Books and Reports by Centre for Innovation Policy and Governance (CIPG)
Digital Transformation Landscape in Indonesia, 2023
The Report on the Digital Transformation Landscape in Indonesia has two objectives. Firstly, to p... more The Report on the Digital Transformation Landscape in Indonesia has two objectives. Firstly, to provide a snapshot of digital transformation efforts in Indonesia by examining three sectors: Industry 4.0, digital agriculture, and clean/green technology. Secondly, to contribute input to the design of the National Medium-Term Development Plan (RPJMN) 2025-2029 for the digital transformation field.
In capturing the digital transformation efforts in Indonesia, this report adopts the World Bank's framework (2016) on the stages of digital transformation. The World Bank states that a country's progress in digital transformation can be seen through the interaction between digital technology and three analog complements: regulatory framework, human capital capacity, and institutional framework. In addition, the report also assesses the progress of digital transformation from digital safeguards components. To get an overview of Indonesia's position on a global scale, the report also looks at digital transformation in three other countries: Nigeria, Turkey, and Vietnam.
Potret Transformasi Digital di Indonesia, 2023
Laporan Potret Transformasi Digital di Indonesia memiliki dua tujuan. Pertama, untuk memberikan p... more Laporan Potret Transformasi Digital di Indonesia memiliki dua tujuan. Pertama, untuk memberikan potret mengenai upaya transformasi digital di Indonesia dengan menelaah tiga sektor: Industri 4.0, agrikultur digital, dan teknologi bersih/hijau. Kedua, untuk menjadi masukan terhadap rancangan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029 untuk bidang transformasi digital.
Dalam memotret upaya transformasi digital di Indonesia, laporan ini mengadopsi kerangka kerja Bank Dunia (2016) tentang tahapan transformasi digital. Bank Dunia menyatakan bahwa kemajuan transformasi digital di suatu negara dapat dilihat dari interaksi antara teknologi digital dengan tiga komplemen analog, yaitu: kerangka regulasi (regulations), kapasitas SDM (human capital), dan kerangka kelembagaan (institutions). Selain itu, laporan ini turut menilai kemajuan transformasi digital dari komponen pengamanan digital (digital safeguards). Untuk mendapatkan gambaran atas posisi Indonesia di tataran global, laporan ini juga melihat transformasi digital di tiga negara lain: Nigeria, Turki, dan Vietnam.
Data Governance and Public Service Delivery during COVID-19 Pandemic, 2022
Digital transformation in public services in Indonesia cannot be separated from the important rol... more Digital transformation in public services in Indonesia cannot be separated from the important role of data. Effective and efficient public services, from planning, and implementation to service evaluation, rely on accurate data. The ability to carry out actual analysis from various data sources is key for the government in responding to requests, risks, and problems in a precise and timely manner – especially during the Covid-19 pandemic.
Given the important role of data in public services, the Center for Innovation Policy and Governance (CIPG) and the TIFA Foundation conducted research on two main public service sectors that were heavily affected by the Covid-19 pandemic, namely health and education, particularly in 5 types of public services, namely: (1) burden of health services, (2) contact tracing, (3) vaccination, (4) internet data assistance for distance learning, and (5) school re-opening for face-to-face learning.
Through case studies at the national level (Indonesia), province-level (West Java), and city/district level (Pontianak City), this research reveals that health sector data governance practices are not sufficient to achieve optimal public services during the pandemic. On the other hand, the complexity of data governance hinders the central and regional governments from providing quality public service.
Research Summary - Data Governance and Public Service Delivery during COVID-19 Pandemic, 2022
RESEARCH SUMMARY
Digital transformation in public services in Indonesia cannot be separated from... more RESEARCH SUMMARY
Digital transformation in public services in Indonesia cannot be separated from the important role of data. Effective and efficient public services, from planning, and implementation to service evaluation, rely on accurate data. The ability to carry out actual analysis from various data sources is key for the government in responding to requests, risks, and problems in a precise and timely manner – especially during the Covid-19 pandemic.
Given the important role of data in public services, the Center for Innovation Policy and Governance (CIPG) and the TIFA Foundation conducted research on two main public service sectors that were heavily affected by the Covid-19 pandemic, namely health and education, particularly in 5 types of public services, namely: (1) burden of health services, (2) contact tracing, (3) vaccination, (4) internet data assistance for distance learning, and (5) school re-opening for face-to-face learning.
Through case studies at the national level (Indonesia), province-level (West Java), and city/district level (Pontianak City), this research reveals that health sector data governance practices are not sufficient to achieve optimal public services during the pandemic. On the other hand, the complexity of data governance hinders the central and regional governments from providing quality public service.
Menata Kelola Data Demi Pelayanan Publik: Studi Kasus Tata Kelola Data Sektor Kesehatan dan Pendidikan di Indonesia selama Pandemi Covid-19, 2022
LAPORAN RISET
Transformasi digital dalam pelayanan publik di Indonesia tidak dapat dipisahkan da... more LAPORAN RISET
Transformasi digital dalam pelayanan publik di Indonesia tidak dapat dipisahkan dari peran penting data. Pelayanan publik yang efektif dan efisien, mulai dari segi perencanaan, implementasi hingga evaluasi layanan, mengandalkan data yang akurat. Kemampuan untuk melakukan analisis aktual dari berbagai sumber data menjadi kunci bagi pemerintah dalam merespons permintaan, risiko, dan masalah secara jitu dan tepat waktu –terlebih pada masa pandemi Covid-19.
Mengingat peran penting data dalam pelayanan publik, Centre for Innovation Policy and Governance (CIPG) dan Yayasan TIFA melakukan riset pada dua sektor utama layanan publik yang sangat terpengaruh oleh pandemi Covid-19, yaitu kesehatan dan pendidikan, khususnya pada 5 jenis layanan publik yaitu: (1) beban layanan kesehatan, (2) penelusuran kontak, (3) vaksinasi, (4) bantuan kuota internet untuk pembelajaran jarak jauh, dan (5) pembukaan sekolah untuk pertemuan tatap muka.
Melalui studi kasus pada tingkat nasional (Indonesia), tingkat provinsi (Jawa Barat), dan tingkat kota/kabupaten (Kota Pontianak), riset ini mengungkap bahwa praktik tata kelola data sektor kesehatan belum memadai untuk mewujudkan pelayanan publik yang optimal selama pandemi. Di sisi lain, pelayanan publik sendiri merupakan upaya negara memenuhi hak warga. Ketika pelayanan publik ditopang oleh tata kelola data yang belum memadai, warga pun kesulitan mengakses layanan publik yang menjadi haknya.
Menata Kelola Data Demi Pelayanan Publik: Studi Kasus Tata Kelola Data Sektor Kesehatan dan Pendidikan di Indonesia selama Pandemi Covid-19, 2021
RINGKASAN RISET
Transformasi digital dalam pelayanan publik di Indonesia tidak dapat dipisahka... more RINGKASAN RISET
Transformasi digital dalam pelayanan publik di Indonesia tidak dapat dipisahkan dari peran penting data. Pelayanan publik yang efektif dan efisien, mulai dari segi perencanaan, implementasi hingga evaluasi layanan, mengandalkan data yang akurat. Kemampuan untuk melakukan analisis aktual dari berbagai sumber data menjadi kunci bagi pemerintah dalam merespons permintaan, risiko, dan masalah secara jitu dan tepat waktu –terlebih pada masa pandemi Covid-19.
Mengingat peran penting data dalam pelayanan publik, Centre for Innovation Policy and Governance (CIPG) dan Yayasan TIFA melakukan riset pada dua sektor utama layanan publik yang sangat terpengaruh oleh pandemi Covid-19, yaitu kesehatan dan pendidikan, khususnya pada 5 jenis layanan publik yaitu: (1) beban layanan kesehatan, (2) penelusuran kontak, (3) vaksinasi, (4) bantuan kuota internet untuk pembelajaran jarak jauh, dan (5) pembukaan sekolah untuk pertemuan tatap muka.
Melalui studi kasus pada tingkat nasional (Indonesia), tingkat provinsi (Jawa Barat), dan tingkat kota/kabupaten (Kota Pontianak), riset ini mengungkap bahwa praktik tata kelola data sektor kesehatan belum memadai untuk mewujudkan pelayanan publik yang optimal selama pandemi. Di sisi lain, pelayanan publik sendiri merupakan upaya negara memenuhi hak warga. Ketika pelayanan publik ditopang oleh tata kelola data yang belum memadai, warga pun kesulitan mengakses layanan publik yang menjadi haknya.
Laporan Kajian Dampak Digitalisasi pada Ketenagakerjaan di Industri Manufaktur, 2021
Kajian ini bermaksud untuk memahami dampak digitalisasi pada aspek ketenagakerjaan di industri ma... more Kajian ini bermaksud untuk memahami dampak digitalisasi pada aspek ketenagakerjaan di industri manufaktur, dengan berbagai tujuan: memahami proses dan tahapan digitalisasi di industri manufaktur; mengidentifikasi faktor pendukung dan penghambat penerapan digitalisasi; memahami dampak digitalisasi pada ketenagakerjaan; serta memetakan ketersediaan dan kebutuhan keahlian dalam mendukung digitalisasi.
Mengobarkan Inovasi, Mengorbankan Standar Mutu: Telaah Isu Iptek, Riset, dan Inovasi dalam UU Cipta Kerja, 2020
Salah satu elemen penting bagi inovasi dan penerapannya adalah kerangka regulasi. Pengesahan Unda... more Salah satu elemen penting bagi inovasi dan penerapannya adalah kerangka regulasi. Pengesahan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU CK) tidak terkecuali, juga berpengaruh bagi inovasi di Indonesia.
Dalam UU CK, aspek ilmu pengetahuan & teknologi (iptek), riset, dan inovasi ditemukan dalam 29 pasal yang tersebar dalam 10 bab. Ini mencakup 7 pasal baru, sementara 22 pasal yang lain adalah perubahan dari peraturan yang ada.
Implikasi dari 29 pasal tersebut dapat dipetakan ke dalam 6 isu berikut: kedudukan dan peran iptek; peran aktor, pendanaan/insentif; aktivitas dan luaran penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan (litbangjirap); penambahan klausul pada aturan turunan; dan
perubahan persyaratan teknis menjadi administratif.
Salah satu implikasi yang dominan adalah terkait perubahan persyaratan teknis menjadi administratif. Studi ini merekomendasikan perlunya pemerintah mengkaji ulang dampak dari UU CK dan memperhatikan keenam isu di atas dalam penyusunan peraturan turunannya. Hal ini untuk memastikan agar kemudahan berusaha tidak mengorbankan standar mutu dan keamanan kerja.
Melakukan Riset di Indonesia - Laporan Negara, 2020
Penelitian terkini mengenai penyelenggaraan produksi riset di Asia memperlihatkan dampak marketis... more Penelitian terkini mengenai penyelenggaraan produksi riset di Asia memperlihatkan dampak marketisasi terhadap kualitas kerja akademik. Kasus Indonesia dalam laporan ini menggambarkan kompleksitas dampak tersebut dalam konteks pasca-otoritarian. Produksi riset seturut pasar yang tidak independen dan tidak memiliki kualitas tinggi terbentuk karena melayani kepentingan pemberi hibah dan bersifat instrumental. Dengan latar belakang ini, Centre for Innovation Policy and Governance (CIPG), yang berbasis di Indonesia, melakukan penelitian mengenai kondisi sistem riset ilmu sosial Indonesia, dengan melihat produksi, difusi, dan pemanfaatan riset dalam pengembangan dan penerapan kebijakan publik.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengumpulkan dan melaporkan data yang orisinal mengenai sistem penelitian ilmu sosial, untuk memberi pertimbangan bagi kebijakan riset dan program pengembangan kapasitas pada tingkat nasional. Lebih penting lagi, kajian ini bertujuan mengangkat aspek-aspek yang membutuhkan perhatian para regulator, pembuat kebijakan, komunitas sains, dan donor potensial, serta memastikan tindakan dan reformasi yang didasarkan pada pengetahuan kontekstual mengenai situasi lokal.
Laporan ini disusun oleh Centre for Innovation Policy and Governance (CIPG) dengan dukungan dari Global Development Network (GDN)
Laporan sintesis berjudul “Memperkuat Jembatan untuk Pembuatan Kebijakan yang Inklusif: Pembelaja... more Laporan sintesis berjudul “Memperkuat Jembatan untuk Pembuatan Kebijakan yang Inklusif: Pembelajaran Bersama Enam Organisasi Masyarakat Sipil” ini hadir sebagai sebuah bentuk pertanggungjawaban publik atas kegiatan CIPG yang bertajuk “Echoing Evidence, Using Action Research for Inclusive Participation” atau kerap pula kami sebut sebagai “Menggaungkan Bukti, Riset Aksi untuk Partisipasi Inklusif”.
Laporan ini berisi analisis pembelajaran yang CIPG dapatkan selama menjalani kegiatan tersebut dari Agustus 2017 hingga Agustus 2019. Bersama dengan Active Society Institute (AcSI) Makassar, Yayasan Masyarakat untuk Perempuan (Maupe) Maros, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Sumbawa, Komunitas Pasirputih, Yayasan Amnaut Bife “Kuan” (Yabiku), dan Yayasan Wali Ati (Yasalti), CIPG belajar bahwa OMS mampu menjadi jembatan antara kelompok marginal dengan pembuat kebijakan.
This synthesis report titled “Strengthening the Bridge towards Inclusive Policymaking: A Collecti... more This synthesis report titled “Strengthening the Bridge towards Inclusive Policymaking: A Collective Learning with Six Civil Society Organisations” came as a form of public accountability for the CIPG programme called “Echoing Evidence: Using Action Research for Inclusive Participation”.
This report contains learning analyses by CIPG while undertaking the aforementioned programme between August 2017 until August 2019. Together with the Active Society Institute (AcSI) Makassar, Indigenous People’s Alliance of the Archipelago (AMANAliansi Masyarakat Adat Nusantara) in Sumbawa, the Pasirputih Community, Society for Women Foundation (Maupe-Yayasan Masyarakat untuk Perempuan) Maros, the Amnaut Bife “Kuan” Foundation (Yabiku-Yayasan Amnaut Bife “Kuan”), and The Wali Ati Foundation (Yasalti-Yayasan Wali Ati), CIPG learned that CSOs are capable as a bridge between marginalised communities and policymaking.
Pembuatan kebijakan publik idealnya dilakukan secara integral,
menyeluruh pada setiap aspek yang ... more Pembuatan kebijakan publik idealnya dilakukan secara integral,
menyeluruh pada setiap aspek yang berpengaruh. Partisipasi publik merupakan prasyarat absolut untuk memastikan proses tersebut berjalan secara inklusif. Maka, perumusan kebijakan publik berbasis bukti, terutama dalam konteks lokal, perlu didorong dengan mendasarkan pertama-tama pada pengetahuan lokal oleh para aktor lokal.
Walaupun demikian, warga, khususnya yang terpinggirkan, tampak kesulitan untuk berpatisipasi dalam proses pengambilan kebijakan publik.Tidak jarang, suara mereka disisihkan karena dianggap tidak cukup kuat. Kehadiran organisasi masyarakat sipil, dalam hal ini, sangat penting dalam membantu menyuarakan kepentingan kelompok terpinggirkan ini. Pun, hal ini bukan tanpa persoalan. Organisasi-organisasi tersebut juga memiliki
berbagai keterbatasan perihal tata organisasi mereka, termasuk dalam hal kapasitas. Satu hal yang berpengaruh dalam usaha mereka menyuarakan kepentingan kelompok marginal terdapat pada absennya data yang memadai serta kemampuan menganalisis secara sistematis, sehingga kredibilitas hasil kerja organisasi-organisasi tersebut kerap dipertanyakan.
Beranjak dari hal itulah, CIPG melalui program VOICE merancang sebuah program untuk meningkatkan kapasitas dan kredibilitas organisasi masyarakat sipil demi menyokong advokasi yang bersandar pada bukti. Harapannya, melalui pembekalan melakukan riset kritis secara metodologis, organisasi-organisasi tersebut dapat menyuarakan kepentingan kelompok marginal dengan penyajian yang runtut dan berlandaskan pada bukti sahih.
Modul ini merupakan sebuah panduan berisi prinsip-prinsip dasar pengelolaan dana riset dengan tuj... more Modul ini merupakan sebuah panduan berisi prinsip-prinsip dasar pengelolaan dana riset dengan tujuan memenuhi kebutuhan terhadap panduan dan penyediaan informasi tentang prinsip pengelolaan lembaga pemberi dana. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kualitas pengelolaan pendanaan riset di lembaga pendanaan riset di Indonesia.
Melalui modul ini diharapkan, para manajer dapat memperoleh pengetahuan, panduan dan informasi yang mudah dipahami dan dapat diaplikasikan. Panduan ini diharapkan dapat menjadi langkah awal untuk mendukung agenda pembenahan tata kelola pendanaan riset bisa terus bergulir sehingga terjadi peningkatan produktivitas riset secara berkelanjutan.
Tingkat kesiapterapan teknologi atau yang selanjutnya disingkat dengan TKT adalah tingkat kondisi... more Tingkat kesiapterapan teknologi atau yang selanjutnya disingkat dengan TKT adalah tingkat kondisi kematangan atau kesiapterapan hasil penelitian dan pengembangan teknologi tertentu yang diukur secara sistematis dengan tujuan dapat diadopsi oleh pengguna, baik oleh pemerintah, industri maupun masyarakat. TKT merupakan ukuran yang menunjukkan tahapan atau tingkat kematangan atau kesiapan teknologi melalui skala 1 sampai 9 dengan catatan bahwa antara satu tingkat dengan tingkat lainnya saling terkait dan menjadi dasar bagi tingkatan selanjutnya.
Zaman cepat berubah. Setidaknya sejak lima tahun terakhir, kita telah menyaksikan betapa inovasi ... more Zaman cepat berubah. Setidaknya sejak lima tahun terakhir, kita telah menyaksikan betapa inovasi muncul dalam berbagai rupa. Banyak dari rupa inovasi yang terjadi telah membantu masyarakat untuk menjalani hidupnya dengan lebih baik. Sebagai contoh, sebut saja transportasi online yang telah dirasakan banyak masyarakat membantu menerjang kemacetan lalu lintas ibu kota dengan lebih efisien. Namun, kita juga tidak boleh menutup mata dengan fakta bahwa masih terdapat dampak tidak terduga yang terkadang membawa efek kurang baik bagi masyarakat. Keadaan ini, misalnya, dapat kita temui pada efek tidak terduga bocornya data pribadi pengguna saat melakukan transaksi melalui layanan teknologi finansial.
Dengan berbagai dinamika ini, wajar jika banyak pihak yang mulai bertanya-tanya tentang inovasi dan perubahan-perubahan yang dibawanya. Darimana inovasi-inovasi ini muncul? Apakah kemunculan inovasi selalu dapat bersanding guyub untuk hidup bersama dengan masyarakat? Jika tidak, apakah ini berarti bahwa para inovator telah gagal menciptakan inovasi yang mampu menjawab ekspektasi masyarakat? Ataukah justru keadaan ini menunjukkan betapa gagapnya masyarakat untuk hidup bersama dengan inovasi? Jika memang masyarakat gagap, lalu “kejutan” apalagi yang akan dibawa oleh inovasi inovasi ini? Bagaimana kemudian masyarakat harus bersikap? Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, CIPG melakukan kajian terhadap beberapa inovasi yang selama ini telah “hidup bersama” dengan masyarakat. Secara keseluruhan, kami membahas sembilan studi kasus:
1. Media sosial
2. Coworking space
3. Transportasi dalam jaringan (daring)
4. Revolusi Industri 4.0
5. Teknologi finansial
6. E-dagang
7. Kota pintar
8. Open data, open government
9. Inovasi di bidang linkungan
Dengan melakukan studi pustaka, kami melakukan analisis tentang kelahiran inovasi-inovasi tersebut. Seperti yang kita tahu, inovasi tidak secara tiba-tiba “turun dari langit”, banyak faktor yang memengaruhi dinamika kehadiran inovasi di tengah masyarakat. Pada penelitian ini, kami membagi faktor-faktor yang memengaruhi kelahiran inovasi menjadi empat bagian, yaitu teknologi, ekonomi, politik, dan lingkungan.
Indonesia faces a serious risk from natural disasters. However, a growing body of research detail... more Indonesia faces a serious risk from natural disasters. However, a growing body of research details how Information Communication Technology (ICT), social media, and mobile apps can all be important tools in reducing damage as well as decreasing morbidity and mortality from floods and other disasters.
The goal of this study is to understand the potential benefits and drawbacks of using ICT system to communicate emergency reports and disaster risk reduction (DRR) information. We focus on a particular application, AtmaGo, which was launched in Indonesia in 2015. Developed with the concept of crowdsourcing, AtmaGo enables their users to share real-time disaster related information such as reports of fires and floods, as well as to spread DRR information such as how to prepare for and prevent disaster. Particularly in Jakarta area, AtmaGo also provides alerts from government sources directly to users via mobile app.
This research aims to better estimate the potential impact of AtmaGo in improving disaster preparedness and response in Indonesia. We surveyed users and non-users of AtmaGo in five neighborhoods in the Greater Jakarta area: Penjaringan, Halim, Bekasi, Bojong Gede and Kampung Melayu. Specifically, this research seeks to improve our understanding of: 1) how people get emergency warnings and DRR information, 2) whether AtmaGo can provide these warnings in an actionable way, and 3) the potential benefits of successful warning systems in terms of avoided damages as well as prevention of mortality and morbidity.
Hadirnya Teknologi Informasi Komunikasi (TIK) telah berperan besar sebagai katalis inovasi dan me... more Hadirnya Teknologi Informasi Komunikasi (TIK) telah berperan besar sebagai katalis inovasi dan mengubah lanskap di berbagai sektor. Pada tahun 2017, CIPG membuat laporan berjudulu "Innovation Outlook: Refleksi Inovasi Berbasis TIK di Indonesia" untuk memahami bentuk inovasi yang terjadi, serta dampak yang ditimbulkan.
Peneliti: Wirawan Agahari, Syafira Fitri Auliya, Dinita Andriani Putri
Indonesia kini sedang men... more Peneliti: Wirawan Agahari, Syafira Fitri Auliya, Dinita Andriani Putri
Indonesia kini sedang mengalami proses transformasi menuju masyarakat yang berorientasi digital. Hal ini didorong oleh perkemban Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) yang sangat signifikan, jauh lebih cepat dari yang dapat dibayangkan sebelumnya. Hadirnya TIK telah berperan besar sebagai katalis inovasi dan mengubah lanskap di berbagai sektor. Tidak hanya itu keberadaan TIK memiliki dampak yang besar dalam mentransformasi kehidupan masyarakat Indonesia, baik itu positif ataupun negatif.
Perkembangan inovasi digital di Indonesia yang cepat dan dinamis adalah sebuah keniscayaan. Kunci utamanya adalah bagaimana aktor-aktor terkait (pemerintah, swasta, masyarakat, dan akademisi) dapat melihat dinamika ini sebagai sebuah inovasi yang akan berpotensi menjadi katalis percepatan pembangunan nasional. Oleh karena itu, penting untuk memahami kondisi terkini inovasi digital yang terjadi di Indonesia, termasuk implikasi yang ditimbulkan oleh inovasi tersebut. Wawasan yang komprehensif ini akan membantu berbagai pihak untuk merangkai benang merah (connecting the dots) dari inovasi digital di Indonesia serta implikasinya terhadap pembangunan. Dengan demikian, hal ini akan memacu para aktor kunci untuk dapat berperan sesuai kapasitasnya masing-masing serta mendorong formulasi kebijakan dan tata kelola yang lebih baik sehingga dapat memberikan dampak yang signifikan bagi pembangunan nasional.
Berangkat dari urgensi tersebut, laporan ini mencoba untuk memahami dinamika inovasi berbasis TIK di Indonesia. Hal ini dilakukan dengan melihat pada kondisi awal sebelum hadirnya inovasi berbasis TIK, bentuk inovasi yang terjadi, serta dampak yang ditimbulkan. Temuan-temuan yang didapatkan akan menjadi dasar untuk memformulasikan peluang, tantangan, dan agenda perubahan untuk menyikapi dinamika tersebut. Dengan demikian, studi ini diharapkan dapat memberi kontribusi signifikan untuk pemerintah serta aktor terkait lainnya agar dinamika inovasi digital di Indonesia dapat dirasakan manfaatnya secara maksimal bagi pembangunan nasional.
Mekanisme rating televisi saat ini tidak mampu menangkap aspirasi penonton. Rating saat ini seked... more Mekanisme rating televisi saat ini tidak mampu menangkap aspirasi penonton. Rating saat ini sekedar memberi perkiraan jumlah orang yang menonton program TV pada waktu tertentu. Alat ini tidak mampu menyajikan kompleksitas pengalaman menonton TV. Dengan berpegang pada logika rating, para pemain di industri media merancang program dan menentukan harga slot iklan demi mengeruk keuntungan. Hal ini menyebabkan penonton hanya dianggap sebagai konsumen, alih-alih warga. Padahal, televisi bersiaran menggunakan frekuensi milik publik, dan karenanya memikul tanggung jawab untuk melayani kepentingan publik (UU Penyiaran 32/2002 Pasal 3).
Pada tanggal 11 Januari 2017 CIPG mengadakan peluncuran penelitian dalam bentuk pameran dan diskusi publik di Perpustakaan Nasional, Jakarta. Salah satu isu yang dibawa dalam acara tersebut menawarkan gagasan Crowd-r@ting. Crowd-r@ting merupakan inisiatif kolektif yang memungkinkan warga menyampaikan umpan balik langsung berupa penilaian (rating) dan ulasan tentang kualitas program televisi. Crowd-r@ting berjalan dengan semangat untuk mengembalikan posisi penonton sebagai warga yang berdaulat. Demikian, inisiatif ini hendak mengubah wajah industri media dengan menempatkan penonton sebagai penentu wajah penyiaran di Indonesia.
English
Crowd-r@ting: In search of alternative rating in Indonesia
The current TV-rating mechani... more English
Crowd-r@ting: In search of alternative rating in Indonesia
The current TV-rating mechanism is incapable of capturing feedback from the audience. As a traffic counter, it lacks the tool to assess the complexity of TV-viewing. There is no established feedback mechanism that is able to represent audience’s opinions or criticisms. This results in the audience being seen merely as a consumer, as the traffic counting is influencing pricing strategy for advertisement in TV programmes. This is not in line with the nature of television that broadcast using public-owned frequency, which bears responsibility for television to be the public guardian.
Learning from Rapotivi and using the power of new technologies, this research proposes the idea of Crowd-r@ting. Crowd-r@ting is a collective initiative that allows the public to provide live feedback in the form of ratings and reviews about the quality of the television programmes. Crowd-r@ting will inject the spirit of putting back audience as a rightful citizen. Thus, it aims to change the powerplay in landscape of the media industry in Indonesia.
Bahasa Indonesia
Crowd-r@ting: Mencari Model Rating Publik untuk Penyiaran di Indonesia
Mekanisme rating televisi saat ini tidak mampu menangkap aspirasi penonton. Rating saat ini sekedar memberi perkiraan jumlah orang yang menonton program TV pada waktu tertentu. Alat ini tidak mampu menyajikan kompleksitas pengalaman menonton TV. Dengan berpegang pada logika rating, para pemain di industri media merancang program dan menentukan harga slot iklan demi mengeruk keuntungan. Hal ini menyebabkan penonton hanya dianggap sebagai konsumen, alih-alih warga. Padahal, televisi bersiaran menggunakan frekuensi milik publik, dan karenanya memikul tanggung jawab untuk melayani kepentingan publik (UU Penyiaran 32/2002 Pasal 3).
Bertolak dari studi kasus Rapotivi, riste ini menawarkan gagasan Crowd-r@ting. Crowd-r@ting merupakan inisiatif kolektif yang memungkinkan warga menyampaikan umpan balik langsung berupa penilaian (rating) dan ulasan tentang kualitas program televisi. Crowd-r@ting berjalan dengan semangat untuk mengembalikan posisi penonton sebagai warga yang berdaulat. Demikian, inisiatif ini hendak mengubah wajah industri media dengan menempatkan penonton sebagai penentu wajah penyiaran di Indonesia.
Uploads
Books and Reports by Centre for Innovation Policy and Governance (CIPG)
In capturing the digital transformation efforts in Indonesia, this report adopts the World Bank's framework (2016) on the stages of digital transformation. The World Bank states that a country's progress in digital transformation can be seen through the interaction between digital technology and three analog complements: regulatory framework, human capital capacity, and institutional framework. In addition, the report also assesses the progress of digital transformation from digital safeguards components. To get an overview of Indonesia's position on a global scale, the report also looks at digital transformation in three other countries: Nigeria, Turkey, and Vietnam.
Dalam memotret upaya transformasi digital di Indonesia, laporan ini mengadopsi kerangka kerja Bank Dunia (2016) tentang tahapan transformasi digital. Bank Dunia menyatakan bahwa kemajuan transformasi digital di suatu negara dapat dilihat dari interaksi antara teknologi digital dengan tiga komplemen analog, yaitu: kerangka regulasi (regulations), kapasitas SDM (human capital), dan kerangka kelembagaan (institutions). Selain itu, laporan ini turut menilai kemajuan transformasi digital dari komponen pengamanan digital (digital safeguards). Untuk mendapatkan gambaran atas posisi Indonesia di tataran global, laporan ini juga melihat transformasi digital di tiga negara lain: Nigeria, Turki, dan Vietnam.
Given the important role of data in public services, the Center for Innovation Policy and Governance (CIPG) and the TIFA Foundation conducted research on two main public service sectors that were heavily affected by the Covid-19 pandemic, namely health and education, particularly in 5 types of public services, namely: (1) burden of health services, (2) contact tracing, (3) vaccination, (4) internet data assistance for distance learning, and (5) school re-opening for face-to-face learning.
Through case studies at the national level (Indonesia), province-level (West Java), and city/district level (Pontianak City), this research reveals that health sector data governance practices are not sufficient to achieve optimal public services during the pandemic. On the other hand, the complexity of data governance hinders the central and regional governments from providing quality public service.
Digital transformation in public services in Indonesia cannot be separated from the important role of data. Effective and efficient public services, from planning, and implementation to service evaluation, rely on accurate data. The ability to carry out actual analysis from various data sources is key for the government in responding to requests, risks, and problems in a precise and timely manner – especially during the Covid-19 pandemic.
Given the important role of data in public services, the Center for Innovation Policy and Governance (CIPG) and the TIFA Foundation conducted research on two main public service sectors that were heavily affected by the Covid-19 pandemic, namely health and education, particularly in 5 types of public services, namely: (1) burden of health services, (2) contact tracing, (3) vaccination, (4) internet data assistance for distance learning, and (5) school re-opening for face-to-face learning.
Through case studies at the national level (Indonesia), province-level (West Java), and city/district level (Pontianak City), this research reveals that health sector data governance practices are not sufficient to achieve optimal public services during the pandemic. On the other hand, the complexity of data governance hinders the central and regional governments from providing quality public service.
Transformasi digital dalam pelayanan publik di Indonesia tidak dapat dipisahkan dari peran penting data. Pelayanan publik yang efektif dan efisien, mulai dari segi perencanaan, implementasi hingga evaluasi layanan, mengandalkan data yang akurat. Kemampuan untuk melakukan analisis aktual dari berbagai sumber data menjadi kunci bagi pemerintah dalam merespons permintaan, risiko, dan masalah secara jitu dan tepat waktu –terlebih pada masa pandemi Covid-19.
Mengingat peran penting data dalam pelayanan publik, Centre for Innovation Policy and Governance (CIPG) dan Yayasan TIFA melakukan riset pada dua sektor utama layanan publik yang sangat terpengaruh oleh pandemi Covid-19, yaitu kesehatan dan pendidikan, khususnya pada 5 jenis layanan publik yaitu: (1) beban layanan kesehatan, (2) penelusuran kontak, (3) vaksinasi, (4) bantuan kuota internet untuk pembelajaran jarak jauh, dan (5) pembukaan sekolah untuk pertemuan tatap muka.
Melalui studi kasus pada tingkat nasional (Indonesia), tingkat provinsi (Jawa Barat), dan tingkat kota/kabupaten (Kota Pontianak), riset ini mengungkap bahwa praktik tata kelola data sektor kesehatan belum memadai untuk mewujudkan pelayanan publik yang optimal selama pandemi. Di sisi lain, pelayanan publik sendiri merupakan upaya negara memenuhi hak warga. Ketika pelayanan publik ditopang oleh tata kelola data yang belum memadai, warga pun kesulitan mengakses layanan publik yang menjadi haknya.
Transformasi digital dalam pelayanan publik di Indonesia tidak dapat dipisahkan dari peran penting data. Pelayanan publik yang efektif dan efisien, mulai dari segi perencanaan, implementasi hingga evaluasi layanan, mengandalkan data yang akurat. Kemampuan untuk melakukan analisis aktual dari berbagai sumber data menjadi kunci bagi pemerintah dalam merespons permintaan, risiko, dan masalah secara jitu dan tepat waktu –terlebih pada masa pandemi Covid-19.
Mengingat peran penting data dalam pelayanan publik, Centre for Innovation Policy and Governance (CIPG) dan Yayasan TIFA melakukan riset pada dua sektor utama layanan publik yang sangat terpengaruh oleh pandemi Covid-19, yaitu kesehatan dan pendidikan, khususnya pada 5 jenis layanan publik yaitu: (1) beban layanan kesehatan, (2) penelusuran kontak, (3) vaksinasi, (4) bantuan kuota internet untuk pembelajaran jarak jauh, dan (5) pembukaan sekolah untuk pertemuan tatap muka.
Melalui studi kasus pada tingkat nasional (Indonesia), tingkat provinsi (Jawa Barat), dan tingkat kota/kabupaten (Kota Pontianak), riset ini mengungkap bahwa praktik tata kelola data sektor kesehatan belum memadai untuk mewujudkan pelayanan publik yang optimal selama pandemi. Di sisi lain, pelayanan publik sendiri merupakan upaya negara memenuhi hak warga. Ketika pelayanan publik ditopang oleh tata kelola data yang belum memadai, warga pun kesulitan mengakses layanan publik yang menjadi haknya.
Dalam UU CK, aspek ilmu pengetahuan & teknologi (iptek), riset, dan inovasi ditemukan dalam 29 pasal yang tersebar dalam 10 bab. Ini mencakup 7 pasal baru, sementara 22 pasal yang lain adalah perubahan dari peraturan yang ada.
Implikasi dari 29 pasal tersebut dapat dipetakan ke dalam 6 isu berikut: kedudukan dan peran iptek; peran aktor, pendanaan/insentif; aktivitas dan luaran penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan (litbangjirap); penambahan klausul pada aturan turunan; dan
perubahan persyaratan teknis menjadi administratif.
Salah satu implikasi yang dominan adalah terkait perubahan persyaratan teknis menjadi administratif. Studi ini merekomendasikan perlunya pemerintah mengkaji ulang dampak dari UU CK dan memperhatikan keenam isu di atas dalam penyusunan peraturan turunannya. Hal ini untuk memastikan agar kemudahan berusaha tidak mengorbankan standar mutu dan keamanan kerja.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengumpulkan dan melaporkan data yang orisinal mengenai sistem penelitian ilmu sosial, untuk memberi pertimbangan bagi kebijakan riset dan program pengembangan kapasitas pada tingkat nasional. Lebih penting lagi, kajian ini bertujuan mengangkat aspek-aspek yang membutuhkan perhatian para regulator, pembuat kebijakan, komunitas sains, dan donor potensial, serta memastikan tindakan dan reformasi yang didasarkan pada pengetahuan kontekstual mengenai situasi lokal.
Laporan ini disusun oleh Centre for Innovation Policy and Governance (CIPG) dengan dukungan dari Global Development Network (GDN)
Laporan ini berisi analisis pembelajaran yang CIPG dapatkan selama menjalani kegiatan tersebut dari Agustus 2017 hingga Agustus 2019. Bersama dengan Active Society Institute (AcSI) Makassar, Yayasan Masyarakat untuk Perempuan (Maupe) Maros, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Sumbawa, Komunitas Pasirputih, Yayasan Amnaut Bife “Kuan” (Yabiku), dan Yayasan Wali Ati (Yasalti), CIPG belajar bahwa OMS mampu menjadi jembatan antara kelompok marginal dengan pembuat kebijakan.
This report contains learning analyses by CIPG while undertaking the aforementioned programme between August 2017 until August 2019. Together with the Active Society Institute (AcSI) Makassar, Indigenous People’s Alliance of the Archipelago (AMANAliansi Masyarakat Adat Nusantara) in Sumbawa, the Pasirputih Community, Society for Women Foundation (Maupe-Yayasan Masyarakat untuk Perempuan) Maros, the Amnaut Bife “Kuan” Foundation (Yabiku-Yayasan Amnaut Bife “Kuan”), and The Wali Ati Foundation (Yasalti-Yayasan Wali Ati), CIPG learned that CSOs are capable as a bridge between marginalised communities and policymaking.
menyeluruh pada setiap aspek yang berpengaruh. Partisipasi publik merupakan prasyarat absolut untuk memastikan proses tersebut berjalan secara inklusif. Maka, perumusan kebijakan publik berbasis bukti, terutama dalam konteks lokal, perlu didorong dengan mendasarkan pertama-tama pada pengetahuan lokal oleh para aktor lokal.
Walaupun demikian, warga, khususnya yang terpinggirkan, tampak kesulitan untuk berpatisipasi dalam proses pengambilan kebijakan publik.Tidak jarang, suara mereka disisihkan karena dianggap tidak cukup kuat. Kehadiran organisasi masyarakat sipil, dalam hal ini, sangat penting dalam membantu menyuarakan kepentingan kelompok terpinggirkan ini. Pun, hal ini bukan tanpa persoalan. Organisasi-organisasi tersebut juga memiliki
berbagai keterbatasan perihal tata organisasi mereka, termasuk dalam hal kapasitas. Satu hal yang berpengaruh dalam usaha mereka menyuarakan kepentingan kelompok marginal terdapat pada absennya data yang memadai serta kemampuan menganalisis secara sistematis, sehingga kredibilitas hasil kerja organisasi-organisasi tersebut kerap dipertanyakan.
Beranjak dari hal itulah, CIPG melalui program VOICE merancang sebuah program untuk meningkatkan kapasitas dan kredibilitas organisasi masyarakat sipil demi menyokong advokasi yang bersandar pada bukti. Harapannya, melalui pembekalan melakukan riset kritis secara metodologis, organisasi-organisasi tersebut dapat menyuarakan kepentingan kelompok marginal dengan penyajian yang runtut dan berlandaskan pada bukti sahih.
Melalui modul ini diharapkan, para manajer dapat memperoleh pengetahuan, panduan dan informasi yang mudah dipahami dan dapat diaplikasikan. Panduan ini diharapkan dapat menjadi langkah awal untuk mendukung agenda pembenahan tata kelola pendanaan riset bisa terus bergulir sehingga terjadi peningkatan produktivitas riset secara berkelanjutan.
Dengan berbagai dinamika ini, wajar jika banyak pihak yang mulai bertanya-tanya tentang inovasi dan perubahan-perubahan yang dibawanya. Darimana inovasi-inovasi ini muncul? Apakah kemunculan inovasi selalu dapat bersanding guyub untuk hidup bersama dengan masyarakat? Jika tidak, apakah ini berarti bahwa para inovator telah gagal menciptakan inovasi yang mampu menjawab ekspektasi masyarakat? Ataukah justru keadaan ini menunjukkan betapa gagapnya masyarakat untuk hidup bersama dengan inovasi? Jika memang masyarakat gagap, lalu “kejutan” apalagi yang akan dibawa oleh inovasi inovasi ini? Bagaimana kemudian masyarakat harus bersikap? Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, CIPG melakukan kajian terhadap beberapa inovasi yang selama ini telah “hidup bersama” dengan masyarakat. Secara keseluruhan, kami membahas sembilan studi kasus:
1. Media sosial
2. Coworking space
3. Transportasi dalam jaringan (daring)
4. Revolusi Industri 4.0
5. Teknologi finansial
6. E-dagang
7. Kota pintar
8. Open data, open government
9. Inovasi di bidang linkungan
Dengan melakukan studi pustaka, kami melakukan analisis tentang kelahiran inovasi-inovasi tersebut. Seperti yang kita tahu, inovasi tidak secara tiba-tiba “turun dari langit”, banyak faktor yang memengaruhi dinamika kehadiran inovasi di tengah masyarakat. Pada penelitian ini, kami membagi faktor-faktor yang memengaruhi kelahiran inovasi menjadi empat bagian, yaitu teknologi, ekonomi, politik, dan lingkungan.
The goal of this study is to understand the potential benefits and drawbacks of using ICT system to communicate emergency reports and disaster risk reduction (DRR) information. We focus on a particular application, AtmaGo, which was launched in Indonesia in 2015. Developed with the concept of crowdsourcing, AtmaGo enables their users to share real-time disaster related information such as reports of fires and floods, as well as to spread DRR information such as how to prepare for and prevent disaster. Particularly in Jakarta area, AtmaGo also provides alerts from government sources directly to users via mobile app.
This research aims to better estimate the potential impact of AtmaGo in improving disaster preparedness and response in Indonesia. We surveyed users and non-users of AtmaGo in five neighborhoods in the Greater Jakarta area: Penjaringan, Halim, Bekasi, Bojong Gede and Kampung Melayu. Specifically, this research seeks to improve our understanding of: 1) how people get emergency warnings and DRR information, 2) whether AtmaGo can provide these warnings in an actionable way, and 3) the potential benefits of successful warning systems in terms of avoided damages as well as prevention of mortality and morbidity.
Indonesia kini sedang mengalami proses transformasi menuju masyarakat yang berorientasi digital. Hal ini didorong oleh perkemban Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) yang sangat signifikan, jauh lebih cepat dari yang dapat dibayangkan sebelumnya. Hadirnya TIK telah berperan besar sebagai katalis inovasi dan mengubah lanskap di berbagai sektor. Tidak hanya itu keberadaan TIK memiliki dampak yang besar dalam mentransformasi kehidupan masyarakat Indonesia, baik itu positif ataupun negatif.
Perkembangan inovasi digital di Indonesia yang cepat dan dinamis adalah sebuah keniscayaan. Kunci utamanya adalah bagaimana aktor-aktor terkait (pemerintah, swasta, masyarakat, dan akademisi) dapat melihat dinamika ini sebagai sebuah inovasi yang akan berpotensi menjadi katalis percepatan pembangunan nasional. Oleh karena itu, penting untuk memahami kondisi terkini inovasi digital yang terjadi di Indonesia, termasuk implikasi yang ditimbulkan oleh inovasi tersebut. Wawasan yang komprehensif ini akan membantu berbagai pihak untuk merangkai benang merah (connecting the dots) dari inovasi digital di Indonesia serta implikasinya terhadap pembangunan. Dengan demikian, hal ini akan memacu para aktor kunci untuk dapat berperan sesuai kapasitasnya masing-masing serta mendorong formulasi kebijakan dan tata kelola yang lebih baik sehingga dapat memberikan dampak yang signifikan bagi pembangunan nasional.
Berangkat dari urgensi tersebut, laporan ini mencoba untuk memahami dinamika inovasi berbasis TIK di Indonesia. Hal ini dilakukan dengan melihat pada kondisi awal sebelum hadirnya inovasi berbasis TIK, bentuk inovasi yang terjadi, serta dampak yang ditimbulkan. Temuan-temuan yang didapatkan akan menjadi dasar untuk memformulasikan peluang, tantangan, dan agenda perubahan untuk menyikapi dinamika tersebut. Dengan demikian, studi ini diharapkan dapat memberi kontribusi signifikan untuk pemerintah serta aktor terkait lainnya agar dinamika inovasi digital di Indonesia dapat dirasakan manfaatnya secara maksimal bagi pembangunan nasional.
Pada tanggal 11 Januari 2017 CIPG mengadakan peluncuran penelitian dalam bentuk pameran dan diskusi publik di Perpustakaan Nasional, Jakarta. Salah satu isu yang dibawa dalam acara tersebut menawarkan gagasan Crowd-r@ting. Crowd-r@ting merupakan inisiatif kolektif yang memungkinkan warga menyampaikan umpan balik langsung berupa penilaian (rating) dan ulasan tentang kualitas program televisi. Crowd-r@ting berjalan dengan semangat untuk mengembalikan posisi penonton sebagai warga yang berdaulat. Demikian, inisiatif ini hendak mengubah wajah industri media dengan menempatkan penonton sebagai penentu wajah penyiaran di Indonesia.
Crowd-r@ting: In search of alternative rating in Indonesia
The current TV-rating mechanism is incapable of capturing feedback from the audience. As a traffic counter, it lacks the tool to assess the complexity of TV-viewing. There is no established feedback mechanism that is able to represent audience’s opinions or criticisms. This results in the audience being seen merely as a consumer, as the traffic counting is influencing pricing strategy for advertisement in TV programmes. This is not in line with the nature of television that broadcast using public-owned frequency, which bears responsibility for television to be the public guardian.
Learning from Rapotivi and using the power of new technologies, this research proposes the idea of Crowd-r@ting. Crowd-r@ting is a collective initiative that allows the public to provide live feedback in the form of ratings and reviews about the quality of the television programmes. Crowd-r@ting will inject the spirit of putting back audience as a rightful citizen. Thus, it aims to change the powerplay in landscape of the media industry in Indonesia.
Bahasa Indonesia
Crowd-r@ting: Mencari Model Rating Publik untuk Penyiaran di Indonesia
Mekanisme rating televisi saat ini tidak mampu menangkap aspirasi penonton. Rating saat ini sekedar memberi perkiraan jumlah orang yang menonton program TV pada waktu tertentu. Alat ini tidak mampu menyajikan kompleksitas pengalaman menonton TV. Dengan berpegang pada logika rating, para pemain di industri media merancang program dan menentukan harga slot iklan demi mengeruk keuntungan. Hal ini menyebabkan penonton hanya dianggap sebagai konsumen, alih-alih warga. Padahal, televisi bersiaran menggunakan frekuensi milik publik, dan karenanya memikul tanggung jawab untuk melayani kepentingan publik (UU Penyiaran 32/2002 Pasal 3).
Bertolak dari studi kasus Rapotivi, riste ini menawarkan gagasan Crowd-r@ting. Crowd-r@ting merupakan inisiatif kolektif yang memungkinkan warga menyampaikan umpan balik langsung berupa penilaian (rating) dan ulasan tentang kualitas program televisi. Crowd-r@ting berjalan dengan semangat untuk mengembalikan posisi penonton sebagai warga yang berdaulat. Demikian, inisiatif ini hendak mengubah wajah industri media dengan menempatkan penonton sebagai penentu wajah penyiaran di Indonesia.
In capturing the digital transformation efforts in Indonesia, this report adopts the World Bank's framework (2016) on the stages of digital transformation. The World Bank states that a country's progress in digital transformation can be seen through the interaction between digital technology and three analog complements: regulatory framework, human capital capacity, and institutional framework. In addition, the report also assesses the progress of digital transformation from digital safeguards components. To get an overview of Indonesia's position on a global scale, the report also looks at digital transformation in three other countries: Nigeria, Turkey, and Vietnam.
Dalam memotret upaya transformasi digital di Indonesia, laporan ini mengadopsi kerangka kerja Bank Dunia (2016) tentang tahapan transformasi digital. Bank Dunia menyatakan bahwa kemajuan transformasi digital di suatu negara dapat dilihat dari interaksi antara teknologi digital dengan tiga komplemen analog, yaitu: kerangka regulasi (regulations), kapasitas SDM (human capital), dan kerangka kelembagaan (institutions). Selain itu, laporan ini turut menilai kemajuan transformasi digital dari komponen pengamanan digital (digital safeguards). Untuk mendapatkan gambaran atas posisi Indonesia di tataran global, laporan ini juga melihat transformasi digital di tiga negara lain: Nigeria, Turki, dan Vietnam.
Given the important role of data in public services, the Center for Innovation Policy and Governance (CIPG) and the TIFA Foundation conducted research on two main public service sectors that were heavily affected by the Covid-19 pandemic, namely health and education, particularly in 5 types of public services, namely: (1) burden of health services, (2) contact tracing, (3) vaccination, (4) internet data assistance for distance learning, and (5) school re-opening for face-to-face learning.
Through case studies at the national level (Indonesia), province-level (West Java), and city/district level (Pontianak City), this research reveals that health sector data governance practices are not sufficient to achieve optimal public services during the pandemic. On the other hand, the complexity of data governance hinders the central and regional governments from providing quality public service.
Digital transformation in public services in Indonesia cannot be separated from the important role of data. Effective and efficient public services, from planning, and implementation to service evaluation, rely on accurate data. The ability to carry out actual analysis from various data sources is key for the government in responding to requests, risks, and problems in a precise and timely manner – especially during the Covid-19 pandemic.
Given the important role of data in public services, the Center for Innovation Policy and Governance (CIPG) and the TIFA Foundation conducted research on two main public service sectors that were heavily affected by the Covid-19 pandemic, namely health and education, particularly in 5 types of public services, namely: (1) burden of health services, (2) contact tracing, (3) vaccination, (4) internet data assistance for distance learning, and (5) school re-opening for face-to-face learning.
Through case studies at the national level (Indonesia), province-level (West Java), and city/district level (Pontianak City), this research reveals that health sector data governance practices are not sufficient to achieve optimal public services during the pandemic. On the other hand, the complexity of data governance hinders the central and regional governments from providing quality public service.
Transformasi digital dalam pelayanan publik di Indonesia tidak dapat dipisahkan dari peran penting data. Pelayanan publik yang efektif dan efisien, mulai dari segi perencanaan, implementasi hingga evaluasi layanan, mengandalkan data yang akurat. Kemampuan untuk melakukan analisis aktual dari berbagai sumber data menjadi kunci bagi pemerintah dalam merespons permintaan, risiko, dan masalah secara jitu dan tepat waktu –terlebih pada masa pandemi Covid-19.
Mengingat peran penting data dalam pelayanan publik, Centre for Innovation Policy and Governance (CIPG) dan Yayasan TIFA melakukan riset pada dua sektor utama layanan publik yang sangat terpengaruh oleh pandemi Covid-19, yaitu kesehatan dan pendidikan, khususnya pada 5 jenis layanan publik yaitu: (1) beban layanan kesehatan, (2) penelusuran kontak, (3) vaksinasi, (4) bantuan kuota internet untuk pembelajaran jarak jauh, dan (5) pembukaan sekolah untuk pertemuan tatap muka.
Melalui studi kasus pada tingkat nasional (Indonesia), tingkat provinsi (Jawa Barat), dan tingkat kota/kabupaten (Kota Pontianak), riset ini mengungkap bahwa praktik tata kelola data sektor kesehatan belum memadai untuk mewujudkan pelayanan publik yang optimal selama pandemi. Di sisi lain, pelayanan publik sendiri merupakan upaya negara memenuhi hak warga. Ketika pelayanan publik ditopang oleh tata kelola data yang belum memadai, warga pun kesulitan mengakses layanan publik yang menjadi haknya.
Transformasi digital dalam pelayanan publik di Indonesia tidak dapat dipisahkan dari peran penting data. Pelayanan publik yang efektif dan efisien, mulai dari segi perencanaan, implementasi hingga evaluasi layanan, mengandalkan data yang akurat. Kemampuan untuk melakukan analisis aktual dari berbagai sumber data menjadi kunci bagi pemerintah dalam merespons permintaan, risiko, dan masalah secara jitu dan tepat waktu –terlebih pada masa pandemi Covid-19.
Mengingat peran penting data dalam pelayanan publik, Centre for Innovation Policy and Governance (CIPG) dan Yayasan TIFA melakukan riset pada dua sektor utama layanan publik yang sangat terpengaruh oleh pandemi Covid-19, yaitu kesehatan dan pendidikan, khususnya pada 5 jenis layanan publik yaitu: (1) beban layanan kesehatan, (2) penelusuran kontak, (3) vaksinasi, (4) bantuan kuota internet untuk pembelajaran jarak jauh, dan (5) pembukaan sekolah untuk pertemuan tatap muka.
Melalui studi kasus pada tingkat nasional (Indonesia), tingkat provinsi (Jawa Barat), dan tingkat kota/kabupaten (Kota Pontianak), riset ini mengungkap bahwa praktik tata kelola data sektor kesehatan belum memadai untuk mewujudkan pelayanan publik yang optimal selama pandemi. Di sisi lain, pelayanan publik sendiri merupakan upaya negara memenuhi hak warga. Ketika pelayanan publik ditopang oleh tata kelola data yang belum memadai, warga pun kesulitan mengakses layanan publik yang menjadi haknya.
Dalam UU CK, aspek ilmu pengetahuan & teknologi (iptek), riset, dan inovasi ditemukan dalam 29 pasal yang tersebar dalam 10 bab. Ini mencakup 7 pasal baru, sementara 22 pasal yang lain adalah perubahan dari peraturan yang ada.
Implikasi dari 29 pasal tersebut dapat dipetakan ke dalam 6 isu berikut: kedudukan dan peran iptek; peran aktor, pendanaan/insentif; aktivitas dan luaran penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan (litbangjirap); penambahan klausul pada aturan turunan; dan
perubahan persyaratan teknis menjadi administratif.
Salah satu implikasi yang dominan adalah terkait perubahan persyaratan teknis menjadi administratif. Studi ini merekomendasikan perlunya pemerintah mengkaji ulang dampak dari UU CK dan memperhatikan keenam isu di atas dalam penyusunan peraturan turunannya. Hal ini untuk memastikan agar kemudahan berusaha tidak mengorbankan standar mutu dan keamanan kerja.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengumpulkan dan melaporkan data yang orisinal mengenai sistem penelitian ilmu sosial, untuk memberi pertimbangan bagi kebijakan riset dan program pengembangan kapasitas pada tingkat nasional. Lebih penting lagi, kajian ini bertujuan mengangkat aspek-aspek yang membutuhkan perhatian para regulator, pembuat kebijakan, komunitas sains, dan donor potensial, serta memastikan tindakan dan reformasi yang didasarkan pada pengetahuan kontekstual mengenai situasi lokal.
Laporan ini disusun oleh Centre for Innovation Policy and Governance (CIPG) dengan dukungan dari Global Development Network (GDN)
Laporan ini berisi analisis pembelajaran yang CIPG dapatkan selama menjalani kegiatan tersebut dari Agustus 2017 hingga Agustus 2019. Bersama dengan Active Society Institute (AcSI) Makassar, Yayasan Masyarakat untuk Perempuan (Maupe) Maros, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Sumbawa, Komunitas Pasirputih, Yayasan Amnaut Bife “Kuan” (Yabiku), dan Yayasan Wali Ati (Yasalti), CIPG belajar bahwa OMS mampu menjadi jembatan antara kelompok marginal dengan pembuat kebijakan.
This report contains learning analyses by CIPG while undertaking the aforementioned programme between August 2017 until August 2019. Together with the Active Society Institute (AcSI) Makassar, Indigenous People’s Alliance of the Archipelago (AMANAliansi Masyarakat Adat Nusantara) in Sumbawa, the Pasirputih Community, Society for Women Foundation (Maupe-Yayasan Masyarakat untuk Perempuan) Maros, the Amnaut Bife “Kuan” Foundation (Yabiku-Yayasan Amnaut Bife “Kuan”), and The Wali Ati Foundation (Yasalti-Yayasan Wali Ati), CIPG learned that CSOs are capable as a bridge between marginalised communities and policymaking.
menyeluruh pada setiap aspek yang berpengaruh. Partisipasi publik merupakan prasyarat absolut untuk memastikan proses tersebut berjalan secara inklusif. Maka, perumusan kebijakan publik berbasis bukti, terutama dalam konteks lokal, perlu didorong dengan mendasarkan pertama-tama pada pengetahuan lokal oleh para aktor lokal.
Walaupun demikian, warga, khususnya yang terpinggirkan, tampak kesulitan untuk berpatisipasi dalam proses pengambilan kebijakan publik.Tidak jarang, suara mereka disisihkan karena dianggap tidak cukup kuat. Kehadiran organisasi masyarakat sipil, dalam hal ini, sangat penting dalam membantu menyuarakan kepentingan kelompok terpinggirkan ini. Pun, hal ini bukan tanpa persoalan. Organisasi-organisasi tersebut juga memiliki
berbagai keterbatasan perihal tata organisasi mereka, termasuk dalam hal kapasitas. Satu hal yang berpengaruh dalam usaha mereka menyuarakan kepentingan kelompok marginal terdapat pada absennya data yang memadai serta kemampuan menganalisis secara sistematis, sehingga kredibilitas hasil kerja organisasi-organisasi tersebut kerap dipertanyakan.
Beranjak dari hal itulah, CIPG melalui program VOICE merancang sebuah program untuk meningkatkan kapasitas dan kredibilitas organisasi masyarakat sipil demi menyokong advokasi yang bersandar pada bukti. Harapannya, melalui pembekalan melakukan riset kritis secara metodologis, organisasi-organisasi tersebut dapat menyuarakan kepentingan kelompok marginal dengan penyajian yang runtut dan berlandaskan pada bukti sahih.
Melalui modul ini diharapkan, para manajer dapat memperoleh pengetahuan, panduan dan informasi yang mudah dipahami dan dapat diaplikasikan. Panduan ini diharapkan dapat menjadi langkah awal untuk mendukung agenda pembenahan tata kelola pendanaan riset bisa terus bergulir sehingga terjadi peningkatan produktivitas riset secara berkelanjutan.
Dengan berbagai dinamika ini, wajar jika banyak pihak yang mulai bertanya-tanya tentang inovasi dan perubahan-perubahan yang dibawanya. Darimana inovasi-inovasi ini muncul? Apakah kemunculan inovasi selalu dapat bersanding guyub untuk hidup bersama dengan masyarakat? Jika tidak, apakah ini berarti bahwa para inovator telah gagal menciptakan inovasi yang mampu menjawab ekspektasi masyarakat? Ataukah justru keadaan ini menunjukkan betapa gagapnya masyarakat untuk hidup bersama dengan inovasi? Jika memang masyarakat gagap, lalu “kejutan” apalagi yang akan dibawa oleh inovasi inovasi ini? Bagaimana kemudian masyarakat harus bersikap? Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, CIPG melakukan kajian terhadap beberapa inovasi yang selama ini telah “hidup bersama” dengan masyarakat. Secara keseluruhan, kami membahas sembilan studi kasus:
1. Media sosial
2. Coworking space
3. Transportasi dalam jaringan (daring)
4. Revolusi Industri 4.0
5. Teknologi finansial
6. E-dagang
7. Kota pintar
8. Open data, open government
9. Inovasi di bidang linkungan
Dengan melakukan studi pustaka, kami melakukan analisis tentang kelahiran inovasi-inovasi tersebut. Seperti yang kita tahu, inovasi tidak secara tiba-tiba “turun dari langit”, banyak faktor yang memengaruhi dinamika kehadiran inovasi di tengah masyarakat. Pada penelitian ini, kami membagi faktor-faktor yang memengaruhi kelahiran inovasi menjadi empat bagian, yaitu teknologi, ekonomi, politik, dan lingkungan.
The goal of this study is to understand the potential benefits and drawbacks of using ICT system to communicate emergency reports and disaster risk reduction (DRR) information. We focus on a particular application, AtmaGo, which was launched in Indonesia in 2015. Developed with the concept of crowdsourcing, AtmaGo enables their users to share real-time disaster related information such as reports of fires and floods, as well as to spread DRR information such as how to prepare for and prevent disaster. Particularly in Jakarta area, AtmaGo also provides alerts from government sources directly to users via mobile app.
This research aims to better estimate the potential impact of AtmaGo in improving disaster preparedness and response in Indonesia. We surveyed users and non-users of AtmaGo in five neighborhoods in the Greater Jakarta area: Penjaringan, Halim, Bekasi, Bojong Gede and Kampung Melayu. Specifically, this research seeks to improve our understanding of: 1) how people get emergency warnings and DRR information, 2) whether AtmaGo can provide these warnings in an actionable way, and 3) the potential benefits of successful warning systems in terms of avoided damages as well as prevention of mortality and morbidity.
Indonesia kini sedang mengalami proses transformasi menuju masyarakat yang berorientasi digital. Hal ini didorong oleh perkemban Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) yang sangat signifikan, jauh lebih cepat dari yang dapat dibayangkan sebelumnya. Hadirnya TIK telah berperan besar sebagai katalis inovasi dan mengubah lanskap di berbagai sektor. Tidak hanya itu keberadaan TIK memiliki dampak yang besar dalam mentransformasi kehidupan masyarakat Indonesia, baik itu positif ataupun negatif.
Perkembangan inovasi digital di Indonesia yang cepat dan dinamis adalah sebuah keniscayaan. Kunci utamanya adalah bagaimana aktor-aktor terkait (pemerintah, swasta, masyarakat, dan akademisi) dapat melihat dinamika ini sebagai sebuah inovasi yang akan berpotensi menjadi katalis percepatan pembangunan nasional. Oleh karena itu, penting untuk memahami kondisi terkini inovasi digital yang terjadi di Indonesia, termasuk implikasi yang ditimbulkan oleh inovasi tersebut. Wawasan yang komprehensif ini akan membantu berbagai pihak untuk merangkai benang merah (connecting the dots) dari inovasi digital di Indonesia serta implikasinya terhadap pembangunan. Dengan demikian, hal ini akan memacu para aktor kunci untuk dapat berperan sesuai kapasitasnya masing-masing serta mendorong formulasi kebijakan dan tata kelola yang lebih baik sehingga dapat memberikan dampak yang signifikan bagi pembangunan nasional.
Berangkat dari urgensi tersebut, laporan ini mencoba untuk memahami dinamika inovasi berbasis TIK di Indonesia. Hal ini dilakukan dengan melihat pada kondisi awal sebelum hadirnya inovasi berbasis TIK, bentuk inovasi yang terjadi, serta dampak yang ditimbulkan. Temuan-temuan yang didapatkan akan menjadi dasar untuk memformulasikan peluang, tantangan, dan agenda perubahan untuk menyikapi dinamika tersebut. Dengan demikian, studi ini diharapkan dapat memberi kontribusi signifikan untuk pemerintah serta aktor terkait lainnya agar dinamika inovasi digital di Indonesia dapat dirasakan manfaatnya secara maksimal bagi pembangunan nasional.
Pada tanggal 11 Januari 2017 CIPG mengadakan peluncuran penelitian dalam bentuk pameran dan diskusi publik di Perpustakaan Nasional, Jakarta. Salah satu isu yang dibawa dalam acara tersebut menawarkan gagasan Crowd-r@ting. Crowd-r@ting merupakan inisiatif kolektif yang memungkinkan warga menyampaikan umpan balik langsung berupa penilaian (rating) dan ulasan tentang kualitas program televisi. Crowd-r@ting berjalan dengan semangat untuk mengembalikan posisi penonton sebagai warga yang berdaulat. Demikian, inisiatif ini hendak mengubah wajah industri media dengan menempatkan penonton sebagai penentu wajah penyiaran di Indonesia.
Crowd-r@ting: In search of alternative rating in Indonesia
The current TV-rating mechanism is incapable of capturing feedback from the audience. As a traffic counter, it lacks the tool to assess the complexity of TV-viewing. There is no established feedback mechanism that is able to represent audience’s opinions or criticisms. This results in the audience being seen merely as a consumer, as the traffic counting is influencing pricing strategy for advertisement in TV programmes. This is not in line with the nature of television that broadcast using public-owned frequency, which bears responsibility for television to be the public guardian.
Learning from Rapotivi and using the power of new technologies, this research proposes the idea of Crowd-r@ting. Crowd-r@ting is a collective initiative that allows the public to provide live feedback in the form of ratings and reviews about the quality of the television programmes. Crowd-r@ting will inject the spirit of putting back audience as a rightful citizen. Thus, it aims to change the powerplay in landscape of the media industry in Indonesia.
Bahasa Indonesia
Crowd-r@ting: Mencari Model Rating Publik untuk Penyiaran di Indonesia
Mekanisme rating televisi saat ini tidak mampu menangkap aspirasi penonton. Rating saat ini sekedar memberi perkiraan jumlah orang yang menonton program TV pada waktu tertentu. Alat ini tidak mampu menyajikan kompleksitas pengalaman menonton TV. Dengan berpegang pada logika rating, para pemain di industri media merancang program dan menentukan harga slot iklan demi mengeruk keuntungan. Hal ini menyebabkan penonton hanya dianggap sebagai konsumen, alih-alih warga. Padahal, televisi bersiaran menggunakan frekuensi milik publik, dan karenanya memikul tanggung jawab untuk melayani kepentingan publik (UU Penyiaran 32/2002 Pasal 3).
Bertolak dari studi kasus Rapotivi, riste ini menawarkan gagasan Crowd-r@ting. Crowd-r@ting merupakan inisiatif kolektif yang memungkinkan warga menyampaikan umpan balik langsung berupa penilaian (rating) dan ulasan tentang kualitas program televisi. Crowd-r@ting berjalan dengan semangat untuk mengembalikan posisi penonton sebagai warga yang berdaulat. Demikian, inisiatif ini hendak mengubah wajah industri media dengan menempatkan penonton sebagai penentu wajah penyiaran di Indonesia.
Penelitian dilakukan dengan mengambil LAPOR! sebagai studi kasus tingkat nasional dan 3 studi kasus tingkat daerah, yaitu; Kabupaten Indramayu, Kabupaten Indragiri Hulu dan Kabupaten Bojonegoro. Berikut adalah kertas kebijakan yang kami susun berdasarkan riset yang kami lakukan sebagai bentuk rekomendasi kepada para pemangku kepentingan.
Bersamaan dengan evaluasi untuk perpanjangan IPP bagi 10 stasiun TV swasta ini, CIPG memandang bahwa proses revisi UU No. 32/2002 tentang Penyiaran sekaligus merupakan momentum bagi perbaikan tata kelola penyiaran di Indonesia. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini pula CIPG mendorong KPI untuk:
Bersikap lebih transparan dalam tata kelola frekuensi publik di Indonesia
Memperjelas mekanisme pemberian sanksi bagi para pelanggar
Bersama Kominfo menjamin akses informasi bagi seluruh warga Indonesia, termasuk adalah memastikan setiap warga negara mendapatkan informasi dan konten yang berkualitas
This study defines and maps existing Indonesian with a potential or are already informing policymaking. The study includes a survey on Indonesian scholars and their preference in journal-writing. This study was written by Inaya Rakhmani and CIPG’s Executive Director, Fajri Siregar, together with Melia Halim.
Bahasa Indonesia.
Dokumen ini memetakan potensi jurnal ilmiah di Indonesia untuk dirujuk dalam proses pembuatan kebijakan. Kajian ini mencakup sebuah survei terhadap akademisi Indonesia (di dalam dan luar negeri) dan preferensi mereka dalam menerbitkan artikel jurnal. Inaya Rakhmani, Fajri Siregar (Direktur Eksekutif CIPG) dan Melia Halim menyusun laporan ini.
Usulan ini telah diterima oleh Kominfo, melalui Ditjen Aptika, pada tanggal 10 Maret 2016 untuk menjadi materi pertimbangan bagi Kominfo. Karena bersifat usulan, maka dokumen ini dapat diadopsi seluruhnya, diadopsi sebagian, ataupun tidak diadopsi sama sekali oleh Kominfo. Meskipun demikian, diharapkan usulan ini dapat menjadi momentum bagi perbaikan tata kelola Internet di Indonesia.
Salah satu isu yang dibawa dalam acara tersebut adalah upaya menata penyiaran Indonesia dan juga pengenalan lembaga penyiaran komunitas lebih dekat ke khalayak umum.
Salah satu isu yang dibawa dalam acara tersebut adalah upaya menata penyiaran Indonesia dan juga pengenalan lembaga penyiaran komunitas lebih dekat ke khalayak umum.
Centre for Innovation Policy and Governance (CIPG) mengadakan penyampaian hasil kajian kami serta diskusi publik mengenai isu-isu penting berkaitan dengan dampak UU Cipta Kerja pada iptek, riset, dan inovasi. Hasil kajian dan diskusi akan membahas isu seputar posisi dan kedudukan iptek, peran para aktor, pendanaan atau insentif iptek, aktivitas dan luaran litbangjirap (penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan), penambahan klausul pada aturan turunan di sektor ini, serta perubahan persyaratan teknis menjadi persyaratan administratif.
IPG Talks: Iptek, Riset, dan Inovasi dalam UU CipKer
Selasa, 24 November 2020
16.00-17.30 WIB
Moderator:
Sofie Syarief - Jurnalis KompasTV
Pembicara:
Irsan Pawennei - Co-Founder & Advisor CIPG
Penanggap:
1. Berry Juliandi - Sekretaris Jenderal Akademi Ilmuwan Muda Indonesia (ALMI)/Dosen Departemen Biologi IPB
2. Gita Putri Damayana - Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK)
3. Yanuar Nugroho - Co-Founder & Advisor CIPG