19126-Article Text-35212-1-10-20221209

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 15

HUBUNGAN STIMULASI TUMBUH KEMBANG OLEH ORANG TUA

DENGAN PERKEMBANGAN BICARA DAN BAHASA BALITA


USIA 29-59 BULAN DI KELOMPOK BERMAIN LENTERA
BANGSA KOTA KEDIRI

Amelia Eka Wardani1, Lumastari Ajeng Wijayanti2, Mika Mediawati3


Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang Prodi Kebidanan Kediri
Ameliaeka2000@gmail.com

Abstrak
Balita memiliki periode penting untuk menunjang tumbuh kembang anak
karena pada periode ini terjadi sangat pesat. Perkembangan yang optimal
dibutuhkan adanya hubungan yang baik antara orang tua serta anaknya, agar
kelainan yang mungkin terjadi dapat segera diketahui serta dapat memberikan
stimulus tumbuh kembang anak secara keseluruhan dari segala aspek, seperti
jasmani, psikis dan sosial. Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui
adanya hubungan pemberian stimulasi tumbuh kembang oleh orang tua dengan
perkembangan bicara dan bahasa balita umur 29-59 bulan di Kelompok Bermain
Lentera Bangsa Kota Kediri. Desain penelitian menggunakan observasional
analitik dengan pendekatan cross sectional. Populasi pada penelitian ini sejumlah
31 balita usia 29-59 bulan, sampel sebanyak 31 dengan total sampling. Instrumen
menggunakan kuesioner tentang stimulasi oleh orang tua dan lembar observasi
(KPSP). Hasil dianalisis menggunakan uji fisher exact yang hasilnya ada
hubungan antara stimulasi tumbuh kembang oleh orang tua dengan perkembangan
bicara dan bahasa pada balita usia 29-59 bulan di Kelompok Bermain Lentera
Bangsa Kota Kediri. Pemberian stimulasi tumbuh kembang oleh orang tua
berperan penting dalam perkembangan kemampuan berbicara dan berbahasa pada
balita.

Kata kunci : Balita, Perkembangan Bicara dan Bahasa, Stimulasi

PENDAHULUAN
Balita memiliki beberapa periode penting, salah satu periode yang penting
untuk pertumbuhan dan perkembangan balita. Pada masa ini balita mengalami
beberapa ciri khusus yaitu terjadi peningkatan pada proses tumbuh kembang yang
signifikan dimana ketika balita berusia kurang dari tiga tahun, sel glial yang
berjumlah miliaran bertambah sehingga neuron dapat berkembang. Banyaknya
jumlah sel dan sistem hubungan antar sel syaraf akan memberikan dampak di

80
segala kemampuan akal, mulai dari keterampilan berjalan, memahami huruf,
sampai kemampuan dengan lingkungan sosialnya.
Perkembangan balita pada masa tersebut sangat penting untuk dipantau
erat kaitannya dengan gangguan yang terjadi pada sistem tubuh lainnya.
Hubungan antara lingkungan dan rangsangan yang diberikan secara tepat akan
ikut terlibat dalam proses perkembangan otak ketika membentuk struktur syaraf.
Rangsangan yang diberikan kepada balita akan menentukan kualitas
perkembangan anak karena perkembangan yang terjadi akan menentukan
perkembangan balita, sehingga apabila ada ketidaksesuaian apapun tentang
tumbuh kembang balita harus diketahui sehingga dapat segera ditangani secara
baik agar tidak terjadi penurunan kemampuan sumber daya manusia di tahap
selanjutnya.
Berbicara dan berbahasa menjadi indikator penting hingga berpengaruh
terhadap seluruh perkembangan balita, hal ini disebabkan oleh terhambatnya
aspek berbicara dan berbahasa yang menyebabkan aspek motorik, kognitif,
psikologis, emosi dan lingkungan sosial balita. Terlambat bicara merupakan
masalah yang sering ditemui di sekitar lingkungan balita. Masalah ini akan erat
kaitannya dengan kemampuan anak selanjutnya. Risiko dari keterlambatan bicara
adalah terjadi penurunan konsep diri oleh balita yang meliputi imajiner, prestasi
saat pendidikan, individual dan lingkungan sosialnya. Ketika balita yang
terlambat bicara melakukan komunikasi dengan orang lain maka akan
menyebabkan rasa percaya dirinya menurun (Komalasari Wuri, 2019).
Perkembangan bicara dan bahasa dalam perjalanannya mendapatkan
pengaruh dari faktor dalam (balita) dan faktor luar (lingkungan). Faktor dalam
yaitu keadaan dimana ketika lahir, organ dan sistem tubuh yang mendukung
kemampuan berbicara dan berbahasa. Selain itu faktor luar yang dimaksud adakah
adanya rangsangan atau stimulus yang diberikan oleh orang di sekitar balita
terlebih pembicaraan orang lain yang ia dengar dan dimaksudkan untuk balita
(Suhadi & Istanti, 2019). Hubungan yang terjadi antara lingkungan dan stimulasi
yang diberikan kepada balita akan mendukung perkembangan sistem dalam otak
untuk menyusun sistem syaraf (Hati & Lestari, 2016). Balita yang mendapatkan

81
rangsangan atau stimulasi akan menentukan kualitas kemampuan bicara dan
bahasa anak sebab pada periode ini akan menjadi penentu keberhasilan
kemampuan-kemampuan lain di segala aspek perkembangan balita (Putri Mutiara,
2018).
Dampak dari balita yang jarang mendapatkan stimulasi maka akan terjadi
hambatan pada kemampuan bicara dan bahasanya. Apabila kemampuan ini terjadi
hambatan bahkan terganggu maka mengakibatkan hubungan balita dengan
lingkungan sosialnya menjadi terganggu sehingga membuat balita membatasi
untuk mengembangkan potensi yang mereka punya. Selain itu dampak yang
mungkin akan dialami oleh anak di umur ini yang mengalami hambatan
berbahasa, serta tidak mendapat penanganan lebih lanjut akan menyebabkan balita
mempunyai kemampuan bicara rendah, hambatan dalam perkembangan baca
secara mengeja dan ketidaknormalan sikap di masa yang akan datang.
Keterlambatan berbicara dan berbahasa yang dialami balita setelah umur 2 tahun
akan membawa dampak lebih buruk daripada balita dengan tanpa riwayat
terganggu perkembangan bicara dan bahasa di usia 4 sampai 5 tahun setelahnya
(Utaminingtyas, 2019).
Langkah-langkah yang dapat dikerjakan oleh orang tua supaya
meminimalisir terjadi gangguan bicara pada balita adalah dengan meningkatkan
frekuensi bicara serta sering komunikasi kepada balita hingga serta mengajak
anak untuk membaca buku merupakan langkah tepat agar kemampuan kata yang
dimiliki oleh balita dapat meningkat (Rohmah et al., 2018). Pemantauan serta
pendampingan terhadap perkembangan anak yang dilakukan secara komprehensif
dapat dilakukan dengan menyelenggarakan kegiatan stimulasi, deteksi dan
intervensi dini agar perkembangan balita khususnya dalam aspek bicara dan
bahasa dapat dipantau sejak awal. Ketepatan dalam pemberian rangsangan
sehingga perkembangan syaraf dalam otak akan berkembang untuk mendukung
percepatan kemampuan berbicara dan berbahasa, lingkungan sosial serta melatih
anak menjadi mandiri dengan berjalan normal dan tepat sesuai dengan umurnya
(Setijaningsih & Noviana, 2017).

82
Data balita yang mengalami keterlambatan bicara pada anak prasekolah di
Indonesia menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia diperkirakan sekitar 5%-10%.
Di provinsi Jawa Timur pada tahun 2017 di temukan hasil penelitian dari 2634
balita umur 0-72 bulan memiliki perkembangan normal sebanyak 53%, kriteria
meragukan sebanyak 13%, dan kriteria penyimpangan perkembangan sebanyak
34%. Balita di Kota Kediri menurut data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan
dari bulan Januari-Maret pada tahun 2016 terdapat 9519 balita ditemukan adanya
keterlambatan bicara sebesar 12,3%. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Utaminingtyas (2019) menghasilkan terdapat ketidaksamaan yang berarti terhadap
hasil observasi tumbuh kembang di aspek bicara dan bahasa, ini berarti stimulasi
yang diberikan oleh ibu memiliki dampak pada perkembangan bicara dan bahasa
balita.
Berdasarkan studi pendahuluan di Dinas Kesehatan Kediri balita di
Kelurahan Ngronggo berjumlah 697 dengan umur 12-59 bulan namun belum ada
data maupun penelitian lain yang melakukan penelitian tentang perkembangan
bicara dan bahasa balita di Kelurahan Ngronggo. Menurut penjelasan diatas maka
peneliti memiliki keinginan untuk melihat apakah ada hubungan stimulasi tumbuh
kembang oleh orang tua dengan perkembangan bicara dan bahasa balita umur 29-
59 bulan di Kelompok Bermain Lentera Bangsa Kota Kediri.

METODE PENELITIAN
Penelitian melakukan penelitian kuantitatif yang menggunakan desain
observasional analitik serta pendekatan cross sectional. Tempat penelitian di
Kelompok Bermain Lentera Bangsa Kelurahan Ngronggo Kota Kediri yang
dilakukan pada bulan Februari 2022. Populasi adalah semua balita yang berumur
29-59 bulan beserta ibu balita di Kelompok Bermain Lentera Bangsa Kelurahan
Ngronggo Kota Kediri. Sampel yang telah didapatkan yakni menggunakan teknik
total sampling sejumlah 31 balita dengan menggunakan dasar terhadap kriteria
inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi meliputi Ibu yang memiliki balita umur 29-
59 bulan dan balita umur 29-59 bulan, balita yang lahir tidak dengan kelainan atau
disabilitas dan balita yang tidak memiliki riwayat penyakit kronis, sedangkan

83
kriteria eksklusi meliputi balita yang sakit saat dilakukan pemeriksaan
perkembangan.
Penelitian dimulai setelah responden mendapatkan penjelasan prosedur
penelitian, tujuan, manfaat dan lembar informed consent yang telah ada tanda
tangan dari responden sebagai bukti persetujuan dilakukan penelitian. Data
penelitian diambil secara langsung menggunakan kuesioner tentang pemberian
tumbuh kembang oleh orang tua dan lembar observasi tumbuh kembang balita.
setelah data didapatkan maka akan dilakukan analisis menggunakan uji fisher
exact, dimana hasil menunjukkan hubungan apabila p-value < 0,05. Dalam
melakukan penelitian ini, peneliti mendapat persetujuan layak etik dari komite
etik Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang.
HASIL
Tabel 4.1 Karakteristik responden (ibu balita) menurut umur, tingkat pendidikan
dan pekerjaan
Data umum Jumlah (N) Presentase (%)
Umur
Kurang dari 25 tahun 0 0
26 sampai 35 tahun 14 45,2
36 sampai 45 tahun 14 45,2
Lebih dari 46 tahun 3 9,6
Jumlah 31 100
Pendidikan
SD/MI 1 3,2
SMA/SMK/MA 24 77,4
Diploma/Sarjana 4 12,9
Jumlah 31 100
Pekerjaan
PNS 2 6,5
Wiraswasta 7 22,6
Swasta 5 16,1
IRT/Tidak Bekerja 17 54,8
Jumlah 31 100

Tabel 4.1 menjelaskan bahwa ibu balita umur 26-45 tahun sebesar 90,4%.
Sebagian besar dari responden memiliki pendidikan terakhir tingkat Sekolah
Menengah Atas sebesar 77,4%. Selain itu didapatkan sebagian besar dari
responden bekerja sebagai IRT sejumlah 54,8%.

84
Tabel 4.2 Karakteristik responden (Balita) menurut umur dan jenis kelamin
Data Umum N %
Umur
24-36 bulan 3 9,7
37-48 bulan 15 48,4
49-60 bulan 13 41,9
Jumlah 31 100
Jenis Kelamin
Laki-laki 13 41,9
Perempuan 18 58,1
Jumlah 31 100

Tabel 4.2 menunjukkan hampir setengah balita berumur 37-48 bulan


sebesar 48,4%. Selain itu sebagian besar dari responden dengan jenis kelamin
perempuan sebesar 58,1%.
Tabel 4.3 Tumbuh Kembang Oleh Orang Tua
Pemberian Stimulasi Oleh Orang Tua N %
Sesuai 25 80,6
Tidak Sesuai 6 19,4
Jumlah 31 100

Tabel 4.3 menunjukkan hampir seluruh dari ibu balita memberikan


stimulasi tumbuh kembang sesuai dengan pedoman SDIDTK sebesar 80,6%
sedangkan responden yang melakukan pemberian stimulasi tumbuh kembang
balita tidak sesuai dengan pedoman sebesar 19,4%.
Tabel 4.4 Perkembangan Bicara Dan Bahasa Balita Umur 29-59
Perkembangan Bicara Dan Bahasa Balita Umur 29-59
N %
Bulan
Normal 24 77,4
Tidak Normal 7 22,6
Jumlah 31 100

Tabel 4.4 menunjukkan hampir seluruh dari balita memiliki perkembangan


bicara dan bahasa normal sebesar 77,4% dan balita dengan perkembangan bicara
dan bahasa tidak normal sebesar 22,6%.

85
Tabel 4.5 Hubungan Stimulasi Tumbuh kembang Oleh Orang Tua Dengan
Perkembangan Bicara Dan Bahasa Balita Umur 29-59 Bulan
Perkembangan bicara dan
Pemberian bahasa balita usia 29-59 bulan Jumlah Nilai ɑ Nilai P
Stimulasi Normal Tidak normal
N % N %
Sesuai 23 95,8 2 28,6 25
Tidak Sesuai 1 4,2 5 71,4 6 0,05 0,00068
Jumlah 24 100 7 100 31

Tabel 4.5 menunjukkan hampir seluruh dari ibu balita memberikan


stimulasi tumbuh kembang kategori sesuai dengan perkembangan bicara dan
bahasa balita normal sebesar 95,8% sedangkan perkembangan bicara dan bahasa
balita tidak normal sebesar 28,6%. Responden yang memberikan stimulasi
kategori tidak sesuai dengan perkembangan bicara dan bahasa normal sebesar
4,2% dan kategori tidak normal sebesar 71,4%. Uji statistik diperoleh hasil nilai
p-value = 0,00068 berarti (p < 0,05) yang berarti ada hubungan stimulasi tumbuh
kembang dengan perkembangan berbicara dan berbahasa balita usia 29-59 bulan.
PEMBAHASAN
1. Stimulasi Tumbuh Kembang Oleh Orang Tua
Penelitian ini diperoleh hasil dari 31 responden, hampir seluruhnya dari
responden melakukan pemberian stimulasi tumbuh kembang balita sesuai
dengan pedoman (SDIDTK) yang ditetapkan sejumlah 25 responden. Sangat
sedikit responden yang melakukan pemberian stimulasi tumbuh kembang
balita tidak sesuai dengan pedoman (SDIDTK) sejumlah 6 ibu balita. Dalam
penelitian lain didapatkan hasil responden yang memberikan stimulasi sesuai
berjumlah 48 Orang, dan responden yang memberikan stimulasi tidak sesuai
berjumlah 34 orang (Sari & Zulaikha, 2020). Hal ini membuktikan bahwa
masih banyak orang tua yang belum memahami dan melakukan pemberian
stimulasi kepada balita secara tepat yang harusnya diberikan sesuai tahapan
umur balita.

86
Stimulasi merupakan kebutuhan dasar anak usia untuk mengarahkan
pencapaian perkembangan sesuai dengan usianya dan mencegah terjadinya
keterlambatan pada anak. Stimulasi atau rangsangan sangat diperlukan dalam
perkembangan balita. Salah satu upaya atau bentuk stimulasi yang dapat
diberikan yaitu dengan menggunakan media permainan, lingkungan sosial
anak, keikutsertaan ibu dan anggota keluarga lain pada setiap kegiatan anak.
Ketika balita memperoleh rangsangan atau stimulasi tepat, tingkat
pengetahuannya juga akan berkembang lebih luas dan optimal. Sistem otak
anak di usia kurang dari 4 tahun yang memperoleh banyak stimulasi akan
berkembang sampai 80%. Namun apabila anak kurang atau tidak diberikan
stimulasi akan menyebabkan jaringan-jaringan pada otak mengecil yang
berakibat pada fungsi otak juga akan mengalami penurunan sampai
mengakibatkan perkembangan anak terhambat.
Hasil penelitian menunjukkan pemberian stimulasi sesuai pedoman oleh
responden sejumlah 12 ibu berumur 26-35 tahun, 11 ibu berumur 36-45 tahun
dan 2 ibu berumur >46 tahun. Dari 6 responden yang memberikan stimulasi
tidak sesuai pedoman menurut umur 26-35 tahun sejumlah 3 ibu, umur 36-45
tahun sejumlah 2 ibu dan umur >46 tahun sejumlah 1 ibu. Menurut Hurlock
(2007) mengemukakan bahwa umur dapat memiliki dampak terhadap tinggi
rendahnya pengetahuan seseorang. Dimana semakin bertambahnya umur
maka semakin banyak juga pengalaman yang diperoleh. Kemampuan ibu
dalam mencari dan menerima informasi sangat baik di rentang umur 26-45
tahun (Ririn Muthia Zukhra & Suci Amin, 2017).
Menurut Notoadmojo (2012) wanita pada usia ini lebih mudah memahami
berbagai macam pengetahuan disbanding dengan wanita usia dewasa tengah.
Kedewasaan seseorang dalam berpikir dan bekerja akan semakin optimal dan
matang. Kemungkinan ibu pada umur tersebut memiliki pemahaman yang
baik mengenai pemberian stimulasi sesuai dengan pedoman SDIDTK.
Disamping itu, pada umur tersebut masuk pembagian umur dewasa awal yang
memiliki kesadaran dalam mencari informasi dan mudah menerima
informasi baru yang didapatkan.

87
Responden yang memberikan stimulasi sesuai pedoman sejumlah 15 ibu
tidak bekerja dan 10 ibu bekerja. Terdapat 6 responden yang memberikan
stimulasi tidak sesuai pedoman dengan jumlah 5 ibu tidak bekerja dan 1 ibu
bekerja. Orang tua yakni ibu yang tidak bekerja akan memberikan dampak
terhadap pemberian stimulasi pada anak. Hal ini terjadi karena ibu memiliki
waktu lebih banyak di rumah sehingga lebih leluasa untuk melakukan
interaksi dengan anaknya. Kemungkinan ibu yang tidak bekerja biasanya akan
memiliki waktu bersama anak setelah mengerjakan urusan rumah tangga
contohnya membuat masakan untuk keluarga, membersihkan rumah dan
perlengkapannya sehingga pemberian stimulasi kepada anak akan optimal
(Putra et al., 2018).
Hasil penelitian menunjukkan dari 25 responden yang memberikan
stimulasi sesuai pedoman terdapat 22 ibu tamat pendidikan SMA dan 3 ibu
tamat perguruan tinggi. Dari 6 responden yang memberikan stimulasi tidak
sesuai pedoman sejumlah 5 ibu tamat SMA dan seorang ibu tamat perguruan
tinggi. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa ibu balita mempunyai
tingkat pendidikan tinggi dan balitanya mengalami perkembangan normal
sejumlah 21 responden (Waqidil & Andini, 2016). Menurut Soetjiningsih
(1995) menyatakan ibu mempunyai peran utama dalam mendidik dan
stimulasi yang diberikan pada balita sehingga tingkat pendidikan pada ibu
memiliki pengaruh yang penting dalam pemberian stimulasi perkembangan
pada balita (Khofiyah, 2020).
2. Perkembangan Bicara Dan Bahasa Balita Umur 29-59 Bulan
Penelitian menunjukkan bahwa dari 31 balita, hampir seluruhnya
mempunyai kemampuan bicara dan bahasa kategori normal yaitu sejumlah 24
responden. Dalam penelitian sebelumnya dapat diketahui bahwa
perkembangan bicara dan bahasa kategori meragukan terjadi hampir setengah
dari responden (42%) di puskesmas Tanah Garam Kota Solo (Fernando &
Pebrina, 2018). Hal ini membuktikan bahwa masih ada balita yang
kemampuan bicara dan bahasanya tidak normal atau perkembangannya tidak
sesuai dengan umurnya. Perkembangan balita ini dipengaruhi oleh beberapa

88
faktor, salah satu faktor yang penting untuk diperhatikan adalah pemberian
stimulasi oleh orang tua, pengasuh atau lingkungan di sekitar balita.
Pengetahuan dan pemahaman tentang stimulasi atau rangsangan yang
diberikan ke balita oleh orang tua, juga turut memberikan pengaruh dalam
kemampuan berbicara dan berbahasa pada balita.
Balita mengalami perkembangan pesat yang bersifat kualitatif sehingga
berhubungan dengan kedewasaan individu di masa yang akan datang. Diri
manusia mengalami perubahan secara progesif. Aspek bicara dan bahasa akan
berkaitan dengan keahlian anak dalam memberikan berbagai respon dari
rangsangan yang diberikan kepadanya, respon tersebut meliputi pendengaran,
komunikasi dan kemampuan mengikuti perintah dari orang lain. Keluarga
merupakan wadah yang paling dekat dan penting untuk menunjang dan
memberikan pengaruh pada perkembangan bicara dan bahasa anak. Balita
lebih banyak mendapatkan paparan interaksi komunikasi dengan keluarga
seperti mengajak anak untuk ikut mendengarkan atau membaca buku cerita
serta melakukan aktivitasnya di dalam rumah akan meningkatkan kemampuan
bicara dan bahasa balita (Sumaryanti, 2017).
Hasil penelitian menunjukkan dari 24 balita dengan perkembangan bicara
dan bahasa normal sejumlah 1 balita berumur 24-36 bulan, sejumlah 10 balita
berumur 37-48 bulan dan sejumlah 13 balita berumur 49-59 bulan. Balita
dengan kemampuan bicara dan bahasa kategori tidak normal sejumlah 2 balita
berumur 24-36 bulan dan sejumlah 5 balita berumur 37-48 bulan. Menurut
pendapat Silberg (2014) otak balita yang berusia lebih dari tiga tahun
membentuk 1.000 triliun jaringan akan memberikan dampak positif dalam
kemampuan penyerapan informasi baru lebih cepat pada balita (Yunita et al.,
2020).
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan 24 balita mengalami
perkembangan aspek bicara dan bahasa kategori normal yaitu 11 balita laki-
laki dan sejumlah 13 balita perempuan. Perkembangan bicara dan bahasa yang
dialami balita dengan kategori tidak normal sejumlah 2 balita laki-laki dan
sejumlah 5 balita perempuan. Menurut Suhadi (2020) dalam Tarigan (2009)

89
anak laki-laki yang paling mudah mengalami gangguan kemampuan bicara.
Hal ini terjadi karena perbedaan perkembangan dan kematangan otak bagian
hemisfer fungsi verbal hemisfer kiri antara anak perempuan dan laki-laiki.
Diketahui perkembangan hemisfer kanan pada anak laki-laki lebih sesuai
untuk tugas abstrak dan membutuhkan keterampilan.
3. Hubungan Stimulasi Oleh Orang Tua Dengan Perkembangan Bicara Dan
Bahasa balita usia 29-59 bulan
Hampir seluruh responden (31 responden) memberikan stimulasi sesuai
dengan pedoman (SDIDTK) dan perkembangan bicara dan bahasa normal
sejumlah 23 responden. Penelitian terkait menyatakan bahwa kualitas interaksi
ibu-anak dan kemampuan bahasa anak berhubungan positif (Conway et al.,
2018). Responden yang memberikan stimulasi sesuai dengan pedoman
(SDIDTK) serta perkembangan bicara dan bahasa balita dalam kategori tidak
normal yaitu sejumlah 2 responden yang dipengaruhi oleh orang tua yang
memberikan stimulasi pada balita. Pemberian stimulasi oleh ibu untuk
mendukung kemampuan bicara dan bahasa balita pada 2 tahun pertama akan
memberikan dampak positif terhadap kemampuan bicara dan bahasa anak,
kemampuan menjelaskan sesuatu, memperkirakan, dan mengendalikan pikiran
dan perilaku yang mendukung perkembangan bahasa awal (Wade et al.,
2018).
Responden yang memberikan stimulasi tidak sesuai dengan pedoman
(SDIDTK) serta perkembangan bicara dan bahasa dalam kategori normal yaitu
sejumlah 1 responden yang dipengaruhi oleh faktor ekonomi. Menurut Berk
(2009) anak dengan latar belakang status ekonomi menengah memiliki
perkembangan bicara bahasa lebih baik daripada anak dari status ekonomi
rendah. Ini terjadi karena status ekonomi keluarga menengah memiliki
kemampuan untuk memberikan kesempatan menempuh pendidikan yang
cukup tinggi sehingga memiliki pemahaman yang baik, ketersediaan alat
dalam pemberian stimulasi bicara dan bahasa kepada balita untuk membantu
memantau perkembangan bicara dan bahasa anak. Upaya tersebut akan

90
memberikan pengaruh positif pada anak karena akan meningkatkan
kemampuan pemahaman kosakata (Khoiriyati & Fansurullah, 2018).
Sebagian besar dari responden yang memberikan stimulasi yang tidak
sesuai dengan pedoman (SDIDTK) serta perkembangan bicara dan bahasa
dalam kategori tidak normal yaitu sejumlah 5 responden. Hal ini menunjukkan
bahwa apabila anak mendapatkan stimulasi yang tidak sesuai dengan anjuran
dalam SDIDTK maka terjadi gangguan atau keterlambatan dalam kemampuan
berbicara dan berbahasa pada balita. Stimulasi yang diberikan orang tua secara
bertahap sesuai umur, berkelanjutan dan bermacam-macam bentuk stimulasi
yang diberikan menurut umur balita akan memberikan dampak positif
terhadap kemampuan berbicara dan berbahasa agar tidak terjadi hambatan
perkembangan.
Stimulasi yang diberikan dengan tepat erat kaitannya terhadap
keberhasilan kemampuan anak dalam berbicara dan berbahasa. Hal ini
disebabkan karena dengan memberikan rangsangan untuk berbicara
menjadikan perkembangan otak akan berkembang dengan baik, disamping itu
dengan diberikannya stimulasi atau rangsangan, maka anak akan memiliki
pemahaman dan pengetahuan yang luas dan optimal sesuai dengan umurnya.
Sementara kurangnya stimulasi yang didapatkan oleh anak cenderung akan
mengalami perkembangan bicara dan bahasa yang rendah, hal ini disebabkan
anak kurang mendapatkan rangsangan atau stimulasi sehingga fungsi otak
anak tidak optimal hingga menjadikan perkembangan bahasa anak mengalami
gangguan keterlambatan.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian tentang hubungan stimulasi tumbuh kembang
oleh orang tua dengan kemampuan balita dalam bicara dan bahasa usia 29-59
bulan di Kelompok Bermain Lentera Bangsa Kelurahan Ngronggo Kota Kediri
pada 31 balita dan ibu balita yang telah menjadi responden penelitian dapat
disimpulkan bahwa hampir seluruh ibu balita memberikan stimulasi tumbuh
kembang sesuai dengan umur dan pedoman yang berlaku sehingga menunjang
perkembangan balita serta sebagian besar balita kemampuan perkembangan bicara

91
dan bahasa yang normal sejalan dengan umur balita. Dapat disimpukan bahwa ada
hubungan stimulasi tumbuh kembang oleh orang tua dengan perkembangan bicara
dan bahasa balita.
SARAN
Terdapat beberapa saran yang dapat disimpulkan oleh peneliti
berdasarkan hasil yang didapatkan yaitu bagi peneliti selanjutnya dapat
melanjutkan penelitian mengenai perkembangan bicara dan bahasa balita dengan
mengembangkan aspek-aspek lain yang dapat memberikan pengaruh terhadap
kemampuan berbicara dan berbahasa balita seperti usia ibu, pekerjaan ibu,
tingkat pendidikan ibu, usia balita, dan jenis kelamin balita.
Lembaga Pendidikan Kelompok Bermain (KB) dalam penelitian ini dapat
menjadi pandangan mengenai perkembangan bicara dan bahasa balita di
Kelompok Bermain. Pihak Kelompok Bermain dapat berkolaborasi atau
melakukan kerjasama dengan sektor kesehatan yakni dengan bidan atau
puskesmas setempat untuk memberikan penanganan terhadap masalah balita
dengan hasil observasi perkembangan bicara dan bahasa dengan kategori tidak
normal.
Orang tua juga harus paham dan mampu memberikan stimulasi yang
benar dengan pedoman SDIDTK pada buku KIA untuk mendukung percepatan
perkembangan balita agar perkembangan balita dapat berjalan sesuai dengan
umurnya. Diharapkan pemberian stimulasi atau rangsangan tumbuh kembang
yang belum diberikan atau jarang diberikan oleh orang tua kepada balita sesuai
dengan pedoman dapat lebih termotivasi untuk meningkatkan intensitas dan
kualitas stimulasi sesuai dengan umur balita.

92
DAFTAR RUJUKAN

Conway, L. J., Levickis, P. A., Smith, J., Mensah, F., Wake, M., & Reilly, S.
(2018). Maternal communicative behaviours and interaction quality as
predictors of language development: findings from a community-based study
of slow-to-talk toddlers. International Journal of Language and
Communication Disorders, 53(2), 339–354. https://doi.org/10.1111/1460-
6984.12352
Fernando, F., & Pebrina, M. (2018). Hubungan Stimulasi Orang Tua Terhadap
Perkembangan Bicara dan Bahasa Anak Usia Batita The Relationship of
Parents ’ Stimulation on The Development of Talk And Language Children
Age. Jurnal Ilmu Kesehatan, 3(2), 140–145.
https://doi.org/http://dx.doi.org/10.33757/jik.v3i2.144
Hati, F. S., & Lestari, P. (2016). Pengaruh Pemberian Stimulasi pada
Perkembangan Anak Usia 12-36 Bulan di Kecamatan Sedayu, Bantul. Jurnal
Ners Dan Kebidanan Indonesia, 4(1), 44.
https://doi.org/10.21927/jnki.2016.4(1).44-48
Khofiyah, N. (2020). Edukasi Berpengaruh terhadap Pemberian Stimulasi
Perkembangan Anak Usia 12-24 Bulan oleh Ibu di Posyandu Desa
Tambakrejo Kabupaten Puworejo. Jurnal Ners Dan Kebidanan (Journal of
Ners and Midwifery), 7(2), 231–238.
https://doi.org/10.26699/jnk.v7i2.art.p231-238
Khoiriyati, S., & Fansurullah, N. (2018). Peran Lingkungan Terhadap
Perkembangan Bahasa Anak. OSF Preprints, June, 1–13.
https://doi.org/10.31219/osf.io/j5qcv
Komalasari Wuri. (2019). Hubungan pekerjaan dan pendidikan dengan
perkembangan bahasa pada anak usia toodler di wilayah kerja puskesmas
lubuk buaya padang tahun 2018. Jurnal Penelitian Dan Kajian Ilmu, XIII(5),
169–176. https://doi.org/https://doi.org/10.33559/mi.v13i4.1322
Putra, A. Y., Yudiemawat, A., & Maemunah, N. (2018). Pengaruh Pemberian
Stimulasi Oleh Orang Tua Terhadap Perkembangan Bahasa Pada Anak Usia
Toddler Di PAUD Asparaga Malang. Nursing News, 3(1), 563–571.
https://doi.org/https://doi.org/10.33366/nn.v3i1.828
Putri Mutiara, I. (2018). Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi
perkembangan balita di Desa Tirtosari Kecamatan Kretek Bantul
Yogyakarta. Jurnal IImu Kebidanan, 8(15), 1–15.
http://jurnal.stikesmukla.ac.id/index.php/involusi/article/view/327
Ririn Muthia Zukhra, & Suci Amin. (2017). Hubungan Tingkat Pengetahuan
Orang Tua Tentang Stimulasi Tumbuh Kembang Terhadap Perkembangan
Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Simpang Baru. Jurnal Ners Indonesia,
8(1), 8–14. https://doi.org/http://dx.doi.org/10.31258/jni.8.1.8-14
Rohmah, M., Astikasari, N. D., & Weto, I. (2018). Analisis Pola Asuh Orang Tua
Dengan Keterlambatan Bicara Pada Anak Usia 3-5 Tahun. OKSITOSIN :
Jurnal Ilmiah Kebidanan, 5(1), 32–42.
https://doi.org/10.35316/oksitosin.v5i1.358

93
Sari, L., & Zulaikha, F. (2020). Hubungan Stimulasi Orang Tua, Pola Asuh dan
Lingkungan Dengan Perkembangan Bahasa Anak Usia Prasekolah di PAUD
Kota Samarinda. Borneo Student Research (BSR), 1(3), 2235–2242.
https://journals.umkt.ac.id/index.php/bsr/article/view/929
Setijaningsih, T., & Noviana, W. (2017). Pelaksanaan Stimulasi Perkembangan
Bahasa dan Bicara Anak Usia 0-3 Tahun dalam Keluarga di Posyandu Seruni
Kelurahan Bendogerit Kecamatan Sananwetan Kota Blitar. Jurnal Ners Dan
Kebidanan (Journal of Ners and Midwifery), 4(2), 160–167.
https://doi.org/10.26699/jnk.v4i2.art.p160-167
Suhadi, & Istanti. (2019). Faktor-Faktor Yang Berhubungan dengan Tingkat
Keterlambatan Bicara dan Bahasa pada Anak Usia 2-5 Tahun. Jurnal
Penelitian Perawat Profesional, 2(2), 227–234.
https://doi.org/10.37287/jppp.v2i2.115
Sumaryanti, L. (2017). Peran Lingkungan Terhadap Perkembangan Bahasa Anak.
Muaddib, 7(01), 40–42. https://doi.org/10.24269/muaddib.v7i01.552
Utaminingtyas, F. (2019). Pengaruh Pemberian Stimulasi Terhadap
Perkembangan Anak Umur 12-24 Bulan Di Desa Lembu, Bancak. Jurnal
Kebidanan, 11(02), 117. https://doi.org/10.35872/jurkeb.v11i02.348
Wade, M., Jenkins, J. M., Venkadasalam, V. P., Binnoon-Erez, N., & Ganea, P.
A. (2018). The role of maternal responsiveness and linguistic input in pre-
academic skill development: A longitudinal analysis of pathways. Cognitive
Development, 45(March 2017), 125–140.
https://doi.org/10.1016/j.cogdev.2018.01.005
Waqidil, H., & Andini, C. K. (2016). Hubungan antara Tingkat Pendidikan Ibu
dengan Perkembangan Balita Usia 3-5 Tahun (Suatu Studi di Kelurahan
Kadipaten Kecamatan Bojonegoro Kabupaten Bojonegoro Tahun 2014).
Asuhan Kesehatan, 7(2), 27–31.
http://ejournal.rajekwesi.ac.id/index.php/jurnal-penelitian-
kesehatan/article/view/134/116
Yunita, D., Luthfi, A., & Erlinawati. (2020). Hubungan pemberian stimulasi dini
dengan perkembangan motorik pada balita di desa tanjung berulak wilayah
kerja puskesmas kampar tahun 2019. Jurnal Kesehatan Tambusai, 1(2).
https://doi.org/10.31004/jkt.v1i2.1106

94

Anda mungkin juga menyukai

pFad - Phonifier reborn

Pfad - The Proxy pFad of © 2024 Garber Painting. All rights reserved.

Note: This service is not intended for secure transactions such as banking, social media, email, or purchasing. Use at your own risk. We assume no liability whatsoever for broken pages.


Alternative Proxies:

Alternative Proxy

pFad Proxy

pFad v3 Proxy

pFad v4 Proxy