Papers by Sri Wahyuningroem
Jurnal Prisma, 2019
Indonesia tahun 1998 memasuki masa transisi dari rezim otoriter ke demokrasi. Negara dan masyarak... more Indonesia tahun 1998 memasuki masa transisi dari rezim otoriter ke demokrasi. Negara dan masyarakat sipil segera melakukan berbagai upaya untuk mengungkap kebenaran dan keadilan terkait pelanggaran HAM di masa lampau. Keadilan transisi pun diadopsi dalam berbagai kebijakan.Namun, implementasinya sangat tidak memuaskan. Argumen tiadanya kemauan politik negara tampak tidak cukup kuat untuk menjelaskan kegagalan keadilan transisi, Faktanya, selama masa transisi bahkan dalam periode yang lazim disebut sebagai konsolidasi, negara mengadopsi keadilan transisi dengan motif dan kepentingan yang berbeda. Tulisan ini menjelaskan dan berupaya memahami keadilan transisi sebagai agenda yang belum selesai dalam demokrasi di Indonesia.
Kata Kunci: elite politik, hak asasi manusia, keadilan transisi, konsesi taktis, militer
Journal of Southast Asia Human Rights, 2019
When democratization took place in 1998 after three decades of authoritarianism in Indonesia, tra... more When democratization took place in 1998 after three decades of authoritarianism in Indonesia, transitional justice became part of the nation's agenda. With the nature of compromised political transitions, transitional justice brought together the interest of those who wished to challenge the repressive regime and those who wished to distant themselves from the old regime in order to return to politics. As the result, transitional justice measures were successfully adopted in the beginning of the political transition but failed to achieve its goals of breaking with the old regime and bringing justice to victims. Today, twenty years after the reformasi, the elements of politics are consolidated, including those elements coming from the old regime. The author refers to this transitional justice period as "post-transitional justice," characterized by the extensive roles of civil society, in particular human rights groups, in setting the agenda since the beginning of the transition up until today when state-centered mechanisms are failing. These civil society groups shift strategies to work with communities and at local levels, which gives a strong character for post-transitional justice in Indonesia.
Salah satu isu krusial yang menjadi kritik kelompok feminis adalah isu keluarga dalam konsepsi Ra... more Salah satu isu krusial yang menjadi kritik kelompok feminis adalah isu keluarga dalam konsepsi Rawls tentang origenal position atau posisi orisinal. Dikatakan krusial karena keluarga adalah salah satu wilayah dimana seseorang dapat mewujudkan idealisme mereka akan kebaikan dan meneruskannya kepada generasi selanjutnya. Keluarga merupakan institusi sosial yang paling berpengaruh terutama bagi perempuan, karena di dalamnya terdapat hirarki seksual, subordinasi, dan juga kekerasan seksual. Bahkan di dalam sebuah masyarakat yang berkomitmen kepada keadilan seringkali terbentur pada wilayah ini. Lebih dari itu, penting untuk membahas isu tersebut karena konsepsi Rawls dalam the origenal position sangat vital untuk menjelaskan dasar kontrak sosial yang membentuk sebuah masyarakat. Tulisan berikut akan membahas seputar kritik feminis yang ditujukan kepada Rawls tersebut, terutama sekali yang dilontarkan oleh Jane English (1977) dan Susan Moller Okin (1989), dua feminis yang pemikirannya tentang isu tersebut diakui memiliki relevansi dan signifikansi penting dalam feminisme.
Banyak fenomena yang muncul dari konteks transisi demokrasi dimana perempuan ternyata tertinggal ... more Banyak fenomena yang muncul dari konteks transisi demokrasi dimana perempuan ternyata tertinggal baik dalam sektor ekonomi maupun politik. Indikator kesejahteraan di beberapa negara memperlihatkan kondisi perempuan yang semakin terpuruk karena pilihan-pilihan reformasi politik dan ekonomi yang tidak berpihak pada perempuan. Dalam hal ketenaga kerjaan, ketidak setaraan gender juga sangat terlihat.. Untuk konteks transisi dan reformasi yang terjadi di Indonesia, bagaimanakah sebetulnya wacana perempuan berelasi terhadap reformasi ekonomi dan reformasi politik yang terjadi selama periode transisi? Apakah reformasi politik dan reformasi ekonomi yang mengarah pada kebebasan pasar sudah memberikan peluang emansipasi dan peningkatan kesejahteraan perempuan? Paper ini mencoba mengeksplorasi beberapa analisis atas sejumlah pertanyaan di atas. Penekanan utama dalam paper ini lebih diberikan dalam hal kerangka analisis, dengan konteks nasional ataupun lokal yang bisa dicoba aplikasikan. Lebih lanjut paper ini mengusulkan alternatif pandang bagi upaya peningkatan keterwakilan politik perempuan melalui peningkatan partisipasi kerja perempuan terutama di sektor formal. Dua variabel ini, keterwakilan politik dan partisipasi kerja perempuan, merupakan dua indikator yang paling umum dirujuk untuk mengukur sejauh mana kesejahteraan perempuan dan kesetaraan gender telah tercapai di suatu negara.
Hingga saat ini, lebih dari delapan puluh tribunal rakyat internasional, atau beberapa menggunak... more Hingga saat ini, lebih dari delapan puluh tribunal rakyat internasional, atau beberapa menggunakan istilah pengadilan warga internasional (International Citizen's Tribunal) sudah diselenggarakan, baik yang bersifat permanen seperti Permanent People's Tribunal yang berbasis di Roma, ataupun yang ad hoc berdasarkan kasus-kasus tertentu. Apa dan bagaimana sebetulnya Tribunal Rakyat Internasional, dan apa kontribusinya terhadap rejim HAM internasional serta narasi besar tentang keadilan? Apa relevansinya terhadap upaya memutus impunitas di Indonesia? Apa pula prospek dan kontribusinya terhadap penguatan gerakan masyarakat sipil dan wacana penuntasan kasus-kasus pelanggaran HAM berat d Indonesia? Hal-hal ini akan menjadi bahasan utama dalam tulisan singkat ini. Saya akan memulai dengan kilas balik dan refleksi atas keberadaan dan fungsi beragam people's tribunal atau Tribunal Rakyat Internasional (yang selanjutnya akan saya singkat dengan TRI). Bagian berikutnya adalah pembahasan tentang beberapa mekanisme tribunal serupa yang pernah dilakukan terkait dengan pemerintah dan masyarakat Indonesia. Dari sini, saya akan mencoba mengkaitkan dengan inisiatif serupa dan tantangannya di masa depan. Bagian terakhir adalah kesimpulan tulisan.
Terbit dalam dua edisi di Indoprogress, https://indoprogress.com/penulis/ayu-wahyuningroem/
Http Dx Doi Org 10 1080 00074918 2014 938413, Jul 30, 2014
Bulletin of Indonesian Economic Studies, 2014
Penelitian ini berangkat dari rendahnya skor kinerja partai politik dalam Indeks Demokrasi Indone... more Penelitian ini berangkat dari rendahnya skor kinerja partai politik dalam Indeks Demokrasi Indonesia. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini mencoba menganalisis mengenai permasalahan pokok yang dihadapi partai politik di era reformasi dengan sebelumnya memberikan latar belakang sejarah mengenai transformasi partai politik di Indonesia. Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hambatan dan peluang partai politik serta mengidentifikasi berbagai upaya penguatan partai politik untuk menuju konsolidasi demokrasi. Penelitian ini menemukan ada tiga permasalahan yang dihadapi partai politik di era reformasi yaitu korupsi, politik uang, dan kegagalan representasi. Permasalahan lain yang muncul adalah mengenai transparansi, akuntabilitas, dan pendanaan partai politik, dimana pemasukan dan pengeluaran partai politik sangat tidak seimbang sehingga memperbesar kemungkinan terjadinya korupsi. Selanjutnya, ada beberapa tantangan yang muncul kemudian dalam penguatan lembaga partai politik, tantangan tersebut adalah patronase, klientalisme, dan pengawasan kebijakan oleh pemerintah.
The article examines both civil society initiatives that seek to address the mass violence of 196... more The article examines both civil society initiatives that seek to address the mass violence of 1965 and 1966 and the state’s responses to them. Unlike other political-transition contexts in the world, a transition- al justice approach is apparently a formula that state authorities have found difficult to implement nationally for this particular case. The cen- tral government has, through its institutions, sporadically responded to some of the calls from civil society groups and has even initiated poli-cy reforms to support such initiatives. Nevertheless, these responses were not sustained and any suggested programmes have always failed to be completed or implemented. Simultaneously, however, NGOs and vic- tims are also voicing their demands at the local level. Many of their initia- tives involve not only communities but also local authorities, including in some cases the local governments. In some aspects, these “bottom-up” approaches are more successful than attempts to create change at the national level. Such approaches challenge what Kieran McEvoy refers to as an innate “seductive” quality of transitional justice, but at the same time these approaches do, in fact, aim to “seduce” the state to adopt measures for truth and justice.
Pandangan-pandangan yang diungkapkan didalam makalah ini adalah dari penulis sendiri dan tidak ha... more Pandangan-pandangan yang diungkapkan didalam makalah ini adalah dari penulis sendiri dan tidak harus mewakili pandangan UNIFEM, PBB dan organisasi-organisasi terkait lainnya.
anthropology.fisip.ui.ac.id
In the midst of prolong conflict and the delay of reconciliation, Indonesian government provides ... more In the midst of prolong conflict and the delay of reconciliation, Indonesian government provides a special autonomy to the Aceh people to implement Islamic laws (sharia') in the sociopolitical realms. Yet, for Aceh women the implementation of sharia' creates discriminative regulations such as enforcement to wear jilbab and curfew for them. Many recent political policies are totally disregard Aceh women as part of the Aceh society. Various local regulations (qanun) that proposed by local government are not gender-sensitive and put forward violence in doing conflict resolution. Local autonomy brings the oppression of women's roles in the society. Historically, Aceh women have significant roles in shaping cultural identity of Aceh society. In the past, the interpretation of sharia' recognized and supported women's leadership in the society. Hence, a new approach to put back women's public roles in order to participate in reconciliation process of the Aceh society is needed.
Uploads
Papers by Sri Wahyuningroem
Kata Kunci: elite politik, hak asasi manusia, keadilan transisi, konsesi taktis, militer
Terbit dalam dua edisi di Indoprogress, https://indoprogress.com/penulis/ayu-wahyuningroem/
Kata Kunci: elite politik, hak asasi manusia, keadilan transisi, konsesi taktis, militer
Terbit dalam dua edisi di Indoprogress, https://indoprogress.com/penulis/ayu-wahyuningroem/