Kemalasan (Buddhisme)
Terjemahan dari kemalasan | |
---|---|
Indonesia | kemalasan |
Inggris | sloth lethargy gloominess foggymindedness |
Pali | thīna |
Sanskerta | styāna |
Tionghoa | 惛沉 |
Tibetan | རྨུག་པ། (Wylie: rmug pa; THL: mukpa) |
Daftar Istilah Buddhis |
Bagian dari Abhidhamma Theravāda |
52 Cetasika |
---|
Buddhisme Theravāda |
Kemalasan (Pali: thīna; Sanskerta: स्त्यान, styāna) adalah suatu faktor mental dalam Buddhisme. Thīna didefinisikan sebagai kelesuan atau ketumpulan pikiran, yang ditandai dengan kurangnya daya dorong. Dalam aliran Theravāda, thīna dikatakan terjadi bersamaan dengan middha (kantuk), yang didefinisikan sebagai kondisi tidak sehat yang ditandai dengan ketidakmampuan, kurangnya energi, dan pertentangan terhadap aktivitas yang baik.[1] Kedua faktor mental yang berhubungan tersebut diungkapkan sebagai thīna-middha (kemalasan-kantuk). Dalam aliran Mahayana, styāna diartikan sebagai faktor mental yang menyebabkan pikiran menjadi menarik diri, tidak jelas, dan tidak dapat fokus.[2][3]
Kemalasan diidentifikasi dalam konteks:
- Salah satu dari lima rintangan dalam praktik meditasi (dikombinasikan dengan middha, yaitu kantuk)
- Salah satu dari empat belas faktor mental yang tidak baik dalam ajaran Abhidhamma Theravāda
- Berkaitan erat dengan istilah Sanskerta kausīdya (kemalasan spiritual), yang diidentifikasi sebagai salah satu dari dua puluh faktor tidak baik sekunder dalam ajaran Abhidharma Mahayana
Definisi
[sunting | sunting sumber]Theravāda
[sunting | sunting sumber]Bhikkhu Bodhi menjelaskan:
Kemalasan adalah kelesuan atau kebodohan batin. Ciri khasnya adalah kurangnya daya dorong. Fungsinya adalah untuk menghilangkan energi. Kemalasan terwujud sebagai tenggelamnya batin. Penyebab langsungnya adalah perhatian yang tidak bijaksana terhadap kebosanan, rasa kantuk, dll.[1] Kemalasan dan kelambanan/kantuk (middha]) selalu muncul bersamaan, dan berlawanan dengan energi (viriya). Kemalasan diidentifikasikan sebagai penyakit kesadaran (citta-gelañña), kelesuan sebagai penyakit faktor mental (kāya-gelañña). Sebagai pasangan, keduanya merupakan salah satu dari lima rintangan, yang diatasi dengan faktor-mental penempelan-awal (vitakka).
Kitab Aṭṭhasālinī (II, Kitab I, Bagian IX, Bab II, 255) menjelaskan tentang kemalasan dan kelambanan/kantuk: “Tidak adanya usaha, kesulitan karena ketidakmampuan, adalah maknanya.” Kemudian, kita membaca definisi kemalasan dan kelambanan/kantuk sebagai berikut:
Gabungan “kemalasan-kelambanan” adalah kemalasan ditambah kelambanan/kantuk; kemalasan memiliki ciri-ciri tidak adanya, atau pertentangan, terhadap semangat (viriya), penghancuran energi (viriya) sebagai fungsinya, tenggelamnya keadaan-keadaan yang terkait sebagai manifestasinya; kelambanan memiliki ciri-ciri tidak terkendali, menutup pintu-pintu kesadaran sebagai fungsi, menyusut dalam menerima objek, atau kantuk sebagai manifestasi; dan keduanya memiliki pikiran yang tidak sistematis, dalam tidak membangkitkan diri dari ketidakpuasan dan kemalasan (atau pemanjaan), sebagai penyebab langsungnya.[4]
Nina van Gorkom menjelaskan:
Bila ada kemalasan dan kelambangan/kantuk, maka tidak ada energi (viriya), tidak ada semangat untuk melakukan dāna, untuk mengamalkan sīla, untuk mendengarkan Dhamma, untuk mempelajari Dhamma atau untuk mengembangkan ketenangan, tidak ada energi untuk memperhatikan kenyataan yang muncul saat ini.[4]
Mahāyāna
[sunting | sunting sumber]The Abhidharma-samuccaya menyatakan:
- Apa itu kemalasan? Kemalasan adalah cara ketika batin tidak dapat berfungsi dengan baik dan dikaitkan dengan moha (delusi/kebodohan batin). Fungsinya adalah untuk membantu semua emosi dasar dan dekat.[2]
Mipham Rinpoche menyatakan:
- Kemalasan termasuk dalam kategori delusi. Artinya menarik diri, tidak mampu berpikir, dan tidak mampu fokus pada suatu objek karena beban tubuh dan batin. Hal ini menjadi penopang bagi emosi yang mengganggu.[3]
Alexander Berzin menjelaskan:
- Batin yang berkabut (rmugs-pa) merupakan bagian dari kenaifan/kebodohan batin (moha). Ini adalah perasaan berat pada tubuh dan batin yang membuat batin tidak jernih, tidak berguna, dan tidak mampu memunculkan penampakan kognitif dari objeknya atau memahami objek tersebut dengan benar. Ketika batin benar-benar menjadi tidak jernih, karena batin yang berkabut, ini adalah ketumpulan batin (bying-ba).[5]
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ a b Bhikkhu Bodhi (2003), hlm. 84
- ^ a b Guenther (1975), Kindle Locations 944-945.
- ^ a b Kunsang (2004), hlm. 29.
- ^ a b Gorkom (2010), Definition of Sloth, Torpor, and Doubt
- ^ Berzin (2006)
Daftar pustaka
[sunting | sunting sumber]- Berzin, Alexander (2006), Primary Minds and the 51 Mental Factors
- Bhikkhu Bodhi (2003), A Comprehensive Manual of Abhidhamma, Pariyatti Publishing
- Guenther, Herbert V. & Leslie S. Kawamura (1975), Mind in Buddhist Psychology: A Translation of Ye-shes rgyal-mtshan's "The Necklace of Clear Understanding" Dharma Publishing. Kindle Edition.
- Kunsang, Erik Pema (penerjemah) (2004). Gateway to Knowledge, Vol. 1. North Atlantic Books.
- Nina van Gorkom (2010), Cetasikas, Zolag