Bronkopneumonia
Bronkopneumonia
Bronkopneumonia
TERHADAP FARMAKOTERAPINYA
BRONKOPNEUMONIA
Oleh :
Aldy Rinaldi
Ivone R.J Wilar
Pembimbing :
PENDIDIKAN DASAR
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SAM RATULANGI MANADO
2011
BAB I
PENDAHULUAN
Pneumonia adalah salah satu penyakit yang menyerang saluran nafas bagian bawah yang
terbanyak kasusnya didapatkan di praktek-praktek dokter atau rumah sakit dan sering menyebabkan
kematian terbesar bagi penyakit saluran nafas bawah yang menyerang anak-anak dan balita hampir di
seluruh dunia. Diperkirakan pneumonia banyak terjadi pada bayi kurang dari 2 bulan, oleh karena itu
pengobatan penderita pneumonia dapat menurunkan angka kematian anak.1
Pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah yang mengenai
parenkim paru. Pneumonia pada anak dibedakan menjadi:
1) Pneumonia lobaris
2) Pneumonia interstisial (bronkiolitis)
3) Pneumonia lobularis (bronkopneumonia) 2
Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis yaitu suatu peradangan pada parenkim
paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai bronkiolus dan juga mengenai alveolus disekitarnya
yang distribusinya berbentuk bercak-bercak (patchy distribution). Bronkopneumonia sering
menimpa anak-anak dan balita, biasanya disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri,
virus,
jamur
dan
benda
asing.
Kebanyakan
kasus
bronkopneumonia
disebabkan
oleh
mikroorganisme, tetapi ada juga sejumlah penyebab non infeksi yang perlu dipertimbangkan.
Bronkopneumonia lebih sering merupakan infeksi sekunder terhadap berbagai keadaan yang
melemahkan daya tahan tubuh tetapi bisa juga sebagai infeksi primer yang biasanya kita jumpai pada
anak-anak dan orang dewasa. Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anakanak di bawah umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi, sedangkan di Amerika
bronkopneumonia menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit infeksi pada anak di bawah umur 2
tahun. Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas selama beberapa
hari. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 39-40c dan mungkin disertai kejang karena demam
yang tinggi. Anak sangat gelisah, dispnea, pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping
hidung dan sianosis di sekitar hidung dan mulut dan dapat disertai dengan retraksi sela iga pada
bronkopneumonia yang berat. Salah satu komplikasi yang mungkin terjadi pada bronkopneumonia
berat adalah asidosis respiratorik yang apabila diagnosis dan penanganannya tidak adekuat akan
menyebabkan kegawatan medis. 3
BAB II
LAPORAN KASUS
Seorang anak laki-laki, BL, berusia 2 tahun 8 bulan, berat badan 10 kg, tinggi badan 72 cm, suku
Tomohon, alamat Tomohom, agama Kristen Protestan masuk BLU RSUP Prof. DR. R. D. Kandou
pada tanggal 24 Juni 2011 jam 10.00 WITA.
ANAMNESIS
Keluhan utama: sesak nafas 4 jam SMRS
Keluhan tambahan: panas dan batuk
Riwayat Penyakit Sekarang:
Sesak nafas dialami sejak 5 jam SMRS. Keluhan baru pertama kali terjadi. Sesak terus menerus
bahkan saat tidak beraktifitas.
Keluhan disertai panas badan dialami sejak 4 hari sebelum MRS. Dengan pemberian obat, panas
turun sampai normal kemudian naik lagi. Panas awalnya sumer sumer kemudian meningkat.
Panas tidak disertai kejang ataupun menggigil.
Keluhan juga disertai batuk 4 hari SMRS. Batuk berlendir warna hijau. Tidak ada darah.
Riwayat batuk sebelumnya disangkal.
Penderita belum pernah berobat ke dokter sebelumnya.
Riwayat penyakit dahulu:
Riwayat kehamilan dan kelahiran kesan normal, demikian juga perkembangan fisik, motorik
dan mentalnya. Riwayat makanan kesan cukup, baik kualitas maupun kuantitas. Imunisasi dasar
lengkap. Tidak ada keluarga penderita yang menderita sakit seperti ini.
Penderita adalah anak bungsu dari tiga bersaudara. Ayah berumur 40 tahun, pendidikan SMP,
pekerjaan buruh. Ibu berumur 36 tahun, pendidikan SMP, pekerjaan ibu rumah tangga.
PEMERIKSAAN FISIK
KU
Tanda vital
Tensi
100/70 mmHg
Nadi
Respirasi
66 kali / menit
Suhu aksila :
Kepala
38.90C
Rambut normal
Konjungtiva anemis - / 2
PCH -/-
Mulut
Sianosis -
Tenggorokan :
Toraks
Simetris
Pulmo Suara napas vesikuler, rhonki basah halus + / +, wheezing + / +
Cor suara jantung S1S2 tunggal, bising (-)
Retraksi intercostal +, retraksi subcostal +, retraksi xyphoid +
Abdomen
Genetalia
Ekstremitas
Pemeriksaan Laboratorium
Hb
12,0 g/dL
Ht
32,8 %
Leukosit
18.300/mm3
Trombosit
250.000/mm3
Malaria
(-)
DIAGNOSIS AWAL
Bronkopneumonia
DIAGNOSIS BANDING
Bronkiolitis
PENATALAKSANAAN
Sefiksim 2 x 40 mg
Paracetamol 4 x 125 mg
Ambroksol 3 x 7.5 mg
3
ANJURAN PEMERIKSAAN
FOLLOW UP
Hari 1 (29 Mei 2010)
Keluhan : panas, batuk dan sesak berkurang
Pemeriksaan fisik : retraksi dan pernapasan cuping hidung masih ada
Pemeriksaan laboratorium :
Darah lengkap
Hb
: 11,9 g/dL
Trombosit
: 242.000/mm3
Ht
: 32.5 %
Malaria
: (-)
Leukosit
: 11.400/mm3
Ro Thoraks :
Diagnosis
: bronkopneumonia
: bronkopneumonia
Bab III
PENILAIAN FARMAKOLOGI KLINIK
3.1 Sefiksim
Rasionalitas pemilihan obat dalam terapi4
Sefiksim, merupakan antibiotik golongan sefalosporin generasi ketiga. Rantai C pada
sefalosporin berisi cabang rantai yang berasal dari derivat
Efek samping sefiksim umumnya ringan. Yang tersering ialah diare (16%) dan keluhan saluran
cerna lainnya.
Terapi ekonomis
Cefiksim dalam sediaan oral berupa suspensi tersedia generiknya dengan harga Rp 27.500,00
sehingga merupakan terapi yang murah dan juga terjangkau6
3.2 Parasetamol
Parasetamol (disebut acetaminophen di USA) adalah turunan dari p-aminophenol, yang sesuai
dengan kepala aktif metabolit phenacetin. Mekanisme aksi yang tidak jelas. Tampak bahwa
parasetamol menghambat biosintesis prostaglandin dalam sistem saraf pusat tetapi tidak (atau
tidak) dalam jaringan perifer. Dalam hal apapun, parasetamol hanya memiliki sedikit anti
inflamasi dibandingkan dengan non-steroid anti-inflammatory agents.7,8
Rasionalitas Pemilihan Obat dalam Terapi
Parasetamol telah baik sifat analgesik dan antipiretik. Parasetamol mempunyai efek
analgesik yaitu menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan sampai sedang. Sebagai analgetik
tempat kerja utama dari parasetamol adalah menurunkan produksi prostaglandin pada jalur nyeri
di susunan saraf pusat seperti di hipotalamus, serta meskipun lebih kecil efeknya juga bekerja
perifer dengan menghambat timbulnya impuls rasa sakit. Parasetamol menurunkan suhu tubuh
dengan mekanisme yang diduga berdasarkan efek sentral, panas yang diturunkan melalui
penghambatan prostaglandin di hipotalamus dan menghasilkan vasodilatasi perifer yang
mengakibatkan peningkatan aliran darah melalui kulit, berkeringat dan hilangnya panas9
Parasetamol telah dibandingkan dengan analgesik lain dan dianggap sekitar equipotent dengan
aspirin (acetylsalicylic acid). Namun, tidak selalu mencapai kemanjuran dosis biasa modern
analgesik non-steroid (terutama ibuprofen). Secara umum, parasetamol kurang mujarab
ketimbang salisilat dan agen antirheumatic lain untuk masalah-masalah yang memerlukan
pengobatan anti-inflamasi.10
Meskipun mekanisme persis parasetamol masih perlu dijelaskan, telah ditemukan
bahwa
tulang
belakang.
Penemuan
ini
menghasilkan
efek
antipiretik
dan
Keamanan Terapi
Parasetamol berikatan dengan protein secara minimal sehingga dieliminasi dengan cepat.
Karena itu, keracunan kronik hampir tidak pernah terjadi. Efek iritasi, erosi dan perdarahan
lambung tidak ditemukan. Reaksi alergi pada parasetamol jarang terjadi. Manifestasinya dapat
berupa eritema atau urtikaria. Efek samping parasetamol yang ringan (dosis terapi) diantaranya
mual, muntah, nyeri perut, ruam dan penglihatan kabur. Pada dosis besar, efek samping yang
dapat terjadi adalah pusing, eksitasi, disorientasi dan dapat menyebabkan toksisitas pada hati dan
ginjal.7 Pada kasus ini, parasetamol aman digunakan karena tidak menimbulkan efek samping
maupun interaksi obat yang tidak diinginkan.
Terapi Ekonomis
Paracetamol adalah obat yang sangat ekonomis, relatif dapat terjangkau oleh masyarakat
yang berdaya beli rendah.
3.3 Ambroksol
Rasionalitas pemilihan obat13
Ambroksol adalah agen sekretolitik yang digunakan pada penyakit saluran pernapasan yang
berhubungan dengan lendir yang berlebih atau kental. Obat ini memiliki beberapa manfaat
termasuk sekretolitik dan sekretomotorik yang akan mengembalikan fungsi pembersihan traktus
respiratorius yang berguna dalam mekanisme pertahanan tubuh secara alami. Ambroksol
merangsang sintesis dan pelepasan dari surfaktan oleh pneumosit tipe II. Surfaktan ini beraksi
dengan mengurangi adhesi dari mukus pada dinding bronkus sehingga memperbaiki transportasi
dalam saluran pernapasan dan menyediakan perlindungan terhadap berbagai infeksi dan agen
yang menyebabkan iritasi. Ambroksol juga memiliki fungsi anestesi yang mana berguna pada
batuk karena pada keadaan ini bronkus seringkali terjadi sedikit iritasi di saluran pernapasan dan
menyebabkan nyeri
Efektivitas obat
Obat ini cepat dalam meredakan iritasi dan nyeri pada saluran bronkus. Onset cepat dan durasi
yang cukup lama pada obat ini bertahan paling kurang 3 jam. Obat ini tersedia dalam bentuk
sirup 30 mg/ml atau 15 mg/ml yang dapat diberikan pada anak sampai dewasa mulai umur 1
tahun dan seterusnya. Dosisnya untuk anak umur 2-5 tahun adalah 3x7.5 mg
Keamanan terapi
Obat ini pada dasarnya memiliki efek samping yang sangat ringan. Biasa hanya didapati
gangguan gastro intestinal seperti mual. Sementara alergi jarang terjadi.6
Terapi ekonomis
Harganya cukup murah dan sangat terjangkau.
Bab IV
KESIMPULAN
Pada penderita ini dapat ditegakkan diagnosa bronkopneumonia berdasarkan anamnesis
didapatkan sesak dan panas. Pada pemeriksaan fisik didapatkan ronki pada kedua lapangan paru.
Pada pemeriksaan radiologis didapatkan gambaran berawan dengan batas tidak jelas yang sesuai
dengan bronkopneumonia.
Pada kasus ini dipilih sefiksim sebagai terapi empiris pada pengobatan ini. Hal ini disebabkan
tidak mungkin menunggu hasil kultur. Dalam hal ini dipilih antibiotik sefalosporin generasi
ketiga yang memiliki spektrum luas dan cukup kuat terhadap berbagai kuman gram + dan .
Parasetamol pada kasus ini digunakan sebagai antipiretik untuk menurunkan suhu tubuh dengan
mekanisme yang diduga berdasarkan efek sentral, panas yang diturunkan melalui penghambatan
prostaglandin di hipotalamus. Sebagai tambahan digunakan ambroksol yang merupakan
mukolitik untuk meredakan gejala batuk pada pasien ini sehingga membantuk mengurani gejala
sesak pada pasien ini.
DAFTAR PUSTAKA
1. Correa Armando.G, Starke Jeffrey R. Kendigs Disorder of the Respiratory Tract in
Children: Bacterial Pneumoniasi, Sixth Edition. WB. Saunders Company Philadelphia,
London, Toronto, Montreal, Sydney, Tokyo. 1998.
2. Kleigman, Behrman, Jenson, Stanton. Nelson Textbook of Pediatrics, 18 th edition,
Saunders, Philadelphia, 2004. P1432-5.
3. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Bag/SMF Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.
Surabaya : 2008. Hal 50-53.
4. Goodman and Gilmans. The Pharmacological Basis of Therapeutics; 10th ed. Singapore :
McGraw-Hill, 2001
5. Gan VHS, Istiantoro YH, Setiabudi R, et al. Anti Mikroba. Dalam: Ganiswarna SG, eds.
Farmakologi dan Terapi. Edisi ke 5. Jakarta : Bagian Farmakologi FKUI, 2008 : 571-685 Mims
6. Clissold SP. Parasetamol dan phenacetin. Obat 1986; 32 (Suppl 4): 46-59
7. Anief, Moh. Drs, Apt. Ilmu Farmasi. 1984. Jakarta: Ghalia Indonesia.
8. Ansel, C. Howard. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. UI Press
9. Hand-out Kuliah Biomedik Farmakologi Program Studi Rekam Medis FMIPA
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
10. Hand-out Kuliah Farmakologi Program Studi Farmasi Universitas Ahmad Dahlan
Yogyakarta
11. Muhlis, Muhammad, S.Si, Apt. 2003. Diklat Kuliat Farmasetika I. Yogyakarta: Fakultas
Farmasi Universitas Ahmad Dahlan
12. Ambroxol. Diunduh dari http://en.wikipedia.org/wiki/Ambroxol