ID Perencanaan Pembangunan Wilayah Pesisir

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 21

PERENCANAAN PEMBANGUNAN WILAYAH PESISIR

KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA MENURUT UNDANG-


UNDANG NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN
RUANG

Tini Kusriyaningsih
Fakultas Hukum Universitas Brawijaya
Jl. MT. Haryono 169 Malang 65145, Telp (0341) 553898 fax (0341) 566505.
Email: tini.kusriya@gmail.com

Abstract

The study, entitled "Development Planning Coastal Kutai regency" aims to


describe the coastal development planning and community participation in the
implementation of coastal development planning in Kutai regency.
The method used in this research is the use of empirical legal research, the
approach is the approach of judicial behavior. The primary data is the result of
interviews and secondary data obtained from the literature. Both figures are then
described and systematically arranged.
The result showed that the aspirations of the Establishment of the Coastal
Kutai declared not meet the requirements contained in Article 4 Paragraph (2)
Government Regulation No. 78 Year 2007 on Procedures for the Establishment ,
Abolition , and Merging Regions. In this regard and in order to avoid a dispute
overlap on land use involves the construction at a later date either between the
community and society , between society and the government and between the
public and the private sector , the local government made preparations to pursue
organize properly policies in development planning district Kutai, through the
Regional Development Planning Board (Bappeda) Kutai regency to formulate
Spatial Plan (RTRW) Kutai regency in accordance with Law No. 26 Year 2007 on
Spatial Planning .
Key words: Development policy, Spatial, planning and strategic coastal areas

Abstrak

3HQHOLWLDQ \DQJ EHUMXGXO ³3HUHQFDQDDQ 3HPEDQJXQDQ :LOD\DK 3HVLVLU


.DEXSDWHQ .XWDL .DUWDQHJDUD´ EHUWXMXDQ XQWXN PHQGHVNULSVLNDQ SHUHQFDQDDQ
pembangunan wilayah pesisir dan peran serta masyarakat dalam pelaksanaan
perencanaan pembangunan wilayah pesisir di Kabupaten Kutai Kartanegara.
Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan
penelitian hukum empiris, pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan perilaku
yudisial. data primer adalah hasil wawancara dan data sekunder yang diperoleh
dari hasil kepustakaan. Kedua data tersebut kemudian diuraikan dan disusun
secara sistematis.
Hasil penelitian diperoleh bahwa mengenai aspirasi tentang Pembentukan
Kabupaten Kutai Pesisir dinyatakan belum memenuhi persyaratan yang terdapat
dalam pasal 4 Ayat (2) ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007
tentang Tata cara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah. Terkait
1
2

hal tersebut dan agar tidak terjadi sengketa tumpang tindih atas penggunaan lahan
menyangkut pembangunan di kemudian hari baik antara masyarakat dengan
masyarakat, antara masyarakat dengan pemerintah maupun antara masyarakat
dengan pihak swasta, pemerintah daerah melakukan persiapan untuk
mengupayakan menata dengan baik kebijakan dalam perencanaan pembangunan
wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara, melalui Badan Perencanaan Pembangunan
Daerah (Bappeda) Kabupaten Kutai Kartanegara dengan merumuskan Rencana
Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Kabupaten Kutai Kartanegara sesuai dengan
Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
Kata kunci: Kebijakan pembangunan, Tata Ruang, Perencaaan wilayah pesisir

Latar Belakang
Wilayah pesisir dan lautan Indonesia yang kaya dan beragam sumber daya
alamnya telah dimanfaatkan oleh bangsa Indonesia sebagai salah satu sumber
bahan makanan utama, khususnya protein hewani, sejak berabad-abad lamanya.
Selain menyediakan berbagai sumber daya tersebut, wilayah pesisir Indonesia
memiliki berbagai fungsi lain, seperti transportasi dan pelabuhan, kawasan
industri, agribisnis dan agroindustri, rekreasi dan pariwisata, serta kawasan
pemukiman dan tempat pembuangan limbah.1
Pesisir adalah sumber daya alam yang sangat penting. Berbagai aktifitas
sosial dan ekonomi membutuhkan lokasi pesisir, dan banyak wilayah pesisir
mempunyai nilai yang tinggi, habitat alam, dan sejarah yang tinggi, yang harus
dijaga dari kerusakan secara sengaja maupun tidak sengaja. Meningkatnya
permukaan air laut dan kebutuhan pembangunan perlu dipadukan dengan nilai-
nilai khusus yang dimiliki pantai.
Sebagai salah satu negara berkembang, Indonesia masih menghadapi
permasalahan besar dalam menata perkembangan pembangunan dan pertumbuhan
wilayah di Kabupaten/Kota. Fenomena perkembangan Kabupaten/Kota yang
terlihat jelas adalah bahwa pertumbuhan yang pesat terkesan meluas terdesak oleh
kebutuhan masyarakat.
Menurut Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Tata
Ruang dalam pasal 3 menyebutkan bahwa penyelenggaraan tata ruang bertujuan
untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan

1
Dahuri Rokhmin, et all, Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir Dan Lautan Secara
Terpadu, Pradnya Paramita, Jakarta, 2008, hlm. 1.
3

berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional.2


Artinya perencanaan tata ruang dalam ruang wilayah pesisir berperan untuk
menserasikan kebutuhan pembangunan, kebutuhan untuk melindungi,
melestarikan dan meningkatkan kualitas, lingkungan, habitat flora dan fauna, serta
untuk membangun kawasan rekreasi pantai. Rencana tata ruang wilayah pesisir
diperlukan untuk menjaga kelestarian dan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.
Perencanaan wilayah pesisir seharusnya melibatkan masyarakat pesisir,
sehingga masyarakat dapat dengan mudah memanfaatkan sumber daya alam yang
ada didalam wilayah pesisir, menikmati hasil pemandangan dan melakukan
aktivitas sehat di wilayah pantai karena pantai biasa digunakan sebagai tempat
pariwista.
Perencanaan tata ruang wilayah pesisir memerlukan dukungan dan
kerjasama dari pemerintah pusat. Dengan adanya kerjasama pemerintah pusat dan
pemerintah daerah dalam menyiapkan rencana tata ruang wilayah pesisir secara
bersama sangat menguntungkan bagi masyarakat wilayah pesisir. Pemerintah
Pusat bisa juga menekankan adanya kebutuhan untuk melibatkan pihak-pihak lain,
misalnya masyarakat dan organisasi yang terkait.
Banyak faktor yang menyebabkan pembangunan sumber daya wilayah
pesisir tidak optimal dan berkelanjutan, diantaranya adalah lemahnya konsep
perencanaan pembangunan wilayah pesisir dan lautan yang berkelanjutan.
Kelemahan tersebut menyebabkan kurangnya perencanaan pembangunan wilayah
pesisir yang komprehensif dan integral, sehingga pembangunan sumber daya
pesisir hanya dijalankan secara sektoral. Tanpa keterpaduan konsep perencanaan
pembangunan wilayah pesisir dan lautan, sumber daya strategis wilayah tersebut
dikhawatirkan rusak dan punah dan tidak dapat dimanfaatkan untuk menopang
kesinambungan pembangunan wilayah demi kemajuan dan kemakmuran bangsa.3
Pelaksanaan pembangunan berkelanjutan di Kutai Kartanegara, di samping
mempertimbangkan pemanfaatan sumber daya alam harus sesuai dengan daya

2
Pasal 3 Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
3
Ibid., hlm. 3.
4

tampung dan daya daya dukung lingkungan sehingga dapat mendukung ekosistem
juga dalam pemanfaatannya harus memperhatikan kebutuhan generasi mendatang.
Sumber daya alam merupakan aspek penting dalam penataan ruang karena
pemanfaatan ruang untuk pembangunan tanpa memperhatikan daya dukung dan
daya tampung lingkungan dapat menimbulkan penyusutan (depletion) sehingga
pada gilirannya dapat pencemaran lingkungan.
Bila masayarakat tidak dilibatkan dalam proses perencanaan dan
pembangunan lingkungannya dan tidak diberi kesempatan untuk bertindak secara
DNWLI PHPEHULNDQ ³FDS´ pribadi atau kelompok pada lingkungannya, tidak
memperoleh peluang untuk membantu, menambah, merubah, menyempurnakan
lingkungannya, akan kita dapatkan masyarakat yang apatis, acuh tak acuh, dan
mungkin agresif.
Pelibatan masyarakat dalam perencanaan kota di Indonesia masih sering
diabaikan, padahal penting sekali artinya untuk menumbuhkan harga diri, percaya
GLUL GDQ MDWL GLUL $SDODJL EDJL NDXP SDSD \DQJ WHUPDVXN NDWHJRUL ³The silent
majority´ NHWHUOLEDWDQ PHUHND EROHK GLNDWD WLGDN DGD 6HKLQJJD SHUDQ VHUWD
masyarakat dalam proses perencanaan tata ruang dan lingkungan hidup masih
sangat terbatas.4
Secara normatif masyarakat berhak untuk dilibatkan dalam pengaturan tata
ruang, dapat dilihat pada Konsideran butir d Undang-undang Nomor 26 Tahun
GLVHEXWNDQ EDKZD ´NHEHUDGDDQ UXDQJ \DQJ WHUEDWDV GDQ SHPDKDPDQ
masyarakat yang berkembang terhadap pentingnya penataan ruang sehingga
diperlukan penataan ruang yang transparan, efektif dan partisipatif agar terwujud
UXDQJ \DQJ DPDQ Q\DPDQ SURGXNWLI GDQ EHUNHODQMXWDQ´ 6HKLQJJD GDSDW
dipahami bahwa masyarakat berhak untuk berperan serta dalam penyusunan
Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan serta masyarakat berkewajiban
berperan serta dalam memelihara kualitas ruang dan berkewajiban menaati
rencana tata ruang yang telah ditetapkan. Dengan demikian, produk Rencana
Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan merupakan hasil kesepakatan seluruh
pelaku pembangunan (stakeholders), termasuk masyarakat.

4
Eko Budihardjo, Kota yang Berkelanjutan (Sustainable City), UI Press, Jakarta, 1998, hlm. 7.
5

Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang


juga disebutkan secara tegas tentang peran masyarakat, dalam Pasal 65, bahwa
³3HPHULQWDK PHODNXNDQ SHQyelenggaraan penataan ruang dengan melibatkan
SHUDQ PDV\DUDNDW´ 3HQDWDDQ 3HUDQ PDV\DUDNDW WHUVHEXW GLODNXNDQ DQWDUD ODLQ
melalui:
1. Partisipasi dalam penyusunan rencana tata ruang
2. Partisipasi dalam pemanfaatan ruang, dan
3. Partisipasi dalam pengendalian pemanfaatan ruang
Dengan demikian kita sadari bersama bahwa tujuan utama dalam
penyelenggaraan penataan ruang berkelanjutan adalah demi tercapainya
kesejahteraan masyarakat sehingga dalam pelaksanaan pembanggunan
berkelanjutan (sustainable development), penyaluran aspirasi masyarakat dengan
segenap stakeholder harus jelas bagaimana bentuk serta mekanisme nya, karena
semakin tinggi partisipasi masyarakat maka akan semakin meningkatkan kinerja
penataan ruang.
Sehingga peran serta masyarakat merupakan hal yang sangat penting
dalam pengaturan tata ruang karena pada akhirnya hasil penataan ruang adalah
untuk kepentingan seluruh lapisan masyarakat dengan menikmati manfaat ruang
berupa manfaat ekonomi, sosial, lingkungan sesuai tataruang, serta demi
tercapainya tujuan penataan ruang yaitu mewujudkan ruang wilayah nasional yang
aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan berdasarkan Wawasan Nusantara dan
Ketahanan Nasional.
Peran serta masyarakat di bidang tata ruang semula diatur di dalam
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 69 tahun 1996 yang merupakan peraturan
operasional dari Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tantang Penataan Ruang
Peraturan Pemerintah tersebut berisi tentang Pelaksanaan hak dan kewajiban serta
bentuk dan tata cara peran serta masyarakat dalam penataan ruang, setelah
berlakunya Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 yang menggantikan Undang-
undang Nomor 24 Tahun 1992 kemudian muncul kembali pengganti atas PP
Nomor 69 Tahun 1996 yang pada tahun 2010 di tetapkan PP Nomor 68 Tahun
2010 tentang Bentuk dan Tata Cara Masyarakat Dalam Penataan Ruang.
6

Peran serta masyarakat dalam penataan ruang dapat diwujudkan dalam


bentuk pengajuan usul, memberi saran, atau mengajukan keberatan kepada
pemerintah. Dalam mengajukan usul, memberikan saran, atau mengajukan
keberatan kepada pemerintah dalam rangka penataan ruang bagian Kawasan
Perkotaan dapat dilakukan melalui pembentukan forum kota, asosiasi profesi,
media massa, LSM, lembaga formal kemasyarakatan (sampai tingkat lembaga
perwakilan rakyat).
Permasalahan pembangunan dan pemanfaatan ruang yang dihadapi
pemerintah kabupaten kutai kartanegara dalam mengembangkan kecamatan
wilayah pesisir Kabupaten Kutai Kartanegara mencakup berbagai aspek, yaitu:
1. Masalah Kependudukan
Kualitas SDM kecamatan wilayah pesisir Kabupaten Kutai
Kartanegara relatif rendah. Rata-rata penduduk di wilayah pesisir hanya
menamatkan sekolah hingga Sekolah Dasar. Terbatasnya kualitas SDM
masih terbatas sehingga mata pencaharian utama penduduk adalah
pertanian dan nelayan yang relatif tidak memerlukan keterampilan yang
tinggi. Keterbatasan tersebut juga sering menimbulkan konflik dengan
penduduk pendatang untuk mendapatkan pekerjaan di perusahaan
pertambangan. Seperti yang disebutkan di Tribun News bahwa hingga
Maret Tahun 2014, jumlah penduduk miskin di Kaltim dan Kaltara
mencapai 253.600 jiwa. Jumlah tersebut meningkat dari tahun 2013 yang
mencapai angka 237.960 jiwa atau meningkat 15.640 jiwa. Dari jumlah
tersebut, penduduk miskin terbanyak ada di Kabupaten Kutai Kertanegara
(Kukar) sebanyak 52.000 jiwa.
2. Kebutuhan Revitalisasi Kawasan Pusat-pusat Permukiman di Sepanjang
Pesisir dan jalur Trans Kalimantan
Saat ini kepadatan bangunan dan wilayah terbangun terkonsentrasi di
wilayah pesisir laut dan sungai, serta jalan-jalan penghubung antar ibukota
kabupaten (Trans Kalimantan). Di kawasan tersebut berbagai aktivitas
penduduk berlangsung, seperti permukiman penduduk, perdagangan, jasa,
pelabuhan, wisata, dan lain sebagainya.
7

Sementara di sepanjang jalur Trans Kalimantan, kegiatan di


permukiman penduduk yang tersebar secara sporadis tidak jarang
mengakibatkan terganggunya lalu lintas regional. Kecelakaan lalu lintas
sering terjadi di beberapa titik akibat kendaraan lambat dari permukiman
penduduk bertabrakan dengan kendaraan yang melintas cepat di jalur
regional tersebut. Di lain pihak, kawasan sepanjang jalur Trans
Kalimantan yang menembus hutan-hutan berfungsi lindung telah banyak
dirambah oleh penduduk untuk kegiatan pertanian atau perdagangan
sehingga di beberapa tempat terjadi kerusakan hutan yang cukup parah.
Oleh karenanya, revitalisasi (penataan kembali) kawasan
permukiman di sepanjang pesisir dan jalur Trans Kalimantan perlu
menjadi prioritas agar kawasan tersebut yang menjadi pusat kegiatan
penduduk menjadi aman dan nyaman serta tidak merusak lingkungan.
3. Masalah fisik wilayah
Kondisi geografis, geologi, iklim, tanah, dan topografi di kecamatan
wilayah pesisir Kabupaten Kutai Kartanegara mengakibatkan wilayah ini
perlu memperhatikan beberapa risiko bencana alam, seperti tsunami, tanah
longsor, masalah ketersediaan air, pasca tambang, dan genangan.
Kondisi air tanah di wilayah pesisir relatif bervariasi. Sebagian
Kecamatan Marang Kayu, Muara Badak, Sanga-Sanga, Muara Jawa, dan
Samboja terletak pada zona akuifer produktivitas sedang dengan kualitas
air cukup baik. Sementara sebagian wilayah lainnya, terutama di sekitar
muara Sungai Mahakam, terletak pada zona akuifer produktivitas rendah
yang memiliki potensi terintrusi air asin. Secara khusus, wilayah pesisir
terutama didukung oleh aliran Sungai Mahakam beserta anak-anak
sungainya.
Permasalahan ketersediaan dan potensi pemanfaatan sumberdaya air
di kecamatan wilayah pesisir selain oleh terbatasnya potensi air tanah,
adalah tingginya tingkat sedimentasi pada aliran sungai; kondisi topografi;
alih fungsi lahan yang tidak terencana, terutama di daerah hulu;
penggunaan lahan di kawasan konservasi DAS untuk kegiatan budidaya;
8

dan keberadaan permukiman tradisional di sempadan sungai dan DAS


yang menurunkan keamanan badan sungai.
4. Masalah Lingkungan
Kecamatan wilayah pesisir Kabupaten Kutai Kartanegara memiliki
potensi sumberdaya alam yang sangat besar, terutama potensi ekosistem
laut dan pesisir. Berbagai pulau-pulau kecil tersebar di bagian Timur,
terutama di Kawasan Delta Mahakam.
Potensi sumberdaya laut dan pesisir di kawasan wilayah pesisir
Kabupaten Kutai Kartanegara diantaranya meliputi sumberdaya perikanan
laut, ekosistem mangrove, terumbu karang, padang lamun, dan lain
sebagainya. Potensi sumberdaya yang besar tersebut dimanfaatkan untuk
berbagai aktivitas ekonomi masyarakat. Namun, pemanfaatan dan
pengelolaan sumberdaya alam yang tidak ramah lingkungan
mengakibatkan potensi sumberdaya laut dan pesisir tersebut rawan
terhadap kerusakan. Potensi kerusakan terutama diakibatkan oleh aktivitas
penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan (destructive), aktivitas
pelabuhan laut, pembuangan limbah ke laut, perusakan terumbu karang
dan hutan mangrove, dan lain sebagainya.
Kerusakan hutan mangrove akibat kegiatan pertambakan dan
tekanan penduduk telah menyebabkan berbagai masalah lingkungan di
Kawasan Delta Mahakam. Perubahan ekosistem mangrove menjadi
tambak menyebabkan kondisi hidrologi Delta Mahakam berubah drastis,
ditandai dengan tingkat sedimentasi dan erosi tanah sepanjang DAS, serta
masuknya air tawar dari anak-anak Sungai Mahakam ke daerah mangrove.
Kerusakan hutan mangrove juga menyebabkan peningkatan laju
abrasi pantai sebesar 10 kali lipat. Hal ini antara lain ditandai dengan
adanya intrusi air laut terhadap sumur-sumur penduduk dan menyebabkan
air sumur menjadi berasa payau. Hampir setiap musim kemarau intrusi air
laut masuk puluhan kilometer dari garis pantai dan juga diduga
menyebabkan semakin menghilang nya berbagai jenis ikan air tawar.
Secara alamiah Delta Mahakam menghadapi naiknya muka air laut
yang menyebabkan pengaruh energi laut semakin kuat dan laju abrasi
9

pantai semakin meningkat. Secara umum, proses naiknya air laut tersebut
disebabkan oleh dua faktor, yaitu pemanasan global dan penurunan
geologis. Semenjak abad ke 20, diperkirakan akan terjadi kenaikan muka
air laut sebesar 3 mm/tahun akibat pemanasan global. Di lain pihak,
kawasan Delta Mahakam juga mengalami penurunan muka tanah dengan
kecepatan 0,5 mm per tahun.
Kerusakan lingkungan tersebut dapat mengancam kelestarian
lingkungan yang pada gilirannya juga akan mengancam perekonomian
wilayah, dimana perekonomian wilayah di kecamatan wilayah pesisir
Kabupaten Kutai Kartanegara masih bergantung pada potensi sumberdaya
alam tersebut.5
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis memfokuskan untuk mengambil
judul tesis tentang ³ PERENCANAAN PEMBANGUNAN WILAYAH
PESISIR KAWASAN KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA PROVINSI
KALIMANTAN TIMUR ´.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka masalah utama
penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana pelaksanaan perencanaan pembangunan wilayah pesisir di
Kabupaten Kutai Kartanegara ?

2. Bagaimana peran serta masyarakat dalam pelaksanaan perencanaan


pembangunan wilayah pesisir di Kabupaten Kutai Kartanegara ?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, tujuan penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Untuk mendeskripsikan perencanaan pembangunan wilayah pesisir
Kabupaten Kutai Kertanegara.

5
Laporan Penyususan RDTR, Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Wilayah
Pesisir Tahap I tahun 2007 Kabupaten Kutai Kartanegaran, BAPPEDA, 2007, hlm. 1-4.
10

2. Untuk mendeskripsikan peran serta masyarakat dalam pelaksanaan


perencanaan pembangunan wilayah pesisir di Kabupaten Kutai
Kartanegara.
Pembahasan
A. Analisis Pelaksanaan Perencanaan Pembangunan Wilayah Pesisir di
Kabupaten Kutai kartanegara.
Kecamatan wilayah pesisir di Kabupaten Kutai Kartanegara terdiri dari 6
(enam) Kecamatan, yaitu, Kecamatan Sanga-Sanga, Kecamatan Anggana,
Kecamatan Muara Jawa, Kecamatan Samboja, Kecamatan Muara Badak dan
Kecamatan Marang Kayu. Kabupaten Kutai Kartanegara merupakan salah satu
daerah yang kaya akan sumber daya alam terutama minyak bumi dan gas alam
(migas) serta batubara, tetapi mengalami kesulitan dalam pembangunan
infrastruktur, khususnya infastruktur jalan penghubung antara daerah-daerah
pedalaman dan pesisir yakni masih rusaknya akses dari jalan raya menuju
pedalaman pesisir, tidak terdapat jalan untuk fasilitas kendaraan umum bagi
masyarakat pesisir dari jalan raya menuju pesisir dan banyaknya jalan umum yang
digunakan oleh perusahaan pertambangan sebagai akses untuk menjalankan
bisnisnya. Selain itu, selama ini telah ditemukan banyak lahan potensial di
Kabupaten Kutai Kartanegara mengalami peruntukan tumpang tindih, misalnya
penggunaan lahan pertanian, perkebunan dan kehutanan dengan lahan
pertambangan, transmigrasi, bahkan pesisir.
Peristiwa tersebut di atas mengakibatkan adanya pertimbangan serta
penuntutan dari masyarakat pesisir untuk melakukan suatu perubahan terhadap
daerahnya yang mana tidak mendapat perhatian lebih mengenai infrastruktur,
sehingga muncul isu pemekaran wilayah yang disebut dengan Kabupaten Kutai
Pesisir. Mereka menuntut pemekaran Kabupaten Kutai Pesisir sesuai dengan
ketentuan di Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007 tentang Tatacara
Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah.
6 Kecamatan yang menuntut adanya pemekaran wilayah dari Kabupaten
Kutai Kartanegara mendapatkan respon atau dukungan dengan adanya
pembentukan Kabupaten Kutai Pesisir dari Badan Perwakilan Desa dari enam
Kecamatan dan dukungan DPRD Kabupaten Kutai Kartanegara, dengan
11

Keputusan Nomor: 170/SK-/41/XI/ 2007 tanggal 30 November 2007 DPRD Kutai


Kartanegara pada tanggal 30 Nopember 2007.
Adanya surat keputusan yang dikeluarkan oleh DPRD Kabupaten Kutai
Kartanegara, menurut Soerjono Soekanto mengemukakan bahwa wewenang
adalah kekuasaan yang ada pada seseorang atau kelompok orang yang mempunyai
dukungan atau mendapat pengakuan dari masyarakat.
Teori di atas terkait dengan keputusan yang dikeluarkan oleh Anggota
DPRD yakni dengan adanya dukungan dan aspirasi dari masyarakat Kutai
Kartanegara yang ingin berpisah menjadi Kabupaten Kutai Pesisir, dalam hal ini
Anggota DPRD sudah memberikan kewenangannya terhadap masyarakat
berdasarkan atas aspirasi.
Dari hal di atas dapat dilihat bahwa dari aspek hukum pada pasal 4 ayat (2)
Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007 tentang Tata cara Pembentukan, Penghapusan,
dan Penggabungan Daerah ada 3 syarat yakni administrasi, teknis dan fisik
wilayah, walaupun sudah ada 6 Kecamatan yang ingin melepaskan diri dari
Kabupaten Induk yakni Kabupaten Kutai Kartanegara untuk menjadi Kabupaten
sendiri dalam hal ini kabupaten Kutai Pesisir, akan tetapi masih ada yang belum
dipenuhi dimana aspek administrasi yang belum sesuai dengan Pasal 5 ayat (2)
yang telah disebutkan di atas dan dari segi teknis pada Pasal 6 ayat (1) yang
menyebutkan bahwa: Syarat teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
meliputi faktor kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik,
kependudukan, luas daerah, pertahanan, keamanan, kemampuan keuangan, tingkat
kesejahteraan masyarakat, dan rentang kendali penyelenggaraan pemerintahan
daerah.
Terkait dengan hal di atas dalam hal ini pemerintah Kabupaten Kutai
Kartanegara sudah bertindak menurut perspektif hukumnya sesuai dengan
peraturan yang telah ada yakni dengan menggunakan Peraturan Pemerintah
Nomor 78 Tahun 2007 tentang Tata cara Pembentukan, Penghapusan, dan
Penggabungan Daerah. Dalam hal ini Bupati Kutai Kartanegara berpendapat
bahwa apabila tuntutan dari masyarakat sudah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku maka sebagai aparat pemerintah negara yang
12

menjalankan hukum sesuai dengan konstitusi kami akan memberikan keputusan


sesuai dengan kehendak masyarakat.
Selain dari pendapat Bupati Kutai kartanegara tersebut di atas, menurut
pendapat masyarakat pesisir yang bernama fajar menyebutkan bahwa, apabila
memang pemerintah kabupaten Kutai Kartanegara tidak mau melepaskan kami
(Kutai Pesisir) menginginkan agar wilayah pesisir dapat diperhatikan dan
dibangun seperti daerah lain yakni dalam hal pendidikan, kesehatan, sarana dan
prasarana serta perekonomian. Semenjak beberapa tahun ini wilayah pesisir
sangat berbeda pembangunannya dibandingkan dengan wilayah lain yang berada
di Kabupaten Kutai Kartanegara yang menyebabkan tidak ada perkembangan
diwilayah ini dan yang terjadi banyak perkembangan hanyalah di Ibu kota
pemerintahan yakni Kecamatan tenggarong.
Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara untuk menyerap adanya aspirasi
masyarakat sehingga dalam hal ini mengupayakan menata dengan baik kebijakan
dalam pembangunan wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara agar tidak terjadi
sengketa tumpang tindih atas penggunaan lahan menyangkut pembangunan di
kemudian hari baik antara masyarakat dengan masyarakat, antara masyarakat
dengan pemerintah maupun antara masyarakat dengan pihak swasta, melalui
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Kutai
Kartanegara merumuskan Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Kabupaten
Kutai Kartanegara.
Sejalan dengan perkembangan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,
beberapa pertimbangan yang telah diuraikan sebelumnya, dan dirasakan adanya
penurunan kualitas ruang pada sebagian besar wilayah.
Beberapa perkembangan tersebut antara lain :6
1. situasi nasional dan internasional yang menuntut penegakan prinsip
keterpaduan, keberlanjutan, demokrasi, dan keadilan dalam rangka
penyelenggaraan penataan ruang yang baik;
2. pelaksanaan kebijakan otonomi daerah yang memberikan wewenang yang
semakin besar kepada pemerintah daerah dalam penyelenggaraan penataan

6
Penjelasan dalam Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
13

ruang sehingga pelaksanaan kewenangan tersebut perlu diatur demi


menjaga keserasian dan keterpaduan antardaerah, serta tidak menimbulkan
kesenjangan antardaerah; dan
3. kesadaran dan pemahaman masyarakat yang semakin tinggi terhadap
penataan ruang yang memerlukan pengaturan, pembinaan, pelaksanaan, dan
pengawasan penataan ruang agar sesuai dengan perkembangan yang terjadi
di masyarakat.
Dengan ketiga hal di atas pada poin 3 dapat dilihat bahwa dalam penataan
ruang dalam hal pembinaan, pelaksanaan dan pengawasan harus sesuai dengan
perkembangan masyarakat, dimana dalam hal ini berarti bahwa dalam proses
perencanaan yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara harus
sesuai dan sejalan dengan kepentingan masyarakat. terutama yang lebih
diutamakan adalah agar apa yang diinginkan oleh pemerintah dapat tercapai
dengan keinginan masyarakat khususnya demi kemajuan perekonomian
masyarakat Kutai Kartanegara.
Dalam hal ini pengaturan mengenai kepentingan masyarakat diatur dalam
Pasal 60 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang
menyebutkan bahwa dalam penataan ruang, setiap orang berhak untuk:
a. mengetahui rencana tata ruang;
b. menikmati pertambahan nilai ruang sebagai akibat penataan ruang;
c. memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang timbul akibat
pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang;
d. mengajukan keberatan kepada pejabat berwenang terhadap pembangunan
yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang di wilayahnya;
e. mengajukan tuntutan pembatalan izin dan penghentian pembangunan yang
tidak sesuai dengan rencana tata ruang kepada pejabat berwenang; dan
f. mengajukan gugatan ganti kerugian kepada pemerintah dan/atau pemegang
izin apabila kegiatan pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata
ruang menimbulkan kerugian.
Dari hal di atas dapat kita lihat bahwa kepentingan masyarakat juga diakui
dalam perundang-undangan, sehingga dalam hal pemerintah mengeluarkan
14

keputusan tidak boleh melanggar dari apa yang telah diatur menurut Pasal 60
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
Dari ketentuan hal di atas kepentingan masyarakat adalah diantaranya
untuk menyelaraskan perkembangan penduduk dan kebutuhan kelengkapan sarana
dan prasarana di Kabupaten Kutai Kartanegara. Pengoptimalan keterbatasan
ketersediaan sumber daya, pemecahan persoalan pengembangan wilayah dan
memberikan akses untuk menindaklanjuti aspirasi dari masyarakat Kabupaten
Kutai Kartanegara.
Dengan adanya berbagai kepentingan masyakarat di atas menurut Kepala
Dinas Bappeda Kutai Kartanegara H. Totok Heru Subroto menyatakan bahwa
kepentingan Kabupaten Kutai Kartanegara dalam pembangunan daerah
merupakan payung hukum dalam perencanaan ruang wilayah untuk pembangunan
di Kabupaten Kutai Kartanegara, dapat mewujudkan tercapainya visi dan misi
pembangunan di Kabupaten Kutai Kartanegara serta untuk pemecahan persoalan
pengembangan wilayah menjadi produk hukum untuk proses investasi
pembangunan termasuk proses perijinan IMB serta mengoptimalkan keterbatasan
ketersediaan sumber daya alam (SDA).
Kemudian menurut masyarakat pesisir yang bernama Nila bahwa dalam
hal kerusakan fisik wilayah seharusnya pemerintah dalam perencanaan
pembangunan wilayah pesisir lebih mengedepankan pembangunan fisik tanpa
menghambat pembangunan yang lain karena APBD Kutai Kartanegara sangat
besar dibandingkan daerah atau Kota lain. Akan tetapi pada realitanya hal ini
kurang diperhatikan sehingga dalam segi pemanfaatan sumber daya alam yang
mengalami kondisi fisik yang sangat rusak hanya wilayah pesisir yang berdampak
pada kependudukan.
Sebagai realisasi dari perencanaan pembangunan wilayah pesisir
Kabupaten Kutai Kartanegara, maka bertujuan untuk:
1) Mempersiapkan dukungan ruang bagi pertambahan penduduk selama 20
(dua puluh) tahun ke depan melalui alokasi ruang dengan
mempertimbangkan daya dukung dan daya tampung wilayah dan
lingkungan, struktur dan pola kegiatan yang terbentuk, kecenderungan
distribusi demografi menurut ruang dan kegiatannya, potensi bencana alam,
15

serta kebijakan Nasional, provinsi dan kabupaten yang perlu


diakomodasikan.
2) Mengurangi disparitas perkembangan dan pertumbuhan antar bagian
wilayah pesisir melalui perkuatan setiap bagian wilayah sesuai potensi dan
kendala perkembangan yang dihadapi.
3) Pengurangan disparitas tidak dimaksudkan sebagai pencapaian
perkembangan dengan tingkat yang sama di antara seluruh bagian wilayah
pesisir, namun ditujukan untuk memperkuat daya saing masing-masing
bagian wilayah secara proporsional sesuai potensi sumberdaya alam dan
posisi geografis yang dimilikinya. Dalam hal ini, ketersediaan prasarana dan
sarana produksi dan distribusi bagi bagian wilayah dengan tingkat
perkembangan rendah menjadi signifikan, dimana upaya penyediaannya
menjadi tanggung jawab Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi Kalimantan
Timur, dan atau Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara.
4) Mendorong kemampuan setiap bagian wilayah pesisir untuk memenuhi
kebutuhan perkembangan dengan mengoptimalkan pemanfaatan
sumberdaya alam, sumberdaya manusia, dan sumberdaya binaan secara
berkelanjutan. Keragaman potensi lokal perlu dimanfaatkan sebagai modal
pembangunan yang bersifat lebih mandiri tanpa harus menunggu daya tarik
sektor atau bagian wilayah lain yang lebih maju, namun tetap
memperhatikan daya-dukung lingkungan sekitar.
5) Meningkatkan pertumbuhan ekonomi dalam rangka meningkatkan
pendapatan asli daerah dan pendapatan per kapita masyarakat. Upaya ini
dilakukan dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya alam,
sumberdaya manusia, dan sumberdaya binaan secara berkelanjutan.
6) Mendorong pertumbuhan sektor primer dalam memperkuat basis
perekonomian rakyat melalui pembentukan nilai tambah serta mendorong
pertumbuhan sektor sekunder dan tersier sebagai tata kaitan ke depan
(forward linkage) yang kuat dan tangguh menjadi prasyarat bagi
pengembangan setiap bagian wilayah.
7) Mempertahankan dan meningkatkan kelestarian lingkungan melalui
pengelolaan dan pelestarian kawasan berfungsi lindung dan pengendalian
16

kegiatan budidaya di kecamatan wilayah pesisir Kabupaten Kutai


Kartanegara. Kebijaksanaan pembangunan yang berkelanjutan di kecamatan
wilayah pesisir Kabupaten Kutai Kartanegara serta peningkatan kesadaran
masyarakat akan pelestarian lingkungan menjadi landasan utama bagi
pelaksanaan pengelolaan lingkungan secara taat asas. Oleh karena kawasan
berfungsi lindung merupakan determinan dalam pemanfaatan ruang
wilayah, maka pengembangan dan pengalokasian ruang budidaya dilakukan
secara komplementer terhadap delineasi kawasan berfungsi lindung yang
disepakati oleh para pihak.
B. Peran Serta Masyarakat Dalam Pelaksanaan Perencanaan Pembangunan
Wilayah Pesisir Di Kabupaten Kutai Kartanegara
Sebagaimana jiwa dari pasal 33 ayat 3 dari UUD 1945, kepentingan
pemerintah untuk ikut mengatur pemanfaatan ruang adalah demi tercapainya
kepentingan-kepentingan publik tanpa mengabaikan kepentingan privat.
Masalahnya, bagaimana hal yang sangat penting ini dapat diwujudkan pada setiap
proses penataan ruang oleh pemerintah, terutama dalam situasi sistem ekonomi
dan politik yang kian terbuka. Apabila visi pengaturan perencanaan ruang oleh
pemerintah ini adalah kekuasaan maka jelas yang terjadi justru konflik yang
semakin berkembang. Sebaliknya, apabila visinya adalah demokratisasi dan hak-
hak masyarakat, dapat dijamin bahwa tujuan idiil pasal 33 UUD 1945 tersebut
dapat dicapai.
Asas merupakan cerminan jiwa dari sebuah undang-undang, sehingga
sangat penting meletakan berbagai asas sebagai landasan isi pasal-pasal yang
terkandung di dalam sebuah peraturan.
Beberapa asas-asas yang disebutkan di atas memiliki keterkaitan langsung
GHQJDQ SHUDQ VHUWD PDV\DUDNDW \DLWX DVDV ³NHWHUSDGXDQ´ DGDODK EDKZD SHQDWDDQ
ruang diselenggarakan dengan mengintegrasikan berbagai kepentingan yang
bersifat lintas sektor, lintas wilayah, dan lintas pemangku kepentingan. Pemangku
kepentingan, antara lain, adalah Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.
.HPXGLDQ DVDV ³NHWHUEXNDDQ´ DGDODK EDKZD SHQDWDDQ UXDQJ
diselenggarakan dengan memberikan akses yang seluas-luasnya kepada
masyarakat untuk mendapatkan informasi yang berkaitan dengan penataan ruang.
17

6HODQMXWQ\D DVDV ³NHEHUVDPDDQ GDQ NHPLWUDDQ´ DGDODK EDKZD SHQDWDDQ


ruang diselenggarakan dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan.
6HGDQJNDQ DVDV ³SHOLQGXQJDQ NHSHQWLQJDQ XPXP´ DGDODK EDKZD SHQDWDDQ UXDQJ
diselenggarakan dengan mengutamakan kepentingan masyarakat.
Demikian pula dengan asas perlindungan kepentingan umum. Dengan
adanya asas ini dapat kita lihat bahwa tidak adanya penggunaan asas ini dalam
masyarakat pesisir dengan adanya kondisi wilayah pesisir yang kurang memadai,
berarti perlindungan kepentingan umum tidak berjalan dengan baik dan sesuai
dengan yang diinginkan oleh masyarakat.
%HULNXWQ\D DVDV ³NHSDVWLDQ KXNXP GDQ NHDGLODQ´ DGDODK EDKZD SHQDWDDQ
ruang diselenggarakan dengan berlandaskan hukum/ketentuan peraturan
perundangundangan dan bahwa penataan ruang dilaksanakan dengan
mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat serta melindungi hak dan kewajiban
semua pihak secara adil dengan jaminan kepastian hukum.
Melalui asas-asas tersebut, maka proses pengaturan tata ruang seharusnya
sesuai dengan asas-asas yang berlaku yang terdapat dalam Undang-undang
Penataan Ruang, sehingga hal ini dapat menjadi kontrol atas pengaturan tata ruang
yang dilakukan oleh pemerintah juga merupakan pembatasan kewenangan, karena
pada beberapa asas yang ada di dalamnya melibatkan peran masyarakat ukan
hanya pemerintah saja sesuai dengan kehendakanya.
Pada prakteknya, terdapat berbagai aspek mengenai peran serta
masyarakat, dimana aspek ini ditentukan oleh seberapa besar masyarakat
Kabupaten Kutai Kartanegara dapat melakukan kontrol terhadap seluruh proses
penataan ruang yang direncanakan maupun dilaksanakan oleh Pemerintah
Kabupaten Kutai Kartanegara. Peran Serta Masyarakat paling dominan adalah
peran serta masyarakat yang benar-benar didahulukan khususnya wilayah pesisir.
Berbagai tingkatan kesertaan dapat diidentifikasikan, mulai dari tanpa
partisipasi sampai pelimpahan kekuasaan. Pengelola tradisional selalu enggan
untuk melewati tingkat tanpa partisipasi dan tokenism, dengan keyakinan bahwa
masyarakat biasanya apatis, membuang-buang waktu, pengelola mempunyai
tanggungjawab untuk melakukannya berdasar kaidah-kaidah ilmiah, serta
18

lembaga-lembaga masyarakat mempunyai tugas berdasarkan hukum yang tidak


dapat dilimpahkan ke pihak lain.
Sebaliknya, masyarakat semakin meningkat kesadarannya dengan
mengharapkan partisipasi yang lebih bermanfaat, yang dalam keyakinan mereka
termasuk pula pelimpahan sebagian kekuasaan. Adalah kewajiban kita semua
untuk mengembangkan program peran serta masyarakat jenjang yang semakin
tinggi.
Peran serta masyarakat dapat dilakukan baik oleh perorangan maupun
kelompok atau perwakilan. Dalam kondisi sosial-politik saat ini, dipandang
bahwa proses peran serta masyarakat secara perorangan sangat lemah dan kurang
efektif. Hal ini disebabkan terutama karena kekuasaan pemerintah dan swasta
yang masih cukup dominan, sehingga upaya-upaya keterlibatan perorangan,
khususnya dalam proses perencanaan dan pengendalian ruang tidak efektif.
Dalam hal ini peran serta masyarakat dalam bentuk kelompok atau
perwakilan dipandang lebih kuat dan menjanjikan. Kelompok disini dapat berupa
kelompok masyarakat berdasar satuan wilayah (misalnya: RT, RW, Kelurahan
dan lain-lain) kelompok masyarakat berdasar profesi atau mata pencaharian
(misal: nelayan, pedagang kaki lima, buruh, sopir, seniman, dan lain-lain);
kelompok masyarakat adat; dan asosiasi-asosiasi berdasar kepentingan lain.
Individu atau kelompok yang mengatasnamakan masyarakat setidaknya
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:
a. Menyangkut sejarah komunitas itu sendiri, apakah mempunyai sejarah
yang panjang dan solid ataukah pendek dan tidak solid. Komunitas yang
mempunyai sejarah perjuangan panjang dan telah teruji dalam banyak
tantangan tentunya akan lebih maju dibandingkan komunitas yang tidak
mempunyai sejarah perjuangan panjang.
b. Berkaitan dengan struktur dan kapasitas organisasi dalam komunitas
tersebut. Satu komunitas terkadang mempunyai kapasitas organisasi yang
baik, sementara komunitas lain tidak.
c. Terkait dengan sumber daya atau resources yang dimiliki komunitas. Satu
komunitas terkadang mempunyai sumber daya (baik alam maupun
manusia) yang leboih disbanding dengan komunitas lain. Komunitas
19

seperti ini tentunya mempunyai kemungkinan berkembang lebih tinggi


dibanding komunitas yang tidak mempunyai sumber daya.
Terdapat beragam cara dimana hak masyarakat dapat dijabarkan dalam
proses penataan ruang. Hal memberikan berbagai kemungkinan mekanisme
penyampaian hak masyarakat dalam penataan ruang. Yang paling penting adalah
bahwa terdapat tiga fungsi kunci agar peran serta masyarakat dapat dilakukan
dengan baik. Pertama, informasi harus dapat dibagi dengan mereka yang terlibat
sehingga mereka dapat mempertimbangkan hakekat persoalan yang sedang
dihadapi, serta untuk memahami tujuan-tujuan, tugas-tugas dan kewenangan dari
lembaga-lembaga yang terlibat dalam penataan ruang dan lingkungan.
Dalam prakteknya, penataan ruang dapat dirinci atas tiga tahap yakni:
a. Perencanaan;
b. pemanfaatan; dan
c. pengendalian ruang.
Peran serta masyarakat dapat terjadi pada tiga tahap tersebut dengan
tingkat kesertaan dan mekanisme yang berbeda. Maka dalam hal ini bahwa,
seringkali kita hanya memikirkan peran serta masyarakat dalam penataan ruang
hanya pada tahap perencanaan saja. Hal ini tidak benar oleh karena dinamika
perkembangan Kabupaten Kutai Kartanegara justru lebih sering terjadi "di luar"
rencana yang ada. Oleh karena itu masyarakat harus terus secara aktif berperan
dalam proses perencanaan yang ada, sehingga apa yang diharapkan dapat
terealisasi dan memberika persamaan bagi seluruh masyarakat Kabupaten Kutai
Kartanegara dalam hal penataan ruang.
Simpulan
1. Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara menetapkan kebijakan yaitu
melaksanakan konsep kebijakan pokok penataan ruang wilayah pesisir
Kabupaten Kutai Kartanegara sesuai dengan Undang-undang Nomor 26 Tahun
2007 tentang Panataan Ruang.
2. Peran serta masyarakat dalam pengaturan tata ruang merupakan sebuah hak
yang dijamin oleh konstitusi, hal tersebut tercermin dari Pasal 33 UUD NRI,
dalam tataran operasional peran serta masyarakat juga diatur dalam Undang-
undang Penataan Ruang yaitu Nomor 26 Tahun 2007, dan Peraturan
20

Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010 tentang Bentuk dan Tata Cara Masyarakat
Dalam Penataan Ruang, melalui kedua peraturan perundang-undangan ini
pemerintah berupaya memberikan peran bagi masyarakat untuk berperan secara
optimal, dan jika dicermati dari pasal-pasal yang terkandung dalam peraturan
tersebut terlihat bahwa peraturan penataan ruang yang terbaru telah jauh lebih
lengkap dan komprehensip terutama yang mengatur mengenai keterlibatan
masyarakat dalam tata ruang.
21

DAFTAR PUSTAKA
Buku
Dahuri Rokhmin, et all, 2008, Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir Dan
Lautan Secara Terpadu, Pradnya Paramita, Jakarta.
Eko Budihardjo, 1998, Kota yang Berkelanjutan (Sustainable City), UI Press,
Jakarta.
Laporan penyusunan RDTR, 2007, Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang
(RDTR) Wilayah Pesisir Tahap I tahun 2007 Kabupaten Kutai
Kartanegara, BAPPEDA.

Peraturan Perundang-undangan
Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir
dan Pulau-pulau Kecil.
Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007 tentang Tatacara Pembentukan,
Penghapusan, dan Penggabungan Daerah.
Undang-undang Nomor 1 Tahun 2014 Tahun 2014 tentang Perubahan Undang-
undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir
dan Pulau-pulau Kecil.

You might also like

pFad - Phonifier reborn

Pfad - The Proxy pFad of © 2024 Garber Painting. All rights reserved.

Note: This service is not intended for secure transactions such as banking, social media, email, or purchasing. Use at your own risk. We assume no liability whatsoever for broken pages.


Alternative Proxies:

Alternative Proxy

pFad Proxy

pFad v3 Proxy

pFad v4 Proxy