01 Besaran Dan Vektor
01 Besaran Dan Vektor
01 Besaran Dan Vektor
1
I. SISTEM PENGUKURAN
1.1 Definisi Besaran dan Satuan
Fisika pada dasarnya selalu berhubungan dengan pengukuran, baik pengukuran secara
langsung seperti mengukur waktu, panjang, massa dll, ataupun secara tidak langsung
seperti mengukur energi, gaya, kecepatan dll. Dalam Fisika, pengukuran saja tidak
cukup, pada tahap selanjutnya pengukuran tersebut haruslah menghasilkan angka-
angka yang dapat dihitung dan akhirnya diinterpretasikan (ditafsirkan). Semua hal
yang bisa diukur dan dinyatakan dalam angka dalam ilmu Fisika disebut dengan istilah
quantity atau BESARAN (Besaran Fisika).
Fisika seperti halnya Matematika merupakan disiplin ilmu yang banyak melibatkan
angka dan perhitungan, perbedaannya adalah, di dalam Fisika angka dan perhitungan
pada umumnya diperoleh dari hasil pengukuran dan percobaan (secara langsung
ataupun tidak dan percobaan ril ataupun dalam fikiran), sedangkan dalam Matematika
kita tidak harus melakukan pengukuran dan percobaan. Dapatlah kita katakan bahwa
matematika merupakan suatu “alat” yang digunakan Fisika.
Sistem, cara atau aturan untuk menyatakan sebuah besaran fisika ke dalam angka
dinamakan sistem satuan. Sistem satuan juga menunjukkan bagaimana sebuah besaran
diukur atau dibandingkan dengan besaran sejenis lain. Contoh sederhana misalnya,
ketika kita mengukur panjang sebuah meja dengan menjengkalnya, kita peroleh bahwa
panjangnya 20 jengkal, artinya cara mengukur panjang meja adalah dengan cara
membandingkannya dengan jengkal tangan kita, dan hasilnya panjang meja sebanding
dengan 20 jengkal kita. Jika kita lakukan menggunakan hasta, misalkan kita dapatkan
hasil 4 hasta, artinya kita mengukur meja dengan cara membandingkannya terhadap
hasta tangan kita dan hasilnya panjang meja sebanding dengan 4 hasta tangan kita.
Namun demikian, tidaklah akurat mengukur dengan jengkal atau hasta, sebab jengkal
dan hasta masing-masing manusia tidaklah sama dan mungin berubah menurut usia.
Untuk itu perlu dibuat alat pembanding yang standar dan berlaku secara internasional
relatif tetap menurut waktu. Salah satu badan internasional yang mengatur sistem
satuan ini adalah International Bureau of Weights and Measures di Paris. Badan ini
membuat standardisasi untuk panjang (meter), waktu (detik) dan massa (kilogram),
seluruh dunia mengacu pada standar ini sehingga disebut juga dengan sistem
internasional (SI atau MKS).
2
Untuk satuan panjang, satuan meter disepakati
sebagai satuan standar internasional. Meter berasal
dari bahasa Yunani metron yang berarti ukuran. Pada
awalnya yang digunakan sebagai patokan 1 meter
adalah panjang tali dalam pendulum yang memiliki
perioda ½ detik, kemudian pada tahun 1791 acuan ini
Gb 1.1 Jarak dari kutub utara ke diubah, sebagai patokan panjang satu meter adalah
katulistiwa melalui kota Paris
pernah dijadikan acuan untuk diperoleh dari jarak antar kutub utara ke khatulistiwa
panjang 1 meter melalui kota Paris ditetapkan berjarak 107 meter,
sehingga satu meter adalah jarak tersebut dibagi
dengan 107. Namun ternyata cara seperti ini selain
tidak praktis juga berubah karena jarak ini
dipengaruhi oleh faktor gravitasi yang mengubah
permukaan bumi. Pada tahun 1927 setelah melalui
berbagai perubahan, International Bureau of
Weights and Measures membuat sebuah batang besi Gb 1.2 Batang meter dan
kilogram standar terbuat dari
terbuat dari logam platina–iridium sebagai patokan platina-iridium
3
ini sangat diperlukan, jika dalam dunia Astronomi digunakan satuan meter maka
betapa tidak praktisnya untuk menyatakan diameter dari galaksi Bima Sakti yang
jaraknya 100.000 tahun-cahaya yaitu 900.460.800.000.000.000.000 meter !!
Sebaliknya dalam dunia Kristalografi yang berurusan dengan hal-hal yang sangat kecil,
satuan yang lebih kecil diperlukan yaitu Angstrom (oA), di mana 1 OA adalah
0,00000000001 meter, sehingga untuk menyatakan panjang ikatan tunggal carbon
sepanjang 0, 0,0000000000154 cukup ditulis dengan 1,54 oA.
4
Karena ilmu Fisika seringkali berhubungan dengan angka hasil pengukuran, dan pada
umumnya data hasil pengukuran tidak dalam bentuk bilangan bulat, bahkan bilangan
desimal dengan digit yang sangat banyak, maka diperlukan sebuah aturan pembulatan
untuk menyingkat laporan pengukuran hingga digit yang diperlukan saja. Misalnya jika
kita peroleh panjang meja 2,7435 meter, bukankah cukup melaporkannya hingga satu
digit di belakang koma saja menjadi 2,7 meter ?
Aturan pembulatan terkadang sangat penting ketika kit berhadapan dengan angka-
angka pecahan dengan jumlah desimal yang banyak. Ada tiga aturan pembulatan :
Aturan I :
Jika angka dibelakang angka terakhir yang ingin dituliskan kurang dari 5, maka
hilangkan angka tersebut dan semua angka dibelakangnya. Misalnya kita ingin
membulatkan 5,3467 menjadi 1 angka dibelakang koma, karena angka terakhir setelah
angka 3 adalah 4, dan 4 kurang dari 5, maka kita hilangkan seluruh angka dibelakang 3
tersebut menjadi 5.3.
Contoh :
Bulatkanlah 4,3423 menjadi sampai dua digit di belakang koma
Jawab :
Hasil pembulatannya 4,34 karena setelah digit kedua bernilai di bawah 5 (yakni 2)
Aturan I :
Namun jika angka dibelakang angka terakhir yang ingin dituliskan lebih dari 5, maka
tambahkan digit terakhir dengan 1. Misalnya kita ingin membulatkan 5,3867 menjadi 1
angka dibelakang koma, karena angka terakhir setelah angka 3 adalah 8, dan 8 lebih
dari 5, maka kita hilangkan seluruh angka dibelakang 3 tersebut dan tambahkan 3
dengan 1, sehingga 5,4
Contoh :
Bulatkanlah 4,3473 menjadi sampai dua digit di belakang koma
Jawab :
Hasil pembulatannya 4,35 karena setelah digit kedua bernilai di atas 5 (yakni 7)
5
Aturan III :
Jika angka dibelakang angka terakhir yang ingin dituliskan sama dengan 5, maka
jadikanlah digit terakhir menjadi bilangan genap terdekat. Misal jika kita bulatkan
angka 5,3567 menjadi 1 digit di belakang koma maka karena di belakang 3 adalah 5, da
3 adalah bilangan ganjil maka genapkanlah menjadi 4 (bukan 2, karena 4 lebih dekat)
menjadi 5,4. Atau jika kita bulatkan angka 5,6567 menjadi 1 digit di belakang koma
maka karena di belakang 6 adalah 5, dan 6 adalah bilangan genap maka genapkanlah
menjadi 6 (bukan 8 atau 4, karena 6 lebih dekat) menjadi 5,6.
Contoh :
Tulislah dalam otasi ilmiah dan bulatkanlah menjadi 1 digit di belakang koma hasil pengukuran
berikut : 0,0000016534.
Jawab :
1,6534x10-6 dibulatkan menjadi 1,6x10-6.
Gb.1.4 Kapasitas Memori Definisi ini sebetulnya tidaklah cukup, karena arus listrik
Disket Anda 1,44 MB. misalnya, memiliki nilai dan juga arah, akan tetapi kuat-
Skalar atau vektor ?
arus bukanlah besaran vektor. Dengan demikian
diperlukan definisi yang lebih lengkap untuk vektor sebagai berikut : “Besaran vektor
adalah besaran yang memiliki nilai dan arah serta dapat memenuhi aturan-aturan operasi
matematika vektor”. Aturan-aturan operasi Matematika untuk vektor akan dijelaskan
dalam bagian berikutnya.
6
Dalam kehidupan sehari-hari volume air, massa benda, temperatur, jumlah mahasiswa,
waktu, temperatur dll merupakan contoh-contoh besaran skalar yang tidak bergantung
arah dan hanya memiliki nilai/besar
(magnitude), artinya dari arah y
manapun kita mengukurnya nilainya Vektor B
Gambar 1.7 Sebuah vektor dikatakan sama jika arah dan besarnya
sama, meskipun posisinya berpindah
Komponen basis atau vektor î dan ĵ basis adalah vektor –vektor yang arahnya
sesuai dengan arah sumbu koordinat dan nilainya 1, tanda topi (^) di atas huruf i
dan j menujukan bahwa vektor tersebut adalah vektor basis. Namun untuk
kemudahan penulisan, dalam buku ini vektor basis dituliskan dengan menggunakan
hrurf i, j dan k bercetak tebal (i, j, k) dan vektornya tidak ditulis menggunakan
panah di atasnya naum dengan cetak tebal, misalnya F, v, x
Perhatikan sebuah vektor gaya 3 dimensi yang diuraikan dalam vektor-vektor
basisnya :
8
z
F = 3i+2j+4k
5
k
y
2
j
3 i
x
Cara penulisan vektor pada umumnya dituliskan dalam komponen basisnya, misalnya
vektor kecepatan : v = 2i +3j. Besar dari vektor v tersebut dapat diketahui dari
hubungan Phytagoras :
v = v 2x + v 2y , maka :
v = 2 2 + (3) 2 = 5
v
vy
θ
x
vx
Jika kita ingin mengetahui arah dari vektor tersebut, maka dapat ditentukan melalui :
vy
θ = tan −1 , dengan θ merupakan sudut vektor terhadap sumbu x positif, sehingga :
vx
3
θ = tan −1 ≈ 56,3 o
2
9
5. OPERASI MATEMATIK DASAR PADA VEKTOR
4.1 Penjumlahan Vektor
Penjumlahan vektor biasanya dilakukan antar besaran yang sejenis, misalnya
panjang dengan lebar (untuk menghitung keliling), gaya dengan gaya, dll.
Ada beberapa metoda yang bisa dilakukan dalam menjumlahkan vektor :
a. Metoda Jajaran Genjang
Dalam metoda jajarang genjang, dua vektor yang akan dijumlahkan diimpitkan
antar titik pangkalnya, sehingga nilai penjumlahannya diperoleh melalui
persamaan :
(1)
C = A 2 + B 2 + 2AB cos θ
dengan :
C = besar vektor hasil penjumlahan
A = besar vektor pertama yang akan dijumlah
B = besar vektor kedua yang akan dijumlah
θ = sudut terkecil antara vektor A dan B
contoh soal :
Diketahui dua buah vektor yang besarnya masing-masing A = 3 dan B = 4 serta
keduanya mengapit sudut sebesar 60°. Berapakah hasil penjumlahan kedua
vektor tersebut :
A
C
60°°
B
Gambar 1.10 Penjumlahan vektor A dan B
C = A 2 + B 2 + 2AB cos 60 o
1
= 32 + 4 2 + 2 ⋅ 3 ⋅ 4 ⋅
2
= 37
10
Arahnya dapat kita tentukan melalui hubungan sinus :
C α
A
θ 120°°
B
Dari hubungan sinus
sin 120 o
sin θ = A
C
1
3
=32 ≈ 0 , 427
37
θ ≈ 25 ,28 o
arah dari vektor C adalah 25,28o terhadap sumbu x+
Cara menjumlahkan dengan metoda jajaran genjang kurang praktis jika kita
berhadapan dengan penjumlahan lebih dari dua vektor, sebab dalam metoda ini
kita hanya bisa menjumlahkan dua vektor. Untuk menjumlahkan vektor
misalnya, kita harus melakukannya dua kali penjumlahan. Dan itu tidaklah
praktis.
b. Metoda Poligon
Metoda poligon (poli=banyak,
gon=bentuk/sisi) dilakukan dengan cara
menghubungkan ujung suatu dengan
pangkal vektor yang lain. Dan hasil
akhirnya (vektor resultan) adalah dengan
menarik garis (anak panah) dari titik
pangkal vektor pertama dengan ujung
vektor terakhir.
Gambar di samping ini adalah sebuah
contoh penjumlahan dari tiga vektor yang
masing-masing besarnya 20 m, Gambar 1.11 Metoda Poligon
11
25 m, dan 15 m, dengan arah terhadap sumbu x positif seperti terlihat dalam
gambar. Hasil dari penjumlahan adalah
vektor yang menghubungkan pangkal vektor pertama dengan ujung vektor
ketiga. Cara seperti ini tentu saja kurang praktis ketika berhadapan dengan
persoalan vektor 3 dimensi, di mana vektor harus digambarkan dalam suatu
ruang dan cukup sulit ketika harus menghitung resultannya.
R = R 2x + R 2y (2)
dengan :
R = besar vektor resultan
Rx = Jumlah total vektor dalam arah x
Ry = Jumlah vektor dalam arah y
dan arahnya :
Ry (3)
θ = tan −1
Rx
θ = sudut yang dibentuk antara sumbu x dengan vektor resultan
12
Sebuah contoh soal akan memberikan gambaran lebih jelas :
Diketahui tiga vektor A, B, dan C yang besarnya 2, 3 dan 5 dalam koordinat
kartesius yang arahnya seperti pada gambar di bawah. Dengan menggunakan
metoda analitik, tentukanlah vektor resultan (R) nya , baik besar maupun arahnya:
Jawab :
Langkah pertama adalah menggambarkan vektor dan uraian komponennya dalam
sebuah koordinat kertesius sebagai berikut :
Ay
A
135°
B By
60° x
Bx
Ax
270°
13
R= (R x )2 + (R y )2
= ( 3 ,212 ) 2 + ( 4 ,611) 2
= 5 ,619
arah dari vektor resultan :
R
y
tan θ =
R
x
4,61
=
3,212
θ ≈ 55,14o
contoh :
Diketahui dua vektor gaya :
F1 = 2i +4j - 3k
F2 = -i +2j -2k
Berapakah perkalian titik antara kedua vektor gaya di atas ?
Jawab :
F1 • F2 = (2i +4j - 3k) • (-i +2j -2k)
14
= -2 + 8 + 6
= 12
b. Pekalian silang (cross product), dilambangkan dengan x
Pada perkalian silang, terdapat ketentuan :
ixj =k j x i = -k
jxk=i k x j = -i
kxi=j i x k = -i
contoh :
diketahui dua buah vektor:
V1 = 2i + 4j - 2k
V2 = i + 2j + 5k
Berapakah perkalian silang dari kedua vektor di atas (V3) ?
V3 = ( 2i + 4j - 2k ) x ( i + 2j + 5k )
= (2i x i) + (2i x 2j) + (2i x 5k) + (4j x i ) + (4j x 2j) + (4j x 5k)
(-2k x i) + (-2k x 2j) + (-2k x 5k)
menurut aturan perkalian silang di atas maka akan dihasilkan :
= 4k - 10i - 4k + 20i - 2j + 4i
= 14i - 2j
Anda tidak harus mengingat-ingat aturan perkalian silang ini. Untuk mendapatkan
hasil perkalian metoda ini dapat digunakan :
Perkalian dengan urutan seuai siklus i-j-k hasilnya vector satuan berikutnya dan bernilai
positif, contoh :
i x j = k (sesuai urutan i-j-k)
j x k = i (sesuai siklus i-j-k kembali ke i)
k x i = j (seuai siklus i-j-k-i-j) dan sebagainya.
15
6 PEMAKAIAN VEKTOR : PERSOALAN KECEPATAN RELATIF
Persoalan klasik tentang penjumlahan
vektor adalah kasus river boat yang
menyebrangi sungai sebagai berikut :
8 m/s
Sebuah river boat hendak menyebrangi
sungai selebar 10 m dengan kecepatan
relatif terhadap bumi 8 m/s. Laju aliran
6 m/s
???
sungai relatif terhadap bumi 6 m/s.
Berapakah kelajuan river boat relatif Gb. 1.12 Aliran arus menyebabkan arah boat
membelok
terhadap sungai ? Pemecahan dari kasus
seperti ini tentu saja harus menggunakan aturan operasi matematika vektor, karena kita
tahu bahwa kecepatan merupakan besaran vektor. Jika kita sederhanakan gambar di
atas menjadi vektor-vektor kecepatan dengan vp = kecepatan perahu terhadap bumi, vs
= kecepatan arus sungai terhadap bumi dan vp’ = kecepatan perahu terhadap arus
sungai. Maka didapatkan bahwa vp’ bisa didapatkan dengan menjumlahkan vp secara
vektor dengan vs dengan menggunakan metoda jajaran genjang :
270°° vp vp
38,87°°
vs
vp’
vs
(
v 'p = v p2 + v s2 + 2 ⋅ v p ⋅ v s ⋅ cos 270 o )
= 6 2 + 8 2 = 36 + 64 = 100 = 10 m/s
16
SOAL-SOAL
1. Carilah jumlah (resultan) dari dua vektor gaya berikut dengan menggunakan
metoda jajaran-genjang : 30 N arah 30° dan 20 N pada 140°
2. Dua gaya masing-masing sebesar 100 N dan 80 N membetuk sudut 60o menarik
sebuah objek, hitunglah :
a. Gaya resultan (baik besar dan arahnya)
b. Gaya ketiga agar benda diam
3. Sebuah truk diparkir dalam sebuah
galangan kapal dengan kemiringan θ,
berapakah gaya penahan minimum
yang harus dimiliki landasan galangan
agar tidak ambruk
θ
Anak 2
3N Anak 1
Anak 3
45°° 3N
2N 30°°
45°°
4N
4N
30°°
Anak 4 Anak 5
17
6. Hitunglah vektor resultan dari diagram berikut dengan besar vektor A = 5 N, B =2
N, C = 3 N dan D 4 N :
B A
30o
x
C 45o
30o
D
7. Sebuah pesawat terbang ringan dengan laju 600 km/jam bergerak ke arah barat
sementara angin bergerak ke arah utara dengan kecepaan 100 km/jam. Ke manakah
pesawat akan bergerak karena tiupan angin ini ?
8. Diketahui beberapa vektor berikut :
A = 4i – 2j + k
B = -3i + 2j
C = -i + j – 3k
Hitunglah operasi berikut ini :
a. D = A + C d. B ⋅ A
b. E = B – C e. A x C
c. A ⋅ B f. C x A
18