Implementasi Pembelajaran Berbasis Industri Di SMK
Implementasi Pembelajaran Berbasis Industri Di SMK
Implementasi Pembelajaran Berbasis Industri Di SMK
Anwar Muhaimin
Disampaikan Pada Workshop Penyusunan Program Pembelajaran
SMK Negeri 1 Gangga Kabupaten Lombok Utara
4 – 6 Oktober 2021
A. PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan kunci utama dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia
(SDM), untuk itu Bangsa Indonesia menyelenggarakan pendidikan secara berkesi-
nambungan di berbagai bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Pemerintah menetapkan
tujuan pendidikan nasional secara konstitusional melalui Undang-Undang RI Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN). Tujuan pendidikan nasional
untuk mengembangkan kemampuan dan memben-tuk watak dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, menjadi manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, sehat, berilmu, kreativitas serta bertanggung jawab.
Pemerintah membuat regulasi standar kompetensi lulusan secara khusus dicantum-
kan dalam Peraturan Pemerintah RI No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan (SNP) pada pasal 1 butir 4 yang berbunyi “Standar kompetensi lulusan
adalah kualifikasi kemampuan lulusan yang menca- kup sikap, pengetahuan, dan
keterampilan” [2]. Menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam
era global dunia pendidikan, salah satu lembaga pendidi-kan yaitu Sekolah Menengah
Kejuruan (SMK) dituntut antisipatif untuk mempersiap-kan tenaga kerja yang mampu
bersaing di masa datang, kompetensi yang dimiliki berda-sarkan kebutuhan dunia kerja
(demand driven) yang diharapkan mampu mengatasi permasalahan yang dihadapi dalam
kehidup-an. Terdapat dua prinsip pendidikan yang yang mampu menghadapi
perkembang-an masa yang akan datang dan harus menjadi acuan dalam merencanakan
pendidikan oleh semua negara. Pertama pendidikan harus berorientasi empat pilar yaitu:
learning to know (belajar untuk mengetahui), learning to do (belajar melakukan),
learning to be (belajar menjadi dirinya sendiri) dan learning to live together (belajar
untuk bekerjasama). Prinsip yang kedua adalah live long learning (belajar sepanjang
hayat), (UNESCO, 1996) [3].
Dalam rangka meningkatkan kualitas SDM khususnya pendidikan kejuruan, pemerintah
mengeluarkan Inpres Nomor 9 Tahun 2016 yang dikeluarkan pada tanggal 9
September 2016 tentang revitalisasi Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Inpres tersebut
ditujukan kepada 12 Menteri Kabinet Kerja antara lain: Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan,
Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan, Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan
Tinggi, Menteri Perindustrian, Menteri Ketenagakerjaan, Menteri Perhubungan, Menteri
Kelautan dan Perikanan, Menteri BUMN, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral,
serta Menteri Kesehatan, 34 Gubernur, dan Kepala Badan Nasional Sertifikasi
Profesi (BNSP), tujuannya untuk menguatkan sinergi antarpemangku kepentingan dalam
merevitalisasi SMK guna meningkatkan kualitas dan daya saing SDM Indonesia [4].
Pembelajaran Berbasis Industri di SMK diselenggarakan sejak tahun 1990 dalam bentuk
pengembangan unit produksi menurut Direktorat Pendidikan Sekolah Menengah
Kejuruan [5]. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1990 tentang
pelaksanaan unit produksi di SMK, pada pasal 29 ayat 2, yang menyatakan bahwa;
“untuk mempersiapkan siswa SMK menjadi tenaga kerja, pada SMK dapat didirikan unit
produksi yang beroperasi secara profesional”. Tujuan pelaksanaan unit produksi pada
SMK menurut Dikmenjur (2007) [6] adalah: (1) wahana pelatihan berbasis produksi/jasa
bagi siswa; (2) wahana menumbuhkan dan mengembangkan jiwa wirausaha guru dan
siswa pada SMK/MAK; (3) sarana praktik produktif secara langsung bagi siswa; (4)
membantu pendanaan untuk pemeliharaan, penambahan fasilitas dan biaya-biaya
operasional pendidikan lainnya; (5) menambah semangat kebersamaan karena dapat
menjadi wahana peningkatan aktivitas produktif guru dan siswa serta memberikan
‘income‟ serta peningkatan kesejahteraan warga sekolah; (6) mengembangkan sikap
mandiri dan percaya diri dalam pelaksanaan kegiatan praktik siswa.
DAFTAR PUSTAKA
[1] C. A. Prosser, Vocational education.Chicago, U.S.A: American Technical
Society. 1950.
[2] D. C. McClelland, Testing for competence rather than for intelligence. American
Psychologist. 1973.
[3] Deseco. Defining and selecting key competencies. Diambil pada tanggal 25 Mei
2020 dari https://www.oecd.org/pisa/35070367.pdf , 2005.
[12] Presiden, Peraturan Pemerintah RI Nomor 13, Tahun 2015, tentang Perubahan
Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar
Nasional Pendidikan. 2015
[19] UNESCO, Learning; the treasure within, 1996. Report to UNESCO of the
international comission on education for the twenty-first century. The Australian
National Commission for UNESCO: UNESCO. 1996