Referat Obsgyn

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 28

REFARAT

RECURRENT PREGNANCY LOSS

Disusun Oleh :
Laksana Paduan Wilangsoka
1161050137

Pembimbing :
dr. Christofel Panggabean, Sp. OG(K)FM

KEPANITERAAN ILMU KANDUNGAN DAN KEBIDANAN


PERIODE 18 JUNI-25 JULI 2015
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
Rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan penulisan referat di RSUD
Kota Bekasi dengan judul : Recurrent Pregnancy Loss.
Dalam menyusun penulisan referat ini penulis banyak menerima bantuan dari berbagai pihak
dalam bimbingan, pengarahan, pengumpulan data, dan saran-saran baik secara langsung maupun
tidak langsung. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada
yang terhormat :
1. Kedua orang tua dan keluarga penulis yang telah membantu baik berupa doa yang tulus
setiap waktu serta dukungan moril maupun materil sehingga penulisan referat ini dapat
selesai pada waktunya.
2. Dr. Christofel Panggabean, Sp. OG(K)FM. selaku Dokter Pembimbing penulisan referat
ini yang telah mengarahkan dan membimbing dalam penulisan referat ini.
3. Sahabat-sahabat penulis yang berada di dalam maupun di luar Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Indonesia.
4. Teman-teman angkatan 2011 di Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia.
5. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah membantu
penulis baik secara langsung maupun tidak langsung dalam penulisan referat ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan referat ini masih jauh dari sempurna, mengingat
keterbatasan kemampuan dan pengalaman yang penulis miliki.Oleh karena itu, diharapkan saran
dan kritik yang bersifat membangun untuk kesempurnaan penulisan skripsi ini.Dengan ini
penulis mengucapkan terima kasih.
Bekasi, 15 Juli 1015
2

Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................1


KATA PENGANTAR............................................................................................2
DAFTAR ISI.........................................................................................................4
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................5
A. Latar Belakang ..............................................................................................5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................6


A. Recurrent Pregnancy Loss ..............................................................................6
A. Definisi ............................................................................................6
B. Epidemiologi ...................................................................................6
C. Faktor Resiko dan Etiologi ..............................................................6
D. Patofisiologi ...................................................................................13
E. Klasifikasi ........................................................................................14
F. Diagnosis dan Penanganan ...............................................................16
G.Prognosis ..........................................................................................26
BAB III KESIMPULAN ....................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan (oleh akibat-akibat tertentu) pada atau
sebelum kehamilan tersebut berusia 22 minggu atau buah kehamilan belum mampu untuk hidup
di luar kandungan. 1

Abortus spontan adalah abortus yang terjadi secara alamiah tanpa intervensi luar (buatan)
untuk mengakhiri kehamilan tersebut. Terminologi umum untuk masalah ini adalah keguguran
atau miscarriage. 1
Abortus buatan adalah abortus yang terjadi akibat intervensi tertentu yang bertujuan
untuk mengakhiri proses kehamilan. Terminologi untuk keadaan ini adalah pengguguran, aborsi,
atau abortus provokatus. 1

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Recurrent pregnancy loss(RPL) atau abortus habitualis adalah abortus yang berulang 3
kali atau lebih pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500
gram. RPL dibagi menjadi dua kategori yaitu RPL primer dan sekunder.RPL primer adalah
5

abortus berulang yang kehamilannya tidak pernah mencapai viable sedangkan, RPL sekunder
adalah abortus berulang tiga kali atau lebih namun, pernah melahirkan hidup. RPL sekunder
memiliki prognosis yang lebih baik dibanding RPL primer. 2
B. EPIDEMIOLOGI
Dari semua kehamilan 10-15% berakhir dengan abortus. Kehamilan yang massa
gestasinya kurang dari 6 minggu memiliki risiko abortus berkisar dari 22-57%, 15% untuk massa
gestasinya 6-10 minggu dan 2-3% pada gestasi yang lebih dari 10 minggu. 2
C. ETIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO
1. Faktor Janin
Temuan morfologis tersering pada abortus spontan dini adalah kelainan
perkembangan zigot, mudigah, janin bentuk awal, atau kadang-kadang plasenta.Abortus
aneuploidi kelainan kromosom sering dijumpai pada mudigah dan janin awal yang mengalami
abortus spontan, dan menyebabkan banyak atau sebagian besar abortus pada awal kehamilan.
Sekitar 50 sampai 60 persen abortus spontan dini disertai dengan kelainan kromosom pada
konseptus. 3
Trisomi autosom merupakan kelainan kromosom yang tersering dijumpai pada
abortus trisemester pertama.Trisomi dapat disebabkan oleh nondisjunction tersendiri, translokasi
seimbang maternal atau paternal, atau inversi kromosom seimbang. Inversi kromosom seimbang
juga dapat dijumpai pada pasangan dengan abortus rekuren. 3
Monosomi X (45,X) adalah kelainan kromosom tersering berikutnya dan
memungkinkan lahirnya bayi perempuan hidup (sindromTurner). Triploidi sering dikaitkan
dengan degenerasi hidropik pada plasenta. Mola hidatidosa parsial mungkin memperlihatkan
perkembangan janin yang bersifat triploid atau trisomik untuk kromosom 16. Janin yang
memperlihatkan kelainan-kelainan ini sering mengalami abortus dini dan beberapa yang mampu
bertahan hidup lebih lama mengalami malformasi berat. Janin tetraploid jarang lahir hidup dan
umumnya mengalami abortus sangat dini. 3
Kelainan structural jarang menyebabkan abortus dan baru teridentifikasi setelah
dikembangkannya teknik-teknik pemitaan (banding). Sebagian dari bayi lahir hidup dengan
translokasi seimbang dan mungkin seimbang. Monosomi autosom sangat jarang dijumpai dan
tidak memungkinkan kehidupan. Polisomi kromosom seks (47,XXX atau 47, XXY) jarang
dijumpai pada abortus tetapi relative sering pada bayi lahir. 3
Abortus euploid. Kajii dkk., (1980) melaporkan bahwa tiga perempat dari abortus
aneuploid terjadi sebelum minggu ke-8, sedangkan abortus euploid memuncak pada usia gestasi
sekitar 13 minggu. Stein dkk., (1980) membuktikan bahwa insidensi abortus euploid meningkat
secara drastic setelah usia ibu 35 tahun. Penyebab abortus euploid umumnya tidak diketahui,
tetapi mungkin disebabkan oleh 3 :
a. Kelainan genetik, misalnya mutasi tunggal atau faktor poligenik
b. Berbagai faktor ibu
c. Mungkin beberapa faktor ayah

Simpson (1980) mengamati bahwa sekitar 0,5% bayi lahir hidup memperlihatkan
kelainan kromosom, sedangkan paling sedikit 2% dari bayi lahir hidup disertai dengan penyakit
akibat mutasi gen tunggal atau penyakit dengan mekanisme pewarisan poligenik. 3
2. Usia dan Paritas
Risiko abortus meningkat seiring dengan meningkatnya usia ibu dan jumlah paritas, pada
usia kurang dari 35 tahun risikonya berkisar 19% dan meningkat hingga 47% pada usia lebih dari
35 tahun. Sebanding dengan peningkatan risiko abortus dari 14-21% setelah satu kali abortus
menjadi 24-29% setelah dua kali abortus dan akan meningkat lagi menjadi 31-33% setelah tiga
kali abortus. 2
3. Penyebab Anatomi
Defek anatomi uterus diketahui sebagai penyebab komplikasi obstetrik, seperti
abortus berulang, prematuritas, serta malpresentasi janin.Insiden kelainan bentuk uterus berkisar
1/200 sampai 1/600 perempuan. Pada perempuan dengan riwayat abortus ditemukan anomali
uterus pada 27% pasien. Studi oleh Acien (1996) terhadap 170 pasien hamil dengan malformasi
uterus, mendapatkan hasil hanya 18,8% yang bias bertahan sampai melahirkan cukup bulan,
sedangkan 36,5% mengalami persalinan abnormal (premature, sungsang). Penyebab terbanyak
abortus karena kelainan anatomik uterus adalah septum uterus (40-80%), uterus bikornis atau
didelfis atau unikornis (10-30%). Mioma uteri bias menyebabkan baik infertilitas maupun
abortus berulang. Risiko kejadiannya antara 10-30% pada wanita reproduktif. Sebagian besar
mioma tidak memberikan gejala, hanya yang berukuran besar atau yang memasuki cavum uteri
yang akan menimbulkan gangguan. 4
Sindroma Asherman bisa menyebabkan gangguan tempat implantasi serta pasokan
darah pada permukaan endometrium. Risiko abortus antara 25-80% , bergantung pada berat
ringannya gangguan. Untuk mendiagnosis kelainan ini bias digunakan histerosalpingografi
(HSG) dan ultrasonografi (USG). 4
Serviks inkompeten. Istilah serviks inkompeten diterapkan pada suatu
entitasbobstetrik tersendiri. Kelainan ini ditandai oleh pembukaan serviks tanpa nyeri pada
trimester kedua, atau mungkin awal trimester ketiga, disertai prolaps dan menggembungnya
selaput ketuban dan ekspulsi janin imatur. Apabila tidak diterapi secara efektif, rangkaian ini
akan berulang pada tiap kehamilan. Walaupun penyebab seriks inkompeten belum jelas, riwayat
trauma pada serviks terutama sewaktu dilatasi dan kuretase, konisasi, kauterisasi, atau amputasi
tampaknya merupakan factor pada banyak kasus. Pada kasus lain yang berperan adalah kelainan
perkembangan serviks, termasuk yang terjadi setelah pajanan dietilstilbestrol in utero. 3

Uterus Normal
7

Uterus Arcuatus

Uterus Septum

Uterus Bicornis

Uterus Didelfis

Uterus UnicornisGambar 1. Uterus Normal dan Anomali UterusUterus Bentuk T

4. Autoimun
Terdapat hubungan yang nyata antara abortus berulang dan penyakit autoimun.
Misalnya, pada Systematic lupus Erythematosus (SLE) dan Antiphospholipid Antibodies (aPA).
aPA merupakan antibody spesifik yang didapati pada perempuan dengan SLE. Kejadian abortus
spontan di antara pasien SLE sekitar 10% dibanding populasi umum. Bila digabung dengan
peluang terjadinya pengakhiran kehamilan trisemester 2 dan 3, maka diperkirakan 75% pasien
dengan SLE akan berakhir dengan terhentinya kehamilan. Sebagian besar kematian janin
dihubungkan dengan adanya aPA. aPA merupakan antibody yang akan berikatan dengan sisi
negatif dari fosfolipid. Paling sedikit ada 3 bentuk aPA yang diketahui mempunyai arti klinis
yang penting, yaitu Lupus Anticoagulant (LAC), anticardiolipin antibodies (aCLs), dan
biologically false-positive untuk syphilis (FP-STS). APS (antiphospholipid) sering juga
ditemukan pada beberapa keadaan obstetrik, misalnya pada preeklampsia, IUGR, dan
prematuritas. Beberapa keadaan lain yang berhubungan dengan APS yaitu thrombosis arterivena, trombositopeni autoimun, anemia hemolitik, korea, dan hipertensi pulmonum. 4
8

The International Consensus Workshop pada 1998 mengajukan klasifikasi criteria


untuk APS, yaitu meliputi 4 :
Trombosis vascular
Satu atau lebih episode thrombosis arteri, venosa atau kapileryang dibuktikan dengan
gambaran Doppler, pencitraan, atau histopatologi.
Pada histopatologi, trombosisnya tanpa disertai gambaran inflamasi.
Komplikasi kehamilan
Tiga atau lebih kejadian abortus dengan sebab yang tidak jelas, tanpa kelainan anatomic,
genetic, atau hormonal
Satu atau lebih kematian janin di mana gambaran morfologi secara sonografi normal
Satu atau lebih persalinan premature dengan gambaran janin normal dan berhubungan
dengan preeclampsia berat atau insufisiensi plasenta yang berat
Kriteria laboratorium
aCL : IgG dan atau IgMdengan kadar yang sedang atau tinggi pada 2 kali atau lebih
pemeriksaan dengan jarak lebih dari atau sama dengan 6 minggu
aCL diukur dengan metode ELISA standar
Antibodi fosfolipid/antikoagulan
Pemanjangan tes skrining koagulasi fosfolipid (misalnya aPTT, PT, dan CT)
Kegagalan untuk memperbaiki tes skrining yang memanjang dengan penambahan plasma
platelet normal
Adanya perbaikan nilai tes yang memanjang dengan penambahan plasma platelet normal
Singkirkan dulu kelainan pembekuan darah yang lain dan pemakaian heparin
aPA ditemukan kurang dari 2% pada perempuan hamil yang sehat, kurang dari 20% pada
perempuan yang mengalami abortus dan lebih dari 33% pada perempuan dengan SLE. Pada
kejadian abortus berulang ditemukan infark plasenta yang luas, akibat adanya atherosis dan
oklusi vascular kini dianjurkan pemeriksaan darah terhadap -2 glikoprotein 1 yang lebih
spesifik.Pemberian antikoagulan misalnya aspirin, heparin, IL-3 intravena menunjukkan hasil
yang efektif.Pada percobaan binatang, kerja IL-3 adalah menyerupai growth hormone plasenta
dan melindungi kerusakan jaringan plasenta.4
Trombosis plasenta pada APS diawali adanya peningkatan rasio tromboksan terhadap
prostasiklin, selain juga akibat dari peningkatan agregasi trombosit, penurunan c-reaktif protein
dan peningkatan sintesis platelet-activating factor. Secara klinis lepasnya kehamilan pada pasien
APS sering terjadi pada usia kehamilan diatas 10 minggu.4
Pengelolaan secara umum meliputi pemberian heparin subkutan , aspirin dosis rendah,
prednisone, immunoglobulin, atau kombinasi semuanya. Studi case-controlmenunjukkan
pemberian heparin 5.000 U 2x/hari dengan 81 mg/hari aspirin meningkatkan daya tahan janin
dari 50% jadi 80% pada perempuan yang pernah mengalami abortus lebih dari 2 kali tes APLAs
positif. Yang perlu diperhatikan ialah pada penggunaan heparin jangka panjang, perlu
pengawasan terhadap risiko kehilangan massa tulang, perdarahan, serta trombositopeni.4
5. Penyebab infeksi
9

Teori peran mikroba infeksi terhadap kejadia abortus mulai diduga sejak 1917, ketika
DeForest dan kawan-kawan melakukan pengamatan kejadian abortus berulang pada perempuan
yang ternyata terpapar brucellosis.Beberapa jenis organism tertentu diduga berdampak pada
kejadian abortus antara lain 4 :
Bakteria
Listeria monositogenes
Klamidia trakomatis
Ureaplasma urealitikum
Mikoplasma hominis
Bakterial vaginosis
Virus
Sitomegalovirus
Rubela
Herpes simpleks virus
Human immunodeficiency virus
Parvovirus
Parasit
Toksoplasmosis gondii
Plasmodium falciparum
Spirokaeta
Treponema pallidum
Berbagai teori diajukan untuk mencoba menerangkan peran infeksi terhadap risiko
abortus/EPL, diantaranya sebagai berikut 4 :
Adanya metabolic toksik, endotoksin, eksotoksin, atau sitokin yang berdampak langsung
pada janin atau unit fetoplasenta.
Infeksi janin yang bias berakibat kematian janin atau cacat berat sehingga janin sulit bertahan
hidup.
Infeksi kronis endometrium dari penyebaran kuman genitalia bawah (misal Mikoplasma
hominis, Klamidia, Ureaplasmaurealitikum, HSV) yang bias mengganggu proses implantasi.
Amnionitis (oleh kuman gram-positif dan gram negative, Listeria monositogenes)
Memacu perubahan genetic dan anatomic embrio, umumnya oleh karena virus selama
kehamilan awal (misalnya rubella, parvovirus B19, sitomegalovirus, koksakie virus B,
varicella-zoster, kronik sitomegalovirus CMV, HSV).
6. Faktor Lingkungan
Diperkirakan 1-10% malformasi janin akibat dari paparan obat, bahan kimia, atau
radiasi dan umumnya berakhir dengan abortus, misalnya paparan terhadap buangan gas anestesi
dan tembakau.Sigaret rokok diketahui mengandung ratusan unsure toksik, antara lain nikotin
yang telah diketahui mempunyai efek vasoaktif sehingga menghambat sirkulasi uteroplasenta.
Karbon monoksida juga menurunkan pasokan oksigen ibu dan janin serta memacu neurotoksin.

10

Dengan adanya gangguan pada sistem sirkulasi fetoplasenta dapat terjadi gangguan pertumbuhan
janin yang berakibat terjadinya abortus. 4
7. Faktor Hormonal
Ovulasi, implantasi, serta kehamilan dini bergantung pada koordinasiyang baik sistem
pengaturan hormon maternal. Oleh karena itu, perlu perhatian langsung terhadap sistem hormon
secara keseluruhan, fase luteal, dan gambaran hormone setelah konsepsi terutama kadar
progesteron.1,3 Bila dikaitkan dengan ovarium yang premature sebagai penyebab abortus, pada
penelitian yang dilakukan pun tidak memberikan hasil yang signifikan.4
Diabetes mellitus
Perempuan dengan diabetes mellitus yang dikelola dengan baik risiko abortusnya tidak
lenbih jelek disbanding perempuan yang tanpa diabetes. Akan tetapi perempuan diabetes
dengan kadar HbA1c tinggi pada trimester pertama, risiko abortus dan malformasi janin
meningkat signifikan. Diabetes jenis insulin-dependen dengan control glukosa tidak adekuat
punya peluang 2-3 kali lipat mengalami abortus.4
Kadar progesteron yang rendah
Progesteron punya peran penting dalam mempengaruhi reseptivitas endometrium terhadap
implantasi embrio.Support fase luteal punya peran kritis pada kehamilan sekitar 7 minggu,
yaitu saat di mana trofoblast harus menghasilkan cukup steroid untuk menunjang kehamilan.
Pengangkatan korpus luteum sebelum usia 7 minggu akan menyebabkan abortus. Dan bila
progesteron diberikan pada pasien ini, kehamilan bisa diselamatkan.4
Defek fase luteal
Jones (1943) yang pertama kali mengutarakan konsep insufisiensi progesterone saat fase
luteal, dan kejadian ini dilaporkan pada 23-60% perempuan dengan abortus berulang.
Sayangnya, belum ada metode yang bias dipercaya untuk mendiagnosis gangguan ini. Pada
penelitian terhadap perempuan yang mengalami abortus lebih dari atau sama dengan 3 kali,
didapatkan 17% kejadian defek fase luteal. Dan, 50% perempuan dengan histology defek
fase luteal punya gambaran progesterone yang normal. 4
Pengaruh hormonal terhadap imunitas desidua
Perubahan endometrium menjadi desidua mengubah semua sel pada mukosa uterus.
Perubahan morfologi dan fungsional ini mendukung proses implantasi juga proses migrasi
trofoblas dan mencegah invasi yang berlebihan pada jaringan ibu. Di sini berperan penting
interaksi antara trofoblas ekstravillous dan infiltrasi leukosit pada mukosa uterus. Sebagian
besar sel ini berupa Large Granular Lymphocytes (LGL) dan makrofag, dengan sedikit sel T
dan sel B. Sel NK dijumpai dalam jumlah banyak, terutama pada endometrium yang terpapar
progesterone. Peningkatan sel NK pada tempat implantasi saat trimester pertama mempunyai
peran penting dalam kelangsungan proses kehamilan karena ia akan mendahului membunuh
sel target dengan sedikit atau tanpa ekspresi HLA. Trofoblas ekstravillous (dengan
pembentukan cepat HLA1) tidak bias dihancurkan oleh sel NK desidua, sehingga
memungkinkan terjadi invasi optimal untuk plasentasi yang normal. 4
Hipotiroidisme. Tampaknya tidak terjadi peningkatan insidensi abortus yang disebabkan
oleh hipotiroidisme klinis (Montoro, dkk.). Autoantibodi tiroid dilaporkan menyebabkan
11

peningkatan insidensi abortus walaupun tidak terjadi hipotiroidisme yang nyata. Sebaliknya,
peneliti lain tidak mendapatkan peningkatan insidensi antibody antitiroid pada wanita yang
mengalami abortus berulang apabila dibandingkan dengan kontrol normal. 3
8. Faktor hematologik
Beberapa kasus abortus berulang ditandai dengan defek plasenta dan adanya
mikrotrombi pada pembuluh darah plasenta.Berbagai komponen koagulasi dan fibrinolitik
memegang peran penting pada implantasi embrio, invasi trofoblas, dan plasentasi. Pada
kehamilan terjadi keadaan hiperkoagulasi dikarenakan 4 :
Peningkatan kadar faktor prokoagulan
Penurunan faktor antikoagulan
Penurunan aktivitas fibrinolitik
Kadar faktor VII, VIII, X dan fibrinogen meningkat selama kehamilan selama
kehamilan, terutama pada kehamilan sebelum 12 minggu. Bukti lain menunjukkan bahwa
sebelum terjadi abortus, sering didapatkan defek hemostatik. Penelitian Tulpalla dan kawankawan menunjukkan bahwa perempuan dengan riwayat abortus berulang, sering terdapat
peningkatan produksi tromboksan saat usia kehamilan 8-11 minggu. Perubahan rasio
tromboksan-prostasiklin memacu vasospasme serta agregasi trombosit yanga akan menyebabkan
mikrotrombi serta nekrosis plasenta. Juga sering disertai penurunan kadar protein C dan
fibrinopeptida.4
Defisiensi faktor XII (Hageman) berhubungan dengan dengan thrombosis sistematik
ataupun plasenter dan telah dilaporkan juga berhubungan dengan abortus berulang pada lebih
dari 22% kasus. 4
Secara umum penyebab RPL ditunjukkan dalam table berikut 2,5 :

Penyebab

Persentase

Faktor genetic :
Kromosom abnormal (aneuploidi, euploid)
Primary miscarrier
Secondary miscarrier
Faktor anatomi :
1. Congenital
a. Incomplete mullerian fusion or septum
resorption
b. DES exposure
c. Uterine artery anomalies
d. Cervical incompetence
2. Acquired
a. Cervical incompetence
b. Synechiae
c. Leiomyoma
d. Adenomyosis

3,5%-5%
7%
50%
12-16%

12

Mekanisme imun :
1. Mekanisme seluler
a. Defisiensi sel suppressor
b. Histocompabilitas antigen
c. Regulasi imun seluler
1) Th1 berespon terhadap antigen
reproduktif (embryo atau trofoblast)
2) Defisiensi sitokin Th2 atau growth
factor
3) Hormonal-progesteron,
estrogen,
prolaktin, androgen
2. Mekanisme humoral
a. Antibodi antiphospholipid
b. Antibodi antitiroid
c. Antibodi antisperm
d. Antibodi antitrofoblast
e. Blocking antibody deficiency
Thrombotic factors
1. Heritable thrombophilias
a. Single gene defect factor V Leiden
(fVL), MTHFR, factor deficiency
b. Antibody-mediated thromboses (APAS,
anti-beta2G1)
Endokrin :
1. Insufficiency fase luteal
2. Sindrom polokistik ovarium
3. Kelainan androgen lainnya
4. Diabetes mellitus
5. Gangguan tiroid
6. Gangguan prolaktin
Faktor infeksi
1. Bakteri
2. Virus
3. Parasit
4. Zoonotik
5. Fungal
Faktor lainnya
1. Altered uterine receptivity
2. Environmental
a. Toksin
b. Illicit drugs
c. Rokok dan kafein
3. Plasenta
abnormal
(circumvallate,
marginate)
4. Pengobatan penyakit (jantung, hematologic

20-50%

17-20%

0,5-5%

10%

13

ginjal )
5. Male factor
6. Aktivitas berat
7. Dyssynchronous fertilization

D. PATOFISIOLOGI
Abortus spontan terdapat 4 stage dalam prosesnya, yaitu : threatened, inevitable,
incomplete dan complete. 5
1. Threatened
Perdarahan vagina, nyeri pada perut atau pelvis merupakan gejala awal dari fase ini. Pada
pemeriksaan dalam vagina tidak terdapat pembukaan serviks.
2. Inevitable
Pada fase ini perdarahan vagina lebih banak disbanding fase sebelumnya dan disertai
dilatasi pada kanalis servikalis. Juga disertai nyeri pada perut atau pelvis.
3. Incomplete
Perdarahan pada vagina masih terjadi disertai nyeri pada abdomen atau perut. Terdapat
pembukaan lengkap dari portio dan disertai pengeluaran hasil konsepsi. Pada pemeriksaan USG
sisa hasil konsepsi masih terdapat dalam uterus.
4. Complete
Pasien mengeluhkan riwayat perdarahannya, nyeri abdomen, dan jaringan yang keluar.
Seiring dengan berjalannya waktu abortus menjadi complete atau keluar seluruh hasil konsepsi.
Pada pemeriksaan USG menunjukkan uterus yang kosong.
E. KLASIFIKASI ABORTUS
Pembagian abortus secara klinis adalah sebagai berikut :
1. Abortus iminens merupakan permulaan dan ancaman terjadinya abortus, ditandai perdarahan
pervaginam, ostium uteri masih tertutup dan hasil konsepsi masih baik dalam kandungan.4
2. Abortus insipiens adalahabortus yang sedang mengancam ditandai dengan serviks telah
mendatar dan ostium uteri telah membuka, akan tetapi hasil konsepsi masih dalam kavum
uteri dan dalam proses pengeluaran.4
3. Abortus inkomplet adalah abortus yang terjadi sebelum usia gestasi 10 minggu, janin dan
plasenta biasanya jeluar bersama-sama, tetapi setelah waktu ini keluar secara terpisah.3
4. Abortus komplet adalah seluruh hasil konsepsi telah keluar dari cavum uteri pada kehamilan
kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. 4
5. Missed abortion adalah retensi produk konsepsi yang telah meninggal in utero selama
beberapa minggu. 3
6. Abortus habitualis adalah abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih berturut-turut.3

14

Abortus Iminens

Abortus Insipiens

Abortus Incompletus

Abortus Completus

15

Missed Abortion

F. DIAGNOSIS dan PENANGANAN


Berikut di bawah ini cara mendiagnosis dan penanganan berdasarkan etiologinya :
1. Faktor Janin
Identifikasi abnormalitas atau kelainan janin adalah suatu komponen penting
dalam asuhan antenatal. Sebagian besar abnormalitas yang ditemukan merupakan
kelainan cukup berat dan dapat dideteksi pada awal kehamilan, sehingga
memungkinkan ibu memilih terminasi kehamilan jika si ibu menginginkan. 7
Kita perlu membedakan antara uji penapisan dan uji diagnostic. Uji penapisan
ditawarkan pada suatu populasi tanpa factor risiko spesifik, sehingga bukan indikasi
untuk uji diagnostic. 7
Oleh karena itu, ibu hamil dengan riwayat penyulit janin trisomi pada
kehamilan sebelumnya dapat memilih untuk menjalani uji diagnostic sejak awal
kehamilan. Semakin sensitive dan soesifik suatu pemeriksaan, maka pemeriksaan
tersebut semakin menyamai uji diagnostic 7.
Penapisan pada usia kehamilan 11-14 minggu. Penapisan abnormalitas
congenital dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan biokimiawi, USG atau
keduanya. Pada masa kehamilan ini, USG dapat digunakan untuk mendeteksi
kelainan struktur. Pada kehamilan trimester pertama yang normal, suatu area yang
terisi cairan di permukaan tengkuk dapat terlihat dan dapat diukur. Peningkatan
translusensi nuchal atau nuchal translucency (NT) ternyata berhubungan dengan
kelainan kromosom dan jantung janin. 7

16

Gambar 2.USG NT pada Kehamilan Usia 11 minggu

2. Faktor Anatomi
Kebanyakan defek uterus termasuk septum, bicornis, dan didelfis. Uterus septum
secara umum berhubungan dengan buruknya reproduksi kisaran terjadinya abortus
mencapai lebih dari 60%. Penyebab anatomi lainnya pada RPL adalah
diethylstilbestrol exposure (DES), sindrom Asherman, Leiomyoma, dan polip
endometrium. Ultrasonografi transvaginal sangat berguna untuk menentukan
diagnosis anomali uterus. 4
Penelitian pada pasien dengan uterus bicornis menjalani terapi pembedahan
sebelum hamil dengan menggunakan teknik Strassmann metroplasty di National
Hospital Organization Kasumiugaura Medical Center. Kebanyakan pasien dengan
uterus septum dilakukan Transcervical Resection (TCR), atau modifikasi Jones
metroplasty di Kawasaki Municipal Hospital. 8
Pada penelitian yang melibatkan 227 pasien dengan kelainan kongenital berupa
anomaly uterus terdiri dari 56 pasien dengan uterus bicornis parsial atau total, 145
pasien dengan uterus septum, 12 pasien dengan uterus unicornis dan 14 pasien
dengan uterus didelfis. Tidak ada satu pun dari mereka yang mengalami kelainan
berupa hipoplasia atau agenesis uterus atau anomali uterus paparan DES. 8
Sejumlah 170 pasien yang dapat diikuti perkembangannya dan tidak ditemukan
perbedaan secara signifikan. 8
17

Tujuh puluh delapan dari 96 pasien hamil dengan uterus septum (81,3%) yang
menjalani terapi pembedahan memberikan hasil yang memuaskan, sementara 8 dari
13 kasus pasien tanpa menjalani operasi (61,5%) memberikan hasil tidak signifikan. 8
Pada wanita dengan uterus bicornis yang menjalani terapi pembedahan
didapatkan hasil kelahiran hidup 8 dari 12 (66,7%) wanita hamil dengan uterus
bicornis sementara yang tanpa menjalani terapi hasil kelahiran hidup 22 dari 28
(78,6%) wanita dengan uterus bicornis.Hal ini tidak memberikan hasil yang
signifikan.8
Delapan pulih tiga dari 96 wanita dengan septum yang menjalani terapi
pembedahan memberikan hasil kelahiran hidup secara kumulatif 86,5% sementara
untuk wanita dengan uterus septum tanpa terapi pembedahan memberikan hasil
kelahiran hidup 9 dari 13 wanita dengan uterus septum secara kumulatif 69,2%; untuk
wanita dengan uterus bicornis yang mejalani terapi pembedahan didapatkan 9 dari 12
sedangkan yang tanpa menjalani terapi pembedahan didapatkan 24 dari 28 wanita
dengan uterus bicornis secara kumulatif 85,7%.8
Terapi pembedahan memberikan perubahan kelahiran hidup pada wanita dengan
uterus septum dari 61,5% menjadi 81,3%, walau perbedaan tidak begitu signifikan.
Satu komplikasi paling ditakuti dari tindakan pembedahan adalah infertilitas
dikarenakan adanya perlengketan atau adhesi.8
Pada uterus bicornis dilakukan tindakan teknik Strassmann metroplasty dan tidak
menunjukkan pengaruhnya terhadap kisaran kelahiran hidup secara kumulatif. Hal ini
menunjukkan tindakan pembedahan tidak memberikan keuntungan bagi pasien
dengan uterus bicornis untuk memiliki anak.8
HSG adalah modalitas diagnostic paling banyak mengarahkan pada sebuah
diagnosis tentative anomal kongenital.8

18

Gambar 4. Teknik Strassmann metroplasty

Gambar 5. Teknik Operasi Tompkin

19

Inkompetensi Serviks
Cervical
insufficiency
atau
inkompetensi
serviks
didefinisikan kelemahan secara structural dari serviks,
ketidakmampuan serviks mempertahan kehamilan intra
uterin. Untuk mengurangi kelahiran previable atau preterm
digunakan teknik pembedahan yaitu intervensi Shirodkar
dengan mentransplantasikan sebuah homograft pada fascia
lata untuk memperbaiki fungsi dari serviks. 9 Anamnesis
pasien yang teliti merupakan alat panduan terbaik untuk
mendiagnosis meskipun biasanya, informasi yang didapat
terbatas. Manifestasi klinis berikut ini dapat membantu
membedakan inkompetensi serviks dari penyebab keguguran
lainnya. 10 :
a. Kehamilan berakhir pada trimester kedua atau awal
trimester ketiga
b. Serviks diam-diam dapat membuka, memungkinkan
terjadinya prolaps kantong kehamilan ke dalam vagina
dan pecahnya selaput ketuban
c. Perdarahan bukan merupakan tanda klinis utama. Jika
terlihat luka pada serviks, maka serviks harus
diperbaiki. Akan tetapi seringkali tidak ada lesi yang
terlihat atau teraba dan pengobatan dengan menjahit
serviks (jahitan McDonald, jahitan Shirodkar, cervical
cerclage ) diterapkan secara empiris.

Gambar 7. Imkompetensi Serviks


Selama satu dekade pasien dengan abortus berulang telah
menjadi kandidat menjalani cerclage profilaksis ketika
20

diketahui adanya insuffisiensi untuk mencegah terjadinya


penonjolan pada uterus. 9 Selama kehamilan terdapat tiga
jenis pembedahan yang sering dilakukan. Yang pertama
adalah prosedur sederhana yang dianjurkan oleh McDonald
(1963). Yang kedua adalah operasi Shirodkar (1955) yang
lebih rumit. Yang ketiga adalah prosedur Shirodkar modifikasi.
Pada tindakan McDonald dan Shirodkar modifikasi trauma dan
perdarahan lebih jarang terjadi dibandingkan pada Shirodkar
asli. 3
a. Modified Shirodkar Cerclage
The Medical Research Council (MRC)/Royal College
of Obstetricians and Gynaecologist (RCOG) dilaporkan
mengurangi sebagian kecil pada kelahiran preterm dan
kelahiran janin berat badan lahir rendah. Walaupun
tidak memberikan perubahan yang signifikan pada
perinatal.2 Prosedur Shirodkar modifikasi dilakukan pada
wanita dengan riwayat reproduksi yang buruk. Secara
teoritis mempunyai keunggulan karena metode ini
sasarannya adalah jaringan stroma serviks dan
jahitannya jarang terpapar flora dari vagina. 9

Gambar 8. Teknik Cerclage Shirodkar

21

Gambar 9. Teknik Cerclage Shirodkar Modifikasi

b. McDonald Cerclage
McDonald cerclage bukanlah prosedur pertama yang
diperuntukan pada perempuan memiliki keluhan
cervical insufficiency .Pasien diposisikan dorsolitotomi
dan menggunakan speculum untuk melihat serviks.
Bibir
anterior
dan
posterior
serviks
dipegang
menggunakan forceps atau tenakulum. Kebanyakan
operator menggunakan benang Mersilene 5 mm dan
jahit benang tersebut pada lapisan stroma serviks mulai
dari posisi jam 12 melawan arah jarum jam ke jam posis
jam 10. Hindari pengeluaran benang posisi jam 9 dan 3
untuk
menghindari
pembuluh
darah
yang
memperdarahi serviks dan mencegah terjadinya
perdarahan yang tidak diinginkan. 9

22

Gambar 10. Teknik McDonald Cerclage


c. Abdominal Cerclage
Benson
dan
Durfee
adalah
yang
pertama
menggagaskan terobosan baru mengenai pemasangan
cervicoisthmic cerclage pada tahun 1965. Pada
abdominal cerclage diperlukan tindakan laparatomi dan
dilakukan pada minggu ke-11 dan 13 kehamilan.
Semenjak diperkenalkannya dilaporkan janin yang
bertahan semasa kehamilan mengalami perkembangan
dari 21% hingga 89%. Komplikasi intraoperatif dari
pemasangan abdominal cerclage adalah pecahnya kulit
ketuban. Tindakan manipulasi pada uterus juga dapat
menstimulasi kontraksi sehingga menyebabkan abortus
spontan. 9
Teknik McDonald dan Shirodkar modifikasi memiliki angka
keberhasilan mencapai 85 sampai 90 persen. Oleh karenanya,
tampak tidak perlu dilakukan Shirodkar asli yang lebih rumit.
Prosedur Shirodkar modifikasi sering dicadangkan apabila tindakan
McDonald sebelumnya gagal dan apabila terdapat kelainan serviks.
3
(Obs-Will hal. 960-961)
3. Faktor Imunologi
Faktor imunologi sering dihubungkan dengan abortus ibu dan
janin di dalam uterus yang mungkin banyak dipengaruhi oleh faktor
imunologi. 4
a. Antibodi phospholipid
Antibodi
antiphospholipid
secara
langsung
mencegah pembentukanphospholipid yang merupakan
23

komponen utama membran sel yaitu penting untuk fusi


membran sel. Mekanisme yang terjadi ialah antibodi
antiphospholipid dapat menyebabkan penambahan
tromboxan dan pengurangan sintesis prostasiklin yang
menyebabkan penempelan trombosit pada pembuluh
darah yang ada di plasenta.4
Dengan adanya peristiwa ini maka karakteristik
kelainan plasenta ialah terjadinya infark, solusio
plasenta
dan
perdarahan.Untuk
penanganannya
awalnya digunakan prednison 40 mg/hari dan aspirin 80
mg/hari namun saat ini dapat diatasi dengan pemberian
heparin 7500 U secara subkutan tiap 12 jam pada
trimester pertama atau aspirin 80 mg tiap hari.
Kortikosteroid sebaiknya tidak digunakan bersamaan
dengan heparin karena efektifitasnya tidak lebih baik. 4
Untuk wanita yang berhasil hamil setelah terapi ini,
harus diawasi secara ketat pada masa antepartum. 4
b. Disfungsi alloimun
Wanita yang menderita abortus habitualis dengan
karyotipe normal ditemukanadanya peningkatan sel
natural killer di darahnya.Bila terdapat peningkatan sel
natural killer pada wanita yang hamil, maka
kemungkinan wanita ini akan mengalami abortus
berulang. Walaupun trofoblast pada isi maternal-fetal
resisten terhadap lisis oleh sel sitotoksis T dan antibodi
sitotoksis sel, namun telah dihancurkan oleh sel natural
killer yang diaktivasi oleh sitokin seperti interleukin-2
yang menjadi limphokine-activated killer cell.4
Wanita yang mengalami abortus berulang yang tidak
diketahui penyebabnya, lebih banyak yang berhasil hamil bila
diberikan imunoterapi dengan monocyte allogenic dan IVIg
dibandingkan yang tidak diberikan. 4
4. Faktor Endokrin
Faktor ini mungkin hanya memberikan kontribusi 15-20% pada
Recurrent Pregnancy Loss . 2
Polycystic ovarian syndrome
Wanita dengan Polycystic ovarian syndrome (PCOS) mempunyai
kisaran abortus 20-40%. Hal ini berhubungan dengan peningkatan
LH pada serum, tingginya testosterone, konsentrasi meningkat pada
androstenedione atau resistensi insulin. Pada hari 2-5 pemeriksaan
kadar FSH, LH, Prolaktin, Hormon sex yang berikatan dengan
globulin, dan USG transvaginal sangat direkomendasi untuk wanita
dengaan abortus berulang. Mensupressi kadar LH pada pre
kehamilan dengan clomiphene atau metformin pada wanita
24

produktif dengan RPL dan PCOS tidak memberikan perubahan pada


kisaran kelahiran hidup. 2
Defek Fase Luteal
Masih kontroversi hubungan antara defek fase luteal dengan
terjadinya
abortus.
Biopsi
endometrium
dan
pengukuran
progesterone tidak dapat memberikan hasil yang baik untuk
memprediksi ke depannya. Pengobatan dengan pemberian
progesterone pun tidak memberikan hasil yang memuaskan. 2
Diabetes
Diabetes pada kehamilan dengan HbA1c pada trimester awal
lebih dari 8 sehingga meningkatkan risiko abortus dan malformasi
janin. Perlu dilakukan screening untung diabetes menggunakan oral
glucose tolerance test pada wanita dengan RPL yang asimtomatik.
Wanita hamil diabetes dengan risiko RPL seharusnya diterapi secara
multidisplin. 2
Hyperprolactinemia
Prolaktin dalam kadar normal dapat memerankan peran
penting yaitu mempertahankan kehamilan. Pada penelitian 64
wanita hyperprolactinemia dengan RPL dilakukan terapi secara acak
dengan bromocriptine atau tanpa. Terapi yang bertujuan
menurunkan konsentrasi prolaktin sebanding dengan tingginya
kisaran keberhasilan pada kehamilan (86% vs 52%). 2
Thyroid disease
Buruknya control gangguan tiroid baik hipo atau hipertiroidism
berhubungan dengan infertilitas dan abortus. Screening rutin untuk
abnormalnya fungsi tiroid tidak harus dilakukan pada wanita yang
asimptomatik. Wanita dengan penyakit tiroid harus diperiksa oleh
spesialis di bidangnya. 2
5. Faktor Infeksi
Infeksi dalam kehamilan adalah masuknya mikroorganisme
pathogen ke dalam tubuh wanita hamil, yang kemudian
menyebabkan timbulnya tanda atau gejala-gejala penyakit. Sebagai
penuntun diagnosis dan upaya penatalaksanaan yang akan
dijalankan, bahasan infeksi dirancang dengan pendekatan gejala
yang digabung dengan pengelompokan penyakit yang umum terjadi
pada masa kehamilan.11
Penatalaksanaan Umum 11 :
1. Upaya pencegahan merupakan cara yang paling menguntungkan
2. Kenali gejala dan jenis pemeriksaan yang spesifik
3. Tegakkan diagnosis sedini mungkin
4. Lakukan isolasi terhadap transmisi dan konseling bila penyakit
tersebut menular
5. Pilih terapi paling efektif tetapi aman bagi ibu dan janin
6. Bila perlu, lakukan rawat inap, stabilisasi kondisi dan segera atasi
setiap komplikasi
25

7. Minimalisasi morbiditas dan mortalitas


8. Berikan terapi suportif dan asuhan mandiri pascatatalaksana
6. Faktor-Faktor Lain
Bahan kimia yang yang telah diduga berkaitan dengan RPL
termasuk nitrit oxide, arsenic, aniline, benzene, ethylene oxide,
timbale, pestisida, merkuri, dan cadmium.2
G. PROGNOSIS
Selain pada kasus antibody antifosfolipid dan serviks inkompeten,
angka kesembuhan setelah tiga kali abortus berturut-turut berkisar antara
70 dan 85 persen. Apapun terapinya. Yaitu angka kematian janin akan lebih
tinggi, tetapi tidak jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kehamilan secara
umum. Namun, apabila wanita belumpernah melahirkan bayi hidup dan
pernah mengalami paling sedikit satu kali abortus spontan, risiko abortus
adalah 46%.

BAB III
KESIMPULAN
Abortus adalah komplikasi utama pada kehamilan.Abortus habitualis
merupakan masalah kesehatan yang memerlukan perhatian khusus.Saat ini
sudah ada penanganan yang tepat dan aman untuk mengatasi abortus
berulang. Sejak wanita didiagnosis abortus habitualis maka wanita ini harus
melakukan beberapa pemeriksaan untuk mencegah terjadinya abortus
kembali dan melahirkan janin yang viabel. Pemeriksaan yang dilakukan
termasuk
genetik,
anatomi,
endokrinologi
dan
faktor
imunologi.Penanganannya
tergantung
etiologi
masing-masing.Adanya
pemeriksaan ultrasonografi dapat membantu peninjauan janin dalam uterus.

26

DAFTAR PUSTAKA
1. Prawirohardjo, Sarwono.Perdarahan pada Kehamilan Muda. Dalam :
Buku Acuan Nasional PELAYANAN KESEHATAN MATERNAL dan NEONATAL.
Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2014;13:145
2. Khan,Rahat, Talaulikar,Vikram, Shehata,Hassan. Recurrent Pregnancy Loss. In :Journal of
Obstetrics and Gynaecology, February 2013
3. F.Gary Cunningham. Abortus. In : Williams Obstetrics, edisi 22. United
States of America : Mc-Graw-Hill Companies, 2013;33: 950-981
4. Prawirohardjo, Sarwono.Perdarahan pada Kehamilan Muda.Dalam : Buku Ilmu
Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2013;37:460-473
5. Fox-Lee,Laura; J.Schust,Daniel.Recurrent Pregnancy Loss. In : Jonathan Novaks
Gynecology, 13th edition.Baltimore : William & Wilkins, 2013;31:1279-1280
6. Gaufberg, Slava V,MD. Early Pregnancy Loss in Emergency Medicine. In :
Medscape Journal, December 2014
7. Hanretty, Kevin P.Abnormalitas Janin. Dalam : Ilustrasi Obstetri, edisi 7. Singapore :

Churcill Livingstone Elsevier, 2014;6:90-91.


8. M. Sugiura-Ogasawara, B. L. Lin, K. Aoki, T. Maruyama, M. Nakatsuka, N. Ozawa, T.Sugi,
T. Takeshita dan M. Nishida.Does surgery improve live birth rates in patients with recurrent
miscarriage caused by uterine anomalies ?. In : Journal of Obstetric and Gynaecology,
February 2015
9. ___,____. Indication and Techniques for Transcervical and Abdominal Cerclage. Elsevier,
2013
10. Hanretty, Kevin P.Abortus Berulang. Dalam : Ilustrasi Obstetri, edisi 7. Singapore :
Churchill Livingstone Elsevier, 2014;10:220-221

27

11. Prawirohardjo, Sarwono.Perdarahan pada Kehamilan Muda. Dalam :


Buku Acuan Nasional PELAYANAN KESEHATAN MATERNAL dan NEONATAL.
Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2014;20:221-222

28

Anda mungkin juga menyukai

pFad - Phonifier reborn

Pfad - The Proxy pFad of © 2024 Garber Painting. All rights reserved.

Note: This service is not intended for secure transactions such as banking, social media, email, or purchasing. Use at your own risk. We assume no liability whatsoever for broken pages.


Alternative Proxies:

Alternative Proxy

pFad Proxy

pFad v3 Proxy

pFad v4 Proxy