LP Anak Ni Nyoman Sekarini
LP Anak Ni Nyoman Sekarini
LP Anak Ni Nyoman Sekarini
OLEH :
NI NYOMAN SEKARINI
NIM. 229012943
3. Patofisiologi
Bakteri masuk kedalam jaringan paru-paru melalui saluran pernafasan
dari atas untuk mencapai bronchiolus dan kemudian alveolus sekitarnya.
Kelainan yang timbul berupa bercak konsolidasi yang tersebar pada kedua
paru- paru, lebih banyak pada bagian basal (Riyadi & Sukarmin, 2009).
Bronkopneumonia dapat terjadi akibat inhalasi mikroba yang ada di
udara, aspirasi organisme dari nasofaring atau penyebaran hematogen dari
fokus infeksi jauh. Bakteri yang masuk ke paru melalui saluran nafas masuk
ke bronkioli dan alveoli, menimbulkan reaksi peradangan hebat dan
menghasilkan cairan edema yang kaya protein dalam alveoli dan jaringan
interstitial. Kuman pneumokokus dapat meluas melalui porus kohn dari
alveoli ke seluruh segmen atau lobus. Eritrosit mengalami perembesan dan
beberapa leukosit dari kepiler paru- paru. Alveoli dan septa menjadi penuh
dengan cairan edema yang berisi eritrosit dan fibrin serta relatif sedikit
leukosit sehingga kapiler alveoli menjadi melebar. Paru menjadi tidak berisi
udara lagi, kenyal dan berwarna merah. Pada tingkat lebih lanjut, aliran darah
menurun, alveoli penuh dengan leukosit dan relatif sedikit eritrosit. Kuman
pneumokokus di fagositosis oleh leukosit dan sewaktu resolusi berlangsung,
makrofag masuk kedalam alveoli dan menelan leukosit bersama kuman
pneumokokus di dalamnya. Paru masuk dalam tahap hepatisasi abu-abu dan
tampak berwarna abu-abu kekuningan. Secara perlahan-lahan sel darah merah
yang mati dan eksudat fibrin di buang dari alveoli. Terjadi resolusi sempurna,
paru menjadi normal kembali tanpa kehilangan kemampuan dalam pertukaran
gas (Riyadi & Sukarmin, 2009).
Bakteri penyebab bronchopneumonia masuk ke dalam jaringan paru-
paru melalui saluran pernafasan atas ke bronchioles, kemudian kuman masuk
ke dalam alveolus ke alveolus lainnya melalui poros kohn, sehingga terjadi
peradangan pada dinding bronchus atau bronkhiolus dan alveolus sekitarnya.
Kemudian proses radang ini selalu dimulai pada hilus paru yang menyebar
secara progresif ke perifer sampai seluruh lobus (Ridha, 2014).
Akan tetapi apabila proses konsolidasi tidak dapat berlangsung
dengan baik maka setelah edema dan terdapatnya eksudat pada alveolus maka
membran dari alveolus akan mengalami kerusakan yang dapat mengakibatkan
gangguan proses diffusi osmosis oksigen pada alveolus. Perubahan tersebut
akan berdampak pada penurunan jumlah oksigen yang dibawa oleh darah.
Penurunan itu yang secara klinis penderita mengalami pucat sampai sianosis.
Terdapatnya cairan purulent pada alveolus juga dapat mengakibatkan
peningkatan tekanan pada paru, selain dapat berakibat penurunan kemampuan
mengambil oksigen dari luar juga mengakibatkan berkurangnya kapasitas
paru. Penderita akan berusaha melawan tingginya tekanan tersebut
menggunakan otot- otot bantu pernafasan (otot interkosta) yang dapat
menimbulkan peningkatan retraksi dada (Riyadi & Sukarmin, 2009).
Secara hematogen maupun langsung (lewat penyebaran sel)
mikroorganisme yang terdapat didalam paru dapat menyebar ke bronkus.
Setelah terjadi fase peradangan lumen bronkus bersebukan sel radang akut,
terisi eksudat (nanah) dan sel epitel rusak. Bronkus dan sekitarnya penuh
dengan netrofil (bagian leukosit yang banyak pada saat awal peradangan dan
bersifat fagositosis) dan sedikit eksudat fibrinosa. Bronkus rusak akan
mengalami fibrosis dan pelebaran akibat tumpukan nanah sehingga dapat
timbul bronkiektasis. Selain itu organisme eksudat dapat terjadi karena
absorbsi yang lambat. Eksudat pada infeksi ini mula- mula encer dan keruh,
mengandung banyak kuman penyebab (streptokokus, virus, dan lain- lain).
Selanjutnya eksudat berubah menjadi purulen, dan menyebabkan sumbatan
pada lumen bronkus. Sumbatan tersebut dapat mengurangi asupan oksigen
dari luar sehingga penderita mengalami sesak nafas (Riyadi & Sukarmin,
2009).
Terdapatnya peradangan pada bronkus dan paru juga akan
mengakibatkan peningkatan produksi mukosa dan peningkatan gerakan silia
pada lumen bronkus sehingga timbul peningkatan reflek batuk (Riyadi &
Sukarmin, 2009).
Perjalanan patofisiologi diatas bisa berlangsung sebaliknya yaitu
didahului dulu dengan infeksi pada bronkus kemudian berkembang menjadi
infeksi pada paru (Riyadi & Sukarmin, 2009). Dengan daya tahan tubuh yang
menurun, terjadilah infeksi pada traktus respiratorius atau jalan nafas.
Pneumatokel atau abses-abses kecil sering disebabkan oleh streptokokus
Aureus pada neonatus atau bayi kecil karena Streptokokus Aureus
menghasilkan berbagai toksin dan enzim seperti hemolizin, leukosidin,
stafilokinase, dan koagulase. Toksin dan enxim ini menyebabkan nekrosis,
perdarahan dan kavitasi, koagulase berinteraksi dengan faktor plasma dan
menghasilkan bahan aktif yang mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin
hingga terjadi eksudat fibrinopurulen.
Sistem imun merupakan kumpulan mekanisme dalam suatu mahluk
hidup yang melindunginya terhadap infeksi dengan mengidentifkasi dan
membunuh substansi patogen. Sistem ini dapat mendeteksi bahan patogen,
mulai dari virus sampai parasit dan cacing serta membedakannya dari sel dan
jaringan normal. Pembuluh limfe dan kelenjar limfe merupakan bagian dari
sistem sirkulasi khusus yang membawa cairan limfe, suatu cairan transparan
yang berisi sel darah putih terutama limfosit. Cairan limfe membasahi
jaringan tubuh, sementara pembuluh limf mengumpulkan cairan limfe serta
membawanya kembali ke sirkulasi darah. Kelenjar limfe berisi jala pembuluh
limfe dan menyediakan media bagi sel sistem imun untuk mempertahankan
tubuh terhadap agen penyerang. Limfe juga merupakan media dan tempat
bagi sel sistem imun memerangi benda asing. Sel imun dan molekul asing
memasuki kelenjar limfe melalui pembuluh darah atau pembuluh limfe.
Semua sel imun keluar dari sistem limfatik dan akhirnya kembali ke aliran
darah. Begitu berada dalam aliran darah, sel sistem imun, yaitu limfosit
dibawa ke jaringan di seluruh tubuh, bekerja sebagai suatu pusat penjagaan
terhadap antigen asing (Sudiono, 2014).
a. Imunosupresi
Respons imun dapat dimanipulasi dengan tujuan untuk menekan
respons sesuai dengan yang diinginkan. Hal ini dilakukan pada keadaan
seperti autoimunitas, alergi, dan penolakan transplantasi. Obat
imunosupresan digunakan untuk mengontrol kelainan autoimun atau keadaan
in!amasi ketika terjadi kerusakan jaringan yang berlebihan dan juga untuk
mencegah penolakan transplantasi sesudah transplantasi suatu organ
dilakukan. Obat anti-in!amasi sering digunakan untuk mengontrol efek in!
amasi, dalam hal ini kortikosteroid yang merupakan obat paling kuat. Namun,
obat tersebut dapat mempunyai efek samping yang toksik dan penggunaannya
harus terkontrol. Obat antiinflmasi dosis rendah sering digunakan dalam
kaitannya dengan pemakaian obat sitotoksik atau imunosupresan. Obat
sitotoksik menghambat respons imun dengan mematikan sel seperti sel T
yang teraktivasi. Namun, pembunuhan ini tidak selektif dan organ lain serta
tipe sel lain ikut terkena. Obat imunosupresan seperti siklosporin mencegah
sel T memberi respons yang benar terhadap sinyal dengan menghambat jalan
penyaluran sinyal.Sebaliknya, respons proteksi sistem imun dapat pula
distimulasi. Stimulasi respons imun digunakan untuk memerangi bahan
patogen yang pada umumnya menghindari sistem imun.
b. Kanker
Ketika sel normal berubah menjadi sel kanker, beberapa antigen sel
kanker mengalami perubahan. Sel kanker seperti kebanyakan sel tubuh pada
umumnya, secara konstan melepaskan sedikit protein dari permukaan sel ke
dalam sistem sirkulasi. Sering kali antigen tumor merupakan salah satu
protein di antara protein yang dicurahkan. Antigen yang dicurahkan ini
menyebabkan aksi pertahanan sistem imun termasuk sel T-sitotoksik, NK
(natural killer), dan makrofag. Sel yang berpatroli dalam sistem imun
menyediakan immunesurveilance yang kontinu dan luas bagi tubuh, yang
menangkap dan mematikan sel yang sedang mengalami transformasi ke-
ganasan. Kanker berkembang saat immune surveillance ini rusak atau be
kerja tidak tepat.
c. Kuman Patogen
Keberhasilan serangan suatu bahan patogen bergantung pada
kemampuannya untuk menghindari respons imun tubuh. Selanjutnya, bahan
patogen mengembangkan berbagai cara untuk membuatnya berhasil
menginfeksi tubuh dengan menghindari pengrusakan oleh sistem imun.
Misalnya, bakteri sering mengalah-kan barier fisik dengan menyekresi enzim
yang mencerna barier atau dengan cara menyuntikkan proteinnya ke dalam
tubuh hospes yang dapat menghentikan pertahanan tubuh hospes. Sementara
strategi yang digunakan oleh beberapa bahan pato gen untuk mengalahkan
sistem imun innate adalah dengan re pli kasi intraselular yang juga dinamakan
patogenesis intraselular. Patogen menghabiskan hampir seluruh siklus
hidupnya di dalam sel hospes yang digunakan sebagai benteng pertahanan ter
hadap kontak langsung dengan sel imun, antibodi, dan komplemen. Beberapa
contoh bahan patogen intraselular antara lain adalah virus, bakteri yang
menyebabkan keracunan makanan (salmonella), dan parasit yang
menyebabkan malaria (Plasmodium falciparum). Bakteri lain seperti
Mycobacterium tuberculosis, hidup di dalam kapsul pelindung yang
melindunginya dari efek lisis dari komplemen. Banyak bahan patogen
menyekresi substansi yang mengurangi atau menyimpangkan respons imun.
Ada pula bakteri yang membentuk biofilm untuk melindungi diri dari sel dan
protein sistem imun. Biofilm ini ditemukan pada banyak infeksi. Ada juga
bakteri yang membentuk protein permukaan yang terikat pada antibodi
sehingga membuat antibodi menjadi tidak efektif, contohnya antara lain
streptokokus (protein G) dan stafilokokus aureus (protein A). Mekanisme
yang digunakan virus untuk menghindari sistem imun adaptif bersifat lebih
kompleks.
Cara sederhana adalah dengan cepat mengubah epitop yang tidak esensial
(asam amino dan atau gula) pada permukaannya, sementara mempertahankan
epitop esensial tetap tersembunyi. Sebagai contoh adalah HIV, yang secara
teratur memutasikan protein pada kapsulnya untuk dapat memasukkan dirinya
ke dalam sel target. Perubahan antigen virus yang sangat sering terjadi ini
dapat digunakan sebagai penjelasan untuk kegagalan vaksinasi yang
menggunakan protein virus secara langsung. Strategi lain yang umum
digunakan oleh virus adalah dengan menyelubungi antigen virus dengan
molekul hospes demi untuk menghindar agar tidak dikenali oleh sistem imun.
Pada HIV, kapsul yang menyelubungi virion (partikel lengkap virus) dibentuk
dari lapisan luar sel hospes sebagai mantel virus yang membuat virus menjadi
sulit teridentifkiasi sebagai “non-self” protein oleh sistem imun.
d. Fagositosis
Contoh sel fagosit adalah sel neutrofil, monosit, dan makrofag.
Seperti tipe lain dari sel darah putih, sel fagosit berasal dari sel pumca
(stem) pluripoten dalam sumsum merah tulang. Neutrofil dan
monosit/makrofag merupa kan sel yang cukup efisien dalam fagositosis
sehingga dinamakan fagosit profesional. Fagositosis oleh neutrofil lebih
bersifat primitif dari pada fagositosis oleh makrofag dalam sistem imun. Sel
fagosit tertarik ke tempat infeksi oleh proses kemotaksis. Contoh faktor
kemotaksis adalah produk dari mikrobial, sel jaringan dan leukosit yang
rusak, komponen komplemen (misal C5a), dan sitokin tertentu. Fagositosis
merupakan proses multitahap dengan sel fagosit memakan dan merusak agen
infeksius. Fagositosis merupakan proses pencernaan partikel (dalam ukuran
yang dapat terlihat oleh mikroskop cahaya) oleh sel. Fagositosis dilakukan
dalam fagosom, suatu vakuola yang struktur membrannya tidak jelas dan
berisi bahan patogen. Sistem imun melakukan opsonisasi, yaitu mekanisme
melapisi patogen dengan suatu molekul antibodi atau protein komplemen
yang membuat fagosit dapat mengikat dan mencerna patogen itu. Selanjutnya
proses dilanjutkan dengan penyatuan membran plasma sel fagosit dengan
permukaan mikroorganisme. Kemudian terjadi perluasan membran plasma
(pseudopodia) dan sel fagosit menelan patogen. Terbentuk fagosom (vakuol
fagosistik) yang menyatu dengan lisosom sehingga patogen dapat dicerna
oleh enzim pencernaan yang sesuai (misalnya lisosim) dan bahan kimiawi
bakterisidal.Saat mikroba dapat dicerna, mikroba ini akan dapat dibunuh.
Fagosit membunuh bakteri dengan 2 mekanisme, yaitu mekanisme
berdasarkan reduksi oksigen yang dinamakan mekanisme oksidatif dan
mekanisme nonoksidatif.
Pathway
Jamur, Virus,
Bakteri, Protozoa
Bau mulut
Akumulasi secret bronkus
tidak sedap
Edema paru
anoreksia
Pergeseran Bersihan Jalan Napas
dinding paru Tidak efektif
Defisit Nutrisi
Intake brkurang
Hipoksia Hiperventilasi
Intoleransi Gangguan
aktivitas Pertukaran Gas
4. Manifestasi Klinis
Bronkopneumonia pada anak biasanya didahului oleh infeksi traktus
respiratorius bagian atas selama beberapa hari. Suhu tubuh dapat naik sangat
mendadak sampai 39-40ᵒC dan kadang disertai kejang karena demam yang
sangat tinggi. Anak akan gelisah, dispnea, pernapasan cepat dan dangkal,
pernapasan cuping hidung serta sianosis sekitar hidung dan mulut. Kadang
disertai muntah dan diare. Batuk tidak ditemukan pada permulaan penyakit,
tetapi akan timbul setelah beberapa hari. Hasil pemeriksaan fisik tergantung
pada luas daerah auskultasi yang terkena. Pada auskultasi didapatkan suara
napas tambahan berupa ronchi basah yang nyaring halus atau sedang. Tanda
pneumonia berupa retraksi (penarikan dinding dada bagian bawah ke dalam
saat bernafas bersama dengan peningkatan frekuensi nafas) perkusi
pekak,fremitus melemah, suara nafas melemah dan ronchi. Pada neonates dan
bayi kecil tanda pneumonia tidak selalu jelas. Efusi pleura pada bayi akan
menimbulkan pekak perkusi (Sujono & Sukarmin, 2009).
Gejala Bronkopneumonia yaitu demam, sakit kepala, gelisah, malaise,
penurunan nafsu makan, keluhan gastrointestinal berupa muntah atau diare,
keluhan respiratori yang nampak yaitu batuk, sesak nafas, retraksi dada,
takipnea, nafas cuping hidung, air hunger, merintih dan sianosis (Fadhila,
2013).
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan Darah Lengkap
Hitung darah lengkap menunjukkan leukositosis, dapat mencapai 15.000-
40.000/mm3 dengan pergeseran ke kiri (Yasmara & Nursiswati, 2016). Pada
klien Bronkopneumonia terjadi leukositosis, ini terjadi karena selama infeksi
terjadi mekanisme yang mendorong meningkatnya leukosit yang berguna
untuk menanggulangi infeksi (Sujono & Sukarmin, 2009). Dapat ditemukan
juga leukopenia yang menandakan prognosis buruk dan dapat ditemukan
anemia ringan atau sedang (Sujono & Sukarmin, 2009).Anak (umur < 6
tahun) menderita anemia jika kadar Hb < 9,3 g/dl (kira-kira sama dengan nilai
Ht < 27%) (Duke, et al., 2016).
6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat diberikan pada anak dengan
bronkopnemonia adalah sebagai berikut :
a. Non Farmakologi
1) Menjaga kelancaran pernapasan
2) Kebutuhan istirahat klien
Klien ini sering hiperpireksia maka klien perlu cukup istirahat, semua
kebutuhan klien harus ditolong ditempat tidur.
3) Kebutuhan Nutrisi dan Cairan
Klien dengan bronkopneumonia hampir selalu mengalami masukan
makanan yang kurang karena proses perjalanan pnyakit yang menyababkan
peningkatan secret pada bronkus yang menimbulkan bau mulut tidak sedap
yang selanjutnya menyebabkan anak mengalami anoreksia. Suhu tubuh yang
tinggi selama beberapa hari dan masukan cairan yang kurang dapat
menyebabkan dehidrasi.
Apabila ada kenaikan suhu tubuh, maka setiap kenaikan suhu 1ᵒC
kebutuhan cairan ditambah 12%.
5) Kortikosteroid
Pemberian kortison asetat 15 mg/kgBB/hari secara IM diberikan bila
ekspirasi memanjang atau secret banyak sekali. Berikan dalam 3 kali
pemberian.
d. Sistem Perkemihan
Bronkopneumoni dapat menyebabkan pengeluaran ADH yang tidak tepat,
Produksi ADH yang berlebihan ini mengakibatkan ekskresi natrium dalam
jumlah yang sangat banyak kedalam urin, oleh karena itu konsentrasi
natrium menjadi sangat berkurang.
e. Sistem Persyarafan
Adanya lesi pada pleura menyebabkan nyeri pada abdomen bagian atas yang
terjadi akibat adanya gesekan ketika bernapas
f. Sistem Muskuloskletal
Oksigen diperlukan untuk metabolisme sel. Suplay oksigen yang kurang
menyebabkan penurunan metabolisme sehigga energi yang dihasilkan
rendah. Hal ini mengakibatkan terjadinya kelemahan
g. Sistem Pencernaan
Produksi sekret yang berlebihan menyebabkan terjadinya mual dan tidak
nafsu makan sehingga asupan makanan kurang.
8. Komplikasi
A. Pengkajian
1. Identitas.
Umumnya anak dengan daya tahan terganggu akan menderita pneumonia berulang
atau tidak dapat mengatasi penyakit ini dengan sempurna. Selain itu daya tahan
tubuh yang menurun akibat KEP, penyakit menahun, trauma pada paru, anesthesia,
aspirasi dan pengobatan antibiotik yang tidak sempurna.
2. Riwayat Keperawatan.
a. Keluhan utama.
Anak sangat gelisah, dispnea, pernapasan cepat dan dangkal, diserai pernapasan
cuping hidupng, serta sianosis sekitar hidung dan mulut. Kadang disertai muntah
dan diare.atau diare, tinja berdarah dengan atau tanpa lendir, anoreksia dan muntah.
b. Riwayat penyakit sekarang.
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran pernapasan bagian atas
selama beberapa hari. Suhu tubuh dapat naik sangat mendadak sampai 39-40oC
dan kadang disertai kejang karena demam yang tinggi.
c. Riwayat penyakit dahulu.
Pernah menderita penyakit infeksi yang menyebabkan sistem imun menurun.
d. Riwayat kesehatan keluarga.
Anggota keluarga lain yang menderita penyakit infeksi saluran pernapasan dapat
menularkan kepada anggota keluarga yang lainnya.
3. Riwayat kesehatan lingkungan.
Menurut Wilson dan Thompson, 1990 pneumonia sering terjadi pada musim hujan
dan awal musim semi. Selain itu pemeliharaan kesehatan dan kebersihan lingkungan
yang kurang juga bisa menyebabkan anak menderita sakit. Lingkungan pabrik atau
banyak asap dan debu ataupun lingkungan dengan anggota keluarga perokok
4. Imunisasi.
Anak yang tidak mendapatkan imunisasi beresiko tinggi untuk mendapat penyakit
infeksi saluran pernapasan atas atau bawah karena system pertahanan tubuh yang
tidak cukup kuat untuk melawan infeksi sekunder.
5. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan.
6. Nutrisi.
Riwayat gizi buruk atau meteorismus (malnutrisi energi protein = MEP).
7. Pemeriksaan persistem.
1) Sistem kardiovaskuler.
Takikardi, iritability
2) Sistem pernapasan.
Sesak napas, retraksi dada, melaporkan anak sulit bernapas, pernapasan cuping
hidung, ronki, wheezing, takipnea, batuk produktif atau non produktif, pergerakan
dada asimetris, pernapasan tidak teratur/ireguler, kemungkinan friction rub,
perkusi redup pada daerah terjadinya konsolidasi, ada sputum/sekret. Orang tua
cemas dengan keadaan anaknya yang bertambah sesak dan pilek.
3) Sistem pencernaan.
Anak malas minum atau makan, muntah, berat badan menurun, lemah. Pada
orang tua yang dengan tipe keluarga anak pertama, mungkin belum memahami
tentang tujuan dan cara pemberian makanan/cairan personde.
4) Sistem eliminasi.
Anak atau bayi menderita diare, atau dehidrasi, orang tua mungkin belum
memahami alasan anak menderita diare sampai terjadi dehidrasi (ringan sampai
berat).
5) Sistem saraf.
Demam, kejang, sakit kepala yang ditandai dengan menangis terus pada anak-
anak atau malas minum, ubun-ubun cekung.
6) Sistem lokomotor/muskuloskeletal. Tonus otot menurun, lemah secara umum,.
7) Sistem endokrin.
Tidak ada kelainan.
8) Sistem integumen.
Turgor kulit menurun, membran mukosa kering, sianosis, pucat, akral
hangat, kulit kering
B. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif behubungan dengan akumulasi sekret
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan Proses inflamasi
3. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan
antara suplai dan kebutuhan oksigen
4. Ganguan pertukaran gas berhubungan dengan meningkatnya akumulasi
sekret
5. Defisit Nutrisi berhubungan dengan nafsu makan menurun
C. Rencana Keperawatan
Dx. Tujuan dan
No Intervensi
Keperawatan Kriteria Hasil
1. Bersihan jalan napas Setelah diberikan intervensi SIKI: Latihan Batuk Efektif
tidak efektif keperawatan selama ....x....jam (I.01006)
behubungan dengan diharapkan bersihan jalan nafas Observasi
Akumulasi Sekret meningkat dengan keteria hasil Identifikasi kemampuan batuk
SLKI: Bersihan Jalan Nafas Moniotor adanya restensi
(L.01001) sputum
Batuk efektif dari menurun monitor tanda dan gejala
(1) menjadi meningkat (5)
infeksi saluran nafas
Produksi sputum dari
meningkat (1) menjadi Therapeutik
menurun (5) Atur posisi semi powler
Wheezing dari meningkat Pasang perlak dan bengkok di
(1) menjadi menurun (5) pangkuan pasien
Dispnea dari meningkat (1) Buang skret pada temapat
menjadi menurun (5) sputum
Ortopnea dari meningkat Edukasi
(1) menjadi menurun (5) Jelaskan tujuan dan prosedur
Gelisah dari meningkat (1) batuk efektif
menjadi menurun (5) Anjurkan mengulangi tarik
Sianosis dari meningkat (1) nafas adalam hingga 3 x
menjadi menurun (5) Anjurkan batuk dengan kuat
Sulit bicara dari meningkat setelah tarik nafas dalam yang
(1) menjadi menurun (5) ke -3x
Frekuensi nafas dari
Kolaborasi
memburuk (1) menjadi
mebaik (5) Kolaborasi pemberian obat
Pola nafas nafas dari mukolitik atau
memburuk (1) menjadi ekspektoran ,jika perlu
mebaik (5) SIKI: Manajemen Jalan Nafas
(I.01011)
Observasi
Monitor pola nafas
Monitor bunyi nafas tambahan
Monitor sputum
Therapeutik
Posisikan semi powler
Berikan minum hangat
Lakukan fisioterapi dada
Lakukan penghisapan ledir
kurang dari 15 detik
Berikan oksigen
Edukasi
Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
bronkodilator ,
ekspektoran ,mukolitik
2 Pola napas tidak efektif Setelah diberikan intervensi SIKI: Manajemen Jalan Nafas
berhubungan dengan (I.01011)
keperawatan selama ....x....jam
Proses inflamasi diharapkan pola nafas membaik Observasi
Dengan keteria hasil Monitor pola nafas
SLKI: Pola Napas (L.01004) Monitor bunyi nafas tambahan
Ventilasi semenit dari Monitor sputum
menurun (1) menjadi Therapeutik
meningkat (5) Posisikan semi powler
Kapasitas vitas dari Berikan minum hangat
menurun (1) menjadi Lakukan fisioterapi dada
meningkat (5) Lakukan penghisapan ledir
kurang dari 15 detik
Tekanan ekspiras dari
Berikan oksigen
menurun (1) menjadi
meningkat (5) Edukasi
Tekanan inspirasi dari Ajarkan teknik batuk efektif
menurun (1) menjadi Kolaborasi
meningkat (5) Kolaborasi pemberian
bronkodilator ,
Pernafasan cuping hidung ekspektoran ,mukolitik
dari meningkat (1) SIKI: Pemantauan Respirasi
menjadi menurun (5) (I.01014)
Observasi
Pengguanaan otot bantu
Monitor
nafas dari meningkat (1) frekuensi ,irama ,kedalaman
menjadi menurun (5) dan upaya nafas
E. Evaluasi keperawatan