Bab I
Bab I
Bab I
DISUSUN OLEH :
M. IHSAN F. MBELE
(J1B016062)
2
jagung karena kondisi cuaca yang tidak stabil. Pengeringan buatan untuk jagung pipil
biasanya menggunakan alat-alat mesin yang lebih modern. Alat-alat pengering yang umum
digunakan dalam industri pengolahan biji-bijian biasanya berjenis fluidized bed dryer,
recirculation batch dryer, dan continuous mix flow dryer, dan lain sebagainya. Dalam skala
industri besar, alat-alat seperti fluidized bed dryer tentu memiliki keuntungan yang sangat
banyak. Fluidized bed dryer mampu menciptakan keadaan pencampuran atau pengadukan
bahan dengan kondisi bahan hampir mendekati isothermal sehingga jagung akan kering
dengan merata. Kelemahan dari penggunaan alat seperti ini adalah harga yang sangat
mahal. Masyarakat NTB sebagian besar petani namun kondisi petani umumnya, kecuali
petani kaya yang memiliki tanah luas, sarana dan prasarana produksi sendiri, berada dalam
garis kemiskinan. Ditambah petani yang masih aktif ke ladang atau sawah, tercatat 61%
yang berusia di atas 45 tahun dan lebih dari 70 % petani di Indonesia hanya berpendidikan
setara SD bahkan di bawahnya. Hal ini menyebabkan penggunaan alat-alat seperti ini untuk
masyarakat, khususnya di NTB cukup sulit.
Dengan permasalahan yang dihadapi saat ini, maka diperlukan sebuah alat pengering
yang dapat mengeringkan Jagung Tepung dengan harga murah dan dapat terjangkau oleh
para petani. Salah satunya yaitu menggunakan alat pengering tenaga surya Efek Rumah
Kaca (ERK). Pengering efek rumah kaca (ERK) adalah alat pengering berenergi surya yang
memanfaatkan energi surya yang terjadi karena adanya penutup transparan pada dinding
bangunan. Pengering ini sangat cocok untuk masyarakat NTB dikarenakan pengering tipe
ERK mampu meningkatkan kesempatan untuk mendapatkan penghasilan yang lebih baik,
karena produk tersebut tidak cepat rusak, sehingga meningkatkan posisi tawar pasar, dan
dapat terus memasok pasar di luar musim dimana harga produk umumnya relatif lebih
tinggi. Selain itu penggunaan dan pemeliharaan alat pengering tipe ERK sangat mudah dan
tidak memerlukan tingkat pendidikan tertentu, sehingga alat ini cocok untuk dimanfaatkan
oleh masyarakat NTB secara menyeluruh.
Salah satu faktor yang sangat penting disini adalah pemanfaatan energi panas matahari
yang digunakan dalam proses pengeringan tersebut. Dengan mengetahui pemanfaatan
energi panas yang dihasilkan pada alat pengering tersebut kita dapat memaksimalkan
proses pengeringan. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian tentang analisis
pemanfaatan energi panas pada pengeringan Jagung Tepung (Zea mays amylacea) dengan
menggunakan alat Pengering Efek Rumah Kaca (ERK).
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang dapat disusun adalah:
3
1. Berapa besar total kebutuhan energi yang dibutuhkan selama proses pengeringan?
2. Berapa besar efisiensi pengeringan Efek Rumah Kaca (ERK) terhadap pengeringan
Jagung Tepung (Zea mays amylacea)?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui besar total kebutuhan energi yang dibutuhkan selama proses pengeringan.
2. Mengetahui besar efisiensi pengeringan Efek Rumah Kaca (ERK) terhadap
pengeringan Jagung Tepung (Zea mays amylacea)?
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5
tanaman jagung dilakukan secara intensif karena kondisi tanah dan iklimnya sangat
mendukung untuk pertumbuhannya (Warintek, 2010).
Berdasarkan situs BPS (2011) dinyatakan bahwa ARAM III (angka ramalan) produksi
jagung tahun 2010 sebesar 17.844 juta ton dari ATAP (angka tetap) tahun 2009 sebesar
17.629 juta ton pipilan kering. Artinya ada tambahan 0,215 juta ton atau naik 1.22% dari
capaian produksi 2009. Peningkatan produksi diperkirakan terjadi karena tambahan luas
panen jagung dan produktivitas sebesar 0.7 kuintal/Ha (1.65%).
Produksi jagung di Indonesia mulai meningkat tajam setelah tahun 2002 dengan laju
9.14% per tahun. Walaupun sebagian besar penggunaan jagung untuk komsumsi langsung,
namun sudah mulai tampak penggunaan untuk insdustri pangan dan bahkan pangsanya
sudah di atas penggunaan untuk industri pakan.
Pada umumnya masyarakat hanya memanfaatkan jagung dalam bentuk biji segar
dalam pengolahan menjadi makanan. Namun dalam industri pangan maupun pakan,
jagung yang digunakan dalam bentuk yang telah dikeringkan. Pengeringan bertujuan
untuk memperpanjang umur simpan dengan cara mengurangi kadar air untuk mencegah
tidak ditumbuhi oleh mikroorganisme pembusuk. Dalam proses pengeringan dilakukan
pengaturan terhadap suhu, kelembaban (humidity) dan aliran udara. Pengeringan jagung
dapat dibedakan menjadi dua tahapan yaitu:
1. Pengeringan dalam bentuk gelondong. Pada pengeringan jagung gelondong dilakukan
sampai kadar air mencapai 18% untuk memudahkan pemipilan. Penjemuran dapat
dilakukan di lantai, dengan alas anyaman bambu atau dengan cara diikat dan
digantung.
2. Pengeringan butiran setelah jagung dipipil. Pemipilan dapat dilakukan dengan cara
tradisional atau dengan cara yang lebih modern. Secara tradisional pemipilan jagung
dapat dilakukan dengan tangan maupun alat bantu lain yang sederhana seperti kayu,
pisau dan lain-lain sedangkan yang lebih modern menggunakan alat pemipil yang
disebut corn sheller yang dijalankan dengan motor.
Butiran jagung hasil pipilan masih terlalu basah untuk dijual ataupun disimpan, untuk
itu diperlukan satu tahapan proses yaitu pengeringan akhir. Pengeringan jagung dapat
dilakukan secara alami atau buatan. Umumnya petani melakukan pengeringan biji jagung
dengan penjemuran di bawah sinar matahari langsung, sedangkan pengusaha jagung
(pabrikan) biasanya menggunakan alat pengering tipe batch dryer dengan kondisi
temperatur udara pengering antara 50°C – 60°C dengan kelembaban relatif 40%.
6
Pengeringan dengan sinar matahari menjadikan mutu biji lebih baik yaitu menjadi
mengkilap. Caranya adalah biji ditebarkan di lantai penjemuran di bawah terik matahari.
Pengeringan ini membutuhkan tenaga kerja lebih banyak dan sangat tergantung dengan
cuaca. Lama penjemuran dapat lebih dari 10 hari, tergantung dengan cuaca dan
lingkungan. Selama penjemuran dilakukan pembalikkan hamparan biji 1-2 jam sekali. Jika
cuaca tidak memungkinkan dapat diganti dengan hembusan udara pada pengeringan
buatan. Pada tahap awal dengan suhu lingkungan selama 72-80 jam dan diteruskan dengan
suhu udara 45-60°C sampai biji kering.
Tanaman jagung memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi. Melihat peluang dalam
produksi jagung nasional belum bisa mencukupi kebutuhan industri nasional, maka
potensi pasar jagung sangat besar. Tanaman jagung ini mudah perawatan dan cepat panen.
Dalam waktu 3-4 bulan, tanaman jagung sudah dapat dipanen. Tidak dibutuhkan perlakuan
khusus dalam merawat tanaman ini. Tanaman jagung juga dapat bertahan terhadap segala
macam cuaca, panas-dingin, hujan kering, maupun angin. Untuk kebutuhan industri
pangan maupun pakan, jagung harus dikeringkan terlebih dahulu. Oleh karena itu, jagung
yang sudah dikeringkan memiliki nilai ekonomi yang tinggi daripada jagung belum
dikeringkan. Selain daya simpan yang lebih lama jagung yang sudah kering juga bias
diambil minyaknya (dari biji), dibuat tepung (dari biji, dikenal dengan istilah tepung
jagung atau maizena), dan bahan baku industri (dari tepung biji dan tepung tongkolnya)
(Bakalar, 2006).
2.3 Teori Pengeringan
Menurut Henderson dan Perry (1976), pengeringan adalah proses pengeluaran air dari
suatu bahan pertanian menuju kadar air kesetimbangan dengan udara sekeliling atau pada
tingkat kadar air dimana mutu bahan pertanian dapat dijaga dari serangan jamur, aktivitas
serangga dan enzim. Umumnya media pengering yang digunakan adalah udara. Udara ini
berfungsi antara lain untuk membawa panas masuk dalam sistem, untuk menguapkan, dan
kemudian membawa uap air keluar dari sistem. Proses pengeluaran air di permukaan bahan
dapat terjadi secara alamiah akibat adanya perbedaan tekanan uap antara bahan dan udara
lingkungan di sekitar bahan. Meskipun proses pengeringan terjadi pada tekanan atmosfir,
proses pengeringan ini dapat dipercepat dengan 6 memodifikasi kondisi udara lingkungan
yaitu dengan pencampuran udara kering dan uap air. Pengkondisian udara laingkungan ini
dapat dilakukan dengan pemanasan (heating), pendinginan (cooling), pelembaban
(humidifying), penghilangan kelembaban (dehumidifying), dan pencampuran udara
7
berdasarkan karakteristik fisik yang ditunjukkan dalam diagram psikometri (Goswami,
1986).
Metode pengeringan pangan maupun non-pangan yang umum dilakukan antara lain
adalah pengeringan matahari (sun drying), oven, iradiasi surya (solar drying), microwave,
dan pengeringan beku (freeze drying). Pengeringan merupakan metode pengawetan yang
membutuhkan energi dan biaya yang cukup tinggi, kecuali pengeringan matahari (sun
drying).
2.4 Pengeringan Matahari
Pengeringan matahari (sun drying) merupakan salah satu metode pengeringan
tradisional karena menggunakan panas langsung dari matahari dan pergerakan udara
lingkungan. Pengeringan ini mempunyai laju yang lambat dan memerlukan perhatian
lebih. Bahan harus dilindungi dari serangan serangga dan ditutupi pada malam hari. Selain
itu pengeringan matahari sangat rentan terhadap resiko kontaminasi lingkungan, sehingga
pengeringan sebaiknya jauh dari jalan raya atau udara yang kotor. Pengeringan matahari
tergantung pada iklim dengan matahari yang panas dan udara atmosfer yang kering, dan
biasanya dilakukan untuk pengeringan buahbuahan.
2.5 Pengeringan Efek Rumah Kaca
Efek rumah kaca adalah peristiwa terperangkapnya energi gelombang pendek yang
dipancarkan matahari dalam suatu bangunan transparan dan mengenai elemen-elemen
bangunan. Radiasi yang dipantulkan oleh elemen-elemen bangunan berupa gelombang
panjang dan terperangkap dalam bangunan karena tidak dapat menembus penutup
transparan sehingga menyebabkan suhu menjadi tinggi. Dengan demikian udara didalam
bangunan akan mengalami peningkatan suhu. Prinsip inilah yang digunakan dalam mesin
pengering tipe ERK untuk menghilangkan kadar air bahan. Energi yang dipancarkan
matahari dihasilkan dari reaksi fusi yang mengubah hydrogen menjadi helium. Energi
yang dihasilkan diperkirakan mencapai 3,8 x 1023 kW (Goswani, 1986). Walaupun jumlah
energi yang dihasilkan matahari sangat besar, namun hanya 0,48 x 106 kJ/m2 yang diterima
oleh bumi. Apabila luas wilayah Indonesia 1.9 x 1012 m2, maka energi surya yang dapat
dimanfaatkan mencapai 28,35 x 1018 MW (Abdullah, 1998). Hal ini menunjukkan potensi
energi surya cukup besar sebagai sumber energi untuk berbagai keperluan termasuk untuk
pengeringan.
Pengering efek rumah kaca adalah alat pengering berenergi surya yang memanfaatkan
efek rumah kaca yang terjadi karena adanya penutup transparan pada dinding bangunan
serta plat absorber sebagai pengumpul panas untuk menaikkan suhu udara ruang
8
pengering. Lapisan transparan memungkinkan radiasi gelombang pendek dari matahari
masuk ke dalam dan mengenai elemen-elemen bangunan. hal ini menyebabkan radiasi
gelombang pendek yang terpantul berubah menjadi gelombang panjang dan terperangkap
dalam bangunan karena tidak dapat menembus penutup transparan sehingga menyebabkan
suhu menjadi tinggi. proses inilah yang dinamakan efek rumah kaca. (Kamaruddin et al.,
1994).
Dalam mesin pengering tipe ERK sangat penting untuk memilih bahan transparan
(glazing materials) yang akan digunakan sebagai penutup. Bahan transparan yang dipilih
sebaiknya memiliki nilai trasmisivitas cahaya yang tinggi. Contoh bahan transparan yang
digunakan adalah fiberglass, polikarbonat, dan plastic UV Stabilizer.
9
BAB III
METODOLOGI
Pencucian
Penimbangan
1 Sampel = 1 Kg, Sampel = 10
Pengeringan
T = <50oC, t = 5 Jam
Tidak
Ka < 15%?
Ya
10
Perhitungan Energi
Pengeringan
Perhitungan Efisiensi
Pengeringan
11
3. Kebutuhan energi
Kebutuhan energi yang digunakan dalam proses pengeringan, energi surya yang
diterima oleh alat model pengering (ERK) (Fekawati, 2010).
𝑄1 = 3,6. 𝐼𝑅 𝐴𝑃 (𝜏𝛼). 𝑡
4. Panas Penguapan Bahan
Panas yang digunakan untuk menguapkan air produk dengan persamaan Siebel
(Heldman & Singh, 1984).
𝑄1 = 𝑚𝑢 𝑥 ℎ𝑓𝑔
𝑀𝑜 −𝑀
𝑀𝑢 = 𝑚𝑜 . (100−𝑀𝑓 )
𝑓
12
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2009. “Penduduk 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja menurut Lapangan Pekerjaan
Utama 1986 – 2018”. https://www.bps.go.id/statictable/2009/04/16/970/penduduk-15-
tahun-ke-atas-yang-bekerja-menurut-lapangan-pekerjaan-utama-1986---2018.html
(Diakses pada 8 April 2019).
Anonim. 2017. “Penanganan Panen dan Pasca Panen Jagung untuk Tingkat Mutu Jagung”.
http://sulut.litbang.pertanian.go.id/index.php/info-teknologi/pangan/106-
infoteknologi4/810-penanganan-panen-dan-pasca-panen-jagung-untuk-tingkat-mutu-
jagung (Diakses pada 8 April 2019).
Anonim. 2018. “Alat Pengering Bahan Pangan dan Pertanian Tipe Efek Rumah Kaca Skala
Rumah Tangga”. http://sulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/index.php/info-
teknologi/627-alat-pengering-bahan-pangan-dan-pertanian-tipe-efek-rumah-kaca-
skala-rumah-tangga (Diakses pada 8 April 2019).
Anonim. 2018. “Produksi Jagung NTB Tembus Lima Besar Nasional 2018”.
https://dutaselaparang.com/ekonomi/produksi-jagung-ntb-tembus-lima-besar-
nasional/ (Diakses pada 8 April 2019).
Bakalar, Nicholas. 2006. Corn, Arrowroot Fossils in Peru Change Views on Pre-Inca Culture.
National Geographic News. Edisi 2.
Carlson, S.P. 1980. The Biology of Crop Productivity. Academic Press Inc., New York.
13
Fekawati, R. 2010. Uji Performansi Pengering Efek Rumah Kaca Hybrid Tipe Rak Berputar
Pada Pengeringan JamurTiram Putih (Pleurotus ostreatus). Skripsi. Bogor: Jurusan
Teknologi Pertanian. IPB.
Goswami, D.Y. 1986. Alternative Energy in Agriculture Vol. I. USA: CRC Press, Inc.
Henderson, S. M., and R. L. Perry. 1976. Agricultural Process Engineering. 3rd ed. Westport:
The AVI Publ. Co., Inc.
Islami, Amalia, Murad dan Asih Priyati. 2017. “Karakteristik Pengeringan Bawang Merah
(Alium Ascalonicum. L) Menggunakan Alat Pengering ERK (Greenhouse)”. Jurnal
Ilmiah Rekayasa Pertanian dan Biosistem, Vol.5, No. 1.
Kamaruddin, A.T., F. Wenur, dan Dyah W. 1994. Optimasi dalam perencanaan alat pengering
hasil pertanian dengan energy surya. Laporan akhir penelitian hibah bersaing. Bogor:
Dirjen DIKTI, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. IPB.
Purcell & Varberg. 1992. Kalkulus dan Geometri Analitis. Jilid 1, edisi ke-5 (Terjemahan I N.
Susila & B.Kartasasmita). Jakarta: Penerbit Erlangga.
Zamharir, Sukmawaty dan Asih Priyati. 2016. “Analisis Pemanfaatan Energi Panas Pada
Pengeringan Bawang Merah (Allium ascalonicum l) Dengan Menggunakan Alat
Pengering Efek Rumah Kaca (ERK)”. Jurnal Ilmiah Rekayasa Pertanian dan Biosistem,
Vol.4, No. 2.
14