Morfologi Dan Anatomi Sawit
Morfologi Dan Anatomi Sawit
Morfologi Dan Anatomi Sawit
TINJAUAN PUSTAKA
1. Bagian vegetatif
a. Akar (Radix)
Menurut Putranto (2010), akar kelapa sawit adalah akar serabut, yang
memiliki sedikit percabangan, membentuk anyaman rapat dan tebal. Kelapa sawit
merupakan tumbuhan monokotil. Pada saat dalam fase kecambah memiliki akar
tunggang yang memanjang ke bawah selama 6 bulan sampai 15 cm, dan kemudian
perakaran akan berubah menjadi akar serabut. Akar primer pada umumnya
berdiameter 6-10 mm, keluar dari pangkal batang dan menyebar secara horizontal
dan menghujam ke dalam tanah dengan sudut yang beragam. Selanjutnya akar
primer membentuk akar sekunder yang diameternya 2-4 mm. Akar sekunder
bercabang membentuk akar tertier yang berdiameter 0,7-1,2 mm dan umumnya
bercabang lagi membentuk akar kuarterner.
Akar yang paling aktif dalam menyerap air dan unsur hara adalah akar
tersier dan kuarterner yang berada di kedalaman 0-60 cm dengan jarak 2-3 meter
dari pangkal pohon (Lubis dan Agus Widanarko, 2011).
5
b. Batang (Caulis)
Menurut Wahyuni, M (2007) tanaman kelapa sawit berbatang lurus, tidak
bercabang. Bakal batang disebut plumula (seperti tombak kecil). Pada tanaman
dewasa diameternya mencapai 45-60 cm. Bagian batang bawah biasanya lebih
gemuk, disebut bonggol dengan diameter 60-100 cm. Pertambahan tinggi batang
kelapa sawit dipengaruhi oleh jenis tanaman, tanah, iklim, pupuk, kerapatan
tanam dan lain-lain.
Pertumbuhan batang kelapa sawit terbagi menjadi dua fase. Sejak ditanam
sampai berumur 3,5 tahun, pertumbuhan batang difokuskan pada pembentukan
pangkal batang hingga diameternya mencapai 60 cm dan pertumbuhan meninggi
sangat kecil. Setelah 3,5 tahun, batang tumbuh ke atas dengan kecepatan hingga
60 cm/tahun, tetapi melambat pada umur di atas 15 tahun. Selain dipengaruhi
faktor genetik, kecepatan meninggi batang kelapa sawit juga oleh kompetisi
memperoleh cahaya matahari. Kekurangan cahaya matahari mendorong batang
kelapa sawit tumbuh cepat ke atas dan mengurangi potensi hasil. Jarak tanam
yang terlalu rapat mengakibatkan kerugian secara ekonomi akibat penurunan hasil
(Andoko dan Widodoro, 2013).
c. Daun (Folium)
Daun kelapa sawit terdiri dari beberapa bagian, yaitu sebagai berikut.
6
4. Seludang daun (sheath) yang berfungsi sebagai perlindungan dari
kuncup dan memberi kekuatan pada batang.
Seperti jenis palma lainnya, daunnya tersusun majemuk, bersirip genap,
dan bertulang sejajar. Anak-anak daun (foliage leaflet) tersusun berbaris dua
sampai ke ujung daun yang panjangnya 7-9 meter. Di tengah-tengah setiap anak
daun terbentuk lidi sebagai tulang daun. Jumlah anak daun di setiap pelepah
berkisar 250-400 helai daun (Hartanto, 2011).
Daun cepat membuka pada tanah yang subur sehingga efektif dalam
melakukan fotosintesis dan sebagai alat respirasi. Semakin lama proses
fotosintesis berlangsung, semakin banyak bahan makanan yang dibentuk. Jumlah
pelepah, panjang pelepah, dan jumlah anak daun tergantung pada umur tanaman.
Semakin tua tanaman semakin banyak jumlah pelepah dan anak daun. Tanaman
dewasa umumnya memiliki 40-50 pelepah. Saat tanaman berumur 10-13 tahun,
dapat ditemukan daun yang luas permukaannya mencapai 10-15 m2 yang
berhubungan dengan produktivitas tanaman. Semakin luas permukaan atau
semakin banyak jumlah daun, maka produksinya akan meningkat karena proses
fotosintesis akan berjalan dengan lancar (Andoko dan Widodoro, 2013).
2. Bagian Generatif
a. Bunga (Flos)
Kelapa sawit merupakan tanaman monoecious (berumah satu). Artinya
bunga jantan dan bunga betina berada pada satu pohon, tetapi tidak pada tandan
yang sama. Tanaman kelapa sawit yang berumur 3 tahun sudah mulai dewasa dan
mulai mengeluarkan bunga jantan dan bunga betina. Bunga jantan berbentuk
lonjong memanjang, sedangkan bunga betina agak bulat. Tanaman kelapa sawit
mengadakan penyerbukan silang (cross pollination). Artinya, bunga betina dari
pohon yang satu dibuahi oleh bunga jantan dari pohon yang lainnya dengan
perantara angin dan atau serangga penyerbuk (Putranto, 2010).
Perbandingan bunga betina dan jantan (sex ratio) sangat dipengaruhi oleh
pupuk dan air. Jika tanaman kekurangan pupuk atau kekurangan air, bunga jantan
7
akan lebih banyak keluar. Produktivitas akan menjadi baik jika unsur hara dan air
tersedia dalam jumlah yang banyak dan seimbang. Sex ratio mulai terbentuk 24
bulan sebelum dipanen. Artinya, calon bunga (primordia) telah terbentuk dua
tahun sebelum panen. Karena itu, perencanaan produksi dihitung minimal tiga
tahun sebelumnya, sehingga perencanaan pemupukan dapat dijadwalkan
(Sunarko, 2009).
b. Buah
Bunga kelapa sawit betina yang telah diserbuki akan tumbuh menjadi buah
dan matang pada 5,5 bulan kemudian. Buah kelapa sawit berbentuk lonjong
membulat dengan panjang 2-3 cm dan bergerombol pada tandan yang muncul dari
setiap ketiak daun. Jumlah buah biasa mencapai sekitar 2000 buah pada setiap
tandan dengan tingkat kematangan yang bervariasi. Karena pengaruh klorofil,
buah kelapa sawit muda berwarna hujau. Meski demikian, ada beberapa varietas
yang buahnya sejak muda berwarna ungu kehitaman (Andoko dan Widodoro,
2013).
Buah kelapa sawit mempunyai warna bervariasi dari hitam, ungu, hingga
merah tergantung bibit yang digunakan. Buah bergerombol dalam tandan yang
muncul dari tiap pelepah dan kandungan minyak bertambah sesuai dengan
kematangan buah. Setelah melewati fase matang, kandungan asam lemak bebas
(FFA, free fatty acid) akan meningkat dan buah akan rontok dengan sendirinya
(Putranto, 2010).
Menurut Sunarko (2009) buah muda berwarna hijau pucat. Semakin tua
berubah menjadi hijau hitam hingga kuning. Buah sawit yang masih mentah
berwarna hitam (nigrescens), beberapa diantaranya berwarna hijau (virescens).
Sementara itu buah matang berwarna merah kuning (orange).
8
B. Ekologi Kelapa Sawit
Sawit dapat tumbuh dengan baik di daerah tropis. Tanaman ini tumbuh
sempurna di ketinggian 0-500 m dari permukaan laut dengan kelembaban 80-90
persen. Sedangkan intensitas penyinaran matahari yang cocok untuk penanaman
kelapa sawit adalah sekitar 5-7 jam per hari (Hartanto, 2011).
1. Iklim
Faktor iklim sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi
tandan kelapa sawit. Kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik pada daerah tropis
diantara 15o LU - 15 o LS pada ketinggian 0-500 m dari permukaan laut dengan
kelembaban 80-90 persen. Sedangkan intensitas penyinaran matahari yang cocok
untuk penanaman kelapa sawit adalah sekitar 5-7 jam per hari (Hartanto, 2011).
a. Curah Hujan
Tanaman kelapa sawit menghendaki curah hujan 1500-4000 mm per
tahun, tetapi curah hujan optimal adalah 2000-3000 mm per tahun, dengan jumlah
hari hujan tidak lebih dari 180 hari per tahun. Pembagian hujan yang merata
dalam satu tahunnya berpengaruh kurang baik karena pertumbuhan vegetatif lebih
dominan daripada pertembuhan generatif, sehingga bunga atau buah yang
terbentuk pun relatif lebih sedikit (Hartanto, 2011).
Jika tanah dalam keadaan kering, akar tanaman akan sulit menyerap
mineral dari tanah. Musim kemarau yang berturut-turut selama tiga bulan aau
lebih dapat mempengarui pembentukan bunga dan sex ratio. Karena itu, musim
kemarau yang panjang dapat menurunkan produksi kelapa sawit (Sunarko, 2009).
9
b. Sinar Matahari
Kelapa sawit termasuk tanaman yang menyukai cahaya matahari.
Penyinaran matahari sangat berpengaruh terhadap perkembangan buah kelapa
sawit. Tanaman yang kurang mendapat sinar matahari karena jarak tanam yang
sempit, pertumbuhannya akan terhambat karena hasil asimilasinya kurang
(Putranto, 2010).
c. Suhu
Perbedaan suhu dapat mempengaruhi pertumbuhan dan produksi buah.
Suhu 20o C merupakan suhu minimum bagi pertumbuhan vegetative. Sementara
itu, suhu 22-23o C merupakan suhu rata-rata tahunan yang diperlukan untuk
produksi buah. Suhu terkait dengan garis lintang dan elevasi di suatu daerah.
Berdasarkan hasil pengamatan, lokasi tumbuh kelapa sawit lebih optimal berada
di daerah tropis (Lubis dan Agus Widanarko, 2011).
10
sumur serapan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kelembaban adalah suhu, sinar
matahari, lama penyinaran, curah hujan, dan evapotranpirasi (Sunarko, 2009).
e. Bentuk Wilayah
Bentuk wilayah merupakan faktor penentu produktivitas yang akan
mempengaruhi kemudahan panen, pengawetan tanah dan air, pembuatan jaringan
jalan, serta efektivitas pemupukan. Bentuk wilayah yang cocok untuk kelapa
sawit adalah pertama, wilayah dengan kemiringan lereng 0-8 persen. Kedua, di
wilayah bergelombang sampai berbukit (kemiringan lereng 8-30 persen), kelapa
sawit masih dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik melalui upaya
pengelolaan tertentu seperti pembuatan teras (Hartanto, 2011).
2. Tanah
Sifat tanah yang ideal dalam batas tertentu dapatmengurangi pengaruh
buruk dari keadaan iklim yang kurang sesuai. Tekstur tanah yang paling ideal
untuk kelapa sawit adalah lempung berdebu, lempung liat berdebu, lempung
berliat dan lempung liat berpasir. Kedalaman efektif tanah yang baik jika <100
cm dengan tingkat keasaman (pH) tanah yang optimal adalah pH 5,0 s/d 6,0
namun kelapa sawit masih toleran terhadap pH < 5 misalnya pada pH 3,5 s/d 4
(pada tanah gambut). Kelapa sawit menghendaki tanah yang gembur subur, datar,
berdrainase baik dan memiliki lapisan solum yang dalam tanpa lapisan padas
(Hartanto, 2011).
Adapun kriteria kesesuaian lahan untuk kelapa sawit pada tanah mineral
dapat dilihat pada tabel berikut.
11
Tabel 1. Kriteria keseuaian lahan untuk kelapa sawit pada tanah mineral
12
g liat
berpasir
,
lempun
g liat
berdebu
,
lempun
g
berliat
Sangat
Agak
Cepat, cepat,
Kelas Baik, terhamb
8 D terhamb sangat
drainase sedang at, agak
at terhambat,
cepat
tergenang
Kemasaman 4,0-5,0 3,5-4,0 <3,0
9 A 5,0-6,0
tanah (pH) 6,0-6,5 6,5-7,0 >7,0
Sumber: Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan
13
3. Perkembangbiakan
Kelapa sawit berkembang biak dengan cara generatif. Kelapa sawit
memiliki banyak jenis, berdasarkan ketebalan cangkangnya kelapa sawit dibagi
menjadi Dura, Psifera dan Tenara. Dura merupakan sawit yang buahnya memiliki
cangkang tebal sehingga dianggap memperpendek umur mesin pengolahan namun
baisanya tandan buahnya besar dan kandungan minyak pertandannya berkisar 18
persen. Psifera buahnya tidak memiliki cangkang namun bunga betinanya steril
sehingga sangat jarang menghasilkan buah. Sedangkan Tenera adalah persilangan
antara induk Dura dan Psifera. Jenis ini dianggap bibit unggul sebab melengkapi
kekurangan masing-masing induk dengan sifat cangkang tipis namun bunga
betinanya tetap fertil. Persentase daging buah dari Tenera dapat mencapai 90
persen per tandannya. Dan kandungan minyak per tandannya dapat mencapai 28
persen (Hartanto, 2011).
Busuk tandan (bunch rot) terdapat di semua negara penanam kelapa sawit,
dengan derajat kerugian yang berbeda-beda. Kerugian yang paling besar terjadi di
Indonesia, Malaysia Semenanjung, dan Sabah. Dari pengamatan Puspa dan
Purba (1987) diketahui bahwa di kebun-kebun muda di daerah pengembangan
perkebunan, penyakit terdapat pada lebih kurang 25% dari tandan buah. Besar
14
kecilnya kerugian yang ditimbulkannya sangat tergantung dari keadaan
lingkungannya (Semangun, 2008).
15
D. Faktor Penyebab Penyakit Busuk Tandan Buah (M. palmivorus)
Busuk tandan Marasmius disebabkan oleh jamur patogenik M. palmivorus
Sharples, suatu jamur saprofit yang umum terdapat pada bermacam-macam bahan
mati. Namun jika terdapat bekal makanan yang cukup banyak, jamur mampu
mengadakan infeksi pada jaringan hidup, dan dapat berubah menjadi parasit.
Jamur membentuk rhizomorf yang ujungnya seperti kipas, biasanya berwarna
putih atau merah muda. Badan buahnya berbentuk seperti payung dengan
diameter 2,5-7,5 cm, tepinya berbalik ke atas bila sudah matang, dihasilkan dalam
jumlah besar pada tandan-tandan yang terserang berat, berwarna putih dalam
keadaan kering dan merah muda bila basah, tangkainya 2,5-3,5 cm. Pada sisi
bawah badan buah terdapat banyak basidium yang menghasilkan basiospora
dalam jumlah sangat banyak (Semangun, 2008).
Gejala awal dari infeksi penyakit busuk tandan buah terlihat dengan
adanya benang-benang jamur (rizomorf) yang berwarna putih. Pada tingkatan ini
jamur sudah mulai menimbulkan kerusakan pada tandan. Pada tingkatan yang
lebih lanjut miselium yang berada di permukaan buah ini mengadakan penetrasi
ke dalam daging buah (mesocarp). Serangan terjadi pada buah busuk karena
lewat matang dimana sebahagian atau seluruh buah pada tandan menjadi busuk.
Buah berwarna coklat muda, berbeda jelas dari buah yang sehat. Pembusukan ini
sangat meningkatkan kadar asam lemak bebas karena terjadinya penguraian lemak
(lipolisis) (Purba, 2009).
16
tanam yang terlalu rapat juga menyebabkan daun-daun menjadi lebih tegak,
sehingga kelembapan diantara pelepah daun (tempat terdapatnya tandan-tandan)
menjadi lebih tinggi (Semangun, 2008).
Penyakit ini lebih banyak terdapat di kebun yang berumur 3-9 tahun,
khususnya dalam kebun-kebun yang tanamannya baru mulai berbuah. Dalam
kebun-kebun seperti ini terdapat banyak tandan buah busuk karena berbagai hal,
yang dapat menjadi alas makanan bagi Marasmius. Tandan-tandan yang busuk
ini dapat terjadi karena penyerbukan yang kurang sempurna, yang umum terdapat
pada kebun muda. Dalam kebun-kebun muda terdapat banyak tandan-tandan
kecil yang kurang menguntungkan untuk dipanen sehingga dibiarkan membusuk
di tanaman kelapa sawit. Di samping itu sering terdapat kebun-kebun baru yang
sudah mulai berbuah pada waktu fasilitas pengolahan belum siap (Semangun,
2008).
17
jelek karena kondisi tanah yang asam, dan 4) defisiensi hara khusunya Mg dan K
lebih rentan terhadap serangan penyakit (PPKS, 2006).
18
F. Pengendalian Penyakit Busuk Tandan Buah (M. palmivorus)
Penyakit ini dapat dicegah dengan melakukan penyerbukan buatan,
kastrasi dan sanitasi kebun, terutama pada musim hujan. Semua bunga dan buah
yang membusuk sebaiknya dibuang. Pengendalian secara mekanis dengan
mengumpulkan tandan yang terserang, lalu mengubur ke dalam tanah atau
membakarnya (Andoko dan Widodoro, 2013).
19