Laporan MBKM Komplit

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 70

LAPORAN KEGIATAN

MERDEKA BELAJAR KAMPUS MERDEKA


IMPLEMENTASI ASPEK KESEHATAN LINGKUNGAN
TERHADAP KEJADIAN DBD DI KELURAHAN PADANGSARI

Diajukan oleh:

1. Asri Isnaini Hakim 25000120120010


2. Fathia Firdhausya Zahrani 25000120140102
3. Intan Puspa Yunianti 25000120130105
4. Mareta Dwi Jayanti 25000120130246
5. Novita 25000122183345

BAGIAN KESEHATAN LINGKUNGAN


PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2023

1
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KEGIATAN
MERDEKA BELAJAR KAMPUS MERDEKA
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS DIPONEGORO

IMPLEMENTASI ASPEK KESEHATAN LINGKUNGAN TERHADAP KEJADIAN DBD DI


KELURAHAN PADANGSARI

Diajukan oleh :
Asri Isnaini Hakim 25000120120010
Fathia Firdhausya Zahrani 25000120140102
Intan Puspa Yunianti 25000120130105
Mareta Dwi Jayanti 25000120130246
Novita 25000122183345

Telah disetujui,

12 Desember 2023

Dosen Pembimbing Lapangan Ketua Program Studi S1

MBKM Kesehatan Masyarakat

Fakultas Kesehatan Masyarakat UNDIP

Nikie Astorina Yunita D., SKM, M. Kes Dr. dr. Sri Winarni, M. Kes

NIP. 198806142014042001 NIP. 197508132006042002

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas rahmat dan karunia Tuhan Yang Maha Esa sehingga penyusun
dapat menyelesaikan Laporan Kegiatan Merdeka Belajar Kampus Merdeka Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro dengan judul “Implementasi Aspek
Kesehatan Lingkungan Kejadian DBD di Kelurahan Padangsari” dengan lancar dan baik.
Penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi
dalam kegiatan MBKM, mulai dari awal kegiatan hingga tersusunnya laporan ini.
Semoga laporan MBKM ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan atau pedoman
bagi pembaca serta dapat menjadi bahan evaluasi untuk kegiatan yang bersangkutan di
masa mendatang. Penyusun menghaturkan terima kasih atas dukungan, motivasi, dan
bantuan kepada:
a. Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa melimpahkan nikmat dan karunia-Nya
sehingga setiap kegiatan dapat berjalan dengan baik.
b. Bapak Dr. Budiyono, S.KM., M.Kes selaku dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas DIponegoro Semarang.
c. Ibu Nikie Astorina Yunita Dewanti, SKM, M. Kes selaku Dosen Pembimbing MBKM
Kelompok 3 Kelurahan Padangsari.
d. Ibu Sri Agustin Wulandari, S.E. selaku Kepala Kelurahan Padangsari beserta jajaran
perangkat kelurahan
e. Bapak dr. Priyanto Wahyu Nugroho selaku Kepala UPTD Puskesmas Padangsari
Kota Semarang.
f. Dosen-dosen FKM UNDIP Bagian Kesehatan Lingkungan yang telah memberikan
materi dan pembekalan sebelum kegiatan MBKM berjalan.
g. Semua anggota kelompok yang telah berperan aktif dalam setiap rangkaian kegiatan
dan penyusunan laporan MBKM Kesehatan Lingkungan FKM UNDIP 2023 sehingga
laporan ini dapat tersusun dan terselesaikan tepat waktu.
Penyusun menyadari sepenuhnya bahwa laporan MBKM ini masih jauh dari kata
sempurna, karena keterbatasan kemampuan dan kurangnya pengalaman. Oleh karena
itu, segala kritik dan saran yang bersifat membangun diharapkan dari para pembaca
agar dapat menjadi perbaikan baik bentuk maupun isi laporan sehingga kedepannya
dapat lebih baik. Terima kasih.

2
Semarang, 6 Desember 2023
Penyusun

DAFTAR ISI

3
DAFTAR GAMBAR

4
DAFTAR TABEL

5
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Aspek kesehatan lingkungan memiliki peran penting bagi dalam menentukan
derajat kesehatan masyarakat. Sebagaimana yang telah dikemukakan dalam Teori
HL Blum yang menyatakan bahwa faktor lingkungan memiliki kontribusi paling
signifikan dibanding dengan ketiga faktor lainnya, yaitu faktor perilaku, faktor
pelayanan kesehatan dan faktor genetik.
Berbagai upaya perlu dilakukan untuk meningkatkan kualitas kesehatan
lingkungan, mengingat penyakit berbasis lingkungan masih menjadi masalah
kesehatan dominan di Indonesia. Upaya ini perlu melibatkan berbagai pihak, tidak
hanya penentu kebijakan, institusi pelayanan kesehatan, namun juga semua
elemen masyarakat termasuk institusi pendidikan.
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit berbasis
lingkungan. Penyakit ini disebabkan oleh virus dengue melalui gigitan nyamuk
aedes. Penyakit DBD masih menjadi masalah serius di dunia. Kejadian DBD
banyak terjadi di negara beriklim tropis dan subtropis. Hal ini disebabkan karena
adanya kenaikan suhu dan perubahan musim hujan dan kemarau yang diduga
menjadi faktor resiko penularan virus dengue.
Berdasarkan data dari World Health Organization, DBD mengalami kenaikan
lebih dari delapan 8 kali lipat selama dua dekade terakhir, mulai dari 505.430 kasus
pada tahun 2000, menjadi lebih dari 2,4 juta pada tahun 2010, dan 5,2 juta pada
tahun 2019.
Pada tahun 2019, Kejadian Luar Biasa (KLB) DBD di Indonesia terjadi di 19
kabupaten atau kota yang tersebar di 10 provinsi. Selain itu, terdapat beberapa
provinsi dengan kematian tertinggi DBD pada tahun 2020 yaitu di Sumatera,
seluruh pulau Jawa, sebagian Sulawesi, Bali, dan Nusa Tenggara.
Kejadian DBD di Semarang pada tahun 2022 mengalami kenaikan jumlah
kasus menjadi 865 kasus dengan 33 kematian (CFR 3,82%) yang sebelumnya
pada tahun 2021 hanya sebanyak 332 kasus dengan 9 kematian (CFR 2,7%).
Kecamatan di Semarang dengan kasus DBD tertinggi berada di Kecamatan
Banyumanik dengan jumlah 99 kasus kemudian disusul dengan Kecamatan
Tembalang dengan jumlah 75 kasus.
Puskesmas Padangsari merupakan salah satu puskesmas di Kota Semarang
yang terletak di Kecamatan Banyumanik yang merupakan kecamatan tertinggi

1
dengan jumlah kasus DBD pada tahun 2022. Wilayah kerja Puskesmas Padangsari
ini terdiri dari 3 Kelurahan yaitu Padangsari, Pedalangan, dan Jabungan. Jumlah
kasus DBD di Puskesmas Padangsari dari tahun 2021 ke 2022 mengalami
kenaikan 3 kali lipat yaitu dari yang sebelumnya hanya 4 menjadi 12 kasus.
Kualitas lingkungan, termasuk lingkungan fisik, sosial, dan biologi dapat
berperan dalam penyebaran penyakit Demam Berdarah Dengue. Oleh karena itu,
perlu dilakukan survei untuk mengetahui faktor lingkungan yang berperan dalam
penyakit DBD. Dengan kegiatan Merdeka Belajar Kampus Merdeka Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro ini diharapkan dapat membantu
mengidentifikasi dampak lingkungan pada penyebaran penyakit DBD serta dapat
memberikan edukasi kepada masyarakat tentang tanda dan gejala diare, serta
bagaimana menangani penyakit ini dengan benar.

B. Tujuan
Program Kampus Merdeka Merdeka Belajar bagian Kesehatan Lingkungan ini
dalam Mata Kuliah Survey dan Seminar Kesehatan Lingkungan bertujuan untuk:
1. Tujuan Umum
Mendorong kesadaran mahasiswa tentang pentingnya Kesehatan Lingkungan
dalam pencegahan penyakit DBD dan memberikan tindakan preventif terkait
penyakit DBD dalam konteks lingkungan.
2. Tujuan Khusus
a. Mengumpulkan data dan informasi melalui survei tentang faktor lingkungan
yang berkontribusi pada penyakit DBD.
b. Menganalisis data survei untuk mengidentifikasi faktor risiko.
c. Menyusun laporan survei.
d. Mengidentifikasi kasus penyakit DBD di Kelurahan Padangsari
e. Mengidentifikasi faktor lingkungan yang mendukung kejadian penyakit
DBD
f. Mengidentifikasi potensi sosial masyarakat untuk mendukung
pengendalian vektor di Kelurahan Padangsari
g. Menyusun rencana pengendalian vektor di Kelurahan Padangsari
h. Mengumpulkan data dan informasi terkait persebaran penyakit DBD
i. Mengetahui proses pembuatan dasar peta.
j. Mengetahui proses untuk menghasilkan peta persebaran secara digital.
k. Mengetahui proses penyajian data lapangan dalam bentuk peta digital.
l. Mengetahui proses penyajian peta sebaran faktor lingkungan dan kasus
penyakit.
2
m. Memiliki kemampuan untuk menganalisis hasil pembentukan peta.
n. Mendeskripsikan konsep klinik sanitasi terkait penyakit DBD di Kelurahan
Padangsari.
o. Melakukan review penyakit DBD dan faktor risikonya di wilayah Kelurahan
Padangsari.
p. Menjelaskan mengenai konsep klinik sanitasi untuk penyakit DBD.
q. Mengembangkan konsultasi dengan suspek penderita penyakit DBD.
r. Mengembangkan instrumen investigasi.
s. Mengintervensi penyakit DBD dengan pendekatan pemberdayaan.
t. Mengevaluasi implementasi klinik sanitasi terkait penyakit DBD di
Kelurahan Padangsari.
u. Mengidentifikasi dan analisis permasalahan kesehatan lingkungan
Kelurahan Padangsari
v. Menyusun solusi untuk permasalahan Kesehatan lingkungan Kelurahan
Padangsari
w. Melakukan intervensi untuk permasalahan Kesehatan lingkungan yang
terjadi di Kelurahan Padangsari
x. Membuat evaluasi dan mitigasi dampak dari intervensi permasalahan
kesehatan lingkungan yang ada di Kelurahan Padangsari

C. Manfaat
1. Bagi Mahasiswa
Mahasiswa memperoleh pengalaman pembelajaran lapangan dan mencapai
kompetensi yang diharapkan.
2. Bagi Masyarakat
Dapat menambah wawasan masyarakat terkait penyakit Demam Berdarah
Dengue di Kelurahan Padangsari dan faktor-faktor yang mempengaruhinya
terutama terkait kondisi lingkungan rumah dan perilaku sebagai pencegahan
DBD.
3. Bagi Instansi
Dapat memberikan informasi mengenai kasus Demam Berdarah Dengue yang
terjadi di Kelurahan Padangsari serta faktor-faktor yang menyebabkan
terjadinya DBD terutama faktor lingkungan rumah dan perilaku masyarakat
sehingga dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam menentukan
kebijakan pencegahan dan penanggulangan kejadian Demam Berdarah
Dengue di Kelurahan Padangsari.

3
BAB II
DESKRIPSI KEGIATAN

A. Nama Kegiatan
Kegiatan ini merupakan kegiatan Merdeka Belajar Kampur Merdeka bagian
Kesehatan Lingkungan dengan judul Penerapan Aspek Kualitas Kesehatan
Lingkungan di area Kelurahan Padangsari Kecamatan Banyumanik Kota
Semarang.

B. Bentuk Kegiatan
Kegiatan ini dilaksanakan dalam bentuk:
1. Kuliah tatap muka
2. Analisis situasi lapangan dan data kesehatan lingkungan
3. Penyusunan rencana kegiatan
4. Implementasi kegiatan
5. Presentasi laporan dan penilaian

C. Tempat dan Waktu Pelaksanaan


Tempat dilaksanakannya kegiatan MBKM adalah di FKM UNDIP, Kecamatan
Banyumanik, dan wilayah kerja Puskesmas Padangsari. Program MBKM
dilaksanakan pada semester 7 mahasiswa angkatan 2020 tanggal 21 Agustus s/d
31 Desember 2023.

D. Hasil yang Diharapkan


Mahasiswa dapat mencapai kompetensi kegiatan MBKM bagian Kesehatan
Lingkungan sesuai dengan yang diharapkan.

E. Peserta
Mahasiswa peminatan Kesehatan Lingkungan semester 7 FKM UNDIP
sejumlah 5 orang.
1. Asri Isnaini Hakim 25000120120010
2. Fathia Firdhausya Zahrani 25000120140102
3. Intan Puspa Yunianti 25000120130105
4. Mareta Dwi Jayanti 25000120130246
5. Novita 25000122183345

4
BAB III
METODE KEGIATAN

A. Jenis dan Rancangan


Jenis dan rancangan yang digunakan dalam kegiatan ini adalah studi
kuantitatif dengan desain penelitian observasional dan pendekatan cross sectional
yang mana data terkait variabel diambil dalam periode waktu yang sama. Metode
kuantitatif merupakan metode yang digunakan dalam suatu penelitian dimana data
disajikan dalam bentuk angka dan dianalisis dengan teknik statistik.

B. Karakteristik Subjek
1. Distribusi Nama Responden
Distribusi nama responden sebagai berikut:
1) Isis Budi Ruliyanto
2) Ade Arimbi
3) Heriyanto
4) Nanik Ismiyati
5) Waginem
6) Tukinah
7) Joko Santoso
8) Heru Pamungkas
9) Suparjito
10) Mahmudah
11) Eba Perdanawati
12) Supriyadi
13) Wagiyem
14) Winarti
15) Kastijah
16) Heru Purnomo
17) Vivanita Setianingrum
18) Nanda Fragmaditya Nindyasputra
19) Wulan Rakhmawati Prabandani
20) Tatik Handayani
21) Eka Prihandiyani
22) Yohana Trisnaningsih
23) Ari Prawoto
24) Agus Pratapa
5
25) Anna Setyawati
26) Angga Adika Putra
27) Maria Candra Kristiani
28) Doni Eko Susanto
29) Aniesah
30) Sani Susanti

2. Umur Responden
Tabel 3.1 Distribusi Umur Responden

Umur Frekuensi (n) Persentase (%)

Remaja (15-24 tahun) 0 0

Dewasa (25 - 59 22 73,3


tahun)

Lansia (>60 tahun) 8 26,7

Total 30 100

Berdasarkan tabel 3.1 distribusi usia responden menunjukkan bahwa


responden terbanyak berusia dewasa (25-29 tahun) berjumlah 22 responden
dengan persentase 73,3%, sedangkan responden paling sedikit yaitu lansia
yang berjumlah 8 responden dengan persentase 26,7%.

3. Jenis Kelamin
Tabel 3.2 Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Frekuensi (n) Persentase (%)

Laki-laki 11 37

Perempuan 19 63

Total 30 100

Berdasarkan tabel 3.2 distribusi menunjukkan bahwa jenis kelamin


responden terbanyak perempuan dengan persentase 63% , sedangkan
responden paling sedikit berjumlah 11 dengan persentase 37%.

6
4. Tingkat Pendidikan
Tabel 3.3 Distribusi Frekuensi Pekerjaan

Tingkat Pendidikan Frekuensi (n) Persentase (%)

Tidak Tamat SD 0 0

SD/Sederajat 2 6

SMP/Sederajat 6 20

SMA/Sederajat 14 47

Perguruan Tinggi 8 27

Total 30 100

Berdasarkan tabel 3.3 distribusi tingkat pendidikan terakhir orang tua


responden menunjukkan bahwa responden dengan pendidikan terakhir tertinggi
yaitu SMA/Sederajat berjumlah 14 responden dengan persentase 47%,
sedangkan responden tingkat pendidikan terendah yaitu SD/Sederajat yang
berjumlah 2 responden dengan persentase 6%.

5. Pekerjaan
Tabel 3.4 Distribusi Frekuensi Pekerjaan

Pekerjaan Frekuensi (n) Persentase (n)

PNS/TNI/Polri 4 13

Wiraswasta 6 20

7
Karyawan swasta 5 17

Buruh 1 3

Lainnya 3 10

Tidak Bekerja 11 37

Total 30 100

Berdasarkan tabel 3.4 distribusi pekerjaan orang tua responden


menunjukkan bahwa responden terbanyak yaitu Tidak Bekerja berjumlah 11
responden dengan persentase 37%, sedangkan pekerjaan responden terendah
yaitu Buruh yang berjumlah 1 responden dengan persentase 3%.

C. Populasi dan Sampel


Populasi dalam penelitian yaitu masyarakat di RW yang memiliki kasus DBD,
yaitu di RW 3, RW 5, dan RW 10 Kelurahan Padangsari. Penentuan sampel
menggunakan sampel minimal menurut Kerlinger dan Lee yang menyebutkan
bahwa dalam penelitian kuantitatif jumlah sampel minimal adalah 30 orang. Oleh
karena itu, sampel diambil 30 orang yang tersebar di RW 3, RW 5, dan RW 10
Kelurahan Padangsari.

D. Variabel
Variabel yang diteliti dalam kegiatan Survey Kesehatan Lingkungan ini
meliputi pengetahuan tentang DBD, kondisi rumah dan lingkungan, tindakan
pencegahan DBD pada masyarakat, riwayat bepergian, keberadaan breeding place
dan resting place vektor DBD, serta faktor lingkungan yang meliputi suhu,
kelembaban, serta pencahayaan.

E. Prosedur
1. Tahap persiapan
a. Mencari referensi seperti buku, penelitian terdahulu, studi pustaka, dan
informasi melalui website resmi di internet

8
b. Memilih lokasi yang akan dijadikan penelitian (RW dengan kasus penderita
DBD)
c. Penyusunan instrumen penelitian berupa kuisioner dan lembar observasi
d. Melakukan konsultasi dengan dosen pembimbing
2. Tahap pelaksanaan
a. Melakukan perizinan penelitian dengan instansi terkait
b. Melakukan pendekatan dengan subjek penelitian dan meminta izin untuk
dijadikan sebagai subjek penelitian
c. Menentukan jadwal pelaksanaan pengumpulan data di lokasi penelitian
d. Mengumpulkan data dengan melakukan wawancara pada subjek selama
jam kerja atau jam istirahat
e. Mengumpulkan data dengan melakukan observasi secara langsung

3. Tahap Analisa Data


a. Melakukan pengumpulan data hasil observasi dan wawancara
b. Melakukan tabulasi dan pengolahan data
c. Melakukan penyajian data
d. Menganalisis dan mengambil kesimpulan hasil penelitian

F. Sumber Data
1. Data Primer
Data primer yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data yang
didapatkan secara langsung oleh anggota kelompok dengan wawancara
melalui tanya jawab langsung dengan responden (rumah di sekitar penderita
DBD) menggunakan kuesioner, dilakukan pengamatan langsung menggunakan
lembar checklist serta pengukuran menggunakan alat.
2. Data Sekunder
Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini yaitu diperoleh dari
Laporan Profil Puskesmas Padangsari selama tahun 2021- 2023 serta data
hasil penyelidikan epidemiologi kasus penderita DBD di Puskesmas Padangsari
selama 3 bulan terakhir yaitu Agustus – Oktober 2023, serta pengumpulan
informasi yang dibutuhkan seperti kondisi wilayah penelitian dan sumber
pustaka lainnya terkait dengan penelitian.

G. Instrumen

9
Instrumen penelitian adalah alat-alat yang akan digunakan untuk pengumpulan
data. Adapun instrumen dalam penelitian ini berupa alat tulis, laptop, alat
dokumentasi, kuesioner (daftar pertanyaan), lembar observasi, dan luxmeter.

H. Pengolahan Data
1. Editing
Editing merupakan proses pemeriksaan, klarifikasi, dan kelengkapan data
hasil penelitian yang sudah terkumpul. Proses editing ini digunakan untuk
meneliti kelengkapan jawaban serta kesesuaian dan relevansinya dengan data
yang lain.
2. Coding
Coding merupakan kegiatan mengklasifikasikan data menurut kategori
masing-masing sehingga nantinya memudahkan dalam proses dalam analisis
data.

3. Tabulating
Tabulating merupakan tahapan penyajian data dalam bentuk tabel agar
data lebih mudah untuk dipahami dan mempermudah dalam menganalisis data
sesuai dengan tujuan penelitian.
4. Cleaning Data
Cleaning Data merupakan tahap pengecekan ulang atau mengoreksi dari
data yang sudah dimasukkan guna mencegah adanya kesalahan data.

I. Jadwal
Tabel 3.5 Jadwal
N R Minggu ke-
o e
nc
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
a
1 Kuliah √ √ √ √ √
Pembek
alan

2 Penyusu √ √ √
nan
proposal

10
kegiatan

3 Orientasi √
/
pembek
alan
lokasi

4 Pengum √ √
pulan
data
awal

5 Analisis √ √
data

6 Penyusu √ √
nan
rencana
kegiatan
&
konsulta
si
dengan
DPL/me
ntor

7 Impleme √ √ √ √ √
ntasi
kegiatan

8 Supervis √ √ √ √ √
i

9 Penyusu √ √ √ √ √
nan
laporan
dan
konsulta

11
si

10 Presenta √
si/ ujian
akhir

11 Revisi √
laporan

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Lokasi
1. Letak Geografis dan Batas Administrasi

Sumber: Peta Administrasi Buatan KKN TIM II UNDIP Periode 2021/2022


Gambar 4.1 Peta Administrasi Kelurahan Padangsari

12
Kelurahan Padangsari merupakan salah satu kelurahan di Kecamatan
Banyumanik, Kota Semarang, Jawa Tengah. Pada awalnya Kelurahan
Padangsari merupakan bagian dari Kelurahan Pedalangan, namun,
berdasarkan PP Nomor 50 Tahun 1992 Tentang Pembentukan Kecamatan di
Wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Purbalingga, Cilacap, Wonogiri, Jepara,
Kendal, serta Penataan Kecamatan Di Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II
Semarang Dalam Wilayah Provinsi Jawa Tengah dimana Padangsari berdiri
sendiri sebagai kelurahan di Kecamatan Banyumanik. Kelurahan ini terletak di
pinggir kota dengan kurang lebih 80% masyarakatnya memiliki tempat tinggal di
perumahan padat penduduk atau perumnas. Luas wilayah Kelurahan
Padangsari sebesar 1,25 km2 yang terdiri dari 17 RW dan 98 RT. Batas wilayah
Kelurahan Padangsari secara administratif adalah sebagai berikut:

Utara : Kelurahan Pedalangan


Selatan : Kelurahan Gedawang
Timur : Kelurahan Jabungan
Barat : Kelurahan Srondol Wetan
2. Aksesibilitas
Kelurahan Padangsari terletak di pinggir Kota Semarang. Jarak
Kelurahan Padangsari dengan pusat pemerintahan Kecamatan Banyumanik
adalah 5 km dengan Pemerintah Kota Semarang sebesar 6 km, dan
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah sebesar 12 km. Kelurahan Padangsari
memiliki jarak sebesar 3,8 km dengan Universitas Diponegoro dan sebesar 2,6
km dengan RSU Banyumanik. Kelurahan Padangsari memiliki puskesmas
induk yaitu Puskesmas Padangsari dengan wilayah kerja yang meliputi
Kelurahan Padangsari, Kelurahan Jabungan, dan Kelurahan Pedalangan.
3. Kondisi Fisik Wilayah
a. Hidrologi
Kota Semarang berada dalam lingkup kaki Gunung Ungaran dengan
aliran sungai besar, antara lain, Kali Beringin, Kali Besole, Kali Silandak,
Kali Kreo, Kali Siangker, Kali Garang, Kali Candi, Kali Kedungmundu, Kali
Penggaron, Kali Kripik, dan Kali Bajak. Keberadaan perbedaan topografi
yang curam dapat menyebabkan curah hujan dari hulu dapat mengalir
dengan sangat cepat ke daerah hilir. Berdasar pada data monografi,
Kelurahan Padangsari memiliki intensitas curah hujan sebesar 600
mm/tahun dan jumlah hari dengan curah hujan terbanyak selama 60 hari.
13
b. Topografi
Kelurahan Padangsari terletak pada ketinggian 240 meter diatas
permukaan laut. Kelurahan ini memiliki bentuk wilayah dengan besar 80%
datar sampai berombak dan sebesar 20% berupa dataran berombak
hingga berbukit dengan sebagian besar wilayah adalah pemukiman padat
penduduk.
c. Klimatologi
Kota Semarang mengalami musim panas selama 3 bulan terhitung
dari bulan Agustus hingga November dengan suhu tertinggi harian rata-rata
berada di atas 33°C. Kota Semarang mengalami bulan terpanas pada
bulan Oktober dengan suhu rata-rata terendah 25°C dan suhu rata-rata
tertinggi 33°C. Musim dingin di Kota Semarang berlangsung selama 2,7
bulan terhitung dari bulan Desember hingga Maret dengan suhu rata-rata
tertinggi di bawah 31°C. Kota Semarang mengalami bulan terdingin di
Bulan Januari dengan suhu rata-rata terendah 24°C dan suhu rata-rata
tertinggi 30°C. Berdasar pada monografi, Kelurahan Padangsari memiliki
suhu minimum sebesar 20°C dan suhu maksimum 32°C.
4. Identifikasi Masalah Kesehatan
a. Prioritas Masalah Kesehatan
Penentuan prioritas masalah dilakukan dengan mempertimbangkan tiga
kriteria yaitu kegawatan, besar masalah, dan tren. Pada proses Multiple
Criteria Utility Assessment (MCUA), bobot yang digunakan pada masing-
masing kriteria yaitu sebesar 40% untuk kegawatan, 30% untuk besar
masalah, 30% untuk tren. Setelah itu, dilakukan brainstorming untuk
menentukan penilaian dan mengalikan skor dengan bobot.
Tabel 4.1 Penentuan Prioritas Masalah Kesehatan Vektor Berbasis
Kesehatan Lingkungan

Kriteria Bobot Masalah Kesehatan


(30%)
DBD Malaria Filariasis

Skor S x B Skor SxB Skor SxB

Gawat 40 4 1 4 1,0 1 0,25

Besar 30 3 1,2 2 0,7 1 0,35

Tren 30 3 1,2 2 0,8 1 0,40

Total 3,4 2,5 1

14
Prioritas 1 2 3

Berdasarkan data sekunder dari Puskesmas Padangsari, kemudian


dilakukan pemrioritasan masalah di wilayah Kelurahan Padangsari dan
didapatkan prioritas masalah kesehatan terkait penyakit yang berbasis vektor
yaitu Demam Berdarah Dengue (DBD).

b. Identifikasi Penyebab Masalah Kesehatan


Trias epidemiologi dalam identifikasi penyebab penyakit Demam Berdarah
Dengue (DBD) melibatkan tiga komponen utama: Host/Tuan Ramah, Vektor,
dan Lingkungan. Pertama, dari segi Host/Tuan Ramah, pengetahuan tentang
DBD menjadi landasan utama. Individu yang memiliki pemahaman yang baik
tentang penyakit ini akan lebih cenderung mengidentifikasi gejala awal dan
mencari pertolongan medis dengan cepat. Selain itu, pengetahuan ini juga
membantu dalam pencegahan, dengan individu mengadopsi tindakan seperti
penggunaan kelambu dan penghindaran tempat-tempat yang berpotensi
menjadi fokus penularan.

Kedua, Vektor menjadi aspek krusial dalam penyebaran DBD. Identifikasi


keberadaan jentik nyamuk dan nyamuk Aedes menjadi langkah awal dalam
pencegahan. Faktor-faktor seperti breeding place dan resting place nyamuk
memegang peran penting. Pengelolaan tempat-tempat ini, termasuk
penanganan terhadap air yang tergenang dan perawatan rumah dengan
penggunaan insektisida, dapat membantu mengendalikan populasi nyamuk.

Ketiga, Lingkungan juga memberikan kontribusi besar dalam identifikasi


penyebab penyakit. Keberadaan tempat penampungan air terbuka, ventilasi
yang kurang baik, dan baju yang digantung dapat menjadi area reproduksi
nyamuk. Selain itu, kondisi lingkungan sekitar seperti saluran air yang
mampet, kolam air terbengkalai, dan barang bekas di halaman rumah juga
dapat menjadi tempat yang mendukung perkembangan vektor penyakit.
Masyarakat perlu memahami peran lingkungan dalam penyebaran DBD dan
mengambil tindakan preventif untuk menjaga kebersihan dan keamanan
lingkungan tempat tinggal.

15
Gambar 4.2 Fishbone Penyebab Masalah Demam Berdarah Dengue (DBD)

B. Gambaran Umum Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)


Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit
tular vektor. Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan infeksi yang disebabkan
oleh virus Dengue dari genus Flavivirus, famili Flaviviridae. DBD ditularkan ke
manusia melalui gigitan nyamuk Aedes yang terinfeksi virus Dengue. Virus Dengue
penyebab Demam Dengue (DD), Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Dengue
Shock Syndrome (DSS) termasuk dalam kelompok B Arthropod Virus (Arbovirosis)
yang sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviride, dan mempunyai
4 jenis serotipe, yaitu: Den-1, Den-2, Den-3, Den-4.
Demam Berdarah Dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus
dengue. Virus ini merupakan virus RNA untai tunggal dalam empat serotipe yaitu
DEN 1, DEN 2, DEN 3, dan DEN 4 termasuk dalam famili flaviviridae dan genus
flavivirus yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Ae.aegypti dan Ae.albopictus
(Irianto, 2013).
Virus dengue ditularkan oleh nyamuk betina terutama dari spesies Aedes
aegypti dan pada tingkat lebih rendah oleh Aedes albopictus. Ketika nyamuk
menggigit seseorang yang terinfeksi virus dengue, virus tersebut masuk ke dalam
nyamuk. Kemudian, ketika nyamuk yang terinfeksi menggigit orang lain, virus
memasuki aliran darah orang itu dan menyebabkan infeksi. Infeksi dari virus
2

pertama tersebut dapat memberikan kekebalan jangka panjang terhadap virus


tersebut, namun hanya memberikan kekebalan jangka pendek terhadap virus
dengue lainnya. Sehingga masih terdapat risiko untuk terinfeksi dari ketiga virus

16
lainnya dan risiko terkena penyakit ini dengan tingkat yang parah juga akan
meningkat jika terkena demam berdarah untuk kedua, ketiga atau keempat kalinya.
Terdapat beberapa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi peningkatan dan
penyebaran kasus DBD yaitu faktor host (jenis kelamin), lingkungan (perilaku 3M,
keberadaan sumber air tergenang di/dekat rumah, letak geografis, musim),
lingkungan fisik (frekuensi pengurasan kontainer, tutup kontainer, kepadatan
rumah), lingkungan biologi (kepadatan vektor, keberadaan jentik pada kontainer,
kepadatan rumah hunian), penggunaan kelambu, penggunaan bubuk larvasida,
status penggunaan insektisida nyamuk di rumah, keberadaan ikan pemangsa jentik
nyamuk, keberadaan tanaman pengusir nyamuk, pemasangan kawat pada
ventilasi, keberadaan jentik, serta agent.
Gejala klinis DBD berupa demam tinggi yang berlangsung terus menerus
selama 2-7 hari, biasanya disertai sakit kepala, nyeri pada kepala, nyeri pada
persendian dan otot, rasa nyeri pada mata, yang mungkin berakibat pada
perdarahan spontan. Pada umumnya tanda dan gejala perdarahan didahului
dengan terlihatnya tanda khas berupa bintik-bintik merah (petechiae) pada badan
penderita bahkan penderita dapat mengalami syok dan meninggal.
Tanda dan gejala penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) diantaranya:
1. Demam
Penyakit DBD didahului terjadinya demam tinggi mendadak secara terus-
menerus yang berlangsung selama 2-7 hari. Panas dapat turun pada hari ke-3
yang kemudian naik lagi, dan pada hari ke-6 atau ke-7 panas mendadak turun.
2. Manifestasi Perdarahan
Perdarahan dapat terjadi pada semua organ tubuh dan umumnya terjadi pada
2-3 hari setelah demam. Bentuk-bentuk perdarahan yang terjadi dapat berupa:
a. Ptechiae (bintik-bintik darah pada permukaan kulit)
b. Purpura
c. Ecchymosis (bintik-bintik darah di bawah kulit)
d. Perdarahan konjungtiva
e. Perdarahan dari hidung (mimisan atau epistaksis)
f. Perdarahan gusi
g. Hematenesis (muntah darah)
h. Melena (buang air besar berdarah)
i. Hematuria (buang air kecil berdarah)
3. Pembesaran hati (hepatomegali)
Sifat pembesaran hati antara lain:
a. Ditemukan pada permulaan penyakit
17
b. Nyeri saat ditekan tanpa disertai ikterus
c. Pembesaran hati tidak sejajar dengan beratnya penyakit
4. Renjatan (Syok)
Shock terjadi karena perdarahan atau kebocoran plasma darah ke daerah
ekstravaskuler melalui pembuluh kapiler yang terganggu. Tanda- tanda syok
diantaranya:
a. Kulit terasa dingin pada ujung hidung, jari, dan kaki
b. Penderita menjadi gelisah
c. Sianosis disekitar mulut
d. Nadi cepat dan lemah
e. Tekanan darah menurun (tekanan sistolik menjadi 80mmHg atau kurang)
5. Trombositopeni
Dari hari 3-7 ditemukan penurunan trombosit hingga jumlah trombosit ≤100.000/mm3
6. Hemokonsentrasi (Peningkatan hematokrit)
Peningkatan hematokrit atau hemokonsentrasi lebih dari 20% dari nilai awal
7. Gejala klinis lain
Rasa sakit pada otot dan persendian, gejala lainnya seperti mual, muntah,
sakit perut, diare, dan sakit kepala
Pencegahan Demam Berdarah Dengue (DBD) melibatkan serangkaian
langkah yang dapat diambil untuk mengurangi risiko terkena penyakit ini. Pertama,
upaya menghindari gigitan nyamuk perlu diterapkan dengan menggunakan
kelambu tidur, mengenakan pakaian yang menutupi seluruh tubuh, dan
menggunakan repelen nyamuk. Selain itu, penting untuk mengurangi tempat
perkembangbiakan nyamuk. Kebersihan lingkungan juga merupakan kunci dalam
pencegahan DBD, melibatkan pembersihan tempat-tempat yang dapat menjadi
tempat berkembang biak nyamuk. Selain itu, penting untuk selalu memperhatikan
gejala DBD dan segera berkonsultasi dengan dokter jika mengalami demam tinggi,
sakit kepala parah, nyeri sendi, atau gejala lainnya. Masyarakat juga memiliki peran
penting dalam menjaga kebersihan lingkungan dan meningkatkan kesadaran akan
praktik-praktik pencegahan DBD untuk mengendalikan penyebaran penyakit ini.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia telah membuat beberapa program
pencegahan Demam Berdarah salah satu diantaranya adalah Program PSN
berupa: 1) Menguras, membasuh tempat tempat yang sering digunakan sebagai
TPA seperti ember, bak mandi, bak penampungan air minum, wadah
penampungan pada lemari es dll. 2) Menutup, tutup rapat tempat penyimpanan air
seperti kendi, drum dll. 3) Mengubur, sebaiknya kubur barang bekas yang sudah
tidak terpakai yang berpotensi sebagai tempat tergenangnya air.
18
Pengendalian dapat dilakukan untuk mengurangi angka kejadian DBD salah
satunya dengan melakukan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) di lingkungan
sekitar tempat tinggal (Verawaty et al., 2020). Pemberantasan jentik nyamuk dapat
dilakukan dengan tiga cara yaitu secara kimia, biologi, dan fisik. Kegiatan PSN
yang dilakukan diantaranya adalah menguras, menutup dan memanfaatkan
kembali limbah bekas, menaburkan larvasida pembasmi jentik, memelihara ikan
pemakan jentik, mengganti air dalam pot/vas bunga dan lain-lain (3M Plus)
(Ariyanto et al., 2019). Bentuk pencegahan tambahan lain yaitu Program 3M Plus:
1) Menabur bubuk larvasida di tempat penampungan air yang sulit dibersihkan, 2)
Penggunaan obat anti nyamuk, 3) Kebiasaan menggantung pakaian dalam rumah
dimana hal ini menjadi resting place bagi nyamuk sebaiknya dihilangkan, 4)
Kelambu tidur dapat digunakan agar tidak ada nyamuk yang mendekat, 5) Cahaya
dan ventilasi dalam rumah diatur agar intensitas cahaya meningkat dan tidak
lembab, 6) Ikan pemakan jentik nyamuk dapat dipelihara untuk memakan jentik,
dan 7) Tanaman pengusir nyamuk dapat ditanam disekitar rumah. Selain itu, upaya
penyuluhan mengenai cara pencegahan dan pengendalian penyakit perlu dilakukan
kepada masyarakat agar perindukan nyamuk dapat dimusnahkan.

C. Identifikasi Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kelurahan Padangsari

Diagram 4.1 Kasus DBD di UPTD Puskesmas Padangsari


Berdasarkan data sekunder yang diperoleh dari Profil Puskesmas Padangsari
dan Puskesmas Padangsari, pada tahun 2020 ditemukan 5 kasus DBD, pada
tahun 2021 kasus DBD mengalami penurunan menjadi 4 kasus, pada tahun 2022
mengalami kenaikan yakni sebanyak 12 kasus DBD di wilayah kerja Puskesmas
Padangsari dengan 1 kasus meninggal dunia. Lalu, untuk tahun 2023, Per Oktober

19
2023 ditemukan 9 kasus DBD di wilayah kerja UPTD Puskesmas Padangsari, 6
diantaranya di Pedalangan dan 3 kasus terbaru yaitu pada bulan Agustus-Oktober
terjadi di Kelurahan Padangsari. Berdasarkan data yang terdapat pada Profil
Kesehatan Puskesmas Padangsari, DBD merupakan penyakit tular vektor dengan
jumlah kasus tertinggi. Oleh karena itu, penyakit DBD terpilih menjadi fokus kajian
dalam pelaksaan MBKM untuk mata kuliah Pengendalian Vektor Berbasis
Lingkungan.

D. Hasil dan Pembahasan Kuisioner Survey Kesehatan Lingkungan dan


Permukiman
1. Pengetahuan tentang Demam Berdarah Dengue
Pengetahuan masyarakat tentang Demam Berdarah Dengue (DBD)
sangat penting dalam upaya pencegahan penyakit ini. Masyarakat perlu
memahami bahwa DBD disebabkan oleh virus yang ditularkan oleh nyamuk
Aedes aegypti, yang berkembang biak di genangan air. Mengetahui gejala
seperti demam tinggi, nyeri otot, dan ruam kulit, serta mendeteksi dini dan
mencari bantuan medis sangat krusial. Langkah-langkah pencegahan seperti
penggunaan insektisida, repellent kulit, dan menjaga kebersihan lingkungan
perlu dipahami dan diimplementasikan. Partisipasi aktif dalam program
pemberantasan sarang nyamuk dan kampanye kebersihan juga menjadi
tanggung jawab bersama komunitas. Pengetahuan ini bukan hanya sebagai
langkah pencegahan individu tetapi juga sebagai upaya kolektif dalam
menghadapi risiko penyebaran DBD di masyarakat.
Tabel 4.2 Pengetahuan tentang Demam Berdarah Dengue

Pengetahuan Frekuensi Persentase (%)

Baik 30 100

Tidak Baik 0 0

Total 100 100

20
Gambar 4.3 Pengetahuan tentang Demam Berdarah Dengue
Dari tabel dan gambar di atas diperoleh bahwa semua responden (100%)
memiliki pengetahuan yang baik mengenai DBD. Hal ini menunjukkan bahwa
semua sudah mengetahui tentang DBD terkait gejala dan faktor risiko. Namun,
pengetahuan baik tidak dapat menentukan terjadinya sikap dan perilaku positif,
terdapat faktor lain yang menentukan pembentukan perilaku seperti sarana
dan prasarana maupun tersedianya faktor pendukung melalui kebijakan
pemerintah yang dapat mempengaruhi seseorang untuk bersikap dan
bertindak.
2. Kondisi Rumah dan Lingkungan
Kondisi Rumah dan Lingkungan dapat mempengaruhi angka kejadian
penyakit DBD. Keadaan rumah dan lingkungan yang buruk akan menyebabkan
pertumbuhan dan perkembangbiakan vektor. Untuk mencegah penyakit DBD
diperlukan pemeliharaan sanitasi untuk mencegah terjadinya penyebaran
penyakit.

21
Tabel 4.3 Kondisi Rumah dan Lingkungan

Kondisi Rumah dan Frekuensi Persentase (%)


Lingkungan

Baik 28 93,3

Tidak Baik 2 6,7

Total 30 100

Gambar 4.4 Kondisi Rumah dan Lingkungan


Berdasarkan hasil dari tabel dan gambar diatas, kondisi lingkungan
rumah dan lingkungan responden dikatakan baik dengan jumlah responden
sebanyak 28 orang dengan persentase 93,3%, sisanya yang tidak baik
sebanyak 2 orang dengan persentase 6,7%.
Kondisi rumah dan lingkungan sekitar memiliki peran yang signifikan
terhadap kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD). Rumah yang kurang
higienis dan lingkungan yang tidak terjaga dapat menjadi sarang nyamuk
Aedes aegypti, vektor penyakit DBD. Nyamuk ini cenderung berkembang biak
di tempat-tempat yang mengandung air bersih dan tergenang, seperti bak
mandi yang tidak tertutup, potongan-potongan barang bekas yang dapat
menampung air hujan, atau kolam kolam yang tidak terawat. Berikut beberapa
kondisi pada rumah dan lingkungan yang mungkin dapat menjadi faktor risiko
terjadinya DBD:
22
a. Tempat Penampungan Air yang terbuka
Hasil survey yang telah dilakukan menunjukkan bahwa sebagian besar
rumah memiliki tempat penampungan air yang terbuka yaitu sebanyak 24
(80%) rumah, hanya sebanyak 6 (20%) rumah yang tempat penampungan
airnya tertutup. Hal ini menjadi potensi yang besar sebagai tempat
perindukan nyamuk, seperti yang kita ketahui vektor penyakit DBD bahkan
bisa bertelur pada genangan air, dengan terbuka nya tempat
penampungan kemungkinan nyamuk dapat bertelur akan semakin besar.
b. Pakaian yang digantung
Berdasarkan hasil survey yang telah dilakukan seluruh rumah memiliki
pakaian kotor yang digantung atau tidak langsung ditaruh ke bak cucian
tertutup, hal ini sangat berpotensi menjadi tempat peristirahatan nyamuk.
Bau pakaian yang telah digunakan memiliki ciri khusus yang disukai oleh
nyamuk, keberadaan pakaian yang digantung ini tentu saja menjadi salah
satu faktor yang dapat menimbulkan risiko terkena penyakit DBD.
c. Ventilasi udara terbuka (tanpa kasa/kawat)
Hasil survey yang telah dilakukan menunjukkan bahwa seluruh rumah
yang telah dilakukan observasi tidak ada yang menggunakan kasa/kawat
pelindung tambahan baik pada ruang tamu, kamar bahkan dapur. Ventilasi
yang terbuka dan tidak dilapisi dengan pelindung tambahan seperti
kawat/nyamuk dapat menjadi portal atau jalan masuk nyamuk kedalam
rumah kita. Maka dari itu, disarankan untuk menutup ventilasi pada saat
waktu senja.
d. Saluran air yang mampet
Terdapat 17 (57%) rumah yang memiliki saluran air mampet di sekitar
lingkungan rumah, saluran air tersebut tidak berjalan dengan lancar rata
rata diakibatkan oleh adanya sampah yang menghambat laju saluran air.
Perlu adanya upaya untuk menjaga kebersihan lingkungan sekitar dan
menumbuhkan kesadaran untuk tidak membuang sampah pada saluran
air. Saluran air yang tidak berjalan dapat menjadi tempat potensial untuk
perkembangbiakan nyamuk, dengan adanya genangan air vektor nyamuk
DBD dapat bertelur dan mengakibatkan populasi nyamuk jadi meningkat,
seiring dengan kenaikan populasi nyamuk maka potensi penyebaran virus
DBD akan semakin besar.
e. Timbunan barang bekas disekitar halaman rumah
Terdapat 14 (47%) rumah yang memiliki timbulan barang bekas di sekitar
halaman rumahnya, Barang bekas yang tidak teratur dan terbuka dapat
23
menjadi tempat yang ideal bagi nyamuk Aedes aegypti untuk bertelur dan
berkembang biak. Nyamuk ini menyukai tempat-tempat yang dapat
menyimpan air, seperti potongan-potongan plastik, botol bekas, kaleng,
dan barang-barang lain yang dapat menampung air hujan. Ketika air
tergenang di dalam atau di sekitar barang-barang bekas ini, nyamuk Aedes
aegypti dapat dengan mudah bertelur dan menyebar. Siklus hidup nyamuk
ini dapat berlangsung dengan cepat dalam genangan air yang relatif kecil.
Jika tempat-tempat seperti ini tidak diawasi dan diatasi secara teratur, hal
ini dapat menjadi sumber penularan penyakit DBD di lingkungan sekitar.
f. Kolam ikan terbengkalai
Berdasarkan hasil survey masih ditemukan kolam ikan terbengkalai pada
rumah yang dilakukan observasi yaitu sebanyak 7 (23%). Kolam ikan yang
terbengkalai meningkatkan risiko penularan Demam Berdarah Dengue
(DBD) karena dapat menjadi tempat ideal bagi nyamuk Aedes aegypti
untuk berkembang biak. Genangan air di kolam yang tidak terawat
menyediakan lingkungan yang mendukung reproduksi nyamuk, terutama
jika disertai dengan pertumbuhan vegetasi liar. Untuk mengurangi risiko
tersebut, perlu dilakukan pengurasan rutin, pemeliharaan kolam, dan
penggunaan larvasida.
Ketidakseimbangan ekosistem di sekitar rumah dapat mempengaruhi
penyebaran penyakit DBD. Selain itu, kurangnya kesadaran masyarakat dalam
menjaga kebersihan lingkungan juga dapat memperburuk kondisi ini. Oleh
karena itu, upaya pencegahan DBD tidak hanya terfokus pada tingkat individu,
tetapi juga pada perbaikan kondisi rumah dan lingkungan sekitar. Inisiatif untuk
mengurangi tempat-tempat yang dapat menjadi tempat berkembang biak
nyamuk, meningkatkan pengelolaan limbah, dan mengedukasi masyarakat
tentang pentingnya menjaga kebersihan lingkungan dapat menjadi langkah-
langkah efektif dalam mengurangi risiko penularan DBD. Dengan menciptakan
lingkungan yang bersih dan sehat, dapat diharapkan bahwa angka kejadian
DBD dapat ditekan secara signifikan.
3. Tindakan Pencegahan
Tindakan pencegahan penyakit DBD seperti pemeriksaan rutin terhadap
tempat-tempat yang berpotensi menjadi tempat berkembang biak nyamuk
Aedes aegypti menjadi langkah awal yang sangat penting. Dengan
mengidentifikasi dan mengatasi potensi tempat perkembangbiakan, seperti bak
mandi, potongan-potongan barang bekas, atau kolam-kolam yang dapat

24
menampung air, kita dapat meminimalkan risiko penularan DBD di lingkungan
sekitar.
Pencegahan terhadap penularan DBD dapat dilakukan dengan
pemberantasan larva dan nyamuk Aedes aegypti dewasa. Selain itu, repellent
dapat digunakan untuk mencegah gigitan nyamuk.
a. Pemberantasan Nyamuk Dewasa
Pemberantasan nyamuk dewasa dapat dilakukan dengan cara
penyemprotan (pengasapan atau pengabutan, yang sering disebut dengan
istilah fogging) dengan menggunakan insektisida. Insektisida yang dapat
digunakan antara lain insektisida golongan:
1) organophosphate, misalnya malathion
2) pyrethroid sintetic, misalnya lamda sihalotrin, cypermetrin, dan
alfametrin
3) carbamat
Alat yang digunakan untuk menyemprot adalah mesin fog atau mesin
ULV. Untuk membatasi penularan virus dengue, penyemprotan dilakukan
dua siklus dengan interval 1 minggu. Dalam waktu singkat, tindakan
penyemprotan dapat membatasi penularan virus dengue, akan tetapi
tindakan ini harus diikuti dengan pemberantasan terhadap jentiknya agar
populasi nyamuk penular dapat ditekan serendah-rendahnya.
b. Pemberantasan Larva/ Jentik
Pemberantasan terhadap jentik Aedes aegypti yang dikenal dengan
istilah Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN)
dilakukan dengan cara:

1) Fisik
Pemberantasan jentik secara fisik dikenal dengan kegiatan 3M Plus,
yaitu:
a) Menguras (dan menyikat) tempat penampungan air (TPA) seperti
bak mandi, bak WC, dan lain-lain seminggu sekali secara teratur
untuk mencegah perkembang biakan nyamuk di tempat tersebut.
Pengurasan tempat-tempat penampungan air (TPA) perlu
dilakukan secara teratur sekurang-kurangnya seminggu sekali
agar nyamuk tidak dapat berkembang biak di tempat tersebut.
b) Menutup tempat penampungan air rumah tangga (tempayan,
drum, ember, dan lain-lain)

25
c) Mengubur, menyingkirkan atau memusnahkan barang-barang
bekas (kaleng, ban, dan lain-lain) yang dapat menampung air
hujan. Selain itu, ditambah dengan cara lain seperti:

● Mengganti air vas bunga, tempat minum burung atau tempat-

tempat lainnya yang sejenis seminggu sekali

● Memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar atau

rusak

● Menutup lubang-lubang pada potongan bambu dan pohon

dengan tanah

● Memasang kawat kasa pada ventilasi

● Menghindari kebiasaan menggantung pakaian dalam kamar

● Mengupayakan pencahayaan dan ventilasi ruang yang

memadai

● Menggunakan kelambu

● Memakai obat yang dapat mencegah gigitan nyamuk

2) Kimia
Pengendalian jentik Aedes aegypti secara kimia adalah dengan
menggunakan insektisida pembasmi jentik. Insektisida pembasmi
jentik ini dikenal dengan istilah larvasida. Larvasida yang biasa
digunakan adalah temephos/ abate. Formulasi temephos/ abate yang
digunakan adalah granules (sand granules). Dosis yang digunakan
adalah 1 ppm atau 10 gram (±1 sendok makan rata) temephos/ abate
untuk setiap 100 liter air.
3) Biologi
Pengendalian biologis merupakan upaya pemanfaatan agen
biologi untuk pengendalian vektor DBD. Pengendalian biologis
memanfaatkan spesies predator larva seperti ikan pemakan jentik,
Copepoda (jenis Crustasea dengan ukuran mikro yang mampu
memakan larva) atau bakteri. Beberapa jenis ikan sebagai pemangsa
untuk pengendalian jentik Aedes aegypti adalah Gambusia affinis
(ikan gabus), Poecilia reticulata (ikan guppy), Aplocheilus panchax

26
(ikan kepala timah), Oreochromis mossambicus (ikan mujair), dan
Oreochromis niloticus (ikan nila).
Penggunaan ikan pemakan larva ini umumnya digunakan untuk
mengendalikan larva nyamuk Aedes aegypti pada kumpulan air yang
banyak seperti kolam atau di kontainer air yang besar. Sedangkan
untuk kontainer air yang lebih kecil dapat menggunakan Bacillus
Thuringiensis var. Israelensis sebagai pemakan jentik. Selain itu
penggunaan bakteri wolbachia juga merupakan salah satu
pengendalian vektor secara biologis yang akhir- akhir ini sedang
digaungkan. Wolbachia merupakan suatu bakteri gram negatif
intraseluler yang mampu hidup di dalam tubuh nyamuk Aedes sp.
Wolbachia mampu mengintervensi masa hidup nyamuk, mengganggu
sistem reproduksi nyamuk, dan juga mampu menghambat replikasi
virus dengue di dalam tubuh nyamuk.
Tabel 4.4 Tindakan Pencegahan

Tindakan Frekuensi Persentase (100%)


Pencegahan

Baik 30 100

Tidak Baik 0 0

Total 30 100

Berdasarkan hasil wawancara menggunakan lembar kuesioner


dan observasi yang telah dilakukan untuk variabel tindakan
pencegahan didapatkan hasil bahwa seluruh responden sudah
melakukan tindakan pencegahan dengan baik (100%).
Seluruh tindakan pencegahan harus diiringi dengan upaya
edukasi masyarakat untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya
menjaga kebersihan lingkungan mereka. Dengan mengintegrasikan
tindakan-tindakan ini ke dalam gaya hidup sehari-hari, diharapkan
dapat menciptakan lingkungan yang tidak hanya bersih tetapi juga
kurang mendukung penularan penyakit DBD.
4. Riwayat bepergian

27
Riwayat bepergian berkaitan erat dengan terjadinya kasus Demam
Berdarah Dengue (DBD). Seseorang yang tinggal di atau baru saja
mengunjungi daerah dengan tingkat penularan DBD tinggi memiliki risiko
tertular virus melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti, vektor penyakit tersebut.
Pengaruh ini dapat membawa virus DBD kembali ke daerah asal seseorang,
menyebabkan penularan lokal jika ada nyamuk yang terinfeksi.

Tabel 4.5 Riwayat Bepergian

Riwayat Frekuensi Persentase (%) Keterangan


Bepergian

Bepergian 1 3 memiliki riwayat


keluar kota pergi ke Jakarta
dalam periode dalam 1 bulan
3 bulan terakhir terakhir

Tidak 29 97 -
bepergian
keluar kota
dalam periode
3 bulan terakhir

Berdasarkan hasil wawancara dengan responden, sebanyak 29 orang


tidak memiliki riwayat bepergian dalam kurun waktu 3 bulan terakhir, hanya
sebanyak 1 orang atau 3% yang melakukan perjalanan keluar kota yaitu pada
bulan Oktober 2023 dengan tujuan DKI Jakarta, kota Jakarta termasuk salah
satu wilayah dengan angka kasus DBD yang tinggi, selama periode Januari -
Juli 2023 saja telah tercatat sebanyak 2.745 kasus DBD di wilayah Jakarta,
tentu saja hal ini meningkatkan risiko penularan kasus DBD.
5. Breeding Place vektor DBD (aedes aegypti)
Tempat berkembang biak vektor Demam Berdarah Dengue (DBD),
yakni nyamuk Aedes aegypti, dapat ditemukan pada berbagai tempat yang
memiliki genangan air. Diantaranya, genangan air di ban bekas, bak mandi
yang jarang digunakan, dan kaleng bekas menjadi lokasi potensial bagi
nyamuk untuk bertelur. Selain itu, tempat pembuangan sampah yang tidak

28
tertata dengan baik, seperti sampah plastik, botol, dan wadah bekas, juga
dapat menjadi tempat yang menguntungkan bagi perkembangbiakan nyamuk.
Bak mandi, ember, dan tempat penyimpanan air yang tidak tertutup rapat juga
merupakan tempat potensial bagi nyamuk untuk bertelur. Bahkan, potongan-
potongan tanaman atau ranting yang menampung air hujan dapat menjadi
sumber perkembangbiakan vektor DBD. Tak hanya itu, di dalam rumah, bak
cuci piring, bak kamar mandi yang jarang digunakan, dan penampungan air di
bawah pot tanaman juga perlu mendapat perhatian karena bisa menjadi
tempat berkembang biak nyamuk. Oleh karena itu, penting untuk
mengidentifikasi, membersihkan, dan mengatasi potensi tempat berkembang
biak vektor DBD guna mendukung upaya pencegahan penyebaran penyakit
ini.
Tabel 4.6 Angka Bebas Jentik

RW Jumlah rumah Jumlah rumah ABJ (%)


diperiksa (+) jentik

03 16 1 93,75

05 8 0 100

10 6 0 100

Total 30 1 96,67

Angka Bebas Jentik (ABJ) adalah suatu parameter yang digunakan


dalam pemantauan vektor penyakit, khususnya penyakit yang disebabkan
oleh nyamuk seperti Demam Berdarah Dengue (DBD). ABJ mencerminkan
persentase rumah atau tempat penampungan air yang tidak memiliki jentik
nyamuk (larva nyamuk).

Rumus ABJ :

Jadi, jika Angka Bebas Jentik senilai 96,7%, ini berarti sebagian besar atau
mayoritas tempat yang diperiksa dalam suatu area atau wilayah tidak ditemukan
29
adanya jentik nyamuk. Semakin tinggi nilai Angka Bebas Jentik, semakin baik
efektivitas upaya pengendalian vektor penyakit dan pencegahan penyebaran penyakit
yang disebabkan oleh nyamuk, seperti DBD. Angka Bebas Jentik adalah alat penting
dalam pemantauan kesehatan masyarakat untuk menilai risiko penyakit yang
ditularkan oleh vektor nyamuk, yang juga merupakan indikator keberhasilan program
pencegahan penyakit DBD. Angka bebas jentik yang diharapkan sebesar ≥95% sesuai
dengan Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan untuk vektor yang tertuang dalam
PerMenKes No.50 Tahun 2017 tentang Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan
dan Persyaratan Kesehatan untuk Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit serta
pengendaliannya.

6. Resting Place vektor DBD


Resting place vektor Demam Berdarah Dengue (DBD), nyamuk Aedes
aegypti, dapat tersembunyi di berbagai objek sehari-hari di sekitar rumah.
Gantungan baju dan handuk, terutama jika berada di tempat yang sejuk dan
gelap, mungkin menjadi tempat ideal bagi nyamuk untuk beristirahat. Gorden
atau tirai berwarna gelap dan tebal, terutama yang jarang terbuka, juga dapat
menjadi tempat beristirahat bagi vektor DBD. Selain itu, celah-celah di antara
perabotan rumah atau sudut-sudut yang kurang terpantau, terutama jika
lembab, juga dapat menjadi tempat berkembang biak nyamuk. Mainan anak-
anak yang terlupakan di luar rumah atau di halaman belakang yang dapat
menampung air hujan juga merupakan resting place potensial. Bahkan,
kantong plastik, botol bekas, dan barang bekas lainnya yang dapat
menampung air jika ditinggalkan di luar rumah menjadi tempat berkembang
biak dan beristirahat bagi vektor DBD.
Tabel 4.7 Resting Place vektor DBD

RW Jumlah rumah yang Keberadaan Persentase


diperiksa resting place
(rumah)

03 16 16 100

05 8 8 100

10 6 6 100

30
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa seluruh rumah yang telah
dilakukan survey memiliki tempat potensial untuk peristirahatan nyamuk.
Gantungan baju, gorden berwarna gelap, dan celah-celah di antara perabotan
rumah menjadi tempat yang ideal bagi nyamuk untuk beristirahat. Bahaya
utama keberadaan resting place vektor DBD adalah peningkatan risiko
penularan penyakit. Nyamuk yang berada di tempat-tempat tersebut dapat
dengan mudah menggigit manusia dan menularkan virus DBD. Hal ini dapat
menyebabkan peningkatan jumlah kasus DBD di komunitas yang rentan.
Selain itu, jika tempat-tempat ini tidak dikelola dengan baik, mereka dapat
menjadi fokus perkembangbiakan nyamuk yang meluas, meningkatkan
populasi vektor dan potensi penyebaran penyakit.

7. Suhu
Suhu merupakan kondisi panas dan dinginnya udara di dalam ruang.
Suhu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi munculnya penyakit
Demam Berdarah Dengue. Berdasarkan Permenkes Nomor 2 Tahun 2023
Tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2014
Tentang Kesehatan Lingkungan, syarat rumah sehat adalah rumah yang
memiliki suhu 18-30°C.. Suhu yang tinggi atau lebih dari 30°C dapat
meningkatkan tingkat perkembangan larva. Selain itu, pada nyamuk dewasa
suhu yang tinggi dapat meningkatkan tingkat gigitan nyamuk (biting rate)
kepada manusia
Tabel 4.8 Kualitas Lingkungan (Suhu)

Suhu Frekuensi Persentase (%)

Memenuhi syarat 5 17

Tidak memenuhi 25 83
syarat

Total 30 100

Dari tabel diatas, dapat dilihat bahwa sebanyak 25 (83 %) rumah dari
rumah responden yang di survey memiliki suhu yang tidak memenuhi syarat
yaitu lebih dari 30°C. Pelaksanaan pengukuran suhu hanya dilakukan di satu

31
ruangan pada setiap rumah karena terbatasnya waktu dan ijin yang diberikan
oleh responden.
Suhu yang tidak memenuhi syarat rumah sehat dapat mempengaruhi
perkembangan telur nyamus Aedes aegypti. Selain itu, suhu udara dapat
mempengaruhi perkembangan virus dengue dan perilaku nyamuk (menggigit,
kawin, dan istirahat). Oleh karena itu, suhu udara dalam rumah perlu dijaga
untuk mencegah perkembangan virus pada nyamuk.

8. Kelembaban
Kelangsungan hidup nyamuk Aedes aegypti juga dipengaruhi oleh
kelembaban udara. Kelembaban udara yang disukai nyamuk yaitu >60%.
Apabila kelembaban udara rendah maka akan memperpendek umur nyamuk.
Peningkatan kelembaban udara berbanding lurus dengan peningkatan
kepadatan nyamuk. Kelembaban yang tinggi menciptakan kondisi ideal untuk
perkembangbiakan nyamuk, sekaligus meningkatkan risiko penyebaran
penyakit DBD.
Nyamuk Aedes aegypti menyukai tempat-tempat yang lembab untuk
bertelur dan berkembang biak. Genangan air yang terbentuk akibat tingginya
kelembaban menjadi tempat berkembang biak yang optimal bagi larva
nyamuk. Tempat-tempat seperti bak mandi yang jarang digunakan, vas
bunga, dan bejana air lainnya yang mengandung air dapat menjadi breeding
place potensial.
Tabel 4.8 Kualitas Lingkungan (Kelembaban)

Kelembaban Frekuensi Persentase (%)

> 60% 4 17

≤ 60% 26 83

Total 30 100

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa sebanyak 4 (17%) rumah memiliki
kelembaban udara sebesar >60%. Kelembaban udara yang tinggi sangat
disukai oleh nyamuk, pentingnya kelembaban sebagai faktor pendorong
perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti membuat pengendalian
kelembaban menjadi salah satu strategi utama dalam pencegahan DBD.

32
Upaya untuk mengurangi tempat-tempat yang dapat menyimpan air dan
meningkatkan drainase yang baik di sekitar rumah membantu mengurangi
risiko genangan air dan tempat berkembang biak nyamuk. Dengan menjaga
kelembaban di lingkungan sekitar, kita dapat mengurangi potensi
perkembangbiakan vektor DBD, sehingga meminimalkan risiko penularan
penyakit.
9. Pencahayaan
Pencahayaan dalam rumah memegang peran penting dalam
pencegahan Demam Berdarah Dengue (DBD) karena hubungannya dengan
aktivitas vektor nyamuk Aedes aegypti. Pencahayaan yang baik dapat
berkontribusi secara signifikan dalam mengurangi keberadaan resting place
vektor DBD di dalam rumah.
Nyamuk Aedes aegypti cenderung mencari tempat beristirahat di area
gelap dan terlindung, seperti sudut-sudut ruangan yang minim pencahayaan.
Dengan memastikan pencahayaan yang memadai di seluruh rumah, terutama
di tempat-tempat yang sering diabaikan, kita dapat mengurangi kemungkinan
nyamuk menggunakan ruangan tersebut sebagai tempat beristirahat. Syarat
pencahayaan yaitu minimal sebesar 60 Lux sesuai dengan Standar Baku
Mutu Kesehatan Lingkungan yang tertuang dalam Permenkes Nomor 2 Tahun
2023 Tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun
2014 Tentang Kesehatan Lingkungan.
Tabel 4.9 Kualitas Lingkungan (Pencahayaan)

Pencahayaan Frekuensi Persentase (%)

Memenuhi syarat 28 93

Tidak memenuhi 2 7
syarat

Total 30 100

Dari tabel diatas, dapat dilihat bahwa sebanyak 28 (93 %) rumah dari
rumah responden yang di survey memiliki pencahayaan yang baik atau dapat
dibilang memenuhi syarat karena lebih dari 60 Lux, sedangkan rumah yang
memiliki pencahayaan kurang baik sebanyak 2 (7%) rumah, pelaksanaan

33
pengukuran pencahayaan hanya dilakukan di satu ruangan pada setiap
rumah karena terbatasnya waktu dan ijin yang diberikan oleh responden.
Pencahayaan yang baik dapat membantu mengidentifikasi dan
mengelola tempat-tempat yang potensial menjadi breeding place vektor DBD.
Keterpaparan cahaya yang cukup dapat membuat lebih mudah untuk melihat
adanya genangan air di sekitar rumah, seperti di vas bunga, ember, atau
tempat-tempat lain yang dapat menjadi tempat berkembang biak nyamuk.
Dengan menciptakan lingkungan rumah yang terang, bersih, dan terawat, kita
dapat mengurangi potensi penyebaran penyakit DBD. Oleh karena itu,
pencahayaan rumah tidak hanya memberikan manfaat untuk kesehatan visual
dan suasana hati, tetapi juga berperan dalam upaya pencegahan penyakit
menular yang ditularkan oleh vektor seperti DBD.

10. Hubungan Pengetahuan Dengan Kondisi Rumah dan Lingkungan


Tabel 4.10 Pengetahuan tentang DBD dan Kondisi Rumah & Lingkungan

Kategori Pengetahuan Kondisi Rumah dan


Lingkungan

Frekuensi % Frekuensi %

Baik 30 100 28 93,3

Tidak Baik 0 0 2 6,7

Total 100 100 30 100

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa terdapat hubungan antara


pengetahuan responden tentang DBD dengan kondisi rumah dan lingkungan
responden. Pengetahuan responden tentang DBD ini memengaruhi keadaan
kondisi rumah. Individu yang tahu tentang potensi perkembangan jentik
nyamuk pada tempat penampungan air yang terbuka atau ventilasi yang

34
kurang memadai akan lebih proaktif dalam menjaga kebersihan rumah.
Mereka mungkin lebih mungkin untuk menutup tempat penampungan air,
memperbaiki ventilasi, dan mengelola baju yang digantung dengan baik,
sehingga mengurangi peluang perkembangan vektor penyakit.
Tidak hanya itu, pengetahuan tentang DBD juga terkait erat dengan kondisi
lingkungan sekitar. Individu yang memahami bahwa saluran air yang mampet,
kolam air terbengkalai, atau barang bekas di halaman rumah dapat menjadi
tempat berkembang biak nyamuk Aedes akan lebih terlibat dalam kegiatan
pembersihan dan pemeliharaan lingkungan. Dengan demikian, pengetahuan
tentang DBD tidak hanya menciptakan kesadaran, tetapi juga merangsang
tindakan konkret dalam mengelola faktor-faktor lingkungan yang mendukung
penyebaran penyakit.

11. Hubungan Pengetahuan Dengan Tindakan Pencegahan DBD


Tabel 4.11 Pengetahuan tentang DBD dan Tindakan pencegahan DBD

Kategori Pengetahuan Tindakan Pencegahan

Frekuensi % Frekuensi %

Baik 30 100 30 100

Tidak Baik 0 0 0 0

Total 100 100 100 100

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa terdapat hubungan antara


pengetahuan responden tentang DBD dengan tindakan pencegahan yang
dilakukan oleh responden. Pengetahuan yang baik tentang DBD mendorong
individu untuk mengadopsi tindakan preventif yang konkrit, seperti memiliki
tanaman pengusir nyamuk di sekitar rumah. Tanaman seperti lavender, serai,
atau tanaman anti-nyamuk lainnya dapat membantu mengurangi keberadaan
nyamuk Aedes, vektor penyakit DBD. Selain itu, pengetahuan tentang DBD
35
juga mempengaruhi perilaku dalam menutup ventilasi. Individu yang tahu
bahwa nyamuk Aedes cenderung bersarang di tempat yang gelap dan
lembab akan lebih cenderung untuk menutup ventilasi rumah mereka,
mengurangi risiko masuknya nyamuk dan mencegah penularan penyakit.
Aktif mengikuti sosialisasi mengenai DBD adalah tindakan pencegahan yang
penting dan merupakan hasil langsung dari pengetahuan yang diperoleh.
Melalui sosialisasi, individu dapat mendapatkan informasi terbaru tentang
strategi pencegahan, gejala penyakit, dan upaya yang sedang dilakukan oleh
pemerintah atau organisasi kesehatan. Partisipasi aktif dalam kegiatan
sosialisasi meningkatkan kesadaran dan pemahaman, yang pada gilirannya
meningkatkan efektivitas tindakan pencegahan yang diambil. Selanjutnya,
pengetahuan tentang DBD juga mendorong individu untuk aktif melakukan
pemeriksaan jentik serta pengurasan tempat penampungan air. Mengetahui
bahwa jentik nyamuk Aedes berkembang biak di tempat-tempat yang
mengandung air, individu yang teredukasi akan lebih cenderung melakukan
inspeksi rutin di sekitar rumah mereka. Pemahaman ini mendorong perilaku
proaktif untuk menemukan dan menghilangkan tempat-tempat yang
berpotensi menjadi sarang nyamuk.

E. Identifikasi Pola Persebaran Penyakit

Gambar 4.5 Peta Persebaran Kasus DBD Kelurahan Padangsari

36
Berdasarkan data yang ada didapatkan 3 RW yang mengalami kejadian DBD,
dengan hasil sebagai berikut:
1. RW 3
Pada RW 3 insidensi kasus DBD sebanyak 1.
2. RW 5
Pada RW 5 insidensi kasus DBD sebanyak 1.
3. RW 10
Pada RW 3 insidensi kasus DBD sebanyak 1.

F. Konsep Klinik Sanitasi


Kegiatan klinik sanitasi adalah upaya mengintegrasikan antara pelayanan
kesehatan promotif, preventif, dan kuratif yang difokuskan pada penduduk yang
berisiko tinggi untuk mengatasi masalah penyakit berbasis lingkungan yang
dilaksanakan oleh petugas bersama masyarakat, baik didalam maupun di luar
puskesmas.
Klinik sanitasi bukan sebagai unit pelayanan yang berdiri sendiri, akan tetapi
sebagai bagian integral dari kegiatan puskesmas dalam melaksanakan program,
program ini bekerjasama dengan lintas program dan lintas sektoral yang ada di
wilayah kerja puskesmas. Klinik sanitasi juga merupakan kegiatan wawancara
mendalam dan penyuluhan yang bertujuan untuk mengenal masalah lebih rinci,
kemudian diupayakan dan dilakukan oleh petugas klinik sanitasi sehubungan
dengan
G. Implementasi Klinik Sanitasi untuk Penyakit DBD
Pelayanan klinik sanitasi merupakan implementasi dari Permenkes RI Nomor
13 Tahun 2015. Dalam pelaksanaan program klinik sanitasi terdiri dari tiga kegiatan
yaitu konseling, inspeksi lingkungan, dan intervensi kesehatan lingkungan. Petugas
atau tenaga kesehatan lingkungan akan memberi saran/rekomendasi kepada
pasien terkait keluhan yang dialami oleh pasien.
Implementasi klinik sanitasi pada Kelurahan Padangsari cenderung kearah
luar, pasien yang akan melakukan konsultasi mendaftar melalui sistem online atau
melalui website puskesmas. Data pasien konsultasi yang masuk kemudian di
diagnosa apakah ada temuan pasien DBD atau penyakit berbasis lingkungan
lainnya, kemudian petugas melakukan observasi/kunjungan dan melihat kondisi
rumah pasien lalu dilakukan edukasi secara langsung oleh petugas.

H. Pengembangan Konseling dengan Suspek Penderita Penyakit DBD

37
Konseling merupakan bagian penting dalam pelayanan klinik sanitasi, karena
konseling menekankan pemahaman, rasa empati, dan komunikasi kepada pasien
perorangan, bertujuan untuk mengenali kebutuhan kesehatan pasien secara
psikologis, membantu pasien memiliki pilihan tindakan mengatasi permasalahan
kesehatan yang dihadapi saat itu.
Kegiatan konseling di Kelurahan Padangsari dilakukan secara langsung akan
tetapi untuk di Kelurahan Padangsari jarang dilakukan konseling secara langsung
karena keterbatasan petugas atau tenaga kesehatan lingkungan. Oleh karena itu,
masyarakat dapat melakukan konseling melalui website atau mendatangi fasilitas
pelayanan kesehatan atau puskesmas setelah menentukan tanggal untuk
melakukan konsultasi dengan petugas puskesmas. Petugas akan menanyakan
beberapa pertanyaan kemudian akan didiagnosis atau diketahui penyebab penyakit
yang diderita. Setelah itu, petugas akan memberikan saran/rekomendasi sesuai
dengan masalah penyebab penyakit.
Beberapa responden mengatakan bahwa pihak atau petugas puskesmas
telah melakukan kegiatan inspeksi lingkungan dan melakukan intervensi kepada
pasien yang mengalami DBD. Salah satunya dengan melakukan kegiatan fogging
dan Pemberantasan Sarang Nyamuk yang dilakukan secara rutin tiap bulan hal ini
dilakukan untuk mengurangi dan mencegah angka kejadian DBD di masyarakat.

I. Pengembangan Instrumen Investigasi


Instrumen yang digunakan saat implementasi klinik sanitasi diantaranya
adalah Lembar observasi dan alat pengukuran yang digunakan yaitu luxmeter.
Metode yang digunakan untuk investigasi diantaranya:
1. Wawancara
2. Observasi
3. Sosialisasi door to door

J. Evaluasi Implementasi Klinik Sanitasi


Tabel 4.12 Evaluasi Implementasi Klinik Sanitasi
Indikator/ Hambata
Kegiatan Sasaran Realita Upaya
Target n

Progra Pihak Cakupan Kegiatan Keterbata Mengusulkan


m Puskesmas kegiatan klinik san adanya
Klinik konseling, sanitasi sumber
38
Sanitas Padangsari kunjungan dikatakan daya dan penambahan
i inspeksi sudah waktu
tenaga
kesehatan cukup baik pelaksana
kesehatan ke
lingkunga dan an klinik
pihak Dinkes
n, dan beberapa
sanitasi agar
intervensi telah
sangat
mencapai petugas yang
terbatas
target ada tidak
merangkap
tugas

K. Identifikasi Faktor Lingkungan yang Mendukung Kejadian Demam Berdarah


Dengue (DBD)

Gambar 4.13 Hasil Data Kondisi Rumah dan Lingkungan Sekitar


Berdasarkan hasil wawancara menggunakan lembar kuesioner dan observasi
yang telah dilakukan untuk variabel kondisi rumah dan lingkungan sekitar
didapatkan hasil bahwa masih terdapat 2 responden yang memiliki kategori kondisi
rumah dan lingkungan sekitar kurang baik (6,7%) dan 28 responden lainnya
memiliki kategori kondisi rumah dan lingkungan sekitar yang baik (93,3%).
Penyebaran Demam Berdarah Dengue (DBD) ditentukan oleh beberapa faktor
39
diantaranya Agent, Host (penjamu) dan lingkungan yang saling berinteraksi.
Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) sangat dipengaruhi oleh faktor
lingkungan, faktor lingkungan ini salah satu faktor yang menentukan keberadaan
vektor nyamuk nantinya. Faktor lingkungan ini yang mempengaruhi bionomik
nyamuk, sehingga nyamuk Aedes dapat berkembang biak. Nyamuk dapat
berkembang biak dengan baik apabila lingkungan dimana nyamuk berada sesuai
dengan kebutuhannya. Sehingga ekologi nyamuk Aedes erat kaitannya dengan
Demam Berdarah Dengue (DBD). Pencahayaan, suhu, dan kelembaban seperti
yang disebutkan pada sub-bab sebelumnya dapat mendukung kejadian Demam
Berdarah Dengue (DBD), selain itu masih terdapat beberapa faktor lain sebagai
berikut:
1. Adanya tempat perindukan atau berkembang biak (breeding place)
Tempat perindukan utama dapat dikelompokkan menjadi:
a. Tempat Penampungan Air (TPA) untuk keperluan sehari-hari seperti drum,
tempayan, bak mandi bak WC, ember, dan sejenisnya.
b. Tempat Penampungan Air (TPA) bukan untuk keperluan sehari-hari seperti
tempat minuman hewan, ban bekas, kaleng bekas, vas bunga, perangkap
semut, dan sebagainya.
c. Tempat Penampungan Air (TPA) alamiah yang terdiri dari lubang pohon,
lubang batu, pelepah daun, tempurung kelapa, kulit kerang, pangkal pohon
pisang, dan lain-lain.
2. Perilaku dan tempat Istirahat (resting place)
Setelah selesai menghisap darah, nyamuk betina akan beristirahat
sekitar 2–3 hari untuk mematangkan telurnya. Nyamuk Aedes aegypti hidup
domestik, artinya lebih menyukai tinggal di dalam rumah daripada di luar
rumah. Tempat beristirahat yang disenangi nyamuk ini adalah tempat-tempat
yang lembab dan kurang terang seperti kamar mandi, dapur, dan WC. Di
dalam rumah nyamuk ini beristirahat di baju-baju yang digantung, kelambu,
dan tirai. Sedangkan di luar rumah nyamuk ini beristirahat pada tanaman-
tanaman yang ada di luar rumah.
3. Persebaran
Kemampuan terbang Nyamuk betina rata-rata 40m maksimal 100m,
namun secara pasif misalnya karena angin atau terbawa kendaraan dapat
berpindah lebih jauh. Nyamuk Aedes aegypti tersebar luas di daerah tropis dan
subtropis. Di Indonesia, nyamuk ini tersebar luas baik dirumah-rumah maupun
tempat-tempat umum. Nyamuk ini dapat hidup dan berkembang biak sampai
ketinggian daerah ±1.000m dari permukaan air laut. Diatas ketinggian 1.000m
40
nyamuk ini tidak dapat berkembang biak, karena pada ketinggian tersebut
suhu udara terlalu rendah, sehingga tidak memunginkan bagi kehidupan
nyamuk tersebut.
4. Variasi Musim
Pada musim hujan tempat perkembangbiakan Aedes aegypti yang pada
musim kemarau tidak terisi air, mulai terisi air. Telur-telur yang tadinya belum
sempat menetas akan menetas. Selain itu pada musim hujan semakin banyak
tempat penampungan air alaminya yang terisi air hujan dan dapat digunakan
sebagai tempat perkembangbiakan nyamuk. Oleh karena itu pada musim
hujan populasi Aedes aegypti meningkat. Bertambahnya populasi nyamuk ini
merupakan salah satu faktor menyebabkan peningkatan penularan penyakit
DBD.

L. Identifikasi Potensi Sosial Masyarakat untuk Mendukung Pengendalian


Demam Berdarah Dengue (DBD)
Dalam pengendalian vektor dan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)
diperlukan peran aktif baik dari pemerintah maupun masyarakat. Selama proses
pengambilan data atau terjun langsung ke masyarakat di Kelurahan Padangsari,
perangkat desa (Lurah, RT, RW) dan masyarakat disana cenderung terbuka, mau
menerima informasi yang kami berikan, dan berpartisipasi aktif, sehingga
diharapkan dengan potensi ini, diharapkan pengetahuan dan perilaku masyarakat
akan pengendalian vektor DBD dapat ditingkatkan. Selain itu, di Kelurahan
Padangsari sudah terdapat kader kesehatan aktif di setiap RW-nya. Diharapkan
dengan adanya kader kesehatan dapat membantu petugas kesehatan dalam
pemberdayaan masyarakat untuk mendukung terwujudnya masyarakat yang
memiliki perilaku hidup sehat. Pelaksanaan posyandu anak dan lansia juga aktif di
laksanakan, diharapkan dengan aktifnya kegiatan tersebut dapat menjadi jembatan
informasi baik dari petugas kesehatan ataupun kader ke masyarakat. Puskesmas
Padangsari juga aktif melaksanakan PJN di setiap RW-nya, sehingga diharapkan
keberadaan vektor DBD di masyarakat dapat dipantau dan dikendalikan. Selain itu,
sebagai salah satu sumber informasi ke masyarakat, website maupun social media
dari Puskesmas Padangsari juga aktif memberikan informasi kesehatan terkini.
Berdasarkan berbagai potensi di atas diharapkan seluruh komponen masyarakat
dapat bersatu dan bergerak bersama memberantas penyakit Demam Berdarah
Dengue (DBD).

M. Rencana Intervensi Manajemen Vektor Berbasis Lingkungan


41
Program penanggulangan vektor DBD sudah ada seperti:
1. Larvasidasi: pemberantasan jentik dengan menaburkan bubuk larvasida atau
meneteskan larvasida cair secara selektif
2. Fogging 2 Siklus: pengasapan pengendalian vektor menggunakan bahan
kimia, yang bertujuan untuk mematikan nyamuk dewasa dalam waktu cepat.
Penyemprotan dilakukan 2 siklus dengan interval 5-7 hari
3. Kelambu 3M: Tirai (tempat tidur dan sebagainya) dari kain kasa untuk
mencegah nyamuk dan Menguras dan menyikat tempat penampungan air,
menutup tempat penampungan air dan mendaur ulang barang-barang bekas
yang berpotensi menjadi tempat penampungan air atau membuangnya ke
tempat pembuangan sampah tertutup
4. Jumantik 3M yaitu Juru Pemantau Jentik
5. COMBI: Communication for behavioral impact
6. G1R1J adalah singkatan dari Gerakan Satu Rumah Satu Jumantik.

Oleh karena itu, rencana intervensi yang akan diberikan berupa edukasi dan
peningkatan motivasi partisipasi aktif pada masyarakat khususnya kader dalam
pengendalian vektor DBD.

42
Dokumen Rencana Intervensi Pengendalian Vektor DBD
Tabel 4. 14 Rencana Intervensi Pengendalian Vektor DBD
Volume
Kegiatan Tahapan Kegiatan Sasaran Metode Kegiata Indikator Waktu
n

Edukasi Persiapan Pembuatan media Panitia Diskusi dan 1x 100% Materi dan Minggu ke-
Penyakit edukasi berupa pencetakan poster booklet sudah 1
Pelaksana
dan Vektor PPT, booklet, dan serta booklet tersedia dan siap
Program
infeksi poster sesuai dengan
dengue jumlah dan
kebutuhannya

Koordinasi Perizinan kepada Kelurahan Surat perizinan 1x Sasaran menerima Minggu ke-
kelurahan untuk tertulis undangan tertulis 1
Padangsari
melakukan dan diberikan izin
pertemuan kepada untuk melaksanakan
kader kesehatan intervensi

Pelaksanaa Pre-test Kader Pemberian soal pre 1x 1. 50% sasaran Minggu ke-
n test hadir dalam 2
Kelurahan
kegiatan
Padangsari

Edukasi Kader Penyampaian 1x 2. Seluruh Minggu ke-


materi terkait sasaran yang
Kelurahan
43
pencegahan dan hadir menerima 2
Padangsari
pengendalian dan
infeksi dengue mengerjakan
dengan media serta
edukasi yang dibuat mengumpulkan
lembar pre-test
Post-Test Kader Pemberian soal post 1x Minggu ke-
test 3. Sasaran yang 2
Kelurahan
hadir menerima
Padangsari
edukasi

4. Seluruh
sasaran
mengerjakan
serta
mengumplkan
lembar post-test
dan ada
peningkatan
pengetahuan

Evaluasi Evaluasi seluruh Kader dan Observasi langsung 1x Seluruh indikator Minggu ke-
tahapan Panitia kegiatan tercapai 2

44
Pelaksana

45
N. Analisis Permasalahan Kesehatan Lingkungan dan Bencana
1. Penyakit
Hasil dari survey dan observasi yang telah dilakukan di wilayah kerja
Puskesmas Padangsari Kota Semarang, ditemukan masih adanya faktor risiko
penyebab terjadinya penyakit DBD seperti perilaku menggantung pakaian yang
dapat menyebabkan timbulnya resting place bagi nyamuk aedes aegypti,
masih ada tempat penampungan air yang terbuka, masih adanya tumpukan
sampah disekitar rumah, dan tidak lancarnya pembuangan saluran air limbah
rumah tangga yang dapat menyebabkan genangan air di sekitar rumah warga
dan dapat berpotensi sebagai tempat berkembang biaknya nyamuk. Hal ini
diperkuat dengan adanya peningkatan kasus DBD di wilayah kerja Puskesmas
Padangsari Kota semarang selama tiga tahun terakhir yaitu pada tahun 2020
sejumlah 5 kasus, kemudian turun menjadi 4 kasus pada tahun 2021, dan
pada tahun 2022 kembali naik secara drastis menjadi 3x lipat yaitu sebanyak
12 kasus, dan khususnya pada kelurahan Padangsari selama kurun waktu 3
bulan terakhir Agustus - Oktober 2023 telah terjadi 3 kasus DBD.
2. Manajemen Bencana
Bencana yang terjadi di Kelurahan Padangsari adalah kebakaran.
Kebakaran di Kelurahan Padangsari terjadi di salah satu rumah di RW 15.
Kebakaran ini terjadi di pertengahan 2023 ini dimana saat itu merupakan
musim kemarau panjang. Penyebab terjadinya kebakaran diketahui berasal
dari tumpukkan kayu kering di lahan warga. Hal ini didukung dengan cuaca
panas yang berkepanjangan sehingga memunculkan percikan api pada kayu
kering dan terjadi kebakaran.

O. Rumusan Program Intervensi dan Rencana Aksi


46
Perencanaan Intervensi dan Aksi disusun berdasarkan tabel di bawah ini
Tabel 4.15 Rumusan Program Intervensi dan Rencana Aksi
Volume
Kegiatan Sasaran Dana Waktu Kegiata Indikator
n

Menyer Pihak Dana Senin, 11 1 kali Media intervensi


ahkan Kelurahan Mahasisw Desember (poster) dapat
poster
Padangsari a 2023 tersampaikan
kegiata
n hasil dengan baik
survei dan
di
pelaksanaan
Kelura
han sesuai waktu
Padan yang telah
gsari
ditentukan

P. Pelaksanaan Intervensi
Intervensi dilaksanakan pada Senin, 11 Desember pukul 10.30-11.00 dengan Ibu
Lurah Padangsari.

● Bentuk Kegiatan: Pemberian poster terkait DBD dan manajemen kebakaran

● Waktu Pelaksanaan: Senin, 11 Desember pukul 10.30-11.00

● Sasaran: Kelurahan Padangsari

● Media Intervensi : Poster

Gambar 4.7 Pelaksanaan Intervensi

47
Gambar 4.8 Dokumentasi Pelaksanaan Intervensi

Q. Hasil Evaluasi Intervensi


Tabel 4.16 Rumusan Program Intervensi dan Rencana Aksi
Indikator/ Hambata
Kegiatan Sasaran Realita Upaya
Target n

Menyer Pihak Media Mencapai Keterbata Pemilihan


ahkan Kelurahan intervensi target san waktu waktu hjangan
poster
Padangsari (poster) terlalu
kegiata
n hasil dapat mendadak dan
survei tersampai mencari waktu
di
kan ketika Ibu
Kelura
han dengan Lurah luang
Padan baik dan
gsari
pelaksana
an sesuai
waktu
yang telah
ditentukan

48
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Berdasarkan data sekunder yang telah didapatkan dari Puskesmas Padangsari,
kemudian dilakukan pemrioritasan masalah di wilayah Kelurahan Padangsari
maka didapatkan prioritas masalahnya yaitu Demam Berdarah Dengue (DBD).
2. Berdasarkan data sekunder yang di dapat dari Puskesmas Padangsari kasus
DBD di wilayah kerja UPTD Puskesmas Padangsari selama 4 tahun terakhir
bersifat fluktuatif dengan data terakhir yang diperoleh yaitu pada bulan Agustus-
Oktober 2023 terdapat 3 kasus DBD di Kelurahan Padangsari.
3. Karakteristik responden yang diteliti pada survei ini didominasi oleh responden
dewasa (25-59 tahun) sebanyak 73,3%, jenis kelamin perempuan sebanyak
63%, tingkat pendidikan SMA/sederajat sebanyak 47%, serta tidak bekerja
sebanyak 37%.
4. Berdasarkan hasil survey kesehatan lingkungan pemukiman untuk variabel
Pengetahuan tentang DBD sebanyak 30 orang (100%) dalam kategori baik,
untuk variabel kondisi rumah dan lingkungan sebanyak 28 rumah (93,3%) dalam
kategori baik, untuk variabel tindakan pencegahan dalam kategori baik.
5. Berdasarkan hasil survey kesehatan lingkungan nilai angka bebas jentik di dapatkan
96%, menurut Permenkes No.50 Tahun 2017 tentang Standar Baku Mutu Kesehatan
Lingkungan dan Persyaratan Kesehatan untuk Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit
serta pengendaliannya angka bebas jentik yang diharapkan sebesar ≥95%. Seluruh rumah
yang telah dilakukan survey memiliki tempat potensial untuk peristirahatan nyamuk.
6. Sebanyak 25 (83 %) rumah dari rumah responden yang di survey memiliki suhu
yang tidak memenuhi syarat yaitu lebih dari 30°C. Berdasarkan Permenkes
Nomor 2 Tahun 2023 Tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah
Nomor 66 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Lingkungan, syarat rumah sehat
adalah rumah yang memiliki suhu 18-30°C
7. Berdasarkan hasil survey bahwa sebanyak 4 (17%) rumah memiliki kelembaban
udara sebesar >60%. Kelembaban udara yang disukai nyamuk yaitu >60%. 6.
Sebanyak 28 (93 %) rumah dari rumah responden yang di survey memiliki
pencahayaan yang baik atau dapat dibilang memenuhi syarat karena lebih dari
60 Lux, sedangkan rumah yang memiliki pencahayaan kurang baik sebanyak 2
(7%) rumah.
8. Berdasarkan peta persebaran penyakit DBD terdapat 3 RW yang memiliki warga
dengan kasus DBD di Kelurahan Padangsari yaitu RW 3, RW 5, dan RW 10.
49
9. Kegiatan survei terkait masalah kesehatan dan lingkungan perlu dilakukan
secara berkelanjutan oleh para petugas kesehatan. Survei dilakukan
menggunakan instrumen berupa lembar kuesioner, lembar observasi serta alat
perlengkapan lain yang telah divalidasi dan reliabel agar informasi yang didapat
berkualitas. Setelah mendapatkan hasil survei kemudian hasil akan diseminarkan
kepada masyarakat guna sebagai bahan untuk membuat kebijakan dan program
untuk mengatasi masalah kesehatan.
10. Demam Berdarah Dengue merupakan salah satu penyakit menular yang
disebabkan oleh gigitan nyamuk aedes. Penyakit ini dapat disebabkan oleh
beberapa faktor salah satunya adalah faktor lingkungan. Berdasarkan hasil
survei di Kelurahan Padangsari bahwa kondisi lingkungan dan rumah, serta
tindakan pencegahan sudah cukup baik. Selain itu, masih ditemukan beberapa
faktor yang tidak memenuhi syarat rumah sehat diantaranya suhu, pencahayaan,
dan kelembaban hal ini dapat meningkatkan risiko dan menjadi tempat potensial
untuk peristirahatan nyamuk.
11. Diperlukan upaya pengendalian vektor DBD untuk menekan angka kasus DBD.
Pengendalian vektor yang dapat dilakukan yaitu pemberantasan nyamuk
dewasa dengan insektisida dan pemberantasan jentik dengan pendekatan fisik,
kimia, atau biologi. Upaya pengendalian vektor DBD harus melibatkan
partisipasi aktif semua komponen masyarakat dan kerja sama lintas sektor.
Sehingga dapat menekan angka kasus dan zero dengue death di Kelurahan
Padangsari.
12. Masalah yang dipilih untuk dilakukan intervensi ialah Demam Berdarah Dengue,
hal ini berdasarkan tren data kejadian kasus DBD yang naik 3x lipat pada tahun
2022.
13. Permasalahan yang diintervensi dalam kegiatan PKL yaitu Potensi DBD sebagai
penyakit menular, serta Potensi kebakaran sebagai bencana yang dapat terjadi
di masyarakat.
14. Pembuatan media edukasi informatif sebagai intervensi dipilih berdasarkan
kebutuhan permasalahan yang telah ditemukan.

B. Saran
1. Bagi Puskesmas
a. Perlu adanya pendampingan lebih lanjut kepada masyarakat di Kelurahan
Padangsari terkait pentingnya perilaku hidup bersih dan sehat termasuk
pada pencegahan terkait Demam Berdarah Dengue (DBD), serta aduan

50
mengenai faktor risiko DBD terutama faktor lingkungan agar masyarakat
dapat melakukan tindak lanjut terhadap faktor risiko tersebut.
b. Peran puskesmas dalam pencegahan DBD rutin mengedukasi masyarakat
dan melaksanakan sosialisasi program pemberantasan sarang nyamuk
dengan cara 3M secara berkelanjutan terutama pada musim penghujan
dan pancaroba karena meningkatnya curah hujan dapat meningkatkan
tempat-tempat nyamuk DBD, selain itu puskesmas juga mengerahkan TIM
Jumantik (juru pemantau jentik) dengan cara pemantauan langsung
kerumah-rumah warga sebagai upaya preventif mencegah DBD.
2. Bagi Pemerintah Setempat
a. Perlu adanya upaya pengadaan pengelolaan sampah seperti bank sampah
dan/atau program lain yang dapat mengurangi persebaran Demam
Berdarah Dengue (DBD), serta melakukan pemberian bantuan yang
merata kepada masyarakat.
b. Peran Kelurahan Padangsari turut aktif dalam pencegahan DBD dengan
mengerahkan para Ketua RW dan RT untuk selalu mengadakan kegiatan-
kegiatan kerja bakti lingkungan sekitar dengan sasaran kegiatan tempat
berkembang biak vektor Demam Berdarah Dengue (DBD), dan mendukung
gerakan satu rumah satu jumantik, serta pelepasan nyamuk ber-
Wolbachia.
c. Selalu himbau warga untuk waspada terhadap potensi terjadinya
kebakaran yang diakibatkan oleh faktor alam ataupun kecerobohan
manusia.
3. Bagi Masyarakat
Peningkatan rasa perhatian terhadap faktor risiko di sekitar lingkungan rumah
serta perilaku pencegahan Demam Berdarah Dengue (DBD) seperti kegiatan
5M yaitu menutup, menguras, dan mengubur, serta menggunakan kelambu,
tidak menggantung pakaian, menanam tanaman yang tidak disukai nyamuk dan
sebagainya agar tercipta lingkungan yang bersih dan terhindar dari serangan
atau jangkitan nyamuk penyebab Demam Berdarah Dengue (DBD). Pastikan
tidak ada barang-barang yang mudah terbakar yang bersentuhan langsung
dengan sumber panas. Periksa dan perbarui sistem listrik secara berkala,
hindari penggunaan kabel yang rusak, dan selalu matikan peralatan listrik
Ketika tidak digunakan.

51
DAFTAR PUSTAKA

Adriyani R., Anita D. Ekologi Pemanasan Global dan Kesehatan. Aseni Anggota IKPI
Pusat. 2019; 51-54
Awaluddin A. Korelasi Pengetahuan Dan Sikap Keluarga Terhadap Tindakan Pencegahan
Demam Berdarah Dengue. J Endur. 2017;2(3):263.
Centers of Disease Control and Prevention. Dengue [Internet]. 2023 [cited 2023 Dec 10].
Available from:
https://wwwnc.cdc.gov/travel/yellowbook/2024/infections-diseases/dengue#agent
Cogan JE, WHO. Dengue and Severe Dengue. World Health Organisation. 2020.(1):2- 3.
Dania IA. Gambaran penyakit dan vektor demam berdarah dengue (DBD). Warta
Dharmawangsa. 2016;48
Dinas Kesehatan Kota Semarang. Profil Kesehatan Kota Semarang. Semarang: Dinas
Kesehatan Kota Semarang; 2021.
Dinas Kesehatan Kota Semarang. Profil Kesehatan Kota Semarang. Semarang: Dinas
Kesehatan Kota Semarang; 2022.
Departemen Kesehatan RI. Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue
di Indonesia. Jakarta: Ditjen PP &PL. 2005.
Ganus E, Yohanan A, Wahyuni ID. Evaluasi Program Klinik Sanitasi Terhadap Penyakit
Berbasis Lingkungan Di Puskesmas Kendalsari Kota Malang. Media Husada J Environ
Heal. 2021;1(1):44–57.
Gandahusada. Parasitologi Kedokteran. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran UI.
2008.
Hikmah M, Kasmini HOW. Faktor yang berhubungan dengan kejadian kematian akibat
demam berdarah dengue. Unnes Journal of Public Health 2015;4(4):180–9.
Istiqomah M, Syahrul F. Faktor Risiko Aktivitas, Mobilitas, dan Menggantung Pakaian
Terhadap Kejadian Demam Berdarah Pada Anak [Thesis]. Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Airlangga. 2016;1(2):1-9.
Josua T. H., Jhons F. S. Pengendalian Vektor Virus Dengue dengan Metode Release of
Insect Carrying Dominant Lethal (RIDL). Majority. 2017;6(1):46-50.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Data DBD di Indonesia Tahun 2021.
Powerpoint.
Kementerian Kesehatan RI. Kendalikan Demam Berdarah Dengue Dengan PSN 3M Plus.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2016;1:1-2.
Kementrian Kesehatan RI. Demam Berdarah Dengue. Buletin Jendela Epidemiologi.
Jakarta: Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi Kementrian Kesehatan RI. 2010.

52
Lusiyana N. Wolbachia sebagai alternatif pengendalian vektor nyamuk Aedes sp. JKKI.
2014;6(3).
Mayela PS, Siauta JA, Carolin BT. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian
Demam Berdarah Dengue Pada Balita Factors Associated With the Incidence of Dengue
Hemorrhagic Fever in Toddlers Abstrak. 2020;90–6.
Melissa G. Tansil, Novie H. Rampengan, Rocky Wilar. Faktor risiko terjadinya Demam
Berdarah Dengue pada anak. Jurnal Biomedik. 2021; 13(1): 90-99.
Putri AM, Mulasari SA. Klinik Sanitasi Dan Peranannya Dalam Peningkatan Kesehatan
Lingkungan Di Puskesmas Pajangan Bantul. J Med Respati [Internet]. 2018;13(2):1– 9.
Available from: http://medika.respati.ac.id/index.php/Medika/article/view/151
Putri DF, Triwahyuni T, Husna I, Sandrawati S. Hubungan faktor suhu dan kelembaban
dengan kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kota Bandar Lampung. Jurnal Analis
Kesehatan. 2020 Jul 10;9(1):17-23.
Sembiring, Erika Emnina. Edukasi Pencegahan dan Pertolongan Pertama Demam Berdarah
Dengue di Rumah. Jurnal Lentera: Penelitian dan Pengabdian Masyarakat. 2023; 4(1): 1-
5.
Soegijanto, S. Demam Berdarah Dengue Edisi 2. Surabaya: Airlangga University Press.
2006.
Soedarto. Penyakit Menular di Indonesia. Jakarta: Sagung Seto. 2009.
Sukohar A. Demam Berdarah Dengue (DBD). Jurnal Medula. 2014; 2(2): 1-15.
Sunarno RP, Wahyuningsih NE, Budiharjo A. Studi Faktor Suhu di dalam Rumah dan
Kejadian Demam Berdarah Dengue Di Semarang Tahun 2017. Jurnal Kesehatan
Masyarakat (Undip). 2017 Oct 1;5(5):807-14.
Syahribulan, Fince M. B., Munif S. H. Waktu Aktivitas Menghisap Darah Nyamuk Aedes
Aegypti Dan Aedes Albopictus Di Desa Pa’lanassang Kelurahan Barombong Makassar
Sulawesi Selatan. Jurnal Ekologi Kesehatan. 2012;11(4):306 – 314.
Tahir M, Kenre I. Penyuluhan dan Pemberantasan Nyamuk Demam Berdarah Dengue
(DBD) Kelurahan Rijang Pittu Kabupaten Sidrap. J Community Engagem Heal
[Internet].2021;4(1):254–8.https://www.jceh.org/index.php/JCEH/article/view/168
UPTD Puskesmas Padangsari. Profil Kesehatan UPTD Puskesmas Padangsari Tahun 2020.
Semarang: UPTD Puskesmas Padangsari; 2020.
UPTD Puskesmas Padangsari. Profil Kesehatan UPTD Puskesmas Padangsari 2021.
Semarang: UPTD Puskesmas Padangsari; 2021.
UPTD Puskesmas Padangsari. Profil Kesehatan UPTD Puskesmas Padangsari Tahun 2022.
Semarang: UPTD Puskesmas Padangsari; 2022.

53
Wati WE. Beberapa Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue
(Dbd) di Kelurahan Ploso Kecamatan Pacitan Tahun 2009. Vektora. Journal Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah 2013;3: 22–34.
Widyastuti, P. Panduan Lengkap Pencegahan dan Pengendalian Dengue dan Demam
Berdarah Dengue. Jakarta: EGC. 2007.

54
LAMPIRAN

Lampiran 1. Lembar Kuesioner

55
56
57
Lampiran 2. Surat Perizinan

58
Lampiran 3. Hasil Pengolahan Data SPSS

59
60
61
Lampiran 4. Dokumentasi Kegiatan

Perizinan kepada Kelurahan Pengambilan Data


Padangsari

Pengambilan Data Diskusi Kelompok

62
Kegiatan Klinik Sanitasi Kegiatan Intervensi

63
Lampiran 5. Media Intervensi

Poster DBD Poster Bencana Kebakaran

Video Intervensi DBD Video Intervensi DBD

64

You might also like

pFad - Phonifier reborn

Pfad - The Proxy pFad of © 2024 Garber Painting. All rights reserved.

Note: This service is not intended for secure transactions such as banking, social media, email, or purchasing. Use at your own risk. We assume no liability whatsoever for broken pages.


Alternative Proxies:

Alternative Proxy

pFad Proxy

pFad v3 Proxy

pFad v4 Proxy