantangan tersebut terjawab,
Dengan demikian terjalin hubungan yang bukan hal yang tidak mungkin bahwa
bersifat organis antara wahyu dan Psikologi Psikologi Islami akan mencapai cita-
Islami. Bastaman (1996: 2005) berpendapat citanya yang tidak hanya ingin memiliki
bahwa, dari sudut metodologi keilmuan, fungsi pemahaman, pengendalian, dan
wahyu dan Psikologi keduanya sama-sama peramalan, sebagaimana sains pada
mengandung kekuatan dan kelemahan. umumnya, tapi juga memiliki fungsi pe-
Psikologi sebagai sains sudah mantap tetapi ngembangan ilmu dan kesehatan mental
teori-teorinya banyak yang tidak benar serta fungsi pendidikan dalam menga-
menurut tolak ukur Islam. Sementara Al- rahkan manusia pada ridha-Nya (Bastaman,
quran dan Alhadis isinya maha benar tetapi 1996; Nashori, 1996a, 1996b). Hal ini
kebanyakan belum terrumus sesuai syarat merupakan suatu keniscayaan karena
keilmuan. Ikatan organis antara Psikologi Psikologi Islami berorientasi kepada
dan wahyu akhirnya menjadi kebutuhan konsep manusia menurut ajaran Islam
yang tidak bisa diabaikan. (Alquran dan Alhadis), dimana perilaku
Imperialisme epistemologi Barat di dianggap sebagai manifestasi pengalaman
satu sisi, dan karakteristik epistemologi manusia yang melibatkan pikiran, perasaan,
Islam pada sisi yang lain, keduanya me- sikap, kehendak, dan relasi dengan sesama
lahirkan tantangan-tantangan dilematis bagi manusia, alam material, dan Tuhan
ilmuwan-ilmuwan muslim di bidang (Baharuddin, 2007).
Psikologi (Badri, 1986). Menurut Bastaman
(2005), kesadaran atas kurangnya karakter Epistemologi Personal
Islami pada sains Psikologi modern dan Epistemologi personal memiliki peran
kurangnya karakter ilmiah pada prinsip- penting bagi pemahaman selain meta-
prinsip yang terkandung dalam Alquran kognisi dan skemata. Bahkan Schommer
dan Alhadis melahirkan tantangan bagi (1990) mengemukakan kritik tentang
islamisasi Psikologi (Bastaman, 2005). skemata yang tidak bisa menjelaskan
Tantangan ini diantaranya adalah bagai- mengapa beberapa siswa gagal meng-
mana menjadikan wawasan Islam mengenai integrasikan informasi, dan tentang meta-
manusia sebagai landasan filsafat untuk kognisi yang tidak bisa menjelaskan
Psikologi, tanpa menghapus atau me- mengapa beberapa siswa gagal mengawasi
nganggap salah sama sekali wawasan- pemahaman mereka. Beberapa jawaban
wawasan, teori-teori, sistem, metode dan yang masuk akal tentang masalah-masalah
teknik-teknik pendekatan yang sudah ada ini bisa ditemukan dalam studi-studi
dan berkembang di lingkungan Psikologi. tentang keyakinan epistemologis.
Wawasan Islam tersebut berperan untuk Chan (2007) mengungkapkan bahwa
melengkapi, menyempurnakan, dan mem- secara faktual kontribusi dan pengaruh
2
Model Epistemologi Personal Dalam Keyakinan Tauhid Nabi Ibrahim as (Perspektif Psikologi dan Islam) (Ali Mahmud Ashshiddiqi)
keyakinan epistemologis pada belajar dan bisa memandu siswa menjadi pemikir,
mengajar telah mengemuka dalam literatur persisten, dan pembelajar mandiri. Hofer
penelitian selama beberapa dekade. Keya- (2001) juga menjelaskan bahwa personal
kinan tersebut bersifat khusus secara epistemology memiliki hubungan-hubungan
budaya dan ada dimensi-dimensi berbeda kuat yang bersifat organis dengan belajar
dari keyakinan di antara kelompok- dan mengajar atau pendidikan. Pertama,
kelompok kultural yang berbeda. Ke- epistemologi itu berkembang, dan per-
banyakan temuan-temuan penelitian ten- kembangan adalah tujuan pendidikan, maka
tang keyakinan epistemologis berasal dari dari itu bagian dari tujuan pendidikan
studi-studi Barat (terutama Amerika Utara) adalah mendorong perkembangan epis-
dan tidak diketahui apakah temuan-temuan temologis. Kedua, epistemologi ada dalam
itu bisa diterapkan pada siswa-siswa di bentuk keyakinan-keyakinan, dan belajar
China Hong Kong. Studi-studi tentang dipengaruhi oleh keyakinan-keyakinan
keyakinan epistemologis di negara-negara epistemologis yang individu miliki. Ketiga,
Timur dan budaya China masih jarang epistemologi itu seperti teori atau ada
dilakukan. Ini menunjukkan bahwa sebagai sumber-sumber epistemologi yang
konteks-konteks budaya perlu dikem- berkembang dengan baik, dan di dalam
bangkan lagi sebagai faktor penting yang proses belajar teori dan sumber-sumber itu
dianggap memengaruhi keyakinan epis- diaktifkan dan dimasukkan dalam cara-cara
temologis. yang mandiri sesuai konteks.
Menurut penulis, selain konteks bu- Sebagaimana diungkapkan Hofer
daya, konteks-konteks keyakinan religius (2001), wilayah epistemologi telah lama
juga menarik untuk diteliti. Asumsinya menjadi daya tarik bagi para filosof, tetapi
adalah, sebagaimana mendasari penelitian ketertarikan para pakar Psikologi relatif
ini, bahwa ajaran-ajaran agama mengan- baru. Perkembangan teori tentang epis-
dung dasar-dasar pandangan hidup yang temologi personal di kancah keilmuan
melahirkan pola sikap, pola pikir, dan pola Psikologi Barat-modern sendiri sebenarnya
perilaku. Dalam hal ini penulis terinspirasi sudah berlangsung lama. Greene, Torney,
oleh penelitian Shtulman (2013) yang dan Azevedo (2010) menegaskan bahwa
membandingkan keyakinan ilmiah dan epistemologi personal merupakan wilayah
keyakinan supranatural melalui empat penelitian yang relatif baru dan kompleks,
dimensi makna epistemik (epistemic dan membutuhkan banyak investigasi
import): kepercayaan diri personal, kon- dengan beragam teknik. Sejauh pe-
sensus yang diterima, arti pembenaran, dan ngamatan penulis, minat para ilmuwan
keterbukaan untuk revisi. Keyakinan ilmiah Psikologi di Barat terhadap tema-tema
lebih kuat dari keyakinan supranatural epistemological beliefs terus meningkat dan
dalam dimensi kepercayaan diri dan kon- mewujud dalam fokus yang semakin
sensus tapi lebih lemah dalam dimensi beragam. Kecenderungan seperti ini belum
pembenaran dan revisi, khususnya bagi terlihat menggembirakan di Indonesia
partisipan dengan tingkat keyakinan apalagi di kalangan ilmuwan muslim
supranatural yang lebih tinggi dan Psikologi. Sumber-sumber literatur, baik
tingkatan pemahaman yang lebih rendah sebagai hasil pemikiran maupun penelitian,
tentang sifat dasar sains. mengenai teori tersebut bisa dikatakan
Schommer (1990) menyatakan bahwa masih terbatas.
pentingnya penelitian mengenai keyakinan
epistemologis tidak bisa diingkari. Keya- Keyakinan Tauhid Nabi Ibrahim as.
kinan-keyakinan epistemologis mempe- Penulis menemukan adanya perbedaan
ngaruhi belajar dan membantu memahami penafsiran di kalangan ulama tafsir
pikiran dengan lebih baik. Pemahaman ini (mufassir) tentang kisah keyakinan tauhid
3
Psympathic, Jurnal Ilmiah Psikologi Juni 2017, Vol. 4, No.1, Hal: 1 - 20
Nabi Ibrahim as. yang disebutkan dalam faktor wahyu Tuhan; bercorak irfani karena
Surat Al An‟am ayat 74-79 dan Surat Al pengalaman dan penghayatan batin serta
Baqarah ayat 131 (Asy Syafi‟i, 1996). intuisi turut berperan; dan bercorak burhani
Sebagian mufassir mengatakan bahwa apa karena realitas alam, sosial dan humanitas
yang dilakukan Nabi Ibrahim as. me- menjadi sumber pertama dan utama
rupakan strategi dakwah untuk menyam- pengetahuan Nabi Ibrahim as. tentang
paikan ajaran tauhid kepada umatnya. Tuhan. Corak burhani lebih mendominasi
Pendapat ini berasal dari Ibnu Katsier, Al epistemologi nalar Nabi Ibrahim as. diban-
Maraghi, Fakhrurrazi, dan Muhammad ding dua corak yang lain. Ketiganya ter-
Rasyid Ridha. Sebagian mufassir lain kumpul dan saling berdialog sehingga
menyatakan bahwa pengalaman itu bersifat membentuk pola hubungan yang bersifat
spiritual dan terjadi sebelum Nabi Ibrahim sirkular, dimulai dari burhani dengan gerak
as. mengetahui siapa Tuhan yang se- dinamis akal, lalu irfani dengan ber-
sungguhnya, atau bukan merupakan fungsinya intuisi, dan terakhir bayani
argumentasi (hujjah) bagi ajaran tauhid dengan datangnya wahyu.
yang dibawakannya. Pendapat kedua ini Adzhim (1989), berkaitan dengan
diungkapkan oleh Ath Thabary, Al pengalaman intelektual-spiritual Nabi
Baghawy, Sayyid Quthb, dan Ath Ibrahim as., menyatakan bahwa metode
Thaba‟thaba‟i. Berdasarkan temuan ini, berpikir yang digambarkan dalam kisah
penulis bersandar pada pendapat kedua Nabi Ibrahim as. terkait dengan masalah
bahwa pengalaman Nabi Ibrahim as. penyembahan berhala (paganisme) yang
merupakan pengalaman spiritual berkaitan merebak dalam kehidupan umatnya saat itu.
dengan proses pencapaian keyakinan Masalah terbesar yang ingin ditunjukkan
tauhid. dalam kisah tersebut adalah bagaimana
Penulis mendekati pengalaman menggunakan akal agar bisa mencapai
spiritual Nabi Ibrahim as. tersebut dengan keimanan kepada Allah Yang Esa. Najati
menggunakan pendekatan psikologis (2004) juga menerangkan bahwa langkah-
dengan melibatkan pandangan-pandangan langkah mengetahui yang dilalui Nabi
Psikologi, khususnya dari perspektif Ibrahim as. untuk memperoleh pengetahuan
Psikologi Kognitif. Penulis sebelumnya tentang Tuhan merupakan sebuah metode
telah meneliti pengalaman Nabi Ibrahim as. berpikir yang digambarkan Alquran.
ini dengan pendekatan filosofis untuk Sayangnya, aspek-aspek psikologis, khu-
menggali konsep epistemologi pendidikan susnya epistemologi personal, dari metode
yang dikandungnya dan menemukan berpikir Nabi Ibrahim as. ini tidak di-
implikasi-implikasi penting dari konsep jelaskan lebih mendalam.
tersebut bagi pendidikan Islam Kajian Psikologi Islami tentang
(Ashshiddiqi, 2003). Penelitian ini lebih tafakkur telah dilakukan Malik Badri
lanjut menelaah aspek-aspek psikologis (1996) melalui bukunya “Al Tafakkur min
berkenaan dengan epistemologi personal Al Musyahadah ila Al Syuhud: Dirasah Al
(personal epistemology). Nafsiyah Al Islamiyah”, dengan menelaah
Studi Ashshiddiqi (2003) menyim- konsep tafakkur dan membedakannya dari
pulkan bahwa kisah pencarian Tuhan oleh konsep berpikir menurut Psikologi Barat.
Nabi Ibrahim as. dalam Alquran me- Selain menjelaskan tentang proses tafakkur
refleksikan sebuah corak epistemologi. dan faktor-faktor yang memengaruhinya,
Corak epistemologi Nabi Ibrahim as. tafakkur sendiri dinyatakan juga memiliki
meliputi tiga teori pengetahuan dalam implikasi yang penting bagi keimanan dan
tradisi pemikiran umat Islam, yakni bayani, peribadatan seorang mukmin. Sayangnya,
irfani, dan burhani. Epistemologi Nabi buku tersebut juga tidak menjelaskan
Ibrahim as. bercorak bayani karena terdapat secara detail dan eksplisit mengenai aspek-
4
Model Epistemologi Personal Dalam Keyakinan Tauhid Nabi Ibrahim as (Perspektif Psikologi dan Islam) (Ali Mahmud Ashshiddiqi)
5
Psympathic, Jurnal Ilmiah Psikologi Juni 2017, Vol. 4, No.1, Hal: 1 - 20
ties). Selain akan menambah khazanah yang memberikan gambaran utuh tentang
pemikiran dan penelitian Psikologi di doktrin Islam dan lebih jauh lagi, tentang
Indonesia, implikasi-implikasi hasil pene- Weltanschauung-nya. Bagian ini menun-
litian ini akan sangat berarti bagi pengem- jukkan berbagai ideal-type tentang konsep-
bangan teori-teori Psikologi Islami. Hal konsep. Kedua, kisah-kisah historis dan
yang sama berharganya adalah implikasi perumpamaan (amtsal) yang mendorong
penting temuan penelitian ini terhadap kepada kontemplasi tentang hakikat dan
pengembangan pendidikan Islam agar makna kehidupan. Bagian ini menun-
fungsi dan perannya dalam pembimbingan jukkan arche-type tentang kondisi-kondisi
dan pengarahan manusia menuju ke- yang universal dan mendorong pengam-
sempurnaan yang didasarkan pada nilai- bilan pelajaran atau pesan-pesan moral.
nilai dan cita-cita pandangan dunia Islam Melalui pendekatan sintetik-analitik
semakin teguh. penulis berusaha membangun teori tentang
epistemologi personal dari Alquran dengan
Metode Penelitian mengelaborasi kisah Nabi Ibrahim as.
dalam membangun keyakinan tauhid.
Pendekatan Penelitian
Keyakinan tauhid merupakan salah satu
Penelitian ini menggunakan tiga
ideal-type yang dikandung Alquran, se-
pendekatan, yakni: pendekatan sejarah,
dangkan pengalaman spiritual Nabi Ibrahim
pendekatan hermeneutika, dan pendekatan
as. merupakan arche-type sebagai bentuk
sintetik-analitis. Pendekatan sejarah
peristiwa historis yang juga diceritakan
(Shiddiqi, 2004) digunakan agar Nabi
dalam Alquran. Keyakinan tauhid yang
Ibrahim as. dan aspek-aspek kesejarahan
dibangun Nabi Ibrahim as. mengandung
dari keyakinan tauhid (termasuk faktor-
pesan-pesan moral-teologis dan pesan-
faktor internal dan eksternal) dapat di-
pesan ilmiah yang perlu dianalisis atau
pahami. Pendekatan hermeneutika digu-
dielaborasi lebih lanjut agar muncul
nakan untuk mencari makna dari susunan
konstruk atau bangunan teoretis tentang
kalimat, konteks budaya, tafsir transenden
epistemologi personal yang mencakup
dan dari lainnya termasuk khazanah
pengetahuan dan bagaimana manusia
intelektual Islam klasik, modern ataupun
mengetahui.
kontemporer, sebagai objek kajian atau
telaah keilmuan keislaman yang baru
(Muhadjir, 1998; Abdullah, 2006). Dengan Sumber Data dan Pengumpulan Data
Penelitian ini merupakan penelitian
demikian terjadi lingkaran hermeneutis-
kepustakaan (library research) yang
historis antara pemahaman lama dan
dilakukan dengan menghimpun data dari
pemahaman baru, dan tercapai nuansa
berbagai literatur untuk menemukan
pemahaman yang lebih produktif, tidak
berbagai teori, hukum, dalil, prinsip-
reproduktif mengulang-ulang pemahaman
prinsip, pendapat, gagasan, dan lain-lain
penafsiran sebelumnya (Baker dan Zubair,
(Nawawi, 2012). Data-data literatur ini
1998) tentang keyakinan tauhid Nabi
dikumpulkan melalui metode dokumentasi
Ibrahim as. ini.
(Arikunto, 2010), sehingga penulis mem-
Adapun pendekatan sintetik-analitik
peroleh informasi bukan dari orang sebagai
dalam penelitian ini, sebagaimana pe-
narasumber, tetapi dari macam-macam
mikiran Kuntowijoyo (2005), didasari oleh
sumber tertulis (Bloor dan Wood, 2006).
pandangan bahwa kandungan Alquran itu
Sumber data penelitian ini terdiri dari
meliputi dua bagian. Pertama, konsep-
dua jenis sumber: sumber primer dan
konsep yang merujuk kepada pengertian-
sumber sekunder (Ndraha, 1985). Sumber
pengertian normatif yang khusus, doktrin-
data primer memberikan data-data yang
doktrin etik, aturan-aturan legal, dan
langsung berkaitan dengan obyek pene-
ajaran-ajaran keagamaan pada umumnya
6
Model Epistemologi Personal Dalam Keyakinan Tauhid Nabi Ibrahim as (Perspektif Psikologi dan Islam) (Ali Mahmud Ashshiddiqi)
7
Psympathic, Jurnal Ilmiah Psikologi Juni 2017, Vol. 4, No.1, Hal: 1 - 20
kepada teori-teori umum yang berkaitan berhala langit (matahari dan bintang) dan
dengan epistemologi personal. Penulis api. Mereka meyakini akan adanya begitu
berpindah kepada level interpretasi yang banyak tuhan seperti benda-benda alam,
lebih luas atau third-order interpretation, berhala-berhala, dan bahkan raja mereka
dimana penulis menentukan signifikansi sendiri, yakni Namrudz.
teoretik umum tentang model epistemologi Kekerasan di negeri Kaldera menjadi
personal dari keyakinan tauhid Nabi hukum (Haque, 2000). Orang-orang yang
Ibrahim as. lemah dan miskin diperlakukan sebagai
budak dan pekerja-pekerja kasar. Perasaan
takut dan tidak aman serta upacara atau
Hasil Penelitian dan Pembahasan
ritual yang penuh takhayul membuat
Konteks Historis Keyakinan Tauhid mereka harus tunduk kepada para elite
Nabi Ibrahim as. sosial. Hal ini mengakibatkan hancurnya
Berdasarkan pendapat yang benar dan ikatan sosial dan bangunan moral sehingga
yang masyhur di kalangan ahli biografi dan kehidupan terasa mencekam. Dalam kenya-
ahli sejarah, Nabi Ibrahim as. dilahirkan di taan yang demikian, Nabi Ibrahim as. aman
Babilonia pada masa kekuasaan Namrudz menjalani masa kanak-kanak dan masa
bin Kan‟an bin Kutsi, yakni salah satu dari mudanya dari pengaruh-pengaruh negatif
empat raja di dunia yang kafir selain cara hidup masyarakat Kaldea yang amoral
Bukhtansar, serta Sulaiman bin Daud dan dan penuh dosa, yang mana Nabi Ibrahim
Dzukarnain yang keduanya mukmin as. membenci kehidupan seperti itu.
(Katsier, 2002). Namrudz adalah seorang Kehidupan masyarakat pada masa
raja yang angkuh dan sombong yang Namrudz juga diwarnai oleh tradisi mem-
memerintah rakyatnya dengan kasar dan percayai ramalan bintang sebagai dasar
sewenang-wenang, serta suka memaksakan keputusan bertindak. Ramalan bintang
kehendak dan menuruti kemauannya memiliki derajat keterpercayaan dan
sendiri. Semasa Namrudz berkuasa dan keabsahan yang lebih tinggi dibanding ilmu
memproklamirkan diri sebagai hakim yang dan pengetahuan (Sya‟ban, 1991). Ini di-
mutlak, rakyat hidup di dalam kebodohan sebabkan mereka terlalu mengedepankan
yang membabi buta. Mereka menjadikan keyakinan yang salah berdasarkan taqlid
Namrudz sebagai penguasa segala-galanya daripada pemikiran kritis dan rasional.
dan sangat menyukai kehidupan yang Bahkan Namrudz yang telah menganggap
membahayakan, berbuat dzalim dan tanpa dirinya sebagai yang paling berkuasa atas
berpikir, serta hanya mengikuti tradisi segala-galanya, juga menggantungkan
leluhur mereka yang salah secara turun- nasibnya pada ramalan-ramalan bintang
temurun (taqlid), terutama dalam masalah dari para ahli nujum yang dimilikinya. Hal
penyembahan berhala (Ash Shabuni, 1991). ini bisa dilihat pada peristiwa yang terjadi
Ziaul Haque (2000), pakar sejarah saat menjelang kelahiran Nabi Ibrahim as.
ekonomi Islam awal, menjelaskan bahwa Kebanyakan ahli sejarah meng-
peradaban-peradaban besar berkembang hubungkan kelahiran Nabi Ibrahim as.
dan runtuh di dataran dua sungai besar, dengan suatu riwayat tentang ramalan yang
Eufrat dan Tigris. Negeri Kaldera, tanah di disampaikan para ahli nujum kepada
mana Nabi Ibrahim as. lahir, membentang Namrudz. Muhammad bin Ishak (Ath
dari Teluk hingga ke perbatasan Gurun Thabary, 1990) meriwayatkan bahwa
Arab. Kerajaan ini kemudian mengalami ketika menjelang kelahiran Nabi Ibrahim
kemunduran dan jatuh ke dalam kekacau- as. para ahli nujum mendatangi Namrudz
balauan kejahatan moral, korupsi, tirani dan memberitahukan tentang akan lahirnya
sosial dan agama. Seluruh penduduknya seorang anak laki-laki, yang bernama Nabi
tersesat dalam penyembahan berhala- Ibrahim as., yang akan merusak agama
8
Model Epistemologi Personal Dalam Keyakinan Tauhid Nabi Ibrahim as (Perspektif Psikologi dan Islam) (Ali Mahmud Ashshiddiqi)
9
Psympathic, Jurnal Ilmiah Psikologi Juni 2017, Vol. 4, No.1, Hal: 1 - 20
10
Model Epistemologi Personal Dalam Keyakinan Tauhid Nabi Ibrahim as (Perspektif Psikologi dan Islam) (Ali Mahmud Ashshiddiqi)
antara mata hati dan fitrah Nabi Ibrahim as. fitrahnya yang tulus dan jujur, yang tidak
dengan pedoman keimanan dan dasar-dasar bisa dipungkiri dan tidak perlu
petunjuk pada ciptaan yang menakjubkan. diperdebatkan, yang muncul dengan begitu
Semua ini bertujuan agar pemahaman Nabi mudah dan meyakinkan. Setiap pema-
Ibrahim as. dapat meningkat dari penging- haman manusiawi pun akan menyatakan
karan terhadap peribadatan tuhan-tuhan hal yang demikian.
yang palsu, kepada keyakinan (yaqin) Hal itu sama halnya dengan kecemasan
terhadap Tuhan yang benar (haqq) (Quthb, Nabi Ibrahim as. dan ketergantungannya
1967). pada petunjuk Tuhan, ketika ia salah
Menurut Ath Thabary (1990), maksud menyangka bulan adalah Tuhan. Nabi
ayat tersebut adalah bahwa Allah telah Ibrahim as. mengungkapkan kecemasannya
memperlihatkan kekuasaan-Nya di langit tatkala melihat bulan dan kekecewaannya
dan di bumi beserta apa-apa yang ada di ketika benda itu tenggelam. Nabi Ibrahim
dalamnya seperti matahari, bulan, pohon, as. cemas bila ia menjadi orang yang sesat
hewan, dan lain-lain, yang tampak jelas karena tidak memperoleh petunjuk dari
bentuk dan ciri-cirinya. Allah melakukan Tuhannya. Al Baghawy (1992) men-
hal itu agar Nabi Ibrahim as. menjadi orang jelaskan bahwa perasaan cemas dan
yang mengesakan Allah (bertauhid), dan ketergantungan diri Nabi Ibrahim as. ke-
mengetahui hakikat petunjuk serta penge- pada Allah itu mempunyai makna bahwa
tahuan yang hanya diberikan atau di- Nabi Ibrahim as. khawatir jika seandainya
sampaikan kepadanya, sedangkan kaumnya Allah tidak menetapkan dirinya (hatinya)
tetap sesat dalam beribadah atau me- dalam petunjuk. Nabi Ibrahim as. berharap
ngambil sesembahan selain Allah. agar Allah menetapkan dirinya berada
Setelah meyakini kepastian adanya dalam petunjuk, bukan agar ia memperoleh
Tuhan yang memelihara dan menguasai petunjuk. Ini disebabkan para nabi selalu
segala sesuatu, dan menyatakan penging- memohon kepada Allah tentang ketetapan
karannya secara implisit terhadap dalam iman.
sesembahan ayah dan kaumnya, meskipun Setelah gagal menemukan jawaban
Nabi Ibrahim as. sendiri ketika itu belum yang benar tentang hakikat Tuhannya
menemukan jawaban tentang Tuhan yang dalam ujian Allah Nabi Ibrahim as. me-
hakiki, Nabi Ibrahim as. menengadah ke lepaskan diri dari agama kaumnya dan
langit mencoba mencari jawaban itu di setelah itu menerima wahyu. Hal ini
sana. Tetapi hakikat Tuhan tidak ditemukan sebagaimana disebutkan dalam Surat Al
pada bintang, bulan, dan matahari. Menurut Baqarah ayat 131: “Ketika Tuhannya
Ath Thaba‟thaba‟i (1991), yang dimaksud berfirman kepadanya: “Tunduk patuhlah!”
“rabb” (Tuhan) dalam pemikiran Nabi Ibrahim menjawab: “Aku tunduk patuh
Ibrahim as. tersebut adalah Tuhan sebagai kepada Tuhan semesta alam.” Setelah
penguasa segala sesuatu yang terbimbing menerima wahyu ini, Nabi Ibrahim as.
dan pengatur urusan-urusannya, bukan menghadapkan dirinya untuk beribadah
sebagai pencipta dan pengada segala kepada Allah dengan keikhlasan dan sikap
sesuatu yang sebelumnya tidak ada. konsisten (istiqamah) semata-mata karena
Secara eksplisit Nabi Ibrahim as. Tuhannya, dalam kerangka kewajiban-
mengungkapkan kembali pernyataan kewajiban atau konsekuensi-konsekuensi
ingkar dan ketidaksukaannya atau keimanan tauhid. Nabi Ibrahim as.
kebenciannya pada saat pertama kali menghadapkan diri secara hanif (lurus dan
melihat bintang. Quthb (1967) menyatakan tidak menyimpang) dan tidak secara yang
bahwa ungkapan rasa tidak suka Nabi lain, yaitu tidak lurus dan menyimpang atau
Ibrahim as. terhadap bintang yang menyekutukan Allah (syirik), karena hal itu
tenggelam itu juga merupakan ungkapan tidak bermanfaat tapi membawa mudharat
11
Psympathic, Jurnal Ilmiah Psikologi Juni 2017, Vol. 4, No.1, Hal: 1 - 20
12
Model Epistemologi Personal Dalam Keyakinan Tauhid Nabi Ibrahim as (Perspektif Psikologi dan Islam) (Ali Mahmud Ashshiddiqi)
13
Psympathic, Jurnal Ilmiah Psikologi Juni 2017, Vol. 4, No.1, Hal: 1 - 20
bahwa selain lingkungan, interaksi sosial, ada (Ath Thaba‟thaba‟i, 1991). Sedangkan
dan diskursus sebagai elemen kritis dari kecintaan Nabi Ibrahim as. pada kebenaran
suatu perubahan epistemik, faktor-faktor yang bersumber dari hati, menurut Quthb
supranatural juga berperan dalam penga- (1967), merupakan penghubung antara
laman Nabi Ibrahim as. Setelah melewati fitrah Nabi Ibrahim as. dengan Tuhannya.
keraguan-keraguan epistemik dan peru- Kecenderungan Nabi Ibrahim as. untuk
bahan-perubahan epistemik yang berkali- mengimani Yang Mutlak dan mengingkari
kali, Nabi Ibrahim as. mencapai keyakinan segala yang nisbi benda-benda mati adalah
tauhid yang final dan sempurna atas dasar suatu kenyataan fitrah yang ada dalam
petunjuk wahyu Tuhan, sebagaimana dirinya. Sedangkan aktivitas akalnya dalam
diterangkan oleh Ath Thabary (1990) dan berpikir mencari kebenaran tentang Yang
Ath Thaba‟thaba‟i (1991). Mutlak tersebut adalah kenyataan fitrah
Nabi Ibrahim as. bisa bersikap mandiri yang lain pada dirinya juga. Esensi kedua
dalam berpikir dan berkeyakinan tetapi ia kenyataan itu adalah sama dan menyatu.
juga menggantungkan harapannya kepada Menurut Al Faruqi (1988) iman dan
sesuatu yang memiliki kekuasaan di luar berpikir pada hakikatnya bersifat agamawi
kemampuan manusia atau makhluk lain, dan merupakan bagian dari sunnatullah,
yaitu Tuhan, meski ia sendiri belum me- yang sejak awal melekat pada kehadiran
ngetahui dan meyakininya. Hal ini sesuai manusia di muka bumi. Keduanya juga
dengan penjelasan Al Baghawy (1992) hakikatnya adalah satu, yaitu bahwa
tentang kekhawatiran dan harapan Nabi keimanan berhubungan dengan penge-
Ibrahim as. akan petunjuk Tuhan. Menurut tahuan. Iman merupakan dasar bagi suatu
penulis, ini menegaskan keterbukaan Nabi penafsiran yang rasional atas alam semesta,
Ibrahim as. terhadap segala sesuatu yang dan karenanya ia menjadi prinsip utama
bisa membawanya kepada keyakinan yang dari akal, yang tidak mungkin bersifat
benar, termasuk dalam hal ini peran Tuhan. irrasional.
Kemandirian dan keterbukaan yang seperti Manusia mempunyai motif ingin tahu
ini menguatkan bahwa dalam hal penge- sebagai tabiat yang menggerakkannya
tahuan dan mengetahui, Nabi Ibrahim as. untuk meneliti, mengungkapkan sebab
menunjukkan pandangan antroposentris akibat dari apa saja fenomena yang menarik
dan teosentris sekaligus, yang tidak hanya perhatiannya. Motif tersebut bisa tampak
mempercayai daya akal pikiran yang pada pertanyaan tentang sesuatu hal karena
bersifat relatif tapi juga wahyu yang ingin mengatasi kesulitan pemahaman, atau
bersifat absolut. keinginan menjelaskan tentang hal itu.
Selain kemandirian dan keterbukaan, Demikian juga bisa tampak pada keinginan
sebagaimana pernyataan Quthb (1967), mengatasi realitas baru atau untuk
beberapa kualitas kejiwaan yang lain juga menghilangkan keraguan tentang hal yang
memengaruhi perubahan epistemik Nabi sudah diketahuinya (Mubarok, 2002).
Ibrahim as., yakni: keikhlasan, kecintaan Ath Thaba‟thaba‟i (1991) menjelas-
pada kebenaran dan pengingkaran yang kan bahwa permasalahan yang dihadapi
didasari fitrah yang suci dan pandangan Nabi Ibrahim as. adalah gambaran dari
mati hati atau nurani. Keikhlasan Nabi masalah yang dihadapi manusia secara
Ibrahim as. berkaitan dengan pernyataan umum, berkaitan dengan permulaan dalam
dirinya untuk beribadah dan beristiqamah membedakan antara yang benar dengan
di dalamnya semata-mata karena Tuhannya yang salah atau mengambil manfaat agar
sebagai wujud konsekuensi keimanan ditetapkan baginya tanggung jawab
tauhid (Ath Thabary, 1995), dan pengakuan ilahiyyah dengan jalan berpikir dalam
tegas Nabi Ibrahim as. atas ke-Esaan Allah menyelesaikan perkara tauhid dan seluruh
dalam pengaturan makhluk-makhuk yang pengetahuan yang asli atau murni. Hal ini
14
Model Epistemologi Personal Dalam Keyakinan Tauhid Nabi Ibrahim as (Perspektif Psikologi dan Islam) (Ali Mahmud Ashshiddiqi)
15
Psympathic, Jurnal Ilmiah Psikologi Juni 2017, Vol. 4, No.1, Hal: 1 - 20
16
Model Epistemologi Personal Dalam Keyakinan Tauhid Nabi Ibrahim as (Perspektif Psikologi dan Islam) (Ali Mahmud Ashshiddiqi)
17
Psympathic, Jurnal Ilmiah Psikologi Juni 2017, Vol. 4, No.1, Hal: 1 - 20
18
Model Epistemologi Personal Dalam Keyakinan Tauhid Nabi Ibrahim as (Perspektif Psikologi dan Islam) (Ali Mahmud Ashshiddiqi)
19
Psympathic, Jurnal Ilmiah Psikologi Juni 2017, Vol. 4, No.1, Hal: 1 - 20
20