Urban Sprawl PDF

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 10

The 18th FSTPT International Symposium, Unila, Bandar Lampung, August 28, 2015

DEVELOPMENT OF TRANSPORT INFRASTRUCTURE


ON MEGA-URBAN (Case Study: Makassar City)
Shirly WUNAS Venny Veronica Natalia
Faculty of Engineering Faculty of Engineering
Hasanuddin University Hasanuddin University
Jalan Perintis Kemerdekaan Km.10 Jalan Perintis Kemerdekaan Km.10
Telp: (0411) 589706 Telp: (0411) 589706
shirly@indosat.net.id veronica_natalia@ymail.com

ABSTRACT

Urban area develops to suburban in sporadic model. The Development tends to the mega-urban form. Some
Features which caused this form are 1) The housing clusters disperse, 2) The development occur with
different actor which against the planning regulation, 3) The growth extent to other region/town territory. The
aims of this discussion are 1) identify and analyze the mega urban development towards transport
infrastructure in suburban area, 2) Analyze the urban expansion integration with transport infrastructure
development. The research takes place in Makassar’s development area or Makassar’s suburban area (Eastern
and southern of Makassar’s territory). The data is obtain through direct observation in land use, road network
development, and transports nodes combine with satellite map. Analysis conduct with descriptive qualitative
method as well as comparative analysis through national standard, spatial analysis, origin destination matrix
and planning approach on mixed used and transit oriented development (TOD). The result shows 1)
Makassar city widen in horizontal way to eastern and southern area where some features appear i.e low
intensity in buildings, disperse and tend to mega-urban shape. The mega-urban forms without following the
road network hierarchy as well as no public transport service; 2) The growth is not integrates with social and
economic infrastructure services yet. This cause the mobility to center of activity in downtown is very high.
The planning should be approached to mixed use and TOD concept.

Keyword: mega urban, transport, mobility.

ABSTRAK

Kota berkembang secara sporadis di wilayah suburban, cenderung membentuk mega urban. Kondisi
tersebut adalah akibat dari 1) pembangunan cluster perumahan yang menyebar, 2)pembangunan dilakukan
oleh aktor pelaksana yang berbeda, tanpa mengikuti kebijakan tata ruang yang ada, 3)perkembangan
pembangunan melintasi wilayah administrative antar Kota/Kabupaten. Tujuan pembahasan ini adalah 1)
mengidentifikasi dan menganalisis perkembangan kota mega (mega urban) terhadap jaringan prasarana
transportasi di wilayah sub urban (tepi kota), 2) menganalisis keterpaduan ekspansikota terhadap konsep
pengembangan jaringan prasarana transportasi.Lokasi penelitiandilakukan di wilayah perkembangan kota
Makassar/suburban (wilayah timur dan selatan kota). Data diperoleh melalui pengamatan langsung terhadap
berbagai guna lahan dan perkembangan jaringan jalan dan simpul-simpul transportasi, menggunakan peta
citra satelit. Teknik analisis secara deskriptif kualitatif dan komparatif terhadap standar nasional Indonesia
(SNI), didukung dengan analisis spasial, analisis asal tujuan, dan pendekatan perencanaan fungsi lahan
campuran (mixed use) dan pendekatan simpul-simpul transit oriented development (TOD). Hasil penelitian
menunjukkan 1) Kota Makassar meluas secara horizontal ke arah Selatan dan Timur, dengan jumlah
bangunan intensitas rendah, menyebar secara seporadis,membentuk mega urban, tanpa mengikuti hirarkhi
jaringan jalan, tanpa pelayanan angkutan umum, 2) perkembangan kota belum terpadu dengan pembangunan
pelayanan sarana social dan ekonomi kawasan secara multi fungsi dan TOD, sehingga mobilitas
penduduksangat tinggi menuju pusat pelayanan downtown.

Kata Kunci: mega urban, transportasi, mobilitas penduduk.


The 18th FSTPT International Symposium, Unila, Bandar Lampung, August 28, 2015

PENDAHULUAN
Kota berkembang secara sporadic, permasalahan yang dikhawatirkan hari ini di wilayah
suburban adalah Pemerintah dan swasta (developer/ pengembang) terfokus mengatasi
kebutuhan perumahan untuk masyarakat kota. Pembangunan cluster perumahan secara
menyebar, horizontal maupun vertical (khususnya rumah susun), dilakukan oleh aktor
pelaksana yang berbeda, dengan berorientasi pada nilai lahan yang murah, sering sekali
pada lahan yang masih berfungsi produktif, irigasi. Mengutamakan lahan yang mempunyai
akses dari jalan utama, bahkan sampai melintasi wilayah administrative antar kota/
kabupaten.
Di wilayah sub urban Makassar, pembangunan rumah secara bersusun bagi masyarakat
berpenghasilan rendah sudah sangat bagus, karena mengutamakan efisiensi penggunaan
lahan, efisiensi jaringan prasarana kota.
Peran transportasi, kian menjadi bagian terpenting dalam kehidupan kota, perubahan gaya
hidup modern telah menyebabkan perjalanan penduduk lebih meningkat. Masalah
transportasi perkotaan, seperti Kota Makassar dipengaruhi dari model pertumbuhan kota
yang belum terintegrasi dengan sistem jaringan prasarana transportasi dan sistem jaringan
pelayanan transportasi (Gambar 1).

Gambar 1 Ilustrasi model perkembangan kota Makassar

Jalan arteri yang berperan utama menghubungkan akses kebutuhan masyarakat suburban
ke wilayah urban, dan Sesuai Wunas (2009), jaringan jalan utama tersebut (perintis
kemerdekaan), akses penghubung antar kota/ kabupaten akan mencapai derajat kejenuhan
pada tahun 2015 (standard derajat kejenuhan 0,85).
The 18th FSTPT International Symposium, Unila, Bandar Lampung, August 28, 2015

Tujuan pembahasan ini adalah 1) mengidentifikasi dan menganalisis perkembangan kota


mega (mega urban) terhadap jaringan prasarana transportasi di wilayah suburban (tepi
kota), 2) menganalisis keterpaduan ekspansi kota terhadap konsep pengembangan
jaringan prasarana transportasi

KAJIAN TEORI

Referensi yang dipergunakan dalam pembahasan ini menyangkut beberapa konsep


perencanaan ruang perkotaan yang ramah lingkungan dan terkait dengan sistem
transportasi, seperti konsep smart growth, compact-city, mixed land use, transit-oriented
development (TOD), pedestrian friendly, complete street dan lainnya.
Sesuai Knaap (2004), konsep perkembangan kota yang terprediksi pertumbuhannya (smart
growth) seharusnya mempergunakan konsep fungsi lahan campuran (mixed land use),
dengan hunian bersusun/ vertical housing dan merencanakan kawasan yang ramah bagi
pejalan kaki. Hunian bersusun akan menciptakan kawasan kepadatan tinggi, namun jika
direncanakan pada lokasi yang tepat dengan jarak pelayanan fasilitas kegiatan sosial dan
ekonomi yang terjangkau dengan jalan kaki atau dengan kendaraan non motorisasi seperti
tersebut di atas, maka konsep ini akan dapat mereduksi kebutuhan kendaraan pribadi,
dapat menghemat biaya transportasi, menghemat penggunaan bahan bakar, kepadatan lalu
lintas menurun, mereduksi polusi/ emisi kendaraan, dan dapat meningkatkan kualitas
lingkungan hidup (PPG3, 2010).
Sedangkan sesuai Edwards (2000), dan Wunas (2007), perkembangan kota harus
mengaplikasikan formula 3E+2S (Energy, Environment, Ecology, Society and
Sustainability).

Gambar 2 Ilustrasi perencanaan perkembangan struktur kota, yaitu terpadu antar guna
lahan campuran dan transportasi (tujuan mengurangi lalu lintas pada jalur jalan utama)
dalam Wunas 2011

Saat ini terdapat 3 pendekatan untuk mengembangkan konsep fungsi lahan campuran:
1)meningkatkan intensitas guna lahan, 2)meningkatkan berbagai jenis kelompok fungsi
lahan, 3)mengintegrasikan fungsi lahan yang berbeda. Konsep ini merupakan komponen
The 18th FSTPT International Symposium, Unila, Bandar Lampung, August 28, 2015

dasar dari beberapa teori dan konsep yang sedang berkembang, seperti perkembangan
berbasis transit (Transit Oriented Development TOD), Traditional Neighborhood
Development (TND), Livable communities and smart growth principles (Grant in Weddel
2010).
Transit Oriented Development (TOD) adalah konsep pengembangan berbasis transit,
terdapat integrasi transportasi publik dan prasarana jalan yang humanis dengan fungsi
lahan campuran. Komponen TOD terdiri: 1)Jaringan sirkulasi (jalan-jalan, pejalan kaki dan
trotoar), 2)Bus Rapid Transit dan tempat pemberhentiannya, 3)Fasilitas pejalan kaki dan
sepeda untuk menghemat pergerakan kendaraan bermotor, 4)Fasilitas-fasilitas umum
seperti taman, plaza, fitness centre, sekolah, perpustakaan, tempat penitipan anak, kantor
pos dsb (Harno T, 2010).
Saat ini manejemen dari sistem TOD mencakup 3 aspek utama: per kluster, trayek dan
terjadwal.
Manfaat dari konsep TOD tersebut adalah dapat meningkatkan kualitas hidup yang lebih
baik, mengurangi penggunaan kendaraan pribadi dan kemacetan, mengurangi kecelakaan
lalu lintas, mengurangi biaya transportasi rumah tangga, gaya hidup yang lebih sehat
dengan berjalan kaki, mengurangi polusi dan perusakan lingkungan, mengurangi peluang
terbentuknya sprawl, membuka peluang pengembangan bentuk kompak, lebih murah jika
dibandingkan dengan membangun jalan.
Ewing (1997), mengusulkan 2 konsep dengan sistem TOD, yaitu Transit Corridor and
transit nodes. Kedua sistem tersebut, juga harus didukung dengan konsep lahan campuran,
seperti hunian bersusun, sarana pendidikan, perbelanjaan, pendidikan, hotel, motel,
pergudangan.

Transit Corridor Transit nodes

Gambar 3 Pendekatan Sistem Transit (Ewing, 2007)

Perencanaan kota yang ramah terhadap pejalan kaki (Walkablle city) didukung dengan
konsep perencanaan lahan campuran (mixed land use), agar dapat mempermudah para
pejalan kaki dan pesepeda untuk mencapai kebutuhan fasilitas sosial dan ekonomi, dan
tidak perlu memiliki kendaraan bermotor.
Konsep tersebut dilengkapi ORMSB (1994), perencanaan kota seharusnya
mempertimbangkan jalur cepat dan tempat transit, untuk menjamin kemudahan dan
keamanan bagi masyarakat yang tinggal di sekitarnya.
Menurut pedoman Nomor Pd T-18-2004-B dalam SPM Bidang Bina marga Edisi Januari
2009, menjelaskan hubungan antara hierarki perkotaan dengan peranan ruas jalan
penghubungnya ( Tabel 1).
The 18th FSTPT International Symposium, Unila, Bandar Lampung, August 28, 2015

Tabel 1 Hubungan antara hirarki kota dengan sistem jaringan jalan primer
KRITERIA PKN PKW PKL PK<PKL PERSIL
PKN arteri arteri lokal lokal lokal
PKW arteri kolektor kolektor lokal lokal
PKL lokal lokal lokal lokal lokal
PK<PKL lokal lokal lokal lokal lokal
PERSIL lokal lokal lokal lokal lokal
Sumber: Pedoman Konstruksi dan Bangunan Pd T-18-2004-B

Secara lebih detail kerangka pembahasan diuraikan pada gambar 3.

PERKEMBANGAN KOTA
MENYEBAR DI WILAYAH
SUBURBAN
Latar Belakang

Mixed Land Use(Knaap ,2004)


TOD (Harno, 2010)
Smart Growth/Compact City(Knaap,2004)
Walkable City (Brandon, 2010)
EKSPANSI ANTAR
KOTA/KABUPATEN
UU no. 22 tahun 2009 tentang lalu lintas
angkutan jalan
Sistranas tahun 2012
TERBENTUK MEGA Pedoman No. Pd T-18-2004-B dalam SPM
URBAN Bina Marga,2009

STRUKTUR
Permasalahan

PERKEMBANGAN JARINGAN
PERKEMBANGAN GUNA TRANSPORTASI TERHADAP
LAHAN PERKEMBANGAN GUNA LAHAN
ANTAR KOTA/ KABUPATEN
Target analisis

KONSEP KETERPADUAN EKSPANSI KOTA


TERHADAP PRASARANA JARINGAN
TRANSPORTASI

Gambar 4. Ilustrasi Kerangka Konsep Penelitian


The 18th FSTPT International Symposium, Unila, Bandar Lampung, August 28, 2015

METODE
Lokasi penelitian dilakukan di wilayah perkembangan kota Makassar/suburban (wilayah
timur dan selatan kota). Data diperoleh melalui pengamatan langsung terhadap berbagai
guna lahan dan perkembangan jaringan jalan dan simpul-simpul transportasi,
menggunakan peta citra satelit. Selain itu data berasal dari survey lapangan dan wawancara
dengan 160 responden, yang difokuskan pada seluruh penduduk yang tinggal dalam
wilayah suburban pada bagian Timur dan Selata Kota Makassar. Sampel ditentukan secara
purporsif, terhadap penduduk yang tinggal di rumah vertical (rusun) maupun rumah secara
horizontal, pada cluster kepadatan tinggi dan rendah. Mempergunakan analisis
comparative dan kuantitatif terhadap bangkitan guna lahan dan analisis matriks destinasi,
untuk konsep perencanaan mempergunakan peta citra satelit dan pendekatan perencanaan
fungsi lahan campuran (mixed use) dan pendekatan simpul-simpul transit oriented
development (TOD).

PEMBAHASAN
Pembahasan ini dibagi kedalam dua butir seperti diuraikan sebagai berikut:

1. Analisis perkembangan kota mega (mega urban) terhadap jaringan prasarana


transportasi di wilayah sub urban (tepi kota)

Kota Makassar mempunyai tiga akses utama yang diklasifikasikan sebagai jaringan jalan
primer, adalah 1)Jalan Perintis Kemerdekaan (arteri primer) menghubungkan akses ke
Kota/ Kabupaten bagian Timur wilayah Sulawesi Selatan dan 2)Jalan tol Ir.Sutami
menghubungkan akses ke kota/ kabupaten di wilayah Barat (Sulsel dan Sulbar), serta
3)Jalan Sultan Alauddin (arteri primer) menghubungkan akses ke kota/ kabupaten di
bagian Selatan wilayah Sulsel (gambar 5).
Kedua jaringan jalan arteri primer tersebut yang seharusnya menghubungkan antar pusat
kegiatan nasional atau antar pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan wilayah, namun
saat ini hanya berfungsi sebagai pusat pelayanan dari kantong-kantong perumahan yang
terbangun tidak teratur, menyebar, kepadatan rendah, tanpa dilengkapi sarana prasarana
pelayanan yang baik. Model perkembangan kota tersebut adalah bentuk dari urban sprawl.
Model tersebut adalah suatu proses perluasan atau pemekaran kegiatan perkotaan ke
wilayah suburban dengan pola perkembangan secara tidak teratur. Walaupun demikian,
proses tersebut bersifat positif, karena telah memindahkan sebagian penduduk kepadatan
tinggi pada wilayah urban ke suburban.
Pola pembangunan dengan cara tersebut berpengaruh kuat pada mobilitas penduduk ke
kota, yaitu peningkatan frekuensi lalu lintas pada poros jalan arteri primer. Seharusnya
kluster-kluster perumahan dilengkapi dengan pusat-pusat kegiatan lokal (PKL) dan
dilayani oleh jaringan jalan lokal primer. Beberapa kluster-kluster perumahan yang
terdapat PKL dihubungkan dengan jalan kolektor primer, seperti perumahan BTP, Telkom
Mas, dan lainnya. PKL yang dilayani oleh jaringan jalan kolektor primer, seharusnya
dikembangkan menjadi pusat kegiatan wilayah. Nampak struktur penggunaan lahan belum
terpadu dengan struktur dari klasifikasi jaringan jalan.
The 18th FSTPT International Symposium, Unila, Bandar Lampung, August 28, 2015

Tabel 2. Kondisi Hubungan antara pusat-pusat pelayanan kota dengan sistem jaringan
jalan primer yang ada dibandingkan dengan standard
Standard Kondisi Keterangan
Kriteria Kluster-kluster
PKN PKW PKL PKN PKW PKL
PKN arteri arteri lokal perumahan yang ada,
belum terpadu dengan
PKW arteri kolektor kolektor kolektor kebutuhan pusat
pelayanan dan jaringan
PKL lokal lokal lokal lokal yang memadai dengan
kebutuhan penduduk

Pengembang/developer membangun masih mempergunakan pendekatan konvensional,


yaitu membangun dengan konsep perumahan horizontal, sesuai modal yang dimiliki, luas
lahan yang dapat dibebaskan, serta izin membangun yang diperoleh. Pendekatan tersebut
belum dapat mendukung konsep ramah lingkungan dan ramah transportasi, atau belum
mendukung konsep smart city.
Salah satu contoh perumahan yang dibangun secara massal dengan sistem kunci
(penyerahan kunci setelah pembelian) di Bumi Tamalanrea Permai (BTP), terbangun 8.711
unit rumah dengan jumlah penduduk 43.555 jiwa (2013). Pemekaran kawasan berlanjut
dengan developer yang berbeda, mencapai 30-50% dalam kurun waktu 3 tahun. Pemekaran
tersebut tetap mempergunakan struktur kawasan yang ada, dibentuk dari jaringan jalan
yang sama yaitu kolektor primer.
Saat ini kawasan BTP dan sekitarnya terdapat kurang lebih 150.000 jiwa yang seharusnya
dilayani oleh pusat kegiatan wilayah (PKW), dan dilayani klasifikasi jalan kolektor primer
yang ada (jalan BTP raya) dan jalan tersebut adalah terusan dari jalan arteri primer luar
kota.
Kesimpulannya, klasifikasi jalan dan konektifitas antar jaringan jalan sudah sesuai SNI,
namun fungsi pusat pelayanan yang ada (PKL) harus ditingkatkan menjadi PKW.Tujuan
dari perencanaan tersebut adalah untuk mereduksi pergerakan lalu lintas menuju ke urban.
Hal lain yang membutuhkan pertimbangan serius yaitu investor untuk PKW, permintaan
pembeli harus banyak, intensitas kepadatan penduduk harus tinggi, dan jarak pembeli
harus relatif dekat (bisa dicapai dengan jalan kaki ataupun kendaraan non
motorisasi/sepeda).
Saat ini arus lalu lintas jam puncak pada jalan utama wilayah Timur suburban (jalan
Perintis Kemerdekaan) adalah 4.703 smp/jam, terendah 2.661 smp/jam (ideal level service
klas C= 1.400 smp/jam) dengan kecepatan rerata 35,37km/jam (ideal 60km/jam). Arus lalu
lintas pada jalan utama wilayah Barat suburban (jalan Sultan Alauddin) pada jam puncak
adalah 4.016 smp/jam, terendah 2.468 smp/jam (ideal level service klas C=1.400
smp/jam), dengan kecepatan rerata 30,45km/jam (ideal 60km/jam).

2. Analisis keterpaduan ekspansi kota terhadap konsep pengembangan jaringan


prasarana transportasi
Kota Makassar mempunyai penduduk total sebanyak 1.408.004 jiwa (Makassar dalam
angka, 2013) dan terdapat ±29% penduduk berkembang pada wilayah suburban. Pada
wilayah perkembangan ke arah Timur (Kecamatan Tamalanrea, Biringkanaya, Manggala),
The 18th FSTPT International Symposium, Unila, Bandar Lampung, August 28, 2015

jumlah penduduk 392.716 jiwa, pertumbuhan rata-rata 3,17%, dan pada wilayah
perkembangan kota ke arah Selatan (Kecamatan Tamalate), jumlah penduduk 325.037jiwa,
pertumbuhan 2,09%. Pertumbuhan penduduk pada kedua wilayah suburban tersebut lebih
besar dari pada pertumbuhan penduduk Kota Makassar (1,63%).
Kepadatan lalu lintas yang ada di jaringan jalan arteri primer yang menghubungkan
suburban-urban diproyeksikan akan meningkat lebih kuat lagi, karena wilayah suburban
Kota Makassar sejak tahun 2008, telah mempunyai target pembangunan 80 twin block, dan
saat ini telah dibangun hunian bersusun 4 lantai pada 8 lokasi dengan 31 twin block. Data
hasil analisis menunjukkan saat ini backlog perumahan pada tahun 2013 adalah 47.473 unit
(Tabel 3).

Tabel 3 Data hasil analisis proyeksi kebutuhan perumahan yang berpotensi terhadap
perkembangan pembangunan dan pembentukan kota mega

Penduduk Backlog
Kota % pertumbuhan
Kecamatan 2013 Jumlah perumahan
Makassar penduduk
(jiwa) 2013
Bagian Selatan Tamalate 172.506 43.989 5,538 2,58
wilayah Rapocini 152.531 38.723 5,416 1,55
suburban
Bagian Timur Manggala 118.191 30.679 3.328 3,83
wilayah Biringkanayya 169.350 44.611 4,113 5,37
suburban Tamalanrea 105.175 26.806 3,522 1,95
Kota Makassar 1.408.045 352.011 47.473

Kebutuhan pembangunan tersebut akan semakin meningkat lagi, karena Kota Makassar
menuju Kota Metropolitan Maminasata yang mencakup 4 kota sekitarnya (Kota Makassar,
Maros, Sungguminasa, dan Takalar), dan PT Kima merencanakan 5 zona pengembangan
industri di wilayah Mamminasata (KIMA, KIROS, KIMAMA, KIWA, KITA, gambar 2),
yang akan mempengaruhi pertumbuhan penduduk dan kebutuhan perumahan di wilayah
suburban Kota Makassar (Gambar 5).

Gambar 5 Struktur perkembangan guna lahan perumahan ke wilayah sub urban


(ke bagian Timur dan Selatan Kota Makassar)-kiri.
Rencana Lima kawasan industry yang akan berkembang di kota/ kabupaten di
sekitar Kota Makassar (Kota Metropolitan Mamminasata)-kanan
The 18th FSTPT International Symposium, Unila, Bandar Lampung, August 28, 2015

Prasarana dan sarana transportasi memainkan peran penting dalam sistem perkembangan
wilayah suburban, terutama untuk mencapai perkembangan kota yang tumbuh smart,
ramah transportasi, dan kualitas lingkungan hidup yang sehat. Fungsi jaringan transportasi
sangat terkait dengan fungsi lahan dan fungsi ruang yang mempengaruhinya. Interaksi
tujuan dan asal pergerakan dipengaruhi fungsi ruang/ lahan, jarak capai dan biaya
transportasi. Oleh sebab itu Makassar sudah harus mulai menata kembali ruang suburban
dengan konsep smart growth, yaitu hunian bersusun, yang dilengkapi sarana prasarana
sosial dan ekonomi (mixed land use), membangun smart transportation dengan akses
transit/parking, menjadi kawasan yang ramah bagi pejalan kaki (Gambar 7).

Gambar 7 Ilustrasi Konsep pembangunan dengan sistem transit (Wunas, 2011). Cluster
transit yang mendekatkan jarak pusat pelayanan sarana kebutuhan sosial, ekonomi/ industri
dan rekreasi (Kiri). Cluster transit koridor, konsep park and ride, kiss and bye (Kanan)

KESIMPULAN

Hasil penelitian menunjukkan 1) Kota Makassar meluas secara horizontal ke arah Selatan
dan Timur, dengan jumlah bangunan intensitas rendah, menyebar secara sporadis,
membentuk mega urban, tanpa mengikuti hirarki jaringan jalan, tanpa pelayanan angkutan
umum, 2) perkembangan kota belum terpadu dengan pembangunan pelayanan sarana
social dan ekonomi kawasan secara multi fungsi dan TOD, sehingga mobilitas penduduk
sangat tinggi menuju pusat pelayanan (downtown). Pembangunan perumahan seharusnya
didekatkan dengan pusat pelayanan dengan fungsi campuran dan halte perpindahan moda.

REFERENSI
Ahmad., Performance of Arterial Road in the city of Makassar.Thesis PPS Hasanuddin University,
Makassar, 2010.
The 18th FSTPT International Symposium, Unila, Bandar Lampung, August 28, 2015

Citra K. 2007. Laporan akhir DED (detail Engineering Design) Bus Rapid Transit (BRT) angkutan
umum Massal di Kota Makassar. Dinas Perhubungan Kota Makassar
Cordeau, J, et. all., Transportation on Demand. Canada Research Chair in Distribution
Management, Montreal, Canada, 2004
Ewing, R., Transport and Land Use Innovations. American Planning Association, Chicago, 1997.
Grant,J in Weddel, P., Urbansim: Modeling Urban Development for Land Use, Transportation and
Environment,2010
Harno, T., Transit Oriented Development (TOD) as Transport Demand Management (TDM).
Urban Traffic, DIT BSTP, 2010
Knaap, G. 2004. A Requiem for Smart Growth. Available: www.smartgrowth.umd.edu
Ormsb E E. S,J. Garden Cities 21, Creating A Livable Urban Environment. Mc Graw Hill.
USA 1994
Soderstrom,M., The Walkable City. Vehicule Pres, Canada, 2008.
Veronica, V.,Transit Oriented Development (TOD) Concept as Transportation Mobility Pattern
Control in Makassar Suburban Area. Thesis PPS Hasanuddin University, Makassar,
Indonesia, 2010
Watson, D. 2001. A Realistic approach to city and suburban planning. In time saver standards, for
urban design. McGraw Hill New York. Chicago.etc
Wunas, S., Perspective of Urban Development Based On Eco Settlement Concept. Manuscript for
Professor,Hasanuddin University, Makassar, Indonesia, 2007
Wunas, S and Tenri, D. 2010.Redevelopment Of Poor Settlements With Green Infrastructure
Concept (Case Study In Makassar City, South Sulawesi, Indonesia)
Wunas S. 2011. Kota Humanis (integrase guna lahan dan transportasi). Brilliant Surabaya
Indonesia
SNI 03-1733-2004. Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan. Badan
Standarisasi Nasional

You might also like

pFad - Phonifier reborn

Pfad - The Proxy pFad of © 2024 Garber Painting. All rights reserved.

Note: This service is not intended for secure transactions such as banking, social media, email, or purchasing. Use at your own risk. We assume no liability whatsoever for broken pages.


Alternative Proxies:

Alternative Proxy

pFad Proxy

pFad v3 Proxy

pFad v4 Proxy