Pembelajaran Sains Di Jepang 3

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 12

PENGEMBANGAN SOFT SKILL MELALUI PEMBELAJARAN IPA

SD/MI DI ERA SOCIETY 5.0


Mazrikhatul Miah
Institut Agama Islam Tarbiyatut Tholabah Lamongan, Indonesia
E-mail: mazrikhatulmiah@gmail.com

Abstract: Science learning in SD/MI is one of the initial stages that forms the basis for
shaping character and determining one's success in the future. The challenge of education
is currently entering the era of society 5.0, where humans must live side by side in harmony
with information technology that is developing rapidly in the 4.0 era. So it takes hard skills
and soft skills as a whole so that people can adapt to these changes. Science learning at the
elementary level plays an important role in equipping students with soft skills in the era of
society 5.0.
The purpose of this study was to determine the urgency of soft skill development through
science learning in SD/MI in the era of society 5.0. The benefit obtained from this research
is that it can be a reference for academics and related scientific literacy sources. This study
uses a descriptive qualitative approach that emphasizes the phenomenological elements.
Methods of data analysis using descriptive analysis method. In this case, data were
collected from various sources and then analyzed using descriptive analysis methods.The
results of the study indicate that soft skills are skills that must be developed starting from
the basic level. Soft skills that must be possessed by students in the era of society 5.0 are
leadership, communication, literacy. The development of these soft skills can be
implemented through elementary/MI science learning using problem-based learning
models, project-based learning, inquiry and discovery learning.

Keywords: Soft Skills, Science Learning, Society 5.0.

Pendahuluan
Pendidikan dasar merupakan titik awal yang akan menjadi fondasi dalam
membentuk karakter dan ikut menentukan kesuksesan seseorang dimasa yang akan datang.
Karenanya, diperlukan komitmen yang kuat dari seluruh elemen pendidik di tingkat dasar
agar dapat membangun fondasi yang sempurna. Undang-undang sisdiknas no.20 tahun
2003 juga mengamanatkan agar pendidikan nasional dapat berfungsi mengembangkan
kemampuan dan watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa. Tujuannya adalah untuk mengembangkan potensi peserta
didik menjadi manusia seutuhnya. Watak merupakan sifat batin yang mempengaruhi

Awwaliyah: Jurnal PGMI, Volume 5 Nomor 1 Juni 2022

70
pikiran, ucapan dan perilaku seseorang dalam berinteraksi dengan sesame makhluk maupun
dengan makhluk lainnya.
Oleh karenanya, dalam watak kepribadian seseorang akan tercermin dari
dimilikinya dua ketrampilan secara terpadu yakni mencakup kompetensi hard skill maupun
soft skill. Fungsi dan tujuan pendidikan nasional tersebut urgen untuk direalisasikan agar
peserta didik sebagai pemegang kendali peradaban sigap dalam merespon perkembangan
peradaban dunia yang terus berkembang begitu cepat. Realitanya, praktik pendidikan di
Indonesia masih didominasi pada pengembangan hard skill. Apalagi di tingkat pedidikan
dasar. Hal ini berdampak pada ketidaksiapan peserta didik dalam menghadapi persaingan
global yang begitu terbuka. Padahal, sudah banyak fakta dan data yang mendukung bahwa
kesuksesan seseorang lebih banyak ditentukan oleh aspek soft skill dibandingkan hard skill.
Hasil penelitian Harvard University yang dikutip oleh Sarma menyatakan bahwa: “85% of
job success comes from having well-developed soft skill, while only 15% of success are
based on technical skills.”1 Sabarguna, menggambarkan kondisi pembelajaran di Indonesia
saat ini sebagaimana Gambar 1 berikut:

Gambar 1. Pembelajaran sekarang2

Setelah era revolusi industri 4.0 yang berlangsung sangat cepat, peradaban dunia
memasuki peradaban baru yang dicetuskan oleh jepang sebagai era society 5.0. Berbagai
tantangan muncul sebagai dampak revolusi industri 4.0. Dominasi peran teknologi digital
dalam kehidupan masyarakat Indonesia tidak sepenuhnya dapat dinikmati oleh masyarakat
khususnya yang wilayahnya tidak terjangkau oleh jaringan internet. Disisi lain, timbul
masalah pada berbagai kalangan masyarakat mulai dari anak-anak hingga orang dewasa
sebagai akibat perkembangan dunia digital yang begitu cepat. Penipuan, cyber bullying,
sikap antisosial, beredarnya konten pornografi, kecanduan game online dan kasus-kasus
lainnya3. Selain itu Hasan dkk (2021) menyatakan bahwa zaman sekarang anak-anak lebih
tertarik dengan gadget daripada permainan tradisional yang beragam. Sehingga dampak

1
Sharma, Soft Skills Personality Development For Life Success, (bpb: ) hlm.3
2
Sabarguna, Soft Skill pada Pendidikan di Era Industri 4.0 menuju Indonesia Maju 2045, (: Medcom
Visitama) hlm.7
3
Sulastika, Dampak Negatif Internet (artikel), Pangkal Pinang: https://smk2pangkalpinang.sch.id/dampak-
negatif-internet/

Awwaliyah: Jurnal PGMI, Volume 5 Nomor 1 Juni 2022

71
negatif dari perkembangan teknologi digital harus disikapi dengan langkah-langkah
antisipatif.4
Sekolah atau madrasah sebagai lembaga pendidikan mengemban amanat undang-
undang sisdiknas yang dirumuskan oleh pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR). Melalui mata pelajaran yang tertuang dalam kurikulum, lembaga pendidikan
diharapkan dapat mewujudkan fungsi dan tujuan pendidikan secara terpadu. Yakni
melakukan perubahan watak peserta didik menjadi manusia yang lebih baik dan sigap
menghadapi perkembangan peradaban dunia yang terus berlangsung. Tak terkecuali
pembelajaran IPA yang merupakan salah satu mata pelajaran wajib dalam kurikulum
SD/MI. Sebagai salah satu mata pelajaran wajib, pembelajaran IPA diharapkan dapat
menjadi sarana dalam mengembangkan soft skill dan hard skill bagi siswa utamanya
sebagai bekal dalam merespon perkembangan peradaban dunia.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui urgensi pengembangan soft skill bagi
siswa SD/MI melalui pembelajaran IPA di era society 5.0. Manfaat dari penelitian ini agar
dapat menjadi rujukan ilmiah bagi kalangan akademisi dan menjadi tambahan sumber
literasi dengan bidang kajian yang terkait.

Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif. Penelitian kualitatif
memiliki dua tujuan yaitu: 1) menggambarkan dan mengungkapkan (to describe and
explore); serta (2) menggambarkan dan menjelaskan (to describe and explain) guna
memperoleh grounded theory terhadap suatu minat atau fenomena.5 Dalam hal ini,
penelitian ini bertujuan untuk mengungkap urgensi pengembangan soft skill bagi siswa
SD/MI melalui pembelajaran IPA dalam menghadapi era society 5.0. Metode yang
digunakan adalah telaah literature dari berbagai penelitian yang sudah dikaji sebelumnya.
Data dikumpulkan dari sumber data skunder yang diperoleh dari jurnal, buku, dokumentasi,
internet serta data-data yang dipublikasikan oleh lembaga yang dapat dipercaya.

4
Muhammad Nur Hasan, Rif’atul Husnah, dan Salsabila Anjas Parastuti, “Pemanfaatan Egrang Batok Kelapa
untuk Meningkatkan Kecerdasan Kinestetik Anak dan Menumbuhkan Minat Terhadap Permainan
Tradisional,” Awwaliyah: Jurnal PGMI, Volume 4 Nomor 2, Desember 2021: hlm. 108.
5
Anggito dan Setiawan, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Sukabumi: Jejak Publisher, 2018) hlm.14

Awwaliyah: Jurnal PGMI, Volume 5 Nomor 1 Juni 2022

72
Hasil dan Pembahasan
a. Kajian Teori
1.1 Definisi Soft Skills
Secara etimologi Soft skill berasal dari 2 kata dalam bahasa inggris yaitu Soft
yang berarti halus, lembut atau lunak. Sedangkan kata Skill berarti ketrampilan,
kecakapan atau kebolehan. Karenanya, Soft skill dapat diartikan sebagai kecakapan
atau ketrampilan halus atau lunak. Melser mendefinisikan soft skill sebagai: “personal
attributs that enable someone to interact effectively and harmoniously with other
people”6. Yang artinya bahwa soft skill merupakan karakter seseorang yang
memungkinkan dirinya mampu berinteraksi dengan orang lain secara efektif dan
harmonis. Melser juga menyatakan bahwa soft skills merupakan ketrampilan yag dapat
membantu seseorang untuk bersinergi dengan orang lain, dipersiapkan untuk
menghadapi masa depan sebagai seorang professional, yang memiliki kemampuan
fleksibel dalam pengambilan keputusan.7 Menurut Sulisno dan Sari, soft skill
merupakan kemampuan non teknis yang terlihat wujudnya (intangible) namun sangat
diperlukan.8 Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa soft skills merupakan
ketrampilan non teknis yang dimiliki oleh seseorang dalam berinteraksi secara
harmonis dengan orang lain. Soft skills tidak dapat diukur secara kuantitatif, melainkan
akan tampak secara kualitatif dalam sikap dan tindakan seseorang.
Menurut Melser ada empat belas macam ketrampilan non teknis (soft skills)
yang penting untuk dipelajari siswa9 diantaranya: a) Ketrampilan komunikasi
(Communication skills); b) Kerjasama (teamwork); c) Tata karma (manners); d)
Menghargai (respect); e) Kesabaran (Composure); f) Tanggung jawab (Responsibility);
g) Motivasi (motivation); h) Integritas (integrity); i) Organisasi (organization); j)
Manajemen waktu (Time management); k) Keseimbangan (Balance); l) Kegembiraan
(Resilience) dan m) Sikap positif (positive attitude). Kepribadian yang sempurna akan
dimiliki oleh seseorang jika mampu menguasai seluruh ketrampilan diatas. Namun
demikian, perlu proses yang komplek agar tercapai seluruh skills. Setidaknya, ada
beberapa ketrampilan yang urgen untuk dikuasai oleh seseorang agar dapat berinteraksi
dengan orang lain secara efektif dan harmonis.
Sharma memaparkan beberapa kegiatan yang perlu dilatihkan untuk mencapai
soft skill sebagai bagian pembentuk kepribadian yang utuh yaitu: a) Read (membaca),
b) Observe (mengamati); c) Write (menulis); d) Listen (mendengarkan); e) Appreciate
others (menghargai orang lain); f) Act (bertindak); g) Speak (berbicara); h) Internalize

6
Melser, Soft Skills for Children (A Guide for Parents and Teacher), (New York: Rowman & Littlefield,
2019) hlm. vii
7
Melser, hlm.xiv
8
Sulisno dan Sari, Manajemen Pengembangan Softskill Enterpreuneurship Santri, (Semarang: Pilar
Nusantara, 2019) hlm.45
9
Melser, op.cit.

Awwaliyah: Jurnal PGMI, Volume 5 Nomor 1 Juni 2022

73
soft skill (menginternalisasikan soft skill); i) Train yourself in soft skills (membiasakan
diri dengan soft skill).10 Lebih lanjut, Sharma juga menegaskan bahwa soft skill tidak
dapat dilahirkan, melainkan bahwa soft skill dapat dicapai melalui latihan-latihan yang
diikuti dengan kegiatan praktik.
Khoeroni mengungkapkan sebuah kesimpulan bahwa soft skill merupakan
ketrampilan dan kecakapan hidup yang berguna baik untuk diri sendiri, berkelompok,
bermasyarakat, serta dengan Sang pencipta.11

1.2 Society 5.0


Society 5.0 atau diterjemahkan sebagai masyarakat 5.0 adalah sebuah konsep
kehidupan masyarakat yang berpusat pada manusia (human-centered) dan berbasis
teknologi (technology based).12 Gagasan ini dicetuskan pertama kali oleh Jepang
merespon pada kondisi sebelumnya yakni revolusi industri 4.0. Revolusi industri 4.0
disebut juga sebagai era disrupsi dimana teknologi digital memegang kendali utama
sebagai motor pergerakan aktifitas manusia. Menurut Lee et al dalam Suherman
industri 4.0 ditandai dengan peningkatan digitalisasi manufaktur yang didorong oleh empat
faktor:
a. peningkatan volume data, kekuatan komputasi, dan konektivitas;
b. munculnya analisis, kemampuan, dan kecerdasan bisnis;
c. terjadinya bentuk interaksi baru antara manusia dengan mesin; dan
d. perbaikan instruksi transfer digital ke dunia fisik, seperti robotika dan 3D printing.
Suherman dkk (2020), memaparkan empat desain prinsip revolusi industri 4.0
diantaranya:
a. Interkoneksi (sambungan) yakni kemampuan mesin, perangkat, sensor, dan orang
untuk terhubung dengan dan berkomunikasi satu sama lain melalui internet.
b. Transparansi informasi yang merupakan kemampuan system informasi untuk
menciptakan salinan virtual dunia fisik dan memperkaya model digital dengan data
sensor termasuk analisis data dan penyediaan informasi.
c. Bantuan teknis yang meliputi:
1) Kemampuan system bantuan untuk mendukung manusia dengan
menggabungkan dan mengevaluasi informasi secara sadar untuk membuat
keputusan yang tepat dan memecahkan masalah mendesak dalam waktu yang
singkat.
2) Kemampuan sistem untuk mendukung manusia dengan melakukan berbagai
tugas yang tidak menyenangkan, terlalu melelahkan, atau tidak aman
3) Meliputi bantuan visual dan fisik.

10
Sharma, hlm.11
11
Khoeroni, Problematika Soft Skills Pendidikan Dasar (artikel jurnal), (Kudus: STAI) hlm. 81
12
Suherman, dkk. Industy 4.0 vs Society 5.0 (Banyumas: CV. Pena Persada, 2020) hlm.5

Awwaliyah: Jurnal PGMI, Volume 5 Nomor 1 Juni 2022

74
d. Keputusan terdesentralisasi yang merupakan kemampuan sistem fisik maya untuk
membuat keputusan sendiri dan menjalankan tugas seefektif mungkin.
Desain di atas telah menimbulkan pergeseran peran manusia dalam kehidupan
masyarakat. Bahkan teknologi digital lebih dominan dibanding aktifitas dan kecerdasan
alami manusia. Negara-negara maju, dimulai dari Jepang merespon perubahan tersebut
dengan melakukan perubahan yang adaptif dengan gagasan society 5.0 atau masyarakat
5.0. Dalam konsep masyarakat 5.0, pandangan yang berpusat pada teknologi,
disempurnakan lagi menjadi lebih humanis. Harapannya, manusia dan teknologi dapat
beriringan sehingga masyarakat dapat terbantu tanpa mengesampingkan potensi alami
manusia. human (manusia) tidak hanya dijadikan obyek (passive element), tetapi
berperan aktif sebagai subyek (active player) yang bekerja bersama physical system
dalam mencapai tujuan (goal)13. Jepang menyebut fase ini sebagai super-smart society.
Secara historis, sejarah peradaban masyarakat dunia mengalami perkembangan
dari masa kemasa yakni:
a. Society 1.0 (berburu), era dimana manusia baru mengenal peralatan sederhana dan
sudah mulai menggunakan api untuk memasak dan mengusir predator. Manusia pun
hidup berpindah-pindah di alam liar untuk mempertahankan hidupnya.
b. Society 2.0 (pertanian). Pada masa ini manusia mulai menggunakan tanah untuk
menumbuhkan makanan dan mendomestikasi hewan liar untuk kepentingan
manusia sehingga manusia tidak perlu lagi berburu dan berpindah-pindah di alam
liar untuk mendapatkan makanan.
c. Society 3.0 (industri), Era ini berkembang seiring pesatnya pertumbuhan populasi
manusia yang berkorelasi juga dengan peningkatan kebutuhan pangan, sandang dan
papan. Industri pun tumbuh pesat untuk memenuhi permintaan yang terus
meningkat.
d. Society 4.0 (teknologi informasi). Yakni era dimana masyarakat telah berafiliasi
dengan teknologi (industri) digital dalam berbagai bidang kehidupan, juga bidang
kesehatan. Internet of Things (IoT), Artificial Intelligence (AI), Augmented Reality
(AR), Big Data, dan lain-lain., sudah dimanfaatkan secara masif dan efektif dalam
dunia keperawatan dan kedokteran.
e. Society 5.0 (masyarakat baru) adalah era di mana ruang maya dan ruang fisik
konvergen atau dalam kata lain terintegrasi. Dengan kata lain, masyarakat akan
hidup berdampingan dengan teknologi secara harmonis. Penggunaan kecerdasan
buatan (Artificial Intelligence) akan semakin canggih dan sangat membantu
memudahkan aktifitas manusia. Kehidupan manusia menjadi serba praktis dan
otomatis.
Beberapa contoh kondisi society 5.0 menurut pemerintah Jepang diantaranya:

13
Suherman, hlm.7

Awwaliyah: Jurnal PGMI, Volume 5 Nomor 1 Juni 2022

75
a. Penggunaan drone untuk mengirimkan barang, mensurvei properti, dan mendukung
bantuan bencana di seluruh dunia.
b. Peralatan Rumah Tangga yang menanamkan kecerdasan buatan (AI) dikembangkan
dan dijual di seluruh dunia dan juga di Jepang
c. Penggunaan Robot dan bentuk lain teknologi mutakhir untuk perawatan medis
masyarakat lansia.
d. Pekerjaan kondisi cuaca dan bahaya yang menantang dengan bantuan mitra yang
keren dan dapat dipercaya, karena robot dapat bekerja dalam kondisi apa pun.
e. Belanja dan bepergian lebih nyaman dengan "cloud" yang baru.
f. Berkendara otonom untuk transportasi umum dan logistik.
Menyongsong perkembangan peradaban society 5.0 ini, hendaknya
dipersiapkan tipikal masyarakat yang cerdas, kritis serta berliterasi tinggi agar dapat
menghayati segala dimensi kehidupan. Oleh karenanya beberapa kompetensi harus
dimiliki oleh setiap orang, untuk mempersiapkan diri dalam persaingan yang semakin
ketat di era society 5.0. Agar masyarakat dapat merespon secara kritis dan memahami
fenomena yang terjadi. Beberapa kompetensi utama yang wajib dimiliki adalah:
a. Kepemimpinan. Karakter pemimpin identik dengan karakter kuat menghadapi setiap
perubahan baru. Oleh karenanya, setiap orang diharapkan memiliki jiwa
kepemimpinan agar dapat merespon setiap perubahan yang ada disekitarnya.
b. Kemampuan bahasa asing. Dunia virtual memberikan akses komunikasi yang
terbuka. Masyarakat harus mempersiapkan ketrampilan bahasa-bahasa internasional
seperti Bahasa Inggris, Belanda, Jepang, Korea, Perancis, China dan negara lain
agar dapat bergabung dengan aktifitas-aktifitas internasional.
c. Literasi IT (IT literacy), merupakan bagian penting untuk Cognitive Flexibilty
(Fleksibilitas Mental). Kemampuan otak untuk beralih dari memikirkan satu hal ke
hal lain, khususnya ketika sebuah kondisi baru dan tak terduga yang terkait dengan
pekerjaan muncul (Selfe, C. L. (1999). 14
d. Ketrampilan menulis. Ketrampilan ini diperlukan untuk pengembangan diri dan
bisnis. Dengan kemampuan menulis, maka akan memberikan kepekaan emosional
dan cara berpikir Kritis. Oleh karenanya penting bagi masyarakat 5.0 untuk
memiliki ketrampilan menulis agar dapat lebih sigap dalam merespon perubahan-
perubahan yang mungkin terjadi dengan cepat. 15
Keempat kompetensi diatas dapat dimiliki oleh masyarakat tentunya melalui
strategi yang tepat dan bertahap. Salah satunya melalui strategi pembelajaran di
lembaga-lembaga pendidikan. Lembaga pendidikan saat ini memiliki tanggung jawab
yang besar untuk dapat mempersiapkan masyarakat dalam menghadapi era society 5.0.
Model-model pembelajaran yang diterapkan dalam pembelajaran perlu dipilih yang

14
Suherman, hlm.58
15
Suherman, hlm. 54-59

Awwaliyah: Jurnal PGMI, Volume 5 Nomor 1 Juni 2022

76
relevan untuk menyiapkan berbagai kompetensi yang harus dimiliki oleh masyarakat
society 5.0.
Model pembelajaran yang dapat diterapkan di era society 5.0 adalah:
a. Problem Based Learning (Pembelajaran Berbasis Masalah)
b. Project Based Learning (Pembelajaran Berbasis Proyek)
c. Inquiry Learning (Pembelajaran penyelidikan)
d. Discovery Learning (Pembelajaran Penemuan)

1.3 Pembelajaran IPA SD/MI


IPA merupakan mata pelajaran yang diajarkan mulai dari tingkat dasar hingga
perguruan tinggi. IPA dikenal juga dengan sains (science) yang secara utuh
didefinisikan oleh Carind and Sund sebagai suatu pengetahuan yang sistematis, berlaku
secara umum, serta berupa kumpulan hasil observasi atau pengamatan maupun
eksperimen. 16Hal ini selaras dengan pendapat Wedyawati & Lisa yang
mengungkapkan bahwa IPA merupakan sekumpulan pengetahuan sistematis hasil
temuan para ilmuwan yakni berupa fakta, konsep, prinsip, hukum dan teori.17 Di sisi
lain, Trowbridge & Bybee mengemukakan bahwa “science is a way of knowing”.18
Maknanya dapat diartikan bahwa IPA merupakan suatu proses memperoleh
pengetahuan. Kemdikbud, lebih komplek mengemukakan bahwa IPA atau sains adalah
upaya sistematis untuk menciptakan, membangun, dan mengorganisasikan
pengetahuan tentang gejala alam. Dimana proses tersebut diawali dari rasa ingin tahu
yang ditindaklanjuti dengan serangkaian langkah-langkah ilmiah secara terpadu19 Jadi,
IPA tidak hanya dipandang sebagai sebuah obyek, melainkan juga merupakan proses-
proses ilmiah yang dapat menghasilkan produk pengetahuan baru bagi yang
mempelajarinya dengan dilandasi sikap-sikap ilmiah.
Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa IPA merupakan satu
kesatuan antara proses sistematis dalam menangkap gejala-gejala alam yang dilandasi
dengan sikap ilmiah sehingga dapat menghasilkan produk pengetahuan baru yang
berupa fakta, konsep, hukum, dan teori. Merujuk pada kesimpulan tersebut, maka
pembelajaran IPA hendaknya mencakup semua unsur yang ada agar diperoleh sebuah
“body of knowledge” yang utuh. Sesuai jenjang usianya, kompetensi kerja ilmiah yang
harus dicapai dalam pembelajaran IPA SD/MI adalah: Mengajukan pertanyaan,
memprediksi, melakukan percobaan, mengumpulkan dan mengolah data, kesimpulan,
dan mengkomunikasikan hasil percobaan. Perhatikan Gambar 2 berikut:

16
Sujana, Dasar-Dasar IPA: Konsep dan Aplikasinya (Bandung: UPI Press, 2014) hlm.3
17
Wedyawati & Lisa, Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar, (Yogyakarta: Deepublish Publisher, 2019) hlm.2
18
Trowbridge & Bybee, Becoming a Secondary School Science Teacher, (Columbus: Merrill Publishing &
Co, 1990)
19
Kemdikbud, Silabus Mata Pelajaran IPA Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah, (Jakarta: Kemdikbud, 2016),
hlm.2

Awwaliyah: Jurnal PGMI, Volume 5 Nomor 1 Juni 2022

77
Gambar 2. Penjenjangan kerja ilmiah pada satuan pendidikan. 20

Dalam implementasinya pembelajaran IPA di Sekolah Dasar atau Madrasah


Ibtidaiyah diselenggarakan sebagai pembelajaran tematik terpadu mulai dari kelas I
hingga kelas VI. Kurikulum 2013 juga mengembangkan dua proses pembelajaran yaitu
proses pembelajaran langsung dan proses pembelajaran tidak langsung. Proses
pembelajaran langsung adalah proses pembelajaran yang mengembangkan
pengetahuan, kemampuan berpikirdan keterampilan psikomotorik peserta didik melalui
interaksi langsung dengan sumber belajar yang dirancang dalam silabus dan RPP
berupa kegiatan-kegiatan pembelajaran berbasis aktivitas.21
Model-model pembelajaran yang diterapkan dalam pembelajaran IPA
hendaknya mampu mengembangkan kompetensi kerja ilmiah, sikap ilmiah dan
penguasaan informasi yang terkait dengan produk IPA. Beberapa contoh diantaranya
adalah Discovery Based Learning (Pembelajaran Berbasis Penemuan), Inquiry
Learning (Pembelajaran inkuiri), Problem Based Learning (Pembelajaran Berbasis
Masalah/PBL), dan Project Based Learning (Pembelajaran Berbasis Projek/PBL).
Project Based Learning, merupakan model pembelajaran yang menghadapkan
siswa pada situasi nyata agar siswa dapat membangun konsep dan pengetahuan
berdasarkan pengalaman yang dialaminya. Model pembelajaran Project Based
Learning juga memberi fasilitas peserta didik untuk berinvestigasi, memecahkan

20
Kemdikbud, hlm.4
21
Kemdikbud, hlm.9

Awwaliyah: Jurnal PGMI, Volume 5 Nomor 1 Juni 2022

78
masalah, bersifat student centered, dan menghasilkan produk nyata berupa hasil
proyek.22

b. Pengembangan soft skill melalui pembelajaran IPA SD/MI era society 5.0
Soft skills merupakan ketrampilan yang ikut menentukan kesuksesan seseorang
dimasa yang akan datang. Kondisi pendidikan saat ini yang telah berdampak pada
tingginya pengangguran, merupakan salah satu akibat dari minimnya penguasaan
ketrampilan non teknis. Dominasi penguasaan ketrampilan teknis (hard skill) lebih
diutamakan sebagai tujuan pembelajaran dibandingkan penguasaan ketrampilan non
teknis (soft skill). Disisi lain, peradaban dunia telah memasuki era revolusi industri 4.0
dimana perkembangan teknologi digital sangat pesat. Hampir semua kegiatan
masyarakat dikendalikan oleh teknologi informasi. Perkembangan tersebut
menimbulkan dampak positif yang menguntungkan manusia dan juga dampak negative
yang merugikan manusia. Karenanya, Negara-negara maju mengusung masuknya era
society 5.0 sebagai respon atas perubahan yang terjadi.
Era society 5.0, mencoba menyandingkan secara harmonis antara kehidupan
masyarakat dengan teknologi yang semakin canggih. Harapannya seluruh lapisan
masyarakat dapat beradaptasi terhadap perkembangan peradaban ini. Masyarakat yang
cerdas, kritis dan berliterasi tinggi adalah tuntutan agar desain society 5.0 dapat
terwujud. Kecerdasan yang harus dimiliki dalam hal ini tidak hanya cerdas dalam
ketrampilan teknis saja tetapi juga ketrampilan non teknis. Secara praktis,
pengembangan ketrampilan non teknis (soft skill), sudah mulai dikembangkan pada
pendidikan tingkat menengah ke atas. Tetapi di tingkat dasar, soft skill belum tersentuh
sama sekali. Padahal ketrampilan non teknis di tingkat dasar turut menentukan prestasi
selanjutnya. Oleh karenanya, di tingkat dasar, sangat penting untuk ditekankan juga
pengembangan soft skill dasar melalui pembelajaran di seluruh mata pelajaran.
Ketrampilan non teknis yang dapat dikembangkan di tingkat dasar sebagaimana yang
ditulis oleh Melser adalah Ketrampilan komunikasi (Communication skills); Kerjasama
(teamwork); Tata karma (manners); Menghargai (respect); Kesabaran (Composure);
Tanggung jawab (Responsibility); Motivasi (motivation); Integritas (integrity);
Organisasi (organization); Manajemen waktu (Time management); Keseimbangan
(Balance); Kegembiraan (Resilience) dan Sikap positif (positive attitude). Secara garis
besar, berbagai ketrampilan diatas menggambarkan sebuah keterpaduan skill leadership
atau kepemimpinan.

22
Satria dan Muntaha, Inovasi Pendidikan Abad 21: Penerapan Design Thinking dan Pembelajaran Berbasis
Proyek dalam Pendidikan di Indonesia. https://jurnal.uns.ac.id/JPD/article/view/59940). Diakses pada tanggal
14 Juni 2022.

Awwaliyah: Jurnal PGMI, Volume 5 Nomor 1 Juni 2022

79
Selain kepemimpinan, soft skill yang wajib dimiliki oleh masyarakat society 5.0
adalah ketrampilan literasi dan komunikasi. Literasi mencakup semua aspek secara
umum dan secara khusus literasi digital (IT). Adapun ketrampilan komunikasi,
merupakan ketrampilan yang sangat penting di era teknologi yang sangat terbuka secara
internasional. Oleh karenanya, diperlukan skill bahasa asing yang komplek sebagai
media dalam berkomunikasi di era society 5.0. Dengan demikian, dapat disimpulkan
bahwa soft skill yang wajib dikembangkan melalui pembelajaran IPA di tingkat dasar
adalah ketrampilan kepemimpinan, literasi dan komunikasi.
Pembelajaran IPA di tingkat dasar, sesuai dengan kurikulum merupakan salah
satu program yang menekankan pada pembelajaran proses ilmiah dimana siswa
dilibatkan dalam kegiatan pembelajaran yang melatihkan ketrampilan-ketrampilan
ilmiah seperti mengamati, memprediksi, mengelaborasi, mengkomunikasikan dan
menyimpulkan. Jika kegiatan ilmiah sering dilatihkan kepada peserta didik, maka
dengan sendirinya akan terlatih dan tertanam soft skill dalam diri siswa. Secara khusus,
implementasi beberapa model pembelajaran yang relevan dalam pembelajaran IPA di
tingkat dasar, sangat relevan untuk pengembangan ketrampilan non teknis (soft skill)
bagi siswa. Beberapa model yang dapat dipilih dintaranya adalah Project Based
Learning, Problem Based Learning, Discovery Learning dan Inquiry Learning.
Implementasi model pembelajaran berbasis proyek, dapat melatih kemandirian
siswa dala menghadapi persoalan dan menemukan alternative solusinya. Dalam
sintaksnya, model ini mengarah juga pada proses pemecahan masalah sehingga dengan
sendirinya, siswa dapat terlatih untuk berpikir kritis, mandiri, bekerja dalam kelompok
dan juga menemukan alternatif solusi.

Kesimpulan
Soft skill merupakan kecakapan hidup yang sangat diperlukan dalam kehidupan
masyarakat era society 5.0. Soft skill harus perlu dikembangkan mulai dari pendidikan di
tingkat dasar salah satunya melalui pembelajaran IPA di Sekolah Dasar atau Madrasah
Ibtidaiyah.
Ketrampilan non teknis yang penting dimiliki oleh masyarakat society 5.0 adalah
ketrampilan kepemimpinan, literasi dan komunikasi. Model pembelajaran IPA SD/MI yang
dapat diimplementasikan untuk melatihkan ketrampilan non teknis (soft skill), tersebut
adalah Project Based Learning, Problem based learning, Discovery Learning dan Inquiry
Learning.

Awwaliyah: Jurnal PGMI, Volume 5 Nomor 1 Juni 2022

80
Daftar Pustaka

Anggito, A., & Setiawan, J. (2018). Metodologi Penelitian Kualitatif. Sukabumi: Jejak
Publisher.
Hasan, M. N., Husnah, R. A., & Parastuti, S. A. (2021). Pemanfaatan Egrang Batok Kelapa
Untuk Meningkatkan Kecerdasan Kinestetik Anak dan Menumbuhkan Minat
Terhadap Permainan Tradisional. Awwaliyah: Jurnal Pendidikan Guru Madrasah
Ibtidaiyah, 4(2), 108-113.
Kemdikbud. (2016). Silabus Mata Pelajaran IPA Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah,
Jakarta: Kemdikbud.
Khoeroni, F. (2017). Problematika Soft Skills Pendidikan Dasar. Elementary, 5(1), 67-83.
Melser, N. A. (2019). Soft skill for Children (A Guide for Parents and Teacher). New
York: Rowman & Littlefield.
Sabarguna, B. S. (2020). Soft skill pada Pendidikan di Era Industri 4.0 menuju Indonesia
Maju 2045. Jakarta: Medcom Visitama.
Satria, A. B. A., & Muntaha, A. A. (2021). Inovasi Pendidikan abad 21: Penerapan Design
Thinking dan Pembelajaran Berbasis Proyek (Projected Based Learning) dalam
Pendidikan di Indonesia. Jurnal Pendidikan Dasar, 9(2), 1-7.
Sharma, P. (2018). Soft Skills Personality Development For Life Success. New Delhi: BPB
Publication.
Suherman, dkk. (2020). Industy 4.0 vs Society 5.0. Banyumas: CV. Pena Persada.
Sujana, A. (2014). Dasar-Dasar IPA: Konsep dan Aplikasinya. Bandung: UPI Press.
Sulastika. (2021). Dampak Negatif Internet (artikel),
https://smk2pangkalpinang.sch.id/dampak-negatif-internet/ diakses pada tanggal 15
Juni 2022.
Sulisno, S., & Sari, D. M. (2019). Manajemen Pengembangan Softskill Enterpreuneurship
Santri. Semarang: Pilar Nusantara.
Trowbridge, L. W., & Bybee, R. W. (1990). Becoming a Secondary School Science
Teacher. Columbus: Merrill Publishing & Co.
Wedyawati, N., & Lisa, Y. (2019). Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar. Yogyakarta:
Deepublish Publisher.

Awwaliyah: Jurnal PGMI, Volume 5 Nomor 1 Juni 2022

81

You might also like

pFad - Phonifier reborn

Pfad - The Proxy pFad of © 2024 Garber Painting. All rights reserved.

Note: This service is not intended for secure transactions such as banking, social media, email, or purchasing. Use at your own risk. We assume no liability whatsoever for broken pages.


Alternative Proxies:

Alternative Proxy

pFad Proxy

pFad v3 Proxy

pFad v4 Proxy