Endang Dewi Masithah, Nuansa Adharia Ningrum Dan Setiawati Sigit
Endang Dewi Masithah, Nuansa Adharia Ningrum Dan Setiawati Sigit
Endang Dewi Masithah, Nuansa Adharia Ningrum Dan Setiawati Sigit
1, April 2011
Dunaliella salina is one type of natural food used in the hatchery business. Production stability D. salina
with an abundance of nutrients can be supported. The purpose of this study was to determine the effect and how many
doses of the bacteria Bacillus pumilus best fermented in cow dung as fertilizer in increasing the population of D.
salina. Research conducted at the Laboratory of Education Faculty of Fisheries and Marine Fisheries, Airlangga
University Surabaya. The research design used was Completely Randomized Design (CRD) is followed by Duncan
test. D. salina was cultured in 250 mL glass bottle with 5 treatments (2 treatments as a control) and four replications.
Culture medium used contained 10 ppm cow dung. The concentration of cow manure are given in the study, namely A
(12.5% Bacillus pumilus), B (10% Bacillus pumilus), C (7.5% Bacillus pumilus), control 1 (without fermentation),
control 2 (fertilizer Walne). The results showed that the addition of Bacillus pumilus on cow dung that were cultured in
culture medium D. salina can increase the amount of chlorophyll content of D. salina. Addition of Bacillus pumilus by
10% in the culture medium to produce the amount of chlorophyll-a D. salina high of 0.014055 µg/mL and
chlorophyll-b of 0.009657142 µg/mL on the first day.
53
Pengaruh Pemberian Bakteri ......
lignohemiselulolitik Bacilllus pumilus berasal dari Nutrien yang akan digunakan juga
isi rumen sapi (hasil penelitian Lamid, 2006), pupuk dilakukan proses sterilisasi yaitu dengan
Walne, kotoran sapi yang diperoleh dari kandang menggunakan autoclave. Nutrien dimasukkan
hewan Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) kedalam botol erlenmeyer atau test tube steril yang
Universitas Airlangga, molases, air laut, air tawar, kemudian ditutup dengan menggunakan kapas +
aquadest, alkohol, klorin, Na Thiosulfat, MgCO3, gauze dilapisi dengan aluminium foil. Setelah itu
aceton 90% dan media peremajaan Bacillus pumilus erlenmeyer atau test tube yang berisi nutrien
yaitu menggunakan nutrien agar. disterilisasi dengan menggunakan autoclave pada
Peralatan yang digunakan dalam penelitian suhu 121 ºC selama 15 menit.
adalah toples kaca (sebagai wadah penelitian),
aerator set, sterefoam, gelas ukur, pipet tetes, pipet Persiapan Kotoran Sapi
volume, mikroskop, handcounter, autoclave, Kotoran sapi yang akan digunakan untuk
spektrofotometer, centrifuge, haemocytometer, test penelitian diperoleh dari kandang hewan, Fakultas
tube, cuvet, refraktometer, pH paper, pipet volume, Kedokteran Hewan (FKH), Universitas Airlangga,
kapas, kasa, tisu, corong air, erlenmeyer, timbangan Surabaya. Kotoran sapi yang akan digunakan
digital, termometer, lampu TL neon dengan panjang dikeringkan terlebih dahulu di bawah sinar matahari
1 meter, shaker incubator, aluminium foil dan kertas selama kurang lebih 4-5 hari sampai kering. Kotoran
saring. sapi kemudian digiling. Sebelum kotoran sapi
dipergunakan, kotoran sapi yang telah kering terlebih
Metode Penelitian dahulu dilakukan proses analisis laboratorium untuk
Penelitian ini semua dikondisikan sama mengetahui kadar N dan kadar P. Setelah itu kotoran
kecuali perlakuan dosis pupuk kotoran sapi. sapi tersebut diberi molases, kemudian ditambahkan
Rancangan penelitian utama yang digunakan adalah dengan bakteri Bacillus pumilus sebagai fermentor
Rancangan acak lengkap (RAL) (Kusriningrum, sesuai dengan perlakuan.
1989). Penelitian ini menggunakan kotoran sapi yang
difermentasi dengan penambahan dosis bakteri Persiapan Bakteri Bacillus pumilus
Bacillus pumilus, pada perlakuan A (12,5%), Sediaan isolat bakteri Bacillus pumilus
B(10%), C (7,5%), kontrol 1 (tanpa fermentasi) dan yang akan digunakan adalah hasil isolasi Lamid
kontrol 2 (pupuk Walne). Setiap perlakuan mendapat (2006) berasal dari isi rumen sapi yang diremajakan
ulangan sebanyak 4 kali. kembali pada nutrien agar dan dikultur selama 24
jam. Isolat bakteri Bacillus pumilus dilakukan
Prosedur Kerja peremajaan untuk mendapatkan isolat yang tetap
Persiapan Penelitian bertahan hidup dan stabil dalam pertumbuhannya
Sterilisasi peralatan yang akan digunakan (Schlegel, 1994).
untuk kultur dilakukan dengan terlebih dahulu
mencuci sampai bersih kemudian dibilas dengan air Fermentasi Kotoran Sapi dengan Menggunakan
tawar. Peralatan berukuran besar yang sudah bersih Bakteri Bacillus pumilus
direndam dengan larutan klorin 150 ppm selama 24 Kotoran sapi yang telah kering dan sudah
jam. Setelah itu, peralatan dikeringkan di bawah ditimbang sebanyak 5 gr difermentasi menggunakan
sinar matahari. Peralatan berukuran kecil dan terbuat isolat bakteri Bacillus pumilus dan sebagai aktivator
dari kaca tahan panas yang akan digunakan untuk adalah molases dan air. Proses ini diawali dengan
kultur disterilkan dengan menggunakan autoclave kotoran sapi ditambahkan 4% molases (Lamid,
dengan suhu 121oC selama 15 menit. Peralatan ini 2006). Setelah itu ditambahkan 1,5 ml air dan isolat
harus ditutup dengan kapas dan kasa kemudian bakteri Bacillus pumilus dengan dosis yang sesuai
dibungkus dengan aluminium foil (Ekawati, 2005). dengan perlakuan, kemudian diaduk secara merata.
Sterilisasi air laut dilakukan dengan Sesudah itu dimasukkan dalam plastik hitam dalam
menggunakan larutan klorin. Air laut terlebih dahulu kondisi tertutup rapat dengan jangka waktu yaitu 7
disaring dengan kapas yang diletakkan dalam corong hari dengan suhu 27 – 32oC. Setelah mencapai jangka
air lalu disterilkan dengan memberikan klorin waktu fermentasi yang ditentukan, kotoran sapi yang
sebanyak 60 ppm dan diaerasi selama 24 jam lalu Na telah difermentasi dikeringkan dan siap dipakai
Thiosulfat 20 ppm diberikan untuk menghilangkan (Nurjariah, 2005).
sisa–sisa klorin (Ekawati, 2005).
54
Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan Vol. 3,No. 1, April 2011
55
Pengaruh Pemberian Bakteri ......
gelombang yang akan digunakan yaitu A664 dan A647. suhu, pH dan salinitas dilakukan setiap hari.
Selanjutnya blanko dan sample diukur serapan Parameter pendukung digunakan untuk melengkapi
cahayanya pada spektrofotometer. Selanjutnya data dari parameter utama.
kandungan klorofil dihitung menggunakan rumus
berikut: Analisis Data
Data penelitian yang diperoleh dianalisis
Kandungan klorofil-a dan klorofil-b (larutan secara statistik dengan menggunakan ANAVA. Data
aceton 90%) : yang dihasilkan bila terdapat perbedaan dapat
a) Klorofil-a = 11,93 A664 – 1,93 A647 dilakukan uji lanjutan. Uji lanjutan dengan Uji Jarak
b) Klorofil-b = 20,63 A647 – 5,50 A664 Berganda Duncan (Duncan's Multiple Range Test)
digunakan untuk mengetahui signifikasi pengaruh
Sterman (1988) menyatakan bahwa setelah perlakuan satu dengan perlakuan yang lain
nilai absorban diketahui, selanjutnya nilai absorban (Kusriningrum, 2008).
dimasukkan ke dalam rumus di bawah ini :
Hasil dan Pembahasan
Klorofil - a
Data pertumbuhan dan hasil Analisis Varian
Berat molekul : chl-a 894, chl-b 908 (ANAVA) pada hari pertama yang ditunjukkan pada
tabel 1 menunjukkan bahwa masing – masing
Parameter Utama perlakuan memberi pengaruh yang berbeda nyata
Parameter utama dalam penelitian adalah (p<0,05) terhadap jumlah kandungan klorofil-a D.
kandungan klorofil D. salina. Perhitungan salina. Jumlah kandungan klorofil D. salina hari
kandungan klorofil D. salina dilakukan setiap dua pertama meningkat dan terus mengalami penurunan
hari yaitu pada hari pertama, ketiga dan kelima. sampai pada hari kelima. Puncak yang terjadi pada
Kandungan klorofil dihitung dengan menggunakan hari pertama diperoleh pada perlakuan B yaitu
spektrofotometer. penambahan dosis bakteri Bacillus pumilus sebanyak
10%.
Parameter Pendukung
Parameter pendukung dalam penelitian
adalah suhu, pH dan salinitas. Pengamatan terhadap
Tabel 1. Jumlah rata-rata klorofil-a Dunaliella salina (µg/ml) pada hari pertama, ketiga, dan kelima
Tabel 2. Jumlah rata-rata klorofil-b Dunaliella salina (µg/ml) pada hari pertama, ketiga, dan kelima
56
Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan Vol. 3,No. 1, April 2011
57
Pengaruh Pemberian Bakteri ......
degradasi ikatan lignin dengan xilan, mannan, penggunaan unsur P lebih banyak daripada yang
arabinogalaktan dan arabinan. diproduksi didalam proses fermentasi.
Berdasarkan penelitian pendahuluan,
perlakuan lama fermentasi terbaik adalah perlakuan Kesimpulan
B (10% Bacillus pumilus) yaitu fermentasi 7 hari. Penggunaan pupuk kotoran sapi yang
Hal ini menunjukkan bahwa dengan waktu difermentasi dengan bakteri B. pumilus berpengaruh
fermentasi tersebut, nutrien tersedia bagi plankton nyata (P<0,05) terhadap jumlah kandungan klorofil
adalah optimal dibanding perlakuan lama fermentasi D. salina.
5 hari dan 9 hari. Pada fermentasi 5 hari, diduga Penggunaan pupuk kotoran sapi yang
proses fermentasi belum berjalan sempurna, sehingga difermentasi dengan bakteri B. pumilus terhadap
nutrisi tersedia lebih rendah. Pada fermentasi yang klorofil D. salina yang memberikan hasil tertinggi
lebih lama (9 hari), diduga nutrisi hasil fermentasi terdapat pada perlakuan B (pupuk kotoran sapi
digunakan untuk kehidupan dan pertumbuhan bakteri dengan dosis 10% bakteri B. pumilus).
sehingga nutrien menjadi berkurang. Lama Pada kultur D. salina, untuk meningkatkan
fermentasi untuk masing-masing bahan organik dapat jumlah kandungan klorofil D. salina dapat digunakan
berbeda-beda bergantung asal bahan organik dan kotoran sapi yang difermentasi oleh B. pumilus
bakteri fermentor itu sendiri. Prasojo (2010) dengan dosis 10 % sehingga limbah dapat
mendapatkan waktu fermentasi terbaik untuk kotoran termaanfaatkan sehingga dapat mengurangi
ayam adalah 5 hari. Bila dibandingkan dengan pencemaran lingkungan.
penelitian ini, maka waktu fermentasi penelitian ini
lebih lama. Hal ini diduga karena perbedaan asal Daftar Pustaka
pakan yang berbeda. Makanan ayam ternak Anggadireja, J. T., A. Zatnika., H. Purwanto dan S.
umumnya berupa pellet dan dedak yang mengandung Istini. 2006. Rumput Laut. Penebar
serat lebih rendah dibanding sapi yang Swadaya. Jakarta. hal. 39-47.
mengkonsumsi rumput pakan hijauan lainnya. Arinardi, O.H., A.B. Sutomo, S.A. Yusuf,
Hasil uji laboratorium kadar nitrogen dan Trimaningsih, E. Asnaryanti dan S.H.
phoshpor sebelum fermentasi adalah 1,3333 dan Riyono, 1997. Kisaran Kelimpahan dan
1,48. Kadar unsur nitrogen kotoran sapi setelah Komposisi Plankton Predominan di
fermentasi menggunakan Bacillus pumilus terjadi Perairan Kawasan Timur Indonesia.
peningkatan menjadi 1,470. Sedangkan kadar Puslitbang Oseanologi-LIPI, Jakarta.
phosphor setelah fermentasi mengalami penurunan Denault, M., E. Stieve and I. valiela. 2000. Effects of
menjadi 0,04. Ratio N:P sebelum fermentasi adalah Nitrogen Load and Irradiance on
1:1. Sedangkan rasio N:P setelah fermentasi adalah Photosynthetic Pigment Concentration in
37:1. Perubahan rasio N:P setelah fermentasi, Cladophora vagabunda and Gracillaria
menyebabkan komposisi nutrien menjadi lebih sesuai tikhivae in Esturies of Waquoit Bay.
untuk pertumbuhan D. salina. Rachmawati (2002) Biology Billetins. 199 : 223-225.
mengatakan bahwa rasio N:P optimal untuk Ekawati, A. W. 2005. Diktat Kuliah Budidaya Pakan
pertumbuhan Chlorophyceae adalah 25:1. Hal Alami. Fakultas Perikanan Universitas
tersebut menunjukkan bahwa perlakuan B (10% Brawijaya. Malang. hal. 3 – 48.
Bacillus pumilus) memberikan hasil N tertinggi yang Gunawan dan Sundari. 2003. Pengaruh Penggunaan
merupakan komponen penting bagi pertumbuhan Probiotik dalam Ransum terhadap
fitoplankton (Anggadireja dkk., 2006). Hal ini P r o d u k t i v i t a s A y a m .
disebabkan N merupakan faktor pembatas bagi http://peternakan.litbang.deptan.go.id/133-
pertumbuhan mikrolaga (Hanisak, 1983). Novizan 2.pdf. 25/10/2009. 7 hal.
(2000) dalam Latif (2008) menyatakan bahwa pupuk Hanisak, 1983. The Nitrogen Relationhips of Marine
N di dalam perairan menyebabkan fitoplankton Macroalgae. In : Carpenter, E. J and D. G.
mengalami kepadataan yang tinggi, sehingga Capone. Nitrogen in The Marine
produksinya meningkat. N berfungsi membantu Environment. Academic Press Inc. New
proses pembentukan klorofil-a, fotosintesis, protein, York. p. 703
lemak dan persenyawaan organik lainnya (Salundik Kusriningrum, R. 1989. Dasar Perencanaan
dan Simamora, 2006). Unsur P setelah fermentasi Percobaan dan Rancangan Acak Lengkap.
mengalami penurunan diduga aktivitas bakteri untuk Universitas Airlangga. Surabaya. hal.53–90.
58
Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan Vol. 3,No. 1, April 2011
Lamid, M., S. Chuzaemi, N. Nyoman T. P. dan Satyantini, W.H dan E. D. Masithah. 2007. Diktat
Kusmartono. 2006. Inokulasi Bakteri Penuntun Praktikum Budidaya Pakan
Xilanolitik Asal Rumen sebagai Upaya Alami. Program Studi Budidaya Perairan
Peningkatan Nilai Nutrisi Jerami Padi. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga. Surabaya. hal. 2 – 28.
A i r l a n g g a . S u r a b a y a . Sterman, T. N. 1988. Spectrophotometric and
h t t p / / w w w. m i r n i l a m i d @ y a h o o . c o m . Fluorometric Chlorophyll Analysis. In :
11/03/2010. 7 hal. Lobban, S. C., D.J. Chapman and B. P.
Nurjariah. 2005. Kelimpahan Bakteri dalam Kremer. Experimental phycology, A
Budidaya Cacing Sutera Limnodrilus sp. Laboratory Manual Cambridge University
Yang Dipupuk Kotoran Ayam Hasil Press. New York. P. 35-39
Fermentasi. Skripsi. Institut Pertanian Yurong, C., L. Yumin, W. Tianyun, H. Weihong and
Bogor. Bogor. 34 hal. X. Lexun. 2007. Heterologous Gene
Prasojo, R. 2010. Pengaruh Penggunaan Pupuk Expression Driven by Carbonic Anhydrase
Kotoran Ayam yang Difermentasi EM4 Gene Promoter in Dunaliella salina.
Terhadap Pertumbuhan Populasi Dunaliella http://www.sciencedirect.com. 25/10/2009.
salina. Skripsi. Fakultas Perikanan dan 6pp.
Kelautan Universitas Airlangga.
59