Procvol1 PDF

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 485

Electrical Power, Electronics, Communications,

Controls & Informatics International Seminar


(EECCIS) 2012

Hall of Engineering Faculty, Brawijaya University


Malang, May 30-31, 2012

Proceedings
Volume I:
Electrical Power
Electronics
Telecommunications

Organized by:
Department of Electrical Engineering
Brawijaya University
Indonesia
PUBLISHED BY:
Department of Electrical Engineering
Faculty of Engineering
Brawijaya University
eeccis@ub.ac.id

LAYOUT EDITOR
COORDINATOR
Wijono

MEMBERS
Angger Abdul Razak
Eka Maulana
Renie Febriyanti
Marina Dicarara
Firman Triyanto
Fahad Arwani
Erny Anugrahany

All papers in this book have been selected by the reviewers and technical committee.
All authors have signed the copyright declaration of their papers.

All rights reserved. No part of this book may be reproduced, downloaded,


disseminated, published, or transferred in any form or by any means, except with the
prior written permission of, and with express attribution to the authors.

The publisher makes no representation, express or implied, with regard to the


accuracy of the information contained in this book and cannot accept any legal
responsibility or liability for any errors that may be made.

Copyright by Department of Electrical Engineering, Brawijaya University


2012

ii
ORGANIZING INSTITUTION

DEPARTMENT OF ELECTRICAL ENGINEERING


BRAWIJAYA UNIVERSITY
MALANG, INDONESIA

STEERING COMMITTEE
Prof. Ir. Harnen Sulistio, M.Sc., Ph.D.
Dr. Ir. Sholeh Hadi Pramono, M.S..

REVIEWER
Asc.Prof. Dr. Mamdouh (Aswan University, Egypt)
Asc. Prof. Dr. Mahrus (Aswan University, Egypt)
Dr. Corina Martineac (Rumania)
Ishtiaq R. Khan, Ph.D (Singapore)
Hazlie Muslikh, Ph.D (UM, Malaysia)
Dr. Hamzah Arouf (Malaysia)
Prof. Dr. Kaharudin Dimyati (Malaysia)
Md. Atiqur Rahman Ahad, B.Sc.,M.S.,M.S.,PhD (Bangladesh)
Prof. Adi Susanto, MSc. Ph.D (UGM, Indonesia)
Prof. Thomas Sri Widodo, DEA (UGM, Indonesia)
Prof. Dr. Ir. Arif Djunaidy, MSc (ITS, Indonesia)
Dr. Aris Triwiyatno (UNDIP, Indonesia)
Dr. Ir. Son Kuswadi (ITS, Indonesia)
Purnomo Sidi Priambodo, Ph. D (UI, Indonesia)
Dr. Ir. Muhammad Nurdin (ITB, Indonesia)
Dr.-Ing. Ir. M. Sukrisno (STEI-ITB, Indonesia)
Dr. Ferry Hadary, ST, M. Eng (UNTAN, Indonesia)
Dr. Mashury Wahab (PPET-LIPI, Indonesia)
Dr. Rini Nurhasanah, M. Sc (UB, Indonesia)
Ir. Wijono, MT. Ph.D (UB, Indonesia)
Hadi Suyono, Ph.D (UB, Indonesia)
Dr. Sholeh Hadi Pramono (UB, Indonesia)

iii
TECHNICAL PROGRAM COMMITTEE
Muhammad Ary Murti (IEEE Indonesia Section)
Kuncoro Watuwibowo (IEEE Indonesia Section)
Arief Hamdani (IEEE Indonesia Section)
Ford Lumban Gaol (IEEE Indonesia Section)
Panca Mudjiraharjo (KIT - Japan)
Onny Setyawati (Universitat Kassel - Jerman)
M. Rusli (University of Wollongong - Australia)
Sholeh Hadi Pramono (UB - Indonesia)
Agung Darmawansyah (UB - Indonesia)
M. Aziz Muslim (UB - Indonesia)
Hadi Suyono (UB - Indonesia)
Rini Nurhasanah (UB - Indonesia)
Wijono (UB - Indonesia)

iv
SEMINAR PROGRAM

WENESDAY, MAY 30, 2012

HALL OF ENGINEERING FACULTY, BRAWIJAYA UNIVERSITY

07.00 - 08.25 REGISTRATION

08.25 - 08.30 OPENING CEREMONY

08.30 - 08.45 SPEECH BY CHAIRMAN OF THE ORGANIZING COMMITTEE

08.45 - 09.10 WELCOME SPEECH BY THE DEAN OF ENGINEERING FACULTY

09.10 - 09.30 BREAK

09.30 - 10.45 1ST KEYNOTE SPEECH BY DR. IR. UNGGUL PRIYANTO, M.SC (DEPUTY
CHAIRMAN FOR TECHNOLOGY OF INFORMATION AND COMMUNICATION,
ENERGY, AND MATERIALS OF THE AGENCY FOR THE ASSESMENT AND
APPLICATION OF TECHNOLOGY)

10. 45 - 12.00 2ND KEYNOTE SPEECH BY DR. EKO FAJAR PRASETYO (FOUNDER OF
VERSATILE SILICON TECHNOLOGY, FIRST IC DESIGN COMPANY IN
INDONESIA)

INTRODUCING SEMICONDUCTOR TECHNOLOGY AND CMOS LSI DESIGN


& FABRICATION

12.00 - 13.00 BREAK: PRAYING AND LUNCH

DEPARTMENT OF ELECTRICAL ENGINEERING BUILDING

13.00 - 15.00 COMMISSION SEMINAR: ORAL PRESENTATION SESSION I

15.00 - 15.25 BREAK: PRAYING AND COFFEE BREAK

15.25 - 17.25 COMMISSION SEMINAR: ORAL PRESENTATION SESSION II

17.25 CLOSING

v
SAMBUTANDEKAN
FA K U LT A S T E K N I K
U N I V E R S I T A S B R A W I J AYA
Assalamualaikum warahmatullahi wabrakatuh

tas nama Fakultas Teknik Universitas Brawijaya, saya ingin menyampaikan

A ungkapan rasa penghargaan yang setinggi-tingginya kepada para dosen,


mahasiswa serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, atas
keterlibatan mereka demi berhasilnya acara Seminar EECCIS 2012 ini.

Secara khusus saya sampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. Ir.
Unggul Priyanto, M.Sc dan Dr. Eko Fajar Prasetyo atas kesediaannya untuk memberikan
keynote-speech dalam acara Seminar EECCIS 2012 ini.

Seminar EECCIS 2012 merupakan kelanjutan dari seminar-seminar EECCIS sebelumnya


yang telah sukses dilaksanakan pada tahun 2000, 2004, 2006, 2008, dan 2010. Acara
seminar ini menjadi bagian dari program kegiatan ilmiah di Fakultas Teknik dalam rangka
ikut membantu terwujudnya Universitas Brawijaya sebagai suatu research university, yang
selanjutnya untuk menjadi entrepreneurial university.

Sebagai bagian dari Universitas Brawijaya, civitas academica Fakultas Teknik


mempunyai peran yang sangat aktif dan strategis dalam menciptakan ikatan yang erat
dengan industri dan masyarakat secara umum. Diharapkan agar melalui Seminar EECCIS
2012 ikatan yang kuat tersebut dapat dipertahankan dan lebih dikembangkan baik secara
nasional maupun internasional, sehingga budaya ilmiah di lembaga-lembaga riset dan
pendidikan serta hubungannya dengan industri dapat menghasilkan kemakmuran dan
kesejahteraan masyarakat Indonesia dan umat manusia seluruhnya.

,
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Dekan Fakultas Teknik


Universitas Brawijaya

Prof. Ir. Harnen Sulistio, M.Sc., Ph.D

vi
S A M B U T A N K E T U A PA N I T I A
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

lhamdulillah, puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena hanya atas

A berkat, rahmat dan karunia-Nya jua-lah seminar EECCIS 2012 ini dapat
terselenggara pada hari ini, 30-31 Mei 2012, di Hall Fakultas Teknik, Universitas
Brawijaya yang sangat kita cintai ini. EECCIS, yang merupakan kependekan dari
Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics Seminar,
merupakan kegiatan ilmiah rutin yang diselenggarakan setiap dua tahun sekali oleh
Jurusan Teknik Elektro Universitas Brawijaya.

Seminar ini diharapkan dapat menjadi forum diskusi ilmiah antar disiplin ilmu yang
tercakup dalam bidang keilmuan Teknik Elektro, antara lain Energi Elektrik, Elektronika,
Telekomunikasi, Kontrol dan Teknologi Informasi. Di tengah situasi krisis energi dan
ekonomi yang masih melanda negeri ini, diharapkan kerja keras para peneliti dari berbagai
universitas dan lembaga riset serta industri dapat menghasilkan sumbangan yang sangat
berarti untuk pemulihan negeri dari kondisi krisis. Dinamika akademik dan industri dalam
usaha pemulihan ini dapat terlihat dari besarnya animo mereka untuk berperan serta
dalam seminar EECCIS 2012 ini.

Komite Program Teknik EECCIS 2010 telah berupaya keras untuk melakukan tugasnya
dengan baik. Hal ini terlihat dari banyaknya artikel ilmiah yang telah kami terima. Ada
sekitar 189 artikel yang kami terima dari berbagai negara termasuk Indonesia, Malaysia,
Jepang serta Australia. Setelah melalui proses penilaian yang cukup ketat oleh tim
reviewer kami yang berasal dari beberapa negara, antara lain Switzerland, Mesir,
Malaysia, Bangladesh, Singapura, dan Indonesia sendiri, hanya sekitar 83% dari
keseluruhan paper yang akhirnya dinilai layak untuk disajikan dalam serangkaian sesi
presentasi yang diadakan selama seminar berlangsung, serta selanjutnya akan
didokumentasikan dan diterbitkan dalam Proceedings of EECCIS 2012.

Terima kasih yang setulus-tulusnya kami sampaikan kepada para anggota tim pengarah
dan reviewer, yang telah membantu terjaminnya kualitas artikel-artikel yang disajikan
dalam seminar ini.

Sebagai Ketua Panitia EECCIS 2012, saya sampaikan penghargaan yang setinggi-
tingginya atas antusias serta kerja keras yang telah ditunjukkan oleh seluruh anggota
Komite Program Teknik, serta berbagai pihak yang telah terlibat secara langsung atau pun
tidak langsung demi suksesnya seminar ini.

Akhirul kalam, saya ucapkan terima kasih dan selamat datang kepada semua peneliti,
dosen, mahasiswa, pihak industri, serta seluruh peserta seminar EECCIS 2012 ini. Kami
akui bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam penyelenggaraan acara ini, namun
begitu kami selalu berharap adanya saran yang membangun untuk perbaikan di masa
mendatang.

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Ketua Panitia EECCIS 2012

M. Aziz Muslim, ST., MT., Ph.D

vii
TABLE OF CONTENT
Cover i
Organizing Institution iii
Seminar Program v
Sambutan Dekan Fakultas Teknik, Universitas Bawijaya vi
Sambutan Ketua Panitia vii
Table of Content viii

A. ELECTRICAL POWER
[002-EEA_01]Simulasi dan Analisis Kinerja Flexible AC Transmission System (FACTS) Devices
Pada Sistem Tenaga Listrik
Muhammad Fahmi Hakim, Hadi Suyono, Agung Darmawansyah
Universitas Brawijaya A1

[006-EEA_03]Analisis Peningkatan Keandalan pada Sistem Distribusi 20 kV di Samarinda


Bustani, Rini Nurhasanah, Teguh Utomo
Program Magister Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Malang A2

[007-EEA_04]Peramalan Kebutuhan Energi Listrik Provinsi Kalimantan Timuur dengan Menggunakan


Jaringan Syaraf Tiruan
Cornrlius Sarri
Program Magister Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Malang A3

[010-EEA_05] Optimasi Penerapan Static Var Compensatorpada Gardu Induk Tenaga Listrik
dengan Menggunakan Metode Algoritma Genetika
Ipniansyah
Dosen, Jurusan Teknik Elektro, Politeknik Negeri Samarinda, Indonesia A4

[011-EEA_06] Optimasi Suplai Energi Listrik pada PT. PLN Sektor Mahakam Kalimantan Timur
Menggunakan Algoritma Genetik
Lucianus Handri Gunanto, Harry Soekotjo Dachlan, Rini Nur Hasanah
Program Magister Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Brawijaya A5

[012-EEA_07] Perencanaan Interkoneksi Sistem Mahakamdengan Sistem Bontang


M. Zainuddin, Hadi Suyono, Moch. Dhofir
Fakultas Teknik Universitas Brawijaya A6

[014-EEA_08]Aplikasi Elektroda Bola dan Elektroda Batang sebagai Proteksi Surja pada
Peralatan Listrik Tegangan Rendah
Onglan Nainggolan, Hadi Suyono, Moch. Dhofir
Politeknik Negeri Samarinda dan Universitas Brawijaya A7

[016-EEA_10]Penerapan Power System Stabilizer (PSS) untuk Meningkatkan Stabilitas


Pembangkit Listrik Sistem Mahakam
Rusdiansyah, Hadi Suyono, Purwanto
Fakultas Teknik Universitas Brawijaya A8

vii
[017-EEA_11] Analisis Kestabilan Transient Berdasarkan Sudut Pemutusan Kritis Sistem
Tenaga Listrik pada Sistem Mahakam Kaltim
Rusda, Sholeh Hadi Pramono, Mahfudz Shidiq
Politeknik Negeri Samarinda dan Universitas Brawijaya A9

[019-EEA_12] Optimasi Unit Pembangkit Tenaga Listrik Dengan Metode Particle Swarm
Optimization Pada Sistem Mahakam Kalimantan Timur
Verra Aullia,) Rini Nur Hasanah,Mahfudz Shidiq
Politeknik Negeri Samarinda dan Universitas Brwaijaya A10

[020-EEA_13] Implementasi Artificial Neural Network Pada Pengendalian Tegangan Output Pwm Boost
Converter Ccm Switch Mode Beban Resistif
Achmad Fanany Onnilita Gaffar, Muhammad Aziz Muslim, M. Julius
Fakultas Teknik Universitas Brawijaya A11

[032-EEA_15]Perancangan Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro Waduk Setupatok Kabupaten Cirebon


Toyib,Hadi Suyono, Teguh Utomo
Politeknik Negeri Samarinda dan Universitas Brawijaya A12

[060-EEA_17] Rancang PushPull Converter Sebagai Suplai Inverter 3 Fasa


M. Thoriqil Haq, M. Zaenal Effendi
Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya A13

[064-EEA_18] Analisis Kerusakan Motor DC Berbasis Getaran Menggunakan Discrete


Wavelet Transform
Richa Watiasih
Prodi Teknik Elektro Universitas Bhayangkara Surabaya A14

[070-EEA_19] Karakteristik Volt-Waktu Susunan Elektroda Koaksial Sebagai Peralatan Proteksi


Tegangan Lebih
Daud Obed Bekak, Hadi Suyono, Moch. Dhofir, Melsiani R.F. Saduk
Politeknik Negeri Kupang dan Universitas Brawijaya A15

[071-EEA_20] Analisis Gas Terlarut dengan Metode TDCG untuk Mendiagnosa Kegagalan
Transformator Menggunakan Aplikasi Fuzzy Logic
Imam Ashar, Hadi Suyono, Erni Yudaningtyas
Fakultas Teknik Universitas Brawijaya A16

[076-EEA_21] SVPWM FSTPI sebagai Penggerak Motor Induksi Tiga Fasa Rotor Sangkar
Berbasis Metode SensorlessVector Control
Aripriharta, Rini Nur Hasanah, Teguh Utomo
Fakultas Teknik Universitas Brawijaya A17

[097-EEA_22]RANCANG BANGUN INVERTER PADA SISTEM PJU TENAGA HYBRID


Suryono, Yahya Chusna Arief, Intan Qurnia Hanifah
Politeknik Elektronika Negeri Surabaya dan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya A18

[126-EEA_23] Probabilitas Tegangan Tembus Susunan Elektroda Koaksial Sebagai Pemotong


Tegangan Lebih Impuls Dengan Level 4kV
Moch. Dhofir1, Hadi Suyono1, Daud Obed Bekak2
Universitas Brawijaya dan Politeknik Negeri Kupang A19

viii
[137-EEA_24]Krakteristik Volt - Waktu Susunan Elektroda Sela Bola Sebagai Pembatas Tegangan
Lebih Pada Peralatan Listrik Tegangan Rendah
Maria Bertha Melsadalam, Rini Nur Hasanah, Moch. Dhofir
Politeknik Negeri Ambon dan Universitas Brawijaya A20

[142-EEA_26] Optimisasi Pengiriman Daya Reaktif untuk Memperbaiki Profil Tegangan dengan
Menggunakan Algoritma Genetika A21
Syarifil Anwar, Hadi Suyono, Harry Soekotjo Dachlan
Akademi Teknik Pembangunan Nasional Banjarbaru Kal-sel dan Universitas Brawijaya

[143-EEA_27]Penggunaan Elektrolit Garam Sebagai Media Pembumian Lokal


Moch. Dhofir, Muhamad
Fakultas Teknik Universitas Brawijaya A22
[159-EEA_29]Pembangkitan Ekonomis Pembangkit Termal Menggunakan Improved Particle
Swarm Optimization
Muharnis,Hadi Suyono, Mahfudz Sidiq
Politeknik Negri Bengkalis dan Universitas Brawijaya A23

[180-EEA_30] Implementasi Jaringan Syaraf Tiruan untuk Diagnosis Kegagalan Transformator


Gatut Yulisusianto, Hadi Suyono
Fakultas Teknik Universitas Brawijaya A24

B. ELECTRONICS
[005-EEB_01]Penambahan Kaskade Inverter untuk Rangkaian Terpadu And Or Inverter (AOI) Gate MOS
Asep Megah Triono Hadi
- B1

[ [009-EEB_02]Identifikasi Suara Menggunakan Filter Adaptivedengan Metode Least Mean Square (LMS)
untuk Voice Password Security
Hari Purwadi,Sholeh Hadi Pramono, Rudy Yuwono
Brawijaya University B2

[013-EEB_03]Optimasi Traveling Salesman Problem dalam Penentuan Jarak Terpendek dengan


Menggunakan Jaringan Saraf Terpendek dengan Menggunakan Jaringan Saraf Tiruan
Self Organizing Map
M.Zainul Rochman,M.Aziz Muslim, Rudy Yuwono
Politeknik Negeri Samarinda dan Teknik Elektro Universitas Brawijaya B3

[021-EEB_05]Analisis Penentuan Jarak Obyek untuk Material yang Berbeda Menggunakan


Ultrasonik Berbasis Logika Fuzzy
Agus Triyono,Sholeh Hadi Pramono, Rudy Yuwono
Fakultas Teknik Universitas Brawijaya B4

[022-EEB_06]Unjuk Kerja Filter Lowpass Orde 4 Teknologi Surface Mounting


Agusma Wajiansyah, Agung Darmawansyah, Rudi Yuwono
Politeknik Negeri Samarinda danUniversitas Brawijaya Malang B5

[031-EEB_07]Pengaruh Perbandingan Lebar dan PanjangLapisan Difusi dan Polisilikon


Terhadap Voltage Transfer Characteristic (VTC) pada IC RS-FF CMOS
Erry Yadie, Agung Darmawansyah, M. Julius S.T
Program Magister Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Brawijaya B6

ix
[042-EEB_08] Identifikasi Lokasi Sumber Suara Manusia Menggunakan Time Difference of Arrival
Muhammad Afridon, Djoko Purwanto
Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya B7

[054-EEB_09] Desain Wireless Functional Electrical Stimulator Menggunakan X-Bee Pro


Bambang Supeno, Rachmad Setiawan, Achmad Arifin
Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya B8

[069-EEB_11] Instrumentasi dan Pendeteksian Sinyal EMGDinamik selama Elbow Joint Bergerak
P. Susetyo Wardana, Achmad Arifin
Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya B9

[073-EEB_12] Penghematan Daya Pada Lampu Penerangan Jalan Umum Dengan Menggunakan
AC Voltage Control
Joke Partilastiarso, Iamadah Ihsaniyah
PoliteknikElektronikaNegeri Surabaya-ITS B10
[078-EEB_13]Ekstraksi Ciri Komponen Aortik dan Pulmonari Suara Jantung Diastolik dengan Menggunakan
Analisis Non Stationer
Ira Puspasari, Achmad Arifin, Rimuljo Hendradi
Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya B11

[079-EEB_14] Rancang Bangun Sistem Otomatisasi Pengisi Gula Pasir Pada Kemasan Berdasarkan Nilai
Berat Gula Berbasis Mikrokontroler
Labib Faizul Muttaqin, Irianto, Sutedjo
Politeknik Elektronika Negeri Surabaya ITS B12

[082-EEB_15] Penentuan Lower Limb Joint Angles Berdasar Respon Akselerometer dalam
Pengembangan Wearable Sensor untuk FES
Benedictus Indrajaya, Rachmad Setiawan, Achmad Arifin
Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya B13

[085-EEB_17]Aplikasi Sensor Micro Electro Mechanical System (MEMS) Sebagai Identifikasi


Ketidaknormalan Pada Conveyor Belt System Berbasis FFT dan Neural Network
Sumantri K.Risandriya,ST.,MT. ,Nurman Pamungkas,ST
Politeknik Negeri Batam, Batam B14

[086-EEB_18] Sistem Kendali Otomatis Area Parkir Mobil


Okky Rizqii Nur Akbar, Indhana Sudiharto, Epyk Sunarno
Politeknik Elektronika Negeri Surabaya ITS B15

[099-EEB_20] Pengaturan Pencahayaan Lampu Pijar Berdasarkan Kondisi Suhu Berbasis


Mikrokontroller
RiskiAdha Ardiansah,Renny Rakhmawati,Gigih Prabowo
InstitutTeknologiSepuluhNopember Surabaya B16

[101-EEB_21] Analisa Suara Paru Yang Terdistorsi Suara Jantung Dengan Menggunakan
Transformasi Wavelet
Hamdani Kubangun, Achmad Arifin, Rimuljo Hendradi
Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya B17

[103-EEB_22] Analisa Sinyal Electrocardiography dan Phonocardiography Secara Simultan


Menggunakan Continuous Wavelet Transform
Eko Agus Suprayitno, Rimuljo Hendradi, Achmad Arifin
Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya B18

x
[108-EEB_23] Ekstraksi ECG Temporal Parameter Secara Real Time Untuk Analisa
Ketidaknormalan Jantung Berbasis Time Domain Processing
Santoso*, Achmad Arifin
Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya B19

[116-EEB_25]Rancang Bangun Penyearah Satu Fasa Jenis Flyback Converter


Kaskade Boost Converter Sebagai Perbaikan Faktor Daya
Ainur Rofiq Nansur MT , Endro Wahjono MT , Rishfa Qurotaayun ,Very Dwi Yustiawan
Politeknik Elektronika Negeri Surabaya ITS B20

[122-EEB_26] Analisis dan Desain 4 Bit R3R Lader Digital to Analog Converter CMOS
Suryo Adi Wibowo, Agung Darmawansyah and M. Julius
Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Malang B21

[123-EEB_27] Perancangan dan Simulasi IC CMOS Inverter Schmitt Trigger


Ari Permana L, Agung Darmawansyah and M. Julius
Fakultas Teknik Universitas Brawijaya B22

[125-EEB_28]Implementasi Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation Menggunakan


Mikrokontroler Untuk Deteksi Dini Kebakaran
Ilham A.E. Zaeni, Agung Darmawansyah, Mochammad Rif an
Teknik Elektro Universitas Brawijaya dan Universitas Negeri Malang B23

[134-EEB_29] Rangkaian Terpadu 4 Bit Multiplexer-Demultiplexer (Multidem) HCMOS 0.12m


dengan Kaskada Dua Tingkat
Arnisa Stefanie, ST; Dr. Agung Darmawansyah, ST., MT; Ir. M. Julius, ST., MS
Program Studi Teknik Elektro, Universitas Brawijaya Malang B24
[139-EEB_30] Analisis Rangkaian Terpadu (Integrated Circuit) TTL Dual 2-Wide,2-Input AOI
kecepatan Tinggi
Syaiful Rachman Agung Darmawansyah M. Julius S.T
Program Magister dan Doktor Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Brawijaya B25

[145-EEB_31]Sistem Penimbangan Gula Berbasis Database Untuk Menjamin Akurasi Penimbangan


Yahya Chusna Arif, Suryono, Bubiyan Warba Anggara
Politeknik Elektronika Negeri Surabaya ITS B26

[167-EEB_34]Penerapan Metode Switch T Pada Rangkaian Electrical Capacitance Tomography(Ect)


Saikhul Imam, Mochammad Rivai
Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya B27

[179-EEB_36] Monitoring dan Identifikasi Masalah Infus Menggunakan Mikrokontroler AVR


Akhmad Zainuri, Kalvin W.P., Reno Muktiaji(, Rizky Jumadil, Karina S.R., Sofi Nur Fitria
Fakultas Teknik dan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya B28

[183-EEB_37]Implementasi Mikroprosesor 8085 dan Sistem Memori dalam Field Programmable Gate Array
(FPGA)
Moch. Rifan ST, MT; Dr. Agung Darmawansyah ST.,MT; A.Zainuri ST.; Hafrida R.
Teknik Elektro Universitas brawijaya B29

xi
C. TELECOMMUNICATIONS

001-EEC_01]Sistem Pakar untuk Menentukan Spesifikasi Handphone sebagai Alat Bantu Pengambilan
Keputusan Menggunakan Representasi Jaringan Sematik dalam Pembelian Handphone
Agusta Rakhmat Taufani
Universitas Brawijaya C1

[023-EEC_02]Jaringan Stasiun Ale Lapan Untuk Mendukung Komunikasi Darurat Di Indonesia


Varuliantor Dear
Peneliti Bidang Ionosfer dan Telekomunikasi, LAPAN C2

[026-EEC_03] Desain Antena Vertikal Ground-Plane Pada Frekuensi 902 928 Mhz Menggunakan
Computer Simulation Technology (CST)
Putri Wulandari, Moh. Amanta K. S Lubis, ST, Dwi Astharini, M.Sc
Universitas Al-Azhar Indonesia dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) C3

[028-EEC_04] Rancang Bangun Antena Mikrostrip Patch Bujur Sangkar Susun Dua untuk Aplikasi
Wireless Fidelity
M. Darsono
Fakultas Teknik - Universitas Darma Persada C4

[035-EEC_06]Analisis Tingkat Kesalahan Bit Error Rate (BER) dengan Metode Pulse Position
Modulation-Code Division Multiple Access (PPM-CDMA) pada Jaringan Wireless Optik
Ayudya Mahendaringratry, Sumartini Dana
Universitas Gajayana Malang dan Politeknik Negeri Kupang C5

[039-EEC_07]Studi Penerapan Demodulasi Linier Menggunakan Zero Forcing dan MMSE pada
Jaringan Sensor Nirkabel
Ari Endang Jayati, Wirawan
Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya C6

[040-EEC_08] Perbandingan antara Antena Saturnus dan Hasil Modifikasi dengan 3 Lubang
Rudy Yuwono
Teknik Elektro, Universitas Brawijaya C7

[045-EEC_09] Antena Yagi Berbahan Dasar Styrofoam pada Frekuensi 470 890 Mhz untuk
Penerimaan Siaran Televisi Indoor
Putri Wulandari, Rio Mubarak, Sofian Hamid
Universitas Al-Azhar Indonesia C8
[061-EEC_10] Simulasi dan AnalisisBeamforming Adaptif pada SmartAntenna Menggunakan
Algoritma Least Mean Square (LMS) dan Normalized Least Mean Square (NLMS)
Andriana Kusuma Dewi
Pascasarjana Teknik Elektro, Universitas Brawijaya C9

[087-EEC_12] Desain Arsitektur Teknik Pengkode LDPC pada FPGA


Rita Purnamasari, Heroe Wijanto dan Iswahyudi Hidayat
Institut Teknologi Telkom C10

[090-EEC_13] Analisis Perencanaan Jaringan Universal Mobile Telecommunication System (UMTS)


Elok Nur Hamdana, ST
Teknik Elektro Universitas Brawijaya C11

xii
[095-EEC_14] Analisa Kinerja Algoritma DV-Hop untuk Mengestimasi Posisi Relatif Node
Statis pada Jaringan Sensor Nirkabel
Maretha Ruswiansari, Prima Kristalina, dan Aries Pratiarso
Politeknik Elektronika Negeri Surabaya C12

[098-EEC_15]Dinamika Ionosfer Regional dan Mitigasi Dampaknya Terhadap Komunikasi


Radio dan Navigasi Berbasis Satelit
Jiyo
Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional C13

[100-EEC_16] Learning Sistem dengan Integrasi Video Conference dan IPTV Berbasis Web
Elsyea Adia Tunggadewi , Achmad Affandi

Institur Sepuluh Nopember Surabaya C14

[105-EEC_17] Simulasi Karakteristik Noise Untuk Transmisi Sinyal Analog Dan Digital Pada Sistem
Telekomunikasi
Nasrulloh, Octarina Nur Samijayani, Dwi Astharini
Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Al Azhar Indonesia C15

[109-EEC_18] Simulasi Struktur Cacat Fibre Bragg Grating Pada Area C-Band Dengan
Menggunakan Teori Couple Mode
Nasrulloh, Qadriyah, Ary Syahriar
Fakultas Sains dan TeknologiUniversitas Al Azhar Indonesia C16

[119-EEC_19]Analisis Trafik Suara Melalui Kanal Radio HF Pada Band Maritim


Sutoyo , Achmad Affandi
Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya C17

[121-EEC_20]Analisa Performansi Sinyal EVDOdi Area Boundarypada Frekuensi 1900 MHz


Hasanah Putri dan Rina Pudji Astuti
Institut Teknologi Telkom Bandung C18

[127-EEC_21]Penentuan Letak Perangkat Mobile Phone Jammer dengan Metode Drive Test
pada Jaringan Global System for Mobile Communication (GSM)
Wahyu Adi Prijono, Raditya Kharismawan
Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Brawijaya C19

[128-EEC_22]Performansi Jaringan Code Division Multiple Access (CDMA) Menggunakan


Mobile Phone Jammer
Wahyu Adi Prijono, Bimo Yudo Kristanto
Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Brawijaya C20

[131-EEC_23]Pengaruh Panjang Cylic Prefix terhadap Performansi Single Carrier Frequency Division
Multiple Access (SC-FDMA) pada Long Term Evolution (LTE)
Ir. Endah Budi P., MT., Putu Laksmi Mas Pratiwi, Ali Mustofa ST., MT.
Jurusan Teknik Elektro Universitas Brawijaya C21

[138-EEC_24]Sistem Monitoring Smart Vehicle Berbasis Peta Dinamis Google Map


Akhmad Hendriawan
Politeknik Elektronika Negeri Surabaya C22

[141-EEC_25]Estimasi Kanal Mobile-to-Mobile untuk Mitigasi ICI pada Sistem OFDM


Mulyono, T. Suryani dan G. Hendrantoro
Jurusan Teknik Elektro, Institut Teknologi sepuluh Nopember C23

xiii
[144-EEC_26]Analisis Kondisi Lapisan Ionosfer Regional Menjelang Puncak Siklus
Matahari ke 24 dan Pengaruhnya Terhadap Sistem Navigasi Berbasis Satelit
Asnawi Husin dan Dwiko Unggul Prabowo
Pusat Sains Antariksa LAPAN C24

[153-EEC_29]Bank Data Ionosfer Regional Untuk Mendukung Kebutuhan Penelitian


Irvan Fajar Syidik
Pusat Sains Antariksa, LAPAN C25

[155-EEC_30]Kondisi Ionosfer Regional Menjelang Puncak Siklus Matahari ke 24 dan


Dampaknya Pada Komunikasi Radio HF
Sri Suhartini
Pusat Sains Antariksa LAPAN C26

[170-EEC_33]Test Bed Evaluation for Web Conference over Wireless Mesh Network
using OLSR Routing Protocol
Indrarini Dyah Irawati, Leanna Vidya Yovita, Ratna Mayasari
Fakultas Elektro & Komunikasi-Institut Teknologi Telkom C27

[171-EEC_34]Prediksi Intensitas Trafik dengan Dynamic Forecasting untuk Jaringan 3G


Mike Yuliana, Rony Susetyoko, Nora Puspita Syari
Politeknik Elektronika Negeri Surabaya C28

[175-EEC_37]Orthogonal Frequecy Division Multiplexing pada Transmisi Digital Video Broadcasting


Ali Mustofa
Teknik Elektro Universitas Brawijaya C29

[178-EEC_40]Prediksi Pengaruh Pergerakan MS (Mobile Station) terhadap Panjang Cyclic


Prefix pada Sistem OFDMA (Orthogonal Frequency Division Multiple Access) dengan
Menggunakan ProbabilitasMonte Carlo
Sholeh Hadi Pramono., Sigit Kusmaryanto., Fakhriy Hario P.
Departemen Teknik Elektro, Universitas Brawijaya C30

[181-EEC_41]Pengaruh Besarnya Ground Plane pada Kinerja Antena Mikrostrip Segitiga Sama Sisi
dengan Slot Persegi Panjang pada Frekuensi Kerja 2,4 GhZ
Dwi Fadila Kurniawan, Erfan Achmad Dahlan, Katherin Amelia M.
Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Brawijaya C31

D. CONTROL

[003-EED_01]Simulasi Dan Analisis Vibrasi Pada Dermaga Menggunakan Sensor Accelerometer


Luwis H. Laisina, Sholeh Hadi Pramono, Agung Darmawansyah
Mahasiswa Magister Teknik Elektro Universitas Brawijaya Malang, Staf Pengajar Teknik Elkektro Universitas Brawijaya
Malang, Staf Pengajar Teknik Elkektro Universitas Brawijaya Malang D1

[008-EED-02] Penerapan Logika Fuzzy pada Plc untuk Pengolahan Air Bersih ui Bak Penampungan PDAM
Balikpapan
Dadang Suherman
Politeknik Negeri Samarinda D2

[018-EED-03] Analisis Sistem Kontrol Kecepatan Putar Poros Generator dengan


Menggunakan Logika Fuzzy
Rini Nur Hasanah, Supriadi, M. Aziz Muslim
Jurusan Teknik Elektro Universitas Brawijaya D3
xiv
[029-EED_05] Uji Pengaruh Suhu dan Kelembaban Terhadap Nilai Resistansi
Chemical Sensor Based Polymer Dengan Metode Pengujian Injeksi Dalam Chamber
Terisolasi
Budi Gunawan
Electrical Department Faculty of Engineering, Unversity of Brawijaya D4

[033-EED_07] Implementasi Model Reference Adaptive System (MRAS) pada Model Sistem Autopilot
Lateral dan Longitudinal Pesawat Boeing 747-400
Aulia iefan Datya, M.Aziz Muslim,Purwanto
Program Magister dan Doktor Fakultas Teknik Universitas Brawijaya D5

[036-EED_08]Sistem Navigasi Omniwheel Mobile Robot Menggunakan Segmentasi Citra Depth


Hendawan Soebhakti*, Djoko Purwanto
Program Pascasarjana Teknik Elektro Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya D6

[037-EED_09]Identifikasi Haluan dan Estimasi Jarak Menggunakan Kamera RGB-D


untuk Navigasi Liputan Koridor
Muhammad Fuad*, Rusdhianto Effendi AK, Djoko Purwanto
Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya D7

[052-EED_13] Rancang Bangun Rangkaian Boost Converter Terkontrol Berbasis Fuzzy Logic
Controller untuk Menyuplai Motor DC pada Mobil Listrik
Ainur Rofiq N, Renny Rakhmawati, Grandis Prima H
Politeknik Elektronika Negeri Surabaya D8

[053-EED_14] Rancang Bangun Rangkaian Boost Converter Terkontrol Berbasis PI Controller


untuk Menyuplai Motor DC pada Mobil Listrik
Renny Rakhmawati, Ainur Rofiq N, M Bangun N
Politeknik Elektronika Negeri Surabaya D9

[074-EED_16] Rancang Bangun Sistem Kendali Posisi, Kesetimbangan dan Navigasi


Untuk Prototipe Nano Satelit
Agus Mulyana,Andriyana Subhan
Jurusan Teknik Komputer - FTIK UNIKOM-Bandung D10

[080-EED_17]Implementasi Metode Fuzzy untuk Mengatasi Dynamic Obstacle pada Three Wheels Omni-
directional Mobile Robot Berbasis Stereo Vision
Faikul Umam , Rusdhianto Effendi, Tri Arief Sardjono
Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya D11

[081-EED_18]Rancang Bangun Water Level Control Menggunakan Fuzzy Logic Controller


Drs. Irianto, MT, Eka Prasetyono, S.ST, MT, Rachmad Indra H
Politeknik Elektronika Negeri Surabaya ITS D12

[091-EED_20]MENJAGA KESTABILAN KECEPATAN PUTAR MOTOR DC DENGAN MENGGUNAKAN PI-


FUZZY LOGIC CONTROLLER PADA MINIATUR MESIN GILINGAN TEBU DENGAN BEBAN YANG DINAMIS
Endro Wahjono, S.ST, MT, Ainur Rofiq N, ST, MT, Destiana Shinta P, Sigit Aji Pamungkas
Politeknik Elektronika Negeri Surabaya D13

[106-EED_22] Pengaturan Kenyamanan Daya pada Rumah Tinggal Menggunakan Fuzzy Logic
Aan Yudi PrasetiyoHendik Eko, Suhariningsih
Politeknik Elektronika Negeri Surabaya D14

xv
[113-EED_24]Sistem Perencanaan Boost Converter Metode Kontrol Logika Fuzzy Berbasis
Mikrokontroller
Elca Wiryanti Wulan S.,Indhana Sudiharto, Epyk Sunarno
Politeknik Elektronika Negeri Surabaya ITS D15

[115-EED_26]Pengontrolan Suhu Dan Ph Air Pada Budidaya Kepiting Soka Berbasis Mikrokontroler
M. Machmud Rifadil, Hendik Eko H.S, Adiwena Dwi Cahyo
Politeknik Elektronika Negeri Surabaya ITS D16

[120-EED_27]Perancangan Sistem Kontrol Lubrikasi Roda Penyangga Cooler Berbasis PLC (Programmable
Logic Controller)
Diana Rahmawati, M.Taqijuddin Alawy, A. Sirrul Atho
Mekatronika Universitas Trunojoyo Madura, Teknik Elektro Universitas Islam Malang D17

[130-EED_28]Implementasi Deteksi dan Tracking Obyek Berwarna pada Perangkat Keras Embedded System
Arm920 Core
Fatkhur Rohman, SST.,
Departement of Control System and Electronic Engineering, Faculty of Engineering, Brawijaya University D18

[133-EED_30]Aplikasi Pengenalan Suara Perintah sebagai Pengendali Robot


Ahmad Sahru Romadhon*, Rusdhianto Effendi AK, Djoko Purwanto
Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya D19

[135-EED_31]Prediksi Gaya Angkat Spesimen Uji NACA 0015 Menggunakan Jaringan Syaraf
Tiruan Dengan Variasi Sudut Serang dan Kecepatan Aliran Udara
Slamet Widodo,S.ST., M. Aziz Muslim, S.T., M.T., Ph.D., and Dr. Eng. Didik R. Santoso, M.Si.
Pascasarjana Teknik Elektro Universitas Brawijaya D20

[148-EED_33]Prediksi Surface Roughness Pada CNC Milling Menggunakan Analisa Regresi


Kuadratik Berganda dan Artificial Neural Network
Vivi Tri Widyaningrum, Rusdhianto Effendi AK, Winarto
Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya D21

[160-EED_34]Implementasi Neuro Fuzzy Pada Pengendalian Kecepatan Robot Pengikut Manusia


M. Latif, Rusdhianto Effendi AK, Djoko Purwanto
Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya D22

[161-EED_35]Deteksi Dini Serangan Jantung Coroner Melalui Sinyal St Pada Ecg Dengan Menggunakan
Neural Network (Backpropagation)
Madyono, I. Ketut Eddy Purnama, Mauridhi Hery Purnomo
Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya D23

[164-EED_37]Implementasi Networked Control System dalam Pengendalian Kecepatan Motor DC melalui


Jaringan Komunikasi
Asep Najmurrokhman, Pranoto Hidaya Rusmin, Bambang Riyanto, Arief Syaichu Rohman, Hendrawan, dan
Zulhariansyah
Universitas Jenderal Achmad Yani, Cimahi dan Institut Teknologi Bandung D24

[165-EED_38]Analisis Penggunaan Sensor Cahaya dan Sensor Warna untuk Kestabilan Lego
NXT Line Follower
Sri Wahyuni*, Rusdhianto Effendi AK, Djoko Purwanto
Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya D25

xvi
E. INFORMATICS

[038-EEE_02]Ekstraksi Ciri Pengenalan Wajah Menggunakan Fitur Geometris


Kholistianingsih, Risanuri Hidayat, Indah Soesanti
Jurusan Teknik Elektro FT UGM E1

[043-EEE_03]Sistem Pendukung Keputusan untuk Menentukan Alat Kontrasepsi Menggunakan


Metode Fuzzy C-Means dan Analitycal Hierarchy Process (AHP)
Muhammad Ali Syakur E2

[044-EEE_04]Sistem Pendukung Keputusan (SPK) untuk Terapi Pengobatan Bagi Penderita


Diabetes Menggunakan Integrasi Decision Table dan Algoritma Genetika
Sumarti Dana
Politeknik Negeri Kupang E3
[046-EEE_05]Website Dinamis dan Katalog Jurnal Digital
Zamah Sari, S.T.
Teknik Elektro Universitas Brawijaya E4

047-EEE_42]Sistem Pengenalan Wajah Manusia dengan Menggunakan Metode Principal


Component Analysis
Suryadi , Yudi Satria , dan Puput Lismawati
Departemen Matematika FMIPA Universitas Indonesia E5

[055-EEE_08] Algoritma Koloni Lebah Buatan untuk Optimasi Tapak Bujur Sangkar terhadap
Kontrol Gaya Geser Satu Arah
Oktriza Melfazen, Denda Dewatama
Universitas Brawijaya dan Polinema E6

[056-EEE_09]Perancangan dan Implementasi Material Requirement Planning Untuk Perusahan


Sandal
Yulia, Djoni H. Setiabudi, Lina Amelia Agustine
Petra Christian University, Siwalankerto 121-131 Surabaya E7

[065-EEE_12]Pencarian Nilai-nilai Optimal (L dan Delay) dengan MSE dan Perjalanan Bobot, pada
Penghapusan Bising Suara Kendaraan Diesel
Sri Arttini Dwi Prasetyowati, Bustanul Arifin, Eka Nuryanto Budi Susila
Jurusan Teknik Elektro, Universitas Islam Sultan Agung, Semarang E8

[066-EEE_13] RSS Fingerprint untuk Indoor Localization Menggunakan Algoritma


Naive Bayes
Chairani, Widyawan, dan S.S. Kusumawardani
Jurusan Teknik Elektro dan Teknologi Informasi Universitas Gajah Mada E9

[067-EEE_14]IMPLEMENTASI FUZZY C-MEANS CLUSTERING PADA CITRA RETINOPATI


Herditomo
Mahasiswa Program Magister Teknik Elektro Universitas Brawijaya
Dosen Teknik Informatika Universitas Ma Chung E10

xvii
[068-EEE_15]IMPLEMENTASI ALGORITMA KRIPTOGRAFI SALSA20 UNTUK KEAMANAN
PESAN SMS PADA TELEPON SELULER
Paulus Lucky Tirma Irawan, Michael Linggardjati
PPS Teknik Elektro Universitas Brawijaya dan Universitas Ma Chung E11
[075-EEE_17] Prediksi Waktu Pelaksanaan Shutdown Maintenance di Kilang CDU IV Balikpapan
Pertamina RU V
Ain Sahara, Adhi Susanti, Indah Soesanti
Jurusan Teknik Elektro FT UGM E12

[077-EEE_18] Optimasi Penentuan Status Aktivitas Gunung Merapi Menggunakan Logika Fuzzy
Bagus Fatkhurrozi
Mahasiswa Program Magister Teknik Elektro Universitas Brawijaya E13

[ 088-EEE-020] Rancang Bangun Academic Management dan Content Preparation Menggunakan Hybrid
Framework dan JQuery pada Program Magister dan Doktor Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
Dhebys Suryani Hormansyah,S.Kom
Magister Fakultas Teknik Elektro Sistem Komunikasi dan Informatika E14
[096-EEE_22] Aplikasi Panorama 360 Berbasis Web
Didik Dwi Prasetya
Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Negeri Malang E15

[104-EEE_24] Peramalan Indeks Saham LQ-45 Dengan Metode Hibridisasi Exponential Smoothing Dan
Neural Network
Nur Yanti, Aziz Muslim, Purwanto
Program Studi Teknik Elektro Universitas Brawijaya danPoliteknik Negeri Balikpapan E16

[107-EEE_25] Model Desain Dan Implementasi Perangkat Lunak Sensor Cloud Untuk Sistem Monitoring
Lingkungan
Zahir Zainuddin, Rahman
Universitas Hasanuddindan Politeknik Negeri Ujung Pandang E17

[124-EEE_29] Peramalan Penjualan Mobil Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan


Fachrudin Pakaja
Teknik Elektro Universitas Brawijaya E18

[129-EEE_30] Perancangan I-BOT (Information System Chatterbot) Menggunakan AIML


(Artificial Intelligence Markup Language) Berbasis Program O untuk Akses Sistem Informasi PMDFT
Universitas Brawijaya
Martin Fatnuriyah, S.T.
Magister Teknik Elektro, Sistem Komunikasi dan Informatika Universitas Brawijaya E19

[136-EEE_31] Kajian Kemampuan Kombinasi Ekstraksi Ciri LPCC dan MFCC Dalam Identifikasi
Penutur
Ari Fadli, Risanuri Hidayat, Litasari
Jurusan Teknik Elektro dan Teknologi Informasi Universitas Gadjah Mada E20

[154-EEE_32] Segmentasi Citra Parasit Malaria Plasmodium Falciparum Dalam Sel


Darah Merah Menggunakan Active Shape Model
Endi Permata,I Ketut Eddy Purnama, Mauridhi Hery Purnomo
Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik,Universitas Sultan Ageng Tirtayasa E21

[162-EEE_34] Sistem Pakar untuk Corporate Customer Care Penanganan Gangguan Komunikasi
Data dengan Metode Penalaram Berbasis Kasus
I Wayan Payoka Setia Dharma ST
Program Pasca Sarjana Teknik Elektro Universitas Brawijaya E22
xviii
[166-EEE_35] Peramalan Kebutuhan Beban Jangka Pendek
Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruandi Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah
Maju Binoto
Mahasiswa PascasarjanaJurusan Teknik Elektro,Universitas Brawijaya E23

[189-EEE_40] Implementasi SMS dAlert untuk Network Failure Management


Adharul Muttaqin , R. Arief Setyawan, Ridhwan Wahyudi
Teknik Elektro,Universitas Brawijaya E24

xix
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Simulasi Dan Analisis Kinerja Flexible AC


Transmission System (FACTS) Devices Pada
Sistem Tenaga Listrik
Muhammad Fahmi Hakim1), Hadi Suyono2), Agung Darmawansyah3)
Universitas Brawijaya
mufaha84@gmail.com

AbstrakPenggunaan peralatanFACTSpada sistem beberapa peralatanFACTS yang telah ditentukan


tenaga selain dapat meningkatkan performa transmisi diharapkan dapat diketahui peralatanFACTS yang
AC jarak jauh, aliran daya juga dapat dikendalikan. paling sesuai untuk sistem tenaga.
Pada penelitian ini dilakukan simulasi dan analisis
terhadap SVC, STATCOM, SSSC dan UPFC yang telah
dimodelkan pada PSAT. Dengan mengadakan analisis TINJAUAN PUSTAKA
dan simulasi serta kemudian dilanjutkan dengan Flexible AC Transmission System (FACTS)
perbandingan terhadap kinerja keempat didefinisikan oleh IEEE sebagai sistem transmisi AC
peralatanFACTS tersebut diharapkan dapat diketahui
yang menggabungkan sistem berbasis elektronika daya
peralatanFACTS yang paling sesuai untuk sistem tenaga.
Hasil analisis aliran daya pada penelitian ini dan kontroler statis lainnya untuk meningkatkan
menunjukkan bahwa pengintegrasian FACTS devices pengendalian dan meningkatkan kemampuan
pada sistem tenaga listrik akan mengurangi rugi daya mentransfer daya. Pengendali FACTS didefinisikan
dan meningkatkan tegangan pada tiap bus dari sistem sebagai sistem berbasis elektronika daya atau peralatan
tenaga tersebut. Selain itu berdasarkan hasil analisis statis lain yang menyediakan kontrol satu atau lebih
dinamis, tegangan bus dari suatu sistem tenaga yang
parameter transmisi AC [4].
terintegrasi dengan FACTS devices lebih cepat stabil
setelah adanya gangguan. Berdasarkan penelitian ini,
TABEL 1.KEMAMPUAN KONTROL DARI KONTROLER FACTS
dari keempat FACTS devices tersebut, performa dari
Kontroler Kemampuan kontrol
UPFC yang paling baik.
FACTS
SVC Kontrol tegangan, kompensasi VAR, peredaman
Kata KunciAnalisis aliran daya, FACTS devices, osilasi, stabilitas transien dan dinamis, stabilitas
sistem tenaga listrik, analisis dinamis tegangan.
TCSC Kontrol arus, peredaman osilasi, stabilitas transien
dan dinamis, stabilitas tegangan, pembatasan arus
gangguan.
PENDAHULUAN TCPST Kontrol daya aktif, peredaman osilasi, stabilitas
transien dan dinamis, stabilitas tegangan.

P engamatanterhadap performa Flexible AC


Transmission System (FACTS) devices penting
dilakukan dalam studi perencanaan sistem tenaga.
STATCOM

SSSC
Kontrol tegangan, kompensasi VAR, peredaman
osilasi, stabilitas tegangan.
Kontrol arus, peredaman osilasi, stabilitas transien
Peralatan ini pada dasarnya mengontrol tiga parameter dan dinamis, stabilitas tegangan, pembatasan arus
gangguan.
yang ada pada sistem transmisi AC yaitu; tegangan, IPFC Kontrol daya reaktif, kontrol tegangan, peredaman
sudut fasa dan impedansi. Penggunaan osilasi, stabilitas transien dan dinamis, stabilitas
peralatanFACTSpada sistem tenaga selain dapat tegangan.
UPFC Kontrol daya aktif dan reaktif, kontrol tegangan,
meningkatkan performa transmisi AC jarak jauh, aliran kompensasi VAR, peredaman osilasi, stabilitas
daya juga dapat dikendalikan. transien dan dinamis, stabilitas tegangan,
Power System Analysis Toolbox (PSAT) merupakan pembatasan arus gangguan.
salah satu toolboxes pada MATLAB untuk melakukan Keuntungan penggunaan teknologi FACTS antara
analisis dan simulasi mengenai hampir semua persoalan lain:
yang ada pada sistem tenaga listrik, yaitu analisis Mampu mengontrol aliran daya seperti yang
steady state seperti analisis aliran daya, analisis diharapkan;
kontingensi, analisis gangguan dan analisis dinamik Meningkatkan kemampuan saluran;
(Milano, 2006). Mengurangi aliran daya reaktif [10].
Pada penelitian ini dilakukan simulasi dan analisis Model beban biasanya diklasifikasikan menjadi dua
terhadap beberapa peralatanFACTS yang dimodelkan kategori yaitu statis dan dinamis. Beban bisa
pada PSAT, antara lain SVC, STATCOM, SSSC dan dimodelkan dengan menggunakan model:
UPFC. Dengan mengadakan simulasi dan analisis yang Model beban impedansi konstan (konstan Z):
dilanjutkan dengan perbandingan terhadap kinerja Model beban arus konstan (konstan I)

A1-1
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Model beban daya konstan. [6].


A
Perhitungan aliran daya pada dasarnya menghitung
besaran tegangan |V| dan sudut fasa tegangan pada
setiap G.I. pada kondisi tunak dan ketiga fasa Melakukan analisis aliran daya pada sistem tenaga listrik sesudah
seimbang. Hasil perhitungan digunakan untuk terpasang FACTS devices
menghitung besar aliran daya aktif P dan daya reaktif Q
di setiap peralatan transmisi, besarnya daya aktif P dan Mengamati tegangan pada tiap bus, daya aktif dan daya reaktif
yang dibangkitkan maupun diserap
daya reaktif Q yang harus dibangkitkan setiap pusat
pembangkit serta jumlah rugi-rugi di sistem. Pada Melakukan time domain simulation pada sistem tenaga listrik
setiap bus G.I. ada 4 (empat) variabel operasi yang sesudah terpasang FACTS devices

terkait, yaitu daya aktif P, daya reaktif Q, besaran


Mengamati perubahan tegangan pada beberapa bus
tegangan |V| dan sudut fasa tegangan . Supaya
persamaan aliran daya dapat dihitung 2 (dua) dari 4
(empat) variabel di atas harus diketahui untuk setiap Analisis dan pembahasan
G.I., sedangkan 2 (dua) variabel lainnya dihitung.
Setiap G.I. dalam sistem tenaga listrik Kesimpulan

dikelompokkan menjadi 3 (tiga) tipe G.I., yaitu:


1. G.I. bus beban; Selesai
2. G.I. bus pembangkit; Gambar 1.Diagram Alir Penelitian
3. G.I. bus penyanggah (G.I. swing).

METODE PENELITIAN
Model peralatanFACTS yang digunakan antara lain
Tahapan penelitian direncanakan seperti diagram alir SVC, UPFC, STATCOM dan SSSC. Sistem tenaga
dalamGambar 1Gambar 1 Penelitian diawali dengan yang dianalisis yaitu sistem tenaga 9 bus dan 14 bus
studi pustaka tentang macam-macam pemodelan serta sistem tenaga 45 bus. Parameter untuk sistem
peralatan FACTS dan cara mengevaluasi kinerja tenaga listrik yaitu panjang saluran, resistansi,
peralatan FACTS. Langkah selanjutnya adalah reaktansi, suseptansi, arus yang mengalir, daya nyata
menentukan peralatan FACTS yang akan dianalisis dan daya semu. Parameter-parameter tersebut
pada penelitian. ditentukan dengan berdasarkan nilai standar yang
Mulai diberikan oleh IEEE untuk sistem tenaga 9 bus dan 14
bus serta parameter untuk sistem tenaga 45 bus
Studi Pustaka diperoleh dari pengambilan data di lapangan.
Sedangkan parameter untuk gangguan antara lain fault
Penentuan sistem tenaga time, fault clearing time, resistansi dan reaktansi
gangguan. Sebelum FACTS devices terpasang,
Penentuan parameter sistem seperti panjang saluran, resistansi, reaktansi,
suseptansi, arus yang mengalir, daya nyata dan daya semu
dilakukan analisis aliran daya terhadap sistem tenaga
yang telah diberi gangguan. Kemudian dilakukan time
Penentuan parameter gangguan seperti fault time, fault clearing domain simulation pada sistem transmisi yang sama.
time, resistansi dan reaktansi gangguan Setelah itu jenis peralatanFACTS yang telah ditentukan
sebelumnya diintegrasikan pada sistem tenaga
Melakukan analisis aliran daya pada sistem tenaga listrik sebelum
terpasang FACTS devices kemudian dilakukan tahap yang sama seperti pada saat
sistem tenaga belum terintegrasi dengan
Mengamati tegangan pada tiap bus, daya aktif dan daya reaktif peralatanFACTS. Analisis dan pembahasan dilakukan
yang dibangkitkan maupun diserap
dengan membandingkan dua keadaan di atas kemudian
Melakukan time domain simulation pada sistem tenaga listrik diambil kesimpulan.
sebelum terpasang FACTS devices
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Mengamati perubahan tegangan pada beberapa bus dan
perubahan sudut rotor generator A. Analisis Aliran Daya Sistem Tenaga
Menentukan parameter FACTS devices seperti rating daya, tegangan, Gambar 1 adalah grafik yang menunjukkan
frekuensi, regulator time constant, regulator gain, tegangan referensi, perbandingan tegangan pada setiap bus sebelum
dll.
maupun sesudah terintegrasi dengan FACTS devices.
Pengintegrasian model FACTS devices ke dalam model sistem
tenaga listrik Nilai tegangan tersebut merupakan hasil analisis aliran
daya. Untuk sistem tenaga 9 bus tanpa FACTS devices
terdapat kenaikan nilai tegangan pada bus 4 sampai bus
A 9 jika sistem tenaga diintegrasikan dengan FACTS
devices. Pengecualian terjadi pada bus 7 dan bus 8
yang memiliki nilai tegangan yang lebih rendah jika
sistem tenaga diintegrasikan dengan SSSC dan UPFC.
Untuk sistem tenaga 9 bus dengan SVC maupun sistem

A1-2
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

tenaga 9 bus dengan STATCOM mempunyai nilai rugi daya nyata pada sistem tenaga tanpa FACTS
tegangan yang sama pada tiap bus seperti halnya nilai devices lebih besar daripada sistem tenaga dengan
tegangan pada sistem tenaga 9 bus dengan SSSC FACTS devices. Sedangkan pada sistem tenaga dengan
maupun sistem tenaga 9 bus dengan UPFC.. Pada SVC maupun STATCOM mempunyai rugi daya nyata
keadaan steady state, nilai tegangan pada bus 5 yang lebih besar daripada sistem tenaga yang
besarnya sama di setiap sistem tenaga yang telah diintegrasikan dengan SSSC maupun UPFC.
diintegrasikan dengan FACTS devices yaitu 1,025 p.u.
B. Analisis Dinamik Sistem Tenaga
1.05 Parameter yang dianalisis pada time domain
1.04 simulation ini antara lain tegangan pada bus 4, 5, 7.
1.03
1.02 1.1
1.01 1
1
0.99 0.9
0.8

Bus 9
Bus 1
Bus 2
Bus 3
Bus 4
Bus 5
Bus 6
Bus 7
Bus 8
0.7
0.6
no svc statcom sssc upfc 0 1 2 3 4 5

Gambar 2. Perbandingan Tegangan Tiap Bus Pada Sistem Tenaga 9


Bus
no svc upfc statcom sssc
Gambar 2.merupakan grafik yang menunjukkan
perbandingan tegangan pada setiap bus sebelum Gambar 4. Tegangan Bus 4 Pada Sistem Tenaga 9 Bus Tanpa dan
maupun sesudah terintegrasi dengan FACTS devices. Dengan FACTS Devices
Untuk sistem tenaga 14 bus tanpa FACTS devices, 1.2
terdapat kenaikan nilai tegangan pada bus 4 sampai bus
14 apabila sistem tenaga tersebut diintegrasikan dengan 1
FACTS devices. Untuk sistem tenaga 14 bus dengan
SSSC dan UPFC, tegangan pada tiap bus mempunyai
nilai yang paling tinggi. Kemudian di bawah sistem 0.8
tenaga dengan SSSC dan UPFC ada sistem tenaga
dengan SVC dan STATCOM. Pada keadaan steady 0.6
state, nilai tegangan pada bus 14 besarnya sama di
setiap sistem tenaga yang telah diintegrasikan dengan 0.4
FACTS devices yaitu 1,04 p.u. 0 1 2 3 4 5
1.11 no svc statcom sssc upfc

1.06 Gambar 5. Tegangan Bus 5 Pada Sistem Tenaga 9 Bus Tanpa dan
Dengan FACTS Devices
1.01 1.2
1
0.96
0.8
Bus 6
Bus 1
Bus 2
Bus 3
Bus 4
Bus 5

Bus 7
Bus 8
Bus 9
Bus 10
Bus 11
Bus 12
Bus 13
Bus 14

0.6
0.4
0.2
0
no svc statcom sssc upfc
0 1 2 3 4 5
Gambar 3. Perbandingan Tegangan Tiap Bus pada Sistem Tenaga 14
Bus
no svc statcom sssc upfc
TABEL 1. PERBANDINGAN RUGI DAYA NYATA
Tanpa
Sistem FACTS SVC STATCOM SSSC UPFC Gambar 6. Tegangan Bus 7 Pada Sistem Tenaga 9 Bus Tanpa dan
Tenaga devices (p.u) (p.u) (p.u) (p.u) Dengan FACTS Devices
(p.u)
9 bus 0,04641 0,4497 0,4497 0,01735 0,01735 Berdasarkan Gambar 2 sampaiGambar 6 diketahui
14 bus 0,2943 0,2917 0,2917 0,29 0,2868 bahwa saat sistem tenaga 9 bus tanpa FACTS devices,
tegangan bus 4, 5, dan 7 mempunyai nilai paling
BerdasarkanTabel 1Tabel dapat diketahui bahwa rendah. Keadaan ini terjadi baik pada saat sebelum

A1-3
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

gangguan maupun setelah gangguan. Tegangan bus 4


1.2
tidak mengalami osilasi lagi pada t = 12,25 s ketika
1.1
terhubung dengan UPFC, pada t = 15,50 s ketika
terhubung dengan SSSC, pada t = 18,6 s ketika 1
terhubung dengan SVC dan STATCOM, serta pada t = 0.9
18,88 s ketika tanpa FACTS devices. Tegangan bus 5 0.8
stabil pada 1,025 p.u. jika sistem tenaga 9 bus 0.7
terhubung dengan SSSC dan UPFC. Tegangan bus 5 0.6
tidak berosilasi lagi pada t = 13,25 s jika sistem tenaga 0 1 2 3 4 5
terhubung dengan STATCOM, pada t = 15,25 s jika
terhubung dengan SVC, dan pada t = 18,63 s jika tanpa
FACTS devices. Tegangan bus 7 tidak mengalami no svc statcom sssc upfc
osilasi lagi pada t = 12,25 s ketika terhubung dengan
UPFC, pada t = 15,50 s ketika terhubung dengan SSSC,
Gambar 9. Tegangan Bus 14 Pada Sistem Tenaga 14 Bus Tanpa dan
pada t = 18,6 s ketika terhubung dengan SVC dan Dengan FACTS Devices
STATCOM, serta pada t = 18,88 s ketika tanpa FACTS Berdasarkan Gambar - Gambar dapat diketahui
devices. bahwa pada saat sistem tenaga 14 bus tanpa FACTS
C. Analisis Dinamis Sistem Tenaga 14 Bus devices, tegangan bus 9, 13, dan 14 mempunyai nilai
paling rendah. Keadaan ini terjadi baik pada saat
Parameter yang dianalisis yaitu tegangan pada bus 9,
sebelum maupun setelah gangguan. Tegangan bus 14
13, dan 14.
stabil pada nilai 1,04 p.u. apabila sistem tenaga 14 bus
1.2 terhubung dengan SSSC dan UPFC. Tegangan bus 9
tidak mengalami osilasi lagi pada t = 6,00 s ketika
1 terhubung dengan UPFC, pada t = 7,25 s ketika
terhubung dengan SSSC, pada t = 8,88 s ketika
0.8 terhubung dengan STATCOM, pada t = 9,00 s ketika
terhubung dengan SVC, dan pada t = 10,00 s ketika
0.6 tidak terhubung dengan FACTS devices. Tegangan bus
13 tidak mengalami osilasi lagi pada t = 6,50 s ketika
0 1 2 3 4 5 terhubung dengan UPFC, pada t = 6,63 s ketika
terhubung dengan SSSC, pada t = 6,88 s Berdasarkan
Gambar 2 sampaiGambar 6 diketahui bahwa saat
no svc statcom sssc upfc
sistem tenaga 9 bus tanpa FACTS devices, tegangan
bus 4, 5, dan 7 mempunyai nilai paling rendah.
Gambar 7. Tegangan Bus 9 Pada Sistem Tenaga 14 Bus Tanpa dan Keadaan ini terjadi baik pada saat sebelum gangguan
Dengan FACTS Devices
maupun setelah gangguan. Tegangan bus 4 tidak
1.1 mengalami osilasi lagi pada t = 12,25 s ketika
terhubung dengan UPFC, pada t = 15,50 s ketika
1 terhubung dengan SSSC, pada t = 18,6 s ketika
terhubung dengan SVC dan STATCOM, serta pada t =
0.9 18,88 s ketika tanpa FACTS devices. Tegangan bus 5
stabil pada 1,025 p.u. jika sistem tenaga 9 bus
0.8 terhubung dengan SSSC dan UPFC. Tegangan bus 5
0 1 2 3 4 5 tidak berosilasi lagi pada t = 13,25 s jika sistem tenaga
terhubung dengan STATCOM, pada t = 15,25 s jika
terhubung dengan SVC, dan pada t = 18,63 s jika tanpa
no svc statcom sssc upfc FACTS devices. Tegangan bus 7 tidak mengalami
osilasi lagi pada t = 12,25 s ketika terhubung dengan
UPFC, pada t = 15,50 s ketika terhubung dengan SSSC,
Gambar 8. Tegangan Bus 13 Pada Sistem Tenaga 14 Bus Tanpa dan
Dengan FACTS Devices pada t = 18,6 s ketika terhubung dengan SVC dan
STATCOM, serta pada t = 18,88 s ketika tanpa FACTS
devices.
Parameter yang dianalisis yaitu tegangan pada bus 9,
13, dan 14.
Berdasarkan Gambar - Gambar dapat diketahui
bahwa pada saat sistem tenaga 14 bus tanpa FACTS
devices, tegangan bus 9, 13, dan 14 mempunyai nilai
paling rendah. Keadaan ini terjadi baik pada saat
sebelum maupun setelah gangguan. Tegangan bus 14
stabil pada nilai 1,04 p.u. apabila sistem tenaga 14 bus

A1-4
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

terhubung dengan SSSC dan UPFC. Tegangan bus 9 dengan tegangan tiap bus pada sistem yang belum
tidak mengalami osilasi lagi pada t = 6,00 s ketika dipasang FACTS devices. Tegangan tiap bus pada
terhubung dengan UPFC, pada t = 7,25 s ketika sistem tenaga yang dipasang SSSC dan UPFC
terhubung dengan SSSC, pada t = 8,88 s ketika mempunyai nilai yang lebih besar daripada tegangan
terhubung dengan STATCOM, pada t = 9,00 s ketika tiap bus pada sistem tenaga yang dipasang SVC dan
terhubung dengan SVC, dan pada t = 10,00 s ketika STATCOM.
tidak terhubung dengan FACTS devices. Tegangan bus Sedangkan berdasarkan Gambar 8 dapat diketahui
13 tidak mengalami osilasi lagi pada t = 6,50 s ketika bahwa penambahan FACTS devices pada sistem tenaga
terhubung dengan UPFC, pada t = 6,63 s ketika bisa mengurangi rugi-rugi daya nyata. Saat sistem
terhubung dengan SSSC, pada t = 6,88 s ketika tenaga belum terpasang FACTS devices rugi daya
terhubung dengan STATCOM, pada t = 7,88 s ketika nyata yang terjadi adalah sebesar 0.02866 p.u. Nilai ini
terhubung dengan SVC, dan pada t = 10,25 s ketika berkurang menjadi 0.02635 p.u apabila sistem tenaga
tanpa FACTS devices. Tegangan bus 14 tidak dihubungkan dengan SVC dan STATCOM. Apabila
berosilasi lagi pada t = 6,00 s jika sistem tenaga sistem tenaga dihubungkan dengan SSSC dan UPFC
terhubung dengan STATCOM, pada t = 7,00 s jika maka nilai rugi daya akan semakin berkurang menjadi
terhubung dengan SVC, dan pada t = 10,63 s jika tidak 0.02556 p.u.
terhubung dengan FACTS devices. 1.5
Berdasarkan Gambar 7 dapat diketahui bahwa
tegangan pada tiap bus setelah sistem dipasang FACTS 1
devices mengalami peningkatan apabila dibandingkan 0.5
dengan tegangan tiap bus pada sistem yang belum
0
dipasang FACTS devices. Tegangan tiap bus pada

Bus 28
Bus 10
Bus 13
Bus 16
Bus 19
Bus 22
Bus 25

Bus 31
Bus 34
Bus 37
Bus 40
Bus 43
Bus 1
Bus 4
Bus 7
sistem tenaga yang dipasang SSSC dan UPFC
mempunyai nilai yang lebih besar daripada tegangan
tiap bus pada sistem tenaga yang dipasang SVC dan no svc statcom sssc upfc
STATCOM.
Sedangkan berdasarkan Gambar 8 dapat diketahui
bahwa penambahan FACTS devices pada sistem tenaga Gambar 10. Perbandingan Tegangan Pada Tiap Bus Sebelum dan
Sesudah Dipasang FACTS Devices
bisa mengurangi rugi-rugi daya nyata. Saat sistem
tenaga belum terpasang FACTS devices rugi daya 0.029
nyata yang terjadi adalah sebesar 0.02866 p.u. Nilai ini 0.028
berkurang menjadi 0.02635 p.u apabila sistem tenaga 0.027
dihubungkan dengan SVC dan STATCOM. Apabila 0.026
sistem tenaga dihubungkan dengan SSSC dan UPFC
0.025
maka nilai rugi daya akan semakin berkurang menjadi
0.02556 p.u. 0.024
Keadaan bus 19 dan bus 20ketika dilakukan analisis no svc statcom sssc upfc
dinamis direpresentasikan pada Gambar 12 danGambar
13. Berdasarkan tiap-tiap gambar dapat diketahui P (p.u)
bahwa tegangan pada bus saat Sistem Tenaga 45 Bus
tidak terhubung dengan FACTS devices mempunyai Gambar 11. Perbandingan Rugi Daya Nyata
nilai yang paling rendah. Keadaan ini terjadi baik pada E. Analisis Dinamis Sitem Tenaga 45 Bus
saat sebelum terjadi gangguan maupun setelah terjadi Keadaan bus 19 dan bus 20ketika dilakukan analisis
gangguan. Saat terjadi gangguan, tegangan bus jatuh dinamis direpresentasikan pada Gambar 12 danGambar
pada nilai terendah saat sistem tidak terhubung dengan 13. Berdasarkan tiap-tiap gambar dapat diketahui
FACTS devices. bahwa tegangan pada bus saat Sistem Tenaga 45 Bus
Penelitian ini menghasilkan kesimpulan sebagai tidak terhubung dengan FACTS devices mempunyai
berikut: nilai yang paling rendah. Keadaan ini terjadi baik pada
ketika terhubung dengan STATCOM, pada t = 7,88 s saat sebelum terjadi gangguan maupun setelah terjadi
ketika terhubung dengan SVC, dan pada t = 10,25 s gangguan. Saat terjadi gangguan, tegangan bus jatuh
ketika tanpa FACTS devices. Tegangan bus 14 tidak pada nilai terendah saat sistem tidak terhubung dengan
berosilasi lagi pada t = 6,00 s jika sistem tenaga FACTS devices.
terhubung dengan STATCOM, pada t = 7,00 s jika
terhubung dengan SVC, dan pada t = 10,63 s jika tidak
terhubung dengan FACTS devices.
D. Analisis Dinamis Sistem Tenaga 45 Bus
Berdasarkan Gambar 7 dapat diketahui bahwa
tegangan pada tiap bus setelah sistem dipasang FACTS
devices mengalami peningkatan apabila dibandingkan

A1-5
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

lanjut untuk diperbandingkan hasilnya dengan


1.5
FACTS devices yang telah diteliti pada
1 penelitian ini.
2. Cara analisis yang lain untuk menguji
0.5 keandalan FACTS devices selain analisis
aliran daya dan analisis dinamis sebaiknya
0
perlu juga untuk diaplikasikan.
0 1 2 3 4 5 3. Sistem tenaga yang digunakan juga bisa
menggunakan sistem transmisi standar IEEE
lainnya atau sistem tenaga yang ada di
no svc statcom sssc upfc Indonesia maupun di belahan bumi lainnya.

Gambar 12. Tegangan Bus 19 Pada Sistem Tenaga 45 Bus Tanpa dan REFERENCES
Dengan FACTS Devices
[1] Acharya. tanpa tahun. Facts about Flexible AC Transmission
1.4 Systems (FACTS) Controllers: Practical Installations and
1.2 Benefits. http://www.itee.uq.edu.au. Diunduh pada 28 Juli
2010.
1 [2] Ajami, dkk. 2007. Modelling and Controlling of UPEC for
0.8 Power System Transient Studies, ECTI Transactions on
Electrical Eng., Electronics, and Communication 5 (2): 29-35.
0.6 [3] Asare, dkk. 1994. An Overview of Flexible AC Transmission
0.4 System. Indiana: School of Electrical Engineering, Purdue
0.2 University.
[4] Bina dan Hamill. 1998.A Classification Scheme for FACTS
0 Controller, School of Electronic Engineering, Information
Technology and Mathematics University of Surrey, Guildford
0 1 2 3 4 5
GU2 5XH, United Kingdom.
[5] Canizares, dkk. 2003. STATCOM Modelling for Voltage and
Angle Stability Studies, Electrical Power and Energy System
no svc statcom sssc upfc 25: 1-20.
[6] Canizares, Claudio and Kodsi. 2003. Modelling and Simulation
of IEEE 14 Bus System With FACTS Controllers.
Gambar 13. Tegangan Bus 19 Pada Sistem Tenaga 45 Bus Tanpa http://thunderbox.uwaterioo.ca. Diunduh pada 28 Januari 2010.
dan Dengan FACTS Devices [7] L. Gyugyi, 1992. A Unified Power Flow Controller Concept
For Flexible AC Transmission System, Generation,
Transmission and Distribution 139 (4); 323-331.
[8] Haque, M. 2008. Evaluation of First Swing Stability of A Large
KESIMPULAN DAN SARAN Power System With Various FACTS Devices, IEEE Trans.
Power Syst. 23 (3): 1114-1151.
Penelitian ini menghasilkan kesimpulan sebagai [9] Huang, dkk. 2000. Application of Unified Power Flow
berikut: Controller In Interconnected Power Systems-Modelling,
1. Pemasangan FACTS devices pada sistem Interface, Control Strategy, and Case Study, IEEE Trans. Power
Syst. 15 (2): 817-824.
tenaga listrik tegangan tinggi AC terbukti [10] Hingorani dan Gyugyi. 2000. Understanding FACTS. New
mampu mengurangi kerugian daya nyata baik York: John Wiley and Sons.
pada sistem tenaga 9 bus, sistem tenaga 14 [11] Kalyani dan Das. 2008. Simulation of Real and Reactive Power
Flow Control With UPFC Connected To a Transmission Line,
bus, maupun sistem tenaga 45 bus.
http://www.jatit.org. Diunduh pada 20 Maret 2010.
2. Pemasangan FACTS devices pada sistem [12] Milano, F. 2006. An Open Source Power System Analysis
tenaga listrik tegangan tinggi AC terbukti Toolbox. http://www.power.uwaterloo.ca. Diunduh pada 1
mampu meningkatkan tegangan pada hampir Januari 2010.
[13] Padiyar, K. 2007. FACTS Controllers In Power Transmission
semua bus terutama bus yang terintegrasi and Distribution. New Delhi: New Age International (P) Ltd.
dengan FACTS devices. [14] Panda, S. 2010. Modelling, Simulation and Optimal Tuning Of
3. Pada analisis dinamis terbukti bahwa tegangan SSSC-Based Controller In A Multi-Machine Power System.
World Journal of Modelling and Simulation 6 (2): 110-121.
bus dari suatu sistem tenaga yang terintegrasi [15] Nasser, Abdul. 2008. Power System Modelling and Fault
dengan FACTS devices lebih cepat menuju Analysis. London: Elsevier Ltd.
keadaan stabil setelah mengalami gangguan. [16] Umar, dkk. 2008. Optimasi Penempatan Multi Peralatan
FACTS Pada Sistem Kelistrikan Sulawesi Selatan
Menggunakan Algoritma Genetika. Seminar Nasional Aplikasi
Berikut ini adalah beberapa hal yang penulis perlu Teknologi Informasi 2008 (SNATI 2008). Yogyakarta.
sarankan untuk keperluan penelitian dan [17] Zhang, dkk. 2006. Flexible AC Transmission System Modelling
and Control. Berlin: Springer-Verlag Berlin Heidelberg.
pengembangan lebih lanjut.
1. FACTS devices lainnya perlu diteliti lebih

A1-6
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Analisis Peningkatan Keandalan pada Sistem


Distribusi 20 kV di Samarinda
Bustani, Rini Nurhasanah, Teguh Utomo
Sistem Tenaga Listrk Program Magister Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Malang
Email : bustani2004@yahoo.com

Abstrak Salah satu penyulang (feeder) yang ada


di wilayah PT. PLN (Persero) Cabang Samarinda PENDAHULUAN
KALTIM adalah Penyulang Tengkawang. Data
gangguan penyulang PLN Cabang Samarinda Sebuah gardu induk distribusi pada umumnya
tahun 2010 menunjukkan bahwa Penyulang memiliki beberapa penyulang (feeder) yang
Tengkawang feeder T9 Samarinda sering berfungsi untuk mensuplai energi listrik pada
mengalami pemadaman dengan durasi yang tinggi titik beban. Salah satu penyulang yang ada di
sebesar 250,2 menit. Dan sesuai dengan SPLN wilayah PT. PLN (Persero) Cabang Samarinda
59:1985 maka PLN tidak hanya berusaha
KALTIM adalah Penyulang Tengkawang.
memenuhi permintaan daya yang meningkat tetapi
juga memperbaiki mutu keandalan pelayanan Penyulang Tengkawang disuplai oleh Gardu
tenaga listrik terhadap konsumen. Induk Karang Asam pada Trafo nomor III
Untuk mengetahui tingkat keandalan Penyulang tegangan 150/20 kV.
Tengkawang, perlu dilakukan analisa terhadap Gangguan pada sistem distribusi tenaga listrik
indeks keandalan Penyulang Tengkawang pada sebagian besar terjadi pada saluran distribusi
kondisi jaringan yang ada saat ini (existing). primer yaitu pada jaringan tegangan menengah
Kemudian perlu dilakukan penelitian terhadap
usaha-usaha peningkatan keandalan pada
suatu penyulang. Gangguan pada suatu bagian
Penyulang Tengkawang. Salah satu cara untuk pada penyulang akan berpengaruh pada tingkat
meningkatkan keandalan sistem distribusi dengan keandalan penyulang tersebut.
mengupayakan agar frekuensi/jumlah terjadinya Penyulang Tengkawang (T9) juga tidak lepas
gangguan dapat dikurangi. Upaya penggunaan dari terjadinya gangguan pada penyulang
konduktor AAAC-S diharapkan mampu untuk tersebut. Data gangguan penyulang PT. PLN
menurunkan frekuensi/jumlah terjadinya
gangguan. Sedangkan penggunaan load break
(Persero) Cabang Samarinda pada tahun 2010
switch diharapkan dapat menurunkan lama/durasi menunjukkan bahwa Penyulang Tengkawang
gangguan. Tentunya load break switch (LBS) ini mengalami 19 kali gangguan dengan durasi
perlu ditentukan berdasarkan jumlah dan lokasi pemadaman 250,2 menit, lama gangguan
yang tepat. terbesar yang terjadi pada bulan januari tahun
Hasil analisis dan perhitungan indeks keandalan 2010 sebanyak 6 kali gangguan dengan durasi
menunjukkan bahwa masalah keandalan pada 67,8 menit, dan pada bulan maret tahun 2010
Penyulang Tengkawang terletak pada durasi
gangguan yang cukup lama, yang ditunjukkan sebanyak 6 kali gangguan dengan durasi 97,8
dengan nilai SAIDI (System Average Interruption menit. Pemadaman ini tentunya mengakibatkan
Duration Index) dan CAIDI (Customer Average sejumlah energi listrik tidak dapat disalurkan
Interruption Duration Index) yang tinggi. Solusi pada pelanggan, yang tentunya akan berdampak
dari permasalahan ini adalah dengan mengatur pada kerugian baik di sisi pelanggan maupun
letak LBS atau sering dinamakan sectionalizer perusahaan penyedia tenaga listrik.
pada kondisi existing pada Penyulang
Tengkawang. Jika ingin mencapai keandalan yang Peningkatan keandalan dilakukan dengan dua
tinggi salah satu caranya adalah dengan memasang cara, yang pertama adalah penggunaan
sectionalizer jenis otomatis yaitu AVS (Automatic konduktor AAAC-S (AAACOC atau AAAC
Vacuum Switch) pada Penyulang Tengkawang. berisolasi) pada SUTM penyulang Tengkawang,
dan yang kedua dengan menentukan jumlah dan
Kata Kunci: peningkatan keandalan, letak Sectionalizer pada Penyulang Tengkawang.
pemadaman, indeks keandalan, konduktor AAAC-
S, sectionalizer.

A2-1
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA mengisolasi bagian (section) yang mengalami


gangguan setelah pemutus tenaga/PMT atau
A. Jaringan Distribusi Tenaga Listrik
recloser membuka karena arus gangguan (Gers
Jaringan distribusi/sistem distribusi berfungsi & Holmes, 2004: 113). Karena sectionalizer
sebagai penyalur/distributor energi listrik dari tidak mempunyai kapasitas pemutusan arus
gardu induk ke pelanggan / konsumen yang gangguan (fault current breaking capacity),
memerlukan energi tersebut. Jaringan distribusi maka harus dipasang atau berkoordinasi dengan
primer menyalurkan energi listrik dari gardu peralatan proteksi lain yang mempunyai
induk distribusi ke trafo distribusi dengan kapasitas pemutusan arus gangguan. Sehingga
menggunakan tegangan menengah 20kV. sectionalizer harus dipasang pada sisi hilir dari
Jaringan distribusi sekunder menyalurkan energi PMT atau recloser (Penutup Balik Otomatis /
listrik dari trafo distribusi ke pelanggan dengan PBO).
menggunakan tegangan rendah 220/380V.[ 8] 1.3. Keandalan Sistem Distribusi
Ada beberapa bentuk / tipe jaringan distribusi 1.3.1. Definisi
primer yang umum digunakan untuk Keandalan (reliability) secara umum
menyalurkan tenaga listrik, yaitu: tipe radial, tipe didefinisikan sebagai probabilitas suatu
loop, dan tipe grid/mesh. alat/komponen dapat melakukan fungsinya
Penyulang tipe radial memiliki tingkat dengan baik untuk periode waktu tertentu dan
keandalan yang rendah. Gangguan pada pada kondisi tertentu (Dhillon, 2006). Sedangkan
sembarang lokasi pada penyulang tipe radial keandalan dalam sistem distribusi adalah suatu
mengakibatkan pemadaman pada seluruh ukuran ketersediaan/ tingkat pelayanan penyedia
pelanggan / konsumen kecuali jika gangguan tenaga listrik dari sistem ke pemakai
dapat dilokalisir oleh fuse, sectionalizer, (Sukerayasa, 2007). Ukuran keandalan dapat
disconnect switch, atau recloser. [8] dinyatakan sebagai seberapa sering sistem
Sistem distribusi jenis mesh / grid merupakan mengalami pemadaman, berapa lama
salah satu sistem interkoneksi dari beberapa pemadaman terjadi dan berapa cepat waktu yang
penyulang yang disuplai dari sejumlah gardu dibutuhkan untuk memulihkan kondisi dari
induk. Penyulang ini biasanya dilayani dari pemadaman yang terjadi (restoration).
beberapa gardu induk secara langsung. 1.3.2. Indeks Keandalan
System Average Interruption Frequency Index
1.1. Gangguan Pada Sistem Distribusi (SAIFI)
Berdasar dari SPLN 52-3-1983, dapat dibagi
atas dua kelompok gangguan (fault) yaitu : SAIFI =
li Ni
Gangguan yang bersifat temporer, N (gangguan / tahun)
i
(1)
gangguan yang dapat hilang dengan System Average Interruption Duration Index
sendirinya atau dengan memutuskan (SAIDI)
sesaat bagian yang terganggu dengan SAIDI =
U i Ni (jam / tahun) (2)
sumber tegangannya. N i

Gangguan yang bersifat permanen, Customer Average Interruption Duration


gangguan yang memerlukan tindakan Index (CAIDI)
perbaikan dan atau menyingkirkan
penyebab gangguan tersebut untuk
CAIDI =
U Ni i
membebaskannya. l Ni i
(JAM / GANGGUAN) (3)
1.2. Peralatan Pengaman Sistem Distribusi Average System Avalaibility Index (ASAI)
1.2.1. Pemutus Tenaga/PMT (Circuit Breaker) Customer Hours Service Availabili ty (4)
ASAI =
Pemutus tenaga adalah peralatan otomatis Customer Hours Service Demanded
yang mampu membuka dan menutup rangkaian
8760 N i - U i N i 8760 - SAIDI
pada semua kondisi, baik pada kondisi operasi ASAI = =
normal maupun pada saat terjadi gangguan. Pada 8760 N i 8760
sistem distribusi, pemutus tenaga/PMT dipasang Average System Unavalaibility Index (ASUI)
pada sisi hulu dari saluran distribusi primer Customer Hours Service Unavailability (5)
ASUI =
(penyulang). Customer Hours Service Demanded

ASUI =
U N i i
= 1 - ASAI (6)
1.2.2. Sectionalizer 8760 N i
Sectionalizer adalah peralatan untuk

A2-2
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Energy Not Supllied (ENS) tij = waktu yang diperlukan dalam langkah
ENS = Jumlah Energi Tidak Tersalur demi langkah dari operasi kerja pemulihan
pelayanan
ENS = LaiU i (MWh / tahun ) (7)
Average Energy Not Supplied (AENS) Jaringan distribusi mempunyai tingkat
Jumlah Energi Tidak Tersalur kontinyuitas pelayanan yang bergantung pada
AENS = susunan (konfigurasi) dan cara
Jumlah Seluruh Pelanggan
pengoperasiannya. Tingkat kontinyuitas (ada 5
AENS =
La Ui i (kWh / pelanggan-tahun) (8) tingkat) pelayanan pada sistem distribusi diukur
N i
dari lamanya waktu untuk menghidupkan
kembali suplai tenaga listrik setelah mengalami
1.3.3. Standarisasi Tingkat Keandalan pemadaman karena gangguan (SPLN 52-3-
SPLN-59-1985 1983).
Keandalan pada sistem distribusi dalam SPLN
Tabel 1. Angka Keluar Komponen Sistem Distribusi
59-1985 disebutkan bahwa mutu pelayanan No Komponen Angka Keluar ()

diukur dari frekuensi atau kerap kali pemadaman 1


2
Saluran udara
Kabel saluran bawah
0,2 / km / tahun
0,07 / km / tahun
tanah
terjadi, maka indeks keandalan yang digunakan 3 Pemutus tenaga 0,004 / unit / tahun
4 Sakelar beban 0,003 / unit / tahun
adalah indeks frekuensi pemadaman rata-rata (f) 5
6
Sakelar pisah
Penutup balik
0,003
0,005
/
/
unit
unit
/
/
tahun
tahun
dan indeks lama pemadaman rata-rata (d). 7
8
Penyambung kabel
Trafo distribusi
0,001
0,005
/
/
unit
unit
/
/
tahun
tahun

Indeks Frekuensi Pemadaman Rata-rata 9


10
Pelindung jaringan
Rel tegangan rendah
0,005
0,001
/
/
unit
unit
/
/
tahun
tahun

Indeks ini dihitung dari angka keluar Sumber: SPLN 59-1985: 7


komponen yang menyebabkan pemadaman.
n
f = C i X i li pemadaman/tahun (9)
i =1 Tabel 2. Waktu Operasi Kerja dan Pemulihan Pelayanan
Kode Operasi Kerja Waktu (jam)
dengan: A. Menerima panggilan adanya
0,5
pemadaman dan waktu yang
i = angka keluar komponen yang A. Menerima panggilan adanya
pemadaman dan waktu yang 1
menyebabkan pemadaman B. Waktu yang dibutuhkan untuk
sampai dari satu gardu ke gardu 0,16
(indeks dari komponen) B. Waktu yang dibutuhkan
untuksampai dari satu gardu ke 0,2
Xi = panjang penyulang atau unit komponen C. Waktu yang dibutuhkan untuk
memeriksa indikator gangguan 0,083
Ci = jumlah konsumen per unit yang D. Waktu yang dibutuhkan untuk
membuka/menutup pemutus 0,25
mengalami pemadaman E. Waktu yang dibutuhkan untuk
membuka/menutup sakelar 0,15
n = banyaknya komponen yang keluar yang F. Waktu yang dibutuhkan untuk
memperbaiki kawat penghantar 3
menyebabkan pemadaman G. Waktu yang dibutuhkan untuk
mencari lokasi gangguan pada 5
Indeks Lama Pemadaman Rata-rata H. Waktu yang dibutuhkan untuk
memperbaiki kabel saluran 10

Indeks ini dihitung dari angka keluar I. Waktu yang dibutuhkan untuk
mengganti /memperbaiki
pemutus tenaga, sakelar beban, 10
komponen yang menyebabkan pemadaman dan J. Waktu yang dibutuhkan untuk
mengganti penyambung kabel 15
waktu pemulihan pelayanan. K. Waktu yang dibutuhkan untuk 10
L. mengganti
Waktu yangtrafo dsitribusi
dibutuhkan untuk

10
n m mengganti
Waktu yangpelindung
dibtuhkanjaringan

d = X i li Cij t ij
M. untuk
mengganti/memperbaiki bus 10
jam/tahun (10) Sumber: SPLN 59-1985: 8
i =1 j =1
dengan: IEEE Std. 1366-2000 dan WCS PLN
i = angka keluar komponen yang Tingkat keandalan yang digunakan pada IEEE
menyebabkan pemadaman Std. 1366-2000 diukur melalui indeks keandalan
Xi = panjang penyulang atau jumlah unit SAIFI (System Average Interruption Frequency
komponen Index) dan SAIDI (System Average Interruption
n = jumlah komponen yang keluar yang Duration Index) seperti yang telah diuraikan
menyebabkan pemadaman pada subbab 2.4.3. tentang indeks keandalan.
m = jumlah dari fungsi kerja yang terlibat
Kedua indeks keandalan ini (SAIFI dan SAIDI)
dalam pemulihan pelayanan
banyak digunakan untuk mengukur tingkat
Cij = jumlah konsumen per unit yang
mengalami pemadaman selama langkah keandalan sistem distribusi oleh banyak industri/
demi langkah dari operasi kerja (j = indeks perusahaan penyedia tenaga listrik di dunia.
dari operasi kerja)
Tabel 3. Beberapa Standar Indeks Keandalan

A2-3
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

SAIFI SAIDI pemutus (yang terbaik menggunakan sakelar


Standard Interruption/Year Hour/Year
25% 50% 75% 25% 50% 75% vakum / AVS-Automatic Vacuum Switch).
IEEE Std. 1366-2000 0,90 1,10 1,45 0,89 1,50 2,30
EEI (1999) [exclude storms] 0,92 1,32 1,71 1,16 1,74 2,23
EEI (1999) [with storms] 1,11 1,33 2,15 1,36 3,00 4,38 3. PEMODELAN
Indianapolis Power & Light (2000) 0,72 0,95 1,15 1,02 1,64 2,41 2.1. Jaringan Distribusi Tenaga Listrik
Note: 25%, 50%, and 75% represent the lower quartile, the Upaya yang dilakukan pada jaringan distribusi
median, and the upper quartile
Sumber: Short, 2006: 3 tenaga listrik kondisi existing untuk proses
analisisnya mengacu pada langkah-langkah
Sedangkan menurut world class service perhitungan dengan menggunakan perhitungan
(WCS) PLN, nilai SAIFI sesuai standar layanan berdasarkan indek keandalan terhadap besaran
kelas dunia maksimal adalah 3 kali per tahun dan angka keluar dari salah satu standar (SPLN) 59-
nilai SAIDI yang dipersyaratkan 100 menit per 1985, kemudian diperhitungkan dengan peralatan
satu tahun periode pengukuran atau 1,67 jam per yang ada pada jaringan distribusi P.T PLN
tahun. (Persero) Cabang Samarinda, seperti PMT,
SUTM, Recloser maupun LBS. Kondisi existing
1.4. Sectionalizer Pada Jaringan Distribusi dapat diperlihatkan pada gambar 3.
Sectionalizer adalah sakelar pembagi seksi
yang berfungsi untuk melokalisir gangguan yang
terjadi pada jaringan distribusi sehingga seksi-
seksi lain yang tidak terganggu tetap mendapat
suplai tenaga listrik. Peralatan ini terdiri dari
Keterangan:
Jln. Batu Besaung

A3C 240
A3C 150
Jln. Bayur

A3C 70 N.C
A3C 35
A3CS 150
Jln. Pinang Seribu

Jln. Wanyi Jln. Wanyi

N.C
Puspita Bengkuring

LBS MOTORIZED
Sekolah Pertanian
Jln. Padat Karya
Jln. Batu Besaung

RECLOSER
Jln. Batu Cermin Jln. W. Hasyim
Jln. AW Syahrani
Kayu Manis Village

E Gg Salomo
1
Jln. AWS 4

Jln. AWS 4 Perumahan Unmul


Jln. Suryanata

Villa Tamara
N.C
Gg Wangi
Jln. AW Syahrani

Bukit Pinang
Perum Guru
Pandan Harum Hill

Pasar Palima

LBS MOTORIZED

Jln. Kadrie Oening


Batu Putih Permai
Sekolah Islam
Jln. Suryanata

Graha Indah
Perum B. Mediterania
Dinas Perindagkop

Dinas Pertamben

Rawa Sari
BKKBN

Jln. MT Haryono

RECLOSER Jln. MT Haryono


Jln. Tengkawang

MT HARYONO
Perum

Panjang Jalan (poros):


STR
TRAFO 3 60

GI Simpang Tengkawang : 0.256 km


MVA
GI. TENGKAWANG

T.9 Simpang Tengkawang Jln. MT Haryono : 2.613 km


Jln. MT Haryono Jln. Suryanata : 6.878 km
Simpang Suryanata Jln. Kadrie Oening : 1.898 km
Jln. Kadrie Oening Jln AW Syahrani : 3.596 km
TRAFO 2 30

Jln AW Syahrani SP Jln W. Hasyim : 1.368 km


MVA

SP Jln W. Hasyim Jln. Batu Cermin : 1.902 km


Simpang Jln. W. Hasyim Jln. Bayur : 6.861 km
Simpang Jln. W. Hasyim Jln. Batu Besaung : 17.605 km

Gambar 3. Single-line Diagram Analisa Keandalan Penyulang Tengkawang Kondisi Jaringan Existing
2.2. Analisis Perhitungan Keandalan Menghitung indeks lama pemadaman rata-rata
Langkah-langkah yang akan dilakukan dalam (d) adalah :
analisis perhitungan data PMT, SUTM, Recloser,
SAIDI =
U i Ni (jam / tahun)
LBS dan CO untuk evaluasi dan peningkatan N i
keandalan Penyulang Tengkawang Gardu Induk n m
Karang Asam adalah sebagai berikut: d = X i li Cij t ij jam/tahun
Menghitung indeks frekuensi pemadaman i =1 j =1
rata-rata (f) adalah :
d=
n
f = Ci X i li =(1x1x0,004)+(1x0,256x0,2)+ (0,004x(0,5+10))+(0,0512((0,5x2+0,16x0x0,5)+
3))++(0,005x10) = 26,7105923200
i =1
(8/9x2,613)++(1/123x0,005) = 3,163157711
Jadi d = 26,7105923200 jam / tahun
li Ni (gangguan / tahun)
SAIFI =
N i Indek CAIDI = 5845105,628/692196,9651
Jadi f = 3,163157711 gangguan / tahun = 8,444280924 jam / pemadaman
Indek ASAI = (8760-26,71059232)/8760

A2-4
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

= 0,9969508456 HASIL DAN PEMBAHASAN


Indek ASUI = 1 - 0,9969508456 4.1. Evaluasi Keandalan Penyulang
= 0,0030491544 Tengkawang Kondisi Jaringan Existing
Indek ENS = 41447,29955 kWh / tahun (dari Dengan menggunakan persamaan-persamaan
data PLN) perhitungan indeks keandalan seperti yang
Indek AENS = ENS / jumlah pelanggan dijelaskan pada subbab 2.4 maka didapatkan
= 41447,29955 / 218831 nilai-nilai indeks keandalan Penyulang
Jadi AENS = 0,1894032361 kWh /pelanggan- Tengkawang pada kondisi jaringan existing
tahun sebagai berikut:
f = 6,8646054000 gangguan/tahun
Perhitungan indeks keandalan SAIFI, SAIDI, d = 46,633674560 jam/tahun
CAIDI, ASAI, ASUI, ENS, AENS tersebut SAIFI = 0,390000000 gangguan/tahun
diperhitungkan kembali dengan kondisi existing SAIDI = 16,04000000 jam/tahun
terhadap adanya pemasangan sectionalizer yang CAIDI= 2,5277213168 jam/gangguan
direncanakan sehingga diperoleh peningkatan ASAI = 0,998763949
keandalan system distribusi 20 kV pada ASUI = 0,001236051
penyulang Tengkawang di Samarinda . ENS = 54,30473956 MWh/tahun
memperhatikan tabel 4. Indeks yang dihitung AENS= 2,942708332 kWh/pelanggan
yaitu SAIFI (System Average Interruption Nilai-nilai indeks keandalan di atas
Frequency Index), SAIDI (System Average menunjukkan bahwa tingkat keandalan
Interruption Duration Index), CAIDI (Customer Penyulang Tengkawang masih belum memenuhi
Average Interruption Duration Index), ASAI standar keandalan menurut IEEE 1366-2000
(Average System Avalibility Index), ASUI sehingga perlu dilakukan usaha-usaha
(Average System Unavalibility Index), ENS peningkatan keandalan.
(Energy Not Supplied), dan AENS (Average
Energy Not Supplied). Dari hasil analisis tersebut
dapat juga dibandingkan dengan Standarisasi 4.2. Peningkatan Keandalan Penyulang
SPLN-59-1985 ataupun dengan world class Tengkawang
standard IEEE Std 1366-2000 4.2.1. Penggunaan Konduktor AAAC-S
1. Kemungkinan penggantian konduktor Penggunaan konduktor AAAC-S pada saluran
AAAC menjadi AAAC-S pada penyulang dapat udara Penyulang Tengkawang diharapkan dapat
dihitung lagi dengan mengganti angka keluar () mengurangi frekuensi terjadinya gangguan
karena AAAC-S memiliki nilai failure rate ()
AAAC dengan angka keluar () AAAC-S.
Angka keluar/laju kegagalan AAAC-S adalah yang lebih kecil daripada AAAC. Nilai untuk
0,187/km/tahun. Kemudian indeks keandalan AAAC-S adalah 0,187 / km / tahun sedangkan
nilai untuk AAAC adalah 0,2 / km / tahun.
pada langkah ketiga sampai kelima dihitung lagi.
2. Penentuan dan lokasi pemasangan Penentuan lokasi section yang konduktornya
sectionalizer akan diganti dengan AAAC-S dibagi menjadi
Langkah ini diawali dengan terlebih dahulu dua kegiatan. Cara yang pertama adalah hanya
membentuk single-line diagram Penyulang konduktor penyulang utama yang diganti,
sedangkan pada cara kedua adalah mengganti
Tengkawang yang baru dengan menghilangkan
sectionalizer yang sudah ada (existing) pada seluruh konduktor pada penyulang. Dengan dua
jaringan. Kemudian membentuk persamaan kegiatan tersebut akan dilihat seberapa besar
matematik ENS (Energy Not Supplied) dengan peningkatan keandalan yang terjadi.
sejumlah-n automatic sectionalizer pada jaringan Hasil perhitungan indeks keandalan Penyulang
Tengkawang setelah penggunaan konduktor
pada lokasi tertentu.
AAAC-S pada saluran udara penyulang utama
14 TD 23 TD 6 TD

Recloser
6 TD

LBS
21 TD
adalah:
LBS AW

f = 1,8415817100 gangguan/tahun
Wahid Padat
Syahrani Karya
SUTM SUTM SUTM Hasyim SUTM SUTM
1 2 3 4 5
Jl. MT. Haryono Jl. P. Suryanata Jl. Wahid Hasyim Jl. Kadrie Oening Jl. Padat Karya
PMT T9
GI Tengkawang
Recloser
MT Haryono CO.
P Suryanata
CO.
Batu
d = 9,4337145913jam/tahun
Jl. AW Syahrani

Besaung

SAIFI = 4,208586518
Jl. Bayur
SUTM 6

SUTM 7

SUTM 8

SUTM 9
Jl. Wanyi

19 2 32
1 TD
TD TD TD

gangguan/tahun
Gambar 4. Diagram Sederhana Penyulang Tengkawang SAIDI = 10,574293718 jam/tahun
Kondisi Jaringan Existing
CAIDI= 2,512552296 jam/gangguan
ASAI = 0,998792889
ASUI = 0,001207111

A2-5
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

ENS = 52,99419610 MWh/tahun ASAI = 0,999049546


AENS= 2,871691563 kWh/pelanggan ASUI = 0,000950454
Sedangkan hasil perhitungan indeks keandalan ENS = 40,88217706 MWh / tahun
Penyulang Tengkawang setelah penggunaan AENS= 2,215355861 kWh / pelanggan
konduktor AAAC-S pada seluruh saluran udara
pada JTM (jaringan tegangan menengah) adalah: 4.3. Perbandingan Indeks Keandalan
f = 1,8210936155 gangguan/tahun Hasil perhitungan indeks keandalan
d = 9,3376957914 jam/tahun berdasarkan kondisi existing, setelah penggunaan
SAIFI = 4,024554716 konduktor AAAC-S, dan setelah penentuan
gangguan/tahun jumlah dan penempatanl sectionalizer jika
SAIDI = 10,208653945 jam/tahun dibandingkan dapat dilihat pada tabel 4.
CAIDI= 2,536592161 jam/gangguan Keterangan kolom kondisi pada tabel 4 dan 5
ASAI = 0,998834629 adalah sebagai berikut :
ASUI = 0,001165371 Kondisi 1: Tanpa sectionalizer sama
ENS = 51,20970526 MWh/tahun sekali pada jaringan
AENS= 2,774992157 kWh/pelanggan Kondisi 2: Kondisi existing tanpa
penyulang cadangan
4.2.2. Penentuan Jumlah dan Letak Kondisi 3: Kondisi existing dengan
Sectionalizer penyulang cadangan
Penggunaan sectionalizer dapat membatasi Kondisi 4: Penggunaan AAAC-S pada
daerah terjadinya gangguan, mengurangi jumlah saluran udara penyulang utama tanpa
konsumen yang mengalami pemadaman, dan didukung penyulang cadangan
mengurangi jumlah energi tidak tersalur karena Kondisi 5: Penggunaan AAAC-S pada
adanya pemadaman. Sectionalizer yang dipasang seluruh saluran udara tanpa didukung
pada jaringan tegangan menengah suatu penyulang cadangan
penyulang dapat mengurangi waktu keluar rata- Kondisi 6: Penggunaan AAAC-S pada
rata / average outage time (ri) tiap sehingga saluran udara penyulang utama dan
dapat menurunkan nilai waktu keluar tahunan didukung dengan penyulang cadangan
rata-rata / average annual outage time (Ui) pada Kondisi 7:Penggunaan AAAC-S pada
setiap titik beban. Dengan turunnya nilai Ui maka seluruh saluran udara dan didukung
dapat mengurangi nilai indeks lama pemadaman dengan penyulang cadangan
rata-rata (d), SAIDI, dan ENS (Energy Not Kondisi 8: Penggunaan LBS secara
Supplied) secara signifikan. optimal tanpa didukung oleh penyulang
cadangan
Untuk sectionalizer jenis manual yaitu LBS Kondisi9:Penggunaan LBS secara optimal
(Load Break Switch) adalah: dan didukung penyulang cadangan
f = 1,9903528000 gangguan/tahun Kondisi10:Penggunaan AVS tanpa
d = 10,8440641440 jam/tahun didukung penyulang cadangan
SAIFI = 4,279484418 gangguan / Kondisi11:Penggunaan AVS dengan
tahun didukung oleh penyulang cadangan
SAIDI = 9,897136903 jam / tahun
CAIDI= 2,312693759 jam / gangguan Tabel 4. Hasil Perhitungan Indeks Keandalan Untuk
Berbagai Kondisi
ASAI = 0,99887019 Indeks Keandalan

ASUI = 0,00112981 Kondisi SAIFI


Pemadaman /
SAIDI
Jam / tahun
CAIDI
Jam /
ASAI
-
ASUI
-
ENS
kWh / tahun
AENS
kWh /
tahun pemadaman pelanggan
ENS = 49,16333592 MWh / tahun 1
2
5,16072393
4,284484418
20,67789572
10,82780544
4,006781994
2,527213168
0,99763951
0,998763949
0,00236049
0,001236051
105730,4232
54304,73956
5,729404095
2,942708332
AENS = 2,664101871 kWh / 3
4
4,290484418
4,208586518
8,353616154
10,57429372
1,947010021
2,512552296
0,999046391
0,998792889
0,000953609
0,001207111
41621,91094
52994,1961
2,255441148
2,871691563

pelanggan 5
6
4,024554716
4,214586518
10,20865395
8,202571607
2,536592161
1,946234007
0,998834629
0,999063633
0,001165371
0,000936367
51209,70526
40839,38715
2,774992157
2,213037127

Untuk sectionalizer jenis otomatis yaitu AVS 7


8
4,030554716
4,279484418
7,855577718
9,897136903
1,949006594
2,312693759
0,999103245
0,99887019
0,000896755
0,00112981
39146,05527
49163,33592
2,121277516
2,664101871

(Automatic Vacuum Switch) adalah: 9


10
4,285484418
4,279484418
8,330268944
8,325973483
1,943833679
1,945555275
0,999049056
0,999049546
0,000950944
0,000950454
41857,36129
40882,17706
2,268199918
2,215355861
11 4,285484418 5,364104682 1,251691561 0,999387659 0,000612341 26539,58592 1,438148148
f = 1,9903528000 gangguan/tahun
d = 10,8440641440 jam/tahun
SAIFI = 4,279484418 gangguan /
tahun
SAIDI = 8,325973483 jam / tahun
CAIDI= 1,945555275 jam / gangguan

A2-6
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Tabel 5. Perubahan Indeks Keandalan Untuk Berbagai Keadaan Saidi Feeder T9


Kondisi 12.00000000000

Perubahan (dalam %) 10.00000000000

Lama Pemadaman
Kondisi
SAIFI SAIDI CAIDI ASAI ASUI ENS AENS 8.00000000000

1 - - - - - - - 6.00000000000

2 - - - - - - - 4.00000000000

3 - - - - - - - 2.00000000000

4 1,77146 2,3413 0,58012 0,0029 2,3413 2,41331 2,41331 0.00000000000 Lama Pemadaman

LBS Padat Karya


PMT Penyulang

CO Batu Besaung
Recloser MT Haryono
LBS AW Syahrani

Trafo Distribusi
SUTM 1
SUTM 2
SUTM 3
SUTM 4
SUTM 5
SUTM 6
SUTM 7
SUTM 8
SUTM 9

Recloser Wahid Hasyim

CO Surya Nata
5 6,06677 5,71816 -0,37112 0,00708 5,71816 5,69938 5,69938
6 1,76898 1,80813 0,03986 0,00173 1,80813 1,88008 1,88008
7 6,05828 5,96195 -0,10255 0,00569 5,96195 5,94844 5,94844
8 0,1167 8,59517 8,48838 0,01064 8,59517 9,46156 9,46156
9 0,11654 0,27949 0,16314 0,00027 0,27949 -0,56569 -0,56569
10 0,1167 23,10562 23,01578 0,0286 23,10562 24,69908 24,69908 Jenis Komponen

11 0,11654 35,78703 35,71212 0,03416 35,78703 36,2365 36,2365


Gambar 6.Diagram Kurva Untuk Keadaan Saidi Feeder T9
dan Letak Sectionalizer
Berdasarkan tabel 4 dan 5 maka dapat
diketahui bahwa peningkatan SAIFI paling
signifikan terjadi pada saat penggunaan KESIMPULAN
konduktor AAAC-S pada seluruh jaringan
1. Nilai-nilai indeks keandalan penyulang
tegangan menengah Penyulang Tengkawang. Tengkawang setelah dipasang konduktor
Meskipun penyulang cadangan tidak AAAC-S, SAIFI semula menunjukkan
diperhitungkan tetapi peningkatan signifikan 4,284484418 menjadi 4,024554716
lamanya pemadaman yang terjadi pada sistem gangguan / tahun, atau turun 6,07%,
(penyulang) akan berkurang dibandingkan sedangkan SAIDI semula menunjukkan
kondisi existing. Sedangkan peningkatan CAIDI 10,8278054 menjadi 10,208653945 jam /
berarti lamanya pemadaman yang dialami oleh tahun atau turun 5,72%
tiap konsumen dalam waktu setahun juga akan 2. Nilai-nilai indeks keandalan setelah
berkurang. Indeks keandalan ENS lebih dapat dipasang Sectionalizer, SAIFI menunjukkan
menunjukkan besar peningkatan keandalan yang 4,279484418 gangguan / tahun untuk
terjadi secara lebih obyektif. Karena ENS masing-masing tipe LBS atau AVS. SAIDI
menunjukkan nilai energi yang tidak tersalurkan menunjukkan menunjukkan 9,897136903
karena pemadaman jaringan oleh gangguan jam / tahun. untuk tipe LBS, sedangkan
selama setahun. Semakin rendah nilai ENS untuk tipe AVS menunjukkan 8,325973483
berarti keandalan suatu penyulang semakin baik. jam / tahun
Pada kolom ENS tabel 4 dapat diketahui bahwa 3. SAIDI dan CAIDI yang tinggi
ENS terkecil terjadi pada kondisi penggunaan meminimalkan energi tidak tersuplai (ENS).
AVS dan dapat dioperasikannya penyulang
cadangan secara penuh jika terjadi gangguan/saat
DAFTAR PUSTAKA
diperlukan manuver beban.
[1] A.S Pabla,1991. Terjemahan Abdul Hadi, Ir. Sistem
Akan tetapi pemasangan AVS pada jaringan
Distribusi Daya Listrik,, Erlangga. Jakarta.
distribusi akan membutuhkan biaya [2] Billinton, Roy. & Ronald N. Alan. 1984. Reliability
investasi yang sangat mahal. Hal ini terjadi Evaluation of Power Systems. London: Pitman
karena harga per unit AVS sendiri sudah cukup Advanced Publishing
[3] Crowe, Dana. & Alec Feinberg. 2001. Design for
mahal sedangkan pada Penyulang Tengkawang Reliability. New York: CRC Press
kondisi existing tidak terdapat AVS sama sekali. [4] Dhillon, B. S. 2006. Maintainability, Maintenance, and
Reliability for Engineers. New York: Taylor and
Francis Group
Keadaan Saifi Feeder T9
1.80000000000
[5] Didit Priangga, 2009. Studi Evaluasi Dan Peningkatan
1.60000000000
1.40000000000
Keandalan Pada Penyulang Dinoyo Gardu Induk
1.20000000000 Sengkaling, Malang
frekuensi

1.00000000000
0.80000000000
0.60000000000
[6] Elmakias, David. 2008. New Computational Methods in
0.40000000000
0.20000000000
Power System Reliability. Berlin: Springer
0.00000000000
Frekuensi Pemadaman [7] Gers, Juan M. & Edward J. Holmes. 2004. Protection of
LBS Padat Karya

Trafo Distribusi
PMT Penyulang

CO Batu Besaung
SUTM 1
SUTM 2
SUTM 3
SUTM 4
SUTM 5
SUTM 6
SUTM 7
SUTM 8
SUTM 9

LBS AW Syahrani
Recloser MT Haryono

CO Surya Nata
Recloser Wahid Hasyim

Electricity Distribution Networks 2nd Edition.


London: Institution of Electrical Engineers
[8] Gnen, Turan. 1986. Electric Power Distribution
System Engineering. New York: McGraw-Hill
Jenis Komponen
[9] IEEE Std. 1366-2000. Guide For Electric Power
Gambar 5. Diagram Kurva Untuk Keadaan Saifi Feeder T9 Distribution Reliability Indices
dan letak Sectionalizer [10] IEEE Std. 493-1990. Recommended Practices for the
Design of Reliable Industrial and Commercial Power
Systems
[11] Saodah. 2008. Evaluasi Keandalan Sistem Distribusi
Tenaga Listrik

A2-7
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

[12] Short, Thomas Allen. 2004. Electric Power Distribution [18] Sukerayasa, 2007. Penentuan Angka Keluar Peralatan
Handbook. New York: Taylor and Francis Group Untuk Evaluasi Keandalan Sistem Distribusi Tenaga
[13] Short, Thomas Allen. 2006. Distribution Reliability and Listrik. Jimbaran:Udayana
Power Quality. New York: Taylor and Francis Group [19] Teguh Utomo 1998, Optimasi Loop Tunggal Pada
[14] SPLN 41-10: 1991. Penghantar Aluminium Paduan Jaringan Distribusi Primer Untuk Minimisasi Rugi
Berselubung Polietilen Ikat Silang (AAAC-S) Daya.
[15] SPLN 52-3:1983. Pola Pengamanan Sistem Bagian [20] World Class Services (WCS) PT PLN (Persero).
Tiga: Sistem Distribusi 6kV dan 20kV http://www.pln.co.id/Portals/0/dokumen/e%
[16] SPLN 59: 1985. Keandalan Pada Sistem Distribusi
20-%20BOOK%20SUCCESS%20%20
20kV dan 6kV
DIRECTORY.pdf (diakses 10 Maret 2009)
[17] Suhadi. 2008. Teknik Distribusi Tenaga Listrik Jilid 3.
Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah
Kejuruan.

A2-8
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Peramalan Kebutuhan Energi Listrik Provinsi


Kalimantan Timur dengan Menggunaan Jaringan
Syaraf Tiruan
Cornelius Sarri
Program Magister, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya
Malang - Indonesia
Email: corsarri@yahoo.com

Abstrak- Energi listrik merupakan kebutuhan listrik yang lebih merata dan berkelanjutan, maka
penggerak roda ekonomi suatu bangsa. Demikian juga diperlukan suatu rencana penyediaan kebutuhan
dengan Provinsi Kalimantan Timur komsumsi energi energi listrik. Provinsi Kalimantan Timur dengan
listrik setiap tahunnya meningkat sejalan dengan
peningkatan akan kebutuhan tenaga listrik yang terus
peningkatan pertumbuhan ekonomi masayarakat. Oleh
karena ini diperlukan suatu rencana penyediaan meningkat maka harus tahu secara tepat jumlah
kebutuhan energi. Penyediaan kebutuhan energi dapat permintaan kebutuhan energi listrik yang harus
dilakukan dengan peramalan kebutuhan energi jangka tersedia sampai pada periode tertentu. Dibutuhkan
panjang agar dapat menggambarkan kondisi peramalan kebutuhan energi listrik jangka panjang
kelistrikan saat ini dan akan datang. Hasil peramalan yang dapat memberi informasi akan kebutuhan energi
kebutuhan energi Provinsi Kalimantan Timur dengan
listrik pada periode waktu tertentu. Dengan demikian
menggunakan jaringan syaraf tiruan akhit tahun studi
(2020) tidaklah jauh berbeda dengan hasil RUKD maka dalam periode waktu tertentu dapat disediakan
Provinsi Kalimantan Timur. Hasil ramalan untuk kebutuhan energi listrik melalui perencanaan
beban puncak dengan JST diperkirakan sebesar 935,55 pengadaan pembangkit serta perangkat jaringannya.
MW sedangkan hasil RUKD sebesar 865 MW Salah satu cara dalam meramalkan kebutuhan
(perbedaan sekitar 7,54%). Energi terjual pada tahun energi listrik adalah dengan menggunakan Jaringan
2020 diperkirakan sebesar 6.712.820 MWh sedangkan
Syaraf Tiruan, jaringan syaraf tiruan adalah metode
hasil RUKD 4.421.000 MWh (perbedaan sekitar
34,14%). Jumlah pelanggan listrik pada tahun 2020 yang sudah cukup luas pemakainnya di berbagai
diperkirakan sebanyak 1.016.326 pelanggan, sedangkan bidang dengan memberi hasil yang memuaskan.
hasil RUKD sebanyak 1.061.508 pelanggan (perbedaan Jaringan syaraf tiruan didefenisikan sebagai suatu
sekitar 4,25%). Daya tersambung pada tahun 2020 sistem pemrosesan informasi yang mempunyai
diperkirakan sebesar 2.005,67 MVA sedangkan hasil karakteristik menyerupai jaringan syaraf manusia.
RUKD sebesar 1941,73 MVA (perbedaan sekitar
Jaringan syaraf tiruan tercipta sebagai suatu
3,18%).
Kata kunci : Peramalan, Kebutuhan energi listrik,
generalisasi model matematis dari pemahaman
Jaringan syaraf tiruan manusia. Jaringan syaraf tiruan mampu mengenali
kegiatan dengan berbasis pada data masa lalu.

PENDAHULUAN LATAR BELAKANG


Kebutuhan energi listrik menduduki peranan yang
sangat vital. Energi listrik bukan saja dibutuhkan A. Jaringan Syaraf Tiruan (JST)
hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan hidup JST atau Artificial Neural Network (ANN) adalah
seperti penerangan dan hiburan saja, namun lebih bagian dari sistem kecerdasan buatan (Artificial
dari itu, energi listrik dibutuhkan untuk Intelligence, AI) yang merupakan salah satu
menggerakkan roda perekonomian. Tingkat representasi buatan dari otak manusia yang selalu
pemakaian energi listrik perkapita sering dijadikan mencoba untuk mensimulasikan proses pembelajaran
sebagai indikator tingkat kesejahteraan dan kemajuan pada otak manusia tersebut. Istilah tiruan atau buatan
masyarakat di suatu negara disamping indikator dimaksudkan karena jaringan syaraf ini
pendapatan perkapita. diimplementasikan dengan menggunakan program
Dalam rangka penyelenggaraan penyediaan energi komputer yang mampu menyelesaikan sejumlah

A3-1
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

proses perhitungan selama proses pembelajaran.


 

Model JST yang digunakan dalam penelitian dengan turunan
perkiraan komsumsi energi listrik adalah Propagasi

Balik (Backpropagation).
Grafik fungsinya tampak pada Gambar 2
B. Struktur Jaringan Syaraf Tiruan
Backpropagation
Backpropagation merupakan salah satu dari
metode pelatihan pada jaringan saraf, dimana ciri dari
metode ini adalah meminimalkan error pada output
yang dihasilkan oleh jaringan. Dalam metode
Backpropagation biasanya digunakan jaringan
multilayer. Sebagai contoh pada Gambar 1 Gambar 2. Grafik fungsi sigmoid
digambarkan jaringan dengan sebuah hidden layer. Pelatihan backpropagation meliputi 3 fase. Fase
Dalam jaringan, selain terdapat unit-unit input, unit- pertama adalah fase maju. Pola masukan dihitung
unit tersembunyi (hidden units) dan output, juga maju mulai dari layar masukan hingga layar keluaran
terdapat bias yang diberikan pada unit-unit menggunakan menggunakan fungsi aktivasi yang
tersembunyi dan output. ditentukan. Fase kedua adalah fase mundur. Selisih
Unit input akan dilambangkan dengan X, hidden antara keluaran jaringan dan target yang diinginkan
unit dilambangkan dengan Z, dan unit output merupakan kesalahan yang terjadi.Kesalahan tersebut
dilambangkan dengan Y. Sedangkan untuk bobot dipropagasikan mundur, dimulai dari garis yang
antara X dan Z dilambangkan dengan V dan bobot berhubungan langsung dengan unit unit di layer
antara Z dan Y dilambangkan dengan w. Untuk bias, keluaran. Fase yang ketiga adalah modifikasi bobot
biasanya dipakai indeks 0 seperti terlihat pada untuk menurunkan kesalahan yang terjadi. Ketiga
Gambar 1. fase tersebut diulang-ulang terus hingga kondisi
penghentian dipenuhi. Umumnya kondisi
penghentian yang dipakai adalah jumlah iterasi atau
toleransi kesalahan. Iterasi akan dihentikan jika
jumlah iterasi yang dilakukan sudah melebihi jumlah
maksimum yang ditetapkan, atau jika kesalahan yang
terjadi sudah lebih kecil dari batas toleransi yang
diijinkan.

METODOLOGI
Gambar 1. Jaringan Syaraf Backpropagation Dengan Satu Hidden
Layer A. Penggunaan Data
Peramalan kebutuhan energi listrik provinsi
C. Algoritma Pelatihan Bacpropagation Kalimantan Timur membutuhkan variabel-variabel
Seperti halnya jaringan syaraf yang lain, pada yang mempengaruhi peramalan denagn
jaringan backpopagation pelatihan dilakukan dalam menggunakan jaringan syaraf tiruan. Variabel-
rangka perhitungan bobot sehingga pada akhir variabel tersebut adalah:
pelatihan akan diperoleh bobot-bobot yang baik.
Selama proses pelatihan, bobot-bobot diatur secara 1. Variabel Kelistrikan
iteratif untuk meminimumkan error (kesalahan) yang - Data Pembangkit (daya terpasang, daya mampu,
terjadi. Error (kesalahan) dihitung berdasarkan rata- beban puncak, energi produksi)
rata kuadrat kesalahan (MSE). - Data Sistem Distribusi (panjang JTM, panjang
Dalam backpropagation, fungsi aktivasi yang JTR, Jumlah Gardu Distribusi, Daya terpasang
dipakai harus memenuhi beberapa syarat yaitu: gardu distribusi)
kontinu, terdifferensial dengan mudah dan - Data Energi terjual
- Data Jumlah Pelanggan
merupakan fungsi yang tidak turun. Salah satu fungsi
- Data Daya Tersambung
yang memenuhi ketiga syarat tersebut sehingga
2. Variabel Eknomi
sering dipakai adalah fungsi sigmoid biner yang
- Produk Domestik Bruto (PDRB)/Kapita
memiliki range (0,1). Provinsi Kalimantan Timur

A3-2
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

- Pertumbuhan PDRB 3. Target Sektor Industri


3. Kependudukan (jumlah penduduk dan jumlah Tabel 3 Data masukan dan Data Target pelatihan JST
kepala keluarga)
4. Rasio Elektrifikasi

B. Pengolahan Data Pelatihan


Simulasi perkiraan kebutuhan energi listrik dengan
JST dilakukan dengan menggunakan program
MATLAB7 melalui langkah-langkah sbb.:
a. Menyusun Training Set Data (TSD) berupa
pasangan data target dan data masukan seperti
dalam Tabel 1 untuk target beban puncak, Tabel 2
untuk target sektor rumah tangga, Tabel 3 untuk
target sektor Industri, Tabel 4 untuk target sektor
bisnis dan Tabel 5 untuk target sektor umum.

Tabel 1. Data masukan dan Data Target pelatihan JST 4. Target Sektor Bisnis
Tabel 4 Data masukan dan Data Target pelatihan JST

2. Sektor Rumah Tangga


Tabel 2. Data masukan dan Data Target pelatihan JST
5. Target Sektor Umum
Tabel 5 Data masukan dan Data Target pelatihan JST

b. Membuat Jaringan (Network).


Disain JST dibuat dengan 3 buah lapisan, dimana
pada lapisan pertama sebagai input layer, kedua
sebagai hiden layer dan ketiga sebagai output layer.
(lihat Gambar 2).
c. Melakukan Pembelajaran Jaringan.

A3-3
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

d. Melakukan simulasi menggunakan JST dengan peramalan kebutuhan energi dimulai dari beban
masukan baru, dimana masukan baru tersebut puncak, Energi Terjual, Jumlah Pelanggan dan daya
merupakan data proyeksi dari faktor yang Tersambung untuk tahun 2011 sampai tahun 2020
mempengaruhi perkiraan komsumsi energi listrik dengan menggunakan program hasil pelatihan.
mulai tahun 2010 sampai dengan 2020.
e. Diperolehnya hasil keluaran perkiraan kebutuhan
komsumsi energi listrik tahun kabupaten Kutai PEMBAHASAN
Kartanegara tahun 2011-2020. Selama
pembelajaran dalam simulasi, JST terus merubah A. Beban Puncak
nilai bobot (weight) sampai nilai error yang Berdasarkan data dari PLN Wilayah Kalimantan
dihasilkan kurang atau sama dengan 10-5. Timur serta dari Bapan Pusat Statistik (BPS) Provinsi
Kalimantan Timur, maka dengan menggunakan
jaringan syaraf tiruan maka didapat hasil peramalan
besarnya beban puncak seperti pada Tabel 2. Dari
hasil peramalan dengan menggunakan jaringan syaraf
tiruan, maka dilihat bahwa pertumbuhan rata-rata
beban puncak dari tahun 2011 s/d 2020 sebesar
7,82%,

Tabel 6. Hasil peramalan serta pertumbuhan Beban Puncak


Provinsi Kalimantan Timur tahun 2011 s/d 2020

Gambar 3. Arsitektur Jaringan untuk peramalan target Beban


Puncak

HASIL PELATIHAN
Pelatihan dilakukan berulang-ulang dengan
merubah besar hiden layer sampai diperoleh suatu
bentuk bahwa pelatihan sudah berhasil mengenal
pola target data keluaran dengan melihat grafik
pelatihan. Pelatihan dimulai dengan jumlah node
hiden kecil. Sebagai tanda bahwa data masukan
sudah mengenal data target dari hasil pelatihan yaitu
dengan melihat grafik hubungan antara data tahun
pelatihan dengan target keluaran. Dalam Gambar 3
diperlihatkan grafik hubungan antara tahun pelatihan
dengan target keluaran beban puncak dengan 39 node
hiden.
Pertumbuhan tertinggi terjadi dari tahun 2018 s/d
2019 sebesar 12,83% dan pertumbuhan terendah
adalah dari tahun 2010-2011 sebesar 0,4%. Pada hasil
peramalan beban puncak sistem kelistrikan Provinsi
Kalimantan Timur sebesar 935,55 MW.

B. Energi Terjual
Hasil peramalan energi terjual sistem kelistrikan
provinsi kalimantan timur dengan menggunakan
jaringan syaraf tiruan tahun 2011 sampai dengan
tahun 2020 seperti pada Tabel 3.

Gambar 4. Grafik hasil pelatihan dengan JST dengan target beban


puncak

Dengan selesainya pelatihan selanjutnya adalah

A3-4
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Tabel 3 Hasil Peramalan Energi Terjual (MWh) Provinsi sektor bisnis atau usaha yang pada tahun 2011
Kalimantan Timur Tahun 2011 s/d 2020
sebanyak 31.784 pelanggan meningkat menjadi
62.396 pelanggan atau sebesar 6,14 % dari total
pelanggan.
B2. Daya Tersambung
Hasil peramalan daya tersambung sistem
kelistrikan provinsi kalimantan timur dengan
menggunakan jaringan syaraf tiruan dari tahun 2011
sampai dengan tahun 2020 seperti pada tabel 5.

Tabel 5 Hasil Peramalan Daya Tersambung (KVA) Provinsi


Kalimantan TimurTahun 2011 s/d 2020
Hasil ramalan kemudian disatukan dalam Tabel 3
menurut energi terjual. Jika dilihat dari hasil
peramalan tahun 2020, maka sektor rumah tangga
merupakan sektor yang paling besar untuk energi
terjual sebesar 3.999.600 MWh atau 59,45 % dari
total energi terjual provinsi kalimantan timur.
Kemudian menyusul sektor umum sebesar 1.136.700
MWh atau 16,93 % dari total energi terjual
seterusnya sektor bisnis sebesar 1.057.800 MWh atau
sebesar 15,76 % dari total energi terjual. Dan yang Seperti halnya dengan energi terjual dan jumlah
paling kecil adalah sektor industri sebesar 525.500 pelanggan, maka pada daya tersambung sektor rumah
MWh atau sebesar 7,83 % dari total energi terjual. tangga juga menduduki peringkat pertama. Pada
tahun 2020 daya tersambung sektor rumah tangga
B1. Jumlah Pelanggan sebesar 903.220 KVA sebesar 45,03 % dari total
Hasil peramalan jumlah pelanggan listrik provinsi daya tersambung provinsi kalimantan timur,
kalimantan timur dengan menggunakan jaringan kemudian sektor Bisnis dengan kapasitas 484.580
syaraf tiruan dari tahun 2011 sampai dengan tahun KVA atau sebesar 24,16 %, menyusul sektor Umum
2020 seperti pada Tabel 4. dengan kapasitas 426.870 KVA atau sebesar 21,28 %
dari total daya tersambung, sedangkan yang paling
Tabel 4 Hasil Peramalan Jumlah Pelanggan Listrik Provinsi kecil adalah sektor Industri dengan kapasitas 188.980
Kalimantan TimurTahun 2011 s/d 2020
KVA atau sebesar 9,42 % dari total kapasitas daya
tersambung.
Hasil peramalan beban puncak dengan jaringan
syaraf tiruan jika dibandingkan dengan hasil RUKD
Provinsi Kalimantan Timur menunjukkan hasil yang
tidak jauh berbeda. Beban puncak pada tahun 2020
sebesar 935,55 MW sedangkan hasil RUKD sebesar
865 MW, perbedaan sekitar 7,54 %.
Hasil peramalan energi terjual seperti dalam Tabel
6 dengan menggunakan jaringan syaraf tiruan jika
dibandingkan dengan hasil RUKD maka pada tahun
2020 terjadi selisih dari hasil yang dicapai. Jika
Hasil peramalan dengan menggunakan jst dengan menggunakan JST maka pada tahun 2020
menunjukkan bahwa Jumlah pelanggan listrik energi terjual sebesar 6.712.820 MWh sedangkan
provinsi kalimantan timur masih didominasi oleh hasil dari RUKD adalah 4.421.000 MWH.
pelanggan sektor rumah tangga. Pada tahun 2011
jumlah pelanggan sebanyak 460.400 pelanggan atau
sebesar 90,26 % dari total pelanggan listrik provinsi
kalimantan timur, meningkat menjadi 892.200
pelanggan pada tahun 2020 atau sebesar 87,79 % dari
total pelanggan. Kemudian disusul oleh pelanggan

A3-5
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Tabel 6 Hasil Peramalan dengan JST dan Hasil RUKD 3. Jumlah pelanggan listrik sistem kelistrikan
Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2011 s/d 2020
Energi Energi
Provinsi Kalimantan Timur pada tahun 2020
Beban Beban Jumlah Jumlah Daya Daya
Puncak Puncak Terjual Terjual Pelanggan Pelanggan Tersambung Tersambung diperkirakan sebanyak 1.016.326 pelanggan lebih
Tahun
JST RUKD JST RUKD JST RUKD JST RUKD kecil jika dibandingkan dengan jumlah pelanggan
(MW) (MW) MWh MWh (MVA) (MVA) hasil RUKD yaitu sebanyak 1.061.508
2011 445.32 441.00 2,382,381 2,140,000 510,106 506,279 838.394 874.039
pelanggan (perbedaan sekitar 4,25%).
2012 453.07 481.00 2,906,492 2,341,000 572,689 550,144 910.696 1,023.275
2013 478.24 512.00 3,173,003 2,528,000 596,307 598,099 1,006.726 1,190.371 4. Daya tersambung sistem kelistrikan Provinsi
2014 515.28 577.00 3,560,044 2,853,000 619,039 648,873 1,102.459 1,273.442 Kalimantan Timur pada tahun 2020 diperkirakan
2015 561.85 619.00 3,883,895 3,061,000 665,347 704,289 1,205.238 1,364.657 sebasar 2005,67 MVA lebih besar sedikit jika
2016 629.10 661.00 4,341,056 3,323,000 704,015 764,441 1,322.519 1,461.384 dibandingkan dengan hasil RUKD yaitu sebesar
2017 693.32 708.00 4,811,867 3,559,000 740,832 830,359 1,411.847 1,567.396
2018 758.76 757.00 5,460,608 3,811,000 837,394 900,491 1,574.338 1,681.178
1941,73 MVA (perbedaan sekitar 3,18%).
2019 856.09 808.00 5,941,399 4,126,000 930,960 977,303 1,781.899 1,805.631
2020 935.55 865.00 6,712,820 4,421,000 1,016,326 1,061,508 2,005.670 1,941.730
Total pelanggan listrik Provinsi Kalimantan Timur DAFTAR PUSTAKA
pada tahun 2011 sebanyak 510.106 pelanggan dan
meningkat menjadi 1.016.326 pelanggan pada tahun [1] Desiani, A, dan Arhami, M. 2006. Konsep Kecerdasan
2020. Sedangkan hasil perkiraan jumlah pelanggan Buatan. Andi. Yokyakarta.
[2] Gunadi, K., dan Iksan, P,. 2001. Jaringan Saraf Tiruan
menurut RUKD seperti dalam Tabel 6 menunjukkan Sebagai Alternatif untuk Penyelesaian Travelling
jumlah pelanggan pada tahun 2011 sebanyak 506.279 Salesperson Problem. Jurnal Informatika Vol. 2, No. 1, : 30 -
pelanggan meningkat menjadi 1.061.508 pelanggan 32
pada tahun 2020. [3] Gupta, C. 2006. Implementation of Back Propagation
Algoritma (of neural network) In VHDL. Department Of
Jika dibandingkan antara hasil peramalan dengan Electronics and Communication Engineering Thapar Institute
menggunakan jaringan syaraf tiruan dan hasil RUKD of Engineering & Technology, (Deemed University), Patiala-
seperti dalam Tabel 6 terdapat selesih pada India.
[4] Halim, S., Wibisono, A.M. 2000. Penerapan Syaraf Tiruan
pertumbuhan setiap tahun. Hasil peramalan dengan untuk Peramalan. Jurnal Teknik Industri Vol.2, hal 106-114.
menggunakan JST kapasitas daya tersambung [5] Hermawan, A. 2006. Jaringan Saraf Tiruan Teori dan
provinsi kalimantan timur tahun 2020 sebesar Aplikasi. Andi. Yogyakarta
[6] Kuncoro, A.H dan Dalimi, R. 2005. Aplikasi Jaringan Syaraf
2.005,670 MVA, sedangakan pada hasil RUKD Tiruan Untuk Peramalan Beban Tenaga Listrik Jangka
kapasitas daya tersambung pada tahun 2011 sebesar Panjang Pada Sistem Kelistrikan Di Indonesia. Jurnal
874,039 MVA meningkat menjadi 1.941,73 MVA Teknologi, Edisi No. 3. Tahun XIX: 211-217
[7] Kusumadewi, S. 2004. Membangun Jaringan Syaraf Tiruan
pada tahun 2020. Menggunakan MATLAB & EXCEL LINK. Graha Ilmu.
Yogyakarta.
KESIMPULAN [8] Muis, S. 2006. Teknik Jaringan Syaraf Tiruan. Graha
Ilmu.Yokyakarta
Dari hasil peramalan dengan menggunakan [9] Purnomo, H.P, dan Kurniawan, A. 2006. Supervised
jaringan syaraf tiruan metode bacpropagation maka Neural Networks dan aplikasinya. Graha Ilmu. Yogyakarta.
[10] M., dan Ardianto. 2003. Peramalan Beban Jangka Pendek
diperoleh hasil peramalan sebagai berikut : Secara Real-Time Di pertamina UP-VI Balongan Dengan
1. Beban puncak sistem kelistrikan Provinsi Menggunaka Metoda Functional Link Network. Java Journal
Kalimantan Timur pada tahun 2020 diperkirakan of Electrical and Elektronics Engineering, Vol.1 No. 1 hal
sebesar 935,55 MW lebih besar jika dibandingkan 29-33.
[11] Puspita, D. 2006. Pengantar Jaringan Saraf Tiruan. Andi.
dengan hasil RUKD yaitu sebesar 865 MW Yokyakarta
(perbedaan sekitar 7,54 %) [12] Puspita, A., dan Eubike. 2007. Penggunaan Jaringan Saraf
2. Energi terjual sistem kelistrikan Provinsi Tiruan Metode Backprppagation untuk memprediksi Bibir
Kalimantan Timur pada tahun 2020 diperkirakan Sumbing. Seminar Nasional Teknologi 2007 (SNT 2007)
ISSN : 1978 9777.Yogyakarta, 24 November 2007
sebesar 6.712.820 MWh lebih besar jika [13] Siang, J.J. 2005. Jaringan Syaraf Tiruan & Pemogramannya
dibandingkan dengan hasil RUKD yaitu sebesar Menggunakan MATLAB. Andi. Yokyakarta.
4.421.000 MWh (perbedaan sekitar 34,14%).

A3-6
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Optimasi Penerapan Static Var Compensator


pada Gardu Induk Tenaga Listrik dengan
Menggunakan
Metode Algoritma Genetika
Ipniansyah
Dosen, Jurusan Teknik Elektro, Politeknik Negeri Samarinda, Indonesia
Email: ipnian@yahoo.co.id

AbstrakOptimasi dilakukan dengan menggunakan ditentukan sangat rumit karena suplai daya sistem tenaga
metode Genetic Algorithm (GA) yang dijalankan bersama pada beban yang sangat banyak dan daya itu diperoleh
dengan metode Newton-Raphson dalam perhitungan aliran dari banyak unit pembangkit. Dengan beban yang
daya untuk menentukan parameter letak dan ukuran
bervariasi, suplai daya reaktif memerlukan sistem
optimal kapasitor dan reaktor paralel Static Var
Compensator (SVC) pada bus-bus Gardu Induk (GI) transmisi yang bervariasi. Oleh karena daya reaktif tidak
tenaga listrik berdasarkan batas tegangan dan rugi-rugi dapat ditransmisikan pada jarak panjang, kontrol
daya terkecil pada saluran transmisi. Hasil optimasi tegangan dilakukan menggunakan alat khusus yang
menunjukkan bahwa penerapan SVC pada bus 19 (GI dipasang pada sistem. Pemilihan yang tepat dan
Industri) Sistem Mahakam dengan injeksi daya reaktif (- koordinasi peralatan untuk mengontrol daya reaktif dan
)37,361 MVAR, dapat meningkatkan kinerja sistem berupa
tegangan merupakan tantangan besar pada teknik sistem
perbaikan profil tegangan dari 0,9540 pu menjadi 1,00 pu,
serta mengurangi rugi-rugi daya aktif 8,78% dan rugi-rugi tenaga listrik. Salah satu cara untuk menyuplai daya
daya reaktif 9,04%. Kinerja sistem dalam stablitas steady reaktif pada sistem tenaga listrik dapat dilakukan dengan
state diperlihatkan melalui response - steady state dan menginjeksi daya reaktif pada masing-masing bus pada
response dinamik di mana menunjukkan perubahan gardu induk (GI) tenaga listrik [1].
tegangan antara 0,8928 pu sampai 0,9532 pu, dengan nilai Injeksi daya reaktif dapat berupa penambahan
injeksi daya reaktif antara (-)129,7343 MVAR sampai (-
)121,6450 MVAR, serta simulasi terhadap pengaruh
peralatan Flexible AC Transmission System (FACTS)
gangguan tiga fasa mulai 0,1 detik sampai 0,25 detik yang seperti Static Var Compensator (SVC) yang
dilakukan pada bus 17 (GI Tengkawang) menunjukkan memberikan kompensasi aktif. Daya reaktif yang diserap
pada SVC terjadi penurunan injeksi daya reaktif sampai atau disuplai secara otomatis disesuaikan untuk menjaga
waktu 0,25 detik, kemudian mulai menginjeksi daya reaktif tegangan bus yang terhubung dengan peralatan tersebut,
maksimum sampai batas 0,27 detik dan mengalami dan secara bersama-sama dengan pembangkit untuk
pengaruh osilasi ringan sampai 0,75 detik.
mempertahankan tegangan pada titik yang ditentukan
Kata Kunci optimasi, penerapan SVC, GI tenaga
pada sistem tenaga listrik [3].
listrik, metode algoritma genetika. Peralatan Static Var Compensator (SVC) dapat
digunakan untuk mengontrol aliran daya. Aliran daya
PENDAHULUAN yang optimal dapat dicapai dengan penentuan lokasi
ISTEM tenaga listrik modern dipresentasikan oleh SVC yang tepat dan ukuran (rating) yang sesuai. SVC

S sebuah sistem interkoneksi yang sangat tergantung


pada sistem kontrol untuk memanfaatkan secara
memiliki kinerja (performance) yang jauh lebih baik
dalam meningkatkan loadability sistem dibandingkan
optimal sumber daya yang ada. Problem utama yang dengan peralatan FACTS lainnya [4].
dihadapi oleh sistem tenaga listrik modern adalah jatuh Karakteristik dan pemodelan dari static var
tegangan atau ketidakstabilan tegangan setelah gangguan compensator (SVC) dapat digambarkan sebagai sistem
terjadi pada sistem daya. Ketidakstabilan steady state peralatan yang secara cepat mengendalikan tegangan dan
berhubungan dengan ketidakstabilan sudut daya dan daya reaktif. Sebuah SVC sebagai peralatan tambahan
kehilangan sinkronisasi antar generator secara perlahan, dapat memberikan kontribusi dalam peningkatan kinerja
jatuh tegangan bus beban di bawah kondisi beban tinggi dinamik pada sistem tenaga listrik. Secara normal,
dan batas daya reaktif [2]. pengaturan tegangan adalah modus utama dari kontrol,
Masalah untuk menjaga tegangan pada batasan yang yaitu meningkatkan stabilitas tegangan dan stabilitas

A4-1
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

transien. Namun, kontribusi dari SVC ke redaman osilasi kombinasi secara mekanis atau secara listrik terhadap
sistem yang dihasilkan dari pengaturan tegangan sendiri kapasitor dan reaktor paralel dari SVC tersebut [3].
biasanya kecil, sehingga kontrol tambahan diperlukan
untuk mencapai redaman secara signifikan. Efektifitas A. Penerapan SVC Pada Gardu Induk Tenaga
sebuah SVC dalam meningkatkan stabilitas sinyal kecil Listrik
tergantung pada lokasi SVC, sinyal input yang Dalam analisis aliran daya, SVC dimodelkan sebagai
digunakan, dan desain pengontrol (controller design) bus PV dengan batas daya reaktif. SVC
[1].
direpresentasikan sebagai sebuah thyristor-controlled
Peralatan SVC diaplikasikan untuk memperbaiki
reactor dan thyristor switched capacitor (TCR- TSC),
kinerja (performance) sistem tenaga listrik. Di negara-
yang dimodelkan sebagai bus PV dengan tiga buah
negara maju, kini banyak dikembangkan implementasi
kapasitor dan reaktor paralel, seperti ditunjukkan dalam
kontrol modern sebagai peralatan yang cerdas untuk
Gambar 1. [5]. Sedangkan model SVC Controller untuk
memperbaiki kinerja sistem tenaga listrik, seperti
mengendalikan operasi SVC dalam stabilitas steady-
aplikasi Optimal Control, Fuzzy Logic Control, dan
state dan dinamik tersebut seperti diperlihatkan dalam
Genetic Algorithm (GA). Dalam aplikasinya, GA atau
Gambar 2. [5].
Algoritma Genetika lebih banyak digunakan dalam Q
<------

mencari solusi optimal. GA adalah teknik pencarian N


A

B
A

B
A

B
aA

bB
A

B
a

b
aA

bB

C C C cC C c cC

secara adaptif berdasarkan prinsip dan mekanisme Programmable


Voltage Source
150 kV 6000 MVA Primary
(150 kV)
150 /20 kV
333 MVA
Secondary
(20 kV)

evolusi biologis. GA mempunyai kemampuan intelejen,

C
A
B

P
A
B

P
A
B

P
A
B

P
A
B
C

C
200 MW

memiliki kinerja yang baik dengan harga rendah, mudah TCR TSC1 TSC2 TSC3

dalam penjelasannya, serta berkemampuan cepat dan Va_Ia


Va (pu) Ia (pu/100MVA) TCR
109 Mvar 94 Mvar 94 Mvar 94 MVar

Q (Mvar ) [Vabc _Prim ] Vabc_prim

dapat diandalkan [2]. Q(Mvar )

Vmeas Vref

alpha TCR (deg)


Vmeas Vref (pu)

alpha TCR (deg)


TSC1

TSC2
[Vabc_Sec ] Vabc_sec
number of TSCs TSC3
nTSC

Signals & SVC Controller


SVC
Scopes

DESAIN DAN PEMODELAN Discrete, The 'PreLoadFcn ' automatically sets


sample time Ts =50 e-6 s
?

Ts = 5e-005 s. Double click here for info


(see 'Model Properties ')

Saluran transmisi merupakan bagian yang sangat SVC (Detailed Model)


+300 Mvar/-100 Mvar Static Var Compensator (SVC) ; 1 TCR - 3 TSCs

penting untuk menyalurkan energi listrik dari pusat Gambar 1. Model SVC tipe +300 MVar/-100MVar Static Var
pembangkit. Jaringan yang luas menyebabkan Compensator (SVC); 1 TCR -3 TSCs
pengoperasian sistem tenaga listrik menjadi lebih rumit. SVC Controller
Pierre Giroux , Gilbert Sybille
Power System Laboratory , IREQ
Timer

Hydro -Quebec

Terhentinya aliran daya (congestion) dapat terjadi pada used for misfiring
simulation
2 Pulses

saluran transmisi akibat peningkatan transfer daya untuk 1


Vabc_prim Vabc Vmes
Vmeas

Vmes Alpha
Vabc _sec
Vabc

Alpha
TCR _Pulses
OR
1
TCR
TSC1_Pulses Demux 2

memenuhi pertumbuhan beban dan interkoneksi antar Manual


Switch
Measurement
Bref Bref Bsvc Bsvc
TSC1_On

TSC2_On
TSC1_On

TSC2_On
TSC2_Pulses 3
TSC 2
TSC 1

System TSC3_Pulses 4 TCRpulses

jaringan yang melibatkan ribuan bus dan ratusan abc

3-phase
signal generator
-C- Vref

Voltage
TSC3_On

Distribution
Unit
TSC3_On

Firing Unit
TSC 3
TSC 1pulses

Timer 2 Regulator

generator. Untuk menjamin keamanan operasi sistem,


TSC 2 pulses

Vref BSVC alpha


used for open -loop TSC 3 pulses
time constant evaluation TSC 1_On

pada umumnya sistem transmisi tegangan tinggi TSC 2_On

TSC 3_On
?

beroperasi jauh di bawah rating termalnya akibat adanya Info

batas tegangan dan batas kestabilan. Parameter saluran Gambar 2. SVC Controller untuk Static Var Compensator (SVC); 1
transmisi seperti impedansi, tegangan terminal, dan TCR -3 TSCs
sudut tegangan dapat dikontrol secara cepat dan efektif
dengan menggunakan peralatan FACTS [4].
Problem operasional yang dihadapi pada kasus
tertentu membutuhkan analisis detail dari sifat dinamik
sistem tenaga dan pembangunan kontroler yang cocok
untuk mengatasi masalah. Sistem tidak hanya
menempatkan kontroler pada generator seperti eksitasi
dan kontrol pengatur kecepatan, tetapi juga kontroler
seperti Static VAR Compensator (SCV). Dalam sistem
tenaga, algoritma genetika telah banyak digunakan,
misalnya penentuan letak optimal peralatan Flexible AC
Transmission System (FACTS), seperti Static VAR
Compensator (SVC) pada saluran transmisi tenaga
listrik [2].
Static Var Compensator (SVC) digunakan untuk
mengontrol tegangan dan daya reaktif pada terminalnya
secara cepat di dalam sistem tenaga listrik. Manfaat
utama dari SVC ini adalah perbaikan dari sistem
stabilitas dan regulasi tegangan. Sistem
Gambar 3. Ilustrasi Bentuk Gelombang dari response Dinamik SVC
pengkompensasian pada SVC dikendalikan melalui terhadap Tahapan Perubahan Tegangan Terminal

A4-2
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

yaitu reproduksi, crossover, dan mutasi. Ukuran


Adapun Ilustrasi bentuk gelombang dari response populasi yang digunakan dalam penelitian mengikuti
dinamik SVC terhadap tahapan perubahan tegangan jumlah bus, dan maksimum generasi adalah 200,
terminal seperti ditunjukkan dalam Gambar 3. [5]. Pada t sedangkan peluang crossover adalah 0.95. Dalam satu
= 0.1s, secara tiba-tiba tegangan meningkat menjadi individu, masing-masing string mempunyai peluang
1,025 pu. SVC bereaksi dengan menyerap daya reaktif mutasi yang bebeda. Optimasi dilakukan dengan
(Q=-95 MVar) untuk membawa tegangan kembali ke menggunakan 1 peralatan / device untuk 1 kasus, yaitu
1,01 pu. Pada 95% waktu penyelesaian adalah sekitar dengan menempatkan SVC pada gardu induk (GI) sistem
135 ms. Pada titik ini semua TSCs berada di luar operasi tenaga listrik.
dan TCR hampir pada konduksi penuh ( = 94 derajat). Dalam hal pengkodean, di mana konfigurasi SVC
Pada t = 0,4 s, sumber tegangan secara tiba-tiba ditentukan oleh 2 parameter, yaitu letak, dan ukuran
diturunkan menjadi 0,93 pu. SVC bereaksi dengan (rating). String pertama berkaitan dengan letak SVC
menghasilkan daya reaktif sebesar 256 MVar, sehingga yang ditempatkan pada saluran. String yang kedua
meningkatkan tegangan 0,974 pu. Pada titik ini tiga berkaitan dengan ukuran (rating) SVC. Nilai
TSCs berada dalam operasi dan TCR menyerap sekitar penempatan disesuaikan dengan penomoran pada SVC,
40% dari nominal daya reaktif ( = 120 derajat). yaitu 1 untuk keberadaan SVC, dan 0 bila tidak ada
SVC. String yang kedua adalah berkaitan dengan nilai
B. Penempatan Optimal SVC Pada GI Tenaga rating (rf) SVC. String ini mengandung nilai yang
Listrik Menggunakan Metode Algoritma dikodekan dalam bentuk bilangan real (float encoding)
Genetika antara -1 dan 1. Nilai SVC yang sebenarnya diperoleh
Parameter yang dicari terdiri atas 2 parameter, yaitu setelah melakukan proses decoding. SVC bekerja
letak dan ukuran SVC, di mana gen pada kromosom dengan range -100 MVar sampai 100 MVar.
berisi 2 nilai. Nilai pertama untuk menentukan letak Daya reaktif sebenarnya yang disuplai atau diabsorbsi
kromosom yang berupa nilai 0 atau 1. Nilai 0 oleh SVC adalah rsvc= rf x100 (MVar), sedangkan
mengidentifikasikan ketidakadaan SVC pada bus populasi awal dibuat dari parameter sebagai berikut:
tersebut, nilai 1 mengidentifikasikan SVC yang dipasang
pada bus tersebut. Sedangkan nilai kedua berisi nSVC : Jumlah SVC yang ditempatkan
informasi tentang ukuran SVC, nilai tersebut berupa nLocation: Letak yang memungkinkan untuk SVC
nilai integer kelipatan 1 sampai 10 sesuai dengan ukuran nInd : Jumlah individu dalam populasi.
daya reaktif yang akan diinjeksikan ke sistem dari SVC Nilai pertama dari string merupakan nilai acak yang
yang digunakan. Nilai gen kedua berisi nilai antara 0 dipilih dari letak yang memungkinkan untuk
sampai dengan nilai maksimum SVC. menempatkan SVC. Nilai yang kedua dari string adalah
Setelah menentukan besar nilai gen pada kromosom, merupakan nilai rating SVC yang dipilih secara acak
selanjutnya kromosom tersebut perlu diuji keandalannya, antara -1 sampai 1. Untuk menjamin agar pada suatu
apakah kromosom mampu memperbaiki sistem atau saluran transmisi hanya terdapat satu peralatan SVC,
tidak. Kromosom berisi informasi letak dan ukuran daya maka updating populasi dilakukan setelah proses
reaktif yang diinjeksikan pada bus sistem. Pengujian crossover.
nilai kromosom dilakukan pada fungsi objektif berupa Optimasi penempatan SVC untuk memaksimumkan
rugi-rugi daya, yaitu: suplai daya dari sistem ke beban tanpa melampaui batas
Min F = Sloss tegangan dan arus pada sistem. Untuk maksud tersebut,
maka dicari letak dan rating yang paling tepat. Iterasi
= (1)
dimulai dengan sistem loadability, SL=1.05 dari beban
Batasan yang digunakan dalam proses GA ini adalah awal. GA melakukan proses optimasi secara berulang
tegangan, maka batas tegangan harus berada pada jika nilai fitness-nya adalah 1, dengan pertambahan SL
batasan toleransi yang diizinkan, yaitu: sebesar 0.05. Rugi daya akibat peningkatan transmisi
daya, dibagi secara proporsional kepada seluruh
Vmin Vi Vmaks untuk i=1,n (2) generator dalam sistem.
dengan:
i = nomor bus;
Vmin = 0,95 pu;
Vmaks = 1,05 pu.

Solusi optimal diperoleh dari sejumlah solusi dengan


proses acak. Generasi baru diperoleh dari tiga operator

A4-3
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

1) Penempatan Optimal SVC Pada GI Tenaga Listrik Sistem Mahakam Menggunakan Metode Algoritma Genetika
ARAH KE GI BONTANG ARAH KE GI KUARO

Bus 23 Bus 22 Bus 21


GI SAMBUTAN GI BUKUAN GI KARANG JOANG

Bus 45 Bus 43 Bus 44 Bus 41 Bus 42

PQ45 PQ43 PQ44


PQ41 PQ42

Bus 14

Bus 15 Bus 16 Bus 17 Bus 18 Bus 19 Bus 20


GI EMBALUT GI BUKIT BIRU GI TENGKAWANG GI HARAPAN BARU GI INDUSTRI GI MANGGAR SARI
PLTD KARANG JOANG

Bus 2
Bus 30 Bus 28 Bus 29 Bus 31
Bus 36 Bus 37 Bus 38 Bus 39 Bus 40

Bus 27 Bus 32
PQ37 PQ38

PLTG Bus 24 PQ30 PQ28 PQ29 PQ31 PQ32


PT . MENAMAS BUS PLTU CFK PQ27 PQ39 PQ40

Bus 6 Bus 5 PQ36


Bus 8 Bus 33 Bus 34 Bus 35
PQ47 PQ46 Bus 11 Bus 12
Bus 1 Bus 3
PLTG SAMBERA PLTD KARANG ASAM PQ33 PQ34 PQ35
PLTD POWERINDO
Bus 25 Bus 26
PLTD COGINDO PLTD KALTIMEX 1

PLTGU PQ25 PQ26 Bus 10 Bus 13


PLTU CFK
TANJUNG BATU

Bus 7 Bus 9 PV13

Bus 4 PLTD BATAKAN PLTD KALTIMEX 2,3


PQ48

PLTD KELEDANG PLTD GUNUNG MALANG

PLTMG KALTIMEX 4

Sistem Tenaga Listrik Mahakam Kalimantan Timur

Gambar 4. Model Sistem Mahakam 14 Mesin 45 Bus dengan SVC

Rugi-rugi Daya Reaktif pada Saluran

HASIL DAN PEMBAHASAN 7.5000


7.2500
7.0000
6.7500
6.5000

A. Analisis Kinerja Sistem dalam Penerapan SVC 6.2500


6.0000
5.7500
5.5000

Pada Gardu Induk (GI) Tenaga Listrik Sistem 5.2500


5.0000
4.7500

Mahakam 4.5000
Daya Reaktif (MVar)

4.2500
4.0000
3.7500
3.5000
3.2500
3.0000

Perbandingan Hasil Simulasi Sebelum dan Sesudah 2.7500


2.5000
2.2500
2.0000

Penambahan Peralatan SVC pada Model Sistem 1.7500


1.5000
1.2500

Mahakam 1.0000
0.7500
0.5000
0.2500
0.0000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52
Rugi-rugi Daya Aktif pada Saluran Saluran Distribusi dan Transmisi
0.3500
0.3400 Rugi Saluran (tanpa SVC) Rugi Saluran (dengan SVC)
0.3300
0.3200
0.3100
0.3000
0.2900
0.2800
0.2700
Gambar 6. Grafik Perbandingan Rugi-rugi Daya Reaktif Saluran
0.2600
0.2500
0.2400
Sebelum dan Sesudah Ditambahkan SVC pada Model Sistem
0.2300
0.2200
0.2100
Mahakam
Daya Aktif (MW)

0.2000
0.1900
0.1800
0.1700
0.1600
0.1500 Tegangan Bus pada Sistem
0.1400
0.1300 1.0700
0.1200 1.0600
0.1100
0.1000 1.0500
0.0900 1.0400
0.0800
0.0700
1.0300
0.0600 1.0200
0.0500
1.0100
Tegangan (pu)

0.0400
0.0300 1.0000
0.0200 0.9900
0.0100
0.0000 0.9800
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 0.9700
Saluran Distribusi dan Transmisi 0.9600
0.9500
Rugi Saluran (tanpa SVC) Rugi Saluran (dengan SVC) 0.9400
0.9300
0.9200

Gambar 5. Grafik Perbandingan Rugi-rugi Daya Aktif Saluran 0.9100


0.9000
15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Sebelum dan Sesudah Ditambahkan SVC pada Model Sistem Bus Saluran Transmisi
Mahakam Tegangan bus (tanpa SVC) Tegangan bus (dengan SVC)

Gambar 7. Grafik Perbandingan Tegangan Bus Transmisi Sebelum


dan Sesudah Ditambahkan SVC pada Model Sistem Mahakam

B. Analisis Kinerja Sistem dalam Penerapan SVC


Pada Gardu Induk (GI) Tenaga Listrik Sistem
Mahakam dalam Stabilitas Steady State
Dengan mengacu pada karakteristik SVC dalam
steady state dan dinamik, dan berdasarkan persamaan
ISVC = -Vt BSVC, serta melalui analisis power flow
maka diperoleh hasil perhitungan kinerja sistem pada
A4-4
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

model Sistem Mahakam dengan tegangan referensi Sistem Mahakam dengan tegangan referensi 1,0373 pu,
1,0373 pu, sedangkan karakteristrik kinerja sistem dalam di mana diperlihatkan bahwa nilai tegangan pada bus 19
penerapan SVC pada model Sistem Mahakam seperti turun menjadi 0,9311 pu, dengan nilai injeksi daya
ditunjukkan dalam Gambar 8. reaktif (-)92,1380 MVar, dan perlu diperhatikan pula
bahwa nilai tegangan terendah terjadi pada bus 16 yaitu
sebesar 0,8928 pu, sehingga sesuai data hasil analisis
Stabilitas Steady State
state matrix eigenvalues, maka nilai injeksi daya reaktif
1.5000 1.0000
1.0000 pada bus 19 tersebut yang dibutuhkan mencapai nilai (-
Susceptance (pu)

1.0500
0.5000 )129,7343 MVar. Hasil response - steady state kinerja
0.0000
-0.5000 sistem terhadap perubahan tegangan terminal melalui
V [pu]
-1.0000
-1.0000
analisis continuation power flow hasil perhitungan
-1.5000 B SVC [pu]
-2.0000 -0.9500 sistem seperti ditunjukkan dalam Tabel 1.
I SVC [pu]
-2.5000
-2.6766
-3.0000
-2.6766 Tabel 1. Hasil Perhitungan Respons - Steady State Kinerja Sistem
0.9500 1.0000 1.0500
Tenaga Listrik dalam Penerapan SVC pada Model
Tegangan (pu) Sistem Mahakam
V [pu] 0,8928 0,9311 1,0374 1,0500
Gambar 8. Grafik Kinerja Sistem dalam Penerapan SVC pada Model Q SVC [MVar] -129,7343 -92,1380 92,1380 100
Sistem Mahakam untuk hubungan antara Tegangan terhadap
Susceptance dan Arus Q SVC [pu] -1,2973 -0,9214 0,9214 1,0000
B SVC [pu] -0,7708 -1,0853 1,0628 1,0000
Pada bahasan ini membuat simulasi kinerja sistem I SVC [pu] -0,6882 -1,0105 1,1025 1,0500
dalam penerapan SVC pada kelistrikan Sistem Mahakam
pada berbagai keadaan dari response - steady state Selanjutnya adalah membuat simulasi kinerja sistem
kinerja sistem terhadap perubahan tegangan terminal dalam penerapan SVC dan peralatan dinamik pada
melalui analisis continuation power flow, maka kelistrikan Sistem Mahakam seperti ditunjukkan pada
diperoleh hasil perhitungan kinerja sistem pada model model simulasi dalam Gambar 9.
ARAH KE GI BONTANG ARAH KE GI KUARO

Bus 23 Bus 22 Bus 21


GI SAMBUTAN GI BUKUAN GI KARANG JOANG

Bus 45 Bus 43 Bus 44 Bus 41 Bus 42

PQ45 PQ43 PQ44


double
PQ41 PQ42

Bus 14

Bus 15 Bus 16 Bus 17 Bus 18 Bus 19 Bus 20


GI EMBALUT GI BUKIT BIRU GI TENGKAWANG GI HARAPAN BARU GI INDUSTRI GI MANGGAR SARI
PLTD KARANG JOANG

double
Bus 2
Bus 30 Bus 28 Bus 29 Bus 31
Bus 36 Bus 37 Bus 38 Bus 39 Bus 40

Bus 27 Bus 32
PQ37 PQ38

PLTG Bus 24 PQ30 PQ28 PQ29 PQ31 PQ32


PT . MENAMAS BUS PLTU CFK PQ27 PQ39 PQ40

Bus 6 Bus 5 PQ36


Bus 8 Bus 33 Bus 34 Bus 35
PQ47 PQ46 Bus 11 Bus 12
Bus 1 Bus 3
double
PLTG SAMBERA PQ33 PQ34 PQ35
PLTD POWERINDO
Bus 25 Bus 26
PLTD KARANG ASAM PLTD COGINDO PLTD KALTIMEX 1

double double
PQ25 PQ26 Bus 10 Bus 13

PLTGU
Bus 7 Bus 9 PV13
PLTU CFK
TANJUNG BATU
Bus 4 double PLTD KALTIMEX 2,3
PQ48

double PLTD GUNUNG MALANG PLTD BATAKAN

PLTMG KALTIMEX 4 PLTD KELEDANG

Sistem Tenaga Listrik Mahakam Kalimantan Timur

Gambar 9. Model Sistem Mahakam 14 Mesin 45 Bus dengan SVC dan Peralatan Dinamik

Dalam keadaan stabilitas steady state, maka diperoleh matrix eigenvalues, maka nilai injeksi daya reaktif pada
hasil perhitungan kinerja sistem pada model Sistem bus 19 tersebut yang dibutuhkan mencapai (-)121,6450
Mahakam dengan tegangan referensi 1,0374 pu, di mana MVar.
diperlihatkan bahwa nilai tegangan pada bus 19 turun Hasil response dinamik kinerja sistem terhadap
menjadi 0,9532 pu, dengan nilai injeksi daya reaktif (- perubahan tegangan terminal melalui analisis
)76,4853 MVar, dan perlu diperhatikan pula bahwa nilai continuation power flow hasil perhitungan sistem seperti
tegangan terendah terjadi pada bus 22 yaitu sebesar ditunjukkan dalam Tabel 2.
0,9384 pu, sehingga sesuai data hasil analisis state
A4-5
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Tabel 2. Hasil Perhitungan Response Dinamik Kinerja Sistem Tenaga KESIMPULAN


Listrik dalam Penerapan SVC dan Peralatan Dinamik pada Model
Sistem Mahakam Metode GA dijalankan bersama dengan metode
V [pu] 0,9384 0,9532 1,0374 1,0500 Newton-Raphson dalam perhitungan aliran daya untuk
Q SVC [MVar] -121,6450 -76,4853 76,4853 100 menentukan parameter letak dan ukuran optimal
Q SVC [pu] -1,2165 -0,7649 0,7649 1,0000 kapasitor dan reaktor paralel SVC pada bus-bus GI
B SVC [pu] -0,8221 -1,3074 0,8418 1,0000 tenaga listrik Sistem Mahakam berdasarkan batas
I SVC [pu] -0,7714 -1,2462 0,8733 1,0500 tegangan dan rugi-rugi daya terkecil pada saluran
transmisi. Penerapan SVC pada bus 19 (GI Industri)
Selanjutnya adalah membuat simulasi kinerja sistem Sistem Mahakam dengan nilai injeksi daya reaktif (-
terhadap pengaruh gangguan tiga fasa pada bus 17 (GI )37,361 MVAR dapat meningkatkan kinerja sistem
Tengkawang) yang terjadi mulai waktu 0,1 detik sampai berupa perbaikan profil tegangan dari 0,9540 pu menjadi
0,25 detik (fault clearing time), dan pemutusan suplai 1,00 pu, serta mengurangi rugi-rugi daya aktif 8,78%
pada bus 10 (PLTD Batakan) dalam waktu 1,1 detik dan rugi-rugi daya reaktif 9,04%. Response - steady
(first intervention time) seperti ditunjukkan pada model state dan response dinamik kinerja sistem pada Sistem
Sistem Mahakam dalam Gambar 9. tersebut di atas. Mahakam dalam stablitas steady state menunjukkan
Hasil simulasi kinerja sistem ditunjukkan dalam Gambar perubahan tegangan antara 0,8928 pu sampai 0,9532 pu,
10. dan Gambar 11. dengan injeksi daya reaktif antara (-)129,7343 MVAR
Keadaan Tegangan Sistem
sampai (-)121,6450 MVAR. Simulasi kinerja sistem
1.4
dilakukan pada Sistem Mahakam terhadap pengaruh
1.2 gangguan tiga fasa mulai 0,1 detik sampai 0,25 detik
1
yang dilakukan pada bus 17 (GI Tengkawang) Sistem
VBus 10 Mahakam menunjukkan tegangan pada bus 19
0.8 VBus 15 mengalami penurunan mulai 0,1 detik sampai 0,25 detik,
Tegangan (pu)

VBus 17
0.6
VBus 19
sedangkan pada SVC terjadi penurunan injeksi daya
v
refSvc 1
reaktif sampai waktu 0,25 detik, kemudian mulai
0.4
vsPod 1
menginjeksi daya reaktif maksimum sampai batas 0,27
0.2 detik dan mengalami pengaruh osilasi ringan sampai
0 0,75 detik.
-0.2
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 1.1 1.2 1.3 1.4
waktu (dt)
DAFTAR PUSTAKA
Gambar 10. Grafik Response Dinamik Kinerja Sistem dalam Kundur, P.. 1994. Power System Stability And Control. McGraw-Hill,
Penerapan SVC dan Peralatan Dinamik pada Model Sistem Mahakam Inc.
untuk hubungan Tegangan Sistem terhadap [2] Robandi, Imam. 2006. Desain Sistem Tenaga Modern: Optimasi,
perubahan waktu Logika Fuzzy, Algoritma Genetika. ANDI. Yogyakarta.
Injeksi Daya Reaktif Suyono, Hadi. 2009. Power System Modeling for Transient Stability
6
Analysis. Workshop on Dynamic Simulation for SESBs Engineers.
Umar, Soeprijanto., A., Purnomo., M.H. 2008. Optimasi Penempatan
5 Multi Facts Devices pada Sistem Kelistrikan Sulawesi Selatan
Menggunakan Algoritma Genetika. Seminar Nasional Aplikasi
4 qSvc 1 Teknologi Informasi 2008 (SNATI 2008), F-21-F-26, ISSN: 1907-
5022 Yogyakarta. Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya,
Daya Reaktif (pu)

Universitas Khairun Ternate.


3
http://www.mathworks.com. 1984-2010. Matlab (ver 7.8.0;
(R2009a). The MathWorks, Inc. April 23, 2010.
2

0
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 1.1 1.2 1.3 1.4
waktu (dt)

Gambar 11. Grafik Response Dinamik Kinerja Sistem dalam


Penerapan SVC dan Peralatan Dinamik pada Model Sistem Mahakam
untuk hubungan Injeksi Daya Reaktif terhadap perubahan waktu

A4-6
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Optimasi Suplai Energi Listrik pada PT. PLN


Sektor Mahakam Kalimantan Timur
Menggunakan
Algoritma Genetik
Lucianus Handri Gunanto, Harry Soekotjo Dachlan, Rini Nur Hasanah
Program Magister Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

Abstrak - Untuk mendapatkan suatu keuntungan biaya agar operasi sistem layak dan ekonomis.
atas modal yang diinvestasikan dengan cara Kombinasi unit pembangkit tenaga listrik,
menggunakan biaya pembangkitan termurah. Dengan konfigurasi pembebanan serta penjadwalan
adanya efisiensi dalam operasi sistem tenaga yang
pembangkit yang berbeda dapat memberikan biaya
maksimum, maka diharapkan akan mengurangi harga
daya listrik yang harus dibayarkan konsumen dan operasi pembangkitan yang berbeda pula, tergantung
biaya yang harus dikeluarkan perusahaan penyalur dari karakteristik masing-masing unit pembangkit
daya untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar, biaya yang dioperasikan, permasalahan yang dihadapi
operasi, khususnya biaya bahan bakar mengambil pada penjadwalan kerja terdiri dari dua masalah
prosentase yang terbesar dari seluruh biaya yang saling berkaitan yaitu:
pengusahaan tenaga listrik yang harus dikeluarkan
Unit Commitment, yaitu penentuan kombinasi
oleh perusahaan, oleh karena itu perlu diterapkan
berbagai cara minimisasi biaya agar operasi sistem unit-unit pembangkit yang bekerja dan tidak perlu
layak dan ekonomis, dalam tesis ini diterapkan bekerja pada suatu periode untuk memenuhi
optimasi suplai energy listrik dengan metode kebutuhan beban sistem pada periode tersebut
Algoritma Genetik. Hasil perhitungan dan simulasi dengan biaya yang ekonomis.2) Economic Dispatch,
Algoritma Genetika dari unit-unit pembangkit yaitu menentukan keluaran masing-masing unit yang
dihasilkan biaya pembangkitan sebesar: dengan
bekerja dalam melayani beban, pada batas minimum
perhitungan Rp.214.177.256,71, dengan simulasi
Algoritma Genetika tanpa rugi-rugi pada jaringan Rp. dan maksimum keluarannya, untuk meminimasi
213.062.691,34 dengan rugi-rugi jaringan Rp. rugi-rugi saluran dan biaya produksi.
228.344.719,889. Salah satu cara menyelesaikan permasalahan unit
commitment dan economic dispatch tersebut adalah
Kata kunci: Economic Dispatch, Algoritma Genetik dengan algoritma genetik, algoritma genetik
merupakan suatu teknik optimasi yang berdasarkan
PENDAHULUAN pada prinsip evolusi biologi seperti seleksi alamiah,
rekombinasi genetik, dan mempertahankan
1.1 Latar Belakang Masalah kromosom yang paling sesuai.
Seiring dengan lajunya pertumbuhan penduduk
maupun ekonomi di Kalimantan Timur yang 1.2 Perumusan Masalah
semakin meningkat, maka semakin meningkat pula Berdasarkan latar belakang yang telah
kebutuhan akan energi listrik. Untuk meningkatkan dikemukakan, permasalahan dalam penelitian ini
efisiensi operasi sistem tenaga, maka operasi dapat dirumuskan sebagai berikut:
ekonomis sangat penting yaitu untuk mendapatkan Menerapkan model Algoritma Genetik dalam
suatu keuntungan atas modal yang diinvestasikan menganalisis optimasi bahan bakar suplai
dengan cara menggunakan biaya pembangkitan energi listrik pada unit-unit pembangkit listrik
termurah. Dengan adanya efisiensi dalam operasi di PT PLN Sektor Mahakam Kaltim.
sistem tenaga yang maksimum, maka diharapkan Menentukan kombinasi pembangkit listrik
akan mengurangi harga daya listrik yang harus dan daya yang dibangkitkan untuk memenuhi
dibayarkan oleh konsumen dan biaya yang harus beban dengan biaya penggunaan bahan bakar
dikeluarkan perusahaan penyalur daya. Untuk yang termurah.
memenuhi kebutuhan bahan bakar, biaya operasi,
khususnya biaya bahan bakar mengambil prosentase
yang terbesar dari seluruh biaya pengusahaan tenaga
listrik yang harus dikeluarkan oleh perusahaan. Oleh
karena itu perlu diterapkan berbagai cara minimisasi
A5-1
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

II. KERANGKA KONSEP PENELITIAN penelitian ini dan disertakan pula saran untuk
2.1 Diagram Alir Krangka konsep penelitian pengembangan penelitian ke depan yang terkait
dengan permasalahan ini.
Mulai
METODE PENELITIAN
3.1 Diagram Alir Metode Penelitian
Studi Literatur Untuk memudahkan langkah-langkah yang
dilakukan dalam proses penelitian ini terbagi
menjadi dua tahap yang ditunjukan dalam diagram
alir seperti ditunjukan pada Gambar 3.1
Survei Lapangan
Mulai

Daya keluaran (P)


T Input Bahan bakar (F)
Kelengkapan data = ?

Y
Persamaan Lengkung
Pengolahan data Masukan dan Keluaran F=f(P)

Menghitung Bahan Bakar Rp/jam


Pembahasan

Program GA
Kesimpulan Optimasi Economic Dispatch
dan Saran
T
Fitness terbaik ?
Selesai
Y
Output hasil
Gambar 2.1 Diagram alir kerangka Optimasi
konsep penelitian
Selesai

Gambar 4.1 Diagram alir Analisa dan Pembahasan Tahap Ke


2.2 Studi Literatur IDiagram Alir Pemrograman Algoritma Genetik
Studi literatur dilakukan dengan mempelajari
buku-buku, situs-situs internet dan literatur lain yang Mulai
berkaitan dengan operasi ekonomis pembangkit yang
berupa anlisis biaya bahan bakar dan anlisis
Membaca
perbandingan pengoperasian pembangkit serta Data
perbandingan biaya pemakaian daya per kWh dari
masing-masing suplai daya beban. Populasi awal
2.3 Survei Lapangan dan Pengambilan Data secara Random
Kegiatan survei lapangan dilakukan untuk
mengetahui kondisi ril dari obyek yang dibahas,
data-data yang diperlukan, serta informasi penting
Evaluasi economic
yang terkait dengan permasalahan yang di bahas. dispatch Untuk
Objek penelitian ini secara garis besar adalah Membuat Individu
Setiap Individu
baru
masalah optimasi biaya operasi bahan bakar di PT. -seleksi - crossover
PLN Sektor Mahakam Wilayah Kaltim. -mutasi - elitism
2.4 Analisa dan Pembahasan Generasi
Anlisis dan pembahasan yang dilakukan dalam Makgenerasi?
kerangka konsep penelitian ini adalah pembahasan
tentang optimasi biaya bahan bakar untuk
pengoperasian pembangkitan tenaga listrik PLN dan Individu
pembangkitan genset di PT. PLN Sektor Mahakam Terbaik
MinF
Wilayah Kaltim.
2.5 Penarikan Kesimpulan dan Saran
Selesai
Dari hasil analisa dan pembahasan akan ditarik
suatu kesimpulan yang merupakan intisari dari Gambar 4.2 Diagram alir pemrograman Algoritma Genetik

A5-2
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

PLTD Gunung Malang Unit 1 :


ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN N = 10
4.1 Sistem Kelistrikan PT.PLN Wilayah = 927,135
Kalimantan Timur = 1854,27
Sistem kelistrikan Sektor Mahakam PT.PLN = 2781,405
Wilayah Kalimantan Timur terdiri dari (lima) pusat = 3708,54
pembangkit yang tersebar di tiga Wilayah Kota yang = 8545,036
terhubung terinterkoneksi yaitu : Samarinda, = 16215,75
Balikpapan dan Tenggarong. Wilayah Samarinda =  24525,323
terdiri dari 2 pembangkit yaitu : PLTD Karang Asam = a + b + c N
dan PLTD Keledang, Wilayah Balikpapan terdiri 8545,36 = 1854,27 a + 927,135 b + 10 c
dari 2 pembangkit yaitu : PLTD Gunung Malang dan = a + b + c
PLTD Batakan, Wilayah Tenggarong terdiri dari 1 16215,75 = 2781,45 a + 1854,27 b + 927,135 b
pembangkit yaitu : PLTGU Tanjung Batu. =  a + b + c
24525,33 = 3708,54 a + 2781,45 b + 1854,27c
4.2.Data Pembangkit sistem Mahakam Dari hasil perhitungan di atas, maka diperoleh
Kalimantan Timur persamaan lengkung masukan dan keluaran PLTD
Berdasarkan hasil survey lapangan maka didapat Gunung Malang Unit 1 sebagai berikut :
data pembangkit sistem mahakan Kalimantan Timur = 0,15935 + 26,3656 + 1924,314 l/jam
sebagai berikut:

Tabel 4.1 Data Pembangkit Sistem Mahakam


Sumber : PT.PLN Sektro Mahakam Berdasarkan persamaan karakteristik masukan dan
keluaran masing-masing unit
Pusat Daya Daya Bahan pembangkit yang telah diperoleh pada
Pembangkit Jenis Pembangkit terpasang Mampu Bakar perhitungan sebelumnya, maka dapat
ditentukan perhitungan bahan bakar
(MW) (MW) dalam satuan Rp/jam. Dengan
1. SWD.9TM410RR 4.00 3.2 mengetahui harga BBM (solar industri)
2. SWD.9TM410RR 4.00 3.2 adalah Rp 6345/liter, dan harga gas
Rp13305/kg, maka diperoleh
PLTD 3. SWD.9TM410RR 4.04 3.3 Solar perhitungan biaya bahan bakar terhadap
Gunung daya keluaran untuk masing-masing
Malang 4. SWD.9TM410RR 4.04 3.3
pembangkit adalah sebagai berikut :
5. SWD.9TM410RR 4.04 3.2 PLTD GUNUNG MALANG
6. SWD.9TM410RR 4.04 3.2  (  = 131,5001
17608,01 + 5945292
1. GMTA 420.4 6,40 3.8
(Rp/jam)
PLTD
Batakan 2. GMTA 420.4 6,40 3.6 Solar  (  = 101,9768 +
1. MIRRLESS 12817,535 + 5758168
KV 12 MJ 5.22 4.0 (Rp/jam
2. MIRRLESS KV 12   ( =

MJ 5.22 3.2 18,22665 +178,3960 + 5292405
3. PIELSTICK PC 2.5 (Rp/jam
PLTD KV 5.20 3.6 Solar   ( =

4. PIELSTICK PC 2.5 164,7479 +18731,075+ 5925168
Keledang KV 5.20 3.2 (Rp/jam
  ( = 197,6087 +
5. Sulzer 12 ZV 40/80 6.40 6.0 3832,38 + 5502114
(Rp/jam
Dengan menggunakan metode kuadrat terkecil,   ( = 182,6789 + 4835,461 +
maka data pada tabel 4.1 dapat diolah menjadi 5293622 (Rp/jam
persamaan lengkung masukan dan keluaran masing-
masing unit Genset. Dari tabel 4.1 didapatkan nilai-
nilai N, , ,  , ,
untuk masing-masing unit pembangkit sebagai
berikut :
A5-3
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia


  ( = 15,044 + 946,357 +
5574003 (Rp/jam)

  ( = 74,433 +
2378,994 + 5579075 (Rp/jam

 (  = 22,128 + 1961,62 +
5601721 (Rp/jam

 (  = 99,122 + 3876,034 +
5616105 (Rp/jam

 ( = 152,775 +
7185,078 + 5488598 (Rp/jam

Gambar 4.1. Grafik Lengkung Masukan dan   ( = 145,142 +
Keluaran PLTD Gunung Malang Unit 1
6502,356 + 5537623 (Rp/jam
  ( = 497,912 +
Limit daya untuk masing-masing unit generator
74255,54 + 9592699 (Rp/jam
2   
Limit daya untuk masing-masing unit generator
2   
2   
2   
2   
2   
2   
2   
2   
1   
2   
PLTD BATAKAN
2   
  ( = 76,9014 + 2266,6244 +
2   
6531911 (Rp/jam
  ( = 266,4392 + 31284,02 +
5.6 Perhitungan biaya bahan bakar terhadap daya
768129 (Rp/jam
pembangkitan
Limit daya untuk masing-masing unit generator
Dengan mengetahui daya mampu dari masing-
2   
masing unit pembangkit, maka dapat dihitung biaya
2   
bahan bakar dari masing-masing unit genset.
PLTD KELEDANG
Untuk PLTD Gunung Malang dengan daya
 (  = 899,721  +
mampu , , , , , 
 + 6921947 (Rp/jam  ( = 131,5001 (3,2)+ 17608,0 (3,2)+

  ( = 26,32604 + 5945292 = Rp 5.963.031,5101
 + 5943374 (Rp/jam  ( = 101,9768 (3,2)+ 12817,535 (3,2)+

  ( = 261,0968 + 5758168 = Rp 5.790.849,895
 + 6763999 (Rp/jam  ( = 18,22665 (3,2)+ 178,3960 (3,2)+

  ( = 837,7304 + 5292405 = Rp 5.331.022,344
 + 4603961 (Rp/jam  ( = 164,7479 (3,2)+ 18731,075 (3,2)+

  ( = 173,5675 + 5925168 = Rp 5.988.775,655
 + 131100390 (Rp/jam)  ( = 197,6087(3,2)+ 3832,38(3,2)+
Limit daya untuk masing-masing unit generator 5502114 = Rp 5.514.203,966
2     ( = 182,6789(3,2)+ 4835,461(3,2)+
2    5293622 = Rp 5.309.773,497
2      = (  ( (  ( 
2    (  ( =Rp 33.897.656,
3    Untuk PLTD Batakan dengan daya mampu
PLTGU Tanjung Batu 3,8 , = 3,6 (MW)

Gen. Turbin 14  ( = 43,083 +  ( = 76,9014 (3,8)+ 2266,6244 (3,8)+
 + 14592104 (Rp/jam) 6531911 = Rp 6.541.635,285

Gen. Turbin 15  ( = 48,6495 +  ( = 266,4392 (3,6)+ 31284,025 (3,6)+
 + 13095849 (Rp/jam) 9768129 = Rp 9.884.204,805

Steam Turbin 16 ( = 63,93 +   =  (  ( = Rp 18.425.840,090
46572 + 14638425 (Rp/jam) Untuk PLTD Keledang dengan daya mampu 
Limit daya untuk masing-masing unit generator = 4, 0, = 3,2 = 3,6  = 3,2 = 6,0
10    (MW)
10     ( = 899,721 (4) + 657,8496 (4) +
8    6921947 = Rp 6.938.973,938
PLTD Karang Asam  ( = 26,32604 (3,2)+21085,07 (3,2)+
A5-4
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

8943374 = Rp 9.011.116,598
 ( = 261,0968 (3,6)+ 36027,54(3,6)+
6763999 = Rp 6.897.082,114 Batakan, PLTD Keledang, PLTD Karang Asam
 ( = 837,7304 (3,2)+ 53503,11(3,2)+ dan PLTGU Tanjung Batu adalah :
7603961 = Rp 7.630.149,195    =        
 ( = 173,5675 (6)+ 49510,67(6)+ = 33.897.656 +
13110039 =Rp 13.413.351,435 18.425.840,090 + 43.890.673,280 +58.226.552,27
  = (  (  (  + 59.736.535,066= RP 214.177.256,71
(  (
= Rp 43.890.673,280 Hasil simulasi dengan metode Algoritma Genetik
Untuk PLTGU Tanjung Batu dengan daya (GA) pada masing-masing pembangkit dibandingkan
mampu  = 21, = 20 dengan hasil perhitungan pada beban yang sama
= 16 (MW). tanpa merperhitungkan rugi-rugi ditampilkan pada
 ( = 43,083(21)+ 45316,58(21)+ tabel 4.2
14592104 = Rp 22.562.751,568
 ( = 48,6495(20)+ 45159(20)+ 4.3 Hasil Simulasi dan Analisis
13095849 = Rp 17.065.743,677 Obyek penelitian yang dilakukan pada tesis
 ( = 63,93 (16)+ 46572,58 (16)+ ini dan data-data untuk karakteristik unit
14638425 = Rp 18.598.056,759 pembangkit, diperoleh dari PT. PLN Sektor
 =  (  (  ( = Rp Mahakam Kalimantan Timur. Jumlah pembangkit
58.226.552,27 pada PT. PLN sebanyak 5 unit pembangkit, yaitu : 4
Untuk PLTD Karang Asam dengan daya mampu unit pembangkit PLTD, 1 unit pembangkit PLTGU,
 = 3,3 = 3,4  = 3,3  = 3,3 Semua data-data dari seluruh unit pembangkit bisa
= 3,2 = 6,0, = 6,0 (MW) dilihat pada tabel 5.11
 ( = 15,044 (3,3)+ 946,357 (3,3)+ Sebelum dilakukan simulasi dengan program
5574003 = Rp 6.573.289,806 aplikasi dengan menggunakan pemrograman
 ( = 74,433 (3,4)+ 2378,994 (3,4)+ Algoritma Genetika, dari data-data unit pembangkit
5579075 = Rp 6.598.164,028 yang sudah didapat yaitu : data jumlah pemakaian
 ( = 22,128 (3,3)+ 1961,62 (3,3)+ bahan bakar dan daya keluaran dari masing-masing
5601721 = Rp 8.923.371,075 pembangkit. Dalam simulasi optimasi operasi
 ( = 99,122 (3,3)+ 3876,034 (3,3)+ pembangkit, unit-unit thermal untuk menentukan
5616105 = Rp 10.043.195,51 persamaan biaya pembangkit terlebih dahulu
ditentukan karakteristik input-output masing-masing
 ( = 152,775 (3,2)+ 7185,078 (3,2)+
pembangkit. Persamaan karakteristik input-output
5488598=Rp 7.600.526,875
digunakan untuk mencari nilai daya masing-masing
 ( = 145,142 (6)+ 6502,356 (6)+
unit pembangkit dengan perhitungan dan program
5537623 = Rp 9.941.825,935
Algoritma Genetika. Sistem Kelistrikan PT.PLN
 ( = 497,912 (6)+ 74255,54 (6)+
(Persero) Wilayah Kalimantan Timur khususnya
9592699 = Rp 10.056.161,837
system Mahakam saat ini masih kekurangan energi
 = (  (  ( 
oleh karena itu semua pembangkit dalam keadaan
(  (  (  ( = Rp
operasi. Pembangkit sistem Mahakam yang
59.736.535,066
beroperasi saat ini tersebar di 5 pusat pembangkit,
Hasil perhitungan biaya total pembangkit :
dengan jumlah pembangkit terdiri dari 20 unit
PLTD Gunung Malang, PLTD
pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) dan 3 Unit
pembangkit listrik tenaga gas uap (PLTGU). Rugi-
Tabel 4.2 Hasil perhitungan dan GA tanpa rugi-rugi sistem
rugi pada saluran transmisi berubah sesuai dengan
Mahakam daya yang dibangkitkan oleh masing-masing unit
Pembangkit Perhitungan Algoritma Genetika
Daya(M
Daya(MW) Biaya Rp/jam W) BiayaRp/jam
PLTD Gunung
Malang 19,4 33.897.656,19 18 37.514.524.41
PLTD Batakan 7,4 18.425.840,09 7 16.511.405,82
PLTD Keledang 20 43.840.673,28 18,7 43.359.415,91
PLTD Karang Asam 28,63 59.736.535,07 27,2 57.985.243,85
PLTGU Tanjung
Batu 57 58.226.552,27 54,2 57.692.101,27
Total 132,43 214.177.256,71 125,1 213.062.691,34
A5-5
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

pembangkit. Perhitungan economic dispatch dengan Penyelesaian masalah Economic Dispatch dengan
menggunakan metode Algoritma Genetik dengan metode Algoritma Genetik menghasilkan
probabilitas crossover ( ) : 0,99 dan probabilitas kromosom-kromosom yang berisi informasi tentang
mutasi ( ) : 0,7 memberikan hasil yang berbeda keadaan unit-unit pembangkit yang harus
jika nilai random untuk populasi awalnya berbeda. diterjemahkan kedalam permasalahan sebenarnya
Dengan nilai random yang berbeda perilaku untuk dengan fungsi objektif yang telah ditentukan.
crossover dan mutasi juga akan berbeda, semakin Dari hasil perhitungan dan simulasi algoritma
kecil nilai epsilon (konvergen) untuk menghentikan genitika dari unit-unit pembangkit dihasilkan :
proses iterasi maka populasi pada akhir iterasi akan Dengan perhitungan sebesar Rp. 214.177.256,71
semakin seragam. Hal ini disebabkan karena proses Dengan simulasi algoritma genitika sebesar Rp.
seleksi yang dilakukan untuk kromosom yang 213.062.691,34
mempunyai nilai fitness yang tinggi akan Dengan rugi-rugi jaringan sebesar Rp.
mempunyai sector yang lebar, sehingga probabilitas 228.344.719,8896
terpilihnya kembali kromosom dengan fitness akan
lebih besar. Program economic dispatch dengan Saran
metode algoritma genetika ini dapat digunakan Untuk penelitian lanjutan agar dapat
untuk menghitung rugi-rugi yang terjadi pada diperhitungkan selain biaya bahan bakar juga
jaringan transmisi, dengan tanpa terlebih dahulu dilakukan perhitungan biaya operasional tiap
melakukan diferensiasi (perubahan bentuk pembangkit, agar mendapatkan hasil yang lebih baik
matematika) pada persamaan biaya pembangkitan.

Hasil simulasi economic dispatch menggunakan DAFTAR PUSTAKA


Algoritma Genetika diperlihatkan pada gambar 4.2
Allen J Wood , Bruce F Wollenberg ,1984 , Power Generation,
Oparation and Control. John Wiley and Sons
G. W. Stagg and A. H. El Abiad, 1963. Computer Methods In
Power System Analysis, Mc. Graw Hill, Newyork
Hadi Saadat, 1999 Power System Analysis , New York :
McGraw-Hill
Hadi Suyono, 2000. Optimasi Unit Pembangkit Tenaga Listrik
dengan Algoritma Genetik, Jurnal, Yogyakarta
Imam Robandi, 2006. Desain Sistem Tenaga Modern Andi
Offset Yogyakarta
Marsudi Djiteng, 1990. Operasi Sistem Tenaga Listrik. Jakarta
Balai Penerbit dan Humas ISTN
Rudolf A, Beirleithner R, 1999. A Genetic Algorithm for
Gambar 4.2 Hasil simulasi Economic Solving the Unit Commitment Problem of a Hydro Thermal
Dispatch dengan menggunakan Power System , IEEE Transaction on Power System Volo.14,
Algoritma Genetik No.4
SS Vadhera,1981. Power System Analysis and Stability, Khama
Publisher Delhi, New Delhi.
Sri Kusumadewi, Purnomo, 2005. Penyelesaian masalah
KESIMPULAN DAN SARAN Optimasi dengan Teknik Heuristik , Graha Ilmu Yogyakarta
William D.Stevenson , Jr, 1990.Analisis System Tenaga Listrik,
Penerbit
Kesimpulan Erlangga Jakarta
Dari hasil analisa dan pembahasan yang telah Wood J Allen, Wollenberg F Bruce, 1984, Power Generation,
dilakukan pada bab sebelumnya, maka dapat Oparation and Control. John Wiley and Sons
diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut :

A5-6
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Perencanaan Interkoneksi Sistem Mahakam


Dengan Sistem Bontang
M. Zainuddin 1) Hadi Suyono 2) Moch. Dhofir 2)
1)
Program Magister dan Doktoral Fakultas Teknik, Program Studi Teknik Elektro
Universitas Brawijaya, Malang.
2)
Staf Pengajar Jurusan Teknik Elektro
Universitas Brawijaya, Malang.
email : zainuddin_moh@yahoo.co.id

Abstrak- Penelitian ini membahas tentang rencana berada pada batas yang wajar. Dengan demikian
interkoneksi Sistem Mahakam dengan Sistem Bontang ukuran penghantar dapat diperkecil sehingga jaringan
melalui GI (Gardu Induk) terdekat. Tujuan penelitian transmisi lebih ekonomis karena tidak membutuhkan
adalah desain model interkoneksi tenaga listrik antar tiang atau menara yang besar dan mahal. Penetapan
GI terdekat dari kedua sistem dimaksud yang
merupakan kesatuan interkoneksi tenaga listrik Sistem
jaringan transmisi harus memperhatikan faktor-faktor
Mahakam, dan menganalisis kinerja (performance) tertentu yang berujung pada biaya minimum (least
sistem setelah kedua sistem dimaksud diinterkoneksi. cost) dengan hasil paling optimal. Adapun faktor-
Permodelan sistem menggunakan software matlab faktor yang saling terkait untuk dipertimbangkan
ver.7.60 (matlab: M-File, simulink model: Power System yaitu antara lain besarnya daya yang akan disalurkan,
Analysis Toolbox; PSAT ver. 2.1.6). Hasil yang diperoleh panjang jaringan transmisi, besarnya beban yang akan
dalam penelitian ini berupa model simulasi
perencanaan interkoneksi Sistem Mahakam dengan
disambungkan, daerah lintasan yang dilalui jaringan
Sistem Bontang melalui interkoneksi jaringan transmisi transmisi, konfigurasi saluran, serta level tegangan
150 KV. Desain interkoneksi ditunjukkan melalui yang dipilih [2].
permodelan sistem interkoneksi tenaga listrik antara GI
Sambutan dengan GI Bontang.
INTERKONEKSI SISTEM TRANSMISI
Kata kunci-- Desain Interkoneksi Sistem, Jaringan
Transmisi, Sistem Mahakam, Sistem Bontang Perencanaan saluran transmisi meliputi
beberapa tahap yang sangat terkait antara satu
tahapan dengan tahapan atau bagian lainnya. Di
PENDAHULUAN antaranya adalah penentuan tegangan, dan pemilihan
jenis kawat konduktor. Ada beberapa metode yang
Sistem interkoneksi tenaga listrik adalah
dapat digunakan dalam pemilihan tegangan kerja
suatu cara modern untuk mensuplai tenaga listrik
sistem. Namun, dalam tugas akhir ini hanya akan
yang andal dan efisien. Dalam sistem ini yang paling
menggunakan beberapa metode saja, yaitu penentuan
berperan adalah bagian jaringan transmisi yang
tegangan berdasarkan perhitungan daya natural serta
digunakan untuk menghubungkan antara pusat-pusat
penentuan tegangan dengan rumus empiris yang
pembangkit listrik dengan pusat-pusat beban. Dengan
diformulasikan oleh Alfred Still [3].
adanya jaringan transmisi inilah maka sistem
Untuk penentuan tegangan kerja berdasarkan daya
interkoneksi tenaga listrik bisa terbentuk. Jaringan
natural digunakan rumus sebagai berikut:
transmisi akan efisien dan efektif jika digunakan
untuk menghubungkan antar pusat pembangkit listrik P
V = N KV
yang jauh. Sistem interkoneksi tenaga listrik ini akan Zo
(1)
cocok untuk daerah operasi tenaga listrik yang luas,
dengan demikian investasi yang dibutuhkan akan di mana :
sangat besar pula [1]. V = tegangan
Perencanaan interkoneksi tenaga listrik melalui PN = daya natural
pengembangan jaringan transmisi pada prinsipnya Z0 = impedansi karakteristik
adalah untuk menyalurkan tenaga listrik dari pusat- Sedangkan jika digunakan pendekatan rumus yang
pusat pembangkit ke pusat-pusat beban. Besarnya diformulasikan oleh Alfred Still :
daya listrik yang disalurkan sebanding dengan level
KWmaks
tegangan yang tinggi dengan arus yang lebih kecil V = 5.5 + l + KV
100 atau :
agar rugi-rugi teknis yang timbul pada saluran tetap
A6-1
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia
KVA t = kenaikan temperatur (oC).
V = 5.5 + l + KV
150 (2)
di mana:
ALIRAN DAYA
l = panjang kawat dalam mil.
Studi aliran daya didasarkan pada data sistem
Perhitungan luas penampang konduktor pembangkit dan beban dengan jaringan listrik yang
dapat dilakukan dengan beberapa cara, salah satunya dideskripsikan dengan matrik admitansi dari
adalah dengan rumus berikut : persamaan jaringan node seperti berikut :
P2 r L
A= I1 Y11 ... Y1i ... Y1N V1
PLV 2 cos 2 f (3)
... ... ... ... ... ... ...
di mana: I i = Yi1 ... Yii ... YiN . Vi I = YV
P = daya
V = tegangan ... ... ... ... ... ... ...
I Y ... YNi ... YNN VN
I = arus N N1 (6)
R = tahanan kawat di mana :
cos = faktor daya
A = luas penampang konduktor Vi : tegangan pada node ke i
= tahanan jenis kawat Ii : arus injeksi pada node ke i (sama dengan
L = panjang saluran
jumlah semua arus cabang pada node ke i)
PL = rugi-rugi
Yij : admitansi bersama di antara node ke i dan
Selain itu dapat juga digunakan rumus node ke j (sama dengan negatif dari
pendekatan untuk menentukan penampang kawat admitansi seri Yij dari cabang yang
optimum, dengan memperhatikan faktor-faktor
seperti biaya yang ekonomis, kapasitas hantar kawat. menghubungkan node i dan j)
Persamaan yang diformulasikan untuk penampang N : jumlah node pada jaringan
kawat optimum adalah: Y : matrik admitansi node
N
r .C f .Ce Yii = Yij : admitansi-sendiri dari node ke i
A = Im
1000wCe F i =1
(4)
(sama dengan jumlah semua
di mana
admitansi pada node ke i) [4]
Im = arus maksimum
w = berat kawat per CM-foot (CM = Solusi persamaan jaringan di atas dapat
Circular Mil) = 3,03 x 10-6 untuk kawat tembaga dilakukan dengan menggunakan metode Newton-
A = penampang kawat dalam CM Raphson. Pada metode ini, persamaan arus-tegangan
Cf = 9 + 0,8459K dari jaringan diselesaikan dengan deskripsi koordinat
= tahanan jenis kawat kartesian dengan frame acuan (a,b). Jika semua
K = fakor beban tahunan dalam persen generator direpresentasikan dengan model transient
Cc = harga kawat per pound
Ce = harga energi per Kwh orde 4 ( E 'd , E 'q , d&, w& ), Model 4, maka persamaan
F = biaya tetap tahunan, termasuk tegangan armatur generator dapat dinyatakan dengan:
pajak-pajak, asuransi, biaya modal, dan deprisiasi
(kira-kira = 15% ) E 'd - Vd 0 X 'q I d
Kapasitas hantar arus dari konduktor juga E ' -V = .I
merupakan faktor yang penting dalam pemilihan jenis q q X 'd 0 q (7)
konduktor. Rumus empiris untuk menghitung
kapasitas hantar arus dari SCHURIG dan
FRICK.adalah : Bentuk inversinya dinyatakan dengan:
A.Dt 0.009 Id 0 X 'q E 'd - Vd
I= 0.0025 + 1
I = . .
R d (5) q X 'd . X 'q - X 'd 0 E 'q - Vq
di mana:
I = arus kawat (amper)
I dq = Ydq ( E'dq - Vdq )
(8)
R = tahanan kawat (ohm/foot) Frame acuan (d,q) kemudian ditransformasi ke sistem
A = luas permukaan kawat (inchi2/foot (a,b) menjadi:
panjang kawat)
d = diameter kawat (inchi)
A6-2
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Ia 1 E 'a - Va 1. Menghitung parameter daya dan parameter


I = X ' . X ' . ( T Ydq T ) . E ' - V
-1
impedansi untuk Sistem Mahakam berdasarkan
b a b b b (9) .......... (2.10)
gambar Single Line Diagram, data pembangkit
I ab = Yab ( E'ab - Vab ) dan pembebanan, data transformator, data
saluran transmisi pada sistem Makaham
di mana : menggunakan Software Matlab ver.7.60
1 - sin d cos d 0 X 'q - sin d cos d
Yab = ( T-1Ydq T ) = . . . (toolbox: PSAT ver.2.1.6)
X 'd . X 'q cos d sin d - X 'd 0 cos d sin d
2. Hasil perhitungan parameter daya dan
1 1/ 2. ( X 'd - X 'q ) sin d - X 'q sin 2 d - X 'd cos 2 d impedansi kemudian digunakan untuk membuat
= .
X 'd . X 'q X 'q cos 2 d + X 'd sin 2 d
-1/ 2. ( X 'd - X 'q ) sin 2d Model Sistem Mahakam menggunakan tool
seperti di atas.
g a -bab
= 3. Melakukan perhitungan Aliran Daya dengan
bba gb
Metode Newton-Raphson pada Model Sistem
Mahakam dengan Menggunakan Simulink
Model jaringan untuk tiap generator dapat dinyatakan
Model PSAT
dengan :
4. Melakukan langkah 1) dan 2) untuk Sistem
I G YGG YGL EG Bontang.
DI = Y . 5. Dengan data-data dan model yang sudah
L LG YLL VL (10)
diperoleh di atas kemudian digunakan untuk
membangun model interkoneski GI Sambutan
Persamaan orde rendah dari Pers. (10) dinyatakan
dengan GI Bontang pada Sistem Mahakam
dengan :
dengan menggunakan tool di atas.
YLL .VL = ( DI L + I N ) I N = -YLG .EG (11)
6. Model interkoneksi yang sudah dibuat
Dengan sumber Norton, maka Pers. (11) dapat kemudian digunakan untuk melakukan
dinyatakan dengan : perhitungan Aliran Daya dengan cara seperti
YLL (d ) .VL = DI L ( VL ) + I N I N = -YLG (d ) .EG (12) pada no. 3).
di mana : Data-data yang digunakan diambil pada Oktober
2010 dari sumber-sumber yang terkait.
YLL(d) adalah fungsi d yang menyatakan bahwa
diagonal elemen matrik ini mengacu pada generator
HASIL SIMULASI DAN PEMBAHASAN
dengan sudut daya yang didefinisikan oleh sub matrik
pada Pers. (12). Elemen-elemen pada sub matrik ini Model Desain Interkoneksi Tenaga Listrik GI
akan berubah terhadap waktu yang menyatakan Sambutan dengan GI Bontang pada Sistem Mahakam
perubahan sudut rotor generator. ditunjukkan dalam Gambar 1. Berdasarkan hasil
YLG(d) berisi semua sub matrik pada Pers. (12) perhitungan aliran daya metode Newton-Raphson
dalam desain interkoneksi tenaga listrik antara GI
dimana EG adalah vektor E'ab untuk masing-masing Sambutan dengan GI Bontang pada Sistem
generator. Mahakam, maka dapat meningkatkan suplai daya
Solusi Pers. (12) dengan metode Newton-Raphson listrik antar sistem pada Sistem Mahakam. Dalam
dinyatakan dengan : desain interkoneksi antara Sistem Mahakam dengan
F ( VL ) = YLG (d ) .EG - DI L ( VL ) + YLL (d ) .VL = 0 (13) Sistem Bontang menunjukkan bahwa arah aliran daya
Iterasi Newton-Raphson dinyatakan dengan [4] : aktif dan aliran daya reaktif dari arah bus 52 (GI
(14) Bontang) menuju bus 23 (GI Sambutan).
Matrik Jacobian dinyatakan dengan: Melalui simulasi pada desain interkoneksi model
Sistem Mahakam, yaitu apabila terjadi kenaikan
F DI L
= YLL (d ) - (15) beban pada bus 50 (pada GI Bontang) dari semula
VL VL 14,485 + j5,735 MVA menjadi 42,685 + j16,902
MVA, atau mengalami kenaikan pembebanan total
untuk daya aktif sebesar 12,02% dan untuk daya
PERANCANGAN DAN SIMULASI reaktif sebesar 12,01% seperti diperlihatkan dalam
Tabel 1 dan Tabel 2. Hasil simulasi menunjukkan
Perencanaan interkoneksi tenaga listrik Sistem
bahwa telah terjadi perubahan arah aliran daya aktif
Mahakam dengan Sistem Bontang dilakukan dengan
dari bus 23 (GI Sambutan) menuju bus 52 (GI
pendekatan desain model interkoneksi kedua sistem
dimaksud yang merupakan satu kesatuan dari sistem Bontang), namun aliran daya reaktif tetap dalam arah
Mahakam. Permodelan dilakukan dengan yang sama seperti ditunjukkan dalam Gambar 2 dan
menggunakan software Matlab ver.7.60 toolbox dalam Gambar 3.
PSAT ver.2.1.6. Langkah-langkah perencanaan
meliputi tahap-tahap berikut :

A6-3
ARAH KE GI KUARO

Bus 52 Bus 23
GI BONTANG Bus 22 Bus 21
GI SAMBUTAN GI BUKUAN GI KARANG JOANG

Bus 50 Bus 51 Bus 45 Bus 43 Bus 44 Bus 41 Bus 42

PQ50 PQ51 PQ45 PQ43 PQ44


PQ41 PQ42

Bus 14

Bus 46 Bus 47 Bus 15 Bus 16 Bus 17 Bus 18 Bus 19 Bus 20


GI EMBALUT GI BUKIT BIRU GI TENGKAWANG GI HARAPAN BARU GI INDUSTRI GI MANGGAR SARI
PLTD KARANG JOANG

A6-4
PLTD BONTANG 1 PLTD BONTANG 2

Bus 48 Bus 49 Bus 2


Bus 30 Bus 28 Bus 29 Bus 31
Bus 36 Bus 37 Bus 38 Bus 39 Bus 40

Bus 27 Bus 32
PQ37 PQ38

PLTD BONTANG 3 PLTD BONTANG 4 PLTG Bus 24 PQ30 PQ28 PQ29 PQ31 PQ32
PT . MENAMAS BUS PLTU CFK PQ27 PQ39 PQ40

Bus 6 Bus 5 PQ36


Bus 8 Bus 33 Bus 34 Bus 35
PQ47 PQ46 Bus 11 Bus 12
Bus 1 Bus 3
PLTG SAMBERA PLTD KARANG ASAM PQ33 PQ34 PQ35
PLTD POWERINDO
Bus 25 Bus 26
PLTD COGINDO PLTD KALTIMEX 1

PLTGU PQ25 PQ26 Bus 10 Bus 13


PLTU CFK
TANJUNG BATU

Bus 7 Bus 9 PV13

Bus 4 PLTD BATAKAN PLTD KALTIMEX 2,3


PQ48

PLTD KELEDANG PLTD GUNUNG MALANG

PLTMG KALTIMEX 4

Sistem Tenaga Listrik Mahakam Kalimantan Timur

Gambar 1. Model Desain Interkoneksi Tenaga Listrik GI Sambutan dengan GI Bontang pada Sistem Mahakam
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia
Tabel 1.
Hasil Perhitungan Aliran Daya pada Model Desain Interkoneksi GI Tabel 2
Sambutan dengan GI Bontang Sistem Mahakam dengan Metode Simulasi Hasil Perhitungan Aliran Daya pada Model Desain
Newton-Raphson Menggunakan Simulink Model PSAT Interkoneksi GI Sambutan dengan GI Bontang Sistem Mahakam
dengan Metode Newton-Raphson Menggunakan Simulink Model
Tegangan Sudut Pembangkit Konsumsi
No Bus
(KV) ( ) P (MW) Q (MVAr) P (MW)o Q (MVAr)
PSAT
1 11,500 0,000 -29,025 19,158
2 11,500 11,470 20,000 5,878 Tegangan Sudut Pembangkit Konsumsi
No Bus
3 11,500 13,437 25,000 6,357
(KV) (o ) P (MW) Q (MVAr) P (MW) Q (MVAr)
1 11,500 0,000 1,726 15,883
4 11,500 16,986 13,500 2,456
2 11,500 7,489 20,000 5,634
5 6,300 2,688 19,600 13,950 16,200 6,420 3 11,500 9,453 25,000 6,113
6 11,500 11,573 19,200 13,344 4,400 1,740 4 11,500 12,996 13,500 2,358

7 6,300 11,936 23,220 8,304 13,730 5,440 5 6,300 -1,477 19,600 13,858 16,200 6,420
6 11,500 7,397 19,200 13,248 4,400 1,740
8 6,300 13,645 7,700 1,467
7 6,300 7,654 23,220 8,241 13,730 5,440
9 6,300 7,803 12,080 9,577 8 6,300 9,362 7,700 1,436
10 6,300 13,281 6,100 3,757 9 6,300 3,527 12,080 9,530

11 6,300 21,235 44,500 14,732 10 6,300 8,998 6,100 3,724


11 6,300 16,946 44,500 14,613
12 6,300 7,415 8,000 7,659
12 6,300 3,139 8,000 7,618
13 6,300 14,857 9,000 3,815 13 6,300 10,574 9,000 3,781
14 6,300 13,731 15,000 7,873 14 6,300 9,450 15,000 7,823

15 146,626 3,854 15 146,866 -0,119


16 146,552 -0,281
16 146,313 3,692
17 146,545 -0,380
17 146,373 3,792 18 146,458 -0,441
18 146,318 3,836 19 144,356 -0,535

19 144,248 3,743 20 145,286 0,026


21 145,464 -0,038
20 145,174 4,304
22 146,601 -0,794
21 145,349 4,240 23 146,671 -0,885
22 146,543 3,785 24 146,886 -0,090

23 146,637 3,784 25 19,656 5,200


26 19,212 -2,401 5,730 2,270
24 146,647 3,884
27 18,801 -4,676 10,771 4,269
25 19,636 9,186 28 18,071 -8,580 19,268 7,635
26 19,179 1,565 5,730 2,270 29 19,960 -2,585 8,830 3,500
30 19,760 -0,182 13,490 5,340
27 18,770 -0,703 10,736 4,255
31 19,774 4,955 3,430 1,360
28 18,049 -4,408 19,222 7,617
32 18,911 -4,160 9,163 3,626
29 19,948 1,581 8,830 3,500 33 19,915 -0,688 12,100 4,790
30 19,743 3,989 13,490 5,340 34 18,420 -5,484 11,702 4,634
35 18,449 -5,322 22,675 8,985
31 19,768 9,236 3,430 1,360
36 19,819 8,769
32 18,893 0,117 9,146 3,619
37 20,188 5,788
33 19,909 3,588 12,100 4,790 38 0,000 0,000
34 18,406 -1,206 11,684 4,627 39 17,766 -8,914 13,640 5,403
40 19,915 -0,969 9,480 3,750
35 18,435 -1,044 22,641 8,972
41 19,488 1,212 11,750 4,650
36 19,811 13,056
42 19,299 -0,658 1,550 0,610
37 20,181 10,071 43 19,189 -3,002 5,530 2,190
38 0,000 0,000 44 19,547 -0,794
45 19,556 -0,885
39 17,752 -4,636 13,619 5,395
46 6,300 -14,876 10,176 26,397
40 19,908 3,307 9,480 3,750 47 0,380 -14,552 3,474 5,896
41 19,479 5,490 11,750 4,650 48 0,380 -14,909 1,968 5,299
42 19,284 3,619 1,550 0,610 49 0,380 -14,546 1,744 2,939
50 21,254 -13,902 42,685 16,902
43 19,182 1,575 5,530 2,190
51 18,877 -3,351
44 19,539 3,785 52 141,578 -3,351
45 19,552 3,784 Total pembangkitan Daya Aktif 241,988 MW
46 6,300 3,148 10,176 13,105 Daya Reaktif 154,391 M Var
Total pembebanan Daya Aktif 236,124 MW
47 0,380 3,467 3,474 2,405
Daya Reaktif 93,514 M Var
48 0,380 3,119 1,968 2,658 Total rugi-rugi s aluran Daya Aktif 5,865 MW
49 0,380 3,473 1,744 1,193 Daya Reaktif 60,877 M Var
50 21,445 3,428 14,485 5,735
51 19,772 2,769
52 148,291 2,769
Total pembangkitan Daya Aktif 211,237 MW
Daya Reaktif 137,686 MVar
Total pembebanan Daya Aktif 207,752 MW Aliran Daya Reaktif
Daya Reaktif 82,280 MVar
10
Daya Reaktif (MVar)

Total rugi-rugi saluran Daya Aktif 3,485 MW 8


Daya Reaktif 55,406 MVar
6
4
2
0
-2
-4
-6
-8 Q Flow-lama [MVar]
Bus Bus Bus Bus Bus Bus Bus Bus Bus Bus Bus Bus Bus Bus Bus Bus Bus Bus Bus Bus
Aliran Daya Aktif 17 18 21 20 15 15 22 22 24 24 23 23 18 21 20 21 18 21 18 17
Q Flow-baru [MVar]

25
Daya Aktif (MW)

20 Bus Bus Bus Bus Bus Bus Bus Bus Bus Bus Bus Bus Bus Bus Bus Bus Bus Bus Bus Bus
15
10 15 17 20 19 16 16 23 23 15 15 52 52 22 18 19 20 22 18 17 15
5
0 Saluran
-5
-10
-15
-20 P Flow-lama [MW] Gambar 3. Grafik Simulasi Aliran Daya Reaktif pada Desain
Bus Bus Bus Bus Bus Bus Bus Bus Bus Bus Bus Bus Bus Bus Bus Bus Bus Bus Bus Bus P Flow-baru [MW] Interkoneksi Sistem Mahakam
17 18 21 20 15 15 22 22 24 24 23 23 18 21 20 21 18 21 18 17

Bus Bus Bus Bus Bus Bus Bus Bus Bus Bus Bus Bus Bus Bus Bus Bus Bus Bus Bus Bus
15 17 20 19 16 16 23 23 15 15 52 52 22 18 19 20 22 18 17 15
KESIMPULAN
Saluran Berdasarkan hasil dan pembahasan tentang
Gambar 2. Grafik Simulasi Aliran Daya Aktif pada Desain perencanaan interkoneksi sistem tenaga listrik Sistem
Interkoneksi Sistem Mahakam Mahakam dengan Sistem Bontang, maka dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. Perencanaan interkoneksi tenaga listrik Sistem
Mahakam dengan Sistem Bontang didesain
melalui interkoneksi jaringan transmisi 150 KV.
Desain interkoneksi ditunjukkan melalui
permodelan sistem interkoneksi tenaga listrik
antara GI Sambutan dengan GI Bontang sebagai
kesatuan ketenagalistrikan pada Sistem Mahakam
Kalimantan Timur

A6-5
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia
2. Berdasarkan hasil perhitungan aliran daya metode Ir. Harry Soekotjo Dachlan, M.Sc dan Drs. Ir. Moh.
Newton-Raphson dalam desain interkoneksi Dhofir, MT yang telah banyak memberikan bantuan
tenaga listrik antara GI Sambutan dengan GI dan bimbingan dalam penyelesaian penelitian ini.
Bontang pada Sistem Mahakam, maka dapat
meningkatkan suplai daya listrik antar sistem pada
Sistem Mahakam. Hasil desain interkoneksi DAFTAR PUSTAKA
antara Sistem Mahakam dengan Sistem Bontang [1] Himawan, lsa., 2004. Studi Perencanaan Jaringan
menunjukkan bahwa arah aliran daya aktif dan Interkoneksi Sistem Kelistrikan Provinsi Kalimantan Timur
aliran daya reaktif dari arah bus 52 (GI Bontang) dengan Sulawesi Tengah Menyongsong Tahun 2020. Tugas
menuju bus 23 (GI Sambutan). Akhir. Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknologi Industri.
Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.
3. Melalui simulasi pada desain interkoneksi model [2] Rencana Umum Ketenagalistrikan Daerah (RUKD) Provinsi
Sistem Mahakam, yaitu apabila terjadi kenaikan Kalimantan Timur Tahun 2007-2017., 2007. Pemerintah
beban pada bus 50 (GI Bontang). Hasil simulasi Provinsi Kalimantan Timur.
menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan arah [3] Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) Tahun
2006-2026., 2005. Departemen Energi dan Sumber Daya
aliran daya aktif dari bus 23 (GI Sambutan) Mineral.
menuju bus 52 (GI Bontang). Sedangkan aliran [4] Kundur., 1994. Power System Stability And Control.
daya reaktif tetap dalam arah yang sama yaitu dari McGraw-Hill, Inc.
bus 52 (GI Bontang) menuju bus 23 (GI
Sambutan) Mohammad Zainuddin. Lahir di
Balikpapan, 01 Oktober 1962.
Menyelesaikan studi sarjana (S1)
UCAPAN TERIMA KASIH Jurusan Teknik Elektro di ITN Malang
tahun 1991. Menyelesaikan studi
Ucapan terima kasih disampaikan semua pihak pascasarjana (S2) Jurusan Teknik
yang telah banyak membantu dalam proses Elektro di Universitas Brawijaya
Malang tahun 2011. Mulai tahun 1993
penyelesaian penelitian ini. Khususnya kepada PLN bekerja sebagai pengajar di Jurusan
Wilayah Kalimantan Timur yang telah membantu di Teknik Elektro Politeknik Negeri
dalam memenuhi segala data dan informasi yang Samarinda sampai dengan sekarang.
diperlukan. Serta kepada yang terhormat Bapak Dr.

A6-6
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Aplikasi Elektroda Bola dan Elektroda Batang


sebagai Proteksi Surja pada Peralatan Listrik
Tegangan Rendah
Onglan Nainggolan
Jurusan Teknik Elektro Politeknik Negeri Samarinda
E-mail : onglannainggolan@yahoo.co.id

AbstrakMakalah ini menguraikan hasil penelitian keadaan tegangan lebih dan berlangsung dalam waktu
tentang penggunaan elektroda bola-bola dan elektroda yang lama, maka isolasi peralatan tersebut akan rusak.
batang-batang sebagai peralatan proteksi tegangan lebih Untuk mencegah terjadinya kerusakan pada
pada peralatan tegangan rendah. Diameter elektroda
bola dan elektroda batang yang digunakan berturut-
peralatan listrik akibat tegangan lebih, pemasangan
turut adalah 50 mm dan 10 mm. Jarak sela dari kedua peralatan pengaman tegangan lebih (arester) pada
susunan elektroda dicari agar memberikan tingkat sistem tenaga listrik sangat diperlukan.
proteksi sebesar 6 kV untuk mengamankan peralatan Sela elektroda adalah arester yang paling sederhana.
listrik tegangan rendah yang memiliki ketahanan impuls Penelitian ini menyelidiki penggunaan elektroda bola-
sebesar 6 kV atau menurut standar IEC merupakan bola dan elektroda batang-batang sebagai peralatan
peralatan dalam kategori IV. Distribusi medan listrik
dari susunan diperoleh melalui bantuan perangkat lunak
pengaman tegangan lebih pada sistem tegangan rendah,
FEMM 4.2. Penentuan jarak sela dilakukan melalui pada level proteksi 6 kV.
perhitungan dan pengujian laboratorium. Pengujian
probabilitas tembus dan pengujian katakteristik V-t dari
kedua susunan elektroda menggunakan bentuk II. GANGGUAN TEGANGAN LEBIH PADA
gelombang tegangan impuls standar 1,2/50 ms. Dari PERALATAN LISTRIK TEGANGAN RENDAH
penelitian ini didapat bahwa jarak sela elektroda yang
memberikan tingkat proteksi sebesar 6 kV bagi peralatan Timbulnya tegangan lebih pada sistem tenaga listrik
listrik tegangan rendah adalah 1,56 mm untuk sela bola disebabkan oleh surja hubung dan surja petir. Surja
dan 1,97 mm untuk sela batang. Pada jarak sela tersebut hubung timbul berkenaan dengan operasional sistem
susunan elektroda bola dan susunan elektroda batang yakni pada saat operasi pelepasan beban yang besar
memberikan probabilitas tembus 95% untuk tegangan
sebesar 6 kV. Karakteristik V-t menunjukkan bahwa
atau pada saat terjadi gangguan hubung singkat fasa ke
kedua bentuk susunan elektroda mampu memotong tanah.
tegangan di bagian muka gelombang terutama untuk Surja petir adalah surja yang timbul karena adanya
gelombang tegangan dengan amplitudo yang semakin sambaran petir. Surja petir dapat terjadi melalui
tinggi. Semakin tinggi amplitudo gelombang surja kejadian sambaran langsung dan melalui sambaran
tegangan yang melalui kedua susunan elektroda tersebut, tidak langsung. Sambaran petir secara langsung adalah
maka semakin cepat waktu pemotongannya yang
menunjukkan semakin besar energi gelombang surja
kejadian dimana suatu petir secara langsung
yang dibuang ke tanah oleh peralatan proteksi ini. menyambar kawat penghantar dan meng-injeksikan
muatan petir pada penghantar dan menghasilkan surja
Kata Kunci : Proteksi surja, elektroda bola dan petir.
elektroda batang, tegangan tembus, femm. Sambaran petir secara tak langsung adalah bahwa
petir yang terjadi tidak menyambar kawat penghantar
secara langsung tetapi menyambar objek di sekitarnya
I. PENDAHULUAN namun tetap menghasilkan surja pada sistem melalui
kopling elektromagnetik.
G ANGGUAN tegangan lebih dalam sistem tenaga
listrik dapat mengakibatkan kerusakan isolasi
peralatan listrik. Tegangan lebih adalah tegangan yang
Menurut standar IEC publikasi 664, perlindungan
terhadap tegangan lebih pada sistem tegangan rendah
dirasakan oleh peralatan listrik yang nilainya melebihi dibagi kedalam empat kategori, yaitu : kategori I (1.5
tegangan nominalnya. Tegangan lebih dapat ditahan kV), kategori II (2.5 kV), kategori III (4.0 kV), dan
oleh peralatan listrik hanya dalam waktu yang sangat kategori IV (6.0 kV)
terbatas. Apabila peralatan listrik dibiarkan mengalami Pembagian kategori tersebut adalah berkaitan
A7-1
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

dengan level proteksi dari peralatan proteksi dan


penempatan atau lokasi pemasangan perangkat proteksi
tersebut pada jaringan tegangan rendah, seperti yang h
ditunjukkan pada gambar 1. s s
Setiap peralatan proteksi tegangan lebih yang D D
dipasang pada setiap kategori harus dapat menjamin
bahwa tegangan lebih yang melewati daerah tersebut
tidak melebihi level proteksi yang ditetapkan.
(a) (b)
IV 6.0 kV III 4.0 kV II 2.5 kV I 1.5 kV Gambar 3. Susunan Elektroda Uji
Kotak hubung (a) elektroda bola-bola : diameter (D) = 50 mm,
pada bangunan Meter s = jarak sela (mm)
kWh (b) elektroda batang-batang : diameter (D) = 10 mm,
230/400 V panjang batang (h) = 50 mm, s = jarak sela (mm)
B C D D
A
Rangkaian pengujian tegangan tembus impuls yang
Gambar 1. Kelas Pelindung Tegangan Lebih
Berdasarkan Tegangan Ketahanan Surja
digunakan, ditunjukkan pada gambar 4.
(DIN VDE 0110/IEC Publ. 664)
RL D1 D2 EZK Rd
III. METODOLOGI PENELITIAN TU

Untuk mendapat disain yang tepat bagi elektroda Sela


RM Elek-
bola dan elektroda batang sebagai proteksi surja pada CS Re troda
Cb uji
peralatan listrik tegangan rendah perlu dilakukan
beberapa pengujian. Metodologi penelitian yang ~ NTZ
OSC
dilakukan ditunjukkan dalam Gambar 2.
Elektroda uji yang dipergunakan adalah elektroda DGM ZAG
MF
DSTM
control
bola dan elektroda batang. Elektroda bola mempunyai desk

diameter 50 mm dan elektroda batang mempunyai Gambar 4. Rangkaian Pengujian


ukuran panjang 50 mm dan diameter sebesar 10 mm, Tegangan Tembus impuls
seperti ditunjukkan pada Gambar 3.

Mulai IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Pengujian tegangan tembus pada sela elektroda
Sela Bola Sela Batang bola-bola
Tegangan tembus rata-rata sebagai fungsi perubahan
jarak sela pada elektroda bola-bola dengan diameter
Cari Ud = f (s)
bola 50 mm, temperatur ruang pengujian (t) = 20 0C
dan tekanan udara ruang pengujian (p) = 1013 mbar
Cari s untuk Ud = 6 kV ditunjukkan pada Gambar 5. Semakin besar jarak sela
yang diberikan maka tegangan tembus sela juga
Analisis ETembus dan EMaksimum dengan femm semakin besar.

Uji V-t Curve Probabilitas Tembus

Selesai
Gambar 2. Metodologi Penelitian

A7-2
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Air

(b)
Sumber : hasil pengujian Gambar 6. Medan listrik pada sela elektroda bola-bola
Gambar 5. Kurva tegangan tembus Ud0 (kV) fungsi jarak sela pada (a) Distribusi medan listrik pada sela
sela elektroda bola-bola pada kondisi standar. (b) garis ekipotensial pada sela

Tabel 1. Keluaran dari program femm


Dengan menggunakan fasilitas pada microsoft excel
untuk sela elektroda bola-bola
didapatkan trend kurva pada Gambar 5 adalah
berbentuk kuadrat dengan persamaan pendekatan : Diameter elektroda
Ud0 = -0.094 s2 + 2.361 s + 2.546 (kV) dan nilai R2 bola-bola 50 mm-50 mm
= 0.995. Nilai Ud0 = 6 kV diperoleh pada s = 1.56 Jarak sela 1.56 mm
mm.
Tegangan elektroda 6000 Volt
Untuk mengetahui karakteristik dan distribusi medan
Type solution Axisymmetric Solution
listrik pada sela, dilakukan simulasi dengan program
Jumlah titik 241,499 titik
femm. Dengan menggunakan jarak sela (s) sebesar 1.56
Jumlah elemen 480,505 elemen
mm pada simulasi program femm diperoleh output
E maksimum 4.213200986e+006 Volt/meter
femm seperti pada Tabel 1. Distribusi medan listrik
Muatan pada sela 2.05713e-009 Coulomb
serta garis ekipotensial sepanjang sela, hasil simulasi
dengan femm ditunjukkan pada Gambar 6.
Dari hasil simulasi dengan program femm (Tabel 1
dan Gambar 6), efisiensi medan listrik pada sela
4.3e + 006

|E |, V /m
dihitung sebagai berikut :
4.2e + 006
Ud
E =
s
4.1e + 006
6 kV
=
4e + 006 0.156 cm

3.9e + 006
= 38.46154 kV / cm
3.8e + 006 Emaks = 4.213200986e+006 Volt/meter
0 0.05 0.1 0.15

L e n g th , c m

= 42.132 kV/cm
(a)

E rata rata 38.46154


= = = 91.29 %
E maksimum 42.132

Kurva probabilitas tembus pada elektroda bola-bola


dengan diameter bola 50 mm dan jarak sela 1.56 mm,
ditunjukkan pada gambar 7. Gambar 7 menyatakan
fungsi distribusi kumulatif tegangan tembus sela pada

A7-3
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

elektroda bola-bola. Dari kurva terlihat bahwa


probabilitas tembus 95% adalah 6 kV. No Ud t(us) Keterangan Pemotongan
(kV) Impuls
Hal ini menyatakan bahwa elektroda bola-bola
1 6.88 0.5 Muka Gelombang
digunakan sebagai objek uji dalam penelitian ini, dapat 2 6.08 1.5 Puncak Gelombang
dipergunakan sebagai proteksi surja (arrester) dengan 3 5.20 4.8 Punggung Gelombang
level proteksi 6 kV pada jarak sela sebesar 1.56 mm. Sumber : Hasil pengujian
Dari Tabel 2, kurva hubungan antara tegangan lebih
yang terpotong oleh elektroda bola-bola dan waktu
pemotongannya, ditunjukkan pada Gambar 9 yang
dikenal sebagai kurva v-t. Dari Gambar 9
menunjukkan bahwa elektroda bola-bola dengan
diameter 50 mm dan jarak sela 1.56 mm dapat
berfungsi sebagai arrester pada level proteksi 6 kV.
Tegangan yang nilainya lebih besar dari 6 kV, yang
melewati elektroda bola-bola akan dipotong oleh
elektroda bola-bola sehingga tegangan lebih tersebut
tidak sampai kepada peralatan yang dilindungi.

Gambar 7. Kurva probabilitas tembus


pada sela elektroda bola-bola

Untuk mendapatkan kurva v-t pada sela elektroda


bola-bola pada jarak sela 1.56 mm, pengujian tembus
sela dilakukan dengan memberikan tegangan lebih
yang bervariasi pada sela elektroda bola-bola. Sumber : hasil pengujian
Pemotongan tegangan lebih yang mengenai elektroda
bola-bola diperlihatkan pada Gambar 8. Gambar 9. Kurva v-t pada sela elektroda bola-bola dengan jarak sela
(s) = 1.56 mm

Jika tegangan yang datang jauh lebih besar dari 6


kV, maka elektroda bola-bola akan memotong
tegangan lebih tersebut dalam waktu yang sangat
singkat. Jika tegangan lebih yang datang pada
elektroda bola-bola lebih rendah dari 6 kV namun
bertahan lama, maka elektroda bola-bola akan
memotongnya. Dengan demikian elektroda bola-bola
dapat bekerja sebagai arester dengan level proteksi 6
kV.

Gambar 8. Bentuk gelombang tegangan impuls dengan pemotongan


pada muka gelombang pada sela elektroda bola-bola (Ud = 6.88 kV B. Pengujian tegangan tembus pada sela elektroda
pada t = 0.5 us) batang-batang
Tegangan tembus rata-rata sebagai fungsi perubahan
Data tegangan dan waktu potong tegangan impuls jarak sela pada elektroda batang-batang dengan
pada saat terjadi tembus pada elektroda bola-bola, s = diameter batang 10 mm, panjang batang 50 mm,
1.56 mm, ditunjukkan pada Tabel 2. temperatur ruang pengujian (t) = 20 0C dan tekanan
udara ruang pengujian (p) = 1013 mbar, ditunjukkan
Tabel 2. Besarnya Tegangan Impuls dan Waktu Pemotongannya pada Gambar 19. Semakin besar jarak sela yang
Ketika Terjadi Tembus pada Sela Elektroda Bola-Bola
A7-4
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

diberikan maka tegangan tembus sela pada elektroda 5e+ 006

bola-bola juga semakin besar. 4.5e+ 006


|E |, V /m

4e+ 006

3.5e+ 006

3e+ 006

2.5e+ 006

2e+ 006
0 0.05 0.1 0.15

L en g th , c m

(a)

Air

Sumber : hasil pengujian

Gambar 10. Kurva tegangan tembus Ud0 (kV) fungsi jarak sela pada
sela elektroda batang-batang

Dengan menggunakan fasilitas pada microsoft excel


didapatkan trend kurva pada Gambar 10 adalah
berbentuk kuadrat dengan persamaan pendekatan : Ud0 (b)
= -0.085 s2 + 1.927 s + 2.539 (kV) dan nilai R2 = 0.999. Gambar 11. Medan listrik pada elektroda batang-batang
Nilai Ud0 = 6 kV diperoleh pada s = 1.97 mm. (a) Distribusi medan listrik pada sela
(b) garis ekipotensial pada sela

Tabel 3. Keluaran dari program femm untuk sela elektroda batang-


batang Dari hasil simulasi dengan program femm (Tabel 3
dan Gambar 11), efisiensi medan listrik pada sela
Diameter elektroda dihitung sebgai berikut :
batang-batang 10 mm-10 mm
Jarak sela 1.97 mm Ud 6 kV
Tegangan elektroda 6000 Volt E= = = 30.45685 kV / cm
s 0.197 cm
Type solution Axisymmetric Solution
Jumlah titik (nodes) 271,064 titik
Emaks. = 4.9176e+006 Volt/meter
Jumlah elemen (elements) 539,628 elemen
E maksimum 4.9176e+006 Volt/meter = 49.176 kV/cm
Muatan pada sela 1.74006e-008 Coulomb
E rata rata 30.45685
= = = 61.93 %
Untuk mengetahui karakteristik dan distribusi E maksimum 49.176
medan listrik pada sela, dilakukan simulasi dengan
program femm. Dengan menggunakan jarak sela (s)
sebesar 1.97 mm pada elektroda batang-batang, Kurva probabilitas tembus pada elektroda batang-
simulasi dengan femm menghasilkan output femm
batang dengan diameter batang 10 mm, panjang batang
seperti pada Tabel 3.
50 mm dan jarak sela 1.97 mm, ditunjukkan pada
Distribusi medan listrik serta garis ekipotensial
Gambar 12. Dari kurva tersebut terlihat bahwa
sepanjang sela, hasil simulasi dengan femm
ditunjukkan pada Gambar 11. probabilitas tembus 95% adalah 6 kV. Hal ini adalah
sesuai dengan diinginkan yang berarti bahwa elektroda
batang-batang yang digunakan sebagai objek uji dalam
penelitian ini, dapat digunakan sebagai proteksi surja
(arrester) dengan level proteksi 6 kV pada jarak sela
sebesar 1.97 mm.

A7-5
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Data tegangan dan waktu potong tegangan impuls


pada saat terjadi tembus pada elektroda batang-batang,
dengan s = 1.97 mm, ditunjukkan pada Tabel 4.
Dari Tabel 4, kurva hubungan antara tegangan lebih
yang terpotong oleh elektroda batang-batang dan waktu
pemotongannya, ditunjukkan pada Gambar 14 yang
dikenal sebagai kurva v-t.

Gambar 12. Kurva probabilitas tembus pada elektroda batang-batang


dengan s = 1,97 mm

Gambar 14. Kurva v-t sela batang


Untuk mendapatkan kurva v-t pada sela elektroda dengan jarak sela (s) = 1.97 mm
batang-batang pada jarak sela 1.97 mm, pengujian
tembus sela dilakukan dengan memberikan tegangan
lebih yang bervariasi pada sela elektroda batang- C. Pembahasan
batang. Dengan pengujian tersebut, respon arester Berdasarkan analisis hasil pengujian dan simulasi
elektroda batang-batang diamati. Pemotongan tegangan yang sudah diuraikan di atas maka, sela elektroda bola-
lebih yang mengenai elektroda batang-batang bola dan sela elektroda batang-batang yang diuji dalam
ditunjukkan pada Gambar 13. penelitian ini, maka kedua sela elektroda dapat
digunakan sebagai arrester pada level proteksi 6 kV.
Distribusi medan pada elektroda bola-bola lebih
homogen dari pada distribusi medan pada elektroda
batang-batang. Karena itu efisiensi medan pada
elektroda bola-bola lebih tinggi dari pada efisiensi
medan pada elektroda batang-batang.

V. KESIMPULAN
Dari hasil analisis, diperoleh kesimpulan sebagai
berikut :
1. Jarak sela pada elektroda bola-bola dengan
Gambar 13. Bentuk gelombang tegangan impuls dengan pemotongan diameter bola 50 mm, yang menghasilkan arrester
pada muka gelombang pada sela elektroda batang-batang (Ud = 6.40
kV pada t = 1 us)
pada level proteksi 6 kV, dengan probabilitas
tembus sebesar 95% adalah 1.56 mm.
Tabel 4. 2. Jarak sela pada elektroda batang-batang dengan
Besarnya Tegangan Impuls dan Waktu Pemotongannya
Ketika Terjadi Tembus pada Sela Elektroda Batang-Batang panjang batang 50 mm dan diameter batang 10
mm, yang menghasilkan arrester pada level
No Ud t(us) Keterangan Pemotongan Impuls
proteksi 6 kV, dengan probabilitas tembus sebesar
(kV)
1 7.6 0.2 Muka Gelombang 95% adalah 1.97 mm
2 6.4 1.0 Muka Gelombang 3. Karakteristik v-t dari sela elektroda bola-bola
3 6.08 1.2 Puncak Gelombang berdiameter 50 mm dengan jarak sela 1,56 mm
4 5.44 2.4 Punggung Gelombang dan sela elektroda batang-batang berdiameter 10
5 3.54 5.0 Punggung Gelombang
Sumber : Hasil pengujian dengan jarak sela 1,97 mm memenuhi sebagai
peralatan proteksi tegangan lebih karena kedua
susunan elektroda mampu memotong tegangan
A7-6
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

lebih di bagian muka gelombang dan semakin [4] Kind, D. 1993. Einfhrung in die Hochspannungs-
Versuchtechnik, Frieder. Vieweg & Sohn Verlagsgesellschaft
tinggi amplitudo gelombang akan dipotong pada mbH, Braunschweig. 1978. Prof. Dr. Ing. K.T. Sirait
waktu yang semakin singkat. (penterjemah). 1993. Pengantar Teknik Eksperimental
Tegangan Tinggi, Penerbit ITB. Bandung.
[5] Kuffel, E., Zaengl, W.S., Kuffel, J., High Voltage Engineering
Fundamentals, Pergamos Press. Second edition 2000, published
by Butterworth-Heinemann.
DAFTAR PUSTAKA [6] Meeker, David, 2009. Finite Element Method Magnetics
[1] Arismunandar, Artono., 2001. Teknik Tegangan Tinggi, Version 4.2, User Manual, EEE.
Pradnya Paramita, Jakarta. [7] Short., T.A., 2003. Electric Power Distribution Handbook,
[2] Dhofir, M., 2010. Koordinasi Isolasi Sela Elektroda Bola Dan CRC PRESS, United States of America.
Sela Elektroda Batang Menggunakan Pendekatan Statistik, The [8] Tobing, B.L., 2003. Peralatan Tegangan Tinggi, Gramedia
5th Electrical Power, Electronics, Communications, Controls, Pustaka Utama. Jakarta.
and Informatics International Seminar 2010, EECCIS 2010, [9] Wadhwa, C.L., 2007. High Voltage Engineering, Second
Brawijaya University Malang. Edition. New International (P) Limited, Publisher. 4835/24,
[3] Edwards, D.W., Wherrett, P.M. 2001. A Six Point Protection Ansari Road, Daryaganj, New Delhi 110002.
Approach for Lightning Protection, Surge Protection and [10] Zoro, R. 2009. Induksi dan Konduksi Gelombang
Grounding for Low Voltage Facilities, Erico Ltd Australia Elektromagnetik Akibat Sambaran Petir Pada Jaringan
Journals. http://www.erico.com. Tegangan Rendah. Makalah, Teknologi, Vol. 13, No. 1, April
2009 : 25-32. ITB. Bandung.

A7-7
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Penerapan Power System Stabilizer (PSS) untuk


Meningkatkan Stabilitas Pembangkit Listrik
Sistem Mahakam

Rusdiansyah1), Hadi Suyono2), Purwanto3)


1)
Mahasiswa, Program Magister dan Doktor, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya, Malang
Email: rusdiansyah_2010@yahoo.co.id
1)
Mahasiswa, Program Magister dan Doktor, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya, Malang
2),3)
Komisi Pembimbing, Program Magister dan Doktor, Fakultas Teknik
Universitas Brawijaya Malang

ABSTRAK-Penelitian ini bertujuan menentukan Penerapan Power System Stabilizer (PSS) pada unit
penempatan Power System Stabilizer (PSS), dan pembangkit akan memberikan kontribusi pada
menganalisis kinerja sistem setelah penerapan PSS stabilitas sistem yang lebih baik.
pada pembangkit listrik di Sistem Mahakam untuk
meningkatkan stabilitas sistem tenaga listrik di Kata Kunci: Stabilitas Sistem Tenaga Listrik,
Sistem Mahakam. Pemodelan sistem dilakukan Power System Stabilizer (PSS)
dengan menggunakan program software Matlab,
Power System Analysis Toolbox (PSAT). PENDAHULUAN
Hasil simulasi dalam pemodelan Sistem Mahakam
melalui perhitungan dan analisis power flow dan Stabilitas sistem tenaga listrik didefinisikan
continuation power flow menunjukkan bahwa terjadi sebagai kemampuan suatu sistem tenaga listrik
peningkatan daya pada sistem, baik pada sisi atau bagian komponennya untuk mempertahankan
pembangkitan dan pembebanan, di mana sinkronisasi dan keseimbangan sistem (Kundur, P.
peningkatan daya aktif terjadi pada seluruh bus
beban. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka
1994). Dari keadaan operasional yang stabil dari
dalam penelitian ini membahas tentang penerapan sistem tenaga listrik, terdapat keseimbangan antara
Power System Stabilizer (PSS) untuk meningkatkan daya input mekanis pada penggerak utama dengan
stabilitas pembangkit listrik Sistem Mahakam. daya output listrik pada sistem. Dalam keadaan
Berdasarkan data pada model Sistem Mahakam keseimbangan ini semua generator berputar pada
dengan menggunakan software Matlab ver.7.60 keadaan sinkron. Pada sistem tenaga listrik
(toolbox: simulink model PSAT) diperoleh eigenvalue terdapat tiga macam pengendali kestabilan untuk
berupa faktor partisipasi sebanyak 155 mode pada
besaran sudut rotor (d) dan kecepatan sudut ()
mendapatkan suatu kondisi sistem yang optimal,
untuk 14 unit pembangkit terbesar pada mode 55 yaitu pengendalian pada sisi pembangkit,
sampai dengan 85. Hasil analisis menunjukkan pengendalian pada sisi jaringan dan pengendalian
untuk nilai sudut rotor (d) terbesar pada generator 1, pada sisi distribusi (beban). Pengendalian pada sisi
sedangkan untuk nilai kecepatan sudut rotor () pembangkit terutama yang menyangkut kestabilan
terbesar pada generator 1 . suatu pembangkit dalam menyuplai daya, pada sisi
Dari data hasil analisis besaran yang jaringan mampu menyalurkan daya mencapai
paling dominan sudut rotor (d) dan kecepatan sudut
beban dengan kondisi gangguan yang beragam,
rotor (), maka penempatan Power System Stabilizer
(PSS) di tempatkan pada generator 1 (PLTGU sedangkan pengendalian pada sisi distribusi adalah
Tanjung Batu) pada Gardu Induk (GI) Embalut mengenai kestabilan daya yang terpakai
model Sistem Mahakam 14 Mesin 45 Bus dengan (Anderson, P.M dan Fouad A.A. 1995).
PSS. Sebelum pemasangan PSS pada generator 1 Penggunaan Automatic Voltage Regulator
(PLTGU Tanjung Batu) nilai kecepatan sudut rotor (AVR) dengan penguatan (gain) yang tinggi untuk
() adalah 0,397 pu dan setelah penerapan PSS nilai
menambah kestabilan sistem tenaga listrik dapat
kecepatan sudut rotor ( ) adalah 0,0365 pu.

A8-1
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

menimbulkan ketidakstabilan, dengan semakin partisipasi dari tiap generator terhadap mode
tingginya gain pada AVR, ternyata juga osilasi kecepatan rotor dan osilasi sudut rotor
menimbulkan efek samping yaitu semakin kemudian digunakan untuk menentukan lokasi
lemahnya kemampuan redam (negatif damping) pemasangan PSS. Hal ini kemudian dijadikan dasar
dari generator sehingga berpotensi timbulnya penempatan PSS pada generator sinkron yang
osilasi frekuensi rendah (Supriyadi, A.N, 2009 ). memiliki faktor partisipasi besar terhadap
Disaat kondisi-kondisi tersebut bila ada ketidakstabilan sistem. Hasil yang diperoleh
perubahan kecil beban maka umpan balik yang ada menunjukkan pemasangan PSS pada generator
dapat menyebabkan redaman negatif. Dengan yang memiliki faktor partisipasi tinggi membuat
penguatan AVR yang cukup tinggi redaman sistem tenaga menuju kondisi stabil dengan cepat
negatif yang dihasilkan akan besar. Redaman dibandingkan dengan sistem tenaga tanpa
negatif akan mengurangi redaman positif akibat pemasangan PSS (Ruhle, O, 2006). secepat
konstanta redaman mesin. Bila jumlah redaman mungkin kembali ke kondisi normal.
total mengecil maka mesin akan berosilasi dengan Guna keperluan analisis ada tiga kondisi yang
frekuensi tertentu. Terlebih lagi bila redaman total harus dipertimbangkan yaitu stabilitas steady state,
menjadi negatif, amplitudo osilasi semakin lama stabilitas transien dan dinamik. Permasalahan
akan semakin membesar yang akan menyebabkan dalam stabilitas dinamik dapat dideskripsikan
sistem menjadi tidak stabil (Supriyadi, A.N, 2009 ). dengan menggunakan persamaan diferensial linier
Untuk mengatasi persoalan semacam itu, pada dan akibat yang terjadi berupa osilasi frekuensi
pembangkit-pembangkit termasuk pembangkit- rendah dapat distabilkan kembali dengan
pembangkit pada sistem kelistrikan di wilayah menambah sinyal kendali tambahan.
Kalimantan Timur yang mempunyai kemungkinan Penambahan sinyal kendali tersebut dilakukan
terjadinya hal diatas, perlu dipasang Power System dengan menambah blok diagram power system
Stabilizer (PSS). PSS adalah piranti dengan fungsi stabilizer (pss) dengan masukan perubahan
transfer tertentu yang dapat diatur besaran dan kecepatan, frekuensi dan daya.
fasanya. Dengan mengatur fasa PSS, sinyal
keluaran eksitasi akan menghasilkan redaman
positif yang berfungsi mengkompensasi adanya DESAIN DAN PEMODELAN
redaman negatif, agar redaman positif PSS cukup 3.1 Penerapan Power System stabilizer
untuk mengkompensasi redaman negatif, (PSS) pada Sistem Tenaga Listrik
komponen penguat yang ada didalam PSS harus
diatur nilai penguatannya (Larsen, E.V dan Swann, Model PSS yang digunakan dalam penelitian ini
D.A, 1981) merupakan model PSS (Model fasor) yang
Dengan menganalisis respon frekuensi pada menggambarkan penggunaan solusi fasor
kisar frekuensi osilasi tertentu, dapat dirancang untuk analisis stabilitas transien sistem
suatu kontrol yang kokoh untuk perubahan beban multimesin seperti yang ditunjukan dalam
tertentu. Gambar 1. Analisis stabilitas transien dari
sistem transmisi dua-mesin dengan Power
System stabilizer (PSS) dan Static Var
TINJAUAN PUSTAKA Compensator (SVC).
Kestabilan dinamik sistem tenaga listrik perlu
dijaga sehingga sistem tersebut tetap mampu
beroperasi jika mendapat gangguan-gangguan
kecil. Upaya untuk meningkatkan kestabilan
dinamik sistem tenaga dapat dilakukan dengan
menambahkan perangkat kontrol Power System
Stabilizer (PSS) yang dipasang pada sistem eksitasi
generator sinkron (Larsen,E.V.dan Swann,D.A,
1981). Pemasangan PSS ditujukan untuk
menambah redaman osilasi yang terjadi akibat
gangguan kecil seperti peningkatan beban. Analisis
kestabilan dinamik dilakukan dengan
menggunakan metoda analisis nilai eigen. Faktor

A8-2
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

B1 B2 B3

mode, pada besaran sudut rotor (d) dan kecepatan


m
Pm A a aA aA aA
A
B B b bB bB bB
Vf _

M1 1000 MVA
C C
1000 MVA
c

13 .8 kV/500 kV
cC
L1 350 km
cC
L2 350 km
cC
sudut () untuk 14 unit pembangkit terbesar pada

C
A
B
Load

A
5000 MW
mode 55 sampai dengan 85. Hasil analisis
B
A
B
C
Pm m

C
Fault Breaker SVC
SVC

menunjukkan untuk nilai sudut rotor (d) terbesar


(Phasor Type ) m
Vf Pref 0.95 Pm A A a

m
Pref 1 B B b
Turbine & <Vm (pu)> Vf _
Regulators M 1
<B (pu)> M2 5000 MVA
C C
5000 MVA
c

13 .8 kV/500 kV
pada generator 1 seperti ditunjukkan dalam
SVC
Pm m
Gambar 2, sedangkan untuk nilai kecepatan sudut
V pos , seq.

V
B1 B2 B3 (pu)

Line power (MW)


Vf Pref 0.809094
Pref2
rotor () terbesar pada generator 1 seperti
Turbine &

ditunjukkan dalam Gambar 3.


P
Regulators M 2
-C- PV Measurements System
Generic
d_theta1_2
-C- PSS d_theta1_2 (deg)
Multi-Band w1 w2 Show comparison
Show impact of SVC
w1 w2 (pu) Detailed vs Phasor
Vt 1 Vt 2 for 3-phase fault
-C- Vt 1 Vt 2 (pu) simulation
no PSS
Machine
stop Machines
Keadaan Sudut Rotor
STOP Show impact of PSS
Signals
for 1-phase fault
Stop Simulation
if loss of synchronism
0,45
delta_Syn_1
Transient stabilty of a two-machine transmission system 0,4
delta_Syn_2
Phasors with Power System Stabilizers (PSS) and Static Var Compensator (SVC) ?

powergui info 0,35 delta_Syn_3


This demo requires the Control System Toolbox
delta_Syn_4
0,3

Sudut Rotor (pu)


delta_Syn_5
Gambar 1 0,25
delta_Syn_6

Model Power System stabilizer (PSS) dan Static Var 0,2 delta_Syn_7
delta_Syn_8
Compensator (SVC) 0,15
delta_Syn_9
0,1
delta_Syn_10
0,05 delta_Syn_11

0 delta_Syn_12
HASIL DAN PEMBAHASAN 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 delta_Syn_13

Mode delta_Syn_14
3.2 Analisis Kinerja Penerapan Power
System Stabilizer (PSS) pada Model
Sistem Mahakam Gambar 2 Grafik Perbandingan Sudut Rotor (d) terhadap Waktu
untuk 14 Pusat Pembangkit yang terhubung pada Model Sistem
Mahakam tanpa PSS
Berdasarkan data tenaga listrik Sistem Mahakam
(sistem tenaga listrik yang terinterkoneksi pada Keadaan Kecepatan Sudut
wilayah tertentu di provinsi Kalimantan Timur) 0,45
omega_Syn_1
tahun 2010, di mana analisis aliran daya 0,4
omega_Syn_2

menggunakan Software Matlab ver.7.60 (toolbox: 0,35 omega_Syn_3


Kecepatan Sudut (pu)

omega_Syn_4
PSAT ver.2.1.6). Berikut adalah data 0,3
omega_Syn_5
0,25
ketenagalistrikan Sistem Mahakam tahun 2010, omega_Syn_6
0,2 omega_Syn_7
dengan data sistem transmisi 150 KV, dan data 0,15
omega_Syn_8

sistem pembangkitan 6,3 KV; 11,5 KV; dan 0,1


omega_Syn_9
omega_Syn_10
distribusi 20 KV sebagai berikut: 0,05 omega_Syn_11

Data Sistem Transmisi 150 KV: 0


omega_Syn_12

56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 omega_Syn_13
Base MVA : 100 MVA Mode omega_Syn_14

Base tegangan : 150 KV


Swing bus : Bus 15 Gambar 3. Grafik Perbandingan Kecepatan Sudut Rotor ()
Bus generator : Bus 17, 18, 19, 20, terhadap Waktu untuk 14 Pusat Pembangkit yang terhubung
21 pada Model Sistem Mahakam tanpa PSS
Bus beban : Bus 15, 16, 17, 18,
19, 20, 21, 22, 23, 24.
Data Sistem Pembangkitan 6,3 KV; 11,5 KV; Berdasarkan hasil analisis besaran yang paling
dan Distribusi 20 KV: dominan sudut rotor (d) dan kecepatan sudut rotor
Base MVA : 100 MVA () dari Gambar 2 dan Gambar 3, maka
Base tegangan : 6,3 KV; 11,5 KV; 20 KV penempatan Power System Stabilizer (PSS) di
Swing bus : Bus 1 tempatkan pada generator 1 (PLTGU Tanjung
Batu) pada Gardu Induk (GI) Embalut seperti
ditunjukkan dalam Gambar 4. Pada GI Embalut
Berdasarkan data pada model Sistem Mahakam, tersambung generator 1 (PLTGU Tanjung Batu),
dengan menggunakan software Matlab ver.7.60 generator 2 (PLTG Menamas), generator 3 (PLTU
(toolbox: simulink model PSAT) diperoleh CFK), dan generator 4 (PLTMG Kaltimex).
eigenvalue berupa faktor partisipasi sebanyak 155 Selanjutnya berdasarkan data pada model Sistem

A8-3
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Mahakam dengan menggunakan software Matlab seperti yang ditunjukkan masing-masing dalam
ver.7.60 (toolbox: simulink model PSAT) Gambar 6 dan Gambar 7.
dilakukan simulasi berupa gangguan tiga fasa pada 0.04
Keadaan Kecepatan Sudut Rotor (sm-tanpa pss-fault)

bus 17 (GI Tengkawang), selama 0,15 detik, yaitu


0.035
mulai waktu pemutusan (fault time) 0,1 detik, dan
0.03
dengan waktu pembebasan gangguan (fault
clearing time) 0,25 detik. maka diperoleh hasil 0.025

Kecepatan Sudut (pu)


perbandingan kecepatan sudut rotor () terhadap 0.02

waktu untuk 4 Pusat Pembangkit yaitu generator 1 0.015

(PLTGU Tanjung Batu), generator 2 (PLTG 0.01

Menamas), generator 3 (PLTU CFK) dan generator 0.005


4 (PLTMG Kaltimex) yang terhubung pada bus 15 wSyn 1
0 wSyn 7
(GI Embalut) tanpa menggunakan Power System
-0.005
Stabilizer (PSS). 0 5 10
waktu (dt)
15 20

ARAH KE GI BONTANG ARAH KE GI KUARO

Bus 23
GI SAMBUTAN
Bus 22
GI BUKUAN
Bus 21
GI KARANG JOANG
Gambar 6. Grafik Perbandingan Kecepatan Sudut Rotor ()
Bus 45 Bus 43 Bus 44 Bus 41 Bus 42
terhadap Waktu untuk 2 Pusat Pembangkit yang terhubung pada
PQ45 PQ43 PQ44
PQ41 PQ42
GI Embalut tanpa PSS
Bus 14

Bus 15 Bus 16 Bus 17 Bus 18 Bus 19 Bus 20


GI EMBALUT GI BUKIT BIRU GI TENGKAWANG GI HARAPAN BARU GI INDUSTRI GI MANGGAR SARI
PLTD KARANG JOANG

Kecepatan Sudut Rotor (sm-tanpa pss-fault)


0.04
Bus 2
Bus 30 Bus 28 Bus 29 Bus 31
Bus 36 Bus 37 Bus 38 Bus 39 Bus 40

Bus 27 Bus 32

Bus 24 PQ30 PQ28 PQ29 PQ31 PQ32


PQ37 PQ38
0.035
PLTG
BUS PLTU CFK PQ27 PQ39 PQ40
PT . MENAMAS
Bus 6 Bus 5 PQ36
Bus 8 Bus 33 Bus 34 Bus 35

Bus 1 Bus 3
PQ47 PQ46 Bus 11 Bus 12
0.03
PLTG SAMBERA PLTD KARANG ASAM PQ33 PQ34 PQ35
PLTD POWERINDO
Bus 25 Bus 26
PLTD COGINDO PLTD KALTIMEX 1

Bus 10 Bus 13
PLTGU
TANJUNG BATU
PLTU CFK PQ25 PQ26
0.025
Kecepatan Sudut (pu)

Bus 7 Bus 9 PV13

Bus 4 PLTD BATAKAN PLTD KALTIMEX 2,3


PQ48

PLTD KELEDANG PLTD GUNUNG MALANG


0.02
PLTMG KALTIMEX 4

TG4 Sistem Tenaga Listrik Mahakam Kalimantan Timur


0.015

0.01

0.005 wSyn 1
Gambar 4. Model Sistem Mahakam 14 Mesin 45 Bus dengan
wSyn 14
PSS 0

Hasil analisis menunjukkan bahwa osilasi -0.005


0 5 10 15 20

kecepatan sudut rotor yang terbanyak terjadi pada waktu (dt)

generator 1 seperti diperlihatkan dalam Gambar 5,


Gambar 7. Grafik Perbandingan Kecepatan Sudut Rotor ()
di mana jika dibandingkan pada generator 2, terhadap Waktu untuk 2 Pusat Pembangkit yang terhubung pada
generator 3, dan generator 4. GI Embalut tanpa PSS
Kecepatan Sudut Rotor (sm-tanpa pss-fault)
0.12

w
Syn 1
3.3 Analisis Kinerja Sistem dalam
0.1 wSyn 2 Penerapan PSS Pada Sistem Mahakam
w
0.08 w
Syn 3
Kalimantan Timur dalam Stabilitas
Syn 4
Steady State (Small Signal Stability)
Kecepatan Sudut (pu)

0.06

0.04 Pada bagian ini membahas tentang analisis


0.02
kinerja (performance) sistem setelah penerapan
Power System Stabilizer (PSS) yang terpasang
0 pada generator 1 (PLTGU Tanjung Batu) pada GI
-0.02
Embalut untuk model Sistem Mahakam kelistrikan
0 5 10 15 20
waktu (dt) Kalimantan Timur, melalui hasil perhitungan dan
analisis power flow dan continuation power flow
Gambar 5. Grafik Perbandingan Kecepatan Sudut Rotor () menunjukkan bahwa terjadi peningkatan daya pada
terhadap Waktu untuk 4 Pusat Pembangkit yang terhubung pada sistem, baik pada sisi pembangkitan dan
GI Embalut tanpa PSS
pembebanan, di mana peningkatan daya aktif
terjadi pada seluruh bus beban.
Demikian pula osilasi kecepatan sudut rotor ()
Selanjutnya melalui hasil simulasi dengan
terbanyak terjadi pada generator 1 jika
menggunakan Software Matlab ver.7.60 (Matlab:
dibandingkan generator 7 (PLTD Sungai
Simulink Model; Time Domain Simulation, PSAT)
Keledang) dan generator 14 (PLTD Karang Joang)

A8-4
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

seperti diperlihatkan dalam Gambar 8, Gambar 9 Keadaan Kecepatan Sudut (sm-pss-ia)


0.035
dan Gambar 10, simulasi dilakukan pada generator
1, 2, 3, 4, 5, 6, 7 dan generator 14. 0.03

Pada Gambar 8 dapat dilihat generator 2 0.025


menunjukkan pergerakan kecepatan sudut rotor

Kecepatan Sudut (pu)


tidak berosilasi (garis linier) sampai 0,11 pu dalam 0.02

waktu 20 detik, sedangkan generator 1, 3 dan 0.015


generator 4 secara bersamaan berosilasi pada
0.01
kecepatan sudut rotor 0,01 pu dalam waktu 10
detik, kemudian tidak berosilasi sampai 0,03 pu 0.005
wSyn 1
dalam waktu 20 detik. Gambar 9 dan Gambar 10 wSyn 14
0
memperlihatkan generator 1, 7 dan generator 14
secara bersamaan berosilasi pada kecepatan sudut -0.005
0 5 10 15 20
waktu (dt)
rotor sampai 0,018 pu dalam waktu 15 detik,
kemudian tidak berosilasi sampai 0,03 pu dalam
waktu 20 detik. Gambar 10. Grafik Perbandingan Kecepatan Sudut Rotor ()
terhadap Waktu untuk 2 Pusat Pembangkit yang terhubung pada
GI Embalut dengan PSS
Keadaan Kecepatan Sudut (sm-pss-ia)
0.12

w
Syn 1
0.1 wSyn 2 KESIMPULAN
w
0.08
Syn 3
wSyn 4
Berdasarkan hasil simulasi dan analisis
pembahasan tentang penerapan Power System
Kecepatan Sudut (pu)

0.06 Stabilizer (PSS) untuk meningkatan stabilitas


pembangkit listrik Sistem Mahakam, maka dapat
0.04
diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:
0.02 1. Berdasarkan hasil simulasi analisis berupa faktor
partisipasi yang mempunyai sudut rotor (d)
0
dan kecepatan sudut rotor () terbesar pada
-0.02 generator 1 dari 14 unit pembangkit pada
0 5 10 15 20
waktu (dt) mode 55 sampai dengan 85, maka penempatan
Power System Stabilizer (PSS) di tempatkan
Gambar 8. Grafik Perbandingan Kecepatan Sudut Rotor () pada generator 1 (PLTGU Tanjung Batu) pada
terhadap Waktu untuk 4 Pusat Pembangkit yang terhubung pada Sistem Mahakam.
GI Embalut dengan PSS
2. Sebelum penerapan Power System Stabilizer
Keadaan Kecepatan Sudut (sm-pss-ia)
(PSS) pada generator 1 (PLTGU Tanjung Batu)
0.035
model Sistem Mahakam untuk nilai sudut rotor
0.03 (d) dan kecepatan sudut rotor () adalah 0,397
0.025 pu.
3. Setelah penerapan Power System Stabilizer
Kecepatan Sudut (pu)

0.02
(PSS) pada generator 1 (PLTGU Tanjung Batu)
0.015
model Sistem Mahakam untuk nilai sudut rotor
0.01 (d) adalah 0,0229 pu dan kecepatan sudut rotor
0.005 () adalah 0,0365 pu.
0
wSyn 1 Penerapan Power System Stabilizer (PSS) pada
w
Syn 7 unit pembangkit akan memberikan kompensasi
-0.005
0 5 10 15 20 pada stabilitas sistem yang lebih baik.
waktu (dt)

Gambar 9. Grafik Perbandingan Kecepatan Sudut Rotor ()


terhadap Waktu untuk 2 Pusat Pembangkit yang terhubung pada
GI Embalut dengan PSS DAFTAR PUSTAKA
[1] Abido, M.A., dan Abdel-Magid,Y.L.2002. Analysis And
Design of Power System Stabilizers and FACTS
Based Stabilizers Using Genetic Algorithms, 14th

A8-5
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

PSCC, Sevilla, 24-28 Juni 2002. Stabilizer (PSS) dan Thyristor Controlled Series
[2] Anderson, P.M and Fouad A.A., (1995). Power System Capasitor (TCSC) Damping Controller
Control and Stability, IEEE Press, 1995. Menggunakan Artificial Immune System (AIS) Via
[3] Kundur, P. 1994. Power System Stability and Clonal Selection, Buku Tugas Akhir Jurusan
Control, McGraw-Hill,Inc, NewvYork. Teknik Elektro ITS
[4] Larsen, E.V., dan Swann, D.A. 1981. Applying Power [7] Milano, F. 2010. Power System Analysis Toolbox
System Stabilizers Part I: General Concepts, (PSAT): Quick Reference Manual for PSAT,
IEEE, Vol. PAS-100, No.6, 1981. version 2.1.6
[5] Li Jun Cai., dan Istvan Erlich. 2005. Simultaneous [8] Ruhle, O. 2006. Eigenvalue Analysis on Power System
Cordinated Tuning of PSS and FACTS Oscillation
Controllers in Large Power System, IEEE [9]Saadat, H. 2004. Power System Analysis,
Transactions on Power System, Vol. 20 No.1, Mc.Graw Hill, Singapore
February 2005. [10] Supriyadi, A.N. 2009. Low Frequency Oscillation di
[6] Maryono, H. 2006. Koordinasi Power System Sistem Tenaga Listrik

A8-6
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Analisis Kestabilan Transient Berdasarkan


Sudut Pemutusan Kritis Sistem Tenaga Listrik
pada Sistem Mahakam Kaltim
Rusda
Dosen pada Jurusan Teknik Elektro, Politeknik Negeri Samarinda
rusdadahlan@yahoo.com

Abstrak - Kestabilan merupakan salah satu tolok ukur kembali, dibutuhkan perhitungan kapan gangguan
dalam sistem tenaga listrik. Untuk sistem yang besar dengan tersebut diputuskan tanpa kehilangan keserempakan
interkoneksi di dalamnya, gangguan pada salah satu titik bisa putaran generator. Selanjutnya dapat ditentukan waktu
menyebabkan gangguan pada keseluruhan sistem. Supaya paling lama terjadinya suatu gangguan yang masih
kestabilan bisa terjaga, maka diperlukan waktu pemutusan dapat menstabilkan sistem atau waktu pemutusan kritis
kritis berdasarkan sudut pemutusan kritis untuk melindungi
(critical clearing time).
sistem secara keseluruhan maupun generator secara individu.
Pada tesis ini akan dianalisis pengaruh dari gangguan hubung Tujuan penelitian ini adalah terwujudnya hasil model
singkat tiga fasa simetris terhadap kestabilan sistem tenaga analisis yang dapat dipakai sebagai acuan untuk
listrik multimesin dengan menggunakan studi aliran daya, meningkatkan kinerja sistem.
admitansi reduksi dan penentuan waktu pemutusan kritis
dengan menganalisa kestabilan generator yang mengalami II. TINJAUAN PUSTAKA
gangguan berat pada ayunan pertama menggunakan metode
Runge Kutta orde 4. Tujuan penelitian adalah untuk A. Kestabilan
menghasilkan aplikasi yang nantinya bisa digunakan untuk Menurut Kundur (1994) Stabilitas transien adalah
mengetahui tingkat stabilitas transien dan waktu pemutusan kemampuan sistem tenaga untuk mempertahankan
efektif jika sistem mengalami gangguan. Data yang digunakan
kondisi sinkron ketika mengalami gangguan berat.
pada penelitian ini adalah sistem kelistrikan Sistem Mahakam
Kalimantan Timur. Hasil simulasi berbagai titik gangguan
Respon sistem yang dihasilkan melibatkan
pada saluran transmisi atau bus GI terlihat bahwa hubung penyimpangan besar sudut rotor generator dan
singkat pada bus generator lebih berpotensi menyebabkan dipengaruhi oleh hubungan non linier sudut daya.
ketidak stabilan pada sistem. Stabilitas tergantung pada keadaan awal dari sistem
operasi dan tingkat keparahan gangguan.
Kata Kunci - Kestabilan Transien, Sistem multimesin, Unjuk sifat mesin sinkron yang terlihat pada Gambar
Waktu pemutusan kritis. 1 adalah tanggapan sudut rotor untuk satu kasus stabil
dan dua kasus tidak stabil. Kasus stabil (kasus 1), sudut
rotor naik ke sebuah nilai maksimum, kemudian
I. PENDAHULUAN menurun dan berosilasi dengan amplitudo menurun
ISTIM interkoneksi pada PT. PLN (Persero) Wilayah sampai mencapai steady state. Pada kasus 2, sudut rotor

S Kalimantan Timur disebut Sistem Mahakam. Sistem


mahakam memiliki 6 lokasi pembangkit dan 9 gardu
terus meningkat saat sinkronisasi hilang. Bentuk ini
tidak stabil yang dinyatakan sebagai ketidakstabilan
ayunan pertama (first swing). Pada kasus 3, sistem stabil
induk yang dihubungkan dengan jaringan transmisi 150 kV
yang melayani beberapa wilayah di Kalimantan Timur yaitu pada ayunan pertama tetapi menjadi tidak stabil pada
Balikpapan, Samarinda dan Tenggarong. ayunan berikutnya akibat bertambahnya osilasi pada
Apabila sistem tenaga listrik tersebut mengalami keadaan akhir.
gangguan maka kemampuan dari sistem untuk dapat
bekerja normal kembali pada kondisi operasi dikenal
dengan kestabilan sistem tenaga listrik. Untuk
pengoperasian sistem yang andal, perlu adanya analisis
mengenai kestabilan dari sistem kelistrikan. Kestabilan
sistem tenaga listrik digolongkan kedalam tiga jenis
berdasarkan sifat dan besarnya gangguan yaitu: kestabilan
peralihan, dinamis dan keadaan mantap (steady state).
Terjadinya gangguan pada sistem tenaga listrik
mengakibatkan terjadinya perubahan parameter-parameter
listrik, antara lain tegangan, arus, daya, kecepatan rotor,
frekuensi dan sudut daya. Untuk menganalisa perubahan
parameter-parameter tersebut terhadap lamanya gangguan,
dari awal terjadinya gangguan sampai sistem menjadi stabil Gambar 1. Tanggapan sudut rotor gangguan transient (Kundur, 1994)

A9-1
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

0 Ynn Ynm Vn
I = Y t Ymm E '
B. Sistem Multimesin m nm m ................................. (2.5)
Menurut Saadat (1999), langkah pertama dalam studi -1
Vn = -Ynn Ynm E m
kestabilan transien adalah dengan mula-mula
menyelesaikan aliran daya dan menentukan magnitude [
I m = Ymm I m - Ynm
t
Ynn-1Ynm E m' ]
tegangan mula-mula serta sudut fasa. Arus mesin sebelum Im = Y red
bus E '
m ............................... (2.6)
gangguan dihitung dengan persamaan:
Daya listrik keluaran dari setiap mesin dapat
S i* Pi - jQi
Ii = = dinyatakan dalam bentuk tegangan internal mesin
Vi* Vi* i = 1,2,3,..., m ............................. (2.1) dengan persamaan persamaan:
m = jumlah generator
Vi = tegangan terminal ke-i
S ei* = Ei'* I i ......................................................... (2.7)
Pi = daya aktif mesin-i
Qi = daya reaktif mesin-i
Atau
Tegangan sumber sebelum reaktansi transien dapat
diperoleh dari persamaan berikut:
( )
Pei* = Re Ei'* I i .................................................. (2.8)

Dengan
Ei' = Vi + jX d' I i ....................................................... (2.2)
I i = mj=1 E 'j Yij
.................................................. (2.9)
Selanjutnya beban sistem diubah menjadi admittansi
ekivalen dengan menggunakan hubungan: Tegangan dan admittansi dinyatakan dalam bentuk
E ' = Ei' d i Y = Yij q i
S i* Pi - Qi polar yaitu i dan ij dan di substitusi
yi 0 = 2
= 2 harga Ii dari persamaan diatas akan menghasilkan:
Vi Vi
.............................................. (2.3)
Pei = Ei' E 'j Yij cos (q ij - d i + d j )
m

Dari persamaan diatas kita mempunyai model m-bus j =1


generator yang dtambahkan ke n-bus sistem tenaga dengan ..................... (2.10)
Pmi = E E Yij cos (q ij - d i + d j )
m
jaringan ekivalen yang dirubah menjadi admittansi i
' '
j
(Gambar 2). j =1
..................... (2.11)

C. Persamaan Ayunan
Menurut Stevenson (1994), persamaan ayunan adalah
persamaan yang mengatur gerakan rotor suatu mesin
sinkron dalam studi kestabilan.

2 H d 2d
= Pm ( pu) - Pe ( pu)
w s dt 2 .................................. (2.12)
ws = Kecepatan serempak dalam satuan listrik
Gambar 2. Jaringan yang diperluas (Grainger & Stevenson, 1994) Pm (pu) = Daya Mekanik perunit
Pe (pu) = Daya elektrik perunit.
Jika persamaan diatas diekspresikan dalam bentuk
Titik (n + 1),(n + 2),,(n + m) adalah bus internal
frekuensi f, dengan:
mesin. Matriks persamaan arus untuk jaringan ini diberikan
oleh persamaan:
ws = 2pf ............................................................ (2.13)
I bus = YbusVbus Sehingga daya dinyatakan dalam satuan perunit:
..................................................... (2.4)

Langkah kedua ialah matriks admittansi dimodifikasi H d 2d


berdasarkan saat terjadi gangguan atau pun setelah = Pm ( pu) - Pe ( pu)
pf dt 2 .................................... (2.14)
gangguan. Untuk menghilangkan bus beban, matriks
admittansi pada persamaan di partisi. Tidak adanya arus
yang masuk atau meninggalkan bus beban maka arus dalam Bila d dinyatakan dalam derajat listrik maka :
baris ke-n adalah nol. Arus generator dapat dinyatakan
dengan vector Im dan tegangan generator dan beban H d 2d
= Pm - Pe
dinyatakan berturut-turut oleh vektor Em dan Vn. 180 f 0 dt 2 ......................................... (2.15)
Persaman dalam bentuk submatriks menjadi:

A9-2
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Persamaan ayunan dengan redaman diabaikan, untuk i PLTD


Karang Asam
PLTD
Kledang
mesin menjadi G2 G3

16 12 2 3 13
H i d 2d i
= Pmi - Ei' E 'j Yij cos (q ij - d i + d j )
m
150/20 KV 150/20 KV
pf 0 dt 2 150/20 KV 150/20 KV 150/20 KV
2x 30MVA 1x 20MVA
j =1 ........ (2.18) 30MVA 2x 30MVA
1x 60MVA
2x 30MVA
1x 30MVA

15 1 6 7 8
Yij = elemen matriks admitansi bus
Hi = konstanta inersia mesin i pada dasar MVA (SB). G1

PLTGU
Tanjung Batu

III. METODOLOGI PENELITIAN 11 10 9


150/20 KV 150/20 KV
Penentuan waktu pemutusan kritis pada suatu sistem 1x 60MVA 1x 60MVA 150/20 KV
1x 30MVA 1x 30MVA 2x 30MVA
untuk studi kestabilan transient melalui beberapa tahapan, 1x 20MVA 2x 20MVA

sebagai berikut: 4 5 14

1. Mempersiapkan data sistem dan generator. Semua data G4 G5

dibuat dalam perunit (pu) dengan dasar 100 MVA. PLTD PLTD
Gn. Malang Batakan
2. Untuk keperluan aliran daya, semua data impedansi Gambar 3 Diagram satu garis Sistem Mahakam KalimantanTimur
diubah ke dalam admitansi, dan beban tiap bus diubah
ke dalam admitansi pengganti ( YL = GL + jBL ).
3. Menghitung tegangan internal semua generator Ei di0 B. Data Sistem Tenaga Liistrik Sistem Mahakam
pada kondisi normal yaitu E d = Vt + jxd I. Tegangan
internal ini dipakai sementara sebagai acuan. Ini Data-data sistem kelistrikan Sistem Mahakam
dihitung dari studi aliran daya. Kalimantan Timur disajikan pada Tabel 1 sampai 3.
4. Menghitung matriks Y setiap kondisi jaringan dengan Tabel 1 Data Saluran Transmisi
langkah-langkah sebagai berikut:
a. Admitansi beban pengganti dihubungkan antara bus R1 X1 Y/2
No. bus
(pu) (pu) (pu)
beban dengan simpul pedoman dan xd dihubungkan 16 0,00414 0,02036 0,0014
antara simpul yang lain dengan terminal generator. 1 15 0,00538 0,02642 0,0187
b. Semua elemen impedansi diubah ke dalam 1 12 0,0000 0,21680 0,0000
admitansi. 26 0,0000 0,10130 0,0000
37 0,0000 0,21270 0,0000
c. Elemen matriks Y adalah: Yii yaitu jumlah semua
4 11 0,0000 0,11050 0,0000
elemen admitansi yang dihubungkan ke simpul i. Yij 5 10 0,0000 0,09190 0,0000
67 0,00218 0,01070 0,0076
yaitu negatif admitansi antara simpul i dan j. 78 0,00688 0,02159 0,0068
5. Mengeliminasi semua simpul (kecuali simpul internal 79 0,02296 0,09718 0,0686
generator), diperoleh matriks Y kondisi jaringan yang 8 13 0,0000 0,24080 0,0000
9 10 0,00358 0,01759 0,0124
direduksi sebelum, selama, dan setelah terjadinya 9 14 0,0000 0,19280 0,0000
gangguan. 10 11 0,00768 0,02411 0,0076
6. Memilih lokasi gangguan yang terhubungsingkat dan 15 - 16 0,0000 0,40350 0,0000
saluran yang dilepaskan.
7. Menentukan waktu pemutusan kritis berdasarkan sudut
pemutusan kritis.
8. Mencetak waktu pemutusan kritis. Tabel 2 Data pembebanan beban puncak pada 6 Oktober 2010 jam
19.00

Daya pembangkitan Daya beban


IV. HASIL PENELITIAN & PEMBAHASAN No bus Keterangan
MW MVAR MW MVAR
A. Diagram Satu Garis Sistem Mahakam Kalimantan 1 0 0 0 0 Slack bus
Timur 2 31,56 5,97 24,75 0 Generator
3 25,24 9,2 14,83 0 Generator
Diagram satu garis Sistem Mahakam Kalimantan Timur 4 12,00 4,8 53,30 0 Generator
yang terinterkoneksi ekivalen dengan lima pusat 5 64,2 16,4 29,23 0 Generator
pembangkit dan delapan gardu induk. 12 - - 8,05 0 Bus beban
13 - - 7,85 0 Bus beban
14 - - 16,50 0 Bus beban
16 - - 13,35 0 Bus beban

A9-3
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Tabel 3 Data Pembangkit Sistem Mahakam


Generator Xd(pu) H(pu)
1 0,2315 7,639
2 0,1973 3,265
3 0,7446 1,453
4 0,2430 1,642
5 0,2575 2,044

C. Hasil Penelitian Analisis kestabilan Transient


a. Hasil simulsi kurva ayunan (swing)
Hasil simulasi berupa perilaku pembangkit-pembangkit
dalam sistem setelah terjadi gangguan dalam bentuk respon
sudut rotor. Waktu pemutusan kritis dan generator yang
Gambar 6 Perbedaan sudut rotor gangguan pada bus 2, 2-6 lepas
mengalami gangguan berat bila terjadi hubung singkat tiga
fasa pada lokasi yang berbeda disajikan pada Gambar 4-10.

Gambar 7 Perbedaan sudut rotor gangguan pada bus 3, 3-7 lepas


Gambar 4 Perbedaan sudut rotor gangguan pada bus 1, 1-12 lepas

Gambar 8 Perbedaan sudut rotor gangguan pada bus 4,4-11 lepas

Gambar 5 Perbedaan sudut rotor gangguan pada bus 1, 1-12 lepas

A9-4
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia
Gambar 9 Perbedaan sudut rotor gangguan pada bus 5, 5-10 lepas 6. Gambar 10 adalah gangguan hubung singkat yang
terjadi pada zone 9-10 dekat bus 9 (GI Karang Joang
150 kV) waktu pemutusannya 0.237 detik (11,85
putaran). Generator yang mengalami gangguan berat
adalah generator 4 dan generator 5.
Jika gangguan diputuskan pada 0.24 detik (12
putaran) maka perbedaan sudut rotor pada generator
4 dan generator 5 naik tak terbatas sehingga dapat
menyebabkan generator tersebut kehilangan
sinkronisasinya.
Waktu pemutusan kritis yang diperoleh dari analisis
kestabilan transient Sistem Mahakam pada berbagai titik
gangguan diperlihatkan pada Tabel 4.

Tabel 4 Waktu pemutusan kritis

Waktu Pemutusan
Gambar 10 Perbedaan sudut rotor gangguan pada bus 9, 9-10 lepas

Generator yang
mengalami
Zone lepas
gangguan

gangguan

gangguan
Kritis (tc)
b. Analisis hasil simulasi kurva ayunan

(detik)
Jenis

Titik
1. Gambar 4 adalah gangguan hubung singkat yang terjadi
pada zone 1-12 dekat bus 1 (PLTGU Tanjung Batu)
waktu pemutusannya 0,282 detik (14 putaran). Dengan
pemutusan tersebut sistem cenderung stabil karena 1 1- 6 0.282 2,3,4,5
saluran yang terputus adalah yang menuju ke beban, 1 1 - 12 0.282 stabil
sehingga tidak mempengaruhi pembangkit yang 1 1 - 15 0.282 stabil
berhubungan ke sistem. Perbedaan sudut rotor 2 2- 6 0.118 2
Hubungan Singkat 3 fasa

maksimum terjadi pada generator 4 (PLTD Gunung 3 3- 7 0.120 3


4 4 - 11 0.155 4
malang) sebesar 89,957o pada ayunan pertama, pada
5 5 - 10 0.078 5
ayunan selanjutnya akan mengecil. 6 6- 7 0.291 3,4 dan 5
Jika gangguan diputuskan pada 0.4 detik (20 putaran) 7 7- 8 0.309 3
maka perbedaan sudut rotor pada generator 3 naik tak 7 7- 9 0.309 4 dan 5
terbatas sehingga dapat menyebabkan generator tersebut 8 8 - 13 0.567 stabil
kehilangan sinkronisasinya seperti terlihat pada Gbr 5. 9 9 - 10 0.237 4 dan 5
9 9 - 14 0.256 5
2. Gambar 6 adalah gangguan hubung singkat tiga fasa 10 10 - 11 0.188 4
yang terjadi pada zone 2-6 dekat bus 2 (PLTD Karang 15 15 - 16 0.473 stabil
Asam). Waktu pemutusan kritisnya adalah 0,118 detik
(5,9 putaran). Generator yang mengalami gangguan V. KESIMPULAN
berat adalah generator 2, karena perbedaan sudut rotor
generator 2 yang naik tak terbatas, sedangkan generator Dari analisis yang telah dilakukan maka dapat
3, 4 dan 5 cenderung stabil. disimpulkan bahwa :
3. Gambar 7 adalah gangguan hubung singkat yang terjadi 1. Model analisis ini dapat dipakai sebagai acuan untuk
pada zone 3-7 dekat bus 3 (PLTD Keledang) waktu menentukan kestabilan transien sistem tenaga listrik.
pemutusannya 0,12 detik (6 putaran). Generator yang 2. Letak gangguan hubung singkat mempengaruhi
mengalami gangguan berat adalah generator 3. Sedang tingkat kestabilan pada sistem. Hubung singkat pada
generator yang lain cenderung stabil. bus generator lebih berpotensi menyebabkan ketidak
4. Gambar 8 adalah gangguan hubung singkat terjadi pada stabilan pada sistem, sehingga memiliki waktu
zone 4 - 11 dekat bus 4 (PLTD Gunung Malang) waktu pemutusan relatif lebih cepat dari pada hubung
pemutusannya 0,155 detik (7,75 putaran). Pada kondisi singkat pada bus beban.
normal beban yang ada pada bus 4 jauh lebih besar 3. Generator yang pada kondisi normalnya mensuplai
dibanding dengan kapasitas pembangkit pada bus daya yang besar ke sistem, berpotensi menyebabkan
tersebut. Hal inilah yang menyebabkan generator 4 ketidak stabilan pada saat terjadi gangguan.
mengalami gangguan berat . 4. Hasil simulasi berbagai titik gangguan pada saluran
5. Gambar 9 adalah gangguan hubung singkat yang terjadi transmisi, terlihat generator pada bus 4 (PLTD
pada zone 5-10 dekat bus 5 (PLTD Batakan) waktu Gunung Malang) dan bus 5 (PLTD Batakan) paling
pemutusannya 0,078 detik (4 putaran). Pemutusan ini banyak mengalami gangguan berat, karena beban
sangat cepat, karena kapasitas pembangkit yang ada yang ada pada bus 4 jauh lebih besar dibanding
pada bus tersebut besar, sehingga sudut rotor mengalami dengan daya yang dibangkitkan oleh generator pada
pergeseran dengan cepat. Generator yang lain tidak bus tersebut (PLTD Gunung Malang). Sedangkan
mengalami pergeseran sudut rotor (cenderung normal), generator pada Bus 5 pada kondisi normal
dan tidak perlu ada pemutusan beban, karena beban mensuplai daya paling besar ke sistem.
pada bus 5 masih sanggup dilayani oleh generator 5.

A9-5
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

DAFTAR PUSTAKA [8] Kundur, P. 1994. Power Sistem Stability and Control. McGraw-
Hill. New York.
[1] Anderson, P.M. and Fouad, A. A. 1977. Power Sistem Control and [9] Sauer, P.W. and Pai, M.A. 1998. Power Sistem Dynamic and
Stability. Vol-I. The Iowa State University. USA. Stability. Prentice-Hall, Inc. New Jersey.
[2] Cekdin, Cekmas. 2007. Sistem Tenaga Listrik. ANDI. Yogyakarta. [10] Stagg, G.W. and El-Abiad, A.H. 1968. Computer Methods in
[3] Darmawan, E. dan Nurdin, M. 1993. Studi Stabilitas Peralihan Power System Analysis. McGraw-Hill. Kogakusha, Ltd.
Sistem Tenaga Menggunakan Ekspansi Deret Taylor. Proseding [11] Saadat, H. 1999. Power Sistem Analysis. WCB/Mc Graw-Hill.
Seminar Nasional Ketiga Teknik Tenaga Listrik. ITB, Bandung. Singapore.
[4] Glover, J.D. and Sarma, M. 1987. Power Sistem Analysis and [12] Stevenson, W.D. 1994. Analisis Sistem Tenaga Listrik. Edisi
Design. PWS-Kent Publishing Company. Boston. ke-4. Erlangga. Jakarta.
[5] Grainger, J.J. and Stevenson, W.D. 1994. Power Sistem Analysis. [13] Widodo, R. J. dan Sanda Utama, M. E. 1993. Analisa
Mc Graw-Hill. Singapore. Kestabilan Sistem Tenaga Listrik Menggunakan Metode
[6] Haque, M.H. 1994. Equal Area Criterion: an axtension for Lyapunov. Proseding Seminar Nasional Ketiga Teknik Tenaga
multimachine power systems. IEE Proc-Gener.Transm. Distrib., Vol Listrik. ITB, Bandung.
141, No. 3.
[7] Kimbark, E.W. 1995. Power Sistem Stability. Volume I Elements of
Stability Calculations. A John Wiley & Sons, Inc. New York.

A9-6
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Optimasi Unit Pembangkit Tenaga Listrik


Dengan Metode Particle Swarm Optimization
Pada Sistem Mahakam Kalimantan Timur
Verra Aullia
verra_aullia@yahoo.co.id

Abstrak- Tujuan dari operasional sistem tenaga listrik II. UNIT COMMITMENT (UC) PEMBANGKIT
adalah menyediakan suatu kualitas pelayanan energi DAYA LISTRIK
listrik yang berkesinambungan dengan biaya operasional
yang minimum. Dengan adanya perubahan beban
Penggunaan algoritma PSO menghasilkan mean
terhadap konsumsi tenaga listrik dari waktu ke waktu, square error dan hasil prakiraan relatif lebih baik
maka perlu dilakukan penjadwalan operasi unit-unit dengan jumlah iterasi yang lebih sedikit dibandingkan
pembangkit dan pengalokasian beban. Penjadwalan unit dengan Backpropagation, tetapi memerlukan waktu
pembangkit (Unit Commitment) menentukan unit-unit komputasi yang lebih lama. Hal ini dikemukakan dari
pembangkit yang hidup (ON) dan mati (OFF) dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Nurmahaludin
memperhatikan kendala-kendala (constraints) yang ada.
Optimasi penjadwalan operasi unit-unit pembangkit
pada tahun 2010.[1]
diperoleh dengan metode Particle Swarm Optimization. Kwang Y. Lee (2006) telah menggunakan metode
Penyelesaian Unit Commitment dengan cara komputasi Particle Swarm Optimization untuk permasalahan
evolusioner. economic dispatch yang dianggap sebagai salah satu
Metode ini diaplikasikan pada pembangkit PT. PLN masalah komplek untuk ditangani dan menggambarkan
(Persero) Wilayah Kalimantan Timur. Hasil simulasi kelebihan dan kekurangan dalam penyelesaian
menunjukkan bahwa metode PSO memberikan hasil dan
economic dispatch.[2]
performansi lebih baik dibanding metode iterasi lambda
dalam hal biaya total optimum. Unit commitment adalah penentuan pembangkit mana
yang akan On Line dari sejumlah pembangkit yang siap
Kata Kunci Unit Commitment, Particle Swarm dioperasikan untuk mensuplai beban selama periode
Optimization tertentu, karena kebutuhan beban selalu berubah maka
pembangkit yang akan dioperasikan harus disesuaikan
I. PENDAHULUAN dengan kebutuhan beban.
Pengoperasian pusat-pusat pembangkit di dalam
T UJUAN dari operasional sistem tenaga listrik
adalah menyediakan suatu tenaga listrik
seekonomis mungkin dengan memperhatikan mutu,
sistem tenaga listrik selalu dikoordinasikan dengan
tujuan agar pembebanan atau penjadwalan dari
keandalan dan kualitas pelayanan yang pusat-pusat pembangkit tersebut optimum (ekonomis)
berkesinambungan. Didalam memproduksi energi listrik pada setiap interval waktu perubahan beban untuk siklus
akan diperoleh karakteristik yang berbeda-beda setiap waktu tertentu. Penjadwalan yang optimum adalah
unit pembangkit. Hal ini diakibatkan karena perbedaan kombinasi tertentu dari unit-unit pembangkit yang
output pembangkit, pemakaian bahan bakar dan faktor dijadwalkan (dioperasikan) dengan kapasitas total
yang lainnya. cukup untuk mensuplai beban pada interval waktu
Dalam sistem operasi unit pembangkit termal, biaya tertentu dengan biaya operasi yang paling murah
bahan bakar merupakan biaya terbesar dari biaya (ekonomis).
operasi pembangkitan tenaga listrik. Penghematan biaya Konsekuensi unit commitment adalah bahwa akan ada
bahan bakar dalam prosentase yang kecil akan memberi unit pembangkit termal yang di stop dan di start kembali
dampak yang besar dalam jumlah rupiah, mengingat dalam periode optimasi, hal ini akan menyebabkan
besarnya jumlah biaya bahan bakar, sehingga efisiensi sejumlah kalori yang hilang pada saat unit di stop
pemakaian bahan bakar yang sangat besar berpengaruh sehingga menjadi dingin dan perlu dipanaskan lagi
terhadap penghematan biaya operasi. Oleh karena itu, sewaktu di start.
salah satu strategi yang bisa digunakan untuk Masalah economic dispatch adalah pembagian
meminimalkan biaya bahan bakar total adalah dengan pembebanan pada setiap unit pembangkit sehingga
melakukan penjadwalan unit-unit pembangkit termal diperoleh kombinasi unit pembangkit yang dapat
(unit commitment) dan pengalokasian beban (economic memenuhi kebutuhan beban dengan biaya yang
dispatch). optimum atau dengan kata lain untuk mencari nilai
optimum dari output daya dari kombinasi unit
pembangkit yang bertujuan untuk meminimalkan total

A10-1
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

biaya pembangkitan dan dapat memenuhi batasan probabilitas dalam menemukan solusi yang lebih baik
equality dan inequality. Secara umum fungsi biaya dari menjadi lebih kecil. Jumlah partikel yang digunakan
tiap generator dapat di formulasikan secara matematis umumnya antara 20-50 partikel [3]. Dalam penelitian ini
sebagai suatu fungsi obyektif seperti yang diberikan digunakan 40 buah partikel.
pada persamaan sebagai berikut:
B. Inertia Weight
(1)
Dalam suatu bentuk n dimensi penelusuran space,
(2) posisi dan velocity terhadap individu i adalah
direpresentasikan sebagai vektor
A. Persamaan Kesetimbangan Daya Aktif dan dalam algoritma PSO. Misalkan
Pada kesetimbangan daya, equality constraint harus dan
dipenuhi yaitu total daya yang dibangkitkan oleh adalah individu i yang
masing-masing unit pembangkit harus sama dengan merupakan posisi terbaik saat ini. Update velocity pada
total kebutuhan beban pada sistem. Equality constraint individu i adalah dengan memodifikasi persamaan dasar
kesetimbangan daya adalah : pada algoritma PSO pada persamaan (6) yaitu:
(3)

(6)
B. Batas Daya Maksimum Dan Minimum Dalam proses update velocity ini, nilai-nilai parameter
Pembangkit
seperti w, c1 dan c2 harus ditentukan terlebih dahulu.
Output setiap unit generator mempunyai batas Secara umum parameter weight w diperoleh dengan
minimum dan maksimum pembangkitan yang harus menggunakan persamaan (7) yaitu :
dipenuhi (inequality constraint), yaitu : (7)
(4)
Setiap individu berpindah dari posisi awal ke posisi
berikutnya dengan memodifikasi posisi individu
C. Cadangan Berputar (Spinning Reserve) menggunakan modifikasi velocity pada persamaan (6).
Cadangan berputar adalah banyaknya daya yang harus Persamaan modifikasi posisi individu dinyatakan pada
tersedia di dalam sistem yang akan digunakan untuk persamaan (7) berikut:
merespon sistem apabila satu unit pembangkit tiba-tiba (8)
keluar dari sistem karena adanya alasan-alasan teknis Dalam penelitian ini menggunakan konstanta w = 0.6,
tertentu. Cadangan berputar adalah jumlah total daya c1 = 2 dan c2 = 1.
pembangkitan yang ada dari semua unit on-line pada
sistem dikurangi beban sistem, dimana secara matematis C. Update Pbest dan Gbest
ditunjukkan sebagai berikut : Pbest dari setiap individu pada iterasi k+1
(5) menggunakan persamaan :
(9)
III. PARTICLE SWARM OPTIMIZATION (10)
Kennedy dan Eberhart telah mengembangkan suatu Dimana :
algoritma Particle Swarm Optimization (PSO) berdasar adalah fungsi obyektif yang dievaluasi pada posisi
pada perilaku individu-individu yaitu particle atau individu i dan iterasi ke-k.
agents pada suatu swarm. Penelusuran algoritma PSO adalah posisi individu ke-i pada iterasi k+1
paralel memanfaatkan suatu kelompok individu yang adalah posisi terbaik untuk individu ke-i sampai
serupa dengan artificial intelligence yang lain
iterasi k+1
berdasarkan teknik optimisasi heuristik [3].
Gbest pada iterasi k+1 diset sebagai posisi terbaik yang
A. Jumlah Partikel telah dievaluasi begitu juga pada .
Pencarian nilai optimum dalam PSO dilakukan secara
simultan terhadap sejumlah kandidat solusi yang disebut IV. IMPLEMENTASI PSO PADA PENYELESAIAN
dengan swarm. Swarm merupakan kumpulan dari UNIT COMMITMENT
individu tunggal yang disebut dengan partikel. Diagram alir perhitungan penjadwalan pembangkit
Individu-individu tunggal dalam swarm dianalogikan seperti dalam gambar (Gambar 1) dijelaskan sebagai
sebagai suatu himpunan solusi yang mungkin dari berikut :
permasalahan optimisasi. 1. Menentukan total unit pembangkit dan periode
Penentuan jumlah partikel dilakukan dengan waktu untuk analisa. Dengan penentuan total unit
memperhatikan lama waktu komputasi dan probabilitas pembangkit disertai juga oleh data penjadwalan
dalam menemukan solusi optimum. Semakin besar unit pembangkit dan daya output setiap
jumlah partikel yang digunakan akan membuat pembangkit.
perhitungan menjadi lebih lama. Tetapi jika jumlah 2. Menentukan parameter algoritma PSO, seperti
partikel yang digunakan terlalu sedikit, maka jumlah swarm, bobot inersia, jumlah iterasi dan

A10-2
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

konstanta akselerasi. V. METODE ITERASI LAMBDA


3. Inisialisasi iterasi. Untuk lebih memahami metode iterasi lambda,
4. Perhitungan objective function setiap partikel. misalnya diambil suatu contoh suatu sistem memiliki
5. Update inisialisasi posisi partikel. tiga buah unit pembangkit termal yang akan
6. Modifikasi posisi dan kecepatan tiap partikel dioperasikan terhadap permintaan beban dan untuk
berdasarkan informasi pbest dan gbest. menentukan titik optimum pengoperasian ekonomis.
7. Periksa Iterasi sesuai dengan jumlah iterasi. Bila Untuk menentukan titik pengoperasian masing-masing
sesuai proses stop, jika belum sesuai kembali ke dari ketiga unit tersebut mempunyai biaya minimum dan
langkah 3. pada waktu yang sama memenuhi spesifikasi
kebutuhan, dapat menggunakan sketsa dan aturan untuk
Mulai
menentukan solusi. Dengan mengasumsikan
incremental cost () dan menentukan daya keluaran
Baca Data :
Pembebanan masing-masing dari ketiga unit untuk suatu nilai
Pembangkitan
incremental cost.
Baca Parameter PSO
Jika diasumsikan bahwa nilai incremental cost yang


Jumlah Swarm

diperoleh ternyata total daya output unit pembangkit


C1 dan C2
Jumlah Iterasi
masih terlalu kecil bila dibandingkan dengan kebutuhan
beban, maka harus menambah nilai dan mencoba
Initial k = 1 solusi lain. Dengan dua solusi tersebut dapat
Disini dilakukan Initial Particle diinterpolasi sehingga diperoleh nilai daya output total
Hitung Objective Function
Perhitungan
Objective Function Tiap Particle unit lebih dekat dengan kebutuhan beban.
Dengan memperhatikan total kebutuhan terhadap
Time update
k=k+1 biaya incremental akan dapat dengan cepat menentukan
titik pengoperasian.
Update velocity
(k +1) k k k k
Dengan membuat aturan logika yang memungkinkan
Vi = wVi + c1rand1 (Pbesti - Xi ) + c2 rand2 (Gbestk - Xi )
penyelesaian obyek yang sama sebagaimana yang
dilakukan dengan aturan dan kertas grafik. Detail secara
Update posisi individu
Xi
k +1 k
= X i + Vi
k +1 aktual bagaimana daya keluaran diperoleh sebagai
fungsi dari incremental cost adalah merupakan hal yang
Iterasi T sangat penting. Sebagai contoh tabel data yang
Selesai
tersimpan dalam komputer dan interpolasi antara
Y poin-poin data yang tersimpan untuk menentukan daya
Selesai
output exact untuk menetapkan nilai incremental cost.
Pendekatan lain dikembangkan sebuah fungsi analitik
Gambar. 1. Diagram Alir Proses PSO yang tersimpan dalam komputer digunakan untuk
menentukan output masing-masing unit.
Diagram alir perhitungan Objective Function dalam Prosedur tersebut adalah suatu tipe komputasi iterasi
gambar (Gambar 2) dijelaskan sebagai berikut : dan harus menentukan aturan pemberhentian iterasi.
1. Baca data status (ON) dan (OFF) pada Secara umum ada dua bentuk aturan pemberhentian
penjadwalan pembangkitan dari PSO. iterasi sebagai aplikasi yang tepat dalam menentukan
2. Perhitungan economic dispacth. toleransi error, selain itu adalah menghitung jumlah
3. Perhitungan biaya pembangkitan. loop iterasi dan berhenti bila sudah melebihi jumlah
4. Perhitungan biaya Startup maksimum.
5. Hasil dari seluruh perhitungan merupakan Pendekatan typical untuk menambah constraint ke
input-an dari diagram alir PSO. dalam objective function menggunakan Lagrange
multipliers.
Mulai
(11)
Baca Data Status ON OFF
Turunan fungsi Lagrange memberikan persamaan
Pembangkit dari PSO
constraint baru seperti pada persamaan (12) dan
persamaan (13) :
Economic Dispatch
(12)
Hitung Biaya
Pembangkitan (13)

Hitung Start Up Cost


Kondisi pertama di tunjukkan pada persamaan (12),
dihasilkan :
Selesai

Dan untuk kondisi optimum dispatch adalah


Gambar. 2. Diagram Alir Objective Function
(14)

A10-3
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Kondisi kedua di tunjukkan pada persamaan (13), MULAI


dihasilkan :
(15)
Ketika kondisi rugi-rugi transmisi diabaikan dan tidak Set

adanya limit generator, maka persamaan (15)


disubstitusi dengan persamaan (14) menjadi :
Perhitungan Pi
(16) For i = 1 N

Hubungan yang diberikan persamaan (16) dikenal


sebagai coordination equation atau fungsi . Sebuah Perhitungan
N
solusi dapat diperoleh dengan disubstitusi pada e = Pload - Pi
persamaan (15). i =1

(17) Y
Iterasi
Pertama ?
Nilai dapat diperoleh dari persamaan (17) yang
disubstitusi dengan persamaan (16) untuk mendapatkan T
penjadwalan generator yang optimal.
Y
Solusi untuk Economic Dispatch dengan mengabaikan <Toleransi

rugi-rugi dapat dianalisis. Dengan demikian teknik T


pencarian solusi dimulai dengan dua nilai , nilai yang
terbaik dari diperoleh dengan perhitungan dan proses Perhitungan Cetak Hasil
ini dilanjutkan sampai Pi memperoleh akurasi tertentu.
Namun seperti disebutkan sebelumnya, solusi yang
cepat diperoleh dengan menggunakan Gradient Method. SELESAI
Untuk melakukan perhitungan ditulis sebagai berikut :
Gambar. 3. Flowchart Dengan Metode Iterasi Lamda Pada Economic
(18)
Dispatch [4]
(19)
VI. DATA PENGUJIAN
Berdasarkan persamaan diatas maka, Untuk mengetahui seberapa besar efisiensi ekonomi
(20) dari metode PSO, maka dilakukan pengambilan data
Dimana pembangkit dan beban pada PT. PLN (Persero) Wilayah
(21) Kalimantan Timur. Kurva beban harian dapat dilihat
(k)
Proses ini berlanjut sampai nilai P kurang dari dalam gambar (Gambar 4) dan parameter pembangkit
nilai akurasi tertentu. tenaga listrik pada sistem kelistrikan PT. PLN (Persero)
Daya output setiap generator seharusnya tidak boleh Wilayah Kalimantan Timur 150 kV dapat dilihat dalam
melewati dari kapasitas output generator yang telah tabel (Tabel 1).
ditentukan. Dengan demikain setiap generator
mempunyai batas daya minimum dan maksimum.
Dengan adalah output MW per unit dengan batasan
sebagai berikut :
(22)
Dimana dan adalah nilai batasan
minimum dan maksimum untuk generator kei.
Sehingga dapat dikembangkan menjadi persamaan:

Gambar. 4. Kurva Beban Harian PT. PLN (Persero) Wilayah


Kalimantan Timur Tanggal 6 Oktober 2010

(23)
Prosedur metode iterasi lambda dapat dijelaskan dari
flowchart dalam gambar (Gambar 3) sebagai berikut:

A10-4
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

mencukupi kebutuhan beban yang disuplai dengan biaya


pembangkitan yang minimum.
Tabel. 1. Parameter Unit Pembangkit PT. PLN (Persero) Wilayah
Setelah mendapatkan hasil yang optimal seperti yang
Kalimantan Timur
sudah dijelaskan diatas, selanjutnya dilakukan
perhitungan total biaya operasi pembangkitan tiap jam,
dan juga perhitungan biaya operasi pembangkitan
dengan metode Iterasi Lambda sebagai perbandingan.
Hasil perbandingan total biaya pembangkitan dapat
dilihat dalam tabel (Tabel 3).

Tabel. 3. Perbandingan Total Biaya Pembangkitan Metode Iterasi


Lambda Dan Metode PSO

Tabel (Tabel 3) menunjukkan bahwa dengan


menggunakan metode PSO terdapat pengurangan total
biaya operasi pembangkit dalam periode 24 jam (1
hari). Hasil simulasi juga menunjukkan bahwa, hasil
yang diperoleh dari penggunaan metode Particle Swarm
Optimization (PSO) memberikan hasil yang lebih baik
jika dibandingkan dengan hasil yang diperoleh dengan
menggunakan iterasi lambda. Kurva hasil perbandingan
biaya pembangkit tiap jam dengan metode iterasi
lambda dan metode Particle Swarm Optimization
terdapat dalam gambar (Gambar 5).
VII. HASIL PENGUJIAN
Untuk validasi hasil simulasi dengan menggunakan
metode Particle Swarm Optimization, maka digunakan
metode iterasi lambda. Data yang digunakan untuk
validasi program tersebut sesuai dengan buku Hadi
Saadat Power System Analysis contoh latihan 7.6 hal.
277[5]. Untuk simulasi dilakukan tiga buah unit
pembangkit dengan beban sistem 975 MW. Adapun
batas minimum dan maksimum masing-masing unit
pembangkit dalam (MW) adalah :
200 P1 450
150 P2 350
100 P3 225
Sedangkan fungsi biaya bahan bakar masingmasing
unit pembangkit dalam ($/jam) adalah : Gambar. 5. Kurva Perbandingan Biaya Pembangkit Tiap Jam Metode
Iterasi Lambda Dan Metode PSO

VIII. KESIMPULAN
Dengan mengimplementasikan metode Particle
Tabel. 2. Perbandingan Hasil Simulasi Menggunakan Metode Iterasi
Swarm Optimization untuk penjadwalan unit
Lambda Dan PSO
pembangkit tenaga listrik pada PT. PLN (Persero)
Wilayah Kalimantan Timur tanggal 6 Oktober 2010,
maka dapat diambil suatu kesimpulan dari hasil simulasi
sebagai berikut :
1. Proses Metode Particle Swarm Optimization
memberikan sebuah analisis penyelesaian dalam
penentuan status (ON) dan (OFF) unit-unit
pembangkit yang cukup efektif dalam
Setelah penetapan parameter-parameter yang mengoptimalkan pembagian pembebanan.
digunakan dalam metode Particle Swarm Optimization 2. Penentuan pembagian pembebanan yang optimal
maka komputasi dapat dilakukan, untuk menentukan pada setiap unit pembangkit dapat memenuhi
unit pembangkit mana saja yang (ON) dan (OFF) untuk equality constraint dan inequality constraint yang

A10-5
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

telah ditentukan dengan total beban 1,230.82 MW. Aplikasi Prakiraan Temperatur Udara. Master Tesis Universitas
Brawijaya. Malang
3. Hasil simulasi tanggal 6 Oktober 2010 yang [2] Kwang Y. Lee dan Jong-Bae Park. Oktober 2006. Application of
dilakukan pada PT. PLN (Persero) Wilayah Particle Swarm Optimization to Economic Dispatch Problem:
Kalimantan Timur dengan beban yang sama Advantages and Disadvantages. IEEE Transactions on Power
Systems
dengan menggunakan metode Particle Swarm
[3] Kennedy, J., dan Eberhart, R. 2001. Swarm Intelligence.
Optimization (PSO) memberikan performansi Academic Press. USA
yang lebih baik dibandingkan dengan iterasi [4] Wood J.A dan Bruce WF. 1984. Power Generation, Operation,
lambda. Total biaya bahan bakar yang diperoleh And Control. John Willeys and Sons
[5] Saadat Hadi. 1999. Power System Analysis. International
pada metode Particle Swarm Optimization (PSO) Edition, McGraw-Hill Inc. New York
sebesar Rp. 894,817,809.- per hari sedangkan
dengan metode Iterasi Lambda sebesar Rp. Verra Aullia lahir di Samarinda, 13 April 1978 sebagai anak kedua
dari tiga bersaudara dari Ayah Drs. H. Samsi Basri (Alm) dan Ibu Hj.
907,171,085.- per hari. Elmywati, SDN 056 Teluk Lerong Ulu Samarinda lulus tahun 1990,
4. Dengan metode Particle Swarm Optimization SMP Muhammadiyah 2 No. 3852 Samarinda lulus tahun 1993,
waktu yang diperhitungkan untuk proses SMAN 3 Samarinda lulus tahun 1996, Sarjana Teknik Elektro Institut
Teknologi Nasional Malang lulus tahun 2002,
komputasi selama 23 detik. Penulis bekerja sebagai dosen d i Jurusan Teknik Elektro Politeknik
Negeri Samarinda sejak tahun 2002 sampai sekarang.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Nurmahaludin. 2010. Analisis Optimisasi Jaringan Syaraf
Tiruan Dengan Algoritma Particle Swarm Optimization Pada

A10-6
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Implementasi
Artificial Neural Network Pada Pengendalian
Tegangan Output PWM Boost Converter CCM
Switch Mode Beban Resistif
Achmad Fanany Onnilita Gaffar 1) Muhammad Aziz Muslim 2) M. Julius 2)
1)
Program Magister dan Doktoral Fakultas Teknik,
Program Studi Teknik Elektro, Universitas Brawijaya, Malang.
2)
Staf Pengajar Jurusan Teknik Elektro, Universitas Brawijaya, Malang.
email : onny_gaffar@yahoo.com

Absrak- Boost Converter adalah plant fasa non yang sukar dikendalikan. Kemampuan adaptasi ANN
minimum dimana terdapat zero non Hurwitz (tidak Controller akan diuji pada MRC Tegangan Output
stabil). Agar dapat dikendalikan maka perlu diubah PWM Boost Converter CCM Switch Mode. Kasus
menjadi plant fasa minimum dengan menambahkan PFC pertama, Boost Converter diperlakukan sebagai Plant
(Parallel FeedForward Compensator). Augmented Plant Fasa Minimum setelah melalui proses konversi fasa
dengan fasa minimum kemudian digunakan untuk
membangun ANN Inverse Plant. DMRC (Digital Model
non minimum ke fasa minimum. Kasus kedua, Boost
Reference Control) berbasis ANN yang didesain Converter diperlakukan sebagai Plant Fasa Non
didasarkan pada dua perlakuan Boost Converter sebagai Minimum (tanpa konversi).
plant. Pertama, sebagai Plant Fasa Minimum. Metode
yang digunakan adalah PPC (Pole Placement Control) dan II. BOOST CONVERTER
Direct Mode. Kedua, sebagai Plant Fasa Non Minimum. Konsep dasar PWM Boost Converter CCM Switch
Pada Metode 1, ANN Inverse Plant dibangun dari bagian Mode ditunjukkan dalam Gambar 1.
Plant Fasa Non Minimum yang invertible. Pada Metode 2, Pada kondisi On State diperoleh :
ANN Inverse Plant dibangun melalui pendekatan respons
0 0 1
inverse non kausal versi delayed. Hasil yang diperoleh i&L iL + L V (1)
adalah Metode 2 jauh lebih baik dibandingkan dengan & = 1 v s
Metode 1, PPC maupun Direct Mode. v
O 0 - o 0
RC
Kata kunci-- boost converter, PWM, switch mode, CCM,
fasa non minimum, fasa minimum, ANN, Inverse Plant,
DMRC, PPC, Direct Mode, invertible, non-invertible.
Pada kondisi Off State diperoleh :
I. PENDAHULUAN 1
0 - 1
Boost Converter adalah dc-dc converter yang i&L L iL (2)
menghasilkan tegangan output lebih besar dari & = +
v L Vs
v
o 1 1 o 0
inputnya. Perubahan posisi switch secara bergantian -
dengan frekuensi tertentu, akan mengiris (chop) C RC
tegangan input menjadi deretan pulsa tegangan Pada kondisi Steady State diperoleh :
frekuensi tinggi (duty cycle) selama kondisi Switched V (3)
Vo = s
On. Energi tersimpan dalam induktor kemudian 1- D
ditransfer menjadi tegangan output selama kondisi Syarat batas induktansi Boost Inductor :
Switched Off. Rata-rata tegangan output diperoleh dari (1 - D)2 DR
rata-rata tegangan input yang diiris. Pengendalian pada L b = (4)
2f
duty ratio akan diperoleh tegangan output yang lebih
besar dari tegangan inputnya. [1]. dimana L > Lb untuk operasi CCM. Syarat batas
Neural Control adalah metode pengendalian berbasis kapasitansi Filter Capasitor :
ANN dimana data yang tersedia adalah merupakan DV . o
Cmin = (5)
hasil pengukuran perilaku dinamis sistem. Kemampuan vr .R. f
ini sangat cocok untuk diterapkan pada sistem kendali
adaptif dimana Controller memerlukan adaptasi oleh
karena adanya perubahan perilaku sistem. [2].
Disamping tingkat sensitivitas yang tinggi terhadap
gangguan, Boost Converter juga termasuk sistem fasa
non minimum dengan zero non Hurwitz (tidak stabil)
A11-1
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

IV. ANN (Artificial Neural Network)


ANN disusun dari elemen-elemen yang meniru
sistem syaraf biologis manusia. Fungsi jaringan
ditentukan oleh hubungan antar elemen dan dilatih
untuk membangun suatu fungsi tertentu. Pelatihan
dilakukan dengan perbaikan nilai pembobot hingga
Gambar 1. Boost Converter [3] output ANN sama dengan target output, yang disebut
Supervised Learning. Arsitektur yang digunakan adalah
io
+ vL= Vs _ ANN Feedforward Multi Layer ditunjukkan dalam
+ Gambar 4. Algoritma BP melacak nilai pembobot yang
iL iC meminimisasi total error network melalui training set.
Vs S C R vo

-
Gambar 2. Rangkaian ekuivalen kondisi On State [4]

vL= Vs - v_o io
+
+
iL iC
Vs S C R vo

-
Gambar 4. Arsitektur ANN FeedForward Multilayer [5]
Gambar 3. Rangkaian ekuivalen kondisi Off State [4]

Setiap iterasi dari algoritma BP dapat dinyatakan dengan :


III. PERMODELAN BOOST CONVERTER
E
DENGAN STATE SPACE wk +1 = wk + Dwk Dwk = -a (12)
Operasi Boost Converter dapat dinyatakan dengan wk
model State Space sebagai berikut :
dimana Dwk : update pembobot wk
x& = A1d (t)x + B1d (t)u 0 t d .T ,
(6) a : learning rate (laju pembelajaran)
y = C1d (t)x + D1d (t)u d (t ) = 1
x& = A 2 (1 - d (t) ) x + B 2 (1 - d (t) ) u d .T t 1, V. DMRC
(7) Tujuan MRC adalah untuk memperoleh feedback
y = C2 (1 - d (t) ) x + D2 (1 - d (t) ) u d (t ) = 0
control law yang mengubah struktur dan dinamika
Model Rata-rata dinyatakan dengan : plant agar memiliki performansi closed loop system
x& = [ A1d1 (t ) + A 2d 2 (t )] x + [B1d1 (t ) + B 2d 2 (t ) ] u yang sama dengan Model referensi [6]. Skema MRC
(8) dengan plant LTI model SISO ditunjukkan dalam
y = [C1d1 (t ) + C2d 2 (t )] x + [ D1d1 (t ) + D2d 2 (t ) ] u Gambar 5.
Dengan mempertimbangkan komponen gangguan ac MODEL
REFERENSI
ym
sinyal kecil dan komponen dc steady state maka Gm(s) -
e
S
linearisasi model rata-rata dinyatakan dengan : r +
CONTROLLER u MODEL PLANT
C(s) G(s)
y
( A1 - A 2 ) X
x&% = A av x% + B av u% + d% (t ) Gambar 5. MRC (Model Reference Control) [6]
+ ( B1 - B 2 ) U (9)
Dengan menggunakan inverse penstabil plant yang
( C1 - C2 ) X
y% = Cav x% + Davu% + d% (t ) diletakkan paralel pada plant akan menghasilkan sistem
+ ( D1 - D2 ) U augmented dengan fasa minimum [7]. Suatu controller
sehingga Open Loop Transfer Function dapat dan plant masing-masing dinyatakan dengan :
dinyatakan dengan : N (s) , B( s )
H ( s) = G(s) =
Y D( s ) A( s )
= Dav - Cav ( A av ) Bav (10)
-1

U sedemikian rupa sehingga closed loop system adalah


seperti berikut :
dan transfer function sinyal kecil duty cycle, d% ke
H ( s ).G ( s)
output y% dinyatakan dengan : GC ( s ) =
1 + H ( s).G ( s) (13)
y% (s) -1 ( A1 - A 2 ) X N ( s).B( s) N ( s ).B( s)
= Cav ( s.I - A av ) (11) = =
%
d (s) + ( B1 - B 2 ) U D( s ). A( s) + N ( s).B( s) P( s)
+ ( C1 - C2 ) X + ( D1 - D2 ) U Jika P(s) adalah Hurwitz maka H(s) menstabilkan plant.
Dengan meletakkan H-1(s) pada plant secara paralel
berikut :
A11-2
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

rL
Ga ( s) = G ( s ) + H -1 ( s)
L iL io
+
(14) + vL - iS
D( s). A( s) + N ( s).B( s) iC
=
N ( s). A( s) Vs S C R vo
diperoleh zero dari Ga(s) adalah Hurwitz sehingga
Ga(s) adalah fasa minimum. Pada penelitian ini -
digunakan metode direct digital design dimana semua Gambar 8. Rangkaian Boost Converter dengan DCR Boost Inductor
komponen analog (domain s) diubah ke dalam bentuk saat On State (Desain)
diskrit (domain z). Model kendali digital ditunjukkan L iL iO
dalam Gambar 6. +
+ vL - iS
iC
vo(t)
Vs S C R vO
Output
Voltage
Sensor -
Gambar 9. Rangkaian Boost Converter dengan DCR Boost Inductor
A/D saat Off State (Desain)
d(n)Tsamp
Converter

vo (nTsamp) 6.2. Permodelan dengan State Space


vc(nTsamp) e(nTsamp)
-
+
Dari persamaan yang diperoleh dari dua kondisi
Digital
DPWM
Controller
S operasi Boost Converter di atas maka diperoleh :
Vref (nTsamp) rL 1 0 0 1
(a)
Gambar 6. Model Kendali Digital Tegangan Output PWM Boost - L 0
B1 = L D1 = C1 =
A1 = 0 1 0
Converter CCM Switch Mode (Desain) 0 - 1 0
RC
Digunakan metode ZOH dengan pemetaan L r 1 1 0 0 1
s = ( z - 1) / Tsamp . Agar delay G* sama dengan 0 maka - L -
L B2 = L D2 = C2 =
A2 = 0
1 0
digunakan BLT (Bilinear Trans.) yang selalu 1 -
1 0
C RC
menghasilkan delay 0. dimana s = 2 / Tsamp .( z -1) / ( z + 1) . ( )
Dipilih frekuensi sampling : f samp > f s = 1000 Hz . Dari i
dimana : x = L dan U = vs .
uraian di atas maka ekuivalen model plant fasa vo
minimum dapat dinyatakan dengan : Dari matrik di atas maka diperoleh :
GP ( z ) = G* ( z ).[CPI ( z ).GPL ( z) + PFC ( z )] (15) LV. S r
- s + (1 - D1 )Vo - L VS
v%o ( s) 1 M M (18)
=
VI. DESAIN DAN IMPLEMENTASI d% ( s) LC r RC + L M
s2 + L s +
6.1. Rangkaian Boost Converter dengan DCR (DC RLC RLC
Resistance) pada Boost Inductor
1
Dengan mempertimbangkan DCR Boost Inductor 1- s
maka rangkaian Boost Converter menjadi seperti yang v%o ( s)
= Go . wRHP - zero (19)
ditunjukkan dalam Gambar 7. Pada kondisi On State %
d ( s) 1
1 + 1
s + 2 s2
diperoleh : w p .Q w p

rL
- 0 1
i&L L iL
& = + L vs (16) 6.3. Parameter simulasi
vo 0 1 vo Untuk kebutuhan simulasi maka dipilih parameter
- 0
RC rangkaian Boost Converter seperti berikut :
Pada kondisi Off State diperoleh : Tegangan input (Vs) = 12 V
Tegangan output (Vo = Vref) = 24 V
rL 1
- - 1 Frekuensi switching (fs) = 1 kHz
iL
& L L iL (17)
& = + L vs Beban resistif (R) = 47 Ohm
vo 1 1 vo Dari hasil perhitungan diperoleh :
- 0
C RC Kapasitor, C : 0.22 mF, 1.09 mA rated RMS
L iL rL D iO Current
+ vL - iS
+
Induktor, L : 4 mH, 1.4 Ohm DCR, 1.75 A rated
iC
RMS Current
Vs S C R vO
Duty ratio rata-rata, D : 0.569
-
Arus induktor rata-rata, IL : 1.185 A
Gambar 7. Rangkaian Boost Converter dengan DCR Boost Inductor
Arus output rata-rata, Io : 0.511 A
(Desain)
A11-3
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Untuk menguji operasi Boost Converter pada CCM maka GP ( z ) = (1.4729 x10 -7 )
dilakukan pengamatan menggunakan SimPower System
Matlab dengan hasil simulasi ditunjukkan dalam Gambar z 4 - 1.96222 z 3 - 0.03585 z 2

10. diperoleh : +1.962241z - 0.964129
(a) Steady state value Vo = 23.82 V. . 5
z - 4.683868 z 4 + 8.7643 z 3
(b) Maksimum overshoot Vo = 28.84 V.
-8.188793 z + 3.820176 z
2
(c) Settling time = 18 msec.
(d) Steady state value IL = 1.193 A. -0.711815

(e) Maksimum overshoot IL = 4.47 A.
B + ( z)
= bP 0 P
AP ( z )
Gm ( z ) = ( 0.025625 )


z 4 - 3.2 z 3 + 3.84 z 2
-2.048 z + 0.4096
. 5
z - 4.174238 z + 6.957562 z
4 3

-5.789074 z 2 + 2.404839 z

-0.399048

Bm + ( z )
= bm 0
Am ( z )
Gambar 10. Grafik Tegangan Output dan Arus Induktor - Open Loop
System PWM Boost Converter CCM Switch Mode (Desain)

6.4. Open Loop System dengan parameter simulasi


Dari hasil permodelan dengan state space maka
diperoleh transfer function Power and Load dengan
parameter simulasi sebagai berikut :
GPL ( s) =
( -2519 )( s - 1560 )
s 2 + ( 343.142 ) s + 9.76 x104
Simulasi model open loop system Power and Load
menggunakan Simulink dan diperoleh grafik respons
seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 11. Gambar 11. Grafik Respons Tegangan Output vo - Open Loop System
Dari hasil simulasi diperoleh : System Power and Load menggunakan Simulink (Desain)
(a) Steady state value Vo = 22.91 V.
(b) Maksimum overshoot Vo = 25.87 V. S/R Controller diperoleh dari solusi persamaan berikut
(c) Settling time = 12.6 msec. BP ( z ).T ( z ) B ( z)
= m (20)
AP ( z ).R( z ) + BP ( z ).S ( z ) Am ( z )
6.5.DMRC berbasis ANN dengan PPC pada Plant dan diperoleh :
Fasa Minimum
Kriteria performansi ditetapkan adalah Zero steady z 4 - 1.96222 z 3 - 0.03585 z 2
R( z ) =
state error ess 0 (ess sistem = 1.09 V), settling time +1.962241z - 0.964129
ts = 15 msec (ts sistem = 19.2 msec), No Overshoot
( 3460045) z 4 - (12266535) z 3
(overshoot sistem = 1.87 V). Setelah melalui proses S ( z) =
konversi ke fasa minimum dengan menambahkan PFC + (16292477 ) z 2 - 9609186 z + 2123477

maka diperoleh : ANN Inverse Plant yang diperoleh kemudian
GP ( z ) = G* ( z ).Ga ( z ) digunakan sebagai controller dengan hasil simulasi
= G* ( z ).[CPI ( z ).GPL ( z ) + PFC ( z ) ] seperti dalam Gambar 12. Diperoleh settling time
respons tegangan output rangkaian Boost Converter
(vo(k+1)) berkisar pada 26.8 msec.

6.6. DMRC berbasis ANN dengan metode Direct Mode


pada Plant Fasa Minimum
Model ekuivalen plant fasa minimum adalah :
y (k + 1) BP ( z )
-1
-1
Gp ( z ) = = (21)
u (k ) AP ( z -1 )
sehingga :

A11-4
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

BP ( z -1 )
y (k + 1) = .u (k ) =
AP ( z -1 )
4 5
b0u (k ) + b j u (k - j ) - a j y (k + 1 - j )
j =1 i =1

maka :
m
e(k + 1) = y (k + 1) - ym (k + 1) = b0u (k ) + b j u (k - j )
j =1
n
- ai y (k + 1 - i ) - ym (k + 1)
i =1

Gambar 13. Hasil simulasi DMRC berbasis ANN pada Plant Fasa
Minimum dengan metode Direct Mode

Penerapan Metode 1 sebagai ANN Controller pada


plant fasa non minimum perlu melibatkan plant fasa
non minimum-invertible pada posisi parallel-
feedforward untuk memperoleh error model yang
dinyatakan dengan : e* (k + 1) = y(k + 1) - y - (k + 1)
Dengan menggunakan prinsip output tracking error
maka diperoleh Control Law :
y (k + 1), e* (k ), e* (k - 1),
u (k ) = K ff .N f *m
e (k - 2), u (k - 1), u (k - 2 (24)
Gambar 12. Hasil simulasi DMRC berbasis ANN pada Plant Fasa
Minimum dengan metode PPC (Desain) -1
- K f .Fe* ( z ).e (k + 1) - K m . ym (k + 1)
*

Sehingga diperoleh Control Law :


Fe* ( z -1 ) adalah filter yang memperkecil error model
n

ym (k + 1) + ai y (k + 1 - i ) yang dinyatakan dengan :
1 + 1 .e(k )
u (k ) = m
i =1
(22)
b0 b0 ( a1 ) P - z -1 + ( a2 ) P - z -2
- b j u (k - j ) Fe* ( z ) = 1 + 2.
-1
(25)
j =1 + ( a ) P - z -3
ym (k + 1), y (k ),..., y (k + 1 - n), 2
= Nf + K cl .e(k ) dengan besar koefisien :
u (k - 1),..., u (k - m)
(a1)P- = -2.783868 (a2)P- = 2.574951
Gain konstan Kcl diperoleh dari : (a3)P- = -0.790905
Hasil simulasi DMRC berbasis ANN Metode 1 pada
1
K cl = .e(k ) maks plant fasa non minimum ditunjukkan dalam Gambar
b0 14. Tampak bahwa settling time dapat diatur dengan
(23)
e(k ) maks = lim e(k )open -loop mengubah gain konstan Kf dimana Kf 3.5. Hasil
k
terbaik diperoleh pada Kf = 4.39 dengan settling time, ts
= y (k + 1)open -loop - ym (k + 1)open -loop = 15 msec.
Dari hasil perhitungan diperoleh : Kcl = -1.63x108
Dengan ANN Inverse Plant seperti pada metode PPC
maka diperoleh hasil seperti dalam Gambar 13.

6.7. DMRC berbasis ANN dengan Metode 1 pada Plant


Fasa Non Minimum
Model ekuivalen plant fasa non minimum invertible
dinyatakan dengan :
GP - ( z -1 ) = G* ( z -1 ).GPL - ( z -1 )

=
( 3.91x10 )(1 + 0.156 z
-4 -1
- 0.844 z -2 )
1 - 2.783868 z -1
-2

-3
+2.574951z - 0.790905 z Gambar 14. Hasil simulasi DMRC berbasis ANN Metode 1 pada Plant
Fasa Non Minimum (Desain)

A11-5
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

pada Plant Fasa Non Minimum (Desain)


6.8. DMRC berbasis ANN dengan Metode 2 pada Plant
Fasa Non Minimum VII. KESIMPULAN
ANN Inverse Plant yang dibangun dari pendekatan Setelah melakukan penelitian ini, diperoleh
respons inverse non kausal versi delayed dilakukan kesimpulan sebagai berikut :
dengan observasi pada grafik respons plant fasa non 1). Hasil simulasi Boost Converter sebagai Plant
minimum. Perbaikan sinyal kendali dilakukan dengan Fasa Minimum diperoleh, baik metode PPC
menerapkan fungsi MSE pada sinyal output tracking maupun Direct Mode tidak mampu memenuhi
error sebagai berikut : kriteria settling time yang telah ditetapkan. Hal
y (k + 1) b0 + b1 z -1 + b2 z -2 ini disebabkan oleh pengaruh steady state value
= dari PFC.
u (k ) 1 + a1 z -1 + a2 z -2 + a3 z -3 2). Hasil simulasi Boost Converter sebagai Plant
y (k + 1) = - ( a1 + a2 z -1 + a3 z -2 ) y (k ) Fasa Non Minimum diperoleh, Metode 1 dan
Metode 2 menghasilkan respons output yang
+ ( b0 + b1 z -1 + b2 z -2 ) u (k ) (26) mendekati sama dengan model referensi, kecuali
= - ( a1 y (k ) + a2 y (k - 1) + a3 y (k - 2) ) pada settling time yang dicapai. Metode 2 lebih
baik dibandingkan dengan Metode 1 terutama
+ ( b0u (k ) + b1u (k - 1) + b2u (k - 2) ) oleh karena memerlukan arus induktor yang
Karena output tracking error dinyatakan dengan : tidak melebihi rated RMS Current induktor
e(k + 1) = y(k + 1) - ym (k + 1) yang digunakan (1.75 A).
maka dengan menerapkan fungsi MSE pada output 3). Kelemahan mendasar dari Metode 1 dan Metode
tracking error : 2 adalah sensitivitas yang masih cukup tinggi
1 1 terhadap gangguan.
e(k + 1)2 = y (k + 1)2 - y (k + 1). ym (k + 1) (27) 4). Dengan mengabaikan adanya gangguan, maka
2 2
Metode 2 adalah metode yang terbaik
+ ym (k + 1)2 = 0 dibandingkan dengan metode PPC, Direct Mode,
dan dengan uraian panjang diperoleh perbaikan Control maupun Metode 1.
Law seperti berikut :
y (k ), y (k - 1), UCAPAN TERIMA KASIH
ym (k + 1), ( K fb ) . , Ucapan terima kasih disampaikan semua pihak yang
- K . N y (k - 2) (28)
u (k ) = K p .
f
u (k - 1), u (k - 2) telah banyak membantu dalam proses penyelesaian

penelitian ini. Khususnya disampaikan kepada yang
- K cl .Fe ( z ).e(k + 1) + ym (k + 1)
-1
terhormat Bapak M. Aziz Muslim, ST., MT., Ph.D dan
Bapak Ir. Purwanto, MT yang telah banyak
KP dan Kcl diperoleh dari pengamatan grafik respons memberikan bantuan dan bimbingan dalam
-1 penyelesaian penelitian ini.
output sistem. Fe ( z ) adalah filter yang memperkecil
error output yang dimana : DAFTAR PUSTAKA
Fe ( z -1 ) = a1 z -1 + a2 z -2 + a3 z -3 (29) [1]. Arango, Eliana Isabel, 2009. Modelling and Control of an
Asymmetric Interleaved DC to DC Switching Converter
dengan besar koefisien sebagai berikut : Doctoral Thesis, Universitat Rovira I Virgili, Tarragona
a1 = -2.783868 a2 = 2.574951 SPAIN.
a3 = -0.790905 [2]. Nguyen, Hung T., 2003. A First Course in Fuzzy and Neural
Control, Chapman & Hall/CRC New York.
Hasil simulasi DMRC berbasis ANN Metode 2 pada [3]. Rashid, Ph.D, 2001. Power Electronics Handbook, Academic
plant fasa non minimum ditunjukkan dalam Gambar Press - California.
15. Tampak bahwa settling time dapat diatur dengan [4]. Mohan, Ned, 2003. Power Electronics and Drives, MNPERE
mengubah-ubah gain konstan Kcl dimana Kcl 0.8. - Minneapolis.
[5]. Demuth, 2009. Neural Network Toolbox for Use with Matlab
Hasil terbaik diperoleh pada Kcl = 0.8 dengan settling Users Guide Version 6, The Mathwork, Inc.
time, ts = 16.5 msec. [6]. Ioannou, 2003. Robust Adaptive Control, University of
Southern California - Prentice Hall.
[7]. Barkana, Itzhak., 2009. Simple Adaptive Control The Stable
Model Reference Adaptive Control, Gordon Center for
Engineering Research.

Achmad Fanany Onnilita Gaffar. Lahir di


Surabaya, 23 Oktober 1969. Menyelesaikan
studi sarjana (S1) Jurusan Teknik Elektro di
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya tahun 1995. Menyelesaikan studi
pascasarjana (S2) Jurusan Teknik Elektro di
Universitas Brawijaya Malang tahun 2011.
Mulai tahun 1998 bekerja sebagai pengajar
di Jurusan Teknik Elektro Politeknik Negeri
Gambar 15. Hasil simulasi DMRC berbasis ANN Metode 2 Samarinda sampai dengan sekarang.
A11-6
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Perancangan Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro Waduk Setupatok


Kabupaten Cirebon

Toyib1) Hadi Suyono2) Teguh Utomo2)


1)
Dosen, Jurusan Teknik Elektro, Politeknik Negeri Samarinda, Indonesia
2)
Staf Pengajar Jurusan Teknik Elektro Universitas Brawijaya Malang, Indonesia
Email: toyibwar@gmail.com

AbstractDesign was developed in the Waduk dengan cara pembuatan pembangkit listrik tenaga mikro
Setupatok in Cirebon as microhydro power plants. Design hidro (PLTMH), termasuk energi yang ramah
based on the calculation results and analysis indicate that lingkungan dan juga merupakan energi terbarukan.
the magnitude of the potential energy of the water
reservoir with a flow rate Setupatok of 2084 liters /sec, and
debit the mainstay of 833.6 liters/sec. The simulation
results of the design of network system shows the voltage
magnitude at each bus (node), the voltage drop, power flow II. TINJAUAN PUSTAKA
and power losses. Further economic analysis is also A. Pengukuran Kecepatan Aliran
performed to determine the design of energy sale price per
kWh is set at IDR447, 3 /kWh. Kecepatan aliran sungai merupakan komponen
aliran yang sangat penting. Hal ini disebabkan oleh
Index TermsDesign, microhydro power plants, Waduk pengukuran debit secara langsung di suatu penampang
Setupatok, debit mainstay, system analysis, economic
sungai tidak dapat dilakukan. Kecepatan aliran ini
analysis
diukur dalam dimensi satuan panjang setiap satuan
AbstrakPerancangan dikembangkan pada Waduk waktu, umumnya dinyatakan dalam m/detik [5].
Setupatok di Kabupaten Cirebon sebagai pembangkit Kecepatan aliran permukaan dihitung dengan
listrik tenaga mikro hidro (PLTMH). Hasil perancangan persamaan:
berdasarkan perhitungan dan analisis menunjukkan
bahwa besaran potensi energi air Waduk Setupatok  
.............................................. (1)
dengan debit aliran sebesar 2084 liter/detik, dan debit di mana:
andalan sebesar 833,6 liter/detik. Hasil simulasi terhadap V = Kecepatan aliran permukaan (m/det)
rancangan sistem jaringan menunjukkan besaran L = Panjang garis pertama dan kedua (m)
tegangan pada setiap bus (node), tegangan jatuh, aliran T = waktu tempu pelampung (detik)
daya, dan rugi daya. Selanjutnya analisis ekonomi juga
dilakukan untuk menentukan rancangan harga jual energi Kecepatan aliran sungai dihitung dengan persamaan:
per kWh yang ditetapkan sebesar Rp447,3 /kWh.
  
............................................. (2)
Kata kunciPerancangan, PLTMH, Waduk Setupatok, di mana:
debit andalan, analisis sistem, analisis ekonomi C = Koefesien = 0,86

B. Luas Penampang Melintang dan Debit Sungai


I. PENDAHULUAN Untuk menghitung debit dengan pengukuran aliran
menggunakan pelampung diperlukan luas penampang
E nergi listrik sekarang ini merupakan salah satu
energi yang sudah menjadi kebutuhan pokok
masyarakat maju, sehingga kebutuhan energi listrik kian
melintang. Pada titik pengukuran dipasang tittik tetap
lalu diadakan survey penampang melintang. Makin
dekat interval garis pengukuran kecepatan itu, makin
tahun kian bertambah besar dan dapat menjadi salah
tinggi ketelitian yang didapat. Banyaknya garis
satu ukuran bahwa semakin besar kebutuhan
pengukuran dalamnya air 2 kali banyaknya garis
masyarakat akan energi listrik berarti identik dengan
pengukuran kecepatan, ini akan mempermudah
kesejahteraan masyarakat yang semakin meningkat.
perhitungan luas penampang melintang dengan
Desa Setupatok sebenarnya memiliki potensi energi
menggunakan persamaan trapezional, perhitungan rata-
yang dapat dirubah menjadi energi listrik yaitu adanya
rata dan perhitungan debit [7].
waduk yang memiliki kapasitas dan volume air yang
cukup. Waduk Setupatok mempunyai tampungan air
....................................... (3)
sebesar 14,00 juta m3 dan luas genangan 175 ha, yang
  ................................................. (4)
selama ini pemanfaatannya hanya untuk irigasi sawah
dan ladang masyarakat sekitarnya, padahal dapat juga di mana:
dimanfaatkan untuk menghasilkan energi listrik, yaitu Fd = Luas penampang melintang antara garis pengukuran
dalamnya air c dan e

A12-1
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

C, d dan e = Dalamnya air pada setiap garis pengukuran pemanfaatan potensi air yang terkumpul di bak
Vd = Kecepatan aliran rata-rata pada garis pengukuran penenang. Air dari bak penenang mengalir melalui pipa
pengaliran d pesat menuju turbin di dalam rumah pembangkit.
Qd = Debit (m3/s). Hidrologi saluran tertutup dengan menggunakan pipa,
diameter pipa pesat dapat ditentukan dengan
menggunakan persamaan berikut:
C. Waduk


Duration curve adalah suatu grafik yang .................................. (6)
memperlihatkan debit sungai dan selama beberapa di mana :
waktu tertentu dalam satu tahun, debit ini terdapat D = diameter pipa (mm)
dalam sungai. Jelas bahwa debit minimum terdapat N = koefisien kekasaran
selama setahun penuh, debit maksimum (banjir) hanya Q = debit desain (m3/s)
terdapat selama beberapa jam. Duration curve L = panjang pipa pesat (m)
digambarkan dari data-data debit [6]. H = tinggi jatuhan (gross head) (m)
Berdasarkan duration curve dari suatu aliran sungai
dapat diambil beberapa daya teoritis sebagai berikut: Turbin
a. Daya teoritis mminimal, yaitu daya yang terdapat dalam Turbin merupakan mesin tenaga yang menghasilkan
sungai selama setahun penuh (365 hari atau 8760 jam); energi mekanis dari total energi aliran yang masuk,
P100 Bekerjanya turbin yaitu dengan memanfaatkan tinggi air
b. Daya teoritis 95% (8322 jam) dari satu tahun; P95 jatuh H dan kapasitas air V [3]. Persamaan umum daya
c. Daya teoritis 50% ( 6 bulan atau 4380 jam); P50 yang dihasilkan oleh turbin adalah:
d. Daya teoritis berdasarkan debit rata-rata (Q rata-rata
hingga luas empat persegi panjang Qm x 365 hari = luas   ............................................ (7)
duration curve); Pm. di mana :
Pt = daya (W)
Bila debit yang diambil berdasarkan Qt (Q yang g = gravitasi (9,81)
terdapat selama t hari dalam satu tahun), maka dapat Q = debit aliran (m3 /detik)
digunakan persamaan: H = tinggi jatuh air (m)
t = efesiensi turbin
     ........................................... (5)
di mana :
P = daya (W)
= massa jenis air (1000 kg/m3) Kriteria pemilihan Jenis turbin
g = gravitasi (9,81) Pemilihan jenis turbin yang sangat penting adalah
Qt = debit aliran (m3 /detik) dengan memperhatikan daerah operasinya serta
H = tinggi jatuh air (m) kelebihan dan kekurangan dari jenis-jenis turbin. Pada
tahap awal pemilihan jenis turbin dengan
memepertimbangkan parameter-parameter khusus yang
D. Penentuan Tinggi Jatuh atau Head mempengaruhi sistem operasi turbin. yaitu:
1. Tinggi jatuhan air efektif (Net Head) dan debit yang
Pengukuran beda tinggi dapat dilakukan dengan cara
akan dimanfaatkan untuk operasi turbin merupakan
metoda pengukuran sipat datar memanjang.
faktor utama yang mempengaruhi pemilihan jenis
Kedudukan-kedudukan di mana sebuah rambu dipegang
turbin
untuk pengukuran garis dengan satu pemasangan
2. Daya yang diinginkan berkaitan dengan head dan
instrument ke garis dengan pemasangan instrument
debit yang tersedia.
berikutnya disebut titik-titik balik (TB). Sebuah titik
3. Kecepatan (putaran) turbin yang akan
balik adalah titik pasti di mana diambil kedua bidikan
ditransmisikan ke generator
plus maupun minus harus dibuat mendekati sama
dengan pengukuran langkah [2]. Ketiga faktor yang telah diuraikan diatas seringkali
diekspresikan sebagai kecepatan spesifik (Ns), yang
didefinisikan dengan persamaan:
E. Model PLTMH

 ................................................. (8)
Skema pembangkit listrik tenaga mikro hidro
(PLTMH), di mana bagian utama dari PLTMH yaitu di mana :
Intake, Pipa Pesat, Turbin, dan Generator. n = putaran per menit (jumlah putaran turbin ditentukan
awal)
Pipa Pesat (Penstock) Q = debit air (m3/s)
Proses konversi energi dari energi potensial hidrolik H = tinggi jatuh air (m).
menjadi energi kinetik yang akan dirubah menjadi Kecepatan spesifik setiap turbin memiliki kisaran
energi mekanik oleh unit turbin terjadi melalui (range) tertentu berdasarkan data eksperimen.

A12-2
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Parameter parameter Turbin Aliran Silang .............................................. (18)


Turbin aliran silang yang pertama disebut turbin
Generator
banki, berbentuk skripsi pada tahun 1949 oleh State
Spesifikasi generator adalah putaran 1500 rpm, 50
university di Oregon. Sedangkan publikasi mengenai
Hz, 1 fasa 220 Volt atau 3 fasa 380 Volt. Sedangkan
rancang bangun mulai tahun 1967 oleh suatu badan
sistem tegangan keluran dapat berupa arus bolak-balik
yang diberi nama vita. Namun sebelumnya turbin jenis
(AC) atau arus searah (DC). Besarnya daya listrik yang
ini telah dibuat yakni Ossberger di Jerman. Turbin
dipakai oleh suatu alat listrik ditentukan oleh besarnya
aliran silang ahirnya akrab dengan sebutan turbin cross
tegangan (V) dan arus (I) yang mengalir didalam listrik
flow.
tersebut. Daya sesungguhnya yang terpakai (P) adalah:
Skema konstruksi dan bagan aliran kecepatan untuk
turbin aliran dapat ditunjukkan dalam Gambar 1 [3].    .......................................... (19)
di mana :
P = daya sesungguhnya (W)
VxI = daya semu (VA)
Cos = faktor daya.

F. Distribusi Daya Listrik


Tenaga listrik yang dibangkitkan pusat tenaga listrik
kemudian disalurkan melalui saluran distribusi. Sebuah
pendekatan untuk rangkaian arus bolak-balik,
khususnya untuk rangkaian yang terlibat dalam
distribusi daya, dinamakan metode volt amper. Bila
metoda tersebut digunakan, maka daya dan daya reaktif
yang diambil oleh elemen-elemen rangkaian individu
Gambar 1. Skema konstruksi dan bagan aliran dihitung dan jumlahnya yang bersangkutan disamakan
kecepatan turbin aliran silang dengan daya dan daya reaktif sumber.
Hubungan-hubungan di antara daya, daya reaktif,
Parameterparameter untuk turbin aliran silang dan volt amper dapat diingat dengan mudah dengan
dapat dihitung dengan menggunakan persamaan menggunakan segitiga volt amper. Segitiga ini
Mockmore (1949) dan Barglazan (2005) [1]. memperlihatkan secara grafik hubungan dari daya-daya
Kecepatan aliran masuk (V1): tersebut [7].
 ........................................................ (9) Daya rata-rata/Daya aktif (P) dalam satuan W, kW
dan MW:
Kecepatan keliling aliran masuk (u1) :
  .............................................. (20)
 .............................................. (10)
Diameter luar turbin (D1) : Daya reaktif (Q) dalam satuan VAR, kVAR dan
MVAR:
 ............................................................. (11)
  .............................................. (21)
Diameter dalam turbin (D2) :
 Daya semu (S) dalam satuan VA, kVA dan MVA:
............................................................ (12)
 ............................................................. (22)
Jarak anatara sudu turbin:
Ketebalan sudu (S1):
Faktor daya
  .............................................................. (13)   ............................................................. (23)
Jarak antar sudu (t) : Dengan demikian maka faktor daya adalah

..............................................................(14) perbandingan daya terhadap volt amper, dan faktor

reaktif adalah perbandingan daya reaktif terhadap volt
Jumlah sudu (N) : amper. Volt amper adalah suatu kuantitas penting

 .............................................. (15) karena alat-alat AC, seperti generator, trafo dan kabel

Lebar sudu turbin (L): pada umumnya dinilai dalam satuan volt amper.

 ............................................. (16)
G. Analisis Ekonomi
Ketebalan pancaran air (S0): Berdasarkan hasil perencanaan, selanjutnya
S0 = Q/V/L ............................................................. (17) dilakukan perhitungan estimasi biaya proyek, dan
Jari jari kelengkungan sudu () :

A12-3
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

dilakukan evaluasi atau analisis ekonomi dengan pilihan terbaik untuk gross head yaitu pada ketinggian
menggunakan kaidah ekonomi yang berlaku. 7,3 m, karena yang utama dari adanya pembangunan
pembangkit listrik tenaga mikrohidro ini adalah tidak
III. METODE PENELITIAN terganggunya fungsi utama dari waduk yaitu sebagai
pemasok air irigasi untuk persawahan dan perkebunan.
A. Metodologi Penelitian
Kalau sumbu turbin berada pada ketinggian 0,55 m di
Data yang diperlukan adalah: atas lantai, berarti Net Head akan diperoleh sama
1) Foto topografi sekitar area Waduk dengan 6,75 m. Hal tersebut dapat dilihat dalam Gambar
2) Curah hujan selama 9 tahun terahir 2.
3) Kapasitas waduk + 16.62 Muka Air
4) Jumlah Kepala Keluarga + 13.87

5) Jumlah pendapatan rata-rata penduduk


6) Peta jalan Desa Setu Patok 0.00

7) Pengukuran kecepatan aliran sungai untuk - 1.76

mendapatkan debit sungai - 7.76

Penelitian dilaksanakan di Desa Setu Patok 3 3 13 33.6 24.4 3 3.3

Kecamatan Mundu Kabupaten Cirebon. Skala Jarak 1 : 600


83.3
Jarak
Skala Tinggi 1 : 600

Gambar 4.1. Penentuan ketinggian (Head)


Gambar 2. Penentuan ketinggian (Head)
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Pemilihan Jenis Turbin
A. Analisis Perencanaan PLTMH Pilihan jenis turbin yang sesuai dari kreteria variasi
head antara 6 < H < 100 m di atas adalah Cross-Flow.
Analisis Debit Sesaat Memiliki kisaran antara 0,7- 0,8 untuk perencanaan ini
Untuk mengatasi kurangnya data debit sungai dalam diambil besaran 0,80. Jadi daya (P) yang dapat
jangka panjang, digunakan data yang diperoleh dari dibangkitkan turbin sesuai dengan persamaan (8) adalah
pengukuran secara langsung di lapangan dengan asumsi sebesar 41,869 kW.
bahwa debit ini dapat mewakili data debit untuk kurun
waktu yang panjang. Pengukuran debit dilakukan pada Analisis Penentuan Putaran Turbin
musim transisi / pancaroba, yaitu pada bulan Pebruari Untuk mendapatkan kecepatan spesifik (NS), terlebih
2011. Alat pendukung dalam pengukuran debit ini dahulu menentukan putaran turbin yang dalam
dipakai bola plastik ukuran kecil diameter 5 cm perencanaan ini kecepatan putaran turbin diambil
sedangkan pengukuran waktu digunakan stopwatch. sebesar 500 rpm. Kecepatan spesifik Ns yang dihitung
Potensi debit yang mengalir ke Waduk Setupatok dengan menggunakan persamaan (9) adalah sebesar
merupakan penggabungan dua debit tersebut, yaitu 113,4 rpm.
menjadi sebesar 2,084 m3/detik (2.084 liter/detik). Jika Analisis Parameter-Parameter Turbin Cross-Flow
menggunakan pendekatan Duration Curve untuk daya Kecepatan aliran masuk (V1), menggunakan
secara teoritis, maka Qt (debit rata-rata selama 365 hari persamaan (10), di mana kv1 = 0,98; maka V1 sebesar
atau satu tahun). Di mana analisis debit dilakukan untuk 10,98 m/det. Sedangkan kecepatan keliling aliran masuk
waktu 12 jam yaitu 90.028,8 m3/hari. Pilihan yang (u1), menggunakan persamaan (11), maka u1 adalah
sangat tepat untuk diambil dalam perencanaan yang sebesar 0,481 x 10,98 = 5,28 m/det.
menjadi debit andalan adalah 40 % = 833,6 liter/detik. Diameter luar turbin (D1), menggunakan persamaan
Tinggi Jatuhan (Head) (12), di mana n = 500 rpm adalah sebesar 0,2 m.
Topografi daerah sekitar Bendungan Setupatok yang Diameter dalam turbin (D2), menggunakan persamaan
berlereng cukup terjal yaitu pada lokasi anak tangga (13), maka D2 adalah sebesar 0,13 m.
yang menuju puncak bendungan tepat di depan sumur Jarak antara sudu turbin, untuk ketebalan sudu (S1),
pintu aliran air waduk karena terdapat cekungan yang menggunakan persamaan (14) adalah sebesar 0,017 m.
merupkan daerah rembesan dari waduk, memiliki Jarak antar sudu (t), menggunakan persamaan (15)
potensi yang sangat baik untuk mendapatkan tinggi adalah 0,0034 m. Jumlah sudu (N), menggunakan
jatuhan air yang memadai untuk operasi PLTMH. persamaan (16) adalah sebanyak 18 buah. Lebar sudu
Penentuan tinggi jatuhan (Gross Head) antara rencana turbin (L), menggunakan persamaan (17) adalah sebesar
elevasi muka air di head tank dengan rumah pembangkit 0,41 m.
didasarkan pada tinggi muka air yaitu sebesar 13,87 m Ketebalan pancaran air (S0), menggunakan
dari titik 0,00 (nol koma nol-nol). persamaan (18) adalah sebesar 0,18 m. Jari-jari
Posisi rencana rumah turbin ditandai dengan kelengkungan sudu (), menggunakan persamaan (19),
lambang piramida kecil. Maka dapat disimpulkan bahwa di mana r1 = 0,155; adalah sebesar 0,05 m.

A12-4
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Analisis Penentuan Generator Uraian Besaran Satuan


Berdasarkan analisis dalam perancangan pembangkit
listrik tenaga mikro hidro (PLTMH) Waduk Setupatok Daya 30 kW
dengan potensi sungai Kramat dan sungai Cangkring, di Tegangan 220 / 380 V
mana daya yang dapat dibangkitkan oleh turbin adalah
41,869 kW. Besarnya daya yang dapat dihasilkan Frekuensi 50 Hz
setelah memperhitungkan besarnya efisiensi turbin, Cos phi 0,8
efisiensi transmisi mekanik dan efisiensi generator
diambil sebesar 0,70 maka diperoleh 36,635 kW.
Perancangan PLTMH dengan Program Sketchup
B. Perancangan PLTMH
Spesifikasi Teknis
Berdasarkan perhitungan dan analisis perencanaan,
maka untuk spesifikasi teknis potensi waduk dan
beberapa komponen mekanikal, hasilnya seperti yang
diperlihatkan dalam Tabel 1, Tabel 2, dan Tabel 3
berikut.
Tabel 1. Potensi daya dan diameter penstok
Uraian Besaran Satuan
Head gross 7,3 m
Head efektif 6,4 m
Debit terukur 2,084 m3
Debit desain 0,8336 m3 Gambar 3. Rangkaian konstruksi turbin dan generator
Potensi daya hidrolis 52,336 kW
Diameter penstock 0,6 m
Panjang penstock 66 m Pemodelan Power Flow Menggunakan Program Power
System Analysis Toolbox (PSAT)
Diamter sumur saluran 2,5 m
Untuk kehandalan sistem distribusi digunakan
Tinggi sumur saluran 14 m program aplikasi PSAT, dengan data dan hasilnya dapat
dilihat dalam Tabel 4, Tabel 5, Tabel 6, Tabel 7, dan
Tabel 2. Turbin Cross flow dalam Gambar 1, Gambar 2, Gambar 3. berikut.
Uraian Besaran Satuan
Tabel 4. Data Pembangkitan dan Pembebanan
Efisiensi turbin 0,8
Beban
Daya turbin Pt 41,869 kW No
Lokasi Jenis
Putaran turbin n 500 rpm Bus V (KV) P (MW) Q (MVAr) S (MVA) Cos P (pu) Q (pu)
Kec. Spesipik Ns 113,4 rpm
1 PLTMH Gen 1 Slack
Kec. Aliran masuk V1 10,98 m/s
2 PLTMH Beban 1 0,220 0,0092 0,0069 0,0115 0,80 0,092070 0,069053
Kec. Keliling aliran masuk U1 5,28 m/s
3 PLTMH Beban 2 0,220 0,0095 0,0071 0,0119 0,80 0,095040 0,071280
Diameter luar turbin D1 200 mm
4 PLTMH Beban 3 0,220 0,0110 0,0082 0,0137 0,80 0,109890 0,082418
Diameter dalam turbin D2 130 mm
Ketebalan sudu S1 17 mm
Jarak antar sudu t 34 mm Tabel 5. Data Saluran Kabel
Jumlah sudu N 18 bh Bus ke Sirkuit Panjang R X
Lebar sudu L 410 mm No Lokasi
Bus Kabel (km) (kms) (ohm/km/fasa) pu (ohm/km/fasa) pu
Ketebalan pancaran air So 18 mm
1 Bus 1 Bus2 1 - 2 Single 3,50 3,50 0,000413 0,000413 0,000994 0,004126 0,004126 0,009945
Jari-jari lengkung sudu 50 mm
Diameter poros turbin 72 mm 2 Bus 1 Bus3 1 3 Single 3,50 3,50 0,000413 0,000413 0,000994 0,004126 0,004126 0,009945
3 Bus 1 Bus4 1 4 Single 3,50 3,50 0,000413 0,000413 0,000994 0,004126 0,004126 0,009945
Tabel 3. Generator sinkron ABB AMGx200A4

A12-5
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

PQ1 Rugi-rugi Daya Aktif (W)


Unit Perumahan
220 V; 1 fasa ; 50 Hz; cos phi 0,8 0.7000000
Breaker 1 Saluran Kabel 1
0.6290330
Slack 0.6000000
Bus2
0.5000000
0.4704695

Daya Aktif (W)


PQ2 0.4000000 0.4415194
Unit Perumahan
220 V; 1 fasa ; 50 Hz; cos phi 0,8 0.3000000 Rugi-rugi Daya Aktif (W)
Turbine Governor Breaker 2 Saluran Kabel 2
0.2000000
Bus3
0.1000000
Generator Sinkron -
30 KW; 380 /220 V; 3 fasa ; PQ3
50 Hz; cos phi 0,8 Bus1 Unit Perumahan saluran 1 saluran 2 saluran 3
220 V; 1 fasa ; 50 Hz; cos phi 0,8
Saluran Kabel 3
Breaker 3
Gambar 7. Grafik Rugi-rugi Daya Aktif pada Saluran
Bus4

Rugi-rugi Daya Reaktif (VAr)


Pusat Listrik Tenaga Mikro Hidro 1 Mesin 4 Bus 7.0000000
6.2934941
Gambar 4. Model PLTMH 1 Mesin 4 Bus 6.0000000

Daya Reaktif (VAr)


5.0000000
Tabel 6. Hasil Analisis dan Perhitungan Aliran Daya PLTMH 4.0000000 4.4174153
4.7070613

Tegangan Sudut Pembangkit Beban 3.0000000 Rugi-rugi Daya Reaktif (VAr)


No Bus
(pu) (o ) P (W) Q (VAr) P (W) Q (VAr) 2.0000000

1 1,00000 0,0000 29.701,541 22.290,518 1.0000000

2 0,99974 -0,0163 9.207,000 6.905,300 -

3 0,99973 -0,0168 9.504,000 7.128,000 saluran 1 saluran 2 saluran 3

4 0,99969 -0,0194 10.989,000 8.241,800


Total pembangkitan Daya Aktif 29.701,541 W
Gambar 8. Grafik Rugi-rugi Daya Reaktif pada Saluran
Daya Reaktif 22.290,518 VAr C. Analisis Ekonomi PLTMH
Total pembebanan Daya Aktif 29.700,000 W

Total rugi-rugi saluran


Daya Reaktif
Daya Aktif
22.275,100
1,541
VAr
W
Analisis ekonomi pada perencanaan PLTMH Waduk
Daya Reaktif 15,418 VAr Setupatok dengan memperkirakan biaya investasi (CF),
Tabel 7. Hasil Analisis dan Perhitungan Aliran Daya PLTMH proyeksi pendapatan (I), aliran kas bersih per tahun (A),
Tegangan Sudut Pembangkit Beban
dan periode pengembalian (n). Untuk menetapkan
No Bus
(pu) (o ) P (W) Q (VAr) P (W) Q (VAr) apakah pembangunan PLTMH Waduk Setupatok
1 380,0000 0,0000 29.701,541 22.290,518
2 219,9426 -0,0163 9.207,000 6.905,300
tersebut layak dibangun atau tidak ditentukan dengan
3 219,9407 -0,0168 9.504,000 7.128,000 menggunakan metode Benefit Cost Ratio (BCR).
4 219,9315 -0,0194 10.989,000 8.241,800
Total pembangkitan Daya Aktif 29.701,541 W
Analisis sensitivitas dilakukan untuk mengetahui
Daya Reaktif 22.290,518 VAr perubahan yang mungkin terjadi pada komponen biaya
Total pembebanan Daya Aktif 29.700,000 W
Daya Reaktif 22.275,100 VAr
dan manfaat dari PLTMH. Berdasarkan analisis
Total rugi-rugi saluran Daya Aktif 1,541 W sensitivas di atas, maka harga jual listrik ke masyarakat
Daya Reaktif 15,418 VAr
diambil untuk kondisi yang terburuk, yaitu biaya
investasi naik 9% dan manfaat turun 9%, yaitu sebesar
Batas Toleransi Tegangan
(+5%; 1,0500 pu tegangan -10%; 0,9000 pu) Rp447,3 per kWh.
1.0001000
1.0000000 1.0000000
Tegangan (pu)

0.9999000
0.9998000 0.9997390 0.9997306
Tegangan (pu)
V. KESIMPULAN
0.9997000 0.9996885
0.9996000 1. Hasil perhitungan besar debit aliran berdasarkan
0.9995000
Bus 1 Bus 2 Bus 3 Bus 4 pengukuran parameter di lapangan sebesar 2084 liter/detik,
Saluran Distribusi sedangkan melalui analisis duration curve dan pendekatan
Gambar 5. Grafik Batas Toleransi Tegangan dalam pu empiris berdasarkan data curah hujan diperoleh debit
andalan sebesar 833,6 liter/detik
Batas Toleransi Tegangan 2. Seluruh debit air dapat digunakan untuk PLTMH, karena
( 399 V tegangan 342 V; 231 V tegangan 198 V) buangan air dari PLTMH disirkulasikan kembali masuk
400.0000
350.0000
380.0000 melalui pintu pembagi utama, sehingga fungsi irigasi dari
Tegangan (V)

300.0000
250.0000 219.9426 219.9407
219.9315
waduk tidak terganggu
200.0000
150.0000 Tegangan (V)
3. Perancangan rangkaian turbin dan generator menggunakan
100.0000
50.0000
program Skechup berdasarkan analisis parameter turbin
- Crossflow dengan perbandingan putaran 1:3, dengan
Bus 1 Bus 2 Bus 3 Bus 4
transmisi yang digunakan model sabuk V
Saluran Distribusi
4. Perancangan jaringan distribusi melalui analisis aliran
Gambar 6. Grafik Batas Toleransi Tegangan dalam V daya menggunakan program PSAT, diperoleh tegangan
sistem 220 Volt tiap fasa, dan jatuh tegangan sebesar 0,685
Volt tiap fasa, sehingga masih dalam batas toleransi
menurut standar PLN
5. Harga jual listrik per kWh ditentukan dengan analisis
sensitivas ditetapkan sebesar Rp447,3 per kWh.

A12-6
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

DAFTAR PUSTAKA
[1] A. Sinaga, Jorfri., 2009. Perancangan turbin Air Untuk system
Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (Studi Kasus Desa
Way Gison Kec. Sekincau Kab. Lampung Barat), Jurnal sain
dan Inovasi 5(1)57-64(2009).
[2] Brinker, Russell C., Wolf, Paul R., 1984. Dasar-Dasar
Pengukuran Tanah (Surveying), Edisi Ketujuh. Jakarta,
Erlangga
[3] Dietzel, Fritz., 1996. Turbin, Pompa dan Kompresor. Jakarta.
Erlangga.
[4] Fitzgerald, A.E., Higginbotham, David E., Grabel, Arvin., 1984.
Dasar-Dasar Elektroteknik, Edisi ke ke lima. Erlangga,
Jakarta.
[5] Harto Br, Sri., 1993. Analisis Hidrologi. Gramedia Pustaka utama,
Jakarta.
[6] Patty, O.F., 1995. Tenaga Air. Jakarta. Erlangga.
[7]Sosrodarsono, Suyono., Takeda, Kensaka., 1993. Hidrologi Untuk
Pengairan. Cetakan ketujuh, PT. Pradnya Paramita, Jakarta.
[8] http://www.google.com/sketchup/download/
[9] http://www.uclm.es/area/gsee/Web/Federico/psat.htm. Copyright
(C) 2002-2010 Federico Milano 2002-2010. Power System
Analysis Toolbox (PSAT), version 2.1.6. May 13, 2010.
Matlab Toolbox. September 28, 2010.

A12-7
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Rancang PushPull Converter Sebagai Suplai


Inverter 3 Fasa
M. Thoriqil Haq1 , M. Zaenal Effendi2
1
Mahasiswa Teknik Elektro Industri, 2Dosen Teknik Elektro Industri
Teknik Elektro Industri, Politeknik Elektronika Negeri Surabaya
Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya
qil.ef23@gmail.com,


(1)
AbstractMobil listrik merupakan alternatif
kendaraan masa depan. Sumber tegangan berasal dari Pada penelitian ini tegangan masukkan yang
aki. Untuk menaikkan tegangan masukan DC agar,
dibutuhkan inverter tiga fasa bernilai 311 volt yang
berasal dari konverter dc dc dengan sumber
maka diperlukan konverter DCDC. Konverter
tegangan 48 volt. Boost converter sesuai rumus di
digunakan sebagi suplai inverter yang nantinya
atas tidak dapat menghasilkan tegangan keluaran
digunkan untuk mengatur kecepatan motor listrik.
311 volt dengan tegangan masukan 48 volt.
Boost converter dapat menaikkan tegangan namun
Flyback converter dapat digunakan pada
masih belum mencukupi nilai tegangan yang
penelitian ini namun penggunaan konverter ini
diharapkan karena konverter ini hanya dapat diatur hanya mampu digunakan pada daya keluaran sampai
melalui dutycycle. Flyback converter dapat memenuhi 150 watt saja. Daya keluaran pada penelitian ini
tegangan keluaran namun daya keluaran yang sekitar 435,3 watt.
dihasilkan belum terpenuhi . Pada penelitian ini dibuat Penggunaan push pull converter merupakan
sebuah rangkaian push pull converter sebagai suplai sangat tepat disamping dapat menghasilkan tegangan
inverter 3 fasa. Fungsinya untuk menaikkan tegangan keluaran sebesar 311 volt dangan tegangan
dari 48 volt DC menjadi 311 volt DC dengan daya masukkan sebesar 48 volt,konverter ini juga dapat
keluaran 435,3 W. Mikrokontroler sebagai pembangkit digunakan pada daya keluaran mulai 150 watt
Pulse Width Modulation(PWM) yang digunakan sampai 500 watt.
sebagai pemicu MOSFET. Sumber tegangan rangkaian Agar nilai tegangan keluaran bernilai konstan,
push pull converter berasal dari empat buah AKI maka ditambahkan pengendali PI.
yang disusun secara seri. Nilai tegangan keluaran
konstan maka ditambahkan pengendali PI. Alat II. TINJAUAN PUSTAKA
pengisian AKI menggunakan rangkaian penyearah
Dalam penelitian ini kami mengacu pada: Stephen
gelombang penuh terkontrol. Rangkaian ini dapat
J. Bitar, Larry Nelson Jr, Eric Ruscitti,Worcester
menghasilkan tegangan 57,6 volt DC dari sumber 110
Polytechnic Institute Inggris dalam tugas akhir yang
volt AC yang diambil dari trafo. Hasil yang kami
berjudul High Voltage DC-DC Converter,
harapkan adalah pushpull converter dapat
menjelaskan push-pull converter yang dapat
menghasilkan tegangan keluaran sebesar 311 volt
mengkorversi tegangan 12 V DC menjadi 170 V DC
secara konstan dan penyearah gelombang penuh
dengan daya sebesar 250 W dan efisiensi 85%.
terkontrol dapat menghasilkan tegangan keluaran
Azimah Binti Sari,University Teknologi Malaysia
sebesar 57,6 volt dengan arus sebesar 7,2 ampere.
dalam paper yang berjudul PUSH-PULL
Kata Kunci Pushpull converter, Penyearah CONVERTER, menjelaskan push-pull converter
gelombang penuh terkontrol, Pengendali PI. dapat menurunkan tegangan dari 28 Volt menjadi 5
Volt.
I. PENDAHULUAN
III. DASAR TEORI
Konverter dc dc atau yang biasa dikenal dengan
dc chopper adalah konversi tegangan masukan dc ke A. Push Pull Converter
tegangan keluaran dc yang diinginkan. Konverter dc- Rangkaian push pull converter bisa digunakan
dc dapat berfungsi sebagai menaikkan tegangan untuk menaikkan atau menurunkan tegangan yang
masukkan atau menurunkan tegangan masukkan. berasal dari tegangan sumber. Berikut ini gambar
Salah satu jenis konverter dc dc adalah boost rangkaian push pull converter ditunjukkan pada
converter. Konverter ini menaikkan tegangan. Gambar 1.
Tegangan keluaran dari boost konverter hanya dapat
diatur melalui duty cycle, sesuai rumus berikut ini :

A13-1
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Gambar 1. Rangkaian push pull converter

Prinsip kerja dari rangkaian ini, yaitu:


1. S1 on dan S2 off, maka mengakibatkan D1
foward bias
2. S1 off dan S2 on, maka mengakibatkan D2
foward bias
3. S1 dan S2 off, mengakibatkan arus di sisi
primer bernilai 0 (nol), sehingga D1 dan D2
on
sehingga tegangan keluaran dari push pull
converter dapat dirumuskan sebagai berikut:


(2)

dimana:
Vo : Tegangan keluaran
Vin : Tegangan Masukan

: Rasio belitan trafo

D : Dutycycle
Gambar bentuk gelombang arus dan tegangan Gambar 2. Bentuk gelombang arus dan tegangan
untuk push pull converter ditunjukkan pada
Gambar 2.

B. Penyearah Gelombang Penuh Terkontrol


Rangkaian penyearah adalah suatu rangkaian
yang mengubah besaran AC menjadi DC. Sebuah
metode guna mengatur keluaran dari penyearah
gelombang penuh adalah mengganti diode dengan
SCR. Tegangan keluaran diatur dengan sudut
penyalaan dari SCR.
Gambar 3 menunjukkan rangkaian penyearah Gambar 3. Penyearah gelombang penuh terkontrol
gelombang penuh terkontrol. Prinsip kerja dari
rangkaian ini, jika S1 dan S2 akan foward bias ketika
sumber bernilai positif. S3 dan S4 akan foward bias
ketika sumber bernilai negatif.
Gambar 4 menunjukkan bentuk gelombang
tegangan keluaran dengan beban resisitor.

A13-2
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia
V. PERENCANAAN SISTEM
A. Blok Diagram Sistem
Perancangan sistem secara keseluruhan dapat
dilihat pada Gambar 6.

~
TRAFO
STEP
DOWN

CHARGER

Gambar 4. Gelombang tegangan keluaran dengan beban resisitor


AKI 12V 36 PUSH-PULL INVERT MOTOR
Ah 4 unit CONVERTER ER 3 INDUKS
Maka tegangan keluaran rata rata, FASA I 3 FASA


(3) Pemba

Arus keluaran rata rata gi

(4) tegang

MIKROKONTR
Daya yang dikirim ke beban adalah sebuah fungsi OLER
tegangan masukan, sudut penyalaan dan bagian
beban. P = I2rmsR digunakan untuk menentukan daya
Gambar 6. Blok diagram sistem
pada beban reistor, dimana
Jala-jala PLNsebagai sumber tegangan charger

yang diturunkan melalui trafo 220/110V 10A.
(5) Charger menggunakan rangkaian controlled full
wave rectifier dengan tegangan output 57,6 V karena
C. Pengendali Proposional(P) dan Integral(I) menggunakan 4 buah aki dengan tegangan per cell
Pengendali PI adalah sistem pengendali 2,4 V,arus output 7,2 A dan a=80,620. Empat buah
gabungan antara pengendali proporsional dan aki dengan tegangan 48 V dan arus sebesar 10,67 A
integral. Pengendali P (proposional) memiliki digunakan untuk mensupali push-pull
pengaruh pada sistem, antara lain: converter,dengan tegangan output 311 V dan arus
1. Menambah atau mengurangi kestabilan. output 1,4A dipergunakan sebagai suplai inverter
2. Dapat memperbaiki respon transien khususnya tiga fasa.
rise time dan setting time.
3. Mengurangi error steady state dengan cara B. Perencanaan Push Pull Converter
memperbesar nilai Kp yang akan membuat sistem Perencanaan untuk push-pull converter dengan
lebih tidak stabil. masukan dari baterai aki 48 Vdc dan didesain untuk
menghasilkan tegangan keluaran sebesar 311 Vdc
Pengendali I (integral) memiliki pengaruh pada dilakukan dengan jalan menghitung rasio trafo,
sistem, antara lain: resistor, nilai induktor dan kapasitor, dengan
1. Menghilangkan error steady-state. persamaan.
2. Respon lebih lambat (dibanding pengendali P).  
3. Dapat menimbulkan ketidakstabilan karena (6)
  
menambah orde sistem.

 (7)
Blok diagram pengendali PI dapat dilihat pada 
gambar 5 berikut: D    (8)
e(t) u(t)
input output  

Kp +
Ki
Plan  (9)
D 
s
t
D  (10)

D 
H 
 
Gambar 5. Blok Diagram Pengendali PI

A13-3
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia
Menghasilkan nilai a= 8; R= 222,14; L= 2,77 Menghasilkan nilai = 80,62o dan R = . Dengan
mH; C= 28,2F. Dengan menggunakan simulasi menggunakan software simulasi PSIM, maka
PSIM, maka diperoleh bentuk gelombang tegangan diperoleh betuk gelombang tegangan dan arus
keluaran dari pushpull converter dapat dilihat pada keluaran yang dapat dilihat pada Gambar 7 & 8.
Gambar 6 & 7.

Gambar 7. Rangkaian penyearah gelombang penuh terkontrol

Gambar 6. Rangkaian push pull converter

Gambar 7. Bentuk gelombang tegangan keluaran Gambar 8. Bentuk gelombang tegangan dan arus keluaran

Berikut ini adalah tabel nilai tegangan Berikut ini adalah tabel nilai tegangan & arus
keluaran yang dihasilkan push pull converter, keluaran yang dihasilkan rangkaian penyearah
dapat dilihat pada Tabel 1. gelombang penuh terkontrol, seperti terlihat pada
Tabel 2.
TABEL 1. TABEL NILAI TEGANGAN KELUARAN DARI PUSH PULL
CONVERTER
TABEL 2. TABEL NILAI TEGANGAN DAN ARUS DARI RANGKAIAN
PENYEARH GELOMBANG PENUH TERKONTROL
Tegangan Keluaran(volt)
Duty cycle
Simulasi Tegangan Keluaran(V) Arus Keluaran(A)
Teoritis alpha()
Simulasi Teoritis Simulasi Teoritis
0,4 361,589 311
80,62 57,59 57,6 5,76 7,2
C. Perencanaan Penyearah Gelombang Penuh
Terkontrol D. Perencanaan Sensor Pembagi Tegangan
Perencanaan untuk penyearah gelombang penuh Sensor tegangan yang digunakan dalam tugas
terkontrol dengan masukan dari trafo 110 Vac dan akhir ini yaitu pembagi tegangan (Voltage Devider).
didesain untuk menghasilkan tegangan keluaran Voltage devider ini digunakan untuk mendeteksi
sebesar 57,6 Vdc dilakukan dengan jalan tegangan keluaran sistem yang digunakan sebagai
menghitung sudut penyulutan dan resistor dengan sinyal referensi untuk kontrol PI. Sensor tegangan
persamaan. dirancang dengan tegangan output 5 volt DC yang
 mewakili 311 volt DC. Nilai tegangan referensi yang
Vout = a (11) diharapkan yaitu 311 volt DC. Sensor pembagi
p
tegangan yang digunakan menggunakan resistor

Iout = a (12) yang disusun secara seri dengan perhitungan
p
menurut hukum KVL (Kirchof Voltage Low).

A13-4
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia
Untuk perencanaan nilai tahanan R1 dan R2 adalah
VI. KESIMPULAN
seperti perhitungan dibawah ini.
Dari hasil simulasi dan perencanaan dapat
R2 disimpulkan bahwa:
Vout = Vin
R1 + R2 1. Pada rangkaian push pull converter dengan
duty cycle 0,4 menghasilkan tegangan keluaran
R2 secara teoritis dan simulasi masing masing
5= x311
R1 + R2 (13) sebesar 311 volt dan 361,589 volt. Maka
presentase error yang dihasilkan sebesar 16,08%.
5 R1 + 5 R 2 = 311R 2 2. Pada rangkaian penyearah gelombang penuh
5 R1 = 306 R 2 terkontrol dengan sudut penyalaan sebesar
80,620, maka menghasilkan tegangan keluaran
R2 ditentukan sebesar 5,6k, sehingga tahanan R1 secara teoritis dan simulasi masing masing
dapat dihitung sebagai berikut. sebesar 57,6 volt dan 57,59 volt, maka presentase
R1 = 61,2 x5,6k = 342,72kW error yang dihasilkan sebesar 1 %. Arus keluaran
Maka tahanan yang digunakan adalah 5,6kW dan yang dihasilkan secara teoritis dan simulasi
masing masing sebesar 7,2 A dan 5,76 A, maka
342,72kW. Untuk nilai tahanan tersebut disesuaikan
presentase error yang dihasilkan sebesar 2,78 %.
dengan yang ada dipasaran. Sedangkan perhitungan
daya dari tahanan tersebut dapat dihitung dari R total DAFTAR PUSTAKA
sensor.
[1] Rashid, Muhammad H, POWER ELECTRONICS:
Rtotal = R1 + R2 = 342,72k + 5,6k = 348,32kW CIRCUITS, DEVICE, AND APPLICATIONS, 2ND
(14) ED.,PT Prenhallindo, Jakarta, 1999.
[2] Daniel W, Hart, IINTRODUCTION TO POWER
Arus yang mengalir yaitu. ELECTRONICS, Prentice-Hall.Inc, Amerika Serikat, 1997
Vac 311 [3] Effendi, M. Zaenal, Desain Induktor dan Transformator
I= = = 0,89mA (15)
Rtotal 348,32k

Daya tahanan yang digunakan yaitu.


M.Thoriqil Haq lahir di Gresik
2 2 pada tanggal 3 September 1989.
P = I xR = 0,89 x348,32 = 0,276W (16) Pendidikan dimulai pada tahun
1996 di MI Banin - Banat NU
Dari perhitungan daya tersebut maka pemilihan Gresik, lulus pad tahun 2002.
tahanan menggunakan resistor dengan daya 1 W. Melanjutkan belajar di SMPN 2
Gresik dan berhasil lulus pada
tahun 2005. Penulis melanjutkan
studi di SMAN 1 Gresik,berhasil
lulus pada tahun 2008.
Di tahun yang sama penulis melanjutkan studi di PENS-ITS.
Sampai sekarang penulis aktif sebagai mahasiswa PENS-ITS.

A13-5
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Analisis Kerusakan Motor DC Berbasis Getaran


Menggunakan Discrete Wavelet Transform
Richa Watiasih
Prodi Teknik Elektro Universitas Bhayangkara Surabaya
richa@ubhara.ac.id

teknik multi-resolution analysis. Secara umum teknik


Abstrak-- Analisis getaran merupakan salah satu hal multi-resolution analysis adalah teknik yang digunakan
yang sangat penting dalam predictive maintenance di untuk menganalisis frekuensi dengan cara frekuensi
industri dan analisis getaran merupakan metode yang yang berbeda dianalisis menggunakan resolusi yang
dapat digunakan untuk mengetahui adanya gejala berbeda. Resolusi dari sinyal merupakan ukuran jumlah
kerusakan pada motor. Dalam penelitian ini Mic
informasi di dalam sinyal yang dapat berubah melalui
Condenser digunakan sebagai sensor getaran yang dapat
mendeteksi suara getaran motor. Dengan menerapkan
operasi filterisasi.
metode Discrete Wavelet Transform (DWT), maka hasil Analisis wavelet akan mentransformasi sinyal ke
deteksi suara getaran pada motor DC dapat dianalisis dalam koefisien dengan fungsi skala dan posisi dari
berdasarkan hasil dekomposisi pada DWT 3level, sehingga mother wavelet. Ekspansi wavelet untuk sistem dengan
diperoleh data komponen frekuensi rendah/approximation dua parameter didapatkan dari persamaan di atas
(a1-a3) dan komponen frekuensi tinggi/detail (d1-d3) menjadi:
untuk 3 kondisi kerusakan motor DC yang dideteksi:
Normal, Baut kendor dan Rotor Unbalance. f (t ) = j
a j,kj,k(t)
k
(1)

Kata Kunci Mic Condensor, Getaran, Motor DC, dimana j dan k merupakan indeks integer dan j,k(t)
DWT. adalah fungsi ekspansi wavelet yang biasanya
merupakan basis orthogonal. Selanjutnya kombinasi
I. PENDAHULUAN dari fungsi penskalaan dan wavelet dapat dinyatakan
sebagai :
G etaran yang berlebihan pada mesin merupakan awal
dari beberapa gejala kerusakan pada mesin seperti
Mechanical looseness yang merupakan gejala kerusakan f (t ) = c j(k)2j/2(2jtk)+ d j(k)2j/2 (2 j t k) (2)
pada mesin yang dapat mengakibatkan kerusakan yang k k

lain, seperti unbalance dan misalignment pada motor jika fungsi skala j,k(t) dan wavelet j,k(t) adalah
induksi, sehingga akan mempengaruhi efisiensi kerja orthogonal, maka koefisien cj(k) dan dj(k) bisa didapat
motor. sehingga :
Teknik monitoring getaran sangat sesuai untuk
menganalisis berbagai kerusakan dalam bearing dan
teknik ini dapat memberikan informasi dini tentang
cj(k)= h (m2k)c
m
j+1(m) (3)

kondisi dari bagian bagian Bearing [1-3]. Metode


analisis sinyal getaran dan tekanan digunakan untuk dj(k)= h1 (m - 2k)c j+1(m) (4)
mengidentifikasi kerusakan pada kompresor [4]. m

Metode Discrete Wavelet Transform (DWT) pada Persamaan (3) dan (4) secara bersama-sama
resultan cutting force merupakan algoritma untuk membentuk satu tingkat dari iterasi basis data sebuah
menganalisis kerusakan alat dalam bentuk yang filter digital, dimana koefisien cj(k) berasal dari bagian
asymmetry weighting function dan diimplementasikan lowpassnya, faktor pembobot h0(k) merupakan bagian
dengan menggunakan hardware pemrosesan sinyal pada low-pass filternya yang berfungsi sebagai filter
penskalaan. Sedangkan koefisien dj(k) berasal dari
alat pendeteksi kerusakan mesin secara on-line
bagian high-passnya, faktor pembobot hl(k) berasal dari
pengontrolan mesin CNC[5].
high-pass filternya dan berfungsi sebagai filter
waveletnya. Untuk selanjutnya secara bersama-sama
Discrete Wavelet Transform (DWT) kedua koefisien diatas membentuk tingkat pertama dari
Transformasi sinyal merupakan bentuk lain dari iterasi basis data filter digital, dimana koefisien h0(k)
penggambaran sinyal yang tidak mengubah isi informasi merupakan filter penskalaan dan koefisien hl(k)
dalam sinyal tersebut. Transformasi wavelet (wavelet merupakan filter wavelet. Selanjutnya dilakukan
transform) menyediakan penggambaran frekuensi waktu down-sampling untuk mendapatkan koefisien ekspansi
dari sinyal. Pada awalnya, transformasi wavelet pada level selanjutnya yaitu j-1. Proses tersebut di
digunakan untuk menganalisis sinyal bergerak tunjukkan oleh gambar 1.
(non-stationary signals). Sinyal bergerak ini dianalisis
dalam transformasi wavelet dengan menggunakan

A14-1
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

1000Hz

500
0 500Hz
1000Hz

2 2

Gambar 1. Multiresolusi Dekomposisi sinyal[6]


250
0 250Hz
500Hz
II. METODOLOGI
A. Sistem Pendeteksi Getaran 2 2

Sistem pendeteksi getaran yang digunakan dalam


penelitian ini diperlihatkan pada gambar 2. Sensor
125
getaran yang dipakai pada penelitian ini menggunakan 0 125Hz
250Hz
mic condenser. Fungsinya dapat disamakan dengan
telinga atau selaput dengar. Mic condenser dapat 2 2
mengubah variasi tekanan suara menjadi tegangan
listrik. Atau dengan kata lain mic condenser adalah suatu
Gambar 3. Multiresolusi dekomposisi data getaran DWT 3 level.
transducer atau alat yang merubah informasi dari satu
format ke format lain, atau merubah energi Rancangan multiresolusi dekomposisi pada DWT 3
akustik/gelombang suara ke energi listrik. Dari energi level yang digunakan untuk pemrosesan data suara
listrik tersebut kemudian dirubah menjadi grafik/sinyal. getaran untuk tiga kondisi kerusakan pada motor DC ini
Pada penelitian ini menggunakan ADC Successive ditunjukkan oleh gambar 3, dimana DWT melakukan
Approximation untuk proses sampling rate sebesar pemisahan komponen pada data suara getaran asli
1000Hz. Sedangkan komunikasi serial dengan komputer (original) untuk tiap-tiap hasil pendeteksian
menggunakan USART RS-232 yang juga disediakan menggunakan Mic Condensor yaitu pada frekuensi
oleh modul Mikrokontroler AVR Atmega32. Sensor sampling 1000Hz sehingga didekomposisi untuk
komponen frekuensi rendah (Approximation) level ke1
getaran di lengkapi dengan rangkaian pengkondisi sinyal
pada range 0 sampai 500Hz dan komponen frekuensi
agar output dari Mic condenser dapat di jadikan input
tinggi (detail) pada range 500Hz sampai 1000Hz.
untuk modul Mikrokontroler AVR Atmega32. Personal
Selanjutnya pada level ke2 dekomposisi untuk
Computer (PC) digunakan untuk proses pengambilan komponen frekuensi rendah (Approximation) pada
dan pemrosesan data suara getaran secara on line. range 0 sampai 250Hz dan komponen frekuensi tinggi
(detail) pada range 250Hz sampai 500Hz. Selanjutnya
ADC pada level ke3 dekomposisi untuk komponen frekuensi
DT AVR rendah (Approximation) pada range 0 sampai 125Hz dan
Rangkaian ATMEGA32 komponen frekuensi tinggi (detail) pada range 125Hz
Mic
Pengkondisi sampai 250Hz.
Condenser
Sinyal
Sistem pemrosesan data suara getaran yang
RS Laptop

232 menggunakan DWT 3 level pada pendeteksi suara


getaran ini bekerja secara on-line dengan menggunakan
bahasa pemrograman Delphi 7. Gambar 4 merupakan
Gambar 2. Skema blok Sistem flowchart proses pengambilan dan pemrosesan data
B. Sistem Pemroses Data Suara Getaran suara getaran.
Sistem pemroses data suara getaran menggunakan III. HASIL DAN PEMBAHASAN
metode DWT untuk melakukan dekomposisi dari data
suara getaran yang dideteksi oleh dua sensor getaran, Proses pengambilan dan pemrosesan data getaran
karena pada dasarnya wavelet transform adalah untuk mendeteksi kerusakan motor DC berbasis getaran
mathematical microscope yang dapat mengamati menggunakan Mic Condenser untuk tiga kondisi, yaitu:
bagian-bagian yang berbeda dari sinyal, sehingga kondisi normal, kondisi baut kendor dan kondisi rotor
dengan menggunakan DWT dapat memberikan unbalance.
gambaran komponen frekuensi rendah dan frekuensi
tinggi secara akurat.

A14-2
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

MULAI Sebuah desain multiresolusi Discrete Wavelet


Transform (DWT) 3 level digunakan untuk menganalisis
TOMBOL START data suara getaran untuk 3 kondisi kerusakan pada motor
LOG DATA
DC. Adapun Mother Wavelet yang digunakan untuk
MIC CONDENSER
BACA SUARA
analisis sinyal getaran ini adalah Daubechies, karena
GETARAN
dapat menyediakan lebih banyak analisis yang efektif
daripada wavelet yang lain (seperti Haar, Coifman, dll).
TAMPILKAN
SINYAL ORIGINAL Hasil pengambilan dan pemrosesan data getaran
dilakukan secara on-line, yaitu proses pengambilan dan
PROSES DEKOMPOSISI DATA GETARAN
PADA DWT LEVEL 1
TAMPILKAN SINYAL APPROXIMATION (a1)
pemrosesan data getaran dilakukan oleh Mic Condenser
DAN DETAIL (d1)
dan secara langsung menampilkan grafik sinyalnya
PROSES DEKOMPOSISI DATA GETARAN
mulai dari sinyal asli sampai pada grafik sinyal yang
PADA DWT LEVEL 2
TAMPILKAN SINYAL APPROXIMATION (a2) sudah di dekomposisi (a1-a3, d1-d3). Adapun nilai
DAN DETAIL (d2)
untuk koefisien dan frekuensi band pada setiap level
PROSES DEKOMPOSISI DATA GETARAN
yang didesain adalah ditunjukkan oleh tabel 1.
PADA DWT LEVEL 3
TAMPILKAN SINYAL APPROXIMATION (a3)
DAN DETAIL (d3)
TABEL 1. NILAI KOEFISIEN DAN FREKUENSI BAND

TOMBOL STOP Level (LPF) Nilai (HPF)


Ke- (HZ) Koefisien (HZ)
Ya
ON
1 0 - 500 512 500 - 1000
Tidak 2 0 - 250 256 250 - 500
3 0 - 125 128 125 - 250
SELESAI

Data suara getaran hasil deteksi sensor mic


Gambar 4. Flowchart Sistem. condensor untuk 3 kondisi motor DC yang berbeda dan
telah didekomposisi via DWT tersebut memiliki nilai
yang berbeda antara koefisien-koefisien wavelet yang
diperoleh seperti yang ditunjukkan pada gambar 6, 7 dan
8.
(a)

(b)

(c)
Gambar 5. Data suara getaran (a)Kondisi Normal, (b)Kondisi Baut
kendor, (c)Kondisi Rotor unbalance.

Gambar 5 merupakan Data suara getaran yang


diambil oleh sensor getaran yang masih dalam domain
waktu yang belum cukup memberikan gambaran
kondisi motor DC. Dalam mendeteksi kerusakan pada
motor DC ini dibutuhkan metode untuk menganalisis
Gambar 6. Hasil DWT data suara getaran untuk kondisi Normal.
yang dapat digunakan untuk menganalisis sepanjang
informasi dalam domain waktu. Dalam penelitian ini Dari hasil pemrosesan data suara getaran
sistem pemroses data suara getaran menggunakan menggunakan DWT pada level ke 3 untuk kondisi
Discrete Wavelet Transform (DWT) untuk normal seperti yang ditunjukkan oleh gambar 6, jelas
mengekstraksi data suara getaran yang di deteksi oleh terlihat grafik yang tinggi terjadi pada sample 0-10, dan
sensor mic condensor. Keuntungan dengan itu terjadi hanya sekali. Dan seterusnya perubahan grafik
menggunakan Discrete Wavelet Transform (DWT) ini tidak terjadi begitu signifikan. Hal ini disebabkan suara
adalah dapat memberikan gambaran komponen yang ditimbulkan oleh motor DC sangat pelan. Sehingga
frekuensi rendah dan frekuensi tinggi secara akurat. motor dapat disimpulkan dalam kondisi normal.

A14-3
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

untuk 3 kondisi didapatkan data dalam bentuk tabel


seperti yang ditunjukkan oleh tabel 2.

TABEL 2. HASIL DEKOMPOSISI DWT 3 LEVEL

Sinyal DWT Puncak


Kondisi Percobaan
Level ke3 Tertinggi

Kurang dari
Normal 1
0.1 V

Normal 2 0.1 V

Normal 3 0.1 V

Gambar 7. Hasil DWT data suara getaran untuk kondisi Baut kendor.
Normal 4 0.1 V
Dari hasil dekomposisi DWT 3 level dari data suara
getaran untuk kondisi baut kendor yang ditunjukkan
oleh gambar 7, bahwasanya grafik yang tinggi terjadi
Kurang dari
pada sample 0-100. Dan seterusnya perubahan grafik Normal 5
0.1 V
tidak terjadi begitu signifikan. Hal ini mengindikasikan
terjadi perubahan suara motor DC yang agak keras dan
terjadi getaran yang ditunjukkan dengan semakin Kurang dari
melebarnya range grafik tinggi pada gambar. Hal ini Normal 6
0.1 V
terjadi karena kondisi motor DC dalam keadaan baut
kendor.
Baut Kurang dari
1
Kendor 0.1 V

Baut
2 0.1 V
Kendor

Baut
3 0.1 V
Kendor

Baut
4 0.1 V
Kendor

Baut Kurang dari


5
Kendor 0.1 V

Baut
Gambar 8. Hasil DWT data suara getaran untuk kondisi Rotor 6 0.1 V
Kendor
unbalance.

Dari hasil dekomposisi DWT 3 level dari data suara


Rotor
getaran untuk kondisi rotor unbalance yang ditunjukkan Unbalance
1 0.1 V
oleh gambar 8 bahwasanya grafik yang tinggi terjadi
hampir merata dari sampel 0-500. Hal ini
mengindikasikan terjadi perubahan suara motor agak Rotor
keras. Dikarenakan getaran yang ditimbulkan semakin 2 0.1 V
Unbalance
kuat. Hal ini terjadi karena kondisi motor dalam keadaan
Rotor unbalance.
Hasil dari 6 kali percobaan yang telah dilakukan

A14-4
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Sinyal DWT Puncak IV. KESIMPULAN


Kondisi Percobaan
Level ke3 Tertinggi
Dari hasil dekomposisi DWT 3 level yang telah
Rotor
diterapkan dalam menganalisis kerusakan pada motor
3 0.2 V DC bahwa pada level ke3 untuk approximation3 dapat
Unbalance
dengan jelas menggambarkan kondisi pada motor DC
yang dideteksi, yaitu: kondisi normal, kondisi baut
Rotor kendor dan kondisi rotor unbalance.
4 0.2 V
Unbalance
DAFTAR PUSTAKA
[1] M. Amarnath, R. Shrinidhi, Ramachandra and S.B. Kandagal,
Rotor (2004), Prediction of Defect in Antifriction Bearings using
5 0.2 V
Unbalance Vibration Signal Analysis, IE (I) Journal- MC.
[2] Jyoti K. Sinha and Rama Rao (2006), Vibration Based
Diagnosis of Centrifugal Pump, SAGE Publications Vol
5(4):0325-8.
Rotor [3] Younghua Yu dan Jianguo Yang (2005), Vibration diagnosis of
6 0.2 V
Unbalance main Journal Bearing for diesel engine, Int. J.Vehicle Noise
and Vibration, vol 1, NOS. .
[4] Suwarmin dan Bambang D.W. (2006),Operation Abnormality
Identifikasi of a Reciprocating Compressor based on Pressure
Tabel 2 merupakan data hasil 6 kali percobaan untuk and Vibration Signals,Proceedings: Internasional Conference
3 kondisi yang dideteksi oleh sensor mic condensor yang on Risk Technology & Management.
dapat dijelaskan bahwa puncak tertinggi dari sinyal yang [5] R-T Rene de Jesus, et al. (2004), FPGA Based online Tool
dihasilkan pada kondisi motor normal ialah 0.1 V Breakage Detection System for CNC Milling Machines,
Mechatronics, vol.14, hal : 439 454.
sebanyak 3 kali, dan di bawah 0.1 V sebanyak 3 kali. [6] C. Sidney, Ramesh A. Gopinath dan Haito Guo (1998),
Pada kondisi motor dalam keadaan baut kendor, Puncak Introduction To Wavelet and wavelet Transform, A. Primer.
tertinggi dari sinyal yang dihasilkan ialah 0.1 V
sebanyak 4 kali dan dibawah 0.1 V sebanyak 2 kali. Richa Watiasih, S.T.,M.T., lahir di
Sebaliknya, pada kondisi motor dalam keadaan Rotor Surabaya 14 April 1976. Lulus
Unbalance puncak tertinggi dari sinyal yang dihasilkan Sarjana Teknik Elektro pada tahun
1999 dari Fakultas Teknik
ialah 0.1 V sebanyak 2 kali dan 0.2 V sebanyak 4 kali.
Universitas Bhayangkara Surabaya.
Gambar 9 menjelaskan tentang grafik sinyal DWT Lulus Magister Teknik Pada tahun
Approximation Level 3. Motor DC pada kondisi normal 2010 dari Jurusan Teknik Elektro
terlihat tinggi grafik rata-rata dibawah 0,1 Volt. Motor Fakultas Teknologi Industri ITS
DC pada kondisi baut kendor terlihat tinggi grafik Surabaya.
Saat ini penulis merupakan staf pengajar di Program Studi
rata-rata 0,1 Volt. Sedangkan untuk motor DC pada
Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Bhayangkara
kondisi rotor unbalance terlihat tinggi grafik rata-rata Surabaya.
0.2 Volt.

0.25
0.2
tegangan (v)

Normal
0.15
0.1
Baut Kendor
0.05
0 Rotor
Unbalance
1 2 3 4 5 6
percobaan

Gambar 9. Grafik analisis getaran pada 3 kondisi, yaitu: Normal, Baut


Kendor dan Rotor Unbalance.

A14-5
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Menurut standar DIN VDE 0675/IEC Publ.66,


Karakteristik Volt-Waktu Susunan Elektroda peralatan listrik tegangan dibagi kedalam empat kategori
berdasarkan tingkat (level) ketahanan terhadap tegangan
impuls.
Koaksial Sebagai Peralatan Proteksi Tegangan
Lebih
Daud Obed Bekak1, Hadi Suyono2, Moch. Dhofir2, Melsiani R.F. Saduk3
1),3)
Politeknik Negeri Kupang,
2)
Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya
E-mail:daudobed@yahoo.com, hadis@ub.ac.id dan dhofir@yahoo.com, melsianisd@yahoo.co.id

Peralatan kategori IV memiliki ketahanan impuls hingga 6


Abstrak - Bentuk susunan elektroda koaksial sebagai
kV, kategori III memiliki ketahanan impuls hingga 4 kV,
peralatan proteksi dapat diaplikasikan pada sistem 220/380 V
yang dipasang pada setiap panel utama suatu bangunan kategori II memiliki ketahanan impuls hingga 2,5 kV, dan
gedung. Setiap tegangan surja dengan amplitudo tegangan kategori I memiliki ketahanan impuls hingga 1,5 kV.
lebih dari 4 kV harus dipotong oleh elektroda koaksial Karena arester dengan tingkat (level) proteksi 4 kV
sebelum sampai pada peralatan listrik yang diamankan. dipasang untuk mengamankan peralatan listrik pada
Elektroda koaksial harus dirancang untuk dapat melakukan kategori III dan demikian juga untuk peralatan pada
pemotongan tegangan impuls yang terjadi secara cepat kategori lainnya.
dengan amplitudo yang tinggi, sehingga peralatan listrik yang Pada dasarnya setiap susunan elektroda dapat digunakan
dilindungi aman dari bahaya tegangan lenbih. sebagai pemotong tegangan lebih, termasuk susunan
Dalam makalah ini diuraikan hasil penelitian tentang
elektroda koaksial[4]. Dalam penelitian ini, susunan
karakteristik volt-waktu susunan elektroda koaksial sebagai
proteksi terhadap tegangan lebih untuk peralatan listrik elektroda koaksial diaplikasikan sebagai arester untuk
tegangan rendah dengan tingkat proteksi 4 kV (kategori -III) memotong tegangan lebih dengan tingkat proteksi 4 kV
sesuai dengan standar DIN VDE 0675/IEC Publ.66. yang dipasang pada setiap panel utama bangunan gedung.
Analisis untuk pendekatan jarak sela didasarkan pada Arester dengan bentuk koaksial dipilih karena memiliki
tingkat proteksi 4 kV. Elektroda koaksial hasil perancangan bentuk yang kompak dan mudah disusun dalam kaskade
selanjutnya diuji tingkat tegangan tembus (waktu potongnya). untuk aplikasi multi fasa dengan satu elektroda untuk
Karakteristik potong terhadap tegangan lebih dari elektroda pembuangan surja ke tanah.
koaksial diperoleh melalui pengujian untuk mendapatkan Perancangan arester koaksial mencakup penentuan
karakteristikv volt waktu (v-t curve).
dimensi dan jarak sela. Adapun pengujian mencakup
Distribusi medan listrik digunakan bantuan perangkat
lunak FEMM 4.2. Dimensi dan jarak sela elektroda koaksial pengujian penentuan karakteristik potong (v-t curve).
hasil perancangan memiliki jari-jari elektroda dalam r1 Karakteristik v-t sangat penting untuk dasar koordinasi
=8.55mm dan jari-jari elektroda luar r2=10mm dengan jarak isolasi antara susunan elektroda koaksial dan peralatan
sela d 1.45mm. yang diamankan.

Kata Kunci: Karakteristik v-t, Tingkat proteksi 4 kV, susunan II. DASAR TEORI
elektroda koaksial.
2.1 Bahaya Surja Terhadap Peralatan Sensitif
I. PENDAHULUAN Komponen semikonduktor adalah komponen
Kepadatan petir di Indonesia relatif tinggi dengan elektronika yang pada umumnya merupakan bagian dari
demikian peralatan listrik dan peralatan elektronik sering perangkat pengontrol atau pengubah sistem daya
mendapatkan ancaman tegangan lebih karena petir baik (konverter). Peralatan listrik yang tidak menggunakan
oleh sambaran langsung maupun tidak langsung. Tegangan komponen semikonduktor lebih tahan terhadap surja petir.
lebih petir dapat menimbulkan kerugian dan bahaya Dalam intensitas arus maksimum tertentu, kerusakan
kerusakan bagi peralatan listrik atau elektronik[11]. Bahaya akan terjadi pada isolasi. Belitan dalam motor listrik akan
radiasi sambaran petir dapat menjangkau jarak 1,5 km dari terbakar akibat tidak tahan terhadap tingginya tegangan
titik sambaran dan bahkan perambatan gelombang surjanya lebih yang mengenainya. Sedangkan peralatan listrik yang
dapat menjangkau hingga puluhan kilometer [7]. menggunakan komponen semikonduktor merupakan
peralatan yang sensitif terhadap surja petir.

A15-1
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Komponen semikonduktor merupakan perangkat yang = 1, sehingga untuk medan tidak homogen mengurangi
sangat rentan terhadap perubahan arus atau tegangan yang tingkat tegangan tembus susunan.
mendadak melampaui toleransi maka peralatan tersebut
akan rusak/tidak berfungsi.
2.3 Medan Pada Susunan Elektroda Koaksial
2.2 Distribusi Medan Listrik dan Kekuatan Pada Gambar 2 memperlihatkan sebuah susunan
Tembus Material Isolasi Gas elektroda koaksial dengan radius elektroda dalam r1 dan
Tegangan (V) antara dua elektroda mungkin cukup radius elektroda luar r2. Dengan menggunakan Teorema
terisolasi dengan menempatkan bahan isolasi homogen. Gauss[4], dapat ditentukan intensitas medan listrik diantara
Intensitas medan tembus Eb dianggap sebagai suatu elektroda tersebut. Penerapan Teorema Gauss, dengan jari-
konstanta karakteristik material antara elektroda tersebut. jari permukaan Gauss r, maka :
Jarak sela antara elektroda (d) dihitung sebagai d = V/Eb
untuk medan homogen. Elektroda yang digunakan dari _
bahan yang baik dan dalam ukuran tertentu, dimana Q = D .d s (3)
distribusi medan antara elektroda dari bahan ditekankan _ _ _ _ _ _
pada nilai intensitas medan maksimum Em tertentu. = D d s + D d s + D .d s
atas samping bawah
Dengan analisis medan dapat disimpulkan bahwa
kondisi Em = Eb akan memberikan solusi optimal untuk dengan
masalah isolasi. Hal ini berlaku hanya bila Eb memiliki nilai Q = muatan yang dilingkupi permukaan Gauss
yang sangat spesifik yang berkaitan langsung dengan D = rata-rata kerapatan fluks
distribusi medan dan dapat dihitung untuk bahan isolasi ds = vektor luas diferensial yang tegak lurus
pada umumnya, seperti gas. Namun, untuk dielektrik padat
permuakaan Gauss.
dan cair nilai-nilai tersebut hanya cukup diketahui. Contoh
sederhana dari sistem isolasi yang merupakan konfigurasi Karena D pada susunan koaksial arahnya radial, maka
elektroda batang-bidang dengan isolasi udara diperlihatkan integral pada bidang atas dan bawah hasilnya nol, dan
pada Gambar 1. menjadi:
_ _
Tegangan
Q = r L = samping D . d s (4)
Diameter
D
dengan
= kerapatan muatan pada elektroda
L = panjang tabung Gauss.
Em
d
x
_
E(x) Bidang D = rata - rata kerapatan fluks
_
Gambar 1. Konfigurasi elektroda Rod-bidang (dengan factor d s = vektor luas
efisiensi yang dipengaruhi oleh perubahan bidang
elektroda rod = V / (dEm))[6] Gambar 2 berikut menunjukkan sebuah susunan elektroda
koaksial
Gambar 1 jarak sela dan kerapatan udara diasumsikan Elektroda Dalam

r
tetap konstan, D diameter batang berbentuk hemispherical -
ds
Elektroda Luar

seperti ditunjukkan oleh garis putus-putus. Dua kuantitas D


-

medan dapat didefinisikan untuk setiap diameter batang D.


Intensitas medan maksimum Em pada ujung batang dan -
ds
L

Intensitas medan rata-rata Er = V/d. Untuk intensitas medan -


D
-

maksimum Em dan intensitas medan rata-rata dapat -


D

ditentukan faktor efisiensi medan h yang telah dirumuskan


ds

oleh schwaiger[12] sebagai berikut : r1


r r2
E V
h= r = (1)
Em dEm Gambar 2. Cilinder koaksial[4]
_
Jika tembus yang disebabkan oleh E m saja, maka Karena pada bidang samping, D sejajar dengan
tegangan tembus Vb diperoleh dari persamaan (1) sebagai: _
Vb = Em dh = Eb dh dengan E m = Eb ( ) (2) d s dan arahnya radial maka persamaan (4) menjadi:
Persamaan (2) menggambarkan konsep faktor efisiensi r L = D ds
medan. Untuk sembarang distribusi medan dipenuhi 0 h r = D 2p r L

A15-2
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

r dimana d adalah jarak sela.


D= (5) Untuk mengukur ketidak seragam medan listrik maka
2p r yang perlu diketahui adalah intensitas medan rata-rata Er
dan intensitas medan maksimum Em, dimana digunakan
dan dalam bentuk vektor, parameter efisiensi yang didefinisikan oleh persaman
_ r 2 matematis :
D= a r (C/cm ) (6) r ln r / r ln r2 / r1
2p r E
h= r = 1 2 1 = (15)
Em r2 - r1 r2
untuk dielektrik udara, berlaku : -1
r1
E = D / e0
Efisiensi merupakan fungsi dari r1 dan r2, dapat dilihat
r bahwa makin besar rasio antara r2 dan r1, maka makin kecil
E= (7) efisiensi medannya, secara teoritis isolasi udara akan
2pe0 r
memberikan tegangan tembus untuk elektroda silinder
dan dalam bentuk vektor koaksial besarnya sekitar 25kV/cm dalam kondisi normal.
r
E= ar (V/m) (8) 2.2.6 Karakteristik Tegangan Waktu (V-t curve)
2pe0 r Tembus lengkap terjadi setelah waktu interval
kelambatan waktu statistik ts dan kelambatan waktu
Hal ini menunjukkan bahwa kerapatan fluks D dan E formatif tf dikombinasikan disebut kelambatan waktu
sebagai fungsi r. penyalaan (ignition time lag), yang dapat ditulis dalam
Beda potensial (V) antara elektroda dalam dan bentuk persamaan :
elektroda luar dapat dihitung menggunakan persamaan ti = ts + tf (16)
dimana jika ts 0 (ts <<tf) , t = t0 + ts + tf
berikut:
_ Bentuk karakteristik tegangan tembus statistik terhadap
r r r waktu seperti pada gambar 3 berikut :
V = r2 E d r = r2 Edr = r2 (9)
r 1 1 2per
1 V

r dr r r
V= = ln r | 2 Vb `
2pe r 2pe0 r1
dimana
atau ts tf
rL r t0
V = ln 2 (10) t
2pe 0 r1 Gambar 3 Karakteristik V-t[5]
Dengan menggunakan persamaan (7) pada persamaan
(10) didapat hubungan antara V dan E sebagai berikut : Kurva V-t impuls sangat penting untuk menentukan
dimensi sistem yang diisolasi gas yang megalami tekanan
r
V = E r ln 2 (11) tegangan impulse petir. Kriteria persamaan luas [5], untuk
r1 prhitungan V-t dapat ditinjau dari karakteristik persamaan
Dan rumusan untuk intensitas medan listrik menjadi luas sebagai berikut ;
V (12)
E =
r Vb
r ln 2 Vb 3

r1 Vb 2

Intensitas medan listrik akan turun dengan cepat dari V b1

r1 menuju r2. Intensitas medan maksimum dapat dihitung


melalui persamaan (12) yang terjadi pada r = r1 atau pada
Vs
permukaan elektroda dalam, yaitu :
V (13)
E =
m Dt
r
r1 ln 2 tb t b1 t
r1
Gambar 4 Karakteristik persamaan kurva V-t[5]
Sedangkan untuk intensitas medan rata-rata Er dengan
mudah dapat dihitung, yaitu : Dari gambar karakteristik persamaan diatas untuk
V (14) mencari luas untuk
Er = d = r2 - r1
r1 - r2 A= Vb1-Vs dan selisih waktu Dt = tb1 - tb

A15-3
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Dimana m =Vb1/tb1 maka persamaan tembus :


3.4 Pengujian
Vb1 a. Objek Uji
Vb = m.tb = tb Obyek uji adalah susunan elektroda koaksial sebagai
tb1 (17) arester untuk pengujian V-t curve.. Susunan elektroda
koaksial sebagai arester yang digunakan untuk
pengujian seperti Gambar 3.1.
dimana
Vb1
Vs = Vb = tb b. Pelaksanaan Pengujian
tb1 (18) Rangkaian pembangkit tegangan impuls seperti Gambar
6.
Vs t b1
tb = tb D D
Vb1 1 2 F Rd
(19) Trafo TT

Objek Uji
RM C1 RE C2
III. METODOLOGI
OSC
3.1 Metodologi penelitian
Metodologi penelitian mencakup pemodelan sistem, DGM DSTM
ZL

yaitu dimensi dari arrester yang direkayasa, simulasi,


pengujian dan analisis. Gambar 6 Rangkaian Pembangkit Impuls
Langkah-langkah perencanaan dan pembuatan arester Keterangan : D1 = D2 = 140 kV/20 mA.
meliputi : Rd = 100 k/60W
1. Pemodelan arester koaksial RM = 610 /60W
2. Simulasi . RE = 260 /60W
A = Arester sela Udara susunan
3. Pengujian di laboratorium. elektroda koaksial
4. Analisis hasil C1 = 10000 pF
C2 = 1200 pF
3.2 Bahan dan Alat Dalam perancangan dimensi dari susunan elektroda
Bahan yang digunakan untuk elektroda luar r1 dan koaksial parameter utama yang ditentukan adalah elektroda
elektroda dalam r2 menggunakan pipa aluminium, bahan luar r2 dengan suatu nilai tetap yakni 10mm
isolasi penyekat antara elektroda r1 dan r2 menggunakan
agrilite sebagai isolator. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Hal utama dalam pembuatan yaitu memperhatikan
dimensi termasuk jari-jari dan jarak sela dari susunan 4.1 Daerah Proteksi Petir
elektroda koaksial sebagai arester. Simulasi dengan bantuan Jarak arester terhadap objek yang dilindungi
perangkat lunak FEMM 4.2 untuk mendapatkan bentuk mempengaruhi tingkat tegangan potong yang akan sampai
tegangan, distribusi medan, kerapatan medan listrik. pada peralatan. Jarak panel utama ke beban listrik dibatasi
oleh jatuh tegangan tidak lebih dari 5 % [8].
Bila tegangan kerja arester 4 kV dan BIL perlatan 6
kV ( 1 tingkat diatas arester) maka daerah proteksi arester
3.3 Design Konstruksi Elektroda koaksial adalah :
Bentuk susunan elektroda Koaksial yang dirancang BIL - VA 6 kV - 4 kV
ditunjukkan pada Gambar 5 berikut. a= v= x300/ms = 20 m
2s/s 2.15kV/.
20 meter adalah jarak terjauh agar tegangan pada alat listrik
tetap 4 kV.
r2 r1
4.2. Perencanaan Dimensi Susunan Elektroda
d
Koaksial
l
Untuk mengukur ketidak seragam medan listrik maka
Gambar 5 Design Elektroda Koaksial yang perlu diketahui adalah kuat medan rata-rata Er dan
kuat medan maksimum Em, dimana digunakan parameter
Keterangan : r1 : elektroda dalam efisiensi yang didefinisikan oleh persaman matematis (2-
r2 : elektroda luar 15): dimana persaannya sebagai berikut :
d : jarak sela
l : panjang elektroda

A15-4
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Er r ln r2 /r1 ln r2 /r1
= = 1 =
Em r2 - r1 r2
-1
r1
Dalam perencanaan ini digunakan isolasi udara pada
kondisi suhu 200C dengan tekanan udara p = 1013 mbar =
30 kV/cm. Dalam menentukan dimensi susunan elektroda
koaksial sebagai arester, pertama kali menentukan nilai
elektroda dalam (r2 dengan suatu nilai tetap 10 mm). Jika
nila r2 ditetapkan 10 mm, dengan menggunakan persamaan
effisiensi maka nilai-nilai r1, s, dan tegangan tembus Vb
dapat didekati dengan persamaan tegangan tembus :
r2
Vb = Ed .r1. ln
r1
Gambar 8 Distribusi medan susunan elektroda
Jika diketahui Vb = 4 kV, intensitas medan tembus koaksial dengan r1 = 8.55 mm dan r2 10 mm
pada keadaan normal Eb =30 kV/cm, dan r2 =10 mm maka
nilai r1 = 8.55 mm, sedangkan untuk ; Besarnya tegangan yang diterapkan untuk masing-
r masing elektroda dari susunana elektroda koaksial sama
ln 2 besar yakni 4000 volt. Bentuk tegangan pada susunan
r1 elektroda koaksial sebagai arester ditunjukkan pada
h= = 0.92
r2 Gambar 9 berikut.
ln - 1
r1
Vb (Volt )

Untuk jarak sela dapat dihitung dengan persamaan d =


r2-r1 = 10-8.55 = 1.45 mm. Setelah parameter susunan
elektroda koaksial diperoleh baru dibuat arester berbentuk
koaksial seperti pada Gambar 5
r2 - r mm
4.3. Bentuk Elektroda Koaksial Hasil Rekayasa
Bentuk susunan elektroda koaksial yang direkayasa seperti Gambar 9 Bentuk tegangan susunan elektroda koaksial
pada Gambar 7 dibawah : dengan r1 = 8.55 mm dan r2 10 mm

Distribusi tegangan pada jarak r2-r, dari simulasi


menunjukkan saat diterapkan tegangan tembus 4 kV saat
mencapai jarak sela 1,45 mm dari Gambar 9 besarnya
tegangan = 0.
Bentuk Intensitas medannya ditunjukkan pada Gambar 10
berikut.
Gambar 7 Elektroda koaksial dengan r1 = 8.55 dan r2 = 10 mm

4.4. Intensitas Medan Menggunakan FEMM 4.2


Bentuk intensitas medan listrik pada susunan
elektroda koaksial ditunjukkan pada Gambar 8 berikut.

r - r1

Gambar 10. Bentuk medan susunan elektroda koaksial


dengan r1 = 8.55 mm dan r2 10 mm

Dari gambar 10, terlihat bahwa nilai kuat medan listrik


bernilai konstan yaitu 2,75x106 V/m atau 27,5 kV/cm yang
menunjukan bahwa distribusi medan yang ditimbulkan oleh
daerah luas susunan elektroda koaksial adalah distribusi
medan seragam atau homogen.

a. Pengujian Tegangan Potong dan Waktu


Potong Elektroda Koaksial
A15-5
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Bentuk karakteristik gelombang hasil pengujian tabel 1, terlihat kenaikan tegangan Vdc(kV) dengan
seperti pada gambar 11 berikut. effisiensi yang tetap akan memberikan hubungan yang
linier seperti yang ditunjukkan oleh grafik hubungan antara
tegangan masukan Vdc (kV) dan tegangan keluaran
Vosc(kV) dan tegangan impuls Vi(kV).
Vd Untuk kurva V-t berdasarkan grafik hasil pengujian
pada gambar 11 dengan efisiensi rata-rata 0.92, dan jarak
sela 1.45 mm, susunan elektroda koaksial sebagai arester
akan melakukan pemotongan mulai 3.70 kV sampai dengan
4.98 kV tegangan impuls. Hal ini menunjukkan semakin
Td besar nilai Vdc (kV) yang diterapkan, maka makin tinggi
Gambar 11 Bentuk pemotongan pada muka gelombang prosentase terjadinya tembus. Waktu pemotongan juga
bergantung pada besarnya Vdc (kV), semakin besar Vdc (kV)
Dalam pengujian tegangan dan waktu potong pada yang diterapkan waktu pemotongan semakin cepat.
arester susunan elektroda koaksial beberapa data hasil
pengujian tegangan dan waktu potong ditunjukkan pada V. KESIMPULAN
tabel 1. Dari analisis dan pembahasan dalam penelitian ini
dapat ditarik kesimpulan, yaitu :
Tabel 1 Data pengujian kurva V-t
1. Untuk menghasilkan tingkat proteksi 4 kV pada
No Vdc(kV) Vi(kV) Vosc(kV) Td (us) peralatan tegangan rendah dimensi elektroda koaksial
1 4.6 3.70 1.96 1.44 dengan jari-jari elektroda dalam r1 sebesar 8.55 mm,
2 4.7 3.76 1.99 1.36 dan jari-jari elektroda luar r2 sebesar 10 mm. Susuan
3 4.8 4.15 2.2 1.22 ini memberikan jarak sela d sebesar 1.45 mm dimana
4 4.9 4.16 2.23 1.09 pada jarak ini memberikan distribusi medan yang
5 5 4.38 2.32 0.86 homogen.
6 5.1 4.45 2.35 0.77 2. Karakteristik v-t dari susunan elektroda koaksial
7 5.2 4.57 2.42 0.68 sebagai arester menunjukkan tingkat pemotongan
tegangan impuls terendah 3.70 kV dan waktu potong
8 5.3 4.73 2.50 0.64
sebesar 1.44 us, sedangkan tertinggi 4.98 kV dan
9 5.4 4.87 2.58 0.58
waktu potong sebesar 0.54 us. Hasil ini menunjukkan
10 5.5 4.98 2.64 0.54 semakin tinggi tingkat tegangan yang diterapkan
Sumber : Hasil Perhitungan amplitudo pemotongannya semakin cepat
Dengan menghubungkan data-data tegangan impuls DAFTAR PUSTAKA
(Vi) dan Td, dapat dibuat grafik V-t curve yang merupakan
tempat kedudukan titik-titik potong dan waktu potongnya [1] Arismunandar, A. 2001.Teknik Tegangan Tinggi. Pradnya
seperti pada gambar grafik 12. Paramita. Jakarta.
[2] Cooray Vernon, 2010. Lightning Protection IET Power and
Energy Series 58, Published by Institution of Engineering and
6 Technology, London.
y = -1.273x + 5.556 [3] David, M. 2009. Finite Element Method Magnetics Version 4.2,
V (kV)

R = 0.915 User Manual, IEEE.


4 [4] Hyat, W. H. JR, 1989, Engineering Electromagnetic First edition
McGraw-Hill Book Company, New York.
2 [5] Kind, D. 1993. High Voltage Insulation
Technology. Published by Friedr. Vieweg & Sohn.
Braunschweig.
0 [6] Kuffel, E. Zaengl, W.S dan Kuffel, J. 2000. High Voltage
0 0.5 t (s) 1 1.5 2 Engineering . University of Delhi
[7] P. Hasse. 1992. Overvoltage Protection of Low
Voltage Sistems, IEE, Series 12
Gambar 12. Kurva V-t elektroda koaksial dengan [8] PUIL. 2000. Standard Nasional Indonesia, Jakarta
r1 = 8.55 mm dan r2 = 10 m [9] Syamsir, A. 2001. Dasar Pembangkitan dan Pengukuran Teknik
Tegangan Tinggi. Salemba Teknika, Jakarta.
[10] Supriyo. 2008. Pengaruh Keadaan Udara Basah
Pemotongan tegangan impuls terjadi di bagian muka Terhadap Tegangan Tembus Arus Bolak-Balik (AC) Politeknik
atau di bagian punggung gelombang. Semarang.
[11] Schwab, A.J. 1989. High Voltage Measurement Techniques, M.I.T.
4.5 Penentuan Effisiensi, Tegangan dan Kurva V-t Pres Cambrige, Massachusetts, and London, England.
[12] Schwaiger A. 1925. Electrische Festigkeitslehre,
Berdasarkan penentuan tegangan dan efisiensi dari Springer-Verlag,Berlin
susunan elektroda koaksial dari hasil eksperimen pada

A15-6
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Analisis Gas Terlarut dengan Metode TDCG


untuk Mendiagnosa Kegagalan Transformator
Menggunakan Aplikasi Fuzzy Logic
Imam Ashar1, Hadi Suyono2, Erni Yudaningtyas2
1. Mahasiswa Program Magister Fakultas Teknik Elektro Universitas Brawijaya, 2. Dosen
Fakultas Teknik Elektro Universitas Brawijaya.
imamashar@ymail.com, Hadi Suyono@ub.ac.id, erni_yudaningtyas@yahoo.co.id

Untuk mendeteksi kegagalan transformator


AbstractPenelitian ini bertujuan untuk mendapat diperlukan berbagai macam pengujian, salah satunya
kan keputusan yang akurat dalam menentukan kondisi pengujian isolator yaitu berupa pengujian isolator padat
transformator dengan analisis gas yang terlarut pada maupun pengujian isolator minyak. Pengujian fisik
minyak isolasi dengan implementasi Fuzzy Logic. Metode dilakukan dengan menguji bahan isolasi padat dan
yang dilakukan untuk menganalisis gas terlarut (Dissolved
belitan pada transformator, sedangkan pengujian
Gas) menggunakan metode Total Dissolved Combustible
Gas (TDCG). Dari hasil pengujian dengan sampel data
minyak biasanya dilakukan dengan menguji
gas terlarut pada gardu induk diwilayah malang yaitu karakteristik dari minyak isolator tersebut. Seiring
sengkaling, pada trafo 1 dan trafo 2 menunjukkan hasil dengan perkembangan teknologi ditemukan metode
pada kondisi 1, yaitu mengindikasikan bahwa operasi alternatif untuk melakukan pengujian minyak, yaitu
transformator memuaskan, namun tetap diperlukan dengan metode pengujian dan analisis jumlah gas yang
pemantauan kondisi ga-gas tersebut. Bila salah satu gas terlarut . Ada beberapa metode yang dilakukan untuk
melebihi batas level harus diinvestigasi. Pada trafo 3 menganalisis gas terlarut (Dissolved Gas) seperti TDCG
menunjukkan kondisi 2 cenderung mengarah ke kondisi 3 (Total Dissolved Combustible Gas), Rasio Dornenburg,
pada level ini komposisi gas sudah melebihi batas normal
dan Rasio IEC yang semuanya dilakukan untuk
dan tingkat TDCG mulai tinggi ada kemungkinan timbul
gejala-gejala kegagalan yang harus mulai diwaspadai dan
mendeteksi parameter gas Hydrogen (H2), Nitrogen
lakukan pencegahan agar gejala tidak berlanjut. Namun (N2), Methane (CH4), Carbon Monoxida (CO), Carbon
tetap perlu pemantauan kondisi gas-gas tersebut. Bila Dioxida (CO2), Ethylene (C2H4), Ethane (C2H6), dan
salah satu gas nilainya melabihi batasan level TDCG Acethylene (C2H2). Semua gangguan dapat
harus segera di investigasi dengan cepat. Penerapan mengakibatkan kinerja transformator menjadi tidak
aplikasi dengan Fuzzy Logic dapat dengan cermat optimal, dapat mempercepat penurunan kemampuan
menentukan kondisi Transformator berdasarkan analisis kerja pada sistem pendingin, umur, dan kualitas kerja
gas terlarut. sistem isolasi transformator. Karena itu gas digunakan
sebagai salah satu indikator kondisi transformator [11].
Kata KunciDissolved Gas, TDCG, Transformator dan
Fuzzy Logic adalah sebuah metode berhitung
Fuzzy Logic. .dengan variabel kata-kata (Linguistic Variable),
sebagai pengganti perhitungan dengan numerik.
I. PENDAHULUAN
Aplikasi Fuzzy Logic dapat mengambil keputusan untuk

T ransformator merupakan bagian yang penting


dalam sistem tenaga listrik, adapun fungsinya
adalah untuk mengkonversikan daya tanpa mengubah
menentukan kondisi Transformator. Dengan Fuzzy
Logic, sistem kepakaran manusia
diimplementasikan kedalam bahasa mesin secara mudah
bisa

frekuensi listrik. Transformator merupakan peralatan dan efisien. Beberapa alasan metode Fuzzy Logic
listrik yang harus selalu mendapat perhatian secara digunakan dalam analisis gas pada minyak
optimal dan diberikan perawatan yang memadai. Transformator adalah konsep Fuzzy Logic sangat
Transformator diharapkan dapat beroperasi maksimal sederhana sehingga mudah dipahami, Fuzzy Logic
untuk memenuhi kebutuhan energi rumah tangga, fleksibel dalam arti dapat dibangun dan dikembangkan
komersial dan industri. [10]. dengan mudah, Fuzzy Logic memberikan toleransi
Transformator yang sudah sering dirawat pun terhadap ketidakpresisian data. Kelebihannya dibanding
tidaklah lepas dari fenomena kegagalan, apabila konsep yang lain bukan pada kompleksitasnya, tetapi
kegagalan ini berlangsung terus-menerus maka akan pada naturalness pendekatannya dalam memecahkan
menyebabkan kerusakan. Salah satu penyebab utama masalah. [12].
munculnya kegagalan pada transformator adalah timbul Berdasarkan penjelasan diatas penulis akan
panas yang berlebih. Faktor yang biasanya membahas tentang analisis kandungan gas pada minyak
menimbulkan panas berlebih adalah pembebanan pada Transformator untuk mendeteksi gangguan (failure)
transformator yang terlalu besar. dengan menerapkan metode Fuzzy Logic. Penerapan
metode Fuzzy Logic yang bertujuan untuk memudahkan

A16-1
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

pengguna mengetahui kondisi transformator serta 2. Minyak Transformator


memberikan saran dan tindakan apa yang harus Minyak Transformator adalah salah satu 2 yste
dilakukan sehingga transformator dapat terawat dengan isolasi cair yang dipergunakan sebagai isolasi dan
baik. pendingin pada Transformator. Sebagai bahan isolasi
minyak harus memiliki kemampuan untuk:
II. DASAR TEORI a. Menahan tegangan tembus (semakin tinggi nilai
1. Pengertian Transformator tegangan tembusnya maka kualitas isolasinya
Transformator adalah suatu peralatan yang semakin baik).
digunakan untuk memindahkan energi listrik arus b. Sebagai pendingin harus mampu meredam panas
bolak-balik dari satu rangkaian ke rangkaian yang lain yang ditimbulkan, untuk mengurangi kenaikan suhu
dengan prinsip kopel magnetik atau induksi magnet. yang berlebihan perlu dilengkapi dengan alat/2ystem
Konstruksi bagian-bagian transformator adalah: pendingin untuk menyalurkan panas dari
a. Bagian utama terdiri dari: transformator.
1). Inti besi, berfungsi untuk mempermudah jalan c. Sebagai media pemadam busur api karena pada saat
fluksi, yang ditimbulkan oleh arus listrik yang beroperasi Transformator menghasilkan senyawa
melalui kumparan. Dibuat dari gas sebagai hasil dari proses penuaan dan dampak
lempengan-lempengan besi tipis yang dari gangguan, kenaikan suhu yang berlebih
berisolasi, untuk mengurangi panas (sebagai sehingga sangat mungkin terjadi loncatan bunga api
rugi-rugi besi) yang ditimbulkan oleh eddy didalam belitan Transformator tersebut.
current. d. Melindungi belitan dan bodi Transformator dari
2). Kumparan Transformator, adalah beberapa lilitan oksidasi dan korosi. Minyak Transformator adalah
kawat berisolasi yang membentuk suatu minyak mineral yang diperoleh dengan pemurnian
kumparan terdiri dari kumparan primer dan minyak mentah. Selain itu minyak juga berasal
kumparan sekunder yang di isolasi baik terhadap dari bahan organik seperti piranol dan silikon.
inti besi maupun antar kumparan dengan
isolasi padat. 3. Penyebab Pembentukan Gas pada Minyak
3). Minyak Transformator, sebagian besar kumparan Transformator
dan inti Transformator direndam dalam Bahan organik yang mudah terurai berasal dari
minyak karena mempunyai sifat sebagai isolasi dan bahan isolasi kertas dan isolasi minyak. Pada minyak
media pemindah, sehingga minyak penguraian disebabkan oleh gangguan-gangguan seperti
Transformator tersebut berfungsi sebagai gangguan termal (thermal degradation), dan gangguan
media pendingin dan isolasi. elektrik.
4). Bushing, hubungan antara kumparan a. Thermal degradation, laju kegagalan yang
Transformator ke jaringan luar melalui menyebabkan terbentuknya gas sangat dipengaruhi
sebuah bushing yaitu konduktor yang diselubungi oleh suhu. Pada gambar 1 bahwa gas Hydrogen
oleh isolator yang juga berfungsi sebagai (H2) dan Methana (CH4) terbentuk pada
penyekat antara konduktor tersebut dengan tangki temperatur 1500 C, temperatur ini menunjukkan
transformator. gangguan energi rendah, seperti pemutusan parsial
5). Tangki konservator, untuk menampung pemuaian (corona) yang memutus ikatan paling lemah C-H
minyak. melalui reaksi ionisasi dan akan menghasilkan gas
b. Peralatan bantu terdiri atas : hydrogen sebagai gas utama. Sekitar suhu 2500 C
1). Pendingin, untuk mengurangi kenaikan suhu gas Ethana (C2H6) mulai terbentuk, Ethylena
transformator dilengkapi dengan sistem (C2H4) mulai terbentuk sekitar suhu 3500 C.
pendingin untuk menyalurkan panas. Media yang Achetylena (C2H2) dalam jumlah kecil terbentuk
dipakai dapat berupa: udara/gas, minyak dan antara suhu 5000 7000 C, pembentukan
air. Sedangkan pengalirannya (sirkulasi) Achetylena (C2H2) dalam jumlah cukup besar
dengan cara: alamiah (naturan) dan tekanan/paksaan. memerlukan setidaknya antara 7000 12000 C dan
2). Tap changer (perubah tap), adalah alat perubah terbentuk dalam jumlah yang besar terutama pada
perbandingan transformasi untuk mendapatkan kejadian busur api (arcing) dan suhu disekitar
tegangan operasi sekunder yang lebih minyak dibawah 4000 C (diatas suhu tersebut
baik(diinginkan) dari tegangan jaringan / primer minyak akan menguap).
yang berubah. Gangguan termal di minyak meliputi: gangguan
3). Alat pernapasan (silicagel), karena pengaruh naik termal, t < 300 0C, gangguan termal t, 300 0C < t <
turunnya beban transformator maupun suhu udara 700 0C dan gangguan termal, t > 700 0C.
luar, maka suhu minyak pun akan berubah-ubah b. Gangguan Elektrik (electrical discharges)
mengikuti keadaan tersebut. Pemutusan parsial (partial discharges) ,
4). Indikator, untuk mengawasi selama Transformator pemutusan energi rendah (low energy
beroperasi perlu adanya indikator yaitu: indikator discharges/sparking) dan pemutusan energi tinggi
suhu minyak, indikator permukaan minyak, (high energy discharges/arcing). [18]
indikator sistem pendingin dan indikator kedudukan
tap. [17]

A16-2
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Tabel.2. Kriteria Level TDCG

Level Keterangan TDCG

Kondisi Pada level ini mengindikasikan bahwa operasi transformator memuaskan. Namun
tetap diperlukan pemantauan kondisi gas-gas tersebut. Bila salah satu gas
1
nilainya melebihi batasan level harus diinvestigasi dengan cepat.

Pada level ini menandakan komposisi gas sudah melebihi batas normal dan
Kondisi
tingkat TDCG mulai tinggi ada kemungkinan timbul gejala-gejala kegagalan yang
2 harus mulai diwaspadai dan lakukan pencegahan agar gejala tidak berlanjut. Bila
salah satu gas nilainya melebihi batasan level harus diinvestigasi.

Pada level ini mengindikasikan dekomposisi tingkat tinggi dari isolasi kertas dan
Kondisi atau minyak transformator. Sebuah atau berbagai kegagalan mungkin sudah
terjadi. Lakukan pencegahan agar gangguan tidak berlanjut. Lakukan investigasi
3
lebih cermat untuk tiap combustible gas. Pada kondisi ini transformator sudah
Gambar.1. Pembentukan gas terhadap kenaikan suhu harus diwaspadai dan perlu perawatan lebih lanjut.

Pada level ini mengindikasikan pemburukan yang sangat tinggi dan adanya
4.
Total Dissoved Combustible Gas (TDCG) Kondisi
dekomposisi / kerusakan pada isolator kertas dan atau minyak transformator
IEEE telah menerapkan standarisasi untuk 4 sudah meluas. Melanjutkan operasi transformator dapat mengarah pada
melakukan analisis berdasarkan jumlah gas terlarut yang kerusakan transformator. Segera lakukan tindakan perbaikan.

mudah terbakar untuk menunjukkan apakah


transformator yang diujikan masih berada pada kondisi
operasi normal, waspada, peringatan atau kondisi gawat
/ kritis. Kriteria 4 level kondisi telah dikembangkan 5. Himpunan Fuzzy
untuk mengklasifikasikan kondisi transformator. Himpunan Fuzzy (fuzzy set) merupakan suatu
Untuk menganalisis gas yang terlarut dalam minyak pengembangan lebih lanjut tentang konsep himpunan
transformator ada beberapa metode yang dilakukan dalam matematika. Untuk memahami Fuzzy Logic
diantaranya adalah Metode TDCG (Total Dissolved dimulai dengan memahami Himpunan Fuzzy (fuzzy set)
Combustible Gas). TDCG adalah merupakan analisis yaitu sebuah himpunan dimana keanggotaan dari tiap
berdasarkan jumlah gas terlarut yang mudah terbakar elemennya tidak mempunyai batas yang jelas.
untuk menunjukkan kondisi operasi transformator. Pada Masing-masing nilai mempunyai derajat keanggotaan
tabel 1 menunjukkan konsentrasi gas untuk individual (membership) antara 0 sampai dengan 1. Ungkapan
gas dan kondisi TDCG. logika Boolean menggambarkan nilai-nilai benar atau
salah. Fuzzy Logic menggunakan ungkapan misalnya :
Tabel.1. Konsentrasi Gas dan TDCG agak jelek, sedang, agak baik, dan lain-lain. Fuzzy
Logic menggunakan satu set aturan untuk
menggambarkan perilakunya, aturan-aturan tersebut
menggambarkan kondisi yang diharapkan dan hasil
yang diinginkan dengan menggunakan statement
Sedangkan untuk mengetahui kriteria level analisis
IF...THEN.
berdasarkan jumlah gas terlarut dengan ditunjukkan
keterangan pada masing masing kondisi sesuai tingkat Suatu himpunan Fuzzy A dalam semesta pembicaraan
dinyatakan dengan fungsi keanggotaan (membership
function) , yang harganya berada pada interval [0,1],
Status H2 CH4 C2H2 C2H4 C2H6 CO TDCG

secara matematika hal ini dinyatakan dengan :


: U [0,1]
< <
K1 < 35 <50 <65 <350 < 720
100 120
Himpunan Fuzzy A dalam semesta pembicaraan U
101 - 121 - 36 - 66 - 721 -
biasa dinyatakan sebagai sekumpulan pasangan elemen
K2
700 400 50
51 - 100
100
351 - 570
1920
u (u anggota U) dan besarnya derajat keanggotaan
(grade of membership) elemen tersebut sebagai berikut
701- 401 - 51 - 101-1 1921 - A = {(u, ,(u)) / u U }
K3 101-200 571-1400
1800 1000 80 50 4630

Fungsi keanggotaan suatu himpunan fuzzy dapat


> > >
K4 > 80 >200 > 150 > 1400 ditentukan dengan fungsi Segitiga (Triangle),
1800 1000 4630
Trapesium (Trapezoidal) atau Fungsi Gauss (Gaussian).
[2]
level TDCG dapat dilihat pada tabel 2.
Ilustrasi antara keanggotaan Fuzzy Logic dapat dilihat
pada gambar 2.

A16-3
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

1 TDCG. Selanjutnya pada proses inferencing metode


tersebut dinyatakan dalam IF-THEN rules, pada proses
defuzzyfikasi akan dihasilkan output berupa kondisi
transformator. Adapun Perencanaan rule-rule nya
adalah sebagai berikut:
IF-THEN RULES untuk metode TDCG
1. IF inH2140 OR inCH4 160 OR inC2H2 40 OR
0
inC2H4 55 OR inC2H6 70 OR inCO 360 THEN
outrule1 = H2K1 + CH4K1 + C2H2K1 + C2H4K1 +
Gambar.2. Fungsi keanggotaan level TDCG C2H6K1 + COK1
.
2. IF (inH2 60 AND inH2 750) OR (inCH4 80
6. Fuzzifikasi AND inCH4 440) OR (inC2H2 30 AND inCH4
Proses fuzzifikasi merupakan proses untuk 55) OR (inC2H4 45 AND inC2H4 120) OR (inC2H6
mengubah variabel non Fuzzy (variabel numerik) 60 AND inC2H6 120) OR (inCO 340 AND
menjadi variabel Fuzzy (variabel linguistik). Pada inCO 580) THEN outrule2 = H2K2+
tahap pertama ini data yang akan di fuzzifikasi berupa CH4K2+C2H2K2+C2H4K2+C2H6K2+COK2
data input dan output. Data input yang diperoleh dari
hasil survey atau data yang sebenarnya. Sedangkan 3. IF (inH2 650 AND inH2 1850) OR (inCH4 360
pada data output yaitu berupa tingkatan level yang AND inCH4 1050) OR (inC2H2 45 AND inC2H2
didefinisikan sendiri. Disini tingkatan level tersebut 90) OR (inC2H4 80 AND inC2H4 220) OR (inC2H6
dapat di implementasikan berupa indikator yang telah 80 AND inC2H6 160) OR (inCO 560 & inCO
diberikan penjelasan masing-masing sesuai 1450) THEN outrule3 = H2K3 + CH4K3 + C2H2K3 +
tingkatannya. C2H4K3 + C2H6K3 + COK3
7. Inferencing 4. IF inH2 1750 OR inCH4 950 OR inC2H2 70|
Setelah proses fuzzifikasi, tahapan selanjutnya inC2H4 180 OR inC2H6 140 OR inCO 1350
adalah tahapan inferencing ( Ruled Based), dimana THEN outrule4 = H2K4+CH4K4 +C2H2K4 +C2H4K4
pada umumnya aturan Fuzzy dinyatakan dalam bentuk + C2H6K4+COK4
IF THEN yang merupakan inti dari relasi Fuzzy.
Pada tahapan ini dibuat tabel hubungan antara input
dan output sehingga dapat dibuat rule-base dari IV. IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN
program Fuzzy-nya. Hubungan semua variabel input
memberikan semua kondisi variabel output sehingga
memberikan statmen-statmen dalam rule-base. [2] 4.1 Analisis Gas Terlarut (DGA)
Dari rule-base tersebut dapat dilihat surface Analisis hasil uji DGA metode TDCG bertujuan
view-nya yang menunjukkan tingkatan level gas-gas untuk mengetahui kondisi transformator. Data
yang terlarut. Kondisi dari konsentrasi gas yang pengujian minyak transformator diambil dari jurnal
terdapat pada tabel 1 menunjukkan perubahan IEEE kemudian hasil pengujian dibandingkan dan
tingkatan Fuzzy dari rule-base yang dibuat. dimasukkan pada program sistem fuzzy logic bertujuan
8. Defuzzifikasi untuk memvalidasi hasil program sistem fuzzy logic
Merupakan proses pengubahan data-data Fuzzy yang dibuat.
Tabel 3. Data Pengujian Minyak Transformator
tersebut menjadi data-data numerik yang dapat
dikirimkan ke peralatan pengendalian. Untuk Pengujian Sampel
mendapatkan keluaran dari proses komputasi melalui Data Gas
Trafo 1 Trafo 2 Trafo 3
algoritma Fuzzy Logic maka diperlukan defuzzifikasi Hydrogen (H2) 35.882 2.004 127
sebagai proses untuk mendapatkan keluaran yang Oxigen (O2) 1201 2.799 6215
Nitrogen (N2) 16.043 66.637 71.620
sesuai dengan statment input yang dibuat. [3]
Methane (CH4) 8.470 9.739 107
Carbon
III. PERANCANGAN SISTEM FUZZY LOGIC 9.7 1.737 174
monoxide (CO)
Carbon dioxide
2.139 2.75 11
(CO2)
Pada bab ini dijelaskan aplikasi fuzzy logic dengan Ethylene (C2H4) 1.290 9.596 973
memberikan masukan berupa konsentrasi gas terlarut. Ethane (C2H6) 7 5.113 154
Prosessing fuzzy logic yaitu fuzzifikasi, inferencing dan Acethylene
20 0.00 224
(C2H2)
defuzzifikasi dapat dilihat pada gambar 3 berikut. Total Gas
65.131 100.375 79.605
Content
Combustible Gas 83.19 21.343 797.00
METODE TDCG RULES HASIL

4.2 Pengujian dengan Sistem fuzzy logic untuk


Gambar.3. Desain Blok sistem Fuzzy
Metode TDCG
Dengan memasukkan sampel data tersebut
Desain sistem fuzzy pada gambar 3 yaitu input kedalam program sistem Fuzzy logic didapatkan hasil
sistem fuzzyfikasi berupa analisis gas dengan metode sebagai berikut:

A16-4
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

3. Untuk Gardu Induk Sengkaling trafo 3,


menunjukkan kondisi transformator berada pada
level 2 cenderung pada kondisi 3. Pada level ini
menandakan komposisi gas sudah melebihi batas
normal dan tingkat TDCG mulai tinggi ada
kemungkinan timbul gejala-gejala kegagalan yang
harus mulai diwaspadai dan lakukan pencegahan
agar gejala tidak berlanjut. Bila salah satu gas
nilainya melebihi batasan level harus diinvestigasi.
Gambar 4. Pengujian Kondisi Transformator dengan Metode TDCG
REFERENCES
[1] Gafar,A. Pengantar Kecerdasan Buatan.
http://file.upi.edu/Direktori/ FPTK/JUR. PEND. TEKNIK
ELEKTRO/197211131999031.17,januari,2012.
[2] Handout Mata kuliah Artificial
Inteligence.http://k12008.widyagama.ac.id. 24,Desember, 2011.
[3] Hooshmand R, Banejad M, 2006. Aplication of Fuzzy Logic in
fault diagnosis in Transformers using dissolved gas based on
different standart. World academy of science engineering and
Technology.
[4] IEEE Standar C57.104-1991. Guide for interpretation of Gases
Generate in Oil Immersed Transformer.
[5] John J. Winders, Jr, 2002. Power Transformer. Marcel Dekker,
Gambar 5. Hasil Pengujian Kondisi Transformator dengan Metode Inc.
TDCG [6] Joseph J, Kelly. 1980. Transformer Fault Diagnosis by
Dissolved-Gas Analysis. IEEE Transactions on Industry
Sistem fuzzy logic dapat langsung memberikan hasil Applications, Vol. 1A-16, No.6.
diagnosa transformator pada kondisi 2, solusinya perlu [7] Kusrini , 2006. Sistem Pakar Teori dan Aplikasi. Andi Offset.
dilakukan pengambilan sampel minyak secara berkala Yogyakarta.
dan lebih rutin. [8] Kusuma, D. 2003. Artificial intelegence (Teknik dan
Aplikasinya). Graha Ilmu Yogyakarta.
[9] Lin, C.E. ; J.M Ling, dan C.L. Huang. 1993. An Expert System
for Transformator Fault Diagnosis Using Dissolved Gas
V. KESIMPULAN Analysis, IEEE Transactions on Power Delivery, Vol. 8, No. 1.
[10] Myers, S.D; Kelly, J.J. dan Parrish, R.H, 1981. A Gulde to
Transformer Maintenance, Transformer Maintenance Institut of
Kesimpulan dari penelitian penentuan kondisi S.D. Myers. Inc. Akron, Ohio.
transformator berdasarkan analisis gas terlarut dengan [11] Nugraha, F. 2009. Monitoring Dissolved Gas Analysis (DGA)
Dalam Rangka Menjaga Keandalan Operasional Transformator.
aplikasi sistem Fuzzy logic adalah: PLN Litbang Bidang Pembangkitan.
1. Dari hasil pembuatan perangkat lunak sistem fuzzy [12] Naba, A. 2009. Belajar Cepat Fuzzy Logic menggunakan Matlab.
dapat diaplikasikan untuk analisis gas terlarut pada Andi Offset. Yogyakarta.
minyak transformator. [13] R.R. Rogers, 1978. IEEE and IEC to Interpret Incipient Faults in
Transformers, Using Gas in Oil Analysis, IEEE Trans. Electr.
2. Hasil uji kandungan gas pada Gardu Induk Insul, Vol EI-13 No.5.
Sengkaling trafo 1 dan trafo 2 menunjukkan kondisi [14] Syahrani.A ; dan Mulia.M, 1992. Kromatografi Gas Teori Dasar,
transformator berada pada level 1 adalah Instrumentasi dan Aplikasi. Mecphiso Grafika. Surabaya.
operasional transformator normal. Pada level ini [15] Su.Q ; C. Mi,L.L.Lai dan P. Austin. 2000. A fuzzy dissolved gas
analysis method for the diagnosis of multiple incipient faults in a
mengindikasikan bahwa operasi transformator Transformer. IEEE Transactions on power systems, vol.15
memuaskan. Namun tetap diperlukan pemantauan [16] SPLN 171: 1979. Pedoman Pembebanan Transformator
kondisi gas-gas tersebut. Bila salah satu gas Terendam Minyak.
nilainya melebihi batasan level harus diinvestigasi [17] SPLN 491: 1982. Minyak Isolasi Bagian 1: Pedoman
Penerapan Spesifikasi dan Pemeliharaan Minyak Isolasi.
dengan cepat [18] PT. PLN (Persero) P3B, 2003. Panduan Pemeliharaan Trafo
Tenaga. PLN Litbang Bidang Pembangkitan.

A16-5
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

SVPWM FSTPI sebagai Penggerak Motor


Induksi Tiga Fasa Rotor Sangkar Berbasis
Metode Sensorless Vector Control
Aripriharta1), Rini Nur Hasanah2), Teguh Utomo3)
1) Mahasiswa S2-STL Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya;
2) &3) Dosen Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya
1) aripriharta@gmail.com, 2) rininurhasanah@yahoo.co.uk 3) teguhutomo_jte@yahoo.com

Selanjutnya, pada penelitian ini dibuat sebuah model


Abstrak-Sebuah model SVPWM FSTPI digunakan SVPWM FSTPI dengan bantuan perangkat lunak.
untuk mencatu motor induksi tiga fasa rotor sangkar FSTPI mencatu motor induksi tiga fasa rotor sangkar
0,5Hp, 220 V, 1430rpm, 50Hz. Skema pengaturan motor 0,5Hp, 220 V, 1430rpm, 50Hz. Skema pengaturan motor
induksi berbasis pada metode sensorless vector control
induksi berbasis pada metode sensorless vector control
yang dikembangkan secara lebih sederhana. Berdasarkan
hasil simulasi dengan perangkat lunak, SVPWM FSTPI yang dikembangkan secara lebih sederhana.
mampu bekerja dengan optimal pada kasus dinamis,
baik ketika torsi beban mendadak dihilangkan atau II. TEORI DASAR
mendadak dinaikan ke nilai nominalnya.
A. SVPWM Inverter
Kata KunciSVPWM FSTPI, sensorless vector control, Tegangan keluaran salah satu fasa SVPWM FSTPI
model dinamik, motor induksi diambilkan dari simpul yang terletak di tengah- tengah
kapasitor dc-link. Dua fasa yang lain diambilkan dari
simpul pada bagian tengah komponen- komponen
I. LATAR BELAKANG
semikonduktornya. Catu daya dari SVPWM FSTPI

S VPWM inverter banyak digunakan sebagai catu


daya untuk menggerakkan motor induksi pada
aplikasi variable speed drive (VSD). Salah satu topologi
berupa tegangan dc, yang besarnya dijaga konstan[3-8].

p
inverter ini adalah four switch three phase inverter q1 q3
(FSTPI). Apabila tegangan keluaran FSTPI dibentuk C1
dengan teknik space vector pulse width modulation R U Beban
Vdc S V 3F
(SVPWM), maka topologinya dikenal sebagai SVPWM T W ~
q2 q4
FSTPI [1-4]. C2
SVPWM FSTPI lebih ekonomis ketimbang topologi
inverter tiga fasa yang konvensional. Jumlah komponen n

semikondukstornya lebih sedikit, serta rangkaian G1 .G4 Vdc Ia,b,c

drivernya lebih sederhana. Akan tetapi, tegangan output SENSORLESS


SVPWM
SVPWM FSTPI cenderung tidak seimbang akibat salah VECTOR CONTROL

satu fasanya diambil dari titik sambung kapasitor dc link,


sedangkan dua fasa yang lain dibentuk dengan teknik Gambar 1. Sistem VSD dengan SVPWM FSTPI [9]
SVPWM. Teknik SVPWM pada FSTPI dapat
menghemat prosesor yang digunakan, cukup dengan Pada Gambar 1 di atas terlihat sebuah rangkaian
mikrokontroler 8-bit [5, 10-14]. SVPWM FSTPI yang digunakan sebagai penggerak
SVPWM FSTPI dapat diintegrasikan dengan metode motor induksi tiga fasa rotor sangkar. Pada sistem VSD,
vector control untuk mengatur kecepatan maupun torsi motor induksi dapat dioperasikan dalam hubungan Y
motor induksi untuk kasus-kasus perubahan beban yang maupun D. Konfigurasi hubungan belitan stator motor
terjadi secara tiba-tiba. Salah satu metode vector control induksi berpengaruh pada bentuk sektor SVPWM pada
yang paling ekonomis adalah sensorless vector control, FSTPI [1, 7, 9-11].
dimana tidak diperlukan adanya sensor kecepatan,
maupun sensor posisi. Akan tetapi, metode ini
memerlukan estimator kecepatan putar atau posisi
rotornya [2-4,13,17].

A17-1
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

netral diperoleh berdasarkan persamaan-persamaan


berikut ini[1, 10],

(1)
(2)
(3)
dengan
v10, v20,v30 adalah tegangan fasa R, S, dan T ke titik n,
v1, v2,v3 adalah tegangan fasa R, S, dan T ke titik netral
Gambar 2. Sektor SVPWM inverter tiga fasa konvensional [7] vN0 adalah tegangan titik netral (N) ke titik n, dalam volt

Belitan stator motor induksi tiga fasa rotor sangkar


dianggap simetris, maka diperoleh komponen tegangan
ab[1],

(4)

(5)

dengan
adalah komponen v dalam sumbu a (real)
adalah komponen v dalam sumbu b (imajiner)
Gambar 3. Sektor SVPWM pada topologi FSTPI[7]

Tegangan keluaran SVPWM inverter tiga fasa Pada SVPWM harus didefinisikan terlebih dahulu
merupakan hasil konversi dari tegangan masukan dc sebuah vektor referensi, misalkan v dalam bidang ab.
menggunakan teknik SVPWM. SVPWM adalah teknik Pendekatan yang digunakan oleh vektor referensi v
modulasi vektor ruang yang diterapkan dengan berdasar kepada pemilihan urutan switching q1, q2, q3,
dan q4. Berikut ini adalah persamaan v[1];
menggunakan sistem koordinat kartesian ab. Pada
teknik SVPWM konvensional, bidang ab dibagi
(6)
menjadi enam buah sektor (Gambar 2). Sedangkan pada
FSPTI hanya terdapat empat buah sektor seperti dalam dengan
Gambar 3. m adalah indeks modulasi
tegangan masukan FSTPI, dalam volt
Tabel 1. Proses switching FSTPI [7]
pergeseran sudut v terhadap sumbu a

V dan Vb

0 0 Y N
Vb 0

1 0
2,3,4 4,1,2

1 1 Y
Vb 0
N Y
Vb 0
N

0 1 2,3 3,4 2,3 3,4

Vb- 3V 0 V+3Vb 0 V+3Vb 0 Vb- 3V 0


Y N Y N
Y N Y N
Tegangan referensi SVPWM FSTPI (Vref) 3 1 3 1 3
1 3 1
digambarkan dalam bentuk vektor. Hubungan
kesetaraan volt sekon pada setiap sektornya digunakan
Gambar 4. Algorithma pembentukan pulsa SVPWM FSTPI [12]
sebagai acuan dalam memperhitungkan besarnya duty
cycle sinyal SVPWM. Kemudian besarnya duty cycle ini
Berdasarkan pers. 6, v berputar pada bidang ab dengan
digunakan untuk mengitung lamanya waktu on pasangan
kecepatan dj/dt. Akibat perputaran v, maka terbentuk
komponen semikonduktor saat Vref melintasi
lintasan bundar yang radiusnya tergantung pada
sektor-sektor pada bidang ab. Proses switching inilah amplitudo v. Berdasarkan [1] diperoleh algorithma
yang menghasilkan tegangan keluaran (v) dari SVPWM pembentukan pulsa SVPWM untuk FSTPI seperti
FSTPI seperti dalam Tabel 1. ditunjukkan pada Gambar 4.
Apabila ditinjau bahwa stator motor induksi tiga fasa
rotor sangkar dihubung Y, maka tegangan stator fasa ke

A17-2
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

B. Sensorless vector control Bila bidang acuan sembarang berputar dengan


Perkembangan teknologi elektronika daya dan kecepatan 0, K = 0, maka model motor induksi tiga fasa
prosesormikro memberi andil besar dalam rotor sangkar akan berorientasi pada statornya.
pengambangan metode pengaturan kecepatan maupun Substitusi K = 0 ke dalam persamaan-persamaan acuan
torsi motor induksi tiga fasa rotor sangkar. Secara fisik, sembarangnya menghasilkan model space vector dalam
motor ini hanya mendapat eksitasi dari sisi satornya saja. bidang ab [13-14].
.
Sedangkan rotornya diinduksi berdasarkan prinsip
Model fluksi [17]:
Lenz-Faraday. Metode vector control bertujuan untuk
membuat agar motor induksi dapat diperlakukan sama
(7)
seperti motor dc penguatan terpisah. Dengan adanya
metode vector control, kecepatan dan torsi motor dapat
diatur secara terpisah, dengan memisahkan komponen (8)
arus statornya maupun rotornya[13].
Salah satu alternatif metode vector control yang lebih (9)
ekomonis adalah sensorless vector control. Pada metode
(10)
ini penggunaan sensor diminimalisir. Sebagai gantinya
diperlukan model estimator untuk memperkirakan
besarnya parameter yang biasanya diperoleh melalui Model Arus[17]:
sensor-sensor tersebut. Sensorless berarti bahwa sistem
tersebut tidak menggunakan sensor kecepatan, maupun (11)
sensor posisi [8-9,11, 13-14].
Biasanya sistem sensorless ini berbasis pada metode (12)
indirect, yakni fluksi rotor tidak disensor secara
langsung dengan sensor magnet, misalnya Hall efect, (13)
melainkan diperoleh berdasarkan perhitungan dari
variabel variabel statornya. Ini sesuai dengan Gambar 4
di bawah ini [8]. (14)

Model mekanik[17]:

(15)

III. METODOLOGI PENELITIAN


Penelitian ini dikembangkan dengan metode desain
eksperimental. Tahapan awal merupakan desain atau
pengembangan model SVPWM FSTPI dan model
sensorless vector control. Pada tahap ini diperlukan
data-data sekunder dari datasheet motor induksi tiga
Gambar 4. Metode Sensorless Vector Control (diadaptasi dari [8])
fasa.
Kemudian, berdasarkan data-data tersebut dipilih
C. Model Motor Induksi komponen semikonduktor yang diperlukan berserta
Pada kasus vector control, motor induksi tiga fasa kapasitansi kapasitor, rating tegangan kapasitor serta
rotor sangkar biasanya dimodelkan dengan tegangan dc masukannya. Setelah menentukan nilai-nilai
menggunakan model dinamisnya. Parameter motor parameter rangkaian. Selanjutnya dengan menggunakan
induksi seperti induktansinya, dapat berubah-ubah setiap perangkat lunak, model sistem disimulasikan dan
ada perubahan sudut rotornya. Kendala-kendala yang dianalisis.
dihadapi dapat diatasi dengan menggunakan model
dinamis motor induksi yang dikenal sebagai model space IV. HASIL DAN ANALISIS
vector. Model SVPWM FSTPI dirancang untuk
Model space vector diformulasikan dengan beberapa menggerakkan motor induksi tiga fasa rotor sangkar
asumsi, yakni: parameter-parameter pada setiap fasa berbasis metdoe vector control. Motor induksi yang
motor ini dalam kondisi setimbang, celah udara seragam, digunakan memiliki data teknis sebagai berikut,
rugi-rugi dan saturasi diabaikan. Model space vector ini
diformulasikan dengan menggunakan kerangka acuan
sembarang. Kerangka acuan ini merupakan sistem
koordinat dua dimensi, K yang berputar dengan
kecepatan sembarang, K.

A17-3
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

switching 10 kHz. Motor induksi 3-fasa tipe sangkar


0,5Hp, 1,29Nm, 220V, 50Hz, 1400rpm, hubungan Y.
Dari simulasi dengan rentang waktu 1s diperoleh
kurva arus stator perfasanya (isa,isb, isc), torsi
elektromagnetik motor induksi (Tem_IM).

Torsi motor

Oleh karena tegangan kerja motor induksi yang


digunakan adalah 220V, maka tegangan masukan FSTPI
dipilih sebesar 200V. maka ditetapkan Kapasitansi
kapasitor DC link C1, dan C2 sebesar,
Torsi beban

1 2

Gambar 7 Torsi motor dan torsi beban


Frekwensi switching dari SVPWM ditetapkan sebesar
10kHz.
Model SVPWM FSTPI yang digunakan dalam
simulasi dengan perangkat lunak. Pada proses simulasi
ini digunakan model kendali sensorless vector control
diperlihatkan pada Gambar 6.
Saat beban berubah mendadak

Gambar 8. Kecepatan motor

Selama proses simulasi, rotor di setting agar berputar


pada kecepatan 1200rpm, Id,ref disetting pada nilai 1 A.
Kemudian sistem disimulasi selama 3s. Hasil simulasi
menunjukkan bahwa sistem yang dirancang mampu
merespon perubahan torsi beban dengan baik. Ketika
torsi beban melonjak dari 0 Nm sampai 1Nm, sistem
dapat menjaga rotor berputar dengan kecepatan
Gambar 6 Model sensorless vector control
1200rpm. Ketika secara mendadak beban dihilangkan,
Parameter kontroler PI untuk arus Id motor berputar lebih cepat dari nilai referensinya
selama 3ms, kemudian kembali berputar pada
kecepatan 1200rpm.

Parameter PI untuk arus n V. KESIMPULAN


Berdasarkan hasil simulasi dapat disimpulkan
bahwa:
Metode sensorless vector control yang digunakan
Parameter PI untuk arus Iq pada aplikasi VSD SVPWM FSTPI mampu bekerja
dengan baik pada kasus dinamis, baik ketika torsi
beban mendadak dihilangkan atau mendadak
dinaikan ke nilai nominalnya.
Ketika torsi beban melonjak dari 0 Nm sampai
Eksperimen difokuskan pada perilaku dinamis sistem 1Nm, sistem dapat menjaga rotor berputar dengan
dengan menerapkan perubahan yang mendadak pada kecepatan 1200rpm.
torsi beban. Pada ekperimen ini, model SVPWM FSTPI Apabila secara mendadak beban dihilangkan, motor
di setting dengan tegangan dc 200V, frekwensi berputar lebih cepat dari nilai referensinya selama

A17-4
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

3ms, kemudian kembali berputar pada kecepatan FSTPI-fed induction motor drives. COMPEL: The
International Journal for Computation and Mathematics in
1200rpm.
Electrical and Electronic Engineering Vol. 26 No. 1, hal.
127-147, 2007
UCAPAN TERIMA KASIH [13] Wilamowski, B. M., Irwin, J. D. 2011. Power electronics and
motor drIves, The Industrial Electronics Handbook, 2 nd
Terima kasih untuk program beasiswa BPPS tahun
edition. Boca Raton: CRC Press Taylor & Francis Group, LLC
anggaran 2010-2012 sebagai penyandang dana penelitian ini.
[14] Senturk, O., S., Nielsen, S.M., Teodorescu, R. Helle, L., dan
Rodriguez, P. 2009. A Single Leg Switched PWM Method for
Three-phase H-Bridge Voltage Source Converters. Energy
DAFTAR PUSTAKA Conversion Congress and Exposition (ECCE)-2008, IEEE, hal.
[1] Dzung, P. Q., Phuong, L. M.. 2007. A Modified Space Vector Pwm 3137-3142
Algorithm For Low-Cost Inverter Control. International [15] Bose, B. K. 2006. Power Electronics And Motor Drives:
Symposium on Electrical & Electronics Engineering, Track 3. Advances And Trends. Prentice Hall. New Jersey.
[2] Ma, T., T. 2011. New Control Strategies for a Two-Leg [16] Buso, S., Mattavelli, P. 2006. Digital Control In Power
Four-Switch STATCOM. Hongkong: Procedings of the Electronics. Morgan & Claypool. Nebrasca
International Multi Conference of Engineers and Computer [17] Boldea, I., Nasar, S.A. 2010. The Induction Machines Design
Scientist 2011, Vol. II. Handbook, Second Edition. Taylor And Francis Group, Llc.
[3] Mohanty, n. K., Muthu, R. 2010. Microcontroller Based PWM London
Controlled Four Switch Three Phase Inverter Fed Induction
Motor Drive. Serbian Journal Of Electrical Engineering Vol. 7,
No. 2, November, pp. 195-204
[4] Mohanty, N.K., Muthu, N. 2011. A Novel Implementation of BIBLIOGRAPHY
Xilinx FPGA Based Four Switch Three Phase IGBT Inverter
Fed Induction Motor Drive Using PWM. European Journal of Aripriharta mahasiswa S2 Teknik Elektro FT-UB. Sejak
Scientific Research ISSN 1450-216X Vol.48 No.3 pp.424-433. 2005-sekarang bergabung sebagai dosen di TE
EuroJournals Publishing, Inc. FT-UM. Minat risetnya terfokus pada bidang
[5] Monfared, M., Rastegar, H., Kojabadi, H., M. 2008. Overview of elektronika daya modern, energy saving dan smart
Modulation Techniques for the Four-Switch Converter Topology. system.
2nd IEEE International Conference on Power and Energy (PECon
08), December 1-3, 2008, Johor Baharu, Malaysia
[6] Monfared, M., Rastegar, H., Kojabadi, H. M. 2010. A Simple
and Efficient Control Strategy for Four-Switch Three-Phase
Power Converters. Advances in Electrical and Computer Rini Nur Hasanah, ST., MSc. PhD. adalah dosen di
Engineering Vol. 10, No. 1. Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik,
[7] Muralidhara, B. , Ramachandran, A., Srinivasan, A., Channa Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia. Ia
Reddy, M. 2010. Space Vector PWM Signal Generation for a mendapat gelar PhD di bidang electromechanics dan
Three Phase Inverter and Hardware Implementation Using - MSc dalam bidang energi, dari Institut Teknologi
Controller. International Journal of Engineering Science and Federal Swiss di Lausanne, Swiss. Kepentingan
Technology Vol. 2(10), pp. 5074-5979 penelitiannya meliputi cabang-cabang
[8] Neacsu, O.D. 2006. Power Switching Converter-Medium & electromechanics energi dan juga. Ia telah menerbitkan artikel dan
high Power. Inggris, London: Taylor & Francis disajikan dalam beberapa jurnal ilmiah dan seminar.
[9] Niasar, A.H., Vahedi, A., Moghbelli, H. 2009. Low-cost
sensorless control of four-switch, brushless DC motor drive
with direct back-EMF detection. Journal of Zhejiang
Teguh Utomo, Ir., MT. dosen Teknik Elektro
University SCIENCE, Vol. 10, Ed. 2, hal. 201-208.
FT-UB. Minat riset dibidang energi baru dan
[10] Corra, M. B. R. Jacobina, C., B. Silva, E. R. C., Lima, A. M. N.
terbarukan. Telah banyak berkecimpung dalam
2006. A General PWM Strategy for Four-Switch Three-Phase
berbagi kegiatan workshop, training, penelitian dan
Inverters. IEEE Transactions On Power Electronics, Vol. 21,
pengabdian masyrakat di bidang energi, utama
No. 6, November
mikrohidro. Ia telah menerbitkan artikel dan
[11] Quang, N. P., Dittrich, J. A. 2008. Vector Control Of
disajikan dalam beberapa jurnal ilmiah dan seminar.
Three-Phase AC Machines. Springer. Berlin
[12] Badsi, B.E., Guermazi, A., Masmoudi,A. On the comparison
between different space vector PWM strategies implemented in

A17-5
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Rancang Bangun Inverter pada Sistem PJU


Tenaga Hybrid
Suryono1, Yahya Chusna Arief2, Intan Qurnia Hanifah3
Dosen Elektro Industri PENS-ITS 1,2, Mahasiswa D4 Teknik Elektro Industri 3
Teknik Elektro Industri, Politeknik Elektronika Negeri Surabaya
Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
Kampus ITS Sukolilo Surabaya 60111
Telp (+62) 031-59447280 .Fax (+62) 031-5946114
Email: alittle_chocochip@yahoo.com

memanfaatkan tenaga angin dan matahari. Pada


Abstrak- Pada makalah ini, dibahas tentang system makalah ini, dibahas suatu system rancang bangun
penerangan jalan umum (PJU). Dimana di Negara inverter pada sistem PJU yang menggunakan tenaga
Indonesia saat ini masih banyak yang menggunakan hybrid. Sehingga system ini dapat merealisasikan
tenaga listrik yang berasal dari PT. PLN (Persero) sebagai daerah terpencil sekalipun yang tidak dapat terjangkau
sumber utamanya. Penggunaan PJU di Indonesia, telah
oleh aliran dari suplai PLN serta mewujudkan visi-misi
banyak menghabiskan biaya. Tidak semua tempat di
daerah Indonesia yang bisa terjangkau dengan suplai
PLN [75/100], artinya di hari ulang tahun kemerdekaan
PLN. Sehingga di daerah terpencil yang jauh dari suplai RI yang ke 75 seluruh pelosok di Indonesia harus
PLN tidak ada PJU. Dengan memanfaatkan energy yang menikmati listrik khususnya kawasan Indonesia timur.
ada pada alam, energy panas yang berasal dari matahari
berupa solar cell dan energy angin yang berupa kincir II. TINJAUAN PUSTAKA
angin sehingga dapat tercipta tenaga hybrid sebagai suplai
dari PJU. Dari tenaga hybrid tersebut akan disimpan
Dalam makalah ini kami mengacu pada makalah yang
dalam aki sebesar 24 volt. Dan keluaran dari aki akan ditulis oleh Umar Hisbullah yang berjudul Rancang
diteruskan ke dalam inverter. Di inverter perubahan dari bangun pengubah DC ka AC (inverter) pada
sinyal dc menjadi sinyal ac sebesar 24 Vac yang kemudian Pembangkit Listrik Tanaga Angin (PLTA). Prinsip
keluaran dari aki akan diteruskan ke dalam trafo step up kerjanya adalah inverter merupakan suatu rangkaian
sehingga tegangan dari 24 Vac akan di naikan menjadi 220 yang digunakan untuk mengkonversi daya arus searah
Vac yang selanjutnya digunakan sebagai lampu PJU. Dari menjadi daya arus bolak - balik dengan tegangan dan
desain yang dibuat telah di dapatkan hasil eksperimen frekuensi yang diinginkan. Rangkaian ini menggunakan
pada keluaran inverter belum bisa menghasilkan keluaran
Mosfet sebagai komponen utamanya. Pada makalah
23,6 Vac dan dari hasil keluaran trafo menghasilkan
tegangan sebesar 196 Volt. Hal ini terjadi karna adanya
tersebut inverter ini menggunakan Mosfet sebagai
rugi dari inti besi pada trafo. switching. Kincir angin berputar yang di putar oleh
angin kemudian dicouple dengan generator sehingga
Kata Kunci Inverter, hybrid, PJU, energi alternatif menghasilkan tegangan dc dan di charger ke accu. Accu
ini sebagai sumber (12 Volt/5Ah) inverter, dari sumber
accu 12 Volt dc diubah ke 12 Volt ac. Kemudian dari 12
Volt ac tegangannya dinaikkan oleh trafo sebesar 220
I. PENDAHULUAN Volt ac. Kemudian tegangan tersebut sudah dapat di
pakai oleh beban.
Kebutuhan akan energi yang terus meningkat dan
semakin menipisnya cadangan minyak bumi memaksa
manusia untuk mencari sumber-sumber energi III. DASAR TEORI
alternatif. Dalam upaya pencarian sumber energi baru Beberapa dasar teori tang dijadikan sebagai fererensi
sebaiknya memenuhi syarat yaitu menghasilkan jumlah dalam penelitian ini antara lain adala sebagai berikut.
energi yang cukup besar, biaya ekonomis dan tidak
berdampak negatif terhadap lingkungan. Oleh karena itu A. Inveter
pencarian tersebut diarahkan pada pemanfaatan energi Konverter DC ke AC dinamakan inverter. Fungsi
panas dari matahari dan energy angin berupa kincir sebuah inverter adalah mengubah tegangan input DC
angin baik secara langsung maupun tidak langsung menjadi tegangan output AC simetris dengan besar dan
dengan menggunakan panel sel surya yang dapat dan frekuensi yang diinginkan. Tegangan outputnya
merubah energi panas matahari menjadi energi listrik bisa tertentu dan bisa juga diubah-ubah dengan
yang dinamakan solar cell dan kincir angin yang dapat frekuensi tertentu atau frekuensi yang diubah-ubah.
juga merubah enegri gerak menjadi enargi listrik, yang Tegangan output variabel didapat dengan
kedua sumber energy tersebut diatas disebut sebagai mengubah-ubah tegangan input DC agar gain inverter
tenaga Hybrid. konstan. Disisi lain, apabila tegangan input DC adalah
Sehingga hal ini dapat memperingan beban yang tertentu dan tidak bisa diubah-ubah, bisa didapatkan
selama ini di suplai oleh PLN, yaitu dengan tegangan output yang variabel dengan mengubah-ubah

A18-1
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

gain dari inverter. Gain converter didefinisikan sebagai Model transformator ideal tampak pada Gambar 3. (a)
rasio tegangan output AC terhadap tegangan input DC. dimana antara input dengan output mempunyai
hubungan:
- Single Phase Full Bridge Inverter

Pada rangkaian Single Phase Full Bridge Inverter


membutuhkan empat buah piranti switching (MOSFET)
yang bekerja secara berpasangan dan bekerja (on-off)
secara bergantian, maka membutuhkan dua buah pulsa
yang bekerja on-off secara bergantian. Rangkaian Single
Phase Full Bridge Inverter pada gambar 1. didesain
(a) (b)
untuk menghasilkan tegangan 220 Vac, maka piranti
yang sesuai untuk Single Phase Full Bridge Inverter Gambar model 3. Transformator ideal
menggunakan MOSFET tipe IRFP 460. MOSFET IRFP
460 memiliki kemampuan switching diatas 50 KHz. Pada sisi primer transformator ideal terdapat sebuah
Tegangan drain-source (Vdc) cukup aman untuk inductor parallel yang disebut magnetizing inductance.
tegangan 220 V, karena MOSFET IRFP 460 memiliki Sehingga rangkaian ekivalen transformator dapat
batas kemampuan tegangan drain-source sampai 500 V dipresentasikan pada gambar 3(b). karakteristik
dan arus drain ID 20 Ampere. induktor magnetizing dapat dijelaskan dengan
karakteristik B-H pada Gambar 4.

Gambar 1. Single Phase Full Bridge Inverter

Untuk menghitung tegangan keluaran Vrms inverter


menggunakan rumus : Gambar 4. Karakteristik B-H pada inti besi transformator.

(1-1)
IV. PERANCANGAN SISTEM
Pada perencanaan sistem dari makalah ini
= Vp menjelaskan tentang inverter. Dimana inverter ini
adalah bagian dari keseluruhan perancangan sistem
yang sudah kami kerjakan. Inverter merupakan
B. Transformator
pengontrolan dari tegangan DC yang berasal dari
Transformator adalah alat statis yang digunakan keluaran dari aki untuk mengubah sinyal DC menjadi
untuk mentransfer energy dari suatu rangkaian satu ke sinyal AC yang nantinya dipergunakan sebagai inputan
rangkaian yang lain. Transfer energi tersebut pada trafo step-up yang kemudian dipergunakan untuk
kemungkinan menaikkan atau menurunkan tegangan. menyalakan lampu sebesar 400 watt.
Namun frekuensinya akan sama pada kedua rangkaian. Sedangkan untuk perencanaan sistem dari sollar cell
Jika transformasi terjadi dengan kenaikkan tersebut dan kincir angin, masih dalam proses penelitian kami.
disebut transformator step-up. Apabila tegangan Pada gambar 5 dibawah ini adalah cara kerja dari
diturunkan disebut transformator step-down. perencanaan sistem yang dapat dijelaskan sebagai
berikut :
1. Panas dari matahari menyinari solar cell yang akan
merubah dari energy panas menjadi energy listrik
untuk menyimpan energy listrik ke dalam aki.
2. Dalam penyimpanan energy listrik ke dalam aki
dilakukan bersamaan dengan komponen kincir
angin yang di gerakkan oleh angin sehingga
memutar alternator yang menghasilkan energy
gerak akan di ubah kedalam energy listrik.
3. Hasil penyimpanan energy listrik didalam aki
masih berupa tegangan sebesar 24 Vdc, yang
Gambar 2. Transformator Dasar kemudian akan di searahkan di dalam inverter.
Dimana dalam proses inverter mengubah sinyal dc
Transformator mempunyai dua fungsi yaitu sebagai
menjadi ac.
konversi tegangan step up atau step down dan
4. Hasil keluaran dari inverter sebesar 24 Vac akan
menyediakan isolasi elektrik antara input dengan output.
dinaikkan tegangannya sebesar 220 Vac melalui

A18-2
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

trafo step-up, sehingga hasil keluaran dalam trafo 4. Menentukan inti besi (KERN)
tersebut digunakan untuk menyalakan beban
lampu. Panjang inti (b) :
5. Dan mikrokontroler digunakan sebagai switch
mosfet pada inverter dan mengatur penyalaan
lampu melalui RTC dan LDR. = =
4,068 cm

Lebar / tinggi inti besi (h) :

Luas penampang inti (A) :

A = b x h = 4,1 x 6,25 = 25,625 cm2


Gambar 5. Blok Diagram keseluruhan system
Berat KERN
Data untuk simulasi : Berat KERN (dalam gram)
1. Perhitungan Solar Cell = 1,5 x Daya primer x 25,625
Beban: = 1,5 x 444,4 x 25,625
Lampu 400 W = 17081,63 gram
Accu yang dipakai = 24 V 5. Menghitung jumlah lilitan primer dan
Arus output accu sekunder

Lilitan primer :
i = 4 Ampere

- Maka waktu yang diperlukan

Lilitan sekunder :
Seharusnya waktu ideal untuk pengisian battery
24 V 36 Ah dengan solar cell adalah 8 jam,
sehingga:
Arus output dari solar cell :
6. Menentukan ukuran kawat tembaga (AWG)
Diameter kawat primer ( ) :
Jadi seharusnya menggunakan solar cell:
4.5 x 24 = 108 WP D
Apabila battery digunakan selama 7 jam, maka i
konsumsi battery: a
meter kawat sekunder ( ) :
Sehingga beban yang mampu disupply oleh battery 24
Volt / 36 Ah adalah: M
5.14 A x 24 V = 123,36 Watt a
ka, ukuran kawat yang digunakan adalah 2,2
2. Pembuatan Trafo Step up mm untuk lilitan primer dan 0,7 mm untuk
lilitan sekunder.
1. Jenis transformator : transformator step-up
Vp = 24 V 7. Total kawat AWG yang diperlukan :
Vs = 220 V efisiensi = 90% Keliling Bobin Inti Induktor
2. Menentukan daya primer dan daya sekunder Kcore = 2(P + L)
= 2(4,1 + 6,25)
P. primer = = 20,7 cm
= Jika Toleransi Panjang Kawat = 50%
3. Menentukan arus primer dan arus sekunder Panjang Kawat Primer =

=
= 1890 + 945
= 2835 cm = 28,35 m

A18-3
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Panjang Kawat Sekunder =

=
= 16905 + 8452,5
= 25357,5 cm = 253,575 m

V. HASIL PENGUJIAN
A. Penelitian melalui simulasi
Gambar 8. Rangkaian inverter, trafo berbeban
Penelitian yang dilakukan melalui simulasi antara
trafo dengan beban dan inverter, travo dan beban.
Rangkaian simulasi dengan PSIM :

Gambar 6. Rangkaian trafo berbeban

Gambar 7. Hasil simulasi rangkaian trafo berbeban Gambar 9. Hasil simulasi tegangan yang keluar dari inverter dan
tegangan keluaran dari trafo berbeban.
Dari hasil simulasi diatas dapat dilihat hasil dari Vout
simulasi sebesar 194 V.

Kemudian, pengujian selanjutnya adalah rangkaian


inverter beserta simulasinya. Pada inverter terdapat
Pulse Width Modulation yang dibangkitkan dengan cara
membandingkan antara sinyal segitiga dengan sinyal dc.
Pengelompokan sinyal dikerjakan dengan
membandingkan sebuah sinyal referensi PWM dari Gambar 10. Hasil simulasi dari keluaran penyulutan mosfet 1 dan 4
summing amplifier, serta amplitudo gelombang
pembawa segitiga. Frekuensi sinyal pembawa
menunjukkan frekuensi dasar tegangan output.
Dalam membangkitkan teknik Switching Pulse
Width Modulation, harus direncanakan dahulu kondisi
ON dan OFF ( kondisi switching) sinyal drive mosfet
tersebut. Untuk periode ON dan OFF adalah sama
Gambar 11. Hasil simulasi dari keluaran penyulutan mosfet 2 dan 3
lamanya yaitu setengah dari periode untuk masing
masing frekuensi.
Dalam hal ini, untuk membangkitkan metode
switching PWM untuk mengetahui kondisi high dan
low switching pada mosfet. Kondisi penyulutan empat
mosfet tersebut terlihat pada table 1.
Tabel 1. Kondisi Pnyulutan

State Vout put


Mosfet 1,4 ON dan Mosfet 2,3 OFF Vs
Mosfet 1,4 OFF dan Mosfet 2,3 ON - Vs
Gambar 12. Gelombang Dricer Mosfet
(Volt/div=5V;Time/div=10ms)
Selanjutnya adalah simulasi rangkaian inverter 1
phasa, trafo dengan beban.

A18-4
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Selanjutnya adalah pengujian inverter satu phasa. VI. KESIMPULAN


Pengujian ini menggunakan power supply 48V 7A Setelah melakukan proses perencanaan dengan hasil
dengan beban resistor 45 ohm. Gambar 13 simulasi dan beberapa percobaan alat, dapat
menunjukkan bentuk gelombang keluaran inverter satu
disimpulkan :
phase:
1. Pengujian PSIM pada rangkaian trafo berbeban,
telah menghasilkan gambar gelombang berupa
sinusoidal, karena beban yang di gunakan adalah
beban linier.
2. Dalam menaikkan tegangan dari 24 Vac menjadi
220 Vac pada system ini menggunakan trafo step
up karena hasilnya lebih baik dari pada
menggunakan double boost. Karna dari segi
pembuatan rangkaian double boost membutuhkan
perhitungan yang rumit dan hasilnya belum tentu
Gambar 13. Bentuk gelombang keluaran inverter multipulsa satu bisa maksimal dan baik.
phase (Volt/div= 25 Volt, Time/div =5mS) 3. Pada data pengujian inverter secara hardware, telah
Pada hasil simulasi di atas telah didapatkan data didapatkan data bahwa nilai tegangan input dan
hasil percobaan pengujian pada inverter satu phasa keluaran tegangan output perbedaan nilai tidah
dibawah ini : jauh berbeda. Sehingga menghasilkan nilai
Tabel 2 Data Pengujian Inverter
efisiensi diatas 70%. Hal ini berarti inverter
bekerja dengan baik.
No Vin Iin Vout Iout Pin Pout Efisie
4. Hasil pada simulasi rangkaian trafo berbeban, telah
. n
(V) (A) (V) (A) (W) (W) menghasilkan tegangan keluaran sebesar 194,9 V.
(%) Sedangkan pada hasil percobaan rangkaian
1. 5 0.15 5.24 0.127 0.75 0.66 88 sebesar 196 V. Hal ini terjadi karena dikarenakan
2. 10 0.29 10.69 0.25 2.9 2.67 92 drop tegangan pada sisi trafo.
5. Tegangan keluaran inverter 1 phasa pada simulasi
3. 20 0.55 21.9 0.45 11 9.85 89.5
PSIM sebesar 23,67 Volt.
4. 24 0.65 24.70 0.52 15.5 14.15 91.29

VII. DAFTAR PUSTAKA


Hasil percobaan rangkaian trafo dengan beban 400 watt.
[1] Alim,Sertu Senina Sinamo, Mengenal Solar Cell Sebagai Energi
Alternatif , 2010.
[2] Santoso,Anthoni,Pemanfaatan Harmonisa Sebagai Sumber
Energi Dengan Menggunakan Filter (Boost Converter Dan
Inverter 1 Fasa) , PENS-ITS, Surabaya, 2008.
[3] Peralatan Energi Listrik : Pencahayaan.
[4] Triyas, Ika,Rancang Bangun Sistem Penggerak Pintu Air Dengan
Memanfaatkan Energi Alternatif Matahari, PENS-ITS,
Surabaya, 2010.
[5] www.google.com.
[6] http://id.wikipedia.org/wiki/Turbin_angin.
[7] Hisbullah, Umar, Rancang Bangun Pengubah DC Ke AC
(Inverter)Pada Pembangkit Listrik Tanaga Angin (PLTA),
Makalah PENS-ITS, Surabaya, 2007
[8] Daud I, Fahmi MI, Irwanto M, Shatri C, Adzrie M,Performance
Gambar 14. Hardware rangkaian pengujian trafo Of Photovoltaic And Wind Hybrid Inverter,IPCBEE.2011.
[9] Prasetyo, Arief Eko, Rancang Bangun Turbin Angin Tipe
Tabel 3 Hasil Pengujian TrafoO Savonius Diameter 1,2 Meter, Karya Ilmiah (Skripsi), UMS,
2011.
Vin Iin(A Vout Iout Pin( Pout(V Efisie Intan Qurnia Hanifah lahir di Surabaya, 28 Mei
(V) ) (V) (A) VA) A) nsi( 1990. Telah berhasil menamatkan wajib belajar
%) 9 tahun pada tahun 2002-2005 yang kemudian
10 10 84 1 100 84 84 melanjutkan ke jenjang SMA di Hang Tuah 1,
Surabaya pada tahun 2008. Dan sekarang
15 11,8 123 1,22 177 150,06 84,77 melanjutkan jenjang yang lebih tinggi di
Politeknik Elektronika Negeri Surabaya Institut
20 13,8 167 1,45 276 242,15 87,73 Teknologi Sepuluh Nopember pada program
studi D4 Elektro Industri. Penulis aktif berorganisasi dan aktif dalam
24 15,2 196 1,6 364, 313,6 85,96 Himpunan Mahasiswa Elektro Industri pada tahun 2009-2010 dan
8 pernah mengikuti pelatihan Latihan Kepemimpinan Managemen
Mahasiswa pra-Tingkat Dasar (LKMM pra-TD) pada tahun 2008 dan
Latihan Kepemimpinan Managemen Mahasiswa Tingkat Dasar
Hasil data percobaan diatas adalah pengetesan trafo (LKMM TD) pada tahun 2009. Selain itu penulis juga pernah
step up dengan menggunakan beban lampu sebesar 400 mengikuti pelatihan Autocad pada tahun 2009 dan pelatihan Jaringan
Komunikasi pada tahun 2010. Pada tahun 2010 penulis telah
watt.

A18-5
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

menyelesaikan kerja praktek di PT. Toa Galva Industri di Depok Pada tahun 2001-2005 beliau juga mengajar dengan mata kuliah
Jawa barat. Bahasa Indonesia(TTKI) pada jenjang program D4. Setelah itu, beliau
juga pernah mengajar memberikan materi tentang mata kuliah
Suryono lahir di Surabaya, 23 Nopember 1963, Standart Instalasi&K3 pada jenjang program D4 dari tahun
telah lulus Diploma III Teknik Elektro ITS tahun 2005-2009. Tidak hanya itu saja, beliau juga mengajar dengan materi
1986 di Surabaya, dan telah lulus Sarjana Teknik Dasar Kualitas Daya pada tahun 2007-2008 pada jenjang program D4.
Elektro ITS pada tahun 1990 dengan bidang
keahlian Teknik Sistem Tenaga. Tidak hanya Yahya Chusna Arief lahir di Jember, 09 Juni
berhenti di situ saja, kemudian lanjut jenjang dan 1960, telah lulus Sarjana Teknik Elektro ITS
telah lulus pendidikan Master Teknik Elektro tahun 1987 di Surabaya, dan telah lulus Master
pada tahun 1995 di ITB dengan bidang Elektroteknik. Pada tahun Teknik Elektro ITS tahun 1999 di Surabaya
2000-2001 mengikuti pelatian Counter Part, Osaka University Japan Bidang Keahlian adalah Teknik Sistem
yang diselenggarakan oleh JICA(Japan International Cooperation Tenaga, sebagai dosen sejak tahun 1989 di
Agency). Dan masih banyak lagi pelatihan yang diikuti. Pada tahun jurusan Teknik Elektro Industri, Politeknik
1991 beliau sudah aktif mengajar dengan mata kuliah Rangkaian Elektronika Negeri Surabaya. Aktif sebagai
Listrik 1 dan 2 hingga sekarang, pada jenjang program D3 dan D4. Asessor ATKIs(Indonesia Power Engineers Assessor IATKIs
Assessor)sejak tahun 2002.

A18-6
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Probabilitas Tegangan Tembus Susunan Elektroda


Koaksial Sebagai Pemotong Tegangan Lebih
Impuls Dengan Level 4kV
Moch. Dhofir1, Hadi Suyono1, Daud Obed Bekak2
1) Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya
2) Politeknik Negeri Kupang,
E-mail: dhofir@yahoo.com, hadis@ub.ac.id dan daudobed@yahoo.com

Abstrak - Distribusi Probabilitas Tembus P(Vb) elektroda Menurut standar DIN VDE 0675/IEC Publ.66,
koaksial menunjukkan hubungan probabilitas tegangan peralatan listrik tegangan dibagi kedalam empat kategori
tembus pada setiap tingkatan tegangan yang diberikan pada berdasarkan tingkat (level) ketahanan terhadap tegangan
elektroda koaksial tersebut. Distribusi ini penting untuk impuls. Peralatan kategori IV memiliki ketahanan impuls
mendapatkan tegangan kepastian tembus (Vb-95) dari hingga 6 kV, kategori III memiliki ketahanan impuls hingga
elektroda koaksial. Dalam penelitian telah dirancang dan dan 4 kV, kategori II memiliki ketahanan impuls hingga 2,5 kV,
dibuat suatu susunan elektroda koaksial yang memberikan
tegangan kepastian tembus impuls sebesar 4 kV sesuai
dan kategori I memiliki ketahanan impuls hingga 1,5 kV.
dengan standar DIN VDE 0675/IEC Publ.66. Sebagai Dalam penelitian ini, elektroda koaksial dirancang memiliki
peralatan proteksi tegangan lebih, elektroda koaksial ini akan tingkat proteksi 4 kV dan diaplikasikan untuk proteksi
memotong setiap tegangan lebih impuls hingga pada level 4 peralatan dalam kategori III.
kV sebelum merambat ke peralatan listrik yang diamankan Perancangan arester koaksial mencakup penentuan
atau elektroda koaksial ini dirancang untuk memberikan dimensi dan pengujian distribusi probabilitas tembusnya.
tingkat proteksi sebesar 4 kV. Dari hasil rancangan Distribusi probabilitas tembus ini untuk menguji elektroda
didapatkan jari-jari elektroda dalam dari elektroda koaksial koaksial hasil rancangan apakah pada tingkat tegangan
adalah 8,55 mm dan jari-jari elektroda luarnya adalah 10 mm sebesar 4 kV memberikan probabilitas tembus sebesar 95%
dengan jarak sela udara sebesar 1,45 mm. Distribusi intensitas
medan listrik dalam susunan elektroda koaksial dibuat
(Vb-95 = 4 kV).
dengan bantuan perangkat lunak FEMM 4.2.
II. DASAR TEORI
Kata Kunci: Probabilitas tembus, tingkat proteksi 4 kV, Fenomena petir dapat menimbulkan tegangan lebih
susunan elektroda koaksial. pada setiap peralatan listrik dan elektronik yang berada
dalam radius 1,5 km dari titik sambaran. Tegangan lebih
I. PENDAHULUAN pada peralatan-peralatan tersebut dapat timbul dengan
Indonesia merupakan wilayah dengan kepadatan petir beberapa cara yaitu, pertama perambatan gelombang surja
relatif tinggi, sehingga setiap peralatan listrik dan tegangan melalui penghantar (kopling konduktif), kedua
elektronik yang ada di dalamnya dapat terganggu atau rusak dengan cara kopling induktif dan kapasitif, dan ketiga
akibat adanya sambaran petir (langsung atau tidak dengan cara radiasi.
langsung)[7]. Peralatan listrik dan elektronik yang berada Tegangan lebih yang ditimbulkan oleh sambaran petir
dalam radius 1,5 km dari titik sambaran akan terancam dari dapat mencapai orde ratusan kilovolt sementara peralatan
bahaya tegangan lebih. Tegangan lebih pada peralatan listrik dan elektronik hanya memiliki kekuatan isolasi pada
tersebut timbul karena mekanisme konduksi, kopling orde puluhan volt hingga ribuan volt[7]. Dengan demikian
induktif dan kapasitif, dan karena radiasi gelombang peralatan listrik dan elektronik sangat rentan terhadap
elektromagnetik. Oleh karena itu setiap peralatan listrik dan bahaya tegangan lebih akibat sambaran petir. Karena itu
peralatan elektronik perlu mendapatkan perlindungan dari dibutuhkan suatu peralatan pemotong tegangan (arrester)
bahaya tegangan lebih akibat adanya sambaran petir. yang berfungsi sebagai peralatan proteksi bagi peralatan
Pada dasarnya setiap susunan elektroda dengan sela listrik dan elektronik. Tegangan lebih ini harus dipotong
udara dapat digunakan sebagai pemotong tegangan lebih, hingga pada level aman bagi isolasi peralatan yang
termasuk susunan elektroda koaksial[4]. Tidak seperti diamankan.
susunan elektroda lain, susunan elektroda koaksial dipilih
karena lebih kompak, dapat disekmentasi/kaskade untuk
aplikasi multi fasa dan membutuhkan sedikit ruang.

A19-1
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Distribusi Medan Listrik Elektroda Koaksial


Persamaan intensitas medan listrik susunan elektroda Hubungan antara intensitas medan listrik e dan
koaksial dengan panjang tak terhingga dapat diturunkan kerapatan fluk listrik D dalam dielektrik udara adalah,
menggunakan Hukum Gauss. Penerapan Hukum Gauss E = D / e0
pada susunan koaksial ditunjukkan pada Gambar 1.
Permukaan Gauss yang berbentuk tabung tertutup sehingga,
digambarkan diantara elektroda dalam dan elektroda luar r
E= (4)
elektroda koaksial dengan jari-jari r. 2pe 0 r
Elektroda Dalam

r
(4)
-
d s
Elektroda Luar
Beda potensial (V) antara elektroda dalam dan
-
D
elektroda luar dapat dihitung menggunakan persamaan :
-
r2
V = E dr
L
ds
-
D
-

-
D
r1
ds

r1 r dr r r
r r2 V= = ln r | 2
2pe r 2pe 0 r1
Gambar 1. Susunan elektroda koaksial dan permukaan Gauss.
atau
r r
Apabila muatan yang dilingkupi permukaan Gauss V = ln 2 (5)
adalah Q dan kerapatan fluk listrik dinotasikan dengan D, 2pe 0 r1
maka dengan penerapan Hukum Gauss untuk Gambar 1 Dengan menggunakan persamaan (4) dan persamaan
adalah, (5) didapat hubungan antara V dan E sebagai berikut :
_ r
Q = D .d s (1) V = E r ln 2 (6)
_ _ _ _ _ _
r1
= D d s + D d s + D .d s Dan rumusan untuk intensitas medan listrik menjadi
atas samping bawah
V (7)
E =
dengan r
r ln 2
Q = muatan yang dilingkupi permukaan Gauss r1
D = vektor kerapatan fluks (C/m2) Intensitas medan listrik akan turun dengan cepat dari r1
ds = vektor yang tegak lurus permuakaan Gauss. menuju r2. Intensitas medan maksimum dapat dihitung
Karena D pada susunan koaksial arahnya radial, maka melalui persamaan (7) yang terjadi pada r = r1 atau pada
integral pada bidang atas dan bawah hasilnya nol, dan permukaan elektroda dalam, yaitu :
menjadi: V (8)
E = m r
Q = r L = samping D ds r1 ln 2
(2) r1

dengan Sedangkan untuk intensitas medan rata-rata Er dengan


= kerapatan muatan pada elektroda mudah dapat dihitung, yaitu :
V
L = panjang tabung Gauss. Er = , d = r2 - r1 (9)
r2 - r1
Karena pada bidang samping, D sejajar dengan ds dimana d adalah jarak sela.
maka persamaan (2) menjadi: Ketidakseragam medan listrik dapat diketahui melalui
r L = D ds efisiensi medan yang dihitung berdasarkan rasio antara
intensitas medan rata-rata (Er)dan intensitas medan
r = D 2p r
maksimum (Em), yaitu
r r ln r / r ln r2 / r1
D= (3) E
2p r h= r = 1 2 1 = (10)
Em r2 - r1 r2
-1
dan dalam bentuk vektor, r1
r Efisiensi merupakan fungsi dari r1 dan r2, dapat dilihat
D= a bahwa makin besar rasio antara r2 dan r1, maka semakin
2p r r
kecil efisiensi medannya. Pada distribusi medan yang

A19-2
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

homogen secara teoritis kekuatan isolasi udara pada


kerapatan udara standar adalah 30 kV/cm dan nilai ini akan _
1 n
menurun untuk distribusi medan yang semakin tidak Vb = Vbi
n i =1
(12)
homogen atau pada susunan elektroda dengan efisiensi
medan semakin kecil. Hubungan tegangan tembus sela dan untuk simpangan baku :
elektroda dengan mempertimbangkan faktor geometri
1 n _
elektroda adalah s=
n - 1 i =1
(Vbi - V b ) 2 (13)

Vb = E b d (11) _
Dengan menggunakan nilai-nilai V b dan dapat
Dimana Vb tegangan tembus, Eb intensitas medan tembus ditentukan fungsi distribusi probabilitas tegangan tembus
dielektrik udara, d jarak sela, dan efisiensi medan. dari susunan elektroda koaksial, yaitu :

Koordinasi Isolasi dengan Pendekatan Statistik _ 2


Koordinasi isolasi antara pengaman dan peralatan yang V -V / 2s 2
1 b b
diamankan penting untuk menjamin selektivitas operasi p o (V ) = e (14)
peralatan pengaman. Untuk elektroda koaksial yang s 2p
-
difungsikan sebagai pengaman peralatan listrik dalam V = Nilai rata-rata tegangan tembus
b
kategori III, maka elektroda koaksial harus memotong
Vb = Nilai tegangan tembus
setiap gelombang tegangan lebih yang melaluinya hingga
pada level 4 kV. Bila level tegangan sebesar 4 kV = simpangan baku
merupakan tegangan kepastian tembus (Vb-95) bagi
elektroda koaksial, maka bagi peralatan yang diamankan Dengan persamaan distribusi probabilitas ini
merupakan tegangan ketahanan (Vb-5). Dengan kata lain selanjutnya dapat ditentukan nilai tegangan tembus yang
bagi elektroda koaksial sebagai pengaman, tegangan memberikan probabilitas tembus sebesar 95% dan nilai
sebesar 4 kV memberikan probabilitas tembus sebesar 95%, tersebut harus sebesar 4 kV .
tetapi bagi peralatan listrik memberikan probabilitas tembus
sebesar 5% seperti ditunjukkan pada Gambar 2. Metode
koordinasi ini merupakan metode koordinasi isolasi dengan III. METODOLOGI
pendekatan probabilistik-statistik. Obyek Uji
Obyek uji dalam penelitian adalah susunan elektroda
P(Vb) koaksial sebagai peralatan proteksi yang berfungsi untuk
100% memotong tegangan lebih impuls hingga pada level 4 kV.
95% Penentuan dimensi elektroda dalam dan elektroda luar dari
susunan koaksial menggunakan persamaan (6) atau (7).
Dengan memasukkan nilai 30 kV/cm untuk Eb dan 4 kV
(1) (2) untuk Vb, maka jari-jari elektroda dalam dan luar dari
susunan koaksial dapat ditentukan. Dimensi susunan
elektroda koaksial harus dirancang untuk memberikan
5% distribusi intensitas medan yang seragam dalam sela udara.
Dalam penelitian ini dibatasi bahwa efisiensi dari susunan
Vb (kV) koaksial tidak boleh kurang dari 0,9 sebagai representasi
Gambar 2 Grafik distribusi probabilitas [5] distribusi medan yang seragam. Konstruksi dari susunan
(1) Protektor
(2) Peralatan yang diproteksi elektroda koaksial ditunjukkan pada Gambar 3.

Dalam metode koordinasi dengan pendekatan statistik


dibutuhkan pengetahuan tentang distribusi probabilitas
tegangan tembus untuk elektroda koaksial. Distribusi
probabilitas tersebut dapat ditentukan melalui suatu r2 r1

pengujian di laboratorium. Untuk setiap level tegangan, d

elektroda koaksial dikenakan sebanyak 10 kali dan dihitung


prosentase kejadian tembusnya. Pengujian serupa diulangi l

untuk mendapatkan probabilitas tembus pada level-level Gambar 3 Design Elektroda Koaksial
Keterangan :
tegangan yang lain. Dari seluruh data pengujian dapat
r1 : jari-jari elektroda dalam
_ r2 : jari-jari elektroda luar
dihitung nilai tegangan tembus rata-rata V b dan simpangan d : jarak sela
bakunya yang dapat dihitung dengan rumus statistik l : panjang elektroda
berikut,

A19-3
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Setelah dimensi elektroda koaksial didapatkan, langkah Jika diketahui Vb = 4 kV, intensitas medan tembus
selanjutnya adalah melakukan pengujian pada obyek uji pada keadaan normal Eb =30 kV/cm, dan r2 =10 mm maka
tersebut dengan menggunakan tegangan impuls tipe 1,2/50 nilai r1 = 8.55 mm, sedangkan untuk ;
s. Pengujian ini dilakukan untuk mendapatkan distribusi r
probabilitas tembus dari obyek uji. Setiap tingkat tegangan ln 2
dibebankan pada obyek uji sebanyak 10 kali dan dihitung r1
h= = 0.92
probabilitas tembusnya dengan membagi jumlah kejadian r2
tembus dengan 10 (jumlah seluruh pengujian). Pengujian ln -1
serupa diulangi untuk tingkat tegangan yang lebih tinggi. r1
Dari seluruh pengujian selanjutnya dihitung nilai tegangan Jarak sela didapat dari selisih jari-jari luar dan jari-jari
tembus rata-rata dan simpangan bakunya. Grafik distribusi dalam yaitu d = 1.45mm (10mm 8.55mm).
probabilitas tegangan tembus dapat ditentukan dengan
memasukkan nilai rata-rata tegangan tembus dan Bentuk Elektroda Koaksial Hasil Rekayasa.
simpangan bakunya. Grafik dan titik-titik data pengujian Bentuk susunan elektroda koaksial yang direkayasa
dapat diplot bersama dalam suatu salib sumbu. Dengan seperti pada Gambar 5.
menggunakan grafik distribusi ini dapat ditentukan nilai
tegangan tembus yang menghasilkan probabilitas sebesar
95%. Bila belum sesuai dilakukan koreksi terhadap dimensi
alat sampai didapatkan distribusi yang sesuai. Rangkaian
pengujian ditunjukkan pada Gambar 4.

D D F
1 2 Rd

Trafo TT

Gambar 5. Elektroda koaksial dengan r1 = 8.55 dan r2 = 10 mm


Objek Uji

RM C1 RE C2
Intensitas Medan Menggunakan FEMM 4.2
OSC Bentuk intensitas medan listrik pada susunan elektroda
DGM DSTM
ZL koaksial ditunjukkan pada Gambar 6 berikut.

Gambar 4. Rangkaian Pembangkit Impuls


Keterangan :
D1 = D2 = 140 kV/20 mA, Rd = 100 k/60W
RM = 610 /60W, RE = 260 /60W
C1 = 10000 pF, C2 = 1200 pF
Obyek uji = Arester sela udara susunan
elektroda koaksial

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Rancangan Dimensi Susunan Elektroda Koaksial


Untuk mengukur ketidak seragam medan listrik maka
perlu diketahui kuat medan rata-rata Er dan kuat medan
maksimum Em, dimana digunakan parameter efisiensi
pada persamaan (10), Gambar 6 Distribusi medan susunan elektroda
E r ln r2 /r1 ln r2 /r1 koaksial dengan r1 = 8.55 mm dan r2 10 mm
= r = 1 =
Em r2 - r1 r2
-1
r1 Dari Gambar 6, terlihat bahwa nilai kuat medan listrik
Dalam menentukan dimensi susunan elektroda bernilai hampir konstan yaitu pada nilai 2,75x106 V/m atau
koaksial sebagai arester, pertama kali menentukan nilai 27,5 kV/cm yang menunjukan bahwa distribusi medan dari
elektroda dalam (r2 dengan suatu nilai tetap 10 mm). Jika susunan elektroda ini mendekati homogen.
nila r2 ditetapkan 10 mm, dengan menggunakan persamaan
effisiensi maka nilai-nilai r1, s, dan tegangan tembus Vb
dapat didekati dengan persamaan tegangan tembus :
r2
Vb = Ed.r1 . ln
r1

A19-4
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

elektroda koaksial. Dari grafik distribusi probabilitas dapat


ditentukan nilai tegangan yang memberikan probabilitas
tembus sebesar 95%, yaitu pada tegangan 4,04 kV dan nilai
ini sangat mendekati nilai 4 kV.
Dari data pengujian pada Tabel I dapat digambarkan
lengkung probabilitas seperti pada Gambar 7. Dari tabel
dapat diamati bahwa dalam pengujian tidak didapatkan
hasil yang menunjukkan secara langsung tingkat tegangan
r - r1
yang menghasilkan probabilitas tembus 95%. Tetapi
Gambar 6. Bentuk medan susunan elektroda koaksial dengan FEMM
dengan menggunakan fungsi distribusi probabilitas tembus,
nilai tegangan yang menghasilkan probabilitas tembus 95%
Pengujian Probabilitas Tembus akan dengan mudah didapatkan, yaitu dengan cara
Hasil pengujian seperti pada Tabel I, probabilitas memasukkan nilai probabilitas 95% ke dalam persamaan
tegangan tembus telihat bahwa tembus terjadi pada (14) dengan nilai rata-rata 3,18 kV dan simpangan baku
tegangan impuls terendah 3.27 kV dan tegangan tembus 0,19 kV. Bentuk grafik distribusi probabilitas tembus dari
tertinggi terjadi pada tegangan impula tertinggi 4.07 kV. susunan elektroda koaksial menyerupai huruf S. Hal ini
Data hasil pengujian probabilitas ditunjukkan pada Tabel I. mengindikasikan bahwa prilaku tembus sela udara dari
susunan elektroda koaksial mengikuti distribusi normal.
Tabel I. Probabilitas Tembus susunan elektroda koaksial
dengan r1 = 8.55 mm dan r2 = 10 mm
Vbi (kV) P(%)
No
1 3.18 0
2 3.27 10
3 3.46 30
4 3.64 50
5 3.81 80
6 3.88 90
7 4.07 100

Dari datadata pengujian pada Tabel I dapat ditentukan


nilai tegangan tembus rata-rata dan nilai simpangan
bakunya.
Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel I, maka Gambar 7. Kurva S elektroda koaksial dengan
- r1 = 8.55 mm dan r2 = 10 mm
dapat ditentukan nilai tegangan rata-rata Vb dengan
menggunakan persamaan tegangan tembus berikut : V. KESIMPULAN
Dari analisis dan pembahasan dalam penelitian ini
- 1 n 1 36 dapat ditarik kesimpulan, yaitu :
Vb = Vdi = = 3.18 kV Distribusi tegangan pada susunan elektroda koaksial
n i=1 36 i=1
-
menunjukkan kepastian tembus 95% atau Vb-95 sebesar
-
Dari nilai rata-rata tegangan tembus V dapat dihitung
b 4.04 kV, dengan tegangan tembus rata-rata Vb sebesar
standard deviasi () sebagai berikut : 3.81 kV dan standar deviasi sebesar 0.19 kV
1 n _
2
Untuk menghasilkan tingkat proteksi 4 kV pada
= (Vbi - V b ) peralatan tegangan rendah dimensi elektroda koaksial
n - 1 i=1
dengan jari-jari elektroda dalam r1 sebesar 8.55 mm,
1 35 2 dan jari-jari elektroda luar r2 sebesar 10 mm. Susuan
= (3.18 - 3.81) = 0,19 kV ini memberikan jarak sela d sebesar 1.45 mm dimana
36 - 1 i=1
pada jarak ini memberikan distribusi medan yang
homogen.
Dari hasil perhitungan diperoleh simpangan baku
sebesar 0.19 kV. Ini berarti bahwa pada nilai 4 kV
sebenarnya terletak rentang dalam (4-0,19 kV) hingga
(4+0.19 kV).
-
Dengan menggunakan nilai rata-rata Vb dan
simpangan baku ke dalam persamaan (14) dapat
ditentukan distribusi probabilitas tegangan tembus dari

A19-5
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

DAFTAR PUSTAKA [6] Kuffel, E. Zaengl, W.S dan Kuffel, J. 2000. High Voltage
Engineering . University of Delhi
[7] P. Hasse. 1992. Overvoltage Protection of Low
[1] Arismunandar, A. 2001.Teknik Tegangan Tinggi. Pradnya Voltage Sistems, IEE, Series 12
Paramita. Jakarta. [8] PUIL. 2000. Standard Nasional Indonesia, Jakarta
[2] Cooray Vernon, 2010. Lightning Protection IET Power and [9] Syamsir, A. 2001. Dasar Pembangkitan dan Pengukuran
Energy Series 58, Published by Institution of Engineering and Teknik Tegangan Tinggi. Salemba Teknika, Jakarta.
Technology, London. [10] Supriyo. 2008. Pengaruh Keadaan Udara Basah
[3] David, M. 2009. Finite Element Method Magnetics Version 4.2, Terhadap Tegangan Tembus Arus Bolak-Balik (AC) Politeknik
User Manual, IEEE. Semarang.
[4] Hyat, W. H. JR, 1989, Engineering Electromagnetic First edition [11] Schwab, A.J. 1989. High Voltage Measurement Techniques, M.I.T.
McGraw-Hill Book Company, New York. Pres Cambrige, Massachusetts, and London, England.
[5] Kind, D. 1993. High Voltage Insulation [12] Schwaiger A. 1925. Electrische Festigkeitslehre,
Technology. Published by Friedr. Vieweg & Sohn. Springer-Verlag, Berlin.
Braunschweig.

A19-6
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Krakteristik Volt - Waktu Susunan Elektroda Sela


Bola Sebagai Pembatas Tegangan Lebih Pada
Peralatan Listrik Tegangan Rendah
(1)
Maria Bertha Melsadalam, (2)Rini Nur Hasanah, (2)Moch. Dhofir
1)
Politeknik Negeri Ambon,
2)
Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya
E-mail:Mariamelsadalam@ymail.com, dan dhofir@yahoo.com,

Abstrak - Sebagai peralatan proteksi sela bola di fungsikan


penggunaan elektroda sela bola sebagai arester tegangan
sebagai pemotong tegangan lebih yang dipasang di sisi rendah dengan menggunakan dielektrik udara.
tegangan rendah trafo distribusi pada panel distribusi Alat pelindung terhadap gangguan surja ini lebih
220/380 V. Ada 4 pasang sela bola dengan diameter berfungsi melindungi peralatan sistem tenaga listrik
elektroda sela bola dicari jarak sela yang menghasilkan dengan cara membatasi surja tegangan lebih yang datang
tingkat proteksi sebesar 6 kV. Penentuan jarak sela dan mengalirnya ke tanah. Selain itu arester juga
dilakukan melalui perhitungan dan pengujian di merupakan kunci dalam koordinasi isolasi suatu sistem
laboratorium. tenaga listrik.
Distribusi medan listrik digambarkan dengan bantuan Dalam penelitian ini digunakan elektroda bola
perangkat lunak FEMM 4.2. Dengan perangkat ini dapat
sebagai pembatas teganga rendah 220/380 volt dengan
ditentukan jarak sela yang menghasilkan distribusi medan
homogeny yaitu yang menghasilkan hubungan antara jarak level tegangan 6kV katagori IV sesuai standar IEC (DIN
sela dan tegangan tembus pada sela bola. VDE 0675/IEC Publ.664). Kerja dari sela bola sebagai
Untuk jarak sela yang sudah sesuai, selanjutnya akan aerester ketika terjadi surja petir, sela bola dapat
dilakukan pengujian untuk menentukan karakteristik memotong tegangan surja petir dan mengalirkan energi
tegangan waktu (kurva V-t) a. Dari kurva V-t dapat impuls ke dalam tanah. Sehingga dengan adanya alat ini,
diketahui respon pemotongan tegangan elektroda sela bola. dapat mencegah terjadinya kerusakan dini bagi isolator
Kurva V-t merupakan karakteristik yang sangat peralatan listrik dan meningkatkan keandalan sistem.
penting bagi sela bola yang difungsikan sebagai arester Karena tingkat keseragaman medan pada elektroda
untuk keperluan koordinasi isolasi antara sela bola dan
sela bola, maka susunan ini sering digunakan sebagai
peralatan listrik yang diamankan. Untuk itu tegangan 6kV
merupakan tegangan kepastian tembus arester, tetapi peralatan pemotong tegangan atau sebagai saklar cepat
merupakan tegangan ketahanan peralatan listrik yang pada rangkaian pembangkit tegangan impuls[5], tegangan
diamankan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa medan lebih impuls yang melebihi tingkat isolasi atau BIL
homogen sela bola diperoleh pada jarak sela untuk (Basic Impulse Insulation Level) peralatan akan dipotong
diameter elektoda sebesar D = 30 mm, memberikan daerah oleh sela bola hingga ke tingkat tagangan yang aman.
medan homogen untuk jarak sela s = 1.71 mm. Jarak sela
bola yang memberiikan tingkat proteksi sebesar 6 kV
adalah 1.71 mm untuk bola dengan diater D = 30 mm. 1.2 Faktor Efisiensi Medan Listrik
Besar faktor efisiensi medan listrik ( h ) pada
Kata Kunci- Proteksi tegangan lebih, sela bola , Kurva V-T
berbagai konfigurasi susunan elektroda dengan bentuk
I. PENDAHULUAN bola tertentu dapat dibentuk dalam persamaan [5]:
Er
1.1 Bahaya Petir h = (1)
Em
Petir merupakan fenomena alam yang terjadi secara
acak (random) dan tidak dapat diprediksi. Petir dapat atau
menyambar peralatan listrik atau objek berupa sambaran Er = h Em (2)
langsung dan sambaran tidak langsung, disebabkan
Ud
karena induksi dari Sambaran petir. Intensitas dapat Em = (3)
menyebabkan gelombang surja tersebut dapat s.h m
membahayakan peralatan listrik yang dilaluinya.
U d = E d . s .h (4)
Arester merupakan peralatan penting untuk
membatasi tegangan lebih yang akan merambat ke sisi dengan :
beban atau peralatan listrik yang dilindungi. Dalam h = efisiensi medan listrik pada susunan elektroda
penelitian ini diuraikan hasil penelitian tentang Er = kuat medan listrik rata-rata (kV/cm)
Em= kuat medan listrik lokal tertinggi (kV/cm)
A20-1
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Ud= tegangan tembus pada susunan elektroda (kV) sela (s) dan pengujian karakteristik volt-waktu.
s = jarak sela antar elektroda (cm) 4. Analisis hasil, meliputi kurva volt-waktu.
h m =efisiensi medan listrik maksimum ( 1 kV/cm )
Pada susunan elektroda keping sejajar, distribusi 2.1 Bentuk Obyek uji
medan listriknya homogen sehingga besar Em sama Bentuk arester yang dirancang untuk pengujian
dengan Er. Sebaliknya pada distribusi medan listrik non volt-waktu seperti gambar 2 berikut :
homogen akan terdapat kuat medan listrik lokal pada
daerah tertentu dalam jarak sela yang nilainya lebih besar
dari kuat medan listrik rata-ratanya. Dengan demikian
maka batas nilai faktor efisiensi medan listrik untuk
berbagai susunan elektroda dengan bentuk geometris
tertentu memenuhi syarat: h 1
Besar faktor efisiensi medan listrik bergantung pada
bentuk geometris dari susunan elektroda, yaitu untuk
susunan elektroda yang memberikan distribusi medan
listrik homogen semisal susunan pelat datar sejajar maka
h = 1, sedangkan pada susunan elektroda yang
Gbr. 2 Obyek uji berupa susunan sela bola dengan D = 30 mm.
menghasilkan distribusi medan listrik non homogen
seperti jarum-piring, batang-bola, maka nilai h < 1 . Obyek uji yang digunakan dalam percobaan ini
1.3 Kurva Tegangan- Waktu (V-t curve) adalah sela bola-bola sebagai arester untuk pengujian V-t
curve.
Kurva volt-waktu (V-t) adalah kurva yang
menyatakan hubungan tegangan tembus sela arester dan D1 D F Rd
2
waktu tembus, seperti yang ditujukan pada Gambar 1,
kurva diperlukan untuk melihat bagaimana arester Trafo TT

melindungi peralatan listrik.


R
Gambar 1 berikut menunjukkan lengkung volt time R C
1
E C
b Objek Uji
M
yang menghubungkan puncak-puncak tegangan lompatan
api apabila sejumlah impuls dengan bentuk tertentu
digunakan pada isolasi
DGM DSTM

A Gambar 3 Rangkaian Pembangkit Tengangan Tinggi Impuls[6]


B
tegangan (kV)

C atau G
Keterangan : D1 = D2 = 140 kV/20 mA.
E Rd = 100 k/60W
RM = 610 /60W
D
F RE = 260 /60W
A = Arester , (sela bola)
C1 = 10000 pF
Waktu (us) C2 = 1200 pF
Gambar 1 Kurva Volt time,[1] Rangkaian pengujian terdiri dari tiga blok utama yakni :
Keterangan:
1. Rangkaian Pembangkit Tegangan Tinggi AC, untuk
A = gelombang impuls yang datang pengisian kapasitor Impuls.
B = gelombang cepat, terpotong pada muka 2. Rangkaian Pembangkit Tegangan Tinggi DC
C = gelombang terpotong pada ekor 3. Rangkaian Pembagkit Tegangan Tinggi Impuls
D = gelombang penuh
E = lengkung Volt-time
F = gelombang terpotong pada puncak 2.2 Penentuan nilai s dengan simulasi
G = gelombang terpotong pada ekor dengan kemungkinan lompatan
Parameter utama dalam penelitian ini yang perlu
dicari adalah jarak sela (s) dimana untuk mendapatkan
II. METODOLOGI PENELITIAN jarak sela dengan pendekatan menggunakan persamaan
Schwaiger[7].
Metode yang digunakan dalam perencanaan dan Dimana untuk tegangan tembus yang dicari adalah
pembuatan sela bola meliputi : U d = 6 kV untuk kepastian tembus Ud-95. Intensitas
1. Pemodelan sistem, bentuk rangkaian pembangkit medan tembus Ed untuk keadaan normal adalah 30 kV/cm
impuls atau 3 kV/mm, untuk efisiensi dilakukan pendekatan
2. Simulasi, penentuan jarak sela (s) dengan simulasi menggunakan perangkat lunak FEMM 4.2[3].
menggunakan perangkat lunak FEMM 4.2
3. Pengujian Laboratorium, meliputi penentuan jarak
A20-2
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Dengan menggunakan perangkat lunak FEMM 4.2 adalah Ud= 6kV . Intensitas medan tembus Ed untuk
untuk mencari nilai efisiensi medan untuk tegangan keadaan normal (T 20 0C dengan P=10113 mbar sebesar
tembus Ud 6 kV, maka jarak sela s ditentukan dari s = 0.5 30kV/cm atau 3kV/mm)[6]
sampai dengan s = 20 mm. Dari simulasi FEMM 4.2 Dengan menggunakan perangkat lunak FEMM 4.2
diperoleh parameter intensitas medan rata-rata (Er) dan untuk mencari nilai efisiensi medan untuk tegangan
intensitas medan maksimum (Em) didapat dari tembus Ud 6kV, maka jarak sela s ditentukan dari 0.5
perbandingan antara tegangan U dan jarak sela s atau sampai dengan 20mm. Intensitas medan rata-rata (Er)
Em=U/s. Setelah nilai Er, Em diperoleh maka dengan dan intensitas medan maksimum (Em) didapat dari
menghitung nilai efisiensi dengan persamaan (1): perbandingan antara tegangan U dan jarak sela s atau
Em=U/s. Tegangan masukan untuk simulasi distribusi
medan listrik ditentukan sebesar 6000volt. Setelah nilai
2.3 Penentuan Nilai s dengan Pengujian.
Er, Em maka dengan menghitung nilai efisiensi dimana
Untuk menentukan jarak sela s dengan pengujian persamaan (1)
menggunakan tegangan tembus impuls dimana hasil jarak Setelah nilai efiseisi diperoleh dapat dihitung
sela lewat simulasi digunakan untuk pengujian tembus tegangan tembus (Ud).Dengan persamaan(4). Dalam
impuls. Dengan menggunakan tegangan Udc yang ditetap penelitian ini Ud diset sama dengan tegangan kerja arester
10 kV. Kemudian diplot dalam bentuk grafik dan dicari 6 kV dan hingga jarak sela s dapat ditentukan dari
trendnya. Dari trend yang ada maka dapat dihitung nilai persamaan (2.1). Nilai efisiensi yang sesuai untuk tembus
tegangan tembus Ud untuk menentukan jarak sela s yang 6 kV berada pada jarak sela s = 1.5 mm sampai dengan s
sesuai untuk tegangan tembus 6kV. Dari hasil = 2 mm dengan efisiensi = 1.
perhitungan tegangan tembus dan jarak sela s untuk
susunan elektroda bola-bola dijadikan dasar dalam
pengujian V-t curve. 3.3 Penentuan Nilai s dengan Pengujian
Untuk menentukan jarak sela s dengan pengujian
menggunakan tegangan tembus impuls dimana hasil jarak
2.4 Analisis hasil.
sela lewat simulasi digunakan untuk pengujian tembus
Data hasil pengujian yang diperoleh digunakan impuls.
sebagai bahan analisis untuk memperoleh hasil berupa Dengan menggunakan tegangan Udc yang tetap 10
karakteristik v-t curve. kV .Kemudian diplot dalam bentuk grafik dan dicari
trendnya. Dari trend yang ada maka dicari nilai tegangan
tembus Ud untuk mennetukan jarak sela s yang sesuai
III. PEMBAHASAN DAN ANALISIS untuk tegangan tembus 6 kV. Dai hasil perhitungan
3.1 Penentuan jarak sela melalui pendekatan tegangan tembus 6 kV dengan jarak sela s = 1.71mm
untuk bola dengan diameter D = 30 mm. Jarak s = 1.71
Dalam merekayasa sela bola sebagai arester yang mm ini dijadikan dasar untuk pengujian V-t curve.
diaplikasikan pada katagori IV atau dengan tegangan Dengan menggunakan perangkat lunak FEMM 4.2
ketahanan impuls sebesar 6 kV. Parameter utama dalam elektroda bola bisa digambarkan dengan setengah bola,
penelitian ini yang perlu dicari adalah jarak sela (s) karena di dalam FEMM4.2 terdapat fasilitas penggunaan
dimana untuk mendapatkan jarak sela dengan pendekatan axissymetris dan bentuk elektroda simetri bias
menggunakan persamaan Schwaiger. Diameter elektroda digambarkan separuhnya.
bola D = 30 mm. Berikut Gambar 4a. Elektroda bola D = 30 mm
Penentuan jarak sela elektroda bola melalui dengan jarak sela s = 20 mm dan bentuk garis-garis
pendekatan maupun melalui pengujian. Setelah jarak sela equipotensial yang digambarkan dengan menggunakan
dapat ditentukan selanjutnya dilakukan pengujian perangkat lunak FEMM 4.2.
karakteristik tegangan-waktu (V-t curve) dari arester sela
bola. Kurva V-t yang diperoleh dari pengujian elektroda
sela bola agar diketahui waktu terjadinya pemotongan
tegangan oleh elektroda sela bola sebagai arster. Untuk
analisis medan digunakan bantuan perangkat lunak
FEMM 4.2.

3.2 Penentuan Nilai s dengan Simulasi


Dalam penelitian ini diameter bola yang ditentukan
ada 4, diharapkan dari 4 bola ini mampu membatasi
tegangan lebih 6kV atau untuk tingkat proteksi katagori
IV. Parameter utama dalam penelitian ini yang perlu
dicari adalah jarak sela (s) dimana untuk mendapatkan
jarak sela dengan pendekatan menggunakan persamaan
Schwaiger. Dimana untuk tegangan tembus yang dicari
A20-3
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Dengan nilai kuat medan listrik maksimum 0.18


kV/mm dan kuat medan listrik rata-rata 0,15 kV/mm,
maka dengan menggunakan persamaan (2), faktor
efisiensi medan listrik pada elektroda sela udara dapat
dihitung, yaitu : h = 0,15 = 0.85
0,18
Jadi faktor efisiensi medan listrik pada elektroda
sela bola adalah mendekati 1. Dengan menggunakan
simulasi Femm 4.2 dan dengan cara yang sama, nilai kuat
medan listrik maksimum untuk jarak sela dan diameter
yang berbeda dapat diketahui. Selanjutnya efisiensi
medan listrik dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan (1). Faktor efisiensi untuk elektroda sela bola
dengan diameter dan jarak sela yang berbeda dapat dilihat
dalam Tabel 4.2.
Untuk hubungan tegangan tembus Ud dan s dapat
dihitung dengan menggunakan hasil simulasi table 1
Gbr 4a. Simulasi elektroda untuk D = 30 mm dengan s = 2 mm. berikut :
Gambar simulasi elektroda sela bola untuk diameter Tabel 1. Perhitungan efisiensi , dan Ud berdasarkan nilai Em,
elektroda D = 30 mm dengan jarak sela s = 2 mm dengan Er dan s hasil simulasi
tegangan masukan pada simulasi distribusi medan listrik S Em Er Ud
menggunakan tegangan acuan sebesar 6000 volt. Dengan N0 (mm) (kV/mm) (kV/mm) D/s (kV)
menggunakan data-data tersebut, maka distribusi medan 1 0.5 6.01 6.00 1.00 60.00 1.50
listrik dari pengujian elektroda sela bola dapat 2 1 3.00 3.00 1.00 30.00 3.00
disimulasikan sebagai berikut. 3 2 1.50 1.50 1.00 15.00 5.99
4 4 0.76 0.75 0.99 7.50 11.88

Untuk hubungan antara teegangan tembus dan jarak


d sela (s) seperti Gambar 5 berikut.

a
c
f
e

g
Gambar 4b Hasil simulasi equipotensial elektroda sela bola untuk
diameter bola D = 30 mm
Gambar 5 Hubungan antara tegangan tembus dan jarak sela (s)
Garis-garis ekipotensial ini terlihat semakin merapat
di antara kedua ujung elektroda pada sela bola Hal ini Berdasarkan Gambar 4.2 menunjukkan hubungan
menunjukkan intensitas medan elektrik di antara kedua Ud terhadap s dimana makin besar jarak sela maka
elektroda semakin tinggi, terutama diujung dekat kedua tegangan Ud yang diterpakan juga semakin besar.
elektroda. Dari hubungan antara tegngan tembus Ud dan jarak sela s
Setelah diperoleh nilai kuat medan listrik hasil perhitungan diperoleh nilai regresi untuk tegangan
maksimum dan kuat medan listrik rata-ratanya dihitung tembus 6kV adalah sebagai berikut :
dengan menggunakan persamaan (3). Dengan tegangan Ud = 2.265 s+1.089 dan nilai (R2 =0.997)
tembus (Ud) sebesar 3 kV dan jarak sela (s) sebesar s = 20 maka tegangan tembus untuk 6 kV adalah sebagai berikut
mm, sehingga kuat medan listrik rata-ratanya adalah: : 6 = 2.265 s +1.089
3 s = (6-1.089)/2.265
Er = = 0.15 kV/mm s = 1.87 mm
20

A20-4
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Jadi jarak sela yang sesuai untuk daerah medan Jarak sela hasil pendekatan tegangan tembus dengan
homogen hasil simulasi dengan bantuan perangkat lunak menggunakan simulasi FEMM 4.2 dengan pengujian
FEMM 4.2 adalah sebesar s = 1.87 mm. pada alat memiliki nilai yang berbeda, yaitu pada
pendekatan sebesar 1.87mm sedangkan pada pengujian
sebesar 1.71mm. Hal ini disebabkan kondisi lingkungan
3.4 Perkiraan Tegangan Tembus pada Elektroda Sela
berupa tekanan udara dan suhu udara yang berbeda antara
bola
pengujian dengan simulasi FEMM 4.2, sehingga
Untuk menghitung besarnya tegangan tembus secara memperngaruhi nilai faktor koreksi seperti yang
teori dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan
(2). Besarnya tegangan tembus bergantung pada nilai ditunjukkan pada Persamaan (2). Pada pengujian ini, nilai
faktor efisiensi medan, kuat medan, dan jarak sela. Pada tekanan udara sebesar 712 mbar dan suhu udara sebesar
keadaan standar,yaitu pada suhu 20oC dan tekanan 1013 230 C. Kemudian dimensi perancangan alat pada simulasi
mbar,kekuatan dielektrik udara sebesar 30 kV/cm atau 3 dengan kondisi alat yang telah dibuat, tidak sama persis,
kV/mm. Dengan tingkat proteksi yang diinginkan yaitu karena keterbatasan instrumen untuk membuat alat yang
6kV sesuai standard untuk arester katakori Iv, maka jarak mendetail, sehingga mempengaruhi nilai. Perubahan nilai
sela adalah sebagai berikut : ini akan mempengaruhi nilai efisiensi dan kemudian jarak
Ud = s x 3 x 1 selanya.
6 = 3xs Dari Gambar 4 hubungan antara tegangan dan jarak
6 sela (s), dengan menggunakan nilai regresi dari grafik
s = maka jarak sela yang sesuai pengujian elektroda D = 30
3 mm untuk memperoleh tegangan tembus 6 kV dapat
s = 2 mm. dihitung sebagai berikut :
Jadi jarak sela yang dibutuhkan untuk diameter
adalah mm untuk menghasilkan gelombang tegangan U d = 2.608 s + 1.979
impuls sebesar 6 kV. Jarak sela ini sebagai hasil 2
pendekatan perhitungan yang selanjutnya dijadikan dasar R = 0.999
pembuatan konstruksi susunan elektroda yang akan diuji S = (6-2.608)/1.979 = 1.71
di laboratorium.
Berdasarkan perhitungan menggunakan persamaan
regresi diperoleh jarak sela untuk mendapatkan tegangan
3.5 Tegangan Tembus Impuls Rata-rata tembus 6 kV, maka jarak sela yang sesuai adalah s =
Hasil pendekatan tegangan tembus dengan 1.71 mm.
menggunakan simulasi perangkat lunak FEMM 4.2, Jarak sela ini yang digunakan untuk pengujian V-t kurva
dijadikan acuan dalam pengujian tegangan tembus dan probabilistik.
impuls, yaitu pengujian dimulai pada jarak s = 1.6 mm.
Pada setiap jarak sela, dilakukan pengujian dengan 3.6 Penentuan Karakteristik V-t Curva
mengubah nilai tegangan tinggi impuls, sehingga tembus
listrik dapat terjadi. Pada setiap jarak sela, dilakukan lima Pengujian untuk mendapatkan karakteristik
kali pengujian tegangan tembus. Hal ini bertujuan untuk tegangan-waktu potong (V-t Curve) sela bola untuk
- tegangan potong dan waktu potong, digunakan pula
mendapatkan nilai rata-rata tegangan tembus U d pada rangkaian pada Gambar 3. Data ini didapatkan dari
penunjukan nilai pada alat ukur dan plot osiloskop yang
jarak sela tersebut. Untuk besar jarak sela selanjutnya, terlihat pada Tebal 2.
ditentukan berdasarkan hasil rata-rata tersebut. Yang Salah satu hasil pengujian, ditunjukkan pada
terlihat pada tabel 2. Gambar 6 Grafik tersebut menunjukkan pemotongan
Tabel 2 Perhitungan tegangan rata-rata terhadap jarak sela.
tegangan tinggi impuls pada sela bola. Tinggi tegangan
potong dicatat dari titik mulai naiknya tegangan tinggi
No s(mm) Ud(kV) impuls hingga tinggi tegangan yang terpotong, yaitu
1 1.6 5.3 sebesar 3.65. kV(polaritas negatif). Sedangkan untuk
waktu potong, dicatat dari titik mulai naiknya tegangan
2 1.7 5.5
tinggi impuls hingga tegangan mulai terpotong, yaitu
3 1.8 5.7 sebesar 0.36 ns.
4 1.9 6.0

5 2 6.3 Ud

Dari Tabel 2 Hubungan antara tegangan dan jarak t


d
sela (s) menunjukkan suatu hubungan linieritas dimana
Gambar 6 Pemotongan tegangan di depan
semakin besar jarak sela maka nilai tegangan tembus juga
semakin besar.
A20-5
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Pada Gambar 6 terlihat pemotongan terjadi bagian titik waktu potongnya, maka didapatkan luasan energi
muka gelombang. Hal ini ditunjukkan dari bentuk yang sama pada waktu potong yang berbeda.
gelombang yang terpotong, terlihat gelombang sebelum Kurva V-t impuls merupakan dasar yang sangat
mencapai puncak gelombang, sudah dipotong oleh sela penting untuk menentukan dimensi sistem yang diisolasi,
batang. Ditunjukkan pula dengan waktu potongnya yang gas yang mengalami tekanan tegangan impuls petir.
besarnya 0.36 ns. Nilai ini berada di bawah waktu dahi Dalam pengujian v-t kurve menggunakan bola-bola
dari tegangan impuls.. Beberapa data hasil pengujian, berdiameter bola-bola berdiameter D= 30mm, dimana
ditun jukkan pada Tabel 3. jarak sela berdasarkan hasil simulasi dengan perangkat
lunak FEMM 4.2 adalah 1.71mm .
Tabel 3. Karakteristik v-t untuk D=30mm
No Udc(kV) Ui(kV) Td(US)
1 6.3 3.65 0.36
IV. ANALISIS DAN KESIMPULAN
2 6.8 3.65 0.32 A. Analisis Penentuan Effisiensi
3 7.3 3.88 0.32
Berdasarkan penentuan tegangan dan efisiensi
dari elektroda sela bola dari hasil eksperimen pada Tabel
4 7.8 4.03 0.32
1 Terlihat bahwa dengan jarak sela kecil maka nilai
5 8 4.33 0.3 efisiensinya 1 dan tegangan semakin kecil pula, maka
6 9.2 4.26 0.28
dengan jarak sela semakin besar, effisiensi mendekati 1,
tegangan semakin besar.Maka akan memberikan
7 10.1 5.09 0.26
hubungan yang linier seperti yang ditunjukkan pada
8 11 5.39 0.24 Gambar 5.4c hubungan antara tegangan masukan Udc
9 11.6 5.7 0.24
(kV) dan tegangan keluaran Uosc(kV). Dari Tabel 3
tersebut diperoleh efesiensi rata-rata 1 dan jarak sela bola
s= 2mm.
Dengan menggunakan data pengujian Tabel 3
diperoleh hubungan antara Tegangan Potong terhadap
waktu potong dari hasil pengujian, sehingga dibuat B. Analisis Kurva V-t
Gambar V t Curve seperti pada Gambar 7. Untuk kurva V-t berdasarkan hasil pengujian pada
Gambar 3 dengan tegangan impuls, elektroda sela bola
sebagai arester akan melakukan pemotongan tegangan
mulai dari 6kV. Gambar 7 V-t Curve.
Hal ini disebabkan karena probabilitas tembus
elektron tidak bisa dipastikan didepan atau di belakang.
Pemotongan tegangan impuls terjadi di bagian muka atau
di bagian punggung gelombang. Pemotongan gelombang
impuls di bagian punggung gelombang terjadi pada
tegangan impuls dengan amplitudo yang relatif kecil,
tetapi ketika amplitudonya naik, pemotongan terjadi
semakin cepat atau terpotong di bagian muka gelombang.
Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa waktu
pemotongan bervariasi dengan tegangan uji yang
menunjukkan semakin besar nilai Udc(kV) yang
Gambar 7 V-t Curve untuk D = 30 mm jarak sela s = 1.71 mm
diterapkan, maka makin tinggi prosentase terjadinya
tembus. Artinya, semakin cepat terjadi pemotongan
semakin baik kinerja arester.
Pada Gambar 7, didapatkan garis regresi yang Semakin besar tegangan impuls semakin cepat
berasal dari sebaran titik-titik korrdinat dari Tabel 2. waktu pemotongan. Disamping itu juga dipengaruhi oleh
Fungsi yang didapat dari regresi yang mendekati nilai dimensi bola dan jarak sela. Dan semakin dekat jarak
fungsi sebenarnya data tersebut dan nilai dari regresi sela bola semakin cepat pemotongan terjadi. Waktu
tersebut adalah: pemotongan juga bergantung pada besarnya Udc(kV),
4.26 semakin besar Udc(kV) yang diterapkan waktu
U d = 15.57t d pemotongan semakin cepat.
2
R = 0.892
Pada kurva V-t (V-t Curve) tersebut, dapat
disimpulkan bahwa semakin tinggi tegangan impuls yang
terpotong, maka semakin singkat pula waktu potongnya.
Jika dicari luasan antara titik pusat, titik fungsi dengan

A20-6
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

V. KESIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA


[1] Arismunandar, A. 2001.Teknik Tegangan Tinggi.
A. Kesimpulam Pradnya Paramita. Jakarta.
Dari hasil analisis dapat diambil kesimpulan sebagai [2] Cooray Vernon, 2010. Lightning Protection IET Power and
Energy Series 58, Published by Institution of Engineering and
berikut: Technology, London.
1. Diameter bola D = 30mm dengan jarak sela s = [3] David,M. 2009. Finite Element Method Magnetics
1.71mm menghasilkan tingkat proteksi sebesar 6 kV Version 4.2, User Manual, IEEE.
dengan intensitas medan listrik yang homogen. [4] Krismiandaru, E dan Syakur, A 2008. Uji Tegangan Tembus
Arus Bolak-Balik pada Minyak Jarak Sebagai Alternatif Isolasi
2. Karakteristik V-t Curve sela bola dalam penelitian ini Cair. Universitas Diponegoro.Semarang
memiliki tinggi amplitudo gelombang surja tegangan [5] Kind,D. 2004. Studi Pengaruh Temperatur
semakin tinggi tingkat tegangan potongnya dan Terhadap Karakteristik Dielektrik Minyak
semakin cepat waktu pemotongannya. Transformator Jenis Shell Diala. ITB,Bandung.
[6] Kuffel ,E ; Zaengl , W.S dan Kuffel,J.2000. High Voltage
Engineering . University of delli
[7] Schwaiger A. 925. Electrische festigkeitslehre
Springer-Verlag, Berlin

A20-7
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Optimisasi Pengiriman Daya Reaktif untuk


Memperbaiki Profil Tegangan dengan
Menggunakan Algoritma Genetika
Syarifil Anwar(1),(2), Hadi Suyono(2), Harry Soekotjo Dachlan(2).
(1) Akademi Teknik Pembangunan Nasional Banjarbaru Kal-sel
(2) Program Magister dan Doktor Teknik Elektro Universitas Brawijaya Malang
Syarifilanwar@gmail.com, Hadis@ub.ac.id, Harrysd@ub.ac.id

Operator sistem tenaga dapat mengatur kebutuhan daya


Abstrak Penelitian ini membahas implementasi reaktif sistem dan mempertahankan nilai tegangan
algoritma genetika (GA) pada sistem tenaga listrik. Salah pada batas yang diijinkan dengan mengatur ulang
satu implementasi GA adalah untuk mengoptimalkan kapasitas pembangkitan daya reaktif pada unit-unit
pengiriman daya reaktif dan perbaikan profil tegangan. generator. Hal tersebut dapat dilakukan dengan
GA merupakan metode optimisasi berdasarkan perilaku
mengendalikan tegangan pada generator, tap pada
mutasi dan pindah silang gen dan kromosom pada suatu
individu untuk menghasilkan individu terbaik yang
transformator serta pengaturan alat kompensasi daya
dapat bertahan dalam suatu proses evolusi. Aliran daya reaktif seperti kapasitor banks, SVC maupun peralatan
reaktif akan diatur sedemikian rupa sehingga rugi-rugi FACTS[2]. Pengaturan produksi daya reaktif generator
daya (losses) sistem akan menjadi seminimal mungkin. dalam batas-batas tertentu akan membuat penurunan
Dengan minimalisasi rugi-rugi pada jaringan, profil biaya produksi energi listrik yang pada akhirnya akan
tegangan bus akan dapat dijaga pada nilai-nilai yang meningkatan performa sistem seacara keseluruhan.
diijinkan sehingga kontinuitas serta kualitas operasi Optimisasi pengiriman daya reaktif merupakan
sistem tenaga elektrik dapat senantiasa dipertahankan. permasalahan nonlinear. Berbagai metode berdasarkan
model matematis telah banyak dikembangkan untuk
Kata KunciGA, Optimisasi, Daya Reaktif, Profil
Tegangan, Losses,
mengoptimasi aliran daya reaktif pada sistem. Metode
konvensional ini memiliki tingkat kesulitan yang tinggi
I. PENDAHULUAN terutama berkaitan dengan kompleksitas jaringan,
persmaan nonlinear orde tinggi antara tegangan dan

K ebutuhan energi listrik dari tahun ke tahun yang


semakin meningkat membawa pengaruh yang
signifikan terhadap operasi suatu sistem tenaga
daya reaktif serta batasan-batasan lain yang berlaku
pada operasi sistem tenaga elektrik Metode
konvensional yang dapat digunakan pada bidang ini
elektrik. Peningkatan kebutuhan beban menuntut adalah pemrograman linier, pemograman integer dan
penyediaan daya aktif dan reaktif yang sesuai. Di lain metode dekomposisi[6]. Kelemahan metode
pihak, permasalahan yang muncul terkait dengan konvensional di samping kerumitan dalam perhitungan
kondisi pembebanan sistem tenaga adalah masalah matematis tetapi juga dapat memberikan pemecahan
yang berkaitan dengan rugi-rugi pada sistem serta yang bersifat lokal, sehingga dapat menimbulkan
kualitas daya yang mengalir pada sistem. kesalahan proses optimisasi.[2].
Permasalahan kualitas daya khususnya profil Perkembangan algoritma berdasarkan kecerdasan
tegangan bus yang berikaitan dengan penyaluran daya buatan (artificial intelligence) seperti jaringan syaraf
reaktif sistem perlu diatasi secara tepat karena sangat tiruan dan algoritma genetika memberikan alternatif
mempengaruhi kualitas pelayanan listrik terhadap pemecahan untuk mengoptimalkan aliran daya reaktif.
konsumen dan operasi ekonomis sistem tenaga. Daya Genetic Algorithm (GA) adalah sebuah metode yang
reaktif meskipun tidak terkait dengan biaya produksi paling sederhana untuk menyelesaikan masalah
listrik, tetapi berpengaruh pada biaya pembangkitan masalah optimasi yang didasari pada seleksi alam,
secara keseluruhan berupa munculnya rugi-rugi pada yaitu proses yang mengikuti evolusi atau
saluran transmisi[1]. Profil tegangan pada bus dapat perkembangan biologis.
mengalami perubahan menjadi kurang atau melebihi Paper ini akan membahas implementasi GA untuk
nilai yang diijinkan karena perubahan kebutuhan daya mengopimasi pengiriman daya reaktif pada suatu
reaktif beban atau perubahan konfigurasi saluran sistem tenaga listrik dengan cara mengurangi rugi-rugi
karena pemulihan dari kondisi gangguan. pada jaringan dan mempertahankan kestabilan
Secara umum, optimisasi pengiriman daya reaktif tegangan. Kapasitas pembangkitan daya reaktif setiap
memiliki beberapa tujuan yaitu untuk mengurangi unit pembangkit akan diatur sehingga rugi-rugi daya
biaya bahan bakar pembangkit, memperbaiki kualitas menjadi seminimal mungkin dan profil tegangan dapat
pengiriman daya dengan mempertahankan profil dijaga pada batas-batas yang diinginkan. Studi simulasi
tegangan serta meningkatkan keamanan sistem[3]. akan dilakukan pada sistem transmisi 150 kV

A21-1
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Sumbagsel (Sumatra Selatan, Bengkulu dan Tanjung  (7)


Karang).
Variabel-variabel keadaan dibatasi dengan
II. DASAR TEORI menambahkannya sebagai penalti kuadratik ke fungsi
A. Optimasi Pengiriman Daya Reaktif Pada Sistem obyektif, sehingga persamaan (1) berubah menjadi :

Tenaga Listrik[4]

Tujuan optimasi pengiriman daya reaktif pada suatu  (8)
sistem tenaga listrik adalah untuk mengidentifikasi
dimana  dan adalah faktor penalti,  dan
variabel kontrol daya reaktif sistem dalam rangka
meminimalisasi rugi daya aktif (Ploss) dari sistem.
di persamaan (8) didefinisikan sebagai berikut:
Secara matematis dapat dinyatakan sebagai berikut:
 
 


Dengan  
 (9)


(1)
B. Algoritma Genetika (GA)[5]
Optimisasi pengiriman daya reaktif memiliki
batasan-batasan (constraints) sebagai berikut: Algoritna Genetika merupakan metoda adaptive
yang biasa digunakan untuk pencarian nilai dalam
Batasan Persamaan: Batasan ini berdasarkan sebuah masalah optimisasi. Algoritma ini didasarkan
persamaan aliran daya sebagai berikut: pada proses genetik yang ada dalam makhluk hidup,
yaitu perkembangan generasi dalam sebuah populasi
 (2) yang alami dan mengikuti seleksi alam atau yang
bernilai tinggi akan bertahan. Nilai yang tinggi
 (3) memberikan kesempatan untuk melakukan reproduksi
silang dengan individu yang lain dalam populasi. Hasil
dengan: reproduksi merupakan individu baru yang disebut
= tegangan bus ke i keturunan/generasi. Sedangkan individu dalam
= tegangan bus ke j populasi yang tidak terseleksi dalam reproduksi akan
= konduktansi antara bus i dan j hilang. Dengan mengawinkan semakin banyak indvidu
= susceptance antara bus i dan j maka akan semakin banyak kemungkinan terbaik yang
diproleh. Sebelum GA dijalankan , maka sebuah kode
= perbedaan sudut tegangan bus i dan j
yang sesuai (representatif) harus dirancang. Untuk itu
n = jumlah bus maka titik solusi dalam ruang permasalahan dikodekan
= jumlah total bus-bus diluar slack bus. dalam bentuk kromoson/string yang terdiri atas
= adalah jumlah bus PQ komponen genetik terkecil yaitu gen.
Operasi gen yang paling umum digunakan dalam GA
Batasan Pertidaksamaan: Batasan ini merupakan adalah reproduksi, pindah silang dan mutasi.
batasan kondisi operasi sistem. Tegangan bus generator Operator-operator yang ada dalam GA adalah sebagai
(Vgi), daya reaktif yang dibangkitkan oleh kompensator berikut:
seperti kapasitor banks (Qshi), seting tap transformator Reproduksi (Reproduction): Operator reproduksi
(ai), merupakan varibel kontrol yang sangat dibatasi. merupakan probabilitas seleksi apakah sebuah
Tegangan bus (Vi) dan daya reaktif yang dibangkitkan kromosom pada suatu individu akan terpilih untuk
generator (Qgi) merupakan batasan -batasan yang digunakan kembali berdasarkan nilai fitnessnya.
menentukan nilai fungsi obyektif. Batasan-batasan Terdapat beberapa metode seleksi seperti seleksi
tersebut dapat dituliskan sebagai berikut: proporsional nilai fitness, rangking nilai fitness dan
Batas tegangan: metode turnamen. Pada penelitian ini, metode seleksi

yang digunakan adalah metode rangking linier nilai
 (4) fitness. Individu yang terpilih adalah individu dengan
nilai fitness yang tertinggi.
Batas kapasitas daya reaktif generator: Pindah Silang (Crossover): Operator pindah silang
terutama bertanggung jawab terhadap pencarian nilai

 (5) global GA. Operetor tersebut pada dasarnya
Batas injeksi daya reaktif kompensator: mengkombinasikan struktur dari dua kromosom orang
tua untuk mendapatkan struktur kromosom yang baru,



 (6) yang terpilih dengan probabilitas pindah silang (P c).
Pindah silang dapat terjadi pada satu posisi (single
Batas seting tap transformator: crossover) atau pada beberapa posisi (multiple
crossover). Pada penelitian ini, pindah silang yang
dilakukan hanya pada satu posisi.

A21-2
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Mutasi (Mutation): Operator GA yang terakhir adalah dalam populasi tersebut dikodekan menjadi nilai
mutasi. Mutasi digunakan untuk menambahkan nilai tegangan generator sesuai batasan nilai minimum dan
gen baru ke dalam sebuah populasi. Pada penelitian ini maksimumnya berdasarkan persamaan berikut ini:
digunakan operator mutasi biner untuk mengganti nilai
gen dari 1 menjadi 0 atau sebaliknya dengan nilai ( 10)
probabilitas mutasi (Pm) yang kecil. Setelah proses
mutasi dilakukan, periode generasi yang baru telah Proses optimasi pengiriman daya reaktif dengan
selesai dan prosedur yang sama akan diulang kembali menggunakan GA mengikuti prosedur sebagai berikut:
untuk menghitung nilai fitness populasi individu yan a. Inisialisasi : Serangkaian populasi awal diberikan
baru. Proses optimasi dengan menggunakan GA secara acak didalam batasan minimum dan
ditunjukkan pada gambar 1. maksimum dari variabel-variabel kontrol yaitu
tegangan dan daya reaktif generator yang dipilih
Populasi
sebagai populasi induk.
Evaluasi Seleksi
Awal Fitness Individu b. Evaluasi fungsi : Evaluasi fungsi (menggunakan
Persamaan (8)) digunakan untuk menentukan
fittnes setiap populasi.
c. Seleksi: Pada proses seleksi individuindividu
Reproduksi yang lebih baik memperoleh kesempatan lebih
Crossover
Dan Mutasi tinggi dalam generasi berikutnya bergantung pada
nilai-nilai fitnessnya. Proses ini diulang sesering
Populasi mungkin untuk memilih dua individu terbaik
Baru secara acak sebagai induk.
d. SBX crossover : operator SBX digunakan untuk
Gambar 1. Diagram Proses Algoritma Genetika (GA) menciptakan solusi-solusi anak yang berbeda dan
dekat dalam solusi-solusi induk. Prosedur untuk
III. ALGORITMA GENETIKA UNTUK OPTIMASI
menemukan solusi anak-anak dan
PENGIRIMAN DAYA REAKTIF.
dari solusi-solusi induk dan

Dalam penyelesaian masalah optimisasi pengiriman diberikan dibawah ini, faktor penyebaran
daya reaktif menggunakan GA, kontrol variabel yang didefinisikan sebagai rasio perbedaan mutlak
mempengaruhi aliran daya reaktif sistem antara lain dalam nilai anak-anak dan induk.
tegangan generator (VG), kapasitas daya reaktif

generator (QG), daya reaktif shunt kapasitor/reaktor
(Qsh) dan rasio tap tranfo (T), variabel-variabel ini (11)

direpresetasikan dengan gen-gen dalam kromosom
yang membentuk sebuah populasi dalam GA. Dalam Pertama, diberukan nilai acak u1 antara 0 dan 1
kasus ini reaktor shunt yang terdapat pada sistem dari fungsi distribusi probabilitas digunakan untuk
tenaga listrik tidak dilibatkan dalam optimisasi karena menciptakan keturunan yang diberikan dibawah
reaktor difungsikan untuk menjaga tegangan. Bila ini
sistem kehilangan beban pada bus tersebut maka pada

saluran yang panjang dan dialiri beban ringan akan 
menjadi sumber VAR sehingga tegangan menjadi naik.  (12)

Pada penelitian ini, optimisasi pengiriman daya

reaktif sistem dengan menggunakan GA bertujuan Dimana hc adalah bilangan real positif.
untuk mempertahankan tegangan bus pada batas-batas Menggunakan persamaan (12) untuk menghitung
yang diijinkan. Berdasarkan tujuan tersebut, dengan menyamakan area dibawah kurva
perubahan tegangan pada bus generator (PV bus) probabilitas sama dengan yang diberikan
kecuali slack bus merupakan variabel kontinyu sebagai berikut :

sehingga tegangan pada PV Bus direpresentasikan ke

dalam gen-gen pada kromosom yang membentuk
 (13)
sebuah individu. Pengkodean gen dari kromosom satu


gen mewakili satu variabel yang direpresentasikan
dalam bentuk bilangan real (real encoding) seperti
yang ditunjukkan pada gambar 2. Setelah memproleh solusi anak dihitung
sebagai berikut:

b b

 b   b
(14)
Gambar 2. Representasi Kromosom Untuk Optimisasi Daya Reaktif Flowchart optimasi pengiriman daya reaktif dengan
Populasi yang dibangkitkan berupa matriks acak yang menggunakan GA ditunjukkan gambar 3.
bernilai antara 0 dan 1 berukuran
 
 . Setiap kromosom

A21-3
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

START

Masukan data pembangkit,


transmisi, dan beban
sistem Sumbagsel

Inisialisasi populasi awal


dari variabel kontrol dipilih sebagai
populasi induk

Load flow ,
A
Evaluasi Fungsi Obyektif

Pindah Silang
dan Mutasi
Rangking Nilai
Fitness Linier
untuk proses
Seleksi

Generasi baru

SBX

Max gen
Reproduksi tidak
Ya

Populasi Generasi
Anak terbaik

A stop

Gambar 3. Flowchart Optimisasi Daya Reaktif Menggunakan GA

Gambar 4. Representasi Kromosom Untuk Optimisasi Daya Reaktif


IV. SIMULASI DAN HASIL
Penelitian ini menggunakan sistem kelistrikan Tabel 1. Data Pembangkitan dan Beban
Beban Pembangkitan
150kV di Sumatra, Tanjung Karang dan Bengkulu Bus Nama Bus
MW MVar MW MVar Qmin Qmax
(Sumbagsel) untuk studi kasus optimasi pengiriman 1 Bukit Asam 34.48 16.7 260 61.85 -130 220
daya reaktif dengan menggunakan GA. Sistem 2 Gunung 23.32 12.26 80 -0.87 -39.2 52.678
kelistrikan Sumbagsel terdiri atas 36 bus, 11 pusat Megang
pembangkit dan 40 saluran. Single diagram, data 3 Indralaya 33.92 16.43 124 20.99 -70 96
pembangkit, kapasitas beban serta data saluran 4 IPP Borang 0 0 150 4.59 -40 60
ditunjukan pada gambar 4 dan datanya ditunjukkan 5 Borang 94.08 45.56 36 -2.53 -24.49 32.924
pada tabel 1 dan tabel 2. 6 Talang Duku 0 0 28 0.78 -15 18
7 Musi 0 0 210 55.33 -102.87 138
Optimasi pengiriman daya reaktif bertujuan untuk
8 New 23.01 11.14 200 53.61 -80 180
meminimalkan rugi-rugi pada jaringan serta Tarahan
memperbaiki profil tegangan sistem. Tegangan pada 9 Tarahan 32.98 15.98 18 -2.60 -8.36 10.5
setiap bus dipertahankan pada batas-batas tertentu 10 Besai 0 0 90 19.76 -80.6 76.2
yaitu antara 0.95-1.05 pu melalui pengaturan injeksi 11 Batu Tegi 0 0 28.6 3.88 -16 18
daya reaktif pada sistem yang didapatkan dari 12 Pekalongan 73.06 35.39 0 0 0 0
pengaturan kapasitas pembangkitan daya reaktif pada 13 Pagar Alam 14.31 6.93 0 0 0 0
masing-masing bus generator. Daya reaktif (MVAR) 14 Lubuk 42.89 0.78 0 0 0 0
Linggau
yang mengalir pada saluran transmisi bersumber/ 15 Lahat 22.35 10.83 0 0 0 0
berasal dari setiap sistem pembangkitan (generator), 16 Prabumulih 21.14 10.24 0 0 0 0
kemudian daya reaktifnya dioptimalkan, dimana daya 17 Keramasan 94.72 45.87 0 0 0 0
reaktif tersebut sifatnya statis (tetap), jika terjadi 18 Talang 30.21 14.63 0 0 0 0
perubahan (dinamis), maka daya reaktifnya Kelapa
dioptimalkan lagi sampai mendapatkan daya reaktif 19 Betung 0 0 0 0 0 0
yang statis (tetap). 20 Mariana 15.18 7.35 0 0 0 0
21 Baturaja 53.09 25.72 0 0 0 0
22 Balmbangan 4.8 2.33 0 0 0 0
Umpu
23 Bukit 24.32 11.78 0 0 0 0
Kemuning
24 Kotabumi 33.36 16.16 0 0 0 0
25 Tegineneng 35.57 17.23 0 0 0 0
26 Menggala 28.78 13.94 0 0 0 0
27 Gumawang 25.31 12.26 0 0 0 0
28 Pagelaran 37.29 18.06 0 0 0 0
29 Metro 30.05 14.56 0 0 0 0
30 Sribawono 28.28 13.69 0 0 0 0
31 Natar 34.48 41.70 0 0 0 0
32 Teluk 60.7 29.39 0 0 0 0
Betung
33 Sutami 24.16 11.7 0 0 0 0
34 Kalianda 18.61 34.01 0 0 0 0
35 Sukarami 0 0 0 0 0 0
36 Adijaya 21.51 10.42 0 0 0 0

A21-4
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Tabel 2. Data Impedansi Saluran pu. Tabel 4 menunjukkan bus-bus yang memiliki profil
i-j R(pu) X(pu) 1/2B Tap Setting tegangan di bawah batas yang diijinkan.
1-15 0.014196 0.047502 0.01050 1
1-21 0.019664 0.065800 0.01150 1 Tabel 4. Tegangan bus kritis dan undervoltge sebelum optimasi
1-2 0.007017 0.032413 0.01925 1 pengiriman daya reaktif
1-16 0.021000 0.097000 0.01925 1 No Tegangan
2-16 0.013983 0.064587 0.019250 1 Nama Bus Status
Bus (pu)
3-16 0.007732 0.035713 0.014250 1 4 IPP Borang 0.95 kritis
3-17 0.002937 0.013566 0.005250 1 5 Borang 0.95 kritis
4-5 0.000172 0.001100 0.002750 1 8 New Tarahan 0.95 kritis
5-18 0.001813 0.011242 0.007750 1 9 Tarahan 0.95 kritis
6-19 0.001594 0.007174 0.008500 1 10 Besai 0.95 kritis
7-12 0.000509 0.002672 0.003750 1 11 0.95 kritis
Batu Tegi
8-33 0.000618 0.005085 0.004425 1
23 Bukit Kemuning 0.948 Under voltage
8-30 0.001468 0.016885 0.011000 1
24 Kotabumi 0.939 Under voltage
8-34 0.001750 0.014392 0.010325 1
25 Tegineneng 0.94 Under voltage
9-33 0.004183 0.013996 0.003250 1
10-23 0.003970 0.013283 0.002500 1 26 Menggala 0.91 Under voltage
11-28 0.008028 0.036128 0.012500 1 27 Gumawang 0.909 Under voltage
12-14 0.003455 0.021421 0.015625 1 28 Pagelaran 0.945 Under voltage
13-15 0.024764 0.082865 0.015000 1 29 Metro 0.939 Under voltage
14-15 0.004890 0.104200 0.025000 1 30 Sribawono 0.947 Under voltage
17-20 0.001250 0.007750 0.006000 1 31 Natar 0.939 Under voltage
17-18 0.000924 0.005790 0.004500 1 32 Teluk Betung 0.937 Under voltage
18-19 0.012458 0.0066951 0.026000 1 33 Sutami 0.948 Under voltage
21-22 0.034365 0.114991 0.019360 1 34 Kalianda 0.95 kritis
21-23 0.050417 0.168704 0.032000 1 35 Sukarami 0.941 Under voltage
22-23 0.017424 0.058305 0.012800 1 36 Adijaya 0.929 Under voltage
23-24 0.008886 0.029733 0.010500 1
24-26 0.030232 0.101163 0.018500 1
24-36 0.023660 0.079171 0.008000 1 Setelah dilakukan optimisasi pengiriman daya reaktif
24-25 0.007256 0.024279 0.007750 1 dengan metoda GA terjadi perubahan pembangkitan
25-28 0.010121 0.033868 0.006250 1 daya reaktif generator sehingga losses sistem dapat
25-31 0.004758 0.015922 0.002750 1 dikurangi. Rugi-rugi total setelah optimisasi
25-30 0.014626 0.078607 0.020500 1 pengiriman daya reaktif adalah sebesar 8.674 MW.
25-29 0.011491 0.040218 0.007175 1
26-27 0.011881 0.040444 0.014500 1
Pasokan daya dari pembangkit sebesar 1025.236 MW
29-30 0.026292 0.092023 0.013325 1 dan 1645.347 MVAR. Tabel 5 menunjukkan
31-35 0.006572 0.021992 0.004750 1 perubahan pembangkitan generator sebelum dan
31-33 0.015879 0.053132 0.009500 1 sesudah dilakukan optimasi.
31-32 0.004364 0.014603 0.002750 1
33-35 0.009727 0.032548 0.006000 1 Tabel 5. Daya pada Pembangkit Sumbagsel Sebelum dan Sesudah
optimasi.
Analisa aliran daya (load flow) dilakukan pada No Bus
Sebelum Optimasi Setelah Optimasi
sistem sumbagsel untuk mengetahui kondisi profil MW MVAR MW MVAR
tegangan sebelum dan sesudah optimisasi pengiriman 1 86.382 796.12 78.636 65.197
2 80 -142.6 80 -21.922
daya reaktif. Pada studi kasus ini, akan disimulasikan
3 124 -42.638 124 -206.812
optimasi pengiriman daya reaktif dengan 4 150 84.08 150 -1140.364
menggunakan GA pada kondisi beban dasar sistem 5 36 -331.124 36 1703.981
kelistrikan Sumbagsel. Adapun parameter-parameter 6 28 160.911 28 -93.409
GA yang digunakan pada penelitian ini ditunjukkan 7 210 50.331 210 4.367
pada tabel 3. 8 20 625.04 20 538.967
9 180 205.78 180 438.740
Tabel 3 Parameter Algoritma Genetika 10 90 195.72 90 301.5
Jumlah Generasi 100 11 28.6 122.847 28.6 55.1
Populasi 30 Total 1032.982 1724.352 1025.236 1645.347
Probabilitas Pindah Silang 0.8
Probabilitas Mutasi 0.05 Dilihat dari tabel 5. daya nyata (MW) dari pembangkit
tidak mengalami perubahan kecuali slack bus karena
telah terjadi penurunan rugi-rugi pada transmisi.
Hasil aliran daya dengan metode Newton Raphson
Perubahan besarnya aliran daya reaktif menghasilkan
sebelum dilakukan optimisasi daya reaktif
penurunan rugi-rugi transmisi mencapai 7083 MW.
menunjukkan rugi-rugi total sistem adalah sebesar
Perubahan besarnya aliran daya reaktif ke masing-
16.657 MW. Pasokan daya dari pembangkit sebesar
masing bus juga memberikan perbaikan tegangan.
1032 MW dan 1724.352 MVAR. Variasi tegangan
Bus-bus yang nilai tegangan pada kondisi awal
pada setiap bus berkisar antara 0.929 sampai dengan
dibawah 0,95 setelah pengiriman daya reaktif
1.002 pu. Terdapat beberapa bus pada sistem
mengalami perbaikan seperti pada tabel 6.
Sumbagsel memiliki tegangan kritis pada batas nilai
tegangan minimal serta tegangan bawah nilai batas
yang ditentukan (under voltage) yaitu kurang dari 0.95

A21-5
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Tabel 6. Tegangan bus kritis dan undervoltge setelahvoptimasi


pengiriman daya reaktif 2.5
No Tegangan Sebelum Optimisasi
Nama Bus Status
Bus (pu) Setelah Optimisasi
4 IPP Borang 1.007 normal
2
5 Borang 1.008 normal
8 New Tarahan 0.994 normal

Losses (MW)
9 Tarahan 0.998 normal
1.5
10 Besai 0.986 normal
11 Batu Tegi 0.986 normal
23 Bukit Kemuning 0.983 normal
1
24 Kotabumi 0.977 normal
25 Tegineneng 0.981 normal
26 Menggala 0.954 normal 0.5
27 Gumawang 0.959 normal
28 Pagelaran 0.983 normal
29 Metro 0.981 normal 0
30 Sribawono 0.991 normal

18_`19
1_15

2_16
3_17
5_18
7_12
8_30
9_33
1_2

11_28
13_15
17_18

21_23
24_26
24_25
25_31
25_29
29_30
31_33
33-35
31 Natar 0.982 normal
32 Teluk Betung 0.979 normal Saluran Antar Bus
33 Sutami 0.993 normal Gambar 6.Rugi-rugi (Losses) daya aktif antar saluran sebelum dan
34 Kalianda 0.994 normal sesudah optimisasi
35 Sukarami 0.985 normal
36 Adijaya 0.968 normal
V. KESIMPULAN
Perbandingan profil tegangan sebelum dan sesudah Setelah melakukan proses optimisasi pengiriman
optimisasi menggunakan GA dapat dilihat pada gambar daya reaktif pada sistem Sumbagsel dengan
5. menggunakan Algortima Genetika (GA) dapat diambil
kesimpulan bahwa optimisasi pengiriman daya reaktif
1.02 dengan metode GA dapat mereduksi rugi-rugi daya
pada saluran transmisi dari 16.657 MW menjadi 8.674
1 MW atau sekitar 52,07%. Dengan berkurangnya
0.98 rugi-rugi pada jaringan transmisi maka profil tegangan
sistem juga mengalami perbaikan sehingga memiliki
0.96
nilai dalam batas-batas yang diijinkan yaitu antara
Tegangan (pu)

0.94 0,95-1,00 pu.


0.92
DAFTAR PUSTAKA
0.9 [1] K Lenin, M R Mohan, Ant Colony Search Algotihm for Optimal
Reactive Power Optimization, Serbian Journal of Electrical
0.88
Engineering, Vol. 3, No.1 June 2006, pp 77-88
Setelah Optimisasi
0.86 [2] A.H Mantawi, M.S Al Ghamdi, A New Reactive Power
Sebelum Potimisasi Optimization,IEEE Conference on Electrical Power System ,
0.84 Bologna Tech Power Conference, 2003.
[3] S Durairaj et all, Application of Genetic Algorithms to Optimal
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35
Bus Reactive Power Dispatch Including Voltage Stability
Constraint, Journal of Enery & Environment, Vol 4, 2005, pp.
63-73.
Gambar 5. Profil tegangan bus sebelum dan sesudah optimisasi
[4] Sunaya Agung, Optimisasi Pengiriman Daya Reaktif Pada
pengiriman daya reaktif
Sistem Tenaga Listrik Jawa-Madura-Bali 500 KV
Menggunakan Self-Adaptive Real Coded Genetic Algorithm,
Dari gambar perbandingan profil tegangan sebelum Master Thesis, ITS Surabaya, 2010.
dan sesudah optimisasi pengiriman daya reaktif terlihat [5] Robandi Imam,Desain Sistem Tenaga Modern, ANDI,
Yogyakarta, 2006
bahwa tegangan bus setelah proses optimisasi [6] Suyanto, Algoritma Genetika dalam Matlab, ANDI,
mengalami peningkatan nilai terutama pada bus-bus Yogyakarta, 2005
yang mengalami kondisi undervoltage. Dari di bawah
0.95 pu menjadi di dalam batas-batas tegangan yang Ir. Syarifil Anwar, Dilahirkan di Banjarmasin pada
tahun 1959. Meraih gelar sarjana teknik di bidang
diijinkan yaitu antara 0.95 pu sampai 1 pu. teknik elektro konsentrasi bidang sistem tenaga listrik
Perbandingan rugi-rugi daya aktif (losses) antar dari Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang pada
saluran sebelum dan sesudah proses optimisasi dapat tahun 1990. Saat ini bekerja sebagai dosen di
dilihat pada gambar 6. Akademi Teknik Pembangunan Nasional (ATPN)
Banjarbaru Kalimantan Selatan mengajar mata kuliah sistem
Dari gambar perbandingan losses antar saluran distribusi dan mesin elektrik serta pengukuran besaran elektrik. Saat
sebelum dan sesudah optimisasi terdapat penurunan ini sedang mengambil program Magister Teknik Elektro di Pasca
losses yang signifikan pada beberapa saluran seperti Sarjana Program Magister dan Doktor Teknik Elektro konsentrasi
pada saluran yang menghubungkan bus 1 dengan bidang sistem tenaga listrik pada Universitas Brawijaya Malang.
beberapa bus lain dan saluran yang menghubungkan Hadi Suyono, ST, MT, Ph.D dan Dr. Ir. Harry Soekotjo Dachlan
bus 21 dan 23, sementara losses pada bus yang lain M.sc. Dosen Pasca Sarjana Program Magister dan Doktor Teknik
rata-rata mengalami penurunan yang kecil. Elektro Universitas Brawijaya Malang.

A21-6
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Penggunaan Elektrolit Garam


Sebagai Media Pembumian Lokal
Moch. Dhofir1, Muhamad1
1
Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya
Jalan MT. Haryono 167, Malang 65145, Indonesia
E-mail: 1dhofir@ub.ac.id

Abstrak - Dalam makalah ini diuraikan hasil penelitian Salah satu perlakuan khusus yang dapat dilakukan
tentang sistem pembumian yang dilokalisir dengan cara pada daerah yang memiliki resistivitas yang besar adalah
menyisipkan larutan elektrolit garam di sekitar elektroda dengan penambahan elektrolit garam, karena garam
batang. Dengan metode ini diharapkan kontribusi tanah memiliki kandungan resistivitas yang kecil. Pada sistem
terhadap nilai resistansi pembumian menjadi kecil. Metode pembumian, nilai resistansi disekitar elektroda memiliki
ini didasari dari prinsip bahwa nilai resistansi pembumian
nilai resistansi terbesar dibandingkan daerah yang lebih
didominasi oleh media tanah yang terdekat dengan
elektroda batang (rod) dan lapisan tanah yang semakin jauh, maka diperlukan sebuah perlakuan khusus untuk
jauh dari elektroda tersebut pengaruhnya semakin kecil memperkecil nilai resistansi tersebut. Salah satu
terhadap penambahan nilai total resistansi pembumian. perlakuan khusus yang dapat dilakukan adalah dengan
Ada tiga jenis garam (NaCl, MgSO4, CaCl2) dengan menyisipkan larutan elektrolit garam di sekitar elektroda.
konsentrasi yang berbeda-beda akan diterapkan dalam Dalam penelitian ini beberapa jenis larutan garam dengan
penelitian ini. Larutan garam ditempatkan dalam suatu konsentrasi yang berbeda-beda diujicobakan pada
bak metal berbentuk silindris yang menyatatu dengan elektroda batang (rod).
tanah dan elektroda batang dicelupkan ke dalam larutan Penyisipan larutan garam di sekitar elektroda batang
tersebut. Bak metal yang digunakan berdiameter 50 cm dan didasari pada kenyataan bahwa elektroda tanah yang
tingginya 90 cm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
metode ini berhasil menurunkan nilai resistansi
terbentuk bersifat lokal, karena nilai resistansi
pembumian secara signifikan. Pada konsentrasi larutan pembumian hanya terkonsentrasi dalam radius efektif
garam NaCl dan CaCl2 sebesar 100% mampu tertentu. Sementara itu lapisan tanah yang paling dekat
menghasilkan penurunan nilai resistansi pembumian tidak dengan elektroda batang justru mendominas nilai
kurang dari 50%, sedangkan untuk garam MgSO4 dengan resistansi pembumian. Atas dasar teori ini maka dapat
konsentrasi yang sama menghasilkan penurunan nilai dirumuskan hipotesis bahwa nilai resistansi pembumian
resistansi pembumian tidak lebih dari 25%. Diantara suatu elektroda dapat diturunkan secara signifikan
ketiga jenis garam tersebut yang menghasilkan penurunan dengan menyisipkan larutan elektrolit garam di sekitar
terbesar adalah garam kalsium klorida (CaCl2). elektroda batang sehingga memperkecil pengaruh tanah.
Karena itu sistem pembumian seperti ini selanjutnya
Kata Kunci : resistansi pembumian, elektrolit garam, dinamakan sistem pembumian yang dilokalisir (localized
elektroda batang, localized grounding system grounding system).
I. PENDAHULUAN II. DASAR TEORI
Sistem pembumian merupakan bagian penting dalam
A. Resistansi dan Resistivitas Tanah
suatu sistem proteksi. Sistem pembumian digunakan
sebagai jalur pelepasan arus gangguan ke tanah. Dalam Resistansi pembumian terdiri dari resistansi
sistem pembumian, semakin kecil nilai resistansi elektroda batang, resistansi kontak, dan resistansi lapisan
pembumian maka kemampuan mengalirkan arus ke tanah tanah. Namun karena resistansi batang elektroda dan
semakin besar sehingga arus gangguan tidak merusak resistansi kontak sangat kecil dan dapat diabaikan, maka
peralatan, ini berarti semakin baik sistem pembumian praktis nilai resistansi pembumian didominasi oleh
tersebut. resistansi lapisan-lapisan tanah yang konsentris dengan
Pada lokasi kritis dimana nilai resistivitas tanah bentuk elektroda yang ditanam[2.
besar sangat sulit untuk memperoleh nilai resistansi Karena nilai resistansi berbanding lurus dengan
pembumian yang kecil, maka diperlukan beberapa resistivitas dan panjang material dan berbanding terbalik
perlakuan khusus untuk mendapatkan nilai resistansi dengan luasan, maka lapisan tanah yang terdekat dengan
yang kecil. Beberapa perlakuan khusus untuk elektroda batang akan mendominasi nilai resistansi
memperkecil nilai resistansi pembumian dapat dilakukan pembumian total, sedangkan lapisan tanah yang semakin
dengan cara (1) penambahan elektroda, (2) penambahan jauh dari elektroda batang pengaruhnya akan semakin
bahan-bahan kimia pada tanah di sekitar elektroda[1]. kecil. Lapisan-lapisan elektroda tanah yang dibentuk oleh

A22-1
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

elektroda batang dengan tebal yang sama diperlihatkan B. Pengaruh Ketidak Seragaman Lapisan Tanah
pada Gambar 1. Terhadap Nilai Resistansi Pembumian
Untuk memperkecil nilai resistansi pembumian
dapat dilakukan dengan menyisipkan media tertentu di
sekitar elektroda batang dengan resistivitas yang lebih
kecil dari elektroda tanah. Penambahan atau penyisipan
suatu larutan garam dengan konsentrasi tertentu dapat
disisipkan untuk memberikan lingkungan yang baik
dalam memperkecil nilai resistansi pembumian. Dengan
penyisipan ini, maka terdapat dua media di sekitar
elektroda batang, yaitu larutan elektrolit dan tanah.
Resistivitas larutan elektrolit harus dibuat jauh lebih kecil
dari resistivitas tanah dan disisipkan mengganti lapisan-
lapisan tanah yang terdekat dengan elektroda batang.
Gambar 1. Lapisan elektroda tanah dengan elektroda batang Jarak radial penyisipan dapat diatur sesuai dengan
keinginan. Cara penyisipan larutan elektrolit garam
Resistansi setiap lapisan elektroda tanah dapat ditunjukkan pada Gambar 3.
dihitung menggunakan persamaan,
r2 r1
rl (1)
Ri = l1 l2
Ai
dimana Ri adalah resistansi lapisan ke-i, Ai luas rata rata
elektroda tanah pada lapisan ke-i, r resistivitas tanah h
yang homogen, dan l adalah tebal setiap lapisan elektroda
tanah yang sama. Resistansi pembumian Re dari r1 r2

elektroda batang dapat dihitung dengan persamaan,

 (2)

Gambar 3. Heteroginitas Lapisan Tanah

Karena larutan elektrolit garam yang disisipkan


konsentris dengan elektroda batang memiliki resistivitas
jauh lebih kecil, maka resistansi yang dibentuk oleh
lapisan elektrolit dan lapisan tanah akan mengecil.
Idealnya penyisipan larutan garam ini memiliki radius
sama dengan jari-jari efektif. Resistansi lapisan elektrolit
garam dan lapisan tanah berturut-turut dapat ditentukan
Gambar 2. Grafik resistansi pembumian batang sebagai fungsi
jarak radial dengan persamaan,
 
Sembarang arus yang mengalir pada elektroda
batang akan diteruskan secara radial menembus tegak
lurus pada setiap bidang-bidang batas dari setiap lapisan (3)
 
tanah. Nilai resistansi pembumian elektroda batang
merupakan jumlah dari seluruh resistansi lapisan
elektroda tanah atau sebagai fungsi dari jarak radial Secara umum rumusan resistansi pembumian
seperti ditunjukkan pada Gambar 2. Grafik fungsi ini elektroda batang untuk n lapisan adalah,
menunjukkan kenaikan yang signifikan pada jarak r yang  
kecil dan mulai mengalami kejenuhan pada jarak r (4)
tertentu. Jarak tertentu ini selanjutnya disebut dengan
jari-jari efektif (refektif) pembumian. Lapisan tanah yang
lebih besar dari jari-jari efektif ini sudah tidak III. METODELOGI PENELITIAN
berpengaruh dalam memberikan kontribusi pada nilai Elektroda yang digunakan dalam sistem pembumian
resistansi pembumian. Oleh karena itu pada dasarnya lokal adalah elektroda batang. Larutan elektrolit garam
pembumian hanya mencakup area yang terbatas atau yang disisipkan ditampung dalam sebuah tabung dengan
bersifat lokal. Atas dasar teori ini, maka timbul ide untuk diameter 50 cm dan memiliki kedalaman 90 cm. Jenis
membuat suatu sistem pembumian yang dilokalisir garam yang digunakan adalah natrium khlorida (NaCl),
(localized grounding system). kalsium khlorida (CaCl2), dan magnesium sulfat
(MgSO4). Konsentrasi larutan garam diurubah-rubah
untuk melihat pengaruhnya terhadap nilai resistansi
A22-2
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

pembumian. Resistivitas setiap larutan didapatkan Resistivit


melalui pengukuran. as (.cm) MgSO4 NaCl CaCl2
5000

4000

3000

2000

1000

0
10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
Konsentrasi (%)

Gambar 4. Model konstruksi obyek uji


Gambar 6. Pengaruh konsentrasi terhadap resistivitas elektrolit garam
Obyek uji dalam penelitian ini adalah elektroda
pembumian batang dengan penyisipan elektrolit garam Sedangkan nilai resistivitas dari tanah ditentukan
seperti ditunjukkan pada Gambar 4. Pengukuran melalui pengukuran dengan metode empat titik.
resistivitas tanah dilakukan dengan metode empat titik Resistivitas tanah ditentukan secara tidak langsung
dan nilai resistansi pembumian diukur dengan metode melalui perhitungan setelah diperoleh resistansi tanah
tiga titik seperti ditunjukkan pada Gambar 5. dari hasil pengukuran. Dalam pengukuran di lapangan,
digunakan jarak antara elektroda batang adalah 300 cm,
dengan kedalaman penanaman masing-masing elektroda
sedalam 100 cm, dan didapat nilai resistivitas tanah
sebesar 4654,6 ohm.

B. Pengaruh konsentrasi elektrolit garam


Pengaruh konsentrasi elektrolit masing-masing jenis
garam ditunjukkan pada Tabel I - III. Untuk konsentrasi
elektrolit sebesar 10%, nilai resistansi pembumian
sebesar 16,5 W untuk NaCl, 22 W untuk MgSO4 dan 15,2
W untuk CaCl2. Sedangkan pada konsentrasi 100%, nilai
resistansi pembumian sebesar 12,5 W untuk NaCl, 18 W
untuk MgSO4 dan 11,7 W untuk CaCl2.
Dari hasil pengukuran pada Tabel I III dapat
Gambar 5. Pengukuran resistansi pembumian diamati bahwa untuk konsentrasi yang sama garam CaCl2
menghasilkan nilai resistansi pembumian paling kecil
Dalam penelitian ini akan diamati bagaimana
dibandingkan dengan dua jenis garam lainnya.
pengaruh penyisipan larutan elektrolit garam terhadap
nilai resistansi pembumian. Berapa tingkat penurunan Tabel I. Pengaruh konsentrasi larutan NaCl terhadap resistansi
nilai resistansi pembumian untuk setiap perubahan pembumian elektroda batang
konsentrasi. Jenis garam apa yang paling baik dalam Nilai Resistansi Penurunan Persentase
menurunkan nilai resistansi pembumian akan menjadi Konsentr Elektroda Batang () Nilai Penurunan
rekomendasi untuk implementasi di lapangan. Resistansi
asi Sebelum Setelah Nilai
(%) Pengkon Pengkon Resistansi
IV. HASIL DAN DISKUSI
disian disian () (%)
A. Pengukuran resistivitas elektrolit dan tanah
10 24 16,5 7,5 31,25
Dari pengukuran diperoleh hubungan antara nilai
20 24 16 8 33,33
resistivitas elektrolit garam dengan konsentrasi. Untuk
ketiga jenis garam yang digunakan pengaruh konsentrasi 30 24 15,6 8,4 35,00
garam terhadap resistivitas elektrolit ditampilkan dalam 40 24 15 9 37,50
bentuk grafik seperti ditunjukkan pada Gambar 6. 50 24 14,6 9,4 39,30
Data pada Gambar 6 selanjutnya digunakan untuk 60 24 14,1 9,9 41,37
menentukan nilai resistansi pembumian dengan 70 24 13,6 10,4 43,30
pendekatan perhitungan dan selanjutnya akan
80 24 13,1 10,9 45,32
dibandingkan dengan hasil dari pengukuran di lapangan.
Dari gambar dapat diketahui bahwa pada konsentrasi 90 24 12,8 11,2 46,61
yang sama, garam CaCl2 menghasilkan resistivitas paling 100 24 12,5 11,5 47,77
rendah dibandingkan dengan dua jenis garam lainnya.

A22-3
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Tabel II. Pengaruh konsentrasi larutan MgSO4 terhadap esistansi perhitungan resistansi setiap lapisan dan resistansi
pembumian elektroda batang
pembumian, titik kejenuhan dan jari-jari efektif sistem
Nilai Resistansi Penurunan Persentase pembumian batang dengan penyisipan elektrolit garam
Konsentr Elektroda Batang () Nilai Penurunan (setelah pengkondisian). Untuk konsentrasi 10% pada
asi Sebelum Setelah Resistansi Nilai setiap jenis garam, karakteristik yang menggambarkan
(%) Pengkon Pengkon Resistansi hubungan antara resistansi pembumian dan jarak radial r
disian disian () (%) ditunjukkan pada Gambar 7 - 9.
10 24 22 2 8.33
Resistansi
20 24 21,6 2.4 10.00 ()
30 24 21,2 2.8 11.67 18
16
40 24 20,5 3.5 14.58
14
50 24 19,8 4.2 17.42 12
60 24 19,2 4.8 19.83 10
8
70 24 18,9 5.1 21.20
6
80 24 18,6 5.4 22.53 4
90 24 18,2 5.8 24.17 2
0
100 24 18 6.0 24.94
0 250 500 750 1000 1250 1500 1750 2000

Untuk konsentrasi elektrolit garam sebesar 100%, Jari - Jari (cm)


prosentase penurunan nilai resistansi pembumian terbesar
terjadi pada garam CaCl2 yaitu sebesar 51,42% dan Gambar 7. Grafik resistansi pembumian terhadap jarak radial untuk
menurun sebesar 47,27% untuk garam NaCl dan elektrolit garam NaCl dengan konsentrasi 10%.
penurunan terkecil terjadi pada garam MgSO4.
Dari hasil pengukuran dapat disimpulkan bahwa
sistem pembumian dengan metode ini cukup efektif Resistansi
dalam menurunkan nilai resistansi pembumian. Namun ()
dapat diamati juga bahwa usaha menambah konsentrasi 25
dari 10% garam menjadi 100% hanya memberikan 20
penurunan nilai resistansi pembumian sekitar sebesar 4 W
untuk ketiga jenis garam tersebut. 15

10
Tabel III. Pengaruh konsentrasi larutan CaCl2 terhadap resistansi
pembumian elektroda batang 5
Nilai Resistansi Penuruna Persentase
0
Konsentr Elektroda Batang () n Nilai Penurunan
Resistansi 0 250 500 750 1000 1250 1500 1750 2000
asi Sebelum Setelah Nilai
(%) Pengkon Pengkon Resistansi Jari - Jari (cm)
disian disian () (%)
Gambar 8. Grafik resistansi pembumian terhadap jarak radial untuk
10 24 15.2 8.8 36.67 elektrolit garam MgSO4 dengan konsentrasi 10%.
20 24 14.7 9.3 38.75
30 24 14.1 9.9 41.25 Resistansi
()
40 24 13.2 10.8 45.00
16
50 24 12.8 11.2 46.80 14
60 24 12.5 11.5 47.79 12
10
70 24 12.2 11.8 49.11
8
80 24 12.0 12.0 49.80 6
90 24 11.8 12.2 51.01 4
2
100 24 11.7 12.3 51.42
0
0 250 500 750 1000 1250 1500 1750 2000
C. Pengaruh penyisipan elektrolit garam pada bentuk Jari - Jari (cm)
grafik hubungan R dan jarak radial
Gambar 4.4 Grafik resistansi pembumian terhadap jarak radial untuk
Dengan menggunakan data resistivitas elektrolit elektrolit garam MgSO4 dengan konsentrasi 10%.
garam dari hasil pengukuran dapat dihitung nilai
resistansi pembumian dengan menggunakan model

A22-4
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Dari Gambar 7 9 dapat diamati bahwa, penyisipan penyisipan elektrolit garam dapat ditingkatkan
elektrolit garam menghasilkan pembelokan pada grafik dengan cara memperbesar jari-jari elektrolit garam
resistansi pembumian dan pembelokan ini menghasilkan yang disisipkan (tidak lebih dari jari-jari efektif yang
penurunan nilai resistansi pembumian. Penurunan ini kurang lebih sebesar 150 cm). Penambahan
dapat diperbesar dengan cara memperbesar jari-jari kedalaman elektrolit garam juga akan memperkecil
elektrolit garam yang disisipkan dan atau memperdalam nilai resistansi pembumian.
elektrolit garam yang disisipkan. Jari-jari efektif
elektroda pembumian dapat dijadikan patokan atau batas
maksimum untuk menentukan jari-jari elektrolit garam DAFTAR PUSTAKA
yang disisipkan. Dari Gambar 4.2 4.4 jari-jari efektif
dari elektroda pembumian 150 cm. [1] Arifin, Asep J.N. 2005. Larutan Elektrolit dan Non
Metode pembumian lokal memberikan beberapa Elektrolit. Modul tidak dipublikasikan.
keuntungan, yaitu kemudahan dalam pengecekan dan Yogyakarta : Universitas Muhammadiyah
pengontrolan konsentrasi elektrolit garam dan elektroda Yogyakarta.
batang yang dapat dilakukan setiap saat. Penggantian [2] Anonim. 1986. IEEE Buff Book: Recommended
larutan garam maupun batang elektroda mudah Practice For Protection and Coordination of
dilakukan. Industrial and Commercial Power System ANSI.
New York: Institute of Electrical and Electronics
V. KESIMPULAN DAN SARAN Engineers, Inc.
Dari hasil penelitian dengan metode Local [3] Hutauruk, T.S. 1991. Pembumian Netral Sistem
grounding system dapat diambil beberapa kesimpulan Tenaga dan Pembumian Peralatan. Jakarta:
sebagai berikut : Erlangga.
1. Nilai resistansi pembumian bersifat lokal, oleh [4] Kusumah, Frishal A. 2011. Pengaruh Larutan
karena itu metode pembumian lokal dengan media Garam Terhadap Resistansi Pembumian
elektrolit garam efektif dalam menurunkan nilai Elektroda Batang. Penelitian tidak dipublikasikan.
resistansi pembumian. Malang: Teknik Elektro Universitas Brawijaya.
2. Pada konsentrasi 100%, jenis garam kalsium klorida [5] Tagg, G.F. 1964. Earth Resistance. London: The
(CaCl2) dan natrium klorida (NaCl) menghasilkan Whitefriars Press Ltd.
penurunan paling efektif karena mampu menurunkan [6]Ugiantara, Made B. 2010. Pengaruh Penggunaan
nilai resistansi pembumian kurang dari 50%, Semen Konduktif Terhadap Resistansi Pembumian
sedangkan untuk garam magnesium sulfat (MgSO4) Elektroda batang. Penelitian tidak dipublikasikan.
kurang efektif karena menghasilkan penurunan Malang: Teknik Elektro Universitas Brawijaya.
kurang dari 25%. [7] Yanuarianto, Yudistiro. 2008. Pemanfaatan Arang
3. Penyisipan elektrolit garam dapat merubah bentuk Kayu Sebagai Media Pembumian Elektroda Jenis
(membelokkan) grafik resistansi mengakibatkan Batang. Penelitian tidak dipublikasikan. Malang:
penurunan nilai resistansi pembumian. Pengaruh Teknik Elektro Universitas Brawijaya.

A22-5
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Pembangkitan Ekonomis Pembangkit Termal


Menggunakan Improved Particle Swarm
Optimization
Muharnis(1),Hadi Suyono(2), Mahfudz Sidiq(3)
(1)
Mahasiswa Pasca Sarjana Program Magister dan Doktor Teknik Elektro,
dan Staf Pengajar Teknik Perkapalan Politeknik Negri Bengkalis
(2)(3)
Dosen Teknik Elektro Universitas Brawijaya
Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
E-mail:muharnis@polbeng.ac.id , hadis@ub.ac.id, mahfudz@ub.ac.id

dispatch) untuk setiap kombinasi yang dijadwalkan [5].


Abstract Economic operation of power plant is one of Solusi dari masalah penjadwalan telah menjadi
the purpose of the operating power electric system.Load perhatian banyak peneliti dengan berbagai metode baik
demand can be provided with minimum cost, by using secara deterministik maupun undeterministik. Beberapa
scheduling thermal generator power plant to minimize fuel penelitian yang telah dilakukan diantaranya Hota.P.K,
cost. This research is purposed to get scheduling of Barisal.AK, dkk (2009) [1] menggunakan teknik IPSO
thermal power plant with a minimum cost by using
untuk masalah penjadwalan jangka pendek hidrotermal,
Improved Particle Swarm Optimization with minimum
and maximum power output constrains of the generator. dimana penggunaan metode IPSO memberikan solusi
The calculation on the 500-kV Java-Bali system at load of terbaik untuk sistem hidrotermal dalam hal kecepatan
9,570 MW using IPSO optimization showed 11,9% better konvergensi dibandingkan dengan metode heuristik lain
results than that using Lagrange method. The resulted cost seperti metode IFEP dan DE. Park, Jeong dan
using Lagrange method is Rp kawan-kawan (2006)[4] menggunakan Metode
8.769.873.049,722 hour, whereas that using the IPSO Improved Particle Swarm Optimization (IPSO) dalam
technique is Rp 7,803,571,202.76 /hour. memecahkan permasalahan fungsi biaya (economic
dispatch) dengan katup point effect. Metode IPSO telah
Index Terms Economic operation, Constrains,
memberikan solusi global dalam tes 3-unit sistem dan
Improved Particle Swarm Optimization, Thermal Plant
solusi yang lebih baik dari studi sebelumnya dengan
40-unit dengan mempertimbangkan beberapa bahan
I. PENDAHULUAN bakar serta daerah pengoperasian dari unit
pembangkitnya.

P ermasalahan dalam operasi sistem tenaga listrik


adalah daya yang dibangkitkan harus selalu sama
dengan daya yang dikonsumsi. Sehingga pembangkit
Biaya operasi dari suatu sistem tenaga listrik merupakan
biaya terbesar dalam pengoperasian suatu perusahaan
listrik. Pada operasi sistem tenaga listrik, biaya bahan
harus dioperasikan untuk memenuhi kriteria teknis dan bakar menempati biaya yang terbesar yaitu 80% dari
ekonomis sesuai dengan kebutuhan beban Perkiraan
biaya operasi secara keseluruhan [3]. Ada beberapa cara
beban merupakan hal yang penting dalam perencanaan
untuk menekan biaya operasi dalam penjadwalan
dan pengoperasian sistem daya. Penjadwalan
pembangkit yaitu:
pembangkit dilakukan berdasarkan perkiraan beban,
baik beban jangka pendek, menengah maupun jangka Berdasarkan Umur Pembangkit.
panjang. Persoalan dalam penjadwalan adalah mencari Berdasarkan Daya Guna Pembangkit.
pembangkit mana yang harus diaktifkan dan berapa Berdasarkan Peningkatan Biaya Produksi yang
tenaga yang harus dihasilkan bila terjadi suatu sama (equal increamental cost).
permintaan beban [2]. Penjadwalan pembangkit Pembangkit listrik tenaga termal merupakan
dilakukan dengan batasan, yaitu terpenuhinya kebutuhan pembangkit yang menggunakan bahan bakar berbentuk
daya dari sistem tenaga listrik (equality constraint), dan padat, cair, dan gas. Energi panas dihasilkan dari proses
tetap berada pada batas minimum dan maksimum dari pembakaran. Perhitungan optimal diterapkan pada
daya yang dapat dibangkitkan oleh generator (inequality pembangkit termal dimulai dengan pertimbangan harga
constraint). Dari n buah unit pembangkit, jumlah bahan bakar termurah.
kombinasi on/offnya adalah 2n - 1 buah kombinasi. Dari Harga bahan bakar berubah secara tidak linear
kombinasi on/off unit pembangkit, akan dipilih dengan bertambahnya daya output yang dihasilkan.
kombinasi mana yang akan digunakan untuk Diperlukan suatu metode untuk melakukan penjadwalan
penjadwalan pembangkit dan dihitung biaya (economic unit pembangkit dengan memperhatikan segi ekonomis
(economic scheduling). Tujuan dari penelitian ini yaitu

A23-1
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

dapat memberikan kontribusi nyata bagi perusahaan B. Persamaan Eqivalen Input Output Pembangkit
pembangkitan tenaga listrik untuk mengoptimalkan Termal
penjadwalan pembangkit termal untuk memperoleh Apabila pada pusat pembangkit memiliki lebih dari satu
efisiensi biaya bahan bakar dengan tetap terpenuhinya unit pembangkit, maka persamaan fungsi biaya eqivalen
kebutuhan beban dari sistem. dari n buah pembangkit adalah:
(2.1)
II. PEMBANGKITAN EKONOMIS PEMBANGKIT TERMAL dengan
Karakteristik pembangkit merupakan modal dasar Fi : biaya bahan bakar pembangkit termal ke- i
dalam melakukan pengaturan daya keluaran pembangkit, Rp/jam)
untuk menekan biaya bahan bakar. Melalui karakteristik Pi : output pembangkit termal ke- i (MW)
pembangkit dibuat model matematisnya, sehingga dapat ai ,bi,ci : konstanta input-output pembangkit termal
dilakukan proses optimasi dalam memperoleh optimum ke- i .
ekonomi biaya pembangkitan. Output listrik dari sistem
i : indeks pembangkit ke i (i = 1,2,3,...n)
pembangkit termal selain disalurkan melalui jaringan
Turunan biaya bahan bakar terhadap daya nyata dari
transmisi juga digunakan pada sistem tenaga bantu
persamaan (2.1) adalah seperti pada persamaan berikut:
(auxiliary power system) pada pusat pembangkit.
Penjadwalan pembangkit adalah menentukan (2.2)
pembangkit mana yang akan dihidupkan dari sejumlah Untuk menentukan total biaya produksi pada n unit
pembangkit yang akan dioperasikan untuk mensuplai pembangkit adalah sebagai berikut:
beban pada periode tertentu dengan biaya operasi yang
paling ekonomis. Permasalahan biaya operasi yang (2.3)
ekonomis berkaitan dengan masalah economic dispatch dengan:
yaitu pembagian pembebanan pada setiap unit FT : total biaya pembangkit ke - i
pembangkit sehingga akan diperoleh kombinasi unit Fi(Pi) : fungsi biaya pembangkit ke - i
yang dapat memenuhi kebutuhan beban harian dengan N : banyaknya pembangkit
biaya yang ekonomis atau dengan kata lain dapat i : indeks pembangkit ke-i
memenuhi batasan equality dan inequality (i = 1,2,3,.....n)
constrains.Untuk tujuan penjadwalan pembebanan C. Batas Pembebanan Ekonomis Pembangkit Termal
pernbangkit maka dinyatakan dalam sebuah persamaan, Banyaknya kendala yang dijumpai pada persoalan
yang lebih dikenal sebagai persamaan eqivalen Unit Commitment dapat merubah penjadwalan
input-output pembangkit. pembangkit yang ada. Diantara kendala tersebut seperti:
A. Karakteristik Input Output Pembangkit Termal 1. Batas kesetimbangan Daya aktif (equality
constrains).
Karakteristik pembangkit termal adalah Batas keseimbangan daya (equality constrains)
karakteristik menyetarakan hubungan antara input yaitu daya keluaran membangkit harus sama
pembangkit, sebagai fungsi dari output pembangkit dengan kebutuhan beban sistem. Persamaan dari
dapat dinyatakan sebagai berikut: kesetimbangn daya adalah:
1. Input dari pembangkit dinyatakan dalam : (2.4)
H = Mbtu/jam (energi panas yang dibutuhkan) dengan:
F = R/jam (total biaya bahan bakar) PD : Total kebutuhan beban dari sistem (MW)
2 Output dari pembangkit dinyatakan dalam : Pi : keluaran daya pembangkit ke i (MW)
P = MW (daya). 2. Batas daya maximum dan minimum unit
pembangkit (inequality constrains).
Inequality constrain yaitu batas daya keluaran yang
dimiliki oleh unit pembangkit berupa daya
maximum dan minimum untuk memenuhi
kebutuhan beban sistem.
Pimin Pi Pimax (2.5)
Dengan
Pimin, Pimax : daya output maximum dan minimum
pembangkit ke i

Gambar 1 Kurva karakteristik input-output unit pembangkit termal III. METODE YANG DIGUNAKAN
Adapun metode yang akan digunakan dalam
Pada gambar 1 menunjukkan karakteristik input-output penelitian ini adalah metode Langrange dan metode
unit pembangkit tenaga uap adalah tidak linier antara Improved Particle Swarm Optimization
input dengan output. Suatu unit pembangkit beroperasi
dengan beban yang selalu berubah-ubah, perubahan ini
A. METODE LAGRANGE
akan dicatat pada tiap periodenya. Dari hasil pencatatan,
akan diperoleh karakteristik input-outputnya Salah satu metode konvensional yang umum
digunakan untuk optimasi biaya (economi dispatch).

A23-2
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Perhitungan dengan menggunakan metode Langrange PSO standar. Particle Swarm Optimization (PSO)
terbagi atas dua yaitu dengan mengabaikan rugi-rugi pertama kali diperkenalkan oleh Kennedy dan Eberhart
saluran dan dengan memperhitungkan rugi-rugi saluran. pada tahun 1995, proses algoritmanya terinspirasi oleh
Pada metode Langrange dengan mengabaikan rugi-rugi perilaku sosial dari sekumpulan burung dalam suatu
saluran maka akurasi perhitungan economic dispatch swarm. Particle Swarm Optimization (PSO) adalah salah
akan berkurang. Rugi-rugi saluran merupakan satu dari teknik komputasi. Evolusioner berdasarkan
kehilangan daya yang ditanggung oleh pembangkit, pada penelusuran algoritma yang diawali dengan suatu
sehingga rugi-rugi menjadi tambahan beban bagi sistem populasi yang random yang disebut dengan particle.
tenaga. Dengan mengabaikan rugi-rugi sistem dapat Berbeda dengan teknik komputasi evolusioner lainnya,
digambarkan seperti pada gambar 2.1 setiap particle di dalam PSO juga berhubungan dengan
suatu velocity. Particle - particle tersebut bergerak
F1 P1 melalui penelusuran ruang dengan velocity yang dinamis
disesuaikan menurut perilaku historisnya. Oleh karena
itu, particle-particle mempunyai kecenderungan untuk
PD
P2 bergerak ke area penelusuran yang lebih baik setelah
F2
.
.
melewati proses penelusuran. Pada algoritma PSO, nilai
. .
. .
velocity di-update untuk masing-masing particle
kemudian menjumlahkan nilai tersebut. Update nilai
FN PN velocity dipengaruhi oleh kedua solusi yaitu global best
Gambar 2 Sistem dengan n-buah pembangkit tanpa rugi-rugi yang berhubungan dengan biaya yang paling rendah
Input sistem pada gambar 2 dengan biaya total bahan yang pernah diperoleh dari suatu particle dan solusi
bakar FT, seperti pada persamaan (2.3). Dari persamaan local best yang berhubungan dengan biaya yang paling
tersebut menunjukkan bahwa input (bahan bakar) rendah pada populasi awal. Jika solusi local best
merupakan fungsi objektif yang akan dioptimisasi, dan mempunyai suatu biaya yang kurang dari biaya solusi
beban sistem adalah PD. Karena mengabaikan rugi-rugi global yang ada, maka solusi local best menggantikan
maka jumlah output dari setiap pembangkit digunakan solusi global best. Pada PSO standar kecepatan particle
untuk melayani PD, sehingga : di update terlalu cepat dan nilai minimum fungsi tujuan
yang dicari sering terlewati. Sehingga perlu dilakukan
(2.6) modifikasi atau perbaikan terhadap PSO standar, salah
Persamaan Langrangenya: satunya dengan menambahkan suatu term inersia untuk
mengurangi kecepatan pada formula update kecepatan
(2.7) [5]. Biasanya nilai dibuat sedemikian rupa sehingga
Kondisi optimum dapat dicapai bila increamental fuel semakin besar iterasi yang dilalui, semakin mengecil
cost setiap pembangkit adalah sama. Untuk itu kecepatan particle. Nilai ini bervariasi secara linier
diperlukan kondisi yang harus ditambahkan pada dalam rentang 0.9 hingga 0.4
persamaan constraint dengan jumlah daya output harus Beberapa istilah umum yang biasa digunakan dalam
sama dengan jumlah daya yang diperlukan oleh beban. optimisasi Particle Swarm sebagai berikut :
Ada dua pertidaksamaan yang harus dipenuhi untuk tiap 1. Swarm : populasi dari suatu algoritma.
unit. Daya output dari tiap unit harus lebih besar dari 2. Particle: anggota (individu) pada suatu swarm.
atau sama dengan daya minimum yang dibolehkan dan Setiap particle merepresentasikan suatu solusi yang
kurang dari atau sama dengan daya maksimum unit potensial pada permasalahan yang diselesaikan.
pembangkit. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Posisi dari suatu particle ditentukan oleh
persamaan berikut: representasi solusi saat itu.
N persamaan 3. Pbest (personal best): posisi suatu particle untuk
mendapatkan suatu solusi yang terbaik.
2Npertidaksamaan
4. Gbest (global best) : posisi terbaik particle pada
1 constrains swarm(populasi).
Dimana i adalah indeks pembangkit ke i. Jika hasil Pi 5. Velocity (kecepatan): suatu nilai vektor yang
yang diperoleh ada yang keluar dari batasan P min dan P menggerakkan proses optimisasi yang menentukan
max nya , maka batasan ketidaksamaan di atas dapat arah di mana suatu particle diperlukan untuk
diperluas menjadi: berpindah untuk memperbaiki posisinya semula.
Fi untuk Pi ,min < Pi < Pi ,max 6. Inertia Weight : inertia weight di simbolkan ,
=l
Pi
parameter ini digunakan untuk mengontrol
Fi
l
untuk dampak dari adanya velocity yang diberikan oleh
Pi (2.8)
suatu particle.
Fi
l
untuk Pi < Pi ,min Adapun persamaan IPSO dengan menggunakan
Pi Inertia Weigth Aproach (IWA):
(2.9)
B. METODE IMPROVED PARTICLE SWRAM OPTIMIZATION dengan ;
Teknik Improved Particle Swarm Optimization : Velocity individu i pada iterasi k
merupakan modifikasi dari persamaan dasar algoritma

A23-3
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

: Update velocity pada iterasi Mulai

selanjutnya Baca Data:


- pembebanan
- pembangkitan

: parameter weight
Kombinasi Pembangkit

: koefisien akselerasi 2n - 1

: jumlah random antara 0 dan 1 Seleksi kombinasi

: posisi individu i pada iterasi k


: Pbest individu i sampai iterasi k Parameter Input IPSO
* swarm,f0,c1,c2,wmax,wmin ,

: G best kelompok sampai iterasi k


Penggunaan Inertia Weigth Aproach (IWA) Inisialisasi Posisi
Awal
Xi

untuk meredam kecepatan selama iterasi, yang


memungkinkan suatu swarm (populasi) menuju titik load flow dengan
menggunakan metode
target secara lebih akurat dan efisien dibandingkan Newton Raphson

dengan PSO standartnya [18]. Pada proses update Hitung fungsi


biaya
velocity ini, nilai-nilai parameter seperti W, c1 dan c2 min biaya

harus ditentukan terlebih dahulu. Untuk nilai wmax= 0.9 Memilih Pbest dan Gbest

dan untuk wmin = 0.4. Secara umum parameter weight


diperoleh dengan menggunakan Pers (2.10): Update velocity

(2.10)
Update Posisi
dengan: Xk+1

wmax , wmin : bobot awal dan bobot akhir Iterasi selesai


tidak

(0,9 0,4) ya

: jumlah iterasi maximum Hasil:


- Penjadwalan
Optimal

: jumlah iterasi sekarang


- Biaya ekonomis

Selesai
Particle berpindah dari posisi awal ke posisi berikutnya
dengan memodifikasi posisi individu menggunakan Gambar 3 Diagram alir algoritma IPSO
modifikasi velocity pada persamaan (2.9). Persamaan
IV. HASIL DAN ANALISIS
update posisi individu dinyatakan pada pers (2.11) .
Penyelesaian masalah Penjadwalan pembangkit
(2.11) dengan menggunakan IPSO, yaitu dengan
Didalam IPSO konsep optimasi didasarkan pada chaotic meminimalkan biaya bahan bakar diaplikasikan pada
sequences yang menjadi suatu alternatif yang baik untuk dua contoh dengan menggunakan algoritma yang
menyediakan keanekaragaman di dalam populasi dari diusulkan yaitu simulasi pertama menggunakan data
algoritma IPSO. Dalam penelitian ini, digunakan teknik standart IEEE 6 bus, sedangkan untuk simulasi kedua
chaotic sequences dengan menggabungkan constriction dengan menggunakan enam unit pembangkit termal pada
factor untuk memperbaiki kemampuan penelusuran sistem 500kV Jawa Bali pada saat beban puncak pada
global. Persamaannya sebagai berikut: tanggal 17 Maret 2009 pada jam 19.30 WIB [2]. Dan
(2.12) untuk membandingkan keakuratan hasil maka
Persamaan (2.12) adalah deterministik, menunjukkan dibandingkan dengan perhitungan menggunakan metode
chaotic dinamik ketika = 4.0 dan f0 Langrange. Data yang dipakai adalah persamaan
{0,0.25,0.50,0.75,1.0}. karakteristik dari input-output pembangkit, nilai
Sehingga parameter enertia weight menjadi: maksimum dan minimum dari generator dan biaya bahan
(2.13) bakar.
Berikut adalah diagram alir implementasi IPSO dalam
penjdwalan pembangkit yang digunakan. A. Data IEEE 6 Bus
Data IEEE 6 bus dengan 3 unit pembangkit.
Dengan asumsi pembangkitnya adalah pembangkit
termal [17]. Data fungsi biaya pembangkit adalah:
Unit 1 : H1 = 176,95 + 13,514 P1 + 0,0004 P12Mbtu/h
100 P1 220 MW
Unit 2 : H2 = 129,97 + 32,63P2 + 0,001P22, Mbtu/h
10 P2 100 MW
Unit 3 : H3 = 137,41+ 17,69P3 + 0,0052P32, Mbtu/h
10 P3 20 MW
Biaya bahan bakar :
F1=1 R/Mbtu; F2=1 R/Mbtu; F3=1 R/Mbtu

Hasil pembangkitan ekonomis dengan data standart


IEEE 6 bus dengan metode Langrange dan IPSO dapat
dilihat pada tabel 1 dan 2 berikut :
Tabel 1 Hasil simulasi optimasi menggunakan metode Lagrange

A23-4
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Beban Status Pembangkit Metode Langrange


(MW)
Jam
P1 P2 P3 Unit1 Unit2 Unit3 Total Biaya
(MW) (MW) (MW) (Rp /Mbtu)
1 175.19 1 0 0 175.337 0 0 2.558.887
2 165.15 1 0 0 165.132 0 0 2.419.577
3 158.67 1 0 0 158.529 0 0 2329.48
4 154.73 1 0 0 154.327 0 0 2.272.168
5 155.06 1 0 0 154.927 0 0 2.280.354
6 160.48 1 0 0 160.330 0 0 2.354.049
7 173.39 1 0 0 172.936 0 0 2.526.100
8 177.60 1 0 0 177.738 0 0 2.591.678
9 186.81 1 0 0 186.923 0 0 2.717.151
10 206.96 1 0 0 207.155 0 0 2.993.768
11 228.61 1 0 1 218.761 0 10.000 3466.85
12
13
236.10
242.18
1
1
0
0
1
1
219.861
211.954
0
0
16.100
20.000
3590.28
4007.91
B. Data Sistem 500kV Jawa Bali
243.60
14
15 248.86
1
1
0
0
1
1
213.755
218.978
0
0
20.000
20.000
4032.56
4104.05
Aplikasi ke dua menggunakan data pembangkitan
16 255.79 1 0 1 220.148 0 20.000 4309.15 Jawa-Bali 500 kV [8] dilakukan simulasi pembebanan
17 256.00 1 0 1 219.757 0 20.000 4310.66
18 246.74 1 0 1 216.757 0 20.000 4073.64 pada pembangkit termal saat terjadi beban puncak di
245.97
19
20 237.35
1
1
1
0
1
1
215.556
220.111
10.000
0
20.000
17.350
4057.21
3615.95
malam hari pada jam 19.30 WIB. pada tanggal 17 Maret
21 237.31 1 0 1 219.850 0 17.310 3611.68 2009. Adapun data yang digunakan dapat dilihat pada
22 232.67 1 0 1 219.691 0 12.670 3526.98
23 195.93 1 0 0 196.048 0 0 2841.87 tabel berikut:
24 195.60 1 0 0 195.748 0 0 2837.77 Tabel 3 Batasan Daya Pembebanan Pembangkit Jawa-Bali 500kV
Total Daya (MW)
beban 4.933.739 No Pembangkit
Minimum Maksimum
Total
biaya Rp 17.735.268 1 Suralaya 1500 3400
2 Muaratawar 1040 2200
Tabel 2 Hasil simulasi optimasi menggunakan metode IPSO 3 Tanjung Jati 600 1220
4 Gresik 238 1050
Status
5 Paiton 1425 3254
Metode IPSO
Jam Beban (MW)
Pembangkit 6 Grati 150 827
Unit1 Unit2 Unit3 Total Biaya Sumber : Data PT. PLN (Persero)Tgl 17 Maret 2009 (19.30)[8]
P1 P2 P3 (MW) (MW) (MW) (Rp /Mbtu)
1 175.19 1 0 0 175.4 0.000 0.000 2.558.887
2
3
165.15
158.67
1
1
0
0
0
0
165.13
158.5
0.000
0.000
0.000
0.000
2419.58
2329.48
Pada tabel 3 memperlihatkan batas daya maximum dan
4 154.73 1 0 0 154.32 0.000 0.000 2.272.168 minimum pembangkit termal yang terdiri dari enam
5 155.06 1 0 0 154.92 0.000 0.000 2.280.354
6 160.48 1 0 0 160.330 0.000 0.000 2.354.049 buah pembangkit.
7 173.39 1 0 0 172.936 0.000 0.000 2.526.100 Tabel 4 Fungsi Biaya Pembangkit Termal Sistem 500 kV Jawa Bali
8 177.60 1 0 0 177.738 0.000 0.000 2.591.678
9 186.81 1 0 0 186.923 0.000 0.000 2.717.151 No Pembangkit Fungsi Biaya
10 206.96 1 0 0 207.155 0.000 0.000 2993.77
11 228.61 1 0 1 218.639 0.000 10.616 3467.35 1 Suralaya 31630,21 + 395668,05 P1 + 65,94 P12
12 236.10 1 0 1 219.871 0.000 16.089 3590.24 2 Muaratawar 107892572,17 + 2478064,47 P2+ 690,98 P22
13 242.18 1 1 1 211.273 12.353 18.327 4045.61 3 Tanjung Jati 1636484,18 + 197191,76 P3 + 21,88 P32
14 243.60 1 1 1 213.325 10.429 20.000 4040.69
15 248.86 1 1 1 216.890 14.093 17.993 4173.35
4 Gresik 13608770,96 + 777148,77 P4 + 132,15 P42
16 255.79 1 1 1 219.996 25.266 10.676 4450.79 5 Paiton 8220765,38 + 37370,67 P5 + 52,19 P52
17 256.00 1 1 1 219.468 19.606 16.683 4365.39 6 Grati 86557397,40 + 2004960,63 P6 + 533,92 P62
18 246.74 1 1 1 218.669 10.005 18.084 4065.84 Sumber : Data PT. PLN (Persero)Tgl 17 Maret 2009 (19.30)[8]
19 245.97 1 1 1 217.310 11.211 17.036 4067.95
20 237.35 1 0 1 219.929 0.000 17.532 3616.70
21
22
237.31
232.67
1
1
0
0
1
1
219.945
219.817
0.000
0.000
17.215
12.544
3611.29
3526.46
Tabel 4 menunjukkan fungsi biaya pada pembangkit
23 195.93 1 0 0 196.048 0.000 0.000 2841.87 termal untuk sistem 500kV Jawa Bali.
24 195.60 1 0 0 195.748 0.000 0.000 2837.77
1. Hasil Simulasi
Total 4.933.739
beban MW Hasil simulasi dengan menggunakan metode Langrange
Total
biaya
Rp14.741.50
0
untuk sistem 500kV Jawa-Bali dengan 6 unit
pembangkit termal pada beban puncak pada tanggal
1. Analisis Hasil Data IEEE 6 bus 17 Maret 2009 di malam hari jam 19.30 WIB [2], pada
Dari hasil simulasi pada tabel 1 dan tabel 2 terlihat total beban 10282 MW (termasuk dua pembangkit
perbedaan penjadwalan pada dua metode yaitu Hidro). Data pembebanan pada masing-masing bus
Langrange dan IPSO dimana total biaya selama 24 jam dapat dilihat pada tabel 4. Hasil simulasi terlihat pada
dengan menggunakan metode Langrange biaya tabel 5.
pembangkitan adalah senilai Rp 17.735.266 sedangkan Tabel 4 Data bus pembangkit termal sistem 500kV Jawa Bali
No Nama Jenis Tegangan Beban
metode IPSO biaya senilai Rp 14.741.500. Sehingga Bus Bus Bus Besar Sudut MW MVAR
1 Suralaya Slack 1,02 0 153 45
dengan menggunakan metoda IPSO mampu mereduksi 2 Cilegon Beban 1 0 703 227
3 Kembangan Beban 1 0 760 261
biaya pembangkitan sebesar Rp 2.993.766 atau sebesar 4 Gandul Beban 1 0 544 181
16 %. Hasil grafik simulasi pembangkitan dengan 5
6
Cibinong
Cawang
Beban
Beban
1
1
0
0
697
760
215
181
menggunakan IPSO pada gambar 4, memberikan 7
8
Bekasi
Muaratawar
Beban
Generator
1
1
0
0
646
0
170
0
ekselerasi konvergensi yang baik dengan nilai 9 Cibatu Beban 1 0 823 317
10 Cirata Generator 1 0 680 245
konvergen rata-rata dicapai pada iterasi ke 5, dengan 11 Saguling Generator 1 0 0 0
12 Bandung Selatan Beban 1 0 590 351
waktu komputasi 1,09 second. 13 Mandiracan Beban 1 0 397 136
14 Ungaran Beban 1 0 329 363
16 Surabaya Barat Beban 1 0 862 317
17 Gresik Generator 1 0 210 91
18 Depok Beban 1 0 0 0
19 Tasikmalaya Beban 1 0 277 17
20 Pedan Beban 1 0 524 244
No Nama Jenis Tegangan Beban

A23-5
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Bus Bus Bus Besar Sudut MW MVAR


21 Kediri Beban 1 0 358 206 V. KESIMPULAN DAN SARAN
22 Paiton Generator 1 0 839 272
23 Grati Generator 1 0 130 193
Total beban 10282 A. Kesimpulan
Sumber :Data PT PLN (Persero)[2]
Dari hasil simulasi pada sistem Jawa-Bali 500Kv
Tabel 5 Hasil Simulasi Pembangkit Termal Sistem Jawa-Bali 500kV terlihat penggunaan IPSO lebih ekonomis dibandingkan
No Pembangkit Daya Biaya (Rp/jam) dengan menggunakan metode konvensional Lagrange
Langrange IPSO Langrange IPSO
terlihat dari selisih biaya yang diperoleh yaitu sebesar Rp
1 Suralaya 3.143,865 3.215,553 1.895.701.795,402 1.954.128.640,581
Rp/jam 1.047.949.162 atau sekitar 11,9%. Dalam
2 Muara analisa menggunakan metode IPSO memerlukan
Tawar 1.485,000 1.174,237 5.311.584.680,620 3.970.474.675,696
3 Tanjung beberapa kali menjalankan program (running program)
Jati 1.220,000 1.105,791 274.776.623,380 246.443.728,777
4 Gersik 238,000 1.048,969 206.055.682,820 974.223.218,926
untuk mencapai nilai yang terbaik (ekonomis),
5 Paiton 3.254,000 2.961,581 682.439.575,600 576.653.623,740 sedangkan metode lagrange tidak memerlukan iterasi
6 Grati 150,000 0,000 399.314.691,900 0,000
Daya Yang dalam mendapatkan nilai terbaiknya.
Dibangkitkan (MW) 9.490,865 9.506,131

Total Biaya B. Saran


pembangkitan 8.769.873.049,722 7.721.923.887,720
(Rp/jam) Dari hasil dan analisa yang dilakukan, dirasakan
bahwa masih diperlukannya penelitian lebih lanjut
2. Analisis Hasil Sistem 500kV Jawa Bali untuk pengembangan serta memperbaiki hasil yang
Simulasi menggunakan metode IPSO dengan telah diperoleh, disebabkan hasil yang diperoleh
parameter-parameter yang digunakan dalam dengan mengabaikan rugi-rugi saluran, sedangkan
implementasikan algoritma IPSO adalah: rugi-rugi saluran merupakan suatu yang real ada di
Juml_Particles = 4 ; lapangan yang harus diperhitungkan.
jumvar = 6 ; PENGHARGAAN
Iter max = 20 ; Terima kasih dan penghargaan saya haturkan kepada
c1 = 0.3 ; bapak Hadi Suyono,ST.,MT.,Ph.D dan bapak
c2 = 0.3 ; Ir. Mahfudz Shidiq,MT selaku pembimbing atas waktu
w_max = 0.9 ; serta bimbingan dan perhatian yang diberikan kepada
w_min = 0.4 ; penulis selama proses pengerjaan paper ini.
= 4.0 ;
fo = 0.75; parameter dari chaotic
DAFTAR PUSTAKA
sequences
[1] Hota P.K, Barisal A.K. dan Chakrabarti R, 2009, An Improved
Iter = 1; PSO Technique for Short-Term Optimal Hydrothermal
Dari hasil simulasi dengan menggunakan metode Scheduling, Electric Power Systems Research.
Langrange terlihat total biaya pembangkitan untuk [2] Ilyas Andi Muhammad , Optimisasi Pembangkit Termal Sistem
pembangkit termal sistem 500kV Jawa-bali Transmisi 500 Kv Jawa Bali Menggunakan Modified Improved
Particle Swarm Optimization (Mipso)
adalah Rp/jam 8.769.873.049,722 pada beban
[3] Marsudi Djiteng, 2006, Operasi Sistem Tenaga Listrik, Graha
9.490,865 MW dan dengan menggunakan metode IPSO Ilmu, Yogyakarta
total biaya pembangkitan untuk pembangkit termal [4] Park Jong-Bae, JeongYun-Won dkk, 2006, An Improved
sistem 500kV Jawa-Bali Rp/jam 7.721.923.887,720 Particle Swarm Optimization for Economic Dispatch with
pada beban 9.506,131MW. Sehingga dengan Valve-Point Effect, International Journal of Innovations in
Energy Systems and Power, Vol. 1, no. 1 Seoul Korea.
menggunakan metoda IPSO mampu mereduksi biaya [5] Sentosa Budi dan Willy Paul, 2011, Metode Metaheuristik
pembangkitan sebesar Rp/jam 1.047.949.162 atau Konsep dan Implementasi, Guna Widya,Surabaya
sebesar 11,9%. Kurva hasil simulasi dengan [6] Wood Allen J, Wollenberg Bruce F, 1996, Power Generation,
menggunakan metode IPSO dapat dilihat pada gambar 5. Operational, and Control, Second Edition, Jhon Wiley &
Sons, Inc.

BIOGRAFI PENULIS

Muharnis,lahir di Pekanbaru,4 Febuari


1973 sebagai anak ke dua dari lima
bersaudara dari ayah Busra dan
Daonar.A.Y, Tahun 1979 bersekolah di
SD YPS Singkole Soroako Sulawesi
Gambar 5 kurva simulasi pada beban 9.506,131MW menggunakan Selatan dan lulus tahun 1985. SMP YPS
IPSO Singkole Soroako Sulawesi Selatan lulus tahun 1988.
Dari gambar 5, kurva simulasi dengan menggunakan SMUN Rumbai Pekanbaru lulus tahun 1991. Sarjana
metode IPSO memberikan akselerasi konvergensi yang Teknik Elektro Universitas Bung Hatta lulus tahun 1998.
baik. Hal ini disebabkan karena hasil random untuk Penulis bekerja sebagai dosen di Politeknik Negri
posisi awal suatu partikel atau individu dapat Bengkalis sejak tahun 2001 sampai sekarang
mempengaruhi akselarasi konvergensinya, sehingga
konvergen rata-rata dicapai pada iterasi ke 14 dengan
waktu komputasi 7,8 detik

A23-6
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Implementasi Jaringan Syaraf Tiruan untuk


Diagnosis Kegagalan Transformator
Gatut Yulisusianto, Hadi Suyono
Pasca Sarjana Fakultas Teknik Elektro Universitas Brawijaya
mr.gatut@gmail.com, hadis@ub.ac.id

manusia yang dapat menyelesaikan suatu permasalahan


Abstrak AbstractPenelitian ini bertujuan untuk dengan cara pembelajaran (learning). Kelebihan JST
mendapatkan keputusan yang akurat dalam menentukan salah satunya adalah kemampuannya dalam beradaptasi
kondisi transformator dengan analisis gas yang terlarut sehingga mampu belajar dari data masukan yang
pada minyak isolasi dengan implementasi Jaringan Syaraf
diberikan sehingga dapat memetakan hubungan antara
Tiruan Back Propagation. Metode yang dilakukan untuk
menganalisis gas terlarut (Dissolved Gas) menggunakan masukan dan keluarannya. Selain itu kemampuan JST
metode Total Dissolved Combustible Gas (TDCG). dalam memprediksi keluaran berdasarkan masukan yang
Penerapan aplikasi dengan Jaringan Syaraf Tiruan Back telah dilatihkan sebelumnya [2].
Propagation dapat bekerja dengan baik untuk menentukan Penelitian ini akan membahas tentang analisis
kondisi Transformator secara detail berdasarkan level kandungan gas pada minyak Transformator untuk
kondisi, dan prosentase kondisi transformator. mendeteksi gangguan (failure) dengan menerapkan
metode Jaringan Syaraf Tiruan (JST) back propagation.
Kata Kunci Dissolved Gas Analysis, TDCG,
Penerapan JST bertujuan untuk memudahkan pengguna
Transformator dan Jaringan Syaraf Tiruan.
.
mengetahui kondisi transformator sehingga dapat segera
diambil tindakan apabila terjadi gangguan pada
I. PENDAHULUAN transformator .

T ransformator adalah peralatan listrik yg sangat


penting dalam pembangkitan dan distribusi energi
listrik, untuk itu keandalannya harus tetap terjaga agar A. Transformator
II. DASAR TEORI

proses penyaluran energi listrik berjalan lancar. Untuk Transformator adalah suatu peralatan tenaga listrik
menjaga keandalan dari transformator perlu dilakukan yang berfungsi untuk menyalurkan tenaga/daya listrik
suatu pengujian untuk mengetahui keadaan dari dari tegangan tinggi ke tegangan rendah atau sebaliknya.
transformer tersebut, salah satunya adalah dengan Transformator terdiri beberapa bagian seperti pada
pengujian isolator yaitu berupa pengujian isolator padat gambar 1.
maupun pengujian isolator minyak. Pengujian fisik
dilakukan dengan menguji bahan isolasi padat dan
belitan pada transformator, sedangkan pengujian minyak
biasanya dilakukan dengan menguji karakteristik dari
minyak isolator dengan metode pengujian dan analisis
jumlah gas yang terlarut [8] .
Ada beberapa metode yang dilakukan untuk
menganalisis gas terlarut (Dissolved Gas) seperti TDCG
(Total Dissolved Combustible Gas), Rasio Dornenburg,
dan Rasio IEC yang semuanya dilakukan untuk
mendeteksi parameter gas Hydrogen (H2), Nitrogen
(N2), Methane (CH4), Carbon Monoxida (CO), Carbon
Gambar 1. Transformator
Dioxida (CO2), Ethylene (C2H4), Ethane (C2H6), dan Keterangan:
Acethylene (C2H2). Semua gangguan dapat 1. Mounting flange 9. Terminal connection
mengakibatkan kinerja transformator menjadi tidak 2. Tangki transformator 10. Carriage
optimal, dapat mempercepat penurunan kemampuan 3. Core 11. Baut pada core
kerja pada sistem pendingin, umur, dan kualitas kerja 4. Konservator 12. Header
sistem isolasi transformator. Karena itu gas digunakan 5. Sirip Radiator (Fin) 13. Termometer
sebagai salah satu indikator kondisi transformator [9]. 6. Windings 14. Relai Buchholz
Jaringan Syaraf Tiruan (JST) merupakan salah 7. LV Bushing 15. Breather
satu metode klasifikasi yang meniru cara kerja otak

A24-1
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

8. HV Bushing terbentuk oleh fenomena kegagalan dengan tingkat


energi yang rendah, seperti partial discharge atau
1) Sistem Pendingin
corona. Etilen (C2H4) terbentuk oleh pemanasan minyak
Pengoperasian transformator daya tidak terlepas dari pada temperatur menengah, dan asetilen (C2H2)
adanya daya-daya yang hilang. Daya-daya hilang ini terbentuk pada temperatur yang sangat tinggi.
terkonversi dalam bentuk panas. Panas timbul pada Gambar 2 menjelaskan jenis fault gas dan jumlah
bagian inti, belitan, minyak isolator dan tangki relatifnya yang terbentuk saat temperaturnya semakin
transformator. Panas yang timbul ini biasanya akan naik. Nilai temperatur tersebut bukanlah nilai yang baku,
dibuang ke atmosfer/lingkungan sekitar melalui tangki melainkan hanya pendekatan/aproksimasi. Gas hidrogen
transformator dan sistem pendingin. Sistem pendingin dan metana mulai terbentuk pada temperatur sekitar
pada transformator digunakan untuk mengurangi panas 150C. Gas etana mulai terbentuk pada temperatur
dan menjaga kenaikan temperatur agar tetap berada di sekitar 250C, dan gas etilen mulai terbentuk pada
bawah batasan tertentu. temperatur sekitar 350C. Gambar 2 menjelaskan bahwa
2) Minyak Trafo setelah melewati titik maksimumnya maka pembentukan
Isolator merupakan suatu sifat bahan yang mampu gas metana, etana dan etilen akan terus menurun seiring
untuk memisahkan dua buah penghantar atau lebih dengan bertambahnya temperatur [13].
yang berdekatan untuk mencegah adanya kebocoran
arus/hubung singkat, maupun sebagai pelindung
mekanis dari kerusakan yang diakibatkan oleh korosif
atau stressing. Minyak isolator yang dipergunakan
dalam transformator daya mempunyai beberapa tugas
utama, yaitu sebagai media isolator, media pendingin,
media / alat untuk memadamkan busur api, dan
perlindungan terhadap korosi dan oksidasi.
Minyak isolator transformator dapat dibedakan atas
dua jenis, yaitu minyak mineral dan minyak sintetik.
Pemilihan jenis minyak didasarkan pada keadaan
lingkungan dimana transformator digunakan, misal
askarel adalah jenis minyak sintetik yang tidak dapat
terbakar, sehingga pemakaian askarel memungkinkan
transformator distribusi dapat digunakan pada lokasi
dimana bahaya api sangat besar [17].
Gambar 2. Pembentukan gas terhadap kenaikan suhu
3) Gas Terlarut Pada Minyak Trafo 4) Jenis Kegagalan Transformator
Minyak trafo merupakan sebuah campuran Dari berbagai kasus kegagalan (fault) yang terjadi
kompleks dari molekul-molekul hidrokarbon, dalam pada transformator dan terdeteksi melalui uji DGA,
bentuk linear atau siklis, yang mengandung kelompok maka kegagalan pada transformator dapat digolongkan
molekul CH3, CH2 dan CH yang terikat. Pemecahan menjadi beberapa kelas :
beberapa ikatan antara unsur C-H dan C-C sebagai hasil PD = Discharge sebagian
dari kegagalan termal ataupun elektris akan D1 = Discharge energi rendah
menghasilkan fragmen-fragmen ion seperti H*, CH3*, D2 = Discharge energi tinggi
CH2*, CH* atau C*, yang nantinya akan T1 = Thermal faults pada temp<300oC
berekombinasi dan menghasilkan molekul-molekul gas T2 = Thermal Faults pada temp 300oC<T<700oC
seperti hidrogen (H-H), metana (CH3-H), etana T3 = Thermal Faults pada tempe > 700oC
(CH3-CH3), etilen (CH2=CH2) ataupun asetilen (CH Zona DT = campuran termal dan electrical fault.
CH). Gas-gas ini dikenal dengan istilah fault gas. B. Pengujian Disolve Gas Analysis (DGA)
DGA adalah analisis kondisi transformator yang
dilakukan berdasarkan jumlah gas terlarut pada minyak
trafo. Pengujian DGA merupakan salah satu langkah
perawatan yang wajib dilakukan dengan interval
pengujian paling tidak satu kali dalam satu tahun.
Dilakukan dengan mengambil sampel minyak dari
unit transformator kemudian gas-gas terlarut (
dissolved gas) tersebut diekstrak untuk
Semakin banyak jumlah ikatan karbon (ikatan diidentifikasikan komponen-komponen individualnya.
tunggal, ganda, rangkap tiga) maka semakin banyak pula Pengujian DGA akan memberikan informasi-
energi yang dibutuhkan untuk menghasilkannya. informasi terkait akan kesehatan dan kualitas kerja
Hidrogen (H2), metana (CH4) dan etana (C2H6) transformator secara keseluruhan.

A24-2
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Keuntungan uji DGA adalah dapat mendeteksi dini suatu batas ambang, setiap neuron menggunkan fungsi
akan adanya fenomena kegagalan yang ada pada aktivasi yang dikenakan pada jumlah input yang
transformator yang diujikan diterima.
Kelemahan uji DGA adalah diperlukannya tingkat
E. Algoritma Backpropagation.
kemurnian yang tinggi dari sampel minyak yang
diujikan [4]. Metode jaringan saraf tiruan backpropagasi atau yang
juga disebut sebagai propagasi berbalik merupakan
C. Total Dissoved Combustible Gas (TDCG) bagian dari jaringan saraf tiruan yang menggunakan
Standarisasi yang telah ditetapkan IEEE untuk metode pelatihan terbimbing (supervised learning) yang
melakukan analisis berdasarkan jumlah gas terlarut yang memasukkan target keluaran dalam data untuk
mudah terbakar untuk menunjukkan apakah memproses pelatihan dari jarinmgan saraf tiruan tersebut
transformator yang diujikan masih berada pada kondisi didesain untuk operasi pada jaringan saraf tiruan feed
operasi normal, waspada, peringatan atau kondisi gawat / fordward lapis jamak (multi-layer). Jenis jaringan saraf
kritis. Kriteria 4 level kondisi telah dikembangkan untuk tiruan ini banyak diaplikasikan karena pada proses
mengklasifikasikan kondisi transformator. pelatihanya didasarkan pada interkoneksi. Artinya
Untuk menganalisis gas yang terlarut dalam minyak apabila keluaran dari program jaringan saraf tiruan salah
transformator ada beberapa metode yang dilakukan maka penimbang (weight) akan mengoreksi dengan
diantaranya adalah Metode TDCG (Total Dissolved
memberikan nilai yang baru agar kesalahanya dapat
Combustible Gas). TDCG adalah merupakan analisis
direduksi, sehingga didapakan nilai yang mendekati
berdasarkan jumlah gas terlarut yang mudah terbakar
hasil akhir yang diharapkan.
untuk menunjukkan kondisi operasi transformator. Pada
tabel 1 menunjukkan konsentrasi gas untuk Pada metode ini disebut sebagai backpropagasi atau
masing-masing gas dan kondisi TDCG. propagasi terbalik karena saat jaringan saraf tiruan
diberikan nilai input maka nilai tersebut akan diteruskan
Tabel 1. Konsentrasi Gas dan TDCG menuju lapisan tersembunyi (hidden layer) dan
Status H2 CH4 C2H2 C2H4 C2H6 CO TDCG selanjutnya akan diteruskan pada unit lapis keluaran.
K1 < 100 < 120 < 35 < 50 < 65 < 350 <720
Saat hasil dari unit keluaran tidak sama dengan hasil
K2 101 - 700 121-400 36-50 51 - 100 66 - 100 351 - 570
721 - yang diharapkan maka akan terjadi proses
1920
1921
backpropagasi atau data dari unit keluaran tersebut
K3 701-1800 401-1000 51-80 101-200 101-150 571-1400 -
4630 disebarkan mundur untuk menuju lapisan tersembunyi
K4 > 1800 > 1000 > 80 >200 > 150 > 1400
>
4630
dan diteruskan sampai pada unit lapis masukan. Proses
pergerakan maju dan mundur tersebut yang dinamakan
Pada tabel 2 dapat dilihat kriteria level analisis sebagai backpropagasi. Pada jaringan saraf tiruan
berdasarkan jumlah gas terlarut dengan ditunjukkan terdapat dua fase yaitu yang pertama adalah fase
keterangan pada masing-masing kondisi sesuai tingkat pelatihan yang akan mengumpulkan semua data
level TDCG. penimbang yang bersesuaian, dan fase kedua adalah fase
pengujian atau disebut juga sebagai fase testing.
Tabel 2. Kriteria Level TDCG
Level Keterangan TDCG

Kondisi Pada level ini mengindikasikan bahwa operasi transformator memuaskan. Namun
tetap diperlukan pemantauan kondisi gas-gas tersebut. Bila salah satu gas nilainya
1 melebihi batasan level harus diinvestigasi dengan cepat.
Pada level ini menandakan komposisi gas sudah melebihi batas normal dan tingkat
Kondisi TDCG mulai tinggi ada kemungkinan timbul gejala-gejala kegagalan yang harus
2 mulai diwaspadai dan lakukan pencegahan agar gejala tidak berlanjut. Bila salah
satu gas nilainya melebihi batasan level harus diinvestigasi.
Pada level ini mengindikasikan dekomposisi tingkat tinggi dari isolasi kertas dan
Kondisi atau minyak transformator. Sebuah atau berbagai kegagalan mungkin sudah terjadi.
Lakukan pencegahan agar gangguan tidak berlanjut. Lakukan investigasi lebih
3 cermat untuk tiap combustible gas. Pada kondisi ini transformator sudah harus
diwaspadai dan perlu perawatan lebih lanjut.
Pada level ini mengindikasikan pemburukan yang sangat tinggi dan adanya
Kondisi dekomposisi / kerusakan pada isolator kertas dan atau minyak transformator sudah
4 meluas. Melanjutkan operasi transformator dapat mengarah pada kerusakan
transformator. Segera lakukan tindakan perbaikan.

Gambar 3. Arsitektur Algoritma Backpropagation.


D. Jaringan Syaraf Tiruan (JST).
Jaringan syaraf tiruan (JST) adalah sistem pemroses
informasi yang memiliki karakteristik mirip dengan III. METODOLOGI
jaringan syaraf biologi yang dibentuk sebagai Data pelatihan diambil dari tabel konsentrasi gas dan
generalisasi model matematika dari jaringan syaraf TDCG pada tabel 1, yaitu data gas H2, CH4, C2H2, C2H4,
biologi, dengan asumsi bahwa pemroses informasi C2H6, dan CO sebagai input dan Level sebagai target.
terjadi pada banyak elemen sederhana dengan sinyal Algoritma backpropagation yang digunakan adalah 6 6 1
yang dikirim diantara neuron-neuron melalui yaitu 6 masukan, 2 lapisan tersembunyi yang terdiri dari
penghubung-penghubung mempunyai bobot yang akan 6 unit dan 1 keluaran.
memperkuat atau memperlemah sinyal, sedangkan untuk Pelatihan dari jaringan syaraf tiruan dirancang
menentukan nilai output yang akan dibandingkan dengan dengan menggunakan metode maju dengan

A24-3
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

menggunakan target sebagai keluaran. Bias diberikan


pada masing lapisan tersembunyi dan keluaran [2].

Gambar 4. Algoritma 6 6 1.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


Pengujian dilakukan dengan cara mengumpulkan data
untuk pelatihan jaringan syaraf tiruan dan untuk uji
jaringan syaraf tiruan. Pengumpulan data latih JST
dilakukan secara acak dari data-data gas terlarut yaitu
data gas H2, CH4, C2H2, C2H4, C2H6, dan CO sebagai Gambar 6. Data Hasil Uji JST
masukan, Level dan prosentase sebagai keluaran. Data
Latih diperoleh dari data standart IEEE untuk uji TDCG.
Sedangkan untuk pengujian JST dibuat data sembarang Tabel 3. Hasil Pengujian JST dengan data acak
H2 CH4 C2H2 C2H4 C2H6 CO Level Hasil Uji Error % Level % Total
secara acak sesuai range data dari tabel TDCG sebagai 42 100 30 40 60 325 1 0.9995 0.0005 17.08 79.27
asumsi data transformator sebenarnya. Hasil pelatihan 400 300 45 80 85 500 2 2.0015 -0.002 42.54 60.63
JST ditunjukkan pada gambar 5. 56 74 25 46 54 300 1 0.9989 0.0011 22.92 80.73
1000 700 65 150 120 1000 3 3.0183 -0.018 58.88 39.72
1800 1100 90 205 155 1500 4 4.0174 -0.017 91.76 22.94
1900 1200 100 220 165 1550 4 3.9916 0.0084 81.09 20.27
1700 900 78 180 145 1300 3 3.0197 -0.02 12.07 28.02
600 350 49 95 95 525 2 1.9955 0.0045 17.18 54.3
750 500 60 120 110 600 3 3.0061 -0.006 91.92 47.98
200 150 40 60 80 400 2 1.9961 0.0039 82.57 70.64

Dari hasil pengujian dapat ditunjukkan level kondisi


yang sesuai dengan tabel 2 yaitu tabel kriteria level
TDCG, Nilai Error dari Hasil Uji, Prosentase kondisi
pada level tersebut, dan prosentasi kondisi
Transformator secara total. Dan diketahui bahwa dari
jaringan didapat harga MSE yaitu 0.0000876 atau jika
diprosentasekan nilai kesalahan dari prediksi adalah
kurang dari 2 %.
Gambar 5. Hasil Pelatihan Jaringan Syaraf Tiruan
V. KESIMPULAN
Hasil pelatihan JST menunjukkan pelatihan JST
Dari hasil penelitian dapat diambil kesimpulan bahwa
dihentikan pada epoch ke-107. Performa yang dihasilkan
dengan menggunakan JST dapat mendiagnosis gas
adalah 1x10-4. Hal ini menunjukkan bahwa JST sudah
terlarut dalam minyak transformator berdasarkan tabel
mengenali semua data latih yang telah diberikan.
TDCG, sehingga kondisi transformator dapat diketahui.
Bobot hasil pelatihan ini diimplementasikan pada JST
Hasil diagnosis cukup akurat, karena nilai error
untuk memprediksi kondisi transformator. JST yang
kurang dari 2%, dan dapat ditampilan Nilai Error dari
sudah dilatih ini kemudian diuji dengan beberapa data
Hasil Uji, Prosentase kondisi pada level tersebut, dan
yang sudah dipersiapkan dan hasilnya dibandingkan
prosentasi kondisi Transformator secara total sehingga
dengan diagnosis yang sebenarnya yang didapatkan dari
kondisi Transformator dapat di ketahui lebih detail.
hasil analisis TDCG. Data yang dihasilkan dapat di lihat
pada tabel 3.

A24-4
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

[7] Lin, C.E. ; J.M Ling, dan C.L. Huang. 1993. An Expert
System for Transformator Fault Diagnosis Using Dissolved Gas
Analysis, IEEE Transactions on Power Delivery, Vol. 8, No. 1.
REFERENSI [8] Myers, S.D; Kelly, J.J. dan Parrish, R.H, 1981. A Gulde to
Transformer Maintenance, Transformer Maintenance Institut of
S.D. Myers. Inc. Akron, Ohio.
[1] IEEE Standar C57.104-1991. Guide for interpretation of [9] Nugraha, F. 2009. Monitoring Dissolved Gas Analysis
Gases Generate in Oil Immersed Transformer. (DGA) Dalam Rangka Menjaga Keandalan Operasional
[2] Jek Siang, Jong, 2005. Jaringan Syaraf Tiruan & Transformator. PLN Litbang Bidang Pembangkitan.
Pemrogramannya. Penerbit Andi. [10] R.R. Rogers, 1978. IEEE and IEC to Interpret Incipient
[3] John J. Winders, Jr, 2002. Power Transformer. Marcel Faults in Transformers, Using Gas in Oil Analysis, IEEE Trans.
Dekker, Inc. Electr. Insul, Vol EI-13 No.5.
[4] Joseph J, Kelly. 1980. Transformer Fault Diagnosis by [11] Syahrani.A ; dan Mulia.M, 1992. Kromatografi Gas Teori
Dissolved-Gas Analysis. IEEE Transactions on Industry Dasar, Instrumentasi dan Aplikasi. Mecphiso Grafika. Surabaya.
Applications, Vol. 1A-16, No.6. [12] SPLN 491: 1982. Minyak Isolasi Bagian 1: Pedoman
[5] Kusrini , 2006. Sistem Pakar Teori dan Aplikasi. Andi Penerapan Spesifikasi dan Pemeliharaan Minyak Isolasi.
Offset. Yogyakarta. [13] PT. PLN (Persero) P3B, 2003. Panduan Pemeliharaan Trafo
[6] Kusuma, D. 2003. Artificial intelegence (Teknik dan Tenaga. PLN Litbang Bidang Pembangkit.
Aplikasinya). Graha Ilmu Yogyakarta.

A24-5
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31
31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Penambahan Kaskade Inverter


untuk
ntuk Rangkaian Terpadu
And Or Inverter (AOI) Gate CMOS
MOS
Asep Megah Triono Hadi
Email : asep.megah@yahoo.com

Implementasi dari suatu logika digital dalam bentuk


Abstrak-- Pada perancangan ini dilakukan untuk rangkaian elektronik
ronik terpadu pada dasarnya memiliki
m
mendapatkan optimalisasi dari suatu kondisi pada tiga dasar logika, kemudian
emudian dikembangkan dengan
parameter VTC dan Unit Step, sehingga dalam analisis ini meng-kombinasikan
kombinasikan menggunakan gerbang logika- logika
hanya menggunakan parameter-parameter
parameter yang logika dasar. Ketiga
etiga gerbang logika dasar tersebut
terpengaruh dalam proses perancangan. adalah logika AND, OR, dan INVERTER.
INVERTER
Penelitian ini bertujuan menganalisis parameter VTC Propagation delay CMOS menjadi lambat bila
dan Unit Step, untuk
ntuk mendapatkan suatu kondisi
kond yang
optimal pada parameter VTC dan Propagation Delay
menggerakkan beban dengan kapasitansi besar
dalam merancang sebuah IC AOI CMOS dengan kaskade sedangkan TTL jauh lebih cepat. Untuk mengatasi hal
dan tanpa kaskade. Digunakan program PSPICE dan ini dicarikan solusinya bagaimana mengembangkan
mengemb
EWB untuk menguji spesifikasi rangkaian dan ukuran teknologi lain yang dapat menjawab problem tersebut.
dimensi komponen, sedangkan penggambaran tata-letak
tata Teknologi CMOS yang didesain secara khusus
IC AOI CMOS yang dirancang menggunakan program sehingga memiliki propagation delay yang sama dengan
Mikrowind. HCCXXXUB/HCFXXUB,, terutama untuk meng- meng
Analisis ini dimulai dengan menentukan spesifikasi dan gerakkan beban dengan kapasitansi besar.
tipe rangkaian sesuai dengan parameter proses yang ada Dasar permasalahan proses analisis dan
di dalam IC AOI CMOS tanpa kaskade, kemudian
perancanganya penambahan kaskade inverter gate ini
menganalisis ulang dengan melakukan penambahan
pen
kaskade. Langkah selanjutnya mengevaluasi secara
adalah sebagai suatu cara untuk memberikan
memberik solusi
manual sehingga hasil yang optimal didapatkan dari sehingga
ehingga apa yang dikehendaki terjawab.
terjawab
perhitungan dan simulasi berdasarkan spesifikasi yang
digambarkan berupa tata-letak
letak IC AOI CMOS dengan II. TINJAUAN PUSTAKA
rasio perbandingan W/L sebesar 2,5.
Hasil perhitungan propagation delay dengan CL= 15 pF
A. Propagation delay
dengan kaskade memiliki waktu TPD lebih cepat 5 kali Kecepatan operasi gerbang digital diukur melalui
daripada tanpa kaskade, sedangkan hasil simulasinya tiga parameter yaitu rise time (waktu naik), fall time
dengan kaskade menghasilkan waktu TPD lebih cepat 8 (waktu turun) dan propagation delay.
delay Parameter ini
kali daripada tanpa kaskade. Untuk analisis simulasi memperngaruhi keseluruhan
eseluruhan waktu delay yang
parameter
arameter VTC IC AOI CMOS dengan CL= 15 pF tanpa dihasilkan ketika gerbang melakukan transisi dari
kaskade dan AOI CMOS dengan kaskade menghasilkan
keadaan satu ke lainnya. Delay terjadi karena terdapat
nilai parameter VTC yang sama dengan hasil simulasi VIL
= 2,500V, VIH = 2,550V, VOL = 0V, VOH = 5V, NML = efek kapasitansi yang terdapat pada gerbang masukan
2,500V, NMH = 2,450V. dan keluaran, selain itu efek kapasitansi juga timbul
pada jalur koneksii antar gerbang.
Kata kunci : Karakteristik VTC, Unit Step,
Step Propagation
Delay

I. PENDAHULUAN
Perangkat elektronik semakin berkembang
mulai awal berupa komponen diskrit sampai berupa
komponen terpadu (Integrated
Integrated Circuit (IC)). Dalam
pengunaannya kehandalan menjadi sangat perioritas
sebagai pilihan perangkat
gkat elektronik yang dirancang Gambar 1. Definisi Delay dalam Gerbang Digital (Rabaey, 2002)
untuk bekerja secara digital. Sistem
istem digital hanya akan Propagation delay diukur antara dua titik pada
bekerja pada dua kondisi yaitu kondisi yang di gelombang masukan dan keluaran seperti ditunjukan
logikakan sebagai 1 dan sebagai logika 0 dengan dalam Gambar 1. Propagation delay ketika transisi
batas tegangan (VIL, VOL, VOH, VIH) yang terkadang keluaran dari logika LOW ke k HIGH dinamakan
berbeda antara satuu jenis IC dengan yang lain. Hal ini tPLH, sedangkan transisi keluaran logika HIGH ke
dimaksudkan untuk mengatasi masalah pada lingkungan LOW dinamakan tPHL.
kerja yang berbeda namun tetap memiliki pemikiran
dasar yang sama yaitu logika 1 atau logika 0. 0

B1-1
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31
31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

#
Rata-rata antara tPHL dan tPLH dinamakan tpd

(2) Gambar 2. Grafik VTC (Kang dan Leblebici, 1997)


Rise time (tr) didefinisikan sebagai waktu yang
diperlukan untuk berubah dari 10% VDD ke 90% VDD Penguatan fluktuasi tegangan atau noise akan
untuk gerbang
bang dengan tegangan LOW 0V dan menyebabkan nilai tegangan an jatuh pada daerah logika
tegangan HIGH VDD, sedangkan Fall time (tf) tak tentu. Pada titik dimana kemiringan grafik VTC
didefinisikan sebagai waktu yang dibutuhkan untuk adalah -1 (titik kritis) didefinisikan nilai tegangan VIH
berubah dari 90% VDD ke 10% VDD. dan VIL. Letak VIH dan VIL ditunjukkan dalam Gambar
2. 2. 1.
Nilai tegangan masukan ini menunjukkan nilai
tertinggi tegangan masukan dapat diterima dengan nilai
B. Disipasi daya 0 dan masih bisa mengeluarkan nilai 1 yang dapat
Suatu gerbang logika yang ideal haruslah cepat diterima oleh gerbang lain, sehingga ;
dan membutuhkan daya minimum.
mum. Salah satu parameter $ %
3 '' (2 ; $ %
3*5 ( 2*2,5
yang dipergunakan untuk menunjukkan ukuran
2,5 .
kecepatan dan daya minimum sebuah gerbang adalah
VIH didefinisikan sebagai nilai terkecil yang dapat
PDP (Power Delay Product). ). Semakin kecil nilai PDP,
diterima oleh sebuah gerbang dengan nilai 1 dan masih
maka semakin dekat gerbang logika tersebut ke bentuk
bisa mengeluarkan nilai 0 yang dapat diterima oleh
ideal. PDP didefinisikan sebagai hasil kali antara
gerbang lain, sehingga ;
propagation delay dengan disipasi daya rata-rata.
rata
PDP = tpd.P $ %
5 '' )2 ); $ %
5*5 ) 2*2,5
2,5 .
C. Karakteristik Voltage Transfer
Karakteristik dari inverter CMOS dimana hanya D. Noise Margin
salah satu dari transistornya yang ON saat keadaan
mantap, menyebabkan inverter CMOS memiliki sifat Noise/derau
/derau didefinisikan sebagai tegangan efektif
ratioless inverter. Sifat ratioless inverter adalah sifat dari satu atau lebih masukan gerbang logika yang
sebuah inverter dimana tegangan keluaran dalam ditambahkan atau dikurangi terhadap tegangan normal.
kondisi mantap, tidak dipengaruhi (independen) oleh Tegangan normal adalah tegangan titik operasi yang
rasio ukuran transistor pull-up dan pull-down.
pull Efek stabil seperti yang ditunjukan dalam Gambar 2.2
dasar dari ukuran transistor pull-up dan pull-down Noise margin (NMH dan NML) menunjukkan
adalah berakibat terhadap resistansi ekivalen transistor kekebalan relatif sebuah famili logika terhadap noise.
pada saat menghantar. Sehingga pengambilan ukuran Untuk mengetahui noise margin rangkaian, maka harus
dapat diarahkan pada kemampuan divais untuk diketahui terlebih dahulu nilai VIH, VIL, VOH dan VOL
mensuplai arus yang sama baik pada saat keluaran pada gerbang logika dengan VTC pada suhu normal
berlogika HIGH maupun LOW, sifat ini dinamakan
dinamak (270C).
symmetric output drive. Parameter NMH berlaku untuk tegangan masukan
Perbandingan width (W) dan length (L) untuk tinggi. Semakin besar nilai NMH maka akan semakin
pull-up dan pull-down transistor CMOS adalah : tahan suatu gerbang terhadap perubahan
peruba level logika
pada daerah logika 1,, sedangkan parameter
p NML
berlaku untuk tegangan masukan rendah.
(1) Semakin besar nilai NML maka akan semakin
Hubungan antara VOH dan VOL adalah hal yang tahan suatu gerbang terhadap perubahan level logika
cukup penting pada grafik VTC (Voltage Transfer pada daerah logika 0.
Characteristic). Dalam lam grafik VTC seperti yang
ditunjukkan dalam Gambar 2, kemiringan grafik untuk
nilai yang dapat diterima minimal adalah -1, kemiringan
-1 terletak pada titik-titik
titik kritis pada grafik (titik belok).
Nilai tegangan keluaran di antara dua titik kemiringan
ini dinamakan daerah logika tak tentu. Ketika Vout= Vin,
Bila sebuah sinyal yang dikirimkan
dikirimk oleh sebuah
maka tegangan ambang (V threshold) adalah gerbang berlogika 0. secara ideal, masukan untuk
!
sehingga 2,5 . gerbang berikutnya bernilai VOL, namun seandainya
nilai tersebut naik sehingga bernilai VIL maka masih
akan dianggap berlogika 0. Fluktuasi noise akan

B1-2
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31
31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

menjadi permasalahan hanya jika tegangan naik di atas Tabel 1. Parameter Desain Transistor CMOS
Simbol NMOS PMOS Keterangan
nilai VIL. Mobilitas rata-rata electron dalam
e / n 580 x cm2 /V.s -
Secara umum suatu gerbang logika dikatakan saluran antara drain dan source
Mobilitas rata-rata hole dalam saluran
memiliki noise margin tinggi bila memiliki NML dan h / p - 230 x cm2 /V.s
antara drain dan source
NMH yang besar. VT 1V -1V Tegangan ambang pada PMOS dan NMOS

GAMMA, Bulk Threshold parameter


2F 0,3V 0,35V PHI, surface potential at strong inversion
III. PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN tOX 15 nm Ketebalan oksidasi gerbang (Gate)

A. Rangkaian Logika AOI CMOS Kaskade Inverter VDD 5V Tegangan catu


OX 2,3 x 10-13 F/cm Konstanta dielektrik polisikon
Rangkaian gerbang logika AOI CMOS kaskade
Parameter trankonduktansi transistor
dtunjukkan dalam Gambar 5.1 kn 25A/V2 -
NMOS
2 Parameter trankonduktansi transistor
kp - 10A/V PMOS
Sumber : Richard C. Jaeger, 1997 : 306

Perbandingan W dan L AOI CMOS kaskade


Inverter agar didapatkan VTC yang simestris
sime adalah :
, ,
+ - + -
.# !%4
Gambar 3.. Rangkaian Logika AOI CMOS Kaskade Inverter , ./ , 14
+ - + -
# #
,
+ -
B. Rangkaian Transistor AOI CMOS Kaskade Inverter , 2,521 A 2,5
+ -
Perancangan Rangkaian AOI CMOS kaskade #

Inverter menggunakan 20 buah transistor MOS dengan Jadi + - 2,5 + -


jenis P Mosfet (PM) 10 buah dan jenis N Mosfet
M 10
Sehingga,
buah. Rangkaian tersebut ditunjukkan dalam Gambar 4.
, , ,
+ - + - + -
# !. 4BC !
C. Perbandingan W dan L Transistor , , 4. 4BC ,
+ - / + - + -
# # #
Nilai W dan L untuk MOS tipe-nn dan tipe-p
tipe pada !
gerbang dasar ditentukan dengan mempertimbangkan Maka, + - dan + -
interaksi antara tegangan masukan dan keluaran Perancangan IC menggunakan program
gerbang. Penentuan W dan L untuk inverter CMOS Microwind (0,12 m CMOS Process) artinya L minimal
didasari oleh analisis yang dilakukan pada nilai kR = 1 0,12 m. Jadi, perbandingan W dan L untuk gerbang
serta beberapa nilai dari parameter desain transistor dasar AOI CMOS kaskade Inverter
verter adalah :
CMOS seperti terdapat pada Tabel 1, untuk 01 02 0 03 0 4 0 02 0
menghasilkan suatu grafik karakteristik alih tegangan 6 5 0,6 ?@
5 8
masukan dan keluaran yang simetris. 7 1 0,12 ?@
0 0 0! 09
6
0% 0 01 0! 5 8
7
2 0,24 24 ?@
1 0,12 12 ?@
Sedangkan perbandingan W dan L kaskade
Inverter AOI CMOS dengan nilai k adalah 3 (gerbang
), nilai optimum untuk adalah 3
dasar dan dua Inverter),
mak rangkaian ekuvalen dari perbandingan W dan L
kaskade Inverter ditunjukkan dalam Gambar
Gamba 5.

Gambar 5. Perbandingan W dan L AOI CMOS kaskade Inverter

Jadi perbandingan W dan L untuk kaskadenya adalah:


6 0,24 ?@
Gambar 4.. Rangkaian AOI CMOS Kaskade Inverter 0 9 0 % 36= 3 5 8 35 8
7 0,12 ?@
0,72 ?@
0,12 ?@

B1-3
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31
31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

6 0,24
24 ?@
0 3 0 4 96=8 95 95 8
7 0,12
12 ?@ Dari hasil simulasi di dapat bahwa nilai
2,16 ?@ parameter VTC tanpa kaskade dan dengan penambahan
0,12 ?@
kaskade memiliki nilai parameter yang sama, dengan
parameter VOH, VIH, VOL, VIL NMH dan NML walaupun
Secara lengkap perbandingan W dan L gerbang
dilakukan perubahan kombinasi nilai kapasitor.
dasar maupun kaskadenya AOI CMOS kaskade
Parameter AOI pada simulasi VTC tersebut ditunjukan
ditu
ditunjukkan dalam Tabel 2.
dalam Gambar 8.
Tabel 2. Perbandingan W dan L AOI
OI CMOS kaskade Inverter
No Transistor W(m) L(m) No Transistor W(m) L(m)
1 M1 0,24 0,12 11 M11 0,24 0,12
2 M2 0,24 0,12 12 M12 0,6 0,12
3 M3 0,6 0,12 13 M13 0,24 0,12
4 M4 0,6 0,12 14 M14 0,6 0,12
5 M5 0,24 0,12 15 M15 0,24 0,12
6 M6 0,6 0,12 16 M16 0,6 0,12
7 M7 0,24 0,12 17 M17 0,72 0,12
8 M8 0,24 0,12 18 M18 0,72 0,12
9 M9 0,6 0,12 19 M19 2,16 0,12
10 M10 0,6 0,12 20 M20 2,16 0,12
Gambar 8.. Parameter AOI pada Simulasi VTC

G. Propagation Delay AOI CMOS


D. Simulasi VTC
Untuk mendapatkan propagation delay yang
Simulasi yang dilakukan dalam AOI CMOS tanpa lebih singkat, maka pada analisis ini dilakukan
kaskade Inverter meliputi : VTC dan propagation delay perhitungan perancangan secara manual dengan
dengan suhu standar. mengkombinasikan parameter kapasitor dengan
perbandingan W/L. Variasi analisis kombinasi
E. AOI CMOS Tanpa Kaskade Inverter parameter perhitungan propagation delay tersebut
ditunjukan dalam Tabel 4.
Tabel 4.. Kombinasi parameter perhitungan Propagation Delay
W/L 2,5
Kn 25 A/V
Kp 10 A/V
CL 5pF ; 15pF ; 50pF

H. Perhitungan Propagation Delay AOI CMOS


Gambar 6. Grafik VTC AOI CMOS tanpa kaskade Inverter Untuk CL = 15pF
VIL= 2,500 V, VIH= 2,5500 V, VOL= 0 V, VOH= 5 V,
1,6.CL 1,6.15.10 -12 24.10. -12
NMH= VOH VIH = 5 2,5500 = 2,45 V tPHL = = = = 96.10-7 = 96 ns
W -6 0,24 2500.10. -6
NML= VIL VOL= 2,500 0 = 2,500 V k' n VDD 25.10 . .5
Ln 0,12
1,6.CL 1,6.15.10 -12 24.10. -12
tPLH = = = = 96.10-7 = 96 ns
F. AOI CMOS Kaskade Inverter W 10.10 -6.
0,6
.5
2500.10. -6
k' p VDD
Lp 0,12

3 3 F 3 F
'
/ /
96 GH
2. 2.96 GH 192 GH
192
2. 2.96
96 GH 192 GH

I. Perhitungan Propagation Delay AOI CMOS


Kaskade
Gambar 7.. Grafik VTC AOI CMOS kaskade Inverter
Untuk CL= 15 pF
VIL= 2,500 V, VIH= 2,5500 V, VOL= 0 V, VOH= 5 V,
NMH= VOH VIH = 5 2,5500 = 2,45 V 1,6.CL 1,6.15.10 12 24.10. 12
t PLH = = = = 26,666 ns
NML= VIL VOL= 2,500 0 = 2,500 V W 2,16 900.10. 6
k' p VDD 10.10 6. .5
L P 0,12
Hasil simulasi VTC AOI CMOS ditunjukkan
1,6.C L 1,6.15.10 12 24.10.12
dalam Tabel 3. t PHL = = = = 1,066.10 8 = 10,66 ns

W 2,16 2250 .10.6
Tabel 3. Hasil Simulasi VTC AOI CMOS k ' n VDD 25.10 6. .5
L n 0,12
PARAMETER V (volt)
AOI CMOS / / 4,4 , F 1 ,91 F
VIL VIH VOL VOH NML NMH '
18,366 GH
2. 2.26,666 GH 53,332 GH
tanpa kaskade 2,500 2,550 - 5,000 2,500 2,450

dengan kaskade 2,500 2,550 - 5,000 2,500 2,450


2. 2.10,66
66 GH 21,32 GH

B1-4
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31
31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Dari hasil perhitungan diperoleh hasil


has analisis 18,182 ) 3,0500 GH 15,132 GH
( 0,9889
9889 ( 15,132 GH
bahwa makin kecil nilai kapasitas kapasitor CL yang
digunakan maka semakin cepat waktu yang didapat '
2 2
1209 GH
16,1209
untuk tundaan propagation delay (TPD), namun jika
menggunakan penambahan kaskade tundaan waktu TPD 8,06045 GH
akan lebih cepat rata-rata
rata diatas 50% dibandingkan
diband 2
tanpa kaskade. Hasil perhitungan tersebut telah 126,446 ) 3,0969 GH 123,349 GH
dirangkum dan ditunjukan dalam Tabel 5. 3,0969 ) 1,0138
0138 GH 2,0831 GH
Tabel 5. Hasil Perhitungan Propagation delay AOI CMOS
Untuk frekuensi 0,67 MHz, maka nilai disipasi
disip daya
Propagation Delay Nilai TPHL TPLH TPD Tr Tf adalah :
AOI CMOS parameter CL (ns) (ns) (ns) (ns) (ns) J' K . '' . L
J' 15.10M . 5 . 666666,67.10
666666 !
250 ?6
5pf 32 32 32 64 64
JNJ ' . J'
tanpa kaskade 15pf 96 96 96 192 192
JNJ 8,06.10M3 . 250.10
10M! 2,105 OP
50pf 320 320 320 640 640

5pf 3.555 8,888 6,221 17,776 7,111

dengan kaskade 15pf 10,66 26,666 18,366 53,332 21,32

50pf 35,55 88,888 62,221 177,776 71,1

J. Simulasi Propagation Delay


1. Simulasi Propagation Delay AOI CMOS
Untuk CL = 15pF

Gambar 10.. Grafik propagation delay AOI CMOS kaskade pada CL


= 15pF

Hasil simulasi propagation delay AOI CMOS


telah dirangkum dan ditunjukkan dalam Tabel 5.5.
Dari hasil simulasi diperoleh hasil analisis bahwa
makin kecil nilai kapasitas kapasitor CL yang
digunakan maka semakin cepat waktu yang didapat
untuk tundaan propagation delay (TPD), namun jika
menggunakan penambahan kaskade tundaan waktu TPD
Gambar 9. Grafik propagation delay AOI CMOS CL = 15pF akan lebih cepat rata-ratarata diatas 50% dibandingkan
tanpa kaskade, sedangkann jika diambil nilai kapasitas
2,0437 ) 1,0500 GH 0,9937
9937 GH kapasitor CL standar sebesar 15pf maka perbandingan
125,644 ) 3,0500 GH 122,594 GH hasil simulasi dengan menggunakan kaskade
menghasilkan waktu tundaan propagation delay (TPD)
( 0,9937 ( 122,594
594 GH rata-rata
rata 8x lebih cepat dibandingkan tanpa kaskade.
'
2 2
123,588 GH K. Stick Diagram AOI CMOSS Kaskade
61
61,7939 GH
2 Penggambaran stick diagram bertujuan
memudahkan dalam menggambarambar posisi transistor yang
720,000 ) 3,3333 GH 716,667
667 GH
akan dirancang sebelum penggambaran layout.
3,3333 ) 1,0093 GH 2,324 GH
GH Beberapa warna yang digunakan dalam menggambar
stick diagram,, yaitu: merah untuk polisilikon, kuning
Untuk frekuensi 0,14 MHz, maka nilai disipasi daya
untuk difusi-p,
p, hijau untuk difusi-n,
difusi biru muda untuk
adalah :
metal 1, biru tua untuk metal 2, serta hitam untuk
J' K . '' . L kontak seperti ditunjukkan dalam Gambar 11.
J' 15.10M . 5 . 142857,143
143.10!
53,57 ?6
JNJ ' . J'
JNJ 61,7939.10M3 . 53,57.10
10M! 3,31 OP

2. Simulasi Propagation Delay AOI CMOS kaskade


Untuk CL = 15pF
2,0389 ) 1,0500 GH 0,9889
9889 GH

B1-5
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Tabel 6. Hasil Simulasi Propagation delay AOI CMOS A. Kesimpulan


Propagation Delay Nilai TPHL TPLH TPD Tr Tf PD PDP Berdasarkan hasil perancangan, perhitungan, dan
AOI CMOS parameter CL (ns) (ns) (ns) (ns) (ns) (W) (pJ)
simulasi IC AOI CMOS kaskade dapat disimpulkan hal-
hal sebagai berikut:
5pf 0,9996 41,521 21,2603 259,714 2,1336 50 1,063 1. Hasil perhitungan propagation delay dengan CL= 15
tanpa kaskade 15pf 0,9937 122,594 61,7939 716,667 2,324 53,57 3,31 pF dengan kaskade memiliki waktu TPD lebih cepat
5 kali daripada tanpa kaskade.
50pf 0,9949 405,269 203,132 1495,13 3,8647 83,33 16,93
2. Hasil simulasi propagation delay dengan CL= 15 pF
5pf 0,9654 5,4115 3,18845 41,8195 2,0897 250 0,797 dengan kaskade memiliki waktu TPD lebih cepat 8
kali daripada tanpa kaskade.
dengan kaskade 15pf 0,9889 15,132 8,06045 123,349 2,0831 250 2,105
3. Analisis simulasi parameter VTC IC AOI CMOS
50pf 0,9984 43,301 24,6497 330,428 1,8914 416,7 10,27 dengan CL= 15 pF tanpa kaskade dan AOI CMOS
dengan kaskade mengasilkan nilai parameter VTC
yang sama dengan hasil simulasi VIL = 2,500V, VIH
L. Stick Diagram AOI CMOS Kaskade = 2,550V, VOL = 0V, VOH = 5V, NML = 2,500V, NMH
Penggambaran stick diagram bertujuan = 2,450V.
memudahkan dalam menggambar posisi transistor yang
akan dirancang sebelum penggambaran layout. B. Saran
Beberapa warna yang digunakan dalam menggambar Beberapa saran yang perlu dikembangkan adalah
stick diagram, yaitu: merah untuk polisilikon, kuning aplikasi AOI CMOS kaskade dan pengembangan
untuk difusi-p, hijau untuk difusi-n, biru muda untuk perancangan AOI CMOS kaskade dengan nano
metal 1, biru tua untuk metal 2, serta hitam untuk teknologi.
kontak seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 11.

DAFTAR PUSTAKA
[1] De Massa, Thomas A. Ciccone, Zack. 1996. Digital
Integrated Circuits. Canada: John Wiley & Sons.
[2] Geiger, Randall L.; Allen, P. E., dan Noel, R. S. 1990. VLSI
Design Techniques for Analog and Digital Circuits. New
York: McGraw-Hill, Inc.
[3] http://amutiara.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/153/IC
FAB.ppt.Akses tanggal 1 Nopember 2010
Gambar 11. Stick Diagram AOI CMOS kaskade [4] http://www.differencebetween.net/technology Akses tanggal
27juni 2011
[5] http://djuneardy.blogdetik.com/index.php/2009/09/11/apa-
M. Layout AOI CMOS Kaskade itu-cmos-complementary-
metal%e2%80%93oxide%e2%80%93 semiconductor/. Akses
Penggambaran layout tanpa pad i/o dilakukan tanggal 12 Juni 2010
dengan menggunakan default process Microwind (0.12 [6] http://www.interfacebus.com/Design_Logic_Family_Selectio
m CMOS Process) dengan = 0.12 m/2 = 0.06 m. n.html Akses tanggal 27juni 2011
Layout digambarkan dalam bentuk gerbang AOI CMOS [7] http://javenne.files.wordpress.com/2010/01/rangkaian-logika-
digital.ppt. Akses tanggal 10 Mei 2010
kaskade dengan W dan L gerbang dasar serta [8] http://www.labdasar.ee.itb.ac.id/lab/EL2195/0809/modul1.pd
kaskadenya. f.makna.VOLTAGE.TRANSFER.CHARACTERISTIC.
Layout IC AOI CMOS kaskade dengan pad i/o Akses tanggal 24 Mei 2010
ditunjukkan dalam Gambar 12. [9] Jacob, R. Baker, 2005, CMOS Circuit, Layout and
Simulation, 2nd Edition, IEEE Press Strories on
Microelectronic System, United States of America.
[10] Jaeger, R. C. 1997. Microelectronic Circuit Design. New
York: McGraw-Hill, Inc.
[11] Julius. M.St. 2009. Teknologi Rangkaian Terpadu.
Universitas Brawijaya Jurusan Teknik Elektro, Malang
[12] Kang, S. M., Leblebici, Yusuf. 1999. CMOS Digital
Integrated Circuit. New York: McGraw-Hill, Inc.
[13] Tibyani, Darmawansyah, 2000. Jurnal Ilmu-Ilmu Teknik:
Analisis dan Perancangan Integrated Circuit (IC) NAND
Berteknologi HCMOS (High Speed Complementary Metal
Oxide Silicon). FT. UNIBRAW., Malang.
[14] Tocci, R.J., 1991, Digital System : Principles and
Gambar 12. Layout IC AOI CMOS Kaskade dengan Pad i/o Application, fifth edition, Prentice-Hall International
Editions, ISBN : 0-13-213240-0

IV. KESIMPULAN DAN SARAN Asep Megah Triyono Hadi, Bandung, 18 Mei 1966 Tahun 1992
Studi jejang sarjana (S1) Teknik Elektro Program Studi Sistem
Perancangan, perhitungan, dan simulasi IC AOI Tenaga di ITS Surabaya lulus tahun 1996, Magister teknik elektro di
CMOS kaskade memberikan beberapa kesimpulan dan UNIBRAW lulus tahun 2011. Bekerja di Politeknik Negeri Samarinda
saran yang bisa dikembangkan lebih lanjut. sejak tahun 1987 sampai dengan sekarang.

B1-6
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Identifikasi Suara Menggunakan Filter Adaptive


dengan Metode Least Means Square (LMS)
untuk Voice Password Security
Hari Purwadi1) ,Sholeh Hadi Pramono2), Rudy Yuwono3)
1)
Student of Mastersand DoctoralPrograms
2) 3)
Commission Advisor of Mastersand DoctoralPrograms
Brawijaya University

aplikasi komputer. (Rozeha,A,R.; dkk., 2008).


Abstrak-Sistem adaptif merupakan sistem yang Atas dasar penelitian yang terkait dengan identifikasi
memiliki parameter untuk dapat beradaptasi. Parameter suara maka Filter Adaptif Digital dengan algoritma
ini beradaptasi terhadap perubahan kondisi lingkungan Least Means Square (LMS) dapat digunakan untuk
sekitarnya, misalnya gangguan, serta perubahan karakter
pencarian nilai rerata error kuadrat terkecil dari sinyal
internal dari sistem dikendalikan. Dalam penelitian ini
suatu adaptif filter yang digunakan untuk identifikasi yang dibandingkan antara data suara yang tersimpan
suara yang akan digunakan sebagai keamanan password dengan masukan data suara baru. Rerata error kuadrat
dengan algoritma Least Means Square untuk mencari terkecil tersebut akan digunakan untuk menentukan
nilai rata-rata error digunakan sebagai referensi untuk kesamaan antar suara yang dibandingkan sehingga
pengambilan keputusan password. Algoritma LMS dapat membentuk solusi masalah untuk voice password pada
digunakan untuk penentuan error terkencil pada
tahap akhir.
Identifikasi Suara Menggunakan Filter Adaptif Dengan
Metode Least Means Square Untuk Voice Password Suara yang masuk melalui mikropon akan diteruskan
Security dengan nilai MSE terkecil = 0.00000503 untuk ke komputer untuk direkam oleh audio recorder dan
nilai = 0.8. Keberhasilan uji tercepat diperoleh pada disimpan dalam bentuk file wav, yang digunakan
pengujian ke 2 yaitu nilai = 0.2 dengan = 0.00001413, sebagai registrasi yang kemudian akan disimpan
= 0.5 dengan = 0.00001636, = 0.9 dengan = kedalam kumpulan file. Proses yang pertama kali
0.72586182 dan = 1 dengan = 0.0767054. Sedangkan
dilakukan ialah merekam dan menyaring suara dengan
pengujian terlambat untuk = 0.3 dengan = 0.09013229
dan = 0.7 dengan = 0.00003101 yang dilakukan pada tapis digital, sehingga data suara menjadi dalam
pengujian ke 6. bentuk diskrit. Ketika mengkonversi gelombang suara
ke dalam bentuk diskret, gelombang diperlebar dengan
Kata KunciASR (automatic speech recognition), Voice cara memperinci berdasarkan waktu dalam bentuk
Password, Voice Biometric, LMS Adaptive Filter, Voice array. Hal ini dilakukan untuk mempermudah proses
Digital Filter, Kunci suara, Rerata Error Kuadrat, Least pencocokan dan mencari nilai error. Dari tiap elemen
Means Square.
array data tersebut, dikonversi ke dalam bentuk
bilangan biner. Data biner tersebut yang nantinya akan
I. PENDAHULUAN
dibandingkan dengan template data suara mengunakan

B iometric recognition merupakan sistem pengenalan


atau identifikasi seseorang berdasarkan
karakteristik biologis khusus yang dimiliki oleh orang
filter adaftif yang didalamnya terdapat algoritma Least
Means Square. Proses validasi digunakan untuk
menentukan kesamaan suara yang digunakan sebagai
tersebut. Fungsinya selain untuk sistem keamanan kata kunci (password) berdasarhan dari hasil
dengan mengenali identitas seseorang, juga untuk perhitungan rerata error kuadrat pada filter adaptif.
identifikasi penyakit yang diderita seseorang, voice
password, keperluan militer, dan lain-lain.
Sedangkan voice recognition sendiri dibagi menjadi II. TINJAUAN PUSTAKA
dua jenis, yaitu speech recognition dan speaker
recognition. Berbeda dengan speaker recognition yang A.Filter Digital Adaptif
merupakan pengenalan identitas yang diklaim oleh Filter Digital Adaptive mendesain sendiri parameter
seseorang dari suaranya (ciri khusus dapat berupa untuk operasinya dengan algoritma berulang (recursive
intonasi suara, tingkat kedalaman suara, dan algorithm), yang memungkinkannya efektif digunakan
sebagainya), speech recognition adalah proses yang pada keadaan lingkungan karakteristik sinyal tidak
dilakukan komputer untuk mengenali kata yang diketahui. Pada prinsipnya filter digital adaptif terdiri
diucapkan oleh seseorang tanpa mempedulikan dari dua bagian:(Laksono, H, D,; dkk,; 2010).
identitas orang terkait. Implementasi speech
recognition misalnya perintah suara untuk menjalankan

B2-1
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

1. Filter Digital . d
Berfungsi untuk menghasilkan pemrosesan = 2 k X k
sinyal yang diinginkan dW (2.3)
2. Algoritma Adaptif. Estimasi gradien dengan metode LMS sangat
Berfungsi untuk mengatur koefisien filter sederhana. Hanya dengan menggunakan error dan
tersebut. masukan saat ini maka kita dapat memperoleh
gradien(kemiringan) yang digunakan untuk
menyesuaikan bobot-bobot pada sistem adaptif.
Dengan algoritma stepest descent(mencari nilai
minima), bobot berikutnya menjadi :
d
Wk +1 = Wk
dW
Gambar 1. Diagram Blok Filter Adaptif
Sumber : Widrow, B,. Stearns, D, S,. Adaptive Signal Processing, Wk +1 = Wk + 2 k X k (2.4)
Prentice-Hall, Inc., Englewood Cliffs, New Jersey, 1985 hal 9

Gambar 1, memperlihatkan diagram blok filter


adaptif. Dimana d(n) merupakan sinyal input primer, III. METODOLOGI PENELITIAN
y(n)merupakan keluaran dari filter digital dengan
masukan sinyal referensi x(n) dan galat e(n)merupakan Untuk mendapatkan data pada penelitian ini, maka
selisih d(n) dan y(n). Fungsi dari algoritma adaptif diperlukan sebuah perangkat aplikasi dengan konsep
adalah mengatur koefisien filter digital dan penelitian seperti ditunjukan Gambar 3.
meminimisasi nilai kuadrat rata-rata terkecil darie(n).

B.Algoritma Least Mean Square


Algoritma least means square bekerja dengan cara
meminimalisir galat rataan kuadrat (mean squared
error), yakni :
= E[ 2 ] = rerata((d y)2 ) (2.1)
Galat rataan kudrat merupakan metode yang umum
digunakan dalam banyak algoritma pembelajaran.
Secara sederhana apa yang dilakukan oleh LMS adalam
meminimalkan selisih antara keluaran yang
dikehendaki d dengan keluaran dari sistem adaptif y.
LMS menggunakan suatu struktur yang disebut Gambar 3. Gambaran Umum Konsep Penelitian
adaptip linear combiner berikut :
Berdasarkan konsep penelitian, maka untuk
mendapatkan variable dan analisa data penelitian
adalah :
a. Perintah suara yang dibuat hanya mampu
menjalankan aplikasi komputer (membuka file).
b. Input sinyal analog menggunakan mikropon
dengan bantuan sound card yang terdapat pada
komputer sinyal analog akan diubah menjadi
Gambar 2. Adaptip Linear Combiner data digital yang disimpan dalam bentuk
template.
Struktur diatas menyatakan bahwa keluaran sistem c. Input sinyal suara analog baru, setelah terbentuk
adaptif adalah gabungan dari masukan dengan bobot data digital, data tersebut akan ekstraksi
masing-masing (wn). menggunakan FFT dan hasilnya akan dicocokan
dengan data digital yang terdapat pada template
Y=X1W1*+X2W2+...+XnWn ((2.2) d. Proses identifikasi suara menggunakan Filter
Adaptif Digital dengan algoritma Least Means
Berbasis kriteria diatas serta menggunakan suatu Square (LMS) untuk pencocokan pola suara
struktur adaptif linear combiner dengan persamaan 2.3.
Berdasarkan algoritma yang akan diuji pada
k = d k X k TWk identifikasi suara, variable yang akan dianalisa adalah
= E[ 2 ] nilai rerata error kuadrat (MSE = means square error)
dari proses pembandingan suara baru dengan suara
yang telah tersimpan dalam template. Algoritma

B2-2
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

adaptasi filter adaptip terilihat pada Gambar 4. selanjutnya. Berikut adalah diagram alir dari proses
identifikasi:

Gambar 6. Diagram Alir Proses Identifikasi

Dalam perancangan ini, aplikasi yang dibangun


hanya memerlukan satu form saja, Form ini untuk
mengendalikan operasional sistem identifikasi suara
untuk digunakan sebagai password.

Gambar 4. Diagram Alir Algoritma adaptasi LMS


V. HASIL PENGUJIAN DAN ANALISA
IV. PERANCANGAN SOFTWARE APLIKASI Dalam proses ini dilakukan pengujian dan analisa
dari software yang telah di dirancang untuk menguji
Dalam perancangan software ini ini akan dijelaskan
validitas dari perangkat lunak identifikasi suara
perancangan perangkat lunak untuk identifikasi suara
menggunakan filter adaptip dengan metode least means
menggunakan filter adaptip dengan metode least means
square untuk voice password security, diantaranya
square untuk voice password security.
pada proses perekaman suara, proses identifikasi suara
A. Rancangan Software Perekaman Suara dan data hasil uji dari proses perekaman.
Rancangan diagram alir penelitian Identifikasi Suara
Menggunakan Filter Adaptip Dengan Metode Least A. Proses perekaman
Means Square Untuk Password Security ditunjukan Pengujian yang dilakukan adalah dengan cara
dalam gambar dibawah ini: menjalankan aplikasi Identifikasi Suara Menggunakan
MULAI
Filter Adaptif Dengan Metode Least Means Square
Untuk Voice Password Security . Langkah yang
REKAM dilakukan adalah dengan merekan suara yang akan
SUARA
digunakan sebagai password. Gambar 4
memperlihatkan proses perekman suara brawijaya.
Suara yang akan dijadikan password dapat disimpan
SIMPAN
DALAM dalam folder matlab.
BENTUK WAV

SELEASI

Gambar 5. Diagram Alir Proses Registrasi

Proses perekaman merupakan proses registrasi suara


untuk dimasukkan ke dalam kumpulan file sebagai
input untuk menjalankan instruksi selanjutnya dimana
data yang disimpan berupa file WAV Gambar 7. proses perekaman suara

Dari data yang di masukan dalam filter digital


B. Desain Software Pembanding Suara dengan N = 256 dengan Fs = 8000 HZ maka di
Proses Identifikasi dan verifikasi merupakan proses dapatkan bentuk hasil rekaman suara brawijaya
pembanding antara suara yang masuk dengan suara sebagai berikut
yang telah ada pada file untuk menjalankan instruksi

B2-3
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

digital
Dengan algoritma FFT, sinyal dalam kawasan waktu
dapat dirubah menjadi sinyal dalam kawasan waktu.
FIR dengan orde 50 berarti jika dikerjakan dengan
Gambar 8. Bentuk rekaman suara brawijaya komputasi DFT memiliki kompleksitas komputasi
N 2 = 502
Setelah melewati filter digital LPF dengan N = 50
= 2500
Fpass=1000, Fstop 1030 dan Fcutoff 1000,9
sedangkan FFT memiliki kompleksitas Np / 2 dengan
p = 2 log N ,
sehingga
p = 2log50
= .
Gambar 9. Suara yang telah difilter Kompleksitas komputasi FFT
Np/2 = (50* )/2
Dari data diatas dapat kita analisis dengan FDA tool =
pada Matlab Toolbox, sehingga bentuk filter digital Dengan komputasi FFT sebesar
adalah maka sinyal suara pada gambar
49 19 dapat dirubah menjadi sinyal dalam kawasan
Y(n) = h(k) . X(n - k) frekuensi seperti terlihat pada Gambar 10
k =0

Y(n)=0.0080172258229808929*X(n-1) - 0.0013668965948517061*X(n-2) -
0.010777756211938095*X(n-3) - 0.01429279001475217*X(n-4) -
0.0090998504977343013*X(n-5) + 0.0024412028125575524*X(n-6) +
0.013731767243807917*X(n-7) + 0.017586562611686559*X(n-8) +
0.010645337729842799*X(n-9) - 0.0040745231304356137*X(n-10) -
0.018251650634845167*X(n-11) - 0.022732120158008025*X(n-12) -
0.013104761382527755*X(n-13) + 0.0068394594918463935*X(n-14) +
0.02611876992878575*X(n-15) + 0.032069008430246154*X(n-16) +
0.017779214258506818*X(n-17) - 0.012530213734001473*X(n-18) -
0.043500689396355541*X(n-19) - 0.05474478887450767*X(n-20) -
Gambar 10. Hasil FFT dari suara (brawijaya) dalam kawasan
0.030597494888060645*X(n-21) + 0.031143460020696373*X(n-22) + frekuensi
0.1160410476144859*X(n-23) + 0.19748849332169771*X(n-24) +
0.24722263511319925*X(n-25) + 0.24722263511319925*X(n-26) +
0.19748849332169771*X(n-27) + 0.1160410476144859*X(n-28) +
0.031143460020696373*X(n-29) - 0.030597494888060645*X(n-30) - B. Proses Identifikasi
0.05474478887450767*X(n-31) - 0.043500689396355541*X(n-32) -
0.012530213734001473*X(n-33) + 0.017779214258506818*X(n-34) + Setelah proses perekaman dilakukan, langkah
0.032069008430246154*X(n-35) + 0.02611876992878575*X(n-36) +
0.0068394594918463935*X(n-37) - 0.013104761382527755*X(n-38) - berikutnya melakukan proses identifikasi dengan cara
0.022732120158008025*X(n-39)
0.0040745231304356137*X(n-41)
-
+
0.018251650634845167*X(n-40)
0.010645337729842799*X(n-42)
-
+
membandingkan suara yang kita rekam dengan suara
0.017586562611686559*X(n-43) + 0.013731767243807917*X(n-44) + baru. Jika nilai error tidak dimasukan akan terlihat
0.0024412028125575524*X(n-45) - 0.0090998504977343013*X(n-46) -
0.01429279001475217*X(n-47) -0.010777756211938095*X(n-48) - seperti gambar 11.
0.0013668965948517061*X(n-49) + 0.0080172258229808929*X(n-50)

Dengan Transformasi Z, filter digital H(Z) dapat


dituliskan sebagai berikut :

H(Z)=0.0080172258229808929*Z-1 - 0.0013668965948517061*Z-2 -
0.010777756211938095*Z-3 - 0.01429279001475217*Z-4 - Gambar 11. Identifikasi tanpa nilai error
0.0090998504977343013*Z-5 + 0.0024412028125575524*Z-6 +
-7
0.013731767243807917*Z + 0.017586562611686559*Z-8 +
0.010645337729842799*Z-9 - 0.0040745231304356137*Z-10 - Setelah tampil peringatan seperti Gambar 11, maka
0.018251650634845167*Z-11 - 0.022732120158008025*Z-12 -
0.013104761382527755*Z-13 + 0.0068394594918463935*Z-14 +
nilai error harus dimasukan dengan batas antara 0
0.02611876992878575*Z -15
+ 0.032069008430246154*Z-16 + sampai dengan 1. Seperti terlihat dalam Gambar 12
0.017779214258506818*Z-17 - 0.012530213734001473*Z-18 -
0.043500689396355541*Z-19 - 0.05474478887450767*Z-20 - dengan nilai = 0.5 untuk akses yang ditolak.
0.030597494888060645*Z-21 + 0.031143460020696373*Z-22 +
-23
0.1160410476144859*Z + 0.19748849332169771*Z-24 +
0.24722263511319925*Z-25 + 0.24722263511319925*Z-26 +
0.19748849332169771*Z-27 + 0.1160410476144859*Z-28 +
-29
0.031143460020696373*Z - 0.030597494888060645*Z-30 -
-31
0.05474478887450767*Z - 0.043500689396355541*Z-32 -
0.012530213734001473*Z-33 + 0.017779214258506818*Z-34 +
0.032069008430246154*Z-35 + 0.02611876992878575*Z-36 +
-37
0.0068394594918463935*Z - 0.013104761382527755*Z-38 -
-39
0.022732120158008025*Z - 0.018251650634845167*Z-40 -
0.0040745231304356137*Z-41 + 0.010645337729842799*Z-42 +
0.017586562611686559*Z-43 + 0.013731767243807917*Z-44 +
-45
0.0024412028125575524*Z - 0.0090998504977343013*Z-46 -
0.01429279001475217*Z-47 - 0.010777756211938095*Z-48 -
0.0013668965948517061*Z-49+ 0.0080172258229808929*Z-50 Gambar 12. Tampilan akses ditolak
dengan = 0.5
H(Z) merupakan filter digital FIR yang dirancang
untuk megolah suara yang direkam, yang menunjukan Untuk Identifikasi Suara Menggunakan Filter
hubunggan antara keluaran dengan masukan pada filter Adaptif Dengan Metode Least Means Square Untuk

B2-4
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Voice Password Security dengan hasil akses diterima Secara grafis hubungan antara nilai dan nilai MSE
seperti terlihat pada gambar 13. dapat digambarkan seperti pada Gambar 14 dibawah
ini

Gambar 13. Tampilan akses diterima dengan = 0.5

Gambar 14. Hubungan antara nilai dan nilai MSE


C. Analisis Hasil uji
Uji coba dilakukan dengan menggunakan suara
orang yang sama yakni kata brawijaya. Dari data uji VI. KESIMPULAN
dapat di analisis sebagai berikut
Dari hasil penelitian dan analisa, maka dapat ditarik
Tabel1. Analisis rerata error kuadrat untuk = 0.7 kesimpulan sebagai berikut :
1. Algoritma LMS dapat digunakan untuk
kata Brawijaya =0.7
waktu uji 21 juli 2011 jam 11.02

penentuan error terkencil pada Identifikasi
percobaan perc1
0
^2
0
perc2
-0.0138
^2
0.0001904
perc3
0
^2
0
perc4
-0.0042
^2
0.00001764
perc5
-0.0113
^2
0.000128
perc6
0.0001
^2
0.00000001 Suara Menggunakan Filter Adaptif Dengan
0 0 -0.0374 0.0013988 -0.0001 0.00000001 -0.0071 0.00005041 -0.0149 0.000222 0.0001 0.00000001
0
0
0
0
-0.0621
-0.0788
0.0038564
0.0062094
-0.0001
-0.0002
0.00000001
0.00000004
-0.0138
-0.0184
0.00019044
0.00033856
-0.023
-0.0229
0.000529
0.000524
0.0002
0.0003
0.00000004
0.00000009
Metode Least Means Square Untuk Voice
0
0
0
0
-0.0678
-0.009
0.0045968
0.000081
-0.0001
0
0.00000001
0
-0.0237
-0.024
0.00056169
0.000576
-0.011
0.016
0.000121
0.000256
0.0003
0
0.00000009
0 Password Security dengan nilai terkecil =
0.00000503 untuk nilai = 0.8.
0 0 0.1069 0.0114276 0.0003 0.00000009 -0.0135 0.00018225 0.0538 0.002894 -0.0004 0.00000016
0 0 0.2701 0.072954 0.0006 0.00000036 0.0113 0.00012769 0.1054 0.011109 -0.0011 0.00000121
0 0 0.4528 0.2050278 0.001 0.000001 0.056 0.003136 0.1534 0.023532 -0.0018 0.00000324
0
0
0
0
0.613
0.7044
0.375769
0.4961794
0.0012
0.0013
0.00000144
0.00000169
0.123
0.211
0.015129
0.044521
0.1835
0.1901
0.033672
0.036138
-0.0024
-0.0027
0.00000576
0.00000729
2. Tingkat keberhasilan identifikasi suara
0 0 0.6957 0.4839985 0.0011 0.00000121 0.3129 0.09790641 0.171 0.029241 -0.0026 0.00000676
0
0
0
0
0.5855
0.401
0.3428103
0.160801
0.0008
0.0003
0.00000064
0.00000009
0.4136
0.4912
0.17106496
0.24127744
0.1283
0.0817
0.016461
0.006675
-0.0021
-0.0013
0.00000441
0.00000169
dipengaruhi derau yang bersumber dari luar,
keterangan
0
ditolak
0 0.1901
ditolak
0.036138 -0.0002
ditolak
0.00000004 0.5284
ditolak
0.27920656 0.0576
ditolak
0.003318 -0.0005
diterima
0.00000025
ketepatan pencocokan pola suara dipengaruhi
= ^2 0 2.20143846 0.00000663 0.85428605 0.16482007 0.00003101 oleh waktu, amplitudo, frekuensi dan
pergeseran fasa dari suara baru sebagai
Nilai error adalah selisih antara suara yang password. Keberhasilan uji tercepat diperoleh
dijadikan password dengan suara baru untuk membuka pada pengujian ke 2 yaitu nilai = 0.2 dengan
password. Nilai akan digunakan senagai masukan = 0.00001413, = 0.5 dengan =
pada filter adaptif untuk mencari nilai rerata error 0.00001636, = 0.9 dengan = 0.72586182
kuadrat ( MSE = Means Square Error) hingga dan = 1 dengan = 0.0767054. Sedangkan
menemukan nilai MSE yang paling minimum. Dari pengujian terlambat untuk = 0.3 dengan =
data uji untuk = 0.7 dapat dilihat pada uji ke 6 akses 0.09013229 dan = 0.7 dengan = 0.00003101
password diterima dengan nilai = 0.00003101. Dari yang dilakukan pada pengujian ke 6.
pengujian dan analisis yang telah dilakukan, maka 3. Jumlah uji tidak menentukan tingkat
untuk akses password diterima terdapat hubungan keberhasilan identifikasi, pengujian dengan
antara nilai dan seperti pada Tabel 1. nilai tingkat keberhasilan pengujian tercepat pada
= 0.2, 0.5, 0.9, dan 1 dengan nilai yang lebih
terkecil = 0.00000503 untuk nilai = 0.8 dihasilkan
kecil dari nilai .
dari error () percobaan ke 5 adalah 0,0,0.0001,
0.00010.0001,0,-0.0001,-0.0003,-0.0005,-0.0008,-
Akhirnya semoga pengembangan terus-menerus
0.001, -0.0011, -0.001, -0.0008, -0.0004, sengangka
pada bidang penelitian ini dapat bermanfaat bagi kita
2adalah 0,0, 0.00000001, 0.00000001, 0.00000001, 0
semua. Amin.
0.00000001, 0.00000009, 0.00000025, 0.00000064,
0.000001, 0.00000121, 0.000001, 0.00000064,
0.00000016 sehingga = 2adalah 0.00000503
DAFTAR PUSTAKA
Tabel 2. Hubungan antara dan untuk akses password diterima
[1] Amri., Arhami. M., fauzan., Analisa Teknik Pengenalan Sinyal
Wicara Dengan Menggunakan Hidden Markov Model-Neural
Network., jurnal litek, vol.3 , nomor 2, 2008
0 0.00000703 [2] D. Maltoni, D. Maio, A. K. Jain, S.Prabhakar, Handbook of
0.1 0.00001413 Fingerprint Recognition, New York Springer, 2003
0.2 0.00000482 [3] J.Wayman, A. Jain, D. Maltoni, D. Maio (Eds), Biometric
0.3 0.09013229 Systems: Technology, Design and Performance Evaluation,
0.4 0.00002549 Springer, 2005
0.5 0.00001636 [4] Laksono, H, D,. Dinata, U, G, S,. Pengembangan Sistem
0.6 0.00004678 Kendali Derau Aktif Dengan Algoritma Least Mean Square
0.7 0.00003101 (LMS),Working Paper. Fakultas Teknik Universitas Andalas,
0.8 0.00000503 2007
0.9 0.72586182 [5] Laksono, H, D,. Dinata, U, G, S,. Simulasi Kendali Derau
1 0.0767054 Aktif Umpan Maju Dengan Menggunakan Algoritma Adaptip

B2-5
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Line Enhancher Least Means Square (ALE-LMS), Jurnal Hari Purwadi, Klaten, 06 Januari 1973
TeknikA No 33 Vol.1 Thn XVII, April 2010 anak ke dari ayah Suwarso dan Ibu Sulastri
[6] Rashid. R. A, Mahalin. N. A, Sarijari. M. A, Aziz A. A. A., (alm), SD sampai dengan SMA di kota
Security System Using Biometric Technology: Design and Klaten lulus tahun 1991, Studi Teknik
Implementation of Voice Recognition System (VRS), ICCCE Elektro Diploma III di Program Diploma
Conference, Johor Malaysia, 2008 Fakultas Teknik UGM lulus tahun 1997.
[7] Sonkamble, S,. Tholl,. R,. Sonkamble, B,. Survey of Biometric Melanjutkan Studi Teknik Elektro Ekstensi
Reccognition Systems and Their Aplications, Journal of di Fakultas Teknik UGM dan lulus tahun
Theoritical and Apliedd Information Technology (JATIT), 2010 2002, saat ini penulis bekerja di Politeknik
[8] http://asnugroho.wordpress.com/author/asnugroho/page/4/ Negeri Samarinda sejak tahun 2003 sampai
diakses 29 maret 2010 dengan sekarang. Tahun 2008 melanjutkan
[9] http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14125/1/09E01 Program Magister dan Doktor Fakultas TeknikProgram Studi Teknik
248.pdf diakses 28 april 2010 ElektroUniversitas Brawijaya dan lulus tahun 2011.
[10] http://www.scribd.com/doc/3634041/Dasar-Teori-Pengenalan- Pengalaman bekerja dimulai dari tahun 1995 di sebuah kontraktor
Suara diakses 2 juni 2010 yang bergerak di bidang alat berat di pulau jawa. Selama menjadi
[11] http://ilmukomputer.org/wp content/uploads/2007/04/sistem- pengajar di politeknik negeri samarinda, pernah mengajar mata
adaptif.doc diakses 22 november 2010 kuliah yang terkait dengan pengolahan sinyal dan sistem pengaturan
dan instrumentasi. Penelitian yang telah dilakukan sebelumya adalah
aplikasi telemetri untuk mengukur ketinggian air sebagai deteksi dini
bahaya banjir di samarinda dan system telemetri untuk pengukuran
daya, arus dan tegangan 3 phasa di politeknik negeri samarinda

B2-6
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Optimasi Traveling Salesman Problem dalam


Penentuan Jarak Terpendek dengan
Menggunakan Jaringan Saraf Tiruan Self
Organizing Map
M. Zainul Rohman 1), M. Aziz Muslim2), and Rudy Yuwono2)
1)
Politeknik Negeri Samarinda
2)
Teknik Elektro, Universitas Brawijaya
jay_mzr@yahoo.com

(unsupervised learning), juga termasuk competitive


Abstrak- Traveling Salesman Problem (TSP) adalah learning. Teknik Self Organizing Map dikenalkan
suatu permasalahan dimana seorang sales harus melalui pertama kali oleh Teuvo Kohonen, merupakan proses
semua tempat/kota yang ditunjuk dengan jarak yang unsupervised learning yang mempelajari distribusi
paling pendek dan setiap tempat/kota hanya boleh dilalui
himpunan pola-pola tanpa informasi kelas (Mauridhi
satu kali, kemudian kembali ke tempat/kota semula. TSP
adalah salah satu contoh permasalahan kombinatorial Hery P., 2002).
dengan kemungkinan penyelesaian yang sangat banyak. Ide pokok dari Jaringan Saraf Tiruan Kohonen SOM
Pada penelitian ini membahas optimasi TSP dalam adalah pengorganisasian sendiri oleh jaringan. Untuk ini
penentuan jarak terpendek dengan menggunakan harus ditampilkan pola secara kontinyu dan acak sampai
Jaringan Saraf Tiruan Self Organizing Map (JST SOM). suatu keadaan stabil tercapai. Pada suatu sudut pandang
Optimasi diaplikasikan menggunakan bahasa
Neurobiological terdapat fakta adanya hubungan
pemrograman Visual C++. Hasil program aplikasi yang
dibuat menunjukkan bahwa dengan JST SOM dapat neuron-neuron, maka untuk aplikasi permasalahan
mengoptimasi TSP dalam menentukan dan Travelling Salesman Problem jaringan terdiri dari dua
memvisualisasikan rute terpendek yang telah diinputkan. kelompok neuron. Pada kelompok pertama,
masing-masing neuron dengan neuron yang ada pada
Kata Kunci Traveling Salesman Problem (TSP), kelompok tersebut (termasuk dengan dirinya sendiri)
Jaringan Saraf Tiruan Self Organizing Map (JST SOM), mempunyai hubungan dengan nilai bobot tergantung
Visual C++.
pada jarak antar neuron.
I. PENDAHULUAN Penelitian tentang Travelling Salesman Problem
(TSP) dan penelitian tentang Jaringan Saraf Tiruan

D i era informasi sekarang ini perkembangan


jaman dan kemajuan teknologi menuntut
seluruh komponen masyarakat untuk mampu
maju dan berkembang mengikuti perkembangan
(JST) sebelumnya telah banyak dilakukan. Di tahun
2004, Irving Vitra membandingkan metode-metode
dalam Algoritma Genetika untuk Travelling Saleman
Problem. Hasil terbaik dari pengujian pertama yang
tersebut. Perkembangan Teknologi Informasi pada dilakukan terhadap data 19 kota adalah dengan metode
khususnya, semakin bertambah hari semakin pesat kombinasi Order Crossover dan Insertion, tetapi pada
kemajuannya. Berbagai kemajuan dibidang Teknologi pengujian selanjutnya bisa berbeda-beda.
Informasi telah terbukti membantu manusia dalam Sedangkan pada tahun 2005, Arna Fariza dan
mempermudah setiap pekerjaannya. kawan-kawan mengaplikasikan Algoritma Genetika
Traveling Salesman Problem (TSP) adalah suatu multi obyektif untuk penyelesaian Traveling Salesman
permasalahan dimana seorang sales harus melalui semua Problem. Dari penelitian ini dia mendapatkan bahwa
tempat/kota yang ditunjuk dengan jarak yang paling hasil algoritma genetika dapat memberikan hasil
pendek dan setiap tempat/kota hanya boleh dilalui satu perhitungan optimum, tetapi untuk N yang besar solusi
kali, kemudian kembali ke tempat/kota semula. TSP yang diperoleh adalah solusi yang diharapkan paling
adalah salah satu contoh permasalahan kombinatorial mendekati solusi sebenarnya.
dengan kemungkinan penyelesaian yang sangat Kusrini dan Jazi Eko Istiyanto meneliti
banyak.jawabannya. Beberapa contoh masalah penyelesaian Traveling Salesman Problem dengan
Self Organizing Map(SOM)adalah salah satu tipe Algoritma Cheapest Insertion Heuristics dan Basis Data.
dari Jaringan Saraf Tiruan (Artificial Neural Network), Hasilnya peran basis data dalam implementasi ini adalah
termasuk tipe pembelajaran tanpa bimbingan untuk penyimpanan data proses sehingga pengambilan

B3-1
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

informasi jarak minimal dari beberapa alternatif yang


ada dilakukan dengan mudah, tetapi banyaknya jumlah
kota sangat mempengaruhi waktu proses penyelesaian.
Penelitian ini dilakukan di tahun 2007.
Gilang Adi Nugroho dan kawan-kawan pada tahun
2010 membandingkan analisis algoritma pencarian rute
terpendek dengan Algoritma Djiktra dan Bellman-Ford.
Gambar 2. TSP dengan 5 kota, mempunyai 12
Hasilnya Algoritma Djiktra lebih menguntungkan dari kemungkinan jarak/rute terpendek.
sisi running time, sedangkan Algoritma Bellman-Ford
lebih menguntungkan digunakan pada graf yang
B. Metode Kohonen / Self Organizing Map
mengandung simpul negatif. Penelitian ini dilakukan di
tahun 2010. Self Organizing Map (SOM)adalah salah satu tipe
Pada tahun yang sama (2010), Anna Maria dan dari artificial neural network (ANN), termasuk tipe
kawan-kawan meneliti masalah Traveling Salesman belajar tanpa bimbingan (unsupervised learning), juga
Problem menggunakan Ant Colony Optimization termasuk competitive learning. Neuron-neuronnya
(ACO). Dari penelitian tersebut dia mendapatkan hasil biasanya dibuat beberapa dimensi, tapi yang sering di
bahwa algoritma ini cocok untuk jumlah simpul yang pakai adalah 1 dimensi atau 2 dimensi (Gambar 3).
sangat banyak, karena algoritma ini menempatkan semut Model SOM sebagai ANN diperkenalkan oleh Professor
pada setiap simpul sehingga eksplorasi semakin cepat. Teuvo Kohonen dari Finlandia, sehingga SOM juga
sering disebut Metode Kohonen.
II. LANDASAN TEORI

A. Travelling Salesman Problem


Traveling Salesman Problem (TSP) adalah suatu
permasalahan dimana seorang sales harus melalui semua
tempat/kota yang ditunjuk dengan jarak yang paling
pendek dan setiap tempat/kota hanya boleh dilalui satu
kali, kemudian kembali ke tempat/kota semula. TSP
adalah salah satu contoh permasalahan kombinatorial
dengan kemungkinan penyelesaian yang sangat banyak.
Gambar 3 Arsitektur Kohonen/SOM;1 dimensi 3 input (kiri),
TSP merupakan masalah klasik yang mencoba mencari 2 dimensi 1 input (kanan)
rute terpendek yang bisa dilalui salesman yang ingin Sumber : Jong Jek Siang, 2009
mengunjungi beberapa kota tanpa harus mendatangi kota
yang sama lebih dari satu kali. Jika jumlah kota yang Jaringan Kohonen (Kohonen, 1982, 1984) dapat
harus didatangi hanya sedikit, misalnya hanya ada 4 dilihat sebagai bentuk perpanjangan jaringan kompetitif
kota, permasalahan ini dapat dipecahkan dengan sangat belajar, meskipun ini adalah kronologis yang kurang
mudah, hanya mempunyai 3 kemungkinan pencarian benar. Juga, jaringan Kohonen memiliki aplikasi
jarak/rute terpendek (Gambar 1). Bahkan tidak pengaturan yang berbeda. Seringkali dalam jaringan
memerlukan komputer untuk menghitungnya. Tetapi, Kohonen, output unit S memerintah dalam beberapa
masalahnya jadi rumit jika ada lebih dari 12 kota (lihat mode dalam sebuah kotak dua dimensi atau array,
gambar 2.2), lebih dari 20 kota, apalagi puluhan atau meskipun hal ini tergantung pada aplikasinya.
bahkan ratusan kota. Ada begitu banyak kemungkinan Perintahnya, mana yang akan dipilih oleh user1, maka
yang harus dicoba dan diuji untuk menemukan yang menentukan saraf output adalah saraf tetangganya.
jawabannya. Prinsip kerja dari algoritma SOM adalah pengurangan
node-node tetangganya (neighboor), sehingga pada
akhirnya hanya ada satu node output yang terpilih
(winner node). Pertama kali yang dilakukan adalah
melakukan inisialisasi bobot untuk tiap-tiap node dengan
nilai random. Setelah diberikan bobot random, maka
jaringan diberi input sejumlah dimensi node atau neuron
input (10x10). Setelah input diterima jaringan, maka
Gambar 1. TSP dengan 4 kota, hanya mempunyai jaringan mulai melakukan perhitungan jarak vektor yang
3 kemungkinanjarak/rute terpendek. didapatkan dengan menjumlah selisih atau jarak antara
vektor input dengan vektor bobot. Secara matematis
dirumuskan :
w0 (t+1) = w0 (t) + g (o,k) (x (t) - w0 (t)) o S (1)

B3-2
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Disini, g(o,k) adalah penurunan fungsi jarak grid dengan nilai random. Setelah diberikan bobot random,
antar unit-o dan k, seperti g(k,k) = 1. Misalnya, untuk maka jaringan diberi input sejumlah dimensi node atau
g() sebuah fungsi Gaussian yang dapat digunakan neuron input (10x10). Setelah input diterima jaringan,
G(o,k) = exp ( - (o - k) 2), seperti dalam satu maka jaringan mulai melakukan perhitungan jarak
dimensi.Karena skema pembelajaran kolektif ini vektor yang didapatkan dengan menjumlah selisih atau
berupa masukan sinyal-sinyal yang dekat satu sama jarak antara vektor input dengan vektor bobot. Secara
lain akan dipetakan pada saraf tetangga. matematis dirumuskan :

(2)

III. KERANGKA PENELITIAN


Berikut gambar flow chart kerangka konsep penelitian
yang akan dilakukan yang menggambarkan proses
optimasi TSP dengan JST SOM:

Gambar 4. Tampilan dua dimensi grid fungsi.


Sumber : Erna Dwi Astuti, 2009

Dengan demikian, topologi yang inheren


muncul pada input sinyal akan dipertahankan dalam
pemetaan, seperti digambarkan dalam gambar:

Gambar 5. Sebuah topologi pemetaan pelestarian


Sumber : Erna Dwi Astuti, 2009

Jika dimensional intrisik S mendekati N, maka


saraf-saraf di dalam jaringan yang dilipat pada ruang
input, dapat digambarkan seperti dalam Gambar 6.

Gambar 6. Visualisasi topografi pemetaan Gambar 7. Flowchart Kerangka Konsep Penelitian


Sumber : Erna Dwi Astuti, 2009

Secara sederhana optimasi dapat diartikan sebagai


Prinsip kerja dari algoritma SOM adalah
suatu proses untuk mencapai hasil yang ideal atau
pengurangan node-node tetangganya (neighboor),
optimal. Untuk dapat mencapai nilai tersebut, secara
sehingga pada akhirnya hanya ada satu node output yang
terpilih (winner node). Pertama kali yang dilakukan sistematis dilakukan pemilihan nilai variabel yang akan
adalah melakukan inisialisasi bobot untuk tiap-tiap node memberikan solusi optimal. Terdapat beberapa aspek

B3-3
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

yang dapat dioptimasi dari jaringan saraf tiruan, antara koordinat neuron, user dapat menekan tombol Hitung
lain bobot dan arsitektur jaringan. Pemilihan bobot Koordinat Neuron, dimana proses ini diperlukan untuk
interkoneksi yang optimal akan memberikan output nantinya memetakan urutan kota-kota yang akan
optimal. dilewati. Neuron-neuron yang digunakan merupakan
neuron 1 dimensi yang disusun sedemikian rupa
IV. HASIL DAN DISKUSI membentuk sebuah ring atau cincin seperti ditunjukkan
pada Gambar 9.
Dari hasil perancangan sistem yang telah penulis buat,
0.6
didapatkan hasil software aplikasi yang secara visual
0.4
dapat menggambarkan atau memetakan jarak antar titik
0.2
pada permasalahan Traveling Salesman Problem (TSP)
0
dan menghitung panjang jalur dengan menggunakan -0.6 -0.4 -0.2 0 0.2 0.4 0.6

metode Jaringan Saraf Tiruan Self Organizing Map (JST -0.2

SOM). -0.4

User dapat melakukan pemilihan peta yang telah -0.6

tersedia atau menambahkan peta baru dengan membuka


menu File Open, sehingga dapat memilih peta pada Gambar 9. Koordinat neuron pada lapisan keluaran SOM
folder gambar dengan gambar berformat *.bmp
berukuran 590 x 665 pixel. Tujuan dibuatnya bentuk lingkaran dengan jari-jari 0.5
Sebelum melakukan pemrosesan permasalahan TSP seperti pada gambar diatas adalah untuk memastikan
dengan metode SOM, user dapat memasukkan data-data bahwa kota-kota yang dipilih dapat didekati oleh salah
terkait dengan jumlah iterasi, learning rate, momentum satu simpul neuron secara acak, sehingga nantinya akan
dan factor pengali jarak dengan mengakses menu Edit dapat membentuk sebuah garis penghubung sekaligus
Parameter SOM. Untuk pertama kali, user akan sebagai urutan kota-kota yang disinggahi.
Jumlah neuron pada penelitian ini adalah sebesar 4
menemukan menu tersebut pada kondisi off. Hal ini
kali jumlah kota, dimana penulis memilih 4 dengan
terjadi karena pada saat membuka program pertama kali,
asumsi agar tidak terjadi pemilihan koordinat neuron
default program berada pada daerah view kiri. Untuk
yang sama untuk dua atau lebih kota yang berbeda.
mengaktifkan menu tersebut, lakukan klik pada form Setiap neuron memiliki kemungkinan sebesar
view di sebelah kanan dari splitter. Maka menu akan 4
aktif. Setelah mengisi kotak dialog Parameter SOM, lalu 100% = 25% .
16
tekan Ok untuk menyimpan hasilnya pada folder Terdapat 2 jenis bobot dalam jaringan SOM ini, yaitu
gambar, file somparams.txt. bobot antara kota dengan neuron dan bobot antar neuron.
Berikutnya, user dapat memulai untuk memilih Bobot antara kota dengan neuron digunakan sebagai
kota-kota yang diinginkan untuk dikunjungi dengan cara parameter yang akan diupdate, dimana pada Kohonen
melakukan klik pada peta dimana kota-kota tersebut SOM, bobot antara kota dengan neuron yang mendekati
berada. Secara otomatis, program akan menunjukkan koordinat kota (x,y) akan diambil sebagai neuron
lokasi kota berupa koordinat x,y sekaligus melakukan winner. Setiap neuron yang pada saat inisial berbentuk
counter jumlah kota yang dipilih pada form view disisi lingkaran sudah berhasil menempati koordinat kota
kanan. masing-masing, akan membuat lintasan berupa jalur
penghubung antar kota.

Gambar 8. Pemilihan kota dan informasi kota berdasarkan posisi


koordinat x,y
Gambar 10. Hasil pemekaran koordinat neuron terdekat menjadi
sebuah kurva penghubung antar kota
Setelah user selesai memasukkan kota-kota yang
dipilihnya, maka dapat dilanjutkan dengan menghitung
jarak antar kota. Informasi jarak antar kota akan muncul Sedangkan bobot antar neuron, digunakan untuk
pada listbox diatasnya. Pada langkah perhitungan membentuk topologi tetangga. Topologi tetangga

B3-4
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

maksimum pada saat Dij = 0.Ilustrasi fungsi tetangga menyelesaikan permasalahan Traveling Salesman
Gaussian ini dapat dilihat pada gambar berikut ini : Problem (TSP).
Dalam proses pelatihan / training JST SOM,
neuron-neuron yang digunakan merupakan neuron
1 dimensi yang disusun sedemikian rupa
membentuk sebuah ring atau lingkaran.
Jumlah neuron pada penelitian ini adalah sebesar 4
kali jumlah titik kota, dimana penulis memilih 4
dengan asumsi agar tidak terjadi pemilihan
koordinat neuron yang sama untuk dua atau lebih
kota yang berbeda.
Gambar 11. Ilustrasi fungsi tetangga Gaussian
Bobot antara kota dengan neuron digunakan
sebagai parameter yang akan diupdate, dimana
Dengan adanya model topologi tetangga, maka
pada JST SOM, bobot antara kota dengan neuron
neuron yang memiliki jarak terdekat dengan koordinat
yang mendekati koordinat kota (x,y) akan diambil
kota akan semakin kuat amplitudonya dan neuron
sebagai neuron winner. Setiap neuron yang pada
dengan jarak lebih jauh akan menurun kekuatan
saat inisial berbentuk lingkaran sudah berhasil
amplitudonya. Sehingga neuron dengan amplitudo
menempati koordinat kota masing-masing, akan
terbesar akan menjadi winner. Gambar 12
membuat lintasan berupa jalur penghubung antar
memperlihatkan output dari program aplikasi yang
kota.
dibuat.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Kusiak, Andrew. 2000. Computational Intelligence : in Design
and Manufacturing. John Wiley & Sons Inc.
[2] Haykin, Simon. 1999. Neural Networks : a Comprehensive
Foundation. Prentice Hall Inc.
[3] Hery P., Mauridhi. 2002. Dasar Algortima Cerdas : Program
Diploma IV. PENS-ITS.
[4] Ritter H. 1991. Neural Computation and Self Organizing Map.
CNS Press.
[5] P. Engelbrecht, Andries. 2007. Computational Intelligence : an
Introduction. John Wiley & Sons Inc.
[6] Jek Siang, Jong. 2009. Jaringan Saraf Tiruan &
Pemorgramannya : menggunakan MATLAB. Andi.
[7] Dwi Astuti, Erna. 2009. Pengantar Jaringan Saraf Tiruan : Teori
dan Aplikasi. Star Publising.
[8] Kusumadewi, Sri. 2003. Artificial Intelligence, Teknik dan
Aplikasinya. Graha Ilmu.
Gambar 12. Printscreen Output Program Aplikasi yang dibuat. [9] Zhu, Anmin. and Yang X., Simon. 2003. An Improved
Self-Organizing Map Approach to Traveling Salesman Problem.
IEEE.
[10] Pepper, JW. and Golden, BL. 2002. Solving the Traveling
V. KESIMPULAN Salesman Problem with Annealing-based heuristics. IEEE.
Berdasarkan perencanaan, perancangan sistem, [11] Kohonen, T. 1990. The Self Organizing Map. IEEE\
pengujian dan analisis hasil dapat disimpulkan hal-hal [12] Nugroho, Gilang Adi. dan Syauqi Agam. 2010. Analisis
Algoritma Pencarian Rute Terpendek dengan Algoritma Djikstra
sebagai berikut : dan Bellman-Ford. Jurnal Informatika ITB.
Jaringan Saraf Tiruan Self Organizing Map (JST [13] Kusrini. dan Istiyanto, Eko Jazi. 2007. Penyelesaian Traveling
SOM) mampu menghasilkan solusi optimal dalam Salesman Problem dengan Algoritma Cheapest Insertion
Heuristics dan Basis Data. Jurnal Informatika. FTI - UK Petra.

B3-5
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Analisis Penentuan Jarak Obyek untuk Material


yang Berbeda Menggunakan Ultrasonik
Berbasis Logika Fuzzy
Agus Triyono
Program Magister dan Doktoral Fakultas Teknik
Universitas Brawijaya, Malang
Email: atriyono28@gmail.com

AbstrakGelombang ultrasonik sangat mudah pengukuran maksimum berubah dan ukuran


mengalami peredaman yang disebabkan oleh udara obyek juga berubah.
maupun oleh berbagai jenis material ketika di pantulkan. e. Sudut antara transmitter dan receiver akan
Perambatan gelombang ultrasonik yang melalui medium menyebabkan jarak pengukuran menjadi
udara akan sangat dipengaruhi oleh faktor kelambaban maksimum atau minimum dari obyek.
dan temperatur udara di sekitar. Hasil perhitungan
diketahui rata-rata impedance reflected coefficient (IRC)
Jarak obyek, geometri, permukaan dan ukuran akan
pada medium udara dan berbagai material sebagai obyek mempengaruhi kesalahan pengukuran [5].
adalah = 0.9 yang artinya 90% energi gelombang ultrasonic
dipantulkan dan 10% diserap. II. PEREDAMAN (ATTENUATION)
Dengan fuzzy system gelombang ultrasonik yang Pengukuran jarak yang dipengaruhi oleh obyek
memantul akan mengabaikan penyerapan yang terjadi material obyek menggunakan parameter amplitudo
pada obyek material, sehingga penentuan jarak obyek akan
menjadi akurat. Penentuan jarak yang di hasilkan antara
frekuensi sebagai parameter. Persamaan yang akan
hasil perhitungan dan ouput pada fuzzy system mempunyai digunakan sebagai perhitungan adalah sebagai berikut :
mse = 0.23. Nilai selisih ini dapat diperkecil dengan
menambah rules pada fuzzy system. A = A0 e mx / 2 (1)
dengan :
Kata KunciUltrasonic, Fuzzy, Impedance Reflected
Coeffient, Material Property A = Amplitudo dengan jarak x
Ao = Amplitudo dengan jarak x=0 dari tranduser
m = Total Attenuation Coefficient (TAC)
I. PENDAHULUAN Amplitudo frekuensi A yang dipancarkan akan
mengalami peredaman dalam jarak tertentu ketika
melalui suatu medium. Sebagai medium adalah udara
Suara ultrasonic adalah vibrasi dari sebuah frekuensi paling mempengaruhi peredaman sehingga harus
diatas pendengaran manusia, biasanya diatas 20 kHz. ditentukan total attenuation coefficient (TAC).
Microphone dan loudspeaker digunakan sebagai transmit TAC sangat bergantung dari absorption coefficient yang
dan receive dari ultrasonic disebut dengan tranducer. terdiri dari parameter lainnya yaitu :
Ultrasonic sensor biasanya menggunakan keduanya yaitu a. frekuensi dalam Hertz
transmit dan receive menjadi satu untuk menerima b. Standar Temperatur dalam Kelvin = 293.15 K atau
gelombang pantul (echo). Tipikal frekuensi yang 20 C
digunakan adalah 40 kHz dan 250 kHz. c. Standar Kelembaban (humidity), kisaran 50% - 60%
Pengukuran jarak menggunakan ultrasonik d. Standar Pressure = 101.325 kPa (standard pressure
dipengaruhi beberapa hal antara lain : at sea level)
a. Temperatur dan komposisi dari media transmisi Mekanisme telah dipelajari secara mendalam,
yang akan mempengaruhi dari kecepatan dikuantitaskan secara empiris, ditulis formulasi secara
gelombang dan akan mengakibatkan standar internasional dalam dokumen ANSI Standart SI-
keakurasian dan resolusi pengukuran. 26:1995 atau ISO 9613-1:1996.
b. Kecepatan suara dan frekuensi sensor, akan Dari empat parameter diatas dapat dikalkulasi absorbtion
menyebabkan resolusi pengukuran, keakurasian, coefficient dengan persamaan [11]:
ukuran minimum target, dan jarak maksimum
atau minimum pengukuran obyek.
0.02 + h
c. Frekuensi dan kelembaban menyebabkan Fr ,O = 24 + 4.04 10 4 h (2)
pelemahan (attenuation) frekuensi dan 0.391 + h
kecepatan gelombang terhadap pengukuran dengan :
maksimum obyek. Fr,o = Frekuensi Relaksasi gas Oksigen dalam Hertz
d. Noise yang akan mengakibatkan amplitude
frekuensi berubah, dan akan menyebabkan jarak

B4-1
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

T 1 / 3 IV. KONDISI IDEAL


1/ 2
T 4.17
T0
1
Dalam kondisi ideal gelombang yang dipantulkan
Fr, N = 9 + 280h e
(3) tidak mengalami peredaman sama sekali oleh material,
T0 peredaman gelombang hanya terjadi ketika melalui
medium udara. Sehingga persamaan 1 dapat
dipergunakan untuk perhitungan redaman yang di
T0 = 293.15 K 20 o C ( ) (4) akibatkan oleh udara.
dengan :
To = Standart Temperature dalam Kelvin
T = Suhu Sekitar dalam Kelvin.

5 / 2
1/ 2
T
11 T
= 869 f 1.8410 +
2

T0 T0
e2239.1/ T e3352/ T
0.01275 + 0.1068
Fr,O + f 2 / Fr,O Fr,N + f 2 / Fr,N
(5)

dengan : Gambar 1. Keadaan Ideal Gelombang Di Pantulkan ke Obyek


Alumunium.
h = humidity (kelembaban udara) dalam prosentase
Fr,o = Frekuensi Relaksasi gas Oksigen dalam Hertz Pada prakteknya tranduser ultrasonik mempunyai
Fr,n = Frekuensi Relaksasi gas Nitrogen dalam Hertz
tegangan keluaran maksimum 20 Vp-p. Dengan
f = frekuensi ultrasonic.
demikian gelombang yang dipantulkan dapat
diperhitungan dengan menggunakan persamaan 5.2,
dengan asumsi temperatur = 20 C dan kelembaban = 50
III. KOEFFISIEN IMPEDANSI %, sehingga = 0.52 dengan jarak = 2 m maka Ar = 2.49
Gelombang yang merambat ke suatu material di Vp-p dan rasio Ar/Ao = 0.125.
pengaruhi oleh tekanan suara dari sumber. Ini di Pada kondisi tersebut gelombang ultrasonik dalam
karenakan kepadatan molekul dan atom akan mengalami kondisi ideal, yaitu tidak ada adanya penyerapan oleh
saling lentur (elastically), yang diakibatkan dari tekanan material.
gelombang yang melalui kepadatan tadi. Persamaan (2.5) Ketika gelombang dipantulkan ke sebuah obyek
adalah rumus dari impedansi akustik[8]. berupa alumunium maka perhitungan akan berbeda yaitu
adanya penambahan amplitudo yang diserap sebesar :

dimana :
Z = pV (6)
Aalumunium = ( A0 ( A0 IRCalumunium )) (8)
Z = Impedansi Akustik dalam Rayls dengan :
p = Kerapatan Massa (density) dalam Kg/m3 Aalumunium = Amplitudo yang diserap oleh material jenis
V = Kecepatan Akustik dalam km/s
alumunium dalam Volt.
Sedangkan hubungan koefisien gelombang pantulan
dan gelombang transmisi dari dua jenis material yang A0 = Amplitudo dari sumber dalam Volt
berbeda adalah dengan persamaan (6)[8]. IRC alumunium = Koefisien impedansi akustik dalam
2 Rayls.
Z Z1
Z= 2 (7)
Z 2 + Z1 V. DAYA SERAP BAHAN
dengan :
Beragam material mempunyai impedansi akustik
Z = Redaman dalam prosentase
tersendiri dengan kondisi temperatur dan kelembaban
Z1 = Impedansi Material Pertama (W/m2)
tertentu, sehingga amplitudo sumber akan diserap oleh
Z2 = Impedansi Material Kedua (W/m2)
obyek pantul dengan besaran yang berbeda tergantung
Ketika dua material berbeda dihimpitkan dan
dari nilai impedansi akustik.
kemudian gelombang ultrasonik di tembakkan ke salah
Ketika gelombang dipantulkan ke sebuah obyek
satu sisi material, maka gelombang pantulan ultrasonic
berupa alumunium maka akan ada penambahan
akan mengalami redaman (absorption) sebanyak R, dan
amplitudo yang diserap sebesar :
sisanya akan diteruskan (dispersion), sehingga total
Gelombang yang di pancarkan oleh tranduser
prosentase gelombang yang melalui medium yang
sebesar 20 Vp-p akan mengalami redaman yang
berbeda tersebut harus 100%[9].
disebabkan oleh udara dengan suhu 20 C dan
kelembaban = 50 %, jarak 2 meter dengan menggunakan
persamaan 1 akan menjadi 7.99 V pada incident wave

B4-2
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

(Ai). Dengan menggunakan persamaan yang sama maka Temperatur mempunyai tujuh membership function
amplitudo gelombang pantul (Ar) menjadi 2,49 Volts. berupa : Sejuk (S), Normal (N), Agak Panas (AP), Panas
(P) dan Sangat Panas (SP). Distribusi membership
normal mempunyai range per sepuluh setiap member,
sehingga didapat range lebar
Kelembaban mempunyai 5 membership yaitu :
Kering (K), Normal (N), Agak Lembab (L), Lembab (L)
dan Sangat Lembab (SL). Masing-masing membership
mempunyai range per duapuluh antar membership.
Rasio mempunyai 11 membership function yaitu R0
hingga R10 dengan jarak antar membership adalah
merata.

C. Fuzzy Inference System (FIS)


Gambar 2. Kondisi Gelombang Ultrasonik dengan Obyek Pantul
Nilai-nilai yang dihasilkan untuk FIS adalah nilai
Alumunium
dari hasil perhitungan kondisi ideal untuk menentukan
jarak dan ditabelkan dalam 10 ratio, 5 kelembaban dan 5
Dengan adanya pengaruh serapan dari, material temperatur, sehingga didapat 245 rules. Metode yang
alumunium (persamaan 5.9) sebesar 0.016% dari Ao digunakan adalah metode mamdani..
atau sama dengan 0,3276 V, juga serapan dari udara,
maka total serapan (persamaan 5.8) atau Aabs menjadi
17,836 V, sehingga Ar menjadi 2.16 V. Dari perbedaan
Ar dalam kondisi ideal dan Ar dalam kondisi terserap
maka terdapat selisih 2.49 2.16 = 0.33 Vp-p.

VI. FUZZY MODEL


Dari hasil analisa redaman dan dengan
mengkombinasikan parameter input berupa yaitu Suhu,
Kelembaban dan Rasio maka dapat di modelkan seperti
gambar Gambar 4.Fuzzy Inferensi System (FIS)
Model Pengukuran Jarak dari pengukuran yang
dalam penelitian ini disimulasikan. Sistem fuzzy akan
menghitung tiga kombinasi dari tiga masukan sehingga D. Output
akan didapat jarak yang sesuai dengan perhitungan. Output mempunyai 16 membership dengan K0 K9
merupakan symbol membership untuk dibawah jarak
sangat dekat, sedangkan yang lain adalah Sangat Dekat
(SD), Dekat (D), Menengah (M), Agak Jauh (AJ),
Sedikit Jauh (SJ) dan Jauh (J).

Gambar 3 Tiga parameter sebagai input yaitu temperatur, kelembaban


dan ratio adalah hasil dari pengukuran

A. Sistem Fuzzy Gambar 5. Ouput dari Sistem Fuzzy

Sistem Fuzzy yang digunakan dalam perhitungan Untuk mendekati linearitas antara input dan ouput maka
adalah menggunakan metode mamdani. range masing-masing membership function sebagai
Tiga input dengan 245 rules dapat menghasilkan 250 berikut:
output. Antara input dan output adalah bersifat linear. 0 0.1 = K0 0.8 1.0 = K8
0.1 0.3 = K1 0.9 1.2 = K9
B. Input dan Output Fuzzy 0.2 0.4 = K2 1 3 = SD
Input fuzzy terdiri dari 3 parameter yaitu : 0.3 0.5 = K3 24=D
1. Temperatur 0.4 0.6 = K4 35=M
2. Humidity 0.5 0.7 = K5 4 6 = SJ
3. Ratio 0.6 0.8 = K6 4 6 = SJ
0.7 0.9 = K7 5 7 = AJ
7- 7-=J

B4-3
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Pada output terdapat 16 membership function (mf) dengan menghilangkan faktor penyerapan oleh
dengan dua kelompok output yaitu K0 hingga K9 dan SD material sebesar 11% hingga 18%.
hingga J. Kelompok K adalah kelompok dengan densitas 2. Hasil perhitungan dan hasil output pada sistem fuzzy
antar mf yang padat, hal ini disebabkan oleh semakin mempunyai mse = 0.23 dan dengan sistem fuzzy
dekatnya jarak obyek terhadap trannduser. Sedangkan dapat diatur mean square error sekecil mungkin
kelompok yang lain adalah kelompok dengan penentuan dengan menambahkan rules dalam sistem fuzzy.
jarak yang semakin jauh (gambar 3).

DAFTAR PUSTAKA
E. Hasil Perhitungan dan Fuzzy Output
[1] [1] Timothy J.Ross, 2004, Fuzzy Logic With Engineering
Hasil perhitungan dan fuzzy output di bandingan Application, John Wiley & Sons Ltd, England
untuk mendapatkan mean square error. [2] [2] Wilson, J. 2005. Sensor Technology Handbook.
Oxford, UK
Rata-Rata Amplitudo
[3] [3] H.B Kazemian, 2005, Development of Fuzzy Controllers,
London Metropolitan University, UK
6 [4] [4] D.A. Kostryuks dan Yu.A. Kuzavko, 2004, Anomalous
5
Reflection of A Longitudinal Ultrasonic Wave From a Strongly,
Journal of Engineering Physics and Thermophysics, Vol. 77, No.
4 5, 2004
Jarak (meter)

[5] [5] Donal P.Massa, 1999, Choosing Ultrasonic Sensor Proximity


3
or Distance Measurement,
2 http://www.sensorsmag.com/sensors/acoustic-
1 ultrasound/choosing-ultrasonic-sensor-proximity-or-
0
distance-measurement-825, 5 November 2010
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 [6] [6] Hung T. Nguyen., Nadipuram R. Prasad., Carol L. Walker.,
Rasio (Ar/Ao) Elbert A. Walker, 2006, A First Course in Fuzzy Logic, Chapman
and Hall.
Gambar 6. Hasil Perhitungan untuk Penentuan Jarak.
[7] [7] Dennis A. Bohn, 1988, Environmental Effect on Speed of
Sound, Journal Audio Engineering Society, Vol. 36, No.4 1988
Rata-Rata Amplitudo April.
[8] [8] NDT Resource Centre, Acoustic Impedance,
6
http://www.ndt-
5
ed.org/EducationResources/CommunityCollege/Ultr
4 asonics/Physics/acousticimpedance.htm,10 Oktober
Jarak (meter)

2010
3
[9] [9] NDT Resource Centre, Reflection and Transmission
2 Coeffisien, http://www.ndt-
1 ed.org/EducationResources/CommunityCollege/Ultr
0
asonics/Physics/reflectiontransmission.htm, 10
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 Oktober 2010
Rasio (Ar/ao)
[10] [10] The Engineering Tool Box, Air Properties,
Gambar 7. Grafis Fuzzy Output http://www.engineeringtoolbox.com/air-properties-
d_156.html,25 Oktober 2010
Dari Gambar 5 adalah hasil dari penentuan jarak [11] Outdoor Noise Standarts and Regulation,
[12] [11] ISO 9613-1:1996 Accoustic-attenuation of sound during
dengan sistem fuzzy yang menunjukkan pendekatan ke propagation outdoors-Part 1: Calculation of the absorption of
hasil perhitungan Gambar 4. Selisih antara hasil sound by the atmosphere.
perhitungan dan fuzzy output adalah = 0.23. [13] [12] ANSI SI-26-1995, Method for Calculation of the Absorption
of Sound by the Atmosphere..

VII. KESIMPULAN
AGUS TRIYONO, Lahir di Samarinda 28 Agustus 1969,
Hasil simulasi dan analisis dapat di tarik menyelesaikan sarjana di bidang teknik elektronika di Institut
kesimpulan: Teknologi Nasional, Malang tahun 1996 dan menyelesaikan master
pada teknik elektro Universitas Brawijaya dibidang sistem kontrol
1. Dengan fuzzy system yang mempunyai parameter elektronika tahun 2011. Saat ini mengajar di teknologi informasi pada
yaitu rasio, kelembaban dan temperatur dapat Politeknik Negeri Samarinda, Kalimantan Timur sejak tahun 2003
ditentukan jarak obyek yang lebih akurat yaitu dengan konsentrasi jurusan teknik komputer.

B4-4
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Unjuk Kerja Filter Lowpass Orde 4 Teknologi


Surface Mounting
Agusma Wajiansyah, Agung Darmawansyah, dan Rudi Yuwono
Politeknik Negeri Samarinda
Agusma.wajiansyah@gmail.com
Abstrak Lowpass filter orde 4 dapat dirangkai khusus dalam merancang desain layout PCB pada
dengan menggunakan topologi rangkaian filter sallen- SMT.
key, dengan pedekatan filter butterworth maka akan Beberapa keuntungan pengaplikasian SMT
didapatkan karakteristik penguatan yang rata dan
dibandingan teknologi trough-hole antara lain adalah,
kemiringan sebesar -80dB/decade. Surface Mount
Technology yang merupakan teknologi untuk tujuan memiliki komponen yang lebih kecil sehingga
miniaturisasi rangkaian PCB digunakan dalam mengurangi volume rangkaian, mengurangi biaya
penerapan rangkaian filter ini, sehingga akan produksi, memerlukan catu daya lebih rendah,
didapatkan rangkaian yang lebih baik dari teknologi pemasangan komponen lebih mudah karena tanpa
troughhole. Pembuktian dilakukan dengan membuat melubangi PCB, juga mempermudah dalam proses
rangkaian filter hasil desain pada papan PCB dengan
perakitan otomatis. Selain itu SMD juga memiliki
teknologi trounghole dan surface mount teknologi.
Dari percobaan yang dilakukan, didapatkan hasil
frekwensi respond dan ketahanan EMI/RFI yang
yaitu tingkat kesalahan pada pencapaian nilai frekwensi lebih baik (Suherman, 2005). Selain hal tersebut
cutoff, teknologi trounghhole sebesar 11,4% dan SMT diatas, khusus untuk komponen pasif SMD memiliki
sebesar 4,7%. Selain itu, pada teknologi surface nilai nilai toleransi yang lebih baik dibanding
mounting ini lebih tahan terhadap interferensi. komponen standart. Pemakaian komponen ini telah
merata pada semua perangkat elektronika, namun
Kata kunci Butterworth, sallen-key, SMT (Surface sangat disayangkan teknologi ini sangat asing
Mounting Technologi), Trough-hole
diindonesia, baik pada ingkat industry, pasar
komponen, maupun pada kurikulum perguruan tinggi
I. PENDAHULUAN
(Suherman,2005)

P ERKEMBANGAN teknologi, khususnya


dibidang elektronika salah satunya adalah
miniaturisasi, yakni pengurangan volume pada
Filter merupakan sebuah rangkaian yang
dirancang untuk melewatkan bidang frekwensi
tertentu dan memperlemah semua isyarat diluar
perangkat elektronika. Sehingga akan didapatkan bidang ini. Jaringan filter dapat bersifat pasif dan
perangkat elektronika yang lebih fleksibel namun aktif, filter pasif terdiri atas resistor, kapasitor dan
dengan kemampuan yang terus ditingkatkan. inductor, sedangkan filter aktif terdiri atas komponen
Teknologi miniaturisasi banyak di terapkan pada pasif dan komponen penguat kerja atau OP-Amp
perangkat elektronika portable semisal Headphone, (darmawansyah, 2005). Di dalam perancangan, setiap
MP3 Player, Kamera Digital dan masih banyak lagi filter telah ditentukan frekwensi putus (cut-off, ),
contoh lainnya. Dan tidak menutup kemungkinan di
yaitu frekwensi dimana daya output yang dihasilkan
terapkan pada home appliance dan entertainment
hanya sebesar 70,7% dari daya inputnya. Dari
device lainnya.
penentuan maka akan dapat diketahui frekwensi
Saat ini teknologi yang sering digunakan untuk
yang diloloskan (pass-band) dan frekwensi yang
miniaturisasi adalah SMT (Surface Mount
dilemahkan (stop-band).
Technology). SMT merupakan suatu teknologi untuk
Dilihat dari respon magnitude, filter
merakit komponen elektonika dengan teknik
diklasifikasikan menjadi 4 jenis, yaitu Low-pass,
penyolderan secara langsung komponen pada
high-pass, band-pass, dan band-reject (notch) filter.
permukaan PCB. Hal ini berbeda dengan teknik
sebelumnya yakni trough-hole, dimana komponen di Pada low pass filter, frekwensi di bawah akan di
letakkan pada PCB dengan cara melubangi PCB lewatkan tanpa pelemahan, sedangkan frekwensi di
sesuai dengan kemasan komponen yang digunakan. atas akan dilemahkan. Dengan karakteristiknya
Pada teknologi SMT, tidak lagi digunakan komponen yang demikian, low-pass Filter sering dimanfaatkan
standart yang umumnya diperuntukan pada teknik sebagai penghilang noise frekwensi tinggi dari sebuah
trough-hole, sebagai gantinya digunakan komponen signal. Pada applikasi akuisisi data, Filter ini juga
SMD (Surface Mount Device) atau disebut juga SMC dimanfaatkan sebagai filter anti aliansing (Thandar
(Surface Mount Component). Karena sangat kecil nya kyu.,dkk,2009).
SMD, membuat kepadatan komponen pada setiap Untuk mendapatkan karakteristik filter yang
board dapat di tambah. Untuk itu diperlukan teknik mendekati ideal dapat digunakan beberapa

B5-1
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

karakteristik antara lain Butterworth, Chebyshev dan dengan ditunjukan pada skala frekwensi ( atau f/fC)
Bassel. Dibandingkan dengan Chebyshev dan Basel, sama dengan satu.
Butterworth filter memiliki karakteristik penguatan Chebyshev atau equal ripple merupakan
yang flat (tanpa ripple) pada daerah frekwensi yang pendekatan lain untuk filter ideal. Sebagaimana nama
diloloskan (pass band), dan terus melemah secara keduanya menyiratkan, bahwa pendekatan ini akan
perlahan hingga nol pada daerah frekwensi yang tidak memiliki ripple pada passband di respon
diloloskan (stop band). Karakteristik pelemahan pada amplitudonya. Jumlah ripple merupakan salah satu
Butterworth filter dapat dirancang berbeda beda, parameter yang digunakan dalam menetapkan
sehingga didapat kemiringan (slope) yang berbeda pendekatan ini. Karakteristik pendekatan chebyshev
pula. Pada filter orde satu di dapatkan kemiringan antara lain memiliki slope atau rolloff curam dan
sebesar -6dB/octave (-20dB/decade), filter orde dua dekat dengan frekwensi cutoff saat dibandingkan
didapat kemiringan sebesar -12dB/octave (- dengan butterworth, tetapi dengan mengorbankan
40dB/decade), dan orde ke-n akan didapat kemiringan monotonitas di passband. Frekwensi cutoff pada
sebesar -6n dB/octave (-20n dB/decade). pendekatan chebyshev ini tidak diasumsikan sebagai
frekwensi -3dB seperti pada pendekatan butterworth
II. FILTER AKTIF filter, tetapi frekwensi dimana ripple (atau Amax )
Jaringan-jaringan filter bisa bersifat aktif maupun spesifikasi terlampaui. Penambahan ripple passband
pasif. Jaringan-jaringan filter pasif hanya berisi sebagai parameter, membuat proses untuk filter
tahanan, induktor, dan kapasitor saja. Filter aktif chebyshev sedikit lebih rumit dari pada pendekatan
menggunakan transistor atau op-amp di tambah butterworth, tetapi juga meningkatkan fleksibilitas.
tahanan, inductor dan kapasitor. Semua filter akan menunjukan pergeseran fase
Dalam kondisi real beberapa pendekatn digunakan yang bervariasi terhadap frekwensi. Hal ini adalah
untuk memenuhi berbagai macam aplikasi. Beberapa suatu karakteristik yang normal dari filter, tetapi
pendekatan yang sering digunakan antara lain dalam beberapa kasus itu bias menimbulkan masalah.
butterworth, chebyshev dan Bessel. Jika pergeseran fase meningkat secara linear terhadap
Butterworth atau disebut juga maximally-flat frekwensi, maka akan menimbulkan efek delay pada
respon. Merupakan salah satu pendekatan yang signal output dengan perioda waktu yang konstan.
terkenal, memiliki karakteristik penguatan yang datar Namun jika pergeseran fase tiak berbanding lurus
pada passband dengan tanpa ripple atau monoton. dengan frekwensi, komponen dari signal input pada
Pada butterworth memiliki slope atau kemiringan satu frekwensi akan muncul pada output bergeser
(rolloff) yang halus pada lowpass atau highpass pada fase (atau waktu) terhadap frekwensi lain.
rolloff sebesar 20dB /decade (6 dB/oktaf) untuk setiap Bessel atau Thompson filter memiliki karakteristik
pole . dengan demikian pada filter butterwort horde 5 pergeseran fase yang linear terhadap frekwensi
akan memiliki tingkat redaman 100dB setiap factor seperti ditunjukan pada gambar 2, sehingga group
kenaikan sepuluh diluar frekwensi cutoff. delay menjadi konstan.

Gambar. 2. Perbandingan pase respon pada lowpass filter orde 4


Gambar. 1. Respon Amplitudo untuk butterworth filter Sumber: Mancini, 2002

Gambar 1 memperlihatkan kurva respon amplitude


Respon amplitude dari filter Bessel cukup monoton
filter lowpass butterworth dengan berbagai macam
dan halus, tetapi tidak sedater milik dari butterworth.
orde. Dari kurva frekwensi cutoff didefinisikan
Sedangkan rolloff yang dimiliki lebih landai
sebagai frekwensi dengan pelemahan 3dB (-3dB)
B5-2
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

dibanding butterworth atau chebyshev. berikut:

III. PERANCANGAN DAN SIMULASI


Active Filter yang akan dirancang dan dibuat
adalah lowpass filter orde 4. Filter dengan orde lebih
besar dari 2, dapat dibangun dengan menghubungkan
secara seri dari filter orde 1 atau 2, seperti yang
terlihat pada gambar 3.
Gambar. 4. Lowpass Fiter orde 2 Sallen key arsitektur stage 1

Dengan konfigurasi voltage follower pada gambar


4, maka penguatan rangkaian menjadi satu, sehingga
TF nya adalah :
1
Gambar. 3. Block Diagram lowpass filter orde 4 H ( j ) =
1 R1C1 R 2 C 2 + ( R1C 2 + R 2 C 2 ) j (3)
2

Pada masing masing stage memiliki frekwensi dan frekwensi cutoff didapat,
cutoff yang sama, tetapi dengan factor quality yang 1
berbeda. Pendekatan yang digunakan pada masing c = (4)
R1C1 R 2 C 2
masing filter adalah butterworth dan arsitekture filter
yang digunakan adalah sallen-key, dengan penguatan Serta factor quality (Q),
atau gain filter untuk tiap stage ditetapkan sebesar R1C1 R 2 C 2
satu. Ditetapkan cutoff frekwensi sebesar 3.5KHz, Q= (5)
R1C 2 + R 2 C 2
dan dengan ini akan dicari nilai nilai komponen
yang akan digunakan, setelah itu dari nilai nilai Nilai nilai komponen didapat dengan
komponen tersebut akan dilakukan normalisasi, yang menggunakan persamaan (4) dan (5). dengan
bertujuan untuk menyesuaikan nillai nilai menggunakan ratio pada komponen, jika nilai R2 = R,
komponen hasil perhitungan dengan nilai nilai C2 = C, R1 =mR, dan C1 = n.C ; maka persamaan
n
komponen yang tersedia. didapat, m 2 xm + 1 = 0 , dimana x = 2 2
Untuk merancang filter, diperlukan tranfer fuction Q
(TF) dari filter yang akan dirancang. Bentuk umum Urutan langkah yang dilakukan untuk mencari nilai
TF dari lowpass filter orde 4 adalah : komponen adalah dengan menentukan terlebih dahulu
N ( s) K nilai capasitor C dan ratio capasitor n
H (s) = =
D ( s ) b 4 s + b3 s + b2 s 2 + b1 s + b0
4 3 Dari persamaan (2), TF filter lowpass butterwort
(1) orde 4 yang dibuat pada stage 1 memiliki TF adalah :
Dengan penguatan filter yang dirancang adalah
1
satu, maka variable K=1. Untuk mendapatkan nilai H ( s) = 2
nilai koofisien variable s pada denumerator dapat ( s + 1.8478s + 1)
digunakan table filter dengan pendekatan butterworth Sehingga factor Quality Q, untuk stage 1 adalah :
atau dengan bantuan software MATLAB. Dari hasil Q = 1/1.8478 = 0.54. jika ditentukan nilai C adalah
tersebut dapat dituliskan dalam bentuk TF yaitu : 1nF dan ratio untuk kapasitor dibuat 10, maka didapat
N (s) 1 nilai x= 32,29, sehingga ditemukan nilai m adalah
H (s) = = 32,25 atau 0,035. Nilai resistor dicari dengan
D( s ) ( s 2 + 0.7654s + 1)( s 2 + 1.8478s + 1)
menggunakan penjabaran persamaan (4), yaitu
(2)
1
Dari TF yang didapat , maka lowpass filter R=
butterworth dapat dirancang. Pada penelitian ini akan 2 . f c .C mn
TF tersebut akan diimplementasikan dengan Sehingga dengan menetukan frekwensi cutoff
menggunakan arsitektur sallen-key dengan penguatan sebesar 3500Hz, dan nilai m yang digunakan adalah
satu dan frekwensi cutoff awal ditetapkan sebesar 32.25, didapat nilai resistor R=2.53K. Sehingga
5000Hz. Pada tingkat pertama (stage 1) digunakan untuk R2 digunakan nilai 2.53K dan nilai R1 =
TF 1/(s2 + 1,8478s + 1) dan pada tingkat kedua 32.25 x R = 81,59K. dan nilai kapasitor C2 = 1nF
(stage 2) digunakan TF 1/(s2 + 0,7654s + 1) dan nilai untuk kapasitor C1 = 10 x 1nF = 10nF. Cara
A. Implementasi Lowpass Filter Orde Dua Dengan yang sama juga digunakan untuk mencari komponen
Arsitektur Sallen Key pada stage 2, dan didapat nilai R4 = 27.17 K dan R3
= 7.6 K serta nilai untuk kapasitor C4 = 1nF dan
Arsitekture sallen-key dapat dibangun dengan
C3 = 10nF.
menggunakan satu buah op-amp, seperti gambar
Dari nilai komponen yang didapat, terutama untuk
B5-3
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

resistor perlu dilakukan normalisasi, yang bertujuan


untuk menyesuaikan nilai resistansi yang didapat
dengan nilai resistansi yang tersedia. Sehingga
resistor yang digunakan untuk R1 = 83K. dan untuk
R2 = 2.5K. dan pada stage 2 untuk R3 = 7,5 K
dan R4 = 27K. Dengan menggunakan nilai nilai
resistor tersebut, maka frekwensi cutoff rangkaian
akan berubah, dengan menggunakan persamaan (4)
didapat nilai frekwensi cutoff yang baru sebesar
3.49KHz untuk stage 1 dan sebesar 3.55KHz untuk
stage 2.
Dari perhitungan dan normalisasi yang telah
dilakukan, maka didapat rangkaian lowpass filter Gambar.7. Desain PCB Lowpass Filter orde 4 teknologi SMD
butterworth orde 4 sebagai berikut :
Untuk melihat unjuk kerja dari masing-masing
teknologi PCB, maka dilakukan pengukuran pada sisi
output. Pada proses pengukuran digunakan peralatan
yaitu Osiloskop Digital Yokogawa DL7440, Fuction
generator Delorenzo FG8148, Power Supply GW
Instek GPS-3030D, dan multimeter Fluxe 176.
Percobaan dilakukan dengan memberikan signal uji
berupa signal sinusoidal dengan range frekwensi 0
Gambar. 5. Lowpass filter orde 4, arsitekture sallen-key sampai dengan 50KHz, dan 3 variasi level tegangan
input yaitu 1Vpp, 2Vpp dan 3Vpp.
B. Simulasi rangkaian hasil rancangan
Simulasi diperlukan untuk mendapatkan
karakteristik ideal filter hasil rancangan, yang
digunakan sebagai acuan dalam melihat kinerja dari
filter yang akan dibuat. Untuk simulasi digunakan
alat bantu berupa software simulator yaitu circuit
maker 2000 build 4. Dari hasil simulasi rangkaian
didapat grafik pada gambar 6. Dari gambar tersebut
didapat frekwensi cutoff rangkaian filter hesil
rancangan sebesar 3.48KHz

Gambar .8. Desain PCB Lowpass Filter orde 4 teknologi Trough


Hole, tampak atas

Gambar 6 Grafik respon Magnitude, dalam dB

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


Filter hasil rancangan tersebut kemudian akan
diimplementasikan pada papan circuit, dengan
menggunakan teknologi SMD dan teknologi through-
hole. Dengan menggunkan program Altium DXP
untuk mendesain rangkaian, didapat layout PCB Gambar.9. Grafik respon penguatan dalam dB, terhadap frekwensi
dengan Vin 1Vpp dan frekwensi 0 s/d 4000Hz.
seperi ditunjukan pada gambar 7 dan gambar 8.

B5-4
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

(warna ungu) menunjukan frekwensi sebesar 3.5KHz


pada frekwensi yang sama filter teknologi trough-
hole menunjukan tegangan sebesar 2.0Vpp.

Gambar. 10. Grafik respon penguatan dalam dB, terhadap


frekwensi dengan Vin 1Vpp dan frekwensi 0 s/d 50KHz.

Dari kedua grafik pada gambar 9 dan gambar 10,


tampak teknologi SMD memiliki respon yang lebih
baik jika dibandingkan dengan teknologi trough hole, Gambar. 13. Signal Output (ungu) pada fc, dengan Vin = 3Vpp
demikian pula dengan level tegangan 2Vpp, tetapi filter teknologi SMD
cenderung memiliki respon yang sama baik pada
level tegangan 3Vpp.

Gambar.14. Signal Output (hijau) pada fc, dengan Vin = 3Vpp


Gambar. 11. Grafik respon penguatan dalam dB, terhadap filter teknologi Trough-hole
frekwensi dengan Vin 3Vpp dan frekwensi 0 s/d 4000Hz.

V. KESIMPULAN
Dari hasil simulasi, percobaan dan analisis yang
telah dilakukan, maka dapat diambil beberapa
kesimpulan sebagai berikut :
a) Rangkaian LPF butterworth orde 4 rancangan
didesain dengan menggunakan op-amp
LM324 yang memiliki karakteristik bandwidth
maksimal 1MHz pada penguatan satu. Dengan
simulasi menggunakan software circuit maker
didapatkan frekwensi cutoff sebesar 3.52KHz,
dan pelemahan sebesar -80dB pada frekwensi
Gambar 12. Grafik respon penguatan dalam dB, terhadap frekwensi 41 KHz.
dengan Vin 3Vpp dan frekwensi 0 s/d 50KHz. b) Hasil pengukuran yang relative sama pada
komponen pasif untuk teknologi troughhole
Demikian pula pada pencapaian frekwensi cutoff, dan SMD, tetapi secara performance sangat
filter dengan teknologi SMD memiliki titik cutoff jauh lebih bagus komponen SMD
lebih mendekati dengan perhitungan dengan tingkat dibandingkan komponen diskrit. Hal ini
kesalahan 0.4% dan teknologi troug-hole dengan terbukti dari hasil pengukuran, pada teknologi
tingkat kesalahan sebesar 4.7%, hal ini ditunjukan troughhole yang memiliki tingkat kesalahan
pada gambar 13 dan gambar 14. Pada gambar 13 pada ketercapaian frekwensi cutoff sebesar
dengan Vin = 3Vpp maka tegangan output pada 11,4% sedangkan pada teknologi SMD didapat
frekwensi cutoff adalah sebesar 2.1Vpp, pada nilai kesalahan hanya sebesar 4,7%.
tengangan ini signal output filter teknologi SMD
B5-5
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

c) Dilihat dari signal output yang didapat dari [6] Khandpur,R S,2006. Printed Circuit Boards-Deign
Fabrication and Assembly, McGraw-Hill. USA
kedua teknologi ini, pada teknologi SMD
[7] Lacanette, K. 2010. A Basic Introduction to Filter Active,
memiliki noise yang lebih kecil jika Pasive, and Switched-Capasitor, National Semiconductor.
dibandingkan dengan teknologi troughhole. [8] Mancini, R. 2002. Op Amp for Everyone. Texas Instruments
Sehingga dapat dikatakan rangkaian teknologi [9] Prasad, R.P, . 2003, Surface Mount Technology : Principles
and Practice, Springer
SMD lebih tahan terhadap interferensi.
[10] Self, D. 2010. Small Signal Audio Design, Focus Press. UK
[11] Suherman. 2005. Implementasi Rangkaian
ACKNOWLEDGMENT ElektronikaMenggunakan Teknologi Surface Mount.
Ensikom. USU
Agusma Wajiansyah, mengucapkan terima kasih [12] Sumaryo, S. 2005. Desain Sistem Elektronika Berbasis PCB.
yang sebesar besarnya, kepada Bapak Dr. Agung STT Telkom. Bandung
Darmawansyah, ST., MT (alm) atas arahan-arahan [13] Thandar Kyu., Ming Aung Z., dan Min Naing Z. 2009.
Desain and Implementation of Active Filter for Data
dari beliau sehingga terselesaikannya penelitian ini. Acquisition System. IMECS.
Tiada yang dapat penulis ucapkan kecuali hanya doa [14] Williams, A., dan Taylor, F. 2006. Electronic Filter Design
semoga segala amal ibadah beliau dapat diterima Handbook, 4 edition, McGraw-Hill. USA
disisi ALLAH SWT. Juga kepada Bapak Rudy
Yuwono,ST., MSc atas masukan-masukan yang
sangat membatu dalam penelitian ini. Dan tidak
Agusma Wajiansyah, lahir di Surabaya 5
terlupakan kepada seluruh Bapak dan Ibu staf Agustus 1981 anak dari Jamain dan Suwarni.
pengajar Program Magister Teknik Elektro Menyelesaikan pendidikan dasar di SD030
Universitas Brawijaya. Dan diucapkan terima kasih pada tahun 1996, SMPN 07 pada tahun 1996,
SMUN 5 pada tahun 1999 di samarinda.
pula untuk Ibu saya, Istri tercinta serta putri saya Melanjutkan pendidikan Diploma III di
yang banyak membatu dalam member dukungan Politeknik Negeri Samarinda Jurusan Teknik
moril buat saya. Elektro dan lulus tahun 2002. Melanjutkan
pendidikan diploma IV di Politeknik
Elektronika Negeri Surabaya ITS, jurusan Teknologi Informasi
dan lulus pada tahun 2004 serta mendapatkan gelar sarjana Sains
DAFTAR PUSTAKA Terapan (SST). Mulai pendidikan Magister pada tahun 2008 di
Universitas Brawijaya, Malang pada Fakultas Teknik jurusan
[1] Anonymouse, Leaded Surface Mount Technology (SMT). Teknik Elektro dan lulus pada tahun 2011, serta mendapat gelar
Intel Magister Teknik (MT).
[2] Chen, WK. 2003. The Circuit and Filter Handbook, Second Penelitian dosen muda dilakukan pada tahun 2006 dengan judul
Edition. CRC Press LLC. USA penelitian: Acces ADC 8-Bit Menggunakan Personal Computer.
[3] Coughlin. D., Robert, F., Soemitro., Herman, W., 1994, Dan penelitian terapan dilakukan pada tahun 2007 sebagai anggota
Penguat Operasional dan Rangkaian Terpadu Linier, Edisi dengan judul penelitian : Prototipe Sistem Telemetri untuk
Kedua, Erlangga, Jakarta. Pengukuran Tinggi Air di 3 Titik Pengamatan Melalui Kanal
[4] Darmawansyah, A. 2003. Implementasi Teknologi Hibrid Radio. Dan juga pada tahun 2008 pada penelitian terapan dengan
Film Tebal pada Rangkaian Filter High Pass Butterworth judul : Prototipe Sistem Telemetri Untuk Pengukuran Arus Beban
Orde Dua. Teknosains. Brawijaya, Malang 3 fase Melalui Kanal Radio.
[5] Franco, S. 2002. Design With Operational Amplifiers and Agusma Wajiansyah, SST.,MT.
Analog Integrated Circuit. McGraw-Hill, USA.

B5-6
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Pengaruh Perbandingan Lebar dan Panjang


Lapisan Difusi dan Polisilikon
Terhadap Voltage Transfer Characteristic
(VTC) pada IC RS-FF CMOS
Erry Yadie
Email : erryst@yahoo.com

Abstrak Untuk mendapatkan optimalisasi dari suatu perancangan CMOS ini yaitu IC RS (Reset-Set) Flip-
kondisi pada parameter VTC (Voltage Transfer Flop. RS-FF (Flip-Flop) adalah keluarga Multivibrator
Characteristic), maka dalam analisis ini menggunakan yang mempunyai dua keadaaan stabil atau biasa disebut
parameter-parameter yang hanya terpengaruh dalam proses
Bistable Multivibrator. RS-FF merupakan rangkaian
perancangan. Semua parameter akan dieliminasi pada suatu
parameter paling utama yaitu nilai rasio perbandingan W dasar untuk menyusun berbagai jenis FF yang lainnya.
(width) dan L (length) dari CMOS sebagai driver. Kondisi unjuk kerja perancangan RS-FF yang ideal
Penelitian ini bertujuan menganalisa dan menentukan mencakup banyak aspek diantaranya; VTC (Voltage
rasio perbandingan W/L, untuk mendapatkan suatu kondisi Transfer Characteristic). Untuk mendapatkan suatu
yang optimal pada parameter VTC dalam merancang kondisi yang optimal, maka dalam analisis menggunakan
sebuah IC RS Flip-Flop berteknologi CMOS. Digunakan parameterparameter yang berpengaruh dalam proses
program PSPICE dan EWB untuk menguji spesifikasi
rangkaian dan ukuran dimensi komponen. Sedangkan
perancangan CMOS. Semua parameter akan dieliminasi
penggambaran tata-letak IC RS Flip-Flop yang dirancang pada suatu parameter paling utama yaitu nilai rasio W/L
menggunakan program Mikrowind. Langkah awal adalah dari CMOS.
menentukan spesifikasi dan tipe rangkaian sesuai dengan
parameter proses yang ada di dalam IC RS Flip-Flop
A. Karakteristik Voltage Transfer
CMOS, kemudian menentukan perubahan rasio
perbandingan W/L dilakukan dengan mengatur perubahan Karakteristik dari inverter CMOS dimana hanya salah
besaran parameter Mobilitas muatan elektron dalam satu dari transistornya yang ON saat keadaan mantap,
saluran antara drain dan source (n) pada range 500 cm2/V.s menyebabkan inverter CMOS memiliki sifat ratioless
- 900 cm2/V.s. inverter. Sifat ratioless inverter adalah sifat sebuah
Langkah selanjutnya mengevaluasi secara manual
inverter dimana tegangan keluaran dalam kondisi mantap,
sehingga hasil yang optimal didapatkan dari perhitungan
dan simulasi berdasarkan spesifikasi digambarkan berupa tidak dipengaruhi (independen) oleh rasio ukuran
tata-letak suatu IC RS Flip-Flop dengan rasio perbandingan transistor pull-up dan pull-down. Efek dasar dari ukuran
W/L sebesar 2,4. transistor pull-up dan pull-down adalah berakibat terhadap
Spesifikasi karakteristik transfer tegangan menghasilkan resistansi ekivalen transistor pada saat menghantar.
tegangan output keadaan tinggi (VOH) 5V, tegangan input Sehingga pengambilan ukuran dapat diarahkan pada
keadaan tinggi (VIH) 2,575V, tegangan input keadaan kemampuan divais untuk mensuplai arus yang sama baik
rendah (VIL) 2,375V, tegangan output keadaan rendah (VOL)
0V.
pada saat keluaran berlogika HIGH maupun LOW,
sifat ini dinamakan symmetric output drive.
Kata kunci Karakteristik VTC, W/L, Mobilitas
Elektron
Perbandingan width (W) dan length (L) untuk pull-up
dan pull-down transistor CMOS adalah :
I. PENDAHULUAN

U NJUK kerja dari transistor tersebut ditentukan oleh


length (L) dan width (W) dari transistor. Length
adalah jarak antara source dan drain. Sedangkan width
Nilai VOH dan VOL harus didefinisikan secara konsisten
sehingga sebuah inverter yang menerima nilai VOL
adalah lebar dari gate. Kanal (length) yang lebih pendek sebagai masukan akan mengeluarkan tegangan VOH, bila
jaraknya akan memberikan operasi yang lebih cepat dari inverter tersebut menerima VOH sebagai masukan maka
transistor, karena arus akan mengalir dalam jarak yang akan mengeluarkan tegangan VOL.
lebih pendek. Transistor yang lebih lebar menyediakan Hubungan antara VOH dan VOL adalah hal yang cukup
arus yang lebih besar, tapi juga memiliki nilai kapasitansi penting pada grafik VTC (Voltage Transfer
yang lebih besar, oleh karena itu pilihan terbaik dari W/L Characteristic). Dalam grafik VTC seperti yang
ini juga tergantung pada aplikasinya. ditunjukkan dalam Gambar 1, kemiringan grafik untuk
Salah satu aplikasi rangkaian yang terintegrasi pada

B6-1
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

nilai yang dapat diterima minimal adalah -1, kemiringan -


1 terletak pada titik-titik kritis pada grafik (titik belok).
Nilai tegangan keluaran di antara dua titik kemiringan ini
dinamakan daerah logika tak tentu. Ketika Vout= Vin,
maka tegangan ambang (V threshold) adalah
Bila sebuah sinyal yang dikirimkan oleh sebuah
sehingga .
gerbang berlogika 0. secara ideal, masukan untuk gerbang
Penguatan fluktuasi tegangan atau noise akan berikutnya bernilai VOL, namun seandainya nilai tersebut
menyebabkan nilai tegangan jatuh pada daerah logika tak naik sehingga bernilai VIL maka masih akan dianggap
tentu. Pada titik dimana kemiringan grafik VTC adalah -1 berlogika 0. Fluktuasi noise akan menjadi permasalahan
(titik kritis) didefinisikan nilai tegangan VIH dan VIL. hanya jika tegangan naik di atas nilai VIL.
Letak VIH dan VIL ditunjukkan dalam Gambar 1. Secara umum suatu gerbang logika dikatakan memiliki
Nilai tegangan masukan ini menunjukkan nilai tertinggi noise margin tinggi bila memiliki NML dan NMH yang
tegangan masukan dapat diterima dengan nilai 0 dan besar.
masih bisa mengeluarkan nilai 1 yang dapat diterima oleh
gerbang lain, sehingga ;
II. PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN
.
A. RS Flip-Flop
VIH didefinisikan sebagai nilai terkecil yang dapat
diterima oleh sebuah gerbang dengan nilai 1 dan masih RS Flip-Flop adalah keluarga Multivibrator yang
bisa mengeluarkan nilai 0 yang dapat diterima oleh merupakan rangkaian dasar untuk menyusun berbagai
gerbang lain, sehingga ; jenis FF yang lainnya. RS-FF pada analisis ini disusun
dari dua gerbang NAND, seperti ditunjukan dalam
); . Gambar 3.

Gambar 3. RS-FF NAND GATE (Baker, 2005)

B. Rangkaian RS-FF CMOS


Skematik rangkaian RS-FF menggunakan teknologi
CMOS memiliki mosfet sebanyak 8, dengan rangkaian
Gambar 1. Grafik VTC (Kang dan Leblebici, 1997)
lengkap seperti ditunjukkan dalam Gambar 4.
B. Noise Margin
Noise/derau didefinisikan sebagai tegangan efektif dari
satu atau lebih masukan gerbang logika yang
ditambahkan atau dikurangi terhadap tegangan normal.
Tegangan normal adalah tegangan titik operasi yang stabil
seperti yang ditunjukan dalam Gambar 2.
Noise margin (NMH dan NML) menunjukkan kekebalan
relatif sebuah famili logika terhadap noise. Untuk
mengetahui noise margin rangkaian, maka harus
diketahui terlebih dahulu nilai VIH, VIL, VOH dan VOL pada
gerbang logika dengan VTC pada suhu normal (270C). Gambar 4. Rangkaian RS-FF CMOS
Parameter NMH berlaku untuk tegangan masukan
tinggi. Semakin besar nilai NMH maka akan semakin C. Desain Nilai W dan L Transistor
tahan suatu gerbang terhadap perubahan level logika pada
Nilai W dan L untuk MOS tipe-n dan tipe-p pada
daerah logika 1, sedangkan parameter NML berlaku untuk
gerbang dasar ditentukan dengan mempertimbang-kan
tegangan masukan rendah.
interaksi antara tegangan masukan dan keluaran gerbang.
Semakin besar nilai NML maka akan semakin tahan
Penentuan W dan L untuk inverter CMOS didasari oleh
suatu gerbang terhadap perubahan level logika pada
analisis yang dilakukan pada nilai kR = 1 serta beberapa
daerah logika 0.
nilai dari parameter desain transistor CMOS seperti
terdapat pada Tabel 1, untuk menghasilkan suatu grafik
karakteristik alih tegangan masukan dan keluaran yang
simetris.

B6-2
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Tabel 1. Parameter Desain Transistor CMOS

Simbol NMOS PMOS Keterangan


2 Mobilitas rata-rata electron dalam
e / n 580 x cm /V.s -
saluran antara drain dan source
2 Mobilitas rata-rata hole dalam saluran
h / p - 230 x cm /V.s
antara drain dan source
VT 1V -1V Tegangan ambang pada PMOS dan NMOS

GAMMA, Bulk Threshold parameter


2F 0,3V 0,35V PHI, surface potential at strong inversion Gambar 5. Mobilitas Elektron dan holes pada bahan silikon
semikonduktor (T=3000K) (Franco Maloberti, 2001)
tOX 15 nm Ketebalan oksidasi gerbang (Gate)
VDD 5V Tegangan catu Dari Persamaan (1), nilai p dan n dapat
-13
OX 2,3 x 10 F/cm Konstanta dielektrik polisikon mempengaruhi nilai W dan L yang dihasilkan, namun
kn 25A/V2 -
Parameter trankonduktansi transistor menurut Richard C. Jaeger (1997), parameter VTC yang
NMOS
simetris akan didapat dengan memasukkan nilai p = 230
Parameter trankonduktansi transistor
kp - 10A/V2 PMOS cm2/V .s dan n = 580 cm2/V .s sehingga didapatkan
Sumber : Richard C. Jaeger, 1997 : 306 seperti pada Persamaan (2),

n C ox
Wn
n C ox
Wn Wp 580cm 2 /V .s Wn Wp W
Ln Ln = = 2,52 n
kR = 1 = L p 230cm 2 /V .s Ln Lp Ln
p C ox
Wp
p C ox
Wp (2)
Lp Lp
, sehingga
Dari Pesamaan (2) diketahui bahwa untuk mendapatan
Wn suatu grafik karakteristik alih yang simetris maka
n parameter nilai perbandingan antara lebar difusi dan
Ln W Wp Wp n Wn
1= n n = p =
Wp Ln Lp L p p Ln polisilikon transistor PMOS dengan NMOS adalah 1 : 2,5.

p
Lp (1) Perancangan selanjutnya adalah dengan menghitung
rasio Wn : Ln dengan memasukkan nilai OX = 2,3 x 10-13
F/cm, kn = 300A/V2, tox = 15 nm dan e / n = 580
D. Mobilitas Muatan Transistor MOS cm2/V .s, seperti dalam tabel 1, dimana nilai Cox berubah
Semikonduktor umumnya terbentuk melalui sesuai dengan ketebalan tox, diperoleh hasil perhitungan
mekanisme doping, yang dimaksudkan untuk sebagai berikut :
mendapatkan elektron valensi bebas dalam jumlah lebih W
banyak dan permanen sehingga diharapkan akan dapat K n = n .C ox . n dimana C ox = ox , sehingga ;
Ln t ox
menghantarkan listrik. Mekanisme ini dilakukan dengan
jalan memberikan atom pengotor ke bahan semikonduktor ox W n W k t
Kn = n. . n = n ox
murni sehingga apabila atom pengotor memiliki kelebihan t ox Ln Ln n . ox
electron valensi akan terdapat elektron bebas yang dapat W n k n t ox 300 x 10 -6 A / V 2 x 15 x 10 -9 m
= =
berpindah. Apabila semikonduktor murni diberikan Ln n . ox 580 cm 2 / V .s x 2,3 x 10 -13 F / cm
pengotor dengan valensi kurang maka akan terbentuk area Wn 300 x10-6 A / V 2 x15 x10-9 m 4500x10-15
kosong (hole) yang menjadi pembawa muatan. = = = 3,37 ~ 3
Ln 580 x10 cm / V.s x 2,3 x10 F / cm 1334x10-15
-4 2 -11

Mekanisme ini menentukan jenis semikonduktor yang


dibentuk (tipe N / tipe P). Dengan memasukkan Wn : Ln ke dalam Persamaan (2),
Semikonduktor mempunyai pembawa muatan negatif diperoleh Wp : Lp ;
dan positif. Elektron yang melompat ke pita konduksi Wp Wn
disebut pembawa muatan jenis negatif. Konduktivitas = 2,52 x = 2,52 x 3 = 7.56 8
Lp Ln
yang dihasilkan tergantung pada mobilitas n dalam pita
Dari hasil diatas dilakukan analisis silang, nilai W dan
konduksi semikonduktor. Lubang elektron yang terjadi
L pada CMOS diperoleh dengan memasukkan nilai
dalam pita valensi merupakan pembawa muatan jenis
ukuran minimal polisilikon yang digunakan yaitu 2,
positif. Konduktivitas yang dihasilkan tergantung pada
sehingga ;
mobilitas p dalam pita valensi semikonduktor.
Nilai parameter mobilitas elektron dalam suatu Wp 8 16 dan Wn 3 6 seperti ditunjukkan dalam
semikonduktor lebih besar daripada mobilitas lubang = = = =
Lp 1 2 Ln 1 2
elektron dalam semikonduktor yang sama. Sehingga
Gambar 6.
karakteristik konduktivitas semikonduktor tipe N berbeda
Dengan menggunakan Microwind 0.12 m CMOS
dengan dengan semikonduktor tipe P, seperti ditunjukkan
proses dengan = 0.06 m, sehingga nilai W dan L
dalam Gambar 5.
transistor Inverter dasar dengan rasio perbandingan 1 : 2,5
Parameter besar atau kecilnya mobilitas muatan selain
adalah,
dipengaruhi oleh suhu, juga berpengaruh dari adanya
perubahan pada desain rancangan rasio perbandingan
lebar dan panjang (W dan L).

B6-3
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Gambar 7. Grafik VTC RS-FF CMOS W/L = 2


Gambar 6. Perbandingan Nilai W dan L
W/L = 2,4
Dari persamaan (1) dan (2), pengaruh parameter VIL= 2,375 V ; VIH= 2,575 V ; VOL= 0 V ; VOH= 5 V,
perbandingan W/L diberikan dengan melakukan NMH = 2,425 V ; NML = 2,375 V
perubahan pada nilai Mobilitas rata-rata electron ( n).
penentuan parameter mobilitas ini analisanya mengacu
pada nilai range untuk jenis Silikon (Si) yang di rangkum
dari beberapa sumber pustaka, sehingga analisis nilai
range mobilitas rata-rata electron seperti dalam Tabel 2.
berikut :
Tabel 2. Parameter range Mobilitas elektron
Simbol NMOS PMOS

e / n 2 2
200 cm /V.s 900 cm /V.s -
Gambar 8. Grafik VTC RS-FF CMOS W/L = 2,4
h / p - 230 cm /V .s
2

Sumber : Sophie Verdonckt-Vandebroek, , IEEE, 1991

Dengan menentukan perubahan pada parameter n pada W/L = 2,5 - 2,6 - 2,7 dan 2,8
range tertentu, maka dengan melakukan perhitungan yang VIL= 2,330 V ; VIH= 2,590 V ; VOL= 0 V ; VOH= 5 V,
sama menggunakan persamaan (1) dan (2), didapat hasil NMH = 2,410 V ; NML = 2,330 V
perhitungan W dan L berikutnya seperti ditunjukan dalam
Tabel 3.
Tabel 3. Nilai WnWp/LnLp terhadap rasio perbandingan W/L
nilai satuan (m )
No. W/L
Wn Wp Ln dan Lp
1 1 1,08 1,08 0,12
2 1,5 0,72 1,08 0,12
3 2 - 2,1 0,48 0,96 0,12
4 2,2 - 2,3 0,48 1,08 0,12
5 2,4 0,48 1,2 0,12
6 2,5 - 2,6 - 2,7 - 2,8 0,36 0,96 0,12
7 2,9 - 3 0,36 1,08 0,12
Gambar 9. Grafik VTC RS-FF CMOS W/L = 2,5 - 2,8
8 3,5 - 3,7 0,24 0,84 0,12
9 3,75 0,24 0,96 0,12

Dalam Tabel 3 diperoleh perbandingan W/L yang W/L = 2,9 dan W/L = 3
memiliki ukuran perbandingan yang sama, seperti pada
VIL= 2,375 V ; VIH= 2,598 V ; VOL= 0 V ; VOH= 5 V,
no urut 3,4,6,7,8 dan 9. NMH = 2,402 V ; NML = 2,375 V

E. Simulasi VTC
Simulasi yang dilakukan dalam RS flip-flop CMOS
meliputi nilai VTC dan noise margin terhadap perubahan
nilai rasio perbandingan W/L seperti pada Tabel 4,
dengan suhu normal (270C), seperti ditunjukan pada
Gambar 7 sampai dengan Gambar 10.
W/L = 2
VIL= 2,293 V ; VIH = 2,556 V ; VOL= 0 V ; VOH= 5 V, Gambar 10. Grafik VTC RS-FF CMOS W/L = 2,5 dan 3
NMH = VOH VIH = 5 2,556 = 2,444 V
NML = VIL VOL = 2,293 0 = 2,293 V
Hasil simulasi lengkap untuk VTC IC RS-FF CMOS
ditunjukkan dalam Tabel 4.

B6-4
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Tabel 4. Hasil Simulasi VTC IC RS-FF CMOS F. Stick Diagram RS Flip-flop CMOS
PARAMETER (V) Penggambaran stick diagram bertujuan memudah-kan
W/L
VIL VIH VOL VOH NML NMH dalam menggambar posisi transistor yang akan dirancang
1 2,233 2,42 0 5 2,233 2,58 sebelum penggambaran layout. Beberapa warna yang
1,5 2,28 2,48 0 5 2,28 2,52 digunakan dalam menggambar stick diagram, yaitu:
2 - 2,1 2,293 2,556 0 5 2,293 2,444 merah untuk polisilikon, kuning untuk difusi-p, hijau
2,2 - 2,3 2,305 2,561 0 5 2,305 2,439 untuk difusi-n, biru muda untuk metal 1, biru tua untuk
2,4 2,375 2,575 0 5 2,375 2,425 metal 2, serta hitam untuk kontak. Stick diagram RS flip-
2,5 - 2,6 - 2,7 - 2,8 2,33 2,59 0 5 2,33 2,41 flop CMOS ditunjukkan dalam Gambar 12.
2,9 - 3 2,375 2,598 0 5 2,375 2,402
3,5 - 3,7 2,423 2,621 0 5 2,423 2,379
3,75 2,458 2,639 0 5 2,458 2,361

Dari hasil simulasi di dapat nilai parameter VTC yang


mendekati nilai parameter VTC yang optimal digunakan
ratio perbandingan W/L = 2,4. dengan parameter VOH,
VIH, VOL, VIL NMH dan NML seperti ditunjukan dalam
Gambar 11.

Gambar 12. Stick Diagram RS Flip-flop CMOS

G. Layout RS Flip-flop CMOS


Penggambaran tata letak (layout) dilakukan dengan
menggunakan default process Microwind (0.12 m
CMOS Process) dengan = 0.12 m/2 = 0.06 m. Layout
ditunjukan dalam Gambar 13, dengan bentuk gerbang RS
flip-flop CMOS dengan W dan L = 2,4.

Gambar 11. Parameter Simulasi VTC pada W/L = 2,4

Gambar 13. Layout IC RS Flip-flop CMOS

W dan L pada IC RS flip-flop CMOS memberikan


III. KESIMPULAN DAN SARAN beberapa kesimpulan dan saran yang bisa dikembangkan
Perancangan, perhitungan, dan simulasi perbandingan lebih lanjut.

B6-5
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

A. Kesimpulan [8] http://www.datasheetcatalog.com/datasheets_pdf/H/C/F/4/HCF404


3B.shtml, Akses tanggal 10 Mei 2010
Berdasarkan hasil perhitungan, simulasi dan [9] Jacob, R. Baker, 2005, CMOS Circuit, Layout and Simulation, 2nd
penggambaran, perbandingan W dan L pada IC RS flip- Edition, IEEE Press Strories on Microelectronic System, United
flop CMOS dapat disimpulkan sebagai berikut : States of America.
[10] Jaeger, R. C. 1997. Microelectronic Circuit Design. New York:
1. Perubahan terhadap rasio perbadingan W/L lapisan McGraw-Hill, Inc.
difusi dan polisikon dengan mengatur parameter [11] Julius. M.St. 2009. Teknologi Rangkaian Terpadu. Universitas
mobilitas elektron dapat memperbaiki dan Brawijaya Jurusan Teknik Elektro, Malang
[12] Kang, S. M., Leblebici, Yusuf. 1999. CMOS Digital Integrated
mengoptimalkan parameter VTC. Circuit. New York: McGraw-Hill, Inc.
2. Pada analisis VTC mendapatkan parameter yang [13] L. Wanhammar., 1999, DSP Integrated Circuits; Academic Press,
optimal pada ratio perbandingan W/L = 2,4 dengan Library of Conggress Cataloging in Publication : 98-22149; ISBN
hasil simulasi VIL = 2,375V, VIH = 2,575V, VOL = : 0-12-734530-2
[14] Maloberti, Franco., 2001, Analog Desain For CMOS VLSI
0V, VOH = 5V, NML = 2,375V, NMH = 2,425V. Systems, Kluwer Academic Publishers, Texas A & M University,
3. Kecepatan waktu operasi gerbang (propagation U.S.A. and University of Pavia, Italy, Created in the United States
delay) untuk ratio perbandingan W/L = 1 of America.
menghasilkan parameter rata-rata tercepat [15] Malvino, A. P. 1994. Elektronika Komputer Digital, Pengantar
Mikrokomputer. Jakarta: Erlangga.
dibandingkan W/L = 2,4 baik dalam perhitungan
[16] Pucknell, Douglas A.,Eshraghian Kamran. 1994. Basic VLSI
maupun dalam analisis simulasi terhadap efek dari Design, Silicon System Engineering Series, 3th Edition, Prentice
beberapa jenis kapasitor CL. Hall, National Liberary of Australia.
[17] Suprapto. 2000. Teknik Rangkaian Terpadu. Malang: Fakultas
Teknik UNIBRAW.
B. Saran [18] Seoung-Ki Lee, Houk Jang, Musarrat Hasan, Jae Bon Koo,and
Jong-Hyun Ahn, 2010, Mechanically flexible thin film transistors
Hasil dari analisis ini dapat digunakan sebagai salah and logic gates on plastic substrates by use of single-crystal
satu bahan referensi bagi perancangan rangkaian silicon wires from bulk wafers, American Institute of Physics.
terintegrasi lainnya terutama untuk mengoptimalkan [19] SGS-Thomson Microelectronics, 1989, datasheet HCF4043B
[20] Sophie Verdonckt-Vandebroek, 1991, High-Mobility Modulation-
parameter VTC. Doped Graded SiGe-Channel p-MOSFET s, IEEE ELECTRON
DEVICE LETTERS VOL. 12, NO. 8, IEEE Xplore, Eindhoven
C. University of Technology.
[21] P. D. Ye, B. Yang, K. K. Ng, J. Bude, S. Halder and J. C. M.
DAFTAR PUSTAKA Hwang, and G.D.Wilk, 2005, GaN metal-oxide-semiconductor
high-electron-mobility-transistor with atomic layer deposited
[1] Achmad Fadhol, 2003. STUDI TENTANG PENGARUH Al2O3 as gate dielectric, American Institute of Physics.
DOPING TINGGI TERHADAP RESISTANSI BASIS DAN [22] Tibyani, Darmawansyah. 2000. Jurnal Ilmu-Ilmu Teknik: Analisis
BANDGAP NARROWING PADA Si/Si1-xGex /Si HBT. Institut dan Perancangan Integrated Circuit (IC) NAND Berteknologi
Teknologi Adhi Tama Surabaya, Surabaya 60117, Indonesia HCMOS (High Speed Complementary Metal Oxide Silicon). FT.
[2] B. Le Tron, M.D.R. Hashim, P. Ashburn, M. Mouis, A. Chantre, UNIBRAW., Malang.
G. Vincent, 1997,IEEE Transactions on Electron Devices. [23] Tocci, R.J., 1991, Digital System : Principles and Application, fifth
[3] De Massa, Thomas A. Ciccone, Zack. 1996. Digital Integrated edition, Prentice-Hall International Editions, ISBN : 0-13-213240-
Circuits. Canada: John Wiley & Sons. 0
[4] Geiger, Randall L.; Allen, P. E., dan Noel, R. S. 1990. VLSI [24] Tokheim, Roger L. 1996. Prinsip-Prinsip Digital Edisi Kedua.
Design Techniques for Analog and Digital Circuits. New York: Jakarta: Erlangga.
McGraw-Hill, Inc.
[5] http://djuneardy.blogdetik.com/index.php/2009/09/11/apa-itu- Erry Yadie, Samarinda, 19 Maret 1969. Studi jejang sarjana (S1)
cmos-complementary-metal%e2%80%93oxide%e2%80%93 Teknik Elektro Program Studi Elektronika di UNIBRAW Malang lulus
semiconductor/. Akses tanggal 12 Juni 2010 tahun 2002. Magister teknik elektro di UNIBRAW lulus tahun 2011.
[6] http://javenne.files.wordpress.com/2010/01/rangkaian-logika- Bekerja di Politeknik Negeri Samarinda sejak tahun 1990 dan mulai
digital.ppt. Akses tanggal 10 Mei 2010 tahun 2003 sebagai dosen mata kuliah Programmable Logic Control
[7] http://amutiara.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/153/ICFAB. (PLC) sampai dengan sekarang.
ppt. Akses tanggal 1 Nopember 2010

B6-6
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Identifikasi Lokasi Sumber Suara Manusia


Menggunakan Time Difference of Arrival
Muhammad Afridon*, Djoko Purwanto
Bidang Keahlian Program Teknik Elektronika, Program Pascasarjana Teknik Elektro
Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
*
E-mail : afridon10@mhs.ee.its.ac.id

dapat didengar oleh telinga manusia dalam rentang 20


Abstrak Paper ini memaparkan sistem identifikasi Hz 200 Hz. Kecepatan rambat suara bergantung dari
lokasi sumber suara. Lokasi sumber suara sangat penting jenis media perambatannya. Suara merambat lebih
didalam kehidupan sehari-hari maupun di industri seperti lambat jika suhu dan tekanan udara lebih rendah. Cepat
sebagai peringatan bahaya, service robot dan sebagainya.
rambat suara diudara:
Sistem untuk mengetahui lokasi sumber suara dapat


menggunakan metode perbedaan waktu sampai (Time
Difference Of arrival Estimation - TDOA) yang diterima = 331.5 + 0.6 (1)
Dimana adalah temperature ( ). Suara diukur
oleh sepasang mikrofon. Sinyal suara ditangkap
menggunakan dua buah mikrofon. Sinyal suara di korelasi
silang (Cross Corelation), dimana hasil puncak tertinggi berdasarkan seberapa kuat (keras) suara tersebut. Alat
dari cross correlation akan menunjukan nilai TDOA. Pada ukur yang digunakan adalah sound level meter, yang
penelitian ini, sistem mampu mengidentifikasi lokasi secara prinsip adalah membandingkan besarnya tekanan
sumber suara manusia dalam bidang setengah lingkaran
(
suara terhadap tekanan sekitar pada medium. Persamaan
), dengan sudut resolusi terbaik berkisar .
untuk menghitung level tekanan suara :

'
Kata Kunci Cross Correlation, Lokasi Sumber Suara,
TDOA.
! = 20 log & * +,
'
(2)
()

Dimana ! adalah Level tekanan suara (dB), ' adalah


I. PENDAHULUAN

root-mean-square (RMS) tekanan suara (Pa) dan ' ()


Manusia memiliki kemampuan menentukan arah
sumber suara dengan menggunakan dua telinga. Dengan
adalah 20 Pa di udara dan 1 Pa di air.
adanya perbedaan gelombang suara yang sampai ke
telinga, kita dapat menebak dari mana arah sumber
III. CROSS CORELATION DAN ESTIMASI POSISI
suara. Terinspirasi dari sistem pendengaran manusia ini,
banyak peneliti membuat sistem yang dapat menentukan Tujuan menghitung correlation antara dua sinyal
lokasi sumber suara. Sistem pendeteksi lokasi sumber untuk mengukur derajat kemiripan dari sinyal tersebut.
suara dapat ditentukan berdasarkan perbedaan intensitas Identifikasi posisi lokasi sumber suara dapat ditentukan
atau level suara yang diterima oleh mikrofon[1,2] dan dengan mencari TDOA sinyal yang diteima oleh 2
perbedaan waktu sampainya sinyal suara yang diterima mikrofon. Untuk mencari TDOA umumnya digunakan
mikrofon [2,3,4,5]. cross correlation. Cross corelation antara sinyal -. dan
Aplikasi dari sistem pendeteksi lokasi sumber suara -/ dapat dinyatakan sebagai berikut :
antara lain, untuk perawatan prediktif mesin, aplikasi
456
tanda bahaya, aplikasi pada service robot dan
sebagainya. Dalam penelitian John Murray dkk, telah 0./ 1 = 2 -. 3 -/ 3 1 (3)
melakukan suatu permodelan telinga yang dapat 78
mengetahui posisi sumber bunyi dengan menggunakan Dimana -. adalah sinyal yang diterima oleh mikrofon
Cross Correlation dan Neural Network. Pada penelitian i (sebagai sinyal referensi) dan -/ adalah sinyal yang
ini, dengan memanfaatkan dua mikrofon yang dipasang diterima oleh mikrofon j. adalah parameter geser ( =
dengan jarak tertentu bisa mengidentifikasi lokasi 0,1,2,). Sinyal -. tidak digeser (sebagai referensi)
sumber suara manusia yang berada pada bidang dan sinyal -/ digeser dengan satuan waktu, kekanan
setengah lingkaran (0 180 ) dengan menghitung
untuk positif dan kekiri untuk negatif. Jika membalik
peranan -. dan -/ ,maka cross correlation :
TDOA sinyal suara.

II. SUARA 456


Suara adalah suatu gelombang mekanik yang 0/. 1 = 2 -/ 3 -. 3 1 (4)
78
merambat melalui udara, air dan zat. Suara yang yang

B7-1
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Karena 0./ 1 memberikan informasi yang sama IV. METODOLOGI


seperti 0/. 1 , maka persamaan 3 dan 4, dapat Metodologi yang digunakan untuk mengidentifikasi
disimpulkan : lokasi sumber suara pada gambar 2.

0./ 1 = 0/. 1 (5)


Hasil cross corelation antara sinyal -. dan -/ akan
menghasilkan TDOA (Time Difference Of Arrival
TDOA) antara mikrofon i dan mikrofon j. Puncak
tertinggi hasil cross correlation antara sinyal
-. terhadap -/ , menunjukan selisih perbedaan waktu
sinyal yang diterima oleh mikrofon i dan mikrofon j.
Puncak dari hasil cross correlation akan bergeser kekiri,
apabila sinyal -/ mendahului sinyal -. (sebagai sinyal Gambar 2. Diagram blok sistem
referensi) dan akan bergeser kekanan apabila sinyal -.
mendahuli sinyal -/ . Pergeseran hasil puncak cross Sinyal suara ditangkap menggunakan dua buah
correlation dipengaruhi oleh sinyal referensi (mikrofon mikrofon yang dipasang dengan jarak tertentu. Gambar
yang berfungsi menangkap sinyal referensi) dan arah 3 menunjukan alat untuk mendeteksi suara. Untuk
lokasi sumber suara. Penentuan arah lokasi sumber mengetahui tingkat kemiripan antara sinyal -. dan
suara dapat dilihat pada gambar 1, hasil puncak cross sinyal -/ dilokasi sudut yang berbeda, posisi sudut
correlation akan berada sebelah kanan saat sinyal sumber suara diubah-ubah pada posisi setengah
referensi yang digunakan sinyal yang ditangkap oleh lingkaran ( 0 180 ) dengan jarak 1.5 meter
mikrofon j (sesuai dengan gambar 1). Untuk mengetahui ditunjukan pada gambar 4. Setelah sinyal ditangkap oleh
posisi sudut datang arah sumber suara dapat dihitung mikrofon dengan sudut lokasi sumber suara yang
dengan persamaan : berbeda-beda, sinyal suara harus dirubah menjadi sinyal
digital -@3A . Setelah sinyal suara dirubah menjadi
<. =1./
9 :=; >
sinyal digital, sinyal tersebut harus di normalisasi
(6)
terhadap nilai mutlak maksimum amplitudo. Sinyal
Maka sudut lokasi sumber suara : digital yang telah normalisasi mempunyai besar
maksimum 1 dan nilai minimum -1. Adapun persamaan
<. =1./ normalisasi sinyal adalah sebagai berikut :
: = <9 56
; > (7)
-B3C
-7 B3C =
D |-B3C|
Dimana adalah sudut lokasi sumber suara, c adalah (8)
kecepatan suara diudara yang didapat dari persamaan 1,
s adalah jarak antara 2 buah mikrofon dan 1./ adalah dimana n= 1,2,3,N
selisih perbedaan waktu yang diterima oleh
masing-masing mikrofon.Nilai 1./ diperoleh dari hasil
puncak tertinggi cross correlation.

Gambar 1. Geometri posisi sumber suara


Gambar 3. Alat pendetsi lokasi sumber suara

B7-2
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

(a)

Gambar 4. Posisi lokasi sumber suara

Setelah sinyal -. dan sinyal -. normalisasi, sinyal


(b)
tersebut di cross correlation. Hasil puncak cross
correlation menunjukan TDOA sinyal -. terhadap -/ .
Sedangkan untuk mengidentifikasi posisi sudut dari
lokasi sumber suara suara menggunakan persamaan 6
dengan memasukan nilai TDOA yang telah didapatkan
dari cross correlation.

V. HASIL PENGUJIAN
Pengujian sistem dilakukan dengan memberikan (c)
Gambar 5. Hasil pengujian pada sudut 90 . (a) sinyal XG .(b) Sinyal XG
suara manusia ( kata halo) pada sudut-sudut yang ternomalisasi. (c) Siyal XI .(d) sinyal XI ternomalisasi.(e) korelasi
telah ditentukan dengan jarak 1.5 meter dengan silang XG dan XI .
frekuensi sampling 2500 Hz. Hasil sinyal suara sebelum
dan sesudah ternomalisasi dapat dilihat pada gambar 5. Puncak hasil cross corelation akan berada pada titik 0
Hasil normalisasi sinyal suara sesuai dengan rumus, saat sumber suara berada pada sudut 90 . Puncak hasil
amplitudo sinyal suara yang sudah dinormalisasi berada cross correlation ini akan bergeser kekanan saat sumber
pada nilai maksimum +1 dan nilai minimum -1. suara dekat dari mikrofon yang berfungsi sebagai sinyal
Perbedaan nilai amplitudo antara sampel satu dengan referensi, seperti hasil gambar 7 dibawah ini. Puncak
yang lain tidak sama, dikarenakan sensitifitas mikrofon hasil cross correlation akan bergeser kikiri saat sumber
tidak sama dan keras suara tiap orang berbeda. Oleh suara berada jauh dari sinyal referensi. Hasil pengujian
karena itu dilakukan normalisasisuara sebelum di cross secara keseluruhan dapat dilihat pada tabel 1.
correlation.
Hasil cross correlation antara sinyal -. terhadap
-/ dapat dilihat pada gambar 6. Dimana sinyal -. yang
ditangkap oleh mikrofon i sebagi sinyal referensi.

(a)

(a)

(b)

(b)
Gambar 5. Hasil sinyal suara (a) sinyal XG .(b) Sinyal XG ternomalisasi.

(c)
Gambar 5. Hasil pengujian pada sudut 22.5 . (a) sinyal XG .(b) Sinyal
XG ternomalisasi. (c) Siyal XI .(d) sinyal XI ternomalisasi.(e) korelasi
silangXG dan XI

B7-3
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

TABEL 1. PENGUJIAN IDENTIFIKASI POSISI SUMBER SUARA . antara sinyal yang diterima oleh dua mikrofon tersebut,
Posisi sumber suara Puncak hasil cross correlation akan bergeser kekanan
Sudut Aktual Sudut Perhitungan Error (%)
(Derajat) (Derajat)
(positif) saat sumber suara dekat dengan mikrofon yang
0.0 0.0 0.0 berfungsi menangkap sinyal referensi. Tingkat
22.5 28.71 27.6 sensitifitas antara mikrofon kiri dan kanan harus sama,
45.0 51.21 13.8 supaya tingkat kesalahannya kecil.
67.5 67.92 0.62
90.0 90.0 0.0
112.5 112.08 0.37
135.0 128.79 4.6 UCAPAN TERIMA KASIH
157.5 151.28 3.92 Penulis mengucapkan terimakasih kepada Direktorat
180.0 180.0 0.0
Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI) atas pemberian
beasiswa BPPS.
Hasil pengujian identifikasi lokasi sumber suara
menggunakan TDOA antara sinyal yang diterima
DAFTAR PUSTAKA
mikrofon i dan mikrofon j, dapat dilihat pada Tabel 1.
[1] Yang Geng, and Jongdae Jung, Donggug Seol, Sound Source
Pada tabel 1 dapat dilihat bahwa tingkat persentase
kesalahan saat sudut aktual ( 22.5 dan 45 ) dengan
Localization System Based on Neural Network for Mobile
Robots, In Proceeding IEEE International Joint Conference on
sudut perhitungan masih cukup besar, hal ini Neural Network,2008.
dikarenakan tingkat sensitifitas dari mikrofon kiri dan [2] Ali Pourmohammad, Sayed Mohammad Ahadi, TDE ILD
Based 2D Half Plane Real Time High Accurasi Sound Source
mikrofon kanan tidak sama. Faktor lain yang Localization Using Only Two Microphone and Source
mempengaruhui besarnya persentase kesalahan karena Counting,In Proceedings IEEE International Conference on
adanya gangguan (noise). Metode identifikasi lokasi Electronics andIinformation Engineering, 2010
[3] John C Murray, Harry R. Erwin, Stefean Wermter, Robotic
sumber suara menggunakan TDOA memberikan hasil sound source localization architecture using cross correlation
yang cukup baik. and recurrent neural network,Elsevier,2009.
[4] Jean Marc Valin, Francois Michaud, Jean Rouat, Dominic
Letourneau, Robust Sound Source Localization Using a
VI. KESIMPULAN Microphone Array on a Mobile Robot, In Proceeding IEEE
Dari pengujian yang telah dilakukan, sistem mampu Conference on intelligent Robots and System,2003.
[5] Kenji Kodera, Akitoshi Itai, Hiroshi Yasukawa, Sound
mengidentifikasi lokasi sumber suara manusia yang Localization of Approaching Vehicle Using Uniform
berada bidang setengah lingkaran menggunakan TDOA Microphone Array, In Proceeding IEEE Intelligent
sinyal yang diterima oleh sepasang mikrofon. TDOA Transportation System Conference,2007.
dapat dilihat dari pergeseran puncak cross correlation

B7-4
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Desain Wireless Functional Electrical Stimulator


Menggunakan X-Bee Pro
Bambang Supeno*, Rachmad Setiawan, Achmad Arifin
Bidang Keahlian Teknik Elektronika, Program Pascasarjana Teknik Elektro
Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
* bambang.supeno10@mhs.ee.its.ac.id

menghasilkan gerakan yang baik hanya dalam kondisi


Abstrak- Secara garis besar semua jenis gerakan itu musculo-skeletal system yang dikontrol tidak
dapat dikelompokkan menjadi dua bagian besar, yaitu mengalami gangguan. Gerakan organ tubuh manusia
gerakan tubuh bagian atas (upper limb) dan bawah (lower yang diaktifkan oleh FES membutuhkan suatu metode
limb). Semua jenis gerakan, termasuk berjalan, pengendalian yang handal sehingga dapat menghasilkan
merupakan hasil dari sebuah proses rumit yang gerakan yang diinginkan. Akan tetapi mengendalikan
melibatkan otak, sumsum tulang belakang, saraf perifer,
gerakan organ tubuh manusia yang diaktifkan oleh FES
otot, tulang dan sendi. Paralyzed lower limbs adalah suatu
kondisi klinis pada pasien yang berupa kelumpuhan adalah sulit dan sangat kompleks dikarenakan
anggota tubuh bagian bawah. FES (Functional Electrical nonlinearitas dari respon neuro-muscular system, variasi
Stimulator) adalah merupakan salah satu divais yang dari respon musculo- skeletal system terhadap stimulasi
dipergunakan sebagai metode terapi restorasi gerakan listrik, time delay yang panjang, dan gejala kelelahan
pasien dengan paralyzed lower limbs untuk mengaktifkan (muscle fatigue). Oleh karena itu, untuk mengatasi
jaringan motoriknya, sehingga pasien dapat berjalan. kesulitan- kesulitan dalam pengendali FES maka
Harapan utama dari penelitian ini adalah adanya disain digunakan closed-loop control untuk menghasilkan
sistem FES dengan komunikasi data tanpa kabel. Dengan gerakan yang akurat.
Wireless FES yang menggunakan X-Bee Pro, diharapkan
Pengembangan FES system dalam penelitian ini
dapat semakin memudahkan dan mempercepat proses
restorasi kelumpuhan pasien bagian bawah. dalam rangka menjawab permasalahan kurangnya
sarana rehabilitasi motorik dan merupakan tindak lanjut
Kata Kunci Saraf perifer, paralyzed lower limbs, dalam memasyrakatkan FES ke level klinis dengan cara
Functional Electrical Stimulator, restorasi. menggunakan closed-loop control. Sistem typical
closed-loop FES terdiri dari kontroler, stimulator dan
I. PENDAHULUAN sistem sensor, seperti pada Gambar 1. Sistem yang akan
dikembangkan dalam penelitian ini meliputi beberapa
F unctional electrical stimulator (FES) telah banyak
diteliti untuk digunakan dalam merestorasi
kemampuan motorik pada pasien yang mengalami
subsistem yang digambarkan dalam Gambar 2.

target + error Musculo-skeletal


kerusakan pada susunan syaraf pusat yang diakibatkan Controller Stimulator
System

oleh spinal cord injury (SCI) maupun stroke. Penelitian
mengenai FES pada level klinis mencakup restorasi
Sensor
kemampuan gerak dari alat-alat gerak manusia bagian
atas (upper limb) maupun bawah (lower limb) dalam
kehidupan sehari-hari, seperti menggenggam (grasping) Gambar 1. Diagram sebuah closed-loop FES system
[1], [2], berdiri (standing) dan berjalan (gait) [2], [3]. Di
Indonesia, banyak penderita kelumpuhan yang Closed-loop
mengalami kehilangan kemampuan berjalan yang FES System

diakibatkan oleh gangguan sistem syaraf motorik akibat


spinal cord injury atau kerusakan pada otak (brain
Stimulator &
Control Method Sensor System
damage). Oleh karena itu FES sangat potensial untuk Controller

dikembangkan di Indonesia sebagai salah satu metode


rehabiltasi sistem motorik. Gambar 2. Sistem yang akan dikembangkan
Aplikasi FES untuk restorasi kemampuan berjalan
pada level klinis pada umumnya menggunakan sistem Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini
yang ditrigger secara manual dengan menerapkan adalah perancangan dan implementasi subsistem
kendali open-loop. Sistem ini banyak diapakai karena pendukung dari closed-loop FES system yang meliputi:
sederhana dan mudah diaplikasikan. Pada dasarnya, - Perancangan dan implementasi metode kendali FES.
sebuah open-loop FES tidak memanfaatkan muscle - Perancangan dan implementasi portable sensor
model untuk memprediksi pola dari intensitas stimulasi system dengan menggunakan fusi sensor-sensor
listrik. FES sistem dengan kendali open-loop dapat

B8-1
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31
31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

mekanik dengan ukuran miniatur, yakni gyroscope Aturan burst duration stimulasi TB[n] pada cycle saat
dan accelerometer. ini yang dihasilkan:
- Perancangan dan implementasi portable electrical
stimulator dan rangkaian pengendali
p berbasis TB[N] = TB[N-1]
- + TB[N]
mikrokontroler ATMega8. Dimana TB[n-1]
1] adalah besar burst duration pada cycle
sebelumnya, TB[n] adalah nilai yang dihasilkan oleh
II. TINJAUAN PUSTAKA kontroler.
Hilangnya sinyal perintah motorik darida otak menuju
otot pada pasien lumpuh dapat diatasi dengan
menggantikan sinyal perintah tersebut dengan sinyal
stimulasi elektrik buatan (artificialartificial electrical
stimulation)) yang diaplikasikan pada susunan syaraf tepi
(peripheral nervous system)) atau otot. Stimulasi elektrik
buatan ini bekerja dengan cara yang sama dengan sinyal
perintah motorik dari otak, menghasilkan kontraksi otot
untuk menghasilkan gaya otot yang dibutuhkan untuk
gerakan. Metoda ini disebut dengan functional electrical Gambar 3. Diagram konseptual control cycle-to-cycle [24]
stimulation, selanjutnya
njutnya disebut FES, dengan tujuan Pencarian metode kendali untuk FES gait yang
untuk menghasilkan kontraksi muskular dan efektif melibatkan dua metoda kendali yakni
mengembalikan fungsional gerakan [1]. Secara klinis trajectory-based control dan cycle-to-cycle control.
FES digunakan sebagai ortosis yang menghasilkan efek Trajectory-based control,, walau dapat dibuktikan stabil
terapi terhadap kelumpuhan yang diderita pasien. FES oleh Kubo dkk [15], namun itu terbatas untuk
dapat menghasilkan indirect
direct control terhadap kontraksi pengendalian single-joint (knee
knee joint control).
control Pada
otot dan gerakan, dan berkontribusi untuk normalisasi pengujian dengan two-joint
joint movements (knee and ankle
sistem neural yang mengalami kerusakan [2]. joints),
), tidak bisa mengkompensasi pengaruh gerakan
Kontribusi FES dalam normalisasi sistem neural satu joint terhadap joint yang lain. Hasil pengujian pada
tersebut disebabkan motorik respon yang terprogram penelitian Hatwell dkk [16] menunjukkan bahwa
dan berulang terhadap sinyal al stimulasi elektrik yang feasibility dari trajectory-based
based control masih belum
diterapkan secara terprogram dan berulang dalam jelas, dalam beberapa kasus mengalami osilasi,
jangka yang panjang. Riset klinis dasar mengenai walaupun metode ini diwujudkan dengan adaptive
restorasi gerakan dengan FES melibatkan beberapa tipe controller.
gerakan fungsional dalam kehidupan sehari-hari,
sehari seperti Boost Converter atau step up converter adalah dc
menggenggam (grasping)[3],[4],
)[3],[4], berdiri dan berjalan to dc converter yang berfungsi menaikkan level
(standing and gait) [1], [4]. tegangann dc menjadi level tegangan dc yang lebih
Gerakan manusia yang diimbas oleh FES tinggi. Prinsip kerja dari rangkaian ini adalah, ketika
membutuhkan metoda kendali yang cocok sehingga saklar S tertutup, sebagaimana terlihat pada Gambar 4,
dapat merestorasi kemampuan gerak seperti yang arus akan mengalir melewati induktor L dan energi akan
diinginkan. Akan tetapi mengendalikan
gendalikan gerakan anggota tersimpan di induktor L. Pada saat saklar S terbuka,
terb arus
badan dengan FES adalah tugas yang sulit dan akan mengalir melewati diode D menuju kapasitor C
kompleks, dikarenakan oleh nonlinearitas dari sistem sehingga kapasitor tersisi sebesar Vs. Induktor L
neuro-musculo-skeletal [5]-[7],
[7], varibalitas respon otot berfungsi sebagai pompa yang menerima energi pada
[8], waktu jeda dan kelelahan otot [6],[9]. Oleh karena saat saklar S tertutup dan mengalirkan energi ke
faktor inter-subject variability,, maka parameter
paramet FES kapasitor C ketika saklar S terbuka. Ketika saklarsak S
yang tepat untuk seorang pasien hanya cocok untuk kembali tertutup maka akan terjadi penyimpanan energi
dirinya sendiri dan dapat diperoleh melalui identifikasi pada induktor L dan energi ini akan dialirkan ke
melalui langkah eksperimen. Penelitian mengenai kapasitor C saat saklar S terbuka, sehingga tegangan
aplikasi metoda kendali FES untuk restorasi gerakan kapasitor menjadi 2 Vs. Kenaikan tegangan pada
meliputi metoda kendali open-loop loop control [1], [4], kapasitor C akan terus bertambah dengan pemberian
pemberi
[10]-[14], dan closed-loop control [15]-[19]. Walaupun energi yang dialirkan dari induktor.
closed-loop control telah dan sedang diteliti, namun
aplikasi FES pada level klinis pada umumnya
menggunakan sistem sederhana dan dikendalikan
open-loop control. Hal ini dikarenakan closed-loop FES
system yang sedang diteliti masih belum memenuhi
keseluruhan kriteria kehandalan dan integrasi dalam Gambar 4. Rangkaian dasar boost
b converter
aplikasi klinis. Sistem dengan open-loop
open control banyak
dipakai karena sederhana dan mudah diaplikasikan. III. PERANCANGAN ALAT WIRELESS-FES
Secara konseptual, diagram control cycle-to-cycle Berikut adalah diagram blok dari sistem Wireless
diperlihatkan pada Gambar
ambar 3. Dengan FES gait pattern FES, terlihat pada Gambar 5, yang terbagi dalam dua
yang sudah ada dan dikontrol dengan metode bagian utama. Bagian pertama adalah yang terhubung
cycle-to-cycle tersebut, diharapkan penderita paralyzed dengan PC (personal
personal computer),
computer sedangkan bagian ke
dapat bergerak sesuai dengan gerakan individu normal. dua terhubung ke kaki pasien dengan lower limb

B8-2
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

paralyzed. Kontrol utama atau start awal terletak pada


PC, sehingga selama tombol start belum diaktifkan,
walau sistem FES sudah standby, tidak terjadi proses
pengiriman dan penerimaan data.
Proses penerimaan dan pengiriman data terjadi
dengan menggunakan protokol untuk setiap
mikrokontroler yang menangani pengambilan data
sensor dan pengiriman perintah ke mikrokontroler yang
menangani kontrol FES. Adapun protokol yang Gambar 5. Diagram Blok Sistem Wireless FES
digunakan adalah sebagai berikut:
Pada saat komputer mengirimkan data serial dengan
huruf a, maka mikrokontroler slave akan mengambil
data dari gyro untuk sumbu x dan mengirimkannya ke
komputer dengan data biner.
Pada saat komputer mengirimkan data serial dengan
huruf b, maka mikrokontroler slave akan mengambil
data dari gyro untuk sumbu y dan mengirimkannya ke
Gambar 6. Interface RS232 dan Tx-Rx X-Bee Pro (master)
komputer dengan data biner.
Pada saat komputer mengirimkan data serial dengan
huruf c, maka mikrokontroler slave akan mengambil
data dari accelerometer untuk sumbu x dan
mengirimkannya ke komputer dengan data biner.
Pada saat komputer mengirimkan data serial dengan
huruf d, maka mikrokontroler slave akan mengambil
data dari accelerometer untuk sumbu y dan
mengirimkannya ke komputer dengan data biner.
Pada saat komputer mengirimkan data serial dengan
huruf e dan diikuti oleh data, maka komputer
Gambar 7. Rangkaian Rx-Tx X-Bee Pro (slave)
memerintahkan mikrokontroler slave yang menangani
lebar pulsa FES untuk mengeluarkan pulsa-pulsa FES
dengan lebar seperti yang diperintahkan komputer.
Pada saat komputer mengirimkan data serial dengan
huruf f dan diikuti oleh data, maka komputer
memerintahkan mikrokontroler slave yang menangani
amplitudo FES untuk mengeluarkan tegangan FES
sesuai dengan yang diperintahkan komputer.

IV. HASIL DISAIN DAN PENGUJIAN ALAT


Selanjutnya, berdasarkan diagram blok disain pada Gambar 8. Foto Rangkaian Interface RS232 dan Tx-Rx X-Bee Pro
Gambar 5, dibuat rangkaian wireless FES dengan (master)
menggunakan komponen utama IC X-Bee Pro sebagai
tranciever data. Bagian pertama adalah mewujudkan
rangkaian interface yang akan menghubungkan PC
dengan bagian transceiver X-Bee Pro, sebagaimana
terlihat pada Gambar 6 dan 7. IC TC232CPE merupakan
perangkat yang memiliki dual transceiver RS-232, yang
sesuai dengan pedoman EIA/TIA RS232E serta ideal
untuk semua jenis link komunikasi yang menggunakan
RS232. Perangkat ini beroperasi dengan catu daya 5V Gambar 9. Rangkaian ADC0820 dan MUX4051
dan berisi dua konverter tegangan yang menghasilkan
pasokan listrik 10V. TC232CPE ini memiliki empat
tingkat translator/konverter. Dua diantaranya adalah
pemancar RS-232 yang mengkonversi tingkat masukan
TTL/CMOS ke tingkat keluaran RS-232. Dua konverter
lainnya adalah penerima RS-232 yang mengkonversi
masukan RS-232 untuk tingkat keluaran 5V pada
TTL/CMOS. Penerima memiliki ambang batas nominal
1.3V, histeresis tipikal 0.5V, dan dapat beroperasi Gambar 10. Foto Rangkaian Rx-Tx X-Bee Pro (slave) dan
ADC0820/MUX4051
dengan range tegangan input sampai 30V. Foto dari
alat Interface to RS 232 diperlihatkan pada Gambar 8.

B8-3
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31
31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

TABEL 1. LOGIKA SEKUENSIAL PADA


A MULTIPLEKSER 4051 pada Gambar 11 dan pembangkit amplitudo FES pada
Gambar 12 di bawah ini. Foto dari alat FES
diperilhatkan pada Gambar 13.

RF Module merupakan sebuah wireless embedded


modul yang dapat dengan mudah di-interface-kan
di
dengan berbagai macam mikrokontroler. Radio Ra
frequency tranciever ini merupakan sebuah modul yang Gambar 11. Rangkaian Pembangkit Pulsa FES
terdiri dari RF receiver dan RF transmitter dengan
sistem interface serial UART asynchronous.
asynchronous Langkah
pertama yang harus dilakukan dalam menggunakan RF
Module agar dapat melakukan komunikasi point to point
adalah melakukan setting konfigurasi alamat (address).
(
Proses konfigurasi ini dapat dilakukan melalui
mela software
X-CTU
CTU yang merupakan software aplikasi khusus untuk
RF Module.. Cara lain untuk melakukan setting dapat
dilakukan melalui hyperterminal.
hyperterminal Untuk melakukan Gambar 12. Rangkaian Pembangkit Amplitudo FES
setting konfigurasi address melalui hyperterminal ada
dua metode. Metode pertama disebut one line
percommand dan metode kedua disebut multiple
command on one line.
ADC0820 mempunyai data 8-bit, berkecepatan
tinggi dan catu daya tunggal. Adapun
Adapu fitur & spesifikasi
teknis ADC0820 adalah sebagai berikut. Tegangan kerja
(VCC) = Tegangan referensi (Vref) = +5VDC. Fungsi
track-and-hold yang terintegrasi. Tidak memerlukan Gambar 13. Foto rangkaian pembangkit
pemba pulsa
clock eksternal. Memiliki tiga operasi: RD (Read) dan amplitudo FES
Mode,WR-RD (Write-Read) Mode, Mode WR-RD Stand Keluaran pin 11 dari mikrokontroler langsung
Alone Operation. Waktu aktu Konversi 2,5 ms pada Read dipisah menjadi 2 jalur, salah satunya disalurkan melalui
Mode dan 1,5 ms pada Write-Read Read Mode dan WR-RD sebuah transistor penguat npn tipe BD139 (Q4).
Stand Alone Operation. Range
ange input 0 VDC hingga +5 V Sedangkan yang lain, lebih dahulu dibalik oleh inverter
(dengan VCC = +5 VDC). Selisih
elisih hasil pengukuran dan CMOS 4069 (U4A) sebelum akhirnya dilewatkan ke
penghitungan maksimum 1 LSB (sekitar 20 mV m dengan penguat npn BD139 juga (Q3). Bedanya, pada bagian
menggunakan VCC = +5 VDC). Tidak T membutuhkan kedua ini keluaran kolektor Q3 dibalik lagi
pengaturan zero atau full-scalescale adjust. Antarmuka menggunakan penguat pnp dari 2SA1265 (P2).
paralel dengan level tegangan CMOS atau TTL. Akibatnya, bagian ini dikombinasikan dengan Q4 dan
Multiplekser analog 4051 adalah suatu sistem P2, sehingga mengasilkan pulsa keluaran yang lebih
penyaluran data (analog) dari sejumlah n kanal ke satu besar, dan difungsikan sebagai sebuah boost converter.
kanal keluaran.
eluaran. Pemilihan salah satu kanal untuk Sebagai alat pendeteksi gerakan lower limb,
dihubungkan ke saluran ditentukan oleh kode biner yang dipergunakan sensor gyro-accelerometer
accelerometer ADXL335,
ADXL335
spesifik,, yang ditunjukkan pada Tabel 1.1 Misalnya, saat diperlihatkan pada Gambar 14. 14 Sensor ini mempunyai
kode biner menunjukkan atau mempunyai kombinasi bentuk kecil 4 mm x 4 mm x 1.45 mm, tipis, konsumsi
001 maka berarti sinyal yang dihubungkan ke saluran daya rendah, 3 aksis dengan output yang sudah melewati
keluaran
uaran adalah sinyal informasi yang kedua yaitu pengkondisi sinyal. Sensor ini mengukur akselerasi
dalam pencacah biner 3 bit. Dalam hal ini pin 14 dengan range full scale minimum 3g. Sensor ini juga
(GYRO Y). Bagian multiplekser ini menerima beberapa dapat mengukur akselerasi statis dari gravitasi dalam
masukan, yaitu pin 13 dan 14 menerima masukan dari aplikasi tilt sensing sama baiknya dalam pengukuran
gyrometer (GYRO X dan Y) sedangkan pin 12 dan 15 akselerasi dinamis dari motion, shock atau vibration.
menerima masukan dari accelerator (ACC X dan Y). Foto rangkaian sensor diperlhatkan pada Gambar 15.
Baik gyro mau acc, keduanya tertempel pada bagian otot
kaki pasien. Rangkaian ADC0820 dan MUX4051
diperlihatkan pada Gambar 9, dan foto alat diperlihatkan
pada Gambar 10.
Berikutnya adalah rangkaian pembangkit
stimulator/FES. Bagian ini adalah merupakan rangkaian
inti dari Functional Electrical Stimulator (FES), yang
mampu menghasilkan sinyal keluaran dalam bentuk Gambar 14.. Sensor Gyro-Accelerometer
Gyro dan
pulsa. Sebagai pulse generator,, digunakan sebuah diagram blok fungsional
fungsiona ADXL335
mikrokontroler 892051, khususnya pada pin 11 (P3.7).
Skema rangkaian pembangkit pulsa FES ditunjukkan

B8-4
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Sebelum Wireless-FES diaplikasikan secara mentransfer data dengan baik. Yaitu, dari PC (master)
eksperimen kepada pasien, maka terlebih dahulu menuju pasien (slave) dan sebaliknya.
perangkat tersebut harus diuji-coba. Tahap awal adalah
dilakukan beberapa pengukuran rangkaian. Hasil REFERENCES
Pengukuran FES dengan menggunakan osiloskop [1] A Kralj and T Bajd, Functional Electrical Stimulation: Standing
digital TDS 2014 ditunjukkan pada Gambar 16. and Walking after Spinal Cord Injury, CRC Press, Boca Raton,
1989.
[2] L. Vodovnik, T. Bajd, A. Kralj, F. Gracanin, P. Strojnik,
Functional Electrical Stimulation for Control of Locomotor
System, CRC Critical Review in Biengineering, pp. 63-131,
1981.
[3] N. Hoshimiya, A. Naito, M. Yajima, and Y. Handa, A
Multichannel FES System for the Restoration of Motor Function
in High Spinal Cord Injury Patients, IEEE Trans. Biomed. Eng.,
vol. 36, pp. 754-760, 1989.
[4] A. Arifin, T. Watanabe, and N. Hoshimiya, ''Design of Fuzzy
Controller of the Cycle-to-Cycle Control for Multi-joint
Movements of Swing Phase of Hemiplegic Gait Induced by
FES,'' IEICE Trans. Information and Systems, Vol. E89-D, No.
Gambar 15. Foto rangkaian sensor Gyro-Accelerometer ADXL335 4, pp.1525-1533.
bagian pertama dan kedua [5] P.E. Cargo, P. H. Peckam, and G. B. Thrope, Modulation of
Muscle Force by Rectruitment During Intrmuscular
Stimulation, IEEE Trans. Biomed. Eng., vol. BME-27, pp.
679-1980.
[6] M. Levy, J. Mizrahi, and Z. Susak, Recruitment, Force, and
Fatigue Characteristics of Quadriceps Muscles of Paraplegics
Isometrically Activated by Surface Functional Electrical
Stimulation, J. Biomed. Eng.., vol. 12, pp. 150-156, 1990.
[7] M. Ferrarin, A. Pedotti, The Relationship between Electrical
Stimulus and Joint Torque: A Dynamic Model, IEEE Trans.
Rehabl. Eng., vol. 8, pp. 342-352, 2000.
[8] A. Trnkoczy, Varibiality of Electrically Evoked Muscle
Contraction with Special Regard to Closed-loop Control
Orthosis, Ann. Biomed. Eng., vol. 2, pp. 226-238, 1974.
[9] B.J. Bigland-Ritchie, F. Fulbrush, and J. J. Woods, Fatigue of
Gambar 16. Output dari FES menggunakan osiloskop Intermittent Sub-maximal Voluntary Controctions: Central and
Peripheral Factors, J. App. Physiol., vol. 61, pp. 421-429, 1986.
90 [10] D. R. Mc Neal, R. J. Nakai, P. Meadow, and W. Tu, Open-loop
80

70
Control of Freely-swinging Paralyzed Leg, IEEE Trans.
60 Biomed. Eng., vol. 36, pp. 895-905, 1989.
50

40
S umbu X [11] H. J. Chizeck, R. Kobetic, E. B. Morales, J. J. Abbas, I. H.
S umbu Y

30
Donner, and E. Simon, Control of Functional Neuromuscular
20
Stimulation System for Standing and Locomotion in
10

0
Paraplegics, Proc. IEEE, vol. 76, pp. 1155-1165, 1988.
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 S udut ( )
[12] G. T. Yamaguchi, and T. Zajack, Restoring Unassisted Natural
Grafik 1. Sudut accelerometer terhadap sumbu X dan Y Gait to Paraplegia via Functional Neuromuscular Stimualtion: A
untuk perubahan tiap 10 derajat. Computer Simulation Study, IEEE Trans. Biomed. Eng., vol.
37, pp. 886-902, 1990.
[13] J. M. Hausdroff and W. K. Durfee, Open-loop Position Control
90

80

70
of the Knee Joint Using Electrical Stimulation of the Quadriceps
60

50
and Hamstrings, Med. & Biol. Eng. & Computing., vol. 29, pp.
269-280, 1991.
S umbu X
40 S umbu Y

30

20
[14] R. Kobetic and E. B. Marsolais, Synthesis of Paraplegic Gait
10 with Multichannel Functional Neuromuscular Stimulation,
0
0 20 40 60 80 100 1 20 140 160 18 0 200 S udut ( ) IEEE Trans. Rehabl. Eng., vol. 2, pp. 66-78, 1994.
Grafik 2. Sudut accelerometer terhadap sumbu X dan Y [15] K. Kubo, K. Fujita, N. Itakhura, Y. Iguchi, and H. Minatami,
untuk perubahan tiap 5 derajat. Simultaneous Closed-loop Control of Knee and Ankle Joints
Using Functional Electrical Stimulation, IEICE Trans. Inf. &.
Syst., vol. J71D, pp. 2197-2204, 1998 (in Japanese).
V. KESIMPULAN [16] M. S. Hatwell, B. J. Oderkerk, C. A. Sacher, and G. F. Inbar,
Dari hasil pengukuran pada stimulator dengan The Development of a Model Target Adaptive Controller to
Control Knee Joint of Paraplegic, IEEE Trans. Automatic
menggunakan osiloskop digital, terlihat bahwa keluaran Control, vol. 36, pp. 683-691, 1991.
FES berupa pulsa, yang lebar dan level pulsanya dapat [17] J. J. Abbas and H. J. Chizeck, Neural Network Control of
diatur dengan menggunakan PC. Kemudian pengukuran Functional Neuromuscular Stimulation System: Computer
Simulation Studies, IEEE Trans. Biomed. Eng., vol. 42, pp.
juga dilakukan pada bagian sensor ADXL335, yang 1117-1127, 1995.
dilakukan dalam dua macam perubahan sudut. Pada [18] G. W. Chang, J. Luh, G. Liao, J. Lai, C. Cheng, B. Kuo, and T.
Grafik 1, diperlihatkan adanya pengukuran denan Kuo, A Neuro-Control System for the Knee Joint Position
Control with Quadriceps Stimulation, IEEE Trans. Rehabl.
perubahan tiap 10, dan pada Grafik 2, diperlihatkan
Eng. Vol. 5, pp. 2-10, 1997.
adanya pengukuran denan perubahan tiap 5. Akhirnya, [19] Y. Chen, S. Chen, W. Chen, C. Hsiao, T. Kuo, and J. Lai,
diperoleh adanya perubahan sudut yang lebih maksimal Neural Network and Fuzzy Control in FES-assisted
Locomotion for the Hemiplegic, J. Med. Eng. & Tech., vol. 28,
pada perubahan sudut setiap 5. Dari dua hasil
pp. 32-38, 2004.
pengukuran tersebut, terbukti pula bahwa perangkat [20] J. Xu, T. H. Lee, H. W. Zhang, Analysis and Comparison of
tranciever X-Bee Pro dapat berfungsi dan berhasil Iterative Learning Control Schemes, Eng. App. AI., vol. 17, pp.

B8-5
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

675686, 2004. Measurements during Gait with Wearable Sensor System for
[21] H Dou, K. K. Tan, T. H. Lee, and, Z. Zhou, Iterative learning Rehabilitation, Proc. World Congress on Medical Physics and
feedback control of human limbs via functional electrical Biomedical Engineering 2009, Munich, Germany, pp. 506-509,
stimulation, Control Engineering Practice, vol. 7, pp. 315-325, 2009.
1999. [24] Arifin, Ahmad, Watanabe, Takashi, Matsuko, Application of
[22] A. Arifin, H. Saito, T. Watanabe, An Error Reduction Method Knowledge Engineering and Fuzzy System in Realizing
of Portable, Low-Cost Joint Angle Sensor System for Human Cycle-to-Cycle Control Method for Swing Phase of FES-Induced
Movement Measurement and Control, IEICE Technical Report, Gait, 3rd International Symposium on Medical, Bio and
MBE2008-69, pp.31-34, 2008. Nano-Electronics, Japan, 2008.
[23] H. Saito, T. Watanabe, A. Arifin, Ankle and Knee Joint Angle

B8-6
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Instrumentasi dan Pendeteksian Sinyal EMG


Dinamik selama Elbow Joint Bergerak
P. Susetyo Wardana*, Achmad Arifin
Bidang Keahlian Teknik Elektronika, Program Pascasarjana Teknik Elektro
Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
*Email : paulus10@mhs.ee.its.ac.id

Abstrak Sinyal Electromyograph adalah salah satu rata mencapai 85% untuk off-line test dan 71 % untuk
sinyal penting yang menunjukan aktifitas otot manusia, on-line test.
sedangkan untuk merekam data sinyal EMG yang Karlik [3] mengklasifikasikan sinyal EMG untuk
mempunyai karakteristik amplitude cukup kecil (0 10 kontol perangkat prosthetic multifunction menggunakan
mV) dan frekuensi pada range 20 500 Hz diperlukan 3 layer Back Propagation Neural Network (BPNN).
rangkaian pendukung seperti penguat differential, filter
Input BPNN adalah hasil dari segmentasi sinyal EMG
low pass, high pass dan notch filter. Sinyal EMG yang
dihasilkan oleh sebuah instrumentasi EMG memerlukan menggunakan Auto Regressive (AR) yaitu
beberapa analisa yang membuktikan bahwa yang a1,a2,a3,a4,dan sinyal power. Penelitian ini mempunyai
diperoleh adalah sinyal EMG bukan noise. Untuk tingkat akurasi rata-rata 97,6% untuk kategori 6
menganalisa sinyal EMG dalam kawasan frekuensi gerakan (R : Resting, EF: Elbow Flexion, EE: Elbow
digunakan (Discrete Fourier Transform) DFT dan (Mean Extension, WS: Wrist Supination, WP: Wrist Pronation
Power Frequency) MPF. Dari penelitian ini diperoleh nilai dan G: Grasp) dengan 5000 iterasi.
MPF pada otot Triceps brachii untuk gerakan Elbow Dalam paper ini penulis mencoba menyampaikan
Flexion sebesar 75,156 Hz sedangkan gerakan Elbow hasil dan analisa dari beberapa pekerjaan pendahuluan
Extension sebesar 65,069 Hz, gerakan Elbow Supination
sebesar 27,627 Hz, gerakan Elbow Pronation sebesar
pendeteksian sinyal EMG, yaitu bagian instrumentasi
47,659 Hz. Dari keempat data MPF diatas membuktikan elektronik yang digunakan. Bagian ini memerlukan
bahwa Instrumentasi EMG telah berfungsi merekam data informasi penting seperti pengambilan data pada otot
sinyal EMG yang berada pada frekuensi 20 500 Hz. tertentu yang dominan bekerja pada Elbow Joint, dan
pengetahuan rangkaian elektronik untuk mendisain
Kata Kunci : Sinyal Electromyograph, Elbow Joint, rangkaian instrumentasi EMG.
Penguat Instrumentasi, Rangkaian Filter, Discrete Fourier
Transform (DFT), Mean Power Frequency (MPF)
II. GERAKAN ELBOW JOINT
Beberapa gerakan elbow joint seperti ditunjukkan
pada gambar 1a dan 1b. Keempat gerakan Elbow Joint
I. PENDAHULUAN
tersebut mempunyai beberapa istilah yaitu flexion
Pengembangan teknologi Elektronika Biomedik (bergerak meninggalkan posisi resting), extension
semakin pesat dan salah satunya pada bidang (bergerak menuju posisi resting), Pronation (bergerak
rehabilitasi medik, sehingga penulis dalam penelitian ini menuju posisi punggung telapak tangan menghadap ke
mengangkat masalah sinyal Electromyograph depan), Supination (bergerak menuju posisi telapak
khususnya Elbow Joint yang sangat berperan sebagai tangan menghadap ke depan).
pendukung gerakan lengan manusia. Dari referensi yang digunakan menjelaskan bahwa
Sinyal EMG yang dideteksi menggunakan surface sinyal otot yang berperan untuk 4 pola gerakan Elbow
electrode dan ditampilkan pada osiloskop merupakan Joint ada 9 otot [4] seperti ditunjukkan pada tabel 1.
jumlahan dari beberapa fiber muscle.[1]
Sinyal EMG mempunyai range frekuensi pada energi Tabel 1. Otot yang menggerakkan Elbow Joint [4]
dominan antara 20 500Hz, dengan amplitudo antara 0 Muscle Action
10 mV. [2]. Biceps Brachi Flexion at Elbow
Banyak metode penelitian berbasis EMG telah rachialis Flexion at Elbow
dilakukan para peneliti untuk semakin meningkatkan Brachioradialis Flexion at Elbow
Anconeus Extension at Elbow
tingkat akurasi gerakan lengan maupun tingkat akurasi Triceps brachi (TB)Lateral head Extension at Elbow
dari pengenalan pola sinyal EMG. Beberapa peneliti TB. Long Head Extension at Elbow
seperti Huang dan Chen [3] membangun sebuah sistem TB. Medial Head Extension at Elbow
myoelectric discrimination untuk sebuah lengan Pronator Quadratus Pronation
buatan banyak sudut (multi- degree prosthetic hand). Pronator Teres Pronation
Mereka menggunakan Back Propagation Neural Supinator Supination
Netwok (BPNN) untuk memisahkan beberapa set ciri
(feature set). Dari sistem pemisah ini tingkat sukses rata

B9-1
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31
31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

dimana ) adalah magnitude pada frekuensi ke-k, )


adalah indeks frekuensi, 3 adalah sinyal pada
sample ke-nn dan N adalah jumlah sample sinyal.

B. Mean Power Frequency (MPF)


MPF merupakan hasil dari penjumlahan bobot
magnitude disetiap frekuensi yang dibagi dengan jumlah
magnitude.. MPF dirumuskan seperti pada persamaan
(1a)
berikut :
(1b)
Gambar 1a. Flexion dan Extension Elbow Joint, F { x ( t )} = X ( ) = x ( t ) e j t d t (3)

1b. Pronation dan Supination Elbow Joint [4] N 1 2

{x )}
j
(n (k ) (n )e
kn
D F T = X = n = 0
x N
(4)
N

2 f (i ) m ag (i )
M P F = i=1
N (5)
2
i=1
m ag (i )

IV. PENDETEKSIAN SINYAL EMG


Dari karakteristik sinyal EMG yang mempunyai
amplitude cukup kecil (0-10
10 mV) dengan frekuensi 20
500 Hz, maka dibuat sebuah rangkaian instrumentasi
EMG yang terdiri dari Penguat Differensial,
Differensial Low Pass
Filter 500 Hz dan High Pass Filter 20 Hz.
Diagram Blok keseluruhan seperti ditunjukkan pada
gambar 3.

Gambar 2. Otot yang menggerakkan Lengan.[4]


Lengan.[

Otot yang yang menggerakkan Elbow Joint dapat Gambar 3. Blok Diagram Rangkaian Instrumentasi
ditunjukkan seperti pada gambar 2.
Dari 9 otot yang ada dipilih 3 otot yang dapat mewakili Rangkaian Instrumentasi yang digunakan dapat
gerakan Elbow Joint, yaitu triceps brachi,
brachi biceps brachi, dijelaskan sebagai berikut :
dan pronator teres.
1. Rangkaian Differensial Amplifier
III. ANALISA DOMAIN FREKUENSI
Untuk mengetahui komponen frekuensi yang ada Persamaan Differential
erential Amplifier [7] adalah
- 2. -2
-
pada sinyal rekaman suara, maka digunakan metoda *+ , . . ,,1 0 . . *432 ' *431 (6)
fourier transform (FT) diantaranya adalah Discrete -1 -2
Fourier Transform (DFT), dan Mean Power Frequency
(MPF) Perencanaan penguat : 1,2 Volt output pada
Input 5 mV, sehingga Penguatan sebesar 240 x
A. Discrete Fourier Transform (DFT) Desain penguat : nilai Rf dan R1 = 5,1K
5,1K
Secara matematis DFT dapat dihitung menggunakan Maka dengan Av = 240, nilai Rg = 836,82
persamaan (1) sebagai berikut :
(1)

dimana adalah magnitude dari sinyal dan


adalah frekuensi. Persamaan diatas dapat ditulis ulang
menjadi persamaan sebagai berikut :
#

Xk xne , 0" k" N'1 Gambar 4. Rangkaian Differential Amplifier


$% (2)

B9-2
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31
31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

9#
- (10)
4< = 58#

Gambar 5. Hasil Uji Rangkaian Differential Amplifier

2. Rangkaian Low Pass Filter orde 4 Gambar 9. Hasil Uji rangkaian HPF

4. Rangkaian Notch Filter

Gambar 6. Rangkaian Low Pass Filter orde 4[6]


4

Perencanaan LPF : frek. Cutoff 400 Hz, orde 4


Butterworth filter, model Sallen Key
Gambar 10.. Rangkaian Notch Filter 50 Hz[6]
untuk desain LPF orde 2 pertama digunakan C1
sebesar 47 nF
maka nilai C2 dihitung dengan persamaan : Rangkaian Notch Filter dengan fc = 50 Hz, tipe
481 Butterworth Q = 0,71
52 6 51 (7)
9# Maka dapat dihitung nilai B :
?@
> (11)
sehingga nilai R1 dan R2 dapat ditentukan A
dengan rumus : Dengan nilai C = 1 uF , Ra = 1 K maka nilai R2,
9# . 5 ;9# . 5 ' 4. 8# . 5# . 5
R1 dan Rb dapat dihitung dengan persamaan :
-#, (8) 2
4< = 5# 5 -
>5 (12)
-
-#
4A (13)
-B 2A -C (14)

Gambar 7. Hasil Uji rangkaian LPF

3. Rangkaian High Pass Filter orde 4

Gambar 11. Hasil Uji rangkaian Notch Filter

V. HASIL DAN ANALISA


Gambar 8. Rangkaian High Pass Filter orde 4[6]
4 Hasil Eksperimen yang dihasilkan oleh rangkaian
Instrumentasi EMG yang terpasang pada 3 titik
Perencanaan HPF : frek. Cutoff 20 Hz, orde 4 pengujian ( Biceps Brachii Muscle, Triceps brachii
Butterworth filter, model Sallen Key Muscle, Pronator Teres Muscle)
Muscle dilakukan
Untuk
ntuk desain HPF orde 2 pertama dan kedua menggunakan pola gerakan Elbow Joint.
Joint Pola gerakan 1
digunakan C sebesar 1 uF adalah RESTING FLEXION EXTENSION
maka nilai R1 dihitung dengan persamaan : RESTING PRONATION SUPINATION
RESTING.. Hasil dari percobaan gerakan 1 ditampilkan
1
-# (9) pada gambar 12 .
< = 59#

nilai R2 dapat ditentukan dengan rumus :

B9-3
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Gambar 15. Spektrum Frekuensi sinyal Otot Triceps B. elbow Flexion


mempunyai frekuensi maksimum sebesar 131 Hz.

Gambar 12. Hasil Percobaan Pola Gerakan 1.

Gambar 16. Sinyal Triceps brachii dengan gerakan elbow extension.

Gambar 13. Hasil Percobaan Pola Gerakan 2.

Pada percobaan 2 dilakukan dengan pola gerakan


sebagai berikut: RESTING FLEXION (sd 900)
0
bertahan pada 90 selama durasi 6 S EXTENSION
Gambar 17. Spektrum Frekuensi sinyal Otot Triceps brachii Elbow
RESTING. Hasil dari percobaan gerakan 2 Extension mempunyai frekuensi maksimum sebesar 92 Hz.
ditampilkan pada gambar 13.
Perekaman data sinyal EMG menggunakan osiloskop Dari Hasil Transformasi Fourier selanjutnya dilakukan
agilent 54621A dengan sampling rate sebesar 10.000 perhitungan MPF, dan hasilnya seperti pada tabel
sample / detik. berikut:
Selanjutnya dilakukan analisa frekuensi terhadap sinyal
EMG melalui rumusan DFT untuk mendapatkan Tabel 2. Hasil Uji MPF dan frekuensi maksimum sinyal
spectrum frekuensi sinyal EMG Otot Tricep Brachii. Electromyograph
Hasil Plot Sinyal Tricep Brachii dengan gerakan elbow Gerakan Elbow Mean Power Frekuensi
flexion ditunjukkan pada gambar 14 , Hasil Plot DFT Joint Frekuensi (Hz) Maksimum (Hz)
Flexion 71,958 131
nya ditunjukkan pada gambar 15 dibawah, sedangkan Extension 65,069 92
hasil plot Sinyal Tricep Brachii dengan gerakan elbow Supination 27,627 75
extension ditunjukkan pada gambar 16 dan plot DFT nya Pronation 47,659 110
pada gambar 17.
Nilai yang dihasilkan MPF dan frekuensi maksimum
tabel 2 telah menunjukkan bahwa Instrumentasi yang
didesain dapat digunakan sebagai instrumentasi EMG
yang mempunyai data pada frekuensi sekitar 20500
Hz.
Setelah mendapatkan sinyal EMG pada gerak Elbow,
penelitian akan dilanjutkan pada tahap pre processing
sinyal dan Pengenalan Pola Sinyal EMG pada pasien
amputee lengan. Setelah pola gerakan lengan dikenali
dengan baik maka peneliti berharap dapat menjalankan
system dan memvisualkan gerakan pasien amputee
Gambar 14. Sinyal Triceps brachii dengan gerakan elbow flexion dengan ketepatan gerak yang sesuai.

B9-4
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

VI. KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA


Dari hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa [1] Sarbast Rasheed, A Multiclassifier Approach to Motor Unit
Potential Classification for EMG Signal Decomposition, Tesis
rangkaian instrumentasi mampu mengidentifikasi sinyal Ph.D., University of Waterloo,Ontario, Canada, 2006
EMG dengan munculnya energy rata - rata pada [2] Jun-Uk Chu, Inhyuk Moon, and Mu Seong Mun, A Real Time
frekuensi (MPF) sebesar 75,156 Hz untuk gerakan EMG Pattern Recognition System Based on Linear-NonLinear
Feature Projection for a Multifunction Myoelectric Hand,
Elbow Flexion, dan 65,069 Hz untuk gerakan Elbow
IEEE Transaction on Biomedical Engineering vol 53 no 11,
Extension. Gerakan Elbow Supination 27,627 Hz. November 2006.
Gerakan Elbow Pronation 47,659 Hz. Dari keempat [3] Ericka Janet Rechy Ramirez and Huosheng Hu, Stages for
data MPF diatas membuktikan bahwa Instrumentasi Developing Control Systems Using EMG and EEG sinyal: A
Survey, Technical Report: CES-513, School of Computer
EMG telah berfungsi merekam data sinyal EMG yang Science and Electronic Engineering, University of Essex, United
berada pada frekuensi 20 500 Hz. Kingdom.
Pengembangan penelitian ini ke depan adalah [4] Frederic H. Martini, PH.D, Fundamentals of Anatomy &
Physiology, Prentice hall, New Jersey, 2009.
Pengolahan data menggunakan pemrosesan sinyal [5] Vaseghi, Saeed V., Advanced Digital Sinal Processing and
digital dan mengenali pola gerakan dengan metode Noise Reduction, Fourth Edition John Wiley & Sons, 2008
pengenalan pola seperti neural network. [6] Texas Instruments, Chapter 16 Active Filter Design
Techniques, Literature Number SLOA088.
[7] Curtis D. Johnson, Process Control Instrumentation
Technology, Prentice hall International,Inc. ,1993

B9-5
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Penghematan Daya pada Lampu Penerangan


Jalan Umum dengan Menggunakan
AC Voltage Control
Joke Partilastiarso1, Iamadah Ihsaniyah2
1
Dosen JurusanTeknikElektroIndustri
2
Mahasiswa D4 JurusanTeknikElektroIndustri
PoliteknikElektronikaNegeri Surabaya
Kampus ITS Sukolilo, Surabaya 60111
Email :703.sha@gmail.com

tersebut akan tertangkap oleh sensor LDR. Besarnya


Abstrak Fasilitas umum yang telah disediakan oleh penyalaan lampu berbanding terbalik dengan prosentase
pemerintah sangatlah penting bagi masyarakat, terlebih LDR menerima cahaya matahari. Apabila cahaya
lagi fasilitas penerangan jalan umum. Akan tetapi fasilitas matahari yang diterima oleh LDR sangat banyak maka
penerangan jalan umum dirasa masih kurang optimal lampu tidak akan menyala, begitu juga sebaliknya.
karena fasilitas umum tersebut membutuhkan perawatan Setelah LDR tersebut bekerja pada saat pergantian
khusus dan juga pemakaian lampu yang tidak sesuai
intensitas cahaya maka RTC pada mikrokontroller akan
dengan kebutuhan dari pengguna jalan, sehinggahal ini
dapat mengakibatkan daya yang dikonsumsi oleh lampu menghitung waktu yang telah disetting sebelumnya.
sangat besar dan biaya yang dikeluarkan pun akan Jika hari telah menjelang tengah malam sekitar pukul
sebanding dengan penggunaan dayanya. Oleh karena itu, 23.00 maka RTC akan mengirimkan perintah agar
pada penelitian ini dilakukan perancangan dan penyalaan lampu PJU sesuai dengan yang telah
pembuatan alat penghemat daya pada lampu penerangan ditentukan, sehingga pengontrolan ini dapat mengubah
jalan umum dengan mengatur penyalaan dari lampu daya yang dikonsumsi oleh lampu PJU.
tersebut menggunakan AC Voltage Controller yang
didasarkan pada intensitas cahaya dari matahari dan II. TINJAUAN PUSTAKA
waktu setempat. Hasil pada penelitian ini adalah dapat
menghemat daya sebesar 20% dari penggunaan daya Dalam penelitian ini mengacu pada penelitian
lampu tanpa pengaturandan memonitoring daya yang yang dibuat oleh Sri Nurhayati dengan judul Rancang
telah dikonsumsi oleh lampu penerangan jalan umum Bangun Otomasi Sistem Pengontrolan Intensitas
tersebutmelalui LCD dan juga agar dapat memudahkan Penerangan Lampu Pijar Menggunakan Pengaturan
dalam hal perawatannya karena pada penelitian ini Fasa Silicon Controlled Rectifier (SCR). Prinsip dari
menggunakan lampu LED sehingga penghematan
penelitian ini adalah mengontrol besar kecilnya
dayanya dapat dilakukan lebih maksimal.
intensitas cahaya dari lampu pijar yang dapat
Kata kunci : AC Voltage Controller, LDR, RTC dimanfaatkan sebagai pembuatan rumah cerdas serta
penyebuhan penyakit dengan fototerapi.
I. PENDAHULUAN
III. DASAR TEORI
Semakin pesatnya perkembangan kabupaten dan
kota di Indonesia menuntut perbaikan sarana dan A. AC Voltage Controller
prasarana yang digunakan masyarakat. Perkembangan Fungsi dari AC Voltage Control adalah mengubah
dan perbaikan jalan umum dari jalan propinsi sampai energi listrik arus bolak-balik dengan tegangan dan
jalan lingkungan menuntut perlengkapan-perlengkapan frekuensi tertentu menjadi arus bolak-balik dengan
jalan seiring dengan kepadatan aktifitas pemakai jalan. tegangan dan frekuensi yang lain.
Salah satu perlengkapan jalan yang sangat dibutuhkan Rangkaian listrik dari AC Voltage Control satu
adalah Penerangan Jalan Umum (PJU). Kondisi PJU fasa ditunjukkan pada gambar dibawah ini :
yang telah ada ini masih belum optimal, karena lampu
PJU tersebut hanya sebatas nyala-mati sehingga hal ini
membuat daya yang terpakai untuk PJU sangat besar.
Untuk itu perlu dilakukannya pengaturan nyala lampu
PJU tersebut agar daya yang digunakan sesuai dengan
kebutuhan.
Pengontrolan daya tersebut dilakukan berdasarkan
intensitas cahaya yang tertangkap oleh sensor dan Gambar 2.1 Rangkaian AC Voltage Controller dengan 2 SCR yang
berdasarkan pada waktu.Lampu PJU digunakan pada dihubungkan antiparalel
saat menjelang malam hari, sehingga pergantian

B10-1
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Vo
Io =
R
Faktor daya input :
Po Vo sin 2
= = 1 +
VA Vs 2
Gambar 2.2 Rangkaian AC Voltage Controller dengan Triac B. RTC (Real Time Clock)
Serial RTC (Real Time Clock) merupakan modul
Rangkaian AC Voltage Control terdiri sepasang penghitung waktu dan penyimpanan data yang
SCR yang dihubungkan secara anti parallel atau invers compatible dengan DT-51. RTC yang digunakan dalam
parallel antara sumber dan beban.Hubungan anti paralel ProyekAkhir ini adalah DS1307, dimana komponen
SCR tersebut dapat diganti dengan Triac seperti yang utama RTC adalah DS1307 dengan fitur :
terlihat pada Gambar 2.2 untuk aplikasi daya rendah. a) Menghitung waktu mulai detik, menit, jam,
Untuk gelombang penuh pengontrolan fasa
tanggal, bulan, tahun, dalam hari dalam minggu
simetris dari SCR T1 dan T2 diberikan penyulutan
sebesar dan + masing-masing dari persimpangan dengan kompensasi tahun kabisat sampai 2100.
tegangan masukan, kekuatan aliran yang menuju ke b) Memory / RAM sebesar 31 byte.
beban dikontrol melalui kaki gate pada SCR. c) Akses single byte atau burst.
Pengoperasiannya dilakukan setiap setengah siklus. d) Support battery lithium atau Ni-Cd untuk
Pada saat siklus positif diberikan penyulutan fasa backup supply.
sebesar , dan pada saat siklus negatif penyulutannya e) Kemampuan Tricle Charge untuk pengisian
sebesar +. Prinsip pengoperasian setiap setengah
battery jenis Ni-Cd.
siklus ini hampir sama dengan halfwave rectifier
terkontrol.

Gambar 2.4 Skematik RTC DS 1307

Sistem perhitungan waktu dan kalender pada RTC


berjalan secara otomatis dan kontinyu walaupun power
supply dimatikan. Pada pemakaiannya RTC
dihubungkan ke mikrokontroller tersebut hanya perlu
melakukan setting mode RTC. Setting waktu maupun
pembacaan waktu saja.
Gambar 2.3 Gelombang AC Voltage Controller dengan menggunakan
Proses setting pada pembacaan waktu dilakukan
beban R sama seperti layaknya mengisi ataupun membaca
memori di alamat-alamat dari register modul RTC.
Operasi dengan beban R seperti pada Gambar 2.3 C. LDR
diatas menunjukkan bentuk gelombang tegangan dan
arus input maupun output yang telah dikontrol LDR (Light Dependent Resistant) merupakan
menggunakan AC Voltage Controller. Tegangan output suatu jenis tahanan yang sangat peka terhadap cahaya.
dan gelombang arus setelah dikontrol memiliki setengah Sifat dari tahanan LDR ini adalah nilai tahanannya akan
gelombang simetri dan tidak mengandung komponen berubah apabila terkena sinar atau cahaya. Apabila tidak
DC. terkena cahaya nilai tahanannya akan besar dan
Jika = 2 sin adalah sumber tegangan sebaliknya apabila terkena cahaya nilai tahanannya akan
maka saat T1 ditriger dengan sudut didapat tegangan menjadi kecil. LDR terbuat dari bahan cadmium
output rms seperti persamaan dibawah ini : selenoide atau cadmium sulfide. Film cadmium sulfide
mempunyai tahanan yang besar jika tidak terkena sinar
Vo =
1 2Vs 2 sin 2t d (t ) = Vs 1 + sin 2
2
dan apabila terkena sinar tahanan tersebut akan menurun.
LDR banyak digunakan karena mempunyai ukuran kecil,
Arus keluaran dari beban dapat diketahui dengan murah dan sensitivitas tinggi. Simbol LDR seperti
persamaan sebagai berikut : ditunjukan pada Gambar 2.16, sedangkan Gambar 2.17
menunjukkan grafik hubungan antara resistansi dan
iluminasi.

B10-2
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Sistem ini bertujuan untuk menghemat daya pada


lampu penerangan jalan umum yang disuplai dari
tegangan jala-jala 220 Volt. Tegangan ini yang diatur
sesuai dengan intensitas dan waktunya, agar daya yang
Gambar 2.5 Simbol LDR digunakan dapat dihemat energinya.

A. AC Voltage Controller
Rangkaian pengontrol AC to AC satu fasa yang
tampak pada Gambar 3.2 dirancang untuk bekerja
sebagai pengontrol tegangan AC untuk mensuplai
tegangan ke beban dengan nilai tahanan tetap.
Data untuk simulasiAC Voltage Controller :
tegangan sumber Vac = 220 volt
beban lampu 220 volt, 100 watt
Gambar 2.6 Grafik hubungan antara resistansi dan iluminasi
gain voltage sensor : Vo sen = 10 volt dan Vin max =
IV. PERENCANAAN SISTEM 311 volt
Vo sen 10
Perencanaan sistem secara keseluruhan dapat Gain = = = 0,0321
dijelaskan seperti blok diagram dibawah ini : Vin max 311
tegangan penyulutan thyristor :
untuk = 70
Vdc = Vo sen sin 70 = 10 0,939 = 9,39 volt
Untuk sama dengan 70(deg), maka adalah sebesar
1,19(rad).

Gambar 3.1Blok diagram sistem Penghematan Daya pada Lampu


Penerangan Jalan Umum dengan menggunakan AC Voltage
Controller

START A

Baca waktu Baca waktu

Apakah sudah mulai Apakah sudah


gelap?
NO menunjukkan pukul Gambar 3.2 Simulasi pengontrolan gelombang penuh satu fasa
23.00? NO
YES
YES

Nyala dengan
intensitas mula
Nyala lampu 75%

Baca waktu
Baca waktu

Apakah sudah Apakah sudah


menunjukkan pukul menunjukkan pukul
18.00? NO 03.00? NO Gambar 3.3 Hasil gelombang simulasi dengan sudut penyulutan 70
YES YES
HasildarisimulasitersebutmenunjukkanbahwaVout
Nyala lampu 100%
Nyala lampu 50% rms = 185,142 volt. Dan
perhitungansecarateorinyaadalah :
Vm sin 2
Vout rms = 1 +
A
END
2 2
311 1,19 sin 140
= 1 + = 187,13 volt
Gambar 3.2 Flowchart rancangan kerja dari sistem 2 2
Prosentase error dari tegangan output simulasi dan
tegangan output perhitungan adalah :

B10-3
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31
31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

% error =
(Vo perhitunga n Vo simulasi ) 100 %
netral. Fungsi resistor ini adalah untuk menurunkan
Vo perhitunga n tegangan dari tegangan sumber menjadi tegangan yang
(187 ,13 185,14 ) dikehendaki.
= 100 % = 1,06% Dalam perhitungan Vin yang digunakan 220 volt
187 ,13
danVout yang diharapkan adalah 5 volt, maka :
R2
Vout = Vin
Tabel 3.1 Hasil tegangan output secara perhitungan dan simulasi R1 + R 2 + R3
Tegangan Tegangan R2
Perhitungan Simulasi 5 = 220
R1 + R 2 + R3
(V) (V) Dimana R1 = R3, maka :
0 220 220 R2
30 217,29 216,67 5 =
220
2 R1 + R 2
45 210,52 209,5 10 R1 + 5 R 2 = 220 R 2
60 198,3 196,8
10 R1 = 215 R 2
70 187,13 185,14
10
R2 = R1
215
B. IC TCA 785 R2 = 0,047 R1
Rangkaian driver IC TCA 785 berfungsi sebagai Ditetapkan nilai R1 = R3 = 470k
470k
pembangkit pulsa dari rangkaian pengontrol gelombang R 2 = 0,047 470k = 22,09k
penuh satu fasa, pengaturan pulsa terletak pada Maka R2 yang digunakan adalah 22k 22k karena
potensiometer yang akan dikontrol melalui rangkaian keterbatasan variasi nilai komponen.
DAC. Pengontrolan dengan menggunakan IC TCA 785
akan diperoleh keuntungan sebagaii berikut : V. PENGUJIAN SISTEM
Penetapan titik nol yang lebih tepat. A. AC Voltage Controller
Pengaturan sudut penyulutan mulai dari 0
Untuk pengujian AC Voltage Controller
sampai dengan 180.
menggunakan beban berupa lampu pijar 220V, 100W
Daerah pemakaian yang lebih besar. yang ditunjukkan pada Tabel 4.1 dibawah ini.
Rating arus kerja relatif kecil, mulai dari
250mA sampai 500mA. Tabel 4.1Hasil
Hasil pengujian AC Voltage Controller
Tagangan kerja 15 Volt. Vin Duty Vo-uji
uji Iout
P (W)
(V) cycle (V) (A)
Dapat digunakan untuk mengontrol tiga fasa
0 219 0,828 181,33
Untuk pengontrol gelombang penuh satu fasa yang
terkontrol, karena input dari tegangan jala-jala 30 215 0,788 169,42
mempunyai beda fasa 180 maka dibutuhkan pulsa 45 209 0,757 158,21
penyalaan yang mempunyai beda fasa 180 untuk setiap
220 70 175 0,647 113,23
siklus tegangan positif dan negatif. Hal ini dapat diatasi
dengan cara mengambil tegangan input dari sinkronisasi 90 155 0,511 79,205
IC TCA 785 (terdapat pada kaki no.5). Rangakaian 110 110 0,355 39,05
pembangkit pulsa dapat dilihat pada Gambar 3.4. 135 70 0,243 17,01

Dari data hasil pengujian didapat grafik tegangan


pengukuran terhadap sudut penyalaan triac sebagai
berikut :

250
Tegangan output (V)

200
150
100
Gambar 3.4 Rangkaian skematik driver triac menggunakan IC TCA
785 50
0
Keluaran IC TCA 785 pada kaki no.14 untuk pulsa
penyalaan tegangan siklus negative jala-jala sedangkan 0 100 200
Dutycycle (%)
kaki no.15 digunakan untuk penyalaan tegangan dari Gambar 4.1 Grafik tegangan terhadap sudut penyalaan triac
siklus positif jala-jala.
C. Sensor Tegangan
Sensor tegangan menggunakan resistor pembagi
tegangan dipasang secara parallel
rallel antara phasa dengan

B10-4
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Gambar 4.2 Tegangan output pada sudut penyalaan 90

B. Sensor Tegangan Gambar 4.4 Rangkaian skematik RTC DS 1307


Sensor tegangan berfungsi sebagai alat
pengukuran untuk membaca setiap perubahan tegangan Untuk hasil pengujian rangkaian, pembacaan
keluaran pada rangkaian AC Voltage Controller. Berikut waktu dan tanggal ditampilkan pada LCD seperti pada
hasil dari pengujian sensor tegangan yang ditunjukkan Gambar 4.5.
pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Hasil pengujian sensor tegangan


Vout-ac Vo-dc Vo-ac Vout-dc
Vin
uji uji teori teori
100 1,57 0,924 1,545 1,39
120 1,88 1,288 1,85 1,66
140 2,182 1,673 2,16 1,94
160 2,51 2,112 2,47 2,22
180 2,79 2,484 2,78 2,5
200 3,09 2,891 3,09 2,78
Gambar 4.5 Rangkaian pengujian RTC DC 1307
220 3,395 3,301 3,4 3,06
VI. KESIMPULAN
Dari Tabel 4.2 dapat diketahui bahwa antara tegangan Setelah dilakukan proses perencanaan dan simulasi,
input dari sensor dengan tegangan output berbanding dengan berdasarkan data yang diperoleh maka dapat
lurus. Hal tersebut juga ditunjukkan pada Gambar 4.3 disimpulkan :
dibawah ini.
1. Penyulutan maksimal dari IC TCA 785 adalah
sebesar 135, sehingga tegangan keluaran
4
minimal yang dihasilkan oleh AC Voltage
Vout DC sensor

3 Controller adalah 70 volt.


2. Sensor tegangan yang pada perencanaannya
2 dapat mengeluarkan 5 volt, tetapi pada saat
dilakukan pengujian hanya mengeluarkan
1 tegangan DC 3,301 volt.
0
REFERENSI
0 100 200 300
Vin sensor [1] Nurhayati, Sri, Rancang Bangun Otomasi Sistem
Gambar 4.3 Grafik perbandingan antara tegangan input sensor(AC) Pengontrolan Intensitas Lampu Pijar menggunakan
dan tegangan output sensor(DC) Pengaturan Fasa Silicon Controlled Rectifier (SCR),
Tugas Akhir, Undip, Semarang, 2007.
C. RTC [2] Rashid, H.M., 1999, Power Electronics Handbook ,
Real Time Clock merupakan suatu IC yang Academic Press, USA.
memiliki fungsi sebagai penyimpan waktu dan tanggal. [3] Datasheet DS1307.diakses 22 Juni 2011, dari
RTC mempunyai beberapa register yang berfungsi Datasheetcatalog
untuk menyimpan data detik, menit, jam, tanggal, bulan, http://www.datasheetcatalog.com/datasheet_pdf/D/S/1/
3/DS1307.shtml
tahun.
[4] Datasheet of ATMega16. AtmelCorporation.
http://www.atmel.com/devices/atmega16.aspx
[5] Datasheet TCA 785. Diakses pada 10 Juni 2011 dari
datasheet catalog
http://www.datasheetcatalog.org/datasheet/infineon/1-tc
a785.pdf

B10-5
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Ekstraksi Ciri Komponen Aortik dan Pulmonari


Suara Jantung Diastolik dengan Menggunakan
Analisis Non Stasioner
Ira Puspasari*, Achmad Arifin, Rimuljo Hendradi
Bidang Keahlian Teknik Elektronika, Program Pascasarjana Teknik Elektro
Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
*Email: ira09@mhs.ee.its.ac.id

pada stetoskop yang sering dinyatakan dengan lub-dub


Abstrak-Dalam rangka mengembangkan sistem [3]. Suara lub merupakan suara jantung pertama (S1)
diagnosa suara jantung secara elektronik, bagian ekstraksi yang disebabkan oleh penutupan katup tricuspid dan
ciri menjadi bagian yang sangat penting. Oleh karena itu, mitral (anrioventrikular) yang memungkinkan aliran
perlu dipelajari metode ekstraksi ciri yang efektif untuk
darah dari atria (serambi jantung) ke ventricle (bilik
menggali dinamika yang terkandung dalam data suara
jantung. Pada penelitian ini telah dipelajari lebih spesifik jantung) dan mencegah aliran balik. Suara jantung
dari beberapa metode ekstraksi ciri, dengan metode pertama memiliki empat komponen, biasanya hanya
pengolahan sinyal non stasioner: Short Time Fourier komponen dua dan tiga yang terdengar disebut M1 dan
Transform dan Wavelet Transform. Dari hasil penelitian T1. Suara dub merupakan suara jantung kedua (S2) dan
durasi S2 suara jantung normal sebesar 0.071 0.01017, disebabkan oleh penutupan katup semilunar (aortic dan
durasi A2 sebesar 0.021 0,0096 detik dari total data, dan
pulmonary) yang membebaskan darah ke sistem sirkulasi
durasi P2 sebesar 0.016 0,0039 detik. Dari hasil suara
mitral regurgitasi, tampak bahwa countour yang paru paru dan sistemik [4]. Suara jantung kedua
dihasilkan dari S2 tidak terpisah sedurasi S2 sebesar memiliki dua komponen yaitu aortic (A2 ) dan
0.02537 0.00115 detik. Hasil penelitian ini menunjukkan pulmonary (P2) yang selama ini sering tersembunyi
bahwa terdapat time split pada komponen A2 dan P2 yaitu karena terpisah waktu kurang dari 30 ms [2].
sebesar 0.03 0.0144 detik untuk jantung normal. Penelitian Jipping Xu dkk [5], menganalisa komponen
Penelitian selanjutnya adalah pemodelan suara jantung
yang diharapkan mampu lebih mendiskripsikan dan
aortic dan pulmonary suara jantung kedua dengan
memberikan informasi tentang karakteristik suara jantung menggunakan sebuah model sinyal nonlinier transien,
secara objektif. hasilnya menunjukkna bahwa pendekatan ini mampu
mengisolasi dan mengekstrak overlapping komponen A2
Kata Kunciekstraksi ciri, pengolahan sinyal, suara dan P2. Penelitian berikutnya adalah ekstraksi otomatis
jantung, Time-frequency analysis dari komponen A2 dan P2 untuk mengetahui tekanan
darah normal pada pulmonari-arteri (Pulmonary Artery
I. PENDAHULUAN Pressure) menggunakan algoritma otomatis, yang

S ampai saat ini dokter masih menggunakan


stetoskop untuk memantau kinerja jantung.
Stetoskop menghasilkan suara yang lemah, sehingga
berdasarkan kombinasi model chirplet Gaussian dan
pendekatan sinyal statistik berdasarkan analisa waktu
dan frekuensi [6]. Penelitian ini menganalisa ekstraksi
untuk mendiagnosis diperlukan kepekaan dan ciri dari suara jantung kedua, dengan menggunakan
pengalaman. Selain itu adanya noise lingkungan, Short Time Fourier Transform (STFT) dan Wavelet
frekuensi dan amplitudo yang rendah, pola suara yang Transform (WT) sebagai representsi atas
relatif sama, time split antar suara jantung sangat pendek, waktu-frekuensi.
sehingga hasil diagnosis sangat dipengaruhi oleh
subjektivitas dokter [1]. Suara jantung normal II. SUARA JANTUNG
mempunyai rentang frekuensi antara 20 Hz hingga 400 Siklus jantung adalah interval dari akhir satu kontraksi
Hz, sedangkan suara jantung abnormal mempunyai jantung ke akhir kontraksi berikutnya. Siklus jantung
rentang frekuensi hingga 1000 Hz. Jantung yang tidak terdiri dari dua periode, yaitu periode kontraksi (sistol)
normal memperdengarkan suara tambahan yang disebut dan relaksasi (diastol) [1]. Selama sistol, ruang jantung
murmur [1]. Murmur disebabkan oleh pembukaan katup memompa darah ke luar; selama diastol, ruang jantung
yang tidak sempurna atau stenosis (yang memaksa darah terisi dengan darah. Kejadian ini diperlihatkan pada
melewati bukaan sempit) atau regurgitasi yang kurva tekanan (Gambar 1).
disebabkan oleh penutupan katup yang tidak sempurna Selama fase sistolik dan diastolik, suara jantung
dan mengakibatkan airan balik darah [2]. Detak jantung dihasilkan dari pembukaan dan penutupan katup jantung,
menghasilkan dua suara yang berbeda aliran darah didalam jantung, getaran otot jantung. Suara

B11-1
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

jantung pertama memiliki empat komponen. suara III. METODE


jantung pertama (S1), hanya komponen dua dan tiga
A. Trasformasi Fourier
yang terdengar disebut M1 dan T1. Suara jantung kedua
(S2) dan disebabkan oleh penutupan katup semilunar Transormasi Fourier X() dari sebuah sinyal
(aortic dan pulmonary) terjadi akhir ventrikular sistole, didefinisikan:
memiliki dua komponen yaitu aortic (A2) dan pulmonary X ( ) = x (t )e jt dt (1)
(P2). Suara jantung ketiga (S3) disebabkan oleh osilasi
dimana t dan adalah parameter waktu dan frekuensi.
darah antara dinding aorta dan ventrikular. Suara jantung
Spektrum dari x (t) terdiri dari komponen frekuensi yang
terakhir (S4) disebabkan oleh turbulensi dari ejeksi
bukan nol. Analisa Fourier sangat penting untuk melihat
darah. Suara jantung ketiga dan keempat disebabkan oleh
frekuensi yang terkandung di dalamnya. Tetapi analisis
terminasi fase pengisian ventrikular, setelah fase
fourier memiliki kelemahan, pada saat transformasi
isovolumetrik dan kontraksi atrial [7].
domain frekuensi, maka informasi waktu akan hilang [9].
Jantung yang tidak normal memperdengarkan suara
Metode ini banyak digunakan untuk memonitor kondisi
tambahan yang disebut murmur [8]. Murmur disebabkan
secara kontinyu parameter fisik seperti: respiratori,
oleh pembukaan katup yang tidak sempurna atau stenosis
denyut jantung, velositas aliran darah, tekanan darah,
(yang memaksa darah melewati bukaan sempit), atau
tekanan intracranial dan aktivitas kelistrikan otak.
oleh regurgitasi yang disebabkan oleh penutupan katup
Kelemahan dari Transformasi Fourier adalah tidak dapat
yang tidak sempurna dan mengakibatkan aliran balik
digunakan untuk sinyal yang tidak stasioner [10].
darah. Murmur diklasifikasikan menjadi murmur sistolik
Dennis Gabor (1946) menggunakan Transformasi
dan diastolik, tergantung pada fase terjadinya. Murmur
Fourier untuk menganalisa sebagian kecil sinyal pada
sistolik adalah bunyi yang terdengar terus menerus
waktu tertentu, yang dinamakan Short Time Fourier
diantara S1 dan S2 [7]. Murmur diastolik adalah bunyi
Transform [11]. STFT merupakan hasil dari
yang terdengar terus menerus antara S2 dan S1
Transormasi Fourier dan sinyal x (t) dengan pendekatan
berikutnya [7]. Murmur diastolik awal dimulai dari S2
waktu window w (t). Adanya window menambah
dan memuncak pada fase pertama dari tiga fase periode
dimensi waktu, sehingga dapat memperoleh analisa
diastol. Hal ini menyebabkan S2 sulit terdengar,
frekuensi-waktu. Transformasi Fourier dengan ekspansi
sedangkan S1 dapat terdengar dengan mudah. Penyebab
frekuensi-waktu didefinisikan:
yang umum adalah regurgitasi aorta dan pulmonal.
Gambar 2 menunjukkan beberapa contoh sinyal murmur. X (t , ) = x(t ) w( t )e jt d (2)
dimana w(t) merupakan window yang diaplikasikan pada
sinyal. Bererapa jenis window yang biasa digunakan
adalah Hamming window, Von Hann window, Black
man window, dan Rectanguler window.
B. Transformasi Wavelet
Wavelet sangat berguna dalam banyak aplikasi ilmiah
dan rekayasa, termasuk pemrosesan sinyal, komunikasi,
video dan kompresi citra, pencitraan medis, dan ilmiah
visualisasi. Konsep wavelet dapat dilihat sebagai sebuah
sintesis dari ide-ide yang berasal selama beberapa
dekade terakhir yaitu dalam teknik, fisika, dan
matematika murni [11]. Transformasi Wavelet adalah
metode tranformasi yang mengadopsi metode Fourier
Gambar 1. Gambar Hubungan Suara Jantung dan Siklus Jantung [1]. Transform dan Short Time Fourier Transform (STFT).
Seperti halnya STFT, Wavelet Transform
mentransformasi sinyal dalam domain waktu menjadi
signal dalam domain waktu dan frekuensi (dalam hal ini
dibentuk menjadi translasi domain dan skala).
Transformasi Wavelet didefinisikan:
t
x( )g
1
WT (t , a) = d (3)
a a
= a X ( )G (a )e jt d
dengan * adalah konjugat komplek, g(t) adalah analisa
wavelet. X() dan G() adalah Transformasi Fourier
dari x(t) dan g (t). Parameter a adalah skala yang
proposional terhdap frekuensi. Transformasi wavelet
dibagi menjadi dua yaitu: Discrete Wavelet Transform
Gambar 2. Suara jantung normal dan abnormal [1].
(DWT) dan Continous Wavelet Transform (CWT).
Secara matematis Continuous Wavelet Transform
(CWT) dari suatu signal x(t) dapat di definisikan:

B11-2
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

(a) (c)

(b) (d)
Gambar 3: (a) Sinyal suara jantung normal satu siklus, (b) STFT dari (a), (c) Sinyal suara jantung abnormal satu siklus (Mitral Regurgitasi),
(d) STFT dari (c).
~
, = , = ~

| |
(4)
dimana s menunjukkan skala, adalah time shift yang
menunjukkan pergeseran atau translasi mother wavelet
dan * ((t-)/s) menunjukkan mother wavelet.
C. Center Of Grafity (COG)
COG adalah titik pusat pivot dari sebuah area. Jika (tCOG,
sCOG) adalah koordinat dari CWT koefisien sebagai
magnitudo yang ternormalisasi, di mana lokasinya
adalah (t1, s1), (t2, s2),,(tn,sn), waktu-koordinat Gambar 4. Satu siklus suara jantung normal.
diberikan pada persamaan: Hamming window, lebar window adalah 100 point, dan
n

t i si jumlah window yang digunakan STFT adalah 28 point.


(5)
t COG = i =1 Gambar 3 (a) adalah gambar satu siklus jantung normal
n
dan (b) adalah STFT dari (a).
s i
i =1 Komponen A2 dan P2 terletak pada frekuensi 200
Sedangkan untuk menentukan skala-koordinat: 400Hz. Sedangkan suara jantung abnormal yang
n
digunakan dalam penelitian ini adalah Mitral Regurgitasi
s i ti (6) dengan waktu 2,66 detik. Gambar 3 (c) merupakan
s COG = i =1
n
Sinyal Mitral Regurgitasi, dan 3 (d) adalah STFT dari
ti =1
i
(c).
Selanjutnya sinyal abnormal diolah dengan
menggunakan STFT, ditunjukkan pada gambar 8. Pada
IV. HASIL gambar tersebut belum bisa diketahui informasi tentang
komponen A2 dan P2, karena terjadi overlapping
Penelitian ini menggunakan sebuah suara jantung frekuensi.
normal dan abnormal, suara jantung normal terdiri dari
empat siklus dengan waktu 3, 96 detik dan frekuensi
sampling 8000 sampel/detik. Dari data diambil satu

siklus selama 0,8 detik yang terdiri dari S1 dan S2 suara


jantung yang ditunjukkan pada gambar 4.

Untuk melihat lebih jelas komponen A2 dan P2


digunakan STFT pada gambar 3, dengan menggunakan

B11-3
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Gambar 5: (a) Sinyal suara jantung normal satu siklus, (b) Koefisien CWT untuk (a). Spektrum warna menunjukkan magnitudo ternormalisasi dari
koefisien wavelet, dimana ungu dan merah merepresentasikan energi terendah dan tertinggi. (c) Komponen A2 dan P2 pada sinyal suara jantung
kedua (S2), (d). Sinyal suara jantung abnormal (Mitral Regurgitasi) satu siklus, (e) Koefisien CWT untuk (d). Spektrum warna menunjukkan
magnitudo ternormalisasi dari koefisien wavelet, dimana ungu dan merah merepresentasikan energi terendah dan tertinggi. Satu siklus
mengandung suara pertama dan suara kedua. (f) Komponen A2 dan P2 pada sinyal suara jantung kedua (S2).

Pada penelitian ini, sebuah sinyal normal dan V. PEMBAHASAN


abnormal mitral regurgitasi, diekstrak informasinya Pada Penelitian ini membahas ekstraksi ciri suara
dengan menggunakan CWT. Nilai ekstraksi ciri jantung kedua yang tersusun atas dua komponen, yaitu
koefisien CWT berupa matrix. Selain untuk memperoleh komponen A2 dan Komponen P2. Untuk memperoleh
parameter frekuensi-waktu, masing masing contour di informasi tentang waktu dan frekuensi, digunakan
di threshold oleh nilai thresholding magnitudo. Gambar 5 perbandingan transformasi fourier dan transformasi
(a) menunjukkan sebuah contoh sinyal normal yang wavelet yaitu Continous Wavelet Transform (CWT).
kemudian diekstrak dengan menggunakan metode CWT Terdapat S2 yang terdengar suara tunggal, tetapi
(gambar 5(b)). Nilai thresholding magnitudo ditentukan, sebenarnya terdapat dua komponen A2 dan P2 yang
untuk memperoleh suara jantung kedua (S2) yang saling overlapping. Adanya threshold, dalam pemfilteran
mengandung komponen A2 dan P2. data sangatlah penting, ketika data yang dibutuhkan
Gambar 5 (d) menunjukkan sebuah contoh sinyal hanya S2, data S1 harus dihilangkan. Penggunaan
abnormal yaitu Mitral regurgitasi, yang kemudian threshold, bisa diubah-ubah tergantung pada kebutuhan.
diekstrak dengan menggunakan metode CWT (gambar penelitian ini menggunakan thresholding sebesar 5.
(e)). Nilai thresholding magnitudo ditentukan, untuk Selanjutnya digunakan STFT untuk melihat frekuensi,
memperoleh suara jantung kedua (S2) yang mengandung magnitudo serta window (fungsi waktu), dari hasil STFT
komponen A2 dan P2, yaitu gambar (f). Regurgitasi
Katup Mitral (Inkompetensia Mitral, Insufisiensi Mitral), Tabel 1. Durasi Waktu pada Parameter Temporal.
(Mitral Regurgitation) adalah kebocoran aliran balik Durasi waktu dalam rata-rata stadard deviasi
Parameter Normal Mitral Regurgitasi
melalui katup mitral setiap kali ventrikel kiri S2 0.071 0.010 0.025 0.001
berkontraksi. A2 0.021 0,009 -
Suara jantung kedua memiliki dua komponen dasar: P2 0.016 0,004 -
komponen A2 dan P2. Kedua katup ini menutup pada
saat akhir sistol ventrikular. Biasanya, katup aortic Tabel 2. Karakteristik dengan Menggunakan COG
menutup terlebih dahulu dibandingkan pulmonari. Sinyal Durasi waktu dalam rata-rata stadard deviasi
Parameter Normal Mitral Regurgitasi
A2 biasanya muncul mendahului P2 dan lebih keras waktu COG dari S2 0.643 0.038 0.412 0.120
suaranya dibandingkan P2. Namun untuk kasus patologi waktu COG dari A2 0.616 0.010 -
tertentu, A2 dan P2 bisa berada dalam waktu yang sama, waktu COG dari P2 0.669 0.019 -
sehingga sinyal terlihat tunggal. Seperti yang split waktu antara A2 & P2 0.030 0.014 -
ditunjukkan pada tabel 1, durasi S2 suara jantung normal
sebesar 0.071 0.01017, durasi A2 sebesar 0.021 hanya dapat melihat bahwa ada dua frekuensi dominan,
0,0096 detik dari total data, dan durasi P2 sebesar 0.016 tetapi belum mampu menganalisa lebih detail terjadinya
0,0039 detik. Dari hasil suara mitral regurgitasi, A2 dan P2, serta time splitting A2 dan P2.Suara jantung
tampak bahwa countour yang dihasilkan dari S2 tidak kedua memiliki komponen penyusun, yaitu: (suara oleh
terpisah sedurasi S2 sebesar 0.02537 0.00115 detik. penutupan katup aortic) A2 dan P2 (suara oleh penutupan

B11-4
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

katup pulmonary), yang terpisah lebih dari 0.020 detik. sebesar 0.071 0.01017, durasi A2 sebesar 0.021
Split dua komponen suara jantung, disebabkan oleh time 0,0096 detik dari total data, dan durasi P2 sebesar 0.016
delay antara komponen ortic dan komponen pulmoanari. 0,0039 detik. Dari hasil suara mitral regurgitasi,
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat time tampak bahwa countour yang dihasilkan dari S2 tidak
split pada komponen A2 dan P2 yaitu sebesar 0.03 terpisah sedurasi S2 sebesar 0.02537 0.00115 detik.
0.0144 detik, seperti pada penelitian yang dilakukan oleh Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat time
Hong hong [12] dengan metode paket wavelet, dapat split pada komponen A2 dan P2 yaitu sebesar 0.03
menentukan time delay sebesar 10 ms. 0.0144 detik untuk jantung normal.
Satu siklus S2 pada jantung normal penelitian ini Penelitian selanjutnya adalah pemodelan suara
sebesar 0.071 0.01017 detik, sedangkan satu sikus S2 jantung yang diharapkan mampu lebih mendiskripsikan
pada Mitral regurgitasi sebesar 0.02537 0.00115 detik. dan memberikan informasi tentang karakteristik suara
Durasi dari komponen A2 sebesar 0.021 0,0096 detik, jantung secara objektif.
lebih lama jika dibandingkan durasi P2 sebesar 0.016
0,0039 detik. Hal ini berarti bahwa siklus S2 normal DAFTAR PUSTAKA
lebih lama jika dibandingkan dengan S2 abnormal. Time [1] A. Abbas K dan Bassam, Rasha (2009), Phonocardiography
delay antara A2 dan P2 sangat penting secara klinis, Signal Processing, Morgan & Claypool Publisher.
[2] M. Akay (1990), Noninvasive detection of coronary stenoses
untuk menganalisa adanya kelainan jantung secara before and after angioplasty using methods, IEEE trans. vol. 37.
kualitatif dan kuantitatif. [3] R.Lande dan Pelupessy (1989), Bunyi jantung, Cermin Dunia
Telah diperlihatkan bahwa metode CWT lebih akurat Kedokteran No. 56, Universitas Hasanudin.
dan tepat daripada STFT untuk menentukan karakteristik [4] J.Xu, dan LG Durand (2000), Non Linear Transient Chirp Signal
modelling of the Aortic and Pulmonary Component of the Second
sinyal suara jantung manusia secara simultan dalam Heart Sound. IEEE Trans Biomed Eng vol 47.
domain waktu dan frekuensi. Estimasi dari metode ini [5] A.Rizal, dan Suryani, Vera (tidak ada tahun), Pengenalan Suara
mampu mengkarakterisasi secara objektif dan jelas. Jadi, Jantung menggunakan Dekomposisi Paket Wavelet dan Jaringan
akan sangat membantu secara klinik baik kualitatif dan Syarat Tiruan ART2 (Adaptive Resonance Theory 2), Sekolah
Tinggi Teknologi Telkom Bandung.
kuantitatif. Oleh karena itu, pada penelitian selanjutnya [6] B.Popov (2004), Automated Extraction of Aortic and Pulmonary
akan dilakukan pemodelan suara jantung yang Components of the Second Heart Sound for the Estimations of
diharapkan mampu lebih mendiskripsikan dan Pulmonary Artery Pressure, IEEE EMBS.
memberikan informasi tentang karakteristik suara [7] M.D. Lehrer, Steven, (1994), Memahami Bunyi dan Bising
Jantung Anak, Alih Bahasa Dr. Damayanti, DSA, Binarupa
jantung secara objektif. Aksara, Jakarta Barat.
[8] M. Barkat, (2005), Signal detection and estimation, Artech
House, Inc, Canton Street, Norwood.
[9] S.M, Debbal Amin dan Fethi Reguig-Bereksi (2008), Features of
VI. KESIMPULAN Heartbeat Sound signal Normal and Pathological, Bentham
Pada penelitian ini digunakan STFT dan Wavelet Science Publisher Ltd.
Transform untuk melihat frekuensi dominan kompenen [10] S. Emanuel dan D. abner J (1994), Rapid Interpretation of heart
sound and murmurs (Interpretasi Akurat Bunyi Jantung), Second
A2 dan P2. Hasil yang diperoleh adalah dengan Edition, Alih bahasa: Soenarno, dr, Penerbit buku kedokteran.
menggunakan STFT belum bisa memberikan hasil yang [11] M.S., Obaidat (1993), Phonocardiogram Signal Analysis:
akurat, karena masih terlihat over lapping sinyal, techniques and performance comparison, Journal of medical
sehingga komponen penyusun belum terlihat jelas. engineering and technology.
[12] H. Seung (1999), Comparison between Short Time Fourier and
Sedangkan dengan menggunakan Wavelet Transform Wavelet Transform for Feature Extraction of Heart Sound, IEEE
dapat memberikan informasi waktu dan magnitudo dari TENCON.
komponen penyusun S2, durasi S2 suara jantung normal

B11-5
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Rancang Bangun Sistem Otomatisasi Pengisi


Gula Pasir pada Kemasan Berdasarkan Nilai
Berat Gula Berbasis Mikrokontroler
Labib Faizul Muttaqin1), Irianto2), Sutedjo3)
1)
Mahasiswa D4 Program Studi Teknik Elektro Industri
2), 3)
Dosen Program Studi Teknik Elektro Industri
Politeknik Elektronika Negeri Surabaya ITS
Kampus ITS Sukolilo, Surabaya 60111
Email : labib@student.eepis-its.edu Telp : +6285730500089

Sistem Otomatisasi Pengisi Gula Pasir Pada Kemasan


Abstrak Dalam dunia industri produksi gula, sistem Berdasarkan Nilai Berat Gula Berbasis
kendali otomatis diperlukan untuk mempermudah dan Mikrokontroler. Pada sistem ini bagian yang sangat
mempercepat proses pengepakan. Tetapi pada proses penting adalah sensor, yang mana berfungsi sebagai
pengepakan yang banyak dilakukan oleh industri masukkan/input untuk menjalankan proses kerja yang di
produksi gula tidak bisa untuk mengklasifikasikan berat inginkan. Sensor ini akan bekerja mendeteksi
gula yang berbeda-beda. Sehingga membutuhkan mesin
kedatangan kemasan gula yang akan melintas.
yang lebih dari 1 untuk proses pengepakan gula. Untuk
mengatasi kelemahan tersebut diperoleh solusi alternatif
untuk pembuatan alat pengisi gula pasir pada kemasan II. TINJAUAN PUSTAKA
berdasarkan nilai berat gula yang berbeda-beda. Berat Dalam penelitian ini kami mengacu pada penelitian
gula pada alat ini hanya untuk berat 1 kilogram, 500 gram yang berjudul Rancang Bangun Smart Packaging
dan 250 gram. Pada sistem alat ini menggunakan sensor
Machine Dengan Mengintegrasikan Programmable
berat berupa load cell dan scroll ulir yang digunakan
untuk membuka atau menutup hoper (tabung
Logic Controller (PLC) Berbeda Vendor (PLC Allen
penyimpanan gula) yang diproses melalui Bradley Dan Scada) , merupakan buku tugas akhir
mikrokontroller. Selanjutnya kemasan gula akan yang disusun oleh Rudy Irawan yang menunjukkan
diklasifikasikan oleh pneumatic berdasarkan nilai berat bahwa PLC modicon dapat berkomunikasi dengan PLC
gula yang telah disetting. Hasil yang diharapkan pada Allen Bradley meskipun berbeda vendor, dibutuhkan
penelitian ini adalah untuk menghasilkan alat yang sesuai perantara yang digunakan untuk menggabungkan PLC
untuk diaplikasikan di industri produksi gula untuk Allen Bradley dan PLC Modicon, dalam tugas akhir ini
membantu proses pengepakan gula. digunakan HMI Touch Screen. Integrasi PLC berbeda
vendor dapat diterapkan di industri yang ingin
Kata kunci : Load cell, Scroll ulir, Pneumatic, menambah sistem kontrol tetapi tidak merubah sistem
Mikrokontroller
kontrol yang lama.
Berdasarkan dari tugas akhir, Dennis Epriyanto yang
I. PENDAHULUAN berjudul Rancang Bangun Penimbangan Dan
ewasa ini perkembangan ilmu pengetahuan dan Pengepakan Pada Produksi Gula Menggunakan PLC,
D teknologi telah mengalami peningkatan yang amat
pesat. Keadaan ini telah berimbas di semua bidang
(Sub Judul : Monitoring Pengepakan Pada Produksi
Gula) yang menunjukkan bahwa Pada PLC tegangan
kehidupan manusia. Salah satu bidang yang terkena keluaran ADC yang terukur hingga 10.5 Volt sekitar
imbas dari keadaan ini adalah bidang industri produksi 4000 desimal dalam nilai digital, sehingga tegangan
gula. keluaran load cell perlu dikuatkan hingga 1000 kali
Pada industri produksi gula, sistem kendali otomatis untuk mendapatkan range yang jauh dan dapat terbaca
sangatlah diperlukan. Hal itu akan mempermudah bagi pada Visual Basic nilai digitalnya.
operator dalam pengendalian mesin-mesin industri yang
sangatlah komplek. Proses produksi juga akan berjalan III. DASAR TEORI
lebih cepat karena dilakukan secara otomatis oleh
Teori penunjang yang digunakan untuk
mesin.
menyelesaikan pengerjaan sistem pada penelitian ini
Tetapi pada proses pengepakan gula yang banyak
adalah sebagai berikut.
dilakukan pada industri produksi gula hanya untuk berat
A. Mikrokontroler AT Mega 16
50 kilogram tidak bisa untuk gula 25 kilogram dan 1
AVR merupakan seri mikrokontroler CMOS 8-bit
kilogram dalam 1 mesin pengepakan gula.
buatan Atmel, berbasis arsitektur RISC (Reduced
Untuk mengatasi kelemahan seperti diatas, maka
Instruction Set Computer) yang ditingkatkan. Hampir
timbul ide penulis untuk membuat Rancang Bangun
semua instruksi dieksekusi dalam satu siklus clock.

B12-1
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31
31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

AVR mempunyai 32 register general-purpose,


general
timer/counter fleksibel
eksibel dengan mode compare, interrupt
internal dan eksternal, serial UART, programmable
Watchdog Timer, dan mode power saving. Mempunyai
ADC dan PWM internal. AVR juga mempunyai
In-System
System Programmable Flash on-chip on yang
mengijinkan memori program untuk diprogram
di ulang
dalam sistem menggunakan hubungan serial SPI.
ATmega16 adalah mikrokontroler CMOS 8-bit 8
Gambar 3.3 Bentuk fisik sensor load cell
daya-rendah
rendah berbasis arsitektur RISC yang
ditingkatkan.
C. Sensor Cahaya
Sensor cahaya adalah alat yang digunakan untuk
mengubah besaran cahaya menjadi besaran listrik.
Prinsip kerja dari alat ini adalah mengubah energi dari
foton menjadi elektron.. Idealnya satu foton dapat
membangkitkan satu elektron. Sensor cahaya sangat
luas penggunaannya, salah satu yang paling populer
adalah kamera digital.. Pada saat ini sudah ada alat yang
digunakan untuk mengukur cahaya yang mempunyai 1
buah foton saja.
D. Pneumatic
Gambar 3.1 Pin-pin
pin Atmega16 dalam kemasan 40-pin
40 DIP
Perangkat pneumatik bekerja dengan memanfaatkan
udara yang dimampatkan (compressed air). Dalam hal
pin pada Atmega16 dengan kemasan 40-pin DIP
Pin-pin
ini udara yang dimampatkan akan didistribusikan
(dual in-line package)
age) ditunjukkan oleh Gambar 3.1.
3
kepada sistem yang ada sehingga kapasitas sistem
untuk memaksimalkan performa dari mikrokontroler,
terpenuhi. Untuk memenuhi kebutuhan udara yang
AVR menggunakan arsitektur Harvard (dengan memori
dimampatkan kita
ita memerlukan Compressor
dan bus terpisah untuk program dan data). Sedangkan
(pembangkit udara bertekanan). Debit yang diukur
untuk blok diagram arsitektur CPU C dari AVR
adalah m3/menit. Tekanan udara yang dibutuhkan pada
ditunjukkan oleh Gambar 3.2.
alat pengontrol pneumatik seperti silinder, katup serta
peralatan lainnya adalah 6 bar, supaya efektif dan efisien
dalam penggunaannya
annya (range alat 310
3 bar). Dan untuk
memelihara keawetan peralatan haruslah diperoleh
udara kering, yaitu agar tidak terjadi korosi pada pipa
saluran udara, pelumasan yang ada tidak terbawa uap
air, tidak terjadi kontaminasi bila udara mampat
langsung kontak
ntak dengan produk yang sensitif seperti cat
dan makanan.
Pneumatik dewasa ini memegang peranan penting
dalam pengembangan dan teknologi otomatisasi, di
samping hidraulik dan elektronik/elektrik. Sebelum
1950, pneumatik banyak dipakai sebagai media kerja
dalam bentuk energi tersimpan. Tapi setelah 1950
Gambar 3.2 Blok diagram arsitektur ATmega16 dipakai dan dikembangkan sebagai elemen kerja.

B. Load Cell
Prinsip kerja dari load cell adalah berdasarkan hokum
Hooke yang terdiri dari 4 strain gauge didalamnya.
Dimana 2 strain gauge mengalami tarik dan 2 strain
gauge mengalami tekan. Akibat adanya beban, pegas
mengalami regangan yang dinyatakan dalam angka
strain yang selanjutnya diteruskan ke amplifier.
Load cell adalah komponen utama pada sistem Gambar 3.4 Bentuk fisik pneumatic cylinder
timbangan digital. Tingkat keakurasian timbangan
bergantung dari jenis load cell yang dipakai. Sensor
load cell apabila diberi beban pada inti besi maka nilai IV. KONFIGURASI SISTEM
resistansi di strain gauge-nya nya akan berubah yang A. Perencanaan Sistem
dikeluarkan melalui empat buah kabel. Dua kabel Dalam membangun sistem otomatisasi pengisi gula
sebagai eksitasi dan dua kabel lainnya sebagai sinyal pasir pada kemasan berdasarkan nilai berat gula yang
keluaran ke kontrolnya. berbeda-beda
beda sebagai solusi untuk mempermudah dan
mengatasi permasalahan-permasalahan
permasalahan yang timbul

B12-2
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31
31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

C. Perencanaan Motor
otor DC
Motor yang digunakan untuk menggerakan scroll
ulir pada hoper dalam penelitian ini direncanakan
sebagai berikut :
Torsi mekanik

T = F d (1)
Seperti tampak pada gambar 4.3
4 berikut ini:

Gambar 4.1 Blok


lok diagram sistem

pada proses pengepakan gula,, dapat dilihat dalam blok


diagram sistem secara keseluruhan
keseluruha yang ditunjukkan
pada Gambar 4.1.
Dari blok diagram di atas, dapat dilihat bahwa Gambar 4.3 Menentukan torsi mekanik
mikrokontroler mendapatkan masukkan dari sensor
cahaya, keypad dan sensor berat (load cell) yang masuk Keterangan :
ke adc internal mikrokontroler. Mikrokontroler T= Torsi dalam Newton Meter (NM)
memerintahkan pada saat kapanapan motor induksi dan F=Gaya (force) dalam Newton (N)
motor dc bekerja. Motor induksi digunakan untuk d=Jarak benda dalam satuan meter (m)
menjalankan atau menghentikan konveyor dengan
kecepatannya diusahakan rendah dengan menggunakan Untuk menentukan tenaga atau force gravitasi
gra bumi
inverter sebagai controlnya.. Sedangkan motor dc adalah :
digunakan untuk menggerakkan scroll ulir pada hoper
untuk proses pengisian gula.
Berat gula pada sistem ini terdapat 3 macam yaitu F = m g (2)
berat 1 kg, 500 gram, dan 250 gram yang nantinya
nanti akan
diklasifikasikan oleh pneumatic. Pneumatic tersebut Keterangan:
bekerjanya memerlukan tenaga angin melalui F = Gaya benda (N-newton)
kompresor untukk mendorong kemasan gula ke tempat m = Massa atau berat (kg)
yang disediakan berdasarkan nilai berat gula. g = Grafitasi bumi

B. Perencanaan Desain Konstruksi Berdasarkan desain yang kami buat untuk


untu penelitian
Desain konstruksi pada alat ini menggunakan besi ini dengan kapasitas daya tampung hoper sebesar 5 kg,
berbentuk kotak dan bentuk U sebagai rangkanya serta dengan tinggi hoper 30 cm, maka perhitungan torsi yang
plat besi stainless digunakan untuk tempat pengisian dibutuhkan sebagai berikut:
gula (hoper) agar gula mudah turun ke bawah karena
permukaan stainless yang licin. Pemilihan besi-besi
besi ini
F = m g
di karenakan lebih kuat dan lebih mudah dibuat sesuai
dengan desain. Konveyor pada penelitian ini = 5kg 9.81
menggunakan 1 buah konveyor dengan panjang = 49.05N
konveyor 2,5 meter lebar 20 cm dan tingginya 70 cm.
Agar gula pada hoper mudah keluar digunakan scroll
ulir yang digerakkan oleh motor dc. Motor dc digunakan
T = F d
karena sesuai untuk memutar scroll ulir pada saat proses = 49.05 0.3
pengisian gula yang membutuhkan torsi lumayan besar. = 14.715 Nm

Jadi torsi yang dibutuhkan sebesar 14.715 Nm.


Sehingga motor DC yang harus digunakan agar scroll
ulir pada hoper dapat berputar harus mempunyai
minimal torsi sebesar 14.715 Nm.

D. Rangkaiann Fullwave Rectifier Satu Fasa


Rangkaian Full Wave Rectifier Satu Fasa ini in
digunakan untuk menyearahkan supply tegangan dari
Gambar 4.2. Desain konstruksi sistem otomatisasi pengisi gula pasir jala-jala
jala yang terdiri dari 4 buah diode, kapasitor dan

B12-3
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31
31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

resistor.. Rangkaiannya seperti yang ditunjukkan pada


Gambar 4.4:

Gambar 4.4 Simulasi rangkaian full wave rectifier 1 fasa


Berikut ini bentuk gelombang tegangan output dan
Gambar 4.7 Simulasi Rangkaian Inverter 1 Fasa
arus output full wave rectifier satu fasa. menggunakan PSIM

F. Rangkaian Instrumentasi Amplifier Load


Cell INA 125
Sensor
nsor berat yang digunakan adalah load cell.
Sensor ini bisa menimbang barang dengan
deng berat
maksimal 2 kg. Gambar 4.8 dibawah ini adalah benuk
dari sensor load cel
Gambar 4.5 Bentuk gelombang tegangan output full wave rectifier 1
fasa

Gambar 4.6 Bentuk gelombang arus output full wave rectifier 1 fasa

Dari tegangan input jala-jala


jala sebesar 220 Volt AC Gambar 4.8 Sensor Load Cell
dengan kapasitor 200 uf dan beban resistansi 378
didapatkan tegangan output sebesar 289 volt DC dan Keluaran dari sensor ini terdiri dari empat kabel
arus output sebesar 0,75 Ampere. yang berwarna merah, hitam, biru, dan putih. Kabel
merah merupakan input tegangan sensor dan kabel
E. Rangkaian Inverter Satu Fasa hitam merupakan input ground pada sensor. Tegangan
Konverter DC ke AC dinamakan inverter. Fungsi input dari sensor ini maksimal sebesar 18 volt. Kabel
sebuah inverterr adalah mengubah tegangan input DC warna biru / hijau merupakan output positif dari sensor
menjadi tegangan output AC. Tegangan outputnya bisa dan kabel putih adalah output ground dari sensor.
tertentu dan bisa pula diubah-ubah
ubah dengan frekuensi Output sensor load cell berupa tegangan. Nilai tegangan
tertentu atau frekuensi yang diubah-ubah.
diubah Tegangan output dari sensor ini sekitar 1 mV.
output variable didapat dengan mengubah-ubah
mengubah
tegangan input DC dann agar gain inverter konstan. Disisi
lain, apabila tegangan input DC adalah tertentu dan
tidak bisa diubah-ubah,
ubah, bisa didapatkan tegangan output
yang variabel dengan mengubah-ubah
ubah gain dari inverter,
yang biasanya dilakukan dengan kontrol PWM didalam
inverter. Pada Gambar 4.7 merupakan rangkaian dasar
dari inverter 1fasa dengan menggunakan PWM untuk
menyulut MOSFET inverter. Switching MOSFET
tersebut dilakukan oleh PWM dengan menggunakan
metode switching gelombang persegi.

Gambar 4.9 Konfigurasi kabel sensor load cell

B12-4
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31
31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Output dari load cell akan dibaca oleh ADC internal Pengujian load cell ini dimaksudkan untuk
mikrokontroler, namun jika langsung dihubungkan menimbang berat gula yang akan di tampilkan pada
antara kabel output load cell dengan PORT ADC mikro layar lcd yang telah dirancang. Untuk menampilkan
maka ADC internal mikro tidak dapat membaca nilai berat dan pembacaan adc pada lcd maka harus
tegangan output dari load cell karena terlalu kecil memprogram pada mikrokontroler atmega16.
nilainya. Oleh karena itu sebelum masuk ke PORT ADC
mikrokontroler, output load cell harus dikuatkan
B. Pengujian Motor DC pada Hoper
menggunakan rangkaian IC INA 125.
Pengujian motor DC pada hoper dilakukan dengan
cara memberi tegangan yang bervariasi yaitu 24 volt dan
30 volt pada kemasan gula 1 kg, 500 gram dan 250
gram.

Gambar 4.10 Rangkaian amplifier sensor load cell menggunakan IC


INA 125

V. PENGUJIAN SISTEM

Gambar 5.1 Pengujian Hoper Dengan Beban


A. Pengujian Sensor Load Cell
Tabel 5.2 Data Hasil Pengujian Hoper dengan Beban 1 Kg
Pengujian sensor load cell dilakukan dengan cara
memberi gaya atau beban pada loadcell
oadcell berupa barang
berbentuk kubus dengan berat yang bervariasi yaitu :
100 gram sampai 1000 gram. Data pembacaan loadcell
akan berupa tegangan
ngan yang kemudian akan dikuatkan
dengan rangkaian instruments amplifier INA125 dan
dimasukan kedalam PORT ADC internal Tabel 5.3 Data Hasil Pengujian
gujian Hoper dengan Beban 500 Gram
G
mikrokontroller ATMega16. Tegangan referensi
mikrokontroller = 5volt, data loadcell tegangan awal
sebelum ada beban = 1 volt dan ADC berupa
heksadesimal mikrokontroller dengan nilai minimal 0
sampai maksimal 255 karena ADC yang digunakan
adalah 8 bit.
Untuk mencari tegangan adc yaitu: Tabel 5.4 Data Hasil Pengujian
gujian Hoper dengan Beban 250 Gram
G

Tegangan _ data
Vadc = x 255
Tegangan _ referensi (3)

Tabel 5.1 Data hasil pengujian sensor load cell setelah dikuatkan
dengan IC INA 125
Pengujian ini dimaksudkan untuk mendapatkan
tegangan yang ideal untuk menggerakkan motor dc agar
pengisian gula pasir pada kemasan dapat terisi dengan
cepat dan berat gula yang terisi sesuai dengan
permintaan yaitu 1 Kilogram, 500 Gram dan 250 Gram
dengan diharapkan tanpa adanya kurang atau lebih dari
berat yang diminta.

VI. KESIMPULAN
Dari hasil pengujian dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut :

B12-5
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

[5] Ahmad Ridwan Rancang Bangun Mesin Penyaji Juice Berbasis


Mikrokontroler, Tugas Akhir, EEPIS-ITS, Surabaya, 2010.
1. Tegangan output dari load cell maksimal yang
terbaca 8,74 volt dc.
2. Untuk membedakan berat 800, 900, dan 1 kg diatur
resistor variabel pada amplifier load cell pada
Drs Irianto, MT. Lahir di Surabaya pada tanggal 22
tanpa beban dibuat tegangan outputnya lebih kecil Mei 1964. Sekarang penulis mengabdi sebagai staff
dari 1 volt dc. pengajar tetap di jurusan Teknik Elektro PENS ITS,
3. Dibutuhkan suatu kontroler sebagai pengontrol bidang keahlian sistem pengaturan dan mengajar
mata kuliah matematika 1 s/d 4, sinyal dan sisem,
motor DC pada hoper untuk meningkatkan
digital sinyal processing, dan praktikum elektromagnet.
kepresisian hasil penimbangan gula pada
pembacaan berat oleh sensor load cell.
Ir. Sutedjo, MT. lahir di Trenggalek 07 Januari 1961.
Sekarang penulis mengabdi sebagai staff pengajar
tetap di jurusan Teknik Elektro PENS ITS dan
DAFTAR PUSTAKA mengajar mata kuliah bengkel listrik, mesin listrik dan
[1] Irawan Rudy, Rancang Bangun Smart Packaging Machine praktikum mesin listrik.
Dengan Mengintegrasikan Programmable Logic Controller
(PLC) Berbeda Vendor (PLC Allen Bradley Dan Scada) , Tugas Labib Faizul Muttaqin. Lahir di Sidoarjo pada
Akhir EEPIS-ITS Surabaya, 2008. tanggal 23 Januari 1990. Riwayat pendidikan penulis
[2] Fanny Ferdino, Rancang Bangun Penimbangan Dan dimulai pada tahun 1996 di MI Salafiyah Ketapang
Pengepakan Pada Produksi Gula Menggunakan PLC , Tugas Tanggulangin Sidoarjo dan berhasil lulus pada tahun
Akhir EEPIS-ITS Surabaya, 2009. 2002, selanjutnya studi di SMP Negeri 1
[3] Mardika Aji Setya Pratama., Rancang Bangun Konveyor Untuk Tanggulangin Sidoarjo dan lulus tahun 2005. Tidak
Sistem Sortir Berdasarkan Berat Barang, Tugas Akhir, sampai disitu, paencarian ilmu dilanjutkan ke MAN Sidoarjo dan lulus
EEPIS-ITS,Surabaya, 2011. pada tahun 2008. Pada tahun 2008 penulis kembali melanjutkan studi
[4] Budiharto,Widodo, Teknik Interfacing Komputer dan di PENS-ITS pada jurusan Teknik Elektro Industri. Sekarang ini
Mikrokontroler. Elex Media Komputindo : Jakarta, 2005.
penulis aktif sebagai mahasiswa PENS-ITS.

B12-6
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Penentuan Lower Limb Joint Angles Berdasar


Respon Akselerometer dalam Pengembangan
Wearable Sensor untuk FES
Benedictus Indrajaya*, Rachmad Setiawan, Achmad Arifin
Bidang Keahlian Teknik Elektronika, Program Pascasarjana Teknik Elektro
Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
*Email : benedictus10@mhs.ee.its.ac.id / benelct@yahoo.com

Telah banyak penelitian mengenai pengukuran lower


Abstrak - Banyaknya pasien yang mengalami limb joint angles, sebagian besar menggunakan resistor
kelumpuhan, misal, akibat stroke memerlukan rehabilitasi variabel [5][6] sebagai sensor posisi sudut (goniometer)
kelumpuhan anggota geraknya. Functional Electrical yang terpasang pada engsel pelana kaki (leg harness).
Stimulation (FES) dapat secara efektif dalam membantu
Struktur goniometer ini dapat menggangu kebebasan
restorasi kelumpuhan fungsi motorik. Untuk sistem FES
terinduksi gait (gaya berjalan), memerlukan sistem sensor gerak pasien dan konstruksi mekaniknya rawan terhadap
untuk memonitor lower limb joint angles sebagai feedback. kerusakan karena sering digerakkan. Penggunaan tilt
Pada paper ini kami mengusulkan penggunaan sensor sensor, menurut forum analog dialoque, Analog
akselerometer dan giroskop untuk mengukur lower limb Devices, Inc. 1995, disebutkan: penggunaan liquid tilt
joint angles, yaitu sudut sendi heap, knee dan ankle. sensor untuk mendeteksi posisi sudut kaki akan terjadi
Pengunaan sensor berteknologi MEMSs dengan ukuran
masalah sloshing cairan di dalam sensor, sehingga
yang kecil bertujuan agar sistem sensor mudah dipakai
dan nyaman bagi pasien. Dijabarkan bagaimana hanya kecepatan berjalan lambat saja yang bisa diukur
penentuan persamaan lower limb joint angles berdasar dengan baik. Sedangkan penggunaan ball-bearing
vektor akselerasi akselerometer yang terpasang pada switches tilt sensor pada medan perbukitan atau naik
segmen tubuh, paha, betis dan telapak kaki, untuk tangga akan menghasilkan data yang acak. Penggunaan
mengukur sudut tilt tiap segmen. Pengujian dilakukan akselerometer dan giroskop dalam pengukuran sudut
dengan menggunakan model kaki dari seorang subyek
sendi kaki dengan berbagai metode telah dilakukan
dengan skala 1:1 didapat hasil yang linier dengan nilai
RMSE sudut heap = 0,96o, RMSE sudut knee = 1,25o dan [2][3][4], namun belum mencakup keseluruhan sendi
RMSE sudut ankle = 1,81o. Dengan metode yang diusulkan pada kaki.
peletakan posisi sensor lebih mudah dilakukan. Berdasar Pada penelitian ini kami mengusulkan sistem
hasil penelitian ini, kedepan akan dilanjutkan penelitian pengukuran lower limb joint angles berbasis sensor
tentang penentuan lower limb joint angles pada subyek inersia yaitu akselerometer dan giroskop. Sebagai tahap
yang berjalan dengan normal gait.
pertama dari penelitian akan dicari persamaan untuk
menentukan sudut sendi pinggang (heap), lutut (knee)
Kata Kunci lower limb joint angles, akselerometer,
sudut tilt, normal gait, FES. dan sendi telapak kaki (ankle) berdasar respon
akslerometer dalam mengukur kemirigan (tilt) segmen
tubuh, paha, betis dan telapak kaki terhadap vektor
I. PENDAHULUAN gravitasi.

F unctional electrical stimulation (FES) telah banyak


diteliti untuk digunakan dalam restorasi kemampuan
motorik pasien yang mengalami kerusakan susunan
II. PENGUKURAN DAN SENSOR
A. Pengukuran Lower Limb Joint Angles
syaraf pusat yang diakibatkan oleh spinal cord injury Sudut heap didefinisikan sebagai sudut antara antara
(SCI) maupun stroke. Untuk tungkai bawah (lower pelvis (pinggul) dan femur (paha), sudut lutut adalah
limb), FES dapat memperbaiki gaya berjalan (gait) sudut antara femur dan tibia (betis). Sudut engkel kaki
dengan mengontrol fase berayun gait dan mencegah didefinisikan sebagai sudut antara tibia dan garis
jatuhnya kaki secara tiba-tiba pada lantai (foot drop) [1]. mendatar pada telapak kaki. Meski sudut ini biasanya
Untuk merealisasikan sistem closed-loop FES sebagai sekitar 90, namun didefinisikan sebagai 0.
fungsi dari gait, salah satu metode yang digunakan Secara umum, gerakan flexion (menekuk angota
adalah memonitor secara kontinyu besar sudut gerak) adalah gerakan sudut ke arah nilai positif dan
persendian lower limb untuk digunakan sebagai gerakan extension (memanjangkan angota gerak) adalah
feedback. Diperlukan sistem pengukuran lower limb gerakan sudut ke arah nilai negatif. Sudut 0 untuk
joint angles yang mudah dipakai, tidak membatasi gerak semua sendi didefinisikan sebagai sudut saat tubuh
pasien yang berakibat negatif pada psikologis pasien posisi berdiri tegak [6].
sehingga menghambat proses rehabilitasi.

B13-1
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Gambar 2. Posisi Sensor pada Segmen: Body, Thigh dan Shank

Gambar 1. Inertial Measurement Unit: MMA7361L dan LPY510AL

B. Pemilihan Sensor
Sensor yang digunakan adalah akselerometer
3-sumbu MMA7361L dengan skala 1.5 g atau 6 g
Gambar 3. Posisi Sensor pada Segmen Foot
buatan Freescale Semiconductor, Inc. Untuk mengukur
gerakan kaki manusia yang relatif lambat, maka akan
dipilih skala 1.5 g (1 g = 9.81 m/detik2). dimana %&_' dan %&_( adalah tegangan output
Digunakan pula sensor giroskop 2-axis LPY510AL akselerometer pada sumbu X dan sumbu Z, sedangkan
dengan skala 400/s buatan STMicroelectronics. Pada %(!)&_* adalah tegangan output akselerometer pada tiap
analisa respon statis sudut sendi kaki, giroskop sumbunya ketika mengalami percepatan gravitasi nol.
digunakan sebagai penentu orientasi sudut tilt. Nilai %(!)&_* dan +, -./.0./ - dapat dilihat pada
Sensor akselerometer dan giroskop yang digunakan datasheet akselerometer [8].
menggunakan teknologi micro-electro-mechanical Arah sudut positif dan negatif ditentukan oleh sumbu
system (MEMS) dengan ukuran yang kecil, bertujuan laju-X giroskop, dimana bila berputar searah jarum jam
agar sistem sensor mudah dipakai dan nyaman bagi akan bernilai negatif, demikian sebaliknya.
pasien. Kedua sensor dijadikan satu PCB menjadi sensor Dengan pemilihan posisi sensor seperti di atas dapat
inersia (Inertial Measurement Unit / IMU) dengan arah dibuat sketsa diagram vektor untuk masing-masing
vektor sumbu seperti pada Gambar 1. Dibutuhkan empat segmen lower limb seperti pada Gambar 4. Sehingga
unit sensor inersia yang ditempatkan pada segmen body, sudut tilt untuk tiap segmen lower limb adalah:
paha, betis dan telapak kaki.
= 1
(6)
1
C. Penempatan Sensor
Untuk mendapatkan respon linier akselerometer = 2
(7)
dalam mengukur sudut tilt suatu segmen terhadap vektor 2

gravitasi, hasil pengukuran tidak dipengaruhi oleh


variasi suhu ruangan dan catu daya, maka digunakan = 3
(8)
3
dua axis akselerometer yaitu sumbu X dan Z. Untuk
= 4 56
mengukur sudut tilt segmen body, paha dan betis dipilih
(9)
posisi sensor seperti pada Gambar 2, sedangkan untuk 5
segmen foot seperti pada Gambar 3. Pemilihan posisi
sensor ini berguna untuk memudahkan penempatan
sensor pada tubuh pasien.
Sudut tilt segmen body, paha dan betis dapat dihitung
dengan:
, , = (1)

Sedangkan sudut tilt segmen foot dapat dihitung dengan:

= (2)

dimana dan adalah vektor akselerasi sumbu X


dan sumbu Z akselerometer dalam satuan g, saat posisi
sudut tilt sensor sebesar o , dihitung dengan:

=
_ _
(3)
!" # #$#

=
_ _
(4) Gambar 4. Sketsa Diagram Vektor Akselerasi Akselerometer pada
!" # #$#
Tiap Segmen Lower Limb

B13-2
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

dimana , , dan adalah sudut tilt segmen: body,


thigh, shank dan foot tehadap vector gravitasi, semua
dalam satuan derajad. Sedangkan , , , , , ,
dan adalah vektor akselerasi sumbu X dan Z
untuk masing-masing akselerometer yang terpasang
pada segmen body, thigh, shank dan foot, semua dalam
satuan g.

III. PENENTUAN LOWER LIMB JOINT ANGLES


Dari sketsa diagram vektor akselerasi akselerometer
pada Gambar 4 dapat disusun persamaan untuk
penentuan lower limb joint angles sebagai berikut:

7 = (10)

8 = (11)

= 45& (12)

dimana 7 adalah sudut sendi heap, 8 = sudut sendi


knee dan = sudut sendi ankle, semua dalam satuan
derajad. Sedangkan , , dan adalah sudut tilt
segmen: body, thigh, shank dan foot tehadap vektor
gravitasi. Gambar 5. Model Statis Lower Limb untuk Pengujian Persamaan
Persamaan (10) sampai dengan Persamaan (12) Joint Angles
didapat dari sketsa diagram vektor tiap akselerometer
pada lower limb (Gambar 4) dengan bentuk permukaan
kontur segmen body, thigh, shank dan foot yang lurus. IV. PENGUJIAN DENGAN MODEL STATIS
Bila sensor-sensor dipasang pada tubuh manusia dengan
Untuk menguji Persamaan (13) sampai dengan
kontur permukaan segmen yang tidak lurus dan rata,
Persamaan (15) dibuat sebuah model kaki statis yang
maka persamaan perlu disesuaikan. Penyesuaian
diambil dari seorang subyek dengan skala 1:1 seperti
dilakukan dengan menghitung simpangan tiap sudut
pada Gambar 5. Pada tiap sendi dipasang busur derajad
sendi terhadap posisi zero (0o), yaitu posisi sudut tiap
untuk mengukur besar sudut tiap sendi dengan jangkah
sendi subyek saat berdiri tegak. Sehingga Persamaan
pengukuran berdasar range gerakan sudut sendi pada
(10) sampai dengan Persamaan (12) disesuaikan
manusia yang berjalan dengan normal gait.
menjadi:
7 = ( ) 7>
Range sudut sendi heap untuk normal gait berkisar
(13)
antara -10o sampai +40o, sedangkan sudut sendi knee
berkisar antara 0o sampai +70o dan range untuk sudut
8 =( ) 8> (14)
sendi ankle berkisar antara -20o sampai +40o [6].
= ( 45& ) > (15) Untuk menguji persamaan sudut sendi heap,
Persamaan (13), sudut heap digerakan mulai dari -40o
sampai +40o sedangkan sudut knee dan ankle dibuat
Notasi digunakan untuk menyatakan bahwa yang
diukur adalah simpangan dari posisi zero, dimana 7 ,
tetap, dalam hal ini sendi knee dan ankle dikunci agar
tidak berubah (pada posisi zero) ketika sudut heap
8 , dan adalah besar sudut sendi pada heap, knee
digerakan. Hasil vektor output akselerometer dan
dan ankle. Sedangkan 7> , 8> , dan > adalah
perhitungan sudut heap seperti pada Gambar 6.
besar sudut sendi pada heap, knee dan ankle pada saat
Pengujian persamaan sudut sendi knee, yaitu
posisi zero, dihitung dengan:
Persamaan (14), dilakukan dengan menggerakan sudut
knee mulai dari -10o sampai +75o, untuk sudut heap dan
7> = > > (16)
ankle dibuat tetap. Vektor output akselerometer dan
perhitungan sudut heap seperti pada Gambar 7.
8> = > > (17)
Sedangkan untuk menguji persamaan sudut sendi
ankle, Persamaan (15), sudut ankle digerakan mulai dari
> = > > 45& (18)
-30o sampai +30o sedangkan sudut heap dan knee dibuat
tetap. Hasil vektor output akselerometer dan
dimana > , > , > dan > adalah sudut tilt segmen
perhitungan sudut ankle seperti pada Gambar 8.
body, thigh, shank dan foot saat berdiri tegak (posisi
zero / 0o).

B13-3
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Pada pengujian persamaan sudut sendi heap, didapat


nilai root mean square error (RMSE) sudut sendi heap
terhadap pembacaan busur derajad heap = 1,11o. RMSE
sudut sendi knee = 2,14o dan RMSE sudut sendi ankle =
3,56o.
Untuk pengujian persamaan sudut sendi knee didapat
nilai RMSE sudut sendi knee = 0,67o, RMSE sudut sendi
heap = 0,79o dan RMSE sudut sendi ankle = 1,46o.
Gambar 6. Output Vektor Akselero dan Perhitungan Sudut Sendi
Saat Sudut Heap Digerakan dari Sudut -40o sampai dengan +40o
Pengujian persamaan sudut sendi ankle didapat nilai
RMSE sudut sendi ankle = 1,09o, RMSE sudut sendi
heap = 0,83o dan RMSE sudut sendi knee = 0,41o.
Dari keseluruhan eksperimen didapat rata-rata nilai
RMSE untuk sudut heap = 0,96o, RMSE sudut knee =
1,25o dan RMSE untuk sudut ankle = 1,81o.
Terlihat bahwa hasil pengukuran lower limb joint
angles tidak terpengaruh oleh akurasi peletakan sensor
pada posisi tertentu pada lower limb pasien, sehingga
memudahkan pemasangan sistem sensor oleh terapis
pada tubuh pasien.
Gambar 7. Output Vektor Akselero dan Perhitungan Sudut Sendi Dari hasil RMSE pada tiap uji persamaan sudut sendi
Saat Sudut Knee Digerakan dari Sudut -10o sampai dengan +75o di atas, cukup memberikan prospek untuk penelitian
lanjutan tentang penentuan besar lower limb joint angles
pada kondisi dinamik, jika sensor terpasang pada pasien
yang bergerak dengan gaya berjalan normal. Respon
dinamik dari sensor yang terpasang pada segmen body,
thigh, shank dan foot untuk menentukan besar joint
angles dapat diturunkan dari Persamaan (13) sampai
dengan Persamaan (15).
Banyak penelitian menyebutkan penggunaan
akselerometer sebagai pengukur sudut tilt suatu segmen
Gambar 8. Output Vektor Akselero dan Perhitungan Sudut Sendi
pada kondisi dinamik/begerak, akan terganggu oleh
Saat Sudut Angkel Digerakan dari Sudut -30o sampai dengan +30o
percepatan translasi segmen tersebut [7]. Penggunaan
akselerometer untuk mengukur sudut tilt segmen body,
V. HASIL EKSPERIMEN DAN DISKUSI thigh, shank dan foot saat subyek berjalan akan
Pada Gambar 6 terlihat bahwa saat sudut heap terganggu pula oleh getaran yang ditimbulkan oleh
digerakan dari sudut -40o sampai dengan +40o, didapat benturan kaki dan lantai [2].
hasil perhitungan sudut heap (sumbu tegak grafik Sebagai alternatif pengukur sudut tilt suatu segmen
Perhitungan Sudut Sendi) dengan Persamaan (13), linier pada kondisi dinamik/begerak dapat digunakan sensor
terhadap hasil pembacaan busur derajad heap (sumbu giroskop karena output sensor ini tidak terpengaruh oleh
datar grafik). Hasil perhitungan sudut knee dengan percepatan translasi dan getaran. Dengan melakukan
Persamaan (14) dan perhitungan sudut ankle dengan integral pada kecepatan sudut yang dihasilkan giroskop
Persamaan (15) cenderung bernilai sekitar 0o, hal ini akan didapat posisi sudut tilt dari segmen yang diukur
sesuai dengan kondisi bahwa sendi pada knee dan ankle [3][4][5][7]. Namun karena sifat alami giroskop pasti
dibuat tetap pada nilai zero-nya. terdapat DC bias error, maka jika dilakukan integral
Saat sudut knee digerakan dari -10o sampai dengan terhadap terhadap waktu akan terjadi akumulasi bias
+70o pada Gambar 7 terlihat bahwa hasil perhitungan error yang mengakibatkan hasil pengukuran posisi
sudut knee dengan Persamaan (14), linier terhadap hasil sudut giroskop cenderung melayang (drift) dari waktu
pembacaan busur derajad knee. Sedangkan hasil ke waktu.
perhitungan sudut heap dengan Persamaan (13) dan Kedepan penelitian akan dilanjutkan untuk
perhitungan sudut ankle dengan Persamaan (15) bernilai menentukan besar lower limb joint angles pada kondisi
sekitar 0o, sesuai dengan kondisi bahwa sendi pada heap subyek berjalan normal. Besar sudut tilt segmen body,
dan ankle dibuat tetap pada nilai zero-nya. thigh, shank dan foot akan diestimasi dengan Kalman
Demikian pula saat sudut ankle digerakan dari -10o Filter untuk menggabungkan (fusi) output dari
sampai dengan +70o pada Gambar 8 terlihat bahwa hasil akselerometer dan giroskop (sensor inersia) yang
perhitungan dengan Persamaan (15), sudut ankle linier terpasang pada tiap segmen. Besar lower limb joint
terhadap hasil pembacaan busur derajad ankle. Hasil angles akan dihitung menggunakan Persamaan (13)
perhitungan sudut heap dengan Persamaan (13) dan sampai Persamaan (15) dengan input hasil estimasi
perhitungan sudut knee dengan Persamaan (14) bernilai Kalman Filter untuk sudut tilt segmen body, thigh,
sekitar 0o. shank dan foot.

B13-4
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

VI. KESIMPULAN Hasil estimasi Kalman Filter digunakan sebagai input


Penentuan besar sudut persendian untuk tungkai Persamaan (13) sampai dengan Persamaan (15) akan
bawah dengan menggunakan sensor inersia didapat nilai lower limb joint angles.
(akselerometer dan giroskop) dapat diturunkan berdasar
vektor akselerasi sensor-sensor akselerometer yang
terpasang pada tiap segmen tungkai bawah tubuh DAFTAR PUSTAKA
manusia. [1] Materi Mata Kuliah Pengenalan Bidang Riset, A. Arifin,
Pascasarjana Teknik Elektro, Institut Teknologi Sepuluh
Pada pengujian persamaan sudut sendi heap, Nopember Surabaya, 2010.
Persamaan (13), didapat rata-rata nilai RMSE untuk [2] H. Saito, T. Watanabe, A. Arifin, "Ankle and Knee Joint Angle
sudut heap 0,96o. Untuk pengujian persamaan sudut Measurements during Gait with Wearable Sensor System for
Rehabilitation, O. Dssel and (Eds.): WC 2009, IFMBE
sendi knee, Persamaan (14), didapat RMSE sudut knee
Proceedings 25/IX, pp. 506509
1,25o. Sedangdan pengujian persamaan sudut sendi [3] SJ. Morris Bamberg, dkk., "Gait Analysis Using a
ankle, Persamaan (15), didapat RMSE sudut ankle Shoe-Integrated Wireless Sensor System", IEEE Ttransaction on
1,81o. Dari hasil evaluasi RMSE tersebut memberikan Information Technology in Biomedicine, VOL. 12, NO. 4, JULY
2008
prospek untuk melanjutkan penelitian tentang penentuan [4] H. Lau, K. Tong, "The reliability of using accelerometer and
besar lower limb joint angles untuk respon dinamik. gyroscope for gait event identification on persons with dropped
Hasil pengukuran lower limb joint angles dengan foot", Gait & Posture 27 (2008) 248257, 2007 Elsevier B.V.
[5] "Gait Analysis, Leg Harness and BodyLAB, Robotic Systems
metode yang diusulkan tidak terpengaruh oleh akurasi Ltd, 2007. Availabel: http://www.robotic-systems.co.uk
peletakan sensor pada posisi tertentu pada lower limb [6] J. Perry, "Gait Analysis Normal and Pathological Function",
pasien, sehingga memudahkan pemasangan sistem SLACK Incorporated, NJ, 1992
[7] YS. Suh, Attitude Estimation Using Low Cost Accelerometer
sensor oleh terapis pada tubuh pasien. and Gyroscope, in Proc. IEEE, 2003, Korea-Russia
Kedepan penelitian akan dilanjutkan untuk International Symposium, pp 423-427.
menentukan besar lower limb joint angles pada kondisi [8] "MMA7361L 1.5g, 6g Three Axis Low-g Micromachined
Accelerometer" Data sheet. Freescale Semiconductor, Inc.,
subyek berjalan normal. Kalman Filter digunakan untuk 2008.
estimasi untuk sudut tilt segmen body, thigh, shank dan
foot.

B13-5
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Aplikasi Sensor Micro Electro Mechanical


System (MEMS) Sebagai Identifikasi
Ketidaknormalan pada Conveyor Belt System
Berbasis FFT dan Neural Network
Sumantri K. Risandriya1*, Nurman Pamungkas2
Jurusan Teknik ELektro, Politeknik Negeri Batam, Batam1*
Jurusan Teknik Mesin, Politeknik Negeri Batam2
(sumantri@polibatam.ac.id)

metode untuk mengubah sinyal domain waktu menjadi


Abstrak- Sensor MEMS accelerometer adalah salah satu domain frekwensi digunakan untuk mengetahui karakter
sensor getaran yang memiliki kelebihan harga lebih sinyal antara belt dan bearing yang normal dan tidak
murah, ukuran lebih kecil, daya yang dibutuhkan lebih normal, kemudian dilakukan analisa octave band untuk
kecil dibandingkan sensor getaran konvensional yang
ada. Dengan kelebihan ini,maka sensor MEMS
mengetahui rata-rata nilai power dari frekwensi yang
diaplikasikan untuk mendeteksi ketidaknormalan pada dianalisa. Kemudian nilai rata-rata (mean) dari octave
conveyor belt system sebagai obyek yang akan band menjadi input bagi Neural network untuk
diidentifikasi. Pada penelitian ini ketidaknormalan kemudian diidentifikasi ketidaknormalan belt dan
dibatasi pada kekendoran belt dan bearing sebagai obyek bearing.
yang akan diidentifikasi. Dengan menggunakan metode
Fourier Transform, octave band maka spectrum frekwensi
untuk ketidaknormalan dapat dideteksi dan kemudian
II. ACCELEROMETER MEMS
dengan menggunakan metode Neural network untuk
mengidetifikasi ketidaknormalannya. Diharapkan MEMS (Micro-electro Mechanical System) adalah
penelitian ini dapat dimanfaatkan di industri yang
merupakan sebuah sensor mekanik yang dikemas ke
banyak menggunakan Conveyor belt sebagai media
transport logistik pada proses produksinya. dalam bentuk Integrated Circuit (IC). Karena
merupakan sebuah microelectronic maka komponen
Katakunci: MEMS accelerometer, Conveyor belt. utama penyusunnya adalah silicon dan dalam ukuran
Micron. Dan biasa digunakan untuk mengukur
percepatan, posisi, atau kejutan. Karena material yang
I. PENDAHULUAN digunakan adalah jenis Silicon,maka MEMS dapat
MEMS (Micro-Electro Mechanical system) dibuat dalam ukuran hingga Micron. Gambar 1
merupakan salah satu alternative sensor getaran yang menunjukkan struktur akselerometer berbasis MEMS
memiliki bentuk fisik lebih kecil, harga relative lebih
murah, konsumsi arus dan daya lebih kecil, dan tidak
terpengaruh noise yang ditimbulkan oleh suara getaran.
Conveyor belt merupakan salah satu komponen di
Industri yang paling banyak digunakan terutama industri
yang menggunakan prinsip Handling material.
Sehingga monitoring kondisi conveyor sangat penting
dilakukan sebagai upaya Preventive maintenance untuk
mencegah kerusakan yang lebih besar. Monitoring
kondisi pada conveyor pada penelitian ini dibatasi untuk
ketegangan(Tension) pada belt dan bearing. frekuensi
getaran alami (Natural vibration Frequency) ditentukan
oleh besarnya tegangan (Tension) Belt, kecepatan
conveyor, jarak antar pulley, dan massa dari belt/satuan
panjang (g/m) (B.Fazenda,dkk, 2009). Frekwensi alami
(Natural Frequency) akan meningkat tidak linear Gambar 1. Struktur akselerator berbasis MEMS
dengan perubahan tegangan (Tension) dari belt, (Hou
Yu Fu,dkk, 2008). Fourier Transform sebagai salah satu

B14-1
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Prinsip dasar dari sensor MEMS adalah capasitive B. Rangkaian pengkondisi sinyal
sensor dimana dengan percepatan getaran tertentu akan Dikarenakan sinyal output dari sensor MEMS
mengakibatkan perubahan kapasitansi dan pada sangatlah kecil yaitu 38mV/g(datasheet
akhirnya akan mengakibatkan perubahan tegangan ADXL150,2008) maka perlu dikuatkan untuk dapat
output dari sensor MEMS seperti persamaan di bawah: dibaca antar muka berupa Mikrokontroler
ATMega128L. rangkain yang digunakan sebagai
. pengkondisi sinyal adalah rangkaian instrumentasi
a=- C (1)
dengan penguatan 10x seperti gambar 4. Dibawah.
dimana output tegangan sensor kapasitif dari sensor
MEMS ditentukan oleh persamaan:

= (2)

Dari sini dapat disimpulkan bahwa perubahan


kapasitansi mengakibatkan perubahan tegangan pada
sensor output, sedang perubahan kapasitansi berbanding
lurus dengan percapatan getaran ( ) dimana 9.8( ) =
1g.
Sensor MEMS yang digunakan adalah ADXL150
produksi dari Analog Device memiliki kapasitas
akselerasi maksimum 50g. dengan sensitifitas 38mv/g.
Gambar 3. Rangkaian instrumentasi sensor MEMS ADXL150

Penguatan sinyal yang didapat :


III. METODE PENELITIAN
A. Rancang bangun sistem Vo = 10 (Vsensor Vpot) (3)
Sistem identifikasi ketidaknormalan pada conveyor
belt system menggunakan 2 buah sensor MEMS. C. Discrete Fourier Transform (DFT) dan Octave
Masing-masing dipasang pada belt, 1 sensor dan Band
bearing, 1 sensor. Data getaran dari sensor MEMS
Pemroses data getaran dari sensor MEMS
kemudian dianalisa pada PC dengan antarmuka
menggunakan Fourier Transform, data dari sensor
Microcontroller ATMega128 dengan komunikasi serial
MEMS sebanyak 1000 sample dengan frequency
RS-232.
Sampling sebesar 500Hz, kemudian diolah untuk
Untuk identifikasi ketidaknormalan conveyor belt
mengetahui frekwensi nya dengan menggunakan DFT.
karena tingkat tegangan (Tension) maka diletakkan
Dari data DFT kemudian diolah dengan menggunakan
sensor MEMS 1 di belt dan untuk identifikasi bearing
Octave Band untuk mengetahui power di frekwensi
maka diletakkan sensor MEMS 2 pada idler dari
band tertentu. Untuk mengetahui power di frekwensi
conveyor sistem.
tertentu tersebut dicari dengan menghitung nilai
rata-rata nya. Persamaan Discrete Fourier Transform
yang digunakan adalah
N /2 N /2
x[ k ] = Re x[n ] cos( 2ni / N ) + Im x[n ] sin( 2ni / N )
n =0 n =0 (4)
Dari frekwensi domain yang didapat dari persamaan
DFT maka dicari power rata-rata dari frekwensi domain.
Untuk menentukan pembagian frekwensi digunakan
metode one octave band dimana untuk mencari
frekwensi tengah, bawah dan atas ditunjukan pada
persamaan (5) di bawah

Gambar 2. Rancang bangun system aplikasi sensor MEMS sebagai


identifikasi ketidaknormalan belt conveyor

Simulasi Conveyor yang digunakan adalah jenis food


grade / light product. Dengan ketebalan belt 2mm .
material dan konstruksi sama dengan bentuk aselinya
sesuai standard Industri dengan perbandingan ukuran
1:20.

B14-2
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

n
ftengah = 10 10 Hz

0, 3 , 6 , 9 , 12, .
n =
. !
"= 10
= 10 . !

Sehingga akan didapat table frekwensi seperti tabel 1


dan 2 di bawah

Tabel 1. Octave band frekwensi Belt

Band F.bawah F.Tengah F.Atas


no. (Hz) (Hz) (Hz) Gambar 5. Neural Network Identifikasi Bearing

1 0,7 1 1,4 Dengan metode Standard Backpropagation maka dan 2


2 1,4 2 3 hidden layer dengan masing-masing layer hidden
3 3 4 5,6 memiliki 15 node. Baik neural network untuk belt dan
4 5,6 8 11 bearing memiliki struktur yang sama hanya input untuk
belt memiliki 6 node mean octave band sedang bearing
5 11 16 22
memiliki 5 node mean octave band.
6 22 31.5 45
Tabel 2. Octave band frekensi Bearing IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Band F.bawah F.Tengah F.Atas A. Pengujian sensor MEMS
no. (Hz) (Hz) (Hz) Pengujian sensor MEMS ini bertujuan untuk
1 11 16 22 mengetahui keberfungsian dari sensor MEMS yang
2 22 31.5 45 digunakan dan mengetahui kapastias maksimum tingkat
3 45 63 89 getaran yang dapat dideteksi dengan menggunakan
satuan percepatan gravitasi (1g = 9,8m/s2 ).
4 89 125 178
Cara pengujian dilakukan dengan membuat simulsi
5 178 250 350
getaran dengan menggunakan function generator dan
Dari sini diambil nilai rata-rata dari masing-masing Selenoide sebagai pembangkit getaran dengan
band dari octave band. frekwensi yang standard.

percepatan sensor (g)


30
D. Neural Network
Setelah melalui proses frkwensi domain analisa dan 20
Percepatan (g)

melalui Octave band untuk mengetahui power rata-rata


10
dari frekuensi yang dianalisa maka output dari octave
band menjadi input bagi Neural Network. Dimana 0
skema Neural network untuk belt dan bearing
berbeda-beda sesuai ditunjukkan pada gambar 5 dan 6 di
bawah: Frekuensi (Hz)

Gambar 6. response sensor MEMS ADXL150 : percepatan (g)


terhadap Frekuensi (Hz)

B. Pengujian belt conveyor


Percobaan dilakukan dengan 3 kondisi untuk
belt dan bearing. Untuk belt kondisi normal dengan
tegangan(tension) belt sebesar 22N/cm 28N/cm, belt
kondisi kendor dengan tension 18N/cm 22N/cm, belt
kondisi kendor maksimum dengan tension 12N/cm
18N/cm. sedang untuk bearing dicari dengan kerusakan
terbanyak adalah ball aus, kotor dan kondisi
Gambar 4. Neural Network Identifikasi Belt
bagus/normal.

B14-3
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Percobaan juga dilakukan dengan beberapa


variasi kecepatan conveyor yang berbeda. Yaitu
16.6m/menit dan 17.6m/menit. Data kemudian diambil
dan dianalisa dengan metode DFT dan Octave band
(a)
untuk selanjutnya diidentifikasi dengan metode Neural
Network. Berikut beberapa data untuk belt dan bearing
untuk beberapa kondisi dan kecepatan conveyor.

(b)

(a)
(c)
)
Gambar 9. Frekwensi domain getaran bearing kecepatan 17.6m/menit
(b) (a) normal, (b)bearing kotor, (c)ball bearing aus

(c )
V. (a)
Gambar 7. Frekwensi domain getaran belt conveyor dengan kecepatan
16.6m/menit (a) belt normal, (b) kendor, (c) kendor maksimum

(b)

(a)

(c)

Gambar 10. Octave band getaran bearing conveyor dengan kecepatan


(b)
17.6m/menit (a) normal, (b) bearing kotor (c) ball bearing aus

Dari gambar 9 dan 10 dapat dilihat bahwa terdapat


perbedaan frekwensi domain antara bearing yang bagus,
kotor dan ball bearing aus. Dimana pada ball bearing aus
(c ) menghasilkan getaran yang lebih besar dibandingkan
dengan bearing yang kotor dan bagus. Berbeda dengan
Gambar 8. Octave band getaran belt conveyor dengan kecepatan
16.6m/menit (a)belt normal, (b) belt kendor (c) belt kendor maksimum belt, untuk bearing hamper di semua frekwensi muncul
power rata-ratanya. Selain itu untuk bearing yang rusak
Dari gambar 7 dan 8 dapat dilihat perbedaan dalam ball bearing nya memiliki tingkat power rata-ratanya
domain frekwensi antara kondisi belt yang normal, lebih besar.
kendor dan kendor maksimum untuk kecepatan Semua data nilai rata-rata octave band menjadi input
conveyor 16.6m/menit. Frekwensi yang nampak sangat bagi Neural Network untuk diidentifiaksi
berbeda pada octave band adalah krekwensi 4Hz,8Hz ketidaknormalannya. Pada neural network 5 data
dan 16Hz. sample dari masing-masing kondisi diambil untuk
digunakan sebagai data pembelajaran bagi Neural
network. Pembelajaran dilakukan dengan menggunakan
standard Backpropagation dengan error MSE 0.00001
dengan learning rate 0.9 dan hidden layer 15 node dan
hidden_1 layer 15 node juga. Setelah didapat bobot,
maka bobot tersebut digunakan untuk proses Forward
identifikasi.
\ dalam identifikasi dicoba data diambil 10-12 kali
untuk masing-masing kondisi, kemudiandisesuaikan
antara kondisi sebenarnya dengan yang didetksi oleh
neural network dan hasilnya ditunjukkan pada tabel 3.

B14-4
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

spectrum frekwensinya cukup terlihat berbeda


Tabel 3. Percobaan identifikai belt kecepatan 16.7m/menit dalam 3 kondisi. Dimana pada kondisi belt
normal memiliki frekwensi lebih tinggi dan
kondisi belt percobaan dikenali % error semakin menurun dengan semakin rendahnya
28-22N/cm(Normal) 10 kali 10 kali 0 tegangan (tension) belt.
22-18N/cm(kendor) 12 kali 10 kali 16.7 3. Untuk identifikasi bearing ada beberapa
18-12N/cm(kendor kondisi yang memiliki karakter sinyal yang
maksimum) 12 kali 9 kali 25 memiliki kemiripan diantaranya. Dimana
perbedaan cukup jelas untuk ball bearing yang
Sedang untuk percobaan bearing ditunjukkan pada tabel rusak.
4 di bawah. 4. Karakter spectrum frekwensi juga terlihat
sedikit berbeda dengan kecepatan conveyor
Tabel 4. Percobaan identifikai bearing kecepatan 17.7m/menit yang berbeda juga.

kondisi PUSTAKA
bearing percobaan dikenali % error
[1] Hou Yu Fu and Meng qi Rui, (2008). Dynamic characteristic of
Normal 10 kali 8 kali 25 conveyor belts : (Elsevier) p. 629-633.
kotor 12 kali 11 kali 8.3 [2] N.Tandon and G.S Yadava, (2005). A comparison of some
condition techniques for the detection of ball bearing (Elsevier)
ball bearing p.244-256.
aus 12 kali 12 kali 0 [3] Dale Penington, (2004). Basic shock and vibration
theory:www.endevco.com.
Dari percobaan identifikasi belt dan bearing di atas [4] Bruno Fazenda, Fengshou Gu,et al (2009), Measurement and
Diagnostic of engine belt physical condition from acoustic
dapat dilihat bahwa untuk belt kondisi dengan % error signals, ICROS-SICE international conference
terkecil adalah kondisi normal dan bearing pada kondisi 2009,Fukuoka,Japan.
ball bearing aus. [5] Matej andre jasic and Dr.igor paberaj, (2008). MEMS
Accelerometer, University of lubjlana. Dept of physics
Pada belt % error terbesar pada belt adalah belt engineering.
kendor maksimum karena antara belt kendor dan kendor [6] Y Pang and G.Lodewijks, (2006). A Novel embedded conductive
maksimum karakter sinyal memiliki kemiripan diantara detection system for intelligent conveyor belt mobitoring
(IEEE,2006).
keduanya, sedang pada bearing kondisi error terbesar
pada kondisi normal, karena karakter sinyal antara
kondisi kotor dengan kondisi normal memiliki karakter
yang menyerupai.

V. KESIMPULAN

Dari penelitian di sini dapat diambil beberapa


kesimpulan:
1. Sensor MEMS accelerometer memiliki
kelebihan stabil dan sensitifitas yang tinggi
terhadap getaran.
2. Identifikasi belt dengan menggunakan metode
DFT dan octave band terlihat cukup efektif dan

B14-5
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Sistem Kendali Otomatis Area Parkir Mobil


Okky Rizqii Nur Akbar1), Indhana Sudiharto2), Epyk Sunarno3)
1)
Mahasiswa D4 Program Studi Teknik Elektro Industri
2),3)
Dosen Program Studi Teknik Elektro Industri
Politeknik Elektronika Negeri Surabaya ITS
Kampus ITS Sukolilo,Surabaya 60111
Email: able_rna@yahoo.com, Telp : +6285732112282

dimana membutuhkan lahan tanah yang tidak luas.


Abstrak Semakin meningkatnya jumlah alat Pembuatan area parkir kendaraan mobil ini dilengkapi
transportasi berupa kendaraan mobil tidak mampu dengan sistem otomatisasi sehingga pengguna akan
diimbangi dengan penyediaan lahan parkir. Mengingat mendapatkan kemudahan dalam meletakkan
bentuk dan ukuran kendaraan ini lebih besar
kendaraannya pada slot parkir yang kosong dengan
dibandingkan dengan kendaraan bermotor lainnya
sehingga dibutuhkan lahan parkir yang luas. Hal waktu yang singkat.
semacam ini tentunya menimbulkan kesulitan terutama
pada daerah perkotaan padat penduduk dimana memiliki II. TINJAUAN PUSTAKA
gedung bertingkat yang tinggi kerapatannya. Jenis
Dalam penelitian yang dikerjakan mengacu pada
persoalan tersebut dapat menciptakan sebuah area parkir
liar sehingga memicu timbulnya potensi kemacetan lalu judul penelitian Pengembangan Modul Praktikum
lintas. Berdasarkan deskripsi persoalan di atas akan Instalasi Industri Lanjut yang ditulis oleh
dirancang otomatisasi sistem area parkir untuk Muhammad Samsul Arif. Didalamnya terdapat
kendaraan mobil. Pembuatan sistem parkir mobil pembahasan penggunaan elevator sebagai sarana
otomatis ini melibatkan berbagai jenis tipe penggerak transportasi manusia pada gedung bertingkat (lift).
mekanik seperti rangkaian kendali motor DC dan peraga
Studi pustaka lainnya adalah informasi wacana
mekanik. Untuk meletakkan kendaraan mobil pada slot
parkir, pengguna perlu menekan tombol sesuai dengan pada Wohr Parking System. Referensi yang didapatkan
pemilihan slot parkir yang kosong. Proses selanjutnya dijadikan acuan dasar untuk pembuatan sistem kontrol
sistem akan berjalan secara otomatis sehingga pengguna pada penelitian ini.
tidak akan mengalami kesulitan dalam meletakkan
kendaraan mobilnya pada slot parkir yang kosong. III. DASAR TEORI
Kata Kunci Sistem otomatisasi area parkir, driver Teori penunjang yang digunakan untuk
motor DC, sensor inframerah. menyelesaikan pengerjaan sistem pada penelitian ini
adalah sebagai berikut.
A. Mikrokontroler ATMega 128
I. PENDAHULUAN
AVR merupakan seri mikrokontroler CMOS 8-bit
Dewasa ini sebagian besar dari kalangan masyarakat
buatan Atmel, berbasis arsitektur RISC (Reduced
memanfaatkan kendaraan roda empat sebagai alat
transportasi untuk menjalankan aktivitasnya setiap hari.
Jenis kendaraan yang digunakan pun bermacam-macam,
sebagai contoh antara lain bus, angkutan, taksi maupun
mobil pribadi. Fenomena ini sering terjadi di kota-kota
besar. Seperti yang diketahui pada daerah perkotaan
memiliki kerapatan bangunan yang tinggi sehingga
menimbulkan kesulitan bagi penyediaan area parkir
yang luas terutama bagi tempat-tempat yang ramai akan
pengunjung (pusat pertokoan). Sebagai akibatnya
banyak bermunculan area parkir liar. Potensi kemacetan
lalu lintas pun akan tinggi karena meningkatnya
konsentrasi kendaraan yang terparkir secara
sembarangan. Disamping itu dengan bentuk area parkir
yang meluas pada gedung maupun pusat pertokoan
menyebabkan pengguna membutuhkan waktu yang
cukup lama untuk mendapatkan slot parkir bagi
kendaraannya. Berdasarkan uraian permasalahan
tersebut diperoleh salah satu solusi alternatif yaitu
dengan pembuatan sistem parkir kendaraan mobil Gambar 1. Konfigurasi pin ATMega128

B15-1
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31
31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Instruction Set Computer) yang ditingkatkan. Hampir C. Driver Motor DC


semua instruksi dieksekusi dalam satu siklus clock. Driver motor digunakan sebagai penghubung antara
AVR mempunyai 32 register general-purpose,
general mikrokontroler ke motor DC. Digunakan driver motor
timer/counter fleksibel dengan mode compare, interrupt karena arus yang keluar dari mirokontroler tidak mampu
internal dan eksternal, dual serial UART, mencukupi kebutuhan dari motor DC. Untuk
programmable Watchdog Timer, dan mode power menggerakkan arah putar motor menggunakan
saving. Mempunyai ADC dan PWM internal. AVR juga rangkaian driver H-Bridge.
Bridge. Secara konsep rangkaian ini
terdiri dari 4 saklar yang tersusun sedemikian rupa
sehingga memungkinkan motor dapat teraliri terali arus
dengan arah yang berkebalikan. Pemberian polaritas
tegangan pada terminal motor akan mempengaruhi arah
arus yang melewati motor, dengan demikian motor akan
berputar sesuai dengan arah arusnya. Metode
pengontrolan arah motor DC pada penelitian ini
dibedakan
ibedakan menjadi tiga metode yaitu :
(1). Metode pengontrolan arah motor DC menggunakan
Electro Magnetic Relay (EMR)
Gambar 2. Prinsip gaya lorentz (2). Metode pengontrolan arah motor DC menggunakan
Solid State Relay (SSR)
mempunyai In-System
System Programmable Flash on-chip
on
(3). Metode pengontrolan arah motor DC menggunakan
yang mengijinkan memori program
ram untuk diprogram
Integrated Circuit (IC)
ulang dalam sistem menggunakan hubungan serial SPI.
Pin-pin
pin pada Atmega 128 dengan kemasan 64-pin
64 QFP
IV. PERENCANAAN SISTEM
dan MLF ditunjukkan pada Gambar 1.
1
Perencanaan sistem pada penelitian ini adalah
B. Motor DC mengenai perencanaan dan simulasi pada hardware
Motor DC merupakan motor yang mudah untuk yang akan diselesaikan.
dikontrol terutama pada motor DC gear box magnet
permanent. Pada kontrol putar balik motor dc dapat A. Konfigurasi Sistem
dilakukan dengan cara merubah polaritas supply Dalam sistem kendali otomatis area parkir bertingkat,
tegangan ke motor DC sehingga aliran arus juga ikut seluruh komponen dan peralatan akan ak dikontrol
berubah atau berlawanan arah sesuai dengan gaya menggunakan mikrokontroler ATMega 128.
lorentz. Untuk menentukanntukan arah putaran motor Pada perencanaan sistem, slot parkir yang kosong
digunakan kaedah Flamming tangan kiri. Kutub-kutub
Kutub akan dimonitoring menggunakan komunikasi serial
magnet akan menghasilkan medan magnet dengan arah antara CPU dengan mikrokontroler sehingga dalam
dari kutub utara ke kutub selatan. Jika medan magnet proses peletakkan maupun pengambilan kendaraan
memotong sebuah kawat penghantar yang dialiri arus pengguna dapatat bekerja dengan efisiensi waktu yang
searah dengan empat jari, maka akan timbul gerak tinggi. Secara umum perancangan sistem
si keseluruhan
searah ibu jari. Gaya ini disebut gaya Lorentz, yang disajikan pada Gambar 3.
besarnya sama dengan F. Prinsip motor dimana aliran
arus di dalam penghantar yang berada di dalam
pengaruh medan magnet akan menghasilkan gerakan.
Besarnya gaya pada penghantar akanak bertambah besar
jika arus yang melalui penghantar bertambah besar.
Apabila tangan kiri terbuka diletakan antara kutub U dan
S, sehingga garis-garis
garis gaya yang keluar dari kutub utara
menembus telapak tangan kiri dan arus didalam kawat
mengalir searah dengangan keempat jari, maka kawat itu Gambar 3. Blok diagram keseluruhan
akan mendapat gaya yang arahnya sesuai dengan arah
ibu jari. B. Perencanaan Miniatur Area Parkir
Pada Gambar 2 menunjukkan prinsip gaya lorentz. Model area parkir ini terbuat dari bahan dasar akrilik,
Gaya pada kawat berarus yang berada dalam medan aluminium plat dan besi. Walaupun pada keadaan
magnet ini disebut gaya lorentz yang besarnya adalah: sebenarnya menggunakan bermacam macam jenis
F B. L. I. Sin Newton (1) komponen tetapi pada model kerangka yang
Berdasarkan teori gaya lorentz tersebut untuk direncanakan ini hanya menggunakan beberapa bagian
memutar balik motor DC dapat dilakukan dengan penting yang berpengaruh pada sistem kontrolnya. Pada
mengubah polaritas tegangan, sehingga aliran arus akan Gambar 4 menunjukkan konstruksi
konst keseluruhan untuk
berubah arah dan menyebabkan arah putaran
putara motor juga yang digunakan pada penelitian ini.
ini
ikut berubah arah yang semula searah jarum jam
menjadi berlawanan arah jarum jam atau sebaliknya.
sebaliknya

B15-2
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Gambar 7. Rangkaian skematik driver relay


Nilai resistansi yang terukur pada kumparan koil relay
Gambar 4. Konstruksi area parkir mobil bertingkat OMRON MY2NJ 24V/5A sebesar 562 ohm. Nilai
resistansi koil relay digunakan untuk mendapatkan arus
Pada Gambar 5 menunjukkan sistem kerja dari trigger sebagaimana disajikan dalam persamaan berikut.
penelitian ini. Agar sistem dapat beroperasi secara V 24
I= = = 42,71 mA
otomatis maka arah gerakan motor sesuai dengan R 562
koordinat sumbu xyz.
Arus sebesar 42,71 mA tersebut dijadikan acuan
sebagai arus kolektor transistor BC107. Agar transistor
berada dalam kondisi saturasi maka arus basis harus
bernilai 3 hingga 5 kali arus kolektornya. Transistor
BC107 memiliki penguatan (hfe) sebesar 100. Setelah
mendapatkan nilai parameter parameter tersebut dapat
1 2 3 ditentukan nilai resistornya. Uraian persamaan secara
jelasnya diuraikan sebagai berikut.

3I 3x42,71x10#$
I = = = 1,3 mA
hfe 100
4 5 6
Vcc + I . R + V ( =0
Gambar 5. Sistematika proses kerja dari otomatisasi area
parkir 5 + 1,3x10#$ . R + 0,7 = 0
1,3x10#$ . R = 4,3
C. Perencanaan Catu Daya DC 4,3
R= = 3300 ohm
1,3x10#$
DC power supply digunakan sebagai sumber
tegangan DC untuk rangkaian sensor dan komponen Besaran komponen yang didapatkan menggunakan
komponen lain yang membutuhkan sumber tegangan persamaan di atas akan dimasukkan dalam rangkaian
DC. Pemasangan kapasitor pada sisi masukan bertujuan pada simulasi seperti terlihat pada gambar 8.
untuk meratakan arus dan menghilangkan ripple.
Rangkaian skematik untuk catu daya DC ditunjukkan
pada Gambar 6.

Gambar 6. Rangkaian skematik catu daya DC


Gambar 8. Rangkaian driver motor DC menggunakan relay
D. Perencanaan rangkaian driver motor DC
E. Perencanaan rangkaian driver motor DC
menggunakan Electro Magnetic Relay (EMR)
menggunakan Solid State Relay (SSR)
Pada perencanaan driver motor DC metode ini
Dalam perencanaan transistor yang digunakan adalah
digunakan dua buah relay DPDT. Beban berupa sebuah
kombinasi transistor daya PNP dengan transistor daya
motor DC 24 volt/2 ampere. Rangkaian driver relay
NPN yaitu transistor jenis TIP125 (transistor PNP) dan
dapat dilihat pada Gambar 7.
TIP120 (transistor NPN). Transistor TIP125 dan TIP120
mampu menahan tegangan sebesar 60 volt dan
mengalirkan arus hingga 5 ampere.
I
hfe) =
I

B15-3
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

*+ .
I = = = 0,0025 A 2,5 mA
,-( )///

V = V +V (

V = (I . R) + V (

V V (
R=
I
V V ( 24 0,7
R3 = R ) = = = 9480 Ohm
I 0,0025
V8 V ( 5 0,7
R$ = R7 = = = 1720 Ohm Gambar 10. Rangkaian driver motor DC menggunakan IC l298
I 0,0025
Rangkaian skematik pengaturan arah motor DC
menggunakan transistor sebagai trigger ditunjukkan
pada Gambar 9.
F. Perencanaan rangkaian driver motor DC
menggunakan Integrated Circuit (IC)
IC yang digunakan pada perencanaan driver motor
DC yaitu IC L298. IC L298 merupakan jenis jembatan
H (H-Bridge) yang terdiri dari dua buah H-Bridge.
Masing-masing jembatan terdiri dari tiga masukan,
yaitu dua masukkan input dan sebuah masukan enable. Gambar 11. Rangkaian skematik sensor inframerah
Masukan enable digunakan untuk mengaktifkan
H-Bridge sedangkan masukan input untuk mengatur
arah putaran motor. Tabel I. Pengujian Catu Daya DC
Tegangan Masukan Tegangan Keluaran (Volt)
% error
(Volt) Teori Praktek
6 6 6.1 0.41
24 24 24.2 0.83

B. Pengujian rangkaian driver motor DC


menggunakan metode Electro Magnetic Relay
Pada perencanaan driver motor dc metode ini
menggunakan switching transistor BC107 untuk
mentrigger driver relay. Untuk mengetahui kehandalan
rangkaian yang telah dirancang perlu dilakukan suatu
pengujian tiap komponennya. Data pengujian yang
Gambar 9. Rangkaian driver motor DC didapatkan telah disajikan pada Tabel II.
menggunakan transistor
Tabel II. Pengujian Rangkaian
Driver Motor Menggunakan Relay
G. Perencanaan Sensor Inframerah
Untuk memonitoring kosong tidaknya slot parkir Logika Tegangan Keluaran
diperlukan suatu sensor. Oleh karena itu dalam Mikrokontroler Tegangan (Volt)
Masukan
perancangannya digunakan sensor inframerah sebanyak (Volt)
lima buah. Sebuah sensor inframerah terbagi menjadi PORT PORT Sebelum Setelah
dua bagian yaitu receiver dan transmitter. Pada A.0 A.1 Terbebani Terbebani
rangkaian transmitter menggunakan tiga buah led 0 0 24 - -
inframerah. Hal ini bertujuan menguatkan sinar 1 0 24 -23.8 -23.7
inframerah yang dikirim ke photodiode sebagai 0 1 24 23.8 23.7
rangkaian receiver-nya sehingga sensor ini mampu
mendeteksi benda dengan jarak yang cukup jauh. C. Pengujian rangkaian driver motor DC
menggunakan metode Solid State Relay (SSR)
V. PENGUJIAN SISTEM Secara umum rangkaian driver motor DC
A. Pengujian catu daya DC menggunakan transistor terdiri dari rangkaian H-Bridge.
Prinsip kerja rangkaian driver ini terletak pada
Rangkaian DC power supply digunakan sebagai
penyulutan transistor Q1, Q2, Q3 dan Q4. Pada saat
sumber tegangan DC untuk rangkaian sensor dan
belum terdapat adanya trigger tegangan dari
komponen komponen lain yang membutuhkan sumber
mikrokontroler yang menyebabkan transistor berada
tegangan DC.
dalam kondisi saturasi atau dapat dikatakan kondisi

B15-4
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

saklar transistor terbuka maka transistor akan menahan Untuk real plan, sensor inframerah jenis ini tidak bisa
tegangan supply motor sehingga tidak terdapat arus digunakan karena jarak jangkaunya yang masih rendah,
yang mengalir dan menyebabkan motor berada dalam kemungkinan bisa digantikan dengan sensor ultrasonic
kondisi diam. Saat transistor Q1 dan transistor Q4 yang jarak jangkau objek lebih panjang, yaitu sekitar 3
menerima trigger tegangan yang berasal dari nilai logika meter atau menggunakan laser. Gambar 12
1 mikrokontroler maka arus akan mengalir menuju
resistor R1 dan R4 yang menyebabkan transistor Q1 dan 5

Tegangan Output Analog


Q4 berada dalam kondisi saturasi sehingga pada titik 4,5
4 Tegangan
kolektor transistor PNP Q4 dan titik kolektor transistor 3,5 Tegangan Analog Output
NPN Q1 akan muncul tegangan supply motor akibat 3 Analog Output
2,5 (Sebelum
(Setelah

(Volt)
terhubungnya transistor Q1 ke ground. 2 Terdapat
1,5 Terdapat
1 Penghalang)
Tabel III. Pengujian Rangkaian 0,5
Driver Motor Menggunakan Transistor 0
Tegangan Keluaran 5 10 15 20 25 30 35 40 45
Logika Mikrokontroler
(Volt)
Jarak Jangkauan Sensor (cm)
PORT PORT PORT PORT Sebelum Setelah
A.0 A.1 A.0 A.1 Terbebani Terbebani Gambar 12. Kurva karakteristik sensor inframerah
0 0 0 0 - - menunjukkan grafik perbandingan antara jarak dengan
0 0 1 1 24 21.8 tegangan keluaran analog.
1 1 0 0 -24 -22.7

F. Pengujian Karakteristik Motor DC


D. Pengujian rangkaian driver motor DC
Menggunakan IC L298 Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui
karakteristik dari motor DC yang digunakan. Data
Beban berupa motor DC yang digunakan pada sistem pengujian seperti kecepatan dan waktu dari gerakan
memiliki rating tegangan 18 volt dan arus 0.5 ampere. masing-masing motor DC serta kebutuhan torsi beban
Oleh karena itu pada rangkaian driver yang dibuat harus harus bernilai seefektif mungkin agar proses dari sistem
mampu melewatkan arus sesuai dengan rating arus mampu beroperasi dengan baik. Pada Tabel VI
beban. Penggunaan diode pada rangkaian harus menunjukkan karakteristik penggunaan motor DC pada
diperhatikan. Hal ini disebabkan akibat switching on-off sistem. Untuk mendapatkan kecepatan dari motor DC
pada motor DC akan menghasilkan arus sisa. Apabila dapat menggunakan persamaan :
pada rangkaian tidak terpasang diode, arus sisa motor =>?>@ ( A)
DC tersebut dapat merusak IC. Kecepatan(RPS) = (2)
B>@CD (8)

Tabel IV. Pengujian Rangkaian Pengujian motor DC yang digunakan pada plan
Driver Motor Menggunakan Ic L298 ditunjukkan pada Tabel VI.
Tegangan Keluaran (Volt)
Enable A Input 1 Input 2 Sebelum Setelah Tabel VI. Pengujian Karakteristik Motor DC
Terbebani Terbebani Arah
1 0 18.2 15.4 Rating Waktu Jarak Kecepatan
1 No Gerakan
0 1 -18 -15.3 Motor (Detik) (cm) (RPS)
Motor
0 1 0 Dont care Dont care Motor DC Gerakan
0 1 Dont care Dont care 1 24 Volt/ rotasi 33.69 48 1.43
2 Ampere sumbu x
Motor DC Gerakan
E. Pengujian sensor inframerah 2 24 Volt/ rotasi 17.6 46 2.62
Pengujian ini dimaksudkan untuk mendapatkan jarak 2 Ampere sumbu y
Motor DC Gerakan
terjauh dari sensor inframerah. Tabel V menunjukkan
3 24 Volt/ rotasi 50.58 22 0.44
data pengukuran yang diambil dari pengujian ini. 2 Ampere sumbu z
Motor DC Gerakan
Tabel V. Pengujian Sensor Inframerah 4 24 Volt/ rotasi 3.49 3 0.86
Tegangan Sebelum Tegangan Setelah 2 Ampere sumbu y
Jarak
No Diberikan Penghalang Ada Penghalang
(cm)
(Volt) (Volt)
1 5 0 4.45
VI. KESIMPULAN
2 10 0 4.43 Setelah melakukan proses perencanaan, simulasi dan
3 15 0 4.43 perancangan alat dengan berdasarkan data yang
4 20 0 4.44 diperoleh maka dapat disimpulkan :
5 25 0 4.45
1) Perancangan driver motor DC menggunakan IC
6 30 0 4.43
L298 mengalami drop tegangan terbesar
7 35 0.08 4.44
8 40 0.33 4.42
dibandingkan metode pengontrolan lainnya, yaitu
9 45 0.85 4.44 dengan % kesalahan sebesar 0.15.

B15-5
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

2) Jarak maksimum yang mampu dijangkau oleh Indhana Sudiharto, ST, MT. Lahir di Madiun, 27
sensor inframerah sebesar 45 cm dan Februari 1966, telah lulus Sarjana Teknik Elektro ITS
tahun 2996 di Surabaya, dan telah lulus pendidikan
menghasilkan tegangan keluaran sebesar 4.44 V. Master Teknik Elektro tahun 2006 di ITS Bidang
3) Merujuk pada sistem secara keseluruhan, sistem Keahlian Teknik Sistem Tenaga, sebagai dosen sejak
tidak akan bekerja apabila pengguna memilih slot tahun 1996 di program studi Teknik Elektro Industri, Politeknik
parkir yang telah terisi kendaraan. Elektronika Negeri Surabaya. Aktif sebagai Assessor ATKIs
(Indonesia Power Engineers Assessor IATKIs Assessor) sejak tahun
2002.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Muhammad H. Rasyid, Power electronic circuit. Devices and
Applicatoins, second edition , Prentice-hall international, Inc, Epyk sunarno, S.ST, MT. Lahir di Ngawi pada
1993. tanggal 23 Juli 1962. Sekarang penulis mengabdi
sebagai staff pengajar tetap di program studi Teknik
[2] Muhammad Samsul Arif., Pengembangan Modul Praktikum
Elektro PENS ITS dan mengajar mata kuliah
Instalsi Industri Lanjut, Tugas Akhir, EEPIS-ITS, Surabaya, Mikrokontroler.
2007.
[3] Angga Laksono Suwiyantana., 2009, Perancangan dan
Pembuatan Sistem Logika Program Prototype Elevator Okky Rizqii Nur Akbar. Lahir di Surabaya pada
Menggunakan CodeVision AVR Pada Mikrokontroler ATMega tanggal 29 Oktober 1990. Riwayat pendidikan penulis
8535 (Software), Tugas Akhir, Universitas Muhammadiyah dimulai pada tahun 1996 di SD Negeri Kaliasin I dan
Malang, Malang, 2009. berhasil lulus pada tahun 2002, selanjutnya studi di
SMP Negeri 4 lulus tahun 2005. Tidak sampai disitu,
[4] http://www.wohr-parking.co.uk/.
pencarian ilmu dilanjutkan ke SMA Negeri 8 Surabaya dan lulus pada
[5] http://www.crayonpedia.org/mw/CRANE_DAN_ELEVATOR_ tahun 2008. Pada tahun 2008 penulis kembali melanjutkan studi di
%28LIFT%29 PENS-ITS pada jurusan Teknik Elektro Industri. Sekarang ini penulis
aktif sebagai mahasiswa PENS-ITS.

B15-6
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Pengaturan Pencahayaan Lampu Pijar


Berdasarkan Kondisi Suhu Berbasis
Mikrokontroller
Riski Adha Ardiansah1, Renny Rakhmawati2, Gigih Prabowo2
Mahasiswa Teknik Elektro Industri1, Dosen Elektro Industri PENS-ITS2
Teknik Elektro Industri, Politeknik Elektronika Negeri Surabaya
Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
Kampus ITS Sukolilo Surabaya 60111
Telp (+62) 031-59447280 .Fax (+62) 031-5946114
Email: adhariski@ymail.com

Abstrak Pengaturan pencahayaan lampu pijar penglihatan. Memasang dan menggunakan kontrol
berdasarkan temperatur dengan cara mengatur nilai foto, pengaturan waktu penerangan, dan sistim
tegangan masukanya. Pengaturan nilai tegangan manajemen energi juga dapat memperoleh
masukanya menggunakan rangkaian AC-AC Controller. penghematan yang luar biasa. Walau begitu, dalam
Dengan mengatur sudut penyalaan rangkaian AC-AC beberapa kasus mungkin perlu mempertimbangkan
Controller yang besarnya bergantung oleh kondisi dari
nilai temperature. Nilai temperature di sensor
modifikasi rancangan penerangan untuk
menggunakan sensor suhu PT100. Tegangan keluaran mendapatkan penghematan energi yang
dari sensor suhu PT100 akan dihubungkan ke dikehendaki. Penting untuk dimengerti bahwa
ADC(Analog to digital Converter) pada Microcontroller lampu-lampu yang efisien, belum tentu merupakan
Atmega16 untuk ditampilkan pada layar LCD dan sistim penerangan yang efisien.
digunakan untuk mengatur sudut penyalaan dari
rangkaian AC-AC Controller. Untuk itu dalam Makalah ini akan dibuat sebuah
alat dengan menggunakan konsep pengaturan
Kata kunci AC Voltage Controller , sensor suhu PT100 pencahayaan lampu pijar berdasarkan kondisi suhu
,Microcontroller Atmega16 agar sistem penerangan lebih efisien, hemat energi
dan hemat biaya.
I. PENDAHULUAN

Sejak dimulainya peradaban hingga sekarang, A. Tujuan


manusia meciptakan cahaya hanya dari api, Tujuan dari makalah ini agar sistem penerangan
walaupun lebih banyak sumber panas daripada lebih efisien, hemat energi dan hemat biaya.
cahaya. Di abad ke 21 ini kita masih menggunakan
prinsip yang sama dalam menghasilkan panas dan B. Batasan Masalah
cahaya melalui lampu pijar. Hanya dalam beberapa 1. Perancangan AC-AC control
dekade terakhir produk-produk penerangan menjadi Perancangan AC-AC control sebagai tegangan
lebih canggih dan beraneka ragam. Perkiraan masukan pada lampu pijar
menunjukan bahwa pemakaian energi oleh
penerangan adalah 20 - 45% untuk pemakaian 2. Perancangan sensor suhu
energi total oleh bangunan komersial dan sekitar 3 - Perancangan sensor suhu menggunakan sensor
10% untuk pemakaian energi total oleh plant suhu PT100
industri. Hampir kebanyakan pengguna energi
komersial dan industri peduli penghematan energi 3.Perancangan rangkaian DAC
dalam sistim penerangan. Perancangan rangkaian DAC menggunakan IC
DAC 0808 yang digunakan untuk mengatur
Seringkali, penghematan energi yang cukup berarti besarnya sudut penyalaan dari rangkaian AC-AC
dapat didapatkan dengan investasi yang minim dan Controller
masuk akal. Mengganti lampu uap merkuri atau
sumber lampu pijar dengan logam halida atau
sodium bertekanan tinggi akan menghasilkan
pengurangan biaya energi dan meningkatkan jarak

B16-1
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

II. PERANCANGAN SISTEM =( ) -( ) (2)


Dalam membangun sistem, dibutuhkan beberapa
variable pendukung, berikut adalah blok diagram dengan :
dalam makalah seperti terdapat pada gambar di = Tegangan Keluaran (volt)
bawah ini. = Tegangan Masaukan(volt)
= Resistor Variabel ()
= Resistor 1 ()
= Resistor 2 ()
= Resistor 3 ()

Gambar 3. Rangkaian Jembatan Wheatstone

4) Pembangkit Tegangan Searah


Gambar 1.Blok Diagram Sistem a. Tegangan Searah 5Volt
Sebagai tegangan suplai Rangkaian
A. Perencanaan Sistem WheatStone untuk sensor PT100
b. Tegangan Searah 9 Volt
1) Suplai AC 1 Fasa Rangkaian tegangan ini berfungsi sebagai
Suplai AC 1 fasa yang digunakan berasal dari suplai pada mikrokontroller agar dapat
genset dengan tegangan 220 volt dan terus mensupport sistim.
frekuensi 50 Hz.
2) AC-AC Controller
Perancangan rangkaian AC-AC Controller
menggunakan driver TCA 785 untuk
mengatur besar sudut penyalaan TRIAC
Perumusan pada sistim AC-AC Controller ini Gambar 4. Rangkaian power supply 9VDC
adalah sebagai berikut :
c. Tegangan Searah 12 Volt
Seperti dalam sumber tegangan 9 V,
Vm sin (2 ) hanya saja sumber tegangan 12 volt ini
vo = 1 + (1)
2 2 memiliki fungsi yang lain yaitu untuk
dengan : mensuplai driver TCA,masukan DAC dan
Vo = Tegangan keluaran (volt) driver sensor suhu PT100 dalam system
Vm = Tegangan Maksimum ( . Vin ) d. Tegangan Searah 15 Volt
Vin = 220 Volt Sebagai tegangan Suplai penguat Oph-
= Sudut penyalaan (o) amp 741.
= 180o atau 3,14 5) Driver Control AC-AC Voltage
Driver Control AC-AC Voltage
menggunakan IC TCA 785 untuk mengatur
besar sudut penyalaan dari TRIAC. Cara
mengatur nilai tegangan keluaran rangkaian
AC-AC Controller yaitu dengan memotong
bentuk gelombang tegangan output sesuai
dengan besar sudut penyalaan . Semakin
besar nilai sudut penyalaaan yang di
berikan maka semakin kecil nilai dari
tegangan keluaranya.
Gambar 2. Rangkaian AC-AC Controller

3) Rangkaian Jembatan Wheatstone


Perancangan Rangkaian Jembatan
Wheatstone digunakan untuk membuat
sensor suhu PT100. Dengan perumusan
sebagai berikut :

B16-2
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

B. Pengujian DAC 0808


Langkah awal yang dilakukan setelah
mengetahui sistim pada mikrokontroller telah
siap adalah pengujian terhadap DAC
mikrokontroler Atmega 16 dengan
menggunakan output 8 bit. Sebagai masukan
DAC ini, digunakannya PORT D pin 0,
digunakannya PORT D karena pada port ini
Gambar 5. Rangkaian driver AC-AC Controller mengijinkan untuk masukan analog. Dan
tegangan reference yang digunakan adalah
Pada gambar di bawah ini menunjukkan tegangan AVCC, dimana tegangan AVCC
bentuk gelombang dari setiap PIN di driver merupakan supply tegangan pin untuk PORTD
TCA785: dan A/Dconverter.
Pada ADC ini digunakan tegangan referensi
(Vref) sebesar 9Vdc. Sedangkan untuk dapat
mengetahui besarnya tegangan yang
dikeluarkan oleh mikrokontroler dapat
menggunakan persamaan dibawah ini :

(3)
dengan,
Vo = tegangan output ADC (Volt)
Gambar 6. PIN driver TCA785 n = banyaknya bit
Vin = tegangan referensi (6,3Volt)

Tabel 1. Hasil Uji DAC


No Jumlah Vo Vo %
bit (teori) (Praktek) error
Volt Volt
1 0 0 0 0
2 45 1,11 1,1 0,9
3 53 1.31 1,3 0,72
4 57 1.41 1.4 0.71
5 60 1.48 1,5 1,35
6 65 1,61 1,6 0,62
7 70 1,73 1,7 1,74
8 75 1,85 1,8 2,7
Gambar 7. Bentuk Gelombang setiap PIN pada TCA785 9 78 1,93 1,9 1,55
10 255 6,3 6,3 0
III. PENGUJIAN C. Pengujian Pembangkit Tegangan Searah
A. Pengujian LCD 2x16 Sesuai dengan kebutuhan dalam tegangan
Pada sistem ini LCD hanya digunakan sebagai searah ini adalah untuk membangkitkan
display penunjukan dari nilai temperature dari tegangan searah yang digunakan untuk
sensor PT100 dan konsentrasi gas CO dari membantu dalam system kerja. Salah satunya
sensor TGS2442.Sebelum LCD terpasang ke adalah pembangkitan tegangan 12 volt.Dalam
sebuah sistem.Terlebih dahulu harus dilakukan pembangkit 5 volt telah terhubung langsung
pengujian seperti tampak pada gambar di dengan mikrokontroller dikarenakan pada
bawah ini: minimum sistim mikrokontroller ini telah
terpasang regulator tegangan 5 volt, sehingga
dapat mensuplai minimum sistim. Gambar
rangkaian suplai tegangan 12 volt seperti
tampak pada gambar dibawah ini.

Gambar 8. Pengujian LCD

B16-3
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Tabel 3. Hasil pengujian sensor suhu PT100


() Suhu Suhu % error
Teori Praktek
(oC) (oC)
111,5 30 31 3,33
115,5 40 42 5
119,4 50 51 2
123,23 60 61 1,67
127,07 70 70 0
130,89 80 79 1,25
134,7 90 89 1,11
138,5 100 97 3

Gambar 9. Pengujian Power supply simetri 12V IV. PENUTUP


A. Kesimpulan
D. Pengujian Driver TCA 785
1. Pengaturan besar gelombang DC dengan
Driver TCA 785 digunakan untuk pengaturan menggunakan potensio pada rangkaian
besar sudut penyalaan TRIAC yang akan AC-AC kontroller dapat mengubah sudut
berpengaruh pada nilai tegangan keluaran AC- penyalaan dari TRIAC untuk
AC Controller. mendapatkan nilai tegangan keluaran
yang variable
2. Tegangan keluaran dari rangkaian ADC
bergantung pada masukan banyaknya bit
dari mikrokontroller dan nilai
maksimumnya dipengaruhi oleh besar
tegangan referensi
3. Perubahan suhu dipengaruhi oleh nilai
Gambar 10. Pengujian TCA dengan 45o pada rangkaian jembatan Wheatstone
4. Kenaikan nilai suhu berpengaruh pada
Tabel 2. Hasil pengujian driver TCA785
pencahayaan lampu pijar,semakin tinggi
Vo Vo %Eror
nilai suhunya maka pencahayaan lampu
( o) teori praktek
pijar semakin redup dan juga sebaliknya
(Volt) (Volt)
0 220 218 0,9
34,2 215,88 199,34 7,66
DAFTAR PUSTAKA
39,6 212,89 196,44 7,73
[1]. Pedoman Efisiensi Energi untuk Industri di Asia,
45 210,47 192,63 8,48 www.energyefficiencyasia.org
46,8 209,4 189,86 9,33 [2]. Prabowo,Gigih, Single-Phase AC Voltage Controller,
50,4 206,78 186,9 9,61 EEPIS-ITS, Surabaya,2011.
[3]. Siemens, semiconductor-phase control IC TCA785
52,2 205,35 183,77 10,51 [4]. Tabla Pt100-1, Termoresistencia Pt 100-IEC 751
54 203,95 181,06 11,22 [5]. Texas instrument, National Semiconductor, DAC0808, 8Bit
55,8 202,36 178,78 11,65 D/A Converter

Riski Adha Ardiansah. Lahir di Surabaya pada


E. Pengujian Sensor Suhu PT 100 tanggal 03 Juli 1990. Riwayat pendidikan penulis
dimulai pada tahun 1996 di SDN Kedurus III 430
Untuk mengetahui kenaikan dari nilai Surabaya dan berhasil lulus pada tahun 2002,
suhu,digunakan sebuah sensor suhu PT100. selanjutnya studi di SMP Negeri 16 Surabaya dan
PT100 menggunakan rangkaian jembatan lulus tahun 2005. Tidak sampai disitu, pencarian
ilmu dilanjutkan ke SMA Negeri 4Surabaya dan
Wheatstone untuk mengetahui perubahan lulus pada tahun 2008.Pada tahun 2008 penulis kembali melanjutkan
tegangan keluaran ,tegangan keluaran dari studi di PENS-ITS pada jurusan Teknik Elektro Industri. Sekarang ini
rangkaian Wheatstone dipengaruhi oleh nilai penulis aktif sebagai mahasiswa PENS-ITS
. Berikut table perubahan nilai terhadap
besarnya kenaikan suhu.

B16-4
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Renny Rakhmawati,,Lahir pada tanggal 24-10- Gigih Prabowo,,Lahir pada tanggal 05-12-1966
1972 Riwayat pendidikan S1Teknik Sistim Tenaga- Riwayat pendidikan : Kebumen technical high
ITS serta melanjutkan ke jenjang S2 dengan jurusan school pada tahun 1981,dan melanjutkan studi S2
yang sama yaitu Teknik Sistem Tenaga-ITS dan pada jurusan Teknik Sistem Tenaga-ITS dan pada
sekarang aktif mengajar menjadi dosen di Polikeknik tahun 1989 sampai sekarang aktif mengajar menjadi
Elektronika Negri Surabaya PENS-ITS dosen di politeknik elektronika negri Surabaya
PENS-ITS

B16-5
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Analisa Suara Paru yang Terdistorsi Suara


Jantung dengan Menggunakan Transformasi
Wavelet
Hamdani Kubangun*, Achmad Arifin, Rimuljo Hendradi
Bidang Keahlian Teknik Elektronika, Program Pascasarjana Teknik Elektro
Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
*
email :hamdani10@mhs.ee.its.ac.id

frekuensinya dengan cara mentransformasikan dari


Abstrak- Dalam diagnosa kelainan paru-paru yaitu kawasan waktu ke kawasan frekwensi sehingga akan
mendengarkan suara biologi dari paru-paru diperoleh sekumpulan informasi tentang frekuensi yang
menggunakan stetoskop, timbul masalah karena suara terkandung dalam sinyal tersebut dengan menggunakan
paru-paru dan jantung menempati rentang frekuensi transformasi wavelet.
yang sama yaitu 20 s/d 400 Hz. Sehingga suara jantung Dari penjelasan di atas dapat dirumuskan
menjadi pengganggu dalam proses auskultasi suara
permasalahan sebagai berikut :
paru-paru. Pada penelitian ini dilakukan analisa suara
paru yang terdistorsi suara jantung dengan transformasi 1. Bagaimana mengetahui suara paru yang terdistorsi
wavelet. Rekaman suara paru-paru normal yang dari suara jantung
tercampur oleh suara jantung dilakukan segmentasi 2. Bagaimana memecahkan masalah proses analisa
dengan menggunakan continous wavelet transform (cwt) sinyal suara paru yang terdistorsi suara jantung ,
sehingga menghasilkan segmen-segmen sinyal dalam pada domain waktu dan frekuensi jika terjadi
spektrum . Dengan demikian akan terlihat spektrum ketersebaran sinyal.
suara jantung yang berada pada domain skala dan waktu
dengan range 19 dan durasi 1102 ms, dengan II. SUARA PARU
diketahuinya ciri dari suara jantung maka suara paru
dapat dikenali. Penelitian selanjutnya akan dilakukan Suara paru-paru di produksi oleh vertical dan turbulen
pemisahan suara paru dari gangguan suara jantung flow di dalam saluran paru udara selama insiparai dan
sehingga menghasilkan suara paru tanpa suara jantung. ekspirasi [2]. Suara paru dapat didengar dengan
menggunakan stetoskop dan dapat diklasifikasi menjadi
Kata Kunci : Analisa suara paru, suara dua jenis yaitu suara paru-paru normal dan suara
jantung,transformasi wavelet. Center of Gravity (Center of
paru-paru tidak normal [3].
Gravity)
1. Suara paru-paru normal berasal dari dalam lobus
(terdiri dari bronki, broncioles dan alveoli) dan
terjadi selama inspirasi dari pusat saluran udara
I. PENDAHULUAN
(trakea) dan memiliki frekuensi distribusi antara
Suara paru terjadi karena adanya turbulensi udara 70 dan 600Hz dan di atas 700Hz terjadi selama
saat udara memasuki saluran pernafasan selama proses ekspirasi [4].
pernafasan. Salah satu cara yang digunakan dokter 2. Suara tidak normal atau adventif terdiri dari dua
untuk mendiagnosa paru-paru adalah dengan mendengar jenis paru-paru cracles dan whezees. Mendesah
suara paru dengan menggunakan stetoskop teknik ini suara-suara musik atau terus-menerus, paru-paru
dikenal dengan teknik auskultasi . tidak normal dengan distribusi frekuensi kurang
Komponen frekuensi utama suara jantung berkisar dari 100Hz sampai lebih dari 1000Hz [5].
antara 20-400 Hz sehingga terjadi overlap dengan
frekuensi rendah suara paru-paru berkisar antara
20-1600 Hz[1]. Hal ini menyebabkan salah pendengaran III. SUARA JANTUNG
antara suara jantung dan suara paru-paru. Untuk
Suara jantung adalah sinyal audio frekuensi rendah
mengenali apakah paru-paru tersebut terdistorsi dengan
yang terjadi karena membuka dan menutupnya katup
suara jantung, maka perlu adanya ciri dari sinyal suara
yang ada pada jantung, sehingga menimbulkan vibrasi
tersebut. Salah satu komponen yang dapat diambil dari
yang bersamaan dengan vibrasi darah yang ada di
sinyal suara paru tersebut adalah spektrum frekuensinya
sekitarnya, vibrasi dinding jantung, dan vibrasi
dengan cara mentransformasikan dari domain waktu ke
pembuluh darah besar di sekitar jantung .
domain frekwensi sehingga akan diperoleh sekumpulan
Bunyi jantung dapat dideteksi dengan cara
informasi tentang frekuensi yang terkandung dalam
sinyal tersebut. Salah satu komponen yang dapat pemeriksaan auskultasi menggunakan stetoskop yang di
diambil dari sinyal suara paru tersebut adalah spektrum letakkan di dinding dada, sehingga akan terdengar bunyi
lub,dub,lub,dub. Frekuensi suara jantung normal

B17-1
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

berkisar 20-400 Hz. Siklus jantung dari s1 pertama ke tersebut dalam bentuk *wav. dan di konversi berupa file
s1kedua terjadi pada durasi 800 ms [6]. dat. Lokasi auskultasi diambil pada areal anterior bagian
atas sebelah kiri. Pengukuran diambil di satu titik
IV. TRANSFORMASI WAVELET dengan cara diambilnya suara jantung saja tanpa paru
Wavelet adalah fungsi yang digunakan untuk dengan cara menahan nafas dan mengambil suara paru
mendekomposisi sinyal. Wavelet terlokalisasi di waktu yang tercampur dengan suara jantung.
dan domain frekuensi, sehingga pemrosesan sinyal
wavelet ini cocok untuk nonstationary sinyal yang B. Continuous Wavelet Transform
spektral untuk konten perubahan terhadap waktu. Secara matematis Continuous Wavelet Transform
Resolusi waktu-frekuensi wavelet adalah adaptif, (CWT) dari suatu signal ( ) dapat di selesaikan dengan
pemrosesan sinyal memungkinkan untuk melakukan persamaan [9],
analisis multiresolusi pada sinyal nonstationary. ( , )= ( , )
~
Sifat-sifat wavelet dan fleksibilitas untuk memilih 1
= ( )
wavelet membuat pemrosesan sinyal bermanfaat untuk | | (2)
~
aplikasi ekstraksi fitur.
Transformasi wavelet memiliki perbedaan yang jelas

jika dibandingkan dengan transformasi-transformasi dimana menunjukkan skala, adalah time shift yang
time-frequency lainnya, didalam transformasi wavelet, menunjukkan pergeseran atau translasi mother wavelet
fungsi window dapat berubah-rubah dalam menganalisa !
dan menunjukkan mother wavelet.
frekuensi.
Pada penelitian ini, mother wavelet yang digunakan
adalah complex morlet dengan persamaan sebagai
1
( , )= ( ) berikut :
#% ! *%
(1) ( )= " $ & '() !
& +
(3)

Dengan & = (cos /0 1 sin /0 ) , maka :


Dimana simbol s > 0 di presentasikan untuk skala '() !
= , #% !*
( )= " & %+
dimana menentukan waktu dan frekuensi,
$
adalah parameter pegreseran di mana translate skala (cos /0 1 sin /0 ) (4)
wavelet pada waktu, adalah kompleks kunjuksi dan
(t) adalah translate base wavelet. Gambar 1
menunjukkan realisasi dari fungsi scaling dan shift dari Dari persamaan diatas diperoleh bagian real dan
wavelet [7]. imajinernya yaitu :
#%
Metode Wavelet yang di gunakan adalah Continuous 45 = " $
(!)*%
Wavelet Transform (CWT) di mana CWT lebih tepat & + cos /0
# (5)
pada analisa spektral dari sinyal yang nonstasioner [8].
67 = " %$
(!)*%
& + sin /0
!
dimana nilai = dan /0 = 2"9: , dan 9: = 0,84

C. Center Of Gravity
Center Of Gravity merupakan titik yang sangat
penting yang berhubungan dengan areal, jika tCoG,sCoG
adalah Center of Gravity koordinat yang merupakan
kumpulan koefisien CWT yang di normalisasi
magnitude berada di lokasi koordinat (t1,s1), (t2,s2),,
(tn,sn) , maka koordinat waktu Center of Gravity di
hitung dengan persamaan berikut [10] ,

? !> >
Gambar 1. Resolusi time-frequency dari transformasi wavelet
;0< = ?>@A (6)
>@A B>

V. METODOLOGI Dengan cara yang sama koordinat skala dapat


dihitung dengan persamaan [11],

?
A. Pengambilan Data
> !>
Input data adalah suara jantung dan suara paru-paru C;0< = ?>@A (7)
>@A !>
yang terdistorsi suara jantung yang direkam dengan
menggunakan stetoskop digital litman tipe 4100 ,data

B17-2
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN


Data yang telah di rekam diolah dengan
menggunakan digital sinyal prosesing. Data tersebut
masih berbentuk *wav kemudian di convert menjadi dat
file. dengan durasi waktu rekaman 6 detik. Gambar. 2(a)
menunjukkan sinyal suara jantung.
Berikut adalah hasil metode CWT dengan skala
s=0.01 dan delta skala ds=0.001 pada sinyal rekaman
suara jantung dan suara paru terdistorsi suara jantung
yang olah dengan frekuensi sampling 4 KHz dengan
jumlah data 32768. Hasil sinyal suara jantung normal
yang telah diolah dengan menggunakan cwt dapat
terlihat pada gambar 2(b),kemudian hasil cwt di
threshold sebesar 0.50 . Hasil threshold dapat terlihat
pada gambar .2(c)

Gambar 4. Hasil Spektrum Sinyal Suara paru tercampur jantung

Gambar. 5. Hasil Center of Gravity Suara paru tercampur suara


jantung

Center of Gravity berfungsi untuk menentukan titik


centre, untuk mengenali waktu dan skala spektrum suara
jantung normal terlihat pada gambar. 2 . Dari hasil
eksperiman, sinyal jantung dengan waktu 2452 ms
Gambar 2. Hasil Spektrum Sinyal Suara Jantung dengan skala Center of Gravity 0.091 sinyal kedua
terjadi dalam waktu 4291 ms dengan skala Center of
Gravity 0.086, rentang waktu antara spectrum dengan
spektrum ketiga berada pada waktu 4291 ms, dengan
rentang skala Center of Gravity 0,086 terlihat pada
gambar 3. Rata rata frekuensi pada 9-13 Hz
Eksperimen pengukuran suara paru yang terdistrosi
1
2 3 suara jantung terlihat pada gambar 5. Spektrum hasil
CWT yang di threshold 0.5 menunjukkan ada beberapa
spektrum yang muncul . Spektrumnya di cut dengan
melihat spektrum yang tertinggi yang muncul, nampak
pada gambar 6. terlihat hasil spektrum waktu Center of
Gravity berada pada waktu 2997 ms dengan Center of
Gambar 3. Hasil Center of Gravity Sinyal Jantung
Gravity skala di 0.870,sedangkan spektrum kedua
muncul di skala 0.092 dengan waktu 919 ms. Rata-rata
frekuensi 9-13 Hz.
Dengan bantuan metode CWT suara paru yang
terdistorsi suara jantung dapat terlihat dengan jelas
dalam domain waktu dan frekuensi secara simultan.
Dengan demikian, metode ini dapat mengidentifikasi
karakteristik suara jantung dan paru secara objektif.
Oleh karena itu, pada penelitian selanjutnya akan
dipisahkan suara paru dari gangguan suara jantung.

B17-3
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

VII. KESIMPULAN IEEE Department of Electrical & Computer Engineering,


University of Manitoba, Winnipeg, MB, R3T 5V6, Canada,
Dari hasil eksperimen menyebutkan bahwa rentang 0-7803-7789,2003.
waktu spektrum pada suara jantung di satu siklus dengan [3] V. K. Iyer, Reduction of Heart Sounds from Lung Sounds by
Adaptive Filtering, IEEE Transactions on Biomedical
durasi 1022 ms itu berada pada spectrum ke-2 dan ke-3 Engineering, vol. bme-33, no. 12, 1986.
pada gambar. 3 , range skala sebesar 0,086 dengan [4] F. Dalmay, M.T. Antonini, P. Marquet and R. Menier ,Acoustic
menggunakan metode CWT dan COG. Dengan Properties of The Normal Chest, ERS Journals Ltd European
Respiratory Journal ISSN 0903 1936, 1995.
demikian pengenalan spektrum suara jantung dapat
[5] H. Wang, J. Chen and Y. Hu, Zhongwei and Samjin, Heart
memberikan informasi spektrum dari domain waktu dan Sound Measurement and Analysis System with Digital
skala, sehingga pengenalan suara paru bisa dikenali Stethoscope, IEEE 978-1-4244-4134-1/09, 209.
dengan mengetahui ciri dari suara jantung. Dengan [6] A.Cohen and D.Landsberg, Analysis and Automatic
Cllasification Breath Sounds, IEEE Transactions On
demikian, pada penelitian selanjutnya akan dipisahkan Biomedical Engineering, Vol. Bme-31, No. 9, 1984.
suara paru dari gangguan suara jantung. [7] M. Stephane, (1999),A Wavelet Tour of Signal Processing 2nd
ed," Academic Press, 1999.
[8] D. Cvetkovic, E. Derya, Ubeyli, I. Cosic , Wavelet Transform
UCAPAN TERIMA KASIH Feature Extraction From Human PPG, ECG, and EEG Signal
Studi ini didukung oleh direktorat jendral dikti yang Responses to ELF PEMF Exposures , A Pilot Study, Digital
Signal Processing, vol. 18, 2008, pp. 861-874.
telah memberikan beasiswa program pasca sarjana [9] R. Yan dan R.X.Gao, Tutorial 21 Wavelet Transform : A
(bpps). Mathematical Tool for on-Stationary Signal Processing in
Measurement Science Part2 in a Series of Tutorials in
Instrumentation and Measurement, IEEE Instrumentation &
REFERENCE Measurement Magazine, Oktober 2009.
[1] L. J. Hadjileontiadis and S.M. Panas, Adaptive Reduction of [10] Z.Tu, G.Cao, Q.Li,X.Zhang, and J.Shi, Improved Methods for
Heart Sounds from Lung Sounds Using Fourth-Order Statistics, Detecting Main components of Heart Sounds, Sixth
IEEE Transactions On Biomedical Engineering, VoL. 44, NO. 7, International Conference of Natural
July 1997. Computation,pp35853588,2010.
2] M. T. Pourazad, Z. K. Mousavi, G. Thomas ,Heart Sound [11] M.Misiti, Y.Misiti, G. Oppenheim, J.M.Poggi, Wavelet
Cancellation from Lung Sound Recordings using Adaptive Tollbox For Use With MATLAB, The Math Works Inc,1996.
Threshold and 2D Interpolation in Time-Frequency Domain,

B17-4
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Analisa Sinyal Electrocardiography dan


Phonocardiography Secara Simultan
Menggunakan Continuous Wavelet Transform
Eko Agus Suprayitno*, Rimuljo Hendradi, Achmad Arifin
Bidang Keahlian Teknik Elektronika, Program Pascasarjana Teknik Elektro
Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
*email: eko.agus.suprayitno10@mhs.ee.its.ac.id

sinyal suara jantung tidak normal terjadi satu kesalahan


AbstrakPada paper ini telah dikembangkan sistem penggolongan dalam mengklasifikasikan jantung
analisa aktivitas jantung berdasarkan sinyal suara normal dan tidak normal. Sinyal suara jantung tidak
jantung (PCG) dan sinyal jantung (ECG) yang normal diakui sebagai insufisiensi aorta pada
ditampilkan secara simultan dan di analisa menggunakan
pemeriksaan klinis, tetapi hal tersebut dibedakan
CWT. Sinyal suara jantung yang diambil pada empat titik
jantung (Left Ventricle (LV), Right Ventricle (LV), sebagai suara jantung normal [1]. Penelitian penyakit
Pulmonary Artery (PA), dan Aortic (AO)) secara simultan jantung berikutnya melalui diagnosa kelainan suara
dengan sinyal jantung menghasilkan informasi suara jantung dengan auskultasi menggunakan stetoskop,
jantung frekuensi dominannya banyak berada pada bunyi tetapi dalam mendapatkan diagnosa suara jantung
suara jantung pertama (S1) dan pada sinyal jantung normal dan tidak normal yang akurat merupakan suatu
frekuensi dominannya berada pada area glombang QRS
keterampilan yang sulit dan ketepatan hasil analisanya
kompleks. Ditinjau dari waktu kejadian, frekuensi suara
S1 ada pada range 188 Hz - 229 Hz dengan range waktu sangat bergantung pada kepekaan telinga dan tingkat
0,2 detik - 0,32 detik; suara jantung S2 pada 197 Hz - 535 pengalaman seorang ahli untuk membedakan satu
Hz dengan range waktu 0,52 detik - 0,69 detik; suara kelainan dengan kelainan yang lain. Dibutuhkan waktu
jantung S3 ada pada 141 Hz - 212 Hz dengan waktu 0,8 bertahun-tahun untuk memperoleh dan memfilter suara
detik; suara jantung S4 ada pada 169 Hz - 273 Hz pada yang didengar melalui stetoskop[2]. Selain suara
waktu ke 0,16 detik. Sinyal QRS kompleks frekuensinya
jantung, sinyal ECG juga dapat memberikan informasi
ada pada 94 Hz - 134 Hz dengan range waktu ke 1,2 detik -
1,3 detik. Ini menunjukkan bahwa suara S1 terjadi terkait aktivitas mekanik jantung, tetapi tidak
hampir bersamaan dengan timbulnya QRS kompleks. sepenuhnya bisa menggambarkan proses yg terjadi pada
Penelitian selanjutnya akan dikembangkan lagi pada karakter jantung sehingga ada keriteria kelainan jantung
Multimodal Cardiac Analysis. yang sebelumnya terjadi (kerusakan pada jantung yang
menyebabkan terjadinya murmur) tidak bisa di
Kata Kunci Electrocardiography, Phonocardiography, klasifikasikan secara spesifik dari sinyal ECG, karena
continuous wavelet transform membuka dan menutupnya katup jantung menimbulkan
getaran yang menyebabkan terjadinya suara jantung.
I. PENDAHULUAN
Kondisi tersebut memberikan informasi bahwa aktivitas

P ENYAKIT jantung merupakan penyakit yang


sangat membahayakan. Bahkan saat ini di Indonesia
penyakit jantung menempati urutan pertama sebagai
mekanik jantung yang berhubungan dengan
ketidaknormalan suara jantung tidak cukup di jelaskan
hanya dengan menggunakan satu variabel (suara
penyebab kematian. Salah satu metode untuk jantung). Dengan memanfaatkan karakteristik yang
pendeteksian awal dari penyakit jantung yang berkaitan sinkron antara suara jantung dan ECG, serta persamaan
dengan ketidaknormalan katup-katup jantung dapat utama ECG orde dua yang dikembangkan oleh Burke,
dilakukan dengan teknik auskultasi. Klasifikasi suara hubungan prinsip utama komponen suara jantung
jantung dan sinyal jantung merupakan hal yang penting terhadap waktu, dapat di ilustrasikan dalam tampilan
dilakukan dalam mengetahui penyakit jantung yang di sinyal suara jantung dan sinyal jantung secara simultan
sebabkan tidak normalnya pembukaan dan penutupan untuk mengklasifikasikan dan menjelaskan aktivitas
katup-katup jantung yang tidak sempurna. mekanik jantung [3].
Pentingnya klasifikasi suara jantung dan sinyal Pada penelitian ini, kami mengusulkan dua variabel
jantung didukung oleh banyaknya penelitian yang sudah dalam dinamika jantung yaitu suara jantung dan sinyal
dilakukan. Salah satunya klasifikasi dan analisa dengan jantung yang ditampilkan secara simultan untuk
metode CSCW (cardiac sound characteristic mendapatkan informasi tentang terjadinya suara jantung
waveform) dengan bantuan grafik kurva sederhana pertama (S1) terhadap siklus yang terjadi pada sinyal
terhadap suara jantung normal dan tidak normal. Namun jantung dengan menggunakan continuous wavelet
hasil penelitian menyebutkan, untuk 20 hasil analisa

B18-1
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

transform (CWT). Sinyal suara jantung hasil dari


rangkaian instrumentasi PCG dan sinyal jantung hasil
rangkaian instrumentasi ECG yang ditampilkan secara
simultan akan diolah menggunakan continuous wavelet
transform (CWT) untuk memberikan informasi tentang
frekuensi dominan dan waktu terjadinya frekuensi
tersebut pada siklus suara jantung maupun sinyal
jantung.
Gambar. 1. Posisi perekaman suara jantung
II. SUARA JANTUNG
Jantung merupakan organ fital tubuh yang terdiri dari Posisi perekaman suara jantung pada tubuh
empat compartment yaitu atrium kanan, atrium kiri, (Gambar.1.) dapat dilakukan di empat posisi yaitu Left
ventrikel kanan dan ventrikel kiri. Jantung mempunyai Ventricle (LV), Right Ventricle (LV), Pulmonary Artery
empat buah katup yang bekerja secara bergantian, (PA), dan Aortic (AO).
diantaranya Katup Tricuspid, Katup Mitral, katup
Pulmonary dan katup Aortic. Membuka dan III. SINYAL JANTUNG
menutupnya katup jantung terjadi akibat perbedaan
Jantung adalah otot yang bekerja terus menerus
tekanan diruang-ruang jantung sewaktu kontraksi dan
seperti pompa. Setiap denyut jantung dibentuk oleh
relaksasi atrium dan ventrikel. Empat Peristiwa mekanik
gerakan impuls listrik dari dalam otot jantung. Sel-sel
yang terjadi pada jantung antara lain Cardiac cycle yang
pacemaker merupakan sumber bioelektrik jantung. Ada
terjadi selama 0,8 detik mengacu pada semua kejadian
tiga sumber utama pacemaker, yaitu SA Node, AV Node
yang berhubungan dengan aliran darah melalui jantung;
dan serabut punkinje / otot ventricle.
Systole (Kontraksi otot jantung), Diastole (relaksasi otot
Electrocardiograph (ECG) merupakan metoda yang
jantung), dan Heart beats yang terjadi 75 kali per menit.
umum dipakai untuk mengukur kinerja jantung manusia
Suara jantung adalah sinyal audio frekuensi rendah yang
melalui aktivitas elektrik jantung. Sinyal jantung (ECG)
terjadi karena membuka dan menutupnya katup yang
merupakan sinyal biomedik yang bersifat nonstationer,
ada pada jantung, sehingga menimbulkan vibrasi yang
dimana sinyal ini mempunyai frekuensi yang berubah
bersamaan dengan vibrasi darah yang ada di sekitarnya.
terhadap waktu sesuai dengan kejadian fisiologi
Suara jantung terbagi menjadi empat bagian yaitu suara
jantung. Informasi seputar kerja jantung dapat diperoleh
suara jantung pertama (S1) merupakan bunyi yang
melalui prinsip kelistrikan pada jantung. ECG memiliki
menyertai penutupan katup atrioventrikular yaitu katup
peran penting dalam proses pemantauan dan mencegah
mitral dan katup trikuspidal, Suara jantung kedua (S2)
serangan jantung. Sinyal ECG terdiri dari tiga
terjadi karena penutupan katup semilunar (yaitu katup
gelombang dasar P (depolarisasi atrium), kompleks
aorta dan katub pulmonal) secara tiba-tiba. Suara
QRS (depolarisasi ventrikel) dan gelombang T
jantung ketiga merupakan bunyi ventrikel kiri dan
(repolarisasi ventrikel) [4]. Gelombang P pada
terbaik didengar di apeks jantung dan suara jantung ke
umumnya berukuran kecil dan merupakan hasil
empat merupakan suatu bunyi dengan nada rendah,
depolarisasi otot atrium, Gelombang kompleks QRS
dengan frekuensi berkisar antara 5070 Hz.
ialah suatu kelompok gelombang yang merupakan hasil
depolarisasi otot ventrikel, dan Gelombang T
menggambarkan repolarisasi otot ventrikel.

Gambar.3. Diagram Sistem pada Penelitian Analisa Sinyal Electrocardiograph dan Phonocardiography secara simultan menggunakan
Continuous Wavelet Transform

B18-2
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

dan skala yang berubah-rubah.


IV. METODE
A. Perekaman Sinyal Suara Jantung (PCG) dan Sinyal
Jantung (ECG).
Sinyal suara jantung dan sinyal jantung yang
dianalisa direkam secara langsung dan simultan pada
pasien dengan usia 24 tahun, berat badan 54 kg,
tingginya 168 cm dan berjenis kelamin laki-laki. Posisi
perekaman suara jantung dilakukan pada daerah Left
Ventricle (LV), daerah Right Ventricle (LV), daerah
Gambar.2. Resolusi waktu dan frekuensi CWT [5].
Pulmonary Artery (PA) dan daerah Aortic(AO)
sedangkan sinyal jantung direkam dengan bantuan
Fungsi window merupakan mother wavelet yang
elektroda yang terpasang pada tiga titik tubuh, yaitu
menjadi fungsi dasar dari wavelet. Secara matematis
Right Arm (RA), Left Arm (LA), dan Left Leg (LL)
CWT dari suatu signal x(t) dapat di selesaikan dengan
sesuai aturan segitiga Einthoven. Perekaman suara
persamaan (1) berikut.
jantung dilakukan secara langsung pada pasien
t
CWT x ( , s ) = x ( , s ) = x (t )
1
menggunakan stetoskop Riester yang terhubung Pre
Amplifier dan pengkondisian sinyal berupa Low Pass

s s
dt
(1)
Filter Analog orde 4 dengan frekuensi cutoff 500 Hz dan
High Pass filter analog orde 4 dengan frekuensi cutoff dimana s menunjukkan skala dengan nilainya
20 Hz. Perekaman sinyal jantung dilakukan dengan berbanding terbalik dengan frekuensi, adalah time
rangkaian instrumentasi ECG yang didalamnya terdiri shift yang menunjukkan pergeseran atau translasi
dari beberapa rangkaian instrumentasi seperti
t
Difenensial Amplifier dengan penguatan 88x, Buffer, mother wavelet dan menunjukkan mother
Low Pas Filter analog orde 4 dengan frekuensi cutoff s
400Hz, penguat Non Inverting dengan penguatan 1x wavelet. Penggambaran CWT terhadap perubahan dari
untuk membawa posisi sinyal pada posisi baseline, pelebaran dan penyempitan fungsi window untuk
Penguat Non Inverting dengan penguatan 2x, Notch frekuensi rendah dan tinggi di setiap waktu dapat di
Filter untuk menghilangkan noise jala-jala 50 Hz pada ilustrasikan seperti Gambar 2.
alat ukur, dan Low Pass filter Analog orde 2 dengan Pada Gambar 2 dapat dilihat bahwa perubahan skala
frekuensi cutoff 20 Hz. dari s1 pada lokasi ( 1 , s1 ) ke s2 pada lokasi ( 2 , s2 )
B. Analisa Sinyal Suara Jantung (PCG) dan Sinyal mengurangi resolusi waktu (karena lebar time-window
Jantung (ECG) dengan CWT. membesar) tetapi meningkatkan resolusi frekuensi
Sinyal suara jantung (PCG) dan Sinyal jantung (ECG) (karena lebar frequency-window mengecil). Karena
yang diperoleh dari hasil perekaman di tampilkan pada perubahan skala s dan time-shift pada fungsi mother
osiloskop Agilent tipe 54621A ( frekuensi maksimum wavelet, maka dengan CWT dimungkinkan untuk
60 MHz dan kemampuan ADC maksimum 200 MSa/s ), mendapatkan komponen utama dalam time-series pada
datanya disimpan dalam bentuk BMP dan CSV. Data seluruh spektrum dengan menggunakan skala yang kecil
yang didapat kemudian dirubah dalam bentuk TXT untuk memperoleh komponen frekuensi tinggi dan
untuk di analisa menggunakan Continuous Wavelet menggunakan skala yang besar untuk analisa frekuensi
Transform (CWT) untuk didapatkan informasi frekuensi rendah.
sinyal dan waktu terjadinya frekuensi tersebut. Untuk Mother wavelet yang digunakan memiliki dua kondisi
memastikan sinyal yang diolah dengan CWT berada yang menjadi syarat sebagai mother wavelet, kondisi
pada rentang frekuensi sinyal suara jantung dan sinyal tersebut terdapat pada Persamaan (2) dan (3) berikut [6].
jantung maka dilakukan Discrete Fourier Transform
(DFT). Pengolahan sinyal dengan CWT dan DFT
dilakukan dengan program Delphi 7 pada PC. Untuk
(t )dt = 0 (2)

diagram system penelitian ini disajikan pada Gambar 3.

(t ) dt <
2
Sinyal suara jantung dan sinyal jantung yang (3)
perekamannya dilakukan secara simultan kemudian
dianalisa lebih lanjut untuk mengetahui hubungan kedua Mother wavelet yang digunakan adalah complex morlet.
sinyal tersebut dan makna fisiologis pada kerja jantung Morlet merupakan fungsi dari Gaussian, yang
yang dihasilkan dari hubungan kedua sinyal tersebut. termodulasi oleh eksponensial komplek, fungsi mother
C. Continuous Wavelet Transform (CWT) wavelet morlet ditunjukkan dalam Persamaan (4)
Continuous Wavelet Transform (CWT) merupakan berikut, dengan nilai 0 = 2f 0 dan f 0 = 0,849 [7].
proses konvolusi sinyal x(t) dengan sebuah fungsi
(t ) =
2
1 t
window, fungsi window dapat berubah disetiap waktu
4
e j0t e 2 (4)

B18-3
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Dengan
e j 0t = (cos 0 t j sin 0 t ) t
dan t = .
s
Untuk mengubah parameter skala menjadi frekuensi,
maka digunakan persamaan (5) sebagai berikut
fc
f = (5)
s
dimana f c adalah center frequency pada setiap skala
s, nilai f c = f 0 = 0.849.

V. HASIL EKSPERIMEN
Hasil perekaman suara jantung (PCG) pada posisi
Left Ventricle (LV) beserta sinyal jantung (ECG) secara
simultan ditampilkan pada osiloskop Agilent tipe
54621A dan menghasilkan file BMP (Gambar 4) dan Gambar.5. Kontur sinyal suara jantung (PCG) hasil CWT.
berupa file CSV. Ada empat data file BMP dan CSV
yang dihasilkan, masing-masing didapat dari hasil Pada Gambar 5 nampak bahwa gambar tengah
perekaman suara jantung di posisi Left Ventricle (LV), merupakan gambar utama keseluruhan kontur sinyal
Right Ventricle (LV), Pulmonary Artery (PA), dan suara jantung hasil CWT, sedangkan perbesaran titik A
Aortic (AO). Perekaman pada posisi tersebut melibatkan beserta keterangan konversi skala ke frekuensi dan
perekaman sinyal jantung sehingga bisa dihasilkan file waktu terjadi frekuensinya ada di bagian gambar kiri
BMP dan CSV berupa tampilan sinyal secara simultan. atas dari gambar utama, sedangkan perbesaran titik B
ada di gambar kanan atas, titik C ada pada gambar kiri
bawah, dan perbesaran titik D ada pada gambar kanan
VI. PEMBAHASAN
bawah. Pada gambar 6 nampak bahwa perbesaran titik A
A. Analisa Sinyal Suara Jantung (PCG) dan Sinyal beserta keterangan konversi skala ke frekuensi dan
Jantung (ECG) dengan CWT. waktu terjadi frekuensinya tersebut ada di bagian
Data CSV sinyal suara jantung untuk posisi Left gambar kiri atas keseluruhan kontur sinyal jantung,
Ventricle dan sinyal jantung secara simultan dirubah ke sedangkan perbesaran titik B ada di gambar kanan atas.
TXT dengan notepat. Untuk mendapatkan beberapa Pada Gambar 7 nampak bahwa perbesaran titik A, B,
informasi frekuensi dominan dan waktu terjadinya C, dan D beserta keterangan frekuensinya berada di atas
frekuensi tersebut dilakukan CWT pada sinyal suara gambar utama keseluruhan tampilan hasil DFT sinyal
jantung (Gambar 5) dan sinyal jantung (Gambar 6) Suara Jantung posisi Left Ventricle. Untuk Gambar 8
dengan frekuensi sampling 8000 Hz dan rata-rata nampak bahwa perbesaran titik A dan B beserta
jumlah datanya 1999 (data yang diperoleh merupakan keterangan frekuensinya berada di atas gambar utama
besarnya amplitude terhadap waktu). Beberapa keseluruhan tampilan hasil DFT sinyal Suara Jantung.
frekuensi yang dominan pada kedua sinyal diberi tanda
huruf A, B, C dan D untuk memudahkan dalam analisa.
Untuk memastikan beberapa informasi frekuensi
dominan yang dihasilkan masih berada rentang
frekuensi suara jantung (20 Hz sampai 500 Hz) dan
sinyal jantung (dibawah 20 Hz) maka dilakukan proses
DFT pada sinyal suara jantung (Gambar 7) dan sinyal
jantung (Gambar 8). Informasi waktu yang didapatkan
dari hasil CWT digunakan untuk mengetahui beberapa
posisi frekuensi dominan yang dihasilkan pada sinyal
suara jantung dan sinyal jantung. Pada suara jantung,
frekuensi dominan banyak berada pada bunyi suara
jantung pertama (S1) (Gambar 9), sedangkan pada
sinyal jantung frekuensi dominannya berada pada area
glombang QRS kompleks (Gambbar 10).

Gambar.6. Kontur sinyal jantung (ECG) hasil CWT.

Gambar.4. Sinyal suara jantung (sinyal pertama) dan sinyal jantung


(sinyal ke dua).

B18-4
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

94Hz 134Hz 130Hz 154Hz

B
A

B A

Gambar.7. DFT Sinyal suara jantung posisi Left Ventricle (LV). Gambar.8. DFT Sinyal jantung

Tabel.1.Hasil analisa CWT sinya suara jantung


Sample Analisa CWT
Posisi Perekaman Jumlah Hasil DFT
No Rate Kode frekuensi waktu Keterangan
Suara jantung data (Hz)
(Hz) (Hz) kejadian (s)
A 188 188 0,3 Suara Jantung Pertama (S1)
B 197 197 0,658 Suara Jantung Kedua (S2)
1 Left Ventricle 8000 1999
C 141 141 0,89 Suara Jantung Ketiga (S3)
D 169 169 1,16 Suara Jantung Keempat (S4)
A 212 212 0,32 Suara Jantung Pertama (S1)
B 535 535 0,6 Suara Jantung Kedua (S2)
2 Right Ventricle 8000 1999
C 229 229 0,74 tidak terkenali
D 212 212 1 Suara Jantung Ketiga (S3)
A 273 273 0,16 Suara Jantung Keempat (S4)
3 Pulmonary Artery 8000 1999 B 202 202 0,41 Suara Jantung Pertama (S1)
C 229 229 0,697 Suara Jantung Kedua (S2)
A 229 229 0,2 Suara Jantung Pertama (S1)
B 176 176 0,524 Suara Jantung Kedua (S2)
4 Aortic 8000 1999 C 229 229 1,14 Suara Jantung Pertama (S1)
D 160 160 1,45 Suara Jantung Kedua (S2)
E 154 154 1,9 Suara Jantung Ketiga (S3)

Hasil analisa sinyal suara jantung (PCG), kode A suara jantung pada empat titik yang berbeda
merupakan suara jantung pertama dengan frekuensi mempengaruhi hasil adanya informasi S1, S2, S3, dan
dominan 188 Hz di posisi 0,3 detik; kode B merupakan S4 suara jantung. Ini ditunjukkan pada posisi perekaman
suara S2 dengan frekuensi 197 Hz di posisi 0,65 detik; Right Ventricle yang menginformasikan tidak
kode C merupakan suara S3 dengan frekuensi 141 di terdeteksinya suara jantung S4 dan pada bagian
posisi 0,89 detik dan kode D merupakan suara S4 perekaman di Pulmonary Artery informasi sinyal suara
dengan frekuensi 169 Hz di posisi 1,16 detik. Hasil jantung S3 juga tidak terdeteksi. Untuk range frekuensi
analisa sinyal jantung (ECG), kode A merupakan area dominan suara jantung berdasarkan hasil perekaman
sinyal R-S dengan area frekuensi dominannya di 130 Hz pada keempat titik dihasilkan frekuensi suara S1 ada
sampai 154 Hz yang terjadi di antara 0,32 detik sampai pada range 188 Hz sampai 229 Hz; suara jantung S2
0,324 detik; kode B merupakan area sinyal QRS pada 197 Hz sampai 535 Hz; suara jantung S3 ada pada
kompleks dengan area frekuensi dominannya di 94 Hz 141 Hz sampai 212 Hz; suara jantung S4 ada pada 169
sampai 134 Hz yang terjadi di antara 1,2 detik sampai Hz sampai 273 Hz. Berdasarkan data yang diperoleh
1,3 detik. pada Table 2, sinyal QRS kompleks pada sinyal jantung
frekuensinya ada pada range 94 Hz sampai 134 Hz.
B. Analisa hasil CWT Terhadap Keterkaitan PCG dan
Setelah mendapatkan informasi frekuensi dan waktu
ECG.
pada suara jantung dan sinyal jantung beserta
Ditinjau dari informasi waktu yang diperoleh dengan keterkaitannya, penelitian akan dilanjutkan pada
CWT pada suara jantung (PCG) dan sinyal jantung Multimodal Cardiac Analysis untuk mendapatkan
(ECG) yang direkam secara simultan memberikan informasi utama yang berhubungan dengan anatomi dan
informasi bahwa pada detik ke 0,3 terjadi suara jantung fisiologi jantung. Selain itu, akan dilakukan pembuatan
S1 serta terbentuk sinyal R; pada detik ke 0,658 terjadi komunikasi serial yang menghubungkan instrumentasi
suara jantung S2 serta sinyal T yang merupakan PCG dan ECG ke PC.
repolarisasi otot ventrikel; pada detik 0,89 terjadi suara
jantung S3 serta fase setelah sinyal T dan pada detik ke
1,16 terjadi suara jantung S4 serta akan terjadi sinyal Q
atau segmen PR yang merupakan garis isoelektrik yang
menghubungka sinyal P dengan QRS kompleks
(Gambar 11).
Untuk hasil analisa data rekaman suara jantung dan
sinyal jantung di titik perekaman lainya di tampilkan
pada table 1 dan 2. Berdasarkan data yang diperoleh
pada table 1, menunjukkan bahwa posisi perekaman Gambar.9. Sinyal suara jantung posisi Left Ventricle (LV)

B18-5
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Gambar.11. Hubungan suara jantung terhadap sinyal jantung


Gambar.10. Sinyal jantung posisi
secara simultan.

Tabel.2.Hasil analisa CWT sinya jantung


Perekaman Sample Analisa CWT
Jumlah Hasil DFT
No simultan Rate Kode frekuensi Keterangan
data (Hz) waktu terjadinya (s)
dg sinyal jantung di (Hz) (Hz)
154 0,32 Antara sinyal
A 130 sampai 154
130 0,324 R&S
1 Left Ventricle 8000 1999
134 1,2 Sinyal QRS
B 94 sampai 134
94 1,3 Kompleks
130 0,24
A 113 sampai 130 Sinyal QR
113 0,26
2 Right Ventricle 8000 1999
130 1,22 Sinyal QRS
B 99 sampai 130
99 1,26 Kompleks
130 0,3
A 113 sampai 130 Sinyal RS
113 0,32
3 Pulmonary Artery 8000 1999
99 1,4
B 99 sampai 130 Sinyal RS
130 1,42
130 0,144
A 106 sampai 130 Sinyal R
106 0,158
4 Aortic 8000 1999
130 1,09
B 113 sampai 130 Sinyal R
113 1,104
sinyal digital. Selain itu penelitian ini juga akan
VII. KESIMPULAN dikembangkan pada Multimodal Cardiac Analysis.
Analisa sinyal suara jantung (PCG) dan sinyal
jantung (ECG) secara simultan dengan menggunakan DAFTAR PUSTAKA
CWT memberikan informasi bahwa pada suara jantung, [1] H. Wang, J. Chen, and Y. Hu, Zhongwei, and Samjin, Heart
frekuensi dominan banyak berada pada bunyi suara Sound Measurement and Analysis System with Digital
jantung pertama (S1) sedangkan pada sinyal jantung Stethoscope, IEEE 978-1-4244-4134-1/09. 2009
frekuensi dominannya berada pada area glombang QRS [2] Z. Syed, D. Leeds, D. Curtis, F. Nesta, R.A. Levine, and J.
Guttag, A Framework for the Analysis of Acoustical Cardiac
kompleks. Untuk range frekuensi dominan suara Signals, IEEE Trans. Biomed. Eng., vol. 54, pp. 651-662, 2007
jantung berdasarkan hasil perekaman pada keempat titik [3] J.P. de Vos, and M.M. Blanckenberg, 2007, Automated
dihasilkan frekuensi suara S1 ada pada range 188 Hz Pediatric Cardiac Auscultation, IEEE Trans. Biomed. Eng., vol.
54, pp. 244-252.
sampai 229 Hz pada waktu 0,2 detik sampai 0,32 detik;
[4] Hampton, The ECG Made Easy, Churchill Livingstone, 6th
suara jantung S2 pada 197 Hz sampai 535 Hz pada edition. 2003
waktu 0,52 detik sampai 0,69 detik; suara jantung S3 [5] R. Yan and R. X. Gao, Tutorial 21 Wavelet Transform : A
ada pada 141 Hz sampai 212 Hz pada waktu 0,8 detik; Mathematical Tool for on-Stationary Signal Processing in
suara jantung S4 ada pada 169 Hz sampai 273 Hz pada Measurement Science Part2 in a Series of Tutorials in
Instrumentation and Measurement, IEEE Instrumentation &
waktu 0,16 detik. Berdasarkan data yang diperoleh pada Measurement Magazine, Oktober 2009.
Table 2, untuk sinyal jantung sinyal QRS kompleks [6] Blanco, S. Quiroga, R. Q. Rosso, O. A. Kohen,
frekuensinya ada pada range 94 Hz sampai 134 Hz pada Time-Frequency Analysis of Electroencephalogram Series,
waktu 1,2 detik sampai 1,3 detik pada siklus kedua. Physical Review E., vol. 51, no. 3, March 1995, pp. 2624-2631.
[7] X. Li, X. Yao, J. R. G. Jefferys, J. Fox, Computational
Pengembangan penelitian ini selanjutnya adalah Neuronal Oscillations Using Morlet Wavelet Transform, IEEE
pembuatan komunikasi serial yang menghubungkan Engineering In Medicine and Biology 27th Annual Conference.,
instrumentasi PCG dan ECG ke PC beserta pemrosesan September 1-4, 2005. pp. 2009-2012.

B18-6
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Ekstraksi ECG Temporal Parameter Secara Real


Time untuk Analisa Ketidaknormalan Jantung
Berbasis Time Domain Processing
Santoso*, Achmad Arifin
Bidang Keahlian Teknik Elektronika, Program Pascasarjana Teknik Elektro,
Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya
*
Santoso09@mhs.ee.its.ac.id

Abstrak- ECG adalah metoda yang umum digunakan


untuk mengukur kinerja jantung melalui aktivitas elektrik
jantung. Pada penelitian ini direalisasikan sebuah sistem
yang dapat mengekstraksi ECG. Data ECG diambil dari
database MIT-BIH untuk beberapa jenis sinyal jantung,
seperti Normal sinus, PVC, PAC, RBBB, dan LBBB. Hasil
komputasi dengan algoritma yang telah dikembangkan
oleh Pan[1] dan Friesen[2] mampu untuk mengektraksi
fitur sinyal ECG diantaranya interval RR, durasi QRS,
dan durasi gelombang P. Salah satu metode analisa yang
dapat digunakan adalah QRS detection algorithm. Dalam
penelitian ini dilakukan analisa enam rekaman sinyal ECG
normal, tiga rekaman PVC dan empat rekaman PAC,
dengan menerapkan bandpass filter, derivation, squaring,
Gambar 1, Komponen ECG
integration, decision. Hasil algoritma menghasilkan data
berupa averageSD interval R-R, durasi QRS, dan durasi
gelombang P, untuk ECG Normal = 0.720.11; 0.080.11; kerusakan otot jantung. Aktivitas listrik akan memicu
0.040.01, PVC = 1.050.25; 0.080.01; 0.040.00, PAC = aktivitas mekanik sehingga kelainan pola listrik akan
1.090.37; 0.010.04; 0.030.01. Performa hasil algoritma disertai dengan kelainan mekanis atau otot jantung.
untuk segmentasi 60 detik menghasilkan 77,7%. Secara Telah dikembangkan berbagai metode untuk dapat
subtansial kedua algoritma dapat diterapkan pada membaca bentuk sinyal ECG, kecepatan denyut jantung
peralatan pemantau sinyal ECG (ambulatory ECG dapat dianalisa dengan metoda R-R interval yang
monitor). Kedepannya diperlukan algoritma dengan
diperoleh dengan pendeteksian QRS secara analog.
kemampuan adaptasi terhadap berbagai bentuk ECG.
Penelitian selanjutnya akan dilakukan klasifikasi ECG Hasil penelitian ini menunjukkan algoritma deteksi
untuk mendeteksi ketidaknormalan jantung. kompleks QRS secara real time menghasilkan nilai pada
beberapa jenis sinyal ECG. Metode deteksi untuk
Kata KunciECG, Interval R-R, komplek QRS, gelombang P berdasarkan apa yang telah dikembangkan
Gelombang P. oleh Friesen [2].
Hasil ekstraksi ECG selanjutnya dapat dipergunakan
I. PENDAHULUAN untuk beberapa keperluan diantaranya klasifikasi ECG.

E LECTROCARDIOGRAM (ECG) adalah kumpulan


rekaman beda potensial listrik tubuh manusia yang
dihasilkan oleh aktivitas ritme jantung. Jantung secara
II. ALGORITMA DETEKSI QRS
Penerapan algoritma untuk mendeteksi kompleks
bergantian berkontraksi untuk mengosongkan darah dan QRS diadaptasi dari real time QRS detection algoritma
berelaksasi untuk mengisi darah. Siklus jantung terdiri [1]. Gambar 2 menunjukkan beragam proses dalam
atas periode kontraksi dan pengosongan isi (sistol), dan analisa sinyal ECG dengan tujuan mengisolir porsi
relaksasi dan pengisian (diastol). Atrium dan ventrikel gelombang dimana energi QRS menjadi lebih dominan,
mengalami siklus sistol dan diastol terpisah. Kontraksi sinyal dilewatkan kedalam bandpass filter.
terjadi akibat penyebaran eksitasi (mekanisme listrik A. Low Pass Filter
jantung ) ke seluruh jantung. Sedangkan relaksasi timbul Dengan frekuensi cutoff sebesar 11 Hz dan
setelah repolarisasi atau tahapan relaksasi otot jantung. penguatan sebesar 36, penundaan hingga enam sampel
Berbagai komponen rekaman ECG berhubungan data, dapat ditunjukkan pada persamaan (1).
dengan berbagai proses aktivitas jantung. ECG dapat y ( nT ) = 2 y ( nT T ) y ( nT 2T ) + x ( nt )
digunakan untuk mendiagnosa kecepatan denyut
jantung yang abnormal, gangguan irama jantung, serta 2 x ( nT 6T ) + x ( nT 12T ) (1)

B19-1
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

B. High-Pass Filter G. Tresholding


Desain high-pass filter berdasarkan pada sinyal Proses ini memberikan nilai logika 1 untuk posisi
asal dikurangi dengan pembagian output dari low pass QRS yang terdeteksi, dan logika 0 untuk yang lainnya.
filter dengan penguatan dc (dc gain), ditunjukkan pada
persamaan (2). SPKI = 0.125 PEAKI + 0, 875SPKI

d[]
dt

d[] 1 32
dt
[]2
32 n=1

Gambar 2. Blok diagram deteksi QRS

1 jika PEAKI adalah puncak sinyal (6)


p ( nT ) = x ( nT 16T ) [ y ( nT T )
32
NPKI = 0,125 PEAKI + 0, 875 NPKI
+ x ( nT ) x ( nT 32T )] (2)
jika PEAKI adalah puncak noise
C. Derivatif (7)
Pada dasarnya, differensiator adalah sebuah
highpass filter. Differensiator memberikan penguatan
pada bagian frekuensi tinggi dan meredam bagian THRESHOLD11 = NPKI + 0, 25( SPKI NPKI ) (8)
frekuensi rendah. Bagian tinggi sinyal ECG ialah QRS THRESHOLD12 = 0, 5(THRESHOLDI 1) (9)
kompleks dan frekuensi rendahnya adalah gelombang P
dan T. Sehingga secara morfologi, sinyal ECG yang Dimana PEAKI adalah keseluruhan puncak
terdeteksi hanya memiliki bagian QRS kompleks saja. SPKI adalah estimasi terus menerus dari puncak sinyal
Persamaan beda differensiasi NPKI adalah estimasi terus menerus dari puncak noise
1
y ( nT ) = [ x ( nT 2T ) 2 x ( nT T )
THRESHOLDI1 adalah batas pertama
8 THRESHOLDI2 adalah batas kedua

+2 x (nT + T ) + x (nT + 2T )] (3)


H. RR interval
D. Operasi Squaring Dibutuhkan dua puncak R untuk dapat
Setelah sinyal QRS kompleks di differnsiasi, pada menghasilkan interval RR, durasi R kedua dikurangkan
tahap ini sinyal ECG akan dikuadratkan, dengan durasi R pertama, kemudian dikalikan dengan waktu
persamaan : sampling.

{
y (nT ) = x(nT )}2
(4) INTERVAL RR = ( RI +1 RI )
E. Integrasi moving window Waktu Sampling (10)
Setelah sinyal dikuadratkan pada blok sebelumnya
maka pada blok ini sinyal QRS kompleks ini akan I. Deteksi titik P
diintegralkan dengan rentang waktu tertentu dan lebar
integrator disesuaikan dengan durasi QRS kompleks. Gelombang P adalah sebuah gelombang yang
Persamaan beda dari integrasi moving window timbul sebelum kompleks QRS. Sehingga gelombang P
dapat dicari dengan berdasarkan lokasi kompleks QRS.
Dengan menerapkan turunan pertama (first derivative)
1
y (nT ) = [ x ( nT ( N 1)T ) +
terhadap sinyal ECG, friesen [2]. X(n)
N merepresentasikan data amplitudo ECG pada bentuk
discrete time n. Kemiringan (slope) gelombang ECG
+ x( nT ( N 2)T ) + .. + x ( nT )] (5) didapat :
slope( n) = 2 X ( n 2) X (n 1) +
F. Fiducial mark
X (n + 1) + 2 X ( n + 2) (11)
Kompleks QRS berhubungan dengan sisi naik dari
integrasi bentuk gelombang. Durasi waktu pada sisi Batas slope ditentukan
naik sama dengan lebar dari kompleks QRS. Titik acuan
untuk lokasi temporal kompleks QRS dapat ditentukan slope threshold = 0.70 x max[ slope( n)] (12)
dari sisi naik sesuai dengan fitur bentuk gelombang
Point pertama dimana slope(n) lebih besar dari
yang diinginkan, seperti kemiringan puncak gelombang
slope threshold merupakan kandidat onset gelombang
R.

B19-2
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

QRS. Dibuat sebuah algoritma untuk menghasilkan Deteksi nilai maksimum slope
slope threshold berubah secara adaptive. Nilai Metode ini merubah persamaan slope threshold
maksimum slope(n) didapat dengan membandingkan menjadi
seluruh nilai slope(n). Sehingga dalam aplikasi real time
data berubah berurutan, dan nilai maksimum akan
menghasilkan nilai bervariasi.

(a)
(a)

(b)
(b)

(c)
(c) Gambar 4. Sinyal ECG PVC MITDB106: (a)
Gambar 3. Sinyal ECG Normal MITDB100: (a) Deteksi Interval RR, (b) Deteksi Durasi QRS, (c)
Deteksi Interval RR, (b) Deteksi Durasi QRS, (c) Deteksi Durasi Gelombang P
Deteksi Durasi Gelombang P

J. Deteksi titik R
Setelah mendeteksi onset dari kompleks QRS,
tinggi dari onset dianggap sebagai nilai minimum. Titik
maksimum setelah onset merupakan titik R. Nilai
maksimum (maxi) kemudian diupdate dengan
persamaan (13) (a)
(tinggi titik R - tinggi onset ) - maxi
maxi = + maxi
filter parameter
(13)

Jika lereng onset bernilai negatif, titik R dideteksi


dengan mencari nilai minimum karena polaritas (b)
kompleks QRS terbalik dan persamaan menjadi
(tinggi onset - tinggi titik R ) - maxi
maxi = + maxi
filter parameter
(14)
Sehingga pada persamaan dua factor 0.70 dapat
(c)
diganti dengan sebuah parameter variabel.
Gambar 5. Sinyal ECG PAC MITDB207: (a)
Deteksi Interval RR, (b) Deteksi Durasi QRS, (c)
parameter Deteksi Durasi Gelombang P
slope threshold = maxi (15)
16
Sehingga kondisi pencarian onset juga berubah parameter
menjadi slope threshold = maksimum slope (17)
16
nilai absolute slope > slope threshold (16) Maksimum slope didapatkan dengan cara yang
sama pada metode untuk mendapatkan nilai tertinggi
titik R. Maksimum slope kemudian dirubah dengan
Hal ini untuk mengakomodasi bentuk gelombang meletakkan nilai maksimum pertama ( atau minimum)
QRS positif dan negatif. slope setelah mendeteksi onset kompleks QRS dengan

B19-3
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

persamaan 0.720.11; 0.080.11; 0.040.01, PVC = 1.050.25;


maksimum pertama maxi 0.080.01; 0.040.00, PAC = 1.090.37; 0.010.04;
max i = + maxi (18) 0.030.01. Performa hasil algoritma untuk segmentasi 60
filter parameter detik menghasilkan 77,7%. Dalam hal kinerja, kedua
metode mampu untuk mendapatkan hasil dari fitur yang
Dalam implementasi filter parameter dapat bernilai diinginkan. Secara subtansial kedua algoritma dapat
2, 4, 8, 16. Dan inisial maxi merupakan nilai diterapkan pada peralatan pemantau sinyal ECG
maksimum slope dari 250 point pertama ECG file. (ambulatory ECG monitor).
Batas puncak P dapat dideteksi dengan : Penelitian selanjutnya akan dilakukan klasifikasi ECG
untuk mendeteksi ketidaknormalan jantung.
P threshold = P parameter slope threshold (19)
Tabel 1. Hasil deteksi sinyal ECG
Recor RR
Type QRS P Wave
Dimana P parameter bernilai 0.1 hingga 0.3, d Interval
sehingga dapat dicari titik onset, puncak dan titik offset 100 0.800.04 0.070.01 0.030.01
dari gelombang P.
101 0.84:0.05 0.100.01 0.030.02
Offset gelombang P dapat dicari dengan pencarian
mundur, yang diawali pada onset QRS. Jarak pencarian NORMAL
103 0.840.04 0.080.01 0.030.01
berdasarkan informasi interval PR yang kurang dari 0.2 112 0.690.02 0.090.01 0.030.13
detik. Jika didapat dua data berurutan yang memiliki
115 0.940.07 0.090.01 0.040.01
nilai slope(n) > P threshold, data pertama adalah
merupakan offset gelombang P. Onset gelombang P 234 0.640.02 0.080.01 0.040.02
didapat dengan pencarian maju dengan batas pencarian 118 0.820.04 0.090.01 0.040.02
pada onset QRS. Jika didapat dua data berurutan yang RBBB 124 1.190.04 0.070.01 0.050.03
memenuhi kriteria slope(n) > P threshold, data pertama
diindikasikan sebagai onset gelombang P. Yang pada 212 0.670.01 0.090.00 0.030.03
akhirnya antara offset dan onset gelombang P akan 109 0.700.26 0.070.02 0.040.02
LBBB
didapat puncak gelombang P yang merupakan
111 0.860.11 0.080.01 0.040.03
amplitudo data ECG.
106 0.870.10 0.070.06 0.040.01
III. DISKUSI PVC 119 0.680.23 0.110.04 0.040.04
Algoritma kompleks QRS yang dipergunakan masih 123 1.220.09 0.080.06 0.040.02
menemui kendala pada beberapa sinyal ECG yang 118 0.820.04 0.140.05 0.030.03
memiliki ketidaknormalan bentuk.
124 0.650.01 0.110.04 0.030.02
Penerapan turunan pertama (FD1) terhadap sinyal PAC
ECG rentan terhadap noise, sehingga akan 207 1.701.73 0.060.02 0.030.02
mempengaruhi dari ektraksi fitur yang diharapkan. 232 1.350.36 0.080.00 0.020.01
Terjadi beberapa kesalahan deteksi (false detection)
terhadap sinyal ECG yang tidak memiliki bentuk REFERENSI
gelombang QRS yang memadai, sehingga hasil dari
[1] W. J. Tompkins, Biomedical Digital Signal Processing, Prentice
deteksi akan tidak mendapatkan nilai. Hall, 1993.
Kedepannya diperlukan algoritma dengan [2] G. M. Freisen , A Comparison of the Noise Sensitivity of Nine
kemampuan adaptasi terhadap berbagai QRS Detection Algorithm, IEEE Trans. Biomed. eng. 1990,
37(1):pp.85-98
ketidaknormalan ECG. [3] H. H. So and K. L. Chan, Development of QRS detection
method for real-time ambulatory cardiac monitor, Proc. Of
IV. KESIMPULAN IEEE 19th International Conference, Chicago, IL USA, 1997.
[4] M. Elgendi, M. Jonkman, and F. D. Boer,Premature atrial
Didalam paper ini data sinyal ECG diambil dari complexes detection using the fisher linear discriminant, in
database MIT-BIH, menggunakan metode yang Proc. 7th Int. Conf, IEEE 2008, vol. 978,pp.83-87.
dikembangkan oleh Pan & Tompkins untuk ekstraksi [5] F. Censi, G. Calcagnini,Effect of ECG filtering on time domain
analysis of the p wave, Computer in Cardiology, 2008.
kompleks QRS, interval RR, dan mempergunakan [6] A. L. Goldberger, et al., PhysioBank, PhysioToolkit, and
metode Friesen untuk ekstraksi gelombang P. Penelitian PhysioNet: components of a new research resource for complex
ini mempergunakan enam rekaman ECG normal, tiga physiologic signals, circulation 101(23) (2000) 215e-220e.
[7] O. Sayadi, M. B. Shamsollahi, and G. D. Clifford, Robust
rekaman PVC, dan empat rekaman PAC. Hasil algoritma Detection of Premature Ventricular Contractions Using a
menghasilkan data berupa averageSD interval R-R, durasi Wave-Based Bayesian Framwork, IEEE Trans. Biomed. eng.
QRS, dan durasi gelombang P, untuk ECG Normal = 1990, XX(YY):pp.1-10

B19-4
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Rancang Bangun Penyearah Satu Fasa Jenis


Flyback Converter Kaskade Boost Converter
Sebagai Perbaikan Faktor Daya
Ainur Rofiq Nansur , Endro Wahjono 1, Rishfa Qurotaayun 2,Very Dwi Yustiawan 2
1
Dosen Jurusan Teknik Elektro Industri
2
Mahasiswa D3 Jurusan Teknik Elektro Industri
Politeknik Elektronika Negeri Surabaya ITS
Kampus ITS Sukolilo,Surabaya 60111
Email: verydwiyustiawan@yahoo.co.id

Abstrak--Kebanyakan peralatan elektronika memerlukan PFC boost sangat terkenal dan paling banyak dipakai
catu daya berupa sumber tegangan searah yang dihasilkan karena mampu mendapat faktor daya mendekati satu.
dari rangkaian penyearah tak terkontrol. Penggunaan Pemakaian Flyback converter sebagai PFC mempunyai
kapasitor sebagai filter pada rangkaian penyearah tak beberapa keuntungan diantaranya
terkontrol di sisi output menyebabkan faktor daya rendah. terdapat isolasi antara sisi input dan sisi output. Selain itu
Oleh karena itu dikembangkan proyek akhir jenis dc-dc
range untuk menaikkan atau menurunkan tegangan lebih
konverter yang akan diaplikasikan sebagai regulator
tegangan output adalah jenis konverter boost dan sebagai besar jika dibandingkan dengan converter yang lain.
converter perbaikan faktor daya adalah flyback converter.
Regulator diperlukan agar tegangan keluaran dari sistem II. PERENCANAAN SISTEM
stabil dan sesuai dengan set point. Agar rangkaian boost A. Perancangan AC DC Bridge Rectifier 1 fasa
dapat digunakan sebagai regulator tegangan maka harus
bekerja pada kondisi kontinyu. Pada penelitian ini Dalam perancangan alat ini menggunakan Trafo 1
digunakan PI kontroler untuk menjaga kesetabilan dari fasa dengan rating arus 3 A sebanyak satu buah. Setelah
tegangan output sehingga perubahan dari tegangan input itu dirancanglah pnyearah bridge untuk sistem full Wave
maupun perubahan beban tidak menyebabkan perubahan Rectifier, untuk itu digunakan satu buah penyearah bridge
yang signifikan dari tegangan output.
dengan rating 3 A.
Kata kunci--rectifier, flyback converter, boost converter,
PI controller.

I. PENDAHULUAN
Hampir semua pemakaian peralatan elektronika
pada saat ini memerlukan catu daya berupa sumber
tegangan searah yang dihasilkan dari konverter AC-DC
dari rangkaian penyearah dioda. Dalam suatu rangkaian
DC power supply, setelah dioda penyearah digunakan Gambar 1. Rangkaian full Wave Rectifier 1 fasa
Vinrectifier
kapasitor sebagai filter. Tetapi penggunaan filter ini
300
menyebabkan faktor daya yang rendah. Terutama yang 200

berhubungan pergeseran arus input dan tegangan input 100

AC-DC Full Wave Rectifier yang mengakibatkan faktor 0

daya rendah. Perbaikan kualitas sumber AC-DC Full -100

Wave Rectifier satu fasa dengan power faktor mendekati -200

-300
satu telah menjadi objek yang mendapat perhatian secara 0 0.01 0.02 0.03 0.04

khusus. Time (s)

Pada akhir-akhir ini banyak dikembangkan dan Gambar 2. Gelombang tegangan input rectifier
diteliti bentukbentuk baru dari konverter yang
mempunyai kemampuan yang baik seperti faktor daya
tinggi dan juga rippel tegangan output yang kecil.
Beberapa konverter yang dapat digunakan sebagai PFC
yaitu converter boost, buck dan buck-boost. Konverter

B20-1
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Mode 1 dimulai ketika switch closed dan diode open.


Maka bagian primer transformator akan terhubung dengan
tegangan input yang akan mengakibatkan meningkatnya
fluks magnetik pada transformator, dan teganganyang
mengalir pada belitan sekunder adalah negativ sehingga
diode reverse-bias, sedangkan kapasitor mensuply energy
yang tersimpan ke output beban.

Gambar 3. Gelombang tegangan output rectifier


tanpa filter

Gambar 8. Rangkaian Ekivalen Mode 1

Mode 2

Mode 2 dimulai pada saat switch di open. Maka energy


Gambar 4. Rangkaian full Wave Rectifier 1 fasa yang tersimpan pada transformator akan di transfer ke
dengan filter C beban.
VP1

300

200

100

-100

-200

-300

0 0.01 0.02 0.03 0.04


Time (s)

Gambar 5. Gelombang tegangan input rectifier dengan filter C


I1 Gambar 9. Rangkaian Ekivalen Mode 2
200

150

100
Untuk perancangan flyback konverter dibagi menjadi
50 beberapa step yaitu:
0

-50
1. Menentukan Dmax
-100

-150

0 0.01 0.02 0.03 0.04


Time (s)

Gambar 6. Gelombang Arus input rectifier dengan filter C 2. Menentukan nilai induktansi sisi primer
1 T
Vm sin tdt
T 0
Vdc =

2Vm
Vdc = 3. Menentukan jumlah lilitan sisi primer

4. Menentukan jumlah lilitan sisi sekunder

B. Prinsip Kerja Flyback Konverter


Gambar dibawah ini menunjukkan gambar
rangkaian dasar Flyback Konverter.
C. Prinsip Kerja Boost konverter

Gambar 7. Rangkaian dasar Flyback Konverter


Gambar 10. Rangkaian Boost konvereter
Prinsip kerja dari flyback konverter ini terbagi
menjadi 2 mode yaitu : Prinsip kerja dari boost ini terbagi menjadi 2 mode
yaitu :
Mode 1

B20-2
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

a) Mode 1
Mode 1 dimulai ketika M1 di on-kan pada t
=0. Arus masukkan yang meningkat mengalir
melalui induktor L dan Q 1. Karena tegangan
pada kapasitor masih 0 sehingga beban tidak
Gambar 13. Blok diagram kontrol PI
mendapat supply tegangan saat M1
pertama kali di on-kan. Rangkaian ekivalen Kontrol PI terdiri dari 2 jenis cara pengaturan yang
Mode1 ditujukkan pada Gambar 11. saling dikombinasikan, yaitu Kontrol P (Proportional) dan
Kontrol I (Integral). Masing-masing memiliki parameter
tertentu yang harus diset untuk dapat beroperasi dengan
baik, yang disebut sebagai konstanta. Setiap jenis,
memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing, hal
ini dapat dilihat pada Tabel

Tabel 1. Perbedaan kontrol P dan kontrol I


Gambar 11. Rangkaian Ekivalen Mode 1
b) Mode 2
Mode 2 dimulai pada saat M1 di off-kan pada t
= t1. Arus yang mengalir melalui Q1 akan
mengalir melalui L, C, beban, dan diode Dm.
Arus induktor akan turun sampai transistor di
Parameter-parameter pada Tabel 1 bersifat tidak
on-kan kembali pada siklus berikutnya. Energi
independen, sehingga pada saat salah satu nilai
yang tersimpan pada induktor L dipindahkan
konstantanya diubah, maka mungkin sistem tidak akan
ke beban. Rangkaian ekivalen Mode 2
bereaksi seperti yang diinginkan. Tabel 1 di atas hanya
ditujukkan pada gambar 12. di bawah ini.
dipergunakan sebagai pedoman jika akan melakukan
perubahan konstanta. Untuk merancang suatu Kontrol PI,
biasanya dipergunakan metoda trial & error. Sehingga
Gambar 8. Rangkaian Ekivalen perancang harus mencoba kombinasi pengatur beserta
konstantanya untuk mendapatkan hasil terbaik.

III. HASIL PENELITIAN MELALUI SIMULASI


Gambar 12. Rangkaian Ekivalen Mode 2
A. Simulasi Rectifier 24 volt

Pada saat Q1 di on-kan kembali maka arus pada induktor


L akan meningkat dan energi yang tersimpan pada
kapasitor C akan mengalir ke beban, sehingga aliran
tegangan yang mengalir ke beban tidak akan pernah
terputus / kontinyu.
Gambar 14. Gambar rangkaian rectifier 24V
Ii n Vin

D. Perancangan PI kontroller 300

Kontrol PI merupakan salah satu jenis pengatur 200

100

yang banyak digunakan pada kontrol loop tertutup. Selain 0

-100

itu sistem ini mudah digabungkan dengan metoda -200

-300

pengaturan yang lain seperti Fuzzy dan Robust, Sehingga 0 0.01 0.02
T ime (s)
0.03 0.04

akan menjadi suatu sistem pengatur yang semakin baik.


Hubungan sinyal eror dan sinyal control pada kontroler Gambar 15. Gelombang arus input dan tegangan input
tipe PI dapat dinyatakan sebagai berikut:

Atau dalam bentuk transfer function

Jika dilihat dari hasil simulasi diatas, didapatkan hasil


power factor sebesar 0.37. Hasil power factor tersebut
Dalam bentuk blok diagram, kontroler PI digambarkan tergolong sangat rendah. Oleh karena itu perlu
seperti pada Gambar 13. ditambahkan rangkaian flyback converter untuk
memperbaiki faktor daya.

B20-3
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

B. Simulasi Rectifier dan flyback

Gambar 21. Gelombang tegangan output sebesar 24V

Gambar 16. Rangakian rectifier dan flyback

D. Simulasi kontrol PI

>=
Co ntinuous
Idea l Switch
carrier
po wergui

Ga + -i

mbar 17. Gelombang arus input dan tegangan input

D
g
+
- v
Scope

S
Display

PID

Hasil pengukuran power factor setelah diberi tambahan 24

rangkaian flyback, yaitu sebesar 0.92. Vref1

Gambar 22. Rangkaian kontrol PI

Tabel 2. Pengujian kontrol PI dengan perubahan input

Vinput Iinput Vref Voutput %error


(V) (A) (V) (V)
Gambar 18. Gelombang tegangan output 10V
10 2.711 24 24.02 0.08%
14 2.71 24 24.01 0.04%
20 2.65 24 23.48 2.17%

Kontroler PI ini digunakan untuk menjaga kestabilan


tegangan output konverter boost sebesar 24Volt. Untuk
menguji kontroler PI ini adalah dengan mengubah-ubah
tegangan input. Setelah tegangan input diubah-ubah, hasil
C. Simulasi rectifier, flyback dan boost dari tegangan output tetap berada di sekitar 24volt. Hal
tersebut menunjukkan bahwa kontroler PI mampu
menstabilkan tegangan.

IV KESIMPULAN DAN SARAN


Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan sebagai
Gambar 19. Rangkaian rectifier, flyback dan berikut:
boost Rectifier dengan filter C menghasilkan arus input
yang terdistorsi sehingga mengakibatkan faktor
daya rendah.
Perbaikan faktor daya pada rectifier dilakukan
dengan adanya penambahan flyback converter
sehingga factor daya menjadi lebih bagus.
Hasil pengujian melalui simulasi rectifier
Gambar 20. Gelombang arus input dan tegangan input
konvensional sebesar 0.37. Setelah diberi flyback
converter menjadi 0.92. Hal tersebut
menunjukkan bahwa flyback converter mampu
memperbaiki faktor daya.
PI controller degunakan untuk menjaga
Hasil pengukuran power factor sebesar 0.929.
kestabilan tegangan output boost converter
sebesar 24Volt.

B20-4
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Perancangan PI controller perlu dilakukan [2] Yamudi, Design of One phase AC- DC Full wave Rectifier With
Flyback and Buck Konverter as Power Faktor Correction
dengan metode try and error untuk mencapai andCurrent Harmonic, PENS-ITS, Surabaya
tegangan yang diinginkan meskipun ada [3] Aditya, Rancang Bangun Penyearah Satu Fasa Menggunakan
Double Series Buck-Boost Converter Untuk Perbaikan Faktor
perubahan tegangan input maupun perubahan Daya, PENS-ITS, Surabaya
beban. [4] Datasheet of Mikrocontroller AT Mega 16
[5] Sutejo Maspriyanto, Pengaturan Kecepatan Motor Induksi 3
Menggunakan Kontrol PI Berbasis Direct Torque Control, PENS
DAFTAR PUSTAKA ITS, Surabaya
[1] Moh Zaenal Efendi, DC-DC Converter, PENS-ITS, Surabaya

B20-5
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Analisis dan Desain 4 Bit R3R Lader Digital to


Analog Converter CMOS
Suryo Adi Wibowo, Agung Darmawansyah and M. Julius
Universitas Brawijaya Malang, Pascasarjana Fakultas Teknik, Teknik Elektro,
Kosentrasi Sistem Kontrol dan Elektronis
e-mail : norixx_adee@yahoo.com

Abstrak-- Tujuan penelitian ini adalah mendesain dan Complementary metal oxide semiconductor (CMOS)
menganalis implementasi teknonogi CMOS untuk rangkaian atau semikonduktoroksidalogam komplementer, adalah
data Konverter berupa digital to analog converter dengan sebuah jenis utama dari rangkaian terintegrasi. Teknologi
menggunakan metode R3R dalam sebuah IC. Sehingga CMOS digunakan di mikroprosesor, pengontrol mikro,
dihasilkan inovasi pengembangan IC dengan penggabungan RAM statis, dan sirkuit logika digital lainnya. Teknologi
sistem digital dengan kinerja maksimal berupa disipasi daya
CMOS juga digunakan dalam banyak sirkuit analog,
yang relatif rendah dan kecepatan proses sistem yang tinggi
serta linearitas yang dapat diandalkan dengan seperti sensor gambar, pengubah data, dan trimancar
memperhatikan parameter pada DAC serta daya yang terintegrasi untuk berbagai jenis komunikasi. Frank
rendah. Dari hasil percobaan ini diperoleh digital to analog Wanlass berhasil mematenkan CMOS pada tahun 1967
converter dengan daya sebesar 26.761mW.Penelitian saat ini (US Patent 3,356,858).
yang sedang berlangsung bertujuan agar didapat hasil DAC
yang lebih kecil ukuran dimensinya serta daya yang lebih II. METODOLOGI PENELITIAN
rendah.
Metodologi penelitian digambarkan pada diagram alir
Kata Kunci4 Bit, DAC, R3R.CMOS dalam gambar 2.1 menjelaskan tahapan metodologi yang
akan dilakukan dalam penelitian ini.
Metode penelitian ini meliputi :
I. PENDAHULUAN a. Pre Research

S ebuah digital to analog converter, atau biasa disebut


DAC, adalah perangkat semikonduktor yang
b.
c.
d.
Perhitungan Skematik
Perancangan Rangkaian Analog 4 bit R3R DAC
Perancangan rangkaian CMOS
digunakan untuk mengkonversi kode digital menjadi
sinyal analog. Konversi digital ke analog merupakan cara e. Test dan Evaluasi Sistem Digital to Analog Converter
utama bagi peralatan digital seperti sistem berbasis f. Analisa dan Hasil
komputer yang mampu menterjemahkan data digital
menjadi sinyal dunia nyata yang lebih dimengerti atau Proses persiapan dalam penelitian ini dimulai dengan
bisa digunakan oleh manusia Hal ini juga memungkinkan pre research yaitu engkaji penelitian sebelumnya baik itu
kontrol digital pada mesin,peralatan rumah tangga, dan berupa thesis, jurnal, artikel maupun referensi yang
sejenisnya. Sebuah konverter digital-ke-analog memiliki menunjang penelitian ini dan melihat linearitas dari R2R
tipikal output berupa sinyal analog, yang biasanya DAC yang pendekatanya mirip dengan arsitektur R3R
tegangan atau arus, yang sebanding dengan nilai dari kode DAC. Proses selanjutnya dengan menghitung rangkaian
digital yang disediakan untuk inputnya. Kebanyakan skematik agar didapat DAC yang memiliki performa yang
DAC ini memiliki beberapa pin (pada waktu yang sama). bagus. Proses selanjutnya diteruskan dengan mendesain
Beberapa DAC dirancang untuk menerima data input rangkaian analog 4 bit R3R DAC untuk mendapatkan
digital dalam bentuk serial (satu bit pada satu waktu), parameter dan mensimulasikannya dengan menggunakan
sehingga ini hanya memiliki pin input digital tunggal. softwrae DSCH. lalu dilanjutkan dengan mendesain
Metode R3R dari sebuah pengembangan dari metode rangkaian CMOS serta mensimulasikan dimensi layout
R2r yang sudah ada dalam implementasi sebuah data tersebut. setelah semua prosedur yang dilakukan telah
converter yaitu converter dari digital ke analog.dimana sesuai maka tahap selanjutnya dengan melakukan test dan
perbedaan dari R3R dan R2R adalah perbedaan besarnya evaluasi dengan menggunakan microwind untuk
perbandingan antar resistornya dimana pada metode R3R menentukan hasil yang dikehendaki.
memiliki perbandingan sebesar 3 kali, serta R2R memiliki
perbandingan sebesar 2 kali saja dimana diharapkan pada
R3R ini memiliki tingkat linearitas dan kecepatan yang
lebih baik daripada menggunakan metode R2R.

B21-1
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

akan digunakan untuk tujuan kalibrasi sirkuit yang


dikontrol secara digital analog. DAC menempati area
seluas 110 m x 94 m.
Sebuah studi simulasi DAC 10-bit dua tahap saat ini
dilakukan dengan menggunakan sel saklar konvensional.
DAC mengadopsi arsitektur tersegmentasi dalam rangka
untuk mengurangi kompleksitas rangkaian dan die area.
10-bit DAC CMOS dirancang dalam 2 blok, matriks sel
unary untuk 6 MSBs dan bobot array biner untuk 4 LSBs,
untuk fabrikasi dalam proses CMOS 0,35 m. .(Cui
Z.Y,Piao H.L, dan Kim N.S. 2009).
Hung dan Bult pada jurnal yang berjudul A 10-b, 500-
MSample/s CMOS DAC in 0.6 mm2 memberikan
kesimpulan bahwa Arsitektur termometer-kode
ditampilkan untuk memiliki keunggulan dalam
kemurnian spektral pada kecepatan sampling yang tinggi,
terutama untuk frekuensi output yang mendekati frekuensi
Nyquist.
Dari penelitian sebelumnya hanya menggunakan
DACdengan menggunakan metode R2R dan pada
penelitina kali ini akan menggunakan metode R3R
pengembangan dari metode R2R.

Jenis R2R Ladder


Pada DAC jenis R2R Ladder pemasangan nilai
Resistor pada input-inputnya adalah R2R, jadi kalau Nilai
R = 10 k, maka 2R pada rangkaian tersebut akan
dipasang 20 k. Pemasangan nilai Resistor yang seperti
itu adalah untuk mendapatkan Vout yang linier (kenaikan
per stepnya tetap) seperti diilustrasikan dalam Gambar 4.

Gambar 2 DAC R2R LADDER


Sumber:(Kartika s ,Perancangan Sistem Elektronika:1)
DAC adalah perangkat untuk mengkonversi sinyal
masukan dalam bentuk digital menjadi sinyal keluaran
dalam bentuk analog (tegangan). Tegangan keluaran
yang dihasilkan DAC sebanding dengan nilai digital yang
masuk ke dalam DAC.
Tegangan keluaran rangkaian DAC dapat dirumuskan
ditunjukkan dalam Persamaan 1 dan 2.

( + + + (1)

= 2 ( + + + ) (2)
Gambar 1 Diagram alir proses penelitian
sumber : (Irwan Arifin, 2005)
III. PENELITIAN SEBELUMNYA .
Greenley B,Veith R,Chang D.Y, dan Moon U.K pada Dengan b1 sebagai MSB, bN sebagai LSB, dan VREF adalah
tahun 2005 menyatakan bahwa untuk sebuah 10-bit tegangan sinyal digital.
digital-analog converter (DAC) tegangan rendah untuk Dan untuk tegangan Vout perstepnya dapat dihitung
statis dc operasi dibuat dalam proses standar CMOS 0,18 menggunakan Persaman 3 sebagai berikut:
m. DAC dioptimalkan untuk sistem sirkuit terpadu yang
besar di mana memungkinkan puluhan DAC tersebut
(3)

B21-2
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

IV. PERANCANGAN DESAIN R3R DAC (DIGITAL TO


20
ANALOG CONVERTER)
Pada DAC jenis R3R Ladder pemasangan nilai 15
Resistor pada input-inputnya adalah R3R, ika Nilai R =
10, maka 3R nya dipasang 30. Pemasangan nilai 10
Resistor yang seperti ini diharapkan mendapatkan Vout
yang lebih linier pada kenaikan per stepnya dibandingkan 5
dengan R2R seperti ditunukkan dalam Gambar 5
0
0 20 40 60 80 100

Gambar 5. Grafik kelinearitasan Vout R3R yang ditambahkan rangkaian


inverting

Gambar 3. Digital to Analog Converter jenis R3R lader V. PERANCANGAN RANGKAIAN DIFFERENSIAL
AMPLIFIER MENGGUNAKAN SOFTWARE
Dari gambar tersebut dapat diketahui bahwa rangkaian Dalam sebuah digital to analog converter memiliki 2
DAC jenis R3R memiliki kelipatan resistor sebesar 3 kali jenis komponen sebagai penunjang kinerja sebuah digital
yang menjadilkanya berbeda dari rangkaian R2R lader to analog converter yaitu:
DAC.Tegangan keluaran rangkaian DAC dalam Gambar 5
dapat ditunjukkan dalam Persamaan 4. 1. Komponen aktif
2. Komponen pasif
" $
( + + +
3 9 3$ Untuk sebuah komponen aktivnya diwakili oleh sebuah
= 3 ( + + + ) operational amplifier yang berfungsi sebagai penguat
" % & "
beda (differential amplifier) dengan impedansi input
(4) tinggi dan outputimpedansi rendah. Op amp banyak
digunakan untuk pengubah tegangan (amplitudo da
Dengan b1 sebagai MSB, bN sebagai LSN, dan VREF adalah npolaritas), osilator, filter dan rangkaian instrumentasi.
tegangan sinyal digital. dan untuk tegangan Vout Op amp terdiri dari diferential amplifier untuk
perstepnya dapat dihitung menggunakan Persaman 5. mendapatkan penguatan tegangan yang besar
berikut:

(5)

Grafik kelinearitasan Vout R3R dapat dilihat dalam


Gambar Grafik sebagai berikut :

0,0000
0 20 40 60 80 100
-5,0000 Gambar 6. Rangkaian Op-Amp menggunakan DSCH

Dengan menggunakan software simulasi Microwind


-10,0000 untuk mengetahui kinerja dari rangkaian komponen aktif
tersebut sehingga didapat hasil keluaran sebagai berikut :

-15,0000

-20,0000

Gambar 4. Grafik Kelinearitasan Vout R3R

Grafik kelinearitasan Vout R3R yang ditambahkan


rangkaian inverting dapat dilihat dari gambar Grafik 2.4
berikut:

Gambar 7. Hasil Simulasi Op- Amp menggunakan DSCH

B21-3
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

VI. PERANCANGAN R3R


Dari gambar rangkaian R3R maka bisa digunakan
software simulasi yaitu Microwind untuk mengetahui
kinerja suatu digital to analog converter yang
menggunakan metode R3R sebgai pengembangan dari
suatu pendekatan yang menggunakan metode R2R.

Gambar 12 Hasil Simulasi Frekuensi Amp menggunakan Microwind

VII. KESIMPULAN
Gambar 8. Rangkaian R3R Amp menggunakan DSCH Dari hasil analisis dan simulasi dari penelitian yang
masih berjalan hingga saat ini , dapat dinyatakan bahwa
R3R DAC yang dirancang saat ini didapatkan hasil
simulasi berupa daya sebesar 26,761 mW. Layout yang
digunakan berukuran 3m pada tegangan VDD sebesar 5
Volt. R3R memiliki waktu konversi yang baik serta
linearitas yang lebih kecil dari R2R.arah dari hasil
penelitian yang dilakukan dan sedang berjalan agar r3r
memiliki linearitas yang baik serta ukuran dimensi yang
lebih kecil serta daya yang lebih rendah.

DAFTAR PUSTAKA

[1]. Baker, J.R. 2010. CMOS Circuit design Layout and


Simulations. Third Edition. Jhon Wiley and Sons,
Gambar 9. Hasil Simulasi Rangkaian R3R 4 Bit Amp menggunakan INC. Canada.
DSCH
[2] Razavi, B. 1995.Principles of Data Conversion
System Design. Third Edition, Electrical and
Electronics Engineers, Inc., New York
[3] Plassche , R.V.d 1997.CMOS Integrated Analog to
Digital and Digital to Analog . Second edition,
Broadcom Netherlands BV, The Netherlands
andBroadcom, Irvine, CA, U.S.A
[4] Wikner, J.J.2001. Studies on CMOS digital to analog
converters. Department of Electrical Engineering
Linkpings universitet. Sweden
[5] Jaeger, R. 1997. Microelectronic Circuit Design.
Auburn University. The McGraw-Hill Companies,
Inc.USA.
Gambar 10. Hasil Simulasi Tegangan dan Waktu Amp menggunakan [6] Stefanie, A. 2009. Perancangan IC 3 to 8 Decoder
Microwind dengan Menggunakan Teknologi HCMOS (High
Speed Complementary Metal Oxide Semiconductor).
Universitas Brawijaya. Malang.
[7] Yuan Cui Zhi, Lan Piao Hua, and Soo Kim
Nam.2009. A 10-bit Current-steering DAC in 0.35-
m CMOS Process. Department of Semiconductor
Engineering, Chungbuk National University, 12
Gaeshin-dong, Heungduk-gu,Chungbuk 361-763,
Republic of Korea
[8] Sai Toru and Sugimoto Yasuhiro.2009. A 14-bit
MOS DAC with Current Sources free from Power-
Line Voltage Drop and with Output Circuits free
from Code-dependent Variable Time Constant
.Department of Electrical, Electronic, and
Communication Engineering, Chuo University.1-13-
Gambar 11 Hasil Simulasi Tegangan dan Arus Amp menggunakan
Microwind 27, Kasuga, Bunkyo-ku, 112-8551, Tokyo, Japan

B21-4
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

[9] Bastos, J.Marques, A, M, Steyaert, M. S. J. and [12] Anonymous. http://www.opamp-


Sansen, Willy.1998. A 12-Bit Intrinsic Accuracy electronics.com/tutorials/ digital_theory_ch_013.htm
High-Speed CMOS DAC. IEEE JOURNAL OF .diakses tanggal 3 desember 2011
SOLID-STATE CIRCUITS, VOL. 33. [13]Anonymous.http://www.maximic.com/design/techdoc
[10] Perry, J.C.2005.Digital to Analog Converter Design s/tutorials/ index.mvp/id/2/c/A-D%20and%20D-
using Single Electron Transistors. Virginia 20Conversion-Sampling%20Circuits#c2. diakses
Polytechnic Institute and State University.VA.USA tanggal 3 desember 2011
[11] Kartika s ,Perancangan Sistem Elektronika,Pusat [14] Arifin Irwan.2005.
Pengembangan Bahan Ajar- UMB http://.sunny.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/.../Ba
gian+5+-+ADC+DAC.diakses tanggal 3 desember
2011

B21-5
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31 Mei,, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Perancangan dan Simulasi IC CMOS Inverter


Schmitt Trigger
Ari Permana L(1), Agung Darmawansyah(2) and M. Julius St(3)
Universitas
itas Brawijaya Malang, Program Master dan Doktor Fakultas
kultas Teknik,
Sistem Kontrol Elektronis
e-mail : aripermana002@yahoo.co.id

Complementary MOS,, yang strukturnya terdiri dari dua


Abstrak Perancangan dan simulasi IC-CMOS
IC Inverter jenis transistor PMOS dan NMOS. Keduanya adalah
Schmitt Trigger dapat dilihat dari berbagai aspek, antara lain: transistor MOS tipe enhacementmode.
enhacement Inverter gerbang
proses switching, tegangan ambang (Voltage( Threshold), NOT dengan struktur CMOS CMO ditunjukkan dalam
karakteristik transfer DC, kapasitansi mosfet, waktu tunda Gambar 1 beban RL yang sebelumnya menggunakan
rambatan (Propagation Delay), ), disipasi daya.
daya Dengan transistor NMOS tipe depletion-mode,
depletion digantikan
mengimplementasikan Tegangan VDD = 1.2V,serta ukuran
oleh transistor PMOS enhancement-mode.
enhancement
layout dengan luasan 0.25 m.serta
m.serta ukuran Transistor
dengan perbandingan W/L dari P1, P2 dan P3 sebesar
2.0/0.12 m dan transistor ukuran Transistor dengan
perbandingan W/L dari N4, N5 dan N6 sebesar 1.0/0.12 m
didapatkan daya sebesar 7,993W.

Kata kunci--Schmitt Trigger, CMOS, Inverter.

I. PENDAHULUAN
Gambar 1. Gerbang NOT inverter CMOS
Complementary metaloxidesemiconductor
semiconductor ( CMOS ) (https://docs.google.com
https://docs.google.com)
merupakan transistor MOS yang terdiri atas tipe NMOS (n- (
Channel MOS) dan tipe PMOS (p-ChannelChannel MOS).
MOS Dalam Namun disini Q1 bukan sebagai beban, tetapi kedua
penggunaannya, transistor CMOS dipilih karena konsumsi transistor berfungsi sebagai complementrary switch
disipasi daya rendah daripada teknologi TTL, namun yang bekerja bergantian. Jika input 0 (low)( maka
memiliki kehandalan yang tinggi. Keunggulan lain dari IC transistor Q1 menutup dan sebaliknya Q2 membuka,
CMOS adalah noise margin yang lebih besar daripada noise sehingga keluaran tersambung ke VDD (high). (
margin pada IC TTL dan secara fisik teknologi CMOS Sebaliknya jika input 1 (high
high) maka transistor Q1 akan
memiliki ukuran yang sangat kecil. CMOS membutuhkan membuka dan Q2 menutup, sehingga keluaran
space 1 mil2 sedangkan transistor bipolar membutuhkan 50 terhubung dengan ground 0 volt (low).
( Inverter dasar
mil2. untuk desain merupakan IC digital. Seperti
Sepe ditunjukkan
Fleksibilitas dari Schmitt Trigger Transistor Transistor dalam Gambar 2.. inverter melakukan operasi logika
Logic (TTL) terhambat oleh kemampuan antarmuka yang dari bukan komplemen
plemen A ke komplemen . Ketika
terbatas, impedansi input rendah dan karakteristik output masukkan inverter dihubungkan ke tanah, maka
tidak seimbang. Schmitt Trigger bisa dibangun dari keluaran akan naik ke tegangan sumber (VDD) melalui
perangkat diskrit untuk memenuhi parameter tertentu, transistor PMOS atau M2 (dimana M1 akan menutup).
Schmitt
hmitt Trigger CMOS mengoptimalkan desain bila terminal masukan sama dengan tegangan sumber
karakteristik yang meliputi: interfacing dengan op amp dan (VDD), maka keluaran menuju ke tanah melalui
jalur transmisi, konversi tingkat logika, linear operation, transistor NMOS atau M1 (dimana M2 akan menutup).
dan desain khusus bergantung pada karakteristik CMOS. inverter CMOS memiliki beberapa karakteristik penting
Schmitt Trigger CMOS memiliki keuntungan sebagai s antara lain: Characteristics DC,DC Noise Margins,
berikut: Impedansi masukan yang tinggi (1012 ), Characteristics Switching,, dan Dynamic Power
keseimbang karakteristirk input dan output meliputi Dissipation.
(Ambang batas simetris, biasanya untuk VCC, Keluaran
Ke
sumber arus sama, Pengendali jalan keluaran). Ambang
positif dan negatif menunjukkan variasi rendah yang
berkaitan dengan suhu, batas tegangan (2V - 6V),
Komsumsi daya rendah, Kebal terhadap noise.
A. Transistor CMOS

CMOS adalah evolusi dari komponen digital yang paling Gambar 2 Skema Inverter CMOS dan simbol logika
banyak digunakan karena memiliki karakteristik konsumsi
daya yang sangat kecil. CMOS adalah singkatan dari

B22-1
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

B. Parameter Dasar Transistor MOSFET

Dalam merancang IC CMOS terdapat beberapa nilai


parameter proses yang telah diketahui nilai dan satuannya.
Penggunaan parameter ini untuk lebih mendekati pada
karakter devais dan mempermudah dalam proses analisis.
Nilai parameter proses bergantung bahan dan teknologi
suatu fabrikasi rangkaian terpadu. Parameter-parameter
proses tersebut antara lain:
1. o merupakan nilai konstanta dielektrik ruang hampa.
Nilai o adalah 8.85x10-14 F/cm.
2. ox merupakan nilai konstanta dielektrik polisilikon.
Nilai ox adalah 3.9 o atau sebanding dengan 3.45x10-
13
F/cm.
3. e merupakan mobilitas rata-rata elektron dalam
saluran antara drain dan source. Ketetapan e adalah
580 cm2/V.S.
4. h merupakan mobilitas rata-rata hole dalam saluran
antara drain dan source. Nilai h adalah 230 cm2/V.S.
5. VTP merupakan tegangan ambang yang terjadi pada
PMOS. Nilai VTP adalah (-0.8V).
6. VTN merupakan tegangan ambang yang terjadi pada
NMOS dengan nilai (0.8V).
7. VDD merupakan tegangan catu yang diberikan pada
rangkaian dengan nilai 5V.
8. Tox merupakan ketebalan oksida gerbang (gate). Nilai
Tox adalah 15 nm.
9. KN merupakan parameter transkonduktansi transistor
NMOS dengan nilai 300 A/V2.
10. KP merupakan parameter transkonduktansi transistor
PMOS dengan nilai 120 A/V2.

II. METODE PENELITIAN


Metodologi penelitian ditunjukkan pada diagram alir
dalam Gambar 3 menjelaskan tahapan yang akan dilakukan
dalam penelitian ini. Sebelum melakukan perancangan dan
simulasi dari rangkaian Schmitt trigger, terlebih dahulu
melakukan pengumpulan pustaka dalam bentuk tesis, jurnal
dan buku referensi yang menunjang penulisan ini.
Selanjutnya melakukan spesifikasi rangkaian digital schmitt
trigger, serta melakukan perhitungan parameter dan
simulasi tiap gerbang. Setelah spesifikasi Schmitt trigger
ditemukan maka dilanjutkan dengan menentukan spesifikasi
resistor dan kapasitor dengan penggabungan rangkaian
Schmitt trigger yang terintegrasi dalam satu chip Integrated
Circuit (IC), kemudian disimulasikan dengan software
PSPICE untuk mengetahui karakteristiknya. Tahap
selanjutnya mendesain layout menggunakan software
Microwin kemudian disimulasi ulang dengan komponen
parasit yang timbul pada saat pembuatan layout. Jika semua Gambar 3. Diagram Alir Metodologi Penelitian
spesifikasi sudah ditemukan maka dilanjutkan dengan
pengujian dan analisis. III. DESAIN SCHMITT TRIGGER

Skema dasar dari Schmitt trigger ditunjukkan dalam


Gambar 4, Kita dapat membagi rangkaian menjadi dua
bagian, tergantung pada apakah output tinggi atau
rendah. Jika output rendah, maka M6 dalam keadaan on
dan M3 dalam keadaan off, maka pada bagian kanal-p
menunjukkan titik tegangan switching, sedangkan jika
output tinggi, M3 dalam keadaan on dan M6 dalam
keadaa off maka pada bagian kanal-n menunjukkan titik
tegangan switching. dimana M4 dan M5 juga berada
dalam keadaan on yang langsung terhubung ke VDD.

B22-2
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

mendesain untuk memilih ukuran M2, yaitu 2 karena


M2 digunakan sebagai saklar dalam Persamaan (4).

! #$#%
(4)
Sebuah analisis yang serupa dapat digunakan untuk
menentukan titik tegangan switching yang lebih rendah
VSPL, sehingga hasil desain memberikan Persamaan
sebagai berikut:
Gambar 4. Skema Schmitt Trigger (Baker, 2010:524) & (& .)' *+,-
= =
' ) .(' *.. *+,- */0,
Untuk menganalisi rangkaian, kita asumsikan bahwa (5)
output dalam keadaan tinggi (VDD) dan input dalam keadaan
rendah (0 V), Gambar 4 menunjukkan bagian bawah dari
schmitt trigger yang digunakan dalam menghitung titik atas IV. HASIL SIMULASI
tegangan switching VSPH, MOSFET M1 dan M2 dalam
keadaa off, dengan Vin = 0 V M3 dalam keadaan on. pada Dari gambar Schmitt Trigger menggunakan
Sumber dari M3 dalam keadaan mengambang (floating) software simulasi microwind seperti dapat dilihat dalam
dimana VDD VTHN atau sekitar 4V untuk VDD = 5 V. Gambar 5 dimana untuk mengetahui kinerja dari
Potensial Vx, ditunjukkan dalam Gambar 5. schmitt trigger yang dirancang.

Gambar 5. Bagian dari skema pemicu Schmitt digunakan untuk


menghitung titik atas tegangan switching (Baker, 2010:525).

Dengan Vin kurang dari tegangan ambang M1, Vx tetap di


VDD - VTHN3 sedangakan Vin naik, tegangan M1 mulai on,
tegangan Vx, mulai jatuh ke tanah (ground). titik tegangan
switching yang tinggi didefinisikan dalam Persamaan (1).
Gambar 6 Desain Rangkaian Digital Sebuah Schmitt Trigger
Vin = VSPH = VTHN2 + Vx
(1)
atau ketika M2 mulai aktif (on), maka output mulai bergerak
ke ground, menyebabkan M3 mulai off ini pada gilirannya
menyebabkan Vx jatuh lebih jauh, M2 mulai on, ini terus
berlanjut sampai M3 adalah benar-benar dalam keadaan off
dan dimana keadaan M2 dan M1 dalam kondisi on. umpan
balik positif menyebabkan titik tegangan switching menjadi
sangat baik. Persamaan (1) berlaku arus yang mengalir di
M1 dan M3 pada dasarnya sama. Penyamaan arus ini
memberikan Persamaan (2).
= = =
Gambar 7. Tegangan input dan output
(2)
dimana sumber sama dengan M2 dan M3, maka VTHN2 =
VTHN3 terjadi peningkatan tegangan ambang dari efek body
untuk setiap MOSFET. Kombinasi Persamaan (1) dan
Persamaan (2) menghasilkan Persamaan (3).

.
= =
.
(3)

dalam Persamaan ini, tegangan ambang M1 diberikan oleh


Vin. bias body sama dengan nol dan tegangan ambang sama
dengan (0.8 V dalam proses saluran CMOS dan 0.25 V
dalam proses saluran pendek). Mengingat titik tegangan Gambar 9. Tegangan dan Arus
switching tertentu diatas, rasio transconductor MOSFET
ditentukan dengan Persamaan ini dalam aturan umum dalam

B22-3
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

DAFTAR PUSTAKA
[1] Baker, R. 2010. CMOS Circuit design Layout and Simulations.
Third Edition. Jhon Wiley and Sons, INC. Canada.
[2] Jaeger, R. 1997. Microelectronic Circuit Design. Auburn
University. The McGraw-Hill Companies, Inc.USA.
[3] Joman, P. 2011. Desain dan Analisis Multiplexer 4 Bit dengan
Metode Cascade Menggunakan Teknologi HCMOS.
Universitas Brawijaya, Malang.
[4] Katyal, V. Randall, L and Chen. D, J. 2008. Adjustable
Hysteresis CMOS Schmitt Trigger. Dept. of Electrical and
Computer Engineering IOWA State University Ames, IOWA,
USA.
[5] Ki Kim, K., Bim Kim, Y and Jun Lee, Y. 2007. Ultra-Low
Voltage VCO Design Using Schmitt Trigger on SOI. Dept. of
Gambar 10. Tegangan Histerisis Electrical and Computer Engineering Northeastern University
Boston. USA.
[6] Lun Chen, S and Dou Ker, M. 2004. A New Schmitt Trigger
Circuit in 0.13 m 1/2.5 V CMOS Process to Receive 3.3 V
Input Signal. Nanoelectronics and Gigascale Systems
Laboratory Institute of Electronics, National Chiao-Tung
University. Taiwan.
[7] Singhanath, P., Kasemsuwan, V and Chitsakul, K. 2011.
DTMOS Schmitt Trigger With Fully Adjustable Hysteresis.
International Conference on Circuits, System and Simulations
IPCSIT. Vol. 7. (2011) (2011) IACSIT Press. Singapore.
[8] Silapan, P dan Siripruchyanun, M. 2011. Fully and
Electronically controllable Current-Mode Schmitt Trigger
Employing Only Single MO-CCCDTA and Their Aplications.
Analog Integrated Circuits and Signal Processing (2011).
69:111-128. DOI 10.1007/s10470-010-9593-2.
[9] Stefanie, A. 2009. Perancangan IC 3 to 8 Decoder dengan
Gambar 11. Frekuensi dan tegangan
Menggunakan Teknologi HCMOS (High Speed
Complementary Metal Oxide Semiconductor). Universitas
V. KESIMPULAN Brawijaya. Malang.
[10] Yuan, F. 2010. A High-Speed Differential CMOS Schmitt
Trigger With Regenerative Current Feddback and Adjustable
Dari hasil analisis dan simulasi dari penelitian yang
Hysteresis. Analog Integrated Circuits and Signal Processing
masih berjalan hingga saat ini, dapat dinyatakan bahwa (2010). 63:121-127. DOI 10.1007/s10470-009-9374-y.
schmitt trigger yang dirancang memiliki daya sebesar 7.993 [11] Yuan, F. 2010. Differential CMOS Schmitt Trigger With
W pada Tegangan VDD = 1.2 V,serta ukuran layout Tunable Hysteresis. Analog Integrated Circuits and Signal
Processing (2010). 62:245-248. DOI 10.1007/s10470-009-
dengan luasan 0.25 m, ukuran Transistor P1, P2 dan P3 9366-y.
dengan ukuran W/L = 2.0/0.12 m dan transistor N4, N5
dan N6 dengan ukuran W/L = 1.0/0.12 m.

B22-4
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Implementasi Jaringan Syaraf Tiruan


Backpropagation Menggunakan Mikrokontroler
untuk Deteksi Dini Kebakaran
Ilham A.E. Zaeni1,2, Agung Darmawansyah1, Mochammad Rif an1
1Pascasarjana Teknik Elektro Universitas Brawijaya
2 Teknik Elektro Universitas Negeri Malang
ilhamaez@elektro.um.ac.id, agungdarmawansyah@yahoo.com, rif_an91@yahoo.com

Menurut referensi [1], kebakaran adalah suatu


Abstrak- Deteksi dini kebakaran adalah hal yang fenomena yang terjadi ketika suatu bahan mencapai
penting di dalam rumah tangga dan industri untuk temperatur kritis dan bereaksi secara kimia dengan
mencegah terjadinya kebakaran yang dapat menimbulkan oksigen (sebagai contoh) yang menghasilkan panas,
korban jiwa dan kerugian materiil. Sistem deteksi
nyala api, cahaya, asap, uap air, karbon monoksida,
kebakaran yang didesain memiliki 3 sensor yaitu sensor
temperatur, sensor kadar CO dan sensor intensitas cahaya. karbon dioksida, atau produk dan efek lainnya. Detektor
Sistem deteksi kebakaran ini menggunakan parameter kebakaran adalah alat yang dirancang untuk mendeteksi
suhu, intensitas cahaya dan kadar CO untuk penentuan adanya kebakaran dan mengawali suatu tindakan. Untuk
terjadinya kebakaran atau tidak. Sistem mula-mula kepentingan standar ini, detektor kebakaran otomatik
mengukur nilai suhu, intensitas cahaya dan kadar CO diklasifikasikan sesuai dengan jenisnya yaitu: detektor
ketika sistem dihidupkan. Kemudian tiap 1 detik, sistem
panas (alat yang mendeteksi temperatur tinggi atau laju
akan membaca nilai keluaran semua sensor. Perubahan
nilai suhu, intensitas cahaya dan kadar CO terhadap nilai kenaikan temperatur yang tidak normal), detektor asap
awal digunakan oleh jaringan syaraf tiruan untuk (alat yang mendeteksi partikel yang terlihat atau yang
penentuan terjadinya kebakaran yang akan memicu alarm tidak terlihat dari suatu pembakaran), detektor nyala api
kebakaran. Sistem yang menggunakan JST mampu (alat yang mendeteksi sinar infra merah, ultra violet, atau
mengenali semua sumber kebakaran maupun bukan radiasi yang terlihat yang ditimbulkan oleh suatu
sumber kebakaran. Sistem yang menggunakan JST akan
mengaktifkan alarm ketika ada sumber kebakaran dan
kebakaran), detektor gas kebakaran (alat untuk
tidak mengaktifkan alarm ketika obyek yang ada bukan mendeteksi gas-gas yang terbentuk oleh suatu
merupakan sumber kebakaran. Hal ini menunjukkan kebakaran), dan detektor kebakaran lainnya (alat yang
bahwa sistem dapat bekerja dengan baik. mendeteksi suatu gejala selain panas, asap, nyala api,
atau gas yang ditimbulkan oleh kebakaran).
Kata KunciDeteksi kebakaran, intensitas cahaya, Metode untuk deteksi dini kebakaran dapat dilakukan
kadar CO, temperatur.
berdasarkan video kontur api. Proses deteksi kebakaran
keseluruhan mencakup tiga bagian, yaitu, seleksi
I. PENDAHULUAN
kandidat bingkai api, pemilihan wilayah api dan

D ETEKSI dini kebakaran adalah hal yang penting di


dalam rumah tangga dan industri untuk mencegah
terjadinya kebakaran yang dapat menimbulkan korban
keputusan kebakaran berbasis kontur api. Pada langkah
pertama, frame mencurigakan dideteksi dan frame tidak
sesuai akan dihapus didasarkan pada aturan pemilihan
jiwa dan kerugian materiil. Sistem deteksi kebakaran bingkai. Langkah kedua mendeteksi piksel api di calon
umumnya menggunakan satu sensor saja yaitu sensor bingkai api dengan aturan seleksi wilayah api. Pada
asap. Sistem ini juga mendeteksi asap rokok yang bukan langkah terakhir, empat operasi (yaitu, pelebaran, erosi,
merupakan sumber kebakaran sehingga kurang akurat penghapusan daerah mini dan deteksi tepi Canny)
karena adanya kesalahan deteksi. Di industri, adanya dilakukan pada semua daerah api untuk mendapatkan
kesalahan deteksi kebakaran akan mengakibatkan kontur yang tepat dan kemudian aturan keputusan nyala
berhentinya proses produksi sehingga mengakibatkan api berdasarkan tiga karakteristik (yaitu, area, perimeter
kerugian akibat waktu yang terbuang. Kesalahan deteksi dan kontur bulat api) digunakan untuk menentukan
pada alarm kebakaran di hotel dan penginapan akan apakah api terjadi dalam video atau tidak. Pendekatan
mengakibatkan kepanikan penghuni sehingga yang diusulkan diuji dengan beberapa klip video dalam
mengakibatkan ketidaknyamanan bagi penghuni. lingkungan yang berbeda dan hasil eksperimen
Kesalahan deteksi ini dapat dikurangi jumlahnya dengan menunjukkan efektivitas [2].
menggunakan beberapa sensor dan menambahkan Penelitian tentang pendeteksian dan pengamanan dini
algortima kecerdasan buatan seperti jaringan syaraf pada kebakaran berbasis personal computer (PC) dengan
tiruan (JST) pada sistem deteksi kebakaran. logika fuzzy dilakukan dengan mendesain peralatan

B23-1
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

berbasis komputer yang dapat digunakan sebagai elektromagnetik yang dihasilkan selama pembakaran
pra-deteksi atau keamanan dalam kasus kebakaran. membara dan menyala. Asap dideteksi dengan cara
Peralatan yang dibangun terdiri dari sensor suhu dan mengukur cahaya yang disebarkan oleh asap dari sebuah
asap, Programmable Peripheral Interface (PPI) 8255, sumber yang terkontrol menggunakan photodetector,
Analog to Digital Converter (ADC), Digital to Analog atau perubahan arus ion yang diciptakan oleh asap yang
Converter (DAC), driver dan semprotan air. Metode melewati sebuah medan radiasi ion. Panas dapat dengan
yang digunakan dalam mendeteksi dan keselamatan mudah dirasakan oleh sejumlah perangkat konvensional,
kebakaran menggunakan sistem fuzzy yang terdiri dari seperti termokopel yang terkompensasi dan termistor.
fuzzikasi, rule base dan defuzzifikasi. Hasil percobaan Suhu mutlak dan laju kenaikan suhu juga digunakan
untuk mendefinisikan kondisi alarm. Bagian ultraviolet
menunjukkan bahwa alat semprot otomatis berfungsi
dan inframerah dari spektrum elektromagnetik biasanya
berdasarkan hasil dari sensor suhu dan asap dengan
dideteksi dengan tabung vakum dan dioda, sel
aturan fuzzy yang diterapkan dalam sistem [3].
fotokonduktif dan photovoltaic, thermopiles dan sel
Dengan penggunaan ban berjalan yang sering di piroelektrik [6].
tambang batubara, kemungkinan timbulnya api Terdapat beberapa tipe detektor kebakaran, yaitu:
meningkat dan kerugian yang disebabkan oleh a. Detektor Kebakaran Penginderaan Panas
kebakaran ban berjalan menjadi lebih sering. Sistem Panas adalah penambahan energi yang menyebabkan
alarm tradisional dengan menggunakan sensor tunggal bahan temperaturnya naik dan juga energi dihasilkan
atau algoritma pemrosesan sinyal api yang relatif oleh bahan yang terbakar.
sederhana tidak dapat memenuhi kebutuhan deteksi b. Detektor Kebakaran Penginderaan Asap
kebakaran ban berjalan di tambang batubara. Sistem Asap adalah keseluruhan partikel yang
deteksi kebakaran multi-sensor merupakan melayang-layang baik kelihatan maupun tidak
perkembangan penting saat ini dalam teknologi deteksi kelihatan dari suatu pembakaran.
kebakaran otomatis. Titik penting dalam deteksi adalah c. Detektor Kebakaran Penginderaan Nyala Api
menggunakan algoritma yang lebih canggih untuk Nyala dari beberapa bahan (contoh hidrogen) tidak
memproses sinyal api. Dalam penelitian ini, terlihat secara kasat mata manusia. Detektor nyala
diperkenalkan prinsip algoritma berbasis jaringan api adalah suatu alat yang bereaksi terhadap
adaptive neural fuzzy network yang memiliki empat munculnya energi radiasi yang terlihat oleh mata
masukan - suhu (T), laju perubahan suhu (T), kerapatan manusia (kira-kira 4.000 ~ 7.700 Angstrom) atau
karbon monoksida (CO) dan tingkat perubahan diluar jangkauan penglihatan mata manusia [1].
kerapatan CO (CO). Hasil percobaan menunjukkan
bahwa menggunakan sistem ini dapat meningkatkan
kemampuan adaptif dan memperkuat kemampuan B. Jaringan Syaraf Tiruan (JST) Backpropagation
melawan gangguan. Pada saat yang sama, dengan Kelemahan JST yang terdiri dari layar tunggal
menggabungkan inferensi fuzzy dan jaringan saraf yang membuat perkembangan JST menjadi terhenti pada
digunakan dalam pengolahan sinyal kebakaran membuat sekitar tahun 1970-an. Penemuan backpropagation yang
sistem menjadi lebih cerdas dan mengurangi tingkat terdiri dari beberapa layar membuka kembali
alarm palsu [4]. cakarawala. Terlebih setelah berhasil ditemukannya
berbagai aplikasi yang dapat diselesaikan dengan
II. DASAR TEORI backpropagation, membuat JST semakin diminati orang.
JST dengan layar tunggal memiliki keterbatasan
A. Kebakaran dalam pengenalan pola. Kelemahan ini bisa
Api adalah satu reaksi kimia yang kompleks dan cepat ditanggulangi dengan menambahkan satu/beberapa layar
yang melepaskan energi dalam bentuk panas dan cahaya. tersembunyi diantara layar masukan dan keluaran.
Lebih khusus lagi, sebagian besar pelepasan energi Meskipun penggunaan lebih dari satu layar tersembunyi
terjadi sebagai reaksi oksidasi, diringkas dalam segitiga memiliki kelebihan manfaat untuk beberapa kasus, tapi
pembakaran ditunjukkan pada Gambar 1. pelatihannya memerlukan waktu yang lama. Maka
Masing-masing dari tiga sisi - bahan bakar, oksigen dan umumnya orang mulai mencoba dengan sebuah layar
panas - diperlukan untuk proses pembakaran [5]. tersembunyi lebih dahulu.
Seperti halnya model JST lain, Backpropagation
melatih jaringan untuk mendapatkan keseimbangan
antara kemampuan jaringan untuk mengenali pola yang
digunakan selama pelatihan serta kemampuan jaringan
untuk memberikan respon yang benar terhadap pola
masukan yang serupa (tapi tidak sama) dengan pola yang
dipakai selama pelatihan [7].
Gambar 1. Segitiga Pembakaran [5]
C. Mikrokontroler
Generasi sistem deteksi kebakaran saat ini dirancang Mikrokontroler AVR memiliki arsitektur RISC 8 bit,
untuk merespon asap, panas, atau radiasi di mana semua instruksi dikemas dalam kode 16-bit

B23-2
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

(16-bits word) dan sebagian besar instruksi dieksekusi


dalam 1 (satu) siklus clock, berbeda dengan instruksi
MCS-51 yang membutuhkan 12 siklus clock. Tentu saja
itu terjadi karena kedua jenis mikrokontroler tersebut
memiliki arsitektur yang berbeda. AVR berteknologi
RISC {Reduced Instruction Set Computing), sedangkan
seri MCS51 berteknologi CISC (Complex Instruction
Set Computing). Secara umum, AVR dapat
dikelompokkan menjadi 4 kelas, yaitu keluarga ATtiny,
keluarga AT90Sxx, keluarga ATMega, dan AT86RFxx.
Pada dasarnya yang membedakan masing-masing kelas
adalah memori, peripheral, dan fungsinya. Dari segi
arsitektur dan instruksi yang digunakan, mereka bisa
dikatakan hampir sama [8].
AVR memiliki keunggulan dibandingkan dengan
mikrokontroler lain, keunggulan mikrokontroler AVR
yaitu AVR memiliki kecepatan eksekusi program yang
lebih cepat karena sebagian besar instruksi dieksekusi
dalam 1 siklus clock, lebih cepat dibandingkan dengan Gambar 2. Rangkaian Mikrokontroler
mikrokontroler MCS51 yang memiliki arsitektur CISC
(Complex Instruction Set Compute) di mana Tabel 1. Tabel Penggunaan I/O Mikrokontroler
mikrokontroler MCS51 membutuhkan 12 siklus clock Nama
No Jenis Nama I/O Keterangan
Pin
untuk mengeksekusi 1 instruksi. Selain itu, Outpu MQ-9_ Heater sensor
1 PB0
mikrokontroler AVR memiliki fitur yang lengkap (ADC t HEATER CO MQ-9
internal, EEPROM Internal, Timer/Counter, Watchdog Output sensor
2 PB1 Input TSL230 cahaya
Timer, PWM, Port I/O, komunikasi serial, Komparator, TSL230
I2C, dll.), sehingga dengan fasilitas yang lengkap ini, Jalur SCK
Outpu
programmer dan desainer dapat menggunakannya untuk 3 PB2
t
SHT1X_SCK sensor suhu
berbagai aplikasi sistem elektronika seperti robot, SHT1X
Input/ Jalur Data
otomasi industri, peralatan telekomunikasi, dan berbagai 4 PB3 Outpu SHT1X_DATA sensor suhu
keperluan lain [9]. t SHT1X
Outpu
5 PB4 ALARM Alarm
t
III. METODOLOGI
Keluaran
Sistem deteksi kebakaran yang didesain memiliki 3 6 PA0 Input MQ-9_OUT sensor CO
sensor yaitu sensor temperatur, sensor kadar CO dan MQ-9
Input/
sensor intensitas cahaya. Sensor temperatur yang PC0..PC
7 Outpu LCD Display LCD
7
digunakan adalah sensor temperatur dan kelembaban t
SHT11. Sensor CO yang digunakan adalah sensor CO Receive data
8 PD0 Input RXD
dari PC
tipe MQ-9. IC pengubah intensitas cahaya menjadi
Outpu Transmit data
frekuensi TSL230 digunakan sebagai sensor intensitas 9 PD1 TXD
t ke PC
cahaya. Keluaran dari ketiga sensor ini dibaca oleh
mikrokontroler AVR ATMega8535. Rangkaian Pin SCK sensor suhu SHT11 dihubungkan ke pin PB2
mikrokontroler yang digunakan ditunjukkan pada dan pin Data dihubungkan ke pin PB3 mikrokontroler.
Gambar 2. Adapun penggunaan I/O pada mikrokontroler Heater sensor suhu MQ-9 diatur agar tegangannya 1,4
ditunjukkan pada Tabel 1. volt. Tegangan ini diperoleh dengan cara
menghubungkan catu daya 5 V dengan heater MQ-9
yang dihubungkan seri dengan 5 buah diode sehingga
diperoleh jatuh tegangan 5x0,7V=3,5V. Pin B sensor
MQ-9 dihubungkan dengan resistor 1 k, sehingga
membentuk pembagi tegangan dengan resistansi antara
pin A-B dengan resistor beban. Sensor cahaya TSL230
dihubungkan ke pin PB1 (Timer 1) mikrokontroler.
Konfigurasi sensor TSL230 yang digunakan adalah
sensitivitas 10 kali (S0=0, S1=1) dan fo scaling adalah 1
(S2=0, S3=0). Rangkaian sensor yang digunakan
ditunjukkan pada Gambar 3.

B23-3
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

(a) (b)

Gambar 5. Hasil Pelatihan Jaringan Syaraf Tiruan

Hasil pelatihan JST menunjukkan pelatihan JST


dihentikan pada epoch ke-137 dari 200 epoch. Performa
(c) yang dihasilkan adalah 1,84x10-12. Hal ini menunjukkan
Gambar 3. Rangkaian Sensor.
bahwa JST sudah mengenali semua data latih yang telah
diberikan. Adapun bobot dari JST hasil pelatihan adalah
Sistem deteksi kebakaran ini menggunakan parameter
v10= -14.4362; v11=0.0071; v12= 0.2119 ; v13=
suhu, intensitas cahaya dan kadar CO untuk penentuan
-0.0378; v20=-11.9460; v21= 0.9265; v22= -0.1759;
terjadinya kebakaran atau tidak. Sistem mula-mula
v23=0.2890; W10= -13.9652; w11=27.5580 dan
mengukur nilai suhu, intensitas cahaya dan kadar CO
w12=0.0289.
ketika sistem dihidupkan. Kemudian tiap 1 detik, sistem
Bobot hasil pelatihan ini diimplementasikan pada JST
akan membaca nilai keluaran semua sensor. Perubahan
untuk deteksi kebakaran. JST yang sudah dilatih ini
nilai suhu, intensitas cahaya dan kadar CO terhadap nilai
kemudian diuji dengan beberapa masukan lagi dan
awal digunakan oleh jaringan syaraf tiruan untuk
hasilnya dibandingkan dengan menggunakan deteksi
penentuan terjadinya kebakaran yang akan memicu
melalui threshold. Dimana threshold ini akan
alarm kebakaran. Desain jaringan syaraf tiruan untuk
mengaktifkan alarm kebakaran jika perubahan intensitas
deteksi kebakaran ditunjukkan pada Gambar 4.
cahaya >500 dan perubahan kadar CO>25 dan
perubahan suhu>100. Hasil pengujian JST deteksi
dengan threshold ditunjukkan pada Tabel 2.
Tabel 2. Hasil Pengujian
No Sumber Ket JST Threshold
1 normal 0 5 100% 5 100%
2 kertas 1 5 100% 5 100%
3 setrika 0 5 100% 5 100%
4 solder 0 5 100% 5 100%
kertas
5 berasap 1 5 100% 0 0%
Gambar 4. Jaringan Syaraf Tiruan untuk Deteksi Kebakaran
6 lilin 0 5 100% 5 100%
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 7 kain 1 5 100% 4 80%
Pengujian dilakukan dengan cara mengumpulkan data 8 Kompor 0 5 100% 5 100%
untuk pelatihan jaringan syaraf tiruan dan untuk uji 9 rokok 0 5 100% 5 100%
jaringan syaraf tiruan. Pengumpulan data latih JST 45 100% 39 87%
dilakukan dengan mengamati hasil pembacaan sensor Ket: 1: Sumber kebakaran
2: Bukan sumber kebakaran
suhu, intensitas cahaya dan kadar CO melalui komputer
yang terhubung ke mikrokontroler melalui komunikasi
RS-232. Pengamatan dilakukan ketika sistem diberikan Dari hasil pengujian diketahui bahwa sistem yang
masukan berupa sumber kebakaran seperti kertas dan menggunakan threshold hanya mengenali 39 (87%) dari
kain serta bukan sumber kebakaran serperti lilin, 45 obyek yang ada. Sistem tidak mampu mengenali
kompor, rokok, setrika, dan pengolderan. Data yang kertas yang berasap sebagai sumber kebakaran dan
diperoleh, sebagian digunakan untuk pelatihan JST dan hanya mampu mengenali sebagian dari kain yang
sebagian untuk pengujian JST. Hasil pelatihan JST terbakar sebagai sumber kebakaran.
ditunjukkan pada Gambar 5. Sistem yang menggunakan JST mampu mengenali
semua sumber kebakaran maupun bukan sumber
kebakaran. Sistem yang menggunakan JST akan
mengaktifkan alarm ketika ada sumber kebakaran dan
tidak mengaktifkan alarm ketika obyek yang ada bukan
merupakan sumber kebakaran. Hal ini menunjukkan
bahwa sistem dapat bekerja dengan baik.

B23-4
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

V. KESIMPULAN Fuzzy Logic. Gematek Jurnal Teknik Komputer, Volume 10


Nomor 1, Maret 2008.
Dari hasil penelitian dapat diambil kesimpulan bahwa [4] Guo Jian, Zhu Jie, Zhao Mingru, Sun Yuan . 2009.
sensor intensitas cahaya, kadar CO dan temperatur dapat Application of Self-Adaptive Neural Fuzzy Network in Early
Detection of Conveyor Belt Fire. International Conference on
digunakan dalam proses deteksi kebakaran Penggunaan
Information Engineering and Computer Science, 2009. (ICIECS
parameter perubahan intensitas cahaya, kadar CO dan 2009). ISBN: 978-1-4244-4994-1. Wuhan
temperature mampu mengenali semua sumber kebakaran [5] Cheney, Phil dan Sullivan, Andrew. 2008. Grassfires: Fuel,
maupun bukan sumber kebakaran. Hal ini menunjukkan Weather And Fire Behaviour. Australia: Csiro Publishing.
[6] Grosshandler, William L. 1995. A Review of Measurements and
bahwa sistem dapat bekerja dengan baik. Candidate Signatures for Early Fire Detection. Gaithersburg:
Building and Fire Research Laboratory, National Institute of
REFERENSI Standards and Technology.
[7] Siang, Jong Jek. 2004. Jaringan Syaraf Tiruan dan
[1] ___________. Tata Cara Perencanaan, Pemasangan dan Pemrogramannya Menggunakan MATLAB. Yogyakarta:
Pengujian Sistem Deteksi Dan Alarm Kebakaran untuk Penerbit Andi.
Pencegahan Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung. SNI [8] Wardhana, Lingga. 2006. Belajar Sendiri Mikrokontroler AVR
03-3985-2000 seri ATMega8535: Simulasi, Hardware dan Aplikasi.
[2] Xiao-Lin Zhou, Fa-Xin Yu, Yu-Chun Wen, Zhe- Ming Lu dan Yogyakarta: Penerbit Andi.
Guang-Hua Song, 2010. Early Fire Detection Based on Flame [9] Andrianto, Heri. 2008. Pemorgraman Mikrokontroler AVR
Contours in Video. Information Technology Journal, 9: 899-908. ATMega16 Menggunakan Bahasa C (CodevisionAVR).
[3] Widyantara, Helmy. 2008. Pendeteksian dan Pengamanan Dini Bandung: Penerbit Infromatika
pada Kebakaran Berbasis Personal Computer (PC) dengan

B23-5
EECCIS2012 The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Rangkaian Terpadu 4 Bit


Multiplexer-Demultiplexer (MULTIDEM)
HCMOS 0.12m dengan Kaskada Dua Tingkat
Arnisa Stefanie, Agung Darmawansyah, M. Julius
Program Studi Teknik Elektro, Universitas Brawijaya Malang
e-mail: efanmoslem85@yahoo.com
mobile phone: 085755196430/(0341) 347136

digital umumnya tidak menggunakan IC elemen resistor


AbstrakTujuan penelitian ini adalah untuk yang banyak space dalam chip, seperti IC bipolar [3].
mengetahui keunggulan teknologi HCMOS 0.12m Penemuan terbaru dalam desain IC CMOS
dengan menggunakan driver kaskada dua tingkat, yang multiplexer dan demultiplexer yang memanfaatkan
diaplikasikan dalam rangkaian MULTIDEM 4 bit yang
kecepatan potensial secara penuh adalah teknologi
bekerja secara tidak simultan. Rangkaian MULTIDEM 4
bit bekerja tidak simultan karena penggunaan pin input CMOS 120 nm. Kemajuan teknik desain sirkuit dan
dan output secara bersamaan. Penelitian ini menghasilkan keahlian dalam proses fabrikasi dikombinasikan untuk
kecepatan proses kerja yang ditunjukkan dengan nilai mencapai kecepatan sesuai batas yang diharapkan. Data
propagation delay yang relatif rendah, analisis perhitungan multiplexer dan data demultiplexer merupakan kunci
dan simulasi menunjukkan pendekatan nilai dengan hasil utama dalam sistem komunikasi data berkecepatan
simulasi lebih baik hal ini terjadi karena parameter yang tinggi [4].
digunakan dalam program PSPICE lebih komplek. HCMOS atau High Speed Complementary Metal
Kestabilan nilai tegangan suplai dari rangkaian digital, Oxide Semiconductor merupakan pengembangan
ditunjukkan dalam kemampuan sistem untuk
teknologi CMOS, yaitu transistor MOS tipe-n dan MOS
menyeimbangkan level logika sesuai tegangan analog,
dengan analisis nilai noise margin rangkaian yang sesuai tipe-p yang ditambahkan driver cascada berupa
dengan range level tegangan logika. Nilai disipasi daya persilangan polisilikon dan difusi yang dikonfigurasikan
rendah dengan nilai PDP yang kecil merupakan bagian bertujuan untuk mengurangi propagation delay. Driver
dari keunggulan ini, penelitian ini membuktikan nilai cascada yang digunakan merupakan kaskada dua
disipasi daya yang relative rendah. tingkat, walaupun driver cascada dalam tingkatan n
dapat mengurangi propagation delay tetapi menurut
Kata Kuncidisipasi daya, HCMOS, MULTIDEM, konfigurasinya driver tersebut membutuhkan luasan
noise margin, propagation delay, PSPICE. persilangan polisilikon dan difusi yang semakin luas
sehingga dapat mengurangi peforma dari sebuah IC [5].
Kehandalan teknologi HCMOS yang lain adalah
I. PENDAHULUAN dengan disipasi daya yang relatif kecil. Hal ini
dipengaruhi oleh variasi tegangan supply yang diberikan
M ultiplekser atau selektor data adalah suatu diatas 5V dan dibawah 5V sesuai desain. Kekebalan
relatif sebuah family logika terhadap noise dibutuhkan
rangkaian logika yang menerima beberapa input data
dan untuk suatu saat tertentu hanya mengijinkan satu untuk menghasilkan tegangan supply yang diinginkan,
dari data input tersebut untuk diteruskan pada output. hal ini disebut dengan noise margin. Analisis noise
Jalur yang akan ditempuh dari input data yang margin dibutuhkan untuk mengetahui pengaruh noise
diinginkan ke output dikontrol oleh pemilih input pada level tegangan 5 volt pada logika 1 dan 0 volt pada
selector dan sebaliknya untuk prinsip kerja logika 0 [6].
demultiplexer [1]. Gabungan rangkaian
multiplexer-demultiplexer dalam teknologi komunikasi A. CMOS
digunakan sebagai pensaklaran data atau media transfer
CMOS merupakan gabungan n-MOS dan p-MOS
data. Desain arsitektur rangkaian digital, gabungan
yang secara sederhana diimplementasikan dalam
rangkaian multiplexer 4 ke 1 dan demultiplexer 1 ke 4
inverter. Substrat transistor atau koneksi bulk
yang bekerja tidak simultan dengan menggunakan
diasumsikan untuk dikoneksakan dengan VDD (PMOS)
teknologi HCMOS. Keuntungan utama dari MOSFET
dan VSS (NMOS). Sirkuit yang dihubungkan pada
adalah proses fabrikasinya relatif sederhana dan
gerbang output menghasilkan beban elektrik. Gambar 1
ekonomis, bentuknya kecil dan konsumsi disipasi daya
menunjukkan skematik level transistor pada inverter.
rendah sehingga banyak digunakan untuk pengolahan
sinyal digital [2]. Komponen MOS memiliki space yang
kecil dalam chip IC dari pada transistor bipolar. IC MOS

B24-1
EECCIS2012 The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Rise time (tr) didefinisikan sebagai waktu yang


diperlukan untuk berubah dari 10% VDD ke 90% VDD
untuk gerbang dengan tegangan LOW 0V dan
tegangan HIGH VDD nilai tr ditunjukkan dalam
Persamaan (4). Fall time (tf) didefinisikan sebagai waktu
Gambar 1 Skematik Level transistor yang dibutuhkan untuk berubah dari 90% VDD ke 10%
VDD, nilai tf ditunjukkan dalam Persamaan (5) [3].
Pada CMOS, beban kapasitif direpresentasikan (2)
0,8.C
sebagai hubungan antar gerbang dari tiap transistor t PLH =
1 W
diantaran gerbang logika. Sebuah sel akan didesain . P .Cox . .VDD
untuk memiliki fan out pada tiap output gerbang logika. 2 L P
Nilai maksimum dari logika input yang dapat 0,8.C (3)
t PHL =
dikendalikan oleh output gerbang logika. Inverter 1 W
CMOS saat ini dipertimbangkan untuk bahan analisis . P .C ox . .V DD
2 L N
pada operasi system static dan dinamik [3].
t r , (t TLH ) = 2 t PLH (4)
Karakteristik dari inverter CMOS adalah hanya satu t f , (tTHL ) = 2 t PHL (5)
dari transistornya yang aktif, menyebabkan transistor
t PHL + t PLH (6)
bersifat ratioless inverter yaitu sifat sebuah inverter saat t PD =
keluaran dalam kondisi mantap, tidak dipengaruhi oleh 2
rasio ukuran transistor pull up dan pull down. Efek dasar Propagation delay diukur antara dua titik pada
ini berakibat pada resistansi ekivalen transistor saat gelombang masukan dan keluaran. Propagation delay
ketika transisi keluaran dari logika LOW ke HIGH
menghantar. Sehingga pengambilan ukuran dapat
dinamakan tPLH, sedangkan transisi keluaran logika
diarahkan pada kemampuan devais untuk mensuplai
arus yang sama saat keluaran berlogika 0 maupun 1, HIGH ke LOW dinamakan tPHL nilai tPLH dan tPHL
sifat ini disebut symmetric ouput drive. Bila resistansi ditunjukkan dalam Persamaan (2) dan (3). Keduanya
ekivalen transistor tipe-n adalah RN dan tipe-p adalah ditunjukkan dalam Gambar 2. Rata-rata nilai tPLH dan
tPHL merupakan TPD yang ditunjukkan dalam
RP, maka berlaku kesebandingan, R LN dan Persamaan (6).
N
WN K N
LP . Dengan LN, LP adalah panjang channel;
RP C. Noise Margin
WP K P
WN, WP adalah lebar channel; KN, KP adalah parameter
transkonduktansi. Keluaran akan bersifat symmetric Noise margin untuk gerbang logika menunjukkan
output drive bila RN = RP. Jika diambil nilai yang umum sebuah indikator toleransi gerbang logika terhadap
untuk parameter transkonduktansi (KN = 2,5 KP), maka perbedaan bentuk sinyal tegangan dan nilai logika.
Perbedaan tersebut mungkin merupakan noise yang
L N WP K N dapat ditambahkan pada sinyal dari salah satu sinyal
= = 2,5 (1)
yang lain yang bersifat kapasitif atau kopling induktif
W N LP K P
atau dari system diluar. Energi ini dapat merusak sinyal
(merubah nilai logika). Kerusakan potensial pada sinyal
B. Propagation Delay ini meningkatkan secara tajam operasi logika pada catu
daya bertegangan rendah.
Kecepatan operasi gerbang digital diukur melalui
tiga parameter yaitu rise time (waktu naik), fall time
(waktu turun) dan propagation delay. Delay terjadi
karena terdapat efek kapasitansi yang terdapat pada
gerbang masukan dan keluaran. Selain itu, efek
kapasitansi juga timbul pada jalur koneksi antar
gerbang. Delay dalam gerbang digital ditunjukkan Gambar 3 Noise Margin
dalam Gambar 2.
Pada tiap tegangan didefinisikan sebagai; VIL
merupakan tegangan input maksimal yang dapat
direpresentasikan sebagai level logika 0 ditunjukkan
dalam Persamaan (7), VIH merupakan tegangan input
minimum yang dapat direpresentasikan sebagai level
logika 1, VOL merupakan tegangan output maksimal
ketika output berada dalam level logika 0, VOH
merupakan tegangan output minimum ketika output
berada dalam level logika 1.

Gambar 2 Definisi Delay dalam Gerbang Digital 2Vout + VT , p VDD + k RVT ,n (7)
VIL =
1 + kR

B24-2
EECCIS2012 The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31
31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Untuk memperoleh nilai Vout, maka digunakan E. HCMOS


Persamaan (8). Dimana VIN = VIL terjadi saat transistor HCMOS (HighHigh Complementary Metal Oxide
NMOS dalam keadaan saturasi dan transistor PMOS Semiconductor)) merupakan pengembangan teknologi
dalam daerah kerja linier. CMOS yang memiliki kemampuan propagation delay
(V V ) = p [2 (V V V )(V V ) (V V ) ] (8)
kn 2 k 2 dan noise margin yang lebih baik dari pada teknologi
GS,n T ,n IN DD T,p out DD out DD
2 2 CMOS. Salah satu konfigurasi yang dapat digunakan
Suatu gerbang dikatakan memiliki grafik karakteristik untuk mengurangi propagation delay adalah konfigurasi
alih tegangan yang simetris apabila nilai kR = 1, dimana inverter yang dipasang secara kaskada,
kaskada ditunjukkan
pada saat ini berlaku
rlaku hubungan yang ditunjukkan dalam dalam Gambar 5 [6].
Gambar 4 dan Persamaan (9). Lu1 = 4Ld1 Lu2 = 4L d2 L u3 = 4L
L d3 Lun = 4L dn
W u1 = W d1 Wu2 = Wd2 Wu3 = Wd 3 Wun = Wdn

V1 V0

1
2 3
n CL

Ld1 L d2 = L d1 L d3 = L d1 Ldn = Ld1


W d1 W d2 = W d1 Wd3 = 2W d1 W dn = n-1Wd 1

Gambar 5 Driver Kaskada


Karakteristik W dan L stage ke-k dijabarkan dengan
Gambar 4. Pengaruh Nilai kR Pada Grafik Vin Terhadap Vout persamaan (16),
Wdk = k 1Wd 1
Wn Wn
(9) Ldk = Ld 1 (16)
n C ox n C ox
kR =
kn
=
Ln
1=
Ln
Wuk = Wdk
kp Wp Wp
p C ox


L p
p C ox


L p Luk = 4 Ldk
Dimana Wdk dan Ldk adalah W dan L pulldown
Nilai VIH diperoleh dengan menggunakan Persamaan transistor, sedangakan Wuk dan Luk adalah W dan L
(10) dan (11),
), sehingga nilai noise margin diperoleh pullup transistor dalam struktur kaskada inverter ke-k.
ke
dengan menggunakan Persamaan (12) (1 dan (13). Hubungan nilai ditunjukkan dalam Gambar 6.
VDD + VT , p + k R (2Vout + VT ,n ) (10)
VIH =
1 + kR
kn
2
[
2 (Vin VT ,n )Vout Vout =
2 kp
2
]
(Vin VDD VT , p ) 2 (11)

NM H = VOH VIH
(12)
NM L = VIL VOL
(13) Gambar 6 Grafik Hubungan n dengan CL/CG

D. Disipasi Daya CMOS II. METODE PENELITIAN


Disipasi daya (power
power dissipation)
dissipation merupakan daya Metode penelitian diawali dengan diagram blok
yang dikonsumsi oleh suatu gerbang,gerbang didefinisikan rangkaian MULTIDEM 4 bit ditunjukkan dalam
dalam persamaan (14).. Disipasi daya dalam sistem Gambar 7. Fungsi pin dalam chip tersebut menggunakan
CMOS dapat diklasifikasikan ke dalam tiga kategori, secara bersama pin input dan pin output dengan logika
yaitu: disipasi daya statis, daya pensaklaran (switching)
( rangkaian aktif secara tidak simultan dengan control E
DC yang terjadi pada saat kedua transistor atau enable untuk memilih rangkaian yang aktif.
akti Pin S0
menghantarkan secara bersamaan dalam waktu wa yang dan S1 merupakan pengontrol logika rangkaian
sangat singkat dan daya pensaklaran AC yang terjadi multiplexer atau demultiplexer.
ketika kapasitansi total pada gerbang menyimpan
m dan
melepaskan muatan [6].

P = CLVDD f
2
(14)
Suatu gerbang logika yang ideal haruslah cepat dan
membutuhkan daya minimum. Salah satu parameter
yang dipergunakan untuk menunjukkan ukuran
kecepatan dan daya minimum sebuah gerbang adalah
power delay product (PDP). Semakin kecil nilai PDP,
maka semakin dekat
ekat gerbang logika tersebut ke bentuk
ideal. Persamaan ditunjukkan dalam Persamaan (15).
(1
Gambar 7 Diagram Blok MULTIDEM HCMOS 4 Bit
PDP = tdly.P (15)

B24-3
EECCIS2012 The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

A. Desain Rangkaian
Tabel 2 Parameter Desain Transistor CMOS teknologi 0.12m
Rangkaian MULTIDEM menggunakan pin input dan
output secara bersama seperti ditunjukkan dalam
Gambar 4.3. S0 dan S1 berfungsi sebagai selector yang
digunakan untuk mengontrol logika rangkaian
multiplexer atau demultiplexer. Kontrol E berfungsi
sebagai saklar yang digunakan untuk mengaktifkan
salah satu rangkaian yang diinginkan. Kontrol E atau
enable dihubungkan pada gate MOS tipe n dan MOS
tipe p berfungsi untuk mengontrol secara bergantian
fungsi dari pin input dan pin output.

Dengan memasukkan parameter Tabel 2 ke dalam


Persamaan (9), maka diperoleh Wn/Ln= 3 dan Wp/Lp = 8.
Dari hasil diatas dilakukan analisis silang, nilai W dan L
pada CMOS diperoleh dengan memasukkan nilai
ukuran minimal polisilikon yang digunakan yaitu 2,
sehingga
W p 8 16 dan Wn 3 6
= = = =
L p 1 2 Ln 1 2
Dengan menggunakan Microwind 0.12 m CMOS
proses dengan = 0.06 m, sehingga nilai W dan L
transistor Inverter dasar adalah,
Gambar 8 Rangkaian Digital MULTIDEM 4 Bit M1 WP = 0,96 m LP = 0,12 m
M2 WN = 0,36 m LN = 0,12 m
Jika enable diberi logika high maka rangkaian yang Dengan menggunakan Persamaan (16) untuk
aktif adalah rangkaian multiplexer 4 input dan 1 output, menentukan nilai W dan L Inverter kaskada, maka:
sedangkan jika enable diberi logika low maka rangkaian Persamaan kaskada pertama, nilai = 3, k = n = 2
yang aktif adalah rangkaian demultiplexer 1 input dan 4 M1 WP = 1,08 m LP = 0,12 m
output. Driver kaskada diletakkan pada bagian output M2 WN = 1,08 m LN = 0,12 m
rangkaian. Tabel kebenaran rangkaian MULTIDEM 4
bit ditunjukkan dalam Tabel 1. Persamaan kaskada pertama, nilai = 3, k = n = 3
M1 WP = 3,24 m LP = 0,12 m
Tabel 1 Tabel Kebenaran MULTIDEM 4 Bit M2 WN = 3,24 m LN = 0,12 m

Dengan menggunakan DSCH dibuat desain rangkaian


MULTIDEM 4 bit yang terdiri dari 154 transistor,
dengan 77 transistor nMOS dan 77 transistor pMOS.

B. Desain Nilai W/L


Desain nilai W/L diawali dengan mengetahui
parameter owners manual dan rule file dalam perangkat
lunak Microwind2 dengan teknologi 0.12m CMOS
proses ( = 0.06 m ) yang ditunjukkan dalam Tabel 2.

Gambar 9 Rangkaian MULTIDEM HCMOS 4 Bit

B24-4
EECCIS2012 The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31
31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Desain rangkaian MULTIDEM HCMOS 4 bit


ditunjukkan dalam Gambar 9. Rangkaian bersifat tidak
simultan sehingga driver kaskada diletakkan pada
bagian output rangkaian yang aktif

C. Metode
Proses penentuan propagation delay terdapat dua
macam analisis yang digunakan yaitu melihat hasil
simulasi program menggunakan program PSPICE PSP
dengan merubah variable CL dan frekuensi, jika
dihasilkan sinyal unit step yang sesuai maka dilakukan
analisis nilai tPLH,tPHL, tr, tf, tPD. Jika sinyal unit step tidak
Gambar 10 Simulasi Propagation Delay Rangkaian Demultiplexer
sesuai maka dilakukan pemeriksaan pada rangkaian
HCMOS dengan merubah perbandingan nilai (W/L).
Analisis perhitungan dilakukan dengan memasukkan Nilai propagation delay dengan menggunakan
parameter CL, KN, KP,(W/L)N, (W/L)P, VDD ke dalam program simulasi PSPICE dan dalam kondisi aktif untuk
persamaan untuk menghasilkan nilai tPLH,tPHL, tr, tf, tPD. rangkaian multiplexer dengan frekuensi 10 MHz
Jika nilai tidah sesuai maka dilakukan pengecekan ditunjukkan dalam Gambar 11, diperoleh
diperole nilai tPLH =
perhitungan. 6.635ns; tPHL = 2.69ns; tr = 17.2ns;
17.2 tf = 1.05ns;
TPD = 4.66ns.
Analisis nilai noise margin yang juga dilakukan
dengan menggunakan dua metode yaitu
membandingkan nilai noise margin dengan analisis
sinyal VTC dari simulasi program PSPICE dengan
menentukan nilai VIH, VOH, VIL, VOL. Noise margin
diperoleh dengan memasukkan nilai ilai tersebut kedalam
ked
persamaan. Jika sinyal VTC tidak keluar sesuai dengan
yang diharapkan maka dilakukan pengecekan pada
rangkaian HCMOS dengan merubah nilai (W/L).
Analisis perhitungan dengan memasukkan parameter
VT,n; VT,p; KN; KP; KR; VDD; VIN; VOUT untuk
menghasilkan nilai VIH, VOH, VIL, VOL.
Gambar 11 Simulasi Propagation Delay Rangkaian Multiplexer
Disipasi daya diperoleh dengan menggunakan
analisis perhitungan dan memasukkan parameter
B. Noise Margin
perhitungan berupa nilai CL, VDD dan frekuensi. Power
delay product (PDP) merupakan nilai disipasi daya yang Nilai noise margin dengan memasukkan parameter
dipengaruhi oleh propagation delay.
delay Analisis nilai PDP Tabel 1 dalam Persamaan (7) dan (8), diperoleh nilai VIL
menggunakan perhitungan dengan memasukkan = 2.12V & VOL = 0Vdengan dengan memasukkan dalam
parameter PD dan tPD, dilakukan pembandingan dengan Persamaan (10) dan (11) diperoleh nilai VIH = 2.8V &
menggunakan parameter tPD hasil simulasi dan hasil VOH = 5V. Sehingga diperoleh nilai NMH = 1,75V &
perhitungan. Jika hasil yang diperoleh jauh berbeda, NML = 1,75V.
maka dilakukan pengecekan nilai propagation delay Nilai noise margin dengan menggunakan program
pada output A. PSPICE dilakukan dengan analisis grafik simulasi
si VTC
(Voltage
Voltage Transfer Caracteristic)
Caracteristic pada kondisi aktif
III. HASIL & PEMBAHASAN rangkaian demultiplexer yang ditunjukkan dalam
A. Propagation Delay Gambar 12, diperoleh nilai VOH = 5V; VIL = 2.52V;
VIH = 2,55V; VOL = 0V. Sehingga diperoleh nilai
Nilai propagation delay semakin kecil maka
NMH = 2,45V dan NML = 2,52V.
2,52
kecepatan proses IC akan semakin cepat. Keluaran yang
dihasilkan akan bersifat symmetric output drive jika
diambil nilai yang umum untuk parameter
transkonduktansi (KN = 2,5 KP), KN = N.Cox dan KP =
P.Cox dengan menggunakan Persamaan (1), ( (2), (3),
(4), (5), (6) dan C = 15pF. Maka nilai tPLH = 300ns; tPHL=
320ns; tr = 600ns; tf = 640ns; TPD = 310ns.
310ns
Nilai propagation delay dengan menggunakan
program simulasi PSPICE dan dalam kondisi aktif untuk
rangkaian demultiplexer dengan frekuensi 25 MHz Gambar 12 Simulasi VTC (Voltage Transfer Characteristic)
ditunjukkan dalam Gambar 10, diperoleh nilai tPLH = Rangkaian Demultiplexer
2.63ns; tPHL = 5.78ns; tr = 16.6ns; tf = 0.74ns; TPD =
4.2ns .

B24-5
EECCIS2012 The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31
31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Nilai noise margin dengan menggunakan program tersebut terjadi karena banyaknya variabel yang
PSPICE dilakukan dengan analisis grafik simulasi VTC digunakan dalam program PSPICE.
(Voltage Transfer Caracteristic) pada kondisi aktif Hasil analisis perhitungan dan simulasi membuktikan
rangkaian multiplexer yang ditunjukkan dalam Gambar bahwa teknologi HCMOS menghasilkan menghasilk nilai
13, diperoleh nilai VOH = 5V; VIL = 2.14V; VIH = propagation delay yang relatif rendah dengan orde ns,
2,2V; VOL = 0V. Sehingga diperoleh nilai NMH = hasil analisis perhitungan tPLH = 300ns; tPHL= 320ns; tr =
2,8V dan NML = 2,14V. 600ns; tf = 640ns; TPD = 310ns. Hasil simulasi dengan
kondisi aktif demultiplexer tPLH= 2.63ns; tPHL= 5.78 ns;
tr = 16.6ns; tf = 0.74ns; TPD = 4.2ns. Hasil simulasi
dengan kondisi aktif multiplexer tPLH= 6.635ns; tPHL=
1.05 s; TPD = 4.66ns.
2.69ns; tr = 17.2ns; tf = 1.05n
Hasil analisis perhitungan dan simulasi menghasilkan
nilai hasil perhitungan VIL = 2.12V; VOL = 0V; VIH =
2.8V; VOH = 5V; NMH = 1,75V; NML = 1,75V. Hasil
simulasi program PSICE pada kondisi aktif rangkaian
Gambar 13 Simulasi VTC (Voltage Transfer Characteristic) demultiplexer VOH = 5V; VIL = 2.52V; VIH = 2,55V;
Rangkaian
kaian Multiplexer VOL = 0V; NMH = 2,45V dan NML = 2,52V. Hasil
C. Disipasi Daya simulasi program PSIPCE pada kondisi aktif rangkaian
multiplexer VOH= 5V ; VIL= 2.14V; VIH= 2,2V; VOL =
Nilai disipasi daya dari hasil perhitungan diperoleh 0V; NMH = 2,8V dan NML = 2,14V.
dengan memasukkan nilai C = 15pF; tPD = 310ns; f = Nilai disipasi daya hasil perhitungan dengan f = 1MHz
1MHz dalam Persamaan (14) dan (15), sehingga adalah PD = 375W W dan PDP = 116,25pJ. Nilai disipasi
W dan PDP = 116,25pJ.
diperoleh nilai PD = 375W daya hasil simulasi kondisi aktif rangkaian
Nilai disipasi daya hasil simulasi dengan kondisi aktif demultiplexer dengan f = 25MHz adalah PD = 9375W
pada rangkaian demultiplexer diperoleh dengan dan PDP = 39.37pJ. Nilai disipasi daya hasil simulasi
memasukkan nilai C = 15pF; tPD = 4.2ns; f = 25MHz kondisi aktif rangkaian multiplexer dengan f = 10MHz
dalam Persamaan (14) dan (15), diperoleh nilai PD = adalah PD = 3750W W dan PDP = 17.47pJ.
9375 W dan PDP = 39.37pJ.
Nilai disipasi daya hasil simulasi dengan kondisi aktif REFERENSI
pada rangkaian multiplexer diperoleh dengan
memasukkan nilai C = 15pF; tPD = 4.66ns;
4.66 f = 10MHz [1] Maini, A.K. 2007. Digital Electronics: Principle Devices and
dalam Persamaan (14) dan (15), diperoleh
diperole nilai PD = Applications. John Wiley & Sons. England
3750 W dan PDP = 17.47pJ. [2] Darmawansyah, Tibyani. Mei 2008. Perancangan IC Decoder
Peraga Matriks 7 x 5 CMOS menggunakan Program Mikrowin.
Jurnal Sains dan Teknologi EMAS, Vol. 18, No. 2
[3] Grout. 2006. Integrated Circuit Test Engineering. London:
IV. KESIMPULAN Springer-Verlag
[4] Kehrer, Wohlmuth., dkk. November 2003. A 40-Gb/s 2:1
Hasil perhitungan dan simulasi nilai propagation Multiplexer and 1:2 Demultiplexer in 120-nm
120 Standard CMOS.
delay, noise margin
gin dan disipasi daya dihasilkan nilai [5] Tocci Ronald J, Widmer,, Moss. 2007. Digital systems principles
simulasi yang lebih baik dari hasil perhitungan. Hal and applications. Pearson/Prentice Hall
[6] Giger, Randall L., dkk. 1990. VLSI Design Techniques For
Analog and Digital Circuit. Singapore: McGraw-Hill
McGraw Book Co.

B24-6
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Analisis Rangkaian Terpadu (Integrated Circuit)


TTL Dual 2-Wide,2-Input AOI kecepatan Tinggi

Syaiful Rachman 1) Agung Darmawansyah 2) M. Julius St 3)


Program Magister dan Doktor Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik
Universitas Brawijaya 1) 2) 3)
syaiful_rachman1@yahoo.com

menurut Rashid rangkaian terintegrasi standar TTL


Abstrak- Rangkaian terpadu (IC) gerbang logika NAND gate, selama transisi High to Low ( tPHL ) dapat
standar TTL AOI (AND OR INVERTER) Dual 2-Wide, ditingkatkan kecepatan waktu propagasinya dengan
2-Input berdasarkan kecepatan operasi gerbang digital rangkaian aktif Base Recovery pull-down dan sedangkan
meliputi parameter waktu tPLH (transisi low to high), tPHL waktu propagasi transisi Low to High ( tPLH )
(transisi high to low) dan time propagation delay average menggunakan rangkaian aktif pull-up pseudo
(tPD) dapat ditingkatkan kecepatannya menggunakan
Darlington, tetapi dalam perancangannya tidak ada
rangkaian aktif Base Recovery pull-down dan aktif pull-up
pseudo Darlington sebagai rangkaian highspeed TTL dan perhitungan menentukan parameter kecepatan waktu
mempunyai karakteristik alih tegangan (VTC) lebih ideal propagasi hanya berdasarkan simulasi [6]. Penelitian
dibandingkan rangkaian gerbang logika standar TTL berdasarkan jurnal dilakukan oleh Lee,Singh dan Cooper
AOI, Spesifikasi hasil simulasi menggunakan Program menggunakan standar integrated circuit inverter TTL
Pspice dengan kapasitor beban CL = 15 pf menghasilkan pada tahun 2008 dengan judul Demonstration and
transisi low to high sebesar 0,94 ns dan transisi high to low Characterization of Bipolar Monolithic Integrated
adalah 0,50 ns sehingga waktu rata-rata propagasi yang Circuits in 4H-SiC dengan area emitor aktif 0,0105 mm
dihasilkan sebesar 0,72 ns dan karakteristik alih tegangan persegi ,panjang emitor (LE) sebesar 100 m dan 500 m
(VTC) VIL = 1,3V; VIH = 1,53V ; VOL = 0,062V; VOH =
dan Common Emitor Gain (F) sebesar 22 dan 17,hasil
3,42V dengan Noise Margin NMH = 1,89V dan NML 1,24 V
sedangkan disipasi daya diperoleh 31,45 mW. dan penelitiannya menggunakan sumber tegangan sebesar 15
menggunakan pad layout sebesar 19,50 mm x 9,36 mm, Volt, menghasilkan tpLH sebesar 98 ns dan tpHL
berdasarkan hasil perhitungan dan simulasi menunjukkan sebesar 114 ns dan kecepatan rata-rata time propagation
peningkatan kecepatan yang dihasilkan, dibandingkan delay sebesar 108 ns .Kemudian dilanjutkan pada tahun
rangkaian standar TTL AOI dari datasheet SN 54 S51. 2011 Singh and Cooper dengan tema Bipolar Integrated
Circuits in 4H-SiC penelitian yang bertujuan dengan
Kata Kunci, Dual 2-Wide-2 input TTL AOI, mengoptimalkan dengan rangkaian inverter STTL
Base Recovery pull-down , pull-up pseudo Darlington dengan luasan panjang emitor sebesar 125 m dan
diperoleh kecepatan propagation delay sebesar 9,8
I. PENDAHULUAN ns,disimulasikan menggunakan P-SPICE [3]- [10].
Permasalahan rangkaian TTL standar adanya
A. Latar Belakang konduksi arus basis dari transistor aktif pull-down,

R rangkaian terpadu TTL AOI Dual 2-wide 2-input


adalah gabungan gerbang logika yang terdiri dari
dua gerbang logika AND dan gerbang logika OR dan
sehingga akan mempengaruhi kinerja dari waktu
propagasi selama kondisi transisi Low ke High ( tPLH)
[4], Kemudian parameter karakteristik alih tegangan
INVERTER, merupakan gerbang logika equivalent yang (VTC) kurang ideal. Sedangkan rangkaian TTL standar
mempunyai fungsi logika yang sama pada rangkaian pada bagian rangkaian aktif pull-up terkait dengan
kombinasi yang dapat disederhanakan konfigurasinya peningkatan arus rata-rata dari output yang dihasilkan
sehingga memperkecil jumlah komponen transistor sehingga mengakibatkan transisi waktu propagasi dari
digunakan dalam perancangan dengan fungsi yang sama High ke Low (tPHL) lebih lama, sehingga akan
sebagai rangkaian gerbang logika TTL AOI (AND OR memengaruhi waktu propagasi rata-rata dari IC TTL.
INVERTER). Menentukan kecepatan operasi gerbang Berdasarkan permasalahan rangkaian TTL yang telah
digital diukur berdasarkan parameter yaitu tPLH (transisi dikemukakan untuk memperkecil atau mengurangi time
low to high), tPHL (transisi high to low) dan fall time (tR) propagation delay (tPD) merupakan parameter waktu
dan rise time (tF) kemudian propagation delay average rata-rata propagasi dihasilkan dari kecepatan gerbang
(tPD), merupakan rata-rata propagation delay dari logika akan diprioritaskan pada penelitian ini, dan
kecepatan IC digital. Parameter ini mempengaruhi menghasilkan karakteristik transfer alih tegangan (VTC)
Keseluruhan waktu delay yang dihasilkan ketika gerbang lebih ideal yaitu dengan menerapkan metode rangkaian
melakukan transisi. Berdasarkan metode perancangan aktif base recovery pada bagian aktif pull-down dan

B25-1
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

untuk meningkatkan arus rata-rata output pada bagian A. Konfigurasi Dual 2-Wide,2-Input TTL AOI
aktif pull-up menggunakan rangkaian pseudoDarlington Konfigurasi gerbang logika Dual 2-Wide,2-Input TTL
dalam rangkaian standar TTL AOI, sehingga dapat AOI, merupakan gabungan gerbang logika yang terdiri
diperoleh hasil lebih optimal terhadap kemampuan dari dua gerbang logika AND, satu gerbang logika OR dan
kinerja dari rangkaian terpadu standar TTL (Integrated Inverter seperti ditunjukkan pada Gambar 3.1.
Circuit Standar TTL) dual 2-wide,2-input AOI sehingga
dikategorikan sebagai rangkaian High-speed TTL
kemudian hasil penelitian akan dibandingkan dengan
datasheet IC TTL gerbang AOI dual 2-wide,2-input (IC
54LS51 atau 74S51).
B. Tujuan
Tujuan yang dicapai dalam penelitian ini adalah Gambar 3.1 Konfigurasi TTL AOI
merancang IC TTL AOI (AND OR INVERTER) jenis
standar Dual 2-Wide,2-Input dan dibandingkan dengan Sedangkan Daftar kebenaran TTL AOI Dual 2 wide 2
rangkaian menggunakan aktif base recovery pull-down Input ditunjukkan dalam Tabel 3.1. Fungsi logika TTL
dan Pseudo Darington pull-up sehingga diharapkan AOI yaitu jika input A dan B atau input C dan D pada
diperoleh hasil propagation delay yang optimal dan kondisi tinggi (High) maka output Y adalah berlogika
karakteristik alih tegangan (VTC) lebih simetris sehingga nol (Low).
dikategorikan sebagai rangkaian High-speed TTL AOI. Tabel 3.1. Daftar kebenaran TTL AOI Dual 2 wide 2 Input
Input Output
A B C D Y
II. METODELOGI PENELITIAN
High High x x Low
Penyusunan metodelogi penelitian berdasarkan x x High high Low
spesifikasi rangkaian standard TTL AOI dan x x x x High
menggunakan aktif base recovery pull-down dan Pseudo
Darlington pull-up dengan konfigurasi IC Dual
2-Wide,2-Input dan kemudian hasil simulasi di analisis B. Perencanaan rangkaian Dual 2 wide 2 Input TTL
dilanjutkan pengambaran layout IC, seperti ditunjukkan AOI
pada Gambar 2.1.merupakan diagram alir metodelogi
Tahap pertama perancangan rangkaian standar TTL
penelitian.
AOI yang menggunakan transistor bipolar jenis NPN,
rangkaian kombinasi yang dapat disederhanakan
konfigurasinya sehingga memperkecil jumlah komponen
transistor digunakan dalam perancangan dengan fungsi
yang sama sebagai rangkaian equivalent gerbang logika
TTL AOI (AND OR INVERTER) seperti ditunjukkan dalam
Gambar 3.2 merupakan standar TTL AOI Dual 2 wide 2
Input dan tahap kedua pencanaan menggunakan
rangkaian menggunakan aktif base recovery dan Pseudo
Darlington Gambar 3.3

Gambar 3.2 Rangkaian equivalent standar TTL AOI Dual


2-Wide,2-Input

Gambar 2.1 Diagram alir metodelogi penelitian TTL AOI Dual


2-Wide,2-Input

III. PERANCANGAN RANGKAIAN


bab ini membahas mengenai tahapan-tahapan dalam
merancang IC TTL AOI Dual 2-Wide,2-Input

Gambar 3.3 Rangkaian equivalent highspeed TTL AOI Dual


2-Wide,2-Input

B25-2
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

C. Model Parameter Dasar Transistor Bipolar Mobilitas hole kolektor (pC) = 407 cm2/V.s, Emitor
Dalam merancang IC TTL terdapat beberapa nilai Lifetime ( pE ) = 0,2 ns, Base Lifetime ( nB ) = 0,2 ns
parameter proses yang telah diketahui nilai dan
,Kolektor Lifetime ( pC ) = 0,7 ns, lebar basis (WB) =
satuannnya,penggunaan parameter ini untuk lebih
mendekati pada karakteristik devais dan mempermudah 0,4 m, lebar emitor (WE) = 0,0012 m, lebar kolektor
dalam proses analisis.Nilai parameter parameter proses (WC) = 0,5 m ,diperoleh difusi elektron di basis
tersebut antara lain : menggunakan Persamaan [4] yaitu :
F merupakan forward common emitor gain yang DnB = n
k .T
(3.2)
digunakan adalah sebesar 10 q
R merupakan reverse common emitor gain yang DnB = 478 .
cm 2
( 0,026V ) = 12,4 cm 2 / s
digunakan adalah sebesar 0,1 V .s
IS merupakan arus saturasi yang digunakan adalah LnB ,basis diffusion length diperoleh dari Persamaan :
sebesar 3 ,64 x 10 16 A LnB = DnB nB (3.3)
ketiga parameter ini diperlukan untuk mengkarakterisasi
individu BJT meliputi IS , F, dan R [9]. LnB = 12,4 cm 2s -1.9,27 .10 -7 s = 0.00338647 cm

basis transport factor T didapatkan yaitu :


1
D. Perancangan nilai W dan L resistor W 2
T 1 + B 1 (3.4)
Setelah diperoleh hasil perhitungan nilai resistor 2L2nB

berdasarkan tipe desain yang akan digunakan parameter DpE (diffusi hole emitor) ,diperoleh menggunakan
Resistansi sheet (Rsh ). Panjang resistor adalah L dan luas
penampang adalah W, ditentukan 200 /square dan W Persamaan yaitu :
k.T
sebesar 50m [2]. dengan Persamaan : DpE = pE (3.5)
q
L (3.1)
R = Rsh cm2
W DpE = 50. (0,026V) = 1,29 cm2 /s
V.s
Untuk hasil keseluruhan perhitungan nilai rasio W/L
LpE ( Emitor Diffusion length ) ,diperoleh dengan
resistor ditunjukkan dalam Tabel
Persamaan yaitu :
Tabel 5.8 Hasil aspect rasio W dan L Resistor TTL AOI. LpE = DpE pE (3.6)
Hasil perhitungan resistor
LpE = 1,29.cm 2s 1.0,53.10 -9 s = 2.6 .10 -5.cm
Standar W L s
a E (emitor injection efficiency ) diperoleh
t
menggunakan Persamaan :
1
R1A 4k 50 1000 DpE NaBWB
R1B 4k 50 1000 E = 1 + (3.7)
DnB NdE WE
R1C 4k 50 1000
R1D 4k 50 1000 Diperoleh hasil E = 0,912 Sehingga penguatan arus
R2 900 50 225 m
R3 1,7k 50 875 F E . T didapatkan yaitu :
R4 130 50 32,5
F E . T = 0,912 .1 = 0,912
Hasil perhitungan resistor Hubungan antara F dan F didapatkan penguatan
Highspeed W L S
a arus forward [1]- [6] yaitu :
t
F = F = 0,912 10,4
R1A 4k 50 1000 1- F 1- 0,912
R1B 4k 50 1000 Sedangkan untuk menentukan emitor common reverse
gain ( R ) menggunakan Persamaan [5] :
R1C 4k 50 1000
R1D 4k 50 1000
R2 900 50 225 m D N W
R3 1,7k 50 875 R = nB dC EPi (3.8)
DpC NaB WB'
R4 130 50 32,5
R5 3k5 50 425
D N W 12,4 2.1016 5..10 -5
R6 880 50 220 R = nB dC EPi = = 0,095 0,1
DpC NaB WB' 10.5 3.1017 4.10 - 5

E. Perancangan Emitor Area Transistor Bipolar sehingga luasan Emitor Area ( A E ) dengan model
parameter IS (arus saturasi) bipolar transistor sebesar
Struktur transistor bipolar NPN pada penelitian ini
3,64.10 -16 A , dan WB = 0,4 m adalah :
menggunakan common emitor gain ( F = 10 ) dan R =
IS .WB N AB
0,1 sedangkan doping basis ,NDE = 10 20 cm-3 dan AE = (3.9)
doping basis (NAB) = 3,1.10 17 cm-3 ,Doping kolektor q Db ni 2
(NDC) = 2.10 16 cm-3 , Mobilitas hole emitor ( pE) = 50
m2/V.s, Mobilitas elektron basis (nB) = 478 cm2/V.s,

B25-3
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Sehingga luasan keseluruhan Emitor area (AE) adalah propagation Delay didefinisikan sebagai rata-rata tpHL
sebesar 2,28.10 5 cm 2 , atau luasan persegi emitor Area dan tpLH adalah :
ditentukan dengan A E = 19 x 120 m .
t +t
tPd = PHL PLH (3.18)
2
F. Karakteristik Transfer Alih Tegangan (VTC) Aproksimasi perhitungan untuk tPLH rangkaian tipe
VTC Standar TTL AOI totem pole dengan VOH = 3,5v dapat dituliskan dengan
Perhitungan karakteristik transfer alih tegangan Persamaan [7]:
(VTC) standar TTL AOI parameter VIL terjadi tegangan 1,7
tPHL = CL ( 3.19)

Pu
Do
masukan pada Q2 bekerja, Setelah Q2 aktif maju, akan I C (max) output aktif )

ll
wn
membuat signifikan tegangan drop pada R2 yang pada
gilirannya, akan mengurangi tegangan output, Kemudian aproksimasi perhitungan tPHL didefinisikan
menggunakan Persamaan[4] : dengan Persamaan :
VIL = VBEA - VCE(SAT) (3.10) 1,7
tPHL = CL (3.20)

pu
up
parameter VIH terjadi pada tegangan masukan yang Q2
I E ( average .output aktif )
dan Q3 jenuh,sehingga kedua transistor jenuh

ll
bersama-sama, dan tegangan VOL= VCE(SAT) = 0,1V
berdasarkan perhitungan nilai VIH diperoleh dari CL merupakan kapasitor beban rangkaian dan IC(Max)
Persamaan : adalah arus kolektor maksimum dari output aktif pull
VIH = 2.VBE(SAT) - VCE(SAT) (3.11) down sedangkan IE( Average Output pullup) merupakan arus
Sedangkan nilai Noise Margin Low (NML) didapatkan emitor rata rata dari output,sedangkan perhitungan rise
dari Persamaan : time (tr) adalah waktu yang diperlukan untuk berubah
NML = VIL - VOL (3.12) dari 10% VCC ke 90% VCC.
Kemudian perhitungan parameter Noise Margin High tr = 2.tpLH (3.21)
(NMH) didapatkan dari Persamaan : Fall time(tf ) merupakan waktu yang diperlukan untuk
NMH = VOH - VIH (3.13) berubah dari 90% VCC ke 10% VCC.
tf = 2.tpHL (3.22)
VTC High speed TTL AOI
Perhitungan parameter VTC high speed TTL AOI VIL , Propagation Delay standar TTL AOI
yang diperoleh Jika kondisi transistor Q2,Q3, dan Q6 Analisis perhitungan standar TTL AOI nilai
akan bekerja (menjadi maju aktif) secara bersamaan. parameter propagation delay ( tPlh ) berdasarkan
Sehingga tegangan input low (VIL) adalah : rangkaian aktif pull-up seperti ditunjukkan Gambar 3. 5
VIL = 2.VBEA - VCE(SAT) (3.14) Pada saat,Vo = VCE(sat) = 0,1 V , sehingga arus iB4 dapat
VIH , yang ditentukan dari Persamaan : diperoleh Persamaan :
VIH = 2.VBE(SAT) - VCE(SAT) (3.15) VCC - VBE 4 - VD - Vo
IB 4 = (3.23)
NML (Noise Margin Low ), highspeed TTL AOI R2
diperoleh yaitu :
NML = VIL - VOL (3.16)
Sedangkan parameter NMH (Noise Margin High),
highspeed TTL AOI dengan Persamaan :
NMH = VOH - VIH (3.17)

G. Propagation Delay
Parameter ini mempengaruhi keseluruhan waktu
delay yang dihasilkan ketika gerbang melakukan
transisi. Waktu propagasi dari penundaan ini adalah Gambar 3.5 Rangkaian aktif pull-up standar TTL
perbedaan waktu antara titik di mana VIN meningkat IB4,diperoleh Vo = VCE(sat) = 0,1V sebesar 2,1 mA
sampai 50% dari nilai akhir dan saat VOUT jatuh ke titik Saat Vo = VCE(sat) = 0,1 V ,pengisian arus kapasitor (iCAP
50%. ini disebut tpHL, Dan ketika VIN jatuh sampai 50% IE4 ) jika F = 10 yaitu :
dari nilai akhir dan saat VOUT menurun ke titik 50%. ini i Cap i E 4 = ( + 1 ). i B 4 = (10 + 1 ). 2 ,1 23 mA
disebut tpLH [9].didefinisikan seperti dalam Gambar 3.5
Pada saat Vo meningkat = 1,8 V sehingga arus basis dari
transistor Q4 yaitu 1,125 mA ,pengisian arus kapasitor
(iCAP IE4 ), jika common emitor Gain ( F = 10 )
diperoleh hasil :
iCap i E 4 = ( + 1) . i B 4 = .(1 + 10 )1,125 mA = 11,25 mA
Sehingga arus rata rata pengisian kapasitor yaitu :
23 mA + 11,25 mA
iCap (rata - rata) = 17 mA
Gambar 3.5 Definisi Propagation Delay 2
tpLH ,untuk kapasitor beban ( CL) = 15pf diperoleh yaitu
1,7
tPLH = 15 = 1,5 ns
17
B25-4
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Pada Saat tegangan Vo = 1,8 volt sehingga arus IB5 yaitu


Sedangkan perhitungan propagation delay tPHL seperti 2 mA,Sedangkan arus dari IR5 sebesar 0,71 mA
ditunjukkan dalam Gambar 3.6 diperoleh IC3 (maksimium) dan diperoleh arus total I4 sebesar 24 mA, Kemudian
yaitu : arus kolektor dari IC5 diperoleh yaitu 1,8 mA,Sehingga
iC3 ( sat) = . iB3 = 10.3,2 mA = 32 mA IC4 dari pengurangan arus I4 dan IC5 yaitu :
IC4 = I4 IC5 = 24 mA 1,8 mA = 22,2 mA

Maka arus basis IB4 dalam kondisi rendah yaitu :


IC 4 22
IB 4 = = = 2,22 mA
F 10
karena arus dari IR5 adalah sebesar 0,71 mA dikurangi
dari arus basis IB4 dihasilkan sebesar 1,51 mA,
didapatkan hasil arus kapasitor ( ICAP ) kondisi output
low (rendah) adalah :
Gambar 3.6 Rangkaian aktif pull-down standar TTL i Cap i E 4 = ( + 1 ). i B 4 = (10 + 1 ). 1,51 16 ,61 mA
Sehingga perhitungan arus rata rata pengisian kapasitor
Jadi perhitungan tPHL dengan kapasitor beban CL= 15 pf didapatkan yaitu :
1,7 36,85.mA + 16,61 mA
t PHL = 15 pf = 0,79 ns iCap = i E 4 26,73 mA
32 mA 2
dengan kapasitor beban ,CL= 15 pf, sehingga nilai waktu
Time propagation delay (tPD) didefinisikan sebagai transisi low to high adalah :
rata-rata tpHL dan tpLH, yaitu :
0,79 + 1,5 1,7
tpd = = 1,14 ns tPLH = 15 pf 0,95 ns
2 26,73 mA

Propagation Delay Highspeed TTL AOI Sedangkan perhitungan parameter propagation delay
tPHL high speed menggunakan arus IC3 (maksimium) , seperti
Analisis perhitungan parameter propagation delay tpLH
ditunjukkan pada Gambar 3.8 Sehingga perhitungan
high speed TTL AOI, berdasarkan rangkaian seperti
arus IC3 (maksimium) yaitu :
ditunjukkan Gambar 3.7
iC 3 = . i B 3 = 10. 5,26 mA = 52,6 mA

Gambar 3.7 Rangkaian aktif pull-up pseudoDarlington TTL


rangkaian pseudo Darlington ketika saat Vo = 0,1 V,
sehingga arus basis (iB5) transistor Q5 diperoleh Gambar 3.8 Rangkaian aktif base recovery pull-down TTL
menggunakan Persamaan [6]: Jadi perhitungan tPHL dengan kapasitor beban CL= 15 pf
IB5 = ( )
VCC - VBE5 - VBE 4 - VO 1,7
(3.24) tPHL = 15 pf = 0,48 ns
R2 52,6 mA
Sedangkan arus dari IR5 kondisi VOH = 0,1V diperoleh
dari Persamaan yaitu : Time propagation delay (tPD) didefinisikan sebagai
VOH + VBE 4 rata-rata tpHL dan tpLH, yaitu :
IR 5 = (3.25)
R5
0,95 + 0,48
Menentukan arus I4 keadaan VOH = 0,1 V adalah : tpd = = 0,715 ns
VCC - VoH - VCE 4( SAT ) 2
I 4 =
(3.26)
R4
IV. SIMULASI DAN PENGGAMBARAN LAYOUT
IC5 diperoleh yaitu :
IC 5 =
IB 4. F (IE 5 IR 5). F
= (3.27)
Proses simulasi yang dilakukan menggunakan software
(1 + F ) (1 + F ) program Pspice cadence PSD 14.1 meliputi Simulasi
karakteristik alih tegangan (VTC) untuk mengetahui
Sehingga IC4 diperoleh dari pengurangan arus I4 dan IC5 besarnya nilai VIL.VIH,VOL,VOH, Noise Margin dan
yaitu : Simulasi propagation delay untuk mengetahui besarnya
IC4 = I4 IC5 = 36,9 mA 3,32 mA = 33,5 mA nilai tPHL, tPLH, tr dan tf.
Maka arus basis IB4 diperoleh yaitu :
IC 4 33,5
IB 4 = = = 3,35 mA
F 10 A. Simulasi Karakteristik alih tegangan (VTC)
Sehingga arus kapasitor ( ICAP ) adalah : Pada simulasi VTC rangkaian diberi tegangan
i Cap i E 4 = (10 + 1 ). 3 ,35 36 ,85 mA masukan DC sebesar 5V dengan kapasitor beban (CL=

B25-5
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

15 pf ),dan RL= 5,2k berdasarkan hasil grafik simulasi tF 1,48 1,00 16 ns


ditunjukkan pada Gambar 4.1 standar TTL AOI dan tPD 1,16 0,72 10,5 ns
Highspeed (rangkaian menggunakan aktif base recovery PD 25,1 31,45 55 mW
pull-down dan Pseudo Darington pull-up pada Gambar Hasil yang diperoleh penggambaran layout high-speed
4.2.menunjukkan hasil yang lebih simetris dibandingkan TTL AOI dual 2-wide,2-input menggunakan microsoft
rangkaian standar TTL AOI. visio 2007 tanpa I/O pad dengan ukuran layout sebesar
4.0V

00,3.4137)
3950 m x 3085m ditunjukkan pada Gambar 4.5
(600.000m,3.3679)

3.0V

2.0V

1.0V

(1.4652,61.892m)

0V
0V 0.5V 1.0V 1.5V 2.0V 2.5V 3.0V 3.5V 4.0V 4.5V 5.0V
V(16)
V1

Gambar 4.1. Hasil simulasi VTC standar TTL AOI Gambar 4.5 IC high speed TTL AOI tanpa pad I/O
menggunakan pad dengan ukuran layout sebesar 19,50
4.0V

3.0V
00,3.4264)
(1.3000,3.3086)

mm x 9,36 mm seperti ditunjukkan pada Gambar 4.6


2.0V
dan sedangkan hasil datasheet IC TTL AOI sebesar
19,50 mm x 10 mm[11] .
1.0V

(1.5304,61.959m)

0V
0V 0.5V 1.0V 1.5V 2.0V 2.5V 3.0V 3.5V 4.0V 4.5V 5.0V
V(14)
V1

Gambar 4.2. Hasil simulasi VTC high speed TTL AOI

B. Hasil Simulasi Propagation Delay


Hasil simulasi Time Propagation delay TTL AOI
Gambar 4.6. IC high speed TTL AOI dengan pad I/O
menggunakan beban kapasitor (CL) yang bervariatif 15
pf , 20 pf , 25 pf, 30 pf, 35 pf, 40pf, 45 pf, 50 pf
ditunjukkan pada Gambar 4.3 standar dan Gambar 4.4 V. PENUTUP
hasil simulasi High-speed TTL AOI dengan beban
A. Kesimpulan
kapasitor (CL) yang sama digunakan dalam simulasi .
Berdasarkan hasil analisis dan simulasi rangkaian
TTL AOI dual 2-wide,2-input dapat disimpulkan
6. 0V

TP HL T PL H
( 10 .7 85 n, 1. 70 50 )1 5p f no v 1 (6 1. 53 0n ,1 .7 05 0) 1 5pf
(1 1. 04 7n ,1 .7 05 0) 20 pf n ov 2 (6 2. 04 2n ,1 .7 05 0) 2 0pf

4. 0V
(0 .0 00 ,3 .4 13 8)
(1 1. 30 9n ,1 .7 05 0) 25 pf n ov
(1 1. 57 0n ,1 .7 05 0) 30 pf n ov
( 11 .8 32 n, 1. 70 50 )3 5p f no v
( 12 .09 4n ,1 .7 05 0) 40 pf n ov
3

4
5
6
( 62 .5 53 n, 1. 70 50 ) 25 pf

(6 3. 06 5n ,1 .7 05 0) 3 0pf
( 63 .5 76 n, 1. 70 50 ) 35 pf
( 64 .0 88 n, 1. 70 50 ) 40 pf
1
sebagai berikut :
Menerapkan metode rangkaian aktif base recovery
( 12 .35 5n ,1 .7 05 0) 45 pf n ov 7 (6 4. 59 9n ,1 .7 05 0) 4 5pf
( 12 .61 7n ,1 .7 05 0) 50 pf n ov 8 (6 5. 11 0n ,1 .7 05 0) 5 0p f
8
2. 0V

0V
0s
1

1 0n s 20 ns 30 ns 40 ns 5 0n s 6 0n s 7 0n s 80 ns 90 ns 1 00 ns
untuk bagian aktif pull-down dan aktif pull-up
dengan rangkaian pseudoDarlington pada standar
V( 16 ) V( 16 a) V (1 6b ) V( 16 c) V (1 6d ) V( 16 e) V (1 6f) V (1 6g )
T im e

Gambar 4.3 Hasil simulasi Time Propagation delay standar TTL AOI
TTL AOI terhadap kinerja waktu propagasi dari
4 .0V

0.00 0,3 .426 4)

( 11. 668n ,1. 7132 )50 pf


(11 .501 n,1 .71 32)4 5pf
1
2
(6 3.1 50n ,1.7 132 )50p f
( 62. 835 n,1. 713 2)45 pf
1
rangkaian terpadu standar TTL (Integrated Circuit
3 .0V

2 .0V
( 11. 335n ,1. 7132 )40 pf
(11 .168 n,1 .71 32)3 5pf
(1 1.0 01n, 1.7 132) 30p f
(10 .834 n,1 .71 32)2 5pf
(1 0.6 67n, 1.7 132) 20p f
3
4
5
7
8
( 62. 521 n,1. 713 2)40 pf
(6 2.2 06n, 1.7 132) 35p f
(6 1.8 91n, 1.7 132) 30p f
(61 .576 n,1 .71 32)2 5pf
(6 1.2 60n, 1.7 132) 20p f
8

dual 2-wide,2-input AOI) dapat diperoleh hasil


lebih cepat berdasarkan simulasi dengan beban
( 10. 501n ,1. 7132 )15 pf 9 (6 0.9 46n, 1.7 132) 15p f

8
1 .0V

0V
0s
V( 14c)
10n s
V(1 4d)
20n s
V (14e ) V( 14f)
30ns
V(14 g)
4 0ns 5 0ns 60 ns 70 ns 80n s 90ns 1 00ns 1 10n s
kapasitor 15pf, diperoleh peningkatan kecepatan 9,8
T ime

Gambar 4.4 Hasil simulasi Time Propagation delay Highspeed TTL kali dibandingkan datasheet TTL AOI SN54LS51.
AOI karakteristik alih tegangan (VTC) dihasilkan IC
high-speed TTL (aktif base recovery dan
C. Perbandingan data hasil simulasi dan datasheet
pseudo-Darlington) berdasarkan simulasi dan
Berdasarkan hasil simulasi dengan perbandingan perhitungan mempunyai nilai lebih simetris
menggunakan Datasheet IC SN54LS51didiskripsikan dibandingkan rangkaian terpadu standar TTL.
dalam Tabel 4.1 memberikan gambaran yang telah Berdasarkan hasil simulasi Disipasi daya (PD) yang
dirancang ,sebagai dasar perbandingan dan kesimpulan dihasilkan high-speed TTL lebih besar dibanding
tentang data hasil yang diperoleh dari perancangan kan rangkaian standar TTL AOI.
terhadap datasheet IC AOI TTL, menggunakan beban
beban kapasitor (CL) = 15 pf.
Tabel 4.1 Hasil simulasi perbandingan dengan Datasheet Time REFERENSI
Propagation delay TTL AOI
[1] Adel S. Sedra, Kenneth C. Smith, 2004.Microelectronic Circuit
Hasil simulasi s Fifth Edition Oxford university press, New York.
Satuan [2] Gray, Hurst, Lewis, Meyer, dkk. 2001. Analysis and Design of
Data sheet
Symbol High Analog Integrated Circuit. fourth Edition. John Wiley & Sons
Standar TTLAOI
Parameter speed Ltd.. New York
SN54LS51[8]
[3] J.-Y. Lee, S. Singh, and J. A. Cooper, 2008. Demonstration and
VOH 3,41 3,42 3,4 characterization of bipolar monolithic integrated circuits in
v 4H-SiC,IEEE Trans. Electron Devices, vol. 55, no.8.
VOL 0,062 0,062 0,5 v [4] John E Ayers.2004. Digital integrated circuits. CRC Press
LLC.University of Connecticut. Boca Raton London New York
VIH 1,47 1,53 2 v Washington, D.C.
VIL 0,60 1,30 0,8 v [5] Kurt Hoffmann.2004.System Integration From Transistor
NMH 1,94 1,89 1,4 v Design to Large Scale Integrated Circuits, John Wiley & Sons
NML 0,53 1,24 0,3 v Ltd, The Atrium, Southern Gate, Chichester,West Sussex PO19
tPHL 0,78 0,50 8 ns 8SQ, England.
tPLH 1,53 0,94 13 ns [6] Muhammad H.Rashid.2011.Microelectronic Circuits:Analysis
tR 3,02 1,88 26 ns and Design.PWS publishing company.Boston.

B25-6
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

[7] March Cahay , ECECS 352: Electronics II (Spring 2012), business unit of The McGraw-Hill Companies, Inc., 1221
[Online].Available : http://www.ece.uc.edu/~mcahay/ Avenue of the Americas, New York..
[8] National Semiconductor Data Sheet, Products Inc.,Texas , 1988. [10] Singh S., and J. A. Cooper, 2011. Bipolar integrated circuits in
[9] Richard C Jaeger, Travis N. Blalock.2011..Microelectronic 4H-SiC,IEEE Trans. Electron Devices, PP 99, no 1.
Circuit Design, Fourth Edition Published by McGraw-Hill, a [11] Philips Semiconductor Data Sheet, Products Inc., 1989.

B25-7
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Sistem Penimbangan Gula Berbasis Database


untuk Menjamin Akurasi Penimbangan
Yahya Chusna Arif1) , Suryono2) , Bubiyan Warba Anggara3)
1)
Dosen Jurusan Teknik Elektro Industri
2)
Dosen Jurusan Teknik Elektro Industri
3)
Mahasiswa D4 Jurusan Teknik Elektro Industri
Politeknik Elektronika Negeri Surabaya ITS
Kampus ITS Sukolilo, Surabaya 60111
Email: rossa_ayu80@yahoo.com

Abstrak -- Penelitian ini membahas tentang rancang hasil berat gula yang tertera pada karung tidak sama
bangun sistem penimbangan gula dengan pengontrolan dengan hasil berat gula yang ditimbang pada warung-
motor untuk supply gula. Pembahasan mencakup cara warung yang ada. Untuk itu pada pabrik gula yang ada
pengontrolan kecepatan motor untuk scroll ulir dengan saat ini membutuhkan pengaturan pada saat
menggunakan mikrokontroler, dengan mengontrol penimbangan agar gula benar-benar sesuai dengan
kecepatan motor bisa mengatur gula yang akan jatuh
agar sesuai dengan yang diinginkan. Dalam
yang tertera pada karung dan karung diberi barcode
penimbangannya menggunakan sensor berat yang agar jika ada kekeliruan dapat dilihat pada kode
berupa load cell yang berfungsi untuk mengetahui berat barcode tersebut.
gula pada karung/kemasan tersebut. Load cell disini Pada proyek akhir ini dijelaskan bahwa sistem
mempunyai batasan maksimum 5kg dan berat gula yang pengontrolan motor sebagai suplai gula adalah dengan
diinginkan juga harus sama dengan rating dari load cell mengatur kecepatan motor dc yang di kontrol
tersebut. menggunakan mikrokontroler untuk menggerakkan
Pada sistem ini sensor berat atau load cell scroll ulir. Scroll ulir ini digerakkan sesuai dengan
mengeluarkan tegangan DC yang bisa diproses berat gula yang ditimbang menggunakan sensor load
menggunakan Analog to Digital Converter dan cell (sensor berat). Jika berat gula tersebut kurang dari
menggunakan Mikrokontroler. Untuk bagian
penerimanya menggunakan RS 232. Untuk menampilkan
yang diinginkan maka kecepatan ulir ditambah agar
hasil pengukuran, menggunakan Personal Computer berat gula benar-benar sesuai. Dan jika berat gula
(PC) dengan program Visual Basic 6.0. Untuk melebihi dari berat yang ditetukan maka ulir berhenti
pengembangan tampilan visual basic dapat ditambahkan dan lebihnya gula yang sudah di dalam karung maka
sistem database, agar hasil penimbangan dapat tersimpan di ambil secara manual oleh operator yang ada. Berat
di PC. gula ini bisa dilihat pada tampilan lcd. Untuk
Kata Kunci : pengontrolan motor, load cell, visual meminimalisir kekeliruan maka dibuatkan database
basic 6.0 agar semua data pada saat memulai sistem sampai
proses berakhir dapat terlihat.
I. PENDAHULUAN

P erkembangan dunia industri dimata ilmu


pengetahuan dan teknologi dewasa ini telah
membawa manusia kepada peradaban yang lebih baik.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Novan Yudha Armanda [1] melakukan penelitian
Banyak sekali manfaat dan kemudahan yang telah yang berjudul Rancang Bangun Weight Feeder
dihasilkan dengan adanya perkembangan teknologi, Dengan Menggunakan Sensor Load Cell. Pada
khususnya perkembangan teknologi pada industri- penelitian tersebut telah dibuat perancangan alat untuk
industri penghasil bahan pokok. Misalnya industri penimbangan pasir dengan menggunakan load cell.
penghasil beras,gula,telur dll yang dapat mencukupi Sensor load cell digunakan untuk mendeteksi berat
kebutuhan masyarakat. Suatu industri dibilang baik material di atas konveyor.
apabila industri-industri tersebut dapat membuat Ahmad Ridwan[2] melakukan penilitian yang
produksi yang berkualitas tanpa adanya kekurangan berjudul Rancang Bangun Mesin Penyaji Juice
maupun kesalahan pada saat Finishing. Berbasis Mikrokontroler. Pada penelitian tersebut
Untuk sekarang ini pada pabrik-pabrik yang ada Ahmad Ridwan[2] membuat sebuah rancang alat
masih belum cukup baik dalam menghasilkan otomatis untuk menyajikan juice kepada konsumen
produksinya. Memang benar pabrik-pabrik yang ada dengan cara memilih sendiri atau dengan menekan
sekarang masih belum cukup baik dalam hal hasil tombol yang ada pada alat dan alat tersebut bekerja
akhir. Contohnya, ini terjadi pada pabrik penghasil dan mengeluarkan juice sesuai apa yang kita inginkan.
gula. Pada saat pengepakan dan penimbangan berat [3] Mochammad Arief Pramujianto yang berjudul
dari gula ini masih ada kekeliruan yang dapat Aplikasi Mikrokontroler Atmega8535 untuk
merugikan masyarakat itu sendiri. Setelah di survei Otomatisasi Pompa Dan Motor DC Dan Solenoid
menurut masyarakat masih banyak yang mengeluhkan Valve Pada Alat Ukur Tekanan Darah Dan Denyut

B26-1
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Nadi Gluterma Meter Digital . [4]Retna Prasetia, sebagai eksitasi dan dua kabel lainnya sebagai sinyal
Interfacing Port Paralel and serial computer with keluaran ke kontrolnya.
VB 6.0,Penerbit Andi, 2004.
Dari keempat referensi diatas maka dalam proyek
akhir ini akan di buat perancangan alat penggabungan
kedua penelitian diatas yaitu pengaturan scroll ulir
yang digerakkan oleh motor dc sebagai suplai dari
gula dan segera ditimbang dengan menggunakan load
cell. Gambar 2: Bentuk fisik sensor load cell
C. Barcode
III. DASAR TEORI Barcode merupakan instrumen yang bekerja
Beberapa dasar teori yang dijadikan sebagai berdasarkan asas kerja digital. Pada konsep digital,
referensi dalam penelitian ini antara lain adalah sebagai hanya ada 2 sinyal data yang dikenal dan bersifat
berikut. boolean, yaitu 0 atau 1. Ada arus listrik atau tidak ada
(dengan besaran tegangan tertentu, misalnya 5 volt
A. Mikrokontroler AVR Atmega 128 dan 0 volt). Barcode menerapkannya pada batang-
AVR merupakan seri mikrokontroler CMOS 8-bit batang baris yang terdiri dari warna hitam dan putih.
buatan Atmel, berbasis arsitektur RISC (Reduced Warna hitam mewakili bilangan 0 dan warna putih
Instruction Set Computer) yang ditingkatkan. Hampir mewakili bilangan 1. Mengapa demikian? Karena
semua instruksi dieksekusi dalam satu siklus clock. warna hitam akan menyerap cahaya yang dipancarkan
AVR mempunyai 32 register general-purpose, oleh alat pembaca barcode, sedangkan warna putih
timer/counter fleksibel dengan mode compare, akan memantulkan balik cahaya tersebut.
interrupt internal dan eksternal, serial UART,
programmable Watchdog Timer, dan mode power D. Driver Motor Dc L298N
saving. Mempunyai ADC dan PWM internal. AVR L298 adalah jenis IC driver motor yang dapat
juga mempunyai In-System Programmable Flash on- mengendalikan arah putaran dan kecepatan motor DC
chip yang mengijinkan memori program untuk ataupun Motor stepper. Mampu mengeluarkan output
diprogram ulang dalam sistem menggunakan tegangan untuk Motor dc dan motor stepper sebesar
hubungan serial SPI. ATmega16 adalah 50 volt. IC l298 terdiri dari transistor-transistor logik
mikrokontroler CMOS 8-bit daya-rendah berbasis (TTL) dengan gerbang nand yang memudahkan
arsitektur RISC yang ditingkatkan. dalam menentukkan arah putaran suatu motor dc dan
motor stepper.
Prinsip kerja IC L298, IC ini memiliki empat
channel masukan yang didesain untuk dapat
menerima masukan level logika TTL. Masing-masing
channel masukan ini memiliki channel keluaran yang
bersesuaian.. Dengan memberi tegangan 5 volt pada
pin enable A dan enable B, masing-masing channel
output akan menghasilkan logika high (1) atau low
Gambar 1: Pin-pin Atmega16 dalam kemasan 40-pin DIP
(0) sesuai dengan input pada channel masukan. Untuk
lebih jelasnya prinsip kerja IC L298 dapat dilihat
Pin-pin pada Atmega16 dengan kemasan 40-pin pada tabel 2.2.
DIP (dual in-line package) ditunjukkan oleh Gambar
2.1. untuk memaksimalkan performa dari
mikrokontroler, AVR menggunakan arsitektur
Harvard (dengan memori dan bus terpisah untuk
program dan data).

B. Load Cell Gambar 4: KonfigurasiPin IC L298N


Prinsip kerja dari load cell adalah berdasarkan
Tabel 1: Logika Prinsip Kerja IC L298N
hokum Hooke yang terdiri dari 4 strain gauge
didalamnya. Dimana 2 strain gauge mengalami tarik Enable Input 1,3 Output Input Output
dan 2 strain gauge mengalami tekan. Akibat adanya A,B 1,3 2,4 2,4
beban, pegas mengalami regangan yang dinyatakan
0 0 0 0
dalam angka strain yang selanjutnya diteruskan ke 1
1 1 1 1
amplifier.
0 X 0 x
Load cell adalah komponen utama pada sistem 0
timbangan digital. Tingkat keakurasian timbangan 1 X 1 x
bergantung dari jenis load cell yang dipakai. Sensor
load cell apabila diberi beban pada inti besi maka nilai
resistansi di strain gauge-nya akan berubah yang
dikeluarkan melalui empat buah kabel. Dua kabel

B26-2
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

IV. PERENCANAAN SISTEM


A. Perencanaan Sistem
Dalam membangun sistem otomatisasi pengisian
gula berdasarkan nilai berat gula yang berbeda-beda
sebagai solusi untuk mempermudah dan mengatasi
permasalahan-permasalahan yang timbul pada proses
pengisian produksi gula, dapat dilihat dalam blok
diagram sistem secara keseluruhan yang ditunjukkan
pada Gambar 2
SUPPLY
DC

LCD MIKROKONTROLER D R I V E R L298 MOTOR DC

Gambar 5: Miniatur Sistem Otomatisasi Pengisian Gula


SCROLL
ULIR
C. Perancangan dengan metode Algoritma
KARUNG
Pada perencanaan dengan metode algoritma maka
BARCODE
READER PC
ROTARY
GULA
bisa dijelaskan dengan flowchart dibawah ini :
ENCODER

Start

LOAD
AMPLIFIER
CELL

Inisialisasi
Gambar 3: Blok Diagram Sistem Port

B. Perencanaan Miniatur
Miniatur pada proyek akhir ini menggunakan besi Tegangan = 0,63 V
Kecepatan motor
berbentuk kotak dan bentuk U sebagai rangkanya Berat = 0 Kg
ADC = 0
= 100 Rpm

serta plat besi stainless digunakan untuk tempat


pengisian gula (silo) agar gula mudah turun ke bawah
karena permukaan stainless yang licin. Pemilihan
besi-besi ini di karenakan lebih kuat dan lebih mudah Tegangan = 1,51 V
Berat = 1 Kg
Kecepatan motor
= 75 Rpm
ADC = 49
dibuat sesuai dengan desain. Konveyor pada proyek
akhir ini menggunakan 1 buah konveyor dengan
panjang konveyor 1,5 meter lebar 40 cm dan
tingginya 45 cm. Agar gula pada silo mudah keluar Tegangan = 2,4 V
Kecepatan motor
Berat = 2 Kg
digunakan scroll ulir yang digerakkan oleh motor dc. ADC = 96
= 55 Rpm

Motor dc digunakan karena sesuai untuk memutar


scroll ulir pada saat proses pengisian gula yang
membutuhkan torsi lumayan besar. Tabel dibawah ini Tegangan = 3,2 V
Berat = 3 Kg
Kecepatan motor
= 35 Rpm
sebagai perencaanan kecepatan motor dc yang ADC = 142

diinginkan berdasarkan berat gula,nilai adc dan nilai


tegangan :
Tegangan = 4,1 V
Kecepatan motor
Berat = 4 Kg
= 10 Rpm
ADC = 189
Tabel 2 : Perencanaan pengaturan kecepatan motor dc

No Berat Tegangan ADC Kecep


Tegangan = 4,97 V
(Kg) (Volt) atan Berat = 5 Kg
ADC = 223
Kecepatan motor
= 0 Rpm

(Rpm)

1 0 0.63 0 100 End

Gambar 6 : Flowchart sistem


2 1 1.51 49 75
D. Rangkaian Instrumentasi Amplifier Load Cell INA
3 2 2.4 96 55
125
4 3 3.2 142 35
Sensor berat yang digunakan adalah load cell.
5 4 4.1 189 10 Sensor ini bisa menimbang barang dengan berat
maksimal 5 kg. Gambar 3.6 dibawah ini adalah benuk
6 5 4.97 223 0 dari sensor load cell

B26-3
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

B. Data Base Pada Microsoft Visual Basic

B.1. Microsoft Visual Basic 6.0


Pada proyek ini visual basic disini sebagai data
Gambar 7: Sensor Load Cell record yang digunakan untuk menyimpan data
Keluaran dari sensor ini terdiri dari empat kabel sebelum barang produksi keluar dari sistem.
yang berwarna merah, hitam, biru, dan putih. Kabel
merah merupakan input tegangan sensor dan kabel
hitam merupakan input ground pada sensor. Tegangan
input dari sensor ini maksimal sebesar 18 volt. Kabel
warna biru / hijau merupakan output positif dari
sensor dan kabel putih adalah output ground dari
sensor. Output sensor load cell berupa tegangan. Nilai
tegangan output dari sensor ini sekitar 1 mV.
Output dari load cell akan dibaca oleh ADC internal
mikrokontroler, namun jika langsung dihubungkan
antara kabel output load cell dengan PORT ADC mikro Gambar 11: Tampilan awal
maka ADC internal mikro tidak dapat membaca nilai Gambar 3.11 dimaksudkan agar seseorang tidak
tegangan output dari load cell karena terlalu kecil bisa masuk sembarang yang bisa merusak data dari
nilainya. Oleh karena itu sebelum masuk ke PORT sistem ini. Berikutnya gambar 3.12 contoh data yang
ADC mikrokontroler, output load cell harus dikuatkan akan disimpan sebagai database pada sistem. Data
menggunakan rangkaian IC INA 125. base ini dibuat menggunakan microsoft office access.

Gambar 12: Tampilan database pada visual basic 6.0

B. Pengujian Pwm Pada Mikrokontroler Atmega16

Untuk mengatur kecepatan motor dc maka


dibutuhkan mikrokontroler.. Sedangkan sebagai
driver motor menggunakan modul driver motor IC
Gambar 8: Rangkaian amplifier sensor load cell menggunakan IC L298.
INA 125
Cara pengaturan kecepatan yang digunakan
V. PENGUJIAN SISTEM adalah dengan menggunakan teknik PWM (Pulse
Width Modulation), salah satu teknik untuk mengatur
A. Pengujian Sensor Load Cell kecepatan motor DC yang umum digunakan. Dengan
Pengujian load cell ini dimaksudkan untuk menggunakan PWM kita dapat mengatur kecepatan
menimbang berat gula yang akan di tampilkan pada yang diinginkan dengan mudah. Teknik PWM untuk
layar lcd yang telah dirancang. Untuk menampilkan pengaturan kecepatan motor adalah, pengaturan
berat dan pembacaan adc pada lcd maka harus kecepatan motor dengan cara merubah-rubah
memprogram pada mikrokontroler atmega16. besarnya duty cycle pulsa. Pulsa yang yang berubah
ubah duty cycle-nya inilah yang menentukan
kecepatan motor.

Gambar 9:Tampilan berat ADC Loadcell 1 Kg

Gambar 13: Duty Cycle 50% Gambar 14: Duty Cycle 100%

Berikut merupakan tabel ADC Loadcell yang


Gambar 10: Tampilan berat ADC Loadcell 5 Kg
telah dilakukan:

B26-4
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Tabel 3 : Perbandingan Vdc dengan Nilai ADC [4] Retna Prasetia, Interfacing Port Paralel and serial computer
No Berat Vdc ADC with VB 6.0,Penerbit Andi, 2004.
[5] www.national.com/catalog/sg2261.html
(Kg) praktek(Volt) [6] www.pvidia.com
0 0 0 0
1 1 0,96 49 Bubiyan Warba Anggara lahir di Surabaya, 8
2 2 2,02 96 Oktober 1990. Telah berhasil menamatkan wajib
3 3 2,96 142 belajar 9 tahun pada tahun 2002-2005 yang
4 4 3,88 189 kemudian melanjutkan ke jenjang SMA di SMAN
8 Pontianak yang berakhir pada tahun 2008. Dan
5 5 4,98 223 sekarang melanjutkan jenjang yang lebih tinggi di
Politeknik Elektronika Negeri Surabaya Institut
Teknologi Sepuluh Nopember pada program studi D4 Elektro
Industri. Penulis aktif berorganisasi dan aktif dalam Himpunan
Mahasiswa Elektro Industri pada tahun 2009-2010 dan pernah
mengikuti pelatihan Latihan Kepemimpinan Managemen Mahasiswa
pra-Tingkat Dasar (LKMM pra-TD) pada tahun 2008 dan Latihan
Kepemimpinan Managemen Mahasiswa Tingkat Dasar (LKMM TD)
pada tahun 2009. Selain itu penulis juga pernah mengikuti pelatihan
Autocad pada tahun 2009 dan pelatihan Jaringan Komunikasi pada
tahun 2010 dan pada akhir tahun 2011 penulis pernah mengikuti
pelatihan Plc omron. Pada tahun 2010 penulis telah menyelesaikan
Gambar 15: Tampilan Grafik kerja praktek di PG. Krebet Baru II Malang.

VI. KESIMPULAN
Suryono lahir di Surabaya, 23 Nopember
Setelah dilakukan proses perencanaan, dan 1963, telah lulus Diploma III Teknik Elektro
simulasi dengan berdasarkan data yang diperoleh ITS tahun 1986 di Surabaya, dan telah lulus
Sarjana Teknik Elektro ITS pada tahun 1990
maka dapat simpulkan: dengan bidang keahlian Teknik Sistem Tenaga.
Bahwa nilai ADC mendekati linier. Tidak hanya berhenti di situ saja, kemudian
Untuk mengatur kecepatan motor dc lanjut jenjang dan telah lulus pendidikan
membutuhkan pengaturan dari Pwm pada duty Master Teknik Elektro pada tahun 1995 di ITB dengan bidang
Elektroteknik. Pada tahun 2000-2001 mengikuti pelatian Counter
cycle-nya. Part, Osaka University Japan yang diselenggarakan oleh JICA (Japan
Data base digunakan sebagai data record dari International Cooperation Agency). Dan masih banyak lagi pelatihan
sebuah proses produksi. yang diikuti. Pada tahun 1991 beliau sudah aktif mengajar dengan
mata kuliah Rangkaian Listrik 1 dan 2 hingga sekarang, pada jenjang
program D3 dan D4. Pada tahun 2001-2005 beliau juga mengajar
dengan mata kuliah Bahasa Indonesia(TTKI) pada jenjang program
DAFTAR PUSTAKA D4. Setelah itu, beliau juga pernah mengajar memberikan materi
tentang mata kuliah Standart Instalasi&K3 pada jenjang program D4
dari tahun 2005-2009. Tidak hanya itu saja, beliau juga mengajar
[1] Muhammad Novan Yudha Armanda melakukan penelitian dengan materi Dasar Kualitas Daya pada tahun 2007-2008 pada
yang berjudul Rancang Bangun Weight Feeder Dengan jenjang program D4.
Menggunakan Sensor Load Cell. Teknik Elektro Industri
PENS-ITS Surabaya.
[2] Ahmad Ridwan melakukan penilitian yang berjudul Rancang Yahya Chusna Arief lahir di Jember, 09 Juni
Bangun Mesin Penyaji Juice Berbasis Mikrokontroler. Teknik 1960, telah lulus Sarjana Teknik Elektro ITS
Elektro Industri PENS-ITS Surabaya. tahun 1987 di Surabaya, dan telah lulus Master
[3] Mochammad Arief Pramujianto yang berjudul APLIKASI Teknik Elektro ITS tahun 1999 di Surabaya
MIKROKONTROLER ATMEGA85335 UNTUK Bidang Keahlian adalah Teknik Sistem Tenaga,
OTOMATISASI POMPA MOTOR DC DAN SOLENOID sebagai dosen sejak tahun 1989 di jurusan
VALVE PADA ALAT UKUR TEKANAN DARAH DAN Teknik Elektro Industri, Politeknik Elektronika
DENYUT NADI GLUTERMA METER DIGITAL Negeri Surabaya. Aktif sebagai Asessor ATKIs(Indonesia Power
Engineers Assessor IATKIs Assessor)sejak tahun 2002.

B26-5
The 6th Electrical Power, Electronics, Communications, Controls, Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Penerapan Metode Switch T pada Rangkaian


Electrical Capacitance Tomography (ECT)
Saikhul Imam*, Mochammad Rivai
Bidang Keahlian Teknik Elektronika, Program Pascasarjana Teknik Elektro
Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
*Email: saikhul_i@yahoo.co.id; saikhul09@mhs.ee.its.ac.id
dirubah menjadi besaran digital oleh ADC untuk diolah
Abstrak-Electrical Capacitance Tomography (ECT) oleh PC menjadi gambar distribusi permitivitas.
menggambarkan distribusi permitivitas sampel dalam
ruang sensor melalui proses scanning pengukuran II. RANGKAIAN ANALOG SWITCH ARRAY
kapasitansi multi elektroda keping sejajar. Pada
umumnya perangkat scanning yang digunakan berbasis IC Koleksi data antar elektroda dalam ECT diatur
switch CMOS. Penelitian ini memanfaatkan konfigurasi T melalui IC analog switch CMOS. Setiap komponen
pada rangkaian switch CMOS untuk menurunkan analog switch mempunyai capacitor stray (Cs) yang
tegangan parasit sebesar 32 mV. terhubung ke ground. Pada saat switch off, akan timbul
capasitor switch (Csw) diantara terminal switch. Kondisi
Kata Kunci: Switch CMOS
ini ditunjukkan pada gambar 3.
Nilai kapasitansi capasitor stray cukup besar apabila
I. PENDAHULUAN
dibandingkan dengan kapasitansi elektroda pengukuran,
Electrical Capacitance tomography (ECT) adalah sehingga dipandang perlu untuk dilakukan improvisasi
metode untuk menggambarkan distribusi permitivitas rangkaian. Capasitor stray Cs2 tidak akan
sampel melalui pengukuran kapasitansi diantara mempengaruhi sinyal terukur dikarenakan Cs2
elektroda yang mengelilinginya. Diagram blok sistem terhubung pada virtual ground input inverting op amp,
ECT ditunjukkan pada gambar 1. ECT terdiri dari tiga sedangkan Cs1 tidak banyak berpengaruh karena Cs1
bagian utama yaitu sensor, sinyal kondisioning, dan langsung terhubung dengan waveform generator.
komputer. Sensor terbuat dari plat tembaga yang Capasitor switch Csw dapat dikurangi pengaruhnya
berfungsi sebagai elektroda kapasitor keping sejajar. dengan menggunakan metode rangkaian switch T.
Sistem akuisisi data berupa rangkaian elektronik yang Rangkaian switch T ditunjukkan pada gambar 4. Apabila
mengkonversi sinyal dari elektroda menjadi data Sm1 dan Sm3 dalam kondisi off maka Sm2 dalam
digital. Komputer mengolah data kapasitansi menjadi keadaan on terhubung ke ground sehingga besar sinyal
gambar distribusi permitivitas dua dimensi atau tiga AC pada titik pertemuan sama dengan 0 volt. Setiap
dimensi. elektroda mempunyai sepasang switch T dan
Rangkaian sensor dan akuisisi data ditunjukkan pada masing-masing bekerja secara berlawanan.
gambar 2. Besar nilai kapasitansi yang terukur
didasarkan pada perubahan impedansi antar elektroda
keping sejajar. Setiap pasangan elektroda dalam keping
sejajar bertindak sebagai transmitter dan detektor sinyal
sinusoidal. Pemilihan elektroda sebagai transmitter atau
detektor diatur oleh mikrokontroler melalui analog
switch CMOS yang disusun secara array.

Gambar 2: Rangkaian pengukuran sistem ECT [2]

(a). Capasitor Stray (Cs)


Gambar 1: Diagram Blok Sistem ECT dengan 8 elektroda [3]

Sinyal dari elektroda detektor terpilih dikuatkan oleh


rangkaian op-amp dengan umpan balik resistor dan
kapasitor. Sinyal yang sudah dikuatkan di searahkan (b). Capasitor Switch (Csw)
Gambar 3:Sifat kapasitansi yang muncul pada switch CMOS
dengan rangkaian RMS to DC converter kemudian

B28-1
The 6th Electrical Power, Electronics, Communications, Controls, Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

transmitter ataupun detektor. Setiap fungsi elektroda


disusun oleh 3 buah switch. Switch analog yang
digunakan adalah IC CMOS CD4016. Lebar tegangan
input switch IC yang cukup tinggi dimanfaatkan untuk
pengaturan amplitudo generator secara maksimal
sedemikian hingga pada detektor dihasilkan tegangan
SNR yang maksimal. Konfigurasi rangkaian elektroda
Gambar 4: Rangkaian switch T
dengan metode switch T ditunjukkan pada gambar 6.
Kondisi switch menentukan fungsi elektroda. Apabila
III. RANGKAIAN PENGUAT elektroda difungsikan sebagai transmitter, maka switch
Sx1, Sx2 dan Sm2 dalam keadaan menutup (on) dan Sx2,
Penguat sensor tersusun dari rangkaian op amp
Sm1 dan Sm3 dalam keadaan membuka (off). Switch
inverting dengan umpan balik resistor dan kapasitor.
Sx2 digunakan untuk mengurangi tegangan parasit
Kombinasi resistor dan kapasitor menentukan frekuensi
apabila Sx1 dan Sx3 dalam keadaan off. Fungsi yang
cut off Low Pass Filter. Rumus penguatan rangkaian
sama diberlakukan juga pada Sm2. Selain itu konfigurasi
adalah [1]:
switch T dapat mengurangi pengaruh nilai kapasitansi
Csw terhadap kapasitansi pengukuran.
Gambar 7 menunjukkan pengukuran kapasitansi
antara elektroda E1 dan E2. Elektroda E1 difungsikan
(1) sebagai detektor dan elektroda E2 difungsikan sebagai
transmiter. Apabila titik a dan b tidak dilengkapi dengan
Apabila harga >> 1 maka Vo dapat switch ke ground maka pengukuran Cx akan
terakumulasi secara parallel dengan kombinasi seri
disederhanakan menjadi:
Sx3.1 - Sx1.1 dan Sm1.2 - Sm3.2. Ketika titik a dan b
terhubung ke ground maka kapasitansi yang terukur
adalah kapasitansi nilai Cx antara E1 dan E2.
Rangkaian penguat tersusun dari op amp IC CA3140
dengan Rf dan Cf masing-masing 1M dan 15pF.
(2)
Kombinasi Rf dan Cf menentukan frekuensi kerja
IV. HASIL system, yaitu sebesar 10KHz. Frekuensi gelombang
bolak-balik yang digunakan sebesar 10kHz dengan
Sebanyak 8 buah elektroda sensor disusun amplitude Vpp sebesar 16V.
mengelilingi sebuah pipa PVC berdiameter 11.5 cm.
Setiap elektroda mempunyai dimensi cm. Sistem ECT
hasil penelitian ditunjukkan pada gambar 5.

E1 : detektor
E2 : transmiter

Gambar 7: Cara kerja Rangkaian switch T


Gambar 5: Sistem ECT hasil penelitian
V. ANALISA

Data kaliberasi kapasitansi metode switch T dan non


switch T ditunjukkan pada table. 1.

Tabel 1: Data tegangan keluaran terhadap sampel kapasitansi

C (pF) V switch T(mV) V non switch T(mV)


1 10355.2 10804.7
0.5 6844.2 718.83.8
Gambar 6: Rangkaian elektroda dengan switch T [4]
0.25 489.66.3 5102.1
0.2 439.25.9 468.42.9
Rangkaian analog switch disusun berdasarkan metode
0.14 388.86.7 418.83.3
switch T. Fungsi setiap elektroda dapat dipilih sebagai

B28-2
The 6th Electrical Power, Electronics, Communications, Controls, Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

VI. KESIMPULAN
Electrical Capacitance Tomography membutuhkan
rangkaian integrated switch untuk scanning antar
elektrodanya. Orde kapasitansi yang diukur oleh ECT
lebih kecil bila dibandingkan dengan nilai kapasitansi IC
switch. Penerapan metode switch T dapat mengurangi
tegangan parasit yang disebabkan oleh efek kapasitansi
IC switch.

DAFTAR PUSTAKA
[1] A.M.Olmos,J.A Primicia and J.L.F Marron (2006), Influence of
shielding arrangement on ECT sensors, Sensors
Gambar 8: Grafik tegangan keluaran terhadap kapasitansi antara [2] A.M.Olmos (2008),Development of an electrical capacitance
metode switch T dan metode non switch T tomography system using four rotating electrodes, Sensors and
Actuators, Elsevier
Grafik gambar 7 memberikan informasi bahwasannya [3] A. Yusuf , W. Widada dan Warsito (2009),Rancang bangun
Sistem data akuisisi electrical capacitance tomography (ECT) 8
tegangan keluaran metode non switch T selalu lebih channel,Prosiding SINTIA 2009, Politeknik Negeri Malang
tinggi 32 mV dari tegangan keluaran metode switch T. [4] D.Styra dan L.Babout (2010),Improvement of AC-based
Hal ini disebabkan karena pada kondisi off, kondisi electrical capacitance tomography hardware, Electronics and
electrical engineering, ISSN 1392-1215, No 7(103)
terminal switch dalam keadaan impedansi tinggi dan [5] P.Wiliam dan T.York (1999),Evaluation of integrated
tegangannya tidal bernilai 0 Volt. Rangkaian metode electrodes for electrical capacitance tomography, 1st Word
switch T membuat tegangan keadaan off switch Conggress on Industrial Process Tomography, Buxton, Greater
mendekati 0 V, sehingga metode switch T dapat Manchester.
[6] S.M. Young danC.G.Xie (1992),Design of sensor electronics
mengurangi tegangan parasit rangkaian. for electrical capacitance tomography, IEE Procedings-G, Vol
Meskipun dengan metode switch T tegangan parasit 139.
dapat dikurangi, tetapi level tegangan parasitnya masih
cukup tinggi. Hal ini disebabkan karena efek kapasitansi
yang ditimbulkan oleh komponen lain dalam rangkaian,
semisal kabel coaxcial, konektor dan PCB.

B28-3
The 6thElectrical Power, Electronics, Communications, Controls, Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Monitoring dan Identifikasi Masalah Infus


Menggunakan Mikrokontroler AVR

Akhmad Zainuri(1), Kalvin W.P.(2), Reno Muktiaji(3), Rizky Jumadil(4),


Karina S.R.(5),Sofi Nur Fitria(6)
(1,2,3,4)
Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
(5,6)
Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya
akhmad.zainuri@ub.ac.id

sangat berpengaruh pada proses terapi pasien.


Pada kenyataannya, perawat atau tenaga medis
Abstrak- Infus adalah suatu piranti kesehatan yang terkadang lalai mengenai tugasnya dalam mengganti
dalam kondisi tertentu digunakan untuk menggantikan kantung cairan infus pasien karena keterbatasan waktu
cairan yang hilang dan menyeimbangkan elektrolit dan tenaga. Padahal hal ini juga dapat menyebabkan
tubuh.Pada kenyataannya, perawat atau tenaga medis
terkadang lalai mengenai tugasnya dalam mengganti
timbulnya komplikasi lain antara lain darah dari pasien
kantung cairan infus pasien karena keterbatasan waktu dapat tersedot naik ke selang infus dan dapat membeku
dan tenaga. Padahal hal ini juga dapat menyebabkan pada selang infus sehingga mengganggu kelancaran
timbulnya komplikasi lain. Dalam penelitian ini akan aliran cairan infus. Selain itu, jika tekanan pada infus
dirancang suatu system pendeteksian kondisi cairan infus tidak stabil, darah yang membeku pada selang infus
yang secara relatime dimonitoring oleh perawat.Detektor dapat tersedot kembali masuk ke dalam pembuluh
kondisi infus meliputi volume cairan infus, gangguan
darah.Darah yang membeku (blood clot) tersebut dapat
penyumbatan dan laju aliran telah berhasil dibangun
dengan menggabungkan sensor strain gage, RPS, beredar ke seluruh tubuh dan dapat menyumbat kapiler
mikrokontroller dan modul Rx-Tx. Pengiriman data darah di paru sehingga menyebabkan emboli di paru
kondisi infus telah berhasil diaplikasikan dengan (Waitt et al., 2004). Jika berbagai hal tersebut terjadi
komunikasi wireless dengan baudrate serial sebesar maka tempat pemasangan infus infus harus dipindahkan
4800bps. Hasil pengujian dan analisisdidapatkan laju dan dipasang pembuluh darah vena lain, yang tidak
penurunan cairan infus terhadap volume sebesar y =
menutup kemungkinan dapat menyebabkan timbulnya
-3.10-10x4 + 2.10-06x3 - 0.001x2 + 0.290x + 363.4.
berbagai komplikasi yang jauh lebih berbahaya akibat
Kata Kunciinfus, mikrokontroller, RPS, strain gage, pemasangan yang tidak dilakukan dengan benar
wireless. (Martelli et al., 2000).
Berdasarkan latar belakang tersebut maka dalam
I. PENDAHULUAN penelitian ini akan dirancang suatu system pendeteksian
Infus adalah suatu piranti kesehatan yang dalam kondisi cairan infus yang secara relatime dimonitoring
kondisi tertentu digunakan untuk menggantikan cairan oleh perawat. Harapannya adalah dengan diterapkannya
yang hilang dan menyeimbangkan elektrolit tubuh alat ini maka permasalahan yang timbul karena
(Handaya,2010). Pada kondisi emergency misalnya kelalaian petugas dapat diminimalisir.
pada pasien dehidrasi, stres metabolik berat yang
menyebabkan syok hipovolemik, asidosis, II. TINJAUAN PUSTAKA
gastroenteritis akut, demam berdarah dengue (DBD), Dalam tinjauan pustaka ini diterangkan beberapa
luka bakar, syok hemoragik serta trauma, infus hasil penelitian sebelumnya yang terkait dengan deteksi
dibutuhkan dengan segera untuk menggantikan cairan kondisi infus. Metode deteksi bermacam-macam
tubuh yang hilang (Handaya, 2010). Infus juga diantaranya deteksi tetesan infus dengan sensor cahaya,
digunakan sebagai larutan awal bila status elektrolit deteksi level bawah pada botol infus menggunakan
pasien belum diketahui, misal pada kasus dehidrasi fotoresitif, dan deteksi menggunakan prinsip
karena asupan oral tidak memadai, demam, dll.Karena kapasitansi.
fungsinya yang sangat penting, proses pemasangan Rahman dkk tahun 2010 dalam jurnalnya yang
infus harus dilakukan dengan benar yakni sesuai dengan berjudul Pengembangan Prototipe Sistem Kontrol dan
prosedur yang telah ditetapkan untuk menghindari Monitoring InfusUntuk Pasien Berbasis Jaringan
timbulnya komplikasi yang dapat memperparah kondisi Nirkabel (ZigBee).Dalam penelitiannya
pasien. Selain proses pemasangan infus, proses lain mengaplikasikan sistem kontrol dan monitoringinfus
yang sering disepelekan yaitu proses penggantian dalam bentuk prototipe.Penginderaan tetes infus
kantung infus saat cairan infus mendekati habis juga menggunakan dioda laserdan photodioda, yang

B20-1
The 6thElectrical Power, Electronics,
Electronics, Communications, Controls, Informatics International Seminar 2012
30-31
31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

memberikan sinyal-sinyallistrik
sinyallistrik ke komparator, lalu
diproses olehmikrokontroler yang hasilnya dikirim ke
server melalui perangkat nirkabel Zigbee. Monitoring
pembacaan kondisi input didasarkan pada jumlah juml
tetesan permenit, selanjutnya data hasil monitoring
ditampilkan pada layar monitor.
Pada jurnalnya yang berjudul A Novel Medical
Infusion Monitoring System Based on ZigBee Wireless
Sensor Network.Yang dan Sun mengembangkan deteksi
level cairan infus dalam
alam botol dengan menempatkan Gambar 1.1 Infus
(Sumber : kimia.upi.edu, 2010)
pemancar inframerah dan Komplikasi
resistor fotosensitif 0.3cm di atas dasar botol Komplikasi yang dapat terjadi dalam pemasangan
sebagaiperingatan garis. Ketika tingkat cairancair infus infus yang dikemukakan oleh Priska (2009) adalah :
turun dibawah baris, maka akan memberikan sinyal a. Hematoma, yakni darah mengumpul dalam
peringatan yang akan menghidupkan speaker alarm dan jaringan tubuh akibat pecahnya pembuluh darah arteri
LED. Pada saat yang sama, sinyal akan dikirimke host vena atau kapiler, terjadi akibat penekanan yang kurang
komputer melalui jaringan ZigBee. tepat saat memasukkan jarum, atau tusukan berulang
Ogawa dkk, dalam penelitiannya yang berjudul A new pada pembuluh darah.
drip infusion solution monitoring system with a b. Infiltrasi,, yaitu masuknya cairan infus ke dalam
free-flow detection function menemukan solusi sistem jaringan sekitar (bukan pembuluh darah), terjadi akibat
monitoring infus
us baru telah dikembangkan untuk rumah ujung jarum infus melewati pembuluh darah.
sakit dan fasilitas perawatan.. Sistem mendeteksi c. Trombofeblitis atau bengkak (inflamasi)
( pada
jatuhnya setiap tetes cairan infus di tabung tetes dan saat pembuluh vena, terjadi akibat infus yang dipasang tidak
tidak ada aliran. Tiga lempeng elektroda tembaga dipantau secara ketat dan benar.
non-kontak digunakan sebagai sensor. sensor Elektroda
membungkus tabungPVC, infus dan tabung PVC dari
ruang tetes. Saat menetesenetes cairan infus memiliki
konduktivitas listrik, sehingga kapasitor terbentuk
antara cairan infus dan elektroda masing-masing.
masing
Sebuah gelombang sinus 30 kHz diterapkan ke
elektroda melilit tabung infus pasokan PVC dari
kantong infus. Output utput transduser berupa sinyal
kapasitas-coupled
coupled pada elektroda tetes ruang. Ketika (2a) (2b)
Keterangan : (2a)
a) Tromboflebitis, (2b)
( Naiknya Darah Menuju
terjadi penurunan cairan infus, yang mana akan Kantung Infus.
berakibat pada panjang dan diameter menyebabkan
kapasitansi ruang tetes meningkat selanjutnya B. Strain gauge
menyebabkan perubahan sinyal keluaran. Elektroda Adalah komponen elektronika yang dipakai untuk
ruang tetes dapat mendeteksi jatuhnya setiap tetes ruang mengukur tekanan (deformasi atau strain) pada alat ini.
tetes cairan. Ketika larutan infus menjadi Alat ini ditemukan pertama kali oleh Edward E.
bebasmengalir, penurunan cairan infus tidak Simmons pada tahun 1938, dalam bentuk foil logam
membentuk dan cairan infus mengalir terus menerus. yang bersifat insulatif (isolasi) yang menempel
me pada
Oleh karena itu, kapasitansi dari elektroda sekitar ruang benda yang akan diukur tekanannya. Jika tekanan pada
tetes tidak mengubah sinyal keluaran. Di sisi lain, benda berubah, maka foilnya akan ter deformasi, dan
elektroda melilit tabung infus pasokan polivinil klorida tahanan listrik alat ini akan berubah. Perubahan tahanan
di bawah ruang drip mendeteksi gelombang sinus 30 listrik ini akan
kan dimasukkan ke dalam rangkaian
kHz oleh cairan infus. Jembatan Wheatstone.
Besarnya tekanan akan dinyatakan dalam bentuk
III. DASAR TEORI faktor gauge, GF yang didefinisikan sebagai
Dalam dasar
sar teori ini akan dibahas tentang infus, di mana RG adalah tahanan sebelum ada
Strain gage,, penguat instrumentasi, mikrokontroller deformasi, R adalah perubahan tahanan listrik yang
ATMEGA8535 . terjadi, dan adalah tekanannya.
nya.
A. Infus Sebuah strain gauge atau pengukur tekanan mekanis,
sangat sensitif terhadap perubahan gaya mekanik. Alat
Infus adalah memasukkan cairan dalam jumlah
ini terdiri
ri dari selembar kertas foil logam tipis, yang
tertentu melalui vena penderita secara terus menerus
dibentuk sedemikian rupa menjadi benang-benang
benang yang
dalam jangka waktu yang agak lama.Penggunaan infus
sangat halus. Kertas foil ini terbungkus seluruhnya
cairan intravena (intravenous
intravenous fluid infusion)
infusion
olehlapisan film plastik.
membutuhkan peresepan yang tepat dan pengawasan
(monitoring)) ketat (Weistein, 2001).

B20-2
The 6thElectrical Power, Electronics,
Electronics, Communications, Controls, Informatics International Seminar 2012
30-31
31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

kestabilan titik nol pada output penguat akhir


Penguat Akhir, yaitu penguat yang merupakan
bagian output dari Op amp. Penguat Akhir ini
biasanya menggunakan konfigurasi push-pull
push kelas
B ataukelas AB.
Gambar 3.. Strain gage
Penggunakan penguat operasional:
Strain gauge dipasangkan pada objek yang akan 1. Pembanding (Comparator)
Comparator)
diberi tekanan mekanik. Ketika objek terkena tekanan, Comparator adalah penggunaan op amp sebagai
kertas foil mengalami hal yang sama sehingga pembanding antara tegangan yang masuk pada
benang-benangnya
benangnya akan tertarik memanjang. Ketika hal input (+) dan input (-).
ini terjadi, benang-benang
benang tersebut menjadi lebih
panjang dan tipis sehingga tahanan listriknya
bertambah.Perubahan
ah.Perubahan nilai tahanan ini sangat kecil,
sehingga diperlukan rangkaian khusus untuk
Gambar 5.Komparator
omparator
mengukurnya.
Jika input (+) lebih tinggi dari input (-)
( maka op amp
Amp)
C. Penguat Operasional (Op-Amp) akan mengeluarkan tegangan positif dan jika input (-)(
Adalah
dalah sebuah penguat instan yang bisa langsung lebih tinggi dari input (+) maka op amp akan
dipakai untuk benyak aplikasi penguatan. Sebuah Op mengeluarkan tegangan negatif. Dengan demikian op
amp biasanya berupa IC (Integrated
(In Circuit). amp dapat dipakai untuk membandingkan dua buah
Pengemasan Op amp dalam IC bermacam-macam,
bermacam ada tegangan yang berbeda.
yang berisi satu op amp (contoh : 741), dua op amp
(4558, LF356), empat op amp (contoh = LM324, 2. Penguat differensial
TL084), dll.

Gambar 4.Simbol
Simbol Op amp
Gambar 6.Penguat
Penguat Diferensial
Penguat Operasional tersusun dari beberapa
rangkaian penguat yang menggunakan transistor atau Penguat differensial adalah penggunaan op amp
FET.Biasanya membuat penguat dari op amp lebih untuk mencari selisih antara dua buah titik tegangan
mudah dibandingkan membuat penguat dari transistor yang berbeda.
karena tidak memerlukan perhitungan titik kerja, bias,
dll. D. Mikrokontroler ATMEGA8535
Kelebihan penguat operasional (op amp):
Perangkat kontrol merupakan komponen yang paling
Impedansi input yang ang tinggi sehingga tidak
penting dalam sistem dimana semua pengendalian
membebani penguat sebelumnya.
proses, pengolahan data dan pengaturan dipusatkan.
Impedansi output yang rendah sehingga tetap stabil Salah satu perangkat yang dapat digunakan sebagai
walau dibebani oleh rangkaian selanjutnya. perangkat kontrol adalah Microcontroller AVR.
Lebar pita (bandwidth) yang lebar sehingga dapat Microcontroller AVR memiliki arsitektur RISC
dipakai pada semua jalur frekuensi audio (woofer, (Reduced
Reduced Instruction Set Computing)
Computing 8 bit. Dimana
midle, dan tweeter) semua instruksi dikemas dalam kode 16-bit16 (16-bit
Adanya fasilitas offset null sehingga memudahkan word) dan sebagian besar instruksi dieksekusi dalam 1
pengaturan bias penguat agar tepat dititik tengah (satu) siklus clock,, berbeda dengan instruksi MCS51
sinyal. yang membutuhkan 122 siklus clock. AVR berteknologi
Bagian-bagian dalam Op amp : RISC, sedangkan seri MCS51 berteknologi CISC
Penguat Differensial, yaitu merupakan bagian input (Complex
Complex Instruction Set Computing).
Computing Secara umum,
dari Op amp. penguat differensial mempunyai dua AVR dapat dikelompokkan menjadi empat kelas, yaitu
input (input + dan input -) keluarga ATTiny, keluarga AT90Sxx, keluarga
Penguat Penyangga (Buffer), yaitu penguat ATMEGA, dan AT86RFxx. Pada dasarnya dasar yang
penyangga sinyal output dari penguat differensial membedakan masing-masingmasing kelas adalah memori,
agar siap untuk dimasukkan ke penguat akhir op peripheral, dan fungsinya. Dilihat dari segi arsitektur
amp. dan instruksi yang digunakan, mereka bisa dikatakan
Pengatur Bias, yaitu rangkaian
ian pengatur bias dari hampir sama. Dalam skripsi ini, dipergunakan salah satu
penguat differensial dan buffer agar diperoleh
diper AVR produk Atmel, yaitu ATMEGA8535L
ATMEGA yang

B20-3
The 6thElectrical Power, Electronics, Communications, Controls, Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

memiliki fasilitas lengkap dan didukung oleh software


CodeVision_AVR_1.24.0 sebagai simulasi dan Rx Modul Mikro Display
kontroller
compiler. ATMEGA8535L memiliki konfigurasi pin
seperti ditunjukkan dalam Gambar 7.
Gambar 9. Diagram Blok Sistem LINCAN bagian Receiver
Cara kerja :
Bagian sensor terdiri dari strain gage yang diletakkan
diatas cairan infus.Setiap perubahan pada kondisi infus
ditransformasi oleh sensor tersebut menjadi sinyal
elektrik yang sebanding. Rangkaian pengondisi sinyal
(RPS) merupakan rangkaian yang terdiri dari beberapa
komponen meliputi rangkaian multivibrator dan
resistor. RPS berfungsi merubah nilai resistansi dari
strain gage menjadi tegangan analog yang memiliki
range antara 0 sd 2,56V. Nilai ini disesuaikan dengan
Gambar 7. Konfigurasi pin ATMEGA8535L range masukan dari ADC.
Sumber: ATMEL,2006 Selanjutnya sinyal analog dikonversi oleh ADC
Konfigurasi pin ATMEGA8535L dalam Gambar 5 internal yang berada dalam Chip mikrokontroler,
dapat dijelaskan secara fungsional sebagai berikut: keluarannya berupa nilai digital dengan rane bilangan 0
VCC merupakan pin yang berfungsi sebagai pin sd 512 desimal. Data ini selanjutnya disimpan dalam
masukan catu daya. register dan diolah secara program matematis untuk
GND merupakan pin ground. menentukan kondisi dan identifikasi masalah infus.
Port A (PA0..PA7) merupakan pin I/O dua arah dan Kondisi yang dideteksi diantaranya adalah level
8 pin masukan ADC(Analog to Digital Converter). cairan infus, laju cairan yang dihitung dalam satuan ml
Port B (PB0..PB7) merupakan pin I/O dua arah dan permenit, kondisi goncangan pada infus dll. Keluaran
pin fungsi khusus, yaitu ISP, Timer/Counter, dari mikrokontroller berupakode hexa decimal yang
komparator analog, dan interrupt. selanjutnya dikirim ke server via wireless.
Port C (PC0..PC7) merupakan pin I/O dua arah dan Data yang dikirim berupa paket data yang terdiri dari
pin fungsi khusus, yaitu JTAG, PCINT. address pengirim, data kondisi, marker. Bentuk paket
Port D (PD0..PD7) merupakan pin I/O dua arah dan data berupa kode hexadecimal 3 byte.
pin fungsi khusus, yaitu Timer/Counter, interupsi
eksternal, dan komunikasi serial. ADDRESS DATA END

RESET merupakan pin yang digunakan untuk


me-reset mikrokontroller. Gambar 10. Paket data
XTAL1 dan XTAL2 merupakan pin masukan clock
eksternal. Pada bagian server, data diterima oleh modul
AREF merupakan pin tegangan referensi untuk Receiver wireless, data ini berupa data serial dengan
internal ADC(Analog to Digital Converter). formatADDRESS-DATA-END, selanjutnya data ini
diparsing dalam mikrokontroller untuk dipisahkan, data
IV. METODE PENELITIAN informasi ADRESS digunakan untuk menentukan
alamat pengirim yang nantinya akan diterjemahkan
Secara umum alat yang akan dibuat terdiri dari dalam display kamar. Data status dari infus ini
beberapa blok seperti yang ditunjukkan dalam gambar diterjemahkan oleh mikrokontroller untuk menyalakan
3.1 yaitu: sensor strain gage, rangkaian pengondisi buzzer. Semua data ditampilkan dalam satu board yang
sinyal (RPS), mikrokontroler dan wireless unit serta berisi LED dan diletakkan dalam ruang perawat/ ruang
server. Cara kerja LINCAN secara garis besar dijelaskan jaga suster.
dalam bentuk diagram blok seperti ditunjukkan dalam Optimasi Rancangan
gambar 8. Untuk melakukan optimalisasi dalam pelaksanaan
pembuatan sistem pendeteksi ini, akan dilakukan
Strain RPS Mikro observasi terhadap beberapa kamar dan letak kamar
gage kontroller dalam satu blok yang diawasi dari ruang jaga suster.
Beberapa hal yang perlu diteliti lebih lanjut pada saat
penginstalasian adalah :
Tx Modul Letak infus dari kamar pasien untuk pengefisienan
kabel
Gambar 8. Diagram Blok Sistem LINCAN bagian Transmiter Tingkat efektifitas penggunaan kabel atau wifi
berdasarkan letak dan kondisi rumah sakit.
Peletakan sensor dan sumber catu daya
Pengujian dan penempatan wireless modul Tx dan
Rx.

B20-4
The 6thElectrical Power, Electronics, Communications, Controls, Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

V. PENGUJIAN SISTEM Sampling data Sampling data


ke- ADC ke- ADC
Pengujian system deteksi infus LINCAN ini terdiri
1 353 487 210

Infus tersumbat
dari beberapa pengujian yaitu: pengujian sensor dan
rangkaian pengondisi sinyal RPS, pengujian ADC, 50 352 489 208
pengujian gangguan infus. 341 350 530 191
Pengujian sensor dan RPS dilakukan dengan cara 342 350 547 188
merangkai sensor dan RPS pada infus, keluaran dari
342 350 699 182
sensor dihubungkan ke multimeter dan mikrokontroller
yang di setting sebagai data logger dan transmitter data 76 355 1162 108

Infus normal kembali


serial ke UART computer. Bagan pengujian 193 343 1202 96
ditunjukkan dalam Gambar11
246 345 1225 86
297 348 1243 75
458 225 1269 59
483 220 1330 48

SENSOR RPS

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN


Data pengujian pada table 1 direpresentasikan dalam
bentuk Grafik yang ditunjukkan dalam Gambar 10. Saat
Gambar 11. Pengujian sensor dan RPS sampling time 0 hingga 207 kondisi pengunci infus
terkunci sehingga keluaran ADC relatif datar.Dari
Dari hasil pembacaan data dari sensor direkam dalam sampling ke 208 hingga 1035 pengunci dibuka sehingga
computer dalam bentuk data tabulasi. Pengujian muncul grafik dengan laju penurunan volume cairan
pertama dilakukan dengan cara mengukur respon dari mendekatilinier. Pendeteksian level infus saat kondisi
sensor terhadap laju aliran infus tanpa gangguan. Data kritis/mendekati habis diprogram saat keluaran infus
keluaran dari RPS dan mikrokontroller dikirim ke PC dibawah nilai 70.
via komunikasi serial.Data sampelperekaman
ditunjukkan dalam Tabel 1 berikut.
Tabel 1. Data hasil pembacaan sensor dengan laju normal
sampling keluaran sampling keluaran
ke- ADC ke- ADC

1 395 598 161


12 393 608 142
52 390 670 116
305 324 701 109
318 355 710 91
319 392 762 83
320 351 786 60
Gambar 12. Laju penurunan cairan infus normal
321 324 846 54
322 342 874 49 Dari grafik dalam Gambar 10 didapatkan pendekatan
351 332 1008 39
laju penurunan cairan infus sebesar:
y = 9.10-07x3 - 0.001x2 + 0.190x + 395.3
449 284 1033 35
582 216 1151 28 Grafik kedua dalam Gambar 13 menunjukkan laju
penurunan cairan infus berbanding terhadap volume
Pengujian berikutnya dilakukan dengan cara cairan infus. Dari grafik didapatkan pendekatan laju
mengalirkan infus secara normal lalu pada t- tertentu penurunan terhadap volume sebesar:
disumbat, prosedur ini merupakan simulasi saat infus y = -3.10-10x4 + 2.10-06x3 - 0.001x2 + 0.290x + 363.4
pasien terjepit sehingga cairan infus tidak mengalir ke
tubuh pasien. Data hasil pembacaan di kirim ke Tabel 3. Keluaran ADC terhadap volume cairan infus
computer via serial port dan di rekam dalam file txt dan No Out ADC Volume
xls. Data hasil pengujian ditunjukkan pada Tabel 2. 1 374 500 ml
Tabel 2. Hasil pengujian saat infus tersumbat
2 355 400 ml

B20-5
The 6thElectrical Power, Electronics, Communications, Controls, Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

3 246 300 ml VII. KESIMPULAN


4 182 200 ml Dari hasil pengujian dan analisis didapatkan
kesimpulan diantaranya:
5 122 100 ml
1. Deteksi kondisi infus meliputi volume
cairaninfus, gangguan penyumbatan dan laju
aliran telah berhasil dibangun.
2. Pengiriman data kondisi infus telah berhasil
diaplikasikan dengan komunikasi wireless
dengan baudrate serial sebesar 4800bps.
3. Didapatkan hasil laju penurunan cairan infus
terhadap volume sebesar y = -3.10-10x4 +
2.10-06x3 - 0.001x2 + 0.290x + 363.4

DAFTAR PUSTAKA

[1] Yuda Handaya. 2010. Infus Cairan Intravena (Macam-Macam


Cairan Infus). http://dokteryudabedah.com/infus-cairan-
intravena-macam-macam-cairan-infus/, diakses tanggal 8
Gambar 13.Laju penurunan cairan infus dibandingkan terhadap
Oktober 2011).
volume.
[2] C Waitt, P Waitt, M Pirmohamed. 2004. Intravenous therapy.
Postgrad Med J 2004;80:16. doi: 10.1136/pgmj.2003.010421.
Grafik dalam Gambar 14 menunjukkan kondisi saat [3] Martelli et al. 2000. Intravena Fluid Regulation. (Online,
terjadi penyumbatan, nilai rata-rata keluaran ADC http://www.enotes.com/nursing-encyclopedia/intravenous-fluid-
regulation, diakses tanggal 9 Oktober 2011).
relatif stabil di antara 230. Saat terjadi kondisi ini [4] ________, 2006. ATMEL Datasheetbook.
dimana nilai keluaran ADC relatif tetap sedangkan [5] Widodo.2008.Panduan Praktikum Mikrokontroler AVR
waktu sampling terus berjalan maka program akan ATmega16, Elex Media Komutindo, Januari 2008.
[6] Rachman dkk. 2010. Pengembangan Prototipe Sistem Kontrol
mendeteksi adanya kondisi penyumbatan, selanjutnya dan Monitoring Infus Untuk Pasien Berbasis Jaringan Nirkabel
akan memebrikan warning berupa pengiriman kode ke (ZigBee). 11th Seminar on Intelligent Technology and Its
server display di ruang perawat. Applications, SITIA 2010. ISSN 2087-331X
[7] Moris, Alan.2001. Measurement and Instrumentation Principles.
Butterworth-Heinemann. Oxford OX2 8DP
[8] Yang, Wenju dan Sun, Lihua.2009. A Novel Medical Infusion
Monitoring System Based on ZigBee Wireless Sensor Network.
[9] Ogawa.et.all. 2010 .A new drip infusion solution monitoring
system with a free-flow detection function. Proceeding IEEE
Engineering in Medicine and Biology. 2010;2010:1214-7. Aug.
31 2010-Sept. 4 2010
[10] Sunardi,Joko ,dkk.2009.Rancang Bangun Antarmuka
Mikrokontroler ATMEGA32 Dengan Multimedia Card.
Seminar Nasional IV SDM Teknologi Nuklir. Yogyakarta, 5
November 2009. ISSN 1978-0176
[11] Hermawan, Arief. 2006. Jaringan Syaraf Tiruan. Teori dan
Aplikasi. Penerbit Andi. Jogjakarta.2006
[12] Sabrina, Abi. 2010 Penguat Operasional.
Gambar 10. Laju penurunan cairan infus normal http://abisabrina.wordpress.com/2010/08/18/penguat-operasion
al-op-amp/. Diakses tanggal 1 April 2010.

B20-6
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Implementasi Mikroprosesor 8085 dan Sistem


Memori dalam Field Programmable Gate
Array (FPGA)
Moch. Rifan, Agung Darmawansyah, A. Zainuri, Hafrida R.
Teknik Elektro Universitas brawijaya
rifan@ub.ac.id;agungdarmawansyah@yahoo.com;zen354@yahoo.com

AbstractDalam makalah ini akan disajikan mikroprosesor 8085.


implementasi arsitektur mikroprosesor 8085 di dalam Hampir tidak memungkinkan bagi kita
FPGA (Field Programmable Gate Array) Spartan 3E. untuk membuat pengganti mikroprosesor 8085
Dalam bab perencanaan di bahas mengenai
dengan sistem dan proses produksi yang sangat
pembentukan arsitektur mikroprosesor 8085 yang di-
embed ke dalam FPGA, beserta perintah- kompleks dan membutuhkan banyak biaya.
perintahnya. Sedangkan dalam pengujian diujikan Namun, ditemukannya teknologi PLD yang salah
beberapa contoh kasus program. Dari hasil pengujian satu contohnya adalah FPGA[6]-[12], sebuah
dapat disimpulkan bahwa arsitektur mikroprosesor teknologi integrasi yang mampu diprogram
8085 telah berhasil di-embed ke dalam FPGA menjadi suatu rangkaian sesuai dengan yang kita
Spartan 3E. Namun belum semua Instruksi
inginkan, dapat mengatasi hal itu.
mikroprosesor 8085 dimasukkan ke dalam FPGA,
instruksi-instruksi yang telah dimasukkan masih Dalam makalah ini disajikan bagaimana
terbatas pada instruksi-instruksi yang sering memanfaatkan FPGA sebagai media implementasi
digunakan dalam kegiatan praktikum mikroprosesor. sistem mikroprosesor 8085 dan sistem memori.
arsitektur mikroprosesor telah dapat di-embed Dan apakah sistem dapat digunakan sesuai dengan
dengan baik, terlihat dari pengujian menggunakan penggunaan mikroprosesor 8085 meliputi beberapa
logic analyzer. Tampak bahwa semua bus alamat, bus
instruksi dalam instruction set mikroprosesor 8085.
data dan bus control bekerja dengan baik.
Kata Kunci: FPGA, Mikroprosesor 8085, Embedded
II. METODE PENELITIAN
Sistem arsitektur mikroprosesor 8085 yang akan
dirancang memiliki spesifikasi sebagai berikut:
I. PENDAHULUAN 1) Memiliki register sementara, register flag,
Mikroprosesor[1]-[2] adalah sebuah chip (IC) register akumulator, dan memliki register
yang bekerja dengan program. Fungsi BCDEHL dengan masing-masing mempunyai
mikroprosesor adalah sebagai pengontrol atau kapasitas 8 bit.
pengolah utama dalam suatu rangkaian elektronik. 2) Memiliki ALU yang berfungsi untuk
Mikroprosesor biasa disebut juga CPU (Central melakukan operasi aritmatika dan logika.
3) Memiliki kendali interrupt.
Processing Unit). Kecenderungan terhadap
4) Memiliki unit kontrol dan timing.
penggunaan mikroprosesor bertahan cukup lama
5) Sistem ini dirancang dalam FPGA XILINX
hingga dikembangkannya mikrokontroler. Namun, tipe SPARTAN XC3S500E[6].
penggunaan mikroprosesor sebagai dasar Sistem mikroprosesor 8085 dan sistem
pembelajaran masih tetap dikembangkan dan memori yang akan dirancang memiliki bagian -
belum dapat tergantikan. bagian sebagai berikut:
Kebutuhan akan mikroprosesor untuk 1) Unit kontrol yang berfungsi untuk
pembelajaran di institusi berbanding terbalik membangkitkan sinyal dalam mikroprosesor
dengan ketersediaan mikroprosesor dan untuk melaksanakan instruksi yang telah
penunjangnya saat ini. Sebagai contoh, praktikum diterjemahkan dalam dekoder instruksi.
mata kuliah mikroprosesor yang menggunakan 2) ALU (Arithmetic Logic Unit) memproses
mikroprosesor 8085[3]-[5] yang digunakan di operasi arimatika dan logika seperti operasi
beberapa laboratorium institusi perguruan tinggi penjumlahan, pengurangan, AND, OR, dsb.
semakin berkurang, padahal ketersediaan Data yang diproses diambil dari memori dan
mikroprosesor ini di pasaran sudah tidak ada. Oleh akumulator dan penyimpanan hasil operasi
karena itu, diperlukan pengganti mikroprosesor selalu dalam akumulator.
8085 yang tetap dapat berfungsi sebagaimana
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

3) Register yang dimiliki mikroprosesor 8085 MVI E,74


sejumlah 6 buah masing-masing untuk MVI H,21
menyimpan data sebanyak 8 bit yang MOV L,H
diidentifikasikan sebagai B,C,D,E,H,L.
Register-register tersebut dapat dikombinasikan
menjadi register pasangan yaitu register BC,
DE, dan HL untuk kebutuhan pengoperasian
data 16 bit.
4) Akumulator adalah register berkapasitas 8 bit
yang digunakan untuk menyimpan data yang
akan diproses ALU dan hasil operasi ALU.
Akumulator juga diidentifikasikan sebagai
register A.
5) Flag digunakan untuk mengetahui kondisi data
hasil operasi dalam akumulator dan register
lain. Terdapat 5 kondisi yang dapat diuji yaitu
Zero (Z), Carry (CY), Sign (S), Parity (P), dan
Auxiliary Carry (CY). Tiap-tiap kondisi dapat Gambar 2 Arsitektur Rancangan Mikroprosesor 8085
bernilai 0 (reset) maupun 1 (set) bergantung b) Program 2 (Percobaan Instruksi Aritmatika
kondisi hasil operasi itu. dan Logika)
6) Program Counter adalah register berkapasitas MVI A,33
16 bit yang digunakan untuk mengurutkan tiap INR A
eksekusi intruksi atau menunjuk alamat memori MVI B,02
untuk data berikutnya yang akan diambil. ADD B
7) SP (Stack Pointer) berfungsi sebagai pointer SUB B
tumpukan yaitu penyimpanan data dalam RLC
memori yang disusun secara bertumpuk. INX B
8) Memori dengan jenis Random Access Memory c) Program 3 (Percobaan Instruksi
(RAM) yang berkapasitas 8 kB. Percabangan)
Perancangan sistem mikroprosesor 8085 dan MVI A,32
hubungan dengan memori dan komponen lain INR A
ditunjukkan dalam Gambar 1. JMP 0002
d) Program 4 (Percobaan Instruksi Input
Output)
IN 12
OUT 13

Pengujian dilakukan sebanyak 4 kali sesuai


dengan kelompok-kelompok perintah yang
kemudian dilihat perubahannya pada 7-segment
maupun led indikator sebagai output. Berdasar
pengujian yang dilakukan, hasil pengujian
didapatkan sesuai dengan yang ditunjukkan dalam
Tabel 1 hingga Tabel 4.
Gambar 1. Rancangan Hubungan Mikroprosesor 8085 dan Tabel 1 Hasil Pengujian Program 1
Komponen Lain Secara Umum
Register Port Port
Arsitektur perancangan mikroprosesor 8085
No. Alamat Data Assembly A B C D E H L Input Output
ditunjukkan dalam Gambar 2.
(12H) (13H)
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 1 0000 3E 00 00 00 00 00 00 00 30 00
MVI A,55
Pengujian dilakukan dengan memasukkan 2 0001 55 55 00 00 00 00 00 00 30 00
instruksi-instruksi ke dalam memori. Pengujian 3 0002 06 55 00 00 00 00 00 00 30 00
MVI B,32
instruksi dikelompokkan sesuai dengan 4 0003 32 55 32 00 00 00 00 00 30 00
pengelompokan instruksi. 5 0004 49 MOV C,B 55 32 32 00 00 00 00 30 00
a) Program 1 (Percobaan Instruksi Transfer 6 0005 7A MOV A,D 00 32 32 00 00 00 00 30 00
Data) 7 0006 1E 00 32 32 00 00 00 00 30 00
MVI A,55 MVI E,74
8 0007 74 00 32 32 00 74 00 00 30 00
MVI B,32 9 0008 26 00 32 32 00 74 00 00 30 00
MOV C,B MVI H,21
10 0009 21 00 32 32 00 74 21 00 30 00
MOV A,D 11 000A 6C MOV L,H 00 32 32 00 74 21 21 30 00

B29-1
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

berubahnya display yang menunjukkan nilai


Tabel 2 Hasil Pengujian Program 2 register akumulator dari 33H menjadi 34H.
Register Port Port 3) MVI B,02 yaitu akumulator akan diberikan
No. Alamat Data Assembly A B C D E H L Input Output nilai 02H. Perintah tersebut dilaksanakan
(12H) (13H) dengan bukti yang tampak pada display
1 0000 3E 00 00 00 00 00 00 00 30 00 bahwa isi register B menjadi angka 02H.
MVI A,33
2 0001 33 33 00 00 00 00 00 00 30 00 4) ADD B adalah instruksi untuk menambahkan
3 0002 3C INR A 34 00 00 00 00 00 00 30 00 angka isi register A dengan angka isi register
4 0003 06 34 00 00 00 00 00 00 30 00 B, dan hasilnya disimpan dalam register A.
MVI B,02
5 0004 02 34 02 00 00 00 00 00 30 00 Perintah tersebut dilaksanakan dengan bukti
6 0005 80 ADD B 36 02 00 00 00 00 00 30 00 yang tampak pada display bahwa isi
7 0006 90 SUB B 34 02 00 00 00 00 00 30 00 akumulator menjadi angka 36H yang berarti
8 0007 07 RLC 68 02 00 00 00 00 00 30 00 34H+02H=36H.
9 0008 03 INX B 68 02 01 00 00 00 00 30 00 5) SUB B adalah instruksi untuk mengurangi
angka isi register A dengan angka isi register
Tabel 3 Hasil Pengujian Program 3 B, dan hasilnya disimpan dalam register A.
Register Port Port Perintah tersebut dilaksanakan dengan bukti
No. Alamat Data Assembly A B C D E H L Input Output yang tampak pada display bahwa isi
(12H) (13H) akumulator menjadi angka 34H yang berarti
1 0000 3E 00 00 00 00 00 00 00 30 00 36H-02H=36H.
MVI A,32 6) RLC adalah instruksi yang memerintahkan
2 0001 32 32 00 00 00 00 00 00 30 00
3 0002 3C INR A 33 00 00 00 00 00 00 30 00 untuk menggeser nilai register A 1 bit ke kiri.
4 0003 C3 33 00 00 00 00 00 00 30 00 Perintah tersebut dilaksanakan dengan bukti
JMP yang tampak pada display bahwa nilai 34H
5 0004 02 33 00 00 00 00 00 00 30 00
0002 menjadi 68H atau dapat terlihat jika
6 0005 00 33 00 00 00 00 00 00 30 00
7 0002 3C INR A 34 00 00 00 00 00 00 30 00 dikonversi ke dalam biner, 00110100b
menjadi 01101000b.
Tabel 4 Hasil Pengujian Program 4 7) INX B adalah instruksi yang memerintahkan
Register Port Port untuk menambahkan nilai 1 ke register pair
No. Alamat Data Assembly A B C D E H L Input Output B. Pasangan register B adalah C. Nilai awal
(12H) (13H) register C adalah 00H berubah menjadi 01H
1 0000 DB 00 00 00 00 00 00 00 33 00 dengan adanya instruksi ini.
IN 12
2 0001 12 00 00 00 00 00 00 00 33 00
3 1212 33 33 00 00 00 00 00 00 33 00 A. Komparasi Modul Mikroprosesor 8085
4 0002 D3 33 00 00 00 00 00 00 33 00 dengan Sistem
OUT 13
5 0003 13 33 00 00 00 00 00 00 33 00
6 1313 33 33 00 00 00 00 00 00 33 33 Penyusunan perangkat dengan menggunakan
modul mikroprosesor 8085 ditunjukkan dalam
Gambar 3. Sedangkan Program yang dimuat untuk
Pada pengujian keseluruhan, unit kontrol pengujian adalah sebagai berikut:
telah dapat menjalankan instruksi yang diberikan IN 12
dan blok-blok yang terintegrasi secara menyeluruh MOV B,A
telah berfungsi sesuai dengan spesifikasi INR B
perancangan. Hal ini ditunjukkan dari hasil transfer MOV A,B
data yang telah sesuai dengan instruksi yang OUT 13
diberikan. Hasil operasi aritmatika logika terbukti JMP 0000
telah sesuai dengan instruksi dan juga perhitungan.
Instruksi percabangan dan instruksi memasukkan
data dari unit input maupun menampilkan data ke
unit output juga telah berjalan sesuai dengan yang
diinginkan.
Sebagai contoh adalah program 2. Pada
program ini, unit kontrol menjalankan perintah
yaitu:
1) MVI A,33 yaitu akumulator akan diberikan
nilai 33H. Perintah tersebut dilaksanakan
dengan bukti yang tampak pada display
bahwa isi akumulator menjadi angka 33H.
2) INR A yaitu nilai akumulator ditambahkan 1.
Perintah ini berhasil dilaksanakan dengan Gambar 3 Perangkat Pengujian Menggunakan ModulKit

B29-2
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Sedangkan penyusunan perangkat dengan sistem telah dapat mengirimkan alamat ke unit luar.
yang dirancang ditunjukkan dalam Gambar 4. AD0 adalah representasi dari port address data
Data yang didapat saat pengujian adalah sinyal pada mikroprosesor dan yang ditampilkan dalam
clock, ALE, AD0, A0, IO/M, RD, dan WR. diagram waktu ini adalah port address data bit ke-0.
Sinyal clock, ALE,AD0, IO/M, RD, dan WR Port ini mengirimkan alamat bit ke-0 sampai ke-7
adalah sinyal-sinyal keluaran mikroprosesor yang dikirimkan mikroprosesor ke luar atau data (8
sedangkan A0 adalah sinyal keluaran dari unit bit) yang masuk ke mikroprosesor maupun keluar
bidirectional, yaitu unit yang menghubungkan dari mikroprosesor. Saat ALE aktif, port AD akan
mikroprosesor dengan unit luar seperti memori mengirimkan alamat sedangkan saat ALE tidak
ataupun unit input output. A0 adalah port yang aktif, port AD akan menggambarkan nilai data
menunjukkan alamat bit ke-0. yang akan terakses maupun yg diakses oleh
mikroprosesor.
A0 adalah representasi dari port address keluaran
unit bidirectional dan akan aktif setelah ALE aktif
(saat ALE falling-edge) dan yang ditampilkan
dalam diagram waktu ini adalah port address data
bit ke-0.
IO/M merepresentasikan sinyal IO/M
mikroprosesor 8085. Saat IO/M berlogika rendah
maka yang akan diakses oleh mikroprosesor adalah
memori sedangkan saat IO/M berlogika tinggi
maka yang akan diakses oleh mikroprosesor adalah
unit input atau unit output.
RD merepresentasikan sinyal RD
Gambar 4 Perangkat Pengujian Menggunakan FPGA
mikroprosesor 8085. Saat RD berlogika rendah
Data hasil pengujian saat menggunakan maka mikroprosesor akan membaca data dari unit
modulkit praktikum mikroprosesor 8085 luar dan unit luar tersebut memori atau input
ditunjukkan dalam Gambar 5.11. tergantung dari sinyal IO/M.
WR merepresentasikan sinyal WR
mikroprosesor 8085. Saat WR berlogika rendah
maka mikroprosesor akan menuliskan data ke unit
luar dan unit luar tersebut memori atau input
tergantung dari sinyal IO/M.

IV. KESIMPULAN
Berdasarkan pengujian dan analisis keseluruhan
dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1) Sistem memori yang dapat kompatibel
dengan mikroprosesor 8085 adalah sistem
memori berkapasitas 256 bit dengan jalur
Gambar 5 Hasil Pengujian Saat Menggunakan Modulkit
Praktikum mikroprosesor 8085 data 8 bit dan jalur alamat 16 bit.
2) Adanya port address dan data yang
Berdasar data yang didapatkan dari hasil tergabung dalam sistem mikroprosesor
komparasi antara sinyal-sinyal keluaran dari 8085 membutuhkan suatu unit yang
pengujian menggunakan modul praktikum yang mengolah data tersebut agar data dan
terdapat di Laboratorium Sistem Digital TEUB alamat dapat terpisah yaitu unit
dengan sinyal keluaran FPGA terlihat bahwa bidirectional. Unit buffer dibutuhkan
keluaran sinyal-sinyal sama sesuai dengan picu untuk mengontrol alamat (8:15) dari
clock masing-masing (untuk modul praktikum mikroprosesor ke unit luar dan unit
menggunakan frekuensi tipikal sebesar 2 MHz dan dekoder digunakan untuk mengubah
sinyal kontrol dari mikroprosesor menjadi
untuk mikroprosesor 8085 dalam FPGA
sinyal sesuai dengan kontrol untuk
menggunakan frekuensi maksimum mikroprosesor
masing-masing unit luar yaitu IO/M,
8085 yaitu 3,25 MHz). RD, dan WR menjadi MEMR,
ALE (Address Latch Enable) adalah sinyal yang MEMW, IOR, dan IOW.
mengaktifkan latch alamat. Sistem latch digunakan 3) FPGA dapat digunakan untuk
pada unit buffer dan unit bidirectional sehingga pengimplementasian sistem mikroprosesor
saat ALE telah aktif maka mikroprosesor 8085 8085 dan memori dan semua jenis fungsi

B29-3
The 6th Electrical Power, Elctronics, Communications, Controls, and Informatics Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

logika atau IC yang dibuat secara khusus and Answers. New Delhi:New Age International (P)
Limited, Publishers.
untuk fungsi yang spesifik.
[4] Webphysics.davidson. Microprosesor
4) Sistem yang telah dirancang telah dapat 8085.webphysics.davidson.edu/faculty/dmb/ py310/8085,
melakukan fungsi-fungsi dan perintah- diakses tanggal 5 Maret 2011.
perintah sesuai dengan instruksi yang [5] Chu, Pong P. 2008. FPGA Prototyping by VHDL
Examples Xilinx SpartanTM-3 Version.New Jersey:John
dijalankan serta menampilkan diagram
Wiley & Sons, Inc.
waktu yang serupa dengan diagram waktu [6] Dubey,Rahul. 2004. Introduction to Embedded System
yang dihasilkan oleh modulkit Design Using Field Programmable Gate Arrays. New
mikroprosesor 8085. York: Springer.
[7] Hartenstein, R.W. 1994. Field Programmable Logic
Architectures, Synthesis and Applications. New York:
DAFTAR PUSTAKA Springer.
[8] Maxfield, Clive. 2009. FPGAs World Class Design. San
Fransisco: Newnes.
[1] Hery_h.staff.gunadarma.ac.id//Materi Perkembangan 1
[9] Lee, Weng Fuok. 2000. VHDL Coding and Logic
Mikroprosesor.PDF, tanggal akses 7 Februari 2011.
Synthesis with Synopsis. San Diego:Academic Press.
[2] Scribd. Mikroprosesor.
[10] Roth, Charles H.,Jr. 1998. Digital Systems Design Using
www.scribd.com/doc/14684664/mikroprosesor , diakses
VHDL. Boston:PWS Publishing Company.
tanggal 5 Maret 2011.
[11] Thomas, Donald E., Philip R. Moorby. 2002. The Verilog
[3] Sen, S.K. 2010. Understanding 8085/8086
Hardware Description Language, Fifth Edition.New
Microprosessors and Peripheral ICs Through Questions
York:Kluwer Academic Publisher.

B29-4
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Sistem Pakar untuk Menentukan Spesifikasi


Handphone sebagai Alat Bantu Pengambilan
Keputusan Menggunakan Representasi
Jaringan Semantik dalam Pembelian
Handphone
Agusta Rakhmat Taufani, ST
Universitas Brawijaya
Email: delagusta@yahoo.com

Abstrak - Untuk mendapatkan handphone (HP) bagi konsumen dalam menentukan spesifikasi HP
yang sesuai dengan kebutuhan, konsumen seringkali yang akan dibeli.
mengalami kesulitan dalam proses pemilihannya dan
tidak jarang tertarik dengan tawaran penjual yang B. Tujuan Penelitian
ternyata banyak fitur tidak terpakai pada HP tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
Hal ini dikarenakan karena kurangnya pengetahuan Melakukan pemilihan handphoneberbasis sistem
konsumen tersebut tentang fitur-fitur yang dimiliki pakar menggunakan representasi pengetahuan
oleh tiap HP. Program ini digunakan sebagai alat
jaringan semantik dan Mengintegrasikan sistem
bantu bagi konsumen dalam menentukan spesifikasi
HP yang akan dibeli. Sistem pakar ini melakukan pakar dengan sistem basis data ke dalam suatu
pelacakan kaidah-kaidah dengan menggunakan prototipe aplikasi untuk membantu calon konsumen
pelacakan runut maju (forward chaining). Fasilitas- dalam memilih HP yang akan dibeli. Hasil penelitian
fasilitas dalam program ini juga dilengkapi dengan ini memberikan kemudahan pada konsumen dalam
basis pengetahuan yang dapat ditambah dan dengan menentukan HP yang akan dibeli sesuai dengan
tampilan interface yang lebih user friendly, baik dalam kebutuhannya.
menambah data pertanyaan dan kesimpulan. Metode
Representasi yang dilakukan dalam sistem ini adalah
II. KAJIAN PUSTAKA
logika dan jaringan semantik.Sistem ini menggunakan
bahasa pemrograman Delphi 7 dan basis data MySQL. A. Sistem Pakar
Kata Kunci: Handphone, Sistem Pakar, Representasi
Secara umum, sistem pakar (expert sistem)
Logika dan Jaringan Semantik
adalah sistem yang berusaha mengadopsi
pengetahuan manusia ke komputer, agar komputer
dapat menyelesaikan masalah seperti yang biasa
I. PENDAHULUAN
dilakukan oleh para ahli. Sistem pakar disusun oleh
A. Latar Belakang dua bagian utama, yaitu lingkungan pengembangan
Untuk mendapatkan handphone(HP) yang (development environment) dan lingkungan
sesuai dengan kebutuhan, konsumenseringkali konsultasi (consultation environment).
mengalami kesulitan dalam menentukan HP yang
akan dibeli karena hal ini menyangkut pengetahuan
tentang fitur-fitur yang ada di dalam HP tersebut
yang diketahui oleh seorang pakar. Pada pemilihan
HP secara konvensional konsumen membeli
langsung ke toko dengan berbagai penawaran
menarik yang sebenarnya banyak fitur dari HP
tersebut yang tidak terpakai. Dalam penelitian ini
akan dibuat sistempakaruntukmenentukan
spesifikasihandphone
sebagaialatbantupengambilankeputusanmenggunaka
nrepresentasi jaringan semantikdalam pembelian
handphonesehingga dapat memecahkan masalah
yang ada. Program ini digunakan sebagai alat bantu Gambar 2.1 Arsitektur Sistem Pakar
Sumber: (Arhami, 2005)

C1-1
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Basis Pengetahuan Premis 14 : HP memiliki fitur Java MIDP 2.0


Basis pengetahuan mengandung pengetahuan Premis 15 : HP menggunakan OS Blackberry
untuk pemahaman, formulasi, dan penyelesaian Konklusi : Maka, HP yang tersedia adalah HP
masalah.Komponen sistem pakar ini disusun atas dua Blackberry Torch dengan harga Rp 5.300.000,00.
elemen dasar yauitu fakta dan aturan. Fakta
merupakan informasi tentang objek dalam area Metode Jaringan Semantik
permasalahan tertentu, sedangkan aturan merupakan Jaringan semantik merupakan penggambaran grafis
informasi tentang cara bagaimana memperoleh fakta dari pengetahuan yang memperlihatkan hubungan
baru dan fakta yang telah diketahui (Arhami, 2005). hirarkis dari obyek-obyek.Komponen dasar untuk
Basis pengetahuan berisi pengetahuan-pengetahuan merepresentasikan pengetahuan adalah simpul(node)
dalam penyelesaian masalah. Ada 2 bentuk dan penghubung(link). Simpul merepresentasikan
pendekatan basis pengetahuan : obyek, konsep, atau situasi.Simpul digambarkan
a. Penalaran berbasis aturan (rule-based reasoning) dengan kotak atau lingkaran.Penghubung
b. Penalaran berbasis kasus (case-based reasoning) menghubungkan antar simpul. Penghubung
Akuisisi Pengetahuan (Knowledge Acquisition) digambarkan dengan panah berarah dan diberi label
Akuisisi pengetahuan adalah akumulasi, untuk menyatakan hubungan yang direpresentasikan
transfer dan transformasi keahlian dalam (Kusrini, 2006).
menyelesaikan masalah dari sumber pengetahuan
kedalam program komputer.Terdapat tiga metode Mesin Inferensi
utama dalam akuisisi pengetahuan, yaitu Mesin inferensi adalah sebuah program
Wawancara, Analisis Protokol dan Observasi pada komputer yang dapat memberikan metodelogi untuk
pekerjaan pakar. penalaran tentang informasi yang ada dalam basis
data dan workplace dan untuk memformulasikan
Representasi Pengetahuan kesimpulan. Terdapat dua pendekatan untuk
Agar pengetahuan dapat digunakan dalam mengontrol inferensi dalam sistem pakar berbasis
sistem, pengetahuan harus direpresentasikan dalam aturan, yaitu pelacakan ke belakang (Backward
format tertentu yang kemudian dihimpun dalam Chaining) dan pelacakan ke depan (Forward
suatu basis pengetahuan.Representasi pengetahuan Chaining) (Arhami, 2005).
merupakan metode yang digunakan untuk
mengodekan pengetahuan dalam sebuah sistem pakar
yang berbasis pengetahuan yang dimaksudkan untuk
menangkap sifat-sifat penting masalah dan membuat
informasi itu dapat diakses oleh prosedur pemecahan
masalah. Beberapa model representasi pengetahuan
yang penting, diantaranya : logika, jaringan Gambar 2.2 Diagram pelacakan ke belakang
Sumber : Arhami, M (2005)
semantik, Pohon (Tree), bingkai (Frame), Naskah
(Script), dan kaidah produksi.

Model logika
Logika merupakan suatu pengkajian ilmiah tentang
serangkaian penalaran, sistem kaidah, dan prosedur Gambar 2.3 Diagram pelacakan ke depan
yang membantu proses penalaran. Dalam melakukan Sumber : Arhami, M (2005)
penalaran, komputer harus dapat menggunakan
proses penalaran deduktif dan induktif ke dalam Kedua metode inferensi tersebut, dipengaruhi oleh
bentuk yang sesuai dengan manipulasi komputer tiga macam teknik penelusuran, yaitu depth-first
(Kusrini, 2006).Berikut contoh penalaran logika. search, breadth-first search dan best-first search.
Premis 1 : HP yang diinginkan adalah BB
Premis 2 : Jenis Jaringan adalah GSM depth-first search
Premis 3 : Harga > 5juta
Premis 4 : HP memiliki Memori Internal 4GB
Premis 5 : Memori eksternal MicroSD
Premis 6 : HP memiliki resolusi kamera 5 Mpix
Premis 7 : HP memiliki fitur GPRS
Premis 8 : HP memiliki fitur EDGE
Premis 9 : HP memiliki fitur 3G
Premis 10 : HP memiliki fitur Wifi
Premis 11 : HP memiliki fitur Bluetooth
Premis 12 : HP tidak memiliki fitur Radio Gambar 2.4 Diagram depth-first search
Sumber : Arhami, M (2005)
Premis 13 : HP tidak memiliki fitur TV

C1-2
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Beberapa fitur ponsel yang menjadi tren terkini


breadth-first search antara lain :
1.GPRS: merupakan teknologi komunikasi data yang
melengkapi network GSM dan memungkinkan
komunikasi data pada kecepatan maksimal 115
kbps. GPRS dapat digunakan sebagai media
mengakses beberapa service, antara lain: WAP
(Wireless Application Protocol), Internet, MMS
(Multimedia Messaging Service) dan SMS. Dalam
penggunaan GPRS untuk koneksi ke internet lewat
ponsel, model perhitungan biaya yang dilakukan
tidak berdasarkan pada durasi atau lama waktu
Gambar 2.5 Diagram breadth-first search
Sumber : Arhami, M (2005) pemakaian tetapi besamya data yang didownload
(hitungan kilobyte).
best-first search
2. Bluetooth: merupakan sebuah microchip yang
Best-first search bekerja berdasarkan kombinasi
dilengkapi transmiter radio yang dapat
kedua metode sebelumnya.
mengrimkan data dalam jumlah besar, di antara
piranti-piranti yang sesuai. Bluetooth adalah nama
B. Handphone yang berasal dari raja Norwegia yang menyatukan
Handphone merupakan sarana komunikasi Swedia dan Denmark, ide penyatuan tersebut
yangdulu hanya dapat untuk berbicara sekarang menjadi dasar penamaan bluetooth sebagai
sudah dapat dipakai untuk bertukar data atau bahkan perangkat yang dapat saling menyatukan dengan
untuk memotret, sedangkan dari bentuk fisiknya perangkat lain dan saling berkomunikasi. Dengan
mulai dari berat dan besar hingga yang seukuran mengaktifkan bluetooth pada ponsel maka pada
korek api. Dari semua perkembangan tersebut tetap radius 10 meter bahkan 100 meter, semua
saja dipertahankan teknologi dasarnya yaitu perangkat seperti ponsel, PDA, laptop, pc yang
bagaimana ponsel menerima sinyal dan mengirim dilengkapi dan diaktifkan bluetoothnya akan
sinyal. Lantas bagaimana cara kerja ponsel dengan terdeteksi pada ponsel kita. Setelah itu kita dapat
segala aplikasi yang diusungnya tersebut. Beberapa melakukan komunikasi dengan mereka.Dengan
hal seputar ponsel antara lain sebagai berikut: mengaktifkan bluetooth pada ponsel dengan GPRS
1. Teknologi seluler; terkoneksi ke internet serta bluelooth pada laptop
2.Protokol komunikasi; maka kita dapat browsing internet lewat laptop
3.Aplikasi handphone; kita.
4.Fitur handphone;
3. JAVA: Nama JAVA sudah banyak dikenal sebagai
bahasa pemrograman yang paling banyak
digunakan orang. Nama JAVA dipakai oleh
penemunya (www.sun.com) dari ketidaksengajaan
saat mereka akan memberikan aplikasi yang
sedang mereka kerjakan disuatu kedai kopi,
mereka menyebut kopi dengan kata JAVA dan
akhimya memberi nama aplikasi tersebut dengan
JAVA, versi lain mengatakan JAVA adalah nama
depan dari nama mereka. JAVA terkenal karena
kehandalannya untuk menjalankan aplikasi mulai
dari perangkat sekelas server hingga peralatan
mikro antara lain ponsel. Orang banyak menyebut
program JAVA pada ponsel dengan midlet
Gambar 2.6Handphone (www.midlet.org), beberapa aplikasi yang sering
Sumber: Vodafone,2009 dijumpai pada perangkat mobile seperti ponsel
antara lain game, koneksi internet atau aplikasi
Fitur Handphone lainnya.
Untuk melengkapi kebutuhan penggunanya
ponsel saat ini dilengkapi dengan fitur-fitur yang 4.3G: Teknologi wireless 3G atau generasi
mengagumkan Dari ponsel yang hanya dipakai untuk ketigauntuk komunikasi selular
komunikasi sekarang ponsel dapat untuk mengakses merupakanteknologi komunikasi yang berevolusi
internet bahkan dapat juga dipakai untuk merekam dan berkembang karena tuntutan
gambar tak ubahnya sebuah kamera atau handycam. teknologikomunikasi yang memerlukan pertukaran
data yang besar, cepat dan dapat digunakan

C1-3
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

dimana saja atau mobile. Tetapisebelum


membahas teknologi wireless 3G,
kitaharusmemahami sedikit cara kerja berdasarkan
modulasinya yang umum digunakan
dalamteknologi komunikasi seluler yang akan
menjadi dasar perbedaan kemampuan
padateknologi komunikasi pada tiap generasi
sebelum teknologi 3G (0G, 1G, 2G, 2.5G)
dansedikit membahas pengembangan teknologi
setelah 3G (3.5G dan 4G).

5.WIFI: merupakan kependekan dari Wireless


Fidelity, yang memiliki pengertian yaitu
sekumpulan standar yang digunakan untuk
Jaringan Lokal Nirkabel (Wireless Local Area
Networks - WLAN) yang didasari pada spesifikasi
IEEE 802.11. Standar terbaru dari spesifikasi
802.11a atau b, seperti 802.11 g, saat ini sedang
dalam penyusunan, spesifikasi terbaru tersebut
menawarkan banyak peningkatan mulai dari luas
cakupan yang lebih jauh hingga kecepatan
transfernya. Awalnya Wi-Fi ditujukan untuk
penggunaan perangkat nirkabel dan Jaringan Area
Lokal (LAN), namun saat ini lebih banyak
digunakan untuk mengakses internet.Hal ini
memungkinan seseorang dengan komputer dengan Gambar 3.1 Flowchart Metode Penelitian
kartu nirkabel (wireless card) atau personal digital Sumber: (Perancangan)
assistant (PDA) untuk terhubung dengan internet
dengan menggunakan titik akses (atau dikenal IV. PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI
dengan hotspot) terdekat.
A. Representasi Pengetahuan
III. TAHAP PENGEMBANGAN SISTEM PAKAR Dalam perancangan sistem pakar untuk
menentukan spesifikasi handphone sebagai alat bantu
Tahap pengembangan sistem pakar yang
dilakukan dalam penelitian ditunjukkan dalam pengambilan keputusan dalam pembelian
handphone, penulis memilih model logika induktif
Gambar 3.1.
untuk merepresentasi pengetahuan yang didapat.
Metode logika induktif digunakan dengan alasan
pengetahuan hanya melibatkan analisis matematis
sederhana dan tidak membutuhkan data yang besar
sehingga tidak perlu dikhawatirkan terjadi inefficient
dan kerja lambat pada sistem.Karena sistem bekerja
dari fakta-fakta khusus untuk mengambil sebuah
kesimpulan umum, maka digunakan penalaran
induktif.Representasi Pengetahuan metode
Semantikdigunakan pada penggabungan ini, dengan
alasan terdapat beberapa aturan (rule) saling
terhubung (link) yakni antara sistem operasi
merupakan Class dan tipe merek HP merupakan isi
atau properti dari Class tersebut yang tertera pada
gambar 5.1.

C1-4
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

B. Inferensi
Teknik inferensi yang digunakan adalah
teknik inferensi runut maju (forward chaining).Hal
ini dapat dilihat saat user melakukan serangkaian
pilihan fitur HP secara berurutan. Proses pemilihan
HP dimulai dari merk HP, jenis jaringan, harga yang
diinginkan, dan OS HP yang digunakan. Kemudian
hasil dari penelusuran ini akan dikombinasikan dari
berbagai jenis fitur sehingga dapat menghasilkan
beberapa kesimpulan. Kesimpulan yang dapat
diperoleh adalah varian HP yang diinginkan oleh
konsumen.Gambar 4.3 menunjukkan Penerapan
inferensi runut maju (forward chaining).

Gambar 4.1 Konsep Pembagian Pengetahuan


Sumber: (Perancangan)

Prinsip yang digunakan pada representasi


jaringan semantik adalah model hubungan antar
Gambar 4.3 Penerapan Inferensi Runut Maju (forward chaining)
berbagai objek di mana informasi yang terhubung Sumber: (Perancangan)
tersebut adalah informasi yang proporsional(suatu
pernyataan yang dapat bernilai benar atau salah).
Struktur jaringan semantik terdiri dari node atau C. Implementasi
simpul dan busur atau arc yang menghubungkannya. Antarmuka (user interface) berfungsi
Simpul menyatakan objek sedangkan busur sebagai jembatan penghubung antara user dan sistem
menyatakan links. Links dan jaringan semantik untuk berinteraksi. Dalam perancangan antarmuka
digunakan untuk menunjukkan hubungan antar perancang antarmuka dituntut untuk membuat
simpul-simpul tersebut.Pada Gambar 4.2 dapat antarmuka yang mudah dimengerti oleh pengguna
dilihat model hubungan antar berbagai obyek sehingga penggunaan aplikasi akan lebih interaktif.
pengetahuan fitur, merk, sampai dengan varian HP.
Kaidah/Aturan digunakan hingga menghasilkan
kesimpulan varian HP yang diinginkan konsumen
pada model jaringan semantik.

Gambar 4.4 Antarmuka Halaman Utama Sistem Pakar

Gambar 4.2 Jaringan Semantik BB Torch 9800


Sumber: (Perancangan)

C1-5
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

2. Sistem yang telah dibuat mampu melakukan


proses pecarian HP bagi konsumen dengan
teknik forward chaining.
3. Kesimpulan hasil varian HP yang diberikan,
ditentukan oleh empat masukanyaitu sistem
operasi, jaringan, harga, dan merk.
4. Dari uji coba sistem dapat diketahui bahwa
sistem pakar ini dapat membantu konsumen
dalam referensi pembelian HP.

DAFTAR PUSTAKA
[1] Arhami, M.Konsep Dasar Sistem Pakar.Penerbit
ANDI.Yogyakarta. 2005.
[2] Kusrini. Sistem Pakar Teori dan Aplikasi. Penerbit ANDI.
Gambar 4.5 Antarmuka Halaman Menu Pakar Yogyakarta. 2006.
[3] Kusrini. Konsep dan Aplikasi Sistem Pendukung Keputusan.
Penerbit ANDI. Yogyakarta. 2007.
[4] Kusrini.Aplikasi Sistem Pakar. Penerbit ANDI. Yogyakarta.
2008.
[5] Mukhibudin, Anas. Perancangan Sistem Pakar untuk
Troubleshooting Turbin Uap. Universitas Brawijaya.
Malang. 2007.
[6] Natalia, Deasy Astrid. Pembangunan Sistem Pakar pada
Perangkat Mobile dengan WML dan PHP untuk Penyakit
Paru pada Anak.Politeknik Elektronika Negeri Surabaya.
Surabaya. 2006.
[7] Subakti, I. & Hidayatullah, R. Aplikasi Sistem Pakar untuk
Diagnosis Awal Gangguan Kesehatan secara Mandiri
menggunakan Variable-Centered Intelligent Rule
System.Institut Teknologi Sepuluh November (ITS).
Surabaya. 2007.
Gambar 4.6 Antarmuka Halaman Menu Tampilan kepada
Konsumen
[8] Wijaya, Rahmadi. Penggunaan Sistem Pakar dalam
Pengembangan Portal Informasi untuk Spesifikasi Jenis
Penyakit Infeksi. Sekolah Tinggi Manajemen Informatika
V. KESIMPULAN dam Komputer CIC. Cirebon. 2007.
Setelah dilakukan pengujian dan analisis
program, maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai BIOGRAFI SINGKAT
Agusta R. Taufani,Malang, 17 Agustus 1981. Pendidikan SD
berikut : sampai SMA di Kota Malang lulus SMA tahun 1999, dan
1. Telah dilakukan langkah-langkah penelitian menyelesaikan pendidikan sarjana Teknik Elektro Fakultas Teknik
yang memperoleh pengetahuan tentang merk Universitas Brawijaya Malang Tahun 2007.
HP, varian, dan fitur-fiturnya. Pengetahuan Pengalaman Kerja sebagai General Manager Representative/GMR
atau Wakil Manajemen di PT. Yonasindo Intra Pratama di
tersebut kemudian diolah ke dalam bentuk: Tangerang pada Tahun 2008, Komisaris PT. Primaland Sejahtera
- diagram ketergantungan di Malang pada Tahun 2009-sekarang, dan Komisaris PT. Sumber
- tabel keputusan Awan Abadi di Malang Tahun 2011-sekarang.

C1-6
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

JARINGAN STASIUN ALE LAPAN UNTUK


MENDUKUNG KOMUNIKASI DARURAT DI
INDONESIA
Varuliantor Dear
Peneliti Bidang Ionosfer dan Telekomunikasi, LAPAN
Jl. Dr. Djunjunan 133A, Bandung
varuliant@yahoo.com

MHz telah sampai pada proses sistem adaptif [3]. Sistem


adaptif tersebut merupakan sistem yang dapat
Abstrak Padamakalah ini dibahas tentang jaringan mengevaluasi frekuensi kerja yang hendak digunakan
stasiun ALE (Automatic Link Establishment) LAPAN dan dikenal sebagai sistem Automatic Link
yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung komunikasi Establishment(ALE).Dalam sistem tersebut, informasi
darurat di wilayah Indonesia. Dengan telah terbangunnya tentang frekuensi kerja komunikasi radio HF secara real
jaringan dari tiga stasiun ALE LAPAN pada tahun 2012, time dapat diperoleh.Dengan perpaduan sistem adaptif
telah dihasilkan informasi berupa frekuensi kerja rujukan
dan mandiri, komunikasi radio HF semakin menjadi
untuk sirkit komunikasi radio HF yang berada disekitar
stasiun ALE LAPAN. Informasi tersebut dapat pilihan utama untuk mendukung komunikasi pada saat
dimanfaatkan dengan dua metoda yang berbeda, yakni kondisi darurat.
pengamatan secara real time dan teknik adopsi Lembaga Penerbangan Antariksa dan Nasional
manajemen frekuensi. Dengan informasi tersebut, (LAPAN) saat ini telah membangun stasiun ALE yang
penentuan frekuensi kerja pada suatu sirkuit komunikasi berlokasi di 3 lokasi yang tersebar di pulau Jawa dan
radio HF, khususnya saat terjadi kondisi darurat seperti Kalimantan. Selain itu, secara berkesinambungan
bencana alam, akan dapat terwujud. Selain itu, pengembangan jaringan stasiun ALE juga direncanakan
pengembangan jaringan ALE LAPAN pada tahun 2012 dilakukan untuk menambah informasi kondisi propagasi
ini, juga akan menambah informasi sirkit komunikasi
komunikasi radio HF di seluruh wilayah Indonesia.
radio HF yang dapat digunakan sebagai rujukan
komunikasi radio HF yang dilakukan terutama untuk Dengan pengembangan stasiun ALE tersebut, salah satu
mendukung komunikasi darurat di wilayah Indonesia. manfaat yang diharapkan adalah untuk mendukung
komunikasi darurat di wilayah Indonesia.
Kata KunciALE, Komunikasi Darurat, Radio. Pada makalah ini dibahas tentang jaringan stasiun
ALE LAPAN dalam rangka mendukung komunikasi
I. PENDAHULUAN darurat di wilayah Indonesia.Pembahasan yang
dilakukan meliputi konsep, implementasi, manfaat yang

S alah satu permasalahan yang muncul dalam


diperoleh serta potensi pengembangan yang dapat
dimanfaatkan untuk mendukung komunikasi darurat.
mitigasi penanganan bencana alam di Indonesia adalah
kesiapan prasarana telekomunikasi yang berfungsi II. TEKNOLOGI KOMUNIKASI RADIO HF UNTUK
untuk mendukung koordinasi kegiatan yang dilakukan KOMUNIKASI DARURAT
[1]. Selain dikarenakan Indonesia berada diwilayah Komunikasi radio HF merupakan salah satu sarana
dengan potensi bencana alam yang cukup tinggi, bentuk komunikasi yang relatif murah dan mandiri. Sifat ini
negara Indonesia yang merupakan negara kepulauan dimiliki karena komunikasi radio HF tidak bergantung
menyebabkan tidak meratanya penyebaran infrastruktur pada infrastruktur telekomunikasi moderen, namun
telekomunikasi di wilayah Indonesia. Sehingga apabila dapat menjangkau jarak komunikasi yang cukup
terjadi bencana alam, maka kegiatan komunikasi yang jauh.Dengan sifat tersebut, komunikasi radio HF
dibutuhkan akan memiliki cukup banyak kendala seperti menjadi salah satu pilihan dalam kondisi-kondisi
terputusnya jaringan komunikasi teresterial (fixed line tertentu seperti penanganan bencana alam.
dan selular). Oleh karena itu sarana dan prasarana Namun, kendatipun mandiri, salah satu kekurangan
komunikasi yang mandiri dan handal sangat dibutuhkan dari aspek teknis komunikasi radio HF adalah
terutama dalam mendukung kegiatan mitigasi penggunaan atau penentuan frekuensi kerja yang
penanganan bencana alam yang sewaktu-waktu dapat bergantung pada kondisi lapisan ionosfer [4]. Dengan
terjadi. kondisi lapisan ionosfer yang sangat dinamis, satu
Radio komunikasi HF (3-30 MHz) merupakan salah nilaifrekuensi kerja tidak dapat digunakan setiap saat
satu sarana komunikasi yang menjadi pilihan dalam dalam satu hari. Oleh karena itu, apabila komunikasi
situasi darurat karena memiliki sifat mandiri[2]. Saat ini perlu dilakukan pada saat-saat tertentu, seperti
pengembangan teknologi komunikasi radio HF (3-30 penanganan bencana, maka penyesuaian frekuensi kerja

C2-1
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

berdasarkan kondisi lapisan ionosfer yang berubah lain yang dapat mengevaluasi secara real time dari
setiap waktu perlu juga dilakukan.Hal ini dilakukan kondisi lapisan ionosfer untuk menentukan frekuensi
sebagai langkah untuk menjamin keberhasilan kerja yang akan digunakan. Solusi tersebut diterapkan
komunikasi dua arah yang diperlukan. dalam suatu sistem yang terintegrasi pada perangkat
Beberapa solusi dalam mengatasi kendala radio yakni sistem Automatic Link Establishment
berubahnya kondisi lapisan ionosfer yang (ALE).
mempengaruhi frekuensi kerja komunikasi radio HF Sistem ALE merupakan sistem yang melakukan
telah dilakukan. Solusi tersebut antara lain berupa pengujian terhadap semua frekuensi kerja yang dimiliki
pengaturan waktu komunikasi dan juga pengembangan pada sebuah sirkuit komunikasi radio.Dalam pengujian
sistem adaptif untuk meng-evaluasi kondisi propagasi tersebut, pemilihan frekuensi kerja ditentukan
yang terjadi. Solusi berupa pengaturan waktu berdasarkan hasil pendataan analisa kualitas penerimaan
komunikasi merupakan tindakan penjadwalan waktu frekuensi kerja yang paling baik dimasing-masing
komunikasi yang sesuai dengan prediksi kondisi lapisan stasiun.Metoda analisa ini dikenal sebagai metoda Link
ionosfer.Solusi penjadwalan waktu komunikasi tersebut Quality Analysis (LQA). Dengan metoda ini sistem ALE
dikenal sebagai manajemen frekuensi komunikasi radio dapat mengetahui frekuensi kerja yang dapat digunakan
HF. Contoh manajemen frekuensi komunikasi radio HF
sesuai dengan kondisi lapisan ionosfer yang
disajikan pada Gambar 1.
mempengaruhi propagasi komunikasi radio HF[6].
Mekanisme metoda LQA sistem ALE diilustrasikan
pada Gambar 2.

Gambar 1. Manajemen Frekuensi Radio HF

Pada Gambar 2-1 disajikan manajemen frekuensi


komunikasi radio HF untuk sirkuit Bandung-Watukosek
pada bulan Januari 2012.Pada gambar tersebut terlihat
besarnya frekuensi kerja (fk), prediksi frekuensi
tertinggi (MUF), dan prediksi frekuensi terendah (LUF)
yang dapat digunakan pada sirkuit komunikasi
Bandung-Watukosek.Dari grafik tersebut, manajemen Gambar 2. Mekanisme metode LQA sistem ALE
frekuensi dilakukan dengan melihat waktu disaat
frekuensi kerja (fk) berada diantara frekuensi terendah Pada Gambar 2 terlihat bahwa stasiun A maupun
(LUF) dan tertinggi (MUF).Waktu tersebut merupakan stasiun B melakukan proses pengiriman sinyal identitas
waktu yang digunakan untuk berkomunikasi.Diluar dari dari tiap frekuensi yang dimiliki dengan waktu yang
nilai waktu tersebut, komunikasi yang dilakukan berbeda(sounding). Apabila stasiun B menerima sinyal
memiliki peluang sangat kecil untuk berhasil. sounding dari stasiun A, maka stasiun B melakukan
Frekuensi kerja (fk) yang dimiliki oleh sirkuit pada pendataan frekuensi-frekuensi kerja yang dapat diterima
gambar 2-1 adalah sebesar 7 MHz. Dengan melihat oleh dari stasiun A sesuai dengan urutan kualitas sinyal
rentang frekuensi kerja yang dapat dipantulkan oleh yang diterima. Dengan pendataan tersebut, maka apabila
lapisan ionosfer, yakni LUF dan MUF, maka waktu
stasiun B hendak menghubungi stasiun A, frekuensi
yang dapat digunkaan untuk berkomunikasi dengan
kerja yang dicoba untuk digunakan adalah frekuensi
frekuensi kerja 7 MHz adalah pada pukul 07 hingga 23
WIB. Pada waktu tersebut, komunikasi antar kedua dengan urutan teratas. Hal serupa juga dilakukan oleh
stasiun tersebut memiliki peluang berhasil dilakukan stasiun Auntuk mencatat frekuensi kerja yang dapat
sesuai dengan kondisi lapisan ionosfer. digunakan apabila hendak menghubungi stasiun B
Kelemahan yang cukup menonjol dari pemanfaatan maupun stasiun lainnya.
manajemen frekuensi adalah pada saat terjadinya
kondisi ekstrim di lapisan ionosfer. Komunikasi yang
dilakukan sesuai dengan jadwal yang telah diperoleh III. JARINGAN STASIUN ALE LAPAN
dapat terganggu saat lapisan ionosfer mengalami Saat ini LAPAN telah membangun 3 Stasiun ALE
gangguan seperti terjadinya peristiwa blackout akibat yang berlokasi di Bandung, Watukosek dan Pontianak
dari fenomena dampak ledakan flare di matahari [5]. yang tergabung dalam komunitas ALE untuk amatir
Berdasarkan hal tersebut, maka penggunaan manajemen radio. Stasiun ALE tersebut beroperasi secara terus
frekuensi akan tidak efektif, sehingga diperlukan solusi menerus selama 24 jam dalam satu hari guna

C2-2
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

memberikan informasi kondisi propagasi setiap jamnya. IV. HASIL PENERAPANDAN POTENSI PEMANFAATAN
Dengan sistem yang bekerja secara otomatis dan terus Dari penerapan jaringan stasiun ALE yang telah
menerus, informasi tentang kondisi propagasi dibangun oleh LAPAN hingga saat ini, diperoleh
komunikasi radio HF antar stasiun yang terlibat dapat informasi kondisi propagasi komunikasi radio HF secara
diketahui secara real time. Pada gambar 3 disajikan peta real time dari seluruh stasiun.Pada Gambar 4 disajikan
lokasi 3 stasiun ALE yang telah dibangun oleh LAPAN. contoh data hasil jaringan sistem ALE real time dari
stasiun ALE yang berlokasi di Bandung serta kemasan
informasi yang dapat diakses oleh masyarakat umum
melalui situs www.hflink.net.

Gambar 3. Peta Lokasi stasiun ALE LAPAN

(a)
Saat ini stasiun ALE LAPAN memiliki callsign
utama yakni YD0OXH.Sedangkan stasiun ALE lainnya
juga menggunakan callsign yang serupa dengan diakhiri
tambahan kode wilayah amatir radio pada bagian
belakang identitas callsign.Untuk stasiun ALE
Watukosek callsign yang digunakan adalah
YD0OXH3.Sedangkan untuk stasiun ALE Pontianak,
callsign yang digunakan adalah YD0OXH7.

Tabel 1.Alokasi frekuensi Stasiun ALE LAPAN.


Kanal Frekuensi
1 3596 KHz (b)
2 7049 KHz Gambar 4.(a) Contoh data hasil jaringan sistem ALE pada
3 7102 KHz stasiun ALE Bandung, dan (b) kemasan informasi yang dapat
4 10145 KHz diakses melalui jaringan internet
5 14109 KHz Pada Gambar 4(a) terlihat informasi dari jaringan
6 18109 KHz komunikasi radio stasiun ALE yang menunjukkan
7 21096 KHz waktu komunikasi, callsign stasiun lawan komunikasi,
8 24926 KHz dan frekuensi kerja yang dapat digunakan secara real
9 28146 KHz time pada sebuah stasiun ALE. Berdasarkan informasi
tersebut, maka dapat diketahui frekuensi kerja yang
Selain penggunaan frekuensi yang diatur sesuai dapat digunakan untuk menghubungi suatu stasiun ALE
dengan alokasi komunikasi amatir radio di wilayah 3 yang lokasinya telah diketahui berdasarkan callsign
ITU, stasiun ALE LAPAN juga diatur untuk dapat yang tertera. Dengan informasi tersebut, maka informasi
memberikan informasi kondisi propagasi komunikasi berupa frekuensi kerja atau kanal yang tercatat, dapat
radio HF setiap jamnya dalam satu hari.Pengaturan dijadikan sebagai rujukan untuk komunikasi antara 2
dilakukan pada aspek interval waktu dan banyaknya stasiun radio yang berada dilokasi yang sama dengan 2
sinyal yang dikirimkan pada saat sounding serta durasi stasiun ALE tersebut.
waktu untuk memantau informasi pada setiap Pada Gambar 4(b) disajikan kemasan dari informasi
kanal.Pada Tabel2 disajikan spesifikasi perangkat dan seluruh stasiun ALE jaringan internasional.Informasi
konfigurasi sistem ALE untuk mendapatkan informasi tersebut dikemas dalam sebuah layanan informasi
kondisi propagasi setiap jamnya. website yang dapat diakses oleh masyarakat umum yang
didukung oleh adanya sistem dalam jaringan ALE
Tabel 2. Konfigurasi pengaturan stasiun ALE LAPAN internasional untuk melakukan pelaporan (reporting)
Parameter Nilai Pengaturan secara otomatis melalui jaringan internet [7].Tiap
Daya Pancar 30 Watt stasiun ALE yang terlibat dalam jaringan tersebut,
Antena Folded Dipole Horisontal secara otomatis melaporkan penerimaan sinyal melalui
Interval Sounding 20 Menit per frekuensi jaringan internet yang telah terpasang bersamaan
Jumlah Informasi 5 informasi per-kanal dengan radio yang digunakan.Dengan sistem tersebut,
per-sounding maka informasi penerimaan sinyal yang berupa
Listening time 2 detik per-kanal frekuensi kerja dan identitas stasiun sumber sinyal oleh

C2-3
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

tiap-tiap stasiun ALE tersajikan secara jelas pada sebuah


layanan website.
Untuk memberikan kemudahan pemahaman bagi
pengguna, layanan yang disajikan juga menyertakan
sebuah peta yang menunjukkan frekuensi kerja yang
dapat digunakan antar stasiun ALE berdasarkan garis
penghubung dan warnanya.Pada Gambar 5 disajikan
contoh tampilan peta yang disajikan pada halaman
website tersebut.
(a)

Gambar 5.Contoh tampilan peta pada halaman website jaringan


ALE internasional.
(b)
Pada Gambar 5 terlihat bahwa terdapat garis
penghubung dengan warna biru antara stasiun ALE
Bandung (YD0OXH) dengan stasiun ALE Pontianak
(YD0OXH7). Garis penghubung berwarna biru tersebut
memiliki arti sebagai informasi frekuensi kerja yang
dapat digunakan antara Bandung-Pontianak pada kanal
3 sistem ALE, yakni antara 7 - 9 MHz.Kemasan
informasi tersebut memberikan kemudahan bagi
pengguna layanan website untuk mengetahui rentang
frekuensi atau kanal yang dapat digunakan untuk
komunikasi antara stasiun radio HF di sekitar kedua
stasiun ALE tersebutsecara cepat. Hal ini tentu sangat (c)
bermanfaat pada saat kondisi tertentu seperti saat Gambar 6. Frekuensi kerja yang dapat digunakan pada bulan
Februari untuk sirkuit komunikasi (a) Bandung-Watukosek, (b)
koordinasi penanganan bencana alam. Bandung-Pontianak, dan (c) Pontianak-Watukosek
Penerapan yang telah dilakukan oleh LAPAN di tiga
lokasi stasiun ALE yang berbeda juga menghasilkan Pada Gambar 6(a) terlihat informasi frekuensi kerja
informasi frekuensi kerja yang dominan dapat yang dapat digunakan antara stasiun ALE
digunakan pada sebuah sirkuit komunikasi.Dengan Bandung-Watukosek pada bulan Februari
melihat informasi frekuensi kerja dalam satu rentang 2012.Berdasarkan data tersebut, maka dapat ditentukan
waktu yang cukup lama, maka dapat diketahui frekuensi sebuah frekuensi kerja yang bisa digunakan berdasarkan
yang dominan dapat digunakan pada sebuah sirkuit frekuensi kerja yang dominan tercatat setiap
komunikasi tersebut untuk beberapa waktu kedepan. waktunya.Pada grafik tersebut terlihat bahwa frekuensi
Langkah tersebut merupakan langkah yang mengadopsi pada rentang 7 MHz dominan selalu dapat digunakan
prinsip manajemen frekuensi komunikasi radio HF setiap waktunya untuk sirkuit komunikasi antara
berdasarkan informasi dari hasil pengujian [8]. Contoh Bandung Watukosek. Dengan mengadopsi cara yang
serupa dengan manajemen frekuensi, maka komunikasi
dari informasi tersebut disajikan pada Gambar 6.
yang melibatkan dua stasiun radio HF yang berada di
sekitar lokasi stasiun ALE Bandung dan Watukosek
dapat mengunakan frekuensi pada rentang 7 MHz untuk
setiap waktu.
Pada Gambar 6(b) disajikan informasi grafik
frekuensi kerja yang dapat digunakan untuk sirkuit
komunikasi Bandung-Pontianak.Serupa dengan data
yang diperoleh berdasarkan Gambar 6(a), pemilihan
frekuensi kerja untuk sirkuit komunikasi radio HF yang
berada disekitar stasiun ALE Bandung-Pontianak juga
dapat merujuk pada frekuensi yang dominan dapat
digunakan setiap waktu. Untuk komunikasi antara sirkit
komunikasi yang berada di sekitar stasiun ALE
Bandung-Pontianak, tidak diperoleh sebuah nilai
frekuensi yang dapat digunakan setiap waktu. Namun,

C2-4
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

terdapat 3 rentang frekuensi yang memiliki waktu teknis dengan penerapan sistem adaptif yakni Automatic
komunikasi yang cukup panjang. Frekuensi tersebut Link Establishment (ALE).
adalah pada rentang 7 MHz, 10 Mhz, dan 14 MHz. LAPAN hingga saat ini telah membangun stasiun
Ketiga frekuensi tersebut dapat digunakan sesuai ALE di 3 lokasi yang berbeda.Dengan jaringan dari 3
dengan waktu yang tersaji pada grafik. Frekuensi 7 Mhz stasiun ALE tersebut, telah diperoleh informasi rentang
dapat digunakan untuk komunikasi pada jam 7 hingga 1 frekuensi kerja yang dapat digunakan untuk komunikasi
UT. Sedangkan rentang frekuensi 10 MHz dan 14 MHz radio HF disekitar stasiun ALE. Dengan menggunakan
dapat digunakan untuk komunikasi antara 00UT hingga dua metoda yang berbeda, yakni berdasarkan data
18 UT dan 03 UT hingga 16 UT. Hal yang serupa juga pengamatan secara real time melalui alamat website,
dapat diterapkan untuk sirkuit komunikasi antar dan penentuan frekuensi kerja yang dominan dengan
Pontianak dan Watukosek yang disajikan pada gambar menggunakan teknik adopsi manajemen frekuensi,
6(c). Dengan metoda tersebut, maka kebutuhan
informasi frekuensi kerja yang dapat digunakan untuk
informasi frekuensi kerja untuk sirkit komunikasi radio
sirkuit komunikasi radio HF disekitar lokasi stasiun
HF yang berada disekitar kedua lokasi stasiun ALE
ALE dapat diperoleh. Hal ini akan sangat bermanfaat
tersebut pada saat-saat tertentu seperti kondisi bencana
alam akan dapat terpenuhi. bagi penggunaan komunikasi radio HF, khususnya pada
Dengan informasi dan manfaatdari jaringan stasiun saat kondisi darurat seperti bencana alam. Selain itu,
ALE yang telah ada, LAPAN pada tahun 2012 ini perencanaan pengembangan stasiun ALE LAPAN pada
merencanakan menambah 4 stasiun ALE yang berlokasi tahun 2012 ini akan menambah jumlah informasi yang
di Kototabang, Manado, Kupang dan Biak. Hal ini diperlukan dalam rangka mendukung komunikasi
dilakukan sebagai upaya untuk memperoleh informasi darurat diwilayah Indonesia.
kondisi propagasi komunikasi radio HF yang mencakup
seluruh wilayah Indonesia secara real time. Dengan REFERENCES
pengembangan jaringan stasiun ALE tersebut, maka [1] Nurdin R., 2012,Komunikasi Bencana,
rujukan informasi dari sirkit komunikasi stasiun ALE http://sosbud.kompasiana.com/2012/01/04/komunikasi-bencana
/. Download Januari 2012
yang digunakan untuk menentukan frekuensi kerja
[2] Jiyo, 2010, Riset Ionosfer dan Pemanfaatannya, Materi Pelatihan
komunikasi radio HF akan menjadi lebih banyak. Dari Manajemen Frekuensi dan Teknis Komunikasi Radio Tingkat
pengembangan tersebut akan diperoleh informasi dari Lanjut Tahun 2011. Juni 2011.
sirkuit-sirkuit komunikasi yang berupa nilai frekuensi [3] McNamara, L.F. 1991. The Ionosphere: Communications,
kerja yang dapat digunakan sebagai rujukan pemilihan Surveillance, and Direction Finding, Krieger Publishing
frekuensi kerja diseluruh wilayah Indonesia. Informasi Company, 1991, pp. 135-147.
tersebut dapat diperolehdan dimanfaatkan setiap saat, [4] Dear V., 2009, Pengaruh Perubahan ketinggian (h) dan
Frekuensi Kritis lapisan ionosfer (fo) terhadap besarnya
khususnya pada saat terjadi bencana alam. Dengan
Frekuensi Kerja Maksimum (MUF) Sirkit Komunikasi Radio
informasi yang diperoleh,jaringan stasiun ALE LAPAN HF, Prosiding Seminar Sains Antariksa IV. April 2009. Hal.
dapat mendukung komunikasi darurat di wilayah 132-137. ISBN : 978-979-1458-23-8
Indonesia. [5] Jiyo, Yatini, C. 2005. Pengaruh Badai Antariksa
Oktober-November 2003 Terhadap Lapisan Ionosfer dan
V. KESIMPULAN Komunikasi Radio, Warta LAPAN Vol 7 No.3
[6] Dear V., 2012, Telaah Perbandingan Hasil Uji Komunikasi
Komunikasi radio merupakan salah satu pilihan Menggunakan Sistem ALE (Automatic Link Establishment)
sarana komunikasi pada saat kondisi tertentu seperti Dengan Data Ionosonda Tanjungsari Untuk Sirkuit Komunikasi
terjadinya bencana alam.Dengan sifat yang mandiri dan Bandung-Watukosek, Dalam Proses Publikasi Berita
relatif murah, serta mampu menjangkau wilayah Dirgantara, LAPAN.
komunikasi yang cukup jauh, radio HF dapat menjadi [7] Hflink, 2010, ALE Handbook for Government Chapter 3.
pilhan utama untuk komunikasi darurat. Kendatipun Available : http://hflink.com/standards/
demikian, keberhasilan komunikasi radio HF dibatasi [8] Suhartini S., 2006. Prediksi dan Manajemen Frekuensi
oleh ketergantunganakan kondisi lapisan ionosfer. Komunikasi Radio HF, Publikasi ilmiah LAPAN, ISBN
Namun, permasalahan ini telah diantisipasi dalam aspek 978-979-1458-00-99.

C2-5
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Desain Antena Vertical Ground-Plane pada


Frekuensi 902 928 Mhz Menggunakan
Computer Simulation Technology (CST)
Putri Wulandari*, Moh. Amanta K. S Lubis, ST**, Dwi Astharini, M.Sc*

*Fakultas Sains dan Teknologi, Jurusan Teknik Elektro, Universitas Al-Azhar Indonesia, Jl.
Sisingamaraja, Jakarta 12110. Telp. (021) 7279 2753
**Pusat Teknologi Pertahanan dan Keamanan, Bidang Teknologi Industri Rancang Bangun dan
Rekayasa, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT)

Email: poeyapoe@gmail.com , amanta_sakti@yahoo.com , astharini@uai.ac.id

b. Penginderaan jauh (Remote Sensing), misalnya


radar yaitu suatu perangkat penginderaan jarak jauh
Abstrak Pada paper kali ini, penulis akan mendesain aktif yang bekerja meradiasi dan menerima
antena jenis monopole antena, yaitu antena vertikal gelombang.
ground-plane. Dalam mendesain antenna ini, digunakan Pada paper kali ini yang akan didesain adalah salah
software Computer Simulation Technology (CST)
satu antena yaitu antena vertikal ground-plane yang
Microwave Studio. Dalam mendesain suatu antena,
terdapat beberapa faktor yang harus diketahui, termasuk berkerja pada frekuensi 902 928 MHz dengan
besar frekuensi yang diinginkan dan berapa panjang menggunakan software Computer Simulation
gelombangnya.Berdasarkan desain yang terdapat pada Technology (CST). Antena ini merupakan antena yang
paper ini, diketahui hasil frekuensi antena ini bekerja pada berasal dari jenis monopole yang dirancang
frekuensi 902 928 MHz dan memiliki pola radiasi menggunakan sebuah kabel koaksial dan memiliki dua
Omni-Directional, yaitu menyebar ke segala arah. Selain
atau lebih radial yang berada di sisi-sisi dari antena
pola radiasi dan frekuensi, dengan menggunakan CST
dapat juga diketahui gain dan direktivitas dari antena tersebut.
yang telah didesain. Di paper ini juga akan didiskusikan bagaimana cara
mendesain antena vertikal ground-plane yang akan
Kata Kunci Antena, Vertikal ground-plane, Desain dibahas pada bagian kedua, hasil dan analisa pada bagian
Antena, Antena monopole, Pola Radiasi. ketiga dan kesimpulan pada bagian akhir.
I. PENDAHULUAN

P ERTUKARAN informasi pada saat ini semakin


berkembang pesat dan tidak dapat dipisahkan dari
kehidupan masyarakat yang modern ini. Hal ini sepadan
II. DESAIN ANTENA VERTIKAL GROUND-PLANE
Antena vertikal ground-plane adalah salah satu jenis
antena monopole dan didesain untuk meneruskan sinyal
dengan berkembangnya teknologi informasi dan juga yang dipolarisasikan secara vertikal. Antena ini terdiri
telekomunikasi yang semakin maju sehingga dari panjang gelombang yang dibuat sebagai
memudahkan masyarakat untuk berbagi informasi. separuh-dipole dan memiliki empat elemen lain
Pertukaran informasi dapat dilakukan dengan berbagai gelombang sebagai ground yang dibengkokan 30
cara, misalnya melalui telepon atau internet. sampai dengan 45, elemen ini lebih dikenal dengan
Dalam pertukaran informasi ini dibutuhkan suatu sebutan radial atau ground-plane. Antena ini
media atau perangkat yang dapat memindahkan mempunyai pola radiasi omni-directional dimana radiasi
gelombang elektromagnetik dari suatu media ke media yang dihasilkan akan menyebar ke segala arah.
lain. Perangkat inilah yang kita kenal dengan sebutan Dalam pembuatan antena vertikal ground-plane
Antena. Sebagai contoh penggunaan antena pada saat ini bagian yang paling penting adalah konektor dan
adalah: ground-plane. Pada Gambar 1 dapat dilihat desain dari
a. Untuk penggunaan komunikasi tanpa kabel konektor pada antena vertikal ground-plane
(wireless communication), yaitu berupa Wireless menggunakan software CST.
Local Area Networks (WLAN), sistem Global
Positioning Satellite (GPS), Mobile
Communications, Telephone Microwave dan
lain-lain.

C3-1
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

3. Dari gambar diketahui antena ini memiliki sebuah


antena vertikal dan 4 buah antena radial.

Gambar 1. Konektor Antena

Pada Gambar 1 tersebut terlihat 3 bagian dari


konektor ini, yaitu konduktor dalam, dielektrik dan
konektor luar. Tiap bagian memiliki ukuran yang Gambar 3. Antena Vertikal Ground-Plane
berbeda-beda. Pada Tabel 1 dapat dilihat perbandingan
ukuran dari masing-masing bagian dan ukuran-ukuran Untuk mendapatkan frekuensi yang bekerja dari 902
tersebut didapat dengan cara mengukur secara langsung 928 MHz, terdapat 3 parameter yang akan
konektor asli yang dijual dipasaran. mempengaruhi hasil dari frekuensi antena ini, parameter
yang dimaksud adalah panjang vertikal antena, panjang
radial antenna dan besar sudut antara radial antena
Tabel 1. Ukuran Konektor
dengan tempat untuk menaruh antena radial. Oleh karena
Radius itu, untuk mendapatkan hasil yang terbaik maka
Konektor Radius Luar Panjang
Dalam
Konektor
dilakukan perhitungan secara acak menggunakan
0 mm 1.75 mm 22 mm parameter sweep yang terdapat pada CST.
Dalam
Dielektrik 1.75 mm 4.65 mm 22 mm
Pada Gambar 4 dapat dilihat hasil parameter sweep
dari antena vertikal yang dilakukan secara acak dari 70
Konektor
4.65 mm 7.675 mm 18.5 mm mm 75 mm dan percobaan ini dilakukan sebanyak 5
Luar
kali. Untuk antena radial parameter sweep dilakukan dari
Tahap selanjutnya adalah pembuatan ground-plane. ukuran 70 mm 75 mm yang dilakukan sebanyak 5 kali
Antena ini memiliki 4 buah ground-plane radial yang juga dan hasil dari percobaan tersebut dapat dilihat pada
berada pada tiap sisi. Sebelum membuat ground-plane Gambar 5. Sedangkan pada Gambar 6 merupakan hasil
dibuat terlebih dahulu sebuah kotak untuk tempat parameter sweep dari besar sudut antena radial dari 30 -
menaruh 4 antena radial, seperti yang terlihat pada 45 dan percobaan ini dilakukan sebanyak 8 kali.
Gambar 2. Ukuran dari kotak ini adalah 12.5 mm x 12.5
mm dengan ketebalan 2 mm.

Gambar 4. Hasil Parameter Sweep dari Antena Vertikal

Gambar 2. Tempat Menaruh Antena Radial

Setelah itu, baru dapat didesain antena radialnya.


Tahapan untuk membuat antena adalah :
1. Pindahkan posisi koordinat menjadi (0,0) sehingga
berada ditengah-tengah dari desain.
2. Buat antena radial dengan menggunakan curve line
dan buat menjadi 3 dimensi menggunakan sweep
curve.
3. Copy antena radial tersebut sehingga terdapat 4
buah antena radial yang terdapat di setiap sisi.
Gambar 5. Hasil Parameter Sweep dari Antena Radial
Hasil akhir dari desain ini dapat dilihat pada Gambar

C3-2
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

antena ini memiliki ukuran yang relative kecil


dibandingkan dengan ukuran antena. Dimana ukuran
dari ground-plane adalah 12.5 mm x 12.5 mm dengan
ketebalan 2 mm, sedangkan panjang antena yang dipakai
adalah 73.75 mm. Inilah yang membuat pola radiasi dari
antena tidak tertahan di ground-plane.

Gambar 6. Hasil Parameter Sweep dari Besar Sudut Antena Radial

Dari hasi parameter sweep tersebut didapat beberapa


nilai dari parameter yang hasil frekuensinya 902 928
MHz dan dapat dilihat pada Tabel 2. Pada tabel nilai
panjang dan sudut yang menghasilkan frekuensi 902
928 MHz dicari gain menggunakan CST.

Gambar 7. Pola Radiasi dari Antena Vertikal Ground-Plane dalam 3D


Tabel 2.Hasil dari Parameter Sweep

Parameter Ukuran Gain Warna merah pada gambar menunjukkan bahwa pola
Antena Vertikal
73.75 mm 1.32 dB radiasi pada arah tersebut sangat kuat dibandingkan
75 mm 1.27 dB dengan arah yang lain, contohnya pada warna kuning
70 mm 1.12 dB
atau hijau.
71.25 mm 1.29 dB
Antena Radial 72.5 mm 1.32 dB B. Direktivitas dan Gain
73.75 mm 1.37 dB
75 mm 1.27 dB Direktivitas (keterarahan) dari sebuah antena
30 1.27 dB didefinisikan sebagai perbandingan (rasio) intensitas
32.149 1.22 dB radiasi sebuah antena pada arah tertentu dengan
Besar Sudut
34.2857 1.15 dB
36.4286 1.16 dB
intensitas radiasi rata-rata pada semua arah. Sedangkan
gain adalah penguatan atau kemampuan pada antena
III. HASIL DAN PEMBAHASAN yang berhubungan dengan direktivitas dan efisiensi
antena.
Dari Tabel 2 didapat panjang antena vertikal, antena
Dari hasil yang didapatkan melalui CST, antena
radial dan besar sudut yang terbaik dan akan dianalisa.
vertikal ground plane memiliki direktivitas dan gain
Sebelum memilih ukuran apa yang akan dipakai maka
seperti pada Gambar 8, yaitu 1.42 dBi dan 1.3 dB.
dicari terlebih dahulu gain dari masing-masing
perhitungan. Selanjutnya, didapat untuk antena vertikal
panjang yang dipakai adalah 73.75 mm, antena radial
73.75 mm dan besar sudut 30 dengan gain yang dimiliki
oleh masing-masing parameter tersebut adalah 1.32 dB,
1.37 dB dan 1.27 dB.
A. Pola Radiasi
Pola radiasi (radiation pattern) suatu antena adalah
pernyataan grafis yang menggambarkan sifat radiasi dari
suatu antena pada medan jauh sebagai fungsi arah[1]. Gambar 8. Besar Direktivitas dan Gain pada Antena Vertikal Ground
Plane
Menurut teori, pola radiasi dari antena monopole
adalah setengah dari pola radiasi dipole. Dikarenakan
antena monopole adalah antena yang memiliki C. Return Loss
ground-plane, sehingga pola radiasi dari antena ini akan Antena vertikal ground-plane yang didesain ini
tertahan pada area ground-plane[2]. Tetapi hal ini dapat diharapkan memiliki frekuensi yang berada pada 902
terjadi bila luas area ground-plane memiliki ukuran yang 928 MHz.Untuk melihat berada di frekuensi berapa
relatif besar. anena tersebut bekerja dapat dilihar pada return loss.
Pada Gambar 7 dapat dilihat pola radiasi dari antena Berdasarkan hasil dari antena yang telah didesain
vertikal ground-plane yang didesain dengan dengan menggunakan CST didapat gambar return loss
menggunakan software CST. Disini dapat dilihat bahwa seperti pada Gambar 9. Frekuensi center dari antena ini
antena ini mempunyai pola radiasi yang seperti bola adalah 0.924 GHz atau setara dengan 924 MHZ dan ini
dengan terdapat lubang dibagian tengahnya, seperti berarti antena yang telah di desain sesuai dengan apa
antena dipole. Hal ini, dikarenakan ground-plane dari yang diinginkan.

C3-3
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

3. Berdasarkan desain, diketahui pola radiasi dari


antena vertikal ground-plane adalah
Omni-directional yaitu ke segala arah dengan
farfield seperti bola.
4. Dalam mendesain antena yang terlebih dahulu harus
diketahui adalah berapa frekuensi kerja yang
diinginkan.
5. Untuk frekuensi tinggi dibutuhkan antena yang
ukurannya lebih kecil dan sebaliknya untuk antena
yang memiliki frekuensi rendah antena yang dibuat
lebih panjang.
Gambar 9. Return Loss pada Antena Vertikal Ground-Plane

IV. KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA


Kesimpulan yang didapat dari desain antena vertikal [1] Balanis, Constantine. A. Antenna Theory, Analysis and Design.
ground-plane adalah: 1982. John Wiley &Sons, INC.
1. Dari desain yang telah dibuat, antena vertikal [2] Yi Huang, Kevin Boyle. Antenna : from theory to practice.
2008. John Wiley & Sons Ltd.
ground-plane memiliki frekuensi center sebesar [3] CST Microwave Studio 2009, CST Studio Suite www.cst,com,
924 MHz. Sesuai dengan modem yang akan Spatial Cooperation [Computer Progam]
digunakan yang bekerja pada frekuensi 902 928
MHz. Penulis pertama lahir di Tangerang,18 Mei 1991. Pada saat ini,
penulis sedang menempuh strata 1 (S1) di Jurusan Teknik Elektro,
2. Antena ini memiliki direktivitas sebesar 1.42 dBi
Universitas Al-Azhar Indonesia, dari tahun 2008 hingga sekarang.
dan gain sebesar 1.3 dB. Untuk informasi lebih lanjut, dapat dihubungi melalui
poeyapoe@gmail.com

C3-4
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Rancang Bangun Antena Mikrostrip Patch Bujur


Sangkar Susun Dua untuk Aplikasi
Wireless Fidelity
M. Darsono
Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik - Universitas Darma Persada
Jl Radin Intan II ( Terusan Casablanca) Pondok Kelapa, Jakarta 13450
Tlpn : 021-8649057 ext : 2017, Fax : 021-8649052
Email : em_darsono@yahoo.co.id

Antena mikrostrip merupakan salah satu antena yang


Abstrak Rancang bangun antena mikrostrip susun dikembangkan melalui teknologi mikrostrip dengan
dua patch dikembangkan untuk mendukung system bentuk datar. Teknologi mikrostrip memanfaatkan
komunikasi wireless Standar IEEE 802.11b (Wi-Fi). media PCB (printed circuit board) untuk rancangan
Antena susun dua patch untuk mendapatkan peningkatan
antena untuk struktur patch peradiasi maupun saluran
parameter gain. Konfigurasi antena kombinasi dua patch
bujur sangkar terhubung rangkaian transformer. transmisi. Sifat antena mikrostrip memiliki kelemahan
Perangcangan digunakan metode moment dengan aplikasi terhadap gain rendah dan effektive beroperasi di
simulasi perangkat lunak microwave office. Pada riset ini frekuensi narrow band. Rancang bangun antena
untuk jenis material substrat yang digunakan adalah mikrostrip dengan patch susun dua dirancang untuk
duroid RT 5880. Hasil dari simulasi rangkaian memperoleh peningkatan gain yang mendukung kinerja
transformer dalam kondisi mismatch impedansi diperoleh
pada sistem wireless fidelity. Makalah ini merupakan
pada jarak antara kedua patch adalah 0,8 . Hasil dari
simulasi dan pengukuran antenna diperoleh parameter pengembangan dari hasil riset sebelumnya tentang
bandwidth return loss 10 dB bergeser 2,9%. Hasil dari rancang bangun antena mikrostrip patch bujur sangkar
simulasi memperlihatkan peningkatan parameter gain dari menggunakan pencatuan saluran transmisi mikrostrip
intensitas power radiasi sebesar 66% dengan maksimum dengan sebuah stub seri.
gain adalah 9,377 dB. Antena susun dua patch terdistribusi melalui
rangkaian transformer seperempat gelombang
Kata Kunci : Antena mikrostrip, Patch bujur sangkar,
Transformer, Wi-Fi.
menggunkan model power divider T-Juntcion.
Rangkaian transformer dirancang melalui saluran
I. PENDAHULUAN transmisi mikrostrip dengan struktur terdiri dari satu
saluran masuk dan dua saluran keluaran yang memiliki
P ERKEMBANGAN teknologi perangkat komunikasi
data melalui jaringan nirkabel atau Wireless LAN
(WLAN) terus meningkat sejalan dengan penggunaan
nilai impedansi sama. Penempatan antar patch peradiasi
secara linier satu sumbu koordinat dengan pengaturan
jarak resonansi di atas seperempat gelombang pada titik
akses internet. Teknologi WLAN yang
pusat patch peradiasi. Material substrat PCB yang
direkomendasikan melalui standar IEEE 802.11 ada tiga,
digunakan jenis duroid 5880 dengan ketebalan 1,57 mm
yaitu : Standar IEEE 802.11 (2,4 Ghz dengan kecepatan
dan konstanta dielektrik 2,2. Untuk rancang bangun
2 Mbps), Standar IEEE 802.11a ( 5 GHz dengan
antena digunakan metode simulasi menggunakan
kecepatan 5,4 Mbps),Standar IEEE 802.11b(2,4
perangkat lunak microwave office. Hasil rancang bangun
GHz-2,5 GHz) dan Standar IEEE 802.11g ( 2,4 GHz
antena susun dua patch diharapkan tercapai target
dengan kecepatan 54 Mbps). Wireless fidelity (Wifi)
parameter gain diatas 6 dB.
merupakan teknologi WLAN dengan standar IEEE
802.11b yang beroperasi di frekuensi 2,4 GHz-2,5 GHz.
II. ANTENA MIKROSTRIP
Antena wi-fi dalam stuktur jaringan WLAN merupakan
media yang mendistribusikan sinyal ke perangkat Teknologi mikrostrip merupakan sebuah medium
bergerak atau mobile station. Untuk peningkatan daya (substrate) yang memiliki karakteristik dielektrik yang
transmisi sinyal, maka dapat dikembangkan kekuatan dapat digunakan untuk menghantarkan atau suatu
atau gain dari antena pada perangkat titik akses atau propagasi gelombang elektromagnetik melalui
access point. Antena pada titik akses memiliki sifat teknologi MIC ( Microstrip Integrated Circiut ) untuk
directional dengan polarisasi linier. Sehingga antena frekuensi gelombang mikro. Secara umum bentuk
dapat dirancang dengan model susun agar memperoleh sebuah patch antenna mikrostrip ada tiga, yaitu: persegi
gain yang lebih tinggi. panjang, lingkaran dan ellips. Struktur dari antenna

C4-1
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

mikrostrip, dimana lebar konduktor pada sisi permukaan Dimana c adalah kecepatan cahaya, reff adalah
atas substrat disebut patch. Arah radiasi medan magnetic konstanta dielektrik effective, fr adalah frekuensi
dari patch menuju pada lapisan substrat dengan resonansi dalam Hertz.
ketebalan tertentu sampai bidang ground. Bidang
ground merupakan lapisan konduktor yang menutupi
B. Rangkaian Transformer
seluruh lapisan substrat. Sehingga medan radiasi akan
terpantul keseluruh permukaan substart dan sebagian
menuju ke lapisan udara. Sebuah transformer merupakan bagian dari rangkaian
power divider. Pemodelan transformer dari power
divider ada tiga, yaitu : impedansi transformer jenis
A. Patch Bujur Sangkar
T-junction , transformer dan off side line. Untuk
rangkaian power divider transformer 1/4 memiliki
Sebuah patch bujur sangkar merupakan bagian dari konfigurasi, dimana nilai impedansi masuk adalah sama
bentuk umum patch persegi panjang. Bentuk struktur dengan impedansi karakteristik (Zo) saluran transmisi.
dari patch persegi panjang terhadap frekuensi resonansi Untuk nilai impedansi transformer adalah Zo/2.
(fr) dipengaruhi oleh mode dominan propagasi Sebuah saluran transmisi mikrostrip dirancang
gelombang tranverse magnetik TMmn, dimana m dan n melalui sebuah garis pada bidang konduktor yang
mode orde. Bentuk dimensi patch persegi panjang terletak disisi lapisan permukaan substrat dengan lebar
diperoleh melalui persamaan : patch. Lebar konduktor sebagai saluran transmisi
1/ 2
memiliki nilai impedansi karakteristik (Zo), dimana nilai
c m 2 n 2 impedansi dipengaruhi rasio antara lebar patch (w)
fr = + terhadap ketebalan substrat (h) serta konstanta
2 reff L W
(1) dielektrik. Nilai impedansi karakteristik saluran
transmisi mikrostrip untuk w/h > 1 diperoleh melalui
dimana fr adalah frekuensi resonansi dalam Hertz, reff persamaan :
adalah konstanta dielektrik efektive dan c adalah
kecepatan cahaya ( 3 x 108 m/dt ). Untuk L adalah
panjang sisi patch dalam milimeter dan W adalah lebar Z 0 (Ohm) =
[120 ( ) ]
eff
1 / 2

sisi patch dalam milimeter. w w


+ 1,393 + 0,667ln(1,444 + )
Untuk dimensi patch bujur sangkar digunakan mode h h (4)
propagasi terhadap mode propagasi TM10, dimana orde
mode untuk m = 1 dan n = 0. Panjang effektive patch Dimana reff adalah konstan dielektrik effective, w
bujur sangkar diperoleh melalui persamaan : adalah lebar patch saluran dan h adalah ketebalan
c substrat. Konstanta dielektrik effective (reff ) yang
L= 2 L
2 f r reff diperoleh harus memperhitungkan terhadap fringing dan
(2) propagasi gelombang dalam saluran. Nilai dari
konstanta dielektrik effective diperoleh melalui
Adanya effek fringing yang muncul sepanjang sisi tepi persamaan :
peradiasi diperlukan penambahan panjang (L)
sepanjang dimensi patch yang diperoleh melalui (r +1) (r 1) 12h
1/ 2
(5)
persamaan: reff = + 1+
2 2 w

( eff + 0 , 3 ) h + 0 , 264
w Dimana h adalah ketebalan substrat dalam milimeter
L = 0 , 412 h dan w adalah lebar patch dalam milimeter.
( 0 , 258 )
w
+ 0 ,8
eff h (3)
dimana h adalah ketebalan substrat dalam milimeter, w III. METODOLOGI
adalah lebar saluran microstrip dalam milimeter dan eff
adalah konstanta dielektrik effective. Sedangkan untuk Pengembangan desain antena susun dua elemen patch
effisiensi radiasi lebar patch peradiasi (W) bujur sangkar dilakukan untuk peningkatan performansi tingkat power
diperoleh melalui persamaan : radiasi di daerah frekuensi Wi-Fi. Peningkatan power
c radiasi penting digunakan untuk antena pada aplikasi
W =
2 fr
( r + 1 ) pemancar transmisi. Secara struktur dasar desain antena
susun adalah penambahan sebuah elemen patch identik
2 (4) yang ditempatkan pada jarak resonansi frekuensi operasi
tertentu.
Untuk mendisain rancang bangun antena digunakan
metode simulasi dan pengukuran. Pada aplikasi

C4-2
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

rancangan simulasi menggunakan metode moment saat posisi 7,2 mm dari patch dan panjang stub adalah
dengan dukungan perangkat lunak Microwave Office 14,4 mm.
(MWO). Sedangkan untuk memvalidasi data parameter Rancangan antenna susun dengan dua elemen patch
hasil simulasi dilakukan melalui metode pengukuran merupakan bentuk luasan dari struktur antenna pada
menggunakan perangkat Network Analyzer di gambar 1.
Laboratorium Antena Departemen Teknik Elektro
Universitas Indonesia. Gambar 1 memperlihatkan
prototip antena mikrostrip satu elemen patch bujur
sangkar dengan penambahan sebuah stub saluran
transmisi untuk aplikasi Wi-Fi.

Gambar 2. Konfigurasi rancangan antena susun dua patch.

Pada gambar 2 memperlihatkan bentuk rancangan


antenna susun dua elemen patch hasil luasan dari
rancangan antenna satu elemen patch. Secara struktur
ada penambahan baru pada sisi rangkaian saluran
transmisi yaitu sebuah rangkaian transformer 1/4.
Gambar 1. Prototip antena mikrostrip satu elemen patch. Untuk dimensi rancangan antena memiliki ukuran
material substrat yang digunakan adalah 12 cm x 15 cm
Sebuah dimensi patch peradiasi bujur sangkar secara ( L x P). Panjang struktur saluran transmisi mikrostrip
analisa dipengaruhi oleh nilai frekuensi center dan pencatu (L1) adalah 20 mm dan panjang saluran
spesifikasi material substrat PCB. Lebar dan panjang transformer adalah 21,6 mm (L2). Untuk panjang
sebuah patch dapat diperhitungkan melalui persamaan 2 saluran penghubung (L3) adalah 15,3 mm dan panjang
dan 4. Untuk frekuensi center ( f ) adalah 2,45 GHz dan kedua saluran keluaran (L4) adalah 29,6 mm dan
kecepatan cahaya ( c ) adalah 3.108 m/s, dimana panjang (L5) adalah 29,6 mm.
ketebalan substrat (h) adalah 1,57 mm dan konstanta Sebuah rangkaian power divider transformer
dielektrik (r) adalah 2,2 melalui persamaan 4 diperoleh memiliki fungsi sebagai pembagi terhadap impedansi
lebar patch (W) adalah 43,2 mm. saluran transmisi.
Demikian halnya analisa terhadap panjang patch ( L )
dipengaruhi nilai frekuensi center dan kostanta dielektrik
effective (reff ) serta selisih pertambahan panjang sisi
tepi patch (L). Nilai konstanta dielektrik effective
dapat diperoleh melalui analisa persamaan 5, dimana
lebar saluran transmisi (w) mikrostrip diperhitungkan
terlebih dahulu menggunakan persamaan 4. Untuk
impedansi karakteristik saluran (Zo) adalah 50 ohm
melalui substitusi persamaan 5 ke dalam persamaan 4,
maka diperoleh lebar saluran transmisi adalah 4,8 mm.
Sehingga nilai konstanta dielektrik effective dengan Gambar 3. Rancangan Rangkaian Transformer.
memasukan nilai w = 4,8 mm diperoleh reff adalah
1,891. Analisa terhadap nilai L, dimana h adalah 1,57 Gambar 3 memperlihatkan hasil rancangan dari
mm dan w adalah 4,8 mm serta reff adalah 1,891 melalui struktur power divider jenis T-Junction terdiri dari satu
persamaan 3 diperoleh 0,005 mm.Sehingga panjang saluran input 50 Ohm dan dua saluran output
effective yang digunakan desain patch adalah 43,2 mm. masing-masing 50 Ohm melalui persamaan 4 diperoleh
Penambahan sebuah stub matching memiliki lebar (w) adalah 4,8 mm. Sedangkan impedansi
pengaruh terhadap matching impedansi antara saluran transformer memiliki impedansi senilai dengan Z =
transmisi dengan beban. Kondisi matching dipengaruhi Zo/2 = 35 Ohm, dimana lebar transformer melalui
oleh posisi stub dari patch dan panjang stub sendiri. analisa persamaan 4 diperoleh 8 mm.
Nilai impedansi stub yang digunakan adalah 50 Ohm dan Untuk panjang transformer 1/4 dapat
hasil yang diperoleh rangkaian dalam keadaan mismatch diperhitungkan melalui analisa terhadap panjang

C4-3
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

gelombang guide saluran (). Panjang gelombang guide sebesar 33% terhadap antena satu elemen patch sebagai
dari suatu transformer senilai dengan = o/reff , dasar desain antena susun.
dimana o adalah panjang gelombang pada ruang bebas
adalah 122 mm dan konstanta dielektrik effective (reff )
adalah 1,891. Sehingga panjang gelombang guide yang
diperoleh adalah 88,7 mm dan panjang transformer 1/4
diperoleh 21,6 mm.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil ekperimen terhadap rancang bangun antena


susun dua elemen patch melalui simulasi dan
pengukuran memperoleh beberapa parameter, seperti :
bandwidth, polarisasi dan gain. Pada proses
perancangan antena melalui simulai tercapai target
ketika jarak resonansi antara kedua patch adalah 0,8
atau 72 mm.
Untuk target bandwidth antena dari hasil simulasi dan
pengukuran pada nilai return loss 10 dB terlihat pada Gambar 4. Grafik Frekuensi Vs Return Loss
grafik return loss terhadap frekuensi pada gambar 4.
Hasil dari simulasi bandwidth yang diperoleh adalah
196,3 MHz atau dalam narrow band adalah7,8%
(2,3624 GHz-2,5587 GHz). Sedangkan hasil
pengukuran adalah 120 MHz atau dalam narrow band
adalah 4,9% (2,39 GHz-2,51GHz). Sehingga
menghasilkan pergeseran kapasitas bandwidth hasil
simulasi terhadap pengukuran sebesar 2,9%. Untuk
match impedansi yang terbaik dari hasil simulasi
diperoleh return loss minimum adalah 28,66 dB pada
frekuensi 2,46 GHz. Sedangkan dari hasil eksperimen
pengukuran match impedansi diperoleh return loss
minimum adalah 30,03 dB pada frekuensi 2,45 GHz..
Pada grafik tersebut terlihat hasil cakupan daerah
frekuensi kerja Wi-Fi adalah 100 MHz ( 2,4 GHz -
2,5GHz) berada dalam bandwidth antena. Sehingga
perfomansi kerja hasil rancang bangun antena untuk Gambar 5. Polarisasi radiasi antena susun dua hasil simulasi.
aplikasi Wi-Fi sudah tercapai dengan baik.
Performansi antena terhadap keterarahan polarisasi
medan radiasi arah linier vertikal terlihat dari hasil
simulasi seperti terlihat pada gambar 5. Pada gambar
tersebut memperlihatkan keterarahan pada sudut
beamwidth level 3 dB dari 00 saat maksimum total
power radiasi diperoleh sebesar 77,55 derajat. Polarisasi
antena seperti ini memiliki sifat sebagai antena
monopole yang ditentukan kinerja pada ketentuan arah
radiasi vertikal atau horisontal.
Untuk target peningkatan parameter gain dari antena
susun dua elemen patch terhadap antena satu elemen
patch terlihat dari hasil simulasi pada gambar 6 dan 7.
Gambar 6 dan 7 memperlihatkan suatu polaradiasi yang
terukur dari intensitas radiasi terhadap keterarahan sudut
soliditasnya (,). Gambar 6 memperlihatkan intensitas
power radiasi maksimum pada sudut soliditas 00
Gambar 6. Polaradiasi antena satu elemen patch hasil simulasi.
diperoleh sebesar 6,243 dB. Sedangkan untuk gambar 7
memperlihatkan intensitas power radiasi pada arah sudut
soliditas 00 diperoleh sebesar 9,377 dB.
Secara performansi antena susun dua elemen patch
memperoleh hasil terhadap peningkatan parameter gain

C4-4
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

saat dilakukan pengukuran yang dihubungkan ke titik


ukur network analyzer.

V. KESIMPULAN

Hasil eksperimen jarak resonansi antara dua


elemen patch mempengaruhi nilai resonansi
untuk frekuensi kerja sistem. Untuk frekuensi
operasi Wi-Fi dari rancangan antena susun dua
elemen patch optimasi bandwidth diperoleh pada
jarak resonansi adalah 0,8 atau 72 mm.
Sedangkan hasil dari simulasi dan pengukuran
pada bandwidth antena mengalami pergeseran
sebesar 2,9%.
Performasi hasil antena susun dua elemen untuk
Gambar 7. Polaradiasi antena susun dua patch hasil simulasi. peningkatan gain diperoleh dari intensitas power
radiasi terhadap sudut soliditas dari antena satu
elemen sebesar 66% dengan maksimum gain
adalah 9,377 dB. Nilai tersebut sudah melebihi
capaian target yang diharapkan diatas 6 dB.

REFERENSI

[1] M. Darsono, Rancang Bangun Antena Mikrostrip Patch Bujur


Sangkar Pencatuan Saluran Transmisi dengan Stub untuk
Aplikasi Wireless Fidelity , Prosiding Seminar Radar Nasional
,Hal 81-86, April 2011, ISSN 1979-2921.
[2] M.Darsono,Sapto Nugroho,Rancang Bangun Antena
Mikrostrip Polarisasi Melingkar Patch Bujur Sangkar untuk
Komunikasi SatelitJurnal Elektronika dan
Telekomunikasi,Vol.10,No.1, Hal 86-92,ISSN 1411-8289,2010.
[3] Kai Chang,Inder Bahl,Vijay Nair , RF and Microwave Circuit
and Component Design for Wireless System, John Wiley &
Son, 2002.
[4] Bahl, I. J and Bhartia, P, Microstrip Antennas, Artech House,
1980.
[5] James, J.R and P.S Hall, Handbook Microstrip Antennas ,
Gambar 8. Prototip antena susun mikrostrip dua elemen patch. IEEE Electromagnetic Wave Series 28, 1989.
[6] JR James & PS Hall, Handbook of Microstrip Antennas, Peter
Peregrinus Ltd, Volume 1 dan Volume 2, 1993.
Gambar 8 memperlihatkan bentuk prototip antena [7] Garg, R., Bartia, P, Bhal, I. Ittipiboon, A., Microstrip Design
hasil dari rancang bangun antena susun dua elemen hand book, (Norwood : Artech House) inc, MA, 2001.
patch bujur sangkar. Sebuah struktur antena susun patch [8] Robert E. Collin ; Foundation For Microwave Engineering ,
McGraw-Hill, 2nd ed, 1992.
yang dirancang pada sebuah permukaan substrat duroid
[9] John D. Kraus, Antennas , McGraw-Hill, 2nd ed, 1988.
yang terdiri dari dua buah patch, dua buah stub,
rangkaian transformer dan saluran transmisi mikrostrip.
Ujung tepi sisi saluran pencatu ditempatkan sebuah
konektor jenis SMA Coaxial 50 Ohm yang dikoneksikan

C4-5
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Analisis Tingkat Kesalahan Bit Error Rate


(BER) dengan Metode Pulse Position
Modulation-Code Division Multiple Access
(PPM-CDMA) pada Jaringan Wireless Optik
Ayudya Mahendaringratry
Jurusan Teknik Elektronika Telekomunikasi
Universitas Gajayana Malang
mayudya@gmail.com

Sumartini Dana
Politeknik Negeri Kupang
sumartinidana@yahoo.com

tidak terganggu, jumlah error akan sangat kecil atau


Abstrak-Dalam menganalisa Probabilitas Bit Error bahkan tidak memberikan pengaruhnya sama sekali.
rate dapat menggunakan sistem Pulse Position Error ini akan menguat ketika kita ingin
Modulation Code Division Multiple Acces mempertahankan rasio sinyalnya dengan suara gaduh
(PPM-CDMA). Dalam sistem PPM-CDMA probabilitas
yang memadai. Dengan adanya transmisi tidak
error rate dipengaruhi oleh beberapa faktor transmisi
antara lain jumlah user, bobot kode biner, panjang kode, sempurna melalui sirkuit elektronik (amplifier/ penguat,
jumlah bit data, probabilitas rate dan juga faktor filter/ penyaring, mixers/ pencampur dan analog/ digital
peningkatan kecepatan. Faktor yang mempengaruhi converter) dan media penghantar (misalnya jalur radio
peningkatan atau penurunan Probabilitas Bit Error rate atau fiber optlk).
adalah jumlah user karena perubahan jumlah user akan Penggunaan metode PPM-CDMA (Pulse Position
mengakibatkan peningkatan atau penurunan Probabilitas Modulation-Code Division Multiple Access) untuk
Bit Error (Pb/BER). Perubahan BER juga dipengaruhi
menganalisa tingkat kesalahan bit (BER/Pb) sehingga
oleh Lebar Bandwidth dan pengaruh noise. Probabilitas
error atau BER akan semakin besar apabila jumlah user diperoleh informasi mengenai nilai BER/Pb berdasarkan
semakin meningkat. Peningkatan yang tajam terjadi perubahan jumlah user, gangguan noise dan pengaruh
ketika jumlah user masih di bawah 30, ketika user bandwidth. Untuk pengolahan data perubahan Bit Error
berjumlah di atas 30 peningkatan BER menjadi lebih Rate (BER) PPM CDMA berdasarkan perubahan
stabil. jumlah user, pengaruh bandwidth dan juga nosie dengan
menggunakan program matlab dan melakukan analisa
Kata Kunci Bit Error Rate, PPM-CDMA, Noise
dari hasil pengolahan data.
I. INTRODUCTION
II. PULSE POSITION MODULATION-CODE DIVISION

T RANSMISI pada komunikasi wireless optik


menggunakan transceiver berupa media komunikasi
udara, yang sering mudah terganggu oleh kondisi cuaca
MULTIPLE ACCESS (PPM-CDMA)
Dalam PPM parameter yang dimodulasi digital
adalah amplitude gelombang pembawa, sinyal
dan sumber cahaya lain seperti cahaya matahari maupun
pemodulasi, biner dan sinyal pembawa. Andaikan
lampu yang memancarkan panjang gelombang yang
suatu urutan pulsa biner f(t) = l menghidupkan pembawa
sama dengan sinyal data infrared. Apalagi dengan jarak
beramplitudo A maka f(t) = 0 akan mematikan
transmisi yang semakin besar jelas akan memberikan
pembawa. Dalam sistem Binary Amplitude Shift Keyed
gangguan yang semakin besar terhadap data-data yang
(BASK) dua simbol digital, nol dan satu dinyatakan
ditransmisikan. Akibatnya bit-bit yang masuk terjadi
dengan pulsa carrier sinusoida (frekuensi, fc) dengan dua
kesalahan yang disebut dengan BER (Bit Error Rate).
amplitudo berbeda yakni A0 dan A1. Dalam praktek, satu
BER merupakan indikasi dari beberapa kali sebuah
dari amplitudo, A0 selalu dipilih nol dalam modulasi IF
paket atau unit data lain yang harus ditransmisikan ulang
(Itermediate atau Radio Frequency) Pulse Position
karena adanya error tersebut. BER yang terlalu tinggi
Modulation (PPM) yaitu:

mungkin menunjukkan bahwa sebuah tingkat data yang
" "
lebih lambat akan meningkatkan keseluruhan waktu = (1)
" "
transmisi untuk sejumlah data yang ditransmisikan.
dengan T0 adalah durasi simbol dan adalah fungsi
Dengan sebuah sinyal yang kuat dan jalur sinyal yang

C5-1
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

pulsa kotak. Tegangan sesaat, f(nT0) pada keluaran filter pengaruh bandwidth dan juga nosie dengan
PPM atau detektor korelasi adalah: menggunakan program matlab dan melakukan analisa
" " dari hasil pengolahan data. Untuk pengolahan data
=
" "
(2)
berdasarkan jumlah user, dimana akan disediakan data
dengan E1 adalah energi ternormalisasi dalam simbol 1 awal berupa jumlah user dan bobot kode yang kemudian
dan k mempunyai unit Hz/V. Daya derau ternormalisasi, akan dihitung berdasarkan rumus yang telah disediakan.
2 (V2) pada keluaran detektor adalah: 4/ = 48 + 4 8 (7)
= (3)
dimana N0 adalah normalisasi kerapatan spektrum daya dengan
derau satu sisi pada filter matched atau masukkan 9
48 = 0) (8)
korelator.
Dimana :
PPM-CDMA pada awalnya diajukan untuk
sistem-sistem komunikasi fiber optik pengguna N Pr : Probabilitas rate
Pb : Probabilitas bit error/ Bit Error Rate
dengan menggunakan PPM (n, w, a, c) sebagai
N : Jumlah user
rangkaian kode PN dimana n adalah panjang rangkaian
w : Bobot kode
bobot w dan a, c adalah batasan-batasan auto-korelasi n : Panjang kode
dan korelasi silang . a, c biasanya ditetapkan 1 untuk Data - data tersebut kemudian akan dimasukkan ke
mencapai perfoma tingkat kesalahan bit optimum dalam program matlab sehingga diperoleh informasi
(BER). Rangkaian kode PN C untuk pengguna pertama bagaimana perubahan yang terjadi terhadap Bit Error
dapat dipresentasikan dalam format biner sebagai Rate (BER) PPM CDMA berdasarkan jumlah user.
"
! , $ , % , . . ( ), dimana i = 1, 2, ..., N dan *
" " " "
Pengolahan data yang ke dua dilakukan berdasarkan
0,1 adalah pola-pola biner dalam j yang mencirikan pengaruh bandwidth terhadap Bit Error Rate (BER)
karakter Ci. Jumlah *" = 1 adalah sama dengan w. PPM CDMA. Data awal yang telah disediakan adalah
Catatan bahwa *" selalu sama dengan 1 dalam rangka jumlah user (N), bobot kode (w) dan data bit rate per
menginisial urutan awal Ci. user (Rb), data tersebut akan dilakukan perhitungan dan
Bit rate pada PPM-CDMA diperlihatkan pada juga disimulasikan ke dalam program matlab.
Persamaan 4 berikut : Bandwidth dalam komunikasi wireless optik
. = )./ (4) PPM-CDMA dibutuhkan lebih besar dari bandwidth
modulasi konvensional seperti AM dan FM karena
dengan Rb = data bit rate per user
n = panjang kode menggunaan teknik spread spektrum. Lebar bandwidth
yang digunakan dalam komunikasi wireless optik
= 0 0 + (5) PPM-CDMA memenuhi Persamaan 6 berikut :
5
: = 5./
dengan N = jumlah user
(9)
w = bobot kode
dengan W = Bandwidth (Hz)
Noise Rb = Data bit rate per user (bps)
Dengan meminimalisasi noise akan membantu 9
9
peningkatan performa sistem untuk menurunkan BER 48 = 0) = 5 48 = < 0
5) = (10)
sehingga data yang diterima semakin berkualitas. Salah Pengolahan data yang ke tiga berdasarkan pengaruh
satu hal yang dapat dilakukan untuk meminimalisasikan noise.
noise yang diakibatkan oleh jumlah user adalah dengan ..4 6 )
membatasi jumlah user untuk setiap bandwith. = (11)
3 . ../
Sedangkan noise yang berasal dari lingkungan dapat
diatasi dengan menggunakan filter yang berfungsi
menyaring data yang diterima dan memisahkannya dari
noise dari udara atau lingkungan.
Dalam komunikasi wireless optik PPM-CDMA
hubungan antara noise dengan BER dapat ditunjukan
pada Persamaan 7 berikut :
.4 6
3 .445 = (6)
7./
dengan:
R : responsibilitas photodetector = 1
Rb : data bit rate per user
BER : Probabilitas error rate
Pavg : Daya rata-rata
No : Noise

III. METODOLOGI
Pengolahan data perubahan Bit Error Rate (BER)
Gambar 1. Diagram Alir Analisa Matlab
PPM CDMA berdasarkan perubahan jumlah user,

C5-2
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Data kemudian dimasukkan kedalam program matlab 7. Untuk jumlah user yang sama bila bobot kode (w)
sehingga diperoleh informasi mengenai perubahan nilai dinaikkan maka akan menyebabkan penurunan
BER/Pb. Untuk menganalisa probabilitas kesalahan bit Probabilitas error rate, namun karena perubahan yang
(BER/Pb) dengan sistem PPM-CDMA maka terjadi tidak begitu besar dan untuk menjaga faktor
menggunakan software matlab dengan urutan analisa peningkatan kecepatan bit (BEF) maka dipilih bobot
yang dapat disajikan dengan diagran blok pada Gambar kode yang lebih kecil, karena bobot yang semakin besar
1. akan menyebabkan faktor peningkatan kecepatan bit
akan semakin berkurang.
IV. ANALISA HASIL SIMULASI DAN PERHITUNGAN
Tabel 2. Probabilitas Error PPM-CDMA
A. Faktor Peningkatan Kecepatan Bit (BEF)
Jumlah Panjang Data Bit BEF Pb
Dengan menggunakan persamaan (5) maka faktor User Kode (M) PPM PPM
peningkatan kecepatan bit BEF PPM-CDMA yang (N) (n)
memiliki user sebanyak 10, 20, 30, 40 dan 50 dengan 10 61 5,9307 0,3345 0,6004
20 121 6,9189 0,2879 0,6055
nilai w=3 akan diperoleh hasil pada tabel 1 berikut : 30 181 7,4999 0,2659 0,6072
40 241 7,9129 0,2522 0,6081
Tabel 1. Faktor Peningkatan Kecepatan Bit BEF PPM-CDMA
50 301 8,2336 0,2425 0,6086
Jumlah User Panjang Kode Data Bit BEF PPM 60 361 8,4959 0,2351 0,6089
(N) (n) (M) 70 421 8,7177 0,2292 0,6092
10 61 5,9307 0,3345 80 481 8,9099 0,2242 0,6093
20 121 6,9189 0,2879 90 541 9,0795 0,2201 0,6095
30 181 7,4999 0,2659 100 601 9,2312 0,2165 0,6096
40 241 7,9129 0,2522
50 301 8,2336 0,2425 Dari tabel 2 maka simulasi pada matlab menghasilkan
60 361 8,4959 0,2351
70 421 8,7177 0,2292 gambar 3.
80 481 8,9099 0,2242
90 541 9,0795 0,2201
100 601 9,2312 0,2165
Nilai M (data bit) diperoleh dari persamaan
log n
M=
log 2
Dari tabel 1 maka simulasi pada matlab menghasilkan
gambar 2.

Gambar 3. Pengaruh Peningkatan Jumlah User


Terhadap Nilai BERPPM
Peningkatan jumlah user akan menyebabkan
probabilitas error/ bit error rate (BERPPM) akan semakin
besar. Hal ini juga disebabkan karena peningkatan
panjang kode transmisi dan bobot kode yang terus
bertambah yang mengakibatkan penurunan faktor
peningkatan kecepatan bit (BEFPPM).

C. Bandwidth Pada PPM-CDMA


Gambar 2. Pengaruh Peningkatan Jumlah User Terhadap Nilai BEFPPM Berdasarkan persamaan 9 dapat dicari lebar
bandwidth sesuai perubahan jumlah user. Sehingga
Pada saat jumlah user semakin meningkat maka dapat dilihat perubahan bandwidth dan BER pada sistem
terjadi penurunan faktor peningkatan kecepatan komunikasi wireless optik CDMA. Bila ditentukan nilai
transmisi. Pada saat user masih berada pada jumlah Rb = 100Mbps, maka perbandingan bandwidth terhadap
dibawah 50 user terjadi penurunan secara tajam, setelah BER terlihat pada tabel 3 dan simulasi pada gambar 4.
itu barulah penurunan terjadi secara perlahan.
Penurunan nilai BEF ini juga dipengaruhi oleh Tabel 3. Perbandingan Bandwidth Terhadap BER
peningkatan panjang kode (n) dan data bit (M) yang ikut Data Bit Bandwidth
BER
meningkat seiring peningkatan jumlah user. (M) (Hz)
3 2,67 x 108 0,732
8
B. Bit Error Rate (BER) Pada PPM-CDMA 4 4 x 10 0,628
Probabilitas error pada PPM-CDMA bergantung pada 5 1,07 x 109 0,535
probabilitas rate yang dapat dihitung dengan persamaan

C5-3
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Gambar 6. Data Binner Yang Akan Ditransmisikan


Gambar 4. Pengaruh Lebar Bandwidth Pada BER

2. Modulasi PPM-CDMA
D. Pengaruh Noise Pada Komunikasi Wireless Optik Dalam modulasi dilakukan proses spreading sinyal
Dalam komunikasi wireless optik PPM-CDMA dimana data asli akan ditambah dengan data biner dari
hubungan antara noise dengan BER dapat ditunjukkan generator kode yang kemudian akan disebar oleh
pada persamaan 11. Perbandingan noise terhadap BER pemancar wireless optik. Gambar 7 merupakan
pada komunikasi wireless optik PPM-CDMA dapat kode-kode PN yang akan ditambahkan pada data biner
dilihat pada Gambar 5. untuk ditransmisikan dengan panjang bit = 8 dan
memiliki nilai biner 0 1 0 0 1 1 0 1.

Gambar 5. Pengaruh Noise Pada BER


Gambar 7. Kode PN
Dari Gambar terlihat bahwa semakin meningkar noise Proses spreading dilakukan dengan melakukan
namun BER semakin kecil. Dalam hal ini yang menjadi operasi exclusive OR (XOR) antara data biner dengan
ciri dari sistem CDMA yakni penggunaan bandwidth kode PN sehingga hasilnya berupa bit baru yang
yang besar akan menurunkan BER namun pada saat panjangnya merupakan hasil perkalian data biner
yang bersamaan akan meningkatkan noise. dengan kode PN.

E. Proses Spreading Dan Despreading Pada


PPM-CDMA
1. Pembangkitan Data
Pembangkitan data (Binary Source) merupakan data
biner yang akan ditransmisikan dimana terdiri dari biner
0 ditunjukkan melalui level voltase yang lebih rendah
dan biner 1 melalui level voltase yang lebih tinggi.
Gambar merupakan data yang dibangkitkan dengan
panjang bit = 8 dan memiliki nilai biner 1 1 0 1 1 0 1 0

Gambar 8. Data Spreading


Gambar merupakan data biner yang akan
ditransmisikan oleh pemancar wireless optik. Panjang

C5-4
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

bit mencapai 64 bit yang merupakan hasil perkalian akan meningkatkan panjang kode dan jumlah data bit
antara data biner dengan kode PN (8 x 8 = 64). yang ditransmisikan oleh pemancar yang
mengakibatkan penurunan factor kecepatan bit.
3. Demodulasi PPM-CDMA 3. Probabilitas error atau BER akan semakin besar
Merupakan proses pengembalian sinyal yang apabila jumlah user semakin meningkat.
dipancarkan ke bentuk semula sebelum digabungkan Peningkatan yang tajam terjadi ketika jumlah user
dengan kode PN. masih di bawah 30, ketika user berjumlah di atas 30
peningkatan BER menjadi lebih stabil.
4. Penggunaan Bandwidth yang semakin besar
mengakibatkan peningkatan nilai noise walaupun
terjadi penurunan nilai BER.

REFERENCES
[1] S. Deris, Teknologi Selular CDMA dan GSM Kerjasama
Radio Sonora FM dan PT. Elex Media Komputindo. 2003
[2] Chun K. See, Zabih Ghassemlooy, John M. Holding, Bit Error
Rate Analysis for PIM-CDMA Optical Wireless Communication
System Optical Communication Research Group, School of
Engineering, Sheffield Hallam Universyti, Pond Street,
Sheffield, S1 1WB. U.K.
[3] Mizawa, Takaya, The Mitigation of MAI for PPM-CDMA
Gambar 9. Data Despreading System with Optical Hard-Limiters by Transmitting Optical
Pulses with Two-Level Intensities. Tokyo unpublished. 2004.
Gambar merupakan data yang diterima yang [4] Hadi Martinius Satria dan Haryadi Sigit.
sigit@telecom.ee.itb.ac.id Analisis Sistem Komunikasi Wireless
kemudian dimodulasi untuk mendapatkan bentuk Optik. Jurusan Teknik Elektro-ITB. Bandung.
semula dari data biner semula. Dari hasil simulasi [5] Iwao Sasase. sasase@ics.keio.ac.jp. Optical Code Division
diketahui bahwa lebar bandwidth berhubungan dengan Multiple Acces. Dept. Of Information and Computern
Science.Keio Universyti. Japan.
panjang kode PN yang dipilih, dimana semakin besar
[6] Nugroho Arif, Suhardi, Perancangan dan Pengkajian UHF
panjang kode PN maka akan semakin besar pula Spread Spectrum Ethernet Radio untuk pembangunan
bandwidth yang digunakan dalam transmisi sinyal. Infrastruktur Komunikasi. ITB. Bandung. 2005.
Sedangkan probabilitas error penerimaan sinyal akan [7] M. Azizoglu, Jawad.A.Salehi, and Y. Li, Optical cdma via
temporal codes, IEEE Transactions on Communications, vol. 40,
semakin kecil karena bandwidth yang dipakai semakin pp. 1162-1170, Aug. 1992.
besar untuk mentransmisikan kode-kode biner yang [8] A. S. Holmes and R. R. Syms, All-optical cdma using
banyak. quasi-prime codes, IEEE Journal of Lightwave Technology,
vol. 31, pp. 569-570, mar. 1995.
[9] Wing. C. Kwong, P. A. Perrier, and P. R. Prucnal, Performance
Comparison of Asynchronous and Synchronous Code-Division
V. KESIMPULAN Multiple-Acces Techniques for Fiber-Optic Local Area
Networks, IEEE Transactions on Communications, vol. 39, pp.
Dari hasil analisis yang dilakukan maka dapat 1625-1634, Nov. 1991.
disimpulkan bahwa : [10] T. Ohtsuki, BER Performace of Turbo-Coded PPM CDMA
Systems on Optical Fiber, IEEE Journal of Lightwave
1. Dalam komunikasi wireless optic semakin besar Technology, vol. 18, pp. 1776-1784, Dec. 2000.
bandwidth yang digunakan akan menurunkan [11] J.Y. Kim and H. V. Poor, Turbo-Coded Packet Transmission for
probabilitas error data yang ditransmisikan, seperti an Optical Cdma Network, IEEE Kournal of Lightwave
terlihat pada gambar . Technology, vol. 18, pp. 1905-1917, Dec. 2000.
2. Peningkatan jumlah user pada system PPM-CDMA

C5-5
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Studi Penerapan Demodulasi Linier


Menggunakan Zero Forcing dan MMSE pada
Jaringan Sensor Nirkabel
Ari Endang Jayati 1, Wirawan2
Staf Pengajar Universitas Semarang dan Mahasiswi S2 Telekomunikasi Multimedia ITS1,
Kepala Lab. Telekomunikasi Multimedia ITS2
Surabaya, 60111
Email : ari10@mhs.ee.its.ac.id , wirawan@ee.its.ac.id

Abstrak Komunikasi pada Jaringan Sensor Nirkabel


seperti komunikasi nirkabel lain juga dipengaruhi oleh
fading dan interferensi yang mempengaruhi kualitas sinyal
yang diterima. Untuk mengatasinya diperlukan ekualizer.
Karena keterbatasan sumber daya maka sensor hanya bisa
melakukan proses demodulasi linier. Pada penelitian ini
akan membandingkan dua metode pada demodulasi linier
yaitu Zero Forcing dan Minimum Mean Squared Error. Gambar 1. Arsitektur Jaringan Sensor Nirkabel (Anastasi, 2009)
Parameter yang digunakan untuk mengukur kinerja kedua
metode tersebut adalah Signal to Noise Ratio (SNR) dan Komunikasi pada Jaringan Sensor Nirkabel seperti
Symbol Error Rate (SER).
komunikasi nirkabel lain juga dipengaruhi oleh fading
Kata Kunci Ekualizer, Jaringan Sensor Nirkabel, dan interferensi yang mempengaruhi kualitas sinyal yang
Minimum Mean Square Error, Zero Forcing. diterima. Untuk mengatasinya diperlukan ekualizer.
Ekualisasi akan mengimbangi Intersymbol Interference
(ISI) yang dihasilkan oleh perambatan sinyal multipath
pada kanal [7].
Selain itu, permasalahan dalam jaringan sensor
I. PENDAHULUAN nirkabel adalah bagaimana mendeteksi pesan seefisien
mungkin yang dikirimkan multiantena Access Point (AP)
P ERKEMBANGAN Jaringan Sensor Nirkabel sangat ke suatu jaringan sensor nirkabel. Karena keterbatasan
sumber daya maka sensor hanya bisa melakukan proses
pesat, hal ini dikarenakan jaringan sensor nirkabel demodulasi linier. Pada penelitian ini akan
mempunyai aplikasinya yang sangat luas diberbagai membandingkan dua metode pada demodulasi linier
bidang kehidupan, seperti bidang militer, kesehatan, yaitu Zero Forcing dan Minimum Mean Squared Error.
perumahan, industri, transportasi dan lingkungan. Di Parameter yang digunakan untuk mengukur kinerja kedua
bidang militer contohnya, penyebaran yang cepat dan metode tersebut adalah Signal to Noise Ratio (SNR) dan
dinamis serta self-organization dari jaringan sensor Symbol Error Rate (SER).
membuat sistem ini menjadi suatu sistem penginderaan
yang sangat menjanjikan untuk keperluan militer
diantaranya dalam memberi aba-aba, sistem kontrol, dan
intelijen[1]. II. MODEL SISTEM
Jaringan sensor nirkabel terdiri dari sejumlah sensor Multi antena AP dengan M antena memetakan
yang disebar pada suatu daerah tertentu yang disebut matriks ruang-waktu S ukuran MxN menjadi alfabet
sebagai sensor field/medan sensor. Penyebaran sensor ini terbatas dengan N adalah jumlah slot waktu. AP
dapat dilakukan secara acak atau mengikuti suatu pola mentransmisikan S ke jaringan sensor nirkabel dengan
tertentu. Masing-masing sensor dilengkapi dengan jumlah sensor J. Kanal antara AP dan sensor bersifat
beberapa komponen utama yaitu sensor, memori dan fading dengan koefisen fading hj yang bersifat statik
peralatan komunikasi. terhadap waktu tetapi berubah dari transmisi ke transmisi.
Jaringan sensor nirkabel dimodelkan sebagai graph :=
{, } dimana := {1, . . . , } menggambarkan

C6-1
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

himpunan sensor dan adalah himpunan link Topologi yang digunakan adalah topologi jaringan
komunikasi (graph edges). Himpunan tetangga dari mesh. Komunikasi antara sensor yang berdekatan dalam
sensor j dinotasikan dengan . Model sistem dapat hop tunggal melalui saluran yang bersifat ideal dan time-
dilihat pada gambar 2. invariant. Noise kanal adalah additive white noise
Gaussian dan tidak berkorelasi antar kanal.

C. Sumber
Multi antena AP dengan M antena memetakan matriks
ruang-waktu S ukuran MxN menjadi alfabet terbatas
dengan N adalah jumlah slot waktu. AP mentransmisikan
S ke jaringan sensor nirkabel dengan jumlah sensor J.
Simbol s bersifat independen dan uniform dan modulasi
yang digunakan adalah BPSK, 4-PAM dan QPSK.
Gambar 2. Model Sistem
D. Teori Graph
A. Sensor
Secara umum bentuk dari graph dapat
Pada makalah ini digunakan pemodelan penyebaran dirumuskan menjadi G = (V,E). Suatu graph dikatakan
sensor dengan menggunakan distribusi uniform. terhubung apabila terdapat suatu edge diantara node
Pemodelan penyebaran sensor dengan menggunakan tersebut. Komposisi dari graph dapat dituliskan dengan
distribusi uniform dapat dirumuskan dengan:
matrix adjacency N x N, A = [ An ] dimana
1 a a
f ( xi , yi ) = 2 xi , yi (1) Anl = 1 jika ( n, l ) E dan lainnya bernilai 0. Dari
a 2 2
degree yang didapatkan dapat diperoleh suatu matrix
dimana a merupakan batas minimum panjang daerah diagonal D = diag ( d1 ......d n ) . Matrix Laplacian (L)
yang akan dimodelkan dan b merupakan batas maksimum
panjang daerah yang akan dimodelkan. dari suatu graph dapat diperoleh dari persamaan dibawah
Model pendeteksian sensor yang digunakan adalah ini. :
model deteksi biner. Jangkauan sensing dari sensor L=DA (4)
dimodelkan isotropik dengan radius tertentu yang disebut
range sensor (rs). Jarak antara target dan sensor E. Equalizer Zero Forcing
digunakan jarak Euclidean :
Ekualizer ini pertama kali diusulkan oleh Robert
(2.2)
di = ( xi xt ) + ( yi yt )
2 2
(2) Lucky. Equalizer Zero Forcing menerapkan inverse dari
saluran untuk sinyal yang diterima, untuk dikembalikan
dengan : menjadi sinyal sebelum masuk saluran. Nama Zero
di = jarak target dengan sensor ke i Forcing berkorespondensi dengan membuat ISI menjadi
(xi,yi) = koordinat dari sensor nol sehingga bebas dari noise. Zero Forcing akan
(xt,yt) = koordinat dari target membalikkan efek kanal dengan cara mengalikan vektor
di = jarak target dengan sensor ke i sinyal yang diterima dengan pseudo-inverse dari matrik
Jika target berada dalam range sensor maka diasumsikan kanal [5].
terdeteksi dan jika diluar range sensor maka tidak Misalkan saluran dengan 2 pengirim dan 2 penerima
terdeteksi. yang dimodelkan sebagai :
Sinyal yang diterima pada antena pertama :

[ ] x
B. Kanal
y1 = h1,1 x + h1, 2 x 2 + n1 = h1,1 h1,2 1 + n1 (5)
Data dari antena Access Point (AP) dikirimkan ke x2
sensor melalui kanal fading dengan koefisien fading hj
yang bersifat statik terhadap waktu transmisi AP ke Sinyal yang diterima pada antena kedua :
sensor, tetapi berubah dari transmisi ke transmisi. Blok
yang diterima yj ukuran N x 1 pada sensor ke-j diberikan [ ]x
y 2 = h2,1 x + h2, 2 x 2 + n1 = h2,1 h2,2 1 + n 2 (6)
hubungan input output sbb : x2
Dengan :
y j = ST hj + j (3) y1 dan y2 = simbol yang diterima antena 1 dan 2
Dengan : x1 dan x2 = simbol yang ditransmisikan
yj = sinyal yang diterima sensor ke-j n1 dan n2 = noise pada antena penerima 1 dan 2
ST = matrik ruang waktu h1,1 = kanal dari antena pengirim 1 ke antena penerima 1
hj = matrik kanal AP ke sensor j h1,2 = kanal dari antena pengirim 1 ke antena penerima 2
j = noise AWGN h2,1 = kanal dari antena pengirim 2 ke antena penerima 1
h2,2 = kanal dari antena pengirim 2 ke antena penerima 2

C6-2
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Persamaan di atas dapat dinotasikan dalam bentuk matrik Dimana :


y1 h1,1 h1, 2 x1 n1
h*1,1 h*2,1 h1,1 h1,2 h1,1 + h2,1 h 1,1h1,2 +h 2,1h2,2
2 2 * *
= + (7)
y 2 h2,1 h 2, 2 x 2 n 2 H H =
H
=
h*1,2 h*2,2 h2,1 h2,2 h*1,2h1,1 +h*2,2h2,1 h1,2 2 + h2,2 2
Atau ekivalen dengan : (13)
y = hx + n
(8) Jika dibandingkan dengan persamaan HHH pada Zero
Untuk menyelesaikan x, harus dicari matriks W yang
Forcing , selain dari NoI bentuk persamaan tersebut
akan menyelesaikan WH = I. Detektor untuk menemukan
konstrain tersebut adalah : sebanding. Pada kenyataannya, noise adalah nol,
W = ( H H H ) 1 H H (9) ekualizer MMSE terreduksi menjadi ekualizer Zero
Dimana W = matriks ekualisasi Forcing.
H = matriks kanal
Matriks ini dikenal dengan nama pseudo-inverse untuk III. SIMULASI DAN ANALISA HASIL
matrik ukuran m x n dimana : Langkah penelitian ini adalah tahap pertama
menentukan model dari sistem, tahap kedua menentukan
h*1,1 h*2,1 h1,1 h1,2 h1,1 + h2,1 h 1,1h1,2 +h 2,1h2,2
2 2 * *
parameter sistem yang digunakan, tahap ketiga membuat
H H =
H
= (10
h*1,2 h*2,2 h2,1 h2,2 h*1,2h1,1 +h*2,2h2,1 h1,2 2 + h2,2 2
simulasi dengan menggunakan software Matlab. Tahap
)
keempat analisa kinerja dari sistem.
Equalizer Zero Forcing akan mengnolkan interferensi A. Simulasi Pertama
ketika melakukan ekualisasi, yaitu ketika menyelesaikan Pada simulasi yang pertama ini, luas area yang
x1 dari interferensi x2 atau sebaliknya yang dicoba untuk digunakan adalah 10m x 10m dengan node sebanyak 2
buah yang disebar menggunakan distribusi uniform.
dinolkan. Saat melakukannya juga akan menguatkan Parameter lain yang digunakan untuk menentukan node
noise, sehingga equalizer Zero Forcing bukan merupakan sensor tersebut merupakan node sensor aktif atau pasif
ekualizer terbaik. Akan tetapi ekualizer ini sangat adalah range komunikasi node sensor sebesar r = 0,5 dan
kedua node dihubungkan dengan jarak Euclidean kurang
sederhana dan mudah untuk diterapkan.
dari r. Simbol berasal dari konstelasi BPSK dengan 1
simbol terdiri dari 1 bit dan dipetakan langsung ke matrik
F. Equalizer Minimum Mean Square Error S dimana AP memiliki antena M=2.
Berdasarkan gambar 3 terlihat ada dua node
Estimator Minimum Mean Square Error (MMSE) sensor yang aktif. Node sensor yang aktif merupakan
menggambarkan pendekatan untuk meminimalkan Mean node sensor yang dapat mendeteksi sumber sedangkan
Square Error (MSE), yang merupakan ukuran umum node sensor yang pasif adalah node sensor yang tidak
bisa mendeteksi sumber.
untuk estimator kualitas. Fitur utama dari ekualizer
MMSE adalah tidak menghilangkan ISI seluruhnya tapi Estimasi Distribusi Sensor
10
meminimalkan total daya noise dan komponen ISI pada sensor
9 sumber sinyal
output. 8
MMSE berusaha mencari koefisien W yang 7
2

meminimalkan kriteria :
Lebar Daerah (m)

{[ ][ ] }
6

E W yx W yx H (11) 1
5

4
Dimana :
3
W = matrik ekualisasi
2
H = matrik kanal
1
N = noise kanal
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Y = sinyal yang diterima Panjang Daerah (m)

Untuk menyelesaikan x, harus dicari matrik W untuk


menyelesaikan WH=I. Detektor MMSE untuk Gambar 3. Simulasi Penyebaran Sensor

menemukan konstrain tersebut adalah :


W = ( H H H + NoI ) 1 H H (12)

Matrik ini dikenal dengan nama pseudo-inverse untuk


matrik m x n.

C6-3
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Gambar 4. BER vs SNR Zero Forcing dan MMSE untuk BPSK pada
Kanal Rayleigh Gambar 6. BER dan SER vs SNR MMSE untuk modulasi BPSK, 4 PAM
dan QPSK pada Kanal Rayleigh
Gambar 4 membandingkan BER antara Equalizer
Zero Forcing dan MMSE dengan teori jika dimodulasi
BPSK dan dilewatkan kanal Rayleigh. Pada grafik Gambar 6 membandingkan BER dan SER antara
tersebut terlihat Zero Forcing sesuai dengan teori yaitu Equalizer MMSE jika dimodulasi BPSK, 4 PAM dan
QPSK jika dilewatkan kanal Rayleigh. Pada grafik
BER untuk BPSK 1 x 1. Akan tetapi nilai BER akan
tersebut terlihat kinerja MMSE untuk modulasi BPSK
semakin baik jika pada Zero Forcing diterapkan
juga paling baik dibandingkan modulasi yang lain karena
Successive Interference Cancellation yaitu pada nilai BER paling sederhana konstelasinya.
10-3 dB terjadi penurunan Eb/No 2,2 dB. Sedangkan
MMSE memiliki hasil yang lebih baik dari Zero Forcing
yaitu kenaikan sebesar 3 dB.
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan di atas maka dapat
B. Simulasi Kedua disimpulkan :
Pada simulasi kedua ini akan dibandingkan kinerja 1) Dua metode pada demodulasi linier yaitu Equalizer
Zero Forcing dan MMSE untuk modulasi BPSK, 4 PAM Zero Forcing dan Minimum Mean Squared Error
dan QPSK. telah disimulasikan pada Jaringan Sensor Nirkabel
dengan modulasi BPSK, 4 PAM dan QPSK untuk
menghilangkan ISI jika dilewatkan pada kanal
Rayleigh.
2) Jenis modulasi yang paling baik kinerjanya apabila
diterapkan equalizer Zero Forcing dan MMSE
adalah modulasi BPSK.
3) Ekualizer MMSE memiliki kinerja yang lebih bagus
dibandingkan Zero Forcing karena tidak hanya
menghilangkan ISI tapi juga meminimalkan daya
dari noise.
Saran :
1) Perlu diteliti tentang pengolahan informasi yang
diterima sensor dengan sistem terdistribusi
menggunakan algoritma konsensus untuk mengatasi
kendala keterbatsan sumber daya sensor.
Gambar 5. BER dan SER vs SNR Zero Forcing untuk modulasi BPSK, 2) Apabila jumlah antena pengirim dan penerima
4 PAM dan QPSK pada Kanal Rayleigh
ditambah maka diperlukan kajian tentang diversity
Gambar 5 membandingkan BER dan SER antara maupun multiplexing.
Equalizer Zero Forcing jika dimodulasi BPSK, 4 PAM
dan QPSK jika dilewatkan kanal Rayleigh. Pada grafik
tersebut terlihat kinerja Zero Forcing untuk modulasi DAFTAR PUSTAKA
BPSK paling baik dibandingkan modulasi yang lain [1] Akyldiz, I.F, Sankarasubramaniam, Y, dan Cayirci, E,A Survey
karena paling sederhana konstelasinya. on Sensor Network, IEEE Commun Mag, 2002, hal. 102-114.

C6-4
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

[2] Hao Zhu, Alfonso Cano, Georgios B. Giannakis, Distributed Communication Receiver, European Journal of Scientific
Consensus-Based Demodulation : Algorithm and Error Analysis, Research, 2011, Vol. 59, No. 4, pp 522-532.
IEEE Transactions on Wireless Communications, 2010, Vol. 9,
No. 6.
[3] Hao Zhu, Alfonso Cano, Georgios B. Giannakis, Distributed
Ari Endang Jayati, dilahirkan di Kab. Semarang
Demodulation using Consensus Averaging in Wireless Sensor
tanggal 9 Februari 1980. Pada tahun 1992, penulis
Networks, Signal and Computers, 42nd Asilomar Conference on
menamatkan pendidikan sekolah dasar di SD Bringin
Signals, Sys and Comp, 2008.
1, kemudian melanjutkan pendidikan di SLTPN 1
[4] Hao Zhu, Alfonso Cano, Georgios B. Giannakis, Distributed in
Salatiga dan selesai pada tahun 1995. Penulis
Network Channel Decoding, IEEE Trans. On Signal Processing,
menyelesaikan pendidikan sekolah menengah atas di
vol. 57, 2009, pp 3970-3983.
[5] J.G. Proakis, Digital Communications, 4th edition, New Jersey : SMAN 1 Salatiga pada tahun 1998. Pada tahun 2002 menyelesaikan
McGraw-Hill, 2001. program Sarjana di Teknik Elektro UNDIP. Bekerja sebagai dosen PNS
[6] Jayati, A.E, Wirawan, Demodulasi Terdistribusi pada Jaringan dpk di Universitas Semarang sejak tahun 2005. Penulis melanjutkan
Sensor Nirkabel, Proceedings of Indonesian Student Conference studi program Magister pada tahun 2010 di Jurusan Teknik Elektro ITS
on Satellite ISCOS, 2011. bidang Telekomunikasi Multimedia, serta sedang melakukan penelitian
[7] Kumar, N. S, Kumar, K.R.S, Bit error Rate Performance mengenai Jaringan Sensor Nirkabel (JSN).
Analysis of ZF, ML, and MMSE Equalizer for MIMO Wireless

C6-5
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Perbandingan antara Antena Saturnus dan Hasil


Modifikasi dengan 3 Lubang
Rudy Yuwono
Teknik Elektro, Universitas Brawijaya
rudyyuwono@yahoo.com

tersebut minimal harus memiliki bandwidth sebesar 3.5


AbstractKemajuan teknologi komunikasi GHz dan mempunyai amplitude sebesar 2.5 Volt.
menunjukkan perkembangan yang sangat pesat, Tujuan perencanaan antena Egg untuk menemukan
khususnya komunikasi wireless. Komunikasi ini bandwidth yang lebih lebar daripada antena Planar
membutuhkan antena untuk mengirimkan dan menerima
Inverted Cone (PICA) yang merupakan ide dasar dari
sinyal informasi. Antena yang digunakan dalam
komunikasi wireless sangat beragam jenisnya, tergantung pembuatan antena Egg.
aplikasinya. Pada jurnal ini akan dibahas tentang Namun dalam pengembangannya diharapkan pula
perencanaan dan pembuatan antenna Saturnus Ultra ada pengembangan bentuk-bentuk antena. Dalam
Wide Band (UWB). Antenna Ultra Wide Band merupakan perancangan kali ini akan disimulasikan sebuah antena
sebuah perangkat yang mempunyai emisi/daya pancar dengan bentuk baru, yaitu sebuah bentuk yang diberi
dengan bandwith yang lebih besar daripada 0.2 atau lebih
nama Antena Saturnus yang kemudian
besar daripada 1.5 Ghz. Antenna Saturnus UWB dalam
penelitian ini didesain dari bahan plat Alumunium dengan membandingkannya dengan bentuk yang sama tetapi
ukuran tebal 2 mm dengan konstanta dielektrik (r)=2 dimodifikasi dengan menambahkan tiga lubang pada
dengan ukuran dimensi antena 100 mm x 50 mm. antena tersebut.
Perencanaan antenna Saturnus UWB ini memiliki tujuan
untuk menemukan bandwith yang lebih lebar daripada II. KONSEP DASAR ANTENA
antenna Planar Inverted Cone (PICA). Berdasarkan hasil
simulasi dengan melakukan variasi bentuk saturnus yang Antena merupakan instrumen yang penting dalam
telah dimodifikasi dengan memberikan tiga lubang dan suatu sistem komunikasi radio. Antena adalah suatu
frekuensi kerja 6-11 GHz, antenna Saturnus UWB media peralihan antara ruang bebas dengan piranti
memiliki bandwith 6,5 GHz. pemandu (dapat berupa kabel koaksial atau pemandu
gelombang/Waveguide) yang digunakan untuk
Kata Kunci Antenna Ultra Wideband.
menggerakkan energi elektromagnetik dari sumber
pemancar ke antena atau dari antena ke penerima.
I. PENDAHULUAN
Berdasarkan hal ini maka antena dibedakan menjadi

K OMUNIKASI wireless membutuhkan antena untuk


mengirimkan dan menerima sinyal informasi.
Salah satunya adalah antena Ultra Wide Band untuk
antena pemancar dan antena penerima[1].

III. ANTENA SATURNUS


Monostatic Microwave Radar untuk mendeteksi jarak
Antena ini diberi nama antenna saturnus, karena
dekat (near-range) dan mengcover daerah berdasarkan
bentuknya yang mirip dengan planet Saturnus.
gelombang pulsa radar. Antena Ultra Wide Band
merupakan sebuah perangkat yang mempunyai emisi a. Struktur Dasar Antena Saturnus
/daya pancar dengan bandwidth yang lebih besar
daripada 0.2 atau lebih besar daripada 1.5 GHz. Untuk
aplikasi Monostatic Microwave Radar, antena tersebut
diharapkan dapat mentransmisikan dan menerima
gelombang dengan FWHM sebesar 150 ps dan rise time
sebesar 100 ps, karena itulah bandwidth antena minimal
harus sebesar 3.5 GHz. Antena tersebut menggunakan
bahan Alumunium dengan konstanta dielektrik
2, dengan ukuran tinggi (HA) = 100 mm dan
lebar (WA) = 50 mm. Karena bentuknya yang mirip
dengan bentuk bola telur (egg) maka antena tersebut
dinamakan dengan antena Egg. Dalam penelitian
tersebut antena Egg diharapkan mempunyai Gambar. 1. Struktur Dasar Antena Saturnus
kemampuan mentransmisikan dan menerima
gelombang dengan Full Width Half Maximum (FWHM) Antena ini terdiri dari sebuah lingkaran dan sebuah
150 ps dan kenaikan waktu/rise time (tr) 100 ps, antena elips yang digabung menjadi satu dengan titik pusat

C7-1
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

yang sama. Impedansi karakteristik saluran 50.


Impedansi masukan dapat dihitung dengan:
b. Impedansi Masukan dan Penyesuai Impedansi
Perencanaan impedansi masukan untuk elemen Z 90 5
peradiasi dapat dihitung dengan persamaan: Di mana dalam antena ini WA (panjang dimensi

Z 90 (1) antenna) = 100 mm dan HA (lebar dimensi antenna) = 50
mm, sehingga nilai Zin adalah 1440 ohm. Dalam proses
Z 90 1440 (2) simulasi, Zin antenna dinyatakan 1500 ohm, sehingga
Dari perhitungan diatas didapat bahwa impedansi apabila terdapat rugi-rugi dalam proses penggunaannya
elemen peradiasi sebesar 1440 . Sedangkan untuk masih dapat ditoleransi.
penyesuai impedansi antena ini didapat dari persamaan:
Z Z . Z 3
Z 50 . 1440 268.33 4
c. Perhitungan Dimensi Antena
Spesifikasi Substrat dan Bahan Konduktor
Bahan Alumunium
Konstanta dielektrik ' 2.
Ketebalan dielektrik (h) = 2 mm.
Konduktifitas Alumunium 3.77E +
007 s/m.
Substrat layer/bahan pelapis substrat pada Gambar 4. Distribusi Arus Pada Antena Saturnus
antenna Saturnus ini adalah udara dengan
Konstanta Dielektrik = 1. V. HASIL SIMULASI ANTENA SATURNUS
Impedansi karakteristik saluran 50. VSWR
VSWR merupakan nilai perbandingan tegangan
Dimensi Antena
maksimum dari gelombang berdiri dengan tegangan
minimum dari gelombang berdiri. Gelombang berdiri
merupakan gelombang yang dihasilkan dari adanya
gelombang dating dan gelombang pantul.
Nilai VSWR yang dapat ditolerir adalah antara 1 dan
2. Untuk jenis antenna ini, dalam simulasi terlihat
bahwa:

Gambar 2. Dimensi Antena Saturnus

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


a) Antenna Saturnus
Bentuk fisik Antena Saturnus seperti pada Gambar 1.

Gambar 5. Hasil Simulasi Antena Saturnus (VSWR dengan range 4


GHz)

Dari Gambar 5 terlihat bahwa nilai VSWR antenna


saturnus yang terbaik (antara 1-2) terletak di antara
frekuensi 6-11 GHz. Apabila disimulasikan pada range
Gambar 3. Bentuk Fisik Antena Saturnus frekuensi tersebut, didapat:

C7-2
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Gambar 8. Directivity Antena Saturnus sebagai Fungsi Frekuensi


(Range 6-11 GHz)
Gambar 6. VSWR Antena Saturnus dengan Range Frekuensi 6 -11
GHz
Dari Gambar 8 terlihat bahwa directivity maksimum
Nilai VSWR terbaik terletak pada frekuensi 8 GHz, antenna terjadi ketika antenna beroperasi pada
yaitu bernilai 1.33032. range nilai VSWR antenna frekuensi11 GHz, dengan nilai 8.3 dBi.
Saturnus ini untuk range frekuensi 6-11 GHz adalah a) Hasil Modifikasi Antena Saturnus
antara 1.39102 hingga 1.98799. Struktur dasar antenna ini adalah dengan menumpuk
Gain lingkaran berjari-jari 25 mm dengan elips yang memiliki
Gain merupakan perbandingan antara daya masukan radius primer 50 mm dan radius sekundernya 10 mm.
dengan daya rata-rata antenna isotropis. Sehingga Untuk membedakan dengan antenna lain sebelumnya,
dinyatakan dengan satuan dBi. maka bentuk fisik antenna ini dipotong dengan 2
lingkaran berjari-jari 3 mm dan segitiga dengan sisi-sisi
7mm. Sehingga bentuknya akan menjadi:

Gambar 9. Bentuk Fisik Antena Modifikasi

Parameter antenna yang digunakan pada desain ini


Gambar 7. Gain Antena Saturnus sebagai Fungsi Frekuensi (Range sama dengan parameter yang digunakan pada antena
6-11 GHz) saturnus sebelumnya.
Distribusi arus pada desain antena modifikasian ini
Pada antenna saturnus ini terlihat bahwa Gain adalah:
tertinggi antenna adalah 7.8 dB yang terjadi ketika
antenna beroperasi pada frekuensi 10-11 GHz.
Directivity
Directivity merupakan perbandingan antara daya
radiasi antenna dengan daya radiasi rata-rata antenna
isotropis, dan dinyatakan dalam satuan dBi.

Gambar. 10. Bentuk dan Distribusi Arus Antena Modifikasi

C7-3
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

b) Hasil Simulasi Antena sampai dengan 2.


VSWR Directivity
Nilai VSWR yang dapat ditolerir adalah antara 1 dan
2. Untuk jenis antena ini, dalam simulasi terlihat bahwa:

Gambar 14. Directivity Antena Saturnus sebagai Fungsi Frekuensi

Grafik perbandingan antara kedua model antena

Gambar 11. VSWR Antena Saturnus Range Frekuensi 1-16 GHz


VSWR

Dari gambar di atas terlihat bahwa nilai VSWR


antena yang berada di dalam range 1 dan 2 adalah saat
2,6 GHz sampai 3 GHz, 5,3 GHz 9 GHz, dan 11 GHz
-14 GHz.
Nilai VSWR yang terbaik dari antena ini berada pada
frekuensi 8 GHz, yaitu sekitar 1,3.
Gain

Gambar 15. Perbandingan VSWR

Hasil simulasi dengan menggunakan antena saturnus


menhasilakan nilai VSWR yang lebih bagus. Karena
grafik yang didapat lebih stabil sehingga bandwith yang
dihasilkan lebih lebar
Gambar. 12. Gain Antena Saturnus Sebagai Fungsi Frekuensi
Return Loss
Return Loss

Gambar 16. Perbandingan Return Loss


Gambar 13. Return Loss Antena Saturnus Range Frekuensi 1-16 GHz

Terlihat dari Gambar 13 untuk nilai Return Loss Return loss yang dihasilakan antena saturnus lebih
antara -~ hingga -10 dB berada pada titik yang sama stabil jika dibandingkan dengan antena saturnus yang
dengan frekuensi yang memiliki nilai VSWR antara 1 telah dimodifikasi

C7-4
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Directivity Gain

Gambar 19. Perbandingan Gain


Gambar 17. Perbandingan Directivity

Gain antena saturnus lebih besar jika dibandingkan


Directivity antena saturnus lebih tinggi jika
dengan antena hasil modifikasi yaitu sebesar 8,5 dB.
dibandingkan dengan antena hasil modifikai yaitu
sebesar 9,5 dBi
VI. KESIMPULAN
Efisiensi Berdasarkan hasil simulasi di atas, maka dapat
Merupakan nilai perbandingan antara daya masukan disimpulkan bahwa desain antenna Saturnus ini:
dengan daya yang diradiasikan oleh antenna. 1. Dapat bekerja pada range frekuensi 4-11 GHz.
Dinyatakan dalam persen. Nilai terbaik untuk efisiensi 2. Dengan memodifikasi bentuknya menghasilkan
adalah 100% di mana daya yang masuk sepenuhnya hasil yang kurang bagus, hal ini dikarenakan
diradiasikan (tidak ada rugi-rugi). Perbandingan banyaknya lubang yang di berikan
efisiensi dari kedua antena tersebut adalah sebagai mempengaruhi persebaran distribusi arus yang
beriku: kurang merata, sehingga hasil yang dihasilkan
kurang maksimal.
3. Antena saturnus tanpa di modifikasi
menghasilkan hasil yang lebih baik dan
bandwidth yang dihasilkan lebih lebar. Yaitu 6,5
GHz untuk VSWR dan 5,5 GHz untuk bandwidth
Return Lossnya.

DAFTAR PUSTAKA
[1] Balanis, Constantine A. 1982. Antena Theory: Analysis and
Design. 2nd Second Edition. John Wiley and Sons, Inc.
[2] Kraus, John Daniel. 1988. Antennas, New York: McGraw-Hill
International.
[3] Punit, Nakar S. 2004. Design of a Compact Microstrip Patch
Antenna for Use in Wireless/Cellular Devices. The Florida State
Gambar 18. Perbandingan Efisiensi University. Thesis.
[4] Yuwono, Rudy. 2005. A Novel Rugby Ball Antenna for Ultra
Wide Band Communication. Jurnal Teknik FT Unibraw.ed.
Agustus 2005 Anonymous.

C7-5
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Antena Yagi Berbahan Dasar Styrofoam pada


Frekuensi 470 890 Mhz untuk Penerimaan
Siaran Televisi Indoor
Putri Wulandari1, Rio Mubarak2, Sofian Hamid3
[1,2,3]
Teknik Elektro, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Al-Azhar Indonesia, Jl. Sisingamaraja,
Jakarta 12110

Email: poeyapoe@gmail.com , ren_dank34@yahoo.com , sofian@uai.ac.id

pada frekuensi 500 MHz, 650 MHz dan 800


Abstrak Kualitas dari suatu televisi sangat MHz.
berpengaruh terhadap antena yang digunakan. Dalam Ukuran maksimal (p x l x t) = 100 cm x 60 cm x
paper ini akan dibahas mengenai antena yagi yang bekerja 60 cm.
pada frekuensi UHF (470 890 MHz) yang biasanya
digunakan untuk penyiaran televisi. Antena ini didesain
dengan menggunakan software simulasi Computer II. STRUKTUR ANTENA
Simulation Technology (CST) dan pembuatannya hanya Antena yagi merupakan antena jenis end-fire yang
menggunakan Styrofoam dan aluminium foil. Dari hasil biasa digunakan pada frekuensi VHF dan UHF (30 MHz
simulasi diketahui antena yang dibuat berkerja pada
3 GHz) karena antena jenis ini simpel, biaya
frekuensi 470 890 MHz dengan memiliki VSWR < 2 dan
memiliki pola radiasi Directional. pembuatannya murah dan relatif memiliki gain yang
tinggi. Antena yagi ini terdiri dari 3 elemen yang berbeda
Kata Kunci - Antena, Yagi, TV Digital, Gain, Pola radiasi yaitu: driven elemen, reflektor dan direktor [2].
Tahapan yang pertama kali dibuat pada antena ini
I. PENDAHULUAN adalah membuat sepasang driven elemen yang berbentuk
kontak. Selanjutnya dibuat reflekor yang berada pada
T ELEVISI merupakan suatu perangkat elektronik
yang memiliki frekuensi pada kelompok UHF (Ultra
High Frequency) yaitu 470 890 MHz baik itu televisi
bagian belakang driven elemen dengan ukuran yang
lebih besar dari driven elemen. Pembuatan terakhir dari
analog ataupun televisi digital [1]. Untuk menangkap antena yagi ini adalah membuat direktor. Jumlah
gelombang frekuensi tersebut dibutuhkan suatu direktor akan mempengaruhi gain yang dihasilkan oleh
perangkat elektronik yang dapat memindahkan energi antena tersebut. Adapun ukuran dasar dari antena yagi
gelombang elektromagnetik dari media kabel ke udara yang akan dibuat dapat dilihat pada Gambar 1.
atau sebaliknya dari udara ke media. Perangkat yang
dimaksud adalah antena. Kualitas dari sinyal televisi
pada penerima sangat ditentukan dari antena yang
dipakai.
Berbagai macam jenis antena dapat dipakai sebagai
penerima dalam televisi, baik ukuran kecil ataupun
ukuran yang relatif besar. Pada kali ini antena yang akan
dibuat adalah antena yagi. Antena yagi merupakan
antena yang cukup populer saat ini. Walaupun antena ini
memiliki ukuran yang lumayan besar tetapi antena jenis
ini mudah dibuat sendiri dan bahan-bahan yang
digunakan dalam pembuatan antena ini mudah
ditemukan. Gambar 1. Ukuran antena yagi
Pada paper kali ini, akan disimulasikan dan dibuat
Antena yang akan dibuat menggunakan bahan
sebuah antena yagi yang memiliki spesifikasi sebagai
styrofoam dan aluminium foil. Pada gambar 1 dapat
berikut:
diketahui ukuran dari antena yagi ini adalah 75 cm x 50
VSWR < 2 atau S11 magnitude < -10 dB untuk
cm x 17 cm. Jarak antara tepi dengan reflektor adalah 5
frekuensi 470 - 890 MHz.
cm, untuk jarak antara reflektor dan driven elemen
HPBW > 30 (polar theta) dan directivity > 8 dBi
adalah 11 cm sedangkan jarak antara driven elemen

C8-1
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

dengan direktor dan jarak antara direktor adalah 5 cm. Power Beam Width) diatas 30.
Untuk lebar gap pada driven elemen dan direktor adalah
2 cm. Pada Tabel 1, dapat dilihat ukuran dan jumlah dari
elemen-elemen yang terdapat pada antena yagi ini.
Sedangkan pada Gambar 2, merupakan gambar dari
simulasi antena yagi yang akan disimulasikan pada CST.

Tabel 1. Ukuran elemen pada antena yagi


Ukuran
Elemen Jumlah
(p x l x t) cm
Reflektor 50 x 1.5 x 16 1
Driven Elemen 12 x 1.5 x 8 2
Direktor 7 x 1.5 x 4 16 Gambar 4. Grafik simulasi VSWR

(a) 500 MHz

Gambar 2. Bentuk dari antena yagi

III. HASIL DAN PEMBAHASAN


Dari hasil simulasi antena diatas dengan
menggunakan CST maka dapat diketahui return loss,
VSWR, HPBW dan directivity dari antena tersebut. Pada
Gambar 3 menunjukkan hasil dari return loss yang
disimulasikan menggunakan CST. Pada gambar tersebut
terlihat besar frekuensi dari 470 890 MHz dibawah -10
dB
(b) 650 MHz

Gambar 3. Hasil return loss dari antena yang akan dibuat

Hasil simulasi dari nilai VSWR dapat dilihat pada (c) 800 MHz
Gambar 4. Hasil dari simulasi tersebut diketahui bahwa Gambar 5. Simulasi pola radiasi pada 500 MHz, 650 MHz dan 800
MHz.
antena yang telah didesain memiliki VSWR dibawah 2.
Pada Gambar 5 menunjukkan pola radiasi sebagai fungsi Selain itu untuk mengetahui pola radiasi antena
pada frekuensi 500 MHz, 650 MHz dan 800 MHz. tersebut dapat dilihat secara 3D, pola radiasi tersebut
Pada frekuensi 500 MHz besar HPBW adalah 73.2, dapat dilihat pada Gambar 6. Dari gambar tersbut
pada frekuensi 650 MHz besar HPBW adalah 65.1 dan terlihat bahwa pola radiasi dari antena tersebut adalah
pada frekuensi 800 MHz besar HPBW adalah 48.8. directional, hanya pada satu arah saja.
Terlihat bahwa antena yagi memiliki HPBW (Half

C8-2
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

(a) 500 MHz


Gambar 7. Hasil pembuatan dari antenna yagi

Dalam melakukan pengetesan atau pengukuran,


antena yagi ini belum melakukan pengukuran untuk
melihat bagaimana nilai VSWR dan pola radiasi dari
antena ini. Akan tetapi, antena ini telah dicoba langsung
pada televisi, seperti yang terlihat pada Gambar 8.

(b) 650 MHz

Gambar 8. Pengetesan antena yagi pada televisi

(a) 800 MHz


Gambar 6. Simulasi pola radiasi dalam 3D pada frekuensi 500 MHz, IV. KESIMPULAN
600 MHz dan 800 MHz
Pada penelitian ini telah dibuat antena yagi yang
Dari Gambar 6 juga dapat diketahui besar direktivitas memiliki 1 buah reflektor, 2 buah driven elemen dan 16
dari antena yagi tersebut, yaitu 8.02 dBi pada frekuensi buah direktor. Dari hasil antena tersebut diketahui bahwa
500 MHz, 9.72 dBi pada frekuensi 650 MHz dan 11.7 antena ini memiliki VSWR < 2. Untuk nilai return loss
dBi pada frekuensi 800 MHz. (S11 magnitude) pada frekuensi 470 890 MHz < -10
Selanjutnya, desain antena tadi dibuat dengan dB. Sedangkan HPBW pada frekeunsi 500 MHz, 650
menggunakan Styrofoam dan aluminium foil. Secara MHz dan 800 MHz berada diatas 30. Nilai direktivitas
rinci pembuatan antena ini adalah: pada frekuensi 500 MHz, 650 MHz dan 800 MHz diatas
1. Potong Styrofoam sesuai dengan ukuran yang 8 dBi, yaitu 8.02 dBi, 9.72 dBi dan 11.7 dBi. Sedangkan
diinginkan seperti yang dilihat pada Tabel 1. Untuk untuk ukuran antena tersebut adalah 75 cm x 50 cm x 17
driven elemen 2 buah, untuk reflektor 1 buah dan cm. Selain itu diketahui juga pola radiasi dari antenna
untuk direktor 16 buah. yagi ini adalah directional, mengarah pada satu arah
2. Setelah Styrofoam dipotong bungkus semua kotak saja.
tadi dengan aluminium foil.
3. Tempelkan driven elemen, reflektor dan direktor DAFTAR PUSTAKA
pada Styrofoam besar dengan jarak seperti yang [1] Budiarto. Hary, Bambang H.T., Arief R., A.A.N. Ananda K,m
dapat dilihat pada Gambar 1. Gamantyo H., dan Satriyo D., Sistem TV Digital dan
4. Pasang kabel dan konektor pada driven elemen Prospeknya di Indonesia. Jakarta: 2007.
[2] Yi Huang, Kevin Boyle. Antenna : from theory to practice.
sebagai penghubung antara antenna dengan televisi 2008. John Wiley & Sons Ltd.
dan hasil jadi dari pembuatan antena yagi tersebut [3] Balanis, Constantine. A. Antenna Theory, Analysis and Design.
dapat dilihat pada Gambar 7. 1982, John Wiley &Sons Ltd.
[4] Volakis, John L. Antenna Engineering Handbook, fourth
edition. 2007. Mc.Graw-Hill.

C8-3
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

[5] CST Microwave Studio 2009, CST Studio Suite www.cst,com, Penulis pertama lahir di Tangerang,18 Mei 1991. Pada saat ini,
Spatial Cooperation [Computer Progam] penulis sedang menempuh strata 1 (S1) di Jurusan Teknik Elektro,
Universitas Al-Azhar Indonesia, dari tahun 2008 hingga sekarang.
Untuk informasi lebih lanjut, dapat dihubungi melalui
poeyapoe@gmail.com

C8-4
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Simulasi dan Analisis Beamforming Adaptif


pada Smart Antenna Menggunakan Algoritma
Least Mean Square (LMS) dan Normalized Least
Mean Square (NLMS)
Andriana Kusuma Dewi
Pascasarjana Teknik Elektro, Universitas Brawijaya
Dewilee87@yahoo.com

Abstrak- Permasalahan kurang efektifnya pola radiasi Teknik pada antena array yang memberikan
antena sering terjadi pada sistem komunikasi personal penerimaan maksimum pada arah yang ditentukan
dan bergerak. Hal ini diakibatkan gangguan dari pemakai dengan melakukan estimasi kedatangan sinyal dari arah
komunikasi lain. Gangguan dapat diminimalisasi dengan yang ditentukan sekaligus menolak sinyal yang tidak
menggunakan Smart Antenna yang mengubah pola
antenna untuk menyesuaikan diri terhadap noise dan
diinginkan dari arah lain disebut beamforming adaptif.
interference. Paper ini berisi analisa dan simulasi Berbagai algoritma beamforming adaptif yang sering
beamforming adaptif pada smart antenna menggunakan digunakan adalah LMS, NLMS, Recursive Least Square
algoritma Least Mean Square (LMS) dan Normalized Least (RLS), Constant Modulus Algorithm (CMA), Sample
Mean Square (NLMS). Kedua algoritma memberikan hasil Matrix Inversion (SMI), Minimum Variance
yang baik untuk pengarahan maksimal pada arah sudut
Distortionless Response (MVDR), dan lain sebagainya.
sinyal yang diinginkan. Algoritma LMS menunjukkan
hasil yang lebih baik daripada algoritma NLMS pada Algoritma-algoritma tersebut memiliki keunggulan
penolakan sinyal interferensi, tetapi NLMS menghasilkan sendiri dan kerugian berdasarkan konvergensi
konfergensi bobot yang lebih cepat dibandingkan kecepatan, kompleksitas dan aspek lain yang
algoritma LMS bersangkutan. Pada penelitian ini, dilakukan analisa dan
simulasi beamforming adaptif menggunakan algoritma
Kata KunciSmart Antenna, Beamforming Adaptif, LMS dan NLMS. Respon faktor array di plot untuk di
LMS, NLMS.
analisa apakah algoritma dapat memaksimalkan arah
beam ke arah sinyal yang diinginkan dan meminimalkan
I. PENDAHULUAN
daya ke arah sinyal gangguan. Analisa dilakukan

S ISTEM komunikasi wireless digunakan dalam


berbagai macam aplikasi. Banyaknya pengguna dan
dengan membandingkan nilai Half Power Beam Width
(HPBW), kecepatan konvergensi dengan berbagai
bandwidth yang terbatas pada sistem ini dapat jumlah elemen dan berbagai jarak antar elemen.
menyebabkan gangguan komunikasi satu sama lain.
Sistem antena konvensional umumnya mengatasi II. SMART ANTENNA
permasalahan ini dengan menggunakan antenna dengan Model smart antenna yang digunakan adalah
pola radiasi ke segala arah (omnidirectional) atau Uniform Linear Array dengan elemen sebanyak M dan
berbagai arah dengan sudut tertentu (sektorized). Pola ditempatkan sama dengan jarak d dan sinyal user datang
radiasi yang tidak tepat sasaran mengakibatkan pada arah sudut seperti ditunjukkan pada Gambar. 1
gangguan terhadap pengguna lain dan terjadi Algoritma LMS dan NLMS digunakan untuk
ketidakefisienan pemakaian daya. Salah satu solusi mengatur bobot secara adaptif untuk mengoptimalkan
untuk mengatasi permasalahan ini adalah menggunakan penerimaan pada arah yang diinginkan o. Faktor array
sistem beamforming adaptif pada smart antenna. Smart untuk elemen (M) yang ditempatkan dengan jarak sama
antenna adalah susunan antenna array yang dapat diatur (d) dituliskan sebagai berikut [1][5][6]:
arah radiasinya dengan mengubah parameter antara lain
N 1 2 d
fasa atau amplitude gelombang yang menuju setiap ( jn ( sin + ))
elemennya. Sinyal yang datang diproses terlebih dahulu AF ( ) = An .e
n =0

(1)
dan dilakukan adaptasi pembobotan untuk
menyesuaikan bentuk beam dengan karakteristik sinyal adalah elemen pergeseran fasa yang dideskripsikan
yang datang. Adaptasi pembobotan ini akan sebagai berikut :
menghasilkan pola radiasi yang maksimum ke arah
2 d
sinyal yang diinginkan. Adaptasi inilah merupakan = s i n 0 (2)
bagian pintar pada smart antenna. Antena bodoh 0
tidak dapat melakukan adaptasi pada karakteristik sinyal 0 merupakan sudut sinyal yang diinginkan
sehingga mempunyai bentuk lobus yang tetap[7].

C9-1
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Jika x (t ) adalah vektor sinyal yang diamati, maka


x1 ( t )
w1
x (t ) = [ x1 (t ) x2 (t ) ... xM (t )]T (5)
K
x(t ) = sk (t )a( k ) + n(t )
x2 (t ) (6)

k =1
w2
a (k ) merupakan vector array kemudi yang
y (t )
xm (t ) M dirumuskan
a (k ) = e j 1 k e j 2 k ... e j Mk
T
(7)
wm
Dan n (t ) merupakan vektor noise yang diterima
x M (t ) M yang dirumuskan sebagai berikut
wM
n (t ) = [ n1 (t ) n2 (t ) ... nM (t ) ]
T
(8)

Gambar. 1. Sistem smart antenna Sinyal sensor yang dikumpulkan x m (t ) ,

A. Pemodelan sinyal m = 1, ... , M , diberikan pengaturan bobot oleh wm ,


Sebuah antenna array mempunyai elemen sebanyak m = 1, ... , M dan dijumlahkan untuk membentuk sinyal
M yang tiap elemennya mempunyai jarak d. Kontribusi output y(t )
sinyal bandpass s% (t ) ditransmisikan dan diterima M
y (t ) = wm* xm (t ) =w H x (t ) (9)
m

elemen antena pada sudut . xm (t ) merupakan sinyal m =1

output bandpass elemen ke m pada antena array. Model


Dengan :
antena array dijelaskan pada Gambar 2.
Waktu kedatangan relatif terhadap normal array
w = vektor bobot kompleks,
untuk gelombang dari sumber ke k di elemen antena ke ()* = konjugasi
m diberikan oleh [6] () H = transpose Hermitian
mk = m ( k ) = ( m 1) d sin()/c (3)
Sinyal diamati pada sensor ke m, xm (t ) , dapat Vektor bobot w kompleks dituliskan pada persamaan
berikut
dinyatakan sebagai jumlah dari semua bidang
w = [ w1 w2 ... wM ]T (10)
gelombang sinyal dan background noise yang
dijabarkan pada persamaan (4) B. Algoritma LMS
Array normal
Algoritma LMS adalah jauh algoritma yang paling
banyak digunakan dalam penyaringan adaptif karena
s%
m
(t ) beberapa alasan. Fitur utama yang menarik pada
penggunaan algoritma LMS adalah kompleksitas
komputasi rendah dan adaptasi bobot yang konvergen di
lingkungan stasioner. [adaptive filtering].
Perhitungan bobot pada algoritma LMS adalah
)
(


sin
d

sebagai berikut [1][4] :


-1)

x% m (t ) x% M ( t )
x%1 ( t )
(m

1 2 M Array aperture Inisialisasi


m M-1

d d
w (0) = [0 0...0]T (11)
Untuk k 0
y(k ) = wT (k 1) x(k ) = w H (k )x(k ) (11)
Gambar. 2. Sebuah antenna array linear dengan sensor sebanyak M

e( k ) = d ( k ) y ( k ) (12)
K
xm (t ) = s (t ) e
k =1
k
j mk
+ nm (t ) (4)
w ( k + 1) = w ( k ) + 2 e( k )x ( k ) (13)
Dengan :
sk (t ) = sinyal dari sumber ke k d ( k ) adalah sinyal yang diinginkan. w (0) adalah
nm (t ) = noise random kompleks yang diterima pada bobot awal. y ( k ) adalah output filter, e ( k ) adalah
sinyal error antara output filter dan sinyal yang
sensor ke m
diinginkan w ( k ) adalah fungsi bobot yang telah
mk = fasa sinyal ke k pada sensor ke m.

C9-2
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

mengalami pembaharuan pada algoritma LMS. Faktor Array LMS dengan Berbagai Jarak Antar Elemen
merupakan rasio adaptasi yang mempengaruhi 0
-3
kecepatan konvergensi pada algoritma LMS. Jika dipilih
sudut kedatangan
-10
nilai yang terlalu besar, maka konvergensi akan semakin
cepat tetapi mengakibatkan ketidakstabilan pada sistem.
-20
Jika dipilih nilai yang terlalu kecil, maka konvergensi

Faktor Array (dB)


akan lambat. Batas pemilihan nilai dijabarkan pada -30
persamaan (14)
1
0
-40
(14)
ma x interferer interferer
-50 d=0.5 lambda

ma x adalah eigen value maksimum dari autokorelasi d=0.25 lambda


d=0.125 lambda
-60
sinyal yang diamati x ( k ) . -100 -80 -60 -50 -40 -20 0 20 30 40
Sudut kedatangan (derajat)
60 80 100

C. Algoritma NLMS Gambar. 3. Faktor array algoritma LMS dengan berbagai jarak antar
elemen dengan M = 10
Algoritma NLMS digunakan untuk mempercepat
konvergensi pada algoritma LMS tanpa melakukan
estimasi autokorelasi sinyal yang diamati. Perhitungan TABEL 1. EFEK PERUBAHAN JARAK ANTAR ELEMEN PADA LEBAR
BEAM DAN BER PADA ALGORITMA LMS
bobot pada algoritma NLMS hampir sama dengan
algoritma LMS hanya berbeda pada pembaharuan nilai jarak Beam-
HPBW BER
antar width Nulling interferer
bobot w( k ) yang dijabarkan pada persamaan (15) elemen
(dera-
(dera-
(per
terdekat
jat) sen)
[1][4] : (d) jat)
-51.61o (-29.32 dB);
0.5 10.41 23.49 0.3 %
27.46 o (-37.89 dB);
w ( k + 1) = w ( k ) + e ( k ) x ( k ) (15)
+ xT ( k ) x ( k ) 0.25 21.461 63.07 0.3 %
-52.18 o (-36.42 dB);
28.03 o (-40.17 dB);
Dengan membandingkan kedua algoritma, Batas -53.33 o (-23.58dB)
pemilihan nilai pada algoritma NLMS dijabarkan 0.125 63.38 87.09 0.2 %
33.76 o (-38.32 dB)
pada persamaan (16)
Gambar 3 dan Tabel 1 menunjukkan bahwa jarak
0< <2 (16)
antar elemen sebesar 0.5 mempunyai performansi yang
paling baik dibandingkan jarak antar elemen yang lain.
III. SIMULASI DAN HASIL Nilai HPBW dan beamwidth yang paling sempit dan
Simulasi dilakukan dengan menggunakan software nulling interferer terdekat dengan sudut sinyal
MATLAB 7.01. Simulasi smart antenna dilakukan gangguan maka dapat disimpulkan beam antenna yang
dengan mengubah jarak antar elemen antenna, merubah dihasilkan semakin terarah pada arah yang diinginkan
jumlah elemen antenna dan merubah rasio adaptasi pada dan penolakan gangguan yang lebih baik dibandingkan
masing-masing algoritma. Selanjutnya dilakukan jarak antar elemen d = 0.25 dan d = 0.125.
analisa pengaruh perubahan parameter tersebut pada
pembentukan beam antena. Sinyal yang diinginkan
berupa sinyal random yang dimodulasi menggunakan TABEL 2. EFEK PERUBAHAN JARAK ANTAR ELEMEN PADA LEBAR
BEAM DAN BER PADA ALGORITMA NLMS
phase shift keying.
jarak Beam-
HPBW BER
A. Efek perubahan jarak antar elemen dengan antar
(dera-
width
(per-
Nulling interferer
algoritma LMS dan NLMS elemen (dera- terdekat
jat) sen)
(d) jat)
Model antenna yang dipakai pada simulasi adalah -52.18 (-27.18 dB);
0.5 10.245 22.91 0.3%
antenna Uniform Linear Array (ULA) dengan jumlah 24.02 (-32.96 dB);
sample sinyal sebanyak 1000. Sinyal yang diinginkan -53.9 (-41.32 dB);
0.25 21.04 49.85 0.3 %
25.74 (-32.09 dB);
berada pada sudut 0o dengan SNR 0 dB. Sinyal -48.75 (-27.93 dB);
0.125 40.84 101.99 0.3 %
diasumsikan mempunyai dua interferer pada sudut 30o 52.67 (-33.93 dB);
dan -50o dengan INR masing-masing sebesar 10 dB.
Analisa pertama dilakukan dengan mengubah parameter Hasil yang tak jauh berbeda juga ditunjukkan pada
jarak antar elemen d. Jarak antar elemen yang dianalisa algoritma NLMS yang ditunjukkan pada Tabel 2, bahwa
adalah d = 0.5, d = 0.25 dan d = 0.125. Hasil simulasi jarak antar elemen sebesar 0.5 mempunyai performansi
ditunjukkan pada Gambar 3 dan dijelaskan lebih detail yang paling baik dibandingkan jarak antar elemen yang
pada Tabel.1 lain.

C9-3
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

B. Efek perubahan jumlah elemen dengan algoritma C. Efek perubahan rasio adaptasi dengan
LMS dan NLMS algoritma LMS dan NLMS
Model antenna yang dipakai sama seperti pada unit Model antenna yang digunakan untuk simulasi adalah
sebelumnya. Sinyal yang diinginkan berada pada sudut antena ULA dengan jumlah elemen m = 10 dan d = 0.5
0o dengan SNR 0 dB. Sinyal diasumsikan mempunyai Analisa dilakukan dengan mengubah parameter rasio
dua interferer pada sudut 30o dan -50o dengan INR adaptasi . parameter rasio adaptasi yang dianalisa
masing-masing sebesar 10 dB dan d = 0.5. Analisa adalah =0.001, =0.0001 dan =0.00001. Hasil
dilakukan dengan mengubah parameter jumlah elemen. simulasi ditunjukkan pada Gambar 5 untuk algoritma
Jumlah elemen yang dianalisa adalah m=5, m=10 dan LMS dan Gambar 6 untuk algoritma NLMS.
m=15. Hasil simulasi ditunjukkan pada Gambar 4 dan 0.08
konvergensi bobot

dijelaskan lebih detail pada Tabel.3


0.07
Faktor Array LMS dengan Berbagai Jumlah Elemen
0
0.06
-3

0.05
-10

|w|
0.04

-20 0.03
miu = 0.001
Faktor Array (dB)

miu = 0.0001
miu = 0.00001
0.02
-30
0.01

-40 0
0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000
sampling

m=5
-50 Gambar. 5. Konvergensi bobot pada algoritma LMS
m=10
m=15 Konvergensi Bobot NLMS dengan Berbagai Step Size
0.016
-60
-100 -80 -60 -40 -20 0 20 40 60 80 100 miu=0.001
Sudut kedatangan (derajat) 0.014 miu=0.0001
miu=0.00001
Gambar. 4. Faktor array algoritma LMS dengan berbagai jumlah
elemen 0.012

TABEL 3. EFEK PERUBAHAN JARAK ANTAR ELEMEN PADA LEBAR 0.01


BEAM DAN BER PADA ALGORITMA LMS
|w|

0.008
jumlah Beam-
HPBW BER
elemen width Nulling interferer
(dera- (per- 0.006
antena (dera- terdekat
jat) sen)
(m) jat) 0.004
1.7 -53.33o (-24.29 dB);
5 21.75 50.99
% 26.88 o (-50.99 dB); 0.002
0.4 -53.33 o (-37.92 dB);
10 10.202 22.91
% 26.31 o (-35.03 dB); 0
0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000
0.2 -53.33 o (-32.77 dB);
15 6.842 15.11 Sampling
% 25.16 o (-36.65 dB);
Gambar. 6. Konvergensi bobot pada algoritma LMS
Gambar 4 dan Tabel 3 menunjukkan bahwa jumlah Gambar 5. menunjukkan semakin kecil nilai rasio
elemen sebesar 15 mempunyai performansi yang paling adaptasi pada algoritma LMS maka konvergensi akan
baik dibandingkan jarak antar elemen yang lain akan semakin lambat. Sedangkan Gambar 6. menunjukkan
tetapi mempunyai sidelobe yang paling banyak. Nilai semakin kecil nilai rasio adaptasi pada algoritma
HPBW dan beamwidth yang paling sempit NLMS maka konvergensi akan semakin cepat.
menunjukkan beam antenna yang dihasilkan semakin
D. Perbandingan algoritma LMS dan NLMS
terarah pada arah yang diinginkan. BER yang dihasilkan
pun mempunyai nilai terendah dibandingkan jumlah Model antena yang digunakan pada simulasi
elemen yang lain. Hasil yang tidak jauh berbeda juga perbandingan kedua algoritma adalah antenna ULA
ditunjukkan algoritma NLMS yang ditunjukkan pada dengan jumlah elemen m = 10, jarak antar elemen d =
0.5 dan rasio adaptasi =0.001. Hasil simulasi
Tabel 4.
ditunjukkan pada Gambar 7 dan Gambar 8. Penjelasan
TABEL 4. EFEK PERUBAHAN JARAK ANTAR ELEMEN PADA LEBAR lebih detail ditunjukkan pada Tabel 5.
BEAM DAN BER PADA ALGORITMA NLMS Gambar 5 menunjukkan bahwa algoritma LMS lebih
jumlah Beam- baik dibandingkan algoritma NLMS dalam hal
HPBW BER
elemen width Nulling interferer
(dera- (per- penolakan sinyal gangguan. Pernyataan ini diperjelas
antena (dera- terdekat
jat) sen)
(m) jat) pada Tabel 5, algoritma LMS menghasilkan nulling
-53.9o (-25.75 dB); interferer lebih dekat dengan faktor array yang lebih
5 21.54 50.42 3.4%
25.74 o (-43.14 dB);
0.6 -53.33 o (-26.56 dB);
rendah pada sinyal gangguan dibandingkan algoritma
10 10.288 23.49 NLMS. Gambar 6 menunjukkan algoritma NLMS
% 24.59 o (-28.03 dB);
-53.33 o (-40.02 dB); mempunyai konvergensi yang lebih cepat dibandingkan
15 6.778 15.438 0.6%
32.04 o (-37.05 dB); algoritma LMS.

C9-4
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

LMS VS NLMS
0
-3 LMS IV. KESIMPULAN
NLMS
-10
Hasil simulasi smart antenna menggunakan algoritma
LMS dan NLMS menunjukkan kedua algoritma dapat
memaksimalkan beam ke arah sinyal yang diinginkan
-20
dan menolak sinyal gangguan dengan melakukan
Faktor Array (dB)

nulling interference ke arah sinyal gangguan. Perubahan


-30
beberapa parameter antena menyebabkan perubahan
faktor array.
-40
Perubahan jarak antar elemen menyebabkan beam
semakin melebar dan tidak terarah. Jarak antar elemen
-50 yang paling baik dari hasil simulasi adalah d = 0.5.
Perubahan jumlah elemen antena menyebabkan beam
-60
-100 -80 -60 -50 -40 -20 0 20 30 40 60 80 100
semakin terarah dan lebih baik dalam nulling
Sudut Kedatangan (derajat) interference, tetapi mengakibatkan timbulnya banyak
Gambar. 7. Perbandingan factor array algoritma LMS dan NLMS
sidelobe . Sedangkan perubahan nilai rasio adaptasi
pada smart antenna mengakibatkan perubahan kecepatan konvergensi pada
masing-masing algoritma. Perbandingan kedua
Konvergensi Bobot LMS VS NLMS
0.09
algoritma menunjukkan algoritma LMS lebih baik
dibandingkan algoritma NLMS dalam hal penolakan
0.08
sinyal gangguan akan tetapi algoritma NLMS lebih baik
0.07 dalam kecepatan konvergensi nilai bobot.
0.06
UCAPAN TERIMA KASIH
0.05
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak
|w|

0.04 Erfan Ahmad Dahlan dan teman-teman Pascasarjana


Teknik Elektro Unversitas Brawijaya yang mendukung
0.03
LMS
dan membantu pelaksanaan kegiatan penelitian.
0.02 NLMS

0.01
REFERENCES
[1] Yasin. M, Akhtar. P, dan Valiuddin, Performance Analysis of
0 LMS and NLMS Algorithms for a Smart Antenna System,
0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000
Sampling International Journal of Computer Applications (0975 8887),
2010, vol4 No.9.
Gambar. 8. Perbandingan konvergensi bobot algoritma LMS dan [2] Yasin. M, Akhtar. P, dan Khan, J.M, Tracking Performance of
NLMS pada smart antenna RLS and KAPA Algorithms for a Smart Antenna System,
World Applied Sciences Journal 10 , 2010, ISSN 1818-4952.
[3] Yasin. M, Akhtar. P, dan Naqvi, S.H.Z, Design and
TABEL 5. PERBANDINGAN ALGORITMA LMS DAN NLMS PADA SMART Performance Analysis of Blind Algorithms for Smart Antenna
ANTENNA System Using Window Techniques. Middle-East Journal of
Beam- Scientific Research 7(4), 2011, ISSN 1990-9233.
HPBW BER [4] Diniz.P. S. Adaptive Filtering Algorithm and Practical
Algo- width Nulling interferer
(dera- (per- Implementation , 3rd ed, Springer, 2008, pp. 77-145.
ritma (dera- terdekat
jat) sen) [5] Zooghby A.L. Smart Antena Engineering. Artech House Inc.
jat)
o Boston-London, 2005, pp. 100-130.
-51.61 (-29.32 dB);
LMS 10.41 23.49 0.3 % [6] Newhall, G.W. Radio Channel Measurements and Modeling for
27.46 o (-37.89 dB);
Smart Antenna Array Systems Using a Software Radio
-52.18 (-27.18 dB);
NLMS 10.245 22.91 0.3% Receiver. 2003, Faculty of Virginia Polytechnic Institute,
24.02 (-32.96 dB);
Virginia.
[7] Das,S. Smart Antenna Design for Wireless Communication
using Adaptive Beam-forming Approach, 2007, Electrical
Engineering Department National Institute of Technology
Rourkela -769008, Orissa, India.

Andriana Kusuma Dewi, S.T. lahir di Malang


tanggal 21 Mei 1987. Menyelesaikan pendidikan S1
dari bidang studi pengaturan, Jurusan Teknik Elektro,
Fakultas Teknik Industri Institut Teknologi Sepuluh
Nopember pada tahun 2009. Sejak tahun 2010 sampai
sekarang sedang menempuh studi S2 di Pascasarjana
Teknik Elektro Universitas Brawijaya.

C9-5
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls andInformatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Desain Arsitektur Teknik Pengkode LDPC


pada FPGA
Rita Purnamasari, Heroe Wijanto danIswahyudi Hidayat
Institut Teknologi Telkom
Reeta_tekdig@yahoo.com,hrw@ittelkom.ac.id,isw@ittelkom.ac.id

elektronika yang berkembang adalah desain sistem


Abstrak---- Sisi penting dalam perancangan sebuah digital yang berbasis software. Software desain ini
teknik pengkode adalah pada sisi memiliki beberapa tahapan, diantaranya yaitu software
implementasinya.Namun sebelum diimplementasikan, fungsional, software sinpenelitian, programmable
langkah pertama haruslah didesain terlebih dahulu
board, software layout, dan pengujian hasil desain.
arsitekturnya baru kemudian diimplementasikan pada
FPGA. B. Permasalahan
Teknik pengkode yang dibuat pada penelitian
ini adalah Teknik pengkode LDPC.Teknik pengkode Permasalahan yang timbul dalam penelitian
LDPC ini menggunakan algoritma lower triangular ini adalah sebagai berikut:
dengan sifat matriks cek paritasnya adalah Regular 1. Menurunkan konsep pengkode LDPC menjadi
dengan ukurannya adalah 6x12 dan code rate nya adalah sebuah rancangan arsitekturnya
. Setelah disimulasikan pada software simulator, teknik 2. Mendesain blok-blok arsitektur yang telah
pengkode ini diturunkan pada bahasa pemrograman diperoleh dalam deskripsi bahasa perangkat
VHDL untuk didapatkan hasil desain arsitekturnya, dan
pada akhirnya di load kan kepada FPGA sebagai keras menggunakan VHDL (Very High Speed
prototype IC LDPC. IC Description Language)
Penelitian ini difokuskan mengenai bagaiamana 3. Melakukan test fungsi arsitektur dengan
agar proses yang dijalankan pada FPGA berlangsung memberikan test vector sinyal dalam bentuk
singkat dengan dibuat ke dalam sistem I/O paralel. testbench fungsi sistem
Sehingga jika sistem paralel tersebut diuji dengan 4. Melakukan pengujian arsitektur yang telah
dimasukkan info 6 bit, maka delay process yang
dihasilkannya nya adalah 12 clock. Parameter teruji secara fungsi
keberhasilan dari arsitektur yang didesain ini adalah C. Batasan Masalah
adanya bit rate yang besar dikarenakan delay process
yang kecil. Oleh karena itu didapatkan bitrate sistem 5 Penelitian ini mempunyai batasan masalah
MBps dan jika frekuensi FPGA 100 MHz maka frekuensi sebagai berikut:
kerja sistem berada di 8,3 MHz, begitu juga dengan 1. Code rate yang digunakan adalah dengan
utilisasi resource nya yang kurang dari 1% artinya jika Constraint lengthnya (12,6), ukuran matriks
diimplementasikan nantinya, hasil desain ini dapat cek paritas 6 x12
diimplementasikan pada FPGA.
2. Algoritma dalam membuat pengkode LDPC
Kata Kunci :FPGA, LDPC, lower triangular adalah metode Lower Triangular
3. Pembahasan hanya di level baseband dan
pengolahan bit secara digital.
I. PENDAHULUAN 4. FPGA yang digunakan memiliki frekuensi
kerja 100MHz
A. Latar Belakang
Salah satu bentuk rekayasa yang dilakukan D. Tujuan
untuk mengurangi kesalahan bit pada penerima adalah Tujuan dari penelitian ini adalah
dengan mengkodekan informasi yang akan dikirimkan 1. Mensimulasikan algoritma pengkode LDPC
atau dikenal dengan teknik pengkodean kanal / channel dengan menggunakan bahasa VHDL
coding. Proses pengkodean informasi ini dilakukan 2. Mendesain arsitektur pengkode LDPC
dengan penambahan sejumlah bit pada informasi asli 3. Mensintesis rangkaian dengan
dengan pola tertentu. Sehingga jika terjadi gangguan menggunakanXilinxSynthesize Tool seri ISE
pada kanal, maka bit yang diterima oleh receiver bisa 8.1i agar dapat diimplementasikan pada FPGA
diperbaiki sehingga sama seperti bit asli yang
dikirimkan.
Aspek lanjutan yang selalu menjadi
pertanyaan pada rekayasa pengkode adalah bagaimana
sisi implementasinya. Hal ini terkait dengan aspek
desain sistem elektronika. Dewasa ini, desain sistem

C10-1
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls andInformatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

E. Hipotesa Berdasarkan representasi Tanner graph diatas,


dapat dilihat bahwa terdapat m check node (f0, f1, f2, dan
1. Teknik pengkode LDPC dapat disimulasikan,
f3)yang menyatakan jumlah dari bit parity, sedangkan n
disinpenelitian, dan diimplementasikan pada
variable node (c0,c1,c2,c3,c4,c5,c6,c7) menyatakan jumlah
FPGA
bit dalam codeword. Dalam representasi Tanner graph,
2. Jumlah resource komponen yang dibutuhkan
check node (fi) akan terhubung ke variable node (cj)
sistem pengkode LDPC dalam penelitian ini
jika dan hanya jika nilai elemen dari hij pada matriks
lebih kecil konsumsinya dibandingkan dengan
H=1.
kapasitas yang disediakan oleh FPGA Virtex-4
Sebuah kode LDPC disebut sebagai kode regular
sendiri.
jika memiliki bobot kolom (wc) maupun baris (wr)
3. Frekuensi kerja clock sistem pengkode LDPC
yang seragam (uniform). Untuk kode regular mwr=
lebih kecil daripada frekuensi kerja FPGA
nwc.Coderate dapat didefinisikan terhadap pengaruh
Virtex-4
beban baris dan kolom sebagai berikut.

II. TEKNIK PENGKODE LDPC


Terdapat beberapa teknik representasi pengkode (2.1)
LDPC yaitu dalam bentuk matriks dan dalam betuk Matriks H dalam gambar 2.1 merupakan matriks
graf Representasi Matriks parity check dengan wc = 2 dan wr = 4. Dalam Tanner
Di bawah ini dicontohkan sebuah matriks parity- graph juga dapat dilihat bahwa setiap check nodes dan
chek (2,4) variable nodes memiliki jumlah sisi (edges) yang sama.

Metode Lower Triangular Shape Based [3]


Metode ini diperkenalkan oleh Thomas
J.Richardson dan Rdiger L. Urbanke pada tahun 2001,
H= dimana tujuan dari metode ini adalah membentuk
matriks parity check yang berbentuk lower triangular.
Gambar 2.1Matriks parity-check (2,4) Regular LDPC n=8

Efficient Encoder Based On Approximation


Dalam hal ini m adalah jumlah baris, dan n adalah
Lower Triangulation
jumlah kolom
Diketahui matriks parity check H (m x n) dan
Dimana banyak bit 1 pada sebuah baris
codeword c (1 x n), dimana pada perkalian HcT = 0.
dilambangkan dengan wr dan banyaknya bit 1 pada
Pendekatan dengan bentuk lower triangular dapat
sebuah kolom dilambangkan dengan wc. Maka wr m dilihat pada gambar 2.1 dengan matriks parity check
dan wc .
sebagai berikut:
Representasi dengan graph, maka matriks parity-
chek (2,4) di atas adalah sebagai berikut: .(2.2)

Dimana, A matriks (m-g) x (n-m), B (m-g) x g, T


(m-g) x (m-g), C g x (n-m), D g x g dan E g x (m-g).
Setiap matriks bersifat sparse dan T adalah lower
triangular yaitu diagonalnya merupakan bit 1 dengan
jarak g yang kecil.

Gambar 2.2 Graf Tanner (2,4) Regular LDPC


c0
c1

c1 + c3 +c4 + c7 = 0
f0
c2

f1
c3

c0+ c1+c2+c5+c7 = 0

Gambar 2.4Model matriks parity check untuk efisiensi pengkode


c4

c2+ c5 +c6+c7 = 0
f2

oleh Thomas J.Richardson dan Rdiger L. Urbanke 2001


c5

Langkah-langkah yang dilakukan dalam proses


f3

c0 + c3 +c4 + c6 = 0
c6

encoding ini dapat dibagi menjadi dua tahapan yaitu


c7

` proses Pre-Processing Step dan Actual Encoding Step


Gambar 2.3Contoh bipartite graph dari sebuah matriks LDPC
yang akan dijelaskan berikut ini:

C10-2
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls andInformatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Diketahui codeword , u merupakan Dibuat arsitektur testbench di setiap blok LDPC


informasi bit dengan panjang (n-m), sedangkan p1 dan Hal ini dilakukan agar inputan yang diberikan
p2 merupakan representasi bit parity dengan panjang p1 ke blok dapat dijalankan secara otomatis sehingga
= g dan p2 = (m-g). Untuk mengeliminasi seluruh bit bisa dilihat output per blok
1 pada kanan bawah submatriks H menggunakan
eliminasi sebagai berikut: Simulasi fungsional dengan modelsim
Setiap blok digabungkan menjadi satu sistem
kemudian diuji apakah pada program simulasi
terdapat kesalahan atau tidak, jika terdapat
kesalahan maka akan dilakukan perbaikan program
(2.3) sampai berhasil. Jika sudah berhasil dengan tidak
adanya kesalahan dan hasil validasi simulasi
Dengan persamaan HcT = 0 diperoleh 2 persamaan, berhasil maka dilanjutkan kepada tahapan
yaitu : selanjutnya yaitu tahap sintesis.
AuT + Bp1T + Tp2T = 0 (2.4)
(ET-1A + C)uT + (ET-1B + D)p1T = 0 (2.5) Tahap 2 : Sintesis Rangkaian Pengkode dan Pendekode
LDPC
Jika = ET-1B + D dan diasumsikan tidak Dalam tahapan sintesis ini menggunakan bantuan
singular (determinan ) maka dari persamaan (2.4) software Xilinx ISE
dan (2.5) diperoleh solusi penentuan bit parity p1 dan Dalam penelitian ini sintesis dilakukan pada satu
p2 sebagai berikut : sistem keseluruhan blok pengkode, pembangkit
error dan pendekodenya
p1T = -1(ET-1A + C)uT
Jika sistesis rangkaian berhasil,maka rangkaian ini
p2T = T-1(AuT + Bp1T)
antinya akan dapat diimplementasikan pada FPGA.
Namun jika belum berhasil disintesis, maka harus
III. PEMODELAN SISTEM
kembali memperbaiki programpada modelsim atau
Berikut ini pada gambar 3.1 adalah tahapan memperbaiki prosedur sintesisnya
desain sebuah aristektur mulai dari simulasi, sintesis, Sedangkan teknik pengkodean LDPC secara
sampai pada implementasinya secara umum. khusus ditunjukkan blok diagramnya pada gambar
.Spesifikasi Sistem 3.2 berikut ini namun yang dilakukan dalam
LDPC dengan ukuran matriks cek paritas [6 x penelitian ini baru hanya di bagian encoding nya
12] dengan code rate . Bit input dan output saja yaitu hanya pada bagian control utama, blok
berjumlah 6 bit serial. Proses pengkode LDPC pengubah serial ke parallel dan pembentukan
menggunakan metode Lower Triangular. Isi dari codeword
matriks parity yang didesain adalah mengacu pada
pada matriks H yang sudah dibuat oleh Thomas
Richardson dan Rdiger L. Urbanke pada
jurnalnya yang berjudul Efficient Encoding of
Low Density Parity-Check Codes yang dimuat
pada junal internasionalIEEE Transaction on
Information Theory, Vol. 47, February, 2001.
Spesifikasi Setiap Blok
Sistem pengkode dan pendekode LDPC
diturunkan ke dalam blok-blok kecil, yaitu blok
pengkode LDPC, blok pembangkit error dan blok
pendekode LDPC
Mendesain setiap blok di atas dengan
menggunakan software simulasi VHDL.
Software simulasi yang digunakan adalah
modelsim SE 63 dengan menggunakan bahasa
VHDL (VHSIC Hardware Digital Language) .
desain yang dibuat pada blok pengkode meliputi :
blok pengubah serial menjadi paralel, blok
pengkode dengan metode lower Triangular, desain
blok pembangkit error meliputi counter pembuat
error dan blok pengubah serial to paralel, dan
desain untuk blok pendekode LDPC meliputi blok
cek paritas, blok bit flipping, dan blok pengubah
paralel menjadi serial. Gambar 3.1Alur desain Pengkode LDPC

C10-3
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls andInformatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

A. Bagian Kontrol Utama


Merupakan bagian yang mengendalikan
seluruh proses yang terjadi pada pengkode LDPC.
Unsur utama pada kontrol utama ini adalah counter
(penghitung). Counter ini akan bekerja pada kondisi
reset nya aktif low, artinya ketika reset diberi input 1
output dari counter adalah 0000000 namun jika reset
diberi input 0 (reset dalam kondisi non aktif ) dan
clock pada keadaan trigger rising. Pada kondisi satu
kali proses pengkode dibutuhkan rangkaian counter 12.
Komponen utama yang lain pada kontrol
utama ini adalah Clock dan reset. Kedua komponen ini
pada blok kontrol utama ini berfungsi mengatur
keseluruhan blok sistem mulai dari Serial To Paralel,
Pengkode, dan LDPC agar terjadi sinkronisasi waktu
masing-masing blok dalam melaksanakan tugasnya.
Pada tahapan desainnya, setiap clock yang dimiliki
oleh setiap blok dalam sistem ini akan terhubung
kepada clock yang ada pada kontrol utama. Begitu juga
untuk komponen reset, maka setiapreset yang dimiliki
oleh setiap blok dalam sistem ini akan terhubung
kepada reset yang ada pada kontrol utama.
Data keluaran dari blok kontrol utama ini
berupa enable berjumlah 7 enable. Enable disini
berfungsi untuk mengaktifkan blok sistem yang lain.
Kerja dari blok sistem akan dipengaruhi oleh enable
keluaran dari kontrol utama ini.
Tugas dari masing-masing enable terkait pengaturan
terhadap blok-blok lainnya adalah sebagai berikut ini:
1. Enable 1 : mengatur kerja blok serial to paralel
Gambar 3.2 Arsitektur Pengkode dan Pendekode LDPC
bit informasi
Catatan : yang dibahas dan diujikan dalam makalah ini adalah hanya
2. Enable 2 : mengatur kerja blok Pengkode LDPC pada 3 blok pada gambar ( yang berwarna abu-abu)
3. Enable 3 : mengatur kerja blok pembangkit
error
4. Enable 4 :mengatur kerja dari blok serial to C. Blok Pembentuk Codeword
paralel dari kanal B
5. Enable5: mengatur kerja dari blok
penggabungan kanal dan keluaran pengkode
LDPC A T
6. Enable 6 : mengatur kerja dari Blok Cek paritas
7. Enable 7 : mengatur kerja dari Blok LDPC
C E

B. Blok Serial To Paralel


Psi
Karena proses pengkodean ini dilakukan secara
paralel maka bit informasi yang berupa bit stream harus Gambar 3.3pembagian matriks parity cek
diubah terlebih dahulu dengan menggunakan blok
serial to paralel. Pada desain yang dibuat, dengan bit Setelah matriks H didefinisikan satu persatu
info 6 dibutuhkan register yang mampu menampung partisinya, maka sesuai dengan algoritma lower
sementara bit paralel tersebut yaitu r(0), r(1), r(2), r(3), triangular oleh urbanke pada referensi [3] maka, dari
r(4), r(5) menunjukkan jumlah register yang matriks parity cek tersebut dapat dibuat codewordnya
dibutuhkan pada buffer. sebagai berikut:

C10-4
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls andInformatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

yaitu 0 sehingga output paralel adalah [0 1 1 0 1


1].

B. Pengujian Blok Pengkode LDPC


Pada gambar di bawah ini ditunjukkan proses
pengkodean dengan menggunakan metoda Lower
Triangular, masukan pengkode adalah bit paralel
sejumlah 6 bit, keluaran dari pengkode LDPC adalah
codeword sebesar 12 bit. Karena menggunakan code
rate , maka jumlah bit codewordnya adalah 2 kali
lipat dari bit informasi.

Gambar 3.4 Proses Pengkodean menggunakan Lower Triangular

IV. ANALISIS DAN IMPLEMENTASI


Pengujian yang dilakukan pada sistem ini dilakukan
dengan memberikan tes vector yang kita sebut sebagai
tes bench. Selain pengujian pada fungsional sistem
dengan menggunakan software modelsim, sistem juga
akan didesain penelitian menggunakan Xilinx ISE 8.1i.
Dan pada tahap akhir sistem di-load kan kepada FPGA Gambar 4.2 Pengujian Blok Pengkode LDPC dengan metoda Lower
untuk mengetahui apakah sistem mampu Triangular
diimplementasikan pada FPGA
Dari gambar 4.2 di atas,diketahui bahwa
clock yang dibutuhkan untuk sekali proses mengkode
A. Pengujian Blok Serial to Paralel Converter data adalah 8 clock, dengan perinciannya adalah seperti
Blok ini menghasilkan keluaran berupa data pada gambar 3.4.
paralel. Bit info dimasukkan secara serial 6 bit, dan Dari Perincian gambar tersebut dapat
outputnya adalah bit paralel sebanyak 6 bit. diketahui bahwa untuk membentuk sebuah codeword,
dibutuhkan clock sebanyak 8 clock. Pada clock
pertama, data masukan [ 0 1 1 0 1 1] kemudian pada
clock ke 8, sudah didapatkan hasil codeword, yaitu [0 1
1 0 1 1 0 0 1 0 1 0]. Karena dibutuhkan 8 clock, maka
delay pada proses pembentukan codewordLDPC ini
adalah 800 ns.
Untuk membuktikan apakah codeword yang
dihasilkan benar adalah apabila cx HT = 0, dengan
bantuan matlab, jika

Gambar 4.1 Pengujian blok serial to paralel converter

Pemrosesan di dalam sistem dilakukan secara


paralel karena dilihat tahap pendesainannya akan lebih
mudah dan cepat. Dan setelah diujicobakan pada
FPGA, sedikit mengambil resource yang terbatas pada [0 1 1 0 1 1 0 0 1 0 1 0] x =[00000
FPGA. Hal ini bisa dilihat pada sub bab terakhir 00000000 ]
mengenai pemakaian resource pada FPGA. Sehingga codeword yang dibentuk adalah benar.
Delay pemrosesan bit info pada blok serial to
paralel ini adalah 1 clock. Jika 1 clock adalah 100ns,
maka waktu yang dibutuhkan untuk mengubah data C. Assigned Package PIN
dari paralel menjadi serial adalah 100 ns. Adanya delay Pada tahap ini dilakukan pemetaanport
pada blok ini dianggap wajar, karena pada saat clock input/output modul yang dirancang pada port
pertama ditrigger rising , clock tersebut akan membaca input/outputmodul yang sudah disediakan pada
data serial masukan tersebut misalkan terbaca (110110) evalution board FPGA. Pada penelitian ini jumlah port
maka pada clock ke-2 baru data paralel dikeluarkan yang dibutuhkan sebanyak 1 port untuk input dan 6
secara bersamaan yaitu akan dibaca MSB (most port untuk output.Pemetaan pin-pin I/O dapat
Significant Bit) dalam hal ini adalah bit paling kanan dilakukan secara otomatis pada Assign Package Pin
atau secara manual dengan menuliskan script pada Edit

C10-5
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls andInformatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Constrain. Di bawah ini adalah Gambar yang 1. Desain arsitektur LDPC dengan coderate
menunjukkan pin yang digunakan pada FPGA. dan ukuran matriks cek paritas 6x12dapat
A8 clk
didesain dan disintesis sehingga akan dapat
C2 Reset
diimplementasikan pada FPGA.
2. Berdasarkan hasil desain arsitektur, arsitektur
dengan code rate dengan ukuran matriks cek
paritas yaitu 6x12 , didapatkan delay proses
yang kecil yaitu 120 ns. Jika frekuensi clock
FPGA 100 MHz maka didapatkan bitrate
J19 Output1
sistem pengkode dengan desain arsitektur
N16 Output4 secara paralel ini adalah5 Mbps dan frekuensi
N18 Output3
kerjanya adalah 8,3 MHz.
3. hasil desain arsitektur pengkode ini akan dapat
U19 Output5
diimplementasikan ke dalam FPGA
U13 Output2
dikarenakan pemakaian resource-nya yang
kurang dari 100% dari yang telah disediakan
yaitu utilisasi nya 1%.
Gambar 4.3 Package View pada Xilinx ISE

DAFTAR PUSTAKA
D. Implementasi pada VHDL
[1] R. G. Gallager, Low-Density Parity-Check (LDPC), IRE
Hasil akhir dari HDL yang telah disinpenelitian Transactions on Information Theory, vol.IT-8,pp.21 28
,January 1962 , www.inference.phy.cam.ac/mackay/gallager/p
menghasilkan utilisasi resource sebagai berikut : pers/ldpc.pdf
Jumlah slices 102 dari 10.752 0% [2]. Hamdaner, Kajian Performansi Pengkodean Kanal Low
Jumlah slices flip flop 107 dari 21.054 = 0% Density Parity Check Code (LDPCC) Pada sistem MIMO
OFDM, STTTelkom Bandung 2006.
Jumlah LUT 4 input 186 dari 21.504 = 0%
[3]. Richardson, Thomas, Rdiger L. Urbanke, Efficient Encoding
Jumlah bonded IOB 8 dari 240 = 3% of Low Density Parity-Check Codes, IEEE Transaction on
Jumlah GCLKs 1 dari 32 =3% Information Theory, Vol. 47, February, 2001.
[4] Morreira, Patrick Guy Farrel. 2006. Essensials of Error
Control Coding . Wiley, UK
V. KESIMPULAN [5]. Bernhard M.J. Leiner, 2005.LDPC Codes a brief Tutorial
Berdasarkan hasil penelitian yang telah [6]. Tadashi Wadayama, Optimization Approach to Bit Flipping
Algorithms for Decoding LDPC Codes .Nagoya Institute of
dilakukan dalam tesis ini dapat disimpulkan beberapa Technology; Jepang
hal sebagai berikut:

C10-6
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Analisis Perencanaan Jaringan Universal Mobile


Telecommunication System (UMTS)
Elok Nur Hamdana, ST
Teknik Elektro, Sistem Komunikasi dan Informatika
Program Magister dan Doktor Universitas Brawijaya
elok_teub@yahoo.com

Abstrak--Teknologi dibidang telekomunikasi semakin menggunakan link budget berdasarkan parameter


berkembanng pesat. Perkembangan tersebut dapat morfologi.
dilihat dari semakin banyaknya pengguna teknologi Tujuan perencanaan adalah untuk menentukan titik
seluler yang didukung dengan beberapa perkembangan node B pada BTS existing sesuai demand.
teknologi baru dibidang telekomunikasi. Sehingga para
operator juga harus memberikan layanan yang II. DASAR TEORI
berkualitas berupa voice, data, maupun multimedia. 2.1 Teknologi 3G
Dengan perencanaan jaringan Universal Mobile Teknologi 3G merupakan perkembangan teknologi
Telecommunication System (UMTS) dapat meningkatkan sebelumnya yang mempunyai kecepatan tranfer data
kecepatan transfer data sampai 2 MHz. Tujuan lebih tinggi, kualitas layanan (QoS) dan mendukung
mendesain jaringan UMTS untuk menentukan site yang layanan internet secara mobile. Alokasi frekuensi untuk
dapat digunakan sebagai site 3G pada BTS existing sesuai WCDMA dari 3GPP (3G Partner Projectship) release
demand. Metode perencanaanya menggunakan data 99,untuk downlink antara 19201980 MHz dan uplink
distribusi penduduk dan trafik GPRS untuk perhitungan antara 21102170 MHz.
demand 3G dengan acuan BTS existing sebagai Berdasarkan ITU-T (International Telecomunication
penempatan site, cel radius kandidat site menggunakan Union) spesifikasi 3G mempunyai kecepatan transfer
link budget berdasarkan parameter morfologi dan data antara 144 Kbps-2 Mbps dengan klasifikasi untuk
spesifikasi perangkat BTS dan kapasitas kanal user mobile (kurang lebih 100 km/jam) kecepatan
berdasarkan throughput. Hasil perencanaan pada 25 BTS mencapai 144 Kbps, user berjalan (pedestrian)
existing terdapat 9 BTS yang memenuhi sebagai site 3G, 7 kecepatan mencapai 384 Kbps dan user diam
BTS di area urban dan 2 BTS di area suburban, (stasioner) kecepatan akses mencapai 2 Mbps. Aplikasi
layanan 3G berupa video call, real time video sharing,
Kata kunci: BTS existing, demand, site 2G, site 3G VOIP(voice over internet protocol), multiplayer games,
browsing dan video streaming.
I. PENDAHULUAN
ota Malang mengalami perkembangan yang 2.2 Arsitektur Jaringan 3G

K pesat, baik dari

sektor pariwisata
pertambahan jumlah
penduduk, pendidikan, sektor industri dan
maupun tingkat
perekonomian. Hal tersebut diiringi kebutuhan
3G :
Gambar 1 merupakan arsitektur dari jaringan
[1]

teknologi di bidang telekomunikasi selular sebagai


media komunikasi. Saat ini layanan data yang
ditawarkan berupa voice, text, gambar, video sampai
multimedia, hal tersebut membutuhkan kecepatan
transfer data yang tinggi, dan yang memenuhi layanan
tersebut adalah 3G (Third Generation). 3G merupakan
teknologi generasi ketiga yang menawarkan kecepatan
transfer data sampai 2 Mbps untuk kondisi user diam
(stasioner). Fitur layanan 3G berupa video call, real
time video sharing, VOIP (Voice Over Internet
Protocol), multiplayer games, browsing, audio and Gambar 1. Arsitektur jaringan 3G
video streaming. 1) RNC (Radio Network Controller)
Solusi masalah perencanaan menggunakan data RNC merupakan pengganti BSC pada jaringan
distribusi penduduk dan trafik GPRS untuk perhitungan GSM. RNC mengontrol satu atau beberapa node-B.
demand 3G dengan acuan BTS existing sebagai
penempatan node B. Radius cell untuk kandidat node B 2) Node B

C11-1
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Node B sama dengan Base Transceiver Station 2.5 Link Budget


(BTS) pada GSM tetapi menggunakan WCDMA Digunakan untuk menghitung nilai path loss
sebagai teknologi transportasi melalui udara. Setiap maksimum yang diijinkan pada pentransmisian sinyal
node B dapat melayani satu atau beberapa sel dari dan untuk memperoleh cell radius[9].
menuju ke UE yang berada pada cakupan areanya[11].
3) UE (User Equipment) terdiri dari: 2.6 Morfologi
a) Mobile Equipment (ME) berisi software dan Klasifisikasi morfologi sebagai berikut:
hardware untuk komunikasi radio dengan 1) Dense Urban ditandai dengan padatnya area bisnis,
jaringan UMTS melalui Uu Interface. bangunan serta tingkat mobilitas yang tinggi.
b) UMTS Subscriber Identity Module (USIM) 2) Urban ditandai banyaknya perkantoran, perumahan
merupakan smart card yang berfungsi sebagai padat, bangunan yang tinggi serta jalan yang
identitas pelanggan dan informasi layanan user. sempit.
3) Suburban adalah peralihan antara urban dan rural
4) Circuit Switched (CS) terdiri dari:
yang ditandai dengan banyaknya rumah penduduk
a) MSC(Mobile Switching Centre) untuk serving
yang berderet, tanaman atau pohon yang tinggi.
radio network controller, relocation, mengatur
4) Rural merupakan wilayah pertanian, lahan kosong
hubungan dan layanan mobile yang terhubung
atau daerah terbuka.
langsung dengan RNC.
b) VLR(Visitor Location Register) menyimpan data
sementara berupa lokasi UE. 2.7 Demand 3G
c) GMSC (Gateway Mobile Service Switching Untuk mendapatkan demand 3G perhitungan yang
Center) untuk pertukaran informasi pada MSC. dilakukan adalah;
1. Memperkirakan jumlah penduduk tahun 2012
5) Packet Switched (PS) terdiri dari:
dengan analisa trend.
a) HLR(Home Location Register) adalah data base
2. Menentukan besarnya usia produktif dari perkiraan
yang menyimpan data pelanggan secara
jumlah penduduk di tahun 2012
permanen.
3. Menentukan besarnya penduduk usia produktif
b) AuC (Authentication Center) berhubungan
yang ter-cover oleh node B.
dengan HLR melalui interface H. HLR
4. Menghitung prosentase demand GPRS
menyimpan data dan memberikan ke VLR dan
Data trafik GPRS digunakan sebagai asumsi
SGSN.
pelanggan telepon selular menggunakan layanan
c) EIR (Equipment Identity Register) untuk menguji
GPRS. Untuk menentukan prosentase demand
nomor IMEI.
adalah sebagai beriku;
a) Menentukan rata-rata pemakaian data per user
2.3 WCDMA Carrier b) Menghitung jumlah user GPRS tiap Node B
WCDMA mempunyai bandwidth carrier atau FA c) Menentukan prosentase demand GPRS node B
(Frequency Allocation) sebesar 5 MHz, dan efektif d) Menghitung Demand 3G
bandwidth sinyal yang digunakan sebesar 3,84 MHz[12].

III. METODOLOGI
2.4 Coverage Area Perencanaan node-B sebagai site 3G di kota Malang
Coerage area adalah radius sel yang di-cover node mengikuti alur pada Gambar 2.
B. Teknologi 3G menggunakan frekuensi 2100 MHz,
jadi persamaan model hata COST-231 digunakan 3.1 Data Pendukung
untuk perhitungan cell radius dengan persamaan[7]: Data pendukung perencanaan berupa BTS existing
= 46,3 + 33,9 log 13,82log + yang berjumlah 25 BTS dari salah satu operator selular
44,9 6,55log log + dB (1) dengan mengetahui tinggi tower dan koordinat BTS
Dengan: existing, trafik GPRS, distribusi penduduk, kapasitas
kanal, dan parameter link budget untuk menghitung cell
LPL = Mean Path Loss (dB)
radius node B.
= Frekuansi (MHz)
= Tinggi antena base station (m) 3.2 Metode dan Perencanaan
r = jarak dari base station (Km) 1) Coverage Area
Faktor koreksi tinggi antena MS, sama Coverage area berdasarkan nilai radius sel
dengan okumura-Hata Model. menggunakan link budget untuk memperoleh nilai
path loss. Untuk daerah urban pada sisi uplink:
Data: FUL= 1945 MHz, hb = 30 m, hm = 1,5 m
Perhitungan sesuai morfologi frekuensi uplink dan
downlink ada pada Tabel 1. Dan Tabel 2.

C11-2
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Receiver sensitivity[dBm] -122,75 -122,75


BS antenna gain [dBi] 18 18
Cable loss in BS [dB] 3 3
Fast-fading margin[dB] 4 4
Maximum pathloss [dB] 151,75 151,75
Coverage probability[%] 95 95
Log-normal fading constant[dB] 7 7
Propagation model exponent 3,52 3,52
Log-normal fading margin[dB] 5 4
Soft handover gain[dB] 2 2
In-car loss[dB] 8 8
Allowed PL for cell range[dB] 140,75 141,75
Frekuensi[MHz] 1945 1945
High BTS[m] 30 30
High MS[m] 1,5 1,5

Cell range[Km] 1,25 1,89

Tabel 2. Perhitungan cell radius untuk downlink

Downlink
Transmitter (mobile) Urban Suburban
Max.mobile transmission power[mW] 2754,23 2754,23
As above in dBm 34,4 34,4
Mobile antenna gain[dBi] 18 18
Cable loss[dB] 3 3
EIRP [dBm] 49,4 49,4

Receiver (base station)


Thermal Noise Density[dBm/Hz] -174 -174
BS receiver noise figure[dB] 8 8
RX noise Density[dBm/Hz] -166 -166
RX noise power -100,16 -100,16
Gambar 2. Diagram alir keseluruhan perencanaan node-B sebagai site Interference margin 6,99 6,99
3G di kota Malang RX interference power -103,2 -103,2
Tabel 1. Hasil perhitungan cell radius untuk uplink Total effective noise+interference[dBm] -93,17 -93,17
PG[dB] 25 25
Transmitter (mobile) Urban Suburban Required Eb/N0[dB] 7,9 7,9
Receiver sensitivity[dBm] -110,27 -110,27
Max.mobile transmission BS antenna gain [dBi] 0 0
power[mW] 125 125 Cable loss in BS [dB] 3 3
As above in dBm 21 21 Fast-fading margin [dB] 4 4
Mobile antenna gain[dBi] 0 0 Maximum pathloss [dB] 152,67 152,67
Body loss[dB] 3 3 Coverage probability[%] 95 95
EIRP [dBm] 18 18 Log-normal fading constant[dB] 7 7
Propagation model exponent 3,52 3,52
Receiver (base station) Log-normal fading margin[dB] 5 4
Thermal Noise Density[dBm/Hz] -174 -174 Soft handover gain[dB] 2 2
BS receiver noise figure[dB] 3 3 In-car loss[dB] 8 8
RX noise Density[dBm/Hz] -171 -171 Allowed PL for cell range[dB] 41,67 142,67
RX noise power -105,16 -105,16 Frekuensi[MHz] 2135 2135
Interference margin 3,01 3,01 High BTS[m] 30 30
RX interference power -103,2 -103,2 High MS[m] 1,5 1,5
Total effective -102,15 -102,15
noise+interference[dBm] 25 25
PG[dB] 4,4 4,4 Cell range[Km] 1,21 1,9
Required Eb/N0[dB]
2) Penentuan titik site 3G
Nilai trafik GPRS per hari tiap BTS tertinggi
1.498.069 kByte, Nilai tersebut sebagai acuan
penentuan node B sebagai site 3G, dari 25 BTS existing
yang memenuhi nilai diatas 749.035Kbyte=12 BTS.
3) Investigasi titik site 3G
Investigasi site 3G untuk mengetahui kondisi BTS
existing berpotensi sebagai site 3G. pertimbangan letak
BTS yang terdapat di daerah perkotaan (urban) dan
terletak pada jalan utama
4) Penentuan Kandidat site 3G
C11-3
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

dua pertimbangan untuk menentukan kandidat site Dengan cara yang sama untuk tipe node B yang lain,
3G, antara lain: dalam Tabel 4.
a) Blank spot dan nilai optimal Tabel 4. Data kapasitas User tiap tipe BTS
b) Demand 3G Penentuan site 3G berdasarkan
tingkat kebutuhan layanan, berdasarkan Tipe BTS Kapasitas user
penyebaran penduduk, morfologi urban dan 2 sektor 1 FA 736
2 sektor 2 FA 1472
yang memenuhi kriteria dibangun site 3G.
2 sektor 3 FA 2208
3.3 Kapasitas Kanal 6 sektor 2 FA 4416
3 sektor 1 FA 1104
1) Throughput 3 sektor 2 FA 2208
Throughput adalah parameter batas kemampuan 3 sektor 3 FA 3312
BTS untuk mengirim paket data dalam keadaan
benar terhadap waktu transmisi dari sumber ke 3) Perhitungan demand 3G
penerima. Secara teori throughput suatu BTS a) Perkiraan jumlah usia produktif tahun 2012
mencapai 2,5 Mbps. Namun pada kenyataanya nilai Perkiraan jumlah penduduk total tahun 2009
throughput per sektor per FA sebesar 2400 kbps. menggunakan persamaan trend dan jumlah usia
a) Perhitungan throughput per subscriber produktif dari usia 15-50, total usia produktif untuk
Data: Throughput 1 sektor 1 FA=2400 kbps, kecamatan Klojen tahun 2012 sebesar 83654 jiwa yang
Bit rate = 384 kbps, meliputi 11 kelurahan (Klojen, Rampal Celaket,
Trafik per subscriber(ASUBS) = 17mErl=0,017 Samaan, Kidul Dalem, Sukoharjo, Kasin, Kauman,
Erl Oro-oro Dowo, Bareng, Gadingkasri, dan
Perhitungan: Penanggungan) dari jumlah penduduk usia produktif
Throughput per subscriber = ASUBS xbit rate 83654 jiwa dan jumlah mahasisiwa 11266 jiwa (data
=0.017x384 = 6,528 BPS).
kbps b) Demand 3G
b) Perhitungan throughput BTS Demand 3G berdasarkan coverage node B terhadap
Data:Nilai throughput 2400kbps, untuk 1 sektor suatu wilayah, total usia produktif dan mahasiswa
1FA yang tercover adalah:
Perhitungan: Coverage Node B = node B-E (site 3G BTS E).
Throughput BTS untuk tipe 1 sektor 2 FA Wilayah coverage node B-E adalah Klojen, Sukun,
= sektor x FA x 2400 kbps Blimbing dan Kedungkandang. Klojen adalah salah
= 1 x 2 x 2400 kbps satu wilayah yang di-cover node B-E dengan radius 3G
= 4800 kbps (4,8 Mbps) pada node B-E=1,25 Km, Luas kec. Klojen=8,83 Km2,
Dengan cara yang sama, hasil lengkap dalam Tabel 3. Luas area Klojen yang ter-cover oleh node B-
E=2,744Km2 dan Jumlah UP dan mahasiswa=94.720
jiwa maka %area tercover adalah:
2,744
Tabel 3. Data throughput tiap tipe BTS
%area terLMN' BTS 3G = 100% = 31,08%
Tipe BTS Throughput (Kbps) 8,83
2 sektor 1FA 4.800 Dengan %area ter-cover 31,08%. Maka:
UP dalam area terLMN' = %area terLMN' UP dan mahasiswa
2 sektor 2FA 9.600
= 31,08% 94.72 = 29.435 YZ[
3 sektor 1FA 7.200
Dengan cara yang sama untuk wilayah tercover
3 sektor 2FA 14.400 node B-E hasil lengkap dalam Tabel 5.
3 sektor 3FA 21.600
Tabel 5. Penduduk yang ter-cover node B-E
6 sektor 2FA 28.800
Total
node- % area Pddk.
Kecamatan Pddk.ter-
B tercover Tercover
cover
2)Kapasitas kanal node B Klojen 31,08% 29.435
Data: Jumlah user 1 sektor 1 FA Blimbing 8,27% 10.709
234562758 9:;< =>?9@A 9:;< BC E 42.541
%&' tiap sektor tiap FA = Sukun 0,93% 1.412
34562758 7D3 5ED3
2400 Kbps Kedungkandang 0,74% 985
=
6,528 Kbps c) Prosentase demand GPRS
= 368 %&' tiap sektor tiap FA Trafik GPRS total kota Malang = 21.969.038 Kbyte
Total user GPRS untuk kota Malang = 300.000 user
Sehingga untuk node B tipe 1 sektor 2 FA Sehingga diperoleh jumlah rata-rata pemakaian data
1 sektor 2 FA = I sektor I FA 386 %&' tiap user sebesar:
= 1 2 368 = 736 %&'

C11-4
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

21.969.038 Kbyte Tabel 7. Jumlah E1 tiap tipe node B


\N] pemakaian data per %&' =
300.000 %&'
73,23 Kbyt/%&' Tipe Node B
Throughput Kapasitas
(kbps) E1
Trafik GPRS pada node B-E tiap minggu sebesar
6 Sektor 2FA 28.800 14
648.503 kByte, maka: 6 sektor 3 FA 43.200 22
648.503 Kbyte
I `&' abcd 8.856 %&' 3 Sektor 1FA 7.200 4
73,23 Kbyte/%&' 3 Sektor 2FA 14.400 8
maka %demand user GPRS node B-E adalah: 3 Sektor 3FA 21.600 11
j.jkl
%%&' GPRS fMg' h E 100% 2,95%
2 Sektor 1FA 4.800 3
m . 2 Sektor 2FA 9.600 5
2 Sektor 3FA 14.400 8
d) Perhitungan Demand 3G
g'n fg 3G 42.541 2,95% 1.256 jiwa
3) Penentuan tipe Node B Tabel 8. Hasil perhitungan kapasitas E1 tiap Node B
Penentuan tipe node B berdasarkan demand 3G, Throughput Kapasitas
Node-B Type BTS
node B-E meng-cover Klojen, Sukun, Blimbing dan (Kbps) E1
Kedungkandang. Demand 3G node B-E adalah 1.256 A 3 sektor 2 FA 14400 8
B 6 sektor 3 FA 43200 22
user, tipe node B yang sesuai adalah 2 sektor 2 FA
C 2 sektor 2 FA 9600 5
dengan kapasitas 1.472 user. Dan sisa user node B-B 2 sektor 2 FA
D 9600 5
diperoleh dari jumlah user yang ditawarkan dikurangi E 2 sektor 2 FA 9600 5
demand 3G (14721256 = 216 user). Dengan cara yang F 2 sektor 2 FA 9600 5
sama hasil lengkap dalam Tabel 6. G 2 sektor 1 FA 4800 3
H 2 sektor 1 FA 4800 3
I 2 sektor 2 FA 9600 5

Tabel 6. Hasil Perhitungan Kapasitas tiap Node-B

Kapasitas
Node- Demand Kapasitas IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
yang Tipe BTS
B 3G sisa
ditawarkan 4.1 Hasil
A 1.661 2.208 3 sektor 2 FA 542 Berikut ini adalah hasil plotting dari analisis
B 6.598 6.624 6 sektor 3 FA 26 perhitungan yang terdiri dari: Gambar 3 Plotting node
C 1.178 1.472 2 sektor 2 FA 294 B beserta demand dan radius sel. Gambar 4 Plotting
D 1.233 1.472 2 sektor 2 FA 239 cell radius titik site 3G beserta sektorisasinya
E 1.256 1.472 2 sektor 2 FA 216
F 1.344 1.472 2 sektor 2 FA 128
G 711 736 2 sektor 1 FA 25
H 468 736 2 sektor 1 FA 268
I 1.302 1.472 2 sektor 2 FA 170

4) Sektorisasi Antena
Sektorisasi antena pada node B berdasarkan potensi
demand wilayah node B.
5) Transmisi Radio
Node B dalam jaringan 3G membangun transmisi
radio dengan node B lain dan RNC. RNC bertugas
mengatur beberapa node B dalam jaringan UTRAN.
a) Jumlah E1
Jumlah E1 berdasarkan nilai throughput/ cell/
carrier, dalam perencanaan menggunakan nilai 2,4
Mbps, dengan persamaan:
p M%] q%p/L'rr/L Z'
I E1
2Mbps
Jumlah E1 pada node B dengan tipe 2 sektor 1 FA.
Throughput node B 2 Sektor 1 FA
2 1 2,4 Mbps 4,8 Mbps
t,j uv<=
E1 2,4 Mbps
w uv<=
Gambar 3. Plotting node B beserta radius sel dan demand
Jumlah E1 yang diperlukan oleh node B, 2 sektor 1
FA adalah 3E1. Dengan cara yang sama untuk semua
tipe node B, dalam Tabel 7.

C11-5
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

2G. Sektorisasi antena mengarah ke daerah distribusi


demand 3G.

V. KESIMPULAN

1. Nilai radius sel pada downlink daerah urban


1,21Km dan Suburban 1,9Km sedangkan pada
uplink untuk daerah urban 1,25Km dan
Suburban 1,89Km.
2. Total penduduk ter-cover dan trafik GPRS pada
tiap site diperoleh demand dari 9 site di dapat
demand 3G terbanyak pada node B-E sebanyak
6598 dan terkecil pada node B-H sebanyak 468.
3. Node B di kota Malang membutuhkan FA atau
carrier yang hampir sama yaitu 2FA, karena
jumlah demand yang mulai banyak.
4. Dari analisis perencanaan didapatkan bahwa
diantara 25 site BTS exsisting ada 9 site BTS
yang dapat di upgrade sebagai node B (BTS
3G), diantaranya 7 BTS di area urban dan 2
Gambar 4. Plotting cell radius titik site 3G beserta sektorisasinya
BTS di area suburban.
5. Kebutuhan kapasitas E1 tiap node B di kota
Malang tidak sama. Rata-rata kapasitas E1 yang
4.2 Pembahasan dibutuhkan antara 3 sampai 8 E1.
Perencanaan node B sebagai site 3G menggunakan
site BTS existing di kota Malang sejumlah 25, masing- REVERENSI
masing BTS existing diamati nilai trafik GPRS jika [1] Anonim. 2001. Overview of GSM, GPRS, and UMTS. Cisco Mobile Exchange
melebihi 749.035 kByte dipilih sebagai site 3G. Hasil (CMX) Solution Guide.
[2] Badan Pusat Statistik. 2007. Kota Malang dalam Angka (Malang City in
pengamatan diperoleh 12 BTS. Kandidat site 3G Figure). Malang: BPS.
diinvestigasi untuk mengetahui potensi site berada di [3] Bannister, J., Mather, P & Coope, S. 2005. Convergence Technologies for 3G
Network. Europe: Wiley.
area urban, ketinggian menara, sektorisasi antena dan [4] Braithwaite, C. & Scott, M. 2004. UMTS Network Planning and Development
akses jalan utama dengan pertimbangan antar site 3G Design and Implementation of the 3G CDMA Infrastructur. Oxford: Elsevier.
[5] Chevallier, C., Brunner, C., Garavaglia, A., Murray,K. P. & Baker, K. R. 2006.
tidak ada blank spot dan overlap area. Kandidat site 3G WCDMA (UMTS) DEPLOYMENT HANDBOOK Planning and Optimization
difokuskan pada area pusat bisnis, kantor pemerintah, Aspects. England: John Wiley&Sons Ltd.
[6] Ericsson. 1998. GSM System Survey. Ericsson Radio System AB
perguruan tinggi, sekolah menengah, tempat pariwisata [7] Gark, Vijay K. 2000. IS-95 CDMA and cdma2000 Cellular/PCS Systems
dan rumah sakit, terdapat 9 site 3G(node B) yang Implementation. Beijing: Publishing Kouse of Electronics Industry.
[8] Herlinawati. 2008. Penentuan Cakupan dan Kapasitas sel Jaringan Universal
memenuhi kriteria tersebut. Hasil perhitungan kapasitas Mobila Telecomunication System (UMTS). Seminar Hasil Penelitian &
user yang ditawarkan pada 9 node B yang memenuhi Pengabdian kepada Masyarakat: 310-322. Unila: Lampung.
[9] Laiho, J., Wacker, A. & Novosad, T. 2002. Radio Network Planning and
demand 3G menentukan jumlah E1 yang dibutuhkan Optimisation for UMTS. England: John Wiley&Sons.
untuk membentuk konfigurasi jaringan transmisi radio [10] Makridakis. Wheelwright. Mcgee. 1999. Metode dan Aplikasi Peramalan,
Edisi kedua. Jilid 1. Terjemahan Ir. Hari Suminto. Jakarta: Binarupa Aksara.
dan jarak antar site 3G (diperoleh dari link budget). [11] Nokia. 2004. SYSTEM TRAINING UMTS Network Architecture Training
Konfigurasi antar node B bertemu di titik referensi, Document: Nokia Network Oy.
[12] Nokia. 2004. SYSTEM TRAINING UMTS Radio Path and Transmission
kriteria titik referensi terdapat RNC untuk mengontrol Training Document: Nokia Network Oy.
beberapa node B, berada di daerah urban dengan trafik [13] Rosenberg, A. & Kemp, S. 2003. CDMA Capacity and Quality Optimization.
United State of America: McGraw-Hill.
yang tinggi dan yang memenuhi adalah node B-E . [14] Smith, C. & Collins, D. 2002. 3G Wireless Networks. United State: McGraw-Hill.
Hasil perencanaan tinggi antena disesuaikan [15] Sujatmoko, Kris. CDMA 2000 Voice and Data Network Optimization.
Student Guide. 3G Learning Center. Oktober 1-2,2005.
dengan teknologi yang digunakan, untuk 2G (GSM, [16] Sujatmoko, Kris. CDMA 20001x Indoor and Outdoor Network Planning.
DCS, atau CDMA) antena diletakkan paling atas Student Guide. 3G Learning Center. September 17-18,2005

menara dan antena site 3G mempunyai luas coverage


lebih kecil sehingga antena lebih rendah dari antena

C11-6
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Analisa Kinerja Algoritma DV-Hop untuk


Mengestimasi Posisi Relatif Node Statis pada
Jaringan Sensor Nirkabel
Maretha Ruswiansari, Prima Kristalina, dan Aries Pratiarso
Jurusan Teknik Telekomunikasi
Politeknik Elektronika Negeri Surabaya
Kampus ITS Sukolilo, Surabaya 60111
Telp : (+62)31-5947280; Fax. (+62)31-5946011
Email : maretha@student.eepis-its.edu, prima@eepis-its.edu, aries@eepis-its.edu

ini perlu melalui proses lokalisasi agar dapat


Abstrak--Dalam jaringan sensor nirkabel (JSN), diestimasikan posisinya. Maka diperlukan suatu
informasi posisi node merupakan hal yang penting. Oleh algoritma lokalisasi untuk mengetahui informasi posisi
karena itu diperlukan teknik lokalisasi untuk menghitung unknown nodes tersebut.
posisi node. Dalam hal ini perlu dipertimbangkan Terdapat dua jenis algoritma lokalisasi yaitu
pemakaian algoritma pemosisian node. Berdasarkan algoritma lokalisasi range-based dan algoritma
ketergantungan terhadap perangkat pengukur ada dua
lokalisasi range-free. Algoritma range-based yaitu
tipe algoritma lokalisasi: algoritma range-based dan
range-free. Algoritma range-free tidak membutuhkan
mengukur jarak node atau orientasi antar node-node
biaya yang mahal, karena tidak membutuhkan hardware lainnya kemudian menggunakan informasi jarak
tambahan seperti pada algoritma range-based. Algoritma tersebut untuk menentukan lokasi node. Algoritma
DV-hop sebagai salah satu algoritma range-free, dapat range-based terdiri dari beberapa macam metode yaitu:
diimplementasikan dalam sistem lokalisasi. Dalam Time of Arrival (ToA), Time Difference on Arrival
algoritma DV-hop ini, informasi posisi unknown nodes (TDoA), Angle of Arrival (AoA), dan Received Signal
diperoleh berdasarkan perhitungan hop dan jarak antar Stregth Indicator (RSSI). Algoritma range-free yaitu
anchor nodes. Dengan algoritma DV-hop, maka biaya memperkirakan jarak terhadap anchor nodes melalui
yang dibutuhkan rendah, sehigga dapat digunakan dalam
konektivitas antar node untuk menentukan lokasi node.
JSN skala besar.
Algoritma range-free terdiri dari beberapa macam
metode yaitu : Centroid, Approximate Point in Triangle
Kata Kunci DV-hop, lokalisasi, jaringan sensor
nirkabel.
Test (APIT), Coordinate, DV-hop, dan Amorphous.
Dengan menggunakan algoritma ini, biaya yang
I. PENDAHULUAN dikeluarkan jauh lebih murah karena tidak perlu
hardware tambahan.

P ada banyak aplikasi Jaringan Sensor Nirkabel (JSN),


umumnya terdiri dari node-node sensor dalam skala
besar. Node-node sensor tersebut memiliki
Algoritma DV-hop [1][2] sebagai salah satu algoritma
range-free dapat diimplementasikan untuk sistem
lokalisasi pada JSN. Dengan biaya yang rendah, maka
kemampuan untuk mendeteksi suatu kejadian tertentu, algoritma DV-hop dapat digunakan untuk JSN skala
komputasi, serta komunikasi nirkabel. Dengan besar. Dalam paper ini akan dijelaskan bagaimana
kemampuan tersebut, JSN diaplikasikan pada berbagai algoritma tersebut digunakan, sehingga dapat
bidang seperti, memonitor habitat, mendeteksi mengestimasi posisi unknown nodes.
kebakaran hutan, surveillance, pertahanan militer, dan
sebagainya. Informasi posisi node sensor sangat II. DV-HOP
diperlukan dalam berbagai aplikasi JSN yang tergantung
informasi posisi tersebut. DV-hop merupakan algoritma yang diperkenalkan
Anchor nodes merupakan node sensor yang dapat oleh Dragos Niculescu dan Badri Nath [1][2], untuk
mengetahui posisinya sendiri, karena dilengkapi GPS menghitung estimasi posisi sensor berdasarkan jumlah
maupun penempatan secara manual. Oleh karena dalam hop dan jarak terhadap anchor nodes. Algoritma
JSN diperlukan jumlah node sensor yang banyak, maka DV-hop ini dapat melakukan estimasi posisi melalui
tidak memungkinkan semua node sensor dapat beberapa tahap.
ditempatkan secara manual, tetapi melalui penyebaran Pada tahap pertama, setiap anchor node
secara acak. Node sensor yang disebarkan tersebut ada menyebarkan informasi anchor yang berisi lokasi
yang dilengkapi dengan Global Positionig System anchor node (xi, yi) dan jumlah hop (hopsij) yang
(GPS), yaitu anchor nodes. Oleh karena mahalnya diinisialisasi nol ke jaringan node sensor. Sehingga,
biaya, tidak semua node sensor dilengkapi GPS. Node format sebuah informasi anchor yaitu {id, Xi ,Yi , hopij}.
sensor tersebut adalah unknown nodes. Unknown nodes Setiap node sensor yang tersebar pada JSN akan
menerima informasi anchor serta nilai jumlah hop

C12-1
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

minimum terhadap setiap anchor node yang ada pada perhitungan posisi node melalui interseksi tiga
JSN. Setiap node sensor yang telah menerima informasi lingkaran, seperti ditunjukkan pada gambar 2. Sebuah
anchor tersebut, akan menambah nilai 1 pada jumlah lingkaran yang ditunjukkan pada gambar 2 mempunyai
hop, sebelum mengirimkan informasi anchor lagi ke persamaan :
node tetangga. Melalui tahap ini, semua node yang
tersebar pada JSN memperoleh nilai jumlah hop x2 + y2 = r 2 (3)
(hopsij) minimum terhadap setiap anchor node.
Selanjutnya, pada tahap kedua akan menghitung
Pada gambar 2 ditunjukkan sebuah unknown node
jarak estimasi antara unknown node dan anchor node.
(x, y) yang dapat diketahui posisinya dari tiga anchor
Setiap anchor node memperoleh nilai jumlah hop
nodes (xn, yn) yang telah diketahui posisinya.
(hij) minimum terhadap anchor nodes lainnya.
Sedangkan r pada gambar 2 merupakan jarak antara
Kemudian, dapat dihitung jarak rata-rata per hop (Ci)
unknown nodes dengan anchor nodes. Dengan
berdasarkan jarak antar anchor nodes dan nilai jumlah
diketahui 3 lingkaran di atas diperoleh tiga persamaan,
hop (hij) minimum antar anchor nodes. Jarak rata-rata
yaitu:
setiap hop (Ci) dapat dihitung dalam persamaan berikut.
( x x1 ) + ( y y 1 ) = r1 2
2 2
(4)
(x ) (y )
( )
x2 + y2 = r2 2
2 2
(5)
( xi x j ) + yi y
2 2

(1)
( x x3 ) + ( y y 3 ) = r3 2
j 2 2
C = ,i j (6)
i
h ij

x x y y x (r2 r 2) (x12 x32) (y12 y32) (7)


Dimana, (xi, xj) dan (yi, yj) merupakan posisi anchor 2 3 1 3 1 = 12 32 2
x3 x2 y3 y2 y (r2 r3 ) (x2 x3 ) (y2 y3 )
2 2 2
nodes.
Kemudian, unknown nodes ke-j dapat
memperkirakan jarak ke anchor node ke-i (dij) dengan
persamaan berikut. B. Metode Estimasi Posisi Multilaterasi
Metode multilaterasi merupakan pengembangan
= hops C i (2) metode trilaterasi, dimana jumlah anchor nodes yang
d ij ij
dilibatkan untuk mengestimasi posisi unknown nodes
lebih dari 3 anchor nodes. Seperti yang dijelaskan oleh
Dimana, hopsij yaitu jumlah hop unknown node ke Azzerdine Boukerche ,et al[3], ketika lebih banyak
anchor node. Gambar 1 merupakan contoh dalam jumlah anchor nodes sebagai reference point tersedia,
penggunaan algoritma DV-hop. dapat menggunakan multilaterasi untuk estimasi posisi.
Berikut ini merupakan penyelesaian untuk estimasi
posisi dengan Multilaterasi [5][7][8].

Gambar 1. Contoh perhitungan algoritma DV-hop


Gambar 2. Model Trilaterasi

Unknown node A menggunakan informasi hop- xn x1 yn y1


size (Ci) yang pertama diterima dari anchor node. Oleh A = 2 M M
(8)
karena L2 memiliki lintasan terpendek terhadap A,
maka jarak rata-rata per hop (hop-size) dari L2 yang xn xn 1 yn yn 1
digunakan, yaitu 24.4 m per hop. Kemudian jarak
rata-rata per hop * jumlah hop, seperti berikut.
(r12 rn2 ) (x12 xn2 ) ( y12 yn2 )
(9)
A L1 = 2*24.4 = 48.8 m B= M
A L2 = 1*24.4 = 24.4 m (rn12 rn2 ) (xn12 xn2 ) ( yn12 yn2 )
A L3 = 3*24.4 = 73.2 m

Pada tahap ketiga, setelah memperoleh jarak x


unknown nodes ke setiap anchor node, selanjutnya dapat X = (10)
melakukan estimasi posisi unknown nodes dengan y
metode trilaterasi maupun multilaterasi.
Kemudian, untuk memperoleh koordinat x dan y
A. Metode Estimasi Posisi Trilaterasi
menggunakan least square solution berikut.
Perhitungan posisi unknown nodes dapat
menggunakan metode trilaterasi [4], dimana

C12-2
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Jarak Anchor Nodes ke-1 terhadap Anchor Nodes Lain


16
2 A AX 2 A B = 0
T T
jarak tanpa noise

AX = AT B
14 jarak bernoise

X = ( AT A ) AT B
1 12
(11)
10

jarak (m)
Hasil estimasi posisi unknown nodes akan memiliki 8
perbedaan dengan posisi unknown nodes sesungguhnya.
Maka dapat dihitung error posisinya untuk mengetahui 6

akurasinya. Pengujian dari simulasi yang telah dibuat 4


akan dilakukan untuk mengetahui pengaruh beberapa
parameter terhadap perolehan error posisi. Berikut ini 2

merupakan cara untuk menghitung error posisi unknown


0
nodes [7][8]. 1 2 3 4
anchor node ke-n
Gambar 3. Grafik jarak antar anchor nodes ke-1 terhadap anchor

errori = ( xa xest ) + ( ya yest )


2 2 Jarak Unknown Nodes terhadap Anchor Nodes ke-1
18
(12) euclidean
16 DV-hop tanpa noise
Dimana, (xa, ya) merupakan posisi unknown nodes DV-hop bernoise

14
sesungguhnya, sedangkan (xest, yest) merupakan estimasi
posisi unknown nodes. Sedangkan menghitung rata-rata 12
error posisi dari semua unknown nodes yang tersebar
10
n jarak (m)
errorave = errori n (13)
8
i =1
6

Dimana, n merupakan jumlah unknown nodes.


4
Kemudian dapat dihitung rata-rata error lokalisasi
unknown nodes terhadap communication range. 2

errorave
locave = 100%
0
(14) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Unknown node ke-n
R
Gambar 4. Grafik jarak unknown nodes terhadap anchor nodes ke-1

III. HASIL SIMULASI DAN ANALISA


Simulasi Estimasi Posisi DV-Hop(Multilaterasi) pada Area JSN
Simulasi algoritma DV-hop dilakukan pada Matlab 20
anchor

(7.9.0) R2009b (32-bit). Untuk menganalisa kinerja 18


unknown
DV-hop
algoritma DV-hop, simulasi dilakukan dengan luas area euclidean
16 DV-hop+error
20m20m, dengan jumlah anchor nodes sebanyak 4 2 4 7
2
node dan jumlah unknown nodes sebanyak 15 node. 14
6
Communication range yang digunakan oleh setiap node 12

diasumsikan sama yaitu 8 m. 3


10
Hasil simulasi algoritma DV-hop, ada beberapa hal 8
9
11
yang akan ditampilkan dalam bentuk grafik, yaitu jarak 8 1
10
antar anchor nodes, jarak unknown nodes terhadap 6
12
14 4
anchor nodes, serta error posisi dari unknown nodes. 1
4 13
Oleh karena posisi anchor nodes telah diketahui, maka 15
dapat dihitung jarak antar anchor nodes. Pada gambar 3 2 3 5
menunjukkan grafik jarak antar anchor nodes ke-1 0
terhadap anchor nodes yang lainnya baik tanpa noise 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20

dan pengukuran jarak dengan noise. Pada gambar 4 Gambar 5. Hasil Estimasi Posisi Unknown Nodes
menunjukkan grafik jarak unknown nodes terhadap Pada hasil simulasi untuk menghitung jarak antar
anchor nodes ke-1 baik tanpa noise dan pengukuran anchor nodes seperti pada gambar 3, terdapat hasil
jarak dengan noise. Kemudian pada gambar 5 perhitungan jarak yang mengabaikan noise dan dengan
menunjukkan hasil estimasi posisi unknown nodes dari noise. Pada gambar 3, diambil contoh jarak dari anchor
hasil simulasi algoritma DV-hop yang menggunakan nodes ke-1 terhadap anchor nodes lainnya untuk
metode multilaterasi untuk estimasi posisinya. dianalisa. Dapat dilihat pada grafik gambar 3 bahwa
jarak anchor nodes ke-1 terhadap dirinya sendiri adalah
0 (nol). Sedangkan dalam pengukuran jarak yang
terpengaruh noise, maka hasilnya akan terdapat error.
Begitu juga pengukuran jarak anchor nodes ke-1
terhadap anchor nodes lainnya yang mengabaikan
noise, maka akan diperoleh hasil pengukuran jarak yang
sebenarnya karena menggunakan pengukuran

C12-3
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

euclidean. Namun, walaupun dengan menggunakan diubah-ubah untuk melihat perubahan error posisi yang
pengukuran euclidean, bila terdapat noise, maka akan diperoleh. Semakin besar rasio anchor nodes, maka
menyebabkan error. semakin banyak jumlah anchor nodes-nya. Bila dilihat
Dengan algoritma DV-hop, jarak antar anchor pada grafik, hasil dari metode trilaterasi dan
nodes dan jumlah hop yang telah diketahui, maka dapat multilaterasi terdapat perbedaan. Pada metode
dihitung jarak unknown nodes terhadap anchor nodes. multilaterasi menunjukkan semakin tinggi rasio anchor
Pada gambar 4, diambil contoh jarak unknown nodes nodes, maka semakin rendah error posisinya. Hal
terhadap anchor node ke-1. Hasil pengukuran euclidean tersebut tidak terjadi pada metode trilaterasi. Walaupun,
merupakan jarak sebenarnya karena perhitungan semakin tinggi rasio anchor nodes tetapi error posisinya
berdasarkan posisi sebenarnya. Bila dibandingkan relatif tetap dan tinggi. Hal tersebut dikarenakan pada
dengan hasil perhitungan algoritma DV-hop baik yang metode trilaterasi hanya menggunakan 3 anchor nodes
mengabaikan noise atau dengan noise, maka akan sebagai reference node saat estimasi posisi. Sehingga
terdapat error. Bila besar nilai hasil pengukuran DV-hop walaupun semakin banyak anchor nodes yang tersebar,
mendekati hasil euclidean, maka errror-nya semakin hanya 3 anchor nodes yang terdekat dari setiap unknown
rendah. nodes yang digunakan untuk estimasi posisi. Sedangkan
Pada gambar 5 dapat dilihat hasil estimasi posisi pada metode multilaterasi, semua anchor nodes yang
unknown nodes pada luas area yang telah ditentukan tersebar dapat digunakan sebagai reference node saat
sebelumnya. Posisi unknown nodes dapat diestimasikan estimasi posisi. Maka, seperti yang ditunjukkan pada
bila unknown nodes sudah mengetahui minimal grafik, semakin banyak jumlah anchor nodes akan
jaraknya terhadap 3 anchor nodes. Oleh karena pada memberikan hasil estimasi yang lebih akurat
simulasi ini, kita menggunakan metode multilaterasi, Grafik pengaruh perubahan total node terhadap error
maka setiap unknown nodes diestimasikan posisi posisi yang dihasilkan, ditunjukkan pada gambar 7.
terhadap keempat anchor nodes yang tersebar. Pada Simulasi menggunakan rasio anchor nodes tetap sebesar
gambar 5 terdapat estimasi posisi unknown nodes dari 10%, sedangkan total node yang diubah-ubah. Sehingga
hasil pengukuran euclidean, DV-hop yang bernoise dan semakin besar total node, maka semakin banyak jumlah
tanpa noise. Dapat dilihat bahwa estimasi posisi anchor nodes-nya. Bila dilihat pada grafik, hasil dari
unknown nodes dari hasil pengukuran euclidean metode trilaterasi dan multilaterasi terdapat perbedaan.
berimpit dengan posisi unknown nodes sebenarnya. Bila Pada metode mutilaterasi menunjukkan semakin besar
estimasi posisi unknown nodes dari hasil algoritma nilai total node, maka error posisi yang dihasilkan akan
DV-hop mendekati estimasi posisi unknown nodes dari semakin kecil. Namun, pada metode trilaterasi, error
euclidean, maka error posisinya semakin rendah. posisinya cenderung lebih meningkat, walaupun jumlah
Perubahan Total Node (Rasio Anchor Nodes 10%)
30
Perubahan Rasio Anchor Nodes
35

25
30

20
25
error posisi (m)

Multilaterasi
Trilaterasi
error posisi (m)

20 15
Multilaterasi
Trilaterasi
15
10

10
5

5
0
30 40 50 60 70 80 90 100
0 total node
5 10 15 20 25 30 35 40
rasio anchor nodes (%)

Gambar 6. Grafik Pengaruh Perubahan Rasio Anchor Nodes Gambar 7. Grafik Pengaruh Perubahan Total Node dengan Rasio
Anchor Nodes tetap 10%
Pada simulasi selanjutnya, akan diamati pengaruh anchor nodes-nya bertambah. Hal tersebut dikarenakan
jumlah anchor nodes terhadap error posisi unknown metode trilaterasi hanya menggunakan 3 anchor nodes
nodes. Simulasi dilakukan dengan luas area ditentukan sebagai reference node saat estimasi posisi. Dapat
100m 100m dan communication range semua node dilihat pada grafik gambar 7, bahwa saat total node
diasumsikan sama yaitu 40 m. Pada simulasi ini, adalah 30 node, dengan rasio anchor nodes 10%, maka
perhitungan jarak mengabaikan noise. Metode estimasi jumlah anchor nodes sebanyak 3 node. Pada saat
posisi yang digunakan adalah trilaterasi dan tersebut grafik error posisi dengan metode trilaterasi dan
multilaterasi. multilaterasi multilaterasi berimpit. Hal itu
Pada gambar 6 ditunjukkan grafik pengaruh menunjukkan error posisinya hampir sama. Namun saat
perubahan rasio anchor nodes terhadap error posisi dari total node bertambah, pada error posisi dengan metode
estimasi posisi hasil algoritma DV-hop. Dengan total multilaterasi menurun, tetapi error posisi dengan metode
node sebanyak 100 node, rasio anchor nodes trilaterasi meningkat. Metode trilaterasi dapat bekerja

C12-4
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

dengan baik saat jumlah anchor nodes yang tersebar DAFTAR PUSTAKA
hanya 3 node saja. Sedangkan metode multilaterasi
dapat memberikan error posisi semakin rendah dengan [1] D.Niculescu, B. Nath , Ad hoc positioning system, Proc. of
bertambahnya jumlah anchor nodes. IEEE GLOBECOM, San Antonio, 2001, pp. 2926 2931.
[2] D.Niculescu, B. Nath, DV Based Positioning in Ad Hoc
Bila diasumsikan estimasi posisi setiap unknown Networks, Division of Computer and Information Sciences,
nodes dari hasil algoritma DV-hop memiliki error posisi Rutgers, the State University of New Jersey, 2002.
sebesar errorave (persamaan (13) dan (14)), maka bila [3] Azzerdine Boukerche, et.al.,Localization Systems for
Wireless Sensor Networks , IEEE Wireless Communications,
dibandingkan dengan communication range nilainya 2007, pp. 6 - 12.
1, maka estimasi posisi masih berada dalam jangkauan [4] R, Mardeni, Othman, Shaifull Nizam, Node Positioning in
posisi unknown nodes sesungguhnya. Namun, bila ZigBee Network Using Trilateration Method Based on the
nilainya > 1, maka estimasi posisi diluar jangkauan Received Signal Strength Indicator (RSSI), European Journal
of Scientific Research, 2010, pp. 48-61.
posisi unknown nodes sesungguhnya. Semakin besar [5] Jian Li, et.al, A Weighted DV-Hop Localization Scheme for
nilai loc ave , maka semakin rendah akurasinya. Wireless Sensor Networks, International Conference on
Scalable Computing and Communication; The Eighth
Sedangkan semakin kecil nilai loc ave , maka estimasi International Conference on Embedded Computing, IEEE,
posisi semakin dekat posisi sesungguhnya. 2009, pp. 269-272
[6] Shuang Tian, Xinming Zhang, Pengxi Liu, Peng Sun, Xinguo
Wang, A RSSI-based DV-hop Algorithm for Wireless Sensor
IV. KESIMPULAN Networks , IEEE, 2007, pp. 2555 2558.
Berdasarkan hasil simulasi dan analisa, dapat [7] M. Khurana, A. Payal, Analysis of DV-Hop Localization
Algorithm in Wireless Sensor Networks, Proc. of the 5th
disimpulkan bahwa : National Conference, 2011.
Pada perhitungan jarak, bila hasil dari algoritma [8] Shoufeng Hou, Xiaojia Zhou, Xinxin Liu, A Novel DV-Hop
DV-hop mendekati hasil dari euclidean, maka Localization Algorithm for Asymmetry Distributed Wireless
Sensor Networks, IEEE, 2010, pp. 243-248.
error dari hasil perhitungan algoritma DV-hop [9] Xiang Yang Li, Wireless Ad hoc and Sensor Networks ,
semakin rendah. Sedangkan hasil pengujian Cambridge University Press, 2008.
error posisi dari algoritma DV-hop, bila jumlah [10] Guoqiang Mao, Baris Fidan, Localization Algorithms and
Strategies for Wireless Sensor Networks, Information Science
anchor nodes diperbanyak, maka akan Reference, New York, 2009.
menghasilkan error posisi yang rendah. [11] Shehryar Rao, A Composite Approach to Deal with
Pada pengujian pengaruh total node dengan rasio Localization Problems in Wireless Sensor Network, Master
Thesis Computer Science, Blekinge Institute of Technology,
anchor nodes tetap 10 % dapat menghasilkan Sweden, 2010.
error posisi yang semakin rendah dengan
bertambahnya anchor nodes. aretha Ruswiansari saat ini sedang menyelesaikan pendidikan D4
Pada pengujian pengaruh perubahan rasio yang ditempuh sejak tahun 2008 pada program studi teknik
telekomunikasi di Politeknik Elektronika Negeri Surabaya-ITS,
anchor nodes dengan total node tetap, Surabaya, Indonesia.
menunjukkan rasio anchor nodes yang dapat Penelitian yang sedang dilakukan yaitu mengenai Wireless Sensor
digunakan untuk memperoleh error posisi yang Networks, dimana pada tugas akhir yang sedang dikerjakan saat ini
membahas mengenai localization system pada Wireless Sensor
baik. Networks.
Bila menggunakan rasio anchor nodes yang terlalu
tinggi akan menghasilkan estimasi posisi yang lebih Prima Kristalina menempuh pendidikan S1 Jurusan Teknik Elektro
akurat. Namun, juga harus dipertimbangkan dari segi dan S2 Jurusan Teknik Informatika di Institut Teknologi Sepuluh
Nopember (ITS), berturut-turut pada tahun 1984 dan 1994. Saat ini
biaya, karena penggunaan jumlah anchor nodes yang tercatat sebagai mahasiswa program Doktor di bidang Telekomunikasi
semakin banyak akan lebih mahal biayanya. Maka, kami Multimedia tahun ketiga di ITS. Selain itu menjadi staf pengajar di
menyarankan penggunaan rasio anchor nodes yang Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS) pada program studi
Teknik Telekomunikasi. Bidang riset yang ditekuni adalah jaringan
sesuai, yaitu tidak melebihi 25% dan bila menggunakan sensor dan ad hoc nirkabel, dan komputasi terdistribusi paralel.
lebih dari 3 anchor nodes, lebih baik menggunakan
metode multilaterasi, agar bisa menghasilkan error Aries Pratiarso menempuh pendidikan S1 Jurusan Teknik Elektro
posisi yang rendah dan juga dapat menghemat biaya. dan S2 pada jurusan yang sama di Institut Teknologi Sepuluh
Nopember (ITS)berturut-turut pada tahun 1991 dan 2002. Saat ini
Sehingga dengan menggunakan biaya yang rendah menjadi staf pengajar di Politeknik Elektronika Negeri Surabaya
dapat diaplikasikan dalam jaringan sensor nirkabel skala (PENS) pada program studi Teknik Telekomunikasi. Bidang Riset
besar. yang ditekuni adalah Jaringan dan Komunikasi Nirkabel.

C12-5
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Dinamika Ionosfer Regional dan Mitigasi


Dampaknya Terhadap Komunikasi Radio dan
Navigasi Berbasis Satelit
Jiyo
Pusat Sains Antariksa
Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional
Jl. Dr. Djundjunan 133, Bandung 40173
jiyolpnbdg@yahoo.com

lainnya. Dalam proses ionisasi sehingga membentuk ion


Abstrak-Paper ini memaparkan tentang hasil riset dan elektron, energi utamanya berasal dari matahari.
ionosfer regional dan pemanfaatannya untuk Akibatnya, perubahan kerapatan lapisan ionosfer
meminimalkan dampaknya terhadap komunikasi radio mengikuti perubahan perubahan fluks energi matahari
dan navigasi berbasis satelit. Pemahaman yang diperoleh
yang sampai di lapisan tersebut. Proses rekombinasi
sebagian telah dijadikan dasar membangun model ionosfer
regional yang dapat digunakan untuk melakukan prediksi bergantung kepada banyaknya partikel netral, sehingga
kondisi ionosfer yang akan terjadi. Dengan metode semakin kebawah kerapatan elektron lapisan ionosfer
prediksi yang telah dikemas dalam bentuk paket program semakin berkurang. Proses tranportasi mengakibatkan
komputer, dapat dilakukan upaya mitigasi dengan langkah berkurangnya kerapatan elektron di suatu tempat dan
adaptasi dan evaluasi kanal. Dengan langkah adaptasi dan menambah kerapatannya di lokasi lain.
evaluasi dapat dipilih kanal frekuensi yang dapat
Di era teknologi informasi dan komunikasi saat ini,
digunakan sehingga mengurangi kemungkinan kegagalan
komunikasi, serta dapat pula mengurangi kesalahan ketergantungan manusia terhadap satelit semakin tinggi.
pengukuran posisi hingga 7 meter. Dengan informasi Aliran informasi dalam volume yang semakin besar dan
peringatan dini berdasarkan kejadian ekstrim di matahari, secara cepat mampu menjangkau tempat yang sangat
maka komunikasi radio dan penggunaan sistem navigasi jauh. Pembawa informasi itu adalah gelombang radio
pada saat kondisi terganggu dapat dihindari. Dengan yang dapat menjangkau tempat yang sangat jauh berkat
dukungan sistem monitoring cuaca antariksa dan
perangkat EKRT, serta paket program M-ProE, dampak
transponder yang ditempatkan pada satelit. Dalam
negatif dari dinamika ionosfer regional terhadap penjalarannya, gelombang pembawa akan melewati
komunikasi dan navigasi dapat diminimalkan. Meskipun lapisan ionosfer dan akan dipengaruhi oleh lapisan ini.
perangkat mitigasi telah dibangun namun masih perlu Tujuan dari pembahasan ini, pertama adalah
dikembangkan lebih lanjut dan disempurnakan. memberikan gambaran tentang perubahan lapisan
ionosfer regional Indonesia dan kemungkinan
Kata Kuncicuaca antariksa, ionosfer, mitigasi,
dampaknya terhadap komunikasi radio dan sistem
navigasi.
navigasi berbasis satelit. Kemudian memberikan
I. PENDAHULUAN pemahaman tentang upaya mengurangi dampak tersebut
dengan memanfaatkan informasi prediksi dan kondisi
L apisan ionosfer adalah bagian dari atmosfer yang
menempati ketinggian sekitar 60 km hingga sekitar
1000 km dari permukaan Bumi. Berbeda dengan
real time dari ionosfer, serta informasi peringatan dini
akan terjadinya gangguan.

atmosfer bawah, lapisan ionosfer tersusun dari partikel II. DINAMIKA IONOSFER DAN PENGARUHNYA
bermuatan (ion: proton dan elektron) sehingga TERHADAP PROPAGASI GELOMBANG RADIO
mempengaruhi perambatan gelombang radio yang
Ionosfer dibagi menjadi 3 lapisan yaitu lapisan D
melewatinya. Ionosfer regional dimaksudkan sebagai
(60-80 km), lapisan E (80-150), dan lapisan F (150-1000
lapisan ionosfer yang berada di atas wilayah Indonesia
km). Kadang kala pada ketinggian lapisan E terdapat
yakni area yang membentang dari 90BT (Bujur Timur)
lapisan tambahan yang disebut lapisan E-Sporadis.
hingga 135BT dan dari 5LU (Lintang Utara) hingga
Demikian pun untuk lapisan F. Pada siang hari dan
110LS (Lintang Selatan).
terutama pada saat aktivitas matahari sedang tinggi,
Kerapatan elektron lapisan ionosfer sangat
terdapat satu atau dua lapisan tambahan yang disebut
bergantung kepada: (i) proses ionisasi, (ii) proses
lapisan F1 dan F1.5 atau lapisan F3. Sedangkan lapisan
rekombinasi antar partikel bermuatan sehingga kembali
utama yang selalu ada disebut lapisan F2.
menjadi partikel netral, dan (iii) proses transportasi
Dinamika ionosfer dimaksudkan sebagai perubahan
partikel bermuatan dari suatu lokasi menuju lokasi

C13-1
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

kondisi lapisan tersebut dan bagian-bagiannya terhadap Lintang Rendah Indonesia (MSILRI) [14] dan Model
ruang dan waktu. Dinamika ionosfer meliputi perubahan Propagasi Lapisan E (M-ProE).
yang reguler dan yang tak-reguler. Perubahan yang Model ionosfer digunakan untuk memprakirakan
reguler meliputi variasi harian, variasi musiman, variasi kondisi lapisan ionosfer yang akan terjadi. Model
dekadal (10 tahunan), dan variasi terhadap garis lintang. MSILRI mampu menyediakan prakiraan frekuensi
Sedangkan sifat tak-reguler berkaitan dengan kejadian maksimum lapisan F (foF2), dan faktor pengali untuk
ekstrim di matahari, hujan meteor, dan gelombang menentukan frekuensi maksimum komunikasi radio
gravitas yang berasal dari atmosfer netral. dengan jarak 3000 km (M3000). Model M-ProE khusus
Untuk meneliti dinamika ionosfer di atas wilayah digunakan untuk memprakirakan frekuensi maksimum
Indonesia, maka dilakukan pengamatan menggunakan lapisan E (foE) dan kemunculan lapisan E-Sporadis di
radar HF (High Frequency) yang ditempatkan di 6 lokasi ketinggian 90-110 km. Sebelum pengembangan dua
pengamatan. Dari penelitian menggunakan data radar model tersebut telah dilakukan upaya pengembangan
tersebut diketahui variasi ionosfer di atas wilayah model prediksi secara statistik [15].
tersebut [1]-[2]. Kemudian, kegiatan riset juga Informasi prakiraan kondisi ionosfer digunakan
menghasilkan informasi tentang sifat tak-reguler lapisan sebagai bahan dalam merencanakan penggunaan kanal
ionosfer, baik sebagai akibat kejadian ekstrim di frekuensi. Bagi lembaga regulator, model ionosfer dapat
matahari [3]-[4], akibat hujan meteor [5]-[6], maupun digunakan sebagai alat bantu dalam menganalisis kanal
akibat gelombang gravitas [7]-[8]. yang akan diberikan kepada pengguna. Sedangkan bagi
Lapisan ionosfer merupakan medium yang dispersif operator, model ionosfer dapat digunakan dalam
terhadap gelombang radio. Ketika gelombang radio menentukan jadwal penggunaan kanal frekuensi atau
merambat pada lapisan ionosfer yang mempunyai manajemen frekuensi [16].
kerapatan elektron tidak seragam, maka gelombang Selanjutnya dari penelitian tentang sifat tak-reguler
tersebut akan mengalami pembelokan. Pembelokan lapisan ionosfer regional menghasilkan pemahaman
berulang dari gelombang radio oleh lapisan ionosfer tentang pengaruh kondisi ekstrim dari matahari, meteor,
akan menghasilkan pemantulan oleh lapisan tersebut. dan atmosfer netral terhadap perubahan kondisi lapisan
Kemampuan pantul lapisan ionosfer bergantung tersebut. Masing-masing penyebab memberikan dampak
kepada kerapatan elektron lapisan ionosfer (N). berbeda terhadap perubahan lapisan.
Hubungan antara frekuensi gelombang radio (f) yang Ketika terjadi ledakan (flare) yang besar di matahari
dipantulkan oleh lapisan ionosfer dengan kerapatan (badai matahari), beberapa menit kemudian lapisan
elektron N dinyatakan dalam persamaan (1) berikut ini ionosfer telah mengalami perubahan sebagai akibat
[9]. peningkatan intensitas gelombang elektromagnetik yang
f = 80,6 N (1) masuk lapisan ionosfer dan meningkatkan ionisasi di
Dengan f dalam Mega Hertz (MHz) dan N dalam satuan lapisan D [3]. Jika flare yang terjadi disertai pelepasan
elektron/m3 (el/m3). Secara umum, gelombang radio masa korona matahari (Coronal Mass Ejection, CME),
yang dipantulkan oleh lapisan ionosfer adalah maka beberapa jam atau hari kemudian kondisi ionosfer
gelombang radio pada band/pita HF (3-30MHz). Dalam akan mengalami perubahan (badai ionosfer). Kerapatan
kondisi tertentu gelombang radio pada band MF (Midle elektron ionosfer akan menurun secara drastis sehingga
Frequency) yang sedikit lebih rendah dari 3 MHz dan lapisan tersebut tidak mampu lagi memantulkan
pada band VHF (Very High Frequency) yang lebih gelombang radio (blackout) [4] dan gangguan terhadap
tinggi dari 30 MHz (hingga sekitar 50MHz) dapat ketelitian sistem navigasi dan pengukuran posisi dengan
dipantulkan oleh lapisan ionosfer. GPS (Global Positioning System) [17]. Sering pula
Gelombang radio pada band VHF yang lebih tinggi kejadian CME menimbulkan aurora di daerah kutub dan
dan pada band UHF (Ultra High Frequency) akan gelembung plasma.
mengalami pembiasan oleh lapisan ionosfer. Meskipun Hujan meteor dengan intensitas sangat tinggi (badai
hanya dibiaskan, namun ketika terjadi kondisi meteor) merupakan penyebab lain dari perubahan
tak-reguler seperti badai ionosfer sebagai akibat badai tak-reguler dari ionosfer. Penetrasi debu meteor di
matahari, atau gelembung plasma (plasma bubble) ionosfer dapat meningkatkan kerapatan elektron di
sebagai perwujudan ketidakstabilan lapisan ionosfer, ketinggian 80-110 km pada siang dan malam sehingga
maka kuat sinyal dari gelombang itu akan terganggu. menimbulkan lapisan E-Sporadis [5]-[6]. Kemudian,
gelombang gravitas diduga menjadi penyebab terjadinya
III. RISET IONOSFER REGIONAL gelembung plasma dan kejadian Spread F, selain
disebabkan oleh badai matahari [8]. Kejadian
Riset ionosfer regional yang telah dimulai dengan
gelembung plasma dan Spread F dapat menimbulkan
studi literatur pada tahun 1978 [10][11] dan
sintilasi yaitu ketakstabilan sinyal satelit [18]-[19].
pengamatan menggunakan radar HF (ionosonda) mulai
Sifat tak-reguler pada umumnya menyebabkan
tahun 1982 [2] hingga saat ini telah menghasilkan
gangguan terhadap komunikasi radio dan navigasi
pemahaman tentang variasi lapisan ionosfer [1,2,12,13].
berbasis satelit. Contohnya adalah pengaruh badai
Dari pemahaman variasi tersebut dibuatlah model
matahari Oktober-November 2003 terhadap penurunan
ionosfer regional seperti Model Sederhana Ionosfer

C13-2
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

frekuensi maksimum komunikasi radio [20] sehingga


komunikasi radio HF terganggu.

IV. UPAYA MITIGASI DAMPAK PERUBAHAN IONOSFER


Mitigasi adalah kegiatan meminimalkan kerugian dari
suatu kondisi. Perubahan kondisi lapisan ionosfer dapat Gambar 2. Ruang displai Monitoring Cuaca Antariksa (kanan) dan
terjadi secara teratur/reguler dan tak-reguler. Baik paket program EKRT (kiri).
kondisi reguler maupun tak-reguler dari lapisan ionosfer
dapat digunakan untuk melakukan mitigasi dampaknya Upaya adaptasi terhadap kondisi lapisan ionosfer juga
terhadap komunikasi radio, khususnya HF, dan navigasi dilakukan untuk sistem navigasi dan penentuan posisi
berbasis satelit. berbasis satelit. Pada umumnya, peralatan navigasi
Model ionosfer regional yang dibangun dapat menggunakan satelit GPS atau satelit navigasi lainnya
digunakan sebagai langkah adaptasi, yaitu (Global Navigation System Satellite, GNSS) telah
menyesuaikan kanal frekuensi komunikasi radio HF memasukkan model ionosfer untuk mengurangi
yang akan digunakan, dengan kemampuan pantul kesalahan pengukuran. Namun demikian, dalam kondisi
ionosfer. Dari paket program prediksi - misalnya ekstrim seperti saat terjadi badai matahari atau kejadian
MSILRI, ASAPS/VOACAP/IONCAP [21] diperoleh sintilasi kuat, metode adaptasi yang sudah terkandung
prediksi jangka panjang (bulanan) selang frekuensi dalam peralatan tetap tidak mampu akan mengurangi
minimum (Lowest Usable Frequency, LUF) hingga kesalahan. Oleh karena itu diperlukan langkah evaluasi
maksimum (Maximum Usable Frequency, MUF) dan dengan memanfaatkan informasi peringatan dini kondisi
frekuensi optimum (Optimum Working Frequency, cuaca antariksa.
OWF). Dengan informasi ini dapat dilakukan Selain itu komunikasi radio HF dan navigasi berbasis
manajemen kanal/frekuensi seperti pada Gambar 1 [16]. satelit, komunikasi satelit juga dipengaruhi oleh kondisi
tak-reguler lapisan ionosfer. Sintilasi - sebagai dampak
14
Jakarta - B.Lampung, Aktivitas Matahari Rendah
18
Jakarta-B.Lampung, Aktivitas Matahari Tinggi
kejadian CME dari suatu peristiwa badai matahari -
LUF
12
LUF

OWF
16

14 OWF dapat mengganggu kestabilan sinyal satelit akibat dari


MUF
MUF 12
kejadian gelembung plasma di lapisan ionosfer. Sebagai
Frekuensi (MHz)

10
Frekuensi (MHz)

10
8

6
8

6
contohnya, peningkatan indeks sintilasi hingga lebih dari
4
4

2
0,5 yang terjadi pada pukul 20:30 WIB hingga 21:30
2

0
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 WIB sebagai akibat kejadian gelembung plasma yang
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 Waktu (WIB)
Waktu (WIB)
diindikasikan oleh kejadian Spread F (Gambar 3).
Gambar 1. Manajemen kanal menggunakan prediksi saat matahari
tenang (kanan) dan saat matahari aktif (kiri).

Selain manajemen kanal oleh operator komunikasi


radio, upaya adaptasi juga dapat dilakukan oleh lembaga
regulator yang memberi izin penggunaan kanal. Caranya
dengan melakuan analisis kanal menggunakan salah satu
paket program prediksi sehingga diperoleh kanal yang
sesuai dengan kebutuhan pengguna [22].
Setelah adaptasi, langkah mitigasi selanjutnya adalah
melakukan evaluasi kanal/frekuensi. Evaluasi kanal
Gambar 3. Kejadian sintilasi terhadap satelit No. 31 (atas) sebagai
adalah kegiatan menyesuaikan penggunaan kanal sesuai akibat kejadian gelembung plasma (bawah).
dengan kondisi ionosfer sesaat. Evaluasi kanal
memerlukan prakiraan jangka pendek atau sesaat Dari sifat tak-reguler lapisan ionosfer terdapat satu
(nowcasting) yang diperoleh dari kondisi ionosfer real yang mempunyai dampak ganda yaitu lapisan
time dan kejadian ekstrim di matahari beberapa jam/hari E-Sporadis pada ketinggian 90-110 km. Kemunculan
sebelumnya. lapisan E-Sporadisi (Gambar 4) dapat menghalangi
Berkaitan langkah evaluasi kanal, maka saat ini gelombang radio yang semestinya dipantulkan oleh
LAPAN sedang mengembangkan sistem Monitoring lapisan F pada ketinggian ~ 300 km. Akibatnya
Cuaca Antariksa untuk memberikan informasi tentang gelombang radio tidak mencapai stasiun yang dituju
peringatan dini akan terjadinya gangguan komunikasi melainkan ke tempat lain. Kejadian ini dikenal dengan
radio dan navigasi berbasis satelit (Gambar 2 - panel blanketing oleh lapisan E-Sporadis.
kiri). Kemudian sedang dikembangkan pula perangkat
Evaluasi Kanal Real Time (EKRT) dengan
memanfaatkan data ionosfer regional hasil pengamatan
dengan radar HF dan informasi kondisi propagasi
jaringan stasiun Automatic Link Establishment (ALE)
seperti pada Gambar 2 panel kanan.

C13-3
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

melakukan prediksi kondisi ionosfer yang akan terjadi.


Dengan metode prediksi yang telah dikemas dalam
bentuk paket program komputer, dapat dilakukan upaya
mitigasi dengan langkah adaptasi dan evaluasi kanal.
Dengan langkah adaptasi dan evaluasi dapat dipilih
kanal frekuensi yang bisa digunakan sehingga
Gambar 4. Jejak lapisan E-Sporadis dan kejadian blanketing dengan mengurangi kemungkinan kegagalan komunikasi.
batas atas frekuensi yang tertutup oleh lapisan ini (garis tegak Dengan dua langkah tersebut dapat pula dikurangi
terputus). kesalahan pengukuran pada sistem navigasi berbasis
Di sisi lain adanya lapisan tambahan di ketinggian satelit hingga 7 meter. Dengan informasi peringatan dini
90-110 km ini dapat memantulkan gelombang radio di berdasarkan kejadian ekstrim di matahari, maka
atas 30 MHz hingga 50 MHz sehingga mencapai jarak komunikasi radio dan penggunaan sistem navigasi pada
sekitar 2000 km tanpa bantuan repeater [23]. Dalam saat kondisi terganggu dapat dihindari.
keadaan normal, komunikasi radio dengan frekuensi ~ Dengan dukungan sistem monitoring cuaca antariksa
50 MHz (6-meteran) tidak akan mampu menjangkau dan perangkan EKRT, serta paket program M-ProE,
jarak itu. Oleh karena itu LAPAN juga sedang dampak negatif dari dinamika ionosfer regional terhadap
mengembangkan paket program prediksi khusus untuk komunikasi dan navigasi dapat diminimalkan. Meskipun
lapisan E/E-Sporadis (M-ProE) berdasarkan model hasil perangkat mitigasi telah dibangun namun masih perlu
penelitian [12]-[13]. Dengan paket program M-ProE dikembangkan lebih lanjut dan disempurnakan.
dapat dilakukan langkah adaptasi kanal/frekuensi
komunikasi radio di atas band HF hingga band UCAPAN TERIMA KASIH
6-meteran (50 MHz). Penulis menyampaikan terima kasih kepada Pusat
Dengan langkah adaptasi menggunakan informasi Sains Antariksa-LAPAN yang telah memberikan
prediksi frekuensi, maka seorang operator komunikasi dukungan biaya untuk kegiatan penelitian ini.
radio dapat menentukan kanal yang dapat digunakan
RUJUKAN
selama sebulan dan untuk tujuan tertentu. Dengan
demikian, maka kegagalan komunikasi radio akibat [1] Jiyo, Variasi Lapisan F Ionosfer Indonesia, Publikasi Ilmiah
LAPAN: Sains Atmosfer & Iklim, Sains Antariksa serta
salah pilih kanal dapat dihindarkan. Demikian pula Pemanfaatannya, 2007.
dengan langkah adaptasi menggunakan model lapisan [2] Jiyo dan V. Dear, Pengamatan Lapisan Ionosfer Regional
ionosfer, maka navigasi dan pengukuran posisi berbasis Indonesia Menggunakan Radar HF, Jurnal Elektronika dan
Telekomunikasi, Vol. 10, No. 1, 2010, hal. 48-54.
satelit dapat mengurangi kesalahan ukur hingga 7 meter [3] Suratno dan S. Suhartini, Analisis Asosiasi Semburan Radio
[24]. Matahari Tipe III dengan Flare Sinar-X dan Frekuensi
Minimum Ionosfer, Jurnal Sains Dirgantara, 2011, hal. 167-186.
Evaluasi kanal menggunakan informasi kondisi [4] Jiyo dan C. Y. Yatini, Pengaruh Badai Antariksa
ionosfer real time dapat menentukan kanal frekuensi Oktober-November 2003 Terhadap Lapisan Ionosfer dan
Komunikasi Radio, Warta LAPAN, Vol. 7, No. 3, September
yang dapat digunakan saat itu sehingga mengurangi
2005.
kemungkinan salah pilih kanal. Demikian pula dengan [5] Jiyo, A. G. Admiranto, G. Wikantho, Peningkatan Kerapatan
sistem navigasi dan penentuan posisi berbasis satelit. Elektron Lapisan E Sporadis di Atas Tanjungsari dan
Dengan data ionosfer real time dapat ditentukan koreksi Pameungpeuk Pada Saat Terjadi Badai Meteor Leonid Tahun
2001, Warta LAPAN, Vol. 7 No. 1, 2, 2005, hal. 25-32.
pengukuran posisi pada saat itu. [6] S. Perwitasari, Penggunaan Radar Ionosfer Untuk Mempelajari
Pengaruh Hujan Meteor Leonid Terhadap Lapisan E Sporadis
Informasi tentang badai matahari yang akan dan sudah Di Lintang Rendah, Prosiding Seminar Radar Nasional 2011,
terjadi dapat memberikan peringatan bagi operator Jakarta, 21 April 2011.
komunikasi radio akan adanya kemungkinan kegagalan [7] M. Tarigan, T. Djamaluddin, G. Wikantho, Gelombang
Gravitasi Dari Atmosfer Netral ke Ionosfer dan Pengaruhnya
komunikasi. Demikian pun untuk sistem navigasi dan Terhadap foF2, Majalah LAPAN, Vol. 2, No. 2, April 2000.
penentuan posisi berbasis satelit. Informasi badai [8] P. Abadi, S. Ekawati, N. Dedi, Observasi Kemunculan Spread F
matahari yang akan dan sedang terjadi dapat Di Atas Pameungpeuk dan Keterkaitannya terhadap
Gelombang dari Atmosfer Bawah dengan Menggunakan Radar
memberikan peringatan akan meningkatnya kesalahan
MF dan HF, Prosiding Seminar Radar Nasional 2011, Jakarta,
pengukuran perangkat tersebut. 21 April 2011.
[9] H. Rishbeth, Basic Physics of Ionosphere: Tutorial, J. Inst. Of
V. KESIMPULAN Electronic and Radio Engineers, Vol. 58, No. 6 (Supplement),
1988, hal. S207-S223.
Dari pembahasan ditarik kesimpulan bahwa riset [10] Koeswadi, Angin Netral dan Cara Pengukuran, Terbitan
tentang dinamika ionosfer regional yang telah dilakukan Khusus Pusrigan, 1978.
[11] S. L. Manurung, Pengaruh Phenomena Matahari Terhadap
sejak tahun 1978, telah menghasilkan pemahaman Atmosfir, Permukaan Bumi, dan Komunikasi, Terbitan Khusus
tentang sifat reguler dan tak-reguler dari lapisan tersebut Pusrigan, 1978.
dan pengaruhnya terhadap komunikasi radio dan [12] S. Suhartini, Variasi Kemunculan Lapisan E Sporadis,
Proceeding Space Weather Workshop, 2010.
navigasi berbasis satelit. Pemahaman yang diperoleh [13] Jiyo dan V. Dear, Distribusi Kemunculan Lapisan E Sporadis di
sebagian telah dijadikan dasar membangun model Atas Biak dan Tanjungsari, Buku ilmiah: Ionosfer dan
ionosfer regional yang dapat digunakan untuk Aplikasinya, 2009

C13-4
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

[14] B. Muslim, Asnawi. D. R. Martiningrum, A. Kurniawan, [22] Jiyo, S. Suhartini, dan V. Dear, Prediksi Dan Manajemen
Syarifudin, Model Sederhana Ionosfer Lintang Rendah Frekuensi Radio HF (Sebagai Bahan Rapat Tim Identifikasi
Indonesia Untuk Parameter foF2 (MSILRI versi 2002), Penggunaan Pita Frekuensi HF (High Frequency) Untuk Dinas
Publikasi Ilmiah LAPAN Tahun 2007. Tetap di Indonesia), Bandung, 31 Mei 1 Juni 2011, tidak
[15] Habirun, Metode Prediksi MUF Menggunakan Model ARMA, dipublikasikan.
Jurnal Matematika atau Pembelajarannya, Tahun VIII, Edisi [23] Jiyo, Propagasi E-Sporadis Pada Sirkit Komunikasi Radio
Khusus, Juli 2002. Pameungpeuk-Bandung dan Watukosek-Bandung, Prosiding
[16] Jiyo, S. Suhartini, V. Dear, Manajemen Frekuensi dan Evaluasi Seminar Nasional Fisika, Serpong, 12-13 Juli 2011, hal.
Kanal HF Sebagai Langkah Adaptasi Terhadap Perubahan [24] GPS NAVSTARS, The GPS Standard Positioning Service, 4th
Kondisi Lapisan Ionosfer, Berita Dirgantara, Vol. 12, No. 3, Edition, September 2008.
September 2011, hal. 110-117
[17] Asnawi dan B. Muslim, Respon Ionosfer Terhadap Coronal Jiyo Lahir di Ngawi, 15 Desember 1961,
Mass Ejection 14 Juli 2000 dari Pengamatan GPS, Prosiding menyelesaikan pendidikan S1 di Jurusan
Seminar Nasional Fisika dan Aplikasinya, Jurusan Fisika-ITS, Matematika-ITB tahun 1990 dan S2 Sains Atmosfer
2002. tahun 2000 di institut yang sama.
[18] S. Ekawati, Efek Sintilasi Ionosfer Terhadap Gangguan Saat ini ia bekerja sebagai Peneliti Madya bidang
Komunikasi Satelit, Berita Dirgantara , Vol. 11, No. 4, 2010 Fisika Magnetosferik dan Ionosferik pada Pusat Sains Antariksa
[19] S. Ekawati, Kemunculan Sintilasi di Daerah Anomali Ekuator LAPAN di Bandung. Ia banyak menulis tentang ionosfer regional dan
Ionosfer, Prosiding Seminar Nasional Fisika, Serpong, 12-13 pengaruhnya terhadap komunikasi radio, serta pengembangan sistem
Juli 2011. untuk evaluasi kanal komunikasi radio HF. Tulisan terbaru adalah
[20] Jiyo, Kajian Pengaruh Badai Antariksa terhadap Perubahan Manajemen Frekuensi dan Evaluasi Kanal HF Sebagai Langkah
Frekuensi Maksimum Komunikasi Radio, Prosiding Seminar Adaptasi Terhadap Perubahan Kondisi Ionosfer yang terbit di Berita
Nasional Antariksa, 2008. Dirgantara.
[21] J. M. Goodman, Space Weather and Telecommunications,
Springer Science+Business Media, Inc, 2005, hal. 197. Drs. Jiyo, M.Si.

C13-5
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Learning Sistem dengan Integrasi Video


Conference dan IPTV Berbasis Web
Elsyea Adia Tunggadewi 1, Achmad Affandi2
Mahasiswi S2 Telekomunikasi Multimedia ITS1,
Kepala Lab. Jaringan Telekomunikasi ITS2
Surabaya, 60111
Email : elsyea10@mhs.ee.its.ac.id , affandi84its@ymail.com

Abstrak E-learning yang ditunjang dengan tatap muka


memberikan hasil yang lebih baik, untuk itu perlu
dilakukan analisis mengenai performansi dari jaringan
sehingga dapat digunakan sebagai acuan dalam membuat
suatu sistem e- learning yang baik. Dalam tulisan ini akan
membahas integrasi video conference dan IPTV untuk
mendukung e-learning. Dengan melakukan perencanaan
dan perancangan sistem terintegrasi aplikasi video
conference dan IPTV, kemudian menguji dan mengukur
parameter-parameter QoS dengan menggunakan
Wireshark.

Kata Kunci E-Learning, Integrasi, IPTV, Vicon. Gambar 1. Aspek dalam e-learning [1]

Moodle adalah software LMS, dan merupakan


I. PENDAHULUAN
komunitas Open Source yang terdiri dari lebih dari

E -LEARNING adalah suatu kemajuan penting dalam


sistem pendidikan modern. Oleh karena itu, metode
dan isi e-learning membuat perubahan dan tantangan
220.000 anggota yang melepaskan floss LMS di pasar di
seluruh dunia. Didirikan pada tahun 1999 oleh Martin
Dougiamas, saat ini Moodle tersedia dalam 75 bahasa dan
baru dalam hal teknis dan sosial. Aspek baru ini muncul digunakan oleh lebih dari 7.700.000 siswa di 160 negara
dari bagaimana orang berurusan dengan informasi, [4].
bagaimana mereka akan mendapatkan konten dalam Perbedaan konten LMS yang ada di setiap lembaga
situasi dan tempat belajar yang diinginkan. Komunitas pendidikan memberikan manfaat yang potensial untuk
pembelajaran merupakan pendekatan baru dan terfokus belajar bila digunakan untuk melengkapi bahan yang
pada aspek interaksi antar orang. Platform e-learning diperlukan oleh lembaga belajar lainnya. Dalam
modern harus mencerminkan tantangan baru ini seperti sinkronisasi uni-directional, tidak semua data yang akan
ditunjukkan pada gambar 1[1]. disinkronkan yaitu data dosen dan mahasiswa serta data
Proses pembelajaran secara elektronik berkembang pribadi yang tersimpan dalam tabel mereka sendiri dalam
dengan adanya software yang dapat mengotomatisasikan database [5].
administrasi proses pembelajaran, dikenal dengan Pada pembahasan [1] [4] [5] tidak membicarakan
Learning Management System (LMS). LMS mengelola tentang video conference, IPTV, dan integrasi database
log-in dan registrasi user, mengelola course catalog, e-learning. Oleh karena itu kita akan membahas
mencatat data user dan memberikan laporan kepada bagaimana video conferencing, IPTV, dan integrasi
management. Software LMS dikembangkan oleh banyak database e-learning menggunakan Moodle sebagai LMS.
orang, ada yang commercial dan ada juga yang open
source [2]. LMS commercial diantaranya WebCT dan II. E-LEARNING
eCollege, sedangkan LMS open source diantaranya
Moodle dan Ilias [3]. E-learning tidak dimaksudkan untuk menggantikan
pembelajaran face-to-face dalam kelas melainkan dapat
digunakan untuk meningkatkan pembelajaran tradisional
[6]. Keunggulan e-learning mungkin akan ditemukan
dalam potensinya untuk memberikan informasi yang
tepat kepada orang yang tepat pada saat yang tepat dan

C14-1
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

tempat. E-learning lebih efektif dan efisien cara untuk Multicast pada kasus live TV atau melalui IP Unicast
mendidik karena [8]: pada kasus Video on Demand. IP Multicast adalah suatu
Personalized metode dimana informasi dapat dikirim ke banyak
Interaktif komputer pada saat yang sama. Codec H.264 yang
Just-in-time direlease lebih baru (MPEG4) digunakan untuk
Current menggantikan MPEG2 yang lebih tua.
User-sentris Protocol standar yang digunakan pada system IPTV:
1. IGMP versi 2 untuk broadcast TV (Multicast)
A. Moodle Internet Group Management Protocol adalah salah
Moodle adalah sebuah nama untuk sebuah program satu protokol dalam kumpulan protokol Transmission
aplikasi yang dapat mengubah sebuah media Control Protocol/Internet Protocol (TCP/IP) yang
pembelajaran ke dalam bentuk web. Moodle juga bekerja pada lapisan jaringan yang digunakan untuk
merupakan sebuah course management system yang menginformasikan router-router IP tentang keberadaan
digunakan untuk membuat sebuah proses belajar kelompok jaringan multicast. Sekali sebuah router
(learning) bisa dilakukan secara online, powerful dan mengetahui bahwa terdapat beberapa host dalam jaringan
fleksibel [10]. yang terhubung secara lokal yang tergabung ke
Ketika seorang web surfer datang untuk pertama dalam group multicast tertentu, router akan menyebarkan
kalinya kepada komunitas Moodle halaman utama, informasi ini dengan menggunakan protokol IGMP
biasanya akan terkejut dengan pesan selamat datang yang kepada router lainnya dalam sebuah internetwork
pertama: "Moodle is a course management system (CMS) sehingga pesan-pesan multicast dapat diteruskan kepada
- a free, Open Source software package designed using router yang sesuai. IGMP kemudian digunakan untuk
sound pedagogical principles, to help educators create memelihara keanggotaan group multicast di dalam
effective online learning communities. Prinsip-prinsip subnet lokal untuk sebuah alamat IP multicast.
pedagogis suara adalah konstruksi dasar sosial yang Untuk realtime streaming, data dikirim
membuat platform moodle cocok untuk menciptakan menggunakan protokol RTP (Real Transmission
komunitas belajar [4]. Protocol) melalui protokol UDP (User Datagram
Protocol) dengan IP Multicast. Data dikirim
B. Video Conference menggunakan protokol MPEG TS, sebagai tambahan
Saat ini sebagian besar organisasi atau institusi protokol RTP. RTP merupakan protokol yang dibuat
pendidikan telah terintegrasi sebuah LMS dengan sistem untuk memesan bagian dari bandwidth yang tersedia
informasi mereka (back-office, manajemen akademik, dll) untuk lalulintas UDP, RTP mengkompensasi jitter dan
ke titik di mana semua kegiatan belajar (virtual dan non desequencing yang terjadi pada jaringan IP. RTP tidak
virtual) memiliki counterpart (silabus, penilaian, dikembangkan semata-mata untuk lalulintas data suara
penjadwalan, dll) pada LMS kelas virtual. akan tetapi juga digunakan untuk lalulintas data video
Video conference adalah suatu aplikasi yang mampu karena sifatnya yang menjaga atau mendukung
melewatkan data audio dan video pada suatu jaringan. bandwidth yang akan digunakan oleh lalulintas UDP.
video conference biasa diterapkan pada berbagai jenis 2. RTSP untuk VOD (Unicast)
jaringan telekomunikasi. Agar video conference dapat Real Time Streaming Protocol(RTSP) adalah sebuah
berjalan dengan baik maka diperlukannya protocol yang protokol di level aplikasi untuk membangun dan
mengaturnya. Implementasi video conference pada mengontrol pengiriman data dengan real-time. RTSP
jaringan LAN menggunakan protocol H.323, sedangkan menyediakan framework yang extensible untuk bisa
protocol H.320 digunakan pada jaringan ISDN dikontrol dalam permintaan pengiriman data yang real
(Integrated Switched Digital Network) dan masih banyak time, seperti audio dan video. Protokol ini diarahkan
protokol-protokol video conference untuk berbagai untuk mengontrol session pengiriman data yang banyak,
jaringan yang akan digunakan. menyediakan pilihan channel pengiriman, dan
menyediakan pilihan mekanisme pengiriman. Client
C. IPTV dapat meminta untuk memainkan media, melakukan
Menurut PM N0.30/Per/M.Kominfo/8/2009 tentang pause, atau menghentikannya, seperti yang diketahui dari
Penyelenggaraan IPTV di Indonesia, IPTV didefinisikan remote control DVD player atau media player lainnya.
sebagai berikut: Media yang diminta dapat terdiri dari banyak stream
IPTV merupakan teknologi yang menyediakan layanan audio dan video yang mana dikirim sebagai stream
konvergen dalam bentuk siaran radio dan televisi, video, dengan waktu tersinkronisasi dari server ke client. Dalam
audio, teks, grafik, dan data yang disalurkan ke kontrol pengiriman media menggunakan RTSP, client
pelanggan melalui jaringan protokol internet yang dapat mengontrol pengiriman media, protokol RSTP
dijamin kualitas layanannya, keamanannya, dipakai untuk streaming VoD. Protokol ini
kehandalannya, dan mampu memberikan layanan diimplementasikan melalui protocol TCP dan
komunikasi dengan pelanggan secara 2 (dua) arah atau memberikan control melalui media stream ke pelanggan.
interaktif dan real time [9].
Video content pada dasarnya merupakan sebuah stream
transport MPEG2 atau MPEG4 yang dikirim melalui IP

C14-2
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

III. PERENCANAAN DAN PEMBUATAN SISTEM diketikkan http://localhost/elsa/vicon. Untuk tampilan


login vicon dapat dilihat pada Gambar 4.
Dalam perencanaan sistem e-learning dengan integrasi Sedangkah langkah untuk menginstal program
IPTV dan Vicon berbasis web dengan menggunakan 3 integraiptv pada PC adalah sebagai berikut. Aplikasi
buah komputer server, 1 buah access point dan komputer program integraiptv di letakkan pada direktori
pengguna. Berikut adalah topologi jaringan yang akan C:\xampp\htdocs. Untuk file database disimpan pada
digunakan dengan 3 pengguna (Gambar 2). Sedangkan direktori C:\xampp\mysql\data. Jika ingin diakses melalui
pembuatan sistem ini meliputi beberapa tahap yang web browser diketikkan http://localhost/elsa/iptv. Untuk
ditunjukkan dengan flowchart pada Gambar 3. tampilan login IPTV dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 4. Tampilan Login Untuk Vicon


Gambar 2. Topografi Jaringan pada sistem

Gambar 5. Tampilan login untuk IPTV

Sedangkan untuk penginstalan moodle berbasis web


adalah dengan membuka web browser dan memasukkan
URL http://localhost/. Kemudian Moodle akan
melakukan checking terhadap PHP. Masukkan web
address dimana kita menyimpan sistem Moodlenya.
Kemudian masukkan data directory dimana kita
Gambar 3. Flowchart Perancangan Sistem Terintegrasi
membuat direktori Moodledata. Selanjutnya kita akan
A. Penginstalan Program Sistem Intregasi Layanan melakukan konfigurasi database pada Moodle terhadap
Vicon dan IPTV database pada MySQL. Kemudian Moodle akan
Pada bagian ini akan dibahas mengenai langkah- mengecek apakah sistem sudah memenuhi persyaratan
langkah yang dilakukan untuk penginstalan program instalasi. Setelah itu Moodle akan mengecek kelengkapan
vicon dan IPTV. persyaratan program secara otomatis dengan
Langkah untuk menginstal program integravicon pada menampilkan pesan konfirmasinya statusnya. Setelah
PC adalah sebagai berikut. Install sun Java 6 JDK update proses selesai maka akan muncul konfirmasi agreement
29. Tambahkan JAVA_HOME pada system environment. dari Moodle. Tekan Yes dan lanjutkan dengan
Letaknya di Control Panel System Advanced Continue maka program akan secara otomatis
Environment Variable. Pada System variable klik New, membuat tabel pada database di dalam program MySQL.
Variable Name = JAVA_HOME. Variable Value = (diisi Untuk tampilan login moodle dapat dilihat pada Gambar
path java jdk berada). Extract openmeeting dan jalankan 6.
red5.bat. Jika ingin diakses melalui web browser

C14-3
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

komunikasi dalam selang waktu pengamatan tertentu.


Umumnya throughput direpresentasikan dalam satuan bit
per second (bps). Rumus throughput adalah :

Throughput transmisi= Jumlah Paket Diterima (1)


xP.Paket (bps)
Waktu Pengukuran
Dimana:
Gambar 6. Tampilan Login untuk Moodle Throughput = bit per second (bps)
Waktu pengukuran = detik (s)
Jumlah paket = Bytes

Aspek utama throughput yaitu berkisar pada


ketersediaan bandwidth yang cukup untuk menjalankan
aplikasi. Hal ini menentukan besarnya trafik yang dapat
diperoleh suatu aplikasi saat melewati jaringan. Aspek
penting lainnya adalah error (pada umumnya
berhubungan dengan link error rate) dan losses (pada
Gambar 7. Tampilan Antarmuka Web Integrasi IPTV, Vicon dan umumnya berhubungan dengan kapasitas buffer).
Moodle Throughput tergantung pada faktor-faktor berikut, yaitu :
a. Karakteristik link
B. Quality of Service (QoS) b. Karakteristik node
Walaupun throughput memiliki satuan sama dengan
QoS didefinisikan sebagai ukuran performance suatu bandwidth, tetapi throughput lebih menggambarkan
jaringan. Mekanisme QoS terdiri dari mekanisme yang bandwidth yang sebenarnya (actual) pada suatu waktu
berkontribusi terhadap perbaikan performance sistem tertentu dan pada kondisi jaringan internet tertentu, yang
secara menyeluruh, sehingga dapat meningkatkan digunakan untuk men-download suatu file dengan ukuran
pengalaman di end-to-end user. QoS dapat didefinisikan tertentu. Berikut adalah formula pembanding throughput
sebagai ukuran kolektif atas tingkat layanan yang dengan bandwidth :
disampaikan ke pelanggan, ditandai dengan beberapa
kriteria yang meliputi availabilitas, error performance, Waktu Download Terbaik= Ukuran File (2)
response time dan throughput, sambungan atau transmisi Bandwidth
yang hilang akibat kongesti, waktu set-up, dan kecepatan
deteksi serta koreksi kesalahan. Adapun parameter- Dimana:
parameter QoS ini adalah sebagai berikut : Waktu Download Terbaik =detik (s)
Bandwidth = bit per second (bps)
Delay
Ada dua macam tipe delay yang akan memiliki dampak Waktu Download Typical= Ukuran File (3)
berbeda-beda terhadap suatu layanan, seperti: Throughput
1. End-to-end delay (latency).
2. Variasi delay atau jitter. Dimana:
Layanan terdiri atas beberapa hal. Akan tetapi pada Waktu Download Typical =detik (s)
umumnya dapat dikelompokkan menjadi tiga golongan Throughput = bit per second (bps)
besar, antara lain layanan aplikasi yang bersifat real time
interactive, real time non interactive, dan layanan Jitter
aplikasi non real time. Jitter atau variasi dalam delay, diakibatkan oleh
Ada beberapa macam komponen end-to-end delay: variasi-variasi panjang antrian. Dalam waktu pengolahan
Delay transmisi data, atau waktu yang diperlukan dalam proses untuk
Delay propagasi retransmisi data (karena jalur yang digunakan mungkin
Delay process berbeda). Jitter ini sangat berperan besar dalam proses
Delay antrian streaming, karena data yang hilang atau terlambat tidak
Terdapat juga beberapa delay tambahan ketika ada gunanya.
melewatkan paket dari suatu interface jaringan ke
aplikasi yang akhirnya menuju ke user, seperti delay pada Packet Loss
pentransferan paket melewati bus host, delay pada saat Packet loss didefinisikan sebagai kegagalan transmisi
penggandaan paket dari ruang kernel ke ruang pengguna, paket IP untuk mencapai tujuannya. Kegagalan paket
dan delay pada penjadwalan aplikasi. tersebut dapat disebabkan oleh beberapa kemungkinan,
diantaranya yaitu :
Throughput a. Kemacetan (congestion) dalam jaringan.
Throughput adalah jumlah bit yang diterima dengan b. Error yang terjadi pada media fisik.
sukses perdetik melalui sebuah sistem atau media

C14-4
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

c. Kegagalan yang terjadi pada sisi penerima, yang end sebesar 22.11 ms, sedangkan ketika mengakses
disebabkan karena overflow yang terjadi pada buffer. server vicon, didapat delay end to end sebesar 207 ms.
Rumus Packet Loss adalah sebagai berikut : Kemudian pada pengamatan ketika 1 user mengakses
server IPTV dengan bandwidth 1 Mbps, didapat jitter
Packet Loss= A - B x100% (4) sebesar 36,27 ms, sedangkan ketika mengakses server
A vicon, didapat jitter sebesar 7 ms. Sedangkan pada
pengamatan ketika 1 user mengakses server IPTV
Keterangan : dengan bandwidth 1 Mbps, didapat throughput sebesar
A : Banyaknya packet yang dikirim 495.76 kbps, sedangkan ketika mengakses server vicon,
B : Banyaknya packet yang diterima user didapat throughput sebesar 51.08 kbps. Dan pada
pengamatan ketika 1 user mengakses server IPTV
IV. HASIL DAN DISKUSI dengan bandwidth 1 Mbps, didapat packet loss sebesar
0,00%, sedangkan ketika mengakses server vicon, didapat
Sistem pada LMS ini dapat diakses dengan packet loss sebesar 2,09%.
menggunakan berbagai macam terminal seperti PDA, PC,
TV plus STU dan mobile phone. Pada sistem yang telah
V. KESIMPULAN
dibangun ini mampu menampilkan layar yang sinkron.
Sehingga kita bisa merasa berada sama seperti di kelas,
sebab jika salah satu pengguna menuliskan di layar maka Pada pengujian dengan pengguna didapat nilai
akan tampak hal yang sama pada pengguna yang lainnya. throughput yang semakin besar dan packet loss yang
Fasilitas-fasilitas yang ada di sistem ini yaitu: semakin kecil. Pada perencanaan system dapat
Audio dan video conferencing diaplikasikan dengan mengintegrasikan antara moodle,
Whiteboard IPTV, dan Vicon pada implementasi secara sederhana,
Net surfing diperlukan hardware server, access point dan device user.
Aplikasi Chat Sedangkan software yang diperlukan adalah moodle,
PHP, MySQL.
Jajak Pendapat dan kuis
Penilaian dan tes
DAFTAR PUSTAKA
Fasilitas pencarian
Fasilitas request video [1]. Ryu Hokyoung, Parsons David. (2009). Innovative Mobile
Sistem layar sinkron Learning: Techniques and Technologies. New York: Information
Sistem online Science Reference
[2]. Itmazi, J.A. dan Tmeizeh, M.J., (2008), Blended eLearning
Pembatasan pengguna Approach for Traditional Palestinian Universities, IEEE
Mengupload video Multidisciplinary Engineering Education Magazine, Vol. 3, No. 4,
Penjadwalan hal. 156-162.
TVB [3]. Remes, R. (2005), Learning Management System, Proceedings
of the 14th Annual Conference of Doctoral Students - WDS'05,
VoD Charles University, Prague, Part I, hal. 207212.
PVR [4]. Alier M F. Jos M. Casado P (2007), A Mobile Extension of A
pause TV Web Based Moodle Virtual Classroom. Proceedings of the e-
challenges07.
sistem monitoring [5]. Affandi Achmad, Firmansyah Arif, Hidayanto B Cahyo, Usagawa
e-learning Tsuyoshi, Ishimura Toshiro, Chisaki Yoshifumi. 2009.
Performance of Uni Directional LMS Synchronization in Various
Networks Capacity. Osaka Seminar, Jepang, October 2009.
[6]. Itmazi, J.A. dan Tmeizeh, M.J., (2008), Blended eLearning
Approach for Traditional Palestinian Universities, IEEE
Multidisciplinary Engineering Education Magazine, Vol. 3, No. 4,
hal. 156-162.
[7]. Bates Tony. 2005. Technology, E-learning and Distance
Education. London: Routledge the Taylor & Francis Group
[8]. Bielawski Larry, Metcalf David. 2003. Blended eLearning
Gambar 8. Hasil Streaming Video pada IPTV Integrating Knowledge, Performance, Support, and Online
Learning. Canada: HRD Press, Inc
[9]. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Republik
Indonesia Nomor 30, Penyelenggaraan Layanan Televisi
Protokol Internet (Internet Protocol Television/IPTV) di
Indonesia, 19 Agustus, 2009
[10]. Rice William. 2006. Moodle E-Learning Course Development A
complete guide to successful learning using Moodle. Birmingham:
Packt Publishing.
[11] Widya. 2011.---.Tugas Akhir ITS Surabaya
Gambar 9. Hasil Conference pada Video Conference [12] Adhiatma Nirwan. 2009. Integrasi Learning System dengan
Menggabungkan Video Conference dan Database E-Learning..
Surabaya
Pada pengamatan ketika 1 user mengakses server [13] Ahmadi Chandra. 2009. Aplikasi Mobile Learning Berbasis
IPTV dengan bandwidth 1 Mbps, didapat delay end to Moodle dan MLE Pada Pembelajaran Kedokteran. Surabaya

C14-5
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Elsyea Adia Tunggadewi, dilahirkan di Kab.


Jombang tanggal 21 Mei 1987. Pada tahun 1999,
penulis menamatkan pendidikan sekolah dasar di
SDN Kademangan 1, kemudian melanjutkan
pendidikan di SLTPN 1 Mojoagung dan selesai
pada tahun 2002. Penulis menyelesaikan
pendidikan sekolah menengah atas di SMAN 2
Jombang pada tahun 2005. Pada tahun 2009 menyelesaikan program
Sarjana di Teknik Elektro bidang Telekomunikasi Universitas
Brawijaya. Bekerja di PT. Mobile 8 Telecom pada tahun 2009. Penulis
melanjutkan studi program Magister pada tahun 2010 di Jurusan Teknik
Elektro ITS bidang Telekomunikasi Multimedia, serta sedang
melakukan penelitian mengenai Learning Management System (LMS).

C14-6
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Simulasi Karakteristik Noise Untuk Transmisi


Sinyal Analog Dan Digital Pada Sistem
Telekomunikasi
Nasrulloh1, Octarina Nur Samijayani2 , Dwi Astharini3
123
Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Al Azhar Indonesia
Jl. Sisingamangaraja, Kebayoran Baru, Jakarta, 12110
2
arul.ste@gmail.com1, octarina_n@yahoo.com , astharini@uai.ac.id3

3. Transmisi, yaitu pengkomunikasian data dengan


Abstrak-Paper ini mensimulasikan karakteristik noise melakukan propagasi dan pemrosesan sinyal.
yang terjadi pada sinyal analog dan digital pada sistem Data analog memiliki nilai kontinu dalam suatu
telekomunikasi untuk melihat seberapa besar pengaruh interval. Contohnya, suara yang secara kontinu memiliki
noise yang menyebabkan kerusakan pada sinyal dengan intensitas pola yang bervariasi. Suara merupakan bentuk
parameter tertentu. Noise yang disimulasikan adalah noise data analog yang cukup umum karena pada bentuk
AWGN (Additive White Gaussian Noise) dan Thermal Noise
gelombang suara akustik, suara masih dapat diterima
pada sinyal analog. Pada sinyal digital, noise yang
disimulasikan adalah noise AWGN (Additive White oleh indera manusia secara langsung. Sedangkan data
Gaussian Noise), Rayleigh fading, dan Thermal noise. digital memiliki nilai diskrit seperti teks pada kode
Metode yang digunakan adalah tinjauan pustaka berupa ASCII di komputer.
pengumpulan dan pembahasan data yang didapatkan Sinyal digital dan sinyal analog dapat ditransmisikan
kemudian mensimulasikan data yang telah didapatkan dari melalui media transmisi sebagai sebuah fungsi pada
analisa menggunakan software MATLAB untuk melihat suatu sistem transmisi. Pada transmisi analog, sinyal
dan membandingkan antara simulasi dan teori yang ada. analog ditransmisikan tanpa memperhatikan isi dan
sinyal dapat merepresentasikan data analog atau data
Kata Kunci - noise AWGN, Rayleigh fading, Thermal digital. Namun, sinyal analog akan mengalami atenuasi
Noise.
setelah menempuh jarak tertentu sehingga akan
dibutuhkan amplifier sebagai penguat energi pada sinyal
I. PENDAHULUAN (dan noise) untuk jarak yang lebih jauh. Pada data analog
seperti suara, distorsi masih dapat ditolerir dan informasi
S ALAH satu pertimbangan dalam mendesain suatu
sistem telekomunikasi adalah ketahanan suatu sinyal
terhadap gangguan dari luar system. Sehingga perlu
masih dapat diterima. Namun pada data digital, distorsi
akan menyebabkan terjadinya error. Transmisi digital
dimodelkan atau disimulasikan sebagai salah satu tolok sangat terkait dengan isi. Sinyal digital dapat
ukur ketika akan mengaplikasikan sesuatu. ditransmisikan pada jarak yang sangat terbatas sebelum
Paper ini mensimulasikan adanya pengaruh noise, antenuasi, noise, dan pelemahan sinyal menganggu
integritas data.
baik yang alami maupun karena buatan manusia yang
Dengan mempertimbangkan sekaligus bandwidth dan
mampu mempengaruhi perubahan sinyal informasi
noise, Shannon menyatakan bahwa error-free bit rate
terhadap sinyal yang diterima pada proses transmisi yang
(bit rate yang tidak mengakibatkan error) pada suatu
kanal transmisi tidak dapat melebihi kapasitas
dapat menyebabkan terjadinya error pada sinyal yang maksimum C. Secara matematis, C dinyatakan oleh :
diterima dengan beberapa perbedaan nilai parameter C = B log2(1+S/N) dimana:
yang digunakan. Hal ini dimaksudkan supaya hasil yang C = Data rate informasi maksimum dalam satuan bit per
terlihat pada simulasi mampu menunjukkan perbedaan detik
hasil yang mudah di analisa. B = bandwidth dalam satuan Hertz
S = daya sinyal
II. TINJAUAN PUSTAKA N = daya noise
S/N = Signal-to-noise ratio, dinyatakan dalam
Istilah analog dan digital masing-masing berhubungan
perbandingan daya (bukan dalam dB).
pada suatu entitas yang bersifat kontinu dan diskrit. Pada
Keberadaan noise dapat mengakibatkan pengubahan
sistem komunikasi data, istilah tersebut setidaknya
satu atau lebih bit-bit data sehingga dapat menyebabkan
digunakan dalam tiga konteks, antara lain:
terjadinya error. Perbandingan antara daya pada sinyal
1. Data sebagai entitas pembawa informasi, dan sinyal
dengan daya yang terkandung pada noise dan muncul
sebagai representasi data dalam bentuk gelombang
pada titik tertentu pada sistem transmisi didefinisikan
elektromagnetik atau gelombang listrik.
sebagai signal-to-noise ratio (SNR, atau S/N). Rasio ini
2. Pensinyalan yang merupakan propagasi fisik sinyal
sering dituliskan dalam satuan desibel:
pada sebuah medium.
SNRdB = 10log10 (Psinyal/Pnoise)

C15-1
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Dimana untuk mengetahui BER ( Bit Error Rate ) bisa berbagai macam noise yang dapat merusak sinyal
dicari dengan menggunakan rumus : informasi yang dikirimkan. Selain dari bahan buku
bacaan yang ada, kami juga mengumpulkan materi
2 Eb
BER = Pe = Q melalui fasilitas internet. Dalam hasil yang disajikan
kami menggunakan metode simulasi dengan
Noise merupakan gelombang elektromagnetik yang menggunakan software matlab, untuk mensimulasikan
terdapat di alam, dapat bersumber dari matahari, bumi, dan melihat berbagai macam pengaruh noise terhadap
atmosfer, galaksi, busi kendaraan bermotor (buatan sinyal yang di transmisikan, baik sinyal analog maupun
manusia), dan lain-lain. Dalam sistem telekomunikasi, sinyal digital.
sinyal asli dapat bercampur (ditambahkan) dengan sinyal Dari simulasi yang didapat kemudian kami
noise ini sehingga magnitude sinyal total per satuan menganalisis satu persatu jenis noise dan pengaruhnya
waktu merupakan penjumlahan kedua sinyal ini. pada sinyal analog dan digital yang ditransmisikan. Hal
Noise untuk keperluan desain sistem komunikasi ini dengan melihat grafik/figure yang didapat setelah
biasanya dianggap memiliki karakteristik sebagai melakukan run pada source code yang kami buat pada
berikut: software matlab.
White noise
Spektrum rapat daya noise dianggap memiliki harga IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
yang sama untuk setiap frekuensi (dalam pita
Pada bagian ini kami menampilkan hasil dan analisis
komunikasi yang digunakan).
dari masing-masing gambar yang kami peroleh dari hasil
simulasi
Terdistribusi Gaussian
A. Sinyal Analog
Pola kemunculan noise dianggap terdistribusi
Sinyal analog adalah sinyal yang sifatnya seperti
Gaussian dengan nilai rata-rata (mean) adalah nol dan
gelombang, selalu sambung menyambung dan tidak ada
varians tergantung. rapat daya yang diperkirakan dari
perubahan yang tiba-tiba antara bagian-bagian sinyal
noise tersebut.
tersebut (kontinu).
Noise seperti keadaan di atas disebut dengan AWGN
Gambar berikut adalah sinyal informasi dengan
(Additive White Gaussian Noise) dimana :
t = 0:0.0005:1;
fm1 = 100;
Fading atau fluktuasi sinyal dalam komunikasi m1 = cos(3*pi*fm1.*t); % sinyal informasi user1
wireless dapat dimodelkan dengan distribusi Rayleigh, fm2 = 60;
yang juga diturunkan dari distribusi Gaussian. Rumus m2 = cos(3*pi*fm2.*t); % sinyal informasi user2
BER untuk Rayleigh fading adalah fm3 = 20;
m3 = cos(3*pi*fm3.*t); % sinyal informasi user3

AWGN dan Rayleigh fading akan memperbesar


kemungkinan terjadinya kesalahan dalam pendeteksian
simbol. Peluang kesalahan ini biasanya dinyatakan
dalam Pe atau BER (Bit Error Rate).
Thermal noise / white noise disebabkan oleh panas
elektron dalam konduktor (agitasi termal elektron),
sehingga tidak dapat dihapus / dilenyapkan. Dan
terdistribusi keseluruhan menyebabkan adanya
gangguan. Harga thermal noise dalam decibel :
No = k.T dengan :
No = kerapatan tenaga noise (watt/Hz)
k = konts Boltzman = 1,3803 x 1023 J/0K
T = temperatur (0K)
Thermal noise untuk sistem dengan bandwidth adalah
Pn = -228.6 dBW + 10 log T + 10 log B dimana Gambar 4.1 sinyal informasi analog
T = Temperatur (0K)
B = Bandwidth Sinyal yang dipakai pada simulasi adalah sinyal
Dan untuk penerima pada suhu ruang adalah cosinus. Hal ini ditujukan untuk mendapatkan sinyal
Pn = -228.6 dBW +10 log T + Nf (dB) + 10 log B (Hz) analog yang continu pada domain waktu. Dengan
Dimana Nf adalah Noise figure. membedakan frekuensi yang dipakai pada sinyal diatas,
terlihat kerapatan sinyal yang berbeda. Pada sinyal
informasi 1, frekuensi yang digunakan adalah 100 Hz,
III. METODOLOGI
sinyal informasi 2 adalah 60 Hz, dan sinyal informasi 3
Dalam penulisan paper ini, kami menggunakan adalah 20 Hz.
metode tinjauan pustaka berupa dasar-dasar teori dan
pengertian dari sinyal analog dan digital, juga mengenai

C15-2
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

SNR kecil, error yang dihasilkan cukup kecil. Pada


frekuensi menengah dan SNR menengah, nilai error
yang didapatkan llebih besar dari error yang pertama,
dan ketika frekuensi dikecilkan tetapi SNR diperbesar,
nilai error adalah antara error pertama dan error kedua.
Hal ini menunjukkan untuk mendapatkan error sekecil
mungkin, perlu adanya kombinasi yang tepat antara nilai
frekuensi pada sinyal analog dan besarnya nilai SNR
yang digunakan.

Gambar 4.2 sinyal noise AWGN

Sinyal AWGN (Additive White Gaussian Noise) yang


didapatkan dari penurunan rumus Gaussian,
disimulasikan dengan matlab dengan menggunakan nilai
SNR yang berbeda. Nilai SNR yang digunakan adalah 5
dB, 15 dB dan 25 dB, dan jumlah nit sebanyak 2000
dengan rentang waktu dari 0:1/length(N)

Gambar 4.4 Thermal noise terhadap waktu

panas elektron dalam konduktor (agitasi termal


elektron), sehingga tidak dapat dihapus / dilenyapkan.
Dan terdistribusi keseluruhan menyebabkan adanya
gangguan. Hal ini bisa menyebabkan kekuatan level
sinyal menurun yang mengakibatkan terjadinya error
pada sinyal yang ditransmisikan. Semakin lama waktu
yang dibutuhkan untuk mengirim sinyal informasi, maka
panas elektron yang dihasilkan akan semakin
mempengaruhi penurunan level sinyal. Selain itu,
banyaknya data juga mempengaruhi panas elektron
Gambar 4.3 Penjumlahan Sinyal Informasi dan noise AWGN
dalam konduktor yang juga dapat menurunkan kekuatan
level sinyal.
Setelah dilakukan penjumlahan antara sinyal
informasi dengan sinyal noise AWGN didapatkan
gambar seperti di atas. Dari gambar terlihat beberapa
perubahan level sinyal ketika waktu yang digunakan
semakin lama. Hal inilah yang bisa menyebabkan
terjadinya kesalahan atau error pada sinyal yang
ditransmisikan. Dari simulasi yang dilakukan,
didapatkan hasil error seperti dibawah ini :
err1 = 5.6118
err2 = 10.0653
err3 = 7.4000
dari nilai error yang didapat, dapat disimpulkan
bahwa semakin besar frekuensi yang digunakan, maka
nilai error relatif lebih kecil. Hal ini dikarenakan
semakin besar frekuensi, maka nilai waktu yang didapat
akan semakin besar, sehingga proses sinyal yang
dikirimkan mempunyai level sinyal yang cukup tinggi. Gambar 4.5 pengaruh Thermal noise terhadap Sinyal informasi analog
Akan tetapi, nilai SNR yang berbeda, menyebabkan
Pengaruh thermal noise terhadap sinyal informasi
kesalahan yang berbeda juga. Dan dengan nilai frekuensi
yang ditransmisikan tidak terlalu signifikan. Hal ini
yang berbeda dan SNR yang berbeda, menyebabkan
ditunjukkan dari gambar grafik di atas. Akan tetapi,
nilai error tidak bisa diprediksi. Pada frekuensi besar dan
karena thermal noise mempengaruhi kesalahan atau

C15-3
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

error dalam transmisi sinyal, maka thermal noise harus semakin kecil. Akan tetapi pada simulasi noise AWGN
tetap diperhitungkan untuk menjaga originalitas sinyal. yang mempengaruhi sinyal digital, perubahan nilai SNR
Setelah melakukan simulasi terhadap sinyal noise, perlu diperhatikan. Hal ini dikarenakan perubahan nilai
pengaruh noise AWGN terhadap sinyal informasi, dan SNR yang terlalu besar tidak mampu menunjukkan
pengaruh thermal noise terhadap sinyal informasi, maka pengaruh noise AWGN pada sinyal digital, sehingga
didapatkanlah hasil sinyal yang telah terpengaruh oleh perlu penggunaan nilai SNR yang tepat dengan
noise AWGN dan thermal noise. perubahan nilai SNR yang diperhitungkan agar hasil
sesuai yang diharapkan.

Gambar 4.6 hasil Sinyal Informasi yang dipengaruhi noise AWGN Gambar 4.7 Sinyal Informasi terpengaruh noise AWGN
dan Thermal noise err = 1.7321
Perhitungan satu per satu seperti di atas menunjukkan
err1 = 5.6336 bagaimana proses suatu sinyal dirusak oleh kanal
err2 = 9.9855 AWGN, namun untuk menjawab persoalan yang
err3 = 7.5726 memiliki SNR berbeda-beda dan setiap SNR tersebut
diulang sebanyak lima kali (Monte Carlo) akan sulit jika
Error yang didapatakan setelah melakukan dilakukan satu per satu.pernedaan nilai SNR dan BER
penjumlahan antara sinyal informasi, noise AWGN dan yang terjadi bisa dipengaruhi oleh perbedaan level daya
Thermal noise, didapatkan nilai error yang berbeda pada yang dipakai pada SNR maupun banyaknya jumlah bit
frekuensi 100 Hz, 60 Hz dan 20 Hz. Membandingkan yang disimulasikan. Untuk lebih bisa melihat perubahan
nilai error antara sinyal yang tercampur dengan noise Bit Error Rate (BER) terhadap Signal to Noise Ratio
AWGN tanpa thermal noise dan sinyal yang tercampur (SNR) bisa dilihat pada gambar berikut.
thermal noise dan noise AWGN memperlihatkan hasil
yang sedikit berbeda dan selisih yang cukup kecil sesuai
dengan nilai error yang didapat dari hasil penjumlahan
sinyal informasi dengan sinyal noise AWGN.
Dari hasil yang didapatkan, thermal noise menambah
nilai error pada frekuensi tinggi dan SNR rendah, dan
pada frekuensi rendah tetapi SNR tinggi. Akan tetapi,
nilai error berkurang pada frekuensi dan SNR menengah.
B. Sinyal Digital
Sinyal digital adalah sinyal yang sifatnya pulsa,
terputus-putus / terjadi perubahan yang tiba-tiba antara
bagian-bagian sinyal tersebut. Sistem komputer bekerja
dengan sinyal ini. Merupakan serangakaian pulsa
tegangan yang dapat ditransmisikan melalui suatu
medium kawat.
Sinyal digital diatas, mengalami perubahan pada nilai
amplitudonya setelah tercampur dengan noise AWGN. Gambar 4.8 SNR vs BER untuk proses acak (hijau) dan teoretis (pink)
Dari nilai error yang didapat yaitu 2.2361 dari 200 bit untuk kanal AWGN
data dengan nilai SNR 3 dB yang dikirimkan, noise
AWGN mempunyai persentase yang cukup kecil Dengan nilai SNR dan N (jumlah bit) yang
terhadap perubahan informasi sinyal digital. Semakin disimulasikan,maka dihasilkan grafik yang diperlihatkan
kecil nilai SNR yang digunakan, maka error yang terjadi pada gambar 4.7 di atas. Terlihat antara hasil percobaan
akan semakin besar. Begitu pula sebaliknya, untuk nilai dengan teoretis sangat dekat.
SNR yang semakin besar, nilai error yang terjadi akan

C15-4
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

dengan BER teoretis. Pada SNR 0, 5, dan 10 dB


perbandingan jumlah bit terhadap BER teoretis cukup
jauh sehingga dihasilkan nilai yang mendekati kurva
teoretis. Pada SNR 15 dan 20 dB digunakan jumlah bit
yang sama dengan sebelumnya (10000), akibatnya
perbandingannya dengan BER teoretis mendekat
sehingga hasilnya menjauhi kurva teoretis. Pada SNR 25
dB jumlah bit dinaikkan menjadi 100000, sehingga
hasilnya kembali mendekati kurva teoretis.
Thermal noise yang mempengaruhi perubahan level
bit sinyal digital terhadap sinyal informasi tidak terlalu
signifikan hal ini dapat dilihat dari nilai error yang
didapat dari hasil simulasi yaitu
err = 0.3459
dari nilai di atas, menunjukkan bahwa pengaruh thermal
Gambar 4.9 Sinyal Informasi terpengaruh Fading noise tidak terlalu signifikan terhadap sinyal informasi
digital yang dikirimkan. Untuk lebih mengetahui
err = 6.8864 hubungan thermal noise dan perubahan yang didapat
pada sinyal informasi, bisa dilihat pada grafik berikut.
Dari simulasi pengaruh fading terhadap sinyal
informasi, menunjukkan bahwa fading atau fluktuasi
sinyal yang dipengaruhi oleh level daya signal
mempengaruhi terjadinya error atau kesalahan pada
sinyal yang diterima. Sinyal asli tidak dapat terlihat
dengan jelas karena jumlah bit yang terlalu banyak,
namun dapat dibayangkan bentuknya mirip dengan
sinyal NRZ bipolar yang digunakan pada simulasi
AWGN. Pada simulasi dapat dilihat hasil fluktuasi
fading. Hal ini mendekati jumlah drop(fading) yang
diperkirakan, yaitu:
Jumlah Fading = Jumlah Bit* frekuensi
doppler*periode bit = 8 kali

Gambar 4.11 Thermal Noise pada sinyal digital

V. KESIMPULAN
Untuk melakukan simulasi karakteristik noise untuk
transmisi sinyal digital dan analog pada sistem
telekomunikasi dapat dilakukan dengan menggunakan
software MATLAB yang dimodelkan dengan AWGN,
fluktuasi sinyal (fading) , yang dimodelkan dengan
Rayleigh fading. dan thermal noise
Penghitungan nilai error pada proses transmisi sinyal
analog dan digital dapat diketahui dengan perhitungan
MATLAB, sehingga bisa diketahui noise yang terjadi
gambar 4.10 SNR vs BER untuk proses acak (hijau) dan teoretis dari setiap sinyal yang dikirimkan.
(pink) untuk kanal fading Semakin banyak sinyal yang di transmisikan,
kemungkinan terjadi noise semakin besar, karena pada
Dengan nilai SNR, frekuensi doppler, perioda bit dan N transmisi banyak dipengaruhi oleh perubahan
(jumlah bit) seperti tertera pada tabel 1, maka m-file suhu/temperatur, noise alami, dan gangguan lain yang
tersebut dipanggil sedemikian hingga dihasilkan grafik merusak sinyal asli.
yang diperlihatkan pada gambar 4.9. Terlihat hasil
percobaan untuk SNR 5, 10, dan 10 dB cukup dekat
dengan kurva teoretis. Sementara untuk SNR 15 dan 20 DAFTAR PUSTAKA
dB relatif lebih jauh meskipun masih mengikuti kurva
[1] Brown, Robert Grover, Patrick Y.C. Hwang, Introduction to
teoretis. Kemudian pada SNR 25 dB kembali hasil Random Signals and Applied Kalman Filtering.
percobaan dekat dengan kurva teoretis. Fenomena ini [2] Tomasi, Wayne (1998). Electronic Communication Systems:
dapat dijelaskan dengan memperhatikan jumlah bit yang Fundamental Through Advanced (edisi ke-Third edition). New
dipergunakan tiap-tiap SNR dan perbandingannya Jersey: Prentice-Hall International,inc.

C15-5
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

[3] http://www.epd.gov.hk/epd/noise_education/young/eng_young BIOGRAFI PENULIS


_html/m1/m1.html. (diakses pada 20 desember 2011)
[4] http://ppewww.physics.gla.ac.uk/preprints/95/06/rbates/node3.
html. (diakses pada 20 desember 2011) Penulis pertama, Nasrulloh
[5] Oppenheim A.V., 1999, Signals and Systems, Prentice Halls. dilahirkan di Brebes pada tanggal
[6] Philips, Rarr, Riskin, 2008, Signal Transform, Prentice Halls. 14 Februari 1990, pada usia 6
[7] Proakis JG & Ingle VK , 2007, Student Manual for Digital tahun mulai memasuki SD di SD
Signal Processing with Matlab, Pearson Prentica Hall,
[8] Ingle VK & Proakis JG, 2007, Digital Signal Processing using Negeri Dawuhan 03, dilanjutkan
Matlab; 2nd ed. ke SMP Muhammadiyah 01
[9] Oppenheim AV & Schafer RW, 2010, Discrete Time Signal Sirampog pada tahun 2002.
Processing, Prentice Hall. Menyelesaikan SMA di SMA Islam Taallumul Huda
Bumiayu dan pada tahun 2008 dan sekarang masih
menempuh pendidikan di Universitas Al Azhar
indonesia Fakultas Sains dan Teknologi, Jurusan Teknik
Elektro semester 8.

C15-6
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Simulasi Struktur Cacat Fibre Bragg Grating


Pada Area C-Band Dengan Menggunakan Teori
Couple Mode
Nasrulloh1, Qadriyah2, Ary Syahriar3
123
Program Studi Teknik Elektro, Fakultas Sains dan Teknologi,
Universitas Al Azhar Indonesia
Jalan Sisingamangaraja, Kebayoran Baru, Jakarta, 12110
Laboratorium Teknik Elektro, Universitas Al Azhar indonesia,
Jalan Sisingamangaraja, Kebayoran Baru, Jakarta, 12110
Email : arul.ste@gmail.com1, qad851119@yahoo.com2, ary@uai.ac.id3

sebagai komponen penting dalam aplikasi yang luas.


Abstrak- Pada Paper ini, penulis mensimulasikan Sifat unik dari fibre bragg grating ini seperti fungsi
struktur cacat pada fibre bragg grating di wilayah C-band penyaringan dan fleksibilitas, seperti dalam perangkat
pada silika berbasis single-mode dengan panjang fibre telah merevolusi dunia telekomunikasi, laser dan
gelombang pada 1550 nm, daerah panjang gelombang di
aplikasi bidang sensor.
mana power loss adalah minimum. Tujuan umum dari
penulisan ini adalah untuk lebih memahami tentang
karakteristik dari pengaruh struktur cacat pada fibre II. TEORI DASAR
Bragg grating sebagai langkah pertama sebelum kita Fiber bragg gratings (FBG) adalah jenis reflektor
dapat menerapkannya dalam berbagai aplikasi penting
Bragg terdistribusi yang dibangun dengan segmen serat
komponen optik. Di sini, kita akan mengamati
karakteristik dari pengaruh struktur cacat berdasarkan optik pendek yang mencerminkan panjang gelombang
sifat refleksi, transmisi, delay dan dispersi. Dan penulis cahaya tertentu. Hal ini dicapai dengan menciptakan
menggunakan teori couple mode untuk fibre Bragg grating variasi periodik dalam indeks bias inti serat, yang
dalam mengamati efek gelombang cahaya yang merambat menghasilkan panjang gelombang tertentu. Fibre Bragg
melalui serat. Kemudian teori couple mode yang grating dapat digunakan sebagai filter optik inline untuk
terintegrasi secara numerik dengan menggunakan metode
memblokir panjang gelombang tertentu, atau sebagai
transfer Matriks digunakan untuk mensimulasikan
karakteristik fibre bragg grating. Dengan melakukan reflektor panjang gelombang yang spesifik.
simulasi ini maka karakteristik struktur cacat fibre bragg Untuk mempelajari propagasi gelombang cahaya
grating pada area C-band dapat diketahui. Selain itu, dalam indeks, kita mempertimbangkan jari-jari inti
simulasi ini bertujuan untuk menemukan kelebihan dari fibre, dan indeks bias n1 dan n2 untuk core dan cladding
sifat filter yang unik dan fleksibilitas dari pengaruh masing-masing. Indeks bias adalah seperti yang n1>n2
struktur cacat untuk mewujudkan kinerja tinggi sistem
dan jari-jari cladding diasumsikan tak terbatas. Fiber
komunikasi optik, seperti dalam perangkat fibre yang
telah merevolusi telekomunikasi, aplikasi laser dan bidang Bragg grating adalah gangguan periodik dari indeks
sensor. bias sepanjang serat, yang dibentuk oleh paparan inti
Kata kunci : C-Band, Struktur cacat, bragg grating, untuk sebuah pola interferensi intens optik. Fibre
teori couple mode. grating merupakan komponen kunci di pasar optik,
seperti yang digambarkan secara luas digunakan dalam
panjang gelombang laser yang stabil, fiber laser, fiber
I. PENDAHULUAN amplifier, Raman amplifier, konverter panjang
gelombang, jaringan optik pasif, multiplexer dan
demultiplexers, drop multiplexer, dispersi kompensator
D alam perkembangan dekade terakhir pertumbuhan
yang sangat besar terjadi dalam telekomunikasi
optik. Sejak abad 20, sistem optik terutama digunakan
dan equalizers. Sifat sensitivitas Bragg grating
dengan lingkungan eksternal memungkinkan untuk
dalam komunikasi point-to-point jarak jauh. Di masa digunakan sebagai sensor. sangat berguna di bidang
depan, jaringan serat optik akan diaplikasikan secara penginderaan untuk beban, perbedaan suhu, dan
langsung ke dalam lingkungan rumah tangga. Serat pengukuran getaran. Grating juga telah terbukti berguna
optik secara bertahap menggantikan kabel tembaga, dalam berbagai konfigurasi sensor serat lainnya seperti
sehingga banyak komponen jaringan elektronik sensor kimia, sensor tekanan dan kecepatan.
digantikan oleh komponen fiber optik seperti splitter,
filter, router, dan switch. Dengan perkembangan optik
yang semakin maju, fibre bragg grating telah muncul

C16-1
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

III. METODOLOGI
Metode yang digunakan untuk mengetahui pengaruh
struktur cacat pada fibre bragg grating pada area C-band
adalah metode solusi dengan pendekatan teori couple
mode dan transfer matrix. Metode solusi digunakan
untuk mengetahui teori dasar, penggunanaan teori
couple mode dan transfer matrix untuk mengetahui
karakteristik struktur cacat bragg grating.
Simulasi menggunakan matlab dilakukan untuk lebih
memahami sifat dan karakteristik yang terjadi pada
struktur cacat fibre bragg grating berdasarkan analisa
Gambar 1 Karakteristik atenuasi pada silika berbasis single mode gambar atau grafik yang terjadi berdasarkan teori dan
fibre
penurunan rumus yang ada. Dengan melihat teori dasar
Gambar di atas adalah ilustrasi karakteristik atenuasi dan simulasi yang dilakukan, maka penggunaan fibre
vs panjang gelombang pada silika berbasis fiber optik bragg grating ke arah yang lebih jauh seperti sensor dan
single mode. Pada gambar ada 2 saluran komunikasi aplikasi lain bisa menjadi bahan pertimbangan yang
yaitu pada 1310 nm dan 1550 nm. lebih.
Struktur cacat pada fibre bragg gratinsg adalah salah
satu fitur penting dari gratings yang menunjukkan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
kepekaan gratings terhadap lingkungan. Sensitifitas ini Untuk menghitung spektrum refleksi dan transmisi
memberikan kita kesempatan untuk diimplementasikan dengan berbeda, di mana didefinisikan dalam
sebagai sensor yang berbeda-beda. Cacat pada fibre persamaan
bragg gratings disebabkan oleh banyak faktor seperti sinh 2 ( B L)
R ( ) = =
2
tekanan, peningkatan suhu dan lain-lain. Di sini, kita
'2
akan mengamati karakteristik struktur cacat fiber cosh 2 ( B L)
Bragg grating dalam pusat dari gratings. Seperti dapat 2 dimana
dilihat pada gambar 1.
B = d dan parameter awal tertentu sebagai
2 2

berikut: B = 1550 nm (panjang gelombang Bragg),


= 1450 nm-1650 nm (rentang panjang gelombang), c =
3x108 (kecepatan cahaya), M = 45 (jumlah sel dasar,
SD), f = 2 (sebagian kecil cacat), B = 0, n1 = 1,44
(indeks dari lapisan pertama ), n2 = 1,47 (indeks lapisan
Gambar 2 Struktur cacat pada fibre Bragg grating
kedua), d1 (panjang layer 1) = lambdaB/(4*n1),
Persamaan yang berhubungan antara ruang grating yang
d2 ( panjang layer kedua) = lambdaB/(4*n2), L (
periodik dan panjang gelombang bragg bergantung pada
panjang periode sel dasar) = d1+d2, Ldefect (panjang
nilai efektif dari media transmisi, adalah :
defect) = f*d2, Didapatkan gambar seperti dibawah ini
2.neff .
Bragg = dimana
M
uv
=
2 sin( 2)
Dengan menggunakan rumus yang ada, didapatkan
persamaan umum kopling koefisien :
2
K qm ( z ) = qm ( z ) + 2 qm ( z ) cos z + ( z )

Sehingga didapatkan persamaan untuk mengetahui
karakteristik Fibre Bragg Grating, yaitu :
sinh 2 ( B L)
R ( ) = =
2

'2
cosh 2 ( B L)
2 dan
R ( ) + T ( ) = 1
Gambar 3 Transmisi (atas) dan Refleksi (bawah) spektrum daya di
pusat dari kisi-kisi

C16-2
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Dengan mengubah nilai gamma menjadi B = 0.001


dan memasukkan nilai parametrer yang sama dari
gambar 3, maka didapatkan gambar berikut :

Gambar 5 Transmisi (atas) dan Refleksi (bawah) spektrum daya di


pusat dari kisi-kisi dan B = 0 .0 0 1

Gambar 4 Transmisi (atas) dan Refleksi bawah) spektrum daya di


pusat dari kisi-kisi dan B = 0 .0 0 1

Fenomena menarik dengan mengubah nilai gamma


atau lebih tepatnya adalah memperkuat transmisi daya
dalam fibre bragg gratings dengan cacat di pusat
gratings. Puncak dari transmisi rongga sempit
diamplifikasi menjadi 2,2 atau 220% dari sinyal asli
yang dikirimkan oleh gratings. Di sini, power refleksi
tidak bertambah besar nilainya. Jadi, karakteristik
spektrum daya refleksi untuk kasus ini relatif sama. Hal
ini berarti, dengan desain nilai gamma lebih besar dari
nol, maka bisa dibuat perangkat ini akan menjadi
keuntungan komponen atau penguat optik sehingga bisa
dihasilkan komponen aktif.
Dengan menggunakan refleksi daya maksimum dari
sisi kiri dan sisi kanan daerah dari transmisi rongga
sempit dalam hal ini adalah mendekati 0,6p.u di sisi
minimum dan transmisi daya maksimum oleh gratings Gambar 6 Transmisi (atas) dan Refleksi (bawah) spektrum daya
adalah 0,15 dan 0,65. Hal ini berarti bahwa refleksi total dengan M = 50 di pusat dari kisi-kisi, B = 0
dan daya transmisi dalam hal ini adalah kurang dari 1
atau tidak sesuai dengan hukum kekekalan energi. Dan ketika jumlah sel (SD) semakin besar, dari 50 sel
Dalam hal ini, jika kita merancang serat Bragg grating diubah menjadi 75 sel, besar power transmisi dan
dengan kurang dari nol, maka akan menjadi komponen refleksi semakin mengecil pada panjang gelombang
lossy sehingga komponen akan menjadi pasif. 1550 nm, pusat gelombang C-band.
Dengan mengubah jumlah jumlah sel (SD) dari 45 sel Power transmisi dengan jumlah sel (SD) 75 hanya
menjadi 50, dan dengan parameter yang yang sama pada berkisar sekitar 0.2 p.u pada 1550 nm dan power
gambar 3 di atas, nilai transmisi power terbesar berubah, transmisi hanya sekitar 0.6 p.u. Dengan melihat
dari mendekati 0.8 p.u menjadi sekitar 0.5 p.u. perubahan power yang didapatkan dari hasil simulasi
perubahan yang cukup signifikan juga terjadi pada dengan perbedaan jumlah sel (SD), maka perubahan
refleksi power. power juga terjadi ketika nilai refractive index diubah.

C16-3
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

dipisahkan oleh sebuah transmisi sempit yang mencapai


transmisi daya maksimum pada 0.6 p.u, dengan puncak
yang tidak sama antara rongga transmisi sempit sebagai
akibat dari cacat di pusat gratings. Sedangkan ketika
nilai refractive index diubah, tetapi dengan beda nilai
yang semakin kecil nilai puncak pada 2 refleksi dan 2
transmisi dengan nilai puncak rongga transmisi sebagai
akibat cacat pada pusat gratings mendekati nilai yang
sama.
Nilai power transmisi kecil dan berada pada rentang
antara 0.5-0.6 p.u dan power refleksi 0.14 p.u ketika
perbedaan refractive index hanya 0,01.

Gambar 7 Transmisi (atas) dan Refleksi (bawah) spektrum daya


dengan N = 75, di pusat dari kisi-kisi, B = 0

Gambar 9 Transmisi (atas) dan Refleksi (bawah) spektrum daya


dengan N = 45, n1 = 1.45, n2 = 1.46 di pusat dari kisi-kisi, B = 0

Gambar berikut ini menunjukkan perubahan nilai


fraksi cacat dari 2 menjadi 1.5, sehingga perubahan
power transmisi dan refleksi bukan pada celah sempit
antara 2 transmisi dan refleksi, dan nilai yang didapat
pada power transmisi pusat panjang gelombang di 1550
nm adalah sekitar 0 p.u dan pada refleksi sekitar 0.5 p.u.
Akan tetapi, ketika nilai fraksi cacat diubah menjadi
lebih besar dan ganjil bilangannya yaitu 4, besarnya
power transmisi mendekati 0.1 p.u dan refleksi 0.65 p.u,
atau dengan kata lain, power transmisi menjadi
Gambar 8 Transmisi (atas) dan Refleksi (bawah) spektrum daya minimum dan refleksi maksimum pada filter band pass ,
dengan N = 45,n1 = 1.43, n2 = 1.48, di pusat dari kisi-kisi,
B = 0 sesuai dengan gambar di bawah ini.

Dengan mengubah nilai refractive index, V. KESIMPULAN


menyebabkan dua bandpass filter yang dipisahkan oleh Dalam Bragg grating, cacat perhitungan dapat
rongga transmisi sempit sebagai akibat dari cacat di menghasilkan komponen pasif jika kita memilih
pusat kisi-kisi. Nilai puncak dari dua wilayah refleksi nilai-nilai yang tepat untuk menekan angka unproper
adalah 0,55 p.u Hal ini diperkuat dengan spektrum kopling. Dengan memilih nilai lebih besar dari nol
transmisi daya yang menunjukkan dua filter bandstop maka perangkat optik aktif dapat dibuat. Dengan
dengan transmisi daya minimum sebesar 0,2 p.u yang memilih nilai yang kurang dari nol Bragg grating

C16-4
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

menjadi sangat lossy. Selain nilai , nilai Ldefect, Dari parameter yang ada dapat disimpulkan bahwa
refractive index, jumlah sel dasar (N) juga akan Nilai > 0 akan menghasilkan komponen
mempengaruhi nilai power transmisi dan refleksi yang aktif dan nilai < 0 akan menghasilkan
kemudian bisa digunakan untuk membuat komponen komponen pasif
aktif ataupun komponen pasif sesuai dengan kriteria jumlah sel dasar (SD) yang semakin besar,
yang dibutuhkan. maka besar power transmisi dan refleksi
semakin mengecil pada panjang gelombang
1550 nm, pusat gelombang C-band.
nilai power transmisi dan refleksi akan
semakin kecil dan cacat pada pusat
gelombang semakin kecil jika nilai
refractive index semakin berdekatan, dan
ketika nilai refractive index cukup besar,
maka dihasilkan power transmisi dan
refleksi yang besar tetapi cacat pada pusat
wavelength lebih kecil powernya.
Jumlah fraksi cacat berpengaruh terhadap
pola power transmisi dan refleksi pada fibre
bragg grating dan juga cacat yang terjadi
pada rentang gelombang 1.45 nm 1.65 nm.

DAFTAR PUSTAKA
[1] Bush, K, S Lolkes, RB. Wehrspohn, H. Foll, 2004, Photonic
Crystals: Advanced in Design, Fabrication, and
Characterization, Wiley-VCH Verlag GmbH & co. KgaA.
[2] Faccio, Daniele, 2006, Introduction to photonic crystals,
Chania.
[3] Joannopaulos, John D., Steven G. Johnson, Joshua N. Win,
Robert D. Meade, 2008, Photonic Crystals : Molding the Flow of
light second edition, Princeton University Press.
Gambar 10 Transmisi (atas) dan Refleksi (bawah) spektrum daya
[4] Boudrioua, Azzedina, 2009, Photonic Waveguides, John Wiley
dengan N = 45, f = 1.5, n1 = 1.44, n2 = 1.47 di pusat kisi-kisi & Sons.inc
[5] Skorobogatiy, Maksim, Jianke Yang, 2009, Fundamental of
Photonic Crystal Guiding, Cambridge University press.
[6] Sukhoivanov, Igor A, Igor V Gurvey, 2009, Photonic Crystals
Physiscs and Practical Modelling, Springer.
[7] Qadriyah, 2008, The Characteristics of Fibre Bragg Grating in
C-banf Region by Using Transfer Matrix Method. University Al
Azhar indoesia.

Penulis pertama, Nasrulloh dilahirkan di


Brebes pada tanggal 14 Februari 1990, pada
usia 6 tahun mulai memasuki SD di SD
Negeri Dawuhan 03, dilanjutkan ke SMP
Muhammadiyah 01 Sirampog pada tahun
2002. Menyelesaikan SMA di SMA Islam
Taallumul Huda Bumiayu dan pada tahun
2008 dan sekarang masih menempuh
pendidikan di Universitas Al Azhar indonesia Fakultas Sains dan
Teknologi, Jurusan Teknik Elektro semester 8.

Gambar 11 Transmisi (atas) dan Refleksi (bawah) spektrum daya


dengan N = 45, f = 4, n1 = 1.44, n2 = 1.47, di pusat dari kisi-kisi

C16-5
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Analisis Trafik Suara Melalui Kanal Radio HF


Pada Band Maritim
Sutoyo 1, Achmad Affandi2
Jurusan Teknik Elektro UIN SUSKA Riau1,
Laboratorium Jaringan Telekomunikasi ITS2
Surabaya, 60111
Email : sutoyo10@mhs.ee.its.ac.id, affandi@ee.its.ac.id

Abstrak Perkembangan teknologi telekomunikasi dan penyiaran. Peningkatan komunikasi nirkabel antar
menyebabkan perubahan bagi masyarakat khususnya kapal nelayan (maritim) seperti suara menggunakan
para nelayan akan kebutuhan teknologi. Kanal kanal radio HF akan berdampak terpenuhinya
merupakan komponen telekomunikasi yang sangat frekuensi kanal radio HF sedangkan kanal yang
penting dalam menentukan keberhasilan pengiriman disediakan memiliki bandwidth terbatas. Untuk itu
data dari pengirim ke penerima. High frequency (HF)
merupakan salah satu sistem komunikasi radio nirkabel
perlu dilakukan karekterisasi trafik suara pada kanal
antar kapal nelayan yang dapat memberikan transmisi radio HF sehingga diketahui ketersediaan kanal.
jarak jauh, biaya yang rendah serta flexibelitas yang Kareketrisasi ini digunakan untuk melihat aktifitas
tinggi. Peningkatan penggunaan komunikasi suara pemakaian frekuensi yang digunakan untuk
melalui kanal HF akan berdampak pada percepatan komunikasi suara dengan lebar pita sebesar 3 KHz.
terpenuhinya bandwidth kanal sedangkan ketersediaan Seberapa besar pemakaian untuk trafik suara akan
bandwidth kanal yang dimiliki terbatas. Penelitian ini dilihat dengan membandingkan hasil rata-rata level
melakukan analisis karekterisasi trafik suara melalui daya dengan nilai ambang batas yang disebut dengan
kanal HF sehingga ketersediaan bandwidth kanal dapat threshold.
ditentukan. Dari data hasil pengukuran dan analisis
trafik suara didapat ketersediaan bandwidth selama
perekaman sebesar 66 kHz dari bandwidth keseluruhan A. Karekteristik Radio HF
sebesar 325 kHz dengan nilai noise floor sebesar -92 dBm
dan nilai threshold sebesar 89 dBm Diantara komponen telekomunikasi yang sangat
penting adalah kanal, yang menjadi lintasan yang
Kata Kunci : HF, Karekterisasi Kanal, dilewati dari pemancar ke penerima. Untuk
Ketersediaan Kanal. menghasilkan hasil yang lebih baik maka diinginkan
kanal yang ideal yaitu sinyal yang diterima terdiri dari
I. PENDAHULUAN sinyal tunggal yang merupakan bagian langsung sinyal
yang dikirim dan kemudian akan diperbaiki oleh
S EBAGAI negara bahari Indonesia adalah negara penerima. Namun pada kenyataan sebenarnya sinyal
yang diterima oleh penerima dipengaruhi oleh
yang kaya akan sumber daya alam dari segi kelautan. mekanisme propagasi seperti ionosfer yang
Untuk itu dibutuhkan suatu sistem komunikasi yang menyebabkan sinyal yang berubah-rubah variasinya
dapat mendukung dan memberikan sumber informasi terhadap waktu karena sinyal mengalami hamburan,
antar kapal nelayan sehingga potensi kelautan dapat pembelokan dan pantulan [7].
dimanfaatkan semaksimal mungkin. Frekuensi kanal radio HF memiliki sensitifitas yang
Perkembangan sistem komunikasi nirkabel tinggi terhadap perubahan dari ionosfer dan waktu
khususnya antar kapal nelayan mengalami sehingga terdapat variasi rata-rata pada redaman
perkembangan yang begitu pesat dan telah melakukan lintasan. Didalam penyebaran frekuensi atau propagasi
reformasi dengan menciptakan alat-alat telekomunikasi gelombang radio HF memiliki variasi yang berbeda
sebagai sarana untuk berkomunikasi serta merupakan sesuai dengan lintasan yang dilewati dari pengirim ke
solusi perkembangan untuk masa depan. penerima. Propagasi gelombang radio HF biasa
High frequency (HF) merupakan salah satu sistem digunakan untuk broadcasting dan komunikasi
komunikasi nirkabel antar kapal nelayan yang bekerja bergerak di laut maupun di udara.
pada panjang gelombang 100 10 meter yang dapat
memberikan transmisi jarak jauh yang diakibatkan
pantulan ionosfer, perangkat yang sederhana sehingga Ada 3 jenis propagasi kanal HF diantaranya
biaya menjadi rendah dan menggunakan frekuensi
kanal dengan band 3-30 MHz [1],[2]. Penggunaan HF 1. Ground wave : Didekat tanah, digunakan pada
banyak dijumpai pada maritim, militer, penerbangan jarak pendek dengan jarak 100 Km diatas

C17-1
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

permukaan tanah dan 300 Km diatas permukaan sepanjang permukaan bumi yang berbeda-beda
laut. Redaman (attenuasi) gelombang tergantung ketinggiannya.
pada ketinggian antenna, polarisasi frekuensi, jenis Scattering merupakan hamburan terjadi ketika
tanah daratan atau daerah laut. perambatan gelombang elektromagnetik dihalangi oleh
2. Direct or line-of-sight wave : gelombang ini dapat media yang mempunyai ukuran dimensi lebih kecil
berinteraksi dengan gelombang-pantulan bumi jika dibandingkan dengan panjang gelombang yang
tergantung pada terminal, pemisahan frekuensi dan dikirim dari transmitter sehingga menyebabkan
polarisasi. pemantulan ke segala arah.
3. Sky wave : Tercermin dari ionosfer dan untuk
semua jarak. II. MODEL SISTEM
Pada kanal radio HF harus mempertimbangkan
karekteristik pengiriman informasi dengan dua
komponen utama yaitu perambatan dan sinyal NI (
noise dan interferensi) yang terjadi pada kanal radio
HF. Pada propagasi mempertimbangkan sinyal
masukan dengan respon impuls kanal terhadap waktu
yang bervariasi dan pengaruh dari distorsi kanal pada
saat dikirimkan melalui gelombang sky wave.
Sedangkan untuk komponen noise dan interferensi
dengan mempertimbangkan noise buatan manusia,
interferensi dan noise atmosphere [4].
Untuk kanal narrowband radio HF secara
matematika dapat dinyatakan dalam model waterson
Gambar 1. Propagasi gelombang radio HF [3] sebagai berikut [5].
B. Propagasi Gelombang Radio (1)
High frequency (HF) merupakan salah satu sistem dimana
komunikasi radio yang sederhana yang dapat : Sinyal output (penerima)
digunakan untuk komunikasi jarak jauh. HF memiliki : Sinyal input (pengirim)
frekuensi kanal yang lebih rendah jika dibandingkan
dengan veri high frequency (VHF). Untuk melihat : Respon kanal
band frekuensi bekerja komunikasi melalui kanal HF : Sinyal NI
dapat dilihat dari gambar 2.
: Variabel waktu
: Variabel delay
Untuk menentukan ketersediaan kanal pada radio
HF digunakan sebuah model markov dengan parameter
yang berubah sebagai fungsi waktu. Model ini
digunakan untuk mengukur variasi daya yang diukur,
misalkan ( ) adalah daya yang diterima (dBm)
yang diukur pada waktu pada kanal frekuensi j. Jika
( ) adalah level noise yang diukur pada kanal ke j,
Gambar 2. Alokasi Frekuensi Radio[8]
maka suatu fungsi kanal availability ( ) [6]. Dan
Ada 3 hal mendasar didalam mekanisme propagasi bisa didefinisikan sebagai berikut:
gelombang radio yaitu refleksi, difraksi dan scattering.
Mekanisme ini menyebabkan terjadinya lintasan jamak ( ) (2)
(multipath) sehingga sinyal yang diterima pada
penerima mengalami variasi waktu maupun frekuensi.
Ini dipengaruhi oleh lapisan ionosfer sehingga sinyal Dimana T adalah nilai threshold yang ditentukan
mengalami refleksi, difraksi dan scattering. yaitu kanal frekuensi j tersedia (x=1). Sebaliknya jika
Reflection atau refleksi merupakan pantulan yang daya spektral yang diukur kurang dari T di atas
terjadi pada saat suatu sinyal bertumbukan dengan background level noise maka (x = 0). Saat = 0 maka
suatu permukaan yang lebih besar dibandingkan daya yang diukur kurang atau sama dengan dari T dan
dengan panjang gelombang sinyal tersebut. diatas tingkat noise level, dan ketika = 1 maka daya
Diffraction atau difraksi merupakan pembelokan yang diukur lebih dari T.
yang terjadi saat lintasan dari gelombang dihalangi
oleh permukaan yang tidak teratur (tajam dan kecil).
Difraksi memungkinkan gelombang radio merambat

C17-2
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

III. SIMULASI DAN ANALISA HASIL

Tabel 1. Parameter Pengukuran


Pada tahap ini merupakan langkah-langkah yang
ditempuh dalam menghasilkan karekterisasi trafik
NO Parameter kerja Nilai
suara yang terjadi pada kanal radio HF yang digunakan
pengukuran
untuk band maritim. Diantaranya dengan melakukan
1 Frekuensi Start 6.2 MHz
pengukuran pada frekuensi kerja band maritim yakni
6.2 MHz sampai 6.525 MHz, serta menentukan 2 Frekuensi Stop 6.525 MHz
perbandingan rata-rata level daya terima terhadap nilai 3 Nilai Referensi -10 dBm
threshold sehingga diketahui proses kedudukan kanal 4 Redaman 10 dB
radio HF. 5 Waktu Perekaman 168 Menit
6 Waktu/ sampel 0.035 detik
A. Alur Penelitian
Berdasarkan gambar 3 flowchart alur penelitian
diawali dengan menentukan inisialisasi parameter
input seperti frekuensi kerja, waktu pengukuran serta
lokasi pengukuran yang digunakan pada kanal Radio
HF. Untuk langkah selanjutnya melakukan pengukuran
dengan melakukan perekaman level daya terima
melalui antena HF menggunakan spectrum analyzer
dengan lokasi pengukuran berlokasi di Laboratorium
Telekomunikasi B406 ITS Surabaya dan data disimpan
untuk melihat karekteristik daya yang diterima dengan
waktu yang bervariasi.
Frekuensi yang digunakan pada saat pengukuran
frekuensi yang digunakan adalah 6,2 6,525 MHz
yang merujuk pada alokasi frekuensi band maritim
yang diatur oleh pemerintah pada KM No. 29 tahun
2009 tentang penyempurnaan tabel alokasi spektrum
frekuensi radio Indonesia [9]. Nilai alokasi tersebut
antara lain :

1. 3.2 3.23 MHz


2. 6.2 6.525 MHz
3. 8.195 8.815 MHz
4. 18.78 18.9 MHz
Gambar 3. Flowchart Alur Penelitian
5. 19.68 19.8 MHz
6. 22 22.855 MHz B. Konfigurasi Perangkat
Konfigurasi perangkat yang dibuat terdiri dari
Sebagai ukuran untuk melihat aktifitas pemakaian hardware (perangkat keras). Hardware yang
band frekuensi kanal radio HF pada band maritim digunakan untuk melakukan pengukuran dan
dilakukan dengan menentukan nilai ambang batas atau pengambilan data melalui kanal radio HF adalah
dikenal dengan nilai threshold. Nilai threshold ini spectrum analyzer Rohde schwarz, power supply,
didapat dari hasil penjumlahan noise floor dan signal storage dan antenna maldol HF digunakan sebagai
to noise ratio sebagai bentuk pemisahan terhadap antenna penerima yang terhubung ke spectrum
sinyal yang berisi data untuk komunikasi suara dan analyzer. Antena receiver ini merupakan antena
sinyal yang hanya memiliki noise. monopole, sedangkan antenna transmitter berlokasi
Kemudian melakukan perhitungan terhadap rata- dimana saja karena sifat HF yang dapat memantulkan
rata level daya terima pada masing - masing titik sinyal untuk jarak yang sangat jauh akibat pemantulan
frekuensi kerja dan membagi titik-titik frekuensi ke dari lapisan ionosfer.
dalam subband frekuensi yang digunakan untuk Hasil rekaman disimpan pada sebuah storage yang
komunikasi suara yakni sebesar 3 kHz. dapat menyimpan data semua hasil rekaman level daya
Langkah selanjutnya adalah membandingkan hasil terima dengan mengikuti langkah pada windows
rata-rata level daya terima dari subband frekuensi yang spectrum analyzer. Semua perangkat merupakan
dipilih dengan nilai threshold. Apabila nilai rata-rata komponen penting dalam proses pengukuran dan
level daya terima sama atau melebihi nilai threshold pengambilan data. Adapun perangkat pengukuran
yang ditentukan, ini menyatakan bahwa kanal dipakai dapat ditunjukkan pada gambar 4 dibawah ini.
untuk komunikasi suara dan sebaliknya.
Pada tabel 1 menyatakan parameter kerja pada saat
melakukan pengukuran .

C17-3
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Gambar 6. Level Daya Terima

Kenaikan level daya terima hanya pada band


frekuensi tertentu, ini memperlihatkan bahwa pada
sebagian frekuensi kanal sering digunakan sedangkan
pada frekuensi yang lain dalam band frekuensi kanal
Gambar 4. Perangkat Pengukuran yang sama terlihat tidak digunakan. Untuk
memisahkan antara sinyal yang berisi komunikasi
suara atau tidak, maka dilakukan dengan penentuan
nilai threshold.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambar 7 memperlihatkan histogram level daya
terima selama pengukuran 15 menit. Dengan histogram
Pada tahap ini menjelaskan tentang hasil yang level daya sehingga dapat diketahui level daya
didapat selama pengukuran untuk melihat aktifitas maksimum dan minimun yang terdapat dalam proses
pemakaian frekuensi pada kanal radio HF. Kemudian perekaman serta dapat dijadikan sebagai penentuan
data hasil pengukuran diolah dan dianalisa untuk nilai threshold .
melihat frekuensi mana saja yang digunakan selama
proses pengukuran. Dari hasil pengolahan data
kemudian dianalisa untuk melihat probabilitas
pemakaian frekuensi yang digunakan pada kanal radio
HF band maritim sehingga frekuensi kosong dapat
ditentukan..

A. Hasil Pengukuran

Berikut adalah hasil perekaman menggunakan


spectrum analyzer yang dilakukan pada saat
penelitian pada frekuensi kerja 6.2 sampai 6.525
MHz.

Gambar 7. Histogram Level Daya

B. Penentuan Frekuensi Terpakai

Sebagai langkah awal sebelum menentukan


frekuensi terpakai untuk komunikasi suara adalah
menentukan level noise atau noise floor. Noise
merupakan suatu sinyal yang tidak diinginkan dalam
suatu komunikasi.
Pada gambar 8 garis merah menunjukkan nilai dari
sebuah noise floor yang didapat dari nilai rata-rata dari
titik sampel daya terkecil pada frekuensi kerja kanal
Gambar 5. Hasil rekaman level daya radioHF yaitu 6,2 MHz sampai 6,525 MHz, dengan
Dari gambar 5 terlihat bahwa penggunaan kanal nilai yang didapat dari hasil pengukuran sebesar -92
pada komunikasi radio HF memiliki nilai level daya dBm, sehingga nilai ini akan dijadikan ukuran dalam
terima yang fluktuatif dalam band pengukuran. Pada menentukan nilai ambang batas atau dikenal dengan
gambar 6 hasil perekaman selama waktu tertentu threshold.
disimpan dalam bentuk file notepade sehingga Untuk langkah selanjutnya adalah menentukan nilai
diketahui nilai level daya terima dan berapa jumlah threshold. Threshold merupakan metode penentuan
level daya terima yang dihasilkan selama periode nilai ambang batas yang memisahkan antara daya
perekaman. sinyal informasi dan daya sinyal noise.
Penentuan nilai threshold harus
mempertimbangkan suatu parameter yang dikenal
dengan signal to noise ratio (SNR), hal ini disebabkan
nilai threshold bergantung dari penetapan nilai SNR
yang dipilih. Nilai threshold merupakan hasil
penjumlahan dari noise floor dengan SNR. Untuk
penelitian ini digunakan SNR sebesar 3 dB karena
untuk ukuran ini komunikasi menggunakan perangkat
radio tetap bisa dilakukan atau masih dapat mendeteksi
sinyal.
C17-4
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Dari hasil penjumlahan noise floor dan SNR pada masing-masing frekuensi. Kemudian hasil
sebesar 3dB maka didapat nilai threshold sebesar - pemakaian yang dilakukan selama pengukuran
89dBm yang dapat dilihat pada garis hijau pada dijumlahkan untuk mendapatkan jumlah probabilitas
gambar 8 dan gambar 9. pendudukan frekuensi dan lama waktu pendudukan
Hasil perbandingan antara rata-rata sinyal dengan selama 168 menit seperti yang terlihat pada gambar
nilai threshold dinyatakan dengan bit 1 dan bit 0 untuk 10.
memudahkan proses pengolahan data. Dimana nilai 1 Dari nilai probabilitas yang ditunjukkan pada
menyatakan ada sinyal suara (diatas nilai threshold) gambar 10 maka dapat ditentukan kanal yang memiliki
dan 0 menyatakan tidak berisi data suara (dibawah trafik padat, rendah dan kanal kosong.
nilai threshold).
Grafik probabilitas trafik suara
50

45

40

Probabilitas Pendudukan (%)


35

30

25

20

15

10

6.2 6.25 6.3 6.35 6.4 6.45 6.5


Gambar 8. Grafil level daya terima selama rata-rata waktu 1 Jam Frekuensi (MHz)

Gambar 10. Grafik probabilitas pemakaian frekuensi


Hal yang berbeda akan ditunjukkan pada gambar 9.
Pada gambar 9 akan mengalami probabilitas yang Dari gambar 10 diatas dapat dianalisa bahwa
berbeda pada saat pengambilan rata-rata sampel lebih pemakaian kanal untuk komunikasi suara yang sering
kecil yaitu selama 15 menit dikarenakan ketersediaan digunakan atau dalam kategori trafik padat dalam
waktu akan lebih banyak dibanding pengambilan satuan menit berada pada 6 titik frekuensi yaitu 6,2,
sampel rata-rata lebih lama sehingga aktifitas 6.23, 6,512, 6,515, 6,518, 6,521MHz dengan
pemakaian frekuensi akan terdeteksi lebih banyak. probabilitas pemakaian mencapai 49,4 % dengan total
lama pendudukan selama 83 menit.
Dengan mengetahui total lama pendudukan maka
dari hasil pengolahan data diketahui rata-rata waktu
pendudukan sebesar 4,6 menit dengan jumlah waktu
pendudukan sebesar 18 kali.
Akan tetapi ada beberapa titik frekuensi yang
memiliki trafik yang sangat rendah seperti titik
frekuensi 6,236 MHz dengan probabilitas pemakaian
hanya 1,2 % dengan total lama pendudukan selama 2
menit, bahkan ada dalam subband kanal tertentu
selama pengukuran tidak digunakan untuk komunikasi
suara dengan tingkat probabilitas pendudukan sebesar
0 %.
Gambar 9. Grafil level daya terima selama rata-rata waktu per 15 Kanal kosong yang didapatkan berarti belum ada
Menit user yang menggunakan atau melakukan penyewaan
Pada gambar 8 dan 9 terlihat sebagian frekuensi frekuensi pada subkanal tersebut untuk keperluan
terpakai yang ditunjukkan grafik level daya rata-rata komunikasi pada band maritim.
yang melewati nilai threshold. Kondisi ini dikatakan Dari total keseluruhan hasil perhitungan terhadap
kanal sedang digunakan untuk komunikasi suara subband kanal kosong didapat bahwa bandwidth kanal
sehingga tidak dapat digunakan untuk komunikasi, yang kosong sebesar 66 kHz yang didapat dari 22 titik
karena akan berdampak akan terjadi interferensi pada frekuensi seperti yang ditunjukkan pada tabel 2.
kanal akibat pemakaian frekuensi yang sama sehingga Dengan mengetahui kanal yang kosong dalam band
komunikasi akan mengalami gangguan. maritim akan mempermudah dalam pemakaian dan
pemilihan frekuensi untuk komunikasi yang lain
C. Penentuan Probabilitas Pemakaian Frekuensi sehingga interferensi antar kanal dapat dihindarkan.

Dari hasil simulasi yang dilakukan terhadap D. Penentuan waktu pendudukan terhadap frekuensi
pemakaian frekuensi kanal HF pada band maritim
dihitung dan dikumpulkan untuk melihat trafik Langkah selanjutnya adalah menghitung waktu
pendudukan kanal untuk komunikasi suara yang terjadi pendudukan terhadap frekuensi yang digunakan untuk
C17-5
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

komunikasi suara pada band maritim. Dengan


melakukan perhitungan terhadap jumlah waktu 100
Grafik waktu pendudukan terhadap frekuensi

pendudukan dalam satuan Menit selama pengukuran 90


168 menit pada masing masing subkanal maka total 80
lama pendudukan dapat ditentukan seperti ditunjukkan

Waktu Pendudukan (Menit)


70
gambar 11. Hasil ini didapat yaitu dengan
60
membandingkan nilai rata-rata level daya terima
50
dengan nilai threshold untuk penentuan kondisi kanal
40
terpakai atau dalam kondisi kosong, maka didapat
30
jumlah waktu pendudukan pada masing-masing kanal
20
selama pengukuran 168 menit seperti gambar 11.
10

Tabel 2. Pemakaian frekuensi 6.2 6.25 6.3 6.35 6.4 6.45 6.5
Frekuensi (MHz)
Total Lama
Probabilitas Gambar 11. Waktu pendudukan kanal terhadap frekuensi
Frekuensi Pendudukan
Pemakaian Keterangan
(MHz) kanal
(%)
(Menit) IV. KESIMPULAN
6,2 42,9 72 Digunakan
6,203 35,1 59 Digunakan Berdasarkan pembahasan diatas maka dapat
disimpulkan :
6,206 16,1 27 Digunakan
1) Dengan mengkarekterisi dan menganalisis trafik
6,209 0 0 Kosong suara pada kanal radio HF maka ketersediaan
6,212 1,2 2 Digunakan kanal dapat ditentukan.
2) Hasil pengukuran dan pengolahan data didapat
6,215 1,2 2 Digunakan nilai noise floor sebesar -92 dBm dan nilai
6,218 1,2 2 Digunakan threshold sebesar -89 dBm dari tetapan SNR
sebesar 3 dB.
6,221 1,2 2 Digunakan
3) Ketersediaan bandwidth selama pengukuran
6,224 1,2 2 Digunakan didapat sebesar 66 kHz yang didapat dari 22 titik
6,227 1,2 2 Digunakan frekuensi.
4) Trafik padat yang digunakan untuk komunikasi
6,23 0 0 Kosong suara terdapat pada frekuensi 6,512 sampai 6,515
6,233 0 0 Kosong MHz dengan probabilitas pemakaian mencapai
6,236 1,2 Digunakan 49,4 % dengan jumlah lama pendudukan kanal
2
mencapai 83 Menit .
6,239 2,4 4 Digunakan 5) Total Lama pendudukan kanal terbesar terdapat
6,302 3,6 6 Digunakan pada titik frekuensi 6,515 Mhz selama 83 Menit
dengan rata-rata waktu pendudukan 4,6 Menit.
6,305 3,6 6 Digunakan
6,308 3 5 Digunakan REFERENSI
6,311 0 0 Kosong
[1] Australian Government. (2007),Introduction to HF Radio
6,314 0 0 Kosong Propagation, IPS Radio and Space Services, Sidney,
Australia.
6,317 0 0 Kosong [2] Harris,(1996), Radio communications in the digital age,
Harris Corporation, RF Communications Division, Vol.1.HF
6,32 0 0 Kosong
technologi
6,323 0 0 Kosong [3] NATO. (2007), HF Interference, Procedures and Tools
The Research and Technology Organisation (RTO) of NATO.
6,326 0 0 Kosong [4] J. F. Mastrangelo, J. L. Lemmon, L. E. Vogler, J. A.
Hoffmeyer, L. E. Pratt, and C. J. Behm. (1997), A New
6,329 0 0 Kosong Wideband High Frequency Channel Simulation System,
IEEE Transactions on Communications, COM-45, 1, pp. 26-
6,332 0 0 Kosong 34
[5] Watterson, C.C., J.R. Juroshek, and W.D. Bensema. (1970).
6,335 0,6 1 Digunakan Experimental confirmation of an HF channel model
6,338 1,8 Digunakan IEEE Trans. Commun. Technol., vol. COM-18.pp. 792-803,
3 Dec.1970
6,512 43,5 73 Digunakan [6] Percival,D.J,(1997) a markov model for HF channel avaibility
in Central Australia.DSTO Electronic and Survailance
6,515 49,4 83 Digunakan Research laboratory.
[7] C.J Coleman, A Propagation Model for Radiowave Systems,
6,518 48,8 82 Digunakan IEEE 1994
6,521 40,5 Digunakan [8] Bela Dajka, laflin Nigel, A Simple Guide to Radio
68
C17-6
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Spectrum EBU Technical Review, Spectrum management, melanjutkan pendidikan di MTsN Kuok dan selesai pada tahun 1999.
2007 Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah menengah atas di SMAN
[9] Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika, Nomor : 1 Bangkinang pada tahun 2002. Pada tahun 2008 menyelesaikan
29/PER/M.KOMINFO/07/2009,(2009), tentang Tabel program Sarjana di Teknik Elektro UIN SUSKA RIAU. Bekerja
Alokasi Spektrum Frekuensi Radio Indonesia, Jakarta sebagai dosen di Universitas Islam Negeri SUSKA Riau sejak tahun
2008. Penulis melanjutkan studi program Magister pada tahun 2010
di Jurusan Teknik Elektro ITS bidang Telekomunikasi Multimedia,
Sutoyo dilahirkan di Riau tanggal 02 Desember serta sedang melakukan penelitian mengenai sistem komunikasi HF.
1984. Pada tahun 1996, penulis menamatkan
pendidikan di MIN Merangin, kemudian

C17-7
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Analisa Performansi Sinyal EVDO


di Area Boundary
pada Frekuensi 1900 MHz
1
Hasanah Putri Dan 2Rina Pudji Astuti
Institut Teknologi Telkom Bandung
1
hpt@ittelkom.ac.id dan 2rpa@ittelkom.ac.id

komunikasi data. Layanan data akan mengalami


Abstrak Saat ini teknologi CDMA2000 1X EVDO pertumbuhan yang signifikan, baik dari sisi jumlah
(Evolution Data Only/Optimized) yang merupakan layanan
akses Wireless Internet Broadband berkecepatan tinggi penggunaannya maupun variasi layanan yang
sebagai jawaban atas trend permintaan pasar akan dikonsumsi. Menurut perkiraan, penggunaan
pemanfaatan dan penggunaan data via internet dalam
komunikasi data akan mempunyai porsi perbandingan:
komunikasi global yang terus. Layanan data akan
mengalami pertumbuhan yang signifikan, baik dari sisi voice sebesar 40 persen dan data 60 persen.
jumlah penggunaannya maupun variasi layanan yang Hal ini akan berdampak kepada kepadatan trafik
dikonsumsi. Menurut perkiraan, penggunaan komunikasi jaringan setiap operator CDMA. Untuk menghasilkan
data akan mempunyai porsi perbandingan: voice sebesar kondisi jaringan yang optimal, pihak operator telah
40 persen dan data 60 persen. merencanakan kondisi terbaik sesuai kebutuhan
Hal ini akan berdampak kepada kepadatan trafik pelanggan. Akan tetapi terkadang kondisi di lapangan
jaringan setiap operator CDMA. Untuk menghasilkan berbeda dengan kondisi yang direncanakan dan
kondisi jaringan yang optimal, pihak operator telah
diharapkan oleh operator. Banyak komplen dari
merencanakan kondisi terbaik sesuai kebutuhan
pelanggan. Pada kenyataannya, hal tersebut berbeda
pelanggan mengenai kualitas sinyal EVDO yang mereka
dengan kondisi yang direncanakan dan diharapkan oleh rasakan kepada operator tertentu. Sedangkan operator
operator. Banyak keluhan dari pelanggan mengenai sendiri tidak punya cukup sumber daya untuk
kualitas sinyal EVDO kepada Operator tertentu. mengetahui kondisi kualitas sinyal EVDO di lapangan.
Sedangkan Operator sendiri tidak punya cukup sumber Dalam penelitian ini dilakukan penentuan area
daya untuk mengetahui kondisi kualitas sinyal EVDO di availability boundary EVDO, prediction EVDO, drive
lapangan. test EVDO, dan survey EVDO di daerah dense urban,
Dalam penelitian ini dilakukan penentuan area urban, dan sub urban yang dilayani oleh sinyal EVDO
availability boundary EVDO, prediction EVDO, drive test
yang bekerja pada frekuensi 1900 MHz. Pengukuran
EVDO, dan survey EVDO di daerah dense urban, urban,
dan sub urban yang dilayani oleh sinyal EVDO yang
dilakukan secara sampling pada area yang dimaksud.
bekerja pada frekuensi 1900 MHz. Pengukuran dilakukan Software yang digunakan sebagai alat bantu penelitian
secara sampling pada area yang dimaksud. Perangkat antara lain adalah Mentum Planet versi 4.5.1, ZXPOS
lunak yang digunakan sebagai alat bantu penelitian antara CNT1, dan ZXPOS CNA1.
lain adalah Mentum Planet versi 4.5.1, ZXPOS CNT1, dan Dari penelitian ini diperoleh data-data berkaitan
ZXPOS CNA1. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, dengan pengujian area availability, apakah sudah sesuai
diperoleh data-data berkaitan dengan pengujian area dengan rancangan yang ditetapkan oleh operator dan
availability, apakah sudah sesuai dengan rancangan yang apakah sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh
ditetapkan oleh Operator dan apakah sesuai dengan
badan regulasi internasional.
standar yang ditetapkan oleh badan regulasi internasional.

Kata kunci : EVDO, availability boundary area, frekuensi


1900 MHz II. PERUMUSAN MASALAH
Pada penelitian ini rumusan permasalahan yang
dibahas adalah sebagai berikut:
I. LATAR BELAKANG 1. Performansi sinyal EVDO pada frekuensi 1900
MHz untuk daerah dense urban, urban, dan sub
Saat ini telah hadir teknologi CDMA 2000 1X urban
EVDO (Evolution Data Only/Optimized) yang 2. Parameter yang mempengaruhi performansi
merupakan layanan akses Wireless Internet Broadband sinyal EVDO di area boundary pada frekuensi
berkecepatan tinggi sebagai jawaban atas trend 1900 MHz
permintaan pasar akan pemanfaatan dan penggunaan
data via internet dalam komunikasi global yang terus
meningkat yang akan meramaikan pertumbuhan

C18-1
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN dan 153,6 Kbps pada uplink. EVDO dikenal sebagai
High Rate Packet Data Air Interface. Teknologi EVDO
Penelitian yang akan dikerjakan ini memiliki tujuan adalah teknologi yang memungkinkan layanan internet
antara lain: secara wireless.
1. Membandingkan kondisi sinyal EVDO antara
hasil perhitungan konvensional, software dan 5.3 Teknologi Evdv
kondisi real lapangan
2. Melakukan evaluasi dan analisa terhadap hasil
Teknologi EVDV (Evolution Data and Voice)
perhitungan konvensional, software dan kondisi
adalah teknologi yang mengintegrasikan layanan suara
real lapangan
dan layanan multimedia data paket berkecepatan tinggi
3. Memberikan saran dan solusi yang lebih baik
secara simultan pada kecepatan sampai 3,09 Mbps.
bagi operator terkait
Namun kedua hal tersebut umumnya hanya mempunyai
4. Mendapatkan prosedur umum penentuan area
kecepatan transfer pada 300 Kbps.[4]
availability pada boundary EVDO

Penelitian yang dikerjakan ini memiliki manfaat 5.4 Area Availability[1]


antara lain:
1. Bermanfaat bagi operator dalam mendapatkan Semakin dekat jarak user dengan BTS, maka akan
saran perbaikan kualitas EVDO pada frekuensi semakin baik kuantitas probabaility of servicenya dan
1900 MHz semakin jauh jarak user dengan BTS maka akan
2. Sebagai bahan kajian untuk perencanaan sistem menurun nilai probabaility of servicenya. Hampir 90%
seluler khususnya teknologi CDMA2000 1x probability terhadap area cakupan sel, probability akan
EVDO berikutnya yang lebih baik mencapai 75% pada sisi sel.
3. Sebagai bahan kajian untuk pelaksanaan
monitoring layanan penyelenggara jasa
telekomunikasi khususnya teknologi
CDMA2000 1x EVDO

III. METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini dikerjakan dengan menggunakan


metodologi simulasi dan analisis menggunakan beberapa
perangkat lunak diantaranya Mentum Planet dan CNT1.
Gambar 2.1 cell coverage[1]

IV. LANDASAN TEORI 5.5 Model Prediksi Area[1]

Model prediksi area umumnya adalah model


5.1 Teknologi Cdma2000 1x[1] prediksi empirik yang mendasarkan rumusannya dari
hasil pengukuran. Hasil yang didapatkan umumnya akan
CDMA2000 1X memiliki kapasitas suara dua kali diklasifikasikan kepada kategori-kategori wilayah yang
lipat pada jaringan CDMAOne dan mengalirkan memiliki slope redaman yang berbeda-beda.
kecepatan data maksimal 307 kbps untuk keadaan Secara umum klasifikasi area prediksi adalah sebagai
bergerak. Sedangkan CDMA2000 1X EV sendiri berikut :
meliputi CDMA2000 1X EVDO (data only) yang bisa 1. Area dense urban, area yang memiliki
mengirimkan data sampai 2,4 Mbps dan mendukung bangunan-bangunan yang sangat rapat dan
aplikasi seperti konferensi video. Varian lainnya adalah sangat tinggi, serta penduduk yang sangat padat.
CDMA2000 1X EVDV yang mengintegrasikan voice 2. Area urban, area yang memiliki gedung-gedung
dan layanan multimedia data paket berkecepatan tinggi yang rapat dan tinggi. Contoh : daerah pusat kota
secara simultan pada kecepatan 3,09 Mbps. baik metropolis maupun kota menengah.
3. Area sub urban, area dengan jumlah bangunan
5.2 Teknologi Evdo[1] yang mulai padat, tinggi rata-rata bangunan
antara 12 sampai 20 m dan lebar bangunan
antara 18 sampai 30 m.
EVDO (Evolution Data Only/Evolution Data Contoh: pinggiran kota atau kota-kota kecil.
Optimized) adalah tahap pertama dari evolusi CDMA 4. Area rural, area dengan jumlah bangunan
2000 Ix. Spesifikasi Ix EVDO ditetapkan oleh oganisasi sedikit dan jarang, jenis alam terbuka.
standar 3G, 3GPP2 (IS-856). EVDO menempatkan data Contoh : pedesaan.
dan suara dalam kanal yang terpisah sehingga data dapat
dikirimkan dalam kecepatan 2,4 Mbps pada downlink

C18-2
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

6.2 Penentuan Area Pengamatan


Pada tahap ini akan dilakukan penentuan daerah
5.6 Mentum Planet[6]
penelitian berdasarkan kondisi morfologinya yaitu dense
urban, urban, dan sub urban yang telah ditentukan
Software yang akan digunakan dalam prediksi sebelumnya oleh operator. Penentuan daerah penelitian
cakupan area pada penelitian ini adalah Mentum Planet ini dapat dilihat dari clutter data melalui program Map
versi 4.5.1. Software ini adalah salah satu software Info atau Mentum. Adapun pemilihan daerah ini
aplikasi yang digunakan untuk melakukan prediksi atau dikarenakan Jakarta adalah salah satu daerah yang
analisa suatu jaringan seluler berdasarkan kapasitas dan memilki kondisi morfologi yang lengkap.
cakupan. Dalam software aplikasi ini ada 2 metode
prediksi yang dapat digunakan, yaitu:
1. Metode Rapid Planning 6.3 Data Site
Prediksi ini biasa dilakukan untuk
mendapatkan hasil yang cepat dan simpel Setelah menentukan daerah yang akan diamati, hal
dalam simulasi. Prediksi ini mendukung yang selanjutnya dilakukan adalah mencari data site
analisa cakupan untuk voice (1X) dan data existing yang telah RFS (Ready for Service) EVDO
(EVDO). yang melayani daerah tersebut. Beriku adalah gambar
2. Metode Monte Carlo site eksisting yang telah RFS.
Prediksi ini melibatkan keakuratan data
yang biasanya menggunakan input data
yang real dari kondisi BTS yang sudah
digunakan (real traffic) untuk voice (1X),
sedangkan untuk EVDO tidak disupport.

5.7 Drive Test[7]

Drive test menjadi salah satu pekerjaan dalam Gambar 6.2 Site Rfs Untuk Area Dense Urban Jakarta
penelitian ini. Hal ini disebabkan dalam penelitian ini
membutuhkan data yang valid dari lapangan. Output
yang diinginkan dari hasil drive test ini adalah data
throughput yang diterima oleh subscriber (Modem
EVDO).

V. PROSES PENELITIAN

6.1 Diagram Alur Penelitian Gambar 6.3 Site RFS Untuk Area Urban

Gambar 6.4 Site RFS Untuk Area Sub Urban

6.4 Perhitungan Cakupan Secara Teori

Perhitungan link budget merupakan perhitungan


level daya yang dilakukan untuk memastikan bahwa
level daya penerimaan lebih besar atau sama dengan
level daya threshold (RSL Rth). Tujuannya adalah
untuk menjaga keseimbangan gain dan loss guna
mencapai SNR yang diinginkan di receiver.
Gambar 6.1 Diagram Alur Penelitian Pada penelitian ini digunakan tools berupa file excel
seperti pada tabel 6.1 dan tabel 6.2 dibawah ini. Pada

C18-3
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

tabel tersebut, dapat diketahui beberapa parameter yang Proses pekerjaan penelitian yang terakhir adalah
mempengaruhi besar kecilnya hasil link budget. melakukan survey lapangan. Pekerjaan ini dimaksudkan
mengetahui kondisi lapangan sebenarnya yang mana
nanti data survey ini akan di compare dengan hasil
Tabel 6.1 Parameter Link Budget
prediksi dan hasil drive test. Adapun data yang diambil
dalam survey ini adalah, foto kondisi lapangan dan foto
kondisi site.
Tujuan dari pengambilan foto kondisi lapangan
adalah mengetahui kondisi-kondisi dan sebab adanya
perbedaan antara hasil drive test dan prediksi.
Sedangkan tujuan pengambilan foto kondisi site adalah
mengetahui kondisi dan permasalahan yang ada di site
yang mungkin tidak pernah di perhatikan oleh Operator.
Secara lengkap dijelaskan pada lampiran 3.

VI. HASIL PENELITIAN

Berikut ini adalah beberapa gambar yang


menunjukkan luas cakupan tiap BTS pada daerah
pengamatan sesuai hasil perhitungan secara
konvensional.

Tabel 6.2 Coverage Radius Prediction

Gambar 7.1 Hasil Perhitungan Luas Cakupan BTS


Untuk Daerah Dense Urban Secara Konvensional

6.5 Prediksi Dengan Software

Software yang akan digunakan dalam prediksi


cakupan area adalah Mentum versi 4.5.1. Hal ini
disebabkan karena operator terkait juga menggunakan
software yang sama. Adapun yang dilakukan dalam
melakukan prediksi ini antara lain membuat projek, Gambar 7.2 Hasil Perhitungan Luas Cakupan BTS
Untuk Daerah Urban Secara Konvensional
mengimport data, mengatur parameter, dan melakukan
generate.

6.6 Drive Test

Drive test menjadi salah satu pekerjaan dalam


penelitian ini. Hal ini disebabkan dalam penelitian ini
membutuhkan data yang valid dari lapangan. Output
yang diinginkan dari hasil drive test ini adalah data Gambar 7.3 Hasil Perhitungan Luas Cakupan BTS
Untuk Daerah Sub Urban Secara Konvensional
throughput yang diterima oleh subscriber (Modem
EVDO). Drive test dilakukan di daerah yang telah
ditentukan sebelumnya yaitu daerah dense urban, urban Pada jurnal ini, hanya menampilkan hasil penelitian
dan sub urban. Perangkat yang digunakan dalam drive untuk daerah dense urban pengamatan.
test adalah produk dari ZTE yaitu ZXPOS CNT1 dan
ZXPOS CNA1. Secara lengkap dijelaskan pada 7.1 Hasil Penelitian Untuk Daerah Dense Urban
lampiran 2. Pengamatan

6.7 Survey Lapangan Beberapa gambar hasil dari penelitian untuk daerah
dense urban diperlihatkan seperti pada gambar 7.4,

C18-4
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

gambar 7.5 dan gambar 7.6. Gambar 7.4 secara konvensional tidak dapat digunakan berdasarkan
menunjukkan batasan daerah dense urban yang diamati kelompok daerahnya. Hal ini dibuktikan juga dengan
dalam penelitian ini melalui Google Map. Gambar 7.5 hasil luas cakupan dari BTS dengan site id JKT_03A179
adalah gambar hasil prediksi untuk daerah dense urban dan JKT_03N180. BTS untuk site id JKT_03A179 dan
dan gambar 7.6 adalah gambar hasil dari drive testnya. JKT_03N180 tidak dikelilingi gedung-gedung yang
sangat tinggi dan padat seperti BTS dengan site id
JKT_03A001, JKT_03N005, JKT_03A007, dan
JKT_03N006. Dengan demikian, untuk perhitungan luas
cakupan BTS secara konvensional sebaiknya tidak
berdasarkan kelompok daerahnya, tetapi berdasarkan
kondisi dari masing-masing BTS. Perhitungan ini akan
lebih optimal lagi jika pengukurannya berdasarkan
kondisi sektor BTS.
Gambar 7.4 Daerah Dense Urban Pengamatan Pada gambar 7.1, dapat diketahui bahwa BTS
dengan site id JKT_03N006 tidak mempunyai kondisi
daerah yang sama untuk masing-masing sektor dengan
site id JKT_03A004. Untuk BTS dengan site id
JKT_03A006 hanya satu yang mengarah ke daerah
dengan karakteristik dense urban. Sedangkan
sektor-sektor untuk site id JKT_03A004 berada di
daerah dense urban.
Dari gambar 7.6 tersebut dapat diketahui bahwa
sebagian besar daerah yang berada di sekitar BTS
Gambar 7.5 Hasil prediksi Luas Cakupan
Untuk Daerah Dense Urban Pengamatan
mempunyai warna biru dan hijau, sedangkan daerah
yang berada lebih jauh dengan BTS mempunyai hasil
drive test dengan warna kuning. Warna biru
menunjukkan kecepatan akses data adalah lebih dari 800
kbps, warna hijau menunjukkan kecepatan akses data
yaitu 400 kbps 600 kbps, dan warna kuning
menunjukkan kecepatan akses data yaitu 100 kbps 400
kbps.

Tabel 7.1 Hasil Prediksi dan Drive Test Daerah Dense Urban
Gambar 7.6 Hasil Drive Test Daerah Dense Urban Pengamatan Jar Hasil Drive test
ak Hasil
N ke Pred Throu Throu
o Long Lat BT iksi RX_Le RX_L
ghput ghput
S (kbp vel 1 evel 2
1 2
(k s) (dB) (dB)
(kbps) (kbps)
m)
-6.2 0.6
106.8 614. 25.365 32.956 -70.10 -71.26
037 74
0097 4 355 266 5469 172
1 9 6
-6.2
106.8 0.6 -63.88 -67.07
044 1536 0 0
0132 25 6719 813
2 9
-6.2 0.5
106.8 1092.7 1092.7 -68.21 -70.46
049 31 1536
0158 492 492 4843 484
Gambar 7.7 Kondisi Daerah Dense Urban Pengamatan 3 6 7
-6.2 0.4
106.8 1843 914.21 914.21 -55.70 -56.08
056 38
0207 ,2 416 416 7031 594
4 8 3
7.2 Analisa Hasil Penelitian Untuk Daerah Dense 106.8 -6.2
0.3
1843 -55.28 -60.64
46 911.04 911.04
Urban Pengamatan 5
026 063
8
,3 9063 063
-6.2 0.2
106.8 952.14 956.66 -48.61 -48.61
068 61 1536
0308 937 193 7188 718
Berdasarkan hasil perhitungan secara konvensional 6 7 6
-6.2 0.1
106.8 -53.38 -51.43
yang dapat dilihat pada tabel 6.1, diperoleh gambaran 0351
074 82 3072 957.76 954.84
2813 359
7 8 9
hasil cakupan melalui Google Earth seperti pada gambar -6.2 0.0
106.8 -48.62 -44.76
7.1, gambar 7.2 dan gambar 7.3. Gambar 7.1 0409
081 83 3072 903.74 896.44
8906 172
8 7 2
memperlihatkan bahwa daerah dense urban pengamatan 106.8
-6.2 0.0
794.23 -44.62 -42.37
087 26 3072 791.32
tidak memperoleh layanan sinyal EVDO secara merata. 9
0455
4 3
999 8906 109
Untuk daerah urban pengamatan yang diperlihatkan 106.8
-6.2
0.1 1843 -55.80 -56.55
1 100 728.54 728.54
pada gambar 7.2, bahwa daerah ini mendapat layanan 0
0569
5
98 ,2 8594 078

sinyal EVDO dengan baik, sedangkan untuk daerah sub


urban pengamatan yang diperlihatkan pada gambar 7.3 Berdasarkan hasil pada tabel 7.1, pada saat titik
secara keseluruhan dapat dilayani oleh layanan sinyal daerah mempunyai Rx_level berkisar antara -71.2 dB
EVDO. sampai -70.1dB, dan dengan jarak dari BTS adalah 674
Hasil yang diperlihatkan pada gambar 7.1 meter, hasil pengukuran throughput melalui drive test
menunjukkan bahwa pengukuran luas cakupan BTS dilapangan adalah 25.365 kbps dan 32.956 kbps. Hasil

C18-5
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

ini sangat jauh berbeda dengan hasil prediksi dengan a. Standar parameter masukan pada Mentum
menggunakan Mentum, yang mana pada hasil prediksi, Planet tidak update dengan kondisi lapangan
titik daerah ini memiliki nilai throughput adalah 614.4 yang ada saat ini.
kbps. b. Formula yag digunakan pada perhitungan
Selanjutnya pada saat titik daerah mempunyai konvensioal tidak sesuai dengan kondisi
Rx_level berkisar antara -55.7 dB sampai -56.0 dB, dan morfologi di Indonesia.
dengan jarak dari BTS adalah 438 meter, hasil c. Adanya beberapa parameter di lapangan yang
pengukuran throughput melalui drive test dilapangan mengakibatkan perubahan kondisi sinyal (baik
adalah 914.21 kbps. Hasil ini juga berbeda dengan hasil dari segi kapasitas maupun kualitas), salah
prediksi dengan menggunakan Mentum, yang mana pada satunya karena faktor PN Pollution.
hasil prediksi, titik daerah ini memiliki nilai throughput
adalah 1843.2 kbps. 8.2 Prospek Pengembangan
Berdasarkan kedua hasil diatas menunjukkan bahwa
ada perbedaan yang terjadi antara hasil prediksi dan hasil Dari hasil analisa pada penelitian ini, terlihat bahwa
dari pengukuran yang dilakukan dengan drive test penelitian memiliki beberapa prospek pengembangan,
dilapangan. Perbedaan tersebut sudah pasti terjadi, hal antara lain:
ini disebabkan beberapa faktor, antara lain: 1. Memperoleh parameter transmisi yang sesuai
1. Faktor penetrasi oleh lingkungan, maksudnya untuk kondisi morfologi di Indonesia dengan
adalah adanya pelemahan sinyal yang cara pengambilan sampel (yang lebih banyak)
disebabkan oleh kondisi lingkungan seperti dibeberapa wilayah.
gedung, pepohonan, kendaraan. 2. Membuat sebuah standar operasional bagi
2. Faktor pengguna layanan, maksudnya adalah operator dan penyedia layanan seluler dalam
semakin banyak pengguna yang berada pada melakukan prediksi, drive test, dan survey
daerah itu maka semakin rendah kecepatan yang lapangan agar diperoleh suatu kondisi yang
didapatkan. Pada faktor ini, biasanya yang lebih presisi.
terjadi adalah penggunaan sampel pada saat 3. Membuat sebuah standar dalam melakukan
melakukan prediksi kualitas sinyal dan luas optimasi pembangunan BTS baru.
cakupan tidak sama dengan yang ada di
lapangan.
Kemudian pada saat titik daerah mempunyai DAFTAR PUSTAKA
Rx_level berkisar antara -44.6 dB sampai -42.3 dB, dan
dengan jarak dari BTS adalah 26 meter, hasil [1] Muayyadi, Aly. Handout Sistem Komunikasi Seluler Bab
Large Scale Fading. IT Telkom. 2008.
pengukuran throughput melalui drive test dilapangan [2] http://deniadeputra.students-blog.undip.ac.id/
adalah 791.32 kbps sampai 794.23 kbps. Hasil ini juga [3] http://riqiemiqdad.files.wordpress.com/
berbeda dengan hasil prediksi dengan menggunakan [4] www.zte.com.cn
Mentum. Pada hasil prediksi titik daerah ini adalah 3072 [5] http://www.elektro.undip.ac.id/wp-content/
[6] http://riyadi2405.wordpress.com/2010/06/17/link-budget/
kbps. Untuk hasil ini disebabkan pada titik ini, jaraknya [7] http://sinauonline.50webs.com/CDMA/drivetest%20cdma.html
terlalu dekat dengan BTS sehingga titik ini hanya [8] Prahasta, Eddy. Belajar dan Memahami MapInfo .
mendapatkan hamburan dan pantulan dari sinyal BTS Informatika. 2004.
tersebut. [9] http://wwwen.zte.com.cn/en/solutions/wireless
[10] http://www.EVDOinfo.com
Dari penjelasan diatas, menunjukkan bahwa kualitas [11] Rappaport, Theodore S. Wireless Communications. Prentice
EVDO sangat dipengaruhi oleh Rx_level yang Hall. 2002.
didapatkan oleh Mobile Station (MS) pengguna.

VII. KESIMPULAN DAN PROSPEK PENGEMBANGAN

Berdasarkan data yang telah diperoleh dari


penelitian ini, maka terlihat bahwa hasil perhitungan
terkait luas cakupan dan kualitas sinyal EVDO secara
konvensional tidak sama dengan hasil prediksi dengan
menggunakan Mentum Planet dan hasil pengamatan di
lapangan. Luas cakupan dari perhitungan konvensional
adalah lebih besar daripada luas cakupan dari hasil
prediksi, dan luas cakupan dari hasil prediksi adalah
lebih besar daripada luas cakupan dilapangan. Faktor
penyebab hal ini antara lain:

C18-6
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Penentuan Letak Perangkat Mobile Phone


Jammer Dengan Metode Drive Test Pada
Jaringan Global System For Mobile
Communication (GSM)
1
Wahyu Adi Prijono, 2Raditya Kharismawan
Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

Abstrak-Pada tempat-tempat tertentu yang


membutuhkan keamanan terutama pada daerah-daerah
yang tidak diperbolehkan melakukan komunikasi, I. PENDAHULUAN
penggunaan telepon seluler sangat tidak diharapkan.
Hal tersebut mendorong diciptakannya suatu perangkat
yang mampu mencegah penggunaan telepon seluler Untuk mencegah penggunaan telepon seluler
yakni Mobile Phone Jammer. Mobile phone jammer ditempat-tempat tertentu yang tidak dibutuhkan
dapat digunakan untuk memblokir sinyal seluler komunikasi diciptakan perangkat yang mampu
khususnya pada jaringan GSM (GSM 900, DCS 1800,
mencegah penggunaan telepon seluler yakni Mobile
dan 3G) baik secara uplink maupun downlink dengan
cara mengeluarkan sinyal dengan frekuensi yang sama Phone Jammer. Mobile phone jammer dapat
dengan frekuensi mobile station (MS) namun dengan digunakan untuk memblokir sinyal seluler khususnya
daya yang lebih tinggi. pada jaringan GSM (GSM 900, DCS 1800, dan 3G)
Penempatan lokasi jammer akan berpengaruh baik secara uplink maupun downlink dengan cara
terhadap proses jamming. Dikarenakan pada saat mengeluarkan sinyal dengan frekuensi yang sama
pengukuran di ruang terbuka akan terdapat banyak dengan frekuensi mobile station (MS) namun dengan
rugi-rugi, maka akan mempengaruhi radius jamming.
daya yang lebih tinggi.
Hal ini menyebabkan proses jamming tidak berjalan
maksimal. Melalui metode drive test kita dapat Pada jaringan GSM,proses jamming terjadi
mengetahui kualitas sinyal yang diterima MS ketika ketika sinyal termodulasi GSM 900/1800 keluaran
mobile phone jammer diaktifkan. Dengan bantuan BTS saling berinteferensi dengan sinyal keluaran
software aplikasi TEMS Investigation kita dapat jammer. Hal tersebut menyebabkan kedua sinyal
mengetahui perubahan level daya yang diterima oleh tersebut saling menghilangkan (attenuation). Jamming
MS berdasarkan jarak dari lokasi penempatan Mobile dikatakan berhasil jika MS tidak mampu melakukan
phone jammer. inisialisasi sinyal menuju BTS. Bagi pengguna Mobile
Berdasarkan pengukuran yang dilakukan dengan tiga Station hal ini ditunjukkan dengan adanya indikator
parameter lokasi,yakni di laboratorium, dekat dengan
no service atau berada di luar jangkauan pada
BTS dan jauh dengan BTS diketahui terjadi perbedaan
level daya dan jarak jangkau efektif sebuah mobile display MS. Proses jamming terjadi pada layer fisik
phone jammer. Ketika dilakukan pengukuran di pada layer Open System Interconnection (OSI).
laboratorium menggunakan spectrum analyzer mobile Penempatan lokasi jammer akan berpengaruh
phone jammer memiliki daya -76 dB dan dengan jarak terhadap proses jamming. Dikarenakan pada saat
jangkau 39 m. Ketika dilakukan pengukuran di luar pengukuran di ruang terbuka akan terdapat banyak
lapangan dengan lokasi jauh dari BTS mobile phone rugi-rugi, maka akan mempengaruhi radius jamming.
jammer memiliki daya -64.08 dB dan dengan jarak Hal ini menyebabkan proses jamming tidak berjalan
jangkau 10 m. Ketika Ketika dilakukan pengukuran di maksimal.
luar lapangan dengan lokasi dekat dari BTS mobile
Untuk dapat mengetahui pengaruh penempatan
phone jammer memiliki daya -58.1 dB dan dengan jarak
jangkau 5 m. lokasi terhadap proses jamming ,dilakukan
Kata kunci: mobile phone jammer, GSM, drive test pengukuran menggunakan metode drive test.

C19-1
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Menggunakan metode drive test kita dapat Control Oscillator (VCO), RF Power Amplifier dan
mengetahui kualitas sinyal yang diterima MS ketika Antena.
mobile phone jammer diaktifkan.. VCO berfungsi untuk menghasilkan sinyal RF
yang akan men-jamming ponsel. Pemilihan VCO
dipengaruhi oleh 2 faktor yakni sistem frekuensi yang
akan di-jamming dan ketersediaan chip.
II. DASAR TEORI
2.3 Jamming to Signal Ratio (J/S)
2.1 Jammer Jamming to signal ratio adalah perbandingan
Jammer atau isolator sinyal adalah perangkat nilai jamming (j) dengan nilai sinyal pada receiver (s).
yang mentransmisikan frekuensi yang sama dan Proses jamming berhasil ketika sinyal jamming
kekuatan atau level daya yang cukup tinggi untuk menghilangkan fungsi dari suatu perangkat
membuat suatu device (radio, radar ataupun ponsel) komunikasi. Pada komunikasi digital, penghilangan
tidak dapat digunakan. Proses kerja dari suatu jammer fungsi tersebut terjadi ketika error rate dari transmisi
disebut sebagai jamming. Jammer adalah perangkat tidak sebanding atau melebihi dari error correction
yang dirancang untuk mengganggu komunikasi, maka yang digunakan. Proses jamming telah berhasil jika
jammer sangat diperlukan di tempat yang tidak daya jammer melebihi dari daya sinyal receiver.
membutuhkan perangkat komunikasi jarak jauh. Persamaan umum dari jamming to signal ratio adalah
Perangkat tersebut misalnya, ponsel, radar, radio, sebagai berikut(AhmedSudqi,2010:7)
ataupun email.

2.2 Blok Diagram Mobile Phone Jammer


Blok diagram mobile phone jammer
ditunjukkan pada gambar 2.3 yang terdiri dari Power Keterangan:
Supply, IF Section, dan RF Section. Pj = Daya jammer (dB) ;Gjr = Gain antena dari
jammer ke receiver (dB) ;Grj = Gain antena dari
receiver ke jammer (dB) ; Rtr = Jarak antara
transmitter dan receiver (km) ; Br = Bandwidth
receiver (Hz) ; Lr = Rugi-rugi sinyal komunikasi (dB)
; Pt = Daya transmitter (dB) ;Gtr = Gain antena dari
transmitter ke receiver (dB) ; Gr t= Gain antena
dari receiver ke transmitter (dB) ; Rjr = Jarak antara
Gambar 2.1 Blok Diagram Mobile phone jammer jammer dan receiver (km) ; Bj = Bandwidth jammer
Sumber : Vinod Kumar , 2010 (Hz) ; Lj = Rugi-rugi sinyal jammer (dB)
Gambar 2.2 menunjukkan hubungan antara
2.2.1 Power Supply Section BTS dan MS menjadi terputus akibat pengaruh daya
Power Supply adalah bagian mobile phone jammer yang lebih besar dengan frekuensi sama.
jammer yang berfungsi untuk mencatu daya dari Akibat pengaruh capture effect, maka receiver hanya
komponen-komponen IF dan RF pada mobile phone akan menerima salah satu sinyal saja dengan level
jammer. daya yang lebih besar yakni sinyal keluaran jammer.

2.2.2 IF Section (Integrated Frequency Section)


IF Section adalah bagian mobile phone jammer
yang berfungsi menghasilkan sinyal yang akan
digunakan untuk jamming. Sinyal jamming dihasilkan
oleh sebuah generator gelombang segitiga (110 KHz)
bersama dengan noise generator yang kemudian
masuk ke dalam signal mixer untuk dikuatkan
sebelum masuk ke dalam VCO.
2.2.3 RF Section (Radio Frequency Section) Gambar 2.2 Formulasi j/s
RF Section adalah bagian dari mobile phone Sumber : Ahmed Sudqi,2010
jammer yang berkaitan langsung dengan ponsel dalam
proses jamming. RF Section terdiri dari Voltage 2.4 Free Space Loss (FSL)

C19-2
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Free Space Loss (FSL) adalah hilangnya Drive test adalah proses pengukuran sinyal dari
kekuatan sinyal pada gelombang elektromagnetik saat BTS ke MS dalam sistem komunikasi bergerak
merambat dari pemancar ke penerima. Rumus Free dengan menggunakan MS yang telah didesain secara
Space Loss berlaku dengan syarat pemancar dan khusus . Pengukuran dengan metode drive test
penerima keduanya dalam posisi line of sight serta menggunakan bantuan tools perangkat lunak TEMS
berada di ruang bebas dan tidak mempertimbangkan Investigation dan MapInfo.
sumber kerugian (loss) lain seperti refleksi, kabel,
konektor dan lain-lain. 2.7 Global System for Mobile Communication
Free Space Loss atau rugi-rugi pada ruang terbuka Global System for Mobile Communication
diberikan menurut persamaan berikut (Ahmed (GSM) merupakan standar yang diterima secara
Sudqi,2010:7) : global untuk komunikasi selular digital. Sistem
transmisi GSM adalah menggunakan gelombang radio
dengan frekuensi yang telah ditentukan. Hal tersebut
sama dengan proses kerja jammer yang menggunakn
gelombang radio. Dalam penelitian ini prinsip kerja
gelombang radio pada sistem transmisi GSM dan
Keterangan : fenomena capture effect pada receiver merupakan
FSL = Rugi-rugi transmisi di ruangan terbuka ; alasan sistem GSM dapat di-jamming oleh mobile
d = jarak dari pemancar ke penerima (m) ; phone jammer.
= panjang gelombang (m) ;f = frekuensi (Hz) ;
c = kecepatan rambat gelombang radio (m/s) III. METODOLOGI
Untuk digunakan dalam perhitungan daya
maka persamaan (2) diatas harus diubah menjadi
3.1 Pengambilan Data Primer Menggunakan
satuan decibel, yakni (Ahmed Sudqi,2010:7):
Metode Drive test
(3) Drive test adalah proses pengambilan data
menggunakan mobile phone yang telah terinstalasi
progam TEMS Investigation. Data-data yang akan
diperoleh dari hasil pengukuran dengan metode drive
test adalah sebagai berikut :BSIC, BCCH-ARFCN, Rx
Level, Rx Qual , SQI, TA dan FER.
Dengan memasukkan nilai c sebagai kecepatan
gelombang radio yakni 3 x 108 m/s, maka persamaan 3.2 Pengambilan Data Primer Menggunakan
FSL yang digunakan adalah (Ahmed Sudqi ,2010:7) Spectrum analyzer
(4) Melalui pengukuran menggunakan spectrum
analyzer akan diperoleh daya maksimum jammer
2.5 Daya Jammer (Pjammer).Pengambilan data dilakukan dengan cara
Daya jammer adalah daya minimum yang menghubungkan spectrum analyzer dengan antena
diperlukan untuk men-jamming suatu mobile station helical yang berfungsi sebagai tranducer agar
atau daya minimum yang harus dikeluarkan jammer spectrum analyzer dapat menerima sinyal keluaran
pada saat kondisi on. Nilai daya jammer dalam mobile phone jammer yang akan direpresentasikan
penelitian ini menggunakan satuan dB. Untuk dapat dengan bentuk level daya pada display spectrum
mengetahui daya tersebut dapat diperoleh berdasarkan analyzer.
penjumlahan daya mobile station serta FSL (Ahmed
Sudqi,2010:8). 3.3 Pengambilan Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang didapatkan
secara tidak langsung. Dalam penelitian ini data
sekunder diperoleh melalui studi literatur yang
Keterangan : diambil antara lain dari buku referensi, jurnal,
Pjammer = Daya jammer yang diperlukan untu men- Penelitian, internet, dan forum-forum resmi. Teori-
jamming suatu mobile station (dB);Pms = Daya teori yang dipelajari dalam penelitian ini meliputi
minimum mobile station (dB) ;FSL = Rugi-rugi jaringan GSM, Jammer, Drive Test, TEMS
transmisi di ruangan terbuka (dB) Investigation dan MapInfo.

2.6 Drive test 3.4 Pengolahan Data


C19-3
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Pengolahan data dilakukan untuk memperoleh


hasil perhitungan dari masalah dalam penelitian ini
yakni mengenai pengaruh penempatan lokasi jammer
terhadap daya maksimum jammer pada jaringan
GSM.

Sumber:pengukuran

Tabel 4.2 : Hasil Drive test Pada Lokasi jauh Dengan BTS

Gambar 3.1 Diagram alir perhitungan jarak maksimum jammer


Sumber : Perencanaan

Sumber: Pengukuran

4.2 Pengukuran Jarak Maksimum Jammer


Dari tampilan thematic map pada mapinfo
dilakukan pengukuran manual untuk dicari jarak
maksimum jammer. Jarak maksimum jammer diukur
ketika sinyal menunjukkan indikator merah sampai
dengan penempatan posisi jammer. Dari pengukuran
diperoleh data sebagai berikut:
1. Lokasi dekat dengan BTS,
Jarak maksimum jammer adalah 5 meter
2. Lokasi jauh dengan BTS,
Jarak maksimum jammer adalah 10 meter
Gambar 3.2 Diagram alir perhitungan daya maksimum jammer
Sumber : Perencanaan 4.3 Pengambilan Data Menggunakan Spectrum
analyzer
Pengambilan data menggunakan spectrum
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN analyzer bertujuan untuk memperoleh daya
maksimum jammer. Nilai daya tersebut nantinya akan
4.1 Hasil Pengukuran Drive test dengan dipergunakan dalam penghitungan menggunakan
Lokasi Dekat dari BTS rumus untuk memperoleh nilai jarak maksimum
Hasil dari drive test berupa data logfile. jammer.Melalui pengambilan data menggunakan
Adapun parameter yang diambil dalam pengukuran spectrum analyzer diperoleh daya sebesar -46.0 dBm
yaitu Rx Level, Rx Qual, FER ,SQI ,BSIC ,BCHH-
ARFCN, dan TA. 4.4 Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan secara matematis
Tabel 4.1 : Hasil Drive test Pada Lokasi dekat Dengan BTS dengan mengumpulkan nilai-nilai yang menjadi
parameter dalam proses pengambilan data primer
untuk diolah sebagai input dari perhitungan rumus
yang ada pada data sekunder.

4.4.1Perhitungan jarak jangkau efektif jammer saat


dilakukan pengukuran menggunakan spectrum
analyzer

C19-4
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

pengambilan data primer menggunakan TEMS


Investigation.
Nilai d = 10 m = 0.01 km

Keterangan:
FSL = Free Space Loss (dB) ; f = frekuensi kerja
Gambar 4.1 Gambar diagram power budget
(Sumber: Pengukuran)
GSM (MHz) ;d = jarak jangkau jammer (km)
Melakukan perhitungan jarak jangkau Diperoleh nilai FSL sebesar 52.08 dB
maksimum jammer dengan menggunakan input nilai Maka dapat dilakukan perhitungan daya efektif
daya maksimum jammer saat dilakukan pengukuran jammer dengan menggunakan input nilai FSL pada
menggunakan spectrum analyzer. Daya Jammer perhitungan sebelumnya.
diperoleh dari pengambilan data primer,yakni saat
dilakukan pengukuran menggunakan spectrum
analyzer. Nilai daya jammer = -46 dBm = -76 dB.
Pmobile station diperoleh dari pengambilan data
primer,yakni saat dilakukan pengukuran Diperoleh nilai Daya jammer sebesar -64.08 dB
menggunakan TEMS Investigation dengan parameter
Ec/No. Nilai Pmobile station = -12 dB. 4.5 Perhitungan daya efektif jammer dengan lokasi
Melakukan perhitungan Free Space Loss dekat dari BTS
dengan menggunakan persamaan power budget (2.5) Melakukan perhitungan daya efektif jammer
dengan menggunakan input nilai jarak jangkau
jammer saat dilakukan pengukuran dengan parameter
lokasi dekat dari BTS. Berdasarkan rumus power
budget pada persamaan 2.5

Selanjutnya setelah didapatkan nilai


FSL,menghitung jarak maksimal pancaran jammer Melakukan perhitungan nilai FSL dengan input
menggunakan persamaan Free Space Loss (2.4) jarak yang telah diperoleh sesuai pengukuran ploting
pada MapInfo. Nilai jarak jangkau (d) diperoleh dari
pengambilan data primer menggunakan TEMS
Investigation .Nilai d = 5 m = 0.005 km

Hasil dari perhitungan menunjukan bahwa d


adalah jarak jangkau maksimal mobile phone jammer
dalam kondisi ideal tanpa rugi-rugi. Jarak jangkau Diperoleh nilai FSL sebesar 46.1 dB
maksimal mobile phone jammer dalam kondisi ideal Maka dapat dilakukan perhitungan daya efektif
adalah 0.039 km jammer dengan menggunakan input nilai FSL pada
perhitungan sebelumnya.
4.4.2 Perhitungan daya efektif jammer dengan lokasi
jauh dari BTS
Melakukan perhitungan daya efektif jammer
dengan menggunakan input nilai jarak jangkau
jammer saat dilakukan pengukuran dengan parameter
Diperoleh nilai Daya jammer sebesar -58.1 dB
lokasi jauh dari BTS. Berdasarkan rumus power
budget pada persamaan 2.5
4.6 Pembahasan
Dari hasil perhitungan yang telah didapat dari
Melakukan perhitungan nilai FSL dengan input proses pengolahan data sebelumnya dilakukan
jarak yang telah diperoleh sesuai pengukuran ploting pembahasan untuk memperoleh hasil analisis dari
pada MapInfo. Nilai jarak jangkau (d) diperoleh dari rumusan masalah pada penelitian ini.

C19-5
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Untuk menunjukkan bahwa nilai Jamming di kacaukan oleh noise keluaran mobile phone
lebih besar daripada nilai sinyal keluaran BTS jammer sehingga tampilan dalam MS adalah no
dilakukan perhitungan J/S sesuai persamaan 2.1. service, yang berarti mobile phone jammer
berhasil melakukan jamming.
4. Mobile phone jammer dapat difungsikan di luar
ruangan (misalnya ditempat parkir) dengan
lokasi yang berjauhan dari BTS agar dapat
bekerja dengan optimal.
Didapatkan nilai J/S sebesar 4.851
Nilai J/S lebih dari satu menunjukkan bahwa 5.2 SARAN
tingkat jamming lebih besar daripada sinyal keluaran 1. Disarankan pada pengukuran level daya dan
BTS sehingga mobile station dapat di-jamming jarak jangkau efektif jammer menggunakan
metode walktest , dan membandingkan hasilnya
dengan metode drive test
V. PENUTUP 2. Disarankan dalam proses pengukuran dilakukan
menggunakan bantuan perangkat lunak yang lain
5.1 KESIMPULAN seperti NEMO, lalu membandingkan hasilnya
dengan TEMS Investigation.
Berdasarkan proses pengambilan data dan
analisis yang telah dilakukan, dapat disimpulkan
beberapa hal, antara lain :
DAFTAR PUSTAKA
1. Berdasarkan pengukuran yang dilakukan dengan
tiga parameter lokasi,yakni di laboratorium, [1] Abdul-Rahman,Ahmed Sudqi . 2010, Dual band Mobile
phone jammer for GSM 900 & GSM 1800 ,Jordan
dekat dengan BTS dan jauh dengan BTS University of Science & Techology
diketahui terjadi perbedaan level daya dan jarak [2] Dept. of ECE TKM Institute of Technology . 2009, GSM
jangkau efektif sebuah mobile phone jammer. 900 Mobile Jammer, ECE TKM Institute of Technology
Ketika dilakukan pengukuran di laboratorium [3] ERICSSON software . 2008 TEMS investigation user
guide. Ericsson.
menggunakan spectrum analyzer mobile phone [4] Gairola, Shailendra. 2007. TEMS Investigation (GSM).
jammer memiliki daya -76 dB dan dengan jarak ADA Cellworks.
jangkau 39 m. Ketika dilakukan pengukuran di [5] Glatz,Eduard. 1999. Wireless Mesh Network. ATCN:
luar lapangan dengan lokasi jauh dari BTS WMN-TechnologiesWS0607
[6] Instruments,Texas,2010. Signal Conditioning for IF
mobile phone jammer memiliki daya -64.08 dB Sampling,Texas :Texas Instruments
dan dengan jarak jangkau 10 m. Ketika [7] Jisrawi,Ahmed,2010 , GSM 900 Mobile Jammer,Jordan
dilakukan pengukuran di luar lapangan dengan Universityof Science & Techology
lokasi dekat dari BTS mobile phone jammer [8] Jrg Eberspcher, Hans-Jrg Vgel,Christian Bettstetter,
Christian Hartmann. 2009. GSM Architecture, Protocols
memiliki daya -58.1 dB dan dengan jarak and Services Third Edition. John Wiley & Sons.
jangkau 5 m. [9] Kinley,R. Harold, 1985, Standard radio Communications
2. Penempatan lokasi mobile phone jammer Manual, New Jersey : Prentice-Hall, Inc
berpengaruh terhadap daya dan jarak jangkau [10] Kumar,Vinod, 2010, Jammer,Harmirpur: National Institute
of Technology
efektif mobile phone jammer. Mobile phone [11] Mouly,M.,Pautet,MB.1992. The GSM Communications,
jammer akan bekerja paling efektif ketika France: Investigation & Sys.
ditempatkan di dalam ruangan. Saat ditempatkan [12] Hartley,Rick. 2007. RF / Microwave PC Board Design and
di luar ruangan kinerja mobile phone jammer Layout, Avionics Sytems
[13] http ://electronics.howstuffworks.com/ Investigation-
akan menurun. Saat ditempatkan di luar ruangan phone-jammer.htm Diakses tanggal 1 Juli 2011
dengan lokasi dekat dari BTS,kinerja mobile [14] http://en.wikipedia.org/wiki/ Mobile_phone_jammer.htm.
phone jammer akan semakin memburuk Diakses tanggal 1 Juli 2011
dikarenakan daya keluaran jammer akan beradu [15] http://technoblogin.blogspot.com/2009/03/high-power-800-
mhzamps-Investigationular-phone.html. Diakses tanggal 23
kuat dengan daya dari BTS. Agustus 2011
3. Pada saat mobile station melakukan transmit
(uplink-downlink) ke BTS, sinyal dari MS yang

C19-6
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Performansi Jaringan Code Division Multiple


Access (CDMA) Menggunakan Mobile Phone
Jammer
Wahyu Adi Prijono, Bimo Yudo Kristanto
Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

Abstrak-Penggunaan alat komunikasi pada beberapa (MS) menerima sinyal dan mengirimkan sinyal ke Base
tempat dapat merugikan banyak orang, sebagai contoh Transceiver Station (BTS). Prinsip kerja mobile phone
pada tempat ibadah dan ruang rapat. Hal dapat dicegah jammer adalah mobile phone jammer mengeluarkan
dengan menggunakan alat yang disebut mobile phone sinyal dengan frekuensi yang sama dengan frekuensi
jammer. Penggunaan Mobile Phone Jammer dapat mobile station akan tetapi level daya yang lebih besar.
membungkan sinyal mobile station (CDMA dan GSM)
Ketika MS memasuki radius jangkauan mobile phone
baik uplink maupun downlink demgam cara kerja mobile
phone jammer mengeluarkan sinyal dengan frekuensi jammer, bagian dari mobile phone jammer yaitu noise
yang sama dengan mobile station akan tetapi daya yang generator menyamarkan proses jamming yang terlihat
dipancarkan lebih besar. seperti noise acak.
Dalam penelitian ini akan dibahas mengenai Pada jaringan CDMA, jumlah user dalam satu cell
penempatan lokasi mobile phone jammer dalam ruangan. juga berpengaruh terhadap level daya yang dipancarkan
Dengan dua parameter yaitu dengan ada repeater dan MS dan BTS, hal itu merupakan power kontrol, yang
tanpa ada repeater. Dalam pengambilan data primer, berarti suatu upaya untuk mengontrol daya pancar dari
metode yang dilakukan adalah metode spectrum analyzer BTS atau dari MS agar mendapatkan kualitas
dan metode walktest . Pada pengukuran menggunakan komunikasi yang baik, level interferensi dapat ditekan
metode walktest, perangkat lunak yang digunakan adalah
TEMS Investigation 8.0.3 sebagai pengambilan data yang
seminimal mungkin dan memaksimalkan kapasitas.
berupa parameter kualitas sinyal (Ec/Io, FFER, RSSI, Kemampuan CDMA sebagai teknologi yang
TxPo, dan TxGA) dan MapInfo sebagai pengolahan logfile antijamming kini dapat dihilangkan karena kini jammer
hasil dari TEMS Investigation yang dapat menunjukan mengeblok rentang band frekuensi. Mekanisme mobile
jarak jangkau maksimal dimana mobile station terkena phone jammer mengganggu inisialisasi dari MS ke BTS
jamming. yang diakibatkan daya keluaran mobile phone jammer
Berdasarkan pengukuran yang dilakukan dengan lebih besar, sehingga MS tidak menerima konten dari
metode spectrum analyzer, daya mobile phone jammer BTS. Apabila terdapat dua pemancar dalam satu
memiliki daya -74,6 dB dan dengan menggunakan frekuensi tapi dengan level daya yang berbeda, maka
perhitungan matematis didapatkan jarak jangkau 43 m. sinyal yang akan diterima adalah sinyal dari pemancar
Pada pengukuran menggunakan metode walktest,
parameter pertama yang dipilih adalah lokasi tanpa
yang memilih level daya yang lebih besar. Penempatan
repeater yang didapatkan jarak jangkauan maksimal lokasi mobile phone jammer akan berpengaruh terhadap
jammer sebesar 17 meter dan dengan daya jammer efektif keberhasilan proses jamming.
sebesar -62,9 dB. Sedangkan pada parameter lokasi yang Pada penulisan laporan penelitian ini untuk melihat
terdapat repeater jarak jangkau maksimal jammer yang performansi dari mobile phone jammer yang berupa
didapatkan adalah 10 meter dan daya jammer efektif radius jangkauan jamming adalah dengan parameter
sebesar 60,2 dB. adanya antena dalam ruangan dan tanpa antena dalam
ruang. Dengan terdapat antena dalam ruang mobile
Kata kunci: Mobile Phone Jammer, Walktest, CDMA phone jammer akan saling beradu kuat level dayanya
yang menyebabkan perbedaan radius mobile phone
jammer. Dengan memanfaatkan TEMS Investigation
I. PENDAHULUAN sinyal dapat terlihat dimana sinyal hilang akibat
Dengan pengguna telepon seluler yang dapat terjadinya jamming dan berbagai informasi mengenai
mengganggu maka untuk mencegahnya adalah dengan sinyal dari BTS. Metode yang digunakan dalam
menggunakan mobile phone jammer. Mobile phone pengukuran adalah walk test. Walk test dilakukan
jammer adalah alat untuk mencegah Mobile Station dengan proses mobile phone jammer diletakkan di

C20-1
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

lokasi tertentu dan MS yang disambungkan laptop 2.3 Code Division Multiple Access (CDMA)
berjalan perlahan menuju lokasi tersebut untuk di record Konfigurasi jaringan pada sistem CDMA terkait
kuat sinyal yang diterima MS. Pada pengukuran tersebut dengan perangkat apa saja yang teradapat pada suatu
akan diperoleh beberapa parameter. Pembahasan jaringan CDMA.
meliputi analisa level daya mobile phone jammer dan Pada penelitian ini mobile phone jammer bekerja
jarak yang didapat dari pengukuran. pada bagian OSI layer fisik. Dapat dilihat pada Gambar
2.2 proses jamming terjadi antara mobile station dan
base transceiver station.
II. DASAR TEORI
2.1 Jammer Frekuensi Uplink 824 849 MHz
Mobile phone jammer adalah salah satu dari Frekuensi Downlink 869 894 MHz
jamming Denial of Service, yang membuat indikator Total CDMA Bandwidth 25 MHz (uplink) + 25
mobile station mejadi no service atau membuat MHz (downlink)
seakan- akan mobile station itu berada pada diluar Frekuensi Pembawa 1.25 MHz
jangkauan. Padahal itu yang disebabkan oleh frekuensi
mobile phone jammer yang lebih tinggi level dayanya.
2.2 Diagram Blok Mobile Phone Jammer
Diagram Blok mobile phone jammer
ditunjukkan pada Gambar 2.1 yang terdiri dari Power
Supply, IF Section, dan RF Section.

Gambar 2.2 Arsitektur CDMA


2.4 Walk Test
Walk test merupakan pengukuran yang
berkaitan dengan lokasi user, mengetahui kondisi radio
suatu BTS, informasi level daya terima, kualitas sinyal
yang diterima, jarak antara BTS dan MS, interferensi
dan site ID dengan cara merekam besar sinyal yang
diterima MS. Program yang digunakan adalah TEMS
Gambar 2.1. Blok Digram Mobile Phone Jammer Investigation, alat yang dibutuhkan dalam pengukuran
IF Section ini antara lain, mobile phone jammer, PC
IF Section merupakan bagian mobile phone Portable/Laptop, Mobile Station (Motorola W362) dan
jammer berfungsi menghasilkan tuning sinyal. Tuning kabel data untuk menghubungkan laptop dan handset.
sinyal ini dihasilkan oleh sebuah generator gelombang
segitiga (110 KHz) bersama dengan noise generator,
dan diimbangi oleh jumlah yang tepat sehingga
menyapu output VCO (Voltage Controlled Oscillator)
dari frekuensi minimum ke maksimum.
RF Section Gambar 2.3 Diagram Alir walktest
RF Section merupakan bagian jammer Untuk pengukuran performansi mobile phone
berinteraksi langsung dengan ponsel. RF Section jammer mengunakan metode walk test, adapun berbagai
berfungsi sebagai untuk memancarkan sinyal penggangu parameter yang diperoleh dari pengukuran itu, antara
dan menentukan frekuensi mana yang akan di-jamming. lain:
RF Section terdiri dari Voltage Control Oscillator 1. FFER (Forward Frame Error Rate)
(VCO), RF Power Amplifier dan Antena. Komponen- FFER adalah parameter ukuran dalam lingkup masalah
komponen ini dipilih sesuai dengan spesifikasi yang yang berhubungan langsung dengan statistik kualitas
dikehendaki jammer seperti rentang frekuensi dan suara dan cakupan layanan, nilai FFER
jangkauan. direpresentasikan dalam prosentase, misalnya 2 %

C20-2
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

artinya sinyal 2 frame dari 100 frame yang dikirimkan Suatu proses jamming dikatakan berhasil ketika
diperbolehkan mengalami error. sinyal jamming menghilangkan fungsi dari sistem
2. Ec/Io transmisi komunikasi. Biasanya, proses jamming yang
Rasio perbandingan antara energi yang dihasilkan dari berhasil memerlukan daya jammer yang lebih dari daya
setiap pilot dengan total energi yang diterima. Ec/Io juga sinyal receiver. Dalam pembahasan ini, receiver yang
menunjukkan level daya minimum (threshold) dimana digunakan adalah mobile station (MS).
MS masih bisa melakukan suatu panggilan
3. RSSI (Receive signal strength Interference)
RSSI digunakan untuk mengetahui seberapa besar
tingkat sensitivitas di bagian penerima. Perbedaan RSSI
dan Ec/Io adalah RSSI digunakan dalam coverage. Pada
umumnya dinyatakan dalam satuan dBm.
4. TxGA (Transmitter Gain Adjust)
TxGA digunakan untuk pengontrolan daya dari BTS
saat dimulainya panggilan. Jika daya yang diterima di
MS terlalu rendah, maka BTS akan memerintahkan MS Gambar 2.5 Ilustrasi dari Persamaan J/S
untuk meningkatkan daya. Persamaan umum dari jamming to signal ratio
5. TxPo (Transmitter Power) adalah sebagai berikut
TxPower menunjukkan level daya rata-rata pemancar
yang dihasilkan dari seluruh BTS.
2.5 Free Space Loss (F)
Keterangan:
Pj = Daya jammer (dB); Gjr = Gain antena dari jammer
ke receiver (dB); Grj = Gain antena dari receiver ke
jammer (dB); Rtr = Jarak antara transmitter dan
receiver (Km); Br = Bandwidth receiver (Hz); Lr = Rugi
sinyal komunikasi (dB); Pt= Daya transmitter (dB); Gtr=
Gambar 2.4 Link Budget Gain antena dari transmitter ke receiver (dB); Grt=
Free Space Loss (FSL) adalah rugi yang terjadi Gain antena from receiver to transmitter (dB); Rjr=
dalam sambungan komunikasi melalui gelombang radio. Jarak antara jammer dan receiver (Km); Bj=
Free Space Loss mengasumsikan pemancar dan Bandwidth jammer (Hz); Lj= Rugi-rugi sinyal jammer
penerima keduanya berada di ruang bebas dan tidak (dB)
mempertimbangkan sumber kerugian (loss) lain seperti Jika nilai J/S diatas lebih dari atau sama dengan 1 maka
refleksi, kabel, konektor dan lain-lain. Demikian pula dapat dikatakan bahwa proses jamming tersebut
tidak memperhitungkan jenis dan karakteristik atau berhasil.
keuntungan dari tertentu antena.
Persamaan FSL yang digunakan adalah
III. METODOLOGI
Keterangan : Dalam penulisan penelitian ini, metodologi yang
FSL = Free Space Loss (dB) ;d = Jarak (m) dipergunakan adalah sebagai berikut:
f = Frekuensi (Hz) 3.1 Pengambilan Data
2.6 Perhitungan Daya Proses pengambilan data dilakukan untuk
Daya jammer adalah daya minimum yang diperlukan menyelesaikan penelitian ini. Data yang diperlukan
untuk melakukan jamming suatu mobile station yang adalah data primer dan data sekunder.
juga berarti daya minimum yang harus dikeluarkan 3.1.1 Data Primer
jammer pada saat kondisi on. Persamaan dari Data primer digunakan dalam penelitian ini
perhitungan daya adalah sebagai berikut: sebagai input dari rumus pada data sekunder. Data
primer didapatkan dari proses pengukuran secara
langsung yakni menggunakan metode walk test dan
Keterangan : menggunakan spectrum analyzer.
Pjammer = Daya keluaran jammer (dB); Pms = Daya 3.1.1.1 Menggunakan metode Walk Test
keluaran mobile station (dB); FSL = Free Space Loss Data-data didapatkan melalui metode walk test.
(dB) Logfile yang diproses MapInfo mempunyai keluaran
2.7 Jamming to Signal Ratio (J/S)
C20-3
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

berupa jarak jangkau maksimum jammer dalam bentuk


gambar berskala.

3.1.1.2 Spectrum Analyzer


Dalam pengambilan data melalui Spectrum
Analyzer didapatkan data berupa level daya keluaran
mobile phone jammer
3.1.2 Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang didapatkan
secara tidak langsung. Salah satu cara untuk
mendapatkan data sekunder adalah dengan studi literatur
yang diambil antara lain dari buku referensi, jurnal,
Penelitian, internet, dan forum-forum resmi . Teori-teori
yang dipelajari dalam penelitian ini meliputi jaringan Gambar 3.2 Diagram alir perhitungan daya maksimum
CDMA, Jammer, Walk Test, TEMS Investigation dan jammer serta analisis selisih daya maksimum jammer
MapInfo.
3.2 Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan untuk memperoleh IV. PEMBAHASAN DAN HASIL
hasil perhitungan dari masalah dalam penelitian ini
yakni mengenai pengaruh penempatan lokasi jammer Analisis yang akan dilakukan meliputi jarak
terhadap daya maksimum jammer pada jaringan jangkau maksimal mobile phone jammer, daya jammer,
CDMA. Dari nilai daya maksimum yang diperoleh dan pengaruh lokasi pengambilan data.
melalui pengukuran spectrum analyzer akan diperoleh 4.1 Hasil Pengukuran Walk test
jarak maksimum jamming melalui perhitungan Hasil dari drive test berupa data logfile.
berdasarkan teori. Kemudian dari hasil walk test dengan Adapun parameter yang diambil dalam pengukuran
2 parameter lokasi yakni dengan antena dalam ruang yaitu FFER, Ec/Io, RSSI, TxGA, TxPo, dan jarak
dan tanpa antena dalam ruang, akan diperoleh jarak jangkau maksimal mobile phone jammer.
maksimum jammer pada ploting map. Pengambilan data untuk pengukuran dengan
metode walktest dipilih 2 lokasi yang berbeda, antara
lain: Gedung Baru Elektro UB (GBE-UB) yang
merupakan salah satu gedung tertutup tanpa terdapat
repeater dan Plaza Araya Kota Malang yang pada
bagian dalam gedung terdapat repeater yang aktif
digunakan.
4.1.1 Pada Ruangan Tanpa Repeater
Hasil dari pengukuran menggunakan walktest
menghasilkan beberapa parameter yang ditunjukan pada
tabel dibawah ini:
Paramete Kondisi Mobile Kondisi Mobile
r phone jammer OFF phone jammer ON
Sample 1 2 3 4 1 2 3 4
Gambar 3.1 Diagram alir perhitungan jarak maksimum FFER 10
0 0 0 0 0 30 30
mobile phone jammer (%) 0
Ec/Io - - -
-7 -7 -7 -5 -7
(dB) 24 29 27
RSSI(dB
0 0 0 0 0 0 0 0
m)
TxGA
-6 -3 -3 8 1 12 12 17
(dB)
TxPo - - - -
7 5 6 5
(dB) 16 12 12 16
Plot gambar map walktest pada kondisi mobile phone
jammer tidak diaktifkan:

C20-4
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

TxGA
14 12 7 4 12 19 35 -
(dB)
TxPo - - - -
12 -7 -5 -
(dB) 14 11 72 24
Plot gambar map walktest pada kondisi mobile phone
jammer di non-aktifkan:

Gambar 4.1 Hasil Ploting Map Pada GBE Kondisi


Jammer OFF
Warna hijau pada gambar berarti besar sinyal yang
diterima oleh MS menunjukan bahwa kualitas sinyal
yang baik. Sedangkan untuk warna kuning kualitas
sedang akan tetapi masih dapat melakukan panggilan.
Pada pengukuran saat mobile phone jammer tidak
terdapat nilai Ec/Io yang melebihi dari 20 dan tidak ada Gambar 4.3 Hasil Ploting Map Plaza Araya Kota
frame yang error (FFER = 0) sehingga call dapat terus Pada Gambar 4.3 hampir keseluruhan lokasi
berlangsung. memiliki kualitas sinyal yang sedang dan dibagian
Plot gambar map walktest pada kondisi mobile phone tertentu terdapat keadaan sinyal diatas -20 dB.
jammer di aktifkan: Plot gambar map walktest pada kondisi mobile phone
jammer diaktifkan:

Gambar 4.2 Hasil Ploting Map Pada GBE Kondisi


Jammer ON
Hasil ploting terdapat area yang bewarna Gambar 4.4 Hasil Ploting Map Pada Plaza Araya Kota
merah, hal itu menunjukan bahwa nilai dari error Pada lokasi dengan warna merah menandakan
(FFER) mulai meningkat hingga 30 hingga ketika FFER bahwa MS sudah tidak menerima sinyal diakibatkan
bernilai 100 MS sudah sepenuhnya terkena jamming. memasuki radius mobile phone jammer. Jarak jangkau
Dan saat memasuki area jamming dilakukan redial tapi maksimal jammer adalah 10 m yang didapat dari titik
MS sudah dalam keadaan no service sehingga tidak terluar area MS tidak dapat melakukan panggilan
terjadi proses call. Jarak lokasi mobile phone jammer dengan lokasi mobile phone jammer . Jika
dengan titik terluar area yang terkena jamming adalah dibandingkan dengan percobaan pertama yang di GBE
17 meter. terjadi perbedaan dikarenakan terdapat sebuah repeater
dan rata-rata sinyal yang didapatkan berkualitas sedang.
4.2 Hasil pengukuran Spectrum Analyzer
4.1.2 Pada Ruangan dengan Repeater Pengambilan data menggunakan spectrum
Hasil dari pengukuran menggunakan walktest analyzer bertujuan untuk memperoleh data berupa besar
menghasilkan beberapa parameter yang ditunjukan pada daya.
tabel dibawah ini:
Paramete Kondisi Mobile Kondisi Mobile
r phone jammer OFF phone jammer ON
Sample 1 2 3 4 1 2 3 4
FFER 10 Gambar 4.5 Pengukuran dengan Spectrum Analyzer
0 1 3 0 0 31 99 Pada pengukuran menggunakan Spectrum
(%) 0
Ec/Io - - - - - Analyzer ada dua kondisi yang diperoleh berupa
-9 -9 -9 tampilan gambar spectrum.
(dB) 10 10 21 26 26
RSSI(dB
0 0 0 0 0 0 0 0
m)

C20-5
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Kondisi Mobile Phone Jammer Off Nilai J/S lebih dari satu menunjukkan bahwa
tingkat jamming lebih besar daripada sinyal keluaran
BTS sehingga mobile station dapat di-jamming
Dapat diketahui bahwa mobile phone jammer
memiliki daya efektif maksimum sebesar -74.6 dB
dengan jarak jangkau efektif maksimum sebesar 43
meter. Hal tersebut diperoleh setelah dilakukan
pengambilan data di laboratorium dengan asumsi rugi-
rugi daya paling rendah.
Gambar 4.6 Hasil Tampilan Spectrum Analyzer Pada pengambilan data pada ruangan tanpa
Pada tampilan spectrum analyzer dalam repeater daya efektif jammer meningkat menjadi -64.08
kondisi mobile phone jammer off dapat dilihat bahwa dB dengan jarak jangkau efektif 17 meter. Hal tersebut
pada frekuensi 869 MHz hingga 894 MHz merupakan menunjukkan adanya pengaruh rugi-rugi yang cukup
frekuensi kerja dari CDMA dan dapat ditentukan besar besar sehingga mampu mengurangi jarak jangkau efektif
daya mobile station dengan nilai -51,6 dBm. maksimum dari sebuah jammer. Dibanding dengan
Kondisi Mobile Phone Jammer On ketika dilakukan pengambilan data pada ruangan dengan
repeatern BTS,daya efektif maksimum jammer lebih
besar yaitu sebesar -60.2 dB dengan jarak jangkau
efektif maksimum 10 m. Hal tersebut membuktikan
pengaruh repeater terhadap kinerja mobile phone
jammer yakni saat diletakkan dekat dengan repeater,
daya sinyal dari repeater akan menekan daya sinyal
keluaran jammer sehingga jarak jangkau efektif sebuah
jammer akan berkurang. Dan daya yang dibutuhkan
Gambar 4.7 Hasil Tampilan Spectrum Analyzer untuk melakukan jamming sinyal MS terluar pada radius
Pada tampilan spectrum analyzer pada kondisi jammer juga dibutuhkan daya yang lebih besar.
mobile phone jammer ON dapat dilihat pada frekuensi
mobile phone jammer bekerja terdapat sebuah sinyal
yang memiliki pancaran daya yang besar dan pada V. PENUTUP
rentang frekuensi kerja CDMA. Hal tersebut membuat 5.1 Kesimpulan
sinyal yang akan diterima oleh mobile station menjadi Berdasarkan proses pengambilan data dan analisis
hilang. Pada range frekuensi 869 MHz hingga 894 MHz yang telah dilakukan pada penelitian ini, dapat
besar daya jammer yang di peroleh adalah -44,6 dBm disimpulkan beberapa hal, antara lain :
4.3 Pembahasan 1. Penempatan lokasi mempengaruhi besarnya daya
Untuk menunjukkan bahwa nilai Jamming efektif mobile phone jammer, dengan adanya
lebih besar daripada nilai sinyal keluaran BTS dilakukan repeater / BTS (Plaza Araya) membuat jammer
perhitungan J/S. Daya primer didapatkan jarak antara harus membutuhkan daya yang lebih besar
BTS terdekat dengan MS yaitu sebesar 150 meter dan dibanding dengan lokasi tanpa ada repeater / BTS
jarak antara mobile phone jammer dengan MS yaitu (GBE-UB). Hal tersebut disebabkan kualitas yang
sebesar 17 meter. Masukan yang diperoleh dari data terdapat pada lokasi yang terdapat repeater lebih
sekunder antara lain: Pt = 10 W ; Pj = 7 W; Gjr = 3 dBi; baik.
Gtr = 17 dBi; Lr = 2 dB; Lj = 3 dB; Br = 7 MHz dan Bj 2. Penempatan lokasi mempengaruhi luasnya jarak
= 50 MHz. jangkau efektif mobile phone jammer, dengan
Perhitungan J/S, daya menggunakan satuan adanya repeater / BTS (Plaza Araya) jarak jangkau
dBm. Untuk merubah satuan Watt menjadi satuan dBm efektif jammer menjadi lebih kecil dibanding dengan
menggunakan persamaan sebagai berikut: lokasi tanpa ada repeater / BTS (GBE-UB). Hal itu
P(dBm) = 10 log10( P(W) / 1W ) + 30 disebabkan saling menghilangkan antara daya
Maka didapakan nilai Pt = 40 dBm dan Pj = 38,5 dBm. repeater dan daya mobile phone jammer yang
Selanjutnya mencari nilai J/S beradu kuat dalam memancarkan sinyal ke mobile
station.
3. Pada pengukuran walktest, mobile phone jammer
berhasil melakukan jamming dapat dilihat dengan
nilai FFER yang meningkat.
Didapatkan nilai J/S sebesar 1.232
4. Mobile phone jammer melakukan jamming pada
mobile station dengan memberikan noise acak yang
C20-6
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

dihasilkan oleh noise generator pada bagian mobile [2] Bakrie Telecom Training Center, 2011. Sesi 5 Arsitektur
dan Protocol 1x EV-DO. Jakarta: Milidetik
phone jammer.
[3] Dept. of ECE TKM Institute of Technology,2009, GSM
5.2 Saran 900 Mobile Jammer, ECE TKM Institute of Technology
1. Menggunakan parameter pengukuran yaitu jumlah [4] Djaelani, Elan. Menentukan Panjang Jangkauan Perangkat
pemakai mobile station (CDMA) dalam satu Jammer dengan Pendekatan Equivalent Isotropically
Radiated Power (EIRP): Pusat Penelitian Informatika-LIPI
ruangan dalam menganalisis performansi mobile
[5] Jisrawi,Ahmed,2010. GSM 900 Mobile Jammer, Jordan
phone jammer. University of Science & Techology
2. Menggunakan perangkat drivetest yang lain seperti [6] Kumar,Vinod, 2010. Jammer,Harmirpur : National
NEMO, lalu membandingkannya dengan TEMS Institute of Technology
Investigation. [7] Poisel, Richard. 2011. Modern Communications Jamming
Principles and Techniques, 2nd Edition. Norwood:
ARTECH HOUSE
DAFTAR PUSTAKA [8] Supri Anto, Agung, 2011. Analisi Kualitas Panggilan Code
Division Multiple Access (CDMA) 2000 1X Menggunakan
[1] Abdul Rahman, Ahmad SH. 2010, Dual band Mobile
TEMS.Semarang: Univ. Diponegoro
Phone Jammer for GSM 900 & GSM 1800 :Jordan
university of science & Techology

C20-7
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Pengaruh Panjang Cylic Prefix terhadap


Performansi Single Carrier Frequency Division
Multiple Access (SC-FDMA) pada
Long Term Evolution (LTE)
Ir. Endah Budi P., MT., Putu Laksmi Mas Pratiwi, Ali Mustofa ST., MT.
Teknik Elektro Universitas Brawijaya
Putu0810630018@gmail.com

Abstrak- Long Term Evolution (LTE) merupakan yang rendah bagi operator serta layanan mobile
pengembangan dari teknologi sebelumnya yaitu High broadband yang berkualitas tinggi. Sistem komunikasi
Speed Packet Access (HSPA). Pada sisi uplink, LTE LTE mengadopsi teknologi multiple access Orthogonal
menggunakan teknik multiple acces Single Carrier Frequency Division Multiple Access (OFDMA) pada
Frequency Division Multiple Access (SC-FDMA).
sisi downlink dan Single Carrier Frequency Division
Kelemahan dari teknik multiple access ini adalah
timbulnya interferensi berupa intersymbol interference Multiple Access (SC-FDMA) pada sisi uplink. [3]
(ISI) dan untuk mengatasinya, dalam sistem ditambahkan Teknologi SC-FDMA yang digunakan pada
cyclic prefix.Hal yang akan dibahas dalam penelitian ini sisi uplink LTE merupakan teknik multiple access
adalah pengaruh panjang cyclic prefix terhadap modifikasi dari orthogonal frequency division multiple
perfomansi SC-FDMA pada LTE dengan menganalis Access (OFDMA). Teknik multiple access ini rentan
parameter perfomansi yaitu parameter bandwidth, SNR, terhadap gangguan berupa inter-symbol interference
kapasitas kanal, dan BER. Dimana panjang durasi cyclic (ISI) dan inter-carrier interference (ICI) yang
prefix yang digunakan ada dua, yaitu normal cyclic prefix menyebabkan menurunnya kapasitas kanal, bit error
dengan durasi 5.21 s dan extended cyclic prefix dengan
rate (BER) sistem bertambah sehingga menyebabkan
durasi 16.67 s. Dari hasil analisis didapatkan bahwa
perfomasi SC-FDMA pada LTE lebih baik saat Signal to Noise Ratio (SNR) menurun. Oleh karena itu,
menggunakan normal cyclic prefix. Nilai bandwidth sistem pada setiap simbol SC-FDMA ditambahkan cyclic
terbesar 7.2051 MHz didapatkan saat menggunakan prefix (CP) untuk menghindari terjadinya gangguan
normal cyclic prefix, sedangkan saat menggunakan tersebut. CP bertindak sebagai guard interval diantara
extended cyclic prefix sebesar 7.2036 MHz. SNR sistem simbol yang berdekatan, apabila panjang dari guard
terbesar saat menggunakan normal cyclic prefix sebesar interval yang dialokasikan lebih besar daripada
41,7403 dB dan saat menggunakan extended cyclic prefix maksimum delay spread pada kanal (TCp ),
sebesar 41,099 dB. Kapasitas kanal sistem saat maka tidak akan terjadi ISI dan ICI. Panjang cyclic
menggunakan normal cyclic prefix sebesar 41,7058 Mbps
dan saat menggunakan extended cyclic prefix sebesar
prefix yang digunakan juga berbeda-beda. Panjang CP
40,1965 Mbps. Nilai BER paling besar saat menggunakan yang berbeda-beda ini akan mempengaruhi beberapa
normal cyclic prefix sebesar . dan saat parameter perfomansi dari sistem SC-FDMA pada
menggunakan extended cyclic prefix sebesar . . LTE. Parameter-parameter yang akan terpengaruh
Kata KunciBandwidth, BER, Cyclic Prefix, Kapasitas diantaranya yaitu bandwidth, SNR, kapasitas kanal dan
Kanal, SNR. BER. Berdasarkan alasan tersebut, dalam penelitian ini
menganalisis pengaruh panjang cyclic prefix terhadap
perfomansi sistem SC-FDMA pada LTE yang terdiri
Index Terms Bandwidth, BER, Channel Capacity, dari beberapa parameter yaitu bandwidth, SNR,
Cyclic Prefix, SNR. kapasitas kanal,dan BER. Yang mana teknik modulasi
yang digunakan adalah teknik modulasi QPSK, 16-
QAM dan 64-QAM. Sehingga dapat diketahui panjang
I. PENDAHULUAN cyclic prefix yang terbaik untuk perfomansi sistem SC-

P ERKEMBANGAN
menyebabkan
komunikasi data
teknologi
permintaan
juga
dan
akan
ikut
informasi
layanan
meningkat.
Berdasarkan alasan tersebut, 3GPP mengeluarkan suatu
FDMA pada LTE. Tujuan dari penelitian ini adalah
mengetahui pengaruh panjang cyclic prefix terhadap
perfomansi SC-FDMA pada LTE.

layanan yang diberi nama Long Term Evolution (LTE).


LTE merupakan pengembangan dari teknologi II. TINJAUAN PUSTAKA
sebelumnya yaitu High Speed Packed Access (HSPA).
LTE dirancang untuk menyediakan efisiensi spektrum A. Long Term Evolution (LTE)
yang lebih baik, peningkatan kapasitas jaringan, Long Term Evolution (LTE) adalah teknologi
meminimalkan latency antar pelanggan dengan cara yang dikeluarkan oleh 3rd generation partnership
mengurangi jumlah elemen jaringan, biaya operasional project (3GPP). LTE mulai dikembangkan pada tahun

C21-1
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas
as Brawijaya, Malang, Indonesia

2004 dan merupakan pengembangan dari teknologi menjadi penghubung antara elemen EPC satu dengan
sebelumnya yakni High Speed Packet Access (HSPA). yang lain dan antara
ara elemen EPC dengan eNode-B.[3]
eNode
LTE dirancang untuk mencapai target perfomansi
melebihi HSPA dalam hal efisiensi spectrum frekuensi,
kecepatan mencapaipai 100 Mbps pada sisi downlink da
50 Mbps pada sisi uplink, dan latency yang lebih
rendah dibandingkan dengan HSPA. (Harri Holma
2009)
LTE menggunakan dua teknik multiple access,
yaitu pada sisi downlink menggunakan Orthogonal
Frequency Division Multiple Access (OFDMA) dan
pada sisi uplink menggunakan teknik multiple access
Single Carrier Frequency Division Multiple Access
(SC-FDMA). Kedua teknik multiple access yang
digunakan memberikan keorthogonalan antar user,
mengurangi interferensi, serta mampu meningkatkan
menin
Gambat 1. Radio Protokol Stack LTE [3]
kapasitas kanal.[3]
Alokasi kanal bandwidth yang disediakan untuk
un
LTE memiliki rentang dari 1.44 MHz, 3 MHz, 5 Mhz, C. Single Carrier Frequency Division Multiple
10 MHz, 15 MHz, dan 20 MHz. Dengan masing- masing Access (SC-FDMA)
masing jumlah subcarrier tiap kanal bandwidth yaitu: Teknik multiple access yang digunakan pada LTE
72, 180, 300, 600, 900, dan 1200. [3] ada dua. Pada transmisi uplink,
uplink LTE menggunakan
teknik Single Carrier Frequency Division Multiple
B. Arsitektur Jaringan LTE Access (SC-FDMA),
FDMA), dan pada sisi downlink
Arsitektur jaringan LTE dirancang dengan tujuan menggunakan teknik Orthogonal Frequency Division
mendukung packet-switched dengan mobilitas tanpa Multiple Access (OFDMA). Kedua teknik multiple
batas, Quality of Service (QoS), serta latency yang access tersebut merupakan pengembangan dari teknik
minimal. Arsitektur LTE meliputi evolusi radio akses multiple access sebelumnya yaitu Orthogonal
yang disebut Evolved-Universal
Universal Terresterial Radio Frequency Division Multiplexing (OFDM). [5]
Access Network (E-UTRAN),
UTRAN), ditemani dengan evolusi SC-FDMA
FDMA pada dasarnya mempunyai
dari aspek non-radio dibawah istilah System performansi throughput dan kompleksitas yang hampir
Architecture Evolution (SAE) yang meliputi jaringan sama dengan OFDMA. Sama seperti OFDMA, SC- SC
Envolved Packet Core (EPC). Keduanya, E-UTRAN E FDMA membagi bandwidth transmisi menjadi
dan SAE terdiri atas elemen-elemen
elemen Envolved Packet beberapa subcarrier dengan subcarrier yang
System (EPS). orthogonal satu dengan lainnya untuk mengirimkan
Envolved Packet System (EPS) pada 3GPP dibagi informasi. Cyclic prefix (CP) atau guard interval juga
menjadi empat level, yaitu: User Equipment (UE), ditambahkan secara periodik pada saat pentransmisisan
Evolved-UTRAN (E-UTRAN), Evolved Packet Core sinyal untuk mennghindari inter symbol interference
Network (EPC), dan Services domain. (ISI).[3]
UE, E-UTRAN,
UTRAN, dan EPC bersama-sama
bersama mewakili
layer konektivitas Internet Protocol (IP). Fungsi utama D. Single Carrier Frequency Division Multiple
dari layer ini adalah untuk menyediakan konektivitas Access (SC-FDMA)
FDMA) pada Long Term Evolution
berbasis IP, dan sangat dioptimalkan penyampaian data (LTE)
pada tujuan saja. Semua layanan berbasis IP, node 1. Struktur Frame LTE
circuit switched dan interface pada arsitektur 3GPP Pada LTE, transmisi uplink dan downlink
sebelumnya tidak hadir pada E-UTRAN
UTRAN dan EPC sama dijadikan ke dalam sistem radio frame, dimana
sekali. durasinya sebesar 10 ms perframe. Struktur frame
UTRAN terkosentrasi pada
Perkembangan dari E-UTRAN pada setiap periode alokasi terdiri
te atas 20 slot dengan
satu node disebut envolved-NodeB
NodeB (eNode-B), semua periode slot 0.5 ms. Tiap subframe terdiri atas 2 slot
fungsi radio tergabung disana. eNode-BeNode adalah periode. Struktur frame 10 ms pada dasarnya berlaku
terminal point dari semua protokol radio terkait. pada mode transmisi FDD dan TDD. Tetapi pada
Sebagai jaringan, E-UTRAN
UTRAN hanyalah mesh sederhana penelitian ini, metode transmisi yang digunakan adalah
eNode-B B terhubung ke tetanggan eNode-B
eNode dengan metode FDD.
interface X2.
Core Network (CN) atau biasa disebut EPC pada 2. Resource Block
jaringan LTE bertanggung jawab pada semua kontrol Satu alokasi resource yang dtransmisikan pada
pada UE dan membentuk bearer (pembawa). Elemen LTE disebut dengan resource block. Setiap resource
dari EPC terdiri atas Mobile Management Entity block memiliki durasi 0.55 ms (satu slot) dan yang di
(MME), Service Gateway (S-GW),GW), PDN Gateway (P- dalamnya berisikan 12 subcarrier dengan bandwidth
GW), Home Subscription Server (HSS), dan Policy and 180 KHz, yang berarti jarak antar subcarrier sebesar 15
Charging Resource Function (PCRF). Interface S1 KHz. Jumlah resource block berbeda-beda pada tiap
kanal bandwidth,, mulai dari 6 resource block pada

C21-2
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

. ! "
kanal bandwidth 1.4 MHz hingga 100 resource block = (1)
pada kanal bandwidth 20 MHz. [4] .!.#$%& '
Dengan :
Bsistem= bandwidth sistem (Hz)
Ts = durasi simbol SC-FDMA (s)
Tsub =durasi simbol masing-masing subcarrier (s)
Tcp = durasi cyclic prefix (s)
Rtot = laju bit total yang tersedia (bps)
M = jumlah kemungkinan sinyal
N = jumlah subcarrier
)* = faktor cyclic prefix

E. Performansi Sistem SC-FDMA


1. Peak Bit Rate
Gambar 2. Resource block pada kanal uplink LTE [6] Besarnya laju data tergantung pada teknik
modulasi yang digunakan, modulasi QPSK membawa 2
Tabel 1. Karakteristik Resource Block pada Kanal Bandwidth yang bit/symbol, 16-QAM membawa 4 bit/symbol, 64-QAM
Berbeda [2]
membawa 6 bit/symbol. Besarnya peak bit rate,
dinyatakan dalam Persamaan (2) [2]:
. / 0 1 .$2 67 2 8 .$2 / 0 7.90
+,- = 5 1 )*
34
(2)

Dengan,
Pbr = Peak Bit Rates (Kbps)
N = jumlah subcarrier
)* = faktor cyclic prefix
3. SC-FDMA Signal Processing 2. Rugi-Rugi Propagasi NLOS
Gambar 3 di bawah ini menunjukkan struktur LTE bekerja pada kondisi NLOS, yang berarti
transmitter dan receiver pada SC-FDMA: terdapat penghalang sinyal antara transmitter dan
receiver seperti rumah, pohon-pohon dan gedung.
Propagasi NLOS sering disebut propagasi multipath.
Besarnya rugi-rugi propagasi NLOS atau biasa disebut
pathloss (PL) pada saluran LTE dapat ditentukan
dengan Persamaan (3):
E
+< = = + 10. @. <AB C D G + H + +<9 + +<8 (3)
E F

Gambar 3. Struktur Transmitter dan Receiver pada SC-FDMA [8]


Dengan,
PL = rugi-rugi propagasi (dB)
Data yang ditransmisikan pada umumnya dalam A = pathloss referensi (dB)
bentuk data serial. Proses konversi data serial ke paralel = eksponen pathloss
digunakan untuk mengubah aliran bit data serial ke d = jarak transmitter ke receiver (m)
dalam data paralel yang kemudian data dari domain d0 = jarak referensi pathloss (100 m)
waktu diubah ke dalam domain frekuensi oleh blok s = efek shadow (dB)
DFT. Selanjutnya dilakukan proses mapping dimana PLf = faktor koreksi frekuensi kerja yang digunakan
simbol dalam domain frekuensi ditempatkan ke dalam PLh = faktor koreksi terhadap tinggi antena receiver
subcarrier. Setelah itu, data dikembalikan ke dalam Dengan pathloss referensi (A) dirumuskan sebagai
bentuk serial untuk ditransmisikan. Namun, berikut:
K.L.M.EF
sebelumnya dilakukan penambahan cyclic prefix yang = = 20 <AB C D G (4)
9
bertujuan menghilangkan ISI pada sistem SC-FDMA.
Dengan,
Pada setiap simbol SC-FDMA, CP diperoleh dari
A = pathloss referensi (dB)
menyalin bagian akhir dari tiap simbol dan kemudian
f = frekuensi operasi (Hz)
akan diletakkan pada bagian awal simbol. CP bertidak
d0 = jarak referensi pathloss (100 m)
sebagai guard interval diantara simbol yang
c = kecepatan gelombang radio di udara (m/s)
berdekatan.
Dengan eksponen pathloss () dirumuskan sebagai
CP yang digunakan pada kanal uplink mempunyai
berikut:
M
@ = N ,. . +
dua kemungkinan nilai, normal CP atau extended CP
(5)
yang akan diaplikasikan, sehingga total durasi simbol 8P
SC-FDMA setelah penambahan CP adalah Ts = Dengan,
Tsub+Tcp. Total bandwidth sistem dari sejumlah = eksponen pathloss
subcarrier yang digunakan, setelah penambahan CP a,b,c = konstanta yang tergantung pada tipe terrain
digambarkan dalam Persamaan (1): hb = tinggi antena Base Station (m)

C21-3
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Besarnya Nilai a, b, c dan s adalah konstanta Dengan,


berdasarkan daerah yang akan dilayani, yaitu SNRsistem = signal to noise ratio sistem (dB)
berdasarkan tipe daerah/ bangunan yang ada di daerah SNR = signal to noise ratio (dB)
tersebut. Adapun nilai a, b, c dan s dapat dilihat dalam cp = faktor cylic prefix
Tabel 2.
Tabel 2 Parameter untuk Tipe Terrain yang Berbeda [6] 4. Kapasitas Kanal Sistem
Parameter Tipe A Tipe B Tipe C Pada SC-FDMA, kapasitas kanal adalah jumlah
a 4.6 4 3.6 bit per detik yang dapat diterima di base station,
b 0.0075 0.0065 0.005 Dengan menggunakan Persamaan (1) untuk
c 12.6 17.1 20 menghitung Bandwidthsistem dan Persamaan (10) untuk
Efek shadow (s) 10.6 9.6 8.2 menghitung SNRSistem, maka kapasitas kanal pada
Untuk faktor koreksi frekuensi LTE dinyatakan terminal UE, diperoleh dari Persamaan (11) berikut [9]:
dalam persamaan berikut: _`) ab'c = ` . <AB 1 + U5V (11)
9
+<9 = 6 <AB C D G Dengan,
_`) ab'c = kapasitas kanal (b/s)
(6)
CCC
=bandwidth sistem (Hz)
Dengan, U5V = UdBeNf gA 5AdHh VNgdA X
f = frekuensi operasi sistem (Hz)
Sedangkan untuk faktor koreksi tinggi antena 5. Energy Bit-to-Noise Ratio
subscriber station pada LTE dinyatakan dalam Perhitungan Eb/No, terutama digunakan ketika
persamaan berikut: akan menentukan performansi Bit Error Rate (BER)
8
+<8 = 10.8 <AB C ST , tipe terrain A dan B pada skema modulasi ditigal yang berbeda. Energi per
8
+<8 = 20 <AB C ST , tipe terrain C bit dalam sebuah sinyal dijelaskan dalam persamaan
berikut :
iP W
= U5V 10 <AB
(2.8)
(12)
Dengan, !F
h = tinggi antena User Equipment (m) Dengan,
iP
= rasio energi bit terhadap noise (dB)
!F
3. Signal to Noise Ratio (SNR)
Besarnya pengaruh redaman sinyal terhadap SNRsistem = signal to noise ratio sistem (dB)
sinyal yang ditransmisikan dapat dinyatakan dengan B = bandwidth sistem (Hz)
perbandingan antara sinyal dengan noise (SNR) yang R = laju data (bps)
dinyatakan dalam Persamaan
(7) berikut: 6. Bit Error Rate (BER)
U5V EW = +0 X Y 5C X Y
BER (Bit Error Rate) merupakan nilai ukur
(7)
kualitas sinyal yang diterima untuk sistem transmisi
Dengan,
data digital. BER juga dapat didefinisikan sebagai
SNR = signal to noise ratio (dB)
perbandingan jumlah bit error terhadap total bit yang
Pr = daya yang diterima (dBm)
diterima. Besarnya nilai BER (Pb) untuk masing-
No = daya noise saluran transmisi (dBm)
masing teknik modulasi dijelaskan pada persamaan
Daya yang diterima oleh receiver sangat
berikut [7]:
dipengaruhi oleh propagasi sinyal dari transmitter ke
a) QPSK
receiver. Daya yang diterima pada sistem multicarrier
i
dinyatakan dalam Persamaan (8) berikut: +.,k*`l = h-mn op P q (13)
!
+0 = +0 + Z + Z/ +< 10. <AB C 5 (8)
Dengan,
Dengan,
Pb, QPSK = BER modulasi QPSK
Pr = daya terima (dBm) iP
= rasio energi bit terhadap noise (dB)
Pt = daya pancar (dBm) !F
Gt = gain antena pemancar (dBi)
Gr = gain antena penerima (dBi) b) M-ary QAM
r' t u#$%& ' iP
+.,' = h-mn op q
PL = rugi-rugi propagasi (dB)
N = jumlah subcarrier pada terminal UE kc' '#$%& ' K ' !
Sedangkan untuk perhitungan daya noise dinyatakan (2.14)
dalam persamaan berikut:
5C = 10. <AB C [. \ + 10. <AB C + 5] (9) Dengan,
Dengan, Pb, M-ary-QAM = BER modulasi M-ary QAM
No = daya noise saluran transmisi (dBm) iP
= rasio energi bit terhadap noise (dB)
k = konstanta Boltzman (1.38 x 10-23 J/K) !F
T = suhu absolute (300 K) M =jumlah sinyal,
NF = noise figure (dB) untuk 16-QAM nilai M = 24 = 16
= bandwidth sistem (Hz) 64-QAM nilai M = 26 = 64
Besarnya nilai SNR sistem setelah penambahan
CP diperoleh dari persamaan berikut [1]:
U5V = 1 ^)* U5V (10)

C21-4
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Nilai erfc(x) atau complementary error function serta simulasi dengan Matlab, selanjutnnya dilakukan
(x) didefinisikan sebagai fungsi kesalahan dari variabel pengambilan kesimpulan berdasarkan teori dan hasil
(x) dapat dinyatakan sebagai: analisis.
&
h-mn v h
L
(14) IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Dengan,
h-mn
A. Umum
= error function complementary
Dilakukan analisis pengaruh panjang cyclic prefix
III. METODOLOGI PENELITIAN terhadap perfomansi SC-FDMA pada LTE berdasarkan
teori dan persamaan yang ada pada tinjauan pustaka.
Kajian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Parameter-parameter yang dianalisis ada empat yaitu
kajian analisis terhadap pengaruh panjang cyclic prefix bandwidth, SNR, kapasitas kanal, dan BER. Teknik
terhadap performansi Single Carrier Frequency modulasi yang digunakan adalah QPSK, 16-QAM, 64-
Division Multiple Access (SC-FDMA) pada Long Term QAM serta menggunakan model propagasi Okumura-
Evolution (LTE) yang didasarkan pada studi literatur. Hata dengan kanal noise AWGN dan Rayleigh Fading.
Data yang diperlukan terdiri dari data sekunder yang Perhitungan dilakukan dengan program Matlab
bersumber dari buku referensi, jurnal, penelitian, 7.1.0.246 (R14). Hasil yang nantinya diharapkan adalah
internet, dan forum-forum resmi LTE. Data sekunder dapat diketahui bagaimana perfomansi dari SC-FDMA
pada LTE dilihat dari parameter-parameter perfomansi
yang digunakan mencakup konsep dasar SC-FDMA,
yang telah ditentukan jika panjang cyclic prefix yang
cyclic prefix dan LTE, parameter perfomansi SC-
digunakan berbeda, yaitu 5.21 s dan 16.67 s.
FDMA pada LTE. Metode perhitungan dan analisis
data yang digunakan adalah mengumpulkan beberapa 1. Analisis Pengaruh Panjang Cyclic Prefix
nilai parameter dari data sekunder menggunakan Terhadap Perfomansi Single Carrier Frequency
bantuan software Matlab 7.1.0.246 (R14). Division Multiple Access (SC-FDMA) pada
Berikut langkah-langkah perhitungan untuk Long Term Evolution (LTE)
mendapatkan performansi yang diinginkan: Analisis pengaruh panjang cyclic prefix terhadap
performansi SC-FDMA pada LTE dengan
menggunakan teknik modulasi QPSK, 16-QAM, dan
64-QAM dan model propagasi Okumura-Hata dan
kanal noise AWGN dan Rayleigh Fading yang terdiri
dari performansi bandwidth, signal-to-noise ratio
(SNR), kapasitas kanal, dan bit error rate (BER) pada
LTE yang menggunakan teknik multiple access SC-
FDMA.
Parameter yang digunakan untuk menganalisis
performansi pada sistem LTE menggunakan teknik
multiple access SC-FDMA adalah menggunakan
standar 3GPP release 8. Seperti yang telah dijelaskan
pada tinjauan pustaka, transmisi data pada kanal uplink
LTE dikirimkan dalam struktur frame yang di
dalamnya terdiri atas alokasi resource block dengan
jumlah subcarrier yang berbeda untuk simbol-simbol
SC-FDMA tergantung pada kanal bandwidth yang
digunakan, diantaranya adalah 1.4 MHz, 3 MHz, 5
MHz,10 MHz, 15 MHz, dan 20 MHz. Tabel 3
menjelaskan karakteristik resource block untuk
masing-masing kanal bandwidth berbeda:
Tabel 3. Karakteristik Resource Block pada Kanal Bandwidth
berbeda [5]

Teknik modulasi yang digunakan yaitu QPSK, 16-


QAM, 64-QAM. Yang berbeda dari ketiga modulasi ini
adalah jumlah bit/symbol yang ditransmisikan serta
jumlah kemungkinan sinyalnya. Untuk modulasi
Gambar 4. Diagram Alir Perhitungan Perfomansi Sistem
QPSK, mentransmisikan 2 bit/symbol dengan 4
Setelah dilakukan analisis dan perhitungan kemungkinan sinyal, 16-QAM mentransmisikan 4
bit/symbol dengan 16 kemungkinan sinyal, dan 64-

C21-5
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

QAM mentransmisikan 6 bit/symbol dengan 64 Sebelum melakukan perhitungan SNR, ada beberapa
kemungkinan sinyal. Untuk mengetahui besar nilai yang harus dimiliki, dianaranya yaitu nilai rugi-
parameter perfomansi, perhitungan pertama yang rugi propagasi (PL), daya terima minimum (Pr), dan
dilakukan adalah perhitungan laju data. Setelah nilai daya noise (No). untuk mencari nilai tersebut,
laju data didapatkan, maka perhitungan parameter- dilakukan dengan menggunakan persamaan (3), (8),
parameter perfomansi SC-FDMA dapat dilakukan. dan (9). Setelah itu dilanjutkan dengan perhitungan
Dalam penelitian ini diasumsikan menggunakan 6 SNR menggunakan persamaan (7) dan untuk
simbol per 1 ms subframe dengan panjang cyclic prefix mendapatkan nilai SNR sistem setelah penambahan CP
yang digunakan divariasikan menjadi dua jenis, yaitu menggunakan persamaan (10). SNR sistem dipengaruhi
durasi CP bernilai normal CP dengan durasi 5.21 s oleh panjang cyclic prefix, besarnya daya terima, dan
(7.29 %) dan extended CP dengan durasi 16.67 s (0.2 daya noise pada saluran transmisi. Semakin banyak
%). Untuk melakukan perhitungan parameter jumlah subcarrier, menyebabkan daya terima menurun
perfomansi yang pertama, maka terlebih dahulu harus sehingga SNR sistem juga menurun. Nilai SNR
diketahui besarnya laju data. Perhitungan laju data tertinggi diperoleh ketika menggunakan modulasi 64-
dilakukan dengan menggunakan Persamaan (2). Laju QAM dengan jumlah subcarrier 72 dengan CP =
data tertinggi sebesar 40.051 Mbps saat mnggunakan 0.0729 sebesar 41.7403 dB, sedangkan saat
CP = 0.0729. Sedangkan saat menggunakan CP= 0.2, menggunakan CP = 0.2 sebesar 41.1099 dB. Hasil
laju data tertinggi yang mampu dicapai sebesar 34.560 yang analisis SNR yang diperoleh ditunjukkan dalam
Mbps. Gambar 6.

2. Analisis Bandwidth Sistem SC-FDMA pada Kanal


Uplink Long Term Evolution (LTE) dengan Cyclic
Prefix
Dengan menggunakan nilai laju data yang telah
didapatkan sebelumnya, maka perhitungan parameter
perfomansi yang pertama yaitu bandwidth sistem dapat
dilakukan. Perhitungan bandwidth sistem dilakukan
dengan menggunakan persamaan (1). Nilai bandwidth
sistem bertambah seiring bertambahnya jumlah
subcarrier. Nilai bandwidth sistem juga dipengaruhi
oleh panjang cyclic prefix yang digunakan.
Gambar 6. Grafik Analisis Pengaruh Panjang Cyclic Prefix
Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, diketahui Terhadap SNR Sistem pada Kanal Bandwidth Berbeda
bahwa nilai bandwidth sistem tertinggi yang mampu
dicapai saat menggunakan modulasi 64-QAM dengan 4. Analisis Kapasitas Kanal Sistem SC-FDMA pada
jumlah subcarrier 1200 ketika menggunakan CP = Kanal Uplink Long Term Evolution (LTE) dengan
0.0729 sebesar 7.2051 MHz dan ketika menggunakan Cyclic Prefix
CP = 0.2 sebesar 7.2036 MHz. Gambar 5 menunjukkan Setelah mendapatkan nilai bandwidth dan SNR
pengaruh cyclic prefix terhadap bandwidth sistem. sistem diketahui, perhitungan selanjutnya yang bisa
dilakukan adalah menghitung kapasitas kanal sistem.
Perhitungan terhadpa kapasitas kanal sistem dilakukan
dengan menggunakan persamaan (11). Kapasitas kanal
dipengaruhi oleh panjang cyclic prefix, SNR sistem dan
bandwidth sistem. Nilai kapasitas kanal sistem terbesar
diperoleh pada saat menggunakan modulasi 64-QAM
dengan jumlah subcarrier 1200 dimana saat
menggunakan CP =0.0729 sebesar 41.7058 Mbps daan
saat menggunakan CP = 0.2 sebesar 40.1965 Mbp.
Hasil perhitungan ditunjukkan dalam Gambar 7 berikut
Gambar 5. Grafik Analisis Pengaruh Panjang Cyclic Prefix
Terhadap Bandwidth Sistem pada Kanal Bandwidth Berbeda

3. Analisis Signal to Noise Ratio (SNR) Sistem


SC-FDMA pada Kanal Uplink Long Term
Evolution (LTE) dengan Cyclic Prefix
Analisis SNR pada penelitian ini menggunakan
jenis Terrain B dan model propagasi Okumura-Hata
dimana, berdasarkan model propagasi tersebut
didapatkan beberapa nilai diantaranya yaitu frekuensi
kerja LTE sebesar 2600 MHz, temperatur kerja LTE
300 C, daya output pemancar UE sebesar 23 dBm,
Penguatan antena UE 0 dBi, penguatan antena eNode-B Gambar 7. Grafik Analisis Pengaruh Panjang Cyclic Prefix
2 dBi, dan user berada pada are sub-urban dalam terhadap Kapasitas Kanal Sistem pada Kanal Bandwidth Berbeda
keadaan diam.

C21-6
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

5. Analisis Bit Error Rate (BER) Sistem SC-FDMA V. KESIMPULAN


pada Kanal Uplink Long Term Evolution (LTE) Berdasarkan analisis yang telah dilakukan,
dengan Cyclic Prefix dapat ditarik kesimpulan bahwa cyclic prefix yang lebih
Perhitungan BER merupakan perhitungan baik digunakan adalah normal cyclic prefix dengan
terakhir dalam penelitian ini. Namun, sebelum panjang 0.0729 dibandingkan dengan extended cyclic
melakukan perhitungan terhadap BER sistem, nilai prefix dengan panjang 0.2. Dengan normal CP,
yang harus dimiliki yaitu Eb/No yang merupakan bandwidth sistem lebih besar, SNR lebih besar,
perbandingan energi sinyal per bit terhadap noise semakin banyak data yang ditransmisikan dalam satu
perhitugan Eb/No dilakukan dengan menggunakan detik, dan BER sistem lebih kecil.
persamaan (13). Setelah itu dilanjutkan dengan
perhitungan BER sistem yang disesuaikan dengan DAFTAR PUSTAKA
modulasi yang digunakan. dimana untuk modulasi
[1] Abd ElNaser A. Mohamed, et al. 2011. High Transmission
QPSK menggunakan persamaan (14) dan modulasi 16- Performance Of Radio Over Fiber Systems Over Traditional
QAM dan 64-QAM menggunakan persamaan (15). Optical Fiber Communication Systems Using Different Coding.
Nilai BER paling baik didapatkan saat menggunakan Formats For Long Haul Applications. International Journal of
modulasi QPSK dengan jumlah subcarrier 72 dan CP = Advances in Engineering & Technology (IJAET), ISSN: 2231-
1963.
0.0729 sebesar 0.05 10 x . Hasil perhitungan BER [2] Chen, Kwang-Cheng, J. Roberto B. De Marca. 2008. Mobile
sistem untuk modulasi QPSK ditunjukkan dalam WiMAX. London : John Wiley & Sons, Inc.
Gambar 8, 16-QAM dalam Gambar 9,dan 64-QAM [3] Ergen, Mustafa. 2009. Mobile Broadband Including WiMAX
and LTE. United States : Springer.
dalam Gambar 10 berikut [4] Febrizal. 2009. Evaluasi Kinerja Sistem OFDM Radio Over
Fiber (OFDM-RoF). Jurnal Sains Dan Teknologi 8 (1), Maret
2009: 13-17
[5] Fernando, Xavier. 2009. Radio over Fiber-An Optical
Technique for Wireless Access. IEEE Communications Society.
[6] Fernando, Xavier dan Alagan Anpalagan. 2004. On The Design
of Optical Fiber Based Wireless Access Systems. IEEE
Communication Society, Vol. 14, No. 2, pp. 3550-3555.
[7] Francisca, M., et al. 2007. Transmission of IEEE802.16d
WiMAX signals over radio-over-fibre IMDD links, Valencia
(Spain)
[8] Hara, Shisuke, Ramjee Prasaad. 2003. Multicarier Technique
for 4G mobile communications. London : Artech House.
[9] Khan, Farooq. 2009. LTE for 4G Mobile Broadband.
Cambridge University Press.
[10] Lestari, Intan. 2010. Performansi Orthogonal Frequency
Division Multiple Access (OFDMA) Pada Mobile Wimax.
Skripsi
[11] Mohd. Razali, Siti Harliza. 2007. Simulation of WCDMA Radio
Over Fiber Technology. Universiti Teknologi Malaysia. Thesis.
Gambar 8. Grafik Analisis Pengaruh Panjang Cyclic Prefix [12] Ngoma, A. 2002. Design of a Radio-over-Fibre System for
terhadap BER Sistem pada Kanal Bandwidth Berbeda Wireless LANs. Technische Universiteit Eindhoven
[13] Srikanth, Kumaran V., Manikandan C., Murugesapandian.
V. K 2007. Orthogonal Frequency Division Multiple Access. Anna
University Press, Chennai, India.
[14] WiMAX Forum. 2006. Mobile WiMAX - Part I : A Technical
Overview and Performace Analysis.

C21-7
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Sistem Monitoring Smart Vehicle Berbasis Peta


Dinamis Google Map
Akhmad Hendriawan
Politeknik Elektronika Negeri Surabaya
Kampus ITS Keputih Sukolilo Surabaya 60111, Indonesia
Email: hendri@eepis-its.edu
Web: lecturer.eepis-its.edu/~hendri

hidup. Keterlambatan ini disebabkan tidak adanya


Abstrak Keterlambatan penanganan medis pada informasi yang disampaikan kepada pihak medis
korban kecelakaan lalu lintas umumnya menjadi penyebab maupun kepolisian dalam penanganan kecelakaan.
korban tewas atau cacat. Keterlambatan ini disebabkan Banyak kasus kecelakaan yang menyebabkan
tidak adanya pemberian sistem informasi yang cepat dan
keterlambatan pertolongan terjadi , pada saat daerah
akurat tentang waktu dan lokasi kecelakaan lalu lintas
sehingga penanganan yang cepat tidak dapat dilakukan. yang terpencil atau disaat malam hari yang jarang orang
Penelitian tentang sistem monitoring kendaraan ini sudah melintas. Jika hal ini terjadi bagaimana menangani
banyak dilakukan, namun demikian penelitian yang ada korban kecelakaan ? Oleh karena itu kita tidak bisa
masih menggunakan peta statis dan koordinat yang tidak terlalu mengandalkan bantuan dari masyarakat dan
selalu update sehingga informasi tentang lokasi kecelakaan pengguna jalan lain.
menjadi tidak akurat. Pada penelitian ini menawarkan
Pada penelitian ini menawarkan sistem monitoring untuk
sistem monitoring menggunakan peta dinamis
menggunakan Google map. Sistem utama monitoring mencegah keterlambatan penanganan korban kecelakaan
smartvehicle ini menggunakan informasi koordinat lokasi guna menyelamatkan nyawa korban. Dengan informasi
GPS yang dikirim oleh kendaraan, mengolah informasi lokasi kejadian dan peta lokasi diharapkan pihak-pihak
tersebut dengan menggunakan program QT dan terkait menjadi lebih mudah dan lebih cepat
menampilkan hasilnya bentuk informasi visual dan mendapatkan informasi dan melakukan pertolongan.
informasi jalan menggunakan peta dinamis google MAP.
Sistem ini kemudian mengirimkan informasi lokasi
Pada penelitian ini menghasilkan sebuah sistem
kecelakaan tidak lagi dalam bentuk koordinat GPS monitoring dalam mengetahui posisi terakhir kendaaran
melainkan informasi jalan kepada pihak terkait melalui sehingga mempermudah bagi pihak pemakai memberi
SMS Gateway. Berdasarkan Hasil pengujian menunjukan respon dengan cepat . Penggunaan GPS dalam sistem
tingkat keberhasilan mengenali lokasi kecelakaan adalah monitoring saat ini sedang dalam tahap pengembangan
90% yang telah memenuhi kontribusi yang diinginkan yang sangat cepat.
Kata kunci :

Kata Kunci Smart Vehicle , Google Maps, SMS II. TINJAUAN PUSTAKA
Gateway A. SMS Gateway

I. PENDAHULAN Short Message Service (SMS) adalah protokol layanan


pertukaran pesan text singkat (sebanyak 160 karakter per
P ADA era modern ini transportasi sangat berkembang
dengan pesat. Seiring dengan perkembangan ini
semakin banyak pula terjadi kecelakaan lalu lintas.
pesan) antar telepon. SMS ini pada awalnya adalah
bagian dari standar teknologi seluler GSM, yang
kemudian juga tersedia di teknologi CDMA, telepon
Kecelakaan yang terjadi pada kendaraan bermotor
rumah PSTN, dan lainnya.SMS menyediakan
maupun sepeda motor menjadi penyebab kematian
pengiriman pesan text secara cepat, mudah dan murah.
tertinggi ke 3 di Indonesia [3].
Pemanfaatan layanan SMS sekarang tidak hanya
Menurut data dari BPS (Badap pusat Statistik) [2] digunakan untuk mengirim pesan ke antar pengguna
terjadi peningkatan kecelakaan sekitar 1000 kasus ponsel tapi pemanfaatannya bisa diaplikasikan untuk
rata-tata tiap tahunnya. Jumlah korban yang tewas mengirimkan perintah atau informasi dari perangkat
karena kecelakaan juga tidak sedikit . tahun 2008 elektronik satu ke perangkat elektronik yang lainnnya,
tercatat 20188 jiwa tewas karena kecelakaan. seperti komputer atau mikrokontroller. Aplikasi SMS
Namun perlu diingat bahwa korban kecelakaan tidak pada berbagai media ini yang umum disebut sebaga SMS
hanya korban yang tewas melainkan , adanya gateway.
keterlambatan dalam penanganan pada korban
kecelakaan dengan yang tidak tertangani dengan baik,
sehingga berakibat kematian maupun cacat seumur

C22-1
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

B. NMEA Format Bulan, dan juga menawarkan perencana rute dan pencari
letak bisnis di U.S., Kanada, Jepang, Hong Kong, Cina,
NMEA adalah standar kalimat laporan yang UK, Irlandia (hanya pusat kota) dan beberapa bagian
dikeluarkan oleh GPS receiver. Standar NMEA Eropa. Google maps juga menyediakan Maps API yang
memiliki banyak jenis bentuk kalimat laporan, di digunakan untuk mengatur tampilan peta sesuai dengan
antaranya yang paling penting adalah koordinat lintang kebutuhan kita .
(latitude), bujur (longitude), ketinggian (altitude), waktu
sekarang standar UTC (UTC time), dan kecepatan Pada digunakan google map API Geocoding yang
(speed over ground). mereques dengan mengirimkan URL
Jenis kalimat NMEA adalah sebagai berikut: http://maps.googleapis.com/maps/api/geocode/xml?latl
Tabel 1. Jenis kalimat NMEA ng=-7.28046,112.78141&sensor=true .
Kalimat Deskripsi
$GPGGA Global positioning
sistem fixed data E. QT Programming
Qt Framework sudah sejak lama digunakan untuk
$GPGLL Geographic position mengembangkan aplikasi lintas platform. Qt sendiri
latitude / longitude dibuat pada tahun 1996 oleh perusahaan dari swedia
yang bernama Trolltech. Karena sifarnya yang lintas
platform anda dapat membuat aplikasi yang berjalan
$GPGSA GNSS DOP and
diatas platform Windows, Linux, dan Mac.
active satellites
Dengan Qt kode yang sama dapat dijalankan pada
$GPGSV GNSS satellites in target platform yang berbeda. Qt Framework sudah
view didesain sedemikian rupa sehingga mudah digunakan
$GPRMC Recommended oleh developer tanpa harus mengorbankan fleksibilitas
minimum specific dan efisiensi. Qt mendukung pengembangan dengan dua
GNSS data bahasa utama yaitu Object Oriented C++ dan Java.
Qt Framework memiliki koleksi class library yang
$GPVTG Course over ground lengkap dan konsisten didukung oleh dokumentasi yang
and ground speed komprehensif. Class library tersebut berisi semua
function yang dibutuhkan untuk mengembangkan
aplikasi.
C. Format Data GPS
F. Mysql
Pada penelitian ini digunakan format NMEA
MySQL adalah sebuah perangkat lunak sistem
$GPRMC,092204.999,A,4250.5589,S,14718.5084,E,0.
manajemen basis data SQL (bahasa Inggris: database
00,89.68,211200,,*25 yang dioleh menjadi format bisa
management system) atau DBMS yang
di kirim melalui sms , contoh format
multithread,multi-user, dengan sekitar 6 juta instalasi di
$4250.5589,S,14718.5084,E * , Tanda $ digunakan
seluruh dunia. MySQL AB membuat MySQL tersedia
untuk memulai databujur dan digunakan untuk
sebagai perangkat lunak gratis dibawah lisensi GNU
mengakhiri data bujur dan digunakan untuk penanda
General Public License (GPL), tetapi mereka juga
data lintang gps , untuk tanda * digunakan untuk
menjual dibawah lisensi komersial untuk kasus-kasus
penandaan akhir data.
dimana penggunaannya tidak cocok dengan penggunaan
GPL.Untuk mempermudah digunakan Mysql Front ,
D. GoogleMap mysql Front merupakan tampilan grafis Mysql berbasis
windows yang banyak digunakan .

III. PERANCANGAN SISTEM


Perancangan sistem meliputi bagian Akses GPS, Akses
GSM dengan menggunakan perintah AT-command,
perancangan GUI berbasis toolkit QT, perancangan
database, interfacing database lewat QT, integrasi QT
dengan google map.

A. Diagram Sistem Perencanaan dan Pembuatan Sistem


Gambar. 1. Tampilan Google Map
Google Map adalah sebuah jasa peta globe virtual gratis
dan online yang menawarkan peta yang dapat diseret dan
gambar satelit untuk seluruh dunia dan baru-baru ini,

C22-2
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Hasil dari pre Processing ini adalah file shape kota


surabaya. Hasil konversi Peta Ditunjukan pada gambar
4. Selanjutnya file Shape Rumah Sakit ini di ambil
koordinatnya untuk export ke mysql. Hasil konversi
ditunjukan pada Gambar 5.

Gambar 5. Hasil Koversi Shapefie ke MySQL

Gambar 3. Diagram Perancangan Sistem

C. Perancangan Database
Perancangan Database disini ditujukan pada Gambar 6.
Pada Gambar 3 data koordinat dari smart vehicle di Pada perancangan ini menggunakan lima tabel yaitu
simpan dalam database , kemudian dilakukan parsing tabel inbox yang berfungsi untuk mencatat parameter
data untuk membedakan konten isi sms dengan karakter nama, nomer telpon, waktu. Tabel rumah Sakit lokasi
yang tidak diinginkan. hasil parsing data ini berupa bujur rumah sakit beserta koordinat yang digunakan oleh
lintang dalam format Degree/Minute yang harus sistem untuk merujuk ruma sakit terdekat saat terjadi
dikonversi kedalam format derajat . setelah dilakukan kecelakaan.
konversi derajat , data dikirim ke google map untk
reques lokasi ke goolemaps. Setelah itu google map
membalas informasi yang diminta pada sistem server D. Perancangan Sistem Tampilan
lokasi yang dikirim dengan format XML , pada tahap ini
dilakukan parsing data untuk memperoleh data jalan dan Perancangan Sistem tampilan yang ditunjukkan oleh
data ini akan disimpan. Setelah itu sistem mencari lokasi gambar 7 ini bertujuan untuk mengetahui alur dari sistem
rumah sakit terdekat dengan cari menghitung jarak antar yang kita buat, ada 8 Menu Utama dalam Sistem
2 titik , dan dicari jarak paling sedikit, kemudian mencari Monitoring ini yaitu :
data diri dari smart vehicle , dan juga nomer lain yang 1. MainPage : berfungsi untuk menampilkan peta
bisa dihubungi . setelah semua data ditemukan maka sms Googlemaps hasil pencarian lokasi kecelakaan
dikirim pada nomer yang telah ditentukan . Proses 2. SettingKoneksi : digunakan untuk mensetting
terakhir lokasi dikirim ke googlemap untuk ditampilkan.
Koneksi seriall , Koneksi Database , dan
B. Pre Processing
Pre-processing adalah proses awal mengelola data inbox
outbox
lokasi koordinat rumah sakit, yang diambil dari peta PK idinbox
PK idoutbox
garmin dari navigasi.net , dengan mengekstrak data nama report nama
dari peta garmin ini koordinat dimasukkan ke dalam tlp
waktu tlp
PK idreport
database . sehingga mempermudah dalam pencarian sms PK,FK2 idrumahsakit waktu
PK,FK3 idkontak sms
lokasi rumah sakit.
lokasi
waktu
rumah sakit kontak
FK1 idinbox
bujur PK idkontak
PK idrumahsakit
lintang
nama nama
tlp tlp
ket ket
bujur
lintang

Gambar 6. Perancangan Database


mengecek koneksi ke goolge map
Gambar. 4. Hasil Konversi Peta GPS Garmin
3. SMS Gateway : berisi daftar sms Inbox ,dan
outbox dan di menu ini disediakan untuk
mengirim pesan secara manual

C22-3
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

4. Data Rumah Sakit : berisi data rumah sakit untuk 3 3.4 8 9


daerah surabaya beserta nomer telepon .
4 4.7 7 7
5. Data Pihak Lain : berisi data pihak pihak lain yang
perlu dikirim informasi oleh sistem Server 5 7.3 6 6
6. Contact Person : menambahkan data nomer telepon 6 4.6 7 7
dari smartvehicle dan menambahkan orang yang 7 5.5 6 6
akan dihubungi. 8 7.2 6 7
9 4.4 9 8
10 4.5 6 6

Gambar 7 Visual Desain Setting QT

IV. HASIL PERCOBAAN


Gambar 8 Performance delay tiap jaringan
Pengujian dilakukan menggunakan Laptop Core2Duo
dengan Clok 2 Ghz dengan ram 2 GB dan OS Windows
B. Pengujian Lokasi Kecelakaan
Vista Basic ,SMS gateway menggunakan modul GSM
Pengujian dilakukan dengan membandingkan data
Wavecom Fasttrack . untuk koneksi modem Prolink
Jalan secara real dan kemudian Koordinat GPS dicatat ,
cp100 dengan kecepatan 314kbs .
kemudian data koordinat GPS di cari lokasi di google
map. Pada pengujian diambil data jalan Raya Umum 2
A. Pengujian SMS Gateway
Jalur , Jalan Raya Umum searah , Gang .
Pengujian sms dilakukan untuk mengetahui
keterlambatan informasi sms yang dilakukan oleh BTS
Tabel 3 Ketepatan Pencarian Lokasi Googlemap
ke pada server pada jam tertentu. Pada Pengujian ini
dilakukan dengan mengetahui performance system
smartvehicel terhadap jaringan CDMA dengan jaringan No Jalan Google Map Keterangan
Jalan Raya Kertajaya
GSM pada waktu tertentu. Pengujian dilakukan dengan 1 Kertajaya Indah Cocok
cara mengirimkan informasi ke jaringan melalui SMS
client yang ada di smartvechicle dan kemudian 2 Tandes Jalan Suko Manunggal Tidak Cocok
Kedung
menghitung selisih waktu antara data di kirim oleh 3 Doro Jalan Kedung Doro Cocok
smartvehicle dan data diterima setelah melalui provider Jalan Ngemplak
yang ditunjukkan oleh tabel 2 dan gambar 8. Pada 4 Ngemplak Paneleh Cocok
gambar 8 terlihat performasi delay pada jaringan yang Jagung Jalan Jaksa Agung
diukur mempunyai delay yang hampir sama walaupun 5 Suprapto Suprapto Cocok
terlihat pebedaan pada jaringan CDMA ke GSM, namun 6 Ketupa Jalan Ketupa Cocok
perbedaan tersebut relatif kecil. Selisih delay tiap Kusuma
jaringan tersebut sangat dipengaruhi oleh kapasitas 7 Bangsa Jalan Kusuma Bangsa Cocok
jaringan dan kepadatan trafik data SMS. Pada tabel 8 Diponegoro Jalan Diponegoro Raya Cocok
terlihat rata-rata selisih delay antara data SMS dikirim 9 Wonokromo Jalan Wonokromo Raya Cocok
dan data SMS diterima sekitar 5.3 detik untuk CDMA ke
GSM, 7.2 detik untuk GSM ke GSM dan 7.6 detik untuk 10 Darmo Jalan Darmo Raya Cocok
Ahmad Jalan Jenderal Ahmad
CDM ke CDMA 11 Yani Yani Cocok

Tabel 2 Pengujian SMS 12 Jemur Sari Jalan Jemur Sari Cocok


Embong
13 Sawo Jalan Embong Sawo Cocok
Selisih Waktu sms (detik) Jalan Raya
GSM ke CDMA ke
14 ITS Jalan ITS Raya Cocok
No CDMA ke GSM GSM CDMA 15 Mulyosari Jalan Mulyosari Raya Cocok
1 6.1 9 11 16 Kaliwaron Jalan Kaliwaron Cocok
Embong
2 5.4 8 8 17 Sawo Jalan Embong Sawo Cocok

C22-4
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

18 Petemon Jalan Petemon Kali Cocok Jalan


Tentara 3 poliklinik unesa 3,723685 Diponegoro
19 Geni Pelajar Jalan Kawi Tidak Cocok Jalan
20 Tidar Jalan Tidar Cocok 4 puskesmas jagir 3,149366 Diponegoro
Jalan
5 pramita lab 1,673744 Diponegoro
Persen % Ketepatan = ( Data cocok / Sample Data) * Jalan
puskesmas
100% Diponegoro
6 sawahan 1,42201
= ( 18 / 20) * 100% = 90 %
Jalan
Dari hasil pengujian ini didapatkan bahwa , 90 persen
7 medic 5,10662 Diponegoro
kecocokan hasil pencarian koordinat yang dilakukan
Jalan
google map. Ketidak cocokan disebabkan karena
8 rsal dr oepomo 5,98747 Diponegoro
konversi koordinat GPS yang berfomat Degreee /
Jalan
Minute ke lintang / bujur sehingga mengakibatkan klinik dokter
Diponegoro
pergeseran lokasi. 9 spesialis rkz 1,718149
Jalan
puskesmas
Diponegoro
C. Pengujian Jarak Rumah Sakit 10 banyuurip 1,28415
Dalam pengujian dilakukan pengujian jarak
koordinat sebenarnya dengan koordinat Rumah sakit Dari tabel 4 dapat dilihat bahwa jarak terpendek dari
pada database. Metode yang digunakan dalam pengujian lokasi jalan diponegoro adalah puskesma banyu urip
ini adalah dengan menghitung jarak antar stasiun dengan estimasi perhitungan 1,2 KM .
berdasarkan data GPS lintang dan bujur . Pada garis
khatulistiwa,satu derajat lintang (latitude) mempunyai V. KESIMPULAN
nilai konversi dalam meter sebesar 110.067 meter
(68,392 mil), sedangkan satu derajat bujur (longitude) Telah dipaparkan bahwa sistem informasi smart
pada garis khatulistiwa memiliki nilai konversi sebesar vehicle ini menunjukan bahwa monitoring lokasi
110.321meter (68,550 mil). Posisi lintang dan bujur kecelakaan ini mempunyai kelebihan dalam pengiriman
dalam meter dapat dihitung sebagai berikut: Informasi lokasi kecelakaan dengan lebih cepat dengan
rata-rata pengiriman data melalui SMS sebesar 7 detik
Posisi lintang = koordinat lintang x 110.067 (meter) dengan akurasi ketepatan pembacaan lokasi rata-rata
Posisi bujur = koordinat bujur x 110.321 (meter) sebesar 90% dari lokasi sebenarnya , akan tetapi sistem
ini masih ada kekurangan dalam hal pengenalan lokasi
Sehingga dapat dihitung jarak terdekat dengan kecelakaan , dimana konversi dari database yang tidak
menggunakan rumus: presisi sehingga menyebabkan identifikasi lokasi yang
tidak tepat, untuk sms terdapat keterlambatan
pengiriman oleh BTS dan juga karena menggunakan
googlemap sistem ini membutuhkan koneksi internet
yang cukup cepat.
Keterangan:
lintang1 : posisi lintang rumah sakit VI. DAFTAR PUSTAKA
lintang2 : posisi lintang lokasi jalan
bujur1 : posisi bujur rumah sakit [1] Achmad Fatkhur Rochman, Pembuatan Software Peta untuk
bujur2 : posisi bujur lokasi jalan Monitoring Perjalanan Kendaraan Bermotor, .Teknik
Elektronika Institute Teknologi Sepuluh Nopember ;2007
[2] Agung , Landung . Aplikasi OpenSource (OS) Mapserver
Untruk Peranccangan SIG Berbasis Web.
Tabel 4. Jarak Rumah sakit dengan lokasi tempat [3] Tugas Akhir. Teknik Geomatika Fakultas Tenik Sipil dan
kecelakaan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember.2006
[4] http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?
Jarak Tempat abel=1&daftar=1&id_subyek=17&notab=14 (diakses 4
No Rumah Sakit (KM) Kecelakaan Oktober 201
balai kesehatan [5] http://www.ilmukomputer.com (Diakses 10 Nopember 2010)
[6] http://wavecom.com (Diakses 25 Desember 2010)
mata Jalan
1 5,280152 [7] http://id.wikipedia.org/ wiki/Global_Positioning_System/
masyarakat Diponegoro [8] http://code.google.com/apis/maps/documentation/geocoding/#
surabaya ReverseGeocoding
Jalan
2 adi hayati klinik 5,106037
Diponegoro

C22-5
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Estimasi Kanal Mobile-to-Mobile untuk Mitigasi


ICI pada Sistem OFDM
Mulyono, T. Suryani dan G. Hendrantoro
Jurusan Teknik Elektro, Institut Teknologi sepuluh Nopember
Kampus ITS, Keputih-Sukolilo, Surabaya, 60111
mul.te.08@gmail.com, titiks@ee.its.ac.id, gamantyo@ee.its.ac.id

sistem penerima yang mampu untuk melakukan estimasi


Abstrak Orthogonal Frequency Division Multiplexing terhadap perubahan kanal.
(OFDM) adalah sebuah teknik transmisi yang Banyak teknik estimasi telah diusulkan untuk
menggunakan beberapa buah frekuensi (multicarrier) memperkirakan dan mengoreksi CFO sebelum
yang saling tegak lurus (orthogonal). Dalam sistem OFDM,
dimodulasi. Moose mengusulkan suatu skema untuk
setiap subcarrier memiliki bandwidth yang sempit, yang
membuat sinyal tahan terhadap frekuensi selektif yang memperkirakan CFO dengan cara mengulangi simbol
dapat timbul dari delay spread multi-path. Salah satu data dan membandingkan fase setiap subcarrier antara
kelemahan dari sistem OFDM adalah sensitif terhadap simbol-simbolnya [2]. Namun, skema ini menambahkan
kesalahan frekuensi offset karena pergeseran Doppler lebih banyak overhead dan mengurangi efisiensi
pada kanal mobile. bandwidth.
Permasalahan yang timbul pada kanal Van de Beek mengembangkan metode
Mobile-to-Mobile Rayleigh Faded adalah terjadinya
pergeseran Doppler yang semakin besar, sehingga
maximum-likelihood (ML) estimator dengan cara
menimbulkan Doppler spread yang semakin lebar. Untuk memanfaatkan redudansi pada cyclic prefix (CP) [3].
itu, perlu dilakukan estimasi kanal untuk meningkatkan Akan tetapi, metode ini akan mengalami degradasi
kinerja dari sistem. Pada penelitian ini, kanal diestimasi kinerja ketika delay spread sebanding dengan panjang
menggunakan Algoritma Least Square berdasarkan cyclic prefix (CP).
susunan Pilot Tipe Comb dan diinterpolasi dengan Coleri menggunakan metode estimasi berbasis pilot
pendekatan Linier dan pendekatan Polynomial. Hasil dari tipe block dan pilot tipe comb. Estimasi kanal berbasis
estimasi ini digunakan sebagai koefisien untuk mitigasi pilot tipe block dikembangkan berdasarkan asumsi kanal
ICI. Dengan adanya estimasi kanal ini diharapkan mampu
slow fading. Estimasi kanal ini didasarkan pada LS dan
meningkatkan kinerja dari mitigasi ICI.
MMSE. Sedangkan estimasi kanal berbasis pilot tipe
Kata Kunci Doppler Spread, Estimasi Kanal, comb digunakan untuk perubahan kanal terhadap satu
Equalizer, Interpolasi, Least Square. blok OFDM atau lebih. Estimasi ini terdiri dari algoritma
yang mengestimasi berdasarkan pada frekuensi pilot dan
I. PENDAHULUAN untuk interpolasi kanal. Estimasi pilot tipe comb
didasarkan pada LS, MMSE atau LMS. Pada papernya
O rthogonal Frequency Division Multiplexing
(OFDM) adalah sebuah teknik transmisi yang
menggunakan beberapa buah frekuensi (multicarrier)
Coreli membandingkan kinerja dari kedua metode
dengan menerapkan 16QAM, QPSK dan DQPSK
sebagai skema modulasi dengan Rayleigh Fading dan
yang saling tegak lurus (orthogonal). OFDM merupakan AR (Auto-regresif) sebagai model kanal [4].
suatu teknik yang menarik untuk transimisi data Pada paper ini, penulis akan membandingkan kinerja
kecepatan tinggi dalam sistem komunikasi bergerak. dari metode estimasi yang berbasis pilot tipe comb
Dalam sistem OFDM, setiap subcarrier memiliki didasarkan pada LS pada kanal mobile-to-mobile
bandwidth yang sempit, yang membuat sinyal tahan rayleigh faded dengan Frequency doppler (Fd) yang
terhadap frekuensi selektif yang dapat timbul dari delay bervariasi. Selain itu juga, akan dibahas bagaimana
spread multi-path. Salah satu kelemahan dari sistem mengestimasi kanal mobile-to-mobile yang berubah
OFDM adalah sensitif terhadap kesalahan frekuensi dengan cepat setiap waktu pada sistem OFDM
offset karena pergeseran Doppler pada kanal mobile [1]. menggunakan interpolasi linier dan polynomial.
Hal ini dapat menyebabkan Doppler spread dan Tujuannya adalah untuk mendapatkan suatu koefisien
penyimpangan di frekuensi carrier akan merusak yang akan digunakan sebagai referensi pada ZF
orthogonalitas antar subcarrier dan menimbulkan Equalizer. Hasil penelitian ini nantinya diharapkan akan
intercarrier interference (ICI) yang menurunkan kinerja memberikan manfaat dari sisi keilmuan yaitu
sistem. pengembangan penelitian tentang estimasi kanal dan
Pada kanal mobile-to-mobile, ICI akan menjadi lebih meminimalisasi dampak dari doppler spread. Pada
besar dari yang seharusnya dan ini merupakan masalah bagian II, deskripsi dari pemodelan sistem yaitu model
dari sistem OFDM dan model dari kanal
yang cukup serius. Oleh karena itu, diperlukan suatu
mobile-to-mobile. Pada bagian III, estimasi kanal

C23-1
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

berdasarkan pilot tipe comb dan interpolasi linier. Pada Selanjutnya simbol-simbol OFDM di konversi
bagian IV, simulasi dan analisis. Bagian V, kesimpulan. kembali kedalam bentuk serial oleh P/S untuk
selanjutnya dikirimkan.
II. PEMODELAN SISTEM Sedangkan pada bagian penerima dilakukan proses
Secara umum, pemodelan yang digunakan terbagi kebalikan dari bagian pengirim yaitu dimulai dari S/P,
dalam dua bagian yaitu pemodelan untuk sistem OFDM guard removal, discrete fourier transform (DFT) sampai
dan pemodelan kanal. pada estimasi kanal. Pada estimasi kanal ini digunakan
estimasi berbasis pilot tipe comb berdasarkan LS yang
A. Sistem OFDM selanjutnya diinterpolasi dengan pendekatan linier dan
OFDM (orthogonal frequency division multiplexing) polynomial untuk mendapatkan respon frekuensi kanal
adalah sebuah teknik transmisi yang menggunakan F(f).
beberapa buah frekuensi yang saling tegak lurus
(orthogonal). OFDM adalah sebuah teknik transmisi B. Pemodelan Kanal
dengan banyak frekuensi (multicarrier), menggunakan Sinyal yang dipancarkan oleh pengirim akan
discrete fourier transfor (DFT) [5]. dipengaruhi oleh beberapa fenomena fisik, sehingga
Teknologi ini sebenarnya sudah pernah diusulkan sinyal yang diterima mengalami perubahan fase,
pada sekitar tahun 1950 dan penyusunan teori-teori dasar polarisasi dan level dari suatu sinyal terhadap waktu.
dari OFDM sudah selesai sekitar tahun 1960. Pada tahun Fenomena ini didefinisikan sebagai fading. Fading
1966, OFDM telah dipatenkan di Amerika [6]. dapat didefinisikan sebagai perubahan fase, polarisasi
Kemudian pada tahun 1970-an, muncul beberapa buah dan atau level dari suatu sinyal terhadap waktu. Definisi
paper yang mengusulkan untuk mengaplikasikan DFT dasar dari fading yang paling umum adalah yang
(discrete fourier transform) pada OFDM [7] dan sejak berkaitan dengan mekanisme propagasi yang melibatkan
tahun 1985 muncul beberapa paper yang memikirkan refraksi, refleksi, difraksi, hamburan dan redaman dari
pengaplikasian tekonologi OFDM ini pada komunikasi gelombang radio [9]. Dalam penelitian ini jenis kanal
wireless. Pada sistem OFDM estimasi kanal dapat dilihat yang akan digunakan adalah mobile-to-mobile rayleigh
seperti pada gambar 1. faded.
Contoh sederhana dari komunikasi mobile
machine-to-machine adalah car-to-car (C2C) atau
ekuivalen dengan komunikasi vehicle-to-vehicle (V2V).
Selain itu, komunikasi C2C atau V2V berada dibawah
naungan dari apa yang disebut sebagai komunikasi
mobile-to-mobile (M2M). Dikatakan sebagai sistem
komunikasi mobile-to-mobile, bila semua entitas dari
Gambar 1. Diagram blok sistem baseband OFDM [4]. jaringan adalah bergerak, apakah itu mobile users dan
atau vehicle [10].
Prinsip kerja dari sistem OFDM adalah sebagai Untuk kanal rayleigh faded dapat direpresentasikan
berikut. Deretan data biner (informasi) yang akan sebagai [11]:
dikirim dikonversikan terlebih dahulu kedalam bentuk
h = x(t ) + jy(t )
paralel oleh S/P, sehingga bila bit rate adalah R dan (1)
jumlah jalur paralel adalah p maka bit rate untuk
tiap-tiap jalur paralel adalah R/p. Selanjutnya digunakan x(t ) =
2 M
[
cos 2f cos( n )t + n
M n=1
]
(2)
QPSK sebagai modulasi untuk setiap subcarrier.
Pada blok pilot insertion dilakukan proses penyisipan y (t ) =
2 M
[
cos 2f sin ( n )t + n
M n =1
]
pilot berbasis pilot tipe comb. Kemudian dilanjutkan (3)
dengan proses inverse discrete fourier transform (IDFT)
untuk pembuatan simbol OFDM. Bila ukuran IDFT dimana k , n, k dan n,k adalah saling independent dan
adalah N maka N harus lebih besar dari jumlah didistribusikan secara uniform pada [ , ) untuk semua
subcarrier supaya menghasilkan oversampling. n dan k. h merupakan kanal rayleigh faded.
Penggunaan IDFT ini memungkinkan pengalokasian Untuk kanal mobile-to-mobile rayleigh faded dapat
frekuensi yang saling tegak lurus (orthogonal). direpresentasikan sebagai [12]-[13]:
Guard insertion bertujuan untuk menghindari
terjadinya ICI. Hal ini karena cyclic prefix (CP) yang h = x(t ) + jy (t )
digunakan pada guard insertion mengubah konvolusi (4)
linier dengan respon impuls kanal menjadi konvolusi x (t ) =
2 N ,M
NM ,m =1
[
cos 2f1 cos ( n )t + 2f 2 cos ( m )t + nm
x
] (5)
cyclic. Oleh karena konvolusi cyclic pada domain waktu n
menjadi perkalian skalar pada domain frekuensi maka
subcarrier akan tetap orthogonal. Dengan menyisipkan y (t ) =
2 N ,M
[
cos 2f1 sin ( n )t + 2f 2 cos ( m )t + nm
NM n,m =1
y
] (6)
CP berarti akan menambah panjang simbol OFDM dari
Tu menjadi Tu+Tcp, dimana Tcp adalah panjang CP [8].

C23-2
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

2n + (7) yang berada dalam domain frekuensi harus dikonversi


n =
4N terlebih dahulu kedalam domain waktu dengan IDFT [4]:
2m + 2kn
m = 2 N p 1 j
4M G(n) = H pe , n = 0,1,..., N p 1
Np
(8) (12)
k =0

x/ y
dimana nm , dan adalah saling independent dan
Selanjutnya dilakukan penentuan hmid sebagai titik
didistribusikan secara uniform pada [ , ) untuk
tengah untuk interpolasi. Penentuan hmid ini didapat
semua n, m, x dan y. berdasarkan estimasi kanal yang telah dikonversi
kedalam domain waktu.
III. ESTIMASI KANAL DAN INTERPOLASI Interpolasi linier menggunakan dua buah pilot
Estimasi kanal merupakan suatu proses yang subcarrier yang berurutan bertujuan untuk menentukan
digunakan untuk mendapatkan karakteristik kanal respon kanal dari data subcarrier yang berada diantara
berdasarkan urutan pilot yang dikirim. Pada penelitian dua pilot. Interpolasi linier yang digunakan adalah
ini digunakan pilot tipe comb untuk mengestimasi kanal. interpolasi linier piecewise. Interpolasi linier piecewise
Pilot tipe comb berkerja pada domain frekuensi disebut juga sebagai interpolasi spline orde satu.
berdasarkan least square (LS) yang selanjutnya Interpolasi linier piecewise dibangun berdasarkan
diinterpolasi dengan pendekatan linier dan polynomial. interpolasi linier lokal [14].

( )
S i ( z ) := Li ( z ) = ai + bi z xi , z xi , xi +1 [ ] (13)

untuk i = 1 : n 1, dimana koefisien dapat ditulis sebagai


berikut:

ai = y i (14)
y y
bi |= i +1 i (15)
Gambar 2. Estimasi berbasis pilot tipe comb [10]. xi +1 xi

Sedangkan interpolasi polynomial yang digunakan


Estimasi kanal berbasis pilot tipe comb dilakukan
adalah interpolasi spline cubic. Interpolasi spline cubic
dengan memberikan beberapa pilot disetiap simbol
menghasilkan polynomial yang kontinyu dan kurva yang
OFDM. Pada tipe ini sinyal pilot Np dimasukkan halus berdasarkan titik data (pilot). Interpolasi spline
kedalam deretan data simbol X(k) sesuai dengan cubic dapat digunakan dengan menggunakan fungsi
persamaan berikut [4]: spline yang terdapat dalam Matlab.
Estimasi kanal Mobile-to-Mobile dengan Fd = 0.4

X (k ) = X (mL + l )
2.5
(9)
2
x p(m) l =0
X ( k ) = data l =1,...,L1

(10) 1.5

dimana: 1

0.5
xp : nilai pilot carrier ke-m.
Level daya

0
L : Jumlah dari subcarriers/Np
-0.5
Estimasi kanal berbasis pilot tipe comb yang
-1
didasarkan pada LS dapat direpresentasikan sebagai
-1.5 Pilot
berikut [4]:
y p (k )
Respon Impuls
-2 linier
hep (k ) = Polynomial
x p (k ) -2.5
0 500 1000 1500 2000 2500
(11) Sampel

dimana k = 1, ... Np-1 Gambar 3. Estimasi kanal pada kanal Mobile-to-Mobile

Np merupakan sinyal pilot yang ada dalam setiap simbol


OFDM. yp merupakan pilot keluaran dari DFT
sedangkan xp merupakan pilot yang disisipkan sebelum Gambar 3 menunjukkan bentuk dari estimasi kanal
proses IDFT. Mobile-to-Mobile yang menggunakan interpolasi
Pada penelitian ini digunakan interpolasi dengan dengan pendekatan linier dan polynomial dengan Fd =
pendekatan linier dan pendekatan polynomial. 0.4.
Interpolasi dilakukan dalam domain waktu sehingga hep

C23-3
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

-2
MSE vs Fd
Equalizer yang digunakan untuk mitigasi ICI adalah 10

zero forcing equalizer. Zero forcing equalizer


merupakan suatu algoritma ekualisasi linier yang
berguna untuk membalikkan respon frekuensi kanal.
Zero forcing equalizer C(f) dapat dituliskan sebagai
-3
[15]: 10

MSE
C(f) = 1/F(f) (16)

dimana : F(f) merupakan respon frekuensi kanal.


-4
10 Spline M2M
Ada beberapa parameter yang digunakan untuk Piecewise linear M2M
Spline M2F
melihat unjuk kerja dari sistem yaitu:
Piecewise linear M2F
1. Kinerja estimasi dilihat berdasarkan
0.04 0.06 0.08 0.1 0.12 0.14 0.16 0.18 0.2 0.22 0.24
perbandingan antara MSE vs Fd. Fd
2. Kinerja mitigasi ICI dilihat berdasarkan Gambar 4. MSE vs Fd pada kanal Mobile-to-Mobile dan
perbandingan antara BER vs Eb/No. kanal Mobile-to-Fix

Mean square error (MSE) digunakan untuk melihat Mobile-to-Mobile (M2M) menunjukkan penurunan nilai
kinerja dari interpolasi linier dan interpolasi polynomial. MSE pada saat nilai Fd kecil dari 0.095. Nilai Fd pada
MSE dapat juga ditulis sebagai: kanal mobile-to-mobile merupakan penjumlahan antara
Fd1 dengan Fd2, dimana nilai Fd1 sama dengan nilai
2
N) Fd2. Penurunan ini terjadi karena untuk nilai Frequency
ep
h
n =1
h Doppler (Fd) yang kecil jumlah osilasi yang terjadi pada
MSE = (17) kanal sangat kecil.
N
dimana: Estimasi kanal sangat dipengaruhi sekali oleh
) besarnya nilai Fd. Semakin besar nilai Fd maka titik data
hep : Estimasi kanal
yang digunakan untuk interpolasi akan semakin bergeser
h : Respon impuls kanal dari posisi yang seharusnya. Pergeseran posisi titik data
pada kanal yang menggunakan Fd = 0.4 dapat dilihat
Sedangkan parameter simulasi yang digunakan dalam seperti pada gambar 3.
simulasi dapat dilihat seperti tabel 1. Sedangkan MSE sangat dipengaruhi sekali oleh teknik
interpolasi yang digunakan. Pemilihan teknik interpolasi
Tabel 1. Parameter Simulasi yang tepat sangat berpengaruh dengan kondisi kanal
yang ada. Untuk kondisi kanal dengan nilai Fd yang
Parameters Specifications tinggi, lebih sesuai menggunakan interpolasi polynomial
FFT Size 128 karena lebih mampu mengikuti bentuk lengkungan dari
Number of Subcarrier 120 kanal terlihat seperti pada gambar 3. Sedangkan untuk
Pilot Ratio 1/8 kondisi kanal yang memiliki nilai Fd yang kecil lebih
sesuai menggunakan interpolasi linier karena lebih
Guard Interval 32
mendekati garis lurus.
Guard type Cyclic Extension
Signal Constellation QPSK BER vs Eb/No dengan Fd = 0.2
Channel Model Mobile-to-Mobile Polynomial M2M
Rayleigh Faded dan Linier M2M
Mobile-to-Fix Rayleigh Polynomial M2F
-1 Linier M2F
Faded 10

IV. SIMULASI DAN ANALISIS


BER

Simulasi ini dilakukan dengan menggunakan


pemrograman Matlab dan dilakukan sebanyak 50 kali -2
10
percobaan. Parameter pada kanal Mobile-to-Mobile
Rayleigh Faded menggunakan jumlah N = M = 8.
Sedangkan untuk nilai Fd yang digunakan dalam
simulasi berkisar antara 0.04 sampai 0.6.
0 5 10 15 20 25 30 35 40
Gambar 4 menunjukkan penurunan nilai MSE untuk Eb/No
interpolasi linier Mobile-to-Fix (M2F) pada saat nilai Fd Gambar 5. BER vs Eb/No dengan Fd = 0.2.
kecil dari 0.085. Sedangkan untuk interpolasi linier

C23-4
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Gambar 5 menunjukkan perbandingan antara BER vs dipengaruhi oleh besarnya nilai Fd. MSE sangat
Eb/No dengan Fd = 0.2 pada kanal Mobile-to-Mobile dipengaruhi oleh teknik interpolasi yang digunakan.
dan kanal Mobile-to-Fix. Untuk mendapatkan nilai BER Untuk nilai Fd dibawah 0.1 interpolasi linier lebih baik.
10-2 pada interpolasi polynomial dan linier untuk kanal Sedangkan untuk nilai Fd diatas 0.1 interpolasi
Mobile-to-Mobile dibutuhkan Eb/No sebesar 18dB. polynomial memiliki kinerja yang lebih baik dibanding
Sedangkan interpolasi polynomial pada kanal dengan interpolasi linier. Estimasi kanal yang dilakukan
Mobile-to-Fix untuk mendapatkan nilai BER 10-2 memiliki hasil yang baik karena masih mampu mencapai
dibutuhkan Eb/No sebesar 23dB. Sedangkan interpolasi BER 10-2 untuk Fd = 0.3.
linier pada kanal Mobile-to-Fix dibutuhkan Eb/No
sebesar 24dB untuk mendapatkan BER sebesar 10-2.
DAFTAR PUSTAKA
BER vs Eb/No dengan Fd = 0.3 pada kanal Mobile-to-Mobile
[1] Hao Miin-Jong, Decision Feedback Frequency Offset
Polynomial, a = 1.5 Estimation and Tracking for General ICI Self-Cancellation
Linier, a = 1.5 Based OFDM Systems, IEEE Trans. On Broadcasting, vol. 53,
Polynomial, a = 1 no. 2, June 2007.
Linier, a = 1 [2] P. H. Moose, A technique for orthogonal frequency division
-1
10 Polynomial, a = 0.5 multiplexing frequency offset correction, IEEE Trans.
Linier, a = 0.5
Communication, vol. 42, pp. 29082914, Oct. 1994.
[3] J. J. Van de Beek, M. Sandell, and P. O. Borjesson, ML
estimation of time and frequency offset in OFDM systems,
BER

IEEE Trans. Signal Processing, vol. 45, pp. 18001805, July


1997.
[4] S. Coleri, E. Mustafa, P. Anuj, B. Ahmad, A Study of Channel
Estimation in OFDM Systems, IEEE Vehicular Technology
Conference, vol. 2, pp. 894-898, Dec. 2002.
-2
[5] T. Ilyasa, OFDM pada Komunikasi Digital Pita Lebar,
10 Laboratorium Telekomunikasi Universitas Indonesia, June
2007.
[6] R. W. Chang, "Orthogonal frequency division multiplexing", US
0 5 10 15 20 25 30 35 40
Eb/No
Patent 3 488 445, Jan. 1970.
[7] S. Weinstein, P. Ebert, Data Transmission by
Gambar 6. BER vs Eb/No dengan Fd = 0.3 pada Frequency-Division Multiplexing Using the Discrete Fourier
kanal Mobile-to-Mobile. Transform, IEEE Trans. Communication Technology, vol. 19,
pp. 628-634, Jan. 2003.
Gambar 6 menunjukkan perbedaan nilai BER yang [8] F. H. Juwono, D. Gunawan, Prinsip-prinsip OFDM, ANDI
terjadi akibat perubahan yang dibuat pada nilai a. Untuk Yogyakarta, Mar. 2010.
nilai a>1 menjadikan nilai Fd2>Fd1, nilai a=1 [9] B. Sklar, Rayleigh Fading Channels in Mobile Digital
Communication Systems Part I: Characterization, IEEE
menjadikan nilai Fd2=Fd1 dan nilai a<1 menjadikan Communications Magazine, July 1997.
nilai Fd2<Fd1. Pada interpolasi polynomial dengan nilai [10] Y. Shen, Ed Martinez, Channel Estimation in OFDM Systems,
a = 1 memiliki BER yang lebih kecil dibanding dengan Freescale Semiconductor, Inc., 2006.
interpolasi polynomial dengan nilai a = 1.5 dan a = 0.5. [11] Y. R. Zheng and C. Xiao, Improved models for the generation
of multiple uncorrelated Rayleigh fading waveforms, IEEE
Sedangkan untuk nilai a = 0.5 memiliki BER yang Commun. Lett.,vol. 6, no. 6, pp. 256258, Jun. 2002.
sedikit lebih kecil dibanding pada saat nilai a = 1.5. Hal [12] C. S. Patel, G. L. Stuber, T. G. Pratt, Simulation of
ini menunjukkan bahwa sistem yang dirancang sedikit Rayleigh-Faded Mobile-to-Mobile Communication Channels,
lebih ampuh untuk mengatasi pergeseran yang IEEE Trans. On Communications, vol. 53, No. 11, Nov. 2005.
[13] C. S. Patel, G. L. Stuber, T. G. Pratt, Statistical Properties of
disebabkan oleh Fd1 dibanding dengan pelebaran yang
Amplify and Forward Relay Fading Channels", IEEE Commun.
disebabkan oleh Fd2. Dari gambar 6 juga terlihat bahwa Lett., vol. 6, no. 6, pp. 256258, Jun. 2002.
interpolasi linier tidak mampu mencapai BER 10-2 untuk [14] F. Lin, Introduction to Piecewise Polynomial Interpolation,
Fd = 0.3. Scientific Computing, Fall 2007.
[15] N. S. Kumar, K. R. S. Kumar, "Bit Error Rate Performance
Analysis of ZF, ML and MMSE Equalizers for MIMO Wireless
V. KESIMPULAN Communication Receiver", European Journal of Scientific
Dari hasil simulasi dan analisis yang dilakukan dapat Research, Vol. 59, No. 4, pp. 522-532, 2011.
diambil kesimpulan bahwa estimasi kanal sangat

C23-5
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Analisis Kondisi Lapisan Ionosfer Regional


Menjelang Puncak Siklus Matahari ke 24 dan
Pengaruhnya Terhadap Sistem Navigasi
Berbasis Satelit
Asnawi Husin dan Dwiko Unggul Prabowo
Pusat Sains Antariksa LAPAN Jl Dr Junjunan 133 Bandung
asnawihs@yahoo.com

sehingga terjadi degradasi sinyal, penurunan kehandalan


AbstrakAktivitas matahari berdampak pada sistem yang berujung pada penurunan tingkat akurasi
perubahan kerapatan ionosfer. Ionosfer yang terganggu [5]. Pada saat terjadi sintilasi yang kuat, akan
dapat menimbulkan gangguan pada propagasi sinyal radio menyebabkan sinyal loss dan cycle slips akibatnya
satelit. Monitoring TEC (Total Electron Content) dan
penerima kesulitan mengunci sinyal dari satelit.
sintilasi ionosfer menjelang maksimum aktivitas matahari
siklus 24 dilakukan dengan menggunakan penerima Aktivitas matahari adalah sumber utama dari perubahan
GISTM (GPS Ionospheric Scintillation and TEC Monitor) kondisi cuaca antariksa. Data dan pengamatan matahari
dengan sampling data 50 Hz amplitudo sinyal L1 dan TEC yang telah dilakukan bertahun-tahun menunjukkan
pada silnyal L1 dan L2 dari dua titik pengamatan yaitu di adanya siklus 11-tahun aktivitas matahari. Pada siklus
Bandung (-6.9, 107.6) dan Pontianak (-0.06, 109.4). Hasil maksimum, evolusi jumlah bintik matahari (SSN,
analisis menunjukkan kerapatan ionosfer tinggi pada
sunspot number) meningkat dengan diikuti adanya badai
maksimum aktivitas matahari terutama pada bulan-bulan
equinox dimana TEC ionosfer di sekitar Bandung lebih matahari dengan ditandai terjadinya flare yaitu ledakan
tinggi berbanding Pontianak. Pada saat badai geomagnet di matahari yang melepaskan partikel enerjetik dan
tanggal 9 Maret 2012, tidak terjadi sintilasi. Sintilasi besar radiatif. Terjadinya flare sering diikuti dengan peristiwa
terjadi pada tanggal 11 Maret 2012 yaitu pada saat pelontaran massa korona (CME, Coronal Mass
kemunculan Coronal Mass Ejection (CME). Hasil Ejection) yang mengakibatkan terjadinya hantaran masiv
investigasi dengan menggunakan GPS frekuensi ganda
yaitu GPS BAKO Cibinong maka error posisi 2 kali lebih
partikel energi tinggi sehingga terjadi shock di ruang
besar berbanding pada saat tidak ada sintilasi. Error antar planet dan selanjutnya memunculkan badai
tersebut dapat lebih tinggi lagi apabila menggunakan GPS geomagnet dan juga SID (sudden Ionosppheric
frekuensi tunggal. Pengamatan dan monitoring TEC dan disturbance) di atmosfer bumi.
sintilasi ionosfer yang disinergikan dengan informasi cuaca Aspek terpenting saat siklus maksimum matahari
antariksa dapat membantu pengguna satelit untuk adalah rerata peningkatan ultra violet. Peningkatan ultra
mengetahui lebih awal gangguan propagasi sinyal satelit.
violet berdampak langsung pada proses ionisasi dan
Kata Kunci GISTM, Ionosfer, Sintilasi, TEC pemanasan termosfer dimana kerapatan ionosfer akan
lebih tinggi, sehingga sinyal GPS akan sangat
I. INTRODUCTION dipengaruhi saat aktivitas maksimum matahari. Tulisan
akan menganalisis kondisi ionosfer regional Indonesia
C UACA ANTARIKSA adalah kondisi keseluruhan set
sistem mulai dari matahari, angin surya,
magnetosfer, ionosfer dan termosfer yang
menjelang aktivitas maksimum matahari siklus ke 24
periode 2011 dan 2012 dari pengamatan TEC (Total
Electron Content) dan sintilasi ionosfer menggunakan
mempengaruhi kinerja dan kehandalan satelit
penerima GPS (Global Positioning System) yaitu
telekomunikasi, satelit cuaca, setelit-satelit lainya,
GISTM (GPS Ionospheric Scintillation and TEC
pesawat angkasa serta sistem landas buminya.
Monitoring) Bandung (-6.9, 107.6) dan Pontianak
Dampaknya juga dapat membahayakan angkasawan,
(-0.06, 109.4).
penumpang dan awak pesawat udara serta kehidupan di
bumi. Sudah banyak studi yang melaporkan bahwa
II. DATA DAN METODA ANALISIS
pengaruh cuaca antariksa dapat menginduksi sistem
plasmafer-ionosfer bumi[1,2,3,4]. Induksi tersebut dapat GISTM adalah penerima GPS yang menangkap sinyal
mempengaruhi keraptan ionosfer yang menimbulkan frekuensi ganda f1 (1575.42 MHz) dan f2 (1227.60 MHz)
gangguan pada sinyal satelit. Gangguan yang timbul dari satelit GPS dan secara kontinu akan merekam dua
diantaranya kesalahan jarak/ posisi, terjadi fluktuasi sinyal pseudo-range (P1 dan P2) dan fasa (L1 dan L2).
amplitudo (radio sintilasi) dan distorsi pada fasa Data diamati dari balai pengamat dirgantara LAPAN

C24-1
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Pontianak(-0.06, 109.4) dan LAPAN Bandung (-6.9, terhadap noise (S/No) setiap 1 menit dan diperoleh S4
107.6). Data yang dianalisis adalah data pengamatan terkoreksi:
Januari sampai Desember tahun 2011 dan Januari
sampai Maret tahun 2012. Penerima GPS akan 100 500
mengukur TEC dengan sampling 60 detik. TEC adalah S 4 No = 1 + (4)
S / N o 19S / N o
jumlah kandungan elektron sepanjang sinyal satelit
dalam satuan TEC Unit (1 TEC Unit = 1016 elektron/m2).
Setelah diperoleh S4 terkoreksi (S4No), maka indeks
TEC dihitung dengan metoda kombinasi antara
sintilasi yang telah dikurangi noisenya (S4) diperoleh
pengukuran fasa (L) dan pseudo-range (P) yang dengan mengurangkan persamaan (3) dengan persamaan
merupakan TEC miring (STEC) dan secara matematis (4);
ditulis sebagai berikut [6]:
S 4 2 = S 4T 2 S 4 No 2 (5)
STEC=[9.483*((PL2-PL1-bc/a-p)+TECRX+TECcal]
TEC Unit (1)
Untuk menghindari salah interpretasi gangguan akibat
Dimana PL2 dan PL1 adalah pseudo-range (meter) sinyal multipath maka data dipilih dengan sudut elevasi lebih
L2 dan L1, bc/a-p adalah bias transisi sinyal C/A ke P dari 35o. Gambar 1 menunjukkan lintasan IPP
(dikonversi ke dalam meter dan dapat di unduh di laman (Ionospheric Pierce Point) satelit diatas penerima
University of Berne [7]. TECRX adalah besarnya TEC GISTM Pontianak dan Bandung dimana masing-masing
yang ditimbulkan dari bias penerima yaitu tunda L1/L2 garis biru dan merah adalah data dengan sudut elavasi
dan TECcal adalah TEC kalibrasi offset penerima. Hasil >35o untuk GISTM Pontianak dan Bandung. Sedangkan
persamaan (1) dikonversi untuk mendapatkan TEC tegak garis hitam adalah data dengan elavasi > 5o. Seleksi data
dengan menggunakan model pendekatan yang disebut dengan elevasi >35o merepresentasikan pengamatan
model lapisan tipis ionosfer yang menganggap ionosfer diatas stasiun GPS seperti ditunjukkan dalam gambar .1.
berada pada ketinggian 350 km [8].

TEC tegak (VTEC) = STEC Cos[arc Sin(Re


Cos/Re+hmax)] (2)

dimana Re adalah jejari bumi (6378 km), hmax adalah


ketinggian lapisan ionosfer yaitu 350 km, dan adalah
sudut kemiringan (elevasi) sinyal satelit terhadap
penerima di bumi. Dalam waktu bersaamaan juga
dihitung amplitude sintilasi (S4) dalam interval satu Gambar. 1. .Lintasan IPP satelit diatas penerima GISTM
menit dengan sampling 50 Hz dan sampling rate 1Hz Pontianak, dan Bandung garis biru dan merah adalah data dengan
untuk divergensi code/carrier. Selama pengamatan elevasi >35o, garis hitam elevasi >5o
sintilasi ionosfer, penerima akan merekam data waktu
penguncian (lock-time) yang didefinisikan sebagai Tahun 2011 adalah fase moderat menjelang kenaikan
waktu yang diperlukan penerima untuk mengunci sinyal aktivitas matahari siklus 24, seperti ditunjukkan dalam
suatu satelit dan rasio carrier terhadap noise (C/No). gambar 2. Data bilangan bintik matahari pada gambar 2
Data yang digunakan untuk analisis adalah data dengan menunjukkan berakhirnya puncak maksimum siklus 23
lock-time lebih 240 detik karena waktu tersebut dengan ditandai aktivitas menurun dan mencapai titik
diperlukan untuk detrending filter lolos atas fasa sinyal minimum sekitar tahun 2008-2009 dan cenderung
pembawa saat akan memulai kembali penguncian [6]. meningkat tinggi pada tahun 2011. Prediksi dari pusat
Amplitudo sintilasi diukur dalam satuan indeks S4 yang cuaca antariksa NOAA (National Oceanic and
diturunkan dari detrend intensitas sinyal yang diterima Atmospheric Administration) bahwa puncak maksimum
dari satelit [9]. Indeks S4 total (S4T) yang masih aktivitas ke 24 adalah sekitar tahun 2013.
mengandung noise didefinisikan sebagai akar pangkat
dua rata-rata kuat sinyal (P) dibagai dengan rerata kuat
sinyal, secara matematis ditulis:

< P 2 >< P>2


S 4T = (3)
<P2 >2

Dengan < > adalah rerata setiap 60 detik. Noise yang


barsember dari penerima dan efek multipat masih
terkandung dalam S4T dan harus dibuang sebelum
digunakan untuk analisa sintilasi akibat ionosfer. Untuk
itu dilakukan estimasi dengan cara merata-ratakan sinyal
Gambar 2. Grafik bilangan bintik matahari siklus ke 23 dan
prediksi puncak siklus ke 24 sekitar tahun 2013 [10]
C24-2
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

III. HASIL DAN PEMBAHASAN Untuk melihat variasi musim bulanan adalah dengan
Induksi cuaca antariksa pada lapisan ionosfer di melihat peningkatan VTEC secara keseluruhan pada
karakteristikan dengan variasi kerapatan elektron dan bulan tertentu berbanding dengan bulan yang lain terkait
TEC ionosfer. Variasi TEC ionosfer menjelang aktivitas dengan faktor musim dan posisi matahari. Pola variasi
maksimum matahari periode 2011 dapat dilihat dari musim antara Pontianak dan Bandung juga
gambar 3 dan 4. Gambar 3 adalah untuk pengamatan di mempelihatkan kesamaan. Dari gambar 3 dan gambar 4
Pontinak dan gambar 4 untuk pengamatan di Bandung. nampak bahwa variasi musim VTEC tertinggi adalah
Kedua gambar tersebut menunjukkan variasi harian pada bulan-bulan equinox yaitu Maret dan September.
dalam waktu lokal yaitu median harian VTEC setiap Mekanisme peningkatan pada bulan equinox disebabkan
bulan (garis kontinu) dan deviasi standartnya (garis bar) posisi matahari yang tepat diatas equator selama bulan
dari Januari sampai Desember 2011. Variasi VTEC tersebut. Menurut Wu et al.[11,12] bawah pada saat
harian baik di Pontianak maupun Bandung tersebut elektrojet dalam arah timur yang dikaitkan
memperlihatkan pola yang sama dengan nilai minimum dengan medan listrik terjadi peningkatan. Sehingga pada
terjadi pada sekitar pukul 5 pagi dan perlahan naik bulan tersebut foto elektron melimpah terutama pada
seiring dengan proses peningkatan ionisasi yang daerah dengan medan listrik arah timur dan selanjutnya
dipengaruhi oleh aktivitas matahari menjelang siang dan efek air mancur juga akan terbentuk [13].
mencapai maksimum pada sekitar jam 13-14 waktu
lokal. Kemiripan pola ini disebabkan perbedaan Tabel 1. Perbandingan nilai atas dan bawah TEC tahun
meridian yang kecil dari kedua tempat terebut seperti 2011.
ditunjukkan dalam gambar 1. Namun demikian
Pontianak Bandung
walaupun terdapat kesamaan pola variasi, tetapi
berdasarkan Tabel 1, nilai VTEC Bandung lebih tinggi lower upper lower upper
Bulan bound bound bound bound SSN
sekitar 105TECu daripada VTEC Pontianak. Hal ini
disebabkan posisi Bandung lebih dekat dengan puncak Jan 1.04 35.57 6.16 57.44 18.8
anomaly equatorial. Feb 2.28 48.29 7.36 67.22 29.6
Mar 1.91 62.23 7.91 88.38 55.8
Apr 5.45 76.11 8.58 96.18 54.4
May 4.67 63.25 8.75 86.62 41.5
Jun 3.79 49.61 7.72 64.15 37.0
Jul 3.25 42.02 7.46 57.99 43.8
Agu 1.45 72.80 7.21 63.22 50.6
Sep 0.00 73.30 7.16 89.61 78.0
Okt 3.43 89.29 7.16 113.0 88.0
Nop 7.74 93.01 15.39 109.96 96.7
Des 5.05 78.17 15.14 102.93 73.0

Daerah kutub dan equator adalah daerah dengan


Gambar 3. Variasi TEC ionosfer pengamatan di Pontianak dengan kemunculan sintilasi ionosfer yang tinggi. Di equator
median VTEC (garis kontinu) dan deviasi standardtnya (garis bar)
bulan Januari sampai Desember 2011 kemunculannya lebih tinggi disbanding dengan di
daerah kutub terutama pada saat aktvitas matahari
maksimum. Sintilasi ionosfer equator pada umumnya ter
jadi pada sore hari hingga tengah malam dimana
kemunculannya dikontrol oleh ketidakteraturan ionosfer
sepanjang garis equator magnetik [14]. Indeks sintilasi
dikelompokkan dalam tiga kategori yaitu; sintilasi kuat
(S4>0.6), sintilasi lemah (0.3<S4<0.6) dan sintilasi yang
tidak signifikan (S4<0.3). Apabila terjadi sintilasi yang
melebihi 0.5 menunjukkan telah terjadi gangguan
sintilasi yang cukup signifikan dapat mengganggu sinyal
satelit. Variasi indeks sintilasi ionosfer selama tahun
2011dapat dilihat pada gambar 5 untuk pengamatan di
Pontianak dan gambar 6 untuk pengamatan di Bandung.
Gambar 4. Variasi TEC ionosfer pengamatan di Bandung dengan Secara umum indeks sintilasi yang melebihi 0.5 hanya
median VTEC (garis kontinu) dan deviasi standardtnya (garis bar)
bulan Januari sampai Desember 2011
10% untuk Pontianak. Dominasi indek S4 melebihi

C24-3
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

sampai 0.5 (sintilasi kuat) lebih intens terjadi pada bulan


Maret-April dan September-Oktober. Sebagai studi kasus pengaruh flare dan CME terhadap
sinyal GPS diambil pada tanggal 5,7 dan 9 Maret 2012.
Kejadian tersebut telah menyebabkan badai geomagnet
dimana indeks Dst turun drastis melebihi -100 nT pada 9
Maret 2012 (Gambar. 7)
Gambar 8 a dan b masing-masing menujukkan
kejadian sintilasi ionosfer di Pontianak dan Bandung
pada tanggal 11 Maret 2012 yang diindikasikan dengan
S4 > 0.5 yaitu satelit (PRN) 1,9,10,11 dan 23. Apabila
mengacu pada gambar 7 bahwa badai geomaget besar
terjadi pada 9 Maret 2012 dengan indeks Dst -140 nT.

Gambar 5. Indeks Sintilasi ionosfer (S4) pengamatan di


Pontianak bulan Januari sampai Desember tahun 2011.

a b

Gambar 8. Indeks sintilasi S4 pengamatan di Pontianak (a) dan


Bandung (b) pada 11 Maret 2011.

Namun demikian pada tanggal tersebut tidak terjadi


sintilasi baik di Pontianak maupun di Bandung. Sintilasi
justru terjadi pada tanggal 11 Maret 2012 seperti yang
ditunjukkan pada gambar 8. Alfonsi et al., [16]
melaporkan bahwa pada saat badai geomagnet sintilasi
Gambar 6. Indeks Sintilasi ionosfer (S4) pengamatan di ionosfer (S4) justru tidak terjadi. Hal ini disebabkan
Bandung bulan Januari sampai Desember tahun 2011. pada saat badai geomagnet, gangguan pada lapisan F
ionosfer justru ditekan oleh adanya skenario perubahan
Demikian juga untuk indeks sintilasi S4 dari arah medan magnet antar planet. Kejadian sintilasi pada
pengamatan di Bandung yang meperlihatkan intensitas tanggal 11 Maret 2012 seperti yang ditunjukkan pada
yang tinggi terjadi pada bulan-bulan equinox yaitu gambar 8 disebabkan oleh kemunculan CME pada
Maret-April dan September-Oktober. tanggal tersebut.
Badai geomagnet yang ditandai dengan indeks
gangguan Dst (Disturbance index) turun melebihi -100
nanotesla akan mendorong penetrasi medan listrik ke
dalam ionosfer di lintang rendah equatorial. Periode
tahun 2012 aktivitas matahari mulai menunjukkan
peningkatan SSN seperti ditunjukkan dalam gambar 2.
Analisis dari NOAA melaporkan dari periode Januari
sampai dengan Maret 2012 telah terjadi 11 kali flare
class X (kelas tertinggi), 123 kali flare class M (kelas
menengah) dan 12 kali flare class C dengan durasi yang
panjang dan 3 kali kemunculan CME.

Gambar 9. Perbandingan error posisi dari pengmatan GPS


BAKO (Cibinong) saat tidak ada sintilasi 6 Maret 2012 (a,dan
c) dan pada saat terjadi sintilasi (b dan d)
Gambar 7. Indeks geomagnet Dst Maret tahun 2011[15].

C24-4
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Untuk melihat pengaruh kejadian sintilasi pada tanggal melebihi 0.5 yaitu saat terjadi CME 11 Maret 2012 maka
11 Maret 2012 pada akurasi posisi navigasi GPS, maka error posisi 2 kali lebih besar berbanding pada saat tidak
dilakukan perbandingan pada saat tidak terjadi sintilasi ada sintilasi. Error tersebut dapat lebih tinggi lagi
yaitu pada tanggal 6 Maret 2012 dengan menggunakan apabila menggunakan GPS frekuensi tunggal. Penelitian
data GPS BAKO (Cibinong) yang diambil dari laman ini dapat dilanjutkan dengan menggunakan data pada
SOPAC (Scripps Orbit and Permanent Array Center) spasial yang lebih banyak sehigga dapat dibuat model
[17]. Gambar 9 adalah hasil analisi perbandingan posisi spasial baik model TEC maupun model sintilasi,
(meter) GPS BAKO Cibinong pada tanggal 6 Maret sehingga diharapkan dapat membantu pengguna GPS
2012 saat tidak terjadi sintilasi ionosfer (gambar a dan c) dalam antisipasi dampak cuaca antariksa terhadap sistim
dan saat terjadi sintilasi tanggal 11 Maret 2012 (gambar navigasi satelit umumnya.
b dan d). Kesalahan posisi mencapai 10 meter
(utara-selatan) saat terjadi sintilasi tanggal 11 maret REFERENCES
2012 (gambar 9 b,d). Sedangkan saat tidak ada sintilasi [1] Jakowski, N., Wehrenpfennig, A., Heise, S., and Stankov, S. M,
yaitu tanggal 6 Maret 2012 hanya 5 meter (gambar 9 a,c) Space weather effects in the ionosphere deduced from ground
and space based GPS measurements, in: Space weather effects
on communications and electric power distribution (Proc.
NATO Advanced Research Workshop on Effects of Space
Weather on Technology Infrastructure ESPRIT-2003, 2529
March 2003, Rhodes, Greece), 2003.
[2] Jakowski, N., Stankov, S. M., Klaehn, D., Schlueter, S., Noack,
T., Beniguel, Y., Rueffer, J., Rietdorf, A., Huck, B., and Daub,
C, Adverse space weather effects on precise positioning case
studies, in: Satellite Navigation User Equipment Technologies,
ESA-WPP239, Proc. Second ESA Workshop on Satellite
Navigation User Equipment Technologies NAVITEC 2004,
810 December 2004, ESTEC, The Netherlands, 758765,
2004.
[3] Makela, J. J., Kelley, M. C., Sojka, J. J., Pi, X. J., and Mannucci,
A. J, GPS normalization and preliminary modelling results of
total electron content during a midlatitude space weather event,
Radio Science, 36(2), 351361, 2001.
[4] Stankov, S. M, Ionosphere-plasmasphere system behaviour at
disturbed and extreme magnetic conditions. OSTC Final
Scientific Report, Royal Meteorological Institute of Belgium,
Gambar 10. Maping IPP lintasan satelit saat terjadi sintilasi pada Brussels,Belgium, 2002.
tanggal 11 Maret 2012 dari pengamatan di Pontianak dan [5] Skone, S. and Shrestha, S. M, Limitations in DGPS positioning
Bandung accuracies at low latitudes during solar maximum, Geophys.
Res. Lett., 29(10), 1439, doi:10.1029/2001GL013854, 2002.
Analasis ruang dari kejadian sintilasi tanggal 11 Maret [6] GSV 4004B. 2007. GPS Ionospheric Scintillation & TEC
Monitor (GISTM) Users Manual, (GSV GPS Silicon Valley).
2012 ditunjukkan pada gambar 10. Gambar 10 adalah [7] http:// www. aiub-download. unibe.ch/ CODE/P1C1.DCB),
lintasan satelit dari dua pengamatan yaitu Bandung dan [8] Klobuchar, J. Design and characteristics of the GPS ionospheric
Pontianak pada tanggal 11 Maret 2012. Dari gambar time-delay algorithm for single frequency users, in: Proceedings
nampak bahwa sintilasi kuat berada di daerah dekat of PLANS86 Position Location and Navigation Symposium,
Las Vegas, Nevada, p. 280286, 47 November.1986
puncak anomali equatorial. [9] Van Dierendonck A J, Klobuchar J & Quyen Hua, Ionospheric
Scintillation Monitoring Using Commercial Single Frequency
IV. KESIMPULAN C/A Code Receivers. Proceedings of ION GPS-93, Salt Lake
City,UT, September 1993
Badai matahari yang ditandai dengan kejadian flare [10] http://www.swpc.noaa.gov/SolarCycle/
dan juga CME menyebabkan perubahan cuaca antariksa [11] Wu, C.C., Fry, C.D., Liou, K., Tseng, C.L. Annual TEC
variation in the equatorial anomaly region during the solar
yang dapat menginduksi lapisan ionosfer. Lapisan minimum: September 1996August 1997. J. Atmos. Terr. Phys.
ionosfer yang terganggu akan berdampak pada sinyal 66, 199207. 2004
satelit. Tahun 2011 adalah fase moderat menjelang [12] Wu, C.C., Fry, C.D., Liou, K., Shan, Shao-Ju, Tseng, C.L.
Variation of ionospheric total electron content in Taiwan region
kenaikan aktivitas matahari fase 24. Analisi dalam
of the equatorial anomaly from 1994 to 2003. Adv. Space Res.
tulisan ini menunjukkan perubahan TEC dan sintilasi 41, 611616. 2008.
ionosfer dari pengamatan GISTM Bandung dan [13] Bhuyan, P.K., Borah, R.R. TEC derived from GPS network in
Pontianak. Pengamatan TEC dan sintilasi ionosfer yang India and comparison with the IRI. Adv. Space Res. 39,
830840, 2007.
disinergikan dengan informasi cuaca antariksa dapat [14] Birsa R., Essex E.A, Thomas R.M and Cervera M.A.
membantu pengguna satelit untuk mengetahui lebih awal Scintillation Response of Global Positioning System Signals
gangguan propagasi sinyal satelit. Hasil analisis during Storm Time Condition, proceedings of 4th Cooperative
Research Centre for Satellite Systems Conference, Rydges
menunjukkan bahwa kerapatan ionosfer tinggi pada
Capital Hill, Canberra, 12-15 February. 2002
puncak aktivitas matahari dan pada bulan-bulan equinox [15] http://wdc.kugi.kyoto-u.ac.jp/
dimana ionosfer di sekitar Bandung lebih tinggi [16] Alfonsi.L, Spogli. L ,Tong. J.R, De Franceschi. G, Romano.V,
berbanding Pontianak. Hasil investigasi dengan Bourdillon. A, Le Huy. M and Mitchell. C.N, GPS scintillation
and TEC gradients at equatorial latitudes in April 2006. Adv.
menggunakan GPS frekuensi ganda yaitu GPS BAKO Space Res. 47.17501757.2011
Cibinong pada saat terjadi sintilasi dengan indeks S4 [17] http://sopac.ucsd.edu/cgi-bin/dbDataBySite.cgi/

C24-5
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Bank Data Ionosfer Regional Untuk Mendukung


Kebutuhan Penelitian
Irvan Fajar Syidik
Pusat Sains Antariksa, LAPAN
irvanfs@yahoo.com

maka sinyal yang dipancarkan ionosonda terhadap


Abstrak- Sistem informasi bank data ionosfer regional ionosfer akan dipantulkan kembali ke bumi [1]. Hasil
Indonesia telah dibangun. Salah satu manfaat dari hasil pemantulan gelombang radio tersebut diterima ionosonda
sistem ini yang berupa data ionosfer adalah untuk selanjutnya diolah dalam bentuk gambar atau grafik yang
mendukung komunikasi radio HF regional Indonesia.
disebut ionogram. Contoh ionogram hasil pengamatan
Dengan adanya bank data ionosfer regional Indonesia,
dokumentasi hasil pengamatan ionosfer dapat tersimpan stasiun ionosonda yang berlokasi di Tanjungsari -
dengan baik dan terorganisir sehingga mempermudah Sumedang pada tanggal 7 Maret 2012 jam 07.00 LT
proses pencarian data tertentu yang diperlukan. disajikan pada Gambar 1.

Kata KunciBank Data, Ionogram, Parameter, Sistem


Informasi , komunikasi radio

I. PENDAHULUAN
Kegiatan pengamatan lapisan ionosfer yang dilakukan
oleh Pusat Sains Atmosfer LAPAN selama kurun waktu
30 tahun merupakan salah satu kegiatan inti, dimana
didalamnya mencakup pemenuhan kebutuhan data bagi
peneliti maupun kebutuhan informasi bagi masyarakat
umum. Secara tata kerja yang saat ini dilakukan, data
ionosfer harus melalui serangkaian proses seperti proses
pengambilan data mentah dari alat pengamatan ionosfer
(ionosonda), proses scaling, dan proses verifikasi. Setelah
melalui proses tersebut, data baru dapat dianggap valid
untuk kemudian disajikan untuk kepentingan penelitian. Gambar 1. Contoh tampilan ionogram
Saat ini kebutuhan data ionosfer meningkat dengan
tingkat urgensi yang cukup tinggi. Namun, para peneliti Saat ini LAPAN telah membangun 5 stasiun ionosonda
mengalami kesulitan mendapatkan data dengan cepat yang berlokasi di Kototabang, Pontianak, Tanjungsari,
disebabkan oleh belum adanya sistem penyimpanan data Pameungpeuk dan Biak. Stasiun ionosonda tersebut
yang terorganisir serta mudah diakses. Sejauh ini sistem beroperasi terus menerus selama 24 jam dengan interval
penyimpanan data dilakukan secara manual dimana data waktu pengamatan 15 menit sekali. Data hasil pengamatan
tersebut tersimpan dalam harddisk. Sistem penyimpanan dari masing masing stasiun yang berupa ionogram
tersebut memiliki kekurangan diantaranya kehilangan data dikirim melalui jaringan ftp (File Transfer Protocol) ke
akibat human error maupun virus, serta lamanya waktu Pusat Sains Antariksa yang berlokasi di Bandung.
pencarian data tertentu. Ionogram kemudian diolah dalam suatu proses yang
Dalam rangka optimalisasi kegiatan penelitian disebut scalling, yaitu proses pembacaan ionogram untuk
dilingkungan Pusat Sains Atmosfer, maka dikembangkan menghasilkan data numerik. Proses tersebut dilakukan
sebuah sistem penyimpanan data yaitu Bank Data Ionosfer oleh tim scaling (scaler) menggunakan 2 macam metoda,
Regional. Dengan sistem ini diharapkan para peneliti dapat yaitu metoda scalling dan pengkodean parameter ionosfer.
mengakses data dengan cepat dan akurat serta diperoleh Metoda scaling adalah suatu metoda pembacaan
informasi (history) pengunduh maupun pengunggah data. ionogram untuk memperoleh parameter berupa fmin, foE,
hE, foes, fbEs, hEs, tipe Es, foF1, hF, foF2, hF2 dan
II. DATA IONOSFER M(3000)F2. Namun, pada umumnya sesuai kebutuhan
Data ionosfer diperoleh mengunakan alat pengamat peneliti parameter yang di-scaling hanya sebanyak 11
yang disebut ionosonda. Ionosonda merupakan alat parameter yaitu : fmin, foE, hE, foes, fbEs, hEs, foF1,
pengamat ionosfer yang terdiri dari pemancar dan hF, foF2, hF2 dan fxF1.
penerima dengan rentang frekuensi pancar dari 1 22,3
MHz. Sifat ionosfer yang memantulkan gelombang radio,

C25-1
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Metoda pengkodean parameter ionosfer adalah suatu tabel tersebut disajikan informasi salah satu parameter data
metode penjelasan ionogram yang merepresentasikan ionosfer berupa nilai foF2 untuk setiap waktu pengamatan
kondisi ionosfer. Metode ini memiliki dua macam kode dari stasiun Tanjungsari.
yaitu Qualifying Letter (QL) dan Descriptive Letter (DL). Dibagian atas tabel menampillan informasi nama
Tabel 1. Tabel Pengamatan foF2 di Stasiun Ionosonda Tanjungsari
DATA IONOSFER 2010
Stasiun : Tanjungsari Parameter : foF2
Koordinat Geografis : 6,91 LS; 107,83 BT H: UT+7 Bulan : APRIL
D/H 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
ND JR
1
5.26 4.80 4.94 4.41 4.20 2.54 3.81 7.11 8.36 10.65 13.75 12.61 12.66 12.71 13.20 13.66 13.44 11.46 9.39 9.15 7.15 6.86 6.85
JR JR
2
6.85 8.34 4.30 4.36 2.99 2.71 4.41 6.29 7.31 9.04 10.44 11.09 12.85 13.45 14.50 15.21 14.41 13.56 12.34 8.49 5.90 5.29 4.56 4.26
JR JR
3
4.89 5.75 3.64 3.45 2.80 2.56 3.65 5.90 7.39 8.45 9.30 10.71 12.54 13.50 13.76 13.40 13.45 12.89 11.50 11.46 10.96 9.35 8.34 6.84
JR JS
4
7.54 8.44 3.66 3.34 3.44 3.39 4.66 6.96 7.60 9.01 9.91 10.64 11.99 13.26 13.86 14.91 14.61 13.14 10.99 10.29 9.01 7.11 5.45 4.99
B B A
5
4.95 4.46 3.09 4.14 6.56 7.09 8.54 10.85 11.10 11.51 13.70 14.41 13.89 13.66 13.34 10.85 9.49 12.34 7.16 5.21 4.74

QL merupakan penjelasan nilai parameter hasil scaling, stasiun, koordinat geografis stasiun, parameter yang
sedangkan DL menjelaskan gejala fisisnya. Kode untuk ditampilan dan bulan serta tahun pengamatan. Pada bagian
QL menggunakan simbol huruf-huruf : A-D-E-I- tabel terlihat deretan baris atas yaitu informasi waktu/jam
J-M-O-T-U-X dan kode untuk DL menggunakan simbol pengamatan, sedangkan kolom kiri berupa informasi
huruf-huruf : tanggal pengamatan. Setiap cell berisikan informasi nilai
A-B-C-D-E-F-G-H-K-L-M-N-O-P-Q-R-S-T-V-W- X-Y parameter dan QL/DL. Apabila ingin mengetahui data nilai
dan Z. foF2 pada jam09.00 tanggal 2 maka dapat dilihat pada
baris 10 dan kolom 3.
III. SISTEM INFORMASI BANK DATA IONOSFER REGIONAL Selain hasil yang berupa tabel numerik, sistem bank
INDONESIA data ionosfer regional Indonesia juga menghasilkan
Konsep bank data ionosfer regional Indonesia dibuat informasi berupa grafik agar dapat mempermudah analisa
agar seluruh data ionosfer yang sudah terverifikasi dapat visualisasi secara cepat (quick look) kondisi ionosfer yang
didokumentasikan dengan baik, mudah diakses serta diinginkan. Contoh salah satu grafik yang dihasilkan pada
informatif bagi pengguna. sistem bank data ionosfer regional Indonesia disajikan
pada Gambar 3.

Gambar 2. Blok diagram sistem informasi data ionosfer


regional Indonesia
Blok diagram sistem informasi bank data disajikan pada
Gambar 2, terlihat bahwa hasil scaling data ionosfer yang Gambar 3. Grafik pengamatan ionosfer selama satu hari di
sudah terverifikasi disimpan pada data base oleh sistem atas stasiun ionosonda Biak.
informasi bank data. Selain menyimpan data, sistem
tersebut melakukan proses pengambilan data dari data base Pada grafik tersebut memperlihatkan hasil pengamatan
untuk diteruskan pada aplikasi unduh data atau buletin data foF2 selama satu hari diatas Tanjungsari. Data tersebut
ionosfer. secara langsung dapat dimanfaatkan untuk menganalisa
propagasi NVIS disekitar Tanjungsari. Namun selain itu
Aplikasi unduh data di-install pada komputer client data tersebut dapat digunakan untuk perhitungan batas
untuk kebutuhan langsung peneliti sehingga peneliti dapat frekuensi tertinggi (MUF) pada sirkit komunikasi radio HF
mengunduh salah satu atau beberapa parameter data dengan titik tengah pantulan diatas tanjung sari [2]. Hal ini
ionosfer sesuai kebutuhannya. Aplikasi tersebut dapat juga berlaku pada parameter parameter lain yang dapat
menghasilkan data ionosfer dalam bentuk tabel numerik dimanfaatkan untuk analisa propagasi komunikasi radio
dan grafik. seperti nilai fmin untuk mengetahui batas terendah atau
parameter lainnya.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Selain menghasilkan grafik harian, sistem ini
Contoh hasil keluaran dari sistem informasi bank data menghasilkan juga grafik median bulanan yang dapat
ionosfer regional Indonesia disajikan pada tabel 1. Pada digunakan untuk analisa manajemen frekuensi komunikasi

C25-2
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

radio HF. Pada Gambar 4 disajikan contoh grafik median


satu bulan. Isi dari setiap terbitan buletin Data Ionosfer regional
Indonesia meliputi hasil pengamatan 11 parameter data
ionosfer selama 3 bulan dari 5 stasiun ionosonda di
seluruh Indonesia. Didalam buletin tersebut informasi data
ionosfer juga disajikan dalam bentuk tabel dan grafik.
Grafik yang disajikan pada buletin ini adalah median
bulanan foF2 dan hF. Kedua nilai ini diperlukan untuk
mengetahui profil ketinggian ionosfer terkait dengan
perhitungan propagasi komunikasi radio.

V. KESIMPULAN
Sistem informasi bank data ionosfer regional Indonesia
telah dibangun. Sistem ini menghasilkan informasi berupa
Gambar 4. Grafik pengamatan ionosfer selama satu bulan data ionosfer 11 parameter dalam bentuk tabel dan grafik.
di atas stasiun ionosonda Biak. Salah satu manfaat dari sistem ini adalah untuk
mendukung komunikasi radio HF. Selain itu dengan
Dengan memanfaatkan informasi yang diperoleh dari adanya bank data ionosfer regional Indonesia ini,
grafik satu bulan pengamatan nilai foF2 dan fmin, konsep dokumentasi hasil pengamatan ionosfer dapat tersimpan
manajemen frekuensi untuk mengetahui frekuensi kerja dengan baik dan terorganisir sehingga mempermudah
yang dominan dipakai setiap waktu dapat diperoleh [3]. proses pencarian data tertentu yang diperlukan.
Dengan melihat frekunesi pada rentang fmin dan foF2 Sistem ini masih mempunyai potensi untuk dapat
setiap waktu maka nilai frekuensi kerja suatu sirkit dikembangkan baik itu untuk jenis data penelitian ionosfer
komunikai radio HF yang dapat digunakan setiap waktu lainnya (TEC, sintilasi, dan lain-lain). Selain itu sistem ini
dapat diperoleh. Sebagai contoh pada Gambar 4. Terlihat direncanakan agar dapat diakses untuk kepentingan umum.
bahwa frekuensi yang dominan dipakai setiap waktu Sehingga dapat mendukung penelitian ionosfer regional
adalah frekuensi 4 - 6 MHz. Informasi ini dapat digunakan yang luas bagi masyarakat umum.
sebagai rujukan pemilihan frekuensi kerja yang hendak
digunakan pada komunikasi radio. REFERENSI
Salah satu contoh kemasan hasil dari sistem informasi [1] Pusat Sains Antariksa, 2011, Buletin Data Ionosfer Regional
data ionosfer regional indonesia disajikan dalam bentuk Indonesia, Edisi: Januari Maret 2010.
[2] Dear V., 2009, Pengaruh Perubahan ketinggian (h) dan Frekuensi
bulletin seperti dipelihatkan pada Gambar 5. Hal ini Kritis Lapisan Ionosfer (fo) terhadap besarnya Frekuensi Kerja
sebagai cara memberikan informasi dalam bentuk media Maksimum (MUF) Sirkit Komunikasi Radio HF, Prosiding
cetak serta antisipasi backup data apabila terjadi kerusakan Seminar Sains Antariksa IV, April 2009. ISBN :
978-979-1458-23-8.
atau kehilangan data pada media penyimpanan (data base) [3] Suhartini S., 2006, Prediksi dan Manajemen Frekuensi Komunikasi
sistem informasi data ionosfer regional Indonesia. Radio HF, Publikasi Ilmiah LAPAN, ISBN 978-979-1458-0099.
[4] Pusat Sains Antariksa, 2011, Buletin Data Ionosfer Regional
Indonesia, Edisi: April Juni 2010.
[5] Hengky A. M., 2005. Membuat Aplikasi Sistem Inventory dengan
Visual Basic.Net 2005 dan SQL Server 2005.
[6] W.R. Piggot and K. Rawer, U.R.S.I. Handbook of Ionogram
Interpretation and Reduction, Second Edition, November 1972

Gambar 5. Buletin Data Ionosfer Regional Indonesia

C25-3
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Kondisi Ionosfer Regional Menjelang


Puncak Siklus Matahari ke 24
dan Dampaknya Pada Komunikasi Radio HF
Sri Suhartini
Pusat Sains Antariksa LAPAN
srilpnbdg@yahoo.com
Tel./fax : 022-6038005

paling tinggi sehingga memberikan jangkauan


Abstrak- Kondisi ionosfer Indonesia menjelang puncak komunikasi terbesar. Lapisan ini juga mampu
aktivitas matahari dipelajari untuk mengetahui memantulkan frekuensi yang lebih tinggi, yang sangat
dampaknya pada komunikasi radio HF. Awal siklus baru penting karena penyerapan energi gelombang radio HF
aktivitas matahari (siklus ke 24) mulai teramati pada menurun dengan meningkatnya frekuensi. Selain itu,
tahun 2009. Dengan berjalannya waktu, aktivitas lapisan F juga merupakan lapisan yang dapat
matahari semakin meningkat, dan diperkirakan akan
memantulkan gelombang radio HF baik siang maupun
mencapai puncaknya pada tahun 2013. Seiring dengan
meningkatnya aktivitas matahari, frekuensi maksimum malam hari. Bagian terendah dari ionosfer, daerah D,
lapisan F2 ionosfer juga semakin tinggi, dan frekuensi juga sangat penting karena lapisan ini menyerap energi
yang dapat digunakan untuk komunikasi radio HF juga gelombang radio yang melewatinya. Pada malam hari,
meningkat. Hasil pengamatan ionosfer di Sumedang dengan tidak adanya radiasi matahari, kerapatan
menunjukkan frekuensi maksimum lapisan F2 telah elektron di daerah D, E dan F1 menjadi sangat rendah.
meningkat dari 8 10 MHz pada tahun 2008-2009 menjadi Kerapatan elektron di daerah F2 juga berkurang di
12-14 MHz pada tahun 2011-awal 2012. Dari hasil prediksi malam hari tetapi masih cukup tinggi karena angin di
diketahui bahwa pada bulan Juni tahun 2009, frekuensi atmosfer atas membawa elektron dari sisi bumi yang
maksimum yang dapat digunakan pada siang hari sekitar
sedang siang hari ke sisi malam. Dengan demikian,
16 MHz, dan meningkat menjadi sekitar 22 MHz untuk
bulan yang sama tahun 2012. Flare besar telah mulai pemantulan gelombang radio oleh ionosfer pada malam
sering terjadi menjelang puncak aktivitas matahari, dan hari hanya oleh lapisan F2 (disebut lapisan F pada
salah satunya yang terjadi pada 15 Februari 2011 telah malam hari). Daerah D dan F ionosfer sangat sensitif
menyebabkan gangguan komunikasi radio hanya sekitar terhadap variasi cuaca antariksa dan aktivitas matahari.
12 menit setelah terjadinya flare, berupa putusnya Interaksi antara gelombang radio HF dengan lapisan D
komunikasi (black-out) selama kurang lebih 1 jam. dan F bervariasi dengan musim, sepanjang siang dan
malam, dan siklus matahari (Rishbeth and Garriott,
Kata Kunci Aktivitas matahari, Ionosfer, komunikasi 1969, Mc Donald, 2011).
radio HF. Matahari mempunyai siklus aktivitas 11
tahunan. Aktivitas matahari diindikasikan dengan
I. PENDAHULUAN kemunculan bintik hitam (sunspot) di permukaannya

K OMUNIKASI radio HF (3-30 MHz), yang bisa


berlangsung melalui jarak yang sangat jauh,
memanfaatkan bagian dari atmosfer atas yang
apabila diamati menggunakan teleskop. Seiring dengan
kemunculan sunspot, matahari juga beraktivitas dengan
memancarkan radiasi dan melontarkan partikel-partikel
dikenal sebagai ionosfer. Ionosfer, yang memantulkan bermuatan dengan energi sangat tinggi. Partikel
gelombang radio HF, terbentang pada ketinggian sekitar bermuatan tersebut terlontar ketika terjadi ledakan di
50 km sampai 1000 km dan ditandai oleh adanya matahari yang dinamakan flare. Flare paling sering
elektron bebas yang dapat membiaskan dan terjadi selama periode aktivitas matahari tinggi dan
membelokkan gelombang radio kembali ke bumi. mempunyai tiga efek utama di ionosfer dan komunikasi
Semakin tinggi kerapatan elektron bebas, semakin HF, masing-masing disebabkan oleh tipe pancaran atau
tinggi frekuensi gelombang radio yang dapat lontaran yang berbeda, yaitu sinar X, proton, dan awan
dipantulkan. Elektron bebas di ionosfer merupakan hasil plasma. Sinar X dengan intensitas tinggi yang
ionisasi dari atom dan molekul, dimana radiasi matahari dipancarkan matahari ketika terjadi flare besar akan
merupakan sumber energi pengionisasinya. Variasi mencapai bumi dalam waktu beberapa menit,
komposisi kimia dan dinamika atmosfer menyebabkan menembus ke daerah D ionosfer yang berada pada
pembentukan sejumlah lapisan yang berbeda. ketinggian kurang dari 100 km dari permukaan bumi
Lapisan-lapisan ini diberi nama (dari bawah ke atas) dan menyebabkan peningkatan ionisasi di lapisan
lapisan D, E, F1 dan F2. Lapisan F2 membentang dari tersebut. Semakin tinggi kerapatan elektron di lapisan
200 km ke atas, adalah bagian paling penting dari D, semakin besar absorpsi yang akan dialami
ionosfer untuk komunikasi radio karena letaknya yang gelombang radio yang melaluinya. Seringkali absorpsi
ini sedemikian besarnya sehingga komunikasi radio

C26-1
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

yang menggunakan frekuensi di sisi bawah rentang HF II. AKTIVITAS MATAHARI DAN KONDISI
terputus yang dikenal dengan istilah SWF (short wave IONOSFER
fade-out) (Mc Namara, 1991, Cohen,N. Dan Prakiraan siklus matahari ke 24 ditunjukkan dalam
Davies,K.,1994, Martiningrum dkk, 20009). Gambar 1. Tahun 2009 adalah awal siklus matahari ke
Beberapa flare berenergi tinggi juga 24 dan diperkirakan puncak siklus matahari akan terjadi
melontarkan aliran proton yang akan mencapai bumi pada 2013.
bila arahnya sesuai. Dalam perjalanannya menuju bumi,
proton dapat menimbulkan kerusakan berat pada satelit
yang tidak dilindungi atau astronaut, karena kecepatan
rambatnya sekitar 0.8 kali kecepatan cahaya, atau
sekitar 2.5 x 108 meter/detik, sehingga kemampuan
penembusannya tinggi. Aliran proton dapat sampai di
bumi sekitar 10 menit sampai beberapa hari setelah awal
flare, tergantung berapa besar flare dan posisi matahari.
Karena merupakan partikel bermuatan, proton tidak
dapat memotong garis gaya medan magnet bumi, tetapi
harus berputar mengelilinginya. Ini berarti proton yang
mengarah ke ekuator bumi tidak dapat menembus
langsung ke ionosfer, dan ionosfer di daerah ekuator
terhindar dari dampak pengrusaknya. Di daerah dekat
kutub, ketika proton masuk ke daerah D, dia akan Gambar 1. Prakiraan siklus aktivitas matahari ke 24 (diambil dari
menyebabkan peningkatan kerapatan elektron sangat http://science.nasa.gov/science-news/
tinggi. Seperti telah diketahui, peningkatan kerapatan science-at-nasa/2009/29may_noaaprediction/)
elektron di daerah D akan meningkatkan absorpsi.
Dalam hal ionisasi oleh solar proton, absorpsi sangat Dari Gambar 1. dapat dilihat bahwa tahun 2010 - 2012
kuat tetapi hanya terjadi di daerah kutub atau sampai berada pada fase naik aktivitas matahari. Meningkatnya
sekitar 20 dari kutub. Kejadian ini diketahui sebagai aktivitas matahari ditandai dengan kemunculan bintik
PCA atau polar cap absorption, kadang-kadang disebut matahari (sunspot) dan terjadinya flare tipe besar.
polar black out (Suhartini, 2009). Bilangan sunspot biasa digunakan sebagai indikator
Efek ketiga dari flare matahari besar pada tingkat aktivitas matahari. Flare diklasifikasikan
ionosfer dan komunikasi HF, yang dalam banyak kasus menurut fluks sinar x yang dipancarkannya, menjadi
lebih besar dibandingkan SWF dan PCA adalah badai kelas B, C, M, dan X, dengan angka (1-9) di
ionosfer. Ketika terjadi badai, ionosfer berubah, suatu belakangnya yang menyatakan besarnya. Pada
saat sangat besar, terutama pada frekuensi kritis lapisan umumnya flare dengan kelas M5.0 ke atas dianggap
F2. Sebagai konsekuensi langsung dari badai ionosfer, sebagai flare besar. Bilangan sunspot, banyaknya flare
kondisi propagasi HF juga berubah, yang berdampak kelas M5,0, dan banyaknya flare kelas M5,0 yang
pada komunikasi HF. Badai ionosfer terjadi ketika awan terjadi siang hari di wilayah Indonesia bagian barat pada
plasma yang dilontarkan dari flare mencapai bumi. Ini siklus ke 23 dan awal siklus ke 24 ditunjukkan dalam
biasanya terjadi hanya pada flare besar, berenergi tinggi Gambar 2.
yang berada di dekat pusat permukaan matahari seperti 140
yang terlihat dari bumi. Ketika awan plasma mencapai 120
bumi, dia akan merubah medan listrik di tempat ionosfer 100
Jumlah

berada, dan juga merubah proses kimia dan pergerakan 80


skala besar dari daerah F2. Hasil dari semua perubahan 60
ini adalah frekuensi kritis (kerapatan elektron) lapisan 40
F2 dapat meningkat atau menurun. Badai ionosfer 20
normalnya terjadi sekitar dua sampai empat hari setelah 0
flare yang menyebabkannya. Dampak positif berupa 1996 1998 2000 2002 2004 2006 2008 2010 2012
peningkatan frekuensi kritis biasanya tidak diketahui Tahun
oleh komunikator HF karena tidak mengganggu Bil Sunspot
komunikasinya. Dampak negatif berupa penurunan Jumlah Flare M5.0
frekuensi kritis lebih penting bagi komunikator HF Jumlah Flare M5.0 Siang hari (WIB)
karena dapat menurunkan MUF (maximum usable Gambar 2. Bilangan sunspot, flare besar, dan flare besar siang hari di
frequency) untuk sirkitnya sampai di bawah frekuensi wilayah Indonesia Barat.
kerjanya.
Makalah ini membahas tentang kondisi Tabel 1. menunjukkan flare besar (kelas M5.0 ke atas)
ionosfer pada fase naik aktivitas matahari siklus ke 24 yang terjadi pada tahun 2010 sampai Maret 2012,
dan dampaknya pada komunikasi radio HF. diurutkan dari kelas flare terbesar sampai terkecil yang
diambil dari Solarham.com.

C26-2
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Tabel 1. Kejadian flare besar tahun 2010 sampai Maret 2012 sesuai frekuensi komunikasi HF. Informasi yang diberikan
urutan kelas terbesar sampai terkecil.
dalam prediksi frekuensi untuk satu sirkit komunikasi
adalah batas atas (MUF: maximum usable frequency),
Kelas Jam (UT) Tanggal
batas bawah (LUF : lowest usable frequency) dan
X6.9 07:48 08:08 9 Agustus2011
frekuensi optimal (OWF : optimum working frequency)
X5.4 00:04 03:40 7 Maret 2012
untuk berkomunikasi selama bulan tertentu. Gambar 4
X2.2 01:44 02:06 15 Februari 2011
menunjukkan perbandingan hasil prediksi frekuensi
X2.1 22:12 22:24 6 September 2011
untuk komunikasi antara Jakarta dengan Makassar bulan
X1.9 20:16 20:32 3 November 2011
Juni tahun 2009 dan 2012.
X1.9 09:21 09:48 24 September 2011
X1.8 22:32 22:44 7 September 2011
X1.7 18:10 20:30 27 Januari 2012 25
X1.5 23:13 23:29 9 Maret 2011 20

Frekuensi (MHz)
X1.4 10:29 11:44 22 September 2011
15
M9.3 03:41 04:04 4 Agustus 2011
M9.3 02:04 02:12 30 Juli 2011 10
M8.7 02:50 05:50 23 Januari 2012
5
M8.5 17:20 20:04 10 Maret 2012
M7.9 17:18 20:02 13 Maret 2012 0
M7.1 12:33 14:10 24 September 2011 2009 6:00 12:0018:00 2012 6:00 12:0018:00
M6.7 15:32 15:52 8 September 2011 Waktu (WIB)
M6.6 09:55 10:15 13 Februari 2011 MUF OWF LUF
M6.4 02:20 02:39 7 Februari 2010
M6.3 03:23 05:40 9 Maret 2012 Gambar 4. Prediksi frekuensi Jakarta Makassar bulan Juni tahun
2009 dan 2012.
M6.0 13:17 14:10 3 Agustus 2011
M5.8 20:29 20:42 24 September 2011
Selain meningkatnya frekuensi yang dapat
M5.3 01:35 02:05 6 September 2011
digunakan untuk komunikasi, aktivitas matahari tinggi
M5.3 10:35 10:55 8 Maret 2011
juga menimbulkan banyak gangguan pada komunikasi
radio. Flare besar akan berdampak langsung pada
Seiring dengan meningkatnya aktivitas matahari,
komunikasi HF di belahan bumi yang pada saat kejadian
ionosfer juga mengalami peningkatan kerapatan
flare sedang siang hari. Flare besar pertama pada awal
elektron. Gambar 3 menunjukkan variasi median
siklus ke 24 yang berdampak pada komunikasi radio di
bulanan foF2 (frekuensi kritis lapisan F2) jam 12:00
wilayah Indonesia terjadi pada tanggal 15 Februari 2011
WIB di Loka Pengamatan Dirgantara Sumedang (6,54
jam 01:44 02:06 UT (8:44-09:06 WIB). Gambar 5
LS, 107,55 BT) dan bilangan sunspot tahun 1998
menunjukkan frekuensi minimum (fmin), foF2 di
sampai dengan 2011.
Sumedang, dan persentase keberhasilan pengiriman data
dari Pameungpeuk (7,3 LS, 107,96 BT) ke Bandung
18 200 pada saat kejadian tersebut.
16
150 15 150%
foF2 (MHz)

14
Frekuensi (MHz)

12 100
10 100%
10
50
8 5 50%
6 0
98 99 00 01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11
0 0%
Tahun 6:00 7:00 8:00 9:00 10:00 11:00 12:00
foF2 jam 12:00 Bil Sunspot
fmin Jam (WIB)
Gambar 3. Variasi median bulanan foF2 jam 12:00 di Sumedang dan foF2
bilangan sunspot. Flare
% Data Pmk-Bdg 7,2 MHz

III. FREKUENSI KOMUNIKASI HF DAN GANGGUAN Gambar 5. Fmin, foF2, dan persentase keberhasilan pengiriman data
KARENA AKTIVITAS MATAHARI dari Pameungpeuk ke Bandung pada kejadian flare tanggal 15
Februari 2011.
Frekuensi maksimum yang dapat digunakan untuk
komunikasi radio HF pada satu sirkit tertentu sangat IV. PEMBAHASAN
tergantung pada kondisi ionosfer ketika komunikasi
Tahun 2009 yang merupakan awal siklus
dilakukan. Semakin tinggi foF2, semakin tinggi pula matahari ke 24, ditandai dengan mulai teramatinya
frekuensi yang dapat digunakan. Sebagai panduan bintik matahari (sunspot). Meningkatnya aktivitas
frekuensi yang dapat digunakan untuk komunikasi pada matahari meningkatkan juga intensitas radiasi yang
jam dan bulan tertentu biasa digunakan prediksi dipancarkan, dan selanjutnya meningkatkan ionisasi di

C26-3
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

lapisan ionosfer, sehingga kerapatan elektronnya juga tinggi membutuhkan waktu sekitar 1-2 hari. Ketika
meningkat. Gelombang radio dapat dikembalikan ke sampai di dekat permukaan bumi, sinar X akan
bumi apabila frekuensinya sama dengan frekuensi menembus sampai di lapisan D ionosfer (ketinggian
plasma ionosfer. Hubungan antara frekuensi plasma sekitar 60 km dari permukaan bumi) dan akan
ionosfer dengan kerapatan elektronnya dinyatakan meningkatkan ionisasi di daerah tersebut. Peningkatan
dengan : ionisasi di lapisan D akan meningkatkan penyerapan
fp = 9 10-6 Ne (1) energi gelombang radio HF yang melewatinya, terutama
pada frekuensi rendah, sehingga komunikasi radio dapat
fp dalam MHz dan Ne dalam elektron/m3. terganggu. Peningkatan absorpsi teramati sebagai
Frekuensi maksimum yang dapat dikembalikan oleh
peningkatan frekuensi minimum (fmin) pada data hasil
suatu lapisan ionosfer dinamakan frekuensi kritis
pengamatan ionosfer. Pada kondisi gangguan yang lebih
lapisan tersebut. Dari Gambar 3 dapat dilihat variasi
parah, peningkatan absorpsi menjadi sangat besar
nilai foF2 di Loka Pengamat Dirgantara Sumedang
sehingga seluruh gelombang radio HF yang melewati
mengikuti variasi aktivitas matahari yang dinyatakan
lapisan D akan terserap sehingga komunikasi terputus.
dengan bilangan sunspot. Median bulanan foF2 jam
Keadaan ini disebut SWF (short wave fade-out) atau
12:00 yang berkisar antara 8 10 MHz pada tahun
black-out. Dalam kejadian flare kelas X2.2 pada
2008-2009 meningkat menjadi 12-14 MHz pada tahun
tanggal 15 Februari 2011, fluks sinar X (~ 10-4 Watt/m2)
2011-awal 2012. Nilai ini akan terus meningkat seiring
meningkat 10 kali dibandingkan kondisi sebelum atau
dengan semakin meningkatnya aktivitas matahari.
sesudahnya (~ 10-5 Watt/m2). Flare tersebut telah
Dalam komunikasi radio HF, batas atas frekuensi
menyebabkan putusnya komunikasi radio HF di wilayah
yang dapat digunakan tergantung pada jarak komunikasi
Indonesia pada tanggal tersebut antara jam 9:0010:00,
dan frekuensi kritis lapisan pemantulnya, sedangkan
hanya 12 menit setelah kejadian flare. Gambar 5
batas bawahnya tergantung pada tingkat penyerapan
menunjukkan frekuensi minimum (fmin) dan frekuensi
energi gelombang radio oleh lapisan D ionosfer. Batas
kritis lapisan F2 (foF2) ionosfer di Sumedang tidak
atas dan bawah ini biasa diberikan dalam prediksi
teramati antara jam 9:00 10:00. Pengiriman data dari
frekuensi komunikasi radio HF. Gambar 4 adalah plot
Pameungpeuk ke Bandung yang dilakukan secara rutin
hasil prediksi frekuensi untuk komunikasi antara Jakarta
menggunakan frekuensi 7,200 MHz juga mengalami
dengan Makassar pada bulan Juni tahun 2009 dan 2012.
kegagalan pada saat itu. Tidak ada data yang berhasil
Dapat dilihat bahwa pada saat aktivitas matahari
diterima di Bandung pada saat tersebut (keberhasilan
minimum (tahun 2009) frekuensi tertinggi yang dapat
pengiriman data =0%).
digunakan pada siang hari sekitar 16 MHz, sedangkan
Dampak tertunda berupa badai ionosfer tidak teramati
pada bulan yang sama pada tahun 2012, dimana pada kejadian flare tanggal 15 Februari 2011, namun
aktivitas matahari lebih tinggi, frekuensi tertingginya Suhartini (1999) menunjukkan bahwa flare tanggal 21
juga meningkat menjadi sekitar 22 MHz. dan 25 Agustus 1998 menyebabkan menurunnya foF2 di
Banyaknya bintik matahari yang dinyatakan dengan Tanjungsari sebesar 25%, sedangkan Jiyo dkk (2005)
bilangan sunspot semakin meningkat menjelang puncak menyatakan bahwa badai antariksa pada tanggal 28 dan
aktivitas matahari yang diperkirakan akan terjadi pada 30 Oktober 2003 menyebabkan terjadinya badai
tahun 2013. Sunspot diyakini merupakan penampakan magnetik dan badai ionosfer negatif di Tanjungsari
dari garis medan magnet di permukaan matahari, yang pada tanggal 30 dan 31 Oktober 2003 yang diikuti badai
merupakan sumber ledakan di matahari yang disebut positif tanggal 1 dan 2 November 2003. Dampaknya
flare. Flare besar (kelas M5.0 ke atas) pada umumnya terhadap komunikasi radio adalah terjadinya black-out
berdampak signifikan pada karakteristik ionosfer di pada sirkit komunikasi Songkhla-Sumedang pada
daerah yang pada saat kejadian flare sedang siang hari. tanggal 30 Oktober 2003 sebanyak dua kali, pada pagi
Bilangan sunspot dan banyaknya flare pada siklus dan siang hari. 13 kejadian flare besar berturut-turut
aktivitas matahari ke 23 dan awal siklus ke 24 yang terjadi antara tanggal 5 sampai 15 April 2001 yang
ditunjukkan dalam Gambar 2. Jumlah kejadian flare diteliti oleh Suhartini (2009) menunjukkan dampak
besar pada periode puncak aktivitas matahari siklus ke langsung berupa peningkatan frekuensi minimum
23 mencapai 51 pada tahun 2001, dan 22 diantaranya sebesar sekitar 10 MHz pada sirkit komunikasi antara
Songkhla (Thailand) dengan Sumedang (Jawa Barat),
terjadi pada saat wilayah Indonesia sedang siang hari,
dan dampak tertunda berupa penurunan frekuensi
sementara Tabel 1 menunjukkan bahwa sejak tahun
maksimum lapisan F2 di Sumedang selama beberapa
2010 sampai Maret 2012 telah terjadi 24 kali flare besar,
jam sebesar lebih dari 5 MHz. Peningkatan frekuensi
dimana 12 kali diantaranya juga terjadi siang hari di minimum lapisan ionosfer akan mengakibatkan
wilayah Indonesia. Hal ini dapat memberikan gambaran gagalnya komunikasi radio HF yang menggunakan
potensi gangguan komunikasi HF yang telah dan akan frekuensi pada sisi bawah rentang HF, sedangkan
terjadi karena peningkatan aktivitas matahari. Ketika penurunan frekuensi maksimum lapisan F2 berdampak
terjadi flare, matahari melepaskan partikel berenergi pada gagalnya komunikasi yang menggunakan
tinggi dan memancarkan gelombang elektromagnetik frekuensi pada sisi atas rentang HF.
seperti sinar X dan sinar . Radiasi gelombang
elektromagnetik ini dapat mencapai bumi hanya dalam
waktu sekitar 8 menit, sedangkan partikel berenergi

C26-4
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

V. KESIMPULAN ionosfer dan gagalnya pengiriman data dari


Siklus aktivitas matahari ke 24 yang berawal tahun Pameungpeuk ke Bandung menggunakan radio HF pada
2009 telah menunjukkan dampaknya pada kondisi frekuensi 7,200 MHz. Gangguan ini teramati hanya 12
ionosfer dan komunikasi radio HF di Indonesia. Median menit setelah kejadian flare.
bulanan foF2 jam 12:00 yang berkisar antara 8 10
MHz pada tahun 2008-2009 meningkat menjadi 12-14 DAFTAR ACUAN
MHz pada tahun 2011-awal 2012. Hasil prediksi [1] Cohen, Norm dan Davies, Kenneth, , Radio wave propagation,
frekuensi untuk komunikasi antara Jakarta dengan http://www.swpc.noaa.gov/Education, 1994.
[2] Jiyo, Yatini C.Y., Pengaruh badai antariksa Oktober-November
Makassar pada bulan Juni tahun 2009 dan 2012 2003 terhadap lapisan ionosfer dan komunikasi radio, Warta
menunjukkan bahwa pada saat aktivitas matahari LAPAN vol.7 No. 3. ISSN 0126-9754, 2005.
minimum (tahun 2009) frekuensi tertinggi yang dapat [3] McDonald A., Space Weather and Radio Communications,
digunakan pada siang hari sekitar 16 MHz, sedangkan http://www.ips.gov.au, 2012.
[4] Mc Namara, L, 1991, The ionosphere : communications,
pada tahun 2012, frekuensi tertingginya menjadi sekitar surveillance, and direction finding, Krieger Publishing
22 MHz. Company, Malabar, Florida. ISBN 0-89464-040-2
Flare besar yang terjadi sejak tahun 2010 sampai [5] Suhartini S., Dampak flare tanggal 21 dan 25 Agustus 1998 pada
Maret 2012 sebanyak 24 kali, 12 kali diantaranya terjadi medan magnet bumi dan lapisan F2 ionosfer, Majalah LAPAN
vol. 1 No. 2. ISSN 0126-0480, 1999.
siang hari di wilayah Indonesia. Flare besar ini [6] Suhartini S., Aktivitas matahari dan dampaknya pada
memberikan dampak langsung berupa peningkatan komunikasi radio HF, Berita Dirgantara vol 10 No. 2 , ISSN
absorpsi gelombang radio di lapisan d ionosfer. Salah 1411-8920, 2009.
satu flare besar yang terjadi pada tanggal 15 Februari [7] http://science.nasa.gov/science-news/science-at-nasa/2009/
29may_noaaprediction, download 2009.
2011 telah menyebabkan tidak teramatinya lapisan

C26-5
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Test Bed Evaluation for Web Conference


over Wireless Mesh Network
using OLSR Routing Protocol
Indrarini Dyah Irawati1, Leanna Vidya Yovita2, Ratna Mayasari3
123
Fakultas Elektro & Komunikasi-Institut Teknologi Telkom
1
idi@ittelkom.ac.id, 2lvy@ittelkom.ac.id, 3rmy@ittelkom.ac.id

Abstract Wireless Mesh Network (WMN) is a trusted layanan (QoS) yang diberikan pada user. QoS tersebut
wireless network technologies evolve in the future. WMN meliputi throughput, delay, MOS dan jumlah paket
is a system that is self-configuring, where the wireless OLSR. WMN diharapkan mampu memberikan QoS
router can join the wireless mesh network that already yang baik terhadap layanan interaktif web video
exists so that the newly merged mesh router can forward conferencing.
packets of data transmitted. WMN has advantages such as
ease of installation, automatic connections between nodes,
self-healing. In this paper, carried out the type of WMN II. DASAR TEORI
testbed infrastructure BSS infrastructure mode and adhoc A. Wireless Mesh Network
mode using a routing protocol Optimized Link State
Routing (OLSR). Tests conducted for indoor scenarios by Pengembangan WMN berangkat dari konsep
generating web video conferencing services. Service QoS Ad-Hoc pada WLAN. Hal ini dikarenakan topologi
parameters include throughput and delay. The analysis yang ada dalam sebuah jaringan Ad-Hoc dimana setiap
showed that the performance of QoS in infrastructure BSS wireless station akan terhubung langsung satu dengan
mode compares favorably with adhoc mode. lainnya. Topologi yang digunakan dalam Ad-Hoc
adalah topologi mesh, yakni setiap node memiliki vertex
Index Terms Wireless Mesh Network, OLSR, Web ke setiap node lainnya. WMN merupakan salah satu
Conference Service, Quality of Service
aplikasi dari Mesh Networking, selain Mobile Ad-Hoc
Network (MANET) dan Wireless Sensor Networks
I. PENDAHULUAN
(WSN). Node pada WMN dapat berupa mesh router

S EIRING dengan perkembangan teknologi informasi


dan tuntutan untuk memberikan pelayanan yang
baik terhadap pelanggan, maka dibutuhkan suatu
atau mesh wireless station.
WMN dapat memiliki jangkauan yang luas,
dikarenakan setiap node dapat berperan sebagai router
jaringan yang mampu diimplementasikan secara mudah. (tidak hanya sebagai host) yang akan meruskan pesan
Salah satu topologi yang dapat digunakan adalah WMN. beacon beserta paket-paket lainnya untuk sampai ke
WMN memiliki kelebihan-kelebihan, seperti self tempat yang ditujunya.
organized atau self configured [1]. Dengan kelebihan Perangkat-perangkat yang dapat bertindak
itulah WMN dapat secara otomatis membangun dan sebagai router tersebut disebut dengan wireless mesh
memelihara konektivitas mesh antar node. Selain itu node. Kumpulan beberapa wireless mesh node yang
WMN dikenal juga dengan sifat self healing, di mana membangun WMN akan bekerja sama dalam membawa
jaringan memungkinkan melakukan rerouting untuk informasi dari suatu node ke node yang lainnya untuk
menjaga jaringannya tetap reliable. Algoritma routing mencari dan mengorganisir rute, ini yang dinamakan
yang secara proaktif membentuk table routing sebelum self-organizing.
rute dibutuhkan adalah OLSR. Apabila terjadi kegagalan routing, jaringan dapat
OLSR menggunakan dua jenis message untuk melakukan self-healing sehingga dapat dibentuk rute
memperbaharui informasi routing. Pesan Hello yang baru. Kapasitas dari WMN dapat dipengaruhi oleh
digunakan untuk mendeteksi link, dan pesan Topology beberapa faktor, diantaranya adalah arsitektur jaringan,
Control (TC) digunakan untuk mengontrol terhadap topologi jaringan, kepadatan jalur komunikasi,
topologi. Karena OLSR merupakan salah satu dari kepadatan node, jumlah kanal radio yang digunakan
protokol routing proaktif, maka untuk mengurangi oleh setiap node, mobilitas dari setiap client, serta
overhead, pada OLSR terdapat Multi Point Relay konsumsi daya untuk kegiatan transmisi.
(MPR).
Pada WMN, antar access point atau antar mesh
point dikoneksikan secara ad-hoc agar terbentuk B. Tipe Arsitektur WMN
topologi mesh wireless. Perubahan topologi di dalam Terdapat 3 tipe arsitektur pada WMN yang dapat
jaringan yang disebabkan karena pergerakan user, diaplikasikan sesuai dengan cakupannya, yaitu WMN
penambahan atau pengurangan jumlah user tipe Mesh Client, WMN tipe Infrastructure, dan Tipe
membutuhkan mekanisme untuk menjamin kualitas Hybrid [2].

C27-1
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Dengan multi-hops, WMN dapat memperluas


area cakupan sinyal wireless-nya tanpa mengurangi
kapasitas kanal komunikasi.
2. Mobilitas
Hal ini tergantung tipe dari mesh node, karena
pada umumnya mesh router memiliki tingkat mobilitas
rendah dan cenderung diam, dibandingkan dengan mesh
client yang dapat mobile maupun statis.
3. Self-organizing
Gambar 1. contoh Arsitektur WMN tipe Mesh Client [2] Pada saat dimulai pembangunan routing WMN
(semua mesh router baru di aktifkan), setiap mesh router
WMN tipe Mesh Client menyediakan jaringan akan mencari rute ke mesh router paling ujung melalui
peer-to-peer antar node mesh WS, dimana node tersebut mesh router yang ada di sebelahnya, sampai tabel
dapat bertindak sebagai host dan router sekaligus. Hal routing terisi lengkap untuk setiap mesh router.
ini serupa dengan jaringan ad-hoc biasa 4. Self-healing
WMN tipe Mesh Infrastructure terdiri dari mesh Saat ada mesh node yang gagal dalam
router yang terhubung satu dengan mesh router yang mengirimkan paket, misalnya mesh router tersebut mati,
lain sehingga membentuk suatu WMN core, sedangkan node disekitarnya akan mencari rute alternatif untuk
client dapat berhubungan dengan client lainnya melalui meneruskan paket yang dikirimkan.
mesh router. 5. Reliability
Pada WMN setiap node berfungsi sebagai relay
untuk meneruskan paket ke tujuan
6. Compatibility dan interoperability
WMN berbasis teknologi IEEE 802.11, dan sama
dengan yang di pakai pada WLAN (Ad-Hoc dan BSS
Wi-Fi), maka WMN dapat saling berintegrasi dengan
wireless network yang sudah ada.
7. Dependensi terhadap pemakaian daya
Ketergantungan pemakaian daya dalam WMN
menjadi hal penting, karena terutama untuk node pada
Gambar 2. Contoh Arsitektur WMN tipe Infratruktur[2] WMN core, harus selalu memancarkan sinyal sebagai
penyedia layanan jaringan.
WMN tipe hybrid merupakan gabungan dari
WMN tipe Mesh Client dan WMN tipe Mesh D. Protokol Routing OLSR
Infrastructure.Client yang berada dalam jangkauan
OLSR termasuk kedalam jenis protokol
jaringan modus infratruktur dapat terhubung ke WMN
proactive. Penggunaan protokol kelas ini secara umum
core melalui Access Point terdekat, dan client yang
untuk memberikan solusi end-to-end delay yang sangat
sedang berada dalam Modus Ad-Hoc dapat terhubung
kecil, karena informasi routing selalu diperbaharui
dengan WMN core secara Ad-Hoc dengan mesh router
secara berkala, menjadikan koneksi yang dibuat
terdekat dari WMN core.
berdasarkan routing ini sangat cepat.
Protokol routing OLSR merupakan optimasi dari
INTERNET algoritma link-state klasik yang disesuaikan dengan
WMN CORE
persyaratan dari mobile wireless LAN. Optimasi yang
MESH ROUTER MESH ROUTER MESH ROUTER pertama adalah penggunaan multi point relay (MPR)
yang merupakan node yang dipilih untuk meneruskan
message boroadcast selama proses MPR flooding.
MESH ROUTER
MESH ROUTER
Teknik ini sangat mengurangi traffic-overhead bila
dibandingkan dengan mekanisme pure flooding, dimana
MESH ROUTER MESH ROUTER
MESH ROUTER
tiap node mengirim ulang setiap message ketika node
tersebut menerima salinan dari message. Pada OLSR,
informasi link-state dihasilkan hanya oleh node yang
dipilih sebagai MPR [3,4].
MESH INFRATRUCTURE

MESH CLIENT

Gambar 3. Contoh arsitektur WMN Hybrid [2]

C. Karakteristik WMN
Wireless mesh network memiliki beberapa
karakteristik umum, diantaranya adalah:
1. Multi-hops Gambar 4. (kiri) pure flooding dan (kanan) MPR flooding

C27-2
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

III. METODOLOGI PENELITIAN


C. Tahap Pengujian
Pada penelitian ini,dilakukan beberapa pengujian
Dalam penelitian ini digunakan 3 tahapan, yaitu performansi pada WMN dengan skenario sebagai
tahap definisi, tahap implementasi, dan tahap pengujian. berikut:
1. Pengujian Self-Organizing
A. Tahap Definisi Pengujian ini untuk melihat kemampuan
mesh router untuk bergabung dengan
Pada tahap definisi telah dilakukan kajian literature
WMN core yang sudah ada sebelumnya,
terutama tentang karakteristik dari WMN dan layanan
sehingga mesh router yang baru
web conference, dan merumuskan segala kemungkinan
bergabung dapat meneruskan paket-paket
yang terjadi pada perancangan.
data yang dikirimkan ke mesh router
yang baru bergabung tersebut.
B. Tahap Implementasi 2. Pengujian Self-Healing
Topologi WMN yang diimplementasikan seperti Pengujian ini untuk melihat kemampuan
ditunjukkan pada gambar 5., terdiri dari sebuah server mesh router pada Hybrid WMN core
web conference (PC-Intel Pentium Dual-Core E5200 dalam mencari jalur routing yang baru
2,50 GHz), 7 unit Wireless Router (Linksys WRT-54GL (dan memperbaharui tabel routing),
v1.1), dimana 6 unit sebagai WMN core dan 1 unit apabila jalur routing yang sudah ada
sebagai Access Point, serta sebuah client (Note terjadi kerusakan (putus).
book-Intel Core-i3-2120 3,30Ghz) pada mode 3. Pengujian performansi layanan terhadap
infrastruktur BSS dan sebuah client (Notebook- Intel pengaruh jarak client
Core-i3-2120 3,30Ghz) pada mode adhoc. Mesh router Pengujian dilakukan untuk mengetahui
bekerja berdasarkan standar 802.11b/g, dan jarak antar pengaruh jarak antara mesh router dengan
node 5 meter. client terhadap QoS, dari layanan web
conference. Pengukuran dilakukan
sebanyak 30 kali percobaan.
4. Pengujian routing overhead dan
normalized routing load
Pengujian ini bertujuan mengetahui
jumlah paket routing yang beredar di
jaringan.

IV. ANALISIS PERFORMANSI


A. Pengujian Self-organizing
Skenario ini bertujuan melihat kemampuan dari
WMN core dalam melakukan self-organizing, yaitu
kemampuan seberapa cepat mesh router baru untuk
bergabung dengan jaringan wireless mesh yang sudah
ada sebelumnya. Pengujian dilakukan pada sebuah
client yang terhubung dengan sebuah mesh router,
kemudian pada jaringan ditambahkan mesh router
secara bertahap mulai dari 2, 3, 4,5, dan 6 router.
Gambar 5. Implementasi WMN di Datacom Laboratory Pada gambar 6 menunjukkan bahwa penambahan
jumlah mesh router pada konfigurasi WMN core akan
Lokasi tesbed di lantai 2 Gedung C IT Telkom, pada menyebabkan waktu self-organizing yang lebih lama.
Laboratoria Datacom, Koridor, dan ruang Kuliah Hal ini menunjukkan bahwa mesh router existing,
Pascasarjana. melakukan pencarian terhadap mesh router lainnya,
Untuk setiap mesh router dan client pada jaringan, yang memiliki SSID sama, yang ada di sekitar topologi
menggunakan protokol OLSR. Integrasi OLSR pada untuk membuat wireless mesh network. Saat didapatkan
mesh router dilakukan upgrade firmware wireless router ada mesh router lain yang aktif, mesh router existing
original menjadi firmware DD-WRT. DD-WRT akan melakukan pembaharuan terhadap routing table
dibangun berbasis sistem operasi linux serta miliknya, dan membagikan informasi routing table nya
aplikasi-aplikasinya mendukung aplikasi yang kepada mesh router lainnya baik yang sudah ada
disediakan oleh OpenWRT. Sedangkan integrasi OLSR sebelumnya ataupun yang baru bergabung. Proses
pada client, digunakan olsrd (OLSR Daemon). olsrd konvergensi table routing yang disebabkan perubahan
merupakan aplikasi yang di install pada sistem operasi topologi akan memakan waktu yang lama.
di mesin client, dan dijalankan bersamaan dengan saat
perangkat wireless client beroperasi dalam modus
komunikasi ad-hoc.

C27-3
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Perbandingan Waktu Self-Configure dengan C. Pengujian Performansi Layanan Terhadap


Jumlah Mesh Router Pengaruh Jarak Client
8.00
Waktu Self Orginizing (s) 7.56 Pengujian ini bertujuan untuk menganalisis
7.00
6.00 pengaruh jarak client terhadap mesh router/AP terdekat
5.00
4.60 4.87 5.18 pada WMN tipe Infrastuktur mode adhoc dan mode
4.32
4.00 infrastructure BSS. Parameter performansi QoS
3.00
2.00
meliputi throughput (Mbps), dan delay (ms)[4] . Metrik
1.00 yang digunakan pada pengujian adalah 1 hop-count
0.00 dengan jarak antara client dan mesh router/AP adalah 5,
2 3 4 5 6
10, 15, dan 20 meter.
Jumlah Mesh Router Dari gambar 8, dapat dilihat bahwa semakin jauh
Gambar 6. Self Organizing jarak antara client dengan MR/AP, maka semakin turun
throughput-nya. Hal ini dikarenakan wireless router/AP
akan menurunkan kecepatan transfer data seiring
B. Pengujian Self-Healing bertambahnya jarak dengan maksud agar komunikasi
Skenario ini bertujuan untuk melihat kemampuan tetap handal walaupun dalam sinyal yang lemah.
dari WMN core dalam melakukan self-healing, yaitu Pada kasus dengan jumlah client 1, throughput pada
kemampuan seberapa cepat mesh router mencari jalur mode infrastructure BSS lebih besar dibandingkan pada
routing yang baru apabila pada link yang dilalui terjadi mode Adhoc. Hal ini disebabkan tipe infrastruktur BSS
kerusakan. Jika terjadi kegagalan dalam mengirimkan mengggunakan AP yang terhubung ke Mesh Router
paket, mesh router dapat mencari rute alternatif untuk menggunakan kabel UTP dan Fast Ethernet Full Duplex,
meneruskan paket yang dikirimkan. sehingga layanan web conference bisa diterima secara
Pengujian dilakukan pada sebuah client yang serentak. Sedangkan pada mode adhoc, komunikasi data
terhubung minimal dengan dua buah mesh router. dilakukan secara half duplex.
Koneksi dilakukan dari client ke mesh router terjauh
kemudian pemutusan link koneksi dilakukan dengan Pengaruh Jarak Client-MR/AP Terhadap Throughput
cara menonaktifkan mesh router yang berperan sebagai 0.45
gateway. Perubahan topologi yang disebabkan oleh 0.40
0.35
Throughput (Mbps)

pemutusan link koneksi akan menyebabkan client


0.30
memperbaiki koneksinya kembali. Scenario pengujian 0.25
dilakukan untuk topologi dengan jumlah mesh router 2, 0.20
0.15
3, 4, 5, dan 6, dengan menonaktifkan sebuah wireless
0.10
router yang menjadi gateway bagi client. 0.05
Perbandingan Waktu Self-Healing dengan 0.00
5 10 15 20
Jumlah Mesh Router
Adhoc 0.38 0.37 0.35 0.29
18.00
16.77 Infrastucture BSS 0.39 0.38 0.36 0.31
16.00
Waktu Self Healing (s)

14.00 Gambar 8. Grafik pengaruh jarak terhadap throughput


13.20
12.00
10.00 11.41 11.82
10.40
8.00 Dari gambar 9 menunjukkan bahwa, semakin jauh
6.00
4.00 jarak antara client dengan MR/AP,maka nilai delay
2.00
- cenderung semakin naik. Hal ini dikarenakan daya yang
2 3 4 5 6 dipancarkan oleh MR/AP semakin berkurang seiring
Jumlah Mesh Router dengan semakin besarnya jarak antara mesh router/AP
Gambar 7. Self Healing dengan client. Delay pada mode adhoc lebih besar
Pada gambar 7 menunjukkan bahwa semakin dibandingkan pada mode infrastructure BSS, hal ini
banyak mesh router pada WMN core, semakin lama disebabkan pada mode adhoc lebih rentan terhadap
waktu self-healing pada client. Hal ini disebabkan perubahan topologi jaringan sehingga client
semakin banyak mesh router yang terlibat semakin
memerlukan waktu untuk update table routing sebelum
banyak punya link alternatif yang terbentuk. Pada
self-healing, waktu yang dibutuhkan lebih lama pengiriman paket. Nilai delay yang dihasilkan dari
dibandingkan waktu pada self-organizing, hal ini kedua mode dikategorikan baik (good), yaitu kurang
disebabkan tiap mesh router pada WMN core sudah dari 150 ms sesuai dengan standar ITU-T G114 untuk
mempunyai table routing semua mesh router yang ada, delay.
dan pada saat ada mesh router yang OFF, mesh router
yang tersisa akan memastikan jalur yang ada
berdasarkan routing table, jika jalur yang menuju mesh
router OFF tersebut benar-benar tidak dapat ditolerir
kerusakannya (infnite), maka mesh router yang tersisa
akan melakukan pembaharuan table routing dari
informasi rute yang baru.

C27-4
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Pengaruh Jarak Client-MR/AP Terhadap Delay Normalized Routing Load

39.5 0.895
0.890
39.0
0.885
38.5
0.880
38.0
Delay (ms)

NRZ
0.875
37.5
0.870
37.0
0.865
36.5
0.860
36.0
0.855
35.5
5 10 15 20 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29

Adhoc 37.0 37.2 37.8 39.3 Pengambilan Data

Infrastructure BSS 36.9 37.2 37.7 38.9 Gambar 11. Grafik NRL
Gambar 9. Grafik pengaruh jarak terhadap delay

D. Pengujian Routing Overhead dan Normalized


Routing Load
Pengambilan data dilakukan dengan mengaktifkan
satu persatu wireless mesh router, selang waktu antar
pengaktifan wireless router adalah 1 menit. Mesh router
yang terhubung dengan server diaktifkan pertama kali
bersamaan dengan penangkapan paket-paket routing
menggunakan software wirereshark. Pengambilan data
dilakukan sebanyak 30 kali.
Routing Overhead (RO) adalah jumlah seluruh Gambar 12. Grafik Jumlah Paket OLSR per satuan waktu
paket routing yang dihasilkan oleh routing protokol
selama percobaan, semua paket yang dikirim atau Gambar 12 menunjukkan jumlah paket routing
diteruskan pada Network Layer merupakan Routing OLSR bertambah seiring bertambahnya waktu
Overhead [6]. pengamatan, hal ini disebabkan oleh banyaknya
..(1) wireless router yang bergabung setiap 60 detik
sekali,sampai total 6 wireless router (dari 2 unit sampai
6 unit). Setiap wireless router akan menghasilkan paket
Routing Overhead routing OLSR, sehingga jumlah paket routing yang
800 berada di dalam jaringan bertambah banyak.
jumlah routing overhead (paket)

790
780
770
V. KESIMPULAN
760 Dari evaluasi test bed jaringan WMN tipe
750
740
infrastructure dengan protokol routing OLSR untuk
730 layanan web conference dapat diambil kesimpulan
720 bahwa pengujian semakin banyak mesh router yang
710
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29
bergabung dalam jaringan WMN Core maka semakin
lama waktu yang dibutuhkan untuk self-orginizing
Pengambilan Data
maupun self healing. Semakin banyak jumlah mesh
Gambar 10. Grafik Routing Overhead router, jumlah paket OLSR yang beredar di dalam
jaringan juga semakin bertambah.
Normalized Routing Load (NRL) merupakan Jarak client dengan MR/AP berpengaruh terhadap
jumlah routing paket yang ditransmisikan per paket data QoS layanan Web Conference, di mana semakin jauh
ke tujuan. Setiap hop dalam mentrasmisikan sebuah jarak antara client-MR/AP, semakin turun throughput
routing, dihitung sebagai satu transmisi. NRL adalah layanan dan semakin besar delay-nya. Untuk mode
jumlah dari semua paket kontrol yang dikirim oleh infrastructure BSS memiliki performansi yang lebih
semua node dalam jaringan untuk menemukan dan baik dibandingkan mode adhoc.
mempertahankan rute [6].
..(2)

C27-5
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

VI. DAFTAR PUSTAKA Tulisan ilmiah yang dipublikasikan melalui Proceedings


International Conference on Telecommunication (ICTel 2010),
[1] Chavoutier, Maniezzo, Palazzi, Gerla Mario. Multimedia over Bandung, 27 - 28 Oktober 2010, ISSN : 1858-2982
Wireless Mesh Network. The Sixth Annual Mediterranean Ad 2. Bagus Suryaman, Indrarini Dyah Irawati, Asep Mulyana
Hoc Networking WorkShop, Corfu, Greece, June 12-15, 2007. (2010),"Perbandingan Performansi Algoritma Penjadwalan
[2] Chong, Prof. Song. 2007. Wireless Mesh Network. Korea: Round Robin, Maximum C/I, dan Propotional Fair dengan
Network Systems Laboratory, EECS, KAIST menggunakan HARQ pada Sistem 3GPP LTE, Tulisan ilmiah
[3] Clausen, Thomas, Philippe Jacquet. 2004. The Optimised yang dipublikasikan melalui Proceedings KNS&I 2010, STMIK
Routing Protocol for Mobile Ad-hoc Networks: protocol STIKOM Bali, 13 November 2010 ISSN : 1979-9845
specification. INRIA: Project Hipercom. 3. Anggi Satriadi, Istikmal, Indrarini Dyah I, "Analysis
[4] T. Clausen, C. Dearlove, P. Jacquet. 2011. The Optimized Link Performance of Synergy between WiMax and ADSL Network",
State Routing Protocol version 2. INRIA: Project Hipercom. Tulisan ilmiah yang dipublikasikan melalui Proceedings
[5] Ge, Ying. 2002. Tesis - Quality-of-Service Routing in Ad-Hoc Electrical Power Electronics Communications Controls
Networks Using OLSR. Canada: Carleton University. Informatics (EECCiS) 2010 Universitas Brawijaya, Malang,
[6] Bindra, Harminder S., Sunil K. Maakar and A. L. Sangal. 2010. 16-17 Desember 2010, ISBN : 978-602-8692-25-0
IJCSI - Performance Evaluation of Two Reactive Routing 4. Indrarini Dyah Irawati, Perancangan Radio Streaming Live
Protocols of MANET using Group Mobility Model. India: Pada Jaringan LAN Sebagai Media Pembelajaran, Tulisan
National Institute of Technology. ilmiah yang dipublikasikan melalui Proceedings International
Seminar on Information Technology And Education 2011,
Indrarini Dyah Irawati, was born at Karanganyar, 21 Oktober Universitas Padang, 29 Januari 2011 ISSN : 1907-3739
1978. Master of Electrical Engineering at STT Telkom-Bandung, 5. Indrarini Dyah Irawati, Sub-channelization Technique
Comparison On Mobile WiMax, Proceedings The 12th
2005.
International Conference On QiR (Quality in Research),
Universitas Indonesia, 4-7 Juli 2011 ISSN :
Job Title : Lecturer, Official address : Electrical & 114-1284
Communication Faculty - Institut Teknologi Telkom, Jl. 6. Gerry Kesuma, Agus Virgono, Indrarini Dyah
Telekomunikasi No.1 Dayeuhkolot Bandung, Phone (022)76121005 Irawati, Implementation of Dynamic IP Adressing on IP
/ 08122152542, Email : idi@ittelkom.ac.id, Network, Proceedings The 12th International Conference On
riniindra2005@yahoo.com QiR (Quality in Research), Universitas Indonesia, 4-7 Juli 2011
ISSN : 114-1284
7. Indrarini Dyah Irawati, Leanna Vidya Yovita, Indrasto,
Publications : Analisis Performansi IPTV Pada Jaringan IPv4, Prosiding
Rekayasa Aplikasi dan Perencanaan Industri RAPI 2011, UMS,
1. Indrarini Dyah Irawati, Leanna Vidya Y (2010) "VoIP 13 Desember 2011, ISSN : 1412-9612
Performance Evaluation at WiMax 802.16e Network Analysis",

C27-6
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

PREDIKSI INTENSITAS TRAFIK


DENGAN DYNAMIC FORECASTING
UNTUK JARINGAN 3G
Mike Yuliana, Rony Susetyoko, Nora Puspita Syari
Politeknik Elektronika Negeri Surabaya
Raya ITS Keputih Sukolilo, Surabaya 60111
mieke@eepis-its.edu, rony@eepis-its.edu, rabypcupu@student.eepis-its.edu
l

Average serta model Double Exponential Smoothing


Abstract Prediksi untuk trafik suara, dan video untuk melakukan suatu prediksi trafik di 8 RNC dari
pada jaringan 3G diperlukan agar pembangunan jaringan salah satu provider GSM di wilayah Jawa Timur.
sesuai dengan kebutuhan. Prediksi trafik dilakukan Pemilihan model tersebut didasarkan pada jenis atau
dengan menggunakan model Trend Analysis dan Regresi pola data trafik yang digunakan serta keakuratan dari
Polinomial, Double Moving Average serta model Double
masing-masing model dalam hal memperoleh nilai MSE
Exponential Smoothing. Dari hasil pengujian terlihat
bahwa metode regresi polynomial cocok untuk trend yang (Mean Square Error).
cenderung konstan (cenderung meningkat atau menurun
saja), untuk double exponential smoothing cocok untuk II. PERAMALAN (FORECASTING)
trend yang acak, sedangkan double moving average cocok
untuk trend yang nilainya tidak terlalu acak, kisaran naik A. Pengertian Forecasting
atau turunnya nilai trafik tidak terlalu jauh berbeda. Peramalan merupakan alat bantu yang penting
dalam perencanaan yang efektif dan efisien. Menurut
Kata kunci: Trend Analysis, Regresi Polinomial, Double Makridakis (1999), teknik peramalan terbagi menjadi
Moving Average, Double Exponential smoothing.
dua bagian, yang pertama metode peramalan subjektif
dan metode peramalan objektif.
Metode peramalan subjektif mempunyai metode
I. PENDAHULUAN
kualitatif dan metode peramalan objektif mempunyai
dua model, yaitu metode time series dan model kausal.
Dengan semakin berkembangnya teknologi
Model kualitatif berupaya memasukkan faktor-faktor
telekomunikasi menjadikan manusia ingin saling
subyektif dalam model peramalan, model ini akan sangat
berkomunikasi tanpa dibatasi tempat dan waktu. Tidak
bermanfaat jika data kuantitatif yang akurat sulit
hanya kebutuhan komunikasi voice saja, kebutuhan akan
diperoleh. Contoh dari metode ini ialah metode delphi,
komunikasi video pun meningkat. Tentunya dengan
opini juri eksekutif, komposit kekuatan dan survey pasar
perkembangan yang sedemikian rupa, trafik komunikasi
konsumen.
menjadi semakin padat, atau dengan kata lain kebutuhan
Model kausal memasukkan dan menguji
akan komunikasi sudah menjadi salah satu kebutuhan
variabel-variabel yang diduga akan mempengaruhi
primer bagi manusia dan secara otomatis dengan trafik
variabel dependen, model ini biasanya menggunakan
yang padat akan muncul suatu kendala pada pelaksanaan
analisis regresi untuk menentukan mana variabel yang
komunikasi itu sendiri sehingga sangat dibutuhkan suatu
signifikan mempengaruhi variabel dependen. Selain
prediksi trafik untuk meminimalisasi kendala
menggunakan analisis regresi, model kausal juga dapat
tersebut[1].
menggunakan metode ARIMA atau Box-Jenkins untuk
Banyak metode yang digunakan untuk melakukan
mencari model terbaik yang dapat digunakan dalam
prediksi trafik di antaranya metode regresi digunakan
peramalan. Contoh dari model time series ini antara lain
untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara 2
Moving Average, Eksponential Smoothing dan proyeksi
variabel dan menentukan hubungan tersebut jika
trend[2]-[4].
memang ada, metode iterasi dimana dalam metode ini
variabel yang menjelaskan belum ditentukan lebih dulu
B. Data Runtun Waktu (Time Series)
(masih dicoba korelasinya terhadap variabel yg
Data yang direkam didalam interval waktu yang
diramalkan), ada juga metode gompertz, dan lain-lain.
sama di dalam jangka waktu yang relatif panjang disebut
Pada dasarnya pemilihan metode ini tergantung dari
data runtun waktu. Dengan mengamati data runtut waktu
jenis atau pola data yang kita punya.
akan terlihat empat komponen yang mempengaruhi suatu
Pada penelitian ini akan digunakan model Trend
pola data masa lalu dan sekarang, yang cenderung
Analysis dan Regresi Polinomial, model Double Moving

C28-1
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

berulang di masa mendatang. Empat komponen yang F. Double Moving Average


ditemukan dalam analisis runtun waktu adalah : Rata-rata Bergerak Sederhana (Simple Moving
1. Trend, yaitu komponen jangka panjang yang Average)
mendasari pertumbuhan (ataupenurunan) Banyaknya elemen atau cacah rata-rata bergerak
suatudata runtutwaktu. orde n, yang dapat dibuat dari N buah data runtun waktu
2. Siklikal (cyclical), yaitu suatu pola fluktuasi atau adalah N-n+1. Jika XT data yang paling baru, maka
siklus dari data runtut waktu akibat perubahan rata-rata bergerak yang paling baru adalah [4] :
kondisi ekonomi.
3. Musiman (seasonal), yaitu fluktuasi musiman (6)
yang sering dijumpai pada data kuartalan,
bulanan atau mingguan. Dimana :
4. Takberaturan (irregular), yaitu pola acak yang MT = Nilai rata-rata bergerak sederhana (Simple
disebabkan oleh peristiwa yang tidak dapat Moving Average)
diprediksi atau tidak beraturan, seperti perang, MT-1 = Nilai rata-rata bergerak sebelumnya
pemogokan, pemilu, atau longsor maupun n = Banyaknya elemen atau cacah rata-rata
bencana alam lainnya bergerak orde n
XT = Data yang paling baru
Model runtut waktu berusaha untuk memprediksi XT-n = Data sebelumnya dari data yang paling baru
masa depan dengan menggunakan data historis. Dengan
kata lain, model runtut waktu mencoba melihat apa yang
terjadi pada suatu kurun waktu tertentu dan Rata-rata Bergerak Rangkap Dua (Double Moving
menggunakan data runtut waktu masa lalu untuk Average)
memprediksi[4]. Rata-rata bergerak dari rata-rata bergerak
sederhana disebut rata-rata bergerak rangkap dua
C. Trafik (double moving average). Jika symbol MT(2) menyatakan
Secara umum trafik dapat diartikan sebagai rata-rata bergerak rangkap dua maka [4] :
perpindahan informasi dari satu tempat ke tempat lain
melalui jaringan telekomunikasi. Intensitas traffic
menyatakan jumlah rata-rata dari panggilan-panggilan
(7)
yang terjadi secara bersama-sama selama selang waktu
tertentu.
Dimana :
D. Trend Analysis = Nilai rata-rata bergerak rangkap dua
Metode ini dapat digunakan jika data masa lalu = Nilai rata-rata bergerak sederhana
yang ada cenderung membentuk garis lurus. Persamaan n = Banyaknya elemen atau cacah rata-rata
untuk metode ini adalah [4]: bergerak orde n

(1) G. Model Double Exponential Smoothing


Permintaan yang menunjukkan sifat trend dapat
Dimana : dinyatakan dengan model sebagai berikut [4] :
Y = Nilai observasi (data asli)
= Nilai trend (8)
X = Variabel waktu
N = Jumlah data (9)
E. Regresi Polinomial Dimana :
Untuk jangka waktu pendek, kemungkinan trend
= Nilai pemulusan eksponensial tunggal
tidak bersifat linear. Metode ini adalah contoh metode
nonlinear. [4] = Nilai pemulusan eksponensial ganda

Yk = a + bX + cX2 (2) H. MSE(Mean Square Error), Simpangan Error dan


Koefisian a, b, dan c diperoleh dengan : Standard Deviasi
Besar kecilnya nilai Mean Square Error (MSE)
(3) dapat menentukan metode mana yang paling baik
digunakan untuk melakukan suatu prediksi intensitas
trafik.
(4)

(5) (10)

C28-2
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

traffic menggunakan dynamic forecasting, yang belum


Keterangan: dikonversikan ke dalam bentuk database.
n : Banyaknya jumlah data

Sedangkan untuk ketepatan peramalannya sendiri


dipengaruhi ada tidaknya pola di dalam data. Selain itu
juga bisa dicek dengan menggunakan rumus perhitungan
absolute percentage error (APE) atau simpangan error.

(11

Untuk melihat kecenderungan pola dari data asli bisa


dilihat dari standart deviasinya, adapun perumusan untuk
mencari standar deviasi seperti dibawah ini:
Gambar 1. Data trafik kabupaten Bangkalan

B Metode Analisis
Model peramalan yang digunakan meliputi model
(12)
Trend Analysis dan Regresi Polinomial, model Double
Moving Average serta model Double Exponential
Keterangan :
Smoothing. Alasan pemilihan metode ini adalah pola
= Standar deviasi data intensitas trafik yang diolah mengikuti pola data
n = Banyaknya jumlah data harian trend. Dari Gambar 2 terlihat bahwa untuk pola data
trend, sangat cocok jika menggunakan metode double
III. METODOLOGI moving average dan double exponential smoothing
Pada penelitian ini akan dilakukan peramalan
intensitas trafik dengan menggunakan dynamic
forecasting, dimana tujuan dari peramalan ini adalah
untuk membantu provider mengetahui kebutuhan
jaringan di masa yang akan datang.

A.Data Trafik
Data trafik yang akan diolah merupakan data trafik
voice dan video yang di ambil dari salah satu provider
GSM di wilayah Jawa Timur. Data trafik ini diperoleh
dari 8 RNC yang berbeda yaitu RNJBRO01, RNKED01,
RNMDU01, RNMLG01, RNPBO01, RNSBY01,
RNSBY02, dan RNSBY03 yang terdiri dari 38 Gambar 2. Kaitan Pola Data dengan Metode Peramalan [5]
kabupaten yang berbeda. RNJBRO01 terdiri dari
wilayah Banyuwangi, Bondowoso, Jember dan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Lumajang. RNKED01 terdiri dari wilayah Jombang, Pada penelitian ini, akan ditampilkan 3 contoh kota
Kediri, kodya Kediri, Nganjuk, Pacitan, Trenggalek, dan yang memiliki karakteristik trafik yang berbeda, dimana
Tulung Agung. RNMDU01 terdiri dari wilayah kodya karakteristik trafik ini mewakili karakteristik 38
Madiun, Madiun, Magetan, Nganjuk, Ngawi, Pacitan, kabupaten yang ada.
Ponorogo, dan Trenggalek. RNMLG01 terdiri dari
wilayah Blitar, kota Batu, kota Blitar, kota Malang, dan
Malang. RNPBO01 terdiri dari kota Probolinggo,
Probolinggo, dan Situbondo. RNSBY01 terdiri dari
wilayah Gresik, Jombang, kota Mojekerto, kota
Pasuruan, Mojokerto, Pasuruan, Sidoarjo dan Surabaya.
RNSBY02 terdiri dari Bangkalan, Bojonegoro, Gresik,
Lamongan, Pamekasan, Sampang, Sumenep, Surabaya,
dan Tuban. RNSBY03 terdiri dari Bangkalan dan
Tuban. Dan tabel diatas merupakan data trafik harian
yang di ambil tiap harinya, hingga menjadi data trafik
bulanan.
Gambar 1 merupakan contoh dari data trafik yang
digunakan dalam software pembuatan prediksi intensitas

C28-3
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Kabupaten Pasuruan
Dari Tabel 2 bisa dilihat bahwa dengan menggunakan
Tabel 1. Perbandingan prediksi trafik suara kota Pasuruan model double exponential smoothing simpangan error
yang dihasilkan tidak terlalu besar, yaitu berkisar antara
9-17%. Hal ini terjadi karena data hasil peramalan tidak
jauh berbeda dengan data asli.
Kabupaten Malang
Tabel 3. Perbandingan prediksi trafik suara kota Malang

Gambar 3. Prediksi trafik suara kota Pasuruan

Pada Tabel 1 terlihat bahwa data trafik asli


mempunyai pola. Dimana pada data trafik voice untuk
Kota Pasuruan ini dipengaruhi oleh trend. Dikatakan
trend karena hampir setiap bulannya nilai trafik voicenya
memiliki kecenderungan meningkat, sehingga ketika
dilakukan suatu prediksi intensitas trafik maka hasil Gambar 4. Prediksi trafik suara kota Malang
prediksi intesitas trafiknya akan mengikuti pola yang
sudah ada. Dan untuk kisaran nilai prediksinya akan Tabel 3 menunjukkan bahwa nilai MSE terkecil adalah
mengikuti besarnya nilai trafik asli pada bulan terakhir, pada pemodelan regresi polinomial. Dengan nilai MSE
dimana besarnya nilai trafik voicenya adalah 356.32 299.973.63, dan urutan kedua adalah pemodelan double
erlang. Sehingga ketika dilakukan suatu prediksi exponential smoothing dengan nilai MSE 334.730.25.
intensitas trafik. Maka nilai prediksinya tidak akan jauh Terlihat bahwa regresi polinomial ini lebih cocok jika
dari nilai data trafik tersebut. Hampir disemua metode kecenderungan trendnya konstan terus meningkat atau
nilai trafik berkisar antara 290-350 erlang. Nilai MSE terus menurun namun ketika ada keacakan trend yaitu
yang paling kecil ada pada model double exponential ada nilai yang meningkat kemudian turun, metode ini
smoothing. Sehingga bisa dikatakan metode inilah yang tidak bisa mengatasi tersebut. Terbukti untuk kabupaten
paling tepat jika ingin melakukan suatu prediksi intesitas lainnya metode yang memiliki nilai MSE terkecil adalah
trafik. double exponential smoothing. Karena hampir disemua
Untuk mengetahui seberapa besar ketepatan kabupaten memiliki trend yang acak. Simpangan Error
prediksi intesitas trafik yang digunakan, akan dilakukan yang dihasilkan bisa dilihat pada Tabel 4.
pengecekan dengan rumus 11 dan hasilnya dapat dilihat
pada Tabel 2. Tabel 4. Simpangan error trafik suara kota Malang
No. Bulan Simpangan
Tabel 2. Simpangan error trafik suara kota Pasuruan Error
No. Bulan Simpangan Error 1. Oktober 2010 5,73%
1. Oktober 2010 16,79% 2. November 2010 2,83%
2. November 2010 17,39% 3. Desember 2010 0,13%
3. Desember 2010 10,12% 4. Januari 2011 15,19%
4. Januari 2011 9,70% 5. Februari 2011 18,50%
5. Februari 2011 15,57% 6. Maret 2011 43,74%
6. Maret 2011 13,38%

C28-4
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Dari Tabel 4 bisa dilihat bahwa simpangan error yang


dihasilkan pada bulan Maret cukup besar yaitu sebesar Tabel 6. Simpangan error trafik video kota Magetan
43.74%. Hal ini terjadi karena pada bulan Maret terjadi No. Bulan Simpangan Error
keacakan trend dimana nilai intensitas trafik menurun 1. Oktober 2010 1,80%
drastis dari 3876.26 pada bulan Februari menjadi 2199.96 2. November 2010 19,44%
3. Desember 2010 35,10%
pada bulan Maret.
4. Januari 2011 67,51%
5. Februari 2011 67,14%
Kabupaten Magetan
6. Maret 2011 16,82%
Tabel 5. Perbandingan prediksi trafik suara kota Magetan
Pada Tabel 6 terdapat simpangan error yang agak tinggi
nilai persentase errornya, inilah kelemahan dari suatu
metode peramalan, yang akan condong mengikuti pola
data yang ada dalam memprediksi nilai trafiknya.

V. KESIMPULAN

1. Double exponential smoothing cocok untuk


intensitas trafik yang memiliki pola data trend yang
acak.
2. Regresi polinomial lebih cocok jika kecenderungan
intensitas trafik memiliki pola data trend yang
konstan terus meningkat atau terus menurun.
3. Double moving average cocok untuk intensitas trafik
yang memiliki pola data yang lebih beragam, namun
naik turunnya trafik memiliki nilai yang tidak terlalu
jauh berbeda.

Referensi
[1] Ahmad Soleh Afif, GSM, GPRS, CDMA, 3G,
4G, HSDPA, EDGE dan DIAL UP, Fakultas
Komputer Universitas Subang, 2009.
[2] Alda Raharja, Penerapan Metode Exponential
Smoothing untuk Peramalan Penggunaan
Waktu Telepon di PT. Telkomsel DIVRE3
Gambar 5. Prediksi trafik video kota Magetan Surabaya, Fakultas Teknologi Informasi ITS,
2007.
Dari Tabel 5 terlihat jelas bahwa nilai MSE yang paling [3] Ali Warga, Analisa Runtun Waktu Teori dan
kecil adalah pemodelan double moving average. Trafik Aplikasi, BPFE Yogyakarta, 1985.
video memiliki pola data yang lebih beragam, untuk [4] Makridakis, Wheelwright, McGee. Metode
kabupaten Magetan ini, data trafik videonya mempunyai dan Aplikasi Peramalan, Binarupa Aksara
pola yaitu hampir ditiap bulannya besarnya nilai trafik Jakarta, 1999.
video memiliki kecenderungan meningkat. Dimana naik [5] J.E. Hanke, A.G. Reitsch, Bussiness
turunnya trafik memiliki nilai yang tidak terlalu jauh Forecasting, Prentice Hall, 2001.
berbeda. Simpangan Error yang dihasilkan bisa dilihat
pada Tabel 6

C28-5
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Orthogonal Frequency Division Multiplexing


pada Transmisi Digital Video Broadcasting
Ali Mustofa
Jurusan Teknik Elektro, Universitas Brawijaya
alim@ub.ac.id

Abstraks- Teknologi nirkabel merupakan teknologi mengemas paket data MPEG-2 melalui media
yang sudah umum dipakai dalam berbagai aplikasi. transmisi yang berbeda-beda termasuk satelit,
Salah satu aplikasi yang sedang dalam tren dan kabel, maupun terestrial.
pengembangan secara periodik adalah teknologi Dalam proses transmisi data inilah
Broadcasting. Permasalahan kemudian muncul akibat kemudian digunakan teknologi Orthogonal
terbatasnya frekuensi, disebabkan pembatasan
Frequency Division Multiplexing (OFDM). OFDM
regulasi oleh pemerintahan tiap negara. Untuk
mengatasi hal tersebut maka perlu diciptakan adalah sebuah teknik transmisi dengan banyak
teknologi yang memerlukan bandwidth kecil akan frekuensi (multicarrier) dan menggunakan Discrete
tetapi dapat menampung content yang cukup besar. Fourier Transformation (DFT). OFDM membagi
Salah satu aplikasinya adalah aplikasi Digital video aliran data (data stream) yang besar menjadi
broadcasting (DVB). Salah satu parameter yang beberapa aliran data paralel yang lebih kecil.
membuat DVB lebih unggul dibandingkan Perbedaan dengan FDMA konvensional OFDM
broadcaster analog adalah adanya implementasi mampu menghemat sampai dengan 50% frekuensi.
teknologi Orthogonal Frequency Division Multiplexing Hal ini dimungkinkan karena OFDM menggunakan
(OFDM) didalam aplikasinya. Dengan implementasi
OFDM, maka bandwidth yang diperlukan akan lebih
sinyal orthogonal yang memungkinkan tidak
efisien. terjadinya sinyal interferensi.
Kata Kunci : Bandwidth, DVB, OFDM Permasalahan kemudian timbul bahwa
teknologi ini tidak 100% unggul tanpa kelemahan.
Kelemahan mendasar dari teknologi OFDM ini
adalah terjadinya frequency offset. Sistem ini sangat
I. PENDAHULUAN sensitif terhadap carrier frequency offset yang
disebabkan oleh jitter pada gelombang pembawa
(carrier wave) dan juga terhadap efek Doppler yang
Digital Video Broadcasting (DVB) merupakan
disebabkan oleh pergerakan baik oleh stasiun
teknologi transmisi multimedia yang menggunakan
pengirim maupun stasiun penerima. Yang kedua
modulasi digital. Teknologi ini mulai
adalah distorsi nonlinear. Teknologi OFDM adalah
dikembangkan berawal pada tahun 1993 bersamaan
sebuah sistem modulasi yang menggunakan multi-
dengan dibentuknya DVB Project yang
frekuensi dan multi-amplitudo, sehingga sistem ini
beranggotakan sekitar 250 institusi yang berasal
mudah terkontaminasi oleh distorsi tak linear yang
dari 30-an negara dan terdiri dari broadcaster,
terjadi pada amplifier dari daya transmisi. Dan yang
manufaktur, operator jaringan, badan regulasi, dan
terakhir adalah masalah sinkronisasi pada OFDM
institusi akademik. Project DVB tidak menjalankan
adalah sulit. Hal ini dikarenakan pada stasiun
fungsi sebagai regulator melainkan bekerja
penerima harus melakukan titik awal (start point)
berdasarkan aspek bisnis dan komersial [1].
untuk memulai operasi Fast Fourier Transform
Salah satu keunggulan mendasar yang dimiliki
(FFT) [7].
standar DVB ini adalah pemilihan MPEG sebagai
data containers. Dengan konsepsi tersebut maka
transmisi informasi digital dapat dilakukan secara
fleksibel tanpa perlu memberikan batasan jenis II. TINJAUAN PUSTAKA
informasi apa yang akan disimpan dalam data
container tersebut [3]. Pemilihan MPEG-2 untuk A. Pengertian DVB
sistem koding dan kompresi dilakukan karena Digital Video Broadcasting (DVB)
terbukti bahwa MPEG-2 mampu memberikan merupakan salah satu proyek Digital Television
kualitas yang baik sesuai dengan sumber daya yang (DTV) yang dikembangkan oleh DVB Project,
tersedia. Dari sudut pandang komersial, sebuah industri konsorsium dengan lebih dari 250
pengadopsian MPEG-2 sangat menguntungkan anggota dan di publikasikan oleh Joint Technical
karena memungkinkan DVB untuk berkonsentrasi Committee (JTC) of European Telecommunications
pada upayanya dalam menemukan cara untuk Standards Institute (ETSI) dan European

C29-1
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Committee for Electrotechnical Standardization maka penerima dapat melakukan pengkodean


(CENELEC) and European Broadcasting Union kembali (decode) sinyal SDTV (dalam kasus
(EBU). Standar DVB ini bersifat terbuka sehingga ini penerima yang dekat dengan site mampu
dapat dikembangkan oleh siapa aja. [1] melakukan pengkodean kembali

B. Media Transmisi dan Modulasinya


Dalam melakukan transmisinya, DVB
dapat menggunakan beragam media transmisi dan
modulasi. Adapun media transmisi yang digunakan
pada DVB beserta modulasinya adalah :
1. Satelit (DVB-S) menggunakan QPSK, 8PSK
atau 16-QAM.
2. Kabel (DVB-C) menggunakan QAM; 64
QAM, 256 QAM.
3. Terestrial Television (DVB-T) menggunakan
16-QAM, 64-QAM atau QPSK dan Gambar 1. Sistem transmisi DVB-T[1].
dikombinasikan dengan COFDM.
HDTV akan tetapi yang jauh hanya mampu
Jumlah data yang akan ditransmisikan (atau melakukan pengkodean kembali SDTV)
juga jumlah kanal yang digunakan) akan MUX adaptation and energy dispersal: MPEG-
berpengaruh terhadap metode modulasi pada 2 TS diidentifikasikan sebagai sebuah deretan
sebuah kanal. Metode modulasi yang digunakan data paket yang mempunyai panjang tetap
pada DVB-T adalah COFDM atau yang lainnya 64 (dengan teknik yang disebut energy dispersal,
atau 16 state Quadrature Amplitude Modulation byte sequence decorrelated).
(QAM). Biasanya pada 64 QAM channel mampu External encoder: level pertama proteksi yang
mentransmisikan bitrate yang lebih besar, akan diaplikasikan pada data yang ditransmisikan
tetapi lebih mudah terkena interferensi. Pada menggunakan nonbinary block code, Reed-
konstalasi 16 atau 64 QAM dapat digabung pada Solomon RS (204, 188) code, yang mampu
sebuah multiplex, yang akan dapat mengontrol mengoreksi sampai maksimal 8 byte kesalahan
degradasi, sehingga baik digunakan pada aliran tiap 188 byte paket.
program (program stream) yang penting. Ini External interleaver: convolutional
disebut hirarki modulasi (hierarchical modulation). interleaving yang digunakan untuk menyusun
DVB menggunakan MPEG2 sebagai input. kembali data sequence.
Internal encoder: sistem proteksi level 2 yang
C. Bagan Digital Video Broadcasting diberi oleh punctured convolutional code, yang
Terestrial (DVB-T) mana memberikan pada STB menu sebagai
DVB-T merupakan video broadcasting FEC (Forward Error Correction). Di dalam
yang menggunakan udara sebagai media internal encoder digunakan 5 coding rates
transmisinya. Ini dapat dilihat pada Gambar 1. yang valid 1/2, 2/3, 3/4, 5/6, and 7/8.
Source coding and MPEG-2 multiplexing Internal interleaver: deretan data disusun
(MUX) : adalah Video dan audio yang telah kembali untuk mengurangi pengaruh burst
terkompres dan aliran data dimultlipleks pada errors. Kali ini sebuah block interleaving
PSs (Programme Streams). Satu atau lebih PSs technique diadopsi, dengan sebuah pseudo-
digabung bersama dalam sebuah MPEG-2 TS random assignment scheme (hal ini dapat
(MPEG-2 Transport Stream). Ini adalah aliran terjadi dengan proses interleaving yang
digital dasar yang akan ditransmisikan dan berbeda, satu beroperasi pada sebuah bit dan
diterima oleh home Set Top Boxes (STB). yang lainnya beroperasi pada group bit).
Jumlah bitrate untuk transport tergantung Mapper: digital bit sequence dipetakan
jumlah coding dan parameter modulasi, sekitar kedalam base band modulated sequence of
5 hingga 32 Mbits/s. complex symbols. Ada tiga modulation schemes
Splitter: dua TSs yang berbeda dapat yang valid: QPSK, 16-QAM, 64-QAM.
ditransmisikan pada waktu bersamaan Frame adaptation: simbol yang kompleks akan
menggunakan teknik yang disebut hirarki dikelompokkan pada sebuah blok yang
transmisi (hierarchical transmission). Ini mempunyai panjang yang konstan (1512, 3024,
digunakan untuk trasmisi seperti misalnya atau 6048 symbol tiap block). Maka sebuah
sebuah sinyal standard definition SDTV dan frame terbentuk dengan panjang 68 block, dan
sebuah sinyal high definition HDTV pada sebuah superframe terbentuk dari 4 frame.
sebuah carrier. Umumnya SDTV lebih tahan Pilot and TPS signals: untuk mempermudah
gangguan (lebih terproteksi) dibandingkan penerimaan sinyal ketika ditransmisikan pada
dengan HDTV. Seperti contohnya ketika sinyal kanal radio terestrial, sinyal tambahan
HDTV pada penerima mengalami gangguan disisipkan pada tiap blok. Pilot signal
digunakan selama proses penyamaan fasa,
C29-2
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

bersamaan itu TPS signals (Transmission III. METODOLOGI


Parameters Signalling) digunakan untuk
mengirimkan parameter sinyal yang Sinyal yang ditransmisikan akan dibentuk
ditransmisikan dan untuk univocally identify menjadi sebuah frame. Setiap frame akan memiliki
pada sel transmisi. durasi Tf dan terdiri dari 68 simbol OFDM. Setiap
OFDM modulation: deretan block dimodulasi empat frame akan menjadi superframe. Tiap simbol
sesuai dengan teknik OFDM, menggunakan terdiri dari 6817 carrier untuk 8K mode dan 1705
2048, 4096, atau 8192 carrier (2k, 4k, 8k carrier untuk 2K mode yang ditransmisikan dengan
mode) durasi Ts. Simbol ini terdiri dari dua bagian yaitu
Guard interval insertion: untuk mengurangi bagian yang bermanfaat yang mempunyai durasi Tu
kerumitan penerima, setiap blok OFDM dan guard interval yang mempunyai durasi .
diperluas, dengan mengcopy blok akhir ke Guard interval berisi cyclic prefix dari bagian yang
depan blok (cyclic prefix). Panjang interval bermanfaat, Tu, yang disisipkan sebelum simbol itu
guard sepanjang 1/32, 1/16, 1/8, atau 1/4 dari sendiri.
panjang yang asli.
DAC and front-end: sinyal digital A. Bandwidth
ditransformasikan kedalam sinyal analog Pada sistem modulasi OFDM, laju data yang
dengan menggunakan DC, dan dimodulasi ke besar akan dibagi ke dalam beberapa subcarrier
frekuensi radio (UHF,VHF) oleh RF front-end. untuk kemudian dialirkan secara paralel dengan laju
Kedudukan bandwidth didesain agar dapat data yang lebih rendah. Data yang digunakan
menampung setiap sinyal DVB-T ke dalam adalah 24,13 Mbps dengan subcarrier sebesar 1704
kanal lebar yaitu 6, 7, or 8 MHz. (2K mode) sampai dengan 6817 (8K mode) dan
munggunakan modulasi 64 QAM. laju data dibagi
dengan jumlah subcarrier, sehingga laju masing
D. Blok diagram OFDM masing subcarrier menjadi :
Gambar 11. menunjukkan gambar sistem
transmisi point to point menggunakan OFDM dan Rtot
Rsub = (1)
FEC coding. Ada tiga prinsip utama yang menyatu N
dan dapat dijelaskan sebagai berikut : Maka laju simbol masing masing subcarrier dengan
1. IDFT dan DFT berturut turut digunakan untuk menggunakan modulasi 64QAM (M ary 64 QAM =
melakukan modulasi dan demodulasi konstelasi 64) akan didapatkan :
data pada orthogonal subcarrier.
2. Bagian kedua adalah cyclic prefix sebagai log 2 M N log 2 M (2)
Ts = =
guard interval (GI) yang membuat pengaruh Rsub Rtot
delay menjadi maksimal. Dengan adanya cyclic Untuk menghindari adanya inter-simbol
prefix sinyal yang ditransmisikan menjadi interference dan inter-channel interference pada
periodik dan efek time dispersive setara dengan subcarrier yang saling overlap, maka dibutuhkan
putaran cyclic, dan memisahkan guard interval durasi cyclic prefix. Dalam hal ini durasi cyclic
pada penerima. prefix yang diambil adalah 1/32 atau 0.03 atau 3%
3. Forward error correction interleaving (FEC) dari durasi simbol subcarrier, maka didapatkan :
coding dan frequency domain (FD) adalah
bagian penting ketiga sebagai pengkoreksi G
G = (3)
error sinyal yang dikirimkan. Pemilihan Ts
frekuensi kanal radio sangat berpengaruh pada
G = G Ts (4)
simbol data yang dikirimkan pada satu atau
beberapa subcarier, yang akan menyebabkan Sehingga durasi simbol OFDM menjadi :
bit error.
t s = Ts G (5)
I/Q I/Q I/Q

Data
Channel
coding/
Symbol
mapping
OFDM
modulation
Guard
interval/ DAC
I/Q-modulation RF
and up Bandwidth untuk jumlah subcarrier masing masing
interleaving (modulation) (IDFT) windowing conversion s RF (t )
source
N complex data
transmitted
baseband
subcarrier sebesar :
constellations {xi ,k } signal s(t)
Multipath
radio f =
1 (6)
channel
ts
received data received
const. {yi , k } signal r(t)
Symbol OFDM Guard Down conver-

Data
Decoding / de-
interleaving
mapping
(detection)
demodulation
(DFT)
interval
removal
ADC sion and I/Q
demodulation
rRF (t )

RF
Dengan menggunakan faktor guard
I/Q I/Q I/Q
sink
interval 3% dan dengan subcarrier 1704 serta Ts =
Channel est. Time sync. Carrier sync.
423,7 s maka bandwidth sistem OFDM dapat
: digital signal : analog signal
dihitung :
Gambar 2. Blok diagram transmisi OFDM point to point [2]

2 N SC 1 (7)
BOFDM = +
Ts (1 G )Ts

C29-3
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

(CP) yang merupakan duplikat bagian akhir simbol


B. Signal to Noise Ratio (SNR) OFDM untuk menghilangkan delay spread yang
Spesifikasi Alat yang digunakan : terjadi antar data yang saling tumpang tindih.
Frekuensi yang digunakan adalah frekuensi Aturan menetapkan bahwa delay spread tidak boleh
tengah UHF yaitu 665 MHz melebihi 10% dari panjang simbol OFDM agar
Ketinggian antena ditentukan sebesar 200 m BER tetap kecil yaitu bernilai sekitar 10-3 bahkan
atau sekitar 656 feet kurang. Dengan demikian interval CP harus lebih
Jarak terjauh d 2h maka daya pada besar atau sama dengan delay spread maksimal
pamancar ditentukan sebesar 2500 Watt atau (agar orthogonalitas tetap terjaga). Dalam hal ini
setara dengan 34 dBw atau 64 dBm CP adalah 3% dari interval subcarrier. Penyisipan
Gain pada pemancar sebesar 56 dB cyclic prefix dapat menimbulkan rugi rugi energi
Sensitivitas penerima sebesar -75 dbm yang mengakibatkan penurunan SNR.
Gain pada penerima dimisalkan sebesar 6 dBi
Jumlah subcarrier bervariasi dari 1704 hingga Pengaruh Jumlah Subcarrier terhadap Bandwidth Subcarrier
6817 2600

2400

2200
Maka rugi rugi propagasi ruang bebas 2000

Bandwidth subcarrier (Hz)


4 . f .d 1800
L fs = 20 log 10 (8)
c 1600

1400

1200

Daya terima 1000

Pr = Pt+Gt+Gr-Lfs-10.log10(N) (6) 800

Untuk SNR subcarrier dihitung dengan 600


1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000
Jumlah Subcarrier

b = Pr S r (9)
Gambar 3. Hubungan jumlah subcarrier dengan bandwidth
subcarrier
SNR sistem
ts Dengan adanya adanya perubahan durasi
b'= b = (1 G ) b (10)
Ts simbol menjadi semakin besar seiring dengan
bertambah besarnya jumlah subcarrier. Sehingga
pengaruh dikarenakan lintasan jamak dapat diatasi.
Laju Transmisi Gambar 3 memperlihatkan pengaruh jumlah
C = BOFDM log2 (1 + b' ) subcarrier akan mempengaruhi besar bandwidth
Dengan menggunakan jumlah subcarrier yang sistem OFDM secara keseluruhan.
berbeda.

Untuk perhitungan BER 4.026


6
x 10 Pengaruh Jumlah Subcarrier terhadap Bandwidth sistem OFDM

BER = 1 / 2 erfc ( b, (11) 4.0255

4.025
Bandwidth sistem OFDM (Hz)

4.0245

4.024
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.0235

4.023

Performansi pada penelitian meliputi laju


4.0225
transmisi, bandwidth, BER dan SNR. Data yang
4.022
ditransmisikan pada sistem OFDM akan dipecah 1000 2000 3000 4000
Jumlah Subcarrier
5000 6000 7000

menjadi aliran data yang lebih kecil dengan


Gambar 4. Hubungan jumlah subcarrier dengan bandwidth
kecepatan transmisi data yang kecil pula. Kecepatan sistem OFDM
data yang tidak terlalu besar mampu mengurangi
interferensi antar simbol (inter-symbol interference
atau disebut juga ISI. Dalam transmisi data pada
sistem OFDM, bandwidth dapat dihemat dengan
menumpangkan data pada sinyal yang saling
orthogonal satu dengan yang lainnya. Sinyal yang
saling orthogonal dan tumpang tindih tersebut
mempunyai potensi menghasilkan interferensi jika
orthogonalitasnya tidak sempurna yang berupa
interferensi antar carrier (inter-carrier
interference) atau disebut juga ICI. ICI dapat
dicegah dengan menyisipkan interval cyclic prefix
C29-4
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

-18
Pengaruh Jumlah Subcarrier terhadap SNR sistem OFDM x 10 Pengaruh SNR terhadap BER OFDM
45 1

0.9
44
0.8

43 0.7

SNR sistem OFDM (db) 0.6


42

BER
0.5

0.4
41
0.3
40
0.2

0.1
39
0
38 39 40 41 42 43 44 45
38 SNR (db)
1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000
Jumlah Subcarrier
Gambar 8. Grafik hubungan SNR terhadap BER
Gambar 5. Grafik hubungan jumlah subcarrier terhadap SNR
Penambahan serta pengurangan CP akan
Penambahan ataupun pengurangan jumlah memberikan pengaruh terhadap sinyal OFDM.
subcarrier mempunyai pengaruh terhadap Penambahan CP akan menyebabkan rugi rugi
performansi sistem. Penambahan jumlah subcarrier energi yang semakin besar pula. Demikian pula jika
akan menyebabkan durasi simbol OFDM akan pengurangan CP akan mengakibatkan sistem
semakin lebar sehingga mengakibatkan semakin OFDM akan lebih sensitif terhadap frequency
sensitifnya sinyal terhadap time selective (fast) selective fading. Dengan berubahnya jumlah
fading. Demikian juga sebaliknya dengan adanya subcarrier maka besar bandwidth juga berubah.
pengurangan jumlah subcarrier maka durasi simbol Nilai bandwidth OFDM akan semakin kecil ketika
OFDM juga akan semakin menurun sehingga sinyal jumlah subcarrier bertambah. Peningkatan jumlah
akan lebih sensitif terhadap frequency selective subcarrier menyebabkan penurunan SNR. Hal ini
fading. dikarenakan semakin jumlah subcarrier akan
semakin melemahkan daya penerimaan pada
Pengaruh Bandwidth terhadap laju transmisi OFDM
60 penerima DVB. Laju transmisi mengalami
59 penurunan dengan meningkatnya jumlah
58 subcarrier. Hal ini dikarenakan besar total laju data
57 dibagi kedalam sejumlah N subcarrier. BER sistem
Laju transmisi (Mbps)

56 OFDM mengalami peningkatan seiring dengan


55
bertambahnya subcarrier dan penurunan SNR.
54

53
-18 Pengaruh jumlah subcarrier terhadap BER OFDM
x 10
52 1

0.9
51
4.022 4.0225 4.023 4.0235 4.024 4.0245 4.025 4.0255 4.026
Bandwidth (Hz) 6 0.8
x 10
0.7
Gambar 6. Grafik hubungan bandwidth terhadap laju transmisi
0.6
BER

0.5
Pengaruh SNR terhadap laju transmisi OFDM
60 0.4

0.3
59
0.2
58
0.1
57
Laju transmisi (Mbps)

0
1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000
56 Subcarrier

55
Gambar 9. Grafik hubungan jumlah subcarrier terhadap BER
54

53

52 V. PENUTUP
51
38 39 40 41 42 43 44 45
SNR (db)
Berdasarkan hasil analisis penerapan OFDM
Gambar 7. Grafik hubungan SNR terhadap laju transmisi
pada DVB didapatkan bahwa sistem ofdm sangat
penting digunakan dalam hal efisien bandwidth
frekuensi khususnya dalam hal sistem
broadcasting. Karena tersedianya bandwidth yang
terbatas dan maraknya stasiun pemancar tv maka
pantaslah kalau sistem OFDM digunakan.

C29-5
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

House.
DAFTAR PUSTAKA [4] Proakis, John. 2000. Digital Communication.
Fourth Edition. New York: McGraw-Hill.
[5] Rappaport, Theodore S. 1996. Wireless
[1] de Bruin, Ronald, Jan Smits ; Digital Video Communication. Second Edition. Prentice Hall.
Broadcasting: Technology, Standards, and [6] Seybold , John S. 2005. Introduction to RF
Regulations. London : Artech House. Propagation. New Jersey. Wiley & Sons, Inc.
[2] Hara, Shisuke, Ramjee Prasaad. 2003. [7] Tufvesson, Frederik and Torleiv Maseng. 1998.
Multicarier Technique for 4G mobile Optimization of Sub-Cahnnel Bandwidth for
communications. London : Artech House. Mobile OFDM System. Dept. of Applied
[3] Prasad, Ramjee. 2004. OFDM for wireless Electronic, Lund University.
communications systems. London : Artech

C29-6
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Prediksi Pengaruh Pergerakan MS (Mobile Station) terhadap


Panjang Cyclic Prefix pada Sistem OFDMA (Orthogonal
Frequency Division Multiple Access) dengan Menggunakan
Probabilitas Monte Carlo
Sholeh Hadi Pramono., Sigit Kusmaryanto., Fakhriy Hario P.
Departemen Teknik Elektro, Universitas Brawijaya
Jln. Mayjend Haryono 167, Malang 65145, Indonesia
Telp. +62 341 587710, 587711. Fax : +62 341 551430
sholeh_hp@ub.ac.id, fakhriy08@gmail.com

Abstract - Orthogonal Frequency Division Multiple dalam satu subcarrier diperbolehkan diduduki oleh
Access (OFDMA) merupakan teknik multiple acces yang satu atau lebih user yang memiliki simbol OFDMA
memungkinkan beberapa user berbagi dalam bandwidth yang berbeda.[1]. Pengiriman data multimedia yang
yang sama. sistem OFDMA dapat menjaga setiap
subcarrier yang satu dengan yang lain agar tetap
umumnya berukuran besar diperlukan kecepatan data
orthogonal dan mencegah terjadinya Inter Symbol yang cukup tinggi untuk mencapai kualitas layanan
Interference (ISI dan ICI) pada sistem, dengan yang baik, namum jika data multimedia tersebut
menggunakan Cyclic Prefix. Cyclic Prefix (CP) ditransmisikan dengan kecepatan beberapa megabit per
merupakan duplikat bagian akhir dari simbol OFDMA detik maka akan menyebabkan adanya waktu tunda
untuk menghilangkan delay spread yang terjadi antar (delay) yang lebih besar dari waktu pengiriman 1
data yang saling tumpang tindih. Pergerakan kecepatan
user dan pengaruh efek Doppler yang diakibatkan oleh
simbol. Hal ini merupakan akibat adanya multipath
pergerakan user sangat mempengaruhi panjang CP yang fading, untuk mengatasi permasalahan tersebut dengan
berdampak pada kinerja sistem OFDM. Dari hasil menggunakan cara yang lebih sederhana adalah dengan
simulasi didapatkan CP suatu user pada kecepatan menggunakan transmisi OFDM.
maksimal 180 Km/Jam didapatkan sebesar 0.23925
sedangkan user dengan kecepatan pergerakan 3 Km/Jam
didapatkan nilai CP sebesar 0.05725. Semakin tinggi II. LATAR BELAKANG
kecepatan selain dapat memperburuk nilai cyclic prefix
dapat juga memperbesar nilai dari efek Doppler yang Kelebihan dari sistem transmisi multicarrier
terjadi, kecepatan pengguna pejalan kaki sekitar 3 OFDMA adalah dapat mengefisienkan penggunaan
Km/Jam akan mendapatkan efek Doppler sebesar 5 MHz bandwidth. Selain itu sistem OFDMA dapat menjaga
dan user yang berkomunikasi saat berada dalam mobil setiap subcarrier yang satu dengan yang lain agar tetap
yang bergerak dengan kecepatan 120 Km/Jam akan orthogonal dan mencegah terjadinya interferensi (ISI
memiliki pengaruh efek Doppler sebesar 0.20025 MHz.
dan ICI) pada sistem, dengan menggunakan cyclic
Efisiensi penggunaan bandwidth sistem ketika
menggunakan normal CP 41.7403 dB lebih besar sama prefix (CP). Cyclic prefix (CP) merupakan duplikat
dengan 0,13 % dibandingkan saat menggunakan extended bagian akhir dari simbol OFDMA untuk
CP 41,099 dB sehingga semakin panjang CP maka menghilangkan delay spread yang terjadi antar data
efisiensinya akan semakin rendah. yang saling tumpang tindih. Berdasarkan aturan yang
telah ditetapkan bahwa delay spread tidak boleh
Kata Kunci OFDM, Cyclic Prefix (CP), Efek Doppler, melebihi 10% dari panjang simbol OFDMA agar nilai
Monte Carlo BER (Bit Error Rate) tetap kecil yaitu benilai 10-3.
Pada komunikasi wireless, sinyal yang diterima Kanal
I.PENDAHULUAN multipath yang setiap saat berubah karena pergerakan
user mengakibatkan nilai delay spread bervariasi,
Orthogonal Frequency Division Multiple Access
sehingga untuk meminimalisasi pengaruh delay spread
(OFDMA) merupakan teknik multiple acces yang
yang menyebabkan penerimaan simbol yang tumpang
memungkinkan beberapa user berbagi dalam
tindih atau sering disebut dengan Inter Symbol
bandwidth yang sama. OFDMA mengalokasikan
Interference (ISI).
multiple user pada frekuensi yang berbeda dan time
slot yang berbeda pula. Sehingga pada frekuensi Panjang cyclic prefix dipilih lebih panjang dari nilai
tertentu, kanal dapat melayani multiple user karena rootmean- square dari delay spread sehingga ISI dapat

C30-1
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

diminimalisir, sedangkan kanal multipath delay yang


berubah-ubah karena pergerakan user akan
menyebabkan nilai delay spread juga akan berubah.
Oleh karena itu, perlu diketahui nilai panjang cyclic
prefix yang menyesuaikan dengan estimasi nilai delay
spread kanal yang bervariasi karena pergerakan user
agar didapat performansi sistem yang tetap
.
meminimalkan interferensi Inter Symbol Interference Gambar 1. Keorthogonalan sinyal OFDMA
(ISI) tetapi juga meminimalkan adanya penurunan
efisiensi sistem. Cara mengatasi ISI adalah dengan
menyisipkan guard interval (interval penghalang) Jarak antar subcarrier (f) pada spektrum sinyal dapat
secara periodik pada tiap simbol OFDMA, apabila dinyatakan dengan persamaan berikut [2] :
panjang guard interval melebihi multipath delay, maka
1
ISI dapat dihilangkan. Penggunaan guard interval tidak f = (2)
dapat mencegah terjadinya Interchannel Interference Tsub Tcp
(ICI) sehingga orthogonalitas antar subcarrier tidak
mampu dijaga. Dengan f adalah selang antar frekuensi tiap
Masalah tersebut dapat diatasi dengan cara subcarrier (Hz), Tsu durasi simbol masing-masing
dilakukan penambahan ekstensi siklis dengan cara subcarrier (s) dan Tcp adalah durasi cyclic prefix (s)
mencuplik beberapa frame OFDMA pada bagian akhir
dan meletakkannya dalam guard interval atau disebut Kapasitas Kanal Sistem
dengan cyclic prefix.Dengan penambahan cyclic prefix
maka masalah interferensi (ISI dan ICI) yang terjadi Dalam teorema Shannon, besarnya kapasitas
pada komunikasi wireless dapat diatasi. ISI dan ICI kanal diperoleh dari persamaan berikut [2]:
dapat dicegah jika panjang cyclic prefix melebihi
panjang delay spread maksimum (Tcp 2). [2] C = Bsistem log 2 (1 + SNR sistem ) (3)
Performansi OFDMA dipengaruhi oleh parameter
bandwidth, kapasitas kanal, jarak user ke BTS dan Dengan C adalah kapasitas kanal sistem (bps), Bsistem
pergerakan user, pada teknologi yang menggunakan adalah bandwidth sistem dalam (Hz) dan SNRsistem
teknik OFDM (WiMAX) dengan modulasi QPSK dan adalah Signal to Noise Ratio system.
16-QAM. Sehingga dapat diketahui panjang cyclic Dengan menggunakan teknik modulasi QPSK, laju
prefix yang terbaik untuk performansi OFDMA. Istilah data pada bandwidth kanal 5 MHz yang digunakan
orthogonal di dalam OFDMA mengandung makna adalah 1.58 Mbps dan jumlah subcarrier 512 maka
hubungan matematis diantara frekuensi-frekuensi yang diperoleh laju data untuk masing-masing subcarrier
digunakan. Persamaan matematika dari dua buah sinyal yang dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai
dikatakan orthogonal jika memenuhi syarat: [1] berikut: [3]
M
T sub =
+ (4)
s (t ) = Re bn f ( t nT ) e j ( ot + ) (1) R sub
n = T sub =
2
= 648.1013 s
0,0031 10 6
Dimana Re adalah bagian real dari persamaan, f(t)
adalah respons implus dari filter transmisi, T adalah Dengan Tsub adalah laju transmisi masing- masing
periode simbol, bn adalah frekuensi pembawa (carrier subcarrier (bps), Rsub adalah laju tranmsi total (bps)
frequency) dalam bentuk radian, j adalah fase pembawa dan M adalah jumlah subcarrier. Persamaan (4) dapat
(carrier phase), dan bn adalah data informasi yang digunakan untuk memperoleh nilai laju data masing-
telah termodulasi yang menjadi input dari IDFT. [1] masing subcarrier untuk total laju data 6.34
Keorthogonalan sinyal OFDMA dapat dilihat pada Mbps.durasi subcarrier dengan nilai M pada QPSK
Gambar 1. adalah 2, adalah [3]:
M
Tsub =
R sub (5)
2
Tsub = = 648.1013 s
0,0031 10 6

C30-2
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Dengan Tsub adalah durasi simbol masing-masing 2 N 1


B sistem = +
subcarrier (s), Rsub adalah laju transmisi setiap T sub (1 cp ) T sub
subcarrier (bps) dan M adalah jumlah sinyal. 2 (1 cp ) + N 1
B sistem =
(1 ) T
cp sub

2 (1 ) + N 1
Penggunaan untuk durasi cyclic prefix sebesar 1/32
B sistem =
cp
dari durasi subcarrier adalah [4]:
(1 ) N . log M
cp
2

R
Tcp = 0,003125 Tsub
tot

(6) R [2 (1 ) + N 1 ]
B sistem =
tot cp
Tcp = 0,003125 (648.101310 6 ) = 16.2975s (1 ) N . log M
cp 2

Dengan Tsub adalah durasi simbol masing-masing (10)


subcarrier (s), dan Tcp adalah durasi cyclic prefix (s). Bsistem adalah bandwidth sistem (Hz) Ts adalah
Dengan durasi CP sebesar 1/32 maka diperoleh faktor durasi simbol OFDMA (s), Tsub adalah durasi simbol
CP sebesar 0.003125. Sehingga durasi simbol masing- masing-masing subcarrier (s), Tcp adalah durasi cyclic
masing subcarrier untuk cp =1/32 menjadi [4]: prefix (s), Rtot adalah laju bit total yang tersedia (bps),
M adalah jumlah sinyal , N adalah jumlah subcarrier
Ts = Tsub Tcp dan cp adalah faktor cyclic prefix (1/32, 1/16, 18, 1/4
(7)
Ts = (648.1013 16.2975) 10 6 = 627.8481s dari durasi simbol OFDMA)
Metode Monte Carlo
Ts adalah durasi simbol masing-masing
Konsep pendekatan dalam proses langkah acak
subcarrier tanpa cyclic prefix (s), Tsub adalah
metode Monte Carlo dikenal dua tipe pendekatan yang
durasi simbol masing-masing subcarrier (s) dan Tcp
cukup populer, yaitu tipe fixed random walk dan
adalah durasi cyclic prefix (s) floating random walk [8].
Redaman Propagasi Ruangan Bebas Tipe floating random walk adalah model Monte
Pada propagasi gelombang radio, semakin jauh Carlo yang mengizinkan jumlah pengulangan (iterasi)
jarak antara pemancar dan penerima akan selalu berubah, sedangkan tipe fixed random walk
mengakibatkan daya sinyal yang diterima oleh adalah model Monte Carlo yang menggunakan jumlah
penerima semakin kecil. Hal ini disebabkan adanya pengulangan (iterasi) yang konstan [8].
redaman saat pentransmisian sinyal dari pemancar ke
penerima maupun sebaliknya. Path Loss dengan III. PEMODELAN DAN PROSEDUR SIMULASI
pengaruh multipath fading dapat diketahui berdasarkan
Penelitian ini menggunakan metode Monte
kondisi Non-Line of Sight (NLOS). Pathloss referensi
Carlo berbasis probabilistik untuk menentukan panjang
(A) dapat dirumuskan sebagai berikut [4]:
Cyclic Prefix (CP) yang dipengaruhi oleh kecepatan
4 . f .d pergerakan user dari kecepatan 0 Km/jam s/d 180
A = 20 log10 (8)
c Km/jam pada suatu cell yang menggunakan teknik
OFDM dengan beberapa parameter pengukuran yaitu
dengan eksponen pathloss () berdasarkan rumus bandwidth, kapasitas kanal dan efek Doppler. Data
impiris dapat dirumuskan sebagai berikut [3]: yang diperoleh pada penelitian ini didapatkan dari data
z primer dan sekunder, data primer didapatkan dari hasil
= x yhb + (9) pengukuran menggunakan Matlab dan data sekunder
hb didapatkan dari beberapa referensi buku dan jurnal.
adalah eksponen pathloss, x,y,z adalah konstanta Iterasi yang digunakan adalah sebanyak 100 kali untuk
yang tergantung pada tipe daerah dan hb adalah tinggi mendapatkan prediksi nilai panjang CP setiap user
antena BTS (m) dengan kecepatan bervariasi dan pengaruh efek
Doppler pada setiap user dengan pola terdistribusi
Bandwidth Sistem uniform. Besar bandwidth sistem terhadap panjang
cyclic prefix yang bervariasi dengan menggunakan
Bandwidth sistem merupakan luas atau lebar
teknik modulasi yang berbeda-beda. Panjang cyclic
cakupan frekuensi yang digunakan oleh sinyal
prefix yang digunakan adalah 1/32, 1/16, 1/8, 1/4 dari
OFDMA dalam medium transmisi. Bandwidth sistem
durasi simbol OFDMA, sedangkan teknik modulasi
dari sejumlah subcarrier yang digunakan dapat yang digunakan adalah QPSK dan 16-QAM dengan
dinyatakan dalam persamaan berikut [Hara, 2003]: total laju data yang berbeda sesuai dengan parameter
data rate IEEE 802.16e pada kanal 5 MHz.
C30-3
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

IV. HASIL SIMULASI DAN ANALISA Gambar 4. Pengaruh kecepatan dan pergerakan pada panjang cylic
prefix user
Pemodelan sistem pertama adalah untuk
mendapatkan data acak yaitu dengan cara Gambar 3 dan 4 menunjukan nilai CP yang
membangkitkan data acak 2 BTS dan 17 MS secara didapatkan pada setiap user yang dipengaruhi oleh
random walk Monte Carlo kecepatan yang bervariasi antara 0 Km/Jam s/d 180
Km/Jam pada setiap user. Hasil simulasi yang
didapatkan yaitu nilai CP pada setiap user terangkum
pada Tabel 1 berikut:
Tabel 1. Panjang cylic prefix pada setiap user

User Nilai CP
ke-
1 0.03125
2 0.04425
3 0.05725
Gambar 2. Random Walk MS (Mobile Station) Dan BTS (Base 4 0.07025
Transceiver Station) 5 0.08325
Gambar 2 menunjukan penyebaran dengan
6 0.09625
menggunakan distribusi uniform, pola penyebaran
7 0.10925
jumlah dan penentuan letak BTS berjumlah 1 BTS dan
8 0.12225
pola pnyebaran MS secara acak dengan jumlah 17 MS,
9 0.13525
penggunaan distribusi uniform pada penelitian ini
10 0.14825
adalah dikarenakan sesuai dengan pendekatannya yaitu
11 0.16125
pola penyebaran secara acak dalam fungsi stokastik
12 0.17425
dan probabilitas. Distribusi uniform adalah satu dari
13 0.18725
berbagai bentuk sebaran dalam fungsi probabilitas.
14 0.20025
15 0.21325
16 0.22625
17 0.23925

Hasil pengamatan Tabel 1 menunjukan bahwa


semakin besar atau semakin tinggi kecepatan
pergerakan suatu user berbanding lurus dengan nilai
CP yang didapatkan, dengan adanya peningkatan atau
penambahan CP maka penambahan cyclic prefix justru
akan mengurangi data yang bisa dikirimkan. oleh sebab
itu, peak bit rate akan menurun. hal ini akan
berdampak pada perfomansi sistem secara keseluruhan.
semakin panjang cp, maka data yang dikirimkan juga
Gambar 3. Cylic prefix pada setiap user dikurangi, bandwidth sistem akan menurun, begitu juga
kapasitas kanalnya.
Sampling data sebagai contoh adalah nilai CP suatu
user pada kecepatan maksimal 180 Km/Jam didapatkan
sebesar 0.23925 sedangkan user dengan kecepatan
pergerakan 60 Km/Jam didapatkan nilai CP sebesar
0.07025.

C30-4
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Tabel 2. Pengaruh efek Doppler terhadap panjang cylic prefix setiap


user

User Nilai Fd
ke- (MHz)
1 0
2 5
3 16.667
4 33.333
5 50
6 66.667
7 83.333
8 100
9 116.67
10 133.33
Gambar 5. Hubingan bandwith dan panjang cyclic prefix
11 90
Berdasarkan hasil pengamatan grafik pada Gambar 5 12 100
dapat disimpulkan sebagai berikut : 13 200
Besarnya bandwidth sistem dipengaruhi oleh 14 0.20025
besarnya laju data, saat menggunakan extended CP 15 216.67
besarnya laju data menurun dikarenakan data yang 16 233.33
dikirmkan saat menggunakan extended CP lebih sedikit 17 300
dibandingkan dengan saat menggunakan normal CP
sehingga besarnya bandwidth sistem juga menurun saat Doppler Shift merupakan perubahan frekuensi atau
menggunakan extended CP pergeseran frekuensi radio yang disebabkan oleh
Efisiensi penggunaan bandwidth sistem ketika gerakan MS. Pergeseran frekuensi ini tergantung pada
menggunakan normal CP 0,13% dibandingkan saat kecepatan dan arah gerak MS yang akan menyebabkan
menggunakan extended CP sehingga semakin panjang modulasi frekuensi acak pada sinyal radio bergerak.
CP maka efisiensinya akan semakin rendah. Pergeseran Doppler dipengaruhi propagasi lintasan
jamak yang dapat memberikan pergeseran positif atau
Semakin banyak jumlah subcarrier yang digunakan negatif pada saat yang sama untuk lintasan yang
pada masing-masing kanal bandwidth mempengaruhi berbeda. Pada saat MS bergerak relatif terhadap BS,
besarnya bandwidth sistem, semakin banyak jumlah MS merasakan bergesernya frekuensi terima dari
subcarrier yang digunakan pada masing-masing kanal frekuensi pemancar. Pergeseran frekuensi tersebut
bandwidth maka semakin besar pula bandwidth sistem sebesar [4]:
nya. Fd = v / cos (11)

dimana, v adalah kecepatan MS relatif terhadap BS,


merupakan panjang gelombang dari frekuensi
pemancar dan cos menunjukkan sudut datang.
Doppler Shift dapat menyebabkan menurunnya kualitas
suara, tetapi dari semua itu terdapat kelemahan, sistem
ini sangat sensitif terhadap frekuensi offset, dan
korelasi frekuensi yang diakibatkan oleh adanya delay
spread dan frekuensi Doppler. Dua hal tersebut akan
menyebabkan adanya interferensi antar kanal yang
mengakibatkan kerusakan pada informasi yang dibawa,
sehingga recovery data pada receiver akan mengalami
error. Efek Doppler yangg sudah diteliti akan
Gambar 6. Pengaruh kecepatan dan efek Doppler terhadap panjang mengakibatkan pergeseran frekuensi sinyal radio
cylic prefix max.40 Hz, hal ini merupakan acuan untuk membuat
suatu pemodelan yangg telah umum digunakan.
Hasil pengamatan Gambar 6 berupa pengaruh
kecepatan dan efek Doppler terhadap cylic prefix
terangkum pada Tabel 2:

C30-5
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Skema MSC (Mobile Switching Center) dengan


angka tinggi dari bit per sub carrier (high data
rate) tidak sesuai dengan perpindahan UE
(Universal Equipment) pada kecepatan tinggi ,
efek Doppler hanya berpengaruh pada SINRs
pada jangkauan yang tinggi sebagai contoh > 20
db
Turunnya orthogonalitas pada sistem yang
berdampak pada
Pergeseran sub carrier dalam domain frekuensi
sehingga menyebabkan Inter Carrier Interface
(ICI)

Gambar 7.Hubungan Kecepatan dan efek Doppler V. KESIMPULAN


Tabel 3. Hubungan Kecepatan dan efek Doppler 1. Penambahan kecepatan pada user akan
Kec User Nilai Fd berbanding lurus dengan penambahan panjang
(Km/Jam) (MHz) CP, semakin tinggi kecepatan pergerakan user
0 0 maka akan semakin panjang nilai CP user
3 5 tersebut. CP suatu user pada kecepatan maksimal
10 16.667 180 Km/Jam didapatkan sebesar 0.23925
20 33.333 sedangkan user dengan kecepatan pergerakan 60
30 50 Km/Jam didapatkan nilai CP sebesar 0.07025.
40 66.667 2. Efisiensi penggunaan bandwidth sistem ketika
50 83.333 menggunakan normal CP 0,13 % dibandingkan
60 100 saat menggunakan extended CP sehingga semakin
70 116.67 panjang CP maka efisiensinya akan semakin
80 133.33
rendah.
3. Semakin tinggi kecepatan selain dapat
90 90
memperburuk nilai cyclic prefix dapat juga
100 100
memperbesar nilai dari efek Doppler yang terjadi,
110 200
kecepatan pengguna pejalan kaki sekitar 3
120 0.20025
Km/Jam akan mendapatkan efek Doppler fd
130 216.67
sebesar 5 MHz, kecepatan pengendara sepeda
140 233.33
motor sekitar 20 Km/Jam akan dipengaruhi oleh
180 300
efek Doppler sebesar 33.3 MHZ, dan user yang
berkomunikasi saat berada dalam mobil yang
Dari hasil pengamatan Tabel 3 dapat disimpulkan bergerak dengan kecepatan 120 Km/Jam akan
bahwa semakin tinggi kecepatan selain dapat memiliki pengaruh efek Doppler sebesar 0.20025
memperburuk nilai cyclic prefix dapat juga MHz.
memperbesar nilai dari efek Doppler yang terjadi, 4. Efek Doppler dapat menurunkan kualitas suatu
kecepatan pengguna pejalan kaki sekitar 3 Km/Jam sistem.
akan mendapatkan efek Doppler fd sebesar 5 MHz, 5. Panjang CP berbanding lurus dengan besaran nilai
kecepatan pengendara sepeda motor sekitar 20 Km/Jam efek Doppler.
akan dipengaruhi oleh efek Doppler sebesar 33.3 6. Efek Doppler hanya berpengaruh pada SINRs
MHZ, dan user yang berkomunikasi saat berada dalam pada jangkauan yang tinggi yaitu > 20 db.
mobil yang bergerak dengan kecepatan 120 Km/Jam 7. Semakin tinggi kecepatan pergerakan suatu user
akan memiliki pengaruh efek Doppler sebesar 0.20025 maka akan mengalami efek Doppler yang besar,
MHz. sehingga dapat menurunkan kualitas suara suatu
Efek Doppler terjadi pada OFDM disebabkan karena koneksi terutama data.
beberapa hal yaitu: 8. Semakin tinggi kecepatan pergerakan suatu user
Simbol mengalami interferensi dalam time maka semakin panjang nilai CP yang
domain yang menyebabkan terjadinya pergeseran memungkinkan terjadinya ISI.
frekuensi sehingga pendeteksian symbol menjadi
tidak akurat

C30-6
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

REFERENSI [8] P. Beckmann and A. Spizzichino, The Scattering of


Electromagnetic Waves from Rough Surfaces, New York:
Pergamon, 1963
[1] S. Srikanth and P.A. Murugesapandian "Orthogonal [9] A. Ishimaru, Wave Propagation and Scattering in Random
Frequency Division Multiple Access in WiMAX and LTE Media, San Diego, CA:Academic, 1978
- A Comparison", NCC 2010 [10] Loutfi Nuaymi*, Xavier Lagrange*, Philippe Godlewski,
[2] Long-term Sequential Changes in Exercise Capacity and 2005, pp. 4
Chronotropic Responsiveness After Cardiac [11] Hyung G.Myung.Single Carrier FDMA a New Air
Transplantation Michael M. Givertz, MD; L. Howard Interface for LTE New York, John Wiley & Sons,
Hartley, MD; ; Wilson S. Colucci, MD (2003) Inc,2009.
[2] Springer Mobile Broadband Including WiMAX and
LTE, 2009.
[3] Principles and Practice, Second Edition, Theodore S. Sholeh Hadi Pramono merupakan staf pengajar di jurusan
Rappaport. Teknik Elektro Universitas Brawijaya, program sarjana
[4] John S. Seybold, Ph.D Introduction To RF maupun pasca sarjana, mendapatkan gelar Sarjana dari Teknik
Propagation, John Wiley & Sons, Inc.2005, pp. 199 Elektro Universitas Brawijaya pada tahun 1985 dan
[5] Forouzan, Behrouz A.2000.Data communication and menyelesaikan program Magister pada tahun 1990 dan Doktor
Networking 2nd, Mc Graw-Hill Internasional Edition. pada tahun 2009 dari Teknik Elektro Universitas Indonesia.
[6] Samuel C.Yang RF CDMA Sistem Engineering, Artech Pria kelahiran Kediri, 28 Juli 1958 ini membina mata kuliah
House, Boston-London, 2003, pp. 20-65 regulasi sistem telekomunikasi, mobile communication dan
[7] Matthew N.O.Sadiku Monte Carlo For Electromagnetic, komunikasi serat optik. Aktif sebagai researcher dibidang
Taylor & Francis group LLC, London, pp. 3-26 optoelektronika, aplikasi laser dan solar cell (photovoltaic).

C30-7
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Pengaruh Besarnya Ground Plane pada Kinerja


Antena Mikrostrip Segitiga Sama Sisi
dengan Slot Persegi Panjang
pada Frekuensi Kerja 2,4 GhZ
Dwi Fadila Kurniawan, Erfan Achmad Dahlan, Katherin Amelia M.
Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
Jalan MT. Haryono 167, Malang 65145, Indonesia
df_kurniawan@ub.ac.id

Abstrak - Pada penelitian ini dianalisis pengaruh lapisan


ground plane terhadap kinerja antena mikrostrip. Hal ini II. TINJAUAN PUSTAKA
sesuai dengan keperluan fabrikasi antena mikrostrip 2.1 Konsep Dasar Ground Plane
untuk kepentingan komersial agar lebih efisien. Analisis 2.1.1 Infinite Ground Plane dan Finite Ground Plane
ini dilakukan dengan mengubah variabel finite ground
Seringkali karakteristik antena digambarkan
plane berupa ukuran, luas, bentuk, dan posisi peletakan
antena pada finite ground plane. Dari hasil pengujian dengan mengasumsikan ukuran yang tidak terbatas dari
diperoleh nilai VSWR antena pada frekuensi 2,4 GHz substrat dan ground plane (infinite). Dalam prakteknya
adalah 1.4148 dan nilai return loss sebesar -15.3 dB. ukuran dari keduanya terbatas (finite) dan akan
Sedangkan bandwidth antena tersebut adalah > 500 HMz mempengaruhi kinerja antena mikrostrip. Seperti
dan gain sebesar 1.45 dBi. Bentuk pola radiasi antena ini diperlihatkan pada Gambar 2.3, terlihat perbedaan fisis
adalah directional dengan oHP = 140o dan oHP = 60o, antena mikrostrip yang menggunakan ground plane
dengan nilai directivity sebesar 6.9117 dB dan memiliki terbatas (finite) dan tidak terbatas (infinite).
polarisasi elips.

Kata kunci- Antena mikrostrip segitiga sama sisi, slot


persegi panjang, finite ground plane

I. PENDAHULUAN
Teknologi telekomunikasi nirkabel berkembang
pesat yang mana tidak dapat dipisahkan dari antena
sebagai elemen penting peradiasi. Antena berfungsi
sebagai sarana untuk memancarkan atau menerima
sinyalsinyal informasi yang dibawa gelombang radio.
Teknologi antena patch (mikrostrip) menjadi salah satu
alternatif utama karena sudah terbukti sangat handal
dalam penggunaannya pada frekuensi orde gigahertz.
Antena mikrostrip dibentuk dari suatu lapisan tipis
konduktor (strip) yang terdapat pada salah satu sisi
permukaan substrat sedangkan pada permukaan sisi Gambar 1 (a) Antena Mikrostrip Finite Ground Plane
lainnya dilapisi konduktor sebagai bidang pentanahan dan (b) Antena Mikrostrip Infinite Ground Plane[13]
(ground plane).
Pada penelitian ini akan dilakukan analisis 2.1.2 Pengaruh Finite Ground Plane terhadap
pengaruh pengubahan ground plane yang semula Kinerja Antena Mikrostrip
infinite menjadi finite pada antena mikrostrip segitiga Pada penelitian sebelumnya tentang pengaruh
sama sisi dengan slot persegi panjang pada frekuensi finite ground plane terhadap kinerja antena mikrostrip,
kerja 2,4 GHz . Analisis tentang pengaruh finite ground telah didapatkan hasil penelitian sebagai berikut :
plane perlu dilakukan untuk mengetahui kinerja antena Perubahan ukuran dan bentuk finite ground plane
mikrostrip itu sendiri berdasarkan parameter-parameter tidak memberikan perubahan yang signifikan
yang dihasilkan. Selain itu, perancangan dan fabrikasi terhadap frekuensi resonansi [13]
antena mikrostrip untuk kepentingan komersial tidak Perubahan luas finite ground plane mempengaruhi
mungkin menggunakan ukuran ground plane yang tidak pola radiasi terutama E-Plane dan menurunkan
terbatas (infinite ground plane). Sehingga pengetahuan nilai gain.[20]
tentang pengaruh finite ground plane terhadap Ukuran ground plane berpengaruh terhadap Axial
parameter kinerja antena mikrostrip sangat penting bagi Ratio. Finite Ground Plane berpengaruh terhadap
perancang antena. difraksi pada tepian ground plane yang berimbas

C31-1
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

pada axial ratio. Ukuran ground plane Sedangkan untuk panjang dan lebar slot
berpengaruh terhadap gain dan axial ratio. [20] diperoleh dengan masing-masing menggunakan
Pada ukuran finite ground plane yang bervariasi, persamaan (2.30) dan (2.31):
didapatkan kinerja antena mikrostrip lingkaran
berupa parameter gain maksimum pada saat radius
finite ground plane berukuran 0.6 0 .[17]

III. METODOLOGI 3.4 Perencanaan Dimensi Saluran Transmisi


3.1 Spesifikasi Substrat dan Bahan Konduktor Untuk menghitung dimensi saluran transmisi
Bahan substrat yang digunakan adalah sebagai menggunakan persamaan :
berikut :
Bahan Epoxy fiberglass FR 4:
1. Konstanta dielektrik (r) = 4.6
2. Ketebalan dielektrik (h) = 1.6 mm
3. Loss tangen (tan ) = 0.018

Bahan pelapis substrat (konduktor) tembaga:


1. Ketebalan bahan konduktor (t) = 0.0001 m
2. Konduktifitas tembaga () = 5.80x107 mho m-1
Impedansi karakteristik saluran = 50
W=1.109(2.211+0391[1,765])=3.217 mm
3.2 Perencanaan Dimensi Elemen Peradiasi
Untuk menentukan dimensi elemen peradiasi,
Lebar saluran transmisi menggunakan persamaan (2.32)
maka terlebih dahulu harus ditentukan frekuensi
resonansi (fmn) yang digunakan, yaitu 2,4 GHz. Mode = 14.571 mm
propagasi yang digunakan adalah TM10, nilai
perambatan di ruang bebas (c) sebesar 3x108 m/s. 3.5 Simulasi
Setelah mendapatkan dimensi patch, slot, dan
saluran transmisi, kemudian dilakukan proses simulasi
dengan menggunakan simulator IE3D untuk
mengetahui performansi antena.
Setelah nilai 0 diperoleh, maka panjang
gelombang pada saluran transmisi mikrostrip dapat
dihitung dengan persamaan :

3.3 Perencanaan Dimensi Patch dan Slot


Untuk menentukan panjang sisi segitiga sama
sisi ( ), harus diketahui nilai terlebih dahulu. Nilai
diperoleh dengan menggunakan persamaan (2.28):

Gambar 3.1 Bentuk geometri Antena Mikrostrip


Segitiga Sama Sisi dengan Slot Persegi Panjang

Bentuk dan ukuran antena mikrostrip segitiga


sama sisi dengan slot persegi dengan ukuran yang
optimum (VSWR berada dibawah 2)
Setelah didapatkan nilai , panjang sisi
segitiga sama sisi ( ) diperoleh dengan menggunakan Tabel 3.3 Tabel dimensi elemen peradiasi dan saluran transmisi
persamaan (2.29): setelah optimasi
VARIABEL Dimensi (mm)
1.6
75
L 80
W 3.217
Ws 3.906
Ls 25
C31-2
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Hasil simulasi menunjukkan nilai bandwidth 2. Lebar finite ground plane tetap (l = 1 0 ) dan
sebesar 38 MHz yang mana pada frekuensi 2.4 GHz panjang bertambah ke bawah.
diperoleh VSWR sebesar 1.74786, RL sebesar -11.2385
dB, Gain sebesar -2.29479 dBi, polarisasi mendekati
linier dengan nilai axial ratio sebesar 55.507 dB, pola
radiasi berbentuk directional.

Selanjutnya dilakukan simulasi antena dengan


finite ground plane yang bervariasi. Dimensi dan
variabel perubahan finite ground plane adalah sebagai
berikut :
1. Pengaruh Ukuran Finite Ground Plane
Bentuk ground plane adalah persegi panjang dengan
panjang (p) atau lebar (l) yang berubah pada arah Grafik 4.8 Hubungan VSWR dengan Pertambahan
tertentu dalamn 0. Panjang Finite Ground Plane ke bawah
2. Pengaruh Luas Finite Ground Plane
Bentuk ground plane adalah persegi dengan sisi (s)
berubah berdasarkan 0.
3. Pengaruh Bentuk Ground Plane
Bentuk ground plane dibagi menjadi 2, yaitu :
Lingkaran
Bentuk yang sama dan menyerupai elemen
peradiasi
4. Pengaruh Peletakan Antena pada Ground Plane

IV. ANALISIS Grafik 4.10 Hubungan Gain dengan Pertambahan


Analisis dilakukan dengan melihat pengaruh Panjang Finite Ground Plane ke bawah
perubahan-perubahan dalam proses optimasi dengan
hanya memperhatikan nilai VSWR dan gain. Karena
dengan nilai-nilai tersebut sudah bisa mewakili kinerja
dari antena yang dirancang. Perlakuan perubahan 3. Panjang finite ground plane tetap (p = 1.4 0) dan
terhadap variabel ukuran finite ground plane beserta lebar bertambah ke kanan.
analisisnya sebagai berikut :

1. Lebar finite ground plane tetap (l = 1 0) dan


panjang bertambah ke atas.

Grafik 4.16 Hubungan VSWR dengan Pertambahan


Lebar Finite Ground Plane ke kanan

Grafik 4.2 Hubungan VSWR dengan Pertambahan


Panjang Finite Ground Plane ke atas

Grafik 4.18 Hubungan Gain dengan Pertambahan Lebar


Finite Ground Plane ke kanan

4. Panjang finite ground plane tetap (p = 1.4 0) dan


lebar bertambah ke kiri.

Grafik 4.4 Hubungan Gain dengan Pertambahan


Panjang Finite Ground Plane ke atas
C31-3
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Grafik 4.33 Hubungan VSWR dengan Peletakan Antena


pada Ground Plane

Grafik 4.22 Hubungan VSWR dengan Pertambahan


Lebar Finite Ground Plane ke kiri

Grafik 4.35 Hubungan Gain dengan Peletakan Antena


pada Ground Plane

7. Bentuk Ground Plane


Ketika bentuk dan dimensi ground plane sama
Grafik 4.24 Hubungan Gain dengan Pertambahan Lebar dengan elemen peradiasi (Konfigurasi 30), frekuensi
Finite Ground Plane ke kiri resonansi menjadi 2.425 GHz, dan ketika dilakukan
pengubahan terhadap variabel-variabel (A,L,P),
5. Pertambahan Luas Finite Ground Plane frekuensi resonansi menjadi 2.4 GHz (sesuai dengan
desain perancangan).
Nilai VSWR pada konfigurasi 31 (bentuk dan
dimensi ground plane sama dengan elemen
peradiasi) lebih besar dibandingkan dengan nilai
VSWR pada konfigurasi 32 40 yang berkisar
antara 1.45 1.68. Nilai VSWR yang paling baik
dari konfigurasi 31 40 adalah 1.42786 pada
konfigurasi 40. Nilai VSWR konfigurasi 40 lebih
baik daripada konfigurasi infinite.
Nilai gain pada konfigurasi 31 lebih negatif yaitu -
Grafik 4.28 Hubungan VSWR dengan Pertambahan 7.52954 dBi dibandingkan dengan konfigurasi
Luas Finite Ground Plane infinite yang bernilai -2.27848 dBi. Nilai gain pada
konfigurasi 32 40 lebih baik dibandingkan dengan
konfigurasi infinite, yaitu berkisar antara -1.86
2.112 dBi .Nilai gain paling baik adalah 2.11272 dBi
pada konfigurasi 40.

Grafik 4.30 Hubungan Gain dengan Pertambahan Luas


Finite Ground Plane

6. Peletakan antena pada Ground Plane

Grafik 4.33 Desain antena konfigurasi 40

V. PENGUKURAN DAN ANALISIS


5.1 Return Loss, VSWR, Koefisien Pantul
Berdasarkan hasil pengukuran, pada frekuensi
2.4 GHz memiliki nilai Return loss sebesar -15.3 dB
dan nilai VSWR sebesar 1.4148.

C31-4
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Grafik 5.3 Diagram Polar Polarisasi Antena Uji


5.4 Pola Radiasi
Berdasarkan pengukuran bentuk pola radiasi i
antena adalah unidirectional. Dan pada pola radiasi
horizontal memiliki nilai 3dB beamwidth sebesar 130o
dan nilai Front to Back Ratio (F/B) antena ini sebesar
5.7 dB. Dan untuk pola radiasi vertikal memiliki nilai -
3dB beamwidth sebesar 60o dan nilai Front to Back
Ratio (F/B) antena ini sebesar 9.9 dB.

Grafik 5.1 Grafik Return Loss Antena terhadap


Frekuensi (2300 2500 MHz)

Grafik 5.4 Diagram Polar Pola Radiasi Horizontal

Grafik 5.2 Grafik VSWR Antena terhadap Frekuensi


(2300 2500 MHz)
5.2 Gain
Pada pengukuran ini digunakan antena referensi
adalah antena dipole /2 dengan nilai gain standar 2.15
dBi. Pada frekuensi perencanaan antena yaitu 2,4GHz
antena memiliki nilai gain 1.45 dBi. Nilai gain antena
hasil fabrikasi ini berbeda dengan hasil simulasi yang
menunjukkan gain sebesar 2.1172 dBi.

5.3 Polarisasi
Berdasarkan data hasil pengukuran polarisasi dan
digambar ke dalam diagram polar, maka dapat diketahui
bentuk polarisasi antena ellips. Hasil uji antena sesuai Grafik 5.5 Diagram Polar Pola Radiasi Vertikal
dengan hasil simulasi yang mana axial ratio hasil
simulasi sebesar 0.37613 dB. 5.5 Bandwidth
Perhitungan bandwidth antena yang diuji
dilakukan dengan cara menghitung selisih antara
frekuensi atas dengan frekuensi bawah dimana masih
memiliki nilai VSWR < 2. Frekuensi terendah pada 2150
MHz dan frekuensi tertinggi tidak dapat ditentukan
karena keterbatasan Spectrum Analyzer, sehingga
bandwidth antena ini adalah > 500 MHz (lebih lebar
daripada hasil simulasi yaitu sebesar 60.64 MHz).

5.6 Directivity
Berdasarkan data hasil pengukuran pola radiasi,
diperoleh nilai -3dB beamwidth pola radiasi horizontal
dan vertikal adalah 140o (oHP = 140o), dan 60o (oHP =
60o). Maka nilai directivity antena adalah :

C31-5
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.2 Saran


6.1 Kesimpulan 1. Dalam proses pembuatan antena mikrostrip, perlu
1. Berdasarkan hasil perancangan dan pembuatan, diperhatikan bahwa substrat dielektrik yang
antena mikrostrip segitiga sama sisi dengan slot digunakan harus memiliki koefisien dielektriknya
persegi panjang, yang terbuat dari bahan FR-4 tepat dan mudah didapat
dengan nilai konstanta dielektrik (r) = 4.6, 2. Pemasangan konektor pada antena juga
diperoleh dimensi elemen peradiasi antena adalah memerlukan ketepatan yang tinggi, karena akan
sebagai berikut : = 75 mm, L = 80 mm, = mempengaruhi nilai VSWR.
3.217 mm, = 3.906 mm, = 25 mm, dan 3. Dalam pengukuran diperlukan ruangan khusus dan
diperlukan bahan penyangga antena berupa
bekerja pada frekuensi 2.4 GHz.
isolator yang baik.
2. Hasil optimasi menunjukkan konfigurasi 40
dengan finite ground plane berbentuk mirip
VII. TINJAUAN PUSTAKA
dengan elemen peradiasi yang optimum. [1] Balanis, Constantine A. 2005. Antena Theory: Analysis and
- Nilai VSWR sebesar 1.42786, dan nilai Return Design, 3rd Edition. John Wiley and Sons, Inc.
Loss sebesar -15.0784 dB telah memenuhi [2] Bhattacharyya, Arun K. 1990. Effects of Finite Ground Plane on
syarat batas yang diijinkan yaitu VSWR < 2 Radiation Characteristics of a Circular Patch Antenna.
IEEE Transactions on Antenna and Propagation, Vol.
(Warren L. Stutzman ; Gary A. Thile,1981) 38, No.2, February 1990.
dan RL < -10 dB (Punit,2004 :19). [3] Djamal, H. 2010. Perencanaan Sistem Terestrial. Jurusan Elektro
- Nilai gain sebesar 2.1127 dBi. Universitas Mercubuana.
- Bentuk polarisasi elips dengan nilai axial ratio [4] Hartanto, Indra Dwi. 2012. Analisis Pengaruh Finite Ground
Plane Terhadap Performansi Antena Microstrip Circular
sebesar 0.376313 dB. Patch. Penelitian, Fakultas Teknik, Universitas
- Pola radiasi berbentuk directional dengan nilai Brawijaya, Malang.
F/B ratio vertikal sebesar 11.2778 dB dan nilai [5] Herrera, Juan M. 1999. Micropatch Antenna Array. T.A Lee
F/B ratio horizontal sebesar 6.83558 dB. Romsey.
[6] Huang, J. 2003. Practical Design of Microstrip Arrays and
- Bandwidth sebesar 60.64 MHz. Reflectarrays. Antennas and Propagation Symposium
3. Berdasarkan pengukuran terhadap antena and USNC/CNC/URSI North American Radio Science
mikrostrip segitiga sama sisi dengan slot persegi Meeting.
panjang setelah fabrikasi, parameter hasil [7] Hund, Edgar. 1989. Microwave Communications. McGraw-Hill
International, New York.
pengukuran pada frekuensi 2.4 GHz sebagai [8] Kraus, John Daniel. 1988. Antennas. McGraw-Hill International,
berikut: New York.
- Nilai VSWR sebesar 1.4148, dan nilai Return [9] Kwaha, B. J, O. N. Inyang, P. Awalu.
Loss sebesar -15.3 dB ( memenuhi syarat http://www.arpapress.com/ Volumes/ Vol8Issue1/
IJRRAS_8_1_11. pdf. 2011. The Microstrip Circular
VSWR < 2 dan RL < -10 dB). Patch Antenna Design and Implementation.
- Nilai gain sebesar 1.45 dBi. [10] Lagerqvist, Johan. 2002. Design and Analysis of an Electrically
- Bentuk polarisasi elips. Steerable Microstrip Antenna for Ground to Air Use.
- Pola radiasi bersifat directional dengan nilai Thesis, Lulea University of Technology.
[11] Leung, Martin. 2002. Microstrip Antenna Using Mstrip40.
F/B ratio vertikal sebesar 5.7 dB dan nilai F/B Division of Management and Technology University of
ratio horizontal sebesar 9.9 dB. Canberra Act 2601.
- Nilai bandwidth sebesar > 500 MHz [12] Liao, S Y. 1987. Microwave Circuit Analysis and Amplifier
- Nilai directivity antena sebesar 6.9117 dB. Design, 2nd Edition. Souders College Publishing, New
York.
- Gain 1.45 dBi. [13] Mak, C. L., Y. L. Chow and K.M. Luk. 2003. Finite Ground
4. Finite ground plane berpengaruh terhadap kinerja Plane Effect of a Microstrip Patch Antenna: a CAD
antena mikrostrip segitiga sama sisi dengan slot Formula of Impedance Perturbation by Synthetic
persegi panjang. Pada range simulasi 2.3 2.5 Asymptote and GTD. Antennas Propagation Journal
IEEE, 2003.
GHz dan frekuensi kerja 2.4 GHz, sebagai berikut : [14] Kautsar, M.Sulthon. 2011. Perancangan dan Pembuatan Antena
- Bentuk dan dimensi finite ground plane Mikrostrip Segitiga Sama Sisi dengan Slot Persegi
mempengaruhi frekuensi resonansi antena. Panjang. Penelitian, Fakultas Teknik, Universitas
Ketika dimensi ground plane tidak meliputi Brawijaya, Malang.
[15] Nakar, Punit S. 2004. Design of a Compact Microstrip Patch
keseluruhan dimensi elemen peradiasi, Antenna for use in Wireless/Cellular Devices. Thesis,
frekuensi resonansi tidak terjadi (bandwidth = The Florida State University.
0 MHz). Bentuk ground plane berpengaruh [16] Noghanian, S. and L. Shafai. 1998. Control Microstrip Antenna
terhadap pergeseran frekuensi resonansi Radiation Characteristic by Ground Plane Size and
Shape. Journal IEEE, 1998.
antena. [17] Richards, W.F. 1988. Microstrip Antennas. Theory, Application
- Bentuk dan dimensi finite ground plane and Design. Van Reinhold Co., New York.
berpengaruh terhadap gain. [18] Stutzman, Warren L., and G. A. Thiele. 1981. Antenna Theory
- Bentuk dan dimensi finite ground plane and Design. John Willey and Son, Inc. New York.
[19] Sumantyo, Josaphat Tetuko Sri, K. Ito, David D., T. Tanaka,
berpengaruh terhadap polarisasi yang terlihat Teruo O. and Hiroyuki Y. 2004. Numerical Analisys of
pada axial ratio. Ground Plane Size Effects on Patch Array Antenna

C31-6
The 6th- Electrical Power, Electronics, Communications, Controls and Informatics International Seminar 2012
30-31 Mei, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Characteristics for Mobile Satellite Communications. [21] Vaudon, Patrick., Thierry Aubreton, Phelippe D. and B. Jecko.
John Wiley & Sons, Ltd. 1992. Influence of the Ground Plane Structure on The
[20] Sumantyo, Josaphat Tetuko Sri and K.Ito. 2006. Circularly Radiation Pattern of Microstrip Antenna. Journal IEEE,
Polarised Equilateral Triangular Patch Array Antenna 1993.
for Mobile Satellite Communications. IEEMAP, Vol.153,
No.6, December, 2006.

C31-7
GRATITUDE

WE WOULD LIKE TO THANKS TO ALL THAT DESCRIBED BELOW WHO HAVE GIVEN US INVALUABLE SUPPORTS
AND PARTICIPANTIONS

RECTOR OF BRAWIJAYA UNIVERSITY


COMPUTER SCIENCE, UNIVERSITY OF SCIENCE MALAYSIA
GRAD. SCHOOL OF INFORMATION, PRODUCTION AND SYSTEM, WASEDA UNIVERSITY, JAPAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL BABARSARI TAMBAKBAYAN YOGYAKARTA
FACULTY OF ENGINEERING, UNIVERSITY OF WOLLONGONG, NSW, AUSTRALIA.
ELECTRICAL AND ELECTRONIC ENGINEERING OF UNIVERCITY OF MIYAZAKI
FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS BRAWIJAYA
POLITEKNIK NEGERI BENGKALIS
POLITEKNIK NEGERI AMBON
POLITEKNIK PEMBANGUNAN NASIONAL BANJARBARU
BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI (BPPT)
UNIVERSITAS GAJAYANA MALANG
UNIVERSITAS SEMARANG
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS AL-AZHAR JAKARTA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUSKA RIAU
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER (ITS)
POLITEKNIK NEGERI SAMARINDA
PUSAT SAINS ANTARIKSA LEMBAGA PENERBANGAN DAN ANTARIKSA NASIONAL (LAPAN)
ELECTRICAL ENGINEERING DEPARTMENT, FACULTY OF ENGINEERING, MERCU BUANA UNIVERCITY
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MURIA KUDUS
FAKULTAS TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI, UNIKOM, BANDUNG
PT. SUPRA ALUMINIUM INDUSTRI (SAI) PANDAAN-PASURUAN
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA
UNIVERSITAS JENDERAL AHMAD YANI, CIMAHI
POLITEKNIK NEGERI BATAM
FAKULTAS MIPA UNIVERSITAS INDONESIA
PETRA CHRISTIAN UNIVERSITY, SURABAYA
FACULTY OF MECHANICAL AND AEROSPACE ENGINEERING, INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
SCHOOL OF ELECTRICAL ENGINEERING AND INFORMATICS, INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
INSTITUT TEKNOLOGI TELKOM, BANDUNG
FAKULTAS TEKNIK, UIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS DARMA PERSADA, JAKARTA
POLITEKNIK ELEKTRONIKA NEGERI SURABAYA ITS
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG (UNISSULA), SEMARANG
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI, UIN SYARIEF HIDAYATULLAH, JAKARTA
FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS BHAYANGKARA, SURABAYA
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA
POLITEKNIK NEGERI KUPANG
POLITEKNIK NEGERI MALANG
UNIVERSITAS ISLAM MALANG
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA CILEGON BANTEN
UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA
CENTER FOR TECHNOLOGY OF RADIATION SAFETY AND METROLOGY,
NATIONAL NUCLEAR ENERGY AGENCY OF INDONESIA
LABORATORIUM SISTEM BERBASIS KOMPUTER TEKNIK ELEKTRO UNIVERSITAS HASANUDDIN
LABORATORIUM TEKNIK KOMPUTER DAN JARINGAN, POLITEKNIK NEGERI UJUNG PANDANG
POLITEKNIK NEGERI BALIKPAPAN
UNIVERSITAS MA CHUNG
STIMIK STIKOM BALI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
CENTER OF SATELLITE TECHNOLOGY, INDONESIAN INSTITUTE OF AERONAUTICS AND SPACE

AND OTHERS....

You might also like

pFad - Phonifier reborn

Pfad - The Proxy pFad of © 2024 Garber Painting. All rights reserved.

Note: This service is not intended for secure transactions such as banking, social media, email, or purchasing. Use at your own risk. We assume no liability whatsoever for broken pages.


Alternative Proxies:

Alternative Proxy

pFad Proxy

pFad v3 Proxy

pFad v4 Proxy