Fisiologi Biji ACARA 1 Pematahan Dormansi Benih
Fisiologi Biji ACARA 1 Pematahan Dormansi Benih
Fisiologi Biji ACARA 1 Pematahan Dormansi Benih
FISIOLOGI BIJI
ACARA I
PEMATAHAN DORMANSI BENIH
Disusun oleh:
Nama
: Desy Isrania
NIM
: 14/364463/PN/13617
Gol/Kelompok
: C1/2
Asisten
: Yuli Ayu Lutvi Yaji
ACARA I
PEMATAHAN DORMANSI BENIH
ABSTRAKSI
Dormansi pada benih merupakan suatu keadaan dimana benih-benih sehat dan normal gagal berkecambah
ketika berada dalam kondisi yang secara normal baik untuk berkecambah. Pematahan dormansi pada benih
dapat dilakukan dengan beberapa cara, misalnya dengan perlakuan mekanis seperti skarifikasi atau dengan
perlakuan kimiawi. Praktikum Fisiologi Biji Acara I tentang Pematahan Dormansi Benih dilaksanakan pada
hari Senin, 5 September 2016 di Ruang Mallika, Laboratorium Pemuliaan Tanaman, Departemen Budidaya
Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Tujuan dari praktikum ini adalah untuk
mengetahui perbedaan kecepatan pematahan dormansi pada biji semangka dengan perlakuan kimiawi dan
skarifikasi. Benih/biji yang akan digunakan dalam perlakuan pematahan dormansi benih adalah biji semangka
(Citrullus lanatus) yang diambil langsung dari buahnya. Sedangkan metode yang digunakan untuk pematahan
dormansi pada benih adalah metode mekanis (skarifikasi) dan metode kimiawi (perendaman dengan KNO 3).
Data hasil pengamatan dianalisis variannya, jika terdapat beda nyata dilanjutkan dengan uji DMRT pada taraf
kepercayaan 95% yang disusun dalam Rancangan Acak Lengkap faktor tunggal berupa metode pemecahan
dormansi dan menghasilkan kesimpulan bahwa terdapat beda nyata antar perlakuan pematahan dormansi,
perlakuan pematahan dormansi dengan menggunakan perlakuan skarifikasi lebih cepat mematahkan dormansi
pada biji semangka (Citrullus lanatus) daripada dengan menggunakan perlakuan KNO3 (kimiawi). Hal tersebut
dikarenakan benih yang diskarifikasi akan menghasilkan proses imbibisi yang semakin baik, sedangkan pada
perlakuan kimiawi mungkin diakibatkan karena konsentrasi dan lamanya waktu perendaman yang kurang
sesuai.
Kata Kunci: Dormansi, mekanis, skarifikasi, kimiawi, KNO3.
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Benih dari spesies tanaman mempunyai sifat dapat menunda perkecambahannya
hingga benih tersebut menemukan kondisi lingkungan yang optimum atau sesuai untuk
mendukung proses perkecambahan. Akan tetapi, tidak semua benih yang ditanam dalam
kondisi lingkungan optimum akan berkecambah, meskipun sebenarnya benih tidak mati.
Benih hidup yang mempunyai sifat demikian disebut benih dorman. Benih dikatakan
dorman apabila benih itu sebenarnya hidup tetapi tidak berkecambah walaupun
diletakkan pada keadaan lingkungan yang memenuhi syarat bagi perkecambahannya.
Faktor-faktor yang menyebabkan dormansi benih dibedakan menjadi dua tipe, yaitu
dormansi fisik dan dormansi fisiologis. Dormansi fisik misalnya diakibatkan karena kulit
benih yang tebal dan impermeabel, sedangkan tipe dormansi fisiologis bisa diakibatkan
karena tidak sempurnanya embrio atau embrio belum masak fisiologis, serta adanya zatzat penghambat perkecambahan.
Pematahan dormansi pada benih dapat dilakukan dengan beberapa cara, misalnya
dengan perlakuan mekanis seperti skarifikasi atau dengan perlakuan kimiawi. Skarifikasi
mencakup cara-cara seperti mengkikir/menggosok kulit biji dengan kertas amplas,
melubangi kulit biji dengan pisau, maupun dengan memecah kulit biji. Sedangkan
perlakuan kimiawi adalah perlakuan dengan memanfaatkan larutan asam kuat yang
bertujuan melunakkan kulit biji agar lebih mudah dimasuki oleh air pada proses imbibisi.
Kedua metode tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Sehingga,
untuk mengetahui efektivitas pematahan dormansi antar kedua metode dilakukan
kegiatan praktikum ini.
B. Tujuan
Mengetahui perbedaan kecepatan pematahan dormansi pada biji semangka dengan
perlakuan kimiawi dan skarifikasi.
Viabilitas benih dapat dihambat oleh adanya kemampuan benih untuk menunda
perkecambahan, yaitu dengan adanya sifat dormansi. Dormansi benih menunjukkan suatu
keadaan dimana benih-benih sehat (viable) gagal berkecambah ketika berada dalam kondisi
yang secara normal baik untuk berkecambah, seperti kelembaban yang cukup, suhu dan
cahaya yang sesuai. Dormansi dapat terjadi selama proses pengelolaan, sehingga benih tidak
dapat berkecambah walaupun dalam lingkungan yang baik untuk perkecambahan (Yuniarti
dan Djaman, 2015). Benih dalam keadaan dorman bukan berarti mati, karena benih tersebut
dapat dirangsang untuk berkecambah dengan berbagai perlakuan. Benih yang dorman dan
benih yang mati dapat diketahui melalui uji perkecambahan. Bila volume benih pada akhir
perkecambahan sama dengan keadaan sebelum dikecambahkan maka benih dalam keadaan
dorman. Sebaliknya, bila volume benih menunjukkan perubahan, misalnya mengecil,
ditumbuhi cendawan dan atau bila dipijat terasa lembek, berarti benih tersebut mati
(Sinambela, 2008). Beberapa perlakuan dapat diberikan pada benih, sehingga tingkat
dormansinya dapat diturunkan dan persentase kecambahnya tetap tinggi. Perlakuan tersebut
dapat ditujukan pada kulit benih, embrio maupun endosperm benih dengan maksud untuk
menghilangkan faktor penghambat perkecambahan dan mengaktifkan kembali sel-sel benih
yang dorman (Yuniarti dan Djaman, 2015).
Faktor dormansi fisik pada benih dapat disebabkan oleh tebal dan kerasnya kulit benih,
sehingga penyerapan air ke dalam embrio terhambat dan akibatnya menghambat
pertumbuhan dan perkembangan embrio juga, karena embrio yang berkembang sulit
memecahkan tempurung untuk memunculkan kecambah. Oleh karena itu, tanpa adanya
perlakuan tertentu terhadap kulit benih, benih sulit berkecambah dalam waktu yang lama.
Dalam waktu yang lama tersebut juga lembaga atau benih dapat mengalami kerusakan
mekanis, fisiologis ataupun biologis sehingga daya kecambah benih menjadi sangat rendah,
hanya mencapai 50-60% saja (Simamora dkk., 2015).
Benih dikatakan telah patah masa dormansi jika menunjukkan nilai persentase benih
dorman kurang dari 5,00%, dan dinyatakan sesuai standar pengujian mutu benih, jika
mempunyai nilai daya tumbuh lebih dari 80,00%. Benih dorman mengalami beberapa fase
hingga benih dapat melakukan perkecambahan. Fase yang pertama benih akan mengalami
fase induksi yang ditandai dengan terjadinya penurunan jumlah hormon pertumbuhan (ABA,
sitokinin dan giberelin). Ketika kadar ABA meningkat, biji akan memulai proses dormansi.
ABA akan menekan hormon pertumbuhan lainnya, kemudian terjadi fase tertundanya
metabolisme (a period of partial metabolic arrest). Akibat menurunnya kadar hormon
pertumbuhan, biji tidak dapat merombak cadangan makanan pada endosperm, tidak ada
hormon pertumbuhan yang menginduksi, maka metabolisme lemak tidak akan terjadi,
selanjutnya fase bertahannya embrio untuk berkecambah karena faktor lingkungan yang tidak
menguntungkan. Imbibisi air menyebabkan berlangsungnya katabolisme karbohidrat pada
biji, namun ketika kondisi lingkungan tidak mendukung, misalnya kekurangan air, giberelin
yang tidak aktif tidak dapat menginduksi sintesis amilum, sehingga terjadi proses
perkecambahan (germination) yang ditandai dengan meningkatnya hormon dan aktivitas
enzim (Nurussintani dkk., 2013).
Perlakuan pematahan dormansi dapat dilakukan dengan mekanis (stratifikasi dan
pengguntingan kulit) dan kimiawi seperti asam sulfat, potassium nitrat serta hormon
pertumbuhan seperti giberelin untuk memacu perkecambahan biji. Biji-biji yang berkulit
keras akan menjadi permeabel terhadap air bila biji-biji tersebut dikikir. Bahan kimia berupa
persenyawaan sederhana seperti KNO3 juga dapat memecahkan dormansi. KNO3 dengan
konsentrasi tertentu dapat merangsang pertumbuhan. Perendaman H2SO4 dan asam giberelin
juga merupakan perlakuan kimia yang dapat mematahkan dormansi benih. Kulit benih yang
keras bersifat impermeabel terhadap air dan udara sehingga menghalangi proses
perkecambahan benih (Astari dkk., 2014).
III.
METODOLOGI
IV.
A. Hasil
Gaya berkecambah dan indeks vigor benih yang diperoleh ditampilkan dalam tabel
berikut ini:
Ul/Plk KONTROL SKARIFIKASI KNO3
I
68
88
10
II
10
90
4
III
72
100
8
IV
60
88
10
Tabel 1. Gaya Berkecambah Biji Semangka pada Setiap Perlakuan Pematahan Dormansi
Plk/Hari
1
2.0
2
0.3
3
0.6
4
0.3
5
1.1
6
0.8
7
0.4
8
0.3
10
0.1
11
0.0
12
0.0
13
0.0
14
KONTROL
0
4.0
8
2.8
7
2.6
8
3.8
0
1.3
3
0.6
3
0.1
4
0.0
0.11
5
0.0
SKARIFIKASI
0
0.5
8
0.1
7
0.3
5
0.0
8
0.0
3
0.0
0.0
KNO3
0
3
3
5
7
3
3
Tabel 2. Indeks Vigor Biji Semangka pada Setiap Perlakuan Pematahan Dormansi
B. Pembahasan
Proses perkecambahan merupakan awal kehidupan bagi tumbuhan berbiji. Proses ini
dimulai saat embrio biji mulai matang dan tumbuh melalui mekanisme fisika dan kimia.
Tumbuhnya radikula atau calon akar dan plumula atau calon batang pada biji dalam
proses perkecambahan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor yang
mempengaruhi perkecambahan tersebut digolongkan menjadi 2, yaitu faktor internal dan
faktor eksternal. Faktor internal atau faktor dalam merupakan faktor yang mempengaruhi
perkecambahan dari dalam biji itu sendiri. Beberapa diantaranya terkait erat dengan
tingkat kemasakan fisiologis, ukuran, dormansi, dan penghambat (inhibitor). Faktor
eksternal atau faktor luar merupakan faktor yang mempengaruhi perkecambahan dari
lingkungan luar sekitar biji itu sendiri. Beberapa dari faktor tersebut diantaranya terkait
erat dengan ketersediaan air, suhu, oksigen, cahaya, dan kondisi media.
Dormansi benih menunjukkan suatu keadaan dimana benih-benih sehat (viable)
gagal berkecambah ketika berada dalam kondisi yang secara normal baik untuk
berkecambah, seperti kelembaban yang cukup, suhu dan cahaya yang sesuai. Faktorfaktor yang menyebabkan dormansi benih adalah tidak sempurnanya embrio, embrio
belum masak fisiologis, kulit benih yang tebal, kulit yang impermeabel dan adanya zatzat penghambat perkecambahan. Dormansi pada benih bisa berlangsung selama beberapa
0.07
hari, semusim, bahkan beberapa tahun tergantung pada jenis tanaman dan tipe
dormansinya. Tipe-tipe dormansi dapat di bagi menjadi dua, yaitu berdasarkan fisik dan
fisiologis. Dormansi fisik adalah dormansi yang diakibatkan oleh fisik dari benih itu
sendiri, maksudnya adalah dormansi yang diakibatkan oleh adanya pembatasan struktural
terhadap perkecambahan suatu biji, misalnya impermeabilitas kulit biji terhadap air,
resistensi mekanis kulit biji terhadap pertumbuhan embrio, permeabilitas yang rendah
dari kulit biji terhadap gas-gas, dan lain sebagainya. Kemudian dormansi fisiologis
adalah dormansi yang disebabkan oleh sejumlah mekanisme, misalnya pengatur tubuh,
baik penghambat ataupun perangsang tumbuh, dapat juga disebabkan oleh beberapa
faktor seperti immaturity embrio, after ripening, dormansi sekunder, dan dormansi yang
disebabkan oleh hambatan metabolisme pada embrio.
Dormansi pada benih atau biji dapat dipatahkan baik dengan perlakuan mekanis,
fisik maupun dengan perlakuan kimiawi. Perlakuan mekanis umumnya dipergunakan
untuk memecahkan dormansi benih yang disebabkan oleh impermeabilitas kulit biji baik
terhadap air atau gas. Untuk perlakuan fisik, dapat meliputi perendaman dengan air
bersuhu tinggi, stratifikasi (perlakuan dengan suhu tertentu), dan perlakuan dengan
menggunakan cahaya. Sedangkan perlakuan kimiawi adalah perlakuan yang melibatkan
atau menggunakan bahan-bahan kimia untuk memecah dormansi pada benih dengan
tujuan agar kulit biji lebih lunak, sehingga lebih mudah dimasuki oleh air pada saat
proses imbibisi.
Dalam praktikum ini digunakan dua tipe pematahan dormansi, yaitu dengan
perlakuan mekanis (meliputi skarifikasi) dan perlakuan kimiawi (meliputi perendaman
KNO3). Menurut Schmidt (2000), benih yang diskarifikasi akan menghasilkan proses
imbibisi yang semakin baik. Air dan gas akan lebih cepat masuk ke dalam benih karena
kulit benih yang permeabel. Air yang masuk ke dalam benih menyebabkan proses
metabolisme dalam benih berjalan lebih cepat akibatnya perkecambahan yang dihasilkan
akan semakin baik. Selain itu, kelebihan yang lain dalam perlakuan skarifikasi adalah
mudah dan sederhana dalam pengaplikasiannya. Di samping kelebihannya itu, perlakuan
skarifikasi juga memiliki kekurangan, diantaranya peluang rusaknya embrio pada benih
sangat tinggi jika tidak dilakukan secara hati-hati. Pada perlakuan kimiawi dengan
larutan KNO3, perendaman dalam larutan dapat meningkatkan daya berkecambah benih
yang diduga karena impermeabilitas terhadap air dan oksigen. Namun, konsentrasi dan
lamanya waktu perendaman mempengaruhi tingkat kerusakan pada benih/biji. Semakin
tinggi dan semakin lama waktu perendaman maka kerusakan biji juga semakin tinggi.
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, diperoleh data gaya berkecambah dan
indeks vigor pada masing-masing perlakuan yang ditampilkan dalam bentuk histogram
dan grafik di bawah ini:
GAYA BERKECAMBAH
120
100
88 90
88
72
80 68
GAYA BERKECAMBAH (%)
100
60
60
SKARIFIKASI
KNO3
40
20
0
KONTROL
1010
I
II
8
III
10
IV
KELOMPOK
KONTROL
SKARIFIKASI
KNO3
HARI PENGAMATAN
Gambar 2. Grafik Indeks Vigor Biji Semangka pada Setiap Perlakuan Pematahan
Dormansi
Dari grafik di atas, diperoleh hasil indeks vigor masing-masing perlakuan yang memiliki
nilai fluktuatif (naik turun). Namun keseragaman dan kecepatan benih dalam
berkecambah (indeks vigor) benih optimum terjadi pada rentang pengamatan hari ke-3
hingga ke-5. Dan dari grafik di atas juga dapat disimpulkan bahwa pada perlakuan
skarifikasi memiliki indeks vigor lebih tinggi daripada kontrol dan perlakuan KNO 3, dan
indeks vigor terendah terdapat pada perlakuan KNO3. Seperti penjelasan histogram di
atas bahwa benih yang diskarifikasi akan menghasilkan proses imbibisi yang semakin
baik, karena air dan gas akan lebih cepat masuk ke dalam benih karena kulit benih yang
permeabel. Sedangkan, alasan rendahnya indeks vigor pada perlakuan KNO3 mungkin
diakibatkan karena konsentrasi dan lamanya waktu perendaman yang kurang tepat.
Semakin tinggi dan semakin lama waktu perendaman maka kerusakan biji juga semakin
tinggi. Sehingga gaya berkecambah yang diperoleh juga sangat rendah. Hasil yang
diperoleh juga dianalisis varian yang memberikan kesimpulan bahwa perlakuan
pematahan dormansi berbeda nyata. Kemudian hasil analisis dilanjutkan dengan uji
DMRT pada taraf kepercayaan 95% dan hasil yang diperoleh bahwa perlakuan
skarifikasi memiliki persentase tertinggi dengan nilai 91,5%, kontrol 52,5%, dan
perlakuan dengan KNO3 memiliki nilai terendah dengan persentase 8,0%.
V. KESIMPULAN
Kesimpulan yang diperoleh bahwa terdapat beda nyata antar perlakuan pematahan
dormansi, perlakuan pematahan dormansi dengan menggunakan perlakuan skarifikasi lebih
cepat mematahkan dormansi pada biji semangka (Citrullus lanatus) daripada dengan
menggunakan perlakuan KNO3 (kimiawi).
DAFTAR PUSTAKA
Astari, R.P., Rosmayati, dan E.S. Bayu. 2014. Pengaruh pematahan dormansi secara fisik dan
kimia terhadap kemampuan berkecambah benih mucuna (Mucuna bracteata D.C). Jurnal
Online Agroekoteknologi 2(2): 803-812.
Nurussintani, W., Damanhuri, dan S.L. Purnamaningsih. 2013. Perlakuan pematahan
dormansi terhadap daya tumbuh benih 3 varietas kacang tanah (Arachis hypogaea).
Jurnal Produksi Tanaman 1(1): 86-93.
Schmidt, L. 2000. Pedoman Penanganan Benih Hutan Tropis dan Sub Tropis. Direktorat
Jendral Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial, Departemen Kehutanan, Jakarta.
Simamora, I., R.M. Lubis, dan M.K. Harahap. 2015. Pematahan dormansi secara fisik, kimia,
dan pengaruh lama penyimpanan terhadap benih kemiri (Aleurites moluccana willd).
Grahatani 1(3): 25-34.
Sinambela, D. 2008. Kajian Perkembangan dan Dormansi pada Biji Padi (Oryza sativa L.)
Varietas Ariza dan Sunggal serta Pemecahannya. Sekolah Pascasarjana Agronomi,
Universitas Sumatera Utara, Medan. Tesis.
Yuniarti, N. dan D.F. Djaman. 2015. Teknik pematahan dormansi untuk mempercepat
perkecambahan benih kourbaril (Hymenaea courbaril). PROS. SEM. NAS. MASY.
BIODIV. INDON. 1(6): 1433-1437.