Preskas Ensefalopati Metabolik
Preskas Ensefalopati Metabolik
Preskas Ensefalopati Metabolik
Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT atas Rahmat dan Hidayah-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan pembuatan presentasi kasus tidak wajib berjudul
Ensefalopati Metabolik ini.
Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas kepaniteraan klinik bagian
Neurologi Program Studi Pendidikan Dokter Universitas Trisakti di Rumah Sakit
Umum Pusat Fatmawati Jakarta.
Saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada para pengajar
di SMF Neurologi, khususnya dr. Fritz Sumantri, Sp.S , atas bimbingannya selama
berlangsungnya pendidikan di bagian Neurologi ini sehingga saya dapat
menyelesaikan tugas ini dengan maksimal kemampuan saya.
Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, maka saya
mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk memperbaiki makalah ini dan
untuk melatih kemampuan menulis makalah untuk berikutnya.
Demikian yang dapat saya sampaikan, mudah-mudahan makalah ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca, khususnya bagi kami yang sedang menempuh
pendidikan.
Penyusun
1
BAB I
STATUS PASIEN
IDENTITAS
Nama
: Tn ANM
TTL
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Agama
: Islam
Alamat
Pendidikan
: Tamat SLTA
Pekerjaan
: Lain-lain
Status Perkawinan
: Kawin
ANAMNESIS
Pasien masuk ruang High Care Unit tanggal 9 Oktober 2014 dan dilakukan
alloanamnesis pada tanggal 10 Oktober 2014.
KELUHAN UTAMA
Pasien datang dengan keluhan penurunan kesadaran sejak 1 hari SMRS
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Sejak 1 hari SMRS sebelum mengalami penurunan kesadaran, keluarga mengatakan
awalnya pasien mengalami sesak napas terlebih dahulu ketika sedang beristirahat.
Sesak napas terlihat semakin memberat dan tidak kunjung membaik bahkan setelah
itu diikuti dengan keringat dingin pada seluruh tubuh pasien, lalu mulai terjadi
penurunan kesadaran pada pasien. Adanya rasa sakit kepala yang pasien pernah
rasakan tidak diketahui oleh keluarga. Adanya demam, mual, muntah dan kejang
disangkal oleh keluarga, namun selama ini pasien memiliki riwayat batuk lama yang
tidak kunjung sembuh. Keluarga mengaku tangan maupun kaki pasien yang sebelah
kiri memang sudah tidak bisa digerakan sejak 3 bulan yang lalu, namun kali ini
keluarga mengatakan terlihat kelemahan pada bagian tubuh pasien yang sebelah
kanan. Keluarga tidak terlalu memperhatikan adanya bibir ataupun lidah yang
mencong pada pasien dan pasien memang sudah sulit diajak berkomunikasi oleh
2
keluarga sejak 3 bulan yang lalu. Pasien makan atau minum sudah dilakukan melalui
selang sejak 3 bulan yang lalu. Buang air kecil ataupun buang air besar pada pasien
dengan menggunakan pampers sejak 3 bulan yang lalu.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Pasien memiliki riwayat serangan stroke sebanyak 2 kali sebelumnya. Stroke pertama
terjadi sekitar 10 tahun yang lalu, namun setelah itu keluarga mengaku hanya
kelemahan pada tangan dan kaki sebelah kiri saja yang dikeluhkan oleh pasien pasca
stroke pertama. Stroke kedua terjadi 3 bulan yang lalu. Pasien juga pernah mengalami
serangan jantung beberapa bulan sebelum mengalami serangan stroke yang kedua.
Pasien memiliki riwayat penyakit paru yang baru diketahui sejak 1 bulan yang lalu.
Pasien memiliki riwayat darah tinggi namun tidak minum obat secara rutin
sebelumnya. Riwayat kencing manis dan asma disangkal oleh keluarga. Riwayat
penyakit jantung tidak diketahui oleh keluarga. Riwayat alergi obat disangkal oleh
keluarga.
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Keluarga mengaku tidak terdapat riwayat darah tinggi, kencing manis, asma serta
alergi obat pada keluarga pasien. Penyakit jantung maupun penyakit stroke pada
keluarga juga disangkal.
RIWAYAT KEBIASAAN
Keluarga mengatakan pasien tidak memiliki kebiasaan merokok dan minum-minuman
beralkohol. Kebiasaan mengkonsumsi makanan berlemak pada pasien juga disangkal
oleh keluarga. Keluarga juga menyangkal pasien mengkonsumsi obat-obatan tertentu.
Pasien justru memiliki kebiasaan berolahraga yaitu main bulutangkis sebelumnya.
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan di ruang High Care Unit RSUP Fatmawati tanggal 10
Oktober 2014
Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaan Umum
Kesadaran
: Sopor
Tanda Vital
Tekanan darah
: TD ka : 110/80 mmHg
Nadi
Napas
: 30 x/menit, reguler
Suhu
: 37 oC
Berat badan
: 60 kg
Tinggi badan
: 165 cm
BMI
: 22,05 kg/m2
Mata
Inspeksi
Alis mata cukup, warna hitam, enoftalmus (-)/(-), eksoftalmus(-)/(-), nistagmus (-)/(-),
ptosis (-)/(-), lagoftalmus (-)/(-), edema palpebra (-)/(+), bulu mata lentik,
Konjungtiva Anemis(-)/(-), Sklera Ikterik (-)/(-), sekret (-)/(-), tampak berair,
pterigium (-)/(-), ulkus kornea (-)/(-), pupil isokor dengan diameter 3 mm, RCL (+)/
(+), RCTL (+)/(+), kekeruhan lensa (-)/(-), arkus senilis (+)/(+)
Palpasi : tidak dilakukan pemeriksaan
Telinga
Inspeksi
-
Leher
Inspeksi : bentuk simetris, warna normal, penonjolan vena jugularis (-), tumor
Thorax
Paru
-
Inspeksi : penggunaan otot bantuan nafas (+)/(+), retraksi sela iga (+/+), bentuk
dada normal, pergerakan kedua paru simetris statis dan dinamis, pola pernapasan
cepat
Palpasi : ekspansi dada simetris, pelebaran sela iga (-)/(-)
Perkusi
Sonor pada lapang paru kiri dan redup pada lapang paru kanan
Batas paru hati : pada garis midklavikula kanan sela iga 6,atas paru
lambung : pada garis aksilaris anterior kiri sela iga 8
Auskultasi : suara nafas vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronki (+/+)
Jantung
-
ICS V
Perkusi : batas jantung kanan pada ICS IV 1 jari lateral linea parasternal dekstra,
batas jantung kiri pada ICS V 2 jari lateral linea midklavikula sinistra.
Auskultasi : BJ I-II reguler normal, murmur (+), gallop (+)
Abdomen
-
Ekstremitas
Akral teraba hangat, sianosis (-), CRT < 3 detik, edema (+)/(+), deformitas (-)
PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
GCS
E2M3V2 : 7, kesadaran sopor
Kanan
Kiri
Kaku Kuduk
(-)
Laseque
> 70
> 70
Kernig
> 135
> 135
Brudzinski I
(-)
(-)
Brudzinski II
(-)
(-)
(-)
Saraf-saraf Kranialis
N. I
: TVD
N.II
Kanan
Kiri
Acies Visus
TVD
TVD
Visus Campus
TVD
TVD
Melihat Warna:
Funduskopi
TVD
:
TVD
tidak dilakukan
N. III, IV, VI
tidak dilakukan
Kanan
Kiri
Ortoposisi
Ortoposisi
Ke Nasal
Baik
Baik
Ke Temporal
Baik
Baik
Ke Nasal Atas
Baik
Baik
Ke Nasal Bawah
Baik
Baik
Ke Temporal Atas
Baik
Baik
Ke Temporal Bawah
Baik
Baik
Eksopthalmus
(-)
(-)
Nistagmus
(-)
(-)
Pupil
Isokor
Isokor
Bentuk
Bulat, 3mm
Bulat, 3mm
(+)
(+)
(+)
(+)
Akomodasi
Baik
Baik
6
Konvergensi
: `
Baik
Baik
Sulit dinilai
N. V
Cabang Motorik
Cabang Sensorik
Optahalmik
TVD
Maxilla
TVD
Mandibularis
TVD
N. VII
Motorik Orbitofrontal
Motorik Orbicularis
Kanan
Kiri
Baik
Baik
daripada
plica nasolabial kanan
Pengecap Lidah
N. VIII
TVD
TVD
Kanan
Kiri
Vestibular
Vertigo
TVD
Nistagmus
TVD
TVD
Cochlear
Tinnitus
TVD
TVD
Rinner
TVD
TVD
Weber
TVD
Schwabach
TVD
N. IX, X
Motorik
Suara biasa/parau/tak bersuara
: sulit dinilai
Menelan
: sulit dinilai
: sulit dinilai
Kedudukan Uvula
: sulit dinilai
Refleks Muntah
: sulit dinilai
N. XI
Kanan
Kiri
Mengangkat bahu
sulit dinilai
sulit dinilai
Menoleh
sulit dinilai
sulit dinilai
Kanan
Kiri
N. XII
Pergerakan Lidah
Istirahat (Statis)
sulit dinilai
Gerak (Dinamis)
sulit dinilai
Atrofi
sulit dinilai
sulit dinilai
Fasikulasi
sulit dinilai
sulit dinilai
Tremor
sulit dinilai
sulit dinilai
Chorea
: (-)
Atetose
: (-)
Mioklonik
: (-)
Tics
: (-)
Trofik
Tonus
Proprioseptif
Kanan
Kiri
Rasa Sikap
TVD
TVD
TVD
TVD
Rasa Getar
TVD
TVD
Kanan
Kiri
Eksteroseptif
Rasa Nyeri
TVD
TVD
Rasa Raba
TVD
TVD
Rasa Suhu
TVD
TVD
: TVD
Tes Rhomberg
: TVD
Disdiadokinesia
: TVD
Jari-Jari
: TVD
Jari-Hidung
: TVD
Tumit-Lutut
: TVD
: On Catheter
Defekasi
: On Pampers
Sekresi Keringat
: Meningkat
Refleks-refleks Fisiologis
Kanan
Kiri
Kornea
(+)
(+)
Bisep
(+2)
(+2)
Trisep
(+2)
(+2)
Patella
(+2)
(+2)
Achilles
sulit dinilai
sulit dinilai
Kanan
Kiri
Refleks-refleks Patologis
Hoffman Tromner
(-)
(-)
Babinsky
(+)
(-)
Chaddock
sulit dinilai
sulit dinilai
Gordon
sulit dinilai
sulit dinilai
Gonda
(-)
(-)
Schaeffer
Klonus Lutut
(-)
(-)
Klonus Tumit
(-)
(-)
sulit dinilai
sulit dinilai
Keadaan Psikis
Intelegensia
: TVD
9
Tanda regresi
: TVD
Demensia
: TVD
PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Pemeriksaan Laboratorium
07 OKTOBER 2014
PEMERIKSAAN
HASIL
SATUAN
NILAI NORMAL
Hemoglobin
11,6
g/dl
13,2-17,3
Hematokrit
36
33-45
Leukosit
6,0
ribu/ul
5,0-10,0
Trombosit
305
ribu/ul
150-440
Eritrosit
4,09
juta/ul
4,40-5,90
87,9
fl
80,0-100,0
28,4
pg
26,0-34,0
32,3
g/dl
32,0-36,0
15,3
4,40-5,90
SGOT
381
u/l
0-34
SGPT
210
u/l
0-40
Ureum Darah
90
mg/dl
20-40
Creatinin Darah
1,1
mg/dl
0,6-1,5
HEMATOLOGI
VER/HER/KHER/
RDW
VER
HER
KHER
RDW
FUNGSI HATI
FUNGSI GINJAL
10
DIABETES
Gula Darah Sewaktu
161
70-140
JANTUNG
CK
105
u/l
<= 175
CK-MB
37
u/l
7-25
Troponin T
118
ng/l
7,406
mmHg
7,370-7,440
32,5
mmHg
35,0-45,0
163,6
mmHg
83,0-108,0
752,0
mmol/l
20,0
21,0-28,0
99,1
mmol/l
95,0-99,0
-3,7
mmol/l
-2,5 +2,5
ANALISA GAS
DARAH
pH
pCO2
pO2
BP
HCO3
O2 Saturasi
Base Excess
Total CO2
21,0
19,0-24,0
133
135-147
3,24
3,10-5,10
102
95-108
ELEKTROLIT
DARAH
Natrium
Kalium
Klorida
SERO-IMUNOLOGI
Golongan Darah
B / Rhesus (+)
mmol/l
11
09 OKTOBER 2014
PEMERIKSAAN
HASIL
SATUAN
NILAI NORMAL
14,0
Mm
0,0-10,0
Protein Total
5,80
g/dl
6,00-8,00
Albumin
3,30
g/dl
3,40-4,80
Globulin
2,50
g/dl
2,50-3,00
14,4
mg/dl
<7
139
mg/dl
80-100
183
mg/dl
80-145
Trigliserida
130
mg/dl
<150
Kolesterol Total
144
mg/dl
<200
Kolesterol HDL
22
mg/dl
28-63
Kolesterol LDL
96
mg/dl
<130
CK
139
u/l
<=175
CK-MB
80
u/l
7-25
Troponin T
156
ng/l
HEMATOLOGI
LED
FUNGSI HATI
FUNGSI GINJAL
Asam Urat Darah
DIABETES
PP
LEMAK
JANTUNG
URINALISA
12
Urobilinogen
Albumin
Berat Jenis
0,2
E.U./dl
<1
Positif 2
Negatif
1025
1005-1030
Bilirubin
Negatif
Negatif
Keton
Negatif
Negatif
Nitrit
Negatif
Negatif
5,5
4,8-7,4
Lekosit
Positif 1
Negatif
Darah/HB
Positif 3
Negatif
Glukosa
Negatif
pH
Urin/Reduksi
Warna
Kuning
Keruh
Kejernihan
SEDIMEN URIN
Epitel
Positif
0-5
Lekosit
>50
/LPB
0-2
Eritrosit
10-15
/LPB
Negatif
Silinder
Negatif
/LPK
Negatif
Kristal
Negatif
Negatif
Bakteri
Positif
Negatif
Lain-lain
Negatif
Negatif
13
B. Pemeriksaan Radiologi
1. Foto Thorax AP
Posisi Asimetris
Trakea ditengah
Mediastinum superior tak melebar
Cor : kesan membesar
Aorta elongasi
Pulmo : hilus kiri baik, hilus kanan suram dan terdapat infiltrate atas
KESAN
2. CT Scan Kepala
Tampak lesi hipodens luas dari vertex lobus parietal hingga lobus
frontotemporal
kanan
Tampak pula lesi hipodens bulat kecil di basal ganglia, kapsula interna
kanan, dan
periventrikel lateral kiri
dan kiri
Sulci dan fissure sylvii melebar dengan gyri prominent
Tak tampak lesi hiperdens maupun hipodens intracerebri
Ventrikel lateralis III dan IV melebar
Struktur media tak tampak deviasi
Cerebellum dan pons baik
Tidak tampak perselubungan di sinus paranasal dan mastoid yang
tervisualisasi
KESAN
15
periventrikel
lateral kiri
Leukoensefalopati periventrikuler
Atrofi serebri senilis
RESUME
Seorang laki-laki datang dengan keluhan penurunan kesadaran sejak 1 hari
SMRS. Sebelum terjadi penurunan kesadaran, keluarga mengaku pasien mengalami
sesak napas yang hebat dan setelah itu diikuti oleh keringat dingin pada seluruh tubuh
pasien. Pasien memiliki kesulitan dalam berkomunikasi dari 3 bulan yang lalu. Pasien
memiliki riwayat serangan stroke sebanyak 2 kali (stroke pertama terjadi 10 tahun
yang lalu dan stroke kedua terjadi 3 bulan yang lalu). Pasien juga mengalami serangan
jantung sebelum serangan stroke kedua. Pasien memiliki riwayat penyakit paru sejak
1 bulan yang lalu. Riwayat darah tinggi dengan kebiasaan minum obat tidak teratur
dimiliki oleh pasien
Pada status generalis didapatkan keadaan umum tampak sakit berat, dengan
kesadaran spoor, dan laju nafas 28x/menit. Terdapat penggunaan otot bantuan nafas
pada pasien dan juga adanya retraksi sela iga. Pada auskultasi didapatkan adanya
ronki pada basal paru kiri serta adanya murmur pada pemeriksaan auskultasi jantung.
Adanya oedem pada keempat extremitas tubuh pasien.
Pada status neurologis didapatkan nilai GCS pada pasien yaitu 7. Pada
pemeriksaan nervus kranialis didapatkan kesan parese pada nervus VII dextra sentral.
Pada pemeriksaan motorik didapatkan kesan hemiplegia sinistra serta hemiparese
dextra. Terdapat tremor pada tungkai kanan pasien. Adanya refleks Babinski serta
refleks Gonda pada tungkai kanan pasien.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan nilai hemoglobin 11,6 g/dl,
peningkatan enzim transaminase yaitu SGOT 381 u/l dan SGPT 210 u/l. Nilai ureum
darah 90 mg/dl, asam urat darah 14,4 mg/dl, gula darah sewaktu 161 mg/dl, gula
darah puasa 139 mg/dl, dan gula darah post prandial 183 mg/dl. Didapatkan juga nilai
CKMB 80 u/l dan Troponin T 156 u/l. Didapatkan penurunan dari kadar albumin yaitu
3,30 g/dl. Pada pemeriksaan urinalisa didapatkan hasil yaitu albumin +2, leukosit +1,
dan terdapat darah atau HB +3.
16
movement (tremor)
Diagnosis etiologi
TATALAKSANA
NON MEDIKAMENTOSA
Tirah baring & Posisikan kepala 30 derajat
Bebaskan jalan napas (berikan NK oksigen 1-2 lpm)
Pemasangan kateter untuk mengosongkan kandung kemih
MEDIKA MENTOSA
NaCl 0,9% 500 cc/ 12 jam
Manitol 3x100 cc
Citicoline 3x500 cc
Aspilet 1x80 mg
Asam Folat 3x1 tab
PROGNOSIS
Ad Vitam
: dubia Ad Malam
Ad Functionam
: Ad Malam
Ad Sanationam
: dubia Ad Malam
17
BAB II
TINJUAN PUSTAKA
I.1 Koma (15)
Koma atau pingsan ialah keadaan pada mana kesadaran menurun pada derajat
yang terendah. Semua gangguan yang dapat menimbulkan koma dapat tercakup dalam
gangguan di substansia retikularis bagian batang otak yang paling rostral dan
gangguan difus pada kedua hemisferum. Bagian rostral otak merupakan bagian batang
otak yang dapat terganggu secara menyeluruh jika sel sel yang menyusun korteks
serebri kedua sisi mengalami gangguan metabolik, baik akibat racun endogenik atau
eksogenik. Maka dari itu koma dibagi dalam :
1) Koma supratentorial diensefalik
2) Koma infratentorial diensefalik
3) Koma bihemisferik difus
II.1.1 Koma Supratentorial Diensefalik
Semua proses supratentorial yang dapat mengakibatkan destruksi dan
kompresi pada substansia retikularis diensefalon akan menimbulkan koma. Destruksi
dapat terjadi akibat perdarahan atau infiltrasi dan metastasis tumor ganas. Destruksi
secara biokimia juga dapat terjadi akibat meningitis. Dan kompresi tersebut di atas
disebabkan proses desak ruang, baik yang berupa hemoatoma atau neoplasma. Koma
supratentorial dapat dibagi menjadi 3 golongan :
1) Proses desak ruang yang meningkatkan tekanan di dalam ruang intracranial
supratentorial secara akut
2) Lesi yang menimbulkan sindrom unkus ( kompresi diensefalon ke lateral )
3) Lesi supratentorial yang menimbulkan sindrom kompresi rostrokaudal terhadap
otak
II.1.2 Koma Infratentorial Diensefalik
Terdapat dua macam proses patologik di dalam ruang infratentorial yang dapat
menimbulkan koma, yaitu : a) proses patologik di dalam batang otak yang merusak
substansia retikularis dan b) proses di luar batang otak yang mendesak dan
mengganggu fungsi substansia retikularis. Kompresi karena proses desak ruang di
18
fosa kranii posterior (infratentorial) dapat menimbulkan koma dengan cara berikut :
1) Penekanan langsung terhadap tegmentum, biasanya tegmentum pontis.
2) Herniasi serebelum ke rostral dan menimbulkan jiratan transversal terhadap
mesensefalon.
3) Herniasi tonsil serebelum di foramen magnum dan dengan demikian
menimbulkan jiratan terhadap medulla oblongata.
II.1.3 Koma Bihemisferik Difus
Koma ini terjadi karena metabolism neuronal kedua belah hemisferium
terganggu secara difus. Unsur fungsional utama neuron neuron ialah kemampuan
untuk dapat digalakkan sehingga menghasilkan potensial aksi. Gaya listrik inilah yang
mewujudkan fenomen perasaan dan gerakan. Proses proses yang memelihara
kehidupan neuron serta unsur unsur selular otak ialah metabolism oksidatif. Proses
biokimia ini menyediakan dan mengatur keseimbangan natrium dan kalium di dalam
dan di luar sel, membuat zat zat yang diperlukan untuk memungkinkan serah terima
potensial aksi antar neuron, yang dinamakan neurotransmitter, dan mengolah katabolit
katabolit yang akan dimanfaatkan untuk resistensis enzim dan unsur unsur sel.
Bahan yang diperlukan untuk metabolism oksidatif serebral adalah glukosa dan zat
asam. Yang mengangkut semua glukosa dan oksigen ke otak ialah aliran darah
serebral. Semua proses yang menghalang halangi transportasi itu dapat mengganggu
dan akhirnya memusnahkan neuron neuron otak.
Jika neuron neuron kedua belah hemisfer tidak lagi berfungsi, maka akan
terjadi koma. Koma akibat proses patologik itu disebabkan oleh 2 golongan penyakit :
1) Ensefalopati metabolik primer
2) Ensefalopati Sekunder
II. 2. Ensefalopati
II.2.1. Definisi
Ensefalopati adalah disfungsi kortikal umum yang memiliki karakteristik
perjalanan akut hingga sub akut (jam hingga beberapa hari), secara nyata terdapat
fluktuasi dari tingkat kesadaran, atensi minimal, halusinasi dan delusi yang sering dan
perubahan tingkat aktifitas psikomotor (secara umum meingkat, akan tetapi dapat
menurun).(7)
II.2.2. Epidemiologi
19
namun faktor toksik, anoksik dan metabolik merupakan mekanisme tersering dan
signifikan. Melalui mekanisme ini dapat terjadi kerusakan struktural sekunder pada
jaringan otak. Ensepalopati anoksik dapat terjadi akibat gangguan pada jantung
dimana henti sirkulasi transien dapat memicu terjadinya iskemia serebral global dan
akhirnya sinkop. Hal ini terkadang diawali oleh adanya keluhan premonitori
nonspesifik seperti palpitasi, light-headedness, palpitasi, dan graying-out of vision.
Tergantung pada durasinya, fibrilasi ventrikel atau asistol dapat menyebabkan
kerusakan otak iskemik-anoksik. Ensepalopati toksik terjadi akibat paparan logam
berat atau pelarut organik. Etanol merupakan senyawa yang paling sering
mengakibatkan ensepalopati dimana dalam jumlah berlebih dapat mengakibatkan
kerusakan otak permanen.
a. Oksigen (Hipoksia & Hiperoksia)
Otak mengkonsumsi oksigen dalam jumlah yang tidak sepadan terhadap
kemampuan menyimpan oksigen maupun tingkat toleransi terhadap hipoksia. Otak
hanya memiliki sedikit cadangan glikogen. Kemampuan toleransi terhadap hipoksia
maupun hipoglikemia kurang baik dibandingkan dengan sebagian organ. Neuron
membutuhkan suplai oksigen dan glukosa untuk mempertahankan gradien
neurotransmitter dan ion. Tekanan oksigen tidak merata pada seluruh jaringan otak.
Tekanan tersebut lebih tinggi pada substansia grisea dibandingkan substansia alba,
demikian pula halnya dengan aliran darah dan penggunaan glukosa. Adapun efek
pertama dari hipoksia serebral adalah peningkatan pH intraseluler. Selanjutnya,
kandungan kalsium intraseluler meningkat sebagai konsekuensi pelepasan kalsium
dari retikulum endoplasmik. Konsentrasi ATP mulai jatuh, dan ketika sebanyak 50%70% ATP neuronal hilang, pompa sodium gagal sehingga saluran ion bervoltase
terbuka, maka menyebabkan Na+, K+, Ca++ dan Cl- menurunkan konsentrasi
gradient mereka serta melepaskan cadangan neurotransmitter. Kemudian air akan
memasuki sel sehingga terjadi peningkatan osmolalitas dan sel membengkak.
Konsentrasi kalsium intraseluler neuronal dapat meningkat hingga empat kali lipat.
Konsentrasi kalsium intraseluler tersebut selanjutnya akan mengaktifkan lipase,
protease dan enzim katabolik lainnya. Perubahan tekanan oksigen memiliki efek yang
cepat dan langsung pada saluran ion membran yang sebagian terkait dengan
fosforilasi. Beberapa saluran ion mengalami down regulation untuk mengurangi
saluran ion dan kebutuhan energi seluler. Sedangkan saluran ion lainnya mengalami
22
diantaranya
koma
hepatic,
lesi
batang
otak,
dan
penyakit
kardiopulmonari tertentu.(6)
c. Gangguan Homeostasis Glukosa
Glukosa diperlukan bagi fungsi neuronal. Laktat, piruvat, dan badan keton
secara parsial dapat memasok kebutuhan energi bagi otak. Akan tetapi otak selalu
akan membutuhkan glukosa. Kandungan glukosa pada otak lebih rendah dari pada
darah, dan hanya sedikit mengalami peningkatan pada hiperglikemia. Hal ini
disebabkan karena penyaluran glukosa, laktat maupun piruvat ke otak memerlukan
transport spesifik tertentu yang berupa GLUTS dan MCTs (glucose and
23
Lingkungan ekstraseluler otak diatur atau diprogram untuk mengandung lebih banyak
H+ dibandingkan plasma. Asiditas relatif CSF dan cairan interstitial otak ini
disebabkan karena produksi asam metabolik. Banyak saluran ion bervoltase pada
sistem saraf sensitif terhadap perubahan pH. Asidosis (penurunan pH) menghambat
saluran ion bervoltase dan saluran ion yang diaktivasi oleh glutamate seperti reseptor
NMDA. Karena channel sodium dan kalsium lebih sensitif terhadap perubahan pH
dibandingkan channel potasium, maka peningkatan pH (alkalosis) akan meningkatkan
entri kalsium dan sodium kedalam sel neuron, membuat neuron tersebut lebih mudah
tereksitasi. Penyakit metabolik akut baik itu akibat perubahan pH secara primer
maupun perubahan konten elektrolit dari cairan tubuh, seringkali menyebabkan
kejang dan gangguan kesadaran. Alkalosis respiratori lebih mungkin meningkatkan
glutamat dibandingkan alkalosis metabolik.
Sodium klorida (NaCl) bertanggung jawab sebagai fraksi osmol terbesar
dalam cairan tubuh, kecuali pada endolimfa koklear. Normalnya cairan ekstraseluler
otak adalah isotonik dengan plasma. Jika osmolaritas plasma berubah dengan cepat
maka otak akan bertindak sebagai osmometer, otak akan membengkak jika
osmolaritas plasma menurun dan mengkerut jika osmolaritas plasma meningkat akibat
kehilangan cairan. Baik itu hiponatremia maupun hipernatremia dapat menggangu
fungsi CNS dengan cara merubah omolalitas sel-sel otak. Adapun gejala neurologis
hiponatremia adalah sakit kepala, mual, inkoordinasi, delirium, dan akhirnya kejang
fokal atau generalisata dengan apnea atau opistotonus. Peningkatan konsentrasi
sodium dalam cairan tubuh akan meningkatkan osmolalitas cairan dan menginduksi
manifestasi serebral berat. Gejala neurologis yang terjadi tanpa adanya perubahan
struktural pada otak dan mungkin merupakan akibat langsung dari hiperosmolalitas.
Keluhan dan gejala yang muncul disebabkan oleh karena edema serebral. Hal ini
khusunya mungkin terjadi dengan rehidrasi yang cepat dan disebabkan oleh karena
peningkatan konten klorida serta potasium pada otak.
Konsentrasi potasium eksktraseluler otak memiliki efek besar terhadap
eksitabilitas serebral, tetapi gangguan serebral amat jarang pada pasien dengan
hipokalemia
maupun
hiperkalemia.
mengakibatkan
kelemahan otot. Pada kasus yang berat, kelemahan otot mengalami progresi menjadi
kuadriplegia, gagal nafas mirip dengan Guilain Barre Syndrome. Adapun
hiperkalemia dapat ditemukan pada pasien dengan hemolisis sel darah merah.
Hiperkalemia yang bermakna dapat menyebabkan manifestasi kardiak berat dan
25
penyusutan pada protein asidik fibrilari glial. Sel-sel tersebut dapat ditemukan pada
korteks serebral, basal ganglia, nuclei batang otak, dan lapisan purkinje serebelum.
Hal ini juga dapat ditemukan pada pasien ensepalopati HIV. Pernah ditemukan adanya
myelinolisis pontin sentral namun jarang. Berdasarkan konsensus, ensepalopati
hepatik adalah multifaktorial dan menunjukkan adanya kegagalan komunikasi dan
kerja sama glioneural. Terdapat 2 faktor terpenting pada pathogenesis ensepalopati
yakni peningkatan konsentrasi ammonia pada plasma maupun otak. Di otak ammonia
akan diubah menjadi glutamine yang siklusnya berjalan dari astrosit sampai neuron,
dan selanjutnya akan diubah menjadi glutamate. Setelah pelepasan glutamate ke celah
sinaptik, reuptake terjadi pada astrosit. Terdapat pendapat bahwa peningkatan sintesis
glutamine akan mengosongkan -ketoglutarat dan mengurangi konsentrasi fosfat
berenergi tinggi sehingga memperlambat reaksi pada siklus asam trikarboksislik
krebs. Penurunan konsumsi oksigen dan metabolisme glukosa terjadi secara sekunder
terhadap ensepalopati hepatik. Selain peningkatan glutamate, gagal hati juga
menginduksi gangguan multisistem yang berat yang selanjutnya akan menggangu
fungsi neurologis. Gangguan multisistem tersebut diantaranya bakteri yang berasal
dari usus dan produk toksik mereka yang diketahui menyebabkan cedera pada hepar
dan menimbulkan penyakit sistemik. Level sitokin proinflamatori serum meningkat
pada kondisi ensepalopati hepatic. Derajat keparahan ensepalopati berkaitan dengan
level TNF- serum.
g. Gagal Ginjal
Basis molekular esepalopati uremik masih kompleks dan belum dimengerti
dengan baik. Sejauh ini dapat diterima bahwa ensepalopati tersebut bisa muncul
akibat uremia ataupun akibat treatment. Dikatakan terjadi akumulasi asam organik
toksik pada system saraf pusat atau efek toksik langsung hormon paratiroid. Kreatinin,
p-cresol, guanidine, asam organik, fosfat dan hiperparatiroidisme sekunder diyakini
berkontribusi terhadap ensepalopati. Paratiroid hormon juga diyakini bertanggung
jawab terhadap beberapa aspek keluahan neurologis yakni neuropati dan miopati
perifer. Aliran darah serebral juga menunjukkan defek pada penggunaan oksigen.
Defek ini mungkin muncul karena peningkatan permeabilitas otak dan gangguan
fungsi membran sehingga memungkinkan produk-produk toksik memasuki jaringan
otak. Asam-asam yang memasuki otak ini akan mengubah fungsi pompa ion sodium
natrium.
27
toksin.
DAFTAR PUSTAKA
1. Handel MV, Swaab H, De Vries LS, Jongmans MJ. Long term cognitive and
behavioral consequences of neonatal encephalopathy following perinatal asphyxia: a
review. European Journal Pediatric. 2007;166: 645-654.
2. Evans K, Rigby AS, Hamilton P, Titchner N, Hall DM. The relationship between
neonatal encephalopathy and cerebral palsy: a cohort study. J Obstet Gynaecol.
2001;21: 11420.
3. Badawi N, Kurinczuk JJ, Keogh JM, Alessandri LM, O'Sullivan F, Burton PR, et al.
Intrapartum risk factors for newborn encephalopathy: the Western Australia case
control study. Br Med J .1998;317: 15548.
4. Kurinczuk JJ, White-Koning M, Badawi N. Epidemiology of neonatal
encephalopathy and hypoksic ischemic encephalopathy. Early Human Development.
2010;86: 329-338.
5. Benedeto-Stojanov D, Stojanov D. Minimal Hepatik Encephalopaty. In: Editor
Team Faculty of Medicine University of Nis Serbia. Miscellanea on Encephalopaties
A Second Look. Europe: InTech. 2010.
6. Encephalopathy. [Online]. 2011 July 2 [cited 2013 September 30]; Available from:
URL:http://www.mdguidelines.com/encephalopathy/diagnosis
7. Atri A, Milligan TA, Reddy KC, Kayser AS. Encephalopathy: Approch to
Diagnosis and Care. Neurology. 2008;12: 1-2.
8. Lewis SL. Encephalopaty dalam Emergency Neurology. USA: Spingerlink; 2012.
p283-294.
9. Utomo M, Etika R, et all. Ensefalopati Hipoksik Iskemik Perinatal. FK Unair.
Surabaya.
10. Chandran L, Catalado R. Lead Poisoning: Basic and New Developments.
Pediatrics in Review. 2010;31(10):399-407.
11. Laish I, Ari ZB. Noncirrhotic hyperammonaemic encephalopathy. Journal of The
International Association for Study of The Liver. 2011; 1259-1270.
12. Teresa P, Chua C. Encephalopathies. UERMMMCI college of Medicine. 2010
November 18.
13. Butterworth F. Metabolic Encephalopathies. 2011 July 9 [cited 2013 October 1];
30
31