JURNAL
JURNAL
JURNAL
ABSTRAK
Labu kuning (Cucurbita moschata) diketahui kaya akan senyawa betakaroten yang dapat berperan
sebagai sumber antioksidan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh waktu fermentasi (12 jam,
24 jam, 48 jam) terhadap aktivitas antioksidan dan kualitas minuman sinbiotik terbaik. Serangkaian uji yang
dilakukan meliputi penentuan aktivitas antioksidan dengan persentase inhibisi DPPH, uji total fenol, uji
kadar abu, uji kadar protein, uji kadar lemak, uji pH, uji total asam tertitrasi, uji warna, uji mikrobiologi dan
uji organoleptik. Hasil perlakuan terbaik yaitu perlakuan waktu fermentasi 24 jam dengan aktivitas
antioksidan sebesar 72,43%, total fenol 24,92 mg GAE/100g, kadar abu 0,53%, kadar protein 0,56%, kadar
lemak 0,84%, pH 4,52, total asam titrasi 0,474%, warna jingga kekuningan, total BAL 1,17 x 109 CFU/ml,
negatif Salmonella dan organoleptik pada peringkat pertama. Berdasarkan pengolahan data dengan ANOVA
yang dilanjutkan dengan Duncan Multiple Range Test (DMRT), minuman sinbiotik labu kuning
memberikan pengaruh beda nyata terhadap aktivitas antioksidan, kadar protein, kadar lemak, pH, total asam
tertitrasi, total BAL serta memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata pada total fenol dan kadar abu.
PENDAHULUAN
Perubahan gaya hidup berpengaruh terhadap pola makan sehari-hari. Pola makan yang salah memicu
timbulnya berbagai penyakit, terutama gangguan saluran pencernaan seperti diare. Hal ini berkaitan dengan
Laporan Riset Kesehatan Dasar 2007, yang menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk Indonesia masih
kurang mengkonsumsi serat dari sayur dan buah, kurang olah raga hingga kebiasaan mengkonsumsi
makanan yang mengandung pengawet dan pewarna sintetis. Salah satu cara untuk mengatasi hal tersebut
yaitu dengan mengkonsumsi produk pangan yang baik untuk pencernaan seperti minuman sinbiotik, yang
Labu kuning merupakan sumber karbohidrat dan kaya akan β-karoten yang berperan sebagai
antioksidan (Raharjo, 2009). Salah satu upaya dalam pemanfaatan labu kuning yaitu dengan pembuatan
minuman sinbiotik, Pada produk ini terdapat dua komponen sekaligus yaitu inulin dari labu kuning yang
berperan sebagai prebiotik dan kultur starter Lactobacilluscasei yang berperan sebagai probiotik. Dengan
adanya proses fermentasi, maka antioksidan eksogenus dapat meningkat karena adanya interaksi dengan
1
2
bakteri asam laktat (Eleganty, 2016). Oleh karena itu, produk minuman sinbiotik labu kuning ini dapat
METODE PENELITIAN
Bahan-bahan yang digunakan adalah buah labu kuning, Lactobacillus casei, cat Gram A, cat Gram
B, cat Gram C, cat Gram D, cat nigrosin, larutan 3% H2O2, akuades, indikator phenolphthalein 1%, H2SO4
pekat, NH3 pekat, HCl 0,1N, NaOH 0,1N, Na2CO3 7%, methanol 96%, ethanol 9%, alkohol 70%, alkohol
95%, reagen DPPH, reagen Folin-Ciocalteu, asam galat, katalis N, indikator merah metil, dietil eter,
petroleum eter, MRS agar, MRS broth, medium Lactose Broth, medium SCB, Sodium Biselenite, medium
Alat-alat yang digunakan adalah pisau, talenan, kompor gas, panci, termometer, kain saring, jarum
ose, erlenmeyer, jarum enten, cawan petri, rak tabung reaksi, tabung reaksi, magnetic stirrer, botol jar, gelas
benda, gelas penutup, pipet tetes, cup plastik, corong, penjepit kayu, buret, statif, propipet, pipet ukur, gelas
beker, tabung falcon, corong pemisah, gelas ukur, eksikator, cawan porselin, mikrotip, mikropipet, bunsen,
tanur, labu kjeldhal, lemari asam, timbangan analitik, vortex, spektrofotometer, mikroskop, oven, autoklaf,
pH meter, milipore membrane, juicer, hot plate, microwave, laminar air flow, frezzer, waterbath, color
reader, sentrifuge, inkubator, kertas payung, aluminium foil, korek api dan karet.
Cara kerja
Lactobacillus casei diperoleh dari medium agar tegak. Lactobacillus casei diisolasi ke medium
MRS broth dan dilanjutkan dengan metode streak plate agar pada medium MRS agar untuk memperoleh
koloni tunggal. Karakterisasi Lactobacillus casei meliputi pengecatan Gram, identifikasi bakteri
Labu kuning dicuci bersih, dikupas kulitnya dan dipisahkan dari jonjotnya. Kemudian labu
dipotong kecil-kecil dan diblanching pada suhu 85oC selama 2 menit. Selanjutnya potongan labu kuning
3
dihancurkan dengan menggunakan juicer dan diperoleh sari labu kuning. Setelah itu, sari labu kuning
Lima ml MRS Broth yang telah steril diinokulasi dengan satu ose kultur kerja lalu diinkubasi
pada suhu 37oC untuk Lactobacillus casei selama 48 jam sehingga diperoleh kultur cair bakteri.
Selanjutnya, kultur cair tersebut diinokulasikan sebanyak 5% ke dalam 100 ml sari labu kuning yang
telah pasteurisasi dengan penambahan 8% sukrosa dan diinkubasi pada suhu 24 jam sehingga diperoleh
Sari labu kuning sebanyak 200 ml ditambah dengan 8% glukosa. Selanjutnya, campuran sampel
dipasteurisasi dengan suhu 60oC selama 15 menit dan didinginkan pada suhu freezer. Campuran sampel
dimasukkan ke dalam botol jar. Starter siap pakai Lactobacillus casei dengan konsentrasi 5%
diinokulasikan ke dalam campuran sampel. Selanjutnya diinkubasi pada suhu 37oC dengan lama
Cawan porselen dikeringkan dengan oven 105oC selama 1 jam. Cawan porselen (a) dan
minuman probiotik (w) ditimbang dalam cawan porselen yang telah diketahui bobot kosongnya,
Kemudian dimasukkan ke dalam tanur bersuhu 550oC selama 8 jam, lalu didinginkan dengan
Kadar Abu =
Labu kuning dipotong menjadi bagian yang kecil dan tipis kemudian diambil sebanyak 1
gram dan dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl kemudian ditambahkan dengan 2gram katalisator dan
15 ml H2SO4 pekat untuk mendigesti sampel danmendekomposisi Nitrogen. Semua bahan dalam labu
Kjeldahl dipanaskan dalam almari asam sampai berhenti berasap, pemanasan diteruskan dengan api
4
besar hingga mendidih dan cairan jernih. Pemanasan tambahan diteruskan selama 1 jam. Api lalu
Aquades 100 ml, beberapa lempeng keramik, dan empat tetes indikator PP ditambahkan ke
dalam labu Kjeldahl yang didinginkan dalam air es. Setelah itu ditambahkan dengan larutan NaOH
40% sebanyak 40 – 50 ml perlahan-lahan sambil diaduk hingga larutan dalam labu berwarna pink.
Labu Kjeldahl kemudian dipasangkan pada alat destilasi dan dipanaskan perlahan-lahan sampai dua
Hasil destilasi ditampung dalam erlenmeyer yang telah diisi dengan 50 ml larutan standar
HCl (0,1 N) dan 5 tetes indikator metil merah. Destilasi dilakukan hingga destilat tertampung
sebanyak 75 ml. Destilat dititrasi dengan NaOH 0,1 N hingga berwarna kuning. Setelah itu larutan
blanko dibuat dengan mengganti bahan dengan aquades sebanyak 10 ml lalu dilanjutkan tahap
destruksi, destilasi, dan titrasiseperti pada bahan contoh. Persentase N dihitung dengan rumus:
Sampel sebanyak 10 gram ditambah dengan NH3 pekat sebanyak 1,25 ml selanjutnya larutan
ini dipanaskan dengan waterbath 70oC kurang lebih 15 menit. Larutan ditambah alkohol 95%
sebanyak 10 ml dan dietil eter 25 ml. Seluruh larutan dimasukkan dalam labu sarisi kemudian
dikocok 1 menit. Larutan ditambahkan petroleum eter 25 ml dan dikocok 1,5 menit. Larutan
didiamkan sehingga akan membentuk dua lapisan. Lapisan atas diambil yang kemudian ditaruh
dalam cawan porselen yang telah ditimbang untuk diuapkan di atas waterbath.
Kadar Lemak =
Minuman sinbiotik labu kuning yang telah jadi dikocok secara merata, kemudian diukur pH
Pengukuran dengan prinsip titrasi asam basa. Sebanyak 10 ml sampel minuman sinbiotik labu
kuning dimasukkan dalam erlenmeyer kemudian ditambahkan dengan tiga tetes indikator PP 1% dan
f. Penentuan Aktivitas Antioksidan dengan Metode DPPH (Sasaki dkk., 2007 dengan modifikasi)
Larutan sari labu kuning sebanyak 0,5 ml dilarutkan ke dalam 5 ml metanol 96%. Selanjutnya
larutan campuran diambil sebanyak 1 ml dan ditambahkan dengan larutan DPPH sebanyak 4 ml
dikocok dengan vortex hingga homogen dan diinkubasi dalam ruang gelap selama 2 jam. Serapan
diukur pada panjang gelombang 517 nm. Kemudian dihitung % aktivitas antioksidan sari labu
Sampel sari labu kuning sebanyak 0,4 ml dilarutkan dengan metanol 96% sebanyak 10 ml
kemudian sebanyak 0.4 ml dimasukkan dalam labu ukur lalu ditambah 0,4 ml reagen Folin
ditambahkan ke dalam larutan. Aquades ditambahkan hingga volumenya mencapai 10 ml. Larutan
disimpan dalam ruangan gelap selama 60 menit pada suhu ruang. Absorbansinya dibaca pada λ 750
nm.
Sampel dimasukkan dalam plastik bening secukupnya. Pengukuran dilakukan hingga alat
memberi cahaya terhadap sampel sebanyak 3 kali pada titik yang berbeda.
X= Y=
7. Uji Mikrobiologis
6
pada pengenceran 10-1 hingga 10-10, kemudian sampel pada pengenceran 10-6 hingga 10-10 dipipet
sebanyak 1 ml ke dalam cawan petri steril. Ditambahkan dengan 20 ml MRSA cair steril, lalu cawan
petri digoyangkan secara mendatar agar sampel menyebar rata. Setelah agar membeku, diinkubasi
dengan posisi terbalik pada suhu 37oC selama 48 jam. Jumlah koloni yang tumbuh dihitung dan
diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam. Hasil inkubasi diambil sebanyak 1 ml dan diinokulasikan
ke 9 ml medium SCB (Selenite Cystine Broth). Kemudian diinkubasi pada suhu 37oC selama 48 jam.
Kemudian koloni yang muncul diambil sebanyak 1 ose dan diinokulasikan pada medium SSA
(Salmonella Shingella Agar) dengan metode streak plate. Kemudian diinkubasi selama 48 jam pada
suhu 37oC. Hasil positif berupa koloni transparan dengan warna hitam pada bagian tengah.
Pengujian dilakukan oleh 30 orang panelis yang memiliki latar belakang suka dengan minuman
yang cenderung asam. Parameter uji meliputi warna, aroma, rasa dan homogenitas. Kriteria penilaian
dilakukan yaitu dengan skala (1) tidak suka, (2) agak suka, (3) suka dan (4) sangat suka.
Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan metode Analysis of Variance (ANOVA)
dan untuk mengetahui letak beda nyata antar perlakuan digunakan uji Duncan’s Multiple Range Test
(DMRT) dengan tingkat kepercayaan 95%. Data diproses dengan SPSS versi 15.
Uji kemurnian bakteri Lactobacillus casei memberikan hasil Gram positif, berbentuk batang,
katalase negatif dan bersifat non-motil. Menurut Saxelin (1991), Lactobacillus caseimerupakan bakteri
Gram-positif, anaerobik fakultatif, katalase negatif, heterofermentatif fakultatif, tidak membentuk spora,
berbentuk batang. Lactobacillus casei dapat diisolasi dari berbagai habitat seperti daging, susu, produk
Hasil analisis kimia sari labu kuning dapat dilihat pada Tabel 2.
Berdasarkan Tabel 2 diketahui bahwa hasil analisis kimiakadar abu pada labu kuning tidak
jauh berbeda dengan teori menurut Dima dkk. (2015) yang menyatakan bahwa kadar abu pada labu
kuning sebesar 0,41%. Hasil analisis kadar protein lebih rendah dari penelitian Usmiati dkk. (2005) dan
hasil analisis kadar lemak lebih rendah dari penelitian Bath dan Bath (2013). Kandungan gizi pada bahan
makanan dipengaruhi oleh genetik tanaman, kondisi tanah tempat tumbuh, iklim, kondisi fisiologis buah,
proses pemanenan (cara pengepakan, kondisi penyimpanan dan cara pengolahannya), sehingga
memungkinkan hasil pengujian dapat berbeda satu sama lain (Morris dkk., 2004). Sari labu kuning juga
mengandung aktivitas antioksidan dan total fenolik yang dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Hasil Analisis kimia Kandungan Antioksidan dan Total Fenol pada Sari Labu Kuning
Parameter Azizah dkk. (2009) Ellong dkk. (2015) Analisis kimia
DPPH 78,4% - 54,13%
Total Fenol - 27,03 mg GAE/100g 26,52 mg GAE/100g
Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa penangkapan radikal bebas DPPH oleh antioksidan
lebih rendah dari penelitian yang dilakukan oleh Azizah dkk. (2009). Perbedaan hasil ini dapat
8
disebabkan karena senyawa antioksidan merupakan senyawa yang memiliki sifat mudah rusak selama
proses pengolahan sehingga mengalami penyusutan saat analisis kimia.Polifenol merupakan senyawa
turunan fenol yang mempunyai aktivitas sebagai antioksidan. Hasil analisis total fenol tidak jauh berbeda
dari penelitian yang dilakukan oleh Ellong dkk. (2015). Penelitian Valenzuela dkk. (2014) mengenai
kandungan polifenol dalam labu kuning, menunjukkan bahwa kandungan fenolik dalam labu kuning
yaitu flavonoid.
Semakin tinggi kadar abu pada bahan pangan, maka kualitas bahan pangan tersebut semakin
buruk (Sudarmadji, 2003).Uji DMRT menunjukkan bahwa minuman sinbiotik dengan perlakuan
waktu fermentasi tidak memberikan pengaruh beda nyata terhadap kadar abu, cenderung mengalami
peningkatan pada waktu fermentasi 24 jam dan cenderung menurun pada waktu fermentasi 48
jam.Peningkatan dan penurunan yang tidak signifikan dapat disebabkan karena semua perlakuan
pada minuman sinbiotik labu kuning menggunakan jumlah bahan yang sama sehingga tidak
memberikan pengaruh beda nyata. Hasil analisis kadar abu dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Hasil Analisis Kadar Abu (%) pada Minuman Sinbiotik Labu Kuning
Waktu Fermentasi Kadar Abu (%)
A (12 jam) 0,50 a
B (24 jam) 0,53 a
C (48 jam) 0,50 a
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil
yang tidak berbeda nyata pada uji DMRT, dengan tingkat kepercayaan 95%
b. Kadar Protein
Uji DMRT diketahui bahwa perlakuan 12 jam dan 24 jam tidak memberikan pengaruh beda
nyata, sedangkan perlakuan 48 jam terdapat pengaruh beda nyata.Peningkatan kadar proteinkarena
protein dari kultur Lactobacillus caseiikut terdeteksi dan semakin meningkat seiring dengan waktu
fermentasi yang semakin lama. Herawati dan Wibawa (2009) menyatakan bahwa semakin lama
waktu fermentasi maka terjadi peningkatan kadar protein yang berhubungan dengan penurunan
9
konsentrasi lemak karena dalam metabolisme sel mikrobia terdapat pembentukan protein
(lipoprotein) dari material non protein. Hasil analisis kadar protein dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Hasil Analisis Kadar Protein (%) pada Minuman Sinbiotik Labu Kuning
Waktu Fermentasi Kadar Protein (%)
A (12 jam) 0,54a
B (24 jam) 0,56 a
C (48 jam) 0,70 b
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil
yang tidak berbeda nyata pada uji DMRT, dengan tingkat kepercayaan 95%
c. Kadar Lemak
Uji DMRT menunjukkan bahwa minuman sinbiotik labu kuning dengan perlakuan fermentasi
12 jam dan 24 jam tidak memberikan pengaruh beda nyata, tetapi perlakuan 12 jam dan 24 jam
berbeda nyata dengan perlakuan 48 jam. Penurunan disebabkan karenaLactobacillus casei mampu
menggunakan lemak pada sari labu kuning sebagai energi untuk pertumbuhannya. Menurut Khusnul
dan Kusnaidi (2014), selama proses fermentasi bakteri asam laktat memiliki aktivitas lipolitik
sekunder yang dikendalikan oleh enzim lipase sehingga dapat memecah lemak menjadi asam lemak
dan gliserol. Hasil analisis kadar lemak dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Hasil Uji Lemak (%) pada Minuman Sinbiotik Labu Kuning
Waktu Fermentasi Kadar Lemak (%)
A (12 jam) 0,96b
B (24 jam) 0,84b
C (48 jam) 0,55a
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil
yang tidak berbeda nyata pada uji DMRT, dengan tingkat kepercayaan 95%
Selama proses fermentasi Lactobacillus casei memecah zat gula menjadi komponen lebih
sederhana yaitu glukosa dan fruktosa, serta menghasilkan asam laktat. Menurut Winarno dan
Fernandez (2007), asam laktat yang merupakan hasil proses fermentasi dapat meningkatkan citarasa,
meningkatkan keasaman, bahkan dapat menurunkan pH suatu produk. Menurut Rosa (2010), nilai
pH untuk yogurt berkisar antara 3,5 – 4,5. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan lama fermentasi 24
jam dan 48 jam masih berada dalam standar pH yogurt. Hasil pengamatan derajat keasaman
Tabel 7. Hasil Pengamatan Derajat Keasaman pada Minuman Sinbiotik Labu Kuning
Waktu Fermentasi pH
A (12 jam) 5,54c
B (24 jam) 4,52b
C (48 jam) 3,99a
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil
yang tidak berbeda nyata pada uji DMRT, dengan tingkat kepercayaan 95%
Asam yang terbentuk selama proses fermentasi karbohidrat oleh Lactobacillus casei ini
menjadi asam laktat yang akan memberikan cita rasa khas pada minuman sinbiotik labu kuning.
Peningkatan kadar asam laktat sejalan dengan penurunan derajat keasaman yang terbentuk selama
proses fermentasi.Sreeramulu dkk. (2000) menyatakan bahwa selama proses fermentasi terjadi
perombakan glukosa dan fruktosa oleh bakteri yang kemudian menghasilkan asam-asam organik
yang akan semakin meningkat seiiring dengan semakin lama waktu fermentasi.Hasil pengamatan
total asam titrasi minuman sinbiotik labu kuning dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Hasil Analisis Total Asam Tertitrasi (%) pada Minuman Sinbiotik Labu Kuning
Waktu Fermentasi Total Asam Laktat (%)
A (12 jam) 0,132a
B (24 jam) 0,474b
C (48 jam) 0,609c
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil
yang tidak berbeda nyata pada uji DMRT, dengan tingkat kepercayaan 95%
f. Aktivitas Antioksidan
pada minuman sinbiotik yang semula sebesar 54,13% pada analisis kimia lalu meningkat menjadi
66,06% pada minuman sinbiotik dengan perlakuan waktu fermentasi 12 jam dan semakin meningkat
pada perlakuan waktu fermentasi 24 jam menjadi 72,43%.Peningkatan aktivitas antioksidan ini
disebabkan senyawa antioksidan lebih stabil pada pada kondisi asam yang terbentuk selama proses
fermentasi.Menurut Yu dan Van (2005), asam laktat pada yoghurt mengandung α-hydroxi acids
(AHA) yang memiliki sifat antioksidan, sehingga aktivitas antioksidan yang dipengaruhi oleh asam
laktat dari probiotik berperan sebagai donor atom hidrogen bagi atom yang memiliki elektron tidak
11
berpasangan pada orbit terluarnya (radikal bebas).Ayu dkk. (2013), menambahkan bahwa aktivitas
antioksidan yang mengalami penurunan karena suasana yang semakin asam menyebabkan senyawa
fenolik menjadi semakin stabil dan sulit melepaskan proton yang dapat berikatan dengan DPPH
Tabel 9. Hasil Analisis Aktivitas Antioksidan (%) pada Minuman Sinbiotik Labu Kuning
Waktu Fermentasi DPPH (%)
A (12 jam) 66,06b
B (24 jam) 72,43c
C (48 jam) 58,38a
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil
yang tidak berbeda nyata pada uji DMRT, dengan tingkat kepercayaan 95%
Minuman sinbiotik labu kuning mengandung senyawa karotenoid dan vitamin C yang
berfungsi sebagai antioksidan. Senyawa karotenoid pada labu kuning yaitu β-karoten, α-karoten, β-
antioksidan dapat terjadi karena senyawa β-karoten dapat terdegradasi oleh cahaya maupun oksigen.
Menurut Hounhouigan dkk. (2014), selain β-karoten, vitamin C mengalami penurunan besar akibat
g. Total Fenolik
Total fenol pada minuman sinbiotik labu kuning juga berada di bawah hasil penelitian yang
dilakukan oleh Ellong dkk. (2015) dan hasil analisis kimia. Kehilangan total fenol selama pemasakan
dapat terjadi melalui dua cara yaitu terlarut dalam cairan pengolah dan melalui proses oksidasi (Pratt,
1992). Semakin tinggi suhu dan semakin lama proses pengolahan dapat mengakibatkan kandungan
fenol semakin menurun. Menurut Supriyono dkk. (2014), pembentukan senyawa fenol ada pada
rentang pH 4 – 5 sehingga kandungan fenol dapat menurun karena kondisi asam semakin meningkat.
Menurut McQue dan Shetty (2005), penurunan senyawa fenolik karena adanya proses degradasi
sruktur fenolik oleh mikrobia sebagai bentuk strategi detoksifikasi oleh antimikrobia, hasil analisis
Tabel 10. Hasil Analisis Total Fenol (mg GAE/100g) pada Minuman Sinbiotik Labu Kuning
Waktu Fermentasi Total Fenol
12
Minuman sinbiotik ini mengandung senyawa fenolik yaitu flavonoid yang juga dapat
berperan sebagai antioksidan. Menurut Hamid dkk. (2010), senyawa flavonoid memiliki potensi
sebagai antioksidan karena memiliki gugus hidroksil yang terikat pada karbon cincin aromatik
sehigga dapat menangkap radikal bebas yang dihasilkan dari reaksi peroksidasi lemak. Cuppett dkk.
(1954) menambahkan bahwa flavonoid berperan sebagai antioksidan dengan cara mendonasikan
atom hidrogennya atau melalui kemampuannya mengkelat logam, berada dalam bentuk glukosida
(mengandung rantai samping glukosa) atau dalam bentuk bebas yang disebut aglikon.
Hasil analisis warna pada minuman sinbiotik labu kuning dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Hasil Analisis Warna pada Minuman Sinbiotik Labu Kuning
Waktu Fermentasi Warna
A (12 jam) Jingga kekuningan
B (24 jam) Jingga kekuningan
C (48 jam) Jingga kekuningan
Berdasarkan Tabel 11, dapat diketahui bahwa seluruh perlakuakan pada minuman sinbiotik
labu kuning menunjukkan warna jingga kekuningan. Kesamaan warna pada seluruh perlakuan karena
minuman sinbiotik ini menggunakan 100% sari labu kuning tanpa kombinasi dengan air. Warna
jingga kekuningan ini diperoleh dari β-karoten yang memberikan warna oranye-kuning pada labu
kuning.
Lactobacillus casei memiliki peran penting dalam minuman sinbiotik labu kuning yaitu
menghasilkan asam laktat yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen dan bakteri
pembusuk makanan.Berdasarkan Tabel 12, dapat diketahui bahwa total bakteri asam laktat semakin
meningkat seiring dengan waktu fermentasi yang semakin lama.Jumlah total BAL semula 7,93 x 108
13
CFU/ml pada fermentasi selama 12 jam, lalu meningkat menjadi 1,17 x 109 CFU/ml pada fermentasi
selama 24 jam dan jumlah paling besar ada pada waktu fermentasi selama 48 jam yaitu 1,67 x 109
CFU/ml. Hal ini menunjukkan bahwa semakin lama waktu fermentasi maka jumlah Lactobacillus
casei akan semakin tinggi pula. Menurut Magala dkk. (2013), semakin lama waktu fermentasi maka
asam piruvat, asam asetat dan asam laktat yang dihasilkan akan semakin banyak oleh bakteri asam
laktat. Kimoto dkk. (1999) menambahkan bahwa bakteri probiotik akan mempunyai efek pada
lingkungan usus apabila jumlah populasi bakteri tersebut mencapai minimal 106-108 CFU/ml, hal ini
menunjukkan bahwa minuman sinbiotik labu kuning telah memenuhi syarat yang ada.
Tabel 12. Total BAL (CFU/ml) pada Minuman Sinbiotik Labu Kuning
Waktu Fermentasi Total BAL
A (12 jam) 7,93 x 108a
B (24 jam) 1,17 x 109b
C (48 jam) 1,67 x 109c
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil
yang tidak berbeda nyata pada uji DMRT, dengan tingkat kepercayaan 95%
b. Salmonella
sinbiotik labu kuning, hal ini berarti pada perlakuan fermentasi selama 12 jam, 24 jam dan 48 jam
tidak terdapat bakteri Salmonella yang dapat mengkontaminasi produk.Hasil ini sesuai dengan syarat
yang ditentukan oleh SNI Minuman Susu Fermentasi Berperisa (SNI 7552 : 2009) yang menyatakan
bahwa pertumbuhan patogen Salmonella harus negatif. Menurut Jay dkk. (2005), kondisi asam yang
dihasilkan oleh asam laktat dapat menghambat pertumbuhan Salmonella, dimana patogen tersebut
Tabel 13. Hasil Pengujian Salmonella pada Minuman Sinbiotik Labu Kuning
Waktu Fermentasi Hasil
A (12 jam) Negatif
B (24 jam) Negatif
C (48 jam) Negatif
Menurut Susiwi (2009), penerimaan konsumen terhadap suatu produk diawali dengan
penilaiannya terhadap penampakan, flavor dan tekstur. Berdasarkan data pada Tabel 14 dapat
14
diketahui bahwa dari parameter warna, aroma, rasa dan homogenitas, panelis lebih menyukai produk B
yaitu minuman sinbiotik labu kuning dengan perlakuan fermentasi 24 jam. Selain itu apabila diurutkan
berdasarkan peringkat, minuman sinbiotik A (fermentasi 12 jam) berada pada peringkat kedua,
kemudian minuman sinbiotik B (fermentasi 24 jam) berada pada peringkat pertama dan minuman
sinbiotik C (fermentasi 48 jam) berada pada peringkat ketiga. Hal ini menunjukkan bahwa pada uji
organoleptik, perlakuan terbaik ada pada minuman sinbiotik B dengan waktu fermentasi 24 jam.
SIMPULAN
Waktu fermentasi pada minuman sinbiotik labu kuning dengan kualitas terbaik dari segi aktivitas
antioksidan, analisis kimia, fisik dan mikrobiologis serta nilai evaluasi sensori dengan parameter warna,
aroma, rasa dan homogenitas yang paling disukai panelis adalah 24 jam.
DAFTAR PUSTAKA
AOAC. 1995. Official Methods of Analysis. Association of Official Analytical Chemist Inc., Virginia.
Argarini, T. 1997. Stabilitas Vitamin A Sari Buah Wortel Selama Penyimpanan. Skripsi. Fakultas Teknologi
Pertanian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Ayu, S., Yan, R. dan Eka, L. 2013. Penetapan Antioksidan pada Teh Hitam Kombucha Lokal di Bali dengan
Waktu Fermentasi. Skripsi. Universitas Udayana, Bali.
Azizah, A. H., Wee, K. C., Azizah, O. dan Azizah, M. 2009. Efect of Boiling and Stir Frying on Total
Phenolics, Carotenoids and Radical Scavenging Activity on Pumpkin (Cucurbita moschato).
International Food Research Journal. 16:45-51.
Badan Standardisasi Nasional. 2009. SNI 7552:2009 (SNI minuman susu fermentasi berperisa).
http://sisni.bsn.go.id. 30 Agustus 2015.
15
Bath, M. A. dan Bhat, A. 2013. Study on Physico-Chemical Characteristics of Pumpkin Blended Cake.
Journal Food Processing and Technology. 4(9):1-4.
Cuppett, S., Schrepf, M. dan Hall, C. 1954. Natural Antioxidant – Are They Reality. Dalam Foreidoon
Shahidi: Natural Antioxidants, Chemistry, Health Effect and Applications. AOCS Press, Champaign,
Illinois.
deMan, J. M. 1997. Kimia Makanan. ITB, Bandung.
Dima, F., Istrati, D., Garnai, M., Serea, V dan Vizireau, C. 2015. Study on Obtaining Vegetables Juices with
High Antioxidant Potential, Preserved by Ohmic Pasteurization. Journal of Agroalimentary Processes
and Technologies. 21(1):67-74.
Ellong, E. N., Billard, C., Adenet, S. dan Rochefort, K. 2015. Polyphenols, Carotenoids, Vitamin C Content
in Tropical Fruits and Vegetables and Impact of Processing Methods. Food and Nutrition Sciences.
6:299-313.
Fardiaz, S. 1987. Penuntun Praktek Mikrobiologi Pangan. Lembaga Sumberdaya Informasi. Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Gaspersz, V. 1991. Metode Perancangan Percobaan. Armico, Bandung.
Hamid, A. A., Aiyelaagbe, O. O., Usman, L. A, Ameen, O. M. dan Lawal, A. 2010. Antioxidant : Its
Medidal and Pharmacological Applications. African Journal Of Pure and Applied Chemistry.
4(8):142-151.
Herawati, D. A. dan Wibawa, D. A. A. 2009. Pengaruh Konsentrasi Susu Skim Dan Waktu Fermentasi
Terhadap Hasil Pembuatan Soyghurt. Jurnal Ilmiah Teknik Lingkungan. 1(2):48-58.
Hocking, A. D., Arnold, G., Jenson, I., Newton, K. I. dan Sutherland, P. 1997. Foodborne Microorganisms
of Public Health Significance 5th Edition. Australian Instittute of Food Science and Technology Inc,
NSW Branch, Food Microbiology Group, North Sidney. Australia.
Hounhouigan, M. H., Linnemann, A. R., Soumanou, M. M. dan Van Boekel, M. A. J. S. 2014. Effect of
Processing on The Quality of Pineapple Juice. Food Reviews International. 30(2):112–133.
Khusnul, K. dan Kusnaidi, J. 2014. Aktifitas Antibakteri Minuman Probiotik Sari Kurma (Phoenix
dactilyfera L.) Menggunakan Lactobacillus plantarum dan Lactobacillus casei. Jurnal Pangan dan
Agroindustri. 2(3):110-120.
Kimoto, H., Kurisaki, J.,Tsuji, Mn, Ohmomo, S. dan Okatomo, T. 1999. Lactococci as Probiotic Strain:
Adhesion to Human Enterocytelike caco-2 Cells and Tolerans to Low pH and Bile. Lett in Appl
Microbiol. 29:313-316.
Lee, K.W. Kim, Y. J. Lee, H.J. and Lee, C.Y. 2003. Cocoa Has More Phenolic Phytochemical and a Higher
Antioxidant Capacity than Teas and Redwine. J. Agric. Food Chem. 51(25):7292-7295.
Magala, M., Kohajdová, Z. dan Karovicová, J. 2013. Preparation of Lactic Acid Bacteria Fermented Wheat-
Yoghurt Mixtures. Acta. Sci. Pol., Technol. Aliment. 12(3):295-302.
Morris, A., Barnett, A. dan Jean-Burrows, O. 2004. Effect of Processing on Nutrient Content of Food.
Research Council. 37(3):160-164.
Mulyani, T., Sudaryati dan Susanto. 2013. Kajian Peran Susu Skim dan Bakteri Asam Laktat pada Minuman
Sinbiotik Umbi Bengkuang (Pachyrhizus erosus). Jurnal Penelitian IFT. UPN Veteran, Surabaya.
16
Pratt, D.E. 1992. Natural Antioxidant from Plant Material. Am. Chem. Society, Washinton DC.
Rodriguez-Amaya, D. B., Kimura, M., Godoy, H. T. dan Amaya-farfar, J. 2008. Updated Brazilian Database
on Food Carotenoids: Factors Affecting Carotenoids Composition. Journal of Food Composition and
Analysis. 21:445-463.
Rosa, N. 2010. Pengaruh Penambahan Umbi Garut (Maranta arundinaceae L) dalam Bentuk Tepung dan
Pati sebagai Prebiotik pada Yoghurt sebagai Produk Sinbiotik terhadap Daya Hambat Bakteri
Escherichia coli.Skripsi. Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran. Universitas Diponegoro,
Semarang.
Sasaki , Y., Ito, L.A.,Canteli, V, C., Ushirobira, T.M., Ueda,M, T., Dias, F.B.P., Nakamura, C.V., dan
Mello, J.C. 2007. Antioxidant Capacity and In Vitro Prevetion of Dental Plaque Formation by Extract
and Condensed Tannins of Paullinia cupana. Molecules. 12:1950-63
Saxelin M., Elo, S., Salminen, S. dan Vapaatalo, H. 1991. Dose Response Colonization of Feces after Oral
Administration of Lactobacillus casei Strain GS. Microbiol Ecol Health Dis. 4:14-209.
Soekarto, S. T. 1985. Penilaian Organoleptik. Pusat Pengembangan Teknologi Pangan IPB, Bogor.
Sreeramulu, G., Zhu, Y. dan Knol, W. 2000. Kombucha Fermentaion and It’s Antimicrobial Activity.
Journal of Agricultural Food Chemistry. 48(6):2589-2594.
Sudarmadji, S., Haryono, B. dan Suhandi. 1984. Analisis untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Edisi II.
Penerbit Alumni, Bandung.
Sudarmadji. 2003. Analisis Bahan Makanan dan Pertanian. Penerbit Liberti, Yogyakarta.
Susiwi, S. 2009. Penilaian Organoleptik. Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.
Usmiati, S., Setyaningih, D., Purwani E.Y., Yuliani S. dan Maria, O.G. 2005. Karakteristik Serbuk Labu
Kuning (Cucurbita moschata). Jurnal Tekonologi dan Hasil Pangan. 16(2):157-167.
Valenzuela, G. M., Soro, A. S., Tauguinas, A. L., Gruszycki, M. R., Cravzov, A. L., Gimenez, M. C. dan
Wirth, A. 2014. Evaluation Polyphenol Content and Antioxidant Activity of Cucurbita spp. Open
Access Library Journal. 1:1-6.
Winarno, F.G. dan Fernandez, I. E. 2007. Susu dan Produk Fermentasinya. M-Brio Press, Bogor.
Yu, R.J. and Van-Scott, E.J. 2005. α-hydoxyacids, Polyhydroxy Acids, Aldobionic Acids and Their Topical
Actions.In : Baran, R., Maibach, H.I., Taylor and Francis, editors. Textbook of Cosmetic Dermatology.
Third Ed. Boca Raton Taylor and Francis, USA.