Journey

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 20

TANFIDZIY

Jurnal Hukum Tata Negara dan Siyasah


Volume 1 No. 1 June 2022
P-ISSN: x-xxxx E-ISSN: x-xxxx | Page: 35 -78

DOI: https://doi.org/10.47766/tanfidziy.v1i1.904

Sistem Penyusunan dan Penerapan Qanun Pada Masa Sultan


Sulaiman Al Qanuni dan Pemerintahan Otonomi Aceh Siyasah

Qurratul Aini1
1 kuratulaini2006@gmail.com

1 Institut Agama Islam Negeri Lhokseumawe

ARTICLE INFO ABSTRACT


During the Ottoman era, and during the reign of Sultan Sulaiman (926-974
Article history: H/1520-1560), Islamic law began to be applied in a more definite manner, as the
Submitted Apr 12, 2022 Qanun has become official law of his country. Aceh is one of the provinces in the
Accepted June 3, 2022 Unitary Republic of Indonesia, where the province of Aceh is legally granted
Published June 30, 2022 special autonomy through law number 11 of 2006 concerning the governance of
Aceh. The aim of this research is to compare the qanun system during the reign of
Keywords:
Sultan Sulaiman al-Qanuni with qanun aceh. This study makes use of qualitative
research, especially libertarian literature (research), which relates to a normative
Aceh Autonomous, legal approach. In the meantime, the major data sources in Turkey and Aceh refer
Drafting System, to secondary data in the form of laws/Qanuns. According to the findings of this
Government, study, the Qanun drafting system in Turkey refers to: 1. establishing an official
Sultan Sulaiman Al state school of thought Developing a single viewpoint, a school of thought 3.
Qanuni, Complicated from several schools of thought and adopting current laws, which is
used in Turkey, as for the establishment of the law, could not be separated from
religious scholars and the Grand Mulfis. Whereas in Aceh, the mechanism for
producing legal material that is considered in phases involves a large number of
specialists from a variety of fields, including fiqh law, in the form of legislation
established jointly with the executive and legislative (the Governor and the
DPRK). According to the requirements of articles 21 and 22 of law number 11 of
2006 addressing the governance of Aceh, the Aceh qanun is a statutory regulation
akin to a province regional regulation that governs the administration of
government and the lives of the people of Aceh.

59
60 TANFIDZIY: Jurnal Hukum Tata Negara dan Siyasah
Vol. 1 No. 1 (2022)

ABSTRAK
Politik hukum Islam mulai lebih konkret diterapkan pada masa Pemerintahan
Utsmani yakni pada masa Sultan Sulaiman (926-974 H/1520-1560), dimana
Sulaiman secara sungguh-sungguh memberlakukan Qanun sebagai hukum resmi
bagi negaranya Dan diantara wilayah yang menerapkan Qanun adalah Aceh,
Aceh merupakan salah satu Provinsi di Negara Kesatuan Refublik Indonesia,
Kata Kunci:
dimana Provinsi Aceh yang secara sah diberikan otonomi khusus melalui undang
Pemerintahan Aceh, undang nomor 11 tahun 2006 tentang pemerintahan Aceh, penelitian ini
Sistem Penyusunan, bertujuan untuk mengetahui perbandingan antara sistem qanun pada masa sultan
Sultan Sulaiman Al Qanuni, sulaiman al qanuni dan qanun aceh. maka dari itu penelitian ini menggunakan
Penelitian kualitatif yaitu Pustaka liberary (research) yang mengacu pada
Otonomi Daerah.
pendekatan hukum normative. Adapun sumber data primer yang mengacu pada
data sekunder yaitu berupa tentang undang-undang/Qanun Di Turki dan Aceh.
Maka hasil penelitian ini menunjukan bahwa.Sistem Penyusunan Qanun di turki
merujuk pada 1. Menetapkan mazhab resmi bagi negara 2. Penyusun satu
pendapat ,mazhab 3. Mengomplikasikan dari mazhab yang berbeda dan
mengadopsi perundang undangan modern.yang mana di Terapkan di Turki
adapun pembentukan hukumnya tidak lepas dari para ulama ulama dan Mulfi
Agung. Sedangkan di Aceh sistem penyusunan materi hukum yang dibahas secara
berjenjang banyak melibatkan berbagai ahli dengan lintas disiplin ilmu yang
meliputi hukum fiqh.yang berupa undang-undang yang dibentuk bersama
eksekutif dan legislatif (Gubenur dan DPRK). kedudukan qanun Aceh
berdasarkan ketentuan pasal 21 dan pasal 22 undang-undang nomor 11 tahun
2006 tentang pemerintahan Aceh dijelaskan bahwa qanun Aceh adalah peraturan
perundang -undangan sejenis peraturan daerah provinsi yang mengatur
penyelenggaraan pemerintahan dan kehidupan masyarakat Aceh.

PENDAHULUAN
Hukum Islam adalah seperangkat peraturan berdasarkan wahyu Allah
dan sunah Rasul tentang tingkah laku manusia mukalaf yang diakui dan
diyakini berlaku mengikat untuk semua umat yang beragama Islam, untuk
mewujudkan sebuah kedamaian dan kepatuhan baik secara vertikal maupun
horizontal.1 Hukum Islam adalah sekumpulan aturan beserta perintah Allah
SWT yang mengatur perilaku kehidupan orang Islam dalam seluruh aspeknya.
Hukum Islam adalah representasi pemikiran Islam, manifestasi pandangan
hidup Islam, dan intisari dari Islam itu sendiri.
Kemaslahatan manusia senantiasa berkembang dan berganti mengikuti
perkembangan kebutuhan manusia itu sendiri. Seandainya kemaslahatan
kemaslahatan yang sedang berkembang itu tidak diperhatikan, akan tetapi
yang diperhatikan hanyalah kemaslahatan yang ada nash-nya saja, niscaya
akan banyak kemaslahatan-kemaslahatan manusia yang terdapat di beberapa
daerah dan pada masa yang berbeda-beda mengalami kekosongan hukum.
Maka dari itu, menjadi sebuah urgensitas untuk mengisi hukum baru atau

1M. Sulaeman Jajli, Fiqih Madhzab Ala Indonesia Dalam Wasiat Dan Hibah (Yogyakarta: Cv. Budi

Utama, 2015), h. 32-33.

Copyright © Tanfidziy
Qurratul Aini;
Sistem Penyusunan dan Penerapan Qanun Pada Masa Sultan Sulaiman Al Qanuni
dan Pemerintahan Otonomi Aceh 61

menemukan hukum yang dapat hidup dan berinteraksi langsung dengan


kebutuhan manusia, tentu yang diambil dari sumber pokok atau ketentuan
umum yang berada dalam wahyu.
Proses memasukkan hukum Islam menjadi hukum yang hidup di dalam
masyarakat sebagai sebuah peraturan atau undang-undang dengan cara
mengkombinasikan hukum dikenal dengan istilah Taqnin al Ahkam (legislasi
hukum). Taqnin al Ahkam sendiri adalah mengumpulkan beberapa hukum
(kondifikasi hukum) dan kaidah penetapan hukum (tasyri) yang berkaitan
dengan hubungan sosial, kemudian disusun secara sistematis, serta
diungkapkan dengan kalimat-kalimat yang tegas, ringkas dan jelas dalam
bentuk bab, pasal dan ayat, serta memiliki nomor secara berurutan yang
kemudian ditetapkan sebagai undang-undang atau peraturan, setelah itu
disahkan oleh pemerintahan sehingga wajib ditegakkan oleh penegak hukum
di tengah masyarakat.
Berdasarkan perjalanan sejarah hukum Islam, hukum Islam yang berupa
wahyu sudah senantiasa diusahakan oleh para ahli hukum Islam untuk
dikemas dalam bentuk peraturan resmi dan diberlakukan pada suatu wilayah
dengan adanya kekuatan hukum yang kuat dari pemerintah penguasa.
Pemerintah memiliki peran penting dalam membentuk dan menerapkan
hukum Islam pada suatu wilayah karena kekuatannya sebagai pemimpin.
Sehingga rakyat yang berada di bawah kepemimpinannya dapat menjalankan
hukum Islam dengan sifat yang terikat dan penuh kepatuhan.2
Sebagaimana Islam sendiri bermakna sebuah ketundukan dan penyerahan
diri seorang hamba saat berhadapan dengan Tuhannya. Hal ini berarti bahwa
manusia dalam berhadapan dengan Tuhannya (Allah) haruslah merasa kerdil,
bersifat mengakui kelemahan dan membenarkan kekuasaan Allah Swt,
kemampuan akal dan budi manusia yang berwujud dalam ilmu pengetahuan
tidaklah sebanding dengan ilmu dan kemampuan Allah Swt.
Kemampuan manusia bersifat kerdil dan sangat terbatas ini dapat dilihat
dari kemampuan manusia yang hanya bisa menganalisis serta menyusun
kembali bahan-bahan alamiah yang telah ada untuk diolah menjadi bahan yang
bermanfaat bagi kehidupan manusia, namun tidak mampu menciptakan dalam
arti mengadakan dari yang tidak ada menjadi ada. Demikian pula dalam
menghadirkan bahkan melegalkan hukum Islam, manusia hanya mampu

2Abd Mukhsin, “Turki Usmani Dan Politik Hukumnya” XXXIII, no. 2 (2009): 216–25,

https://doi.org/http://dx.doi.org/10.30821/miqot. v33i2. 192.


62 TANFIDZIY: Jurnal Hukum Tata Negara dan Siyasah
Vol. 1 No. 1 (2022)

menganalisis dan menyusun kembali dari bahan utama wahyu demi


kemaslahatan hidupnya.
Di antara contoh sejarah tentang Taqnin al Ahkam yang dapat kita telusuri
adalah pada masa pemerintahan Turki Usmani. Turki Usmani merupakan
kerajaan Islam yang paling lama bertahan dan wilayah kekuasaannya
sepanjang millennium kedua. Dikatakan demikian karena kerajaan Usmani
(Ottoman Empire) ini dapat bertahan lebih dari enam ratus tahun dengan
berbagai kelemahan dan kegemilangan yang dicapai.3 Kerajaan Turki Usmani
yang sempat dipimpin lebih kurang 36 Sultan. Selama lebih enam abad
kekuasaannya. Turki Utsmani telah berhasil mengembangkan kekuasaanya
ketiga benua Asia, Eropa dan Afrika.
Gagasan Taqnin al Ahkam pernah disampaikan oleh seorang ulama
bernama Ibnu Muqaffa (720-760) kepada khalifah Bani Abbasiyah bernama Abu
Ja’far al-Mansur (775 M). Gagasan Ibnu Muqaffa tersebut muncul karena dia
melihat kenyataan bahwa para hakim yang diangkat oleh penguasa Bani
Abbasiyah sering berbeda-beda keputusannya menyangkut masalah yang
sama, akan tetapi seakan ide tersebut di tolak karena ada kesenjangan hukum
dengan putusan hakim pada zamannya.
Perkembangan taqnin berikutnya mulai lebih konkret diterapkan pada
masa Pemerintahan Utsmani yakni pada masa Sultan Sulaiman (926-974
H/1520-1560), dimana Sulaiman secara sungguh-sungguh memberlakukan
Qanun sebagai hukum resmi. Atas usaha itulah Sultan Sulaiman diberi gelar
Sulaiman al Qanuni. Gelar al Qanuni yang melekat pada nama besarnya
dianugerahkan atas jasanya dalam menyusun dan mengkaji sistem undang-
undang Kesultanan Turki Usmani.
Masa pemerintahan Sulaiman al Qanuni adalah yang terpanjang
dibanding dengan sultan lainnya yakni 1520 M sampai 1566 M. Selama
berkuasa Sultan Sulaiman begitu banyak mencapai kemenangan dalam
berbagai peperangan, sehingga wilayah kekuasaan Kesultanan Usmani
terbentang dari Timur Tengah ke Barat.Pada masa pemerintahannya Imperium
Utsmani mencapai puncak kemajuan.4
Sulaiman berhasil secara gemilang dalam ekspedisi militer ke Eropa
merebut Wina, Hungaria, hingga Persia, dan sepanjang wilayah pesisir arab
serta menguasai kembali wilayah Hijaz. Ia juga dikenal sebagai administrator
dan pimpinan militer yang ulung baik di darat maupun diluar.

3Ibid.
4M. Sulaeman Jajli, Fiqih Madhzab Ala Indonesia Dalam..., h.34-36.

Copyright © Tanfidziy
Qurratul Aini;
Sistem Penyusunan dan Penerapan Qanun Pada Masa Sultan Sulaiman Al Qanuni
dan Pemerintahan Otonomi Aceh 63

Dalam perkembangan modern gagasan Taqnin al Ahkam semakin banyak


dipraktikan diberbagai negara, terutama di sejumlah negara yang secara tegas
menyebut Negara Islam. Materi Hukum dimodifikasi sedemikian rupa, mulai
dari yang menekankan pada semangat universal Islam, hingga ada yang
menekankan pada hukum-hukum Islam particular yang tidak hanya
menyangkut hukum perdata namun juga memasukkan hukum pidana.
Diantara wilayah yang menerapkan Taqnin al Ahkam adalah Aceh, Aceh
merupakan salah satu Provinsi di Negara Kesatuan Refublik Indonesia, dimana
Provinsi Aceh yang secara sah diberikan otonomi khusus melalui pasal 18 B,
undang undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan undang
undang nomor 11 tahun 2006 tentang pemerintahan Aceh, Otonomi Khusus
yang dimilki Provinsi Aceh tersebut menyebabkan pemerintahan daerah dapat
mengesahkan suatu Qanun Aceh yang merupakan peraturan perundang-
undangan.5
Pengaturan pemerintahan Aceh terhadap seluruh bidang syariat tersebut
mencakup bidang aqidah dan syi’ar Islam yang diatur dalam Qanun No
11Tahun 2002.6 Dalam Qanun ini diatur berbagai hal mulai dari bentuknya
sampai sanksi atas pelanggaran terhadapnya, pengaturan bidang-bidang
syari’at dalam Qanun di Aceh tersebut merupakan bentuk campur tangan
pemerintah terhadap urusan keagamaan umat. Sebagaimana diketahui bahwa
syari’at Islam dalam pandangan Qanun Aceh merupakan tuntunan ajaran Islam
yang meliputi seluruh aspek kehidupan (pasal 1 ayat (6) Perda No 5 tahun 2000,
pasal 11 Tahun 2002).7
Dalam sejarah Aceh, Qanun bermakna undang-undang dasar. Misalnya
Qanun Meukuta Alam Iskandar Muda yang ditulis tahun 1310 H/1890 M oleh
Teungku Di Mulek As Said Abdullah. Qanun ini sering juga disebut dengan
Qanun al-Asyri, Qanun Meukuta Alam atau Qanun al-Asyri ini merupakan
undang-undang dasar Kerajaan Aceh Darussalam.
Kemudian Qanun di Aceh juga bermakna sebagai sebuah kategori hukum,
selain adat, Hukum Islam, dan resam. Dalam sebuah adagium disebutkan adat

5R. Nadila Andiani Karina, “Pemberlakuan Qanun Aceh Dalam Sistem Hukum Negara Kesatuan

Republik Indonesia” (Universitas Katolik Parahayangan, 2017), http: //hdl. handle.


net/1234567894383, h.1.
6Ali Geno Berutu, “Penerapan Qanun Aceh Di Kota Subulussalam: Kajian Atas Qanun No. 12, 13

Dan 14 Tahun 2003” (Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2016).


7Miftahul Moh. Mujibur Rohman Mohsi Ulum, “Taqnīn Al-Ahkām (Telaah Sejarah Legislasi

Hukum Perdata Islam Dalam Hukum Nasional Indonesia),” Ulûmuna: Jurnal Studi Keislaman 6, no. 1
(2020), https:// doi. org/ https://doi.org/10.36420/ju.v6i1.3957.
64 TANFIDZIY: Jurnal Hukum Tata Negara dan Siyasah
Vol. 1 No. 1 (2022)

bak po teumeu reulom, Hukom bak Syiah Kuala, kanun bak putro phang,
Reusam bak laksamana ( urusan adat yaitu kewenangan raja/ sultan, urusan
syariat Islam adalah kewenangan ulama, peraturan perundang- undangan ada
dalam kewenangan permaisuri raja, sedangkan resam/pengaturan
kesepakatan-kesepakatan berbagai hal dalam masyarakat adalah kewenangan
laksamana).

METODE PENELITIAN
Penulis menggunakan metode hukum normatif yaitu metode penelitian
hukum yang digunakan dengan cara meneliti bahan pustaka.8 Jenis data yang
digunakan dalah Data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan
hukum sekunder.9 Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang
utama, sebagai bahan hukum yang bersifat autoritatif, yakni bahan hukum
yang mempunyai otoritas, bahan hukum primer meliputi peraturan
perundang-undangan dan segala dokumen resmi yang memuat ketentuan
hukum dalam sistem penyusunan pada masa Sultan Sulaiman al Qanuni dan
Qanun Aceh . Adapun bahan hukum sekunder adalah norma-norma hukum
termasuk hierarki peraturan perundang-undangan, asas-asas hukum,
sistematika hukum, perbandingan hukum dan sejarah hukum, Jenis Data
Adapun Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah Dokumentasi. Dokumentasi adalah mencari data atau informasi berupa
benda-benda tertulis, seperti buku, majalah, dokumen peraturan-peraturan,
catatan harian, photo-photo/ brosur/gambar lainnya.10

8Prof. Dr. Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum: Edidi Revisi (Jakarta Timur: Kencana

Prenada Media Group, 2019), h.34.


9Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta: UI-Press, 2010), h.32.
10Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta: Rineka Cipta, 2002),

h. 131.

Copyright © Tanfidziy
Qurratul Aini;
Sistem Penyusunan dan Penerapan Qanun Pada Masa Sultan Sulaiman Al Qanuni
dan Pemerintahan Otonomi Aceh 65

HASIL DAN PEMBAHASAN


Sistem penyusunan Qanun Sultan Sulaiman Al Qanuni
Masa pemerintahan Sultan Sulaiman Al Qanuni bahwasnya sultan
sulaiman al qanunu berhasil memperluas pengaruh kerajaan, mengalahkan
pihak asing yang hendak mencampuri urusan kerajaan, dan menertibkan
wilayah yang hendak melepaskan diri dari otoritas utsmani, sultan sulaiman al
qanuni menyusun tata perundang-undangan dengan berdiskusi bersama
Syaikh Abu As-Suud Effendii. Ia berusaha agar tata perundang undangan
tidak melenceng dan garis-garis yang dibatasi syariat islam. Undang-undang
tersebut dikenal dengan Qanun Sultan Sulaiman Al Qanuni. 11
Sistem pemerintahan negara kekhalifahan utsmani, berhasil menjadikan
kerajaan utsmani begitu kuat dan berkuasa. Hal ini sangat dampak pada
batasan batasan wilayah utsmani yang kekuasaanya belum pernah disaksikan
pada masa sebelumnya kekuasaannya terbentang ke penjuru negeri dimana
manajemen dan tata perundangan kerajaannya begitu modern tanpa
menyelisihi syariat Islam yang memang dijaga, dimulikan, dan dipegang teguh
oleh keluarga utsmani di setiap wilayah kekuasaan mereka.

Adapun langkah-langkah Sultan Sulaiman Al Qanuni dalam memodifikasi


hukum, dengan menggunakan metode yang dilakukan secara bertahap yaitu:
(1) Menetapakn Mazhab yang resmi bagi negara
(2) Penyusunan satu pendapat Mazhab
(3) Mengomplikasikan hukum Islam dari mazhab yang berbeda
(4) Mengadopsi perundang-undangan modern, merupakan tahap akhir dari
penyusunan undang-undang ini sesuai dengan syariat Islam
diantaranya, seperti hukum perdata, perdangangan dan hukum
pidana.12

Sultan Sulaiman Al-Qanuni menyusun undang-undang setelah


mengumpulkan semua keputusan hukum yang telah diberlakukan pada
sultan- sultan yang memerintah Daulah Turki Utsmani sebelumnya,
diantaranya, Sultan Utsman,Sultan Orhan, Sultan Murad 1, Sultan Bayazid 1,
Sultan Muhamad 1, Sultan Murad 11 dan Sultan Salim 1. Setelah

11Khairunnas 32 thoughts on “ mengenal Sultan Sulaiman Al Qanuni Sulaiman the

Magnificent” Desember 29,2014 diakses pada tanggal 13 Agustus 2022


12 M. Marta Januar, Kebijakan hukum Sultan Muhammad Al Fatih...,hlm 62-64
66 TANFIDZIY: Jurnal Hukum Tata Negara dan Siyasah
Vol. 1 No. 1 (2022)

mengumpulkannya Sultan Sulaiman Al-Qanuni lalu menyeleksi dan menyotir


ketentuan-ketentuan yang bertentangan atau sama, kemudian setelah itu
barulah Sultan Sulaiman Al- Qanuni menyusun undang-undang yang
dibuatnya dengan sangat hati-hati agar tidak keluar dari koditor hukum Islam
maupun perintah atau larangan Allah SWT.13

Sistem Penyusunan Qanun di Aceh


Dalam sistem qanun aceh bahwa proses penyusunan materi hukum yang
pembahasannya secara mendalam dan berjenjang yang banyak melibatkan
berbagai ahli dengan lintas disiplin ilmu yang meliputi hukum fiqh yang telah
diproses melalui taqnin yang mana telah menjadi hukum postif nasional
Indonesia yang hanya berlaku di wilayah Aceh, oleh karenanya materi fiqh
yang bersumber dari al qur.an dan as Sunnah dan telah diterapkan menjadi
qanun aceh, akan dilaksanakan penegakannya oleh aparat hukum negara
Indonesia, Qanun Syariat Aceh memiliki kedudukan yang kuat sebagai
aturan pelaksana dari UU pemerintahan masyarakat aceh diberikan
kewenangan untuk mengisi materi-materi qanun syariat dari sejumlah aturan
fiqh, sebagaimana yang tela disusun para ulama dalam sejumlah kitab mazhab.
Pasal 1 ayat (8) UU No .18 tahun 2001 ditentukan bahwa qanun provinsi
NAD adalah peraturan daerah sebagai pelaksanaan undang-undang di wilayah
provinsi NAD dalam penyelenggaraan otonomi khusus maka dari itu dalam
ketentuan-ketentuan yang bersifat delegasi suatu undang-undang dalam
rangka pelaksanaan otonomi khusus qanun hanya dapat mengatur atas dasar
pendelegasian suatu ketentuan undang-undang dalam penyelenggaraan
otonomi khusus hal ini sesuai dengan ketentuan pelaksanaan undang yang
menyangkut pemerintahan provinsi NAD ditetapkan dengan Qanun.
Kewenangan qanun sebagai pelaksana undang-undang disebut delegasi
dimana pengaturan dengan peraturan yang lebih rendah hanya dilakukan
apabila ada kuasa dari undang undang artinya harus ada dasarnya dalam
undang-undang yang membolehkan diatur dengan peraturan perundangan
tingkat lebih rendah (qanun atau perda) dengan demikian qanun hanya
mengatur apa yang didelegasikan (dikuasakan) oleh UU No 18 tahun 2001 dan
tugasnya hanya apa yang dikuasakan, sehingga tidak serta merta digenerasikan
setingkat dengan peraturan pemerintah.14

13A . Zarathustra, Majalah al –ahkam al adliyah 2018


14Dr.Husni Jalil,S.H.,M.H,,Kedudukan Qanun dalam peraturan perundang-undangan
(https:// rp2u. unsiyah. ac.id) Diakses pada tanggal 13 Agustus 2022

Copyright © Tanfidziy
Qurratul Aini;
Sistem Penyusunan dan Penerapan Qanun Pada Masa Sultan Sulaiman Al Qanuni
dan Pemerintahan Otonomi Aceh 67

Pembentukan qanun pada masa sultan sulaiman al qanuni dan sistem


pembentukan qanun di Aceh.
1. Pembentukan Qanun Sulaiman Al Qanuni
Hukum islam dijadikan sebagai dasar dalam penetapan hukum, semua
aturan aturan perundang-undangan yang diterapkan tidak terlepas dari
bantuan dari para ulama-ulama dan mulfi Agung yang mendampingi sang
sultan sulaiman al qanuni sehingga keputusannya yang dicapai pun tidak serta
merta dari keinginan sultan sendiri melainkan hasil musyawarah. Selanjutnya
dalam penetapannya Qanun Sulaiman Al Qanuni dibantu oleh Sadzaram yang
merupakan wakilnya dalam urusan pemerintahan dan Syaikh Al-Islam sebagai
wakilnya dalam urusan keagamaan. Dan dalam setiap undang-undang yang
dibuat oleh sultan sulaiman al qanuni mampu memberikan keadilan terhadap
umat lain, sehingga seluruh penduduk Kristen maupun yahudi merasa
mendapatkan keadilan atas apa yang menjadi keputusan undang-undang
tersebut dalam hal ini sultan sulaiman al qanuni sangatlah berhati hati dalam
mengambil keputusan.15
Sultan sulaiman Al Qanuni menyusun tata perundang-undangan dengan
berdiskusi bersama Syaikh Abu As-Suud Affandi, salah satu ulama yang
memberikan pengaruh besar terhadap pembentukan undang-undangan di
masa itu, pada Tahun 1524 M. Sultan Sulaiman Al-Qanuni memerintahkan
kepada Ibrahim al-Halabi yang bertugas dari Aleppo. Sultan Muhammad Al-
Fatih memerintahkannya untuk menyusun sebuah buku yang berisi tentang
hukum- hukum yang berdasarkan syariat Islam, buku hukum inilah dikenal
dengan Multaqa Al-Abrur, ( pertemuan lautan).
Salah satu keunggulan kerajaan turki utsmani pada masa sultan sulaman
al qanuni adalah menajemen dan sistem perundang-undangan yang modrn
dengan menjalankan dan mengaplikasikan syari’at Islam dan memberi hak-hak
istimewa bagi para pemeluk agama lain, sistem perundang-undangan Islam
terjaga mulia dan menjadi prinsip hidup bagi kerajaan turki utsmani di setiap
wilayah kekuasaan kerajaannya, sistem perundang-undangan ini merupakan

15Ahmad Zulfikar, “Kepemimpinan Dan Kontribusi Sulaiman Alqanuni Di Turki Utsmani

(Suatu Tinjauan Sejarah),” Jurnal Rihlah 06, no. 1 (2018), https:// doi.org /https:
//doi.org/10.24252/rihlah.v6i1.5459.
68 TANFIDZIY: Jurnal Hukum Tata Negara dan Siyasah
Vol. 1 No. 1 (2022)

pencapaian terbesar sultan sulaiman al qanuni bin salim.16


Cekal bekal dan kebangkitan hukum Islam bermula dari kepemimpinan
sultan sulaiman al qanuni keberhasilan ekspansi wilayah dan pengembangan
dakwah hingga ke daratan eropa juga diikuti dengan keinginan untuk
menegakan syariat islam di wilayah kekuasaanya sultan sulaiman al qanuni
berkeinginan untuk menghimpun hukum islam serta memberlakukannya
menjadi hukum positif yang berlaku di semua wilayah kekuasaanya.
Gagasan pembaharuan hukum Islam mulanya muncul di turki pada tahun
1915 diawali oleh adanya kemajuan tradisi islam yang tidak hanya sebagai
pedoman hidup namun juga menjadi ruh dalam pedoman bernegara serta
adanya dominasi Taqlid sehingga melahirkan berbagai pertentangan antara
doktrin hukum tradisional islam dan kebutuhan masyarakat muslim saat itu, di
kemudian hari masyarakat muslim sadar akan tertinggalnya produk-produk
fikih yang dijadikan rujukan dengan adanya gesekan pemikiran barat menjdi
pemantik yang mendorong nasionalisme masyarakat turki untuk negaranya
dengan upaya reformasi konsep-konsep tersebut salah satunya melalui
pembaharuan terhadap hukum keluarga islam dengan mengadopsi patokan
dan nilai-nilai barat sebagai akibat dari adanya kontrak erat antara tradisi islam
dan peradaban barat di negara tersebut.17

2. Pembentukan Qanun Aceh


Konteks peraturan perundang-undangan di Aceh, semua produk
perundang-undangan yang dibentuk bersama eksekutif dan legislative
(Gubenur dan DPRK), Qanun yang mengatur materi penyelenggaraan
kehidupan masyarakat Aceh, Qanun Aceh memuat hukum Syariah termasuk
dalam kategori Qanun yang berkaitan dengan penyelenggaraan kehidupan
masyarakat Aceh, dalam undang-undang nomor 15 tahun 2019 tentang
pembentukan peraturan perundang-undangan, pembentukan peraturan
perundang-undangan adalah proses pembuatan peraturan perundang-
undangan yang dimulai dari perencanaan, dan persiapan, teknik penyusunan,
perumusan, pembahasan, pengesahan, pengundangan, dan penyebarluasan
dalam banyak hal.
Ppengertian pembentukan peraturan perundang-undangan semakna
dengan pengertian taknin dan dalam pasal 12 dan pasal 21 Qanun nomor 3

16MA Prof.Dr.Syahrizal Abbas, Filosofi Pelaksanaan Syariat Islam Di Aceh (Banda Aceh:

Percetakan UIN Ar-Raniry, 2018), h.18.


17MA Dr. Ali Mutakin, Pembaharuan Hukum Keluarga Di Dunia Islam (Bandung: Cv. Media Sains

Indonesia, 2021), h. 87.

Copyright © Tanfidziy
Qurratul Aini;
Sistem Penyusunan dan Penerapan Qanun Pada Masa Sultan Sulaiman Al Qanuni
dan Pemerintahan Otonomi Aceh 69

tahun 2007 tentang tata cera pembentukan qanun, disebutkan bahwa


pemrakarsa penyusun qanun harus dapat terlebih dahulu menyusun naskah
akademik/kajian akademik yang sekurang- kurangnya memuat dasar islami,
filosofis, yuridis, sosiologis, dan lingkup materi yang akan di atur, proses
tersebut dapat dilakukan dengan berkerjasama dengan perguruan tinggi dan /
atau pihak ketiga, dan ditekankan bahwa kajian akademik harus disertakan
dalam setiap pembahasan perancangan qanun.18
Penegakan suatu peraturan perundang-undangan berkaitan dengan
proses pembentukannya ada dua syarat pembentukan peraturan perundang-
undangan pertama keterbukaan, (diduplikasikan disiarkan kepada masyarakat
publik), dan kedua, pemberian hak kepada warga masyarakat untuk
mengajukan usul-usul tertentu melalui berbagai cara diantaranya dengan cara:

(1) Pihak yang berwenang (legislative atau eksekutif) mengudang


masyarakat yang berminat untuk menghadiri suatu pembicaraan
mengenai peraturan tertentu yang akan dibuat.
(2) Suatu departemen mengundang organisasi-organisasi tertentu untuk
memberi masukan bagi suatu rancangan peraturan perundang-
undangan yang sedang disusun.
(3) Acara dengar pendapat di legislative
(4) Pembentukan kelompok kelompok penasihat yang terdiri dari tokoh
tokoh atau ahli ahli terkemuka.19

Dalam udang undang disebutkan bahwa proses lagislasi qanun Aceh yang
mengatur hal-hal yang berkaitan dengan hukum islam, ada tahapan yang
didalamnya melibatkan ulama dan unsur Majelis Permusyawaratan Ulama
(MPU) serta para pakar ilmu hukum islam lainnya yang dianggap mempuni,
ditahap inilah terjadi aktivitas intelektual luar biasa, yakni para ahli
mengerahkan segala kemampuannya untuk mengkaji dalil dari berbagai
aspeknya lalu dikaitakan dengan perkembangan peradaban yang serba cangih
di zaman ini, untuk kemudian dihasilkan sebuah kesimpulan hukum aktivitas
ini lebih sering sering disebut dengan istinbat al ahkam produk hukum yang
dihasilkan melalui jalan istinbat ini kemudian disusun menjadi naskah
akademik yang akan dilegislasi menjadi hukum positif (qanun) oleh

18Sulaiman Tripa, Antologi Opini Serambi Indonesia (Banda Aceh: Bandar Publishing, 2019), h. 17.
19 Prof.Dr.Jaih,SE,MH,M.Ag.. Taqnin Ahkam (Bandung : SAHIFA ) 2014 hlm 35
70 TANFIDZIY: Jurnal Hukum Tata Negara dan Siyasah
Vol. 1 No. 1 (2022)

pemerintahan Aceh bersama dengan DPR Aceh. 20


Materi muatan peraturan daerah di Provinsi Aceh didasarkan pada Qanun
provinsi Aceh No 3 tahun 2007 tentang tata cara pembentukan Qanun, dimana
disebutkan materi muatan qanun mengandung asas. 1). Dinul islam 2).
Sejarah islam 3). Kebenaran 4). Kemanfaatan 5). Pengayoman 6). Hak asasi
Manusia. 7). Kebangsaan 8). Kekeluargaan 9). Keterbukaan dan
komunikatif 10). Keanekaragaman 11). Keadilan 12). Keserasian dan
non diskriminasi 13). Ketertiban dan kepastian hukum 14). Kesamaan
kedudukan dalam hukum dan pemerintahan atau 15) keseimbangan,
kesetaraan dan keselarasan.21

Perbandingan Qanun Aceh dan Qanun Sultan Sulaiman Al Qanuni


1. Persamaan Qanun Sulaiman Al Qanuni dan Qanun Aceh
Terdapat beberapa persamaan yang dapat dilihat dari paparan di atas
antara hukum yang diterapkan pada masa Sultan Sulaiman Al Qanuni dan
Qanun Aceh di antaranya:
(a) Dalam pemberian hukum sultan sulaiman al qanuni tidak mengubah
hukum islam sedikit pun dan apa yang dilakukan sultan sulaiman al
qanuni bagi negaranya memberikan keadilan yang secara merata mulai
dari pelaksanaan hukum yang dilaksankan secara aturan dimana sultan
sulaiman al qanuni menjatuhkan hukum bagi pelanggar mencuri yaitu
dengan memotong tangan atau pun dendan sesuai dengan kapasitas
terhukum. Dan adapun menerapan hukun yang dilakukan sultan
sulaiman al qanuni dalam membagun tatanan hukum negara sultan
sulaiman memposisikan dengan penetapan al nisham al qadha al madani
(undang-undang peradilan perdata) dalam peradilan muncul mahkamah
nizhamiyah yang terdiri dari qadha al madani (peradilan perdata) dan
qadha syar’i (peradilan agama) yang mana memberikan indikasi antara
pemisah antara urusan agama dan dunia.

20 Aini Sofia,Berharuddin Abdullah, dkk., Islam Universalia Internasional Journal of Islamic

Studies and Social Sciences Vol.1,No 3,January 2020. hlm 433


21Saldi Isr, Pengujian Konstitusionalitas Perda (Jakarta: Keperpustakaan Populer Gramedia, 2020),

h.119.

Copyright © Tanfidziy
Qurratul Aini;
Sistem Penyusunan dan Penerapan Qanun Pada Masa Sultan Sulaiman Al Qanuni
dan Pemerintahan Otonomi Aceh 71

(b) Dalam hukum qanun Aceh bahwasnya diaceh menetapkan hukum yang
berdasarkan dengan ranah hukum adat di aceh sebagimana aceh
menerapkan sistem formil sejak bergulirnya Reformasi dimulai dengan di
sahkannya undang undang hingga dibentukanya undang undang, yang
mana menegaskan bahwa status keistimewaan aceh terletak pada
kewenangan kehidupan beragama, adat, pendidikan, dan ulama dalam
penetapan kebijakan daerah,. Dan lembaga yang menetapkan hukum si
aceh sendiri adalah mahkamah syariah untuk memeriksa memutus
mengadili dan menyelesaikan perkara seperti jinayah yang mana
ditetapkan hukuman cambuk terhadap pelaku denda dan penjara dan
sesuai dengan si pelaku dalam melakukan kejahatan.

2. Perbedaan Qanun Sulaiman Al Qanuni dan Qanun Aceh


Adapun dari segi perbedaan sistem hukum yang diterapkan pada masa
sultan sulaiman al qanuni dan qanun aceh.
Sistem qanun Sulaiman Al Qanuni
Pertama kali Sultan Sulaiman Al Qanuni melakukan upaya reformasi
undang-undang yang disesuaikan dengan perubahan zaman dan kondisi
kesultanan para ulama dalam upayanya menemukan solusi atas suatu
permasalahan hukum islam pada masa awal pembentukan kitab majalah. para
ulama Turki melakukan beberapa metode yaitu: 1).Menggunakan al
Qur’an,Sunnah dan Metode dalam ilmu fiqh sebagai sumber dari metode
takhrij al- hukm,2). Melakukan tarjih atas hasil ijtihad dan 3). Melakukan kajian
ulang atas pendapat fiqh yang telah ada dan 4). Mengambil salah satu pendapat
fiqh dalam mazhab tertentu untuk diikuti dan dijadikan dasar berfatwa.
Produk hukum yang di hasilkan, perkembangan hukum di daulah turki
utsmani, sebagaimana kontribusi sultan sulaiman al qanuni dalam membentuk
peradaban islam daulah Turki Utsmani sangatlah besar termasuk dibidang
hukum, sultan sulaiman menyusun hukum tersebut sesuai dengan
kapasitasnya sebagai pemimpin adapun hukum yang dihasilkan sulaiman al
qanuni meliputi hukum kanonik yang mana permasalahan hukum di bidang
pertanahan, perpajakan dan tindakan kriminal sebagian diantaranya mengatur
perkara-perkara pidana dan sebagian undang- undang ini berusaha
menjadikan hukum dan adat istiadat daerah yang ditaklukan selaras undang-
undang tunggal peradilan Daulah Turki Utsmani.
72 TANFIDZIY: Jurnal Hukum Tata Negara dan Siyasah
Vol. 1 No. 1 (2022)

Lembaga yang membantu dalam penerapan hukum, kitab kondifikasi


hukum islam disusun oleh para ulama yang tergabung dalam kondisi dibawah
pimpinan Ahmad Jaubat Basya Sultan pertama kali yang mengadakan
perbedaan antara urusan agama dan urusan dunia. Urusan agama diatur oleh
syari’at Islam (tasyr al- dini) dan urusan dunia diatur oleh hukum yang bukan
syari’at (tasyri madani), hukum syari’at terletak di bawah kekuasaan syaikh al
islam, sedangkan hukum bukan syari’at diserahkan kepada dewan perancang
hukum untuk mengaturnya, hukum yang bukan syari’at ini diadopsi dari
eropa, Prancis dan negeri asing lainnya.
Maka dengan penerapan al Nizham al qadha al madani (undang-undang
Peradilan perdata) dalam peradilan Muncul Mahkamah al nizhamiyah yang
terdiri dari Qadha al madani (peradilan perdata) dan qadha-Syari (Peradilan
Agama) dikatomi lembaga perdilan yang memberikan indikasi sudah adnya
pemisah antara urusan agama dan urusan dunia. Pengkodifikasian ini tidak
terlepas dari otoritas dan kefanatikan mazhab, ulama ulama yang tergabung
dalam komisi berasal dari mazhab Hanafi dan undang-undang yang dihasilkan
secara keseluruhan mengabaikan kontribusi mazhab mazhab lainnya,
kesultanan Turki Utsmaniyah pada awalnya tidak mengabut salah satu
mazhab, namun pada fase pemerintahan berikutnya penguasa kesultanan
Turki Utsmaniyah, mengundang mazhab Hanafi sebagai mazhab resmi dalam
hal fatwa dan peradilan.
Penerapan Hukum Pada Masa Sultan Sulaiman Al Qanuni, Perkembangan
pemerintahan kesultanan turki Utsmaniyah dipengaruhi oleh ulama – ulama
mazhab pada awal abad ke 16, dan dalam penerapan hukumnya turki merujuk
kepada mazhab Hanafi dan menjadikannya sebagai mazhab resmi bagi
negaranya, adanya kemajuan kebijakan yang ditempuh penguasa Kesultanan
Turki Utsmaniyah untuk menetapkan Mazhab resmi pemerintahan itu
didasarkan atas beberapa pertimbangan pemikiran diantaranya:
[1] Untuk mengurangi kadar pertentangan yang disebabkan adanya berbagai
mazhab dalam hukum islam, sehingga dapat menghambat penerapan dan
pelaksanaan hukum islam dalam masyarakat.
[2] Letak giografis perbedaan antara pusat pemerintahan Turki yang sangat
jauh di Makkah dan Madinah muncunya sikap kritis umat islam terhadap
hadis yang diragukan keshalihannya.
[3] Adanya presepsi dari bangsa turki bahwa hadis tersebut berisi adat dan
kebiasaan orang arab yang tidak mungkin sejalan dengan adat kebiasaan
orang turki sebagai penguasa.

Copyright © Tanfidziy
Qurratul Aini;
Sistem Penyusunan dan Penerapan Qanun Pada Masa Sultan Sulaiman Al Qanuni
dan Pemerintahan Otonomi Aceh 73

[4] Faktor nasionalisme dan keluwesan mazhab hanafi sebagai penyebab


dipilihnya mazhab hanafi sebagai mazhab resmi negara oleh penguasa
kesultanan Turki Utsmaniyah. Sistem pemerintahan dan sistem
administrasi peradilan diselengarakan berdasarkan syariat islam, unit
peradilan umum (peradilan perdata) berkerja sama dengan qadha yang
merupakan unit peradilan agama, disetiap unit kerja lembaga peradilan
khususnya peradilan agama, ditepatkan seorang komando polisi yang
berada di bawah komando qadha yang disebut juga subashi.

Dampak penerapan Qanun Sultan Sulaiman Al Qanuni, undang-undang


yang dibuat oleh Sultan Sulaiman Al Qanuni mampu memberikan keadilan
terhadap umat lain, sehingga seluruh penduduk Kristen maupun Yahudi
merasa mendapatkan keadilan. dan masa Sulaiman 1 (mem.1520-1560), seluruh
administrasi peradilan Turki utsmani bersumber pada Syari’ah, bahkan mereka
menciptakan unit-unit terkecil bagi administrasi sipil yang sama intensifnya
dengan qadha, distrik dimana qadhi berkuasa, mengangkat kepala polisi lokal
atas perintah-perintah qadhi, mereka menyelenggarakan latihan –latihan yang
seragam bagi ulama-ulama dan qadhi, mengangkat mereka dengan jabatan
yang diatur secara hierarki dan mereka diberi gelar Mufti Agung bagi Mufti
yang berkedudukan di Istanbul yang secara hierarkhi merupakan jabatan yang
tinggi dan digelari Syaikh al – Islam, mufti agung (syaikh al –islam ) tersebut
bertanggung jawab untuk menjamin terlaksananya hukum suci dalam Negara
dan berkewajiban memberi petunjuk kepada qadhi. Adapun kejayaan yang di
tempuh sulaiman al qanuni meliputi:22
(a) Pengelolaan pemerintahan yang baik
(b) Keadaan perekonomian yang baik
(c) Penguasaan ilmu pengetahuan dan budaya
(d) Militer yang kuat dan gencar melakukan ekpansi

22 Ibid
74 TANFIDZIY: Jurnal Hukum Tata Negara dan Siyasah
Vol. 1 No. 1 (2022)

Kedudukan Qanun dalam Sistem pemerintahan Aceh


Ketentuan qanun terdapat dalam UU No 11 Tahun 2006 tentang
pemerintah aceh yaitu:
(1) Qanun Aceh adalah peraturan perundang-undangan sejenis peraturan
daerah provinsi yang mengatur penyelenggraan pemerintahan dan
kehidupan masyarakat aceh (pasal 1 angka 21)
(2) Qanun kabupatem/kota adalah peraturan perundang-undangan
sejenis peraturan daerah kebupaten/kota yang mengatur
penyelenggraan pemerintahan dan kehidupan masyarakat
kabupaten/kota

Maka dari ketentuan kedua pasal diatas terlihat bahwa maksud dari qanun
dapat disamakan dengan peraturan daerah di provinsi lain di Indonesia tetapi
pada dasarnya pemahaman qanun yang disamakan dengan perda
sesungguhnya tidaklah tepat qanun merupakan suatu peraturan perundang
undangan yang diberlakukan di NAD yang isinya harus berlandaskan pada
syariat islam yang menjadi kekhususan dari NAD hal ini berbeda dengan
daerah lainnya yang aturan-aturan dalam perdanya tidak harus berlandaskan
ajaran ajaran islam selain itu berbeda dengan perda lainnya,di Indonesia aturan
aturan qanun dapat berisikan aturan aturan hukum tentan hukum secara
materil dan formil di mahkamah syari’ah.
UU nomor 12 tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-
undangan kedudukan qanun dipersamakan dengan perda di daerah lainnya,
menurut uu no 12 tahun 2011 disebutkan bahwa jenis dan hierarki peraturan
perundang-undangan adalah sebagai berikut (pasal 7 ayat 1 UU No 12
tahun2011), yaitu:23
(1) Undang undang dasar negara refublik Indonesia tahun 1945
(2) Ketetapan majelis permusyawaratan rakyat
(3) Undang undang/peraturan pemerintah pengganti undang undang
(4) Peraturan pemerintahan
(5) Peraturan presiden
(6) Peraturan daerah provinsi
(7) Peraturan daerah kabupaten/kota

23 http:www.jurnal.unsyiah.ac.id /qanun diakses pada tanggal 19 Agustus 2022

Copyright © Tanfidziy
Qurratul Aini;
Sistem Penyusunan dan Penerapan Qanun Pada Masa Sultan Sulaiman Al Qanuni
dan Pemerintahan Otonomi Aceh 75

Qanun memiliki kedudukan yuridis kuat dalam peraturan perundang-


undangan di Indonesia, Qanun diakui keberadaannya sebagai peraturan
perundang-undangan yang berwenang mengatur materi yang berkaitan
dengan penyelenggaraan pemerintahan dan kehidupan masyarakat Aceh.
Kehadiran Qanun sebagai amanat undang-undang pemerintahan Aceh. Untuk
menjelaskan dan mengimplementasikan kandungan makna UU No 11 Tahun
2006, Qanun Aceh memiliki kedudukan kuat,karena ia dalam kondisi tertentu
revisi dan pembatalannya tidak sama dengan ketentuan yang diberlakukan
untuk membatalkan perda pada umumnya.
Revisi dan pembatalan Qanun yang mengatur urusan pemerintahan
mengikuti ketentuan proses revisi dan pembatalan perda yang ditetapkan
dengan peraturan Presiden. namun Revisi pembatalan Qanun yang mengatur
urusan kehidupan masyarakat Aceh terutama yang berkaitan dengan Syari’at
Islam, yaitu melalui mekanisme yudicial review ke Mahkamah Agung RI.
Maka dari itu masing masing unsur terpenting menjadi karakteristik
dalam pluarisme hukum adalah berkerjanya semua sistem hukum secara utuh,
bukan parsial, hukum yang hidup dalam masyarakat didasarkan pada sebuah
kenyataan sosial masyarakat yang memiliki keanekaragamaan sistem hukum,
sebagai wujud dari indentitas agama dan adat masyarakatnya.
Kehidupan masyarakat harus di pertimbangkan dengan keinginan
masyarakat yang memiliki budaya yang sangat kuat. Maka sebagaimana mana
qanun aceh sangat pantas untuk diterapkan di Indonesia sebagaimana sistem
yang dianut sangat menyeimbangi dalam menerapkan hukum islam.
Konsep Syari’at Islam yang universal memerlukan derivasi aplikatif,
sehingga dapat dilaksanakan dalam realitas sosial masyarakat Aceh. upaya
melakukan derivasi terhadap sumber ajaran Islam yaitu al Qur’an dan al-
Sunnah sudah dilakukan oleh para Ulama melalui Ijtihad (legal reasoning) dan
hasilnya telah disusun di dalam berbagai buku fiqh, namun materi fiqh tidak
semuanya aplikatif dalam konteks pelaksanaan syari’at Islam di Aceh, terutama
ketika berhadapan dengan problematika kekinian dan sistem hukum nasional,
oleh karenanya, materi fiqh yang terdapat dalam sejumlah kitab fiqh sudah
semestinya dilakukan re-interpretasi penyesuaian pengembangan dan
positivikasi yang sesuai dengan kebutuhan hukum
Indonesia yang diberikan kepada daerah Aceh, kerena perjuangan dan
nilai- nilai hakiki masyarakat, yang tetap dipelihara secara turun temurun
sebagai landasan spiritual, moral dan kemanusiaan. keistimewaan yang
dimiliki Aceh meliputi: penyelenggaraan kehidupan beragama, adat
76 TANFIDZIY: Jurnal Hukum Tata Negara dan Siyasah
Vol. 1 No. 1 (2022)

pendidikan dan peran ulama dalam penetapan kebijakan daerah


Penyelenggaraan kehidupan beragama yang diwujudkan dalam bentuk
pelaksanaan Syari’at Islam dilakukan secara menyeluruh (Kaffah) Artinya.
Seluruh dimensi kehidupan masyarakat mendapat pengaturan dari hukum
sayari’ah pengaturan tersebut melimputi dimensi politik, pemerintahan,
hukum. Ekonomi, pendidikan, kesehatan, sosial- budaya, dan lain-lain, oleh
karenanya, hukum yang diberlakukan di Aceh adalah hukum yang bersumber
pada ajaran agama yaitu Syari’at Islam.
Maka dapat dicermati sebagaimana bahwa dalam pasal 29 UUD 1945 ayat
(2) dimana Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk
memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan
kepercayaannya itu, kata jaminana dalam pasal 29 UUD 1945 jelas bermakna
Imperatif artinya Negara berkewajiban melakukan upaya-upaya agar tiap
penduduk memeluk agama dan beribadat menurut agama dan kepercayaannya
itu, keaktifan Negara di sini adalah memberikan jaminan bagaimana penduduk
dapat memeluk dan menjalankan agamanya.
Dalam konteks syari’at Islam di Aceh Negara bukan hanya berperan
menfasilitasi kehidupan keagamaan, tetapi juga Negara terlibat mendesain
formulasi-formulasi hukum yang bersumber pada ajaran agama Islam melalui
kegiatan legislasinya (taknin) Keikutsertaan Negara dalam menjalankan
Syari'at Islam’di Aceh sebagai kewajiban konstitusional. Peran yang
ditampilkan Negara dalam rangka pelaksanaan syari’at islam di Aceh ,
berangkat dari pengakuan konstitusi UUD 1945 yang mengakui dan
menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau
istimewa.

Copyright © Tanfidziy
Qurratul Aini;
Sistem Penyusunan dan Penerapan Qanun Pada Masa Sultan Sulaiman Al Qanuni
dan Pemerintahan Otonomi Aceh 77

KESIMPULAN
Sistem Qanun pada masa Sultan Sulaiman al Qanuni dilakukan dengan
cara memodifikasi hukum yang beliau lakukan dengan langkah, menetapkan
mazhab yang resmi bagi negara, kemudian menyusun pendapat mazhab
tersebut. Sultan Sulaiman Al Qanuni juga mengoplikasi qanunnya dari mazhab
yang berbeda dan pengadopsi perundang-undangan modern yang di anggap
sesuai dengan hukum Islam, Sistem qanun aceh bahwa proses penyusunan
materi hukum yang pembahasannya secara mendalam dan berjenjang yang
banyak melibatkan berbagai ahli dengan lintas disiplin ilmu yang meliputi
hukum fiqh yang telah diproses melalui taqnin yang mana telah menjadi
hukum postif nasional Indonesia yang hanya berlaku di wilayah Aceh
Perbandingan pembentukan Qanun Sultan sulaiman al qanuni dan qanun
ach Persmaaan dan perbedaan sistem Qanun Aceh dan Qanun Sulaiman al
Qanuni Sistem penyusunan di Qanun di Aceh merupakan hasil Ijtihad Ulama
dan Umara di Aceh, Materi hukum fiqh yang dituangkan dalam Qanun Aceh
melalui Taknin, yaitu proses Proses Taqnin dilakukan oleh Badan Legislasi
Dewan Perwakilan Rakyat (DPRA) bersama dengan tim Pemerintahan Aceh,
Materi hukum fiqh yang telah melalui taqnin telah menjadi hukum positif
nasional Indonesia yang hanya berlaku di wilayah Aceh, oleh karena itu, materi
fiqh yang bersumber dari al Qur’an dan al-Sunnah dan telah ditetapkan menjadi
Qanun Aceh, akan dilaksanakan penegakannya oleh aparat hukum negara
Indonesia di Aceh seperti: polisi, jaksa, hakim, dan advokad. bahwasannya
penyusunan Qanun Masa Sultan Sulaiman Al Qanuni mengkombinasi antara
hukum Islam murni, yang terdapat dalam suatu mazhab tertentu dengan
hukum modern Eropa namun dengan Syarat harus sejalan dengan hukum
Islam, semua aturan aturan perundang-undangan yang diterapkan tidak
terlepas dari bantuan dari para ulama –ulama dan mulfi Agung sedangkan
Qanun di Aceh Penyusunanya bersumber dari hukum Islam murni selama
tidak bertentangan dengan hukum negara.
Kedudukan Qanun dalam pemerintahan Aceh menurut ketentuan pasal 21
dan pasal 22 undang-undang nomor 11 tahun 2006 tentang pemerintahan Aceh
dijelaskan bahwa qanun Aceh adalah peraturan perundang –undangan sejenis
peraturan daerah provinsi yang mengatur penyelenggaraan pemerintahan dan
kehidupan masyarakat aceh . UU nomor 12 tahun 2011 tentang pembentukan
peraturan perundang-undangan kedudukan qanun dipersamakan dengan
perda di daerah lainnya.
78 TANFIDZIY: Jurnal Hukum Tata Negara dan Siyasah
Vol. 1 No. 1 (2022)

DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:
Rineka Cipta, 2002.
Berutu, Ali Geno. “Penerapan Qanun Aceh Di Kota Subulussalam: Kajian Atas
Qanun No. 12, 13 Dan 14 Tahun 2003.” Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah, 2016.
Dr. Ali Mutakin, MA. Pembaharuan Hukum Keluarga Di Dunia Islam. Bandung:
Cv. Media Sains Indonesia, 2021.
Karina, R. Nadila Andiani. “Pemberlakuan Qanun Aceh Dalam Sistem Hukum
Negara Kesatuan Republik Indonesia.” Universitas Katolik Parahayangan,
2017. http://hdl. handle.net/123456789/4383.
M. Sulaeman Jajli. Fiqih Madhzab Ala Indonesia Dalam Wasiat Dan Hibah.
Yogyakarta: Cv. Budi Utama, 2015.
Marzuki, Prof. Dr. Peter Mahmud. Penelitian Hukum: Edidi Revisi. Jakarta Timur:
Kencana Prenada Media Group, 2019.
Mukhsin, Abd. “Turki Usmani Dan Politik Hukumnya” XXXIII, no. 2 (2009):
216–25. https://doi.org/ http:// dx.doi.org/ 10.30821/miqot.v33i2.192.
Prof. Dr. Saldi Isr, SH. Pengujian Konstitusionalitas Perda. Jakarta:
Keperpustakaan Populer Gramedia, 2020.
Prof.Dr.Syahrizal Abbas, MA. Filosofi Pelaksanaan Syariat Islam Di Aceh. Banda
Aceh: Percetakan UIN Ar-Raniry, 2018.
Soerjono Soekanto. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI-Press, 2010.
Sulaiman Tripa. Antologi Opini Serambi Indonesia. Banda Aceh: Bandar
Publishing, 2019.
Ulum, Miftahul Moh. Mujibur Rohman Mohsi. “Taqnīn Al-Ahkām (Telaah
Sejarah Legislasi Hukum Perdata Islam Dalam Hukum Nasional
Indonesia).” Ulûmuna: Jurnal Studi Keislaman 6, no. 1 (2020).
https://doi.org/https: //doi.org /10.36420/ju.v6i1.3957.
Zulfikar, Ahmad. “Kepemimpinan Dan Kontribusi Sulaiman Alqanuni Di
Turki Utsmani (Suatu Tinjauan Sejarah).” Jurnal Rihlah 06, no. 1 (2018).
https://doi.org/https: //doi.org/10.24252/rihlah.v6i1.5459.

Copyright © Tanfidziy

You might also like

pFad - Phonifier reborn

Pfad - The Proxy pFad of © 2024 Garber Painting. All rights reserved.

Note: This service is not intended for secure transactions such as banking, social media, email, or purchasing. Use at your own risk. We assume no liability whatsoever for broken pages.


Alternative Proxies:

Alternative Proxy

pFad Proxy

pFad v3 Proxy

pFad v4 Proxy