Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Anak Pada Klien Dengan Bronkhitis

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 14

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK

PADA KLIEN DENGAN BRONKHITIS

DISUSUN OLEH :

DICKY ARIS SETIAWAN

NIM : 010116A023

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWTAN

UNIVERSITAS NGUDI WALUYO

2018
A. Konsep Medis
1. Definisi
Bronkitis adalah suatu penyakit yand ditandai oleh adanya inflamasi bronkus (Ngastiyah,
2003). Bronkitis adalah suatu infeksi akut saluran besar paru (yaitu trachea dan bronchus)
karena infeksi virus atau bakteri (Catzel dan Robert, 1998).
Bronkitis adalah inflamasi pada saluran nafas yang luas (trakea dan bronkhi) yang
kebanyakan selalu berhubungan dengan infeksi respiratori atas (Wong, 2003).
Dari pengertian di atas penulis menyimpulkan bahwa pengertian bronkitis adalah suatu
penyakit infeksi akut saluran besar paru yang ditandai oleh inflamasi bronkus.

2. Etiologi
Polusi udara yang terus menerus juga merupakan predisposisi infeksi rekuren karena
polusi memperlambat aktivitas silia dan fagositosis. Zat-zat kimia yang dapat juga
menyebabkan bronkitis adalah O2, N2O, hidrokarbon, aldehid, ozon.
Infeksi. Eksaserbasi bronchitis disangka paling sering diawali dengan infeksi virus yang
kemudian menyebabkan infeksi sekunder bakteri. Bakteri yang diisolasi paling banyak
adalah Hemophilus influenza dan streptococcus pneumonie dan organisme lain seperti
Mycoplasma pneumonia.
Defisiensi alfa-1 antitripsin adalah gangguan resesif yang terjadi pada sekitar 5% pasien
emfisema (dan sekitar 20% dari kolestasis neonatorum) karena protein alfa-1 antitripsin
ini memegang peranan penting dalam mencegah kerusakan alveoli oleh neutrofil elastase
(Rubenstein, et al., 2007).

3. Patofisioliogi
Bronkitis biasanya didahului oleh suatu infeksi saluran nafas bagian atas oleh virus dan
infeksi bakteri sekunder oleh S. Pneumonia atau hemophilus influenza. Adanya bahan-
bahan pencemar udara juga memperburuk keadaan penyakit begitu juga dengan
menghisap rokok. Anak menampilkan batuk-batuk yang sering, kering tidak produktif
dan dimulai berkembang berangsur-angsur mulai hari 3 – 4 setelah terjadinya rinitis.
Penderita diganggu oleh suara-suara meniup selama bernafas (ronki) rasa sakit pada dada
dan kadang-kadang terdapat nafas pendek. Batuk-batuk proksimal dan penyumbatan oleh
sekreasi kadang-kadang berkaitan dengan terjadinya muntah-muntah. Dalam beberapa
hari, batuk tersebut akan produktif dan dahak akan dikeluarkan penderita dari jernih dan
bernanah. Dalam 5 – 10 hari lendir lebih encer dan berangsur-angsur menghilang.
Temuan-temuan fisik berbeda-beda sesuai dengan usia penderita serta tingkat penyakit.
Pada mulanya anak tidak demam atau demam dengan suhu rendah serta terdapat tanda-
tanda nasofaringtis. Infeksi konjungtiva dan rinitis. Kemudian auskultasi akan
mengungkapkan adanya suara pernafasan bernada tinggi, menyerupai bunyi-bunyi
pernafasan pada penyakit asma. Pada anak-anak dengan
malnutrisi atau keadaan kesehatan yang buruk, maka otitis, sinusitis dan penumonia
merupakan temuan yang sering dijumpai (Ngastiyah, 2003).

4. Manifestasi klinis
Gejala dan tanda klinis yang timbul pada pasien bronchitis tergantung pada luas dan
beratnya penyakit, lokasi kelainannya, dan ada tidaknya komplikasi lanjut. Ciri khas pada
penyakit ini adalah adanya batuk kronik disertai produksi sputum, adanya haemaptoe dan
pneumonia berulang. Gejala dan tanda klinis dapat demikian hebat pada penyakit yang
berat, dan dapat tidak nyata atau tanpa gejala pada penyakit yang ringan.
Bronchitis yang mengenai bronkus pada lobis atas sering dan memberikan gejala
:
Keluhan-keluhan
a. Batuk
Batuk pada bronchitis mempunyai ciri antara lain batuk produktif berlangsung kronik
dan frekuensi mirip seperti pada bronchitis kronis, jumlah seputum bervariasi,
umumnya jumlahnya banyak terutama pada pagi hari sesudah ada perubahan posisi
tidur atau bangun dari tidur. Kalau tidak ada infeksi skunder sputumnya mukoid,
sedang apabila terjadi infeksi sekunder sputumnya purulen, dapat memberikan bau
yang tidak sedap. Apabila terjadi infeksi sekunder oleh kuman anaerob, akan
menimbulkan sputum sangat berbau, pada kasus yang sudah berat, misalnya pada
saccular type bronchitis, sputum jumlahnya banyak sekali, puruen, dan apabila
ditampung beberapa lama, tampak terpisah menjadi 3 bagian :
1) Lapisan teratas agak keruh
2) Lapisan tengah jernih, terdiri atas saliva ( ludah )
3) Lapisan terbawah keruh terdiri atas nanah dan jaringan nekrosis dari bronkus
yang rusak ( celluler debris ).

b. Haemaptoe
Hemaptoe terjadi pada 50 % kasus bronchitis, kelainan ini terjadi akibat nekrosis atau
destruksi mukosa bronkus mengenai pembuluh darah ( pecah ) dan timbul
perdarahan. Perdarahan yang timbul bervariasi mulai dari yang paling ringan ( streaks
of blood ) sampai perdarahan yang cukup banyak ( massif ) yaitu apabila nekrosis
yang mengenai mukosa amat hebat atau terjadi nekrosis yang mengenai cabang arteri
broncialis ( daerah berasal dari peredaran darah sistemik ). Pada dry bronchitis (
bronchitis kering ), haemaptoe justru gejala satu-satunya karena bronchitis jenis ini
letaknya dilobus atas paru, drainasenya baik, sputum tidak pernah menumpuk dan
kurang menimbulkan reflek batuk., pasien tanpa batuk atau batukya minimal. Pada
tuberculosis paru, bronchitis ( sekunder ) ini merupakan penyebab utama komplikasi
haemaptoe.

c. Sesak nafas ( dispnea )


Pada sebagian besar pasien ( 50 % kasus ) ditemukan keluhan sesak nafas. Timbul
dan beratnya sesak nafas tergantung pada seberapa luasnya bronchitis kronik yang
terjadi dan seberapa jauh timbulnya kolap paru dan destruksi jaringan paru yang
terjadi sebagai akibat infeksi berulang ( ISPA ), yang biasanya menimbulkan fibrosis
paru dan emfisema yang menimbulkan sesak nafas. Kadang ditemukan juga suara
mengi ( wheezing ), akibat adanya obstruksi bronkus. Wheezing dapat local atau
tersebar tergantung pada distribusi kelainannya.

d. Demam berulang
Bronchitis merupak an penyakit yang berjalan kronik, sering mengalami infeksi
berulang pada bronkus maupun pada paru, sehingga sering timbul demam ( demam
berulang )

e. Kelainan fisik
Tanda-tanda umum yang ditemukan meliputi sianosis, jari tubuh, manifestasi klinis
komplikasi bronchitis.Pada kasus yang berat dan lebih lanjut dapat ditemukan tanda-
tanda korpulmonal kronik maupun payah jantung kanan. Ditemukan ronchi basah
yang jelas pada lobus bawah paru yang terkena dan keadaannya menetap dari waku
kewaktu atau ronci basah ini hilang sesudah pasien mengalami drainase postural atau
timbul lagi diwaktu yang lain. Apabila bagian paru yang diserang amat luas serta
kerusakannya he bat, dapat menimbulkan kelainan berikut : terjadi retraksi dinding
dada dan berkurangnya gerakan dada daerah yang terkena serta dapat terjadi
penggeseran medistenum kedaerah paru yang terkena. Bila terjadi komplikasi
pneumonia akan ditemukan kelainan fisis sesuai dengan pneumonia. Wheezing sering
ditemukan apa bila terjadi obstruksi bronkus.

5. Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan TLC, Volume residu, FEV1/FVC, GDA
 BronchogramMenunjukkan di latasi silinder bronchus saat inspirasi, pembesaran
duktus mukosa.
 Pemeriksaan Sputum untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi
patogen.
 Pemeriksaan EKG
 Foto Thorax Foto thorak pada bronkitis kronik memperlihatkan tubular shadow
berupa bayangan garis-garis yang paralel keluar dari hilus menuju apekspar daan
corakan paru yang bertambah.

6. Komplikasi
Beberapa komplikasi dari bronkitis yang dapat terjadi menurut ngastiyah (2003) yaitu
antara lain:

a. Bronkitis Akut yang tidak ditangani cenderung menjadi Bronkitis Kronik.


b. Pada orang yang sehat jarang terjadi komplikasi, tetapi pada anak dengan gizi
kurang dapat terjadi Othitis Media, Sinusitis dan Pneumonia.
c. Bronkitis Kronik menyebabkan mudah terserang infeksi.
d. Bila sekret tetap tinggal, dapat menyebabkan atelektasis atau Bronkietaksis.

7. PENATALAKSANAAN BRONKITIS
1) Pencegahan Primer
Pencegahan tingkat pertama merupakan upaya untuk mempertahankan orang yang
sehat agar tetap sehat atau mencegah orang yang sehat agar tidak sakit.30 Menurut
Soegito (2007), untuk mengurangi gangguan tersebut perlu diusahakan agar batuk
tidak bertambah parah.
a. Membatasi aktifitas/kegiatan yang memerlukan tenaga yang banyak
b. Tidak tidur di kamar yang ber AC dan menggunakan baju hangat kalau bisa
hingga sampe leher
c. Hindari makanan yang merangsang batuk seperti: gorengan, minuman dingin
(es), dll.
d. Jangan memandikan anak terlalu pagi atau terlalu sore, dan memandikan anak
dengan air hangat
e. Jaga kebersihan makanan dan biasakan cuci tangan sebelum makan
f. Menciptakan lingkungan udara yang bebas polusi

2) Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder merupakan upaya untuk membantu orang yang telah sakit agar
sembuh, menghambat progresifitas penyakit, menghindarkan komplikasi, dan
mengurangi ketidakmampuan. Pencegahan ini dapat dilakukan dengan:
 Diagnosis

Diagnosis dari bronkitis dapat ditegakkan bila pada anamnesa pasien mempunyai
gejala batuk yang timbul tiba-tiba dengan atau tanpa sputum dan tanpa adanya
bukti pasien menderita pneumonia, common cold, asma akut dan eksaserbasi
akut. Pada pemeriksaan fisik pada stadium awal biasanya tidak khas. Dapat
ditemukan adanya demam, gejala rinitis sebagai manifestasi pengiring, atau
faring hiperemis. Sejalan dengan perkembangan serta progresivitas batuk, pada
auskultasi dapat terdengar ronki, wheezing, ekspirium diperpanjang atau tanda
obstruksi lainnya. Bila lendir banyak dan tidak terlalu lengket akan terdengar
ronki basah.

Dalam suatu penelitian terdapat metode untuk menyingkirkan kemungkinan


pneumonia pada pasien dengan batuk disertai dengan produksi sputum yang
dicurigai menderita bronkitis, yang antara lain bila tidak ditemukan keadaan
sebagai berikut:
a. Denyut jantung > 100 kali per menit
b. Frekuensi napas > 24 kali per menit
c. Suhu badan > 380 C
d. Pada pemeriksaan fisik paru tidak terdapat focal konsolidasi dan peningkatan
suara napas.

 Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan dahak dan rontgen dilakukan untuk membantu menegakkan


diagnosa dan untuk menyingkirkan diagnosa penyakit lain. Bila penyebabnya
bakteri, sputumnya akan seperti nanah.29 Untuk pasien anak yang diopname,
dilakukan dengan tes C-reactive protein, kultur pernapasan, kultur darah, kultur
sputum, dan tes serum aglutinin untuk membantu mengklasifikasikan penyebab
infeksi apakah dari bakteri atau virus. Jumlah leukositnya berada > 17.500 dan
pemeriksaan lainnya dilakukan dengan cara tes fungsi paru-paru dan gas darah
arteri.

 Pengobatan

Penisilin

Mekanisme kerja antibiotik golongan penisilin adalah dengan perlekatan pada


protein pengikat penisilin yang spesifik (PBPs) yang berlaku sebagai reseptor
pada bakteri, penghambat sintesis dinding sel dengan menghambat transpeptidasi
dari peptidoglikan, dan pengaktifan enzim autolitik di dalam dinding sel, yang
menghasilkan kerusakan sehingga akibatnya bakteri mati. Antibiotik golongan
penisilin yang biasa digunakan adalah amoksisilin.

Quinolon

Golongan quinolon merupakan antimikrobial oral memberikan pengaruh yang


dramatis dalam terapi infeksi. Dari prototipe awal yaitu asam nalidiksat
berkembang menjadi asam pipemidat, asam oksolinat, cinoksacin, norfloksacin.
Generasi awal mempunyai peran dalam terapi gram-negatif infeksi saluran
kencing. Generasi berikutnya yaitu generasi kedua terdiri dari pefloksasin,
enoksasin, ciprofloksasin, sparfloksasin, lemofloksasin, fleroksasin dengan
spektrum aktifitas yang lebih luas untuk terapi infeksi community-acquired
maupun infeksi nosokomial. Lebih jauh lagi ciprofloksasin, ofloksasin,
peflokasin tersedia sebagai preparatparenteral yang memungkinkan
penggunaanya secara luas baik tunggal maupun kombinasi dengan agen lain.

Mukolitik dan Ekspektoran

Bronkitis dapat menyebabkan produksi mukus berlebih. Kondisi ini


menyebabkan peningkatan penebalan mukus. Perubahan dan banyaknya mukus
sukar dikeluarkan secara alamiah, sehingga diperlukan obat yang dapat
memudahkan pengeluaran mukus.

Mukus mengandung glikoprotein, polisakarida, debris sel, dan cairan/eksudat


infeksi. Mukolitik bekerja dengan cara memecah glikoprotein menjadi molekul-
molekul yang lebih kecil sehingga menjadi encer. Mukus yang encer akan
mendesak dikeluarkan pada saat batuk, contoh mukolitik adalah asetilsistein.

Ekspektoran

Ekspektoran bekerja dengan cara mengencerkan muku dalam bronkus sehingga


mudah dikeluarkan, salah satu contoh ekspektoran adalah guaifenesin.
Guaifenesin bekerja dengan cara mengurangi viskositas dan adhesivitas sputum
sehingga meningkatkan efektivitas mukociliar dalam mengeluarkan sputum dari
saluran pernapasan.
B. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Pengumpulan Data
1. Biodata: Biodata terdiri dari identitas klien, orang tua dan saudara kandung.
Identitas klien meliputi : nama, usia, jenis kelamin, pendidikan, agama,
tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, nomor register dan diagnosa
medik. Identitas orang tua meliputi : alamat, usia, jenis kelamin, pendidikan
agama, pekerjaan, alamat. Sedangkan identitas saudara kandung meliputi
nama dan usia.
2. Keluhan utama: Keluhan utama meliputi alasan klien di bawah ke rumah
sakit seperti demam, nyeri otot, mual,muntah, nyeri kepala, perut dan sendi
disertai perdarahan.
3. Riwayat kesehatan
a) Riwayat kesehatan sekarang: Klien menderita nyeri kepala, nyeri perut
disertai mual dan muntah.
b) Riwayat kesehatan masa lalu: Penyakit yang pernah dialami klien seperti
demam, tidak ada riwayat alergi, tidak ada ketergantungan terhadap
makanan/ minuman dan obat-obatan.
c) Riwayat kesehatan keluarga: Apakah ada anggota keluarga yang
menderita penyakit yang sama dengan klien.
4. Riwayat imunisasi: Riwayat imunisasi meliputi kelengkapan imunisasi
seperti BCG, DPT, Polio, Campak dan Hepatitis.
5. Riwayat tumbuh kembang meliputi :
a) Pertumbuhan fisik terdiri dari:

Usia (BB) Usia (TB)


BBL (2500 – 4000 gr) TBL (50 cm)
3 -12 bln (umur(bulan) 1 tahun (75 cm)
+ 9)
1-6 tahun (umur (tahun) >1 tahun (2x TB lahir)
x 2+8)
6 tahun (1,5 x TB setahun)
9 tahun (2,1 x TBL)
b) Perkembangan tiap tahap usia
 Berguling : 3-6 bulan
 Duduk : 6-9 bulan
 Merangkak : 9-10 bulan
 Berdiri : 9-12 bulan
 Jalan : 12-18 bulan
 Senyum pertama kali dengan orang lain : 2-3 bulan
 Bicara : 2-3 tahun
 Berpakaian tanpa dibantu : 3-4 tahun
6. Riwayat nutrisi meliputi :
a. Pemberian ASI pertama kali disusui, lama pemberian, waktu dan cara
pemberian.
b. Pemberian susu formula terdiri dari alasan pemberian, jumlah
pemberian.
c. Pemberian makanan tambahan terdiri atas usia pertama kali diberikan
jenis dan cara pemberian.
d. Pola perubahan nutrisi tiap tahap usia sampai nutris saat : usia 0 – 6
bulan, 6 – 12 bulan dan saat ini.
7. Riwayat psikososial: Bagaimana kehidupan sosial dan lingkungannya,
apakah keadaan tempat tinggalnya memenuhi syarat kesehatan.
8. Riwayat spiritual: Apakah anggota keluarga rajin beribadah dan sering
mengikuti kegiatan keagamaan.
9. Reaksi hospitalisasi
a. Reaksi orang tua terhadap hospitalisasi
1) Stress
2) Kecemasan meningkat: kurang informasi tentang prosedur dan
pengobatan anak serta dampaknya terhadap masa depan anak.
3) Takut dan cemas : seriusnya penyakit dan tipe dari prosedur medis.
b. Reaksi anak terhadap hospitalisasi
1) Perpisahan : berpisah dengan teman sebaya.
2) Kehilangan kontrol : Kelemahan fisik dan Takut mati
c. Reaksi perlukaan dan rasa sakit :
1) Mengkomunikasikan tentang rasa sakit.
2) Mampu mengontrol rasa sakit (gigit bibir dan menggenggan).
10. Aktivitas sehari-hari
a. Nutrisi terdiri dari frekuensi makan, waktu makan, makanan yang
dikonsumsi, porsi makan, makanan yang disukai, nafsu makan. Jumlah
yang dapat dihabiskan dan cara makan klien sebelum sakit dan saat sakit.
b. Istirahat, tidur terdiri dari waktu tidur malam dan siang, apakah mudah
terbangun, kesulitan tidur, bagaimana pola tidur, ada perubahan atau
tidak sebelum sakit dan saat sakit.
c. Personal hygiene terdiri dari mandi, sikat gigi, kebersihan kuku,
genetalia, dan penampilan umum klien sebelum sakit dan saat sakit.
11. Pemeriksaan fisik Head To to
a. Keadaan umum : klien baik atau tidak.
b. Tanda-tanda vital :
1) Tekanan darah menurun > 80 mmHg
2) Nadi cepat dan lemah > 100x/menit
3) Suhu meningkat sampai 38 C
4) Pernafasan meningkat > 40x/menit
c. Antropometri :
1) LLA : 14cm
2) LK : 40 cm
3) LD : 54 cm
4) LP : 52 cm
d. Sistem pernafasan :
Tidak terdapat batuk, pernafasan cuping hidung, batuk dada normal
(Normal Chest), tidak ada retraksi, dan tidak ada suara nafas tambahan.
e. Sistem kardiovaskuler :
Konjungtiva tidak anemis, bibir pucat dan kering, arteri karotis tidak
teraba, vena jugularis tidak tampak, tidak ada pembesaran jantung, suara
jantung S1, S2 kesan murni.
f. Sistem pencernaan :
Bibir kering sering merasa mual dan muntah terdapat nyeri tekan pada
daerah epigastrium
g. Sistem indera

1) Mata : kelopak mata, lapang pandang dan visus baik.

2) Hidung : penciuman baik, tidak ada secret dan tidak terdapat


perdarahan pada hidung.

3) Telinga : membran timpani baik fungsi pendengaran baik.

h. Sistem neurosensorik: Berdasarkan tingkat grade Dengue fever (DF) I,II:


kesadaran kompos mentis, Dengue fever (DF) III :kesedaran apatis,
samnolen, Dengue fever (DF) IV :kesadaran koma.
i. Sistem moskuloskeletal: Akral dingin,serta terjadi nyeri otot,serta tulang.
j. Sistem integumen
1) Adanya petechia pada kulit, turgir kulit menurun, dan muncul
keringat dingin, dan lembab.
2) Kuku sianosis/tidak
3) Kepala dan leher: Kepala terasa nyeri, muka tampak kemerahan
karena demam, mata anemia, hidung kadang mengalami perdarahan
(epistaksis), pada grade II, III, IV mulut di dapatkan bahwa mukosa
mulut kering, terjadi perdarahan gusi,dan nyeri tekan. Sementara
tenggorokan mengalamin hiperemi pharing dan terjadi perdarahan
telinga.
k. Sistem endokrin: Pembesaran kelenjar tiroid dan limpa tidak ada.
l. Sistem perkemihan: Odema palpebra tidak ada, distensi kandung kemih
tidak ada.
m. Sistem reproduksi: Keadaan labia minora dan mayora bersih dan tidak
ada bau serta pertumbuhan dada belum ada dan perubahan suara.
n. Sistem immune: Tidak ada alergi terhadap cuaca, bulu binatang dan zat
kimia.
o. Pemeriksaan tingkat perkembangan: Dengan menggunakan DDST 0-6
tahun meliputi :
1) Motorik kasar, aspek yang berhubungan dengan pergerakan dan
sikap tubuh
2) Motorik halus, aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak
untuk mengamati sesuatu, melakukan gerakan yang melibatkan
bagian-bagian tubuh tertentu dan dilakukan otot-otot kecil, tetapi
memiliki koordinasi yang cermat.
3) Bahasa, kemampuan untuk memberikan respon terhadap suara,
mengikuti perintah dan berbicara spontan
4) Personal sosial, aspek yang berhubungan dengan kemampuan
mandiri, bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungannya

2. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihkan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan terjadinya obstruksi,
inflamasi, peningkatan sekresi
Tujuan :
2. Hipertemi berhubungan dengan peradangan bronkus
3. Defisist pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi
4. Cemas berhubungan dengan kesulitan bernafas, prosedur yang belum dikenal dan
lingkungan yang tidak nyaman

3. Intervensi
No Dx Intervensi
1 (3140) Manajemen Jalan Nafas
a. Berikan posisi yang sesuai untuk memperlancar pengeluaran
sekret.
b. Lakukan suction pada saluran nafas bila diperlukan.
c. Posisikan badan terlentang dengan kelapa agak terangkat 300.
d. Bantu anak mengeluarkan sputum.
e. Melakukan fisioterapi dada.
f. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat antibiotik.

2 (3786) Perawatan Hipertermi


a. Kaji faktor penyebab.
b. Pantau tanda-tanda vital
c. Pantau adanya takikardi, takipnea.
d. Pertahankan cairan parenteral sesuai indikasi.
e. Lakukan pengompresan sesuai indikasi.
f. Kolaborasi pemberian antipiretik.
3 (5510) Pendidikan Kesehatan
Kaji tingkat pengetahuan dan pemahaman keluarga.
Jelaskan setiap melakukan prosedur tindakan.
a. Lakukan hubungan saling percaya.
b. Beri penyuluhan keluarga mengenai penyakit anaknya.
c. Beri kesempatan keluarga untuk bertanya.
d. Minta keluarga untuk mengulangi kembali penjelasan perawat.
e. Beri reinforcement positif.

4 (5820) Pengurangan Kecemasan


a. Jelaskan prosedur tindakan yang belum dipahami oleh orang tua
dan anak.
b. Berikan penjelasan tentang setiap tindakan yang akan dilakukan
pada anak dan orang tua.
c. Berikan suasana dan lingkungan yang tenang.
d. Berikan terapi bermain sesuai umur.
e. Berikan aktivitas sesuai kemampuan dan kondisi klien.
f. Hindari tindakan yang membuat anak tambah cemas.
DAFTAR PUSTAKA

Dochterman, J. M., & Bulechek, G. M. (2016). Nursing Interventions Classifications


(NIC) (6th ed.). United States of America : Mosb Elseiver

Moorhead, S., Jhonson, M., Mass, M & Swanson, L (2016). Nursing Outcomes
Classification (NOC) (5th). United States of America : Mosby Elseiver

Nanda International (2017). Diagnosa Keperawatan : Definisi dan klasifikasi 2018-


2020 (11th ed.). Jakarta : EGC

Asih nilah gede yasmin, Effendy cristantie, Este monica (2009) KMB: kien dengan
gangguan sistem pernafasan. Jakarta : EGC

Mansjoer, Arif. (2008). Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3, Jilid 2. Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia

Pearce, Evelyn. ( 2007). Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta : PT


Gramedia

You might also like

pFad - Phonifier reborn

Pfad - The Proxy pFad of © 2024 Garber Painting. All rights reserved.

Note: This service is not intended for secure transactions such as banking, social media, email, or purchasing. Use at your own risk. We assume no liability whatsoever for broken pages.


Alternative Proxies:

Alternative Proxy

pFad Proxy

pFad v3 Proxy

pFad v4 Proxy