Makalah Kurikulum

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

HAKIKAT KURIKULUM

Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran di SD

(PDGK 4502)

Nama : NUR MAISAROH

NIM : 857349656

Program Studi : PGSD

Pokjar : Pelabuhanratu

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS TERBUKA UPBJJ BOGOR TAHUN

2022
KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah senantiasa saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini guna
memenuhi tugas untuk mata kuliah Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran di SD,
dengan judul: "Hakikat Kurikulum" .

Saya menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak
yang dengan tulus memberikan saran dan kritik, sehingga makalah ini dapat terselesaikan.

Saya juga menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna dikarenan
keterbatasan pengalaman dan pengetahuan kami. Maka dari itu, saya mengharapkan segala
bentuk saran dan masukan serta kritik dari berbagai pihak. Akhirnya, kami berharap semoga
makalah ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan dunia pendidikan.

Palabuhanratu, 15 November 2022

Nur Maisaroh

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ……………………………………………………………………… i


DAFTAR ISI ………………………………………………………………………… ii

BAB I
PENDAHULUAN …………………………………………………………………… 1

BAB II
PEMBAHASAN …………………………………………………………………….. 2
Kegiatan Belajar 1
Pengertian, Fungsi, dan Peranan Kurikulum
A. PENGERTIAN KURIKULUM
B. FUNGSI KURIKULUM
C. PERANAN KURIKULUM
Kegiatan Belajar 2
Komponen-komponen Kurikulum
A. KURIKULUM SEBAGAI SUATU SISTEM
B. EMPAT KOMPONEN UTAMA KURIKULUM
1. Tujuan
2. Isi/Materi Kurikulum
3. Strategi Pembelajaran
4. Evaluasi

BAB III
KESIMPULAN

ii
BAB I

PENDAHULUAN

Dewasa ini kebijakan pengembangan kurikulum pada tingkat satuan pendidikan sudah
mengalami perubahan yang cukup signifikan, yaitu dari kebijakan yang bersifat sentralistik
menjadi kebijakan yang lebih bersifat desentralistik, di mana pihak sekolah diberi keleluasaan
untuk dapat mengembangkan kurikulum sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Pihak
pengembang kurikulum pada tingkat satuan pendidikan (sekolah), dalam hal ini guru, harus
betul-betul memiliki pemahaman yang luas mengenai hakikat kurikulum sebelum
mengembangkannya lebih lanjut, sebab pemahaman hakikat kurikulum tersebut akan sangat
mewarnai sosok dan kualitas kurikulum yang dikembangkan serta implementasinya.

Kurikulum pada hakikatnya merupakan salah satu alat yang sangat strategis dan
menentukan dalam pencapaian tujuan-tujuan pendidikan. Kedudukan dan posisi kurikulum
pada tingkat satuan pendidikan ini sangatlah vital, bahkan menjadi syarat mutlak dan bagian
yang tak terpisahkan dari keseluruhan proses pendidikan sehingga sangatlah sulit
dibayangkan bagaimana bentuk pelaksanaan pendidikan dan pembelajaran pada satuan
pendidikan yang tidak memiliki kurikulum. Dengan demikian, pada dasarnya bukan hanya
guru yang harus memahami tentang hakikat kurikulum ini, tetapi semua pihak yang terlibat
dalam pelaksanaan pendidikan di sekolah idealnya dapat memahami hakikat kurikulum
sesuai dengan bidang tugas masing-masing.

Dalam Modul 1 ini, Anda akan diantarkan kepada suatu pemahaman mengenai apa
sebenarnya kurikulum itu, apa peranan dan fungsinya bagi guru dan pihak-pihak terkait
lainnya, serta komponen-komponen apa saja yang harus ada dalam pengembangan kurikulum
pada tingkat satuan pendidikan. Mudah-mudahan Anda dapat memahami secara menyeluruh
apa yang diuraikan dalam modul ini, sebab pemahaman tersebut akan menjadi landasan
dalam mempelajari modul-modul berikutnya. Setelah mempelajarimodul ini, secara umum
Anda diharapkan dapat memahami hakikat kurikulum, dan secara lebih khusus, Anda
diharapkan dapat:

1. menjelaskan berbagai pengertian kurikulum yang berkembang hingga saat ini.


2. menjelaskan peranan dan fungsi kurikulum bagi pihak-pihak yang terlibat dalam
pelaksanaan pendidikan di sekolah dasar; serta
3. mengidentifikasi komponen-komponen yang harus ada dalam pengembangan kurikulum
sekolah dasar.

1
Modul 1 ini terdiri dari dua kegiatan belajar. Dalam Kegiatan Belajar 1 disajikan
mengenai pengertian, fungsi, dan peranan kurikulum, sedangkan dalam Kegiatan Belajar 2
disajikan mengenai komponen-komponen dalam mengembangkan kurikulum. Kegiatan
Belajar 1 dirancang untuk pencapaian tujuan/kompetensi nomor 1 dan 2, sedangkan Kegiatan
Belajar 2 untuk pencapaian tujuan/kompetensi nomor 3.

Untuk membantu Anda dalam mempelajari modul ini, ada baiknya diperhatikan
beberapa petunjuk belajar berikut ini.

1. Bacalah dengan cermat bagian pendahuluan modul ini sampai Anda memahami secara
tuntas tentang apa, untuk apa, dan bagaimana mempelajari modul ini.
2. Baca sepintas bagian demi bagian dan temukan kata-kata kunci dari kata-kata yang
dianggap baru. Carilah dan baca pengertian kata-kata kunci tersebut dalam kamus yang
Anda miliki.
3. Tangkaplah pengertian demi pengertian dari isi modul ini melalui pemahaman sendiri
dan tukar pikiran dengan mahasiswa lain atau dengan tutor Anda dalam kegiatan tutorial
online.
4. Untuk memperluas wawasan, baca, dan pelajari sumber-sumber lain yang relevan. Anda
dapat menemukan bacaan dari berbagai sumber, termasuk dari internet.
5. Mantapkan pemahaman Anda dengan mengerjakan latihan dalam modul dan melalui
kegiatan diskusi dalam kegiatan tutorial dengan mahasiswa lainnya atau teman sejawat.
6. Jangan dilewatkan untuk mencoba menjawab soal-soal yang dituliskan pada setiap akhir
kegiatan belajar. Hal ini berguna untuk mengetahui apakah Anda sudah memahami
dengan benar kandungan modul ini.

2
BAB II

PEMBAHASAN

Kegiatan Belajar 1

Pengertian, Fungsi, dan Peranan Kurikulum

D. PENGERTIAN KURIKULUM

Istilah kurikulum (curriculum), yang pada awalnya digunakan dalam dunia olahraga,
berasal dari kata curir (pelari) dan curere (tempat berpacu). Pada saat itu, kurikulum diartikan
sebagai jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari mulai dari start sampai finish untuk
memperoleh medali/penghargaan. Kemudian, pengertian tersebut diterapkan dalam dunia
pendidikan menjadi sejumlah mata pelajaran (subjects) yang harus ditempuh oleh seorang
siswa dari awal sampai akhir program pelajaran untuk memperoleh penghargaan dalam
bentuk ijazah. Dari pengertian tersebut, dalam kurikulum terkandung dua hal pokok, yaitu (1)
adanya mata pelajaran yang harus ditempuh oleh siswa, dan (2) tujuan utamanya yaitu untuk
memperoleh ijazah. Dengan demikian, implikasi terhadap praktik pengajaran yaitu setiap
siswa harus menguasai seluruh mata pelajaran yang diberikan dan menempatkan guru dalam
posisi yang sangat penting dan menentukan. Keberhasilan siswa ditentukan oleh seberapa
jauh mata pelajaran tersebut dikuasainya dan biasanya disimbolkan dengan skor yang
diperoleh setelah

mengikuti suatu tes atau ujian.

Pengertian kurikulum seperti disebutkan di atas dianggap pengertian yang sempit atau
sangat sederhana. Jika kita mempelajari buku-buku atau literatur lainnya tentang kurikulum,
terutama yang berkembang di negara-negara maju maka akan ditemukan banyak pengertian
yang lebih luas dan beragam. Secara konseptual pengertian kurikulum dapat dikelompokkan
padatiga dimensi pengertian, yaitu (1) kurikulum sebagai mata pelajaran (subjects), (2)
kurikulum sebagai pengalaman belajar (learning experiences), dan (3) kurikulum sebagai
program/rencana pembelajaran. Ketiga dimensi pengertian kurikulum tersebut secara singkat
dapat diuraikan sebagai berikut.

3
Pengertian kurikulum pada dimensi pertama mengandung makna bahwa pada dasarnya
kurikulum itu terdiri atas sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh siswa. Dalam hal ini,
kurikulum selalu berorientasi pada penguasaan isi atau materi pelajaran sebagai sasaran akhir
proses pendidikan (content oriented). Isi atau materi pelajaran yang harus dikuasai siswa
tersebut pada hakikatnya merupakan ilmu pengetahuan yang terkait dengan setiap mata
pelajaran. Dimensi pengertian kurikulum sebagai mata pelajaran ini dianggap merupakan
pandangan yang terlalu sempit dan sederhana, namun demikian, pada kenyataannya masih
banyak diterapkan dalam praktik pelaksanaan pendidikan dewasa ini.

Pengertian kurikulum pada dimensi kedua tidak dibatasi hanya sebagai sejumlah mata
pelajaran saja, tetapi mencakup semua pengalaman belajar (learning experiences) yang
dialami siswa dan memengaruhi perkembangan pribadinya. Dengan demikian, pengertian
kurikulum itu mencakup seluruh kegiatan yang dilakukan oleh siswa. Ahli kurikulum yang
berpendapat seperti itu, di antaranya Harold B. Alberty (1965). Ia memandang kurikulum
sebagai semua kegiatan yang diberikan kepada siswa di bawah tanggung jawab sekolah (all
of the activities that are provided for the students by the school). Kurikulum tidak dibatasi
pada kegiatan di dalam kelas saja, tetapi mencakup juga kegiatan-kegiatan yang dilakukan
oleh siswa di luar kelas. Pendapat yang senada dan menguatkan pengertian tersebut
dikemukakan oleh Saylor, Alexander, dan Lewis (1974) yang menganggap kurikulum
sebagai segala upaya sekolah untuk memengaruhi siswa supaya belajar, baik dalam ruangan
kelas, di halaman sekolah maupun di luar sekolah. Dimensi pengertian kurikulum sebagai
pengalaman belajar ini dianggap merupakan pandangan yang terlalu luas karena sekolah
dalam hal ini guru tidak mungkin dapat mengontrol dan mengukur segala bentuk perilaku
siswa, khususnya yang terjadi di luar sekolah. Selain itu, makna kurikulum itu sendiri
menjadi kabur dan tidak fungsional.

Pengertian kurikulum pada dimensi ketiga mengandung makna bahwa kurikulum


tersebut merupakan suatu program atau rencana belajar (a plan for learning). Pengertian
kurikulum pada dimensi ini nampaknya untuk menjembatani pandangan mengenai pengertian
kurikulum yang terlalu sempit dan pandangan yang terlalu luas.

Apabila Anda masih memiliki waktu yang cukup banyak, silakan lakukan pencarian
(searching) di internet untuk menambah wawasan dan pemahaman mengenai pengertian-
pengertian kurikulum tersebut. Anda akan menemukan berbagai pengertian kurikulum yang
senantiasa berkembang terus sejalan dengan perkembangan teori dan praktik pendidikan.

4
Dengan beragamnya pendapat mengenai pengertian kurikulum, secara teoretis-
konseptual kita agak sulit menentukan satu pengertian yang dapat merangkum semua
pendapat. Kita dapat mencoba untuk mengklasifikasikan pengertian kurikulum menurut
paradigma berpikir yang lain. S. Hamid Hasan, seorang guru besar dan pakar ilmu kurikulum
dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) mengklasifikasikan pengertian kurikulum
menjadi empat dimensi pengertian, di mana satu dimensi dengan dimensi lainnya saling
berhubungan. Keempat dimensi kurikulum tersebut, yaitu: (1) Kurikulum sebagai suatu
ide/gagasan, (2) Kurikulum sebagai suatu rencana tertulis, yang sebenarnya merupakan
perwujudan dari kurikulum sebagai suatu ide, (3) Kurikulum sebagai suatu kegiatan, yang
sering pula disebut dengan istilah kurikulum sebagai suatu realita atau implementasi
kurikulum; secara teoretis dimensi kurikulum ini adalah pelaksanaan dari kurikulum sebagai
suatu rencana tertulis, dan (4) Kurikulum sebagai suatu hasil, yang merupakan konsekuensi
dari kurikulum sebagai suatu kegiatan.Untuk memberi kemudahan kepada Anda dalam
memahami keterkaitan antara keempat dimensi pengertian kurikulum tersebut maka
perhatikanlah Gambar 1.1 berikut.

Dari Gambar 1.1, kita dapat melihat bahwa keempat dimensi pengertian kurikulum
tersebut pada hakikatnya merupakan paradigma berpikir mengenai pengembangan kurikulum
yang dimulai dari munculnya ide atau gagasan, kemudian dijabarkan menjadi rencana
tertulis. Selanjutnya, rencana tertulis tersebut diimplementasikan yang pada akhirnya
diperoleh hasil (outcomes). Pada bagian pertama, dimensi kurikulum sebagai ide dan rencana
tertulis, disebut kurikulum ideal atau kurikulum potensial (ideal/potential curriculum).
Kurikulum ideal atau potensial ini wujud nyatanya berupa silabus dan rencana pelaksanaan
pembelajaran/RPP (pada waktu yang lalu disebut garis-garis besar program pengajaran/GBPP

5
dan satuan pelajaran).Jenis kurikulum ini sering juga disebut kurikulum formal atau
kurikulum tertulis (written curriculum) yang diharapkan dapat berfungsi sebagai acuan atau
pedoman bagi guru dalam melaksanakan proses pembelajaran di sekolah. Proses
pembelajaran itu sendiri merupakan kurikulum aktual (actual/real curriculum) yang pada
hakikatnya merupakan implementasi atau pelaksanaan dari kurikulum ideal.

Situasi dan kondisi yang terjadi dalam proses pembelajaran (kurikulum aktual)
biasanya tidak selamanya sesuai dengan apa yang telah direncanakan (kurikulum ideal).
Pelaksanaan pembelajaran dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik yang mendukung
maupun yang menghambat proses pencapaian kurikulum ideal tersebut. Segala sesuatu yang
tidak direncanakanterlebih dahulu atau tidak dapat diantisipasi pada saat menyusun
kurikulum ideal, namun muncul pada saat pelaksanaan kurikulum dan memengaruhiterhadap
perubahan perilaku siswa. Hal itulah yang dinamakan kurikulum tersembunyi (hidden
curriculum).

Coba Anda cermati contoh kurikulum tersembunyi yang terjadi dalam proses
pembelajaran berikut ini.

Ketika seorang guru akan mengajarkan mengenai kejadian alam (pada mata
pelajaran IPA), tiba-tiba di luar kelas terjadi hujan yang disertai angin kencang.
Kejadian tersebut tentu saja tidak direncanakan terlebih dahulu oleh guru karena
terjadi begitu saja, namun guru tersebut mampu menjadikan situasi tersebut
sebagai awal pembahasan dan mengorelasikannya dengan tujuan/kompetensi
yang harus dicapai oleh para siswa yang diajarnya saat itu.

Untuk latihan sekarang, coba Anda kemukakan contoh-contoh yang lainnya, kemudian
diskusikan dengan teman-teman Anda untuk mengidentifikasi apakah contoh tersebut
mengandung kurikulum tersembunyi (hidden curriculum) atau tidak. Pandangan atau
anggapan yang sampai saat ini masih lazim dipakai dalam dunia pendidikan dan persekolahan
di negara kita, yaitu kurikulum sebagai suatu rencana tertulis yang disusun guna
memperlancar proses pembelajaran. Hal ini sesuai dengan rumusan pengertian kurikulum
seperti yang tertera dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional: “Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan
bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”. Dalam panduan penyusunan
kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) jenjang pendidikan dasar dan menengah yang

6
dikeluarkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), pengertian kurikulum yang
digunakan mengacu pada pengertian seperti yang tertera dalam UU tersebut. Secara lebih
jelas dinyatakan bahwa KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan
dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan
tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan,
kalender pendidikan, dan silabus. Secara khusus, pada Modul 6 Anda akan mendapat
penjelasan lebih terperinci mengenai apa, mengapa, dan bagaimana KTSP itu dikembangkan
di sekolah dasar.

E. FUNGSI KURIKULUM

Apa sebenarnya fungsi kurikulum itu? Dan bagi pihak mana saja kurikulum itu dapat
berfungsi? Pada dasarnya kurikulum itu berfungsi sebagai pedoman atau acuan bagi semua
pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah, di antaranya guru, siswa,
kepala sekolah, pengawas, orang tua, dan masyarakat. Secara singkat dapat dijelaskan
sebagai berikut. Bagi guru, kurikulum itu berfungsi sebagai pedoman dalam melaksanakan
proses pembelajaran. Bagi kepala sekolah dan pengawas, kurikulum itu berfungsi sebagai
pedoman dalam melaksanakan supervisi atau pengawasan. Bagi orang tua, kurikulum itu
berfungsi sebagai pedoman dalam membimbing anaknya belajar di rumah. Bagi masyarakat,
kurikulum itu berfungsi sebagai pedoman untuk memberikan bantuan bagi terselenggaranya
proses pendidikan di sekolah. Bagi siswa itu sendiri, kurikulum berfungsi sebagai pedoman
belajar.

Secara lebih khusus, berkaitan dengan fungsi kurikulum bagi siswa sebagai subjek
didik, terdapat enam fungsi kurikulum sebagai berikut.

1. Fungsi Penyesuaian (The Adaptive Function) Fungsi penyesuaian mengandung makna


bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu mengarahkan siswa agar
memiliki sifat well adjusted, yaitu mampu menyesuaikan dirinya dengan lingkungan,
baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial. Lingkungan itu sendiri senantiasa
mengalami perubahan dan bersifat dinamis. Oleh karena itu, siswa pun harus memiliki
kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi di lingkungannya.
2. Fungsi Integrasi (The Integrating Function)
Fungsi integrasi mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus
mampu menghasilkan pribadi-pribadi yang utuh. Siswa pada dasarnya merupakan

7
anggota dan bagian integral dari masyarakat. Oleh karena itu, siswa harus memiliki
kepribadian yang dibutuhkan untuk dapat hidup dan berintegrasi dengan masyarakatnya.
3. Fungsi Diferensiasi (The Differentiating Function)
Fungsi diferensiasi mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus
mampu memberikan pelayanan terhadap perbedaanindividu siswa. Setiap siswa memiliki
perbedaan, baik dari aspek fisik maupun psikis, yang harus dihargai dan dilayani dengan
baik.
4. Fungsi Persiapan (The Propaedeutic Function)
Fungsi persiapan mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus
mampu mempersiapkan siswa untuk melanjutkan studi ke jenjang pendidikan berikutnya.
Selain itu, kurikulum juga diharapkan dapat mempersiapkan siswa untuk dapat hidup
dalam masyarakat seandainya tidak dapat melanjutkan pendidikannya.
5. Fungsi Pemilihan (The Selective Function)
Fungsi pemilihan mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus
mampu memberikan kesempatan kepada siswa untuk memilih program-program belajar
yang sesuai dengan kemampuan dan minatnya. Fungsi pemilihan ini sangat erat
hubungannya dengan fungsi diferensiasi karena pengakuan atas adanya perbedaan
individual siswa berarti pula diberinya kesempatan bagi siswa tersebut untuk memilih
apa yang sesuai dengan minat dan kemampuannya. Untuk mewujudkan kedua fungsi
tersebut, kurikulum perlu disusun secara lebih luas dan bersifat fleksibel.
6. Fungsi Diagnostik (The Diagnostic Function)
Fungsi diagnostik mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus
mampu membantu dan mengarahkan siswa untuk dapat memahami dan menerima
kekuatan (potensi) dan kelemahan yang dimilikinya. Apabila siswa sudah mampu
memahami kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahan yang ada pada dirinya maka
diharapkan siswa dapat mengembangkan sendiri potensi kekuatan yang dimilikinya atau
memperbaiki kelemahan-kelemahannya.

Lembaga pendidikan (sekolah) pada dasarnya harus berusaha agar keenam fungsi
kurikulum yang telah dikemukakan di atas harus dapat dilaksanakan secara menyeluruh
(komprehensif) agar kurikulum tersebut dapat memberikan pengaruh bagi pertumbuhan dan
perkembangan siswa dalam pencapaian tujuan/kompetensi yang diharapkan.

8
F. PERANAN KURIKULUM

Pada bagian pendahuluan modul ini sudah dijelaskan bahwa dalam pendidikan formal
di sekolah, kurikulum memiliki peranan yang sangat strategis dan menentukan pencapaian
tujuan pendidikan. Kurikulum memiliki kedudukan dan posisi yang sangat sentral dalam
keseluruhan proses pendidikan, bahkan kurikulum menjadi syarat mutlak dan bagian yang tak
terpisahkan dari pendidikan itu sendiri. Menurut Oemar Hamalik (1990), terdapat tiga
peranan kurikulum yang dinilai sangat penting, yaitu peranan konservatif, peranan kreatif,
dan peranan kritis/evaluatif. Silakan Anda cermati uraian mengenai peranan kurikulum di
bawah ini, kemudian diskusikan bersama teman-teman Anda mengenai sejauh mana peranan
tersebut dapat diimplementasikan dalam pelaksanaan kurikulum di sekolah dasar dewasa ini.

1. Peranan Konservatif
Peranan konservatif menekankan bahwa kurikulum itu dapat dijadikan sebagai sarana
untuk men-transmisi-kan atau mewariskan nilai-nilai budaya masa lalu yang dianggap
masih relevan dengan masa kini kepada generasi muda, dalam hal ini para siswa sekolah
dasar. Dengan demikian, peranan konservatif ini pada hakikatnya menempatkan
kurikulum yang berorientasi ke masa lampau. Peranan ini sifatnya menjadi sangat
mendasar, disesuaikan dengan kenyataan bahwa pendidikan pada hakikatnya merupakan
proses sosial, di mana salah satu tugas pendidikan, yaitu memengaruhi dan membina
perilaku siswa sesuai dengan nilai-nilai sosial yang hidup di lingkungan masyarakatnya.
2. Peranan Kreatif
ilmu pengetahuan dan teknologi serta aspek-aspek lainnya senantiasa terjadi setiap saat.
Peranan kreatif menekankan bahwa kurikulum harus mampu mengembangkan sesuatu
yang baru sesuai dengan perkembangan yang terjadi dan kebutuhan-kebutuhan
masyarakat pada masa sekarang dan masa mendatang. Kurikulum harus mengandung
hal-hal yang dapat membantu setiap siswa mengembangkan semua potensi yang ada
pada dirinya untuk memperoleh pengetahuan-pengetahuan baru, kemampuankemampuan
baru, serta cara berpikir baru yang dibutuhkan dalam kehidupannya.
3. Peranan Kritis dan Evaluatif Peranan ini dilatarbelakangi oleh adanya kenyataan bahwa
nilai-nilai dan budaya yang hidup dalam masyarakat senantiasa mengalami perubahan
sehingga pewarisan nilai-nilai dan budaya masa lalu kepada siswa perlu disesuaikan
dengan kondisi yang terjadi pada masa sekarang. Selain itu, perkembangan yang terjadi
pada masa sekarang dan masa mendatang belum tentu sesuai dengan apa yang
dibutuhkan oleh siswa. Oleh karena itu, peranan kurikulum tidak hanya mewariskan nilai

9
dan budaya yang ada atau menerapkan hasil perkembangan baru yang terjadi, melainkan
juga memiliki peranan untuk menilai dan memilih nilai dan budaya serta pengetahuan
baru yang akan diwariskan tersebut. Dalam hal ini, kurikulum memiliki peranan sebagai
kontrol atau filter sosial. Nilai-nilai sosial yang tidak sesuai lagi dengan keadaan dan
tuntutan masa kini dihilangkan dan diadakan modifikasi atau penyempurnaan-
penyempurnaan.

Ketiga peranan kurikulum di atas tentu saja harus berjalan secara seimbang dan
harmonis agar dapat memenuhi tuntutan keadaan. Jika tidak, akan terjadi ketimpangan-
ketimpangan yang menyebabkan peranan kurikulum di sekolah menjadi tidak optimal.
Menyelaraskan ketiga peranan kurikulum tersebut menjadi tanggung jawab semua pihak yang
terkait dalam

proses pendidikan, di antaranya guru, tenaga kependidikan (terutama kepala sekolah dan
pengawas), orang tua, siswa, dan masyarakat. Dengan demikian, pihak-pihak yang terkait
tersebut idealnya dapat memahami betul apa yangmenjadi tujuan dan isi dari kurikulum yang
diterapkan sesuai dengan tugas dan peranannya masing-masing.

Kegiatan Belajar 2

Komponen-komponen Kurikulum

C. KURIKULUM SEBAGAI SUATU SISTEM

Pengembangan kurikulum merupakan bagian yang sangat esensial dalam keseluruhan


kegiatan pendidikan. Pada waktu yang lalu sebelum diterapkannya kebijakan baru mengenai
standar isi (Permendiknas Nomor 22/2006) dan standar kompetensi lulusan (Permendiknas
Nomor 23/2006), kurikulum untuk suatu lembaga pendidikan tertentu pada umumnya sudah
disusun sebelumnya oleh para perencana kurikulum (curriculum planners). Biasanya tugas
para pelaksana kurikulum, dalam hal ini guru, yaitu melaksanakan, membina, dan dalam
batas-batas tertentu mengembangkannya. Melaksanakan kurikulum itu maksudnya adalah
mentransformasikan program pendidikan kepada peserta didik dalam proses pembelajaran.
Membina kurikulum dimaksudkan menjaga dan mempertahankan agar pelaksanaan
kurikulum sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan dalam kurikulum ideal/potensial.
Dengan kata lain, mengupayakan kesesuaian kurikulum aktual dengan kurikulum potensial
sehingga tidak terjadi kesenjangan. Adapun pengembangan kurikulum adalah tahap lanjutan

10
dari kegiatan pembinaan kurikulum, yaitu upaya meningkatkan dalam bentuk nilai tambah
dari apa yang telah dilaksanakan sesuai dengan kurikulum potensial. Upaya ini dapat
dilakukan apabila diadakan penilaian terhadap apa yang telah dilaksanakan. Dengan
melakukan penilaian dapat diketahui kekurangan dalam pelaksanaan dan
pembinaankurikulum yang sedapat mungkin diatasi, dan dicarikan upaya lain yang lebih baik
sehingga diperoleh hasil yang lebih optimal.

Pada saat ini, setelah diterapkannya kebijakan mengenai pengembangan kurikulum


tingkat satuan pendidikan, khususnya berkaitan dengan standar isi dan standar kompetensi
lulusan maka guru tidak hanya bertugas semata sebagai pelaksana kurikulum yang telah
disusun oleh para perancang kurikulum tingkat pusat, namun guru diberi kesempatan yang
lebih luas untuk mengembangkan sendiri kurikulum secara utuh yang akan dilaksanakan di
sekolahnya sampai pada penyusunan silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran. Sebagai
seorang pengembang kurikulum (a curriculum developer) bagi sekolahnya, guru dituntut
untuk memahami proses bagaimana kurikulum itu dikembangkan serta komponen-komponen
apa saja yang harus ada di dalamnya. Coba Anda cermati lebih mendalam penjelasan-
penjelasan teoretik di bawah ini, kemudian usahakan untuk dikaji dengan mempertimbangkan
pengalaman Anda dalam melaksanakan kurikulum selama menjadi guru.

Pengembangan kurikulum itu menyangkut banyak faktor, mempertimbangkan isu-isu


mengenai kurikulum, siapa yang dilibatkan, bagaimana prosesnya, apa tujuannya, dan kepada
siapa kurikulum itu ditujukan. Pengembangan kurikulum merupakan alat untuk membantu
guru melakukan tugasnya mengajar, menarik minat murid, dan memenuhi kebutuhan
masyarakat. Pada umumnya, para ahli kurikulum memandang bahwa pengembangan
kurikulum itu merupakan suatu proses yang berkelanjutan dan merupakan suatu siklus dari
beberapa komponen, yaitu tujuan, bahan, kegiatan, dan evaluasi. Ralph W. Tyler (1975)
dalam buku kecilnya yang sangat terkenal dan konsep-konsepnya masih dipakai sampai
sekarang, menyajikan empat langkah pengembangan yang disebut four-stepmodel. Langkah-
langkah tersebut dinyatakan dalam bentuk pertanyaanpertanyaan yang mendasar yang harus
dijawab baik dalam mengembangkan suatu kurikulum maupun pembelajaran, yaitu:

1. What educational purposes should the school seek to attain?


2. What educational experiences can be provided that are likely to attain these
purposes?
3. How can these educational experiences be effectively organized?

11
4. How can we determine whether these purposes are being attained?

Pertanyaan pertama pada hakikatnya merupakan arah dari suatu program (tujuan
kurikulum atau kompetensi apa saja yang harus dicapai siswa), pertanyaan kedua berkenaan
dengan isi/materi pelajaran yang harus diberikan untuk mencapai tujuan/kompetensi,
pertanyaan ketiga berkenaan dengan strategi pelaksanaan, dan pertanyaan keempat berkenaan
dengan penilaian (evaluasi) pencapaian tujuan/kompetensi. Pertanyaan-pertanyaan tersebut
menjadi komponen utama yang harus dipenuhi dalam suatu kegiatan pengembangan
kurikulum. Komponen-komponen itu tidaklah berdiri sendiri, tetapi saling berhubungan,
pengaruh memengaruhi, berinteraksi, berinterelasi satu sama lain dan membentuk suatu
sistem. Dengan demikian, sistem adalah suatu kesatuan atau totalitas yang terdiri atas lebih
dari satu komponen di mana antara satu komponen dengan komponen lainnya saling
memengaruhi, berinteraksi, dan berinterelasi satu sama lain dalam mencapai tujuan.

Coba Anda perhatikan bagan di bawah ini yang pada umumnya merupakan gambaran
mengenai hubungan atau interelasi antarkomponendalam pengembangan kurikulum menurut
beberapa ahli kurikulum.

Achasius Kaber (1988) menggambarkan hubungan antarkomponen dalam


pengembangan kurikulum tersebut dalam suatu siklus sebagai berikut.

Gambar 1.2.

Komponen-komponen Kurikulum

Nasution (1987), salah seorang pakar kurikulum Indonesia, melukiskan proses


pengembangan kurikulum yang dimulai dari perumusan tujuan kurikulum, diikuti oleh

12
penentuan atau pemilihan bahan pelajaran, proses belajar-mengajar, dan alat penilaiannya.
Proses tersebut digambarkan sebagai berikut.

Gambar 1.3.

Proses Pengembangan Kurikulum

Menurut S. Nasution, dalam praktik biasanya semua unsur tersebut dipertimbangkan


tanpa urutan yang pasti, misalnya ada yang menganjurkan agar segera setelah dirumuskan
tujuan disusun alat evaluasinya, kemudian bahan dan proses belajar mengajarnya atau ada
pula yang mulai dengan melihat bahan yang akan dipelajari dengan berpedoman pada buku
sumber, sesudah itu baru ditentukan tujuan yang akan dicapai berdasarkan bahan tersebut,
akhirnya dipikirkan proses belajar mengajar dan cara penilaiannya. Jadi, dalam proses
pengembangannya tampaknya ada proses interaksi menuju perpaduan dan penyempurnaan.

Robert S. Zais (1976) menyebut aspek-aspek atau komponen-komponen yang terdapat


dalam pengembangan kurikulum dengan istilah anatomi kurikulum (anatomy of the
curriculum) yang terdiri dari komponen tujuan (aims, goals, dan objectives), isi (content),
aktivitas belajar (learning activities), dan evaluasi (evaluation). Aspek atau komponen
tersebut digambarkannya sebagai suatu keterpaduan. Coba Anda perhatikan gambar berikut.

13
D. EMPAT KOMPONEN UTAMA KURIKULUM

Langkah-langkah yang telah dikemukakan oleh ketiga ahli kurikulum di atas


menggambarkan aspek-aspek atau komponen-komponen utama yang harus dikembangkan
dalam setiap kegiatan pengembangan kurikulum. Aspek atau komponen tersebut adalah (1)
tujuan, (2) isi/bahan, (3) strategi pembelajaran, dan (4) evaluasi. Uraian berikut lebih
diarahkan pada pembahasan mengenai keempat aspek atau komponen tersebut di atas.

1. Tujuan
Dalam kegiatan pengembangan kurikulum, baik pada level makro maupun mikro, peran
tujuan sangatlah menentukan. Ivor K. Davies (dalam Hamid Hasan, 1990) mengemukakan
bahwa tujuan dalam suatu kurikulum akan menggambarkan kualitas manusia yang
diharapkan terbina dari suatu proses pendidikan. Dengan demikian, suatu tujuan memberikan
petunjuk mengenai arah perubahan yang dicita-citakan dari suatu kurikulum yang sifatnya
harus merupakan sesuatu yang final. Perhatikan juga beberapa pendapat berikut.
a. Tujuan memberikan pegangan apa yang harus dilakukan, bagaimana cara melakukannya,
dan merupakan patokan untuk mengetahui sampai dimana tujuan itu telah dicapai (S.
Nasution, 1987).
b. Tujuan sangat memegang peranan penting, akan mewarnai keseluruhan komponen-
komponen lainnya dan akan mengarahkan semua kegiatan mengajar (Nana Syaodih,
1988).
c. Tujuan kurikulum yang dirumuskan menggambarkan pula pandangan para pengembang
kurikulum mengenai pengetahuan, kemampuan, serta sikap yang ingin dikembangkan
(Hamid Hasan, 1990).

Tujuan yang jelas akan memberi petunjuk yang jelas pula terhadap pemilihan
isi/konten, strategi dan media pembelajaran, serta evaluasi, bahkan dalam berbagai model
pengembangan kurikulum, tujuan ini dianggap sebagai dasar, arah, dan patokan dalam
menentukan komponen-komponen yang lainnya. Ada ahli kurikulum yang memandang
tujuan sebagai proses, seperti Bruner dan Fenton (dalam Hamid Hasan, 1990), namun
kebanyakan para ahlimemandang tujuan itu sebagai hasil (product). Gagne dan Briggs (1974)
mempersyaratkan bahwa tujuan merupakan suatu kapasitas yang dapat dilakukan dalam
waktu tidak lama setelah suatu kegiatan pendidikan berlangsung, bukan merupakan apa yang
dialami siswa selama proses pendidikan. R.F. Mager dan K.M. Beach Jr. (1967)

14
mengemukakan bahwa tujuan itu harus menggambarkan tentang produk atau hasil, bukan
prosesnya.

Terlepas dari masalah apakah sebagai proses maupun hasil, tujuan kurikulum tidak
mungkin sepenuhnya hanya didasarkan pada suatu posisi teoretis ilmiah tertentu saja. Tujuan
kurikulum tidak dapat melepaskan diri dari tuntutan dan kebutuhan masyarakat, serta didasari
oleh falsafah dan ideologi suatu negara. Hal ini dapat dimengerti sebab upaya pendidikan itu
sendiri merupakan subsistem dalam sistem masyarakat dan negara sehinggakekuatan-
kekuatan sosial, politik, budaya, dan ekonomi sangat berperan dalam menentukan tujuan
kurikulum atau tujuan pendidikan, terutama tujuan yang sifatnya umum (nasional).

Di Indonesia, sejak pasca kemerdekaan, tujuan umum pendidikan atau tujuan


pendidikan nasional ditetapkan dalam keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
mengenai Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) dan undang-undang tentang sistem
pendidikan nasional. Tujuan umum tersebut dapat dicapai melalui tujuan-tujuan yang ada di
bawahnya yang berfungsi sebagai tujuan perantara (intermediate goals). Tujuan-tujuan
tersebut membentuk suatu hierarki yang saling berkaitan dan memengaruhi. Hierarki tujuan
tersebut selengkapnya digambarkan dalam bagan berikut.

15
Tujuan Pendidikan Nasional adalah tujuan yang ingin dicapai secara nasional yang
dilandasi oleh falsafah negara. Sifat tujuan ini ideal, komprehensif, utuh, dan menjadi induk
bagi tujuan-tujuan yang ada di bawahnya. Tujuan Institusional adalah tujuan yang diharapkan
dicapai oleh suatu lembaga pendidikan. Tujuan Kurikuler adalah penjabaran dari tujuan
institusional yang berisi program-program pendidikan yang menjadi sasaran sesuatu mata
pelajaran. Tujuan Instruksional merupakan tujuan tingkat bawah yang harus dicapai setelah
suatu proses pembelajaran. Sebelum penerapan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP),
tujuan instruksional ini dirinci lagi menjadi tujuan instruksional umum (TIU) dan tujuan
instruksional khusus (TIK). Rumusan TIU biasanya sudah tercantum dalam Garis-garis Besar
Program Pengajaran (GBPP). Setelah KTSP diterapkan dalam pengembangan kurikulum di
sekolah-sekolah kita saat ini, terdapat perkembangan baru dalam penggunaan beberapa
istilah, seperti munculnya istilah Standar Kompetensi Lulusan (SKL), Standar Kompetensi
Kelompok Mata Pelajaran (SKKMP), Standar Kompetensi Mata Pelajaran (SKMP), dan
Kompetensi Dasar (KD). Supaya tidak tumpang tindih maka penjelasan rinci Tujuan Umum
Pendidikan (Tujuan Pendidikan Nasional) Tujuan Institusional (Tujuan Lembaga/Satuan
Pendidikan)

Tujuan Pengajaran/Kurikuler (Tujuan Mata Pelajaran) Tujuan Instruksional (Tujuan


Pembelajaran) mengenai istilah-istilah baru dalam pengembangan tujuan kurikulum tersebut
tidak akan dibahas dalam modul ini, tetapi secara khusus akan dibahas dalam modul
tersendiri, yaitu Modul 6.

Untuk menambah wawasan Anda, berikut ini diuraikan kajian yang lebih bersifat
teoretik mengenai tujuan kurikulum. Dalam literatur asing, istilah tujuan kurikulum dikenal
dengan nama purposes, aims, goals, objectives, means, dan ends. Robert S. Zais (1976)
dalam hubungannya dengan masalah kurikulum, menekankan pada tiga istilah tujuan, yaitu
curriculum aims, curriculum goals, dan curriculum objectives. Pernyataan-pernyataan dalam
Curriculum Aims lebih menggambarkan tujuan-tujuan hidup/kehidupan yang diharapkan,
yang didasarkan pada nilai dan filsafat dan tidak langsung berhubungan dengan sekolah. Zais
memberi contoh tujuan ini seperti Self Realization, Ethical Character, dan Civic
Responsibility. Jika diperhatikan, nampaknya tujuan ini sinonim dengan tujuan umum
pendidikan atau tujuan pendidikan nasional. Curriculum Goals lebih diarahkan pada
pencapaian tujuan-tujuan sekolah atau lembaga pendidikan atau sistem pengajaran, seperti
mengembangkan kesanggupan berpikir, penghayatan/apresiasi sastra, pengetahuan warisan

16
budaya, minat terhadap masalah sosial merupakan contoh tujuan ini. Curriculum Objectives
yang dimaksudkan sebagai tujuantujuan khusus pengajaran.

Selain pengklasifikasian tujuan kurikulum di atas, Saylor, Alexander, dan Lewis (1981)
mengungkapkan tujuan kurikulum ini dengan menggunakan istilah purposes, general goals,
subgoals, objectives, dan specific objectives. Tujuan pada level pembelajaran (instruksional)
dirumuskan secara khusus/spesifik dan menekankan pada perilaku peserta didik. Gagne dan
Briggs (Aronson, 1983) mengklasifikasikan tujuan-tujuan tersebut ke dalam lima kategori
atau domain, yaitu verbal information, attitudes, intellectual skills, motor skills, dan cognitive
strategies. Howard Kingleys (dalam Nana Sudjana, 1988) membaginya menjadi tiga kategori,
yaitu keterampilan dan kebiasaan, pengetahuan dan pengertian, serta sikap dan cita-cita.
Sementara itu, yang dijadikan dasar perumusan tujuan dalam sistem pendidikan di Indonesia
ialah klasifikasi yang dikemukakan oleh Benjamin S. Bloom, dkk. dalam bukunya Taxonomy
of Educational Objectives. Bloom membagi tujuan menjadi tiga domain, yaitu Cognitive,
Affective, dan Psychomotor. Dalam pelaksanaan kurikulum, ketiga domain tersebut saling
berkaitan satu dengan lainnya. 1.24 Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran di SD 

Tujuan-tujuan khusus pengajaran (objectives) harus dirumuskan secara operasional,


menunjukkan perilaku yang dapat diamati (observable), dan dapat diukur (measurable).
Dalam hal ini, Mager dan Beach Jr. (1967) mengungkapkan beberapa karakteristik tujuan
pengajaran, sebagai berikut.

a. An objective says something about the student;


b. An objective talks about the behavior or performance of student
c. An objective is about ends rather than means
d. An objective describes the conditions under which the student will be performing his
terminal behaviour
e. An instructional objective also includes information about the levelof performance that
will be considered acceptable.

Pratt (dalam A. Kaber, 1988) mengemukakan tujuh kriteria yang harus dipenuhi dalam
merumuskan tujuan kurikulum, yaitu sebagai berikut.

a. Tujuan kurikulum harus menunjukkan hasil belajar yang spesifik dan dapat diamati.
b. Tujuan harus konsisten dengan tujuan kurikulum, artinya tujuan-tujuan khusus itu dapat
mewujudkan dan sejalan dengan tujuan yang lebih umum.

17
c. Tujuan harus ditulis dengan tepat, bahasanya jelas sehingga dapat memberi gambaran
yang jelas bagi para pelaksana kurikulum.
d. Tujuan harus memperlihatkan kelayakan, artinya bahwa tujuan itu bukanlah suatu
standar yang mutlak melainkan harus dapat disesuaikan dengan situasi.
e. Tujuan harus fungsional, artinya tujuan itu menunjukkan nilai guna bagi para peserta
didik dan masyarakat.
f. Tujuan harus signifikan dalam arti bahwa tujuan itu dipilih berdasarkan nilai yang diakui
kepentingannya.
g. Tujuan harus tepat dan serasi, terutama harus dilihat dari kepentingan dan kemampuan
peserta didik termasuk latar belakang, minat, dan tingkat perkembangannya.

2. Isi/Materi Kurikulum

Komponen kedua setelah tujuan dalam pengembangan kurikulum yaitu penetapan isi
atau materi kurikulum. Pengkajian masalah isi kurikulum ini menempati posisi yang penting
dan turut menentukan kualitas suatu kurikulum lembaga pendidikan. Dengan demikian, isi
kurikulum ini harus disusun sedemikian rupa agar dapat menunjang tercapainya tujuan
kurikulum pendidikan.

Saylor dan Alexander (Zais, 1976) mengemukakan bahwa isi kurikulum itu meliputi
fakta-fakta, observasi, data, persepsi, penginderaan, pemecahan masalah, yang berasal dari
pikiran manusia dan pengalamannya yang diatur dan diorganisasi dalam bentuk gagasan
(ideas), konsep (concept), generalisasi (generalization), prinsip-prinsip (principles), dan
pemecahan masalah (solution). Sementara itu, Hyman (Zais, 1976) mendefinisikan isi/konten
kurikulum ke dalam tiga elemen, yaitu pengetahuan/knowledge (misalnya fakta-fakta,
eksplanasi, prinsip-prinsip, definisi), keterampilan dan proses (misalnya membaca, menulis,
menghitung, berpikir kritis, pengambilan keputusan, berkomunikasi), serta nilai/values
(misalnya keyakinan tentang baik-buruk, benar-salah, indah-jelek).

Nana Sudjana (1988) mengungkapkan secara umum sifat bahan/isi ke dalam beberapa
kategori, yaitu fakta, konsep, prinsip, dan keterampilan. Fakta adalah sifat dari suatu gejala,
peristiwa, benda, yang wujudnya dapat ditangkap oleh pancaindra manusia dan dapat
dipelajari melalui informasi dalam bentuk lambang, kata-kata, dan istilah-istilah. Konsep atau

18
pengertian yaitu serangkaian perangsang yang mempunyai sifat-sifat yang sama. Suatu
konsep dibentuk melalui pola unsur bersama di antara anggota kumpulan atau rangkaian.
Dengan demikian, hakikat konsep adalah klasifikasi dari pola yang bersamaan. Prinsip adalah
pola antarhubungan fungsional di antara konsep. Dengan kata lain, prinsip merupakan
hubungan fungsional dari beberapa konsep. Keterampilan adalah pola kegiatan yang
bertujuan, yang memerlukan manipulasi dan koordinasi informasi yang dipelajari.
Keterampilan ini dapat dibedakan menjadi dua kategori, yaitu keterampilan fisik dan
keterampilan intelektual.

Sebenarnya, sangat banyak hal (pengetahuan, keterampilan, dan nilai) yang perlu
diberikan kepada peserta didik, namun tidak mungkin semuanya dijadikan sebagai isi
kurikulum pendidikan. Oleh karena itu, perlu diadakan pilihan-pilihan (choices). Karena
banyaknya pilihan-pilihan tersebut, dikatakan bahwa kurikulum itu pada hakikatnya adalah
“is a matter of choices” (Nasution, 1987). Untuk menentukan isi/bahan mana yang sangat
esensial dijadikan sebagai isi kurikulum tersebut, diperlukan berbagai kriteria.

Berikut ini diuraikan beberapa kriteria menurut tiga orang ahli kurikulum. Perhatikan
dan cermati dengan saksama, kemudian coba Anda diskusikan dengan teman-teman
mahasiswa lain. Zais (1976) menentukan empat kriteria dalam melakukan pemilihan
isi/materi kurikulum, yaitu sebagai berikut.

a. Kriteria signifikansi (significance) bahwa isi kurikulum harus memiliki tingkat


kebermaknaan yang tinggi.
b. Kriteria kegunaan (utility) bahwa isi kurikulum harus bernilai guna bagi kehidupan.
c. Kriteria minat (interest) bahwa kurikulum harus sesuai dengan minat siswa.
d. Kriteria pengembangan manusia (human development) bahwa kurikulum harus sesuai
dengan perkembangan individu.

Hilda Taba menetapkan kriteria dalam melakukan pemilihan isi/materi kurikulum


sebagai berikut.

a. Isi kurikulum harus valid (sahih) dan signifikan.


b. Isi kurikulum berpegang kepada kenyataan-kenyataan sosial.
c. Kedalaman dan keluasan isi kurikulum harus seimbang.
d. Isi kurikulum menjangkau tujuan yang luas, meliputi pengetahuan, keterampilan, dan
sikap.
e. Isi kurikulum harus dapat dipelajari dan disesuaikan dengan pengalaman siswa.

19
f. Isi kurikulum harus dapat memenuhi kebutuhan dan menarik minat siswa.

Ronald C. Doll (1974) juga mengemukakan beberapa kriteria pemilihan isi kurikulum
sebagai berikut.

a. Validitas dan signifikansi bahan (subject matter) sebagai disiplin ilmu


b. Keseimbangan yang tepat dari ruang lingkup bahan (scope) dan kedalamannya (depth)
c. Kesesuaian dengan kebutuhan dan minat siswa
d. Daya tahan (durability) bahan
e. Hubungan logis bahan antara ide pokok (main ideas) dan konsep dasar (basic concept)
f. Kemampuan siswa mempelajari bahan tersebut
g. Kemungkinan menjelaskan bahan itu dengan data dari disiplin ilmu lain

Dalam mengkaji isi atau materi kurikulum ini, sering dihadapkan pada masalah scope
dan sequence. Scope atau ruang lingkup isi kurikulum dimaksudkan untuk menyatakan
keluasan dan kedalaman bahan, sedangkan sequence menyangkut urutan (order) isi
kurikulum. Menurut S. Nasution (1987), pengurutan bahan kurikulum tersebut dapat
dilakukan dengan cara sebagai berikut.

a. Urutan secara kronologis, yaitu menurut terjadinya suatu peristiwa


b. Urutan secara logis yang dilakukan menurut logika
c. Urutan bahan dari sederhana menuju yang lebih kompleks
d. Urutan bahan dari mudah menuju yang lebih sulit
e. Urutan bahan dari spesifik menuju yang lebih umum
f. Urutan bahan berdasarkan psikologi unsur, yaitu dari bagian-bagian kepada keseluruhan
g. Urutan bahan berdasarkan psikologi gestalt, yaitu dari keseluruhan menuju bagian-
bagian

Sejalan dengan pendapat di atas, Nana Syaodih Sukmadinata (1988) berdasarkan


beberapa sumber, mengungkapkan beberapa cara menyusun sekuens bahan sebagai berikut.

a. Sekuens kronologis
b. Sekuens kausal
c. Sekuens structural
d. Sekuens logis dan psikologis
e. Sekuens spiral
f. Sekuens rangkaian ke belakang

20
g. Sekuens berdasarkan hierarki belajar

Penetapan sekuens atau urutan mana yang akan dipilih nampaknya sangat tergantung
pada sifat-sifat materi/isi kurikulum sebagaimana telah diungkapkan pada bagian terdahulu,
juga harus memiliki konsistensi dengan tujuan yang telah dirumuskan.

3. Strategi Pembelajaran

Strategi pembelajaran sangat penting dikaji dalam studi tentang kurikulum baik secara
makro maupun mikro. Strategi pembelajaran ini berkaitan dengan masalah cara atau sistem
penyampaian isi kurikulum (delivery system) dalam rangka pencapaian tujuan yang telah
dirumuskan. Pengertian strategi pembelajaran dalam hal ini, meliputi pendekatan, prosedur,
metode, model, dan teknik yang dipergunakan dalam menyajikan bahan/isi kurikulum. Nana
Sudjana (1988) mengemukakan bahwa strategi pembelajaran pada hakikatnya adalah
tindakan nyata dari guru atau praktikguru melaksanakan pengajaran melalui cara tertentu
yang dinilai lebih efektif dan lebih efisien. Dengan kata lain, strategi ini berhubungan dengan
politik atau taktik yang digunakan guru dalam melaksanakan kurikulum secara sistemik dan
sistematik. Sistemik mengandung arti adanya saling keterkaitan di antara komponen
kurikulum sehingga terorganisasikan secara terpadu dalam mencapai tujuan, sedangkan
sistematik mengandung pengertian bahwa langkah-langkah yang dilakukan guru secara
berurutan sehingga mendukung tercapainya tujuan.

Tinggi rendahnya kadar aktivitas belajar siswa banyak dipengaruhi oleh strategi atau
pendekatan mengajar yang digunakan. Banyak pendapat mengenai berbagai pendekatan yang
dapat digunakan dalam penyampaian bahan/isi kurikulum ini. Richard Anderson (1959)
mengajukan dua pendekatan, yaitu pendekatan yang berorientasi pada guru, di mana aktivitas
guru dalam suatu proses pembelajaran lebih dominan dibandingkan siswa. Pendekatan ini
disebut teacher centered. Pendekatan kedua lebih berorientasi pada siswa. Pendekatan ini
disebut student centered yang merupakan kebalikan dari pendekatan pertama, di mana
aktivitas siswa dalam proses pembelajaran lebih dominan dibandingkan guru. Pendekatan
pertama disebut pula tipe otokratis dan pendekatan kedua disebut tipe demokratis. Massialas
(1975) mengajukan dua pendekatan, yaitu pendekatan ekspositeri dan pendekatan inkuiri.
Nana Syaodih Sukmadinata (1988) mengutip pendapat beberapa ahli, di antaranya Rowntree
dengan pendekatan Exposition versus Discovery dan Groups versus Individuals, Ausubel dan
Robinson dengan kombinasi strategi Reception versus Discovery Learning dan Rote versus

21
Meaningful Learning. Dalam exposition atau reception learning, keseluruhan isi kurikulum
disampaikan kepada peserta didik dalam bentuk akhir, sebaliknya, dalam discovery learning,
bahan/isi tidak disajikan dalam bentuk akhir, para peserta didik dituntut untuk melakukan
berbagai aktivitas. Dalam rote learning, bahan disajikan tanpa memperhatikan maknanya
bagi peserta didik, sedangkan dalam meaningful learning penyampaian bahan mengutamakan
maknanya.

Mary Alice Guntur (Nana Sudjana, 1991) mengajukan lima kelompok model atau
pendekatan, yaitu direct instructional model, concept attainmentmodel, the concept
development model, synectic model, dan inquiry modelatau problem solving model.
Sementara itu, studi yang dilakukan oleh Nana Sudjana (1990) menghasilkan lima macam
model berkadar CBSA, yaitu model delikan (dengar-lihat-kerjakan), model pemecahan
masalah, model induktif, model deduktif, dan model deduktif-induktif. Bruce Joyce dan
Marsha Weil (1980) dengan bukunya yang terkenal Models of Teaching, dalam kaitannya
dengan pengembangan kurikulum, mengemukakan empat kelompok atau rumpun model,
yaitu model pemrosesan informasi (information processing models), model personal, model
interaksi sosial, dan model tingkah laku (behavioral models). Pada setiap rumpun model
tersebut mengandung enam komponen umum, yaitu orientasi, sintaks, sistem sosial, prinsip
reaksi, sistem bantuan (support system), dan efek instruksional.

Apabila ditelaah lebih jauh, hakikat dan isi dari setiap strategi/pendekatan/model yang
dikemukakan oleh para ahli di atas dapat dikelompokkan ke dalam dua kutub strategi yang
ekstrem, yaitu di satu pihak ada strategi yang berorientasi kepada guru dan strategi yang
berorientasi kepada siswa. Strategi pertama maksudnya bahwa titik berat kegiatan banyak
berpusat pada guru (biasa disebut model ekspositori atau model informasi), sedangkan pada
strategi kedua, titik berat aktivitas pembelajaran ada pada para siswa sehingga mereka lebih
aktif melakukan kegiatan belajar (biasa disebut model inkuiri atau problem solving). Strategi
mana yang digunakan atau dipilih biasanya diserahkan sepenuhnya kepada guru dengan
mempertimbangkan hakikat tujuan, sifat bahan/isi, dan kesesuaian dengan tingkat
perkembangan siswa.

4. Evaluasi

Kegiatan evaluasi merupakan bagian yang tak terpisahkan di dalam pengembangan


suatu kurikulum, baik pada level makro maupun mikro. Komponen evaluasi ini ditujukan

22
untuk menilai pencapaian tujuan-tujuan yang telah ditentukan, serta menilai proses
implementasi kurikulum secara keseluruhan, termasuk juga menilai kegiatan evaluasi itu
sendiri. Hasil dari kegiatan evaluasi ini dapat dijadikan sebagai umpan balik (feedback) untuk
mengadakan perbaikan dan penyempurnaan pengembangan komponenkomponen kurikulum.
Pada akhirnya hasil evaluasi ini dapat berperan sebagai masukan bagi penentuan kebijakan-
kebijakan pengambilan keputusan kurikulum khususnya, dan pendidikan pada umumnya,
baik bagi para pengembang kurikulum dan para pemegang kebijakan pendidikan, maupun
bagi para pelaksana kurikulum pada tingkat lembaga pendidikan (seperti guru dan kepala
sekolah).

Pada awal perkembangannya, konsep evaluasi banyak sekali dipengaruhi secara


dominan oleh konsep pengukuran (measurement), salah satunya misalnya konsep yang
dikemukakan oleh Ralph W. Tyler (1975). Ia mengungkapkan bahwa proses evaluasi ini
merupakan proses yang sangat esensial guna mengetahui apakah tujuan (objectives) secara
nyata telah terealisasikan. Lebih jauh dikatakan bahwa “evaluation is the process for
determining the degree to which these changes in behavior are actually taking place”.
Sementara itu, Hilda Taba (1962: 312) juga berpendapat bahwa secara prinsipil yang menjadi
fokus dari evaluasi ini adalah tingkatan di mana siswa mencapai tujuan (the degree to which
pupils attain objectives). Pengertian-pengertian evaluasi tersebut lebih diarahkan atau
berorientasi kepada perubahan perilaku dan lebih mementingkan hasil atau produk belajar,
kurang memperhatikan proses dan kondisi-kondisi belajar yang memengaruhi hasil belajar.
Menurut Hamid Hasan (1988) pengertian evaluasi seperti itu sudah dianggap tidak lagi
memenuhi makna evaluasi yang sesungguhnya. Apa yang dikemukakan Tyler mengenai
perubahan tingkah laku siswa hanyalah merupakan salah satu aspek kajian evaluasi, baik
evaluasi pendidikan maupun evaluasi kurikulum.

Perkembangan selanjutnya, dari konsep evaluasi ini menurut Hamid Hasan (1988)
berpegang pada satu konsep dasar, yaitu adanya pertimbangan (judgement). Dengan
pertimbangan inilah, ditentukan nilai atau worth/meritdari sesuatu yang sedang dievaluasi.
Tanpa pemberian pertimbangan bukanlah suatu kegiatan evaluasi. Pernyataan tersebut
merupakan rangkuman dari berbagai pendapat para ahli evaluasi, seperti Scriven, Stake,
Weiss, Pophan, Patton, Guba, Cronbach, dan banyak lagi yang lainnya. Berdasarkan
rangkuman tersebut kemudian dirumuskan pengertian evaluasi itu sebagai suatu proses
pemberian pertimbangan mengenai nilai dan arti dari sesuatu yang dipertimbangkan. Sesuatu
yang dipertimbangkan tersebut dapat berupa orang, benda, kegiatan, keadaan, atau suatu

23
kesatuan tertentu. Pemberian pertimbangan tersebut haruslah berdasarkan kriteria tertentu,
baik dari evaluan itu sendiri maupun dari luar evaluan. Dari pengertian tersebut, evaluasi
lebih dianggap sebagai suatu proses, bukan suatu hasil (produk).

Apabila diperhatikan, nampaknya konsep evaluasi sebagai suatu proses pemberian


pertimbangan tentang nilai dan arti ini dalam pelaksanaannya masih belum terealisasikan
sebagaimana mestinya. Kegiatan evaluasi yang dilaksanakan, terutama di Indonesia, masih
menekankan pada evaluasi terhadap hasil (produk). Hal ini sejalan dengan pendapat Zais
(1976) bahwa dewasa ini penekanan evaluasi selalu dipusatkan pada evaluasi hasil (product
evaluation) yang dicapai oleh siswa. Menurutnya, hal tersebut didasarkan pada model teknik
(technical model) dalam pengembangan kurikulum, di mana siswa dianggap sebagai raw
material.

Konsep evaluasi kurikulum dapat dipandang secara luas, yaitu mencakup evaluasi
terhadap seluruh komponen dan kegiatan pendidikan, tetapi dapat pula dibatasi secara sempit
yang hanya ditekankan pada hasil-hasil atau perilaku yang dicapai siswa. Luas atau
sempitnya suatu evaluasi kurikulum sebenarnya ditentukan oleh tujuannya. Jadi, dalam hal
ini yang menjadi penentu adalah faktor tujuan yang diharapkan, sebagaimana yang
dikemukakan oleh Ronald C. Doll (1974) yang menjadikan orientasi terhadap tujuan sebagai
salah satu syarat atau karakteristik dari evaluasi. Karakteristik lainnya, yaitu: dinyatakan
dalam bentuk nilai-nilai (values and valuing), mencakup keseluruhan (comprehensiveness),
berkelanjutan (continuity), memiliki nilai diagnostik dan kesahihan (diagnostic worth and
validity) dan evaluasi tersebut harus terintegrasi atau utuh bukan sesuatu yang lepas-lepas
(integration).

Pada bagian lainnya Doll mengemukakan dua dimensi yang harus ada dalam evaluasi,
yaitu dimensi kuantitas (the dimension of quantity) dan dimensi kualitas (the dimension of
quality). Dimensi pertama berhubungan dengan berapa banyak program-program yang
dievaluasi (how much of the program is to be evaluated?), sedangkan dimensi kedua
berhubungan dengan tujuan-tujuan apa saja yang disoroti dalam evaluasi dan bagaimana
kualitas dari pencapaian tujuan-tujuan tersebut. Kemudian, di dalam proses evaluasinya Doll
mengungkapkan tiga variabel, yaitu variabel input (karakteristik siswa), variabel output (apa
yang diperoleh siswa setelah mengikuti proses belajar mengajar), serta variabel treatment
(metode mengajar, subject matter, ukuran kelas, karakteristik siswa lain, dan karakteristik
guru). Ketiga kelompok variabel tersebut saling berinteraksi satu dengan lainnya.

24
Untuk memperoleh gambaran yang komprehensif mengenai kualitas suatu kurikulum
yang dievaluasi, terdapat beberapa komponen atau dimensi yang perlu dijadikan sasaran atau
lingkup evaluasi. Nana Sudjana dan R. Ibrahim (1989) dalam hal ini mengemukakan tiga
komponen, yaitu komponen program pendidikan, komponen proses pelaksanaan, dan
komponen hasil-hasil yang dicapai. Suatu program pendidikan dinilai dari tujuan yang ingin
dicapai, isi program yang disajikan, strategi belajar mengajar yang diterapkan, serta bahan-
bahan ajar yang digunakan. Proses pelaksanaan yang dijadikan sasaran penilaian/evaluasi
terutama proses belajar mengajar yang berlangsung di lapangan, sedangkan hasil-hasil yang
dicapai mengacu pada pencapaian tujuan jangka pendek maupun jangka panjang.

BAB III

KESIMPULAN

Pengertian kurikulum senantiasa berkembang sejalan dengan perkembangan yang


terjadi dalam dunia pendidikan. Dalam pengertian sederhana, kurikulum dianggap sebagai
sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh oleh siswa dari awal sampai akhir program
pelajaran untuk memperoleh ijazah, sedangkan dalam pengertian yang lebih luas kurikulum
diartikan sebagai semua pengalaman belajar yang dialami oleh siswa dan memengaruhi
perkembangan pribadinya. Dalam perkembangan berikutnya, terdapat empat dimensi
pengertian kurikulum, yaitu kurikulum sebagai ide/gagasan, kurikulum sebagai rencana
tertulis, kurikulum sebagai suatu kegiatan, dan kurikulum sebagai hasil belajar.

Kurikulum berfungsi sebagai pedoman dalam pelaksanaan pendidikan bagi pihak-pihak


terkait baik secara langsung maupun tidak langsung, seperti guru/tenaga pendidik, tenaga
kependidikan, orang tua, dan masyarakat. Khusus bagi siswa, selain sebagai pedoman belajar,
kurikulum juga memiliki enam fungsi, yaitu fungsi penyesuaian, fungsi pengintegrasian,
fungsi diferensiasi, fungsi persiapan, fungsi pemilihan/seleksi, dan fungsi diagnostik.

25
Terdapat tiga peranan kurikulum, yaitu (a) peranan konservatif yang berkaitan dengan
proses pewarisan nilai-nilai budaya masa lalu yang dianggap masih relevan dengan masa
kini; (b) peranan kreatif yang berkaitan dengan pengembangan sesuatu yang baru yang
dibutuhkan masyarakat; dan (c) peranan kritis/evaluatif yang berkaitan dengan proses
pemilihan nilai, budaya, dan pengetahuan baru yang akan diajarkan.

Kurikulum pada dasarnya merupakan suatu sistem, artinya kurikulum itu merupakan
suatu kesatuan atau totalitas yang terdiri dari berbagai komponen, di mana antara komponen
satu dengan komponen lainnya saling berhubungan dan saling memengaruhi dalam rangka
pencapaian tujuan. Komponen-komponen tersebut adalah tujuan, isi/materi, strategi
pembelajaran, dan evaluasi.

Tujuan kurikulum menggambarkan kualitas manusia yang diharapkan terbina dari suatu
proses pendidikan. Tujuan memberikan petunjuk mengenai arah perubahan yang dicita-
citakan Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah latihan
berikut! dari suatu kurikulum. Tujuan yang jelas akan memberi petunjuk yang jelas pula
terhadap pemilihan isi/bahan ajar, strategi pembelajaran, media, dan evaluasi. Tujuan juga
dianggap sebagai dasar, arah, dan patokan dalam menentukan komponen-komponen
kurikulum yang lainnya.

Isi/materi kurikulum merupakan pengetahuan ilmiah yang terdiri dari fakta, konsep,
prinsip, nilai, dan keterampilan yang perlu diberikan kepada siswa. Pengetahuan ilmiah
tersebut jumlahnya sangat banyak dan tidak mungkin semuanya dijadikan sebagai isi/materi
kurikulum. Oleh karena itu, perlu diadakan pilihan-pilihan dengan menggunakan berbagai
kriteria.

Strategi pembelajaran berkaitan dengan siasat, cara, atau sistem penyampaian isi
kurikulum. Ada dua jenis strategi pembelajaran yaitu yang berorientasi kepada guru (teacher
oriented) dan yang berorientasi kepada siswa (student oriented). Strategi pertama mencakup
model ekspositori atau model informasi, sedangkan strategi kedua mencakup model inkuiri
atau problem solving. Strategi yang digunakan atau dipilih dalam pelaksanaan kurikulum
diserahkan sepenuhnya kepada pelaksana kurikulum dengan mempertimbangkan hakikat
tujuan, sifat bahan/isi, dan kesesuaian dengan tingkat perkembangan siswa.

Komponen evaluasi ditujukan untuk menilai pencapaian tujuan kurikulum dan menilai
proses implementasi kurikulum secara keseluruhan. Hasil evaluasi kurikulum dapat dijadikan
umpan balik untuk mengadakan perbaikan dan penyempurnaan kurikulum. Selain itu, hasil

26
evaluasi dapat dijadikan sebagai masukan dalam penentuan kebijakan-kebijakan pengambilan
keputusan tentang kurikulum dan pendidikan.

27

Anda mungkin juga menyukai

pFad - Phonifier reborn

Pfad - The Proxy pFad of © 2024 Garber Painting. All rights reserved.

Note: This service is not intended for secure transactions such as banking, social media, email, or purchasing. Use at your own risk. We assume no liability whatsoever for broken pages.


Alternative Proxies:

Alternative Proxy

pFad Proxy

pFad v3 Proxy

pFad v4 Proxy