Bab 1 PDF

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Santri adalah seorang yang bermukim di pondok pesantren yang menimba

ilmu-ilmu agama di suatu pondok-pondok pesantren tertentu. Seperti halnya di

Pondok Pesantren Anwarul Huda ini yang mayoritas santrinya selain menimba

ilmu di pesantren juga menimba ilmu akademik di beberapa perguruan tinggi yang

ada di Malang ini.

Meskipun santri adalah seorang yang belajar ilmu agama, tetapi tak jarang

juga ada sebagian santri yang kurang memperhatikan aturan-aturan yang sudah

dibuat pondok yang sebenarnya tugas santri adalah tinggal menjalankan dan

mentaati peraturan yang sudah terbuat dari pondok dan tidak melanggar aturan

yang sudah ditentukan.

Hal ini karena santri dalam Pondok Pesantren Anwarul Huda adalah

seorang mahasiswa yang dalam fase perkembangan sendiri sudah masuk ke fase

dewasa awal yakni ingin mencari sesuatu yang baru, yang tidak mau diatur-atur

layaknya seperti masih anak kecil.

Jean Erskine Stewart dalam bukunya (Santrock, 2002) yang berjudul life-

span development jilid II menyebutkan remaja merasa seolah-olah akan hidup

selama-lamanya. Kadang-kadang mereka yakin bahwa mereka mengetahui segala

sesuatu. Di dalam pikiran dan jasmaninya, remaja mewarnai dan

mengeksplorasikan dunianya dengan penuh keberanian. Dengan banyak hal

remaja dewasa ini diberi hak istimewa, yakni memegang dan mempertahankan
2

kekuatan ekonomi yang belum pernah terjadi sebelumnya. Pada saat yang sama,

mereka melalui suatu persiapan hidup yang nampaknya tidak berakhir. Mereka

mencoba mengidentifikasikan diri mereka dengan orang lain untuk menemukan

sebuah jati diri mereka sendiri.

Dalam fase remaja atau bisa dibilang fase peralihan antara fase anak

dengan fase dewasa. orang yang baru mulai masuk remaja yang awalnya dari

proses fase anak ini cenderung sulit diatur, lebih-lebih seorang remaja yang bisa

menunjukkan perilaku-perilaku yang menyimpang di lingkungan dia tinggal

maupun di tempat lain.

Tak jarang aksi-aksi penyimpangan yang terjadi saat ini lebih sering

dilakukan seorang remaja, seperti halnya perkelahian, permusuhan antar

organisasi, maupun juga kekerasan yang dilakukan remaja (awal) yang masih

harus menimba ilmu di sekolah yang terlibat dalam perkelahian antar siswa dari

suatu lembaga sekolahan satu dengan lembaga sekolahan yang lainnya dengan

terlibat perkelahian, yang dalam hal ini mengakibatkan citra dari sekolah tersebut

ikut terkena imbasnya sehingga nama lembaga tersebut bisa tercemar, padahal

dalam lembaga sekolah formal tersebut siswa-siswi tidak dididik atau diajar untuk

berkelahi, tetapi itu semua dipicu dengan adanya perilaku agresi dari para pelaku

yang meluapkan dalam bentuk kekerasan.

Begitu pula dengan seorang remaja yang belajar ilmu agama di pesantren

atau santri pondokan, dalam hal ini bisa saja seorang santri melakukan kekerasan

yang bersifat fisik maupun bersifat secara verbal pada teman santri yang lain.
3

Dalam hal ini tak jarang seorang santri yang bisa mengontrol dirinya atas

tindakan yang memicu tersebut, hal ini dapat menimbulkan seorang santri bisa

meluapkan ketidaknyamanan dia dengan kemarahan yang berbentuk kekerasan

maupun mengancam seseorang yang sudah membuat perasaannya tidak enak.

Perilaku agresif di kalangan remaja, khususnya para pelajar dari tahun ke

tahun semakin meningkat, baik dari jumlah maupun variasi bentuk perilaku

agresif yang dimunculkan.

Hal ini dapat dilihat dari penelitian tentang perkelahian atau tawuran

pelajar secara kuantitas sebenarnya boleh dikatakan kecil. Pusat Pengendalian

Gangguan Sosial DKI Jakarta Raya mencatat, pelajar yang terlibat tawuran hanya

sekitar 1.369 orang atau sekitar 0,08 % dari keseluruhan siswa yang jumlahnya

mencapai 1.685.084 orang. Namun dari segi isu, korban, dan dampaknya, tawuran

tidak bisa dianggap enteng. Jumlah korban tewas akibat tawuran pelajar, sejak

1999 hingga kini yang tercatat mencapai 26 orang. Ini belum termasuk yang luka

berat dan ringan. Secara sosial, tawuran juga telah meresahkan masyarakat dan

secara material banyak fasilitas umum yang rusak, seperti dalam kasus

pembakaran atau pelemparan bus umum (Saad, 2003 ).

Dari penelitian di atas menunjukkan bahwa terdapat sejumlah siswa yang

memiliki agresivitas yang tinggi dan mereka tidak ragu‐ragu untuk menyerang

atau menyakiti orang lain yang dianggap menentangnya.

Pada umumnya, setiap anak mempunyai dorongan agresif yang timbul

sejak kecil dan muncul pada perbuatan-perbuatan, seperti mendorong teman

sampai jatuh, mencakar kalau tidak diberi kue dan sebagainya (Sobur, 2009, p.
4

434). Begitu pula seorang remaja yang terkadang mereka menunjukkan perilaku

agresif dengan cara menendang, dan melukai orang lain. Perilaku-perilaku agresi

tersebut hampir sering terjadi dan hal itu mulai tampak pada masa kelahiran anak,

namun hal tersebut masih dalam kategori normal. Hal ini juga tampil sebagai

kesiapan anak untuk melindungi dirinya agar aman, tetapi memang jika pola-pola

itu menetap secara berlebihan, maka akan menjadi masalah yang serius dan harus

segera dikontrol.

Berkowitz (1993) mendefinisikan agresi sebagai “segala bentuk perilaku

yang dimaksud untuk menyakiti seorang, baik secara fisik maupun mental”.

Karena itu secara sepintas, setiap perilaku yang merugikan atau menimbulkan

korban pada pihak orang lain dapat disebut sebagai perilaku agresif (Sarwono,

1997:296) dalam bukunya (Sobur, 2009, p. 432).

Terkait dengan penjelasan mengenai perilaku agresif di atas, berdasarkan

hasil observasi dan wawancara terhadap santri Pondok Pesantren Anwarul Huda

Malang ada sebuah fenomena yang terjadi ketika setiap pagi-pagi tepatnya ketika

waktu shubuh sudah masuk dari beberapa pengurus membangunkan santri-santri

lain yang masih tidur di kamarnya, tak jarang cara membangunkan ini bisa

menjadikan santri yang dibangunkan tidak terima karena terlalu berlebihan cara

membangunkan.

Berikut merupakan hasil wawancara dengan santri yang pernah

dibangunkan oleh pengurus dengan cara yang berlebihan. wawancara ini

dilakukan peneliti di kamar santri yang pernah dibangunkan dengan cara dipukul
5

dengan tongkat, ketika santri yang dibangunkan tidak terima di kamar santri

tersebut.

Berikut hasil wawancaranya : “saya itu jengkel kenapa selalu saya


yang dibangunkan lebih awal padahal di kamar-kamar lain juga masih
ada banyak anak-anak yang belum bangun dan saya gak suka
dibangunkan dengan cara dipukul pakek tongkat gini, bisa nggak dengan
cara yang lebih halus sedikit jangan memakai kekerasan saya ini manusia
jangan samakan saya dengan binatang.” (sumber: seorang santri yang
pernah dibangunkan dengan cara kurang terima).

Dalam sebuah penelitian mengenai hubungan religiusitas dengan perilaku

agresif remaja Madrasah Tsanawiyah Persiapan Negeri Batu yang dilakukan oleh

Ratna Mufidha Effendi yang hasil penelitiannya menunjukkan bahwa tingkat

religiusitas berada pada tingkat sedang yang ditunjukkan dalam prosentasinya

36% dan untuk perilaku agresif berada pada tingkat sedang juga yang ditunjukkan

dengan prosentasenya 52%. Korelasi antara variabel adalah xy r sebesar -0,418

dengan nilai probabilitas sebesar 0,000 yang lebih kecil dari taraf signifikan

sebesar 5% (0,000<0,05). Artinya ada hubungan negatif yang signifikan antara

religiusitas dengan perilaku agresif (Effendi, 2008).

Dengan berbagai aturan atau norma yang mengarahkan dirinya untuk

menjadi manusia yang baik. Moral menjadi penentu dari kualitas perbuatan

manusia. Apakah perbuatan itu bernilai baik atau buruk itu artinya, manusia yang

melanggar ketentuan-ketentuan moral yang ada, maka akan dianggap sebagai

seorang manusia yang tidak memiliki adab atau moral di lingkungan dia tinggal.

Pendidikan moral yang diberikan kepada remaja sangat berpengaruh

terhadap perilakunya, hal ini berhubungan erat dengan kognitif, afektif dan

psikomotorik yang saling berinteraksi dalam lembaga pendidikan serta lembaga


6

keagamaan. Karena keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral

dalam diri remaja, pemahaman akan baik dan buruk, garis pemisah antara sesuatu

yang boleh dan tidak boleh dilakukan, diperoleh dari pendidikan dan dari pusat

keagamaan serta ajaran-ajarannya. Dikarenakan konsep moral dan ajaran agama

sangat menentukan system kepercayaan dalam hal ini sangat erat hubungannya

dengan perilaku agresif yang dimiliki oleh remaja.

Moral adalah kondisi atau potensi internal kejiwaan seseorang untuk dapat

melakukan hal-hal yang baik, sesuai dengan nilai-nilai yang diinginkan (Ahmadi,

2005).

Dalam penelitian mengenai Pengaruh Shalawat Fatih Terhadap Agresivitas

Siswa Madrasah Aliyah Negeri Lasem oleh Zainul Muttaqin menunjukkan dengan

hasil dari uji T dengan nilai t= -12,311 menunjukkan bahwa ada perbedaan

perubahan agresivitas yang signifikan antara kelompok kontrol dan kelompok

eksperimen, tetapi kelompok kontrol mengalami kenaikan agresivitas yang bisa

dipengaruhi beberapa faktor lingkungan, teman, masalah di rumah atau masalah

pribadi siswa sehingga perlu adanya monitoring secara total seperti menginap di

sekolah, sehingga kita dapat mengetahui sebab dari naiknya kelompok kontrol.

Untuk kelompok kontrol tanpa diberi perlakuan sedangkan kelompok eksperimen

diberi perlakuan shalawat fatih (Muttaqin, 2011).

Moral adalah menunjukkan arti “akhlaq”, tingkah laku sosial. Ciri-ciri

khas seseorang atau sekelompok orang dengan perilaku pantas dan baik, hukum

atau adat istiadat yang mengatur tingkah laku. Menurut Poedjawiyatna, moral

adalah sikap dan tindakan yang mengacu pada baik buruk. Normanya adalah
7

menentukan benar salah sikap dan tindakan manusia dilihat dari segi baik

buruknya (Abdul Mujib, 2002).

Sebelumnya dalam agama islam yang rohmatanlila’lamin ini moral bisa

juga disebut akhlak, seperti dalam sebuah hadistnya Rasulullah SAW, beliau

bersabda:

ِ ‫إِنَّ َما بُ ِعثْتُ ِِلُت َ ِ ّم َم َم َك‬


ِ ‫ار َم اِل َ ْخ ََل‬
)‫ (رواه أحمد و البيهقي‬.‫ق‬

Terjemahnya; saya hanya diutus untuk menyempurnakan akhlak mulia (HR


Ahmad dan Baihaqi) (Masyhur, 1994, p. 5)

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik melakukan penelitian

dengan judul: “pengaruh perkembangan moral terhadap agresivitas pada

Santri Pondok Pesantren Anwarul Huda Malang ”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan yang diajukan

dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana tingkat perkembangan moral pada Santri Pondok

Pesantren Anwarul Huda Malang?

2. Bagaimana tingkat agresivitas pada Santri Pondok Pesantren

Anwarul Huda Malang?

3. Apakah ada pengaruh tingkat perkembangan moral terhadap

tingkat agresivitas pada Santri Pondok Pesantren Anwarul Huda

Malang?

C. Tujuan Penelitian

Dalam penelitian ini terdapat beberapa tujuan, diantaranya sebagai

berikut:
8

1. Mengetahui tingkat perkembangan moral pada Santri Pondok

Pesantren Anwarul Huda Malang.

2. Mengetahui tingkat agresivitas pada Santri Pondok Pesantren

Anwarul Huda Malang.

3. Membuktikan apakah tingkat perkembangan moral berpengaruh

terhadap tingkat agresivitas pada Santri Pondok Pesantren Anwarul

Huda Malang.

D. Manfaat Penelitian

Dalam penelitian ini diharapkan bisa bermanfaat bagi semua pihak,

khususnya bagi peneliti dan khalayak intelektual pada umumnya, bagi

pengembang keilmuan baik dari aspek teoritis maupun praktis,

diantaranya:

1. Manfaat Teoritis

Memberikan sumbangan wawasan pengetahuan bagi

disiplin ilmu psikologi, khususnya psikologi perkembangan dan

psikologi sosial

2. Manfaat Praktis

Diharapkan dapat menambah wawasan bagi semua pihak

mengenai teori-teori psikologi terutama tentang pengaruh

perkembangan moral terhadap agresivitas sehingga dapat dijadikan

acuan dan pertimbangan dalam sebuah kajian.

Anda mungkin juga menyukai

pFad - Phonifier reborn

Pfad - The Proxy pFad of © 2024 Garber Painting. All rights reserved.

Note: This service is not intended for secure transactions such as banking, social media, email, or purchasing. Use at your own risk. We assume no liability whatsoever for broken pages.


Alternative Proxies:

Alternative Proxy

pFad Proxy

pFad v3 Proxy

pFad v4 Proxy