Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Anak Pada Klien Dengan Bronkhitis
Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Anak Pada Klien Dengan Bronkhitis
Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Anak Pada Klien Dengan Bronkhitis
DISUSUN OLEH :
NIM : 010116A023
FAKULTAS KEPERAWTAN
2018
A. Konsep Medis
1. Definisi
Bronkitis adalah suatu penyakit yand ditandai oleh adanya inflamasi bronkus (Ngastiyah,
2003). Bronkitis adalah suatu infeksi akut saluran besar paru (yaitu trachea dan bronchus)
karena infeksi virus atau bakteri (Catzel dan Robert, 1998).
Bronkitis adalah inflamasi pada saluran nafas yang luas (trakea dan bronkhi) yang
kebanyakan selalu berhubungan dengan infeksi respiratori atas (Wong, 2003).
Dari pengertian di atas penulis menyimpulkan bahwa pengertian bronkitis adalah suatu
penyakit infeksi akut saluran besar paru yang ditandai oleh inflamasi bronkus.
2. Etiologi
Polusi udara yang terus menerus juga merupakan predisposisi infeksi rekuren karena
polusi memperlambat aktivitas silia dan fagositosis. Zat-zat kimia yang dapat juga
menyebabkan bronkitis adalah O2, N2O, hidrokarbon, aldehid, ozon.
Infeksi. Eksaserbasi bronchitis disangka paling sering diawali dengan infeksi virus yang
kemudian menyebabkan infeksi sekunder bakteri. Bakteri yang diisolasi paling banyak
adalah Hemophilus influenza dan streptococcus pneumonie dan organisme lain seperti
Mycoplasma pneumonia.
Defisiensi alfa-1 antitripsin adalah gangguan resesif yang terjadi pada sekitar 5% pasien
emfisema (dan sekitar 20% dari kolestasis neonatorum) karena protein alfa-1 antitripsin
ini memegang peranan penting dalam mencegah kerusakan alveoli oleh neutrofil elastase
(Rubenstein, et al., 2007).
3. Patofisioliogi
Bronkitis biasanya didahului oleh suatu infeksi saluran nafas bagian atas oleh virus dan
infeksi bakteri sekunder oleh S. Pneumonia atau hemophilus influenza. Adanya bahan-
bahan pencemar udara juga memperburuk keadaan penyakit begitu juga dengan
menghisap rokok. Anak menampilkan batuk-batuk yang sering, kering tidak produktif
dan dimulai berkembang berangsur-angsur mulai hari 3 – 4 setelah terjadinya rinitis.
Penderita diganggu oleh suara-suara meniup selama bernafas (ronki) rasa sakit pada dada
dan kadang-kadang terdapat nafas pendek. Batuk-batuk proksimal dan penyumbatan oleh
sekreasi kadang-kadang berkaitan dengan terjadinya muntah-muntah. Dalam beberapa
hari, batuk tersebut akan produktif dan dahak akan dikeluarkan penderita dari jernih dan
bernanah. Dalam 5 – 10 hari lendir lebih encer dan berangsur-angsur menghilang.
Temuan-temuan fisik berbeda-beda sesuai dengan usia penderita serta tingkat penyakit.
Pada mulanya anak tidak demam atau demam dengan suhu rendah serta terdapat tanda-
tanda nasofaringtis. Infeksi konjungtiva dan rinitis. Kemudian auskultasi akan
mengungkapkan adanya suara pernafasan bernada tinggi, menyerupai bunyi-bunyi
pernafasan pada penyakit asma. Pada anak-anak dengan
malnutrisi atau keadaan kesehatan yang buruk, maka otitis, sinusitis dan penumonia
merupakan temuan yang sering dijumpai (Ngastiyah, 2003).
4. Manifestasi klinis
Gejala dan tanda klinis yang timbul pada pasien bronchitis tergantung pada luas dan
beratnya penyakit, lokasi kelainannya, dan ada tidaknya komplikasi lanjut. Ciri khas pada
penyakit ini adalah adanya batuk kronik disertai produksi sputum, adanya haemaptoe dan
pneumonia berulang. Gejala dan tanda klinis dapat demikian hebat pada penyakit yang
berat, dan dapat tidak nyata atau tanpa gejala pada penyakit yang ringan.
Bronchitis yang mengenai bronkus pada lobis atas sering dan memberikan gejala
:
Keluhan-keluhan
a. Batuk
Batuk pada bronchitis mempunyai ciri antara lain batuk produktif berlangsung kronik
dan frekuensi mirip seperti pada bronchitis kronis, jumlah seputum bervariasi,
umumnya jumlahnya banyak terutama pada pagi hari sesudah ada perubahan posisi
tidur atau bangun dari tidur. Kalau tidak ada infeksi skunder sputumnya mukoid,
sedang apabila terjadi infeksi sekunder sputumnya purulen, dapat memberikan bau
yang tidak sedap. Apabila terjadi infeksi sekunder oleh kuman anaerob, akan
menimbulkan sputum sangat berbau, pada kasus yang sudah berat, misalnya pada
saccular type bronchitis, sputum jumlahnya banyak sekali, puruen, dan apabila
ditampung beberapa lama, tampak terpisah menjadi 3 bagian :
1) Lapisan teratas agak keruh
2) Lapisan tengah jernih, terdiri atas saliva ( ludah )
3) Lapisan terbawah keruh terdiri atas nanah dan jaringan nekrosis dari bronkus
yang rusak ( celluler debris ).
b. Haemaptoe
Hemaptoe terjadi pada 50 % kasus bronchitis, kelainan ini terjadi akibat nekrosis atau
destruksi mukosa bronkus mengenai pembuluh darah ( pecah ) dan timbul
perdarahan. Perdarahan yang timbul bervariasi mulai dari yang paling ringan ( streaks
of blood ) sampai perdarahan yang cukup banyak ( massif ) yaitu apabila nekrosis
yang mengenai mukosa amat hebat atau terjadi nekrosis yang mengenai cabang arteri
broncialis ( daerah berasal dari peredaran darah sistemik ). Pada dry bronchitis (
bronchitis kering ), haemaptoe justru gejala satu-satunya karena bronchitis jenis ini
letaknya dilobus atas paru, drainasenya baik, sputum tidak pernah menumpuk dan
kurang menimbulkan reflek batuk., pasien tanpa batuk atau batukya minimal. Pada
tuberculosis paru, bronchitis ( sekunder ) ini merupakan penyebab utama komplikasi
haemaptoe.
d. Demam berulang
Bronchitis merupak an penyakit yang berjalan kronik, sering mengalami infeksi
berulang pada bronkus maupun pada paru, sehingga sering timbul demam ( demam
berulang )
e. Kelainan fisik
Tanda-tanda umum yang ditemukan meliputi sianosis, jari tubuh, manifestasi klinis
komplikasi bronchitis.Pada kasus yang berat dan lebih lanjut dapat ditemukan tanda-
tanda korpulmonal kronik maupun payah jantung kanan. Ditemukan ronchi basah
yang jelas pada lobus bawah paru yang terkena dan keadaannya menetap dari waku
kewaktu atau ronci basah ini hilang sesudah pasien mengalami drainase postural atau
timbul lagi diwaktu yang lain. Apabila bagian paru yang diserang amat luas serta
kerusakannya he bat, dapat menimbulkan kelainan berikut : terjadi retraksi dinding
dada dan berkurangnya gerakan dada daerah yang terkena serta dapat terjadi
penggeseran medistenum kedaerah paru yang terkena. Bila terjadi komplikasi
pneumonia akan ditemukan kelainan fisis sesuai dengan pneumonia. Wheezing sering
ditemukan apa bila terjadi obstruksi bronkus.
5. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan TLC, Volume residu, FEV1/FVC, GDA
BronchogramMenunjukkan di latasi silinder bronchus saat inspirasi, pembesaran
duktus mukosa.
Pemeriksaan Sputum untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi
patogen.
Pemeriksaan EKG
Foto Thorax Foto thorak pada bronkitis kronik memperlihatkan tubular shadow
berupa bayangan garis-garis yang paralel keluar dari hilus menuju apekspar daan
corakan paru yang bertambah.
6. Komplikasi
Beberapa komplikasi dari bronkitis yang dapat terjadi menurut ngastiyah (2003) yaitu
antara lain:
7. PENATALAKSANAAN BRONKITIS
1) Pencegahan Primer
Pencegahan tingkat pertama merupakan upaya untuk mempertahankan orang yang
sehat agar tetap sehat atau mencegah orang yang sehat agar tidak sakit.30 Menurut
Soegito (2007), untuk mengurangi gangguan tersebut perlu diusahakan agar batuk
tidak bertambah parah.
a. Membatasi aktifitas/kegiatan yang memerlukan tenaga yang banyak
b. Tidak tidur di kamar yang ber AC dan menggunakan baju hangat kalau bisa
hingga sampe leher
c. Hindari makanan yang merangsang batuk seperti: gorengan, minuman dingin
(es), dll.
d. Jangan memandikan anak terlalu pagi atau terlalu sore, dan memandikan anak
dengan air hangat
e. Jaga kebersihan makanan dan biasakan cuci tangan sebelum makan
f. Menciptakan lingkungan udara yang bebas polusi
2) Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder merupakan upaya untuk membantu orang yang telah sakit agar
sembuh, menghambat progresifitas penyakit, menghindarkan komplikasi, dan
mengurangi ketidakmampuan. Pencegahan ini dapat dilakukan dengan:
Diagnosis
Diagnosis dari bronkitis dapat ditegakkan bila pada anamnesa pasien mempunyai
gejala batuk yang timbul tiba-tiba dengan atau tanpa sputum dan tanpa adanya
bukti pasien menderita pneumonia, common cold, asma akut dan eksaserbasi
akut. Pada pemeriksaan fisik pada stadium awal biasanya tidak khas. Dapat
ditemukan adanya demam, gejala rinitis sebagai manifestasi pengiring, atau
faring hiperemis. Sejalan dengan perkembangan serta progresivitas batuk, pada
auskultasi dapat terdengar ronki, wheezing, ekspirium diperpanjang atau tanda
obstruksi lainnya. Bila lendir banyak dan tidak terlalu lengket akan terdengar
ronki basah.
Pemeriksaan laboratorium
Pengobatan
Penisilin
Quinolon
Ekspektoran
2. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihkan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan terjadinya obstruksi,
inflamasi, peningkatan sekresi
Tujuan :
2. Hipertemi berhubungan dengan peradangan bronkus
3. Defisist pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi
4. Cemas berhubungan dengan kesulitan bernafas, prosedur yang belum dikenal dan
lingkungan yang tidak nyaman
3. Intervensi
No Dx Intervensi
1 (3140) Manajemen Jalan Nafas
a. Berikan posisi yang sesuai untuk memperlancar pengeluaran
sekret.
b. Lakukan suction pada saluran nafas bila diperlukan.
c. Posisikan badan terlentang dengan kelapa agak terangkat 300.
d. Bantu anak mengeluarkan sputum.
e. Melakukan fisioterapi dada.
f. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat antibiotik.
Moorhead, S., Jhonson, M., Mass, M & Swanson, L (2016). Nursing Outcomes
Classification (NOC) (5th). United States of America : Mosby Elseiver
Asih nilah gede yasmin, Effendy cristantie, Este monica (2009) KMB: kien dengan
gangguan sistem pernafasan. Jakarta : EGC
Mansjoer, Arif. (2008). Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3, Jilid 2. Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia