Lingkup penggunaan teknik pengelasan dalam kontruksi sangat luas, meliputi perkapalan, jembatan, rangka baja, bejana tekan, pipa pesat, pipa saluran dan sebagainya. Disamping untuk pembuatan, proses las dapat juga dipergunakan untuk reparasi misalnya untuk mengisi lubang-lubang pada coran, membuat lapisan las pada perkakas mempertebal bagian-bagian yang sudah aus dan macammacam reparasi lainnya. Pengelasan bukan tujuan utama dari kontruksi, tetapi hanya merupakan sarana untuk mencapai ekonomi pembuatan yang lebih baik.

This study presents a case study describing reliability and availability analysis of Critical Machine at the Rambutan Palm Oil Factory of PTP Nusantara 3. The failures data of engineering system were analyzed by Pareto's Diagram, and the critical machine was founded is Screw Press. Screw Press is consist of seven critical subsystems i.e: Left & Right Handed Worm, Bushing, Press Cylinder, Rebuild Worm, Bearing SKF 29326, Left Handed Shaft, and Right Handed Shaft. The analysis has been done for each subsystem by computing the characteristic of the maintenance system i.e: reliability, failure rate, mean time between failure, availability, failure cost, preventive cost, and replacement interval time. Furthermore it can be create the optimum scheduling of preventive maintenance. Based on analysis of reliability, availability, failure rate, production lost cost, and maintenance cost, obtained the replacement interval time of subsystems i.e: Left & Right Handed Worm = 76 days, Bushing = 76 day , Press Cylinder = 95 days, Rebuild Worm = 95 days, Bearing SKF 29326 = 228 days, Left Handed Shaft =114 days, and Right Handed Shaft = 76 days. The optimum maintenance scheduling was modified based on replacement interval time of subsystem. Analysis of the new scheduling shows that the reliability of Screw Press(1) can be improve from 0.4207 to 0,8259, Screw Press(2) from 0,4024 to 0,8259, Screw Press(3) from 0,4504 to 0,8259, and Screw Press(4) from 0,4204 to 0,8259 respectively. The availability of Screw Press(1) improved from 0,8564 to 0,9524, Screw Press(2) from 0,9201, to 0,9524, Screw Press(3) from 0,8585 to 0,9524, and Screw Press(4) from 0,875 to 0,9524. The probability of failure frequency of Screw Press (1) is reduced from 37 to 19, Screw Press (2) from 23 to 19, Screw Press(3) from 25 to 19, and Screw Press(4) from 23 to 19. This study shows that the reliability and availability analysis is very useful for deciding maintenance intervals, planning and organizing maintenance. ABSTRAK Penelitian ini merupakan suatu studi kasus yang menguraikan tentang analisis keandalan dan ketersediaan terhadap mesin-mesin kritis di Pabrik Kelapa Sawit Rambutan PTP Nusantara 3. Data-data kegagalan dari sistem mekanik diolah dengan diagram Pareto, dan ditemukan bahwa mesin-mesin yang kritis adalah Screw Press. Screw Press terdiri dari tujuh komponen (subsistem) kritis, yaitu: Left & Right Handed Worm, Bushing, Press Cylinder, Rebuild Worm, Bearing SKF 29326, Left Handed Shaft, and Right Handed Shaft. Analisis dilakukan pada tiap subsistem untuk menghitung karakteristik sistem pemeliharaan, seperti: keandalan, laju kegagalan, waktu rata-rata antar kegagalan, ketersediaan, biaya kegagalan, biaya preventif, dan waktu antar penggantian koponen. Berdasarkan analisis keandalan, ketersediaan, laju kegagalan, biaya kehilangan produksi dan biaya pemeliharaan, diperoleh interval waktu penggantian subsistem yaitu: Left & Right Handed Worm = 76 har, Bushing = 76 hari , Press Cylinder = 95 hari, Rebuild Worm = 95 hari, Bearing SKF 29326 = 228 hari, Left Handed Shaft =114 hari, dan Right Handed Shaft = 76 hari. Penjadwalan pemeliharaan optimum dimodifikasi berdasarkan interval waktu penggantian komponen. Analisis dari penjadwalan pemeliharaan yang baru memperlihatkan bahwa keandalan Screw Press (1) meningkat dari 0.4207 menjadi 0,8259, Screw Press(2) dari 0,4024 ke 0,8259, Screw Press(3) dari 0,4504 ke 0,8259, dan Screw Press(4) dari 0,4204 ke 0,8259. ketersediaan dari Screw Press(1) meningkat dari 0,8564

Kabut tebal masih menutup pandangan sepanjang jalan. Lampu-lampu jalan menyala, pertanda hari masih petang. Beberapa menit kemudian, masih di ruas jalan namun berlainan kabut yang sama masih terlihat tebal. Tidak ada lampu – lampu jalan, dan hari terlihat masih terang. Kali ini dengan pemandangan seorang lelaki dengan masker di wajahnya. Ia adalah Suparta Arz atau kerap disapa Ucok. " Karena asapnya pekat, kepalaku pusing dan nafasku sesak, " begitu ucap Ucok. Asap, itulah yang diucapkan Ucok untuk mendeskripsikan kabut tebal yang menyelimuti jalan-jalan. Kabut asap itu memang bukan kabut biasa, tapi kabut yang telah menewaskan 19 orang di Sumatra dan Kalimantan serta setengah juta diantaranya menderita Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA). Jika kabut pada umumnya mengandung pertikel air, berbeda dengan kabut asap yang cenderung kering. Keberadaan asap juga sering diindikasikan dengan adanya sesuatu yang berbahaya atau merusak. Oleh karena itu kita mengenal peribahasa, " Ada asap, pasti ada api ". Dan api dari asap yang membunuh 19 nyawa itulah yang coba disuguhkan oleh Dandhy dan Ucok dalam Asimetris. Film dokumenter garapan Watchdoc ini adalah hasil dari " Ekpedisi Indonesia Biru " yang dilakukan Dandhy dan Ucok. Sejak 12 Maret lalu, film yang bercerita tentang dampak Kelapa Sawit di berbagai daerah ini sudah mulai diputar serentak di 27 kota di Indonesia. Cilegon, tempat dimana saya bermukim adalah yang beruntung menjadi salah satu tempat diputarnya film ini untuk pertama kali. Oase Minyak Sawit Minyak sawit tidak hanya digunakan untuk kebutuhan pangan saja. Produk sampingan dari minyak sawit juga digunakan untuk campuran kebutuhan kita sehari – hari seperti sampo dan sabun. Data semacam ini akan kita jumpai pada sepuluh menit pertama scene Asimetris. Penggunaan minyak sawit kini juga diaplikasikan pada bahan bakar. Seperti yang kita tahu, selama ini kita sangat tergantung dengan penggunaan bahan bakar fosil untuk memenuhi kebutuhan energi. Solar adalah salah satu diantaranya. Namun kini, kita bisa menjumpai Solar dengan kandungan yang lebih alami yaitu Bio-Solar yang mengandung 20% minyak nabati sawit. Bio-solar tidak hanya digunakan untuk kendaraan saja. Pada tahun 2050 Organisasi Penerbangan Sipil Internasional juga menargetkan pemakaian minyak sawit pada bahan bakar pesawat sekitar 2%. Di daerah yang sulit dijangkau, PLN juga menggunakan Bio-solar untuk menyalakan listrik tenaga diesel. Ditengah isu kelankaan bahan bakar fosil semacam batu bara dan minyak bumi, berbagai macam penggunaan bahan bakar atau sumber energi terbarukan adalah kabar yang paling menggembirakan. Bio-solar ataupun Bio-Avtur adalah upaya nyata mengatasi ketergantungan kita kepada sumber energi tak terbarukan. Selain lebih menjanjikan, juga penggunaan energi terbarukan ini dirasa lebih ramah lingkungan. Data yang dirilis Eropean Commision (2012) menyebutkan bahwa penggantian Solar dengan Biodiesel mampu mengurangi emisi mesin – mesin diesel sebesar sebesar 62%. Hal ini menjadi bukti logis bahwa salah satu pernyataan Presiden Jokowi pada film Asimetris tersebut memang perlu di dorong.

Tujuan dari pemeliharaan/perawatan adalah untuk menjaga dan merawat agar peralatan yang terpasang berada dalam kondisi yang baik serta menginspeksi dan memperbaiki secara sistematis untuk memperoleh penggunaan yang optimal dan efektif dari sebuah alat atau mesin.

Aluminium Matrix Composites (AMC) adalah jenis material komposit logam dimana aluminium sebagai matriknya dengan Cuprum (Cu), Silikon karbida (SiC) dan Magnesium (Mg) sebagai penguat dari matrik Aluminium. AMC mempunyai prospek pengembangan yang cukup menjanjikan, didasari oleh sifat-sifatnya yang baik, seperti kekerasan dan kekuatan yang tinggi, dan bahan dasar yang mudah didapatkan. Metode yang digunakan untuk pembuatan aluminium komposit yaitu metode stir casting, dengan menggunakan parameter variasi temperatur peleburan 700˚, 750˚, 800˚C, dengan penambahan pembasah Cu 5%, magnesium 12%, dan SiC 15% serta kecepatan pengadukan konstan 600rpm dan waktu pengadukan 10 menit. Pengujian ini meliputi pengujian Kekuatan tarik, kekerasan, impak, komposisi kimia dan Scanning Electron Micropskop (SEM), secara berturut-turut nilai kekuatan tarik menurun pada 700 0 C, 750 0 C dan 800 0 C dengan nilai 50, 33 dan 27 N/mm, nilai 2 kekerasan meningkat dengan nilai 90,73 95,29 dan 98,37 BHN, terjadi penurunan nilai impak dari setiap penambahan Temperatur 3,4, 2,8 dan 2,8 Joule/cm 2. Pada hasil SEM diketahui masih banyaknya porositas yang terjadi dari hasil coran.

This research aims at investigating the corrosion behavior and hardness of AISI Stainless Steel 304 (AISI SS 304) in corrosive hydrochloric acid solution and temperature variation treatment. In this study, the samples of AISI SS 304 are immersed for six (6) days in the corrosive acid solution at the temperature of 30℃ and 50℃. The solution used as the corrosive media are HCl, FeCl3, and NaCl in the concentration of 5%, 10% and 15%. The results show that the higher the concentration of the solution, the higher the corrosion rate of AISI SS 304 will be, and the higher the temperature, the higher corrosion rate will also occur in all corrosion media. The corrosion that occurs in AISI SS 304 is mostly in the form of uniform corrosion and some pitting corrosion, and the value of hardness decreases after corrosion.

Penggunaan baja pada saat ini telah berkembang pesat dan digunakan dalam teknologi industri sebagai salah satu material penunjang. Ada beberapa penggunaan baja yang digunakan pada industri sepeda motor, kereta api, mobil, kapal laut, serta kontruksi lainnya. Namun dalam penggunaan baja, banyak faktor yang menyebabkan daya guna baja ini menurun. Salah satu penyebabnya yaitu fenomena korosi pada baja. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi inhibitor ekstrak daun teh terhadap laju korosi pada baja API 5L dan menghambat laju korosi pada baja API 5L. Metode yang digunakan adalah kehilangan berat. Medium korosif yang digunakan adalah NaCl dan HCl. Lama perendaman yaitu 10 hari untuk melihat kemampuan inhibitor menghambat laju korosi. Metode pembuatan inihibitor ekstrak daun teh menggunakan ultrasonic bath. Konsentrasi inhibitor yang dibuat pada penelitian ini adalah 1%, 3%, 5%, 7%, dan 9%. Sebelum baja direndam dalam larutan korosif, larutan korosif dicampur terleb...

Al 6061 memiliki sifat mekanik yang unggul antara lain bobot ringan, mampu las baik, ketahanan korosi baik serta harga yang murah, tetapi memiliki kelemahan dalam hal kekuatannya. Salah satu metode efektif untuk meningkatkan kekuatan adalah menambahkan beberapa material seperti SiC, hal ini dikenal sebagai Aluminium Matrix Composites. AMC (Aluminium Matrix Composites) adalah jenis material komposit logam dengan aluminium sebagai matriks dan serbuk SiC sebagai penguat. Proses pembuatan AMC tidak mudah karena matrik dapat membentuk gumpalan. Maka dari itu metode stir casting sangat efektif karena dapat menghasilkan AMC yang merata dan memecah gumpalan tersebut. Untuk menambah ketangguhan material pada penelitian ini diberi penguat kawat baja SS201 dan plat SS316 yang kemudian penggabungannya menggunakan metode cor. Pola susunan plat baja SS316 dan kawat baja SS201 pada AMC berpengaruh terhadap ketangguhan dan ketahanan balistik. Penambahan kawat dan plat baja dengan pola susunan yang ...

Dengan memanfaatkan bahan alami seperti puntung rokok sebagai upaya untuk mengurangi limbah dan juga dapat dimanfaatkan sebagai untuk mencegah laju korosi. Penelitian ini bertujuan untuk mengendalikan laju korosi pada Baja API 5L menggunakan ektrak puntung rokok menggunakan metode ultrasonic bath serta pengaruh konsentrasi inhibitor ektrak puntung rokok dan waktu perendaman terhadap kekerasan Baja API 5L. Penelitian ini dilakukan untuk mengurangi laju korosi Baja API 5L menggunakan ektrak puntung rokok dengan konsentrasi 0%; 1%; 3%; 5%; 7%; dan 9%. Untuk medium korosi yang digunakan adalah NaCl dan HCl. Sampel direndam dalam medium korosi dengan penambahan inhibitor dan non-inhibitor. Lama perendaman bervariasi yaitu 1 hari sampai dengan 10 hari, metode yang digunakan adalah ultrasonic bath sebagai metode ekstraksi serta kehilangan berat untuk menentukan laju korosi dan nilai efisiensinya. Laju korosi berkurang seiring dengan penambahan konsentrasi inhibitor ektrak puntung rokok. Ni...

Chassis setup can be one of the more daunting tasks facing both the beginning and experienced karter alike. And while veterans of the sport are familiar with the terms and knowledge that aids them in tuning a chassis, certainly there are newcomers to the sport who will benefit from the following article, contributed by Century Performance Products. Front End Adjustments Some of the most important handling adjustments are usually made to the front end of a kart. Most handling problems that occur when entering a corner are frequently due to an improperly adjusted front end. Front-end bite and steering response can be corrected by simple adjustments, and the toe setting is a good place to start. Toe settings will effect weight distribution, top speed, and cornering response. The more toe in or toe out, the slower the top speed becomes due to excessive drag by the tires. Despite this negative effect, increasing the toe out can have some benefits. For example, increasing toe out will increase initial cornering response, thus giving the driver a better turn into the corner. However, if the kart is overly sensitive to steering wheel movement at the point of turn in and begins to oversteer, the tow out settings may be too high. On a dry surface, a toe setting of 0 to 2mm out is recommended by a few leading kart manufacturers. For rainy conditions, one might try increasing the toe out even further. It is important to note that the toe should only be changed as a last resort. Look to other adjustments first to correct handling problems before changing your toe settings. As well, when setting the amount of toe, make sure that the toe is equal on each side. Ackerman Ackerman steering makes the front tires turn at a different rate. For example, the front inside tire will turn faster than the outside tire when turning into a corner. This creates a faster steering response, thus causing flex through the chassis when turning. Adding ackerman makes the kart steer more positively. At the same time, the driver will notice a decreased amount of steering input needed to turn the kart. As a result, the kart becomes more sensitive to the driver's input. In contrast, decreasing ackerman makes the kart steer more lethargic, and the amount of steering needed to corner will increase. Ackerman steering is standard on most chassis. The spindles will usually have 2 tie rod hole locations; the inside hole increases ackerman, while the outside hole decreases ackerman. The tie rods can be lengthened or shortened to fit either hole. Caster Caster affects the grip of both the front and rear of a kart. It does this by transferring weight to the opposite rear wheel during cornering. Although it may seem complicated, there are a few simple rules to follow concerning caster. If one decreases the caster, the kart will be easier to steer. Some drivers have noted that it adds feel to the kart and increases bite on the front end. A driver may want to decrease the castor setting if the track conditions are too grippy. The kart will free up and be more drivable if castor is removed. The driver may want to add castor if the conditions are cold, or if the class requires hard compound tyres. This will offer more grip and help eliminate under-steer. Many manufacturers offer 3 different caster pills for their karts. The standard or neutral pill is most widely used. For most applications, use the neutral castor pill. The remaining two pills will allow the driver to increase or decrease the amount of caster. Some manufacturers have recommended that smaller drivers should decrease their caster, while larger drivers should increase their caster. Camber Camber is measured by how far the front tires are leaning in or out as viewed from the front of the kart. If the tire is leaning in the kart has negative camber. If the tire is leaning out, the kart has positive camber. Many karts are built with 1/2-degree negative camber and are designed to work with that. Camber is usually adjusted when the track surface is wet. In these conditions, the driver can negatively adjust the camber to find more grip.