Makalah Pangan
Makalah Pangan
Makalah Pangan
Oleh:
Indonesia mempunyai wilayah daratan yang cukup luas yang terdiri dari
lahan kering dan lahan basah. Wilayah Indonesia ini memiliki sifat tanah,
fisiologis, elevasi, iklim dan lingkungan yang beragam serta tanahnya yang
berasal dari berbagai macam bahan induk, seperti pelapukan fosil makhluk hidup
sampai abu dari letusan gunung vulkanik. Indonesia berpotensi untuk
memproduksi berbagi komoditas pertanian.
Salah satu komoditas yang sangat potensial untuk ditanam adalah tanaman
pangan, seperti tanaman ubi kayu/ketela pohon atau sering disebut juga singkong.
Singkong Manihot esculenta) merupakan komoditas tanaman pangan yang
penting sebagai penghasil sumber pangan, bahan baku makanan, kimia dan pakan
ternak (Akbar dan Ade, 2018). Masyarakat Indonesia mengenal singkong sebagai
bahan makanan pokok setelah beras dan jagung atau menjadi makanan selingan
/cemilan maupun diproses lebih lanjut untuk menghasilkan tepung serta untuk
kepelruan sakal industri yang lebih luas dan membutuhkan teknologi yang lebih
canggih (Purnawanto dan Oetami, 2007). Singkong dipilih karena masyarakat
mengenal singkong sebagai tanaman yang mudah untuk ditanam dimanapun, baik
di lahan kritis maupun di lahan subur.
Kondisi seperti ini menunjukkan bahwa permintaan akan ubi kayu jelas
semakin meningkat, selain karena adanya penganekaragaman pengolahan produk,
juga jumlah masyarakat yang semakain meningkat. Hal ini dibuktikan dengan
lahan singkong seluas 1 juta hektar yang tersebar diseluruh wilayah Indonesia,
mampu menghasilkan jumlah produksi singkong sebesar 21 juta ton pada tahun
2015 (Suwandi, 2016). Kenyataan juga menunjukkan perkmbangan industri-
industri yang membutuhkan ubi kayu dalam jumlah besar terus menerus setiap
harinya, sehingga permintaan harus diimbangi dengan pengadaan ubi kayu yang
kontinyu.
Beberapa tahun terakhir, produktivitas ubi kayu mulai mengalami
penurunan. Rendahnya produktivitas disebabkan kurangnya pengetahuan petani
akan cara teknik budidaya tanaman ubi kayu dengan benar dan baik. Dalam
menyikapi hal ini petani mengupayakan produksi dengan hasil yang maksimal
dengan menggunakan berbagai bentuk teknologi budidaya. Mulai dari pengolahan
lahan, pemupukan, pengariran, pengendalian hama dan penyakit dan lain
sebagainnya yang dapat meningkatkan hasil produksi ubi kayu baik secara
kualitas maupun kuantitasnya (Amarullah, 2015).
Berdasarkan uraian di atas, maka diperlu dilakukan teknik budidaya
tanaman ubi kayu untuk menunjang hasil pertanian ubi kayu secara baik.
1.3. Tujuan
Ubi kayu memiliki banyak nama daerah, diantaranya adalah ketela pohon,
singkong, ubi jenderal, ubi inggris,telo puhung, kasape, bodin, telo jenderal
(Jawa), sampeu, huwi dangdeur, huwi jenderal (Sunda), kasbek (Ambon) dan ubi
prancis (padang). Dalam sisitematika (taksonomi) tumbuhan, kedudukan tanaman
ubi kayu diklasifikasikan sebagai berikut (Marpaung et al., 2013).
Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan)
Divisi : Spermatophyte (tumbuhan berbiji)
Subdivisi :Angiospermae (berbiji tertutup)
Kelas :Dicotyledonae (biji berkeping dua)
Ordo :Euphorbiales
Family :Euphorbiaceae
Genus :Manihot
Spesies :Manihot utilissima.
Umbi ubi kayu dapat menghasilkan karbohidrat lebih tinggi 40%
disbanding beras dan 25% disbanding jagung. Komposisi umbinya terdiri atas air
(70%), tepung (24%), serat (2%), protein (1%) dan senyawa lain termasuk mineral
(3%). Umbi merupakan komponen makanan yang penting dalam menyediakan
proporsi besar asupan kalori per hari. Kandungan kalori umbi segar ubi kayu
sebesar 153 kalori sangat memadai untuk konsumsi langsung sebagai bahan
pokok (Bantacut, 2010).
Akar merupakan organ penyimpan utama pada ubi kayu. Ketika ubi kayu
diperbanyak dari biji maka sistem akar tunjang berkembang. Radikula dari biji
yang berkecambah tumbuh secara vertical ke bawah dan berkembang menjadi
akar tunjang. Kemudian, akar tunjang dan beberapa akar adventif menjadi akar
penyimpanan, Tetapi, jika ubi kayu diperbanyak melalui stek batang akan muncul
akar adventif. Akar adventif berkembang membantuk sistem akar serabut
(Herman et al., 2014).
Secara anatomi, akar ubi kayu buka akar umbi, tetapi akar sejati yang tidak
bisa digunakan untuk perbanyakan vegetatif. Akar penyimpanan pada ubi kayu
memiliki tiga jaringan berbeda yaitu periderm, korteks dan parenkim. Ukuran dan
bentuk akat tergantung kondisi genotype dan lingkungan (Herman et al., 2014).
2.2.2. Batang
Batang ubi kayu berbentuk silinder dan dibentuk oleh nodus dan
internodus. Ubi kayu yang tumbuh dari stek batang dapat menghasilkan batang
primer sebanyak tunas yang terdapat pada batang yang distek. Batang ubi kayu
memiliki percabangan simpodial. Batang utama dapat terbagi dua, tiga atau empat
bagian. Bagian-bagian tersebut menghasilkan cabang lainnya. Percabangan
tersebut terjadi karena induksi perbungaan (Herman et al., 2014).
2.2.3. Daun
Daun ubi kayu termasuk daun tidak lengkap karena hanya terdiri atas
lamina dan tangkai daun. Daunnya memiliki pertulangan daun menjari dan terdiri
atas 3-9 lobus dan memiliki fitotaksis 2/5. Letak daun yang dekat dengan
perbungaan biasanya berukuran lebih kecil dan hanya terdiri atas 3 lobus (Herman
et al., 2014).
Permukaan atas daun dilapisi kutikula yang mengkilap. Stomata terdapat
pada bagian bawah (abaksial) daun dan memiliki bentuk parasitic. Tiap daun yang
sudah dewasa akan dikelilingi daun stipula dengan panjang kira-kira 0,5-1,0 cm.
Panjang petioles daun biasanya bervariasi antara 5-30 cm (Herman et al., 2014).
2.2.4. Bunga
Ubi kayu menghasilkan bunga jantan (stamen) dan betina (pistil) dalam
satu pohon. Bunga ubi kayu tidak memiliki struktur calyx atau corolla tetapi ada
struktur yang disebut perianth atau perigonium. Ukuran bunga jantan setengah
dari ukuran bunga betina (Herman et al., 2014).
2.3.1. Iklim
a) Curah hujan yang sesuai untuk tanaman ketela pohon antara 1.500-2.500
mm/tahun.
b) Suhu udara minimal bagi tumbuhnya ketela kohon sekitar 10 derajat C.
Bila suhunya di bawah 10ᵒC menyebabkan pertumbuhan tanaman sedikit
terhambat, menjadi kerdil karena pertumbuhan bunga yang kurang
sempurna.
c) Kelembaban udara optimal untuk tanaman ketela pohon antara 60-65%.
d) Sinar matahari yang dibutuhkan bagi tanaman ketela pohon sekitar 10
jam/hari terutama untuk kesuburan daun dan perkembangan umbinya.
a) Tanah yang paling sesuai untuk ketela pohon adalah tanah yang berstruktur
remah, gembur, tidak terlalu liat dan tidak terlalu poros serta kaya bahan
organik. Tanah dengan struktur remah mempunyai tata udara yang baik,
unsur hara lebih mudah tersedia dan mudah diolah. Untuk pertumbuhan
tanaman ketela pohon yang lebih baik, tanah harus subur dan kaya bahan
organik baik unsur makro maupun mikronya.
b) Jenis tanah yang sesuai untuk tanaman ketela pohon adalah jenis aluvial
latosol, podsolik merah kuning, mediteran, grumosol dan andosol.
c) Derajat keasaman (pH) tanah yang sesuai untuk budidaya ketela pohon
berkisar antara 4,5-8,0 dengan pH ideal 5,8. Pada umumnya tanah di
Indonesia ber-pH rendah (asam), yaitu berkisar 4,0-5,5, sehingga
seringkali dikatakan cukup netral bagi suburnya tanaman ketela pohon.
Ketinggian tempat yang baik dan ideal untuk tanaman ketela pohon antara
10–700 m dpl, sedangkan toleransinya antara 10–1.500 m dpl. Jenis ketela pohon
tertentu dapat ditanam pada ketinggian tempat tertentu untuk dapat tumbuh
optimal.
Menurut (Subandi, 2009) ada beberapa teknik budidaya ubi kayu untuk
menunjang hasil produksi secara maksimal dapat dilakukan dengan sebagai
berikut:
2.4.1. Pembibitan
Bibit yang baik untuk bertanam ketela pohon harus memenuhi syarat
sebagai berikut:
a) Ketela pohon berasal dari tanaman induk yang cukup tua (10-12 bulan).
b) Ketela pohon harus dengan pertumbuhannya yang normal dan sehat serta
seragam.
c) Batangnya telah berkayu dan berdiameter + 2,5 cm lurus. d) Belum tumbuh
tunas-tunas baru.
Bedengan dibuat pada saat lahan sudah 70% dari tahap penyelesaian.
Bedengan atau pelarikan dilakukan untuk memudahkan penanaman, sesuai
dengan ukuran yang dikehendaki. Pembentukan bedengan/larikan ditujukan untuk
memudahkan dalam pemeliharaan tanaman, seperti pembersihan tanaman liar
maupun sehatnya pertumbuhan tanaman.
2.4.2.3. Pengapuran
Pola tanaman harus memperhatikan musim dan curah hujan. Pada lahan
tegalan/kering, waktu tanam yang paling baik adalah awal musim hujan atau
setelah penanaman padi. Jarak tanam yang umum digunakan pada pola
monokultur ada beberapa alternatif, yaitu 100 × 100 cm, 100 ×60 cm atau 100 ×
40 cm. Bila pola tanam dengan sistem tumpang sari bisa dengan jarak tanam 150
× 100 cm atau 300 × 150 cm.
Kondisi lahan Ketela pohon dari awal tanam sampai umur ± 4-5 bulan
hendaknya selalu dalam keadaan lembab, tidak terlalu becek. Pada tanah yang
kering perlu dilakukan penyiraman dan pengairan dari sumber air yang terdekat.
Pengairan dilakukan pada saat musim kering dengan cara menyiram langsung
akan tetapi cara ini dapat merusak tanah. Sistem yang baik digunakan adalah
sistem genangan sehingga air dapat sampai ke daerah perakaran secara resapan.
Pengairan dengan sistem genangan dapat dilakukan dua minggu sekali dan untuk
seterusnya diberikan berdasarkan kebutuhan.
Ketela pohon dapat dipanen pada saat pertumbuhan daun bawah mulai
berkurang. Warna daun mulai menguning dan banyak yang rontok. Umur panen
tanaman ketela pohon telah mencapai 6–8 bulan untuk varietas genjah dan 9–12
bulan untuk varietas local. Ketela pohon dipanen dengan cara mencabut
batangnya dan umbi yang tertinggal diambil dengan cangkul atau garpu tanah.
Hasil panen dikumpulkan di lokasi yang cukup strategis, aman dan mudah
dijangkau oleh angkutan. Pemilihan atau penyortiran umbi ketela pohon
sebenarnya dapat dilakukan pada saat pencabutan berlangsung. Akan tetapi
penyortiran umbi ketela pohon dapat dilakukan setelah semua pohon dicabut dan
ditampung dalam suatu tempat. Penyortiran dilakukan untuk memilih umbi yang
berwarna bersih terlihat dari kulit umbi yang segar serta yang cacat terutama
terlihat dari ukuran besarnya umbi serta bercak hitam/garis-garis pada daging
umbi.
BAB 3. PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahawa
tanaman ubi kayu merupakan komoditas tanaman pangan yang penting sebagai
penghasil sumber pangan, bahan baku makanan, kimia dan pakan ternak. Ubi
kayu memiliki berbagai ciri morfologi muali dari akar yang merupakan tepat
penyimpanan cadangan makanan (umbi), memiliki bentuk batang silinder,
memiliki bentuk daun yang jari yang terdiri dari kutikula pada permukaan daun,
tulang daun dan lamina dan memiliki bunga jantan dan betina dalam satu pohon.
Ubi kayu dapat tumbuh dengan baik dengan memenuhi syarat tumbuh yang baik
bagi tanaman ubi kayu, seperti iklim, media tanam dan ketinggian tempat serta
melakukan teknik budidaya yang sesuai untuk tanaman ubi kayu, mulai dari
pembibitan, pengolahan lahan, teknik pertanaman, pemeliharaan, pengairan,
pengendalian hama dan penyakit dan teknik panen dan pasca panen.
3.2. Saran
Saran untuk makalah ini yaitu perlu adanya metode lebih lanjut akan
upaya peningkatan budidaya tanaman ubi kayu guna menghasilkan produktivitas
yang maksimal.
DAFTAR PUSTAKA
Akbar M dan Ade VY. 2018. Pembuatan Tepung Mocaf (Modified Cassava
Flour) dengan Berbagai Varietas Ubi Kayu dan Lama Fermentasi. Jurnal
Edible, 7(1): 40-48.
Amarullah. 2015. Teknologi Budidaya Singkong Gajah (Manihot esculenta
Crantz). Jurnal Agro UPY, 6(2): 35-44.
Bantacut T. 2010. Ketahanan Pangan Berbasisi Cassava. Jurnal Pangan, 19(4):
3-13.
Herman, Rini R dan Dewi IR. 2014. Karakter Morfologi Ubi Kayu (Manihot
esculenta Crantz) Hijau dari Kabupaten Pelalawan. Jurnal Jom FMIPA,
1(2): 619-624.
Marpaung SE, Muhammad T dan Ainul M. 2013. Analisis Usahatani Ubi Kayu
(Manihot utilissima). Jurnal Agrium, 18(1): 57-64.
Purnawanto AM dan Oetami DH. 2007. Teknologi Budidaya Ubikayu
Menggunakan Pupuk Hayati Mikoriza. Jurnal Agritech, 9(1): 79-93.
Subandi. 2009. Teknologi Budidaya untuk Meningkatkan Produksi Ubi Kayu dan
Keberlanjutan Usahatani. Jurnal Iptek Tanaman Pangan, 4(2): 11-14.
Sudarmonowati E, Hani F dan Sri NH. 2019. Uji Adaptasi dan Produksi Tiga
Kandidat Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz) Unggul di Lahan Gambut
Kalimantan Tengah. Jurnal Ilmu Dasar, 20(2): 75-82.
Suwandi. 2016. Outlook Komoditas Pertanian Sub Sektor Tanaman Pangan.
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian. Bogor.