Hi - 2023

Download as doc, pdf, or txt
Download as doc, pdf, or txt
You are on page 1of 347

HUKUM INTERNASIONAL

Edward M.L Panjaitan, S.H.,LL.M

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS


KRISTEN INDONESIA
2023

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 1


Overview
International Law at Glance :

1.https: /youtu.be/bW7OWov9Adg
2.https://youtu.be/jgEkWVcF06c
3.https://youtu.be/vFw9pFXJaqg://
youtu.be/vFw9pFXJaqg.
4.https:https://youtu.be/3-O7wfeQ6es/
youtu.be/3-O7wfeQ6es
2
• https://www.youtube.com/watch?
v=WAnfj8v5acM&t=5s

3
Definisi HI
1.The Law of Nations, or International Law,
may be defined as the body of rules and
principles of action which are binding upon
civilized states in their relations with one
another". (Brierly, 1972 : 1).

2. Law of Nations or International law (Droit


des Gens, Volkerrecht) is the name for the body
of customary and conventional rules which are
considered legally binding by civilized states in
their intercourse with eac
h other" (Oppenheim, 1952 : 4).

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 4


3.International Law may be defined as that body of law
which is composed for its greater part of the principles
and rules of conduct which states feel themselves bound
to observe, and therefore, do commonly observe in their
relations with each other, and which includes also :
a. the rules of law relating to the functioning of
international institutions or organizations, their relations
with each other and their relations with states and
individuals, and
b. certain rules of law relating to individuals and non state
entities so far as the rights or duties of such individuals
and non states entities are the concern of the
international community". (Starke, 1984 : 1).

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 5


“Aturan-aturan perilaku yang mengikat negara-
negara, mengatur berfungsinya organisasi-
organisasi internasional, mengatur hubungan
organisasi internasional yang satu dengan yang
lainnya, mengatur hubungan organisasi
internasional dengan negara-negara dan
individu, dan aturan-aturan hukum tertentu
yang bertalian dengan individu dan satuan-
satuan bukan-negara sejauh hak dan kewajiban
mereka merupakan kepentingan masyarakat
internasional).” (Starke)

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 6


3.International Law may be defined as a
body of rules which nations-states
consideras legally binding upon them in
their relations interse". (Hingorani,
1984 : 9).

4. International Law is the system of law


which governs relations between states".
(Akehurst, 1986 : 1).

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 7


5.Hukum Internasional Publik : keseluruhan
kaedah-kaeadah dan asas – asas hukum yang
mengatur hubungan atau persoalan yang
melintasi batas-batas negara (hubungan
internasional) yang bukan bersifat perdata".
(Mochtar, 1978 : 1).

“Himpunan kaidah-kaidah dan azas-azas


tindakan yang mengikat bagi negara-negara
yang beradab dalam hubungan mereka
antara yang satu dengan yang lainnya.”
(Brierly).

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 8


PENGERTIAN
Hukum Internasional = Hukum Internasional
Publik ≠ Hukum Perdata Internasional
Hukum Internasional Publik ialah keseluruhan
Kaidah & asas hukum yg mengatur hubungan atau
persoalan yg melintasi batas negara (hubungan
internasional) yg bukan bersifat perdata, antara :
1. negara dgn negara;
2. negara dgn subjek hukum lain bukan negara;
atau
3. subjek hukum bukan negara satu sama lain.
Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 9
Hukum Perdata Internasional ialah
keseluruhan kaidah & asas hukum yg
mengatur hubungan perdata yg melintasi
batas negara.

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 10


Hukum Internasonal Publik dan
Hukum Internasional Privat
Hukum Perdata Internasional ialah keseluruhan
kaedah dan asas hukum yang mengatur hubungan perdata
yang melintasi batas negara atau hukum yang mengatur
hubungan hukum perdata antara para pelaku hukum yang
masing2tunduk pada hukum perdata (nasional) yang
berlainan.
Hukum Internasional (publik) adalah Keseluruhan
kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan atau
persoalan yang melintasi batas negara (hubungan
internasional) yang bukan bersifat perdata.

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 11


ISTILAH – ISTILAH

• Hukum Bangsa Bangsa (Law of Nations,


droits de gens, Voelkerrecht)

• Hukum Antar Bangsa atau Hukum Antar


Negara (Inter State Law)

• Hukum Dunia (World Law)

• Hukum Internasional (Internasional Law)

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 12


A. Batasan dan pengertian “Hukum
Internasional”
Di dalam mempelajari bidang ilmu tertentu,
batasan dan pengertian bidang ilmu tersebut
perlu diketahui karena:
1. Batasan dan pengertian akan menciptakan
fokus yang jelas tentang objek studi.
2. Batasan dan pengertian akan menunjukkan
perbedaan dan titik temu antara bidang ilmu
yang satu dengan bidang ilmu yang lain.

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 13


Pengertian “Hukum Internasional”

“Hukum” adalah norma yang mengikat


“Internasional” artinya melewati batas-
batas antar negara.

“Norma yang bersifat mengikat dan


mengatur hubungan antar negara.”

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 14


• Pengertian Hukum Internasional:
- Norma-norma hukum
- Subjek-subjek Hukum Internasional
- Lingkup internasional

• Hukum Internasional berkaitan dengan:


- Sejarah Dunia
- Hubungan Internasional
- Hukum Perdata Internasional
- Ekonomi Politik Internasional
Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 15
Spesialisasi substansi Hukum Internasional

1. HK. Perjanjian Internasional (Inter’l Law of the Treaties)


2. HK. Diplomatik & Konsuler (Diplomatic & Consular Law);
3. HK Udara & Ruang Angkasa (Air & Space Law)
4. HK Laut Internasional (International Law of the Sea)
5. HK Humaniter Internasional (Inter’l Humanitarian Law)
6. HK. O r g an i sasi I n tern asi on al ( I n tern
ati on al
Organizational Law)
7. HK. L i n g ku n g an I n tern asi on al ( I n tern
ati on al
Environmental Law)
8. HK. Perdagangan Internasional (International Trade
Law)
9. Penyelesaian Sengketa Internasional (International
Dispute Settlement).
Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 16
▪ Etc.

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 17


Sejarah Hukum Internasional

1. Sejarah HI sebagai PRAKTIK


Melihat perilaku negara-negara yang
menunjukkan keberadaan norma-norma
Hukum Internasional.

2. Sejarah HI sebagai DISIPLIN ILMU


Melihat pemikiran-pemikiran yang membentuk
Hukum Internasional sebagai disiplin ilmu.

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 18


Sejarah HI sebagai PRAKTIK
Contohnya:
- “ubi societas, ibi ius” ! HUKUM
- Masyarakat ‘negara’ ! HUKUM ANTAR NEGARA
Perkembangan HI sebagai praktik:
(a) Masa PERADABAN KUNO;
(b) Masa ABAD PERTENGAHAN EROPA;
(c) M a s a E R O P A P A S C A P E R J A N J I
A N WESTPHALIA;
(d) Masa ANTARA DUA PERANG DUNIA; dan
(e) Masa MODERN
Copyright by Edward Panjaitan 2018(c) 18
(a) Masa PERADABAN KUNO

❑ MESOPOTAMIA (3100 SM):


Monumen pengakhiran perang dan arbitrase
antara kerajaan Lagash dan Umma.
❑ MESIR KUNO (1279 SM):
Perjanjian persahabatan (amity pact) antara
Ramses II dari Mesir dengan Hattusili II dari
Kheta, dengan menggunakan bahasa Akkadia
sebagai ‘bahasa diplomatik’ saat itu.
❑ IBRANI KUNO
Ketentuan-ketentuan tentang hukum perang
(Kitab Ulangan 20).

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 19


❑ CINA KUNO (470 SM):
Confucius pernah menggagas perlunya
perserikatan diantara kerajaan-kerajaan di
Cina Kuno pada saat itu.
❑ YUNANI KUNO
Negara-negara kota pada masa Yunani Kuno
mengenal lembaga proxenoi yang mirip
dengan konsul kehormatan (honorary consul)
pada masa sekarang.
❑ INDIA KUNO
Epos Ramayana dan Mahabharata mencatat
praktik-praktik hukum diplomatik dan hukum
perang yang diterapkan oleh
kerajaan-kerajaan pada masa India Kuno.

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 20


( b) Masa ABAD PERTENGAHAN EROPA

Ketika peradaban-peradaban kuno mulai surut,


dengan landasan ajaran Kristen di Eropa muncul
sebagai peradaban baru pada Abad Pertengahan.
Meski saat itu ada banyak kerajaan di Eropa, HI
justru tidak berkembang, karena:
• Kerajaan-kerajaan bersifat inward-looking;
• Kerajaan-kerajaan disatukan di bawah
kekuasaan Paus dan Kaisar Romawi Suci
(Charles the Great, AD 800).

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 21


Kondisi stagnan dalam perkembangan HI di
Eropa akhirnya berakhir dengan munculnya
gerakan Reformasi yang melahirkan aliran
Protestantisme dalam agama Kristen (Martin
Luther, Calvin).
Ketika kelompok Protestan semakin kuat dan
terang-terangan menentang otoritas Paus,
perang bernuansa agama meletus di Eropa
antara kekuatan Katolik pendukung Paus dengan
kekuatan Protestan penentang Paus.

! PERANG 30 TAHUN (1618-1648)

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 22


MARTIN LUTHER AND JOHN CALVIN

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 23


(c) Masa EROPA PASCA-PERJANJIAN WESTPHALIA

Perang Tiga Puluh Tahun pada akhirnya usai dengan


disepakatinya Perjanjian Westphalia pada tahun 1648.
Dalam sejarah Hukum Internasional, Perjanjian
Westphalia memiliki arti penting karena:
✓ Kerajaan-kerajaan menjadi lebih independen, tidak
didominasi oleh kepentingan agama melainkan
nasionalisme.
✓ Muncul konsep Sekularisme
✓ Dikenalnya konsep “Nation”
✓Dikenalnya demokrasi
✓Munculnya negara-negara baru: Belanda, Luxemburg,
Belgia, dll

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 24


ISI PERJANJIAN WESTPHALIA

1. Mengakhiri Perang selama 30 th di Eropa dan


meneguhkan perubahan dalam dunia politik
karena perang
2. Perj. Wesphalia mengakhiri Kaisar Romawi
Suci
3. Hu b. A n tara n eg ara2 d il ep askan
d ari persoalan hub. Kegerejaan dan
didasarkan atas kepent. Nas. Negara masing-
masing.
4. Kemerdekaan negara Belanda, Swiss dan
Jerman yang diakui dlm Perj. Westphalia
Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 25
Masyarakat Eropa berdasarkan Perjanjian
WESTPHALIA
1. Hub. Nasional yg satu dgn yg lainnya
didasar’ atas Kemerdekaan dan Persamaan
derajat, berdaulat.
2. Hub. Antara negara2 berdasar’ atas hkm
yg banyak mengambil alih pengertian
lembaga hkm Perdata dan Hkm. Romawi
3. Negara mrpkan teritorial yg berdaulat
4. Tidak adanya Mahkamah Int’l dan
kekuatan polisi Int’l untuk memaksakan
ditaatinya ketentuan Hkm Int’l

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 26


5. Negara mengakui adanya Hkm. Int’l sbg hkm
yg mengatur hub. Antar negara ttp
menekankan peranan yg besar bagi negara
dalam kepatuhannya thd hkm ini
6. Masy. Negara-negara tidak mengakui
kekuasaan diatas mereka spt seorang Kaisar
pd zaman abad pertengahan dan Paus sbg
Kepala Gereja.
7. Anggapan thd perang yg dgn lunturnya segi2
keagamaan beralih dr anggapan mengenai
doktrin ttg Ajaran Perang Suci kearah ajaran
yg menganggap perang sbg salah 1 cara
penggunaan kekerasan.

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 27


Setelah Perjanjian Westphalia disepakati, Hukum
Internasional mulai bertumbuh di Eropa. Namun
saat itu Hukum Internasional hanya dianggap
berlaku di antara negara-negara Eropa, dan
dianggap tidak layak diberlakukan bagi negara-
negara lain di luar Eropa yang dipandang inferior
(lebih rendah) dari pada bangsa Eropa.
! “a white men’s club”
Keadaan ini berlangsung sampai tahun 1905 saat
Jepang (non-Eropa) mengalahkan Rusia (Eropa)
dalam Perang Russia-Jepang.

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 28


Kekalahan Rusia atas Jepang mulai
membuka peluang bagi negara-negara
non-Eropa untuk ikut sert
a d a l a m menerapkan Hukum
Internasional.

Meski demikian, keikutsertaan negara-


negara non-Eropa dalam sistem Hukum
Internasional masih dibatasi oleh standar
“kekuatan militer” yang dibuat oleh
negara-negara Eropa.
Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 29
(d) Masa ANTARA DUA PERANG DUNIA

Pada tahun 1914-1918 negara-negara terlibat


dalam Perang Dunia I. Tahun 1939-1945 kembali
negara-negara terlibat dalam Perang Dunia II.
Di antara kedua peristiwa tersebut, tonggak yang
penting dalam sejarah Hukum Internasional
adalah pembentukan Liga Bangsa-bangsa
(League of Nations) yang menjadi cikal-bakal
PBB di kemudian hari. Pada tahap ini negara-
negara mulai memandang bahwa kerjasama
an tar - n eg ar a sec ar a u n iversa l p
erl u dilembagakan.

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 30


(e) Masa MODERN

Sejarah Hukum Internasional pada masa modern


dimulai pada tahun 1945 menjelang berakhirnya
Perang Dunia II, saat Perserikatan Bangsa-bangsa
(PBB) terbentuk selepas Perang Dunia II banyak
negara-negara non-Eropa yang semula menjadi
koloni negera-negara Eropa memerdekakan diri
menjadi negara yang independen.
Negara-negara ini lantas menjadi kekuatan yang
dipertimbangkan dalam politik internasional. Sejak
saat itu Hukum Internasional berlaku universal.

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 31


Sejarah HI sebagai DISIPLIN ILMU

Sejarah HI sebagai disiplin ilmu dapat dibagi


menjadi 3 periode: (a) Masa pra-Grotius / pre-
Grotian; (b) Masa Grotius / Grotian dan (c) Masa
pasca-Grotius / post-Grotian

Periodisasi tersebut didasarkan pada sosok dan


karya Hugo Grotius yang dianggap sebagai
perintis studi Hukum Internasional.

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 32


(a) Masa pra-Grotius

Sejarah Hukum Internasional sebagai bidang


ilmu pada masa pra-Grotius mencakup masa
sebelum abad ke XVI.

Sudah ada pemikiran tentang HI, namun belum


bersifat komprehensif.
(St.Agustinus: hukum perang, Francesco Vittoria:
HAM, St.Thomas Aquino: hukum perang)

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 33


(b) Masa Grotius

Pada Masa Grotius, HI mulai dipelajari secara


sistematik dan komprehensif sebagai bidang ilmu
tersendiri. Masa ini ditandai oleh karya klasik
Grotius, yaitu “De Iure Belli ac Pacis” (The
Law of War and Peace).

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 34


Hugo Grotius
the Father of International Law

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 35


(c) Masa pasca-Grotius

Pada Masa pasca-Grotius, spesialisasi dilakukan


terhadap bidang-bidang HI: Hukum Perjanjian
Internasional, Hukum Perang, Hukum Laut
Internasional, Hukum Organisasi Internasional,
Hu ku m Ek on omi I n tern asi on al , Hu
k u m D i p l o m a t i k d a n Ko n s u l e r, H
u k u m U d a ra Internasional, Hukum Ruang
Angkasa, dsb.

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 36


Kritik terhadap HI:

▪ HI tidak memiliki sistem sanksi yang tegas


▪HI bukan produk dari lembaga legislasi
▪HI tidak dapat mengatasi perang

Kritik tajam terhadap hakekat HI sebagai


‘hukum’ antara lain didasarkan pada pendapat
John Austin (Ajaran Legisme):
“HUKUM ! dikeluarkan oleh otoritas legislatif
dan disertai sanksi yang tegas.”

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 37


HUKUM INTERNASIONAL
MORAL ATAU HUKUM ?
Menurut Austin:
Hukum Internasional moral, karena tidak
ditetapkan dan tidak dipaksakan oleh
penguasa politik yang berdaulat.

FAKTA HUKUM:
1. Hukum Kebiasaan adalah Hukum (Sumber HK)
2. Bila Hukum Internasional bukan hukum, maka
masyarakat akan kacau
3.Fakta menunjukkan bahwa Hukum
Internasional adalah hukum

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 38


Kelemahan pandangan Austin:
Sanksi ! sebagai penguat, tidak diperlukan jika
norma sudah ditaati.

TIDAK DITAATI

NORMA SANKSI

DITAATI

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 39


Realitas HI sebagai hukum:

• HI selalu ditangani sebagai ‘hukum’ oleh


negara-negara
• Tidak semua hukum merupakan produk
lembaga legislasi.
• HI tidak semata-mata berkaitan dengan
perang, ada banyak bidang yang diatur
HI.
SIFAT HAKEKAT MENGIKATNYA
HUKUM INTERNASIONAL

• Apakah yang menjadi dasar kekuatan


mengikatnya HI ?

Mengingat HI tidak memiliki lembaga2


yang lazim diasosiasikan dgn hukum
pelaksanannya.
TEORI MENGIKATNYA HI
1. TEORI HUKUM ALAM (NATURAL LAW THEORIE)

2. TEORI KEHENDAK NEGARA (VOLUNTARIS


THEORIE)

3. TEORI KEHENDAK BERSAMA (VEREINBARUNGS


THEORIE)

4. TEORI NORMA HUKUM


TEORI HUKUM ALAM (NATURAL LAW THEORIE)
Tokoh : HUGO GROTIUS, EMMERICH VATTEL
Hk. Alam diartikan sbg hk. ideal yg didasarkan atas
hakikat manusia sbg makhluk yg berakal atau
kesatuan kaidah yg diilhamkan alam pd akal manusia.
Ajaran :
HI itu mengikat krn bersumber dari hk alam yg
Diterapkan pd kehidupan Masyarakat bangsa2.
Negara terikat atau tunduk pd HI dlm hub.antara
mereka satu sama lain krn HI bagian dr hk. yg lebih
tinggi yaitu hk. Alam.
Kelemahan/keberatan :
apa yg dimaksud dgn hk. Alam itu sangat
samar & bergantung kpd pendapat subyektif
ybs mengenai keadilan, kepentingan
masyarakat internasional dll konsep yg serupa.

Kelebihan :
ajaran ini krn idealisme nya yg tinggi telah
menimbulkan keseganan thd HI & telah
meletakkan dasar moral & etika yg berharga bg
HI, jg bg perkembangannya selanjutnya.
TEORI KEHENDAK NEGARA(VOLUNTARIS THEORIE)

Tokoh : HEGEL, GEORGE JELLINECK, ZORN


Ajaran :
• Negara mrpk sumber segala hukum & HI itu
mengikat krn kemauan negara itu sendiri utk mau
tunduk pd HI.
• HI itu tdk lain drpd HTN yg mengatur hubungan LN
suatu negara (auszeres staatsrecht).
• Mrpk pencerminan dr teori kedaulatan & aliran
positivisme yg berkembang di benua Eropa
terutama di Jerman pd abad ke-19.
• Memandang HI sbg hk. perjanjian antara negara2,
disini teori kehendak negara mempunyai titik
pertemuan dgn teori alam ttg perjanjian.
Kelemahan/keberatan :
▪ Tdk dpt menerangkan dgn memuaskan
bagaimana caranya HI yg bergantung kpd
kehendak negara yg dpt mengikat negara
itu.

• Tdk menjawab pertanyaan mengapa suatu


negara baru yg munculnya dalam masyarakat
internasional sudah terikat oleh HI lepas dari
mau atau tdk maunya negara tunduk pada HI.
TEORI KEHENDAK BERSAMA
(VEREINBARUNGS THEORIE)
Tokoh : TRIEPEL
Mrpk penyempurnaan atas Teori Kehendak Negara
(Voluntaris Theorie)
Ajaran :
berusaha membuktikan bahwa HI itu mengikat
bagi negara, bukan krn kehendak mereka 1 per 1
utk terikat, melainkan krn adanya suatu kehendak
bersama (vereinbarung) yg lebih tinggi dari
kehendak masing2 negara utk tunduk pd HI.
TEORI NORMA HUKUM
Tokoh : MAZHAB WIENA HANS KELSEN
Ajaran :
▪ Norma hukumlah yg mrpk dasar terakhir kekuatan mengikat
HI.
▪ Mengikat suatu kaidah HI didasarkan pd suatu kaidah yg
lebih tinggi yg pd gilirannya didasarkan pula pd suatu
kaidah yg lebih tinggi lg & demikian seterusnya, hingga
akhirnya sampailah pd puncak piramida kaidah hukum yaitu
tempat terdapatnya kaidah dasar (Grundnorm) yg tdk dpt
lg dikembalikan pd suatu kaidah yg lebih tinggi, melainkan
harus diterima adanya sbg suatu hipotese asal(Ursprungs
hypothese) yg tdk dpt diterangkan scr hk.
▪ asas pacta sun servanda sbg kaidah dasar (Grundnorm) HI.
Kelemahan/keberatan :

ajaran ini memang dpt menerangkan


secara logis darimana kaidah HI itu
memperoleh Kekuatan mengikatnya, tetapi
tidak dapat menerangkan mengapa kaidah
dasar itu sendiri mengikat.
TEORI FAKTA
KEMASYARAKATAN (FAIT
SOCIAL THEORIE)
Tokoh : MAZHAB PERANCIS FAUCHILE, SCELLE,
DUGUIT
Ajaran :
Kekuatan mengikat HI seperti jg segala hukum,
adalah pd faktor biologis, sosial, sejarah
kehidupan manusia yg dinamakan fakta
kemasyarakatan (fait social), yaitu bahwa
mengikatnya hukum itu mutlak perlu utk dpt
terpenuhinya kebutuhan Manusia (bangsa) utk
hidup bermasyarakatan.
MENGAPA HI DIPATUHI

1. Kebutuhan dan kepentingan bersama


akan jaminan kepastian hukum.
2. Biaya-biaya politik dan ekonomi yg harus
dibayar jika melanggar HI.
3. Sanksi-sanksi yg dijatuhkan negara lain,
OI dan pengadilan
4. Faktor phisikologis takut dikecam atau
dikucilkan.
PERAN DAN PERKEMBANGAN HI
▪ HI mengatur berbagai aktivitas negara.
Faktor2 yg mempengaruhi perkembangan HI :

1. Meningkatnya jumlah negara baru akibat


dekolonisasi.
2. Munculnya berbagai Organisasi Internasional
3. Diakuinya individu sebagai Subyek HI
4. Perkembangan teknologi dan komunikasi
5. Munculnya non-state aktor ( NGO dan TNCs)
6. Era Globalisasi.
7. Isu yang mengglobal
HI SBG INSTRUMEN POLITIK NEGARA MAJU
(Hikmahanto)
• 1. Sebagai pengubah konsep.
• 2. Sebagai sarana intervensi
urusan domestik .
• 3. Sebagai alat penekan - Misal : Non
Proliferation Treaty.
• 4. Menolak tekanan dari luar.
INDONESIA dan Hukum Internasional

• Keberhasilan :
1. Diakuinya konsep negara kepulauan
dalam Konvensi Hukum Laut 1982.
Deklarasi Juanda 1957 – dituangkan dlm
UU No. 4 Prp 1960.
2. Argumen Indonesia untuk tidak,
membayar ganti rugi berdasarkan :
prompt, adequate dan efektif dlm kasus
Bremen Tobacco.
Lanjutan
• Indonesia ikut menjaga perdamaian dunia dan dan
telah diterima sebagai Anggota Tidak Tetap DK
PBB sebanyák 4 kali (1973, 1995, 2007, dan 2019)
• Indonesia telah bergabung dan berperan aktif
dalam banyan Organisasi Internasional dan
Regional
• Dalam Treaty Room Kemlu RI, tercatat Indonesia
telah menandatangani dan menjalankan 5.920
perjanjian internasional, sejak Proklamasi
kemerdekaan tahun 1945

55
• Terlibat dalam mekanisme penyelesian
sengeketa secara damai di level
internasional. Misalnya: Kasus Pulau
Sipadan dan Ligitan
• Dalam perdagangan internasional;
Indonesia menjadi Complainant di 11
Kasus, menjadi Respondent sebanyak 14
Kasus dan sebagai Pihak Ketiga sebanyák
38 kasus di WTO
56
• Kegagalan:
• 1. Kegagalan Indonesia memperjuangkan
• Geo Stationary Orbit (GSO) sebagai
• bagian dari Indonesia untuk, mengingat
• GSO terletak di katulistiwa. Diratifikasi
• nya Space Treaty 1967 oleh Indonesia
• 2002.
2. Kegagalan daiam kasus Sipadan dan
ligitan. Putusan Mahkamah
Internasional 17 Desember 2002.
Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 57
PENGGUNAAN HI OLEH NEGARA MAJU

Negara maju menggunakan Perjanjian


ternasional untuk kepentingan negaranya.

Ketergantungan ekonomi yg tinggi Indonesia


terhadap negara maju dan lembaga
keuangan internasional dapat dijadikan alat
utuk mempengaruhi kebijakan ekonomi
Indonesia.

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 58


Hubungan Antara
Hukum Internasional
dan Hukum Nasional

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 59


Pengantar Hubungan HI dan HN

Pentingnya pemahaman hubungan HI dan HN


- Tidak semata-mata kepentingan akademik
- Kebutuhan praktek
- Klarifikasi hukum perjanjian

Masalah utama hubungan HI dan HN :


- satu sistem atau dua sistem hukum
- masalah hiearki, supremasi, keutamaan
Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 60
Dasar Berlakunya
Hukum Internasional

Voluntarisme Obyektifisme

• hubungan antara hukum nasional & hukum internasional

Dualisme Monisme
Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 61
Paham Dualisme

• Berasal dari teori dasar berlakunya hukum


internasional yang mendasarkan atas
kemauan negara.
• Paham diatas mengakibatkan suatu anggap
an dimana hukum nasional & hukum
internasional adalah dua sistem hukum yang
berbeda & terpisah satu sama lain.
• Dipelopori oleh Triepel (1899) & Anzilotti
(1923)
Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 62
Paham Dualisme

HUKUM NASIONAL HUKUM INTERNASIONAL

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 63


Paham Dualisme
• HI dan HN adalah 2 sistem hukum yang ter
pisah & independen. HN bersumber pada
kehendak negara, sedangkan HI bersumber
pada kehendak bersama (msy negara).
• Keduanya memiliki subyek yang berbeda.
Subyek hukum nasional adalah perorangan /
badan hukum (perdata/publik), sedangkan
subyek hukum internasional adalah negara.
• Keduanya berbeda struktur organ pelaksana
nya (eksekutif, legislatif, yudikatif).
Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 64
Akibat Hukum dari Dualisme
• Kedua sistem tersebut tidak mungkin
mendasarkan / bersumber kepada satu
sama lain. (tidak ada persoalan hierarki)
• Tidak mungkin ada pertentangan diantara
nya, yang ada hanya penunjukan kembali
(renvoi).
• Untuk memberlakukan HI ke dalam HN,
diperlukan transformasi hukum.
• Kritik terhadap teori dualisme.
Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 65
MONISME

Hukum Internasional

Hukum Nasional

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 66


Paham Monisme

• Beranggapan bahwa hanya ada satu sistem


hukum di dunia yang mengatur kehidupan
manusia: HI dan HN adalah satu kesatuan
sistem hukum.
• Menimbulkan persoalan hubungan hierarki
atau keutamaan: Monisme dengan primat
hukum nasional & Monisme dengan primat
hukum internasional
• Kritik terhadap teori monisme
Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 67
MONISME

Monisme Primat Monisme Primat


Hukum Nasional Hukum Internasional

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 68


Monisme Primat Hukum Nasional
• Beranggapan bahwa HN adalah hukum
yang utama daripada HI
• Beranggapan bahwa HI merupakan lanjutan
dari HN untuk urusan-urusan luar negeri.
• Beranggapan bahwa HI bersumber kepada
HN
• Kelemahan paham monisme primat HN
Monisme Primat Hukum Internasional

• Beranggapan bahwa HI adalah hukum


yang lebih tinggi daripada HN
• Beranggapan bahwa HN tunduk kepada HI
& dasar mengikatnya berasal dari suatu
“pendelegasian” wewenang dari HI.

• Kelemahan paham monisme primat HI


Tanggapan terhadap kedua teori
• Tidak memberikan jawaban yang
memuaskan mengenai hubungan HI dan
HN
• Praktek tidak menunjukkan aliran mana
yang lebih dominan
• Hubungan HI dan HN diserahkan pada
praktek masing-masing negara
• Kritik/pandangan S.G. Fitzmaurice
Sikap HI terhadap HN

• HI pd dasarnya tdk menyampingkan HN


• Negara tidak dapat menggunakan HN
sebagai pembenaran untuk mengelak
kewajiban HI
• Psl 27 Konvensi Wina:
“A party may not invoke the provisions of
its internal law as justification for its
failure to perform a treaty”
Sikap HN terhadap HI
• Sulit disimpulkan karena hukum domestik
sangat bervariasi dan sering tidak jelas
dan tidak konsisten

• Perlu mempelajari praktek negara-negara


dalam hal perjanjian, kebiasaan
internasional dan prinsip-prinsip hukum
umum
Praktek negara-negara

• Indonesia
• Inggris
• Amerika Serikat
• Belanda
Praktek Indonesia
1. HI dapat diberlakukan sebagai HN melalui
pengesahan (transformasi/ratifikasi), yaitu; menjadi
UU untuk HI yang dianggap penting dan menjadi
KEPRES untuk HI yang dianggap kurang penting.

2. Dasar hukum :
- Pasal II UUD’ 45
- Surat Pres. RI no 2826/HK/160 tentang
Ratifikasi Perjanjian Internasional.

75
Praktek Indonesia

• Cenderung menganut paham monisme


dengan primat hukum internasional
✓Hukum positif Indonesia: UU no. 24 Tahun
2000
✓Implementasi Perjanjian/Kovensi Inter’l
✓Sikap terhadap Kebiasaan Internasional,
Praktek Pengadilan
• Kasus-kasus : Tembakau Bremen, Mobnas,
Konsepsi Nusantara
Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 76
Praktek Inggris
• Menganut ajaran inkorporasi ! HI adalah hukum negara
1. HI yang memerlukan persetujuan parlemen ! perlu
pengundangan.
a. yang memerlukan perubahan dalam per-UU-an nasional.
b. berakibat perubahan status/ batas wilayah
c. berkaitan dengan ‘civil riqhts’.
d. menambah beban keuangan.

2. HI yang tidak memerlukan persetujuan parlemen !

berlaku langsung setelah penanda tanganan.

77
SUMBER HUKUM
INTERNASIONAL

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 78


Sumber Hukum

• Materiil: bahan-bahan/materi yang


membentuk atau melahirkan kaidah atau
norma yang mempunyai kekuatan
mengikat; dan menjadi acuan bagi
terjadinya sebuah perbuatan hukum.

• Formal: menentukan prosedur pembuatan


hukum (siapa, bagaimana), dan
bagaimana hukum materiil ditegakkan.
Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 79
Sumber HK. Internasional
Article 38 (1) of the ICJ Statute
The Court, whose function is to decide in
accordance with international law such disputes as
are submitted to it, shall apply:

a. International Convention, whether general or


particular, establishing rules expressly recognized
by the contesting states;
b. International Custom, as evidence of a general
practice accepted as law;
c. The General Principles of law recognized by
civilized nations;
d. Subject to the provisions of Article 59, judicial
decisions and the teachings of the most
highly qualified publicists of the various nations,
as subsidiary means for the determination of rules
of law.
Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 80
Hierarki
VCLT (1969), art. 53, treaty menjadi
batal bila bertentangan dengan norm
of general international law. Maka,
bukan hierarkis, tapi:

1. Sumber a dan b: sumber dari hukum


positif.
2. Sumber c dan d: sumber dari hukum
alam.
Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 81
Mochtar Kusumaatmadja

Sumber hukum utama/primer :


1. perjanjian internasional;
2. hukum kebiasaan internasional;
3. prinsip-prinsip hukum umum;

Sumber hukum tambahan/subsidier :


1. keputusan pengadilan;
2. ajaran para sarjana terkemuka;
Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 82
Starke’s: Source of IL

1. Customary international law;


2. Treaty;
3. Decisions of judicial/ arbrital
tribunal;
4. Juristic works;
5. Decisions or determinations of the
organ of international institutions;
Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 83
Arti penting Custom:

1. Customary internasional law adalah


fundamental dari hukum perjanjian
internasional;

2. Customary law principle “pacta sunt


servanda” yang memberikan efek
mengikat dari sebuah Treaty.
Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 84
CUSTOM

Art. 38(1)(b) Statuta ICJ: “International


Custom, as evidence of a general
practice accepted as law”

State practice:
USSR, Breznev Doctrine (1968) Vs. US,
Grenada Intervention (1983)

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 85


State Practice
1. Usage: praktek umum negara yang tidak
menimbulkan kewajiban hukum;

2. Comity: sopan santun dalam hubungan


internasional;

3. Custom: praktek umum yang dilakukan


berulang-ulang dan diterima sebagai
hukum;

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 86


Elemen dari CUSTOM

“International Custom, as evidence of a


general practice accepted as law”

1. Opinio Juris;
2. Duration;
3. Uniformity and Consistency;
4. Generality;

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 87


I. Opinio juris sive necessitatis
1. A believe that a certain practice is
obligatory as a matter of law.
2. A conviction felt by states that a certain
form of conduct is required or permitted by
international law
The Lotus Case (1927): “conscious of having
a duty to abstain”.
The Asylum Case (1950)
North Sea Continental Shelf Cases (1969)
“reservation to a treaty”.
Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 88
II. Duration

1. Long duration;

2. Short Duration cukup bila state practice


telah secara nyata dan meluas menjadi
uniform;

North Sea Continental Shelf Cases (1969)

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 89


III. Uniformity and Consistency

1. Uniformity: tindakan oleh negara-negara


pada praktiknya tidak jauh berbeda
antara satu negara dengan lainnya.

2. Consistency: terhadap kasus yang


sama, praktik olek negara-negara tidak
terdapat kontradiksi dan perbedaan.

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 90


IV. Generality
1. Dijalankan secara meluas dan umum di
antara mayoritas negara-negara;

2. Kebiasaan yang dijalankan oleh sebagian


area atau dijalankan oleh beberapa negara
tertentu tidak dapat dikatakan sebagai
kebiasaan internasional bagi seluruh
negara di dunia;

The Anglo-Norwegian Fisheries Case


(1951): Persistent Objector Vs.
Subsequent Objector
Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 91
Proses Transisi Custom ke
Treaties:

Kebiasaan internasional
(1) ↓
Hukum Kebiasaan Internasional (2)
(2) ↓
Perjanjian Internasional (1)
(3) ↓
Hukum Internasional
Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 92
Alasan transisi

▪ Aspek historis;

▪ Aspek fungsional;

▪ Aspek kepastian hukum;

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 93


TREATIES

VCLT (1969) Art. 2:

“ An international agreement concluded


between states in written form and
governed by international law, whether
embodied in a single instrument or in
two or more related instruments and
whatever its particular designation”
Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 94
Unsur Pembentuk PI
▪ Adanya subyek hukum internasional:
a. Negara, VCLT (1969) Art. 2(1)a
b. OI, VCOI(1986) Art. 2(1)a
▪ Diatur oleh hukum internasional.
▪ Mempunyai akibat hukum.
▪ Adanya kehendak untuk diikat.
▪ Adanya persetujuan untuk diikat dalam
perjanjian yang diwujudkan dalam
bentuk ratifikasi.
Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 95
Terms used in the UN Treaty Collection
• Treaty;
• Agreement;
• Convention;
• Charter;
• Arrangement;
• Protocol;
• Declaration;
• Memorandum of Understanding;
• Modus Vivendi;
• Exchange of Note;
Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 96
Penggolongan PI

▪ Participant: Multilateral Treaty


Bilateral Treaty
▪ Structure: Law Making Treaty
Treaty Contract
▪ Object: Politic
Economic
▪ Validity: Self Executing
Non-self Executing
Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 97
Types of Treaty

1. Bilateral Treaty: treaty contract /


contractual treaties.

2. Multilateral Treaty: law making


treaty.

3. “Legislative” treaties.
Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 98
Bilateral Treaty
Treaty contract / Contractual treaties:
1. Lebih merupakan sumber “kewajiban”
daripada “sumber hukum”.
2. Tidak disusun untuk menciptakan prinsip-
prinsip hukum yang mengatur tingkah laku
para pihak.
3. “Kontrak” seperti halnya kontrak privat.

Contoh: Perjanjian ekstradisi, Perjanjian


Kerjasama Keamanan, Perjanjian Perbatasan.

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 99


Multilateral Treaty
Law Making Treaty:
1. Menciptakan “legal principles” yang
dipakai untuk mengatur tindakan para
pihak terhadap pihak lainnya dalam
treaty.
2. Sumber hukum internasional langsung.

▪ Treaty of Rome 1957 (EEC)


▪ The UN Charter
▪ UNCLOS 1982
Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 100
Legislative treaties
▪ Treaties concluded by some states
which purports to determine the law and
obligation incumbent upon other states
that are not parties.

▪ PI yang dibuat oleh beberapa negara


untuk menentukan hukum dan kewajiban
yang dimiliki oleh negara-negara bukan
pihak.

VCLT Art. 34 Vs. The UN Charter Art. 2(6)


Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 101
Prinsip-prinsip Hukum Umum
Art. 38(1)(c) “The General Principles of
law recognized by civilized nations”.

1. asas hukum umum yang diakui oleh


bangsa-bangsa yang beradab;

2. tidak hanya hukum internasional saja,


tetapi asas hukum pada umumnya;

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 102


Pentingnya “Prinsip Hukum Umum”
a. untuk mencegah non-liquet, memberi
kan jalan bagi ICJ untuk mengguna
kan prinsip-prinsip hukum yang
digunakan oleh pengadilan nasional;
b. kedudukan Mahkamah Internasional
menjadi lebih kuat;
c. bermanfaat bagi perkembangan hukum
internasional;
Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 103
Batasan PHU
• Lord Walter Phillimore: Rules of
procedure, basic principle of legal
conduct (ex: good faith, res judicata,
nemo judex in causa sua);

• Unarguable, incontrovertible;

• Universal;
Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 104
Tambahan PHU
• Equity: General principle of justice. Flexible
disposition of cases according to ideas of
fairness rather than to the strict application
of rules of law.

• Ex aequo et bono: Psl. 38(2) Statuta ICJ


“Ketentuan pada ayat 1 tidak mengurangi
kekuasaan hakim untuk memutuskan suatu
perkara berdasar keadilan (ex aequo et
bono) apabila para pihak menyetujui nya”.
• Jus Cogens: Psl. 53 VCLT (1969), norma
hukum yang tidak dapat diubah.
Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 105
Equity:
• Digunakan dlm keadaan mendesak untuk
keadilan.
• Mekanisme utk menyelesaikan persoalan
yang seharusnya diisyaratkan oleh hukum;

• Secara teoritik dibagi dalam 3 fungsi:


(1). mengadaptasi ketentuan hukum
terhadap fakta dalam kasus tertentu (equity
infra legem), (2).mengisi kekosongan
hukum (equity praeter legem),(3). Alasan
untuk tidak ditetapkannya sebuah hukum
yang tidak adil (equity contra legem);
Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 106
Putusan ICJ - P. Sipadan dan
P. Ligitan (INA Vs. MAY)

• The International Court of Justice has decided


that Malaysia shall have the sovereignty over
Pulau Sipadan and Pulau Ligitan based on the
principle of “effectivitee”.
• British authorities have carried out concrete
administrative acts as a reflection of its
sovereignty over the islands.
• Ordinance on birds sanctuary, collection of levis
on collection on turtles eggs since the 1930s and
the operation of life houses since the early 1960s.

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 107


Sumber HI “Subsidiary”

Art. 38(1)(d) ICJ Statute: Subject to


the provisions of Article 59, judicial
decisions and the teachings of the
most highly qualified publicists of the
various nations, as subsidiary means
for the determination of rules of law.

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 108


Article 59, Statute of the ICJ
▪ The decision of the ICJ is binding
only onthe parties in the particular
case;
▪ Tidak menganut prinsip “stare decisis”;
▪ ICJ sebagai “law-determining”
agencies dan bukan “law-creating”.

Anglo-Norwegian Fisheries Case (1951),


measuring T. Sea
Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 109
Judicial decisions:
• ICJ, decision dan advisory opinion;

• The Court of Justice of the European


Communities;

• European Court of Human Rights;

• Arbitral Decision;
Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 110
Teachings of the most highly qualified
publicists.
▪ Mare liberum ( Hugo Grotius) Vs.
Mare clausum (John Selden) (battle of
books)

▪ Cornelis von Bynkershoek: terrae


protestas finitur ubi finitur armorum
vis.

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 111


Codification
• Art. 13(1)a UN Charter;
International Law Commission (ILC);
Draft articles on Responsibility of States for
internationally wrongful acts adopted by the
International Law Commission at its fifty-third
session (2001)

• Resolusi Majelis Umum PBB, berakibat pada


timbulnya Deklarasi yang kemudian dituangkan
menjadi Konvensi.

Elimination of the Forms of Racial Discrimination


Convention (1963)
Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 112
UN Model Law
• 2005 - United Nations Convention on the Use
of Electronic Communications in International
Contracts dan 2001 - UNCITRAL Model Law
on Electronic Signatures (Undang-undang
ITE);

• 1985 - UNCITRAL Model Law on International


Commercial Arbitration (Undang-undang No.
30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan APS);

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 113


• https://www.youtube.com/watch?
v=Qrim5NkBbW0
• https://www.youtube.com/watch?
v=iGiqWhUIppo
• https://www.youtube.com/watch?
v=Ga1Rg0VGC3Y

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 114


Subyek-Subyek
Hukum Internasional
(SHI)

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 115


Syarat Menjadi SHI
Ada 3 (tiga) syarat menjadi SHI :

1. Memiliki Hak dan Kewajiban Internasional;


2. Mampu Menjalankan Hak dan Kewajiban
Internasionalnya;
3. Mampu Mempertahankan Hak dan
Kewajiban Internasionalnya.

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 116


Pengertian & Syarat SHI
Martin Dixon : A body or entity which is
capable of possessing and exercising rights
and duties under international law.
Syarat Menjadi SHI:
1. Memiliki Kecakapan sebagai SHI
(legal capacities)
2. Memiliki Kepribadian Hukum
(legal personality)

117
Legal Capacity SHI :
• Mampu mendukung hak dan kewajiban
int e r nas ional (c apable of pos s e s s
ing
international rights and duties);
• Mampu melakukan tindakan tertentu yang
bersifat internasional (endowed with the
capacity to take certain types of action on
international plane);
• Mampu menjadi pihak dalam pembentukkan
perjanjian internasional (they have related to
capacity to treaties and agreements under
international law);
Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 118
Legal Personality SHI
• Memiliki kemampuan untuk melakukan penuntutan
t e r h a d a p p i h a k ya n g m e l a n g g a r k
e w a j i b a n internasional (the capacity to make
claims for breaches of international law);
• Memiliki kekebalan dari pengaruh/penerapan
yurisdiksi nasional suatu negara (the enjoyment of
privileges and immunities from national jurisdiction);
• Dapat menjadi anggota dan berpartisipasi dalam
keanggotaan suatu organisasi internasional (the
question of international legal personality may also
arise in regard to membership or participation in
international bodies).

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 119


Kemampuan Subjek Hukum Internasional :

A. Mempertahankan hak-haknya dengan mengajukan


tuntutan internasional;
B. M e n g a j u k a n k l a i m d a l a m h a l t e
r j a d i n y a pelanggaran internasional;
C. Membuat perjanjian antar sesama Subyek HI;
D. Menikmati hak istimewa, perlindungan, kekebalan
dari yurisdiksi nasional negara lain;
E. Memikul tanggung-jawab secara internasional
(international state responsibility)

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 120


Subyek Hukum Internasional
1. Negara (State)
2. Tahta Suci Vatican
3. Komite Palang Merah Internasional (ICRC)
4. Organisasi Internasional (IGO)
5. Individu (Natural Person)
6. Pemberontak (Belligerent)

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 121


NEGARA (State)
Subyek Hukum yang Pertama dan Utama;
Memiliki kewenangan terbesar sebagai
SHI
Memiliki semua kecakapan (legal capacity)
dan kepribadian hukum (legal personality)

122
NEGARA (State)
Montevideo Convention on Right and Duties
of State 1933, Article 1:
“The State as a person in international law
should posses the following qualification :
a. permanent population
b. defined territory
c. government
d. “capacity to enter into relation with other
state”
Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 123
Negara
Pasal 1 Konvensi Montevideo 1933 :
“Suatu Negara harus memenuhi syarat-
syarat:
1.adanya penduduk yang tetap;
2.adanya daerah/teritorial yang pasti
3.adanya pemerintahan, dan
4.adanya kemampuan untuk melakukan
hubungan dengan negara lain.”
Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 124
Bentuk-Bentuk Negara
• Pada negara FEDERAL: kapasitas negara bagian
untuk melakukan hubungan internasional
tergantung dari sistem distribusi kekuasaan
yang dianut oleh negara federal tersebut.
• Republik Byelo Russia dan Ukraina dapat
menjadi anggota PBB, demikian juga dengan
sistem yang dianut Australia.
• Sedangkan sistem yang dianut AS; hanya
pemerintah federal yang dapat bertindak keluar.

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 125


Prinsip Utama Hak dan Kewajiban Negara
a. Kesetaraan (equality before sovereign state)
- juridical – sovereign – territorial integrity – ecosoc system
– live peace and good faith

b. Kemerdekaan dan Self-determination


- self reliance & intervensi asing

c. Non Intervensi

d. Membela Diri
- pengecualian dari prinsip non intervensi karena keharusan
(necessity) dan kepatuhan (proportionality)

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 126


Tahta Suci Vatican
• Subye k HI dalam art i pe nuh dan se
j a j a r kedudukannya dengan negara lain.
• Perjanjian Lateran pada tanggal 11 Februari 1929
antara Italia dan Tahta Suci, yang isinya adalah
mengembalikan sebidang tanah di Roma kepada
Tahta Suci dan memungkinkan didirikannya negara
Vatican, dan berdasarkan perjanjian tersebut
Negara (Tahta Suci)
• Vatican dibentuk dan diakui sebagai subyek HI. Saat
ini Tahta Suci memiliki perwakilan diplomatik di
berbagai negara di dunia yang sejajar kedudukannya
dengan perwakilan diplomatik negara-negara lain.

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 127


KOMITE PALANG MERAH INTERNASIONAL
(INTERNATIONAL COMMITTE OF RED CROSS)

• Adalah subyek HI yang bersifat terbatas


yang lahir karena sejarah, yang kemudian
kedudukannya diperkuat dalam perjanjian-
perjanjian dan konvensi-konvensi Palang
Merah.
• Saat ini PM Internasional diakui sebagai
organisasi internasional yang memiliki
kedudukan sebagai subyek HI walaupun
dalam ruang lingkup yang sangat terbatas.
Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 128
Organisasi Internasional
• Baru diakui sebagai subyek HI setelah
adanya advisory opinion yang diberikan
oleh MI.
• PBB meminta pendapat hukum dari MI
terkait masalah terbunuhnya Pangeran
Bernadotte dari Swedia yang bertindak
sebagai mediator PBB di Israel pada tahun
1948.

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 129


Organisasi Internasional
• Apakah PBB mempunyai kemampuan hukum
untuk mengajukan klaim ganti rugi terhadap
pemerintah de yure atau de facto yang
bertanggung jawab.
• MI dalam Reparation of Injuries Case 1949;
secara tegas menyatakan bahwa organisasi
internasional adalah subyek HI dan mampu
mendukung hak –hak dan kewajiban-kewajiban
internasional, dan juga bahwa organisasi
internasional memiliki kapasit
a s u n t u k mempertahankan hak-haknya
dengan melakukan tuntutan internasional

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 130


Lanjutan
• M. Virally : “suatu persekutuan negara-negara
ya n g d i b e n t u k d e n g a n p e r s e t u j u
a n a n t a ra anggotanya & mempunyai suatu
sistem yang tetap/ perangkat badan2 yang tugasnya
adalah untuk mencapai tujuan kepentingan bersama
dengan cara mengadakan kerja sama antara para
anggotanya”.

• Tu j u a n p e n d i r i a n n ya d i d a s a r k a n
k e i n g i n a n meningkatkan dan melembagakan
kerjasama internasional secara permanen

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 131


Kualifikasi dari suatu Organisasi Internasional yang
sudah memiliki kepribadian hukum internasional
menurut Ian Browlie:

1. A permanent association of states, with


lawful objects, equipped with organs;
2. A distinction in term of legal powers and
purposes between the organisation and its
member states;
3. The existence of legal power exercisable on
the international plane and not solely within
the system of one or more states;
Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 132
Faktor-faktor penyebab berakhirnya
Organisasi Internasional:
1. Kesepakatan negara-negara anggotanya untuk
mengakhiri eksistensi Organisasi Internasional
2. Tujuan oraganisasi itu sudah terwujud atau tercapai;
3. Negara-negara anggota dari organisasi-organisasi
internsional yg lama kemudian mendirikan organisasi
internsional baru dgn asas, maksud dan tujuan yang
sama atau serupa dgn organisasi internasional yg
lama;
4. Pengunduran diri secara satu persatu dari negara-
negara anggota suatu organisasi internsional
sehingga lama kelamaan negara-negara anggotanya
semakin berkurang dan aktivitas organisasi
berkurang/ berakhir

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 133


Individu
• Ketika adanya penuntutan penjahat-penjahat perang
di hadapan MI yang diadakan khusus untuk itu oleh
negara-negara sekutu yang menang perang.
• Dalam proses peradilan yang diadakan di Nurenberg
dan Tokyo, para penjahat perang tersebut dituntut
sebagai individu untuk perbuata
n y a n g diklasifikasikan sebagai : (1) kejahatan
terhadap p e r d a m a i a n ; ( 2 ) k e j a h a t a n
t e r h a d a p perikemanusiaan; (3) pelanggaran
terhadap hukum p e ra n g ; d a n ( 4 ) p e r m u
fa k a t a n j a h a t u n t u k mengadakan perang.

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 134


Individu
• Dengan adanya peradilan Nurenberg dan
Tokyo tersebut maka seseorang dianggap
langsung bertanggung jawab sebagai
individu atas kejahatan perang yang
dilakukannya.

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 135


Pemberontak (Belligerent)
• Dalam hukum perang, pemberontak
dapat memperoleh kedudukan dan hak
sebagai pihak yang berse
n g k e t a (belligerent) dalam beberapa
keadaan tertentu.
• Personalitas internasional pihak-pihak
dalam sengketa sepenuhnya tergantung
pada pengakuan.

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 136


PENGAKUAN
(RECOGNITION)
Dalam Hukum Internasional

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 137


_ ..... _
ROMANIA
0.-.

_f~
_ ..

Ih"'plUb\ikl...&.iOo5.a rp~ I.D_eI e.eI_ -"-


"- ..~
~
~-
B 0 S N I

~-
_A-:"
AND Serbia
HERZEGOVIN
s..._ .
r.·d.·r., I,on 01 1$0". nL, ..
•...no
and , 1"'''-~A6'' inOll

par-

TQQIJrIO~ $.:=00-

-- ~

.,~
,. ~~"""".._._.

.
ri I C TH E FORM 8Ft YUGOSLAV
REPUBUC OS MACEOON~A
..
_ ..-
.00.......,

-
~
. ITAILY
.-
_ ~Con~~~~.
.sc..:.a 1~!!;O..ooo

... -
_"tI">od
.1"~

ALBANIA

r..-.dor.dp3rr>-~
N
40""'_ 5tt
-_
GREECE
o
o
.... ..... ...... ...... .............. --. ............ . .. .. Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 138
~-.~
~
.,_.._.~-. _.~~ 1'\Nt...-:~ ............
.....~~
Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 139
Pasal 3, Deklarasi Montevideo 1933:

“Keberadaan politik suatu negara, bebas


dari pengakuannya oleh negara lain”.

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 140


Permasalahan:
◆ Recognition is a political act with legal
consequences.

◆ Pengakuan merupakan masalah dalam


hubungan internasional, karena:
▪ Melibatkan masalah hukum dan politik;
▪ Hukum internasional belum mengatur
secara tegas;

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 141


Akibat:
◆ Konsekuensi politis: kedua negara dapat
dengan leluasa mengadakan hubungan
diplomatik;

◆ Konsekuensi hukum:
▪ Merupakan evidence of the factual situation;
▪ Menimbulkan akibat hukum tertentu dalam
hubungan diplomatik;
▪ Memperkukuh judicial standing negara yang
diakui;

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 142


▪ J.B. Moore: makna pengakuan sebagai jaminan
bahwa negara baru tersebut diterima sebagai
anggota masyarakat internasional;

▪ Lauterpacht dan Chen: pemberian pengakuan


merupakan suatu kewajiban hukum;

▪ Ian Brownlie: pengakuan adalah optional dan


politis;
▪ D.J. Haris: suatu negara tetap negara,
meskipun belum atau tidak diakui sama sekali;

▪ Podesta Costa: tindakan pengakuan merupakan


tindakan fakultatif;
Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 143
Definisi dan Fungsi
Definisi:
Tindakan politis suatu negara untuk
mengakui negara baru sebagai subyek
hukum internasional yang menimbulkan
akibat hukum tertentu;
Fungsi:
Memberikan tempat yang sepantasnya
kepada suatu negara atau pemerintah
baru sebagai anggota masyarakat
internasional;
Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 144
Arti Penting:

Sebagai suatu jaminan yang diberikan


kepada suatu negara baru bahwa negara
tersebut diterima sebagai anggota
masyarakat internasional.

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 145


Bentuk-bentuk Pengakuan:
u Pengakuan Negara Baru.

u Pengakuan Pemerintah Baru.

u Pengakuan Belligerency.

u Pengakuan sebagai Bangsa.

u Pengakuan hak-hak teritorial dan situasi


internasional baru.
Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 146
A. Pengakuan Negara Baru
◆ Pernyataan suatu negara yang
mengakui negara lain sebagai subyek
hukum internasional;

◆ Pengakuan terhadap masyarakat


internasional baru;

◆ Mentaati kewajiban dalam HI;

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 147


Pengakuan Negara Baru
◆ Tidak bermasalah jika Pengakuan
diperoleh dengan cara damai.

◆ Bermasalah: dengan cara-cara kekerasan


atau revolusi oleh negara baru terhadap
negara yang mendudukinya atau sepihak,
contoh : Indonesia v. Belanda , Aljazair
v. Perancis

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 148


Teori Pengakuan
◆ Teori Konstitutif: suatu negara
menjadi subyek hukum internasional
hanya melalui pengakuan.
(Oppenheim, Lauterpacht, Chen)
▪ Dasar berlakunya HI, negara sebagai
subyek HI, tidak dapat tanpa
kesepakatan bersama negera2;
▪ Bila negara/pemerintah tidak diakui
maka tidak bisa berhubungan dengan
negara lain;
Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 149
Teori Pengakuan

◆ Teori Declaratoir: pengakuan


hanyalah merupakan penerimaan
suatu negara baru oleh negara-negara
lainnya.

(D.P. O’Connel, Pasal 3 Konvensi


Montevideo).

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 150


Macam-macam Pengakuan
uPengakuan secara kolektif:
pengakuan sekelompok negara dalam
suatu organisasi internasional dalam
bentuk deklarasi, untuk menjadi pihak
dalam perjanjian multilateral;

uPengakuan terpisah: diberikan


kepada “negara baru” tapi tidak pada
pemerintahannya ( atau sebaliknya);

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 151


Macam-macam Pengakuan
uPengakuan mutlak: pengakuan yang
sudah diberikan tidak dapat ditarik
kembali (de jure). Tetapi jika dilakukan
dengan cara de facto, maka pengakuan
dapat ditarik kembali (jarang terjadi);

uPengakuan bersyarat: disertai


dengan syarat tertentu sebagai imbalan
atas pengakuan (baik sebelum atau
sesudah pengakuan);
Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 152
B. Pengakuan Pemerintah Baru
▪ Pernyataan dari suatu negara yang mengakui
bahwa negara tersebut bersedia berhubungan
dengan pemerintah yang baru diakui;
▪ Hanya formalitas dan implied (konstitusional);
▪ Cara non konstitusional (kudeta, pemberontakan,
penggulingan pemerintahan dengan cara tidak
sah);
▪ Jika suatu pemerintahan tidak diakui, maka
negara tetap sebagai subyek HI;

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 153


Kriteria Pemberian Pengakuan

◆ Pemerintahan yang permanen;

◆ Pemerintah yang ditaati oleh


rakyat (stabilitas);

◆ Penguasaan wilayah secara efektif;

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 154


u Perbedaan Pengakuan Negara dan
Pengakuan Pemerintah
◆ Pengakuan negara adalah pengakuan
terhadap kesatuan yang telah memiliki unsur
konstitutif sebagai negara;
Pengakuan pemerintah adalah pengakuan
terhadap organ yang bertindak untuk dan
atas nama negaranya.

◆ Pengakuan negara sekali diberikan dan


berlaku untuk selamanya;
Pengakuan pemerintah sewaktu-waktu dapat
dicabut dan diberikan kembali.

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 155


Doktrin Pengakuan Pemerintahan Baru
◆ Doktrin Legitimasi (legitimist principle)
Thomas Jefferson, 1792: Pemerintahan
yang dibentuk secara konstitusional. Hak
setiap bangsa untuk membentuk dan
mengubah pemerintah.
◆ Doktrin de Facto-ism: Rev.Perancis,
fakta pemerintahan baru dalam negara
baik konstitusional dan non
konstitusional.

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 156


Akibat Pengakuan terhadap
Pemerintah Baru

◆ Dapat mengadakan hubungan resmi dengan


negara yang mengakui;

◆ Dapat menuntut negara yang mengakui di


peradilannya;

◆ Dapat melibatkan tanggung jawab negara


untuk perbuatan internasionalnya;

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 157


Terjadinya Pengakuan Pemerintah

◆ Doktrin Tobar: suatu negara seharusnya


tidak mengakui pemerintahan baru yang
diperoleh dengan cara-cara yang
inkonstitusional. Doktrin Legitimasi
Konstitusional.

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 158


◆ Doktrin Stimson (Doctrin of non-recognition):
untuk wilayah yang diperoleh secara tidak sah.
“Negara-negara tidak akan mengakui suatu
wilayah yang diperoleh melalui cara-cara yang
tidak damai atau cara-cara abnormal atau
pemilikan suatu wilayah yang didapat dengan
menggunakan Angkatan Bersenjata”.
( Pasal 3 Anti War Pact of Non-Aggression and
Conciliation )

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 159


◆ Doktrin Estrada: penolakan
pengakuan adalah cara yang tidak baik
karena bukan saja bertentangan
dengan kedaulatan suatu negara
tetapi juga merupakan campur tangan
terhadap soal dalam negeri negara
lain.

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 160


Macam Pengakuan Pemerintah Baru
◆ Pengakuan de facto diberikan apabila
masih terjadi keraguan terhadap
pemerintah baru;

◆ Pengakuan de facto mengawali


pengakuan de jure;

◆ Pengakuan de jure lebih kuat


dibandingkan dengan pengakuan de
facto;
Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 161
Penyalahgunaan Pengakuan
Pemerintah Baru
Pengakuan yang diberikan kepada suatu
pemerintah baru yang bersifat sebagai
alat politik nasional guna menekannya
supaya memberikan konsesi-konsesi
politik dll kepada negara yang hendak
memberi pengakuan.

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 162


C. Pengakuan Belligerency
◆ Memberikan kepada pihak pemberontak hak dan
kewajiban suatu ‘negara merdeka’ selama
berlangsungnya peperangan: konsep recognition
of insurgency.
◆ Merupakan subyek hukum internasional terbatas,
tidak penuh dan sementara.
◆ Pengakuan oleh negara induk: berlaku Hukum
Humaniter Internasional.
◆ Pengakuan belligerency bersifat terbatas dan
sementara, hanya pada waktu sengketa
Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 163
bersenjata.

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 164


Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 164
Pengakuan Belligerency
menurut Oppenheim-Lauterpacht
◆ Adanya peperangan sipil yang diikuti dengan
pertikaian terbuka.
◆ Adanya pendudukan wilayah-wilayah tertentu
dan penyelenggaraan pengaturannya.
◆ Pihak pemberontak berada di bawah seseorang
pimpinan dan mentaati kaidah-kaidah hukum
perang.
◆ Adanya negara ketiga yang menyatakan
sikapnya terhadap perang sipil tesebut.

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 165


Pengakuan terhadap
Gerakan Pembebasan Nasional
Perhatian PBB terhadap National Liberation
Movement: Resolusi MU No. 3102 (XXVII):
“Urged that the national liberation movement
recognized by the various regional
international organization… concerned be
invited to participate in the Diplomatic
Conference as observers in accordance with
the practice of the United Nations”.

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 166


◆ General Assembly Resolution 3111 (XXVIII),
12 December 1973. SWAPO (South West
Africa People’s Organization): accord which
SWAPO the status of "sole and authentic
representative of the Namibian people."

◆ Resolusi MU No. 3237, tanggal 22


Nopember 1974 ➔ PLO (Palestinian Liberation
Organization) diberikan status sebagai peninjau
pada PBB.

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 167


Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 168
▪ National Liberation Movement: War of
National Liberation ➔ dilakukan oleh
people yang sedang melakukan right to
self-determination;

▪ Pasal 1 ayat (4) Protokol Tambahan I Tahun


1977 dari Konvensi Jenewa 1949 ➔ CAR
conflict : Colonial Domination, Alien
Occupation, Racist Regimes;

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 169


Yurisdiksi Negara
(State Jurisdiction)

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 170


PENGERTIAN
• Mochtar Kusumaatmaja:
Dalam “Hukum Laut Interna
s i o n a l ” Yurisdiksi adalah wewenang
suatu negara untuk memaksa pentaatan
terhadap hukumnya, baik yurisdiksi
kriminal maupun perdata.
• Brown Lie:
Yu r i s d i k s i m e r u p a k a n a p l i k
a s i d a r i kedaulatan. Negara
berdaulat dapat memaksakan pentaatan
hukumnya
Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 171
• Imre Anthon:
“state jurisdiction in public international law
means the right of state to regulate or affect by
legislative, executive or judicial measure the right
of persons, property, acts or events with respect
to matter not exclusively of domestic concern.”
Artinya :
Yurisdiksi adalah hak suatu negara untuk
mengatur hak2 orang, harta benda,
kegiatan atau peristiwa2 berdasarkan
kekuasaan legislatif, eksekutif, yudikatif
dan tidak tidak semata-mata merupakan
masalah dalam negeri
Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 172
• Jurisdiction (Inggris)! yurisdictio
(Latin)! yuris (kepunyaan) dan dictio
(ucapan, sabda, sebutan, firman).

• Berarti:
-kepunyaan, berdasarkan hukum;
-hak, menurut hukum;
-kekuasaan, menurut hukum;
-kewenangan, menurut hukum;

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 173


Pengertian
• Yurisdiksi negara terkait dengan kapan hukum
suatu negara dapat diberlakukan baik terhadap
warga negaranya sendiri maupun warga negara
asingnya
• Berdasarkan yurisdiksi aparat penegak hukum
dapat menjalankan kewenangannya
• Polisi dapat melakukan penangkapan dan
penahanan , Jaksa dapat menuntut dan
pengadilan dapat menyidangkan

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 174


• Yurisdiksi Negara :

Wewenang suatu negara un


t u k menetapkan dan memaksakan
ketentuan hukum nasionalnya. Wewenang
tersebut diberikan oleh Hukum
Internasional.

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 175


• Hubungan Yurisdiksi dan Kedaulatan:
✓ Kedaulatan memberikan “freedom to act”
kepada Negara untuk melaksa
n a k a n yurisdiksinya.
✓ Kedaulatan memberikan kebebasan kepada
negara untuk menetapkan siapa saja yang
akan terkena oleh yurisdiksinya.
✓ Kedaulatan memberikan keleluasan kepada
negara untuk menolak hukum lain selain
hukumnya sendiri
✓ Hukum internasional membatasi kedaulatan
negara dengan yurisdiksi negara lain.

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 176


PRINSIP-PRINSIP UMUM YURISDIKSI
(GENERAL PRINCIPLES OF JURISDICTION)
• Hukum Internasional tidak membatasi yurisdiksi
yang dijalankan oleh setiap negara, kecuali jika
pembatasan itu telah dibuktikan adanya
sebagai prinsip HI.
• Negara tidak akan menjalankan yurisdiksi atas
peristiwa, orang dan benda yang tidak ada
sangkut pautnya dengan negara tersebut
(Starke, 1989).
• Negara tidak boleh melaksana
k a n wewenangnya (yurisdiksi) di wilayah
negara lain (Martin Dixon, 1990).

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 177


Artinya: Negara tidak dapat mengambil
tindakan-tindakan di wilayah negara lain
dengan cara melaksanakan hukum
nasionalnya tanpa persetujuan negara
tersebut ! Treaty or Consent. (Brown Lie,
1979)
“The enforcement of that jurisdiction can
generally take place only within its own
territory. Any enforcement of that jurisdiction
is confined to its own territory and must not
without special agreement be exercise in any
form in the territory of another state.”

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 178


Jenis-jenis Yurisdiksi

• Prescription jurisdiction
Kewenangan negara terhadap orang, kekayaan
dan peristiwa hukum yang ada atau terjadi di
dalam wilayah negara (territorial jurisdiction)

Terhadap kewarganegaraannya yang melakukan


tindak pidana di luar wilayah negara; atau
terhadap orang atau kegiatan di dalam kapal
atau pesawat udara yang didaftarkan di
negaranya (personal/ nationality principle of
jurisdiction)

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 179


• Terhadap setiap orang yang melakukan
tindak pidana tertentu yang dilakukan di
luar wilayah negaranya (universality
principle of jurisdiction)

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 180


• Adjudicate/judicial jurisdiction

Wewenang untuk menghadapkan seseorang


ke dalam proses pengadilan atau peradilan
administrasif. Pada umumnya terbatas pada
kasus hukum pidana.

Dapat dilakukan terhadap kasus-kasus yang


menyangkut hukum nasional berdasarkan
prinsip perlindungan, universalitas atau
nasionalitas pasif

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 181


• Enforcement jurisdiction

Merupakan wewenang untuk memaksakan


putusan pengadilanHarus berdasarkan
alasan yang “reasonable” , yaitu adanya
hubungan yang erat (kewilayah atau
kebangsaan)

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 182


Lanjutan
• Dalam hukum internasional Negara dapat
menjalankan yurisdiksi berdasarkan empat
asas berikut:
– Asas Teritorial
– Asas Nasionalitas/Personalitas
• Aktif dan Pasif
– Asas Kepentingan Negara
– Asas Universal
Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 183
Asas Teritorial
• Asas teritorial menentukan bahwa Negara
dapat menjalankan yurisdik
s i a t a s hukumnya terhadap setiap
individu dan badan hukum yang berada
di wilayah t e r i t o r i a l n y a t a n p a
m e l i h a t s t a t u s kewarganegaraan
individu ataupun badan hukum
– WNA bila melakukan kejahatan di Indonesia
dapat ditangkap, ditahan dan diadili di
Indonesia

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 184


• Asas territorial subyektif

Suatu Negara mempunyai yurisdiksi


menunt & menghukukejahat
ut
kejahata n myang dimula i adin - dalam
wilayahnya, tetapi disempurnakan/
diselesaikan di wilayah negara lain.
Dan, dilakukan oleh warga negara
manapun.

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 185


• Asas territorial obyektif
Suatu negara mempunyai yurisdiksi terhadap
warga negara manapun yang melakukan
pelanggaran/kejahatan yang dimulai di negara
lain, akan tetapi kejahatan tersebut
diselesaikan di dalam wilayah mereka;
Menimbulkan akibat yang
merugikan atau membahayakan ketertiban
sosial, ekonomi, keamanan di dalam wilayah
mereka

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 186


Pengecualian dan Pembatasan Yurisdiksi Teritorial

1. Kepala negara asing


2. Perwakilan diplomatic dan konsul negara-
negara asing
3. Kapal public (public ship) negara asing
termasuk Warship and Publik Vessels
4. Angkata perang negara asing
5. Lembaga-lembaga / organisasi-organisasi
internasional (PBB, ILO, ICAO, dll)

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 187


Asas Nasionalitas/Personalitas
• Asas Nasionalitas atau Asas Personalitas
menentukan bahwa Negara dapat
menjalankan yurisdiksinya berdasarkan
kewarganegaraan dari individu atau badan
hukum
• Asas Nasionalitas dapat didasarkan pada
kewarganegaraan pelaku (Nasionalitas
Aktif) dan kewarganegaraan korban
(Nasionalitas Pasif)

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 188


Jurisdiction over the extraterritorial crime
✓ Diterapkan terhadap warganegaranya atau
terhadap kapal atau pesawat udara yang
didaftarkan di negaranya

Menurut HI, seseorang WN tetap mempunyai


ikatan kesetiaan dengan negaranya sekalipun
WN itu sedang bepergian atau bertempat
tinggal di negara lain.

Indonesia mengaturnya dalam pasal-pasal 3


dan 5 KUHP

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 189


PRINSIP NASIONALITAS
NASIONALITAS AKTIF:
• Suatu negara berhak mengadili WN nya
yang melakukan kejahatan dimanapun di
dunia ini;
NASIONALITAS PASIF
• Suatu negara berhak mengadili WN Asing
yang melakukan kejahatan di negaranya
tetapi kejahatan tersebut menimbulkan
kerugian bagi WN nya.
190
Asas Kepentingan Negara
• Asas Kepentingan Negara menentukan
bahw a Negar a dapa t menjalanka n
yurisdiksinya berdasarkan kepentingan
dan keamanan Negara yang merasa
terancam, meskipun tindakan di luar
negara tersebut dan oleh pelaku yang tidak
berkewarganegaraan dari Negara yang
terancam

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 191


Asas Universal
• Asas Universal menentukan
b a h w a Negara mana saja dan kapan
saja dapat menjalankan yurisdiksinya
apabila ada
individu yang melakukan kejahatan
internasional
• Asas ini terkait erat dengan individu
sebagai subyek hukum internasional

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 192


▪ Yurisdiksinya terhadap pelaku tindak
pidana
tertentu yang dilakukan di luar wilayah
negaranya tanpa mempertimbangkan
kewarganegaraan pelaku
▪ Tindak pidana yang dilakukan adalah
yang “ r e c o g n i z e d g e n e r a l l y a s
o f u n i v e r s a l concern” (international
crime)
▪ An international crime is such an act
universally recognized as criminal, which is
considered a grave matter of international
concern and for some valid reason cannot be
left within the exclusive jurisdiction of the state
that would have control over it under normal
circumstances
Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 193
Beberapa tindak pidana internasional”
• Piracy, Slavery, War crimes, illegal logging
• Crime of genocide, terrorism, human traffiking
• Drugs, money laundry, dll

Beberapa prinsip HI dalam yurisdiksi personal


dan universal adalah:
• Kedaulatan (sovereignity)
• Consent
• Good faith
• International responsibility

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 194


HUKUM EKSTRADISI
(EXTRADITION)
EKSTRADISI
• Berasal dari kata “extradere”
• “ex” memiliki arti keluar
• “tradere” berarti memberikan atau menyerahkan
• “extradio” (kb) bermakna penyerahan
• Ekstradisi diartikan sebagai penyerahan yang dilakukan
secara formal baik berdasarkan perjanjian ekstradisi yang
dibuat sebelumnya atau berdasarkan prinsip timbal balik
atas seseorang yang dituduh melakukan perbuatan
pidana [tersangka, tertuduh, terdakwa], atau seseorang
yang telah dijatuhi hukuman [terhukum, terpidana]
TUJUAN EKSTRADISI
• Menghilangkan impunity
• Mencegah dan memberantas kejahatan
yang bersifat transnasional
MENGAPA HARUS EKSTRADISI?
• Negara-negara melakukan kerjasama
internasional dalam bentuk ekstradisi dalam
mencegah dan memberantas kejahatan
• Mengapa harus ekstradisi? Mengapa tidak
memperkuat keamanan wilayahnya terhadap
orang-orang yang memasuki wilayah negaranya?
– Tidak mengeluarkan visa
– Pengusiran atau expulsion
FREEDOM OF MOVEMENT
• Hukum internasional menjamin kebebasan
individu untuk pergi meninggalkan negaranya
dan memasuki wilayah negara lain
• Hal yang sulit diprediksi adalah mens rea atau
guilty mind ! apakah maksud dan tujuan dari
seseorang itu memasuki wilayah negara lain?
• Good faith ataukah bad faith ! apakah ia
datang untuk berkunjung ataukah untuk
menghindari proses hukum di negara asalnya?
• Kasus Zarima dan Nazaruddin
EXPULSION
• Bagi orang yang menghindari hukuman,
tindakan pengusiran juga kurang efektif
karena:
– Yang bersangkutan akan mencari negara lain
yang mau menerima
– Tindakan tersebut tidak mampu mencegah
dan menanggulangi kejahatan
– Kasus Joko Tjandra di Papua Nugini
– Kasus Sudono Salim di Singapura
– Kasus Hendra Rahardja di Australia
DEFINISI EKSTRADISI
• Oppenheim ! extradition is the delivery of an accused
or convicted individual to the state on whose territory he
is alleged to have committed, or to have been convicted
of, a crime by the state on whose territory the alleged
criminal happens for the time to be
• J.G. Starke ! extradition is a process whereby under
treaty or upon a basis of reciprocity on state surrenders to
another state at its request a person accused or
convicted of a criminal offence committed against the law
of the requesting state competent to try the alleged
offender
• Harvard Research Draft Convention on Extradition !
extradition is the formal surrender of a person by a state
to another state for prosecution of punishment
UNSUR-UNSUR EKSTRADISI
• Unsur subyektif
– Negara atau negara-negara yang memiliki jurisdiksi (requesting
state)
– Negara tempat pelaku berada atau bersembunyi (requested
state)
• Unsur obyektif
– Pelaku kejahatan (tersangka, terdakwa atau terhukum) !
meski sebagai obyek, tetapi sebagai individu, hak asasi pelaku
harus tetap dilindungi ! kasus Haya de la Torre dan Suresh
• Unsur prosedur
– Adanya perjanjian bilateral atau regional antara requesting state
dengan requested state
• Unsur tujuan
– Untuk tujuan apa orang yang bersangkutan diminta atau
diserahkan
JENIS-JENIS KEJAHATAN
INTERNASIONAL
• KEJAHATAN INTERNASIONAL MENURUT
CUSTOMARY INTERNASIONAL LAW
– GENOCIDA
– PIRACY

• KEJAHATAN INTERNASIONAL MENURUT


TREATY
– KONVENSI PALERMO 2000 DAN PROTOKOLNYA
TENTANG KEJAHATAN TERORGANISIR
TRANSNASIONAL
KONVENSI PALERMO 2000
• Pasal 1: Tujuan
– Mengadakan kerjasama untuk mencegah dan
memberantas kejahatan terorganisir transnasional

• PASAL 2: Definisi
– Kelompok kejahatan terorganisir ! kelompok yang
terdiri dari 3 orang atau lebih yang eksis dalam
beberapa periode waktu dengan tujuan melakukan
kejahatan/pelanggaran serius yang bertentangan
dengan Konvensi ini untuk mendapatkan keuntungan
secara finansial atau lainnya secara langsung maupun
tidak langsung
– Kejahatan serius !tindakan yang dianggap sebagai
kejahatan/pelanggaran dengan ancaman hukuman
kurungan minimal 4 tahun atau lebih
• Pasal 3: Ruang lingkup

– Dilakukan di lebih dari satu negara, atau


– Dilakukan di satu negara tetapi persiapan,
perencanaan, arahan atau kontrol dilakukan
dari negara lain, atau
– Dilakukan di satu negara tetapi memiliki
hubungan dengan organisasi kejahatan di
lebih dari satu negara, atau
– Dilakukan di satu negara tetapi imbasnya ke
negara lain
PERLUASAN TEKNIK
JURISDIKSI TERITORIAL
• Jurisdiksi teritorial subyektif ! jurisdiksi
yang dimiliki oleh suatu negara atas
tindakan kejahatan/pelanggaran yang
dilakukan di wilayah teritorialnya (locus
delicti)
• Jurisdiksi teritorial obyektif ! jurisdiksi
yang dimiliki oleh negara-negara atas
kejahatan/pelanggaran yang dilakukan di
satu negara tetapi berimbas ke atau
diselesaikan di negara lain
KEWAJIBAN MENYERAHKAN
• Apakah requested state wajib memberikan
orang yang diminta kepada requesting state?
– Grotius mengatakan bahwa “wajib hukumnya bagi
negara untuk menyerahkan orang yang berlindung di
negaranya kepada negara, tempat ia melakukan
kejahatan”
– Pendapat ini dipengaruhi oleh teori hukum alam
bahwa “tiada seorangpun yang boleh lolos dari hukum
atau hukuman” ! konsep keadilan
– Adagium “aut punire aut dedere” ! either you
punish or you extradite
TIDAK WAJIB MENYERAHKAN
• Menyerahkan orang yang melakukan kejahatan
tidak wajib, sebelum ada permintaan dari negara
yang meminta
• Pendapat ini lebih banyak diikuti oleh negara-
negara saat ini sehingga negara tidak memiliki
kewajiban untuk menyerahkan orang sebelum
ada permintaan
– Beberapa negara mensyaratkan adanya perjanjian
ekstradisi sebelum menyerahkan pelaku kejahatan/
pelanggaran kepada negara peminta ! Singapura –
Indonesia
CONTOH-CONTOH PERJANJIAN
EKSTRADISI
• Bilateral
– Indonesia – Australia 1994 disahkan oleh
Presiden RI melalui UU Nomor 8 Tahun 1994
• Multilateral/regional
– Perjanjian ekstradisi Liga Arab 1952
– Konvensi ekstradisi negara-negara Eropa
1957
– Konvensi ekstradisi antara Belgia, Belanda
dan Luksemburg 1962
KETENTUAN-KETENTUAN YANG DIATUR
DALAM PERJANJIAN EKSTRADISI
• Ada dua hal penting terkait dengan substansi
perjanjian ekstradisi, yaitu:
– Ketentuan-ketentuan dalam perjanjian ekstradisi yang
merupakan peraturan yang berdiri sendiri ! dalam
artian bahwa pokok permasalahan diatur secara tegas
dan jelas di dalam perjanjian ekstradisi tersebut
– Ketentuan-ketentuan dalam perjanjian ekstradisi
bersifat menunjuk ! pengaturannya ditentukan oleh
hukum nasional masing-masing negara
• Contoh: di Australia, orang yang diminta, terlebih dahulu
harus disetujui oleh pengadilan setempat ! Hendra
Rahardja di Pengadilan Australia tidak bersedia diekstradisi
dengan alasan bahwa orang/Pemerintah Indonesia rasial
terhadap orang Tionghoa
UU NASIONAL UNTUK EKSTRADISI

• Pembentukan UU nasional untuk permasalahan


ekstradisi ini lebih ditekankan pada prosedur
atau tata cara dalam permintaan atau
penyerahan orang yang diminta atau diserahkan
• UU nasional ini juga biasanya memuat ketentuan
adanya larangan untuk menyerahkan seseorang
kepada negara lain jika tidak memiliki perjanjian
ekstradisi dan/atau jika berkaitan dengan
warganegara sendiri
• Indonesia memiliki UU Ekstradisi Nomor 1 Tahun
1979
PENYERAHAN BERDASARKAN
ASAS TIMBAL BALIK
• Jika negara tidak memiliki perjanjian ekstradisi
dengan negara lain, dapat pula negara tersebut
menyerahkan pelaku kejahatan/pelanggaran
yang masuk ke wilayahnya kepada negara yang
meminta dengan alasan timbal balik
• Indonesia sendiri mengakui asas timbal balik ini,
sebagaimana tercantum dalam Pasal 2 Ayat 2
UU Nomor 1 Tahun 1979 yang menyatakan
“Dalam hal belum ada perjanjian tersebut
pada ayat 1, maka ekstradisi dapat dilakukan
atas dasar hubungan baik dan jika
kepentingan Indonesia menghendaki”
EFEK DARI PASAL 2 AYAT 2 UU
NOMOR 1 TAHUN 1979
• Efek internal ! kondisi ini memberikan
peringatan kepada setiap orang yang berada di
wilayah NKRI, bahwa siapa saja yang melakukan
kejahatan/pelanggaran di mana kejahatan/
pelanggaran tersebut berlaku juga jurisdiksi
negara lain, maka mereka dapat diserahkan
meski tanpa adanya perjanjian ekstradisi
• Efek eksternal ! kondisi ini ditujukan kepada
negara-negara lain yang tidak memiliki perjanjian
ekstradisi dengan Indonesia, tetap dapat saling
menyerahkan orang yang diminta secara timbal
balik
ASAS-ASAS DALAM EKSTRADISI
• Double criminality atau kejahatan ganda
• Speciality atau kekhususan
• Tidak menyerahkan pelaku kejahatan
politik
• Tidak menyerahkan warga negara sendiri
• Non bis in idem
• Kadaluarsa
DOUBLE CRIMINALITY
• Suatu tindakan mungkin merupakan kejahatan/
pelanggaran menurut sistem hukum negara tertentu
– Orang yang memiliki disorientasi seksual (gay/lesbian) dianggap
pelanggaran hukum serius di Arab Saudi
• Tetapi menurut negara lain, tindakan tersebut bukan
merupakan pelanggaran
– Negara-negara barat menghargai orang-orang yang memiliki
disorientasi seksual (gay/lesbian)
• Perbedaan penilaian dalam hal ini, akan mempengaruhi
proses atau tindakan hukum
– Karikatur Nabi Muhammad yang dilakukan oleh seniman
Denmark, yang mana menurut Iran itu adalah pelecehan agama
Islam, tetapi di Denmark itu adalah kebebasan berekspresi.
Wajibkah Denmark mengekstradisi seniman tersebut yang
memandang perbuatannya bukan merupakan pelecehan agama
Islam, tetapi kebebasan ekspresi, kepada Iran yang memandang
itu sebagai pelecehan terhadap agama Islam?
• Syarat ekstradisi adalah kejahatan/pelanggaran
yang dijadikan dasar untuk meminta penyerahan
atas diri pelaku oleh requesting state adalah
tindakan yang menurut requested state
merupakan juga kejahatan/pelanggaran
• Requesting dan requested states sama-sama
memandang bahwa perbuatan yang dilakukan
adalah kejahatan/pelanggaran menurut sistem
hukum yang berlaku di kedua negara tersebut
• Untuk double criminality, tidak harus namanya
sama, bahkan elemen atau unsur pidananya juga
tidak harus sama
– Kasus pemalsuan uang, tanpa harus memiliki unsur-
unsur yang sama, tindakan memalsukan uang
merupakan pelanggaran hukum di Indonesia dan
Filipina
KASUS COLLINS v. LOISEL 1922
• Pengadilan Amerika Serikat menyatakan
secara tegas bahwa hukum tidak
mengharuskan kesamaan dalam hal nama
dari kejahatan yang diatur dalam hukum
nasional di negara-negara atau ruang
lingkupnya...sudah cukup jika suatu
perbuatan tertentu yang dituduhkan itu
merupakan kejahatan/pelanggaran
menurut sistem hukum kedua negara
SISTEM HUKUM NEGARA-NEGARA

• Ada beberapa sistem hukum yang dikenal di


dunia, yaitu:
– Common law system
– Civil law system
– Syariah law system
– Socialist law

• Pemahaman terhadap suatu kejahatan/


pelanggaran sangat dipengaruhi tradisi dan
sistem hukum yang dianut oleh negara-negara
– Indonesia ! anti PKI
– Belanda ! anti NAZI
– Iran ! tidak puasa atau sholat merupakan
pelanggaran hukum
ASAS DOUBLE CRIMINALITY DALAM
PERJANJIAN EKSTRADISI
• Kejahatan/pelanggaran yang menjadi dasar
permintaan atau penyerahan seseorang harus
ditulis secara jelas dan tegas pada perjanjian
ekstradisi
• Hanya kejahatan yang tertulis secara jelas dan
tegas yang dapat dijadikan alasan untuk
mengajukan ekstradisi
• Apakah ada kejahatan/pelanggaran yang masuk
kategori double criminality tetapi tetap tidak
dapat diekstradisi?
– Ada, hal ini disebabkan kriteria kejahatan/pelanggaran
tersebut tidak dimasukkan ke dalam perjanjian
ekstradisi
SISTEM DALAM MENENTUKAN JENIS
KEJAHATAN YANG DAPAT
DIEKSTRADISIKAN

• Sistem tanpa daftar atau eliminative


system
• Sistem daftar atau list system atau
enumerative system
SISTEM TANPA DAFTAR
ATAU ELIMINATIVE
SYSTEM
• Sistem ini mengatur bahwa jenis kejahatan/
pelanggaran yang dapat dimintakan ekstradisi
adalah kejahatan/pelanggaran yang ancaman
pidananya dalam batas minimum tertentu atau
lebih dari batas minimum tersebut, menurut
sistem hukum kedua negara
– Perjanjian ekstradisi Italia – Panama 1930 ! batas
ancaman sanksi pidananya 2 tahun
– Perjanjian ekstradisi Afrika Selatan – Rhodesia
(Zimbabwe) 1962 ! batas ancaman sanksi pidana 6
bulan
• Keuntungan sistem ini adalah lebih fleksibel karena
hanya melihat ancaman sanksi pidana dari kejahatan/
pelanggaran yang dilakukan
• Sistem ini juga lebih mudah mengikuti perkembangan
yang terjadi di negara-negara, sehingga jenis kejahatan/
pelanggaran baru dapat secara langsung dimintakan
ekstradisi asalkan batas ancaman hukuman pidananya
memenuhi syarat
• Kelemahannya adalah hanya terlalu luas dalam konteks
jenis kejahatan yang dapat diekstradisikan
• Ada kemungkinan tiap-tiap negara memiliki penilaian
yang berbeda terhadap suatu kejahatan/pelanggaran,
sehingga meskipun ada kejahatan/pelanggaran yang
dilakukan yang diakui di kedua negara tetapi karena
penilaiannya berbeda maka ancaman hukumannya pun
berbeda sehingga menyebabkan tidak dapatnya
dilakukan ekstradisi
• Sistem tanpa daftar ini lebih pas diterapkan pada
negara-negara yang memiliki tradisi hukum atau
sistem hukum dan ideologi yang sama, semisal:
Uni Eropa, komunis, syariah/islam (kasus ulama
Saudi yang lari ke Malaysia, akhirnya diekstradisi
oleh Malaysia
• Penentuan batas minimum ancaman pidana
hanya dapat diukur untuk kejahatan/pelanggaran
yang dihukum penjara atau denda, untuk
hukuman cambuk, potong tangan, atau siksaan
fisik lainnya akan menjadi sulit ditentukan
SISTEM DAFTAR ATAU LIST
SYSTEM ATAU ENUMERATIVE
SYSTEM
• Dalam sistem ini, penentuan dapat atau tidaknya
suatu kejahatan/pelanggaran diekstradisikan
ditentukan dalam satu pasal atau lampiran dalam
perjanjian ekstradisi
• Kejahatan/pelanggaran yang tidak masuk dalam
daftar berarti kejahatan/pelanggaran tersebut
tidak dapat diekstradisikan
– Indonesia – Australia 1994 ada 33 jenis kejahatan
yang dapat diekstradisikan diatur dalam Pasal 2 UU
Nomor 8 Tahun 1994 tentang Perjanjian Ekstradisi
antara Indonesia dan Australia
• Keunggulan sistem daftar ini mungkin adalah
memberikan kepastian hukum kepada para
pihak, baik yang meminta dan yang diminta
• Namun, kekurangannya adalah kaku, apalagi jika
muncul jenis kejahatan baru yang tidak
tercantum dalam daftar kejahatan tersebut,
seperti kejahatan/pelanggaran yang
menggunakan kecanggihan teknologi, yang
mana kejahatan/pelanggaran seperti itu belum
dimasukkan ke dalam peraturan perunadang-
undangan di kedua negara atau hanya salah
satu negara
SISTEM LAIN SELAIN KEDUA
SISTEM TERSEBUT
• Sistem tanpa penentuan batas ancaman pidana
minimum
– Kejahatan yang dapat dimintakan ekstradisi atau
menjadi dasar dimintakan ekstradisi adalah kejahatan
apa saja yang mana di kedua negara tersebut
tindakan yang dilakukan adalah merupakan tindak
pidana/pelanggaran
• Sistem kombinasi
– Dalam sistem ini ada kombinasi, disamping diperinci
secara tegas dan jelas dalam perjanjian ekstradisi,
juga batas minimum ancaman pidananya, untuk
dijadikan dasar permintaan ekstradisi
SISTEM KOMBINASI PADA
INDONESIA – FILIPINA 1976
• Dalam pasal II A ditegaskan bahwa: “orang-orang
yang diserahkan sesuai dengan ketentuan-
ketentuan perjanjian ini adalah mereka yang
didakwa, dituntut, atau dihukum karena
melakukan salah satu kejahatan/pelanggaran
yang tersebut di bawah ini, dengan ketentuan
bahwa kejahatan/pelanggaran tersebut menurut
hukum kedua pihak dapat dihukum dengan
hukuman mati atau perampasan kemerdekaan
dengan jangka waktu di atas 1 tahun...”
CONTOH KASUS
• Pencurian yang diatur dalam KUHP Pasal 362 s.d 367, di
mana Pasal 364 tentang pencurian ringan diancam
hukuman kurungan paling lama (maksimal) 3 bulan dan
denda sebanyak-banyaknya Rp.300,-,
• Seseorang melakukan pencurian ringan di Filipina
kemudian lari ke Indonesia, selanjutnya Filipina
mengajukan permintaan ekstradisi kepada Indonesia,
maka hal-hal yang harus diperhatikan adalah:
– Double criminality? ! iya
– Pencurian, termasuk kategori pencurian yang mana? Jika
kategorinya masuk pada pasal 362 tentang pencurian biasa
(maksimal 5 tahun), pasal 363 tentang curat (maksimal 7 tahun),
pasal 365 tentang curas (maksimal 9 tahun), maka permintaan
ekstradisi bisa terpenuhi karena di atas 1 tahun
– Jika masuk kategori pasal 364 tentang pencurian ringan, maka
permintaan ekstradisi tidak dapat dipenuhi karena kurang dari 1
tahun
BERPARTISIPASI DALAM
KEJAHATAN/PELANGGARAN
• Dalam kejahatan/pelanggaran selalu ada pelaku
(perpetrator) dan pembantu pelaku (co-perpetrator),
apakah perjanjian ekstradisi hanya meminta pelaku
ataukah juga pembantu pelaku?
• Perjanjian ekstradisi Inggris – AS 1931, Pasal 3 bagian 2
menyatakan: “extradition is also to be granted for
participation in any of the aforesaid crimes of offences,
provided that such participation be punishable by the
laws of both High Contracting Parties.”
• Demikian pula, perjanjian ekstradisi Indonesia – Malaysia
1974, Pasal 2 Ayat 2 menyatakan: “crimes provided for in
paragraph 1 of this Article including abetment
(perbantuan) and attempt to commit such crimes.”
• Perjanjian ekstradisi Indonesia – Filipina 1974,
Pasal II B menegaskan: “extradition shall also be
granted for participation in any of the crimes
mentioned in this Article, not only as principals
(pelaku utama) or accomplices (pelaku peserta),
but also as accessories (pelaku pembantu), as
well as for attempt to commit or conspiracy to
commit any of the aforementioned crimes, when
such participation, attempt or conspiracy is
punishable under the laws of both Contracting
Parties by deprivation of liberty exceeding one
year.”
ASAS SPECIALITY ATAU
KEKHUSUSAN
• Tahap pertama dari ekstradisi, yaitu double criminality
telah terpenuhi, maka selanjutnya adalah asas speciality
atau kekhususan
• Bagaimana jika seseorang melakukan kejahatan/
pelanggaran lebih dari satu jenis, seperti pembunuhan,
penipuan, pemalsuan mata uang, pencurian dengan
kekerasan dan sebagainya? Apakah negara peminta
dapat mengajukan ekstradisi untuk semua jenis
kejahatan/pelanggaran yang dilakukan?
• Ada 2 kemungkinan, yakni:
– Pertama, dikabulkan semua
– Kedua, dikabulkan hanya sebagian jenis kejahatan/pelanggaran
saja
APAKAH ASAS SPECIALITY INI
EFEKTIF?
• Jika negara peminta melanggar, pelaku protes,
negara yang diminta juga protes, apakah asas
speciality memiliki kekuatan hukum untuk
memaksa?
– Tampaknya tidak, dan ini merupakan kelemahan dari
asas ini, oleh karena itu diperlukan kehati-hatian dari
negara yang diminta sebelum menyerahkan
seseorang kepada negara peminta demi menghormati
hak asasi dari pelaku pidana tersebut
– Ternyata asas kekhususan ini juga boleh disimpangi,
artinya negara peminta boleh mengadili atau
menghukum orang yang diminta atas kejahatan lain
selain kejahatan yang diminta
ASAS SPECIALITY DAPAT
DIKESAMPINGKAN
• Dalam hal:
– Jika negara yang diminta menyetujui maksud negara peminta
untuk mengadili dan menghukum pelaku
k e j a h a t a n / pelanggaran. Namun demikian, persetujuan
tersebut hanya untuk jenis kejahatan/pelanggaran yang
dimintakan ekstradisi, jika keinginan mengadili dan menghukum
untuk jenis kejahatan/ pelanggaran lain yang tidak ada dalam
perjanjian ekstradisi, negara yang diminta wajib menolak atau
menyatakan keberatan
– Apabila pelaku kejahatan sendiri yang menyatakan
pesetujuannya untuk diadili dan dihukum atas kejahatan lain
selain jenis kejahatan yang menjadi dasar ekstradisi
– Negara peminta dapat mengadili dan menghukum jenis
kejahatan lain selain yang diminta, jika orang tersebut tidak
segera meninggalkan wilayah negara peminta atau ia tidak
menggunakan kesempatan tersebut
PASAL IX B PERJANJIAN EKSTRADISI
INDONESIA – FILIPINA 1974
• Setelah menjalani hukuman di negara peminta, pelaku
diberi waktu untuk meninggalkan negara peminta dalam
batas waktu maksimal 45 hari terhitung sejak tanggal
pembebasan. Jika dalam waktu 45 hari ia tidak
meninggalkan negara peminta, maka ia dapat dihukum
untuk jenis kejahatan selain yang ada pada perjanjian
ekstradisi.
• Jika orang tersebut meninggalkan negara peminta dan
kemudian ia kembali lagi secara sukarela sebelum atau
setelah 45 hari, negara di mana ia berada dapat
mengadili kejahatan yang ia lakukan selain dari jenis
kejahatan yang dapat diekstradisikan
ASAS TIDAK MENYERAHKAN
PELAKU KEJAHATAN POLITIK
• Kasus Haya de la Torre
• Kejahatan politik diatur tersen
d i r i d a l a m perjanjian ekstradisi dan
dikecualikan dari jenis- jenis kejahatan yang
dapat dijadikan dasar untuk melakukan ekstradisi
– Kasus 42 warga Papua di Australia
– Kasus warga Timtim di Kedubes AS
– Kasus PRD (Partai Rakyat Demokratik)
– Lihat: Konvensi Jenewa 1951 dan Protokol New York
1967 tentang Status Pengungsi
ASAS TIDAK MENYERAHKAN
WARGANEGARA SENDIRI
• Negara diberi kekuasaan untuk tidak menyerahkan
warganegaranya sendiri yang dituduh melakukan
kejahatan/pelanggaran di negara lain
• Biasanya klausula ini dicantumkan dalam perjanjian
ekstradisi, sebagaimana tercantum dalam Pasal 5 UU
Nomor 8 Tahun 1994 tentang Perjanjian Ekstradisi antara
Indonesia dan Australia
• Negara-negara yang melarang penyerahan
warganegaranya sendiri kepada negara lain selain
Indonesia, yaitu: Perancis, Jerman, Rusia, Austria, China,
Taiwan dan Jepang
ASAS NE BIS IN IDEM
(DOUBLE JEOPARDY)
• Dalam hukum pidana asas ini sangat dikenal di
mana seseorang tidak dapat diadili dan dihukum
lebih dari satu kali untuk kejahatan yang sama
• Asas ini berusaha untuk menjamin hak asasi dari
pelaku kejahatan/pelanggara agar tidak dihukum
dua kali untuk kejahatan yang sama
• Dalam setiap perjanjian ekstradisi, asas ini selalu
dicantumkan, sebagaimana dalam Pasal 6 UU
Nomor 8 Tahun 1994 tentang Perjanjian
Ekstradisi antara Indonesia dan Australia
ASAS KADALUARSA
• Kadaluarsa dikenal juga dengan lewat waktu
(lapse of time) dengan tujuan untuk memberikan
kepastian hukum bagi semua pihak
• Ketentua n kadaluars a suat u kejahatan /
pelanggaran di tiap-tiap negara berbeda-beda
• Asas ini selalu dicantumkan dalam perjanjian
ekstradisi, seperti dalam UU Nomor 8 Tahun
1994 tentang Perjanjian Ekstradisi antara
Indonesia dan Australia, pada Pasal 9 Ayat 1(a)
terkait dengan pengecualian atas ekstradisi
HAL-HAL LAIN YANG MENGHALANGI
PROSES EKSTRADISI
• Kemungkinan menghadapi bentuk-bentuk hukuman
tertentu, seperti hukuman mati atau hukuman badan
yang sifatnya menyiksa
• Untuk hukuman mati, negara-negara seperti Australia,
Kanada, Makau dan hampir semua negara di Eropa akan
menolak untuk mengabulkan permintaan ekstradisi
• Untuk hukuman badan yang sifatnya menyiksa, hampir
semua negara akan menolak permintaan ekstradisi jika
risiko yang dihadapi pelaku kejahatan/pelanggaran
adalah hukuman yang bersifat menyiksa
– Kasus Soering v. UK, Pengadilan HAM Eropa memutus bahwa
Inggris akan melanggar Pasal 3 Konvensi Eropa tentang HAM
jika mengekstradisi Soering ke Amerika Serikat jika hukuman
yang dihadapi adalah hukuman mati
KEJAHATAN POLITIK
• Konsep awal adalah aut dedere aut punire (either you
extradite or you punish) karena pelaku kejahatan/
pelanggaran wajib dihukum untuk menghindari kesan
adanya impunity
• 1815, Sir James Mackintosh mencetuskan ide bahwa
tidak benar suatu negara menyerahkan pelaku kejahatan
politik kepada negara yang meminta, seharusnyalah
negara tersebut memberikan suaka politik
• Perancis dan Belgia menjadi negara pelopor untuk tidak
menyerahkan pelaku kejahatan/pelanggaran politik
kepada negara peminta, dan hal tersebut dicantumkan
dalam setiap perjanjian ekstradisi
• Yang dimaksud dengan kejahatan politik
pada saat itu adalah menentang
pemerintah yang sah atau yang sedang
berkuasa
• Pertimbangan untuk tidak memberikan
pelaku kejahatan politik ad
a l a h perlindungan HAM untuk seseorang
atau kelompok yang memiliki pandangan
politik berbeda
PRAKTIK NEGARA-NEGARA TERKAIT
DENGAN KEJAHATAN POLITIK
• INGGRIS
– J.S. Mill mendefinisikan kejahatan politik sebagai ‘a crime which
was conducted with the relation on the civil war and other political
commotion’
– Hakim Stephen menjelaskan bahwa ‘kejahatan politik dilakukan
dalam hubungannya dengan atau sebagai bagian dari huru hara
politik’
– Kasus Castioni 1891 antara Inggris dan Swiss, di mana Inggris
menolak untuk menyerahkan Castioni ke Swiss
– Kasus Meunir, Hakim Cave mendefinisikan bahwa ‘suatu
kejahatan dianggap sebagai kejahatan politik apabila dalam
suatu negara terdapat dua pihak atau lebih di mana pihak yang
satu berusaha memaksakan kehendaknya kepada pihak lain,
seperti pemberontak
– Akhirnya Inggris menyerahkan Meunir kepada Perancis karena
kejahatan yang dilakukan oleh Meunir bukan kejahatan politik,
karena ia melakukan seorang diri
– Kasus Polish Seaman, 1955, di mana 7 orang pelaut
memaksa kapten kapal untuk berlayar ke Inggris untuk
mencari suaka karena mereka tidak suka dengan
pemerintah Polandia yang baru
– Polandia meminta ekstradisi kepada Inggris karena 7
orang pelaut tersebut dianggap telah melakukan
pembajakan kapal
– Jika mengikuti kasus Meunir, Inggris wajib menyerahkan
mereka, karena tidak ada dua pihak yang saling
memaksakan kehendaknya, namun pengadilan Inggris
tampaknya telah memiliki prasangka yang buruk terhadap
Polandia, sehingga interpretasi kejahatan politik diperluas
dengan menghubungkan situasi dan kondisi politik di
suatu negara atau politik dunia, dan Polandia berada di
blok Timur, sedangkan Inggris di blok Barat.
– Akhirnya, pengadilan memutuskan untuk menolak
permintaan ekstradisi Polandia atas 7 pelautnya karena
ke 7 orang tersebut dianggap sebagai kelompok politik
yang sedang memberontak pada kelompok politik lain
• AMERIKA SERIKAT
– Rumusan kejahatan politik di AS kurang lebih sama
dengan yang ada di Inggris.
– Dalam sejarah ekstradisi AS, Pemerintah AS pernah
menolak permintaan Kuba untuk mengekstradisi
anggota revolusioner Kuba yang dituduh melakukan
pembunuhan pada masa rejim Baptista
– Pemerintah AS juga menolak permintaan Yugoslavia
untuk mengekstradisi dua bekas pejabatnya yang
mencari perlindungan ke AS
– 1963, Pemerintah AS mengabulkan permintaan
Venezuela untuk mengekstradisi Jimenez, mantan
Presiden Venezuela yang digulingkan dengan dasar
bahwa Jimenez melakukan korupsi
– Dalam proses ekstradisi, AS meminta jaminan kepada
pemerintah baru Venezuela untuk diadili atas kasus-
kasus korupsi saja, bukan kejahatan politik
• Kasus Syah Iran yang meminta perlindungan kepada AS
setelah digulingkan oleh revolusioner Iran pimpinan
Ayatulah Khomeini, pemerintah baru Iran tidak
mengajukan ekstradisi kepada AS karena situasi kedua
negara pada saat itu sangat tegang setelah penyerangan
kantor Kedubes AS di Teheran, Iran
• Namun, ketika Syah Iran meninggalkan AS dan menetap
di Panama, Iran mengajukan permohonan ekstradisi,
namun sehari sebelum permintaan ekstradisi diajukan,
Syah Iran meninggalkan Panama dan menetap di Mesir
sampai meninggal pada tahun 1980
• Sebenarnya, ada hal yang bisa dilakukan oleh Iran agar
Syah Iran tidak meninggalkan Panama, yaitu dengan
meminta penahanan sementara sampai permohonan
ekstradisi disampaikan, namun hal itu tidak dilakukan.
Selain itu, permohonan penahanan sementara itupun
belum tentu dikabulkan oleh Panama
• Eropa Kontinental
– Dewan Eropa membuat konvensi tentang ekstradisi
pada tahun 1957;
– Pasal 3 ayat 1 mengatur “extradition shall not be
granted if the offence in respect of which it is
requested is regarded by the requested party as a
political offence or as an offence connected with a
political offence”
– Pasal 3 ayat 2 mengatur “the same rule shall apply if
the requested party has substantial grounds for
believing that a request for extradition for an aordinary
criminal offence has been made for the purpose of
prosecuting or punishing a person on account of his
race, religion, nationality or political opinion, or that
person’s position may be prejudiced for any of these
reasons”
– Dari pasal tersebut, dapat diklasifikasikan jenis
kejahatan/pelanggarannya, yaitu: kejahatan politik
murni, kejahatan politik yang kompleks dan kejahatan
politik bertautan
– Kejahatan politik murni adalah kejahatan yang
semata-mata ditujukan pada ketertiban politik suatu
negara ! pembajakan pesawat
– Kejahatan politik kompleks adalah kejahatan yang
ditujukan untuk ketertiban politik, juga ditujukan pada
hak-hak warganegara
– Kejahatan politik bertautan adalah kejahatan yang
tidak ditujukan pada ketertiban politik, tetapi memiliki
hubungan erat dengan suatu tindakan yang ditujukan
pada ketertiban politik ! p e
n i p u a n u n t u k mendapatkan
dokumen/surat yang selanjutnya
digunakan untuk kegiatan subversif
– Pengadilan Swiss menggunakan teori preponderance
untuk menganalisis kejahatan politik bertautan ini
dengan mempertimbangkan kadar dari kejahatan/
pelanggaran politik yang menjadi dasar ekstradisi !
jika pengadilan menilai unsur kejahatan biasa lebih
dominan daripada kejahatan politik atau sebaliknya,
maka itu digunakan dasar untuk mengabulkan atau
menolak ekstradisi ! secara teori ini mudah
dibicarakan, namun dalam praktik tetap sulit karena
pengadilan juga akan melihat negara yang meminta
penyerahan tersebut ! Kasus Tan Tjong Hoa antara
Indonesia dengan Austria, 1968, TTH adalah WNI yang
melarikan diri ke Austria karena kasus penggelapan,
Indonesia mengajukan ekstradisi berdasarkan asas
timbal balik karena belum memiliki perjanjian ekstradisi.
Meskipun awalnya menyetujui tetapi akhirnya Austria
menolak dengan alasan bahwa TTH adalah pejahat
politik karena dikaitkan dengan ras, dan menurut Austria,
di Indonesia ada diskriminasi sosial
KLAUSULA ATTENTAT
• Ada satu jenis kejahatan yang secara jelas adalah kejahatan
politik tetapi tidak dianggap sebagai kejahatan politik,
dengan kata lain, sifat politiknya dihapus, yaitu kejahatan
menghilangkan atau percobaan menghilangkan nyawa
kepala negara dan/atau anggota keluarganya;
• Belgia adalah negara yang pertama kali mencantumkan
klausula ini dalam UU ekstradisi tahun 1856 ! Ini diawali
adanya percobaan pembunuhan kepada Kaisar Napoleon III
tahun 1854, oleh dua warganegara Perancis yang bermukim
di Belgia, dengan cara memasang bom di lintasan rel antara
Lille dan Calais. Bom meledak tetapi tidak menewaskan
Napoleon dan keluarganya. Perancis meminta ekstradisi
tetapi karena ini adalah kejahatan politik maka Belgia
menolak karena dilarang oleh UU ekstradisi Belgia dan
perjanjian ekstradisi antaran Belgia dan Perancis. Agar hal
tersebut tidak terulang lagi, kemudian Belgia merevisi UU
ekstradisinya, dengan memasukkan klausula Attentat
tersebut
KEJAHATAN YANG DIANCAM
HUKUMAN MATI
• Ancaman hukuman dalam ekstradisi
– Permasalahan yang mungkin timbul dalam ekstradisi
terkait dengan ancaman hukuman adalah di negara
peminta, tindakan pelaku diancam hukuman mati,
sedang di negara yang diminta, ancaman hukuman
bukan hukuman mati
– Di beberapa negara hukuman mati telah dilarang
karena dianggap tidak menghargai hak asasi manusia,
seperti Inggris, Belanda, Swedia, Portugal, Jerman
Barat dan lainnya
– Jika negara peminta masih menerapkan hukuman
mati, sedangkan negara yang diminta telah
menghapus hukuman mati, maka kemungkinan besar
permintaan ekstradisi akan ditolak.
PENGATURAN KEJAHATAN YANG DIANCAM
HUKUMAN MATI DALAM PERJANJIAN EKSTRADISI

• Pengaturan seperti ini juga diatur dalam


perjanjian ekstradisi, namu berbeda satu
perjanjian dengan yang lain. Perbedaan tersebut
biasanya terletak pada penekanan kata/kalimat
– Ada penekanan pada negara yang diminta untuk
menolak ekstradisi jika diancam dengan hukuman
mati
– Ada penekanan pada negara peminta untuk tidak
menjatuhkan hukum mati kepada pelaku jika ekstradisi
dikabulkan
PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA
AUSTRIA DAN ISRAEL 1961
• Pasal 9 ayat 1 mengatur bahwa “if the
offence for which extradition os granted is
punishable by death under the laws of the
requesting state, but it is not punishable by
death under the laws of the requested
state, the requesting state shall not
pronounce of execute the death sentence.”
PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA
INDONESIA DAN FILIPINA 1976
• Pasal X mengatur bahwa “if the crime for which
extradition is requested is punishable by death
under the law of the requesting party, and if in
respect of such crime the death penalty is not
provided for by the law of the requested party or
is not normally carried out, extradition may be
refused unless the requesting party gives such
assurance as the requested party consider
sufficient that the death penalty no be carried
out.”
KEWARGANEGARAAN PELAKU
KEJAHATAN DALAM EKSTRADISI
• 5 Kemungkinan:
– Orang yang diminta adalah warganegara dari negara
peminta;
– Orang yang diminta adalah bukan warganegara dari
negara peminta;
– Orang yang diminta memiliki dwi kewarganegaraan
– Orang yang diminta tidak memiliki kewarganegaraan
– Orang yang diminta adalah warganegara dari negara
ketiga
• Pada umumnya, setiap perjanjian ekstradisi akan
memuat ketentuan yang mengatur tentang
penyerahan warganegara
KASUS NEDECKER 1936
• AS menolak permintaan ekstradisi dari
Perancis setelah mengetahui bahwa
Nedecker adalah warganegara AS. Oleh
Supreme Court AS, penolakan tersebut
didasarkan pada perjanjian ekstradisi
antara AS dengan Perancis pada 6 januari
1909, di mana kedua negara tidak wajib
menyerahkan warganegaranya
APA YANG DIMAKSUD DENGAN
KEWARGANEGARAAN?
• Ada dua hal penting yang muncul di sini, yaitu:
– Kewarganegaraan pada saat melakukan kejahatan,
ataukah
– Kewarganegaraan pada saat diterimanya permintaan
ekstradisi dari negara peminta
• Pertanyaan di atas menjadi penting karena ada
kemungkinan selama berada di negara yang
diminta, pelaku kejahatan mengganti
kewarganegaraan untuk kepentingan pribadi
• Jika penentuan kewarganegaraan pada
saat kejahatan dilakukan dan pelaku
adalah warganegara dari negara ketiga,
maka ia tidak menarik keuntungan apapun
jika ia merubah kewarganegaraannya
• Jika penentuan kewarganegaraannya
pada saat permintaan ekstradisi, maka
pelaku dapat mengambil keuntungan
dengan menyatakan bahwa negara yang
diminta tidak dapat mengek
s t r a d i s i warganegaranya sendiri
BAGAIMANA KETENTUAN
DAN PROSEDUR
EKSTRADISI DI INDONESIA?
DASAR HUKUM
• UU NOMOR 1 TAHUN 1979 TENTANG
EKSTRADISI
• Pasal 1:
– Ekstradisi adalah penyerahan oleh suatu negara
kepada negara yang meminta penyerahan seseorang
yang disangka atau dipidana karena melakukan suatu
kejahatan di luar wilayah negara yang menyerahkan
dan di dalam jurisdiksi wilayah negara yang meminta
penyerahan tersebut karena berwenang untuk
mengadili dan memidananya.
UNSUR-UNSUR DALAM
EKSTRADISI
• UNSUR SUBYEKTIF ! Negara yang meminta
dan negara yang diminta
• UNSUR OBYEKTIF ! Pelaku perbuatan
pidana yang dapat dimintai ekstradisi (tersangka,
terdakwa atau terpidana)
• UNSUR PROSEDUR ATAU TATA CARA !
Tata cara dalam hal pelaksanaan proses
ekstradisi
• UNSUR TUJUAN ! Menghukum pelaku
perbuatan pidana
PRINSIP-PRINSIP UMUM
EKSTRADISI DI INDONESIA
• Pasal 2:
– Berdasarkan perjanjian internasional, yang mana
Indonesia dan negara yang meminta menjadi negara
pihak
• UN Convention against Illicit Traffic in Narcotic Drugs and
Psychotropic Substances, 1988, diratifikasi oleh Pemri melalui
UU Nomor 7 Tahun 1997
• UN Convention against TOC, 2000, diratifikasi oleh Pemri
melalui UU Nomor 5 Tahun 2009
• UNCAC, 2003, diratifikasi oleh Pemri melalui UU Nomor 7
Tahun 2006
– Tanpa perjanjian internasional ! dilakukan atas
dasar hubungan baik berdasarkan prinsip timbal balik
INDONESIA MENGGUNAKAN
SISTEM DAFTAR
• Pasal 4:
1. Ekstradisi dilakukan terhadap kejahatan yang
tersebut dalam daftar kejahatan terlampir
sebagai suatu naskah yang tidak terpisahkan
dari UU ini.
2. Ekstradisi dapat juga dilakukan atas
kebijaksanaan dari negara yang diminta
terhadap kejahatan lain yang tidak disebut
dalam daftar kejahatan
3. ...
PENOLAKAN PERMINTAAN
EKSTRADISI (WAJIB)
• Pasal 5 ! Kejahatan Politik
• Pasal 10 ! Telah diputus oleh pengadilan di Indonesia
dan memiliki kekuatan hukum tetap
• Pasal 11 ! Telah diadili dan dibebaskan atau telah
selesai menjalani pidananya di negara lain mengenai
kejahatan yang dimintakan ekstradisi
• Pasal 12 ! Kadaluarsa (lihat: KUHAP)
• Pasal 14 ! Ada keyakinan bahwa orang yang
dimintakan ekstradisi akan dipersekusi berdasarkan SARA
• Pasal 16 ! Orang yang dimintakan ekstradisi akan
diserahkan kepada negara ketiga
PENOLAKAN PERMINTAAN
EKSTRADISI (DISKRESI)
• Pasal 6 ! Kejahatan menurut pidana militer tetapi bukan
kejahatan menurut pidana umum
• Pasal 7 ! Warganegara Indonesia
• Pasal 8 ! Locus delicti-nya seluruh atau sebagian berada
di wilayah NKRI
• Pasal 9 ! Orang yang diminta sedang diproses hukum di
Indonesia untuk kejahatan yang sama
• Pasal 13 ! Kejahatan yang dilakukan diancam hukuman
mati
• Pasal 15 ! Orang yang diminta sedang ditahan dan akan
dituntut dan dipidana atas kejahatan lain di Indonesia, kecuali
ada ijin Presiden
SYARAT-SYARAT
PENAHANAN (ARREST
WARRANT)
• Negara peminta harus mengeluarkan surat
perintah penangkapan sesuai dengan
identitas orang yang akan dimintakan
ekstradisi, termasuk perbuatan pidana
yang telah dilakukan dan peraturan hukum
yang dilanggar oleh orang yang
bersangkutan, kemudian diserahkan
kepada Pemerintah Indonesia, c.q. Kapolri
dan Jaksa Agung
PEMERIKSAAN DI PENGADILAN
• Pemeriksaan di pengadilan penting untuk
menjamin due process of law dan hak-hak dari
orang yang dimintakan ekstradisi
• Pengadilan akan melakukan cross-examination
terhadap pelaku, perbuatan pidana yang
dilakukan dan substansi dalam perjanjian
ekstradisi yang dibuat oleh Pemri
• Pengadilan selanjutnya menetapkan apakah
orang yang bersangkutan dapat diekstradisi atau
tidak.
KEPUTUSAN PERMINTAAN
EKSTRADISI
• Pasal 36:
– Penetapan pengadilan akan disampaikan
kepada Presiden oleh Menkumham dilampiri
dengan pertimbangan-pertimbangan dari
Menkumham, Menlu, Jaksa Agung dan Kapolri
– Presiden dapat memutuskan apakah orang
yang bersangkutan dapat atau tidak
diekstradisi
Suksesi Negara
(Succession of State)

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 268


Pengertian
• Secara harfiah, istilah Suksesi Negara (State
Succession atau Succession of State) berarti
“penggantian atau pergantian negara”.

• Namun istilah penggantian/pergantian negara


itu tidak mencerminkan keseluruhan maksud
maupun kompleksitas persoala
n y a n g terkandung di dalam subjek bahasan
state succession itu. Memang sulit untuk
membuat suatu definisi yang mampu
menggambarkan keseluruhan persoalan
suksesi negara.
Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 269
• Suksesi negara adalah suatu keadaan di
mana terjadi perubahan atau penggantian
kedaulatan dalam suatu negara sehingga
terjadi semacam “pergantian negara” yang
membawa akibat-akibat hukum yang sangat
kompleks.

• Negara lama atau negara yang “digantikan”


disebut dengan istilah Predecessor State,
sedangkan negara yang “menggantikan”
disebut Successor State.

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 270


• Contohnya : Suatu wilayah yang tadinya
merupakan wilayah jajahan dari suatu
negara kemudian memerdekakan diri.
Predecessor state-nya adalah negara yang
menguasai atau menjajah wilayah tersebut,
sedangkan successor state-nya adalah
negara yang baru merdeka itu.

• Contoh lain, suatu negara terpecah-pecah


menjadi beberapa negara baru, sedangkan
negara yang lama lenyap.Predecessor
state-nya adalah negara yang hilang atau
lenyap itu, sedangkan successor state-nya
adalah negara-negara baru hasil pecahan
itu
Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 271
• masalah utama suksesi negara adalah :
apakah dengan terjadinya suksesi negara itu
keseluruhan hak dan kewajiban negara yang
lama atau negara yang digantikan
(predecessor state) otomatis beralih kepada
negar a yang baru atau negar a yang
menggantikan (sucessor state)?

• Sebagaimana yang dikatakan oleh Starke,


“... dalam masalah suksesi negara, yang di-
masalahkan terutama adalah mengenai
pemindahan hak-hak dan kew
a j i b a n - kewajiban dari negara yang telah
berubah atau kehilangan identitasnya kepada
negara atau satuan lainnya yang
menggantikannya. Perubahan atau hilang
nya identitas itu disebabkan oleh
perubahan seluruh atau sebagian dari
Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 272
kedaulatan negara itu”.

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 273


Dasar Hukum
• 1978 V ienna Convention – State
Succession related to International Treaty

• 1983 V ienna Convention – State


Succession related to state debts,
belongings, formal letters

• Customary International Law

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 274


• Konvensi Wina 1978, yaitu mengenai Suksesi Negara
Dalam Hubungan Dengan Perjanjian Internasional
(Vienna Convention on Succession of State in
respect of Treaties )
Ada dua isu penting dalam suksesi negara, yaitu :

• Factual State Succession, yakni yang berkenaan


dengan pertanyaan fakta- fakta atau peristiwa-
peristiwa apa sajakah yang menunjukkan telah terjadi
suksesi negara?

• Legal State Succession, yakni yang berbicara tentang


apa akibat-akibat hukumnya jika terjadi suksesi
negara.

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 275


• Dalam pandangan para sarjana, bentuk-bentuk suksesi
negara adalah:

1. Penyerapan (absorption), yaitu suatu negara diserap oleh


negara lain. Jadi di sini terjadi penggabungan dua subjek
hukum internasional. Contohnya, penyerapan Korea oleh
Jepang th 1910
2. Pemecahan (dismemberment), yaitu suatu negara
terpecah-pecah menjadi beberapa negara yang masing-
masing berdiri sendiri. Dalam hal ini bisa terjadi, negara
yang lama lenyap sama sekali (contohnya, lenyapnya Uni
Soviet yang kini menjadi negara-negara yang masing-
masing berdiri sendiri) atau negara yang lama masih ada
tetapi wilayahnya berubah karena sebagian wilayahnya
terpecah-pecah menjadi sejumlah negara yang berdiri
sendiri (contohnya, Yugoslavia).

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 276


3.Kombinasi dari pemecahan dan penyerapan, yaitu
satu negara pecah menjadi beberapa bagian dan
kemudian bagian-bagian itu lalu diserap oleh negara
atau 2 negara-negara lain. Contohnya, pecahnya
Polandia tahun 1795 yang beberapa pecahannya
masing-masing diserap oleh Rusia, Austria, dan
Prusia.

4.Negara merdeka baru (newly independent states).


Maksudny a adalah beberap a wilaya h yang
sebelumnya merupakan bagian dari wilayah negara
lain atau berada di bawah jajahan kemudian
memerdekakan diri menjadi negara- negara yang
berdaulat.
Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 277
5. Bentuk-bentuk lainnya yang pada dasarnya
merupakan penggabungan dua / lebih subjek
hukum internasional (dalam arti negara) atau
pemecahan satu subjek hukum internasional
(dalam arti negara) menjadi beberapa negara.

• Konvensi Wina 1978 memerinci adanya lima


bentuk suksesi negara,yaitu:

1. Suatu wilayah negara atau suatu wilayah yang


dalam hubungan internasional menjadi tanggung
jawab negara itu kemudian berubah menjadi
bagian dari wilayah negara itu (Pasal 15).
Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 278
2. Negara merdeka baru (newly independent
state), yaitu bila negara pengganti yang
beberapa waktu sebelum te
r j a d i n y a suksesi negara merupakan
wilayah yang t i d a k b e b a s y a n g
d a l a m h u b u n g a n internasional
berada di bawah tanggung jawab negara
negara yang digantikan (Pasal 2 Ayat
1f).

3. Suksesi negara yang terjadi sebagai akibat


dari bergabungnya dua wilayah atau lebih
Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 279
menjadi satu negara merdeka.

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 280


4. Suksesi negara yang terjadi sebagai akibat
dari bergabungnya dua wilayah atau lebih
menjadi menjadi suatu negara serikat
(Pasal 30 Ayat 1).

5. Suksesi negara yang terjadi sebagai akibat


terpecah-pecahnya suatu negara negara
menjadi beberapa negara baru (Pasal 34
ayat 1).

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 281


• Legal state succession, berbicara tentang
akibat hukum yang ditimbulk
a n o l e h terjadinya suksesi negara. Ada 2
(dua) teori, yaitu teori yang dikenal sebagai
Common Doctrine dan Teori Tabula Rasa
(Clean State Theory).

• Menurut Common Doctrine, dalam hal


terjadinya suksesi negara, maka segala hak
dan kewajiban negara yang lama lenyap
bersama dengan lenyapnya negara itu
(predecessor state) dan kemudian beralih
kepada negara yang menggantikan
(successor state)
Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 282
• Teori Tabula Rasa (clean state) menyatakan
bahwa suatu negara yang baru lahir
(successor state) akan memulai hidupnya
dengan hak-hak dan kewajiban yang sama
sekali baru. Dengan kata lain, tidak ada
peralihan hak dan kewajiban dari negara
yang digantikan (predecessor state).

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 283


Kritik
• Sesungguhnya kedua pendirian ini sama
tidak realistisnya. Sebab
p r a k t i k menunjukkan ada hal-hal yang
dianggap dapat beralih dari
predecessor state kepada successor
state. Sebaliknya, ada hal-hal yang
memang tidak beralih, sebagaimana
ditunjukkan oleh praktik negara-negara
selama ini. Dengan kata lain, tidak
mungkin dibuat kriteria yang bersifat
general dalam hubungan ini melainkan
harus dilihat kasus per kasus.
Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 284
Kasus-kasus yang dimaksud, antara lain :

• Bagaimanakah akibat hukum suksesi negara


terhadap kekayaan negara (public property)?
• Bagaimanakah akibat hukum suksesi negara
terhadap keberadaan kontrak-kontrak konsesional
(concessionary contracts) yang ada?
• Bagaimanakah akibat hukum suksesi negara
terhadap keberadaan hak-hak privat (private
rights)?
• Bagaimanakah akibat hukum suksesi negara
dalam hubungan dengan tuntutan-tuntutan
terhadap perbuatan melawan hukum (claims in tort
or delict)?
• Bagaimanakah akibat hukum suksesi negara
terhadap pengakuan (recognition)?
• Bagaimanakah akibat hukum suksesi negara
terhadap keberadaan utang-utang negara (public
debts)?

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 285


• Suksesi negara dan kekayaan negara.

Dengan melihat praktik negara-negara


yang ada, para ahli pada umumnya
sependapat bahwa, jika terjadi suksesi
negara, kekayaan negara, yang meliputi
gedung-gedung dan tanah-tanah milik
negara, dana-dana pemerintah yang
tersimpan di bank, alat-alat transportasi
milik negara, pelabuhan-pelabuhan, dan
sejenisnya , berali h kepad a negar a
pengganti (successor state).
Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 286
• Suksesi negara dan kontrak-kontrak
konsesional.

Apakah negara pengganti (successor state)


Mempunyai kewajiban untuk melanjutkan
kontrak-kontrak konsesional yang dibuat oleh
negara yang digantikan (predecessor state)
ataukah konrak-kontrak itu otomatis berakhir
dengan terjadinya suksesi negara.

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 287


Pada dasarnya negara pengganti (successor
state) dianggap berkewajiban untuk
menghormati kontrak-kontrak semacam itu
yang dibuat oleh negara yang digantikan
(predecessor state) dengan pihak \ pemegang
konsesi (konsesionaris).

Artinya, kontrak-kontrak tersebut seharusnya


dilanjutkan oleh negara pengganti (successor
state). Namun, bilamana demi kepentingan
kesejahteraan negara kontrak-kontrak tersebut
Dipandang perlu untuk diakhiri maka pemegang
konsesi harus diberikan hak untuk menuntut
kompensasi atau ganti kerugian.
Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 288
• Suksesi negara dan hak-hak privat.

Persoalan adalah, bagaimanakah keberadaan


hak-hak privat yang diperoleh berdasarkan
hukum negara yang digantikan (predecessor
state) bilamana terjadi suksesi negara?

Dalam hal ini, para sarjana berpendapat bahwa


:
• Pada prinsipnya, successor state berkewajiban
untuk menghormati hak-hak privat yang
dipperoleh berdasarkan hukum predecessor
state.
Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 289
• Kelanjutan dari hak-hak privat itu berlaku
selama perundang-undangan baru dari
successor state tidak menyatakan lain
(misalnya mengubah atau menghapusnya).

• Pengubahan atau penghapusan terhadap


hak-hak privat yang diperoleh berdasarkan
hukum predecessor state itu tidak boleh
bertentangan dengan atau melanggar
kewajiban-kewajiban internasional dari
successor state, terutama m
e n g e n a i perlindungan diplomatik.
Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 290
• Berhubung hak-hak privat itu jenisnya
bermacam-macam, maka prinsip-prinsip
dasar sebagaimana disebutkan di atas perlu
dirumuskan secara sendiri-sendiri. Dengan
kata lain, pemecahannya bersifat kasuistis.

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 291


• Suksesi negara dan tuntutan-tuntutan
terhadap perbuatan melawan hukum.

Apakah successor state wajib menerima


tanggun g jawab yang timbul karena
perbuatan melawan hukum yang dilakukan
oleh predecessor state? Dalam kaitan ini
para sarjana sependapat bahwa successor
state tidak berkewajiban untuk menerima
tanggung jawab yang timbul akibat perbuatan
melawan hukum yang dilakukan oleh
predecessor state.
Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 292
• Suksesi negara dan pengakuan.

Masalah adalah, apakah dalam hal terjadi


suksesi negara pengakuan yang pernah
diberikan oleh suatu negara kepada negara
yang mengalami suksesi itu juga berakhir?

A.Bilamana suksesi negara itu bersifat


universal, yang berarti hilangnya identitas
internasional dari negara y
a n g bersangkutan, maka pengakuan itu
otomatis gugur.

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 293


B. Bila suksesi itu bersifat parsial, yang berarti
negara yang lama (predecessor state) tidak
kehilangan identitas internasionalnya, maka
dalam hal ini berlaku “asas kontinyuitas
negara” (continuity of state principle).
Artinya, pengakuan yang pernah diberikan
itu tetap berlaku. Namun, bilamana negara
yang memberikan pengakuan tadi tidak lagi
memandang negara yang pernah diberi
pengakuan itu memenuhi syarat negara
menurut hukum internasiona
l , m a k a pengakuan itu dapat ditarik
kembali. Pada umumnya, jika itu terjadi,
penarikan kembali pengakuan itu tidak
Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 294
dilakukan secara tegas.

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 295


• Suksesi negara dan utang-utang negara.

Masalah adalah apakah negara pengganti


(successor state) berkewajib
a n u n t u k menerima tanggung jawab atas
utang-utang negara yang ditinggalkan oleh
negara yang digantikan (predecessor state).

Dalam hubungan ini tidak terdapat kesamaan


pendapat di kalangan para sarjana maupun
praktik negara-negara dan sifatnya sangat
kasuistis.

Pedomannya adalah sebagai berikut :


Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 296
• Jika utang-utang tersebut dipergunakan
untuk kepentingan atau kemanfaatan wilayah
yang digantikannya, maka successor state
dipandang berkewajiban untuk menerima
tanggung jawab atas utang-utang tersebut.

• Sebaliknya, jika manfaat utang-utang


tersebut ternyata hanya dinikmati oleh
golongan-golongan masyarakat tertentu yang
memegang kekuasaan pada saat itu maka
successor state tidak dianggap berkewajiban
untuk menerima tanggung jawab atas utang-
utang tersebut.

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 297


• Successor state juga dipanda
ng tidakbertanggung jawab at
a s u t a n g - u t a n g predecessor state
yang digunakan untuk membiayai perang
melawan successor state atau maksud-
maksud yang bermusuhan dengan
successor state sebelum terjadinya
suksesi negara.

• Dalam hal suksesi negara itu


b e r u p a terpecah-pecahnya satu
negara menjadi beberapa bagian yang
kemudian bagian- bagian itu masing-
masing menjadi negara y a n g b e r d i r i
s e n d i r i , s u c c e s s o r s t a t e s
dipandang berkewajiban untuk bertanggung
jawab atas utang-utang itu se
Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 298
c a r a proporsional menurut suatu metode
distribusi yang adil.

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 299


• Dalam hal suksesi negara itu bersifat parsial,
maka successor state yang menggantikan
wilayah yang terlepas itu dip
a n d a n g berkewajiban untuk
menanggung utang- utang lokal atas wilayah
yang bersangkutan.

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 300


Suksesi dalam kaitan individu
• Tidak diatur dalam Konvensi Wina 1978 dan
1983
• Diberikan kebebasan pada individu dalam
menentukan kewarganegaraan mengikuti
predecessor maupun successor melalui
instrumen hukum nasional
• 1961 Con v . On the Reduction
o f Statelessness : negara harus
menjamin tidak ada individu yang menjadi
stateless akibat praktek suksesi di negaranya
Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 301
Suksesi dan keanggotaan dalam OI

• Keanggotaan dalam OI ditentukan oleh


konstitusi masing-masing organisasi
• Ex : PBB tidak mengatur secara spesifik,
hanya terhadap negara baru maka berlaku
aturan atasnya.
• Artinya: negara baru harus mengikuti aturan
yang berlaku untuk negara baru yaitu
mendaftarkan diri sebagai anggota baru
kecuali telah ada izin sesuai ketentuan yang
terdapat pada piagam
Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 302
• PBB juga menetapkan bahwa keanggotaan
suatu negara di PBB tidak akan terhenti
hanya karena terjadinya perubahaan atau
pergantian konstitusi atau perbatasan

• Ex : Uni Sovyet membentuk 3 negara Baltik,


Georgia dan 11 negara lain ( 3 diantara
Rusia-Belorusia-Ukraina), akhirnya Rusia
menggantikan U.Sovyet sbg anggota tetap
DK PBB, Belorusia-Ukraina sebagai anggota
dan yang lain mendaftarkan diri sebagai
negara baru di PBB
Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 303
Cara Terjadinya Suksesi Negara

Ada dua cara terjadinya suksesi negara, yakni :


• Tanpa kekerasan. Dalam hal ini yang terjadi
adalah perubahan wilayah secara damai.
Misalnya beberapa negara secara sukarela
menyatakan bergabung dengan suatu negara
lain dan menjadi bagian daripadanya. Atau
sebaliknya, suatu negara tanpa melalui
kekerasan (misalnya perang saudara) secara
sukarela memecah dirinya menjadi beberapa
negara yang masing-masing berdiri sendiri.

• Dengan kekerasan. Cara terjadinya suksesi


negara yang melalui kekerasan dapat berupa
perang ataupun revolusi.
Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 304
Jenis-jenis Suksesi Negara

Ada dua macam atau jenis suksesi negara,


yaitu :

• Suksesi universal; dan


• Suksesi parsial.

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 305


• Perbedaan dari kedua jenis suksesi negara
ini terletak pada bagian wilayah dari suatu
negara yang digantikan kedaulatannya.
Bilamana suksesi itu terjadi terhadap seluruh
wilayah suatu negara (berarti negara yang
lama atau predecessor state lenyap) maka
suksesi yang demikian dinamakan suksesi
universal.

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 306


• bilamana suksesi negara itu hanya meliputi
bagian tertentu saja dari wilayah suatu
negara (berarti predecessor state masih
ada hanya wilayahnya saja yang berubah),
maka suksesi yang demikian dinamakan
suksesi parsial.

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 307


• Pada suksesi universal, iden
t i t a s internasional dari suatu negara
lenyap sebagai akibat lenyapnya seluruh
wilayah negara itu. Di sini, “kepribadian
hukum internasional” (international legal
personality) dari negara itu hilang.

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 308


• Pada suksesi parsial, identi
tas
internasional dari negara itu tidak hilang
melainkan hanya luas wilayahnya saja
yang berubah. Dalam hubungan ini, negara
itu tidak kehilangan kepribadian hukum
internasionalnya

Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 309


hilangnya Korea pada 1910 karena dikuasi Jepang
tahun 1910, Kongo dikuasi Belgia, Colombia international identity dari
terpecah menjadi tiga negara merdeka yaitu suatu negara hilang karena
Venezuela, Equador serta New Cranada pada seluruh wilayahnya hilang
tahun 1832.

Suksesi Universal wilayah suatu negara habis


terbagi-bagi yang masing-
masing bagian dicaplok oleh
wilayah polandia yang negara-negara lain
dicaplok oleh Rusia, Austria
dan Prusia pada tahun 1975.
Suksesi Negara kecil yang kemudian
meleburkan diri menjadi
Negara satu negara besar negara predecossornya masih
eksis, tetapi sebagian wilayahnya
memisahkan diri menjadi negara
merdeka ataupun bergabung
Suksesi Parsial dengan negara lain

contohnya hilangnya Timor-Timor dari NKRI membentuk Timor Leste


pada tahun 1999. Negara Indonesia menjadi predecessor state masih
ada, yang terjadi adalah bahwa Indonesia kehilangan sebagian
wilayahnya Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 306
SUKSESI NEGARA DI INDONESIA

Diserahkannya Irian Barat Lepasnya Timor-


Kemerdekaan Indonesia dari oleh Belanda kepada
Kolonial Belanda Timor
Indonesia

Indonesia dapat pr o ses r ef er endum sebagai provinsi


bergabung dalam di bawah pengawasan PBB ke-27
kelompok newly membentuk
independent state negara baru
menurut Konvensi Wina yang merdeka
1978 dan 1983 wilayah itu menjadi provinsi yaitu Timor
ke-26 pada tahun 1963 Leste pada
Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) tahun 1999 307
Copyright by Edward Panjaitan 2023 (C) 308
HUKUM ORGANISASI
INTERNASIONAL

309
1. Pengertian Organisasi Internasional
a. Bowett, D.W., dalam bukunya “The
Law of International Institution”,
mengatakan bahwa,tidak terdapat satu
definisipun yang diterima secara
umum tentang Organisasi Internasional,
pada umumnya bagaimanapun juga
organisasi-organisasi ini adalah organisasi
permanen (misal : dibidang postel atau
administrasi kereta api) yang didirikan
atas dasar suatu perjanjian
internasional yang kebanyakan ialah
perjanjian multilateral daripada
perjanjian bilateral dan disertai dengan
suatu tujuan tertentu
310
b. J.G. Starke, dalam bukunya, “An Introduction to
International Law”, tidak pula memberikan
suatu batasan khusus. Ia hanya membandingkan
fungsi-fungsi, hak-hak, dan kewajiban-kewajiban
serta wewenang dari organisasi-organisasi
lembaga internasional ini dengan sebuah negara.

Ia mengatakan bahwa :
pada hakekatnya seperti fungsi-fungsi suatu
negara modern dan hak-hak, kewajiban-
kewajiban dan kekuasaan-kekuasaan yang
dimiliki alat-alat perlengkapan kesemuanya
diatur oleh suatu hukum nasio
n a l y a n g dinamakan HTN, sehingga
dengan demikian organisasi-organisasi
internasional yang ada sama halnya dengan
alat-alat perlengkapan suatu negara modern
yang diatur oleh semacam hukum tata negara
311
c. Leonard
Organisasi internasional mempunyai arti
dan ciri-ciri khusus yaitu : cara melakukan
hubung an-hubung an inter nas io
n a l dilakukan melalui badan-badan
permanen yang telah diserahi dengan
tanggung jawab dan wewenang
tertentu dan melalui badan ini setiap
pemerintah negara dapat melaksanakan
kebijakan- k e b i j a k a n n y a d a n h
a l - h a l y a n g menyangkut kepentingan
nasionalnya.
312
d. Dr. Boer Mauna
Organisasi Internasional adalah suatu
perhimpunan negara-negara yang
merdeka dan berdaulat yang bertujuan
untuk mencapai kepentingan bersama
melalui organ-organ dari perhimpunan itu
sendiri.

313
2. Sejarah Perkembangan Organisasi Internasional

Ditinjau dari sudut pertumbuhannya terdapat dua


faktor
yang menentukan/mempengaruhi, karena :
a. Pesatnya perkembangan teknologi dan komunikasi
sehingga menimbulkan pula keinginan untuk
mengatur kegunaannya secara kolektif
b. Meluasnya hubungan-hubungan Internasional di
seluruh permukaan planet bumi ini, sehingga
menimbulkan kesulitan-kesulitan dari kekomplekan
hubungan-hubungan tersebut. Adalah tidak
mungkin lagi pengaturannya dapat diselesaikan
hanya melalui perjanjian-perjanjian bilateral atau
pun melalui saluran diplomatik yang tradisional saja
314
Dampak Perkembangan Organisasi Intenasional

• Organisasi Internasional yang muncul di bidang


komunikasi
- International Telegraphic Union (ITU) th 1865
- Universal Postal Union (UPU) th 1874
- International Union of Railway Freight (IURF)
th 1890
- International Institute of Agriculture (IIA) th
1905
- International Radio Telegraphic Union (IRTU)
th 1906
• Permasalahan akibat hub. Internasional
awalnya dapat diselesaikan melalui perjanjian
bilateral tetapi kemudian persoalan semakin
komplek dan melibatkan banyak negara
315
• Konferensi multilateral yang menyelesaikan
konflik internasional sesudah perang (“post war
settlement”), misal :
- Kongres Wina th. 1815
- Konferensi Den Haag th. 1899
- Konferensi Paris th. 1919
• Titik perkembangan Org. Internasional dapat
dianggap mulai tumbuh adalah sejak Kongres
Wina th 1815 (“The Congress of Vienna and the
concert of europe systems”) yang berhasil
mengadakan suatu deklarasi yang antara lain
berbunyi :

316
“ It was considered by its leading participant as
the forerunner of a series of regular
consultations among the great powers which
would serve as board meeting for the europeans
community of nations”.
• Dari deklarasi tersebut, jelas bahwa negara2
sekutu yang menang perang sepakat untuk
mengadakan pertemuan2 teratur yang akan
diadakan dalam waktu yang akan datang.
• Sebagai realisasinya antara th 1818-1822 telah
diadakan 4 kali kongres yaitu :
- Aix-la-chap-pele th 1818
- Troppan dan Laibach th 1820-1821
- Verona th 1822

317
Kesulitan-kesulitan dalam Sistem Konferensi Ad-Hoc

1. Konferensi harus diadakan setiap timbul persoalan


yang baru.
Umumnya inisiatif ini diprakarsai oleh salah satu
negara yang bersangkutan dengan konflik tersebut.
Setiap kali konferensi yang selalu harus diadakan ini
menimbulkan pula kesulitan2 baru dan akibatnya
dapat menghambat jalannya kerja sama internasional
dalam masalah tersebut.

2. Para delegasi dari negara2 yang bersangkutan dalam


membicarakan beberapa masalahnya tidak seperti di
LBB atau PBB, mereka lebih banyak menyampaikan
pernyataan2 dari kebijakan2 negaranya masing2. Hal
ini mengakibatkan konferensi tersebut bersifat kaku.

318
3. Konferensi ini diadakan oleh negara2 yang
mengundang.
Sehingga disini tidak mencerminkan prinsip
keanggotaan tertentu yang secara otomatis memberi
hak perwakilan.

4. Konferensi berpegang teguh secara kaku kepada


aturan persamaan kedaulatan negara2 anggota.
Dengan konsekuensinya adalah semua warga
mempunyai hak suara yang sama, dan semua
keputusan ditetapkan berdasarkan “prinsip unanimity”
atau kesepakatan bulat. Padahal terdapat beberapa
persoalan yang seharusnya memperhatikan suara2 dari
minoritas, apabila kemajuan dan penyelesaian ingin
dicapai

319
• Konferensi semacam ini seringkali tidak
dapat memecahkan persoalan2 hukum
• Banyak persoalan2 hk yang bersifat
politis, menyangkut segi2 hak dan
kewajiban negara menurut hk
internasional
• Ada beberapa contoh :
- Konferensi di Paris tahun 1856
- Konrerensi di Berlin tahun 1871

320
Organisasi yang pertama kali muncul sebagai
realisasi dari kebutuhan, baik secara individu
maupun kolektif mengakibatkan timbulnya
organisasi2 swasta (“private international
union”), misalnya :
•The World Anti Slavery Convention th 1840
•International Committee of Red Cross
(ICRC) th 1863
•Inter-parliamentary Union (IPU) th 1873

321
Klasifikasi Organisasi Internasional
* 1. Siapa ?

Publik Privat

ex : PBB, ASEAN

Perusahaan
Non Pemerintah
Internasional
ex : Fed Tenis Inter

Privat Hk Internasional

322
2. Sistem Keanggotaan ?

Universal Tertutup

Org. Negara dg
Org. Regional Org. Fungsional
Latar Blkg Sama

3. Pemberian Status Org. Inter yg dibentuk ?

Org. Antar Pemerintah Org. Supranasional

323
4. Pada Lingkup Fungsi ?

Org. Fungsional Org. Umum/Politik

Organisasi Internasional yang bersifat universal


mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
1. OI yang meliputi seluruh penjuru dunia dan beroperasi
di segala bagian dunia untuk terwujudnya universalitas.
2. OI yang timbul karena keperluan pokok.
3. OI yang bersifat heterogen yaitu dibentuk oleh
pemerintah yang mempunyai pandangan politik yang
berbeda-beda yang berasal dari berbagai kebudayaan
dan yang mempunyai tingkat perkembangan yang
berbeda-beda
4. SUBJEK, OBJEK DAN SUMBER HUKUM
ORGANISASI INTERNASIONAL

a. Subjek
Semua organisasi internasional, termasuk
org. regional dan org. lainnya yang dapat
digolongkan sebagai org. internasional.
OI memiliki Personalitas Hukum artinya :
tindakan dalam kapasitasnya sebagai OI
sesuai dengan ketentuan yang termuat di
dalam instrumen dasar yang dimiliki oleh OI
tersebut.
Menurut Leroy Bennet, OI memiliki ciri-ciri
sebagai berikut :
1.Suatu org. permanen, untuk melaksanakan
serangkaian fungsi yang berkesinambungan.
2.Keanggotaan yang suka rela dari para pihak yang
memenuhi syarat.
3.Suatu instrumen pokok yang menyatakan tujuan,
struktur dan metode bekerjanya organisasi
4.Suatu organ konferensi konsultatif yang
mewakili secara meluas
5.Suatu sekretariat tetap untuk melaksanakan
fungsi-fungsi administratif, riset dan informasi
yang berkesinambungan
b. Objek
1. Negara baik sebagai anggota OI maupun
bukan.
Negara sebagai objek hukum OI menyangkut
hak kedaulatan, kualifikasi negara anggota
serta hak2 dan kewajiban negara itu, menurut
instrumen pokok OI itu dan keputusan2 yang
telah ditetapkan OI tersebut.
2. Org. antar pemerintah
ex : Liga Arab, OKI, dll
3. Org. Pembebasan Nasional
ex : PLO, SWAPO
4. Pertikaian, situasi, perselisihan yang
membahayakan dan mengancam perdamaian
dunia
c.Sumber Hukum OI
1. Kenyataan historis tertentu, kebiasaan yang sudah
lama dilakukan, persetujuan atau perjanjian resmi
ex : Konferensi Dumbarton Oaks 1944
2. Instrumen Pokok yang dimiliki oleh OI dan memerlukan
ratifikasi dari semua anggotanya
ex : Piagam PBB, Covenant LBB, Pact Warsawa, Treaty
NATO, Statute OPEC, Deklarasi ASEAN
3. Ketentuan2 lainnya mengenai peraturan tata cara OI
beserta badan2 yang berada dibawah naungannya,
cara kerja, mekanisme pada OI tersebut.
ex : Rules of procedure of the General Assembly,
Rules of Prosedure ECOSOC, Staff Regulations
4. Hasil2 yang ditetapkan atau diputuskan oleh OI yang
wajib/harus dilaksanakan oleh para anggotanya dan
badan2 dibawah naungannya
ex : resolusi, keputusan, deklarasi, rekomendasi
PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA
(United Nations)

1. Sejarah singkat
• Gagasan Presiden Roosevelt dan Winston Churchil dengan
menandatangani “Atlantic Charter” tgl 14 Agustus 1941
• 2 th menjelang berakhirnya PD II, Inggris, Uni Soviet, AS & Cina
menandatangani “Deklarasi Moskow” 1 Nop 1943
• Perundingan “Dumbarton Oaks”, agustus dan Sept 1944 dittd oleh
Inggris, AS, Uni Soviet, Cina & Perancis (rancangan Piagam PBB)
• Usul tentang ketentuan “Pemungutan Suara” di Konferensi Yalta
(dittd oleh Inggris, AS, Uni Soviet)
• Konferensi San Fransisco, tgl 25 April-26 Juni 1945 dihadiri 50
negara
• 26 Juni 1945 Piagam PBB diterima (Charter of United Nations)
• 24 Oktober 1945 diratifikasi
• Indonesia masuk menjadi anggota PBB tgl 28 Sept 1950 sebagai
anggota ke-60
2. Tujuan PBB dalam pasal 1 Piagam PBB

a). Untuk mempertahankan perdamaian dan


keamanan internasional secara bersama-sama &
menyelesaikan perselisihan-perselisihan yang
mungkin dapat mengancam dan
membahayakan perdamaian
b). Untuk mempererat hubungan persahabatan
antara bangsa-bangsa
c). Untuk meningkatkan kerjasama dalam bid. Ek,
sos, bud dan kemanusiaan serta
menyempurnakan penghargaan atas HAM
d). Menjadikan PBB pusat segala usaha yang
mewujudkan cita-cita tersebut.
3. Asas-asas PBB

a. Berdasarkan atas prinsip persamaan


kedaulatan bagi segenap anggota
b. Segenap anggota harus memenuhi
kewajibannya dengan itikad baik sesuai
dengan piagam ini
c. Segenap anggota harus menyelesaikan
perselisihan inter mereka dengan jalan damai
4. Cara Mencapai Tujuan
a. Cara Negatif
Mencegah (preventing) dan menindas
(suppression) pelanggaran atau ancaman
dengan kekerasan senjata thd perdamaian
b. Cara Positif
Mendorong keadaan-keadaan ke arah
perdamaian/perbaikan
syarat-syarat sebagai anggota PBB
• Negara merdeka.
• Negara yang cinta damai.
• Sanggup mematuhi ketentuan-ketentuan
yang tercantum dalam Piagam PBB.
• Diusulkan oleh Dewan Keamanan dan
disahkan oleh Majelis Umum PBB
Organisasi Utama PBB
• Majelis Umum (General Assembly)
– Psl. 5 & 18 ttg 5 perwakilan tiap negara dgn 1 suara
– Sidang Umum pd September
– Sidang Umum luar biasa bila dianggap perlu
– Bahasa resmi: Inggris, Prancis, Rusia, Spanyol & Cina
– Tugas & Kekuasaan MU: Perdamaian & keamanan
intr.; Kerjasama ekonomi, kebudayaan, pendidikan,
kesehatan dan perikemanusiaan; perwakilan
internasional; keuangan; penetapan keanggotaan;
mengadakan perubahan piagam; memilih anggota
tidak tetap Dewan Keamanan, Dewan Ekonomi dan
Sosial, Dewan Perwalian & Hakim Mahkamah
Internasional.
Lanjutan …

• Dewan Keamanan (Security Council)


– 5 Anggota tetap (Pemilik Hak Veto) Spt.
USA, UK, Rusia, Prancis dan Cina
– 10 Anggota tidak tetap
• Dewan Ekonomi dan Sosial (Ecomonic and
Social Council)
– 54 Anggota
– Massa dewan 3 tahun
– Sidang 3x dalam setahun
– Tugas: penyelenggara eksos, mengembangkan
eksospol, memupuk HAM, mengkoordinasi
bidang khusus
– Sub Organisasi: GATT, ILO, FAO, UNESCO,
WHO, IMF, IBRD, IDA, IFC, ICAO, UPU,
IFAD, WMO, IMO, WIPO
• Dewan Perwakilan (trusteeship Council)
– Utk menjalankan pemerintahan dan pengawasan atas
daerah2 yg sengaja akan dikuasi sistem itu. (daerah2
perwalian)
• Mahkamah Internasional (Internasional Court of
Justice)
– 15 Anggota
– Berkedudukan di Den Haag (Bld)
– Massa jabatan 9 tahun
– Tugas: Memberikan saran dan pendapat ke DK & MU
– Sumber Hukum: Perjanjian Intr. & Kebiasaan Intr.
Mahkamah Internasional
(International Court of Justice)
• Keanggotaan
– Badan Peradilan utama dari PBB. Mahkamah Internasional
terdiri atas 15 hakim dari 15 negara. Anggota ini bertugas
selama 9 tahun. Mahkamah Internasional ini berkedudukan
di Den Haag.
• Tugas
– Mengadili perselisihan-perselisihan atau persengketaan
antarnegara-negara anggota PBB yang persoalannya
diajukan oleh negara yang berselisih.
– Memberikan pendapat kepada Majelis Umum PBB tentang
penyelesaian sengketa antarnegara-negara anggota PBB.
– Mendesak DK PBB untuk mengambil tindakan terhadap
pihak yang tidak menghiraukan keputusan Mahkamah
Internasional

You might also like

pFad - Phonifier reborn

Pfad - The Proxy pFad of © 2024 Garber Painting. All rights reserved.

Note: This service is not intended for secure transactions such as banking, social media, email, or purchasing. Use at your own risk. We assume no liability whatsoever for broken pages.


Alternative Proxies:

Alternative Proxy

pFad Proxy

pFad v3 Proxy

pFad v4 Proxy