Preskas Ensefalopati Metabolik

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 31

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT atas Rahmat dan Hidayah-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan pembuatan presentasi kasus tidak wajib berjudul
Ensefalopati Metabolik ini.
Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas kepaniteraan klinik bagian
Neurologi Program Studi Pendidikan Dokter Universitas Trisakti di Rumah Sakit
Umum Pusat Fatmawati Jakarta.
Saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada para pengajar
di SMF Neurologi, khususnya dr. Fritz Sumantri, Sp.S , atas bimbingannya selama
berlangsungnya pendidikan di bagian Neurologi ini sehingga saya dapat
menyelesaikan tugas ini dengan maksimal kemampuan saya.
Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, maka saya
mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk memperbaiki makalah ini dan
untuk melatih kemampuan menulis makalah untuk berikutnya.
Demikian yang dapat saya sampaikan, mudah-mudahan makalah ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca, khususnya bagi kami yang sedang menempuh
pendidikan.

Jakarta, Oktober 2014

Penyusun
1

BAB I
STATUS PASIEN
IDENTITAS
Nama

: Tn ANM

TTL

: Jakarta, 27 Oktober 1941

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Agama

: Islam

Alamat

: Jl. Talas IV No. 9a, Pondok Cabe, Pamulang

Pendidikan

: Tamat SLTA

Pekerjaan

: Lain-lain

Status Perkawinan

: Kawin

ANAMNESIS
Pasien masuk ruang High Care Unit tanggal 9 Oktober 2014 dan dilakukan
alloanamnesis pada tanggal 10 Oktober 2014.
KELUHAN UTAMA
Pasien datang dengan keluhan penurunan kesadaran sejak 1 hari SMRS
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Sejak 1 hari SMRS sebelum mengalami penurunan kesadaran, keluarga mengatakan
awalnya pasien mengalami sesak napas terlebih dahulu ketika sedang beristirahat.
Sesak napas terlihat semakin memberat dan tidak kunjung membaik bahkan setelah
itu diikuti dengan keringat dingin pada seluruh tubuh pasien, lalu mulai terjadi
penurunan kesadaran pada pasien. Adanya rasa sakit kepala yang pasien pernah
rasakan tidak diketahui oleh keluarga. Adanya demam, mual, muntah dan kejang
disangkal oleh keluarga, namun selama ini pasien memiliki riwayat batuk lama yang
tidak kunjung sembuh. Keluarga mengaku tangan maupun kaki pasien yang sebelah
kiri memang sudah tidak bisa digerakan sejak 3 bulan yang lalu, namun kali ini
keluarga mengatakan terlihat kelemahan pada bagian tubuh pasien yang sebelah
kanan. Keluarga tidak terlalu memperhatikan adanya bibir ataupun lidah yang
mencong pada pasien dan pasien memang sudah sulit diajak berkomunikasi oleh
2

keluarga sejak 3 bulan yang lalu. Pasien makan atau minum sudah dilakukan melalui
selang sejak 3 bulan yang lalu. Buang air kecil ataupun buang air besar pada pasien
dengan menggunakan pampers sejak 3 bulan yang lalu.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Pasien memiliki riwayat serangan stroke sebanyak 2 kali sebelumnya. Stroke pertama
terjadi sekitar 10 tahun yang lalu, namun setelah itu keluarga mengaku hanya
kelemahan pada tangan dan kaki sebelah kiri saja yang dikeluhkan oleh pasien pasca
stroke pertama. Stroke kedua terjadi 3 bulan yang lalu. Pasien juga pernah mengalami
serangan jantung beberapa bulan sebelum mengalami serangan stroke yang kedua.
Pasien memiliki riwayat penyakit paru yang baru diketahui sejak 1 bulan yang lalu.
Pasien memiliki riwayat darah tinggi namun tidak minum obat secara rutin
sebelumnya. Riwayat kencing manis dan asma disangkal oleh keluarga. Riwayat
penyakit jantung tidak diketahui oleh keluarga. Riwayat alergi obat disangkal oleh
keluarga.
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Keluarga mengaku tidak terdapat riwayat darah tinggi, kencing manis, asma serta
alergi obat pada keluarga pasien. Penyakit jantung maupun penyakit stroke pada
keluarga juga disangkal.
RIWAYAT KEBIASAAN
Keluarga mengatakan pasien tidak memiliki kebiasaan merokok dan minum-minuman
beralkohol. Kebiasaan mengkonsumsi makanan berlemak pada pasien juga disangkal
oleh keluarga. Keluarga juga menyangkal pasien mengkonsumsi obat-obatan tertentu.
Pasien justru memiliki kebiasaan berolahraga yaitu main bulutangkis sebelumnya.
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan di ruang High Care Unit RSUP Fatmawati tanggal 10
Oktober 2014
Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaan Umum

: Tampak sakit berat

Kesadaran

: Sopor

Tanda Vital
Tekanan darah

: TD ka : 110/80 mmHg

Nadi

: 80 x/menit, regular, lemah

Napas

: 30 x/menit, reguler

Suhu

: 37 oC

Berat badan

: 60 kg

Tinggi badan

: 165 cm

BMI

: 22,05 kg/m2

TDki : 100/70 mmHg

Mata
Inspeksi
Alis mata cukup, warna hitam, enoftalmus (-)/(-), eksoftalmus(-)/(-), nistagmus (-)/(-),
ptosis (-)/(-), lagoftalmus (-)/(-), edema palpebra (-)/(+), bulu mata lentik,
Konjungtiva Anemis(-)/(-), Sklera Ikterik (-)/(-), sekret (-)/(-), tampak berair,
pterigium (-)/(-), ulkus kornea (-)/(-), pupil isokor dengan diameter 3 mm, RCL (+)/
(+), RCTL (+)/(+), kekeruhan lensa (-)/(-), arkus senilis (+)/(+)
Palpasi : tidak dilakukan pemeriksaan
Telinga
Inspeksi
-

Preaurikuler : hiperemis (-)/(-), abses (-)/(-), massa (-)/(-), scar (-)/(-)


Aurikuler : normotia, hiperemis (-)/(-), cauli flower (-)/(-), pseudokista (-)/(-)
Postaurikuler : hiperemis (-)/(-), abses (-)/(-), massa (-)/(-), scar (-)/(-)
Liang telinga : lapang, serumen (-)/(-), Otorhea (-)/(-)

Tenggorokan dan Rongga Mulut


Inspeksi
-

Bucal : warna normal, ulkus (-)


Lidah : pergerakan tidak valid dinilai, massa (-), ulkus (-), plak (-)
Palatum mole dan uvula simetris pada keadaan diam, arkus faring sulit dinilai,

penonjolan sulit dinilai


Tonsil : sulit dinilai

Leher

Inspeksi : bentuk simetris, warna normal, penonjolan vena jugularis (-), tumor

(-), retraksi suprasternal (+), tidak tampak perbesaran KGB


Palpasi : pulsasi arteri carotis normal, perbesaran thyroid (-), posisi trakea

ditengah, KGB tidak teraba membesar


Auskultasi : bruit (-)

Thorax
Paru
-

Inspeksi : penggunaan otot bantuan nafas (+)/(+), retraksi sela iga (+/+), bentuk
dada normal, pergerakan kedua paru simetris statis dan dinamis, pola pernapasan

cepat
Palpasi : ekspansi dada simetris, pelebaran sela iga (-)/(-)
Perkusi
Sonor pada lapang paru kiri dan redup pada lapang paru kanan
Batas paru hati : pada garis midklavikula kanan sela iga 6,atas paru
lambung : pada garis aksilaris anterior kiri sela iga 8
Auskultasi : suara nafas vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronki (+/+)

Jantung
-

Inspeksi : pulsasi ictus cordis tidak terihat


Palpasi : pulsasi ictus cordis teraba 2 jari lateral dari linea midklavikula sinistra

ICS V
Perkusi : batas jantung kanan pada ICS IV 1 jari lateral linea parasternal dekstra,

batas jantung kiri pada ICS V 2 jari lateral linea midklavikula sinistra.
Auskultasi : BJ I-II reguler normal, murmur (+), gallop (+)

Abdomen
-

Inspeksi : massa (-)


Auskultasi : BU (+)
Palpasi : supel, nyeri tekan epigastrium (-), massa (-) hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : timpani, shifting dullness (-), undulasi (-)

Ekstremitas
Akral teraba hangat, sianosis (-), CRT < 3 detik, edema (+)/(+), deformitas (-)
PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
GCS
E2M3V2 : 7, kesadaran sopor

Rangsang Selaput Otak

Kanan

Kiri

Kaku Kuduk

(-)

Laseque

> 70

> 70

Kernig

> 135

> 135

Brudzinski I

(-)

(-)

Brudzinski II

(-)

(-)

Peningkatan Tekanan Intrakranial

(-)

Saraf-saraf Kranialis
N. I

: TVD

N.II

Kanan

Kiri

Acies Visus

TVD

TVD

Visus Campus

TVD

TVD

Melihat Warna:
Funduskopi

TVD
:

TVD

tidak dilakukan

N. III, IV, VI

tidak dilakukan

Kanan

Kiri

Ortoposisi

Ortoposisi

Ke Nasal

Baik

Baik

Ke Temporal

Baik

Baik

Ke Nasal Atas

Baik

Baik

Ke Nasal Bawah

Baik

Baik

Ke Temporal Atas

Baik

Baik

Ke Temporal Bawah

Baik

Baik

Eksopthalmus

(-)

(-)

Nistagmus

(-)

(-)

Pupil

Isokor

Isokor

Bentuk

Bulat, 3mm

Bulat, 3mm

Refleks Cahaya Langsung

(+)

(+)

Refleks Cahaya Konsensual :

(+)

(+)

Kedudukan Bola Mata


Pergerakan Bola Mata

Akomodasi

Baik

Baik
6

Konvergensi

: `

Baik

Baik

Sulit dinilai

N. V
Cabang Motorik
Cabang Sensorik
Optahalmik

TVD

Maxilla

TVD

Mandibularis

TVD

N. VII
Motorik Orbitofrontal

Motorik Orbicularis

Kanan

Kiri

Baik

Baik

kesan sudut plica nasolabial kiri lebih mendatar

daripada
plica nasolabial kanan
Pengecap Lidah

N. VIII

TVD

TVD

Kanan

Kiri

Vestibular
Vertigo

TVD

Nistagmus

TVD

TVD

Cochlear
Tinnitus

TVD

TVD

Rinner

TVD

TVD

Weber

TVD

Schwabach

TVD

N. IX, X
Motorik
Suara biasa/parau/tak bersuara

: sulit dinilai

Menelan

: sulit dinilai

Letak Arkus Faring

: sulit dinilai

Kedudukan Uvula

: sulit dinilai

Refleks Muntah

: sulit dinilai

N. XI

Kanan

Kiri

Mengangkat bahu

sulit dinilai

sulit dinilai

Menoleh

sulit dinilai

sulit dinilai

Kanan

Kiri

N. XII
Pergerakan Lidah
Istirahat (Statis)

sulit dinilai

Gerak (Dinamis)

sulit dinilai

Atrofi

sulit dinilai

sulit dinilai

Fasikulasi

sulit dinilai

sulit dinilai

Tremor

sulit dinilai

sulit dinilai

Sistem Motorik Kesan Hemiplegia Sinistra


Gerakan Involunter
Tremor

: (+) pada tungkai kanan pasien

Chorea

: (-)

Atetose

: (-)

Mioklonik

: (-)

Tics

: (-)

Trofik

: Eutrofi pada keempat ekskremitas

Tonus

: Normotonus pada keempat ekskremitas

Proprioseptif

Kanan

Kiri

Rasa Sikap

TVD

TVD

Rasa Nyeri Dalam

TVD

TVD

Rasa Getar

TVD

TVD

Kanan

Kiri

Eksteroseptif
Rasa Nyeri

TVD

TVD

Rasa Raba

TVD

TVD

Rasa Suhu

TVD

TVD

Fungsi Cerebellar dan Koordinasi


Ataxia

: TVD

Tes Rhomberg

: TVD

Disdiadokinesia

: TVD

Jari-Jari

: TVD

Jari-Hidung

: TVD

Tumit-Lutut

: TVD

Rebound Pheomenon : TVD


Fungsi Otonom
Miksi

: On Catheter

Defekasi

: On Pampers

Sekresi Keringat

: Meningkat

Refleks-refleks Fisiologis

Kanan

Kiri

Kornea

(+)

(+)

Bisep

(+2)

(+2)

Trisep

(+2)

(+2)

Patella

(+2)

(+2)

Achilles

sulit dinilai

sulit dinilai

Kanan

Kiri

Refleks-refleks Patologis
Hoffman Tromner

(-)

(-)

Babinsky

(+)

(-)

Chaddock

sulit dinilai

sulit dinilai

Gordon

sulit dinilai

sulit dinilai

Gonda

(-)

(-)

Schaeffer

Klonus Lutut

(-)

(-)

Klonus Tumit

(-)

(-)

sulit dinilai

sulit dinilai

Keadaan Psikis
Intelegensia

: TVD
9

Tanda regresi

: TVD

Demensia

: TVD

PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Pemeriksaan Laboratorium
07 OKTOBER 2014
PEMERIKSAAN

HASIL

SATUAN

NILAI NORMAL

Hemoglobin

11,6

g/dl

13,2-17,3

Hematokrit

36

33-45

Leukosit

6,0

ribu/ul

5,0-10,0

Trombosit

305

ribu/ul

150-440

Eritrosit

4,09

juta/ul

4,40-5,90

87,9

fl

80,0-100,0

28,4

pg

26,0-34,0

32,3

g/dl

32,0-36,0

15,3

4,40-5,90

SGOT

381

u/l

0-34

SGPT

210

u/l

0-40

Ureum Darah

90

mg/dl

20-40

Creatinin Darah

1,1

mg/dl

0,6-1,5

HEMATOLOGI

VER/HER/KHER/
RDW
VER
HER
KHER
RDW
FUNGSI HATI

FUNGSI GINJAL

10

DIABETES
Gula Darah Sewaktu

161

70-140

JANTUNG
CK

105

u/l

<= 175

CK-MB

37

u/l

7-25

Troponin T

118

ng/l

<50 ng/l : Negatif

7,406

mmHg

7,370-7,440

32,5

mmHg

35,0-45,0

163,6

mmHg

83,0-108,0

752,0

mmol/l

20,0

21,0-28,0

99,1

mmol/l

95,0-99,0

-3,7

mmol/l

-2,5 +2,5

ANALISA GAS
DARAH
pH
pCO2
pO2
BP
HCO3
O2 Saturasi
Base Excess
Total CO2

21,0

19,0-24,0

133

135-147

3,24

3,10-5,10

102

95-108

ELEKTROLIT
DARAH
Natrium
Kalium
Klorida
SERO-IMUNOLOGI
Golongan Darah

B / Rhesus (+)

mmol/l

11

09 OKTOBER 2014
PEMERIKSAAN

HASIL

SATUAN

NILAI NORMAL

14,0

Mm

0,0-10,0

Protein Total

5,80

g/dl

6,00-8,00

Albumin

3,30

g/dl

3,40-4,80

Globulin

2,50

g/dl

2,50-3,00

14,4

mg/dl

<7

Glukosa Darah Puasa

139

mg/dl

80-100

Glukosa Darah 2 Jam

183

mg/dl

80-145

Trigliserida

130

mg/dl

<150

Kolesterol Total

144

mg/dl

<200

Kolesterol HDL

22

mg/dl

28-63

Kolesterol LDL

96

mg/dl

<130

CK

139

u/l

<=175

CK-MB

80

u/l

7-25

Troponin T

156

ng/l

<50 ng/l : Negatif

HEMATOLOGI
LED
FUNGSI HATI

FUNGSI GINJAL
Asam Urat Darah
DIABETES

PP
LEMAK

JANTUNG

URINALISA

12

Urobilinogen
Albumin
Berat Jenis

0,2

E.U./dl

<1

Positif 2

Negatif

1025

1005-1030

Bilirubin

Negatif

Negatif

Keton

Negatif

Negatif

Nitrit

Negatif

Negatif

5,5

4,8-7,4

Lekosit

Positif 1

Negatif

Darah/HB

Positif 3

Negatif

Glukosa

Negatif

pH

Urin/Reduksi
Warna

Kuning
Keruh

Kejernihan
SEDIMEN URIN
Epitel

Positif

0-5

Lekosit

>50

/LPB

0-2

Eritrosit

10-15

/LPB

Negatif

Silinder

Negatif

/LPK

Negatif

Kristal

Negatif

Negatif

Bakteri

Positif

Negatif

Lain-lain

Negatif

Negatif

13

B. Pemeriksaan Radiologi
1. Foto Thorax AP

Posisi Asimetris
Trakea ditengah
Mediastinum superior tak melebar
Cor : kesan membesar
Aorta elongasi
Pulmo : hilus kiri baik, hilus kanan suram dan terdapat infiltrate atas

tengah paru kanan


Kesuraman di basal paru kanan yang menutupi diafragma kanan
Sinus kostofrenikus dan diafragma kiri tertutup bayangan jantung
Tulang-tulang costae intak

KESAN

Kardiomegali dengan aorta elongasi


Infiltat di lapangan atas tengah paru kanan, DD/ pneumonia, TB
14

Efusi Pleura Kanan

2. CT Scan Kepala

Tampak lesi hipodens luas dari vertex lobus parietal hingga lobus

frontotemporal
kanan

Tampak pula lesi hipodens bulat kecil di basal ganglia, kapsula interna

kanan, dan
periventrikel lateral kiri

Tampak area hipodens kornu anterior posterior ventrikel lateralis kanan

dan kiri
Sulci dan fissure sylvii melebar dengan gyri prominent
Tak tampak lesi hiperdens maupun hipodens intracerebri
Ventrikel lateralis III dan IV melebar
Struktur media tak tampak deviasi
Cerebellum dan pons baik
Tidak tampak perselubungan di sinus paranasal dan mastoid yang
tervisualisasi
KESAN

15

Infark luas di vertex lobus parietal hingga lobus frontotemporal kanan


Infark lacunar multiple di basal ganglia kapsula interna kanan dan

periventrikel
lateral kiri

Leukoensefalopati periventrikuler
Atrofi serebri senilis

RESUME
Seorang laki-laki datang dengan keluhan penurunan kesadaran sejak 1 hari
SMRS. Sebelum terjadi penurunan kesadaran, keluarga mengaku pasien mengalami
sesak napas yang hebat dan setelah itu diikuti oleh keringat dingin pada seluruh tubuh
pasien. Pasien memiliki kesulitan dalam berkomunikasi dari 3 bulan yang lalu. Pasien
memiliki riwayat serangan stroke sebanyak 2 kali (stroke pertama terjadi 10 tahun
yang lalu dan stroke kedua terjadi 3 bulan yang lalu). Pasien juga mengalami serangan
jantung sebelum serangan stroke kedua. Pasien memiliki riwayat penyakit paru sejak
1 bulan yang lalu. Riwayat darah tinggi dengan kebiasaan minum obat tidak teratur
dimiliki oleh pasien
Pada status generalis didapatkan keadaan umum tampak sakit berat, dengan
kesadaran spoor, dan laju nafas 28x/menit. Terdapat penggunaan otot bantuan nafas
pada pasien dan juga adanya retraksi sela iga. Pada auskultasi didapatkan adanya
ronki pada basal paru kiri serta adanya murmur pada pemeriksaan auskultasi jantung.
Adanya oedem pada keempat extremitas tubuh pasien.
Pada status neurologis didapatkan nilai GCS pada pasien yaitu 7. Pada
pemeriksaan nervus kranialis didapatkan kesan parese pada nervus VII dextra sentral.
Pada pemeriksaan motorik didapatkan kesan hemiplegia sinistra serta hemiparese
dextra. Terdapat tremor pada tungkai kanan pasien. Adanya refleks Babinski serta
refleks Gonda pada tungkai kanan pasien.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan nilai hemoglobin 11,6 g/dl,
peningkatan enzim transaminase yaitu SGOT 381 u/l dan SGPT 210 u/l. Nilai ureum
darah 90 mg/dl, asam urat darah 14,4 mg/dl, gula darah sewaktu 161 mg/dl, gula
darah puasa 139 mg/dl, dan gula darah post prandial 183 mg/dl. Didapatkan juga nilai
CKMB 80 u/l dan Troponin T 156 u/l. Didapatkan penurunan dari kadar albumin yaitu
3,30 g/dl. Pada pemeriksaan urinalisa didapatkan hasil yaitu albumin +2, leukosit +1,
dan terdapat darah atau HB +3.
16

Pada pemeriksaan radiologi yaitu foto thoraks AP didapatkan hasil yaitu


kardiomegali dengan aorta elongasi, infiltat di lapangan atas tengah paru kanan, serta
adanya efusi pleura kanan. Sedangkan pada pemeriksaan ct scan kepala didapatkan
kesan adanya infark luas di vertex lobus parietal hingga lobus frontotemporal kanan,
infark lacunar multiple di basal ganglia kapsula interna kanan dan periventrikel lateral
kiri, terdapat leukoensefalopati periventrikuler, serta atrofi serebri senilis
DIAGNOSIS
Diagnosis klinis

: Penurunan kesadaran, hemiplegia sinistra, involuntary

movement (tremor)
Diagnosis etiologi

: Stroke Iskemik, Diabetes Mellitus, AKI, suspek ISK,

Pneumonia, Hipertensi, Infark Miokard, HHD, CAD, Peningkatan Transaminase,


Hipoalbuminuria, Hiperurisemia
Diagnosis topis

: Korteks dan subkorteks

TATALAKSANA
NON MEDIKAMENTOSA
Tirah baring & Posisikan kepala 30 derajat
Bebaskan jalan napas (berikan NK oksigen 1-2 lpm)
Pemasangan kateter untuk mengosongkan kandung kemih
MEDIKA MENTOSA
NaCl 0,9% 500 cc/ 12 jam
Manitol 3x100 cc
Citicoline 3x500 cc
Aspilet 1x80 mg
Asam Folat 3x1 tab
PROGNOSIS
Ad Vitam

: dubia Ad Malam

Ad Functionam

: Ad Malam

Ad Sanationam

: dubia Ad Malam

17

BAB II
TINJUAN PUSTAKA
I.1 Koma (15)
Koma atau pingsan ialah keadaan pada mana kesadaran menurun pada derajat
yang terendah. Semua gangguan yang dapat menimbulkan koma dapat tercakup dalam
gangguan di substansia retikularis bagian batang otak yang paling rostral dan
gangguan difus pada kedua hemisferum. Bagian rostral otak merupakan bagian batang
otak yang dapat terganggu secara menyeluruh jika sel sel yang menyusun korteks
serebri kedua sisi mengalami gangguan metabolik, baik akibat racun endogenik atau
eksogenik. Maka dari itu koma dibagi dalam :
1) Koma supratentorial diensefalik
2) Koma infratentorial diensefalik
3) Koma bihemisferik difus
II.1.1 Koma Supratentorial Diensefalik
Semua proses supratentorial yang dapat mengakibatkan destruksi dan
kompresi pada substansia retikularis diensefalon akan menimbulkan koma. Destruksi
dapat terjadi akibat perdarahan atau infiltrasi dan metastasis tumor ganas. Destruksi
secara biokimia juga dapat terjadi akibat meningitis. Dan kompresi tersebut di atas
disebabkan proses desak ruang, baik yang berupa hemoatoma atau neoplasma. Koma
supratentorial dapat dibagi menjadi 3 golongan :
1) Proses desak ruang yang meningkatkan tekanan di dalam ruang intracranial
supratentorial secara akut
2) Lesi yang menimbulkan sindrom unkus ( kompresi diensefalon ke lateral )
3) Lesi supratentorial yang menimbulkan sindrom kompresi rostrokaudal terhadap
otak
II.1.2 Koma Infratentorial Diensefalik
Terdapat dua macam proses patologik di dalam ruang infratentorial yang dapat
menimbulkan koma, yaitu : a) proses patologik di dalam batang otak yang merusak
substansia retikularis dan b) proses di luar batang otak yang mendesak dan
mengganggu fungsi substansia retikularis. Kompresi karena proses desak ruang di
18

fosa kranii posterior (infratentorial) dapat menimbulkan koma dengan cara berikut :
1) Penekanan langsung terhadap tegmentum, biasanya tegmentum pontis.
2) Herniasi serebelum ke rostral dan menimbulkan jiratan transversal terhadap
mesensefalon.
3) Herniasi tonsil serebelum di foramen magnum dan dengan demikian
menimbulkan jiratan terhadap medulla oblongata.
II.1.3 Koma Bihemisferik Difus
Koma ini terjadi karena metabolism neuronal kedua belah hemisferium
terganggu secara difus. Unsur fungsional utama neuron neuron ialah kemampuan
untuk dapat digalakkan sehingga menghasilkan potensial aksi. Gaya listrik inilah yang
mewujudkan fenomen perasaan dan gerakan. Proses proses yang memelihara
kehidupan neuron serta unsur unsur selular otak ialah metabolism oksidatif. Proses
biokimia ini menyediakan dan mengatur keseimbangan natrium dan kalium di dalam
dan di luar sel, membuat zat zat yang diperlukan untuk memungkinkan serah terima
potensial aksi antar neuron, yang dinamakan neurotransmitter, dan mengolah katabolit
katabolit yang akan dimanfaatkan untuk resistensis enzim dan unsur unsur sel.
Bahan yang diperlukan untuk metabolism oksidatif serebral adalah glukosa dan zat
asam. Yang mengangkut semua glukosa dan oksigen ke otak ialah aliran darah
serebral. Semua proses yang menghalang halangi transportasi itu dapat mengganggu
dan akhirnya memusnahkan neuron neuron otak.
Jika neuron neuron kedua belah hemisfer tidak lagi berfungsi, maka akan
terjadi koma. Koma akibat proses patologik itu disebabkan oleh 2 golongan penyakit :
1) Ensefalopati metabolik primer
2) Ensefalopati Sekunder
II. 2. Ensefalopati
II.2.1. Definisi
Ensefalopati adalah disfungsi kortikal umum yang memiliki karakteristik
perjalanan akut hingga sub akut (jam hingga beberapa hari), secara nyata terdapat
fluktuasi dari tingkat kesadaran, atensi minimal, halusinasi dan delusi yang sering dan
perubahan tingkat aktifitas psikomotor (secara umum meingkat, akan tetapi dapat
menurun).(7)
II.2.2. Epidemiologi
19

Insiden dari ensefalopati sulit untuk ditentukan karena ensefalofati berkorelasi


dengan berbagai penyakit. Beberapa penyebab ensefalopati memiliki angka insiden
yang berbeda-beda. Ensefalopati terkait sepsis terjadi berkisar 9% hingga 71% pada
pasien yang menderita sepsis. Angka kejadian ensefalopati akibat timbal juga sulit
ditemukan, angka yang tersedia adalah kadar timbal dalam serum yang lebih dari
10mcg/dL berkisar 88% pada 3 tahun terakhir. Dimana kadar yang lebih dari
10mcg/dL pada darah dapat menyebabkan ensefalopati pada anak.(10). Prevalensi asam
valproat menginduksi keadaan hiperamonia adalah berkisar 35-45%.(11)
II.2.3. Etiologi
Secara klinis, diagnosis ensefalopati digunakan untuk menggambarkan
disfungsi otak difuse yang disebabkan oleh gangguan faktor sistemik, metabolik, atau
toksik.(8)
II.2.4. Klasifikasi
Beberapa tipe dari ensefalopati meliputi:
a. Hypoxic encephalopathy yakni disebabkan oleh penurunan oksigenasi ke otak.
b. Ensefalopati hepatik disebabkan oleh penyakit hati yang berdampak pada otak.
c. Uremic encephalopathy terjadi pada penyakit ginjal yang gagal dalam ekresi ureum,
sehingga toksik terhadap otak.
d. Wernickes encephalopathy disebabkan oleh defisiensi tiamin, khususnya pada
peminum alkohol.
e. Hypertensive encephalopathy.
f. Toxic-Metabolic encephalopathy merupakan istilah yang digunakan untuk
menggambarkan ensefalopati yang disebabkan oleh infeksi, toksin, atau kegagalan
organ.(9)
II.3. Ensefalopati Metabolik
II.3.1. Definisi
Ensefalopati metabolik adalah pengertian umum keadaan klinis yang ditandai
dengan :
1) Penurunan kesadaran sedang sampai berat
2) Gangguan neuropsikoatrik: kejang, lateralisasi
3) Kelainan fungsi neurotransmitter otak
20

4) Tanpa di sertai tanda tanda infeksi bakteri yang jelas.


Gangguan metabolik yang biasa terjadi adalah disfungsi hepar, disfungsi renal,
dan adanya gangguan pada proses metabolik itu sendiri.
II.3.2. Klasifikasi
Terdapat dua tipe utama ensepalopati metabolik yaitu yang disebabkan oleh
karena kekurangan glukosa, oksigen dan kofaktor metabolik serta yang disebabkan
oleh disfungsi organ perifer. Selain dua kelompok utama tersebut diatas, ensepalopati
metabolik juga dapat disebabkan oleh karena penyakit yang diturunkan, serta penyakit
neuroendokrin.(6). Klasifikasi utama ensefalopati metabolik :
a. Akibat kekurangan glukosa, oksigen atau kofaktor metabolik :
Hipoglikemia, iskemia, hipoksia, hiperkapnia, defisiensi vitamin,
b. Akibat disfungsi organ perifer : Ensefalopati hepatik, ensefalopati uremik
dan dialisis
Klasifikasi ensefalopati metabolik juga dapat dibagi menjadi dua kelompok
yaitu ensefalopati metabolik primer dan ensefalopati metabolik sekunder. Penyakit
yang dapat menyebabkan ensefalopati metabolik primer adalah penyakit-penyakit
yang memperlihatkan degenerasi di substansia grisea otak seperti penyakit alzheimer
serta yang memperlihatkan degenerasi di substansia alba seperti penyakit schilder.
Sedangkan penyebab ensefalopati metabolik sekunder sangat beragam
sehingga diklasifikasikan menurut sebab pokoknya yaitu
i. Akibat kekurangan zat asam, glukosa dan kofaktor-kofaktor yang diperlukan
untuk metabolisme sel
ii. Penyakit-penyakit organik diluar susunan saraf
iii. Intoksikasi eksogenik
iv. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
v. Penyakit-penyakit yang membuat toksin atau menghambat fungsi enzim
enzim
serebral seperti meningitis
vi. Trauma kapitis yang menimbulkan gangguan difus tanpa perubahan
morfologik seperti pada komosio.
II.3.3 Patofisiologi
Berbagai mekanisme dapat berkontribusi terhadap terjadinya ensepalopati,
21

namun faktor toksik, anoksik dan metabolik merupakan mekanisme tersering dan
signifikan. Melalui mekanisme ini dapat terjadi kerusakan struktural sekunder pada
jaringan otak. Ensepalopati anoksik dapat terjadi akibat gangguan pada jantung
dimana henti sirkulasi transien dapat memicu terjadinya iskemia serebral global dan
akhirnya sinkop. Hal ini terkadang diawali oleh adanya keluhan premonitori
nonspesifik seperti palpitasi, light-headedness, palpitasi, dan graying-out of vision.
Tergantung pada durasinya, fibrilasi ventrikel atau asistol dapat menyebabkan
kerusakan otak iskemik-anoksik. Ensepalopati toksik terjadi akibat paparan logam
berat atau pelarut organik. Etanol merupakan senyawa yang paling sering
mengakibatkan ensepalopati dimana dalam jumlah berlebih dapat mengakibatkan
kerusakan otak permanen.
a. Oksigen (Hipoksia & Hiperoksia)
Otak mengkonsumsi oksigen dalam jumlah yang tidak sepadan terhadap
kemampuan menyimpan oksigen maupun tingkat toleransi terhadap hipoksia. Otak
hanya memiliki sedikit cadangan glikogen. Kemampuan toleransi terhadap hipoksia
maupun hipoglikemia kurang baik dibandingkan dengan sebagian organ. Neuron
membutuhkan suplai oksigen dan glukosa untuk mempertahankan gradien
neurotransmitter dan ion. Tekanan oksigen tidak merata pada seluruh jaringan otak.
Tekanan tersebut lebih tinggi pada substansia grisea dibandingkan substansia alba,
demikian pula halnya dengan aliran darah dan penggunaan glukosa. Adapun efek
pertama dari hipoksia serebral adalah peningkatan pH intraseluler. Selanjutnya,
kandungan kalsium intraseluler meningkat sebagai konsekuensi pelepasan kalsium
dari retikulum endoplasmik. Konsentrasi ATP mulai jatuh, dan ketika sebanyak 50%70% ATP neuronal hilang, pompa sodium gagal sehingga saluran ion bervoltase
terbuka, maka menyebabkan Na+, K+, Ca++ dan Cl- menurunkan konsentrasi
gradient mereka serta melepaskan cadangan neurotransmitter. Kemudian air akan
memasuki sel sehingga terjadi peningkatan osmolalitas dan sel membengkak.
Konsentrasi kalsium intraseluler neuronal dapat meningkat hingga empat kali lipat.
Konsentrasi kalsium intraseluler tersebut selanjutnya akan mengaktifkan lipase,
protease dan enzim katabolik lainnya. Perubahan tekanan oksigen memiliki efek yang
cepat dan langsung pada saluran ion membran yang sebagian terkait dengan
fosforilasi. Beberapa saluran ion mengalami down regulation untuk mengurangi
saluran ion dan kebutuhan energi seluler. Sedangkan saluran ion lainnya mengalami
22

up regulation yang menimbulkan depolarisasi dan kematian sel. Hipoksia juga


merangsang terbentuknnya molekul hypoxia-inducible factor (HIF). Pembentukan
molekul ini terjadi belakangan dibandingkan efek hipoksia pada saluran ion. Molekul
ini akan mengaktifkan transkripsi gen untuk eritropoietin, gen untuk enzim glikolitik
dan gen yang terlibat dalam angiogenesis. Faktor-faktor yang memediasi induksi HIF
dan mekanisme toleransi terhadap hipoksia masih dalam penelitian. Hiperoksia juga
dikenal dapat menyebabkan kematian sel pada organ mata dan paru. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Hu dkk., baik itu hipoksia maupun hiperoksia akan
menyebabkan kematian sel dengan ciri apoptotik pada korteks serebral tikus yang
berusia 7 hari. Beberapa penelitian pada binatang juga menunjukkan bahwa terdapat
efek merugikan dari hiperoksia normobarik yang digunakan untuk resusitasi dan
terapi hiperbarik, yakni menimbulkan kejang dan cedera otak permanen. Anak-anak
yang menghirup 100% oksigen dapat memunculkan tanda hyperintense cerebrospinal.
b. Hiperkapnia Dan Hipokapnia
Patogenesis terjadinya kelainan neurologis terkait dengan hiperkapnia belum
dimengerti dengan jelas. Hiperkapnia dapat menyebabkan vasodilatasi serebral,
peningkatan tekanan cairan serebrospinal dan perubahan pH CSF. Hal ini dapat
menimbulkan sakit kepala, disorientasi, gangguan fungsi kognitif, tremor dan
hiperrefleksia. Adapun hipokapnia yang terjadi akibat hiperventilasi dapat
menimbulakan vasokontriksi serebral, penurunan ketersediaan oksigen peripheral, dan
perubahan keseimbangan ion kalsium. Hal ini akan dapat menyebabkan penurunan
kesadaran, tremor, gangguan pengelihatan, dan palpitasi. Kram otot dan spasme
karpopedal dapat pula terjadi. Adapun kondisi-kondisi yang dapat menimbulkan
hiperventilasi

diantaranya

koma

hepatic,

lesi

batang

otak,

dan

penyakit

kardiopulmonari tertentu.(6)
c. Gangguan Homeostasis Glukosa
Glukosa diperlukan bagi fungsi neuronal. Laktat, piruvat, dan badan keton
secara parsial dapat memasok kebutuhan energi bagi otak. Akan tetapi otak selalu
akan membutuhkan glukosa. Kandungan glukosa pada otak lebih rendah dari pada
darah, dan hanya sedikit mengalami peningkatan pada hiperglikemia. Hal ini
disebabkan karena penyaluran glukosa, laktat maupun piruvat ke otak memerlukan
transport spesifik tertentu yang berupa GLUTS dan MCTs (glucose and
23

monocarboxylic acids transporter protein). Jumlah dari molekul transporter tersebut


membatasi penetrasi glukosa ke dalam sel. GLUT1 terletak pada daerah sawar otak
dan GLUT3 terletak pada membran neuronal.(6)
Sebagaimana pada kondisi hipoksia dan iskemia, hipoglikemia juga
menginduksi terjadinya kerusakan otak. Untuk dapat mempertahankan gradien
neurotransmitter dan ion, neuron membutuhkan suplai glukosa dan oksigen secara
konstan. Apabila terjadi hipoglikemia, maka terjadilah gangguan pada gradien
neurotransmitter dan ion. Sebagaimana pula yang terjadi pada hipoksia, terjadi
akumulasi neurotransmitter eksitatori, yaitu aspartat (pada hipoksia adalah glutamate)
yang memiliki peranan patogenetik penting pada terjadinya kerusakan dan kematian
neuron. Secara klinis dapat muncul tremor, apnea, sianosis, takipneu, kejang, letargi,
palpitasi, takikardi.
d. Defisiensi Nutrisi / Vitamin
Wernicke encephalophaty umum terjadi pada pasien alkoholik. Dapat pula
terjadi pada pasien malnutrisi. Defisiensi tiamin merupakan kondisi yang mendasari
terjadinya ensepalopati ini. Defisiensi tiamin menyebabkan perubahan region brain
stem terutama thalamus dan mamillary bodies. Perubahan patologis tersebut akan
menimbulkan optalmoplegi (nistagmus, ekstraokuler palsi, optalmoplegi intranuclear,
ataksia, kondisi confusional.
Sebagaimana dengan Wernicke encephalopathy, Korsakoff encephalopathy
juga dapat terjadi pada kondisi defisiensi tiamin dimana patofisiologinya masih belum
diketahui secara jelas. Perubahan patologi yang terjadi hampir sama dengan pada
wernicke encephalopathy. Hanya saja pada kondisi ini gangguan selektif pada memori
merupakan kelainan klinis yang utama. Ensepalopati juga merupakan komplikasi dari
defisiensi vitamin B12 yang dikenal dengan baik. Dapat disertai dengan myelopati,
neuropati optik, atau kombinasi.
e. Gangguan Metabolisme Asam-Basa
Fungsi dan eksitabilitas otak sangat sensitif terhadapa pH. pH cairan tubuh
diatur dengan sangat ketat. Barrier permabilitas memisahkan sistem saraf pusat
dengan cairan tubuh. Barrier tersebut lebih permeabel terhadap karbondioksida
dibandingkan proton. Cairan ekstraseluler otak mengandung lebih banyak proton dan
ion magnesium total/bebas, namun lebih sedikit potassium dibandingkan plasma.
24

Lingkungan ekstraseluler otak diatur atau diprogram untuk mengandung lebih banyak
H+ dibandingkan plasma. Asiditas relatif CSF dan cairan interstitial otak ini
disebabkan karena produksi asam metabolik. Banyak saluran ion bervoltase pada
sistem saraf sensitif terhadap perubahan pH. Asidosis (penurunan pH) menghambat
saluran ion bervoltase dan saluran ion yang diaktivasi oleh glutamate seperti reseptor
NMDA. Karena channel sodium dan kalsium lebih sensitif terhadap perubahan pH
dibandingkan channel potasium, maka peningkatan pH (alkalosis) akan meningkatkan
entri kalsium dan sodium kedalam sel neuron, membuat neuron tersebut lebih mudah
tereksitasi. Penyakit metabolik akut baik itu akibat perubahan pH secara primer
maupun perubahan konten elektrolit dari cairan tubuh, seringkali menyebabkan
kejang dan gangguan kesadaran. Alkalosis respiratori lebih mungkin meningkatkan
glutamat dibandingkan alkalosis metabolik.
Sodium klorida (NaCl) bertanggung jawab sebagai fraksi osmol terbesar
dalam cairan tubuh, kecuali pada endolimfa koklear. Normalnya cairan ekstraseluler
otak adalah isotonik dengan plasma. Jika osmolaritas plasma berubah dengan cepat
maka otak akan bertindak sebagai osmometer, otak akan membengkak jika
osmolaritas plasma menurun dan mengkerut jika osmolaritas plasma meningkat akibat
kehilangan cairan. Baik itu hiponatremia maupun hipernatremia dapat menggangu
fungsi CNS dengan cara merubah omolalitas sel-sel otak. Adapun gejala neurologis
hiponatremia adalah sakit kepala, mual, inkoordinasi, delirium, dan akhirnya kejang
fokal atau generalisata dengan apnea atau opistotonus. Peningkatan konsentrasi
sodium dalam cairan tubuh akan meningkatkan osmolalitas cairan dan menginduksi
manifestasi serebral berat. Gejala neurologis yang terjadi tanpa adanya perubahan
struktural pada otak dan mungkin merupakan akibat langsung dari hiperosmolalitas.
Keluhan dan gejala yang muncul disebabkan oleh karena edema serebral. Hal ini
khusunya mungkin terjadi dengan rehidrasi yang cepat dan disebabkan oleh karena
peningkatan konten klorida serta potasium pada otak.
Konsentrasi potasium eksktraseluler otak memiliki efek besar terhadap
eksitabilitas serebral, tetapi gangguan serebral amat jarang pada pasien dengan
hipokalemia

maupun

hiperkalemia.

Deplesi potasium dapat

mengakibatkan

kelemahan otot. Pada kasus yang berat, kelemahan otot mengalami progresi menjadi
kuadriplegia, gagal nafas mirip dengan Guilain Barre Syndrome. Adapun
hiperkalemia dapat ditemukan pada pasien dengan hemolisis sel darah merah.
Hiperkalemia yang bermakna dapat menyebabkan manifestasi kardiak berat dan
25

kelemahan yang mirip dengan hipokalemia.


Hipokloremia merupakan sindrom yang ditandai oleh anoreksia, letargi, gagal
tumbuh, kelemahan otot dan alkalosis metabolic hipokalemik yang dapat ditemukan
pada bayi-bayi yang mengkonsumsi formula yang dapat mengurangi klorida selama 1
bulan atau lebih. Kondisi ini dapat menimbulkan gangguan pertumbuhan lingkar
kepala, keterlambatan bahasa dan defifisit visual motor.
Kalsium merupakan kation divalen ekstraseluler utama. Kadar kalsium serum
baik rendah maupun tinggi dapat menimbulkan gangguan neurologis. Terdapat 3
bentuk kalsium dalam serum yaitu; terikat protein, chelated, dan terionisasi. Secara
umum gejala neurologis berhubungan dengan kadar kalsium terionisasi dengan
jumlah 2,5 mg/dl atau kurang. Hiperkalsemia dapat terjadi akibat hiperparatiroidisme
namun jarang pada anak-anak. Sebagaimana pada dewasa hiperkalsemia dapat
menyertai penyakit malignan termasuk leukemia dan pasien dengan gagal ginjal
stadium akhir. Confusion, gangguan gerakan, dan koma dapat muncul pada
hiperkalsemia sebagaimana seperti pada gangguan elektrolit lainnya.
Selanjutnya hipomagnesemia dapat berdiri sediri ataupun terjadi bersamaan
dengan hipokalsemia. Deplesi magnesium umum terjadi selama terapi cisplatin dan
sering kali disertai dengan deplesi potasium. Terapi ini disertai dengan defek tubular
renal permanen kehilangan magnesium yang mengakibatkan terjadinya kejang dan
ensefalopati episodik. Adapun hipermagnesemia dapat mengurangi pelepasan
transmitter dan melemahkan otot namun tidak sampai kehilangan kesadaran. Deplesi
fosfat dan hipofosfatemia telah dikaitkan pula dengan ensefalopati namun jarang. Bisa
merupakan komplikasi dari nutrisi parentral total. Gejala dapat berupa tremor, agitasi,
optalmoplegi, bahkan koma.
f. Hepatic Encephalopathy
Kerusakan hati baik akut maupun kronik akan menginisiasi terjadinya
serangkaian keluhan neuropsikiatrik yang disebut dengan ensepalopati hepatik. Pada
gagal hati akut, perubahan morfologi pada otak didominasi oleh perubahan astrositik,
terutama pembengkakan astrositik dan edema otak sitotoksik. Seiring dengan
progresivitas edema otak, tekanan intrakranial meningkat dan menghasilkan herniasi
serebral. Pada gagal hati kronik, kelainan mikroskopik prinsipal diantaranya adalah
pembesaran dan peningkatan jumlah astrosit protoplasmik. Sel-sel ini (sel-sel
Alzheimer II) merupakan astrosit dengan nukleus yang membesar, pucat, dan
26

penyusutan pada protein asidik fibrilari glial. Sel-sel tersebut dapat ditemukan pada
korteks serebral, basal ganglia, nuclei batang otak, dan lapisan purkinje serebelum.
Hal ini juga dapat ditemukan pada pasien ensepalopati HIV. Pernah ditemukan adanya
myelinolisis pontin sentral namun jarang. Berdasarkan konsensus, ensepalopati
hepatik adalah multifaktorial dan menunjukkan adanya kegagalan komunikasi dan
kerja sama glioneural. Terdapat 2 faktor terpenting pada pathogenesis ensepalopati
yakni peningkatan konsentrasi ammonia pada plasma maupun otak. Di otak ammonia
akan diubah menjadi glutamine yang siklusnya berjalan dari astrosit sampai neuron,
dan selanjutnya akan diubah menjadi glutamate. Setelah pelepasan glutamate ke celah
sinaptik, reuptake terjadi pada astrosit. Terdapat pendapat bahwa peningkatan sintesis
glutamine akan mengosongkan -ketoglutarat dan mengurangi konsentrasi fosfat
berenergi tinggi sehingga memperlambat reaksi pada siklus asam trikarboksislik
krebs. Penurunan konsumsi oksigen dan metabolisme glukosa terjadi secara sekunder
terhadap ensepalopati hepatik. Selain peningkatan glutamate, gagal hati juga
menginduksi gangguan multisistem yang berat yang selanjutnya akan menggangu
fungsi neurologis. Gangguan multisistem tersebut diantaranya bakteri yang berasal
dari usus dan produk toksik mereka yang diketahui menyebabkan cedera pada hepar
dan menimbulkan penyakit sistemik. Level sitokin proinflamatori serum meningkat
pada kondisi ensepalopati hepatic. Derajat keparahan ensepalopati berkaitan dengan
level TNF- serum.
g. Gagal Ginjal
Basis molekular esepalopati uremik masih kompleks dan belum dimengerti
dengan baik. Sejauh ini dapat diterima bahwa ensepalopati tersebut bisa muncul
akibat uremia ataupun akibat treatment. Dikatakan terjadi akumulasi asam organik
toksik pada system saraf pusat atau efek toksik langsung hormon paratiroid. Kreatinin,
p-cresol, guanidine, asam organik, fosfat dan hiperparatiroidisme sekunder diyakini
berkontribusi terhadap ensepalopati. Paratiroid hormon juga diyakini bertanggung
jawab terhadap beberapa aspek keluahan neurologis yakni neuropati dan miopati
perifer. Aliran darah serebral juga menunjukkan defek pada penggunaan oksigen.
Defek ini mungkin muncul karena peningkatan permeabilitas otak dan gangguan
fungsi membran sehingga memungkinkan produk-produk toksik memasuki jaringan
otak. Asam-asam yang memasuki otak ini akan mengubah fungsi pompa ion sodium
natrium.
27

II.3.4. Gambaran Klinis


Gangguan metabolisme adalah penyebab umum dari gangguan kesadaran dan selalu
dipertimbangkan bila tidak ada bukti penyakit otak fokal dari pencitraan (baik melalu
CT-scan ataupun MRI) dan cairan serebrospinal ditemukan dalam batasan normal.
Gejala klinis utama dari ensefalopati metabolic adalah delirium dengan
disorientasi dan inattentiveness. Keadaan ini bisa berkembang menjadi stupor, dan
koma. Gejala utama dari delirium adalah gangguan konsentrasi dan perhatian. Pasien
tidak bisa mengeja mundur, dan perhatiannya mudah teralihkan. Selain itu didapatkan
pula adanya tremor, asteriksis, dan myoclonus multifokal.(12)
Pemeriksaan fisik sangat penting dilakukan. Terutama untuk menetukan
penyebab dan jenis ensefalopati yang diderita oleh pasien. Ikterus, petekie, perdarahan
saluran cerna, asites, atau hipotermia mungkin menunjukkan adanya disfungsi hati.
Jerawat, obesitas, dan hipertensi umum terdapat pada pasien dengan Cushing sindrom.
Trek jarum di kulit meningkatkan kemungkinan terjadinya ensefalopati toksik.
Hipertensi mengindikasikan bahwa ensefalopati disebabkan oleh gangguan metabolik
(misalnya, gangguan ginjal atau endokrin) atau gangguan iskemik (kondisi misalnya,
kardiovaskular atau serebrovaskular).(13)
Pada metabolik ensefalopati, tanda-tanda neurologis fokal atau lateralisasi,
sering tidak ada. Respon pupil terhadap cahaya seringkali normal pada orang dengan
metabolik ensefalopati, tetapi tidak menutup kemungkinan adanya abnormalitas pada
refleks pupil. Misalnya pupil melebar atau tidak responsif sering terjadi pada anoksia
serebral akut atau keracunan dengan agen antikolinergik. Selain itu, beberapa
kerusakan struktural yang multifokal dan dapat meniru penyakit otak metabolik.
Contohnya lesi massa supratentorial dapat menyebabkan perpindahan lateral daripada
struktur otak, menyebabkan koma sebelum refleks cahaya pupil mengalami
abnormalitas.(14)
II.3.5. Diagnosis Banding
Ensefalopati harus dibedakan dengan ensefalitis, perdarahan intrakranial dan
edema serebri.
II.3.6. Tatalaksana
Penanganan ensefalopati meliputi menstabilkan pasien dan cepat mengobati
28

kondisi yang mendasari yang menyebabkan terjadinya ensefalopati dan memberikan


perawatan suportif.
Pada pasien yang datang dalam keadaan koma tanpa diketahui apa penyebab
daripada ensefalopatinya, maka diperlukan tindakan emergensi. Meliputi:
- menjaga respirasi dan sirkulasinya (air way, breathing dan circulation)
- mendapatkan sampel darah (digunanakan untuk pengecekan gula darah,
darah lengkap, elektrolit, tes fungsi hati dan liver, dan toxic dan drug screening)
- Dextrose 25g IV (or D5050) dengan asumsi adanya kemungkinan pasien
mengalami keadaan hipoglikemia. Semakin lama pasien berada dalam keadaan
kekurangan gula darah, makan prognosisnya akan semakin buruk.
- Thiamine 100mg IV untuk mencegah atau mengobati Wernickes
encephalopathy
- Naloxone 1mg IV dengan asumsi adanya kemungkinan pasien mengalami
opiate overdose.
Dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan rendah protein untuk menurunkan
kadar amonia dalam darah karena tubuh memproduksi amonia saat metabolisme dan
ketika menggunakan protein. Diet lainnya disesuaikan dengan kondisi dan penyebab.
Pemberian makan melalui NGT ( Naso Gastric Tube ) diperlukan pada pasien koma.
II.3.7. Prognosis
Kebanyakan ensefalopati karena gangguan metabolisme adalah reversibel,
tetapi beberapa memiliki potensi untuk kecacatan jangka panjang. Semakin tua umur
pasien dan semakin parah ensefalopati dan kegagalan multiorgannya, maka semakin
tinggi mortalitas.
II.3.8. Komplikasi
Keadaan yang bisa timbul bila ensefalopati terjadi adalah ganguan
perkembangan, bahkan hingga kematian.
II.3. Pencegahan
Untuk mencegah terjadinya ensefalopati metabolik maka perlu dilakukan
beberapa hal yaitu segera mendapatkan pengobatan jika terdapat penyakit hati. Bila
memiliki penyakit seperti sirosis, diharuskan untuk kontrol rutin ke dokter. Hindari
overdosis pada penggunaan obat-obatan. Dan hindari konsumsi alkohol, dan terpapar
29

toksin.
DAFTAR PUSTAKA

1. Handel MV, Swaab H, De Vries LS, Jongmans MJ. Long term cognitive and
behavioral consequences of neonatal encephalopathy following perinatal asphyxia: a
review. European Journal Pediatric. 2007;166: 645-654.
2. Evans K, Rigby AS, Hamilton P, Titchner N, Hall DM. The relationship between
neonatal encephalopathy and cerebral palsy: a cohort study. J Obstet Gynaecol.
2001;21: 11420.
3. Badawi N, Kurinczuk JJ, Keogh JM, Alessandri LM, O'Sullivan F, Burton PR, et al.
Intrapartum risk factors for newborn encephalopathy: the Western Australia case
control study. Br Med J .1998;317: 15548.
4. Kurinczuk JJ, White-Koning M, Badawi N. Epidemiology of neonatal
encephalopathy and hypoksic ischemic encephalopathy. Early Human Development.
2010;86: 329-338.
5. Benedeto-Stojanov D, Stojanov D. Minimal Hepatik Encephalopaty. In: Editor
Team Faculty of Medicine University of Nis Serbia. Miscellanea on Encephalopaties
A Second Look. Europe: InTech. 2010.
6. Encephalopathy. [Online]. 2011 July 2 [cited 2013 September 30]; Available from:
URL:http://www.mdguidelines.com/encephalopathy/diagnosis
7. Atri A, Milligan TA, Reddy KC, Kayser AS. Encephalopathy: Approch to
Diagnosis and Care. Neurology. 2008;12: 1-2.
8. Lewis SL. Encephalopaty dalam Emergency Neurology. USA: Spingerlink; 2012.
p283-294.
9. Utomo M, Etika R, et all. Ensefalopati Hipoksik Iskemik Perinatal. FK Unair.
Surabaya.
10. Chandran L, Catalado R. Lead Poisoning: Basic and New Developments.
Pediatrics in Review. 2010;31(10):399-407.
11. Laish I, Ari ZB. Noncirrhotic hyperammonaemic encephalopathy. Journal of The
International Association for Study of The Liver. 2011; 1259-1270.
12. Teresa P, Chua C. Encephalopathies. UERMMMCI college of Medicine. 2010
November 18.
13. Butterworth F. Metabolic Encephalopathies. 2011 July 9 [cited 2013 October 1];
30

Available from: URL:http://www.mdguidelines.com/encephalopathy/diagnosis


14. Supanc V, Demarin V, et all. Metabolic Encephalopathies. University Department
of Neurology. Croatia: 2003 July 7.
15. Sidharta, P & Mardjono, M. Neurologis Klinis Dasar. Dian Rakyat. Jakarta. 2009

31

Anda mungkin juga menyukai

pFad - Phonifier reborn

Pfad - The Proxy pFad of © 2024 Garber Painting. All rights reserved.

Note: This service is not intended for secure transactions such as banking, social media, email, or purchasing. Use at your own risk. We assume no liability whatsoever for broken pages.


Alternative Proxies:

Alternative Proxy

pFad Proxy

pFad v3 Proxy

pFad v4 Proxy