8542 22924 2 PB

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 18

vol. 9 no. 1, pp.

13-30
Jurnal Penelitian Pendidikan dan Pengajaran Matematika Terbit: 31 Maret 2023

PENGARUH PENDEKATAN METAPHORICAL THINKING


TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIS
PESERTA DIDIK

Vitta Oktavina Abdillah, Supratman, Sinta Verawati Dewi, Muhamad zulfikar Mansyur
Pendidikan Matematika, FKIP, Universitas Siliwangi, Kota Tasikmalaya, Indonesia
Email: vittaoctaabdillah@gmail.com

ABSTRACT

This research aims to determine the effect of the metaphorical thinking approach on
students' mathematical critical thinking abilities and determine the percentage of
students' mathematical critical thinking abilities who use the metaphorical thinking
approach. The method used is the experimental method, namely Pretest-Posttest
Control Group Design. The population in the study was all students in class VIII of SMP
Negeri 1 Tasikmalaya. The samples in the research were students in class VIII G as the
experimental class and class VIII A as the control class. The sample technique uses
random assignment. The instrument used is a description test of mathematical critical
thinking abilities. Data analysis techniques include descriptive statistics and
inferential statistics by analyzing and measuring students' mathematical critical
thinking skills using IBM SPSS Statistics 24. Normality test using Shapiro Wilk,
homogeneity test using Levene's, mean difference test (right side) using Independent
Sample T- Test, and the Mann Whitney test. Based on the results of data analysis, it
can be concluded that there is an influence of the metaphorical thinking approach on
students' mathematical critical thinking abilities. The mathematical critical thinking
ability of students with a metaphorical thinking approach is in the high category
40.625%, medium 40.625%, low 18.75%, and the overall average score is 58% in the
medium category.

Keywords: Metaphorical Thinking Approach, Critical Thinking Ability,


Effect of learning

PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan suatu usaha untuk mengembangkan dan memfasilitasi sumber daya
manusia untuk mencapai tujuan hidup yang diinginkannya. Dengan pendidikan potensi
yang dimiliki dapat dieksplore dan dikembangkan, sehingga manusia dapat meningkatkan
kualitas ataupun kuantitas pada dirinya. Pendidikan mencakup berbagai bidang yang saling
terkait satu sama lainnya, salah satunya yaitu matematika. Matematika merupakan disiplin
ilmu yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir dan berargumentasi, memberikan
kontribusi dalam penyelesaian masalah sehari-hari, serta memberikan dukungan dalam
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Listiyowati, 2021). Menurut Kurnia
Anggraeny (2019) visi matematika yaitu agar peserta didik memiliki kemampuan
matematik memadai, berpikir dan bersikap kritis, kreatif dan cermat, obyektif dan
berpikiran terbuka, menghargai keindahan matematika, serta memiliki rasa ingin tahu dan
senang belajar matematika.

p-ISSN: 2460-8599 e-ISSN: 2581-2807 DOI: 10.37058/jp3m.v9i1.8542


Vitta Oktavina Abdillah, Supratman, Sinta Verawati Dewi, Muhamad zulfikar Mansyur 14

Sebagai salah satu mata pelajaran yang diajarkan di sekolah, matematika tentunya sangat
berperan dalam pencapaian tujuan pendidikan. Salah satu tujuan pada kurikulum 2013
yang tertuang di Permendikbud Nomor 37 tahun 2018 yaitu menciptakan generasi yang
memiliki keterampilan menalar, mengolah, kritis, produktif, kreatif, inovatif dan
berkarakter. Kurikulum 2013 dirancang untuk meningkatkan keterampilan abad 21 yang
menuntut peran pendidik dalam melatih peserta didik untuk mengembangkan
keterampilan berpikir tingkat tinggi. Kemampuan berpikir kritis matematis termasuk
dalam keterampilan berpikir tingkat tinggi atau High Thinking Order Skill (HOTS). Menurut
Handican (2018) bahwa dalam pembelajaran matematika abad 21 peserta didik diharapkan
memiliki karakteristik 4C yaitu: Communication, Collaboration, Critical Thinking, and
Creativity. Sesuai dengan kecakapan abad 21, peserta didik dituntut memiliki kemampuan
komunikasi, kemampuan berpikir kritis, problem solving, kreatif dan inovatif maka dari
pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa kemampuan berpikir kritis sangat penting
dalam pembelajaran khususnya matematika.

Kemampuan berpikir kritis matematis dalam dunia pendidikan Indonesia, kenyataannya


masih tergolong rendah. Hal ini dapat dilihat berdasarkan hasil penelitian TIMSS (Trends
in International Mathematics and Science Study) pada tahun 2015, Indonesia berada pada
peringkat ke-45 dari 50 negara peserta dengan skor 397 jauh di bawah standar skor rata-
rata 600. Diperkuat penelitian dari Ismiati (2021) yang dilakukan di kelas VIII SMPN 13
Tasikmalaya bahwa kemampuan berpikir kritis matematika belum baik. Hal ini terlihat
pada pengerjaan peserta didik yang masih belum bisa menyelesaikan masalah indikator
berpikir kritis matematik pada indikator menyimpulkan yaitu memperkirakan kesimpulan
yang akan didapat.

Fakta dilapangan menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kritis matematis peserta didik
tergolong masih rendah. Hal ini diketahui berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan
terhadap proses pembelajaran di sekolah dan dapat dilihat dari nilai rata-rata yang
diperoleh peserta didik belum mencapai kriteria ketuntasan minimum (KKM) yang
ditetapkan oleh sekolah. Berikut persentase penilaian tengah semester matematika kelas
VIII di salah satuSMP Negeri di Tasikmalaya:

Tabel 1 Daftar Nilai Ulangan Tangah Semester Kelas VIII

Nilai > 78 Nilai ≤ 78


Kelas Peserta Didik
Peserta didik % Peserta didik %
VIII A 32 14 43,75% 18 56,25%
VIII D 32 15 46,875% 17 53,125%
VIII E 32 8 25% 24 75%
VIII F 32 13 40,625% 19 59,375%
VIII G 32 16 50% 16 50%
Rendahnya kemampuan berpikir kritis matematis peserta didik di SMP Negeri 1
Tasikmalaya diperkuat hasil wawancara dengan salah satu guru matematika kelas VIII di
SMP Negeri 1 Tasikmalaya, dalam pembelajaran ditemukan bahwa sebagian besar peserta
didik belum mampu menyelesaikan permasalahan matematis dalam bentuk soal cerita yang
berkaitan dengan kehidupan sehari hari. Hal ini dikarenakan untuk menyelesaikan soal
cerita peserta didik harus membaca berulang-ulang untuk memahami, mengidentifikasi,
dan menganalisis. Pada langkah interpretasi peserta didik masih kesulitan megidentifikasi
permasalahan, tidak menuliskan yang diketahui dan ditanyakan sehingga peserta didik
kesulitan untuk memfokuskan pertanyaan dan unsur yang terdapat dalam masalah, pada
langkah analysis sebagian peserta didik belum bisa memilih konsep-konsep yang akan
Vitta Oktavina Abdillah, Supratman, Sinta Verawati Dewi, Muhamad zulfikar Mansyur 15

digunakan dan membuat model matematika dengan benar, pada langkah penyelesaian
sebagian peserta didik menggunakan strategi dan taktik perhitungan yang belum tepat dan
tidak lengkap, pada langkah kesimpulan hanya sedikit peserta didik yang menuliskan
kesimpulan dari permasalahan, pada langkah penjelasan banyak peserta didik yang belum
mampu menjelaskan ulang dan memberikan alasan yang tepat sesuai dengan konteks soal
atau permasalahan . Hal ini membuktikan masih kurangnya kemampuan berpikir kritis
matematis yang dimiliki oleh peserta didik.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Darmawan (2018) masih banyak
ditemukan peserta didik yang kesulitan mengerjakan soal-soal mengenai materi bangun
ruang sisi datar. Peserta didik kesulitan memaknai kalimat yang mereka baca dengan tepat,
tidak dapat memahami apa yang diketahui dan ditanyakan dalam soal dengan baik,
kesulitan dalam menentukan rumus serta salah dalam menentukan operasi matematika
yang digunakan. Selain itu penelitian dari Chintia (2021) pada materi bangun ruang sisi
datar metode yang diberikan oleh guru di kelas lebih menekankan konsep yang mengacu
pada hafalan, tanpa tahu asal rumus tesebut yang mengakibatkan peserta didik
mengesampingkan konsep dasar dalam materi tersebut. Hal tersebut membuat peserta
didik hanya bisa menyelesaiakan soal menggunakan rumus yang mereka hafalkan saja,
ketika diberikan soal yang berbeda dengan contoh, peserta didik tidak mampu
menyelesaikan. Diperkuat hasil wawancara dengan guru bahwa materi bangun ruang sisi
datar salah satu materi yang dianggap sulit oleh peserta didik. Peserta didik merasa
kebingungan rumus yang digunakan dalam menyelesaiakan permasalahan terlebih jika
gabungan dari beberapa bangun ruang. Hal tersebut terjadi karena peserta didik lebih
menghafal rumus dibandingkan dengan memahami konsep.

Dalam usaha meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis peserta didik tersebut
dapat dilakukan dengan melakukan intervensi pada peserta didik berupa model, metode,
atau pendekatan pembelajaran yang dapat mengasah kemampuan berpikir kirtis
matematis peserta didik. Suatu pendekatan yang tepat dan disesuaikan dengan materi perlu
diperhatikan oleh guru dalam pembelajaran matematika, agar peserta didik lebih
memahami konsep matematika yang dipelajari bukan hanya sekedar menghafal.
Pendekatan pembelajaran yang mendorong peserta didik untuk aktif dalam mencari
informasi dari berbagai sumber, menjelaskan informasi dan situasi yang dihadapi, mencari
solusi yang tepat, serta bertanggungjawab atas segala tindakan yang dilakukan. Sejalan
dengan penelitian Rafita (2020) bahwa pembelajaran matematika sangat ditentukan oleh
strategi dan keterkaitan antar konsep, dan pendekatan yang digunakan dalam mengajar
matematika itu sendiri. Dengan begitu, peserta didik mampu memahami suatu konsep
menggunakan ide, gagasan, atau bahasa peserta didik itu sendiri. Berdasarkan pernyataan
Direktur Pembinaan SMA (2017) mengatakan bahwa pendekatan berbasis keilmuan bukan
satu-satunya pendekatan pembelajaran dalam kurikulum 2013. Salah satu alternatif
pendekatan pembelajaran yang dapat diterapkan dalam pembelajaran matematika untuk
meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan resiliensi matematis adalah pendekatan
metaphorical thinking.

Menurut penelitian yang dilakukan Yanti, et al. (2019) bahwa penggunaan pendekatan
metaphorical thinking adalah pendekatan pembelajaran yang lebih mengedepankan
kepada aktivitas peserta didik berpikir secara metaforis dengan mengubah ide-ide abstrak
menjadi nyata, sehingga lebih mudah bagi peserta didik untuk memahami topik yang
mereka pelajari. Sejalan dengan penelitian Kurnia Anggraeny (2019) pembelajaran dengan
pendekatan metaphorical thinking melatih peserta didik untuk menganalisis, berpikir
metafora, menghubungkan konsep matematika dengan pengalaman sehari-hari, sehingga
kemampuan berpikir kritis matematis peserta didik dengan menggunakan pendekatan
Vitta Oktavina Abdillah, Supratman, Sinta Verawati Dewi, Muhamad zulfikar Mansyur 16

pembelajaran metaphorical thinking lebih baik dari pembelajaran konvensional.


Penggunaan pendekatan metaphorical thinking juga dapat meningkatkan keaktifan peserta
didik dan fokus pada saat pembelajaran sehingga dapat membangun, melatih, dan
meningkatkan kemampuan peserta didik.. Oleh karena itu, untuk meningkatkan
kemampuan berpikir kritis matematis peserta didik peneliti menggunakan pendekatan
metaphorical thinking.

Penggunaan pendekatan pembelajaran metaphorical thinking diharapkan dapat


meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis lebih baik dibandingkan dengan
pendekatan yang umum digunakan pada kurikulum saat ini yaitu pendekatan scientific.
Mengingat keterbatasan peneliti, maka permasalahan ini dibatasi terhadap peserta didik
kelas VIII SMP Negeri 1 Tasikmalaya pada materi “Bangun Ruang Sisi Datar”.

METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode eksperimen. metode
ini digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu terhadap yang lain dalam
kondisi yang terkendalikan (p. 127). Penelitian ini menggunakan metode True
Experimental Design, yaitu sebuah penelitian eksperimen yang hanya terdiri dari kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol yang diambil secara random (Sugiyono, 2021, p. 136).
Metode ini digunakan untuk mengetahui sebab akibat serta pengaruh pendekatan
metaphorical thinking terhadap kemampuan berpikir kritis matematis peserta didik.

Dalam penelitian ini terdapat dua variabel, yaitu variabel bebas dan variabel terikat.
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pendekatan metaphorical thinkin. Sedangkan
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kemampuan berpikir kritis. Populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh peserta didik kelas VIII di salah satu SMP Negeri di kota
Tasikmalaya yang terdiri dari 11 kelas. penempatan peserta didik pada tiap kelas dilakukan
secara acak tanpa mempertimbangkan kriteria urutan nilai, setiap kelas memiliki variasi
peserta didik dengan tingkat kemampuan yang berbeda secara merata. Jumlah peserta didik
laki-laki dan perempuan tiap kelas seimbang, serta jumlah peserta didik pada tiap kelas
sama. Adanya keterbatasan penelitian, maka peneliti memilih sampel yang dipilih secara
random dari populasi yang ada dan ditugaskan sebagai kelas eksperimen dan kelas kontrol.
Penempatan sampel dilakukan berdasarkan teknik random assignment, yaitu yaitu
penempatan kelompok secara acak (Rukminingsih et al., 2020, p. 37). Penempatan sampel
dilakukan dengan memilih kelas secara acak kemudian ditugaskan sebagai kelas
eksperimen (pembelajaran dengan pendekatan metaphorical thinking) dan dijadikan kelas
kontrol (pembelajaran dengan pendekatan scientific). Sampel yang digunakan dalam
penelitian ini sebanyak 2 kelompok kelas VIII yang dipilih secara acak untuk dijadikan kelas
eksperiemn dan kelas kontrol, Ukuran sampel yang digunakan merujuk pada saran Roscoe
( dalam Sugiyono, 2021, p. 164) bahwa ukuran sampel pada penelitian eksperimen
sederhana menggunakan kelompok ekperimen dan kelompok kontrol maka jumlah sampel
masing-masing 10 s.d 20. Pada penelitian ini kelas VIII G dijadikan sebagai kelas eksperimen
dan kelas VIII A dijadikan sebagai kelas kontrol.

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini untuk meneliti kemampuan berpikir
kritis matematis adalah Pretest-Posttest Control Group Design. Pada desain ini kedua
kelompok diberi pretest (O) untuk mengetahui keadaan awalnya. Selama penelitian
berlangsung, terdiri dari kelompok eksperimen (X_1) dan kelompok kontrol. (X_2).
Kelompok yang diberi perlakuan dijadikan kelompok eksperimen dan kelompok yang
diberi perlakuan pembelajaran yang biasa dilakukan dijadikan kelompok kontrol. Pada
Vitta Oktavina Abdillah, Supratman, Sinta Verawati Dewi, Muhamad zulfikar Mansyur 17

akhir penelitian, kedua kelas diberi postes (O) untuk melihat bagaimana hasilnya.
Paradigma dalam penelitian eksperimen model ini dapat diilustrasikan sebagai berikut
menurut Russeffendi (2005):

A O 𝑋1 O

A O 𝑋2 O

Pretest-Posttest Control Group Design

Keterangan
A = sampel dipilih secara acak
𝑋1 = pembelajaran PBL dengan pendekatan MT
𝑋2 = pembelajaran PBL dengan pendekatan scientific
O = Pretest/Postest

Pada penelitian ini teknik pengumpulan data dilakukan melalui tes kemampuan berpikir
kritis matematis untuk memperoleh data tentang kemampuan berpikir kritis matematis
peserta didik pada materi bangun ruang sisi datar. Pemberian tes dilakukan sebelum dan
sesudah diberi perlakuan (treatment). Bentuk tes yang digunakan pada penelitian ini
adalah tes uraian.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Penelitian yang dilaksanakan di SMP Negeri 1 Tasikmalaya menggunakan dua kelas, yaitu
kelas VIII G sebagai kelas eksperimen yang menggunakan problem-based learning
pendekatan metaphorical thinking dan kelas VIII A sebagai kelas kontrol yang
menggunakan problem-based learning dengan pendekatan scientific. Kelas VIII G terdiri
dari 32 peserta didik dan kelas VIII A terdiri dari 32 peserta didik namun selama penelitian
dilakukan ada 2 peserta didik yang tidak pernah masuk sehingga hanya ada 30 peserta
didik.

Pelaksanaan penelitian diawali dengan berpedoman pada silabus yang digunakan pada SMP
Negeri lokasi penelitian, kemudian pembuatan instrumen penelitian berupa rencana
pelaksanaan pembelajaran (RPP) untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol, bahan ajar
untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol, lembar kerja peserta didik (LKPD), soal tes
kemampuan berpikir kritis matematis peserta didik materi bangun ruang sisi datar.
Sebelum melaksanakan pembelajaran di kelas sampel, terlebih dahulu peneliti melakukan
uji coba instrumen soal tes kemampuan berpikir kritis matematis pada peserta didik kelas
IX J untuk mengetahui validitas dan reliabilitas. Kegiatan penelitian dilaksanakan terhitung
dari tanggal 13 April 2023 sampai 25 Mei 2023. Penelitian ini dilakukan sebanyak 6
pertemuan dengan 4 pertemuan merupakan kegiatan pembelajaran, 1 pertemuan untuk
pretest kemampuan berpikir kritis matematis dan 1 pertemuan untuk posttest kemampuan
berpikir kritis matematis serta pengisian angket resiliensi matematis.

Kegiatan pembelajaran setiap pertemuan diawali dengan kegiatan pendahuluan berupa


kegiatan orientasi, apersepsi, motivasi, menyampaikan tujuan serta manfaat dan pemberian
Vitta Oktavina Abdillah, Supratman, Sinta Verawati Dewi, Muhamad zulfikar Mansyur 18

acuan. Kegiatan orientasi berupa salam dan doa yang dipimpin oleh ketua kelas. Kegiatan
apersepsi peneliti mengajukan pertanyaan yang berkaitan dengan pembelajaran yang akan
dilaksanakan dan peserta didik menanggapi pertanyaan yang diajukan peneliti. Kegiatan
motivasi dilaksankan dengan memberikan ice breaking agar peserta didik fokus pada
kegiatan pembelajaran. Penyampaian tujuan pembelajaran dan gambaran tentang manfaat
dari mempelajari materi yang akan dipelajari. Kemudian dilanjutkan pemberian acuan yang
menjelaskan mekanisme pembelajaran dengan menggunakan problem-based learning
pendekatan metaphorical thinking untuk kelas eksperimen dan mekanisme pembelajaran
menggunakan problem-based learning pendekatan scientific untuk kelas kontrol.

Kegiatan selanjutnya yaitu kegiatan inti, untuk kelas eksperimen yang termuat langkah-
langkah dari model problem-based learning dengan pendekatan metaphorical thinking.
Langkah pertama yaitu peneliti menyampaikan permasalahan di kehidupan sehari-hari
yang terdapat pada bahan ajar untuk mengorientasikan peserta didik pada permasalahan
kemudian mengorganisasikan peserta didik untuk belajar, peneliti membentuk kelompok
yang terdiri dari 4-5 orang peserta didik dengan pembagian kelompok dilakukan secara
heterogen. Selain itu, peneliti membagikan bahan ajar pada setiap kelompok. Peneliti
memberikan petunjuk untuk mengisi identitas dan petunjuk mengenai pengisian bahan
ajar. Peserta didik melakukan tahapan Connected peserta didik mengamati permasalaham
kontekstual yang terdapat pada bahan ajar yang diberikan oleh peneliti dan menuliskan
informasi yang terdapat pada permasalahan, mengamati gambar pada bahan ajar,
mengidentifikasi dengan membuat gambar dan menjawab pertanyaan-pertanyaan pada
bahan ajar yang dihubungkan dengan ide atau materi lain. Selanjutnya, peneliti
membagikan alat peraga yang digunakan kepada setiap kelompok.

Langkah ketiga yaitu membimbing penyelidikan kelompok, pada langkah ini peserta didik
melakukan tahapan relate. Peneliti memberikan petunjuk mengenai alat peraga yang
dibagikan kemudian peserta didik mempraktikannya sesuai petunjuk. Peneliti
membimbing peserta didik untuk menggambar dan menjawab pertanyaan pada bahan ajar
dari hasil mempraktikan alat peraga yang dihubungkan dengan sub materi lain yang telah
dikenal peserta didik. Tahapan ketiga yaitu tahapan explore, peserta didik bersama
kelompoknya berdiskusi untuk menganalisis berdasarkan mempraktikan alat peraga,
menggambar ide, jawaban pertanyaan pada bahan ajar sehingga mendapatkan sebuah
konsep atau rumus mengenai luas permukaan dan volume bangun ruang sisi datar. Peneliti
membantu peserta didik yang mengalami kesulitan dan memberikan penekanan bahwa
setiap anggota kelompok harus saling membantu agar materi yang dipelajari dipahami oleh
semua anggota kelompoknya.

Tahapan keempat yaitu tahap analysis peneliti membimbing peserta didik untuk
mengerjakan persoalan baru pada bahan ajar untuk memeriksa kembali ketepatan langkah-
langkah yang telah dilakukan. Tahap selanjutnya yaitu tahap transform, peneliti
membimbing peserta didik untuk menafsirkan simpulan informasi berdasarkan apa yang
telah dikerjakan yang dituliskan di bahan ajar. Tahap experience yaitu menerapkan apa
yang telah diperoleh mengenai konsep dari materi yang dipelajari, peserta didik bersama
kelompoknya menyelesaikan permasalahan berdasarkan pertanyaan yang terdapat dalam
bahan ajar menggunakan konsep atau rumus yang telah didapatkan. Peserta didik juga
membuat metafora lain terkait permasalahan, pendidik membimbing agar siswa dapat
membuat metafora lain yang sesuai dengan materi yang dipelajari.

Langkah keempat yaitu mengembangkan dan menyajikan hasil karya, peserta didik
perwakilan kelompok untuk mempresentasikan hasil diskusi bersama kelompoknya.
Presentasi dilakukan oleh peserta didik yang bersedia untuk mempresentasikannya.
Vitta Oktavina Abdillah, Supratman, Sinta Verawati Dewi, Muhamad zulfikar Mansyur 19

Peserta didik mengamati, menyamakan hasil yang didapat, serta memberikan tanggapan.
Peserta didik melakukan tahapan transform dan experience menanggapi penyelesaian
masalah dan bertukar metafora yang sesuai dengan materi yang dipelajari sampai
mendapatkan kesimpulan sesuai dengan materi yang dipelajari. Peneliti memberikan
tanggapan dan menganalisis hasil presentasi melalui tanya jawab untuk mengkonfirmasi,
memberikan tambahan informasi, melengkapi informasi ataupun tanggapan lainnya, dan
peserta didik melengkapi catatan mengenai materi yang disampaikan

Langkah kelima yaitu menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah yaitu
melakukan tahapan experience yaitu menyampaikan solusi dari permasalahan pada bahan
ajar serta menerapkan hasil yang diperoleh sesuai dengan konsep yang telah ditemukan
dengan mengerjakan LKPD. Peneliti membagikan lembar kerja peserta didik (LKPD)
kepada peserta didik yang pengerjaannya dilakukan oleh masing-masing. Pengerjaan LKPD
bertujuan untuk mengetahui sejauh mana peserta didik memahami materi yang
disampaikan.

Kegitan inti pada kelas kontrol termuat langkah-langkah model pebelajran problem-based
learning dengan pendekatan scientific. Langkah pertama peserta didik dibagikan bahan ajar
kemudian mengamati permasalahan yang disajikan oleh peneliti (tahapan mengamati).
Peserta didik diberikan kesempatan untuk menanggapi permasalahan yang diberikan oleh
peneliti pada kegiatan pembelajaran (tahapan menanya). Langkah kedua yaitu Peserta
didik membentuk kelompok yang beranggotakan 3 – 4 peserta didik. Peserta didik
diarahkan untuk berdiskusi dengan kelompok yang sudah dibagi.

Langkah ketiga yaitu peserta didik diperbolehkan mencari informasi tambahan dari sumber
lain untuk menyelesaiakan permasalahan pada bahan ajar (tahapan mengumpulkan
informasi). Peserta didik berdiskusi, bertukar pikiran, berkolaborasi dengan kelompoknya
untuk menyelesaikan masalah pada bahan ajar serta peneliti memberikan bimbingan
dengan cara berkeliling ke kelompok-kelompok dan menjawab pertanyaan peserta didik
yang mengalami kesulitan. Peserta didik bersama kelompoknya menyelesaikan masalah
yang telah disajikan (tahapan mengasosiasi). Perwakilan kelompok mempresentasikan
hasil diskusi penyelesaian permasalahan dari bahan ajar. Peserta didik dari kelompok lain
menanggapi jawaban dari kelompok yang telah presentasi (tahapan mengkomunikasikan).
Langkah kelima peserta didik bersama peneliti menyimpulkan materi yang sedang
dipelajari. Kemudian peserta didik menerima LKPD yang harus dikerjakan masing-masing
sebagai evaluasian pembelajaran (tahapan mengkomunikasikan).

Pelaksanaan kegiatan penutup, peserta didik diberikan kesempatan untuk bertanya terkait
materi yang belum dipahami, Kemudian peserta didik bersama peneliti menyimpulkan
materi sesuai dengan tujuan pembelajaran serta menyampaikan materi untuk pertamuan
selanjutnya dengan tujuan agar peserta didik mempersiapkan dan mempelajari materi
terlebih dahulu. Kegiatan penutup ini diakhiri dengan doa dan salam penutup yang
dipimpin oleh ketua kelas.

Proses pelaksanaan dalam pembelajaran, tentunya terdapat beberapa hambatan yang


dirasakan peneliti. Pada pertemuan pertama kelas eksperimen peserta didik masih banyak
yang mengalami kesulitan karena masih beradaptasi dengan pemebelajaran menggunakan
pendekatan metaphorical thinking. Pada pertemuan kedua dan selanjutnya peserta didik
sudah mulai terbiasa pembelajaran menggunakan pendekatan metaphorical thinking.
Hambatan lainnya yang dirasakan peneliti diantaranya yaitu banyak peserta didik lupa
dengan materi prasyarat yaitu materi segitiga dan segiempat serta materi phytagoras
sehingga menghambat dalam menemukan konsep materi bangun ruang sisi datar. Peserta
Vitta Oktavina Abdillah, Supratman, Sinta Verawati Dewi, Muhamad zulfikar Mansyur 20

didik juga masih ada yang keliru dalam proses dan hasil perhitungan. Solusinya, peserta
didik diingatkan kembali mengenai materi prasyarat serta dibimbing dalam proses
perhitungan dan berdiskusi dengan teman sekelompok yang telah menguasai materi
prasyarat. Kegiatan mempresentasikan hasil diskusi awalnya terdapat beberapa kelompok
yang tidak bersedia mempresentasikan hasil diskusi, karena merasa ragu untuk
memaparkan hasil diskusinya didepan kelas. Untuk mengatasi hal tersebut, peneliti
mendorong kepercayaan diri peserta didik dengan adanya pemberian reward dan nilai
tambahan bagi peserta didik yang memiliki keberanian untuk mempresentasikan hasil
diskusinya.

Deskripsi Data Hasil Tes Kemampuan Berpikir Kritis Matematis

Proses kegiatan pembelajaran dilaksanakan dalam 4 pertemuan dan dilakukan pretest


kemampuan berpikir kritis matematis pada pertemuan ke-satu sebelum dilakukan
pembelajaran dengan pendekatan metaphorical thingking. Kemudian pada pertemuan ke-
enam dilaksankan posttest kemampuan berpikir kritis matematis. Setelah pelaksanaan
pretest dan posttest didapatkan hasil tes kemampuan berpikir kritis matematis peserta
didik yang berdasar pada pedoman penskoran tes kemampuan berpikir kritis matematis.
Data N-Gain diperoleh dari skor pretetst dan skor posttest kemampuan berpikir kritis
matematis peserta didik.

Pencapaian Peserta Didik Pada Kemampuan Berpikir Kritis Matematis di Kelas Eksperimen

Daftar distribusi frekuensi pencapaian N-Gain kemampuan berpikir kritis matematis


peserta didik yang diperoleh dari skor pretest dan posttest menggunakan pendekatan
metaphorical thinking disajikan pada Tabel 4.1 sebagai berikut.

Tabel 2. Daftar Distribusi Frekuensi Pencapaian N-Gain Kelas Eksperimen

Nilai N-Gain Kriteria Frekuensi Persentase


N-gain ≥ 0,70 Tinggi 11 34,3%
0,30 < N-gain < 0,70 Sedang 20 62,5%
N-gain ≤ 0,30 Rendah 1 0,03%

Berdasarkan data pada tabel, terlihat bahwa frekuensi capaian N-Gain peserta didik dengan
kriteria tinggi sebanyak 11 peserta didik dengan persentase 34,3%, kriteria sedang
sebanyak 20 peserta didik dengan persentase 62,5%, dan kriteria rendah sebanyak 1
peserta didik dengan persentase 0,03%.

Pencapaian peserta didik dalam menjawab pada tiap indikator tes kemampuan berpikir
kritis matematis menggunakan pendekatan metaphorical thinking disajikan pada Tabel 4
sebagai berikut.
Vitta Oktavina Abdillah, Supratman, Sinta Verawati Dewi, Muhamad zulfikar Mansyur 21

Tabel 3.
Pencapaian Tiap Indikator Hasil N-Gain Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Kelas Eksperimen
Indikator Soal N-Gain Rata-rata N-gain Kriteria
1 0,93
Interpretation 0,95 Tinggi
2 0,97
1 0,88
Analysis 0,91 Tinggi
2 0,94
1 0,83
Evaluation 0,87 Tinggi
2 0,91
1 0,52
Inference 0,53 Sedang
2 0,55
1 0,13
Explanation 0,14 Rendah
2 0,15
Berdasarkan data pada tabel, terlihat bahwa pada kelas eksperimen yaitu kelas yang
pembelajarannya menggunakan pendekatan metaphorical thinking menunjukan terdapat 3
indikator dalam kriteria tinggi yaitu indikator interpretasi, analysis, evaluation. Indikator
dalam kriteria sedang terdapat 1 indikator yaitu inference, dan dalam kriteria rendah
terdapat 1 indikator yaitu explanation. Capaian rata-rata N-Gain tertinggi di kelas
eksperimen pada indikator interpretation yaitu sebesar 0,95.

Daftar distribusi frekuensi pencapaian N-Gain kemampuan berpikir kritis matematis


peserta didik yang diperoleh dari skor pretest dan posttest menggunakan pendekatan
scientific disajikan pada Tabel berikut.

Tabel 4 Daftar Distribusi Frekuensi Pencapaian N-Gain Kelas Kontrol

Nilai N-Gain Kriteria Frekuensi Persentase


N-gain ≥ 0,70 Tinggi 4 13,3%
0,30 < N-gain < 0,70 Sedang 23 76,6%
N-gain ≤ 0,30 Rendah 3 10%
Berdasarkan data pada tabel, terlihat bahwa frekuensi capaian N-Gain peserta didik dengan
kriteria tinggi sebanyak 4 peserta didik dengan persentase 13,3%, kriteria sedang sebanyak
23 peserta didik dengan persentase 76,6%, dan kriteria rendah sebanyak 3 peserta didik
dengan persentase 10%. Untuk sebaran peningkatan kemampuan berpikir krits matematis
peserta didik dapat dilihat pada tabel berikut..

Tabel 5 Pencapaian Tiap Indikator Hasil N-Gain Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Kelas Kontrol

Indikator Soal N-Gain Rata-rata N-gain Kriteria


1 0,68 0,77
Interpretation Tinggi
2 0,85
1 0,76 0,79
Analysis Tinggi
2 0,85
1 0,78
Evaluation 0,76 Tinggi
2 0,74
1 0,48
Inference 0,50 Sedang
2 0,52
1 0,10
Explanation 0,07 Rendah
2 0,03
Vitta Oktavina Abdillah, Supratman, Sinta Verawati Dewi, Muhamad zulfikar Mansyur 22

Berdasarkan data pada tabel, terlihat bahwa pada kelas eksperimen yaitu kelas yang
pembelajarannya menggunakan pendekatan scientific menunjukan terdapat 3 indikator
dalam kriteria tinggi yaitu indikator interpretasi, analysisis, evaluation. Indikator dalam
kriteria sedang terdapat 1 indikator yaitu, inference, dan dalam kriteria rendah terdapat 1
indikator yaitu explanation. Capaian rata-rata N-Gain tertinggi di kelas kontrol pada
indikator analysis yaitu sebesar 0,79.

Setelah menganalisis pencapaian setiap indikator kemampuan berpikir kritis matematis


peserta didik, dilanjutkan dengan hasil statistik deskriptif kelas eksperimen dan kelas
kontrol yang ditunjukan pada Tabel 4.5 sebagai berikut.

Tabel 6. Statistik Deskriptif Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol

Kelas N Range Minimum Maksimum Mean Std. Deviation Variance


Ekperimen 32 0.62 0.27 0.89 0.63 0.14 0.022
Kontrol 30 0.54 0.28 0.82 0.54 0.13 0.018
Berdasarkan tabel, diperoleh bahwa terdapat perbedaan rata-rata antar kelas eksperimen
dan kelas kontrol dengan selisih 0,09 atau 9%. Hal ini menandakan bahwa secara statistik
deskriptif, mean atau rerata tertinggi yaitu berada pada kelas eksperimen yang
menggunakan pendekatan metaphorical thinking.

Pengujian Hipotesis

Sebelum dilakukan uji hipotesis, diperlukan uji prasyarat yang berkaitan dengan syarat-
syarat yang diperlukan dalam pengujian hipotesis. Apabila seluruh persyaratan terpenuhi,
maka dapat dilanjutkan dengan pengujian hipotesis sesuai dengan aturan. Adapun langkah-
langkah untuk menguji penelitian antara lain:

Uji Normalitas

Tabel 7. Uji Normalitas Menggunakan Shapiro Wilk

Kelompok Sig α Keputusan


Eksperimen 0,524 𝐻0 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑟𝑖𝑚𝑎
0,05
Kontrol 0,479 𝐻0 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑟𝑖𝑚𝑎
Berdasarkan tabel didapat bahwa nilai signifikansi kelompok eksperimen sebesar 0,524
dan nilai signifikasi kelompok kontrol sebesar 0,479. Karena kedua kelompok memiliki nilai
Sig ≥ 0,05 maka H_0 diterima. Sehingga dapat disimpulkan kedua kelompok yaitu kelas
eksperimen dan kelas kontrol berdistribusi normal. Dengan demikian prasyarat untuk
dapat menggunkan Independent Test (Uji Perbedaan Rata-Rata) terpenuhhi. Langkah-
langkah dan output dari uji normalitas menggunakan SPSS selengkapnya dapat dilihat pada
lampiran.

Uji Homogenitas

Tabel 8. Uji Homogenitas Levene’s s test

Sig α Keputusan
0,358 0,05 𝐻0 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑟𝑖𝑚𝑎
Vitta Oktavina Abdillah, Supratman, Sinta Verawati Dewi, Muhamad zulfikar Mansyur 23

Berdasarkan tabel didapat bahwa nilai signifikansi sebesar 0,358. Karena nilai Sig ≥ 0,05
dengan perbandingan 0,358 > 0,05 maka H_0 diterima. Sehingga dapat disimpulkan kedua
kelompok yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol memiliki varian yang sama (homogen).
Dengan demikian prasyarat untuk dapat menggunakan Independent Test (Uji Perbedaan
Rata-Rata) terpenuhi. Langkah-langkah dan output dari uji homogenitas menggunkan SPSS
selengkapnya dapat dilihat pada lampiran.

Uji Perbedaan Rataan (pihak kanan)

H0: kemampuan berpikir kritis matematis peserta didik kelas eksperimen tidak lebih baik
dari atau sama dengan kelas kontrol

H1 : kemampuan berpikir kritis matematis peserta didik kelas ekperimen lebih baik dari
kelas kontrol

Hasil uji perbedaan rata-rata menggunakan Independent Sample T-Test pada SPSS
diinterpretasikan pada Tabel 10

Tabel 9 Uji Perbedaan Rata-Rata Menggunkaan Independent Sample Test

Sig (2-tailed) 1 α Keputusan


𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑆𝑖𝑔 (2 − 𝑡𝑎𝑖𝑙𝑒𝑑)
2
0,019 0,0095 0,05 𝐻0 𝑑𝑖𝑡𝑜𝑙𝑎𝑘
Berdasakan tabel didapat bahwa nilai Sig (2-tailed) sebesar 0,019. Karena nilai Sig (2-
tailed) < 0,05 dengan perbandingan 0,019 < 0,05 maka H_0 ditolak dan H_1 diterima. Maka
terdapat perbedaan rata-rata antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol.
Langkah-langkah dan output dari uji perbedaan rata-rata menggunakan SPSS selengkapnya
dapat dilihat pada lampiran. Setelah Independent Sample T-Test didapatkan, maka
dilanjutkan dengan uji perbedaan rata-rata (pihak kanan) dengan kritesia sig (2-tailed)
sebesar 0,019 dibagi 2. Sehingga didapat nilai 1/2 sig (2-tailed) sebesar 0,0095. Karena nilai
1/2 sig (2-tailed) < 0,05 dengan perbandingan 0,0095 < 0,05 maka H_0 ditolak dan H_1
diterima. Berdasarkan hasil hipotesis bahwa kemampuan berpikir kritis matematis peserta
didik pada pendekatan pembelajaran metaphorical thinking lebih baik dari pada
kemampuan berpikir kritis matematis peserta didik yang menggunakan pendekatan
scientific. Maka dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh pendekatan metaphorical
thinking terhadap kemampuan berpikir kritis matematis.

Kemampuan Berpikir Kritis

Hasil perhitungan mengenai kategori kemampuan berpikir kritis matematis peserta didik
pada kelas eksperimen sebagai berikut.

Tabel 10. Distribusi Frekuensi Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Kelas Eksperimen

Interval Nilai Frekuensi Frekuensi (%) Kategori


N-Gain ≥ 0,68 13 40,625% Tinggi
0,47 ≤ N-Gain < 0,68 13 40,625% Sedang
N-Gain < 0,47 6 18,75% Rendah
Berdasarkan pada tabel maka kemampuan berpikir kritis matematis peserta didik yang
dilihat dari perolehan skor N-Gain. Kemampuan berpikir kritis matematis peserta didik
yang menggunakan pembelajaran pendekatan metaphorical thinking pada kategori tinggi
sebanyak 13 peserta didik dengan persentase 40,625%, pada kategori sedang sebanyak 13
Vitta Oktavina Abdillah, Supratman, Sinta Verawati Dewi, Muhamad zulfikar Mansyur 24

peserta didik dengan persentase 40,625%, pada kategori rendah sebanyak 6 peserta didik
dengan persentase 18,75%.

Data skor tes kemampuan berpikir kritis matematis peserta didik pada kelas eksperimen
yang menggunakan pendekatan metaphorical thinking secara keseluruhan ditunjukan pada
Tabel 11 sebagai berikut.

Tabel 11. Rerata Skor Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Keseluruhan

Kelas Rerata Skor Keseluruhan Persentase Kategori


Eksperimen 0,58 58 Sedang
Berdasarkan rerata skor tes kemampuan berpikir kritis matematis peserta didik secara
keseluruhan yang disajikan pada Tabel 11, rerata skor kemampuan berpikir kritis
matematis peserta didik pada kelas yang menggunakan pendekatan metaphorical thinking
adalah 0,58 atau 58% berada pada kategori sedang.

Pembahasan

Penelitian ini dilakukan terhadap kelas VIII G dimana peserta didik melakukan
pembelajaran dengan model problem-based learning menggunakan pendekatan
metaphorical thinking dan terhadap kelas VIII A dimana peserta didik melakukan
pembelajaran dengan model problem-based learning menggunakan pendekatan scientific.
Dilihat dari hasil analisis data, kemampuan berpikir kritis matematis dan resiliensi
matematis peserta didik yang menggunakan pembelajaran dengan model problem-based
learning pendekatan metaphorical thinking lebih baik daripada yang menggunakan
pembelajaran dengan model problem-based learning pendekatan scientific.

Pertemuan pertama kelas yang menggunakan pendekatan metaphorical thinking dalam


proses pembelajaran mengisi bahan ajar, masih mengalami kesulitan melalui tahapan
pendekatan metaphorical thinking yaitu tahap connected, relate, explore, analysis,
transform, experience. Peserta didik mengalami kesulitan pada tahap relate dimana peserta
didik mengaitkan materi yang lebih dikenali peserta didik, banyak peserta didik yang lupa
dengan materi prasyarat mengenai segitiga dan segiempat, serta materi phytagoras.
Kemudian pada tahapan analysis juga peserta didik mengalami kebingungan untuk
menganalisis kembali langkah-langkah sebelumnya. Pada tahapan experience peserta didik
mengalami kesulitan untuk menemukan contoh metafora lain dari materi yang sedang
dipelajari. Pernyataan tersebut sesuai dengan pendapat Aidah (2020) bahwa kekurangan
dari pendekatan pendekatan metaphorical thinking adalah mayoritas peserta didik merasa
kesulitan pada tahapan ke enam yaitu experience yang didalampnya peserta didik
diharuskan membuat metafora lain dari materi yang telah dipelajari.

Pembelajaran dilakukan secara berkelompok hal ini bertujuan agar peserta didik dapat
saling bertukar informasi dan berdiskusi dengan temannya yang lain. Sejalan dengan teori
Vygotsky mengenai Zone of Proximal Development (ZPD) yang didefinisikan sebagai
kemampuan penyelesaian masalah di bawah bimbingan orang dewasa (pendidik) atau
melalui kerja sama dengan teman sejawat yang lebih mampu. Dengan adanya belajar secara
berkelompok dapat membantu peserta didik dalam memahami dan mengkontruksi konsep
yang dipelajari. Pembelajaran juga dilakukan secara student centered bukan teacher
centered sesuai teori dari Piaget bahwa pengetahuan baru tidak diberikan langsung kepada
peserta didik, tetapi peserta didik dituntut aktif dalam pembelajaran melalui interaksi
dengan teman sekelompok dan juga dengan pendidik dalam mengkonstruksi pengetahuan
baru.
Vitta Oktavina Abdillah, Supratman, Sinta Verawati Dewi, Muhamad zulfikar Mansyur 25

Pembelajaran pada kelas eksperimen menggunakan bantuan alat peraga untuk


mengkontruksi pengetahuan sehingga peserta didik dapat menemukan konsep.
Penggunaan alat peraga pada proses pembelajaran akan lebih bermakna karena peserta
didik mengalaminya sendiri. Sejalan dengan pendapat dari Refianti (2022) pembelajaran
dengan pendekatan metaphorical thinking untuk memahami konsep-konsep matematika
dengan media kontekstual, serta peserta didik belajar berdasarkan pengalamannya dalam
kehidupan nyata yang diaplikasikanya dalam gambaran konkret. Penggunaan alat peraga
untuk membantu menjelaskan konsep yang abstrak menjadi lebih konkret sesuai dengan
pengalaman di kehidupan sehari-hari, sehingga peserta didik lebih memahami dan mudah
mengingatnya. Sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Mutmainnah et al. (2021)
penggunaan pendekatan metafora oleh peserta didik untuk menghubungkan konsep-
konsep absrak menjadi konkrit dengan konsep yang telah dipahami dan dimiliki peserta
didik sebelumnya dalam kehidupan sehari-hari.

Selama proses pengerjaan LKPD secara individu, sebagian peserta didik pada kelas
eksperimen dan kelas kontrol masih kesulitan dalam menyelesaiakan persoalan yang
disajikan. Hal ini dikarenakan peserta didik jarang mengerjakan bentuk soal non-routine
pada pertemuan-pertemuan sebelumnya. Peneliti membimbing peserta didik untuk
mengerjakan sesuai dengan indikator dari kemampuan berpikir kritis matematis. Proses
pengerjaan LKPD pada pertemuan pertama, peserta didik sudah mulai dibiasakan untuk
menuliskan informasi yang di dapatkan, menganalisis apa saja yang harus dicari terlebih
dahulu, melakukan perhitungan, kesimpulan, dan menjelaskan hasil jawaban. Meskipun
demikian, sebagian peserta didik masih ada yang tidak menuliskan informasi yang terdapat
pada soal, masih salah dalam melakukan perhitungan, tidak menuliskan kesimpulan dengan
lengkap dan masih mengalami kesulitan untuk menjelaskan hasil jawaban yang diperoleh
dan alasan yang tepat sesuai dengan konteks soal atau permasalahan.

Pertemuan kedua dan seterusnya, peserta didik sudah mulai terbiasa belajar menggunakan
pendekatan metaphorical thinking sehingga kesulitan-kesulitan yang mereka alami
dipertemuan sebelumnya mulai berkurang. Hal ini terlihat pada saat proses pengerjaan
bahan ajar, peserta didik sudah mulai mengerti apa yang harus dilakukan. Pada saat peserta
didik melakukan aktivitas mengerjakan LKPD, mereka mulai terbiasa dalam menyelesaikan
soal-soal non-routine. Sehingga, mereka sudah mulai terampil memberikan jawaban yang
sesuai dengan indikator kemampuan berpikir kritis matematis.

Berdasarkan hasil tes kemampuan berpikir kritis matematis peserta didik, terdapat
perbedaan rata-rata antara kelas eksperimen dan kelas kontrol bahwa kemampuan
berpikir kritis matematis peserta didik kelas eksperimen lebih baik dari kelas kontrol.
Dilihat pada Tabel 4.5 kelas eksperimen memperoleh mean 0,63 dan kelas kontrol 0,54.
Hasil tes kemampuan berpikir kritis matematis peserta didik pada setiap indikator pada
kelas eksperimen yang terlihat pada Tabel 5 terdapat 3 indikator dalam kategori tinggi yaitu
indikator interpretasi, analysis, dan evaluasi, 1 indikator dalam kategori sedang yaitu
indikator inference, dan 1 indikator dalam kategori rendah yaitu indikator explanation.
Hasil tes kemampuan berpikir kritis matematis peserta didik pada setiap indikator pada
kelas kontrol yang terlihat pada Tabel 4.4 terdapat 3 indikator dalam kategori tinggi yaitu
indikator interpretasi, analysis, dan evaluasi, 1 indikator dalam kategori sedamg yaitu
indikaor inference, dan 1 indikator dalam kategori rendah yaitu indikator explanation.
Meskipun kategori rata-rata N-Gain pada kelas eksperimen dan kelas kontrol sama, namun
capaian rata-rata N-Gain tiap indikator pada kelas eksperimen lebih tinggi dari kelas
kontrol.
Vitta Oktavina Abdillah, Supratman, Sinta Verawati Dewi, Muhamad zulfikar Mansyur 26

Indikator interpretasi pada kelas eksperimen dalam kategori tinggi dengan capaian rata-
rata N-gain 0,95 dan kelas kontrol dalam kategori tinggi capaian rata-rata N-Gain 0,77.
Berdasarkan dari hasil jawaban sebagian besar peserta didik sudah dapat menuliskan apa
yang diketahui dan ditanyakan, serta dapat memahami hubungan dari apa yang diketahui
dan ditanyakan. Kemampuan interpretasi dilatih pada langkah pembelajaran problem-
based learning dengan pendekatan metaphorical thinking melalui tahapan connected dan
pembelajaran problem-based learning dengan pendekatan scientific tahap mengamati dan
menanya pada bahan ajar. Peserta didik dilatih memahami, menjelaskan dan memberi
makna data atau informasi dengan menuliskan informasi yang diketahui dan ditanyakan
serta memahami hubungan materi yang dipelajari. Indikator interpretasi pada kelas
eksperimen lebih tinggi, hal ini karena pada kelas kontrol terdapat beberapa peserta didik
yang menuliskan informasi secara tidak lengkap. Sejalan dengan Gega (2019) peserta didik
yang telah dihadapkan dengan permasalahan kontekstual sejak awal pembelajaran dapat
melatih untuk menuliskan apa saja yang diketahuinya, apa saja yang ditanyakan, serta
hubungan dari masalah yang diberikan

Indikator analysis pada kelas eksperimen dalam kategori tinggi dengan rata-rata N-Gain
0,91 dan kelas kontrol dalam kategori tinggi dengan rata-rata N-Gain 0,79. Hal ini terlihat
dari sebagian besar jawaban peserta didik benar untuk mengidentifikasi hubungan dari
informasi-informasi yang digunakan dalam menggunakan konsep. Kemampuan
interpretasi dilatih pada langkah pembelajaran problem-based learning dengan
pendekatan metaphorical thinking melalui tahapan relate,explore, dan pembelajaran
problem based learning dengan pendekatan scientific melalui tahapan mengumpulkan
informasi, mengasosiasi pada bahan ajar. Peserta didik dilatih untuk menemukan konsep
berdasarkan hasil dari observasi serta menyelesaikan permasalahan. Sesuai dengan teori
Vygotsky yang melibatkan peserta didik untuk mengontruksi pengetahuannya dalam
sebuah proses menemukan konsep. Proses menemukan konsep ini dilakukan ketika peserta
didik mengamati permasalahan kontekstual yang diberikan. Pada kelas eksperimen capaian
indikator analyisis lebih tinggi karena untuk menemukan konsep peserta didik
bereksperimen dengan alat peraga yang diberikan. Sehingga peserta didik akan lebih
paham mengenai konsep dan hafal dengan rumusnya. Sejalan dengan penelitian dari Husny
Mubarak (2019) bahwa dengan menggunakan pendekatan metaphorical thinking dapat
melatih kemampuan menganalisis, mengidentifikasi, dan menghubungkan konsep
matematika.

Indikator evaluation pada kelas eksperimen dalam kategori tnggi dengan rata-rata N-Gain
0,87 dan kelas kontrol dalam kategori tinggi dengan rata-rata N-Gain 0,76. Hal ini terlihat
dari sebagian besar jawaban peserta didik dalam menggunakan strategi yang tepat dalam
menyelesaikan soal, lengkap dan benar dalam melakukan perhitungan. Kemampuan
evaluation dilatih Pada langkah pembelajaran problem-based learning dengan pendekatan
metaphorical thinking melalui tahapan analysis pembelajaran problem-based learning
dengan pendekatan scientific tahapan mengasosiasi pada bahan ajar. Peserta didik dilatih
untuk menemukan solusi yang tepat dan lengkap dalam menyelesaikan masalah.
Pencapaian rata-rata N-Gain pada indikator evaluation kelas eksperimen lebih tinggi,
karena peserta didik pada tahapan analysis melakukan menganalisis dan memeriksa
kembali ketepatan langkah-langkah yang telah dilakukan sehingga peserta didik akan
memilih strategi yang tepat. Sejalan dengan penelitian dari Arni (2019) bahwa pada
tahapan analysis peserta didik menguraikan kembali ide-ide dan model yang telah ada
untuk menemukan hubungan antara ide dan model tersebut sehingga peserta didik mampu
menjelaskan operasi hitung yang digunakan dalam menyelesaikan masalah.
Vitta Oktavina Abdillah, Supratman, Sinta Verawati Dewi, Muhamad zulfikar Mansyur 27

Indikator inference pada kelas eksperimen dalam kategori sedang dengan rata-rata N-gain
0,53 dan kontrol dalam kategori sedang dengan rata-rata N-Gain 0,50. Berdasarkan hasil
rata-rata N-gain yang diperoleh antara kelas eksperimen dan kelas kontrol memiliki selisih
yang tidak terlalu jauh. Hal ini terlihat dari jawaban peserta didik yang sudah menuliskan
kesimpulan sesuai dengan konteks permasalahan namun masih banyak yang menuliskan
kesimpulan dengan tidak lengkap. Pada langkah pembelajaran problem-based learning
dengan pendekatan metaphorical thinking melalui tahapan transform dan pembelajaran
problem-based learning dengan pendekatan scientific tahapan mengkomunikasikan,
peserta didik dilatih untuk menyimpulkan konsep yang telah ditemukan. Pada indikator
inference mencapai kategori sedang karena peserta didik yang kurang mampu dalam
menganalisis dan mengevaluasi mempengaruhi dalam menuliskan kesimpulan jawaban
dari soal. Pencapaian rata-rata N-Gain indikator menyimpulkan pada kelas yang
menggunakan metaphorical thinking lebih tinggi sesuai penelitian yang dilakukan oleh
Nurhikmayati (2017) dengan pendekatan metaphorical thinking peserta didik akan mampu
belajar menarik kesimpulan logis berdasarkan fakta dan sumber yang relevan berdasarkan
metaphor-metaphor yang mereka buat sendiri serta mampu menjelaskan hasil jawaban
yang menandakan memahami konsep yang telah dipelajari.

Indikator explanation pada kelas eksperimen dalam kategori rendah dengan rata-rata N-
gain 0,14 dan kontrol dalam kategori rendah dengan rata-rata N-Gain 0,07. Berdasarkan
hasil rata-rata N-gain yang diperoleh antara kelas eksperimen dan kelas kontrol memiliki
selisih yang tidak terlalu jauh. Hal ini terlihat hanya beberapa peserta didik yang dapat
menjelaskan hasil jawaban yang diperoleh dan alasan yang tepat sesuai dengan konteks
soal atau permasalahan. Pada langkah pembelajaran problem-based learning dengan
pendekatan metaphorical thinking melalui tahapan transform,experience dan
pembelajaran problem-based learning dengan pendekatan scientific tahapan
mengkomunikasikan, peserta didik diberikan kesempatan untuk terbiasa mengemukakan
pendapatnya terkait hasil diskusi, selanjutnya diarahkan untuk dapat menarik kesimpulan
secara utuh. Indikator explanation dalam kategori rendah karena pada proses
pembelajaran saat mengemukakan pendapatnya hanya ada beberapa peserta didik yang
berani untuk menjelaskan apa yang telah ditemukan, sehingga pada indikator explanation
banyak peserta didik yang merasa kesulitan untuk menjelaskan hasil jawaban yang
diperoleh.

Penelitian ini yang difokuskan mengenai materi bangun ruang sisi datar mendapatkan hasil
bahwa kemampuan berpikir kritis matematis peserta didik yang menggunakan
pembelajaran dengan model problem-based learning pendekatan metaphorical thinking
lebih baik daripada yang menggunakan pembelajaran dengan model problem-based
learning pendekatan scientific. Hasil statistik menunjukkan bahwa rata-rata kemampuan
berpikir kritis matematis dan capaian setiap indikator pada kelas yang menggunakan
pendekatan metaphorical thinking lebih tinggi dibandingkan dengan kelas yang
menggunkan pendekatan scientific. Hal ini menandakan bahwa materi bangun ruang sisi
datar penggunaan pendekatan metaphorical thinking dapat direkomendasikan karena telah
terbukti dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis mateamatis peserta didik lebih
baik dibandingkan dengan pendekatan saintific. Pembelajaran dengan pendekatan
metaphorical thinking lebih sesuai dikarenakan peserta didik dapat melihat hubungan
antara konsep yang dipelajarinya dengan konsep yang dikenalnya melalui visual (bantuan
alat peraga). Selain itu, peserta didik juga melalui tahapan analysis yaitu menganalisis dan
memeriksa kembali langkah-langkah dalam menemukan konsep, dan peserta didik melalui
tahapan experience yaitu menerapkan yang diperoleh dengan membuat contoh metafora
lain.
Vitta Oktavina Abdillah, Supratman, Sinta Verawati Dewi, Muhamad zulfikar Mansyur 28

Proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan scientific tidak mengharuskan


penggunaan alat peraga atau pengamatan visual dalam mempelajari konsep. Dalam tahapan
mengamati, peserta didik dapat melibatkan kegiatan membaca permasalahan yang terdapat
pada bahan ajar dengan menggunakan sumber tertulis sebagai pengganti pengamatan
visual. Sesuai pendapat dari Musfiqon (2015, p. 38) bahwa pada tahapan mengamati
kegiatan belajar yang dapat dilakukan peserta didik misalnya membaca, mendengar,
menyimak, melihat (dengan atau tanpa alat). Kegiatan tahapan mengumpulkan informasi,
peserta didik tidak selalu harus melakukan eksperimen untuk mengobservasi penyelesaian
permasalahan atau menemukan konsep. Mereka juga dapat menggunakan berbagai sumber
informasi lainnya, seperti membaca buku, artikel, makalah, atau sumber-sumber yang
relevan.

Pembelajaran menggunakan pendekatan metaphorical thinking terdapat beberapa


kelebihan diantaranya yaitu dengan menggunakan metafora dalam pembelajaran
matematika, peserta didik dapat melihat hubungan antara konsep-konsep matematika dan
mengembangkan kemampuan berpikir analitis dimana dikembangkan pada tahapan
connected, relate, explore, dan analysis. Penggunaan pendekatan metaphorical thinking
yang menghubungkan konsep matematika dengan situasi kehidupan nyata atau
berdasarkan pengalaman yang lebih dikenal peserta didik, akan membuat peserta didik
lebih memahami konsep yang abstrak menjadi lebih konkret. Pendekatan metaphorical
thinking melatih peserta didik untuk memiliki kemampuan berpikir kritis dan
menghasilkan ide-ide baru pada tahapan experience, dimana peserta didik membuat contoh
metafora lain sesuai dengan materi yang sedang dipelajari. Pendekatan metaphorical
thinking dapat membuat pembelajaran matematika lebih menarik dan relevan bagi peserta
didik, konsep-konsep yang abstrak dapat diilustrasikan melalui gambaran (bantuan alat
peraga) sehingga peserta didik lebih bersemangat, antusias, dan juga memiliki rasa ingin
tahu. Selain terdapat kelebihan, pendekatan metaphorical thinking juga memiliki
kekurangan yang peneliti rasakan sendiri salah satunya yaitu membutuhkan waktu yang
lama agar terlaksana semua tahapan dari pendekatan metaphorical thinking sehingga harus
merancang pembelajaran yang terencana. Penting bagi peneliti untuk memiliki
keterampilan dalam merangsang pemikiran peserta didik untuk mengembangkan ide-ide
mereka dalam membuat contoh metafora.

Berdasarkan dari hasil uji dan pemaparan yang telah disampaikan, dapat disimpulkan
bahwa terdapat pengaruh pendekatan metaphorical thinking terhadap kemampuan
berpikir kritis matematis peserta didik. Artinya, kemampuan berpikir kritis matematis
peserta didik yang pembelajarannya menggunakan pendekatan metaphorical thinking
lebih baik dari kemampuan berpikir kritis matematis dan resiliensi matematis peserta didik
yang pembelajarannya menggunakan pendekatan scientific.

Dalam pelaksanaan penelitian ini peneliti menyadari bahwa terdapat beberapa hal yang
belum sempurna dalam penelitian ini. Berbagai upaya telah dilakukan dalam pelaksanaan
penelitian ini agar mendapat hasil yang optimal. Namun, masih ada beberapa faktor yang
sulit dikendalikan dalam pelaksanaan penelitian ini sehingga faktor tersebut menjadi
batasan dalam pelaksanaan penelitian ini. Batasan pada hasil penelitian pengaruh
pendekatan metaphorical thinking terhadap kemampuan berpikir kritis dan resiliensi
matematis peserta didik diantaranya:

1) Materi yang digunakan dalam penelitian yaitu materi bangun ruang sisi datar
2) Hasil penelitian berlaku untuk peserta didik kelas VIII SMP Negeri di Kota Tasikmalaya
dengan kategori baik.
Vitta Oktavina Abdillah, Supratman, Sinta Verawati Dewi, Muhamad zulfikar Mansyur 29

3) Penelitian ini bisa saja terjadi kesalahan, salah satunya pemberian skor terhadap hasil
tes kemampuan berpikir kritis matematis peserta didik akibat perbedaan interpretasi
dalam pedoman penskoran

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan diperoleh simpulan bahwa Kemampuan berpikir kritis
matematis peserta didik yang pembelajarannya menggunakan pendekatan metaphorical
thinking lebih baik dari kemampuan berpikir kritis matematis peserta didik yang
pembelajarannya menggunakan pendekatan scientific. Serta Kemampuan berpikir kritis
matematis peserta didik yang pembelajarannya menggunakakan pendekatan metaphorical
thinking dalam kategori tinggi 40,62%, sedang 40,62%, dan rendah 18,75%, dan rata-rata
skor secara keseluruhan sebesar 0,58 atau 58% yaitu pada kategori sedang.

Artikel ini menunjukkan hasil yang signifikan pada penggunaan pendekatan metaphorical
thinking pada kemampuan berpikir kritis matematis peserta didik. Sehingga pendekatan ini
dapat direkomendasikan sebagai alternatif pilihan pendekatan pembelajaran dengan
kondisi peserta didik yang sesuai dengan Batasan penelitian. pendekatan metaphorical
thinking juga dapat dikaji pada kemampuan matematis lain sebagai bentuk penelitian
lanjutan oleh peneliti berikutnya.

DAFTAR RUJUKAN

Aidah, D. H., Sobarningsih, N., & Rahayu, N. (2020). Pemahaman Matematis Melalui
Metaphorical Thinking Berbantuan Aplikasi Powtoon. Jurnal Analisa, 6(1), 91–99.
Arni, N. C. (2019). Profil Berpikir Metaforis Siswa SMP Dalam Memecahkan Masalah
Matematika Ditinjau Dari Gaya Kognitif. Jurnal Ilmiah Soulmath : Jurnal Edukasi
Pendidikan Matematika, 7(2), 85–96. https://doi.org/10.25139/smj.v7i2.1520
Chintia, M., Amelia, R., & Fitriani, N. (2021). Ruang Sisi Datar. Jurnal Pembelajaran
Matematika Inovatif, 4(3), 579–586. https://doi.org/10.22460/jpmi.v4i3.579-586
Darmawan, I., Kharismawati, A., Hendriana, H., & Purwasih, R. (2018). Analisis Kesalahan
Siswa SMP Berdasarkan Newman dalam Menyelesaikan Soal Kemampuan Berpikir
Kritis Matematis pada Materi Bangun Ruang Sisi Datar. JURING (Journal for
Research in Mathematics Learning), 1(1), 71.
https://doi.org/10.24014/juring.v1i1.4912
Ekawati, E., & Sumaryanta. (2011). Pengembangan Instumen Penilaian Pembelajaran
Matematika SD/ SMP. Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik
danTenaga Kependidikan (PPPPTK) Matematika.
Gega, M., Sri Hastusti, N., & Pentatiti, G. (2019). Pengaruh Model Problem Based Learning
Terhadap Kemampuan Berpikir Reflektif dan Self Efficacy Siswa. Jurnal Pendidikan
Matematika Unila, 7(1), 117.
Handican, R. (2018). Penerapan Model SSCS (Search, Solve, Create, Share) untuk
meningkatkan Self-Concept Matematis Siswa. Jurnal Inovasi Edukasi, 1(1).
https://doi.org/10.35141/jie.v1i1.34
Ismiati, D., Nugraha, D. A., & Mansyur, M. Z. (2021). Pengaruh Gender dan Gaya Belajar
terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Matematik Peserta Didik. Didactical
Mathematics, 3(1), 82–92. https://doi.org/10.31949/dm.v3i1.1448
Vitta Oktavina Abdillah, Supratman, Sinta Verawati Dewi, Muhamad zulfikar Mansyur 30

Kurnia Anggraeny, T. (2019). Pengaruh Pendekatan Metaphorical Thinking terhadap


Kemampuan Berpikir Kritis dan Kecerdasan Emosional Siswa SMAN 4 Kayuagung.
Listiyowati, I. (2021). Pengaruh metode pembelajaran pemecahan masalah terhadap
kemampuan berpikir kreatif siswa dalam menyelesaikan soal pengolahan data kelas
VI SD. Jurnal EDUPENA, 2(1), 17–26.
Mubarak, H., Harun, M. Y., & Yassir, Y. (2019). PENERAPAN PENDEKATAN METAPHORICAL
THINKING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS
SISWA VIII MTsN 1 ACEH BESAR. Al-Qalasadi : Jurnal Ilmiah Pendidikan
Matematika, 3(2), 54–60. https://doi.org/10.32505/v3i2.1373
Musfiqon, H., & Nurdyansyah. (2015). Pendekatan Pembelajaran Saintifik.
Muthmainnah, M., Ramli, M., & Ikhsan, M. (2021). Metaphorical Thinking of Students in
Solving Algebraic Problems based on Their Cognitive Styles. Jurnal Didaktik
Matematika, 8(1), 75–89. https://doi.org/10.24815/jdm.v8i1.18978
Nurhikmayati, I. (2017). Pembelajaran Dengan Pendekatan Metaphorical Thinking Untuk
Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Matematik, Komunikasi Matematik Dan
Kepercayaan Diri. 1(2), 42–50.
Rafita, A. A., Suryanti, S., Matematika, P., Gresik, U. M., Sumatera, J., & Gkb, N. (2020). Jurnal
Inovasi Pendidikan Matematika Pengaruh Pendekatan Metaphorical Thinking
Terhadap Pemahaman Konsep Matematika Distance Pendidikan di Indonesia ,
terutama mata pelajaran matematika merupakan salah satu pelajaran yang selalu
ada dalam setiap jenjang p. 1, 77–87.
Refianti, R., & Purwasi, L. A. (2022). Jurnal Perspektif Pendidikan PENERAPAN
PENDEKATAN METAPHORICAL THINKING PEMBELAJARAN MATEMATIKA SISWA
KELAS VIII SMP Jurnal Perspektif Pendidikan. 16(2), 217–223.
Sugiyono. (2021). Metode Penelitian Pendidikan. Alfabeta.
Yanti, K. G. D., Pujawan, I. G. N., & Mahayukti, G. A. (2019). Meningkatkan Kemampuan
Penalaran Matematis Siswa Melalui Penerapan Pendekatan Metaphorical Thinking.
Jurnal IKA, 16(2), 84. https://doi.org/10.23887/ika.v16i2.19828

You might also like

pFad - Phonifier reborn

Pfad - The Proxy pFad of © 2024 Garber Painting. All rights reserved.

Note: This service is not intended for secure transactions such as banking, social media, email, or purchasing. Use at your own risk. We assume no liability whatsoever for broken pages.


Alternative Proxies:

Alternative Proxy

pFad Proxy

pFad v3 Proxy

pFad v4 Proxy