Preskas Anak Andri Dok Dani
Preskas Anak Andri Dok Dani
Preskas Anak Andri Dok Dani
Oleh :
Andriana Wijaya 110201027
Pembimbing :
dr. Dani Kurnia Sp.A
Laporan Kasus
Mengetahui:
2
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb.
Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang
Maha Esa, karena atas rahmat dan hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan laporan
kasus dengan judul “Bronkopneumonia pada Anak”, sebagai tugas
kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak RSUD Arjawinangun. Tidak lupa shalawat
serta salam kami panjatkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW.
Pada kesempatan ini, izinkan kami selaku penulis untuk mengucapkan
terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu kami untuk menyelesaikan
laporan kasus ini, terimakasih kepada dr. H. Isyanto ,Sp.A, selaku pembimbing
yang telah meluangkan waktu dalam membimbing dan memberi masukan-
masukan kepada penulis mengenai laporan kasus ini dan kepada dr. H. Bambang
Suharto,Sp.A, MH.Kes dan dr. Dani Kurnia, Sp.A yang turut membantu dan
membimbing penulis, dan juga kepada seluruh dokter, staf bagian anak, orang tua
kami yang telah mendukung secara moril maupun materil demi terwujudnya cita-
cita kami, dan teman-teman sejawat lainnya yang turut membantu penyusun
selama kepanitraan di bagian Ilmu Kesehatan Anak. Semoga Allah SWT
memberikan balasan yang sebesar-besarnya atas bantuan yang diberikan selama
ini.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan laporan kasus ini masih banyak
terdapat kekurangan. Oleh sebab itu kami mengharapkan saran serta kritik yang
dapat membangun dalam laporan presentasi kasus ini untuk perbaikan di
kemudian hari. Semoga presentasi kasus ini dapat berguna dan bermanfaat bagi
kita semua baik sekarang maupun di hari yang akan datang. Amin.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bronkopenumonia merupakan radang dari saluran pernapasan yang terjadi
pada bronkus sampai dengan alveolus paru. Bronkopneumonia lebih sering
dijumpai pada anak kecil dan bayi, biasanya sering disebabkan oleh bakteri
streptokokus pneumonia dan Hemofilus influenza yang sering ditemukan pada
dua pertiga dari hasil isolasi. Berdasarkan data WHO, kejadian infeksi pneumonia
di Indonesia pada balita diperkirakan antara 10-20% pertahun.1 Anak dengan daya
tahan atau imunitas terganggu akan menderita bronkopneumonia berulang atau
bahkan bisa anak tersebut tidak mampu mengatasi penyakit ini dengan sempurna.
Selain faktor imunitas, faktor iatrogen juga memicu timbulnya penyakit ini,
misalnya trauma pada paru, anastesia, pengobatan dengan antibiotika yang tidak
sempurna.1
4
1.2 Tujuan Penulisan
Penyajian laporan kasus ini bertujuan untuk menjelaskan kasus
Bronchopneumonia yang terjadi pada anak dan memenuhi sebagian syarat
Program Pendidikan Profesi Kepanitraan Bagian Ilmu Kesehatan Anak di RSUD
Arjawinangun.
5
BAB II
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS
Nama : An. A
Usia : 6 Bulan
Agama : Islam
Alamat : Gegesik
Pendidikan : SD
Masuk RS : 21 Februari 2018
Tgl Pemeriksaan : 24 Februari 2018
II. ANAMNESIS
(anamnesis secara allo-anamnesis terhadap kedua orang tua pasien)
1. Keluhan Utama
Batuk sejak 3 minggu SMRS
2. Keluhan Tambahan
Demam (+), Batuk disertai sesak nafas (+) , Mual (+), Muntah (+) setiap
batuk.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien laki-laki usia 6 bulan datang dibawa ibunya ke IGD RSUD
Arjawinangun pada tanggal 21 Februari 2018, dengan keluhan Batuk sejak 3
minggu SMRS. Keluhan disertai sesak nafas (+) , Demam (+), Mual (+),
Muntah (+) setiap batuk.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak memiliki riwayat batuk lama atau keluhan seperti sekarang
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang pernah mengalami sakit seperti ini.
6
6. Riwayat Pribadi
- Riwayat kehamilan
Kehamilan ini merupakan kehamilan yang diinginkan dan merupakan
kehamilan ke-tiga, tanpa abortus, partus dua kali (P3A0) Ibu pasien mengaku
teratur kontrol ke dokter untuk memeriksakan kehamilan dan penyakitnya.
- Riwayat persalinan:
Pasien lahir dengan persalinan spontan dibantu oleh bidan. Pasien lahir cukup
bulan di Bidan, langsung menangis, berat lahir 3300 gram, panjang badan lahir
49 cm.
- Riwayat pasca lahir:
Tidak ada
7. Riwayat Makanan
Ibu pasien mengatakan sejak pasien lahir, sudah mendapatkan ASI hingga saat
ini.
8. Imunisasi
BCG : lengkap
DPT : lengkap
Polio : lengkap
Campak : lengkap
Hepatitis B : lengkap
Ulangan / booster : -
Imunisasi lain :-
7
o Sosial Ekonomi:
Menurut keterangan Ibu pasien, ayah pasien sehari-hari bekerja sebagai
petani. Sedangkan ibu tidak bekerja dan hanya sebagai buruh cuci.
o Lingkungan:
Pasien tinggal di daerah Gegesik. Pasien tinggal bersama Kedua orang tua
dan seorang kakak perempuan. Rumah pasien sederhana, sirkulasi udara
kurang dan pencahayaan kurang . Di kamar terdapat ventilasi udara namun
jarang dibuka. Rumah terdiri dari 2 kamar tidur, 1 kamar mandi, dapur dan
tempat mencuci baju
8
B. Pemeriksaan Khusus
Kulit : Kulit tampak kering, berwarna kuning langsat, tidak ada
hematom dan tidak ada ikterik.
Kepala : Normocephal, rambut kehitaman, distribusi merata,
mudah dicabut, wajah edema (+).
Mata : Konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor
2mm/2mm, refleks cahaya langsung +/+, refleks cahaya
tidak langsung +/+
Telinga : Bentuk daun telinga normal, tidak ada massa pre-
aurikular dan retro-aurikular, nyeri tekan tragus (-), otore
-/-
Hidung : Bentuk normal, pernapasan cuping hidung (-), bekas
sekret mengering -/- warna putih.
Mulut : Mukosa bibir kering, tidak sianosis, trismus (-), faring
tidak hiperemis, Tonsil T1-T1 tenang
Leher : Simetris, tidak ada deviasi trakhea, tidak teraba
pembesaran kelenjar getah bening
Thoraks : Pulmo :
I : Normochest, dinding dada simetris statis dan dinamis,
retraksi suprasternal (-) retraksi epigastrium (-), iga
mengambang.
P : Ekspansi dinding dada simetris, fremitus vokal dan
taktil simetris.
P : Sonor di kedua lapang paru
A : Vesikuler (Normal/Normal), ronkhi +/+, wheezing -/-
Cor :
I : Bentuk dada normal, tidak tampak iktus cordis
P : Iktus cordis teraba di ICS 4-5 linea MCS
P : Batas jantung kesan normal
A : BJ I dan II reguler, Gallop (-), Murmur (-)
9
Abdomen : I : Abdomen buncit
P : Dinding perut supel, turgor normal, hepar dan lien
tidak teraba.
P : Timpani
A : Bising usus (+) normal
Alat Kelamin : Perempuan, rambut pubis (-).
Ekstremitas : Akral hangat, Edema (-), sianosis (-), capillary refill time
<2detik.
Superior Inferior
Akral dingin -/- -/-
Akral sianosis -/- -/-
Edema -/- -/-
Capillary Refill < 2detik < 2detik
10
MCH 24,6 Pg 23-31 Flowcytometri
MCHC 34,2 g/dL 32-36 Flowcytometri
PEMERIKSAAN RADIOLOGI
Kesan :
- bronchopneumonia
dextra dengan
limfadenopati hiler
dextra ec. Spesific
proses suspected
- Besar cor normal
11
V. RINGKASAN DATA DASAR
A . ANAMNESIS
Pasien perempuan usia 6 bulan datang dengan keluhan batuk sejak 2
SMRS dan sesak nafas. Keluhan disertai demam yang naik turun, mual dan
muntah setiap kali batuk.
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Umum
1. Kesan Umum : tampak sakit sedang
2. Kesadaran : composmentis
3. Tanda Utama
Tekanan Darah : -
Frekuensi nadi : 144x/menit
Frekuensi napas : 49x/menit
Suhu : 36,5 Celsius
SpO2 : 96%
Kesan Gizi : Overweight
12
V. DIAGNOSIS KERJA
Dypsnea e.c. Bronkopneumonia
VI.DIAGNOSIS BANDING
Bronkiolitis
Tuberkulosis
1. Non Medikamentosa
RL mikro 28 tpm
O2 3-4 lpm via Nasal Canul
2. Medikamentosa
Nebu Combivent ½ amp setiap 8 jam
Injeksi Antrain 3x70 mg jika demam
Injeksi Ranitidin 2x7 mg intravena
Ambroxol Syr 3x1/4 cth
3. Rencana Pemantauan
Pantau tanda vital pasien
Pantau berat badan dan status gizi pasien.
4. Rencana Edukasi
- Menjelaskan kepada orang tua mengenai penyakit yang diderita pasien,
cara pengobatan, komplikasi, dan pencegahan penyakit tersebut.
13
- Menjelaskan kepada orang tua mengenai pentingnya kepatuhan untuk
minum obat setiap hari sesuai aturan terutama karena pengobatan yang
diberikan adalah pengobatan jangka panjang.
- Menjelaskan kepada orang tua untuk memberikan makanan yang baik dan
bergizi dan mengusahakan agar anak mau makan sehingga status gizi anak
dapat membaik.
- Menjelaskan kepada orang tua mengenai bahaya penularan, dan
menyarankan agar anggota keluarga ataupun tetangga yang memiliki
keluhan seperti batuk lama untuk segera memeriksakan diri ke dokter.
VIII. PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : ad bonam
Quo ad sanationam : dubia
14
berkurang, N: 128 x/m - cefotaxime 2x350
mual (-) RR : 40 x/m
muntah (-)
Rh +/+
Wh -/-
26/2/18 Batuk (+) BB : 6,8 kg Dysnea e.c susp. - Terapi lanjut
sudah mulai S : 36,5 C Bronkopneumonia - pasien boleh pulang
berkurang, N : 130 x/m
sesak (-) mual RR : 38 x/m
(-) muntah (-)
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis adalah peradangan pada
parenkim paru yang melibatkan bronkus/bronkiolus yang berupa distribusi
berbentuk bercak-bercak (patchy distribution). Konsolidasi bercak berpusat
disekitar bronkus yang mengalami peradangan multifokal dan biasanya bilateral.
Konsolidasi pneumonia yang tersebar (patchy) ini biasanya mengikuti suatu
bronkitis atau bronkiolitis.3
15
EPIDEMIOLOGI
Distribusi Bronkopneumonia
a. Distribusi Bronkopneumonia Berdasarkan Orang
Berdasarkan hasil SKRT 2001, angka prevalensi ISPA 2% dari lima penyakit
yang disurvei (ISPA, infeksi saluran nafas kronik, hipertensi, kulit, dan sendi),
dengan prevalensi tinggi pada golongan bayi (39%) dan balita (42%). ISPA
merupakan penyebab utama kematian pada bayi dan balita dengan CFR masing-
masing (27,6%), dan (22,8%). Angka kematian bayi dan balita menjadi indikator
derajat kesehatan masyarakat.
Profil Kesehatan Indonesia tahun 2005, prevalensi ISPA tinggi pada perempuan
(24%) daripada laki-laki (23%).Menurut hasil penelitian Taisir (2005) di
Kelurahan Lhok Bengkuang Kecamatan Tapak Tuan Aceh Selatan dengan
menggunakan desain Cross Sectional, berdasarkan jenis kelamin IR ISPA balita
pada laki-laki (43,3%) lebih tinggi daripada perempuan (33,7%).
Menurut hasil penelitian Barus (2005) di tiga Kelurahan Kecamatan Medan Baru
dengan menggunakan desain Cross Sectional, diketahui bahwa kelompok umur
>19 tahun merupakan anggota rumah tangga terbanyak yaitu 568 jiwa (66,7%),
demikian juga kasus ISPA terbanyak pada kelompok umur ini, yaitu 280 kasus
(65,6%). Namun bila dihitung angka Age Specific Morbidity Rate tertinggi adalah
pada kelompok ≤5 tahun (79,4%)
16
b. Distribusi Bronkopneumonia Berdasarkan Tempat dan Waktu
Profil Kesehatan Indonesia tahun 2005, prevalensi ISPA di pedesaan (25%) lebih
tinggi dibandingkan dengan perkotaan (22%). Prevalensi ISPA untuk kawasan
Sumatera 20%, sementara untuk kawasan Jawa-Bali adalah 23% dan kawasan
KTI (Kalimantan, Sulawesi, dan NTB/NTT/Papua) 29%.
Profil Kesehatan Indonesia tahun 2008, pneumonia yang terjadi pada balita
berdasarkan laporan 26 provinsi, tiga provinsi dengan cakupan tertinggi berturut-
turut adalah provinsi Nusa Tenggara Barat 56,50%, Jawa Barat 42,50% dan
Kepulauan Bangka Belitung 21,71%. Sedangkan cakupan terendah adalah
provinsi DI Yogyakarta 1,81%, Kepulauan Riau 2,08%, dan NAD 4,56%. Profil
Kesehatan Sulawesi Selatan tahun 2004 prevalensi ISPA (97,9 %) dan di kota
Makasar (29,47%).
PATOGENESIS
Dalam keadaan sehat pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme,
keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan paru. Terdapatnya
bakteri di dalam paru merupakan ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh
sehingga mikroorganisme dapat berkembang biak dan berakibat timbulnya infeksi
penyakit.
Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui jalan nafas
sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli dan jaringan
sekitarnya. Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses
peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu :
17
Stadium I/Hiperemia (4 – 12 jam pertama/kongesti)
Pada stadium II, disebut hepatisasi merah karena terjadi sewaktu alveolus terisi
oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host)
sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh
karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan sehingga warna paru
menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli
tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini
berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.3
18
Pada stadium III/hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih
mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin
terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel.
Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai di reabsorbsi, lobus masih tetap padat
karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler
darah tidak lagi mengalami kongesti. 3
Pada stadium IV/resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan
mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorpsi oleh makrofag
sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula. 3
GEJALA KLINIK
a. Menggigil, mendadak demam yang tinggi dengan cepat dan berkeringat
banyak
b. Nyeri dada seperti ditusuk yang diperburuk dengan pernafasan cepat dan
batuk
c. Sakit parah dengan takipnea jelas (25-45/MENIT) dan dipsnea
d. Nadi cepat dan bersambung
e. Bradikardi relatif ketika demam menunjukkan infeksi virus, infeksi
mycoplasma, atau spesies legionella
f. Sputum purulen, kemerahan, bersemu darah, kental atau hijau relatif
pada preparat etiologis
g. Tanda-tanda lain : demam, cracles, tanda-tanda konsolidasi lebar.6
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan radiologi
Foto rontgen toraks pada pneumonia ringan tidak rutin dilakukan,
hanya direkomendasikan pada pneumonia berat yang dirawat. Kelainan
foto rontgen toraks pada pneumonia tidak selalu berhubungan dengan
gambaran klinis. Umumnya pemeriksaan yang diperlukan untuk
menunjang diagnosis pneumonia hanyalah pemeriksaan posisi AP. Lynch
19
dkk mendapatkan bahwa tambahan posisi lateral pada foto rontgen toraks
tidak meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas penegakkan diagnosis. 4
20
Secara klinis CRP digunakan sebagai alat diagnostik untuk membedakan
antara faktor infeksi dan noninfeksi, infeksi virus dan bakteri, atau infeksi
bakteri superfisialis dan profunda. Kadar CRP biasanya lebih rendah pada
infeksi virus dan infeksi bakteri superfisialis daripada infeksi bakteri
profunda. CRP kadang digunakan untuk evaluasi respons terhadap terapi
antibiotik 2.
Pemeriksaan Mikrobiologis
Pemeriksaan mikrobiologik untuk diagnosis pneumonia anak tidak rutin
dilakukan kecuali pada pneumonia berat yang dirawat di RS. Untuk
pemeriksaan mikrobiologik, spesimen dapat berasal dari usap tenggorok,
sekret nasofaring, bilasan bronkus, darah, pungsi pleura, atau aspirasi
paru2,4.
DIAGNOSIS
Diagnosis Bronkopneumonia ditegakkan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang sebagai
berikut
a. Anamnesis
Dari anamnesa didapatkan gejala non respiratorik dan gejala respiratorik.
Dasar diagnosis tergantung umur, beratnya penyakit dan jenis organisme
penyebab. Pada bayi/anak kecil (balita) pemeriksaan auskultasi sering
tidak jelas, maka nafas cepat dan retraksi/tarikan dinding dada bagian
bawah ke dalam dipakai sebagai parameter.5 Kriteria nafas cepat, yaitu :
21
Umur < 2 bl : ≥ 60x/menit
2 bl-< 12 bl : ≥ 50x/menit
12 bl-5 th : ≥ 40x/menit
≥ 5 tahun : ≥ 30x/menit
22
o Anak umur 4-7 tahun : 5500 – 15500
o Anak umur 8-13 tahun : 4500 - 13500
Pedoman diagnose dan tatalaksana yang lebih sederhana menurut WHO.
Berdasarkan pedoman tersebut bronkopneumoni dibedakan berdasarkan :
- Bronkopneumonia sangat berat :
Bila terjadi sianosis sentral dan anak tidak sanggup minum, maka
anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika.
- Bronkopneumonia berat :
Bila di jumpai adanya retraksi, tanpa sianosis dan masih sanggup
minum, maka anak harus dirawat di rumah sakit dan d beri
antibiotic.5
b. Pemeriksaan Fisik
Dalam pemeriksaan fisik penderita bronkopneumoni ditemukan hal-hal
sebagai berikut :
- Pada nafas terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal, suprasternal,
dan pernapasan cuping hidung.
- Pada palpasi ditemukan vokal fremitus yang simetris.
Konsolidasi yang kecil pada paru yang terkena tidak menghilangkan
getaran fremitus selama jalan napas masih terbuka, namun bila terjadi
perluasan infeksi paru (kolaps paru/atelektasis) maka transmisi energi
vibrasi akan berkurang.
- Pada perkusi tidak terdapat kelainan
- Pada auskultasi ditemukan crackles sedang nyaring.
Crackles adalah bunyi non musikal, tidak kontinyu, interupsi pendek
dan berulang dengan spektrum frekuensi antara 200-2000 Hz. Bisa
bernada tinggi ataupun rendah (tergantung tinggi rendahnya
frekuensi yang mendominasi), keras atau lemah (tergantung dari
amplitudo osilasi) jarang atau banyak (tergantung jumlah crackles
individual) halus atau kasar (tergantung dari mekanisme terjadinya).
23
Crackles dihasilkan oleh gelembung-gelembung udara yang melalui
sekret jalan napas/jalan napas kecil yang tiba-tiba terbuka.
Berdasarkan lokasi lesi di paru :
bronkopneumonia Interstitial Pneumonia lobaris
- Lobularis - Interstitial - Segmental/lobus
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah
leukosit. Hitung leukosit dapat membantu membedakan pneumoni
viral dan bakterial. Infeksi virus leukosit normal atau meningkat
(tidak melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit predominan) dan bakteri
leukosit meningkat 15.000-40.000 /mm3 dengan neutrofil yang
predominan. Pada hitung jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri
serta peningkatan LED. Analisa gas darah menunjukkan hipoksemia
dan hipokarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis
respiratorik. Isolasi mikroorganisme dari paru, cairan pleura atau
darah bersifat invasif sehingga tidak rutin dilakukan 1,6.
24
DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding anak yang datang dengan keluhan batuk dan atau
kesulitan bernafas
TATALAKSANA6
Kriteria Rawat Inap
Bayi :
- Saturasi oksigen 92% ,sianosis
25
- Frekuensi Napas > 60x/menit
- Diistress Pernapasan, apnea intermitten, atau grunting
- Tidak mau minum/ menetek
- Keluarga tidak bisa merawat dirumah
Anak :
- Saturasi oksigen < 92% , sianosis
- Frekuensi Napas >50x/menit
- Distress Pernapasan
- Grunting
- Terdapat tanda dehidrasi
- Keluarga tidak bisa merawat di rumah
Tatalaksana Umum
Pasien dengan saturasi oksigen 92% pada saat bernapas dengan udara kamar
harus diberikan terapi oksigen dengan kanul kasal, head box atau sungkup untuk
mempertahankan saturasi oksigen > 92%
- Pada pneumonia berat atau asupan per oral kurang, diberikan cairan intervena dan
dilakukan balans cairan ketat
- Fisioterapi dada tidak bermanfaat dan tidak direkomendasikan untuk anak dengan
pneumonia
- Antipirektik dan analgetik dapat diberikan untuk menjaga kenyamanan pasien dan
mengontrol batuk
- Nebulisasi dengan Beta 2 Agonis dan/atau NaCl dapat diberikan untuk memperbaiki
mucocilliary clearence
- Pasien yang mendapatkan terapi oksigen harus diobservasi setidaknya setiap 4 jam
sekali, termasuk pemeriksaan saturasi oksigen
Pemberian Antibiotik
- Amoksisilin merupakan pilihan pertama untuk antibiotik oral pada anak <5 tahun
karena efektif melawan sebagian besar patogen yang menyebabkan pneumonia pada
anak, ditoleransi dengan baik dan murah, alternatifnya adalah co-
amoxiclav,ceflacor,eritromisin, claritromisin, dan asitromisin
- M. Pnemonia lebih sering terjadi pada anak yang lebih tua maka antibiotik golongan
makrolid diberikan sebagai pilihan pertama secara empiris pada anak 5 tahun
- Makrolid diberikan jika M.Pneumonia atau C.Pneumonia dicurigai sebagai penyebab
26
- Amoksisilin diberikan sebagai pilihan pertama jika S.Pneumonia sangat mungkin
sebagai penyebab
- Jika S.Aureus dicurigai sebagai penyebab, diberikan makrolid atau kombinasi
flucloxacilin dengan amoxicilin
- Antibiotik intravena diberikan pada pasien pneumonia yang tidak dapat menerima
obat per oral (misal karena muntah) atau termasuk dalam derajat pneumonia berat
- Antibiotik intravena yang dianjurkan adalah ampisilin dan kloramfenikol, co-
amoxicalav,ceftraiaxone,cefuoxime,dan cefotaxime
- Pemberian antibiotik oral harus dipertimbangkan jika terdapat perbaikan setelah
mendapat antibiotik intravena
Nutrisi
- Pada anak dengan distress pernapasan berat, pemberian makanan per oral harus
dihindari. Makanan dapat diberikan lewat nasogastric tube (NGT) atau intracena.
Tetapi harus diingat bahwa pemasangan NGT dapat menekan pernapasan, khususnya
pada bayi/anak dengan ukuran lubang hidung kecil. Jika memang dibutuhkan,
sebaiknya menggunakan ukuran yang terkecil
- Perlu dilakukan pemantauan balans cairan ketat agar anak tidak mengalami
overhidrasi karena pada penumonia berat terjadi peningkatan sekresi hormon
antidiuretik
Kriteria Pulang6
- Gejala dan tanda pneumonia menghilang
- Asupan per oral adekuat
27
- Pemberian antibiotik dapat diteruskan di rumah
- Keluarga mengerti dan setuju untuk pemberian terapi dan rencana kontrol
- Kondisi rumah memungkinakan untuk perawatan lanjutan dirumah
KOMPLIKASI
Komplikasi dari bronchopneumonia adalah :
Atelektasis adalah pengembangan paru-paru yang tidak sempurna atau
kolaps paru merupakan akibat kurangnya mobilisasi atau refleks batuk
hilang.
Empiema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam
rongga pleura terdapat di satu tempat atau seluruh rongga pleura.
Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang
meradang.
Infeksi sitemik
- Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial.
- Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak.
28
PROGNOSIS
Sembuh total, mortalitas kurang dari 1 %, mortalitas bisa lebih
tinggi didapatkan pada anak-anak dengan keadaan malnutrisi energi-
protein dan datang terlambat untuk pengobatan.
Interaksi sinergis antara malnutrisi dan infeksi sudah lama
diketahui. Infeksi berat dapat memperjelek keadaan melalui asupan
makanan dan peningkatan hilangnya zat-zat gizi esensial tubuh.
Sebaliknya malnutrisi ringan memberikan pengaruh negatif pada daya
tahan tubuh terhadap infeksi. Kedua-duanya bekerja sinergis, maka
malnutrisi bersama-sama dengan infeksi memberi dampak negatif yang
lebih besar dibandingkan dengan dampak oleh faktor infeksi dan
malnutrisi apabila berdiri sendiri 6.
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada kasus ini seorang anak usia 3 bulan datan diantar oleh orang tuanya ke
RSUD Arjawinangun. Berdasarkan allonamnesa dengan orang tua pasien dan
pemeriksaan fisik didapatkan:
Batuk sejak 2 minggu SMRS.
Sesak nafas (+) , Demam naik turun
Mual (+), Muntah (+) setiap batuk
29
suara crackles pada kedua lapang paru , namun tidak terdengar wheezing. Hal
ini diperkuat dengan temuan hasil rontgen dan diperoleh hasil:
- bronchopneumonia dextra dengan limfadenopati hiler dextra ec. Spesific
proses suspected
- Besar cor normal
Dari temuan hasil rontgen diatas menandakan bisa ditegakkannya
Bronkopneumonia. Hal ini sesuai dengan gejala klini dari Bronkopneumonia
sesuai tinjauan kepusatakaan yaitu berupa adanya demam, Bunyi Ronkhi
pada lapang paru , Foto toraks menunjukkan adanya infiltrat berupa bercak-
bercak (bronko) difus merata (lober) pada satu atau beberapa lobus, sesak
nafas.
Penatalaksanaan non medikamentosa pada kasus ini diberikan oksigen 3-4
lpm untuk mengurangi sesak akibat akumulasi cairan pada alveoli .
Kemudian pasien diberikan terapi cairan berupa RL 28 tpm mikro untuk
memenuhi kebutuhan cairannya. Penatalaksanaan medikamentosa pasien
diberikan Nebu Combivent ½ amp setiap 8 jam untuk meringankan sesak,
Injeksi Antrain 3x70 mg jika demam, Injeksi Ranitidin 2x7 mg secara
intravena dan Ambroxol Syr 3x1/4 cth untuk mengatasi batuknya.
BAB V
KESIMPULAN
30
dengan perkusi bernada pekak) pada pneumonia lobaris ,Foto toraks menunjukkan
adanya infiltrat berupa bercak-bercak (bronko) difus merata (lober) pada satu atau
beberapa lobus ,dan Leukositosis Pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm3
dengan limfosit predominan, dan bakteri 15.000-40.000/mm3 neutrofil dominan.
Dari temuan hasil rontgen diatas menandakan bisa ditegakkannya
Bronkopneumonia. Hal ini sesuai dengan gejala klini dari Bronkopneumonia
sesuai tinjauan kepusatakaan yaitu berupa adanya demam, Bunyi Ronkhi pada
lapang paru , Foto toraks menunjukkan adanya infiltrat berupa bercak-bercak
(bronko) difus merata (lober) pada satu atau beberapa lobus, sesak nafas.
DAFTAR PUSTAKA
31
Medscape LLC.; 2014 [Disitasi 2014 Sep 17]. Tersedia dari:
http://emedicine.medscape.com/article/967822- medication
5. Latief A. Pelayanan kesehatan anak di rumah sakit standar WHO.
Jakarta: Depkes; 2009.
6. Pusponegoro HD, Hadinegoro SRS, Firmanda D, Tridjaja B, Pudjadi
AH, Kosim MS, et al. Standar pelayanan medis kesehatan anak. Edisi
ke-I. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2009. hlm. 250-4.
32